tugas kebijakan perdagangan 2

10
 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL OLEH RIZKI AMELIA 0910512055 JURUSAN ILMU EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2012

Upload: rizki-amelia

Post on 15-Jul-2015

89 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 1/10

TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAN

INTERNASIONAL

OLEH

RIZKI AMELIA

0910512055

JURUSAN ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

2012

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 2/10

Tarif 

Yaitu pajak atau bea yang dibebankan terhadap suatu barang yang akan masuk dan yang akan

keluar dari sebuah Negara. Tariff merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua

dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan sejak lama.

Dalam hal ini saya akan membahas tentang tariff ekspor.

Tarif ekspor

Tarif ekspor yaitu: tarif atau pajak yang ditetapkan pada suatu barang yang akan keluar dari

suatu Negara. Tarif ekspor sebenarnya memiliki potensi menyurutkan arus ekspor negara

yang bersangkutan. Biasanya hal ini disebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam

mengumpulkan pendapatan untuk kas negara.

Contoh kasus tariff ekspor :

Tarif Ekspor CPO di Indonesia

a.  Latar Belakang

Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan volume 20,5 juta ton

tahun 2009. Indonesia memasok 47% kebutuhan CPO dunia. Indonesia dan Malaysia

menguasai 85% pasar CPO dunia. Yang diantaranya diekspor ke Uni Eropa. Beberapa

 Negara tujuan ekspor lain adalah India, China dan Singapore. Saat ini pasar Eropa

merupakan tujuan ekspor terbesar untuk CPO Indonesia.

Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia setelah

Malaysia pada periode 2001-2005. Sejak tahun 2006, jumlah produksi minyak sawit

Indonesia telah melebihi Malaysia. Minyak Kelapa sawit merupakan komoditi yang

 paling penting bagi Indonesia, maka pemerintah mengatur system tata niaga kelapa

sawit beserta produk-produknya terutama CPO. Wujud campur tangan pemerintah ini

ada tiga, yaitu pertama : pengaturan alokasi CPO, kedua : pembentukan system

  pengawasan secara langsung terhadap pasokan dan harga domestic, ketiga :

 pembatasan dan pelarangan ekspor CPO.

Kebijakan mengenai tata niaga minyak kelapa sawit khususnya CPOdan KPO

 pertama kali dikeluarkan pemerintah pada tahun 1978 dan terus diperbaharui hingga

saat ini. Tujuan utama penetapan kebijakan-kebijakan tersebut adalah tidak lain untuk 

menjamin agar pasokan CPO dalam negeri tetap stabil, sehingga harga minyak goreng

di dalam negeri tetap stabil.

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 3/10

Artikel

Tarif Pajak Ekspor CPO Februari

16,5%

Ditulis oleh Harian Seputar Indonesia

Wednesday, 25 January 2012

JAKARTA± Pemerintah akhirnya menaikkan tarif pajak ekspor untuk minyak sawit mentah

(crude palm oil/CPO) untuk pengiriman Februari 2011 menjadi 16,5% dari bulan sebelumnya

sebesar 15%.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag)

Deddy Saleh menyebutkan, kenaikan tarif pajak ekspor CPO terjadi sejalan dengan kenaikan

harga patokan ekspor (HPE) dari USD960 per ton pada Januari 2012, menjadi USD1.001 per 

ton.

´Otomatis tarif pajak ekspornya mengalami kenaikan untuk Februari 2012,´ kata DeddySaleh di Jakarta kemarin. Menurut Deddy, kenaikan HPE CPO juga disebabkan oleh naiknya

harga CPO di bursa komoditas internasional. Bahkan untuk pengiriman April di Malaysia

Derivatives Exchange, pengiriman CPO dikenakan harga 3.183 ringgit Malaysia, atau setara

USD1.026 per metrik ton.

