tumor kulit pada beruang coklat (ursus arctos · beruang coklat memiliki habitat di hutan belantara...
TRANSCRIPT
TUMOR KULIT PADA BERUANG COKLAT (Ursus arctos)
LUFNA MELINDA TANDIAYUK
DIVISI PATOLOGI
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus: Tumor
Kulit pada Beruang Coklat (Ursus arctos) adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 28 Juli 2016
Lufna Melinda Tandiayuk
B04120022
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
LUFNA MELINDA TANDIAYUK. Studi Kasus: Tumor Kulit pada Beruang
Coklat (Ursus arctos). Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI.
Seekor beruang coklat (Ursus arctos) berjenis kelamin betina yang berasal
dari Taman Margasatwa Ragunan, DKI Jakarta-Indonesia didiagnosa menderita
tumor kulit. Studi kasus ini bertujuan mengetahui jenis tumor pada beruang coklat
yang telah berumur 39 tahun. Beruang sakit (nafsu makan dan aktifitas menurun)
sekitar dua bulan dan dilakukan perawatan di kandang individu. Terapi dilakukan
dengan pemberian antibiotik dan vitamin. Beruang tersebut mati pada 7 Oktober
2014, kemusian nekropsi segera dilakukan di Divisi Patologi Departemen Klinik,
Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Hasil nekropsi ditemukan multinodular berwarna merah tua dengan diameter 5,5
cm. Tumor terlihat menyatu dengan jaringan sekitar tanpa memperlihatkan batas
atau tidak terlihat adanya kapsul yang membatasi, pola pertumbuhan yang tidak
teratur serta menginvasi jaringan sekitar. Sampel jaringan tumor kemudian
diperiksa secara histopatologi. Massa tumor terlihat sel-sel berbentuk pipih atau
gelendong(spindled) poligonal dengan ukuran yang bervariasi (Anisositosis).
Sitoplasma sel-sel tumor berwarna eosinofilik membentuk penjuluran, dan
memiliki nukleus berbentuk bulat sampai oval (tidak seragam) dengan nukleolus
berjumlah 1-2. Sel-sel tumor tersusun dalam kelompok yang tidak beraturan dengan
jarak yang renggang. Kadang-kadang pada beberapa daerah ditemukan sel-sel
tumor yang memiliki pigmen coklat sampai hitam (melanin). Pewarnaan Masson's
Trichrome (MT) memperlihatkan adanya pertumbuhan kolagen minimal yang
dihasilkan oleh jaringan ikat diantara sel-sel tumor. Pewarnaan imunohistokimia
terhadap Desmin, Vimentin, dan S100 memperlihatkan hasil positif dan negatif
terhadap Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP). Berdasarkan morfologi dan hasil
imunohistokimia, tumor didiagnosa sebagai malignant melanoma.
Kata Kunci: Beruang (Ursus arctos), malignant, melanoma, tumor kulit
ABSTRACT
LUFNA MELINDA TANDIAYUK. Skin tumor in brown bear (Ursus arctos):
Case Study. Supervised by EKOWATI HANDHARYANI.
This report described a skin tumor in a female brown bear (Ursus arctos)
from the Ragunan Zoo, Jakarta. The aim of this study was to identify the tumor
which occurred in a 39-year-old brown bear. She has two months history of
sickness and hospitalized in individual cage, treated by antibiotic and vitamins.
October 7th, 2014 the bear was dead and then necropsy procedure was performed.
Gross findings showed dark red multinodular mass on the medial right forelimb
(5,5 centimeter in diameter). This tumor penetrated or infiltrated throughout the
epidermis and dermis tissue without any connective tissue capsule. The tissue
sample from the tumor mass was further examined using histopathological
examination. Based on the morphology, the tumor consisted of spindle-shaped cells,
with variety size of cells (anisocytosis), round or oval nuclei and have one or two
nucleoli, have eosinophilic cytoplasms. There were unequal distribution of cells,
and some of those cells have melanin granules. By using Masson's Trichrome stain
this mass showed a small amounts of collagen bundles in the intercellular spaces.
These tumor cells have positive immunoreactivities for Desmin (+), Vimentin
(+++), and S100 protein (++), but negative result on Glial Fibrillary Acidic
Protein (GFAP). According to morphological and immunohistochemical
characters, the tumor was diagnosed as malignant melanoma.
Keywords: Brown bear, malignant, melanoma, skin tumor.
DIVISI PATOLOGI
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
LUFNA MELINDA TANDIAYUK
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
TUMOR KULIT PADA BERUANG COKLAT (Ursus arctos)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi berjudul
Studi Kasus: Tumor Kulit pada Beruang Coklat (Ursus arctos).
Terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Prof. Drh. Ekowati Handharyani,
MSi, PhD, APVet. selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen
pembimbing skripsi, dengan sabar telah membimbing penulis. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluru staf pengajar dan tenaga kependidikan Fakultas
Kedokter Hewan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga penulis ungkapkan
kepada pihak Taman Matgasatwa Ragunan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman sepenelitian Tri
Riska, kaka tingkat, teman-teman, dan ade tingkat atas segala doa dan dukungan
kepada penulis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua yang telah
memberikan segalanya kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada
kaka dan seluru keluarga besar atas segala doa dan motivasi yang diberikan kepada
penulis. Terima Kasih juga penulis ungkapkan kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi para pembaca.
Bogor, 28 Juli 2016
Lufna Melinda Tandiayuk
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Beruang 2
Tumor 3
Definisi Tumor 3
Klasifikasi Tumor 4
Penyebab Tumor 7
BAHAN DAN METODE 7
Waktu dan Tempat Penelitian 7
Sampel Organ 7
Alat 7
Bahan 8
Metode Penelitian 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Patologi Anatomis 8
Histopatologi 9
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) 9
Pewarnaan Masson’s Trichrom (MT) 11
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK) 11
Desmin 11
Vimentin 12
S100 13
Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) 14
SIMPULAN 15
SARAN 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
vi
DAFTAR TABEL
1. Klasifikasi Tumor 6
2. Hasil pengamatan histopatologi pewarnaan imunohistokimia 11
DAFTAR GAMBAR
1. Neoplasma benigna terbungkus dalam kapsul. Anak panah
menunjukkan ekspansi seimbang dari bagian tengah. 4
2. Neoplasma maligna dengan batas tidak teratur dan tidak jelas dari
jaringan sekitar. 5
3. Medial palmar dextra; beruang coklat. Patologi anatomi
massa multinodular. 9
4. Tumor kulit; beruang coklat. A) bentuk sel gelendong dengan
pola pertumbuhan yang tidak teratur. B) ditemukan pigmen coklat
yang dicurigai sebagai pigmen melanin pada beberapa lapang
pandang. HE. 10
5. Tumor kulit; beruang coklat. Pertumbuhan pembuluh kapiler
baru (Neovaskularisasi) yang ditunjukkan oleh anak
panah. Neovaskularisasi menandakan tumor bersifat malignant.
