tugas uas geolistrik
TRANSCRIPT
1
APLIKASI INVERSI VERTICAL ELECTRICAL LOGGING (IVEL)
GUNA DETEKSI LAPISAN BAWAH PERMUKAAN PADA LAPANGAN
X, FORMASI LEDOK, CEPU
Oleh:
Sefi Novendra Patrialova (1109 100 021)
Wahyu Sutrisno (1109 100 043)
Dosen Pengampu:
Dr. A. Syaeful Bahri, S.Si, M.T
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institit Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2012
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Informasi bawah permukaan merupakan hal yang harus diketahui degnan detil
sebelum melakukan tindakan selanjutnya. Dalam usaha untuk pencitraan bawah permukaan,
seiring berjalannya waktu saat ini banyak teknologi serta metode baru yang bermunculan,
salah satunya ialah Inversi Vertical Electrical Logging (IVEL). IVEL merupakan sebuah
metode untuk deteksi bawha permukaan menggunakan prinsip kelistrikan yang didekati
dengan tambahan paramater anisotropi. Hal ini dilakukan mengingat dalam penelitan –
penelelitan sebelumnya didapatkan bukti bahwa respon lisitrik bawah permukaan, tidak serba
sama (isotropis), akan tetapi anisotropi.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian adalah :
1. Bagaiamana penggunaan IVEL ?
2. Bagaiaman hasil IVEL untuk deteksi bawah permukaan?
3. Berapakah nilai error yang bisa didapatkan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk membuktikan aplikais IVEL
2. Mendeteksi lapisan bawah permukaan dengan IVEL
3. Mendapatkan nilai eror yang diinginkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Vertical Electrical Sounding (VES) Schlumberger
Lapisan bawah permukaan tanah suatu daerah memiliki struktur penyusun yang berbeda
karena faktor struktur geologinya. Untuk menganalisis karakteristik lapisan di bawah
permukaan tanah, terdapat beberapa teknik pengukuran geolistrik yang dapat
digunakan. Teknik pengukuran geolistrik ada tiga macam yaitu mapping, sounding dan
imaging. Masing-masing teknik pengukuran geolistrik dapat dilakukan untuk tujuan yang
berbeda. Untuk tujuan penentuan airtanah, struktur gelologi, litologi dan penyelidikan
mineral-mineral logam, maupun untuk keperluan geoteknik, teknik pengukuran geolistrik
yang digunakan adalah teknik sounding. Istilah sounding diambil dari Vertical Electrical
Sounding (VES), yaitu teknik pengukuran geofisika yang bertujuan untuk memperkirakan
variasi resistivitas sebagai fungsi dari kedalaman pada suatu titik pengukuran. Konfigurasi
elektoda yang sering digunakan dalam teknik sounding yaitu konfigurasi Schlumberger.
Konfigurasi Schlumberger memiliki jangkauan yang paling dalam dibandingkan konfigurasi
yang lain.
Konfigurasi Schlumberger menggunakan dua elektroda arus yang sering dinamakan A,
B dan dua elektroda potensial yang dinamakan M, N. Pada konfigurasi Schlumberger, dua
elektroda potensial (MN) diletakkan di antara dua elektroda arus (AB).
Gambar 2.1. Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga
jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka
ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN
hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB. Kelebihan dari konfigurasi Schlumberger ini
4
adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada
permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan
jarak elektroda MN/2. Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka
ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar.
(Bisri. 1991)
2.2 Inversion Vertical Electrical Logging
IVEL (Inversion Vertical Electrical Logging) adalah suatu metoda resistivity yang
dikembangkan untuk mengetahui keberadaan, kedalaman dan ketebalan hidrokarbon pada
lapisan batuan di bawah permukaan. Untuk mendapatkan data-data sebaran tahanan jenis tiap
kedalaman tertentu (umumnya selang 5-10 meter), dilakukan pengukuran di atas permukaan.
