tukar menukar tanah negara kepada pihak swasta ( …
TRANSCRIPT
TUKAR MENUKAR TANAH NEGARA KEPADA PIHAK SWASTA ( STUDI KASUS TUKAR
MENUKAR EKS TANAH BENGKOK DI KELURAHAN NOBOREJO KOTA SALATIGA
KEPADA PT TRIPILAR BETONMAS )
Tesis
Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum
untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum
Oleh :
S U S I A N A NPM : 322008007
PEMBIMBING :
Dr. Tri Budiyono, SH. M.Hum. Sri Harini Dwiyatmi, SH, M.S.
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Tukar Menukar Tanah Negara
Kepada Pihak Swasta
( Studi Kasus Tukar Menukar
Eks Tanah Bengkok Di
Kelurahan Noborejo Kota
Salatiga Kepada PT Tripilar
Betonmas )
Nama Mahasiswa : Susiana
NPM : 322008007
Program Studi : Magister Ilmu Hukum
Menyetujui,
Dr. Tri Budiyono, S.H.,M.Hum. Sri Harini Dwiyatmi, S.H.M .S.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mengesahkan, Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Dr. Tri Budiyono, S.H.,M.Hum.
Dinyatakan Lulus Ujian tanggal 8 September 2010.
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Susiana.
NIM : 322 008 007.
Jurusan/Program Studi : Magister Ilmu Hukum.
Fakultas/Program : Pascasarjana Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis yang saya
tulis ini, atau tesis ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri dan bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau
pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan tesis
ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Salatiga, September 2010
Yang membuat pernyataan
S u s i a n a
ABSTRAK
Tukar Menukar Eks Tanah Bengkok (ETB) Kelurahan Noborejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, telah direncanakan oleh Panitia tukar Menukar ETB sejak awal Januari 2009. Namun dalam perjalanannya telah menimbulkan penolakan dari para petani yang pada saat itu sebagai penyewa lahan sekaligus sebagai penggarap lahan ETB Kelurahan Noborejo yang akan dipertukarkan dengan tanah milik PT Tripilar Betonmas yang direncanakan sebagai perluasan pabrik asbes.
Penolakan oleh para petani tersebut dengan alasan bahwa lahan ETB yang akan ditukarkan dengan tanah milik PT TBM selama ini merupakan sumber utama penghasilan bagi kurang lebih 120 orang petani beserta keluarganya, ditambah dengan buruh-buruh tani lainnya. Penolakan bahkan meluas tidak hanya petani saja namun warga masyarakat yang lainnya, termasuk LPMK, Karang Taruna dan para Ketua RW di wilayah Kelurahan tersebut.
Berawal dari permasalahan inilah penulis tergerak untuk mengadakan penelitian guna mengkaji permasalahan ini secara ilmiah, dari sisi akademis dan tentu tanpa bermaksud menghakimi ataupun menentang kebijakan ini, karena bagaimanapun juga hal ini merupakan masalah bagi masyarakat, terutama masyarakat kecil sebagai petani yang perlu mendapatkan perhatian dari kita semua.
Untuk itulah penulis berusaha berdiri di tengah guna melihat, meneliti kemudian mengkaji apakah kebijakan pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini adalah panitia tukar menukar ETB Kelurahan Noborejo sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku ataukah belum.
Setelah penulis mempelajari beberapa peraturan yang berkaitan dengan tukar menukar barang milik negara/daerah, maka berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengkaji beberapa permasalahan yaitu : Apakah tukar menukar tanah ETB tersebut sudah memenuhi syarat sesuai pasal 54 PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan barang milik Negara serta apakah sudah memenuhi alasan pelepasan hak sesuai Lampiran Permendagri Nomor 17 tahun 2007, tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah maupun Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 96/PMK/06/2007, tentang Tata Cara Pelaksanaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara ?.
Penelitian ini merupakan penelitian empirik hukum. Penelitian empirik hukum, yang menjadi obyek penelitiannya adalah asas/prinsip/kaidah-kaidah the living law, oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis, pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tukar menukar ETB Kelurahan Noborejo sesuai ketentuan yang berlaku ataukah belum. Penelitian ini bertumpu pada telaahan bahan pustaka mengenai syarat, alasan serta ketentuan tukar menukar barang milik negara/daerah.
Tukar Menukar ETB telah dilakukan dengan diterbitkannya Keputusan Walikota Salatiga Nomor : 43/289/2009 tanggal 15 Juli 2009 tentang Pelepasan Sebagian Eks Tanah bengkok Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. Kemudian dari hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa : 1. Ketentuan sebagaimana tersebut di atas belum dipenuhi, tanah
sebagai hasil tukar menukar atau tanah pengganti tidak bisa dimanfaatkan secara optimal karena kesuburan tanah, pengairan tanah, pola tanam dan hasil produksinya tidak optimal, sedangkan saat ini telah terbukti bahwa ETB di wilayah Kelurahan Noborejo merupakan penyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) terbesar diantara 20 Kelurahan yang ada di Kota Salatiga. Data tahun 2008 Kelurahan ini mampu menyumbang PAD sebesar Rp. 35.000.000,- ( tiga puluh lima juta rupiah ), sehingga dengan kenyataan ini maka tanpa diadakan tukar menukarpun, ETB Kelurahan Noborejo telah membawa optimalisasi barang milik daerah dan pendapatan bagi daerah
2. Tukar menukar ETB juga tidak memenuhi alasan pelepasan hak yaitu alasan untuk menyatukan aset yang lokasinya terpencar untuk memudahkan koordinasi dan dalam rangka efisiensi, karena tanah sebagai pengganti atau tanah sebagai hasil tukar menukar letaknya terpencar di beberapa wilayah/Kelurahan, sehingga hal ini tidak mencerminkan efisiensi dan menyulitkan koordinasi dalam pengelolaannya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut hendaknya Panitia Tukar Menukar ETB maupun DPRD mengambil langkah-langkah untuk selanjutnya sbb : a. Dalam menghadapi persoalan yang sama, tetap mematuhi
ketentuan yang berlaku dan hendaknya dalam memberikan
persetujuan tukar menukar barang milik daerah setelah prosedur dilalui dengan benar sesuai ketentuan.
b. Sebagai salah satu perwujudan pemenuhan Good Governance, pada unsur akuntabilitas, maka Panitia Tukar Menukar memberikan jalan keluar untuk petani yang saat ini menganggur karena adanya tukar menukar misalnya dengan memberikan lapangan pekerjaan dengan menyediakan tanah ETB pengganti yang terletak di Wilayah Kelurahan Noborejo
c. Mengadakan sosialisasi sebelumnya, serta berusaha meminimalisir penggunaan lahan pertanian untuk pabrik agar lahan pertanian di Kota Salatiga tidak semakin berkurang.
ABSTRACT
Extrication of Ex Bengkok Land (ETB – land for use of village employees in place of salary) in Noborejo Village, Argomulyo Subdistrict, Salatiga had been planned by the Committee of ETB Exchange at the early of January, 2009. However, during its proceeding there was refusal from the farmers who at that time were the tenant and also the smallholders of ETB in Noborejo Village that was going to be exchanged with the land of PT. Tripilar Betonmas planned as the extension for asbestos plant.
That farmer refusal had a reason that ETB land was their primary source of income for more or less 120 farmers and their families, and even for other farm-workers. Moreover, this rejection extended not only from farmers but also from other society groups, including LPMK, Karang Taruna (youth organization), and RW chiefs in the area of this village.
Based on this problem thus the writer had been motivated to hold research in order to examine this problem from scientific and academic point of view without any intention of judging or even opposing this policy because this problem was a societal issue especially for lower community as farmers that should be given with attention from all sides.
Therefore, the writer tried to sit on the fence as to observe, research, and then examine whether the policy of Salatiga government in this case was the committee of ETB exchange in Noborojeo Village had been in conformity with prevailed provision or not.
After studying several regulations related to state/local government-owned property exchange thus based on above background, this research investigated some research questions: Whether the ETB land exchange had been qualified in accordance with article 54 of Government Regulations Number 6, 2006 about State property management, and also had it been complied with right extrication cause in accordance with the Attachment of Permendagri Number 17, 2007 about Technical Directive in Local Property Management and with VIII Attachment of Minister of Finance Regulations Number: 96/PMK/06/2007 about Procedure for Implementing, Employing, Utilizing, Abolishing, and Tranfering State Property?
This research was law-empirical one. Therefore its object was principles/basis/norms of the living law with juridical-sociological approach aimed to find out whether the process of ETB exchange in Noborejo Village had been in accordance with prevailed provisions or not. This research focused on literature study in reference to conditions, causes, and also provisions on state/local government property exchange process.
In this case, the ETB extrication had been carried out by the issue of the Decision of Major of Salatiga City Number: 43/289/2009 on July 15, 2009 about the Extrication of Partial Ex ETB in Noborejo Village, Argumulyo Subdistrict, Salatiga City. And then the research results revealed that: 1. Above stated provisions had not been fulfilled, the land as the
result of exchange or the substitution land could not be utilized optimally due to less optimal of land fertility, land irrigation, cultivating pattern, and its production yields. Whereas, it was previously proved that ETB in Noborejo Village was the largest contributor to Local Income (PAD) among 20 Villages in Salatiga. From 2008 data it was shown that this Village had been able in contributing to Local Income of Rp. 35,000,000 (thirty five millions rupiah), hence with this fact even without any exchange, the ETB of Noborejo Villaghe had brought about the optimalisation of local property and local income.
2. The ETB exchange itself had not complied with the right extrication, namely with the reason to unite assets in separated locations in order to facilitate coordination and for efficiency reason, because the substitute land or land as result of exchange process had its location separated in some areas/Villages, hence it did not reflect the efficiency and could be difficult for coordination and its management.
Based on the results thus it is expected that the Government of Salatiga City/Committee of ETB Exchange and also DPRD (local legislative assembly) ought to take further steps or actions as follow: a. In facing similar problem thus they should remain comply with
the prevailed provisions, and DPRD in giving its approval about local property exchange ought to follow the proper procedure in accordance with provisions in effect.
b. As a realization of Good Governance fulfillment, especially in accountability element, thus the Government of Salatga
City/Committee of ETB Exchange ought to provide solution for farmers who unemployed at this time due to the impact of exchange process, for example by providing job vacation through giving substitute ETB located in Noborejo Village area.
c. Carrying out socialization in advance, and also try to minimize the land utilization for factories thus agricultural land in Salatiga will not be decreased.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala berkah dan karuniaNya serta petunjuk dan kasih
sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
(tesis) ini dengan baik dan lancar.
Penyusunan tesis ini adalah dalam rangka memenuhi syarat
akademis untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program
Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, disamping
itu merupakan kepedulian penulis terhadap permasalahan yang
menyangkut kehidupan para petani di Wilayah Kelurahan Noborejo.
Beranjak dari kepedulian ini maka penulis ingin mengkaji masalah
ini secara ilmiah, dari sisi akademis dan tanpa bermaksud
menghakimi ataupun menentang kebijakan ini. Penelitian ini
bermaksud untuk memperoleh gambaran yang jelas apakah
kebijakan ini sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku ataukah
belum.
Sebagai manusia yang penuh dengan keterbatasan-
keterbatasan, maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya
ilmiah berupa tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa
bimbingan, perhatian, dorongan ataupun bantuan dari banyak pihak,
oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan, perhatian,
bantuan serta dorongan yang diberikan kepada penulis sehingga tesis
ini bisa selesai. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada
yth. :
1. Bapak M. Haryanto, S.H, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Hukum.
2. Bapak Dr. Tri Budiyono, S.H. M.Hum selaku Kaprogdi
Pascasarjana MIH sekaligus selaku dosen pembimbing yang
sudah memberikan semangat untuk mengikuti pendidikan di
Pascasarjana serta sudah memberikan bimbingan, bantuan serta
dorongan, sehingga tesis ini segera selesai.
3. Ibu Sri Harini Dwiyatmi, S.H M.S, yang dengan sabar
memberikan bimbingan serta masukan-masukan yang sangat
berguna untuk tesis ini.
4. Ibu Christiana Tri Budhayati, S.H.M.Hum., Selaku Tim Penguji
yang sudah meluangkan waktu membaca tesis serta memberikan
tanggapan maupun kritik yang berguna bagi kesempurnaan tesis
ini.
5. Mas Yakub Adi Krisanto, S.H, MH., Selaku Tim Penguji yang
sudah meluangkan waktu membaca tesis serta memberikan
tanggapan maupun kritik yang berguna bagi kesempurnaan tesis
ini.
6. Bp. Kustadi, S.H. M.Hum, beliau telah memberikan masukan-
masukan tentang beberapa peraturan dan teori-teori pada saat
ujian proposal, sehingga tesis ini menjadi lebih berisi.
7. Seluruh dosen/staff pengajar di MIH UKSW Salatiga, yang
sudah memberikan materi untuk mata kuliah masing-masing
sehingga menambah luas wawasan penulis, guna mendukung
penyelesaian tesis ini.
8. Pimpinan dan staf tata usaha PPS MIH UKSW yang telah
memberikan bantuan serta kemudahan-kemudahan untuk
menyelesaikan studi.
9. Bapak Agus Permadi PT S.E, M.Si, yang pada saat tesis ini
dalam proses penulisan beliau adalah Kepala Bidang Ekonomi
pada Bappeda Kota Salatiga, dan saat ini sebagai Ka Bag
Perekonomian Setda Kota Salatiga, yang telah memberikan
dorongan dan arahan selama penulis menyelesaiakn tesis ini..
10. Para petani yang tidak bisa disebutkan satu persatu, baik petani
di wilayah Kelurahan Noborejo maupun petani di luar wilayah
Kelurahan Noborejo, yang sudah memberikan informasinya
tentang tukar menukar ETB di Kelurahan ini maupun kondisi
tanah yang menjadi obyek penelitian.
11. Bapak Samsoedin dan Bapak Suharsono selaku Ketua dan
Sekretaris Gapoktan “JATAYU” Kelurahan Noborejo, yang
telah membantu dan memberikan keterangan-keterangan yang
penulis butuhkan dalam penulisan tesis ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana MIH UKSW angkatan I
atas segala kekompakan dan bantuannya selama menjalani
kuliah.
13. Ibu, suami dan kedua anakku, yang telah memberikan dukungan
dan semangat untuk menempuh studi di UKSW serta senantiasa
mendoakan sehingga penulis dapat segera menyelesaikan studi.
14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan sehingga tesis ini dapat selesai.
Penulis
D A F T A R I S I
Judul i
Lembar Pengesahan ii
Pernyataan iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi vii
BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B Rumusan Masalah 13
C Keaslian Penelitian 13
D. Tujuan Penelitian 14
E. Manfaat Penelitian 15
F. Metode Penelitian 15
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan 17
2. Tehnik Pengumpulan Data 19
3. Sumber Informasi dan Analisis Data 22
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 26 A. Pengantar 26 B. Prinsip-prinsip Hukum Nasional 27
1. Hukum Agraria Didasarkan Pada Hukum Adat 29
2. Negara Bukan Pemilik Tanah Melainkan sebagai
Organisasi Kekuasaan Seluruh Rakyat yang
Menguasai 30
3. Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial 34
C. Tukar Menukar Tanah Negara
1. (Syarat, Alasan serta) Ketentuan Tukar Menukar
Barang Milik Daerah Berdasarkan PP Nomor 6
Tahun 2006 dan Permendagri No. 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah 36
(i). Syarat 37
(ii). Alasan 39
(iii) Cara 40
Bagan Alur Proses Tukar Menukar Barang
Milik Daerah Berdasarkan Pasal 74 ayat (1)
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 42
2. Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar Barang
Milik Negara Berdasarkan Lampiran Peraturan
Menteri Keuangan Nomor :96/PMK.06/2007
Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pemanfaatan,
Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang
Milik Negara 45
D. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) 53
1. Pengertian Kepemerintahan yang baik 53
2.. Prinsip-prinsip Good Governance 56
E. Hak Azazi Manusia (HAM) dan Negara Hukum 59
F. Tugas Hukum dalam Masyarakat 62
G. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) 66
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 72
A. Pendahuluan 72
B. Proses Pelepasan ETB di Kelurahan Noborejo
( Hasil Penelitian ) 81
Bagan Alur Proses Tukar Menukar ETB Kel.
Noborejo Kota Salatiga Kepada PT TBM 83
1. Informasi Dari Pemerintah Kota Salatiga. 89
2.Informasi Tertulis Dari PT TBM Yang Di –
sampaikan Oleh Pansus Tukar Menukar ETB
Kelurahan Noborejo oleh DPRD Salatiga 94
3 Informasi Dari Petani 99
4.Informasi Dari CSO (Civil Society Organisa-
tion) 107
5 Keuntungan dan Kerugian Dengan Adanya
Tukar Menukar ETB (Hasil Penelitian) 109
a. Keuntungan Bagi Daerah/Tenaga Kerja 109
b. Kerugian 110
6. RTRK sebagai Pedoman Perencanaan 112
C. Permasalahan Dalam Tukar Menukar
( Hasil Penelitian ) 114
D. Analisis Terhadap Pelepasan ETB di Kelurahan
Noborejo Kota Salatiga dengan PT TBM 117
1. Analisis Terhadap Pelaksanaan Pasal 54 PP No.
6 Tahun 2006 dan Pasal 73 ayat (1) Permen
dagri Nomor 17 Tahun 2007 117
2. Analisis Terhadap Alasan Pelepasan Hak
sesuai Lampiran Permendagri Nomor 17 Tahun
2007 dan Lampiran VIII Permenkeu RI Nomor
96/PMK/06/2007 122
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 131 A. Kesimpulan 131
B. Saran 136
DAFTAR PUSTAKA 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelepasan hak atas tanah terjadi karena
hak dari subyek hukum baik perseorangan maupun
badan hukum dilepaskan sehingga tanah menjadi
beralih kepemilikannya berhubung adanya suatu
peristiwa misalnya penggusuran atau pencabutan hak
maupun adanya tukar menukar. 1 Tanah Negara
menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun
1953 pasal (1) huruf a, adalah tanah yang dikuasai oleh
Negara.2
Ditinjau dari segi kewenangan
penguasaannya, tanah yang semula tercakup dalam
pengertian tanah-tanah Negara terdiri dari : 3
1. Tanah-tanah Wakaf, yaitu tanah-tanah Hak Milik
(HM) yang sudah diwakafkan;
1 Sri Harini Dwiyatmi, Hukum Agraria, Widya Sari Press Salatiga, 2009, hlm. 92. 2 Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1953 ayat (1) huruf a 3 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ,Djambatan, Jakarta , 2008, hlm. 272
2
2. Tanah-tanah Hak Pengelolaan, yaitu tanah-tanah
yang dikuasai dengan hak pengelolaan, yang
merupakan pelimpahan pelaksanaan sebagian
kewenangan Hak Menguasai dari Negara kepada
pemegang haknya;
3. Tanah-tanah Hak Ulayat, yaitu tanah-tanah yang
dikuasai oleh masyarakat hukum adat teritorial
dengan hak ulayat;
4. Tanah-tanah Kaum, yaitu tanah bersama
masyarakat-masyarakat hukum adat ginealogis;
5. Tanah-tanah Kawasan Hutan, yang dikuasai oleh
Departemen Kehutanan berdasarkan Undang-
Undang Pokok Kehutanan
6. Tanah-tanah sisanya, yaitu tanah-tanah yang
dikuasai oleh Negara, yang bukan tanah Wakaf,
bukan tanah Hak Pengelolaan, bukan tanah Hak
Ulayat, bukan Tanah Kaum dan bukan Tanah
Kawasan Hutan. Tanah-tanah tersebut di atas
adalah tanah yang langsung dikuasai Negara atau
3
Tanah Negara, Penguasaannya dilakukan oleh
Badan Pertanahan Nasional.
