tugas akhir semester antara
DESCRIPTION
bahasa indonesiaTRANSCRIPT
TUGAS AKHIR SEMESTER ANTARABAHASA INDONESIAFKG UNPAD
Amenina Rezkia 160110110103
Harviana Cahyani 160110110136
Jamila 160110120068
Aniza Pratita S. 160110120073
Aqmarina Prallia 160110120097
Wildan Firmansya 160110120126
BAB IXKALIMAT
9.1 BATASAN DAN CIRI-CIRI KALIMAT
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan
tanda berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau
tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda
pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda
baca lain sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan
kesenyapan.
Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat, atau
lebih, yang letaknya beurutan dan berdasarkan kaidah kewacanaan. Dengan demikian, setiap tuturan, berupa
kata atau untaian kata, yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan di atas pada suatu wacana atau teks, berstatus
kalimat. Berikut ini adalah kutipan sebuah wacana (teks) yang terdiri atas satu paragraf.
(1) Wilis sendiri masih tercekam rasa berdosa atas tewasnya Satiari. Apakah sekarang ia harus mengulangi
melamar Tantrini? Apa akal? Ia tidak dapat menipu diri sendiri. Ia membutuhkan teman hidup. Teman
bertimbang. Teman di tempat tidur. Ternyata tidak banyak manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian.
Teks (1) itu terdiri atas delapan kalimat, dua di antaranya diakhiri dengan tanda tanya dans elebihnya diakhiri
dengan tanda titik. Kedelapan kalimat yang membentuk paragraph itu ditulis kembali sebagai contoh (2a-2h) di
bawah ini.
(2) a. Wilis sendiri masih tercekam rasa berdosa atas tewasnya Satiari.
b. Apakah sekarang ia harus mengulangi melamar Tantrini?
c. Apa akal?
d. Ia tidak dapat menipu diri sendiri.
e. Ia membutuhkan teman hidup
f. Teman bertimbang.
g. Teman di tempat tidur.
h. Ternyata tidak banyak manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian.
Seperti tampak pada contoh (2) di atas, panjang kalimat dapat beragam. Kalimat (2a) dan (2h), misalnya, terdiri atas sembilan
kata, sedangkan kalimat (2c) hanya terdiri atas dua kata. Tentu saja banyak kalimat yang lebih panjang daripada (2a, 2h) itu
(lihat Bab X); dan yang lebih pendek daripada (2c), yaitu hanya terdiri atas saatu kata, tidak jarang (lihat 9.6.3). Kalimat (2b) dan
(2c) lazim disebut kalimat tanya atau kalimat interogatif dan yang lain disebut kalimat berita atau kalimat deklaratif (lihat
9.6.2.1). Kalimat (2f) dan (2g) sesungguhnya masing-masing merupakan bagian dari kalimat yang lebih panjang, yaitu ( Ia
membutuhkan) teman bertimbang dan (Ia membutuhkan) teman di tempat tidur. Karena itu, kalimat (2f) dan (2g) itu disebut
kalimt taklengkap atau kalimat minor (lihat 9.6.3).
•Seperti tampak pada contoh (2) di atas, panjang kalimat dapat beragam. Kalimat (2a) dan (2h), misalnya, terdiri atas
sembilan kata, sedangkan kalimat (2c) hanya terdiri atas dua kata. Tentu saja banyak kalimat yang lebih panjang
daripada (2a, 2h) itu (lihat Bab X); dan yang lebih pendek daripada (2c), yaitu hanya terdiri atas saatu kata, tidak jarang
(lihat 9.6.3). Kalimat (2b) dan (2c) lazim disebut kalimat tanya atau kalimat interogatif dan yang lain disebut kalimat berita
atau kalimat deklaratif (lihat 9.6.2.1). Kalimat (2f) dan (2g) sesungguhnya masing-masing merupakan bagian dari kalimat
yang lebih panjang, yaitu (Ia membutuhkan) teman bertimbang dan (Ia membutuhkan) teman di tempat tidur. Karena itu,
kalimat (2f) dan (2g) itu disebut kalimt taklengkap atau kalimat minor (lihat 9.6.3).
9.2 BAGIAN-BAGIAN KALIMAT
• Dilihat daris egi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua
kata atau lebih. Hubungan structural antara kata dan kata, atau kelompok kata dan kelompok kata yang lain,
berbeda-beda. Sementara itu, kedudukan tiap kata atau kelompok kata yang lain, berbeda-beda pula. Ada kata
atau kelompok kata yang dapat dihilangkan dengan menghasilkan bentuk yang tetap berupa kalimat seperti pada
(3b), da nada pula yang tidak seperti pada (4b). Antara “kalimat” dan “kata” terdapat dua satuan sintaksis antara,
yaitu “klausa” dan “frasa”. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata, atau lebih, yang
mengandung unsur predikasi sedangkan frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang
tidak mengandung unsur predikasi. Perlu dicatat bahwa di bawah kata masih ada satuan tata bahasa, yaitu
morfem (lihat Bab II).
(3) a. Ibu pergi ke pasar.
b. Ibu pergi.
(4) a. Masalah itu menyangkut masa depan kita
b. Masalah itu menyangkut.
9.2.1 Kalimat dan Klausa
Kecuali dalam hal intonasi akhir atau tanda baca yang menjadi ciri kalimat yang telah disinggung pada 9.1, kalimat dalam
banyak hal tidak berbeda dari klausa. Baik kalimat maupun klausa merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur
predikasi. Dilihat dari segi struktur internalnya, kalimat dan klausa keduanya terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan atau
tanpa objek, pelengkap, atau keterangan. (Lihat 9.4 untuk pengertian fungsi-fungsi sintaksis itu). Perhatikan contoh berikut.