Log tahanan jenis di suatu titik didapatkan dengan menggambarkan harga tahanan jenis pada
tiap kedalaman setelah diinversikan dari pengukuran di permukaan, menjadi informasi bawah
permukaan yang dilakukan menggunakan Konsep Anisotropi. Anisotropi diartikan bahwa
media tersebut isotrohi dan homogen untuk masing unit lapisan lain, akan tetapi sifat
kelistrikan berubah untuk unit lapisan lain misalnya ρ, ρ1, ρ2, ρ3 dimana tebal tiap lapisan
adalah h1, h2, h3, h dan total h meter. Dengan cara tersebut dapat diinversikan pada tiap
kedalaman yang diinginkan.
Metoda IVEL dilakukan dengan melakukan VED (Vertical Electrical Drilling),
susunan VED di dalam suatu lintasan dapat dibuat pencitraannya maupun korelasi
log yang akan dapat berguna bagi pemetaan Contour Structure tiap top zona maupun untuk
menghitung Saturasi Hidrokarbon (Shc). Pendugaan geolistrik di Lapangan Jirak sebanyak
140 VED (Vertical Electrical Drilling) yang tersebar pada lokasi sumur dan di antara sumur,
dimana jarak antar titik VED satu dengan lainnya bervariasi yaitu antara 50 m sampai dengan
200 m. Konfigurasi pendugaan geolistrik yang dipakai yaitu menggunakan konfigurasi
susunan elektroda Wenner. Target kedalaman pengukuran alatnya sendiri bisa mencapai
sekitar 1000 m, kedepan mungkin bisa lebih dalam lagi, tapi di Lapangan Jirak difokuskan
hanya sampai kedalaman 500 m.
(Ferry Syafrian. 2006)
2.3 Prinsip Anisotropy Resistivity
Anisotrpy sejatinya adalah properti yang tergantung pada rarah, sebagai lawan dari
isotropi (keadaan serba sama), yang berarti sifat identik di semua arah. Hal ini dapat
didefinisikan sebagai perbedaan, jika diukur di sepanjang sumbu yang berbeda, dalam sifat
5
material fisik atau mekanis (absorbansi, indeks bias, konduktivitas dll). Dalam penerapannya
pada prinsip Electrical Conduction, Mengingat bukti empiris yang mengenai terjadinya
konduktivitas anisotropik di alam yang sangat besatr maka penggunaan distribusi
konduktivitas anisotropik dalam pencitraan listrik sangat penting (Christopher C Pain, et al.
2003)
Selain itu, Hervanger dkk (2001) menjelaskan bahwa inversi isotropik dalam media
anisotropik dapat menghasilkan bukti yang jelas dan yang memetakan sisa (residual plot yaitu
data sebagai fungsi dari sumber dan lokasi penerima) untuk ini isotropik Citra tomografi
menunjukkan karakteristik berkorelasi pola yang merupakan indikator (diagnostik) dari
anisotropi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tidak semua informasi tentang anisotropi dalam
ruang nol-dari pemetaan invers. Oleh karena itu kami sangat percaya bahwa di masa depan
akan inversi anisotropik akan sangat banyak digunakan.
Secara matematis, Leon Thompson (2002) menggambarkan anisotropy sebagia matrik
6x6. Namun, yang menjadi permasalahan dalam dunia geofiska diperlukan sebuah
transformasi yang mengubah dari anisotrpi menjadi isotrpis. Salah satu yang paling terkenal
ialahg menggunakan Dar-Zarouk parameter. Namun, dalam laporan ini singkatnya parameter
anisotropi dapat didapatkan melalui persamaan berikut
Gambar 2. 2 Sketsa Penggunan Prinsip Anisotropi dalam Operasi
Resistivitas
6
Gambar 2. 3 Problem Inversi 2D dari bentuk Prisma Tunggal
... 1
Ini ukuran anisotropi sangat mirip dengan integran dalam definisi hukuman
anisotropik (persamaan 2) kecuali bahwa telah dinormalisasi dengan konduktivitas rata
kuadrat untuk mengubahnya menjadi kuantitas non-dimensi (Christopher C Pain, et al. 2003).
... 2
2.4 Problem yang ditemui dalam masalah Anisotropi
Pada bagian ini dijelaskan hasil dari masalah dua dan tiga dimensi inversi sintetis yang
dihasilkan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kemampuan dan menunjukkan keterbatasan
kualitas inversi yang disajikan. Menggunakan anomali prisma tunggal sebagai model uji,
diselidiki pengaruh parameter penalti struktural dan anisotropi pada model inversi dan
mendiskusikan pemilihan parameter ini. Menggunakan model yang sedikit lebih kompleks
yang mengandung dua prisma berbentuk anomali dalam latar belakang homogen, kami
menawarkan wawasan ke dalam sifat non-linear dari proses inversi. Akhirnya, kami
menyajikan tes inversi menggunakan contoh tiga-dimensi yang mengandung dua zona fraktur
berpotongan dengan sumbu utama dari tensor anisotropi selaras dengan pesawat patah. Pada
contoh ini jelas menunjukkan kelayakan pencitraan listrik anisotropik dalam tiga dimensi
untuk masalah dunia nyata berukuran (Christopher C Pain, et al. 2003).
Contohnya adalah berikut
2.5 Geologi Regional Ledok, Cepu
Secara selaras di atas Formasi Wonocolo terdapat Formasi Ledok. Trooster (1937)
menganggap satuan ini sebagai anggota dari Formasi Globigerina, namun para peneliti
sesudahnya menganggap berstatus formasi (Marks, 1957; Harsono, 1983). Formasi Ledok
7
secara umum tersusun oleh batupasir glaukonitan dengan sisipan kalkarenit yang berlapis
bagus serta batulempung yang berumur Miosen Akhir (N 16–N 17).
Ketebalan dari Formasi Ledok ini sangat bervariasi. Pada lokasi tipenya, yaitu daerah
antiklin Ledok, ketebalannya mencapai 230 m. Di daerah sungai Panowan mencapai 160 m,
sedangkan di sungai Cegrok tinggal 50 m. Batupasirnya kaya akan kandungan glaukonit
dengan kenampakan struktur silang siur. Di beberapa tempat batupasir tersebut terutama
tersusun oleh hanya oleh test foraminifera plangtonik dengan sedikit mineral kuarsa. Secara
keseluruhan bagian bawah dari formasi ini cenderung tersusun oleh batuan yang berbutir lebih
halus dari bagian atas, menunjukkan kecendrungan kondisi pengendapan laut yang semakin
mendangkal (shallowing-upward sequence). Ke arah utara, seperti halnya Formasi Wonocolo,
Formasi Ledok ini juga mengalami perubahan fasies menjadi batugamping dari formasi
Paciran. Formasi Ledok mempunyai stratotype di antiklin Ledok Cepu tersusun oleh
perselingan antara-batupasir glaukonitik dengan sisipan napal umur Akhir Miosen (Saultan
Panjaitan, 2010).
Peter, 1991 membagi formasi yang ada di selatan jawa seperti pada gambar 2.4 berikut
Terlihat bahwa formasi Ledok tepat berada di atas Ngarayong yang dimana Formasi
Ngrayong mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tawun. Formasi Ngrayong disusun
oleh batupasir kwarsa dengan perselingan batulempung, lanau, lignit, dan batugamping
Gambar 2. 4 Stratigraphic map
8
bioklastik. Pada batupasir kwarsanya kadang-kadang mengandung cangkang moluska laut.
Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di daerah dangkal dekat pantai yang makin ke
atas lingkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga sublittoral pinggir. Tebal dari Formasi
Ngrayong mencapai 90 meter. Karena terdiri dari pasir kwarsa maka Formasi Ngrayong
merupakan batuan reservoir minyak yang berpotensi pada cekungan Jawa Timur bagian
Utara. Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi Ngrayong diperkirakan berumur
Miosen Tengah.
9
BAB III
METODOLOGI
Dalam penelitian ini, metodologi meliputi proses akuisisi data resistivitas menggunakan
konfigurasi Schlumberger dengan teknik VES sehingga akan diperoleh nilai resistivitas
lapisan-lapisan batuan bawah permukaan secara vertikal. Pengukuran geolistrik dimulai dari
titik tengah lintasan, yaitu dengan menyusun empat buah elektroda dengan konfigurasi
Schlumberger.
