tsa-2012-0027 2_2

33
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Informasi Menurut Jeffrey L. Whitten, pada bukunya yang berjudul System Analysis and Design Methods (Whitten, 2007), secara umum sistem dapat diartikan sebagai suatu rangkaian prosedur, metode dan cara kerja yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan informasi adalah betuk data yang telah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga mempunyai kegunaan tertentu. Pengertian data sendiri adalah suatu keterangan yang masih bersifat mentah dan memerlukan pengolahan lebih lanjut jika ingin dimanfaatkan. Bagaimana cara mengolah dan jenis data apa saja yang akan dimanfaatkan, semuanya tergantung kepada bentuk dan kebutuhan dari tiap organisasi. Organisasi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kumpulan dari orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dari penjelasan di atas, pada akhirnya Whitten menyimpulkan bahwa sistem informasi adalah serangkaian prosedur, metode dan cara kerja dari sekumpulan orang yang bertujuan untuk mengolah dan memanfaatkan data yang tersedia guna menghasilkan suatu informasi yang bisa digunakan di dalam mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan suatu sistem informasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan biasanya diukur dengan efektivitas, di mana efektivitas

Upload: ahox-putra-sejatera

Post on 02-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

 

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sistem Informasi

Menurut Jeffrey L. Whitten, pada bukunya yang berjudul System Analysis

and Design Methods (Whitten, 2007), secara umum sistem dapat diartikan

sebagai suatu rangkaian prosedur, metode dan cara kerja yang dilakukan untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan informasi adalah betuk data yang

telah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga mempunyai kegunaan

tertentu. Pengertian data sendiri adalah suatu keterangan yang masih bersifat

mentah dan memerlukan pengolahan lebih lanjut jika ingin dimanfaatkan.

Bagaimana cara mengolah dan jenis data apa saja yang akan dimanfaatkan,

semuanya tergantung kepada bentuk dan kebutuhan dari tiap organisasi.

Organisasi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kumpulan dari orang yang

bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Dari penjelasan di atas, pada akhirnya Whitten menyimpulkan bahwa

sistem informasi adalah serangkaian prosedur, metode dan cara kerja dari

sekumpulan orang yang bertujuan untuk mengolah dan memanfaatkan data

yang tersedia guna menghasilkan suatu informasi yang bisa digunakan di

dalam mencapai tujuan tertentu.

Keberhasilan suatu sistem informasi dalam mencapai tujuan dan sasaran

yang telah ditetapkan biasanya diukur dengan efektivitas, di mana efektivitas

itu sedniri berhubungan dengan faktor kualitas dan kuantitas yang bertujuan

5  

6  

untuk meningkatkan kepuasan user dan kualitas dari Sistem Informasi Remote

Trading.

2.2 Proses Pengembangan Sistem

2.2.1 Siklus Sistem

Suatu sistem selalu mengalami suatu kondisi yang dinamakan

sistem life cycle yang bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Siklus Sistem (sumber : Whitten, 2007)

Berdasarkan gambar di atas bisa dilihat bahwa proses

pengembangan suatu sistem merupakan bagian dari suatu siklus yang

berlangsung terus menerus selama organisasi yang menggunakan

sistem tersebut masih beroperasi. Pengembangan suatu sistem bisa

didasari atas berbagai permasalahan yaitu antara lain kebutuhan akan

kecepatan proses dan keakuratan yang lebih tinggi atau adanya

  

7  

peningkatan jumlah data yang harus diproses dan lain sebagainya.

Meskipun permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pengembangan

suatu sistem informasi, kenyataannya bahwa ketika sistem tersebut

diimplementasikan akan timbul permasalahan baru yang menuntut

terus diadakannya proses pengembangan terhadap sistem tersebut.

Alasan itulah yang menyebabkan pemilihan sutu teknologi yang

tepat di dalam mengembangkan suatu sistem informasi akan sangat

menentukan kehandalan sistem yang dihasilkan, berapa lama sistem

tersebut akan ebrtahan, seberapa efektif sistem tersebut akan

memberikan keunggulan tertentu dan apakah pengambangan telah

disesuaikan dengan kondisi internal dari organisasi.

