tugas migren
DESCRIPTION
knTRANSCRIPT
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Struktur kepala yang sensitif terhadap nyeri dalam kranium adalah sinus venosus
contohnya sinus sagitalis, arteri meningea media dan anterior, dura pada basal tengkorak,
trigeminal, nervus vagus dan glosofaringeal, arteri carotid interna proksimal dan cabang-
cabang dekat sirkulus willisi, periaqueductal gray matter batang otak, nukleus sensori dari
thalamus. Thalamus bertindak sebagai pusat sensori yang primitif dimana individu dapat
secara samar merasakan nyari, tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrim, tetapi tidak dapat
ditentukan tempatnya. Sedangkan parenkim otak sendiri tidak sensitif terhadap nyeri.
Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari
arteri vertebralis.
1. Arteria Karotis
Arteria karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Arteri
karotis eksterna mendarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna
adalah arteri meningea media yang memperdarahi srtuktur-struktur dalam di daerah wajah
dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri karotis interna masuk ke
dalam tengkorak dan menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri karotis interna juga
mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk ke dalam orbita dan mendarahi mata dan isi
orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-sinus udara.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan
frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral. Arteri ini
merupakan sumber darah utama girus pre-sentralis dan post-sentralis. Korteks audiotorius,
somestetik, motorik, dan pramotorik disuplai oleh arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang
berkaitan dengan fungsi integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut.
Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus
kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum,
dan bagian-bagian lobus frontalis dan perietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik.
2. Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak
melalui foremen magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri nantinya akan bersatu
membentuk arteri basilaris yang terus berjalan sampai setinggi otak tengah dan bercabang
menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasiliaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, midbrain, dan
sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-organ
vestibular.
Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu
arteri serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea,
arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior. Kedua arteri vertebralis bergabung
membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri
karotis interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi.
PEMBAHASAN MIGRAINE
A. DEFINISI
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karekteristik
nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan
aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.1
B. EPIDEMIOLOGI
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11%
masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.2 Prevalensi migraine ini
beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari
mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan
pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset
migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi
setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migraine yang biasanya
menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine semakin besar pada orang
yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.3
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat 4
kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura.1,3 Namun, dalam
migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara
umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga
meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS
(mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada
pasien dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with
subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.
D. KLASIFIKASI
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migraine dengan aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan adanya
gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral, mual,
dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya
tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2. Migraine tanpa aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya hampir
sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala dan
bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung
selama 4-72 jam.
E. PATOFISIOLOGI 3,4
1. Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren
dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang
sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di
perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat.
Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial
mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan
menstimulasi orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian,
vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator
seperti nitrogliserin akan memperburuk sakit kepala.
2. Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus
mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah
yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri
kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang
terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam
jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam
sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem
urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan
berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika
diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia.
CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi
keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya,
penderita migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas
neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi
rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi rentan mendapat
serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini
diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitif
nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine.
Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak
stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan
aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang
berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan
nyeri berdenyut.
3. Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang
menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang
supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang
diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau
asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi
dan pelepasan neurotransmiter lagi.
F. MANIFESTASI KLINIS2,3
1. Migraine tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi
serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti
dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.
2. Migraine dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut
aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu
makan muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya
penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang
berkelap-kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah
benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya. Beberapa penderita
merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan tungkainya. Biasanya gejala-
gejala tersebut menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul
bersamaan dengan munculnya sakit kepala.
Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh
kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita
yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap serangan migran adalah
sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian
menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.
Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
a. Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-
pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman,
bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah
terlalu kuat, sulit/malas berbicara.
b. Fase II Aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi
pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang
dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas
dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali
dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan
kehilangan autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
c. Fase III sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi,
beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
d. Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit
otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk
waktu yang panjang.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG5
1. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit
struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan
migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit
komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.
2. Pencitraan
CTscan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru
pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat
keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten,
adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan,
sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis kontralateral.
3. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit
kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren,
onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya
dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang
dapat meningkatkan tekanan intracranial.
H. DIAGNOSIS
1. Migraine tanpa aura
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil
diobati).
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1) Lokasi unilateral
2) Kualitas berdenyut
3) Intensitas nyeri sedang atau berat
4) Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas
fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1) Mual dan/atau muntah
2) Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
2. Migraine dengan aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang
berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif
dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migraine tanpa
aura.
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
b. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai
kelemahan motorik:
1) Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip,
bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2) Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau
negatif (hilang rasa/baal).
3) Gangguan bicara disfasia yang reversibel
c. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1) Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2) paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis
aura yang lainnya > 5 menit.
3) masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
d. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
I. TATALAKSANA4,6,7
1. Terapi Abortif dilakukan antara lain dengan pemberian farmasi sebagai berikut :
a. Sumatriptan
b. Zolmitriptan
c. Eletriptan
d. Rizatriptan
e. Naratriptan
f. Almotriptan
g. Frovatriptan
h. Analgesik opioid seperti meperidin
i. Cafergot yaitu kombinasi antara ergotamin tartat 1 mg dan kafein 100 mg.
Pada terapi abortif para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang
tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang
dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat
atau tidur.
2. Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya
serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan
disabilitas. Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai
dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik
tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai
obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping obat. Pasien juga dianjurkan
untuk menulis headache diary yang berguna untuk mengevaluasi serangan, frekuensi,
lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon terhadap pengobatan yang diberikan.
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti
kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG,
akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap
kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari
faktor-faktor pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan
untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih
adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang
berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.
J. PROGNOSIS
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada
akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah
menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun demikian,
migraine juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria
maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke
terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migrain dengan aura lebih berisiko
untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu, migraine juga meningkatkan
risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan bahwa 50% pasien dengan
Patent Foramen Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada
pasien Patent Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams and Victor’s Neurology.
2. Gilroy, J. Basic neurology. 3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-126.
3. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. [Internet];
2010 Mar 29 [cited 2010 Sept 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
4. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw
Hill. 2007. p 289
5. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. [Internet]; 2010 Jun
3 [cited 2010 Sept 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis
6. CURRENT Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
7. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
8. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2010 Sept 15]. Available from: http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm