tugas manajemen resiko bencana (harisman_edi)
TRANSCRIPT
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 1/13
1
Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia
Harisman Edi (A153140011)
Program Studi Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan
I. Potret Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan Iingkungan,
kerugian harta benda yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk
mengatasinya, sehingga membutuhkan bantuan dari luar serta juga menimbulkan dampak
psikologis. Indonesia sebagai negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan
lautan dan kepulauan, diapit oleh samudera-samudera serta terletak diantara tiga lempengan besar
dunia, sangat berpotensi terjadinya berbagai jenis bencana, sehingga negara ini disebut negara bencana. Kenyataan telah memperlihatkan bahwa hampir seluruh jenis bencana yang ada di dunia
terdapat di Indonesia mulai dari banjir, gempa bumi dan tsunami, angin puting beliung, kebakaran
hutan dan kejadian jenis bencana lainnya.
Salah satu bencana yang sering melanda negara Indonesia adalah kebakaran hutan dan lahan.
Bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sudah pasti memberikan dampak negatif pada
berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, ekologi, dan
sosiologis. Selain itu kebakaran hutan dan lahan juga memberikan dampak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, kebakaran menyebabkan kematian tanaman dan
kematian satwa yang ada di lokasi bencana. Secara tidak langsung, kebakaran menyebabkan
kerusakan tanaman yang mengakibatkan kehidupan liar (wildlife) mati karena hilangnya makanan
dan habitat, kerugian bagi manusia atas hilangnya pendapatan dan sumber makanan yang
diperoleh dari hutan, terjadinya erosi tanah, sedimentasi pada badan air, gangguan terhadap unsur
hara. Terganggunya transportasi, pariwisata dan bisnis serta mengurangi kenyamanan hidup, serta
gangguan kesehatan. Beberapa provinsi rawan kebakaran dan bergambut di Indonesia terletak di
perbatasan negara dan dekat dengan negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura, sehingga
kabut asap tersebut bisa melintas ke negara tetangga (transboundary haze pollution). Hal ini
sangat berpotensi menimbulkan gangguan terhadap hubungan bilateral dan regional antara
Indonesia dengan negara-negara tetangga tersebut.
Pada tahun 2015, kebakaran lahan dan hutan kembali terjadi. Musim kemarau yang berkepanjangan dan fenomena El-Nino memicu kebakaran lahan dan hutan di Indonesia.
Kebakaran lahan dan hutan terjadi tidak hanya di Sumatera dan Kalimantan tetapi juga di Jawa
dan Sulawesi. Kebakaran lahan dan hutan pada lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan
menyebabkan terjadinya kabut asap di Pulau Kalimantan dan Sumatera hingga menyebar ke
Malaysia, Singapura dan sebagian kecil Thailand. Menurut Ditjen Planologi dan Tata
Lingkungan, Kemen LHK, kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada tahun 2015 sampai
dengan 30 September 2015 tercatat telah mengakibatkan terbakarnya areal seluas 1,7 juta Ha di
Sumatera dan Kalimantan.
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 2/13
2
Fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia
menjadi kering, bukanlah biang kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Meskipun cuaca
panas dan kering memperparah dan memperluas titik api di sejumlah provinsi seperti Riau, Jambi,
Sumatra Selatan dan Kalimantan yang menyebabkan kabut asap pekat, pemantik apinya adalah
manusia. Peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomomenyatatakan fenomena kebakaran hutan dan lahan adalah kejahatan terorganisasi karena lebih
dari sembilan puluh persen disebabkan manusia atau sengaja dibakar dengan tujuan untuk
membuka lahan perkebunan. Pembakaran hutan merupakan cara yang paling murah untuk
mengubah lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit, sekaligus mendongkrak harga lahan. Riset
CIFOR mencatat bahwa terjadi kenaikan harga lahan sekitar Rp 3 juta setelah pembakaran lahan.
Sebelum terbakar, harga lahan berkisar Rp 8 juta, dan setelah terbakar menjadi Rp 11 juta per
hektar. Setelah ditanami sawit, harganya berlipat lagi, sekitar Rp 50 juta, dan bisa mencapai Rp
100 juta per hektar apabila ditanami sawit bibit unggul. Di luar masyarakat yang menderita
kerugian akibat kabut asap, sekelompok orang justru menikmati hasil dari kebakaran hutan.
