uji efektivitas ekstrak daun kaliandra (calliandra

57
i UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA ( Calliandra calothyrsus) TERHADAP MORTALITAS CACING Haemonchus contortus SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : NURPAIDAH I111 14 308 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

i

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus)

TERHADAP MORTALITAS CACING Haemonchus contortus

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Oleh :

NURPAIDAH

I111 14 308

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

ii

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus)

TERHADAP MORTALITAS CACING Haemonchus contortus

SECARA IN VITRO

Oleh :

NURPAIDAH

I111 14 308

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin Makassar

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

iii

Page 4: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

iv

Page 5: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

v

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan

hidayah-Nya sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, setelah

mengikuti proses belajar, penelitian, pengolahan data, bimbingan sampai pada

pembahasan dan pengujian skripsi dengan Judul ”UJI EFEKTIVITAS

EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) TERHADAP

MORTALITAS CACING Hemonchus contortus SECARA IN VITRO”.

Skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang Strata Satu

(S1) pada Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan hambatan dan

tantangan, sehingga penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah, hal ini disebabkan oleh

faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada dalam proses

pembelajaran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan partisipasi aktif dari

semua pihak berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi

penyempurnaan tulisan ini.

Page 6: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

vi

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis haturkan

dengan rasa hormat kepada:

1. Ayahanda tercinta H. Bora dan ibunda tersayang Hj. Maryam yang telah

melahirkan, membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap langkah penulis

dengan doa restu yang tulus serta tak henti-hentinya memberikan dukungan

baik secara moril maupun materil. Terima kasih kepada kakak-kakak tercinta

Andi Prabowo Putra, Hj. Rukmawati, Abd. Hafid, Hj. Rosmiati, Fuad

Hadi dan Yulianti yang selalu memberi doa dan dukungan baik secara moril

maupun materil.

2. Dr. Jamila, S.Pt, M.Si selaku pembimbing utama dan drh. Kusumandari

Indah Prahesti, M.Si selaku pembimbing anggota yang telah memberikan

nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar dan penuh

tanggungjawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan hingga

selesainya skripsi ini.

3. Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si selaku penasehat akademik yang sangat

membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan S1.

4. Prof. Dr. Ir. Ismartoyo, M.Agr.S, Marhamah Nadir, SP., M.Si., Ph.D dan

Jamilah, S.Pt., M.Si selaku penguji mulai dari seminar proposal hingga

seminar hasil penelitian, terima kasih telah berkenan mengarahkan dan

memberi saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin.

Page 7: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

vii

6. Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Wakil Dekan I Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin

7. Dr. Ir. Hj. Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin.

8. Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin.

9. Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah

banyak memberi ilmu yang sangat bernilai bagi penulis.

10. Seluruh Staf dalam lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,

yang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama

menjalani kuliah hingga selesai.

11. Ibu Anti, Kak Emi, dan Kak Akbar terima kasih telah meluangkan

waktunya untuk membantu dalam proses mengekstrak bahan penelitian.

12. Daeng Aco dan Kawan-kawan RPH Antang terima kasih telah membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian.

13. Team Penelitian Muqarramah dan Lisnawati terima kasih atas kerja sama

dan bantuannya selama proses penelitian.

14. Teman-teman seperjuangan dari mahasiswa baru Meygi C. Putri Ilahude,

Lisnawati, Ismah Ulfiyah Azis, Muqarramah, Daeva Mubarika Raisa,

Zarah Mawarni Agus, Devi Sriana, Widiya Asri Puspitawati, Fauziah

Hasdin, Ruhul Izza Aras, dan St. Nurfitrah U terima kasih telah menjadi

sahabat, teman, sekaligus keluarga termasuk dalam bagian hidup saya dan

terima kasih banyak atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

Page 8: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

viii

15. Teman-teman dan Kakanda yang membantu banyak dalam penyusunan tugas

akhir Abd. Rajab, Muh. Zulkarnain dan Kak Hardianto Polapa, S.Pt.

16. Teman-teman FAPET C, ANT 14, dan HUMANIKA UH yang tak bisa saya

sebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas kebersamaan dan bantuannya

selama ini.

17. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Peternakan kepada kakanda angkatan 11,

12, 13 dan Adinda 15, 16, dan 17 terima kasih atas kerjasamanya.

18. Rekan-rekan Seperjuangan di lokasi KKN Ang. 96 Desa Benteng,

Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep, Hatuti, Mirna Yusnita,

Ruslianto Sumule Pongtuluran dan Rusdiansyar, serta Bapak M. Nasir

sekeluarga beserta warga Desa Benteng, Kecamatan Mandalle,

Kabupaten Pangkep Terima kasih atas kerjasamanya dan pengalaman saat

KKN.

Semoga Allah S.W.T membalas budi baik semua yang penulis telah

sebutkan diatas maupun yang belum sempat ditulis. Akhir kata, Harapan Penulis

kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya dan diri

pribadi penulis. Amin....

Wassalumualaikum Wr.Wb.

Makassar, Mei 2018

Penulis

Page 9: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

ix

ABSTRAK

Nurpaidah (I111 14 308). Uji Efektivitas Ekstrak Daun Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) terhadap Mortalitas Cacing Haemonchus contortus secara In Vitro

(Di bawah bimbingan Jamila sebagai Pembimbing Utama dan Kusumandari

Indah Prahesti sebagai Pembimbing Anggota)

Kaliandra (Calliandra calothyrsus) merupakan tanaman pakan yang mengandung

tanin yang tinggi. Tanin pada daun kaliandra dapat menyebabkan kematian pada

cacing. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun

kaliandra (C. calothyrsus) terhadap mortalitas cacing Haemonchus contortus

secara in vitro. Analisis statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak

Lengkap yang terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan terdiri

dari R0 (NaCl fiologis 0,9%), R1 (Albendazole 10 mg/ml), R2 (ekstrak daun

kaliandra 10%), R3 (ekstrak daun kaliandra 25%), R4 (ekstrak daun kaliandra

50%), dan R5 (ekstrak daun kaliandra 100%). Hasil analisis kandungan tanin

menunjukkan bahwa kandungan tanin ekstrak daun kaliandra, yaitu pada R2

0,5%, R3 1,25%, R4 2,5%, dan R5 5%. Hasil pengujian secara in vitro

menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

jumlah kematian cacing Haemonchus contortus pada jam pertama, kedua, dan

ketiga pengamatan. Pemberian ekstrak daun kaliandra kosentrasi 100% secara in

vitro pada cacing Haemonchus contortus telah mengalami kematian 100% pada

jam ke–3 dan pemberian ekstrak konsentrasi 10%, 25% dan 50% pada jam ke–4.

Kesimpulan penelitian ini, yaitu ekstrak daun kaliandra memiliki efektivitas

dalam mematikan cacing Haemonchus contortus dan waktu optimal yang

dibutuhkan ekstrak daun kaliandra dalam mematikan cacing pada konsentrasi

100% adalah 2 jam. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kaliandra maka

semakin cepat waktu kematian cacing Haemonchus contortus.

Kata kunci : Ekstrak daun kaliandra (Calliandra calothyrsus), cacing

Haemonchus contortus, mortalitas

Page 10: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

x

ABSTRACT

Nurpaidah (I11114 308). Effectiveness of Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

Leaf Extract on Mortality of Haemonchus contortus In Vitro. Supervised by

Jamila (Main Supervisor) and Kusumandari Indah Prahesti (Cosupervisor).

Kaliandra (Calliandra calothyrsus) is a feed plant containing high tannins. Tannin

on Kaliandra leaf can cause death in worms. The purpose of this research was to

know the effectivity of Kaliandra (C. calothyrsus) leaf extract on Haemonchus

contortus mortality in vitro. Statistical analysis used was Completely Randomized

Design consisting of six treatments and four replications. The structure of

treatments were R0 (0,9% of NaCl), R1 (10 mg/ml of Albendazole), R2 (10% of

Kaliandra leaf extract), R3 (25% of Kaliandra leaf extract), R4 (50% of Kaliandra

leaf extract), and R5 (100% of Kaliandra leaf extract). The result of tannin content

analysis showed that tannin content of R2 was 0,5%, R3 1,25%, R4 2,5%, and R5

5%. In vitro examination showed that the treatment had significant effect (P<0,01)

on the mortality of Haemonchus contortus at the first, second, and third hours of

observation. Kaliandra leaf extract with concentration of 100% resulted 100%

mortality after 3 hours of treatment, while concentration of 10%, 25%, and 50%

resulted 100% mortality after 4 hours of treatment. This research showed that

Kaliandra leaf extract had effectiveness of causing mortality on Haemonchus

contortus and the optimal time for concentration of 100% was 2 hours. Higher

concentration of Kaliandra leaf extract causing faster mortality of Haemonchus

contortus.

