tugas asistensi agama islam

Upload: raurus

Post on 14-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengabdian yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah bertauhid kepadanya, yakni bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Jin dan manusia wajib mengesakan Allah dalam segala situasi dan kondisi, baik dalam keadaan suka maupun duka.Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran Islam. Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada manusia yang taat dan patuh kepada Allah dan rasulnya, serta berjihad dijalannya. Taat kepada Allah dibuktikan dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Taat kepada rasul berarti bersedia menjalankan sunah-sunahnya. Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari kegelisahan dan kesengsaraan batin. Sedangkan di akhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhan mu dengan hati yang puas lagi diridhainya. Maka masuklah dalam jamaah hamba-hambaku. Dan masuklah ke dalam surgaku.” (QS Al Fajr : 27-30)

TRANSCRIPT

  • 1

    TUGAS ASISTENSI AGAMA ISLAM

    1. Peranan Manusia di Dunia

    Manusia dijadikan oleh Allah bukan secara sia-sia dan main-main bahkan, mempunyai

    peranan dan tugas yang tertentu. Firman Allah SWT:

    Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-

    main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?(Al muminun ayat 115)

    Manusia diciptakan Allah mempunyai 2 tugas utama yaitu :

    a. Manusia Sebagai hamba Allah yang senantiasa beribadah kepada-Nya

    Jin dan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT mempunyai tugas pokok di muka

    bumi, yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam surat

    Adz-Dzariyat ayat 56

    Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-

    Ku. (Adz-Dzariyat ayat 56)

    Pengabdian yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah bertauhid kepadanya, yakni

    bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Jin dan manusia wajib mengesakan Allah dalam

    segala situasi dan kondisi, baik dalam keadaan suka maupun duka.

    Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah.

    Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah

    memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa

    yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan

    ajaran Islam. Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada manusia yang taat dan patuh

    kepada Allah dan rasulnya, serta berjihad dijalannya. Taat kepada Allah dibuktikan

    dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Taat kepada rasul

    berarti bersedia menjalankan sunah-sunahnya. Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah

    untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah

    adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari kegelisahan dan

    kesengsaraan batin. Sedangkan di akhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan

    dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Sebagaimana

    firman Allah SWT yang artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhan mu

    dengan hati yang puas lagi diridhainya. Maka masuklah dalam jamaah hamba-hambaku.

    Dan masuklah ke dalam surgaku. (QS Al Fajr : 27-30)

    b. Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi

    Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan manusia untuk menjadi

    khalifah atau wakil-Nya di bumi. Dengan ini manusia berkewajiban menegakkan

    kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta

    penyelewengan dan penyimpangan dari jalan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam

    surat Al Baqarah ayat 30

  • 2

    Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak

    menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak

    menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

    menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

    mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak

    kamu ketahui." (Al Baqarah ayat 30)

    Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan

    penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama,

    memakmurkan bumi (al imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan

    yang datang dari pihak manapun (ar riayah).

    1. Memakmurkan Bumi

    Manusia mempunyai kewajiban kolektif yang dibebankan Allah SWT. Manusia harus

    mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Maka

    sepatutnyalah hasil eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap

    menjaga kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan

    eksplorasi itu.

    2. Memelihara Bumi

    Memelihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak

    manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan

    jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat. Karena

    sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam. Oleh karena itu,

    hal semacam itu perlu dihindari.

    Allah menciptakan alam semesta ini tidak sia-sia. Penciptaan manusia mempunyai

    tujuan yang jelas, yakni dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur) bumi.

    Maksudnya, manusia diciptakan oleh Allah agar memakmurkan kehidupan di bumi

    sesuai dengan petunjukNya. Petunjuk yang dimaksud adalah agama (Islam).

    Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu kita akan menjalankan

    fungsi sebagai khalifah di muka bumi dengan tidak melakukan pengrusakan terhadap

    Alam yang diciptakan oleh Allah SWT karena sesungguhnya Allah tidak menyukai

    orang-orang yang berbuat kerusakan. Seperti firmannya dalam surat Al Qashash ayat

    77 yang artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

    (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari

    (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah

    telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)

    bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS

    AL Qashash : 7)

  • 3

    2. Mahabbatullah (Cinta kepada Allah)

    Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,

    harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan

    tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari

    berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan

    Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At Taubah ayat 24)

    Untuk memperjelas deskripsi tentang mahabbatullah (cinta Allah) Ibnu Qayyim Al Jauziyah

    memberikan komentar demikian: Mahabbatullah ibarat pohon dalam hati, akarnya adalah

    merendahklan diri di hadapan Dzat yang dicintainya, bentengnya pelindung adalah makrifah

    kepada-Nya, rantingnya adalah rasa takut kepada siksa-Nya, daun-daunnya adalah rasa

    malu kepada-Nya, sedangkan air yang menyuburkannya adalah dzikir kepada-Nya setiap

    saat. Jika amalan-amalan tersebut berkurang, akan berkurang pula nilai mahabbatullah

    seseorang (Raudhatul Muhibbin, Darush Shofa: 409)

    Hakikat Cinta

    oleh Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi

    Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam lahiriah. Apabila cinta

    tersebut sesuai dengan apa yg diridhai Allah maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebalik

    jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas

    bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkan akan menjatuhkan kita ke

    dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.

    Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak

    dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3 /22) berkata: 'Sebagian salaf

    mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan

    ayat ujian kepada mereka: 'Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku,

    niscaya Allah akan mencintai kalian.' (Ali 'Imran: 31)

    Mereka (sebagian salaf) berkata: '(firman Allah) 'Niscaya Allah akan mencintai kalian',

    ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan

    tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah, faidah dan buahnya adalah

    kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah maka kecintaan

    Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.'

    Macam-macam cinta dalam Islam

    Asy- Syaikh Muhammad bin 'Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi

    Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:

    a. Cinta Ibadah.

    Yaitu mencintai Allah dan apa- apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits

    berikut :

  • 4

    'Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah

    dalam hatimu.' (Al-Hujurat: 7)

    'Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.' (Al- Baqarah: 165)

    'Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan

    merekapun mencintai-Nya.' (Al-Maidah: 54)

    Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik:

    Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan

    mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai

    daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia

    mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada

    kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci

    untuk dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)

    b. Cinta Syirik.

    Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah berfirman: Dan di antara manusia

    ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka

    mencintai tandingan- tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah. (Al-

    Baqarah: 165)

    c. Cinta Maksiat

    Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan

    Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah berfirman: Dan

    kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat. (Al-Fajr: 20)

    d. Cinta Tabiat.

    Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan

    namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah berfirman: Ketika mereka (saudara-

    saudara Yusuf 'alaihis salam) berkata: 'Yusuf dan adiknya (Bunyamin) lebih dicintai

    oleh bapak kita daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat).

    Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata (Yusuf: 8)

    Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah

    sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta

    maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda

    tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta

    tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.

    Tingkatan Cinta

    Menurut Ibnu Qayyim dalam bukunya yang berjudul "Taman Orang-orang Jatuh Cinta

    dan Memendam Rindu" ada enam tingkatan cinta yaitu:

    a. Peringkat pertama adalah Tatayyum, tingkatan cinta yang paling tinggi dan

    merupakan hak Allah SWT, "Dan diantara manusia ada orang-orang yang

    menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana

    mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya

    kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106]

    mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu

    kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya

    mereka menyesal)." (Qs. Al Baqarah:65). [106]

    Yang dimaksud dengan orang yang

    zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah. Allahlah yang paling

    utama tiada tandingan tak ada bandingan. Posisinya tidak boleh digeser menjadi

    nomer dua atau bahkan tiga. Cinta kita kepada-Nya harus menjadi puncak dari segala

    cinta yang kita miliki.

  • 5

    b. Peringkat kedua adalah 'Isyk yang hanya merupakan hak Rasulullah SAW. Cinta

    yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya,

    mencontohnya, dll. Namun, bukan untuk menghambakan diri kepadanya. Kita

    mencintai Rasulullah dengan segenap konsekuensinya. Kita akan dengan bangga

    menjalankan sunnah-sunnahnya dan mengikuti petunjuknya dalam mengamalkan

    agama ini. Kita juga akan mencintai kehidupannya yang luhur dan penuh amal

    shalih. Kita rindu berjumpa dengannya karena kemuliaan yang ada pada diri beliau.

    Namun, kecintaan kita bukanlah menuntut pada diri beliau. Namun, kecintaan kita

    bukanlah menuntut sebuah penghambaan. Kecintaan menuntut sebuah amal yang

    bisa meneladani akhlaknya. Cinta kita kepada Rasulullah mendorong kita untuk

    membela agama ini dengan kekuatan yang kita miliki. Demikian juga membela

    sunnahnya bila sunnahnya diinjak-injak oleh orang lain. Katakanlah: "Jika kamu

    (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan

    mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Ali

    Imran:31)

    c. Peringkat ketiga adalah Syauq yaitu cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya.

    Antara suami isteri, antara orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah

    wa rahmah. Seorang suami harus mencintai isterinya dengan sepenuh hati. Demikian

    pula si isteri harus memberi cintanya kepada suaminya. Cinta yang tumbuh pada diri

    mereka akan menambah ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Hidup akan lengkap,

    karena saling mengerti dan memahami. Manakala terjadi konflik atau perbedaan

    pendapat, akan mudah diselesaikan karena aspek cinta mereka yang begitu besar.