(5) a. Dia cantik (Subjek + Predikat)
b. Anak itu makan kue (Subjek + Predikat + Objek)
c. Mereka berbicara tentang politik (Subjek + Predikat + Pelengkap)
d. Ayah ada di rumah (Subjek + Predikat + Keterangan)
Bentuk-bentuk pada (5) sering diacu sebagai kalimat dan juga sebagai klausa bergantung pada cara memandangnya. Bentuk-
bentuk itu disebut klausa jika cara pandangnya didasarkan pada struktur internalnya. Setiap konstruksi sintaksis yang terdiri
atas unsur subjek dan predikat (tanpa memperhatikan intonasi atau tanda baca akhir) adalah klausa. Bentuk-bentuk pada (5)
itu disebut kalimat jika kita melihat adanya unsur-unsur subjek-predikat lengkap dengan intonasi atau tanda baca akhir.
Di samping konstruksi seperti pada (5) di atas, terdapat konstruksi sintaksis yang mengandung dua unsur
predikat atau lebih. Dalam hal demikian, konsep kalimat dan klausa terasa perlu dibedakan. Perhatikan contoh (6) berikut.
•Bentuk-bentuk pada (5) sering diacu sebagai kalimat dan juga sebagai klausa bergantung pada cara
memandangnya. Bentuk-bentuk itu disebut klausa jika cara pandangnya didasarkan pada struktur
internalnya. Setiap konstruksi sintaksis yang terdiri atas unsur subjek dan predikat (tanpa memperhatikan
intonasi atau tanda baca akhir) adalah klausa. Bentuk-bentuk pada (5) itu disebut kalimat jika kita melihat
adanya unsur-unsur subjek-predikat lengkap dengan intonasi atau tanda baca akhir.
• Di samping konstruksi seperti pada (5) di atas, terdapat konstruksi sintaksis yang mengandung
dua unsur predikat atau lebih. Dalam hal demikian, konsep kalimat dan klausa terasa perlu dibedakan.
Perhatikan contoh (6) berikut.
(6) a. Dia pergi pukul 6.
b. Saya sedang mandi.
c. Dia pergi pukul 6 ketika saya sedang mandi.
Ketiga konstruksi pada contoh (6) itu merupakan kalimat karena masing-masing tidak menjadi bagian dari konstruksi
yang lebih besar. Kalimat (6a) terdiri atas satu klausa dengan struktur ‘subjek+predikat+keterangan’; kalimat (6b) juga
terdiri atas satu klausa dengan struktur ‘subjek+predikat’. Pada (6c) terdapat dua klausa, yaitu Dia pergi pukul 6 dengan
struktur ‘subjek+predikat+keterangan’ dan Ketika saya sedang mandi dengan struktur ‘konjungtor+subjek+predikat’.
Klausa yang terakhir ini merupakan bagian dari konstruksi sintaksis lebih besar, yaitu klausa Dia pergi pukul 6, yang
berfungsi sebagai keterangan tambahan terhadap bentuk pukul 6. Klausa Dia pergi pukul 6 yang lebih besar pada (6c)
itu lazim disebut klausa utama atau induk kalimat, sedangkan klausa ketika saya sedang mandi disebut klausa
subordinatif atau anak kalimat. Sementara itu, kalimat (6a) dan (6b), yang masing-masing hanya terdiri atas satu
klausa, disebut kalimat tunggal, sedangkan kalimat (6c), yang terdiri atas dua klausa, disebut kalimat majemuk.
•9.2.2 Konstituen Kalimat
•Seperti telah disinggung di atas, kalimat merupakan konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih.
Ini berarti bahwa kalimat merupakan satuan terbesar untuk pemerian sintaksis dan kata yang terkecil. Walaupun
kalimat dapat diuraikan menjadi untaian kata, penguraian itu tidak langsung dari kalimat ke kata. Di antara kelimat dan
kata biasanya ada satuan-antara yang berupa kelompok kata. Baik klaimat maupun kelompok kata yang menjadi
unsur kalimat dapat dipandang sebagai suatu konstruksi. Satuan-satuan yang membentuk suatu konstruksi disebut
konstituen konstruksi tersebut.
Analisis structural suatu kalimat pada dasarnya adalah menetapkan pola hubungan konstituennya yang memperlihatkan
secara lengkap hierarki konstituen-konstituen kalimat itu. Salah satu cara untuk menyatakan struktur konstituen kalimat adalah
dengan mengunakan diagram: Struktur serta hierarki konstituen-konstituen kalimat Anak itu melempar bola ke lapangan dapat
dinyatakan dalam bentuk bagan berikut.
Anak itu melempar bola ke lapangan.
Anak itu
Anak Itu
melempar bola
melempar bola
ke lapangan.
ke lapangan.
Bagan 9.1: Konstituen Kalimat
Pada Bagan 9.1 itu tampak bahwa kalimat Anak itu melempar bola ke lapangan mempunyai tiga konstituen berupa frasa:
anak itu, melempar bola, dan ke lapangan. Tiap-tiap konstituen itu terdiri atas dua konstituen yang lebih kecil, yaitu anak dan
itu, melempar dan bola untuk melempar bola, serta ke dan lapangan untuk ke lapangan. Pengelompokan kata-kata
pembentuk kalimat itu ke dalam satuan-satuan anak itu, melempar bola, dan ke lapangan sepenuhnya didasarkan pada
hubungan kata-kata tersebut. Kata itu lebih erat hubungannya dengan anak daripada dengan melempar, dank arena itu
membentuk satu satuan yang lebih besar. Hubungan antara kata bola dan melempar lebih erat daripada antara bola dan ke;
kata ke lebih dekat dengan lapangan.
