tugas asistensi agama islam
DESCRIPTION
Pengabdian yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah bertauhid kepadanya, yakni bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Jin dan manusia wajib mengesakan Allah dalam segala situasi dan kondisi, baik dalam keadaan suka maupun duka.Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran Islam. Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada manusia yang taat dan patuh kepada Allah dan rasulnya, serta berjihad dijalannya. Taat kepada Allah dibuktikan dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Taat kepada rasul berarti bersedia menjalankan sunah-sunahnya. Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari kegelisahan dan kesengsaraan batin. Sedangkan di akhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhan mu dengan hati yang puas lagi diridhainya. Maka masuklah dalam jamaah hamba-hambaku. Dan masuklah ke dalam surgaku.” (QS Al Fajr : 27-30)TRANSCRIPT
-
1
TUGAS ASISTENSI AGAMA ISLAM
1. Peranan Manusia di Dunia
Manusia dijadikan oleh Allah bukan secara sia-sia dan main-main bahkan, mempunyai
peranan dan tugas yang tertentu. Firman Allah SWT:
Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-
main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?(Al muminun ayat 115)
Manusia diciptakan Allah mempunyai 2 tugas utama yaitu :
a. Manusia Sebagai hamba Allah yang senantiasa beribadah kepada-Nya
Jin dan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT mempunyai tugas pokok di muka
bumi, yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam surat
Adz-Dzariyat ayat 56
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku. (Adz-Dzariyat ayat 56)
Pengabdian yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah bertauhid kepadanya, yakni
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Jin dan manusia wajib mengesakan Allah dalam
segala situasi dan kondisi, baik dalam keadaan suka maupun duka.
Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah.
Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah
memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa
yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan
ajaran Islam. Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada manusia yang taat dan patuh
kepada Allah dan rasulnya, serta berjihad dijalannya. Taat kepada Allah dibuktikan
dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Taat kepada rasul
berarti bersedia menjalankan sunah-sunahnya. Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah
untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah
adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari kegelisahan dan
kesengsaraan batin. Sedangkan di akhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan
dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Sebagaimana
firman Allah SWT yang artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhan mu
dengan hati yang puas lagi diridhainya. Maka masuklah dalam jamaah hamba-hambaku.
Dan masuklah ke dalam surgaku. (QS Al Fajr : 27-30)
b. Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi
Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan manusia untuk menjadi
khalifah atau wakil-Nya di bumi. Dengan ini manusia berkewajiban menegakkan
kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta
penyelewengan dan penyimpangan dari jalan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al Baqarah ayat 30
-
2
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Al Baqarah ayat 30)
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan
penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama,
memakmurkan bumi (al imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan
yang datang dari pihak manapun (ar riayah).
1. Memakmurkan Bumi
Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah SWT. Manusia harus
mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Maka
sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap
menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan
eksplorasi itu.
2. Memelihara Bumi
Memelihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak
manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan
jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena
sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam. Oleh karena itu,
hal semacam itu perlu dihindari.
Allah menciptakan alam semesta ini tidak sia-sia. Penciptaan manusia mempunyai
tujuan yang jelas, yakni dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur) bumi.
Maksudnya, manusia diciptakan oleh Allah agar memakmurkan kehidupan di bumi
sesuai dengan petunjukNya. Petunjuk yang dimaksud adalah agama (Islam).
Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu kita akan menjalankan
fungsi sebagai khalifah di muka bumi dengan tidak melakukan pengrusakan terhadap
Alam yang diciptakan oleh Allah SWT karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. Seperti firmannya dalam surat Al Qashash ayat
77 yang artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS
AL Qashash : 7)
-
3
2. Mahabbatullah (Cinta kepada Allah)
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari
berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At Taubah ayat 24)
Untuk memperjelas deskripsi tentang mahabbatullah (cinta Allah) Ibnu Qayyim Al Jauziyah
memberikan komentar demikian: Mahabbatullah ibarat pohon dalam hati, akarnya adalah
merendahklan diri di hadapan Dzat yang dicintainya, bentengnya pelindung adalah makrifah
kepada-Nya, rantingnya adalah rasa takut kepada siksa-Nya, daun-daunnya adalah rasa
malu kepada-Nya, sedangkan air yang menyuburkannya adalah dzikir kepada-Nya setiap
saat. Jika amalan-amalan tersebut berkurang, akan berkurang pula nilai mahabbatullah
seseorang (Raudhatul Muhibbin, Darush Shofa: 409)
Hakikat Cinta
oleh Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam lahiriah. Apabila cinta
tersebut sesuai dengan apa yg diridhai Allah maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebalik
jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas
bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkan akan menjatuhkan kita ke
dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.
Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak
dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3 /22) berkata: 'Sebagian salaf
mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan
ayat ujian kepada mereka: 'Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku,
niscaya Allah akan mencintai kalian.' (Ali 'Imran: 31)
Mereka (sebagian salaf) berkata: '(firman Allah) 'Niscaya Allah akan mencintai kalian',
ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan
tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah, faidah dan buahnya adalah
kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah maka kecintaan
Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.'
Macam-macam cinta dalam Islam
Asy- Syaikh Muhammad bin 'Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi
Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:
a. Cinta Ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa- apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits
berikut :
-
4
'Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah
dalam hatimu.' (Al-Hujurat: 7)
'Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.' (Al- Baqarah: 165)
'Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya.' (Al-Maidah: 54)
Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik:
Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan
mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai
daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia
mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada
kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci
untuk dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)
b. Cinta Syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah berfirman: Dan di antara manusia
ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka
mencintai tandingan- tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah. (Al-
Baqarah: 165)
c. Cinta Maksiat
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan
Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah berfirman: Dan
kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat. (Al-Fajr: 20)
d. Cinta Tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan
namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah berfirman: Ketika mereka (saudara-
saudara Yusuf 'alaihis salam) berkata: 'Yusuf dan adiknya (Bunyamin) lebih dicintai
oleh bapak kita daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat).
Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata (Yusuf: 8)
Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah
sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta
maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda
tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta
tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.
Tingkatan Cinta
Menurut Ibnu Qayyim dalam bukunya yang berjudul "Taman Orang-orang Jatuh Cinta
dan Memendam Rindu" ada enam tingkatan cinta yaitu:
a. Peringkat pertama adalah Tatayyum, tingkatan cinta yang paling tinggi dan
merupakan hak Allah SWT, "Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106]
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya
mereka menyesal)." (Qs. Al Baqarah:65). [106]
Yang dimaksud dengan orang yang
zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah. Allahlah yang paling
utama tiada tandingan tak ada bandingan. Posisinya tidak boleh digeser menjadi
nomer dua atau bahkan tiga. Cinta kita kepada-Nya harus menjadi puncak dari segala
cinta yang kita miliki.
-
5
b. Peringkat kedua adalah 'Isyk yang hanya merupakan hak Rasulullah SAW. Cinta
yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya,
mencontohnya, dll. Namun, bukan untuk menghambakan diri kepadanya. Kita
mencintai Rasulullah dengan segenap konsekuensinya. Kita akan dengan bangga
menjalankan sunnah-sunnahnya dan mengikuti petunjuknya dalam mengamalkan
agama ini. Kita juga akan mencintai kehidupannya yang luhur dan penuh amal
shalih. Kita rindu berjumpa dengannya karena kemuliaan yang ada pada diri beliau.
Namun, kecintaan kita bukanlah menuntut pada diri beliau. Namun, kecintaan kita
bukanlah menuntut sebuah penghambaan. Kecintaan menuntut sebuah amal yang
bisa meneladani akhlaknya. Cinta kita kepada Rasulullah mendorong kita untuk
membela agama ini dengan kekuatan yang kita miliki. Demikian juga membela
sunnahnya bila sunnahnya diinjak-injak oleh orang lain. Katakanlah: "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Ali
Imran:31)
c. Peringkat ketiga adalah Syauq yaitu cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya.
Antara suami isteri, antara orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah
wa rahmah. Seorang suami harus mencintai isterinya dengan sepenuh hati. Demikian
pula si isteri harus memberi cintanya kepada suaminya. Cinta yang tumbuh pada diri
mereka akan menambah ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Hidup akan lengkap,
karena saling mengerti dan memahami. Manakala terjadi konflik atau perbedaan
pendapat, akan mudah diselesaikan karena aspek cinta mereka yang begitu besar.
Kadang boleh saja emosi meninggi, namun ia akan menjadi redam ketika cinta
menjadi pertimbangan utama. Seorang ayah yang begitu perhatian kepada anaknya,
mencurahkan cintanya kepada buah hatinya. Dia menyayangi nya dan rela bekerja
siang dan malam untuk anak-anaknya. Selain karena ibadah kepada-Nya, dia
melakukannya juga karena cinta.
