tugas mikha fresia.docx

29
A. Konsep Teori Tumor Mediastinum 1. Pengertian Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor neurogenic, teratoma, timoma dan liphoma. Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya terletak di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat jinak antara lain neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma. 2. Anatomi Fisiologi Mediastinum Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral: pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.

Upload: rahmad-fitra

Post on 26-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

A. Konsep Teori Tumor Mediastinum

1. Pengertian

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.

Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor neurogenic, teratoma, timoma dan liphoma.

Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya terletak di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat jinak antara lain neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma.

2. Anatomi Fisiologi Mediastinum

Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral: pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.

Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :

1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.

2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma didepan jantung.

3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma dibelakang jantung.

4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

3. Etiologi dan Faktor Resiko

Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:

1. Penyebab kimiawi

Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.

2. Faktor genetik (biomolekuler)

Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.

3. Faktor fisik

Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.

4. Faktor nutrisi

Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.

5. Penyebab bioorganisme

Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.

6. Faktor hormone

Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.

4. Patofisiologi

Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.

Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.

Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.

Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.

Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure / indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.

Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.

5. Klasifikasi

1. Timoma

Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogama globulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah.

Stage dari Timoma:

1. Stage I : belum invasi ke sekitar

2. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis

3. Stage III : invasi s/d pericardium

4. Stage IV : Limphogen / hematogen

2. Teratoma (Mesoderm)

Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).

Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan.

Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi.

3. Limfoma

Limfoma adalah jenis kanker yang dimulai pada sel sistem kekebalan yang disebut limfosit. Limfosit adalah sel darah putih yang bergerak di seluruh tubuh dalam cairan yang disebut getah bening. Mereka diangkut oleh jaringan pembuluh yang membentuk sistem limfatik, bagian dari sistem kekebalan tubuh.Seperti kanker lainnya, limfoma terjadi ketika limfosit berada dalam keadaan pertumbuhan sel yang tidak terkendali.

Ada dua jenis limfoma: limfoma Hodgkin (LH, juga disebut penyakit Hodgkin) dan limfoma non-Hodgkin (LNH). Baik LH dan LNH dapat terjadi di tempat yang sama dan memiliki gejala yang sama. Perbedaan keduanya terlihat pada tingkat mikroskopis. Limfoma Hodgkin berkembang dari garis keturunan abnormal tertentu dari sel B. Ada lima subtipe LH. LNH dapat berasal baik dari sel B atau sel T abnormal, dengan 30 subtipe yang dibedakan dengan penanda genetik yang unik.

Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.

Gejala kliniknya yaitu dapat disebabkan tumornya sendiri, seperti lazimnya tumor mediastinum lain, atau dapat pula sebagai akibat manifestasi penyakit sistem getah bening antara lain panas badan, limfadenopati, hepatomegali atau splenomegali. Diagnosa dapat ditegakkan dengan biopsi kelenjar getah bening terutama kelenjar skalenus, pemeriksaan sumsum tulang dan darah tepi.

Gambaran radiologis : Umumnya tampak sebagai pelebaran bayangan mediastinum atau berupa massa bulat berbatas tegas atau bergelombang dengan densitas homogen dan dapat dilihat dari hilus sampai leher serta biasanya bilateral namun tidak simetris.

Penatalaksanaan : Berbeda dengan tumor mediastinum lainnya yaitu bukan pembedahan melainkan radiasi dan sitostatika.

4. Tumor Tiroid

Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.

5. Kista pericardium

Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat besar.

6. Tumor neurogenik

Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jauh di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuensi pada umur anak.

Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.

7. Kista Bronkhogenik

Kista Bronkogenik kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d sianosis.

5. Manifestasi Klinik

1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)

2. Sekret berlebihan

3. Batuk dengan atau tanpa dahak

4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien

5. Pernafasan tidak simetris

6. Unilateral Flail Chest

7. Effusi pleura

8. Egophonia pada daerah sternum

9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru

10. Wheezing unilateral/bilateral

11. Ronchii

Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.

Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.

Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :

1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.

2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.

3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.

4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.

5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.

Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.

Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.

6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Hb: menurun/normal

Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal

2. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal

3. Pemeriksaan diagnostic

1. Rontgenografi

Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa ini, dan apakah padat atau kistik.

2. USG

Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esofagus dan pembuluh darah besar.

USG Germ Cell Mediastinum

Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat.

3. Tomografi Komputerisasi

Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.

5. Biopsy

Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan.

6. Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum

2. Obat-obatan

3. Immunoterapi

Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon

1. Kemoterapi

Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.

2. Radioterapi

Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.

7. Komplikasi

Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah :

1. Obstruksi trachea

2. Sindrom Vena Cava Superior

3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan

4. Rupture esofagus

8. Pencegahan

1. Menghindari merokok, dan mulai berhenti apabila telah merokok, karena rokok merupakan penyebab utama kanker paru hindari ikut menghisap asap rokok (perokok pasif) bagi yang bekerja di industri yang menghasilkan polutan karsinogenik harus memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja.

