tugas studi lapangan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penelitian ini merupakan kajian tentang pengetahuan lokal petani dalam pengelolaan
lahan pertanian yang menjadi sasaran penelitian di Dusun 3 Desa Banyuresmi Kecamatan
Sindangsari kabupaten Sumedang yang berada didekat kaki gunung Manglayang. Karena Dusun
3 cara pengelolaan lahan pertaniannya menggunakan pengetahuan lokal yaitu pengetahuan yang
diwariskan oleh para orang tua jaman dulu kepada anak-anaknya yang sampai sekarang
pengetahuan tersebut masih dipertahankan oleh mereka. Dan Dusun 3 ini berbeda dengan
Dusun-dusun yang berada di Desa Banyuresmi seperti Dusun 1, Dusun 2, Dusun 4 dan Dusun 5
yang sudah menggunakan pengetahuan dan teknologi modern, sedangkan Dusun 3 masih
memegang pengetahuan lokal yang diwariskan oleh orang tua mereka dahulu. Pengetahuan lokal
adalah pengetahuan kolektif suatu masyarakat yang hidup di suatu wilayah dalam jangka waktu
lama dan selaras dengan lingkungannya(Sunaryo & Joshi, 2003).
Menurut Nur Asiah (2009), Pengetahuan lokal berperan penting dalam kehidupan
masyarakat baik secara ekonomi, ekologi maupun sosial. Secara ekonomi pengetahuan lokal
penting untuk membantu masyarakat dalam pengambilan keputusan menanam tanaman yang
bernilai ekonomis dan menentukan perlakuan yang harus diberikan pada tanaman agar hasilnya
meningkat. Secara ekologi pengetahuan lokal penting untuk membimbing masyarakat dalam
menjaga kesuburan lahan dan kelestarian lingkungan. Secara sosial pengetahuan lokal penting
untuk meningkatkan kebersamaan dan sikap saling tolong menolong antar masyarakat. Dengan
demikian pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat berperan penting dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan dan hubungan sosial
diantara masyarakat. Atau menurut Warren (1991) dalam Knowledge and Learning Center
Africa Region World Bank (1998), yang mendefinisikan pengetahuan lokal sebagai berikut:
Pengetahuan lokal ini merupakan dasar pengambilan keputusan pada tingkat lokal dalam
pertanian (agriculture), kesehatan (health care), penyediaan makanan (food preparation),
pendidikan (education), pengelolaan sumberdaya alam (natural-resource management ), apabila
ditinjau dari strategi lahan pertaniannya lahan yang berada di daerah Dusun 3 sangat subur dan
lahannya yang berada diatas lempengan kaki gunung manglayang. Masyarakat Dusun tiga pada
dasarnya sangat mengantungkan pada lahan pertanian yang dekat gunung manglayang tersebut.
Cara pengolahan lahannya juga masih sangat tradisional dengan pengetahuan lokalnya. Dengan
demikian para petani yang berada di Dusun 3 dalam pengelolaan lahan pertaniannya juga masih
saling tolong menolong dalam pengarapan lahan mereka, pada dasarnya petani yang berada di
Dusun 3 yang rata-rata masih mempunyai tali persaudaraan diantara warga kampung sekitar
yang khususnya pada Dusun 3 tersebut.
Masyarakat yang berada di Dusun 3 lebih banyak lahan pertaniannya ditanami lebih
kepada sayuran seperti menanam kol dan kentang, yang menjadi andalan pendapatan mereka
dalam memenuhi kebutuhan mereka, adapun mereka menanam padi hanya untuk kebutuhan
makan sehari-hari. Dan tidak lupa juga masyarakat Dusun 3 dalam menanam lahan pertaniannya
yang menjadi ciri khas selain kentang dan kol ada juga yang menarik seperti dalam menanam
bako yang khas yang ada hanya pada Dusun 3 tersebut, yang mungkin tidak ada pada Dusun-
dusun yang lainya. Dalam masyarakat Dusun 3 terkadang tidak dipungkiri dalam menanam
benih terkadang mereka merasa kesulitan membunuh hama yang ada disawah mereka tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Pengetahuan lokal secara umum diartikan sebagai pengetahuan yang digunakan oleh
masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungan yang khusus (Warren, 1991).
