ttk
DESCRIPTION
fileTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), Dalam pengertian medikolegal
trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan seseorang. Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik
adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseoang. 1
Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu : luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api), luka
karena kekerasan fisik (luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah),
dan luka karena kekerasan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali,
dan karena logam berat).2
Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh yang disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan
tumpul . Trauma tumpul pada kepala adalah kekerasan tumpul pada kepala yang
dapat menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tengkorak,
selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.
Pada kasus kematian karena cedera, trauma kepala merupakan jenis trauma
terbanyak yang ditemukan yakni lebih dari 50% trauma. Pada pasien yang mengalami
trauma multipel, kepala adalah bagian yang paling sering mengalami cedera, dan
pada kecelakaan lalu-lintas yang fatal, otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak
ditemukan pada 75% penderita.2,3,5
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
a. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu: skin ,
connective tissue, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose areolar tissue dan
Pericranium. 7
Gambar 1. Anatomi Kulit Kepala
b. Tulang Tengkorak.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal
dan oksipital. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.7,8
Gambar 2. Anatomi tulang tengkorak
2
c. Meningen
Meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
- Dura mater
Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Terdapat suatu ruang
subdura yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Pada cedera otak bridging veins dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater
dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur sering
menyebabkan cedera arteri meningea media menyebabkan perdarahan epidural. 8
- Arachnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah
luar yang meliputi otak 3,6. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid
yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
- Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam . Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater. 8
3
Gambar 3. Lapisan Meningen
d. Otak
Otak terbagi atas 3 bagian yaitu :
- Proencephalon yang berkembang menjadi telencephalon dan diencephalon.
Telencephalon selanjutnya menjadi hemisfer cerebri yang menempati fossa
crania anterior dan media.
- Mesencephalon
- Rhombencepahlon yang berkembang menjadi pons dan cerebellum.8
Gambar 4. Anatomi otak2.2 Trauma
Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan
pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah
hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah
pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek
dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan. Aplikasinya dalam
pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan
yang terjadi pada seseoang.1,2
Klasifikasi trauma
a. Berdasarkkan etiologi
1. Trauma mekanik . 1,2
- Kekerasan tumpul (luka memar, luka lecet, luka robek, patah
tulang)
4
- Kekerasan tajam (luka sayat, luka tususk, luka bacok)
2. Luka termis
- Temperature panas
- Tempertur dingin
3. Luka kimia (zat korosif, iritatif)
4. Luka listrik, radiasi, ledakan & petir
b. Berdasarkan derajat kualifikasi luka
1. Luka ringan
2. Luka sedang
3. Luka berat
c. Berdasarkan medikolega
1. Perbuatan sendiri ( bunuh diri)
2. Perbatan orang lain (pembunuhan)
3. Kecelakaan
4. Luka tangkis
5. Dibuat (fabricated)
d. Berdasarkan waktu kematian
1. Ante- mortem
2. Post- mortem
2.3 Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh yang disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan
tumpul seperti batu, kayu, bola, martil, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalu
lintas, dan sebagainya.1,2,
5
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri
adalah : Tidak bermata tajam, konsistensi keras / kenyal, permukaan halus / kasar
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang
mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang
bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal
kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Luka
karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka
memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.2
Gambar 5. Luka Tumpul
a. Luka memar
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup (intravital), dikarenakan pecahnya
pembuluh darah (kapiler) akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda
tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan
longgar, seperti didaerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka
memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti
seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan
berpindahnya “memar” ke daerah yang berdasarkan gravitasi.1,2
6
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai
bentuk dari benda tumpul ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi”
(marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,
dimana perdarahan akan menepi sehingga terbentuk perdarah tepi yang bentuknya
sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang
sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka
akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak
menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat
menggambarkan ukuran lebar dari alat pemukul yang mengenai tubuh korban.1,2.
Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berbuah menjadi ungu
atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah
menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai
15 hari.1,2
Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar dapat merupakan
hal yang penting, apalagi bila luka memar tersebut disertai luka lecet atau laserasi.