Pembahasan dalam Tesis ini berkaitan
dengan tanah bengkok, oleh karena itu perlu diulas
pengertian-pengertian tentang tanah bengkok yang
dimaksudkan agar diperoleh gambaran tentang apa itu
tanah bengkok, yaitu seperti tersebut di bawah ini.
Beberapa pengertian tentang tanah bengkok : 4
1. Menurut Rijkblad Surakarta No. 9 Tahun 1939
Hak atas tanah yang diberikan kepada desa disebut
wewenang anggaduh desa terdiri dari tanah lungguh
(bengkok), tanah pituwas dan tanah kas desa yang
kesemuanya disebut tanah desa. Tanah lungguh
atau tanah bengkok diberikan kepada pejabat desa
selama memegang jabatan, sedang tanah pituwas
diberikan kepada pejabat desa yang telah pensiun.
2. Versi Hukum adat
Tanah begkok adalah tanah yang diberikan kepada
pejabat-pejabat desa sebagai imbalan jasa atas
4 Sri Harini Dwiyatmi , Tebaran Pikiran tentang Hukum Agraria, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 2000, hlm. 27.
4
jabatannya selama menjalankan tugas
kepemerintahan dan merupakan hak pakai adat dan
bukan hak milik tanah dalam hukum adat, sehingga
jika tugas kepemerintahan berakhir tanah harus
dikembalikan ke desa.
3. Versi Pemerintah Kolonial
Tanah bengkok merupakan pemberian pemerintah
daerah, dalam hal ini Bupati atau residen yang
pemberiannya didasarkan pada ketentuan yang
disebut ordonansi yang berlaku untuk daerah Jawa
dan Madura dan ada pula yang berlaku untuk luar
Jawa dan Madura.
4. Setelah berlakunya UUPA (Undang-Undang Pokok
Agraria) 1960
Tanah bengkok/hak bengkok beralih/dikonversi
menjadi hak pakai atau hak untuk
menggunakan/memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara /milik orang lain.
Secara singkat tanah bengkok setelah berlakunya
UUPA 1960 merupakan tanah negara.
5
Selanjutnya perlu juga diketahui definisi
tukar menukar, yaitu berdasarkan pasal 1 angka 27
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah, yang dimaksud dengan tukar menukar
barang milik daerah / tukar guling adalah pengalihan
kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan
antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat,
antar Pemerintah Daerah atau antara Pemerintah
Daerah dengan pihak lain, dengan menerima
penggantian dalam bentuk barang, sekurang-
kurangnya dengan nilai seimbang.
Tesis ini berjudul “ TUKAR
MENUKAR TANAH NEGARA KEPADA PIHAK
SWASTA”, (STUDI KASUS TUKAR
MENUKAR EKS TANAH BENGKOK DI
KELURAHAN NOBOREJO KOTA SALATIGA
KEPADA PT TRIPILAR BETONMAS).
Secara panjang lebar, pengertian-
pengertian yang terkait dengan judul Tesis ini telah
diberi penjelasan sebagaimana tersebut di atas yaitu
antara lain pengertian tentang tanah negara,
6
pengertian tentang tanah bengkok, kemudian juga
pengertian tentang tukar menukar tanah. Judul tesis
ini dapat dijelaskan secara lebih terinci lagi yaitu
bahwa yang dimaksud “Tanah Negara“ dalam tulisan
ini adalah “Eks Tanah Bengkok”, di salah satu
Kelurahan yang ada di Kota Salatiga, yaitu di
Kelurahan Noborejo, Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga, karena setelah berlakunya UUPA tahun
1960, tanah bengkok termasuk tanah negara,
sedangkan yang dimaksud Pihak Swasta dalam
Tesis ini adalah PT Tripilar Betonmas yang
selanjutnya nanti akan disingkat dengan PT TBM,
dan saat ini PT tersebut bergerak di bidang pabrik
asbes di Kelurahan Noborejo disamping terdapat pula
pabrik Cat dan pabrik Kosmetik dengan merk
“Vitalis” di wilayah ini.
Pembahasan tesis ini berawal dari Eks Tanah
Bengkok (ETB) di Kelurahan Noborejo yang
disewakan kepada petani di wilayah tersebut sebagai
tanah pertanian. Perlu diketahui bahwa ada
7
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh
pihak yang menyewakan maupun si penyewa.
Adapun kewajiban bagi yang menyewakan antara lain
adalah memberikan kepada si penyewa kenikmatan
tenteram dari barang yang disewakan selama
berlangsungnya persewaan. 5 Sedangkan kewajiban si
penyewa antara lain membayar harga sewa pada
waktu-waktu yang telah ditentukan menurut
perjanjian 6
Kemudian selama waktu sewa tersebut
ada permohonan dari PT TBM kepada Pemerintah
Kota Salatiga untuk diadakan tukar menukar
terhadap ETB tersebut sebagai perluasan pabrik
Asbes yang sudah ada di wilayah Kelurahan
Noborejo Kota Salatiga. Sedangkan ketentuan dalam
pelaksanaan tukar menukar antara lain :
1. Bahwa sesuai pasal 54 PP Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
maupun pasal 73 ayat (1) Permendagri Nomor 17
5 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 42. 6 Ibid, hlm. 43.
8
Tahun 2007, Tukar menukar barang milik
Negara/daerah adalah dalam rangka untuk
“optimalisasi” bagi barang milik Negara/daerah.
Kemudian ketentuan pada pasal 74 ayat (1),
tentang prosedur/cara tukar menukar barang milik
negara / daerah adalah :
a. Usul tukar menukar adalah dari pengelola
(Sekda) kepada Walikota..
b. Alasan atau pertimbangan tukar menukar
diperlukan pengkajian lebih lanjut.
2. Tukar menukar harus memenuhi alasan dan
pertimbangan perlunya tukar menukar, yaitu salah
satu alasan terpentingnya adalah bahwa tukar
menukar hendaknya dalam rangka menyatukan
aset yang terpencar dalam rangka memudahkan
koordinasi dan dalam rangka efisiensi..
3. Ada penolakan oleh petani/para petani penggarap
tidak setuju dengan rencana tukar menukar tanah
yang selama ini menjadi tanah garapan bagi para
petani di wilayah itu. Alasan ketidaksetujuan para
9
petani antara lain bahwa dengan diadakannya
tukar menukar ETB dengan PT TBM tersebut
akan menghilangkan mata pencaharian mereka
selama ini. Sehingga dengan demikian para petani
mengajukan tuntutan yaitu tanah boleh ditukar
asalkan sebagai tanah penggantinya harus berada
di wilayah Kelurahan Noberejo. 7 Setelah ada
tuntutan dari para petani yang saat itu
disampaikan oleh keterwakilan mereka yang
tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok
Tani), maka PT TBM memberi janji bahwa
sebagai gantinya maka perekrutan karyawan akan
diambil dari lingkungan Noborejo sendiri 60 %,
dan dari luar Noborejo 40%, namun janji tentang
pemenuhan tenaga kerja berasal dari wilayah
Noborejo sebesar 60 % dan 40 % tenaga kerja
berasal dari luar wilayah Noborejo belum
terpenuhi.
7 Wawancara dengan Suharsono, Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Kelurahan Noborejo, Kota Salatiga, hari Minggu, tanggal 6 Desember 2009, pk.11.00 WIB.
10
Sedangkan Tujuan tukar menukar,
berdasarkan Permendagri nomor 17 tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan tertib administrasi
pelaksanaan tukar menukar dalam rangka
pengamanan aset Negara.
2. Mencegah terjadinya kerugian Negara sebagai
akibat dari adanya tukar menukar.
3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna aset
Negara untuk kepentingan Departemen /Lembaga
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Perlu diketahui pula bahwa sesuai dengan
pasal 57 Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, bahwa
“bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak
lanjut atas penghapusan barang milik daerah antara
lain dengan tukar menukar”.
Berdasarkan uraian yang sudah disebutkan
di atas maka hipotesa yang dapat diberikan adalah
bahwa tukar menukar kurang memenuhi
11
alasan/pertimbangan diadakannya tukar menukar
tanah. Adapun alasan/pertimbangan tukar menukar
ketentuannya diatur dalam lampiran Permendagri
Nomor 17 Tahun 2007, maupun di dalam Lampiran
VIII Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
96/PMK/06/2007, yaitu antara lain tentang
alasan/pertimbangan diadakannya tukar menukar
tanah yang cukup signifikan, yaitu bahwa tukar
menukar hendaknya dalam rangka “menyatukan
barang/aset (tanah) yang lokasinya terpencar untuk
memudahkan koordinasi dan dalam rangka efisiensi“.
Dalam tukar menukar ada ketentuan yang harus
dilakukan oleh Panitia Tukar Menukar, baik tanah
yang ditukarkan maupun tanah penggantinya yang a.l
harus memperhatikan : 8
1. Kelas tanah
2. Kesuburan tanah dan pengairannya
3. Letak tanah
8 Lampiran Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 41 Tahun 1991, tanggal 17 September 1991, tentang Pelaksanaan Pelepasan dan Tukar Menukar Tanah dan Bangunan Milik/yang dikuasai Pemerintah Kabupaten /Kota dan Tanah Kas Desa / Eks Tanah Bengkok yang menjadi Kelurahan.
12
4. Pola tanah
5. Hasil produksinya
6. Kemiringan tanah
7. Jenis tanah
8. Datar tanah
9. Nilai ekonomis/startegis
10. Harga dasar dan harga umum tanah.
Berdasarkan hasil penelitian yaitu bahwa
proses tukar menukar sebagian ETB di Kelurahan
Noborejo belum semuanya dilaksanakan sesuai
pasal 74 ayat (1) Permendagri Nomor 17 Tahun
2007, yaitu dalam pasal tersebut di atas dikatakan :
Pengelola mengajukan usul tukar menukar kepada
Kepala Daerah, namun disini PT TBM langsung
mengajukan permohonan tukar menukar sebagian
ETB di Kelurahan Noborejo langsung kepada Kepala
Daerah.. Uraian lebih lanjut akan dibahas pada Bab
III
13
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang Masalah yang telah
diuraikan pada romawi satu tersebut di atas maka
Rumusan Masalah yang akan disampaikan adalah :
Apakah tukar menukar sebagian ETB Kelurahan
Noborejo Kota Salatiga sudah memenuhi syarat sesuai
pasal 54 PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
barang milik Negara/pasal 73 ayat (1) dan Pasal 74 ayat
(1) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 dan serta
apakah sudah memenuhi alasan Tukar Menukar sesuai
Lampiran Permendagri Nomor 17 tahun 2007 maupun
Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
96/PMK/06/2007?.
C. Keaslian Penelitian
Penelitian yang diberi judul “ Tukar
menukar Tanah Negara Kepada Pihak Swasta “ ( Studi
Kasus Tukar Menukar Eks Tanah Bengkok di
Kelurahan Noborejo Kota Salatiga Kepada PT Tripilar
Betonmas ) ini, sampai saat ini belum pernah
dilakukan.
14
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang
dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Ingin mengetahui apakah pelaksanaan tukar
menukar ETB di Kelurahan Noborejo Kota Salatiga
sudah memenuhi syarat sesuai pasal 54 PP Nomor
6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan barang milik
Negara/ pasal 73 ayat (1) dan pasal 74 ayat (1)
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 serta apakah
sudah memenuhi alasan Tukar Menukar sesuai
peraturan dalam Lampiran Permendagri Nomor 17
tahun 2007 maupun Lampiran VIII Peraturan
Menteri Keuangan Nomor : 96/PMK/06/2007 ?.
2. Ingin mempelajari prosedur tukar menukar ETB
berdasarkan ketentuan yang berlaku guna
meningkatkan pengetahuan dalam kaitannya
dengan tugas sehari-hari.
15
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
berguna dan bermanfaat bagi Pemerintah terutama
Pemerintah Daerah Kota Salatiga dalam mengambil
langkah-langkah kebijakan atau keputusan jika di masa
yang akan datang harus melakukan tukar menukar
barang milik daerah /Eks Tanah Bengkok ataupun aset
khususnya tanah kepada pihak ketiga.
F. Metode Penelitian
Metodologi pada hakekatnya memberikan
pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan
mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-
lingkungan yang dihadapinya.9
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah, oleh karena itu penelitian dan metode ilmiah
mempunyai hubungan yang sangat erat bahkan dapat
dikatakan sama. Namun demikian tidak semua
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, (UI-Press), Jakarta, 1986, hlm. 6
16
pengetahuan dapat dikatakan ilmu, karena ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya
harus memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam
metode ilmiah. 10
Secara umum metode penelitian dapat dibagi menjadi
dua yaitu metode penelitian kuantitatif dan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kuantitatif dalam
analisa data hasil penelitiannya menggunakan pendekatan
atau teknik statistik, sedangkan metode penelitian
kualitatif menggunakan analisa data diskriptif. Penelitian
ilmiah merupakan penelitian yang bersifat deskriptif ,
yaitu mengemukakan apa yang ada berdasarkan fakta
empirik. Metode ilmiah hanya berlaku untuk keilmuan
yang bersifat deskriptif, yaitu dalam rangka menjelaskan
hubungan sebab akibat antara 2 hal. Penelitian ilmiah
merupakan penelitian yang dapat dibuktikan secara
empirik, sedangkan yang tidak dapat dibuktikan secara
empirik kemudian dikatakan tidak bersifat ilmiah. 11
10 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 44. 11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm 27
17
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
metode kualitatif dengan analisa diskriptif, dengan
tujuan memperoleh pemahaman yang mendalam
terhadap kasus yang terjadi serta menguraikan secara
jelas terhadap pokok persoalan yang diteliti dalam
tukar menukar ETB di Kelurahan Noborejo dengan
data temuan terkait dengan permasalahan yang ada
dalam pelaksanaan Tukar Menukar sebagian ETB di
Kelurahan Noborejo.
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah merupakan
penelitian empirik hukum.Yaitu penelitian yang
dilakukan dengan melihat realitas dalam masyarakat,
atau realitas hukum dalam bentuk perilaku dalam
masyarakat. Sedangkan pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis, yaitu
pendekatan yang digunakan dalam penelitian empiris
mengenai hukum. Suatu bentuk penelitian empiris
hukum akan sangat dimungkinkan jika yang menjadi
obyek penelitiannya adalah asas/prinsip dan
18
norma/kaidah-kaidah the living law. oleh karena itu
pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah tukar menukar ETB di Kelurahan Noborejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga sudah
memenuhi syarat tukar menukar yaitu salah satu
syaratnya bahwa tukar menukar hendaknya bisa
membawa optimalisasi barang milik Negara/Daerah
sesuai yang diatur dalam pasal 54 (huruf b) PP
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara / Daerah/ pasal 73 ayat (1) dan pasal 74
ayat (1) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah,
dan apakah tukar menukar ETB di Kelurahan
Noborejo sudah memenuhi alasan Tukar Menukar
sesuai yang diatur dalam Lampiran Permendagri
Nomor 17 Tahun 2007 ataupun dalam Lampiran VIII
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Tukar Menukar
Barang Milik Negara.
19
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Untuk memperoleh informasi lisan,
penulis melakukan wawancara dengan
responden/subyek penelitian, yang terdiri dari :
(i) Pemerintah Kota Salatiga sebagai Panitia
tukar menukar ETB di Kelurahan
Noborejo, yang dalam hal ini adalah
Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat
Daerah Kota Salatiga dan DPPKAD
( Dinas Pengelolaan Pendapatan,
Kekayaan dan Aset Daerah ),
(ii) Petani yang terdiri dari 2 ( dua )
kelompok, yaitu petani yang dulu sebagai
penggarap lahan ETB di Kelurahan
Noborejo dan petani yang sekarang
menggarap lahan hasil tukar menukar
yang berada di luar wilayah Kelurahan
Noborejo
20
(iii) CSO ( Civil Society Organization ), suatu
organisasi masyarakat sipil, yang
tergabung dalam “Gabungan Masyarakat
Noborejo Peduli Lingkungan dan
Ekonomi Rakyat”
Dalam melakukan wawancara penulis
tidak membuat daftar kuesioner yang harus diisi
oleh responden, akan tetapi penulis membuat
daftar pertanyaan secara intern. Hal ini penulis
lakukan karena : pertama untuk memberi rasa
nyaman kepada responden sehingga responden
tidak harus membaca serta memberi jawaban
secara tertulis karena cara ini merupakan cara
yang tidak disukai responden karena dirasa
merepotkan bagi responden pada umumnya, ini
menurut pengalaman diri penulis, yang juga
sering dimintai pendapat dengan cara mengisi
daftar kuesioner. Penulis juga tidak membaca
daftar pertanyaan didepan responden, namun
berusaha mengingat- ingat sebelum menemui atau
21
melakukan wawancara dengan responden, hal-hal
apa saja yang akan penulis tanyakan kepada
responden. Responden juga penulis beritahu
bahwa wawancara ini adalah dalam rangka untuk
penelitian. Responden tersebut adalah PNS di
Kantor DPPKAD ( Dinas Pengelolaan
Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah ), PNS di
Bagian Tata Pemerintahan, kemudian Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan), di Kelurahan
Noborejo, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga,
Gapoktan ini merupakan orang-orang yang
merasa bertanggungjawab dalam
memperjuangkan para anggotanya.
b. Studi Dokumentasi
Guna mendukung kelengkapan data,
penulis melakukan studi dokumentasi dengan cara
memperoleh dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan Tukar Menukar ETB di Kelurahan
Noborejo. Studi dokumentasi juga penulis
lakukan dengan cara mempelajari peraturan-
22
peraturan yang berkaitan dengan tukar menukar
tanah milik negara/daerah yaitu yang terdiri dari
PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara, Permendagri Nomor 17
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah serta Lampiran VIII
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06
/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan,
Pemanfaatan, Penghapusan dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Disamping itu juga dengan cara mencari buku-
buku tentang teori yang relevan dengan pelepasan
ETB dengan cara tukar menukar, berita di surat
kabar tentang masalah tukar menukar ETB di
Kelurahan Noborejo, Tesis atau skripsi yang
relevan dengan masalah yang diteliti, maupun
mencari bahan-bahan yang relevan lainnya.
