tun tun an
TRANSCRIPT
TUNTUNAN
I
1. APAKAH “SETIA HATI” ITU DAN BAGAIMANA
HAKEKATNYA
Kata Setia Hati mengandung arti dan makna diri setia kepada hati
sanubari sedangkan hati sanubari sendiri berkblat kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Secara singkat yang dimaksud
Diri ialah keseluruhan utuh bulat daripada badan, jasad, atau wadag
(merupakan objek belaka) dengan segala alat kelengkapannya seperti
panca indra, akal pikiran, kehendak keinginan, hawa nafsu dan lain
sebagainya. Yang saling berkaitan, saling mengisi, serap menyerapi satu
sama lain yang mewujudkan suatu sifat atau perbuatan secara utuh. Pada
hakekatnya diri adalah yang digunakan, yang digerakkan yang berfungsi
sebagai prasarana.
Hati sanubari ialah kalbu, sukma, rosing – roso, rasa hati, atau pribadi.
Setia mengandung arti tidak mau dipisahkan betapapun kondisinya, iklas
berkorban demi kesetiannya menurut kehendak yang dilimpahi
kesetiannya secara mutlak. Kesetian itu pada dasarnya berlandaskan cinta
kasih yang mendalam. Hati sanubari merupakan sebuah subjek daripada
manusianya (yang menggunakan, yang menggerakkan, yang mengku).
Akan merupakan kesalahan jika objek dianggap sebagai subjek. Hati
sanubari berisikan rasa yang halus dan mendalam, yang menjadi sarana
Tuhan Yang Maha Esa untuk menyatakan Diri dalam Sasmitanya
(Wahyu/Pulung/dsb). Hati sanubari seolah – olah sebagai duta besar
berkuasa penuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dan dari Tuhan.
Diri setia kepada hati sanubari yang berarti disini diri yang sudah
bersatu manunggal dengan hati sanubari yang berkiblat kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Jika Diri sudah manunggal dengan Pribadi, dan Diri
berbuat sesuai dengan Hati sanubari, maka manusia yang memiliki diri itu
adalah pelaku bulat Illahi dan dapat disebut manusia utuh bulat, manusia
paripurna. Inilah tujuan Persaudaraan Setia Hati Terate, yang membimbing
para kadang menjadi insane Setia Hati sejati yang selalu hidup di jalan
yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa. Sudahkah kadang – kandangku Setia
Hati merasa sudah menjadi manusoa insane SH Sejati?
1
2. BAGAIMANA PERWUJUDAN PSHT (ILMU SETIA HATI)
Pencak silat PSHT dalam fungsinya untuk mempertahankan dan
membela diri adalah salah salah satu sarana memperoleh keselamatan,
keamanan dan ketentraman hidup lahir batin, antara Diri dan Pribadi.
Keselamatan yang beraspek lahir diusahakan dengan melatih dan
mengolah Diri dengan senam, jurus, kripen, dan lain sebagainya.
Sedangkan keselamatan yang beraspek batin dengan melatih dan
mengolah Pribadi dengan pernafasan, ke-SH-an, ilmu rohani yang lain
(kitab suci agama yang dianut), menjalankan perintah Tuhan Yang Maha
Esa dan menjauhi semua larangan Tuhan Yang Maha Esa, patuh terhadap
Orang Tua, Guru, patuh dan taat dengan semua aturan atau norma yang
berlaku (adat istiadat, Undang – Undang, Hukum), serta menjunjung tinggi
serta mengamalkan Pancasila (bagi bangsa Indonesia).
Oleh karenanya tiada tepatlah mempelajari pencak silat PSHT tanpa
memperdalam Jiwa Pribadi Setia Hati) ataupun juga sebaliknya.
3. KEGUNAAN PSHT
Bagi kadang – kadang PSHT sendiri sebagai seorang individu.
Perjalanan hidup seseorang pada umumnya selalu terombang ambing
oleh pasang surut gelombang kehidupan, entah itu sebagai “cobaan” atau
sebagai ujian hidup. Gelombang itu bias diakui sebagai “kawan” ataupun
diakui sebagai “lawan” hal tersebut tergantung pada kekuatan,
keseimbangan, dan keselarasan “diri pribadi” menentukan sikap dalam
menghadapi gelombang yang merupakan “tantangan hidup” itu. Karena
semuanya prose situ tiada terlepas dan berada dalam TATA WISESA
TUHAN sesuai dengan kodrat (Kuasa) dan iradat (Karsa) Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu, barang siapa selalu dalam hukum Tuhan,
menyelaraskan tiap kehendak dan perbuatan dengan kodrat dan iradat
Illahi, maka mereka akan “ aman tentram selamat sejahtera” lahir batin.
Dalam hubungan ini Setia Hati membantu membimbing kadang –
kadang mencapai tujuan tersebut dengan mengusahakan latihan – latihan
untuk dapat menguasai kekuatan jasmaniah dan kekuatan rohaniah
dengan latihan olah raga dan olah jiwa. Setia Hati berkeyakinan, bahwa
gerak mobah molah insane itu bertujuan:
a. Mempertahankan diri pribadi.
b. Mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (lahir - batin).
c. Kembali pada sumber–Nya (sesempurna – sempurnanya).
2
Setiap insan Setia Hati diwajibkan memahami Pencak Silat Setia Hati
dan menjiwai Kerohanian Setia Hati dengan melakukan latihan – latihan
secara teratur, terarah, dan tekun. Tiap latihan harus dikerjakan dengan
teliti sampai selesai dengan hasil yang memuaskan, baik lahiriah dan juga
batiniah. Semua itu dipersiapkan untuk mengahadapi semua tantangan
hidup, dengan menghayati ajaran – ajaran, diharapkan setiap insan – insan
Setia Hati akan berhasil mencapai suasana “aman, tentram, senantiasa,
selamat sejahtera” lahir-batin didunia dan diakhirat, Amin.
a) Bagi kadang PSHT dalam ikatan organisasi
Insan PSHT yang merasa mempunyai ikatan tali Persaudaraan Setia
Hati Terate dalam arti Diri Setia Kepada hati Sanubari, berjiwa pribadi
PSHT merasa serta berpencak silat PSHT sudah selaknya merasa merasa
satu rumpun.
PSHT harus dapat merasakan sebagai “suh/simpai” yaitu suatu
pengikat untuk menghimpun dan mengatur secara organisasi yang baik
dan teratur, yang tidak boleh diabaikan begitu saja dalam pembangunan,
khususnya dibidang mental spiritual.
Ikatan batin dengan jiwa pribadi SH dalam suatu organisasi yang baik
dan teratur sebagai wadah atau sarana, dimana para kadang dapat saling
”silih asah, silih asuh, silih asih” (masing – masing saling mempercerdas,
mengsuh hingga timbul rasa cinta kasih dan kasih sayang satu sama lain).
b) Bagi kemanusiaan
PSHT bermaksud memberikan bimbingan kepada kadang – kadang
kearah “diri setia kepada hati sanubari” karena jka diri sungguh – sunguh
sudah setia kapada hati sanubari. Ini berarti bahwasannya “diri dengan
pribadi” sudah menjadi satu manunggal, lingkup melingkupi dan serap
menyerapi. Manusianya sungguh – sunguh mewujudkan suatu totalitas,
suatu kebutuhan bulat. Manusianya sungguh – sumngguh dapat disebut
“pelaku bulat” daripada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran – ajaran tersebut
pada dasarnya beraspek universaal untuk seluruh manusia, tidak hanya
semata – mata kadang PSHT saja.
Hati sanubari atau “pribadi” tidak dapat disangkal lagi sebagai
landasan untuk beriman dan memantapkan iman kepada Tuhan Yang
Maha Esa didalam lubuk hati yang paling dalam yaitu hati sanubari. Hati
sanubarilah yang dapat mewujudkan gerak mobah molah, perbuatan atau
3
pakarti adil, jujur, benar, mtepa sarira dan mwmbawa seseorang ke “rasa
pangrasa” yang halus dan mendalam. Rasa ini yang mengantarka kepada
rasa kemanusiaan yanhg adil dan beradab serta berbudi luhur. Tiada budi
pekerti luhur tanpa melandaskan diri pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam pada itu rasa Ketuhanan Yang Maha Esa itu tumbuh kembangnya di
hati sanubari.
Oleh karenanya itu tidak berlebihan, jika yang disebut hati sanubari
atau pribadi itu dianggap berfungsi seolah – olah “sebagai Duta Besar
Berkuasa Penuh” untuk mencapai ke Tuhan Yang Maha Esa dan dari Tuhan
yang Maha Esa, disamping fungsinya sebagai sarana Tuhan Yang Maha Esa
untuk menyatakan Diri dalam wahyu-Nya. Dengan diri setia kepada hati
sanubari, maka diri sudah manunggal dengan pribadi yang saling lingkup
melingkupi, serap menyerapi. Dengan begitu diri tidak menjadi tirai
(pemisah) antara pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa Penciptanya.
Dalam hubungan ini diri bahkan dapat menjadi tombol antara pribadi
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hal seperti tersebut diatas bisalah
digunakan sebagai salah satu unsur landasan dalam tata kehidupan ber-
Pancasila demi memantapkan suksesnya “pembangunan Bangsa
Indonesia.”
4
PANDANGAN & PEDOMAN HIDUP PSHT
1. PANDANGAN HIDUP SEORANG PSHT
Dalam melaksakan tata kehudupan berlandaskan Pancasila PSHT
mempunyai pandangan sebagai berikut:
a. Gerak – mobah - molah manusia bertujuan untuk menghindari /
meniadakan segala rintangan dalam rangka mempertahankan
diri.
b. Gerak – mobah - molah manusia bertujuan untuk
(mengarahkan pada usaha) memperoleh kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir – batin.
Namun kedua aspek tersebut berjalan menurut Tata Wisesa atau
Hukam Tuhan sesuai dengan kodrat (kuasa) dan Iradat (Karsa) Nya. Dalam
semua itu gerak – mobah – molah pada hakekatnya akan berakhir kembali
kepada SUMBER (Tuntunan II) yang menggerakkan. Untuk mencapai
tujuan tersebut PSHT membimbing kadhang – kadhang (warganya) agar
melakukan secara teratur dan terarah :
Olah Raganya khususnya mengenai Pencak Silat PSHT
Olah Jiwa dengan menghayati dan mengamalkan ajaran – ajaran
PSHT
Setia Hati menyadri bahwasannya yang disebut “manusia” itu
melingkupi “raga’ denga “jiwa”, “diri” dengan “pribadi” atau “raga”
dengan “roh”. Namun demikian kedua unsur tersebut pada hakekatnya
merupakan suatu ujut yang utuh bulat, suatu totalitas yang utuh, suatu
totalitas yang hidup. Totalitas tersebut tidak boleh dipisahkan satu sama
yang lainnya. Sebab apabila unsur yang satu terpisah dari yang lain, jadi
“diri” dipisahkan dari “pribadi”, “raga” dipisahkan dari “jiwa” maka
hilanglah sifat atau eksistensi “manusia” yang sesungguhnya. Jika disini
nanti diadakan penguraian secara terpisahkan atau terperinci adalah ada,
dimaksud untuk mengetengahkan perbandingan antara yang satu dengan
yang lainnya agar jangan sampai “worsuh” atau salah terka. Misalnya yang
sesungguhnya diri dianggap sebagai pribadi, sedangkan yang sebetulnya
pribadi dianggap dan diperlukan sebagai diri. Dengan kata lain “raga”
bukanlah “jiwa”, sebaliknya “jiwa” bukanlah “raga”
5
Untuk membimbing kadang – kadhang kearah penghayatan “Diri Setia
Kepada Hati Sanubari”, maka Setia Hati mengajarkan supaya kita selalu
mengenal diri pribadi kita sendiri terlebih dahulu dengan selalu mawas diri
atau “mulat sarira”. Setia Hati berkeyakianan, bahwasannya “barang siapa
mengenal diri pribadinya, dia akan mengenal Tuhannya.” Juga dengan
mawas diri kita akan menjadi sadar, bahwa gerak – mobah – molah kita,
atau untuk mempertahankan diri ataukah untuk memperoleh
kesejahteraan lahir batin itu tidak akan lepas dari Hati Sanubari yang
selalu berkiblat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti, semua
perbuatan kita, semua tingkah laku kita, yang baik nampak maupun tidak
nampak, selalu diawasi oleh Hati Sanubari. Karena semua perbuatan kita
perlu dilandaskan pada Hati Sanubari. Denga demikian gerak – mobah –
molah kita yang berujud perbuatan akan dijiwai rasa peri kemanusiaan dan
berbudi luhur.
Sebagai atau landasan berpijak Setia Hati mengajarkan, agar kita selalu
berdiri atau pada “AS”, karena AS atau poros menentukan keseimbangan
dan dalam putaran hidup dan kehidupan. Adapaun “AS” dari manusia ialah
sesungguhnya Hati Sanubari atau Pribadi manusia itu sendiri. Yang disebut
“AS” biasanya berfungsi pula sebagai penyalur dan pengatur tenaga dan
kekuatan dalam ruang lingkup sekitar tempat kedudukan “AS” itu sendiri.
2. PEDOMAN HIDUP PSHT SAPTA WASITA TAMA
Pedoman hidup seorang SH-wan ialah Sapta Wasita Tama, yang artinya
sapta (tujuh), wasita (ajaran/pedoman), tama (utama/luhur)
dengandemikian Sapta Wasita Tama berarti tujuh pedoman yang luhur
menjadi sendi – sendi kehidupan rohani SH, melaksanakan tata kehidupan
berdasarkan Pancasila.
SAPTA WASITA TAMA
1) Tuhan menciptakan alam seisinya hanya dengan sabda sebelum
disabda (dumadi) alam seisinya itu ada pada yang Menyabda.
2) Setelah alam semesta seisinya ada (Disabda) Tuhan menyertai
sabdaNya.
3) Barang siapa meninggalkan AS-nya tergelincirlah ia oleh lingkungan
sekelilingnya (omgeving).
4) Barang siapa meninggalkan keseimbangan, tergelncirlah ia.
6
5) Barang siapa melupakan/meninggalkan permulaan, tak akan dapatlah
ia megakhirinya.
6) Barang siapa mengaku hasil karyanya menjadi milik sendiri
terbelengulah ia lahir bathin.
7) Barang siapa selalu melati merasakan “rasaning rasa”, Insya Allah
lambata laun ia akan kerasa ing rosing roso.
Rosoning roso ialah sumber dari rasa, keroso ing rosing roso ialah
terasa atau merasakan inti pusat dari rasa. Inti pusat ini sering disebut
rasa sejati, sejatining rasa, Kalbu, Hati Sanubari, Pribadi. Apabila oarang
tersebut telah “kerasa ing rosing rasa,” maka ia akan meraskan tanpa
sarira, denga kata lain ia akan merasakan atau terasa yang tiada jasati,
yang rokhani, yang ghoib.
Yang pada hakekatnya Sapta Wasita Tama memberi bimbingan kearah
kesadaran rohani yang mendalam, berhubungan antara sikap diri dan
pribadi sebagai individu atau orang seorang terhadap diri pribadi sebagai
totalitas yang utuh dan bulat. Proses ini sesungguhnya hanya merupakan
satu tahap mengenal diri pribadi. Kesadaran yang rohani dan mendalam
inilah akan membawa orang pada “rasa pengrasa” hidup dengan Tuhan
dalam Tuhan. Kesadaran inilah sesungguhnya hasil daripada “mawas diri”
yang dihayti dengan teratur, teliti dan tekun.
UNGKAPAN SECARA SINGKAT
1. Tuhan menciptakan alam seisinya hanya dengan sabda sebelum
disabda (dumadi) alam seisinya itu ada pada yang Menyabda.
2. Setelah alam semesta seisinya ada (Disabda) Tuhan menyertai
sabdaNya.
Pada dalil pertama dan kedua memberi ungkapan, bahwa semua
kejadian dan semua yang terjadi didalam semesta ini tidak berdiri sendiri,
tetapi ada yang menjadikan itu tidak terpisah dari “yang dijadikannya”
atau “yang terjadi”, bahkan selalu menyertainya. Marilah kita mengambil
contoh titik tolak pribadi kita sendiri. Kita mengikuti dan mengamati proses
yang sedang berlaku pada diri kita saat ini dengan tekun, teliti dan penuh
perhatian yang memang tidak mudah, tetapi juga sebaiknya dilakukan
agar “ketemu.” Dalam pada itu kita sesungguhnya sudah melangkah
didalam suasana “mawas diri atau mulat sarira”
7
Dengan melakukan mawas diri seperti tersebut diatas kita akan sampai
pada kesadaran yang mendalam tentang keadaan diri pribadi didalam
waktu sekarang ini. Kita akan terasa dan merasakan sadar,
bahwasannya ............ aku ini ada dan “aku ini hidup”.........
Kemudian kita kan menjadi sadar pula, bahwa adaku dan hidupku tidak
bisa terlepas daripada waktu “sekarang ini” dan tempat “disini.” Yang
dimaksud terasa atau merasakan sampai sadar itu bisa terwujud jika
penghayatan kita dilandasi dengan pengrasa yang halus mendalam pada
hakekatnya yang disebut “rasa pengrasa” yang halus mendalam itu adalah
Rasa Ketuhanan, inilah yang akan membawa seseorang kedalam sesuatu
yang mutlak, sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi, karena yang Khak
dan yang Mutlak itu hanya Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila seseorang sudah terasa atau merasakan dan sadar, bahwa “aku
ada.” Kemudian rasa pengrasa yang halus mendalam itu akan mengarah
kepada kiblat “Yang Dumadi” untuk menjawabnya. Selanjutnya orang akan
terasa atau merasakan dan sadar akan “ada” dan “hidupnya” pada waktu
“sekarang ini.”
Semasa hidupnya orang tidak mungkin terlepas atau melepaskan diri
dari AS dari pada lingkungan waktu yang membatasi saat yang disebut
“tadi” dan “nanti” atau “kemarin” dan “esok.”
Rasa dan sadar akan “aku ini ada” membawa orang kepada pertanyaan
“sebelum ini aku ada, sekarang aku dimana? Dan nantinya kemanakah
aku?.” Untuk mempertanyakan ini dalil Sapta Wasita Tama membantu
memberikan jawabannya dengan tepat.
“Aku” adalah salah satu unsur daripada alam semesta Cipta Tuhan
Yang maha Esa oleh karenanya sebelum aku ini ada atau dumadi, aku ada
pada Tuhan Yang Maha Esa. Begitupun halnya keadaan hidup aku.
Pertanyaan – pertanyaan tersebut diantaranya diatas bukanlah hanya
dijawab dengan menggunakan logika atau akal pikiaran kita saja, tetapi
dalam hubungan ini harus lebih dilandaskan pada rasa pengrasa yang
mendalam ialah “Rasa Ketuhanan” yang ada pada setiap individu.
Sesungguhnya segala sesuatu yang terurai tadi adalah salah satu bentuk
mawas diri, maka diperlukan penggunaan rasa halus mendalam.
Diibaratkan orang bercermin untuk memahami wadaknya sendiri. Dia tidak
akan dapat melihat wajahnya dengan jelas dan terang, kalau cerminnya
tidak berlapis rasa disisi belakangnya. Makian halus rasanya, makin jelas
makin ternagnlah wujud dalam cermin itu.
8
Tanpa rasa yang halus dan mendalam orang tidak akan berhasil
mengenal diri pribadinya secara tepat dan jelas. Dengan melalui
kesadaran sampai pada keyakinan bahwa aku ada itu karena ada Yang
Mengadakan. Dan aku hidup itu karena ada Yang Menghidupi, orang
lambat laun akan terasa atau merasakan adanyaYang Mengadakan dan
Yang Menghidupi. Kemudian dia akan sampai pula kesadaran, bahwa
adaku itu dibatasi oleh tempat ruang “disini” dan waktu “sekarang.”
Berbeda dengan Yang Mengadakan dan Yang Menghidupi, yang tidak
jasmani.
Dia tiada batas waktu dan tiada batas ruang ialah melingkupi tempat
dan waktu diaman saja, kapan saja, tiada awal tiada akhir, tetapi juga
yang paling awal dan paling akhir. Dia kekal dan abadi
Dengan rasa yang halus dan mendalam orang sadar bahwa Tuhan
Yang Maha Esa selalu menyertai kita dimana saja, dimana saja, kapan saja
dan dalam keadaan bagaimanapun juga Tuhan Yang Maha Esa selalu
menyatu dan mensertai kita. Tiada sinar matahari tanpa diikuti
mataharinya, tiada daun – daunan bergerak – gerak tanpa disertai yang
menggerakkan ialah angin. Hanya sayang biasanya yang kita perhatikan
itu selalu daunnya yang bergerak – gerak, tidak sampai pada “Yang
Menggerakkan.”
Padahal yang menggerakkan itu tidak terpisah dari yang digerakkan.
Namun dalam segala hal kita selalu meninggalkan atau melupakan “Yang
Menggerakan.” Karenanya dalam keadaan bagaimanapun diwaktu suka,
diwaktu duka, diwaktu memperoleh sukses, diwaktu mendapat kegagalan,
diwaktu mendapat ujian atau cobaan, janganlah meninggalkan tau
melupakan Tuhan carilah Tuhan Yang Maha Esa dengan dan dalam hati
sanubari.
3. Barang siapa meninggalkan “AS” tergelincirlah ia oleh lingkungan
sekelilingnya.
4. Barang siapa meninggalkan keseimbangannya, tergelincirlah ia
Perlu disadari, bahwasannya daya, tanaga dan kekuatan manusia itu
bisa beraspek “jasati” (stifellijk) dan bisa pula beraspek “rohani.” Yang
pertama biasanya disebut kekuatan “lahir,” yang lain dikatakan kekuatan
“batin,” kadang – kadang disebut kekuatan gaib/tersembunyi.
Sesunguhnya yang disebut kekuatan lahir itu tiada lain daripada
perwujudan kekuatan batin atau kekuatan dalam. Pada hakekatnya
9
kekuatan hidup. Tenaga daya atau kekuatan dimaksud bisa dilatih, dibina
dan dikembangkan lewat latihan – latihan olah jiwa atau olah raga.
AS merupakan bagian dan unsur vital bagi kesatuan atau totalitas
dan dalam lingkungannya, AS berfungsi pengatur dan penyalur, disamping
perannya sebagai penghimpun dan penyimpan daya, tenaga dan
kekuatan. AS manusia yaitu berupa hati sanubari mempunyai peran pula
sebagai distributor dan akumulator daripada tenaga dan kekuatan
manusia itu sendiri.
AS adalah tempat kedudukan, dimana suatu proses berpusat dan
memusat. Apabila proses itu gerak mobah molah manusia, maka A-nya
adalah jantung dari manusia itu sendiri. Jantung manusia adalah sumber
daripada daya hayati hidup atau sumber daripada “rahsa” manusia itu
sendiri. Diawali dengan gerak denyut atau gerak getar jantung mulai
berfungsilah seluruh alat sarana manusia sesuai dengan tugas masing –
masing. Jika berarti berdenyut / bergetar, berhentilah seluruh hidup dan,
kehidupan manusia. Manusianya dinyatakan mati meninggalkan dunia.
Didalam jantung di pusatnya bersemayamlah yang disebut hati
sanubari, pribadi atau rasa jati. Hati sanubari tiada gerak, namun
menumbuhkan seluruh gerakan “diri”, diawali di jantung, berupa gerak
denyut atau gerak getar. Gerakan itu kemudian menebar keseluruh
anggota tubuh secara menyeluruh sebagai getaran atau hidup. Dalam
hubungan ini hati sanubari berfungsi sebagai sarana Tuhan Yang Maha Esa
untuk memancarkan Sinar sifat hayati-Nya. Namun hati sanubari berperan
pula sebagai tirai antara insan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Jika gerakan itu mengembang, maka lingkungannya mengembang
pula. Makin besar tenaga atau kekuatan atau daya gerak AS, makin besar
pula lingkungannya atau bisa disebut omgeving.
Dalam pada itu setiap unsur dari pada kekuatan atau totalitas roda,
jika terlepas meninggalkan AS-nya, akan tergilas oleh lingkungan
sekelilingnya. Dimisalkan senuah ruji – ruji roda, jika ruji – ruji
meninggalkan AS, maka ruji – ruji akan tergilas oleh ruji – ruji lainnya. Ini
berarti pula, bahwa barang siapa meninggalkan hati sanubari dia akan
tergilas oleh lingkunagn (omgeving). Dia akan tergilas oleh “putaran roda
kehidupan” sekelilingnya.
AS berfungsi pula, sebagai yang mengatur dan menentukan
keseimbangan atau keserasian, jika kita berada AS, kita tak akan
terombang ambing oleh gelombang lingkungan sekeliling kita. AS daripada
manusia mengatur dan menentukan juga keseimbangan antara “diri”
10
dengan “pribadi” manusia itu sendiri. Kemauan kita, bahwa nafsu kita,
banyak kali lebih besar daripada kemauan diri kita. Jika kita tidak
berpegang pada AS atau hati sanubari, kita akan tergelincir dan terjatuh.
Makin jauh kita meninggalkan AS, makin terlepas kita dari
keseimbangan, makin berat pula terjatuh kita. Oleh karenanya
bertindaklah sesuai dengan suara hati sanubari, jikalau ingin aman,
tenram, dan sentausa, karena hati sanubarilah AS daripada seluruh hidup
dan kehidupan manusia. Jika orang mengusahakan adanya keseimbangan
antara akal pikiran yang menginginkan segala sesuatu yang baik, yang
terbaik bagi dirinya dan hati sanubarinya yang menghendaki segala
sesuatu yang adil, yang jujur, yang benar, maka insya allah ia memperoleh
ketenangan, ketentraman dan kesentausaan hidup lahir dan batin untuk
menghadapi seribu satu tantangan. Dia tiadak munkin tergelincir oleh
lingkungan, apapun situasi dan kondisinya.
5. Barang siapa melupakan / meninggalkan permulaan, ia tak akan dapat
mengakhirinya.
Setiap masalah, setiap kejadian, setiap proses tentu mempunyai awal
permulaannya dan titik akhir habisnya proses atau masala. Awal mulanya
itu sebagai titik tolak mulai proses, sedang titik akhir itu menujukan selesai
habisnya proses. Titik tolak itu merupakan landasan “ sebab “ untuk
menentukan “ akibat “ yang mengarah kesatu tujuan atau sasaran. Tetapi
bagaimanapun bentuk atau wujud prosesnya akan berlaku hukum titik
tolak awal sama dengan titik habis akhir. Atau awal sama dengan akhir
atau sangkan paran.