Dengan perjalanan waktu, baik pada orang hidup maupun mati, luka memar akan
memberikan gambaran yang makin jelas.1,2
Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya
akan menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat
dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam
mayat (hipostasis pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang
tersayat sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan
pada hematom penampang sayatan tetap berwarna merah kehitaman.1,2
b. Luka lecet
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada
lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Luka lecet terjadi akibat cedera pada
7
epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau
runcing. 1,2
Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet memiliki
arti penting didalam ilmu kedokteran kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat
memberikan banyak petunjuk dalam banyak hal, misalnya :2
a. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam
tubuh.
b. Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan luka
c. Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana
kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila
pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan
yang mengenai tubuh adalah dari arah kiri ke kanan.
c. Luka Robek
Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul
dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya yang menyebabkan kulit
teregang ke satu arah sehingga melampaui elastisistas kulit atau otot, dan lebih
dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan
permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. 1,2
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan
dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta
hubungan dengan jaringan di sekitar luka. Luka robek memiliki tepi yang tidak
teratur, atau dinding tidak rata, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang
menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampaknya hancur atau tercabut bila
kekerasannya di daerah yang berambut, bentuk dasar luka tidak beraturan, di sekitar
luka robek sering tampak adanya luka lecet atau luka memar.1,2
d. Patah tulang, Pergeseran Sendi
8
Patah atau retaknya tulang akibat kekerasan benda tumpul mudah dibedakan
dengan patah atau retaknya tulang akibat benda tajam atau senjata api. Pada kasus
dimana kepala seseorang dipukul dengan benda tumpul, sering dijumpai patah tulang
dimana bagian-bagian yang patah tersebut tertekan ke dalam (fraktur kompresi). Pada
kasus lalulintas dimana seringkali tubuh korban terlempar dan jatuh dengan kepala
menyentuh jalan, maka lebih sering akan dijumpai patah tulang dengan garis patah
yang linier. Dengan demikian dapat dibedakan berdasarkan kelainan yang terjadi
pada tengkorak, yaitu apakah benda tumpul yang menghampiri kepala atau kepala
yang mendekati benda tumpulnya.2
2.4 Trauma Tumpul Pada Kepala
Trauma tumpul pada kepala adalah kekerasan tumpul pada kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tengkorak, selaput
otak, dan jaringan otak itu sendiri
Kekerasan benda tumpul pada kepala dapat mengenai bagian-bagian kepala
tertentu dengan efek yang masing-masing yaitu pada :7,8
a. Kulit dapat menyebabkan :
- Luka. Lecet
- Luka. Memar
- Luka. Robek
b. Tengkorak dapat terjadi :
- Fraktur Basis Cranii
- Fraktur Calvaria
c. Otak
- Contusio Cerebri
- Laceratio Cerebri
- Oedema Cerebri
- Commotio Cerebri
d. Selaput Otak
9
- Epidural Haemorrhage
- Sub dural Haemorrhage
- Sub arachnoid Haemorrhage
2.4.1 Trauma Cranium (Tulang Tengkorak)
Beberapa klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan : 7,8
Gambaran fraktur Lokasi anatomis Keadaan luka
- Linier
- Diastase
- Comminuted
- Depressed
- Konveksitas (kubah tengkorak)
- Basis cranii (dasar tengkorak)
- Terbuka
- Tertutup
Gambaran fraktur sangat ditentukan oleh tiga hal, yaitu : 7,8
- Besarnya energi benturan
- Perbandingan antara besar energi dan luasnya daerah benturan, semakin besar
nilai perbandingan ini akan cenderung menyetbabkan fraktur deppressed.
- Lokasi dan keadaan fisik tulang tengkorak
Berdasarkan gambaran fraktur
a.Fraktur Linier
Fraktur linier merupakan garis fraktur tunggal pada tengkorak yang meliputi
seluruh ketebalan tulang. Umumnya disebabkan oleh benturan dengan objek yang
keras dengan ukuran sedang, yaitu dengan luas lebih dari 5 cm2. Pada benturan yang
terjadi, sebagian besar energi tidak digunakan untuk menimbulkan deformitas lokal
pada tulang tengkorak. Bila fraktur linier ini didapatkan melintasi daerah perdarahan
a.meningea media, perlu dicurigai terjadinya hematoma epidural arterial. Bila garis
fraktur yang dijumpai melintasi daerah sinus longitudinal superior atau sinus
lateralis maka perlu dicurigai adanya hematoma epidural vena.7,8
10
b. Fraktur Diastase
Fraktur diastase adalah fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak, dan
berakibat terjadinya pemisahan sutura kranial tersebut. Fraktur ini sering terjadi pada
anak di bawah usia 3 tahun, sedangkan pada orang dewasa relatif lebih jarang.