2.2.2 Metodologi Pengembangan Sistem

Menurut Whitten (Whitten, 2007), system development

methodology adalah serangkaian aktivitas, metode, panduan, hasil dan

alat bantu yang digunakan oleh pengembang sistem di dalam

mengembangkan dan menjaga sebagian atau keseluruhan sistem

informasi dan software yang dikembangkan, agar selalu di dalam

kerangka konsistensi dan terdokumentasi secara benar. Saat ini banyak

terdapat metodologi yang bisa digunakan di dalam membantu

pengembangan suatu sistem informasi. Metodologi-metodologi

tersebut antara lain adalah : (Whitten, 2007)

  

8  

a. Classic Problem Solving Approach

Merupakan serangkaian tahapan yang dilakukan di dalam

pengembangan suatu sistem informasi, tahapan-tahapan tersebut

adalah :

1. Study and understand the problem and its context

2. Define the requirements of a suitable solution.

3. Identify candidate solutions and select the “best” solution.

4. Design and or implement the solution.

5. Observe and evaluate the solution’s impact and refine the

solution accordingly.

Pendekatan klasik ini merupakan dasar yang digunakan di

dalam mengembangkan metodologi-metodologi lainnya.

b. Waterfall Methodology

Pengembangan yang dilakukan di dalam metodologi ini

berdasarkan tahapan-tahapan yang dijalankan secara Top-Down

yang dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.2 Waterfall Methodology (sumber : Whitten, 2007)

  

9  

Di dalam penggunaannya, masih ditemukan beberapa

kelemahan mendasar yaitu antara lain di dalam setiap tahapan

diperlukan suatu ketelitian yang sangat tinggi, karena tidak ada

peluang untuk kesalahan yang terjadi, tidak ada proses error

correction setelah requirement ditetapkan. Konsumen harus

bersabar, karena pembuatan perangkat lunak akan dimulai ketika

tahap desain sudah selesai. Sedangkan pada tahapan sebelum tahapan

desain bisa memakan waktu yang lama. Bahkan di dalam suatu

pengembangan sistem konsumen sama sekali tidak diberikan

kesempatan untuk memberikan feedback terhadap pengembangan,

sehingga terjadi kondisi di mana keinginan konsumen dengan

produk yang diberikan sepenuhnya berbeda karena sulit bagi

pelanggan untuk menentukan semua kebutuhan secara eksplisit pada

tahapan awal.

c. Spiral Methodology

Metodologi spiral ini telah memperbaiki beberapa

permasalahan yang sebelumnya menjadi hambatan di dalam

metodologi waterfall, tahapan-tahapannya tetap sama, tetapi di

dalam metode ini keempat tahapan (planning, analyzing, design,

dan implementation) akan dilakukan secara berulang dengan

cakupan permasalahan yang diperkecil (hanya akan dilakukan

sebagian saja dari setiap tahapan tersebut). Setiap tahapan akan

memberikan hasil yang tidak jauh berbeda secara struktur tetapi isi

dari rancangan mengalami perbaikan pada setiap iterasinya,

  

10  

sehingga mencapai suatu titik di mana sistem tersebut telah siap

untuk diterapkan.

Gambar 2.3 Spiral Methodology (sumber : Whitten, 2007)

Metodologi ini memungkinkan adanya feedback dari setiap

tahapan, serta adanya suatu kesempatan di mana kesalahan tersebut

bisa diperbaiki. Selain itu jika ada perkembangan lebih lanjut bisa

langsung disesuaikan dengan sistem yang tengah dirancang. User

akan diberikan kesempatan melihat hasil sementara dari project dan

memberikan masukan-masukan.

