tugas pajak

28
1. PENDAHULUAN. A. Pengertian pajak Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, menyatakan bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO- 1919) : “Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodic (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh Badan yang bersifat Umum (Negara), untuk mempeloreh pendapatan, dimana terjadi suatu Tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak”. 1

Upload: gulazt-jghfjltvc

Post on 28-Jun-2015

443 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS PAJAK

1. PENDAHULUAN.

A. Pengertian pajak

Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)yang terutang oleh yang

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, menyatakan bahwa : “Pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan)

dengan tidak mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan

dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) : “Pajak adalah

bantuan uang secara insidental atau secara periodic (dengan tidak ada

kontraprestasinya), yang dipungut oleh Badan yang bersifat Umum (Negara), untuk

mempeloreh pendapatan, dimana terjadi suatu Tatbestand (sasaran pemajakan), yang

karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak”.

Definisi Prof Edwin R.A. Seligman. “Tax is a compulsory contribution from

the person, to the government to defray the expenses incurred in the common interest

of all, without reference to special benefit conferred”. Banyak terdengar keberatan

atas kalimat “without reference” karena bagaimana juga uang pajak tersebut

digunakan untuk produksi barang dan jasa benefit diberikan kepada masyarakat,

hanya tidak mudah ditunjukkannya, apabila secara perorangan.

Definisi di atas menyimpulkan bahwa iuran yang wajib di bayar oleh Wajib

Pajak kepada kas negara berdasarkan undang-undang untuk membayar pengeluaran

umum dengan tidak mendapat jasa timbal balik.

1

Page 2: TUGAS PAJAK

B. Retribusi.

Retribusi ialah pembayaran-pembayaran kepada Negara yang dilakukan oleh

mereka yang menggunakan jasa-jasa Negara. Dalam retribusi nyata-nyata bahwa atas

pembayaran-pembayaran itu si pembayar mendapat prestasi kembali yang langsung.

Misalnya : pembayaran uang sekolah, uang kuliah, langganan PAM, retribusi pasar

dan lain-lain.

C. Sumbangan.

Menurut Santoso Brotodihadjo, S.H, sumbangan mengandung pikiran, bahwa

biaya biaya yang dikeluarkan untuk prestasi Pemerintah tertentu, tidak boleh

dikeluarkan dari kas umum. Karena prestasi itu tidak ditunjukan kepada penduduk

seluruhnya, melainkan hanya untuk sebagian tertentu saja. Oleh karena itu maka

hanya golongan tertentu dari penduduk yang diwajibkan membayar sumbangan ini.

Misalnya Sumbangan Wajib Pemeliharaan Prasarana Jalan, Pening Speda.

2. ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK.

A. Asas menurut falsafah hukum

Asas pemungutan menurut falsafah hukum termasuk dalam maxim pertama

“The Four Maxim”. Berikut ini akan dikemukakan teori-teori pajak yang menyatakan

dasar keadilannya.

(1). Teori Asuransi.

Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas untuk

melindungi orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa juga

harta bendanya. Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran dengan

pembayaran premi, seperti halnya perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk

2

Page 3: TUGAS PAJAK

perlindungan diperlukan pembayaran berupa premi. Walaupun perbandingan dengan

perusahaan asuransi tidak tepat karena ;

a. Dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari Negara.

b. Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan

oleh Negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini

tetap dipertahankan, sekadar untk memberi dasar hukum kepada

pemungutan pajak saja. Karena pincangnya persamaan tadi, menimbulkan

ketidak puasan, pula karena ajaran bahwa pajak bukan restibusi, maka

makin lama makin berkuranglah penganut teori ini.

(2). Teori kepentingan.

Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi

kepentingan jiwa dan harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian

beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus

didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah

(yang bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan atas jiwa beserta harta

bendanya. Maka sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara

untuk menunaikan kewajibannya, di bebankan kepada mereka. Terhadap teori ini

banyak yang menyanggah. Karena dalam ajarannya pajak dikacaukan dengan

restibusi. Untuk kepentingan yang lebih besar terhadap harta benda yang lebih

banyak harganya daripada harta si miskin harus membayar pajak lebih besar dalam

hal tertentu, misalnya dalam perlindungan yang termasuk jaminan sosial, sehingga

sebagai konsekwensinya harus membayar pajak lebih banyak, dan inilah suatu hal

yang bertentangan dengan kenyataan. Untuk mengambil kepentingan seseorang

dalam usaha pemerintah sebagai ukuran, sejak dahulu belum ada alat pengukurnya,

sehingga sulit sekali dapat ditentukan dengan tegas. Makin lama teori ini pun

ditinggalkan.

3

Page 4: TUGAS PAJAK

(3). Teori kewajiban pajak mutlak atau Teori Bakti.

Teori ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, diajarkan bahwa

justru karena sifat Negara inilah maka timbulah hak mutlak untuk memungut pajak.

Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan , tidaklah akan

ada individu. Oleh karena persekutuan itu (yang menjelma jadi Negara) berhak atas

satu dan lain. Sejak berabad-abad hak ini telah diakui, dan orangorang selalu

menginsafinya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap

Negara dalam bentuk pembayaran pajak.

(4). Teori asas Gaya Beli.

Teori ini tidak mempersoalkan asal mula Negara memungut pajak, hanya

melihat kepada efeknya, dan dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar

keadilannya. Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai

gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli

dari rumah-tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara, dan kemudian

menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup

masyarakat dan untuk membawanya kearah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa

penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar

keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu, juga bukan kepentingan

Negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya. Teori ini

menitikberatkan ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak yaitu fungsi

mengatur.

(5). Teori Gaya Pikul.

Teori ini menganut bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada

jasa-jasa yang diberikan oleh Negara pada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa

dan harta bendanya. Untuk keperluan ini diperlukan biaya-biaya, biaya ini dipikul

oleh orang yang menikmati perlindungan itu, berupa pajak. Pokok pangkal teori ini

4

Page 5: TUGAS PAJAK

adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang.

Pajak harus dipikul menurut gaya pikulnya dan sebagai ukurannya, dapat

dipergunakan selain besarnya penghasilan dan kekayaan juga pengeluaran atau

pembelanjaan seseorang. Teori ini sampai kini masih dipertahankan. Asas ini sangat

terkenal, tetapi seluk beluknya sering kali timbul salah paham, bahkan diantara para

sarjana hukum dan cerdik pandai lainnya.

3. PEMBEDAAN DAN PEMBAGIAN PAJAK

Dalam hukum pajak terdapat berbagai pembedaan jenis-jenis pajak, yang

dibagi kedalam beberapa golongan besar. Cara membedakannya dapat didasarkan

atas ditemukan sifat-sifat tertentu yang terdapat dalam masingmasing pajak, seperti :

1. Pajak atas kekayaan dan pendapatan;

2. Pajak atas lalu lintas, yaitu lalu lintas hukum, lalu lintas kekayaan, dan lalu

lintas barang;

3. Pajak yang bersifat kebendaan;

4. Pajak atas pemakaian

Pembagian lain didasarkan atas ditemukannya ciri-ciri tertentu pada setiap

pajak, dan jenis pajak yang ciri tertentunya bersamaan dimasukkan dalam satu

golongan, sehingga terjadilah pembagian pajak dalam :

1. Pajak subyektif dan pajak obyektif (berdasarkan sifat)

2. Pajak langsung dan pajak tidak langsung (berdasarkan golongan)

3. Pajak umum dan pajak daerah (wewenang pemungutan)

Modul ini akan menguraikan tentang pembagian pajak dalam beberapa golongan.