Fraktur diastase yang terjadi pada sutura lambdoidea memiliki resiko terjadinya
hematoma epidural. 7-8
c. Fraktur Comminuted
Fraktur comminuted adalah fraktur yang menyebabkan terjadinya lebih dari
satu fragmen patahan tulang, namun masih dalam satu bidang. Beberapa literatur
menyamakan fraktur ini dengan fraktur linier, karena diasumsikan merupakan
bentuk fraktur linier multiple. 7,8
Fraktur linear Fraktur diastase Fraktur comminutif Fraktur Deppressed
d.Fraktur Deppressed
Fraktur ini disebababkan oleh benturan dengan beban tenaga yang lebih besar
daripada fraktur linier, dengan permukaan benturan yang lebih kecil. Misalnya
benturan oleh martil, kayu, batu, pipa besi, dll. Fenomena kontak yang terjadi disini
lebih terfokus dan lebih padat sehingga akhirnya melebihi kapasitas elastisitas tulang
dan terjadilah perforasi tulang. Fraktur deppressed diartikan sebagai fraktur dengan
tabula eksterna pecahan fraktur yang tertekan masuk ke dalam sehingga terletak di
bawah level anatomik tabula interna tulang tengkorak sekitanya yang utuh. Sebagai
akibat impaksi tulang ini, dapat terjadi penetrasi terhadap duramater dan jaringan
otak di bawahnya, dan dapat berakibat kerusakan struktural dari jaringan otak.7,8
Gambar 6. Fraktur pada trauma cranium (tulang tengkorak)
11
Berdasarkan Lokasi Anatomi
a. Fraktur Konveksitas
Fraktur konveksitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang
membentuk konveksitas (kubah) tengkorak seperti os frontalis, os temporalis, os
parietalis, dan os occipitalis. Fraktur konveksitas dapat berupa fraktur linier,
deppressed, kominutif, atau diastase.7,8
Gambar 7. Fraktur Konveksitas
b.Fraktur Basis Cranii
Fraktur basis cranii adalah fraktur yang lokasinya terletak pada dasar cranium,
yang dapat terjadi pada fossa aterior, fossa media, maupun fossa posterior. Fraktur
jenis ini merupakan kondisi yang serius, dapat berakibat fatal, dan memiliki
komplikasi yang tidak ringan. Beberapa literatur memberikan perkiraan kasus
fraktur basis cranii mencapai 3 - 24 % dari total seluruh kasus cedera kepala. Fraktur
basis cranii sering disertai dengan robeknya lapsan duramater, sehingga terjadi
kebocoran cairan serebrospinal, yang akhirnya mengakibatkan terjadinya rhinorea
12
dan otorhea. Adanya kebocoran cairan serebrospinal memberikan resiko tinggi
terjadinya infeksi selaput otak maupun jaringan otak.7,8
Fraktur pada masing-masing fossa akan memberikan manifestasi berbeda :
- Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior
Bagian posterior dari fossa anterior dibatasi oleh os sphenoid, processus
clinoidalis anterior dan jugum sphenoidalis. Manifestasi yang ditimbulkan adalah
rhinorea cairan serebrospinal, hematoma subkonjungtiva, dan ekimosis periorbita,
bisa bilateral, biasa disebut sebagai brill hematoma atau raccoon eyes. Ekimosis
periorbita disebabkan oleh adanya perdarahan pada struktur di belakangnya, bukan
karena cedera langsung pada derah orbital. Untuk membedakannya, dapat
diperhatikan bahwa pada tanda ini batasnya tegas, selalu terletak di bawah tepi
orbita dan tidak didapatkan cedera lokal pada lapisan kulit. 7,8
- Fraktur Basis Cranii Fossa Media
Bagian anterior langsung berbatasan dengan fossa anterior sedangkan bagian
posterior dibatasi oleh pyramida petrosus os temporalis, processus clinoidalis
posterior dan dorsum sella. Manifestasi yang dapat ditemukan adalah ekimosis pada
mastoid (battle’s sign) yang muncul 24-48 jam setelah cedera kepala terjadi,
otorhea, dan hemotimpanum yaitu darah yang dijumpai pada canalis auricularis
eksterna, dapat terjadi bila membran timpani robek. 7,8
Gambar 8. Hematoma retroauriculer (battle’s sign) pada fraktur basis cranii
- Fraktur Basis Cranii Fossa Posterior
13
Fossa posterior merupakan dasar dari kompartemen infratentorial. Fraktur
pada daerah ini kadang memberikan tanda battle’s sign, akan tetapi sering tidak
disertai dengan gejala dan tanda yang jelas, dan dapat menimbulkan kematian dalam
waktu singkat karena penekanan terhadap batang otak. 7,8
2.4.2 Trauma Serebrum ( Cedera Otak )
a. Kerusakan Fokal
Kerusakan fokal merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian
tertentu dari otak, tergantung pada mekanisme cedera yang terjadi. Kerusakan fokal
yang timbul dapat berupa : 7,8
Kontusio serebri
Kontusio serebri adalah kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya
piamater. Istilah kontusio digunakan untuk menyatakan adanya cedera atau
gangguan pada jaringan otak yang lebih berat dari konkusi (concussion), dengan
memiliki karakteristik adanya kerusakan sel saraf dan aksonal, dengan titik-titik
perdarahan kapiler dan edema jaringan otak. Terutama melibatkan puncak-puncak
gyrus karena bagian ini akan bergesekan dengan penonjolan dan lekukan tulang saat
terjadi benturan. 7,8