3. Sumber Informasi dan Analisis Data
Untuk memperoleh gambaran yang
lengkap tentang tukar menukar ETB di Kelurahan
23
Noborejo, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga,
yaitu Apakah Tukar Menukar ETB tersebut sudah
memenuhi syarat sesuai pasal 54 PP Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan barang milik Negara/ pasal
73 (ayat) 1 dan pasal 74 ayat (1) Permendagri Nomor
17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah serta apakah tukar menukar
ETB tersebut sudah memenuhi alasan Tukar Menukar
sesuai Lampiran Permendagri Nomor 17 tahun 2007
maupun Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan
Nomor : 96/PMK/06/2007, maka penulis mencari
sumber informasi yang diperoleh dari :
(i) Pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini
Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah
Kota Salatiga dan DPPKAD ( Dinas
Pengelolaan Pendapatan, Kekayaan dan Aset
Daerah ),
(ii) Petani penggarap lahan ETB di Kelurahan
Noborejo dan petani yang sekarang
24
menggarap lahan hasil tukar menukar yang
berada di luar wilayah Kelurahan Noborejo
(iii) PT TBM ( Tripilar Betonmas ) sebagai mitra
tukar menukar atau pihak ke tiga/pihak
swasta.
(iv) CSO ( Civil Society Organization ), yaitu
Organisasi Masyarakat Sipil, yang masuk
dalam Gabungan Masyarakat Noborejo Peduli
Lingkungan dan Ekonomi Rakyat.
Analisa data adalah serangkaian proses
pengumpulan data dan informasi dari lapangan
ataupun dari hasil wawancara yang selanjutnya
akan diolah, dianalisa sesuai dengan teori yang
digunakan.. Sebelum diolah semua data dan
informasi akan diteliti kembali apakah data dan
informasi tersebut sudah cukup untuk keperluan
proses berikutnya. 12
Data yang menyangkut tentang Tukar
Menukar Eks Tanah Bengkok Di Kelurahan
12 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, op.cit, hlm 126.
25
Noborejo Kota Salatiga Kepada PT Tripilar
Betonmas yang telah penulis kumpulkan lewat
penelitian akan dipelajari, diklasifikasikan, diolah
dan diuraikan untuk selanjutnya dianalisis secara
kualitatif. Analisis kualitatif yaitu analisis yang
menggunakan kata-kata, bukan dalam bentuk
angka-angka (kuantitatif).
26
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
A. PENGANTAR
Dalam bab ini akan disampaikan
uraian tentang : Prinsip-prinsip Hukum Tanah
Nasional, Syarat Tukar Menukar Barang Milik Daerah,
Alasan dan Ketentuan Tukar-menukar Barang Milik
Daerah, berdasarkan Peraturan menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, kemudian teori
tentang Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar Barang
Milik Negara sebagaimana diatur dalam Lampiran VIII
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan
Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, juga
teori tentang Good Governance atau kepemerintahan
yang baik, teori tentang HAM dan Negara Hukum,
Teori tentang Berlakunya Hukum dalam Masyarakat
27
serta RUTRK ( Rencana Umum Tata Ruang Kota )
Salatiga.
Uraian tersebut di atas akan digunakan
untuk melakukan analisis terhadap pelaksanaan Tukar
Menukar Sebagian Eks Tanah Bengkok di Kelurahan
Noborejo, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga kepada
PT Tripilar Betonmas.
B. Prinsip-prinsip Hukum Tanah Nasional
Dengan berlakunya UUPA, Pemerintah
Indonesia hendak berbenah diri dari pengalaman pahit di
bidang hukum tanah pada masa lalu yaitu adanya asas
domein verklaring yang menegaskan bahwa setiap tanah
yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya secara
hukum menjadi milik negara/domein negara. Prinsip ini
sangat tidak menguntungkan bagi tanah adat yang tidak
mengenal sistem pendaftaran tanah, dan berbeda dengan
tanah barat yang mengenal sistem pendaftaran tanah.
Sistem domein verklaring memberikan peluang
28
/melegitimasi terjadinya peralihan (perampasan) tanah
adat milik rakyat Indonesia. 13
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945
menyatakan bahwa Bumi, Air dan Ruang Angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal ini ditindaklanjuti oleh Pasal 2 ayat (1) UUPA yang
berbunyi : “ Bumi, Air, Ruang Angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat”.
Rumusan demikian disebut hak menguasai
negara. Dari rumusan tersebut harus dipahami bahwa
negara mempunyai hak menguasai atas Bumi, Air, Ruang
Angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya
adalah sebagai organisasi yang mengatur/mengelola
peruntukan, penggunaan dan penyediaan Bumi, Air,
Ruang Angkasa serta kekayaan yang terkandung di
dalamnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Sama sekali bukan sebagai milik dari negara sehingga 13 Sri Harini Dwiyatmi, op.cit, hlm 39
29
negara bebas menggunakannya menurut kebutuhannya
dengan mengesampingkan kebutuhan dan kepentingan
rakyat. Justru negara dengan hak menguasainya itu
mempunyai kewajiban-kewajiban untuk
menyelenggarakan Bumi, Air, Ruang Angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu bagi
kepentingan seluruh rakyat. 14
Pembenahan diri Pemerintah Indonesia
terlihat dan tertuang dalam wujud konkrit lahirnya UUPA
yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip penting
sebagai berikut : 15
1. Hukum Agraria didasarkan pada hukum adat.
Alasan mengapa hukum adat dijadikan dasar
pembentukan hukum tanah/hukum agraria, oleh
karena hukum adat merupakan hukum asli rakyat
Indonesia yang hidup dan berlaku dikalangan rakyat
sehingga hukum tanah yang baru ini sesuai dengan
sendi-sendi kehidupan rakyat dan sesuai dengan
kesadaran hukum rakyat. Tetapi hukum adat yang
14 Ibid, hlm 43 15 Ibid, hlm. 39,40, 44
30
digunakan untuk pembentukan hukum agraria ini
adalah hukum adat yang telah disaneer/yang telah
diseleksi dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional (ingat keberadaan hak ulayat). Dengan
demikian ada pengakuan terhadap berlakunya hukum
adat dan secara eksplisit pengakuan itu tertuang
dalam pasal 5, 22 ayat (1), 56 dan 58 UUPA.
Sehingga hukum adat juga merupakan hukum positif
khususnya tentang cara terjadinya hak milik.
2. Negara bukan pemilik tanah, melainkan sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang menguasai
sebagaimana :
Pasal 2
(1) UUPA (hak menguasai negara) memberi
kewajiban kepada negara untuk melakukan
penguasaan dalam rangka kesejahteraan
masyarakat banyak.
(2) Hak menguasai dari negara sebagaimana
termaksud dalam ayat 1 memberi wewenang
kepada negara untuk :
31
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan Bumi, Air, Ruang Angkasa (BARA) serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya..
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan BARA serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai BARA.serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai
dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal ini
digunakan untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-
daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional,
32
menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
Lebih konkrit lagi yaitu bahwa negara
mempunyai wewenang dan kewajiban menentukan
dan mengatur apabila ada orang yang menguasai
BARA akan tetapi belum mempunyai suatu hak
sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 16 UUPA.
Negara mempunyai wewenang sekaligus kewajiban
menentukan apabila orang yang menguasai BARA
tersebut layak memperoleh hak atas tanah yang
dikuasainya. Jika memang layak maka hak apa yang
pantas diberikan serta negara mempunyai wewenang
serta kewajiban untuk menentukan prioritas siapa
yang sebenarnya paling berhak untuk diberikan sesuai
dengan peraturan perundangan.
Lebih lanjut dalam penjelasan UUPA
ditegaskan bahwa hak menguasai negara ini
digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat serta kesejahteraannya. Hak
menguasai negara atas BARA ini menurut sifat dan
33
asasnya merupakan tugas pemerintah pusat yang pada
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada instansi
atau pejabat daerah dengan tetap berorientasi pada
pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum/nasional.
Tugas negara sebagaimana terurai di atas
perlu ditandaskan oleh karena pada tingkat peraturan
perundangan dapat dengan jelas disimak maupun
dalam pelaksanaan peraturan perundangan oleh
aparat apakah betul masih tetap berorientasi pada
wewenang sekaligus kewajiban yang telah digariskan
khususnya berkaitan dengan tanah.
3. Hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. 16
Prinsip ini berangkat dari latar belakang
ketidaksetujuan atas konsep kepemilikan/penguasaan
atas tanah oleh yang empunya digunakan menurut
kehendaknya sehingga mengabaikan kepentingan
orang lain/kepentingan umum/kepentingan sosial.
Sehingga pada hukum tanah yang baru dikenal 16 Ibid, hlm 40
34
prinsip “ semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial” (pasal 6 UUPA). Semua hak atas tanah bukan
hanya hak milik atas tanah saja. Prinsip ini
menghendaki jikalau kepentingan sosial/kepentingan
umum memerlukan maka haruslah dinomorsatukan.
Sedangkan kepentingan perseorangan haruslah
kemudian. Artinya apabila kepentingan masyarakat
menghendaki maka hak atas tanah yang dikuasai
maupun yang dimiliki oleh seseorang harus direlakan
untuk memenuhi kepentingan umum tadi.
Dimensi lain yang perlu juga dilihat adalah
terhadap fungsi sosial hak-hak atas tanah. Bahwa
bukan hak milik saja yang harus mengingat fungsi
sosial, tetapi semua hak. Kecenderungan yang terjadi
adalah begitu banyak hak milik yang harus direlakan
untuk keperluan fungsi sosial. Harus dipahami secara
benar tentang hal ini, termasuk hak menguasai dari
negara (tanah negara) juga harus untuk fungsi sosial.
Dalam wujud, jikalau ada tanah-tanah negara yang
dikuasai masyarakat harus dimaknai untuk fungsi
35
sosial - kepentingan umum. Dalam wujud tanah-
tanah itu diberikan pada masyarakat yang telah
menghuni dan menggarap lama turun temurun demi
kesejahteraan mereka, demi adanya topangan hidup
bagi para penggarap.17
Apabila dicermati lebih lanjut peraturan-
peraturan pertanahan, kita akan memperoleh
pemahaman bahwa peraturan-peraturan tersebut
memihak rakyat dan melindunginya terutama mereka
yang tidak mempunyai tanah. Perlindungan tersebut
dapat ditemui di dalam Peraturan Pemerintah nomor
224 Tahun 1961 jo PP Nomor 41 Tahun 1964.
Peraturan ini mengatur tentang redistribusi tanah.
Yang boleh menerima redistribusi/pembagian tanah
adalah petani yang tidak mempunyai tanah (buruh
tani) atau petani yang menguasai di bawah batas
minimum 2 Ha. Secara limitatif ditentukan mereka
yang boleh menerima pembagian tanah adalah
orang/petani yang telah mempunyai hubungan hukum
terlebih dahulu dengan tanah yang akan dibagi yaitu : 17 Ibid, hlm 42
36
petani penggarap/buruh tani, dan hal ini menjadi
prioritas sebagai penerima pembagian tanah.
C. Tukar Menukar Tanah Negara
1. (Syarat, alasan serta) Ketentuan Tukar Menukar
Barang Milik Negara/Daerah Berdasarkan PP
Nomor 6 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor
17 Tahun 2007
Dibawah ini adalah syarat-syarat tukar
menukar barang milik daerah berdasarkan pasal 54
PP nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah. Tukar menukar
barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan
pertimbangan/syarat
a. Untuk memenuhi kebutuhan operasional
penyelenggaraan pemerintahan;
b. Untuk optimalisasi barang milik
negara/daerah;dan
c. Tidak tersedia dana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Sedangkan syarat-syarat, alasan serta
ketentuan tukar menukar barang milik daerah
37
berdasarkan Permendagri nomor 17 tahun 2007
juga diuraikan di bawah ini agar diperoleh
gambaran tentang syarat, alasan maupun ketentuan
dari tukar menukar barang milik daerah khususnya
tanah.
( i ) Syarat :
Sesuai ketentuan pada pasal 73 (ayat 1)
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah, yaitu bahwa tukar menukar barang
milik daerah dilaksanakan dengan syarat:
(a) Untuk memenuhi kebutuhan operasional
penyelenggaraan pemerintahan;
(b) Untuk optimalisasi barang milik daerah;
(c) Tidak tersedia dana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dari uraian tersebut di atas dapat
diketahui bahwa berdasarkan pasal 54 PP
nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara dan pasal 73 (ayat 1)
38
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah memuat aturan yang sama tentang
syarat-syarat tukar menukar barang milik
negara/daerah, sehingga dalam konsekuensinya
syarat tersebut harus dipenuhi dalam tukar
menukar barang milik Negara/Daerah.
Kemudian dalam kaitannya
dengan pihak-pihak yang mengadakan tukar
menukar, maka pelaksanaan Pelepasan ETB di
Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Salatiga dengan PT TBM, merupakan
Pelepasan ( dengan cara tukar menukar )
yang dilakukan antara Pemerintah Daerah
dengan pihak swasta. Hal ini telah sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 73 ( ayat
2 ) yang berbunyi : Tukar menukar barang milik
daerah dapat dilakukan dengan pihak :
39
(a). Pemerintah pusat dengan Pemerintah
Daerah;
(b) Antar Pemerintah Daerah;
(d) Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau
Badan Hukum milik Pemerintah lainnya
(e) Swasta
( ii ). Alasan :
Sedangkan Alasan Tukar Menukar
sesuai peraturan dalam lampiran
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 adalah :
(a) Terkena Planologi ( Perencanaan Kota ); (b) Belum dimanfaatkan secara optimal ( idle ); (c) Menyatukan aset yang lokasinya terpencar
untuk memudahkan koordinasi dan dalam rangka efisiensi;
(d) Memenuhi kebutuhan operasional Pemerintah sebagai akibat pengembangan organisasi
(e) Pertimbangan khusus dalam rangka pelaksanaan rencana strategi Hankam.
Alasan sebagaimana pada huruf c
yaitu menyatukan aset yang lokasinya terpencar
untuk memudahkan koordinasi dan dalam
rangka efisiensi merupakan pembahasan utama
dalam thesis ini karena jika pada kenyataannya
40
hal ini tidak dipenuhi maka para petani
penggarap ETB di Kelurahan Noborejo menjadi
keberatan atas dilaksanakannya tukar menukar
ETB karena hal ini mengakibatkan petani
menjadi kehilangan mata pencaharian.
(iii). Cara :
Kemudian berdasarkan pasal 75 Permendagri
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, “Tukar
menukar barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 74 ayat (1) huruf a dan b
dilaksanakan dengan ketentuan/prosedur/cara
sebagai berikut
(a) Pengelola mengajukan usul tukar menukar tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah disertai alasan /pertimbangan dan kelengkapan data.
(b) Tim yang dibentuk dengan keputusan Kepala Daerah meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis dan yuridis.
(c) Apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, Kepala Daerah dapat mempertimbangkan untuk menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan.
41
(d) Tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(e) dan/atau Pengelola melaksanakan tukar menukar selain tanah bangunan sesuai batas kewenangannya setelah mendapat persetujuan dari Kepala Daerah ; dan
(f) Pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam Berita Acara serah terima barang.
Untuk lebih memahami prosedur
tukar menukar barang milik daerah, dibawah ini
akan digambarkan Bagan Alur/Proses Tukar
Menukar Barang Milik Daerah sebagaimana
diatur dalam pasal 74 ayat (1) huruf a dan b,
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007
42
Bagan Alur Tukar Menukar Barang Milik
Daerah
Berdasarkan Pasal 74 ayat (1) Permendagri
Nomor 17 Tahun 2007
Keterangan :
1. Pengelola mengajukan usul tukar menukar
tanah/bangunan kepada Kepala Daerah
disertai alasan/pertimbangan dan
kelengkapan data.
2. Tim meneliti/mengkaji alasan/pertimbangan
perlunya tukar menukar.
GUBERNUR/ BUPATI/
WALIKOTA
DPRD
PENGELOLA
BUMN/ BUMD
TIM YANG DIBENTUK
KDH
4
SWASTA
3
2 5 1
PEMDA TK. I
PEMDA TK. II
6
43
3. Bila memenuhi syarat, Kepala Daerah dapat
mempertimbangkan untuk menyetujui tukar
menukar.
4. Tukar menukar dilaksanakan setelah
disetujui DPRD.
5. Pengelola melaksanakan tukar menukar
setelah mendapat persetujuan Kepala
Daerah.
6. Pelaksanaan tukar menukar dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima Barang.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 pada
Pasal 1 angka 25, yang dimaksud dengan
pemindahtanganan atau pelepasan adalah
pengalihan kepemilikan barang milik daerah
sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan
cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau
disertakan sebagai modal Pemerintah Daerah.
Di bawah ini akan diuraikan tentang bentuk-
44
bentuk pemindahtanganan barang milik daerah
sesuai Permendagri nomor 17 tahun 2007.
Bentuk-bentuk pemindahtanganan
dan persetujuan sebagai tindak lanjut atas
penghapusan barang milik daerah sesuai pasal
57 meliputi :
a. Penjualan;
b. Tukar menukar;
c. Hibah; dan
d. Penyertaan modal pemerintah daerah.
Dalam pelaksanaan Pelepasan
Sebagian Eks Tanah Bengkok di Kelurahan
Noborejo yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kota Salatiga dengan PT Tripilar Betonmas
adalah dalam bentuk tukar menukar.
Prinsip tukar menukar adalah
memperoleh ganti dengan nilai yang seimbang.
Tukar menukar bisa dilakukan antara tanah
dengan gedung atau bangunan, atau juga
gedung/bangunan dengan gedung/bangunan .
45
Hal ini diatur dalam Pasal 74 yang pada ayat-
ayatnya berbunyi :
(1) Tukar menukar barang milik daerah dapat
berupa :
a. Tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) kepada Kepala Daerah melalui pengelola.
b. Tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota
(2) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh pengelola setelah
mendapat persetujuan Kepala Daerah sesuai
batas kewenangannya.
2. Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar Barang Milik Negara Berdasarkan Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
a. Pertimbangan
Tidak berbeda dengan peraturan dalam pasal
54 PP nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah, Permendagri
46
Nomor 17 Tahun 2007, khususnya pasal 73 (ayat)
1, bahwa tukar menukar Barang Milik Negara
sesuai Lampiran VIII Peraturan Menteri
Keuangan RI Nomor : 96/PMK.06/2007
dilakukan dengan pertimbangan dan dalam
rangka memenuhi kebutuhan operasional
penyelenggaraan pemerintahan, optimalisasi
penggunaan Barang Milik Negara, serta tidak
tersedia dana dalam APBN.
b.Barang Milik Negara yang dapat dilakukan Tukar menukar adalah
(i) Tanah dan/atau bangunan
(a) yang berada pada Pengelola Barang (b) yang status penggunaannya ada pada
Pengguna Barang (ii) Selain tanah dan/atau bangunan
c.Ketentuan dalam Pelaksanaan Tukar Menukar
(i) Tukar menukar Barang Milik Negara dapat
dilakukan dalam hal : (a) Barang Milik Negara berupa tanah
dan/atau bangunan sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
(b) Barang Milik Negara belum dimanfaatkan secara optimal;
(c) Penyatuan Barang Milik Negara yang lokasinya terpencar;
47
(d) Pelaksanaan rencana strategis pemerintah/negara; atau
(e) Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan yang ketinggalan teknologi sesuai kebutuhan/kondisi/peraturan perundang-undangan.