9.2.3 Unsur Wajib dan Unsur Takwajib
Seperti telah disinggung pada 9.2.1, kalimat minimal terdiri atas unsur predikat dan unsur subjek. Kedua unsur kalimat itu
merupakan unsur yang kehadirannya selalu wajib. Di samping kedua unsur itu, dalam suatu kalimat kadang-kadang ada kata
atau kelompok kata yang dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi status bagian yang tersisa sebagai kalimat, tetapi ada pula
yang tidak. Hal ini akan lebih jelas kalau kita memperhatikan contoh (7) berikut.
(7) Barangkali mereka menghadiri pertemuan itu kemarin sore.
Kalimat (7) itu terdiri atas lima konstituen: (i) barangkali, (ii) mereka, (iii) menghadiri, (iv) pertemuan itu, dan (v) kemarin sore.
Dari kelima konstituen itu, hanya barangkali dan kemarin sore yang dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi status bagian
yang tersisa sebagai kalimat, sedangkan yang lain tidak. Jadi, pada contoh berikut kalimat (8—10) dapat kita terima (11-13)
tidak.
(8) Mereka menghadiri pertemuan itu kemarin sore.
(9) Barangkali mereka menghadiri pertemuan itu.
(10) Mereka menghadiri pertemuan itu.
(11) *(Barangkali) menghadiri pertemuan itu (kemarin sore).
(12) *(Barangkali) mereka pertemuan itu (kemarin sore).
(13) *(Barangkali) mereka menghadiri (kemarin sore).
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat dibedakan unsur kalimat atas unsur wajib dan unsur takwajib (manasuka).
Unsur wajib itu terdiri atas konstituen kalimat yang tidak dapat dihilangkan, sedangkan unsur takwajib terdiri atas
konstituen kalimat yang dapat dihilangkan. Dengan demikian, bentuk mereka menghadiri pertemuan itu pada kalimat (7)
termasuk unsur wajib kalimat, sedangkan barangkali dan kemarin sore unsur takwajib. Perhatikan bagan berikut.
9.2.4 Keserasian Unsur-Unsur Kalimat
Penggabungan dua kata, atau lebih damalm satu kalimat menuntut adanya keserasian di antara unsur-unsur tersebit baik
dari segi makna maupun segi bentuk. Berdasarkan hal itu, keserasian unsure-unsur kalimat berikut ini akan dikemukakakan
dari kedua segi tersebut, yaitu:
1. Keserasian Makna
Pada dasarnya orang membuat kalimat berdasarkan pengertahuannya tentang dunia di sekelilingnya sehingga mustahillah
rasanya kita temukan kalimat seperti:
a. Batu itu memukul anjing kami.
Verba memukul menuntut nomina orang sebagai pelakunya. Kenyataan bahwa batu itu bukan orang menyebabkan untaian
kalimat ini terasa aneh.
b. Tuti akan mengawini Joni minggu depan.
•Verba mengawini dalam bahasa dan budaya Indonesia umumnya menuntut pelaku pria.
•
•2. Keserasian Bentuk
•
•Selain tuntutan akan adanya keserasian makna, bahasa Indonesia, seperti halnya dengan kebanyakan bahasa di
dunia ini, menuntut adanya keserasian bentuk di antara unsur-unsur kalimat, khususnya anatara nomina dan promina
dan, dalam batas tertentu, antara nomina dan verba.
• Penggunaan promina sebagai pengganti nomina atau frasa nominal yang meyatakan orang tunduk pada
kendala jumlah seperti tampak pada contoh berikut:
a. Pelamar banyak, tapi mereka tidak memenuhi syarat
b. Pelamar banyak, tetapi dia tidak memenuhi syarat.
Anteseden promina mereka pada (a) adalah frasa (banyak) pelamar. Karena itu, promina dia (b) tidak bisa
digunakan sebagai penggantinya
Pada konstruksi pemilikan yang unsure-unsurnya terdiri atas nomina pemilik dan pronominal milik yang antesedennya
berupa nomina jamak perlu diperhatikan apakah nomina milik itu merupakan milik bersama atau perseorangan. Apabila
pemilikan itu bersifat perseorangan, maka promina yang digunakan adalah promina persona ketiga jamak yang harus
diikuti partikel masing-masing. Perhatikan contoh berikut:
•Murid-murid itu menyelesaikan tugas mereka pada waktunya.
• Murid-murid itu menyelesaikan tugas mereka masing-masing pada waktunya.
• Pada (a) tugas menandung makna tunggal; jadi, merupakan nomina milik bersama murid-murid. Pada
(b) perlu ditambahkan bentuk masing-masing sesudah promina pemilik untuk menyatakan bahwa tugas itu
bersifat perseorangan.
•
•Dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah verba yang menuntut nomina jamak sebagai subjek. Verba demikian
biasanya berafiks ber-an. Perhatikan contoh berikut:
•
• Pasukan itu berlarian ketika mendengar pesawat terbang mendekat.
• Kedua anak itu bertengkar.
• Verba berlarian (a) menuntut subjek jama, Demikian pula verba bertengkar (b).
Verba bersubjek jamak dapat pula digunakan untuk menyatakan makna jamak nomina takdefinit seperti pada contoh
berikut:
Kicau burung bersahutan sepanjang pagi.
Mahasiswa mengerumuni dia.
Kendaraan lalu lalang di depan rumahnya.
Kehadiran verba bersahutan, dan lalu lalang di atas masing- masing mengeisyaratkan bahwa nomina kicau burung,
mahasiswa, dan kendaraan mengadung makna jamak.
•Hal serupa tampak pula pada kalimat yang predikatnya berupa adjektiva yang diulang seperti pada contoh berikut:
•
•Murid di sini pintar-pintar.
•Rumah di kampung itu bagus-bagus.
•Buku di toko itu mahal-mahal.