Kontusio dapat terjadi pada lokasi benturan (coup contussion), di tempat lain
(countrecoup contussion) atau dapat pula terjadi diantara lesi coup dan countercoup
yang disebut sebagai intermediate-coup contussion. 7,8
Gambar 9. Mekanisme dan gambaran Kontusio
14
Laserasi serebri
Laserasi serebri adalah kontusio serebral yang berat, dimana mengakibatkan
gangguan kontinuitas jaringan otak yang kasat mata, dan dalam hal ini terdapat
kerusakan atau robeknya piamater. Laserasi biasanya berkaitan dengan adanya
perdarahan subarachnoid traumatika, subdural akut, dan intraserebral. Laserasi dapat
dibedakan atas laserasi langsung dan tidak langsung. Laserasi langsung disebabkan
oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen
fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laserasi tak langsung
disebabkan oleh deformasi jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis. 7,8
Perdarahan intracranial
Hematoma Epidural
Hematoma epidural atau dalam beberapa literatur disebut pula sebagai
hematoma ekstradural, adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah diantara
duramater dan tabula interna tulang tengkorak. Umumnya disebabkan oleh trauma
tumpul kepala, yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier, namun dapat pula
tanpa disertai fraktur. Lokasi yang paling sering adalah di bagian temporal atau
temporoparietal ( 70 % ) dan sisanya di bagian frontal, oksipital, dan fossa serebri
posterior. Darah pada hematoma epidural membeku, berbentuk bikonveks.
Sumber perdarahan yang paling sering adalah dari cabang a.meningea media,
akibat fraktur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Namun dapat pula dari
arteri dan vena lainnya, atau bahkan keduanya. Hematoma epidural yang tidak
disertai fraktur tulang tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat, karena
peningkatan tekanan intrakranial akan lebih cepat terjadi. 7,8
Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara lapisan
duramater dan arachnoidea. Perdarahan yang terjadi dapat berasal dari pecahnya
bridging vein yang melintas dari ruang subarachnoidea atau korteks serebri ke ruang
subdural, dengan bermuara dalam sinus venosus duramater. Selain itu dapat pula
15
akibat robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoidea, atau arachnoidea yang
disertai robeknya lapisan arachnoidea. 7,8
Perdarahan jenis ini relatif lebih banyak terjadi daripada hematoma epidural, dan
memiliki angka mortalitas yang tinggi, antara 60-70 % untuk yang sifatnya akut. 7,8
Hematoma Sub Arachnoid
Hematoma sub arachnoid terjadi akibat rupturnya bridging vein pada ruang
sub arachnoid, atau pembuluh darah yang ada pada permukaan jaringan otak.
Robekan pembuluh darah terjadi akibat gerakan dindingnya yang timbul kala otak
bergerak atau menggeser. Perdarahan terletak antara arachnoid dan piamater,
mengisi ruang subarachnoid dan masuk ke dalam sistem cairan serebrospinalis.
Umumnya lesi disertai dengan kontusio atau laserasi serebri. Perdarahan
subarachnoid yang terjadi murni tanpa ada lesi lain hanya sekitar 10 %. Darah yang
masuk ke dalam subarachnoid dan sistem cairan serebrospinalis tersebut akan
menyebabkan terjadinya iritasi meningeal.7,8
Adanya darah dalam ruang subarachnoid ini akan berakibat arteri
mengalami spasme. Sebagai akibatnya aliran darah ke otak sangat berkurang,
bahkan diduga dapat turun hingga tinggal 40 %. Vasospasme biasanya mulai terjadi
pada hari ketiga dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-8, dan akhirnya
menghilang pada hari ke-12. Vasospasme ini akan menyebabkan terganggunya
mikrosirkulasi dalam otak dan sebagai dampaknya akan terjadi edema otak. 7,8
Perdarahan subarachnoid yang terjadi pada cedera kepala dapat juga
mengakibatkan terjadinya hidrosefalus, baik tipe komunikan maupun non
komunikan. Tipe komunikan terjadi bila produk darah mengobstruksi villi
arachnoid, sedangkan tipe non komunikans dapat terjadi bila bekuan darah
mengobstruksi ventrikel keempat atau ketiga. 7,8
Hematoma intraserebri
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim otak). Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
16
otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan
otak tersebut. Perdarahan dapat berlokasi di bagian mana saja, misalnya di
substansia alba hemisfer serebri, serebellum, diensefalon, atau mungkin juga di
corpus callosum. Akan tetapi lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
lainnya (countre-coup). 7,8
Lesi dapat berupa fokus perdarahan kecil-kecil, namun dapat pula berupa
perdarahan yang luas. Perdarahan yang kecil-kecil umumnya sebagai akibat lesi
akselerasi-deselerasi, sedangkan yang besar umumnya akibat laserasi atau kontusio
serebri berat. Beberapa sumber menyatakan definisi hematoma intraserebri adalah
perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan bila kurang maka disebut petechial
intraserebri (kontusio serebri). Perdarahan dapat terjadi segera, dapat pula beberapa
hari atau minggu kemudian, khususnya pada pasien lanjut usia. 7,8
Hematoma Intraventrikuler
Hematoma intraventrikuler adalah adanya darah dalam sistem ventrikel,
dalam hal ini akibat trauma. Sumber perdarahan tidak selalu mudah diketahui,
bahkan biasanya sulit ditemukan, mungkin dari robekan vena di dinding ventrikel,
korpus kalosum, septum pelusidum, forniks, atau pada pleksus koroid. Dapat pula
sebagai perluasan dan perdarahan di lobus temporal atau frontal, atau ganglia
basalis. Cedera kepala yang sampai menyebabkan perdarahan intraventrikel ini
merupakan cedera yang sangat berat, dan karenanya memiliki mortalitas yang tinggi. 7,8
17
Hematoma epidural Hematoma subdural Hematoma subarachnoid.
Gambar 10. Perdarahan intracranial
b. Kerusakan Difus
Kerusakan difus adalah kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh
dari otak, dan umumnya bersifat mikroskopis. Kerusakan ini paling sering
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi
mekanisme akselerasi dan deselerasi. Angulasi, rotasi, dan peregangan yang timbul
menyebabkan robekan serabut saraf pada berbagai tempat yang sifatnya menyeluruh.
Berdasarkan gambaran patologinya, kerusakan difus ini dibedakan atas: 7,8
Diffuse Axonal Injury (DAI)
DAI adalah adanya kerusakan akson yang difus dalam hemisfer serebri,
korpus kalosum, batang otak, dan serebelum (pedunkulus). Awalnya, kekuatan
renggang pada saat benturan melebihi level ketahanan akson, sehingga terjadi
sobekan atau fragmentasi aksolemma, dan keteraturan susunan sitoskeleton akson
akan menjadi rusak. Terjadi pada saat benturan, tetapi ada yang memberi batas
waktu dalam 60 menit sejak kejadian (primer axotomy). 7,8
Diffuse Vascular Injury (DVI)
18
hematoma intraserebral hematoma intraventrikular.
DVI ditandai dengan perdarahan kecil-kecil yang menyebar pada seluruh
hemisfer, khusunya massa putih daerah lobus frontal, temporal, dan batang otak,
biasanya pasien segera meninggal dalam beberapa menit. Pada DVI, terjadi
perubahan struktur menyeluruh pada endotel mikrovaskular otak. Sehingga terjadi
ekstravasasi sel darah merah. 7,8
2.5. Mekanisme Trauma Tumpul Pada kepala
a. Trauma Cranium (Tulang Tengkorak)
Ketebalan dan elastisitas jaringan tulang menentukan kemampuan tulang
tersebut untuk menyesuaikan diri dengan proses perubahan bentuk (deformasi) saat
benturan. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur, dengan pertambahan usia maka
elastisitas jaringan tulang akan berkurang. Keadaan tulang yang mempengaruhi
adalah tingkat elastisitas dan ketebalan tulang tengkorak.7,8
Pada saat terjadi benturan, terjadi peristiwa penekanan pada tabula eksterna di
tempat benturan dan peristiwa peregangan pada tabula interna. Peristiwa peregangan
tabula interna ini tidak hanya terbatas di bawah daerah kontak, tetapi meliputi
seluruh tengkorak. Jika peregangan ini melebihi kemampuan deformasi tulang
tengkorak, terjadilah fraktur. Oleh sebab itu, peristiwa fraktur pada tulang tengkorak
berawal dari tabula interna yang kemudian disusul oleh tabula eksterna. 7,8
Benturan pada tulang tengkorak menyebabkan perubahan elastisitas pada
tulang tengkorak, mencakup lekukan ke dalam (inbending) pada bagian tulang yang
terkena dan biasa pula terjadi variasi lain dimana terjadi lekukan ke arah luar
(outbending). Apabila kekuatan benturan mengenai area yang kecil (misal: pukulan
atau senjata) maka fraktur biasanya memberikan gambaran inbending, sedangkan
apabila area yang terkena benturan itu luas, maka biasanya akan memberikan
gambaran outbending. Bentuk konveks dari tulang tengkorak menyebabkan
penyebaran energi secara efisien dimana vertex merupakan puncak dari tulang
tengkorak. Pada banyak kasus, fraktur linier akan bercabang sepanjang diastase dan
19
membentuk fraktur diastase. Sebaliknya, energi yang terjadi pada basis tulang
tengkorak (basis cranii) akan menyebabkan fraktur linier yang akan mengakibatkan
tejadinya kelemahan, memberikan berbagai gambaran adanya udara dalam foramina
dan sinus. 7,8
a. Trauma Cerebrum (Otak)
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsur yag tidak dapat ditekan, otak 1400 gr, cairan
serebrospinal ± 75ml, dan darah ± 75 ml. Peningkatan volume salah satu diantara
ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh
unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial. Peningkatan Tekanan Intrakranial
(TIK) tudak hanya disebabkan oleh cedera kepala melainkan mempunyai banyak
penyebab lainnya.7,8
TIK pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur. Setelah cedera
kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36-48 jam untuk mencapai maksimum.
