tugas 5 audit forensik

9
Nama : Nasta Aulia Listi NIM : 14-MPA XXIX-B76 Mata Kuliah : Audit Forensik Dosen : Drs. Sugiarto, M.Acc., MBA., Ak., CPA., CMA. KASUS PT KIMIA FARMA Tbk PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,7 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. 1. Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut: a. Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr.Ludovicus Sensi W selaku partner dari KAP HTM (Hans Tuanakotta & Mustofa) yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan

Upload: nasta-aulia-listi

Post on 17-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

M

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas 5 Audit Forensik

Nama : Nasta Aulia Listi

NIM : 14-MPA XXIX-B76

Mata Kuliah : Audit Forensik

Dosen : Drs. Sugiarto, M.Acc., MBA., Ak., CPA., CMA.

KASUS PT KIMIA FARMA Tbk

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.

Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih

sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).

Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar

dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan

keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan

yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya

sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,7 milyar, atau 24,7% dari laba awal

yang dilaporkan.

1. Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr.Ludovicus Sensi W

selaku partner dari KAP HTM (Hans Tuanakotta & Mustofa) yang diberikan tugas untuk

mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei

2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang

jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember

2001.

b. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa

Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah

di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated)

dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.

Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang

Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi

dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

Page 2: Tugas 5 Audit Forensik

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan

dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau

kelalaian.”

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus

diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement)

untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap

masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.

Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain

dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :

a. Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan

tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31

Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari

laba bersih PT Kimia Farma Tbk.

b. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut:

Unit Industri Bahan Baku

- Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar.

Unit Logistik Sentral

- Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar.

Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF)

- Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar.

- Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

c. Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni 2002 dengan

cara:

- Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-

masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana

keduanya merupakan harga persedian yang telah diotorisasi oleh pihak yang

berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Harga persedian per 3 Februari

2002 merupakan harga persedian yang telah disesuaikan nilainya

Page 3: Tugas 5 Audit Forensik

(penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada

unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.

- Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku.

Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh

akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam,

disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah

mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan

tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen

melakukan kecurangan tersebut.

d. Berdasarkan uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF terbukti

melanggar:

- Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan

Keuangan.

e. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan

audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF:

- Telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah

diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak diketemukan adanya

unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam penggelembungan

keuntungan tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak berhasil

mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.

3. Sanksi dan Denda

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang

Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun

1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan

di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Dikenakan sanksi administratif

berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka:

a. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan

membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,

Page 4: Tugas 5 Audit Forensik

karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31

Desember 2001;

b. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT

Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus

juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil

mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma

(Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar

Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

4. Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik

atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans

Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus

bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31

Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas

laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa

(HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai

lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai

Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para

akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan

pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena

mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam

pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan

adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah

melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor

tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan

itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar

modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor

Page 5: Tugas 5 Audit Forensik

mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.

Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan,

karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)

seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif

atau tidak.

5. Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus

dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara

untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan

kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.

Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti

diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001

sebesar Rp 132 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,

pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti

setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya Rp 99,56 miliar. Sehingga

diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per

30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &

Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan

menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam

pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai

bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia

Farma hanya tercantum sebesar Rp 99,56 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan

keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya

kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,

merupakan kesalahan manajemen lama.

6. Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan

keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di

Page 6: Tugas 5 Audit Forensik

pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan

menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-

bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau

memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan

keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu

sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001.

Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui

adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia

Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan

keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun

buku 2001 menjadi Rp 99,56 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan

keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang

saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi

menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.

Sumber:

http://mikhaanitaria.blogspot.com/2011/01/salah-saji-laporan-keuangan-pada-kasus.html

http://yudanurdiandani.blogspot.com/2012/10/etika-akuntan-studi-kasus-pt-kimia-farma.html

http://www.bapepam.go.id/old/old/news/Des2002/PR_27_12_2002.PDF