d. Peringkat ke empat adalah Shababah yaitu cinta sesama muslim yang melahirka
ukhuwah Islamiyah. Cinta ini menuntut sebuah kesabaran untuk menerima perbedaan
dan melihatnya sebagai sebuah hikmah yang berharga. Seperti kita ketahui saat ini
sedikit perbedaan saja seringkali menimbulkan perpecahan. Berbeda takbiratul
ihram, berbeda gerakan shalat, berbeda hari Idul Fitri atau Idul Adha kadang tidak
disikapi secara dewasa. Sehingga masalah pun muncul dan membuat jurang pemisah
yang teramat dalam antar pengikutnya. Belum lagi kalau kita lihat betapa banyaknya
kelompok harakah Islamiyah yang bermunculan. Bila cinta ini ada, insya Allah
segala perbedaan bisa disinergiskan. Tidak semua perbedaan harus dipaksa sama,
tapi kadang hanya membutuhkan sedikit pengertian saja. Cinta ini harus
dimunculkan sebagai sebentuk upaya untuk menciptakan kenyamanan hubungan
dalam tubuh umat Islam.
e. Peringkat kelima 'Ithf (simpati) yang ditujukan kepada sesama manusia. Rasa
simpati ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, termasuk pula
di dalamnya adalah berdakwah. Rasa ini seringkali muncul bila sisi kemanusian kita
tersentuh. Di saat melhiat seorang anak kecil di sebuah gubuk dengan wajah penuh
penderitaan, atau saat melihat korban musibah bencana alam berjatuhan, tentu saja
mengetuk kepedulian kita yang terdalam. Sisi kemanusiaan kita menjadi tersentuh
dan ingin menitikkan air mata. Hati kita tidak tega melihat sebuah penderitaan yang
tak kunjung berakhir. Inilah bentuk simpati yang muncul dari hati yang paling dalam.
-
6
f. Peringkat ke-6 adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta atau
keinginan selain kepada manusia:harta benda. Namun, seringkali keinginan ini
sebatas intifa' (pendayagunaan/pemanfaatan). Cinta jenis ini pula yang sering
menggelincirkan manusia. Karena sifat harta memang selalu melenakan. Namun, bila
kita cerdas, banyaknya harta benda seharusnya tidak menjadikan kita terlena.
Sebaliknya, ia hanya menjadi sarana untuk meraih cinta yang sebenarnya yaitu cinta
kepada Allah ta'ala.
3. Hakikat Ilmu
Barangsiapa menginginkan kebahagiaan dunia maka ia harus mencapainya dengan ilmu;
barangsiapa menginginkan kebahagiaan akhirat maka ia harus mncapainya dengan ilmu,
dan barangsiapa menginginkan kebahagiaan kedua-duanya maka ia harus mencapainya
dengan ilmu. [HR. Thabarani]
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari alima yalamu yang
berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata
science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science
umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun
secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari
banyaknya ayat AL quran yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan
mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus
menuntut ilmu. Di dalam Al quran , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari
780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL quran sangat
kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting
dari agama Islam sebagaimana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9(1995;; 39) sebagai
berikut ;
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya
terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al sunah mengajak kaum muslim untuk
mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat tinggi
ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;an surat AL Mujadalah ayat 11 yang artinya:
ALLAH meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara
kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan).dan ALLAH maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan
ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi
memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi
pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar
betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah.
Disamping ayat ayat Quran yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa,
AL quran juga mendorong umat islam untuk berdoa agar ditambahi ilmu, seprti tercantum
dalam AL quran surat Thaha ayat 114 yang artinya dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah
-
7
kepadaku ilmu penggetahuan . dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu
wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekankan
pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan
yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artuinya:
bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan Kamu
dari segummpal darah . Bacalah,dan tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar
(manusia ) dengan perantara kala. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahui.
Ilmu Dien dan Ilmu Dunia
Dari Anas Radliyallahu 'anhu dan dari Aisyah Radliyallahu 'anhuma berkata:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Untuk urusan dunia, maka kalian
lebih mengetahui. Sedang untuk urusan dien, maka kembalikanlah kepadaku.(HR Ibnu
Majah)
A. Ilmu Din/Syari
1. Fardlu ayyin
Yaitu ilmu-ilmu pokok yang menjadi penentu keabsahan aqidah dan ibadah seseorang,
seperti rukun Islam dan rukun imam.
Imam An Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu-
ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap mukallaf (muslim yang telah aqil baligh). Dimana
seorang mukallaf tidak akan bisa mengerjakan kewajiban syar`i yang fardhu `ain
melainkan dengan mempelajari ilmu tersebut
Imam Syafi`i memaknai ilmu yang fardhu `ain, adalah Ilmu yang umum, yaitu ilmu yang
tidak boleh bagi seseorang yang telah akil baligh dan tidak lemah akalnya untuk tidak
mengetahuinya seperti sholat lima waktu, dan Allah mewajibkan atas manusia untuk
berpuasa di bulan romadhon, haji ke baitullah bagi mereka yang mampu melaksanakannya,
menzakati harta mereka....."
