udi sulawesi tengah

Upload: ade-bdg-chakra

Post on 10-Oct-2015

142 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Arsitektur Modern

TRANSCRIPT

Mata Kuliah: Arsitektur Tradisional dan VernakularDosen:

ARSITEKTUR TRADISIONAL DAN VERNAKULAR(PROVINSI SULAWESI TENGAH)

DISUSUN OLEH :

RUSDIANSYAH RUSTAM60100111076

TEKNIK ARSITEKTURFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR2014DAFTAR ISI

A. Pengertian Arsitektur Tradisional 4a. Pengertian Arsitektur Tradisional Menurut Para Ahli b. Arsitektur Tradisional Daerah 1. Souraja 72. Tambi ( Rumah Adat Suku Lore ) 93. Gampiri (Lumbung) 114. Baruga (bantaya) 115. Lobo (Rumah Adat Suku Kulawi) 12B. Arsitektur Tradisional Provinsi Sulawesi Tengah 18a. Letak Geografis dan Lokasi Provinsi Sulawesi Tengah 181. Kaili Suku Asli Sulawesi Tengah 21b. Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah 22c. Latar Belakang Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah 251. Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah 252. Ciri Budaya 263. Tari 274. Bahasa Daerah 275. Pakaian Daerah 276. Rumah Adat 287. Senjata Tradisional 288. Perkawinan 289. Upacara Adat 29d. Pola Perkampungan 29C. Arsitektur Tradisionnal Prov.Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah Suku Kaili 31a. Identifikasi Rumah Masyarakat Biasa 33b. Cara Mendirikan 33c. Persiapan Upacara 36d. Teknik dan cara Konsruksi 38Daftar Gambar

Gambar 1 Rumah Adat Souraja 7Gambar 2 Peta Administrasi Provinsi Sulawessi Tengah 19Gambar 3 Pondasi 40Gambar 4 Tiang/Kolom 40Gambar 5 Lantai 41Gambar 6 Dinding 41Gambar 7 Tangga 42Gambar 8 Atap 42Gambaar 9 Denah 43Gambar 10 Sambungan 43Gambar 11 Sambungan Pen 44Gambar 12 Tampak Depan 44

A. Pengertian Arsitektur Tradisionala. Pengertian Arsitektur Tradisional Menurut Para Ahli Arsitektur tradisional adalah karya dari pewarisan /penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang turun temurun dari generasi ke generasi. Arsitektur tradisional sebagai bagian dari kebudayaan kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, adat kebiasaan setempat dan dilandasi oleh keadaan alam setempat. Karena berbudayalah cenderung setiap saat kita mengadakan pembaharuan - pembaharuan yang sering disebut modernisasi. Kebudayaan melatar belakangi setiap masalah dan sering menimbulkan dilema antara tradisi yang cenderung bertahan dan modernisasi yang cenderung merombak dengan membawa nilai-nilai baru.Menurut Amos Rapoport (1960), Arsitektur tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mempelajari bangunan tradisional berarti mempelajari tradisi masyarakat yang lebih dari sekadar tradisi membangun secara fisik. Masyarakat tradisional terikat dengan adat yang menjadi konsesi dalam hidup bersama.Istilah arsitektur tradisional dan arsitektur vernakular sangat sering digunakan dalam ranah arsitektur. Kedua istilah ini acap kali muncul ketika dikaitkan dengan konsep dan desain yang bersentuhan dengan aspek budaya, genius lokal, dengan rentang waktu (lifetime) dan sebagainya. Meski keduanya memiliki akar makna yang tidak jauh berbeda, ada hal hal prinsip yang dapat diungkapkan agar jelas terlihat perbedaannya sehingga lebih mudah untuk dipahami dengan mengedepankan contoh perbedaan dalam bentuk studi kasus.

Kata tradisi berasal dari bahasa Latin traditionem, dari traditio yang berarti "serah terima, memberikan, estafet", dan digunakan dalam berbagai cara berupa kepercayaan atau kebiasaan yang diajarkan atau ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, biasanya disampaikan secara lisan dan turun temurun. Sebagai contoh adalah tradisi kegiatan masyarakat di Indonesia saat perayaan peringatan hari kemerdekaan RI di setiap tanggal 17 Agustus. Masyarakat Indonesia kerap menyelenggarakan perlombaan-perlombaan, tumpengan dan berbagai kegiatan unik lainnya. Kegiatan semacam ini tidak diketahui kapan dimulainya dan siapa yang memulainya. Namun demikian, kegiatan ini telah berlangsung sekian lama secara berulang-ulang sehingga masyarakat menjadikan kegiatan tersebut perlu dan harus dilakukan. Inilah yang bisa disebut sebagai tradisi. Demikian pula kegiatan-kegiatan yang mengatasnamakan aktivitas-aktivitas keagamaan.Tradisi adalah sebuah praktek, kebiasaan, atau cerita yang dihafalkan dan diwariskan dari generasi ke generasi, awalnya tanpa memerlukan sebuah sistem tulisan. Tradisi sering dianggap menjadi kuno; dianggap sangat penting untuk dijaga. Namun demikian ada juga beberapa tradisi yang memang sengaja diciptakan demi mencapai tujuan-tujuan tertentu; sebagai alat untuk memperkuat kepentingan atas kalangan tertentu dan lain sebagainya. Tradisi semacam itu ternyata dapat diubah sesuai dengan kebutuhan saat itu dan perubahan itu masih bisa diterima sebagai bagian dari tradisi kuno. Sebagai contoh yang termasuk "penemuan tradisi" di Indonesia adalah pada masa pendudukan kolonial Belanda, mereka membutuhkan pengakuan kekuasaan di wilayah mereka berada sehingga usaha terbaik yang harus mereka lakukan adalah dengan menciptakan sebuah "tradisi" yang bisa mereka gunakan sebagai alat untuk melegitimasikan posisi mereka sendiri. Dalam hal ini mereka memanfaatkan keberadaan seorang raja sebagai alat untuk mempersatukan rakyat dibawahnya agar tetap loyal dan hormat pada sang raja sehingga mudah dikendalikan oleh sang raja dan tentu saja oleh pendudukan kolonial yang menguasai sang raja. Dengan demikian kekuasaan kolonial secara tidak langsung akan menyerap ke dalam tradisi rakyat setempat.Dalam tataran teoritis, tradisi dapat dipandang sebagai informasi atau terdiri atas informasi. Informasi yang dibawa dari masa lalu ke masa kini dan dalam konteks sosial tertentu. Sehingga informasi ini bisa dianggap sebagai bagian yang paling mendasar meski secara fisik ada tindakan- tindakan atau aktifitas tertentu yang secara terus menerus juga dilakukan pengulangan-pengulangan sepanjang waktu. Dengan demikian Tradisi adalah sebuah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus atau sebuah kebudayaan atau sebuah hasil karya yang dianggap berhasil dan memiliki legitimasi dalam kurun waktu yang cukup panjang dan bahkan sangat panjang (lama) yang diikuti oleh generasi generasi berikutnya secara turun temurun.Arsitektur vernakular pada cara cara mendesain dan mendirikan bangunan dilakukan dengan efektif dan efisien ditemukan melalui sistem trial and error.Jadi, arsitektur tradisional adalah arsitektur yang dibuat dengan cara yang sama secara turun temurun dengan sedikit atau tanpa adanya perubahan-perubahan yang signifikan pada bangunan tersebut.Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk,struktur ,fungsi,ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat di pakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Dalam rumusan arsitektur dilihat sebagai suatu bangunan, yang selanjutnya dapat berarti sebagai suatu yang aman dari pengaruh alam seperti hujan, panas dan lain sebagainya. Suatu bangunan sebagai suatu hasil ciptaan manusia agar terlindung dari pengaruh alam, dapatlah dilihat beberapa komponen yang menjadikan bangunan itu sebagai tempat untuk dapat melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Adapun komponen-komponen tersebut adalah : bentuk, struktur , fungsi, ragam hias serta cara pembuatan yang diwariskan secara turun temurun. Selain komponen tersebut yang merupakan faktor utama untuk melihat suatu arsitektur tradisional, maka dalam inventarisasi dan dokumentasi ini hendaknya setiap bangunan itu harus merupakan tempat yang dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Dengan memberikan pengertian ini, maka arsitektur tradisional dapat pula dikategorikan berdasarkan kepada aktivitas yang ditampungnya.

b. Arsitektur Tradisional Daerah

Gambar 1Rumah Adat SourajaDaerah Sulawesi Tengah memiliki berbagai bentuk arsitektur tradisional dan teknik pembuatannya beraneka ragam yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan letak geografisnya,yaitu

