ttk

43
BAB 1 PENDAHULUAN Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseoang. 1 Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api), luka karena kekerasan fisik (luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah), dan luka karena kekerasan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali, dan karena logam berat). 2 Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh yang disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul . Trauma tumpul pada kepala adalah kekerasan tumpul pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit 1

Upload: anika

Post on 07-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

file

TRANSCRIPT

Page 1: TTK

BAB 1

PENDAHULUAN

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta

hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), Dalam pengertian medikolegal

trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan seseorang. Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik

adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseoang. 1

Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan,

yaitu : luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api), luka

karena kekerasan fisik (luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi, dan suhu rendah),

dan luka karena kekerasan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali,

dan karena logam berat).2

Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada

permukaan tubuh yang disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan

tumpul . Trauma tumpul pada kepala adalah kekerasan tumpul pada kepala yang

dapat menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tengkorak,

selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.

Pada kasus kematian karena cedera, trauma kepala merupakan jenis trauma

terbanyak yang ditemukan yakni lebih dari 50% trauma. Pada pasien yang mengalami

trauma multipel, kepala adalah bagian yang paling sering mengalami cedera, dan

pada kecelakaan lalu-lintas yang fatal, otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak

ditemukan pada 75% penderita.2,3,5

1

Page 2: TTK

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi

a. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu: skin ,

connective tissue, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose areolar tissue dan

Pericranium. 7

Gambar 1. Anatomi Kulit Kepala

b. Tulang Tengkorak.

Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal

dan oksipital. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar

otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar

dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat

temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.7,8

Gambar 2. Anatomi tulang tengkorak

2

Page 3: TTK

c. Meningen

Meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

- Dura mater

Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa

yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Terdapat suatu ruang

subdura yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai

perdarahan subdural. Pada cedera otak bridging veins dapat mengalami robekan dan

menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater

dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur sering

menyebabkan cedera arteri meningea media menyebabkan perdarahan epidural. 8

- Arachnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.

Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah

luar yang meliputi otak 3,6. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang

potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid

yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya

disebabkan akibat cedera kepala.

- Piamater

Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah

membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk

kedalam sulci yang paling dalam . Membrana ini membungkus saraf otak dan

menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak

juga diliputi oleh pia mater. 8

3

Page 4: TTK

Gambar 3. Lapisan Meningen

d. Otak

Otak terbagi atas 3 bagian yaitu :

- Proencephalon yang berkembang menjadi telencephalon dan diencephalon.

Telencephalon selanjutnya menjadi hemisfer cerebri yang menempati fossa

crania anterior dan media.

- Mesencephalon

- Rhombencepahlon yang berkembang menjadi pons dan cerebellum.8

Gambar 4. Anatomi otak2.2 Trauma

Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan

pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah

hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah

pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek

dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan. Aplikasinya dalam

pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan

yang terjadi pada seseoang.1,2

Klasifikasi trauma

a. Berdasarkkan etiologi

1. Trauma mekanik . 1,2

- Kekerasan tumpul (luka memar, luka lecet, luka robek, patah

tulang)

4

Page 5: TTK

- Kekerasan tajam (luka sayat, luka tususk, luka bacok)

2. Luka termis

- Temperature panas

- Tempertur dingin

3. Luka kimia (zat korosif, iritatif)

4. Luka listrik, radiasi, ledakan & petir

b. Berdasarkan derajat kualifikasi luka

1. Luka ringan

2. Luka sedang

3. Luka berat

c. Berdasarkan medikolega

1. Perbuatan sendiri ( bunuh diri)

2. Perbatan orang lain (pembunuhan)

3. Kecelakaan

4. Luka tangkis

5. Dibuat (fabricated)

d. Berdasarkan waktu kematian

1. Ante- mortem

2. Post- mortem

2.3 Trauma Tumpul

Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada

permukaan tubuh yang disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan

tumpul seperti batu, kayu, bola, martil, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalu

lintas, dan sebagainya.1,2,

5

Page 6: TTK

Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi,

sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri

adalah : Tidak bermata tajam, konsistensi keras / kenyal, permukaan halus / kasar

Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang

mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang

bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal

kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Luka

karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka

memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.2

Gambar 5. Luka Tumpul

a. Luka memar

Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam

jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup (intravital), dikarenakan pecahnya

pembuluh darah (kapiler) akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda

tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan

longgar, seperti didaerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka

memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti

seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan

berpindahnya “memar” ke daerah yang berdasarkan gravitasi.1,2

6

Page 7: TTK

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai

bentuk dari benda tumpul ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi”

(marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,

dimana perdarahan akan menepi sehingga terbentuk perdarah tepi yang bentuknya

sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang

sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka

akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak

menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat

menggambarkan ukuran lebar dari alat pemukul yang mengenai tubuh korban.1,2.

Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berbuah menjadi ungu

atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah

menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai

15 hari.1,2

Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar dapat merupakan

hal yang penting, apalagi bila luka memar tersebut disertai luka lecet atau laserasi.

Dengan perjalanan waktu, baik pada orang hidup maupun mati, luka memar akan

memberikan gambaran yang makin jelas.1,2

Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya

akan menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat

dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam

mayat (hipostasis pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang

tersayat sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan

pada hematom penampang sayatan tetap berwarna merah kehitaman.1,2

b. Luka lecet

Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada

lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Luka lecet terjadi akibat cedera pada

7

Page 8: TTK

epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau

runcing. 1,2

Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet memiliki

arti penting didalam ilmu kedokteran kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat

memberikan banyak petunjuk dalam banyak hal, misalnya :2

a. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam

tubuh.

b. Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang

menyebabkan luka

c. Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana

kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila

pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan

yang mengenai tubuh adalah dari arah kiri ke kanan.

c. Luka Robek

Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul

dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya yang menyebabkan kulit

teregang ke satu arah sehingga melampaui elastisistas kulit atau otot, dan lebih

dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan

permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. 1,2

Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan

dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta

hubungan dengan jaringan di sekitar luka. Luka robek memiliki tepi yang tidak

teratur, atau dinding tidak rata, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang

menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampaknya hancur atau tercabut bila

kekerasannya di daerah yang berambut, bentuk dasar luka tidak beraturan, di sekitar

luka robek sering tampak adanya luka lecet atau luka memar.1,2

d. Patah tulang, Pergeseran Sendi

8

Page 9: TTK

Patah atau retaknya tulang akibat kekerasan benda tumpul mudah dibedakan

dengan patah atau retaknya tulang akibat benda tajam atau senjata api. Pada kasus

dimana kepala seseorang dipukul dengan benda tumpul, sering dijumpai patah tulang

dimana bagian-bagian yang patah tersebut tertekan ke dalam (fraktur kompresi). Pada

kasus lalulintas dimana seringkali tubuh korban terlempar dan jatuh dengan kepala

menyentuh jalan, maka lebih sering akan dijumpai patah tulang dengan garis patah

yang linier. Dengan demikian dapat dibedakan berdasarkan kelainan yang terjadi

pada tengkorak, yaitu apakah benda tumpul yang menghampiri kepala atau kepala

yang mendekati benda tumpulnya.2

2.4 Trauma Tumpul Pada Kepala

Trauma tumpul pada kepala adalah kekerasan tumpul pada kepala yang dapat

menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tengkorak, selaput

otak, dan jaringan otak itu sendiri

Kekerasan benda tumpul pada kepala dapat mengenai bagian-bagian kepala

tertentu dengan efek yang masing-masing yaitu pada :7,8

a. Kulit dapat menyebabkan :

- Luka. Lecet

- Luka. Memar

- Luka. Robek

b. Tengkorak dapat terjadi :

- Fraktur Basis Cranii

- Fraktur Calvaria

c. Otak

- Contusio Cerebri

- Laceratio Cerebri

- Oedema Cerebri

- Commotio Cerebri

d. Selaput Otak

9

Page 10: TTK

- Epidural Haemorrhage

- Sub dural Haemorrhage

- Sub arachnoid Haemorrhage

2.4.1 Trauma Cranium (Tulang Tengkorak)

Beberapa klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan : 7,8

Gambaran fraktur Lokasi anatomis Keadaan luka

- Linier

- Diastase

- Comminuted

- Depressed

- Konveksitas (kubah tengkorak)

- Basis cranii (dasar tengkorak)

- Terbuka

- Tertutup

Gambaran fraktur sangat ditentukan oleh tiga hal, yaitu : 7,8

- Besarnya energi benturan

- Perbandingan antara besar energi dan luasnya daerah benturan, semakin besar

nilai perbandingan ini akan cenderung menyetbabkan fraktur deppressed.

- Lokasi dan keadaan fisik tulang tengkorak

Berdasarkan gambaran fraktur

a.Fraktur Linier

Fraktur linier merupakan garis fraktur tunggal pada tengkorak yang meliputi

seluruh ketebalan tulang. Umumnya disebabkan oleh benturan dengan objek yang

keras dengan ukuran sedang, yaitu dengan luas lebih dari 5 cm2. Pada benturan yang

terjadi, sebagian besar energi tidak digunakan untuk menimbulkan deformitas lokal

pada tulang tengkorak. Bila fraktur linier ini didapatkan melintasi daerah perdarahan

a.meningea media, perlu dicurigai terjadinya hematoma epidural arterial. Bila garis

fraktur yang dijumpai melintasi daerah sinus longitudinal superior atau sinus

lateralis maka perlu dicurigai adanya hematoma epidural vena.7,8

10

Page 11: TTK

b. Fraktur Diastase

Fraktur diastase adalah fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak, dan

berakibat terjadinya pemisahan sutura kranial tersebut. Fraktur ini sering terjadi pada

anak di bawah usia 3 tahun, sedangkan pada orang dewasa relatif lebih jarang.