Para ulama membagi ilmu syar`i yang fardhu `ain menjadi 3 bagian:
i. Ilmu yang wajib dipelajari setiap mukallaf di setiap waktu dan tempat. Di antaranya
adalah;
Mengetahui rukun-rukun Islam.
Mengetahui rukun-rukun Iman yang enam.
Mengetahui macam-macam tauhid.
Mengetahui Nawaaqidhul Islam (perkara-perkara yang mem-batalkan keislaman).
Mengetahui ibadah-ibadah hati yang wajib.
Mengetahui hukum-hukum thoharoh.
Menghafal surat al Fatihah.
Mengetahui hukum-hukum sholat.
Mengetahui hukum zakat.
Mengetahui hukum-hukum puasa.
Mengetahui hukum-hukum haji.
Mengetahui hukum-hukum jihad.
Mengetahui kewajiban-kewajiban dan adab-adab yang fardhu `ain, seperti; birrul
walidain, menjaga hak-hak tetangga, memuliakan tamu, wajib taat kepada ulil amri,
tentang amar ma`ruf dll.
-
8
Mengetahui perkara-perkara yang diharamkan, seperti; mak-siat yang dilakukan oleh
hati, dosa-dosa besar, maksiat-maksiat mulut, maksiat pandangan, maksiat
pendengaran, larangan dalam minuman dan larangan dadlamhal pakaian.
Mengetahui wajibnya tauhid.
ii. Ilmu ini hanya wajib diketahui oleh sebagian mukallaf, tidak kesemuanya. Boleh jadi ia
menjadi wajib bagi seseorang di suatu waktu, tapi di waktu yang lain tidak.Sebagai
contoh, setiap orang yang terkena kewajiban syar`i (seperti zakat dan haji) dan setiap
orang yang menerjunkan diri dalam perkara-perkara yang mubah (seperti dagang dan
nikah), maka dia wajib mempelajari hukum-hukumnya, karena ilmu harus ada sebelum
adanya perkataan dan perbuatan.
Tentang ilmu ini, Ibnu Hazm mengatakan "Wajib bagi setiap pemilik harta untuk
mempelajari hukum zakat yang menjadi kewajibannya, sama saja apakah ia laki-laki
atau perempuan, merdeka atau budak. Dan bagi mereka yang tidak mempunyai harta
maka tidak wajib mempelajarinya. Demikian juga bagi orang yang telah terkena
kewajiban haji, maka ia wajib mempela-jarinya".
Dan masuk dalam kategori ini juga adalah orang yang hidup di negeri yang banyak
tersebar kelompok-kelompok sesat (seperti Syi`ah, Qodianisme, Baha`isme dll), maka ia
wajib mempelajari ilmu-ilmu yang bisa membentengi imannya dari hal tersebut.
iii. Nawazil
Menurut Imam Nawawi nawazil adalah "Sesuatu yang jarang terjadinya". Menurut
Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Azis, contoh dalam perkara nawazil adalah ajakan untuk
mengikuti paham demokrasi dan konsekwensi logisnya berupa pendirian-pendirian
partai-partai politik dan parlemen-parlemen legislatif. Selain itu adalah pencalonan
wakil dan pemilihannya. Ini semua adalah tergolong syirik akbar dan setiap muslim
tidak boleh terlibat di dalamnya. Maka seorang muslim dituntut kejeliannya dalam
memutuskan perkara semacam ini serta menerangkannya kepada umat.
2. Fardlu kifayah
Yaitu ilmu yang wajib dipelajari dan dijaga oleh sebagian kaum muslimin. Apabila
sebagian di antara kaum muslimin telah mengerjakannya dengan jumlah yang
mencukupi, maka gugurlah kewajiban untuk mempelajarinya bagi kaum muslimin yang
lain. Contohnya adalah ilmu-ilmu yang membahas cabang-cabang ilmu dien secara
detail dan rinci seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu faroidz dll.
B. Ilmu Dunia/Kauniy
Yaitu segala ilmu yang bisa mendatangkan maslahat dunia dan kehidupan seperti ilmu
kedokteran, ilmu hisab, ilmu falak, ilmu perang, perdagangan dll. Hukumnya fardlu
kifayah.
Imam Abu Bakar Jabir al Jaza`iri menjelaskan bahwa hukum mempelajari ilmu dunia
hukumnya adalah mubah. Hukum pembolehan ini merupakan hukum asal, di mana asal
segala sesuatu itu adalah boleh sampai datangnya dalil yang mengharamkannya atau
mewajibkannya.
