tugas kelompok proposal tesis (2)

Upload: riza-purbo-widiasto

Post on 31-Oct-2015

176 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

Subyek : Tugas Kelompok Mata Kuliah : Metodologi Riset dan BisnisWaktu Penyerahan : 14 September 2012Dosen : 1. Ir. Idqan Fahmi, MEc2. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Proposal Tesis:ANALISIS DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONALOleh :Dian Lestari Pujiastuti P056111131.47Irfan Handrian PadmaprajaP056111211.47Julianto FransiscoP056111231.47Leonardus Nikolas P056111261.47Raden Pradizta Romadona P056111321.47Riza Purbo WidiastoP056111371.47

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNISINSTITUT PERTANIAN BOGOR2012

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiDAFTAR TABELii1. PENDAHULUAN11.1. Latar Belakang1.2. Perumusan Masalah1.3. Tujuan Penelitian1.4. Manfaat Penelitian1.5. Ruang Lingkup Penelitian2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN22.1. Kerangka Teoretis2.1.1. Ikan Hias Indonesia2.1.2. Perdagangan Internasional2.1.3. Daya Saing2.1.4. Keunggulan Kompetitif Bangsa2.1.5. Revealed Comparative Advantage Index2.1.6. Analytical Hierarchy Process2.2. Kajian Penelitian Terdahulu2.3. Kerangka Pemikiran3. METODE PENELITIAN3.1. Lokasi dan Waktu3.2. Pendekatan penelitian3.3. Jenis dan Sumber Data3.4. Metode Pengambilan Sampel3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data3.5.1. Analisa Daya Saing3.5.2. Analisa Faktor-Faktor Penentu Keunggulan3.5.3. Analytical Hierarchy ProcessDAFTAR PUSTAKA18

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangAdanya liberalisasi perdagangan dunia yang terus berjalan akan meningkatkan persaingan antar negara baik di pasar internasional maupun domestik. Persaingan dapat dikatakan sebagai medan peperangan antar negara untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar dalam menjual produknya. Berbagai komitmen dalam WTO/GATT untuk menurunkan bentuk-bentuk proteksi memberikan kesempatan sekaligus tantangan bagi pembangunan agribisnis di Indonesia ke depan. Dalam kondisi demikian, negara-negara yang yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meningkatkan daya saingnya akan mempunyai kesempatan untuk memperbesar pangsa pasarnya, baik pasar internasional maupun domestik. Sebaliknya, negara-negara yang lemah dayasaingnya akan terdesak oleh kekuatan pesaingnya (Hadi, 2010). Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan komparatif yang sangat potensial untuk dijadikan pemicu peningkatan daya saing. Salah satu keunggulan komparatif Indonesia adalah perikanan baik hasil tangkapan dan budidaya. Selain itu, subsektor perikanan merupakan salah satu sub sektor yang berpeluang untuk menguasai pasar internasional. Namun keunggulan komparatif saja tidak cukup, melainkan harus didukung dengan keunggulan kompetitif yang berupa keunikan (uniqueness) produk. Keunikan (uniqueness) produk merupakan kekuatan yang tidak mudah untuk dikalahkan oleh para pelaku usaha lain yang memproduksi produk yang sama.Indonesia memiliki keanekaragaman hayati termasuk ikan hias sebagai salah satu komoditi unggulan pada subsektor perikanan. Dalam bisnis ikan hias dunia, produk Indonesia dikenal memiliki banyak spesies, baik ikan hias air tawar maupun ikan hias air laut. Dari 1.100 spesies ikan hias air tawar yang ada di dunia, 400 spesies di antaranya berasal dari Indonesia. Indonesia juga memiliki 650 spesies ikan air laut. Dan kemungkinan masih banyak lagi spesies ikan hias air laut yang belum ditemukan. Hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana agar daya saing komoditas ikan hias ini dapat ditingkatkan, sehingga harga maupun volume ekspor komoditas ikan hias ini dapat terus meningkat. Dengan demikian, diharapkan akan berdampak positif terhadap peningkatan kontribusi perikanan dalam pembangunan nasional sebagai penghasil devisa melalui pemanfaatan sumber daya yang berlimpah, peningkatan produktivitas yang beroritentasi pada perluasan kesempatan kerja, peningkatan nilai tambah, efisiensi usaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan.Budidaya ikan hias air tawar misalnya, ternyata mampu memberikan kehidupan bagi banyak orang yang menekuninya. Selain orang suka akan keindahan ikan hias,banyak pulaorang yang menggantungkan hidupnya dari membudidayakan dan memasarkan ikan hias yang jenisnya bermacam-macam. Tak jarang beberapa petani yang semula menekuni budidaya ikan konsumsi seperti ikan lele, ikan nila, gurami dan lain sebagainya beralih menekuni budidaya ikan hias. Semua itu dilakukan karena peluang usaha dan potensi ekonomis budidaya ikan hias lebih menggiurkan dibandingkan dengan ikan konsumsi. Dengan pola pemeliharaan dan pemberian makanan yang hampir sama dengan ikan konsumsi, budidaya ikan hias mampu menghasilkan pemasukan yang lebih besar karena harga ikan hias lebih mahal. Dalam beberapa tahun terakhir tren pengembangan ikan hias di Indonesia beralih ke kegiatan budidaya, karena lebih mampu melestarikan spesies ikan hias. Pembudidaya menjadi indikator paling penting bagi pengembangan ikan hias. Dari tahun ke tahun semakin banyak pengusaha yang mau membudidayakan ikan hias. Tercatat ada 48.000 pembudidaya ikan hias air tawar di berbagai daerah di seluruh Indonesia.Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, volume ekspor ikan hias Indonesia pada periode 2007-2011 meningkat 11,56 persen. Angka ini dinilai menunjukkan bahwa perdagangan ikan hias masih kecil jika dibandingkan dengan sumber daya alam lainnya yang dimiliki Indonesia. Padahal, budidaya ikan hias berpeluang untuk terus dikembangkan seiring peningkatan permintaan di pasar internasional.Meski demikian, pasar ekspor ikan hias juga terus menunjukkan tren yang baik. Dari tahun ke tahun ikan hias yang diekspor dari Indonesia ke berbagai negara terus meningkat jumlahnya. Perdagangan ikan hias Indonesia di dunia pada 2009 tercatat senilai US$11.660.944. Angka ini berkisar 3,12 persen dari total perdagangan ikan hias di dunia yang berjumlah US$373.772.000 (UN Comtrade, 2011). Indonesia menempati urutan sembilan di dunia pada 2009. Sedangkan nilai perdagangan ikan hias Indonesia di dunia pada 2010 adalah US$19.776.172 atau 5,95 persen dari total perdagangan ikan hias di dunia yang berjumlah US$332.340.091. Peningkatan ini menempatkan Indonesia di posisi kelima di dunia di bawah Singapura, Spanyol, Jepang, dan Malaysia. Namun nilai ekspor tersebut belum cukup signifikan dibandingkan dengan besarnya potensi sumber daya ikan hias Indonesia yang mencapai 1,5 miliar ekor (KKP, 2012).

Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Ikan Hias TahunEkspor (Ton)Impor (Ton)

20015363.60

20027027.93

20036755.17

20047032.12

200511142.14

20064008.73

20073177.23

20082368.66

20092699.28

20104742.18

20113880.99

Sumber: UN Comtrade, 2012

Mengacu pada nilai perdagangan dunia, potensi pasar ikan hias Indonesia masih terbuka. Hingga saat ini, makin banyak negara yang meminta kiriman ikan hias dari Indonesia. Negara penerima ekspor komoditas ikan hias air tawar dan laut Indonesia adalah Singapura, China, Hongkong, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (KKP, 2012). Data melalui United Nation Commodity Trade Statistics Database bahwa sampai 2012, Indonesia baru menguasai enam persen perdagangan ikan hias dunia. Indonesia kalah dengan Singapura yang menguasai 18 persen, Spanyol 12 persen, Jepang 10 persen, dan Malaysia 6,4 persen.

