uin syarif hidayatullah...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 90%
DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) TERHADAP
KONSENTRASI SPERMATOZOA, DIAMETER
TUBULUS SEMINIFERUS, INTROMISSION LATENCY
DAN INTROMISSION FREQUENCY TIKUS
SPRAGUE-DAWLEY JANTAN SECARA IN VIVO
SKRIPSI
RATIH DARA SYADILLAH
1113102000003
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
AGUSTUS 2017
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 90%
DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) TERHADAP
KONSENTRASI SPERMATOZOA, DIAMETER
TUBULUS SEMINIFERUS, INTROMISSION LATENCY
DAN INTROMISSION FREQUENCY TIKUS
SPRAGUE-DAWLEY JANTAN SECARA IN VIVO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RATIH DARA SYADILLAH
1113102000003
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
AGUSTUS 2017
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ratih Dara Syadillah
NIM : 1113102000003
Tanda Tangan
Tanggal : 09 Agustus 2017
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Ratih Dara Syadillah
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa
oleifera Lam.) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa,
Diameter Tubulus Seminiferus, Intromission Latency dan
Intromission Frequency Tikus Sprague-Dawley Jantan
secara In Vivo
Moringa oleifera Lam. (kelor) merupakan tanaman bernilai tinggi yang banyak
tumbuh di negara tropis dan subtropis. Daunnya sangat bernutrisi, hampir seluruh
bagian dari tanaman ini berpotensi dalam pengobatan. Salah satu yang menarik
untuk digali ialah kemampuan daun kelor dalam mempengaruhi sistem reproduksi
tikus jantan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol
90% daun kelor terhadap konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus,
intromission latency dan intromission frequency. Tikus jantan Sprague-Dawley,
bobot 250-350 gram, sebanyak 20 ekor dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
kelompok kontrol yang menerima Na CMC 0,25%, kelompok uji I (50 mg/kgBB),
II (200 mg/kgBB) dan III (800 mg/kgBB). Ekstrak etanol 90% daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) diberikan selama 15 hari secara oral. Data dianalisis
menggunakan uji statistik one way ANOVA, LSD dan Kruskal Wallis. Hasil uji
menunjukkan bahwa konsentrasi spermatozoa dosis 800 mg/kgBB meningkat
secara bermakna (p≤0,05) dibanding kontrol. Diameter tubulus seminiferus semua
kelompok uji tidak berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p≥0,05). Hasil
uji Kruskal Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap
intromission latency dan intromission frequency semua kelompok uji dibanding
kontrol (p≥0,05). Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak etanol 90% daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) dapat mempengaruhi konsentrasi spermatozoa, namun
tidak mempengaruhi diameter tubulus seminiferus, intromission latency dan
intromission frequency tikus jantan.
Kata Kunci : Moringa oleifera Lam, ekstrak etanol 90%, reproduksi tikus jantan,
konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, intromission
latency, intromission frequency, tikus Sprague-Dawley jantan.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Ratih Dara Syadillah
Study Program : Pharmacy
Title : Study of 90% Ethanolic Extract of Kelor Leaves (Moringa
oleifera Lam.) Activity Against Sperm Concentration,
Seminiferous Tubular Diameter, Intromission Latency and
Intromission Frequency in Male Sprague-Dawley Rats In
Vivo
Moringa oleifera Lam. (kelor) is a highly valued plant which is mostly cultivated
in tropical and subtropical countries. The leaves are highly nutritious, almost all
the parts of these plants have been used for various medicine. One of interested
thing to explore is the ability of Kelor Leaves for affecting reproductive systems
of male rats. This study was conducted to find out the activity of 90% ethanolic
extract of Moringa oleifera Lam. leaves againts sperm concentration,
seminiferous tubular diameter, intromission latency and intromission frequency.
Male Sprague-Dawley rats, weighing 250-350 gram, a total 20 male rats were
divided into four groups, control group was received Na CMC 0,25% solution,
treatment group I (50 mg/kgBW), II (200 mg/kgBW) and III (800 mg/kgBW).
The 90% ethanolic extract of Moringa oleifera Lam. leaves were administered for
15 days orally. Data was analyzed statistically by using one way ANOVA, LSD
and Kruskal Wallis. The results showed that sperm concentration at dose 800
mg/kgBW was enhanced significantly (p≤0,05) compared to control group.
Seminiferous tubular diameter at all test group has no significant different againts
control group (p≥0,05). The Kruskal Wallis test showed that no significant
different of intromission latency and intromission frequency in all treatments
group compared to control (p≥0,05). Based on the result, the 90% ethanolic
extract of Moringa oleifera Lam. leaves can affect sperm concentration, but does
not affect seminiferous tubular diameter, intromission latency and intromission
frequency of male rats.
Keywords : Moringa oleifera Lam, 90% ethanolic extract, reproductive system of
male rats, sperm concentration, seminiferous tubular diameter,
intromission latency, intromission frequency, male Sprague-Dawley
Rats.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT,
pemilik semesta alam dan ilmu pengetahuan yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi berjudul “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa
oleifera Lam.) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Diameter Tubulus
Seminiferus, Intromission Latency dan Intromission Frequency Tikus
Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam senantiasa penulis curahkan kepada Baginda Rasul
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari telah
banyak pihak yang membantu dan senantiasa meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk, saran serta dorongan hingga
penyusunan skripsi ini selesai. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis
menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus dan sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt dan Ibu Lani Hashina Mailawani, M.Si., Apt
selaku pembimbing yang dengan sabar telah memberikan bimbingan,
ilmu, masukan dan motivasi kepada penulis. Semoga ibu senantiasa sehat
serta dalam lindungan Allah SWT.
4. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Mahendra Lazuardi, S.E dan ibunda
Suryani yang dengan tulus dan ikhlas memberikan cinta dan kasih sayang,
dukungan baik moril maupun materil, serta doa tiada henti yang menyertai
setiap langkah penulis. Terimakasih atas segala pengorbanan yang telah
ayah dan ibu lakukan, semoga Allah membalas dengan syurgaNya yang
tertinggi.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Adikku tersayang, Bima Arasy yang selalu mendukung dan mendoakan
setiap usaha penulis, penyemangat dan sahabat terbaik yang pernah ada.
6. Keluarga besar tercinta yang tiada pernah lupa mendoakan dan memberi
semangat kepada penulis agar terwujud segala cita-cita dan menjadi
pribadi yang berguna bagi keluarga dan masyarakat.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga
senantiasa menjadi amal jariyah dari Allah SWT.
8. Sahabat sekaligus partner terbaik, Vishilpy Dimalia. Terimakasih atas
kerjasamanya melewati suka duka penelitian ini, sudah mengerti dan
memahami kelebihan dan kekurangan penulis. Semoga kebahagiaan dan
kesuksesan menyerta bersama kita.
9. Sahabat-sahabat terbaik dan terkasih, Fitrahtunnisah, Yuni Rahmi, Nur
Rizqiatul Aulia, dan Lisa Ibrahim yang telah menemani penulis sejak awal
memulai perjuangan di Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terimakasih atas arti persahabatan yang kalian berikan, semoga kelak
Calon Apoteker Hebat menjadi Apoteker yang sukses dan diridhoi Allah
SWT.
10. Sahabat-sahabat tersayang, Fairuza Ajeng P., Isra Maulida A., Dini
Fitriyani, Ummum Nada dan Najmah Mumtazah yang selalu ceria, berbagi
suka serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semoga Allah senantiasa mempermudah urusan kalian semua.
11. Teman-teman Al-Muslimah, Anggi Indah H., Lulu Annisa yang sudah
menjadi teman baik yang selalu ada, memberikan dukungan dan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman satu Lab penelitian (PDR), Hanum, Nurul, Akbar, Muzi,
Tika, Silvi, Citra, Mba Bed, Faris, Aisyah, Hasan, terimakasih atas
kerjasamanya selama melewati masa indah penelitian.
13. Kakak kelas terbaik, Kak Denny dan Kak Afin yang telah bersedia
meluangkan waktu dan membagi ilmunya, memberikan saran dan
dukungan kepada penulis selama proses penelitian, semoga kakak semakin
sukses dan ilmunya bermanfaat.
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Eris, Kak Lisna,
Kak Yaenab, Kak Walid, Mbak Lilis, Kak Tiwi, Kak Rahmadi dan Mbak
Rani, yang sudah membantu penulis mempersiapkan alat dan bahan
selama penelitian.
15. Teman Farmasi Angkatan 2013 atas rasa kekekeluargaan, kekompakan,
kebersamaan, dan persaudaraan selama masa-masa perkuliahan yang akan
selalu terkenang dalam ingatan penulis.
16. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna
dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.
Ciputat, Agustus 2017
Penulis
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ratih Dara Syadillah
NIM : 1113102000003
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya
ilmiah saya dengan judul :
Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Terhadap
Konsentrasi Spermatozoa, Diameter Tubulus Seminiferus, Intromission Latency
dan Intromission Frequency Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo.
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu
Digital Library Perpusatakan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak
Cipta. Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal :
Yang menyatakan,
(Ratih Dara Syadillah)
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
SKRIPSI ................................................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ........................ xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 4
1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.5.1 Secara Teoritis ................................................................................. 4
1.5.2 Secara Metodologi ........................................................................... 4
1.5.3 Secara Aplikatif ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6
2.1 Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam.) .................................................. 6
2.1.1 Klasifikasi Ilmiah ............................................................................. 6
2.1.2 Sinonim ............................................................................................ 6
2.1.3 Deskripsi Tanaman .......................................................................... 7
2.1.4 Kandungan Kimia ............................................................................ 8
v
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Kegunaan ...................................................................................... 11
2.1.6 Penelitian mengenai Tanaman Kelor ............................................ 12
2.2 Simplisia dan Ekstrak ............................................................................. 13
2.2.1 Simplisia ........................................................................................ 13
2.2.2 Ekstrak ........................................................................................... 14
2.3 Ekstraksi ................................................................................................... 14
2.3.1 Definisi ........................................................................................... 14
2.3.2 Tujuan ekstraksi ............................................................................. 14
2.3.3 Jenis-Jenis Ekstraksi ...................................................................... 15
2.3.4 Metode Ekstraksi ........................................................................... 15
2.4 Tinjauan Hewan Percobaan ..................................................................... 18
2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih ................................................................... 18
2.4.2 Biologi dan Fisiologi Tikus Putih secara Umum ........................... 19
2.4.3 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley ............................................. 20
2.4.4 Sistem Reproduksi Tikus Jantan .................................................... 20
2.4.4.1 Organ Reproduksi Tikus Jantan ......................................... 21
2.4.4.2 Spermatozoa ....................................................................... 24
2.4.4.3 Spermatogenesis ................................................................. 26
2.4.4.4 Pengendalian Hormon Terhadap Spermatogenesis ............ 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 31
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 31
3.1.1 Waktu Penelitian ............................................................................ 31
3.1.2 Tempat Penelitian .......................................................................... 31
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 31
3.2.1 Alat ................................................................................................. 31
3.2.2 Bahan ............................................................................................. 32
3.2.3 Hewan Uji ...................................................................................... 32
3.3 Rancangan Penelitian ............................................................................... 32
3.3.1 Besar Sampel ................................................................................. 32
3.3.2 Dosis Perlakuan ............................................................................. 33
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................................. 35
3.4.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ............................................ 35
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak ................................ 35
3.4.3 Penapisan Fitokimia ....................................................................... 36
3.4.4 Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak ......................... 38
3.4.5 Penyiapan Hewan Uji .................................................................... 39
3.4.6 Pemberian Perlakuan ..................................................................... 39
3.4.7 Pengujian Parameter Aktivitas ....................................................... 40
3.4.8 Uji Intromission latency dan Intromission Frequency................... 42
3.4.9 Analisis Data .................................................................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 43
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................................ 43
4.1.1 Determinasi Tanaman .................................................................... 43
4.1.2 Ekstraksi ......................................................................................... 43
4.1.3 Penapisan Fitokimia ....................................................................... 43
4.1.4 Parameter Standar .......................................................................... 44
4.1.5 Pengukuran Bobot Badan Tikus .................................................... 45
4.1.6 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .......................................... 45
4.1.7 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus .................................. 47
4.1.8 Pengamatan Intromission Latency dan Intromission Frequency ... 48
4.2 Pembahasan ............................................................................................. 49
a) Konsentrasi Spermatozoa ................................................................ 55
b) Diameter Tubulus Seminiferus ....................................................... 58
c) Pengamatan Intromission Latency dan Intromission Frequency .... 61
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 67
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 67
5.2 Saran ........................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68
Lampiran ............................................................................................................. 79
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Fitokimia Tanaman Kelor ............................................... 9
Tabel 2.2 Kandungan Mineral Daun Kelor ....................................................... 11
Tabel 2.3 Data Biologis dan Reproduksi Tikus ................................................ 20
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 34
Tabel 3.2 Pengenceran yang Dilakukan dan Jumlah Kotak yang Dihitung ...... 40
Tabel 3.3 Cara Pengenceran Spermatozoa ........................................................ 40
Tabel 3.4 Rumus Konsentrasi Spermatozoa ..................................................... 41
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor ............ 44
Tabel 4.2 Parameter Standar Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor ........................ 44
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji ................. 45
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji ......... 47
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Intromission ........................................................ 48
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Daun Kelor ..................................................................................... 6
Gambar 2.2 Distribusi, Pohon, Bunga dan Buah Tanaman Kelor ..................... 7
Gambar 2.3 Kandungan Asam Amino Moringa oleifera Lam .......................... 8
Gambar 2.4 Struktur Fitokimia Moringa oleifera Lam .................................... 10
Gambar 2.5 Anatomi Sistem Reproduksi Tikus Jantan .................................... 22
Gambar 2.6 Anatomi Spermatozoa Manusia .................................................... 25
Gambar 2.7 Morfologi Spermatozoa Tikus (perbesaran 1000 x) ..................... 25
Gambar 2.8 Siklus Spermatogenesis Tikus ....................................................... 27
Gambar 2.9 Kontrol Fungsi Testis .................................................................... 29
Gambar 4.1 Grafik Bobot Badan Hewan Uji .................................................... 45
Gambar 4.2 Grafik Hasil Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji ....... 46
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus............. 47
Gambar 5.1 Daun Kelor Segar (Moringa oleifera Lam.).................................. 89
Gambar 5.2 Pengeringan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) ....................... 89
Gambar 5.3 Penghalusan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) ...................... 89
Gambar 5.4 Penimbangan Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) ......... 89
Gambar 5.5 Proses Maserasi Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) .... 89
Gambar 5.6 Penyaringan Maserat Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) ......... 89
Gambar 5.7 Pemekatan Filtrat Dengan Vacuum Rotary Evaporator ................ 89
Gambar 5.8 Pengeringan Ekstrak Dengan Freeze Dry ..................................... 89
Gambar 5.9 Ekstrak Kental Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) ................... 89
Gambar 5.10 Proses Aklimatisasi Hewan Uji ................................................... 90
Gambar 5.11 Penimbangan Hewan Uji ............................................................. 90
Gambar 5.12 Penyondean Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor............................. 90
Gambar 5.13 Pemeriksaan Fase Estrus Tikus Betina........................................ 90
Gambar 5.14 Pengamatan Intromission ............................................................ 90
Gambar 5.15 Terminasi Hewan Uji dengan Eter .............................................. 91
Gambar 5.16 Pembedahan Hewan Uji .............................................................. 91
Gambar 5.17 Pengambilan Kauda Epididimis .................................................. 91
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.18 Penyiapan Larutan NaCL Fisiologis ........................................... 91
Gambar 5.19 Kauda Epididimis ........................................................................ 91
Gambar 5.20 Pengeluaran Spermatozoa dari Kauda Epididimis ...................... 92
Gambar 5.21 Penetesan Suspensi Sperma pada Hemasitometer Neubareur..... 92
Gambar 5.22 Spermatozoa sebelum Pengenceran ........................................... 92
Gambar 5.23 Pengenceran Suspensi Spermatozoa dengan Larutan George..... 92
Gambar 5.24 Penetesan Suspensi Sperma pada Bilik Neubareur ..................... 92
Gambar 5.25 Pengamatan Suspensi Sperma pada Bilik Neubareur ................. 92
Gambar 5.26 Spermatozoa Dihitung dalam 1 Kotak setelah Pengenceran ....... 92
Gambar 5.27 Pengambilan Organ Testis .......................................................... 93
Gambar 5.28 Pengawetan Organ Testis dengan Larutan Formalin .................. 93
Gambar 5.29 Preparat Histologi Testis Hewan Uji ........................................... 93
Gambar 5.30 Pengamatan Tubulus Seminiferus Mikroskop perbesaran 100x . 93
Gambar 5.31 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji ............. 93
xviii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Determinasi Tanaman .......................................................... 79
Lampiran 2 Surat Keterangan Sehat Hewan Uji ............................................... 80
Lampiran 3 Surat Hasil Kaji Etik Hewan Uji ................................................... 81
Lampiran 4 Alur Penelitian ............................................................................... 82
Lampiran 5 Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol 90 % Daun Kelor .................... 84
Lampiran 6 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor ........ 86
Lampiran 7 Kegiatan Penelitian ........................................................................ 89
Lampiran 8 Hasil Perhitungan Rendemen, Kadar Air dan Kadar Abu ............. 94
Lampiran 9 Hasil Pengukuran Bobot Badan Tikus .......................................... 96
Lampiran 10 Hasil Pengamatan Intromission ................................................... 99
Lampiran 11 Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji ........... 100
Lampiran 12 Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji ... 101
Lampiran 13 Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji .................. 102
Lampiran 14 Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji .......... 105
Lampiran 15 Analisis Data Intromission Latency ............................................ 107
Lampiran 16 Analisis Data Intromission Frequency ....................................... 109
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan
tropika terbesar kedua di dunia dengan keanekaragaman hayati dan dikenal
sebagai salah satu negara “megabiodiversity” kedua setelah Brazilia.
Diperkirakan hutan Indonesia menyimpan tumbuhan potensi obat
sebanyak 30.000 jenis, diantaranya 940 jenis telah dinyatakan berkhasiat
obat, 78% masih diperoleh melalui pengambilan langsung dari hutan
(Dianto et al., 2015). Masyarakat menggunakan bahan alam sebagai obat
secara turun temurun untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan
mencegah penyakit serta menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
Tumbuhan yang digunakan tersebut dikenal sebagai obat herbal (Hakim et
al., 2017).
Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan baku obat adalah kelor (Moringa oleifera Lam.). Kelor termasuk ke
dalam familia Moringaceae dan mudah tumbuh di daerah tropis seperti
Indonesia (Putra et al., 2017). Sejarah mengungkapkan bahwa raja dan
ratu kuno menggunakan daun dan buah tanaman kelor dalam diet harian
mereka untuk menjaga mental, kewaspadaan, kesehatan kulit dan tenaga.
Oleh karena itu, kelor disebut juga sebagai Miracle Tree dan Mother’s
Best Friend (Bhargave et al., 2015). Kelor memiliki manfaat dan khasiat
yang tersebar pada semua bagiannya baik daun, batang, akar maupun biji.
Nutrisi yang terkandung dalam kelor cukup tinggi sehingga membuat
tanaman ini bersifat fungsional bagi kesehatan (Aminah et al., 2015).
Daun dari tanaman kelor merupakan bagian yang telah banyak
diteliti kandungan gizi dan kegunaanya. Daun kelor berukuran kecil, bulat
telur dan dapat dibuat sebagai sayur. Daun kelor terbukti mengandung 7
kali vitamin C pada jeruk, 10 kali vitamin A pada wortel, 17 kali kalsium
pada susu, 9 kali protein pada yoghurt, 15 kali kalium pada pisang dan 25
kali besi yang terdapat pada bayam (Gopalakrishnan et al., 2016).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Potensi yang dimiliki daun kelor telah digunakan dalam mengobati
berbagai penyakit diantaranya sebagai antihipertensi, diuretik, penurun
kolestrol, antiasma, analgetik, antipiretik, antidiabetes, antioksidan,
hepatoprotektif, mengurangi fibrosis hati, aktivitas antikanker, antitumor,
antispasmodik, antiulkus, gangguan pencernaan, gangguan penglihatan,
infeksi telinga, bronkitis, antimikroba, antibakteri dan antifungi (Bhargave
et al., 2015).
Daun kelor diketahui memiliki kandungan senyawa fitokimia
berupa tannin, sterol, saponin, terpenoid, fenolik, alkaloid, dan flavonoid
seperti quarcetin, isoquercitin, kaemfericitin, isotiosianat dan glikosida
(Gopalakrishnan et al., 2016). Dari berbagai kandungan dan manfaat
terapeutik yang dimiliki daun kelor (Moringa oleifera Lam.), potensinya
terhadap sistem reproduksi belum banyak diketahui, khususnya pada pria.
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai pemberian
ekstrak daun kelor terhadap sistem reproduksi hewan jantan memberikan
hasil yang bertolak belakang. Dafaalla et al (2015) dalam penelitiannya,
melaporkan bahwa ekstrak etanol daun kelor yang diberikan kepada tikus
jantan selama 30 hari pada dosis 100, 200 dan 400 mg/kgBB mampu
meningkatkan bobot testis, bobot epididimis, kadar hormon testosteron,
FSH, LH, motilitas dan jumlah spermatozoa secara signifikan serta
menurunkan abnormalitas spermatozoa. Penelitian yang dilakukan
Priyadarshani & Varma (2014) terhadap serbuk daun kelor yang diberikan
kepada mencit jantan hiperglikemi selama 21 hari dengan dosis 200
mg/kgBB menunjukkan adanya peningkatan pada bobot testis, bobot
epididimis, mobilitas dan jumlah spermatozoa.
Pada tahun 2013, Afolabi et al melaporkan adanya peningkatan
jumlah sperma dan jumlah sel germinal testis secara signifikan pada tikus
jantan yang mengalami cryptorchidism setelah pemberian ekstrak metanol
daun kelor selama 2 minggu pada dosis 200 mg/kgBB. Cajuday dan
Poscidio (2010) juga melakukan pengujian ekstrak heksan daun kelor
kepada mencit jantan selama 21 hari yang menunjukkan peningkatan
bobot testis dan diameter tubulus seminiferus secara signifikan, namun
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstrak tidak memberi pengaruh pada kadar hormon LH (Luteinizing
hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone).