Pengetahuan seperti ini berkembang dalam lingkup lokal, menyesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat. Pengetahuan ini juga merupakan hasil kreativitas dan uji coba secara
terus-menerus dengan melibatkan inovasi internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk
menyeasuakan dengan kondisi baru. Karenanya salah jika kita berpikir bahwa pengetahuan lokal
itu kuno, terbelakang, statis atau tak berubah. Berbeda dengan penyebaran pengetahuan ilmiah
yang sudah ada medianya, penyebaran pengetahuan lokal biasanya dari mulut ke mulut ataupun
melalui pendidikan informal dan sejenisnya. Akan tetapi sebagaimana didapatkannya tambahan
pengalaman baru, kehilangan pegetahuan juga mungkin terjadi. Pengetahuan-pengetahuan yang
tidak relevan dengan perubahan keadaan dan kebutuhan akan hilang tak berbekas. Sebetulnya,
kapasitas petani dalam mengelola perubahan juga merupakan bagian dari pengetahuan lokal .
Dengan demikian pengetahuan lokal dapat dilihat sebagai sebuah akumulasi pengalaman
kolektif dari generasi ke generasi yang dinamis dan yang selalu berubah terus-menerus.
Berdasarkan pernyataan tersebut, muncul beberapa pertanyaan yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini :
1. Seperti apa pengetahuan lokal yang dimiliki oleh petani-petani di Dusun 3 Desa
Banyuresmi dalam mengelola lahan pertanian mereka?
2. Bagaimana Pengetahuan lokal petani dalam mengelola lahan pertaniannnya?
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana eksistensi pengetahuan lokal didalam masyarakat
khususnya masyarakat Banyuresmi yang rata-rata mata pencahariannya adalah
petani.
Mendapatkan suatu pemahaman dari fungsi-fungsi pengetahuan lokal itu dalam
menjaga kehidupan masyarakat petani secara ekonomi, ekologi dan sosial.
Mengetahui bagaimana pengetahuan lokal bertahan dan berkembang melalui
pengetahuan-pengetahuan modern yang ditemukan oleh orang-orang dari dinas
pendidikan atau pertanian.
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan menjadi suatu pengetahuan yang bernilai bagi orang-orang yang
berkecimpung dalam pertanian atau pendidikan serta bertugas dalam
mengembangkan masyarakat pedesaan.
Diharapkan pula pengetahuan lokal dihargai eksistensinya di dalam masyarakat
yang berkembang secara modern.
1.6. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang kami gunakan adalah metode kualitatif yang meliputi wawancara
terhadap informan-informan yang memiliki pemahaman terhadap pengetahuan lokal serta
observasi dan pengamatan terhadap apa-apa yang dilakukan seperti perilaku-perilaku yang sesuai
dengan pengetahuan lokal di masyarakat petani Dusun 3 desa Banyuresmi, kecamatan Sukasari.
Adapun pengertian tentang pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang tidak menggunakan
analisis uji statistik dalam menganalisis data yang diperoleh (Gunawan, 2007). Menurut
penyajian seperti ini, akan digambarkan tentang cara yang berlaku pada suatu situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung
dan pengaruh tertentu di dalam gejala itu (Nazir, 1985).
Tinjauan Pustaka
Sunaryo dan L. Joshi. 2003. "Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestri".
World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office. Bogor, Indonesia.
Asiah, Nur, 2009. Pengetahuan Lokal Dalam Pengelolaan Hutan. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Hefner, Robert W. 1990. The Political Economy of Mountain Java. Berkeley: University
California Press.
Noorginayuwati, A. Rafieq, M. Noor, dan A. Jumberi. 2007. "Kearifan Lokal dalam
Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pertanian di Kalimantan". Dalam Kearifan Budaya Lokal
Lahan Rawa. Banjarbaru/Bogor: Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian.