Gambar 1. Pangsa Pasar Ikan Hias Indonesia di Dunia

Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang berperan penting untuk menunjang kinerja sektor kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah pengembangannya industri ikan hias melalui tiga upaya, yakni: pengembangan pusat pemasaran ikan hias atau yang lebih dikenal dengan Raiser Ikan Hias seperti yang telah dikembangkan di Cibinong, atau Subraiser Ikan Hias di Blitar dan Yogyakarta. Upaya berikutnya yakni menyelenggarakan pameran-pameran dan bursa penjualan ikan hias. Selanjutnya, tak kalah penting, memfasilitasi para pengusaha ikan hias untuk berpromosi di pasar luar dan dalam negeri.Selanjutnya, dalam upaya merealisasikan visi untuk menjadi penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada 2015, tak terkecuali untuk komoditas ikan hias, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan empat langkah strategis. Langkah- langkah strategis tersebut yakni memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi; mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan; meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; serta memperluas akses pasar domestik dan internasional (KKP, 2012). Pemerintah juga telah membina berbagai daerah yang potensial dalam mengembangan industri ikan hias. Blitar telah ditetapkan sebagai Kawasan Minapolitan Ikan Hias Koi. Selain itu, untuk mendukung pemasaran ikan hias ke pasar dunia, KKP juga membuat program produksi induk unggul di dua sentra yaitu Sukabumi, Jawa Barat, dan Mandi Angin, Kalimantan Selatan. Selama ini, ikan hias Indonesia sering dianggap kurang berkualitas oleh konsumen luar negeri. Citra ini sangat wajar mengingat induk ikan hias di beberapa daerah banyak yang berusia di atas 13 tahun. Akibatnya, kualitas genetik dan warna ikan hias Indonesia sangat rendah.Meskipun ekspor ikan hias kian membaik, bukan berarti tak ada kendala dalam aspek pemasaran. Kendala yang dihadapi dan harus segera dipecahkan antara lain distribusi, yakni masih adanya perlakuan yang sama antara ikan hias yang mahal dengan produk lain di kargo bandara. Sistem kargo kita yang lambat akan menambah waktu, dan hal itu berpotensi menurunkan kualitas ikan bahkan berpotensi ikan akan mati. Transportasi udara di Tanah Air untuk ekspor juga terbatas, dan hal itu berpengaruh pada ekspor ikan hias. Dukungan logistik dari sisi penerbangan, lanjutnya, masih kurang, bahkan dibandingkan dengan Singapura kalah jauh. Kondisi ini diperparah oleh ketergantungan Indonesia pada Singapura dalam ekspor ikan hias. Pengiriman ikan hias Indonesia ke negara tujuan ekspor bergantung pada terminal poros Singapura. Imbasnya, Indonesia tidak bisa mengekspor langsung ke negara-negara tujuan yang notabene berada di Eropa. Kendala lainnya adalah penjualan ikan hias yang diekspor secara ilegal. Selain ekspor ikan ilegal, para eksportir merasa terganggu dengan beberapa kebijakan yang bisa menghambat ekspor ikan hias. Ada dua aturan, yaitu penerapan agen inspeksi barang regulated agent (RA) di Bandara Soekarno Hatta, dan pemberlakuan nomor induk kepabeanan (NIK) yang mulai berlaku awal tahun ini. Sejak penerapan RA itu, para eksportir harus membayar Rp 450 per kilogram untuk ekspor ikan hias. Padahal, sebelumnya hanya Rp 60 per kilogram. Ini berarti, sekali mengirimkan ikan hias ke luar negeri membutuhkan 3.000-5.000 dollar AS per ton.Berbagai tantangan dan kendala pemasaran ikan hias tersebut menjadi perhatian serius pemerintah. Berbagai upaya akan dilakukan untuk meminimalisasi persoalan tersebut, mengingat potensi dan prospek pasar ikan hias ke luar negeri kian menjanjikan pundi-pundi devisa.Pemerintah sebagai pembuat regulasi pun tidak bisa jalan sendiri untuk mengembangkan pasar ikan hias Tanah Air. Adalah KIHI (Komisi Ikan Hias Indonesia) yang menjadi mitra Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Lembaga ini dibentuk berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan yang beranggotakan ketua-ketua asosiasi, perhimpunan, peneliti, dan berbagai organisasi yang mewakili komunitas ikan hias. Komisi ini bertanggung jawab dan bertugas memberikan masukan dan rekomendasi kepada Menteri KP melalui Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP). Selain itu, peranan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) sebagai ujung tombak perdagangan Indonesia juga sangat penting. Ditambah lagi dengan bantuan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) untuk menumbuhkan jiwa wirausaha bagi pemula. Adanya perdagangan internasional yang mengakibatkan semakin terbukanya pasar mengharuskan Indonesia untuk tidak kalah terhadap negara-negara pesaingnya. Agar ikan hias Indonesia dapat bersaing di dalam pasar internasional, maka Indonesia harus meningkatkan daya saingnya. Untuk dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan pangsa ekspor ikan hias Indonesia di pasar internasional, maka perlu dilakukan pengkajian daya saing. Diketahuinya tingkat daya saing serta posisi daya saing akan dapat membantu dalam perumusan kebijakan dalam pengembangan industri ikan hias. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tingkat dan posisi daya saing komoditi ikan hias Indonesia di pasar internasional.

1.2. Perumusan MasalahPada era perdagangan bebas, di mana berbagai hambatan baik berupa tarif maupun non tarif akan dikurangi bahkan dihilangkan. Hal ini tentunya akan memberikan peluang bagi penghasil ikan hias Indonesia untuk menguasai pasar internasional, apalagi Indonesia termasuk salah satu penghasil ikan hias terbesar. Hal yang menjadi permasalahan pada agribisnis ikan hias di Indonesia adalah antara lain pada aspek mutu, pemasaran, dan regulasi, sehingga yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana agar daya saing komoditas ikan hias ini dapat ditingkatkan.Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:1. Bagaimana posisi daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional?2. Faktor-faktor apa yang menentukan keunggulan daya saing ikan hias di pasar internasional?3. Alternatif-alternatif strategi apa yang dapat di ambil untuk meningkatkan daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional?

3.1. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk melihat posisi daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional. Secara rinci, tujuan penelitian ini yaitu:1. Mengidentifikasi posisi daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional.2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan keunggulan daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional.3. Menentukan prioritas strategi daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional.

3.2. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu:1. Memberikan gambaran kepada Pemerintah dan penghasil ikan hias di Indonesia mengenai posisi daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional.2. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keunggulan daya saing ikan hias di pasar internasional.3. Memberikan masukan berkaitan dengan strategi yang dapat diambil untuk meningkatkan daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional.