1. SourajaSouraja merupakan rumah tradisional tempat tinggal para bangsawan, yang berdiam di pantai atau di kota. Kata Souraja dapat diartikan rumah besar, merupakan rumah kediaman tidak resmi darimangganatau raja beserta keluarga-keluarganya. Rumah orang biasa atau rakyat kebanyakan meskipun bentuk dan ukurannya sama dengan souraja.Bangunan Souraja berbentuk rumah panggung yang ditopang sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu keras seperti kayu ulin, bayan, atau sejenisnya. Atapnya berbentuk piramide segitiga, bagian depan dan belakang atapnya ditutup dengan papan yang dihiasi dengan ukiran disebut panapiri dan pada ujung bubungan bagian depan dan belakang diletakkan mahkota berukir disebut bangko-bangko. Seluruh bahan bangunan mulai dari lantai, dinding balok-balok terbagi atas tiga ruangan,yaitu: Ruang depan disebut lonta karawana yang dibiarkan kosong, berfungsi untuk menerima tamu. Dahulu sebelum ada meja kursi, di ruangan ini dibentangkan tikar atauonysa. Ruangan ini juga untuk tempat tidur tamu yang menginap. Ruangan kedua adalah ruang tengah, disebut lonta tata ugana diperuntukkan bagi tamu keluarga sertalonta roranayaitu ruang belakang, berfungsi sebagai ruang makan, tapi kadang-kadang ruang makan berada di lonta tatangana. Antara dinding dan dibuat kamar-kamar tidur. Khusus untuk kamar tidur perempuan atau anak-anak gadis biasanya ditempatkan di pojok belakanglonta rorana, maksudnya agar mudah diawasi oleh orang tua. Untuk tamu perempuan dan para kenalan dekat diterima di ruang makan. Ruang dapur, sumur dan jamban dibuatkan bangunan tambahan atau ruangan lain di bagian belakang rumah induk. Untuk menghubungkan rumah induk dengan dapur atau urang avu dibuatkan jembatan beratap disebut hambate atau bahasa bugis Jongke. Di bagian ini kadang-kadang dibuatkanpekuntuyakni ruangan terbuka untuk berangin-angin anggota keluarga. Di kolong dapur diberi pagar sekeliling, sedangkan di bawah rumah induk dibiarkan terbuka dan kadang-kadang menjadi ruang kerja untuk pertukangan, atau keperluan-keperluan lainnya. Sedangkan loteng rumah dipergunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka dan lain-lain.Secara keseluruhan, bangunan Souraja cukup unik dan artistik lebih-lebih bila dilihat dari hiasannya berupa kaligradi huruf Arab tertampang pada jelusi-jelusi pintu atau jendela, atau ukiran pada dinding, loteng, dibagian lonta-karavana, pinggiran cucuran atap, papanini, bangko-bangko dengan motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.

2. Tambi (Rumah Adat Suku Lore)Rumah tempat tinggal penduduk disebuttambi, yang merupakan tempat tinggal untuk segala lapisan masyarakat. Yang membedakan rumah sebagai tempat tinggal kalangan bangsawan dengan rakyat biasa terletak pada bubungan rumah, yang mana pada bubungan rumah para bangsawan dipasang simbol kepala kerbau, sedangkan pada rumah rakyat biasa tidak dipasang simbol tersebut.RumahTambimerupakan rumah di atas tiang yang terbuat dari kayubonati. Bentuk rumah ini segi empat dan atapnya berbentuk piramida terbuat dari daun rumbia atau ijuk. Ukurannya tergantung dari kemampuan masing-masing pemiliknya. Ruangan utama (lobona) dari rumah ini tidak dibagi atas kamar-kamar, hanya di tengahnya terdapat dapur (rapu) yang dilengkapi dengan tungku tempat memasak. Di sekeliling dinding rumah dibuatasariatau para-para yang memanjang sekeliling ruangan utama. Pintu rumah berbentuk empat persegi yang menghadap ke depan. Pada daun pintu diukir dengan motif kepala kerbau. Tangga rumah terbuat dari kayu keras yang bulat dan ditakik. Jumlah anak tangga antara 3-5 buah, tergantung dari tinggi rendahnya rumah tersebut.Ruang utama berfungsi sebagai ruang tamu di kalangan keluarga, sedangkan para-para (asari) berfungsi serba guna. Selain dipergunakan sebagai tempat tidur yang diberi pembatas, dapat pula berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan harta benda, benda-benda pusaka, atau barang-barang berharga lainnya. Rumah ini tidak berkamar, para penghuninya biasa tidur di ruang tengah dengan menggunakan tempat tidur terbuat dari kulit kayu (nunu).Pada bangunan-bangunan tradisional dihias dengan berbagai bentuk ragam hias yang menggunakan motif-motif tertentu, terutama motif fauna dan flora. Ragam hias dengan motif fauna terdiri daripebaula(berbentuk kepala dan tanduk kerbau) danbati(ukiran kepala kerbau, ayam, atau babi). Ragam hias ini tidak diukir seperti benda-benda ukiran biasa, tetapi hanya dipahat sampai halus dan rapi. Ukiran kerbau merupakan simbol kekayaan pemilik rumah, sedangkan ragam hias babi melambangkan kekayaan, kesuburan dan kesejahteraan pemilik rumah.Warna yang digunakan dalam ragam hias ini disesuaikan dengan warna asli kayu yang diukir. Misalnya warna untuk ragam hiasbatiadalah kuning muda, sesuai dengan warna kayu yang digunakan. Dengan demikian ada bermacam-macam warna untuk menghias rumah, antara lain hitam, kuning muda, atau cokelat. Sedangkan ragam hias dengan motif flora (pompeninie) merupakan sobekan-sobekan kain yang dibuat dari kulit kayu. Kain Yang berwarna-warni tersebut diikat dengan rotan, sehingga terangkai menjadi suatu bentuk ragam hias, yang maksudnya agar penghuni rumah terhindar dari segala gangguan roh-roh jahat. Umumnya bentuk bunga yang sering dibuat sebagai ragam hias rumah. Warna ragam hias ini bermacam-macam, biasanya berwarna merah, putih, kuning, hitam, biru, atau hijau.Arah menghadap Tambi adalah utara-selatan, jadi tidak boleh menghadap atau membelakangi matahari. Tambi juga memiliki bangunan tambahan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu Buho (di Kabupaten Donggala disebut Gampiri), bangunan berbentuk trapezium yang berada pada masyarakat Lore, yang terdiri dari dua lantai. Lantai bawah berfungsi sebagai tempat musyawarah atau menerima tamu, sedang lantai atas digunakan sebagai lumbung padi.LetakBuhoadalah didepanTambisebagai bangunan induk karenaBuhoadalah tempat menerima tamu. Bangunan lainnya yang sangat sederhana disebut Pointua, yaitu tempat menumbuk padi, dimana terdapat lesung yang disebutisoberbentuk segi emapt panjang bertiang 4 buah dan kadang-kadang terdapat pula lesung bundar yang disebutiso busa.

3. Gampiri (Lumbung)Gampiri (Lumbung) adalah tempat penyimpanan padi atau hasil pertanian lainnya atau sebagai tempat penyimpanan barang-barang yang sangat berharga yang dimiliki oleh keluarga secara turun-menurun. Model bangunan yang tradisional khas Suku Kaili dan salah satu bangunan tua peninggalan sejarah Suku Kaili. Bangunan ini terletak di Kecamatan Palu Barat.

4. Baruga (bantaya)Bentuk bangunan Baruga / Bantaya adalah biasa saja, bangunan ini hanyalah sebuah rumah panggung yang panjang. Ruangannya terbuka tanpa kamar, punya pintu dan tangga di bagian depan samping kiri dan samping kanan atau sering juga dibagian belakang. Dinding setinggi pinggang, lantainya rata. Konstruksi bangunan sama saja dengan rumah-rumah kampung yang ada sekarang tanpa dapur.Ditinjau dari segi bangunan, disepanjang sejarah Baruga bukanlah tempat dilaksanakannya upacara adat, sebaiknya hanya merupakan bangunan yang berfungsi sosial. Istilah "baruga" hanya dikenal didaerah suku Pamona, sedang didaerah lain dikenal dengan namaBantaya. Ada dua macambantayadilihat dari sifatnya, yaitu: Yang bersifat sementara: didirikan disaat keluarga bangsawan mengadakan pesta yaitu sebuah bangunan yang disediakan untuk menampung para tamu, jadi Bantaya hanyalah berupa bangunan tambahan sementara, dan akan segera dibongkar bila pesta telah selesai. Yang bersifat tetap:adalah hasil swadaya masyarakat yang ditujukan untuk maksud-maksud sosial, seperti; pesta keramaian kampong tempat berkumpul untuk membicarakan hal-hal yang tidak terlalu prinsipil karena yang menyangkut masalah adat dilakukan di Lobo tempat tinggal sementara kaum musafir dari lain kampungDari segi artistiknya, bagian luar maupun bagian dalam Baruga (bantaya) tidak ada sedikitpun terdapat hiasan-hiasan, baik ukiran, lukisan atau fariasi-fariasi lainnya.