Malaysia Respon Penaikan BK CPO Indonesia

 Ekonomi - / Minggu, 5 Februari 2012 20:37 WIB 

Metrotvnews.com, Jakarta: Penaikan Bea keluar (BK) kelapa sawit mentah (Crude Palm

Oil) dari 15% menjadi 16,5% pada Januari lalu berimbas pada respon Malaysia terhadap

kebijakan Indonesia.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan selama ini Malaysia menjadi

 pesaing Indonesia dalam ekspor produk kelapa sawit. Akan tetapi produk yang kebanyakan

diekspor oleh negara tersebut adalah produk hilir, dengan porsi 60%. Sementara bahan baku

 produk hilir tersebut didapat dari Indonesia.

  Namun, kebijakan penaikan BK yang ditetapkan pemerintah Indonesia berdampak pada

harga bahan baku. "Repotnya, produk hilirnya, bahan bakunya dari kita. Sementara akibatkebijakan BK yang mendorong hilirisasi ini, mereka menghadapi masalah harga bahan baku

  produk mereka. Maka dari itu mereka merancang kebijakan untuk merespon kebijakan

Indonesia," ujar Bayu di kantornya, Jakarta, belum lama ini.

Meski tidak menjelaskan respon kebijakan yang akan dilakukan pemerintah Malaysia, Bayu

mengatakan tindakan yang akan dikeluarkan negara tetangga tersebut cukup signifikan

terhadap ekspor CPO Indonesia ke depan. "Sudah dibahas dan tampaknya mereka akan

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 4/10

mengambil tindakan yang cukup signifikan untuk melihat bahwa kebijakan BK indonesia

tidak berubah," jelas Bayu.(MI/BEY)

Laporan Wartawan Tribun Medan / Fahrizal Fahmi Daulay 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kenaikan Bea Keluar sudah ketetapan dari kenaikanharga CPO bulan yang lalu. Sekretaris GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit) Sumut,

Timbas Prasat Ginting mengungkapkan, di Medan, Selasa (24/1) pemerintah Indonesia

menaikkan harga bea keluar tersebut mengikuti mekanisme pasar CPO dunia.

Sementara harga patokan ekspor (HPE) komoditas tersebut, menurut Direktur Jenderal

Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh di Jakarta, Sabtu yang lalu

sebesar 1.001 dolar AS per metrik ton selama Februari 2012.

Kenaikan bea keluar pemicunya adalah kenaikan harga CPO dunia, ³Harga patokan ekspor 

CPO bulan Februari 2012 tercatat naik dari bulan sebelumnya yang ditetapkan 960 dolar AS

 per metrik ton,´ kata Deddy.

Pemerintah menaikkan bea keluar dan harga patokan ekspor CPO berdasarkan kenaikan

harga komoditas tersebut di bursa komoditas di dalam dan luar negeri. (riz/tribun-

medan.com)

Pajak Ekspor

CPO Naik 

Jakarta, VetOnews. 

Direktorat jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan

(Depdag), Rabu (25/6) di Jakarta, mengeluarkan kebijakan tetantang harga patokan

ekspor Crude Palm Oil (CPO) sebesar 1.144 dolar Amerika permetrik ton (MT).

Harga tersebut dikeluarkan menyusul adanya penetapan dari pemerintah soal Pungutan

Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) pada bulan Juli sebesar 20%. PE CPO sebesar 20%

  juga pernah diterapkan pada April karena harga-rata-rata CPO di Rotterdam sebulan

sebelumnya melampaui 1.200 dolar Amerika per MT.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 tentang

Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif PE. Besarnya pungutan yang

dibayar eksportir adalah perkalian antara HPE dengan persentase Pungutan Ekspor (PE)

setiap komoditas.Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, meski pengenaan PE CPO yang

tinggi menyebabkan turunnya volume ekspor komoditas andalan tersebut namun nilainya

tetap naik karena harganya tinggi.