5

Page 6: TUGAS PAJAK

A. PAJAK SUBYEKTIF DAN PAJAK OBYEKTIF

Pajak Subyektif

Pajak subyektif ialah pajak yang memperhatikan pertamatama keadaan

pribadi wajib pajak; untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang

obyektif yang berhubungan dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya

pikulnya. Contoh : Pajak Penghasilan, (Orang Pribadi). Hubungan antara pajak dan

wajib pajak (subyek pajak) adalah langsung oleh karena besarnya Pajak Penghasilan

yang harus dibayar tergantung kepada gaya pikulnya, pada pajak-pajak subyektif ini

keadaan pribadi wajib pajak sangat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang

terhutang.

Pajak Obyektif

Pajak obyektif ialah pajak yang pertama-tama melihat obyeknya yang selain

dari pada benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang

menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian dicari subyeknya (orang

atau badan hukum) yang bersangkutan langsung, dengan tidak mempersoalkan

apakah subyek ini berkediaman di Indonesia atau tidak. Subyek yang mempunyai

hubungan hukum tertentu dengan obyek itulah yang ditunjuk sebagai subyek yang

harus membayar pajak. Contoh : Pajak Penghasilan Wajib Pajak luar negeri.

B. PAJAK LANGSUNG DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG

Pembagian golongan pajak ini terjadi karena ditinjau dari sudut beban pajak

dan administrasi pemungutan pajak.

Pajak Langsung

Pajak langsung ialah pajak yang ditinjau dari :

6

Page 7: TUGAS PAJAK

a. Segi Administratip, berkohir dan dikenakan secara berulang-ulang pada

waktu tertentu (periodik) misalnya setiap tahun.

b. Segi ekonomis, pajak harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat

dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.

Pajak Tidak Langsung

Pajak Tidak Langsung, ialah pajak yang ditinjau dari segi :

a. Administratip, tidak berkohir dan tidak dikenakan secara periodic

(berulang-ulang), tetapi dikenakan hanya bila terjadi hal-hal, atau peristiwa-

peristiwa yang dikenakan pajak.

b. Ekonomis pajak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : PPN dan

PPn BM.

C. PAJAK PUSAT DAN PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH

Pajak Negara / Pajak Pusat

ialah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat Yang termasuk Pajak Pusat

adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Meterai, BPHTB.

Pajak Daerah / Pajak Lokal,

ialah pajak yang dipungut oleh daerah Tingkat I, daerah Tingkat II (Kodya,

Kabupaten) Yang termasuk Pajak Daerah seperti, PKB, PRO, PBA, Pajak Tontonan,

Pajak Reklame dan lain-lain.

4. UTANG PAJAK

7

Page 8: TUGAS PAJAK

A. Dalam Hukum Pajak dikenal ada dua ajaran tentang timbulnya utang

pajak, yaitu :

Ajaran Material

Ajaran Material adalah suatu ajaran timbulnya utang pajak yang menyatakan

bahwa utang pajak timbul karena undang-undang, tanpa diperlukan suatu perbuatan

manusia, asal dipenuhi syarat adanya suatu Tatbestand. Tatbestand ditentukan sendiri

di dalam Undang-undang Pajak yang bersangkutan, terdiri dari keadaan, perbuatan

atau peristiwa tertentu yang harus dikenakan pajak. Surat ketetapan pajak dalam

ajaran ini tidak menimbulkan utang pajak, hanya diperlukan untuk menetapkan

besarnya utang

pajak dan untuk memberitahukan besarnya utang pajak. Berdasarkan ajaran

ini maka meskipun surat ketetapan pajak belum memenuhi adanya Tatbestand, sudah

memenuhi syarat kewajiban pajak subyektif dan obyektif, serta sudah mempunyai

utang pajak dan kewajiban membayarnya.