Setelah tahap pengambilan data dilakukan maka tahap selanjutnya adalah tahap
pengolahan data. Pengolahan data dimulai dari menghitung nilai faktor geometri (K) dan nilai
resistivitas semu (ρa). Kemudian untuk menentukan jumlah lapisan dan karakteristiknya,
digunakan software IP2Win. Hasil dari proses inversi diperoleh nilai resistivitas batuan dan
kedalaman dari masing-masing lapisan batuan bawah permukaan.
Beriktut adalah diagram alir proses pengerjaan penelitian ini,
Gambar 3.1 Skema Kerja
DATA Resistivitas (.xls)
Pengolahan IPI2Win
Interpretasi
Input Data
Plot Persebaran nilai rho
Matchin Curve
10
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Akuisisi
Berikut ini adalah data hasil akuisisi VES dengan konfigurasi Schlumberger
Tabel 1. Data hasil pengukuran VES terlampir
4.2 Pengolahan Data dan Pembahasan
Data yang didapatkan kemudian diolah dengan menggunakan software IP2Win.
IPI2win adalah program komputer yang berfungsi sama seperti kurva matching, yaitu
mencocokan data yang didapat dari lapangan dengan kurva induk dan kurva bantu sebagai
acuan untuk mencari resisitivitas dan kedalaman daerah penelitian.
Setelah dilakukan input data pada software IP2WIN maka didapatkan titik-titik
persebaran nilainya seperti pada gambar 2 berikut ini:
Gambar 2. Persebaran titik-titik nilai Rho
Data input hasil pengukuran kemudian di-plot menjadi kurva seperti pada gambar 3
dibawah ini dengan kurva hitam sebagai kurva standar dan kurva merah adalah kurva yang
harus di-maching-kan dengan kurva hitam.
11
Gambar 3. Matching Curve
Sebelum dilakukan matching, terdapat dua buah kurva dengan warna hitam dan merah
yang berbeda bentuk satu sama lain. Kemudian, kurva merah diatur agar dapat berhimpit
dengan kurva hitam dengan cara menggeser kurva merah sedemikian hingga mencapai nilai
error yang paling kecil. Namun dalam pengeseran kurva merah harus diperhatikan prediksi
(hipotesa) awal dari banyaknya lapisan, hal ini dapat dilihat dari bentuk grafik kasarnya.
Error kurva awal mencapai 490%, namun setelah dilakukan matching curve seperti pada
gambar 3, nilai error menjadi jauh lebih kecil yaitu 6,59%.
Dari gambar 3 diketahui bahwa lapisan tanah yang diukur memiliki 5 lapisan saja. Hal
ini ditunjukkan oleh jumlah garis horizontal biru pada gambar. Jumlah lapisan dan kedalaman
itu diperkuat dengan gambar tabel 4 yang menunjukkan nilai Rho, kedalaman dan jumlah
lapisan tanah yang juga ditampilkan dalam IP2WIN serta gambar 5 yang memvisualisasikan
kurva dan data menjadi lapisan-lapisan warna.
Gambar 4. Tabel nilai Rho, kedalaman tanah dan jumlah lapisan
12
Gambar 5. Penampang Section Nilai rho per lapisan
Untuk memperjelas dalam proses interpretasi, maka penulis melakukan anlisa
penampang yang berdasarkan pada parameter nilai rho masing masing lapisa. Secar agaris
besar, gambar 5 diatas terlihat adanya trend kenaikan nilai rho sebanding dengan kedalaman.
Ditunjukkan dengan warna merah yang memiliki nilai rho tertinggi dan biru dengan nilai rho
terkecil.