Fraktur diastase yang terjadi pada sutura lambdoidea memiliki resiko terjadinya

hematoma epidural. 7-8

c. Fraktur Comminuted

Fraktur comminuted adalah fraktur yang menyebabkan terjadinya lebih dari

satu fragmen patahan tulang, namun masih dalam satu bidang. Beberapa literatur

menyamakan fraktur ini dengan fraktur linier, karena diasumsikan merupakan

bentuk fraktur linier multiple. 7,8

Fraktur linear Fraktur diastase Fraktur comminutif Fraktur Deppressed

d.Fraktur Deppressed

Fraktur ini disebababkan oleh benturan dengan beban tenaga yang lebih besar

daripada fraktur linier, dengan permukaan benturan yang lebih kecil. Misalnya

benturan oleh martil, kayu, batu, pipa besi, dll. Fenomena kontak yang terjadi disini

lebih terfokus dan lebih padat sehingga akhirnya melebihi kapasitas elastisitas tulang

dan terjadilah perforasi tulang. Fraktur deppressed diartikan sebagai fraktur dengan

tabula eksterna pecahan fraktur yang tertekan masuk ke dalam sehingga terletak di

bawah level anatomik tabula interna tulang tengkorak sekitanya yang utuh. Sebagai

akibat impaksi tulang ini, dapat terjadi penetrasi terhadap duramater dan jaringan

otak di bawahnya, dan dapat berakibat kerusakan struktural dari jaringan otak.7,8

Gambar 6. Fraktur pada trauma cranium (tulang tengkorak)

11

Page 12: TTK

Berdasarkan Lokasi Anatomi

a. Fraktur Konveksitas

Fraktur konveksitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang

membentuk konveksitas (kubah) tengkorak seperti os frontalis, os temporalis, os

parietalis, dan os occipitalis. Fraktur konveksitas dapat berupa fraktur linier,

deppressed, kominutif, atau diastase.7,8

Gambar 7. Fraktur Konveksitas

b.Fraktur Basis Cranii

Fraktur basis cranii adalah fraktur yang lokasinya terletak pada dasar cranium,

yang dapat terjadi pada fossa aterior, fossa media, maupun fossa posterior. Fraktur

jenis ini merupakan kondisi yang serius, dapat berakibat fatal, dan memiliki

komplikasi yang tidak ringan. Beberapa literatur memberikan perkiraan kasus

fraktur basis cranii mencapai 3 - 24 % dari total seluruh kasus cedera kepala. Fraktur

basis cranii sering disertai dengan robeknya lapsan duramater, sehingga terjadi

kebocoran cairan serebrospinal, yang akhirnya mengakibatkan terjadinya rhinorea

12

Page 13: TTK

dan otorhea. Adanya kebocoran cairan serebrospinal memberikan resiko tinggi

terjadinya infeksi selaput otak maupun jaringan otak.7,8

Fraktur pada masing-masing fossa akan memberikan manifestasi berbeda :

- Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior

Bagian posterior dari fossa anterior dibatasi oleh os sphenoid, processus

clinoidalis anterior dan jugum sphenoidalis. Manifestasi yang ditimbulkan adalah

rhinorea cairan serebrospinal, hematoma subkonjungtiva, dan ekimosis periorbita,

bisa bilateral, biasa disebut sebagai brill hematoma atau raccoon eyes. Ekimosis

periorbita disebabkan oleh adanya perdarahan pada struktur di belakangnya, bukan

karena cedera langsung pada derah orbital. Untuk membedakannya, dapat

diperhatikan bahwa pada tanda ini batasnya tegas, selalu terletak di bawah tepi

orbita dan tidak didapatkan cedera lokal pada lapisan kulit. 7,8

- Fraktur Basis Cranii Fossa Media

Bagian anterior langsung berbatasan dengan fossa anterior sedangkan bagian

posterior dibatasi oleh pyramida petrosus os temporalis, processus clinoidalis

posterior dan dorsum sella. Manifestasi yang dapat ditemukan adalah ekimosis pada

mastoid (battle’s sign) yang muncul 24-48 jam setelah cedera kepala terjadi,

otorhea, dan hemotimpanum yaitu darah yang dijumpai pada canalis auricularis

eksterna, dapat terjadi bila membran timpani robek. 7,8

Gambar 8. Hematoma retroauriculer (battle’s sign) pada fraktur basis cranii

- Fraktur Basis Cranii Fossa Posterior

13

Page 14: TTK

Fossa posterior merupakan dasar dari kompartemen infratentorial. Fraktur

pada daerah ini kadang memberikan tanda battle’s sign, akan tetapi sering tidak

disertai dengan gejala dan tanda yang jelas, dan dapat menimbulkan kematian dalam

waktu singkat karena penekanan terhadap batang otak. 7,8

2.4.2 Trauma Serebrum ( Cedera Otak )

a. Kerusakan Fokal

Kerusakan fokal merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian

tertentu dari otak, tergantung pada mekanisme cedera yang terjadi. Kerusakan fokal