•Bentuk pintar-pintar, bagus-bagus, dan mahal-mahal mengisyaratkan bahwa murid, rumah, dan buku mengandung
jamak dan sekaligus menyatakan makna ‘keberagaman’.
9.3 STRUKTUR KALIMAT DASAR
Yang dimaksud dengan kalimat dasar adalah:
1. Kalimat yang terdiri atas satu klausa
2. Kalimat yang unsure-unsurnya lengkap
3. Kalimat yang unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum
4. Kalimat yang tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran
Dengan kata lain, kalimat dasar di sini identik dengan kalimat tunggal deklaratif afirmatif yang urutan unsure-unsurnya
paling lazim.
Dalam pemerian kalimat, perlu dibedakan kategori sintaksis, fungsi sintaksis, dan peran semantus unsure-unsur kalimat.
Setiap bentuk kata atau frasa, yang menjadi konstituen kalimat termasuk dalam kategori kata atau frasa tertentu dan
masing-masing mempunyai fungsi sintaksis serta peran semantis tertentu pula
•9.31 Bentuk, Kategori, Fungsi, dan Peran
•Kategori kata : a. Verba (V) b. Preposos (Prep)
• Adjektiva (Adj) Konjungtor (Konj)
• Adverbia (Adv) Interjeksi (Interj)
• Nomina (N) Partikel (Part)
•
•Kategori frasa: a. Frasa Nominal (FN) b. Frasa Preposional (FPrep)
• Frasa Verbal (FV)
• Frasa Adjektival (FAdj)
• Frasa Adverbial (FAdv)
9.3.2 Pola Kalimat Dasar
Pada bagan di atas tampak lima fungsi sintaktis yang digunakan untuk pemerian kalimat. Dalam suatu kalimat tidak
selalu kelima fungsi sintaktis itu terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan predikat.
Kehadiran konstituen lainnya banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat.
Perhatikan contoh berikut :
1. Dia [S] tidur [P] di kamar depan [Ket].
2. Mereka [S] sedang belajar [P] bahasa inggris [Pel] sekarang [Ket].
3. Mahasiswa [S] mengadakan [P] seminar [O] di kampus [Ket].
4. Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket] kemarin [Ket].
5. Ayah [S] membeli [P] baju [O] untuk saya [Pel] tadi siang [Ket].
6. Ayah [S] membelikan [P] saya [O] baju [Pel] tadi siang [Ket].
7. Dia [S] meletakan [P] uang [O] di atas meja itu [Ket] kemarin [Ket].
Pada contoh di atas, konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat
da;am arti bahwa makna kalimat tetep dapat dipahami tanpa harus diketahui konteks situasi pemakaiannya. Pada
contoh di atas tampak bahwa hanya kalimat (f) yang memiliki konstituen pengisi kelima fungsi sintaktis yang
disebutkan di atas. Sementar itu, tampak pula bahwa kalimat dimulai dengan subjek, kemudian predikat, lalu objek,
pelengkap, dan akhirnya keterangan jika tiga unsure yang terakhir itu hadir.
•Pada contoh di atas, konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat
da;am arti bahwa makna kalimat tetep dapat dipahami tanpa harus diketahui konteks situasi pemakaiannya. Pada
contoh di atas tampak bahwa hanya kalimat (f) yang memiliki konstituen pengisi kelima fungsi sintaktis yang
disebutkan di atas. Sementar itu, tampak pula bahwa kalimat dimulai dengan subjek, kemudian predikat, lalu objek,
pelengkap, dan akhirnya keterangan jika tiga unsure yang terakhir itu hadir.
Kenyataan lain yang akan tampak kalau kita mengamati suatu teks adalah bahwa banyak kalimat yang predikatnya
mendahului subjek kalimat. Kalimat-kalimat demikianlah pada umumnya dapat diubah susunannya sehingga berpola S-P.
Kalimat (majemuk) Tidak banyak [P] manusia yang mamapu tinggal dalam kesendirian [S] dapat diubah menjadi Manusia
yang mampu tinggal dalam kesendirian [S] tidak banyak [P]. Berdasarkan pertimbangan diatas, pola umum kalimat dasar
dalam bahasa Indonesia dapat dinyatakan seperti (29)
(29) S + P + (O) + (Pel) + (Ket)
dengan catatan bahwa unsur objek, pelengkap, dan keterangan yang ditulis di antara tanda kurung itu tidak selalu harus
hadir dan keterangan dapat lebih dari satu.
Apabila konstituen kalimat dasar yang tidak wajib hadir diabaikan, dari pola umum (29) itu dapat diturunkan
enam tipe kalimat dasar. Keenam tipe kalimat dasar itu, yang dibedakan berdasarkan pola unsur-unsurnya yang wajib,
terlihat pada bagan 9.4 di atas.
•9.3.3 Kalimat Dasar dan Konstituennya
•Unsur-unsur kalimat pada bagan 9.4 di atas tidak memperlihatan secara jelas hubungan struktural unsur kalimat.
Akan tetapi, kalu diperhatikan kelima tipe kalimat yang terakhir, akan tampak bahwa kehadiran objek, pelengkap,
atau keterangan wajib itu sangat ditentukan oleh bentuk dan jenis verba predikat. Verba menjadi pada Dia
menjadi ketua koperasi termasuk tipe S-P-Pel, sedangkan verba tinggal pada Kami tinggal di Jakarta termasuk
S-P-Ket, walaupun kedua verba itu termasuk verba transkriftif. Dari uraian di atas tampak bahwa verba predikat
dalam bahasa Indonesia mempunyai peranan yang dominan karena menentukan kehadiran konstituen lain
dalam kalimat. Perhatikan contoh berikut.