    Kadang boleh saja emosi meninggi, namun ia akan menjadi redam ketika cinta

    menjadi pertimbangan utama. Seorang ayah yang begitu perhatian kepada anaknya,

    mencurahkan cintanya kepada buah hatinya. Dia menyayangi nya dan rela bekerja

    siang dan malam untuk anak-anaknya. Selain karena ibadah kepada-Nya, dia

    melakukannya juga karena cinta.

    d. Peringkat ke empat adalah Shababah yaitu cinta sesama muslim yang melahirka

    ukhuwah Islamiyah. Cinta ini menuntut sebuah kesabaran untuk menerima perbedaan

    dan melihatnya sebagai sebuah hikmah yang berharga. Seperti kita ketahui saat ini

    sedikit perbedaan saja seringkali menimbulkan perpecahan. Berbeda takbiratul

    ihram, berbeda gerakan shalat, berbeda hari Idul Fitri atau Idul Adha kadang tidak

    disikapi secara dewasa. Sehingga masalah pun muncul dan membuat jurang pemisah

    yang teramat dalam antar pengikutnya. Belum lagi kalau kita lihat betapa banyaknya

    kelompok harakah Islamiyah yang bermunculan. Bila cinta ini ada, insya Allah

    segala perbedaan bisa disinergiskan. Tidak semua perbedaan harus dipaksa sama,

    tapi kadang hanya membutuhkan sedikit pengertian saja. Cinta ini harus

    dimunculkan sebagai sebentuk upaya untuk menciptakan kenyamanan hubungan

    dalam tubuh umat Islam.

    e. Peringkat kelima 'Ithf (simpati) yang ditujukan kepada sesama manusia. Rasa

    simpati ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, termasuk pula

    di dalamnya adalah berdakwah. Rasa ini seringkali muncul bila sisi kemanusian kita

    tersentuh. Di saat melhiat seorang anak kecil di sebuah gubuk dengan wajah penuh

    penderitaan, atau saat melihat korban musibah bencana alam berjatuhan, tentu saja

    mengetuk kepedulian kita yang terdalam. Sisi kemanusiaan kita menjadi tersentuh

    dan ingin menitikkan air mata. Hati kita tidak tega melihat sebuah penderitaan yang

    tak kunjung berakhir. Inilah bentuk simpati yang muncul dari hati yang paling dalam.

  • 6

    f. Peringkat ke-6 adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta atau

    keinginan selain kepada manusia:harta benda. Namun, seringkali keinginan ini

    sebatas intifa' (pendayagunaan/pemanfaatan). Cinta jenis ini pula yang sering

    menggelincirkan manusia. Karena sifat harta memang selalu melenakan. Namun, bila

    kita cerdas, banyaknya harta benda seharusnya tidak menjadikan kita terlena.

    Sebaliknya, ia hanya menjadi sarana untuk meraih cinta yang sebenarnya yaitu cinta

    kepada Allah ta'ala.

    3. Hakikat Ilmu

    Barangsiapa menginginkan kebahagiaan dunia maka ia harus mencapainya dengan ilmu;

    barangsiapa menginginkan kebahagiaan akhirat maka ia harus mncapainya dengan ilmu,

    dan barangsiapa menginginkan kebahagiaan kedua-duanya maka ia harus mencapainya

    dengan ilmu. [HR. Thabarani]

    Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari alima yalamu yang

    berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata

    science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science

    umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun

    secara konseptual mengacu pada makna yang sama.

    Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut

    metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu

    dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

    Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari

    banyaknya ayat AL quran yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan

    mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus

    menuntut ilmu. Di dalam Al quran , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari

    780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL quran sangat

    kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting

    dari agama Islam sebagaimana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9(1995;; 39) sebagai

    berikut ;

    Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya

    terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al sunah mengajak kaum muslim untuk

    mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang

    berpengetahuan pada derajat tinggi

    ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;an surat AL Mujadalah ayat 11 yang artinya:

    ALLAH meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara

    kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan).dan ALLAH maha

    mengetahui apa yang kamu kerjakan

    ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi

    memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi

    pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar

    betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah.

    Disamping ayat ayat Quran yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa,

    AL quran juga mendorong umat islam untuk berdoa agar ditambahi ilmu, seprti tercantum

    dalam AL quran surat Thaha ayat 114 yang artinya dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah

  • 7

    kepadaku ilmu penggetahuan . dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu

    wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekankan

    pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan

    yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artuinya:

    bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan Kamu

    dari segummpal darah . Bacalah,dan tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar

    (manusia ) dengan perantara kala. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak

    diketahui.

    Ilmu Dien dan Ilmu Dunia

    Dari Anas Radliyallahu 'anhu dan dari Aisyah Radliyallahu 'anhuma berkata:

    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Untuk urusan dunia, maka kalian

    lebih mengetahui. Sedang untuk urusan dien, maka kembalikanlah kepadaku.(HR Ibnu

    Majah)

    A. Ilmu Din/Syari

    1. Fardlu ayyin

    Yaitu ilmu-ilmu pokok yang menjadi penentu keabsahan aqidah dan ibadah seseorang,

    seperti rukun Islam dan rukun imam.