Diibaratkan siklus air, air laut karena terik matahari air laut menguap
menjadi uap air. Uap air itu terkumpul kemudian terbawa oleh angin ke
daerah yang mempunyai tekanan udara yang rendah, setelah itu jatuh
menjadi titik – titik hujan. Titik – titik air selanjutnya mengumpul menyatu
mengalir lewat sungai – sungai dan akhirnya kembali lagi ke laut. Yang
akhirnya dapat disimpulkan titik awal laut, titik akhir laut pula. Demikian
pula yang terjadi pada proses alam seisinya. Karena alam seisinya berasal
Tuhan Yang Maha Esa, maka kembali ke Tuhan Yang Maha Esa.
Jika orang melupakan / meninggalkan permulaan dalam arti ia tidak
tahu lagi awal mulanya, ia tidak akan sampai pada akhir tujuannya.
Diumpamakan orang pergi dari rumah kekantor untuk setelah tugasnya
dikantor selesai, semestinya ia kembali kerumah tempat tinggal semula.
11
Awal mula rumah tempat tinggal, sedang akhir tujuan adalah kembali
kerumah tempat tinggal semula.
6. Barang siapa mengaku hasil karya menjadi miliknya ia akan
terbelenggu lahir batin
Biasanya orang hidup itu berusaha atau berkarya untuk memenuhi
kebutuhan dan tututan dan kehidupan. Karena itu berusaha atau
berkaraya ia akan memperoleh hasil. Adapun hasil itu sendiri bisa
memuaskan tetapi bisa mengecewakan baginya. Jika hasil karyanya itu
sesua dengan harapan ia akan merasa puas dan senang, itu juga
sebaliknya jika hasil itu tidak sesuai yang diharapkan, ia akan kecewa.
Biasanya hasil karya yang memuaskan akan diakuai menjadi miliknya,
sedang yang mengecewakan segan untuk diakuinya, bahkan biasanya
biasanya dilemparkan kepada orang lain.
Yang menguntungkan dianggap adil, wajar, sedang yang tidak
menguntungkan dianggap tidak adil, dan tidak wajar. Umumnya hasil yang
dianggap baik itu lalu diletakkan pada dirinya, seolah – olah menjadi
bagian mutlak daripada tubuhnya. Sekali – kalipun tidak boleh lepas dari
dirinya. Jika hasil yang telah melekat itu menjadi berkurang atau atau
menjadi tiada dia akan berteriak seakan kehilangan tubuhnya.
Jika hal – hal tersebut kita kurang bisa menyikapi dengan baik. Kita bisa
tersesat jalan dan melakukan tindakan – tindakan yang kurang bisa
dipertanggungjawabkan, baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk
masyarakat atau untuk Tuhan Yang Maha Esa sekalipun.
Pada hal semua kejadian atau semua proses yang terjadi pada diri kita,
baik yang secara langsung maupun yang tidak langsung itu tidak terlepas
dan selalu sesuai dengan hukum Tuhanserasi dengan Kodrad dan
Iradadnya. Manusia itu diibaratkan sebuah pensil. Pensil semata – mata
hanya pelaku bulat daripada yang menuliskan, karena pensil tidak
mungkin menulis sendiri. Adapun tulisan yang dibuat pensil itu bukan
semata – mata pemilik pensil, tetapi milik penulisnya. Sungguh tidak pada
tempatnya jikalau pensil mengaku tulisan itu sebagai miliknya. Penulis
mempunyai maksud tersendiri akan semua yang dituliskan. Jika pensil
ingin tahu dan tujuan tulisan itu, dia harus menanyakan kepada penulis,
jangan hanya menyimpulkan dari tulisan itu sendiri. Pensil harus sadar,
bahwasannya dia tidak lebih dan tidak kurang hanya pelaku bulat daripada
penulis.
12
Demikian halnya dengan keadaan menusia sebagai Ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Dialah hanya pelaku bulat daripada yang Mengadakan dan Yang
Misesa. Hasil karya yang kita peroleh dari jerih payah kita, tidak
seharusnya kita aku, kita akui sebagai milik kita secara mutlak. Pengakuan
inilah yang membangkitkan rasa iri, dengki purba sangka, putus asa, dan
lain sebagainya.
Kita seharusnya menyadari, bahwasannya semua hasil karya kita atau
hasil itu memuaskan atau tidak, semuanya tidak terlepas dari Hukum
Tuhan Yang Maha Esa. Semua hasil karya kita peroleh dalam hubungan
dengan nasib kita sesungguhnya akan membawa kita kesatu tujuan yang
telah ditentukan oleh yang mengaruniai nasib kita. Kalau kita ingin tahu,
mengapa nasib kita baik atau mengapa nasib kita buruk, kita harus ber-
paling pada yang Mengaruniai nasib kita dan menanyakan dengan
melandaskan pada hati sanubari. Menanyakan harus dilakukan secara
khusuk dengan seluruh diri pribadinya. Insyaallah Tuhan Yang Maha Esa
akan melimpahkan taufik dan hidayahnya.
7. Barang siapa selalu melatih merasakan “rasaning rasa” (merasakan
sumbernya), insyaaallah ia akan “kerasa ing rosing roso.” (terasakan
Inti pokok rasa)
Yang dimaksud dengan “rasa” disini bukanlah rasa manis, pahit,
bukan rasa panas, dingin, hangat, segar , bukan pula rasa senang,
sedih, dongkol, dan lain sebagainya, tetapi rasa dari kata rahsa yaitu
darah dan rasa. Rahsa inilah yang menyerapi dan seluruh tubuh secara
merata dan mendalam. Rahsa ini pada azasanya “rasa kasunan” rasa
yang dapat merasakan dan terasa adanya Tuhan Yang Maha Esa,
karena rahsa ini sesungguhnya PANCARAN daripada SINAR SIFAT
HAYATI TUHAN. Oleh karenanya untuk merasakan “rasa” tersebut harus
dilakukan penghayatan dengan menggunakan “rasa oengrasa yang
mendalam.”
Adapun yang mengartikan dengan rosing roso ialah inti pusat
daripada yang bersemayam dipusat jantung tiap insan. Rosing roso
inilah yang biasanya disebut : rasa sejati, sejatining rasa, hati sanubari,
hati nurani, pribadi dan sebagainya. Namun demikian, pada hakekatnya
rasa itu hanya satu dan tunggal. Tiap individu dengan mulai latihan
yang teratur dan berturut turut serta tekun dapat mencapai keadaan
“merasakan” atau “terasa.” Rosing roso inilah hati sanubari.
13
Tetapi untuk menerangkan dengan kata – kata eksistensi dari rosing
roso atau hati sanubari itu tidak mungkin, karena itu adalah
pengalaman pribadi, yang gaib. Bagamana menjelaskan rasa manis
rasa asin secara tepat, kalau tidak / belum mengalami merasakan
sendiri melalui penghayatan yang setepat – tepatnya dan teliti. Dengan
pengalman karena penghaytan sendiri secara komlit akan tertancap
suatu kesan atau impresi yang tak mudah dilupakan.
Namun penghayatan harus dilakukan dengan seluruh diri pribadi
secara utuh bulat, bukan hanya menggunakan sebagian dari anggota
tubuh, misalnya : hanya dengan mata dan telinga. Apabila penghayatan
itu dilakukan secara teratur dan berkeseimbangan dengan latihan –
latihan.
Rahsa pada hakekatnya mewujudkan daya hayati hidup sebagai
pancaran daripada sinar sifat hayati Tuhan Yang Maha Esa, yang
mengandung daya tenaga dan kekuatan / energi. Daya hayati hidup itu
masuk melalui paru – paru. Dari paru – paru rahsa itu dalam darah
bersih diambil oleh jantung, untuk dikirim menyerapi seluruh anggota
tubuh sampai pada bagian tubuh yang sekecil – kecilnya secara adil dan
merata menurut perbandingan dan fungsinya. Dalam hubungan ini
seluruh anggota tubuh oleh karenanya mampu dan bisa bergerak atau
digerakkan. Manusia lalu dikatakan hidup.
Dalam pada itu yang disebut jantung diamana pada pusatnya
bermahligai hati sanubari atau pribadi lingkunganj hidup berfungsi dan
berkedudukan sebagai akumulator / penghimpun dan distributor /
penyalur rahsa, yaitu darah dan rasa seluruh tubuh dan bagian anggota
tubuh. Sebaliknya seluruh anggota tubuh dan bagian – bagiannya dapat
merasakan pusat jantung yang sedang membagi bagikan darah terus
menerus tiada henti – hentinya secara “ambyu mili.” Proses ini dapat
kita rasakan, kita amati apabila kita memusatkan pernafasan kita di
pusat jantung. Ini berarti bahwasanya pernafasan itu tidak
diperhentikan di paru – paru saja, tetapi diteruskan kearah pusat
jantung dan “pelepasan nafas” dimulai dari pusat jantung. Jadi
pemasukan nafas berada di pusat jantung dan “pelepasan nafas”
dimulai dari pusat jantung.
Dengan penghayatan seperti tersebut diatas yang dilakukan secara
berturut turut dan teratur, lambat laun kita akan dapat merasakan dan
sadar tentang status.
14
KESIMPULAN
a. Tanpa mengurangi hak azasi masing – masing kadahang menganut
semua agama atau kepercayaan dan keyakinannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, SAPTA WASITA TAMA diajarkan sebagai bimbingan
mental spiritual melandasi pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate.
b. Disamping itu diharapkan dapat memberikan bimbingan gerak
“mengenal diri prinadi” melaui “mawas diri” menurut ajaran
Persaudaraan Setia Hati terate, yakni “mentaati dirinya yang sedang
berproses pada saat sekarang.”
c. Bimbingan dimaksud diharapkan pula dapat menumbuhkan kesadaran
tentang seseorang sebagai “subyek” didalam dan terhadap lingkungan
sekililingnya disamping kesadaran sebagai “obyek ” atau “pelaku bulat”
didalam dan terhadap Kodrat dan Iradat Illahi.
d. Sebagai pedoman hidup dimaksud dapat dipergunakan sebagai
pegangan atau tuntunan untuk mencapai AS daripada hidup, dan
kehidupan, ialah Hati Sanubarinya sendiri, menuju kerasa aman,
sentausa, tentram, lahir batin, karenanya mempunyai kesadaran serta
keyakinan yang mendalam, bahwasannya Tuhan Yang Maha Esa selalu
menyertai ciptaan-NYA dimana saja dan dalam bagaimanapun juga.
e. Memberi keyakinan, bahwa hanya dengan sarana Hati Sanubari kita
secara utuh dan bulat dapat merasakan dan terasa adanta Tuhan Yang
Maha Esa, “kerasa kang tanpa sarira” oleh karenanya bagi saudara
Persaudaraan Setia Hati Terate, agar selalu melatih agar “diri setia
pada Hati Sanubari.”
15
TUNTUNAN
II
Landasan dan tujuan tata kehidupan Persaudaran Setia
Hati Terate
1. LANDASAN
Seperti yang pernah diketengahkan, Setia Hati melandaskan
pandangan hidupnya atas “diri setia kepada hati sanubari” dengan
pengertian, bahwa apa yang disebut hati sanubari atau pribadi itu selalu
berkiblat menghadap pada sumber, sesuatu yang diyakini sebagai awal
tolak dan akhir tujuan semua hidup dan kehidupan. Hati sanubari adalah
sarana Tuhan untuk menyatakan diri-Nya dalam Wahyu-Nya. Karena Hati
Sanubari dapat dianggap sebagai Duta Besar Yang berkuasa Penuh ke
Tuhan dan dari Tuhan Ynag Maha Esa. Sesungguhnya Warana atau Tirai
Tuhan dalam hubungannya dengan insan pun Hati Sanubari (maka sering
dikatakan “cedak tanpo senggolan” atau “dekat, namun tak singgung
menyinggung”).
Pada hakekatnya manusia hidup itu ber-diri dan ber-pribadi. Diri dengan
pribadi mewujudkan satu totalitas, satu keutuhan bulat manusia hidup
dalam wujud “diri-pribadi” itu bukan jumlah daripada bagian semata –
mata, namun lebih daripada itu.
Adapaun yang disebut “diri” itu sendiri merupakan suatau totalitas
juga. Suatu keutuhan bulat yang meliputi badan, wadak, jasad atau tubuh
dengan anggota – anggota tubuh beserta panca indera, akal pikiran,
kehendak keinginan, hawa nafsu dan lain sebagainya, yang berperan
16
sebagai alat sarana. Walupun demikian, satu sama lain kait mengkait, isi
mengisi, bantu membantu secara gotong royong yang sangat sempurna
menurut fungsi masing – masing dalam satu koordinasi yang teratur baik
untuk mewujudkan suatau keutuhan gerak – mobah – molah dibawah
suatu komando. Proses ini kesempurnaannya tiada, karena semua unsur
berfungsi dalam “tata wisesa Tuhan.”
