trauma intra abdomen

23
1 PENDAHULUAN Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998). Trauma adalah cedera/ rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,2002). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Dewasa ini, trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern penggunaan kendaraan otomotif semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat trauma sering ditelantarkan padahal ia merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia muda produktif di seluruh dunia. Salah satu yang sering terjadi adalah trauma abdomen. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. Trauma abdomen adalah semua jenis cedera fisik yang mengenai daerah abdomen atau perut dimana setiap rudapaksa terjadi pada dinding abdomen. Bagaimana pun ringannya dapat disertai oleh lesi yang serius dari organ visera di dalam perut dan organ tersebut dapat saja mengalami cedera yang serius tanpa tanda-tanda trauma yang jelas pada dinding perut. Organ visera yang padat di dalam abdomen (hepar, lien, pankreas, ginjal) terletak tinggi di dalam rongga abdomen dan sebagian besar terlindung oleh tulang iga, sedangkan organ yang berongga (usus, kandung kemih, ureter dan lambung) lebih terbuka terhadap trauma. Cedera pada organ visera yang padat akan menyebabkan perdarahan, sedangkan cedera pada organ yang berongga biasanya menyebabkan peritonitis, sementara kedua tipe lesi ini dapat disertai oleh syok. Dalam era modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian, sedangkan akibat dari penganiayaan ini

Upload: daniel-suarez-parapat

Post on 29-Dec-2015

125 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Intra Abdomen

1

PENDAHULUAN

Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).

Trauma adalah cedera/ rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,2002). Trauma adalah

penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat

telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.

Dewasa ini, trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern

penggunaan kendaraan otomotif semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat trauma sering

ditelantarkan padahal ia merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia muda

produktif di seluruh dunia. Salah satu yang sering terjadi adalah trauma abdomen.

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma

yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang

terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. Trauma abdomen

adalah semua jenis cedera fisik yang mengenai daerah abdomen atau perut dimana setiap

rudapaksa terjadi pada dinding abdomen. Bagaimana pun ringannya dapat disertai oleh lesi yang

serius dari organ visera di dalam perut dan organ tersebut dapat saja mengalami cedera yang

serius tanpa tanda-tanda trauma yang jelas pada dinding perut. Organ visera yang padat di dalam

abdomen (hepar, lien, pankreas, ginjal) terletak tinggi di dalam rongga abdomen dan sebagian

besar terlindung oleh tulang iga, sedangkan organ yang berongga (usus, kandung kemih, ureter

dan lambung) lebih terbuka terhadap trauma.

Cedera pada organ visera yang padat akan menyebabkan perdarahan, sedangkan cedera

pada organ yang berongga biasanya menyebabkan peritonitis, sementara kedua tipe lesi ini dapat

disertai oleh syok.

Dalam era modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin

berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang

terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat

kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab

kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan,

kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian, sedangkan akibat dari penganiayaan ini

Page 2: Trauma Intra Abdomen

2

disebabkan oleh karena senjata tajam dan peluru. Oleh karena hal tersebut diatas akan

mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ – organ dalam rongga abdomen

atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen yang berakibat kematian. Di

Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi yaitu

pada tahun 1998 berjumlah 156 orang, sedangkan pada tahun 1999 sebanyak 106 orang korban.

Dalam kasus ini “Waktu adalah nyawa” dimana dibutuhkan suatu penanganan yang professional

yaitu cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian, transportasi sampai tindakan

definitif di rumah sakit.

Anatomi dan Fisiologi

Page 3: Trauma Intra Abdomen

3

Daerah abdomen dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Rongga peritoneum, rongga ini dibagi menjadi bagian atas dan bagian bawah. Bagian

atas atau thoracoabdominal yang ditutup oleh bagian bawah dari bagian toraks yang

bertulang, meliputi diafragma, hati, limpa, lambung dan kolon transversum. Karena

diafragfma naik ke ruang interkosal ke-4 saat ekspirasi penuh, maka patahan tulang iga

bawah atau luka tembus di daerah itu bisa mencederai isi abdomen.