(ii). Barang pengganti atas tukar menukar Barang
Milik Negara berupa tanah, atau tanah dan bangunan , harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (a) Penggantian utama berupa tanah atau tanah dan bangunan; (b) Nilai barang pengganti sekurang-
kurangnya sama dengan nilai Barang Milik Negara yang dilepas.
(iii)Tukar Menukar Barang Milik Negara
dilaksanakan setelah dilakukan kajian berdasarkan : (a) Aspek teknis, antara lain :
(1) Kebutuhan Pengelola Barang/Pengguna Barang; (2) Spesifikasi aset yang dibutuhkan.
(b) Aspek ekonomis, antara lain kajian terhadap nilai aset yang dilepas dan nilai aset pengganti
(c) Aspek yurudis, antara lain : (1) Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
dan penataan kota; (2) Peraturan perundang-undangan yang
terkait.
(iv)Dalam pelaksanaan tukar menukar terdapat Barang Milik Negara pengganti berupa bangunan, Pengelola Barang/Pengguna Barang dapat menunjuk konsultan pengawas.
48
(v)Mitra tukar menukar ditentukan melalui calon mitra tukar menukar (tender) dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat, kecuali tukar menukar yang dilakukan dengan Pemerintah Daerah dan pihak-pihak lain yang mendapatkan penugasan dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum.
(vi) Mitra wajib menyetorkan uang ke rekening
kas umum negara atas sejumlah selisih nilai lebih antara barang yang dilepas dengan barang pengganti, yang dilakukan paling lambat sebelum pelaksanaan serah terima.
d.Subyek Pelaksanaan Tukar Menukar
(i) Pihak-pihak yang dapat melaksanakan tukar menukar Barang Milik Negara adalah :
(a) Pengelola Barang, untuk tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengelola Barang;
(b) Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang,untuk :
(1) Barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang berada di Pengguna Barang akan tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
(2) Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan.
(ii) Mitra tukar menukar adalah :
(a) Pemerintah Daerah; (b) Badan Usaha Milik Negara; (c) Badan Usaha Milik Daerah; (d) Badan Hukum milik pemerintah lainnya; (e) Swasta, baik yang berbentuk badan hukum
maupun perorangan.
49
e.Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar Tukar menukar atas tanah dan/atau bangunan
yang berada pada Pengelola Barang (i) Pelaksanaan tukar menukar didasari oleh
adanya kebutuhan dari Pengelola Barang untuk melakukan tukar menukar tanah dan/atau bangunan, atau permohonan tukar menukar dari pihak lain atau Pemerintah Daerah
(ii) Permintaan tukar menukar kepada pengelola barang diajukan dengan disertai penjelasan dan data pendukung (a)Rincian peruntukan; (b)Jenis/spesifikasi; (c)Lokasi/data teknis; (d)Hal lain yang dianggap perlu.
(iii)Pengelola Barang melakukan penelitian mengenai kemungkinan melaksanakan tukar menukar atas tanah dan/atau bangunan yang ada dalam pengelolaannya yang didasarkan pada pertimbangan tukar menukar, dengan tahapan sbb :
(a) Melakukan penelitian kelayakan
permohonan tukar menukar, baik dari aspek teknis, ekonomis maupun yuridis;
(b) Melakukan penelitian data administrasi yang terdiri dari : (1) Data tanah, antara lain status dan
bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas dan peruntukan;
(2) Data bangunan, antara lain IMB, tahun pembuatan, konstruksi, luas dan status kepemilikan.
50
(c) Apabila diperlukan, pencocokan data administrasi dilaksanakan dengan melakukan penelitian fisik atas tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan.
(iv) Berdasarkan atas penelitian tersebut, Pengelola Barang menetapkan tanah dan/atau bangunan
(v) Pengelola Barang membentuk tim yang
beranggotakan unsur pengelola Barang, Pengguna Barang yang menyerahkan tanah dan/atau bangunan, serta dapat mengikutsertakan unsur Instansi/Lembaga Teknis yang kompeten.
(vi) Tim bertugas antara lain untuk :
(a) Melakukan penelitian data administrasi dan fisik serta menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis.
(b) Menyusun rincian rencana barang pengganti sebagai berikut :
(1) Tanah, meliputi luas dan lokasi yang peruntukannya sesuai dengan tata ruang wilayah;
(2) Bangunan, meliputi jenis, luas dan konstruksi bangunan serta sarana dan prasarana penunjang.
(c) Melakukan tender pemilihan mitra tukar menukar.
(d) Membuat draft surat perjanjian/kontrak tukar menukar dan draft berita acara serah terima barang.
(vii) Dalam hal diperlukan, Pengelola Barang
menugaskan penilai untuk melakukan perhitungan nilai barang milik negara yang akan ditukarkan
51
(viii) Penilai menyampaikan laporan hasil penilaian kepada Pengelola Barang melalui tim.
(ix) Tim menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Pengelola Barang, dilampiri Berita Acara penelitian dan laporan penilaian.
(x) Berdasarkan laporan tim dan pertimbangan
Pengelola Barang, Pengelola Barang menerbitkan Keputusan tukar menukar yang sekurang –kurangnya memuat : (a)Mitra tukar menukar; (b)Barang milik negara yang akan dilepas; (c)Nilai tanah dan/atau bangunan; (d)Rincian rencana barang pengganti.
(xi) Dalam hal tukar menukar tanah dan/atau bangunan tersebut memerlukan persetujuan DPR, pengelola barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada DPR.
(xii) Dalam hal tukar menukar tanah dan/atau
bangunan tidak memerlukan persetujuan DPR tetapi NJOP atau hasil penilaiannya di atas Rp. 10.000.000.000,- ( sepuluh miliar rupiah ), Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada Presiden.
(xiii) Berdasarkan keputusan pelaksanaan tukar
menukar, tim melakukan pembahasan dengan mitra mengenai rincian kebutuhan barang pengganti yang dituangkan dalam lembar pembahasan yang disampaikan kepada Pengelola Barang dalam rangka penandatanganan naskah tukar menukar.
52
(xiv) Pengelola Barang dan mitra tukar menukar menandatangani naskah perjanjian tukar menukar yang antara lain memuat pihak-piha yang melakukan perjanjian tukar menukar, jenis dan nilai barang yang dipertukarkan, spesifikasi aset pengganti, klausul yang menyatakan dokumen kepemilikan barang pengganti atas nama Pemerintah Republik Indonesia, jangka waktu penyerahan obyek tukar menukar, sanksi, serta ketentuan dalam hal terjadi keadaan force majeure.
(xv) Mitra tukar menukar melaksanakan pekerjaan pembangunan/pengadaan barang pengganti sesuai dengan surat perjanjian tukar menukar.
(xvi) Tim melakukan monitoring pelaksanaan
pengadaan/pembangunan barang pengganti berdasarkan laporan konsultan pengawas dan penelitian lapangan.
(xvii) Sebelum dilakukan penyerahan barang milik
negara yang dipertukarkan, pengelola barang menugaskan penilai untuk melakukan penilaian kesesuaian barang pengganti dengan perjanjian.
(xviii) Apabila penilaian tersebut menunjukkan
bahwa terdapat kekurangan nilai barang pengganti, mitra tukar menukar wajib menyetorkan selisih nilai barang milik negara dangan barang pengganti.
(xix) Tim melakukan penelitian kelengkapan
dokumen barang pengganti, antara lain IMB, sertifikat, serta menyiapkan berita acara serah terima barang untuk
53
ditandatangani Pengelola Barang dan mitra tukar menukar.
(xx) Berdasarkan berita acara serah terima tersebut, Pengelola Barang melaksanakan penghapusan barang milik negara yang dilepas dari daftar barang milik negara dengan menrbitkan keputusan penghapusan barang dan mencatat barang pengganti sebagai barang milik negara dalam daftar barang milik negara.
D. Good Governance ( Kepemerintahan yang baik ).
1 Pengertian Kepemerintahan yang baik
Good Governance yang diterjemahkan
sebagai kepemerintahan yang baik lebih
ditekankan pada peran pemerintah dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, walaupun mempunyai obyek
menyentuh berbagai sektor. Bahwa istilah
“governance” mengandung arti “Praktik
penyelengaraan kekuasaan dan kewenangan oleh
pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan
secara umum, dan pembangunan ekonomi pada
khususnya”. 18
18 Idup Sudady, Dasar-dasar Good Governance, Bahan Diklatpim Tingkat IV, LAN, RI, 2005, hlm. 48
54
Arti good dalam istilah good governance
mengandung dua pengertian yaitu :
a. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang
dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam
mencapai tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial
b. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang
efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan nasional.
Agar pemerintahan yang baik menjadi
realita dan berhasil diwujudkan maka
diperlukan komitmen dari semua pihak yaitu
pemerintah dan masyarakat termasuk di
dalamnya adalah swasta.
Wujud dari pada kepemerintahan yang
baik (good governance) adalah
penyelenggaraan pemerintahan negara yang
solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan
efektif dengan menjaga, mensinergiskan
55
interaksi yang konstruktif diantara domain-
domain negara, sektor swasta dan masyarakat
(society). Oleh karena good governance
bersenyawa dengan sistem administrasi negara
maka upaya mewujudkan kepemerintahan yang
baik merupakan upaya melakukan
penyempurnaan sistem administrasi negara
yang berlaku pada suatu negara secara
menyeluruh.19
Bagi rakyat banyak
penyelenggaraan pemerintahan yang baik
adalah pemerintahan yang memberikan
berbagai kemudahan, kepastian dan bersih
dalam menyediakan pelayanan dan
perlindungan dari berbagai tindakan sewenang-
wenang, baik atas diri, hak maupun atas harta
bendanya.20
19 Ibid, hlm. 51,52. 20 Ibid, hlm. 55
56
2. Prinsip-prinsip Good Governance
Prinsip-prinsip kepemerintahan
yang baik sebagai ciri-ciri good governance
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 terdiri dari :
a. Profesionalitas; b. Akuntabilitas; c. transparansi; d. Pelayanan Prima; e. Demokrasi; f. Efisiensi; g. Efektifitas; h. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat.
Sedangkan unsur-unsur utama
kepemerintahan yang baik (bukan prinsip),
yaitu :21
(i) Akuntabilitas, mengandung arti adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya. Unsur ini merupakan inti dari kepemerintahan yang baik (good governance).
(ii) Transparansi, Kepemerintahan yang
baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Rakyat secara pribadi dapat
21 Ibid, hlm 57
57
mengetahui secara jelas dan tanpa ada yang ditutup-tutupi dalam proses perumusan kebijakan publik dan tindakan pelaksanaannya (implementasinya), dengan kata lain, segala tindakan dan kebijaksanaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum.
(iii)Keterbukaan, prinsip ini menghendaki
terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan. Kepemerintahan yang baik, yang bersifat transparan dan terbuka akan memberikan informasi/data yang memadai bagi masyarakat sebagai bahan untuk melakukan penilaian atas jalannya pemerintahan.
(iiii)Aturan Hukum ( Rule of law), prinsip
ini mengandung arti bahwa kepemerintahan yang baik mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dari rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
Karakteristik atau prinsip-prinsip
yang harus dianut dan dikembangkan dalam
praktek penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik, adalah meliputi : 22
(a) Partisipasi (b) Aturan Hukum (Rule of Law)
22 Ibid, hlm.59
58
(c) Transparansi (d) Daya Tanggap (e) Berorientasi Konsensus (f) Berkeadilan (g) Efektifitas dan Efisiensi (h) Akuntabilitas (i) Bervisi Strategis (j) Saling keterkaitan
Penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan publik
beberapa dekade belakangan ini masih
diwarnai oleh berbagai permasalahan antara
lain korupsi, kolusi dan nepotisme dan
masih terhambatnya saluran aspirasi dan
partisipasi masyarakat yang menunjukkan
belum terwujudnya good governance.
Konsepsi kepemerintahan yang
baik atau good governance mengandung arti
hubungan yang sinergis dan konstruktif
antara negara, sektor swasta dan masyarakat
(society) Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan
menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
akuntabilitas, transparansi, pelayanan
59
prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas,
supremasi hukum dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat.
E. Hak Asasi Manusia (HAM) dan Negara Hukum.
Dalam suatu negara hukum perseorangan
sebagai manusia pribadi mendapatkan perlindungan
hukum dari tindakan sewenang-wenang penguasa.
Hak-hak dan kebebasan-kebebasan perseorangan
diakui, antara lain dengan dibuatnya pelbagai
pernyataan dan peraturan yang mengakui adanya hak-
hak dan kebebasan dari perseorangan. Salah satu
pernyataan yang dewasa ini secara Internasional telah
diterima baik oleh Perserikatan Bangsa-bangsa adalah
pernyataan umum Hak-hak Asasi Manusia (
Universal Declaration of Human Rights). Pada
tanggal 10 Desember 1948 telah diterima baik
pernyataan ini oleh Sidang Umum Perserikatan
Bangsa-bangsa. 23
23 Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum, Penerbit Alumni,1983, Bandung, 1973, hlm 41
60
Jika dipikir, persoalan sekitar hak-hak dan
kebebasan manusia ini, maka jangan lupa bahwa apa
yang sekarang tercapai dengan diproklamirkannya
Hak-hak Asasi Manusia secara universal dan
pengoperan dalam UUDS kita, sesungguhnya
merupakan suatu lanjutan saja dari cita-cita leluhur
kita sejak ratusan tahun berselang. Cita-cita untuk
menjamin pada tiap-tiap orang suatu penghidupan
yang selayaknya sebagai manusia adalah suatu cita-
cita universal, suatu cita-cita yang selaras dengan
cita-cita tentang keadilan.
Dalam suatu negara hukum, terdapat
pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan.
Negara tidak maha kuasa. Negara tidak dapat
bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara
terhadap warganya dibatasi oleh hukum. Ini yang
oleh ahli hukum Inggris terkenal sebagai “rule of
law” . Kita melihat bahwa individu pun mempunyai
hak terhadap negara. Inilah yang oleh Prof. Paul
Scholten dinamakan anasir pertama dari suatu negara
61
hukum. Dalam garis lebih luas dapat pula dikatakan,
bahwa hal ini berarti bahwa rakyat mempunyai hak
terhadap penguasa, bahwa perseorangan mempunyai
hak terhadap masyarakat.
Jadi dapat dikatakan pula bahwa ada suatu
lapangan pribadi dari setiap orang yang tidak dapat
dicampuri oleh negara. Selanjutnya bahwa
pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak individual ini
hanya dapat dilakukan, apabila diperbolehkan dan
berdasarkan peraturan-peraturan hukum. Inilah yang
dinamakan asas legaliteit dari negara hukum. Tiap
tindakan negara harus berdasarkan hukum. Peraturan-
peraturan perundang-undangan yang telah diadakan
lebih dahulu, merupakan batas kekuasaan bertindak
negara. Undang-undang Dasar yang memuat asas-
asas hukum dan peraturan hukum harus ditaati, juga
oleh pemerintah atau badan-badannya sendiri.
Gagasan Negara hukum menuntut agar
penyelenggaraan urusan kenegaraan dan
pemerintahan harus didasarkan pada Undang-undang
62
dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar
rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi
tindakan pemerintahan dan jaminan perlindungan dari
hak-hak rakyat. Penerapan asas legalitas, menurut
Indroharto akan menunjang berlakunya kepastian
hukum dan kesamaan perlakuan. 24
F. Tugas Hukum dalam Masyarakat
Kalau ingat Roscoe Pound, salah seorang
pendukung Sociological Jurisprudence, maka akan
ingat pula karangannya yang berjudul Scope and
Purpose of Sociological Jurisprudence. Dalam
karangannya itu ia membentangkan pendapatnya,
bahwa bagi para ahli hukum yang beraliran
sosiologis, perlu lebih memperhitungkan fakta-fakta
sosial dalam pekerjaannya, apakah itu pembuatan
hukum, ataukah penafsiran serta penerapan peraturan-
peraturan hukum. Pound menganjurkan agar
perhatian lebih diarahkan kepada efek-efek yang
nyata dari institusi-institusi serta doktrin-doktrin
24 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm 298.
63
hukum. Kehidupan hukum terletak pada
pelaksanaannya”, demikian dikatakannya
Tujuan social engineering oleh Pound
adalah untuk membangun suatu struktur masyarakat
sedemikian rupa sehingga secara maksimum dicapai
kepuasan dan kebutuhan-kebutuhan, dengan
seminimum mungkin benturan. Untuk menggarap
lebih lanjut pendapatnya itu, Pound mengembangkan
suatu daftar kepentingan-kepentingan yang dilindungi
oleh hukum, yang dibaginya menjadi tiga
golongan,yaitu kepentingan-kepentingan umum,sosial
dan perorangan. Kepentingan umum meliputi: 25
1. Kepentingan terhadap negara sebagai suatu badan
yuridis;
2. Kepentingan terhadap negara sebagai penjaga dari
kepentingan sosial
Kepentingan perorangan terdiri dari :
a. Pribadi (fisik,kebebasan kemauan,
kehormatan, privacy dan kepercayaan serta
pendapat) 25 Ibid, hlm. 298 - 299
64
b. Hubungan-hubungan domestik (orang tua,
anak, suami-istri)
c. Kepentingan substansi (milik, kontrak dan
berusaha, keuntungan, pekerjaan, hubungan
dengan orang lain)
Kepentingan sosial meliputi :
a. Keamanan umum
b. Keamanan dari institusi-institusi sosial
c. Moral umum
d. Pengamanan sumber-sumber daya sosial
e. Kemajuan sosial
f. Kehidupan individual (pernyataan diri,
kesempatan dan kondisi kehidupan).
Dari urain tersebut di atas maka
kepentingan-kepentingan yang ada keterkaitannya
dengan penelitian tentang Pelepasan Sebagian
ETB di Kelurahan Noborejo Kota Salatiga adalah
mencakup ketiga kepentingan-kepentingan
tersebut di atas, yaitu :
65
(i) Kepentingan umum, yaitu kepentingan
terhadap negara sebagai suatu badan yuridis,
walaupun misalnya Pemerintah beralasan
bahwa tukar menukar ETB di Kelurahan
Noborejo dengan PT TBM adalah dalam
rangka penyerapan tenaga kerja (kepentingan
umum), tapi pelaksanaan harus tetap
memenuhi peraturan yang berlaku yaitu tetap
memenuhi peraturan dalam PP Nomor 6
Tahun 2006, Permendagri Nomor 17 Tahun
2007 maupun Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK.06/2007.
(ii) Kepentingan perorangan, yaitu kepentingan
substansi yang mengarah pada kepentingan
berusaha dan kepentingan untuk mendapatkan
pekerjaan, dalam hal ini kepentingan para
petani penggarap lahan ETB jangan sampai
kehilangan kesempatan untuk berusaha dan
bekerja.
66
(iii)Kepentingan sosial, yang lebih tertuju kepada
kehidupan individual (para petani penggarap
lahan ETB) atau lebih dekat dengan
pemberian kesempatan kerja dalam rangka
meningkatkan kondisi kehidupan bagi
keluarga.