yang timbul dapat berupa : 7,8

Kontusio serebri

Kontusio serebri adalah kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya

piamater. Istilah kontusio digunakan untuk menyatakan adanya cedera atau

gangguan pada jaringan otak yang lebih berat dari konkusi (concussion), dengan

memiliki karakteristik adanya kerusakan sel saraf dan aksonal, dengan titik-titik

perdarahan kapiler dan edema jaringan otak. Terutama melibatkan puncak-puncak

gyrus karena bagian ini akan bergesekan dengan penonjolan dan lekukan tulang saat

terjadi benturan. 7,8

Kontusio dapat terjadi pada lokasi benturan (coup contussion), di tempat lain

(countrecoup contussion) atau dapat pula terjadi diantara lesi coup dan countercoup

yang disebut sebagai intermediate-coup contussion. 7,8

Gambar 9. Mekanisme dan gambaran Kontusio

14

Page 15: TTK

Laserasi serebri

Laserasi serebri adalah kontusio serebral yang berat, dimana mengakibatkan

gangguan kontinuitas jaringan otak yang kasat mata, dan dalam hal ini terdapat

kerusakan atau robeknya piamater. Laserasi biasanya berkaitan dengan adanya

perdarahan subarachnoid traumatika, subdural akut, dan intraserebral. Laserasi dapat

dibedakan atas laserasi langsung dan tidak langsung. Laserasi langsung disebabkan

oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen

fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laserasi tak langsung

disebabkan oleh deformasi jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis. 7,8

Perdarahan intracranial

Hematoma Epidural

Hematoma epidural atau dalam beberapa literatur disebut pula sebagai

hematoma ekstradural, adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah diantara

duramater dan tabula interna tulang tengkorak. Umumnya disebabkan oleh trauma

tumpul kepala, yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier, namun dapat pula

tanpa disertai fraktur. Lokasi yang paling sering adalah di bagian temporal atau

temporoparietal ( 70 % ) dan sisanya di bagian frontal, oksipital, dan fossa serebri

posterior. Darah pada hematoma epidural membeku, berbentuk bikonveks.

Sumber perdarahan yang paling sering adalah dari cabang a.meningea media,

akibat fraktur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Namun dapat pula dari

arteri dan vena lainnya, atau bahkan keduanya. Hematoma epidural yang tidak

disertai fraktur tulang tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat, karena

peningkatan tekanan intrakranial akan lebih cepat terjadi. 7,8

Hematoma Subdural

Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara lapisan

duramater dan arachnoidea. Perdarahan yang terjadi dapat berasal dari pecahnya

bridging vein yang melintas dari ruang subarachnoidea atau korteks serebri ke ruang

subdural, dengan bermuara dalam sinus venosus duramater. Selain itu dapat pula

15

Page 16: TTK

akibat robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoidea, atau arachnoidea yang

disertai robeknya lapisan arachnoidea. 7,8

Perdarahan jenis ini relatif lebih banyak terjadi daripada hematoma epidural, dan

memiliki angka mortalitas yang tinggi, antara 60-70 % untuk yang sifatnya akut. 7,8

Hematoma Sub Arachnoid

Hematoma sub arachnoid terjadi akibat rupturnya bridging vein pada ruang

sub arachnoid, atau pembuluh darah yang ada pada permukaan jaringan otak.

Robekan pembuluh darah terjadi akibat gerakan dindingnya yang timbul kala otak

bergerak atau menggeser. Perdarahan terletak antara arachnoid dan piamater,

mengisi ruang subarachnoid dan masuk ke dalam sistem cairan serebrospinalis.

Umumnya lesi disertai dengan kontusio atau laserasi serebri. Perdarahan

subarachnoid yang terjadi murni tanpa ada lesi lain hanya sekitar 10 %. Darah yang

masuk ke dalam subarachnoid dan sistem cairan serebrospinalis tersebut akan

menyebabkan terjadinya iritasi meningeal.7,8

Adanya darah dalam ruang subarachnoid ini akan berakibat arteri

mengalami spasme. Sebagai akibatnya aliran darah ke otak sangat berkurang,

bahkan diduga dapat turun hingga tinggal 40 %. Vasospasme biasanya mulai terjadi

pada hari ketiga dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-8, dan akhirnya

menghilang pada hari ke-12. Vasospasme ini akan menyebabkan terganggunya

mikrosirkulasi dalam otak dan sebagai dampaknya akan terjadi edema otak. 7,8

Perdarahan subarachnoid yang terjadi pada cedera kepala dapat juga

mengakibatkan terjadinya hidrosefalus, baik tipe komunikan maupun non

komunikan. Tipe komunikan terjadi bila produk darah mengobstruksi villi

arachnoid, sedangkan tipe non komunikans dapat terjadi bila bekuan darah

mengobstruksi ventrikel keempat atau ketiga. 7,8

Hematoma intraserebri

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan

(parenkim otak). Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan

16

Page 17: TTK

otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan

otak tersebut. Perdarahan dapat berlokasi di bagian mana saja, misalnya di

substansia alba hemisfer serebri, serebellum, diensefalon, atau mungkin juga di

corpus callosum. Akan tetapi lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan

temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi

lainnya (countre-coup). 7,8

Lesi dapat berupa fokus perdarahan kecil-kecil, namun dapat pula berupa

perdarahan yang luas. Perdarahan yang kecil-kecil umumnya sebagai akibat lesi

akselerasi-deselerasi, sedangkan yang besar umumnya akibat laserasi atau kontusio

serebri berat. Beberapa sumber menyatakan definisi hematoma intraserebri adalah

perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan bila kurang maka disebut petechial

intraserebri (kontusio serebri). Perdarahan dapat terjadi segera, dapat pula beberapa

hari atau minggu kemudian, khususnya pada pasien lanjut usia. 7,8

Hematoma Intraventrikuler

Hematoma intraventrikuler adalah adanya darah dalam sistem ventrikel,

dalam hal ini akibat trauma. Sumber perdarahan tidak selalu mudah diketahui,

bahkan biasanya sulit ditemukan, mungkin dari robekan vena di dinding ventrikel,

korpus kalosum, septum pelusidum, forniks, atau pada pleksus koroid. Dapat pula

sebagai perluasan dan perdarahan di lobus temporal atau frontal, atau ganglia

basalis. Cedera kepala yang sampai menyebabkan perdarahan intraventrikel ini

merupakan cedera yang sangat berat, dan karenanya memiliki mortalitas yang tinggi. 7,8

17

Page 18: TTK

Hematoma epidural Hematoma subdural Hematoma subarachnoid.

Gambar 10. Perdarahan intracranial

b. Kerusakan Difus

Kerusakan difus adalah kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh

dari otak, dan umumnya bersifat mikroskopis. Kerusakan ini paling sering

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi

mekanisme akselerasi dan deselerasi. Angulasi, rotasi, dan peregangan yang timbul

menyebabkan robekan serabut saraf pada berbagai tempat yang sifatnya menyeluruh.

Berdasarkan gambaran patologinya, kerusakan difus ini dibedakan atas: 7,8

Diffuse Axonal Injury (DAI)

DAI adalah adanya kerusakan akson yang difus dalam hemisfer serebri,

korpus kalosum, batang otak, dan serebelum (pedunkulus). Awalnya, kekuatan

renggang pada saat benturan melebihi level ketahanan akson, sehingga terjadi

sobekan atau fragmentasi aksolemma, dan keteraturan susunan sitoskeleton akson

akan menjadi rusak. Terjadi pada saat benturan, tetapi ada yang memberi batas

waktu dalam 60 menit sejak kejadian (primer axotomy). 7,8

Diffuse Vascular Injury (DVI)

18

hematoma intraserebral hematoma intraventrikular.

Page 19: TTK

DVI ditandai dengan perdarahan kecil-kecil yang menyebar pada seluruh

hemisfer, khusunya massa putih daerah lobus frontal, temporal, dan batang otak,

biasanya pasien segera meninggal dalam beberapa menit. Pada DVI, terjadi

perubahan struktur menyeluruh pada endotel mikrovaskular otak. Sehingga terjadi

ekstravasasi sel darah merah. 7,8

2.5. Mekanisme Trauma Tumpul Pada kepala

a. Trauma Cranium (Tulang Tengkorak)

Ketebalan dan elastisitas jaringan tulang menentukan kemampuan tulang

tersebut untuk menyesuaikan diri dengan proses perubahan bentuk (deformasi) saat

benturan. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur, dengan pertambahan usia maka

elastisitas jaringan tulang akan berkurang. Keadaan tulang yang mempengaruhi

adalah tingkat elastisitas dan ketebalan tulang tengkorak.7,8

Pada saat terjadi benturan, terjadi peristiwa penekanan pada tabula eksterna di

tempat benturan dan peristiwa peregangan pada tabula interna. Peristiwa peregangan

tabula interna ini tidak hanya terbatas di bawah daerah kontak, tetapi meliputi

seluruh tengkorak. Jika peregangan ini melebihi kemampuan deformasi tulang

tengkorak, terjadilah fraktur. Oleh sebab itu, peristiwa fraktur pada tulang tengkorak

berawal dari tabula interna yang kemudian disusul oleh tabula eksterna. 7,8

Benturan pada tulang tengkorak menyebabkan perubahan elastisitas pada

tulang tengkorak, mencakup lekukan ke dalam (inbending) pada bagian tulang yang

terkena dan biasa pula terjadi variasi lain dimana terjadi lekukan ke arah luar

(outbending). Apabila kekuatan benturan mengenai area yang kecil (misal: pukulan

atau senjata) maka fraktur biasanya memberikan gambaran inbending, sedangkan

apabila area yang terkena benturan itu luas, maka biasanya akan memberikan

gambaran outbending. Bentuk konveks dari tulang tengkorak menyebabkan

penyebaran energi secara efisien dimana vertex merupakan puncak dari tulang

tengkorak. Pada banyak kasus, fraktur linier akan bercabang sepanjang diastase dan