Memang seperti itu hitung-hitungan dari PE progresif, kalau harganya naik PE-nya

naik, dengan demikian biasanya ada pengaruhnya terhadap volume ekspor, tapi secara nilai

tidak ada pengaruh karena harganya kan naik, ujar Mari.

Menurut dia, ekspor CPO sempat turun 5-6% ketika pengenaan PE yang tinggi itu. Ia

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 5/10

mengaku tetap optimistis harga CPO Indonesia tetap memiliki daya saing tinggi mengingat

Malaysia juga mengenakan kebijakan PE progresif serupa, Malaysia juga mengenakan PE

sekitar 15%, tapi aturan progresifnya tidak seperti kita, jelas Mendag.

Semakin ketat 

  Negara-negara UE melalui ketentuan  European Union (EU) Directive menerapkan persyaratan yang semakin ketat terhadap ekspor biofuel Indonesia, terutama yang berbahan

 baku kelapa sawit.

Peraturan yang dikeluarkan Uni Eropa itu mengharuskan pembangunan perkebunan

kelapa sawit memenuhi perubahan global, khususnya berkontribusi dalam mitigasi perubahan

iklim melalui pengurangan emisi gas dan ramah lingkungan.

EU Directive juga memberikan batasan bahwa kegiatan perkebunan di hulu tidak boleh

ada penanaman pada lahan yang tingkat keanekaragamannya tinggi (high biodiversity) dan

tinggi persediaan gas karbonnya (high carbon stock).

Ekspor CPO Indonesia dikhawatirkan terhambat akibat adanya aturan impor baru dari

negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa (UE).Yang perlu kita waspadai adalah `non-tariff barier ̀(hambatan non tarif) ekspor,

misalnya aturan impor Eropa. Kemarin sudah ada tim interdepartemen yang ke Brussel

(Belgia) untuk membahas hal ini dan kita merasa harus ada ketentuan yang jelas kalau mau

memberlakukan aturan teknis terhadap ekspor kita, jelas Mari.

Mari berharap UE tidak memberlakukan aturan impor yang cenderung diskriminatif,

harapan kita ada kejelasan, aturannya tidak diskriminasi CPO kita. Kalau ada aturan yang

harus kita penuhi harus ada waktu untuk memahaminya dan diberi capacity building  

(pembangunan kapasitas) untuk memenuhinya, kata Mari.

Menurut Mendag, UE harus memberi waktu negara eksportir untuk memberikan

masukan sebelum menerapkan suatu aturan impor. Apalagi, jika aturan tersebut berkaitan

dengan hambatan teknis perdagangan maka UE harus menjelaskannya pada WTO.

Itu untuk aturan yang sudah keluar seperti REACH, kita juga akan antisipasi aturan-

aturan yang akan keluar, tutur Mendag.

Registrasi  

REACH adalah aturan baru yang diterapkan UE terkait bahan kimia dan penggunaan

  bahan tersebut dengan aman. Aturan yang mulai berlaku sejak 1 Juni 2007 itu telah

diterapkan sejak 1 Juni 2008.

Setiap impor yang masuk ke UE diwajibkan melakukan registrasi/pendaftaran kepada

European Chemicals Agency (ECHA) mengenai kandungan bahan kimia yang terdapat dalam

 produknya termasuk informasi penggunaan yang aman.

Pendaftaran produk dapat dilakukan oleh eksportir negara non UE dengan menunjuk 

sebuah perusahaan yang didirikan di UE yang bertindak sebagai Perwakilan Satu-satunya

(Only Representative/OR).

Produsen dan importir UE diberi waktu untuk menyerahkan informasi dasar mengenai

zat-zat kimia dalam produknya selama masa pendaftaran pendahuluan (1 Juni - 1 Desember 

2008) untuk mendapatkan perpanjangan waktu pendaftaran hingga 2010, 2013 dan 2018 yang

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 6/10

disesuaikan dengan jenis zat dan kategori volumenya.

 b.  Dampak Kebijakan Tarif Ekspor

Menggugat Manfaat Bea Keluar Ekspor CPO

S enin, 17 Januari 2011 23:03 WIB 

Kebijakan Bea Keluar (BK) terhadap produk minyak sawit mentah (CPO=crude palm oil )

adalah salah satu kebijakan pemerintah yang seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai

 pungutan biasa ekspor biasa, tapi juga memiliki fungsi strategis yang lain bagi perekonomian.