Mereka adalah orang pengejar keuntungan ekonomi dari pembakaran seperti kelompok tani, pengklaim lahan, perantara penjual lahan, dan investor sawit.
Singapura kembali bersuara pedas menanggapi musibah kabut asap yang menyelimuti Sumatera
dan Kalimantan, serta berdampak ke Negara Singa itu. Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian
Balakrishnan menyatakan, kabut asap yang mengepung Singapura selama hampir 3 bulan terakhir
adalah tragedi kemanusiaan dan juga tindak kriminal, bukan bencana alam dan merupakan tragedi
yang yang dibuat manusia tak bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
(Kompas,4 November 2015)
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan
Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles B. Panjaitan menyebut meluasnya
kebakaran hutan di Sumatera akibat sikap lamban para gubernur dalam menetapkan status siaga
darurat. Sebab, tanpa status tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tak bisa
segera bergerak untuk melakukan operasi pemadaman. Ia merujuk Riau, Jambi, dan Kalimantan
Selatan, yang tergolong terlambat dalam menetapkan status tersebut.
Pembakaran hutan di Riau yang terus berlanjut juga akan berdampak pada krisis lingkungan yang
parah dan hilangnya sumber air bagi manusia karena wilayah itu tidak memiliki gunung dan
pegunungan yang berfungsi menyimpan cadangan air tanah. Air tanah disimpan di hutan-hutan
gambut. Karenanya, jika gambut terbakar dan kering, maka hampir dipastikan cadangan air tanah
di Riau juga kering. Ini bisa mengancam peradaban. Selain itu peneliti ekologi tumbuhan diLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yuni Setio Rahayu, menyebutkan bahwa kebakaran
hutan berdampak serius pada menyusutnya keragaman hayati di Indonesia. Riset LIPI di
Kalimantan Tengah, dari 125 spesies tanaman hutan yang diidentifikasi, hanya 10 persen dari
populasi yang masih tersisa. Artinya, sebagian besar populasi musnah.
Pemerintah menaksir kerugian yang disebabkan oleh bencana kebakaran hutan dan kabut asap di
Indonesia mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana. Tahun itu, berdasarkan assesment World Bank kerugiannya
adalah Rp 20 triliun, hanya di Riau. Sekarang kejadian ada di enam provinsi dan dengan begitu
(kerugian) akan lebih dari Rp 20 triliun. Sementara untuk penanganan kebakaran dan kabut asap
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 3/13
3
tahun ini, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan bahwa BNPB sudah
menghabiskan dana hingga Rp 500 miliar. (BBC Indonesia, 1 Oktober 2015).
Kabut asap yang terjadi di enam provinsi juga menganggu aktivitas ekonomi dan perdagangan
masyarakat. Sebagai contohnya salah seorang petani di Riau, Purwo Hadi Subrotomengaku produksi tanaman pangan dan sayuran di ladangnya menurun sampai 40% karena proses produksi
tanaman yang mengandalkan sinar matahari terhalang kabut asap. Di sektor trasnportasi udara,
maskapai penerbangan juga mengalami kerugian karena terganggunya jarak pandang akibat kabut
asap. Garuda Indonesia sebagai contoh menyebutkan potensi kerugian yang dialami sampai
Oktober ini mencapai US$8 juta atau Rp109 miliar. Total sampai 25 Oktober 1.600 penerbangan
batal. (BBC Indonesia, 27 Oktober 2015)
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi menimbulkan asap yang menyebabkan gangguan
kesehatan akut pada manusia seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).
Dalam jangka pendek, gangguan ISPA terutama mengganggu anak-anak dan para
penderita asma, disamping batuk, penyakit kulit dan iritasi mata. Dalam jangka
panjang, diperkirakan partikel kabut asap yang berukuran kecil (< 0.02 mikron)
dapat terdeposisi dalam paru-paru yang tentunya akan mengganggu fungsi organ
tersebut. Sebagai contoh di Provinsi Riau, rilis data terakhir dari Departemen Kesehatan Provinsi
Riau tanggal 20 oktober 2015, jumlah korban ISPA mencapai 66.234 orang penderita. Berikut
pada Tabel 1 dapat dilihat jumlah penderita beberapa penyakit yang disebakan kabut asap
semenjak bencana kebakaran hutan melanda Provinsi Riau.