G. Rencana Umum Tata Ruang Kota ( RUTRK )
Salatiga. 26
Rencana Umum Tata Ruang Kota yang
selanjutnya disebut ( RUTRK ) Salatiga adalah
Rencana pemanfaatan ruang kota yang disusun untuk
menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam
rangka pelaksanaan program-program pembangunan
kota.
Berdasarkan Pasal 1 huruf k, Peraturan Daerah
( PERDA ) Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga
Nomor 5 Tahun 1996 tentang Rencana Umum Tata
Ruang Kota Salatiga Tahun 1996 – 2006, Bagian
Wilayah Kota yang selanjutnya disingkat BWK adalah
26 Peraturan Daerah (PERDA) Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga Nomor 5 Tahun 1996 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Salatiga Tahun 1996 – 2006.
67
satu kesatuan wilayah dari kota yang merupakan
wilayah yang terbentuk secara fungsional dan atau
administratif dalam rangka pencapaian daya guna
pelayanan fasilitas umum kota.
1. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Berdasarkan Pasal 3 Perda Nomor 5 Tahun
1996 tentang RUTRK Salatiga, RUTRK
disusun dengan maksud agar Pemerintah
mempunyai Rencana Pembangunan Kota
Jangka Panjang yang dapat berfungsi sebagai
wadah keterpaduan bagi kepentingan dan
aspirasi Pemerintah Pusat, Pemerintah, Swasta
dan Masyarakat.
b. Tujuan
Berdasarkan Pasal 4 Perda Nomor 5 Tahun
2006, RUTRK bertujuan:
(i) Untuk meningkatkan fungsi dan peranan kota dalam perimbangan wilayah yang lebih luas. Dalam hal ini pengembangan kota ditujukan agar mampu berfungsi sebagai pusat atau sub pusat pengembangan dalam
68
suatu sistem pengembangan wilayah, baik dalam skala Nasional maupun Regional.
(ii) Untuk dapat mewujudkan pemanfaatan Ruang Kota yang serasi dan seimbang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota tanpa mengabaikan aspek kelestarian lingkungan kehidupan perkotaan.
2. Kedudukan dan Wilayah Perencanaan
a. Kedudukan
Kedudukan RUTRK Kotamadya Daerah
Tingkat II Salatiga adalah sebagai pedoman
bagi aparatur Pemerintah Daerah, aparatur Pusat
di Daerah dan masyarakat di daerah dalam
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
tata ruang.
b. Wilayah Perencanaan
Wilayah RUTRK Salatiga mencakup 4 (empat) Kecamatan dan 22 (dua puluh dua) Kelurahan/Desa, dengan luas 5.678,11 Ha, yaitu : (i) Kecamatan Sidorejo seluas : 1.624,72
ha. (ii) Kecamatan Sidomukti seluas : 1.145,85
ha. (iii)Kecamatan Argomulyo seluas : 1.852,69
ha. (iv)Kecamatan Tingkir seluas : 1,054,85
ha.
69
3. Peranan dan fungsi Kota Salatiga
a. Peranan Kota Salatiga dalam strategi pembangunan wilayah Jawa Tengah termasuk dalam wilayah pembangunan I yang diarahkan sebagai Kota Transit Wisata, Pendidikan dan Olah raga.
b. Selain fungsi pada umumnya, pengembangan Kota Salatiga diarahkan sebagai : (i) Kota Pendidikan dan Olah raga. (ii) Pusat Kegiatan Perdagangan dan Jasa. (iii)Kota Pariwisata/Transit Wisata.
4. Struktur Pemanfaatan Kota Salatiga Luas wilayah Kota Salatiga sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 Perda ini, pemanfaatannya ditetapkan sebagai berikut : a. Pemanfaatan untuk perkantoran 96,016 ha b. Pemanfaatan untuk kuburan 35,300 ha c. Pemanfaatan untuk pendidikan 116,968 ha d. Perdagangan dan jasa 96,016 ha e. Pemanfaatan fasilitas kota 44,082 ha f. Pemanfaatankesehatan 48,367 ha g. Hotel /Losmen 19,682 ha h. Kawasan Khusus 40,536 ha i. Penghijauan/pertanian 889,99 ha j. Pemanfaatanperibadatan 44,214 ha k. Untuk industri 243,280 ha l. Permukiman/perumahan 2.606,332 ha m. Cadangan/pengembangan 1.105.450 ha n. Rekreasidanbudaya/hiburan 58,515 ha o. Campuran 101,772 ha p. Agrowisata 31,046 ha
5. Struktur Utama Tingkat Pelayanan Kota Salatiga
Fasilitas jenjang pertama kota Salatiga sesuai peran dan fungsinya ditetapkan sebagai berikut : a. Pusat pelayanan perdagangan dan jasa berada di
BWK I
70
b. Pusat pelayanan pendidikan berada di BWK II c. Pusat fasilitas olah raga berada di BWK I d. Pusat pelayanan pemerintahan berada di BWK I e. Fasilitas kepariwisataan di seluruh BWK f. Pusat pelayanan fasilitas sosial di seluruh BWK g. Pengembangan permukiman/perumahan di
BWK I, II, IV dan V h. Pengembangan industri berada di BWK IV i. Ruang terbuka berada di seluruh BWK j. Tempat rekreasi /hiburan umum berada di BWK
I, II dan III k. Pusat pelayanan transportasi di BWK V.
6. Pengembangan Bagian Wilayah Kota Salatiga
Wilayah Perencanaan Kota Salatiga dengan luas 5.678,11 ha, dibagi dalam Bagian Wilayah Kota (BWK) sebagai berikut : a. Bagian Wilayah Kota I seluas 270,24 ha,
meliputi : (i) Sebagian Wilayah Kelurahan Sidorejo Lor . (ii) Sebagian Wilayah Kelurahan Salatiga (iii)Sebagian Wilayah Kelurahan Mangunsari (iv) Sebagian Wilayah Kelurahan Kalicacing (v) Sebagian Wilayah Kelurahan Tegalrejo (vi) Sebagian Wilayah Kelurahan Gendongan (vii)Sebagian Wilayah Kelurahan Kutowinangun BWK ini diarahkan dengan fungsi utama pengembangan perdagangan dan jasa, pusat kegiatan perkantoran/pemerintahan dan fasilitas sosial.
b. Bagian Wilayah Kota II seluas 1.547,10 ha meliputi : (i) Sebagian Wilayah Sidorejo Lor (ii) Desa Blotongan (iii)Sebagian Wilayah Kel. Salatiga (iv) Desa Bugel (v) Desa Kauman Kidul
71
(vi) Desa Pulutan BWK ini diarahkan dengan fungsi utama pusat pemerintahan/IKK Sidorejo, pusat kegiatan pendidikan, pengembangan permukiman/perumahan dan agro industri.
c. Bagian Wilayah Kota III seluas 1.037,71 ha meliputi : (i) Sebagian Wilayah Kel Mangunsari (ii)Kecandran (iii)Kelurahan Dukuh BWK ini diarahkan dengan fungsi utama pusat pemerintahan /IKK Sidomukti, pengembangan permukiman/perumahan, fasilitas sosial, perkantoran dan pariwisata.
d. Bagian Wilayah Kota IV seluas 1.837,19 ha meliputi : (i) Desa Cebongan (ii)Desa Noborejo (iii)Kelurahan Ledok (iv)Sebagian Kelurahan Tegalrejo (v)Desa Kumpulrejo (vi)Desa Randuacir BWK ini diarahkan dengan fungsi utama pusat pemerintahan/IKK Argomulyo, pengembangan industri, pengembangan permukiman/perumahan, perdagangan dan jasa.
e. Bagian Wilayah Kota V seluas 988,87 ha meliputi : (i) Desa Sidorejo Kidul (ii)Sebagian Kelurahan Kutowinangun (iii)Sebagian Kelurahan Gendongan (iv)Desa Kalibening (v)Desa Tingkir Lor (vi)Desa Tingkir Tengah BWK ini diarahkan dengan fungsi utama pusat pemerintahan/IKK Tingkir, pengembangan permukiman, pertanian, fasilitas transportasi, agro industri, perdagangan dan jasa.
72
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN
ANALISIS A. Pendahuluan
Dilihat dari keadaan geografisnya, Kota Salatiga
dikelilingi oleh pegunungan, sedangkan posisi Kota
Salatiga terletak di kaki Gunung Merbabu. Adapun
ketinggian rata-rata dari permukaan laut adalah 660 m
serta keadaan suhu rata-rata 23°C, dengan curah hujan
yang cukup yaitu rata-rata per tahun 2,250 mm, secara
umum beriklim tropis dan berhawa sejuk. 27
Jika pembaca melintas Salatiga bagian selatan atau
tepatnya arah selatan dan barat daya, tentu akan
dijumpai daerah yang sebenarnya terkesan paling sejuk
dan asri diantara 21 kelurahan yang ada di Kota
Salatiga. Karena di daerah ini merupakan daerah
pertanian yang sangat subur dengan berbagai hasil
tanaman pertanian yang cukup membanggakan, apalagi
disepanjang jalan menyusuri wilayah Kelurahan ini
27 Laporan Pelaksanaan Tugas Lurah Tingkir Lor, Kota Salatiga, 2008, hlm. 1
73
sangat indah dengan tanaman rumput gajah yang
menghiasi sepanjang jalan.masuk di wilayah ini. Oleh
karena itu tidak heran jika di daerah Kecamatan
Argomulyo yang di dalamnya termasuk Kelurahan
Noborejo, oleh Pemerintah Kota Salatiga telah
dicanangkan sebagai daerah pertanian khusus penghasil
pisang, jahe dan cabe. Disamping itu Gubernur Jawa
Tengah juga telah mencanangkan daerah ini merupakan
daerah ternak besar (khususnya Sapi), oleh karena itu
rumput gajah telah disarankan dikembangkan di daerah
ini. 28
Kota Salatiga merupakan Kota yang indah dan
tenang karena dipagari 4 (empat) Gunung yaitu Gunung
Merbabu yang berada di sebelah selatan, kemudian
Gunung Telomoyo dan Gunung Gajah Mungkur di
sebelah Barat Kota Salatiga serta Gunung Ungaran
berada di sebelah Barat Laut. Adapun batas wilayah
Kota Salatiga adalah sebagai berikut :
28 Wawancara dengan Suharsono, Sekretaris Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “ JATAYU” Kelurahan Noborejo, Kota Salatiga, hari Minggu, tanggal 6 Desember 2009, pk 11.00 WIB..
74
Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan dan Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang.
Sebelah Timur : Kecamatan Suruh dan Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang.
Sebelah Selatan : Kecamatan Getasan dan
Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang
Sebelah Barat : Kecamatan Tuntang dan
Kecamatan Getasan Kabupaten
Seamarang.
Kota Salatiga memiliki wilayah seluas 5.678.110
ha. Data tahun 2003 terdiri dari lahan sawah seluas
810,261 ha, lahan kering seluas 4560,036 ha dan lahan
lainnya seluas 307,783 ha. Pada tahun 2007 pembagian
lahan berubah menjadi lahan sawah seluas 800,932 ha,
lahan kering seluas 4681,435 ha dan lahan lainnya
seluas 195,743 ha.29 Data ini menunjukkan bahwa dari
tahun ke tahun lahan sawah atau lahan pertanian
semakin berkurang, sedangkan lahan kering dan lahan
lainnya semakin bertambah. Ini artinya bahwa lahan 29 Buku Kota Salatiga Dalam Angka, Op.cit, hlm. 3
75
sawah atau lahan untuk pertanian berkurang
kemungkinan dipakai untuk sarana perumahan, pabrik
dan sebagainya.
Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo,
Kota Salatiga merupakan satu-satunya Kelurahan yang
memiliki lahan sawah terkecil/tersempit diantara 17
(tujuh belas) Kelurahan di Kota Salatiga, yaitu hanya
memiliki lahan sawah seluas 2.635 m2 dan lahan kering
hanya seluas 324.492 m2. 30. Sedangkan luas Eks
Tanah Bengkok di Kelurahan Noborejo kurang lebih 27
hektare, yang letaknya tidak hanya berada dalam satu
wilayah Kelurahan namun ada juga beberapa yang
berada di Kelurahan lain seperti misalnya di Kelurahan
Pulutan, Ledok dan lain-lain. Namun demikian data
tahun 2008, Kelurahan ini mampu menyumbang PAD
dari hasil lelang garapan Eks Tanah Bengkok dengan
nilai rupiah tertinggi diantara 21 Kelurahan yang ada di
Kota Salatiga, yaitu sebesar Rp. 35.000.000,-
(tiga puluh lima juta rupiah) setiap tahunnya dari ETB
seluas ± 27 ha. Sedangkan 21 Kelurahan lainnya berada 30 Ibid, hlm. 3
76
di bawah Kelurahan Noborejo, bahkan ada yang hanya
menghasilkan PAD sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah) yaitu Kelurahan Tegalrejo, karena memang
lahan ETBnya hanya sedikit. 31 PAD hasil lelang
garapan ETB di Kelurahan Noborejo sebesar
Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) ini
karena sebagian besar adalah tanah kering, apabila
tanah sawahnya lebih besar dari tanah kering tentu saja
akan menghasilkan PAD yang lebih besar lagi.
Berkaitan dengan pembahasan Tukar
Menukar sebagian ETB di Kelurahan Noborejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga yang
merupakan Studi Kasus pada salah satu Kelurahan,
maka perlu diuraikan tentang Perubahan Desa
menjadi Kelurahan, karena Kota Salatiga yang
dulunya hanya terdiri dari 1 (satu) Kecamatan dan (9)
sembilan Kelurahan, kini mengalami pemekaran
wilayah, sehingga desa di Kabupaten Semarang yang
masuk pemekaran dalam wilayah Kota Salatiga
berubah statusnya menjadi Kelurahan.. Perubahan 31 Harian Suara Merdeka, 30 Maret, 2009.
77
Desa menjadi Kelurahan di Kota Salatiga diatur
dalam Peraturan Daerah ( Perda ) Kota Salatiga
Nomor 11 tahun 2003 tentang Perubahan Desa
menjadi Kelurahan.
Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 11
tahun 2003 berbunyi :
( 1 ) Desa-desa yang ada dalam Daerah Kota Salatiga,
pada saat berlakunya Peraturan daerah ini
ditetapkan menjadi Kelurahan
( 2 ) Nama, luas dan batas wilayah administratif
Desa-desa yang ditetapkan menjadi Kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) Pasal
ini tidak berubah.
Walaupun pengelolaan ETB di Kota
Salatiga dalam hal lelang garapan ETB diserahkan
kepada masing-masing Kelurahan, namun Pemerintah
Daerah tetap sebagai pengambil kebijakan. Oleh
karena itu, ada keterkaitan dengan Tukar Menukar
sebagian ETB di Kelurahan Noborejo, Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga, yang tertuang dalam Perda
78
Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2003 tentang
Perubahan Desa menjadi Kelurahan.
Keterkaitan tersebut tercantum pada Pasal 4 Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor 11 tahun 2003 tentang
Perubahan Desa menjadi Kelurahan, yang berbunyi :
( 1 ) Seluruh kekayaan dan sumber-sumber
pendapatan yang menjadi milik Pemerintah
Desa, dengan berlakunya Peraturan Daerah ini
menjadi aset Daerah.
( 2 ) Hasil pengelolaan kekayaan dan sumber-sumber
pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1 ) Pasal ini dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah ( APBD ).
( 3 ) Pengelolaan kekayaan dan sumber-sumber
pendapatan sebagaimana dimaksud ayat ( 2 )
Pasal ini diatur dengan Keputusan Walikota.
Karena studi kasus ini terjadi di
Kelurahan Noborejo, maka perlu diketahui pula
bahwa Kelurahan Noborejo termasuk daerah
79
pemekaran wilayah yang sebelum pemekaran masuk
dalam wilayah Kabupaten Semarang. Sebelum
dilaksanakan pemekaran wilayah, Kota Salatiga
hanya terdiri dari 9 (sembilan) Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Sidorejo Lor
2. Kelurahan Salatiga
3. Kelurahan Kutowinangun
4. Kelurahan Gendongan
5. Kelurahan Ledok
6. Kelurahan Tegalrejo
7. Kelurahan Dukuh
8. Kelurahan Mangunsari
9. Kelurahan Kalicacing.
Pemekaran wilayah Kota Salatiga
dilaksanakan sejak bulan Agustus 1992, sehingga
sejak bulan itu Kota Salatiga terdiri dari 4
( empat ) Kecamatan dan 22 ( dua puluh dua )
Kelurahan. Pemekaran wilayah Kota Salatiga
tersebut diatur di dalam PP ( Peraturan Pemerintah )
Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas
80
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan
Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang. Adapun
pembagian empat Kecamatan dan dua puluh dua
Kelurahan di Kota Salatiga adalah sebagai berikut :32
1. Kecamatan Sidorejo terdiri dari 6 ( enam )
Kelurahan yaitu :
a. Kelurahan Blotongan
b Kelurahan Sidorejo Lor
c Kelurahan Salatiga
d. Kelurahan Bugel
e. Kelurahan Kauman Kidul
f. Kelurahan Pulutan
2. Kecamatan Tingkir terdiri dari 6 ( enam )
Kelurahan yaitu :
a. Kelurahan Kutowinangun
b. Kelurahan Gendongan
c. Kelurahan Sidorejo Kidul
d. Kelurahan Kalibening
e. Kelurahan Tingkir Lor
f. Kelurahan Tingkir Tengah 32 Buku Kota Salatiga Dalam Angka, op.cit, hlm. 9.
81
3. Kecamatan Argomulyo terdiri dari 6 ( enam )
Kelurahan yaitu :
a. .Kelurahan Noborejo
b. Kelurahan Ledok
a. Kelurahan Tegalrejo
b. Kelurahan Kumpulrejo
c. Kelurahan Randuacir
d. Kelurahan Cebongan
4. Kecamatan Sidomukti terdiri dari 4 ( empat )
Kelurahan yaitu :
a. Kelurahan Kecandran
b. Kelurahan Dukuh
c. Kelurahan Mangunsari
d. Kelurahan Kalicacing
B. Proses Pelepasan ETB Di Kelurahan Noborejo
(Hasil Penelitian)
Tukar menukar sebagian ETB di Kelurahan
Noborejo Kota Salatiga diawali dengan adanya surat
permohonan PT TBM kepada Pemerintah Kota Salatiga
Cq Walikota Salatiga. Setelah melalui berbagai
82
pembahasan dan pertimbangan oleh Pemerintah Kota
Salatiga selama kurang lebih 9 bulan, maka pada bulan
Januari 2009 Pemerintah Kota Salatiga , mengeluarkan
surat yang ditujukan kepada para petani penggarap ETB
di Kelurahan Noborejo. Adapun surat tersebut berisi
tentang Pemberitahuan sewa garap ETB yang sudah
habis masa sewanya sejak tanggal 31 Desember 2008
serta pemberitahuan bahwa setelah masa sewa tersebut
berakhir maka ETB tidak dilelang lagi karena akan
dipergunakan oleh Pemerintah Kota Salatiga.