Kelemahan dari metodologi ini adalah tidak adanya batasan

atau petunjuk pasti dimana proses iterasi harus dihentikan, semakin

banyak masukan baru atau kebutuhan yang diberikan di dalam

setiap putaran mengakibatkan proses pengembangan semakin lama

dan semakin menjauhi rencana pengembangan aw

  

11  

2.3 Efektivitas Sistem Informasi

Menurut Northcraft & Neale (2001), efektivitas adalah kemampuan suatu

perusahaan dalam mencapai tujuan atau misi perusahaan. Manajemen yang

efektif tercermin dalam pemilihan pekerjaan yang benar untuk dilaksanakan

dan kemampuan untuk memilih sasaran yang tepat. Dalam survey tentang

efektivitas sistem informasi umumnya faktor-faktor yang diteliti adalah

kesesuaian sistem dengan kebutuhan user, kesesuaian output yang dihasilkan

program aplikasi dengan sesuatu yang diperlukan oleh user, kemudahan

penggunaan sistem, kepuasaan user terhadap sistem informasi yang

digunakan. Faktor-faktor tersebut mendasari pengukuran kepuasan user.

Jika user merasa puas dengan sistem informasi yang digunakan maka

sistem informasi tersebut dapat dikatakan efektif. Penerapan sistem informasi

yang efektif menurut Remenyi (2007) membutuhkan hubungan yang

harmonis antara manajemen level atas, user, dan staf sistem informasi.

2.4 The Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)

Dari penelitian sebelumnya Technology Acceptance Model atau yang

biasanya dikenal dengan istilah TAM (Davis, 1989) telah menghasilkan

sebuah metodologi user acceptance dari sebuah sistem informasi. Untuk

meningkatkan tingkat kepercayaan, beberapa studi empiris pun telah

dilakukan. Pada tahun 2000 Venkatesh dan Davis mengeluarkan metodologi

tentang user acceptance selanjutnya yang merupakan generasi selanjutnya

dari TAM yakni TAM 2. Dan pada tahun 2003 Venkatesh, Morris dan

  

12  

beberapa peneliti lain mengeluarkan sebuah ide metodologi user acceptance

yang lain yakni yang disebut dengan istilah UTAUT.

UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology)

merupakan salah satu model penerimaan teknologi terkini yang

dikembangkan oleh Venkatesh, Morris dan beberapa peneliti lain.

Metodologi UTAUT ini sebenarnya merupakan sintesis atau penggabungan

daripada elemen-elemen yang terdapat dalam 8 model penerimaan teknologi

terkemuka lainnya dengan tujuan untuk memperoleh kesatuan pandangan

mengenai user atau pengguna. Delapan model yang dijadikan sebagai acuan

daripada metodologi UTAUT adalah :

• Theory Reasoned Action (TRA)

• Theory Acceptance Model (TAM)

• Motivational Model (MM)

• Theory of Planned Behaviour (TPB)

• Combined TAM and TPB

• Model of PC Utilization (MPTU)

• Innovation Diffusion Theory (IDT)

• Social Cognitive Theory (SCT)

Model UTAUT sendiri terdiri dari 4 variabel utama yakni :

1. Performance expectancy

2. Effort expentancy

3. Social Influence

4. Facilitating conditions

  

13  

Dan juga terdiri dari 4 variabel tambahan, yakni :

1. Gender

2. Age

3. Experience

4. Facilitating Conditions

Dalam metodologi UTAUT ini menggambarkan keterkaitan antara

masing-masing variabel utama dan variabel pendukung seperti terlihat dalam

gambar berikut:

 

Gambar 2.4 Model UTAUT (sumber : Venkatesh et al., 2003)

           

 

  

14  

Tabel 2.1 UTAUT Model Variables (sumber : Venkatesh et al., 2003) 

UTAUT2003 Definisi

PerformanceExpectancy Tingkat ukurandimanaseseorangpercayapadasaat(PE) penggunaanteknologiakanmembantunyamenyelesaikan

berbagaipermasalahandalamperdagangansahamEffort Expectancy

(EE) Tingkat ukuranpenggunaansystem

Social Influence Tingkat ukurandimanandapat terlihat betapapentingnya(SI) oranglainharus mampujuga menggunakansystem

tersebutTingkat ukurandimana masing-masingindividu

Facilitating Conditionsyakingbahwapeusahaandaninfrastrukturteknologi(FC) ada untuk mendukunge-servicesKeadaandimanaketikakeuntungandarisebuah

Behavioral Intentions teknologi(BI) ditemukan, makaakanadarencanalainuntuk

menggunakannya.