Keywords: Kaliandra (Calliandra calothyrsus) leaf extract, Haemonchus

contortus, mortality

Page 11: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................ v

ABSTRAK ............................................................................................. ix

ABSTRACT .......................................................................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xv

PENDAHULUAN .................................................................................. 1

Latar Belakang................................................................................ 1

Rumusan Masalah ........................................................................... 3

Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5

Tinjauan Umum Kaliandra (Calliandra calothyrsus) ...................... 5

Potensi Kaliandra (Calliandra calothyrsus) ..................................... 7

Tinjauan Umum Cacing Haemonchus contortus ............................ 8

Mekanisme Kerja Anthelmintik ..................................................... 11

Metode Ekstraksi ............................................................................ 14

Pengujian Athelmintik secara In Vitro ............................................. 16

Hipotesis ........................................................................................ 17

Page 12: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

xii

METODE PENELITIAN ..................................................................... 18

Waktu dan Tempat ......................................................................... 18

Materi Penelitian ............................................................................ 18

Metode Penelitian .......................................................................... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 22

Zat aktif yang terdapat pada Daun Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) yang berpotensi sebagai Anthelmintik ........................ 22

Pengaruh Ekstrak Daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

terhadap Waktu dan Jumlah Kematian Cacing Haemonchus

contortus secara In Vitro ................................................................ 24

Waktu yang Dibutuhkan Ekstrak Daun Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) dalam Mematikan Cacing Haemonchus contortus ....... 26

PENUTUP ............................................................................................. 29

Kesimpulan..................................................................................... 29

Saran .............................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 30

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

Page 13: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

xiii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kandungan Tanin pada Ekstrak Daun Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) ........................................................................................... 22

2. Persentase Jumlah Kematian Cacing Haemonchus contortus pada

Setiap Perlakuan Selama 4 Jam ............................................................. 24

Teks

Page 14: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

xiv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) .................................................. 6

2. Cacing Haemonchus contortus ........................................................ 9

3. Siklus Hidup Haemonchus sp. ......................................................... 10

4. Diagram Waktu dan Jumlah Kematian Cacing Haemonchus

contortus pada setiap Perlakuan ......................................................... 26

Teks

Page 15: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Pengolahan Data Menggunakan Program SPSS Versi 16.0 jam Ke

1 .................................................................................................... 36

2. Pengolahan Data Menggunakan Program SPSS Versi 16.0 jam Ke

2 .................................................................................................... 37

3. Pengolahan Data Menggunakan Program SPSS Versi 16.0 jam Ke

3 .................................................................................................... 38

4. Pengolahan Data Menggunakan Program SPSS Versi 16.0 jam Ke

4 .................................................................................................... 39

5. Dokumentasi Penelitian Uji Efektivitas Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) terhadap Mortalitas Cacing Haemonchus contortus

secara In Vitro ................................................................................. 40

Teks

Page 16: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan

keberhasilan usaha peternakan. Tatalaksana dalam menjaga kesehatan yang benar

dalam peternakan memiliki peran yang besar dalam keberhasilan usaha

peternakan. Ternak yang terserang penyakit dapat mengakibatkan produktivitas

ternak tersebut menurun bahkan penyakit yang menular dapat mengakibatkan

kematian dan akan merugikan suatu usaha peternakan.

Salah satu penyakit yang sering menyerang ternak adalah penyakit

kecacingan. Penyakit ini pada umumnya tidak mematikan, namun dapat

menghambat pertumbuhan karena ternak yang terinfestasi cacing tidak dapat

menyerap nutrisi dari pakan dengan baik. Salah satu penyakit kecacingan adalah

haemonchosis yang disebabkan oleh cacing Haemonchus contortus. Cacing ini

merupakan parasit yang patogenik, luas penyebaran dan tingkat infestasinya dapat

mencapai 80%. Indonesia yang beriklim tropis basah sangat menguntungkan

kelangsungan hidup dan mempermudah penularannya (Lastuti dkk., 2006). Di

Indonesia penyakit yang disebabkan oleh cacing ini merupakan penyakit parasiter

yang bersifat endemis. Prevalensi pada sapi perah di provinsi Lampung sebesar

40,625% (Larasati, 2016), dan di desa Petang, kecamatan Petang, kabupaten

Badung infestasi pada sapi Bali sebesar 24,07% (Yasa, 2011). Menurut Clark dkk.

(1962) infestasi hiperakut cacing ini dapat menyebabkan ternak kehilangan darah

200 ˗ 600 ml/hari sehingga ternak mengalami anemia dan mati mendadak.

Page 17: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

1

Penanggulangan terhadap infestasi cacing yang sering dilakukan peternak

pada saat ini adalah dengan memberi obat cacing (anthelmintik). Anthelmintik

buatan pabrik dikhawatirkan dapat menyebabkan resistensi dan memiliki harga

yang mahal sehingga tidak terjangkau oleh peternak. Menurut Dargazt dkk.

(2000) kasus resistensi cacing yang pernah dilaporkan terjadi antara lain

Oesophagostonum spp. yang menginfeksi babi, resisten terhadap Pyrantel dan

Levamisol atau kasus Cyathostomes pada kuda resisten terhadap Benzimidazol.

Salah satu alternatif terhadap permasalahan tersebut adalah menggunakan

anthelmintik dari tanaman. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk

menguji daya anthelmintik asal tanaman, seperti yang dilakukan oleh Endrawati

dan Saputri (2015) menguji daya anthelmintik infusa dan ekstrak daun srikaya

(Annona squamosa L.). Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa infusa dan

ekstrak daun srikaya memiliki daya antelmintik terhadap cacing Ascaridia galli.

Hanifah (2010) menguji aktivitas anthelmintik ekstrak daun jarak pagar (Jatropa

curcas L.) yang menunjukkan bahwa infusa dan ekstrak daun jarak pagar memiliki

aktivitas anthelmintik terhadap cacing pita dan cacing A. galli. Selain kedua

tanaman tersebut, kaliandra (C. calothyrsus) juga dapat dijadikan anthelmintik.

Hal ini sesuai dengan penelitian Hadili dkk., (2013) yang menguji efektivitas

infusa daun kaliandra (C. calothyrsus Meissn.) terhadap mortalitas cacing

Raillietina echinobothrida secara in vitro. Penelitian tersebut menunjukkan

semakin tinggi konsentrasi infusa daun kaliandra (C. calothyrsus Meissn.) yang

digunakan maka semakin banyak cacing R. echinobothrida yang mati.

Page 18: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

2

Kaliandra merupakan tanaman pakan yang termasuk dalam famili

leguminosa yang memiliki kandungan tanin yang tinggi, yaitu lebih dari 10%

(Setyawati dkk., 2017). Tingginya kandungan tanin pada tanaman ini berpotensi

untuk dijadikan anthelmintik. Tanin pada tanaman bekerja dengan merusak

mikrovili (Hadili, 2013), merusak tegumen (Ridwan dkk., 2010), dan memiliki

aktivitas ovisidal (Tiwow dkk., 2011). Penelitian Molan dkk. (2000) menunjukkan

bahwa ekstrak tanin dari tanaman L. cuneata dapat mengurangi perkembangan

larva cacing nematoda (L3) sampai 91%, mengurangi jumlah telur yang menetas

sampai 34% dan menurunkan motilitas dari larva L3 sampai 30%. Penelitian ini

dilakukan untuk menguji efektivitas ekstrak daun kaliandra (C. calothyrsus)

terhadap mortalitas cacing Haemonchus contortus secara in vitro.