    Imam An Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu-

    ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap mukallaf (muslim yang telah aqil baligh). Dimana

    seorang mukallaf tidak akan bisa mengerjakan kewajiban syar`i yang fardhu `ain

    melainkan dengan mempelajari ilmu tersebut

    Imam Syafi`i memaknai ilmu yang fardhu `ain, adalah Ilmu yang umum, yaitu ilmu yang

    tidak boleh bagi seseorang yang telah akil baligh dan tidak lemah akalnya untuk tidak

    mengetahuinya seperti sholat lima waktu, dan Allah mewajibkan atas manusia untuk

    berpuasa di bulan romadhon, haji ke baitullah bagi mereka yang mampu melaksanakannya,

    menzakati harta mereka....."

    Para ulama membagi ilmu syar`i yang fardhu `ain menjadi 3 bagian:

    i. Ilmu yang wajib dipelajari setiap mukallaf di setiap waktu dan tempat. Di antaranya

    adalah;

    Mengetahui rukun-rukun Islam.

    Mengetahui rukun-rukun Iman yang enam.

    Mengetahui macam-macam tauhid.

    Mengetahui Nawaaqidhul Islam (perkara-perkara yang mem-batalkan keislaman).

    Mengetahui ibadah-ibadah hati yang wajib.

    Mengetahui hukum-hukum thoharoh.

    Menghafal surat al Fatihah.

    Mengetahui hukum-hukum sholat.

    Mengetahui hukum zakat.

    Mengetahui hukum-hukum puasa.

    Mengetahui hukum-hukum haji.

    Mengetahui hukum-hukum jihad.

    Mengetahui kewajiban-kewajiban dan adab-adab yang fardhu `ain, seperti; birrul

    walidain, menjaga hak-hak tetangga, memuliakan tamu, wajib taat kepada ulil amri,

    tentang amar ma`ruf dll.

  • 8

    Mengetahui perkara-perkara yang diharamkan, seperti; mak-siat yang dilakukan oleh

    hati, dosa-dosa besar, maksiat-maksiat mulut, maksiat pandangan, maksiat

    pendengaran, larangan dalam minuman dan larangan dadlamhal pakaian.

    Mengetahui wajibnya tauhid.

    ii. Ilmu ini hanya wajib diketahui oleh sebagian mukallaf, tidak kesemuanya. Boleh jadi ia

    menjadi wajib bagi seseorang di suatu waktu, tapi di waktu yang lain tidak.Sebagai

    contoh, setiap orang yang terkena kewajiban syar`i (seperti zakat dan haji) dan setiap

    orang yang menerjunkan diri dalam perkara-perkara yang mubah (seperti dagang dan

    nikah), maka dia wajib mempelajari hukum-hukumnya, karena ilmu harus ada sebelum

    adanya perkataan dan perbuatan.

    Tentang ilmu ini, Ibnu Hazm mengatakan "Wajib bagi setiap pemilik harta untuk

    mempelajari hukum zakat yang menjadi kewajibannya, sama saja apakah ia laki-laki

    atau perempuan, merdeka atau budak. Dan bagi mereka yang tidak mempunyai harta

    maka tidak wajib mempelajarinya. Demikian juga bagi orang yang telah terkena

    kewajiban haji, maka ia wajib mempela-jarinya".

    Dan masuk dalam kategori ini juga adalah orang yang hidup di negeri yang banyak

    tersebar kelompok-kelompok sesat (seperti Syi`ah, Qodianisme, Baha`isme dll), maka ia

    wajib mempelajari ilmu-ilmu yang bisa membentengi imannya dari hal tersebut.

    iii. Nawazil

    Menurut Imam Nawawi nawazil adalah "Sesuatu yang jarang terjadinya". Menurut

    Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Azis, contoh dalam perkara nawazil adalah ajakan untuk

    mengikuti paham demokrasi dan konsekwensi logisnya berupa pendirian-pendirian

    partai-partai politik dan parlemen-parlemen legislatif. Selain itu adalah pencalonan

    wakil dan pemilihannya. Ini semua adalah tergolong syirik akbar dan setiap muslim

    tidak boleh terlibat di dalamnya. Maka seorang muslim dituntut kejeliannya dalam

    memutuskan perkara semacam ini serta menerangkannya kepada umat.

    2. Fardlu kifayah

    Yaitu ilmu yang wajib dipelajari dan dijaga oleh sebagian kaum muslimin. Apabila

    sebagian di antara kaum muslimin telah mengerjakannya dengan jumlah yang

    mencukupi, maka gugurlah kewajiban untuk mempelajarinya bagi kaum muslimin yang

    lain. Contohnya adalah ilmu-ilmu yang membahas cabang-cabang ilmu dien secara

    detail dan rinci seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu faroidz dll.

    B. Ilmu Dunia/Kauniy

    Yaitu segala ilmu yang bisa mendatangkan maslahat dunia dan kehidupan seperti ilmu

    kedokteran, ilmu hisab, ilmu falak, ilmu perang, perdagangan dll. Hukumnya fardlu

    kifayah.

    Imam Abu Bakar Jabir al Jaza`iri menjelaskan bahwa hukum mempelajari ilmu dunia

    hukumnya adalah mubah. Hukum pembolehan ini merupakan hukum asal, di mana asal

    segala sesuatu itu adalah boleh sampai datangnya dalil yang mengharamkannya atau

    mewajibkannya.