4.3 Korelasi dengan Kondisi Geologi
Dalam stratigrafi jawa timur, formasi ledok merupakan formasi yang berada paling
atas. Dalam bibliografi J.T Van Gursel (2012) diakatkaan bahwa formasi Ledok masih
merupakan bagian dari formasi memanjang Jawa-Madura, diaman pada daerah ini terdapa
akumulasi hidokarbon, seperti halnya tuban dan WMO (West Madura Offhore). Secara
stratigrafi penampang dari lapisan diatas memperlihatkan bahwa lokasi pengambilan data ini
berada pada daerah sungai panowan Ledok yang memilki ketebalan mencapai 139 meter.
korelasi antara hasil data lapangangan kondisi geologi bawah permukaan mendapatkan nilai
kecocokan. Pada lapisan ketiga, dengan ketelabalan 104 meter, pada studi stratigrafi
sebelumnya dijelaskan bahwa lapisan ini memiliki karakteristik batupasirnya kaya akan
kandungan glaukonit dengan kenampakan struktur silang siur. Hal ini cocok dengna nilai rho
untuk batupasir, yakni pada kisaran 9 ohm. Sedangkan pada lapisan paling bawah, pad
akedalaman 1400 meter, terlihat talah menembus formasi ngrayong. Dengan nilai rho rendah,
memperlihatkan bahwa daerah tersebut terdapat pasir kwarsa. Sehingga jenis jensi lapisan
setelah dikorelasikan denga stratigraphic map didapatkan terdapan 5 lapisan, dengan lapsian
kedua ialah batu pasir, dan mulai la[pisan ke lima lapsian telah menembus formasi ngrayong
dengang tipe potensi reservoir minyak.
13
BAB V
KESIMPULAN
Dari Penelitian IVEL di Ledok, Cepu ini didapatkan kesimpulan sengai berikut:
1. Inversi Vetical Electrical Logging dapat diaplikasikan dalam usaha untuk identifikasi
bawah permukaan, khususnya melalui pendekatan anisotropy
2. Dalam studi dengan kedalaman 1400 meter, terdeteksi 5 Lapisan dengna masing-
masing lapisan adalah sebagai berikut:
1. Lapisan I (11.3,11.3) Dugaan Clay
2. Lapisan II (29.4,40.8) Dugaan Mulai batuan pasir
3. Lapisan III ( 104, 145) Dugaan Batuan pasir glaukonit
4. Lapisan IV ( 946, 1041) Dugaan telah menembus formasi Ngrayong
5. Lapisan V ( 359, 1400) Dugaan Batu Pasir Kwarsa
3. Nilai error yang didapatkan adalah 6,59%
14
DAFTAR PUSTAKA
[1].Anonim. Geolistrik Konfigurasi Schlumberger.
http://robophysic7.blogspot.com/2012/05/geolistrik-konfigurasi-schlumberger.html.
diakses pada 18 Desember 2012 20:57
[2].Bisri. 1991. Aliran Air Tanah. Universitas Brawijaya.
[3].Ferry Syafrian. 2006. Oil & Gas: Tentang Geolistrik.
http://tech.groups.yahoo.com/group/Migas_Indonesia/message/37409. Diakases pada
18 Desember 2012, 21:33
[4.] Gorsel JT Van. 2012. Bibliography of the GEology of Indonesia And Surroundign Areas.
vangorselslist.com
[5].Herwanger J V, Pain C C, Binley A and Worthington MH 2003 Diagnosing anisotropy in
electrical tomography Geophys. Prospect. submitted September 2001
[6]. Pain, Christoper C ,et al. 2003. ANisotropic Resistivity inversion. Interntionl aJournal .
