tugas perkebunan tebu rev
DESCRIPTION
perkebunan tebu di indonesia.manajemen dan teknis budidayaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu merupakan jenis tanaman perdu, yang termasuk dalam golongan
rumput-rumputan dengan nama lain Saccharum officinarum. Tanah yang paling
cocok untuk jenis tanaman perdu adalah daerah dataran yang tingginya kurang
dari 500 meter di atas permukaan laut. Serta, mempunyai curah hujan tidak
kurang dari 2000 mm per tahunnya. Lebih baik lagi kalau dipadu dengan keadaan
iklim yang bergantian antara kemarau dan penghujan. Jadi tanah yang cocok
untuk budidaya tanam tebu adalah tanah yang memiliki sifat kering-kering basah.
Tanaman tebu merupakan tanaman yang sangat peka terhadap perubahan unsur-
unsur iklim. Oleh karena itu, waktu tanam dan panen harus diperhatikan agar tebu
dapat membentuk gula secara optimal. Tanaman tebu banyak membutuhkan air
selama masa pertumbuhan vegetatifnya dan membutuhkan sedikit air pada masa
pertumbuhan generatifnya (Mubyarto dan Damayanti, 1991). Terdapat dua cara
penanaman tebu, yaitu di lahan sawah dengan sistem reynoso (cara pengolahan
tanah sawah untuk tanaman tebu) dan di lahan tegalan dengan sistem tebu lahan
kering.Tebu lahan sawah memiliki beberapa kategori, tergantung dari pola
penanaman. Tebu tanam atau tebu Tebu Rakyat Sawah I (TRIS I) adalah pola
penanaman tebu dengan menggunakan bibit. Sedangkan tebu keras atau TRIS II
dan selanjutnya adalah penanaman tebu dari kepras atau tunas yang berasal dari
sisa panen. Perbedaan kategori tersebut berpengaruh terhadap produksi dan
produktivitas tebu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal muasal komoditas tebu?
2. Seberapa penting komoditas tebu di Indonesia?
3. Bagaimana siklus ekspor dan impor gula pasir yang tidak lain berbahan
baku tebu yang terjadi di Indonesia?
4. Bagaimana potensi komoditas tebu di Indonesia?
5. Permasalahan – permasalahan apa saja yang terjadi pada pertanaman tebu
di Indonesia?
6. Apa sajakah program pemerintah untuk melindungi komoditas tebu?
7. Bagaimana budidaya komoditas tebu di Indonesia?
8. Bagaimana proses pengolahan komoditas tebu hingga menjadi gula pasir?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui asal muasal komoditas tebu
2. Mengetahui seberapa pentingnya komoditas tebu
3. Mengetahui siklus ekspor dan impor gula pasir yang tidak lain berbahan
baku tebu yang terjadi di Indonesia
4. Mengetahui potensi komoditas tebu di Indonesia
5. Mengetahui permasalahan – permasalahan yang terjadi pada pertanaman
tebu di Indonesia
6. Mengetahui program – program pemerintah untuk melindungi komoditas
tebu
7. Mengetahui cara budidaya komoditas tebu di Indonesia
8. Mengetahui proses pengolahan komoditas tebu hingga menjadi gula pasir
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini memberikan pengetahuan mengenai komoditas tebu mulai
dari teknik budidaya hingga prospek pengembangannya di Indonesia
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini ialah
studi pustaka. Dimana penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber yang
sesuai dengan judul makala.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Muasal komoditas Tebu
naman tebu (Saccharum officinarum L) adalah satu anggota familia
rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun
masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika, pada berbagai
jenis tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut
(dpl).
Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan kepastiaanya,
dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para ahli yang
memang berkompeten dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal
dari Papua New Guinea. Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon
dan Kaledonia Baru. Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea
berlangsung pada 6000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina
dan India.
Dari India, tebu kemudian dibawa ke China pada tahun 800 SM, dan mulai
dimanfaatkan sebagai pemanis oleh bangsa China pada tahun 475 SM. Pada tahun
510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia
menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti
halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat
dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk
menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besar-
besaran oleh orang-orang Arab pada abad ketujuh sebelum sesudah masehi.
Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642, mereka menemukan keberadaan
tebu yang kemudian dipelajari dan mulai diolah menjadi gula kristal. Ketika
menguasai Mesir pada 710 M, tebu ditanam secara besar-besaran di tanah Mesir
yang subur. Pada masa inilah, ditemukan teknologi kristalisasi, klarifikasi, dan
pemurnian. Dari Mesir, gula menyebar ke Maroko dan menyeberangi Laut
Mediterania ke benua Eropa, tepatnya di Spanyol (755 M) dan Sisilia (950 M).
2.2 Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh tanaman tebu
1. Iklim
1) Hujan yang merata diperlukan setelah tanaman berumur 8 bulan dan
kebutuhan ini berkurang sampai menjelang panen
2) Tanaman tumbuh baik pada daerah beriklim panas dan lembab.
3) Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini > 70%Suhu
udara berkisar antara 28-34 derajat C.
2. Media Tanam
1) Tanah yang terbaik adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak
tergenang.
2) Jika ditanam di tanah sawah dengan irigasi pengairan mudah di atur
tetapi jika ditanam di ladang/tanah kering yang tadah hujan penanaman
harus dilakukan di musim hujan.
3. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat yang baik untuk pertumbuhan tebu
adalah 5-500 m dpl. II.
2.3 Teknik Budidaya
2.3.1 Pembibitan
Bibit yang akan ditanam berupa bibit pucuk,bibit batang muda, bibit
rayungan dan bibit siwilan
1. Bibit pucuk Bibit diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling
berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas baru) yang diambil 2-3
sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang
agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak
memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak,
pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit
pucuk hanya dapat dilakukan jika kebun telah berporduksi.
2. Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama bibit mentah / bibit
krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7 bulan. Seluruh batang tebu
dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas.
Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang
tidak dibuang.1 hektar tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan
bibit untuk keperluan 10 hektar.
3. Bibit rayungan (1 atau 2 tunas) Bibit diambil dari tanaman tebu khusus
untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum
keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:
1) Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat
2) Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan
dipakai.
3) Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan
banyak air dan pertumbuhannya lebih cepat daripada bibit bagal. 1
hektar tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit
untuk 10 hektar areal tebu.
Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu
pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama seperti halnya bibit
bagal. d) Bibit siwilan Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari
tanaman yang pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan sama
dengan bibit rayungan.
2.3.2 Pembukaan Lahan
Pembukaan lahan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1.000 m2. Parit membujur,
melintang dibuat dengan lebar 50 cm dan dalam 50 cm. Selanjutnya dibuat
parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan.
2. Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak
antar lubang tanam (parit) sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk di atas
larikan diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah
guludan ini dipindahkan lagi ke tempat semula.
2.3.3 Teknik Penanaman
Penentuan Pola Tanam Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur
pada bulan Juni-Agustus (di tanah berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di
tanah tegalan/sawah tadah hujan). Terdapat dua cara bertanam tebu yaitu dalam
aluran dan pada lubang tanam.
Pada cara pertama bibit diletakkan sepanjang aluran, ditutup tanah setebal
2-3 cm dan disiram. Cara ini banyak dilakukan dikebun Reynoso. Cara kedua
bibit diletakan melintang sepanjang solokan penanaman dengan jarak 30-40 cm.
Pada kedua cara di atas bibit tebu diletakkan dengan cara direbahkan. Bibit yang
diperlukan dalam 1 ha adalah 20.000 bibit.Cara Penanaman Sebelum tanam, tanah
disiram agar bibit bisa melekat ke tanah.
1. Bibit stek (potongan tebu) ditanam berimpitan secara memanjang agar
jumlah anakan yang dihasilkan banyak. Dibutuhkan 70.000 bibit stek/ha.
2. Untuk bibit bagal/generasi, tanah digaris dengan kedalaman 5-10 cm, bibit
dimasukkan ke dalamnya dengan mata menghadap ke samping lalu bibit
ditimbun dengan tanah. Untuk bibit rayungan bermata satu, bibit
dipendam dan tunasnya dihadapkan ke samping dengan kemiringan 45
derajat, sedangkan untuk rayungan bermata dua bibit dipendam dan
tunasnya dihadapkan ke samping dengan kedalaman 1 cm. Satu hari
setelah tanam lakukan penyiraman jika tidak turun hujan. Penyiraman ini
tidak boleh terlambat tetapi juga tidak boleh terlalu banyak.