2. Rongga pelvis, rongga ini dikelilingi tulang pelvis, berada di bagian bawah dari ruang

retroperitoneum dan berisikan rectum, kandung kemih, pembuluh-pembuluh iliaka dan

genitalia interna wanita.

3. Rongga retroperitoneum, daerah ini meliputi aorta abdominalis, vena kava inferior,

sebagian besar dari duodenum, pankreas, ginjal dan saluran kencing, colon ascenden dan

colon descenden.

Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus, lambung, usus, hati,

pancreas, kandung empedu dan peritoneum.

Esophagus memiliki panjang 25 cm dengan diameter 3 cm dimulai dari pharync sampai

dengan lambung. Dinding esophagus sendiri menghasilkan mucus untuk lubrikasi makanan

sehingga memudahkan makanan untuk masuk ke dalam lambung. Terdapat spincter cardiac yang

mencegah terjadinya regurgitasi makanan dari lambung ke esophagus.

Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan antrum. Fungsi lambung

adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti pepsin, asam lambung mucus, dan

intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh kelencaj di sumbukosa. Asam lambung sendiri

mempunyai pH 1. Sphincter pyloric mengkontrol makanan bergerak masuk dari lambung ke

duodenum.

Usus halus dimulai dari sphincter pyloric sampai dengan proximal usus besar. Sekresi

dari pancreas dan hati membuat chime menjadi tekstur yang semiliquid. Disini terjadi poses

absorbsi nutrient dan produk-produk lain. Segemen dari usus halus sendiri terdiri dari duodenum,

jejunum dan ileum. Duodenum memiliki panjang 25 cm dan diameter 5 cm.

Page 4: Trauma Intra Abdomen

4

Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon, rectum dan anal

canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden, transversal, descenden dan

sigmoid. Fungsi primer dari usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit.

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih 1450 ml

permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu pertama metabolisme,

karbohidrat (glycogensis, glucosa menjadi glycogen), (glycogenolysis, glycogen menjadi

glucosa), (gluconeogenesis, pembentukan glukosa dari asam amino dan asam lemak),

metabloisme protein (sintesis asam-asam amino nonesential, sintesis protein plasma, sintesis

faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3 dimana NH3 merupakan hasil akhir dari asam

amino dan aksi dari bakteria terhadap protein di kolon), detoxifikasi, metabolisme steroid (

ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal steroid). Fungsi ke dua adalah sintesis

bilirubin, fungsi ketiga adalah system pagosit mononuklear oleh sel kupffer dimana terjadi

pemecahan sel darah merah, sel darah putih, bakteri dan partikel lain, memecah hemoglobin dari

sel darah merah menjadi bilirubin dan biliverdin.

Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas

mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin

dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzyme pancreas itu lipase dan

amylase yang dikeluarkan ke usus halus.

Empedu menghasilkan getah-getah empedu sebanyak 30-60 ml dimana komposisi nya

80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan 1% kolesterol.

Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus. Memiliki membran

semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki kemampuan proliferative celuluar

proteksi. Peritoneum permeabel terhadap cairan, elektrolit, urea dan toksin. Rongga peritoneum

ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian bawah oleh pelvis, bagian depan oleh

dinding depan abdomen, bagian lateral oleh dinding lateral abdomen dan bagian belakang oleh

dinding belakang abdomen serta tulang belakang. Ketika bernafas khususnya pada saat ekspirasi

maksimal otot diafragma naik ke atas setinggi kira-kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi

papila mamae pada pria) sehingga adanya trauma thoraks perlu dicurigai adanya trauma

abdomen pada sisi kiri hepar, dan sisi kanan pada lien.

Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritoneal dan organ ekstra

peritoneal. Organ intra peritoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus halus, sebagian besar kolon.