3.3. Ruang LingkupPada penelitian ini identifikasi daya saing hanya dilakukan pada negara-negara penghasil ikan hias terbesar, yaitu Singapura, Spanyol, Jepang, dan Malaysia dengan periode penelitian tahun 2007-2011. Analisis keunggulan daya saing yang dilakukan dilihat dari sudut pandang negara Indonesia.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoretis2.1.1. Ikan Hias IndonesiaPotensi sumber daya alam kelautan dan perikanan Indonesia didukung oleh kondisi wilayah berupa negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari perairan. Kekayaan akan daerah perairan ditunjukkan oleh panjangnya garis pantai yang mencapai sekitar 81 ribu kilometer. Ini berarti Indonesia kaya akan sumber daya ikan alam baik ikan laut maupun ikan perairan darat. Ikan hias merupakan salah satu komoditi perikanan yang potensial dalam menghasilkan devisa bagi negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat. Jika dibandingkan dengan komoditi ikan konsumsi, ikan hias lebih menguntungkan dikarenakan dalam pemeliharaanya hampir sama sedangkan masalah penjualan dua komoditi tersebut sangat berbeda karena ikan hias diperdagangkan dengan sistem per ekor dan berbeda dari ikan konsumsi dengan sistem penjualan sistem kiloan. Salah satu alasan mengapa budidaya ikan hias lebih memiliki nilai jual yang tinggi karena proses pemijahan dan perawatan benih membutuhkan modal yang tidak terlalu besar dan usaha pembenihan lalu budidaya ikan hias masih di daerah-daerah tertentu sehingga masih memiliki potensi yang cukup besar. Dengan begitu bagi pecinta ikan hias bersedia untuk mengucurkan dana lebih untuk seekor ikan hias yang menarik bagi pecinta ikan hias tersebut.Data melalui United Nation Commodity Trade Statistics Database bahwa sampai 2012, Indonesia baru menguasai enam persen perdagangan ikan hias dunia. Indonesia kalah dengan Singapura yang menguasai 18 persen, Spanyol 12 persen, Jepang 10 persen, dan Malaysia 6,4 persen. Volume ekspor ikan hias mencapai 1,59 juta ekor (BPS, 2011). Tren volume ekspor ikan hias di Indonesia 2007-2011 meningkat 11,56 persen dengan tren peningkatan nilai ekspor ikan hias mencapai 29,38 persen dalam periode yang sama. Potensi ikan hias asli Indonesia, baik di air tawar maupun air laut, diperkirakan mencapai 1.000 spesies.

Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Komoditi dan BenuaKOMODITIASIAAFRIKAAUSTRALIAAMERIKAEROPAJumlah/Total

VOLUMEVOLUME(KG.)NILAIVALUE(US $)VOLUMEVOLUME(KG.)NILAIVALUE(US $)VOLUMEVOLUME(KG.)NILAIVALUE(US $)VOLUMEVOLUME(KG.)NILAIVALUE(US $)VOLUMEVOLUME(KG.)NILAIVALUE(US $)VOLUMEVOLUME(KG.)NILAIVALUE(US $)

Ikan Air Laut/Marine fish455.5821.851.61510.746

57.50611.484

124.238312.2851.148.464296.0031.028.8901.086.1004.210.713

Ikan Air Tawar/Freshwater fish313.5435.196.8564.32328.06731.844236.85767.4741.126.5031.126.503 253.9212.463.369671.1059.051.652

Total769.1257.048.47115.06985.57343.328361.095379.7592.274.967549.9243.492.2591.757.20513.262.365

Sumber: Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2011

Perdagangan ikan hias air tawar didominasi oleh family poccilidae, charachidde, cyprinidae dan cichilidae. Ikan hias air laut yang umum diperdagangkan berasal dari family amphiprionidae, pomacanthidae, acanthuidae, belannidae, callionymidae, libridae, chaetodontidae, scopaenidae, mikcroesmidae, ballistidae, dan syngnaihidae.

2.1.2. Perdagangan InternasionalPerdagangan internasional adalah perpindahan barang-barang, jasa-jasa, modal, tenaga kerja, teknologi, dan informasi dan dari satu negara ke negara lain (Waluya, 1995). Krugman dan Obsfeld (2003) dijelaskan negara-negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan utama, masing-masing alasan menyumbangkan keuntungan perdagangan (gains from trade) bagi mereka. Pertama, bangsa-bangsa berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. Bangsa-bangsa, sebagaimana individu-individu, dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedaan mereka melalui suatu pengaturan di mana setiap pihak melakukan sesuatu dengan relatif lebih baik. Kedua, negara-negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam produksi.Landasan fundamental terselenggaranya perdagangan internasional adalah bahwa setiap negara memiliki persediaan sumber daya, pilihan-pilihan dan teknologi, skala ekonomi, institusi-institusi sosial dan ekonomi, serta kapasitas pertumbuhan dan pembangunan yang sangat berbeda satu sama lain. Secara umum, negara berkembang lebih bergantung pada perdagangan daripada negara maju, negara-negara yang berukuran relatif besar memiliki tingkat ketergantungan terhadap perdagangan yang lebih kecil dibandingkan negara-negara yang relatif kecil, selain itu negara berkembang cenderung menyumbangkan bagian yang lebih besar dari outputnya untuk ekspor dibandingkan negara-negara maju, apa pun ukurannya (Todaro dan Smith, 2006).Ekspor merupakan permintaan pasar internasional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara. Pada perdagangan internasional, ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor dapat menghasilkan devisa, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembiayaan pembangunan sektor-sektor di dalam negeri. Karena itu, secara teoritis dapat dikatakan bahwa ada korelasi positif antara pertumbuhan ekspor dengan peningkatan cadangan devisa, pertumbuhan impor, pertumbuhan output di dalam negeri, peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan ProdukDomestik Bruto (PDB) (Tambunan, 2001). Sementara itu, impor diasumsikan sebagai fungsi permintaan suatu negara terhadap suatu komoditi pasar internasional. Impor terjadi karena suatu negara tidak mampu menghasilkan barang-barang modal dan berbagai jenis barang untuk keperluan negaranya.Pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu suatu negara hendaknya melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut dapat mengekspor komoditi yang telah diproduksi untuk dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan oleh negara lain dengan biaya yang lebih rendah dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor negara tersebut.2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional. Jika harga pasar internasional lebih tinggi dari harga pasar domestik, maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditi hasil produksinya ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.3. Adanya permintaan dari luar negeri. Semakin tinggi permintaan dari luar negeri terhadap komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekspor di negara tersebut.4. Nilai tukar mata uang. Apabila negara mengalami depresiasi nilai tukar, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal itu terjadi karena depresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga komoditas domestik terlihat lebih murah di mata internasional sehingga permintaan luar negeri untuk komoditas tersebut akan meningkat.Dampak dari adanya perdagangan internasional dapat berimplikasi positif dan negatif. Tambunan (2004) menyatakan bahwa secara umum ada empat aspek yang terpengaruh dalam globalisasi. Keempat aspek tersebut adalah ekspor,impor, investasi, dan tenaga kerja. Ekspor akan berdampak positif bilamana pangsa pasar dunia dari suatu negara meningkat, sedangkan akan berdampak negatif bilamana suatu negara kehilangan pangsa pasar dunianya. Hilangnya pangsa pasar suatu negara akan berpengaruh terhadap volume produksi dan pertumbuhan PDB dalam negeri. Impor akan berdampak negatif bilamana peningkatan impor dikarenakan rendahnya daya saing buatan dalam negeri. Iklim investasi yang kondusif akan memberikan dampak positif dimana arus modal dalam negeri akan meningkat. Perdagangan internasional juga akan menyebabkan tenaga ahli dari luar negeri akan meningkat dengan adanya perdagangan internasional tersebut. Pengaruh tersebut tergantung pada kesiapan negara bersangkutan dalam menghadapi peluang-peluang maupun tantangan-tantangan yang muncul dari proses tersebut.