Untuk memudahkan memahami pengertian “diri” dalam hubungannya
dengan “pribadi” ialah kalau kita memahami fungsi masing – masing. Ciri
khas fungsi tersebutlah yang menentukan peran khas masing – masing
sebagai totalitas dan daam totalitas. “diri” mempunyai fungsi beraspek
jasati (stoffelijk), jadi pada umumnya orientasinya bersifat “lahir”. Gerak –
mobah –molah diri mengarah berkiblat kepada omgeving. Biasanya gerak –
mobah – molah itu berwujud tingkah laku, langkah usaha, makanya dalam
rangka mempertahankan diri dan mengusahakan kesejahteraan demi
kelangsungan hidupya. “diri” adalah sesungguhnya “aku” atau “ego”
daripada manusianya. Dalam pada itu ya ng disebut “hati sanubari” atau
“pribadi” fungsinya beraspek rohani, bertempat kedudukan di pusat
jantung dengan orientasi dan arah kiblat kepada Sumber, Tuhan Yang
Maha Esa. Hati sanubari adalah sesungguhnya “ingsun” dari pada
mausianya.
Yang perlu juga kita sadari ialah “diri” maupun “pribadi” alat peraganya
hanya satu yaitu tubuh. Padahal badan tidak mungkin digunakan
bersamaan sekaligus dalam waktu dan tempat yang sama oleh “diri” atau
“pribadi” masing – masing sendiri. Akibatnya salah satu harus mengalah
atau kalah. Kalau “diri” menang karena “pribadi” diam mengalah (untuk
sementara), maka tubuh mewujudkan sifata – sifat dari “aku”. Sebaliknya
jika “diri” dapat dapat disudutkan dan dikuasai oleh “pribadi” dalam arti
diluluhkan dalam hati sanubari, maka gerak – mobah – molah manusianya
akan berorientasi sifat – sifat “Ingsun”, yang berwujud keadilan,
kebenaran, kejujuran, tepa seliro, serta budi luhur.
“Pribadi” pada dasarnya berorientasi pada pengrasa halus dan
mendalam, rasa kasukman, oleh karena rasa ini sering dinyatakan sebagai
rasa jati atau sejatining rasa. Rasa ini sulit, bahkan sesungguhnya tidak
mungkin diterapkan dengan kata – kata atau dilukiskan dengan sesuatu
gambaran. Namun rasa ini akan dapat didicapai dengan melalui
penghayatan – penghayatan dalam bentuk latihan – latihan yang tekun,
teliti, dan teratur, tiada bosan (dipersilahkan menghayati dalil ketujuh
SAPTA – WASITA – TAMA).
17
Sifat – sifat hati sanubari dapat diibaratkan sebagai sifat air. Air selalu
berusaha bali kepada sumbernya yaitu lautan. Awal mula asal dari air
adalah lautan. Anda mungkin telah mendengar asal mulanya. Terik
matahari menyebabkan air dilautan menguap. Uap air kemudian
terkumpul kemudian terbawa angin ketempat dimana tekanan udaranya
rendah, dan kedian jatuh menetes di peguinungan atau di ngarai sebagai
air hujan. Tetes air hujan elanjutnya berkumpul menjadi kali dan berusaha
mengalir ke laut, kembali pada sumber asalnya. Walaupun air berusaha
dibendung, air akan berusaha menembus bendungan, air berusaha
meresap dan berkumpul dalam sumbernya ialah lautan.
Begitu pula halnya dengan “pribadi”, betapapun dicegahnya atau
dirintanginya dengan segala daya upaya, “pribadi” tetap akan kembali
pada Sumbernya ialah Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta alam seisinya.
2. TUJUAN
Dengan landasan “diri setia kepada hati sanubari” kita menuju akan
tercapainya sehat secara jasmani, sehat secara material yang merupakan
kesehatan secara lahir, dan sehat secara mental spiritual yang
menyangkut kesejahteraan batin. Ketiga unsur pokok tujuan tersebut
diatas harus merupakan totalitas, satu keutuhan bulat, dimana unsur –
unsur itu harus kait mengakiat, seimbang dan serasi, unsur yang lain.
Keseimbangan serta keserasian ketiga unsur dalam satu totalitasa yang
akan mewujudkan yang disebut kesejahteraan lahir batin.
Keseimbangan lahir dan batin itu akan terjangkau, apabila kita selalu
menempatkan diri pribadi kita pada AS dan dalam AS, yang sesungguhnya
ini berarti berdiri diatas “Iman dan Taukhid.”
Kata sehat ini tidak berarti berlebih – lebihan, namun tidak merasa
kekurangan, tetapi memberi kemampuan dan memungkinkan melakuakan
kegiatan – kegiatan yang wajar sesuai dengan vitaliatas, stamina dan
kapasiatas.
♥ Manusia sebagai makluk individu dan makluk sosial
Sebagai makluk individu seharusnya kita sadar bahwa ibaratnya kita
sebuah pensil, yang hanya bisa bergerak memberi geresan pada kertas
yang putih jika ada yang menggerakkan, jika tidak ada yang
menggerakkan pensil itu hanya tergeletak begitu saja. Tiada sebuah pensil
18
yang dapat memberi goresan pada sebuah kertas dengan sendirinya.
Sedangkan goresan yang ditimbulkan oleh pensil bukanlah semata mata
milik pensil tetapi milik yang menggerakkan pensil tersebut. Pensil hanya
berbuat demi. Meskihasil tulisan indah atau jelek sekalipun, pensil tidak
perlu bangga ataupula kecewa, karena goresan tersebut bukalah milik
pensil.
Perumpamaan tersebut mempunyai makna, bahwa manusia sebagai
individu itu sesungguhnya tidak bisa hidup dengan sendirinya, tanpa
adanya yang menghidupi atau menghidupkan. Oleh karena hal itu kita
tidak perlu sombong, kalau nasib kita beruntung begitupula sebaliknya kita
tidak perlu berputus asa apabila nasib kita sedang tidak beruntung. Ingat
“Barang siapa mengaku hasil karya menjadi miliknya, ia akan terbelenggu
olehnya lahir dan batin.” Oleh karenanya kita perlu mengenal diri pribadi
kita sendiri, supaya kita dapatdan mampu menentukan sikap kita yang
wajar terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan (omgeving). Untuk
mengenal diri pribadi kita sendiri, kita harus selalu mawas diri, supaya
terlepas dari AS, dari Sumber, dari Iman tetapi selalu berpijak pada AS dan
didalam AS. Bahwa segala amal perbuatan kita mengenai masalah dunia
(keluar) selalu berdasarkan SUMBER, yang bersifat lahir. Sedang amal
ibadah (kedalam) yang bersifat batin kembali kepada SUMBER.
Dengan demikian semua perbuatan kita baik yang mengarah keluar
maupun yang mengarah keluar maupun yang mengarah kedalam berpusat
dan memusat di SUMBER, berpusat dan memusat di Hati Sanubari,
sesungguhnya yang demikian itu ialah penghayatan atau pelaksanaan
iman dan taukhid.
♥ Manusia sebagai makluk sosial
Kita diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makluk individu
selain itu pula kita diciptakan sebagai makluk sosial. Kita tidak bisa hidup
sendiri, dalam pemenuhan kebutuhan, kita tidak bisa terlepas dari
masyarakat dan lingkungan. Lingkungan keluarga, Rukun Tetangga (RT),
Rukun Warga (RW), suku dan lingkungan – lingkungan yang lainnya.
Apabila kita mampu memancarkan “pribadi” kita dan tidak terlepas
dari AS atau Hati Sanubari, kita akan ber-pribadi, berwibawa dan selalu
akan menjadi “subyek” daripada lingkungan sekeliling kita, dikarenakan
Hati Sanubari senantiasa memancarkan sinar kewibawaan.
19
Sebaliknya jika kita terlepas dari AS, kita akan tergilas dan tenggelam
dalam lingkungan dan akan menjadi “objek” belaka. Disamping itu perlu
disadari pula, bahwa lingkungan (omgeving) bisa menjadi tirai antara diri
pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Padahal seharusnya lingkungan itu
harus menjadi “tombol” antara diri pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan hidup dalam lingkungan dan karena lingkungan kita sekaligus
merasakan “Adanya Tuhan, Keagungan Tuhan.”
Disaat kiat beribadah, disaat kita sendiri, disaat ramai,
MASIH KURANG, TAMBAH LAGI
DONG!!!!!!!!!!!!!!!!! + DIBUKU ALLAH LEBIH
DEKAT DARI URAT LEHER
3. PENGAHAYATAN
Apabila yang dihayati itu yang positif, sudah barang tentu hasilnya
akan positif pula, sebaliknya jangan mengaharapkan sesuatau hasil yang
positif, jika yang dihayati itu sesuatu yang negatif. Tiada orang yang
mencangkul hasilnya sabitan, dan tiada orang yang menyabit hasilnya
cangkulan. Dalam hal ini akan berlaku apa yang diamanatkan para
sesepuh: “Ngunduh wohing pangawene dewe” yang berarti semua akan
memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Semua yang ada harus dilakukan
secara ikhla, tiada rasa terpaksa atau dipaksa, niat dalam hati ingin
mengenal diri pribadi.
TUNTUNAN
III
Latihan pernafasan menurut ajaran
Persaudaraan Setia Hati Terate ( I )
20
1. ARTI DAN MAKSUD PERNAFASAN
Yang dimaksud pernafasan ialah masuknya nafas dalam tubuh dan
keluarnya dari dalam tubuh. Adapun yang dinamakan latihan pernafasan
atau olah nafas itu pada prinsipnya ialah mengatur masuk keluarnya nafas
secara berturut – turut, teratur dengan irama. Dalam hubungan ini latihan
pernafasan lebih di titik beratkan sebagai landasan olah jiwa. Nafas itu
sesungguhnya pertanda hidup yang berwujud gerak – mobah – molah itu
berpusat dan memusat di AS. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan
bahwa tiada nafas tidak hidup, tiada gerak – mobah – molah. Mengatur,
membina, menguasai, pernafasan berarti mengatur, membina, menguasai
hidup serta mengatur, membina, menguasai hidup serta mengatur,
membina dan menguasai gerak – mobah – molah.
Gerak – mobah – molah manusia sesudah lahir dimulai dengan gerak
getar di pusat jantung. Gerak denyut itu berjalan sepanjang masa, selama
manusia dinyatakan hidup, sampai jantung berhenti berdenyut bersamaan
hembusan nafas terakhir, diikuti terhentinya seluruh gerak – mobah –
molah tubuh.
Menarik nafas berarti menghimpun kekuatan atau tenaga,
menghimpun daya hayati hidup, yang artinya RAHSA (darah dan rasa)
bermuatan energi. RAHSA ini diambil jantung dari paru – paru. Jantung
selanjutnya berperan sebagai akumulator dan distributor menyalurkannya
lewat pembuluh darah keseluruh anggota tubuh, terus menerus, tiada
putus – putusnya. Seluruh anggota tubuh dengan demikian diserapi daya
hayati hidup, lalu menjadi bertenaga untuk melakukan gerak – mobah –
molah. Karena seluruh tubuh penuh dengan energi atau tenaga.
Sebaliknya mengeluarkan nafas berarti pelepasan tenaga atau
energi, karena gerak – mobah – molah anggota tubuh memerlukan
penggunaan tenaga. Pada penghembusan nafas manusianya menjadi
lemah. Paling lemah keadaan manusia pada saat penghembusan nafas
terakhir. Menghembuskan nafas berarti pula penarikan kembali daya
hayati hidup ke pusat jantung disertai pelepasan tenaga.
Secara singkat proses tersebut diatas dapat dirisalahkan sebagai
berikut :
♥ Nafas masuk ialah menghimpun tenaga. Daya hayati hidup seluruh
tubuh (anggelar) manusia kuat.
21
♥ Nafas keluar ialah melepas tenaga. Daya hayati hidup kembali di pusat
jantung (anggulung, angukud) manusia lemah.
♥ Pusat jantung ialah AS atau pusat/sumber daripada anggelar daya hayati
hidup atau pusat dari segala kekuatan sama dengan pusat
masuk keluarnya nafas.
2. PROSES PERNAFASAN
Pada proses pernafasan Jantung dan paru – paru peran utama.
Jantung bekerja sama dengan paru – paru secara gotong royong serta
teratur sesuai dengan tugas masing – masing. Dalam hubungan ini jantung
berfungsi sebagai akumulator dan distributor darah bersih yang bermuatan
Rahsa. Darah bersih disiapkan di paru – paru, kemudian diambil jantung
untuk disalurkan keseluruh anggota tubuh secara adil dan merata sesuai
dengan tugas masing – masing. Anggota tubuh yang memerlukan tenaga
besar, jadi memerlukan banyak energi, misalnya kaki akan memerlukan
energi banyak daripada telinga, karena tidak memerlukan banyak gerak.
Seterusnya darah bersih yang telah menyerapi seluruh anggota
tubuh dan kehilangan muatannya, berubah menjadi darah kotor. Darah
kotor ini ditarik kembali oleh jantung untuk dikirim ke paru – paru lagi,
disiapkan menjadi darah bersih. Begitulah garis besar sirkulasi darah
sebagai prasarana angkutan Rahsa menyerapi dan meresapi seluruh
anggota secara teratur rapi mengikuti “Tata Wisesa” Illahi.