Tanggal 29 juni - 20 oktober 2015
Kabupaten ISPA Pneu Asama Mata Kulit Total
Dumai 6703 75 236 109 469 7592
Indragiri Hilir 2287 31 106 317 346 3087
Kampar 2937 11 114 69 200 3331
Rokan Hulu 5561 9 391 631 505 7097
Siak 7129 273 353 358 909 9022
Meranti 1134 27 76 10 45 1292
Bengkalis 6595 334 508 536 418 8391
Pelalawan 2471 82 105 178 229 3065
Rokan Hilir 2799 134 135 374 490 3932
Kuansing 7014 4 440 455 338 8251
Indragiri Hulu 6971 1 217 226 336 7751
Pekanbaru 14633 95 392 430 572 16122
Total 66234 1076 3073 3693 4857 78933
Selain terdapat peningkatan pasien gangguan saluran pernafasan, menurut data dari Kementerian
Kesehatan, telah terdapat korban jiwa akibat kejadian kebakaran lahan dan hutan yaitu: Provinsi
Riau korban meninggal sebanyak 6 orang, Provinsi Jambi korban meninggal sebanyak 1 orang,
Provinsi Sumatera Selatan korban meninggal sebanyak 4 orang, Provinsi Kalimantan Barat
korban meninggal sebanyak 1 orang, Provinsi Kalimantan Tengah korban meninggal sebanyak 4
orang, Provinsi Kalimantan Selatan korban meninggal sebanyak 3 orang, Provinsi Kalimantan
Utara korban meninggal sebanyak 1 orang.
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 4/13
4
Dampak bencana asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan selama tiga bulan terakhir,
menyisakan problematika di dunia pendidikan. Para guru dan murid mengalami hambatan besar
untuk mengejar ketertinggalan jadwal belajar, akibat libur panjang menyusul polusi udara yang
berbahaya bagi kesehatan. Kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan bencana kabut asap
menyebabkan aktivitas belajar dan mengajar di 6 provinsi rawan terganggu. Menurut data dariKementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2015), terdapat 19.716 sekolah yang diliburkan karena
dampak kabut asap sehingga mengakibatkan 2.394.030 siswa tidak dapat melakukan aktivitas
belajar di sekolah. Hal ini dilakukan karena proses belajar-mengajar tidak memungkinkan untuk
dilakukan dalam kondisi kabut asap yang tebal yang juga berada di dalam kelas, disamping itu
untuk menghindarkan anak-anak sekolah dari bahaya kabut asap yang dapat meningkatkan
serangan penyakit ISPA.
II. Upaya Penanggulangan dan Pencegahan
A.
Penanggulangan
Pada kejadian kebakaran hutan dan lahan ini penaggulangan yang dilakukan untuk menghentikan
kebakaran adalah dengan melakukan pemadaman. Kegaian pemadamam dilakukan dengan
bantuan beberapa ldiantaranya adalah operasi pemadaman darat dilakukan oleh TNI dan Polri.
Di dalam melakukan operasi pemadaman darat, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi
selama di lapangan diantaranya akses lokasi sulit dijangkau dari jalan umum sehingga pemadam
dan peralatan membutuhkan waktu dan ekstra tenaga untuk mobilisasi dan permaslahan lainnya.
Oleh karena itu upaya water bombing dilakukan ketika operasi pemadaman darat sudah tidak bisa
dilaksanakan. Selain itu juga dilakukan upaya teknologi modifikasi cuaca dan pemadaman dengan
bahan kimia. Berikut digambarkan alur penanggulanagn bencana kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia berdasarkan Rencana Kontinjensi Nasional Menghadapi Ancaman Bencana Asap
Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan .
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 5/13
5
Pada umumnya penanganan pada awal kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan dilakukan
pada tingkatan terendah di level kabupaten/kota dengan tingkatan pelaksana di lapangan seperti
BPBD, dinas damkar, dinas kehutanan, dinas pertanian, Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan
di bawah UPT Kementerian Kehutanan, TNI, POLRI, unsur swasta dan masyarakat setempat.
Pada beberapa kasus kejadian kebakaran yang terjadi di tingkat kabupaten/kota yang meluashingga lintas kabupaten tetangga didalam satu provinsi, maka gubernur bertanggung jawab atas
penanganan kejadian kebakaran hutan dan lahan. Provinsi mengerahkan sumberdaya yang ada di
level provinsi dan dapat juga meminta bantuan sumberdaya dari provinsi tetangga terdekat untuk
mendukung upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan di daerahnya.
Ketika kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan ini meluas dampaknya hingga lintas provinsi
dan dianggap sebagai kejadian bencana yang sifatnya nasional sesuai kriteria tertentu, maka
pemerintah berkoordinasi untuk menginisiasi tindakan pencegahan, respon dan memulihkan
kejadian kebakaran tersebut dengan memberikan pendampingan bantuan kepada pemerintah
provinsi dengan pengerahan sumberdaya tingkat nasional.
Konsep operasi ini disusun untuk mengakomodir beragamnya peranan Kementerian dan Lembaga
di tingkat nasional dalam memberikan dukungan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam peraturan perundangan.
BNPB sebagai koordinator utama penanggulangan bencana di tingkat nasional mengkoordinir
Kementerian dan Lembaga terkait dalam penetapan kebijakan strategis terkait pemadaman
bencana Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan. BNPB dibantu kementerian dan
lembaga terkait melakukan pengumpulan dan penyebarluasan informasi, perencanaan operasi,
dan pengerahan dukungan sumberdaya tingkat nasional yang dikoordinasikan oleh Pusdalops
BNPB.
Pada tingkat provinsi, BPBD berperan sebagai koordinator dalam pengerahan sumberdaya
provinsi dan dukungan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Dalam hal ini BPBD
berkewajiban memberikan laporan terkait operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan
dilapangan ke Pusdalops BNPB. Berikut di dijelaskan lebih rinci tahap-tahapan alur penanganan
kebakaran hutan dan lahan di Indonesia :
1. BNPB mengoordinir kegiatan-kegiatan penanganan kebakaran hutan dan lahan di tingkat
nasional. Fungsi koordinasi ini dilakukan melalui mobilisasi sumberdaya pemadaman
kebakaran di tingkat nasional guna mendukung pemerintah daerah.2. Pemerintah Daerah diwakili oleh BPBD menggunakan organisasi SKTD bertanggung
jawab untuk melaksanakan kaji cepat situasi30 dan penetapan kebutuhan sumber daya
berada pada Komandan Tanggap Darurat Bencana Kabupaten/Kota (Incident
Commander — IC).
3. Pemerintah Daerah akan:
a. Menunjuk seorang komandan Penanganan Darurat (Incident Commander) untuk
mengendalikan operasi pemadaman (sesuai Peraturan Kepala BNPB No. 10 Tahun
2008 Tentang Komando Tanggap Darurat Bencana);
b. Mengaktifkan POSKOLAP (Crisis Centre);
c. Melakukan upaya pemadaman api melalui pemadaman darat dan pemadaman udara;
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 6/13
6
d. Mengoordinasikan/mengendalikan instansi terkait sebagai pendukung dalam
menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan;
e. Melaksanakan evaluasi kegiatan-kegiatan setiap hari.
4. Mobilisasi sumber daya tingkat nasional dilakukan atas dasar pernyataan darurat bencana
kebakaran hutan dan lahan dari Kepala Daerah dan permintaan Kepala Daerah kepadaPresiden Republik Indonesia.