Wisnubroto, S. dan R. Attaqi. 1997. "Pengenalan Waktu Tradisional 'Bulan Berladang'
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Letak Desa dan Keadaan Alam
Secara administrasi Desa Banyuresmi merupakan salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Desa ini terletak didaerah kaki
Gunung Manglayang. Desa ini pun tidak terlalu jauh dari Universitas Unpad Jatinangor. Jarak
desa ini bila ditinjau dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Jatinangor menempuh waktu sekitar
20 menit. Desa ini dapat dicapai dengan menggunakan ojeg yang berada disekitar kilometer
Jalan Raya Jatinangor. Adapun desa-desa lain yang berada disekitar desa Banyuresmi seperti
desa Nanggarang dan desa Sindangsari. Dan desa Banyuresmi ini berada di atas desa-desa
tersebut atau dengan kata lain desa Banyuresmi terletak didaerah yang lebih tinggi dari desa-desa
yang disebutkan tadi. Selain itu desa ini termasuk desa pamekaran dari desa Sindangsari.
Kawasan permukiman desa Banyuresmi terbagi menjadi empat Dusun yaitu Dusun I
yang didalamnya terdapat RW 01 meliputi RT 01 dan RT 02; Dusun II yang didalamnya terdapat
RW 02 yang meliputi RT 03, RT 04, RT 05 dan RT 06; Dusun III yang didalamnya terdapat RW
03 yang meliputi RT 07, RT 08, RT 09 dan RT 10; Dusun IV yang didalamnya terdapat RW 04
yang meliputi RT 11 dan RT 12. Hampir semua rumah penduduk terletak berderet di sepanjang
jalan desa dan sebagian lagi mengelompok di beberapa tempat. Jarak antara rumah kadang
berdempetan dan juga terpisah akibat dari lahan-lahan tegalan yang dimiliki oleh penduduk desa
Banyuresmi. Antara dusun satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh jalan desa yang
membujur dari utara ke selatan. Penggunaan lahan di desa Banyuresmi oleh masyarakat terdiri
dari sawah tegalan, sawah tadah hujan, perkebunan, fasilitas umum dan pemukiman.
Desa ini tidak memiliki sistem irigasi yang baik sebab daerah desa Banyuresmi berada di
daerah yang cukup tinggi sehingga air tidak bisa menetap lama atau mudah meresap di lahan-
lahan persawahan mereka. Sehingga masyarakat desa lebih banyak menanam sayur-sayuran
seperti kol, tomat, kentang, cabai dan tembakau yang kebutuhan airnya tidak terlalu banyak
seperti lahan persawahan.
2.2. Mata Pencaharian
Bila ditinjau dari tata guna lahan mata pencaharian penduduk Desa Banyuresmi adalah
bertani dan berladang. Hampir 85 % pemanfaatan lahan di desa tersebut digunakan untuk
pertanian dan perladangan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan
penting dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat Desa Banyuresmi. Lahan
pertanian di lokasi penelitian semuanya merupakan lahan tegalan yang merupakan lahan yang
tidak menggunakan sistem pengairan/irigasi dalam mengolah pertaniannya dan hanya
mengandalkan air hujan untuk pengairan sawahnya. Dalam pengolahan tanah tegalan ini masih
banyak yang ditanami palawija, seperti menanam singkong, umbi, kentang, selain itu juga
masyarakat Desa Banyuresmi menanam tembakau yang menjadi penting bagi masyarakat
tersebut. Karena tembakau menjadi kebutuhan yang kedua selain padi dan tembakau ini sebagai
mata pencaharian utama mereka dalam pertaniannya, karena tembakau bisa mereka jual dengan
harga yang lumayan tinggi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Setiap masyarakat Desa
Banyuresmi pasti mereka menanam tembakau dalam setiap rumahnya, selain tanahnya yang
sangat subur dan tanahnya sangat ngeprul (lembek) dan cocok untuk ditanami tembakau. Banyak
jumlah pertanian tembakau di Desa Banyuresmi ini adalah karena kebanyakan petani tersebut
merupakan petani biasa yang lahannya tidak terlalu luas, seperti tanaman tembakau yang diolah
oleh mereka sendiri untuk memenuhi mata pencaharian mereka sendiri, adapun mereka
menanam padi hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari saja sedangkan kalau tembakau mereka
lebih untuk dijual keluar kota ataupun ke pasar Tanjungsari. Dan dari empat dusun ini rata-rata
mereka sebagai petani tembakau dan sayuran yang mereka andalkan dalam pertanian mereka.