Guna memperoleh gambaran tentang Proses
Tukar Menukar ETB di Kelurahan Noborejo kota
Salatiga maka dibawah ini akan disampaikan Bagan Alur
Proses Tukar Menukar Tanah sebagai berikut :
83
Bagan Alur Proses Tukar Menukar ETB
Di Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga
Kepada PT TRIPILAR BETONMAS
Keterangan/Penjelasan Bagan :
1. PT TBM mengajukan permohonan tukar menukar
tanah kepada Kepala Daerah.
2. Kepala Daerah membentuk panitia tukar menukar
ETB .
3. Sekretaris Daerah melalui Kepala Bagian Tata
Pemerintahan, Camat dan Lurah, membuat surat
Kepala Daerah
DPRD Kota Salatiga
PANITIA Tukar
Menukar PT TBM Swasta
1
2 3
4
6 7
8
1.Ketua : Sekda 2.Sekr : Kabag Pemth. 3.Bend: Ka DPPKAD 4.Anggota:Ka Hkm 5.Anggota:Ka Umum 6.Anggota: BPN 7.Anggota :Bappeda 8.Anggota:Dipertan 9.Anggota Camat 10.Anggota:Lrh
5
84
yang ditujukan kepada para petani penggarap ETB
tentang Pemberhentian Sewa Garap ETB karena
masa sewa telah habis sejak 31 Desember 2008.
4. Kepala Daerah mengajukan persetujuan kepada
DPRD
5. Persetujuan dari DPRD turun.
6. Kepala Daerah mengeluarkan Keputusan tentang
Nilai Tukar Menukar ETB.
7. Kepala Daerah melalui Panitia Tukar Menukar
membuat perjanjian tukar menukar dengan PT TBM.
8. Kepala Daerah melalui Panitia Tukar Menukar
membuat Akte Tukar Menukar Tanah dengan Berita
Acara.
Dibawah ini akan disampaikan penjelasan
berdasarkan hasil penelitian terkait dengan ketentuan
pasal 54 PP Nomor 6 Tahun 2006/Pasal 73 ayat (1) serta
Pasal 74 ayat (1) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007
sebagai berikut :
a. Sebelum membahas hasil penelitian berdasarkan
peraturan tersebut di atas maka perlu disampaikan
85
bahwa berdasarkan hasil penelitian maka
sebenarnya sebelum diadakan pelaksanaan Tukar
Menukar ETB di wilayah ini maka akan lebih
baik jika sebelumnya panitia mengadakan
sosialisasi kepada para petani yang pada saat itu
sebagai penyewa sekaligus sebagai penggarap
lahan ETB di Kelurahan Noborejo , karena para
petani inilah yang mempunyai hubungan sangat
dekat dengan Tukar Menukar ini.
Namun demikian tampaknya dari hasil
penelitian sosialisasi ini agak terlambat
dilaksanakan oleh panita, sehingga belum sempat
diselesaikan permasalahan ini maka sudah ada
usul tentang ketidaksetujuan para petani akan
adanya rencana Tukar Menukar ETB dengan
tanah milik PT TBM ini. Adapun protes
disampaikan dari petani / Kelompok tani maupun
LSM.
b. Pasal 54 PP Nomor 6 Tahun 2006 dan Pasal 73
ayat (1)Permendagri 17 Tahun 2007 mengatur hal
86
yang sama yaitu tentang syarat Tukar Menukar
Barang Milik Negara/Daerah. Syaratnya adalah
bahwa Tukar Menukar adalah dalam rangka
optimalisasi barang milik Negara/Daerah. Dari
hasil penelitian, Tukar Menukar kurang
membawa optimalisasi barang milik
Negara/Daerah karena tanah sebagai
penggantinya kurang bisa dimanfaatkan secara
optimal, hal ini disebabkan tanah yang kurang
subur dan letaknya yang berada diperengan.
Sedangkan wilayah Kelurahan Noborejo itu
sendiri merupakan daerah pertanian yang sudah
ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah sebagai
daerah pengembang rumput Gajah sebagai pakan
ternak sapi yang ada di wilayah Kelurahan ini.
c. Bahwa sesuai pasal 74 ayat (1), Pengelola
mengajukan usul tukar menukar kepada Kepala
Daerah, namun dalam proses ini, PT TBM
langsung kepada Kepala Daerah, sehingga
pengajuan usul tukar menukar belum disertai
87
dengan alasan/pertimbangan perlunya Tukar
Menukar. Alasan atau pertimbangan yang paling
signifikan sesuai dengan ketentuan dalam tukar
menukar tanah sesuai ketentuan dalam lampiran
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 adalah
bahwa tukar menukar barang milik daerah (ETB)
adalah untuk menyatukan aset yang lokasinya
terpencar guna memudahkan koordinasi dan
dalam rangka efisiensi. Perlu diketahui bahwa
ETB di Kelurahan Noborejo merupakan lahan
yang lokasinya menyatu, artinya tanah tersebut
memang lahan pertanian seluruhnya yang
lokasinya jadi satu dan tidak terpencar, sedangkan
tanah sebagai pengganti dari tukar menukar ini
merupakan tanah yang lokasinya terpencar karena
letaknya berada di 3 Kecamatan.
d. Tukar Menukar Eks Tanah Bengkok di Kelurahan
Noborejo sudah mendapatkan persetujuan dari
DPRD Kota Salatiga serta pelaksanaan serah
terima barang (tanah) yang dilepas dan tanah
88
pengganti sudah dituangkan dalam Berita Acara
serah terima barang.
Dibawah ini akan disampaikan informasi yang
berasal dari Pemerintah Kota Salatiga selaku Pemerintah
Daerah atau pihak yang melakukan tukar menukar,
informasi dari petani baik petani di wilayah Kelurahan
Noborejo sebagai penggarap ETB yang dipertukarkan
maupun petani di luar wilayah Kelurahan Noborejo
sebagai penggarap ETB hasil tukar menukar, informasi
ketiga merupakan informasi dari CSO ( Civil Society
Organisation ), yang merupakan organisasi masyarakat
sipil yang tergabung dalam Gabungan Masyarakat
Noborejo peduli Lingkungan dan Ekonomi Rakyat yang
informasinya cukup memberikan inspirasi dalam
pembuatan tesis ini. Kemudian informasi terakhir adalah
dari PT TBM sebagai pihak swasta yang mengajukan
permohonan tukar menukar tanah kepada Walikota
Salatiga.
89
1. Informasi Yang Diperoleh Dari Pemerintah Kota
Salatiga
Berdasarkan keterangan dari salah satu
anggota Panitia Tukar Menukar Tanah dari
Pemerintah Kota Salatiga bahwa proses tukar
menukar ETB di kelurahan Noborejo Kecamatan
Argomulyo, Kota Salatiga, telah dilalui sesuai
mekanisme dan prosedur yang dibenarkan menurut
aturan hukum yang berlaku, menurut salah satu
anggota panitia yang penulis wawancarai
memberikan keterangan yang secara konkritnya yaitu
bahwa Pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini Panitia
Tukar Menukar ETB Kelurahan Noborejo sudah
melakukan hal-hal sebagai berikut : 33
a. bahwa secara kenyataan permohonan tukar
menukar datang dari pihak kedua atau dalam hal
ini PT TBM, dengan alasan pihak kedualah yang
33 Wawancara dengan Bambang, Anggota Tim Tukar Menukar ETB Kelurahan Noborejo Kota Salatiga, Hari Selasa, tanggal 22 Nopember 2009.
90
tahu kebutuhannya untuk mengajukan
permohonan tukar menukar tanah
b. Dalam pelaksanaan tukar menukar ETB di
Kelurahan Noborejo, Panitia Tukar Menukar
menggunakan jasa penaksir/appraiser terhadap
tukar menukar tanah tersebut dengan alasan
appraiser bersifat independen sehingga tidak
akan menimbulkan permasalahan dikemudian
hari.
c. Kepala Daerah telah minta persetujuan DPRD
Kota Salatiga dan persetujuan tersebut telah turun
yaitu Keputusan DPRD Kota Salatiga Nomor
3/2009 tentang Persetujuan Tukar Menukar tanah
bengkok Kelurahan Noborejo Kecamatan
Argomulyo antara Pemerintah Kota Salatiga
dengan PT Tripilar Betonmas.
d. Pelaksanaan serah terima barang (tanah) yang
menjadi obyek tukar menukar telah dilakukan
dengan Berita Acara.
91
e. Pemerintah Kota Salatiga dan Masyarakat tidak
dirugikan akibat kebijakan tersebut, bahkan
Pemkot dan Masyarakat akan lebih diuntungkan
baik secara ekonomis maupun sosiologis
misalnya dari aspek Pendapatan dan Retribusi,
Pajak dll, disamping itu pemerintah Kota Salatiga
akan memprioritaskan petani penggarap ETB di
Kelurahan Noborejo sebagai penggarap tanah
hasil tukar menukar tanah dengan PT TBM.
Dari hasil Penelitian, Tukar Menukar
Sebagian Eks Tanah Bengkok Kelurahan Noborejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga telah
dilaksanakan dengan memperhatikan :
a. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 143-
05/36/2009 tanggal 12 Januari 2009 tentang
Panitia Tukar Menukar Eks Tanah Bengkok
Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga dengan Tanah milik/yang dikuasai PT
Tripilar Betonmas.
92
b. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Salatiga Nomor : 3/2009 tentang Persetujuan
pelepasan hak atas tanah bengkok yang berlokasi
di Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga dalam rangka tukar menukar tanah
antara Pemerintah Kota Salatiga dengan PT
Tripilar Betonmas.
Berdasarkan keterangan dari pihak
Pemerintah Kota Salatiga sebagaimana tersebut di
atas maka dapatlah diberikan tanggapan berdasarkan
hasil penelitian sebagai berikut :
(i) Bahwa ide atau permohonan Tukar Menukar
datang dari pihak kedua atau PT TBM karena
yang tahu kebutuhan adalah pihak kedua selaku
yang membutuhkan tanah, namun dalam
aturannya yaitu pasal 74 ayat (1) Tukar Menukar
diajukan oleh Sekretaris Daerah selaku pengelola
barang milik daerah kepada Kepala
Daerah/Walikota.
93
(ii) Jasa penaksir tanah/apraiser lebih independen,
namun demikian fungsi Panitia Tukar Menukar
menjadi kurang berfungsi.
(iii)Kepala Daerah telah melaksanakan ketentuan
pasal 74 ayat (1) huruf d yaitu permohonan
persetujuan kepada DPRD untuk melaksanakan
Tukar Menukar, namun DPRD kurang optimal
dalam mengadakan penelitian apakah Tukar
menukar tanah dilaksanakan sesuai alasan yang
ditentukan dalam Lampiran Permendagri Nomor
17 Tahun 2007 ( huruf c ) yaitu ketentuan bahwa
Tukar Menukar dilakukan dalam rangka
menyatukan aset yang terpencar untuk
memudahkan koordinasi dan dalam rangka
efisiensi.
(iv) Ketentuan Pasal 74 ayat (1) huruf f telah
dilaksanakan yaitu barang/tanah yang menjadi
obyek tukar menukar dengan tanah pengganti
telah diserahterimakan dengan Berita Acara.
94
(v) Dengan adanya Tukar Menukar Eks Tanah
Bengkok di Kelurahan Noborejo tentu ada pihak
yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan.
Pihak yang diuntungkan terutama adalah PT
TBM, kemudian tenaga kerja yang dibutuhkan
pada PT TBM, kemudian sebagian kecil warga
disekitar lokasi PT TBM. Sedangkan pihak yang
dirugikan adalah para petani yang dulu sebagai
penggarap lahan ETB di wilayah Kelurahan
Noborejo. Prioritas petani penggarap eks tanah
bengkok Noborejo sebagai penggarap tanah
pengganti belum terwujud hal ini disebabkan
karena lokasi lahan pengganti jauh dari tempat
tinggal para petani.
2. Informasi tertulis Dari PT TBM Yang
Disampaikan oleh Pansus Tukar Menukar ETB
Kelurahan Noborejo oleh DPRD Kota Salatiga
Berkaitan dengan pelaksanaan Tukar
Menukar ETB di Kelurahan Noborejo, peneliti
memperoleh informasi tertulis atau keterangan dari
95
pihak PT TBM yang disampaikan oleh Pansus Tukar
Menukar ETB Kelurahan Noborejo oleh DPRD Kota
Salatiga, yaitu antara lain : .
a. Pihak Pengembang (PT TBM) sanggup menerima
tenaga kerja dengan prioritas utama penduduk
Noborejo, lebih-lebih dari petani penggarap eks
bengkok atau dengan prosentase 60 % warga di
wilayah Kelurahan Noborejo dan 40 % warga di
luar wilayah Kelurahan Noborejo Kota Salatiga
yang memenuhi syarat secara tertulis.
Berdasarkan hasil penelitian hal ini belum
terwujud karena berkaitan dengan persyaratan
yang ditentukan yaitu tenaga yang dibutuhkan
adalah lulusan tehnik mesin dan listrik, sedangkan
lulusan ini tidak terpenuhi.
b. PT TBM tidak akan menutup jalan yang berkaitan
dengan kegiatan masyarakat Dusun Brajan. Hal
ini telah dilaksanakan.
96
c. PT TBM akan tetap menggunakan jasa Katering
warga lingkungan. Dari hasil penelitian, katering
telah menggunakan jasa dari warga Noborejo.
d. PT TBM sanggup memberi kontribusi kegiatan-
kegiatan sosial kemasyarakatan lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian kontribusi diberikan
misalnya pada moment HUT Kemerdekaan RI
dan moment-moment lainnya.
e. PT TBM akan menyediakan lapangan kerja
sekitar 600 orang Berdasarkan hasil penelitian
hal ini belum terwujud karena Pabrik masih
dalam proses pembangunan.
f. PT TBM memberi kesempatan petani penggarap
eks bengkok untuk menggarap lahan yang belum
dimanfaatkan sesuai kesepakatan Berdasarkan
hasil penelitian, petani penggarap ETB sudah
tidak lagi menanam di lahan tersebut dengan
alasan para petani merasa khawatir jika sewaktu-
waktu tanah dibangun pabrik.
97
Berdasarkan informasi atau hasil
laporan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota
Salatiga mengenai pihak PT TBM tersebut di atas
maka hal ini dapat dijelaskan lagi berdasarkan
hasil penelitian sebagai berikut:
(i) Perjanjian perekrutan tenaga kerja dengan
prioritas utama petani penggarap ETB di
Kelurahan Noborejo atau dengan prosentase
sebesar 60 % dari warga di wilayah
Kelurahan Noborejo dan 40 % dari luar
wilayah Kelurahan Noborejo belum terwujud
karena tenaga kerja yang dibutuhkan diambil
dari lulusan STM dengan jurusan mesin dan
listrik, sedangkan persyaratan ini tidak banyak
bisa dipenuhi oleh warga di Kelurahan
Noborejo. 34
Sementara prioritas tenaga kerja
yang harus dipenuhi yaitu salah satunya
34 Wawancara dengan Suwardono, Anggota Kelompok Tani Kelurahan Noborejo Kota Salatiga, Hari Rabu, tanggal 23 Desember 2009, pk 16.15 WIB.
98
adalah bahwa yang dimaksud tenaga kerja
bukan hanya warga Kelurahan Noborejo akan
tetapi tenaga kerja dari Kota Salatiga, ini
artinya tenaga kerja bisa berasal dari 22
Kelurahan yang ada di Kota Salatiga bahkan
di luar Salatiga, dan belum memprioritaskan
warga Noborejo khususnya dari keluarga para
petani yang dulu sebagai penggarap ETB.
(ii) Pemberian kontribusi untuk kegiatan sosial
sudah berjalan untuk lingkungan satu RT
yang berada di wilayah pabrik dan lainnya,
yaitu misalnya pada moment HUT RI dan
moment-moment lainnya.
(iii)Penyediaan lapangan kerja bagi 600 orang
tenaga kerja belum terwujud karena pabrik
masih dalam proses pembangunan.
(iv) Petani yang diberi kesempatan untuk
menggarap ETB di lahan yang belum
dibangun kebanyakan mereka sudah enggan
menanaminya karena kawatir sewaktu-waktu
99
dibangun dan tanaman belum saatnya
dipanen, sehingga tanaman akan sia-sia.
3. Informasi Dari Petani
Berawal dari pemberhentian lelang
garapan ETB di Kelurahan Noborejo, maka
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kelurahan
Noborejo, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga yang
membawahi sebanyak 12 Kelompok Tani yang ada di
Wilayah Kelurahan Noborejo, memberikan
tanggapan terhadap Surat Pemberitahuan Sewa
Garapan ETB. Surat tanggapan bernomor
02/GKT.JTY/1/09 tertanggal 24 Januari 2009 tersebut
antara lain berisi tentang keberatan apabila tanah-
tanah ETB tersebut tidak dilelang lagi atau tidak
boleh ditanami kembali. Keberatan dan penolakan
tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan
sebagai berikut :
a. Tanah-tanah tersebut telah menjadi sumber
penghasilan utama bagi para petani penggarap
dan keluarganya ditambah buruh-buruh tani yang
100
lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari.
b. Gubernur Jawa Tengah telah menetapkan atau
mencanangkan bahwa wilayah Salatiga Bagian
Selatan sebagai kawasan pengembangan ternak
besar (Sapi), dan sementara ini di Wilayah
Noborejo terdapat lebih dari 400 (empat ratus)
ternak sapi. Dalam rangka pengembangan
kawasan ternak besar tersebut diperlukan
dukungan lahan untuk menanam rumput yang
digunakan sebagai pakan ternak tersebut.
c. Apabila tanah-tanah tersebut kemudian tidak
dilelang dan tidak boleh ditanami kembali, maka
akan menghilangkan sumber penghasilan utama
bagi sekitar 120 penggarap dan anggota keluarga
ditambah buruh-buruh tani yang memperoleh
manfaat dari ETB tersebut.
Keberatan terhadap ETB di Kelurahan Noborejo
apabila tidak dilelang lagi atau tetap diadakan
tukar menukar dengan PT TBM juga disampaikan
101
oleh “Gabungan Masyarakat Noborejo Peduli
Lingkungan dan Ekonomi Rakyat” yang terdiri
dari : 35
(i). Gapoktan “Jatayu” yang beranggotakan 12
Kelompok Tani, yaitu :
(a). Kelompok Tani Hikmah
(b) Kelompok Tani Tunas Bersatu
(c). Kelompok Tani Margi Makmur
(d). Kelompok Tani Makmur
(e). Kelompok Tani Agung Sari
(f). Kelompok Tani Ngudi Mulyo
(g). Kelompok Tani Tri Margo Utomo
(h). Kelompok Tani Kartini
(i). Kelompok Tani Sakti Pangudi Mulyo
(j). Kelompok Tani Ngudi Rahayu
(k). Kelompok Tani Budi Utomo
(l). Kelompok Tani Sido Makmur
(ii). Karang Taruna Kelurahan Noborejo
35 Surat Gabungan Masyarakat Noborejo Peduli Lingkungan dan Ekonomi Rakyat, Nomor 01/GMN/II/2009, tanggal 16 Februari 2009.