5. BNPB akan:
a. Memberikan dukungan pendampingan operasi pemadaman kebakaran hutan dan
lahan sesuai dengan kondisi atau kebutuhan penanganan bencana kebakaran hutan
dan lahan;
b. Melaksanakan fungsi komando untuk pengerahan sumber daya dan pengoordinasian
penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan tingkat nasional, sesuai peraturan
perundang-undangan;
c. Memfungsikan Pusdalops BNPB sebagai Pusat Pengendali Kebakaran Hutan dan
Lahan Nasional (Pusdalkarhut Nas);d. Menugaskan seorang pejabat (Federal Coordinating Officer) sebagai perwakilan
BNPB di lokasi kejadian untuk berkoordinasi dengan pejabat yang mewakili Kepala
Daerah (State Coordinating Officer).
6. Pengerahan sumberdaya Kementerian Kehutanan untuk mendukung operasi pemadaman
akan dikoordinasikan oleh BNPB kepada Pusdalops Nasional Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Kementerian Kehutanan.
7. Pengerahan sumberdaya TNI untuk mendukung operasi pemadaman akan
dikoordinasikan oleh BNPB kepada Asisten Operasi Markas Besar TNI.
8. Pengerahan sumberdaya Polri untuk mendukung operasi pemadaman akan
dikoordinasikan oleh BNPB kepada Asisten Operasi Markas Besar Polri.9. Pengerahan sumberdaya BPPT untuk mendukung operasi pemadaman akan
dikoordinasikan oleh BNPB kepada UPT Teknologi Modifikasi Cuaca.
10. Pengerahan sumberdaya Basarnas untuk mendukung operasi pemadaman akan
dikoordinasikan oleh BNPB kepada Deputi Operasi Basarnas.
11. Pemerintah Daerah Provinsi dapat meminta bantuan provinsi terdekat dalam hal
dukungan sumberdaya terkait operasi pemadaman.
12. Komandan Tanggap Darurat dapat meminta dukungan sumberdaya dari pusat untuk
operasi pemadaman kebakaran melalui Tim TRC Pusat34, kemudian akan dilaporkan
oleh Tim TRC Pusat ke Pusdalops PB.
13. Informasi mengenai perkembangan situasi bencana dilaporkan melalui prosedur jaring
komunikasi yang telah ditetapkan, sehingga arus komunikasi di daerah/ lokasi ke pusat
tetap berjalan.
Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, maka kewenangan Kementerian Kehutanan
terbatas hanya pada hutan konservasi saja1. Karenanya, untuk penanggulangan kebakaran hutan
dan lahan yang sifatnya lintas sektor, dan memberikan dukungan pendampingan operasi
pemadaman kebakaran hutan dan lahan pada bencana tingkat kabupaten atau provinsi, maka
fungsi komando untuk pengerahan sumberdaya dan koordinasi penanganan diamanatkan kepada
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 7/13
7
Untuk kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015, pemerintah pusat dengan
kerjasama dengan pemerintah daerah serta lintas sektor telah melakukan kegiatan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan. Beberapa langkah dan tindakan yang telah dilakukan untuk dapat
mengendalikan kebakaran hutan yang terjadi lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah
mengenai kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang telah dilakukan di 5 Provinsiyang rawan kebakaran hutan dan lahan.
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 8/13
8
Untuk sekarang, pemerintah melaui Kemetrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sedang sibuk
untuk melakukan anlisis siapa yang terlibat dalam kegiatan pembakaran hutan dan memambillangkah hukum kepada siapa saja yang terlibat. Beberapa perusahaan dan perorangan telah
teridentifikasi, serta yang terbukti melakukan tindakan di beri sangsi. Melalui pemberian sangsi
ini diharapkan timbul efek jera sehingga pelaku pembakaran hutan kedepannya tidak ada lagi.
Berikut pada Tabel dibawah dapat dilihat beberapa perusahaan yang terkena sangsi dari
Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 9/13
9
Untuk penaganan dampak kesehatan, upaya yang telah dilakukan untuk menangani dampak
kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan bencana kabut asap antara lain:
1.
Pemberian bantuan masker, emergency kit, oxycan, dan paket obat.2. Menyiapkan akses layanan kesehatan 24 jam yang dikoordinasikan secara lintas
sektor dan dengan jajaran kesehatan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota.
3. Melakukan promosi kesehatan agar masyarakat memahami bahaya kabut asap dan dapat
melakukan cara-cara antisipasi untuk mengurangi dampak terhadap kesehatan.