Page 5: Trauma Intra Abdomen

5

Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, duodenum, rektum, vesika urinaria,

dan uterus (walaupun cenderung aman karena terlindung oleh pelvis). Sedangkan dari jenisnya

organ-organ di rongga abdomen ini dipilah menjadi organ solid (hepar dan lien) dan organ

berlumen (gaster, usus halus, dan kolon).

Page 6: Trauma Intra Abdomen

6

PEMBAHASAN

Definisi

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan

pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk . Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua

jenis, yaitu :

A. Trauma penetrasi

Luka tembak

Luka tusuk

B. Trauma non-penetrasi

Kompres

Hancur akibat kecelakaan

Sabuk pengaman

Cedera akselerasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non –penetrasi, kontusio dinding abdomen tidak terdapat

cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan

masa darah dapat menyerupai tumor.

2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi.

Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya kerusakan pada organ

abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan

imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Page 7: Trauma Intra Abdomen

7

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:

a. Perforasi organ viseral intraperitoneum, cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya

cedera pada dinding abdomen.

b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen, luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan

diagnostik ahli bedah.

c. Cedera thorak abdomen, setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau

sayapkanan dan hati harus dieksplorasi.

Etiologi

Etiologi dari trauma tumpul abdomen tergantung dari lingkungan di sekitar institusi

rumah sakit tersebut berada. Di sentral trauma metropolitan, penyebab tersering adalah

kecelakaan lalu lintas (50-75%) yang meliputi tabrakan antar kendaraan bermotor (antara 45-

50%) dan tabrakan antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki. Tindakan kekerasan, jatuh

dari ketinggian, dan cedera yang berhubungan dengan pekerjaan juga sering ditemukan. Trauma

tumpul abdomen merupakan akibat dari kompresi, crushing, regangan, atau mekanisme

deselerasi.

Enam hingga 25% dari insidensi trauma tumpul abdomen yang memerlukan tindakan

laparotomi eksplorasi. Organ yang terkena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan organ

retroperitoneal (15%).

Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul.

Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang

menyebabkan trauma ketika tubuh pasien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang

besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi

luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu:

1. Paksaan / benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen

bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat

Page 8: Trauma Intra Abdomen

8

berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan

oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada

abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat

dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati,

limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada

abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :

1. Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur.

2. Isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra

atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat

(spleen, hati, ginjal) terancam.

3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen

yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga.

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan

darah dan shock.

2. Perubahan metabolik dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,

mikroendokrin.

3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif

dan transfuse multiple

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran

pencernaan dan bakteri ke peritoneum

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga

saluran pencernaan

Page 9: Trauma Intra Abdomen

9

Limpa :

Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh trauma

tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang

ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.

Liver :

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena

kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan

oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu

mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu.

Esofagus bawah dan lambung :

Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena

lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang

disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.

Pankreas dan duodenum :

Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada

abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di

pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi

apabila terjadi kerusakan.

Gejala dan Tanda Klinis

Klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi nyeri

tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,

peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.

Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya

jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila

trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan

biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam

Page 10: Trauma Intra Abdomen

10

(melena). Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.

Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

o Terdapat luka robekan pada abdomen

o Luka tusuk sampai menembus abdomen

Gejala dan tanda dari trauma abdomen sangat tergantung dari organ mana yang terkena,

bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien) maka akan tampak gejala perdarahan secara

umum seperti pucat, anemis bahkan sampai dengan tanda-tanda syok hemoragik. Gejala

perdarahan di intra peritoneal akan ditemukan, pasien mengeluh nyeri dari mulai nyeri ringan

sampai dengan nyeri hebat, nyeri tekan dan kadang nyeri lepas, defans muskular (kaku otot),

bising usus menurun, dan pada pasien yang kurus akan tampak perut membesar, dari hasil

perkusi ditemukan bunyi pekak. Bila yang terkena organ berlumen gejala yang mungkin timbul

adalah peritonitis yang dapat berlangsung cepat bila organ yang terkena gaster tetapi gejala

peritonitis akan timbul lambat bila usus halus dan kolon yang terkena. Klien mengeluh nyeri