    Lebih lanjut Imam al Jaza`iri menjelaskan, secara otomatis mempelajari dan mengetahui

    ilmu-ilmu semacam itu sangat dianjurkan mengingat manfaatnya yang banyak. Hal ini

  • 9

    juga sejalan dengan hadits Nabi saw yang menyebutkan, "Sebaik-baik manusia adalah

    orang yang paling bermanfaat bagi manusia yang lainnya".

    Pada akhir zaman kelak ilmu akan diangkat dan diambil, lalu timbul kebodohan dan

    berbagai fitnah

    Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:

    Rasulullah saw. bersabda: Di antara tanda-tanda hari kiamat ialah diangkatnya ilmu,

    munculnya kebodohan, banyak yang meminum arak, dan timbulnya perzinaan yang

    dilakukan secara terang-terangan. (HR Muslim)

    Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:

    Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya menjelang terjadinya hari kiamat terdapat

    beberapa hari di mana pada hari-hari itu ilmu akan diangkat, diturunkan kebodohan dan

    banyak terjadi peristiwa pembunuhan. (HR Muslim)

    Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

    Rasulullah saw. bersabda: Hari kiamat semakin mendekat, ilmu akan dicabut, fitnah

    akan banyak muncul, sifat kikir akan merajalela dan banyak terjadi haraj. Para sahabat

    bertanya: Apakah haraj itu? Rasulullah saw. menjawab: Yaitu pembunuhan. (HR

    Muslim)

    Hadis riwayat Abdullah bin Amru bin Ash ra., ia berkata:

    Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak mengambil

    ilmu dengan cara mencabutnya begitu saja dari manusia, akan tetapi Allah akan

    mengambil ilmu dengan cara mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak

    meninggalkan seorang ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang

    bodoh yang apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu lalu

    mereka pun sesat serta menyesatkan. (HR Muslim)

    4. Ketika Iblis diusir dari surga oleh Allah

  • 10

    30. Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, 31. Kecuali iblis. ia

    enggan ikut bersama-sama (malaikat) yang sujud itu. 32. Allah berfirman: "Hai iblis, apa

    sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?" 33. Berkata Iblis:

    "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau Telah menciptakannya dari

    tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk" 34. Allah berfirman:

    "Keluarlah dari surga, Karena Sesungguhnya kamu terkutuk, 35. Dan Sesungguhnya kutukan

    itu tetap menimpamu sampai hari kiamat". 36. Berkata Iblis: "Ya Tuhanku, (kalau begitu)

    Maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan[797]

    , 37. Allah

    berfirman: "(Kalau begitu) Maka Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi

    tangguh, 38. Sampai hari (suatu) waktu yang Telah ditentukan[798]

    , 39. Iblis berkata: "Ya

    Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan

    mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan

    mereka semuanya, 40. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis[799] di antara mereka".

    41. Allah berfirman: "Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya)[800].

    42. Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali

    orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. 43. Dan Sesungguhnya

    Jahannam itu benar-benar tempat yang Telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut

    syaitan) semuanya. (Al Hijr ayat 30-43)

    [797] maksudnya Iblis memohon agar dia tidak diazab dari sekarang melainkan diberikan kebebasan hidup

    sampai hari berbangkit.

    [798] yakni waktu tiupan pertama tanda permulaan hari kiamat.

    [799] yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang Telah diberi taufiq untuk mentaati segala

    petunjuk dan perintah Allah s.w.t.

    [800] maksudnya pemberian taufiq dari Allah s.w.t. untuk mentaati-Nya, sehingga seseorang terlepas dari tipu

    daya syaitan mengikuti jalan yang lurus yang dijaga Allah s.w.t. jadi sesat atau tidaknya seseorang adalah Allah

    yang menentukan.

    Untuk mencapai gelar mukhlisin ada tahapan yang harus dilalui oleh hamba Allah yaitu:

    a. Muslimin

    MUSLIM, (akar katanya,Islam/salima artinya damai, selamat, sejahtera ). Muslim adalah

    orang yang beragama Islam. Menunjukkan orang yang menyerah diri/tunduk kepada Allah

    swt. Seorang manusia yang telah menerima dan mengikrarakan Islam sebagai agamanya

    dengan mengucapkan kalimah syahadah. Artinya, orang ini percaya sudah menerima

    segala kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang telah digariskan oleh Islam.

    Wahai Tuhan kami! Jadikanlah kami berdua: Orang-orang Islam (yang berserah diri)

    kepadaMu dan jadikanlah daripada keturunan kami: Umat Islam (yang berserah diri)

    kepadamu dan tunjukkanlah kepada kami syariat dan cara-cara ibadat kami dan terimalah

    taubat kami, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani.

    [al-Baqarah : 128]

    b. Mukminin

  • 11

    MUKMIN ( akar kata Iman artinya percaya , Amanah artinya orang dapat diberi

    kepercayaan ), adalah orang mengatakan keimanan dengan lidah , diyakini dengan hati dan

    dikerjakan dengan perbuatan (mengamalkan rukun Iman 6). Mukminin berarti orang Islam

    yang beriman dan bertawakal hanya kepada Allah.

    Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itulah sebaik-baik

    makhluk. [al-Bayyinah : 7]

    Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang Telah ditetapkan

    Allah untuk kami. dialah pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang

    beriman harus bertawakal." (At-Taubah ayat 51)

    c. Muttaqin

    Muttaqin ( akar kata taqwa : takut ), secara istilah adalah : adalah orang melaksanakan

    perintah Allah secara sempurna, dan menjauhkan larangan Allah. Muttaqin berarti orang

    Islam yang bertakwa. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat ayat yang menjelaskan sifat

    orang bertakwa.

    2. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang

    bertaqwa, 3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,

    dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. (Al Baqarah

    ayat 2-3)

    d. Muhsinin

    MUKHSIN ( dari kata , Ikhsan artinya : baik )adalah orang tingkatan Muslim + Mukmin,

    artinya orang tersebut tidak beriman saja , tapi sebagaimana Hadits Nabi SAW, yaitu :

    Dia beribadah kepada Allah seakan akan melihat-Nya, tapi apabila dia tidak melihat-Nya,

    sesungguhnya Allah melihat dia. Jadi muhsinin berarti orang Islam yang beriman dan

    bertakwa yang selalu berbuat kebaikan (ihsan) kapanpun dan dimanapun dia berada.

    Golongan ini tidak hanya menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh

    larangan Allah tapi mereka selalu "berbuat baik" ( Ihsan ) kapan saja dan dimana saja

    karena mereka selalu merasakan kehadiran Allah dimana saja dan kapan saja.

    Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang

    kelihatan; dan dialah yang Maha halus lagi Maha Mengetahui. (Al-Anam 103)

    Mereka sadar Allah Maha Halus dapat menembus hati, pikiran, dan jiwa kita semua dan

    karenanya dapat persis memahami, merasakan, mengetahui 100% segala apa yang terlintas

    dalam hati, pikiran dan jiwa kita. Karena itu golongan Muhsinin ini jangankan berbuat

  • 12

    ataupun berkata yang tidak baik, berpikir atau berniat yang tidak baik saja takkan terlintas

    dalam hati dan pikiran mereka. Mereka selalu merasakan kehadiran-Nya.

    e. Mukhlisin

    MUKHLISH (dari Ikhlas) adalah orang beribadah kepada Allah, hanya mengaharapkan

    ridho-Nya, contoh seperti orang besedekah dengan tangan kanannya, maka tangan

    kirinyapun tidak tahu. Mukhlis maksudnya adalah orang-orang yang ikhlas dalam

    menjalankan ibadah. Perlu disadari bahwa segala ibadah dan nilai-nilai kebaikan yang

    dilaksanakan harus didasari dengan keikhlasan kepada Allah. Sebab Allah tidak akan

    menerima ibadah orang-orang yang tidak ikhlas.

    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan

    ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka

    mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (Al

    Bayyinah ayat 5)

    Golongan muslim ini beribadah dan beramal saleh sudah tidak lagi karena harap surga atau

    takut masuk neraka tapi semata-mata ikhlas karena Allah.

    5. Mempertahankan Iman penuh dengan perjuangan yang tidak mudah karena ada lawan yang

    bisa meruntuhkannya setiap saat yaitu dari dalam diri dan dari luar

    a. Faktor Internal (dari dalam diri manusia)

    Pertama: Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar berkurangnya iman, sebagaimana

    ilmu adalah sebab terbesar bertambahnya iman.

    Kedua: Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah

    salah satu sebab penting berkurangnya iman.

    Ketiga: Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan

    dan memiliki pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah

    Taala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah Taala

    mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat,

    kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan oleh Ibnul

    Qayyim rahimahullah dalam ungkapan beliau, Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan

    kemaksiatan bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun bertingkat-

    tingkat.

    Keempat: Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammaratu bissu). Inilah

    nafsu yang ada pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan

    kebinasaan, sebagaimana Allah Taala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz ,

    Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu

    selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.

    Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (Qs Yusuf: 53)

  • 13

    Nafsu ini menyeret manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga

    wajib bagi kita berlindung kepada Allah Taala darinya dan berusaha bermuhasabah

    sebelum beramal dan setelahnya.

    b. Faktor Eksternal (dari luar manusia)

    Pertama: Syeitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal

    yang mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.

    1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)

    manusia. 2. raja manusia. 3. sembahan manusia. 4. dari kejahatan (bisikan) syaitan

    yang biasa bersembunyi, 5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, 6.

    dari (golongan) jin dan manusia.

    Kedua: Dunia dan fitnah (godaan)nya. Menyibukkan diri dengan dunia dan

    perhiasannya termasuk sebab yang dapat mengurangi iman. Sebab semakin semangat

    manusia memiliki dunia dan semakin menginginkannya, maka semakin memberatkan

    dirinya berbuat ketaatan dan mencari kebahagian akherat.

