tugas kel. 4 - makalah implementasi mpls.pdf
TRANSCRIPT
Tugas Makalah Implementasi MPLS (Multi Protokol Label Switching)
Bersumber dari Jurnal Yang Berjudul:
ANALISIS QUALITY OF SERVICE (QoS) PADA SIMULASI JARINGAN
MULTIPROTOCOL LABEL SWITCHING VIRTUAL PRIVATE NETWORK
(MPLS VPN)
Disusun oleh:
Rachma Maharani Ulfa
Dikna Nadia Siti Lestari
Muhammad Abdul Aziz
Kelas:
Broadband Multimedia 5A
PROGRAM STUDI S1-TERAPAN BROADBAND MULTIMEDIA
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2015
2
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 3
BAB II: DASAR TEORI ……………………………………………………………… 5
BAB III: PEMBAHASAN ……………………………………………………………… 13
BAB IV: KESIMPULAN ……………………………………………………………… 21
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 22
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Teknologi VPN …………………………………………………… 5
Gambar 2. Perangkat Jaringan
MPLS
…………………………………………………… 10
Gambar 3. Label IP Precedence
…………………………………………………… 11
Gambar 4. Jenis Layanan IP
Precedence
……………………………………………………
12
Gambar 5. Skema IP Address
……………………………………………………
13
Gambar 6. Grafik Round Trip Time
(RTT)
……………………………………………………
17
Gambar 7. Grafik Delay ……………………………………………………
18
Gambar 8. Grafik Packet loss ……………………………………………………
20
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Sensitivitas Berbagai Jenis Trafik
………………………………………
11
Tabel 2. Hasil Simulasi ………………………………………
15
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Saat ini kebutuhan teknologi khususnya pada komunikasi data terus berkembang pesat.
Dari sekian banyak teknologi komunikasi data yang banyak digunakan oleh service
provider salah saunya adalah Multi Protocol Label Switching (MPLS). Berbeda dengan
teknologi sebelumnya, TCP/IP, pada teknologi MPLS menggunakan metode switching.
Konsep jaringan MPLS tersebut menggunakan switching node yang biasa disebut
dengan Label Switching Router (LSR) dengan melekatkan suatu label dalam setiap
packet yang datang dan menggunakan label tersebut untuk menentukan kea rah mana
seharusnya packet tersebut dikirimkan. Jaringan yang berbasiskan MPLS menggunakan
label-label yang berisi dalam mengirimkan packet tersebut, di mana label-label itu
diletakkan di dalam packet oleh router yang berada di paling ujung dari suatu jaringan
yang disebut dengan Label Edge Router (LER). LER bertugas melakukan analisa dan
pengelompokkan packet yang dilakukan hanya satu kali sebelum packet memasuki
jaringan.
Untuk membawa packet-packet tersebut dibutuhkan teknologi komunikasi yang
memungkinkan untuk membawa informasi packet untuk dapat terkoneksi ke jaringan
publik dan menggunakannya agar dapat bergabung dengan jaringan lokal yang biasa
disebut Virtual Private Network. Dalam jaringan tersebut, diperlukan QOS (Quality of
Service) yang berperan penting untuk menjamin tingkat pelayanan penyediaan kanal
dan mencari jalur (routing) yang tepat agar jaminan QOS dapat bekerja optimal dengan
peningkatan minimal biaya dari Network Resources.
Sehingga pada jurnal ini dibahas tentang penggunaaan MPLS untuk metode forwarding
data melalui suatu jaringan dengan menggunakan informasi dalam label yang dilekatkan
untuk membawa paket-paket yang berjalan dalam VPN-IP dalam MPLS. Dengan
menggunakan metode overlapping, yaitu ketika jaringan mengalami traffic yang tinggi
atau bertumpuk di suatu tempat, maka akan segera dideteksi dan dialihkan ke tempat
yang lain.
Tujuan analisis dari jurnal ini adalah untuk melihat jaringan MPLS VPN serta melihat
analisis QoS pada perusahaan yang dijadikan tempat riset yang ingin mengkoneksikan
antara kantor pusat, kantor wilayah, dan kantor cabang yang tersebar di seluruh
Indonesia. Dengan kata lain, perusahaan yang bergerak dengan mobilitas tinggi tersebut
adalah perusahaan asuransi jiwa yang memegang seluruh data-data polis yang ada di
kantor cabang dan harus diperbaharui setiap harinya ke kantor pusat.