19

Page 20: TTK

membentuk fraktur diastase. Sebaliknya, energi yang terjadi pada basis tulang

tengkorak (basis cranii) akan menyebabkan fraktur linier yang akan mengakibatkan

tejadinya kelemahan, memberikan berbagai gambaran adanya udara dalam foramina

dan sinus. 7,8

a. Trauma Cerebrum (Otak)

Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai

kapasitasnya dengan unsur yag tidak dapat ditekan, otak 1400 gr, cairan

serebrospinal ± 75ml, dan darah ± 75 ml. Peningkatan volume salah satu diantara

ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh

unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial. Peningkatan Tekanan Intrakranial

(TIK) tudak hanya disebabkan oleh cedera kepala melainkan mempunyai banyak

penyebab lainnya.7,8

TIK pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur. Setelah cedera

kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36-48 jam untuk mencapai maksimum.

Peningkatan TIK sampai 33 mmHg ( 450 mmH2O ) mengurangi Aliran Darah Otak

(ADO) secara bermakna. Iskemia yang timbul merangsang pusat vasomotor, dan

tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung

mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat.

Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai refleks cushing yang membantu

mempertahankan ADO. Akan tetapi menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi

CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang mengakibatkan peningkatan TIK.

Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan TIK,

walaupun akhirnya dicapai suatu titik dimana TIK melebihi tekanan arteri dan

sirkulasi otak berhenti dengan akibat kematian otak. 7,8

Cedera otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak Sawar

Darah Otak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema.

20

Page 21: TTK

Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya

meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan Aliran Darah Otak

(ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan O2 dan penigkatan CO2), dan

kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut hingga terjadi kematian

sel.7,8

2.6 Autopsi Trauma Tumpul Pada Kepala

Hasil Pemeriksaan Autopsi

a. Fraktur tulang tengkorak. Pada pemeriksaan luar fraktur basis crania dapat

ditemukan adanya lebam periorbital (raccoon eyes), perdarahan sclera,

perdarahan retroauricular (Battle’s sign) dan perdarahan dari telinga. 6,7

Gambar 11: Manifestasi eksternal fraktur basis cranii. (A) Lebam periorbital

(raccoon eyes). (B) Perdarahan sclera. (C) Perdarahan dari telinga. (D) Lebam

dibelakang telinga (Battle’s sign).

b. Epidural Hematom.

Temuan autopsi pada epidural hematom yang tidak ditangani sangat jelas.

Terdapat kontusio pada kulit kepala temporal di sisi hematom, hematom yang besar

pada ruang epidural dapat terlihat ketika tulang tengkorak dibuka. Edema serebral

berat difus yang hebat sebagai efek okupansi ruang intracranial oleh hematom dapat

diamati, termasuk herniasi subfalcine, yang meluas dari sisi hematom ke arah yang

berlawanan, dan herniasi transtentorial, yang biasa lebih terlihat pada sisi yang

hematom. Pembengkakan hemisfer serebral dibawah hematom menyebabkan

permukaan otak tampak mulus.

21

Page 22: TTK

c. Subdural hematom.

Subdural hematom akut.

Temuan luar pada kasus subdural hematom akut dapat mencerminkan penyebab

trauma. Banyak kasus pada pada subdural hematom akut, baik apakah disebabkan

oleh serangan atau jatuh, memiliki tanda trauma benda tumpul pada pemeriksaa luar,

lebih umum terdapat di wajah daripada di kepala. Fraktur tengkorak umum terjadi.

Pada kasus di hematom yang tidak ditangani, hematom yang terjadi meluas pada

ruang dibawah duramater karena sifat dari duramater yang kaku. Hematoma tercetak

pada permukaan otak di bawahnya sehingga undulasi kortikal normal tetap terjaga

bahkan ketika terjadi udem otak berat (berkebalikan dengan permukaan otak yang

mulus dibawah epidural hematom. Kecembungan girus pada hemisfer pada arah yang

berlawanan mendatar dan sulcus di dekatnya tertekan, mencerminkan suatu efek

space-occupying dari hematom dan udem otak sekunder. Herniasi transtentorial dan

herniasi tonsillar sering terjadi. 7,8

Subdural hematom kronik.

Pada subdural hematom kronik, terdapat berbagai variasi penampakan yang

berhubungan dengan ukuran dan lamanya. Umumnya, kavitas hematom sempit dan

mengandung darah cair atau cairan yang bercampur dengan darah. Hematom ditutup

oleh lapisan tipis membrane dalam dan lapiran tebal membrane luar. Penampilannya

bermacam-macam, terbentuk dari perdarahan baru, perdarahan lama yang kelabu,

hemosidering kuning dan kolagen pucat serta jaringan fibrotic lainnya. Jika hematom

merupakan penyebab kematian, efek dari space-occupancy akan terlihat pada herniasi

subfalcine, uncal dan tonsillar. 9

d. Perdarahan subarachnoid.