 Namun demikian, sebagaimana kebijakan pungutan lain, BK sering berdampak distortif bagi

 pereknomian, mulai dari sebagai disinsentif bagi peningkatan ekspor, dampak inflasi yang

dapat saja meresahkan, sampai pada ancaman persaingan usaha yang tidak sehat antarpelaku.

Sesuatu yang sangat jelas adalah bahwa BK merupakan sumber penerimaan negara yang sah

(di luar pajak) yang sering dijadikan andalan kebijakan oleh pemerintah karena cukup

sederhana dan hampir setiap lapisan pemerintahan seharusnya mampu melaksanakannya.

Apabila pemerintah tidak bermaksud merevisi peraturan distortif tersebut dalam jangka

  pendek, maka jalan kompromi yang dapat ditawarkan adalah memanfaatkan seoptimal

mungkin penerimaan negara dari bea keluar ekspor CPO tersebut untuk membangun dan

memperkuat basis usahatani kelapa sawit di hulu serta untuk mengembangkan industri

  pengolahan berbahan baku CPO yang menghasilkan nilai tambah di hilir. Tidak terlalu

mengejutkan jika pemerintah sampai saat ini belum memiliki prioritas kebijakan intervensi

agak langsung dalam rangka pengembangan perkebunan yang berasal dari penerimaan negara

dari BK ekspor CPO, seperti yang akan diuraikan pada artikel ini.

****

Pada tahun 2010 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan

  No.67/PMK.011/2010 tanggal 22 Maret 2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang

Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, dengan besaran bervariasi antara 0 ± 25 persen

disesuaikan dengan harga CPO di pasar internasional. Kebijakan penetapan bea keluar (BK)

ekspor ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pajak ekspor (PE), yang juga sudah

dilaksanakan secara berkala oleh Indonesia. Perbedaan utama hanya terletak pada instansi

 pengumpul dana penerimaan negara, yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di KementerianKeuangan untuk penerimaan negara yang diperoleh dari bea keluar (BK) dan Direktorat

Jendera Pajak untuk penerimaan negara yang diperoleh dari pajak ekspor (PE).

Menurut sejarahnya, kebijakan PE mulai diminati sejak September 1994, tepatnya sejak 

  perkebunan baru kelapa sawit mulai berproduksi dan menjanjikan keuntungan yang besar.

Besarnya pajak ekspor pada waktu itu bervariasi antara 40 - 60 persen, tergantung besarnya

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 7/10

 perbedaan antara harga dasar CPO yang ditetapkan US$ 435/ton dan harga FOB yang kadang

mencapai US$ 610/ton pada waktu itu. Tambahan argumen tentang pengembangan industri

hilir domestik serta pengadaan stok penyangga CPO juga sering dijadikan justifikasi tentang

PE CPO yang sangat besar tersebut. Tahun 1998 era reformasi, kebiasaan mengenakan PE

menjadi lebih atraktif dan digemari pemerintah, tanpa mempedulikan dampak buruk yang

ditimbulakannya, mulai dari tekanan kepada harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawitdi tingkat petani, dampak transfer sumberdaya (resource transfer) dari produsen CPO kepada

industri minyak goreng, sampai pada integrasi industri hulu-hilir yang justru menjadi

ancaman baru bagi sistem persaingan usaha yang sehat.