4
II. TUJUAN
Menganalisis kebutuhan QoS pada jaringan Multi Protocol Label Switching Virtual
Private Network (MPLS VPN) yang merupakan MPLS yang menggunakan aplikasi
Virtual Private Network (VPN) melalui Virtual Routing and Forwarding (VRF)
sehingga mengoptimalkan kerja routing dan akan mendapatkan scalability yang lebih
luas tanpa banyak mengeluarkan cost.
III. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simulasi pada jaringan MPLS
VPN dengan memperhatikan hasil dari Round Trip Time, delay, dan packet loss.
5
BAB II
DASAR TEORI
A. VPN (Virtual Private Network)
1. Pengertian
VPN (Virtual Private Network) adalah sebuah teknologi komunikasi yang
memungkinkan jaringan publik untuk tergabung dengan jaringan lokal. Dengan cara
tersebut, maka akan didapatkan hak dan pengaturan yang sama seperti halnya berada di
dalam LAN (Local Area Network) itu sendiri, walaupun berada di dalam jaringan
publik.
VPN dapat dibentuk dengan menggunakan teknologi tunneling dan enkripsi. Koneksi
VPN dapat terjadi pada semua layer protocol OSI, sehingga komunikasi menggunakan
VPN dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Gambar 1. Teknologi VPN
VPN mempunyai tiga protokol yang paling banyak digunakan. Ketiga protokol
tersebut adalah:
1.1 PPTP (Point-to-point Tunneling Protocol) merupakan protokol jaringan yang
memungkinkan pengamanan transfer data dari remote client ke server pribadi
perusahaan dengan membuat sebuah VPN melalui TCP/IP. Teknologi jaringan
PPTP merupakan pengembangan dari remote access point-to-point protocol
yang dikeluarkan oleh Internet Engineering Task Force (IETF) dan terdapat
dalam sistem operasi Windows NT Server dan Windows NT Workstation 4.0.
PPTP merupakan protokol jaringan yang mengubah paket PPP menjadi IP
datagrams agar dapat ditransmisikan melalui internet. PPTP juga dapat
digunakan pada jaringan private LAN-to-LAN.
Fasilitas utama dari penggunaan PPTP adalah dapat digunakannya public-
switched telephone network (PSTN) untuk membangun VPN. Pembangunan
6
PPTP yang mudah dan berbiaya murah untuk digunakan secara luas menjadi
solusi untuk remote user dan mobile user karena PPTP memberikan keamanan
dan enkripsi komunikasi melalui PSTN/Internet. Umumnya menggunakan tiga
komputer untuk membangun PPTP; Client PPTP, Network Access Server
(NAS), Server PPTP. Namun, tidak diperlukan NAS dalam membuat PPTP
tunnel saat menggunakan Client PPTP yang terhubung dengan LAN yang sama
dengan Server PPTP.
1.2 L2TP (Layer 2 Tunneling Protocol) adalah tunneling yang memadukan dua
buah tunneling protokol; L2F (Layer 2 Forwarding) milik Cisco dan PPTP milik
Microsoft. L2TP biasa digunakan dalam membuat Virtual Private Dial Network
(VPDN) yang dapat bekerja membawa semua jenis protokol komunikasi di
dalamnya. Umumnya L2TP menggunakan port 1702 dengan protocol UDP
untuk mengirimkan L2TP encapsulated PPP Frames sebagai data di tunnel.
Terdapat dua model tunnel; compulsory dan voluntary. Perbedaan keduanya
berada pada letak endpoint tunnel-nya. Pada compulsory, ujung tunnel berada
pada ISP, sedangkan pada voluntary ujung tunnel berada pada client remote.
1.3 IPSec (IP Security) merupakan tunneling protocol yang bekerja pada layer 3.
IPSec menyediakan layanan sekuritas pada IP Layer dengan mengizinkan sistem
untuk memilih protokol keamanan yang diperlukan, serta memperkirakan
algoritma apa saja yang akan digunakan pada layanan dan menempatkan kunci
kriptografi yang diperlukan untuk menyediakan layanan yang diminta. IPSec
menyediakan layanan-layanan keamanaan tersebut dengan menggunakan
sebuah metode pengamanan yang bernama IKE (Intenet Key Exchange). IKE
bertugas untuk menangani protokol yang bernegosiasi dan algoritma
pengamanan yang diciptakan berdasarkan dari kebijakan (policy) yang
diterapkan. Dan pada akhirnya IKE akan menghasilkan sebuah sistem enkripsi
dan kunci pengamannya yang akan digunakan untuk otentikasi yang digunakan
pada sistem IPSec ini.