Selain daerah ini dekat dengan kaki gunung kaki manglayang yang tanahnya pertaniannya tidak
rata semua tanah yang ada terdapat tegalan yang berbentuk bukit-bukit, maka dari itu masyarakat
menggunakan lahan pertaniannya untuk menanam tembakau. Karena masyarakat Desa
Banyuresmi sangat mengetahui lahan pertaniannya mau ditanami apa, khusus dusun 3 yang
sangat dekat dengan kaki gunung manglayang sehingga dusun tiga mengetahui kontur tanah
yang berada dilingkungan mereka sehingga mereka mengetahui cocok atau tidak ditanami
tanaman apa. Maka dari itu masyarakat Banyuresmi dusun 3 lebih banyak menanam tembakau
dalam pertaniannya dengan pengetahuan lokalnya mereka, dengan pengetahuan mereka yang
diwariskan oleh orang tuanya dulu dan sampai sekarang masih mereka memakainya. Selain dari
pengetahun lokal mereka yang diberikan oleh orang tuanya pada zaman dulu tetapi mereka juga
dengan pengalaman mereka dalam pertanian itu sendiri.
Dalam pengolahan lahanya pertaninya mereka mengarap sendiri yang dengan
pengetahuan lokalnya itu sendiri dan hasil dari pertaninya seperti padi yang hanya untuk
dikonsumsi oleh mereka sendiri, Selain petani pemilik lahan, terdapat pula buruh tani. Buruh tani
ini pekerjaannya menggarap lahan pertanian milik orang lain. Buruh tani ini biasanya
mengerjakan pekerjaan pengolahan sawah padi, singkong, ubi, dsb. Dalam perkebunan kentang
dan tembakau buruh tani sangat diperlukan untuk pemupukan, penanaman. Sehingga dalam
penanaman sangat dibutuhkan orang dan ini suka diborongkeun atau dibedugkeun ke tetangga
mereka sendiri yang ada di dusun 3 sendiri. Dalam ngaburuhkeun biasanya mereka membayar
buruh 25 ribu yang kerjanya dari pagi sampai jam 12 siang. Dan ini sudah sepakat dalam
pembiayaan buruh tani tersebut, biasanya mereka menyuruh tetangga yang masih ada
persaudaraan sehingga yang mempunyai lahan itu dalam memperkerjakan buruh tani itu bisa
nganjuk tanaga heula dulu. Selain itu juga mata pencaharian selain bertani yang banyak diminati
oleh penduduk desa adalah wiraswasta khususnya berdagang dan buruh bangunan yang
kebanyakan pemudanya menjadi buruh bangunan dan berdagang. Selain itu juga ada beberapa
yang menjadi penjual jasa angkutan barang seperti angkutan kol, kentang, cabe, singkong, dan
sayuran yang ada di daerah tersebut. Keterlibatannya dengan pekerjaan non-pertanian seringkali
mereka bekerja di luar desa bahkan sampai kota besar. Biasanya mereka tidak menetap dalam
kurun waktu yang lama, tetapi hanya tinggal beberapa hari saja setiap seminggu sekali atau
seminggu dua kali mereka pulang.
Dusun III, Sebagai Fokus Studi Mengenai Pengetahuan Lokal
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya Dusun 3 termasuk salah satu dusun yang ada
di Desa Banyuresmi. Dusun ini terletak di daerah yang paling tinggi apabila dibandingkan
dengan dusun-dusun lain yang ada di Desa Banyuresmi, seperti Dusun 1, Dusun 2, dan Dusun 4.
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh kepala Dusun 3, Pak Eman, dusun ini terbagi
menjadi 4 RT yaitu RT 07, RT 08, RT 09, dan RT 10. Selain itu dalam tatanan RW, dusun ini
pun termasuk kedalam RW 03 wilayah Desa Banyuresmi. Berdasarkan penamaan daerah yang
dilakukan oleh penduduk setempat di dusun 3, maka daerah dusun 3 ini terbagi menjadi 3
tempat, yaitu : Sampeugan, Ciawitali, dan Babakan Koneng. Cakupan daerah Sampeugan
meliputi RT 07 dan RT 08, Babakan Koneng meliputi RT 09, dan yang terakhir Ciawitali
meliputi RT 10. Untuk mengetahui jumlah Kepala Keluarga dan berapa jumlah penduduk baik
laki-laki ataupun perempuan, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Data Kepala Keluarga dan Jumlah Warga Dusun 3
Masyarakat dusun 3 lebih banyak menanam tembakau daripada tanaman-tanaman lain.
