tugas mandiri anemia defisiensi besi 2
DESCRIPTION
skenario 1 hematologiTRANSCRIPT
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoeisis
1.1. Proses pembentukan eritrosit pada sumsum tulang
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum
tulang. (Dorland edisi 31)
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang.
Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan
terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk
koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah
matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel
ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan
hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
Eritropoeisis terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi
yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon
glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon
terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk
sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat
sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat
ADELIA PUTRI SABRINA
1102013005
pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel
dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.
1.2. Faktor yang diperlukan pada pembentukan eritrosit
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru
diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang
sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi,
asam amino dan vitamin B tertentu.
Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin
(EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.
Ketikasel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat
pelepasaneritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada
defisiensi besi)
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam
darah,sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan
penyaluranO2 ke jaringan ke tingkat normal.Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal,
sekresieritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak
mengaktifkanlangsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya
memberikanstimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.Selain itu, testosterone
pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.Hormone sexwanita tidak berpengaruh
terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanitalebih rendah daripada pria.
1.3. Morfologi Eritrosit
Morfologi, sifat, karakteristik, fungsi serta kadar normal eritropoiesis
Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm, dengan
ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan pada bagian tengah1 μm atau kurang.
Volume eritrosit adalah 90 - 95 μm3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/μLdan pada
wanita 4,2 - 5,4 juta/μL. Kadar normalhemoglobin pada pria 14 - 18 g/dL dan pada wanita12 -
16g/dL.
Fungsi Sel darah Merah
Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.
1. Berfungsi dalam penentuan golongan darah.
2. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah
mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah
merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran
sel patogen, serta membunuhnya.
3. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang
juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya
darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.
1.4. Kelainan Eritrosit
1. KELAINAN UKURAN
a. Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fL
b. Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL
c. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
2. KELAINAN WARNA
a. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternya
b. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternya
c. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya
lebih gelap.
3. KELAINAN BENTUK
a. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian
yang lebih gelap/merah.
b. Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.
c. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang dapat
lebih gepeng (eliptosit).
d. Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk.
e. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentukmenyerupai sabit akibat
polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.
f. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 – 12duridengan ujung duri
yang tidak sama panjang.
g. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecilpendek,
ujungnyatumpul.
h. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.
i. Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan.
j. Teardropcell, Eritrositseperti buahpearatau tetesan air mata.
k. Poikilositosis, Bentukeritrosit bermacam-macam.
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel arah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat
darah bewarna merah. Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut:
- Anak-anak 11 – 13 gr/dl
- Lelaki dewasa 14 – 18 gr/dl
- Wanita dewasa 12 – 16 gr/dl
Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan
mengakibatkan polinemis.
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein
(globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri
dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam
kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya
terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia
dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-
masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip
secara struktural dan berukuran hampir sama
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang
mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga
secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme
inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini
pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.
2.1. Biosintesis dan Fungsi
Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi.
Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin.
Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme
Sintesis Heme
Gambar 1 Sintesis heme
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak langkah-langkah
enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin
membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma
menghasilkan coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria. Langkah-
langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.
Sintesis globin
Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan molekul
heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan pengecualian pada minggu pertama
perkembangan embrio, salah satu rantai globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi
sifat dasar dari rantai non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai
non-alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha berbeda dinamakan
beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai non alpha
menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).
Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin fetal
(janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu pertama setelah
pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam perkembangan janin. Gabungan dua rantai
alpha dan dua rantai beta membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb
A. Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yang menonjol sekitar 18
hingga 24 minggu kelahiran.
Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah dimer
(dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa oksigen. Dua dimer
bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang merupakan bentk fungsional dari
hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan
oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan
hidup.
Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16, sedangkan gen-
gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada kromosom 11. Kompleks alpha disebut
lokus globin alpha, sedangkan kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan
ekspresi gen pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan
keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit yang dinamakan
talasemia
(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)
Gambar 2 Sintesis globin
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
Tabel 1 Hemoglobin manusia
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html
Biosintesis hemoglobin
Embryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobins
gower 1- zeta(2), epsilon(2)
gower 2- alpha(2), epsilon
(2)
Portland- zeta(2), gamma (2)
hemoglobin F- alpha(2),
gamma(2)
hemoglobin A- alpha(2), beta(2)
hemoglobin A2- alpha(2),
delta(2)
Sintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit
pada pembentukan sel darah merah.
Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah,
retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai
sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :
Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul priol.
Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk molekul
heme.
Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di sintesis
oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.
Fungsi hemoglobin
Fungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen dalam paru kemudian
melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tertekan gas oksigennya jauh lebih
rendah daripada di paru paru
Guyton 11th edition, 2006
2.2. Peran zat besi
Penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga penting untuk elemen lainnya
(contoh : myoglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase)
Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, kira-kira 65 persen di
jumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persen dalam bentuk myoglobin, 1 persen dalam
bentuk varisasi senyawa heme yang memicu oksidasi intra sel 0,1 persen bergabung dengan
protein transferrin dalam plasma darah, 15 sampai 30 persen di simpan untuk penggunaan
selanjutnya terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati, dalam bentuk ferritin.
Guyton 11th edition, 2006
2.3. Reaksi oksigen dan hemoglobin
Reaksi haemoglobin dengan O2 menjadikanya sebagai suatu sistem pengangkut O2 yang
tepat.Hem yang merupakan ssusunan dari porfirin dengan inti fero. Masing masing dari tiap
atom fero. Dalam pengikatan ini ion besi tetap berbentuk ferro karena itu reaksi yang terjadi
dengan O2 adalah reaksi oksigenasi.Hb4 + 4 O2 → Hb4O. Reaksi pengikatan ini berlangsung
sangat cepat dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik
Pada proses pengikatan O2 terbentuklah konfigurasi rilex yang akan memaparkan lebih
banyak tempat pengikatan O2.Dapat meningkatkan affinitas terhadap O2 hingga 500 kali lipat.
Pada reaksi deoksihemoglobin unit globin akan terikat erat dalam konfigurasi tense / tegang yang
akan menurunkan affinitas terhadap O2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin adalah
suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH akan menggeser
kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan PO2 yang lebih tinggi agar
hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu dan peningkatan pH menggeser kurva
oksigen ke kiri dimana diperlukan lebih sedikit PO2 untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya
affinitas terhadap O2 ketika pH darah turun sering disebut sebagai reaksi Bohr 2,3 bifosfogliserat
banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion bermuatan tinggi yang berikatan
pada β-deoksihaemoglobin. Peningkatan 2,3 bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan
yang akan mengakibatkan banyak O2 yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun
jika pH darah turun akibat dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan
androgen akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat
Mendaki ke permukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat
sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini terjadi karena meningkatnya
pH darah.
Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang menimbulkan hipoksia
kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2
saat O2 dilepaskan di kapiler perifer.
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Anemia
3.1. Definisi
Anemia berarti kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat di sebabkan oleh jumlah sel
darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit.
Guyton 11th edition,2006
Ketidak cukupan massa eritrosit di dalam darah yang mengakibatkan tidak adekuatnya hantaran
oksigen ke jaringan perifer
Wintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998
3.2. Etiologi
1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap
komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM
sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami
penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut
senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein,
sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor
luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM
disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat
diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur
yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang
terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah
SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu
singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya
yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah
perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya
dengan tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan
bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya
terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek
karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.
Anemia akibat kehilangan darah
Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan plasma dengan cepat 1 hingga 3 hari,
yang menyebabkan konsenrasi sel darah merah menjadi rendah.
Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah akan kembali ke
dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.
Anemia aplastic
Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang, sehingga pembentukan sel
darah merah terganggu.
Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara berlebihan, zat kimia tertentu
pada industry, bahkan obat – obatan pada pasien yang sensitif
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di dapat secara keturunan. Sel-sel tersebut
bersifat rapuh, sehingga mudah pecah sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu melalui
limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya dapat mencapai normal, atau
bahkan lebih besar dari normal pada penyakit-penyakit hemolitik, masa hidup sel darah merah
sangat singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di bandingkan pembentukannya
sehingga mengakibatkan anemia yang parah.
Guyton 11th edition, 2006
3.3 Klasifikasi
KLASIFIKASI ANEMIA
ETIOLOGI
MORFOLOGI
A. Berdasarkan Etiologi
1. Kehilangan darah (akut, kronis)
2. Gangguan pembentukan eritrosit
- Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup)
- Ineffective eritropoiesis (eritropoiesis tidak efektif)
3. Berkurangnya masa hidup eritrosit
- Kelainan kongenital : Membran, enzim, kelainan Hb
- Kelainan didapat : Malaria, obat, infeksi, proses imunologis
B. Berdasarkan Morfologi
1. Anemia Mikrositik Hipokrom
2. Anemia Normositik Normokrom
3. Anemia Makrositik
3.4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya
dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki
Sjaifoellah, 1998
3.5. Manifestasi Klinis
Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala yaitu :
a. Gejala Anemia Umum
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada
setiap kasus anemia setelah penuruan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb<7 g/dL ).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin (tinnitus),
mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan disepsia. Pada pemeriksaan pasien
tampak pucat yang dapat dilihat dari konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan
bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di
luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat ( Hb<7
g/dL ).
b. Gejala khas anemia
Anemia defisiensi besi
- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida
- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dan
lain-lain
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12
Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly
Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
c. Gejala Penyakit Dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi
tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit
perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering
gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh
karena artritis rheumatoid.
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus
anemia untuk mengaarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia
memerlukan pemeriksaan laboratorium.
3.6. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi anemia:
1. Hemoglobin (Hb)
o Suatu protein terkonjugasi yang berfungsi dalam transport oksigen dan karbondioksida.
o Protein ini merupakan komponen utama eritrosit.
o Setiap gram Hb dapat mengandung 1,34 mL O2
o Kadar Hb tergantung umur, jenis kelamin, geografi, faktor sosial-ekonomi, ras
2. Hematokrit (Ht)
o Menggambarkan volume eritrosit per volume darah
o Normal: ♂ 40 – 48%, ♀ 37-42%
3. Sediaan apus darah tepi (SADT)
o Dapat menilai unsur-unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit.
o Penting sekali membuat sediaan apus yang baik agar mendapatkan informasi maksimal.
4. Retikulosit
o Merupakan eritrosit muda yang masih mempunyai sisa RNA pada sitoplasma.
o Normal: 0,5 -1,5 % (25.000 – 75.000/µL).
o Hitung retikulosit dapat digunakan untuk menilai peningkatan eritropoiesis, fungsi
sumsum tulang, dan respon terhadap terapi.
5. Indeks eritrosit
o Digunakan untuk mengetahui ukuran eritrosit dan kandungan Hb dalam eritrosit
o MCV (Mean Corpuscular Volume/Volume Eritrosit Rata-rata)
o MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/Hb Eritrosit Rata-rata)
o MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/Konsentrasi Hb Eritrosit Rata-
rata)
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi
4.1. Definisi
Jenis anemia mikrositik hipokrom yang di sebabkan oleh rendahnya atau tidak adanya
simpanan besi dan konsentrasi besi serum, terdapat peningkatan porfirin eritrosit bebas, saturasi
transferrin rendah, transferrin meninggi, feritinin serum rendah dan kondisi hemoglobin rendah.