Hasil yang bertolak belakang ditemukan dalam penelitian Owolabi
& Ogunnaike (2014) yang menunjukkan potensi lain dari ekstrak etanol
daun kelor (Moringa oleifera Lam.). Pengujian yang dilakukan terhadap
12 tikus wistar selama 28 hari pada dosis 200 mg/kgBB menimbulkan
kerusakan pada histologi testis dan epididimis tikus jantan, namun tidak
terlihat kerusakan pada organ vital lain seperti otak, ginjal dan hati.
Bachtiar dan Ghasani (2016) dalam penelitiannya terhadap pemberian
ekstrak etanol 90% daun kelor kepada tikus jantan Sprague-Dawley
selama 15 hari dengan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600
mg/kgBB menunjukkan bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor dapat
menurunkan konsentrasi sperma, diameter tubulus seminiferus, motilitas
spermatozoa, jumlah spermatosit pakiten dan meningkatkan abnormalitas
morfologi spermatozoa. Selain itu, ekstrak tidak mempengaruhi kadar
hormon testosteron dan bobot testis tikus jantan.
Adanya perbedaan hasil yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian
diatas menarik peneliti untuk mendalami kembali berbagai parameter yang
dapat dijadikan acuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak daun kelor
terhadap reproduksi hewan jantan. Melatarbelakangi hal tersebut, maka
dilakukan uji aktivitas ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara oral dengan dosis 50
mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB selama 15 hari terhadap
konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, intromission
latency dan intromission frequency secara in vivo.
1.2 Rumusan Masalah
Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan salah satu tanaman yang
kaya akan nutrisi dan memiliki beragam manfaat dalam kesehatan.
Penelitian ilmiah terkait aktivitas daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
yang mempengaruhi sistem reproduksi hewan jantan sudah banyak
dilakukan, namun beberapa diantaranya menunjukkan hasil yang
bertolak belakang.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti ingin
mendalami kembali berbagai paramater yang dapat dijadikan acuan
untuk melihat aktivitas daun kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap
sistem reproduksi tikus jantan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol 90% daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) pada tikus Sprague-Dawley jantan secara in vivo.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui aktivitas pemberian ekstrak etanol 90% daun
kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap konsentrasi spermatozoa, diameter
tubulus seminiferus, intromission latency dan intromission frequency pada
tikus Sprague-Dawley jantan secara in vivo.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
mempunyai aktivitas terhadap konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus
seminiferus dan intromission latency serta intromission frequency pada
tikus Sprague-Dawley jantan.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan khazanah keilmuan,
pengetahuan serta wawasan mengenai aktivitas ekstrak etanol 90% daun
kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap sistem reproduksi pria.
1.5.2 Secara Metodologi
Penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat
dalam mempelajari aktivitas ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa
oleifera Lam.) bagi peneliti lain dan juga akademisi.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.5.3 Secara Aplikatif
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi ilmu dan informasi bagi
masyarakat luas dalam pengembangan ilmu reproduksi yang kemudian
dapat dijadikan obat alami.
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam.)
2.1.1 Klasifikasi Ilmiah
Adapun sistematika tanaman kelor menurut Integrated Taxonomic
Information System (2010) adalah :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Rosanae
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lam.
2.1.2 Sinonim
Sinonim dari tanaman kelor diantaranya; Moringa oleifera Lam.
(latin), Subhanjana (Sanskrit), Saguna, Sainjna (Hindi), Suragavo
(Gujarati), Morigkai (Tamil), Mulaga, Munaga (Telugu), Murinna, Sigru
(Malayalam), Sainjna, Soanjna (Punjabi), Sahajan (Unani), Akshiva,
Gambar 2.1 Daun Kelor (Bhargave et al., 2015)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Haritashaaka (Ayurvedic), Rawag (Arab), Moringe à graine ailée,
Morungue (Perancis), Ángela, Ben, Moringa (Spanyol), Moringa,
Moringueiro (Portugis), La ken (China), Drumstick tree, Horseradishtree,
Ben tree (Inggris) (Jamal et al., 2016).
2.1.3 Deskripsi Tanaman
Moringa oleifera Lam. adalah tanaman perdu yang tumbuh dengan
cepat atau pohon yang berganti daun, biasanya tumbuh mencapai
ketinggian hingga 10 atau 12 m, berbatang lunak dan rapuh dengan daun
sebesar ujung jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk. Daun
tripinnate, panjangnya mencapai 45 cm, tersusun rangkap dan bergantian
pada ranting. Buah kelor bersisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm,
tumbuh subur mulai dari dataran rendah ketinggian 700 m diatas
permukaan laut. Kulit batangnya mengeluarkan getah berwarna putih dan
berubah menjadi coklat kemerahan atau hitam kecoklatan saat terpapar
cahaya (Wahyuni et al., 2013; Chukwuebuka, 2015).
Gambar 2.2 a) Distribusi Moringa oleifera di dunia (www.outline-world-
map.com), b) Perbedaan bagian vegatatif dan reproduktif pohon Moringa
oleifera, i) ladang pohon tumbuh, ii) seikat daun kelor, iii) bunga dan iv)
buah (Saini et al., 2016)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bunga kelor ada yang berwarna putih, putih kekuning-kuningan
(krem) atau merah, tergantung jenis atau spesiesnya. Umumnya di
Indonesia bunga kelor berwarna putih kekuning-kuningan. Tudung
pelepah bunganya berwarna hijau dan mengeluarkan aroma bau semerbak.
Buah kelor berwarna hijau ketika masih muda dan berubah menjadi coklat
ketika tua, sementara bijinya berbentuk bulat, berwarna hijau terang ketika
muda dan berubah menjadi cokelat kehitaman ketika polong matang dan
kering dengan rata-rata berat biji berkisar 18-36 gram/100 biji (Aminah et
al., 2015). Dari segi anatomi kelor mempunyai sifat yang khas yaitu
terdapat sel-sel mirosin dan buluh-buluh gom dalam kulit batang dan
cabangnya. Dalam musim-musim tertentu dapat menggugurkan daunnya
(meranggas) (Roloff et al., 2009).
2.1.4 Kandungan Kimia
Kelor kaya akan senyawa yang mengandung gula sederhana,
rhamnosa dan suatu grup senyawa yang unik disebut glukosinolat dan
isotiosianat (Toma & Deyno, 2014). Daun kelor mengandung polifenol,
gula sederhana, tannin, vitamin, rhamnose, karotenoid, phytates, asam
fenolik, flavonoid, alkaloid, saponin, oksalat dan triterpenoid (Konmy et
al., 2016). Asam amino seperti Arg, His, Lys, Trp, Phe, Thr, Leu, Met, Ile,
Val juga ditemukan pada daun kelor (Gopalakrishnan et al., 2016).
Kandungan fitokimia seperti vanilin, karoten, askorbat, tokoferol, beta-
sitosterol, moringin, kaemferol dan quarcetin dilaporkan terdapat dalam
daun, akar, bunga, buah dan biji kelor (Dafaala et al., 2015).
Gambar 2.3 Kandungan asam amino Moringa oleifera (Aliyu et al., 2016)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bagian tumbuhan Kandungan Fitokimia
Akar 4-(α-L-rhamnopiranoksiloksi)-
benzilglukosinolat dan
benzilglukosinolat
Batang 4-hidroksimellein, vanillin, β-sitosteron,
asam oktacosanik dan β-sitosterol
Kulit kayu 4-(α-L-rhamnopiranoksiloksi)
benzilglukosinolat
Eksudat gum L-arbinosa, D-galaktosa, asam D-
glukuronat, L-rhamnosa, D-mannosa, D-
xylosa dan leukantosianin
Daun Glikosida niazirin, niazirinin dan 3
minyak mustarglikosida, 4-[4’-O-asetil- α
-L-Rhamnosiloksi) benzil] isotiosianat,
niaziminin A dan B.
Bunga yang matang D-mannosa, D-glukosa, protein, asam
askorbat, polisakarida
Keseluruhan biji Nitril, isotianat, tiokarbanat, o-[2-
hidroksi-3’-(2”- hepteniloksi)]
propilundekanoat, o-etil-4-{ α -1-
ramnosiloksi)-benzil] karbamat, metil-
p-hidroksibenzoat dan β-sitosterol
Biji yang tua Protein mentah, lemak mentah,
karbohidrat, metionin, sistein, 4-(α -
ramnopiranosiloksi)-
benzilglukosinolat,
benzilglukosinolat, moringin, mono-
palmitat dan trigliserida dioleat
Minyak biji Vitamin A, beta karoten, prekursor
vitamin A
Sumber : Shah et al (2016)
Tabel 2.1 Kandungan Fitokimia Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam.)
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 Struktur fitokimia dari Moringa oleifera : niazinin A [1], 4-
(4’-O-asetil-α- L-rhamnopiranosiloksi) benzil isotiosianat [2], 4-( L-
rhamnopiranosiloksi) benzil isotiosianat [3], Niazimicin [4], 4-(α-L-
rhamnopiranoksiloksi) benzil glukosinolat [5], benzil isotiosianat [6],
aglikon dari deoksi-niazimicin (N-benzil, S-etiltioformat) [7],
pterygospermin [8], niaziminin [9 +10], O-etil-4-( α- L-rhamnosiloksi)
benzil karbamat [11], niazirin [12], gliserol-1-(9-oktadekanoat)[13], β-
sitosterol [14], 3-O-(6’-oleoil-β-D-glukopiranosil)-β-sitosterol [15], β-
sitosterol-3-O-β-D-glucopiranosida [16] (Toma & Deyno, 2014).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Kegunaan
Daun kelor memiliki kualitas gizi yang sangat baik. Kandungan
beta-karoten, asam amino dan asam askorbat yang tinggi dalam kelor
digunakan untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui dan
mengobati penyakit kudis, penyakit pernapasan dan emesis. Jus daun kelor
dapat mengurangi kadar glukosa, sebagai pencahar, anti-inflamasi dan
bersifat antimalaria yang kuat. Fungsi lainnya sebagai penangkal demam,
sakit tenggorokan, bronkitis, radang selaput lendir hidung, mata dan
infeksi telinga, penyembuhan luka dan meringankan sakit kepala (Aliyu et
al., 2016). Di antara segudang tanaman alami, Moringa oleifera disebut
sebagai “miracle vegetable” karena berguna dalam pengobatan sekaligus
sebagai makanan. Daunnya digunakan dalam salad, kari sayuran, acar dan
untuk seasoning. Nilai terapeutik dan farmakologis yang dimiliki Moringa
oleifera Lam. sangat tinggi, sehingga konsumsi dalam makanan sehari-hari
dapat mengurangi risiko berbagai penyakit degeneratif (Tejas et al., 2012).
Tabel 2.2 Kandungan Mineral Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)
Ca P Mg Na K Fe Mn Zn Cu
26.4 1.36 0.11 2.73 21.7 175 51.8 13.7 7.1
Sumber : Tejas et al., 2012
Manfaat dan khasiat yang tersebar pada seluruh bagian tanaman
kelor berguna dalam mengobati berbagai penyakit, diantaranya daun kelor
dapat mengobati asma, hiperglikemia, dislipidemia, flu, heart burn, sifilis,
malaria, pneumonia, diare, sakit kepala, penyakit kudis, penyakit kulit,
bronkitis, infeksi mata dan telinga, mengurangi tekanan darah dan
kolestrol, antikanker, antimikroba, antioksidan, antidiabetes dan agen anti
aterosklerotik serta neuroprotektif. Mineral yang terkandung pada daun
kelor seperti Ca, Mg, P, K, Cu, Fe dan S. Biji kelor membantu dalam
pengobatan hipertiroidisme, Chrohn’s disease, antiherpes-simplex virus,
artritis, rematik, gout, kram, epilepsi, gangguan transmisi seksual, juga
agen anti-inflamasi dan antimikroba. Pada bijinya terdapat pterygospermin
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang merupakan senyawa aktif dalam tanaman ini dan bertindak sebagai
antibakteri dan antijamur. Bagian bunganya dapat beraktivitas sebagai
hipokolesterolemik, sedangkan buah dari tanaman kelor dapat mengobati
diare, penyakit hati, limpa, dan gangguan sendi (Gopalakrishnan et al.,
2016).
Potensi lain yang dimiliki daun kelor yaitu dapat meningkatkan
jumlah sperma dan mobilitasnya serta kesempatan bagi sperma untuk
membuahi sel telur. Senyawa fitokimia yang terdapat dalam ekstrak kelor,
seperti flavonoid memiliki peran dalam merubah kadar androgen,
keberadaan saponin pada biji kelor mampu meningkatkan kadar hormon
pria, terutama testosteron (Nithya & Elango, 2016). Berdasarkan laporan
penggunaan tradisional agen fertilitas di India, tanaman kelor memiliki
efek dalam meningkatkan kesuburan pria (Deka et al., 2011).
2.1.6 Penelitian mengenai Tanaman Kelor
Dalam penelitiannya, Khalifa et al (2016) memberikan ekstrak air
daun kelor kepada kelinci selama 21 hari dengan dosis 200 dan 400
(mg/kg/hari). Sildenafil sitrat 5mg/kg digunakan sebagai pembanding.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak air daun Moringa
oleifera tidak menyebabkan efek toksik. Selain itu, hasil menggambarkan
peningkatan fertilitas pria yang jelas dimanifestasikan dengan peningkatan
kadar hormon testosteron, aktivitas tiroid, kualitas sperma (motilitas,
viabilitas, integritas membran) hingga regulasi ekspresi gen reproduksi.
Pada tahun 2013, Bassey et al menemukan adanya peningkatan
yang signifikan terhadap bobot testis tikus jantan pra pubertal yang
diinduksi oleh alkohol setelah diberikan ekstrak etanol daun Moringa
oleifera Lam. dengan dosis 400 mg/kg selama 2 minggu. Penelitian ini
melaporkan bahwa kemampuan antioksidan ekstrak etanol daun kelor
sebanding dengan vitamin C yang memperlihatkan perbaikan pada
kerusakan testis akibat induksi alkohol.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Zade et al (2013), dimana
ekstrak air biji kelor diberikan kepada tikus albino jantan selama 21 hari
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan dosis 100, 200 dan 500 mg/kg. Hasil didapatkan bahwa terjadi
peningkatan secara signifikan pada bobot testis, konsentrasi spermatozoa,
kaput segment epididimis, ventral prostat, penis, vesikula seminalis, dan
vas deferens. Peningkatan juga ditemukan pada pengamatan aktivitas
seksual tikus jantan yang dilihat dari paramater mounting frequency,
intromission frequency dan ejaculation latency serta libido secara
signifikan. Ekstrak air biji kelor berpotensi meningkatkan kesuburan pada
sistem reproduksi tikus jantan dan mengatasi gangguan fungsi seksual.
Prabsattroo (2015) mengamati aktivitas afrodisiak pada tikus
jantan yang diinduksi stress selama 7 hari. Ekstrak hidroetanolik 50%
daun kelor diberikan pada dosis yang bervariasi 10, 50 dan 250 mg/kgBB
secara oral. Didapatkan hasil bahwa ekstrak menunjukkan aktivitas
antioksidan dan penekanan terhadap monoamin oksidase tipe B (MAO-B).
Peningkatan kadar serum testosteron dan aktivitas seksual terjadi pada
tikus jantan yang diberikan sildenafil sitrat dan tikus dengan ekstrak
hidroetanol 50% daun kelor dosis 10 dan 250 mg/kg yang mengalami
stress. Ekstrak hidroetanol 50% daun kelor berpotensi sebagai afrodisiak,
terutama untuk orang yang mengalami stress akibat gaya hidup.
2.2 Simplisia dan Ekstrak
2.2.1 Simplisia
Dalam buku "Materia Medika Indonesia" ditetapkan bahwa definisi
dari simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan. Golongan simplisia ada tiga,
meliputi simplisia hewani, simplisia nabati dan simplisia pelikan (mineral)
(Depkes RI, 2000). Simplisia nabati menurut Depkes RI (2000) adalah
simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat
tanaman atau gabungan antara ketiganya.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Ekstrak
Dalam buku FI IV, disebutkan bahwa ekstrak adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes RI, 2000). Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang
mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak
dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak
mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat.
2.3 Ekstraksi
2.3.1 Definisi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhriani, 2014). Menurut
Harbone (1987) ekstraksi merupakan proses penyarian zat-zat berkhasiat
atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan
termasuk biota laut. Ekstraksi (dalam hal yang digunakan dalam bidang
farmasi) merupakan suatu metode pemisahan bahan aktif sebagai obat dari
jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai
melalui prosedur standar yang telah ditetapkan (Tiwari et al., 2011).
Simplisia seperti rimpang dan daun yang bersifat lunak akan
mudah diserap oleh pelarut, karena itu saat proses ekstraksi tidak
memerlukan serbuk yang halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit
kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, oleh sebab itu perlu
diserbuk hingga halus (Departemen Kesehatan RI, 2000).
2.3.2 Tujuan ekstraksi
Ekstraksi bahan alam bertujuan untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam yang didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut. Proses perpindahan yang terjadi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermula pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).
2.3.3 Jenis-Jenis Ekstraksi
Menurut Dirjen POM (1986), jenis ekstraksi bahan alam yang
sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan metoda refluks dan
penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan metoda maserasi,
perkolasi dan sokhletasi.
2.3.4 Metode Ekstraksi
1. Ekstraksi Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak
digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala
industri. Kelemahan dari metode maserasi ini adalah memakan banyak
waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak dan besar kemungkinan
beberapa senyawa dapat hilang. Selain itu, beberapa senyawa sulit
diekstraksi pada suhu kamar. Namun disisi lain, metode maserasi dapat
menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil
(Mukhriani, 2014).
Cara melakukan maserasi yaitu dengan memasukkan 10 bagian
simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana gelap, kemudian
dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya
dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya
disebut dengan remaserasi. Penyarian dapat diakhiri jika pelarut tidak
berwarna lagi, kemudian dipindahkan ke dalam bejana tertutup,
dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya (Harbone, 1987; Dirjen
POM, 1986).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Perkolasi
Perkolasi merupakan metoda ekstraksi dengan pelarut yang selalu
baru hingga penyarian sempurna (exhaustive extraction). Pada
umumnya, perkolasi dilakukan pada suhu kamar. Proses terdiri dari
beberapa tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penampungan/penetesan ekstrak), terus hingga
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan
(Depkes RI, 2000).
Keuntungan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh
pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam
perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh
area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan
memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014).
2. Ekstraksi Cara Panas
a. Sokletasi
Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara ini dilakukan dengan pelarut
yang selalu baru menggunakan alat soklet secara kontinu. Cairan
penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap penyari akan naik melalui
pipa samping, lalu diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan
penyari yang turun akan menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya
bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke
labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya
sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang
ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Harbone,
1987; Dirjen POM, 1986).
Kelebihan dari metode ini adalah proses ekstraksi yang kontinu,
sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu.
Adapun kelemahannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada
titik didih (Mukhriani, 2014).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Refluks
Ekstraksi dengan metode refluks dilakukan dengan menggunakan
pelarut pada temperatur titik didih pelarut, selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut yang terbatas dengan adanya pendingin balik dan relatif
konstan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak,
lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap
tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali
menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali
sampai diperoleh ekstraksi yang sempurna (Depkes RI, 2000).
c. Infusa
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), infusa adalah ekstraksi
dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit. Infusa
adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas
air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air yang mendidih,
temperatur yang digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20
menit).
d. Dekokta
Dekokta adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
e. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan terus-
menerus) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar,
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Depkes RI,
2000).
3. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan yang mudah
menguap (volatil) seperti minyak atsiri dari bahan (segar atau simplisia)
dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan
menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu hingga sempurna
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan
menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes RI,
2000).
2.4 Tinjauan Hewan Percobaan
2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih
Klasifikasi tikus putih menurut Grzimek (1968), Musser dan
Carlton (1993) dalam Suckow (2006) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Subclass : Theria
Infraclass : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Family : Muridae
Superfamily : Muroidea
Subfamily : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus (tikus cokelat atau tikus
norwegia), Rattus rattus (tikus hitam atau
tikus rumah), Rattus exulans (tikus
polinesian).
Subsepesies : R. rattus rattus (Tikus Hitam),R. rattus
alexandrinus [Tikus Hitam Alexandria ),R.
rattus brevicaudatus (Tikus Sawah), R. rattus
diardii (Tikus Hitam Malaya),R. rattus
frugivorous.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.2 Biologi dan Fisiologi Tikus Putih secara Umum
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang
sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model
guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Tikus merupakan hewan laboratorium yang
banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk
mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi
maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989).
Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya
terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibandingkan
dengan mamalia lainnya. Kelompok tikus pertama-tama dikembangkan di
Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih
dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat berkembang biak. Kelebihan
lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat
ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain
dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).
Penggunaan tikus sebagai hewan percobaan didasarkan atas
pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus yang hanya 2-3
tahun dengan lama reproduksi 1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988). Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan
dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu
beratnya 35-40 gram dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram, tetapi
bervariasi tergantung pada galur. Kecepatan tumbuh seekor tikus sebesar 5
gram per hari. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar
diantara galur yang lain. Galur tikus lain yang sering digunakan dalam
penelitian diantaranya : Wistar, Long Evans, dan Holdzman (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus memasuki masa pubertas pada 50-60 hari setelah kelahiran.
Pada tikus putih jantan ditandai dengan adanya penurunan testis dari
abdominal ke skrotum (Smith & Mangkoewidjojo, 1988). Tikus dipilih
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi objek penelitian karena memiliki homogenitas metabolik yang
mirip manusia. Tikus putih memiliki organ dan fisiologi sistemik yang
sama, serta memiliki gen yang mirip dengan manusia. Tikus putih juga
memiliki kemiripan yang baik bagi patogenitas suatu penyakit. Kemiripan
inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa tikus putih digunakan
dalam meneliti patogenitas penyakit maupun proses penuaan pada manusia
(Olayaki et al., 2008).
2.4.3 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley
Berat badan dewasa : Jantan 450 - 520 g
Berat badan dewasa : Betina 250 – 300 g
Masa hidup 2.5 – 3.5 tahun
Temperatur tubuh
Denyut jantung
Laju pernapasan
35.9o – 37.5
oC (96.6
o– 99.5
oF)
250 – 450/menit
70 - 115/menit
Konsumsi pakan 5-6 g/100 g/hari
Konsumsi air 10-12 ml/100 g/hari
Onset masa kawin : Jantan 65 – 110 hari
Onset masa kawin : Betina 65 – 110 hari
Panjang siklus estrus 4 – 5 hari
Lama Kebuntingan 21 – 23 hari
Estrus postpartum Fertil
Jumlah anak 6 – 12 ekor
Umur sapih
Durasi kawin
21 hari
350 - 440 hari
Jumlah kromosom (diploid) 42
Sumber : Hrapkiewick et al., 2014
2.4.4 Sistem Reproduksi Tikus Jantan
Biologi reproduksi merupakan topik penting dalam penelitian
biomedis. Gangguan fungsi reproduksi menjadi salah satu permasalahan
mendasar baik pada manusia maupun hewan. Keberadaan hewan model
Tabel 2.3 Data Biologis dan Reproduksi Tikus
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(hewan coba) sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahan-
permasalahan tersebut melalui penelitian in vivo. Tikus (Rattus
norvegicus) albino atau yang dikenal sebagai “tikus putih” adalah hewan
yang paling sering digunakan sebagai model dalam penelitian biomedis
(Fitria et al., 2015).
Sistem reproduksi pada jantan terdiri atas sepasang testis yang
terdapat dalam skrotum, sepasang kelenjar asesori dan organ kopulasi
(Akbar, 2010). Fungsi reproduksi pada jantan dapat dibagi menjadi tiga
subdivisi utama. Meliputi (1) spermatogenesis, yang berarti pembentukan
sperma; (2) kinerja seks laki-laki; dan (3) pengaturan fungsi reproduksi
laki-laki oleh berbagai hormonal (Guyton & Hall, 2014).
Pada hewan yang melakukan fertilisasi secara interna organ
reproduksinya dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu
organ yang berfungsi menyalurkan spermatozoa dari organisme jantan ke
betina. Hewan jantan berperan dalam memproduksi spermatozoa dan
sejumlah kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa masuk
menuju rahim (William, 2005). Pada tikus jantan, jarak antara uretra dan
anus lebih jauh dari pada tikus betina (Koolhas, 2010).
2.4.4.1 Organ Reproduksi Tikus Jantan
A. Testis
Testis tikus jantan terdapat pada dua kantung skrotum yang
dipisahkan oleh membran tipis yang terletak antara anus dan preputium.
Testis tersebut kemudian turun dari hari ke 30-40 masa hidupnya dari
rongga perut ke kantung skrotum melalui kanalis inguinal terbuka
(Suckow, 2006). Proses ini dikenal sebagai descensus testiculorum yang
dikendalikan oleh androgen. Dengan posisi ini temperatur testis menjadi
lebih rendah daripada temperatur tubuh (sekitar 2-4 oC) yang diperlukan
untuk spermatogenesis (Fitria et al., 2015).
Testis terdiri dari tubulus seminiferus yang panjang dan berkelok
kelok, yang pada epitelnya merupakan tempat berlangsungnya
spermatogenesis. Ujung dari tubulus seminiferus ini kemudian bermuara
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menuju epididimis (Barrett et al., 2010). Testis merupakan sepasang
struktur berbentuk oval, agak gepeng, dengan panjang sekitar 4 cm dan
diameter sekitar 2,5 cm, bersama epididimis, testis berada di dalam
skrotum yang merupakan sebuah kantung ekstra abdomen tepat di bawah
penis (Sheerwood, 2009).
Testis adalah organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat
sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat
berlangsungnya proses spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini
menempati lokasi terpisah di dalam testis. Biosintesis androgen
berlangsung dalam sel Leydig di dalam jaringan interlobular, sedangkan
proses spermatogenesis berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus
(Junqueira, 2007).
Gambar 2.5 Anatomi Sistem Reproduksi Tikus Jantan (Suckow, 2006)
Coagulating gland
Ampullary gland
Urinary bladder
Vas deferens
Urethra
Corpus
Epididymis
Testis
Penis Cauda
Epididymis
Caput
Epididymis
Preputial gland
Cowpers gland
Prostate
gland
Vesicular
gland
Ureter
Kidney
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Kelenjar Asesori
Kelenjar asesoris berperan penting pada proses reproduksi. Kelenjar
ini menghasilkan sekreta yang merupakan bagian dari plasma semen,
berfungsi sebagai nutrisi dan media transpor bagi spermatozoa,
perlindungan terhadap berbagai kuman infeksi, pembilas saluran uretra
terhadap sisa-sisa urin, dan berperan dalam proses netralisasi pH saluran
reproduksi jantan dan betina sebelum dilewati spermatozoa. Pada beberapa
hewan laboratorium, seperti tikus dan mencit, sekreta kelenjar aksesoris
ini membentuk sumbat vagina serta mempengaruhi motilitas spermatozoa
dan fertilitas setelah kopulasi (Mohamad dkk, 2001).
Kelenjar asesoris rodentia dan mamalia pada umumnya terdiri atas
epididimis, vas deferens, sepasang vesikula seminalis, prostat dan
sepasang glandula Cowper (bulbourethralis). Epididimis adalah suatu
struktur memanjang yang bertaut rapat dari bagian bawah testis sampai
bagian atas testis dan di dalamnya terdapat duktus epididimis yang
berliku-liku. Epididimis dapat dibagi atas tiga bagian kepala, badan, dan
ekor (Akbar, 2010).
Saluran epididimis menghubungkan kelenjar testis dan vas deferens.
Epididimis berfungsi untuk pematangan spermatozoa dan sekaligus tempat
penyimpanan spermatozoa yang sudah matang (dewasa). Saluran
epididimis ini kemudian berhubungan langsung dengan saluran deferens
(vas deferens). Vas deferens atau duktus deferens mengangkut sperma dari
ekor epididimis ke uretra. Dindingnya mengandung otot-otot licin yang
penting dalam mekanisasi pengangkutan semen waktu ejakulasi. Pada
bagian ujung vas deferens ini dikelilingi oleh suatu pembesaran kelenjar-
kelenjar yang disebut ampula.
Sebelum masuk uretra vas deferens bergabung terlebih dahulu
dengan saluran pengeluaran vesikula seminalis dan membentuk duktus
ejakulatorius. Dari duktus ejakulatoris kemudian berlanjut ke uretra yang
merupakan saluran pengangkut sperma dari vas deferens ke penis.
Kelenjar-kelenjar lainnya selain epididimis adalah kelenjar bulbourethra
(kelenjar Cowper), kelenjar prostat dan vesika seminalis (Akbar, 2010).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bentuk, ukuran, dan keberadaan kelenjar-kelenjar ini bervariasi
bergantung pada jenis hewan. Pada tikus, selain kelenjar utama tersebut,
terdapat kelenjar koagulasi yang melekat pada kelenjar vesikularis. Selain
itu, kelenjar prostat tikus memiliki lobus dorsal, lateral dan ventral (Jesik
et al.,1982).
C. Alat Kelamin Luar atau Organ Kopulatoris (Akbar, 2010)
Organ kopulatoris tikus jantan adalah penis yang mempunyai tugas
ganda yaitu sebagai alat pengeluaran urin dan penyaluran semen ke dalam
saluran reproduksi tikus betina. Penis terdiri dari akar, badan dan ujung
bebas yang berakhir pada glans penis. Penis ditunjang oleh fascia dan
kulit. Badan penis terdiri dari korpus kavernosum penis yang relatif besar
dan diselimuti oleh suatu selubung fibrosa tebal bewarna putih, yaitu
tunika albugenia.
Di bagian ventral terdapat korpus kavernosum uretra, suatu struktur
yang relatif lebih kecil yang mengelilingi uretra. Di bagian dorsal terdapat
sporangium kavernosa yang bersifat seperti spons dan terdiri atas rongga-
rongga yang dapat dianggap sebagai kapiler-kapiler yang sangat membesar
dan bersambung dengan vena penis. Ereksi penis pada umumnya
disebabkan oleh pembesaran rongga-rongga ini oleh darah yang
berkumpul.
2.4.4.2 Spermatozoa
Menurut Rugh (1967) spermatozoa tikus putih jantan terdiri dari
bagian kepala, bagian tengah dan ekor. Kepala mempunyai kait dengan
panjang kira-kira 0,008 mm, bagian tengah pendek dan ekor sangat
panjang (rata-rata 0,1226 mm). Pada kepala terdapat akrosom yang
mengandung enzim hyluronidase yang berfungsi pada saat fertilisasi.
Didalam kepala terdapat inti. Ekor menyerupai bentukan flagellum dan
digunakan untuk pergerakan terutama pada saat ada didalam alat kelamin
betina.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.6 Anatomi spermatozoa manusia (Barret et al., 2010)
Proses pembentukan dan produksi spermatozoa di dalam testis
disebut spermatogenesis. Spermatozoa pada hewan pengerat lebih panjang
dari spesies mamalia lain termasuk manusia dan hewan domestik pada
umumnya (Krinke, 2000). Produksi sperma setiap hari pada tikus adalah
35,4 x 106/mL, tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni 45,5 x
106/mL (Ilyas, 2007).
Menurut Nalbandov (1990), spermatozoa yang abnormal akan
menurunkan fertilisasi tikus putih jantan. Beberapa sperma yang abnormal
diketahui ada yang bersifat genetik. Semua bagian spermatozoa (kepala,
leher dan ekor) dapat mengalami abnormalitas. Toelihere (1985)
mengklasifikasikan abnormalitas pada spermatozoa menjadi dua, yaitu
abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas spermatozoa primer
terjadi karena gangguan spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus
(Kesuma, 2013), sedangkan abnormalitas sekunder disebabkan karena
Gambar 2.7 Morfologi Spermatozoa Tikus (perbesaran 1000x)
(Halvaei et al., 2012)
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adanya gangguan proses pematangan spermatozoa dalam epididimis,
dimana spermatozoa mengalami serangkaian perubahan morfologi dan
fungsional seperti ukuran, bentuk, ultrastrutktur bagian tengah, DNA, pola
metabolisme, dan sifat membran plasma (Harlis, 2011).
Yatim (1982) mengungkapkan bahwa abnormalitas spermatozoa
dapat disebabkan oleh faktor hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi atau
penyakit. Rendahnya kadar hormon testosteron yang diproduksi oleh sel
Leydig dapat menghambat spermatogenesis dan dapat mengganggu
maturasi spermatozoa di dalam epididimis (Kesuma, 2013).
2.4.4.3 Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks dimana sel
germinativum primordial yang relatif belum berdiferensiasi,
spermatogonia (masing-masing mengandung komplemen diploid 46
kromosom), berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa (sperma) yang
sangat khusus dan dapat bergerak, masing-masing mengandung set
haploid 23 kromosom yang terdistribusi secara acak (Sheerwood, 2009).
Proses spermatogenesis ini terjadi di dalam tubulus seminiferus.
Tubulus seminiferus adalah suatu organ berbentuk saluran panjang
dan berkelok-kelok yang terdapat dalam lobulus testis. Di dalam tubulus
seminiferus inilah terdapat proses perkembangan sel-sel spermatogenik
yang membelah beberapa kali dan akhirnya berdiferensiasi untuk
menghasilkan spermatozoa (Ermayanti, 2016). Spermatogenesis terdiri
atas 3 fase yaitu mitosis, meiosis dan spermiogenesis (Junqueira,1995).
Perkembangan spermatogenium, spermatosit atau spermatid pada
tikus saling terintegrasi dan terorganisasi dengan baik pada daerah yang
sama dalam tubulus. Siklus epitel seminiferus dengan asosiasi sel yang
jelas disebut “stage of the cycle” yang dilambangkan dengan huruf romawi
I-XIV dan spermiogenesis dibagi atas 1-19 tahap (Krinke, 2000).
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8 Siklus Spermatogenesis Tikus. Tahapan siklus sel dalam
spermatogenesis tikus dimulai searah jarum jam dari kiri bawah A,
spermatogenium tipe A; In, spermatogenium tipe intermediate, B,
spermatogenium tipe B; R, resting spermatosit primer, L, Leptotene
spermatosit; Z, Zygotene spermatosit; P (I), P (VII), P (XII), awal
pertengahan dan akhir spermatosit pakiten. Angka romawi menunjukkan
tahap siklus dimana mereka ditemukan, DI, diplotene; II, spermatosit
sekunder; 1-19, langkah-langkah spermatogenesis. Diadaptasi dari
Clermount dengan sedikit modifikasi (1962) (Krinke, 2000).
Secara garis besar spermatogenium diklasifikasikan ke dalam tiga
jenis : tipe A, tipe intermediet dan tipe B. Spermatogonia tipe A ini dibagi
menjadi tipe AO (disebut juga sel induk) dan tipe A1-A4. Tipe
spermatogonium AO tetap pada membran basal di tubulus seminiferus dan
memiliki kemampuan untuk membelah menjadi dua sel anak, salah
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
satunya menjadi spermatogonium A1, yang seterusnya lebih lanjut dalam
proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel induk.
Pada tikus, spermatogenium A1 kemudian memiliki enam
pembelahan mitosis, dan kemudian menjadi spermatosit prelepton.
Spermatosit dalam fase meiosis, dimana berkembang menjadi leptotene,
zygoten dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di komponen
adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferus. Selama fase meiosis,
masing-masing spermatosit membelah menjadi satu dari empat spermatid
haploid, yang kemudian memasuki fase akrosom. Kondensasi inti dan
perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase eliminasi dan pelepasan
sitoplasma. Terdapat 14 tahapan siklus spermatogenesis yang terjadi di
dalam tubulus seminiferus tikus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan
setiap potongan melintang tubula menunjukkan tahapan yang seragam
yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai.
Tubulus seminiferus tikus dikarakterisasai oleh struktur ruas,
sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya
menunjukkan pola mosaik dibeberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12
hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap.
Spermatogenium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya
membentuk spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk
menyelesaikan tahap spermatogenesis (Krinke, 2000).
2.4.4.4 Pengendalian Hormon Terhadap Spermatogenesis
Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang
dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang
terlibat adalah testosteron, hormon lutein (LH), hormon perangsang folikel
(FSH : Follicle Stimulating Hormone), estrogen, dan hormon pertumbuhan
lainnya. Selain sebagai organ penghasil sperma, testis juga menghasilkan
hormon-hormon seperti testosteron, dihidrotestosteron, estradiol,
progesteron dan lain-lain (Speroff, Glaas RH, Kase NG, 1999).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
GnRH (gonadotropin-releasing hormone) merupakan suatu
peptida dengan 10 asam amino yang disekresi oleh neuron yang badan
selnya terletak di nukleus arkuata hipotalamus. GnRH kemudian diangkut
ke kelenjar hipofisis anterior dalam darah portal hipofisis dan merangsang
pelepasan dua jenis gonadotropin, LH dan FSH. Testosteron disekresi oleh
sel-sel interstisial Leydig di testis, namun hanya terjadi bila sel Leydig
dirangsang oleh LH dari kelenjar hipofisis anterior. Jumlah testosteron
yang disekresi meningkat kira-kira sebanding dengan jumlah LH yang ada.
FSH berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada
sel Sertoli di dalam tubulus seminiferus.
Salah satu komponen penting sekresi sel Sertoli adalah Androgen
Binding Protein (ABP). Protein ini mengikat androgen (yaitu, testosteron)
sehingga kadar hormon ini di dalam lumen tubulus seminiferus tetap
tinggi. Konsentrasi testosteron di dalam cairan tubulus seminiferus adalah
100 kali dibandingkan konsentrasinya di darah. Konsentrasi testosteron
yang tinggi ini esensial untuk mempertahankan produksi sperma. Sel
sertoli adalah tempat untuk mengontrol spermatogenesis oleh testosteron
Gambar 2.9 Kontrol Fungsi Testis (Sherwood, 2010)
200
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan FSH. Selain itu, sel sertoli juga mengeluarkan inhibin yang bekerja
sebagai umpan balik negatif untuk mengatur sekresi FSH (Sherwood
2014; Guyton 2014).
Faktor-faktor hormonal yang merangsang spermatogenesis
diantaranya (Guyton & Hall, 2014) :
1. Testosteron, disekresi oleh sel-sel Leydig yang terletak di interstisium
testis. Hormon ini penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel-sel
germinal testis, yang merupakan tahap pertama dalam pembentukan
sperma.
2. Hormon luteinisasi (Luteinizing Hormone), LH disekresi oleh kelenjar
hipofisis anterior, merangsang sel-sel Leydig untuk sekresi testosteron.
3. Hormon perangsang folikel (Follicle Stimulating Hormone), FSH juga
disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel
Sertoli; tanpa stimulasi ini, perubahan spermatid menjadi sperma
(proses spermatogenesis) tidak akan terjadi.
4. Estrogen, dibentuk dari testosteron oleh sel-sel Sertoli ketika sel
Sertoli dirangsang oleh FSH, juga penting untuk spermatogenesis.
5. Hormon pertumbuhan (dan sebagian besar hormon tubuh lainnya)
diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Growth
Hormone (GH) secara spesifik meningkatkan pembelahan awal
spermatogonia; bila tidak terdapat hormon pertumbuhan, seperti pada
hipofisis dwarfisme, proses spermatogenesis menjadi berkurang atau
tidak terjadi sama sekali sehingga menyebabkan infertilitas.
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Juli
2017.
3.1.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium yang berbeda, antara lain
pembuatan ekstrak dan penapisan fitokimia di Laboratorium Penelitian I,
pengujian parameter ekstrak di Laboratorium Kimia Obat dan
Laboratorium Penelitian II, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di
Laboratorium Animal House (AH) Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Pemakaian freeze dryer di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Pusat Penelitian Biologi dan pembuatan preparat histologi testis di
Laboratorium Patologi Klinik Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain blender
(Philips), timbangan analitik, alkohol meter, botol maserasi, vacuum
rotary evaporator (EYELA), labu ukur, gelas ukur, corong gelas, pipet
tetes, erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula, kapas, kertas
saring, aluminium foil, tabung reaksi, freeze dryer, botol timbang, kurs
silikat, oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific), timbangan hewan,
kandang hewan, tempat makan dan minum hewan, sonde oral, alat bedah
minor, syringe, mortar, alu, wadah pembiusan, kaca objek dan cover glass,
mikropipet, Hemositometer Improved Neubauer (NESCO), mikroskop
cahaya (Motic dan Epson), water bath, desikator.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.2 Bahan
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagian daun
dari tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.) yang dibuat dalam bentuk
ekstrak dengan pelarut etanol 90%. Daun kelor yang digunakan berupa
campuran dari daun kelor muda dan tua yang diperoleh dari daerah Tegal
Waru, Kelurahan Cinangneng, Kecamatan Ciampea, Bogor. Pengambilan
daun dilakukan pada 30 November 2016 pukul 03.45 WIB dengan
ketinggian tempat tumbuh tanaman 800 meter diatas permukaan laut.
Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan determinasi
daun kelor di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong. Tujuan dari determinasi ini untuk mengetahui
kebenaran bahan uji yang digunakan.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
aquadest, etanol 90%, pereaksi untuk penapisan fitokimia (etanol 70%,
HCl 2N, reagen dragendorf, pereaksi Meyer, serbuk Mg, asam asetat
anhidrat; asam sulfat pekat, FeCl3 0,1%, reagen Libermen-Burchard,
Kloroform), natrium karboksil metil selulosa untuk suspensi zat aktif
(ekstrak etanol 90% daun kelor), bahan untuk preparasi analisis sperma
(Normal Saline Water, larutan George, formalin).
3.2.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
Animal Facility and Modeling Provider Institut Pertanian Bogor (IPB)
yaitu tikus putih jantan strain Sprague-Dawley yang subur dan sehat
berumur 2-3 bulan dengan berat badan 250-350 gram.
3.3 Rancangan Penelitian
3.3.1 Besar Sampel
Penelitian yang akan dilakukan bersifat eksperimental rancang
acak lengkap (Experimental Completely Randomized Design) dengan 4
kelompok perlakuan berbeda, dimana masing-masing kelompok terdiri
dari 5 ekor tikus putih jantan Sprague-Dawley merujuk pada General
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional
Medicine (WHO, 2000). Jumlah hewan yang digunakan pada tiap
kelompok uji sekurang-kurangnya terdiri dari lima ekor. Dalam penelitian
ini digunakan sebanyak 20 ekor tikus. Untuk mengatasi terjadinya drop
out, maka hewan uji dilebihkan 20% atau dilebihkan 1 ekor tiap kelompok
(WHO, 2000).
3.3.2 Dosis Perlakuan
Hewan uji terbagi menjadi 4 kelompok, dimana satu kelompok
sebagai kontrol dan 3 kelompok dengan dosis perlakuan yang berbeda.
Penggunaan dosis merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Bachtiar
& Ghasani (2016) terhadap ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis
200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB. Dosis 200 mg/kgBB
ditetapkan sebagai dosis acuan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol 90%
daun kelor terhadap sistem reproduksi tikus jantan dengan penurunan dan
peningkatan dosis menjadi empat kalinya. Sehingga, dosis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 50 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 800
mg/kgBB. Perlakuan yang diberikan terdiri dari :
1. Kelompok I : Kelompok kontrol (tanpa perlakuan), sebanyak 5 ekor
tikus diberi pembawa natrium karboksi metil selulosa (Na CMC
0,25%), juga makan dan minum.
2. Kelompok II : Kelompok perlakuan dengan dosis rendah 50
mg/kgBB, sebanyak 5 ekor tikus diberi suspensi ekstrak etanol 90%
daun kelor (Moringa oleifera Lam.), serta makan dan minum.
3. Kelompok III : Kelompok perlakuan dengan dosis sedang 200
mg/kgBB, sebanyak 5 ekor tikus diberi suspensi ekstrak etanol 90%
daun kelor (Moringa oleifera Lam.), serta makan dan minum.
4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan dengan dosis tinggi 800
mg/kgBB, sebanyak 5 ekor tikus diberi suspensi ekstrak etanol 90%
daun kelor (Moringa oleifera Lam.), serta makan dan minum.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel. 3.1 Rancangan Penelitian
Kelompok Lama
Perlakuan Perlakuan
Bagian yang
Digunakan Pengukuran
I
Kontrol
15 hari Diberi
pembawa
Natrium
karboksil metil
selulosa (Na
CMC 0,25 %)
Diambil testis dan
epididimis tikus
jantan lalu
dikeluarkan
sperma dari
kauda epididimis
Konsentrasi
Spermatozoa,
Diameter
Tubulus
Seminiferus
II
50mg/kgBB
15 hari Diberi suspensi
ekstrak etanol
90% daun kelor
(Moringa
oleifera
Lam.) dengan
dosis 50 mg/kg
BB.
Diambil testis dan
epididimis tikus
jantan lalu
dikeluarkan
sperma dari
kauda epididimis
Konsentrasi
Spermatozoa,
Diameter
Tubulus
Seminiferus
III
200mg/kgBB
15 hari Diberi suspensi
ekstrak etanol
90% daun kelor
(Moringa
oleifera
Lam.) dengan
dosis 200
mg/kgBB.
Diambil testis dan
epididimis tikus
jantan lalu
dikeluarkan
sperma dari
kauda epididimis
Konsentrasi
Spermatozoa,
Diameter
Tubulus
Seminiferus
IV
800mg/kgBB
15 hari Diberi suspensi
ekstrak etanol
90% daun kelor
(Moringa
oleifera
Lam.) dengan
dosis 800
mg/kgBB.
Diambil testis dan
epididimis tikus
jantan lalu
dikeluarkan
sperma dari
kauda epididimis
Konsentrasi
Spermatozoa,
Diameter
Tubulus
Seminiferus
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)
Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan determinasi daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong untuk memastikan kebenaran
simplisia.
3.4.2 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Daun kelor segar sebanyak 18 kg dikumpulkan, kemudian dicuci
dengan air mengalir hingga bersih. Setelah dilakukan pencucian, daun
dikeringkan dengan cara kering angin. Daun kelor yang telah kering
dihaluskan menggunakan blender sampai tingkat kehalusan tertentu.
Sebanyak 2,4 kg serbuk halus daun kelor diperoleh. Metode ekstraksi
serbuk daun kelor dilakukan dengan cara dingin, yaitu maserasi. Pelarut
yang digunakan adalah etanol 90%.
Serbuk daun kelor dimasukkan dalam botol maserat gelap
kemudian direndam dengan pelarut etanol 90% hingga melewati batas
permukaan serbuk, sekitar tiga jari. Perendaman dilakukan selama tiga hari
dan sesekali dilakukan pengadukan pada suhu ruang. Maserat dipisahkan
dengan bantuan corong dan kertas saring, kemudian dikumpulkan dalam
botol yang ditutupi aluminium foil. Maserat kemudian diuapkan dengan
Vacuum Rotary Evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental daun kelor.
Proses maserasi ini diulang sampai maserat yang dihasilkan
berwarna pucat (mendekati tidak berwarna). Jika ekstrak kental belum
didapatkan, maka proses pemekatan dapat dilanjutkan dengan freeze dryer.
Ekstrak hasil freeze drying selanjutnya ditimbang dan dicatat beratnya.
Ekstrak kental daun kelor yang diperoleh dihitung rendemennya (%)
dengan membandingkan bobot ekstrak dengan bobot serbuk simplisia yang
digunakan.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3 Penapisan Fitokimia
Dalam penelitian ini, dilakukan identifikasi kandungan senyawa
kimia ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) seperti
alkaloid, flavonoid, terpenoida/steroida, tannin dan saponin.
1. Golongan Alkaloid (Depkes RI, 1995)
Sebanyak 100 mg ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 1 mL etanol 70%, lalu 1 mL asam klorida 2 N
dan 9 mL aquadest. Selanjutnya dipanaskan di atas penangas air
selama 2 menit, dan didinginkan. Filtrat yang diperoleh, disaring dan
ditampung. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya :
a. 2 tetes Dregendorf LP ditambahkan ke dalam larutan
percobaan, terbentuk endapan jingga coklat menandakan
adanya alkaloid (+)
b. 2 tetes Meyer LP ditambahkan kedalam larutan percobaan, jika
terbentuk endapan putih menggumpal atau kuning yang larut
dalam metanol menandakan adanya alkaloid (+) (Depkes RI,
1996; Farnsworth 1966).
2. Golongan Flavonoid
Sebanyak 100 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 1 mL etanol 70%. Ekstrak kemudian
ditambahkan serbuk Mg dan asam klorida pekat. Apabila terbentuk
warna oranye, merah, atau kuning menunjukkan bahwa ekstrak positif
mengandung flavonoid (Arifin Helmi, 2006).
3. Golongan Terpenoid
Uji Salkowski :Sebanyak 100 mg ekstrak secara terpisah
dikocok dengan kloroform (20 mL) dilanjutkan dengan
penambahan asam sulfat pekat (2 mL) sepanjang pinggiran
tabung reaksi, warna coklat kemerah-merahan yang muncul
pada permukaan menandakan adanya terpenoid (Iqbal et al.,
2015).
Beberapa mg ekstrak yang ditambahkan 1 ml etanol 70%
dilarutkan dalam 5 mL eter ke dalam cawan penguap.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kemudian diuapkan hingga kering. Larutan pereaksi yang
terdiri dari campuran 10 tetes asam asetat anhidrat, dan 5 tetes
asam sulfat pekat disiapkan, lalu ditambahkan ke dalam residu.
Ekstrak yang mengandung terpen akan membentuk warna
merah-hijau-violet-biru (Farnsworth, 1966, Ramya, B. Shiney
dan P. Ganesh, 2012).
4. Golongan Tannin
Sebanyak 0.5 g ekstrak dicampurkan ke dalam air destilasi (10
mL) dan kemudian disaring. Beberapa tetes FeCl3 5% ditambahkan.
Apabila terbentuk warna hitam atau biru kehijauan atau ada endapan
maka ekstrak positif menghasilkan tannin (Iqbal et al, 2015).
5. Golongan Saponin
Sebanyak 100 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 1 mL etanol 70 %. Ekstrak lalu ditambahkan
10 mL air panas dan didinginkan. Kemudian ekstrak dikocok secara
vertikal selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit. Apabila
terbentuk buih setinggi 1 cm dan buih tidak hilang setelah
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, hal ini menunjukkan adanya
saponin (Depkes RI, 1995).
6. Golongan Steroid dan Triterpen
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1
mL etanol 70%. Kemudian ke dalam ekstrak ditambahkan pereaksi
Lieberman-Buchard. Apabila terdapat warna biru kehijauan
menunjukkan adanya steroid, sedangkan adanya triterpenoid ditandai
dengan terbentuknya warna merah, merah muda, atau ungu
(Farnsworth, 1966).
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4 Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak
1. Parameter Spesifik
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), pengujian parameter
spesifik meliputi :
a. Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak bertujuan untuk memberikan identitas dari nama
dan senyawa secara objektif. Deskripsi tata nama diantaranya nama
ekstrak, nama latin tumbuhan (sistematika botani), bagian
tumbuhan yang digunakan, nama Indonesia tumbuhan.
b. Organoleptis
Secara organoleptis, pengujian dilakukan menggunakan panca
indera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai
berikut :
Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair
Warna : kuning, coklat, dll.
Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
2. Parameter Non Spesifik
a. Penetapan Kadar Air
Lebih kurang 1 gram sampai 2 gram ekstrak ditimbang secara
seksama dan dimasukkan ke dalam botol timbang yang dangkal
bertutup yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 1050C selama 30
menit sebelumnya. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol
timbang. Apabila ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, dapat
diratakan dengan pengaduk. Selanjutnya dimasukkan ke dalam ruang
pengering, tutupnya dibuka, keringkan hingga bobotnya tetap pada
suhu 1050C selama 5 jam. Lanjutkan pengeringan dan ditimbang pada
jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut
tidak lebih dari 0,25% (Departemen Kesehatan RI, 2000).
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Kadar Abu (Departemen Kesehatan RI, 2000)
Ekstrak ditimbang seksama sebanyak 2 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah ditara, dipijarkan di
dalam tanur dan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600o±25
oC
sampai bebas karbon. Selanjutnya, didinginkan dalam desikator, serta
ditimbang. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji dan ini
dinyatakan dalam % b/b (Guntarti, dkk 2015).
3.4.5 Penyiapan Hewan Uji
Dalam penelitian ini, hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan
yang fertil dan sehat strain Sprague-Dawley. Sebelum dilakukan
percobaan, disiapkan tempat pemeliharaan hewan uji diantaranya
kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus jantan
diaklimatisasi di Laboratorium Animal House Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama lebih kurang 2
minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru.
Makan dan minum diberikan ad libitum. Pengamatan kondisi secara
umum hewan uji dilakukan dan berat badannya ditimbang selama proses
aklimatisasi.
3.4.6 Pemberian Perlakuan
Pada penelitian ini, sebanyak 20 ekor tikus jantan dibagi dalam 4
kelompok pengujian dengan perlakuan yang berbeda. Pemberian dosis
sesuai dengan jenis perlakuan yang tertera pada tabel rancangan
perlakuan. Ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
diberikan secara oral satu kali sehari setiap pagi hari menggunakan
sonde selama 15 hari yang mengacu pada WHO dalam Dehghan et al
(2005) dengan rincian sebagai berikut :
1. Kelompok I diberikan suspensi Natrium CMC 0,25%.
2. Kelompok II dosis rendah ekstrak daun kelor, yaitu 50 mg/kgBB
yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC 0,25%.
3. Kelompok III dosis sedang ekstrak daun kelor, yaitu 200 mg/kgBB
yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC 0,25%.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Kelompok IV dosis tinggi ekstrak daun kelor, yaitu 800 mg/kgBB
yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC 0,25%.
3.4.7 Pengujian Parameter Aktivitas
1. Konsentrasi Spermatozoa
Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara
mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang
didapat diletakkan dalam cawan penguap yang berisi cairan NaCl
sebanyak 500 µL. Spermatozoa dimasukkan kedalam kamar
(Hemasitometer) Neubauer hingga kamar Neubauer terisi rata. Kemudian
dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubaeur dan
selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak
yang akan dihitung, sesuai dengan jumlah spermatozoa yang telah
diketahui (Tabel 3.2) (Ilyas, 2007).
Tabel 3.2 Pengenceran yang dilakukan dan Jumlah Kotak yang Dihitung
No Jumlah Spermatozoa dalam 1
kotak
Faktor
Pengenceran
Kotak kecil
yang dihitung
1 >40 50 kali 5
2 15-40 20 kali 10
3 ≤15 10 kali 25
Dari sejumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan
pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah yang terhitung. Adapun
caranya sperti yang tertera pada tabel 3.3 (Ilyas, 2007).
Tabel 3.3 Cara Pengenceran Spermatozoa
No Pengenceran Pembuatan Pengenceran
1 50 kali a. 980 µL larutan George + 20 µL
Spermatozoa
b. 2.450 µL larutan George + 50 µL
Spermatozoa
2 20 kali 950 µL larutan George + 50 µL Spermatozoa
3 10 kali a. 900 µL larutan George + 100 µL
Spermatozoa
b. 450 µL larutan George + 50 µL
Spermatozoa
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah dilakukan pengenceran, spermatozoa kembali dihitung
sesuai dengan jumlah kotak yang dihitung. Kemudian dilakukan
perhitungan konsentrasi spermatozoa sesuai rumus berikut (Ilyas, 2007).
Kosentrasi spermatozoa
Keterangan : n merupakan jumlah spermatozoa yang dihitung.
Angka 10.000 merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp
menunjukkan faktor pengenceran. Angka 25 adalah total kotak kecil yang
terdapat dalam kamar hitung Neubauer. K adalah kotak kecil yang
dihitung pada saat pengenceran. vNaCl merupakan volume NaCl fisiologis
(ml) yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa
(juta/ml) dari kauda epididimis yang dapat dilihat dari tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4 Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No Jumlah Kotak yang
Dihitung Rumus Konsentrasi Spermatozoa
1 5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5
2 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5
3 25 n x 10.000 x 10 x 0,5 x 0,5
2. Diameter Tubulus Seminiferus
Pengukuran diameter tubulus seminiferus dilakukan dengan terlebih
dahulu membuat preparat histologi testis tikus. Preparat dilihat dibawah
mikroskop perbesaran 100x. Pengukuran dilakukan dengan mengukur
jarak antara dua titik yang berseberangan pada garis tengahnya yang
terpendek, dan mengukur jarak terjauh antara titik yang bersebrangan,
kemudian dibagi dua. Titik tersebut berada pada membran basalis tubulus
seminiferus. Tubulus yang dipilih adalah tubulus yang memiliki
penampang bulat dengan ukuran yang kurang lebih sama. Tiap masing-
masing preparat diukur minimal 10 tubulus. Hasil pengukuran dinyatakan
dalam satuan mikrometer (μm) (Turk, 2007; Wahyuni, 2012; Cholifah et
al., 2014).
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.8 Uji Intromission latency dan Intromission Frequency
Tikus jantan dimasukkan ke dalam kandang khusus dengan
pencahayaan yang rendah (redup). Kemudian tikus betina perlahan-lahan
dimasukkan ke dalam kandang yang sama. Penelitian dilakukan pada hari ke
15 pengamatan pukul 20.00 WIB selama 30 menit, seekor tikus jantan dan
seekor tikus betina dari tiap kelompok dimasukkan ke dalam kandang.
Parameter yang diamati adalah Intromission Latency (IL) yaitu interval
waktu dari perkenalan pada hewan betina sampai intromisi pertama oleh
hewan jantan dan Intromission Frequency (IF) yaitu jumlah intromisi dari
waktu perkenalan pada hewan betina sampai ejakulasi (Deshmukh & Bhagat,
2016).
3.4.9 Analisis Data
Data hasil percobaan dianalisis untuk melihat konsentrasi
spermatozoa, diameter tubulus seminiferus dan aktivitas seksual
(intromission latency dan intromission frequency). Analisis data secara
statistik dilakukan untuk mengantisipasi perbedaan hasil diantara
perlakuan masing-masing kelompok uji (WHO, 1993). Data yang
diperoleh diolah dengan menggunakan program pengolahan data statistik
SPSS 22 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik
(one-way ANOVA atau uji nonparametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil
analisis data menunjukkan perbedaan yang signifikan (p≤0,05) maka dapat
dilanjutkan dengan uji multiple comparison tipe LSD (Least Significant
Different).
43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa tanaman ini adalah benar tanaman kelor
(Moringa oleifera Lam.) famili Moringaceae. Surat pernyataan
determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.2 Ekstraksi
Sebanyak 18 kg daun kelor segar yang diperoleh dari daerah
Tegalwaru, Kelurahan Cinangneng, Kecamatan Ciampea, Bogor, dicuci
terlebih dahulu dan dikeringanginkan. Setelah dilakukan pengeringan,
daun dihaluskan dengan blender hingga diperoleh serbuk daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) sebanyak 2,4 kg. Serbuk yang diperoleh
dimaserasi dengan pelarut etanol 90% sebanyak 20,5 L secara berulang.
Proses maserasi dihentikan sampai maserat berwarna pucat atau lebih
bening dari hasil pertama kali maserasi. Maserat kemudian dipekatkan
dengan vacuum rotary evaporator. Ekstrak kental yang dihasilkan belum
memenuhi persyaratan kadar air, sehingga dilanjutkan proses kering beku
(freeze dry) di Laboratorium Fitokimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Cibinong. Rendemen yang diperoleh adalah sebesar
21,97%. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 8.
4.1.3 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa
oleifera Lam.) dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder
yang terdapat dalam daun kelor. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol
90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) menunjukkan bahwa ekstrak
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid dan
terpenoid. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor
Golongan Senyawa Hasil Keterangan
Alkaloid Pereaksi Dragendorf
endapan merah
Pereaksi Meyer keruh
+
Flavonoid Terbentuk warna oranye +
Saponin Terbentuk busa dan tidak
menghilang setelah
penambahan HCl pekat
+
Tannin Terbentuk warna hijau
kecoklatan
+
Terpenoid Terbentuk warna hijau +
Steroid Terbentuk warna biru
kehijauan
+
4.1.4 Parameter Standar
Pengujian parameter standar ekstrak etanol 90% daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) meliputi parameter spesifik dan non spesifik.
Parameter spesifik berupa identitas ekstrak dan organoleptik. Parameter
non spesifik meliputi kadar air dan kadar abu. Hasil pengujian kadar air
melebihi yang dipersyaratkan yaitu sebesar 12,02%. Hasil dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Parameter Standar Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor
Parameter Hasil
Spesifik
Identitas ekstrak
Nama latin tumbuhan
Bagian yang digunakan
Nama Indonesia tumbuhan
Moringa oleifera Lam
Daun
Tanaman Kelor
Organoleptik
Bentuk
Bau
Warna
Rasa
Kental
Khas
Hijau kecoklatan
Pahit
Non
Spesifik
Kadar air 12,04 %
Kadar abu 8,3 %
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Kontrol 50 mg/kg/BB 200 mg/kg/BB 800 mg/kg/BB
Bobot Badan Hewan Uji
4.1.5 Pengukuran Bobot Badan Tikus
Hasil pengukuran bobot badan tikus semua kelompok uji dibuat
dalam bentuk grafik. Berdasarkan grafik, terlihat bahwa bobot badan tikus
kelompok kontrol, dosis rendah (50 mg/kgBB), dosis sedang (200
mg/kgBB) dan dosis tinggi (800 mg/kgBB) cenderung stabil selama 15
hari. Hasil bobot badan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Bobot Badan Hewan Uji
4.1.6 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa tikus jantan setelah 15
hari pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
No. Kelompok perlakuan Rerata Konsentrasi Spermatozoa
(juta/mL)±SD
1. Kontrol 13,87 ± 2,55
2. 50 mg/kgBB 17,12 ± 5,12
3. 200 mg/kgBB 20,37 ± 5,78
4. 800 mg/kgBB 28,00 ± 10,21*
Keterangan : Angka yang diikuti tanda* menunjukkan perbedaan
bermakna terhadap kelompok kontrol (p≤0,05) pada taraf kepercayaan
95%
Hari
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji
Bo
bo
t (g
ram
)
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13.88
17.13
20.38
28
0
5
10
15
20
25
30
kontrol 50 mg/kgBB 200 mg/kgBB 800 mg/kgBB
Ko
nse
ntr
asi S
per
mat
ozo
a (1
06/m
l)
Kelompok Perlakuan
Konsentrasi Spermatozoa
Dari grafik berikut, dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak etanol
90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) selama 15 hari menunjukkan
adanya peningkatan konsentrasi spermatozoa hewan uji seiring dengan
peningkatan dosis.
Data konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dilakukan uji
normalitas (Shapiro-Wilk) dan homogenitas (Levene). Hasil uji
menunjukkan bahwa data konsentrasi spermatozoa hewan uji terdistribusi
normal (p≥0,05) dan homogen (p≥0,05). Data selanjutnya diuji dengan
menggunakan one-way ANOVA.
Hasil varian yang dilakukan terhadap data rerata konsentrasi
spermatozoa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna
(p≤0,05) konsentrasi spermatozoa antara semua kelompok perlakuan
dengan nilai signifikansi sebesar 0,021 (p≤0,05). Oleh karena itu, uji
dilanjutkan dengan LSD/BNT. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi spermatozoa kelompok
kontrol dengan kelompok uji dosis tinggi 800 mg/kgBB (p≤0,05).
Gambar 4.2 Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa Hewan Uji
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
203.164 206.159 193.138 198.811
0
50
100
150
200
250
kontrol 50 mg/kgBB 200 mg/kgBB 800 mg/kgBB
Re
arat
a D
iam
ete
r Tu
bu
lus
Kelompok Perlakuan
Diameter Tubulus Seminiferus
4.1.7 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada kelompok
yang mendapat perlakuan dan yang tidak mendapat perlakuan ekstrak
etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) selama 15 hari dapat
dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji
No. Kelompok perlakuan Rata-rata Diameter Tubulus
Seminiferus (µm) ± SD
1. Kontrol 203,16±9,90
2. 50 mg/kgBB 206,159±12,70
3. 200 mg/kgBB 193,138±15,35
4. 800 mg/kgBB 198,811±9,80
Data rerata diameter tubulus seminiferus hewan uji diperoleh
dengan cara mengukur minimal sepuluh tubulus seminiferus pada preparat
histologi testis menggunakan mikroskop perbesaran 100x. Jarak yang
diukur adalah jarak antara dua titik yang berseberangan pada garis
tengahnya yang terpendek, dan mengukur jarak terjauh antara titik yang
bersebrangan, kemudian dibagi dua. Hasil pengukuran dinyatakan dalam
mikrometer (µm).
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Data pengukuran diameter tubulus seminiferus testis diuji
normalitas dan homogenitasnya dengan Shapiro-Wilk dan Levene. Hasil
uji menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen sesuai nilai
yang dipersyaratkan (p≥0,05). Data diameter tubulus seminiferus
selanjutnya diuji dengan statistika parametrik one way ANOVA. Hasil
varian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna
(p≥0,05) antara kelompok dosis 50 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 800
mg/kgBB terhadap kontrol dengan nilai signifikansi sebesar 0,385
(p≥0,05).
4.1.8 Pengamatan Intromission Latency dan Intromission Frequency
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Intromission
Kelompok
Perlakuan
n
(jumlah tikus)
Parameter
Intromission Latency
(menit)
Intromission
Frequency
Kontrol 1 24.00 1
50 mg/kgBB 1 05.52 14
200 mg/kgBB - - -
800 mg/kgBB - - -
Data intromission latency dan intromission frequency tikus yang
diperoleh dilakukan analisis uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) dan
homogenitas (Levene). Hasil analisis uji menunjukkan bahwa data tidak
terdistribusi normal dan tidak homogen (p≤0,05). Hal ini disebabkan
karena data yang dihasilkan kurang memenuhi persyaratan statistik
sehingga tidak dapat dianalisa. Oleh karena itu, dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis. Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang
diperoleh sebesar 0,317 (p≥0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan
secara bermakna antara semua kelompok perlakuan terhadap intromission
latency dan intromission frequency.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, aktivitas ekstrak etanol 90% daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) dievaluasi terhadap konsentrasi spermatozoa,
diameter tubulus seminiferus, intromission latency dan intromission
frequency yang diberikan pada tikus Sprague Dawley jantan secara in vivo
selama 15 hari.
Tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.) telah digunakan secara
luas untuk mengobati berbagai macam penyakit. Tanaman yang disebut
sebagai super nutrisi ini diketahui memiliki efek farmakologis sebagai
peningkat fertilitas (Khalifa et al., 2016) dan juga efek antifertilitas
(Owolabi dan Ogunnaike, 2014). Bagian dari tanaman uji yang digunakan
adalah daun kelor (Moringa oleifera Lam). Tanaman kelor sebelum
dikumpulkan terlebih dahulu dideterminasi di Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Adapun tujuan
determinasi tanaman ini adalah untuk mengetahui kebenaran tanaman uji
yang digunakan. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang
digunakan adalah benar daun kelor (Moringa oleifera Lam.) yang
merupakan famili Moringaceae. Daun kelor diambil pada tanggal 30
November 2016, pukul 03.45 WIB yang diperoleh dari daerah Tegalwaru,
Kelurahan Cinangneng, Kecamatan Ciampea, Bogor dengan ketinggian
800 meter diatas permukaan laut. Daun yang diambil merupakan
campuran dari daun kelor muda maupun tua.