Karena tanaman ini memiliki daya jual yang lumayan tinggi untuk memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari. Sistem pertanian berdikari atau mandiri merupakan salah satu cara yang mereka
gunakan didalam mengelola lahan pertanian mereka. Dusun 3 ini berbeda dengan dusun-dusun
lain yang berada di desa Banyuresmi. Dusun 3 ini tidak memiliki kelompok tani untuk
membantu aktivitasnya dalam bertani. Sehingga didalam mengelola pertaniannya dusun 3 ini
masih bergantung kepada pengalaman-pengalaman bertani yang diwariskan oleh sesepuh atau
nenek moyang mereka, yang dalam penelitian ini kami sebut dengan pengetahuan lokal.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa memang ada sebagian warga yang menggunakan
produk-produk dari dinas pertanian seperti pupuk-pupuk kimia dan bantuan-bantuan pertanian
lainnya yang bercorak modern. Tetapi warga dusun 3 ini kebanyakan masih menggunakan
pengetahuan lokal didalam mengolah pertaniannya. Meskipun alat-alat yang modern sudah
RW 03 Kepala Keluarga
Laki-Laki Perempuan Jumlah
RT 07 ( Sampeugan)
35 59 54 113
RT 08 ( Sampeugan)
36 59 41 100
RT09 (Babakan Koneng)
34 45 52 97
RT 10 (Ciawitali)
55 88 74 162
Total 160 251 221 471
masuk ke desa banyuresmi tetapi masyarakat dusun 3 masih tetap menggunakan pengetahuan
lokal mereka yang sudah lama mereka praktekan dalam bertani.
Di dalam masyarakat desa banyuresmi seperti pada dusun 3 ini sebelum melakukan
bertani mereka mempunyai langkah-langkah yang pasti mereka lakukan; seperti ritual pada lahan
pertanian mereka sebelum mereka menanam atau bertani. Setelah itu mereka baru memulai
bertani dan menanam tanaman yang sudah mereka siapkan terlebih dahulu, sesudah mereka
beres lalu benihnya mereka tanam lansung di perkebunan atau dipersawahan mereka. Ritual
lahan yang dilakukan oleh masyarakat dusun 3 disebut mitemenyan atau amitan. Ritual ini terdiri
dari penyiapan sesajen yang bahannya berupa kemenyan yang dibakar, cikopi amis (kopi manis),
cikopi pait (kopi pait), rurujakan dan wawajitan. Selain itu adapun pembacaan-pembacaan
mantra yang dilakukan oleh pemilik lahan sebagai doa agar pertaniannya bisa berjalan lancar.
Berdasarkan kepercayaan warga dusun 3 ritual ini dilakukan agar hama atau panyakit
tidak mengganggu proses pertumbuhan tanaman mereka. Selain itu bagi warga dusun 3, ritual ini
mengandung nilai-nilai sakral yang apabila tidak dilakukan hasil pertanian mereka tidak akan
sesuai harapan. Ada banyak ungkapan-ungkapan warga mengenai ritual ini, salah satu contoh
warga yang diwawancarai oleh kami adalah pak Maman. Menurut pak Maman - yang juga
dianggap sebagai sesepuh oleh warga – ada efek-efek yang tidak bisa dijelaskan oleh akal sehat
bila ritual pembukaan ini tidak dilaksanakan. Contoh kasus - yang diceritakan oleh pak Maman -
ketika waktu pemeliharaan tiba ada salah satu lahan warga yang tidak melaksanakan ritual
pembukaan atau miteumenyan. Lahan warga tersebut banyak sekali dihinggapi oleh hama-hama
berbahaya seperti tikus, wereng, ulat-ulat yang menggerogoti akar tanaman dan hama-hama
lainnya sehingga lahan pertaniannya rusak berat, sedangkan lahan warga lainnya yang
melaksanakan ritual pembukaan sangat sedikit sekali dihinggapi oleh hama tersebut, bahkan ada
yang sama sekali tidak terkena oleh hama atau panyakit ini. Padahal jarak lahan mereka tidak
terlalu jauh, tetapi menurut pak Maman ritual sangat menimbulkan efek yang sangat luar biasa
bagi kelangsungan pemeliharaan sektor pertanian mereka. Mungkin penjelasan tersebut memang
agak sedikit tidak masuk akal, namun memang banyak warga yang berpengalaman dalam bertani
selain pak Maman yang merasakan efek-efek ritual pembukaan lahan tersebut sebagai warisan
nenek moyang atau karuhun mereka.