2.3.4 Pemeliharaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
a. Sulaman pertama untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan
bermata satu dilakukan 5-7 hari setelah tanam. Bibit rayungan sulaman
disiapkan di dekat tanaman yang diragukan pertumbuhannya. Setelah
itu tanaman disiram. Penyulaman kedua dilakukan 3-4 minggu setelah
penyulaman pertama.
b. Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata dua
dilakukan tiga minggu setelah tanam (tanaman berdaun 3-4 helai).
Sulaman diambil dari persediaan bibit dengan cara membongkar
tanaman beserta akar dan tanah padat di sekitarnya. Bibit yang mati
dicabut, lubang diisi tanah gembur kering yang diambil dari guludan,
tanah disirami dan bibit ditanam dan akhirnya ditimbun tanah. Tanah
disiram lagi dan dipadatkan.
c. Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit pucuk. Penyulaman
pertama dilakukan pada minggu ke 3. Penyulaman kedua dilakukan
bersamaan dengan pemupukan dan penyiraman ke dua yaitu 1,5 bulan
setelah tanam.Kedua penyulaman ini dilakukan dengan cara yang sama
dengan point (b) di atas.
d. Penyulaman ekstra dilakukan jika perlu beberapa hari sebelum
pembumbunan ke 6. Adanya penyulaman ekstra menunjukkan cara
penanaman yang kurang baik.
e. Penyulaman bongkaran. Hanya boleh dilakukan jika ada bencana alam
atau serangan penyakit yang menyebabkan 50% tanaman mati.
Tanaman sehat yang sudah besar dibongkar dengan hati-hati dan
dipakai menyulan tanaman mati. Kurangi daun-daun tanaman sulaman
agar penguapan tidak terlalu banyak dan beri pupuk 100-200 Kg/ha.
2. Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan saat pembubunan tanah
dan dilakukan beberapa kali tergantung dari pertumbuhan gulma.
Pemberantasan gulma dengan herbisida di kebun dilaksanakan pada bulan
Agustus sampai November dengan campuran 2-4 Kg Gesapas 80 dan 3-4
Kg Hedanol power.
3. Pembubunan
Sebelum pembubunan tanah harus disirami sampai jenuh agar struktur
tanah tidak rusak.
a. Pembumbunan pertama dilakukan pada waktu umur 3-4 minggu. Tebal
bumbunan tidak boleh lebih dari 5-8 cm secara merata. Ruas bibit harus
tertimbun tanah agar tidak cepat mengering
b. Pembumbun ke dua dilakukan pada waktu umur 2 bulan.
c. Pembumbuna ke tiga dilakukan pada waktu umur 3 bulan.
d. Perempalan Daun-daun kering harus dilepaskan sehingga ruas-ruas tebu
bersih dari daun tebu kering dan menghindari kebakaran.
Bersamaan dengan pelepasan daun kering, anakan tebu yang tidak tumbuh
baik dibuang. Perempalan pertama dilakukan pada saat 4 bulan setelah
tanam dan yang kedua ketika tebu berumur 6-7 bulan.
2.3.5 Pemupukan
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu saat tanam atau sampai 7 hari setelah
tanam dengan dosis 7 gram urea, 8 gram TSP dan 35 gram KCl per tanaman (120
kg urea, 160 kg TSP dan 300 kg KCl/ha).dan (2) pada 30 hari setelah pemupukan
ke satu dengan 10 gram urea per tanaman atau 200 kg urea per hektar. Pupuk
diletakkan di lubang pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7-10 cm dari bibit dan
ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera disiram supaya pupuk
tidak keluar dari daerah perakaran tebu. Pemupukan dan penyiraman harus selesai
dalam satu hari. Agar rendeman tebu tinggi, digunakan zat pengatur tumbuh
seperti Cytozyme (1 liter/ha) yang diberikan dua kali pada 45 dan 75 Hari.
2.3.6 Pengairan dan Penyiraman
Pengairan dilakukan dengan berbagai cara:
1. Air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman.
2. Penyiraman lubang tanam ketika tebu masih muda. Waktu tanaman
berumur 3 bulan, dilakukan pengairan lagi melalui saluran-saluran kebun.