HE. 10
6. Tumor kulit; beruang coklat. Terdapat beberapa sel tumor
menunjukkan reaksi imunoreaktif dengan hasil positif satu (+)
terhadap Desmin. Metode SAB, counterstain hematoksilin. 12
7. Tumor kulit; beruang coklat. Banyak sel tumor menunjukkan
reaksi imunoreaktif dengan hasil positif tiga (+++) terhadap
Vimentin. Metode SAB, counterstain hematoksilin. 13
8. Tumor kulit; beruang coklat. Terdapat beberapa sel tumor
menunjukkan reaksi imunoreaktif dengan hasil positif dua (++)
terhadap S100. Metode SAB, counterstain hematoksilin. 14
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pembuatan preparat histopatologi 18
2. Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) 19
3. Pewarnaan Masson’s Trichrome 20
4. Pewarnaan Imunohistokimia 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beruang coklat yang memiliki nama latin Ursus arctos merupakan satwa liar
yang terdapat hampir di seluruh kebun binatang di Indonesia. Beruang coklat
memiliki penyebaran hampir di seluruh dunia seperti di Amerika Utara, Meksiko
Utara, Asia, Timur Tengah, dan seluruh Eropa. Aktifitas manusia yang kurang
terkontrol menjadi ancaman bagi populasi beruang coklat (CITES 2015). Beruang
coklat di Afrika Utara, Meksiko (abad ke-20) dan sebagian besar barat daya
Amerika Serikat dilaporkan telah punah (Mattson & Merrill 2002).
Tindakan konservasi beruang coklat pada setiap negara dan wilayah di dalam
suatu negara berbeda-beda. Beruang coklat masuk ke dalam kategori spesies
mengkhawatirkan (least concern) dalam daftar International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Red List (McLellan et al.
2008). Umumnya semua spesies beruang coklat (Ursus arctos) masuk ke dalam
Appendix II. Penyebaran beruang coklat yang tidak merata seperti Bhutan, China,
Mexico, dan Mongolia sehingga beberapa negara ini menggolongkan beruang
coklat ke dalam Appendix I (CITES 2015).
Kasus tumor pada beruang bukan suatu hal yang baru. Beberapa kasus tumor
seperti lymphosarcoma (Yoon et al. 2001), hepatocellular carcinoma (Heier et al.
2003), cutaneous malignant melanoma (Alonso et al. 2004) pernah ditemukan.
Tumor atau neoplasma merupakan pertumbuhan sel baru yang berproliferasi secara
tidak terkontrol serta tidak memiliki fungsi dan susunan yang teratur. Pertumbuhan
sel tumor merupakan pertumbuhan yang kehilangan kontak dengan sel normal
sehingga pertumbuhannya tidak dapat dikendalikan oleh sel normal. Tumor akan
bersaing dengan sel tubuh normal untuk mendapatkan nutrisi dari tubuh atau
berperilaku seperti parasit dalam tubuh (Vegad 2007), sehingga tidak sedikit yang
menderita tumor terlihat kurus (kaheksia). Beberapa jenis tumor memiliki
pertumbuhan yang lambat sehingga efeknya tidak berpengaruh pada beberapa
hewan.
Kejadian tumor kulit pada beruang coklat betina berumur 39 tahun ditemukan
pada kegiatan nekropsi di Divisi Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan
Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Hasil nekropsi
diperoleh massa multinodular berwarna merah tua disertai pembentukan jaringan
ikat pada medial tangan kanan (palmar dextra). Analisis faktor demografi pada
manusia menunjukkan bahwa umur tua memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
tumor (Oemiati et al. 2011). Penentuan jenis tumor dan faktor penginduksi
terbentuknya tumor sangat berguna dalam pencegahan dan prognosis penyembuhan
tumor sebab tiap jenis tumor memiliki perbedaan dan karakteristik tertentu.
Tujuan
Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tumor kulit secara
patologi anatomi dan histopatologi serta mengetahui jenis tumor pada beruang
coklat.
2
Manfaat
Kajian kasus pada beruang coklat memberikan pengetahuan mengenai
gambaran tumor secara patologi anatomi dan histopatologi serta jenis tumor yang
terdapat pada beruang coklat. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk kepentingan
penelitian lanjutan dan diagnosis jenis tumor kulit.
TINJAUAN PUSTAKA
Beruang
Beruang coklat (Ursus arctos) dalam bahasa Inggris umum disebut brown
bear, mexican grizzly bear, grizzly bear, ours brun ( bahasa Perancis), atau oso
pardo (bahasa Spanyol). Beruang coklat termasuk kedalam :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Ursidae
Genus : Ursus
Spesies : Ursus arctos (Linnaeus 1758 dalam McLellan, et al. 2014)
Beruang coklat memiliki warna rambut coklat terang sampai dengan hitam
dan ditemukan warna perak atau putih disetiap ujung rambut. Beruang jantan
memiliki bobot yang lebih besar daripada betina. Jantan berkisar 136 – 390
kilogram dan betina 91 – 204 kilogram (Shaffer 2014).
Beruang coklat merupakan hewan plantigradi (menapak) atau berjalan
dengan telapak kaki dan memiliki tinggi 90 – 150 cm saat menumpu dengan
keempat kakinya. Tinggi beruang bisa berkisar 180 – 300 cm saat berdiri dengan
kedua kakinya. Beruang coklat atau sering disebut beruang grizzly hanya mampu
melakukan perjalanan jarak jauh menggunakan keempat kakinya, tidak dengan cara
berdiri dengan kedua kaki. Beruang mampu berjalan dengan kecepatan 35 km/jam
(Potts 1997).
Beruang tergolong kedalam predator yang sangat handal, memiliki gigi tajam,
cakar dan moncong yang panjang dengan penciuman yang sensitif terhadap
keberadaan mangsa. Satwa ini tergolong kedalam karnivora atau pemakan daging.
Kenyataan di alam menunjukkan bahwa beruang tidak hanya memakan daging,
terkadang memakan rumput dan akar sehingga beruang pada umumya bersifat
omnivora (Shaffer 2014).
Beruang coklat memiliki habitat di hutan belantara serta beberapa hidup di
pegunungan, dan padang rumput. Beruang coklat memiliki kebiasaan tidur saat
musim dingin (hibernasi). Sebelum hibernasi pada musim dingin beruang
mempersiapkan diri dengan makan banyak pada musim panas dan gugur untuk
menyimpan lemak (Shaffer 2014). Kepadatan beruang coklat sangat bervariasi,
sesuai dengan produktivitas habitatnya. Di daerah pemijahan salmon wilayah
pesisir Amerika Utara dan Rusia Timur memiliki kepadatan yang tinggi berkisar
3
>10 beruang per 100 km2. Kepadatan beruang rendah ditemukan di daerah yang
kering, gurun, pegunungan, dan sub alpin, serta daerah tingginya populasi manusia
dan ternak (Nawaz 2007). Penurunan populasi beruang sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor dari keberadaan manusia, habitat, ketersediaan makanan,
penyakit, dan banyak faktor lain. Salah satu kasus kematian beruang coklat
berumur 29 tahun pernah dilaporkan di Hollywood akibat tumor (Shaffer 2014).