IPSec bekerja dengan tiga cara, yaitu; Network-to-Network, Host-to-Network,
Host-to-Host. Contoh koneksi Network-to-Network misalnya sebuah
perusahaan memiliki banyak cabang dan ingin berbagi share data dengan aman,
maka tiap cabang cukup menyediakan sebuah gateway dan kemudian data yang
dikirim melalui infrastruktur jaringan internet yang telah ada. Lalu lintas data
antara gateway disebut Virtual Tunnel. Kedua tunnel tersebut memverifikasi
otentifikasi pengirim dan penerima, lalu mengenkripsi semua lalu lintas. Namun
lalu lintas di dalam sisi gateway tidak diamankan karena diasumsikan bahwa
LAN merupakan segment jaringan yang dapat dipercaya. Koneksi Host-to-
7
Network biasanya digunakan oleh seseorang yang menginginkan akses aman
terhadap resources suatu perusahaan. Prinsipnya sama dengan kondisi Network-
to-Network, hanya saja salah satu sisi gateway digantikan oleh client.
Sedangkan Host-to-Host adalah sebuah bentuk komunikasi atau hubungan di
dalam sebuah jaringan komputer yang terjadi antar host, yaitu komputer dengan
perangkat lain yang terhubung satu sama lain. Host-to-Host berfungsi
menyediakan koneksi atau komunikasi bagi process-to-process dan terjadi pada
Network Layer saja.
2. Teknologi Tunneling pada VPN
Teknologi tunneling merupakan teknologi yang bertugas untuk menangani dan
menyediakan koneksi point-to-point dari sumber ke tujuannya. Disebut tunnel karena
koneksi point-to-point tersebut sebenarnya terbentuk dengan melintasi jaringan umum,
namun koneksi tersebut tidak memperdulikan paket-paket data milik orang lain yang
sama-sama melintasi jaringan umum tersebut. Tetapi koneksi tersebut hanya melayani
transportasi data dari pembuatnya. Hal ini sama dengan seperti penggunaaan jalur
busway yang pada dasarnya menggunakan jalan raya, tetapi dibuat jalur sendiri untuk
dapat dilalui oleh bus khusus. Koneksi point-to-point ini sesungguhnya tidak benar-
benar ada, namun data yang dihantarkannya terlihat seperti benar-benar melewati
koneksi pribadi yang bersifat point-to-point.
teknologi ini dapat dibuat di atas jaringan yang pengaturan IP addressing dan IP routing-
nya sudah dedicated. Dengan kata lain, antara sumber tunnel dengan tujuan tunnel telah
dapat saling berkomunikasi melalui jaringan dengan pengalamatan IP. Apabila
komunikasi antara sumber dan tujuan dari tunnel tidak dapat berjalan dengan baik, maka
tunnel tersebut tidak akan terbentuk dan VPN tidak akan dapat dibangun.
3. Fungsi Utama VPN
a. Confidentially (kerahasiaan): dengan digunakannya jaringan public yang rawan
pencurian data, maka teknologi VPN menggunakan sistem kerja dengan cara
mengenkripsi semua data yang lewat melaluinya. Dengan adanya teknologi
enkripsi tersebut, maka kerahasiaan data dapat lebih terjaga. Walaupun ada
pihak yang dapat menyadap data yang melewati internet bahkan jalur VPN itu
sendiri. Namun belum tentu dapat membaca data tersebut karena data tersebut
telah teracak. Dengan menerapkan sistem enkripsi ini, tidak ada satupun orang
yang dapat mengakses dan membaca isi jaringan data yang mudah.
b. Data Integrity (Keutuhan Data): ketika melewati jaringan internet, sebenarnya
data telah berjalan sangat jauh melintasi berbagai Negara. Pada saat perjalanan
tersebut, berbagai gangguan dapat terjadi terhadap isinya, baik hilang, rusak,
ataupun dimanipulasi oleh orang yang tidak seharusnya. Pada VPN terdapat
8
teknologi yang dapat menjaga keutuhan data mulai dari data dikirim hingga data
sampai di tempat tujuan.
c. Origin Authentication (Autentifikasi): teknologi VPN memiliki kemampuan
untuk melakukan autentifikasi terhadap sumber-sumber pengirim data yang
akan diterimanya. VPN akan melakukan pemeriksaan terhadap semua data yang
masuk dan mengambil informasi dari sumber datanya. Kemudian alamat sumber
data tersebut akan disetujui apabila proses autentikasinya berhasil. Dengan
demikian, VPN menjamin semua data yang dikirim dan diterima berasal dari
sumber yang seharusnya. Tidak ada data yang dipalsukan atau dikirim oleh
pihak-pihak lain.
