!tugas teori keruangan (geologi)
DESCRIPTION
keruanganTRANSCRIPT
II-9
KLIMATOLOGI DAN GEOLOGI KABUPATEN
SUKOHARJO
I. Klimatologi
Umumnya ....................... .................... ...................................... .......
....................... ..................... ....................... .......................... ....................
......................... .....................................
II. Geologi
Kondisi geologi di Sukoharjo tidak lepas dari kondisi geologi Pulau
Jawa pada umumnya. Pada Paleogen Awal, Pulau Jawa masih berada
dalam bagian batas tepi lempeng mikro Sunda sebagai hasil interaksi
(tumbukan) antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.
Ketika Kala Eosen, Pulau Jawa bagian utara yang semula berupa
daratan, menjadi tergenang oleh air laut dan membentuk cekungan.
Perubahan arah aliran Bengawan Solo
a. Sejarah Geologi
Menurut peta geologi Lembar Surakarta – Giritontro (Surono, dkk,
1992), batuan tertua yang tersingkap di Kabupaten Sukoharjo dan
sekitarnya adalah batuan malihan (KTm) yang diduga berumur Kapur -
II-9
Paleosen Awal, terdiri dari sekis, marmer, batusabak, batuan gunungapi
malih, batuan sedimen malih. Struktur geologi di daerah ini berupa
lipatan, sinklin dan antiklin, serta sesar yang terdapat di daerah selatan
Surakarta. Antiklin dan sinklin berarah timurlaut-baratdaya dan timur-
barat, sesar atau patahan berarah utara-selatan dan baratdaya-
timurlaut.
Pada kala Oligosen, hampir seluruh Pulau Jawa mengalami
pengangkatan menjadi geantiklin Jawa. Pada saat yang bersamaan
terbentuk jalur gunung api di Jawa bagian selatan. Pulau Jawa yang
semula merupakan geantiklin berangsur-angsur mengalami penurunan
lagi sehingga pada Miosen Bawah terjadi genang laut. Gunung api yang
bermunculan di bagian selatan membentuk pulau-pulau gunung api.
Pada pulau - pulau tersebut terdapat endapan breksi vulkanik dan
endapan-endapan laut. Semakin jauh dari pantai terbentuk endapan
gamping koral dan gamping foraminifera.
Pada Miosen Tengah, pembentukan gamping koral terus
berkembang dengan diselingi batuan vulkanik di sepanjang Pulau Jawa
bagian selatan. Kemudian pada Miosen Atas terjadi pengangkatan.
Keberadaan pegunungan Jawa bagian selatan ini tetap bertahan sampai
sekarang dengan batuan penyusun yang didominasi oleh batugamping
yang di beberapa tempat berasosiasi dengan batuan vulkanik, dalam
bentuk vulcanic neck atau terobosan batuan beku.
Kemudian pada Kala Plistosen paling tidak terjadi dua kali
deformasi, yang pertama berupa pergeseran bongkahan yang
membentuk Pegunungan Baturagung, Plopoh, Kambengan, dan Pejalan
Panggung. Sedangkan yang kedua di Kala Plistosen Tengah yang
diduga merubah aliran Bengawan Solo Purba, yang diikuti aktivitas
Gunung Lawu dan Gunung Merapi, serta sesar Keduwan, akibatnya
endapan Gunung Lawu membendung aliran Bengawan Solo dan
membentuk Danau Baturetno.
II-9
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian tenggara yang meliputi
kawasan G. Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan
dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan
Selatan (Bemmelen, 1949). Zona Solo merupakan bagian dari Zona
Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa.
b. Fisiografi
Bentang alam daerah Sukoharjo dan sekitarnya berupa perbukitan,
pedataran, dan lereng kerucut gunung api. Daerah perbukitan terletak
di selatan Surakarta yang dibentuk oleh batuan sedimen Miosen –
Pliosen, lereng kerucut gunung api di sebelah barat dan timur
Surakarta, dan pedataran terletak di Sukoharjo, Surakarta dan daerah di
utaranya. Uraian satuan morfologi di daerah ini adalah :
Satuan Padataran, tersebar di sekitar Surakarta, Klaten, Sukoharjo,
sekitar Wonogiri, dengan ketinggian 50 – 100 m. Satuan Pedataran
dibentuk oleh dataran aluvial sungai, berelief halus, kemiringan antara
0 – 5%, sungai sejajar agak berkelok, dengan tebing sungai tidak terjal.
Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifi kasi dari
van Bemmelen, 1949)
Satuan Daerah Kaki Gunung Api, tersebar di sekitar lereng Gunung
Merapi (Klaten, Boyolali), dan lereng Gunung Lawu (Karanganyar)
II-9
dengan ketinggian 75 – 130 m. Daerah ini dibentuk oleh endapan
gunung api dengan medan agak miring, relief halus, sungai sejajar
dengan tebing sungai agak terjal,
Satuan Perbukitan Kars, Terletak di bagian selatan (daerah
Wonogiri), dengan ketinggian 45 – 400 m, dicirikan oleh lembah dan
bukit terjal, relief kasar. Satuan ini disusun oleh batuan karbonat
(batugamping) yang mudah larut oleh air, sehingga membentuk
bentang alam kars yang unik.
Satuan Perbukitan Bergelombang landai, Satuan ini terletak di utara
Surakarta dengan ketinggian 40 – 100 m, dengan medan miring dan
bergelombang landai.
Satuan Perbukitan Terjal, Satuan ini tersebar di sekitar Wonogiri dan
Klaten bagian selatan dengan ketinggian 200 – 700 m. Dicirikan dengan
perbukitan kasar, terjal, bukit tajam. Penyusun satuan ini adalah breksi
vulkanik, lava andesit, dan batupasir tufan.
3. Stratigrafi
Daerah Sukoharjo dan sekitarnya dalam peta geologi Lembar
Surakarta – Giritontro (Surono, dkk, 1992) tersusun oleh litologi yang
secara stratigrafi dari Muda ke Tua adalah sebagai berikut
1. Aluvium (Qa) ; Terdiri dari kerakal, kerikil, lanau, dan lempung
yang merupakan endapan sungai
2. Aluvium Tua (Qt) ; Tersusun oleh konglomerat, batupasir,
lanau, dan lempung
3. Formasi Baturetno (Qb) ; Tersusun oleh lempung hitam, lumpur,
lanau, dan pasir
4. Batuan Gunung api Merapi (Qvm) ; Tersusun oleh breksi
gunung api, lava, dan tufa
5. Batuan Gunung api Lawu (Qvl) ; Tersusun oleh breksi gunung
api, lava, dan tufa
II-9
6. Formasi Wonosari (Tmwl) ; Tersusun oleh batugamping,
batugamping napalan-tufan, batugamping-konglomerat,
batupasir tufaan dan lanau
7. Formasi Kepek (Tmpk) ; Terdiri dari napal dan batugamping
berlapis
8. Formasi Nampol (Tomk) ; Terdiri dari konglomerat, batupasir
konglomeratan, aglomerat, batulanau, batulempung dan tufa
9. Formasi Oyo (Tmo) ; Terdiri dari napal tufaan, tufa andesitan,
dan batugamping konglomeratan.
10. Formasi Sambipitu ; Tersusun oleh batupasir dan batulempung
11. Formasi Nglanggran (Tmmg) ; Tersusun dari breksi gunung api,
aglomerat, batulanau, batulempung dan tufa
12. Formasi Wuni (Tmw) ; Terdiri dari aglomerat dengan sisipan
batupasir tufan dan batupasir kasar
13. Formasi Semilir (Tms) ; Tersusun dari tufa, breksi batuapung
dasitan, batupasir tufaan dan serpih
14. Formasi Mandalika (Tomm) ; Tersusun dari lava dasit-andesit
dan tufa dasit
15. Formasi Gamping wungkal (Tew) ; Tersusun oleh batupasir,
napal pasiran, batulempung, dan batugamping
16. Batuan Malihan ; Tersusun oleh sekis, genes, dan marmer
17. Diorit Pendul (Tpdi) ; Tersusun oleh intrusi diorit
Sedangkan berdasarkan pada peta hidrogeologi Jawa Tengah dari
Direktorat Geologi Tata Lingkungan Bandung, penggolongan hidrologi di
wilayah Kabupaten Sukoharjo dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Alluvium endapan dataran, berbutir kasar hingga sedang (kerikil
dan pasir) dengan sisipan lempung. Kelulusan tinggi sampai sedang.