3. Air siraman diambil dari saluran pengairan dan disiramkan ke tanaman. d)
Membendung got-got sehingga air mengalir ke lubang tanam.
Pengairan dilakukan pada saat:
1. Waktu tanam
2. Tanaman berada pada fase pertumbuhan vegetatif
3. Pematangan.
2.3.7 Panen
Ciri dan Umur Panen Umur panen tergantung dari jenis tebu:
1. Varitas genjah masak optimal pada < 12 bulan
2. Varitas sedang masak optimal pada 12-14 bulan,
3. Varitas dalam masak optimal pada > 14 bulan. Panen dilakukan pada
bulan Agustus pada saat rendeman (persentase gula tebu) maksimal
dicapai.
Cara Panen
1. Mencangkul tanah di sekitar rumpun tebu sedalam 20 cm.
2. Pangkal tebu dipotong dengan arit jika tanaman akan ditumbuhkan
kembali. Batang dipotong dengan menyisakan 3 buku dari pangkal batang.
3. Mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun akan
dibongkar.Potong akar batang dan 3 buku dari permukaan pangkal batang.
4. Pucuk dibuang.
5. Batang tebu diikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa ke
pabrik untuk segera digiling Panen dilakukan satu kali di akhir musim
tanam.
Perkiraan Produksi Hasil Tebu Rakyat Intensifikasi I di tanah sawah adalah
120 ton/ha dengan rendemen gula 10% sedangkan hasil TRI II di tanah sawah
adalah 100 ton dengan rendemen 9%. Di tanah tegalan produksi tebu lebih rendah
lagi yaitu pada TRI I tegalan adalah 90 ton/ha dan pada TRI II tegalan sebesar 80
tom/ha.
2.3.8 Pascapanen
1. Pengumpulan Hasil tanam dari lahan panen dikumpulkan dengan cara
diikat untuk dibawa ke pengolahan.
2. Penyortiran dan Penggolongan Syarat batang tebu siap giling supaya
rendeman baik:
1) Tidak mengandung pucuk tebu
2) Bersih dari daduk-daduk (pelepah daun yang mengering)
3) Berumur maksimum 36 jam setelah tebang.
2.4 Pengolahan komoditas Tebu untuk Industri
Tebu dipanen setelah cukup masak, dalam arti kadar gula (sakarosa)
maksimal dan kadar gula pecahan (monosakarida) minimal. Untuk itu dilakukan
analisa pendahuluan untuk mengetahui faktor pemasakan, koefisien daya tahan,
dll. Ini dilakukan kira-kira 1,5 bulan sebelum penggilingan.
Setelah tebu dipanen dan diangkat ke pabrik selanjutnya dilakukan
pengolahan gula putih. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik
dengan menggunakan peralatan yang sebagain besar bekerja secara otomatis.
Proses pengolahan tebu adalah memeras nira dari batang tebu dan
memprosesnya menjadi gula kristal dengan tingkat kehilangan gula (pol) sekecil
mungkin. Tingkat kehilangan tersebut dapat terjadi pada ampas, blotong dan tetes.
Rata-rata mutu tebu yang berada di pabrik gula di Jawa memiliki mutu
yang rendah dengan nilai pol berkisar antara 8.3 – 11.2, nilai nira perasan pertama
9.9 - 12.4 dan kadar kotoran tebu antara 6 - 20 persen. Rendahnya mutu tebu
diperparah dengan kondisi beberapa pabrik gula yang sudah tua. Sekitar 68 persen
dari jumlah pabrik gula yang ada telah berumur lebih dari 75 tahun dan kurang
mendapat perawatan yang memadai. Hal ini menyebabkan efisiensi yang rendah
dan meningkatkan biaya produksi per unit (Direktorat Jenderal Bina Produksi
Perkebunan, 2004).
Meskipun demikian, pabrik gula di Jawa masih berpotensi untuk
ditingkatkan produktivitasnya melalui optimalisasi kapasitas giling serta
penggalangan dengan petani. Pada tahun 2002 hasil giling pabrik gula yang
berada di Jawa mengalami kenaikan produksi sebesar 14 persen (Sawit et a.l,
2004). Adanya program akselerasi Industri Gula Nasional telah memberikan
insentif bagi petani tebu untuk kembali menanam tebu sehingga terjadi perluasan
areal tanaman tebu.