Gerak denyut jantung menyalurkan darah dan kembang kempis paru
– paru menghirup dan melepas nafas itu seirama dengan perbedaan
frekuensi (jumlah gerakan pada saat tertentu). Namun gerak paru – paru
itu lebih lamban daripada gerak denyut jantung, karena paru – paru besar
daripada jantung, walaupun demikian keduanya bergerak seirama dan
teratur, dalam arti isi mengisi secara bterus menerus, tiada putus – putus.
Mengalirnya darah bersih keseluruh anggota tubuh itu berjalan “ambanyu
mili” (seperti air mengalir) lewat urat nadi. Menyerapnya darah bersih
keseluruh anggota tubuh itu dapat dirasakan dan terasa apabila diamati
sungguh – sungguh dengan tenang – tenang. Untuk itu diperlukan rasa
pengrasa yang halus dan mendalam dengan pemusatan segala perhatian
pada tujuan.
Proses pernafasan dalam bahasa di dunia pendidikan atau dunia
biologi disebut dengan istilah respirasi. Respirasi adalah pertukaran gas O2
dan CO2 dalam tubuh organisme dan bertujuan mendapatkan energi.
22
Paru – paru terbungkus oleh selaput paru – paru (pleura) dan selaput
rongga dada (mediastinum). Bagian terkecil dari paru – paru disebut
alveoli, ditempat inilah terdapat anyaman kapiler dan O2 menembus
dinding alveolus masuk ke kapiler paru ( di antara dinding alveolus ) diikat
oleh Hb sehingga membentuk oksi hemoglobin. Proses pertukaran ini
terjadi melalui proses difusi.
Repirasi pada manusia secara tidak langsung dibedakan menjadi 2
tahap, yaitu :
o Respirasi luar : berlangsung secara difusi gas dari luar ke
dalam aliran darah di paru – paru.
o Respirasi dalam : berlangsung pertukaran gas dari aliran
darah ke sel – sel tubuh di jaringan.
Mekanisme pernafasan
Pernafasan Dada Perut
Inspirasi
Ekspirasi
Kontraksi otot antar
rusuk
Relaksi otot antar rusuk
Kontraksi datar (sekat
rongga dada)
Relaksi (cembung)
diafragma (sekat rongga
dada)
Volume udara di alveoli pada waktu kita bernafas biasa uadara yang
keluar maupun yang masuk paru ½ (0,5) liter. Bila kita menarik nafas
sekuat – kuatnya selain ½ (0,5) liter juga, ikut 1,5 – 2 liter ini disebut udara
cadangan inspirasi. Bila kita menghembuskan nafas sekuat – kuatnya,
selain ½ (0,5) liter, juga ikut 2 – 2,5 liter, ini disebut udara cadangan
ekspirasi.
Skema udara pernafasan
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke dalam darah kapiler yang
menyelubungi alveolus, selanjutnya diikat oleh hemoglobin untuk diangkut
ke sel jaringan tubuh.
23
3. CARA MELAKUKAN PERNAFASAN MENURUT AJARAN
PSHT
a. Prinsip pernafasan
Yang dimaksud dengan olah nafas ialah mengamati secara
seksama masuk keluarnya nafas diarahkan dipusat jantung, di AS. Sebagai
berikut:
♥ Awal nafas masuk dari AS
♥ Akhir nafas masuk di AS
♥ Awal nafas keluar dari AS
♥ Akhir nafas keluar di AS
♥ AS ialah Pusat jantung sebagai mahligai Hati Sanubari.
Kesimpulannya nafas masuk sama dengan nafas keluar sama dengan
nafas tidak masuk sama dengan nafas tidak keluar sama dengan di AS
(Pusat jantung)
b. Cara melatih pernafasan
a. Harus dilakukan dengan khidmat, tenang, bebas, dan iklas, tiada
merasa dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya ambillah sikap secara santai
24
atau relax. Terserah latihan pernafasan itu akan dilakukan dalam
keadaan duduk, berdiri, berjalan, atau berbaring. Asalkan dilakukan
sebaik – baiknya dan dengan penuh ketekunan, yang perlu diperhatikan
ialah:
1. Tulang punggung harus selurus lurusnya ,
2. Sekat rongga dada di perkembangkan (dada dibusungkan), agar
paru – paru dapat mengembang secara maksimal dan mengisi udara
bersih sebanyak – banyaknya.
Mengapa pada latihan pernafasan sikap tubuh perlu lepas lelah atau
santai (relax)?
Diibaratkan tubuh itu sebidang tanah garapan (sawah) Jika itu padat,
keras, maka sulit bagi air meresap kedalamnya. Sebaliknya kalau sawah
itu gembur, mudahlah bagi air meresak kedalamnya. Tanah keras padat
akan membuat air menggenang, genangan air biasanya menjadi sarang
kuman penyakit.
Demikian halnya dengan tubuh manusia, jikalau tubuh manusia itu
dalam keadaan santai, tidak tegang (statis), mudahlah bagi daya hayati
hidup atau Rahsa meresap menyerapi seluruh jaringan, sehingga seluruh
jasad diserapi Rahsa.
b. Setelah mengambil sikap yang cocok dengan kondisi badan masing –
masing. Kemudian secara berlahan – lahan, tidak terputus putus dan
halus. Menghirup udara panjang – panjang dan dalam. Tarikan nafas itu
harus dapat dirasakan diawali di Pusat jantung dan diakhiri di Pusat
jantung .
Catatan :
Sewaktu dan selama menarik nafas/menghirup uadara bersih, pada
azasnya kita menghimpun tenaga. Paru – paru berkembang sampai pada
batas kemampuan paru – paru mengisi udara. Batas kemampuan itu
sedikit dapat ditingkatkan melalui latihan – latihan yang berturut turut dan
teratur.
Pada saat kita menarik nafas, kita akan merasa bertenaga, kita
merasa kuat, karena anggota tubuh kita diserapi daya hayati atau Rahsa
secara maksimal. Dalam pada itu seluruh “diri” kita memusat dan berpusat
di AS, di Hati sanubari atau “pribadi.”
25
c. Selama menarik nafas, paru – paru akan berkembang sampai pada
batas pengembangan. Kemudian nafas itu akan terhenti, karena paru –
paru sudah terisi penuh. Pada saat paru – paru terhenti mengembang,
keadaan nafas tidak masuk dan tidak keluar. Pribadi kita sesungguhnya
sudah memusat di kawasan AS. Namun seluruh tubuh kita penuh
dengan isi energi atau tenaga. Kita merasa kuat merasa mampu
berbuat.
d. Selanjutnya secara perlahan – lahan pula dan terputus putus
lepaskanlah nafas. Lamanya pelepasan nafas perlu disamakan dengan
tarikan nafas, agar tercapai keseimbangan ialah nafas keluar nafas
masuk. Pelepasan nafas itu berjalan sampai pada saat paru – paru
mengempis. Karena udara – udara telah habis dihembuskan.
Gerakannya harus diarahkan di pusat jantung dan diakhiri di pusat
jantung.
Catatan :
Masalah keseimbangan itu perlu di usahakan pada bidang hidup dan
kehidupan, juga pada pernafasan. Jikalau kita merasa sudah mencpai
keseimbangan, berarti kita sudah mendekati AS, bahkan mungkin sudah
dalam AS. Akibatnya kita dalam keadaan tenang, tidak mudah terpengaruh
atau terseret oleh pasang surut arus gelombang kehidupan. Kita tidak
akan tenggelam dalam keadaan suka maupun duka, karena kita sadar
bahwa sesungguhnya manusia itu sesungguhnya hanya “Pelaku Bulat”
daripada Yang Misesa. Semua peristiwa yang berlaku dalam alam semesta
raya seisinya itu tidak terlepas daripada “Tata Wisesa” Tuhan Yang Maha
Esa “Tata Wibawa-Nya.”
Didalam AS kita akan dapat menyelami dan menyadari arti nafas
masuk = nafas keluar dan nafas tidak masuk = nafas tidak keluar. Dalam
kenyataanya pada saat manusia menghembuskan nafas terakhir
dikarenakan tenaganya telah habis.
e. Sesudah paru – paru sampai pada batas mengempis, brhentilah
sejenak, sampai ketika merasa paru – paru mulai mengembang lagi,
karena telah menerima darah kotor dari Jantung untuk dibersihkan.
Catatan :
26
Pada saat paru – paru sampai pada batas mengempis pernafasan
terhenti sejenak. Kini terjadi keadaan nafas tidak masuk dan nafas tidak
keluar. Manusia dalam situasi tiada tenaga, jadi lemah karena kosong.
Ingat, dimana suatu wadah dalam kedaan kosong, maka wadah itu mudah
terisi oleh sesuatu yang bisa masuk. Sedang sesuatu bisa beraspek positif
atau negatif, yang tidak menguntungkan bagi manusianya itu sendiri. Oleh
karena itu “kosong” atau “isi” manusia harus selalu berpijak di AS dan
berpegangan pada AS, tiada terlepas dari AS.
f. Kemudian dengan menarik nafas lagi panjang – panjang dan dalam –
dalam. Begitu seterusnya. Yang pokok harus selalu diperhatikan ialah:
- agar pernafasan (keluar masuknya nafas) itu dilakukan secara
berlahan – lahan, halus, tiada terputus putus dan dapat dirasakan:
diawali di pusat Jantung, dan diakhiri di pusat Jantung. Karena pusat
Jantung bersemayam Hati Sanubari.
g. Yang perlu diperhatikan pada latihan – latihan itu sendiri selanjutnya.
♥ Lakukan latihan pernafasan itu dengan khidmat iklas disertai
kemulusan hati, tiada rasa dipaksa atau terpaksa.
♥ Lakukanlah dengan tekun dan dengan kesungguhan hati serta
sabar, tidak lekas merasa bosan. Jangan tergesa gesa
mengharapkan hasil yang banyak. Ibarat kita menanam pohon
mangga. Berapa bulan, bahkan berapa tahun kita baru dapat
mengenyam hasilnya. Itupun kalau kita rajin memeliharanya.
♥ Sebanyak mungkin kita berlatih pernafasan menurut
kesempatan, keadaan dan kemampuan masing – masing, tetapi
jangan memaksa atau dipaksa. Dalam kenyataannya selama
masih hidup kita itu bernafas terus. Kalau masuk dan keluar
nafas itu dapat kita atur selalu di AS dan di AS, berarti kita selalu
tidak terpisah dari Pribadi.
♥ Sesungguhnya semua latihan itu mengandung maksud agar yang
dilatihkan itu menjadi adat kebiasaan, sehingga gerakan –
gerakan atau perbuatan itu menjadi otomatis.
♥ Dalam tahap pertama supaya diusahakan sedikitnya dua kali
sehari melakukan latihan, yaitu:
a. Pertama pada saat terjaga dari tidur pagi hari (sesaat
membuka mata dari tidur).
b. Sesaat berbaring untuk tidur.
27
c. Atau sesudah beribadah menurut agama atau keyakinan
masing – masing.
PENJELASAN:
a. Sewaktu membuka mata dari tidur adalah saat mana kehidupan
rokhani manusia masih bersih, murni. Hawa nafsu, kehendak
keinginan belum berfungsi sebagaimana mestinya. Saat ini
mengingatkan kita pada saat kita dilahirkan.
b. Sewaktu berbaring untuk tidur adalah saat dimana kehidupan
kerohanian penuh terisi hawa nafsu, kehendak keinginan, gagasan dan
lain sebagainya.
Jika menjelang tidur kita masih terbelenggu oleh hal – hal tersebut kita
tidak mungkin bisa tidur, sebelum kita terlepas dari belenggu tersebut.
Keadaan inipun mengingatkan kita kalau menghadapi maut. Selama
kita belum dapat meninggalkan dunia, kita akan meninggal dengan
tidak sempurna.
c. Salah satu sarana untuk melepaskan diri dari belenggu tersebut. Kita
bisa menggunakan latihan pernafasan seperti yang diajarkan
Persaudaraan Setia Hati Terate, karena latihan pernafasan dipusatkan
dan memusat di AS, di Hati Sanubari yang selalu menghadap dan
berkiblat pada Illahi. Biasanya dengan melakukan “olah nafas” seperti
tersebut. Secara tekun kita akan masuk dalam keadaan ”sadar di
tengah lautan tiada sadar” atau dengan kata lain “setengah sadar,
setengah tidak sadar” seperti rasanya orang yang mau terjatuh.
Mungkin keadaan demikianlah disebut “liyep, layap ing aluyup,
sumuping Rasa Jati.” Ini berarti, bahwa alam kehidupan jasati dan
alam kehidupan rohkani telah mulai saling menyerapi, diri dengan
pribadi telah mulai bersatu manunggal (warongko manjing curigo)
4. PERNAFASAN SEBAGAI LANDASAN OLAH JIWA
Dalam praktek apabila kita menarik nafas panjang dalam – dalam
dengan alat sarananya seperti hawa nafsu, kehendak keinginan, akal
pikiran dan lain – lain. Akan kurang, karena segala sesuatunya dipusatkan
dan memusatkan di AS. Tidakkah kalau kita mendongkol lalu menarik
nafas panjang – panjang dan dalam – dalam (dalam bahasa jawa unjal
ambegan)
28
Sambil mengamati pernafasan secara demikian kita harapkan akan
terasa atau merasakan “rosing rasa” atau “rasa Jati.” Ialah inti dari rasa
kita sendiri. Biasanya kita akan merasakan tubuh kita “menggetar” halus
sekali secara menyeluruh. Pertanda ini kiranya mengingatkan kita., bahwa
kita telah mulai berpijak dan berada dalam “kawasan AS atau pribadi.”