Penelitian ini menggunakan 2,4 kg serbuk daun kelor (Moringa
oleifera Lam.) yang diperoleh dari proses pengeringan dan penghalusan 18
kg daun kelor segar. Metode ekstraksi yang dipilih adalah maserasi.
Kelebihan dari metode ini yaitu efektif untuk senyawa yang tidak tahan
panas, teknik dan peralatan relatif sederhana, murah dan mudah didapat
(Sarker et al., 2006). Serbuk daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
dimaserasi menggunakan pelarut etanol. Penggunaan etanol sebagai
pelarut karena dinilai aman untuk dikonsumsi manusia, memiliki titik
didih yang rendah, tidak beracun dan tidak berbahaya, ekonomis serta
kemampuannya melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar,
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
semi polar dan non polar (Do et al., 2014). Konsentrasi etanol yang
digunakan adalah sebesar 90%. Pemilihan konsentrasi tersebut merujuk
pada hasil penapisan fitokimia yang dilakukan oleh Patel et al (2014),
dimana diketahui adanya golongan senyawa yang dapat mempengaruhi
fertilitas yaitu alkaloid, flavonoid, steroid, saponin dan tannin. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Bachtiar dan Ghasani (2016) yang menggunakan
etanol 90% untuk maserasi serbuk daun kelor (Moringa oleifera Lam).
Serbuk daun kelor direndam dalam botol maserasi gelap dan pada
tempat yang terlindung cahaya. Pengadukan dilakukan secara berulang
pada temperatur ruang (suhu kamar) dan cairan penyari diganti setiap tiga
hari sekali. Hasil maserasi dipisahkan dengan filtrat menggunakan kapas
dan kertas saring. Filtrat selanjutnya dipekatkan untuk mendapatkan
ekstrak kental daun kelor. Pemekatan filtrat daun kelor menggunakan alat
vacuum rotary evaporator dengan suhu penangas air 51oC dan kecepatan
rotor 7. Ekstrak yang diperoleh ditimbang dan disimpan dalam lemari
pendingin, kemudian dilakukan proses kering beku (freeze dry) di Pusat
Penelitian Biologi-LIPI, Bogor untuk mengurangi kadar air ekstrak.
Hasil akumulasi ekstrak kental daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
yang didapatkan sebesar 527,433 gram, kemudian dihitung rendemennya
dengan cara membandingkan bobot ekstrak yang didapat terhadap bobot
serbuk simplisisa awal. Nilai rendemen yang diperoleh sebesar 21,79%,
sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan rendemen yang didapatkan
oleh Bachtiar dan Ghasani (2016) dengan tanaman uji yang sama, yakni
sebesar 20,0%.
Pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik dilakukan pada
ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.). Parameter
spesifik meliputi identitas ekstrak dan organoleptis. Identitas ekstrak yang
diperoleh menyatakan bahwa ekstrak bernama Moringa oleifera folium
yang didapat dari tanaman Moringa oleifera Lam. atau di Indonesia
dikenal dengan tanaman kelor. Pengujian organoleptis dilakukan dengan
bantuan pancaindera tujuannya untuk pengenalan awal esktrak yang
dihasilkan secara sederhana dan seobyektif mungkin (Ratnani, 2015),
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) memiliki tekstur kental, berwarna hijau kecoklatan, berasa pahit dan
berbau ekstrak yang khas. Parameter non spesifik ekstrak yang dilakukan
adalah kadar air dan kadar abu.
Uji kadar air ekstrak bertujuan untuk memberikan batasan minimal
atau rentang besarnya kandungan air di dalam bahan uji (Depkes RI,
2000). Hasil kadar air ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) setelah dilakukan proses kering beku (freeze dry) adalah 12,04%,
lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar air yang didapatkan oleh
Bachtiar dan Ghasani (2016) terhadap ekstrak dan konsentrasi yang sama,
yaitu sebesar 15,17%. Menurut BPOM RI tahun 2014, syarat kadar air
suatu ekstrak adalah ≤10%. Alegantina et al (2013) dalam penelitiannya
terhadap ekstrak etanol 70% daun kelor juga memperoleh kadar yang
melebihi persyaratan, yaitu 15,68%. Hingga saat ini, belum dilakukan
standarisasi terhadap ekstrak etanol daun kelor terkait karakteristik kadar
air yang dimilikinya. Meskipun kadar air ekstrak etanol daun kelor
melebihi batas kadar air yang ditetapkan ≤10%, tidak ditemukan adanya
pertumbuhan jamur selama penyimpanan ekstrak. Ekstrak etanol 90%
daun kelor disimpan di lemari pendingin pada suhu 4oC selama 4 bulan.
Uji kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Bachtiar dan Ghasani (2016)
mendapatkan kadar abu ekstrak etanol 90% daun kelor sebesar 3,26%,
sementara pada penelitian ini diperoleh kadar abu sebesar 8,39%. Nilai ini
memenuhi persyaratan batas kadar abu ekstrak secara umum ≤10%.
Pada ekstrak dilakukan penapisan fitokimia terhadap golongan
alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, steroid dan terpenoid. Penapisan
fitokimia bertujuan untuk menguji keberadaan golongan senyawa tertentu
yang mungkin bertanggungjawab terhadap aktivitas ekstrak ini. Hasil yang
diperoleh adalah ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, tannin
dan terpenoid. Keberadaan senyawa-senyawa tersebut juga dikemukakan
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
oleh Patel et al (2014) dalam penelitiannya terhadap ekstrak etanol 90%
daun kelor.
Beberapa komponen spesifik yang ditemukan dalam Moringa
oleifera Lam. telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antikanker,
hipotensif dan antibakteri, yang meliputi 4-(4’-O-asetil-α-L-rhamno-
piranosiloksi) benzil isotiosianat, 4-(α-L-rhamnopiranosiloksi) benzil
isotiosianat, niazimicin, pterygospermin, benzil isotiosianat, 4-(α-L-
rhamnopiranoksiloksi) dan benzil glukosinolat (Fahey et al., 2005).
Namun khasiatnya terhadap sistem reproduksi jantan hingga kini belum
diketahui.
Desain penelitian ini adalah eksperimental rancang acak lengkap
(Experimental Completely Randomized Design). Pengkajian etik terlebih
dahulu dilakukan sebelum hewan uji diberi perlakuan tujuannya untuk
memastikan bahwa prosedur dan metode penelitian telah sesuai dengan
etika hewan yang berlaku. Pengkajian etik hewan uji dilakukan oleh
Komisi Kaji Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba.
Hasil menunjukkan bahwa metode dan prosedur penelitian telah lulus kaji
dan sesuai dengan etika hewan uji, hasil dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
jantan galur Sprague Dawley yang berusia 3,5-4 bulan. Jumlah hewan uji
sebanyak 20 ekor dengan bobot badan 250-350 gram. Pemilihan galur
Sprague Dawley didasarkan pada sifat hewan yang tenang dan mudah
dikendalikan. Galur ini juga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi
ditandai dengan jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak
dibandingkan galur lain (Wilkinson et al., 2000). Hewan uji dibagi
menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan
dengan dosis masing-masing 50 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 800
mg/kgBB dengan jumlah tikus 5 ekor tiap kelompok. Pengelompokkan
hewan uji didasarkan pada pedoman WHO (2000) dalam Research
Guidelines for Evaluation The Safety and Efficacy of Herbal Medicine,
dimana setiap kelompok terdiri dari sekurang-kurangnya 5 ekor hewan
untuk penelitian yang menggunakan hewan pengerat. Penggunaan dosis
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merujuk pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bachtiar &
Ghasani (2016) terhadap ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis 200
mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB. Dosis 200 mg/kgBB
ditetapkan sebagai dosis acuan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol 90%
daun kelor terhadap reproduksi tikus jantan dengan penurunan dan
peningkatan dosis menjadi empat kalinya. Osman et al., (2015)
melaporkan bahwa uji toksisitas akut ekstrak etanol daun kelor yang
dilakukan pada hewan tikus sebesar 6616,67 mg/kgBB. Oleh karena itu,
dosis yang diberikan pada penelitian ini dinilai aman dan tidak
menyebabkan toksisitas.
Aklimatisasi hewan uji dilakukan selama 2 minggu sebelum
diberikan perlakuan yang bertujuan untuk proses seleksi hewan uji mana
yang memenuhi persyaratan dan sebagai adaptasi terhadap kondisi
lingkungannya yang baru. Setiap kelompok ditempatkan pada kandang
yang berbeda-beda. Pengamatan kondisi fisik hewan secara umum dan
penimbangan bobot badan dilakukan setiap hari selama aklimatisasi.
Ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) diberikan
kepada hewan uji selama 15 hari, merujuk pada protokol WHO-MB-50
tahun 1983 yang diacu dalam Dehghan et al (2005). Pemberian ekstrak
melalui rute oral dengan bantuan sonde (alat pencekok oral). Adapun
volume pemberian ekstrak yang diberikan menyesuaikan bobot badan
tikus yang ditimbang setiap hari sebelum perlakuan. Sediaan bahan uji
dibuat dalam bentuk suspensi ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa
oleifera Lam.) dengan bahan pembawa Na CMC. Pemilihan Na CMC
sebagai pembawa didasarkan pada sifatnya yang tidak toksik dan tidak
mempengaruhi sistem reproduksi tikus (Ghasani, 2016). Berdasarkan uji
toksisitas akut yang dilakukan FDA (1973), pemberian Na CMC kepada
tikus, hamster dan kelinci sebanyak 3g/kg secara oral tidak memberikan
efek toksik. Pada uji reproduksi tikus jangka panjang, Na CMC dapat
menjadi pembawa yang sesuai sebagai suspending agent secara oral (Fritz
dan Becker, 1981). Menurut Handbook of Pharmaceutical Excipient
(2009), pada rentang konsentrasi 0,1-1% Na CMC dapat digunakan
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai oral solution. Hasil optimasi menunjukkan bahwa ekstrak etanol
90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) terdispersi dengan baik pada
konsentrasi 0,25% Na CMC sebagai pembawa ekstrak.
Bobot badan tikus semua kelompok uji menunjukkan peningkatan
yang cenderung stabil selama 15 hari. Hal ini berarti bahwa dosis yang
digunakan tidak memiliki efek pada proses metabolik yang selanjutnya
mungkin dapat berpengaruh pada hormon dan bobot badan (Cajuday dan
Poscidio, 2010). Awodele et al pada tahun 2011 juga melaporkan bahwa
pemberian ekstrak daun kelor dosis 250 sampai 1500 mg/kg secara oral
tidak menunjukkan perbedaan bobot badan tikus yang bermakna antara
kelompok uji dan kelompok kontrol.
Pada hari ke-16, dilakukan pembedahan hewan uji. Tikus
dikorbankan dengan cara dibius menggunakan eter. Kemudian dilakukan
pembedahan dan diambil organ testis serta kauda epididimisnya. Kauda
epididimis berperan penting untuk penyimpanan sperma yang matang dan
diperkirakan jumlah spermatozoa yang telah matang paling banyak berada
di bagian ini (Suckow, 2006). Sementara organ testis digunakan untuk
pengukuran diameter tubulus seminiferus. Organ testis dibuat dalam
bentuk preparat histologi, dimana sebelumnya telah direndam dalam
larutan formalin 10% dengan tujuan untuk mengawetkan jaringan. Testis
tersusun atas lobus-lobus seminiferus, yaitu tempat spermatogenesis
berlangsung sehingga pengukuran diameter tubulus seminiferus dapat
dilakukan dengan pembuatan preparat histologi testis (Ghasani, 2016).
Kauda epididimis digunakan untuk pengamatan kualitas sperma,
yaitu konsentrasi spermatozoa. Kauda epididimis yang telah diambil dari
hewan uji terlebih dahulu dipisahkan dari organ testis, kemudian
dibersihkan dari lemak dan diletakkan dalam cawan uap yang telah berisi
larutan NaCl fisiologis. NaCl fisiologis sering digunakan sebagai bahan
pengencer semen karena fungsinya yang dapat mempertahankan pH semen
dalam suhu kamar, memberikan sifat buffer, bersifat isotonis dengan
cairan sel, dan melindungi spermatozoa terhadap coldshock (Rahardhianto
et al., 2012). Larutan NaCl yang bercampur dengan plasma semen serta
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spermatozoa secara seimbang mampu menciptakan suasana yang isotonis
dan dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa (Wijayanti et al.,
2013).
Spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis dengan cara
menusuk kauda menggunakan spuit dan pinset. Spermatozoa kemudian
dibuat menjadi suspensi dengan larutan NaCl fisiologis. Suspensi
spermatozoa ini digunakan untuk menghitung konsentrasi spermatozoa.
Aktivitas ekstrak etanol 90% daun kelor juga dievaluasi melalui
pengukuran diameter tubulus seminiferus dan pengamatan perilaku
seksual tikus jantan, yaitu intromission latency dan intromission
frequency.
a) Konsentrasi Spermatozoa
Dari beberapa pengujian penting terkait analisis kualitas semen,
konsentrasi spermatozoa merupakan salah satu indikator dalam menilai
potensi kesuburan pria (Anandakumar et al., 2013). Konsentrasi
spermatozoa sering digunakan untuk mengukur produksi sperma,
fungsi testis dan fertilitas pada pria (Dorostghoal et al., 2013). Pada
umumnya, hemasitometer digunakan dalam menentukan jumlah
sperma epididimial (Stader et al., 1996). Penentuan konsentrasi sperma
dengan hemasitometer adalah dasar utama untuk menentukan apakah
suatu sampel normal dan memprediksi apakah suatu individu subur.
Perhitungan dengan hemasitometer sudah menjadi metode standar
untuk mengukur konsentrasi spermatozoa (Freud & Carol, 1964 dalam
Luthfi 2013).
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa menggunakan
kamar hitung Neubauer menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi
spermatozoa tikus jantan yang diberikan ekstrak etanol 90% daun
kelor (Moringa oleifera Lam.) selama 15 hari. Peningkatan konsentrasi
spermatozoa terjadi pada semua kelompok uji, baik pada dosis rendah
(50 mg/kgBB), dosis sedang (200 mg/kgBB) maupun dosis tinggi (800
mg/kgBB). Hasil analisis LSD menunjukan bahwa konsentrasi
spermatozoa dosis tinggi (800 mg/kgBB) memberikan perbedaan yang
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermakna (p≤0,05) bila dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi
spermatozoa pada kelompok kontrol yaitu 13,87 x 106/ml dimana nilai
ini termasuk ke dalam kategori fertil >13,5 x 106/ml (Guzick, 2001).
Hasil yang sama dilaporkan oleh Dafaalla et al (2015) dimana
pemberian ekstrak etanol 85% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
dosis 200 mg/kgBB selama 30 hari dapat meningkatkan konsentrasi
spermatozoa tikus jantan. Priyadarshani dan Varma pada tahun 2014
juga melaporkan adanya peningkatan konsentrasi spermatozoa secara
bermakna pada kelompok mencit yang mengalami hiperglikemi dan
diberikan serbuk daun kelor dosis 200 mg/kgBB selama 21 hari.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Akunna et al (2012) menunjukkan
bahwa tikus jantan yang diinduksi kromium dan secara bersama-sama
diberikan ekstrak daun kelor dosis 50 mg/kg selama 100 hari dapat
meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Peningkatan konsentrasi
spermatozoa secara bermakna juga ditunjukkan pada tikus cryptorchid
yang diberikan ekstrak metanol daun kelor dosis 200 mg/kgBB selama
15 hari (Afolabi et al., 2013). Telah diteliti juga bahwa bagian lain dari
tanaman ini dapat mempengaruhi konsentrasi spermatozoa pada tikus
jantan. Obembe et al (2015) melaporkan bahwa ekstrak biji kelor yang
diberikan pada tikus albino jantan pada dosis 600 mg/kgBB dapat
meningkatkan konsentrasi spermatozoa secara bermakna.
Hasil yang sejalan juga dilaporkan oleh Dafaalla et al (2017)
dimana pemberian ekstrak etanol biji kelor dosis 400 mg/kgBB
menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi spermatozoa pada tikus
jantan. Penelitian daun kelor terhadap hewan uji lain juga
menunjukkan hasil yang sama. Substitusi pakan komersial dengan
tepung daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dapat meningkatkan
konsentrasi spermatozoa kelinci jantan (Suarni, 2016). El-Desoky et al
(2017) dalam penelitiannya juga melaporkan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun kelor pada dosis 50, 100 dan 150 mg/kgBB dapat
meningkatkan konsentrasi spermatozoa kelinci jantan secara
bermakna.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Peningkatan konsentrasi spermatozoa ini diduga karena ekstrak
etanol daun kelor dapat meningkatkan sintesis testosteron (hormon
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses spermatogenesis) atau
disebabkan oleh aktivitas antioksidan yang dapat melindungi berbagai
tahapan spermatosit dari apoptosis, sehingga meningkatkan produksi
spermatozoa (El-Desoky et al., 2017). Priyadarshani dan Varma
(2014) juga melaporkan bahwa adanya kandungan antioksidan kuat
yang terdapat pada daun kelor seperti kaempferol, quercetin dan rutin
diduga dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Menurut Leone
et al (2015) ketiga senyawa bioaktif tersebut merupakan senyawa
flavonoid utama yang ditemukan pada sampel daun kelor kering yang
didapatkan dari India.
Flavonoid diketahui sebagai antioksidan kuat yang dapat
memperbaiki kerusakan testis akibat stress oksidatif pada jaringan
hewan, selain itu flavonoid juga mampu merangsang androgenesis
testis dan berperan penting untuk diferensiasi, integritas dan fungsi
steroidogenik (Dafaala et al., 2016). Stress oksidatif dihasilkan dari
produksi radikal oksigen yang melebihi kapasitas antioksidan pada
jaringan yang tertekan, enzim antioksidan utama yang terdapat pada
mamalia adalah superoksida dimutase (SOD), katalase dan glutation
peroksida, semua merupakan antioksidan endogen. Flavonoid, vitamin
A, vitamin C dan karotenoid merupakan contoh antioksidan eksogen
yang ditemukan dalam daun kelor (Afolabi et al., 2013). Antioksidan
yang terdapat pada daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dan organ
epididimis bersama-sama berperan memelihara dan meningkatkan
proses spermatogenesis (Khalifa et a., 2016).
Konsentrasi spermatozoa merupakan parameter penting dalam
menilai efek kimiawi pada proses spermatogenesis. Jumlah sel
spermatogenik yang terletak pada tubulus seminiferus menandakan
adanya proses spermatogenesis yang terjadi didalam testis. Konsentrasi
spermatozoa yang meningkat dapat berkaitan dengan meningkatnya
kadar testosteron dalam plasma karena hormon testosteron memiliki
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
peran besar dalam menginisiasi dan memelihara spermatogenesis
(Peiris et al., 2015). Peningkatan kadar testosteron dalam darah
mengindikasikan adanya peningkatan kadar androgen. Diketahui
bahwa androgen berperan penting dalam pematangan,
spermatogenesis, dan pemeliharaan aksesoris organ seks. Oleh karena
itu, peningkatan kadar androgen berhubungan dengan pematangan sel
sperma pada epididimis. Belum diketahui mekanisme pasti yang
memodulasi pelepasan testosteron ini, namun beberapa peneliti
melaporkan bahwa saponin dan flavonoid dapat mempengaruhi
bioavaibilitas androgen. Berdasarkan penelitian Lembe et al (2014),
dilaporkan bahwa flavonoid merupakan antioksidan yang poten dan
mampu menstimulasi aktivitas sel Sertoli dan sel Leydig pada tubulus
seminiferus tikus jantan.
b) Diameter Tubulus Seminiferus
Parameter uji yang dievaluasi selanjutnya yaitu diameter
tubulus seminiferus. Organ testis dibuat dalam bentuk preparat
histologi untuk mendapatkan lobus-lobus seminiferus. Pengukuran
diameter tubulus seminiferus dapat digunakan untuk memprediksi
produksi spermatozoa (Munson et al., 1996). Produksi spermatozoa
tidak akan terjadi jika alat kelamin jantan tidak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan (Partodihardjo, 1980). Testis yang
berukuran normal memiliki korelasi positif dengan potensi substansi
fungsional (tubulus seminiferus) yang terkandung di dalam testis
(Fitriyani, 2015). Ukuran tubulus seminiferus normal berkisar antara
150-300 µm (Shokri, 2012).
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pemberian ekstrak
etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) pada ketiga kelompok
perlakuan secara oral selama 15 hari tidak menunjukkan adanya
perbedaan rerata diameter tubulus seminiferus yang bermakna jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p≥0,05). Hal ini berarti
ekstrak etanol daun kelor tidak mempengaruhi ukuran diameter tubulus
seminiferus tikus. Grafik memperlihatkan peningkatan dan penurunan
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rerata diameter tubulus seminiferus semua kelompok uji terhadap
kontrol. Akan tetapi, peningkatan dan penurunan rerata diameter
tersebut masih dalam rentang normal (150-300 µm).
Hasil penelitian Nayak et al pada tahun 2015 mendapatkan hal
yang sama dengan hasil penelitian ini, dimana diameter tubulus
seminiferus tidak mengalami perubahan yang bermakna setelah
pemberian 25 mg/kg ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
selama 5 hari pada mencit albino jantan. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Saalu et al (2011) terhadap tikus Sprague Dawley jantan yang
diberikan hidroxyurea 25 mg/kgBB dan ekstrak daun kelor 50
mg/kgBB secara bersama-sama juga menunjukkan penurunan diameter
tubulus seminiferus yang tidak bermakna dibandingkan kontrol.
Hidroxyurea (HDU) merupakan agen antineoplastik yang biasa
digunakan untuk pengobatan Sickle Cell Disease (SCD). Nilai
terpaeutik HDU masih terbatas karena dapat menimbulkan toksisitas
pada organ termasuk testis. Saalu et al (2011) melaporkan bahwa
pemberian bersama dengan ekstrak daun kelor dapat melindungi testis
dari perubahan morfologis, spermatogenik dan stress okstidatif yang
disebabkan oleh HDU. Hasil yang sama juga ditemukan pada ekstrak
dari tanaman lain, dimana Jaili et al (2015) melaporkan bahwa tidak
terdapat peningkatan diameter tubulus seminiferus secara bermakna
pada mencit jantan yang diberikan ekstrak hidroalkohol Petroselinum
crispum dosis 100, 150 dan 200 mg/kgBB selama 14 hari.