Adapun ritual lain yang dilakukan oleh warga dusun 3 selain miteumenyan yang biasa
disebut sebagai syukuran, sebagai rasa terima kasih kepada Pangeran (Tuhan) dalam bahasa
mereka.. Bedanya dengan miteumenyan, ritual syukuran tersebut dilakukan pada saat musim
panen telah tiba. Dimana hasil-hasil panen seperti padi, sayur-sayuran, tembakau dan lain-lainya
mulai dipetik dan hasilnya dibagi-bagikan sesuai haknya atau disimpan untuk dijual ke pasar.
Ritual ini dimaknai oleh warga sebagai ungkapan syukur atas kelancaran proses pertanian hingga
panen tiba. Tetapi warga masyarakat dusun 3 dalam melaksankan syukuran tidak dilakukan
secara komunal atau besar-besaran layaknya desa-desa tradisional lain yang melakukan upacara
ritual. Namun bentuk syukuran tersebut lebih dilakukan secara sendiri-sendiri dengan keluarga
masing-masing yang tentunya kadang merekapun mengundang sanak keluarga lain atau
tetangga-tetangga lain sambil memanjatkan doa-doa serta pujian kepada Tuhan. Ungkapan ini
mereka lakukan atas wujud rasa syukur kepada tuhan yang maha agung yang telah memberikan
hasil panen yang berlimpa dan sesuai harapan mereka, oleh karena itu masyarakat dusun 3 dalam
bertaninya tidak akan terlepas dari kebiasaan-kebiasaan seperti itu yang sudah menjadi
kewajiabn mereka sendiri dalam kehidupannya mereka sendiri. Dengan melakukan sukuran
seperti ini mempunyai rasa nayaman dan rasa tentram pada dirinya atau dalam kehidupan mereka
sendiri.
Pengetahuan Lokal dalam Penanaman Tembakau
Penanaman tembakau seperti yang telah disebutkan termasuk salah satu tanaman
pertanian yang paling banyak ditanami oleh masyarakat dusun 3. Karena tembakau adalah modal
utama yang ada di dusun 3, dan di setiap rumah pasti mempunyai pertanian tembakau. Adapun
langkah-langkah awal yang dilakukan dalam penanaman tembakau. Seperti :
Pembenihan
Didalam melakukan pembenihan langkah awalnya adalah menyediakan 1 petak tanah
yang tidak terlalu besar. Dalam pembenihan ini dibutuhkan waktu 1 bulan agar pembenihan ini
merata pertumbuhannya sekitar 20 cm. Agar benih ini cepat tumbuh mereka (petani) melakukan
pemupukan 1 kali dan penyiraman pada benih tembakau tersebut. Lalu benih yang telah tumbuh
tersebut dibawa ke perkebunan yang tanahnya sudah di pacul atau diolah dan langsung ditanami
oleh benih-benih tersebut. Dalam pengolahan tanahnya petani dusun 3 memiliki cara tersendiri
agar tanaman tidak mudah digerogoti oleh hama yaitu dengan tidak membuat petak-petak atau
galeungan-galeungan sehingga hama-hama atau tikus tidak mudah menyerang tanaman-tanaman
tembakau tersebut. Menurut pak Sohib - informan kami – pengolahan tanah seperti yang
diungkapkan tadi lebih menguntungkan bagi pertaniannya. Dibandingkan dengan dusun 2 yang
memiliki kelompok tani yang dimana menganjurkan pengolahan tanahnya dibuat berpetak-petak
atau membuat galeungan-galeungan yang malah menurut pak Sohib hal tersebut justru
memberikan ruang bagi hama untuk menyerang tanaman pertanian tembakau sehingga dapat
merusak tanaman pertanian tembakau tersebut. Maka dari itu dusun 3 lebih memakai metode
yang mereka punya sendiri, yaitu tidak membuat galeungan atau petak-petak seperti yang telah
dianjurkan oleh kelompok tani tersebut. Dalam pemupukannya pun warga dusun 3 lebih