5. Lobo (Rumah Adat Suku Kulawi)Lobo memiliki bentuk empat persegi panjang, berfungsi tempat musyawarah, melaksanakan pesta adat, menyambut tamu-tamu kehormatan dan sebagai tempat penginapan bagi orang-orang yang melanjutkan perjalanan.Lobo dimasa pemerintahan raja-raja berfungsi sebagai pusat kesatuan adat, pemerintahan dan kebudayaan. Para bangsawan (maradika) sebagai pemegang tampuk pemerintahan, para ahli cendekiawan adat dan orang-orang penting mengadakan musyawarah di dalam bangunan ini untuk membicarakan masalah yang berkaitan dengan: Perumusan suatu undang-undang, peraturan-peraturan adat pelaksanaan pemerintahan yaitu dalam hal-hal memberangkatkan dan menerima pasukan perang pemutusan/mengadili perkara-perkara terhadap setiap pelanggaran, penyelewengan dan kejahatan. Pelaksanaan hukuman bisa dilaksanakan di Lobo atau di tempat lain misalnya di pohon kayu ditengah hutan atau di pinggir-pinggir kali, menurut jenis dan macamnya perbuatan dalam hal-hal yang menyangkut perekonomian: kapan dimulai membuka kebun,sawah atau ladang; kapan dimulai bertanam, menuai, pengaturan perairan dsb. disamping hal-hal tersebut Lobo juga menjadi tempat dilaksanakannya pesta-pesta adat, sehubungan dengan: keselamatan kampung, supaya terhindar dari berbagai macam penyakit menular, bala serta kutukan dewa akibat adanya perbuatan sumbang. pengucapan syukur berhubungan dengan hasil panen yang baik menyambut/memberangkatkan pasukan perang menyambut tamu-tamu terhormat dari luar daerahRuangan Lobo telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya yang serbaguna. Lantai terdiri dari tiga tingkat, bagian tengah adalah ruangan berbentuk segi panjang dengan tiang raja di tengah-tengahnya yang disebut "padence", diperuntukkan bagi rakyat biasa duduk, tempat mengatur makan/minum, dan tempat menari dan menyanyi. Dibagian kiri kanan pintu menyebelah berbentuk seperti panggung / balai-balai ( 60 cm diatas padence) adalah khusus diperuntukkan bagi para kaum bangsawan pemerintah dan pemangku adat, ruangan ini disebut "palangka".Dibagian samping menyebelah ada lagi palangka yang tingginya 40 cm diatas padence diperuntukkan bagi para tamu dari luar kampung yang dianggap terhormat.Satu hal yang penting diketahui bahwa tidak sembarang orang diperkenankan masuk dalam Lobo, kecuali dalam hal-hal tertentu yang dianggap amat penting. Dengan demikian Lobo bukanlah bangunan yang berfungsi sosial, bahkan oleh sebagian orang dianggap bagunan yang keramat, agung dan suci. Patutlah kalau peneliti berkebangsaan Swedia, Dr. W. Kaudern menyebutnya dengan istilah "temple".

Lobo mempunyai bentuk yang sederhana, tetapi cukup unik. Alat-alat modern belumlah terlalu banyak campur tangan dalam proses pembuatannya. Belandar tiangnya dari kayu-kayu bundar asli dari hutan, dikupas kulit luarnya kemudian dihaluskan dengan parang. Kayu bundar tersebut berdiameter rata-rata 40 cm.Dinding, tiang badan rumah keliling, belandar bagian atas umumnya dari balok/papan dengan ukuran rata-rata 40 X 10 cm, demikian juga lantainya. tapnya dibuat dari papan, semacam sirap tetapi lebar dan sedikit tebal, dibagian atas (bumbungan) ditutup dengan ijuk.Semua pertemuan tiang dengan belandar, belandar dengan belandar, dinding, lantai, bahkan konstruksi bangunan Lobo belum mempergunakan paku (besi), semuanya serba cuak, sistim lidah-lidah, kait mengait dan tali temali pakai rotan. Tiang-tiang dipinggir dari kedua pintu muka dan belakang serta semua tiang-tiang penongkat belandar badan bangunan berbentuk papan lebar dan tebal yang dihiasi pahatan kepala kerbau berbagai motif terletak dibagian dalam dan luar. Pahatan kepala kerbau ini adalah langsung senyawa dengan tiang/dinding.Tiang-tiang tersebut diatas sekaligus merupakan sebagian dinding Lobo yang diantara-antaranya dimasukkan papan melintang lebar 40 cm dua lembar adalah merupakan dinding yang juga berpahatkan kepala kerbau. Tangga Lobo terbuat dari kayu balok antere yang dibelah dengan model tangga bertrap-trap terdiri dari 5 sampai 7 trap. Bagian akhir tangga melangkah keruang padance model pahatan kerbau tertidur.Setiap pendatang yang masuk langsung menginjak pada pahatan itu sebelum masuk pada ruang padence.Batang-batang kayu bercabang sebesar lengan terpancang disamping tiang pintu masuk dan dibeberapa tiang lainnya tegak terikat adalah tempat bambu-bambu saguer digantungkan.Hal-hal lain yang sering orang tidak perhatikan adalah bahwa tiang tidak boleh terbalik, balok atau belandar-belandar yang letaknya melintang harus berlawanan dengan arah jarum jam atau berputar kekanan (ujung pohon dibagian kanan). Hanya satu bagian putar kiri yaitu kayu pengikat kaso bagian bawah (dibawah atap paling akhir), ini maksudnya ialah untuk mematikan apabila yang sudah terpasang.Inilah sebagian dari keunikan konstruksi Lobo, semuanya serba diatur, diperhitungkan menurut petunjuk para ahli adat dan bangunan, demi keselamatan rakyat dan pemerintah yang membangun dan memanfaatkan Lobo. Konstruksi Lobo: Perawatu: batu-batu yang berfungsi sebagai alas bangunan Lobo seluruhnya Pangoto: empat balok bendar menumpang diatas parawatu ikut lebar badan Lobo Paduncu: memanjang ikut badan Lobo 2 buah balok bundar menumpang diatas pangoto Palangka: tiang-tiang yang menongkat balok memanjang ikut badan Lobo, tertancap diatas 2 buah pangoto sebelah menyebelah pinggir kanan dan kiri dan paduncu Pangketi: balok segi empat yang ditongkat tiang palangka Pomulu: diatas pangketi melintagn lagi balok-balok agak lebih kecil bundar Pembiti-Pomulu: balok bundar besar diatas momulu yang berfungsi sebagai penjepit/penekan pomulu Pomulu-langa: balok diatas pembiti-pomulu memanjang ikut panjang badan Lobo Pomulu-late: melintang diatas pomulu-langa. Perlengkapan yang ada di dalam Lobo antara lain adalah: Beberapa buah tambur besar tergantung dibagian dalam Beberapa buahkaratu, semacam gendang panjang mempunyai pinggang dibagian belakang Tombak, dan Perisai PalavaPalava adalah rumah panggung berbentuk empat persegi panjang. Digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat suku Kaili. Pada bagian atas terdiri dari serambi, ruang tidur, ruang tamu, dan dapur. Pada bagian kolong rumah tempat menyimpan alat transportasi tradisional gerobak dan peralatan pertanian. KatabaKataba adalah rumah panggung berbentuk empat persegi panjang dengan konstruksi tiang merupakan landasan (pondasi), sehingga kelihatannya bertingkat. Rumah ini berfungsi sebagai rumah tinggal suku Kaili. Didiami keluarga besar yang biasanya dihuni tiga sampai empat keluarga.

B. Arsitektur Tradisional Provinsi Sulawesi Tengaha. Letak Geografisdan Lokasi Provinsi Sulawesi TengahPropinsi Sulawesi Tengah terletak diantara 2022' Lintang Utara dan 3048' Lintang Selatan, serta 119022' dan 124022' Bujur timur. Batas-batas wilayahnya: Sebelah Utara: Laut Sulawesi dan Propinsi GorontaloSebelah Timur: Propinsi MalukuSebelah Selatan: Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi TenggaraSebelah Barat: Selat Makasar Luas wilayah Sulawesi Tengah 68.059,71 km2, secara administratif Sulawesi Tengah dibagi dalam Kabupaten, 1 Kotamadya dengan 81 Kecamatan serta 1430 desa/kelurahan definitif dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT).Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), dataran di Propinsi Sulawesi Tengah terdiri dari: Jarak antara Ibu Kota Propinsi ke Daerah Tingkat II: 1. Palu Banggai Kepulauan: 710 Km2. Palu Luwuk: 610 Km3. Palu Morowali: 400 Km4. Palu Poso: 222 Km5. Palu Donggala: 36 Km6. Palu Parimo: 65 Km7. Palu Tolitoli: 443 Km8. Palu Buol: 493 Km Sulawesi Tengah merupakan propinsi terbesar di pulau Sulawesi, dengan luas wilayah daratan 68.033 km2 yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta kepulauan Togian di Teluk Tomini dan Kepulauan Banggai di Teluk Tolo, dengan luas wilayah laut adalah 189.480 km2.Sulawesi Tengah yang terletak di bagian barat kepulauan Maluku dan bagian selatan Philipina membuat pelabuhan di daerah ini sebagai persinggahan kapal-kapal Portugis dan Spanyol lebih dari 500 tahun yang lampau. Dalam perjalanannya mengelilingi dunia Francis Drake, dengan kapalnya "The Golden Hind" singgah di salah satu pulau kecil di pantai timur propinsi ini selama sebulan pada bulan Januari 1580. Meskipun tidak ada catatan sejarah, kemungkinan besar pelaut-pelaut Portugal dan Spanyol menginjak kakinya di negeri ini yang terbukti dengan masih ada pengaruh Eropa terhadap bentuk pakaian masyarakat hingga dewasa ini.

