trombosis vena pada kehamilan dan post partum.kelompok 3 b-17.aj-1

11
E LEARNING KEPERAWATAN KRITIS II “TROMBOSIS VENA PADA KEHAMILAN DAN POST PARTUM” Oleh : Kelompok III B-17/AJ-1 Endang Puri Ramani 131411123030 Hardini Rahma Palupi 131411123032 Listiyanto Yoga U 131411123034 Corry Cristanti 131411123036 Stefania H Ramda 131411123038 Nur Khriesna H 131411123040 Buyung Tegar A 131411123041

Upload: buyung-tegar-aribowo

Post on 02-Sep-2015

261 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

for nursing student

TRANSCRIPT

E LEARNING KEPERAWATAN KRITIS IITROMBOSIS VENA PADA KEHAMILAN DAN POST PARTUM

Oleh : Kelompok III B-17/AJ-1Endang Puri Ramani131411123030Hardini Rahma Palupi131411123032Listiyanto Yoga U131411123034Corry Cristanti131411123036Stefania H Ramda131411123038Nur Khriesna H131411123040Buyung Tegar A131411123041

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERSFAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2015

TINJAUAN PUSTAKATROMBOSIS VENA PADA KEHAMILAN DAN POST PARTUM

2.1 DefenisiDeep vena trombosis merupakan pembekuan pembuluh darah balik, sebagai akibatnya muncul pembengkakan pada kaki kiri akibatnya darah yang turun sulit untuk naik kembali ke jantung (Cunningham, et al, 2006).Trombosis Vena Profunda (DVT) mengenai pembuluh-pembuluh darah sistem vena profunda yang menyrang hampir 2jt orang Amerika setiap tahun. Serangan awal disebut DVT Akut. Adanya riwayat DVT akut merupakan predisposisi terjadinya DVT rekuren. Episode DVT dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena merusak katup-katup vena profunda.Bekuan darah (trombus) dalam sistem vena dalam dari kaki tidak berbahaya namun situasi menjadi mengancam nyawa jika trombus terlepas, berjalan ke arah muara melalui jantung ke dalam sistem peredaran paru. Perawatan dari DVT ini dimaskud untuk mencegah pulmonary embolism.2.2 Etiologi Penyebab terjadinya trombosis pada ibu hamil dan ibu nifas diketahui akibat faktor-faktor risiko umum penyebab tromboemboli. Trombopilis dan kondisi hiperkoagulasi merupakan keadaan yang diturunkan secara genetik atau pun terjadi akibat adanya mutasi gen. Perubahan secara genetik ini kemudian menyebabkan defisiensi faktor V leiden (FVL) dan faktor IX, mutasi gen protombin G20210A, defisiensi protein C dan S, defisiensi antitrombin III, hiperhomosisteinemia untuk gen metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR, C677T, yaitu gen yang menyebabkan defisiensi folat). Adanya bekuan pada DVT (deep venous trombosis) umumnya disebabkan Trias Virchow: 1. Stasis : imobilitas, operasi lama, bed rest lebih dari 4 hari, obesitas, gagal jantung, trauma2. Jejas pada endotel : trauma, karul intralumen, inflamasi, nefritik sindrom atau infeksi berat, Varicose vena berat3. Hiperkoagulasi : pilositemia, trombositopenia, leukemia, sepsis, trauma mayor, diabetes, Acquare antiphospholipid syndrome, merokok, keganasanPada ibu hamil: pil kontrasepsi, riwayat kelahiran secara cesarean, adanya riwayat trombosisSumber : Cunningham, et al (2006) dan Gilbert (2011)