Kamus Kedokteran Dorland 31th edition, 2007
Nilai rujukan Kadar Hemoglobin sesuai Umur dan Jenis Kelamin
Batas normal kadar terendah Hb orang dewasa: ♂ = 14 g/dL dan ♀ = 12 g/dL
4.2. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat di sebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gerakan
absorbs, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari
Saluran cerna :
Tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung , kanker kolon,
diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
Saluran genitalia perempuan : Menorrhagia atau metrohargia
Saluran kemih :Hemototope
Factor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kulaitas besi yang
tidak baik , rendah vit.c, dan rendah daging
Kebutuhan besi meningkat
Gangguan absorbs besi
Pada orang dewasa defisiensi yang di jumpai di klinik hamper identic dengan
perdarahan menahun. Factor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki – laki ialah perdarahan gastrointestinal, di
Negara tropic paling sering terekna infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam
masa reproduksi paling sering karena meno-metrohagia.
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
4.3. Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi semakin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini di sebut iron depletestate atau negative iron
balan. Keadaan ini di tandai oleh penurunan kadar feritinin serum, peningkatan absorbsi besi
dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi
berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoiesis berkurang hingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini di sebut sebagai :iron defeifient erythropoiesis.
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
a. Kegagalan sintesis hemoglobin
(Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4 th ed. London : Blackwell Scientific Publication.
2001; 1-97.)
b. Berkurangnya masa hidup eritrosit, biasanya pada anemia berat
• Kekurangan besi Hb turun adanya penurunan formabilitas dan fleksibilitas membran
mudah didestruksi oleh limpa sel pensil, ovalosit, sel target
• Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh O2 dan Co2.
(Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s clinical hematology.
Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010.)
4.4. Manifestasi klinis
Gejala umum anemia yang di sebut sebagai sindrom anemia di jumpai pada anemia defisiensi
besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi
karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan.
Ciri khas :
Pucat
Koilonychias
Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi cekung sehingga
mirip seperti sendok
Athrofipapil lidah
Permukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil lidah menghilang
Satomatitis angularis
Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak berwarna pucat
keputihan
Disfalgia
Nyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring
Atrofi mukosa geser
Pica
Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain
lain
http://medicalpicturesinfo.com/wp-content/uploads/2011/11/Koilonychia-1.jpg
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
4.5. Pemeriksaan
Tahapan dasar Diagnosis Anemia:
1.Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap
• Hb, Ht, MCV, MCH, dan MCHC
• Kadar besi tubuh (Serum iron, TIBC, Saturasi Transferin), kadar feritin serum, sTfR
(soluble Transferin Reseptor)
• N: serum Iron 70-180 mg/dl dan TIBC 250-400 mg/dl.
• Saturasi Transferin: SI / TIBC x 100%
• Normal: 25-40% Anemia def. besi: < 5%
• N: kadar feritin serum: wanita 14-148 µg/L dan pria 40-340 µg/L. Kadar feritin serum <
10µg/L menunjukkan cadangan besi tubuh berkurang.
2. Evaluasi Sediaan Hapus Darah Tepi
Eritrosit
- Mikrositik hipokrom anisopoikilositosis: sel pensil, sel target, dan ovalosit/eliptosit
- Mikrositik ringan Ht < 34% atau Hb < 10 g/dl.
- Mikrositik hipokrom Ht < 27% atau Hb < 9 g/dl.
Trombosit
- Normal/ meningkat, jumlah trombosit meningkat pada anemia defisiensi Fe karena
perdarahan
Leukosit
- jumlahnya biasanya normal
3. Pemeriksaan dan evaluasi sumsum tulang
Hiperseluler dengan eritropoiesis yang hiperaktif,
Hemosiderin sumsum tulang berkurang.
4. Pemeriksaan khusus untuk mencari etiologi: misalnya analisa makanan, tumor marker,
pemeriksaan tinja untuk mencari darah samar dan parasit, serta pemeriksaan terhadap adanya
hemoglobinuria dan hemosiderinuria.
(Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s clinical hematology.
Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010)
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus di lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti di sertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis anemia defisiensi besi.