Gambar 2peta administrasi provinsi Sulawesi tengahPalu adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu terletak sekitar 1.650 km di sebelah timur laut Jakarta. Koordinatnya adalah 054 LS 11950 BT. Penduduknya berjumlah 342.754 jiwa (2012).Kota Palu berada di dekat sebuah bernama Teluk Palu, sebelah barat Selat MakassarKota Palu dibagi kepada 8 kecamatan dan 45 kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah: Palu Barat Palu Selatan Palu Timur Palu Utara Mantikulore Ulujadi Tatanga TawaeliSulawesi Tengah didiami oleh 12 etnis atau suku yaitu : Etnis kaili di Kabupaten Donggala, kota palu dan sebagian Kabupaten paringi Moutong. Etnis Kulawi dikabupaten Donggala Etnis Lore di kabupaten Poso Etnis Pamona dikabupaten poso Etnis Mori dikabupaten Morowali Etnis Bungku di kabupaten Morowali Etnis Saluan di kabupaten Banggai Etnis Balantak di kabupaten Banggai Etnis Banggai di kabupaten Banggai Etnis Buol di kabupaten Buol Etnis Tolitoli di kabupaten TolitoliTetapi suku asli kota palu atau ibu kota Sulawesi tengah adalah suku kaili.

1. KAILI,SUKU ASLI SULAWESI TENGAHSuku kaili,suku Asli di sulawesi tengah. Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala,yang meliputi daerah pesisir Pantai barat, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo-Una Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tomini yaitu Tinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo Una-Una dan kabupaten Donggala meliputi Kecamatan Sindue, Sindue Tobata,Sirenja, Balaesang, Dampelas,dan Sojol sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan prefix "To" yaitu To Kaili.Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dikawasan daerah ini, terutama di tepi sungai palu dan telik palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke banyak ditemukan karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut surut.Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu, Bangga. Mata pencaharian utama masyarakat Kaili adalah bercocok tanam disawah, berkebun menanam kelapa, cacao, cengkeh, cabe rawit, ubi kayu dan beberapa jenis buah-buahan seperti durian, rambutan ,langsat dan lain-lain.Disamping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi dihutan seperti rotan, damar, kemiri, dan kayu bantalan. Sedang masyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan yang mengantunkan hidupnya dilaut dan berdagang antar pulau ke kalimantan,bahkan ada juga yang sampai ke negri jiran Malaysia untuk menyeludupkan Kayu hitam ( Ebony ).

b. PendudukBerdasarkan Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 2.635.009 jiwa (perkotaan sebanyak 640.948 jiwa dan di daerah perdesaan sebanyak 1.994.061 jiwa). Penduduk laki-laki Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 1.350.844 jiwa dan perempuan sebanyak 1.284.165 jiwa.Penduduk Provinsi Sulawesi Tengah pada akhir tahun 2010 mencapai 2.683.722 jiwa,. Laju pertumbuhan penduduk 1,96 % lebih tinggi dari pertumbuhan nasional (1,49%), dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 39 jiwa/km2. Penyebaran penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah terbesar terdapat di Kabupaten Parigi Mountong sebanyak 421.234 jiwa dan kepadatan tertinggi terdapat di Kota Palu 867,6 Kabupaten/Kota Luas(Km2) Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 01. Banggai Kepulauan 3 214,46 174 800 54,38 02. Dalam hal kependudukan, terjadi peningkatan jumlah penduduk dari yang pada tahun 1971 hanya sebesar 930 ribu jiwa, meningkat tiga kali lipat pada tahun 2010 menjadi 2,6 juta jiwa. Sedangkan untuk laju pertumbuhan penduduk sendiri mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2010, penduduk untuk tiap kabupaten kota berada pada kisaran 100-400an jiwa. Meskipun tidak memiliki jumlah penduduk total terbanyak se-Sulawesi Tengah, jumlah penduduk Kota Palu memiliki rata-rata tertinggi per luas wilayah yaitu sebesar 868 jiwa per km. Keadaan ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah per Februari 2013 menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan bulan Agustus 2012 yang digambarkan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan disertai penurunan tingkat pengangguran. Namun, jika dibandingkan kondisi Februari 2012 terjadi penurunan. Pada bulan Februari 2013, jumlah angkatan kerja mencapai 1.322.832 orang, bertambah 109.769 orang dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebanyak 1.213.063 orang, sedangkan jika dibanding keadaan Februari 2012 sebesar 1.352.427, berkurang sebanyak 29.595 orang.Penduduk miskin dari tahun 2007 hingga tahun 2012 mengalami penurunan secara dari angka 22,4 persen menjadi 15,4 persen dari total penduduk provinsi. Namun demikian, meski jumlah penduduk miskin berkurang, tingkat kemiskinan Sulawesi Tengah tercatat masih lebih tinggi dari tingkat kemiskinan nasional yang tercatat sebesar 12 persen. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah per Maret 2013 sebesar 405,42 ribu jiwa (14,67 persen) dibandingkan penduduk miskin pada bulan September 2012 sebesar 409,60 ribu jiwa (14,94 persen). Hal ini berarti secara absolut jumlah penduduk mengalami penurunan 0,27 persen.Tabel 1JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI PROVINSI SULAWESI TENGAHREGIONKATEGORIJUMLAH PENDUDUK (JIWA)

20112010200920082007

BanggaiJumlah Pria (jiwa)168.423165.366151.518147.932147.359

Jumlah Wanita (jiwa)161.186158.260145.379147.623146.674

Total (jiwa)329.609323.626296.897295.555294.033

Banggai KepulauanJumlah Pria (jiwa)88.49886.89278.52778.71678.173

Jumlah Wanita (jiwa)86.30284.73578.38577.01278.282

Total (jiwa)174.800171.627156.912155.728156.455

BuolJumlah Pria (jiwa)69.29068.03261.04161.52360.598

Jumlah Wanita (jiwa)65.48664.29857.85155.50554.523

Total (jiwa)134.776132.330118.892117.028115.121

DonggalaJumlah Pria (jiwa)145.128142.479139.990138.189135.381

Jumlah Wanita (jiwa)137.624135.141132.399131.262128.651

Total (jiwa)282.752277.620272.389269.451264.032

MorowaliJumlah Pria (jiwa)108.984107.00693.420101.48197.349

Jumlah Wanita (jiwa)101.15299.31686.22997.51792.680

Total (jiwa)210.136206.322179.649198.998190.029

PaluJumlah Pria (jiwa)173.019169.878157.223152.688150.764

Jumlah Wanita (jiwa)169.735166.654155.956156.344153.983

Total (jiwa)342.754336.532313.179309.032304.747

ParigimoutongJumlah Pria (jiwa)216.374212.809191.959192.833190.341

Jumlah Wanita (jiwa)204.860200.779185.445175.872176.664

Total (jiwa)421.234413.588377.404368.705367.005

PosoJumlah Pria (jiwa)110.757108.74787.23982.19377.802

Jumlah Wanita (jiwa)102.339100.48182.77778.63774.242

Total (jiwa)213.096209.228170.016160.830152.044

SigiJumlah Pria (jiwa)112.815110.767105.085--

Jumlah Wanita (jiwa)106.190104.26399.386--

Total (jiwa)219.005215.030204.471--

TojounaunaJumlah Pria (jiwa)72.03470.72695.32895.14290.366

Jumlah Wanita (jiwa)68.32467.08494.58485.11980.626

Total (jiwa)140.358137.810189.912180.261170.992

Toli-ToliJumlah Pria (jiwa)110.141108.142101.352100.68499.693

Jumlah Wanita (jiwa)105.061103.1599.19197.75796.544

Total (jiwa)215.202211.296200.543198.441196.237

TOTALJumlah Pria (jiwa)1.375.4631.350.8441.262.6821.151.3811.127.826

Jumlah Wanita (jiwa)1.308.2591.284.1651.217.5821.102.6481.082.869

Total (jiwa)2.683.7222.635.0092.480.2642.254.0292.210.695

c. Latar belakang kebudayaan provinsi Sulawesi tengah1. KebudayaanPropinsiSulawesiTengahSulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetapterpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama. Sehubungan banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulauSulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan. Ibukota dari Propinsi Sulawesi Utara adalah Palu.

2. CiribudayaSulawesi Tengah kaya budaya dan sejarah. Awal abad ke-13,banyak kerjaan kecil di tempat ini, di antaranya Banawa, Tawaeli, Sigi,Bangga dan Banggai. Abad ke-16, kerajaan bercorak Islam mendominasikerajaan-kerajaan ini, seperti Bone dan Wajo yang kemudianmenyebarkan pengaruhnya ke kerajaan lain.Seperti daerah lain di Indonesia, peduduk pertama di SulawesiTengah bercampur dengan ras wedoid dan negroid. Orang Melayukemudian datang dan mulai mendominasi tempat ini. Peninggalan zamanperunggu dan megalitikum dapat ditemukan di sini. Saat ini ras yangmendominasi adalah Palu Toraja, Koro Toraja dan Poso TorajaMusik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrumen seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival.Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II.

3. TarianTarian Torompio adalah ungkapan dalam bahasa Pamona, Sulawesi Tengah. Ungkapan ini terdiri atas dua kata, yakni toro yangberarti berputar dan pio yang berarti angin. Jadi, torompio berartiangin berputar. Makna yang terkandung dalam ungkapan tersebutadalah gelora cinta kasih yang dilambangkan oleh tarian yang dinamis dengan gerakan berputar-putar bagaikan insan yang sedang dilanda cintakasih, sehingga tarian ini disebut torompio4. BahasadaerahMasyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yangsaling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namunmasyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasaIndonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.