    Ketiga: Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang

    sangat berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi

    shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda

    beliau,

    Seorang itu berada di atas agama kekasihnya (teman dekatnya), maka hendaknya

    salah seorang kalian melihat siapa yang menjadi kekasihnya.

    Demikianlah perkara yang harus diperhatikan dalam iman, mudah-mudahan hal ini dapat

    menggerakkan kita untuk lebih mengokohkan iman dan menyempurnakannya.

    6. Sebaik-baik Manusia

    Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdillah bin amr bin Al Ash radhiallahu anhuma

    disebutkan : Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.

    Akhlak berasal dari kata akhlaq yang merupakan jama dari khulqu dari bahasa Arab

    yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia

    atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak

    yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).

    Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri

    dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat

    adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup

    bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan

    berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.

    Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat

    diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala

  • 14

    perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah

    Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang maruf dan menjauhi yang munkar,

    seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya Kamu adalah umat yang terbaik

    untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman

    kepada Allah

    Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki,

    sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati

    yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi

    orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya

    sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia

    samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah

    Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai

    kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb

    tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai

    dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf

    dan bertaubat)".

    7. Ukhuwah Islamiyah

    Ukhuwah islamiyah merupakan persaudaraan yang terbentuk oleh suatu ikatan yang

    mengalahkan ikatan atas dasar darah dan keturunan, yaitu ikatan hati atas dasar akidah

    Islamiyah, keimanan dan taqwa.

    dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai

    berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)

    bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena

    nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,

    lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-

    Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(Ali Imran 103)

    a. Syarat terbentuknya ukhuwah islamiyah

    1. Ikhlas karena Allah Semata

    Ukhuwah islamiyah akan terlaksana jika orang-orang yang terlibat di dalamnya mampu

    membebaskan dirinya dari kepentingan dan keuntungan pribadi. Mereka berukhuwah

    atas dasar semata-mata karena Allah. Jika ukhuwah ini berlandaskan semata-mata

    karena Allah swt., maka akan memberikan dampak positif yang keberadaannya dapat

    dirasakan masyarakat.

    2. Harus Disertai Iman dan Takwa

  • 15

    Ukhuwah islamiyah tidak mungkin akan terwujud kecuali seorang muslim memilih

    sahabat-sahabatnya yang mukmin dan mengambil teman-temannya yang paling beriman

    dan bertakwa. Allah berfirman:

    Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara (AJ-Hujurat: 10)

    Teman-teman dekat pada hari itu sebagiannya musuh bagi sebagian yang lain, kecuali

    yang bertakwa. (Az-Zukhruf: 67)

    Abu Said Al-Khudri mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, Janganlah kamu

    berteman melainkan orang mukmin dan janganlah makan makananmu melainkan orang

    yang bertakwa. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim, hadits

    shahih)

    Jika ukhuwah islamiyah ini terdiri atas orang-orang beriman dan bertakwa, maka

    ikatannya akan kukuh dan kuat, tidak mungkin tergoyahkan oleh apapun dan siapapun,

    walau badai fitnah dan angkara murka mengguncangnya.

    3. Harus Iltizam (Komitmen) dengan Manhaj Islam

    Keiltizaman ukhuwah dengan manhaj Islam akan dapat terwujud jika dua orang atau

    pihak yang saling bersaudara berjanji setia untuk berhukum dengan hukum Allah swt.

    dan mengembalikan segala persoalan kepada petunjuk Nabi Muhammad SAW.

    Hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi Muhammad saw. dalam hadits yang menjelaskan

    tentang dua orang yang saling mencintai dan berpisah karena Allah. Keduanya berjanji

    berkumpul untuk berpegang teguh kepada syariat Allah dan berpisah dalam keadaan

    tetap mengamalkan syariat Allah.

    Oleh karena itu, bila dua orang Sahabat Rasulullah SAW berjumpa, mereka tidak akan

    berpisah kecuali satu diantara mereka telah membaca surat Al-Ashr, kemudian saling

    mengucapkan salam. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya berjanji setia melaksanakan

    manhaj Islam dalam hidupnya. Mereka berjanji setia atas dasar iman dan amal shalih

    untuk saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran serta berjanji setia akan selalu

    menegakkan Islam serta beriltizam penuh dengan Al-Quran dan seluruh prinsip Al-

    Quran, baik keyakinan hatinya, ucapan lisan, dan amal fisiknya.

    4. Tegak Berasas Nasihat karena Allah

    Seorang muslim harus menjadi cermin saudara muslim lainnya. Jika salah seorang

    muslim melihat saudaranya berbuat baik, ia memberi semangat agar terus meningkatkan

    amal kebaikannya. Akan tetapi, jika ia melihat saudaranya mengerjakan sesuatu yang

    kurang sempurna, ia akan menasihatinya dengan cara yang baik, -secara diam-diam- dan

    menganjurkan agar ia bertaubat kepada Allah agar kembali ke petunjuk Dinul Haq.