Menurut IUCN (2014), beruang coklat dapat hidup lebih dari 30 tahun dan lebih
singkat bila hidup di alam.
Beruang betina memasuki masa pubertas pada umur enam atau tujuh tahun.
Musim kawin beruang coklat antara bulan Mei dan Juli. Beruang termasuk hewan
yang tidak setia, sepanjang hidupnya dapat memiliki banyak pasangan. Beruang
betina dalam satu siklus kawin dapat dikawini oleh banyak pejantan
(superprekundasi). Tidak semua telur yang dibuahi akan tumbuh menjadi anak,
tergantung dari asupan nutrisi yang diperoleh induknya. Lama kebuntingan adalah
tujuh bulan dan pada umumnya induk beruang akan mengasuh anak dalam waktu
kurang lebih empat tahun (Shaffer 2014).
Tumor
Definisi Tumor
Neoplasma dalam bahasa Yunani Neo = baru dan Plasma = suatu yang
berbentuk atau neoplasma merupakan pertumbuhan sel baru yang berproliferasi
secara tidak terkontrol serta tidak memiliki fungsi dan susunan yang teratur (Vegad
2007).
Menurut Uripsi (2005), neoplasma merupakan massa jaringan abnormal
akibat neoplasi, yaitu proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh yang
abnormal, yang tumbuh secara otonom (tidak terkendali). Tambayong (2002),
neoplasia merupakan perkembangan massa jaringan yang abnormal dan tidak
responsif terhadap mekanisme kontrol pertumbuhan normal, sedangkan neoplasma
merupakan sekelompok atau kumpulan neoplasia.
Neoplasma disebut juga sebagai Tumor. Tumor dalam bahasa latin disebut
pembengkakan tetapi tidak semua pembengkakan dapat digolongkan sebagai
sebuah tumor. Beberapa pembengkakan seperti abses, peradangan kronis,
hematom, massa dari nekrosa lemak merupakan contoh dari pembengkakan yang
tidak tergolong tumor. Kebengkakan yang tidak tergolong tumor akan berkembang
sementara kemudian berhenti dan menghilang, sedangkan kebengkakan tumor akan
terus berkembang membentuk sel-sel baru yang berbeda dengan sel disekitarnya.
Istila Tumor hanya digunakan pada massa neoplasia yang membengkak pada
permukaan tubuh (Vegad 2007). Tumor merupakan sel normal yang mengalami
perubahan genetik (mutasi gen) yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhannya (Fajarningsih et al. 2008).
Neoplasma hanya dapat terjadi pada sel yang mampu berproliferasi yaitu,
sel labil dan stabil. Tahapan pertumbuhan sel tumor sama dengan sel normal, yang
membedakan adalah tidak adanya mekanisme kontrol pada sel tumor (Uripsi 2005).
Neoplasma tidak memiliki bentuk, warna, dan konsistensi yang pasti. Lokasi, jenis
tumor, suplai darah, tingkat pertumbuhan, dan waktu timbulnya tumor merupakan
4
faktor yang mempengaruhi penampilan makroskopis neoplasma. Bentuk tumor
sangat bervariasi mulai dari bulat, elips, atau multi-lobuler. Pertumbuhan tumor
yang cukup pesat pada umumnya berbentuk multi-lobular. Tumor biasanya
memiliki warna putih keabuan, kuning, merah, coklat, dan hitam. Kehadiran
melanin akan memberi penampilan warna hitam pada tumor. Konsistensi tumor
bervariasi, tumor tulang memiliki konsistensi keras, tumor jaringan ikat yang
mengandung cukup kolagen memiliki konsistensi padat dan tegas, terdapat pula
tumor yang memiliki konsistensi yang lembut dan rapuh serta beberapa yang
berlendir (Vegad 2007).
Klasifikasi Tumor
Ongkologi merupakan studi tentang tumor. Secara umum tumor atau
neoplasma dibagi dua yaitu tumor jinak (Benigna, tenang, ringan) dan tumor ganas
(Malignant, jahat) (Vegad 2007).
Tumor jinak atau benigna bersifat lokal, tidak mengalami metastasis (tidak
menyebar ke situs lain), mudah diangkat melalui pembedahan, dan tidak
menyebabkan kematian, kecuali lokasi tumor terdapat pada organ yang dapat
mengganggu fungsi tubuh penting. Sel-sel neoplasma benigna libih kohesif
daripada malignant. Pertumbuhan bermula dari tengah massa dan terbentuk
batasab tegas. Keberadaan tumor benigna memberi efek obstruksi, tekanan, dan
sekresi. Pertumbuhan dalam ruang tertutup seperti tengkorak kepala dapat
menimbulkan gangguan yang berakibat kematian, pertumbuhan tumor benigna
pada usus juga dapat menimbulkan obstruksi usus (Vegad 2007).
Gambar 1 Neoplasma benigna terbungkus dalam kapsul. Anak
panah menunjukkan ekspansi seimbang dari bagian
tengah (Tambayong 2002).
5
Tumor ganas atau malignant akan menginvasi jaringan yang ada
disekitarnya, menyebar ke situs lain (metastasis), dan menyebabkan kematian sel.
Malignant memiliki struktur seluler atipikal serta pembelahan kromosom yang
abnormal. Sel malignant tidak bersifat kohesif yang berakibat pola pertumbuhan
yang tidak teratur, tidak ada kapsul, dan perbedaan dengan jaringan disekitar sulit
dilihat. Tumor malignant memiliki laju pertumbuhan dan pengembangan
pembuluh darah yang sangat banyak dari pada jaringan normal atau benigna.
Kemampuan metastasis merupakan ciri khas dari sel malignant. Kemampuan sel
malignant menginvasi sel normal disekitarnya menyerupai jari kepiting sehingga
malignant sering disebut kanker dalam bahasa latin yang berarti kepiting (Vegad
2007).
Tumor jinak maupun tumor ganas memiliki dua komponen dasar yang yaitu
jaringan parenkim dan jaringan penunjang. Jaringan parenkim terdiri dari sel-sel
yang mengalami transfor atau sel neoplasma yang menentukan perilaku biologis
dari tumor atau neoplasma. Jaringan penunjang atau stroma merupakan jaringan
yang berasal dari induk semang terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah.
Stroma atau jaringan penunjang berperan menunjang pertumbuhan jaringan
parenkim dengan pemberian suplai darah (Vaskularisasi) (Vegad 2007).
Secara histologi tumor dapat diklasifikasikan berdasarkan jaringan
penyusunnya (MacFarlane et.al. 2000) yaitu (1) tumor epitel, (2) tumor mesenkim,
(3) tumor epitel dan mesenkim, (4) tumor pembentuk darah dan sel limfoid,(5)
tumor sel syaraf, (6) tumor sel glia dan penunjang syaraf, (7) tumor embrional,
tumor sel germinativum, tumor placenta, dan teratoma. Klasifikasi tumor
berdasarkan jaringan asal berdasarkan tingkat keganasan tumor disajikan pada tabel
1.