2.3 Manifestasi Klinis Terdapat 50% dari semua pasien trombosis tidak memunjukkan gejala. Manifestasi klinis trombosis yang sering timbul yaitu: a. Betis membengkak. Pembengkakan bilateral mungkin sulit dideteksi Jika trombosis menyebabkan peradangan hebat dan penyumbatan aliran darah, otot betis akan membengkak. b. Daerah ekstremitas bawah terlihat merah dan terdapat nyeri tekan (nyeri tumpul) sebagai tanda adanya peradangan. Sekitar 20 % pasien menunjukkan tanda Homan (nyeri pada betis setelah dorsofleksi tajam kaki), tidak spesifik untuk trombosisi vena profunda karena nyeri ini dapat didatangkan oleh setiap kondisi yang menyakitkan pada betis yaitu peradangan. Nyeri terutama dirasakan jika berdiri maupun berjalanc. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat, vena superficial dapat lebih menonjold. Nyeri abdomen difuse. Dispnea, nyeri dada, syncope, takikardi, sianosis, hipotensi (pada klien dengan edema paru)Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi pertama adanya thrombosis vena profundaf. Temperature meningkat tapi tidak tinggig. Beberapa trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan parut, yang bisa merusak katup dalam vena. Sebagai akibatnya terjadi pengumpulan cairan (edema) yang menyebabkan pembengkakan pada pergelangan kaki. Jika penyumbatannya tinggi, edema dapat menjalar ke tungkai dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan memburuk karena efek dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam edema akan menghilang karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan vena akan berlangsung dengan baik.h. Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya diatas pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari vena yang teregang ke dalam kulit. Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka, cedera ringan pun (misalnya garukan atau benturan), bisa merobek kulit dan menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus, borok).i. Penurunan nadi perifer pada ekstrimitas yang sakit, warna pucat, dinginSumber : A. Pierce (2008), Dennis Kasper (2015) dan Baradero, Mary., Dayrit, Mary W., Siswadi, Yakobus. 20082.4 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dilakuakan yaitu : 1. Venografi atau flebografi menjadi standar untuk mengkonfirmasi trombosis vena dalam, metode-metode noninvasif umumnya telah menggantikan uji ini untuk memastikan diagnosis. Venografi memerlukan banyak waktu, mahal, rumit, dan memiliki penyulit serius. Demikian juga,Pletismografi impedansi, yang pernah digunakan sebagai metode penapis noinvasif, yang saat ini jarang digunakan. 2. Ultrasonografi real-time yang dipakai bersamaan dengan ultrasonografi doppler bewarna atau dupleks. Saat ini merupakan prosedur pilihan untuk mendeteksi trombosis vena dalam. 3. Magnetik resonance imaging (MRI) dicadangkan unutk kasus-kasus spesifik ketika temuan ultrasonografi kurang jelas, atau dengan temuan ultrasonografi negatif tetapi kecurigaan klinis kuat. Metode ini memungkinkan tenaga kesehatan mengetahui perincian anatomis struktur diatas ligamentum inguinale, dan citra-citra fasanya dapat digunakan untuk mendiagnosis ada tidaknya aliran darah vena panggul. Keunggulan lain adalah kemampuan membuat citra dalam bidang koronal atau sagital. Pada 44% pasien tanpa trombosis vena dalam, metode ini mampu membuktikan keadaan-keadaan non-trombotik untuk menjelaskan temuan klinis yang semula diduga sebagai trombosis vena. Contohnya yaitu selulitis, edema, hematoma, atau flebitis superficial.4. Computed tomography (CT-Scan) juga dapat digunakan untuk menilai ekstremitas bawah, metode ini tersedia luas tetapi memerlukan zat kontras dan radiasi pengion. Pajanan radiasi ke janin hampir dapat diabaikan kecuali apabila dapat dilakukan pemindaian daerah panggul. Sumber : Cunningham, et al (2006)

2.5 Treatment 2.5.1 Tujuan treatment Tujuan treatment pada kasus ini secara garis besar adalah :1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli pada jaringan dan organ lain2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.3. Mengurangi keluhan post flebitis4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.