4. Melakukan penelitian dan kajian dampak asap pada kesehatan dalam jangka panjang.
5. Memberdayakan masyarakat dalam menyiapkan rumah singgah di lingkungannya/shelter
untuk kelompok usia rentan seperti bayi, balita, ibu hamil dan lansia yang dilengkapi
dengan kipas angin dan air purifier/AC.
6. Mengirimkan Tim ahli Rumah Sakit Umum Pusat / Rumah Sakit Vertikal Kementerian
Kesehatan untuk membantu dan meningkatkan layanan RSUD di provinsi terdampak.
Sedangakan untuk mengatasi terganggunya proses belajar mengajar, maka upaya yang telah
dilakukan untuk menangani dampak terhadap pendidikan akibat kebakaran hutan dan lahan antara
lain dengan kebijakan fleksibilitas waktu belajar, kalender akademis dan jadwal ujian, rakor
dengan Dinas Pendidikan di 9 Provinsi dan 66 Kabupaten/kota yang terdampak bencana asap,
melakukan ujicoba sistem Sekolah Aman Asap. Sekolah Aman Asap dilakukan dengan
menciptakan ruang kelas yang bebas polusi kabut asap sehingga siswa masih dapat melakukan
proses belajar di kelas.
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 10/13
10
Kementerian Sosial pada tahun 2015 telah ikut melakukan beberapa upaya untuk ikut serta di
dalam penanganan bencana asap yaitu dengan beberapa kegiatan diantaranya adalah :
1. Pemberian santunan kematian terhadap korban kabut asap di Sumatera
Selatan,Kalimantan Tengah dan Riau.
2.
Pendirian rumah singgah dan shelter di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, KalimantanSelatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur
3. Memberikan bantuan kepada pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di 7 provinsi
(Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim)
B. Pencegahan
Pencegahan kebakaran lahan yang hutan merupakan langkah paling awal dalam kegiatan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan pencegahan yang tepat sasaran dan
dilakukan pada saat yang tepat akan mengurangi resiko terjadinya kebakaran lahan dan
hutan. Pencegahan kebakaran lahan dan hutan hendaknya dapat dilakukan oleh berbagai
instansi terkait sesuai tugas pokok dan fungsinya dengan dukungan dari seluruh elemen
masyarakat. Keberhasilan di dalam pencegahan akan meminimalisir biaya yang harus
dikeluarkan oleh negara untuk melakukan operasi pemadaman disamping dapat
mengurangi kerusakan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran lahan
dan hutan. Beberapa upaya pencegahan yang telah dilakukan yaitu:
1. Koordinasi dengan berbagai Instansi melalui Surat Menteri
2. Pengembangan Deteksi dan peringatan dini (Early warning system dan early detection)
3. Rapat Koordinasi
4. Kunjungan Kerja di Provinsi Rawan Kebakaran
5.
Pembuatan Sekat kanal
6. Regulasi terkait Pengendalian Kebakaran Hutan
Selain itu, solusi untuk mengatasi bencana kabut asap menurut peneliti CIFOR Herry Purnomo
adalah memutus jaringan para pemburu keuntungan ekonomi dari pembakaran hutan, dari petani
ke investor, menyusun tata ruang dan lahan, serta penegakan supremasi hukum. Selain itu
pemerintah seharusnya memberikan alokasi dana yang lebih besar untuk pencegahan kebakaran
jangka panjang, bukan pada pemadaman api.
Kebakaran hutan dan lahan, bukan sesuatu yang baru lagi di provinsi Riau.
Kejadian ini sudah dimulai pada tahun 1997 dan hampir berulang setiap tahunnya sampaisekarang. Perlu dipahami dan disadari bahwa kerusakan yang diakibatkan kebakaran hutan
dan lahan bersifat eksplosif, yaitu terjadi dalam waktu relatif cepat dan luas. Untuk
mencegah kejadian ini terus berulang, disamping penguasaan mengenai ilmu dan
teknologi mengenai pemadaman kebakaran lahan dan hutan, pengetahuan mengenai
karakteristik lahan yang akan diolah, peningkatan teknologi pada saat pembersihan lahan
(land clearing ) dan yang tidak kalah pentingnya adalah supremasi dan penegakan regulasi
terkait. Berikut beberapa contoh instrument regulasi yang mengakomodir pengendalian dan
pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau diantaranya :
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 11/13
11
1. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau
Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau
Lahan.
6. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/1986 tentang Petunjuk Usaha
Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran Hutan.
7. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 188/Kpts-II/1995 tentang Pembentukan
Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan Nasional
8. Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 38/KB.110/SK/DJ.BUN/05.95
tentang Petunjuk Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran untuk Pengembangan
Perkebunan9. Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor 222/Kpts/IV-BPH/1997
tentang Petunjuk Teknis Penyiapan Lahan untuk Pembangunan Hutan Tanaman
Industri tanpa Pembakaran
10. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen
Kehutanan Nomor:21 & 22/Kpts/DJ-IV/2002 tentang Pedoman Pembentukan Brigade
Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia dan Pembentukan Brigade Pengendalian
Kebakaran Hutan di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah.
11. Instruksi Gubernur Riau Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembuatan Bak Penampung
Air dan Embung di Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau dalam rangka PencegahanKebakaran Hutan dan lahan
Selanjutnya di Provinsi Riau, kebakaran lahan dan hutan seolah-olah sudah menjadi tradisi. Meski
berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan, namun kabut asap
akibat kebakaran lahan terus menghantui masyarakat Riau. Salah satu penyebab utamanya adalah
kebiasaan masyarakat membuka lahan perkebunan dengan cara membakar. Bagi sebagian
masyarakat, membuka lahan perkebunan dengan cara membakar merupakan cara yang mudah
dan murah. Cukup dengan bermodal minyak tanah dan korek api, maka semak belukar yang
menutupi lahan dengan cepat dapat dibersihkan. Bandingkan dengan biaya membuka lahan
dengan menggunakan alat berat yang tentunya memerlukan biaya cukup mahal.
Menanggapi hal tersebut, ada hal yang menarik dilakukan oleh suatu perusahaan HTI di Provinsi
Riau. Mereka membuat suatu program desa bebas api. Desa-desa yang menjadi anggota ini adalah
desa-desa yang berada disekitar areal konsesi dan sekitar areal perusahaan. Bagi desa yang
terdeteksi tidak ada kebakaran hutan, maka desa tersebut diberi award. Award yang diberikan
berupa sumbangan senilai Rp100.000.000 yang digunakan untuk kegiatan peningkatan pelayan
desa. Dengan hal ini maka desa-desa yang menjadi angota bersemangat untuk saling menjaga
supaya tidak ada lahan di daerah mereka yang terbakar, dengan harapan agar mendapatkan award
yang dapat digunakan untuk peningkatan pelayanan desa. Selain itu warga juga menjadi semakin
sadar sadar bahwa membuka lahan dengan cara membakar memiliki dampak yang sangat negatif,
selain menimbulkan kabut asap yang berdampak buruk terhadap kesehatan.
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 12/13
12
Selain itu masyarakat sebagai pihak yang berada paling dekat dan terdampak langsung dari
kebakaran bisa menjadi jalan keluar. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan berada di
lokasi ketika bencana terjadi, namun setelah bisa mengatasi, mereka pun akan segera
pergi. Dengan demikian, masyarakat yang senantiasa berada di lokasi hendaknya bisa mencegah
pembakaran lahan dan hutan agar tidak menjadi bencana. Peran serta masyarakat untuk mencegahterjadinya bencana kebakaran lahan dan hutan bisa dimulai dari tingkat desa.