5. PakaiandaerahPakaian Adat Perempuan -> Baju NggembeBaju Nggembe adalah busana yang dipakai oleh remaja putri untukUpacara Adat atau pesta. Pakaian Adat Pria : Pakaian ini terdiri dari 2 bagian yaitu Baju Koje dan PurukaPajama. Baju Koje atau baju ceki adalah kemeja yang bagiankeragnya tegak dan pas dileher, berlengan panjang, panjangkemeja sampai ke pinggul dan dipakai di atas celana. PurukaPajana atau celana sebatas lutut, modelnya ketat, namun killnyaharus lebar agar mudah untuk duduk dan berjalan

6. RumahadatRumah adat atau rumah tradisional khas Sulawesi Tengah adalah Souraja, yakni bangunan rumah tradisional yang merupakan tempat tinggal parabangsawan. Souraja jugasering disebut BanuaMbaso atau rumah besar yaknirumah kediaman tidak resmidari manggan atauraja beserta keluarga-keluarganya. Meskipun demikian sebagian besar rumah rakyat serupa dengan Souraja, hanya bentuk dan ukurannya sedikit berbeda dengan yang dimiliki para pembesar atau bangsawan. Bangunan ini berbentuk rumah panggung yang ditunjang sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu tertentu yang memiliki kualitas yang baik serta tahan lama.

7. SenjatatradisionalSalah satu jenis senjata tradisional yang terkenal di SulawesiTengah adalah pasatimpo, yaitu sejenis parang yang hulunya bengkok dan sarungnya diberi tali, selain jenis parang adapula berupa tombak yang terdiri atas kanjae dan surampa (bermata tiga seperti senjata trisula),serta sumpit8. PerkawinanProsesi pernikahan dilaksanakan menurut upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah. Tahapan pertama disebut Mopoloduwo Rahasia, yaitu dimana orang tua dari pria mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahananak mereka. Apabila keduanya menyetujui, maka ditentukan waktuuntuk melangsungkan Tolobalango atau Peminangan.Pada malam sehari sebelum akad nikah digelar serangkaian acara Mopotilandthu (malam pertunangan).

9. UpacaraadatMetimbe adalah upacara adat penyembelihan kerbau, yang bertujuan untuk memohon kepada sang pencipta, agar diberikan keberkahan dan dijauhkan dari marabahaya dan bencana. Ritual Metimbe berasal dari suku KulawiProvinsi ini memiliki banyak hal untuk di tawarkan. Wilayah ini memiliki potensi wisata yang beragam, baik wisata alam, wisata bahari, agrowisata, maupun wisata budaya.Anda dapat menikmati pemandangan alam dengan setting pegunungan, hutan wisata, taman nasional, batuan megalitik, tempat-tempat yang memiliki latar belakang sejarah, serta keanekaragaman tradisi, seni, dan budaya lokal yang unik dan menarik.

d. Pola perkampungan.Kota Palu (Sulawesi tengah) merupakan sebuah lembah yang merupakan bentangan cekungan alam yangmembujur dariutara keselatan, diantara deretan pegunungan Molengrafdi sebelah timur. Dengan ketinggian puncaknya rata-rata kurang dari 2000 meter diatas permukaan laut. Sedangkan di sebelah barat berderet pegunungan dari utara keselatan.Kondisi iklim dan cuaca di kawasan lembah Palu ini terkesan kering dan gersang. Hal ini disebabkan karena kondisi dan letak geografis bentangan alam ini merupakan daerah bayangan hujan, baik itu angin barat maupun angin timur,yang mana jika berhembus di kawasan ini keduanya telah banyak menjatuhkan air yang dikandungnya dilereng-lereng gunung sisi luarlembah Palu ini.Akibat dari kondisi alam tersebut, maka curah hujan di sebagian besar lembah palu termasuk sangat minim,yaitu antara 400 mm sampai dengan 1.000 mm pertahun. Konsekuensi dari keadaan ini, menyebabkan populasi vegetasi tidak begitu lebat,dan beberapa jenis vegetasi gurun telah dapat beradaptasi dengan baik tumbuih di daerah ini, antara lain : Kaktus ( Opuntia elatior), Biduri atau Roviga (Calotropis gigantean), pucukatau Silar (Corypha utan) dan lain-lainOrang Kaili (palu-sulawesi tengah) pada masa lalu mengenal beberapa lapisan sosial, seperti golongan raja dan turunannya (madika), golongan bangsawan (to guru nukapa), golongan orang kebanyakan (to dea), golongan budak (batua). Selain itu mereka juga memandang tinggi golongan sosial berdasarkan keberanian (katamang galaia), keahlian (kavalia), kekayaan (kasugia), kedudukan (kadudua) dan usia (tetua).Pola perkampungan suku bangsa Kaili terdapat tiga pola pemukiman adat, yakni Ngapa (pola permukiman mengelompokan padat), Boya (pengelompokan komunitas kecil menyebar), dan Sampoa (tempat berlabuhan).Dalam sistem kekerabatan suku Kaili bersifat bilineaal, artinya keturunan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Ciri khas menandai jati diri suatu masyarakat adalah kepemilikan tradisional, seperti upacara adat sebagai ekspresi pengungkapan jati diri. Upacara ditentukan oleh jati sesuai status sosial dan atau warisan yang pernah diterima dari orang tua atau nenek moyangnya. Upacara nobou yakni upacara tolak bala atau upacara penyembuhan terhadap berbagai jenis penyakit biasanya upacara ini dilakukan pada kalangan raja dan bangsawan. Wujud kebudayaan masyarakat tercermin pula dalam peralatan tradisional khususnya yang berhubungan peralatan rumah tangga.

C. ARSITEKTUR TRADISIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH SUKU KAILISecara umum karakter arsitektur Kaili mempunyai beberapa kemiripan dan ikatan benang merah dengan beberapa bangunan arsitektur di beberapa daerah seperti halnya :Bugis, Makassar dan Toraja. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa bentuk atap yang mirip, namun demikian arsitektur vernacular mempunyai karakter dan ciri khas yang cukup kuat dan beraneka ragam.1.Souraja /Banua Mbaso atau Banua Magau Banua Mbaso berbentuk rumah panggungyang didirikan di atas kayu balok persegi empat yang biasanya terbuat dari kayukayu keras.Atap pada umumnya berbentuk segi tiga.Pada bagian depan dan belakang ditutup dengan sebilah papan lebar yang dihiasi ukiran yang disebut dengan Panapiri, diatas Panapiri pada ujung depan dan belakang ditempatkan mahkota atau bangkobangkoyang berukir. Lantai dan dindingnya terbuatdari papan, sedangkan bagianbagian lainnya seperti balok kasau, gelagar, dan balok pendukung menggunakan/balok pendukung menggunakan balok dengan kayu bayam dan kapur.Rumah tinggal penduduk Sulawesi Tengah disebut 'tambi', yang merupakan tempat tinggal untuk segala lapisan masyarakat. Yang membedakan rumah sebagai tempat tinggal kalangan bangawan dengan rakyat biasa terletak pada bubungan rumah para bangsawan dipasang simbol kepala kerbau, sedangkan rumah rakyat biasa tidak dipasang simbol tersebutRumah tambi merupakan rumah di atas tiang yang terbuat dari kayu bonati. Bentuk rumah ini segi empat dan bentuk atapnya piramida yang terbuat dari daun rumbia atau ijuk. Ukurannya tergantung dari kemampuan masing-masing pemiliknya. Pada bangunan-bangunan tradisional dihias dengan berbagai bentuk ragam hias yang menggunakan motif-motif tertentu, terutama motif fauna dan flora. Ragam hias dengan motif fauna terdiri dari 'pebaula' (berbentuk kepala dan tanduk kerbau) dan 'bati' (ukiran kepala kerbau, ayam, atau babi). Ragam hias ini tidak diukir seperti benda-benda ukiran biasa, tetapi hanya dipahat sampai halus dan rapi. Ukiran kerbau merupakan simbol kekayaan, kesuburan dan kesejahteraan pemilik rumah. Sedangkan ragam hias dengan motif flora (pompeninie) merupakan sobekan-sobekan kain yang dibuat dari kulit kayu. Kain yang berwarna-warni tersebut diikat dengan rotan, sehingga terangkai menjadi suatu bentuk ragam hias, yang maksudnya agar penghuni rumah terhindar dari segala gangguan roh-roh jahat. Umumnya bentuk bunga yang sering dibuat sebagai ragam hias rumah. Warna ragam hias ini bermacam-macam, biasanya berwarna merah, putih, kuning, hitam, biru atau hijau.Anjungan Sulawesi Tengah menyajikan empat buah bangunan tradisional, yakni souraja, rumah adat bangsawan suku Kaili; rumah adat suku To Lobo (tambi) dari Lone Selatan, lumbung padi (gambiri), dan sebuah bangunan kantor merangkap gerai seni.

a. Identifikasi Rumah Masyarakat BiasaRumah Golongan Rakyat Biasa Rumah tinggal golongan rakyat biasa suku kaili disebut Tinja Kanjai yang artinya "Rumah Ikat". inja Kanjai, Rumah panggung yang lebih kecil lagi biasanya berukuran 5 x 4 meter. Tingginya kurang lebih 75 - 100 cm dari tanah. Rumah ini berlantai bambu, dinding gaba-gaba, atap daun rumbia atau ijuk dan semua bagian - bagiannya dihubungkan dengan pengikat rotan. rumah ini didiami oleh golongan rakyat biasa. pembagian ruangan biasanya terdiri dari 3 bagian : ruang depan merupakan tempat menerima tamu/tempat tidur tamu. ruangan tengah sebagai tempat tidur keluarga. Ruang belakang sebagai kamar makan dan dapur.Rumah - rumah rakyat terdahulu terdiri dari 3 tingkat. Tingkat atas dekat disebut loteng (Pomoaka) dipakai untuk menyimpan bahan makanan dan benda - benda pusaka dari pemilik rumah. Tingkat tengah (Rara Banua) Sebagai tempat menerima tamu, makan, tidur dan tempat perabotan - perabotan rumah tangga. Tingkat kolong rumah (Kapeo), Berfungsi sebagai tempat menyimpan alat - alat pertanian dan ternak.