Dan selanjutanya serahkanlah pada Tuahn Yang Maha Esa, namun
amatilah dengan teliti & seksama gejala – gejala atau tanda – tanda yang
nampak.
5. KEGUNAAN PERNAFASAN SEBAGAI OLAH JIWA
♥ Memupuk mempertinggi “stamina” diri pribadi agar dijauhkan
dari serangan penyakit dalam, khususnya yang menyangkut
jantung, paru – paru, ginjal dan lain – lain.
♥ Memupuk ketenangan dan kesabaran dalam mengahadapi segala
tantangan hidup, karena telah terlatih untuk mampu menguasai
diri dan percaya penuh kepada diri pribadi.
♥ Menuntun kita pada “mengenal diri pribadi” dan mengantar kita
menjadi manusia utuh bulat.
♥ Memperkuat dan mempertinggi landasan beriman untuk
mewujudkan “kemanusiaan yang adil dan beradab” disertai “budi
susila dan budi pekerti luhur.”
TUNTUNAN
IV
Pernafasan sebagai landasan pencak silat
Persaudaraan Setia Hati Terate ( II )
Proses bernafas atau pernafasan berhubungan erat dengan proses
pembentukan darah bersih dalam tubuh. Darah bersih yang ada dalam
paru – paru dibawa darah menuju ke jantung kemudian dipompa keseluruh
tubuh sebagai pengangkut daya hayati hidup, maka pernafasan dapat
digunakan menjadi landasan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate.
Dengan latihan – latihan yang teratur dan tepat akan dapat dirasakan dan
disadari.
29
♥ Kapan seseorang dalam keadaan kuat dankaan dalam keadaan
lemah.
♥ Kapan tenaga atau kekuatan itu dapat dimanfaatkan setepat –
tepatnya.
♥ Dimana letak kekuatan manusia itu secara jasmani dan secara
rohani.
GERAK
Secara prinsip gerak adalah suatu perubahan tempat baik bersifat
menyeluruh maupun sebagian. Untuk bergerak atau menggerakkan
sesuatu diperlukan tenaga yang melebihi kekuatan sesuatu itu.
Adapun tenaga yang menggerakkan sesuatu itu selalu menyertai
yang digerakkan. Sedang tenaga itu sendiri tidak terpisah dari sumber
yang membangkitkan tenaga. Oleh karena itu perwujudan daripada hidup.
Akan ditarik kesimpulan, bahwa sesuatu dapat dikatakan hidup jika ia
diserapi daya hayati hidup. Daya hayati itu sendiri tidak terpisah dari
“Sumber Hidup” Asali ialah Tuhan Yang Maha Esa.
Tenaga untuk gerak – mobah – molah “hidup” itu tidak hanya dari
makan minum saja. Bahkan sebagian besar daripada tenaga itu terdapat
pada udara bebas dan bersih melalui pernafasan. Dalam udara bersih dan
bebas terdapat anasir – anasir daya hayati hidup utama. Apabila kita bisa
bernafas penuh, misalnya dalam alam terbuka kita akan merasa segar baik
jasmani maupun rohani. Ini dikarenakan kita dapat menghirup udara bersih
sebanyak – banyaknya sehingga seluruh anggota tubuh kita penuh
diserapi daya hayati hidup. Sebaliknya jika udaranya kurang bagus seperti
debu atau yang lain maka kita juga merasa tidak enak misalkan saja saat
menghirup belerang bagaimana kondisi kita lemas bukan, kalau terlalu
lama kita pun juga bisa meninggal.
STAMINA, AUSDAUER, DAYA TAHAN
Yang dimaksud hal tersebut diatas ialah seseorang yang meksimal,
tidak lekas lelah dan tidak lekas lemas. Kemampuan ini diperoleh karena
latihan – latihan rohani spiritual, diiringi dengan “olah nafas” dengan
teratur, berturut – turut dan terarah. Daya tahan ini sangat diperlukan
tidak hanya untuk pencak silat saja, tetapi untuk mendampingi segala
aspek hidup dan kehidupan juga. Tanpa adanya daya tahan jasmani dan
rohani seseorang akan lekas menyerah dan putus asa.
30
KEGUNAAN PERNAFASAN
Disamping fungsinya sebagai salah satu sarana untuk mawas diri
dengan memusatkan masuk keluarnya nafas di Pusat Jantung, pernafasan
dapat digunakan untuk menguasai dan mengatur gerak – mobah – molah
tubuh, khususnya dalam gerakan “pencak silat.”
Menguasai dan mengatur gerak – mobah – molah tubuh ini
mempengaruhi pula jalannya hidup, karena yang dikuasai dan diatur
sesungguhnya adalah “hawa nafsu” yang menjelma menjadi kehendak
keinginan yang berlebihan. Dengan lumpuhnya hawa nafsu maka gerak –
mobah – molah tubuh dijiwai oleh Hati Sanubari yang selalu berkiblat
kepada Illahi.
Adapun gerak – mobah – molah tubuh dalam rangka gerakan pencak
silat yang dapat dikuasai dengan latihan – latihan yang teratur, berturut
turut dan terarah ialah gerakan kecekatan, ketangkasan dan ketrampilan.
Apabila gerakan – gerakan tubuh itu berpusat dan memusat di Hati
Sanubari serta berpangkal tolak di Hati Sanubari, maka itu pertanda bahwa
diri tidak terpisah dari Hati Sanubari, jadi diri setia kepada Hati Sanubari.
PENGGUNAAN PERNAFASAN PADA PENCAK SILAT PERSAUDARAAN SETIA
HATI TERATE
a. Landasan spiritual
Diri setia pada hati sanubari
b. Hakekat pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate
1. sesungguhnya “gerak mobah molah” Diri dalam betuk perbuatan,
tingkah laku atau pakarti seseorang termasuk gerak pencak silatnya
itu tidak mungkin dapat dipisahkan daripada Hati Sanubari itu
sendiri. Jika Diri sampai terpisah, terlepas dari poros atau AS dari
padanya sendiri, dia akan tergilas oleh lingkungan sekelilingnya
karena ia lepas dari yang selalu berkiblat kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
2. yang harus kita tancapkan dalam kesadaran kita ialah bahwa
aktivitas Diri itu berpangkal tolak atau berawal di pusat jantung dan
berakhir di pusat jatung. Maka jika berhenti berdenyut, maka
berhentilah seluruh gerak mobah mobah molah (aktivitas) Diri kita.
3. dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwasannya hayat
hidup berpusat dan memusat pada pusat jantung, sehingga
seharusnya pernafasan itu berpusat dan memusat di jantung, tidak
hanya berhenti di paru – paru.
31
PENERAPAN PERNAFASAN PADA PENCAK SILAT
a. yang selalu diingat, ialah bahwa.
c. nafas masuk = badan dalam keadaan kuat
d. nafas keluar = badan dalam keadaan lemah
e. pusat jantung = AS /poros dari hidup dan sumber dari tenaga
dan kekuatan.
i. Pada waktu melakukan serangan atau menangkis
serangan tubuh harus dalam dan kuat, jadi dengan nafas
masuk/menarik nafas.
ii. Usahakan jiwa raga dalam kondisi segar dengan olah
nafas, kapan saja, dimana saja, dan dalam keadaan
bagaimanapun juga.
iii. Usahakan mencapai stamina yang setinggi tingginya
dengan mengatur pernafasan sambil berlatih.
iv. Jangan lupa pada awal dan pada akhir tiap kegiatan
melakukan berdiri Alif ajaran Persaudaraan Setia Hati
Terate.
Berdiri Alif itu sesungguhnya tidak hanya terbatas pada melakukan
pencak silat saja, tetapi untuk setiap kegiatan harus diawali dengan
berdiri Alif dan di akhiri berdiri Alif. Karena berdiri Alif akan memberi
kemantapan dan kebulatan terkad dalam tingkah laku dan perbuatan
seseorang.
Berdiri Alif
Dalam memulai sesuatu saat kita belajar pencak silat Persaudaraan
Setia Hati Terate, kita diajarkan berdiri tegak, dan berdoa. Dalam memulai
kegiatan baik akan melakukan senam, jurus, bahkan saat kita akan
sambung kita juga melakukan hal tersebut. Begitu pula saat usai, sebelum
mengakhiri kita jaga berdiri Alif terlebih dahulu. Berdiri Alif tidak hanya
dilakukan saat kita melakukan kegiatan pencak silat saja, tetapi selain itu
berdiri Alif hendaklah kita lakukan saat kita memulai suatu aktifitas kita
apapun itu, hal tersebut juga kita lakukan setelah selesai kegiatan itu.
ISI DAN ARTI BERDIRI ALIF
32
Huruf Alif dalam abjad arab nenpunyai wujud tegak dan lurus. Kata
tegak mengandung arti tidak miring kekanan atau kekiri kemuka atau juga
kebelakang. Kata lurus menyatakan tidak bengkok, tidak liku atau lekuk.
Tegak lurus menunjukkan pula adanya keseimbangan.
Jika kita berdiri di AS dan pada AS. Selama berdiri di AS, kita mampu
berdiri tegak lurus dalam keseimbangan. Sebaliknya jika kita
meninggalkan AS kita akan tergilas oleh lingkungan sekeliling kita. Ini
berarti barang siapa terlepas meninggalkan suara Hati Sanubari, ia akan
bertabrakan dengan lingkungan sekelilingnya.
Huruf Alif adalah huruf pertama dalam abjad Arab. Dalam hubungan
ini kita diperingatkan, bahwasanya segala kejadian atau segala yang
terjadi diawali dari permulaan. Dengan kata lain semua proses itu
mempunyai pangkal tolak yang merupakan sebab permasalahan. Sebab
permasalahan itulah yang menjadikan akibat yang terjadi saat ini. Oleh
karenanya barang siapa melupakan/meninggalkan permulaan atau awal
mula, dia tidak akan mengakhirinya, maksudnya dapat mengatasi
masalah. Sebagian besar orang pun mengatakan awal mula yang benar
sudah merupakan separo dari pekerjaan.
Jekaskah mengapa seorang SH-wan sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan, termasuk melakukan suatu kegiatan apapun,
hendaklah berdiri Alif terlebih dahulu dan berdoa. Berdiri Alif juga dapat
diartikan tidak terpisah dari Hati Sanubari yang selalu berkiblat kepada
Tuhan Yang Maha Esa (Obyek tidak terlepas dari Subyek). Dengan begitu
berdiri Alif mengandung makna kapan saja, dimana saja, dalam keadaan
bagaimanapun selalu mengahadapkan diri pribadinya secara total kepada
TuhanYang Maha Esa. Dengan landasan berdiri Alif sebagai landasan agar
kita berdiri diatas keadilan, kebenaran, dan kejujuran.
Dengan memahami arti dan makna yang terkandung, kemudian
dihayati dengan sungguh – sungguh dan tekun, kita akan dibawa pada hati
tetep, mantep dan madep, tadak mudah goyah, berisi, serta tahan bating
dalam menghadapi segala tantangan hidup dan kehidupan. Apapun
tantangan yang ada dikehidupan baik yang kasat mata ataupun yang
tidak, kita tidak akan cemas, karena kita selalu merasa dan terasa dengan
Tuhan dan didalam Tuhan Yang Maha Esa.
Kita harus tahu siapa yang kita hadapi, baik itu kawan, lawan atau
baik buruk dan apapun itu dan siapapun itu kita harus berhati – hati.
Lawan bisa membahayakan, tetapi kawan bisa juga menjerumuskan dalam
lembah penderitaan. Sedang lawan yang dianggap membahayakan
33
sesungguhnya bisa membawa kita pada tingkat kemajuan dalam tata
hidup dan kehidupan kita. Sebaliknya kawan yang dipuji puji setinggi langit
malahan bisa menyesatkan. Pada hakekatnya segala kejadian yang terjadi
pada saat sekarang ini itu semuanya berjalan dan terjadi sebagai proses
dalam ruang lingkup tata wisesa Tuhan sesuai dengan kodrat dan
iradatnya.
Hal tersebut berarti bahwa kita sedikitpuntidak terlepas atau
melepaskan diri dari suatu kenyataan yang sedang kita hadapi. Dengan
begitu kita tidak akan lengah atau terlena sedikitpundalam mengahadapi
lawan atau kawan. Kita selalu dalam keadaan waspada siap siaga, tidak
melamun dalam waktu silam atau mengakhayal dimasa mendatang.
Dalam pada itu kita tetap berdiri di AS dan pada AS dalam arti tidak
terlepas dari Hati Sanubari yang selalu berkiblat kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Dari semua hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa berdiri Alif
mempunyai arti yang sangat luas dan mendalam, luas karena tidak hanya
dalam pencak silat saj akan tetapi menyangkut pula segala aktivitas dan
semua kehidupan sehari hari kita. Mendalam disini karena dilandasakan
pada Hati Sanubari, pada AS hidup dari manusia itu sendiri.