Sumber : Tambunan, 2004

Gambar 2. Peran Perdagangan Internasional Terhadap Perekonomian Nasional

2.1.3. Daya SaingDaya saing adalah produktivitas suatu bangsa dalam penggunaan tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam (Porter, 2009). Produktivitas menetapkan standar hidup yang berkelanjutan (upah, returns on capital, return on natural resources). Persaingan diindustri bangsa itu baik untuk mencapai kemakmuran, tapi seberapa produktif persaingan di industri tersebut. Produktivitas industri "lokal" atau domestik merupakan dasar daya saing tidak hanya dari industri ekspor.Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati konsumen.Keunggulan absolut adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara untuk salah satu komoditinya tidak secara langsung menyebabkan komoditi tersebut akan menguasai pangsa pasar dunia. Hal ini dikarenakan jumlah produsen tidak hanya satu negara, akan tetapi ada beberapa negara yang sama-sama menghasilkan komoditi tersebut dengan kondisi keunggulan alamiah yang sama.Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif adalah suatu kemampuan untuk mendapatkan suatu barang yang dapat dihasilkan dengan tingkat biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang-barang lain. Teori keunggulan komparatif dikemukakan oleh J.S. Mill dan David Ricardo dan muncul sebagai usaha perbaikan terhadap teori keunggulan absolut. Menurut hukum keunggulan komparatif meskipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan (Lindert dan Kindleberger, 1993). Dasar pemikiran David Ricardo adalah perdagangan antar dua negara akan terjadi bila masing-masing negara memiliki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Ricardo menekankan bahwa keunggulan suatu negara atas negara lain disebabkan oleh perbedaan efisiensi relatif antara negara dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang yang menjadi dasar terjadinya perdagangan internasional.Teori keunggulan komparatif David Ricardo dijelaskan lebih lanjut oleh teori cost comparative (labor efficiency) dan teori production comparative (labor productivity). Menurut teori cost comparative (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Sedangkan menurut Production comparative advantage (labor productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif (Hady, 2001). Sementara itu, J.S. Mill berpendapat bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) terbesar, dan akan mengkhususkan diri pada impor barang bila negara tersebut memiliki kerugian komparatif (comparative disadvantage) (Tambunan, 2001).Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar internasional (Hamdy, 2001). Konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan ditandingkan (dikompetisikan) dengan berbagai perjuangan/usaha. Keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar (Porter, 1990).

2.1.4. Keunggulan Kompetitif BangsaCompetitiveness atau bisa disebut daya saing merupakan sebuah kekuatan bangsa dalam penggunaan sumber daya berupa sumber tenaga kerja (Human Resources), sumber modal (Capital), dan sumber daya alam (Natural Resources) (Porter 2009). Negara-negara menjadikan keunggulan kompetitif bangsa sebagai paradigma baru dan menjadi pusat perhatian dan pembelajaran negara-negara dan perusahaan-perusahaan untuk memajukan industrinya (Porter 1990). Menurut Porter (1990), keunggulan bersaing global suatu industri tergantung pada interaksi dari empat kondisi atau determinan yaitu a) kondisi faktor, b) kondisi permintaan, c) industri terkait dan industri pendukungnya dan d) strategi perusahaan, struktur dan persaingan diantara perusahaan. Pengaruh dari salah satu determinan tergantung pada determianan lain dalam membentuk suatu lingkungan dimana perusahaan-perusahaan lokal bersaing didalamnya. Diamond adalah interaksi antara keempat faktor tersebut sebagai suatu sistem, yang dapat meningkatkan atau menghambat penciptaan keunggulan kompetitif. Disamping itu ada dua variabel tambahan yang mempengaruhi diamond of nations competitive advantage tersebut yaitu kesempatan (yang antara lain disebabkan oleh perubahan) dan pemerintahan.

2.1.4.1. Kondisi faktorKondisi faktor merupakan posisi sebuah negara dalam faktor-faktor produksi. Setiap negara mempunyai faktor-faktor produksi, yaitu input-input yang diperlukan untuk bersaing dalam industry, seperti tenaga kerja, tanah yang subur, sumber daya alam, modal, dan infrastruktur. Faktor-faktor ini dikelompokkan kedalam beberapa kategori berikut.1. Sumberdaya manusia: kuantitas, keterampilan dan baiya tenaga kerja, termasuk didalamnya adalah standar waktu kerja dan etika kerja.2. Sumber daya alam: kekeayaan, kualitas kemudahan akses dan biaya tanah, air mineral, sumber tenaga, dan kekeayaan alam lainnya. Termasuk juga didalamnya adalah iklim, lokasi dan luas geografis suatu negara.3. Sumber pengetahuan: ilmuwan, ahli-ahli tekhnik, dan pemasaran yang dimiliki suatu negara. Sumber daya pengetahuan berada di universitas, lembaga penelitian pemerintah maupun swasta, badan pusat statistic, asosiasi perdagangan dan lainnya.4. Sumber modal: jumlah dan biaya modal yang tersedia untuk pembiayaan suatu industry.5. Infrastruktur: jenis, kualitas, dan biaya yang dikeluarkan pemakai suatu infrastruktur yang dapat mempengaruhi persaingan, termasuk didalamnya adalah system transportasi, system komunikasi, jasa pengiriman, pemeliharaan kesehatan dan sebagainya. Infrastruktur juga termasuk fasilitas perumahan dan lembaga kebudayaan yang mempengaruhi kualitas hidup dan daya tarik suatu negara sebagai tempat untuk tinggal dan bekerja.Menurut Porter (1990), terdapat hierarki diantara faktor-faktor tersebut, yang dibedakan atas faktor-faktor dasar (basic factors) seperti sumber daya alam, iklim, lokasi dan sebagainya dan faktor lanjuran (advanced factor) misalnya prasarana komunikasi, tenaga kerja terampil dan terlatih, fasilitas riset dan sebagainya. Ditegaskan bahwa faktor-faktor lanjutan adalah yang paling signifikan untuk keunggulan kompetitif. Faktor-faktor dasar merupakan anugerah secara alamiah, sedangkan faktor lanjutan dihasilkan dari investasi oleh individu-individu, perusahaan-perusahaan dan pemerintah. Faktor-faktor dasar dapat memberikan keunggulan awal yang selanjutnya diperkuat dan diperluas oleh investasi dalam faktor-faktor lanjutan. Sebaliknya kelemahan dalam faktor-faktor dasar dapat menciptakan tekanan untuk investasi dalam faktor-faktor lanjutan.

2.1.4.2. Kondisi permintaanKondisi permintaan, yaitu sifat permintaan dalam negeri terhadap produk atau jasa dari suatu industry. Porter menekankan peran permintaan dalam negeri dalam memberikan dorongan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif.Ada tiga atribut dari permintaan dalam negeri yang signifikan, yaitu komposisi atau sifat kebutuhan pembeli, ukuran dan pola pertumbuhannya, serta mekanisme bagaimana preferensi suatu bangsa diteruskan ke pasar luar negeri.

2.1.4.3. Industri terkait dan industri pendukungIndustri terkait dan industri pendukung, yaitu keberadaan industri pemasok dan industri terkait dalam suatu negara yang kompetitif secara internasional, termasuk didalamnya : 1) Keberadaan industri pemasok yang bersaing secara internasional yang menciptakan keunggulan di industri hillir melalui akses yang cepat, pesat dan efisien pada input-input yang paling cost-effective dan 2) Industri-industri terkait yang bersaing secara internasional yang dapat berkoordinasi atau membagi aktivitas dalam rantai nilai ketika bersaing, atau industri yang berkaitan dengan produk yang saling melengkapi. Industri-industri yang berhasil dalam suatu negara cenderung dikelompokkan dalam kelompok-kelompok (cluster) industri berkaitan.