Lebih lanjut Imam al Jaza`iri menjelaskan, secara otomatis mempelajari dan mengetahui
ilmu-ilmu semacam itu sangat dianjurkan mengingat manfaatnya yang banyak. Hal ini
-
9
juga sejalan dengan hadits Nabi saw yang menyebutkan, "Sebaik-baik manusia adalah
orang yang paling bermanfaat bagi manusia yang lainnya".
Pada akhir zaman kelak ilmu akan diangkat dan diambil, lalu timbul kebodohan dan
berbagai fitnah
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Di antara tanda-tanda hari kiamat ialah diangkatnya ilmu,
munculnya kebodohan, banyak yang meminum arak, dan timbulnya perzinaan yang
dilakukan secara terang-terangan. (HR Muslim)
Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya menjelang terjadinya hari kiamat terdapat
beberapa hari di mana pada hari-hari itu ilmu akan diangkat, diturunkan kebodohan dan
banyak terjadi peristiwa pembunuhan. (HR Muslim)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Hari kiamat semakin mendekat, ilmu akan dicabut, fitnah
akan banyak muncul, sifat kikir akan merajalela dan banyak terjadi haraj. Para sahabat
bertanya: Apakah haraj itu? Rasulullah saw. menjawab: Yaitu pembunuhan. (HR
Muslim)
Hadis riwayat Abdullah bin Amru bin Ash ra., ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak mengambil
ilmu dengan cara mencabutnya begitu saja dari manusia, akan tetapi Allah akan
mengambil ilmu dengan cara mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak
meninggalkan seorang ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang
bodoh yang apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu lalu
mereka pun sesat serta menyesatkan. (HR Muslim)
4. Ketika Iblis diusir dari surga oleh Allah
-
10
30. Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, 31. Kecuali iblis. ia
enggan ikut bersama-sama (malaikat) yang sujud itu. 32. Allah berfirman: "Hai iblis, apa
sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?" 33. Berkata Iblis:
"Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau Telah menciptakannya dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk" 34. Allah berfirman:
"Keluarlah dari surga, Karena Sesungguhnya kamu terkutuk, 35. Dan Sesungguhnya kutukan
itu tetap menimpamu sampai hari kiamat". 36. Berkata Iblis: "Ya Tuhanku, (kalau begitu)
Maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan[797]
, 37. Allah
berfirman: "(Kalau begitu) Maka Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi
tangguh, 38. Sampai hari (suatu) waktu yang Telah ditentukan[798]
, 39. Iblis berkata: "Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan
mereka semuanya, 40. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis[799] di antara mereka".
41. Allah berfirman: "Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya)[800].
42. Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali
orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. 43. Dan Sesungguhnya
Jahannam itu benar-benar tempat yang Telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut
syaitan) semuanya. (Al Hijr ayat 30-43)
[797] maksudnya Iblis memohon agar dia tidak diazab dari sekarang melainkan diberikan kebebasan hidup
sampai hari berbangkit.
[798] yakni waktu tiupan pertama tanda permulaan hari kiamat.
[799] yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang Telah diberi taufiq untuk mentaati segala
petunjuk dan perintah Allah s.w.t.
[800] maksudnya pemberian taufiq dari Allah s.w.t. untuk mentaati-Nya, sehingga seseorang terlepas dari tipu
daya syaitan mengikuti jalan yang lurus yang dijaga Allah s.w.t. jadi sesat atau tidaknya seseorang adalah Allah
yang menentukan.
Untuk mencapai gelar mukhlisin ada tahapan yang harus dilalui oleh hamba Allah yaitu:
a. Muslimin
MUSLIM, (akar katanya,Islam/salima artinya damai, selamat, sejahtera ). Muslim adalah
orang yang beragama Islam. Menunjukkan orang yang menyerah diri/tunduk kepada Allah
swt. Seorang manusia yang telah menerima dan mengikrarakan Islam sebagai agamanya
dengan mengucapkan kalimah syahadah. Artinya, orang ini percaya sudah menerima
segala kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang telah digariskan oleh Islam.
Wahai Tuhan kami! Jadikanlah kami berdua: Orang-orang Islam (yang berserah diri)
kepadaMu dan jadikanlah daripada keturunan kami: Umat Islam (yang berserah diri)
kepadamu dan tunjukkanlah kepada kami syariat dan cara-cara ibadat kami dan terimalah
taubat kami, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani.