UsageBehaviour Sebuahtingkatanukurandimanaketikasebuahrencana(UB) untukmenggunakanteknologi/systemsetelahdiketahui

manfaatnyaPeranan umur memiliki pengarih psikologis yang

Gender cukupbesarpadapenggunaansystemAge Umur memiliki efek pada tingkah laku per individu

LatihanperkenalanpadasystemdengankemampuanExperience yangdibutuhkan

M erupakanpenggunaansystemdengansendirinya atauVoluntariness of Use tanpa perintahlagi.

 

 

 2.5 Importance Performance Analysis (IPA)

Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali

diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur

hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas

produk/jasa yang dikenal pula dengan quadrant analysis (Brandt, 2000 dan

Latu & Everett, 2000). IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan

pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan

hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja (Martinez, 2003),

IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan

faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi

  

15  

kepuasan dan loyalitas mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut

konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan.

IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat

kepuasan dalam grafik dua dimensi yang memudahkan penjelasan data dan

mendapatkan usulan praktis. Interpretasi grafik IPA sangat mudah, dimana

grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran

sebagaimana terlihat pada

Quadrant 4  Quadrant 1

Quadrant 3  Quadrant 2

Gambar 2.5 Pembagian Kuadran Importance Performance Analysis(sumber : Brandt, 2000)

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing kuadran (Brandt, 2000) :

• Kuadran Pertama, “Pertahankan Kinerja” (high importance & high

performance)

  

16  

Factor-faktor yang ada dalam kuadran ini dinilai sebagai factor

penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen

berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya

dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.

• Kuadran Kedua, “Cenderung Berlebihan” (low importance & high

performance)

Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu

penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber

daya yang terkait dengan factor-faktor tersebut kepada factor-faktor

lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih

membutuhkan peningkatan, misalnya di kuadran empat.

• Kuadran Ketiga, “Prioritas Rendah” ( low importance & low

performance)

Factor – factor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat

kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting

bagi konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu

memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian lebih pada factor

tersebut.

• Kuadran Keempat, “Tingkatkan Kinerja” (high importance & low

performance)

Factor-faktor yang ada pada kuadran ini dianggap sebagai factor yang

sangat penting oleh konsumen namun kondisi saat ini belum

memuaskan sehingga pihak manejemen berkewajiban mengalokasikan

sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai

  

17  

factor tersebut. Factor-faktor yang terletak pada kuadran ini

merupakan prioritas untuk ditingkatkan.

Ada dua macam metode untuk menampilkan data IPA (Martinez,

2003) yaitu :

• Menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata pada

sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan

tujuan untuk mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada

kuadran berapa. Pada bagian ini digunakan nilai rata-rata pada skala

pengukuran tingkat kepuasan dan prioritas penanganan sebagai garis

pemisah antar kuadran.

• Menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil

pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas

penanganan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik masing-

masing factor terletak pada kuadran ke berapa. Pada bagian ini

digunakan nilai rata-rata hasil pengukuran tingkat kepuasan dan

prioritas penanganan sebagai garis pemisah antar kuadram. Berikut

prosedur berkaitan dengan penggunaan metode IPA :

1. Penentuan factor-faktor yang akan dianalisa

2. Melakukan survey melalui penyebaran kuesioner

3. Menghitung nilai rata-rata tingkat kepuasan dan

prioritas penanganan

4. Membuat grafik IPA

5. Melakukan evaluasi terhadap factor sesuai dengan

kuadran masing-masing.