Rumusan Masalah

Penanggulangan infestasi cacing dengan menggunakan anthelmintik

sintetik dikhawatirkan dapat menyebabkan resistensi dan memiliki harga yang

mahal sehingga tidak terjangkau oleh peternak. Salah satu alternatif terhadap

permasalahan tersebut adalah dengan pemberian obat cacing asal tanaman, salah

satunya adalah daun kaliandra (C. calothyrsus). Oleh karena itu dibutuhkan

pengujian mengenai efektivitas ekstrak daun kaliandra terhadap mortalitas cacing

Haemonchus cortortus secara in vitro.

Page 19: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

3

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun

kaliandra (C. calothyrsus) terhadap cacing Haemonchus contortus secara in vitro.

Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai

efektivitas anthelmintik ekstrak daun kaliandra (C. calotyrsus) terhadap cacing

Haemonchus contortus secara in vitro.

Page 20: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

4

TINJAUAN PUSTAKAN

Tinjauan Umum Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

Kaliandra merupakan tanaman leguminosa berupa pohon kecil atau perdu

yang termasuk ke dalam keluarga leguminosae. Tanamana kaliandra memiliki 132

spesies tersebar dari Amerika Utara hingga Amerika Selatan, 9 jenis berasal dari

Madagaskar, 2 jenis dari Afrika, dan 2 jenis dari India. Tanaman ini masuk ke

pulau Jawa pada tahun 1963 berasal dari Guatemala selatan yaitu spesies

Calliandra calothyrsus berbunga merah dan Calliandra tetragona berbunga putih,

dengan tujuan utama adalah sebagai pohon pelindung perkebunan kopi. Kaliandra

merupakan jenis tanaman serba guna yang populer dan mudah ditanam, cepat

tumbuh, dan bertunas kembali setelah dipangkas berulang kali. Spesies

Calliandra calothyrsus merupakan salah satu spesies kaliandra yang sangat

populer di Indonesia, terutama di masyarakat yang berada pada areal kawasan

hutan di pulau Jawa sebagai tanaman multiguna untuk konservasi lahan, reklamasi

lahan marginal, hijauan pakan ternak, pakan lebah, penyedia pupuk hijau dan

bubur kayu (pulp) untuk membuat kertas (Herdiawan dkk., 2008; Tangendjaja

dkk., 1992).

Keunggulan kaliandra yang khususnya berkaitan dengan kepentingan

pakan ternak adalah (1) mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi

(±20%); (2) kuantitas panen hijauan cukup baik sekitar 10 ton per hektar pada

kepadatan 10.000 tanaman per hektar dengan tinggi pemotongan 1 m pada

interval pemotongan 12 minggu; (3) memberi pasokan hijauan yang

berkesinambungan karena kaliandra tetap tumbuh baik di musim kemarau

Page 21: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

5

(Budiman, 2011). Klasifikasi tanaman kaliandra merah menurut Nugroho (2015),

Mannetje dan Jones (1992) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Famili : Fabaceae/Leguminosae

Genus : Calliandra

Spesies : Calliandra calothyrsus Meissn.

Tanaman kaliandra (Calliandra calothyrsus) termasuk dalam subfamili

Mimosoideae merupakan tumbuhan bersemak dengan ketinggian berkisar 4 6

meter. Pada lingkungan yang sesuai pertumbuhannya dapat mencapai 12 meter

dengan diameter batang mencapai 30 cm. Daun berwarna hijau gelap. Tipe daun

merupakan daun majemuk yang berpasangan. Bunganya berwarna merah dengan

panjang 4–6 cm, sedangkan buahnya berwarna coklat kehitaman dengan panjang

8–11 cm dan lebar 12 mm (Gambar 1). Bentuk bijinya ellips dan pipih

(Tangendjaja dkk., 1992).

Gambar 1. Kaliandra (Calliandra calothyrsus) (Setiawan, 2015)

Page 22: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

6

Potensi Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

Kaliandra diketahui pakan yang mengandung protein tinggi. Penelitian

yang dilakukan oleh Tangendjaja dkk. (1992) menunjukkan bahwa hasil analisis

proksimat tanaman ini yaitu protein kasar 24 %, lemak kasar 4,1–5,0%, abu 5,0–

7,6%, NDF 24,0–34,0%, selulosa 15,0%, dan lignin 10,0–11,8%. Kandungan

protein kasar daun kaliandra umur 1 minggu cukup tinggi yaitu sebesar 39,28%

dan semakin turun kandungan proteinnya sejalan dengan bertambahnya umur

daun tanaman tersebut, hal ini disebabkan daun yang tua, serat dan bahan lainnya

semakin tinggi sehingga proporsi protein dalam komposisi keseluruhan menjadi

lebih kecil.

Pemberian kaliandra sebagai pakan sebaiknya dibatasi maksimum 30–40%

dari total pakan hijauan segar yang diberikan karena bila diberikan berlebih tidak

akan dimanfaatkan secara optimum dan pengaruhnya tidak signifikan (Herdiawan

dkk., 2008). Kaliandra mengandung tanin dengan konsentrasi cukup tinggi

sebesar 11% (Ahn dkk., 1989). Tanin adalah senyawa bahan alam yang terdiri

dari sejumlah besar gugus hidroksi fenolik. Senyawa ini banyak terdapat pada

berbagai tanaman terutama tanaman yang mengandung protein tinggi karena tanin

diperlukan oleh tanaman tersebut sebagai sarana proteksi dari serangan mikroba,

insekta ataupun ternak yaitu dengan menonaktifkan enzim-enzim protease dari

bakteri dan insekta yang bersangkutan (Cheeke dan Shull, 1989). Tanin terbagi

dua bagian yaitu tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi, tanin yang terhidrolisa

dapat diuraikan oleh asam atau enzim tanase, sedangkan tanin terkondensasi

agak sulit diurai (Herdiawan dkk., 2008).

Page 23: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

7

Tanin merupakan senyawa antinutrisi yang memiliki gugus fenol dan

bersifat koloid. Tanin membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat

(selulosa, hemiselulosa, dan pektin), mineral, vitamin dan enzim mikroba di

dalam rumen (Widyobroto dkk., 2007). Kompleks ikatan tanin dengan protein

dapat terlepas pada pH rendah di dalam abomasum sehingga protein dapat

didegradasi oleh enzim pepsin dan asam-asam amino yang dikandungnya dapat

dimanfaatkan oleh ternak (Jayanegara dkk., 2008). Tanin dapat digunakan sebagai

agen defaunasi yang dapat menurunkan populasi protozoa sehingga mampu

menekan emisi metan di dalam rumen (Makkar, 2003).

Tinjauan Umum Cacing Haemonchus contortus

Cacing Haemonchus sering menginfeksi ruminansia terutama sapi, domba

dan kambing (Levine, 1994). Cacing ini biasanya ditemukan pada abomasum

tubuh hospes yang berada di daerah beriklim tropis dan lembab (Bowman, 2009).

Cacing dewasa jantan berukuran 10–20 mm dan diameter 400 µm, sedangkan

betinanya berukuran 18–30 mm dan diameter 500 µm dengan ukuran panjang

telur 71,80 µm dan lebar 49,52 µm (Junquera, 2004). Cacing ini berwarna merah

terang serta memiliki spikula dan bursa, tampak adanya anyaman-anyaman yang

membentuk spiral antara organ genital (ovarium) yang berwarna putih dengan

usus yang berwarna merah karena penuh berisi darah, sehingga akan tampak

berwarna merah putih secara berselang-seling (Gambar 2) (Rahayu, 2007).