Peningkatan TIK sampai 33 mmHg ( 450 mmH2O ) mengurangi Aliran Darah Otak
(ADO) secara bermakna. Iskemia yang timbul merangsang pusat vasomotor, dan
tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung
mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat.
Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai refleks cushing yang membantu
mempertahankan ADO. Akan tetapi menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi
CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang mengakibatkan peningkatan TIK.
Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan TIK,
walaupun akhirnya dicapai suatu titik dimana TIK melebihi tekanan arteri dan
sirkulasi otak berhenti dengan akibat kematian otak. 7,8
Cedera otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak Sawar
Darah Otak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema.
20
Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya
meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan Aliran Darah Otak
(ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan O2 dan penigkatan CO2), dan
kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut hingga terjadi kematian
sel.7,8
2.6 Autopsi Trauma Tumpul Pada Kepala
Hasil Pemeriksaan Autopsi
a. Fraktur tulang tengkorak. Pada pemeriksaan luar fraktur basis crania dapat
ditemukan adanya lebam periorbital (raccoon eyes), perdarahan sclera,
perdarahan retroauricular (Battle’s sign) dan perdarahan dari telinga. 6,7
Gambar 11: Manifestasi eksternal fraktur basis cranii. (A) Lebam periorbital
(raccoon eyes). (B) Perdarahan sclera. (C) Perdarahan dari telinga. (D) Lebam
dibelakang telinga (Battle’s sign).
b. Epidural Hematom.
Temuan autopsi pada epidural hematom yang tidak ditangani sangat jelas.
Terdapat kontusio pada kulit kepala temporal di sisi hematom, hematom yang besar
pada ruang epidural dapat terlihat ketika tulang tengkorak dibuka. Edema serebral
berat difus yang hebat sebagai efek okupansi ruang intracranial oleh hematom dapat
diamati, termasuk herniasi subfalcine, yang meluas dari sisi hematom ke arah yang
berlawanan, dan herniasi transtentorial, yang biasa lebih terlihat pada sisi yang
hematom. Pembengkakan hemisfer serebral dibawah hematom menyebabkan
permukaan otak tampak mulus.
21
c. Subdural hematom.
Subdural hematom akut.
Temuan luar pada kasus subdural hematom akut dapat mencerminkan penyebab
trauma. Banyak kasus pada pada subdural hematom akut, baik apakah disebabkan
oleh serangan atau jatuh, memiliki tanda trauma benda tumpul pada pemeriksaa luar,
lebih umum terdapat di wajah daripada di kepala. Fraktur tengkorak umum terjadi.
Pada kasus di hematom yang tidak ditangani, hematom yang terjadi meluas pada
ruang dibawah duramater karena sifat dari duramater yang kaku. Hematoma tercetak
pada permukaan otak di bawahnya sehingga undulasi kortikal normal tetap terjaga
bahkan ketika terjadi udem otak berat (berkebalikan dengan permukaan otak yang
mulus dibawah epidural hematom. Kecembungan girus pada hemisfer pada arah yang
berlawanan mendatar dan sulcus di dekatnya tertekan, mencerminkan suatu efek
space-occupying dari hematom dan udem otak sekunder. Herniasi transtentorial dan
herniasi tonsillar sering terjadi. 7,8
Subdural hematom kronik.
Pada subdural hematom kronik, terdapat berbagai variasi penampakan yang
berhubungan dengan ukuran dan lamanya. Umumnya, kavitas hematom sempit dan
mengandung darah cair atau cairan yang bercampur dengan darah. Hematom ditutup
oleh lapisan tipis membrane dalam dan lapiran tebal membrane luar. Penampilannya
bermacam-macam, terbentuk dari perdarahan baru, perdarahan lama yang kelabu,
hemosidering kuning dan kolagen pucat serta jaringan fibrotic lainnya. Jika hematom
merupakan penyebab kematian, efek dari space-occupancy akan terlihat pada herniasi
subfalcine, uncal dan tonsillar. 9
d. Perdarahan subarachnoid.