menggunakan pupuk tradisional seperti Hu’ut alit (kotoran ayam), gemuk domba (kotoran
domba) dan gemuk sapi (kotoran sapi). Karena menurut mereka pupuk tradisional tersebut lebih
cepat dalam menumbuhkan tanaman tembakau bila dibandingkan dengan menggunakan pupuk-
pupuk modern seperti orea, poska, akodan dan pupuk-pupuk lain yang mengandung bahan
kimia. Selain itu bila menggunakan pupuk modern tersebut, menurut warga dusun 3,
memerlukan modal yang lumayan besar dan belum tentu sebanding dengan kualitas hasil tani
yang dihasilkan. Adapun yang menggunakan pupuk modern namun hanya sebagian orang saja
yang menggunakannya tetapi tetap bagi masyarakat dusun 3 yang lain masih lebih memilih
memakai pupuk tradisional. Dalam menggunakan pupuk tradisioanal selain cepat serta tembakau
yang dihasilkanyapun lebih bagus kualitasnya, kalau memakai pupuk yang modern juga bagus
tetapi tembakaunya sangat baget sekali. Maka dari itu dusun 3 tidak menggunakan pupuk yang
modern tetapi lebih menggunakan pupuk tradisional.
Sesudah tembakau dipanen mereka lalu memotongnya, sesudah dipotong tembakau
tersebut lalu di jemur samapai kering dan cara penjemurannya bisa sampai berkali-kali supaya
tembakau tersebut benar-benar kering, sesudah itu tembakau tersebut di peuyeum selama
beberapa hari. Supaya tembakau tersebut benar-benar matang sehingga siap untuk dijual kepada
Bandar yang sudah ada atau menjualnya sendiri ke pasar tanjungsari yang disana ada
penampungan khusus agen tembakau. Harga tembakau yang dijual ke Bandar berkisar antara
Rp. 15000 sampai dengan Rp. 20000 untuk satu lempengan tembakau yang telah jadi. Kadang
pula petani menjualnya perbeungkeut yang terdiri dari 20 lempeng. Harga perbeungkeut yang
dipatok petani adalah Rp. 150000. Disinilah para petani tembakau dusun 3 mendapatkan
keuntungan uang untuk memenuhi kebutuhan mereka, selain itu menurut para petani keuntungan
lain yang dihasilkan oleh tembakau adalah; dalam penyimpanannya tembakau tidak mudah
busuk, karena bila disimpan semakin lama kualitas tembakau akan semakin bagus untuk dijual.
Pengetahuan Lokal Petani dalam Pengelolaan Lahan Pertanian
(Studi Kasus Desa Banyuresmi, Kecamatan Sindangsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat)
Usulan Topik Penelitian
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Studi Lapangan
Disusun oleh : Andi Ahmad R.H (170510070004)
Sholihudin (170510070022)
Jurusan Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
2010
BAB II
Tinjauan Pustaka
Sunaryo dan L. Joshi. 2003. "Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestri". World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office. Bogor, Indonesia.
Asiah, Nur, 2009. Pengetahuan Lokal Dalam Pengelolaan Hutan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Hefner, Robert W. 1990. The Political Economy of Mountain Java. Berkeley: University California Press.
Noorginayuwati, A. Rafieq, M. Noor, dan A. Jumberi. 2007. "Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pertanian di Kalimantan". Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Banjarbaru/Bogor: Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian.
Wisnubroto, S. dan R. Attaqi. 1997. "Pengenalan Waktu Tradisional 'Bulan Berladang'