2. Berolah raga secara teratur untuk mempertahankan daya tahan tubuh.

3. Melakukan pemeriksaan secara teratur terutama bagi yang berisiko tinggi, agar dapat terdeteksi secara dini.

B. Asuhan Keperawatan Tumor Mediastinum

1. Pengkajian

1. Identitas

Nama pasien

Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa

Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita

Suku /Bangsa

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama:

Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita.

4. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Per Sistem :

1. Sistem pernafasan (B1)

Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang

Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni.

2. Sistem kardiovaskuler (B2)

Data Subyektif: sakit kepala

Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun.

3. Sistem Persarafan (B3)

Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran

Data Obyektif: letargi

4. Sistem Perkemihan (B4)

Data Subyektif: -

Data Obyektif: produksi urine menurun

5. Sistem Pencernaan (B5)

Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan

Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake makanan

6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)

Data Subyektif: lemah, cepat lelah

Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest

7. Sistem Endokrin (B7)

5. Pengkajian Psikososial

6. Personal Hygiene dan Kebiasaan

Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.

7. Pengkajian Spiritual

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor

2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek radiasi/chemoterapi

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.

3. Rencana Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor

Tujuan: Keefektifan pola nafas

Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.

No.

Intervensi

Rasional

1.

Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas

Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan

2.

Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal.

Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi

3.

Berikan oksigen lembab, kaji keefektifan terapi.

Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru.

4.

Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping ( diare )

Menurunkan resiko infeksi sekunder.

5.

Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks

Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru

6.

Lakukan suction secara bertahap

Membantu pembersihan jalan nafas.

7.

Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2-4 jam.

Evaluasi berkala keberhasilan terapi tindakan tim kesehatan

2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek radiasi/chemoterapi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

- Status nutrisi terpenuhi

- Nafsu makan klien timbul kembali

- Berat badan normal

- Jumlah Hb dan albumin normal

No

Intervensi

Rasional

1

Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien

Menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

2

Timbang berat badan sesuai indikasi

Mengawasi keefektifan secara diet

3

Memeberikan asupan nutrisi sesuai kebutuhan

Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi

4

Anjurkan makan sedikit tapi sering

Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan

5

Anjurkan kebersihan oral sebelum makan

Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

6

Kolaborasi ahli gizi pemberian makanan yang bervariasi.

Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

7

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen dan obat-obatan peningkat nafsu makan.

Menstimulasi nafsu makan dan mempertahankan intake nutrisi yang adekuat.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam.

Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.

No

Intervensi

Rasional

1

Rencanakan periode istirahat yang cukup.

Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

2

Berikan latihan aktivitas secara bertahap

Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

3

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan

Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali

4

Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien

Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.

Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.

Kriteria Hasil:

1. Intake adekuat

2. Tidak adanya muntah dan diare

3. Suhu tubuh dalam batas normal

No.

Intervensi

Rasional

1.

Catat intake dan output

Evaluasi ketat kebuituhan intake dan output

2.

Kaji dan catat suhu setiap 4 jam tanda deficit cairan.

Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.

3.

Catat pengeluaran feses tiap 4 jam atau bila perlu.

Evaluasi objektif sederhana deficit volume cairan.

4.

Lakukan perawatan mulut tiap 4 jam

Meningkatkan bersihan saluran cerna, meningkatkan nafsu makan/ minum.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Rahmadi, 2010. http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-itu-apa.htm. Diakses tanggal 30 September 2010

Anonymuos, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma. Diakses tanggal 30 September 2012

Anonymuous, 2010. id.wikipedia.org/wiki/Tumor_mediastinum. Diakses tanggal 26 September 2012

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240 249.

Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M.dan Ahern R.Nancy.2011. NANDA Diagnosa, NIC; Intervensi, NOC; Kriteria hasil; alih bahasa, Esty Wahyuningsih. Ed.9.Jakarta: EGC

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.

A.

Konsep

Teori

Tumor Mediastinum

1.

Pengertia

n

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga

yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah

arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar

timus, syaraf, jaringan ikat, kelenj

ar getah

bening dan salurannya.

Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling

sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor

neurogenic, teratoma, timom

a dan lip

h

oma.

Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya

terletak di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat

jinak antara lain neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma

.

2.

Anatomi Fisiologi Me

diastinum

Batas ruang mediastinum,

atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral:

pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga

mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penti

ng

di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat

sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat

penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.

Secara garis besar mediastinum dibag

i atas 4 bagian penting

:

1.

Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke

-

5

dan bagian bawah sternum.

2.

Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma didepan

jantung.

3.

Mediastinum posterior, dari gar

is batas mediastinum superior ke diafragma

dibelakang jantung.

4.

Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma

di antara mediastinum anterior dan posterior.