2.1.4.4. Strategi Perusahaan, Struktur dan persaingan dalam industriStrategi perusahaan, struktur dan persaingan dalam industri, merupakan kondisi dalam suatu negara yang menentukan bagaimana suatu perusahaan dibangun, diorganisasi, dan dikelola, dan sifat dari pesaing domestiknya. Hal ini mencakup bagaimana perusahaan-perusahaan dikelola dan memilih untuk bersaing, tujuan yang ingin dicapai perusahaan sebagaimana juga motivasi dari para karyawan dan manager, serta jumlah pesaing domestik dan penciptaan dan ketahanan keunggulan kompetitif dalam industri tersebut.Keempat determinan keunggulan kompetitif tersebut diatas membentuk lingkungan kompetitif dari suatu industri. Sebagai sistem, masing-masing dari keempat determianan saling mempengaruhi satu sama lain secara keseluruhan dan pada akhirnya dipengaruhi oleh dua variabel lain yang memegang peran penting yaitu kesempatan dan pemerintah.

2.1.4.5. Peran dari adanya kesempatanKejadian-kejadian yang merupakan kesempatan dapat menghilangkan keunggulan dari beberapa pesaing dan menyebabkan pergeseran dalam posisi kompetitif secara keseluruhan, yang antara lain disebabkan adanya perkembangan-perkembangan seperti penemuan bar, keputusan politik dari negara lain, peperangan, pergeseran yang signifikan dari nilai tukar, perubahan dari permintaan regional maupun dunia, dan terobosan teknologi.

2.1.4.6. Peranan pemerintahPemerintah dapat mempengaruhi keempat determinan melalui tindakan-tindakan seperti subsidi, kebijakan pendidikan, regulasi atau deregulasi pasar modal, penetapan standar produk lokal dan peraturannya, pembelian barang dan jasa, hukum pajak, dan peraturan anti-trust.Teori mengenai determinan keunggulan bangsa sebagai suatu sistem yang dikemukakan oleh Porter memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan dari teori yang diungkapkan Porter ini diantaranya berkaitan dengan pengelompokan industri. Menurut Porter pengelompokan yang terkonsentrasi secara geografis dapat memainkan peran signifikan dalam daya saing. Namun bila ditelaah lebih lanjut setiap usaha untuk mendefinisikan sektor mana yang dikelompokkan menjadi satu tidak disangkal lagi berkaitan dengan judgement dan subjektif. Hal lain yang menjadi kritikan dari teori Porter ini adalah model diamond tidak banyak relevan dalam perekonomian kecil karena variabel domestiknya sangat terbatas.Pada intinya model Porter menunjukkan bagaimana suatu industri dapat mempertahankan daya saing internasionalnya pada saat penentu itu ada, tetapi harus dikatakan bahwa teori Porter terutama menjelaskan perekonomian negara maju. Modelnya harus dimodifikasi agar dapat diterapkan pada negara sedang berkembang atau terbelakang, karena negara tersebut harus menciptakan daya saing internasional tanpa selalu memiliki salah satu dari keempat penentu.

Sumber: Porter, 1990,The Competitive Advantage of Nations

Gambar 3. Determinan Keunggulan Bangsa Sebagai Suatu Sistem2.1.5. Revealed Comparative advantage Index (RCAI)Metode RCA diperkenalkan pertama kali oleh Balasa pada tahun 1965 yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. RCA mengukur nilai ekspor suatu komoditas (industri) dari sebuah negara relatif terhadap total ekspornya dan dibandingkan dengan ekspor komoditas dari sejumlah negara (Seymen, 2004).Metode RCA didasarkan pada konsep perdagangan antara negara dengan menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. RCA mengukur kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai tersebut dalam perdagangan dunia internasional. Semakin tinggi nilai indeks RCA suatu negara terhadap suatu produk dibandingkan negara lain, maka negara tersebut spesialisasi pengekspor produk tersebut.Alat analisis RCA yang digunakan pada proposal ini mempunyai beberapa kelemahan yang mendasar. Kelemahan adalah asumsi bahwa setiap negara mengekspor semua komoditas, kelemahan kedua adalah bahwa indeks RCA memang dapat menjelaskan pola perdagangan yang telah dan dapat berlangsung, namun tidak dapat menjelaskan apakah pola tersebut sudah optimal, selain itu juga tidak dapat mendeteksi atau memprediksi produk-produk yang berpotensi dimasa mendatang dan menjadi bias jika dikaitkan dengan memasukkan nilai impor ketika ukuran besarnya suatu negara menjadi penting. Kelemahan yang lain adalah bahwa keunggulan komparatif yang tercermin dari hasil perhitungan bisa jadi bukan merupakan keunggulan komparatif yang sesungguhnya, karena adanya intervensi dari pemerintah negara tersebut melalui kebijakan yang berkaitan dengan hambatan tariff dan non tariff, proteksi ekspor, subsidi, nilai tukar yang dibuat under value dan lain sebagainya.

2.1.6. Analitical Hierarchy Prosess (AHP)AHP merupakan suatu model yang luwes yang mampu memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini juga memungkinkan orang menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi.Menurut Saaty (1993), AHP adalah suatu alat bantu dalam proses pengambilan keputusan. pada dasarnya metode AHP memecah-mecah suatu situasi kompleks, tidak teratur ke bagian-bagian komponen yang ada. Menata bagian atau variabel dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif penting setiap variabel dan mensintesis berbagai petimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.Model AHP dapat menguraikan masalah multi faktor dan multi kriteria yang cukup kompleks untuk dijadikan sebuah hierarki (Saaty 1993). Hierarki merupakan sebuah representasi dalam sebuah permasalahan yang kompleks di dalam suatu striktur multi level yang terdiri dari level tujuan, level faktor, kriteria, sub-kriteria dan seterusnya menuju level akhir yaitu alternatif. Dengan begitu, hierarki dapat menguraikan suatu permasalahan yang kompleks ke dalam kelompok-kelompok yang diatur menjadi suatu bentuk hierarki yang terstruktur dan sistematis.Penilaian terhadap relatif penting sautu komponen dibandingkan dengan komponen lain, dilakukan dengan meminta pendapat seorang pakar (expert) pada bidang yang diteliti tersebut. Kelebihan AHP adalah sederhana dan tidak banyak memiliki asumsi, sehingga sangat cocok digunakan pada permasalahan yang bersifat strategis dan makro. Saaty (1993), menyatakan bahwa dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan AHP, harus dipahami secara mendasar prinsip penyusunan hieraki, prinsip penentuan prioritas serta prinsip konsistensi logis.Maarif dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa dalam menyusun hierarki, tahapan yang harus dilakukan adalah dekomposisi yaitu memecahkan persoalan yang kompleks menjadi berbagai elemen pokok kemudian menyusun elemen-elemen tersebut secara hierarki. Ada dua jenis hierarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Hierarki lengkap yaitu semua elemen pada satu tingkat memiliki hubungan dengan semua elemen pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, hierarki yang terbentuk adalah hierarki tidak lengkap. Sedangkan menurut Saaty (1993), dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yaitu elemen-elemen dibandingkan berpasangan digunakan matriks. Matriks adalah alat yang sederhana dan biasa digunakan dalam memberi kerangka kerja untuk menguji konsistensi, memperoleh informasi tambahan. Untuk mengisi matriks perbandingan digunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Bilangan yang digunakan dalam skala pembanding adalah nilai 1 sampai dengan 9. Berdasarkan pengalaman skala dengan sembilan satuan cukup menampung persepsi manusia sehingga membedakan intensitas tingkat kepentingan antar eleman.Saaty (1993) menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan sangat penting untuk mengetahui konsistensi logis. Keputusan yang diambil berdasarkan konsistensi rendah sama dengan mempertimbangkan acak namun untuk mencapai konsistensi sempurna sangat sukar. Konsistensi pada level tertentu dangat dibutuhkan dalam menetapkan prioritas untuk masing-masing elemen sehingga diperoleh hasil yang optimal. Dalam metode AHP, nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang. Jika lebih dari 10% maka pertimbangan mungkin acak dan harus diperbaiki.