B. MPLS (Multiple Protocol Label Switching)
Konsep jaringan MPLS menggunakan switching Node yang biasa disebut Label
Switching Router (LSR) dengan melekatkan suatu label dalam setiap packet yang
datang, dan menggunakan label tersebut untuk menentukan ke arah mana seharusnya
packet tersebut dikirimkan.
MPLS merupakan salah satu bentuk konvergensi vertikal dalam topologi jaringan.
MPLS menjanjikan banyak harapan untuk peningkatan performansi jaringan paket
tanpa harus menjadi rumit seperti ATM. Metode MPLS membangkitkan gagasan untuk
mengubah paradigma routing di layer-layer jaringan yang ada selama ini, dan
mengkonvergensikannya ke dalam sebuah metode, yang dinamai GMPLS. GMPLS
melakukan forwarding data menggunakan VC tingkat rendah dan tingkat tinggi di SDH,
dan panjang-gelombang di WDM, dan serat-serat dalam FO terpadu dengan routing di
layer IP.
Jaringan yang berbasiskan MPLS menggunakan label-label yang berisi informasi dalam
mengirimkan packet oleh router yang berada paling ujung dari suatu jaringan yang
disebut Label Edge Router. LER bertugas melakukan analisa dan pengelompokkan
packet yang dilakukan hanya satu kali sebelum packet memasuki jaringan.
Router pertama yang menerima packet pada jaringan MPLS (ingress) akan mengirim
packet ke forwarding Equivalence Class (FEC) yaitu kumpulan packet-packet yang
akan diteruskan (forward) dengan mendapat perlakuan yang sama dan jalur yang sama,
ketika packet tersebut memasuki jaringan MPLS.
Packet yang berada pada FEC akan diberikan angka berisi 32 bit yang disebut dengan
label. Router ingress memberikan label sebelm packet tersebut dikirim, sehingga ketika
packet tersebut berada pada router berikutnya (hop), router tersebut hanya akan melihat
label yang terdapat pada packet. Label tersebut berfungsi sebagai index yang berada
9
pada tabel yang dimiliki masing-masing router, di mana tabel tersebut akan berisi
informasi hop berikutnya.
Ketika packet yang sudah mempunyai label diterima router berikutnya/hop berikutnya,
label tersebut akan diganti dengan label lain (label lokal) yang terdapat pada router
tersebut dan packet tersebut akan dikirim menggunakan label baru yang diberikan oleh
router tersebut bedasarkan informasi routing dari router tersebut, proses ini disebut
sebagai swap (Alwayn, 2003: 34). Router terakhir pada jaringan MPLS disebut
egress akan melepaskan label pada packet.
Multi Protocol Label Switching Virtual Private Network (MPLS VPN) merupakan
MPLS yang menggunakan aplikasi Virtual Private Network (VPN) melalui Virtual
Routing and Forwarding (VRF) sehingga mengoptimalkan kerja routing dan akan
mendapatkan scalability yang lebih luas tanpa banyak mengeluarkan biaya.
Metode forwarding yang merupakan peningkatan teknik forwarding pada koneksi
tradisional di dalam perpindahan data paket yang besar. MPLS packet forwarding
memiliki tingkat keefisienan yang tinggi yaitu dengan meneruskan data melalui suatu
jaringan dengan menggunakan informasi didalam label yang diletakkan pada paket IP.
MPLS menggabungkan teknologi switching layer-2 dengan teknologi routing layer-3.
MPLS menyederhanakan routing paket dan mengoptimalkan pemilihan jalur (path)
yang melalui core network. MPLS dikatakan sebagai multiprotocol karena teknik ini
mampu digunakan untuk lebih dari sekedar network layer protocol.
Adapun kelompok kerja MPLS yang berada dibawah area routing, di sisi lain
mengembangkan mekanisme untuk mendukung higher layer source reservation, QOS
dan definisi perilaku host. Para provider menawarkan salah satu di antara kedua
arsitektur jaringan tersebut berdasarkan kebutuhan pelanggan dan pasar yang dilayani.
MPLS melaksanakan fungsi sebagai berikut:
1. Menghubungkan protokol satu dengan lainnya menggunakan Resource
Reservation Protokol (RSVP) dan membukan Shortest Path First (OSPF).