Page 11: Trauma Intra Abdomen

11

pada seluruh kuadran abdomen, bising usus menurun, kaku otot (defans muskular), nyeri tekan,

nyeri lepas dan nyeri ketok. Trauma abdomen juga biasanya merupakan kasus yang paling sering

dijumpai dengan multiple trauma, yang melibatkan trauma thoraks dimana biasanya ditemukan

robekan tumpul di setiap bagian diafragma, tetapi hemidafragma kiri lebih sering cedera. Cedera

yang paling sering terjadi adalah robekan sepanjang 5 – 10 cm dan meliputi hemidiaframa kiri

posterolateral.

Pemeriksaan Fisik

Meskipun pemeriksaan fisik merupakan langkah pertama untuk evaluasi perlu tidaknya

dilakukan tindakan pembedahan, tetapi validitasnya diragukan pada trauma tumpul abdomen.

Pemeriksaan fisik ini tidak dapat diandalkan terutama bila ditemukan adanya efek dari alkohol,

obat terlarang, analgesik atau narkotik, atau penurunan kesadaran. Selain itu juga sulitnya akses

untuk palpasi organ-organ pelvis, abdomen atas, dan retroperitoneal menyebabkan pemeriksaan

fisik ini tidak dapat diandalkan. Fraktur iga bawah, fraktur pelvis, dan kontusio dinding abdomen

juga dapat menyerupai tanda-tanda peritonitis. Powell et al melaporkan bahwa pemeriksaan fisik

saja hanya memiliki tingkat akurasi sebesar 65% dalam mendeteksi ada tidaknya perdarahan

intra-abdomen. Pemeriksaan fisik abdomen inisial menghasilkan 16% positif palsu, 20% negatif

palsu, 29% nilai perkiraan positif, dan 48% nilai perkiraan negatif untuk menentukan perlu

tidaknya laparotomi eksplorasi.

Pemeriksaan Penunjang

Radiografi

X-ray toraks berguna untuk evaluasi trauma tumpul abdomen karena beberapa alasan.

Pertama, dapat mengidentifikasi adanya fraktur iga bawah. Bila hal tersebut ditemukan, tingkat

kecurigaan terjadinya cedera abdominal terutama cedera hepar dan lien meningkat dan perlu

dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan CT scan abdomen-pelvis. Kedua, dapat membantu

diagnosis cedera diafragma. Pada keadaan ini, x-ray toraks pertama kali adalah abnormal pada

85% kasus dan diagnostik pada 27% kasus.

Ketiga, dapat menemukan adanya

pneumoperitoneum yang terjadi akibat perforasi hollow viscus.

Page 12: Trauma Intra Abdomen

12

Fraktur Multiple Iga

Rupture diafragma

Pneumoperitoneum

Page 13: Trauma Intra Abdomen

13

Focused Assessment With Sonography For Trauma (Fast)

Pemeriksaan Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST) telah diterima

secara luas sebagai alat untuk evaluasi trauma abdomen. Alatnya yang portabel sehingga dapat

dilakukan di area resusitasi atau emergensi tanpa menunda tindakan resusitasi, kecepatannya,

sifatnya yang non-invasif, dan dapat dilakukan berulang kali menyebabkan FAST merupakan

studi diagnostik yang ideal. Namun tetap didapatkan beberapa kekurangan, terutama karena

ketergantungannya terhadap jumlah koleksi cairan bebas intraperitoneal untuk mendapatkan

hasil pemeriksaan yang positif. Cedera hollow viscus dan retroperitoneal sulit dideteksi dengan

pemeriksaan ini. Mengenai keuntungan dan kerugian FAST dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian FAST

KEUNTUNGAN KERUGIAN

Non-invasif Hasilnya tergantung keahlian pemeriksa

Tidak menghasilkan radiasi Sulit dilakukan pada penderita dengan obesitas

Dapat digunakan di ruang resusitasi atau

emergensi

Terdapat interposisi dengan udara

Dapat dilakukan berulang kali Sensitifitas yang rendah untuk koleksi cairan

bebas

Dapat dilakukan pada evaluasi awal Negatif palsu : cedera retroperitoneal dan

hollow viscu

Murah

Ambang minimun jumlah hemoperitoneum yang dapat terdeteksi masih dipertanyakan.