Pada tingkat harga CPO dunia yang melampaui US$ 1,250 per ton, maka tingkat bea keluar 

  juga mencapai maksimum 25 persen. Artinya, potensi penerimaan negara dari bea keluar 

ekspor CPO yang diperkirakan di atas 16 juta ton akan mencapai Rp 45 triliun, suatu jumlah

yang tidak sedikit untuk memperbaiki basis usahatani kelapa sawit di hulu dan

mengembangkan strategi industri hilir ke depan. Benar, bahwa harga CPO dunia sepanjang

tahun 2010 tidak selamanya berada di atas US$ 1000 per ton, sehingga penerimaan negara

dari BK ekspor CPO tidak mencapai angka maksimum seperti di atas. Akan tetapi, pada

tahun 2011, harga CPO dunia cenderung meningkat seiring dengan melonjaknya harga

komoditas pangan dan pertanian di pasar global.

Sementara itu, produksi CPO Indonesia juga diperkirakan akan terus meningkat, melampaui

angka 22 juta ton, jauh meninggalkan produksi CPO Malaysia. Akan tetapi, perbedaan

tingkat produktivitas antara kelapa sawit rakyat dan kelapa sawit skala besar milik swasta dan

milik negara (BUMN =Badan Usaha Milik Negara) cukup mencolok, berkisar 10 berbanding

16 ton per hektare. Pangsa atau persentaase produksi yang dihasilkan dari kebun sawit rakyat

masih cukup besar (39 persen), lebih besar dari pangsa kebun milik BUMN (11 persen), tapi

lebih kecil dari pangsa kebun milik swasta (50 persen).

Dengan struktur perdagangan produk kelapa sawit yang masih menghadapi kendala struktural

seperti di Indonesia, dampak distortif dari pungutan bea keluar ekspor CPO semakin jelas di

depan mata. Berbagai studi ekonomi telah dilakukan untuk menelusuri dampak kuantatif dari

kebijakan pungutan ekspor CPO tersebut. Simulasi yang dilakukan Oktaviani (2007) terhadap

 pengenaan pungutan ekspor CPO sebesar 6,5 persen dan 15 persen mengakibatkan penurunan

kinerja variabel makroekonomi Indonesia. Hal ini dicerminkan dari turunnya upah riil tenagakerja terlatih dan tidak terlatih, Produk Domestik Bruto (PDB) riil dan konsumsi riil rumah

tangga.

Meski penurunannya relatif kecil, namun peningkatan tarif ekspor CPO secara umum

mengakibatkan kontraksi ekonomi. Penurunan inflasi yang diharapkan terjadi dari pungutan

ekspor CPO tidak sebanding dengan kontraksi yang pada variabel makroekonomi lainnya.

Bahkan, kenaikan pungutan ekspor CPO di Indonesia justru dinikmati Malaysia, sebagai

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 8/10

 pesaing utama ekspor CPO di pasar dunia. Ekspor CPO Malaysia akan meningkat 2,4 persen

  jika Indonesia menetapkan pungutan ekspor 6,5 persen, dan akan meningkat 4,9 persen jika

Indonesia menetapkan pungutan ekspor hingga 15 persen. Benar, bahwa studi simulasi itu

tidak secara jelas menjelaskan dari mana tambahan ekspor Malaysia tersebut, karena tidak 

mendeteksi cross-ownership perkebunan kelapa sawit Malasysia di tanah Indonesia.

Sebagaimana disinggung sebelumnya, setiap pungutan apa pun yang ditujukan kepada pelaku

ekonomi, eksportir atau pedagang CPO, dikhawatirkan menjadi kontra-produktif terhadap

 pembentukan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani dan tentu saja kesejahteraan

  petani. Pelaku usaha dan pedagangan bukan aktor bodoh yang hanya pasrah dengan

kebijakan ekonomi atau lingkungan eksternal lainnya, sehingga mereka mencari kompensasi

laju kenaikan pungutan BK itu ke hulu atau ke hilir. Akan tetapi, petani sawit ± seperti petani

lain pada umumnya ± memiliki posisi daya tawar yang sangat lemah karena tidak memiliki

 banyak pilihan untuk menjual hasil produksinya. Para pedagang dan industri CPO memiliki

 posisi tawar yang lebih baik, bahkan menciptakan posisi monopsonis, setidaknya oligopsonis,

tidak mustahil akan membebankan biaya pungutan ekspor CPO ini kepada petani sawit.