Gambar 2 Neoplasma malignant dengan batas tidak teratur dan tidak jelas
dari jaringan sekitar (Tambayong 2002).
6
Tabel 1 Klasifikasi tumor (Price & Wilson 2006)
Sel atau jaringan asal Jinak (Benigna) Ganas (Malignant)
Epitel berlapis, skuamosa Papiloma skuamosa Karsinoma sel skuamosa
(karsinoma epidemoid)
Epitel transisional Papiloma transisional Karsinoma sel transisional
Epitel kelenjar (melapisi
ruang berisi cairan)
Adenoma (kistadenoma) Adenokarsinoma
(kistadenokarsinoma)
Epitel non kelenjar Adenoma Karsinoma
Melanosit Nevus Melanoma
Jaringan ikat:
Fibrosa
Adiposa
Tulang rawan
Tulang
Fibroma
Lipoma
Kondroma
Osteoma
Fibrosarkoma
Liposarkoma
Kondrosarkoma
Osteosarkoma
Otot :
Polos
Lurik
Leiomioma
Rhabdomioma
Leiomiosarkoma
Rhabdomiosarkoma
Endotel
Buluh darah
Buluh limfatik
Hemangioma
Limfangioma
Hemangiosarkoma
Limfangiosarkoma
Jaringan saraf
Selubung saraf
Sel glia
Meningen
Jaringan limfoid
Neurofibroma
-
Meningioma
-
Neurofibrosarkoma
Glioma, glioblastoma
-
Limfoma, penyakit hodkin
Sumsum tulang - Plasmasitoma, granulositik
Jaringan germinal Teratoma Teratoma malignant,
teratokarsinoma, seminoma,
karsinoma embrional
Tata nama tumor disesuaikan dengan asal jaringan tumor. Jaringan asal
yaitu jaringan epitel dan mesenkim. Jaringan epitel termasuk epitel kulit, saluran
pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, saluran reprosuksi, kelenjar, dan
sel yang berasal dari neoroektoderem seperti melanosit. Jaringan mesenkim
meliputi jaringan pengikat, otot polos, otot lurik, sel-sel darah, sel endotel,
7
meningen, sinovium, dan mesotelium. Tumor jinak yang berasal dari jaringan epitel
diberi akhiran –papiloma, sedangkan –karsinoma pada tumor epitel ganas. Tumor
jinak yang berasal dari kelenjar diberi akhiran –adenoma dan –adenosarkoma pada
tumor ganas. Tumor yang berasal dari jaringan mesenkim diberi akhiran –oma
untuk tumor jinak dan untuk tumor ganas diberi akhiran –sarkoma (Cullen et al.
2002).
Penyebab Tumor
Timbulnya tumor disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Vegad (2007)
penyebab neoplasma terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik dapat disebabkan oleh herediter, umur, pigmentasi, jenis kelamin, dan
imunitas. Faktor ekstrinsik dapat disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, hormon,
dan parasit.
Ditegaskan kembali oleh Runnells (1946), terdapat faktor predisposisi
penyebab tumor pada hewan yaitu, pigmentasi, keturunan (genetik), dan umur.
Kasus yang terjadi menjelaskan bahwa kejadiaan tumor pada hewan tua lebih tinggi
dari pada yang menyerang hewan muda, hal ini disebabkan oleh waktu yang lebih
panjang dan kondisi yang tidak stabil. Oemiati et al. (2011) menjelaskan bahwa
secara analisis faktor demografi senilitas menjadi salah satu faktor penyebab tumor.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Studi kasus dilakukan pada Oktober 2014 sampai dengan Agustus 2015 di
Divisi Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Sampel Organ
Bahan yang digunakan adalah tumor kulit yang berasal dari seekor beruang
coklat dari Taman Margasatwa Ragunan, DKI Jakarta-Indonesia. Beruang tersebut
mati pada 7 Oktober 2014, berjenis kelamin betina, berumur 39 tahun, dan
berwarna coklat. Beruang sakit (nafsu makan dan aktifitas menurun) sekitar dua
bulan dan dilakukan perawatan di kandang individu. Terapi dilakukan dengan
pemberian antibiotik dan vitamin. Nekropsi segera dilakukan di Divisi Patologi
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Alat
Alat yang digunakan adalah gelas obyek, gelas penutup, rak gelas obyek,
pinset, gunting, pipet, kertas label, alat tulis, cetakan paraffin (cetakan stainles
8
steel), keranjang jaringan, mikrotom, inkubator, scalpel, tissue processor, tissue
embedding console dan mikroskop.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah jaringan tumor, Buffer Neutral Formalin
(BNF) 10%, Alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 96% dan alkohol
absolut I dan II), Xylol, Paraffin histoplast, perangkat pewarnaan Hematoksilin-
Eosin (HE), pewarna Masson’s Trichrome (MT), dan pewarna Imunohistokimia
dengan antibodi monoklonal mouse anti-human Desmin (DakoCytomation,
Carpinteria, USA), monoklonal mouse anti-swine Vimentin (DakoCytomation,
Carpinteria, USA), polyclonal rabbit anti S100 (Biocare Medical, Concord, USA),
polyclonal rabbit anti Glial Fibrillary Acidic Protein/GFAP (Sigma Aldrich, St
Louis, USA), dan chromogen 1,3-diaminobenzidine (DAB).
Metode Penelitian
Jaringan tumor diambil pada saat melakukan nekropsi kemudian dimasukkan
ke dalam BNF 10% sebagai tahapan fiksasi jaringan untuk mencegah kerusakan
struktur jaringan akibat aktifitas enzim (autolisis) atau bakteri pembusuk dengan
perbandingan antara organ dan larutan 1: 10 (Muntiha 2001). Selanjutnya sampel
tersebut dibuat preparat histopatologi kemudian dilakukan beberapa pewarnaan
yaitu, Hematosilin-Eosin (HE), Masson’s Trichrome (MT), dan pewarnaan
Imunohistokimia (indirect, metode streptavidinbiotin/SAB) terhadap Desmin,
Vimentin, S100, dan Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP).
Tahapan selanjutnya adalah pengamatan preparat yang telah diwarnai
dengan menggunakan mikroskop pembesaran objektif 10X, 20X, dan 10X. Hasil
pengamatan histopatologi (HP) disajikan secara deskriptif dan kemudian
disimpulkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Patologi Anatomi
Nekropsi yang dilakukan pada beruang coklat memberikan hasil sebagai
berikut: mukosa secara umum pucat, ditemukan lymphadenitis, ada luka terbuka
berbentuk bulat pada medial palmar dextra disertai pembentukan massa. Massa
tersebut memiliki struktur multinodular yang didominasi oleh warna merah tua
dengan diameter 5,5 cm. Ada beberapa nodul berwarna putih, disertai
pembentukan jaringan ikat. Kuku pada tangan kanan lepas dan terjadi miasis.