Menurut Jaili et al (2015), meningkatnya diameter tubulus
seminiferus setelah pemberian ekstrak P. Crispum disebabkan oleh
adanya kandungan berbagai mineral dalam ekstrak seperti zat besi,
vitamin A, vitamin B dan C yang diketahui berperan dalam proliferasi
sel epitel, sehingga sel parietal tubulus spermatozoa dapat berkembang
dengan cepat. Hal ini mendukung penelitian sekarang, dimana ekstrak
etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) juga memiliki
kandungan mineral dan vitamin yang tinggi sehingga pada dosis 50
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mg/kgBB, pemberian ekstrak dapat meningkatkan diameter tubulus
seminiferus walaupun secara tidak bermakna.
Peningkatan dan penurunan diameter tubulus seminiferus
secara tidak bermakna ini mungkin juga disebabkan oleh kurangnya
lama pemberian ekstrak. Ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa
oleifera Lam.) yang diberikan selama 15 hari diduga belum mampu
memicu peningkatan spermatogenesis. Cajuday dan Poscidio pada
tahun 2010, melaporkan bahwa pemberian ekstrak heksan daun kelor
selama 21 hari mampu meningkatkan diameter tubulus seminiferus
mencit jantan secara bermakna. Lama waktu perlakuan diduga dapat
mempengaruhi spermatogenesis. Walaupun lama perlakuan hewan uji
merujuk pada 1/3 siklus dari total 48 hari spermatogenesis, penelitian
ini sudah mewakili siklus spermatogenesis. Berdasarkan data yang
diperoleh, diameter tubulus seminiferus tidak menunjukkan hasil yang
bermakna, oleh sebab itu hasil ini mendukung pernyataan Turk et al
(2008) yang menyebutkan bahwa agar mendapatkan hasil maksimal
dalam penelitian menyangkut spermatogenesis, sebaiknya lama
perlakuan disesuaikan dengan siklus spermatogenensis hewan coba.
Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan peningkatan dan
penurunan diameter tubulus seminiferus secara tidak bermakna ini
yaitu adanya kandungan senyawa aktif seperti flavonoid dan mineral
zinc yang terdapat dalam ekstrak daun kelor. Anzila et al (2017)
melaporkan bahwa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak etanol
Ocimum canum Sins. memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang
dapat menjaga testis dari stress oksidatif dan kerusakan DNA pada
dosis 200 mg/kgBB. Kandungan mineral zinc penting dalam proses
spermatogenesis. Mineral zinc memainkan beberapa peran dalam
sistem reproduksi pejantan, salah satunya adalah dalam aktivitas enzim
ribonuklease yang sangat aktif selama mitosis spermatogonia dan
meiosis spermatosit. Selama spermatogenesis, zinc berfungsi dan
berpartisipasi dalam maturasi spermatozoa, menjaga epitel germinal
dan tubulus seminiferus (Widhyari et al., 2015). Kekurangan zinc pada
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tikus dapat menyebabkan kerusakan parah pada testis, seperti atropi
tubulus testis dan penghambatan diferensiasi spermatid (Abdella et al.,
2011).
Tubulus seminiferus merupakan bagian utama dari masa testis
yang merupakan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis. Sel-
sel endokrin yang mengeluarkan hormon testosteron (sel-sel Leydig)
terletak di jaringan ikat antar tubulus-tubulus seminiferus. Sel Leydig
mengandung enzim yang dibutuhkan untuk sintesis testosteron. Setelah
disekresikan, testosteron yang disekresi diikat oleh ABP (Androgen
Binding Protein) yang disekresikan oleh sel sertoli masuk ke lumen
tubulus seminiferus untuk proses spermatogenesis (Yama et al., 2011).
Penurunan yang terjadi pada diameter tubulus seminiferus diduga
karena terhambatnya seksresi LH di hipofisis anterior yang berfungsi
untuk menstimulus pertumbuhan dan jumlah sel leydig. Akibatnya
sekresi testosteron berkurang dan menghambat sel Leydig untuk
memproduksi hormon testosteron, sehingga kadar hormon testosteron
menjadi turun. Kurangnya kadar hormon testosteron dan FSH inilah
yang diduga dapat menyebabkan atropi-atropi tubulus seminiferus
(Cholifah et al., 2014).
Hasil evaluasi antara pengukuran diameter tubulus seminiferus
dan konsentrasi spermatozoa dalam penelitian ini menunjukkan adanya
keselarasan, dimana peningkatan dan penurunan diameter tubulus
seminiferus yang tidak bermakna dapat menjadi indikasi meningkatnya
jumlah sel spermatogenik yang diproduksi pada tubulus seminiferus.
Banyaknya sel spermatogenik yang diproduksi dapat meningkatkan
konsentrasi spermatozoa pada kauda epididimis. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) tidak mempengaruhi histologi testis tikus jantan.
c) Pengamatan Intromission Latency dan Intromission Frequency
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, selain perhitungan
konsentrasi spermatozoa dan pengukuran tubulus seminiferus, pada
penelitian ini juga dilakukan pengamatan aktivitas seksual tikus jantan.
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Parameter yang dievaluasi yaitu intromission latency dan intromission
frequency. Adapun tujuan dari pengamatan kedua parameter tersebut
untuk memastikan apakah ekstrak etanol daun kelor ini mampu
mempengaruhi libido tikus jantan. Pengamatan dilakukan pada hari
terakhir pemberian ekstrak, sebelum tikus dikorbankan. Pada tikus
betina dilakukan pengamatan fase estrus dengan cara membuat apusan
vagina sebelum dipertemukan dengan tikus jantan. Setiap tikus jantan
dan tikus betina dengan rasio 1:1 dimasukkan dalam kandang yang
dindingnya terbuat dari material transparan sehingga mudah untuk
diamati. Pengamatan dilakukan pada pukul 20.00 WIB dalam kondisi
sedikit pencahayaan selama 30 menit (Deshmukh & Bhagat, 2016).
Hasil analisis uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) dan
homogenitas (Levene) menunjukkan bahwa data intromission latency
tikus tidak terdistribusi normal dan tidak homogen (p≤0,05). Hal ini
disebabkan karena data yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan
statistik sehingga tidak dapat dianalisa. Oleh karena itu, dilanjutkan ke
uji Kruskal Wallis. Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai signifikansi
yang dihasilkan sebesar 0,317 (p≥0,05). Hal ini berarti tidak ada
perbedaan yang bermakna antara intomission latency semua kelompok
uji dengan kontrol (p≥0,05).
Data intromission frequency tikus diuji normalitas
(Kolmogorov-Smirnov) dan homogenitas (Levene). Didapatkan hasil
bahwa data intromission frequency semua kelompok tidak terdistribusi
normal dan tidak homogen (p≤0,05). Maka dari itu, dilanjutkan dengan
uji Kruskal Wallis, dimana hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat
data yang berbeda bermakna diantara semua kelompok uji dengan
kontrol (p≤0,05).
Intromission latency merupakan interval waktu dari perkenalan
pada hewan betina sampai intromission pertama oleh hewan jantan
(Yasmin et al., 2013). Sementara definisi intromission frequency ialah
jumlah intromisi dari waktu perkenalan pada hewan betina sampai
ejakulasi (Adienbo et al., 2013). Pada tikus jantan, intromission
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
latency dianggap sebagai indikator motivasi seksual, sedangkan
intromission frequency dinilai sebagai perilaku yang mengindikasikan
kinerja seksual (Zade et al., 2013). Intromission merupakan perilaku
spesifik pada jantan yang membutuhkan kadar hormonal lebih tinggi
dibandingkan dengan mounting. Mounting mudah dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan stimulus serta merupakan perilaku dasar hewan
jantan. Dibutuhkan ambang batas hormonal pada jumlah tertentu untuk
mempersingkat keduanya (Arletti et al., 1999).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) selama 15 hari
pada tikus jantan tidak memperlihatkan perbedaaan secara bermakna
terhadap intromission latency dan intromission frequency. Parameter
aktivitas seksual yang diamati hanya tampak pada kelompok kontrol
dan satu kelompok uji. Tikus jantan pada kelompok kontrol dan
kelompok uji dosis rendah (50 mg/kg/BB) memperlihatkan aktivitas
intromission latency dan intromission frequency terhadap tikus betina.
Tikus jantan melakukan aktivitas intromission secara terus menerus
selama fase estrus (berahi) tikus betina (Yasmin et al., 2013). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa intromission latency kelompok
kontrol terjadi pada menit ke-24, sementara intromission frequency
hanya terjadi 1 kali. Pada kelompok uji dosis rendah (50 mg/kgBB),
intromission latency sudah terlihat di menit ke-05.52 dan jumlah
intromission frequency yang terjadi sebanyak 14 kali. Waktu
intromission latency kelompok dosis 50 mg/kgBB lebih singkat
dibandingkan kontrol, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna
secara statistik.
Adanya aktivitas seksual yang teramati pada kelompok kontrol
dan dosis rendah (50 mg/kgBB) tersebut mungkin disebabkan oleh
kandungan yang terdapat dalam ekstrak, antara lain golongan saponin
dan alkaloid. Saponin bekerja secara langsung pada sistem saraf pusat
dan jaringan gonad untuk meningkatkan libido, sedangkan alkaloid
memiliki aksi perifer, yakni membantu relaksasi otot polos corpus
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cavernosum yang memicu terjadinya ereksi (Ahdini, 2014). Berbeda
dengan kelompok dosis sedang (200 mg/kgBB) dan dosis tinggi (800
mg/kgBB), perilaku yang ditunjukkan hanya kissing vagina dan
mounting. Rata-rata tikus jantan pada semua kelompok berperilaku
tenang dan kurang agresif saat disatukan dengan tikus betina dalam
kandang yang sama, bahkan pada beberapa tikus tidak menunjukkan
pergerakan yang mengarah ke aktivitas seksual.
Sifat tenang yang ditunjukkan pada hampir semua kelompok
uji mungkin disebabkan oleh adanya pengaruh ekstrak etanol daun
kelor terhadap sistem syaraf pusat tikus jantan. Bhattacharya et al
(2014) dalam penelitiannya melaporkan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun kelor dosis 50, 100, 200 dan 400 mg/kgBB dapat
memberikan aktivitas depresi sistem saraf pusat dan relaksasi otot pada
tikus albino. Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun kelor
dapat dengan mudah melewati sawar darah otak dan menekan berbagai
efek pada sistem syaraf pusat, seperti memori, kognitif dan
neurodegeneratif. Flavonoid memiliki aksi agonis pada reseptor
komplek GABAA dan oleh sebab itu dapat bertindak seperti molekul
benzodiazepin.
Bhat dan Joy (2017) juga melaporkan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun kelor pada dosis 200 mg/kg dapat memberikan efek
ansiolitik (anti-kecemasan). Sifat ansiolitik ini mungkin disebabkan
oleh peran modulasi neurotransmiter atau sifat antioksidan yang
dimiliki daun kelor (Moringa oleifera Lam.). Aktivitas terhadap sistem
saraf pusat yang ditunjukkan oleh ekstrak etanol 90% daun kelor ini
kemungkinan dapat menyebabkan terganggunya libido.
Gangguan libido atau gairah seksual didefinisikan sebagai
defisiensi atau absennya fantasi seksual dan dorongan untuk
melakukan aktivitas seksual yang terjadi baik secara persisten ataupun
rekuren dan dapat disebabkan oleh faktor psikologikal seperti
kecemasan dan depresi (Kandeel et al., 2001).
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penelitian Zade et al (2013) menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak biji Moringa oleifera Lam. selama 21 hari pada
dosis 100, 200 dan 500 mg/kgBB secara bermakna menurunkan
intromission latency dan meningkatkan intromission frequency pada
tikus albino jantan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja
seksual. Sementara Prabsattro et al (2012) melaporkan bahwa
pemberian dosis rendah (10 mg/kgBB) ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera L.) terhadap tikus yang diinduksi stress menunjukkan
peningkatan intromission frequency yang bermakna pada hari ke 7
pengamatan. Namun tidak ditemukan adanya perbedaan aktivitas
seksual yang bermakna pada hari ke 14 pengamatan.
Dalam penelitian ini, lama pemberian ekstrak etanol 90% daun
kelor adalah 15 hari, dimana pada hari ke 15 dilakukan pengamatan
aktivitas seksual berupa intromission frequency dan intromission
latency. Hal ini sejalan dengan penelitian Prabsattro et al (2012) yang
mana pada pengamatan hari ke 14 pemberian ekstrak daun kelor dosis
10 mg/kgBB tidak menunjukkan adanya perbedaaan yang bermakna
terhadap aktivitas seksual baik kelompok kontrol maupun uji.
Berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter yang telah
diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol 90%
daun kelor dapat mempengaruhi konsentrasi spermatozoa, tetapi tidak
mempengaruhi diameter tubulus seminiferus, intromission latency dan
intromission frequency tikus jantan. Maka dari itu, hipotesis bahwa
pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor mempunyai aktivitas terhadap
konsentrasi spermatozoa diterima, sedangkan hipotesis bahwa pemberian
ekstrak etanol 90% daun kelor mempunyai aktivitas terhadap diamater
tubulus seminiferus, intromission latency dan intromission frequency ditolak.
Hasil menunjukkan bahwa parameter diatas normal secara farmakologis dan
spermatozoa masih memiliki fungsi dalam fertilisasi. Oleh karena itu, peneliti
dapat menarik kesimpulan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) selama 15 hari secara oral tidak memberikan
pengaruh pada ukuran diameter tubulus seminiferus, intomission latency dan
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
intomission frequency, namun pemberian ekstrak pada dosis 800 mg/kgBB
dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa tikus Sprague-Dawley jantan
secara bermakna.
67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
dosis 800 mg/kgBB dapat mempengaruhi konsentrasi spermatozoa
tikus Sprague-Dawley jantan secara bermakna (p≤0,05) terhadap
kontrol, dimana nilai normal konsentrasi spermatozoa adalah >13,5 x
106/ml.
b. Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
tidak mempengaruhi diameter tubulus seminiferus tikus Sprague-
Dawley jantan (p≥0,05), dimana nilai rerata diameter tubulus
seminiferus semua kelompok uji masih dalam rentang normal (150-300
µm).
c. Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)
tidak mempengaruhi intromission latency dan intromission frequency
tikus Sprague-Dawley jantan (p≥0,05).
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa aktif
dari ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) terkait
aktivitasnya terhadap sistem reproduksi tikus jantan.
b. Perlu dilakukan uji lebih lanjut mengenai aktivitas ekstrak etanol 90%
daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan lama perlakuan 48 hari.
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abdella AM, Elabed BH, Bakhiet AO, Gadir WSA, Adam SEI. 2011. In vivo
study on Lead, Cadmium and Zn supplementatitions on spermatogenesis
in albino rats. Journal of Pharmacology and Toxicology. 6(2): 141 148.
Adienbo et al. 2013. Effect of hydro-methanolic extract of xylopia aethiopica on
sexual behaviour in male wistar rats. International journal of Advanced
Biological and Biomedical Research Volume 1, Issue 9, 2013: 1078-
1085.
Adipu, Y., Sinjal, H., Watung, J. 2011. Ratio Pengenceran Sperma Terhadap
Motilitas Spermatozoa, Fertilitas dan Daya Tetas Ikan Lele (Clarias sp.).
Manado: UNSRAT, Vol. VII-1 April 2011 Hal. 48-55.
Adli, Arsyadanie Saifi. 2014. Karakterisasi Ekstrak Etanol Tanaman Rumput
Israel (Asystasia gangetica) Dari Tiga Tempat Tumbuh di Indonesia.
Jakarta: Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Afolabi et al. 2013. Effects of Methanolic Extract of Moringa Oleifera Leaves on
Semen and Biochemical Parameters in Crytorchid Rats. Nigeria: Afr J
Tradit Complement Altern Med. (2013) 10(5):230-235.
Agarwal, Ashok. 2005. Role of Oxdative Stress in Male Infertility and
Antioksidan Supplementation. Business Briefing: US Kidney and
Urological Disease 2005. pp: 122-124.
Ahdini, Diah. 2014. Potential of Katuk Leaf (Sauropus Androgynus L. Merr) as
Aphrodisiac. Review Article. Lampung : J MAJORITY. Volume 3 Nomor
7. Desember 2014. Hal 17-20.
Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang
Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta : Adabia Press Hal 1-50.
Akunna et al. 2012. Ameliorative Effect of Moringa oleifera (drumstick) Leaf
Extracts on Chromium-Induced Testicular Toxicity in Rat Testes.
Nigeria: World J Life Sci. and Medical Research 2012;2:20.
Alegantina, Sukmayanti et al. 2013. Kualitas ekstrak etanol 70% daun kelor
(Moringa oleifera Lamk) dalam ramuan penambah ASI. Jurnal
Kefarmasian Indonesia Vol 3.1.2013:1-8.
Aliyu, Adamu et al. 2016. Qualitative phytochemical analysis of the leaf of
Moringa oleifera Lam. from three climatic zones of Nigeria. Nigeria :
Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 2016, 8(8):93-101.
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aminah, Syarifah et al. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman
Kelor (Moringa oleifera). Jakarta: Buletin Pertanian Perkotaan Volume 5
Nomor 2, 2015 Hal :35-44.
Anandakumar et al. 2013. Fertility enhancing effects of Hatch Up†: a herbal
formulation in male rats. India: Journal of Applied Animal Research,
2013 Vol. 41, No. 4, 455-461.
Anzila, Ivakhul dkk. 2017. Pengaruh Ekstrak Ethanol Kemangi (Ocimum canum
Sims.) terhadap Struktur Histologi Testis Mencit (Mus musculus) Jantan.
Jurnal Biotropika, Vol. 5 No. 1 Hal 22-26.
Arifin Helmi, Nelvi Anggraini, Dian Handayani, dan Roslinda Rasyid. 2006.
Standardisasi Ekstrak etanol Daun Eugenia cumini Merr. J.Saint Tek Far
11 (2) hal 1-7.
Arletti R, Benelli A, Cavazzuti E, Scarpetta G, Bertolini A 1999. Stimulating
Property of Turnera Diffusa and Pfaffia paniculata Extracts on the
Sexual-Behavior of Male Rats. Psychopharmacology (Berl). 143(1):15-
19.
Awodele et al, 2012. Toxicological evaluation of the aqueous leaf extract of
Moringa oleifera Lam. (Moringaceae). J Ethnopharmacol. 2012 Jan
31;139(2):330-6.
Bachtiar, Denny. 2016. Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 90% Daun
Kelor (Moringa oleifera Lam.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley
Secara In-Vivo. Jakarta: Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Barrett, K.E, dkk. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd ed. USA:
McGraw Hill, pp. 519-569.
Bassey et al,. 2013. The effect of ethanolic extract of Moringa oleifera on
alcohol-induced testicular histopathologies in pre-pubertal albino Wistar
rats. Nigeria : Biology and Medicine, 5: 40–45.
Bhargave, Ajay et al. 2015. Moringa oleifera Lam. – Sanjana (Horseradish Tree)
– A Miracle food plantwith multipurpose uses in Rajasthan-India-An
overview. Int. J. Pure App. Biosci. 3 (6): 237-248.
Bhat, Shankar K., Joy, A.E. 2017. Antianxiety effect of ethanolic extract of
leaves of Moringa oleifera in Swiss albino mice. Archives of Medicine
and Health Sciences, Vol 2 Issue 1 pp. 5-7.
Bhattacharya et al. 2014. CNS Depressant and Muscle Relaxant effect of
Ethanolic Leaf Extract of Moringa Oleifera on Albino Rats. International
Journal of PharmTech Research. ISSN : 0974-4304. Vol.6, No.5, pp
1441-1449.
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cajuday, Lilibeth A. 2010. Effect of Moringa oleifera Lam. (Moringaceae) on
The Reproduction of Male Mice (Mus musculus). Filipina: Biology
Department, ColIege of Science, Bicol University. Journal of Medicinal
Plants Research Vol. 4(12), pp. 1115-1121.
Cholifah et al. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare (Momordica Charantia,L)
Terhadap Struktur Histologi Testis dan Epididimis Tikus Jantan (Rattus
Norvegicus) Spraque Dawley. Palembang : MKS, Th. 46, No. 2, April
2014 Hal 149-157.
Chukwuebuka, Egbuna. 2015. Moringa oleifera “The Mother’s Best Friend”.
Nigeria: International Journal of Nutrition and Food Sciences. 2015;
4(6) pp: 624-630.
Dafaalla et al. 2015. Effect of Ethanol Extract of Moringa Oleifera Leaves on
Fertilitty Hormone and Sperm Qualityof Male Albino Rats. Sudan:
World Journal of Pharmaceutical Research Volume 5, Issue 1, 01-11.
Dehghan et al. 2005. Antifertility effect of iranian neem seed alcoholic extract on
epididymal sperm of mice. Iran : Ardabil University of Medical Sciences.
Iranian Journal of Reproductive Medicine Vol.3. No.2 pp:83-89.
Deka, Manalisha et al. 2011. Traditional use of fertility inducing plants used by
the herbal practitioners in some parts of the state Assam, N E India, a
Survey report. India : International Journal of Science and Advanced
Technology (ISSN 2221-8386) pp: 133-142.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan.
Jakarta: Direktorat Jendral POM-Depkes RI. Hal 1-68.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Diktorat
Jendral POM-Depkes RI.
Deshmukh, C.K and Bhagat, S.K. 2016. Butea monosperma (Lam.) induces
sexual activity in male albino rat, Rattus rattus (Wistar). International
Journal in Physical & Applied Sciences (Impact Factor- 3.960). Vol.03
Issue-04, (April, 2016) ISSN: 2394-5710 pp: 1659-1663.
El-Desoky et al. 2017. Physiological Response and Semen Quality of Rabbit
Bucks Supplemented With Moringa Leaves Ethanolic Extract During
Summer Season. Animal 11 (9), 1549-1557.
Fahey, J.W. 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for
ItsNutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1
Dianto, I. Anam, S. Khumaidi, A. 2015. Studi Etnofarmasi Tumbuhan Berkhasiat
Obat Pada Suku Kaili Ledo Di Kabupaten Sigi, Provensi Sulawesi
Tengah. GALENIKA Journal of Pharmacy Vol.1 (2) hal: 85-91.