Ajaran Formal

Ajaran Formal adalah suau ajaran timbulnya utang pajak, yang menyatakan

bahwa utang pajak timbul tanpa melihat adanya. Tatbestand, tetapi menggantungkan

adanya pada adanya surat ketetapan pajak. Jadi menurut ajaran ini utang pajak timbul

pada saat dikeluarkannya surat ketetapan pajak. Walaupun Tatbestand telah dipenuhi,

tetapi jika belum dikeluarkan surat ketetapan pajak, maka belum ada suatu utang

pajak. Surat ketetapan pajak menurut ajaran formal berfungsi :

a. Menimbulkan utang pajak

b. Menentukan besarnya utang pajak

c. Memberitahukan besarnya pajak kepada Wajib Pajak.

B. HAPUSNYA UTANG PAJAK

Setiap perikatan, termasuk pula utang pajak, pada suatu waktu akan hapus.

Hapusnya utang pajak dapat terjadi karena :

8

Page 9: TUGAS PAJAK

1. Pembayaran

Utang pajak hapus setelah dibayar oleh Penanggung Pajak / Wajib Pajak ke

Kas Negara, atau tempat-tempat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Pembayaran dilakukan dengan penyetoran uang, bukan dalam bentuk natura.

2. Kompensasi

Utang pajak yang masih belum dibayar dapat hapus dengan dilakukannya

kompensasi pembayaran antara kelebihan pembayaran pajak dengan utang

pajak yang belum dibayar. Kompensasi pembayaran harus dimintakan kepada

Kepala KPP, agar tidak timbul kesulitan di kemudian hari, dan secara

administrasi telah diselesaikan di Kantor Pelayanan Pajak.

3. Daluwarsa

Daluwarsa yang dimaksud disini adalah daluwarsa penagih, seperti yang

tercantum dalam Pasal 22 Undang-undang KUP. Pajak yang penagihannya

telah kedaluwarsa tidak dapat dilakukan tindakan penagihan, maka setelah

dilakukan penelitian administrasi dapat diusulkan untuk dihapuskan.

4. Penghapusan

Wajib Pajak yang menunggak pajak, dan setelah diadakan penelitian setempat

dan diketahui Wajib Pajak telah meninggal dunia tidak meninggalkan ahli

waris dan tanpa warisan, atau wajib pajak pailit, atau alamat wajib pajak tidak

diketemukan lagi, tunggakan pajak dapat diusulkan untuk dihapuskan.

C. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

SELF ASSESSMENT.

Self Assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak

menetapkan sendiri jumlah pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan-undangan perpajakan. Dalam sistem pemungutan ini, kegiatan

9

Page 10: TUGAS PAJAK

pemungutan pajak diletakkan kepada aktivitas dari masyarakat wajib pajak sendiri,

dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk :

1. Menghitung sendiri pajak yang terhutang

2. Memperhitungkan sendiri pajak yang terhutang

3. Membayar sendiri jumlah pajak yang terhutang

4. Melaporkan sendiri pajak yang terhutang Sistem ini antara lain

dianut Undang-undang PPh.

OFFICIAL ASSESSMENT

Official assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak, diaman aparatur

pajak menetapkan jumlah pajak yang terhutang dan wajib pajak. Dalam sistem ini

inisiatif dan kegiatan dalam menghitung dan menetapkan pajak sepenuhnya berada

pada aparatur pajak. Undang-undang yang menganut sistem ini adalah Undang-

undang perpajakan lama seperti PPd 1944, PPs 1925, PKK 1932.

WITHOLDING SYSTEM.

Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana

perhitungan pemotongan dan pembayaran pajak serta pelaporan pajak dipercayakan

kepada pihak ketiga oleh Negara. Pihak ketiga yang diberi kepercayaan pemerintah

untuk memotong atau memungut pajak misalnya Badan-badan tertentu, Direktorat

Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan dan lain-lain.

Contoh pajak yang menganut sistem ini misalnya PPh Pasal-pasal 21, 22,23, 26.