• (30) Ayah membeli baju baru. [S-P-O]
• (31) Ayah membelikan adik saya baju baru. [S-P-O-Pel]
Verba membeli menuntut kehadiran dua konstituen, yaitu (a) yang membeli (ayah) dan (b) yang dibeli (baju baru), dan (c)
yang dibelikan (adik saya).
Kalimat (30) memang dapat ditambah dengan konstituen seperti untuk adik saya sehingga terciptalah
kalimat (30a) berikut.
(30a) Ayah membelibaju baru untuk adik saya. [S-P-O-Pel]
Akan tetapi, konstituen untuk adik saya tidak dituntut kehadirannya oleh membeli, baik secara faktual maupun potensial.
Hal ini berbeda dengan membelikan. Konstituen adik saya pada kalimat (31) tidak harus secara eksplisit asal konteks
situasi pemakaiannya menentukan bahwa adik saya itulah yang dibelikan baju tersebut sehingga terdapatlah kalimat
(31a) berikut.
(31a) Ayah membelikan baju baru. [S-P-Pel]
•Jadi pengertian bahwa baju baru itu dibeli untuk seseorang yang identitasnya dapat diketahui dari konstek situasi
(dan bukan untuk ayah) tetap tersirat pada (31a).
• Di atas telah beberapa kali disinggung bahwa kehadiran unsur objek, pelengkap, dan/atau keterangan
wajib sangat bergantung pada bentuk dan jenis predikat. Dengan kata lain, unsur yang terdapat di sebelah kanan
merupakan konstituen yang berfungsi melengkapi verba predikat. Oleh karena itu, konstituen, objek, pelengkap, dan
keterangan wajib serin juga disebut konstituen kompelmentasi atau pemerlengkapan. Hubungan struktural unsur-
unsur kalimat dasar dasar dan wajin tidaknya kehadiran unsur-unsur itu dapat diperjelas dengan contoh (32--35)
berikut dengan catatan bahwa fungsi yang tidak wajib hadir ditulis di antara tanda kurung.
9.3.4 Pola Kalimat Topik-Komen
Pola-pola dasar pada Bagan 9.4 dapat pula dilihat sebagai susunan kalimat yang terdiri atas dua bagian, yakni topik dan
komen. Jadi, dalam kalimat seperti Orang itu menyerahkan sebuah bingkisan frasa orang itu adalah topik sedangkan
menyerahkan sebuah bingkisan adalah komen. Pola itu terdiri atas topik yang merupakan pokok pembicaraan, dan komen
yang memberi penjelasan terhadap pokok tersebut. Topik merupakan hal yang dianggap diketahui oleh
pendengar/pembaca sedangkan komen adalah ihwal yang merupakan penjelasan tentang topic tersebut.
Dalam bahasa Indonesa pola ini dapat pula diwujudkan dalam kalimat seperti berikut:
(36) a. Rumah kami, atapnya bocor.
b. Orang itu, ayahnya bekerja di pabrik.
c. Para mahasiswa, tuntutannya telah dipenuhi.
d. Maryati, suaminya meninggal tahun lalu.
•Pada contoh (36a) di atas, misalnya, frasa rumah kami dianggap sebagai hal yang telah diketahui oleh
pendengar dan karena itu dimunculkan sebagai topik. Setelah topik tersebut dinyatakan, pembicara memberikan
penjelasan dengan menyatakan bahwa atap rumah tersebut bocor. Konstituen orang itu (36b), para mahasiswa
(36c), dan Maryati (36d) juga merupakan topik karena menjadi pokok pembicaraan. Konstituen yang
mengikutinya memberi penjelasan mengenai pokok pembicaraan dan karena itu dinamakan komen. Dari contoh-
contoh di atas tampak bahwa topic tidak merupakan klausa, sedangkan komen berupa klausa yang berpola
subjek-predikat.
Dalam kalimat topik-komen terdapat hubungan pemilikan antara unsur topic dan unsur komen. Jadi, pada contoh (36) ada hubungan pemilikan antara rumah kami dengan atap, antara orang itu dengan ayah, antara para mahasiswa dengan tuntutan, dan antara Maryati dengan suami. Kalimat-kalimat pada (36) itu sebenarnya berkaitan erat dengan kalimat-kalimat pada (37) berikut.
(37) a. Atap rumah kami bocor.
b. Ayah orang itu bekerja di pabrik
c. Tuntutan para mahasiswa telah dipenuhi
d. Suami Maryati meninggal tahun lalu
Hubungan kepemilikan dalam pola topik-komen dinyatakan dengan pronomina –nya. Pronomina –nya itu juga dipakai meskipun topiknya jamak. Jadi meskipun topik para mahasiswa pada kalimat (36c) di atas adalah jamak, tanda pemilikan pada unsur komen adalah –nya dan bukan mereka.
Dalam ajaran ada jeda antara topik dengan komitmen, sedangkan dalam tulisan topik dipisahkan dari komen dengan tanda koma.