[al-Baqarah : 128]
b. Mukminin
-
11
MUKMIN ( akar kata Iman artinya percaya , Amanah artinya orang dapat diberi
kepercayaan ), adalah orang mengatakan keimanan dengan lidah , diyakini dengan hati dan
dikerjakan dengan perbuatan (mengamalkan rukun Iman 6). Mukminin berarti orang Islam
yang beriman dan bertawakal hanya kepada Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itulah sebaik-baik
makhluk. [al-Bayyinah : 7]
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang Telah ditetapkan
Allah untuk kami. dialah pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal." (At-Taubah ayat 51)
c. Muttaqin
Muttaqin ( akar kata taqwa : takut ), secara istilah adalah : adalah orang melaksanakan
perintah Allah secara sempurna, dan menjauhkan larangan Allah. Muttaqin berarti orang
Islam yang bertakwa. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat ayat yang menjelaskan sifat
orang bertakwa.
2. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa, 3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. (Al Baqarah
ayat 2-3)
d. Muhsinin
MUKHSIN ( dari kata , Ikhsan artinya : baik )adalah orang tingkatan Muslim + Mukmin,
artinya orang tersebut tidak beriman saja , tapi sebagaimana Hadits Nabi SAW, yaitu :
Dia beribadah kepada Allah seakan akan melihat-Nya, tapi apabila dia tidak melihat-Nya,
sesungguhnya Allah melihat dia. Jadi muhsinin berarti orang Islam yang beriman dan
bertakwa yang selalu berbuat kebaikan (ihsan) kapanpun dan dimanapun dia berada.
Golongan ini tidak hanya menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh
larangan Allah tapi mereka selalu "berbuat baik" ( Ihsan ) kapan saja dan dimana saja
karena mereka selalu merasakan kehadiran Allah dimana saja dan kapan saja.
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan dialah yang Maha halus lagi Maha Mengetahui. (Al-Anam 103)
Mereka sadar Allah Maha Halus dapat menembus hati, pikiran, dan jiwa kita semua dan
karenanya dapat persis memahami, merasakan, mengetahui 100% segala apa yang terlintas
dalam hati, pikiran dan jiwa kita. Karena itu golongan Muhsinin ini jangankan berbuat
-
12
ataupun berkata yang tidak baik, berpikir atau berniat yang tidak baik saja takkan terlintas
dalam hati dan pikiran mereka. Mereka selalu merasakan kehadiran-Nya.
e. Mukhlisin
MUKHLISH (dari Ikhlas) adalah orang beribadah kepada Allah, hanya mengaharapkan
ridho-Nya, contoh seperti orang besedekah dengan tangan kanannya, maka tangan
kirinyapun tidak tahu. Mukhlis maksudnya adalah orang-orang yang ikhlas dalam
menjalankan ibadah. Perlu disadari bahwa segala ibadah dan nilai-nilai kebaikan yang
dilaksanakan harus didasari dengan keikhlasan kepada Allah. Sebab Allah tidak akan
menerima ibadah orang-orang yang tidak ikhlas.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (Al
Bayyinah ayat 5)
Golongan muslim ini beribadah dan beramal saleh sudah tidak lagi karena harap surga atau
takut masuk neraka tapi semata-mata ikhlas karena Allah.
5. Mempertahankan Iman penuh dengan perjuangan yang tidak mudah karena ada lawan yang
bisa meruntuhkannya setiap saat yaitu dari dalam diri dan dari luar
a. Faktor Internal (dari dalam diri manusia)
Pertama: Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar berkurangnya iman, sebagaimana
ilmu adalah sebab terbesar bertambahnya iman.
Kedua: Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah
salah satu sebab penting berkurangnya iman.
Ketiga: Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan
dan memiliki pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah
Taala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah Taala
mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat,
kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan oleh Ibnul
Qayyim rahimahullah dalam ungkapan beliau, Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan
kemaksiatan bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun bertingkat-
tingkat.
Keempat: Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammaratu bissu). Inilah
nafsu yang ada pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan
kebinasaan, sebagaimana Allah Taala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz ,
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (Qs Yusuf: 53)
-
13
Nafsu ini menyeret manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga
wajib bagi kita berlindung kepada Allah Taala darinya dan berusaha bermuhasabah
sebelum beramal dan setelahnya.
b. Faktor Eksternal (dari luar manusia)
Pertama: Syeitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal
yang mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia. 2. raja manusia. 3. sembahan manusia. 4. dari kejahatan (bisikan) syaitan
yang biasa bersembunyi, 5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, 6.
dari (golongan) jin dan manusia.
Kedua: Dunia dan fitnah (godaan)nya. Menyibukkan diri dengan dunia dan
perhiasannya termasuk sebab yang dapat mengurangi iman. Sebab semakin semangat
manusia memiliki dunia dan semakin menginginkannya, maka semakin memberatkan
dirinya berbuat ketaatan dan mencari kebahagian akherat.
Ketiga: Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang
sangat berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi
shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda
beliau,
Seorang itu berada di atas agama kekasihnya (teman dekatnya), maka hendaknya
salah seorang kalian melihat siapa yang menjadi kekasihnya.