D. CARA PENGENAAN/PEMUNGUTAN PAJAK ;

STELSEL RIIL

Stelsel Riil / stelsel nyata (Rieele stelsel) ialah suatu system pengenaan pajak,

yang didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya diperoleh dalam suatu tahun

10

Page 11: TUGAS PAJAK

pajak. Karena penghasilan yang sesungguhnya diperoleh dalam suatu tahun pajak

baru diketahui pada akhir tahun, maka pajak baru dikenakan sesudah akhir tahun

pajak berakhir. Dan biasanya pajak ini dikenakan di belakang (naheffing). Contoh :

Pajak Penghasilan.

STELSEL FIKTIF

Stelsel Fiktif (Fictieve Stelsel) ialah suatu sistem pengenaan pajak yang

didasarkan pada suatu fiktif / anggapan. Bunyi suatu fiksi tergantung dari ketentuan

undang-undang perpajakan yang bersangkutan. Contoh : Dalam PPh Pasal 25,

besarnya PPh Pasal 25 dengan rumus secara umum ialah 1/12 x PPh tahun yang lalu

– PPh Pasal – Pasal 21, 22, 23, 24.

STELSEL CAMPURAN

Stelsel campuran ialah suatu sistem pengenaan pajak yang didasarkan baik

pada stelsel riil maupun stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak menganut stelsel fiktif

dan setelah akhir tahun pajak menganut stetsel riil. Contoh : Pajak Penghasilan.

5. TARIF PAJAK

Seseorang yang menjadi subyek pajak dan mempunyai obyek pajak, untuk

dapat menghitung besarnya jumlah pajak yang terhutang harus mengetahui tarif pajak

yang bersangkutan.Tarif yang dianut dalam suatu Undang-undang pajak, tergantung

dari ketentuan Undang-undang Pajak yang bersangkutan. Modul ini akan

menguraikan tentang bermacam macam tarif yang dikenal dalam Hukum Pajak,

yaitu :

1. Tarif yang sepadan

2. Tarif yang meningkat

3. Tarif yang menurun

11

Page 12: TUGAS PAJAK

4. Tarif tetap

A. Tarif yang sepadan (Proporsionil)

Tarif yang sepadan ialah tarif pajak dengan persentase pengenaan yang tidak

berubah. Jumlah pajak yang harus dibayar berubah menurut jumlah yang dipakai

sebagai dasar pengenaan pajak. Misalnya : Tarif pajak Hotel dan Restoran sebesar

10% Tarif PPN sebesar 10%.

B. Tarif Pajak yang Meningkat (Progresif)

Tarif pajak yang progresif ialah tarif pajak yang persentase pengenaannya

menaik semakin besar manakala jumlah yang harus dikenakan pajak meningkat.

Misalnya : Tarif PPh

C. Tarif yang Menurun (Degresif)

Tarif pajak yang menurun ialah tarif pajak yang besar persentasenya menurun

semakin besar manakala jumlah yang harus dikenakan pajak meningkat.

D. Tarif yang Tetap

Tarif yang tetap ialah tarif pajak yang besarnya tetap dan tidak tergantung

kepada nilai objek yang dikenakan pajak. Misalnya : Bea Meterai Rp. 3.000,- / Rp.

6.000,-

6. PENAGIHAN PAJAK

A. Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pejabat apabila:

Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk

selamalamanya atau berniat untuk itu.

12

Page 13: TUGAS PAJAK

Penangguhan Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan

kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia,

ataupun memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya.

Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan

badan usahanya dan berniat untuk itu.

Badan usaha akan dibubarkan oleh negara atau

Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga

atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

B. Pemberitahuan Surat Paksa kepada orang pribadi.

Surat paksa diberiahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain

yang memungkinkan.

Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja

di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang

bersangkutan tidak dapat dijumpai.

Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus

harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan

harta warisan belum dibagi, atau

Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan telah dibagi.