2.5 Pohon Industri
Bagian yang dapat diolah dari tebu ialah pucuk dan daun, nira dan ampas.
Pucuk dan daun tanaman tebu dapat dijadikan makanan ternak. Selain itu, dapat
diolah menjadi gula, molase dan blotong. Molase dapat diolah menjadi gula cair,
gula padat, L-lysin, asam glutamat, asam-asam organik, bahan kimia, makanan
ternak dan prorein sel tunggal yang dapat diolah lebih lanjut menjadi makanan
ternak dan ragi roti. Blotong dapat diolah lebih lanjut menjadi semen, mansory
cement, bahan cat dan pupuk.
Ampas dapat diolah menjadi bahan bakar, particle board yang dapat diolah lebih
lanjut menjadi furniture, makanan ternank, pulp sellulosa yang dapat dioah lebih
lanjut menjadi kertas, dan fulfural.
2.6 Pentingnya Komoditas Tebu
Tebu merupakan komoditas perkebunan penting di Indonesia. Perkebunan
tebu berkaitan erat dengan industri gula dan produk derivat rebu (hilir). Kondisi
hulu perkebunan tebu merupakan hal penting dalam mewujudkan tujuan
swasembada gula nasional. Luas areal tebu di Indonesia pada sepuluh tahun
terakhir secara umum mengalami pertumbuhan 0,71 persen per tahun. Produksi
tebu juga tumbuh dengan laju sebesar 3,54 persen per tahun, dengan produktivitas
rata-rata hablur baru mencapai 5,82 ton/ha.
Tanaman tebu atau Saccharum officinarum merupakan bahan utama
penghasil gula pasir. Pengusahaan tanaman tebu pada lahan sawah perlu
memperhatikan kelayakan usaha, dalam arti dapat memberikan produktivitas
lahan yang cukup tinggi, tidak terlalu jauh dari pabrik gula dengan prasarana
seperti jalan dan jembatan yang cukup, dan tidak membahayakan kelestarian
lingkungan.
Kelayakan usaha ini sangat penting karena tidak saja menyangkut operasi
perusahaan tetapi juga pendapatan petani yang mengusahakan tebu . Usahatani
yang dapat menjamin pendapatan yang cukup tinggi merupakan motivasi kuat
yang mendorong petani mencintai tanaman tebu yang diusahakannya.
Bibit merupakan modal dasar dalam budidaya tebu, sehingga dalam upaya
peningkatan produksi dan produktifitas gula, penggunaan bibit unggul tebu
mutlak dilakukan. Bibit tebu adalah bagian dari tanaman tebu yang merupakan
bahan tanaman yang dapat dikembangkan untuk pertanaman baru. Bibit unggul
tebu berkualitas memiliki potensi produksi tinggi, bebas hama penyakit,
mempunyai tingkat kemurnian lebih dari 95%, umur sekitar 6 -7 bulan. Bibit
unggul dapat diperoleh di Kebun Bibit.
2.7 Siklus Ekspor dan Impor Gula Pasir Di Indonesia
Perubahan yang paling mendasar yang melandasi ekonomi gula adalah
dibebaskannya tataniaga gula dari monopoli Bulog ke mekanisme pasar pada
tahun 1998. Selain sistem tataniaga, sistem produksi juga mengalami perubahan
dengan dicabutnya Inpres No 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi dan
memberikan kebebasan kepada petani untuk memilih tanaman yang
diusahakannya sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Papahan, 2004).
Perubahan tersebut memberikan keuntungan bagi industri gula nasional,
terutama petani tebu. Namun dengan adanya Letter of Intent yang menyatakan
pembebasan bea masuk 0 persen bagi komoditi pertanian menyebabkan
membanjirnya impor gula. Keadaan tersebut diperparah dengan masuknya impor
gula ilegal dan adanya impor gula yang langsung dijual kepada konsumen
sehingga harga gula domestik mengalami penurunan yang drastis dari Rp 3 000
per kg menjadi Rp 2 000 per kg. Penurunan harga yang drastis ini telah
menghilangkan insentif bagi petani tebu, sehingga petani tebu enggan untuk
menanam tebu.