****

Sebagai penutup, inilah saatnya untuk meningkatkan optimalisasi penerimaan negara dari BK 

ekspor CPO, agar dapat ³dikembalikan´ kepada hakikat kebijakan ekonomi yang sebenarnya,

  baik untuk membangun sektor on-farm usahatani sawit di hulu, maupun untuk 

mengembangkan industri hilir berbasis produk CPO di hilir. Pembangunan di sektor hulu

atau on-farm dapat dimulai dari pembangunan jalan usahatani dan infrastruktur lain di daerah

 perdesaan atau setidaknya jalan kabupaten yang menghubungkan sentra produksi dan sentra

  pengolahan atau penjualan. Demikin pula, penerimaan dari BK ekspor CPO ini dapat

digunakan untuk menggenjot program revitalisasi perkebunan, yang kini seakan berjalan di

tempat, seperti untuk melakukan perluasan kebun, rehabilitasi dan peremajaan kebun-kebun

sawit, terutama milik rakyat, yang saat ini sudah berusia hampir 30 tahun.

Sekali lagi, ekonomi sawit hanya akan memberi makna strategis yang sedikit sekali bagi

masyarakat apabila profit dari tingginya harga CPO dunia tidak dapat ´dikembalikan´ ke

dalam ekonomi Indonesia. Ekonomi berbasis sumberdaya alam tidak hanya memproduksi

 produk barang setengah matang seperti CPO, tapi mampu menciptakan nilai tambah dalam

industri hilir yang lebih besar bagi kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Di sinilah esensi

transformasi struktur perekonomian yang sangat dibutuhkan oleh pembangunan ekonomiIndonesia ke depan.

Bustanul Arifin, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA, Ekonom Senior INDEF-

Jakarta 

India Pasar CPO Indonesia Terbesar 2012

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 9/10

Ekonomi - / Selasa, 27 Desember 2011 12:20 WIB

Metrotvnews.com, Medan: Dewan Minyak Sawit Indonesia memperkirakan India masih

menjadi pasar ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil Indonesia terbesar pada 2012.

Diasumsikan negara itu tetap menjadi pembeli terbesar pada tahun depan.

"Berdasarkan data, permintaan crude palm oil (CPO) India pada 2012 sebanyak 7,1 juta ton

sehingga ekspor Indonesia ke negara itu juga tetap terbanyak dari produksi nasional tahun

depan yang diperkirakan mencapai 25,9 juta ton," kata Wakil Ketua I Dewan Minyak Sawit

Indonesia (DMSI) Derom Bangun, di Medan, Sumatra Selatan, Selasa (27/12).

Permintaan India sebanyak 7,1 juta ton pada 2012 itu naik dari 2011 yang sebesar 6,750 juta

ton. Produksi CPO Indonesia pada 2012 sebesar 25,9 juta ton atau naik dari 2011 yang masih

24,1 juta ton. "Setelah ke India, ekspor CPO Indonesia terbesar adalah ke China dan Uni

Eropa yang juga akan mengalami kenaikan permintaan," katanya.

Impor CPO China pada 2012 naik dari 5,950 juta ton pada 2011 menjadi 6,650 juta ton.

Sementara Uni Eropa dari 5,1 juta ton pada 2011 menjadi 5,6 juta ton pada 2012. "Tiga

negara itu memang masih menjadi pasar terbesar CPO Indonesia, meski sejumlah pengusaha

 produsen nasional juga sudah mulai memperluas pangsa pasarnya ke negara lain seperti

Timur Tengah," katanya.