C Pemberitahuan Surat Paksa kepada badan

Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,

pemilik modal baik di tempat keduduka badan yang bersangkutan, di

tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan

atau,

13

Page 14: TUGAS PAJAK

Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan usaha

yang bersangkutan apabila-jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah

seorang sebagaimana dimaksud diatas.

7. FUNGSI PAJAK YANG BERSIFAT MENGATUR./FUNGSI PAJAK.

Fungsi pajak.

Fungsi pajak ada dua :

Fungsi Anggaran (Fungsi Budgetair) ialah fungsi pajak disektor publik,

merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat

berasarkan undang-undang ke Kas Negara, hasilnya untuk membiayai

pengeluaran umum Negara.

Fungsi mengatur (Regulerend) ialah fungsi pajak yang dipergunakan untuk

mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu dibidang ekonomi, politik,

sosial, budaya, pertahanan keamanan misalnya dengan mengadakan

perubahan-perubahan tarif, memberikan pengecualian atau keringanan-

keringanan.

Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan

kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat

dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang

efektif dan efisien.

Fungsi redistribusi pendapatan

14

Page 15: TUGAS PAJAK

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai

semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan

sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat.

8. PERADILAN DALAM HUKUM PAJAK.

Dalam hukum pajak dikenal dua macam hukuman. Yaitu ;

a) Hukum administrasi (tata usaha)

b) Hukuman pidana atau strafrechtelijk.

9. PENAFSIRAN DALAM HUKUM PAJAK.

Di dalam memahami suatu ketentuan Undang-undang agar jelas diperlukan

suatu penafsiran. Penafsiran hukum ialah suatu upaya yang pada dasarnya

menerangkan, menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas ataupun

membatasi atau mempersempit pengertian hukum yang ada dalam rangka

penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan yang sedang dihadapi.

Cara-cara penafsiran hanya merupakan alat untuk mencoba mengetahui dan

memahami arti kadah-kaedah hukum. Macam-macam penafsiran yang dikenal dalam

ilmu hukum:

a. Penafsiran tata bahasa (gramatika). Penafsiran tata bahasa, ialah cara

penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedomen

pada arti perkataanperkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-

kalimat yang dipakai oleh undang-undang, yang dianut ialah semat-mata arti

perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan, yakni arti dalam pemakaiansehari-hari.

b. Penafsiran sahih (resmi, autentik) ialah

15

Page 16: TUGAS PAJAK

penafsiran yang pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh

pembentuk Undangundang. Misalnya arti “malam” dalam Pasal 98 KUHP yang

berarti waktu antara matahari terbenam dari matahari terbit.

c. Penafsiran histories :

1). Sejarah hukumannya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya

hukum tersebut.

2). Sejarah Undang-undangnya, yang diselidiki maksud pembentuk

undang-undang pada waktu membuat undang-undang itu,

misalnya didenda f 10, sekarang ditafsirkan dengan uang R.I.,

sebesar Rp.10,-

d. Penafsiran sistematis (dogmatis).

Penafsiran sistematis ialah penafsiran memiliki susunan yang berhubungan

dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undangundang itu maupun dengan

undang-undang yang lain.

e. Penafsiran sosiologi.

Penafsiran sosiologi yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan

undang-undang. Hal ini penting karena kebutuhan-kebutuhan berubah menurut masa,

sedangkan undang-undang tetap saja.

f. Penafsiran ekstensip.

Penafsiran ekstensip ialah penafsiran dengan memperluas arti, katakata dalam

peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimaksudkan dalam ketentuan itu.

Misalnya “aliran listrik termasuk benda”.

g. Penafsiran restriktif.

Penafsiran restriktif ialah penafsiran dengan mempersempit arti katakata

dalam suatu undang-undang, misalnya “kerugian” tidak termasuk kerugian yang “tak

berwujud” seperti sakit, cacat dan lain-lain.

h. Penafsiran analogis.