2. Menetapkan mekanisme untuk mengatur arus traffic di berbagai jalur, seperti
arus antar perangkat keras (hardware) yang berbeda, mesin atau untuk arus pada
aplikasi yang berbeda.
3. Digunakan untuk memetakan IP secara sederhana/
4. Mendukung IP, ATM dan Frame-Relay Layer-2 protokol.
Di dalam MPLS, transmisi data terjadi pada LSPS. LSPS adalah suatu urutan label pada
masing-masing ranting jaringan (node) sepanjang alur dari sumber sampai ke tujuan.
Kecepatan tinggi menswitch data dimungkinkan oleh perangkat keras ke paket tombol
secara cepat antar mata rantai jaringan.
Bagian-bagian dan perangkat MPLS yaitu:
1. LSR dan LER (Label Switched Routing dan Laber Edged Router)
10
2. FEC (Forward Error Control)
3. Label dan Label Finding
4. Label Creation
5. Label Distribution
6. Label Switched Path
7. CR (Counstrain based Routing)
Sedangkan Perangkat Jaringan pada MPLS VPN terdiri dari:
1. Custumer Edge (CE) router merupakan router yang berada pada daerah customer
tetapi berada di bawah kendali service provider.
2. Perangkat pada service provider dimana perangkat pelanggan tersambungkan
disebut provider edge (PE) router.
3. Perangkat pada service provider yang hanya berfungsi untuk mengirimkan data
antar service provider backbone dan tidak terdapat sambungan pelanggan padanya
disebut Provider (P) router, berada pada inti jaringan
Gambar 2. Perangkat Jaringan pada MPLS VPN
C. Quality of Service
Quality of Service menunjukkan kemampuan sebuah jaringan untuk menyediakan
layanan yang lebih baik lagi bagi layanan trafik yang melewatinya. QoS merupakan
sebuah system arsitektur end to end dan bukan merupakan sebuah feature yang dimiliki
oleh jaringan.
Quality of Service suatu network merujuk ke tingkat kecepatan dan keandalan
penyampaian berbagai jenis beban data di dalam suatu komunikasi.
Terdapat beberapa parameter QoS, yaitu:
1. Delay, merupakan tundaan waktu ketika sebuah data menempuh jarak
dari asal ke tujuan.
2. Round Trip Time atau Latency, adalah waktu yang dibutuhkan data
untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan.
3. Jitter, variasi dalam latency atau RTT.
4. Packet Loss, adalah jumlah paket yang hilang.
Dimana masing–masing parameter tersebut digunakan untuk melihat kualitas jaringan
dari berbagai macam trafik, seperti:
a.Trafik VoIP
11
b. Trafik Business Critical atau Intranet
c.Trafik Best Effort atau internet.
Di mana masing-masing trafik tersebut mempunyai tingkat sensitivitas yang berbeda-
beda seperti yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Sensitivitas Berbagai Jenis Trafik
Terdapat beberapa mekanisme yang dijalankan sebuah jaringan dalam pengaturan
Qualitas of Service (QoS), yaitu:
1. Classification dan Marking
2. Queueing
3. Traffic Policing dan Shaping
4. Weighted Random Early Detection (WRED)
Classification dan Marking: proses pengidentifikasian packet ke dalam kelas atau
grup. Dimana pengidentifikasian tersebut berdasarkan kriteria-kriteria seperti port
number untuk menentukan dari tipe aplikasi, IP address untuk menentukan berdasarkan
alamat IP.
Ketika packet tersebut telah diidentifikasi maka jaringan akan memberi tanda (marking)
ke setiap packet itu. Seluruh packet tersebut akan diberi tanda menggunakan tiga bit IP
Precedence dan ditempatkan pada Type of Service (TOS) byte pada IP Header, sehingga
seluruh elemen jaringan akan memperlakukan packet tersebut sesuai dengan IP
precendence dari packet tersebut.
Dengan menggunakan IP precendence maka jaringan MPLS dapat mengkhususkan
layanan sebuah paket sesuai dengan class of service (CoS). Adapun susunan IP
precedence dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Label IP Precedence
12
Dalam label MPLS, IP Precedence menggunakan 3 bit label sehingga ada delapan nilai
prioritas paket dalam jaringan MPLS dengan nilai terbesar akan mendapat prioritas
pertama. Nilai IP Precedence sesuai dengan standar IEEE 802.1 seperti pada tabel
berikut.
Gambar 4. Jenis Layanan IP Precedence
Queueing: berperan sangat penting dalam jaringan; beberapa diantaranya adalah Class
Base Weight Fair Queueing (CBWFQ) dan Low Latency Queueing (LLQ).