b. Cara mendirikanRumah Tinjai Kanjai adalah rumah sederhana yang tingginya 75 100 cm dari atas tanah. Tinjai Kanjai ini terdiri dari atas tiangtiang kayu yang diikat, lantai bambu, dinding gabagaba yang diikat pula sedangkan atap menggunakan atap rumbia. Ukurannya bermacammacam tergantung kemauan pemiliknya dan jumlah keluarga yang tinggal.Biasanya rumah tinggal ini tidak besar hanya berukuran 5x4 5x6 m. Tinjai Kanjai terdiri dari kamar tidur, ruang makan sekaligusdapur, dan ruang tamu. Ruang tamu biasanya bersebelahan dengan kamar tidur dan di depan ruang makan biasanya terdapat kamar tidur kecil. Sedangkan dapur biasanya disambung agak menonjol keluar, sekitar 1,5 2x3 m.Letak rumah Tinjai kanjai umumnya berada di pesisir pantai karena awalnya mayoritas penduduk suku Kaili mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Seiring perkembangan, rumah Tinjai Kanjai juga terdapat di wilayah lainnya dalam batas wilayah lembah Palu.1. Bentuk Bangunan Unsur rumah sebagai identitas yang paling mudah diamati adalah perubahan bentuk atap dan badan rumah. Di Kota Palu, berdasarkan pengamatan bentuk atap dan badan rumah tradisional Kaili umumnya identitas tetap atau tidak berubah. Unsur yang yang cenderung berubah adalah pada kolong rumah. Bagian kolong rumah perubahannya cukup besar hal ini disebabkan penambahan ruang dengan pola dan fungsi ruang sesuai kebutuhan dari masing-masing pemilik rumah. Kolong rumah misalnya, difungsikan sebagai gudang, dapur dan km/wc, warung bahkan dipersewakan. Kolong rumah juga mempunyai makna khusus, baik terkait dengan strata sosialnya maupun kedudukannya dalam masyarakat. Kolong rumah untuk golongan Raja (maradika) lebih tinggi dibanding dengan kolong rumah untuk golongan rakyat biasa (Batua). Sedangkan pada badan rumah misalnya, ruang teras/gandaria dijadikan ruang tamu oleh beberapa penghuni rumah, begitu pula pada pintu dan jendela/ventilasi dengan bentuk dan material yang lebih modern.2. Tata Ruang Rumah Tata ruang rumah umumnya identitas cenderung berubah, hal ini disebabkan karena peningkatan kebutuhan akan ruang, salah satunya yaitu penambahan anggota keluarga dan jenis pekerjaan penghuni. Hal ini mendorong penghuni dalam menata rumahnya dengan menambah ruang, baik di lantai atas maupun pada kolong rumah. Indikator yang dipakai untuk mengetahui bentuk perubahan ruang adalah perubahan pola ruang dan fungsi ruang.3. Struktur/konstruksi & material bangunan sebagai salah satu unsur identitas rumah tradisional Kaili identitasnya cenderung berubah. Hal ini di sebabkan perkembangan teknologi bahan bangunan sehingga beberapa penghuni mengganti bahan material dan konstruksinya dengan mempertimbangkan kekuatan, biaya yang relatif murah, mudah dalam pengerjaan/pemasangan serta efisien dan efektif dalam pemeliharaannya dan tahan lama. 4. Perletakan tangga umumnya tetap, hanya beberapa yang telah berubah posisinya ke samping rumah. Hal ini disebabkan salah satunya adalah adanya usaha rumah tangga/warung agar memudahkan aktivitas orang yang masuk dan ke luar rumah. Adapun perletakan tangga yang posisinya tetap, hal ini disebabkan kemampuan ekonomi penghuni dan juga keinginan untuk tetap mempertahankan posisi tangga rumahnya. Seperti bagian-bagian lainnya pada bangunan rumah tradisional Kaili yang mengandung makna simbolik. Perletakan tangga juga mempunyai makna khusus, baik terkait dengan strata sosialnya maupun kedudukannya dalam masyarakat. Jumlah anak tangga umumnya berjumlah ganjil yaitu 9 dengan kepercayaan bahwa demi keselamatan penghuni rumah di dalam dan merupakan suatu kepercayaan tersendiri pada saat memasuki ataupun keluar rumah.

c. Persiapan Upacara1. sebelum mendirikan bangunanMasyarakat atau suku kaili sering melakukan upacara sesuai tradisi mereka.upacar yang umumnya di laksanakan bahkan merupakan tradisi yang paling penting dan menonjol adalah upacara mancumami yaitu upacara keselamatan bagi rumah dan penghuni tersebut. upacara mancumani adalah upacara keselamatan yang dilakukan atas selesainya ketiga upacara ratini (sunatan), rakeho (menggosok) gigi, dan ratompo (menanggalkan) gigi bagi perempuan.2. setelah mendirikan bangunanUpacara yang di lakukan suku kaili ketika selesai membangun atau mendirikan banguna yakni upacara tadi seperti pada saat sebelum mendirikan bangunan tersebut,upacra ini di lakukan saat sebelum dan sesudah membangun. Maksud penyelenggaraan upacara mancumani adalah sebagai rasa kegembiraan serta rasa syukur kepada Tuhan atas keselamat dan rezki mereka. Ada beberapa upacara yang sering di lakukan oleh suku kaili yakni :

Upacara Masa Dewasa - Suku Kaili (Nobau/Penebusan)Maksud dan tujuan upacara adat ini ialah menyembuhkan atau mencegah dari berbagai macam penyakit yang diderita oleh seseorang dan atau keturunannya dalam Iingkungan keluarga, baik penyakit cacat jasmani dan rohani maupun kelainan-kelainan, dan dapat mengantarkan putra-putrinya ke gerbang kedewasaan dengan sehat sempurna tanpa cacat atau kelainan-kelainan. Hidup sehat sempurna dan bahagia, berketurunan, merupakan cita-cita dan harapan orang tua yang perlu diantar melalui upacara adat nobou ini.

Upacara Masa Kanak-kanak pada Suku Kaili (Nosuna / khitan)Upacara ini dilaksanakan karena mempunyai maksud dan tujuan tertentu menurut adat dan kepercayaan masyarakat setempat, yaitu : Mentaati perintah agama (sunah Nabi) yang disebut Noinpataati Parenta Nabita (mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW). Nompakavoe koro (mensucikan diri) . Nompataati ada (mematuhi adat kebiasaan masyarakat agar sang anak tersebut (yang disunat) terlepas dari dosa, di samping anak itu terhindar dari berbagai penyakit (perkembangan yang tidak normal baik psikhis maupun phisik).

Upacara Persemayam jenazah (Molumu)Maksud dan tujuan upacara molumu tersebut ialah agar roh si mayat tersebut beristirahat dengan tenang, di tengah-tengah keluarga sebelum ia dikuburkan, di samping menunggu para Tadulako membawa hasil sesembahannya berupa kepala manusia yang dicarinya di luar kerajaan. Mendapatkan kepala manusia dengan jalan mengayau (nangae) adalah salah satu kegiatan dan merupakan salah satu perlengkapan dalam upacara penguburan para raja-raja zaman dulu. Kegiatan tersebut Nangae (mengayau).

Upacara memperlakukan masa berkabung dalam kampong (Moombo Ngapa)Maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan moombo tersebut ialah agar masyarakat menyatakan perasaan berdua cita serta rasa kecintaan dan hormat kepada raja sebagai pemimpinnya. Suatu perwujudan dari rasa ikut belasungkawa terhadap keluarga yang ditinggalkan, sekaligus sebagai simbol kedisiplinan dan tertib sosial masyarakat. Upacara (Membaca tahlil atau Mogana - Suku Kaili)