Daerah ini meliputi: Kecamatan Weru, Bulu, Tawangsari, Sukoharjo,
Nguter, Mojolaban, Grogol dan Polokarto.
b. Endapan vulkanik muda, terdiri dari tufa, lahar, breksi dan lava
andesit sampai basalt. Kelulusan tinggi hingga sedang : berkelulusan tingi
II-9
terutama pada lahar dan aliran lava vesikular. Daerah ini meliputi
Kecamatan Polokarto, Mojolaban, Grogol, Baki, Gatak, dan Kartasura.
c. Batuan Vulkanik kwarter tua. Kelulusan rendah sampai sedang,
tergantung banyaknya celah-celah. Daerah ini meliputi Kecamatan
Sukoharjo Nguter, Bendosari dan Polokarto.
d. Seri dari campuran endapan vulkanik (Breksi, tufa dan lava) dengan
endapan sedimen marin (batu gamping, napal, serpih, batu pasir dan
konglomerat). Umumnya berkelulusan rendah. Daerah ini meliputi:
Kecamatan Weru dan Baki.
Disamping mempunyai potensi bencana, pada daerah pertemuan
kedua lempeng ini dihasilkan juga kondisi Geologi yang sangat
bermanfaat, yaitu terbentuknya potensi sumber daya mineral dan energi,
dan potensi bentang alam yang sangat potensial, dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat. Sumber daya geologi yang ada di daerah
Surakarta adalah sumber daya air dan bahan bangunan (bahan galian
golongan C). Bahan bangunan yang didapatkan adalah endapan sungai,
batuan sedimen dan hasil endapan gunung api yang cukup potensial,
seperti lempung, pasir, kerikil, kerakal, batubelah andesit, batupasir,
batugamping (Dandun, 1998).
1. Lempung umumnya lanauan merupakan pelapukan batuan gunung
api, umumnya digunakan sebagai bahan genting dan batubata. Selain itu
juga didapatkan lempung pasiran endapan aluvium tua di sekitar
Sukoharjo dan Klaten.
2. Pasir, kerikil, kerakal merupakan andapan sungai yang bersifat
lepas. Lokasinya berada di sepanjang aliran Bengawan Solo, Kali
Dengkeng, Kali Woro, dan hampir di seluruh anak sungai Bengawan Solo.
3. Batu belah andesit terutama di Kali Woro dan di Sukoharjo ke arah
Wonogiri. Bahan ini digunakan sebagai split untuk bahan pondasi
bangunan dan beton.
4. Batu kapur berada di Kecamatan Weru, dimanfaatkan sebagai
bahan pengeras jalan dan sebagai pembuatan kapur tohor.
II-9
III. GEOLOGI DAN KLIMATOLOGI SEBAGAI FAKTOR KUNCI
PEMBENTUKAN TANAH
Dalam pandangan Ilmu Tanah, tanah jauh lebih kompleks dari
sekedar bahan di alam yang merupakan hasil pelapukan dari batuan
(rock). Tanah tersusun dari komponen organik dan komponen anorganik
dalam berbagai tahapan dekomposisi dan disintegrasi, berbagai macam
gas, dan juga air. Tanah juga mengandung berbagai macam organisme
baik mikro, meso maupun makro dalam jumlah yang banyak.
Dalam faktor pembentukan tanah dibedakan menjadi dua golongan
yaitu, faktor pembentukan tanah secara pasif dan aktif. Faktor
pembentukan tanah secara pasif adalah bagian-bagian yang menjadi
sumber massa dan keadaan yang mempengaruhi massa yang meliputi
bahan induk, tofografi dan waktu atau umur. Sedangkan faktor
pembentukan tanah secara aktif ialah faktor yang menghasilkan energi
yang bekerja pada massa tanah, yaitu iklim, (hidrofer dan atmosfer) dan
makhkluk hidup (biosfer). Adapun pembentukan tanah di pengaruhi oleh
lima faktor yang bekerjasama dalam berbagai proses, baik reaksi fisik
(disintregrasi) maupun kimia (dekomposisi). Semula dianggap sebagai
faktor pembentukan tanah hanyalah bahan induk, iklim, dan makhluk
hidup. Setelah diketahui bahwa tanah berkembang terus, maka faktornya
ditambah dengan waktu. Tofografi (relief) yang mempengaruhi tata air
dalam tanah dan erosi tanah juga merupakan faktor pembentukan tanah.
Tanah merupakan bahan alam yang terbentuk melalui proses
pembentukan tanah (pedogenesis) dalam waktu yang sangat lama.
Proses pembentukan tanah tersebut dikendalikan oleh 5 (Lima) Faktor
Pembentuk Tanah, yaitu Bahan Induk (parent material), Iklim (Climate),
Organisme (Organism), Timbulan (Relief), dan Waktu (Time) , yang
dirumuskan dalam fungsi sebagai berikut:
Soil (s) = f(p,cl,o,r,t,...) ................................ Jenny (1941)
p = parent materialcl = climateo = organismr = relief
II-9
t = time
Dalam kenyataannya kelima faktor tersebut bersifat saling
mempengaruhi satu sama lain atau ada interdependensi antar faktor,
misalnya antara organisme dan iklim. Adanya perbedaan fungsi dalam
setiap faktor tersebut akhirnya juga menyebabkan adanya perbedaan
jenis dan karakteristik tanah yang dibentuk.