2.5.2 Jenis Treatment Treatmen yang dilakukan pada klien yaitu terapi medikasi dan operatif. 1. Medikasi a. Antibiotik Umumnya diberikan apabila sudah dijumpai tanda tanda infeksi akibat dari trombosis sudah menimbulkan komplikasi. Diberikan juga pada post terapi pembedahan untuk mencegah timbulnya infeksi lebih lanjut.b. HeparinDianjurkan diberikan segera setelah diagnosis thrombosis vena ditegakan yang bertujuan untuk mencegah penyebaran thrombus lebih lanjut, dosis yang dianjurkan adalah : a) Heparin 5000 ini bolus (80 Iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips konsitnus 1000 1400 iu/jam (18 Iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung hasil APTT. Enam jam kemudian di periksa APTT untuk: menentukan dosis dengan target 1,5 2,5 kontrol. Bila APTT 1,5 2,5 x kontrol dosis tetap. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 150 iu/jam. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam. Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%. Heparin dapat diberikan 710 hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan. Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana penghentian heparin karena anti koagulan efektif sesudah 48 jam.

b) Infus intra vena kontinyu dapat beruap 20.000 unit s/d 40.000 unit hepari dalam 1000 ml dextrose 5% c) Dosis lazim diberikan 20.000 s/d 40.000 ribu unit dalam 24 jam c. Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin. Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan (Nandroparin Fraxiparin). Pada pemberian heparin standar maupun LMWH bisa terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin Induced Thormbocytopenia (HIT).

d. Warfarin Pemberian Warfarin di mulai dengan dosis 6 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio). Target INR : adalah 2,0 3,0

Cara penyesuaian dosis INRPenyesuaian1,1 1,4 hari 1, naikkan 10%-20% dari total dosis mingguan.Kembali : 1 minggu1,5 1,9hari 1, naikkan 5% 10% dari total dosis mingguan. Kembali : 2 minggu 2,0 3,0tidak ada perubahan.Kembali : 1 minggu 3,1 3,9hari :kurang 5% 10% dari dosis total mingguan.Mingguan : kurang 5 150 dari dosis total mingguanKembali : 2 minggu4,0 5,0hari 1:tidak dapat obatmingguan: kurang 10%-20% TDMkembali : 1 minggu> 50 : - Stop pemberian warfarin. - Pantau sampai INR : 3,0 -Mulai dengan dosis kurangi 20%-50%. kembali tiap hari.Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible. Sedangkan kalau trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan abnormal inherited mileculer.Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah: Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg. Perdarahan yang baru di otak. Alkoholisme. Lesi perdarahan traktus digestif.

Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan heparin, akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin tunggal.Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini, terutama sesudah dipasarkannya streptiknase, urokinase dan tissue plasminogen activator (TPA).TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminon dan fibrin, sehingga efek samping perdarahan relatif kurang.Brenner menganjurkn pemberian TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit intra vena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan.Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah perdarahan dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk mencegah terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat terhadap waktu trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai kontrol.2. Pembedahan Tindakan ini dilakukan jika diagnosis tidak diperoleh diagnose pasti dan pasien tida memberikan respon terhadap terapi heparin. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pembedahan dan dilakukan tindakan pengangkatan atau tanpa pengangkatan vena, kemudian dilanjutkan dengan terapi antibiotic dan antikougulan heparin. Sumber : Leveno 2009

Daftar Pustaka: 1. Baradero, Mary., Dayrit, Mary W., Siswadi, Yakobus. 2008. Klien dengan Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan Keperawatan). Jakarta : EGC.2. Cunningham, et al. 2006. Obstertri Williams, vol 2 edisi 21. Jakarta : ECG3. Dennis Kasper, A. F. (2015). Harrison's Principles of Internal Medicine 19/E (Vol.1 & Vol.2). McGraw Hill Professional.4. Gilbert, Elizabeth S. 2011. Manual of : High Risk Pregnancy & Delivery, Fifth Edition. USA: Mosby Elsevier5. Leveno, K. J 2009. Obsterti Wiliams: Panduan Ringkas Edisi 21. Jakarta : EGC6. Pierce. 2008. At Glance Ilmu Bedah ed.3. Jakarta : Erlangga)