Page 24: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

8

Gambar 2. Cacing Haemonchus contortus (Darmono dan Hardiman, 2011)

Menurut Noble and Noble (1989), klasifikasi cacing Haemochus contortus

adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Phylum : Nematoda

Class : Secernentea

Ordo : Strongylida

Family : Trichostrongylidae

Genus : Haemonchus

Species : Haemonchus contortus

Siklus hidup Haemonchus contortus yaitu cacing betina dewasa

mengeluarkan telur (oviparous) dan meletakkan telurnya pada stadium morula di

dalam lumen abomasum, kemudian dikeluarkan melalui feses. Telur yang

dikeluarkan bersama feses, telur tersebut telah berisi embrio yang terdiri dari 16–

32 sel, setelah 14–19 jam berada di luar telur akan menetas bila suhu cukup baik

(Soulsby, 1986). Telur berembrio akan menetas menjadi larva stadium pertama

(L1) yang memakan mikroorganisme dari feses induk semang. Selanjutnya larva

stadium kedua (L2) yang lebih aktif daripada larva stadium pertama (L1) dan

berenang dengan cepat di dalam air. Larva stadium kedua (L2) kemudian

Page 25: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

9

mengadakan ekdisis lagi membentuk larva stadium ketiga (L3) atau larva infektif

(Inanusantri, 1988). Chotiah (1983) menyatakan bahwa telur cacing yang terdapat

di dalam feses akan menetas setelah 24 jam pada suhu 16–38 ºC dan berkembang

menjadi larva infektif pada suhu yang sama (Gambar 3).

Gambar 3. Siklus hidup Haemonchus sp. (Whittier dkk., 2003)

Cacing Haemonchus sp. dapat menyebabkan kematian pada ternak. Colin

(1999) telah melaporkan bahwa infeksi hiperakut terjadi kematian pada domba

dan ditemukan sebanyak 20.000 sampai 50.000 cacing di dalam abomasum.

Kerugian yang ditimbulkan selain kematian juga menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan dan produksi karena sifat cacing adalah menghisap darah yang

mengakibatkan anemia hemorhagie dengan ditandai penurunan jumlah eritrosit

dan PCV. Infeksi khronis dapat berjalan lama karena masih adanya sejumlah

cacing, jika disertai nutrisi jelek maka berakibat penurunan berat badan (Lastuti,

dkk., 2006).

Page 26: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

10

Infestasi hiperakut Haemonchus sp. dapat menyebabkan ternak kehilangan

darah 200–600 ml/hari sehingga ternak mengalami anemia dan mati mendadak.

Pada infestasi akut ternak kehilangan darah 50–200 ml/hari sehingga ternak akan

mengalami anemia, tinja berwarna hitam, dan keretakan dinding sel abomasum.

Setiap ekor cacing Haemonchus sp. mampu menghisap darah 0,049 ml/hari (Clark

dkk., 1962). Cacing ini juga dapat menyebabkan hipoalbuminemia yang terjadi

sebagai akibat kehilangan darah pada ternak, menyebabkan akumulasi cairan pada

rongga perut dan edema perifer pada rahang (sering disebut sebagai bottle jaw

atau rahang botol). Selain itu, ternak yang terinfestasi cacing dapat menyebabkan

abomasitis yang dapat mengganggu daya cerna dan penyerapan protein, kalsium,

dan fosfor (Ballweber, 2001).

Mekanisme Kerja Anthelmintik

Anthelmintik merupakan senyawa yang berfungsi membasmi cacing

sehingga dikeluarkan dari saluran pencernaan, jaringan atau organ tempat cacing

berada dalam tubuh hewan (Hanifah, 2010). Mekanisme kerja anthelmintik yaitu

dengan menghambat proses penerus impuls neuromuskular sehingga cacing

dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan menghambat masuknya glukosa dan

mempercepat penggunaan glikogen pada cacing (Nururrifki dkk., 2017).

Anthelmintik dikelompokkan ke dalam enam kelompok berdasarkan

mekanisme kerjanya. Kelompok pertama yaitu anthelmintik yang bekerja

langsung dengan menimbulkan kondisi nekrosis, paralisis dan kematian cacing,

misalnya pirantel pamoat. Kelompok kedua bekerja dengan menimbulkan iritasi

dan kerusakan jaringan, misalnya heksilresorsinol. Kelompok ketiga bekerja

Page 27: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

11

dengan menimbulkan efek mekanisme perpindahan dan penghacuran cacing

akibat proses fagositosis, misalnya dietilkarbamazin, tiabendazole, dan derivate

benzimidazole seperti mebendazole dan albendazole. Kelompok keempat bekerja

dengan menghambat enzim tertentu pada cacing, misalnya prazikuantel, niridazol,

dan levamisol. Kelompok kelima bekerja dengan mempengaruhi metabolisme

cacing, misalnya niklosamid, diklorofen, niridazol, prazikuantel, dan pirvinium

pamoat. Kelompok keenam bekerja dengan cara menghambat proses biosintesis

asam nukleat cacing parasitik, misalnya klorokuin (Siswandono dan Soekardjo,

2000).

Anthelmintik yang berasal dari tanaman telah banyak diteliti, seperti

penelitian yang dilakakukan oleh Himawan dkk. (2015) secara in vitro yang

menggunakan dekok daun pepaya (Carica papaya L.) menunjukkan bahwa dekok

daun pepaya memiliki daya antihelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in

vitro. Penelitian lain Astiti dkk. (2016) juga menunjukkan bahwa ekstrak daun

Gamal (Gliricidia sepium) memiliki efektivitas dalam menurunkan jumlah larva

Tricostrongylus sp. sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan

penyakit yang disebabkan oleh Tricostrongylus sp. pada kambing Peranakan

Etawa. Penelitian lain yang dilakukan Beriajaya dkk. (1998) yang menggunakan

infusa dan ekstrak rimpang bangle (Zingiber purpureum). Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa sediaan infusa dan ekstrak rimpang bangle mempunyai efek

anthelmintik terhadap cacing Haemonchus contortus. Sediaan ekstrak lebih efektif

dibanding sediaan infusa. Makin tinggi konsentrasi pada kedua sediaan tersebut

maka efektifitasnya makin baik.

Page 28: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

12

Kemampuan daya anthelmintik yang berasal dari tanaman berkaitan

dengan kandungan senyawa seperti tanin yang mampu menghambat enzim, dan

merusak membran (Shahidi dan Naczk, 1995). Terhambatnya kerja enzim dapat

menyebabkan proses metabolisme pencernaan terganggu sehingga cacing akan

kekurangan nutrisi pada akhirnya cacing akan mati. Membran cacing yang rusak

karena tanin menyebabkan cacing paralisis yang akhirnya mati. Tanin umumnya

berasal dari senyawa polifenol yang memiliki kemampuan untuk mengendapkan

protein dengan membentuk koopolimer yang tidak larut dalam air (Harborne,

1987). Tanin juga memiliki aktivitas ovisidal, yang dapat mengikat telur cacing

yang lapisan luarnya terdiri atas protein sehingga pembelahan sel di dalam telur

tidak akan berlangsung pada akhirnya larva tidak terbentuk (Tiwow dkk., 2011).

Penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh cacing Haemonchus

contortus adalah dengan pemberian anthelmintink dan manajemen pemeliharaan

yang baik (Partodihardjo dkk., 2004). Beberapa anthelmintik sintetik yaitu

albendazole, oxfendazolle, fenbendazole, thiabendazole, febantel, netobimine,

levamizoe, tetramizole, morental, pyrental, ivermectine, doramectine,

eprinomectine, abamectine, milbemycine, dan moxidectine (Gilleard, 2006). Obat-

obat tersebut masih dikhawatirkan mempunyai efek samping (Ulya dkk., 2014),

seperti timbulnya parasit cacing yang resisten terhadap anthelmintik (Hanifah,

2010) dan residu pada produk asal ternak dan gangguan saluran pencernaan

(Susanti dkk., 2015). Salah satu contoh anthelmintik yang mengandung

albendazole adalah Albenmas® yang mengandung albendazole 100 mg/ml.

Indikasi obat ini yaitu mengurangi infestasi parasit dewasa, larva, dan telur

Page 29: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

13

Nematoda spp, cacing paru-paru, cacing pita, dan cacng hati pada sapi, kuda,

domba, dan unggas. Cara pemakaiannya yaitu oral dengan dosis pada sapi, kuda

dan domba 0,75 ml/10 Kg BB, dan unggas 0,1-015 ml/Kg BB (Departemen

Pertanian RI dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia, 2007).