102
Pernyataan keberatan atas Tukar Menukar
ETB untuk perluasan pabrik Asbes milik PT
TBM didasarkan pada beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
1). Alasan lingkungan yang sehat,
maksudnya yaitu apabila tukar
menukar ETB dengan PT TBM
sebagai pabrik asbes dilakukan maka
akan berdampak bagi kesehatan
manusia yaitu partikel, serat dan debu
asbes yang dapat mengganggu paru-
paru manusia dan dapat menyebabkan
kanker. 36.
2). ETB tersebut selama ini telah menjadi
sumber penghasilan utama bagi petani
dan keluarganya untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari,
disamping itu Kelurahan Noborejo
Kota Salatiga sebagai kawasan
36 http//hotchocolate praline wordress Com/2008/10/09/asbes berbahaya
103
pengembang ternak sapi maka sangat
dibutuhkan lahan untuk menanam
rumput yang digunakan sebagai pakan
ternak tersebut.
3). Jika ETB tidak dilelang lagi kepada
petani maka telah menghilangkan
sumber utama pendapatan bagi 120
penggarap dan anggota keluarga
ditambah buruh-buruh tani yang
memperoleh manfaat dari ETB
tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas
maka Gerakan Masyarakat Noborejo
minta Pemerintah Kota Salatiga untuk
:
(1) Meninjau kembali kebijakan
pemberhentian lelang garapan
ETB dan meninjau kembali pula
tukar menukar ETB dengan PT
TBM.
104
(2) Membentuk Tim independen untuk
mengkaji dampak pabrik asbes
bagi kesehatan manusia
(3) Memberi ruang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam
menentukan pembangunan di Kota
Salatiga, khususnya warga di
wilayah Kelurahan Noborejo.
Kemudian untuk lebih memperoleh
informasi lain dalam permasalahan tukar menukar
ETB ini, maka peneliti juga mengadakan wawancara
dengan petani lain yang tergabung dalam kelompok-
kelompok tani, untuk dimintai informasinya,
sedangkan pendapatnya-pendapatnya antara lain
sebagai berikut :
“Tukar menukar ETB di Kelurahan Noborejo Kota Salatiga tidak menguntungkan bagi petani serta menguntungkan orang-orang tertentu saja atau maksimal hanya menguntungkan lingkungan dalam satu RT, itupun hanya terbatas misalnya
105
dengan pemberian bantuan untuk peringatan HUT RI”. 37
Petani tersebut adalah warga asli di Kelurahan
Noborejo , akan tetapi menanam di lahan milik
Dinas Pertanian. Ketiga anak laki-lakinya juga
tidak bisa bekerja di PT TBM walaupun sudah
berusaha untuk melamar. Perlu diketahui bahwa
lokasi PT TBM berada di wilayah RT. 01/RW.
IV, sedangkan wilayah tempat tinggal Bapak
Suparmin satu RW dengan lokasi pabrik,
namun hal ini belum menjamin kepastian
warga Noborejo bekerja di PT TBM..
Dibawah ini adalah kutipan wawancara
peneliti dengan salah seorang petani dari
Kelompok Tani yang berada di wilayah
Kelurahan Noborejo yang dulunya juga sebagai
penggarap di lahan ETB Kelurahan Noborejo.
“Dengan didirikannya pabrik asbes hanya menguntungkan orang-orang tertentu, sedangkan banyak petani
37 Wawancara dengan Ngatimin, Anggota Kelompok Tani, Kelurahan Noborejo Kota Salatiga, Hari Rabu, tanggal 23 Desember 2009, pk. 15.30 WIB.
106
beserta keluarganya dan buruh tani yang menjadi kehilangan mata pencaharian. Untuk tenaga kerja di PT TBM ini yang diterima hanya yang mempunyai ijazah teknik mesin dan listrik minimal STM. Itu berarti hanya beberapa orang saja yang bisa memenuhi persyaratan tersebut dan bisa dihitung dengan jari, karena kebanyakan anak-anak petani hanya bersekolah sampai dengan SMP, sedangkan lulusan tersebut tidak dibutuhkan di PT TBM”. 38
Para petani tidak setuju dengan adanya tukar
menukar lahan ETB dengan PT TBM karena
akan menghilangkan mata pencaharian para
petani penggarap ETB di wilayah ini. Jika
terpaksa harus diadakan tukar menukar, maka
petani minta agar para petani mendapat
pengganti lahan yang lokasinya juga di wilayah
Noborejo agar mereka masih tetap bisa bekerja.
Pada saat sosialisasi pernah ada janji dari PT
38 Wawancara dengan Suwardono, Kelompok Tani Kelurahan Noborejo Kota Salatiga, Hari Rabu, tanggal 23 Desember 2009, pk 16.15 WIB.
107
TBM dengan para petani bahwa kalau lahan
ETB jadi dipertukarkan maka perekrutan tenaga
kerja adalah 60% diambil dari wilayah
Noborejo dan 40 % tenaga dari luar wilayah
Kelurahan Noborejo. Namun demikian sampai
saat ini prosentase tersebut belum terpenuhi. 39
4. Informasi Dari CSO ( Civil Society Organisation )
40
Civil Society Organisation adalah Organisasi
Masyarakat Sipil yang masuk dalam Gabungan
Masyarakat Noborejo Peduli Lingkungan dan
Ekonomi Rakyat. Organisasi ini berada di Kelurahan
Noborejo, Kota Salatiga.. Informasi yang penulis
peroleh dari organisasi ini adalah bahwa Tukar
Menukar Eks Tanah Bengkok di Kelurahan Noborejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga adalah
berkaitan erat dengan kebijakan. Walaupun sesuai
RUTRK (Rencana Umum Tata Ruang Kota ), di
39 Wawancara dengan Suharsono, anggota Kelompok Tani Kelurahan Noborejo, hari Rabu, tanggal 10 Maret 2010, pk. 11.10 WIB. 40 Wawancara dengan Yakub, aktivis CSO ( Civil Society Organisation ), Gabungan Masyarakat Noborejo Peduli Lingkungan dan Ekonomi Rakyat, pada tanggal 24 Agustus 2009.
108
wilayah Kelurahan Noborejo termasuk kawasan
Industri, namun harus tetap dipertimbangkan
kebijakan dalam pelaksanaan tukar menukar ETB di
Kelurahan ini, karena kebijakan yang diambil ini
berkaitan dengan nasib para petani dan keluarganya
yang terancam tidak mempunyai pekerjaan karena
lahan ETB yang selama ini mereka kerjakan untuk
memperoleh nafkah sehari hari bagi keluarga, kini
sudah tidak bisa diharapkan lagi karena lahan telah
ditukarkan dengan tanah milik PT TBM sebagai
perluasan pabrik asbes.
Disamping hal-hal tersebut di atas, yang perlu
dicermati lagi yaitu apakah proses tukar menukar
ETB di Kelurahan Noborejo sudah sesuai peraturan
yang berlaku ataukah belum, hal ini penting dengan
tujuan agar hal semacam ini akan dilakukan dengan
lebih baik lagi dengan tetap memperhatikan para
petani penggarap lahan Eks Tanah Bengkok. Tukar
menukar ETB di Kelurahan Noborejo kepada PT
109
Tripilar Betonmas sudah dilaksanakan dan sudah
diserahterimakan.
5 . Keuntungan dan kerugian dengan adanya tukar
menukar ETB (Berdasarkan hasil penelitian)
a. Keuntungan Bagi Daerah dan Tenaga kerja
Dalam pelaksanaan tukar menukar ETB
di Kelurahan Noborejo Kota Salatiga dengan PT
TBM tidak selamanya membawa kerugian,
namun juga ada keuntungan, yang mungkin bisa
dirasakan oleh daerah dan oleh masyarakat di
wilayah Kota Salatiga, khususnya Noborejo yang
merasa diuntungkan dengan didirikannya Pabrik
Asbes oleh PT TBM, bagi daerah antara lain
dalam rangka menjaring investor agar
menanamkan modalnya di daerah Kota Salatiga,
agar Kota Salatiga semakin berkembang dengan
adanya pabrik-pabrik. Sedangkan bagi penduduk,
baik penduduk di wilayah Noborejo maupun luar
wilayah Noborejo, dengan didirikannya Pabrik
Asbes juga memberi kesempatan bagi mereka
110
yang termasuk usia kerja guna merekrut tenaga
kerja sehingga bisa mengurangi pengangguran.
Apabila pembangunan merupakan suatu kegiatan
untuk melakukan perubahan-perubahan di dalam
masyarakat, maka dapat dipahami bahwa peranan
pemerintah sebagai lembaga eksekutif menjadi
semakin menonjol.41
b. Kerugian
Kerugian yang pertama adalah
kerugian yang dirasakan para petani selama ini.
Petani yang berjumlah ± 120 orang menjadi
kehilangan mata pencaharian mereka, ditambah
anggota keluarga yang masih menjadi tangungan
petani dan para buruh tani yang memperoleh
manfaat dari lahan ETB tersebut.
Kerugian yang kedua adalah
berkurangnya PAD dari Kelurahan ini per tahun
sebesar ± Rp 15.555.552,- ( Lima belas juta lima
ratus lima puluh lima ribu lima ratus lima puluh
41 Esmi Warassih, Pranata Hukum, Sebuah telaah sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 130.
111
dua rupiah ). Perhitungan ini diperoleh dari : Luas
ETB Kelurahan Noborejo seluruhnya ± 27
hektare, tanah ETB yang ditukarkan dengan PT
TBM ± 12 hektare. PAD hasil lelang garapan
ETB tahun 2008 Rp. 35.000.000,-
( tiga puluh lima juta rupiah )
= Rp. 35.000.000,- = Rp. 1.296.296,- 27 (ha) = Rp. 1.296.296,- x Rp. 12 (ha) = Rp.
15.555.552,-
Kerugian yang ketiga adalah kondisi tanah di
wilayah Kelurahan Noborejo khususnya di lahan
ETB yang dulunya subur dengan diadakannya
tukar menukar ETB di Kelurahan Noborejo
dengan PT TBM yang digunakan sebagai
kawasan industri, saat ini sudah bukan merupakan
tanah subur karena lokasi pabrik pada umumnya
menjadi panas.
112
6. RUTRK Sebagai Pedoman Perencanaan,
Pemanfaatan dan Pengendalian Tata Ruang.
Pembangunan Kota Salatiga perlu
dikelola, dimanfaatkan dan dikembangkan sebaik-
baiknya guna kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat yang dituangkan dalam Rencana Umum
Tata Ruang kota sebagai pedoman untuk semua
kegiatan pemanfaatan ruang secara optimal, serasi,
seimbang, terpadu, tertib dan berkelanjutan. 42
Berdasarkan hasil penelitian, Tukar
Menukar ETB di Kelurahan Noborejo dengan PT
TBM yang pemanfaatannya adalah sebagai
perluasan Pabrik Asbes memang sangat erat dengan
RUTRK, karena tanpa RUTRK yang tepat maka
tujuan pembangunan tidak akan tercapai sesuai
harapan yang diinginkan. Kelurahan Noborejo
dengan luas 332,20 ha, masuk dalam Bagian
Wilayah Kota ( BWK ) IV. BWK ini diarahkan
dengan fungsi utama pusat pemerintahan/IKK
Argomulyo, pengembangan industri, 42 Perda, Op. Cit, hal 1
113
pengembangan permukiman/perumahan,
perdagangan dan jasa.
Pembangunan Pabrik Asbes oleh PT
TBM dari Tukar Menukar ETB Kelurahan
Noborejo merupakan program pengembangan
industri. Jika ditinjau dari RUTRK, maka kebijakan
Pemerintah Kota Salatiga mengadakan Tukar
Menukar sebagian ETB di Kelurahan Noborejo
dengan PT TBM sebagai perluasan Pabrik Asbes
sudah sesuai dengan RUTRK yang ada, yaitu
bahwa Kelurahan Noborejo merupakan daerah
untuk pengembangan industri, disamping sebagai
pusat pemerintahan, pengembangan
permukiman/perumahan, perdagangan dan jasa.
Namun hal yang perlu dicermati bersama bahwa
RUTRK tersebut merupakan RUTRK Tahun 1996
– 2006, sedangkan Tukar Menukar ETB ini terjadi
tahun 2009, lalu apakah hal ini masih sesuai dengan
perencanaan yang dibuat pada tahun sebelumnya.
Hal ini yang masih menjadi perdebatan saat ini
114
karena RUTRK baru sampai saat ini belum terbit
dan masih dalam pembahasan oleh beberapa Unit
Kerja dan hal ini juga disebabkan masih ada
masukan-masukan dari Gubernur Jawa Tengah.
C. Permasalahan Dalam Tukar Menukar
( Hasil Penelitian )
Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah
sosial. Dari sekian banyak masalah-masalah sosial itu
harus ditemukan atau diseleksi masalah hukumnya
untuk kemudian dirumuskan dan dipecahkan.43
Dibawah ini akan disampaikan permasalahan dalam
Tukar Menukar Sebagian ETB di Kelurahan Noborejo
kepada PT TBM sebagai berikut :
1. Tukar Menukar Sebagian ETB di Kelurahan
Noborejo Kota Salatiga kepada PT Tripilar
Betonmas kurang membawa optimalisasi bagi
barang milik daerah seperti yang disyaratkan pada
pasal 54 PP Nomor 6 Tahun 2006 maupun pasal 73
ayat (1) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007,
43 Dr. Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, sebuah pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007
115
karena tanah sebagai penggantinya kurang bisa
dimanfaatkan secara optimal karena kondisi tanah
pengganti tidak semuanya subur, tidak semuanya
merupakan tanah yang datar, sehingga jika tanah
tersebut ditanami maka hasil pertaniannya agak
kurang memiliki nilai ekonomis Sedangkan ETB di
Kelurahan Noborejo yang menjadi obyek tukar
menukar dengan PT TBM merupakan tanah yang
subur dan cocok untuk pertanian.
2. Tukar Menukar Sebagian ETB di Kelurahan
Noborejo kurang memenuhi alasan / pertimbangan
perlunya diadakan tukar menukar seperti yang
diatur dalam Lampiran Permendagri Nomor 17
Tahun 2007, yaitu salah satu alasan yang terpenting
adalah bahwa tukar menukar barang milik daerah
hendaknya dalam rangka menyatukan aset yang
lokasinya terpencar guna memudahkan koordinasi
dan dalam rangka efisiensi terhadap barang-barang
milik daerah. Namun tanah sebagai pengganti tidak
semuanya berada di Kelurahan Noborejo.
116
3. Berdasarkan pasal 74 ayat (1) huruf a – c
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, bahwa ide
tukar menukar ETB seharusnya dari pengelola
( Sekretaris Daerah ) terlebih dahulu yang
mengajukan kepada Walikota dengan disertai
alasan dan pertimbangan perlunya tukar menukar
barang milik daerah ( das sollen ), namun
(das sein ) PT TBM ( swasta ) langsung
mengajukan kepada Kepala Daerah.
4. Perjanjian perekrutan tenaga kerja oleh PT TBM
kepada warga di Kelurahan Noborejo yaitu 60 %
tenaga kerja dari wilayah Kelurahan Noborejo dan
40 % tenaga kerja dari luar wilayah Kelurahan
Noborejo sampai saat ini belum terwujud karena
tenaga kerja yang dibutuhkan adalah lulusan STM
jurusan mesin dan listrik, sedangkan persyaratan ini
tidak bisa banyak dipenuhi oleh warga di Kelurahan
Noborejo, karena spesifikasi lulusan yang
ditentukan yaitu STM jurusan mesin dan listrik
sangat sedikit.
117
5. Bahwa berdasarkan Ketentuan dalam Lampiran
VIII Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Tukar Menukar
Barang Milik Negara, khususnya pada penelitian
Tukar Menukar atas tanah dan/atau bangunan, maka
pengelola barang melakukan pencocokan data
administrasi dengan cara melakukan penelitian fisik
atas tanah dan/atau bangunan yang akan
dipertukarkan ( agar diperoleh hasil tukar
menukar yang sesuai dengan ketentuan tersebut di
atas serta memperoleh hasil yang seimbang ),
namun penelitian lapangan atas fisik tanah yang
ditukarkan belum menyeluruh.
D. Analisis terhadap Tukar Menukar Sebagian
ETB di Kelurahan Noborejo Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga dengan PT TBM 1. Analisis terhadap pelaksanaan ketentuan pasal
54 PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah dan pasal 73 (ayat
1) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah.
118
Sebelum disampaikan analisa terhadap
ketentuan tersebut di atas maka perlu analisa
awal yang dimulai dari rencana Tukar Menukar
ETB di Kelurahan ini, yaitu bahwa suatu
perencanaan dari kegiatan atau pekerjaan
penting akan lebih baik hasilnya jika diawali
dengan suatu sosialisasi kepada pihak-pihak
yang ada keterkaitannya dengan pekerjaan atau
kegiatan dimaksud.
Dalam persoalan ini maka akan lebih
baik jika panitia Tukar Menukar ETB
mengadakan sosialisasi lebih awal kepada para
petani yang pada saat itu sebagai penyewa atau
penggarap lahan ETB di wilayah ini, karena
mereka merupakan subyek yang paling terkait
dengan permasalahan ini. Dengan pelaksanaan
sosialisasi yang sudah agak terlambat ini
mengakibatkan prinsip demokrasi dan
transparansi sebagai ciri-ciri dari good
governance belum berjalan dengan baik karena
119
negara Indonesia adalah negara yang menganut
asas demokrasi dimana asas ini mengandung
pengertian dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Jadi rakyat mempunyai hak untuk
mengeluarkan pendapat terhadap kebijakan
publik yang diambil terlebih menyangkut
masalah kehidupan rakyat itu sendiri secara
langsung.
Kepemerintahan yang baik juga akan
lebih bersifat transparan terhadap rakyatnya
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Kebijakan pemerintah terlebih yang
menyangkut penghidupan masyarakat secara
langsung yang dalam permasalahan ini adalah
kehidupan petani kecil, maka harus
dilaksanakan secara terbuka, karena
keterbukaan juga merupakan unsur utama dari
kepemerintahan yang baik ( good governance ),
dimana prinsip ini menghendaki terbukanya
kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan
120
tanggapan dan kritik terhadap kebijakan yang
diambil pemerintah terlebih yang menyangkut
hajat hidup rakyat banyak ( rakyat kecil)
khususnya.
Kemudian Analisa selanjutnya yang
dapat disampaikan adalah bahwa pelaksanaan
Tukar Menukar yang kurang sesuai dengan
syarat yang telah ditentukan dalam kedua
peraturan tersebut di atas menyebabkan Tukar
Menukar ini kurang efektif, karena dilihat dari
hasil lelang ETB di Noborejo yang
menghasilkan PAD sebesar Rp. 35.000.000,-
(Tiga puluh lima juta rupiah) per tahun, ini
menunjukkan bahwa kondisi tanah di wilayah
Kelurahan ini merupakan tanah yang sangat
subur dan merupakan daerah pertanian yang
dapat diandalkan.. Oleh karena itu, terhadap
ETB tersebut tidak perlu diadakan tukar
menukarpun sudah membawa optimalisasi
pendapatan bagi daerah (PAD) dan optimalisasi
121
pemanfaatan tanah oleh petani penggarap ETB
di Kelurahan Noborejo.