9.4 FUNGSI SINTAKSIS UNSUR-UNSUR KALIMAT
Terdapat 6 tipe kalimat dasar yang pengelompokannya diurutkan berdasarkan fungsi unsur kalimat. Dalam kenyataan pemakaian bahasa, banyak kalimat yang urutan unsurnya menyimpang dari pola urutan diatas. Untuk dapat mengetahui fungsi unsur kalimat, pelajar perlu mengenal ciri umum tiap-tiap fungsi sintaksis. Di bawah ini berturut-turut akan dibicarakan fungsi predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
9.4.1 Fungsi Predikat
Seperti telah dikemukakan di atas, predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri dan, jika ada, konstituen pelengkap, dan/ atau keterangan wajib disebelah kanan. Predikat kalimat benarnya berupa frasa verbal atau frasa adjektival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional, di samping frasa verbal dan frasa adjektival. Perhatikan contoh berikut. (Mengenai predikat frasa preposisional, lihat 9.4.6)
(38). a. Ayahnya guru bahasa Inggris (P-FN)
b. Adiknya diet (P-FNum)
c. Ibu sedang ke pasar (P-FPrep)
d. Dia sedang tidur (P-FV)
e. Gadis itu cantik sekali (P-Fadj)
Kalimat seperti (38a) yang subjeknya FN dan predikatnya FN relatif sukar bagi kita untuk mengetahui apakah kalimat itu berpola S-P ataukah P-S. Dalam hal demikian diperlukan cara lain untuk mengenal subjek dan predikatnya. Cara yang pertama adalah melihat FN yang dilekati partikel –lah, kalau partikel itu hadir FN yang dilekati –lah, selalu berfungsi sebagai predikat. Cara yang baku adalah memperhatikan pola intonasi yang digunakan. Unsur predikat pada kalimat mempunyai pola intonasi menurun, yaitu (2) 3.1 pada pola S-P dan (2) 3.2 pada pola P-S. Perhatikan contoh berikut.
(39). a. i. Pendirinya dia
ii. Anak itu, teman Tono
2 23 / 2 – 31
b. i. Dialah pendirinya
ii. Teman Tono, anak itu
2-3 2(2) / 2 -21
Predikat dalam bahasa Indonesia dapat mengisyaratkan makna jumlah FN subjek. Perhatikan contoh berikut.
(40). a. Penumpang bus itu bergantung
b. Penumpang bus itu bergantungan
pada (40a) FN penumpang bus itu cenderung bermakna tunggal, tetapi pada (40b), FN penumpang bus itu bermakna jamak oleh kehadiran bentuk verbal predikat bergantungan.
9.4.2 Fungsi Subjek
Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting yang kedua setelah predikat. Pada umumnya subjek berupa nomina, frasa nomina, atau klausa seperti tampak pada contoh berikut.
(41). a. Harimau binatang liar
b. Anak itu belum makan
c. Yang tidak ikut upacara akan ditindak
Subjek sering juga berupa frasa verbal (lihat juga 9.4.6). Perhatikan contoh berikut.
(42). a. Membangun gedung bertingkat mahal sekali
b. Berjalan kaki menyehatkan badan
Pada umumnya, subjek terletak di sebelah kiri predikat. Jika unsur subjek panjang dibandingkan dengan unsur predikat, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat seperti tampak pada contoh berikut.
(43). a. Manusia yang mampu tinggal dalam kemiskinan tidak banyak.
b. Tidak banyak manusia yang mampu tinggal dalam kemiskinan.
Subjek pada kalimat imperaktif adalah orang kedua atau orang pertama jamak dan biasanya tidak hadir. Perhatikan contoh berikut.
(44). a. Tolong (kamu) bersihkan meja itu.
b. Mari (kita) makan.
Subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelengkap jika kalimat itu dipasifkan seperti tampak pada contoh berikut.
(45). a. Anak itu [S] menghabiskan kue saya.
b. Kue saya dihabiskan (oleh) anak itu. [Pel]
9.4.3 Fungsi Objek
Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya selalu setelah langsung, predikatnya. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan memperhatikan (1) jenis predikat yang dilengkapinya dan (2) ciri khas objek itu sendiri. Verba transitif biasanya ditandai oleh kehadiran afiks tertentu. Sufiks –kan dan –i serta prefiks mengi umumnya merupakanpembentukan verba transitif. Pada contoh (46) berikut baik merupakan objek yang dapat dikenal dengan mudah oleh kehadiran verba transitif bersufiks –kan
(46). Morten menundukkan baik
Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Jika objek tergolong nomina, frasa nominal tak bernyawa atau persona ketiga tunggal, nomina objek itu dapat diganti dengan pronomina –nya dan jika berupa pronomina aku atau kamu (tunggal), bentuk ku dan mu dapat digunakan. Perhatikan contoh berikut.
(47). a. Adi mengunjungi Pak Ruslan
b. Adi mengunjunginya
(48). a. Beliau mengatakan (bahwa) Ali tidak akan datang
b. Beliau mengatakannya.
(49). a. Saya ingin menemui kamu/mu
b. Ina mencintai dia/nya
c. Ibu mengasihi aku/ku
Selain satuan berupa nomina dan frasa nominal, konstituen objek dapat pula berupa klausa seperti pada (50) berikut.(50) Pemerintah mengumumkan (bahwa) harga BBM akan naik.Objek pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek jika kalimat itu dipastikan seperti tampak pada contoh berikut (lihat juga contoh (45)).(51). a. Pembantu membersihkan ruangannya. [O] b. Ruangannya [S] dibersihkan (oleh) pembantu.Potensi ketersulihan unsur objek dengan nya dan pengedepannya menjadi subjek kalimat pasif itu merupakan ciri utama yang membedakan objek dan pelengkap yang berupa nomina atau frasa nominal.
9.4.4 Fungsi Pelengkap
Orang sering mencampur adukkan pengertian objek dan pelengkap. Hal itu dapat dimengerti karena antara kedua konsep itu memang terdapat kemiripan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina, dan keduanya juga sering menduduki tmpat yang sama, yakni di belakang verba. Perhatikan kedua kalimat berikut.
(52). a. Dia mendagangkan barang-barang elektronik di Glodok.
b. Dia berdagang barang-barang elektronik di Glodok.
Pada kedua contoh di atas tampak bahwa barang-barang elektronik adalah frasa nominal dan berdiri di belakang verba mendagangkan dan berdagang. Akan tetapi, pada kalimat (52a) frasa nominal itu dinamakan objek, sedangkan pada (52b) disebut pelengkap yang juga dinamakan komplemen.
Persamaan dan perbedaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada ciri-ciri berikut.