Perdarahan pada ruang subarachnoid yang diakibatkan oleh trauma

kranioserebral sering ekstensif karena cairan serebrospinal dan darah subarachnoid

yang tidak membeku mengalir bebas pada ruang subarachnoid. Jumlah perdarahan

subarachnoid proporsional terhadap interval antara waktu trauma dan kematian (dapat

minimal apabila kematian terjadi segera setelah trauma) dan ukuran dari sumber

22

Page 23: TTK

perdarahan, dan, meskipun jejas darah subarachnoid dapat menyebar luas, biasa yang

paling jelas terletak dekat dengan sumbernya. 9

e. Perdarahan intraserebral.

Perdarahan intraserebral dapat terjadi dalam bentuk kontusio-hematom,

perdarahan batang otak yang menyebabkan herniasi transtentorial, himatom jauh di

dalam otak terpisah dari konveksitas hemisfer, hematom ekstraganglion atau lobar

yang soliter dan berukuran sedang-besar, hematom serebral yang terisolasi, dan tipe

yang jarang di mana terjadi robekan antara korpus kalosum dorsolateral dan girus

cingulated menyebabkan perdarahan ke dalam ventrikel dan hematom yang

membelah white matter antara dasar lateral korpus kalosum dan girus cingulate.7, 8

f. Perdarahan intraventrikular.

Keberadaan darah yang berlebihan pada ventrikel keempat, terlihat melalui

foramen Luschka dan Magendie sebelum pengirisan otak, dapat diambil pada saat

autopsy sebagai bukti tidak langsung dari perdarahan intraventrikular. 9

g. Kontusi.

Kontusi akut.

Penampakan umum dari kontusi akut pada permukaan otak bervariasi dari

permukaan otak yang pucat ke kerusakan disertai perdarahan dan nekrosis pada area

yang luas. Perubahan tersebut dapat terletak pada gray matter atau meluas dengan

derajat dan karakteristik yang bervariasi ke white matter di dekatnya. Pada irisan

otak, kontusi yang kecil atau kontusi dengan interval antara trauma dan kematian

yang dekat, tampak sebagai perdarahan linear yang sejajar dengan permukaan pial,

mencerminkan jalur pembuluh darah kortikal dan menggambarkan bagaimana

robekan pembuluh darah tersebut mempengaruhi kontusi. Kontusi-laserasi yang besar

tampak sebagai area perdarahan yang terpisah-pisah dengan bentuk yang irregular.

Kontusi koup memiliki bentuk menyempit dengan dasarnya pada permukaan pial.

Udem otak terlokalisasi disekitar kontusi yang setara dengan ukuran kontusi. 8

Kontusi lama.

23

Page 24: TTK

Resorpsi darah dan jaringan nekrotik dari kontusi meninggalkan kavitas dan

kistik yang jelas. 8

h. Diffuse Axonal Injury.

Cedera kontak pada kulit kepala dan tulang jarang ditemukan, tetapi bila ada

dapat dihubungkan antara cedera aksonal dan kontak pada kepala. Temuan pada

permukaan otak juga jarang. Irisan otak sulit dinilai melalui mata telanjang atau

mengandung robekan perdarahan dengan dimensi yang bervariasi pada korpus

kalosum, pada sudut dorsal dari hemisfer serebral, dan pada kuadran dorsolateral dari

batang otak rostral pada sekitar pedunkel serebellar superior dan tengah. Perdarahan

pada thalamus dan ganglia basalis sering terjadi.

i. Diffuse Vascural Injury.

Diffuse vascular injury biasanya fatal, korban dapat meninggal pada tempat

kejadian atau bertahan hidup hanya beberapa jam. Cedera kontak pada kepala

mungkin tidak tampak jelas. Pemeriksaan pada otak menunjukkan perdarahan

subarachnoid yang jarang dan perdarahan petechi yang tersebar luas. Hal yang

terakhir dapat terlihat dibawah mikroskop.Perdarahan tampak nyata pada banyak

daerah subependymal, pons lateral dan otak tengah, dan garis tengah hipotalamus dan

batang otak rostral. 8

j. Hypoxic-Ischemic Brain Injury.

Otak tampak normal atau terlihat pembengkakan difus atau local non-spesifik

dan tampak pucat. Penampakan yang jelas hanya dapat terlihat di bawah mikroskop

dalam bentuk neuron dengan noda sitoplasmik merah terang dan nuclei hiperkromatik

menyusut pada area dengan hematoksilin dan eosin. Gambaran diagnosis histologis

pada nekrosis neuronal iskemik tidak tampak sebelum 6-12 jam setelah cedera. 9

k. Brain Swelling.