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematocrit. Cut off point anemia.
Tahap ke dua memastikan adanya defisiensi besi
Tahap ke tiga menentukan penyakit dasar penyebab defisinsi
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
Nilai batas ambang (cut off point) anemia di Indonesia menurut Departemen Kesehatan sebagai
berikut :
Bayi baru lahir (aterm) : 16,5 + 3,0 g/dL
Bayi 3 bulan : 11,5 + 2,0 g/dL
Anak usia 1 tahun : 12,0 + 1,5 g/dL
Anak usia 10-12 tahun : 13,0 + 1,5 g/dL
Wanita tidak hamil : 14,0 + 2,5 g/dL
Pria dewasa : 15,5 + 2,5 g/dL
Anak prasekolah : 11 g/dL
Anak sekolah : 12 g/dL
Wanita hamil : 11 g/dL
Ibu menyusui (3 bln post partus) : 12 g/dL
Wanita dewasa : 12 g/dL
Pria dewasa : 13 g/dL
Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin (WHO).
(Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)
4.6. Pencegahan
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan pemberian ASI eksklusif
- Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun
- Memberi makanan kepada bayi yang mengandung zat besi serta makanan yang kaya
dengan asam askorbat (jus buah)
Pencegahan Penyakit Anemia dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan sehat
diantaranya adalah :
Zat besi : Kandungan zat besi dapat kita temukan pada daging, kacang-kacangan.
Buah yang dikeringkan, sayuran yang mempunyai warna hijau gelap dan makanan lain
nya yang mengandung zat besi
Folat : Pisang, Jeruk, sayuran berwarna hijau gelap, kacang-kacangan dan pasta
Vitamin C : Untuk membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh dan dapat
dikonsumsi dari jeruk, melon dan buah-buahan lainnya
Vitamin B12 : Dapat ditemukan di dalam susu, daging, dll
4.7. Penatalaksanaan
1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing tambang,
pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka anemia akan
kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:
a) Besi peroral
ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah)
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate (lebih mahal)
Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibanding
setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan
selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau
tidak, maka akan kembali kambuh.
b) Besi parenteral
Efek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:
Intoleransi oral berat
Kepatuhan berobat kurang
Kolitis ulserativa
Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex → diberikan
secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan
sinkop.
c) Pengobatan lain
Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)
Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi
Transfusi darah: jarang dilakukan
Teraphy
Dengan memberikan preparat besi iron dextran complex mengandung 50 mg besi/ml,
iron sorbitol critic acid dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat di
berikan secara intramuscular dalam atau intravena pelan. Pemberian secara
intramuscular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek
saming yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang.
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Pengobatan lainnya :
Diet : pemberian makanan bergizi seperti protein hewani
Vitamin c 3x100mg/hari
Transfuse darah
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
4.8. Prognosis
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon
baik bila retikulosit naik pada minggu pertam, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi
setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin
menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan :
Pasien tidak patuh hingga obat yang di berikan tidak di minum
Dosis besi kurang
Masih ada perdarahan cukup banyak
Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang sama
ada defisiensi asam folat
Diagnosis defisinsi besi salah
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
4.9. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
Kadar HB kurang dari normal sesuai usia.
Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-25%)
Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N:80-180ug/dl)
Saturasi Transferin < 15% (N:20-50%)
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen
Anemia hipokrom mikrositik
Saturasi transferin < 16%
Nilai FEP > 100% Ug/dl eritrosit
Kadar feritin serum < 12 ug/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum dan FEP) harus
dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:
Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV,
MCH, dan MCHC yang menurun Red cell distribution width (RDW) > 17%
FEP meingkat
Feritin serum menurun
Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%
Respon terhadap pemberian preparat besi
- Retikulosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
- Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat
1%/hari
Sumsum tulang
- Tertundanya maturasi sitoplasma
- Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi.
Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons
hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6
mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan
bahwa yang bersangkutan menderita ADB.