Derom menegaskan, ekspor ke pasar baru memang harus ditingkatkan agar tidak terlalu

tergantung pasar lama sekaligus untuk meningkatkan volume ekspor. "Meski ada prediksi

harga rata-rata CPO turun pada 2012 akibat krisis di AS dan Eropa, tetapi harga dan prospek 

 perdagangan komoditas itu termasuk produk turunannya masih akan bagus," katanya.

Harga rata-rata CPO tahun 2012 diperkirakan sebesar 1.050 dolar AS dari 2011 yang di

kisaran 1.100 dolar AS per ton. Tapi pada pertengahan tahun 2012 harga diperkirakan naik 

tajam menjadi sekitar 1.200 dolar AS per ton.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apaksindo), Anizar Simanjuntak berharap

 pemerintah bisa mendorong peningkatan volume ekspor termasuk harga jual agar petani

merasakan dampak positif. "Volume dan harga ekspor CPO sangat berpengaruh besar pada

harga TBS (tandan buah segar). Kalau volume dan harga ekspor naik, harga TBS juga ikut

terdongkrak naik dan sebaliknya," katanya.

Petani sangat berharap harga TBS naik karena produksi rakyat pada tahun depan akan

cenderung turun akibat faktor tanaman yang sudah tua serta faktor cuaca yang masih ekstrem.

"Kalau harga naik, produksi yang turun masih tidak dirasakan petani," katanya.

Selain mendorong peningkatan volume dan harga ekspor, pemerintah diharapkan segera

merevisi Peraturan Menteri Pertanian No 17 tahun 2010 tentang Pedoman Penetapan Harga

Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Menurut dia, hingga saat ini

5/13/2018 TUGAS KEBIJAKAN PERDAGANGAn 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-kebijakan-perdagangan-2 10/10

tandan buah segar (TBS) sawit petani dengan berbagai jenis mutu tetap dibeli oleh pabrikan

dan dikenakan pemotongan harga hingga lima persen.

Kebijakan pabrikan itu jelas merugikan petani karena petani tidak pernah mengetahui apakah

mutu hasil panennya sesuai ketentuan atau tidak, dan petani juga dirugikan dari pemotongan

harga sebesar lima persen. Sementara petani juga tidak pernah mendapat insentif sebesar empat persen jika mutunya bagus seperti yang diatur dalam Permentan No 17 tahun 2010

itu.(Ant/BEY)

c.  Kesimpulan

Kebijakan tariff ekspor CPO di Indonesia telah lama diberlakukan. Awalnya hal tersebut

 bertujuan untuk menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri pada tingkat yang rendah

sreta meningkatkan penerimaan Negara dari bea tariff ekspor CPO. Namun kenyataannya

sekarang, kebijakan tersebut berdampak negative bagi penurunan kinerja variabel

makroekonomi Indonesia. Hal ini dicerminkan dari turunnya upah riil tenaga kerja terlatih

dan tidak terlatih, Produk Domestik Bruto (PDB) riil dan konsumsi riil rumah tangga.

Ini disebabkan karena kurangnya intervensi pemerintah dalam membangun dan memperkuat

  basis usahatani kelapa sawit di hulu serta untuk mengembangkan industri pengolahan

 berbahan baku CPO yang menghasilkan nilai tambah di hilir. Dalam masalah ini petani yang

dirugikan karena para petani berada di posisi daya tawar yang sangat lemah sehingga tidak 

mempunyai banyak pilihan dalam mejual hasil produksinya. Sedangkan para Para pedagang

dan industri CPO memiliki posisi tawar yang lebih baik, karena membebankan biaya

 pungutan ekspor CPO ini kepada petani sawit.

Untuk itu, pemerintah harus mengoptimalkan penerimaan negara dari bea tariff ekspor CPO

untuk mengembangkan sektor on-farm usahatani sawit di hulu, maupun untuk 

mengembangkan industri hilir berbasis produk CPO di hilir.