Massa multinodular yang ditemukan pada medial palmar dextra diduga
sebuah tumor. Tumor merupakan pertumbuhan sel-sel yang abnormal dari sel
sekitarnya. Salah satu ciri perkembangan tumor adalah terjadinya pembengkakan,
namun tidak semua organ yang membengkak merupakan tumor. Kebengkakan
9
yang tidak tergolong tumor akan berkembang sementara kemudian berhenti dan
menghilang, sedangkan kebengkakan tumor akan terus berkembang membentuk
sel-sel baru yang berbeda dengan sel di sekitarnya (Vegad 2007). Menurut
Damjanov (2009), neoplasia atau tumor merupakan pertumbuhan baru “new
growt”, yang dinyatakan juga sebelumnya oleh ahli patologi Inggris Sir Rupert
Willis bahwa tumor adalah pertumbuhan jaringan yang abnormal, tumbuh
berlebihan, tanpa kordinasi dengan jaringan normal.
Tumor pada medial palmar dextra terlihat menyatu dengan jaringan sekitar
tanpa memperlihatkan batas atau tidak terlihat adanya kapsul yang membatasi, pola
pertumbuhan yang tidak teratur serta menginvasi jaringan sekitar. Menurut Vegad
(2007), pola pertumbuhan yang tidak teratur, tidak ada kapsul, dan memiliki
perbedaan dengan jaringan sekitar merupakan ciri malignant.
Histopatologi
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)
Gambaran histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)
memperlihatkan massa tumor pada bagian medial palmar dextra beruang coklat
terdiri dari kumpulan sel-sel berbentuk pipih atau gelendong (spindle) poligonal
dengan ukuran yang bervariasi (anisositosis). Sitoplasma sel-sel tumor berwarna
eosinofilik membentuk penjuluran, dan memiliki nukleus berbentuk bulat sampai
oval (tidak seragam) dengan nukleolus berjumlah 1-2. Sel-sel tumor tersusun
dalam kelompok yang tidak beraturan dengan jarak yang renggang. Beberapa sel
tumor memiliki pigmen coklat sampai hitam (melanin). Pigmen tersebut
merupakan salah satu ciri atau penanda yang membantu dalam identifikasi asal sel
Gambar 3 medial palmar dextra; beruang coklat. Patologi
anatomi massa multinodular.
10
tumor. Endapan coklat memberi informasi bahwa sel tumor mampu menghasilkan
pigmen.
Ada beberapa jenis tumor yang memiliki bentuk gelendong yaitu, melanoma/
melanosarkoma (tumor berasal dari melanosit), Schwannoma/ malignant
Schwannoma (tumor berasal dari sel Schwann), leiomio/leiomiosarkoma (tumor
yang berasal dari otot polos), fibroma/fibrosarkoma (tumor berasal dari jaringan
ikat fibroblast), serta rhabdomioma/rhabdomiosarkoma (tumor berasal dari otot
skelet). Diantara beberapa jenis tumor yang memiliki bentuk gelendong, hanya satu
jenis tumor yang mampu menghasilkan pigmen berwarna coklat yaitu melanosit.
Melanosit adalah sel yang secara normal terdapat pada kulit dan memiliki peran
dalam produksi pigmen melanin (Sjafrida & Sadono 2013).
Gambar 4 Tumor kulit; beruang coklat. A) bentuk sel gelendong dengan pola
pertumbuhan yang tidak teratur. B) ditemukan pigmen coklat yang
dicurigai sebagai pigmen melanin pada beberapa lapang pandang.
HE. Bar = 40 µm.
A B
Gambar 5 Tumor kulit; beruang coklat. Pertumbuhan pembuluh kapiler baru
(Neovaskularisasi) yang ditunjukkan oleh anak panah. Neovaskularisasi
menandakan tumor bersifat malignant. HE. Bar = 70 µm.
11
Gambaran histopatologi dengan pewarnaan HE juga memperlihatkan
banyaknya pertumbuhan dan perkembangan buluh darah baru (neovaskularisasi)
dalam satu lapangan pandang. Perkembangan pembuluh darah yang banyak pada
pusat pertumbuhan tumor merupakan faktor pendukung malignant. Sel
berproliferasi lebih cepat dengan pasokan nutrisi yang lebih banyak. Hasil
pengamatan histopatologi dengan pewarnaan HE mengarahkan diagnosa pada
malignant melanoma atau melanosarkoma (tumor ganas). Tumor malignant
memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan pembuluh darah yang lebih banyak
dibandingkan dengan jaringan normal dan tumor jinak/benigna ( Vegad 2007).
Pewarnaan Masson’s Trichrom (MT)
Pewarnaan khusus Masson’s Trichrome (MT) dilakukan untuk memperkuat
diagnosa identifikasi keberadaan kolagen yang dihasilkan oleh jaringan ikat.
Kolagen akan tampak berwarna biru kehijauan setelah pewarnaan (Emer et al.
2011). Hasil pewarnaan khusus MT pada kasus ini memperlihatkan adanya
pertumbuhan kolagen yang dihasilkan oleh jaringan ikat diantara sel-sel tumor.
Pertumbuhan jaringan ikat yang minimal pada tumor ini meneguhkan diagnosa
bahwa tumor bukan berasal dari jaringan ikat.
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)
Imunohistokimia adalah teknik yang dilakukan untuk mendeteksi adanya
protein tertentu (antigen) pada jaringan dengan menggunakan antibodi yang terikat
enzim sehingga presipitat terwarnai dan lokasi antigen dapat dilihat di bawah
mikroskop (Sofian & Kampono 2006). Pewarnaan IHK secara indirect yang
dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mendukung identifikasi asal tumor.
Hasil positif pada pewarnaan IHK ditunjukkan adanya sitoplasma sel tumor yang
berwarna coklat. Hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan
imunohistokimia (IHK) menggunakan antibodi Desmin (D), Vimentin (V), S100,
dan GFAP dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil pengamatan histopatologi pewarnaan imunohistokimia.
Pewarnaan Hasil
Desmin +
Vimentin +++
S100 ++
GFAP - GFAP. Glial Fibrillary Acidic Protein. (-) tidak ada sitoplasma sel tumor yang berwarna coklat;
(+) 1-10 sel coklat; (++) 11-20 sel coklat; (+++) lebih dari 20 sel coklat
Desmin
Beberapa sel tumor mampu melepaskan substansi yang dinamakan marker
tumor atau marker biologi yang tidak dihasilkan oleh jaringan normal. Marker
tumor digunakan untuk mengidentifikasi asal tumor. Marker tumor dapat berupa
12
filamen intermediate dari protein struktural sitoplasma. Filamen intermediate dapat
diamati dengan pewarnaan imunohistokimia. Contoh filamen intermediate adalah
Vimentin dan Desmin (Cooper & Valentine 2002).
Desmin adalah protein filamen intermediate yang diungkapkan oleh semua
jenis sel otot, fibroblast submesothelial, bagian dari kelenjar getah bening sel
dendritik, dan stroma endometrium (Liu & Mikaelian 2003; Folpe & Cooper 2007).