Kemudian muncul SK Menperindag Nomor 230/MPP/Kep/1999, yang
menetapkan tarif impor sebesar 20 persen untuk raw sugar dan 25 persen untuk
white sugar untuk mengefektifkan penerapan tarif, bea masuk impor gula diubah
menjadi tarif spesifik sebesar Rp 550,- per kg untuk raw sugar dan Rp 700 untuk
white sugar (Sawit, et al, 2004).
Tahun 2002 kebijakan tersebut dikombinasikan dengan kuota impor
berdasarkan SK Menperindag Nomor 643/MPP/Kep/2002 tentang tataniaga Impor
Gula. Kebijakan tersebut menyatakan bahwa impor gula putih hanya dapat
dilakukan oleh Importir Terdaftar Gula (IT). IT ini merupakan perusahaan yang
memperoleh bahan baku minimal 75 persen berasal dari petani tebu dan impor
gula hanya dilakukan pada saat harga di tingkat petani mencapai Rp 3 100 per kg.
Kebijakan ini telah memberikan insentif bagi petani tebu untuk kembali menanam
tebu.
Seiring dengan perkembangan pergulaan nasional, tahun 2004 Presiden
menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2004
tentang penetapan gula sebagai barang dalam pengawasan dan Keputusan
Republik Indonesia Nomor 58 tentang penanganan gula yang diimpor secara tidak
sah. Kemudian muncul Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
527/MPP/Kep/9/2004 tentang ketentuan impor gula. Keputusan ini bertujuan
untuk mewujudkan ketahanan pangan dan peningkatan pertumbuhan
perekonomian masyarakat Indonesia serta menciptakan swasembada gula dan
meningkatkan daya saing serta pendapatan petani tebu dan industri gula.
2.8 Potensi Komoditas Tebu Di Indonesia
Investasi pembangunan industri gula berbasis tebu memerlukan areal
penanaman tebu yang cukup luas. Di Indonesia, sesuai dengan karakteristik
sumber daya lahan dan persyaratan tumbuh tebu yang spesifik, areal pertanian
yang dapat dikelola untuk perkebunan tebu pada skala cukup luas dengan
aksesibilitas yang memadai menjadi sangat terbatas. Pulau Jawa yang selama ini
dianggap sebagai habitous utama tebu, sudah sulit lagi melakukan pengembangan
areal bagi keperluan 46 pabrik gula (PG) yang ada. Meskipun demikian, selaras
dengan upaya pemerataan pembangunan daeerah, pengembangan industri gula
baru lebih disarankan untuk industri gula sekala kecil.
Peluang dalam industry gula (+1,6 juta ton) sangat prospektif mengingat
kebutuhan konsumsi gula masih belum terpenuhi. Kekurangannya sementara
untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan impor. Dalam mendukung
akselerasi gula nasional melalui kegiatan perluasan tanaman tebu dan
pengembangan pabrik gula di daerah akan membantu pemenuhan kebutuhan gula
nasional sekaligus menghemat devisa negara. Pengembangan tebu di berbagai
daerah di Indonesia sangat dimungkinkan mengingat:
• Secara teknis cocok dan diminati petani
• Secara ekonomis cukup menguntungkan
• Secara social dapat membuka lapangan pekerjaan 1 (satu) pabrik gula
dapat menyerap sekitar 25.500 orang tenaga kerja.
• Adanya potensi lahan pertanian, yang terdiri dari HGU, tanah Negara, dan
tanah milik.
• Terciptanya Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) tebu di
daerah-daerah.
Rencana pengembangan tebu di daeerah-daerah dapat dirancang sbb:
• Jangka pendek: Pengembangan kebun tebu 150 ha, Unit pengelolaan tebu
merah.
• Jangka menengah: Pengembangan kebun tebu 1.000 ha, Pembangunan
pabrik gula mini.
• Jangka Panjang: Pengembanangan kebun tebu 4.000 – 5.000 ha atau
dengan 15.000 ha melalui inti plasm, Pembangunan 2-3 unit pabrik gula
mini.
Kebijakan pengembangan sector pertanian ini diambil mengingat
besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki oleh daerah-daerah di Indonesia.