16

Page 17: TUGAS PAJAK

Penafsiran analogis ialah penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat

(kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu

peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai

dengan bunyi peraturan tersebut.

i. Penafsiran a contrario.

Penafsiran a contrario ialah suatu cara penafsiran undang-undang yang

didasarkan pada lawan dari ketentuan tersebut. Contoh Pasal 34 BW yang

menyatakan bahwa seorang perempuan tidak diperkenankan menikah lagi sebelum

lewat 300 hari setelah perkawinannya terdahulu diputuskan. Bagaimana hanya

dengan laki-laki ? Tidak berlaku karena kata lakilaki tidak disebutkan.

Cara-cara penafsiran sebagaimana telah diuraikan terdahulu pada umumnya

berlaku dalam Hukum Pajak, namun penafsiran Undang-undang pajak sering dilihat

dengan kaca mata yang istimewa, sehingga sering para sarjana mengatakan sebagai

masalah yang luar biasa. Alasannya banyak orang yang berbuat demikian, karena

berdasarkan kenyataan, bahwa corak pemungutan pajak berpengaruh

besar atas cara-cara penafsiran itu.

Mr. Santoso Brotodihardjo, S.H. (1982 : 147), menyatakan bahwa hingga kini

yang merupakan titik persengketaan di antara para sarjana adalah penafsiran analogi

dalam Hukum Pajak, sekali pun pada gelagatnya pada akhir-akhir ini mereka

cenderung kepada pendapat bawa penafsiran semacam ini harus tidak dipergunakan

dalam penafsiran perundang-undangan pajak.

10. HUKUM PAJAK INTERNASIONAL.

Prof. DR. Rochmat Soemitro SH. Dalam Buku hokum pajak Internasional

Indonesia Hukum pajak internasional adalah hokum pajak nasional yang terdiri dari

kaedah, baik berupa kaedah kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari tractat

17

Page 18: TUGAS PAJAK

antar Negara dan dari prinsip/kebiasaan yang telah diterima baik oleh Negara-negara

di dunia umtuk mengatur soal-soal perpajakan dan dalam mana dapat ditunjukan

adanya unsure-unsur asing baik mengenai subjeknya maupun mengenai objeknya.

A. Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional Indonesia

1. Hukum pajak nasional

2. Traktat

Perjanjian bilateral

Perjanjian multilateral

B. Prinsip-prinsip dan Azas-azas hokum pajak Internasional

1. Prinsip kedaulatan dalam hokum pajak Internasional ; Suatu Negara tidak

dapat melakukan tindakan administrative tanpa memperoleh izinnya, lebih-

lebih kalau tindakan itu disertai dengan ancaman atau paksaan. Perbuatan

seperti itu akan melanggar kedaulatan suatu Negara

 

1. Prinsip Keadilan, prinsip keadilan nya adam smith

2. Prinsip Negara HUkum

UUD 1945,

Indonesia Negara berdasarkan atas hokum

Pajak dipungut berdasarkan UU

Prinsip territorial/wilayah

Jika seseorang warga Negara asing menetap disuatu Negara

dan disitu ia mendapatkan nafkah, wajib menjadi wajib pajak

18

Page 19: TUGAS PAJAK

dalam negri di Negara ia menetap karena itu untuk keperluan

pajak ia oleh Negara itu diperlakukan sama dengan

warganegara nya .

11. PEMBAGIAN HUKUM PAJAK DAN PEMBEDAANNYA.

Hukum Pajak Material

Memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan perbuatan-

perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak.

Hukum pajak formiil

Peraturan peraturan mengenai cara-caraa untuk menjelmakan hukum

pajak material menjadi suatu kenyataan.

Memuat cara2 penyelenggaraan mengenai penetapan suatu hutang

pajak.

Kontrol Pemerintah terhadap penyelenggaraan pemingutan Pajak

Kewajiban para wajib pajak (sebelum dan sesudah menerima surat

ketetapan pajak)

Prosedur pemungutan pajak

19