2.2. Kajian Penelitian TerdahuluOno Juarno (2012) melakukan penelitian mengenai daya saing dan strategi peningkatan ekspor udang Indonesia di pasar Internasional. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana posisi daya saing ekspor udang Indonesia yang dibandingkan dengan Thailand di pasar Internasional terutama ketika Thailand mengganti varietas udang yang dibudidayakan dari udang Windu ke udang Vaname, menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran dan permintaan akan udang Indonesia di pasar Internasional, serta untuk menganalisa dampak dari kebijakan alternatif yang dilakukan melalui berbagai strategi peningkatan ekspor udang Indonesia terhadap daya saing. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan nilai indeks RCA, pada tahun periode 2004-2008 indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam mengekspor tiga jenis udang ke Jepang, AS, UE-27, kecuali dalam hal ekspor udang segar ke Jepang. Indonesia mengalami penurunan nilai indeks RCA dibandingkan Thailand pada ketiga produk udang yang diekspor ke Jepang, terutama setelah Thailand mengganti budidaya udang Windu menjadi Vaname. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan model CMSA menunjukkan bahwa Daya Saing Ekspor Indonesia disebabkan oleh sesuatu yang spesifik yaitu dalam mengekspor udang beku ke pasar Jepang dan AS, padahal efek komoditas dan distribusinya masih lemah.Achmad Fachrodji (2010) melakukan penelitian dengan judul Model Daya Saing Produk Gondorukem di Pasar International dan Implikasinya terhadap Pengembangan Industri Gondorukem di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menidentifikasi bagaimana dinamika persaingan produk gondorukem di pasar internasional serta apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya, melakukan pengukuran daya saing produk gondorukem masing-masing negara produsen yang melakukan ekspor seperti Indonesia, Brazil, dan China, serta membuat sebuah formulasi dan merekomendasikan kebijakan yang dilakukan agar dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Alat analisis utama yang digunakan adalah Analytic Network Process (ANP), selain itu juga digunakan analisis RCA untuk mengetahui tren produksi gondorukem RRC dan Brazil yang dibandingkan dengan tren produksi gondorukem Indonesia. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan analisis RCA diperoleh hasil bahwa tren produksi gondorukem RRC dan Brazil cenderung naik dan produksi gondorukem Indonesia cenderung turun, namun sebaliknya tren ekspor gondorukem RRC dan Brazil cenderung turun dan ekspor Indonesia cenderung naik dan konsumsi gondorukem dunia juga cenderung naik. Sedangkan berdasarkan analsis menggunakan ANP diperoleh hasil bahwa apabila pendapat kelompok pakar luar dan dalam negeri digabungkan maka prioritas yang harus dilakukan adalah dengan berfokus pada peningkatan pemanfaatan potensi hutan pinus yang dimiliki Indonesia.Daryanto (2007) melakukan penelitian berjudul Analisis Daya Saing Kakao di Pasar Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi daya saing kakao Indonesia di pasar Internasional, mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan keunggulan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional, dan menentukan prioritas strategi daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. Pada penelitian ini tidak menghitung seluruh negara produsen kakao, hanya negara-negara produsen kakao terbesar. Analisis faktor-faktor penentu keunggulan daya saing yang dilakukan dilihat dari sudut pandang Indonesia. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder menggunakan alat analisis Revealed Comparative Advantage Index (RCAI), pembobotan faktor-faktor penentu keunggulan dan analisis hierarki proses. Posisi daya saing Indonesia berdasarkan nilai RCA masih rendah dibandingkan dengan negara-negara produsen kakao lainnya. Kemampuan daya saing kakao Indonesia masih di bawah Pantai Gading, Ghana dan Nigeria. Namun dibandingkan Brazil posisi daya saing kakao Indonesia masih lebih baik. Berdasarkan analisis RCA dan analisis faktor-faktor penentu keunggulan diperoleh alternatif-alternatif strategi, di antaranya: 1) promosi ekspor dan membuka akses pasar ke pasar baru, 2) pengembagnan pembiayaan pertanian dan pengembangan lembaga keuangan non bank, 3) penciptaan iklim usaha yang kondusif, 4) peningkatan mutu kakao dan 5) pembangunan industri benih atau bibit. Berdasarkan pendapat para pakar melalui analisis AHP, strategi yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan mutu kakao. Urutan prioritas selanjutnya adalah promosi ekspor dan membuka akses ke pasar baru, penciptaan iklim usaha yang kondusif, pengembangan kredit pertanian dan lembaga keuangan non-bank dan pembangunan industri benih/bibit.Handito Hadi Joewono (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing, keterkaitan dan sumber-sumber pertumbuhan industri agro Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur bagaimana perubahan daya saing industri agro antara negara Indonesia, Thailand dan China dan menganalisis keterkaitan antara sektor industri agro di Indonesia dengan perekonomian negara Thailand dan China serta untuk menghitung dan menganalisis faktor-faktor pertumbuhan struktural antara negara Indonesia, Thailand dan China di sektor industri agro. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis I-O antara negara yang menggunakan data Asian Input-Output dan dengan menggunakan perhitungan IIC (Index of International Competitiveness) dan IDC (Index of Domestic Competitiveness). Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa pada periode 1995-2000 sektor industri agro Indonesia mengalami penurunan daya saing terutama daya saing domestik, sektor industri Indonesia memiliki keterkaitan dengan negara China dan Thailand, dan tidak adanya sumber pertumbuhan sektor industri agro di Indonesia yang dapat diandalkan di masa depan.Robert Hardi Sinaga (2007) melakukan penelitian berjudul Analisis Daya Saing Minyak Sawit Indonesia di China. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan permintaan akan minyak sawit Indonesia di negara China dan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penentu yang mempengaruhi daya saing minyak sawit Indonesia di China dibandingkan dengan negara pesaing lainnya. Selain itu juga tujuan dari penelitian ini untuk dapat merumuskan strategi alternatif dengan mengetahui faktor-faktor penentu sehingga dapat meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di China. Analisis daya saing yang dilakukan hanya sebatas di lingkungan lingkup Direktorat Jendral Perkebunan yang berlokasi di Kantor Pusat Departemen Pertanian Jl. Harsono RM. No. 3 Jakarta Selatan, selama 4 (empat) bulan sejak September sampai Desember 2006. Penelitian yang dilakukan mengacu kepada teori dan konsep yang digunakan dalam proses manajemen strategi, teori-teori daya saing, analisis deskriptif dan analisis Revealed Comparative Adantages. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kinerja ekspor minyak sawit sangat penting untuk diperhatikan karena seperti telah diketahui pasar China memiliki kekuatan dengan besarnya populasi ( 1.3 Milyar jiwa) dan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 10% pada tahun 2005, selain itu juga melalui penelitian ini diketahui bahwa kekuatan daya saing minyak sawit Indonesia di China sangat diperngaruhi oleh kinerja pesaing utamanya yaitu Malaysia yang memiliki pangsa pasar sebesar 73,36% pada tahun 2005.Suprihartini (2005) melakukan penelitian tentang Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi daya saing Indonesia di pasar dunia dengan menggunakan pendekatan Constant Market Share (CMS). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia. Masalah tersebut disebabkan karena komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar, negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi dan daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang masih lemah. Menurut Suprihatini (2005) dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekspor teh Indonesia, diperlukan upaya untuk meningkatkan komposisi produk the melalui peningkatan ekspor teh Indonesia dalam produk-produk hilir dan teh hijau curah. Hal lainnya yang diperlukan adalah upaya untuk meningkatkan distribusi pasar. Pada aspek daya saing, posisi daya saing teh Indonesia lebih lemah dibandingkan negara-negara produsen the lainnya, kecuali Bangladesh.