Masyarakat Desa Harapan Jaya, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau
telah memiliki Peraturan Desa (PerDes) Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pencegahan Kebakaran
Hutan dan Lahan. Peraturan desa ini lahir karena keprihatinan warga akan dampak kebakaran
hutan dan lahan serta melihat penegakan peraturan daerah di tingkat provinsi yang lemah. Di
dalam peraturan desa tersebut diatur dengan jelas dan tegas, bahwa setiap warga masyarakat yang
membakar lahan tanpa terkendali dan mengakibatkan kebun/ladang tetangga ikut terbakar akan
dikenakan sanksi. Besaran sanksi tersebut adalah sebagai berikut: tanaman karet dendanya Rp
100.000/batang dan tanaman sawit dendanya Rp 350.000/batang. Aturan tersebut terbukti ampuhdan sudah ada warga yang membayar denda sejumlah Rp 20.000.000. Dalam mekanisme ini,
pemerintah daerah tidak menerima denda, namun hanya sebagai penengah antara korban dan
pembakar. (Berita BNPB, 15 September 2015)
Peraturan Desa Harapan Jaya tersebut memberikan pelajaran yang sangat berarti bagi
penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan. Pertama, masyarakat dengan inisiatif sendiri
bisa bekerja sama untuk menghukum warga yang membakar lahan tanpa terkendali. Kedua,
mekanisme denda atau sanksi ampuh untuk memberikan efek jera kepada para pembakar. Ketiga,
kendati peraturan desa itu ampuh, namun cakupannya hanya terbatas pada administrasi desa dan
tidak berdaya untuk menghukum perusahaan yang membakar lahan.
Belajar dari peraturan desa dan penegakannya, maka inilah beberapa hal yang kiranya bisa
ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat dan daerah agar kebakaran tidak terus berulang setiap tahun.
Pertama, partisipasi masyarakat harus ditingkatkan terutama untuk mengatasi kebakaran hutan
dan lahan di lingkungannya dengan pelatihan dan penyediaan sarana dan prasara untuk
memadamkan api. Kedua, kemitraan antara perusahaan dan masyarakat perlu dijalin oleh
pemerintah daerah agar tidak timbul konflik. Ketiga, memberlakukan mekanisme denda kepada
perusahaan yang wilayah konsesinya terbakar dengan perhitungan denda per hektar. Sistem denda
ini akan efektif karena efek jera dan kecepatan pelaksanaannya dibandingkan upaya pidana atau
perdata. Keempat, pengembangan penelitian dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
menggantikan metode pembakaran lahan. Kelima, bila metode membakar masih tetap menjadi pilihan, maka harus terkendali dan diawasi dengan ketat agar tidak meluas.
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)
http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 13/13
13
DAFTAR PUSTAKA
BeritaSatu. 18 November 2015. Desa Bebas Api Diharapkan Bisa Menjadi Model Nasional.
http://www.beritasatu.com/nasional/323078-desa-bebas-api-diharapkan-bisa-menjadi-
model-nasional.html
Berita BNPB. 15 September 2015. Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana Asap.
http://www.bnpb.go.id/berita/2577/masyarakat-dalam-penanggulangan-bencana-asap
BBC Indonesia. 27 Oktober 2015. Dampak kabut asap diperkirakan capai Rp 200 trilliun.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151026_indonesia_kabutasap
BNPB. 2013. Rencana Kontinjensi Nasional Menghadapi Ancaman Bencana Asap Akibat
Kebakaran Hutan dan Lahan.
BNPB. 2015. Rencana Nasional Penanggulanagn Bencana 2015-2019.
BNPB. 2013. Rencana Kontinjensi Nasional Menghadapi Ancaman Bencana Asap Akibat
Kebakaran Hutan dan Lahan.
CNN Indonesia. 1 Oktober 2015. BNPB: Kerugian Negara Akibat Kebakaran Hutan Melebihi Rp
20T. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151001162312-20-82174/bnpb-kerugian
negara-akibat-kebakaran-hutan-melebihi-rp-20t/
Kompas. 4 November 2015. Menlu Singapura Nilai Kabut Asap adalah Hasil Perbuatan Kriminal.http://internasional.kompas.com/read/2015/11/04/00232171/Menlu.Singapura.Nilai.Kab
ut.Asap.adalah.Hasil.Perbuatan.Kriminal
Makalah Seminar Hapka. 2015. Mencari Akar Masalah Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia.
Institut Pertanian Bogor
Sunarti, Euis. 2009. Evaluasi Penaggulangan Bencana di Indonesia (Lesson Learned 2006-2007).
Pusat Studi Bencana Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut
Pertanian Bogor.