No. Objek Pelengkap
1. Berwujud frasa nominal atau klausa Berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, frasa
preposisional, atau klausa
2. Berada langsung di belakang predikat Berada langsung di belakang predikat jika tidak ada objek
dan di belakang objek kalau unsur itu hadir
3. Menjadi objek akibat pemasifan kalimat Tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat
4. Dapat diganti dengan prenomina nya Tidak dapat diganti dengan nya kecuali dalam kombinasi
preposisi selain di, ke, dari, dan akan
Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dengan predikat yang berupa verba taktransitif dan dwitransitif serta adjektiva.
(53). a. Orang itu bertubuh raksasa.
b. Negara ini berlandaskan pancasila
c. Ida benci pada ketinggian
d. Dia bertanya kapan kamu akan memanggilnya.
(54). a. Ibu mengambilkan saya air minum.
b. Beliau menyerahkan penyelenggaraan pertemuan ini kepada kita.
c. Dia membeli rumah
d. Dia mencarikan saya pekerjaan.
(55). a. Ibunya sakit kepala
b. anak ini pandai menari
c. Dia sukar sekali diatur
d. Beliau senang bermain layangan.
Seringkali nomina mempunyai hubungan khusus dengan verba atau adjektiva yang diikutinya sehingga seolah-olah keduanya tidak dapat dipisahkan lagi. Berikut adalah contohnya. (56) makan waktu
balik arahmasuk hitunganbiru lautcuci mukatembus cahayabanjir uangkurang darah
Gabungan verba atau adjektiva dengan nomina khusus seperti itu merupakan verba atau adjektiva yang berfungsi sebagai satu kesatuan dalam kalimat. Kadang-kadang hubungan antara nomina dan verba atau adjektiva itu begitu erat sehingga menjadi semacam idiom. Perhatikan bentuk-bentuk seperti naik haji, turun tangan, lupa daratan, keras kepala dan meninggal dunia.
9.4.5 Fungsi Keterangan
Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya. Seperti telah dikemukakan pada 9.3.2, keterampilan dapat berada di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat. Pada umumnya, kehadiran keterangan dalam kalimat bersifat manasuka. Konstituen keterangan biasanya berupa frasa nominal, frasa preposisional, atau frasa adverbial. Perhatikan contoh berikut.
(57).a. Dia memotong rambutnya.
b. Dia memotong rambutnya di kamar
c. Dia memotong rambutnya dengan gunting.
d. Dia memotong rambutnya kemarin.
Unsur di kamar , dengan gunting dan kemarin pada contoh (57) merupakan keterangan yang sifatnya manasuka.
Selain oleh satuan yang berupa kata atau frasa, fungsi keterangan dapat pula diisi oleh klausa seperti pada contoh berikut.
(58)
a. Dia memotong rambutnya sebelum dia mendapat peringatan dari sekolah.
Makna keterangan ditentukan oleh perpaduan makna unsur-unsurnya. Dengan demikian, keterangan di kamar (57b) mengandung makna tempat, dengan gunting (57c) mengandung makna alat, kemarin (57d) menyatakan makna waktu, dan sebelum dia mendapat peringatan dari sekolah (58a) mengandung makna waktu.
Berikut ini didaftarkan beberapa jenis keterangan yang lazim dikenal dalam tata bahasa.
Jenis
Keterangan
Preposisi/
penghubung
Contoh
1. Tempat di
ke
dari
(di) dalam
pada
di kamar, di kota
ke Medan, ke rumahnya
dari Manado, dari sawah
(di) dalam rumah, dalam lemari
pada saya, pada permukaan
2. Waktu -
pada
dalam
se-
sebelum
sesudah
selama
sepanjang
sekarang, kemarin
pada pukul, pada hari ini
dalam minggu ini, dalam dua hari ini
setiba di rumah, sepulang dari kantor
sebelum pukul 17, sebelum pergi
sesudah pukul 10, sesudah makan
selama dua minggu, selama bekerja
sepanjang tahun, sepanjang hari
Jenis
Keterangan
Preposisi/
penghubun
g
Contoh
3. Alat dengan dengan (memakai) gunting, dengan
mobil
4. Tujuan agar/supaya
untuk
bagi
demi
agar/supaya kamu pintar
untuk kemerdekaan
bagi masa depanmu
demi kekasihnya
5. Cara dengan
secara
dengan cara
dengan jalan
dengan diam-diam
secara hati-hati
dengan cara damai
dengan jalan bertanding
Jenis
Keterangan
Preposisi/
penghubun
g
Contoh
6. Penyerta dengan
bersama
beserta
dengan adiknya
bersama orang tuanya
beserta saudara
7.Perbandingan/
Kemiripan
seperti
bagaikan
laksana
seperti angin
bagaikan seorang dewi
laksana bintang di langit
8. Sebab karena
sebab
karena perempuan itu
sebab kecerobohannya
9. Kesalingan - saling (mencintai), satu sama lain
Interpretasi Ganda
1. Frasa Preposisional sebagai Predikat
Perhatikan contoh berikut.
(59) Ibu ke pasar
Frasa preposisional ke pasar menduduki posisi predikat kalimat, jika konstituen, yakni Ibu diperlakukan sebagai subjek kalimat. Di samping kalimat (59) terdapat juga kalimat (60) yang maknanya relatif sama menyebabkan sebagian ahli ilmu bahasa menafsirkan yang berupa frasa preposisional pada (60) bukan sebagai predikat kalimat.
(60) Ibu pergi ke pasar
Tafsiran yang memperlakukan kalimat (59) berasal dari kalimat yang lebih lengkap seperti (60) bertolak dari anggapan bahwa verba pergi mengalami pelesapan.
2. Frasa Verbal sebagai Subjek
Perhatikan contoh berikut.