d. Teknik dan cara konstruksiRumah tradisional merupakan cermin nilai budaya yang nampak dalam perwujudan bentuk, struktur, tata ruang dan hiasannya. Rumah tradisional Kaili, merupakan salah satu arsitektur tradisional karena terbentuk oleh kaidah-kaidah berbasis kultural, konteks natural, ekspresi arsitektural. Pencapaian dari segala bentuk idealisme tersebut di atas diungkap dalam bentuk simbol-simbol dengan aturan pemaknaan holistik secara filosofis.Adapun falsafah dasar bentuk- bentuk bangunan rumah tradisional Kaili beranjak dari tiga unsur yang mengejawantah dalam tiga bangunan: yaitu bagian bawah (manusia), bagian tengah (alam), dan bagian atas (Ilahi Rabbi). Bagian bawah bangunan :Pada bagian bawah bangunan Kaili baik itu rumah tinggal, rumah tempat masyarakat, tempat ibadah, maupun tempat menyimpan mempunyai falsafah yang hampir sama mempunyai bentuk tiang yang sama dengan pengalas batu alam dan semata-mata memakai Loanga atau Pareva yaitu balok- balok yang panjang dan lebar yang menggambarkan kekerabatan masyarakat tanah Kaili sangat erat. Selanjutnya mempunyai Nepulanga atau gelagar- gelagar yang sebaris menggambarkan kesatuan komando dari yang tertua. Pasak Potanje yang melambangkan ikatan yang erat antara sesama golongan stratifikasi masyarakat Kaili. Sedangkan untuk tangga dibuat dari lembaran-lembaran kayu keras, jumlah anak tangga harus ganjil berjumlah 9 buah dengan dasar pertimbangan demi keselamatan penghuni rumah di dalam dan merupakan suatu kepercayaan tersendiri pada saat memasuki ataupun keluar rumah. Bagian tengah bangunan :Ada beberapa perbedaan bagian tengah antara ketiga jenis rumah dari suku Kaili. Masyarakat golongan menengah banyak dipengaruhi unsur-unsur kebudayaan dan alam luar. Beberapa istilah yang digunakan oleh orang Kaili dalam hal yang bersangkutan dengan bangunan seperti : Gandaria, bangko-bangko dan lainnya. Bagian atas bangunan :Rumah raja dan golongan bangsawan, rumah-rumah golongan orang menengah dan orang lapisan bawah mempunyai susunan dan alat-alat bagian atas yang sama satu sama lainnya, ini menggambarkan bahwa orang Kailil mempunyai kepercayaan yang sama terhadap Sang Maha Pencipta.

1. Pondasi :

Gambar 3PondasiBerbentuk panggungyang mempunyai Alas Beton2. Tiang/ Kolom :

Gambar 4Tiang/KolomBerupa Balok bersegi empat 16/16 .terbuat dari bahan kayu-kayu keras, yaitu Kayu Ulin/Sopu,Bayam/Ipi, Kayu Besi Jumlah tiang rumah induk & gandaria 28 buah Jumlah tiang rumah dapur 8 buah3. Lantai :

Gambar 5LantaiBerupa Papan terbuat dari bahan kayu-kayu keras, yaitu Kayu Ulin ,Kayu Bayam/ Kayu Kapur.4. Dinding :

Gambar 6Dinding Dinding rumah induk berupa papan dari Kayu Ulin, Kayu Bayam. Dinding rumah dapur berupa seng dari bahan alumunium

5. Tangga :

Gambar 7Tangga Berupa lembaran papan tebal terbuat dari bahan : Kayu Ulin, Kayu Bayam Jumlah anak tangga selalu ganjil (7, 9, 11)1234567896. Atap :

Gambar 8Atap Berbentuk pelana bertingkat Kap : Berupa seng Berbahan aluminium Kuda-Kuda : Berupa Balok terbuat dari bahan Kayu Ulin, Kayu Bayam Denah :

Gambar 9Denah -Jenis Sambungan Balok Sambungan bibir miring berkaitGambar 10Sambungan

7. Sambungan pen :

Gambar 11Sambungan Pen8. Tampak depan

Gambar 12Tampak Depan

e. Ragam hias arsitektur tradisional sulawesi tengah suku kailiRagam hias pada bangunan tradisional umumnya tidak terlalu rumit atau kompleks. Sebagian besar motifnya diambil dari bentuk flora dan keagamaan. Flora : Pada bangunan-bangunan tradisional dihias dengan berbagai bentuk ragam hias yang menggunakan motif-motif tertentu, terutama motif fauna dan flora. Ragam hias dengan motif fauna terdiri dari 'pebaula' (berbentuk kepala dan tanduk kerbau) dan 'bati' (ukiran kepala kerbau, ayam, atau babi). Ragam hias ini tidak diukir seperti benda-benda ukiran biasa, tetapi hanya dipahat sampai halus dan rapi. Ukiran kerbau merupakan simbol kekayaan, kesuburan dan kesejahteraan pemilik rumah.Kebanyakan ragam hias yang ada berupa pahatan berbentuk bunga-bunga merambat atau tumbuhan anggur. Hiasan flora ini, melambangkan kemuliaan atau budi pekerti yang halus. Selain itu ada juga ukiran yang dibuat dari satu pola dipahat di atas sebilah papan, kemudian diperbanyak. Bila disambung dengan papan lain yang serupa akan membentuk dinding dengan ukiran yang merata di seluruh permukaannya.Fauna : Sedangkan ragam hias dengan motif flora (pompeninie) merupakan sobekan-sobekan kain yang dibuat dari kulit kayu. Kain yang berwarna-warni tersebut diikat dengan rotan, sehingga terangkai menjadi suatu bentuk ragam hias, yang maksudnya agar penghuni rumah terhindar dari segala gangguan roh-roh jahat. Umumnya bentuk bunga yang sering dibuat sebagai ragam hias rumah. Ragam hias daerah ini tidak memiliki nama khas daerah. Untuk membuat ukiran-ukiran tersebut dibutuhkan keahlian khusus. Kayu yang digunakan pun biasanya kayu keras yang tua. Sebagaimana yang masih dapat ditemukan sekarang ada yang usianya sudah 100 tahun tetapi ukirannya masih utuh.Selain ragam hias yang bermotifkan flora ada juga yang bernuansa keagamaan, seperti kaligrafi Arab, kufi atau variasi. Biasanya yang berupa kaligrafi adalah ukiran kalimat Syahadat. Untuk mengukir kalimat dalam hurup Arab tersebut dibutuhkan ketelitian agar hasilnya halus dan dapat dibaca. Ukiran semacam ini dipasang di atas pintu masuk menghadap ruang tamu.Ukiran ragam hias bermotifkan flora pada rumah rakyat kebanyakan tidak mengandung makna khusus, karena lebih menekankan pada segi keindahannyaWarna yang dominan pada ragam hias adalah kuning dan hijau, yang merupakan warna kombinasi tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar kehidupan masyarakat sehari-hari. Ada pula, ukiran-ukiran yang disesuaikan dengan warna kayu asli. Sedangkan warna untuk ukiran motif keagamaan adalah kuning dan putih

D. ARSITEKTUR VERNAKULARArsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada dan selalu membuka untuk terjadinya transformasi. Arsitektur ini tetap bertahan dalam beragam bentuk yang dikenal sebagai bangunan tradisional Indonesia yang umum dipakai dalam berbagai kegunaan, baik sakral maupun non sakral.

Bangunan yang termasuk dalam tradisi-tradisi arsitektur vernakular Indonesia yang paling penting dan paling sering dibangun adalah rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal, lumbung, dan berbagai macam tempat penyimpanan dan bangunan umum (balai, bale) yang digunakan sebagai tempat diselenggarakannya ritual, upacara atau pertemuan warga. Di beberapa tempat di Indonesia, bangunan rumah tradisional hampir punah, yang tersisa adalah sebuah rumah yang selamat karena alasan tertentu, atau beberapa rumah yang sengaja dibangun sebagai model tipe rumah tradisional tertentu, atau beberapa rumah yang dibangun berdasarkan arsitektur modern yang ditambah fitur dan karakter tradisi arsitektur vernakular.PENDAPAT PARA AHLI TENTANG ARSITEKTUR VERNAKULAR : Arsitektur Vernakular adalah Kajian mengenai identitas dalam arsitektur, merupakan sebuah fenomena yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Bukan hanya mengenai identitas arsitektur Indonesia, tapi permasalahan identitas ini telah mulai dipertanyakan pada tingkat arsitektur kedaerahan. Adanya istilah Arsitektur Vernakular merupakan sebuah wacana yang berhubungan dengan kajian dalam arsitektur kedaerahan tersebut.Menurut Turan dalam buku Vernacular Architecture, Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada dan selalu membuka untuk terjadinya transformasi.Menurut Romo Manguwijaya arsitektur vernakular itu adalah pengejawentahan yang jujur dari tata cara kehidupan masyarakat dan merupakan cerminan sejarah dari suatu tempatArsitektur Vernakular merupakan transformasi dari situasi kultur homogen ke situasi yang lebih heterogen dan sebisa mungkin menghadirkan citra serta bayang-bayang realitas dari arsitektur tradisional itu sendiri. Sementara Oliver dalam bukunya yang berjudulEncyclopedia of vernacular-architecture of the world, memberikan gambaran yang cukup mendalam tentang pemahaman arsitektur vernakular. Ia mencoba mendefinisikan arsitektur-vernakular sebagai suatu kumpulan rumah dan bangunan penunjang lain yang sangat terikat dengan tersedianya sumber-sumber dari lingkungan.Kata Vernakular berasal darivernaculus(latin) berarti asli (native). Maka diartikan sebagaiarsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat. Paul Oliver dalam bukunya Ensikolopedia Arsitektur Vernakular menjabarkan bahwa arsitektur vernakular konteks denganlingkungan sumber daya setempat yang dibangun oleh suatu masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai ekonomi dan tantanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut. Arsitektur vernakular ini terdiri dari rumah dan bangunan lain seperti lumbung, balai adat dan lain sebagainya.Selain itu, istilah-istilah lain sering bersentuhan arti dan maknanya dengan vernakular arsitektur yaitu arsitektur rakyat (Folk Architecture), arsitektur lokal atau kontekstual (indigenous architecture) bahkan ada juga yang kemiripan dengan arsitektur alamiah (spontanous architecture). Secara garis arsitektur rakyat diartikan sebagai arsitektur yang menyimbolkan budaya suatu suku bangsa dengan beberapa atribut yang melekat dengannya. Sementara itu, arsitektur lokal atau kontekstual, adalah arstektur yang beradaptasi dengan kondisi budaya, geografi, iklim dan lingkungan dan arsitektur alamiah adalah arsitektur yang dibangun oleh satu masyarakat berdasarkan proses alamiah seperti kebutuhan dasar manusia.Menurut Amos Rapoport dalam buku House Form and Culture Arsitektur vernakular adalah suatu karya arsitektur yang tumbuh dari arsitektur rakyat dengan segala macam tradisi dan mengoptimalkan atau memanfaatkan potensi-potensi lokal. Misalnya material,teknologi dan pengetahuan. Dikarenakan arsitektur vernakular sangat mengoptimalkan potensi atau budaya lokal, maka suatu bangunan yang berkonsep vernakular sangat mempertimbangkan kelestarian lingkungan sehingga juga bersifatsustainable architecture.Arsitektur vernakular ditemukan secaratrial and erroroleh rakyat itu sendiri.Arsitektur vernakular selalu berkaitan atau bahkan diidentikkan dengan arsitektur tradisional. Walaupun sering dikait-kaitkan tetap ada perbedaan antara kedua gaya tersebut. Perbedaan antar arsitektur vernakular dengan arsitektur tradisional yaitu : Arsitektur vernakular pada cara cara mendesain dan mendirikan bangunan dilakukan dengan efektif dan efisien ditemukan melalui sistemtrial and error.Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang dibuat dengan cara yang sama secara turun temurun dengan sedikit atau tanpa adanya perubahan-perubahan yang signifikan pada bangunan tersebut.Terjadinya bentuk-bentuk atau model vernakular disebabkan oleh enam faktor yang dikenal sebagaimodifying factordiantaranya adalah : Faktor Bahan Metode Konstruksi Faktor Teknologi Faktor Iklim. Pemilihan Lahan Faktor sosial-budaya