Kawaguchi et al dapat mendeteksi sampai 70 cc, sedangkan Tilir et al mengemukakan bahwa 30

cc adalah jumlah minimum yang diperlukan untuk dapat terdeteksi dengan USG. Mereka juga

menyimpulkan strip kecil anekoik di Morison pouch menggambarkan cairan sebanyak kurang

lebih 250 cc, sementara strip selebar 0,5 dan 1 cm menggambarkan koleksi cairan sebesar 500 cc

dan 1 liter.

Page 14: Trauma Intra Abdomen

14

Akumulasi cairan pada kuadran kiri atas

Akumulasi cairan pada kuadran kanan atas (Morison’s pouch)

Beberapa penelitian akhir-akhir ini mempertanyakan keandalan FAST pada evaluasi

trauma tumpul abdomen. Stengel et al melakukan meta-analisis dari 30 penelitian prospektif

dengan kesimpulan pemeriksaan FAST memiliki sensitifitas rendah yang tidak dapat diterima

(unacceptably) untuk mendeteksi cairan intra-peritoneal dan cedera organ padat. Mereka

merekomendasikan penambahan studi diagnostik lain dilakukan pada penderita yang secara

klinis dicurigai trauma tumpul abdomen, apapun hasil temuan pemeriksaan FAST. Literatur lain

menunjukkan sensitifitas berkisar antara 78-99% dan spesifisitas berkisar antara 93-100%.

Page 15: Trauma Intra Abdomen

15

Rozycki et al dari studinya yang melibatkan 1540 penderita melaporkan sensitifitas dan

spesifisitas sebesar 100% pada penderita trauma tumpul abdomen.

Lavase Peritoneal Diagnostik (Diagnostic Peritoneal Lavage = DPL)

Root et al pada tahun 1965 memperkenalkan DPL sebagai tes diagnostik yang cepat,

akurat, dan murah untuk deteksi perdarahan intra-peritoneal pada trauma abdomen. Kerugiannya

adalah bersifat invasif, risiko komplikasi dibandingkan tindakan diagnostik non-invasif, tidak

dapat mendeteksi cedera yang signifikan (ruptur diafragma, hematom retroperitoneal, pankreas,

renal, duodenal, dan vesica urinaria), angka laparotomi non-terapetik yang tinggi, dan spesifitas

yang rendah. Dapat juga didapatkan positif palsu bila sumber perdarahan adalah imbibisi dari

hematom retroperitoneal atau dinding abdomen. Adapun indikasi dan kontraindikasi DPL dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Indikasi dan Kontraindikasi DPL

INDIKASI KONTRAINDIKASI

Pemeriksaan fisik yang meragukan Indikasi untuk laparotomi eksplorasi sudah jelas

Syok atau hipotensi yang tidak dapat

dijelaskan

Relatif

Riwayat laparotomi eksplorasi

sebelumnya

Kehamilan

Obesitas

Penurunan kesadaran (cedera kepala tertutup,

obat-obatan)

Penderita dalam narkose umum untuk

prosedur ekstra-abdominal

Cedera medulla spinalis

Kriteria untuk DPL positif pada trauma tumpul abdomen tercantum pada tabel 3. Pada

penderita dengan hemodinamik tidak stabil, DPL positif mengindikasikan perlunya tindakan

laparotomi segera. Namun pada penderita dengan hemodinamik stabil, kriteria DPL terlalu

sensitif dan non-spesifik. Oleh karena itu, bila DPL positif berdasarkan aspirasi darah gross atau

hitung sel darah merah (SDM) pada populasi penderita dengan hemodinamik stabil, tidak mutlak

artinya diperlukan tindakan laparotomi segera untuk menghindari dilakukannya eksplorasi yang

non-terapetik.