Gambaran patologis awal dari udem otak adalah pendataran dari permukaan

girus dan penyempitan sulcus. Efek keseluruhan dari udem otak adalah gambaran

umum otak yang mulus dan datar pada undulasi normal pada permukaan hemisfer

serebral. Gambaran otak dari dewasa muda normalnya tampak full sehingga kadang-

kadang sulit untuk membedakan apakah terjadi udem otak atau tidak. 8

24

Page 25: TTK

2.7 Aspek Medikolegal

Dalam membuat kesimpulan luka sebaiknya dokter menentukan juga derajat

keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kwalifikasi luka. Ini

sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam menegakkan keadilan. Pengertian

kwalifikasi luka disini semata-mata menurut pengertian medis yang dihubungkan

dengan beberapa ketentuan hukum.2,3,4

Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat

kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan

dari permasalahan sebagai berikut :2,3,4

a. Jenis luka apakah yang terjadi?

b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?

c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu

Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu Kedokteran

Forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan bab XX (Tentang

Penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan bab IX (Tentang Arti Beberapa

Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal 90.

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan

bulan

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan

pidana penjara paling lama lima tahun

(3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun

25

Page 26: TTK

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Pasal 352

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang

tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan,

jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringa, dengan

pidana penjara paling lama tiga bulan. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi

orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya,

atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Pasal 90

Luka berat berarti :

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

sama sekali, atau yang menimbulkan harapan maut

Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencaharian

Kehilangan salah satu panca indera

Mendapat cacat berat (verminking)

Menderita sakit lumpuh

Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih

Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindakan pidana,

yaitu :2,3,4

1. Penganiayaan ringan

2. Penganiayaan

3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat

4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian

26

Page 27: TTK

Penganiayaan ringan yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit

atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian; di dalam ilmu

Kedokteran Forensik pengertiannya menjadi; “luka yang tidak berakibat penyakit

atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.” Luka ini

dinamakan “luka derajat pertama”. Bila sebagai akibat penganiayaan seseorang itu

mendapat luka atau menimbulkan penyakit atau halangan di dalam melakukan

pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan tetapi hanya untuk sementas waktu saja,

maka luka ini dinamakan “luka derajat kedua”. Apabila penganiayaan tersebut

mengakibatkan luka berat seperti yang dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut

dinamakan “luka derajat ketiga”2,3,4

Suatu hal yang penting harus diingat didalam menentukan ada tidaknya luka

akibat kekerasan adalah adanya kenyataan bahwasannya tidak selamanya kekerasan

itu akan meninggalkan bekas/luka. Kenyataan tersebut antara lain disebabkan adanya

faktor yang menentukan terbentuknya luka akibat terbentuknya luka akibat kekerasan

suatu benda, yaitu luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas

permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh ini cukup besar, yang berarti

kekuatan untuk dapat merusak menimbulkan luka lebih kecil bila dibandingkan

dengan benda yang mempunyai luas permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil.

Dengan perkataan lain tidak selamanya kekerasan itu akan menimbulkan

kelainan/luka, sedangkan adanya luka berarti sudah dapat dipastikan ada

kekerasan.2,3,4

Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu, oleh karena dengan

berjalannya waktu maka suatu luka dapat menyembuh dan tidak ditemukan pada saat

dilakukan pemeriksaan.2,3,4

27

Page 28: TTK

BAB III

KESIMPULAN

Trauma tumpul pada kepala adalah kekerasan tumpul pada kepala yang dapat

menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tengkorak, selaput

otak, dan jaringan otak itu sendiri. Kerusakan yang dijumpai tergantung mekanisme

terjadinya trauma berupa besarnya energi benturan, perbandingan antara besar energi

dan luasnya daerah benturan , lokasi dan keadaan fisik tulang tengkorak. Kerusakan

akibat trauma tumpul didapatkan dari hasil pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam

( autopsy). Aspek medikolega yang berhubungan dengan luka/perlukaan terdapat

dalam KUHP pasal 351, 352 dan KUHAP 90.

28

Page 29: TTK

DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Traumatologi Forensik. Ilmu

Kedokteran Jorensik. Jakarta : FKUI.1994

2. Amir, Amri. Trauma Mekanik. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi

Kedua. Medan : FK USU. 2014

3. Idries, Abdul. Sistimatik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada

Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses

Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto.

4. Amir, Amri. Autopsi Pada Kasus-kasus Tertentu. Autopsi Medikolegal. Edisi

Kedua. Medan : Ramadhan. 2014

5. Mansjour Arif. Luka Akibat Kekerasan Tumpul. Kapita Selekta kedokteran.

Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius.2000

6. Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. Blunt Trauma. Forensic Pathology of

Trauma. Chapter 8. 2007

7. Satyo. C Alfred. Aspek medikolega Luka Pada Forensik Klinik. Chapter 4. 2006

8. Oemichen, M, R. N. Auer, H.G. Konig, ‘Injuries of the Brain’s Coverings’,

Forensic Neuropathology and Associated Neurology, Springer, Germany, 2006,

p. 112-47

29