Hasil pemeriksaan IHK dengan Desmin pada kasus ini memberikan hasil positif
satu (+); terdapat endapan berwarna coklat sebagai penanda imunoreaktif pada 1-
10 sel tumor. Beberapa kejadian ekspresi anomali Desmin dapat dilihat pada
melanoma, Schwannoma, sel tumor raksasa tenosynovial, Ewing sarcoma,
angiomatoid (malignant), dan fibrous histiocytoma. Secara umum Desmin tidak
lazim ditemukan pada kasus melanoma (Folpe & Cooper 2007).
Vimentin
Vimentin merupakan filamen intermediate dari sebagian besar sel mesenkim
dan neuroepidermal sehingga sering digunakan pada pewarnaan imunohistokimia
(Leader et al. 1987). Dijelaskan pula oleh Gown & Vogel (1984) bahwa Vimentin
adalah protein yang membentuk filamen intermediate dengan berat molekul (BM)
57 kD yang merupakan bagian kerangka sel (sitoskeleton), dan ditemukan dalam
sel yang secara embrional berasal dari mesenkim dan diekspresikan oleh sel epitel.
Gambar 6 Tumor kulit; beruang coklat. Terdapat beberapa sel tumor
menunjukkan reaksi imunoreaktif dengan hasil positif satu
(+) terhadap Desmin. Metode SAB, counterstain
hematoksilin. Bar = 40µm.
13
Hasil pemeriksaan IHK dengan anti-vimentin pada kasus ini menunjukkan
hasil positif tiga (+++), ditandai dengan perubahan warna coklat pada sitoplasma
sel. Beberapa kejadian melanoma memberikan hasil bahwa sel-sel tumor mampu
mengekspresikan keberadaan Vimentin (Caselitz et al. 1983; Leader et al. 1987;
Koening et al. 2001; Alomari et al. 2015). Caselitz et al. (1983) menjelaskan bahwa
melanoma mengandung filamen intermediate Vimentin dan tergolong sebagai
sarkoma bukan otot (sarcomas non-muscle). Vimentin dapat dihasilkan oleh
sarkoma, melanoma, squamous cell carcinoma (SCCs) sel pipih, dan angiosarkoma
sel pipih (Folpe & Cooper 2007).
Antibodi S100
Beberapa kasus melanoma memberi hasil positif terhadap Desmin. Hasil
tersebut dapat memberikan kekeliruan diagnosa yang mengarah pada
leiomyosarcoma atau lesi myofibroblastik, sehingga dibutuhkan pengujian lanjut
menggunakan S100 sebagai penanda tumor melanosit (Folpe & Cooper 2007).
Protein S100 adalah asam kalsium yang mengikat protein dan memiliki
kelarutan 100% dalam amonium sulfat. Protein S100 terdiri dari dua subunit
dengan 3 isotopes yaitu, αα (ditemukan di otot), αβ (ditemukan di melanosit, glia,
kondrosit, adneksa kulit), dan ββ (ditemukan di sel Langerhans dan sel Schwann)
(Folpe & Cooper 2007). Protein ini ditemukan terutama di dalam sitoplasma
astroglia dan sel Schwann, tetapi dapat ditemukan juga di dalam sel non-saraf
seperti adiposit, kondrosit dan sel melanoma. Berbeda dengan penanda lainnya,
S100 dapat menjadi aktif disekresi ke dalam ruang ekstraseluler dan pasif
dihasilkan oleh sel yang mati (Pelinka 2004).
Gambar 7 Tumor kulit; beruang coklat. Banyak sel tumor menunjukkan reaksi
imunoreaktif dengan hasil positif tiga (+++) terhadap Vimentin.
Metode SAB, counterstain hematoksilin. Bar = 40µm.
14
Protein S100 dapat ditemukan 100% pada melanosit normal dan sel syaraf.
Delapan puluh tujuh sampai 98% kejadian melanoma positif terhadap S100, oleh
sebab itu protein ini dapat dijadikan marker untuk neoplasma melanositik.
Pewarnaan IHK dengan S100 pada kasus ini memberikan hasil positif dua (++),
ditandai dengan adanya reaksi imunoreaktif yang berwarna coklat sehingga tumor
didiagnosa sebagai melanoma. Gambaran positif pewarnaan IHK terhadap S100
ditemukan juga pada beberapa sel tumor didalam kapiler darah sebagai emboli.
Keadaan ini sesuai dengan penyataan Vegad (2007) yang menyatakan bahwa salah
satu ciri tumor yang bersifat malignant adalah memiliki kemampuan metastasis.
Bentuk sel melanoma memiliki kemiripan dengan bentuk sel Schwannoma
sehingga dalam membedakan keduanya dengan penggunaan marker S100 tidak
dapat dilakukan. Bila kondisi ini terjadi maka susunan sel-sel tumor menjadi sangat
penting dalam diagnostik. Susunan sel-sel tumor Antoni A dan Antoni B menjadi
ciri khas yang hanya dimiliki oleh Schwannoma (Milikowski & Berman 1997).
Antoni A dan B merupakan susunan sel-sel tumor yang berbentuk gelombang,
terdiri dari bagian hiperseluler yang merupakan struktur Antoni A dan hiposeluler
yang merupakan struktur Antoni B (Wippold II et al. 2007). Schwannoma dan
malignant Schwannoma sangat aktif mengekspresikan S100, kolagen tipe IV, dan
Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) (Rodriguez et al. 2012).
Antibodi Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP)
Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) adalah salah satu marker untuk
mendiagnosa tumor yang berasal dari selubung syaraf seperti sel Schwann atau
Gambar 8 Tumor kulit; beruang coklat. Terdapat beberapa sel tumor
menunjukkan reaksi imunoreaktif dengan hasil positif dua (++)
terhadap S100. Metode SAB, counterstain hematoksilin. Bar =
40µm.
15
astrosit (Koestner & Higgins 2002). Hasil pengujian GFAP pada kasus ini memberi
hasil negatif dengan tidak ditemukannya perubahan warna coklat. Hasil negatif dari
GFAP dan positif terhadap S100 menjelaskan bahwa tumor kulit pada beruang
coklat berasal dari melanosit atau didiagnosa sebagai melanoma yang bersifat ganas
(Malignant Melanoma).
SIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi, histopatologi dengan pewarnaan
Hematosilin-Eosin (HE), Masson’s Trichrome (MT) serta imunohistokimia dapat
disimpulan bahwa beruang coklat menderita tumor kulit yang didiagnosa sebagai
malignant melanoma. Sel-sel tumor mampu mengekspresikan protein Desmin,
Vimentin, dan S100.
SARAN
Perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi lebih lanjut menggunakan
pewarnaan imunohistokimia dengan antibodi spesifik seperti melanoma antigen
recognized by T cells 1 (Melan A/MART-1) dan humans melanosom black 45
(HMB-45).
DAFTAR PUSTAKA
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora. 2015. Brown bear. [Internet]. [diunduh 6 Juli 2015]. Tersedia pada
http://www.cites.org/eng/app/appendices.php.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.
2014. [Internet]. [diunduh 14 Januari 2015]. Tersedia pada
http://www.iucnredlist.org/details/41688/0.