Kriteria anthelmintik yang ideal untuk ternak di antaranya adalah

menghasilkan hasil yang efektif dalam penyembuhan beberapa penyakit

kecacingan, indeks terapi luas terhadap beberapa jenis penyakit yang diakibatkan

oleh infeksi tunggal maupun campuran, mudah dalam pemberian seperti dapat

diberikan secara peroral, ekonomis atau biayanya yang relatif terjangkau bagi

peternak, dan memenuhi ketentuan FDA (Food and Drug Administration)

mengenai residu (Pandangara, 2016).

Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses

pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah

massa bahan (pelarut) sebagai tetomat pemisah (Aprilah, 2016). Tujuan dari

ekstraksi adalah mengeluarkan senyawa yang diinginkan dari sel–sel tanaman

dengan proses difusi. Prinsip dari cara ini adalah tercapainya keseimbangan

konsentrasi bahan dalam pelarut pada batas yang diinginkan. Metode ekstraksi

yang dilakukan tergantung pada beberapa faktor antara lain tujuan ekstraksi, skala

ekstraksi, sifat komponen yang akan diekstrak, dan sifat pelarut yang digunakan

(Hanifah, 2010).

Page 30: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

14

Salah satu metode ekstraksi adalah maserasi. Maserasi adalah teknik yang

digunakan untuk menarik atau mengambil senyawa yang diinginkan dari suatu

larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan

diekstraksi. Sampel yang telah dihaluskan direndam dalam suatu pelarut organik

selama beberapa waktu (Ibrahim dan Marham, 2013). Prinsip ekstraksi

menggunakan pelarut (maserasi) yaitu bahan yang akan diekstrak kontak langsung

dengan pelarut selama selang waktu tertentu dan komponen yang akan diekstrak

akan terlarut dalam pelarut (Houghton dan Raman, 1998). Cairan penyari akan

masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan

konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Hanifah, 2010).

Keuntungan cara ekstraksi ini adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Noor, 2010). Proses maserasi juga

sangat menguntungkan, karena dengan perendaman, pelarut akan mempunyai

waktu interaksi dengan sampel lebih lama untuk melakukan pemecahan dinding

dan membran sel sampel. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi

senyawa antara di dalam dan di luar sel sehingga senyawa metabolit sekunder

yang ada di dalam sitoplasma akan keluar dan terlarut dalam pelarut (Lestari,

dkk., 2015).

Page 31: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

15

Pengujian Anthelmintik Secara In Vitro

Penelitian secara in vitro adalah suatu proses yang dilakukan untuk

menunjukkan gejala yang diteliti di luar tubuh makhluk hidup dalam kondisi

laboratorium. Penelitian daya anthelmintik secara in vitro yang sering dilakukan

adalah dengan metode rendaman, yaitu cacing direndam dalam larutan obat atau

jamu dan efek yang timbul diamati. Faktor yang perlu diperhatikan dalam metode

ini adalah faktor media, yaitu pemilihan media harus yang paling cocok untuk

kelangsungan hidup cacing tersebut di luar tempat hidup sebenarnya (Djatmiko

dkk., 2009).

Prinsip metode secara in vitro adalah cacing akan memperlihatkan gerakan

yang berbeda dengan cacing normal apabila diinkubasi dalam medium yang

mengandung obat anthelmintik, bila obat anthelmintik tersebut bekerja

melumpuhkan atau membunuh cacing tersebut. Secra in vitro, cacing yang mati

atau paralisis akibat pengaruh obat anthelmintik dapat diamati melalui gerakannya

dalam air (Riayaturobby, 2014). Parameter dari uji anthelmintik secara in vitro

adalah waktu paralisis dan waktu kematian cacing. Waktu paralisis dinyatakan

apabila cacing tidak bergerak kecuali apabila diusik dengan menggunakan spatula.

Waktu kematian dinyatakan apabila cacing tetap tidak bergerak meskipun jika

dicelupkan ke dalam air hangat bersuhu 40–50°C dan cacing perlahan-lahan

kehilangan warna tubuhnya (Bora dkk., 2014).

Page 32: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

16

Hipotesis

Ekstrak daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) diduga efektif dalam

mematikan cacing Haemonchus contortus dan semakin tinggi konsentrasinya

diduga semakin cepat waktu kematian cacing Haemonchus contortus.

Page 33: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

17

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2018. Tahap

pertama adalah mengekstrak daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) yang

dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan

Alam, tahap kedua adalah analisis kandungan tanin di Laboratorium Kimia

Makanan Ternak Fakultas Peternakan, dan tahap ketiga pengujian secara in vitro

di Laboratorium Valorisasi Pakan dan Limbah, Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, gelas ukur,

pipet tetes, blender, pengaduk, timbangan analitik, pingset, stopwatch, ayakan,

rotary evaporator, wadah plastik, talenan, botol, kamera, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak daun kaliandra

(Calliandra calothyrsus), cacing Haemonchus contortus, etanol 70%, NaCl 0,9%,

air, kertas saring, plastik hitam, dan Albendazole 10 mg/ml.

Metode Penelitian

Ekstraksi Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

Daun kaliandra yang digunakan adalah jenis spesies C. calothyrsus atau

jenis kaliandra yang memiliki bunga berwarna merah. Daun kaliandra dibersihkan

dari kotoran dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan ditiriskan. Daun

kaliandra kemudian dipisahkan dari tulang daunnya lalu dikeringkan di bawah

sinar matahari dengan ditutup plastik hitam. Simpliasia kering kemudian

Page 34: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

18

diserbukkan dengan blender dan diayak dengan ayakan sehingga didapat serbuk

daun kaliandra, kemudian disimpan dalam wadah bersih. Setalah itu, ditambahkan

etanol 70% ke dalam serbuk daun kaliandra dan ditutup rapat. Perbandingan

jumlah serbuk dengan pelarut adalah 1: 10, direndam selama 2 x 24 jam dan

sesekali diaduk. Setelah itu, dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring.

Hasil dari maserasi (perendaman) berupa ekstrak etanol daun kaliandra yang

kemudian dilakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator (40ºC dan 50 rpm)

untuk menguapkan pelarutnya (Astarani, 2012) sehingga didapat ekstrak dari daun

kaliandra yang berupa pasta.

Persiapan Cacing Dewasa

Cacing yang digunakan adalah cacing Haemonchus contortus dewasa pada

abomasum ternak sapi yang diambil dari rumah potong hewan (RPH) Antang,

Makassar, Sulawesi Selatan.

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 6 perlakuan dengan 4 kali ulangan. Perlakuan

yang digunakan masing-masing terdiri dari:

R0 = NaCl fisiologis 0,9% (25 ml).

R1 = Albendazole 10 mg/ml (25 ml).

R2 = Ekstrak daun kaliandra konsentrasi 10% (b/v, 2,5 g ekstrak daun kaliandra

ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%).

R3 = Ekstrak daun kaliandra konsentrasi 25% (b/v, 6,25 g ekstrak daun kaliandra

ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%).

Page 35: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

19

R4 = Ekstrak daun kaliandra konsentrasi 50% (b/v, 12,5 g ekstrak daun kaliandra

ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%).

R5 = Ekstrak ekstrak daun kaliandra konsentrasi 100% (b/v, 25 g daun kaliandra

ditambahkan 25 ml NaCl 0,9%).

Pengujian secara In Vitro

Setiap cawan perlakuan diisi dengan NaCl 0,9% 25 ml. Cawan R0 sebagai

kontrol negatif. Cawan R1 ditambahkan albendazole 10 mg/ml sebagai kontrol

positif. Pada cawan R2, R3, R4, dan R5 ditambahkan ekstrak daun kaliandra

sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Setiap cawan kemudian diisi

dengan 5 ekor cacing. Dilakukan pengamatan setiap 15 menit selama 6 jam untuk

mengetahui kematian cacing. Cacing dianggap mati apabila tidak terdapat tanda-

tanda kehidupan, seperti cacing tidak bergerak saat diberi rangsangan gerakan

pada larutan dan cacing disentuh dengan pingset anatomis tidak ada respon

gerakan. Cacing dianggap masih hidup apabila cacing aktif bergerak, cacing

bergerak saat diberi rangsangan gerakan pada larutan, dan cacing bergerak saat

disentuh dengan pinset anatomis. Jumlah cacing yang mati (%) untuk setiap

perlakuan dihitung dalam setiap kelompok rendaman atau setiap cawan petri.