    Dengan demikain, terjadilah tolong-menolong yang penuh keutamaan, dan jauh dari

    kenistaan.

    Jelaslah bahwa salah satu konsekuensi iman adalah menjauhkan dan memutuskan

    hubungan dengan orang-orang yang terus-menerus dalam kekufuran serta memusuhi

    Allah dan Rasul-Nya. Di pihak lain, Islam menempatkan ikatan ukhuwah islamiyah di

    atas semua ikatan, dan menempatkan persaudaraan aqidah Rabbaniyah berada di atas

    segala persaudaraan. Oleh karena itu, prinsip Islam yang tetap dan tidak berubah-ubah

    adalah, Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah bersaudara.

  • 16

    5. Setia dalam kesenangan dan kesusahan

    Rasa kesetiaan dan tolong-menolong saat susah dan senang tidak akan terwujud jika

    dikalangan mereka tidak tumbuh rasa sependeritaan dan sepenanggungan. Oleh karena

    itu, jika Islam mewajibkan berbuat tolong-menolong sesama muslim, sudah tentu

    tolong-menolong tersebut berada dijalan Allah. Karena pada hakikatnya, dua orang

    yang bersaudara di jalan Allah telah mengikat janji setia untuk selalu berpegang dengan

    manhaj Islam, baik perkataan maupun perbuatannya. Mereka berjanji untuk

    melaksanakan Islam secara utuh dan konsekuen, tidak boleh melakukan penyimpangan

    sedikitpun dari garis-garis Islam. Allah berfirman:

    Hendaklah kamu tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa (Al-Maidah: 2)

    Rasulullah juga bersabda: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia mencintai

    saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari Muslim dari Anas)

    Orang-orang yang bersaudara karena Allah, mengutamakan pelaksanaan prinsip syariat

    dan iltizam yang penuh dengan sistem Islam. Ringkasnya, dalam upaya membangun

    tegaknya ukhuwah islamiyah persyaratan-persyaratan di atas harus dipenuhi. Apabila

    persyaratan di atas terpenuhi, maka ukhuwah akan tangguh dan tegar. Ukhuwah tidak

    akan terpengaruh oleh badai dan topan yang menerpanya. Ukhuwah akan menjadi

    kokoh seperti gunung, bersinar terang seperti matahari, dan selalu ceria seperti pagi

    yang cerah.

    b. Tahapan terbentuknya Ukhuwah Islamiyah

    1. Taaruf (Perkenalan)

    Tahapan pertama dimana seorang muslim baru mengenal saudaranya. Pada tahap ini

    umumnya seorang muslim berudaha lebih mengenal sifat, penampilan, dan pemikiran

    saudaranya.

    2. Tafahum (Memahami)

    Setelah perkenalan, seorang muslim berudaha untuk memahami kebiasaan, kesukaan,

    karakter, ciri khas individu dan juga cara berpikir saudaranya. Dengan demikian

    perasaan-perasaan seperti tidak enak, tidak cocok, dan lain sebagainya dapat

    dieliminasi dalam rangka saling menasehati. Bila hati telah terpaut dan jiwa telah

    terpadu, barulah persaudaraan seseorang dengan yang lainnya bisa berjalan mulus,

    bersih dan penuh rasa kasih. Hati manusia hanya bisa disatukan secara murni dan

    bersih apabila bermuara pada satu simpul ikatan yang fitrah. Simpul tali itu adalah

    aqidah. Inilah satu-satunya dasar berpijak, bertemu dan pengikat yang utuh dan abadi

    (QS. Ali Imran : 103).

    3. Taawun (Tolong-menolong)

    Setelah seorang muslim mengenal dan memahami saudaranya, saat saudaranya

    ditimpa kesusahan, seorang muslim akan berusaha untuk membantu. Didalam tahapan

    ukhuwah tertinggi, terdapat sebuah sifat, itsar, dimana seorang muslim senantiasa

    mementingkan orang lain lebih dari diri sendiri. Itsar sendiri adalah salah satu manfaat

    diniyah (manfaat keagamaan) yang terwujud dalam ukhuwah islamiyah. Dalam rangka

    menggapai mardhatillah semata, seorang muslim bersedia berkorban mendahulukan

    kepentingan orang lain di atas dirinya sendiri.

  • 17

    Keutamaan orang yang berbuat itsar di dunia ia akan dicintai oleh orang-orang yang

    pernah merasakan kebaikannya dan mempererat ukhuwah serta di akhirat nanti akan

    mendapatkan mimbar terbuat dari cahaya, naungan dan lindungan Allah Taala serta

    Al-Jannah (surga).

    4. Takaful (Saling menanggung beban)

    Tahap ini merupakan muara dari proses ukhuwah Islamiyyah, yaitu terletak pada

    timbulnya rasa senasib dan sepenanggungan, suka maupun duka, dalam tiap langkah

    kerja. Bila fase takaful ini terwujud, maka ikatan ukhuwah Islamiyyah pun terbentuk

    dengan utuh