Demikianlah perkara yang harus diperhatikan dalam iman, mudah-mudahan hal ini dapat
menggerakkan kita untuk lebih mengokohkan iman dan menyempurnakannya.
6. Sebaik-baik Manusia
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdillah bin amr bin Al Ash radhiallahu anhuma
disebutkan : Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.
Akhlak berasal dari kata akhlaq yang merupakan jama dari khulqu dari bahasa Arab
yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia
atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak
yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri
dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat
adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup
bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan
berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat
diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala
-
14
perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah
Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang maruf dan menjauhi yang munkar,
seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya Kamu adalah umat yang terbaik
untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman
kepada Allah
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki,
sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati
yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi
orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya
sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia
samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah
Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai
kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb
tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai
dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf
dan bertaubat)".
7. Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah islamiyah merupakan persaudaraan yang terbentuk oleh suatu ikatan yang
mengalahkan ikatan atas dasar darah dan keturunan, yaitu ikatan hati atas dasar akidah
Islamiyah, keimanan dan taqwa.
dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(Ali Imran 103)
a. Syarat terbentuknya ukhuwah islamiyah
1. Ikhlas karena Allah Semata
Ukhuwah islamiyah akan terlaksana jika orang-orang yang terlibat di dalamnya mampu
membebaskan dirinya dari kepentingan dan keuntungan pribadi. Mereka berukhuwah
atas dasar semata-mata karena Allah. Jika ukhuwah ini berlandaskan semata-mata
karena Allah swt., maka akan memberikan dampak positif yang keberadaannya dapat
dirasakan masyarakat.
2. Harus Disertai Iman dan Takwa
-
15
Ukhuwah islamiyah tidak mungkin akan terwujud kecuali seorang muslim memilih
sahabat-sahabatnya yang mukmin dan mengambil teman-temannya yang paling beriman
dan bertakwa. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara (AJ-Hujurat: 10)
Teman-teman dekat pada hari itu sebagiannya musuh bagi sebagian yang lain, kecuali
yang bertakwa. (Az-Zukhruf: 67)
Abu Said Al-Khudri mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, Janganlah kamu
berteman melainkan orang mukmin dan janganlah makan makananmu melainkan orang
yang bertakwa. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim, hadits
shahih)
Jika ukhuwah islamiyah ini terdiri atas orang-orang beriman dan bertakwa, maka
ikatannya akan kukuh dan kuat, tidak mungkin tergoyahkan oleh apapun dan siapapun,
walau badai fitnah dan angkara murka mengguncangnya.
3. Harus Iltizam (Komitmen) dengan Manhaj Islam
Keiltizaman ukhuwah dengan manhaj Islam akan dapat terwujud jika dua orang atau
pihak yang saling bersaudara berjanji setia untuk berhukum dengan hukum Allah swt.
dan mengembalikan segala persoalan kepada petunjuk Nabi Muhammad SAW.
Hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi Muhammad saw. dalam hadits yang menjelaskan
tentang dua orang yang saling mencintai dan berpisah karena Allah. Keduanya berjanji
berkumpul untuk berpegang teguh kepada syariat Allah dan berpisah dalam keadaan
tetap mengamalkan syariat Allah.
Oleh karena itu, bila dua orang Sahabat Rasulullah SAW berjumpa, mereka tidak akan
berpisah kecuali satu diantara mereka telah membaca surat Al-Ashr, kemudian saling
mengucapkan salam. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya berjanji setia melaksanakan
manhaj Islam dalam hidupnya. Mereka berjanji setia atas dasar iman dan amal shalih
untuk saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran serta berjanji setia akan selalu
menegakkan Islam serta beriltizam penuh dengan Al-Quran dan seluruh prinsip Al-
Quran, baik keyakinan hatinya, ucapan lisan, dan amal fisiknya.
4. Tegak Berasas Nasihat karena Allah
Seorang muslim harus menjadi cermin saudara muslim lainnya. Jika salah seorang
muslim melihat saudaranya berbuat baik, ia memberi semangat agar terus meningkatkan
amal kebaikannya. Akan tetapi, jika ia melihat saudaranya mengerjakan sesuatu yang
kurang sempurna, ia akan menasihatinya dengan cara yang baik, -secara diam-diam- dan
menganjurkan agar ia bertaubat kepada Allah agar kembali ke petunjuk Dinul Haq.
Dengan demikain, terjadilah tolong-menolong yang penuh keutamaan, dan jauh dari
kenistaan.