(61) Membangun gedung bertingkat mahal sekali.
Bentuk membangun gedung bertingkat menduduki fungsi subjek dan bentuk mahal sekali menduduki fungsi predikat. Kenyataan bahwa di samping kalimat (61) terdapat kalimat yang maknanya relatif sama seperti pada (62) berikut.
(62) Biaya membangun gedung bertingkat mahal sekali.
Konstituen membangun gedung bertingkat berfungsi sebagai pelengkap nomina biaya yang mengalami pelesapan.
PERAN SEMANTIS UNSUR KALIMAT
1. Pelaku
Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peserta umumnya manusia atau binatang. Akan tetapi, benda yang potensial juga dapat berfungsi sebagai pelaku. Peran pelaku itu merupakan peran semantis utama subjek kalimat aktif dan pelengkap kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.
(64) Anak itu sedang membaca koran.
Mobil itu membelok ke kiri lalu menghilang.
2. Sasaran
Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peran sasaran itu merupakan peran utama objek atau pelengkap seperti terlihat pada contoh berikut.
(66) Dia mengirim uang kepadanya ibunya.
(67) Anak itu sedang belajar bahasa Inggris.
3. Pengalam
Pengalam adalah peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba taktransitif yang lebih menyatakan keadaan seperti pada contoh berikut.
(68) Adik saya sakit hari ini.
4. Peruntung
Peruntung adalah peserta yang beruntung dan yang memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Partisipan peruntung biasanya berfungsi sebagai objek, atau pelengkap, atau sebagai subjek verba jenis menerima atau mempunyai. Perhatikan contoh berikut.
(69) Ayah memberi uang kepada saya.
5. Atribut
Dalam kalimat yang predikatnya nomina, predikat tersebut mempunyai peran semantis atribut. Perhatikan guru saya pada contoh berikut.
(70) Orang itu guru saya.
6. Peran Semantis Keterangan
Peran semantis lain yang terdapat pada fungsi keterangan, seperti keterangan waktu, keterangan tempat, keterangan alat, dan keterangan sumber.
Peran semantis itu pada dasarnya sesuai dengan sifat kodrati dari nomina yang ada pada keterangan tersebut. Perhatikan contoh berbagai peran semantis berikut ini yang dinyatakan oleh unsur yang berfungsi sintaktis keterangan.
(71) Peran semantis waktu :
Mereka pindah tahun 1998.
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat tunggal tentu saja terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi juga dapat panjang seperti pada contoh berikut :
• Dia akan pergi• Mereka akan membentuk kelompok belajar• Pekerjaan dia mengawasi semua narapidana disini
Kalimat Berpredikat Verba
a. verba taktransitif
b. verba semitransitif,dan
c. verba transitif.
Kalimat Taktransitif
Kalimat yang tak berobjek dan tak berpelengkap hanya memiliki dua unsure fungsi wajib, yakni subjek dan predikat. Pada umumnya urutan katanya adalah subjek-predikat. Kalimat tunggal yang tak berobjek dan dan tak berpelengkap dapat diiringi oleh unsur tak wajib seperti keterangan tempat, waktu, cara, dan alat.
• Berikut adalah contoh kalimat verbal yang tak berobjek dan tak berpelengkap dengan unsur takwajib diletakkan dalam tanda kurung.
Contoh :
(81) a. Bu camat sedang berbelanja b. Mereka mendarat (di tanah yang tidak datar) c. kami (biasanya) berenang (hari minggu pagi)
• Ada pula verba taktransitif yang diikuti oleh nomina, tetapi nomina itu merupakan bagian dari paduan verba tersebut. Contoh :
(82) a. Dia Biasa Berjalan Kaki b. Pak Ahmad akan naik haji c. Guntur selalu naik sepeda ke sekolah
• Perhatikan kalimat (83) yang berterima dan kalimat (84) yang kita tolak.
(83) a. Semuanya naik sepeda balap b. Saya lebih suka naik opelet c. Mereka akan naik haji besok
(84) *mereka akan naik haji besar
• Ada pula verba majemuk yang dapat berubah statusnya jika diberi keterangan tambahan tertentu. Perhatikan kalimat berikut :
(85) Tingkah lakunya memusingkan kepala
Karena memusingkan pada dasarnya adalah verba transitif, tidak mustahil bahwa keterangan yang ditambahkan dapat memisahkan kepala dan verbanya. Dengan demikian, kalimat (85) dapat diubah menjadi (86)
(86) tingkah lakunya memusingkan kepala orang tuanya
• Verba berisi,dan berdasarkan pada (87) serta yang merupakan, dan menyerupai pada (88) merupakan predikat yang tergolong verba taktransitif.
(87) a. Botol itu berisi air putih b. Peraturan itu berdasarkan surat keputusan menteri
(88) a. Kebijaksanaan pemerintah itu merupakan langkah penting b. Anak itu menyerupai ibunya
• terdapat pula sekelompok verba taktransitif berapiks ke-an yang dapat diikuti nomina atau frasa nominal sebagai pelengkapnya. Perhatikan contoh berikut.
(89) a. Perbuatannya ketahuan ayahnya b. Ibu kehilangan dompet dipasar c. Kami kehabisan makanan
Kalimat Ekatransitif
Kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap mempunyai tiga unsure wajib, yakni subjek, predikat, dan objek. Predikat dalam kalimat eka transitif adalah verba yang dalam bab IV digolongkan dalam verba ekatransitif. Karena itu, kalimat macam itu disebut pula kalimat ekatransitif. Berikut adalah beberapa contoh kalimat ekatransitif
(90)
a. Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran
b. Presiden merestui pembentukan Panitia Pemilihan Umum
c. Nilai Ebtanas murni menentukan nasib para siswa