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan model matematika

sebagai berikut:

Xij = μ + τi + εij

Page 36: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

20

Keterangan :

Xij = Perlakuan ke 1 6 dan ulangan ke 1 4

μ = Rataan umum

τi = Efek Perlakuan ke 1 6

εij = Eror Perlakuan ke 1 6 dan ulangan ke 4

Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 16.0, jika terdapat

perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan (Steel dan Torrie, 1997)

untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

Parameter

Parameter yang digunakan pada penelitian ini, yaitu

a. Waktu

Waktu kematian cacing adalah lama waktu yang dibutuhkan cacing pada

setiap cawan petri mengalami kematian. Alat ukur yang digunakan yaitu berupa

stopwatch.

b. Mortalitas

Mortalitas cacing adalah tingkat kematian cacing. Tingkat kematian cacing

dapat diukur dengan melihat jumlah kematian cacing dengan mengamati gerakan

atau aktivitas cacing. Cacing yang telah mati apabila diusik dengan pengaduk dan

tetap diam. Jumlah cacing yang mati (%) untuk setiap perlakuan dihitung dalam

setiap cawan petri.

Page 37: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Zat aktif yang Terdapat pada Daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus) yang

Berpotensi sebagai Anthelmintik

Ekstrasksi daun kaliandra (C. calothyrsus) menggunakan pelarut etanol

70% menunjukkan bahwa ekstrak pada konsentrasi 100% memiliki kandungan

tanin sebesar 5%. Tabel 1 menunjukkan persentase tanin pada setiap perlakuan

yang menggunakan ekstrak daun kaliandra.

Tabel 1. Kandungan Tanin pada Ekstrak Daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

Perlakuan Konsentrasi (%) Kandungan Tanin (%)

R2 10 0,5

R3 25 1,25

R4 50 2,5

R5 100 5

Hasil Penelitian di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, 2018.

Menurut Ahn dkk. (1989) kaliandra mengandung tanin dengan konsentrasi

cukup tinggi sebesar 11%. Menurut Shahidi dan Naczk (1995) menyatakan tanin

dapat menghambat enzim, dan merusak membran. Terhambatnya kerja enzim

dapat menyebabkan proses metabolisme pencernaan terganggu sehingga cacing

akan kekurangan nutrisi pada akhirnya cacing akan mati. Membran cacing yang

rusak karena tanin menyebabkan cacing paralisis yang akhirnya mati.

Tanin umumnya berasal dari senyawa polifenol yang memiliki

kemampuan untuk mengendapkan protein dengan membentuk koopolimer yang

tidak larut dalam air (Harborne, 1987). Menurut Ulya dkk. (2014) mekanisme

tanin membunuh cacing dengan cara masuk ke dalam saluran pencernaan dan

secara langsung mempengaruhi proses pembentukan protein yang dibutuhkan

Page 38: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

22

untuk aktivitas cacing. Naidu (2000) menyatakan senyawa fenolik bermolekul

besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel meskipun pada

konsentrasi yang sangat rendah dan pada akhirnya cacing akan mati karena

menurunnya persediaan glikogen dan berkurangnya pembentukan ATP.

Mekanisme senyawa tanin membunuh cacing menurut Hadili (2013), yaitu

tanin diduga berkontak dengan lapisan luar tubuh cacing kemudian akan cepat

diserap mikrovili melalui difusi atau transport aktif. Mikrovili yang terdapat di

lapisan terluar cacing tersebut berfungsi untuk penyerapan makanan. Mikrovili

memiliki enzim fosfatase yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Enzim inilah

yang berikatan kuat dengan tanin sehingga proses penyerapan makanan di

mikrovili terganggu. Kondisi ini akan menjadikan mikrovili mengalami kerusakan

yaitu lepas dan patah. Akibatnya, nutrisi dari luar tubuh cacing sulit diserap

dengan baik. Adanya tanin di lapisan terluar tubuh cacing juga akan berpengaruh

pada tegumen. Fungsi tegumen sangat penting bagi cacing terutama kaitannya

dalam absorpsi nutrisi untuk kelangsungan hidup cacing. Menurut Ridwan dkk.

(2010) tegumen cacing yang terdiri atas glikoprotein dan mukopolisakarida

mampu dirusak oleh tanin dengan mempresipitasikan protein. Tanin umumnya

berasal dari senyawa polifenol yang memiliki kemampuan untuk mengendapkan

protein. Glikoprotein akan mengalami denaturasi protein sehingga tegumen rusak,

akibatnya cacig tidak mampu menyerap nutrisi dari luar tubuhnya. Hal tersebut

menyebabkan cacing mengalami kekurangan nutrisi dan tidak mampu membentuk

ATP sehingga menyebabkan cacing mati.

Page 39: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

23

Tanin juga memiliki aktivitas ovisidal, yang dapat mengikat telur cacing

yang lapisan luarnya terdiri atas protein sehingga pembelahan sel di dalam telur

tidak akan berlangsung pada akhirnya larva tidak terbentuk (Tiwow dkk., 2011).

Beberapa penelitian yang menunujukkan bahwa tanaman herbal yang

mengandung tanin dapat dijadikan sebagai anthelmintik seperti daun jarak pagar

(Jatropa curcas L.), biji pinang (Areca catechu), dan daun alpukat (Persea

americana Mill.) (Hanifa, 2010; Tiwow dkk., 2014; Astarani, 2012).

Pengaruh Ekstrak Daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus) terhadap Waktu

dan Jumlah Kematian Cacing Haemonchus contortus secara In Vitro

Hasil pengamatan waktu dan jumlah kematian cacing selama 4 jam dari 6

jam waktu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Jumlah Kematian Cacing H. contortus pada Setiap Perlakuan

Selama 4 Jam

Perlakuan Waktu (Jam)

1 2 3 4

R0 0a 0a 0a 0

R1 75b 100d 100d 100

R2 0a 5ab 35b 100

R3 0a 25b 70c 100

R4 10a 60c 95d 100

R5 20a 85d 100d 100 Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Keterangan: R0 : NaCl 0,9%, R1 : Albendazole 10 mg/ml, R2 : Ekstrak daun kaliandra 10%, R3 : Ekstrak daun kaliandra 25%, R4 : Ekstrak daun kaliandra 50%, R5 : Ekstrak daun

kaliandra 100%.

Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pada jam pertama

perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat mortalitas cacing

H. contortus. Berdasarkan uji lanjut Duncan bahwa kontrol positif, yaitu

pemberian albendazole 10 mg/ml berbeda nyata dengan kontrol negatif dan

pemberian ekstrak daun kaliandra konsentrasi 10%, 25%, 50%, dan 100%.

Page 40: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

24

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perlakuan

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat mortalitas cacing H.

contortus pada jam ke 2. Berdasarkan uji lanjut Duncan pemberian albendazole

10 mg/ml dan pemberian ekstrak daun kaliandra pada konsentransi 100% tidak

berbeda nyata. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada jam ke 2

konsentrasi 100% memiliki efektivitas yang sama dengan albendazole 10 mg/ml

dalam mematikan cacing H. contortus secara in vitro.

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat mortalitas cacing H.

contortus pada jam ke 3. Berdasarkan uji lanjut Duncan pemberian NaCl 0,9%

berbeda nyata dengan pemberian ekstrak daun kaliandra konsentrasi 10 dan 25%,

sedangkan pemberian albendazole 10 mg/ml tidak berbeda nyata dengan

pemberian ekstrak daun kaliandra 50 dan 100%. Efektivitas pemberian ekstrak

daun kaliandra 50% baru terlihat pada jam ke ke 3. Hasil tersebut membuktikan

bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kaliandra maka semakin baik

efektivitasnya. Penelitian Beriajaya dkk. (1998) yang menggunakan infusa dan

ekstrak rimpang bangle (Zingiber purpureum) mempunyai efek anthelmintik

terhadap cacing H. contortus yang semakin tinggi konsentrasinya maka

efektivitasnya makin baik.

Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kaliandra pada

konsentrasi 10%, 25% dan 50% mampu membunuh cacing 100% pada jam ke 4.