Alomari A K, Klump V, Neumeister V, Ariyan S, Narayan D, Lazova R. 2015.
Comparison of the Expression of Vimentin and Actin in Spitz Nevi and
Spitzoid Malignant Melanomas. Am J Dermatopathol. 37(1):46-51.
Alonso S R, Ortiz P, Polla’n M, Pe’rez-Go’mez B, Sa’nchez L, Acun’a M J, Pajares
R, Marti’nez-Tello F, Hortelano C M, Piris M A, Rodri’guez-Peralto J L.
2004. Progression in cutaneous malignant melanoma is associated with
distinct expression profiles, a tissue microarray-based. AJP. 164(1): 193-203.
Caselitz Jörg, Jänner Michael, Breitbart Eckhardt, Weber Klaus 3, Osborn Mary.
1983. Malignant melanomas contain only the vimentin type of intermediate
filaments. Virchows Arch [Pathol Anat]. 400:43-51.
Cooper BJ, Valentine BA.2002.Tumors of muscle. Di dalam: Meuten DJ, editor.
Tumor in Domestic Animals, Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing.
16
Cullen J M, Page R, Misdorp W. 2002. An overview of cancer pathogenesis,
diagnosis, and management. Dalam: Tumor in Domestic Animals. Edisi 4.
Iowa(AS): Blackwell Publishing Company.
Damjanov I. 2009.Pathology Secrets 3rd ed. USA: ELSEVIER. Hal 76.
Emer J, Solomon S, Mercer S.2011.Reed’s syndrome a case of multiple cutaneous
and uterine leiomyomas. J Clin Aesth Derm. 4(12):37-42.
Fajarningsih N D, Nursid M, Wikanta T, Marraskuranto E. 2008. Bioaktivitas
Ekstrak Turbinaria decurrens Sebagai Antitumor (HeLa dan T47D) serta
Efeknya terhadap Proliferasi Limfosit. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. 3(1):21-27.
Folpe A L, Cooper K. 2007.Best Practices in Diagnostic Immunohistochemistry
Pleomorphic Cutaneous Spindle Cell Tumors. Arch Pathol Lab Med. 131:
1517-1524.
Gown AL, Vogel AM. 1984. Monoclonal Antibodies to Human Intermediate
Filament Proteins II. Distribution of Filament Proteins in Normal Human
Tissues.AJP.144(2):309-321.
Heier A, Gro”ne A, Vo”llm J, Ku”bber-Heiss A, Bacciarini L N. 2003.
Immunohistochemical Study of Retinol-binding Protein in Liver of Polar
Bears (Thalarctos maritimus). Vet Pathol 40:196-202.
Koening A, Wojcieszyn, Weeks B R, modiano J F. 2001. Expression of s100a,
vimentin, nse, and melan a/mart-1 in seven canine melanoma cell lines and
twenty-nine retrospective cases of canine melanoma. Vet Pathol. 38(4):427–
435.
Koestner A, Higgins R J. 2002. Tumors of the Nervous System. Di dalam: Meuten
DJ, editor. Tumor in Domestic Animals, Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing.
Leader M, Collins M, Patel J, Henry K.1987. Vimentin: an evaluation of its role as
a tumour marker. Histopathology.11:63–72.
Liu S, Mikaelian I. 2003. Cutaneous smooth muscle tumors in the dog and cat. Vet
Pathol. 40(6):685-692.
MacFarlane P S, Reid R, Callander R.2000. Pathology Illustrated. Edisi 5.
Harcourt: Churchill Livingstone.
Mattson DJ, Merrill T. 2002. Extirpations of grizzly bears in the contiguous United
States, 1850-2000. Conservation Biology .16(4): 1123-1136.
McLellan B N, Servheen C, Huber D. 2008. Ursus arctos. The IUCN Red List of
Threatened Species. Version 2014.3. [Internet]. [14 Januari 2015, 19.30
WIB].Tersedia pada www.iucnredlist.org.
Milikowski C, Berman I. 1997. Color Atlas of Basic Histopathology, edisi
1.London (GB): Prentice-Hall.
Muntiha M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan
dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE). Jakarta (ID): Balai
Penelitian Veteriner.
Nawaz M A. 2007. Status of the brown bear in Pakistan. Ursus 18(1): 89-100.
Oemiati R, Rahajeng E, Kristanto A Y. 2011. Prevalensi Tumor dan Beberapa
Faktor yang Mempengaruhinya di Indonesia. Bul Penelit Kesehat 39(4): 190-
204.
Pelinka L E. 2004. Serum marker of severe traumatic brain injury: are they useful?.
IJCCM. 8(3):190-193.
17
Potts S.1997. Wildlife of North America the Grizzly Bear. Mankato (AS): Capstone
press. Hal 4-11.
Price S A, Wilson L M. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 1-2. Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani D A,
penerjemah; Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani D A, editor.
Jakarta(ID): EGC. Terjemahan dari Pathophysiology: Clinical Consepts of
Disease Processes.
Rodriguez F J, Folpe A L, Giannini C, Perry A. 2012. Pathology of peripheral nerve
sheath tumors: diagnostic overview and update on selected diagnostic
problems. Acta Neuropathol. 123(3): 295–319.
Runnells R A. 1946. Animal Pathology. Edisi 4. Iowa (AS): The Iowa State College
Press.
Shaffer J J. 2014. Gread Predators Grizzly Bear. Minnesota(AS):Core Library. Hal
5-12.
Sjafrida, Sadono E G. 2013.Terfenadine meningkatkan aktifitas caspase-9 pada
kultur sel melanoma maligna. JKB. 27(4):192-195.
Sofian A, Kampono N. 2006. Peran pemeriksaan imunohistokimia vimentin
sebagai penanda asal jaringan kanker endometrium. Maj Kedokt Indon. 56(2):
46-50.
Tambayong J. 2002. Patofisiologi, untuk keperawatan. Jakarta (ID). Penerbit buku
kedokteran ECG.
Uripsi V. 2005. Menu untuk Penderita Kanker. Depok (ID): Puspa Swara.
Vegad J L. 2007. A Textbook of Veterinary General Pathology. International Book
Distributing Co.
Wippold II FJ, Lubner M, Perrin RJ, Lämmle M, Perry A. 2007. Neuropathology
for the neuroradiologist: antoni a and antoni b tissue patterns. Am J
Neuroradiol. 28 : 1633-1638.
Yoon B I, Lee J K, Kim J H, Shin N S, Kwon S W, Lee G H, Kim D Y. 2001.
Lymphosarcoma in a brown bear (Ursus arctos). J Vet Sci. 2(2): 143-145.
18
Lampiran 1 Pembuatan preparat histopatologi
Sampling
Sampling dilakukan dengan mengambil massa multinodular/tumor pada
medial palmar dextra beruang coklat.