Perdarahan pada ruang subarachnoid yang diakibatkan oleh trauma
kranioserebral sering ekstensif karena cairan serebrospinal dan darah subarachnoid
yang tidak membeku mengalir bebas pada ruang subarachnoid. Jumlah perdarahan
subarachnoid proporsional terhadap interval antara waktu trauma dan kematian (dapat
minimal apabila kematian terjadi segera setelah trauma) dan ukuran dari sumber
22
perdarahan, dan, meskipun jejas darah subarachnoid dapat menyebar luas, biasa yang
paling jelas terletak dekat dengan sumbernya. 9
e. Perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi dalam bentuk kontusio-hematom,
perdarahan batang otak yang menyebabkan herniasi transtentorial, himatom jauh di
dalam otak terpisah dari konveksitas hemisfer, hematom ekstraganglion atau lobar
yang soliter dan berukuran sedang-besar, hematom serebral yang terisolasi, dan tipe
yang jarang di mana terjadi robekan antara korpus kalosum dorsolateral dan girus
cingulated menyebabkan perdarahan ke dalam ventrikel dan hematom yang
membelah white matter antara dasar lateral korpus kalosum dan girus cingulate.7, 8
f. Perdarahan intraventrikular.
Keberadaan darah yang berlebihan pada ventrikel keempat, terlihat melalui
foramen Luschka dan Magendie sebelum pengirisan otak, dapat diambil pada saat
autopsy sebagai bukti tidak langsung dari perdarahan intraventrikular. 9
g. Kontusi.
Kontusi akut.
Penampakan umum dari kontusi akut pada permukaan otak bervariasi dari
permukaan otak yang pucat ke kerusakan disertai perdarahan dan nekrosis pada area
yang luas. Perubahan tersebut dapat terletak pada gray matter atau meluas dengan
derajat dan karakteristik yang bervariasi ke white matter di dekatnya. Pada irisan
otak, kontusi yang kecil atau kontusi dengan interval antara trauma dan kematian
yang dekat, tampak sebagai perdarahan linear yang sejajar dengan permukaan pial,
mencerminkan jalur pembuluh darah kortikal dan menggambarkan bagaimana
robekan pembuluh darah tersebut mempengaruhi kontusi. Kontusi-laserasi yang besar
tampak sebagai area perdarahan yang terpisah-pisah dengan bentuk yang irregular.
Kontusi koup memiliki bentuk menyempit dengan dasarnya pada permukaan pial.
Udem otak terlokalisasi disekitar kontusi yang setara dengan ukuran kontusi. 8
Kontusi lama.
23
Resorpsi darah dan jaringan nekrotik dari kontusi meninggalkan kavitas dan
kistik yang jelas. 8
h. Diffuse Axonal Injury.
Cedera kontak pada kulit kepala dan tulang jarang ditemukan, tetapi bila ada
dapat dihubungkan antara cedera aksonal dan kontak pada kepala. Temuan pada
permukaan otak juga jarang. Irisan otak sulit dinilai melalui mata telanjang atau
mengandung robekan perdarahan dengan dimensi yang bervariasi pada korpus
kalosum, pada sudut dorsal dari hemisfer serebral, dan pada kuadran dorsolateral dari
batang otak rostral pada sekitar pedunkel serebellar superior dan tengah. Perdarahan
pada thalamus dan ganglia basalis sering terjadi.
i. Diffuse Vascural Injury.
Diffuse vascular injury biasanya fatal, korban dapat meninggal pada tempat
kejadian atau bertahan hidup hanya beberapa jam. Cedera kontak pada kepala
mungkin tidak tampak jelas. Pemeriksaan pada otak menunjukkan perdarahan
subarachnoid yang jarang dan perdarahan petechi yang tersebar luas. Hal yang
terakhir dapat terlihat dibawah mikroskop.Perdarahan tampak nyata pada banyak
daerah subependymal, pons lateral dan otak tengah, dan garis tengah hipotalamus dan
batang otak rostral. 8
j. Hypoxic-Ischemic Brain Injury.
Otak tampak normal atau terlihat pembengkakan difus atau local non-spesifik
dan tampak pucat. Penampakan yang jelas hanya dapat terlihat di bawah mikroskop
dalam bentuk neuron dengan noda sitoplasmik merah terang dan nuclei hiperkromatik
menyusut pada area dengan hematoksilin dan eosin. Gambaran diagnosis histologis
pada nekrosis neuronal iskemik tidak tampak sebelum 6-12 jam setelah cedera. 9
k. Brain Swelling.