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa ekstrak daun kaliandra memiliki

efektivitas dalam mematikan cacing H.contortus. Kematian cacing pada setiap

Page 41: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

25

perlakuan kemungkinan dipengaruhi oleh tingginya kandungan tanin pada ekstrak

daun kaliandra. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kaliandra maka semakin

tinggi kandungan taninnya (Tabel 1) dan semakin cepat waktu kematian cacing.

Waktu yang Dibutuhkan Ekstrak Daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

dalam Mematikan Cacing Haemonchus contortus

Hasil pengamatan waktu yang dibutuhkan yang dibutuhkan ekstrak daun

kaliandra dalam mematikan cacing H. contortus dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Waktu dan Jumlah Kematian Cacing Haemonchus contortus

pada setiap Perlakuan Keterangan: R0 : NaCl 0,9%; R1 : Albendazole 10 mg/ml; R2 : Ekstrak daun kaliandra 10%; R3 :

Ekstrak daun kaliandra 25%; R4 : Ekstrak daun kaliandra 50%; R5 : Ekstrak daun kaliandra 100%.

Gambar 4 menunjukkan bahwa waktu kematian cacing H. contortus pada

perlakuan yang diberi albendazole 10 mg/ml sebagai kontrol positif masih lebih

cepat dibandingkan dengan perlakuan yang diberi ekstrak daun kaliandra (C.

calothyrsus). Jumlah kematian cacing 100% pada perlakuan yang diberi

albendazole 10 mg/ml hanya dibutuhkan waktu selama 2 jam sedangkan pada

perlakuan yang diberi ekstrak daun kaliandra pada kosentrasi 10%, 25%, dan 50%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

R0 R1 R2 R3 R4 R5

0

75

1020

0

25

5

25

50

65

0

30

45

35

15

0

65

30

5

Morta

lita

s (%

)

Perlakuan

Jam ke-4

Jam ke-3

Jam ke-2

Jam ke-1

Page 42: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

26

membutuhkan waktu 4 jam dan pada konsentrasi tertinggi, yaitu 100%

membutuhkan waktu 3 jam hingga cacing mengalami kematian 100%. Penelitian

Astarani (2012) yang menggunakan ekstrak etanol daun alpukat dan pyrantal

pamoat sebagai kontrol positif menyatakan bahwa kontrol positif daya

anthemintiknya lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol daun alpukat

yang kemungkinan disebkan karena bahan aktif anthelmintik daun alpukat belum

menggunakan bahan yang murni atau masih terkandung bahan lain disamping

bahan anthelmintiknya.

Waktu optimal yang dibutuhkan ekstrak daun kaliandra dalam mematikan

cacing H. contortus yang dilihat pada banyaknya cacing yang mati pada setiap

jam pada konsentrasi 10% pada jam ke 4, konsentrasi 25% pada jam ke 3, dan

konsentrasi 50% dan 100% yaitu pada jam ke 2 (Gambar 4). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kaliandra maka

semakin cepat waktu kematian cacing H. contortus. Penelitian Hadili (2013)

secara in vitro yang menggunakan infusa daun kaliandra menunjukkan bahwa

pada konsentrasi infusa yang lebih tinggi mampu memberikan efek anthelmintik

pada cacing pita ayam yang lebih cepat. Konsentrasi yang paling efektif adalah

konsentrasi 60,4% pada menit ke 90 dapat mematikan minimal 50% cacing

Raillietina echinobothrida. Penelitian anthelmintik asal tanaman lainnya seperti

pada penelitian Ulya dkk (2014) secara in vitro yang menggunakan ekstrak etanol

daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) bahwa rerata waktu kematian cacing

yang semakin cepat pada konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi, yaitu

konsentrasi 40%. Penelitian Hanifah (2010) menyatakan bahwa ekstrak daun jarak

Page 43: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

27

pagar terbukti memiliki senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai anthelmintik

pada konsentrasi 10%.

Bentuk cacing yang mati pada perlakuan yang diberi ekstrak daun

kaliandra 10%, 25%, 50%, dan 100% tetap utuh, sedangkan bentuk cacing yang

mati pada perlakuan yang diberi Albendazole 10 mg/ml mengkerut kemudian

hancur. Hal ini sesuai dengan pendapat Siswandono dan Soekardjo (2000) yang

menyatakan bahwa Albendazole dapat menimbulkan efek mekanisme perpindahan

dan penghacuran cacing akibat proses fagositosis. Menurut Ferguson (1981)

Albendazole bekerja dengan memblokir pengambilan glukosa oleh larva maupun

cacing dewasa. Albendazole yang diserap akan berikatan dengan enzim fumarat

reduktase sehingga proses oksidasi NADH untuk membentuk energi (ATP) dan

glukosa di mitokondria menjadi terhambat atau mengalami penurunan.

Page 44: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

28

PENUTUP

Kesimpulan

Pemberian ekstrak daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) efektif dalam

mematikan cacing Haemonchus contortus dan waktu optimal yang dibutuhkan

ekstrak daun kaliandra dalam mematikan cacing H. contortus pada konsetrasi

tertinggi adalah 2 jam. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kaliandra maka

semakin cepat waktu kematian cacing.

Saran

Ekstrak daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus) memiliki efektivitas

dalam mematikan cacing Haemonchus contortus. Sebelum diberikan langsung ke

ternak sebaiknya dilakukan penelitian secara in vivo terlebih dahulu.

Page 45: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

29

DAFTAS PUSTAKA

Ahn, J. H., Robertson, B. M., Elliott, R., Guttgeridge, R. C., dan C.W. Ford. 1989.

Quality Assessment of Tropical Browse Legumes: Tannin Content and

Protein Degradation. Feed Sci. Technol. 27 (1-2): 147-156.

Aprilah, I. 2016. Ekstraksi Antioksidan Lycopyne dari Buah Tomat (Hylocereus

undatus) menggunakan Pelarut Etanol-Heksan. Laporan Akhir. Politeknik

Negeri Sriwijaya. Palembang.

Astarani, M. C. 2012. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana

Mill.) terhadap Mortalitas Cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro. Skripsi.

Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Astiti, L. G. S., Prisdiminggo, dan T. Panjaitan. 2016. Efektivitas ekstrak daun

gamal (Gliricidia sepium) terhadap larva cacing Trichostrongylus sp. pada

kambing PE. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Lombok Barat.

Ballweber, L. R. 2001. The Practical Veterinarian˗Veterinary Parasitology. USA:

Butterworth˗Heinemann Publishing.

Beriajaya, T. B. Mudarti, dan M. Herawaty. 1998. Efek anthelmintik infus dan

ekstrak rimpang bangle (Zingiber purpureum) terhadap cacing Haemonchus

contortus secara in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 3 (4): 277 –282.

Budiman, A. 2011. Isolasi Bakteri Rumen Kambing asal Kaligesing dan Pengaruh

Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra (Calliandra calothyrsus) pada

Rumen Kambing. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Bora, N. S., B. B. Kakoti, dan B. Gogoi. 2014. Investigation of in-vitro

anthelmintic activity of Garcinia lanceifolia bark in Pheretima posthuma

(Indian adult earthworm). Int J Adv Pharm Sci. 5 (3): 2007–2010.

Bowman, D. D. and J. R. Georgi. 2009. Georgi’s Parasitology for Veterinarians.

Elsevier Health Sciences. United Kingdom.

Cheeke, P. R., and L. R. Schull. 1989. Natural Toxicant in Feeds and Poisonous

Plants. AVI Publishing Company, Inc. Davis, California.

Chotiah, S. 1983. Penyidikan Infestasi H. contortus pada Sapi, Kerbau, Kambing,

dan Domba di Lampung Tengah dan Lampung Selatan. Laporan Tahunan

Hasil Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia Periode Tahun 1981 - 1982.

Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjennak, Deptan. Jakarta.

Page 46: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

30

Clark, C. H., G. K. Kiesel, and C. H. Goby. 1962. Measurement of blood loss

caused by Haemonchus contortus Infection in 177 Sheep. Am. J. Vet. Res. 96

(23): 977–980.

Colin, J. 1999. Parasites and parasitic disease of domestic animals. University of

Pensylvania.

Dargatz, D. A., J. L. T. Dargatz, dan N. C. Sangster. 2000. Antimicrobic and

anthelmintic resistance. Veterinary Clinic of North America 16 (3) : 515-536.