Selain itu, sektor ini juga merupakan sector yang mampu menyerap tanaga kerja
masyarakat yang cukup besar sebagai penggerak perekonomian daerah yang
berbasis sumberdaya local. Dalam program pengembangan agribisnis ini, maka
program investasi senantiasa diarahkan pada komoditas‐komoditas unggulan
sebagai leading sectornya yang kemudian diharapkan dapat memberikan multifier
effect pada sektor ikutannya. Komoditas unggulan yang dimaksud adalah
komoditas yang diusahakan berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatif
ditopang oleh pemanfaatan teknologi yang sesuai denga agroekosistem untuk
meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiflier effect terhadap
berkembangnya sector lain.
Pengembangan dan pemilihan komoditas unggulan yang didasarkan
pada pendekatan wilayah (kawasan) dan pendekatan pasar sehingga diharapkan
dapat menjamin kesinambungan produksi melalui pemanfaatan keunggulan
komperatif daerah sebagai basis pengembangan (spesifik atau keunggulan local),
dan dapat menumbuhkan pusat‐pusat (sentra) komoditas spesifik wilayah yang
mendorong keterkaitan antara wilayah secara dinamis dan membangkitkan
interaksi sector produksi dan pasar yang dinamis.
2.9 Permasalahan – Permasalahan yang Terjadi Pada Komoditas Tebu
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan tanaman tebu pada lahan
kering saat musim kemarau ialah kekeringan pada saat fase kritis tanaman (fase
pembentukan tunas dan pertumbuhan vegetatif).
Adanya periode-periode kekurangan air dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan tanaman mengakibatkan tanaman tebu menderita cekaman
kekeringan sehingga produktivitas tanaman dari musim ke musim sangat
berfluktuatif, bahkan menurun tajam bila kemarau panjang terjadi. Menurut
Irrianto (2003), kehilangan hasil pada tanaman tebu akibat cekaman kekeringan
secara kuantitatif dapat mencapai 40% dari potensi produksinya apabila terjadi
pada fase kritis tanaman yaitu fase pertumbuhan tunas dan pertumbuhan vegetatif
tanaman (sampai dengan umur 165 hari setelah tanam). Pada tahun 2005, ribuan
hektar tanaman tebu milik petani di Jawa Barat mati karena kekeringan menyusul
terjadinya kemarau panjang. Akibat kemarau panjang sedikitnya 30% tanaman
tebu di wilayah Jawa Barat mati kekeringan (Nunung, 2006).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus
menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada
gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stres air
sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman
saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan
mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada
pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun
menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk,
sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon
dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan
ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi
untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan
sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme kontrol tunggal yang
memperlambat transpirasi dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga
merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel
mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap tertutup
dengan cara bekerja pada membran sel penjaga. Daun juga berespon terhadap
kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang
tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan
daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan
cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari
kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air,
mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi
transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari
(Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang
diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem
perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang
kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar,
kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil penelitian Nour dan
Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang lebih
tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar
lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan
kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap
kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-
gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang
banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin,
asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik,
aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk
menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).
2.10 Program – Program Pemerintah Untuk Melindungi Komoditas Tebu
BUMN Perkebunan memiliki tanggung jawab penting untuk dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar sesuai sumberdaya
yang tersedia. Telah digariskan dalam Surat Keputusan Menteri Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) nomor: KEP. 236/MBU/2003 dan Peraturan Menteri
BUMN No. PER-05/MBU/2007 bahwa perusahaan berstatus BUMN mengemban
tugas khusus dari Pemerintah untuk melakukan pembinaan Usaha Kecil,
Menengah, dan Koperasi (UKMK) dan bina lingkungan melalui pembentukan
bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dan peran BUMN juga
termasuk melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang
telah ditetapkan di dalam Pasal 74 UU Perseroan Terbatas Nomor: 40 Tahun
2007.