Secara domensional, tanah memiliki persebaran secara vertikal dan
horizontal. Persebaran vertikal hanya dipengaruhi oleh jenis tanah.
Sedangkan persebaran secara horizontal disebabkan oleh perbedaan
keadaan iklim, topografi, bahan batuan induk, organisme, dan waktu yang
menyebabkan setaip daerah memiliki jenis dan karakter tanah yang juga
berbeda-beda. Perbedaan jenis tanah juga akan menyebabkan perbedaan
pemanfaatan untuk pertanian karena setiap tanaman memiliki syarat
tumbuh yang berbeda-beda berkaitan dengan sefat dan kerakter tanah.
Berdasarkan pada peta hidrogeologi Jawa Tengah dari Direktorat
Geologi Tata Lingkungan Bandung, Penggolongan geologi di wilayah
Kabupaten Sukoharjo dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Alluvium endapan dataran, berbutir kasar hingga sedang (kerikil dan
pasir) dengan sisipan lempung. Kelulusan tinggi sampai sedang.
Daerah ini meliputi: Kecamatan Weru, Bulu, Tawangsari, Sukoharjo,
Nguter, Mojolaban, Grogol dan Polokarto.
b. Endapan vulkanik muda, terdiri dari tufa, lahar, breksi dan lava andesit
sampai basalt. Kelulusan tinggi hingga sedang : berkelulusan tingi
terutama pada lahar dan aliran lava vesikular. Daerah ini meliputi
Kecamatan Polokarto, Mojolaban, Grogol, Baki, Gatak, dan Kartasura.
c. Batuan Vulkanik kwarter tua. Kelulusan rendah sampai sedang,
tergantung banyaknya celah-celah. Daerah ini meliputi Kecamatan
Sukoharjo Nguter, Bendosari dan Polokarto.
d. Seri dari campuran endapan vulkanik (Breksi, tufa dan lava) dengan
endapan sedimen marin (batu gamping, napal, serpih, batu pasir dan
konglomerat). Umumnya berkelulusan rendah. Daerah ini meliputi:
Kecamatan Weru dan Baki.
II-9
Sedangkan Jenis tanah yang ada di Kabupaten Sukoharjo dibedakan
atas tanah Alluvial, Latosol, Andosol dan Regosol, tanah Mediteran, serta
tanah Podzolik dan Regosol. Jika dicermati sesuai dengan keterhubungan
antara kedua elemen tersebut maka terdapat penggolongan perwilayahan
yang erat antara keduanya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut.
Dalam rangka memberikan pemanfaatan yang optimal, maka perlu
adanya penggunaan tata guna ruang yang optimal bagi keberlangsungan
lingkungan. Pemanfaatan yang optimal dalam hal kesesuaian kondisi
geologi dan iklim di Indonesia diimplementasikan dengan menggunakan
kriteria sebagaimana tercantum dalam SK Mentan
No.837/KPTS/UM/11/1980 dan menggunakan metode overlay (tumpang
susun) maka bisa diperoleh lahan yang memiliki kesesuaian lahan untuk
kawasan lindung dan budidaya. Berdasarkan analisis overlay antara peta
kesesuaian lahan dan peta eksisting penggunaan lahan diperoleh bahwa
terdapat beberapa ketidak sesuaian antara penggunaan lahan dengan
kesesuaian lahan. Kawasan lindung yang diharapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumberdaya buatan tidak akan bisa menjalankan
perannya sebagaimana mestinya apabila masih ada penggunaan lain
yang bertentangan.
Salah satu faktor yang berpengaruh besar dan juga sangat
dipengaruhi oleh pembangunan adalah faktor sumberdaya alam dan daya
dukung lingkungan, yang sebenarnya merupakan sumberdaya lahan.
II-9
Sumber daya alam dan daya dukung lingkungan ini salah satunya adalah
lingkungan fisik yang merupakan tempat dilaksanakannya pembangunan.
Dari kenyataan tersebut diperlukan adanya keserasian antara
pembangunan yang dilakukan dengan daya dukung fisik. Untuk mencapai
keserasian tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui
kemampuan daya dukung lingkungan fisik. Dengan diketahuinya daya
dukung lingkungan fisik, maka dapat ditentukan juga kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan daya dukung.