Berhubungan dengan itu berdiri Alif tidak hanya terbatas pada
melakukan berdiri tegak saja. Dalam keadaan sakit yang harus
berbaringpun kita bisa melaksanakan bediri Alif. Yang pokok dan penting
ialah berdiri tegak didalam Hati Sanubari secara mutlak. Akan lebih
mantap dan berbobot lagi berdiri Alif itu diiringi puji – pujian kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai keyakinan masing – masing.
CARA MELAKSANAKAN BERDIRI ALIF
1. sebagai pegangan pelajarilah lebih dahulu isi dari “Pedoman /
Pandangan Hidup Setia Hati” beserta “Tuntunan I/II/III” dan hayati
dalam – dalam.
2. pergunakan pernafasan menurut ajaran Persaudaraan Setia Hati
Terate. Sebagai salah satu landasan latihan merasakan dan
mencapai Hati Sanubari. Karena Hati Sanubarilah sarana Tuhan
Yang Maha Esa untuk menyatakan diri dalam wahyu-Nya.
3. jika sudah mulai di AS dan berpegang pada AS / Hati Sanubari,
tetaplah berdiri di AS dan berpegangan pada AS. Sejenakpun
usahakan jangan sampai terlepas dari AS. Berdiri di AS pada
hakekatnya mempunyai “arti diri telah menyatu dengan hati
34
sanubari” (Angraga Sukma). Ini berarti pula kita mulai berpijak
dalam kawasan Iman dan Taukhid.
4. berdiri Alif adalah sesungguhnya pangkal tolak dari “penyerahan diri
pribadi secara bulat dan mutlak” kepada Illahi.
5. seluruh ungkapan berdiri Alif tersebut kalau dapat dibuat kata
bermakna “aku, sekarang ini, disini, dengan Tuhan dan didalam
Tuhan.”
PENCAK SILAT
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
Dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup tidak terlepas watak
pribadi yang berkembang itu sendiri dalam suasana dan keadaan alam
sekitarnya. Pencak silat PSHT juga mengalami proses yang sama. Tumbuh,
berkembang dan membiak sesuai dengan pribadi pembinanya dalam
suasana dan keadaan alam sekitarnya. Disamping itu pertumbuhan dan
perkembangan pencak silat PSHT tidak terlepas dari perjuangan Negara
Republik Indonesia. hakekat
Seperti yang telah dikemukakan terlebih dahulu pencak silat PSHT
pada hakekatnya adalah perwujudan dari gerak – mobah – molah (aktivas)
insan PSHT dalam rangka menghindari dari berbagai kendala hidup baik
dari dalam ataupun dari luar diri. Dalam pada itu perlu disadari pula,
bahwa sebetulnya yang dianggap halangan itu pada umumnya tidak dari
luar diri kita akan tetapi dari dalam diri kita sendiri, dalam bentuk hawa
nafsu yang berkebih lebihan.
Hawa nafsu inilah yang menjadi kehendak, keinginan dan kemudian
menguasai aku (kita). Ini tidak mungkin dapat dilumpuhkan dengan
ketangkasan dan ketrampilan jasmani, tetapi harus dilumpuhkan dengan
kekuatan atau kesentausaan rohani. Dengan kata lain dapat dilumpuhkan
dengan kekuatan iman.
JURUS PSHT DAN LANDASAN IDIIL/KEROHANIAN
Jurus pencak silat PSHT meliputi 36 jurus dimulai dari jurus 1 sampai
dengan jurus 36. dalam jurus – jurus pencak silat PSHT itu adalah
penyatuan dari pelbagai pencak silat yang terdapat dan mempunyai dasar
hidup di Indonesia. Ini tidak berarti, bahwasannya unsur – unsur pencak
silat lain di luar Indonesia tidak tersirat didalamnya. Keistimewaan jurus –
35
jurus PSHT terekam pada jurus 25 dan jurus 12 ini menunjukkan identitas
dari kepribadiaan serta jiwa dan semangat Persaudaraan Setia Hati Terate.
Jurus 25 biasanya dipergunakan pada permulaan sambung sebagai
isyarat salam pembuka (uluk salam), kemudian melangkah dengan gerak
jurus 12. isyarat – isyarat tersebut dilakukan dengan sikap wasapada
dalam menghadapi atau berhadap – hadapan dengan kemungkinan
serangan secara mendadak atau tiba – tiba.
Gerak langkah jurus – jurus PSHT pada dasarnya mewujudkan garis
melurus. Memang terdapat pula jurus – jurus bersiku silang, namun tetap
membentuk langkah yang lurus pula. Beberapa jurus gerak langkaknya
mundur pula. Tetapi jalannya tetap lurus. Gerak langkah lurus itu
mengandung makna, bahwa semua tingkah laku seorang SH-wan dalam
keadaan bagaimanapun, harus berlandaskan pada hati lurus, tidak nerliku,
tidak plin – plan. Menyamping atau mundur selangkah untuk menghindari
bahaya yang sifatnya untuk sementara, asalkan hati tetap lurus.
LANDASAN IDIIL/KEROHANIAN
♥ Jurus 25
Jurus 25 adalah jurus yang dilakukan pada permulaan pembukaan
sambung sebagai isyarat salam (uluk salam). Yang merupakan isyarat
memberikan doa harapan selamat sudah barang tentu yang dimaksud
dengan doa harapan selamat ialah doa harapan selamat lahir batin. Semua
yang dijumpai disekitarnya, tanpa membedakan pangkat dan tingkat
kedudukannya. Pemberian salam ini menunjukkan keakraban kehalusan
budi, dikarenakan suka menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa
membedakan status sosial apapun.
Gerak langkah jurus 25 dimulai dengan, membungkuk merendahkan
tubuh sambil menyentuh tanah, lalu berputar kekanan dan kekiri (atau
sebaliknya). Gerakan membungkuk merendahkan tubuh ini mengandung
arti “merendah diri,” jadi menunjukkan dengan merendahkan hati.
Tidaklah salah salah satu isi dari PANCA PRASETYA ialah Sungguh –
sungguh saya akan merendah hati dan menjauhkan diri dari watak
sombong. Berputar/memutar kekanan dan kekiri memperingatkan kita
pada lingkungan sekitar kita yang terdekat. Janganlah sekali – kali
meninggalkan atau melupakan lingkungan disekitar kita yang terdekat,
karena sewaktu – waktu kita membutuhkan uluran tangannya.
Merendahkan tubuh kedepan dengan menyentuh tanah berarti “mau dan
36
iklas berendah hati untuk mengormat dan uluk salam yang paling rendah
sekalipun.”
Tiada sesuatu yang paling rendah dari tanah yang kita injak. Namun
dari dalam tanah yang kita memperoleh sebagian dari tenaga dan daya
kekuatan kita berasal dari tumbuh – tumbuhan dan air minum. Tidakkah
tanah itu salah satu anasir dari tata susunan kehidupan jasmani kita. Unsur
– unsur kehidupan jasmani manusia berasal dari unsur – unsur tanah, air,
api, udara. Dan daya kekuatan jasmani kita berasal dari sari – sari empat
anasir tersebut dalam bentuk zat – zat yang terdapat dalam makanan dan
air minum, selanjutnya tidakkah kita mendapatkan yang kita makan dan
minum sehari – hari itu langsung atau tidak langsung dari keringat dan
jerih payah golongan yang terendah dalam masyarakat yaitu petani.
Bukan insinyur pertanian yang menghasilkan padi. Tetapi petani yang
setiap hari memelihara padi hingga padi panen dengan baik. Betapa
rendah akhlak budi pekerti kita, jika kita melupakan mereka.
Setelah mnyentuh tanah, kita membuka tangan dengan maksud
mohon doa restu. Dengan segala kerendahan hati menghormat serta
memberi salam (uluk salami) siapa saja yang berada disekitar kita, sampai
yang paling rendah sekalipun. Dengan diiringi harapan, agar semuanya
dalam keadaan selamat dan sejahtera lahir dan batin. Menunjukkan
kebersamaan jiwa dan keluruhan budi seseorang, karena orang itu tahu
berterima kasih atas kebaikan orang lain. Sementara itu sudahkah kita
berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menghidupi dan
memberikan sehari – hari? Gerakan selanjutnya menarik kaki yang
belakang kemuka menjadi sejajar, dalam keadaan dan sikap berdir tegak.
Sementara kedua belah tangan di angkat setinggi pelipis dalam
sikap :”memajatkan doa.” Sikap ini hendaknya dengan panjatan doa
menurut agama dan keyakinan masing – masing sikap ini menunjukkan
ketakwaan seorang SH-wan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
keadaan bagaimanapun juga seorang insan SH harus selalu berdoa demi
keselamatan diri pribadinya berikut yang berada dilingkungan sekitarnya.
Dengan demikian secara singkat jurus 25 berisikan dengan segala
kerendahan hati menghormat serta mengharapkan keselamatan
semuanya yang berada di sekitar, termasuk yang terendah sekalipun,
diiringi dengan permohonan doa restu serta panjatan doa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dalam melaksakan tugas. Kemudian kembali berdiri
mengambil sikap berdiri di AS, mengahdapkan pribadinya berkiblat kepada
Tuhan dengan penyerahan secara total.
37
♥ Jurus 12
Jurus ini berisikan isyarat memberi salam kepada seseorang yang
sedang dihadapi secara langsung. Dalamkeadaan biasa, apabila kita
bertemu dengan seorang yang baru kita kenal, kita tentu saling memberi
salam atau berjabat tangan.
Bagi seorang insan SH-wan berjabt tangan itu tidak hanya terbatas
kepada seorang kawan saja, tetapi kepada siapapun yang sedang dihadapi
secara langsung, meskipun lawan sekalipun. Kepada lawanpun kita harus
mengahrapkan keselamtannya lahir batin. Dengan demikian dapat
disimpulkan, bahwa jurus 25 dan jurus 12 disamping menunjukkan
identitas dan kepribadian seorang insan SH-wan, juga memancarkan sinar
keluhuran budi dalam mengahdapi tantangan dari siapapun, baik
tantangan dari siapapun, baik tantangan itu datang dari kawan atau dari
lawan.
♥ Jurus 20
Jurus 20 dalam pencak silat SH tidak dinyatakan dalam jurus – jurus
yang lain, karena dihubungkan dengan sifat 20 Yang Maha Esa. Sifat 20
Tuhan itu pada hakekatnya mengejawantahkan ke Esa an, dan keagungan
Tuhan, tiada lain yang agung kecuali Tuhan oleh karena yang disebut
Maha Esa dan Maha Agung. Sifat 20 Tuhan harus kita sadari, harus kita
sadari, harus kita yakini. Harus kita rasakan didalam Hati Sanubari kita.
Esa dalam artinya Sawiji, tunggal, mutlak utuh bulat.
Ke Esaan Tuhan itu menunjukkan kepada kita, bahwa Tuhan adalah :
a. Esa pada Dzatnya
b. Esa pada Sifatnya
c. Esa pada Namanya
d. Esa pada Af’’al atau Makartinya
Sifat ke Esaan Tuhan itu melingkupi, menyerapi dan menyertai alam
seisinya dalam Tata Wisesa, Kuasa, dan Karsanya. Kenyataan sejati ini
tidak dapat dijangkau dengan akal pikiran maupun panca indra. Akal
pikiran dan panca indra masing – masing mempunyai sifat yang terbatas.
Sedang ke Esaan Tuhan tiada batas dalam ukuran waktu dan ruang, tiada
banding, kesamaan dan persamaannya, kekal, abadi sepanjang masa.
Tidak mungkin ke Esaan Tuhan itu dapat dinilai atau diukur dengan
ukuran yang serba terbatas. Meskipun demikian sifat ke Esaan Tuhan itu
dapat dan mungkin kita amati dengan “rasa pengrasa yang halus dan
38
mendalam.” Yaitu rasa kebatinan kita. Untuk meyakini eksistasi dari ke
Esan Tuhan kita hendaklah menghayati dan mendalami dan melatih sapta
wasita tama yang ke tujuh. “Barang siapa melatih rasaning rasa insya-
Allah ia dapat laun akan terasa rosing rasa.”
Jurus 20 itu menjiwai 35 buah jurus yang lain dalam suatu totalitas.
Nilai spiritual jurus 20 itu sangat luas dan mendalam diibaratkan samudra
yang tak bertepian. Pada hakekatnya jurus 20 itu bersambung berkaitan
dengan Iman dan Taukhid. Berhubung dengan itu sulit dan tidak
mungkinlah jurus 20 itu dinyatakan dengan suatu lukisan atau rangkaian
kata – kata.
Dengan pengahayatan dan latihan – latihan olah jiwa yang teratur,
terarah dan mantap jurus 20 dapat dijajaki, didalami sampai terasa sendiri
apa dan bagaimanakah sesungguhnya jurus 20 itu sebenarnya. Secara
singkat jurus 20 dapat disimpulkan sebagai berikut: “mensanubarikan diri
dalam pribadi.” Ini berarti diri lebur menyerap masuk kedalam Hati
Sanubari. Dengan demikian diri dengan pribadi atau Hati Sanubari
manunggal sawiji, tungal dan utuh. Manusianya pun mewujudkan suatu
totalitas yang mandiri yang berarti sadar akan adanya atau eksistensi
sendiri dalam hubungannya dengan alam semesta dan Penciptanya. Sikap
diri pribadinya terhadap Illahi akan berwujud penyerahan secara total
kepada Sang Pencipta seluruh alam raya ini. Selanjutnya akan tiada jarak
atau antara Objek dan Subjek Mutlak.