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Do, Quy Diem et al. 2014. Effect of extraction solvent on total phenol content,
total flavonoid content, and antioxidant activity of Limnophila
aromatica. Journal of Food and Drug Analysis Volume 22, Issue 3,
September 2014, Pages 296-302.
Dorostghoal M, Seyyednejad SM, Khajehpour L, Jabari A. Effects of Fumaria
parviflora leaves extract on reproductive parameters in adult male rats .
Iranian Journal of Reproductive Medicine. 2013;11(11) pp: 891-898.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences, 55 (3), pp. 225-276.
Fitriyani, Nur. 2015. Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% biji mimba
(Azadirachta indica L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus)
Galur Sprague Dawley secara In Vivo. Jakarta: Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Fritz H, Becker H. The suitability of carboxymethylcellulose as a vehicle in
reproductive studies. Germany: Arzneimittelforschung. 1981;31(5): 813-
5.
Ghasani, Afina A. 2016. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa
oleifera Lam.) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi
Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan
Galur Sprague Dawley. Jakarta: Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Gomez E, Irvine D S, Aitken R J, “Evaluation of a spectrophotometric assay for
the measurement of malondialdehyde and 4- hydroxyalkenals in human
spermatozoa: relationships with semen quality and sperm function”, Int.
J. Androl. (1998);21,(2): pp. 81–94.
Gopalakrishnan et al. 2016. Moringa oleifera: A review on nutritive importance
and its medicinalapplication. India: Food Science and Human Wellness 5
(2016) pp: 49–56.
Guntarti, Any., Sholehah, K., Irna, N., Fistianingrum, W. 2015. Determination
Non-Specific Parameters Ethanol Extract Mangosteen (Garcinia
mangostana) Peels On the Origin of Regional Variation. Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan, FARMASAINS Vol 2 No. 5, April 2015 Hal:
202-207.
Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier.
Guzick D.S, Overstreet J.W, Litvak P.F, Brazil C.K, Nakajima S.T, Coutifaris C,
et al. Sperm morphology, motility, and concentration in fertile and
infertile men. N Engl J Med. Vol. 345, No. 19 November 8, 2001 pp:
1388-1393.
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hakim et al. 2017. Identifikasi Senyawa Kimia Elstrak Etanol Mentimun
(Cucumis sativus L.) dan Elstrak Etanol Nanas (Ananas comosus (L)
Merr. Jurnal Pharmascience, Vol.04, No,01 Feb 2017, hal: 34-38.
Halvaei, Iman et al. 2012. Acute Effects of Ruta graveolens L. on Sperm
Parameters and DNA Integrity in Rats. Iran : J Reprod Infertil.
2012;13(1): pp: 33-38.
Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.
Harlis, Wa Ode. 2011. Morfologi Spermatozoa Epididymis Tikus (Rattus
norvegicus, L) Setelah Diperlakukan Ekstrak Herba Meniran
(Phyllanthus niruri,L.). Paradigma, Vol.15 No,1 Peb 2011 hal: 29-44.
Hrapkiewicz K, Colby L, Denison P. 2014. Clinical Laboratory Animal Medicine:
An Introduction. Fourth Ed. Lowa (US): Blackwell Publishing
Professional. Http://www.sageresearchlabs.com/research-models/outbred-rats/sprague-dawley
outbred-rat diakses pada 1 Maret 2017.
Ilyas, S. 2007. Azoospermis dan pemulihannya melalui regulasi apoptosis sel
spermatogenik tikus (Rattus sp) pada penyuntikan kombinasi TU & MPA.
Disertasi. Program Doktor Ilmu Biomedik FKUI.
ITIS. Integrated Taxonomic Information System, Taxonomic Hierarchy: Moringa
oleifera Lam. [online]. pada 14 Agustus 2017 pukul 17.00 Diakses dari
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&se
arch_value=503874#null
Iqbal, Erum et al. 2015. Phytochemical screening, total phenolics and antioxdant
activities of bark and leaf extracts of Goniothelamus velutinus (Airy
Shaw) from Brune Darussalam. Journal of King Saud University-Science
(2015) 27, pp: 224-232.
Jamal, Mohammad A.H.M et al. 2016. A Review of Phytochemical and
Pharmacological Profile of Moringa oleifera Lam. Bangladesh: Journal
of Life Science and Biotechnology pp: 75-87.
Jalili C, Salahshoor MR, Naderi T. 2015. The effect of hydroalcoholic extract of
P. crispum on sperm parameters, testis tissue and serum nitric oxide
levels in mice. Advanced Biomedical Research. 2015;4:40.
Jesik CJ. Holland JM, Lee C, 1982. An anatomic and histologic study of the rat
prostate. Prostate 3:81-97. Journal of Physiological Sciences, 23(1-2):
27-30.
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Junqueira, L. C. & Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar, Teks dan Atlas. Jakarta:
EGC.
Kandeel, F.R., V.K.T. Koussa, dan R.S. Swerdloff. 2001. Physiology,
Pathophysiology, Clinical Investigation, and Treatment. In: Male Sexual
Function and Its Disorders. Jun;22(3):342-88.
Kesuma, Dyah Gaby. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Lada Hitam(Piper
nigrum L) dan Seng (Zn) Terhadap Motilitas, Jumlah dan Morfologi
Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Strain Wistar.
Bandar Lampung: Skripsi. Universitas Lampung.
Khalifa et al. 2016. Safety and Fertility Enhancing Role of Moringa oleifera
Leaves Aqueos Extract In New Zealand Rabbit Buck. Mesir: Int J Pharm
2016; 6(1): pp: 156-168.
Konmy et al. 2016. A review on phytochemistry and pharmacology of Moringa
oleifera leaves (Moringaceae). Benin. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry 2016; 5(5): pp: 325-330.
Koolhaas, J. M. (2010). The laboratory rat. In R. Hubrecht, & J. Kirkwood (Eds.),
The UFAW Handbook on the Care and Management of Laboratory and
Other Research Animals, Eighth Edition. (pp. 311-326). s.n.
Krinke, J.G. 2000. The Laboratory Rat 1st Edition. United States : Academic
Press.
Krishnalingam V, Ladds PW, Entwistle KW, Holroyd RG. 1982. Quantitative
macroscopic and histological study of testicular hyploplasia in Bos
indicus strain bulls. Res Vet Sci. (2):131-9.
Kumar, N dan Singh, A.K. 2015. Trends of male factor infertility, an important
cause of infertility: A review of literature. J Hum Reprod Sci. 2015 Oct-
Dec; 8(4): 191-196.
Lembe et al. 2014. Fertility enhancing effects of aqueous extract of Rauvolfia
vomitoria on reproductive functions of male rats. Peru: J Exp Integr Med
2014; 4(1):43-49.
Leone, Allesandro et al. 2015. Cultivation, genetic, ethnopharmacology,
phytochemistry and pharmacology of Moringa oleifera leaves: An
overview. Italy: University of Milan. Int. J. Mol. Sci. 2015, 16, 12791-
12835.
Lohiya NK, Pathak N, Mishra PK, Manivannan B. 2000. Contraceptive evaluation
and toxicological study of aquous extract of the seed of carica papaya in
male rabbits, J Ethnopharmacol 2000; 7091: 17-27.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Luthfi, Muhammad Ja’far. 2013. Analisis Kualitas Sperma Hewan Uji :
MetodePerhitungan Bilangan Sperma Epididimis Tikus. Kaunia, Vol IX,
No.1, April 2013: 32-39.
Malole, Sri Utami Pramono, C. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di
Laboratorium. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Hal : 104 – 112.
Mohamad, Kusdiantoro ddk. 2001. Morfologi dan Kandungan Kelenjar Aksesoris
Organ Reproduksi Tikus Jantan pada Umur Sebelum dan Setelah
Pubertas. Bogor : Hayati, Desember 2001, ISSN 0854-8587 hlm. 91-97.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, Dan Identifikasi Senaywa
Aktif. Jurnal Kesehatan, Volume VII No.2/2014 hal: 361-367.
Munson, L., Brown, J.L., Bush, M., Packer, C. 1996. Genetic Diversity Affects
Testicular Morphology in Fres Ranging Lions of The Serengeti Plains
and Ngorongoro Crater. Journal of Reproduction and Fertility 109, pp:
11-15.
Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas.Edisi 3.
Jakarta. Pp 41-53.
Nayak et al. 2015. Sperm abnormalities induced by pre-pubertal exposure to
cyclophosphamide are effectively mitigated by Moringa oleifera leaf
extract. India: First International Journal of Andrologia. Andrologia
2015, xx, 1–12.
Nithya R, Elango V. 2016. Protective Role of Moringa Oleifera Seed on Lindan
Induced Reproductive Hormonal Disorders in Male Albino Rats. India :
Int J Pharm Bio Sci 2016 Jan; 7(1): (B) 474 – 479.
Olayaki, I.A., Soladoye, A.O., Salman, T.M., & Joraiah, B. 2008. Effect of
Photoperiod on Testicular Functions in Male Sprague-dawley Rats.
Nigerian phytochemistry and pharmacology of Moringa oleifera leaves:
An overview. pp: 27-30.
Owolabi J.O dan Ogunnaike P.O. 2014. Histological evaluation of the effect of
Moringa leaf extract treatment on vital organs of murine models. Nigeria:
Ben Carson Sr.School of Medicine. Merit Research Journal of Medicine
and Medical Sciences (ISSN: 2354-323X) Vol. 2(10) pp. 245-257,
October, 2014.
Patel, Pinal et al. 2014. Phytochemical analysis and antifungal activity of Moringa
oleifera. India: Pioneer Pharmacy Degree College. International Journal
of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences Vol 6, Issue 5, 2014 pp: 144-
147.
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Peiris et al. 2015. Evaluation of Aqueous Leaf Extract of Cardiospermum
halicacabum (L.) on Fertility of Male Rats. Sri Lanka: BioMed Research
International Volume 2015 pp: 1-6.
Prabsattroo et al. 2015. Moringa oleifera extract enhances sexual performance in
stressed rats. Thailand: Journal of Zhejiang University-SCIENCE B
(Biomedicine & Biotechnology)ISSN 1673-1581 (Print) pp: 179-190.
Priyadarshani, N., dan Varma, M.C. 2014. Effect of Moringa oleifera leaf powder
on sperm count, histology of testis and epididymis of hyperglycaemic
mice Mus musculus. India: American International Journal of Research
in Formal, Applied & Natural Sciences pp: 07-13.
Purwoistri, Rita Fitria. 2010. Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.)
terhadap Spermatogenesis dan Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis
Mencit (Mus musculus) Jantan. Skripsi. Malang: UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang
Putra et al. 2016. Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Daun Kelor
(Moringa oleifera L) di Bali. Denpasar: Indonesia Medicus Veterinus
Oktober 2016 5(5) : 464-473
R.N. Bennett, F.A. Mellon, N.Foidl . 2003. Profiling glucosinolates and phenolics
in vegetative and reproductive tissues of the multi-purpose trees Moringa
oleifera L. (Horseradish tree) and Moringa stenopetala L. J Agric Food
Chem, 51: pp: 3546-53.
Rahardhianto, Arsetyo. 2012. Pengaruh Konsentrasi Larutan Madu dalam NaCl
Fisiologis terhadap Viabilitas dan Motilitas Permatozoa Ikan Patin
selama Masa Penyimpanan. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol.1 : pp 1-6
Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh. 2012. Phytochemical Analysis and
Comparative Effect Of Cinnamomum Zeylanicum, Piper Nigrum and
Pimpinella Anisum With Selected Antibiotics and Its Antibacterial
Activity againts Enterobacteriaceae Family. India: International Journal
of Pharmaceutical & Biological Archives.
Ratnani et al. 2015. Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik Ekstraksi Hidrotropi
Andrographolid Dari Sambiloto (Andrographis paniculata). Prosiding
Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine, hal. 147-
155.
Roloff, A., H. Weisgerber., U. Lang., B. Stimm. 2009. Moringa oleifera Lam.,
1785. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim pp: 1-8.
Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, dan Marian E Quinn. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th
Edition. Washington DC: Pharmaceutical
Press and American Pharmacist Association pp: 118-122.
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rugh, R. 1967. The Mouse Its Reproduction and Development. Bbgess Publishing
Company. pp: 1-23.
Saalu et al. 2011. Moringa oleifera Lamarck (drumstick) Leaf Extract Modulates
the Evidences of Hydroxyurea –Induced Testicular Derangement.
Nigeria: International Journal of Applied Research in Natural Products
Vol. 4 (2), pp. 32-45.
Saini, Ramesh Kumar et al. 2016. Phytochemicals of Moringa oleifera: a review
of their nutritional, therapeutic and industrial significance. REVIEW
ARTICLE. pp: 01-14.
Sarker, S. D., Zahid, L., dan Alexander, I. G., 2006. Natural Products Isolation,
Humana Press, New Jersey.
Schwarz, D. 2000. Water Clarification Using Moringa Oleifera.Gate Technical
Septiyani, Rice. 2012. Hubungan Antara Viabilitas, Motilitas, dan Keutuhan
Membran Plasma Spermatozoa Semen Beku Sapi Limousin. Fakultas
Kedokteran Hewan. Bogor: Skripsi. Intitut Pertanian Bogor.
Shah et al. 2016. Moringa oleifera Lam. A Study of Ethnobotany, Nutrients and
Pharmacological Profile. India: Research Journal of Pharmaceutical,
Biological and Chemical Sciences ISSN: 0975-8585 pp: 2158-2165.
Sharma, R., Said, T., & Agarwal, A. (2004). Sperm DNA Damage and Its Clinical
Relevance in Assessing Reproductive Outcome. Asian J Androl, 6, 139-
148.
Sherwood, L. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Sheerwood. 2010. Human Physiology From Cells to System. Seventh Edition. pp:
755.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sheweita et al. 2005. Mechanisms of Male Infertility: Role of Antioxidants. Saudi
Arabia : Current Drug Metabolism, 2005, 6, 000-000.
Shokri, Saeed, Masoud Hemadi dan Robert John Aitken. 2012. Transmission
Electron Microscopy for The Quantitative Analysis of Testis Ultra
Structure. P. 113. Diakses pada tanggal 20 Juli 2017 melalui
www.intechopen.com/books
Singh G P Rakesh G Sudeep B, S Kumar S.2012. Anti-inflammatory Evaluation
of Leaf Extract of Moringa oleifera. Journal of Pharmaceutical
andScientific Innovation, 1(1);22-24.
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Smith, Mangkoewijoyo. S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Edisi 1: Jakarta: UI Press. Hal: 37-
39.
Solihati, Nurcholidah. 2013. Antifertilitas Ekstrak Pegagan (Centella asiatica)
dan Reversibilitas Fungsi Reproduksi Pada Tikus (Rattus norvegicus)
Jantan. Bogor : Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Sonmez, M.; Turk. G. and Yuce, A. (2005). The effect of ascorbic acid
supplementation on sperm quality, lipid peroxidation and testosterone
levels of male Wistar rats. Theriogenology, 63: 2063-2072.
Speroff L, Glass RH, Kase NG. 1999. Clinical Endocrionology and Infertility .
Edition 6. Philadelphia, William and Wilkins L : 1075-1076.
Suarni, Ni Made Rai. 2016. Substitusi Pakan Komerisal Dengan Tepung Daun
Kelor (Moringa oleifera) Untuk Meningkatkan Kemampuan Reproduksi
Kelinci (Lepus sp.) Jantan. Denpasar: Disertasi. Universitas Udayana.
Suckow, M.A., Steven H. W., Craig L. F. 2006. The Laboratory Rat Second
Edition. USA: American College of Laboratory Animal Medicine Series.
Susetyarini, Eko. 2015. Beluntas leaf tannin activity against spermatozoa
concentration white male rats. Universitas Muhammadiyah Malang:
Jurusan Biologi, Fakultas Keguruan danh Ilmu Pendidikan, JURNAL
GAMMA, ISSN 2086-3071 pp: 14-20.
Tejas H, Genatra et al. 2012. A Panoramic View On Pharmacognostic,
Pharmacological, Nutritional, Therapeutic and Prophylactic Value of
Moringa oleifera Lam. India: International Research Journal of
Pharmacy Vol 3. pp: 1-6.
Tiwari, P. Kumar, B. Kaur, M. Kaur, G. Kaur, H. 2011. Phytochemical screening
and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia.
Vol.1.Issue. 1 pp: 98-106.
Toma, Alemayehu dan Deyno, Serawit. 2014. Phytochemistry and
Pharmacological Activities of Moringa oleifera. Ethiopia: International
Journal of Pharmacognosy, 2014; Vol. 1(4) pp: 222-231.
Wahyuni, Sri et al. 2013. Uji Manfaat Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk.)
Untuk Mengobati Penyakit Hepatitis B. Jurnal KesMaDaSka
Widhyari, S.D., A. Esfandiari., A, Wijaya., R. Wulandari., S. Widodo., L.
Maylina. 2015. Tinjauan Penambahan Mineral Zn dalam Pakan Terhadap
Kualitas Spermatozoa pada Sapi Frisian holstein Jantan. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia (JIPI). Vol. 20 (1): 72 77.
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wijayanti et al. 2013. Pengaruh Lama Simpan Semen Dalam Pengencer NaCL
Fisiologis Pada Suhu Kamar Terhadap Kualitas Spermatozoa Ayam
Kampung (Gallus domesticus). Malang: Universitas Brawijaya, Jurnal
Kedokteran Hewan Hlm. 53-55.
Wilkinson, J.M., Halley, S., Towers, P.A. 2000. Comparison of male reproductive
parameters in three rat strains: Dark Agouti, Sprague-Dawley and Wistar.
Australia: Laboratory Animals Ltd. Laboratory Animals 34, 70-75.
William, O.R. 2005. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals
Third Edition. USA: Baltimore, Maryland. Male Reproduction chapter 13
hal 379-399.
Wiryawan, R. A., I’tishom, R., Purwaningsih, S. 2015. Papaya Seed Extract
Lowers Sperm Concentrations, Motility, And Viability in Male Mice.
Folia Medica Indonesiana, Vol 51 No. 4 : 252-256
World Health Organization. 2000. General Guidelines For Methodologies on
Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: WHO, 2000.
World Health Organization. 2010. WHO Laboratory Manual For The
Examination and Processing of Human Semen (5th ed.). Geneva: World
Health Organization.
Yama, O.E, et al. 2011. Sperm Qoutient in Sprague Dawley Rats Fed Graded
Doses of Seed Extract of Momordica charantia. Middle East Fertility
Society Journal 16: 154-158.
Yasmin, C., Eriani, K., Sari, W. 2013. The Effect of Anting-Anting (Acalypha
indica) Root EthanolExtract on Sexual Arousal of Mice. JURNAL
KEDOKTERAN YARSI 21 (1) : 027-032 (2013).
Yotarlai, Sudawadee et al. 2011. Effects of boesenbergia rotunda juice on sperm
qualities in male rats. Thailand: Chiang Mai University. Journal of
Medicinal Plants Research Vol. 5(16), pp. 3861-3867.
Yurnadi., Sari, P., Pujianto, D.A., Soeradi, O. 2001. Pengaruh Penyuntikan
Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Konsentrasi
Spermatozoa dan Keadaan Sel Spermatogenik Tikus Jantan (Rattus
norvegicus L.) Strain LMR. MAKARA, KESEHATAN, VOL. 5, NO. 1 hal:
19-25.
Zade, Varsha dan Dabhadkan, Dinesh. 2013. Effect of Aqueous Extract of
Moringa oleifera Seed on Sexual Activityof Male Albino Rats. India:
Government Vidarbha Institute of Science and Humanities. Biological
Forum – An International Journal 5(1): 129-140.
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Keterangan Sehat Hewan Uji
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Surat Hasil Kaji Etik Hewan Uji
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Alur Penelitian
A. Alur Pembuatan Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)
Maserat
Determinasi daun Kelor
(Moringa oleifera Lam.)
Sebanyak 18 kg daun kelor
segar dikumpulkan
Daun kelor dicuci
Daun kelor dikering anginkan
Daun kelor dihaluskan dengan
Blender
Diperoleh serbuk daun kelor
2,4 kg
Serbuk daun kelor dimaserasi
dengan etanol 90%
Ekstrak Kental
Pembuatan Suspensi
Penapisan
Fitokimia
Sortasi Basah
Dipekatkan dengan vacuum
rotary evaporator
Dilakukan
freeze drying
Disaring dengan
kertas saring
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Alur Kerja Uji Aktivitas
20 ekor tikus jantan Sprague Dawley
Aklimatisasi 2 minggu
Dikelompokkan secara acak (masing-
masing 5 ekor setiap perlakuan)
Kelompok dosis rendah 50 mg/kgBB
Kelompok dosis sedang 200 mg/kgBB
Kelompok dosis tinggi 800 mg/kgBB
Kelompok
Kontrol
Pemberian suspensi Na CMC
0,25% per oral selama 15 hari
Pemberian larutan ekstrak per
oral selama 15 hari
Pada hari ke-16 tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya
Testis
Dibuat Preparat
Histologi
Pengukuran Diameter
Tubulus Seminiferus
Kauda Epididimis
Analisis Data
Perhitungan
Konsentrasi
Spermatozoa
Pada hari ke-15 dilakukan uji aktivitas seksual intromission frequency dan intromission latency
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol 90 % Daun Kelor
Untuk perhitungan dosis uji ekstrak daun kelor digunakan rumus sebagai
berikut :
1. Dosis rendah (50 mg/kgBB)
1 ml =
Konsentrasi = 15 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. Sehingga ditimbang ekstrak sebanyak :
Ekstrak (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
Ekstrak = 50 mL x 15 mg
= 750 mg
2. Dosis sedang (200 mg/kgBB)
1 ml =
Konsentrasi = 60 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. Sehingga ditimbang ekstrak sebanyak :
Ekstrak (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
Ekstrak = 50 mL x 60 mg
= 3000 mg
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dosis tinggi (800 mg/kgBB)
1 ml =
Konsentrasi = 240 mg/ml
Sediaan dibuat sebanyak 50 mL. Sehingga ditimbang ekstrak sebanyak :
Ekstrak (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
Ekstrak = 50 mL x 240 mg
= 12000 mg
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor
No
Identifikasi
Golongan
Senyawa
Perlakuan Hasil Penapisan
Fitokimia Keterangan
Hasil
Uji
1 Alkaloid
100 mg ekstrak+
1 ml etanol 70%+
1 mL HCl 2N +
9 mL aquadest
dipanaskan
selama 2 menit,
dinginkan,
kemudian
disaring filtrat dan
dibagi dalam 2
tabung
ditambahkan
masing-masing
reagen Meyer dan
Dragendrof
Dragendorf :
Terbentuk
endapan
coklat setelah
penambahan
reagen.