2.3. Kerangka Pemikiran KonseptualIndonesia memiliki sumberdaya alam ikan hias yang melimpah dan merupakan peringkat pertama di dunia dalam produksi ikan hias tropis. Ikan hias yang merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia mempunyai potensi besar untuk menguasai pasar ikan hias dunia bila permasalahan utama yang dihadapi industri ikan hias dapat diatasi dan agribisnis ikan hias dikembangkan dan dikelola dengan baik. Tingginya permintaan menjadikan komoditas ikan hias menjadi komoditas ekspor andalan yang prospeknya semakin cerah. Apalagi ikan hias asal Indonesia terkenal dengan fisiknya yang kuat dan cepat beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Pada era perdagangan bebas, di mana berbagai proteksi maupun hambatan perdagangan harus dihapuskan menuntut kemampuan daya saing yang tinggi bagi setiap negara agar mampu bersaing dengan negara-negara lain di pasar internasional. Kita harus mampu mentransformasikan keunggulan komparatif yang dimiliki agribisnis ikan hias kita menjadi keunggulan kompetitif. Kemampuan daya saing ikan hias Indonesia mutlak diperlukan agar ikan hias dapat bersaing di pasar internasional. Berdasarkan hasl tersebut tentunya kita perlu mengidentifikasi posisi daya saing ikan hias Indonesia di pasar internasional agar kita dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Pengukuran daya saing dilakukan dengan menggunakan RCA. Identifikasi juga dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor penentu keunggulan daya saing. Identifikasi faktor-faktor penentu keunggulan daya saing dilakukan dengan menggunakan pembobotan yang didasarkan pada model Diamond Porter Plus. Model Diamond Porter Plus terdiri atas beberapa faktor, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi struktur dan persaingan, kebijakan pemerintah dan kesempatan atau peluang, di mana tiap faktor tersebut terdiri atas sub-sub faktor. Berdasarkan identifikasi pada posisi daya saing dan identifikasi faktor-faktor penentu keunggulan daya saing, maka akan menghasilkan alternatif-alternatif strategi. Berdasarkan alternatif-alternatif strategi tersebut, maka akan ditentukan prioritas strategi untuk meningkatkan daya saing ikan hias dengan bantuan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Potensi Ikan Hias IndonesiaAnalisis Daya Saing (RCA)Analisis Strategi (Matriks Analisis)Faktor-faktor Penentu Keunggulan (Diamond Porter + Chance & Government)AHPPrioritas Strategi

Gambar 4. Kerangka Pemikiran3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan WaktuPenelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu Direktorat Pengembangan Produk Non Konsumsi.3.2. Pendekatan penelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Pemilihan metode ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang luas dan lengkap mengenai objek yang diteliti. 3.3. Jenis dan Sumber DataPenelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data-data tersebut bersumber dari instansi pemerintah maupun swasta. Data sekunder berasal dari dinasi atau instansi seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Komisi Ikan Hias Indonesia, dan sumber lainnya yang mendukung penelitian ini.Data primer berasalah dari para responden, dalam hal ini pakar dan praktisi dalam agribisnis ikan hias melalui pengisian kuesioner. 3.4. Metode Pengambilan SampelResponden untuk pengisian kuesioner dipilih berdasarkan teknik pengambilan contoh secara sengaja (purposive sampling). Hal ini dilakukan dengan menggunakan pertimbangan kepakaran dan pengalaman praktis responden. Jumlah responden sebanyak tujuh orang yang terdiri atas birokrat, akademisi dan praktisi. Daftar nama responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Responden yang Dipilih untuk Menentukan Faktor-Faktor Penentu Keunggulan dan Penentuan Prioritas StrategiNoNamaJabatan

1

2

3

4

5

6

7

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data3.5.1. Analisa Daya Sainga. Revealed Comparative Advantage IndexRevealed Comparative Advantage (RCAI) untuk mengukur spesialisasi ekspor yang dapat dikembangkan atau dengan kata lain Indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. RCAI didefinisikan sebagai rasio antara pangsa pasar komoditi (produk, industri, ataru sektor) utama terhadap total ekspor pada suatu negara dengan pangsa pasar komoditi (produk, industri, atau sektor) tersebut terhadap total ekspor dunia. Model RCAI dirumuskan sebagai berikut:(RCAIi)a = (Xia/Xta)/(Xiw/Xtw)Di mana :Xia = Nilai ekspor komoditi i oleh negara a Xta = Nilai total ekspor oleh negara aXiw = Nilai ekspor dunia terhadap komoditi iXtw = Nilai total ekspor duniaJika nilai indeks RCA dari suatu komoditas tertentu lebih besar dari satu, berarti negara bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya bila lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut rendah, di bawah rata-rata dunia.

3.5.2. Analisa Faktor-Faktor Penentu KeunggulanFaktor-faktor penentu keunggulan daya saing ikan hias Indonesia akan dianalisis dengan melakukan pembobotan pada faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor penentu keunggulan tersebut didasarkan pada model Diamond Porter yang berdasarkan pada tinjauan pustaka yang kemudian dilakukan konfirmasi pada pakar sebelum dilakukan pembobotan. Penentuan pembobotan akan menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear, 1991).Adapun teknik pembobotannya, sebagai berikut:Pemberian bobot setiap variabel menggunakan skala 0, 1 dan 2, dengan ketentuan 0 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator-indikator vertikal1= Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal2= Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Tabel 4. Penilaian Bobot Faktor Keunggulan BersaingKondisi FaktorABC

A

B

C

Sumber: Kinnear dan Taylor (1996)

Bobot setiap variable diperoleh dengan menentukan nilai setiap variable terhadap jumlah nilai keseluruhan variable dengan menggunakan rumus:

Di mana: a1= bobot variable ke iXi= nilai variable ke ii= 1, 2, 3, , nn= jumlah variabel3.5.3. Analytical Hierarchy ProcessAnalisis Hierarki Proses (AHP) ditujukan untuk membuat satu model permasalahan yang tidak terstruktur. AHP dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang kuantitatif maupun yang kualitatif dengan menggunakan expert judgment. AHP merupakan suatu metode analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Dalam penerapannya Saaty (1993) menyarankan agar sedapat mungkin menghindari adanya penyederhanaan, seperti membuat asumsi-asumsi supaya diperoleh model kualitatif.Terdapat beberapa prinsip dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan AHP sebagai berikut (Saaty, 1993).1. Dekomposisi, yakni memilah-milih persoalan yang utuh menjadi beberapa elemen setelah persoalan tersebut didefinisikan. Apabila diinginkan suatu solusi yang akurat, maka pemecahan elemen tersebut dilakukan sampai elemen tersebut tidak bisa dipecah-pecah lagi, sehingga diperoleh strata dari persoalan yang akan dianalisa2. Pendapat Komparatif, yakni membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu strata dalam kaitannya dengan elemen strata diatasnya. Penilaian tersebut merupakan inti dari AHP, karena akan mempengaruhi prioritas yang dihasilkan dalam AHP. Penilaian tersebut disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan3. Sintesa prioritas, yakni mencari eigen vektornya untuk memeperoleh prioritas lokal, dari setiap matrik perbandingan berpasangan yang terdapat pada setiap strata. Selanjutnya. Prioritas lokal dari setiap matriks disintesa untuk memperoleh prioritas global4. Konsistensi Logis, yakni menghitung indeks konsistensi dari setiap matrik dan kemudian menghitung indeks konsistensi keseluruhan.Menurut Saaty (1993), terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam AHP, yaitu memeriksa persoalan, menyusun hierarki, melakukan perbandingan berpasangan, menghitung prioritas lokal, menyintesis prioritas lokal menjadi prioritas menyeluruh dan memeriksa konsistensi. Di lain pihak menurut marimin (2005) tahapan AHP dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Perbandingan BerpasanganPerbandingan berpasangan dilakukan dengan membandingkan satu elemen dengan elemen lainnya dalam suatu strata dengan menggunakan nilai skala 1-9 dan nilai resiproknya. Definisi dari setiap nilai skala yang digunakan dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5. Nilai skala yang digunakan dalam AHP dan definisinyaNilai skalaTingkat kepentingan antar dua elemen yang dibandingkan