Jelaslah bahwa salah satu konsekuensi iman adalah menjauhkan dan memutuskan
hubungan dengan orang-orang yang terus-menerus dalam kekufuran serta memusuhi
Allah dan Rasul-Nya. Di pihak lain, Islam menempatkan ikatan ukhuwah islamiyah di
atas semua ikatan, dan menempatkan persaudaraan aqidah Rabbaniyah berada di atas
segala persaudaraan. Oleh karena itu, prinsip Islam yang tetap dan tidak berubah-ubah
adalah, Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah bersaudara.
-
16
5. Setia dalam kesenangan dan kesusahan
Rasa kesetiaan dan tolong-menolong saat susah dan senang tidak akan terwujud jika
dikalangan mereka tidak tumbuh rasa sependeritaan dan sepenanggungan. Oleh karena
itu, jika Islam mewajibkan berbuat tolong-menolong sesama muslim, sudah tentu
tolong-menolong tersebut berada dijalan Allah. Karena pada hakikatnya, dua orang
yang bersaudara di jalan Allah telah mengikat janji setia untuk selalu berpegang dengan
manhaj Islam, baik perkataan maupun perbuatannya. Mereka berjanji untuk
melaksanakan Islam secara utuh dan konsekuen, tidak boleh melakukan penyimpangan
sedikitpun dari garis-garis Islam. Allah berfirman:
Hendaklah kamu tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa (Al-Maidah: 2)
Rasulullah juga bersabda: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia mencintai
saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari Muslim dari Anas)
Orang-orang yang bersaudara karena Allah, mengutamakan pelaksanaan prinsip syariat
dan iltizam yang penuh dengan sistem Islam. Ringkasnya, dalam upaya membangun
tegaknya ukhuwah islamiyah persyaratan-persyaratan di atas harus dipenuhi. Apabila
persyaratan di atas terpenuhi, maka ukhuwah akan tangguh dan tegar. Ukhuwah tidak
akan terpengaruh oleh badai dan topan yang menerpanya. Ukhuwah akan menjadi
kokoh seperti gunung, bersinar terang seperti matahari, dan selalu ceria seperti pagi
yang cerah.
b. Tahapan terbentuknya Ukhuwah Islamiyah
1. Taaruf (Perkenalan)
Tahapan pertama dimana seorang muslim baru mengenal saudaranya. Pada tahap ini
umumnya seorang muslim berudaha lebih mengenal sifat, penampilan, dan pemikiran
saudaranya.
2. Tafahum (Memahami)
Setelah perkenalan, seorang muslim berudaha untuk memahami kebiasaan, kesukaan,
karakter, ciri khas individu dan juga cara berpikir saudaranya. Dengan demikian
perasaan-perasaan seperti tidak enak, tidak cocok, dan lain sebagainya dapat
dieliminasi dalam rangka saling menasehati. Bila hati telah terpaut dan jiwa telah
terpadu, barulah persaudaraan seseorang dengan yang lainnya bisa berjalan mulus,
bersih dan penuh rasa kasih. Hati manusia hanya bisa disatukan secara murni dan
bersih apabila bermuara pada satu simpul ikatan yang fitrah. Simpul tali itu adalah
aqidah. Inilah satu-satunya dasar berpijak, bertemu dan pengikat yang utuh dan abadi
(QS. Ali Imran : 103).
3. Taawun (Tolong-menolong)
Setelah seorang muslim mengenal dan memahami saudaranya, saat saudaranya
ditimpa kesusahan, seorang muslim akan berusaha untuk membantu. Didalam tahapan
ukhuwah tertinggi, terdapat sebuah sifat, itsar, dimana seorang muslim senantiasa
mementingkan orang lain lebih dari diri sendiri. Itsar sendiri adalah salah satu manfaat
diniyah (manfaat keagamaan) yang terwujud dalam ukhuwah islamiyah. Dalam rangka
menggapai mardhatillah semata, seorang muslim bersedia berkorban mendahulukan
kepentingan orang lain di atas dirinya sendiri.
-
17
Keutamaan orang yang berbuat itsar di dunia ia akan dicintai oleh orang-orang yang
pernah merasakan kebaikannya dan mempererat ukhuwah serta di akhirat nanti akan
mendapatkan mimbar terbuat dari cahaya, naungan dan lindungan Allah Taala serta
Al-Jannah (surga).
4. Takaful (Saling menanggung beban)
Tahap ini merupakan muara dari proses ukhuwah Islamiyyah, yaitu terletak pada
timbulnya rasa senasib dan sepenanggungan, suka maupun duka, dalam tiap langkah
kerja. Bila fase takaful ini terwujud, maka ikatan ukhuwah Islamiyyah pun terbentuk
dengan utuh