  

18  

2.6 Pengujian Kelayakan

2.6.1 Uji Validitas

Uji validitas akan menunjukan sejauh mana skor/penilaian

yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang

ingin diukur (Agung, 1990). Validitas pada umumnya

dipermasalahkan berkaitan dengan hasil pengukuran psikologis

atau non fisik. Berkaitan dengan hasil pengukuran yang diperoleh,

sebenarnya diharapkan dapat menggambarkan atau memberikan

skor suatu karakteristik lain yang menjadi perhatian utama.

Macam validitas umumnya digolongkan dalam tiga kategori

besar, yaitu validitas isi (content validity), validitas berdasarkan

criteria (criterion-related validity) dan validitas konstruk (construct

validity).

Uji validitas dengan mengukur korelasi antara variable

dengan total skor variable. Cara mengukur validitas konstruk salah

satunya yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing

pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik

korelasi “product moment” (Masri Singarimbun, et al., 1989),

yakni :

Keterangan :

= Korelasi product momen

  

19  

X = Skor pertanyaan

Y = Skor total seluruh pertanyaan

XY = Skor pertanyaan dikali skor total

N = Jumlah responden

Kriteria validasi suatu pertanyaan dapat ditentukan jika :

• r hitung > r table, maka pertanyaan yang diajukan dinyatakan

valid.

• r hitung < r table, maka pertanyaan yang diajukan dinyatakan

tidak valid.

2.6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh

mana suatu alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan.

Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk

memberikan hasil pengukuran relative yang konsisten dari waktu

ke waktu. Salah satu teknik yang bisa digunakan untuk mengukur

reliabilitas adalah teknik belah dua. Teknik ini diperoleh dengan

membagi variable-variabel yang sudah valid secara acak menjadi

dua bagian.

Skor untuk masing-masing variable pada setiap belahan

akan dijumlahkan, sehingga diperoleh skor total untuk masing-

masing variable belahan. Selanjutnya skor total belahan pertama

  

20  

dan kedua dicari korelasinya dengan menggunakan teknik korelasi

product moment. Angka korelasi yang dihasilkan lebih rendah

daripada angka korelasi yang diperoleh jika alat ukur tersebut tidak

dibelah. Cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan variable

adalah dengan mengkoreksi angka korelasi yang diperoleh

menggunakan rumus :

 

Keterangan :

= angka reliabilitas keseluruhan variable.

= angka reliabilitas belahan pertama dan kedua.

2.7 Metode Analisis

2.7.1 Pearson Correlation Coefficient (Pearson Product Moment)

Korelasi antara variabel satu dengan variabel lain pada dasarnya

adalah untuk menentukan apakah kedua variabel ini secara statistik

independen / bebas. Pearson Product Moment adalah salah satu alat

yang digunakan untuk mengukur nilai korelasi dari satu faktor ke

faktor lain. Formula koefisien korelasi pearson product moment ialah :

r = sample koefisien korelasi (koefisien korelasi pearson product moment)

SP = jumlah dari produk =

SSx = jumlah kuadrat dari variabel X =

  

21  

Ssy = jumlah kuadrat dari variabel Y =

Nilai korelasi digunakan untuk mengetahui sedekat apa hubungan

antara dua faktor tersebut. Nilainya antara -1 dan +1. Nilai positif

memperlihatkan hubungan yang positif, yang artinya semakin tinggi

nilai dari faktor X akan menghasilkan nilai yang tinggi juga pada

faktor Y, nilai negatif memperlihatkan sebaliknya. Nilai -1

memperlihatkan hubungan negatif yang kuat, 0 memperlihatkan tidak

adanya relasi, dan +1 memperlihatkan hubungan positif yang kuat.