Ketidakefektifan mengakibatkan tidak
dipenuhinya prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik sebagai ciri-ciri good governance berdasarkan
PP Nomor 101 Tahun 2000. Hal ini juga karena
pencocokan data administrasi dengan cara
melakukan penelitian fisik atas tanah yang
dipertukarkan belum menyeluruh Hal ini kurang
mencerminkan profesionalitas dan akuntabilitas
dimana profesionalitas sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan good governance sebagai prinsip
kepemerintahan yang baik. Sedangkan akuntabilitas
merupakan pertanggungjawaban yang harus dapat
dilaksanakan dan dibuktikan terhadap setiap
kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah
dalam hal ini panitia. Penelitian fisik atas tanah
yang dipertukarkan diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan sebagaimana tersebut di atas yaitu
122
tentang Tata Cara Pelaksanaan Tukar Menukar
( Bab 2 halaman 50 (iii) ).
2. Analisis terhadap alasan Tukar Menukar sesuai
lampiran Permendagri Nomor 17 Tahun 2007
maupun Lampiran VIII Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 96/PMK/06/2007.
Sebagaimana telah diatur dalam kedua aturan
tersebut di atas bahwa alasan Tukar Menukar
barang milik negara/daerah yang paling signifikan
adalah bahwa tukar menukar dilakukan dalam
rangka “menyatukan aset yang lokasinya terpencar
untuk memudahkan koordinasi dan dalam rangka
efisiensi”
Tukar Menukar yang kurang memenuhi
alasan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan yaitu
dari aspek teknis yaitu spesifikasi aset yang
dibutuhkan dan aspek ekonomis antara lain kajian
terhadap nilai aset yang dilepas dan nilai aset
123
pengganti. 44 dan kurang dipenuhinya ketentuan-
ketentuan yang harus dipenuhi dalam penelitian
lahan pengganti yaitu antara lain tentang kelas
tanah, kesuburan tanah dan pengairannya, pola
tanam dan hasil produksinya, letak tanah,
kemiringan tanah, nilai ekonomis/startegis dan lain-
lain 45 mengakibatkan kurang dipenuhi Aturan
Hukum ( Rule of Law ) yang telah ditetapkan yang
merupakan karakteristik atau prinsip-prinsip yang
harus dianut dan dikembangkan dalam
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik yaitu
berupa jaminan kepastian hukum dari rasa keadilan
masyarakat khususnya disini adalah petani yang
dulu sebagai penyewa dan penggarap lahan ETB di
Kelurahan Noborejo terhadap kebijakan publik
yang ditempuh. Ketidakadilan ini sangat dirasakan
44 Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan RI tentang Tata Cara Tukar Menukar Barang Milik Negara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96/PMK.06/2007 tentang Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. 45 Lampiran Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 41 tahun 1991, tanggal 17 September 1991 tentang Pelaksanaan Pelepasan dan Tukar Menukar Tanah dan Bangunan Milik/yang Dikuasai Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dan Tanah Kas Desa / Eks Tanah Bengkok yang menjadi Kelurahan, hlm. 2.
124
oleh para petani karena mereka saat ini kehilangan
mata pencaharian yang merupakan topangan hidup
sehari-hari, bagi anak, istri, juga para buruh tani
yang menerima manfaat dari lahan ETB tersebut.
Kurang dipenuhinya alasan sesuai
ketentuan yang berlaku juga mengakibatkan tidak
adanya efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan
Tukar Menukar tersebut, karena hal ini berkaitan
dengan tanah dari hasil tukar menukar yang tidak
semuanya berada di Kelurahan Noborejo sehingga
tidak memungkinkan para petani yang dulu sebagai
penggarap ETB Noborejo bisa menggarap di lahan
pengganti tersebut. Hal ini juga menghilangkan hak
ekonomi rakyat khususnya petani yang juga
merupakan Hak Asasi setiap Manusia yang harus
dilindungi. Dalam hal semacam ini setidaknya
tanah pengganti berada di wilayah Kelurahan
Noborejo sehingga petani memperoleh keadilan
yaitu masih dapat mengelola ETB sebagai mata
pencaharian dan topangan hidup bagi keluarganya.
125
. Jika hal ini dikaitkan dengan hak
menguasai negara atas bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya, maka haruslah
dipahami bahwa negara hanya sebagai organisasi
yang mengatur, mengelola peruntukan, penggunaan
atas BARA ( Bumi, Air, Ruang Angkasa ), namun
sama sekali bukan pemilik sehingga negara dalam
hal ini pemerintah tidak memiliki kebebasan
menggunakan menurut kebutuhannya sendiri tapi
justru mempunyai kewajiban menyelenggarakan
BARA untuk kepentingan seluruh rakyat.
Jika dikaitkan dengan pasal 6 UUPA
yaitu “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial”, maka harus disadari bahwa semua hak atas
tanah, jadi bukan hanya Hak Milik atas tanah saja
yang dijadikan fungsi sosial, karena begitu banyak
Hak Milik harus direlakan untuk keperluan fungsi
sosial, namun harus dipahami benar bahwa
termasuk hak menguasai dari negara/tanah negara
juga harus untuk fungsi sosial dalam wujud jika ada
126
tanah-tanah negara yang dikuasai masyarakat harus
dimaknai fungsi sosial. Berkaitan erat dengan ETB
yang disewa petani di Kelurahan Noborejo,
hendaknya dipahami dengan benar ketentuan ini
yaitu bahwa fungsi tanah ini untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat,. Bila dicermati, maka
peraturan pertanahan lebih memihak rakyat dan
melindunginya, terutama petani (buruh tani)
sebagai petani penggarap yang sudah mempunyai
hubungan terlebih dahulu yang tidak mempunyai
tanah, dimana hal ini diatur dalam PP Nomor 224
Tahun 1961 jo PP Nomor 61 Tahun 1964 tentang
Redistribusi Tanah.
Kebijakan pemerintah pada dasarnya
dibuat dalam rangka untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi hak-hak dasar
masyarakat. Hak-hak dasar masyarakat tersebut
salah satunya adalah hak ekonomi termasuk
didalamnya adalah hak untuk memperoleh akses
pendapatan untuk memenuhi kehidupan yang layak
127
yang meliputi hak untuk memperoleh makanan,
pakaian, pendidikan, kesehatan, perumahan dan
pekerjaan. Agar hal semacam ini tidak melanggar
hak asasi manusia yang paling hakiki yaitu hak
untuk hidup dan menghidupi keluarga, karena
gagasan Negara hukum menuntut agar
penyelenggaraan urusan kenegaraan dan
pemerintahan harus didasarkan pada Undang-
undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak
dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi
tindakan pemerintahan dan jaminan perlindungan
dari hak-hak rakyat. Penerapan asas legalitas,
menurut Indroharto akan menunjang berlakunya
kepastian hukum dan kesamaan perlakuan.
Kemudian analisa yang dapat
disampaikan berkaitan dengan RUTRK adalah
bahwa pelaksanaan Tukar Menukar ETB di
Kelurahan Noborejo dengan PT TBM memang
harus memperhatikan RUTRK karena tanah sebagai
hasil Tukar Menukar ini oleh PT TBM akan
128
digunakan sebagai perluasan/pembangunan Pabrik
Asbes, sedangkan hal ini berkaitan dengan BWK
(Bagian Wilayah Kota) yang pemanfaatannya
sebagai pengembangan industri.
Tukar Menukar ETB di Kelurahan
Noborejo dengan PT TBM sebagai
perluasan/pembangunan Pabrik Asbes telah sesuai
dengan RUTRK Salatiga yaitu bahwa wilayah
Noborejo masuk dalam BWK IV, dimana BWK ini
diarahkan dengan fungsi utama pusat
pemerintahan/IKK Argomulyo, pengembangan
industri, pengembangan permukiman/perumahan,
perdagangan dan jasa.
Hal yang perlu menjadi pertimbangan
yaitu bahwa RUTRK Kota Salatiga ini adalah
RUTRK Tahun 1996 – 2006, sedangkan
pembangunan perluasan Pabrik Asbes dilaksanakan
pada Tahun 2009, hal ini masih menjadi perdebatan
karena RUTRK yang baru belum terbit. Yang
menjadi permasalahan apakah kedepan RUTRK ini
129
masih dipakai sebagai acuan dalam menentukan
kebijakan pembangunan atau masih sesuai dengan
kondisi sekarang ataukah tidak jika RUTRK baru
sudah terbit, mengingat RUTRK ini berlaku selama
sepuluh tahun sejak 1996 – 2006.
RUTRK Kotamadya Daerah Tingkat II
Salatiga mempunyai kedudukan penting sebagai
pedoman bagi aparatur Pemerintah Daerah, aparatur
Pusat di Daerah dan masyarakat di daerah dalam
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata
ruang. Dengan RUTRK yang masa berlakunya
sudah tidak sesuai dengan tahun yang baru berjalan
ini bisa menjadi penyebab perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian tata ruang kota tidak
dilaksanakan secara pasti, artinya ada keragu-
raguan dalam mengambil keputusan/kebijakan yang
berkaitan dengan hal tersebut.
Dengan belum selesainya pembahasan
RUTRK Tahun 2006 – 2016 menyebabkan
profesionalitas, Pelayanan Prima, efektifitas dan
130
Aturan Hukum (Rule of Law) yang merupakan
prinsip-prinsip Good Governance tidak berjalan
sesuai harapan. Profesionalitas berkaitan erat
dengan Sumber Daya Manusia yang terdidik,
terlatih, disiplin, bertanggungjawab serta handal.
Oleh karena itu SDM yang handal sangat
dibutuhkan di era sekarang.
Pelayanan prima berhubungan dengan
upaya membantu, menyiapkan, menyediakan atau
mengurus keperluan orang lain secara prima.46
Sedangkan Aturan Hukum ( Rule of law), prinsip ini
mengandung arti bahwa kepemerintahan yang baik
mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian
hukum dari rasa keadilan masyarakat terhadap
setiap kebijakan publik yang ditempuh.
46Eko Supriyanto, Operasionalisasi Pelayanan Prima, Bahan Ajar Diklatpim Tk.IV, LAN-RI, 2001, hlm 9.
131
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Tukar Menukar Sebagian Eks Tanah Bengkok
di Kelurahan Noborejo Kecamatan Argomulyo dengan
PT Tripilar Betonmas yang dilakukan oleh Panitia
Tukar Menukar telah mendapatkan persetujuan dari
DPRD Kota Salatiga dan telah dilakukan serta
direalisasikan pada bulan Juli 2009.
Berdasarkan Rumusan Masalah serta Tujuan
Penelitian yang telah disampaikan pada Bab I, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan dari hasil
penelitian sebagai berikut :
1. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 54 PP Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan ketentuan pasal 73 ayat (1)
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
mengatur hal yang sama yaitu tentang syarat atau
pertimbangan Tukar Menukar Barang Milik
132
Negara/Daerah, dimana kedua ketentuan tersebut di
atas harus dipenuhi dalam pelaksanaan tukar
menukar barang milik Negara/Daerah .
Kedua ketentuan tersebut di atas antara lain
memuat ketentuan bahwa tukar menukar barang
milik Negara/Daerah syaratnya atau
pertimbangannnya adalah untuk optimalisasi barang
milik Negara/Daerah. Berdasarkan hasil penelitian
yaitu bahwa tukar menukar barang milik
Negara/Daerah yang dalam hal ini berupa tukar
menukar tanah tersebut kurang memenuhi
pertimbangan diadakannya tukar menukar barang
milik Negara/Daerah, yang diatur dalam pasal 54
PP Nomor 6 Tahun 2006 dan yang diatur dalam
pasal 73 ayat (1) Permendagri Nomor 17 Tahun
2006
Eks Tanah Bengkok yang berada di
Kelurahan Noborejo yang dipertukarkan dengan PT
TBM merupakan tanah yang subur dan strategis
sebagai lahan pertanian karena telah terbukti bahwa
133
ETB di wilayah Kelurahan Noborejo merupakan
penyumbang PAD ( Pendapatan Asli
Daerah ) yang merupakan target penerimaan hasil
lelang garapan Eks Tanah Bengkok Tahun 2008
terbesar atau tertinggi diantara 20 Kelurahan yang
ada di Kota Salatiga. Data tahun 2008 Kelurahan ini
mampu menyumbang PAD sebesar
Rp. 35.000.000,- ( tiga puluh lima juta rupiah )
47 dari lahan ETB seluruhnya seluas ± 27 ha. Hal ini
membuktikan bahwa ETB di Kelurahan Noborejo
sudah membawa optimalisasi barang milik
Negara/Daerah karena sebagai menyumbang PAD
dari hasil lelang ETB terbesar di Kota Salatiga
2. Tukar menukar ETB kurang memenuhi alasan
Tukar Menukar seperti yang diatur dalam Lampiran
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tanggal 21
Maret 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah maupun dalam Lampiran VIII
Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tukar Menukar Barang Milik Negara 47 Harian Suara Merdeka, Senin, 30 Maret 2009
134
sebagimana diatur dalam Permenkeu RI Nomor
96/PMK/.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
4. Alasan Tukar Menukar yang paling signifikan yaitu
bahwa Tukar Menukar Barang Milik
Negara/Daerah adalah dengan alasan untuk
menyatukan aset yang lokasinya terpencar untuk
memudahkan koordinasi dan dalam rangka
efisiensi, sedangkan tanah sebagai penggantinya
tidak semuanya terletak di Kelurahan Noborejo.
Dengan melihat kenyataan yang ada yaitu bahwa
ETB di Kelurahan Noborejo baik lahan sawah
maupun lahan keringnya merupakan lahan yang
subur dan sangat baik untuk pertanian, maka perlu
dipertimbangkan bagi kebijakan- kebijakan yang
sama di masa yang akan datang
5. Bahwa Pelaksanaan Tukar Menukar ETB di
Kelurahan Noborejo dengan PT TBM sebagai
perluasan Pabrik Asbes telah memenuhi RUTRK
135
Kota Salatiga Tahun 1996 – 2006, karena
Kelurahan Noborejo masuk dalam BWK (Bagian
Wilayah Kota) IV dimana BWK ini diarahkan
dengan fungsi utama pusat pemerintahan/IKK
Argomulyo, pengembangan industri,
pengembangan permukiman/perumahan,
perdagangan dan jasa, dimana perluasan Pabrik
Asbes merupakan pengembangan industri.
6. Namun demikian perlu dipertimbangkan apakah
RUTRK tersebut di atas masih sesuai dengan
kondisi saat ini ataukah tidak, karena sesuai tahun
yang sedang berjalan sekarang ini yaitu tahun 2010,
RUTRK ini sudah tidak berlaku, sedangkan
RUTRK yang baru belum terbit karena masih
dalam pembahasan dari berbagai Unit Kerja serta
disebabkan karena masih ada masukan dari
Gubernur Jawa Tengah.
136
B. S A R A N
1. Hendaknya RUTRK yang baru yaitu RUTRK
Tahun 2006 – 2016 segera terbit karena RUTRK
sebagai pedoman bagi aparatur Pemerintah Daerah,
aparatur Pusat di Daerah dan masyarakat di daerah
dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
tata ruang kota
2. Untuk kebijakan selanjutnya terhadap permasalahan
yang sama hendaknya tukar menukar barang milik
daerah sebelum pelaksanaan didahului dengan
sosialisasi /sosialisasi diadakan terlebih dahulu,
terutama kepada para petani sebagai penggarap
lahan ETB, agar rencana dari pada tukar menukar
memperoleh kesepakatan diantara semua pihak,
baik petani, pemerintah maupun pihak ke tiga dan
tidak ada pihak yang dirugikan.
3. Untuk kebijakan yang akan datang jika akan
diadakan tukar menukar ETB maka hendaknya
petani penggarap mendapat tanah pengganti yang
terletak di Wilayah yang bersangkutan agar para
137
petani penggarap ETB tidak kehilangan mata
pencaharian.
4. Sedangkan saran terakhir merupakan hal yang
harus diperhatikan bersama, yaitu bagaimana agar
lahan sawah/lahan pertanian yang ada di Kota
Salatiga yang memang daerah tersebut
direncanakan untuk pertanian tidak dipakai sebagai
pabrik atau sebagai perumahan mengingat lahan
sawah/lahan pertanian di Kota Salatiga khususnya
sudah semakin berkurang dan semakin menyempit,
sedangkan lahan pertanian sangat dibutuhkan untuk
menghasilkan hasil-hasil pertanian guna memenuhi
kebutuhan pangan bagi kita semua.
138
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
---------- Bappeda Kota Salatiga, Data Pokok Untuk
Pembangunan Daerah Kota Salatiga, 2004.
---------- Bappeda Kota Salatiga, Kota Salatiga Dalam
angka, 2007..
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 2008.
Eko Supriyanto, Operasionalisasi Pelayanan Prima, Bahan
Ajar Diklatpim IV, LAN-RI, 2001.
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,
Suryandaru Utama, Semarang, 2005
Indup Suhady, dkk, Dasar-dasar Good Governance, Bahan
Ajar Diklatpim IV, LAN, RI, 2005.
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum
Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2008.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2008.
139
Ridwan, H.R, Hukum Administrasi Negara, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
Sri Harini Dwiyatmi, Tebaran Pikiran tentang Hukum
Agraria, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga, 2000.
Sri Harini Dwiyatmi, Hukum Agraria, Widya Sari Press,
Salatiga, 2009.
Subekti, R, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1992.
Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum,
Alumni, Bandung, 1983.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, sebuah
pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007.
Peraturan Perundang-undangan : Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok
Agraria. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Otonomi Daerah Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah
Negara
140
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah
Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah Tingkat II
Semarang.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah.
Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor : 96/PMK-06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan, Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara
Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 41 Tahun 1991
tentang Pelaksanaan Pelepasan dan Tukar Menukar
Tanah dan Bangunan Milik/yang dikuasai
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Tanah Kas
Desa/Eks Tanah Bengkok yang menjadi Kelurahan.
141
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2003
tentang Perubahan Desa Menjadi Kelurahan.
Peraturan Walikota Salatiga Nomor 10 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengelolaan Eks Tanah Bengkok Aset
Pemerintah Kota Salatiga.
Keputusan Walikota Salatiga Nomor 590.05/561/2001
tentang Tim Penaksir Nilai Tanah Dan Bangunan
Milik Pemerintah Kota Salatiga Dalam Rangka
Pelepasan Aset Daerah Kepada Pihak Ketiga
Dengan Cara Tukar Menukar/Ganti Rugi/Tukar
Bangun Dan /Atau Penyertaan Modal Daerah.
Laporan Pelaksanaan Tugas Lurah Tingkir Lor Kota
Salatiga, Tahun 2008.
Harian Suara Merdeka, tanggal 30 Maret 2009, tentang
Perolehan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari hasil
lelang ETB se Kota SalatigaTahun 2008.