Fiksasi
Sampel tumor difiksasi menggunakan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%
dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm dan dimasukkan kedalam keranjang
jaringan. Sampel kemudian diproses menggunakan tissue processor. Mesin tissue
processor memiliki beberapa tahapan yaitu, didehidrasi menggunakan alkohol
bertingkat. Proses dehidrasi merupakan proses penarikan cairan dari jaringan secara
perlahan-lahan sehingga tidak terjadi pengkerutan pada jaringan (kerusakan
jaringan tumor). Tahapan selanjutnya adalah clearing menggunakan xylol
bertingkat. Proses clearing merupakan proses penghilangan sisa bahan dehidrasi
dan menggantikannya dengan xylol. Kemudian dilanjutkan dengan proses
penggantian xylol dengan parafin agar jaringan tidak mengalami pengkerutan
setelah proses clearing.
Embedding
Embedding merupakan proses penanaman jaringan pada balok parafin.
Pembuatan balok dilakukan menggunakan cetakan besi, sampel tumor yang
dibenamkan dalam parafin cair dimasukkan kedalam cetakan besi kemudian
dicampur dengan parafin panas sampai seluru bagian sampel tumor tertutupi
kemudian diberi label pada bagian atas cetakan. Cetakan besi didiamkan di atas
pendingin untuk membantu proses pengerasan parafin.
Pemotongan
Balok parafin yang telah mengeras kemudian dipotong menggunakan
mikrotom. Hasil pemotongan mikrotom berupa lembaran jaringan yang kemudian
dimasukkan kedalam penangas air pada suhu 55 oC, lembaran jaringan dengan hati-
hati diletakkan pada gelas objek dan diletakkan dalam inkubator bersuhu 57.1 oC
selama 2 jam.
19
Lampiran 2 Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
1. Deparafinisasi merupakan proses penghilangan parafin menggunakan
xylol bertingkat (xylol I dan xylol II) masing-masing selama dua sampai
tiga menit.
2. Rehidrasi merupakan proses pengikatan air menggunakan alkohol
bertingkat (absolut alkohol III, absolut alkohol II, absolut alkohol I,
96%, 80%, dan 70%) masing-masing selama dua sampai tiga menit,
kemudian pencucian dalam aquades mengalir
3. Preparat dimasukkan kedalam larutan Hematoksilin Mayer selama 1
menit
4. Preparat dicuci dengan air keran mengalir selama 30 detik
5. Preparat dicelupkan kedalam larutan Litium karbonat sebanyak tiga kali
6. Preparat dicuci dengan air keran mengalir selama 30 detik
7. Preparat dimasukkan kedalam larutan Eosin selama 30 detik
8. Preparat dicuci dengan air keran mengalir selama 30 detik
9. Preparat didehidrasi dan ditutup menggunakan gelas penutup
20
Lampiran 3 Pewarnaan Masson’s Trichrome
1. Deparafinisasi merupakan proses penghilangan parafin
menggunakan xylol bertingkat (xylol I dan xylol II) masing-masing
selama dua sampai tiga menit.
2. Rehidrasi merupakan proses pengikatan air menggunakan alkohol
bertingkat (absolut alkohol III, absolut alkohol II, absolut alkohol I,
96%, 80%, dan 70%) masing-masing selama dua sampai tiga menit,
kemudian pencucian dalam aquades mengalir
3. Preparat direndam dalam larutan Mordant selama 30-40 menit, lalu
dibilas dengan aquades
4. Preparat direndam dalam larutan Carrazi’s Hematoksilin selama 40
menit
5. Preparat direndam dalam larutan 0.75% Orange G selama 1 - 2
menit
6. Preparat dicelupkan kedalam larutan asam asetat 1 % sebanyak 2
kali
7. Preparat direndam dalam larutan Ponceau Xylidine Fuchsin selama
15 menit
8. Preparat direndam dalam larutan 2.5% Asam Fosfotungstat selama
10 menit
9. Preparat dicelupkan kedalam larutan asam asetat 1 % sebanyak 2
kali
10. Preparat direndam dalam larutan Anilin Blue selama 15 menit
11. Preparat dicelupkan kedalam larutan asam asetat 1 % sebanyak 2
kali
12. Preparat direndam dalam alkohol 96% selama 3 menit
13. Preparat didehidrasi dan ditutup menggunakan gelas penutup
Hasil pewarnaan Masson’s Trichrome, yaitu inti sel berwarna biru tua, otot
dan elastin berwarna merah, firbrin dan kalsium berwarna ungu, hyalin berwarna
biru muda, jaringan ikat kolagen dan mukus berwarna biru kehijauan.
21
Lampiran 4 Pewarnaan Imunohistokimia
1. Deparafinisasi merupakan proses penghilangan parafin
menggunakan xylol bertingkat (xylol I dan xylol II) masing-masing
selama dua sampai tiga menit.
2. Rehidrasi merupakan proses pengikatan air menggunakan alkohol
bertingkat (absolut alkohol III, absolut alkohol II, absolut alkohol I,
96%, 80%, dan 70%) masing-masing selama dua sampai tiga menit.
3. Pencucian dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak 3 kali,
masing – masing selama 5 menit.
4. Dilakukan Blocking menggunakan 0,5% H2O2 selama 20 menit
5. Pencucian dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak 3 kali,
masing – masing selama 5 menit.
6. Preinkubasi dalam Foetal Bovine Serum
7. Inkubasi dengan antibodi primer Desmin, Vimentin, Glial Fibrillary
Acidic Protein (GFAP), dan S100 selama 24 jam dalam lemari
pendingin
8. Pencucian dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak 3 kali,
masing – masing selama 5 menit.
9. Inkubasi dengan antibodi sekunder selama 20 menit
10. Pencucian dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak 3 kali,
masing – masing selama 5 menit.
11. Diberilarutan peroksidase streptavidin selama 5 menit
12. Pencucian dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak 3 kali,
masing – masing selama 5 menit.
13. Diberikan pereaksi 3,3-diamino benzidine (DAB)
14. Pencucian dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak 3 kali,
masing – masing selama 5 menit.
15. Dicuci dengan akuades.
16. Dicelupkan kedalam larutan Hematoxylin counterstain.
17. Dicuci dengan air mengalir.
18. Preparat didehidrasi dan ditutup menggunakan gelas penutup.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 4 mei 1994 sebagai putri
kelima dari Lapu Mangago dan Naharia Abbas. Penulis memiliki empat orang kaka
bernama Febi Salfriyani Lapu Mangago, Saldesi Lapu Mangago, Sone Tri Saputra
Lapu Mangago, dan Lusi Yusniar Tandiayuk.
Penulis perna bersekolah di SDN 172 Enrekang, SMPN 1 Enrekang, dan
lulus dari SMAN 1 Enrekang pada tahun 2012, pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
melalui jalur undangan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti organisasi Badan
Eksekutif Mahasiswa FKH IPB, Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia,
Himpunan Minat dan Profesi Satwaliar dan Komunitas Seni Steril FKH IPB.
Penulis perna menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Embriologi veteriner,
Anatomi Veteriner II, Histologi Veteriner II, Ilmu dan Teknologi Reproduksi, Ilmu
Bedah Khusus Veteriner I, dan Bakteriologi.