”Hubungan antara kedua varibel adalah suatu ukuran dari derajat

asosiasi linear antara dua variabel” (Aczel,1999)

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel X terhadap Y,

2digunakan rumus koefisien determinasi (R ) dengan cara

”mengkuadratkan nilai koefisien korelasi (r) yang telah dihitung”,

dengan rumus:

2 2 R = r

di mana,

R = Koefisien Determinasi; r = Koefisien Korelasi

2.7.2 Correlation Analysis

Analisa korelasi sering digunakan untuk mendeskripsikan tujuan

sebagai poin penilai dari koefisien populasi korelasi ρ. Analisis ini

digunakan untuk menganalisa hubungan linear antara dua variabel.

Untuk dilakukan pengetesan dibutuhkan distribusi normal dari kedua

variabel. Formulanya ialah :

  

22  

Di mana,

n = besar sampel

r = sample koefisien korelasi ( koefisien korelasi pearson product

moment)

Hipotesis statistik :

H0: ρ = 0; H1 : ρ ≠ 0

Tes hipotesis diselesaikan dengan nilai t-test pada tingkat kepercayaan 95%.

H0 diterima jika nilai t-value berada pada titik kritis (0.05;n-2) ≤ t-measure.

H1 ditolak jika nilai t-value berada pada titik kritis (0.05;n-2) ≥ t-measure

2.7.3 Regresi Linier Sederhana

Menurut Sambas dan Maman (2007) Regresi linier sederhana,

adalah bentuk regresi dengan model yang bertujuan untuk mempelajari

hubungan antara dua variabel, yakni variabel independen (bebas) dan

variabel dependen (terikat). Jika ditulis dalam bentuk persamaan,

model regresi sederhana adalah :

Y = α + βX

  

23  

Dimana :

Y : variabel tidak bebas / dependen (terikat),

X : variabel bebas / independen

α : penduga bagi intercept (α) / nilai konstan,

β : penduga bagi koefisien regresi (β).

Dengan kata lain α dan β adalah parameter yang nilainya tidak

diketahui sehingga diduga melalui statistik sampel.

2.7.4 Uji Statistik t (Uji Koefisien Regresi)

Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-

masing variabel independen secara individual dalam menerangkan

variabel dependen.

Kriteria keputusan yang diambil dengan membandingkan nilai Sig-t

dibandingkan dengan 0,05 sehingga:

a.Jika Sig-t/2 < 0,05 → tolak Ho, maka koefisien regresi signifikan

b. Jika Sig-t/2 > 0,05 → tolak Ho, maka koefisien regresi tidak

signifikan

22.7.5 Koefisien Determinasi (R )

2Koefisien determinasi (R ) ini digunakan untuk mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

  

24  

dependen. Nilai koefisien determinasi yaitu antara nol dan satu. Nilai

2R yang menjauhi satu berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas.

Sedangkan apabila nilai koefisien determinasi mendekati satu berarti

variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan untuk mempredikasi variabel dependen.

2.8 Teori Transformasi Interval

Metode transformasi yang diunakan yakni method of successive interval,

dikeluarkan oleh Hays (1976). Metode tersebut digunakan untuk melakukan

transformasi data ordinal menjadi data interval. Pada umumnya jawaban

responden yang diukur dengan menggunakan skala likert (Lykert Scale)

diadakan scoring yakni pemberian nilai numerical 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Setiap

skor yang diperoleh akan memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai

numerical tersebut dianggap sebagai objek dan selanjutnya melalui proses

transformasi ditempatkan ke dalam interval. Langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut :

1. Untuk setiap pertanyaan, hitung frekuensi jawaban setiap kategori

(pilihan jawaban).

2. Berdasarkan frekuensi setiap kategori dihitung proporsinya.

3. Dari proporsi yang diperoleh, hitung proporsi kumulatif untuk

setiap kategori.

4. Tentukan pula nilai batas Z untuk setiap kategori.

5. Hitung scale value (interval rata-rata) untuk setiap kategori melalui

persamaan berikut:

  

25  

Kepadatan batas bawah – Kepadatan batas atasScale =

daerah di bawah batas atas – daerah di bawah batas bawah

6. Hitung score (nilai hasil transformasi) untuk setiap kategori

melalui persamaan:

score = scaleValue + | scaleValuemin| + 1