CBWFQ menentukan alokasi bandwidth kelas-kelas tersebut menurut IP Precedence
dari antrian tersebut. Untuk trafik VoIP alokasi bandwidth harus dihitung berdasarkan
rumus:
Bandwidth per call = (payload + IP/UDP/RTP + L2) x 8 x pps
LLQ merupakan fitur yang memberikan prioritas oleh jaringan untuk mendahulukan
salah satu trafik.
Traffic Policing dan Shaping: provider memberikan batas bandwidth pada customer.
Dimana umumnya besar bandwidth yang diberikan oleh customer bervariasi tergantung
pada customer. Besar bandwidth yang umum ditawarkan pada customer adalah 64000
bps, 128 Kbps, 256 Kbps, 512 Kbps.
Weighted Random Early Detection (WRED): merupakan fitur untuk mengurangi
kongesti pada antrian dengan cara men-drop packet berdasarkan IP Precedence,
sehingga jaringan
customer untuk sementara akan mengirim packet lebih sedikit ke jaringan service
provider.
13
BAB III
PEMBAHASAN
a. Simulasi Quality of Service Pada Jaringan MPLS VPN
Pada simulasi ini digunakan 3 buah IP address yaitu IP Address antar PE, PE-CE, CE-
lokal. IP Adress antar PE harus bersifat private begitu juga pada PE-CE, sedangkan CE-
lokal digunakan IP publik.
Gambar 3. pada halaman berikut ini menunjukan skema IP Address yang digunakan
pada simulasi QoS dengan penggunaan class-based pada jaringan service provider yang
berbasiskan Multi Protocol Label Switching (MPLS) dengan menggunakan aplikasi
Virtual Private Network (VPN).
Gambar 5. Skema IP Address
Pada simulasi ini diasumsikan hanya Customer A Jakarta yang berkomunikasi dengan Customer
A Bandung. Dalam merancang simulasi ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
1. Melakukan konfigurasi jaringan backbone, pada jaringan backbone hal yang paling
mendasar adalah pemilihan routing protocol yang akan berfungsi merouting seluruh
aktifitas jaringan didalam backbone, untuk itu digunakan routing protocol Open
Shortest Path First (OSPF). Alasan pemilihan OSPF sebagai routing protocol didalam
jaringan backbone dikarenakan OSPF mempunyai keunggulan didalam menentukan
path sebuah packet. Didalam penentuan path, OSPF menggunakan algoritma djikstra
sehingga pemilihan path bedasarkan cost terkecil. Pemilihan OSPF juga dikerenakan
kondisi jaringan yang tidak begitu besar dan routing protocol OSPF dapat digunakan
pada seluruh jenis router.
14
2. Melakukan konfigurasi MPLS, untuk mengkonfigurasikan MPLS, pada cisco router
diharuskan mengaktifkan metode switching CEF (Cisco Express Forwarding)
kemudian mengaktifkan MPLS dengan protocol LDP (n.n, 2003:135).
3. Pembentukan aplikasi Virtual Private Network (VPN) pada customer dengan membuat
tabel VRF dimana didalamnya terdapat RD dan RT, lalu juga mengkonfigurasi MP-
BGP.
Untuk mendapatkan nilai ukuran QoS dari simulasi ini, maka digunakan fitur SA Agent.
sehingga untuk CE Customer A Jakarta ditetapkan sebagai sender dengan tujuan CE Customer
A Bandung sebagai responder.
Disini terdapat tiga bentuk simulasi menggunakan SA Agent dimana masing – masing simulasi
tersebut digunakan untuk membedakan packet yang berasal dari VoIP, data intranet, dan data
internet.
Pada packet VoIP ditentukan bedasarkan port yang dituju yaitu 14834 dan untuk data intranet
menggunakan port 3000 sedangkan untuk data internet menggunakan port 3001. Packet yang
akan dikirim adalah sebanyak 100 dengan interval 50 ms dimana lama satu cycle selama 10
detik. Untuk mendapatkan prioritas pada saat kongesti maka ditentukan besar Type of Service
(ToS).