Gambaran patologis awal dari udem otak adalah pendataran dari permukaan
girus dan penyempitan sulcus. Efek keseluruhan dari udem otak adalah gambaran
umum otak yang mulus dan datar pada undulasi normal pada permukaan hemisfer
serebral. Gambaran otak dari dewasa muda normalnya tampak full sehingga kadang-
kadang sulit untuk membedakan apakah terjadi udem otak atau tidak. 8
24
2.7 Aspek Medikolegal
Dalam membuat kesimpulan luka sebaiknya dokter menentukan juga derajat
keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kwalifikasi luka. Ini
sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam menegakkan keadilan. Pengertian
kwalifikasi luka disini semata-mata menurut pengertian medis yang dihubungkan
dengan beberapa ketentuan hukum.2,3,4
Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan
dari permasalahan sebagai berikut :2,3,4
a. Jenis luka apakah yang terjadi?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu Kedokteran
Forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan bab XX (Tentang
Penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan bab IX (Tentang Arti Beberapa
Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal 90.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan
pidana penjara paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun
25
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan,
jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringa, dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi
orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya,
atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
Pasal 90
Luka berat berarti :
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan harapan maut
Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian
Kehilangan salah satu panca indera
Mendapat cacat berat (verminking)
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindakan pidana,
yaitu :2,3,4
1. Penganiayaan ringan
2. Penganiayaan
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian
26
Penganiayaan ringan yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian; di dalam ilmu
Kedokteran Forensik pengertiannya menjadi; “luka yang tidak berakibat penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.” Luka ini
dinamakan “luka derajat pertama”. Bila sebagai akibat penganiayaan seseorang itu
mendapat luka atau menimbulkan penyakit atau halangan di dalam melakukan
pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan tetapi hanya untuk sementas waktu saja,
maka luka ini dinamakan “luka derajat kedua”. Apabila penganiayaan tersebut
mengakibatkan luka berat seperti yang dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut
dinamakan “luka derajat ketiga”2,3,4
Suatu hal yang penting harus diingat didalam menentukan ada tidaknya luka
akibat kekerasan adalah adanya kenyataan bahwasannya tidak selamanya kekerasan
itu akan meninggalkan bekas/luka. Kenyataan tersebut antara lain disebabkan adanya
faktor yang menentukan terbentuknya luka akibat terbentuknya luka akibat kekerasan
suatu benda, yaitu luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas
permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh ini cukup besar, yang berarti
kekuatan untuk dapat merusak menimbulkan luka lebih kecil bila dibandingkan
dengan benda yang mempunyai luas permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil.
Dengan perkataan lain tidak selamanya kekerasan itu akan menimbulkan
kelainan/luka, sedangkan adanya luka berarti sudah dapat dipastikan ada
kekerasan.2,3,4
Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu, oleh karena dengan
berjalannya waktu maka suatu luka dapat menyembuh dan tidak ditemukan pada saat
dilakukan pemeriksaan.2,3,4
27
BAB III
KESIMPULAN
Trauma tumpul pada kepala adalah kekerasan tumpul pada kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tengkorak, selaput
otak, dan jaringan otak itu sendiri. Kerusakan yang dijumpai tergantung mekanisme
terjadinya trauma berupa besarnya energi benturan, perbandingan antara besar energi
dan luasnya daerah benturan , lokasi dan keadaan fisik tulang tengkorak. Kerusakan
akibat trauma tumpul didapatkan dari hasil pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam
( autopsy). Aspek medikolega yang berhubungan dengan luka/perlukaan terdapat
dalam KUHP pasal 351, 352 dan KUHAP 90.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Traumatologi Forensik. Ilmu
Kedokteran Jorensik. Jakarta : FKUI.1994
2. Amir, Amri. Trauma Mekanik. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Kedua. Medan : FK USU. 2014
3. Idries, Abdul. Sistimatik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada
Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto.
4. Amir, Amri. Autopsi Pada Kasus-kasus Tertentu. Autopsi Medikolegal. Edisi
Kedua. Medan : Ramadhan. 2014
5. Mansjour Arif. Luka Akibat Kekerasan Tumpul. Kapita Selekta kedokteran.
Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius.2000
6. Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. Blunt Trauma. Forensic Pathology of
Trauma. Chapter 8. 2007
7. Satyo. C Alfred. Aspek medikolega Luka Pada Forensik Klinik. Chapter 4. 2006
8. Oemichen, M, R. N. Auer, H.G. Konig, ‘Injuries of the Brain’s Coverings’,
Forensic Neuropathology and Associated Neurology, Springer, Germany, 2006,
p. 112-47
29