E. Transformasi asitektur tradisional vernacularArsitektur Vernakular sebagai salah satu cerminan budaya, sekurangkurangny mengandung nilai yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu pelestarian bangunan vernakular mempunyai arti bukan sekadar memelihara bangunan dan informasi tentang nilai informasi tentang nilai budaya yang terkandung. Karya Arsitektur Vernakular merupakan pernyataan kreatif yang jujur da interaksi kehidupan sosial kultural masyarakatnya, sebagai hasil penelaahan menerus. Pluralitas arsitektur yang dinamis, yang tidak bisa dilakukan dengan bentuk tertentu yang tunggal rupa, wajib dikembangkan dengan penuh kreatifitas dan inovasi baru dari arsitektur trrradisionalnya.Jika melihat beberapa penjelasan dan analisis seperti sebelumnya, dapat dikatakan,bahwa peninggalan Arsitektural tradisional To Kaili merupakan sebuah karya arsitektur yang ada di Sulawesi Tengah Khususnya di Lembah Palu, karena memiliki beberapa karakteristik karya baik dari segi produk dan prosesnya antara lain :1. Tidak jelasnya identitas sang perancang (anonimitas), Maksud dan tujuanmerancang bukan untuk suatu tujuan tertentu, melainkan hanya berdasarkan kebutuhan alami akan tempat tinggal.2. Bentuk dan model bangunan arsitektur Kaili merupakan bentuk tunggal yang sebangun dengan karakter khas yang kongruen serta variasi yang tidak terlalu bervariasi.3. Konsisten terhadap penggunaan model, walaupun terdapat beberapa variasi bentuk pada beberapa jenis bangunan tetapi tetap mempertahankan bentuk dan polapola dasar arsitektur Kaili.4. Mengalami Perubahan yang berdasarkan waktu seperti penggunaan beberapa material yang diganti dan modifikasi beberapa bentuk.5. Tingkat dan derajat klasifikasi sesuai dengan kultur dan budaya masyarakat Kaili, hal ini bias dilihat dengan keragaman bentuk dan fungsi yang menjadi suatu akomodasi sosial dan budaya.6. Bentuk denah, serta Morfologinya yang sangat spesifik dan memiliki berbagai macam variasi.7. Arsitektur Kaili bersifat alami, respon terhadap lingkungan setempat serta penggunaan material yang alami dengan efisiensi penggunaan sumber daya.8. Tidak terikat pada suatu ukuran standar tertentu yang ada pada ilmu Arsitektur, jarak kolom, panjang dan lebar bangunan sematamata merespon kondisi setempat dengan ketersediaan panjang bahan yang ada dan jenis bahan yang tersedia.9. OpenEnded, terbuka menerima setiap perubahan yang terjadi. Arsitektur Kaili mengalami perubahan dalam pemakaian material, modifikasi style, ragam hias dan adanya perubahan fungsi dan bentuk sesuai perubahan waktu dan kebutuhan yang ada.F. Cara mendirikan bangunan :Berdasarkan pola morfologinya, terkait dengan tinjauan arsitektur kaili sebagai sebuah produk vernakular, secara umum, Habraken (1988) menawarkan tiga cara dalam membedakan tipe bentuk arsitektur, yaitu : Spatial system, Physichal system dan stylistic system .:a. Pola penataan spasial (Spatial System)Arsitektur rumah kaili umumnya dibagi dalam tiga ruangan besar, ruang depan disebut dengan (Lonta Karawana) yang dibiarkan kosong, berfungsi menerima tamu,sebelum menggunakan meja dan kursi diruang ini dibentangkan Onysa atau tikar, ruang ini juga untuk tempat tidur tamu menginap.b. Ruang kedua adalah ruang tengah disebut Lonta Tatangana, diperuntukan bagi keluarga dan tamu yang menginap berfungsi sebagai ruang tengah dan ruang lain.Ruang ketiga adalah Lonta Rarana yaitu ruang belakang untuk ruang makan, kadangkadang ruang makan berada di Lonta Tatangana antara dinding dibuat kamar kamar tidur, khususnya untuk kamar tidur perempuan atau anak gadis.c. Physical System ( Sistem Struktur ) Bahan utama yang digunakan adalah penggunaan bahan kayu yang banyak terdapat daerah lembah Palu. Jenis kayu yang biasa digunakan yaitu jenis kayu daerah, Palapi dan kayu besi.Dinding dibuat dari bahan papan kayu, lantai menggunakan bahan kayu, struktur tiang dan struktur rumah panggung lainnya menggunakan bahan kayu, sedangkan bahan atap pada bangunan awal menggunakan bahan atap rumbia setelah mengalami perkembangan zaman bahan atap berubah menjadi bahan atap seng. Seperti yang telah digambarkan pada falsafah arsitektur Kaili yang mempunyai tiga bagian utama bangunan, yaitu Bagian BawahG. Ragam hiasRagam hias pada bangunan tradisional umumnya tidak terlalu rumit atau kompleks. Sebagian besar motifnya diambil dari bentuk flora dan keagamaan.Flora : Pada bangunan-bangunan tradisional dihias dengan berbagai bentuk ragam hias yang menggunakan motif-motif tertentu, terutama motif fauna dan flora. Ragam hias dengan motif fauna terdiri dari 'pebaula' (berbentuk kepala dan tanduk kerbau) dan 'bati' (ukiran kepala kerbau, ayam, atau babi). Ragam hias ini tidak diukir seperti benda-benda ukiran biasa, tetapi hanya dipahat sampai halus dan rapi. Ukiran kerbau merupakan simbol kekayaan, kesuburan dan kesejahteraan pemilik rumah.Kebanyakan ragam hias yang ada berupa pahatan berbentuk bunga-bunga merambat atau tumbuhan anggur. Hiasan flora ini, melambangkan kemuliaan atau budi pekerti yang halus. Selain itu ada juga ukiran yang dibuat dari satu pola dipahat di atas sebilah papan, kemudian diperbanyak. Bila disambung dengan papan lain yang serupa akan membentuk dinding dengan ukiran yang merata di seluruh permukaannya.Fauna : Sedangkan ragam hias dengan motif flora (pompeninie) merupakan sobekan-sobekan kain yang dibuat dari kulit kayu. Kain yang berwarna-warni tersebut diikat dengan rotan, sehingga terangkai menjadi suatu bentuk ragam hias, yang maksudnya agar penghuni rumah terhindar dari segala gangguan roh-roh jahat. Umumnya bentuk bunga yang sering dibuat sebagai ragam hias rumah.Ragam hias daerah ini tidak memiliki nama khas daerah. Untuk membuat ukiran-ukiran tersebut dibutuhkan keahlian khusus. Kayu yang digunakan pun biasanya kayu keras yang tua. Sebagaimana yang masih dapat ditemukan sekarang ada yang usianya sudah 100 tahun tetapi ukirannya masih utuh.Selain ragam hias yang bermotifkan flora ada juga yang bernuansa keagamaan, seperti kaligrafi Arab, kufi atau variasi. Biasanya yang berupa kaligrafi adalah ukiran kalimat Syahadat. Untuk mengukir kalimat dalam hurup Arab tersebut dibutuhkan ketelitian agar hasilnya halus dan dapat dibaca. Ukiran semacam ini dipasang di atas pintu masuk menghadap ruang tamu.Ukiran ragam hias bermotifkan flora pada rumah rakyat kebanyakan tidak mengandung makna khusus, karena lebih menekankan pada segi keindahannyaKesimpulan :

1