1Sama pentingnya dibandingkan elemen lainnya

3Sedikit lebih penting dibandingkan dengan elemen lainnya

5Lebih penting dibandingkan dengan elemen lainnya

7Sangat lebih penting dibandingkan dengan elemen lainnya

9Mutlak lebih penting dibandingkan elemen lainnya

2,4,6 dan 8Nilai antara dua skala yang berdekatan

2. Matriks Perbandingan berpasanganKuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matrik n x n. Nilai aij merupakan hasil konspirasi yang mencerminkan nilai kepentingan elemen Ci terhadap Cij dimana C1, C2,, Cn adalah set elemen pada suatu strata dalam hierarki. Formulasi matriks pendapat individu dapat dilihat pada gambar 5.

Nilai kebalikannyaMenyatakan pendapat kurang tingkat kepentingannya

A= (aij)=C1C2Cn

C11a12a1n

C21/a211a13

1

Cn1/an11/an21

Gambar 5. Matriks perbandingan berpasangan untuk pendapat individu

3. Pendapat GabunganPendapat gabungan merupakan rata-rata geometrik dari semua pendapat, sehingga elemen matriks pendapat individu gabungan merupakan rata- gabungan merupakan rata-rata geometrik dari semua elemen matriks pendapat individu yang berada pada baris dan lajur yang sama. Matrik pendapat individu yang dimasukkan kedalam perhitungan elemen matrik pendapat gabungan adalah yang memenuhi syarat rasio konsistensi4. Pengolahan horizontal Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan untuk setiap elemen pada suatu strata keputusan. Tahapan menurut Saaty (1983) adalah sebagai berikut.a. Perkalian baris (z) dengan rumus:Z1= b. Perhitungan vektor prioritas / Vektor eigeneVP1=5. Pengolahan VertikalPengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas keputusan setiap elemen pada strata tertentu terhadap sasaran utamanya (strata 1). Pengolahan vertikal dimulai dari strata ketiga dengan mencari prioritas keputusan setiap elemen yang terdapat pada strata ketiga tersebut terhadap sasaran utamanya. Setelah prioritas keputusan setiap elemen pada strata ketiga diperoleh, maka dilanjutkan untuk menghitung prioritas keputusan untuk strata berikutnya terhadap sasaran utama. Demikian seterusnya untuk semua strata dibawahnya.NPP4= Untuk: P= 1,2,..rT=1,2,..sDimana;NPP4= Nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke q terhadap sasaran utamaNPH P4= Nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke q pada tingkat ke-qNPTt= Nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke t pada tingkat ke-q-16. Prinsip Konsistensi Logis.Prinsip Konsistensi logis menurut Saaty (1991), tingkat konsistensi setiap matriks pendapat diukur dengan nilai rasio konsistensi (RK), yakni rasio antara indeks konsistensi (IK)matriks pendapat dengan indeks acak (RI) yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE NATIONAL LABORATORY dari matriks 1 samapi 15 dengan menggunakan sampel berukuran 100 responden. Nilai RK setiap matriks pendapat yang dapat diterima hanya sampai 10 persen. Atau tingkat konsistensi 90 persen. Apabila matriks pendapat tidak konsisten (RK < 0,1), maka dapat dilakukan revisi pendapat. Indeks OAK RIDGE NATIONAL LABORATORY (RI) pada setiap jumlah orde (elemen yang dibandingkan pada setiap matrik pendapat) antara 1 sampai 15 dapat dilihat pada tabel 6. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menghitung indeks konsistensi (IK) dan rasio konsistensi (RK), dipaparkan dibawah ini.Tabel 6. Indeks OAK RIDGE NATIONAL LABORATORYJumlah Orde(N)Indeks Oak Ridge National Laboratory(RI)Jumlah Orde (N)Indeks Oak Ridge National Laboratory(RI)

10.0091.45

20.00101.49

30.58111.51

40.90121.48

51.12131.56

61.24141.56

71.32151.59

81.41--

Sumber: Saaty (1991)

Tahap 1: Mencari nilai eigen Max (I maks)VA = aij x VP, dengan VA (Vai)VB = VA / VP, dengan VB (Vbi)Lmax = 1/nVA=VB = vektor antaraTahap 2 : mencari indeks konsistensiIK = Dimana ;IK= indeks konsistensimaks= nilai eigen maksimumn = jumlah elemen yang dibandingkan pada matriks pendapatTahap 3: Mencari rasio kosnsitensi:RK = IK/ RIKeterangan :RK: Rasio KonsistensiIK: Indeks konsistensiRI: Indeks Oak Ridge National Laboratory7. Revisi pendapatRevisi pendapat dapat dilakukan untuk memperbaik8 tingkat konsistensi suatu matriks pendapat . Menurut Saaty (1991), revisi pendapat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) melakukan revisi pendapat pada elemen baris atau baris yang memiliki nilai mutlak terbesar dari selisih aij dengan (wi/wj) atau maksimum Iaij- (wi/wj)I; dan (2) melakukan revisi pendapat pada baris yang memiliki deviasi RMS yang terbesar pada matriks pendapat individu, dmnan deviasi RMS tersebut dihitung dengan menggunakan nilai aij dan (wi/wj) atau dilakukan pada nilai penjumlahan baris yang memiliki deviasi RMS terbesar, dengan rumus.Maks(i)= - (wi/wj)I

Tahapan proses AHP dalam pengkajian ini dapat dilihat dilihat seperti pada gambar 5.

Identifikasi sistemPenyusunan HierarkiPengisian matrik pendapat individuMenyusun matriks gabunganMenghitung vektor prioritas sistemR Konsisten memenuhiPengolahan vertikalYaTidakRevisi pendapat

Gambar 6. Tahapan analisis AHP

Pohon hierarki AHP terdiri atas faktor, aktor, tujuan dan alternatif. Pada hierarki faktor berdasarkan faktor-faktor keunggulan. Diamond Porter pada hierarki aktor dan tujuan didasarkan [pada tinjauan pustaka. Terakhir pada hierarki alternatif berdasarkan pada analisis RCA dan analisis faktor-faktor penentu keunggulan yang menghasilkan alternatif-alternatif strategi.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Prajogo U. 2010. Strategi Penguatan Daya Saing Berkelanjutan Agribisnis Indonesia. Agrimedia Volume 15 No 1 Juni 2010.Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta.Lindert, P H dan C P Kindleberger. Ekonomi Internasional Edisi ke-8. Alih Bahasa Burhanudin Abdullah. Erlangga, JakartaKKP, 2012. Ekspor Ikan Hias Makin Kinclong. Warta Pasar Ikan. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. www.wpi.kkp.go.id. KKP. 2011. Statistik Ekspor Hasil Perikanan. Buku ke-2.Maarif, M,S. dan H. Tanjung. 2003. Manajemen Operasi. PT. Grazindo, Jakarta.Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New York.Tambunan, T. 2001. Perdagangan Internasional Dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Edisi Bahasa Indonesia. Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) dan PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

4