Apakah yang harus dihayati untuk menggapai jurus 20.
a. Melatih menguasai berdiri Alif.
b. Melatih Sapta Wasita Tama yang ke tujuh dengan landasan pernafasan
menurut ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate.
c. Segala sesuatu dilakukan yang dikerjakan dengan keiklasan hati. Tidak
merasa dipaksa atau karena terpaksa. Iklas disini mencakup “pantang
menggerutu” karena menggerutu itu berarti ingin mengatur Tuhan,
sebab merasa diperlakukan tidak adil, tidak sesuai dengan keinginanya.
d. Dalam segala hal selalu mendahulukan Tuhan dari sesuatu yang lain
karena. “barang siapa mendahulukan sesuatu daripada Tuhan, maka
dia itu belum beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Jikalau engkau sudah tidak bimbang dan ragu lagi, bahwasannya
engkau merasa manunggal dengan Tuhan, maka sesungguhnya semua
sudah ada padamu, keperwiraan, kejayaan, kewibawaan, kesejahteraan
39
yang bersifat lahir batin atau jasmani dan rohani sudah kau kuasai.
Dengan tiada aji atau mantera apapun dapat mempengaruhimu, karena
semua kekuatan sudah kamu miliki dan kamu kuasai, tiada lagi yang perlu
dikejar.
Hanya Tuhan Pencipta alam raya ini yang paling sempurna tiada
manusia didunia ini yang sempurna, manusia hanya bisa berusaha lebih
baik dari waktu kewaktu, bisa lebih dekat dengan Penciptanya.
KEPEMIMPINAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
1. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memiliki kelebihan mental dan spiritual
( berani, tahan uji, madhep, manteb, karep).
3. Integritas
( resik atine, bener lakune ).
4. Stabilitas emosi
( berjiwa kuat, pemaaf, tidak dapat dipancing di ibaratkan
“dipepe ora mlethek, digodok ora empuk”).
5. Cerdas dan pandai mengajar
( mampu melihat/menilai situasi dan memberikan respon
secara cermat dan tepat ).
6. Cinta kasih dan rasa bersaudara.
7. Mampu memproyeksikan diri pada orang lain baik mental
maupun emosi.
8. Mampu melihat organisasi secara menyeluruh dan selalu
berorientasi pada tujuan organisasi.
9. Bertanggung jawab dan konsekuen.
10. Memiliki ilmu pencak silat.
11. Berusaha memayu hayuning bawono.
TEKNIK KEPEMIMPINAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
1. Selalu berusaha melihat kemampuan anak buah dan berusaha untuk
mengembangkannya.
2. Mendidik dan membimbing dengan cinta kasih dalam persaudaraan.
3. Jangan terlalu jauh dari anak buah dan jangan sama saja dengan
anak buah tetapi terus lebih bnaik dengan bawahan. (mulur
mungsret).
40
4. Pengendalian dengan ramah tamah, lemah lembut dan bila
diperlukan saja dapat dengan keras (membat mentul).
5. Pada suatu saat apabila diperlukan harus mampu menunjukkan
kelebihannya dihadapan anak buah tapi jangan dengan sikap yang
congkak (prasaja / rendah hati).
6. Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani.
7. Rumongso handarbeni wajib melu hangrungkebi mulat sariro
hangroso wani.
Pengertian dan devinisi
Leadership atau kepemampinan dapat diartikan sebagai pemuka,
penuntun, penganjur sehingga secara fisik pemimpin berada di depan.
Namun sebenarnya dimanapun tempatnya pemimpin dapat memberikan
pimpinan (pengaruh).
Ki Hadjar Dewatoro mengajarkan : Ing ngarso sung tulhodo, ing
madyo mangun karso, tut wuri handayani. Yang artinya : di depan
memberi contoh, di tengah memberikan semangat untuk berkreatif dan
berkarya nyata, di belakang memberikan dorongan.
Dalam praktek istilah pemimpin dan kepemimpinan dijumbuhkan.
Hal tersebut adalah tidak dibenarkan karena antara keduanya ada
perbedaan.
Dalam situasi kemajuan yang pesat dewasa ini disarankan setiap
pemimpin yang menginginkan efektifitas dalam meimpin kiranya tepat
apabila dilengkapi dengan pengetahuan management.
Management adalah rangkaian kegiatan yang seharusnya dilakukan
oleh setiap pejabat pimpinan untuk mengerahkan. Menggerakkan dan
mengarahkan serta mengendalikan segala sumber guna mencapai tujuan
organisasi secara efisien. Karena organisasi ingin berkembang dengan
pesat diperlukan kegiatan-kegiatan yang tidak terbatas. Management
merupakan kebulatan dari unsur-unsur yaitu : planing, organizing,
actuating and controling (POAC, G R Terry Phd) yang dalam bahasa kita
diterjemahkan : perencanaan, pengorganisasian, pengerakkan, dan
pengendalian. Disini letak kepemimpinan ditekankan pada actuating ialah
leadership, human relation dan communication. Sedangkan yang dimaksud
sumber-sumber tersebut ialah : man, money, material, machine, market
and method. (manusia, uang, meterial, mesin, pasar dan tata kerja)
Untuk jelasnya dapat diikuti gambar sebagi berikut :
41
Pendekatan Belajar tentang Kepemimpinan
Pendekatan Belajar tentang Kepemimpinan
Awal mulanya orang belajar tentang kepemimpinan dengan cara
mempelajari sifat – sifat pribadi orang – orang besar di dunia. Anggapan
mereka bahwa dengan mencontoh sifat – sifat orang besar tersebut dapat
dijadikan patokan untuk menjadi pemimpin besar yang sukses. Maka
dijumlahkan sifat – sifat orang besar tersebut dapat dijadikan patokan
untuk menjadi pemimpin besar di dunia tersebut untuk dipelajari dan
dipraktekkan dan munculah teori serba sifat (The Greatman Theory).
Namun setelah timbul kritik – kritik tentang kelemahan teori serba
sifat maka orang melakukan pengamatan tentang peran serta pengikut
dalam keberhasilan kepemimpinan sehingga dicurahkanlah perhatiannya
untuk mempelajari karakteristik pengikut dan timbulah teori X Y oleh Max
Gregor.
Dengan mempelajari sifat pemimpin dan karakteristik pengikut
kiranya masih kurang karena pada dasarnya situasi ikut pula menentukan
keberhasilan kepemimpinan. Sejarah telah membuktikan bahwa seorang
pemimpian sukses dalam waktu tertentu dapat jatuh pada situasi yang
berbeda.
Untuk itu perlu dipelajari pula karakteristik situasi guna
menyesuaikan methode & tehnik kepemimpinan yang dibutuhkan.
TEORI PENGENDALIAN
Daulgas Mac Gregor
Basis Pemecahan Masalah
Pendekatan Klasik Pendekatan Patisipatif
1. Manusia pada dasarnya tidak
suka bekerja.
2. Oleh karena itu harus dipaksa.
3. Karena paksaan maka harus
diawasi .
4. Harus diarahkan
1. Pada dasarnya manusia suka
bekerja.
2. Karena senang kalau hasil
karyanya dihargai.
3. Lebih senang megendalikan
diri daripada dikendalikan
42
orang lain.
4. Tidak senang diawasi.
Kekuasaan & Fisik
(cambuk segala tempat)
Motivasi & Stimulasi
(cukup seruling gading)
Teori X
(Birokratif)
Dapat berhasil dipraktekkan
dalam satgas tentara.
Teory Y
(Parbisipsif)
Pendekatan modern
Dapat berhasil dipraktekkan
dalam kelompok seniman
Teori mana yang menjamin tercapainya tujuan
Sifat – sifat atau ciri – ciri yang seharusnya dimiliki oleh seorang
pemimpin (G R Terry) yaitu:
1. Energi (energi mental dan spiritual)
2. Stabilitas emosi
3. Memiliki pengetahuan mengenai Human relations
4. Emphaty (kemampuan memproyeksikan diri, baik mental
maupun emosi pada posisi orang lain)
5. Objektif
6. Personal motivation (motivasi diri)
7. Pandai berkomunikasi
8. Kemampuan mengajar
9. Pandai bergaul
10.Kemampuan teknis
Sedangkan untuk kepemimpinan dalam administrasi diperlukan 4
(empat) syarat utama yaitu:
1. Kemampuan melihat organisasi secara keseluruhan
2. kemampuan untuk mengambil keputusan
3. Kemampuan untuk mengambil keputusan
4. Kemampuan untuk mendelegasikan wewenang
5. Kemampuan untuk menumbuhkan kesetiaan
Sifat yang harus dimiliki pemimpin
(Menurut Ordway Tead)
1. Harus memiliki energi jasmani & rohani
2. Harus memiliki orientasi terhadap sasaran & tujuan
a. Agar punya orientasi harusmandapatkan basis pengetahuan
43
b. Sasaran & tujuan orientasi untuk pengendalian
3. Harus memiliki semangat tinggi
4. Harus ramah – tamah dan cinta kasih terhadap sesamanya
5. Harus mempunyai kepribadian yang bulat (integritas)
6. Harus mempunyai kecakapan teknis
7. Harus memiliki sifat tegas
8. Harus cerdas
9. Harus pandai mengajar
10.Harus mempunyai keyakinan
a. Agar punya keyakinan harus memahami dan mengerti lebih
dalam
Idealisme Kepemimpinan menurut Pewayangan Jawa
Sifat kepemimpinan Pandawa
1. Tulus hati
2. Teguh pendirian
3. mampu menyelesaikan segala tugas pekerjaan yang dipercayakan
kepadanya
4. Setia janji
a. Puntodewo kang suci atine
b. Wekudoro tegas ing yudo
c. Janoko lananging jagad
d. Nakulo Sadewo prasetyo ing uboyo
Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro
Ing ngarso sung tulodho
Ing madyo mangun karsa
Tut wuri handayani
Yang maknanya sebagai berikut :
Pemimpin apabila
- didepan memberikan contoh
- ditengah tengah bermusyawarah dan membentuk pendapat umum
yang positif (mampu membangkitkan semangat dan kreastivitas)
- dibelakang memberikan saran dan pertimbangan yang menentukan
dan di ikuti oleh warga karena memang bermanfaat bagi mereka
44
Dengan demikian pemimpin yang diharapkan dapat disegala tempat,
atau dimanapun tempatnya pemimpin dapat memberikan pengaruhnya
Sifat pemimpin menurut Filsafat Jawa
(diungkapkan oleh RM Soerohartono (Kakak RA Kartini), yang terkenal
dengan catur paradak Soehartono yaitu:
1. Sugih tanpo bondo
Kecakapan yang paling berharga adalah kekayaan kejiwaan, karena
dengan kekayaan kejiwaan, orang akan mempunyai pengaruh yang
mendasar.
2. Digdoyo tabpo aji
Meskipun orangnya tak seberapa, tetapi optimis, simpatik, ramah
tamah, tidak mudah marah, pandangan hidup yang stabil akan besar
pengaruhnya.
3. Nglurug tanpo bolo
Percaya pada diri sendiri serta mempunyai tekat yang bulat karena
semuanya telah dipertimbangkan masa – masak.
4. Menang tanpo ngasorake
Menundukkan orang tanpa rasa tidak enak.
Azas Kepemimpinan Pancasila
1. takwa
2. ing ngarso sung tulodho
3. ing madyo mangun karso
4. tut wuri handayani
5. waspada purbo waseso
6. ambeg paramarta
7. prasojo
8. guni nastiti
9. bloko
10.legowo
dasar – dasar Kepengikutan
1. Naluri dan nafsu Mengikuti kepemimpinan karena kebutuhannya
dipenuhi
2. Adat dan budi pekerti Mengikuti karena agamanya sama atau budi
pekertinya baik
3. Peraturan hukum
45
4. Pertimbangan akal sehat Mengikuti kepemimpinan menurut
pertimbagan, logika yakin akan dapat mencapai tujuan yang telah
disepakati bersama (tujuan organisasi)
Menurut pengamatan nampaknya warga SH Terate sebagian besar masih
mengikuti pemimpin hanya asal mengikuti saja tanpa pertimbangan
pemikiran yang sehat. (kepengikutan yang membabi buta).
Hal demikian dapat mengakibatkan :
a. Kultus individu, warga memandang bahwa pemimpin SH
Terate sebagia manusia yang luar biasa, yang tidak ada
duanya didunia sehingga mereka menurut saja apa kata sang
pemimpin.
b. Timbulah kekosongan kepemimpinan, karena tidak ada
duanya didunia tamatlah harapan warga sehingga timbul
kekosongan kepemimpinan. Mengapa demikian? Karena
mereka tidak terlatih dalam kepemimpinan sehingga tidak ada
seorangpun yang siap untuk menjadi pemimpin.
c. Pelaksanaan yang tidak sehat
d. Kegagalan pencapaian program organisasi
e. Timbul kekacauan dan lain – lain
Catatan : Agar regenerasi kepemimpinan dapat baik dan pencapaian
tujuan organisasi berjalan lancar maka tugas dan tanggung jawab
sosial utama dari Pemimpin SH Terate adalah mengembangkan
kepengikutan yang rasional.
46