Page 16: Trauma Intra Abdomen

16

Beberapa penelitian menunjukan tingkat akurasi sebesar 98-100%, sensitifitas sebesar 98-

100%, dan spesifisitas sebesar 90-96%. Pemeriksaan CT scan abdomen-pelvis lebih lanjut dapat

meningkatkan spesifitas untuk menentukan cedera yang memerlukan tindakan pembedahan.

Tabel 3. Kriteria DPL positif pada trauma tumpul abdomen.

10 cc darah gross

> 100.000 sel darah merah/mm3

> 500 sel darah putih/mm3

Adanya sisa makanan, bile, atau bakteri

Pewarnaan Gram positif

Kadar amilase > 175 IU/Dl

Computed Tomography Scan (CT Scan)

Indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan CT scan abdomen dapat dilihat pada tabel

berikut ini. Kekurangannya adalah penderita yang harus dibawa ke ruangan CT scan dan

biayanya mahal dibandingkan dengan modalitas lainnya. CT scan pada cedera organ padat

digunakan untuk menentukan derajat cedera dan evaluasi ekstravasasi kontras.

Page 17: Trauma Intra Abdomen

17

Tabel 4. Indikasi dan kontraindikasi CT scan abdomen

INDIKASI KONTRAINDIKASI

Trauma tumpul Indikasi laparotomi eksplorasi yang sudah jelas

Hemodinamik stabil Hemodinamik tidak stabil

Pemeriksaan fisik yang normal atau meragukan Agitasi

Mekanisme : trauma duodenal atau pankreas Alergi terhadap media kontras

Penurunan hematokrit pada penderita yang

ditangani secara non-operatif

CT abdomen dan pelvis adalah studi diagnostik utama pada trauma abdomen dengan

hemodinamik stabil. Sensitifitasnya berkisar antara 92% dan 97,6% dengan spesifitas yang tinggi

sekitar 98,7%. CT dapat menyediakan informasi yang berguna berkaitan dengan cedera organ

spesifik dan lebih unggul dalam hal mendiagnosis cedera retroperitoneal dan pelvis. Namun, CT

kurang sempurna dalam mengidentifikasi cedera hollow viscus sehingga bila timbul kecurigaan

terjadinya cedera tersebut, DPL dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan.

Trauma Limpa

Page 20: Trauma Intra Abdomen

20

Trauma Renal

Subkapsular hematoma

Page 21: Trauma Intra Abdomen

21

Trauma Pankreas

Gambaran hipodens pada badan dan ekor pankreas

Page 22: Trauma Intra Abdomen

22

Laparoskopi

Laparaskopi diagnostik pada trauma tumpul abdomen merupakan ilmu yang masih dalam

perkembangan dan masih terbatas penggunaannya. Bila dilakukan secara selektif pada penderita

dengan hemodinamik stabil, laparoskopi merupakan tindakan yang aman dan secara teknis

memungkinkan. Chol et al melaporkan terjadi pengurangan angka laparotomi negatif atau non-

terapetik dengan laparoskopi diagnostik tersebut. Namun laparoskopi adalah tindakan yang

bersifat invasif serta mahal dan nampaknya saat ini tidak lebih unggul dari modalitas lain dalam

penentuan keputusan.

Page 23: Trauma Intra Abdomen

23

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2, Jakarta, EGC, 2004.

2. Mansjoer, Arief, Kapita Selekta Kedokteran ed.3 jilid 2, Jakarta, Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.

3. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah (Essentials of Surgery), Jakarta, EGC, 1994.

4. Udeani J, Ocampo H. Abdominal Trauma, Blunt. 2004. Http // www.emedicine.com.

5. Komar AR, Patel P. Abdominal Trauma, Penetrating. 2002. Http // www.emedicine.com

6. http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073