Berikut beberapa konfiguasi yang dijalankan pada router untuk melakukan monitoring pada CE
Customer A Jakarta:
rtr responder
rtr 10
type jitter dest-ipaddr 6.6.6.6 dest-port 14384 source-ipaddr 3.3.3.3
num-packets 50 interval 100
tos 160
owner class_VOIP
frequency 10
rtr schedule 10 life forever start-time now
rtr 20
type jitter dest-ipaddr 6.6.6.6 dest-port 3000 source-ipaddr 3.3.3.3
num-packets 50 interval 100
tos 96
owner class_BC
frequency 10
rtr schedule 20 life forever start-time now
rtr 30
type jitter dest-ipaddr 6.6.6.6 dest-port 3001 source-ipaddr 3.3.3.3
15
num-packets 50 interval 100
owner class_BE
frequency 10
rtr schedule 30 life forever start-time now
hasil dari simulasi dapat dilihat pada tabel 2. Di mana kondisi mengidentifikasikan
variasi dari bandwidth.
16
IV. Analisis Hasil Simulasi
1. Round Trip Time (ms)
Ketika tidak ada trafik yang masuk ke dalam jaringan atau hanya bandwidth yang
berasal dari probe SAA seperti yang terjadi pada kondisi 1, RTT Avg pada trafik
VoIP, BC, dan BE adalah 3 ms, 3 ms, dan 3 ms, dapat dilihat pada tabel di atas.
Pada kondisi 2,3,4,5 dan 6, di mana kondisi tersebut menandakan variasi dari
bandwidth, kualitas RTT dari jaringan tidak begitu terpengaruh secara signifikan,
walaupun RTT dari Bussiness Critical (BC) terjadi pada kondisi 9 sampai dengan
kondisi 17.
Trafik VoIP dibangkitkan sehingga bandwidth-nya naik menjadi 33 Kbps, setiap
kondisi nilai RTT atau latency VoIP selalu lebih baik atau selalu yang diprioritaskan
oleh jaringan. Walaupun kapasitas bandwidth untuk Customer A telah melampaui
batas yaitu lebih dari 64 Kbps, nilai RTT VoIP tetap lebih baik.
17
Gambar 6. Grafik Round Trip Time (RTT)
Untuk trafik Business Critical dan Best Effort, terlihat bahwa semakin besar bandwidth
yang diberikan untuk trafik tersebut seperti untuk BC nilai RTT akan lebih baik
walaupun bandwidth dari BE kecil.
Sehingga dari pengukuran RTT ini disimpulkan bahwa untuk RTT pada trafik VoIP
mengalami perubahan pada kondisi 7 dan kondisi 8 di mana kondisi ini belum masuk
bandwidth VoIP secara real, sebesar 5 ms. Sedangkan ketikan bandwidth real dari VoIP
masuk ke dalam jaringan maka terjadi perubahan penurunan kecepatan rata – rata lebih
dari 10 ms.
18
Untuk Business Critical pada kondisi awal atau pemakaian bandwidth tidak begitu besar
penurunan kecepatan rata-rata sebesar 1 - ms. Sedangkan pada penggunaan bandwidth
yang hampir penuh,terjadi penurunan kecepatan dengan rata – rata sebesar 10 ms,
kecuali pada kondisi 16 dan 17 di mana bandwidth business critical penuh penurunan
kecepatan menjadi sebesar rata-rata 50 ms.
Dengan demikian pada trafik Best Effort, pemakaian bandwidth yang tidak begitu besar
terjadi penurunan kecepatan rata – rata sebsar 1 - ms, sedangkan pada pemakaian
bandwidth hampir penuh seperti pada kondisi 11 – 15 terjadi penurunan kecepatan rata
– rata sebesar 10 – 15 ms. Sedangkan untuk bandwidth yang penuh, penurunan
kecepatan terjadi sampai dengan 1,5 s.
2. Delay
Gambar 7. Grafik Delay
19
Delay pada kondisi 1 sampai dengan kondisi 6 mempunyai nilai tetap, seperti terlihat
pada gambar 4. Pada gambar tersebut perubahan baru terjadi ketika pemakaian
bandwidth yang mencapai lebih dari 50% seperti pada BC dan BE.
Sama dengan analisis RTT, hal ini dikarenakan pemakaian bandwidth yang cukup besar
dari BC dan BE. Sehingga waktu delay akan semakin tinggi ketika bandwidth mencapai
lebih dari 50% seperti terlihat pada gambar 4.
Berdasarkan pengukuran delay, hasil yang didapat hampir sama dengan yang terdapat
pada round trip time (RTT) di mana untuk traffic VoIp perubahan terjadi rata-rata sebesar
1 ms – 5 ms pada pemakaian bandwidth yang tidak besar.
Sedangkan pada pemakaian bandwidth yang hampir penuh seperti pada kondisi 11
sampai 15, rata-rata berubah 10 – 20 ms. Dan untuk trafik yang penuh (kondisi 16 dan
17) perubahan terjadi sekitar 30 – 50 ms.