Rangkaian program pembinaan UKMK, Bina Lingkungan, dan CSR akan
sangat efektif dan tepat sasaran jika implementasi program di lapangan terdapat
kesamaan persepsi di antara BUMN Pembina sehingga program kepedulian sosial
ini bermanfaat bagi peningkatan citra perusahaan, dan mampu meminimalisir
kerawanan sosial di unit-unit usaha. Dimana PG dalam hal ini mempunyai peran
strategis dalam aspek penyediaan tenaga kerja, pergerakan jual beli, perbaikan
sarana transportasi, sosial, tata wilayah, pemanfaatan lahan fungsional, dan
kesejahteraan masyarakat petani tebu rakyat.
Pengembangan komoditas unggulan tebu yang didasarkan pada pendekatan
wilayah (kawasan) diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi melalui
pemanfaatan keunggulan komperatif daerah sebagai basis pengembangan dan
dapat menumbuhkan sentra komoditas spesifik wilayah yang mendorong
keterkaitan antara wilayah secara dinamis serta membangkitkan interaksi sektor
produksi dan pasar yang dinamis.
2.11 Analisis Ekonomi Agrobisnis Tebu
NAMA PROYEK : Usaha Tani Tebu
KAPASITAS : 120 HOK
LOKASI : Daerah sentra tebu
LUAS LAHAN : 1 Ha (sample penelitian)
Status Lahan : Milik Pemda, dan/atau milik masyarakat
PERKIRAAN INVESTASI
Modal Tetap : 4.435.000
Modal Kerja : 15.695.000
Jumlah :20.130.000
KEBUN TENAGA KERJA
Tenaga tetap : 3 Orang
Tenaga kerja tidak tetap : 20 Orang
Jumlah : 23 Orang
DUKUNGAN STUDI
Studi/identifikasi Peluang Investasi : √ (Ada)
(Opportunity Study)
Prastudi Kelayakan Proyek : √ (Ada)
(pre FeasibilityStudy)
Studi Kelayakan Proyek (FS) : √ (Ada)
PROFITABILITAS FINANSIAL :
1. BEP = Rp 17.678.166
2. Payback Period = 1,3 tahun
3. NPV = Rp 17.698.350
(PV 12% = 37.828.350, outlays = 20.130.000 dan estimasi rr = 12% dalam waktu
3 tahun)
4. IRR = 47,67%
5. ROI = 56,48% (dibulatkan).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanaman tebu merupakan tanaman yang sangat peka terhadap perubahan
unsur-unsur iklim. Oleh karena itu, waktu tanam dan panen harus diperhatikan
agar tebu dapat membentuk gula secara optimal. Tanaman tebu banyak
membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya dan membutuhkan
sedikit air pada masa pertumbuhan generatifnya (Mubyarto dan Damayanti,
1991).
Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan kepastiaanya,
dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para ahli yang
memang berkompeten dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal
dari Papua New Guinea
Bibit merupakan modal dasar dalam budidaya tebu, sehingga dalam upaya
peningkatan produksi dan produktifitas gula, penggunaan bibit unggul tebu
mutlak dilakukan. Bibit tebu adalah bagian dari tanaman tebu yang merupakan
bahan tanaman yang dapat dikembangkan untuk pertanaman baru
Membiarkan impor terus meningkat berarti membiarkan industri gula terus
mengalami kemunduran yang akan menimbulkan masalah bagi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Soemarmo. 2011. Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Tebu. (Diakses
pada tanggal 19 Maret 2014)
Fitriani, dkk. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Curahan Kerja
dan Konsumsi Petani Tebu Rakyat di Propinsi Lampung. ((Diakses pada tanggal
19 Maret 2014)
http://www.puslitgula10.com/2012/06/tebu-tanaman-obat-indonesia.html
( diakses pada tanggal 23 maret 2014)
http://bestbudidayatanaman.blogspot.com/2013/01/budidaya-tebu-dan-cara-
menanam-tebu.html(Diakses pada tanggal 23 maret 2014)
http://pertanianfery.wordpress.com/2012/04/05/teknik-budidaya-tanaman-tebu/
( diakses pada tanggal 23 maret 2014)
http://ifahlatifah87.wordpress.com/2012/10/03/sensitivitas-tanaman-tebu-
terhadap-kekeringan/ (diakses pada tanggal 23 maret 2014)
http://coretanfhatma.blogspot.com/2012/12/makalah-kebijakan-ekspor-impor-
gula.html ( diakses pada tanggal 23 maret 2014)