Meyer :
Terbentuk
warna yang
keruh setelah
penambahan
reagen.
+
2 Flavonoid
100 mg ekstrak+ 1
mL etanol 70% +
serbuk Mg + HCl
pekat tetes demi
tetes
Terbentuk
warna oranye
+
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No
Identifikasi
Golongan
Senyawa
Perlakuan Hasil Penapisan
Fitokimia Keterangan
Hasil
Uji
3
Saponin
100 mg ekstrak + 1
mL etanol 70% +
10 mL air panas,
didinginkan, kocok
10 detik didiamkan
selama 10 menit,
terbentuk buih, + 1
HCl 2N
Terbentuk
buih setinggi
1 cm.
+ HCl 2 N :
Buih tidak
hilang
+
4 Tannin
0,5 g ekstrak +
2 mL etanol 70%,
2 mL ekstrak +
0,1% FeCl3
Terbentuk
warna hijau
kecoklatan
+
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No
Identifikasi
Golongan
Senyawa
Perlakuan Hasil Penapisan
Fitokimia Keterangan
Hasil
Uji
5 Terpenoid
100 mg ekstrak+
1 mL etanol 70% ,
dilarutkan dalam
1 mL eter pada
plate tetes,
diuapkan
hingga kering,
diteteskan
larutan pereaksi (2
tetes asam asetat
anhidrat + 1 tetes
H2SO4)
Terbentuk
warna hijau
kebiruan
+
6 Steroid
100 mg
ekstrak+1ml
etanol 70%+
Pereaksi
Libermann-
Boucard
Terbentuk
warna biru
kehijauan
+
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Kegiatan Penelitian
Penyiapan Simplisia Dan Pembuatan Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor
(Moringa oleifera Lam.)
Gambar 5.1 Daun Kelor
Segar (Moringa oleifera
Lam)
Gambar 5.2 Pengeringan
daun Kelor (Moringa
oleifera Lam)
Gambar 5.3 Penghalusan daun
Kelor (Moringa oleifera
Lam) dengan blender
Gambar 5.4 Penimbangan
serbuk daun Kelor
(Moringa oleifera Lam)
Gambar 5.5 Proses
Maserasi serbuk daun
Kelor (Moringa oleifera
Lam)
Gambar 5.6 Penyaringan maserat
daun Kelor (Moringa
oleifera Lam)
Gambar 5.7 Pemekatan
filtrat dengan vacuum
rotary evaporator
Gambar 5.8 Pengeringan
ekstrak daun Kelor
(Moringa oleifera Lam)
dengan freeze dry
Gambar 5.9 Ekstrak
kental daun Kelor
(Moringa oleifera Lam)
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengamatan Aktivitas Seksual Hewan Uji
Intromission Latency dan Intromission Frequency
Gambar 5.13 Pemeriksaan fase estrus
tikus betina sebelum dilakukan uji
aktivitas seksual
Gambar 5.14 Pengamatan aktivitas
seksual intromission latency dan
intromission frequency tikus jantan
terhadap tikus betina selama 30 menit
Perlakuan terhadap Hewan Uji (Tikus Putih Jantan Sparague Dawley)
Gambar 5.10 Proses
aklimatisasi hewan uji Gambar 5.11
Penimbangan hewan uji Gambar 5.12
Penyondean Ekstrak
Etanol 90% daun Kelor
(Moringa oleifera Lam)
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Terminasi Hewan Uji dan Penyiapan Kauda Epididimis
Gambar 5.15 Terminasi
Hewan Uji dengan eter Gambar 5.16
Pembedahan Hewan Uji
Gambar 5.17 Pengambilan kauda
epididimis
Gambar 5.18 Penyiapan Gambar 5.19 Kauda
larutan NaCl Fisiologis Epididimis
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Gambar 5.20 Pengeluaran spermatozoa
dari kauda epididimis
Gambar 5.21 Penetesan
suspensi spermatozoa pada
Hemasitometer Neubareur Gambar 5.22 Spermatozoa sebelum
pengenceran yang
dihitung dalam 1 kotak
besar pada mikroskop
perbesaran 400x
Gambar 5.23 Pengenceran suspensi
spermatozoa dengan
larutan George
Gambar 5.24 Penetesan
suspensi sperma yang telah
diencerkan pada bilik
Neubareur
Gambar 5.25
Pengamatan suspensi
sperma pada bilik
Neubareur dengan
mikroskop
Gambar 5.26 Spermatozoa dihitung
dalam 1 kotak setelah
pengenceran pada
mikroskop perbesaran
400x
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
Gambar 5.27 Pengambilan Organ
Testis
Gambar 5.28 Pengawetan
organ testis dengan larutan
formalin
Gambar 5.29 Preparat
histologi testis hewan uji
Gambar 5.30 Pengamatan tubulus
seminiferus dengan
mikroskop perbesaran
100x
Gambar 5.31 Pengukuran diameter
tubulus seminiferus hewan uji
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Rendemen, Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak
Etanol 90% Daun Kelor
1. Perhitungan Rendemen
Berat Ekstrak = 527,433 gram
Berat Simplisia = 2400 gram
2. Perhitungan Kadar Air Ekstrak
Setelah dilakukan Freeze dry
W1= Berat Ekstrak
W2= Berat Ekstrak setelah di oven
a. Perhitungan kadar sebelum di freeze dry :
Percobaan W1 W2 % Kadar
Air
Rerata % Kadar
Air
I 1,03 gram 0,78 gram 24,22% 24,20%
II 1,04 gram 0,79 gram 24,17%
b. Perhitutangan kadar sesudah di freeze dry :
Percobaan W1 W2 % Kadar
Air
Rerata %
Kadar Air
I 1,0575 gram 0,128 gram 12,11% 12,04%
II 1,154 gram 0,1380 gram 11,97%
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Perhitungan Kadar Abu
A = Berat cawan + ekstrak
B = Berat sampel
C = Berat cawan kosong
Percobaan I :
A = 27,6446 gr
B = 2, 0557 gr
C = 27,5307 gr
= 5,537%
:
= 8,3935%
Percobaan II :
A = 42,4801 gr
B = 2,1 gr
C = 42,2370 gr
= 11,25%
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Bobot Badan Tikus
Hari Tikus
Rata-rata bobot (gram)
Kontrol Dosis rendah
50 mg/kgBB
Dosis sedang
200mg/kgBB
Dosis Tinggi
800 mg/kgBB
Akllimatisasi
1 270 227 230 316
2 322 270 233 291
3 270 262 203 263
4 308 234 298 243
5 272 243 226 198
Rerata 288,4 247,2 238,0 262,2
± SD 24,80 18,29 35,56 45,32
Hari ke 1
1 325 281 304 327
2 309 309 298 345
3 354 291 265 250
4 330 283 340 290
5 365 315 268 322
Rerata 336,6 295,8 295 306,8
± SD 22,63 15,40 30,59 37,44
Hari ke 2
1 335 288 306 324
2 309 303 297 343
3 358 300 268 245
4 329 278 334 288
5 358 318 256 320
Rerata 337,8 297,4 292,2 304
± SD 20,80 15,22 31,05 38,45
Hari ke 3
1 334 290 301 319
2 314 302 295 343
3 360 291 269 246
4 328 278 335 289
5 360 313 260 315
Rerata 339,2 294,8 292 302,4
± SD 20,33 13,26 29,55 36,89
Hari ke 4
1 330 295 307 323
2 317 303 295 250
3 360 291 270 363
4 323 282 327 289
5 361 322 261 317
Rerata 338,2 298,6 292 308,4
± SD 20,87 15,11 26,94 42,00
Hari ke 5 1 333 296 299 320
2 319 306 296 344
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3 352 297 273 253
4 322 278 330 282
5 361 317 262 318
Rerata 337,4 298,8 292 303,4
± SD 18,47 14,38 26,32 35,83
Hari ke 6
1 330 297 300 320
2 319 303 297 344
3 351 297 271 255
4 326 289 330 283
5 364 324 266 318
Rerata 338 302 292,8 304
± SD 18,80 13,27 25,72 34,98
Hari ke 7
1 333 302 305 320
2 323 304 300 344
3 355 294 272 253
4 326 285 331 283
5 364 327 265 315
Rerata 340,2 302,4 294,6 303
± SD 18,27 15,66 26,69 35,40
Hari ke 8
1 331 298 304 319
2 320 309 295 344
3 353 299 271 254
4 329 287 331 282
5 358 327 266 316
Rerata 338,2 304 293,4 303
± SD 16,42 15,03 26,37 35,17
Hari ke 9
1 330 300 304 322
2 323 303 295 344
3 355 297 271 251
4 330 282 331 278
5 356 326 266 309
Rerata 338,8 301,6 293,4 300,8
± SD 15,51 15,85 26,37 36,68
Hari ke 10
1 330 303 308 327
2 323 303 296 342
3 356 295 276 256
4 322 285 340 283
5 358 331 273 317
Rerata 337,8 303,4 298,6 305
± SD 17,81 17,11 27,27 34,94
Hari ke 11 1 326 307 305 321
2 323 303 298 343
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3 355 296 278 260
4 325 284 340 285
5 355 327 271 322
Rerata 336,8 303,4 298,4 306,2
± SD 16,65 15,82 27,12 33,19
Hari ke 12
1 327 310 307 327
2 325 304 303 344
3 348 295 283 263
4 324 290 339 284
5 360 335 270 324
Rerata 336,8 306,8 300,4 308,4
± SD 16,30 17,57 26,30 33,59
Hari ke 13
1 332 307 308 325
2 328 303 304 340
3 346 296 281 265
4 327 286 338 288
5 355 327 272 322
Rerata 337,6 303,8 300,6 308
± SD 12,34 15,22 25,82 30,65
Hari ke 14
1 328 311 308 328
2 328 303 308 339
3 346 298 282 263
4 329 288 348 289
5 357 336 273 318
Rerata 337,6 307,2 303,8 307,4
± SD 13,28 18,13 29,21 31,00
Hari ke 15
1 329 313 307 330
2 330 309 300 340
3 345 296 281 263
4 327 290 350 295
5 361 337 277 318
Rerata 338,4 309 303 309,2
± SD 14,52 18,23 29,13 30,80
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Pengamatan Intromission
No Kelompok Hewan Uji
Parameter
Intromission
Latency(detik)
Intromission
Frequency
1
Kontrol
Tikus 1 - 0
2 Tikus 2 24.00 (1440) 1
3 Tikus 3 - 0
4 Tikus 4 - 0
5 Tikus 5 - 0
Rerata 288 1
± SD - 0
1
Dosis Rendah
50 mg/kgBB
Tikus 1 - 0
2 Tikus 2 - 0
3 Tikus 3 - 0
4 Tikus 4 - 0
5 Tikus 5 05.52 (352) 14
Rerata 70,4 14
± SD - 0
1
Dosis Sedang
200 mg/kgBB
Tikus 1 - 0
2 Tikus 2 - 0
3 Tikus 3 - 0
4 Tikus 4 - 0
5 Tikus 5 - 0
Rerata - 0
± SD - 0
1
Dosis Tinggi
800 mg/kgBB
Tikus 1 - 0
2 Tikus 2 - 0
3 Tikus 3 - 0
4 Tikus 4 - 0
5 Tikus 5 - 0
Rerata - 0
± SD - 0
100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji
No Kelompok
Uji Tikus
Pengenceran Jumlah
Sperma
Konsentrasi
Spermatozoa
(juta/mL)
Rata-rata
Konsentrasi
Spermatozoa
Tiap Tikus
(juta/mL) Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
1
Kontrol
Tikus 1 50 x 50 x 11 15 13,75 18,75 16,25
2 Tikus 2 50 x 50 x 15 11 18,75 13,75 16,25
3 Tikus 3 50 x 50 x 14 9 17,50 11,25 14,38
4 Tikus 4 50 x 50 x 10 9 12,50 11,25 11,88
5 Tikus 5 50 x 50 x 8 9 10,00 11,25 10,63
Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tiap Tikus (juta/mL) 13,88
± Standar Deviasi 2,55
1
Dosis
Rendah 50
mg/kgBB
Tikus 1 50 x 50 x 16 19 20,00 23,75 21,88
2 Tikus 2 50 x 50 x 7 12 8,75 15,00 11,88
3 Tikus 3 50 x 50 x 19 14 23,75 17,50 20,63
4 Tikus 4 50 x 50 x 18 14 22,50 17,50 20,00
5 Tikus 5 50 x 50 x 11 7 13,75 8,75 11,25
Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tiap Tikus (juta/mL) 17,13
± Standar Deviasi 5,13
1
Dosis
Sedang 200
mg/kgBB
Tikus 1 50 x 50 x 12 15 15,00 18,75 16,88
2 Tikus 2 50 x 50 x 14 10 17,50 12,50 15,00
3 Tikus 3 50 x 50 x 16 16 20,00 20,00 20,00
4 Tikus 4 50 x 50 x 13 19 16,25 23,75 20,00
5 Tikus 5 50 x 50 x 22 26 27,50 32,50 30,00
Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tiap Tikus (juta/mL) 20,38
± Standar Deviasi 5,79
1
Dosis
Tinggi 800
mg/kgBB
Tikus 1 50 x 50 x 22 19 27,50 23,75 25,63
2 Tikus 2 50 x 50 x 10 11 12,50 13,75 13,13
3 Tikus 3 50 x 50 x 29 28 36,25 35,00 35,63
4 Tikus 4 50 x 50 x 19 23 23,75 28,75 26,25
5 Tikus 5 50 x 50 x 30 33 37,50 41,25 39,38
Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tiap Tikus (juta/mL) 28,00
± Standar Deviasi 10,22
101
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji
No Kelompok
Uji
Nomor
Hewan
Uji
Rata-rata
Diameter Tubulus
Seminiferus Tiap
Hewan Uji (µm)
perbesaran 100x
Rata-rata Diameter
Tubulus Seminiferus
Tiap Kelompok (µm)
perbesaran 100x ±
SD
1
Kontrol
Tikus 1 217,112
203,1636
±
9,906427
2 Tikus 2 197,083
3 Tikus 3 208,863
4 Tikus 4 192,108
5 Tikus 5 200,652
1
Dosis
Rendah 50
mg/kgBB
Tikus 1 224,446
206,1594
±
12,70698
2 Tikus 2 197,862
3 Tikus 3 198,449
4 Tikus 4 195,518
5 Tikus 5 214,522
1
Dosis
Sedang 200
mg/kgBB
Tikus 1 188,526
193,1382
±
15,36012
2 Tikus 2 204,514
3 Tikus 3 174,645
4 Tikus 4 185,178
5 Tikus 5 212,828
1
Dosis
Tinggi 800
mg/kgBB
Tikus 1 204,873
198,8106
±
9,906427
2 Tikus 2 203,244
3 Tikus 3 184,554
4 Tikus 4 208,367
5 Tikus 5 193,015
102
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa Hewan Uji
a. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Konsentrasi Spermatozoa
Uji Normalitas Shapiro Wilk
Tujuan : Untuk melihat distribusi data konsentrasi spermatozoa
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal
b. Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima.
- Jika nilai signifikansi ≤0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality
Kelompok perlakuan Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Konsentrasi
Spermatozoa
Kontrol ,224 5 ,200* ,881 5 ,313
50 mg/kgBB ,312 5 ,125 ,801 5 ,082
200 mg/kgBB ,326 5 ,089 ,858 5 ,221
800 mg/kgBB ,208 5 ,200* ,945 5 ,699
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keputusan : Uji normalitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok perlakuan
terdistribusi normal
Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data konsentrassi spermatozoa homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa homogen
: Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak homogen
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
103
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
Konsentras i Spermatozoa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,121 3 16 ,138
Keputusan : Uji homogenitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok
homogen (p≥0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji one way
ANOVA
b. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi spermatozoa
c. Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi
spermatozoa
d. Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima, berarti tidak terdapat
perbedaan.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
ANOVA
Konsentrasi Spermatozoa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 549,192 3 183,064 4,290 ,021
Within Groups 682,778 16 42,674
Total 1231,970 19
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna, sehingga
dilanjutkan dengan uji BNT/LSD.
Uji Beda Nyata Terkecil/LSD
Tujuan : Untuk menentukan data konsentrasi spermatozoa mana
yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna
dengan data konsentrasi spermatozoa kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data tidak berbeda secara bermakna
: Ha : Data berbeda secara bermakna
104
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Konsentrasi Spermatozoa
LSD
(I) kelompok (J) dosis
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol 50 mg/kg/BB -3,25000 4,13152 ,443 -12,0084 5,5084
200 mg/kg/BB -6,49800 4,13152 ,135 -15,2564 2,2604
800 mg/kg/BB -14,12600* 4,13152 ,004 -22,8844 -5,3676
50 mg/kg/BB Kontrol 3,25000 4,13152 ,443 -5,5084 12,0084
200 mg/kg/BB -3,24800 4,13152 ,443 -12,0064 5,5104
800 mg/kg/BB -10,87600* 4,13152 ,018 -19,6344 -2,1176
200 mg/kg/BB Kontrol 6,49800 4,13152 ,135 -2,2604 15,2564
50 mg/kg/BB 3,24800 4,13152 ,443 -5,5104 12,0064
800 mg/kg/BB -7,62800 4,13152 ,083 -16,3864 1,1304
800 mg/kg/BB Kontrol 14,12600* 4,13152 ,004 5,3676 22,8844
50 mg/kg/BB 10,87600* 4,13152 ,018 2,1176 19,6344
200 mg/kg/BB 7,62800 4,13152 ,083 -1,1304 16,3864
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Konsentrasi spermatozoa kelompok dosis 800 mg/kgBB berbeda
secara bermakna terhadap kontrol.
105
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus Hewan Uji
a. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Diameter Tubulus Seminiferus
Uji Normalitas Shapiro Wilk
Tujuan : Untuk melihat distribusi data diameter tubulus seminiferus
Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus terdistribusi normal
: Ha : Data diameter tubulus seminiferus tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima.
- Jika nilai signifikansi ≤0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality
Kelompok Perlakuan Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Diameter
tubulus
seminiferus
Kontrol ,200 5 ,200* ,965 5 ,841
50 mg/kg/BB ,328 5 ,084 ,837 5 ,156
200 mg/kg/BB ,218 5 ,200* ,957 5 ,784
800 mg/kg/BB ,274 5 ,200* ,908 5 ,458
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keputusan : Uji normalitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok
perlakuan terdistribusi normal
Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data diameter tubulus seminiferus
homogen atau tidak
Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus homogen
: Ha : Data diameter tubulus seminiferus tidak homogen
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
106
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
Diameter Tubulus Seminiferus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,979 3 16 ,427
Keputusan : Uji homogenitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok
homogen (p≥0,05) sehingga dapat dilanjukan dengan uji one way
ANOVA
c. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi spermatozoa
a. Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi
spermatozoa
b. Hipotesis :
c. Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
d. Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima, berarti tidak terdapat
perbedaan.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
ANOVA
Diameter Tubulus Seminiferus
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 480,111 3 160,037 1,082 ,385
Within Groups 2366,588 16 147,912
Total 2846,699 19
Keputusan : Data diamater tubulus seminiferus tidak berbeda secara bermakna,
sehingga pengujian BNT/LSD tidak diakukan
107
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Analisis Data Uji Intomission Latency
a. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Intromission Latency
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data intromission latency
Hipotesis : Ho : Data intromission latency terdistribusi normal
:Ha : Data intromission latency tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikansi ≤0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Intromission
latency
N 2
Normal Parametersa,b
Mean 900,0000
Std. Deviation 763,67532
Most Extreme Differences Absolute ,260
Positive ,260
Negative -,260
Test Statistic ,260
Asymp. Sig. (2-tailed) .c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. Significance can not be computed because sum of case
weights is less than 5.
Keputusan : Nilai signifikansi tidak dapat dihitung.
Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data intromission latency homogen atau
tidak
Hipotesis : Ho : Data diameter intromission latency homogen
: Ha : Data diameter intromission latency tidak homogen
Pengambilan Keputusan :
108
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Warnings
Test of homogeneity of variances cannot be performed for Intromission latency because
only one group has a computed variance.
Keputusan : Data tidak dapat ditampilkan. Sehingga dilakukan uji non
parametrik Kruskal Wallis.
b. Uji Kruskal-Wallis
e. Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data intromission
latency
f. Ho : Data intromission latency tidak berbeda secara bermakna
g. Ha : Data intromission latency berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima, berarti tidak terdapat
perbedaan.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Test Statisticsa,b
Intromission
latency
Chi-Square 1,000
Df 1
Asymp. Sig. ,317
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kelompok
Keputusan : Data intromission latency tikus Sprague Dawley jantan
tidak berbeda secara bermakna.
109
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Analisis Data Uji Intomission Frequency
a. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Intromission Frequency
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data intromission frequency
Hipotesis : Ho : Data intromission frequency terdistribusi normal
:Ha : Data intromission frequency tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikansi ≤0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Intromission
frequency
N 2
Normal Parametersa,b
Mean 7,5000
Std. Deviation 9,19239
Most Extreme Differences Absolute ,260
Positive ,260
Negative -,260
Test Statistic ,260
Asymp. Sig. (2-tailed) .c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. Significance can not be computed because sum of case
weights is less than 5.
Keputusan : Nilai signifikansi tidak dapat dihitung.
Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data intromission frequency homogen atau
tidak
Hipotesis : Ho : Data diameter intromission frequency homogen
: Ha : Data intromission frequency tidak homogen
Pengambilan Keputusan :
110
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Warnings
Test of homogeneity of variances cannot be performed for Intromission frequency because
only one group has a computed variance.
Keputusan : Data tidak dapat ditampilkan. Sehingga dilakukan uji non
parametrik Kruskal Wallis.
b. Uji Kruskal-Wallis
h. Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data intromission
frequency
i. Ho : Data intromission frequency tidak berbeda secara bermakna
j. Ha : Data intromission frequency berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima, berarti tidak terdapat
perbedaan.
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Test Statisticsa,b
Intromission
frequency
Chi-Square 1,000
Df 1
Asymp. Sig. ,317
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kelompok
Keputusan : Data intromission frequency tikus Sprague Dawley
jantan tidak berbeda secara bermakna.