Untuk trafik business critical, pada kondisi awal atau pemakaian bandwidth yang tidak
begitu besar, rata-rata terjadi perubahan sebesar 2 – 15 ms. Pada pemakaian bandwidth
yang hampir penuh rata – rata terjadi perubahan sebesar 10 – 25 ms. Ketika pemakaian
bandwidth dari keseluruhan trafik penuh ataupun melebihi kapasitas, maka perubahan
delay pada trafik business critical rata-rata sebesar 50 – 450 ms.
Pada trafik Best Effort, kondisi awal terjadi perubahan sebesar 1 – 25 ms, sedangkan
kondisi pemakaian bandwidth yang hampir penuh (kondisi 11 – kondisi 15) rata – rata
terjadi perubahan delay sebesar 25 – 40 ms. Untuk pemakaian bandwidth yang lebar
seperti pada kondisi 16 dan 17 membuat delay trafik Best Effort bertambah rata – rata
100 ms – 1,5 s.
3. Packet Loss
Dikarenakan kondisi pemakaian bandwidth dari jaringan belum mencapai maksimal,
maka pada kondisi 1 sampai dengan kondisi 8, packet loss dari masing-masing trafik
yang ada seperti terlihat pada gambar 7. Packet loss baru terlihat ketika bandwidth
jaringan mencapai batas maksimum atau 100% lebih seperti pada kondisis 16 dan
kondisi 17.
20
Gambar 8. Grafik Packet Loss
Berdasarkan pengukuran packet loss jaringan, pada trafik VoIP tidak terjadi packet yang
hilang. Sedangkan pada trafik Business Critical perubahan terjadi ketika kondisi
pemakaian bandwidth penuh (kondisi 16 dan 17) di mana rata – rata packet yang didrop
sebesar 4 – 10 packet. Dan pada trafik Best Effort, tidak terjadi packet yang hilang pada
seluruh kondisi.
21
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil analisis pada simulasi pengukuran QoS pada jaringan yang berbasiskan
MPLS VPN dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. Terlihat bahwa peranan dari bandwidth sangat mempengaruhi Quality of Service
(QoS) dari trafik. Oleh karena itu untuk mendapatkan QoS yang baik, diperlukan
pengaturan pemakaian bandwidth serta pengaturan dari antrian packet.
2. Prioritas pelayanan oleh jaringan juga perlu diatur, urutan VoIP harus lebih
diprioritaskan, setelah itu trafik Business Critical (BC) dan trafik Best Effort
(BE).
3. Karena VoIP lebih diprioritaskan maka pada trafik VoIP terjadi penurunan
kecepatan dan delay yang lebih rendah bila dibandingkan dengan trafik Business
Critical (BC) maupun trafik BE. Selain itu juga tidak terjadi packet yang hilang.
4. Trafik yang memiliki tingkat sensitifitas lebih tinggi akan mempunyai ukuran
QoS yang lebih baik. Hal ini terlihat pada trafik Business Critical (BC) yang
mempunyai tingkat lebih sensitive daripada trafik BE yang mempunyai ukuran
QoS yang lebih baik.
5. Jaringan yang telah terbebani lebih dari 50% dengan alokasi total seluruh
bandwith yang telah tersedia akan mengakibatkan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap RTT dan delay.
6. Pemakaian jaringan hingga melebihi total bandwidth akan mengakibatkan
terjadinya packet loss, hal ini disebabkan adanya policy dari provider untuk
men-drop packet yang melebihi dari SLA antara customer dengan provider.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwayn, Vivick, 2002. Advanced MPLS Design and Implementation
USA: Cisco Press.
2. Harvianto, Farham D. 2013. Analisis Jaringan MPLS VPN Menggunakan Backhaul
Dengan Metode Overlapping. Jakarta: Universitas Budi Luhur.
3. n.n. 2004. JETri, Volume 3, Nomor 2, halaman 33-48. Analisis Quality of Service
pada Simulasi Jaringan Multiprotocol Label Switching Virtual Private Network
(MPLS VPN). Jakarta.
4. n.n. 2001. Cisco System, Inc, Implementing Cisco MPLS Volume 1 and 2
Student Guide. USA.
5. n.n. 2003 Cisco System,Inc The Cisco Certified Network Associate
Curriculum v.3. USA.
6. Purbo Onno W,et al. 2002. TCP/IP: Standar, Desain dan Implementasi .
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.