UK
[7]. Panjaitan, Saultan. 2010. Prospek MIGAS Pada Cekungan Jawa Timur dengan
Pengamtan Metode Gaya Berat. Buletin Sumber Daya Geologi Volume 5 No.3
[8]. id.wikipedia.com
15
LAMPIRAN
Tabel 1. Data hasil pengukuran VES
AB/2 MN/2 K V I
r a
(meter) (meter) (Volt) (Ampere)
2 0,5 11,79 306,00 38 94,9060
2,5 0,5 18,86 177,00 39 85,5824
3 0,5 27,50 140,00 46 83,6957
4 0,5 49,50 52,00 29 88,7586
5 0,5 77,79 73,00 57 99,6203
6 0,5 112,36 44,00 51 96,9356
8 0,5 200,36 14,00 27 103,8889
10 0,5 313,50 23,00 76 94,8750
15 0,5 706,36 11,00 78 99,6145
15 5 62,86 119,27 108 69,4164
20 5 117,86 50,40 96 61,8750
30 5 275,00 13,35 77 47,6786
40 5 495,00 10,29 142 35,8701
50 5 777,86 6,33 167 29,4840
60 5 1123,57 2,80 141 22,3121
80 5 2003,57 2,13 225 18,9671
100 5 3135,00 0,61 147 13,0092
100 50 235,71 10,75 143 17,7198
120 50 374,00 3,55 114 11,6465
140 50 537,43 3,28 159 11,0866
160 50 726,00 2,05 153 9,7275
180 50 939,71 1,39 146 8,9466
200 50 1178,57 1,33 193 8,1218
220 50 1442,57 0,97 186 7,5231
240 50 1731,71 0,34 93 6,3310
260 50 2046,00 1,25 384 6,6602
16
280 50 2385,43 1,48 542 6,5137
300 50 2750,00 0,97 466 5,7242
320 50 3139,71 0,52 316 5,1666
340 50 3554,57 0,40 288 4,9369
360 50 3994,57 0,29 245 4,7283
380 50 4459,71 0,48 458 4,6739
400 50 4950,00 0,41 644 3,1514
420 50 5465,43 0,23 402 3,1270
440 50 6006,00 0,36 565 3,8268
460 50 6571,71 0,19 387 3,2264
480 50 7162,57 0,14 272 3,6866
500 50 7778,57 0,19 482 3,0662
500 100 3771,43 0,52 491 3,9942
520 100 4092,00 0,39 368 4,3366
540 100 4425,14 0,34 378 3,9803
560 100 4770,86 0,38 454 3,9932
580 100 5129,14 0,41 566 3,7155
600 100 5500,00 0,43 634 3,7303
620 100 5883,43 0,35 551 3,7372
640 100 6279,43 0,38 691 3,4532
660 100 6688,00 0,36 725 3,3209
680 100 7109,14 0,21 435 3,4320
700 100 7542,86 0,24 514 3,5220
720 100 7989,14 0,25 594 3,3624
740 100 8448,00 0,22 576 3,2267
760 100 8919,43 0,12 395 2,7097
780 100 9403,43 0,10 413 2,2769
800 100 9900,00 0,21 648 3,2083
820 100 10409,14 0,18 638 2,9367
840 100 10930,86 0,07 593 1,2903
860 100 11465,14 0,20 733 3,1283
880 100 12012,00 0,18 515 4,1984
900 100 12571,43 0,12 536 2,8145
17
920 100 13143,43 0,18 790 2,9947
940 100 13728,00 0,18 761 3,2471
960 100 14325,14 0,17 715 3,4060
980 100 14934,86 0,14 645 3,2417
1000 100 15557,14 0,10 481 3,2343
1020 100 16192,00 0,13 592 3,5557
1040 100 16839,43 0,11 566 3,2727
1060 100 17499,43 0,12 595 3,5293
1080 100 18172,00 0,13 571 4,1372
1100 100 18857,14 0,08 381 3,9595
1120 100 19554,86 0,07 430 3,1833
1140 100 20265,14 0,10 560 3,6188
1160 100 20988,00 0,10 546 3,8440
1180 100 21723,43 0,10 548 3,9641
1200 100 22471,43 0,10 637 3,5277
1220 100 23232,00 0,11 620 4,1218
1240 100 24005,14 0,11 711 3,7139
1260 100 24790,86 0,08 581 3,4135
1280 100 25589,14 0,05 355 3,6041
1300 100 26400,00 0,06 432 3,6667
1320 100 27223,43 0,08 532 4,0937
1340 100 28059,43 0,03 262 3,2129
1360 100 28908,00 0,09 661 3,9360
1380 100 29769,14 0,07 441 4,7253
1400 100 30642,86 0,03 246 3,7369