Darmono dan Hardiman. 2011. Penyakit utama yang sering ditemukan pada

ruminansia kecil (kambing dan domba). Workshop Nasional Diversifikasi

Pangan Daging Ruminansia Kecil. 33–38.

Departemen Pertanian RI dan Asosiaosi Obat Hewan Indonesia. 2007. Indeks

Obat Hewan Indonesia Edisi VI. PT. Gallus Indonesia Utama. Jakarta.

Djatmiko, M., L. D. Purnowati, dan Suhardjono. 2009. Uji daya anthelmintik

infusa biji waluh (Cucurbita moschata Durch) terhadap cacing Ascaridia

galli secara in vitro. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. 6 (1): 12–17.

Endrawati, S., dan W. A. Saputri. 2015. Uji daya anthelmintik ekstrak perasan dan

infusa daun srikaya (Annona squamosa L.) terhadap cacing gelang ayam

(Ascaridia galli) secara in vitro. Jurnal Biologi Papua. 7 (2): 78–84.

Ferguson, D. L. 1981. Anthelmintic activity of Albendazole against adult

Metastrongylus apri in artificially infected swine. J Anim Sci. 53(6) : 1511-

1515.

Gilleard, J. S. 2006. Understanding anthelmintic resistance: The need for

genomics and genetics. Int. J. Parasitol. 36: 1227–1239.

Hadili, L. N., S. E. Rahayu, dan Masjhudi. 2013. Efek infusa daun kaliandra

(Calliandra calothyrsus Meissn) terhadap mortalitas cacing Raillietina

echinobothrida secara in vitro. Repository Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Malang.

Malang. jurnal-online.um.ac.id. Diakses pada tanggal 9 Januari 2018.

Hanifah, S. W. 2010. Aktivitas Anthelmintik Ekstrak Daun Jarak Pagar (Jatropa

curcas L.) terhadap Cacing Pita dan Ascaridia Galli. Skripsi Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Terjemahan: K. Padmawinata, I. Sudiro. Institut Teknologi

Bandung. Bandung.

Page 47: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

31

Herdiawan, I. A. Faninndi, dan A. Semali. 2008. Karakteristik dan pemanfaatan

kaliandra (Caliandra calothyrsus). Lokakarya Nasional Tanaman Pakan

Ternak. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Himawan, V. B., A. T. Endharti, dan I. D. Rahayu. 2015. Uji daya anthelmintik

dekok daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap Ascaris suum secara in vitro.

Majalah Kesehatan FKUB. 2 (1).

Houghton, P.J., & A. Raman. 1998 . Laboratory Handbook for The Fractionation

of Natural Extract. Chapman and Hall, London.

Ibrahim, S., dan Marham, S. 2013. Teknik Laboratorium Kimia Organik. Graha

Ilmu. Yogyakarta.

Inanusantri. 1988. Parasit Cacing Haemonchus contortus pada Domba dan Akibat

Infestasinya. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Jayanegara, A., N. Togtokhbayar, H. P. S. Makkar and K. Becker. 2008. Tannins

determined by various methods as predictors of methane production reduction

potential of plants by an in vitro rumen vermentation system. Anim. Feed Sci.

and Tech. 150: 230-237

Junquera, L. C. 2004. Histologi Dasar (Basic Histology) Edisi III. Alih Bahasa

Adji Dharma. EGC. Jakarta.

Larasati, H. 2016. Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan Sapi Perah pada

Peternakan Rakyat Di Provinsi Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Lastuti, N. D. R., Mufasirin, dan Hamid, I. S. 2006. Deteksi protein Haemonchus

sp. pada domba dan kambing dengan uji Dot Blot menggunakan antibodi

poliklonal protein ekskresi dan sekresi Haemonchus contortus. Media

Kedokteran Hewan. 22:162–167.

Lestari, T., A. Nurma, dan M. Nurmalasari. 2015. Penetapan kadar polifenol dan

aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sintrong (Crassocephalum

crepidiodes (Benth.) S. moore). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 13

(1).

Levine, N. D. 1994. Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Gatut Ashadi.

Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Makkar, H. P. S. 2003. Effect and fate of tannins in ruminant animals, adaptation

to tannins, and strategies to overcome detrimental effects of feeding tannin-

rich feeds. Small Ruminant Research. 49: 241–256.

Page 48: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

32

Mannetje, L., dan Jones, R.M. 1992. Prosea, Plant Resources of South-East Asia

4, Forages. Bogor: Pudoc Scientific Publisher.

Molan, A. L., G. C. Waghorn, B. R. Min, dan W. C. McNabb. 2000. The effect of

condensed tanin from seven herbages on Trichostrongylus colubriformis

larval migration in vitro. Folia Parasitol. 47:39–44.

Naidu, A. S. 2000. Natural Food Antimicrobial System. CRC Press, USA.

Noble, E. R., and Noble, G. A. 1989. Parasitology: The Biology of Animal

Parasites. Philadelphia, London: Lea dan Febiger.

Noor, I. 2010. Isolasi dan Karakteristik β-glukan dari Tubuh Buah Jamur Tiram

Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Metode Spektroskpi Uv-Vesibel dan

FTIR. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Syarief

Hidayatullah. Jakarta.

Nugroho, D. S. 2015. Agrostologi Hijauan. http://id.scribd.com/doc/87112576/

Agrostologi-Hijauan. Diakses pada tanggal 30 April 2018.

Nururrifki, R. J., Suwendar, dan L. Mulqie. 2017. Uji aktivitas anthelmintik infus

biji alpukat (Persea americana Mill) terhadap cacing gelang babi dewasa dan

telur (Ascaris suum) secara in vitro. Prosiding Farmasi. Seminar Penelitian

Sivitas Akademika Unisba. 3 (2).

Pandangara, A. U. 2016. Efektivitas Antelmintik In Vitro Infusa daun

Cassia Spp. Terhadap Cacing Trichostrongylidae (Nematoda) dari Domba.

Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Partodiharjo, S., M. Arifin, E. Yuliawati, dan E. Rahardjo. 2004. Uji potensi

vaksin cacing Haemochus contortus iridiasi yang optimal dan suplemen

pakan pada domba. Risalah Seminar Ilmiah Penelitian dan Pengembangan

Aplikasi Isotop dan Radiasi.

Rahayu, D. I. 2007. Penyakit Parasit pada Ruminansia. Staf Pengajar Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian-Peternakan Universitas Muhammadiyah

Malang. Malang.

Riayaturobby, S. S. 2014. Uji Aktivitas Anhelmintik Ekstrak Etanol Biji

Kabocha, Buah Kabocha, Dan Kombinasi Biji-Buah Kabocha (Cucurbita

maxima Duchesne ex Lamk) Pada Cacing Dewasa Dan Telur Cacing Ascaris

suum Secara In Vitro. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Univeristas Islam Bandung. Bandung.

Page 49: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

33

Ridwan, Y, Darusman, L.K., Satrija, F. & Handaryani, E. 2010. Efektivitas

anticestoda ekstrak daun miana (Coleus blumei Benth) terhadap cacing

Hymenolepis microstoma pada mencit. Media Peternakan. 33(1): 6-11.

Setiawan, H. 2015. Kaliandra kayu bakar pernah melindungi hutan jati.

https://www.kompasiana.com/hendisetiawan/kaliandra-sebagai-kayu-bakar-

pernah-melindungi-hutan-jati_552a9ff7f17e610528d623d2. Diakses pada

tanggal 16 Januari 2018.

Setyawati, I., I. G. N. A. D. Putra, dan N. G. K. Roni. 2017. Histologi tubulus

semeniferus dan kadar testosteron tikus yang diberi pakan imbuhan tepung

daun kaliandra dan kulit nanas. Jurnal Veteriner. 18 (3) : 369-377.

Shahidi, F., dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic Inc, Basel.

Siswandono dan B. Soekardjo. 2000. Kimia Medisinal. Edisi ke-2. Airlangga

University Press. Jakarta.

Soulsby, E. J. L. 1986. Helminths, Arthopods and Protozoa of Domesticated

Animal. Bailliere Tidall. London.

Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1997. Principles and Biometrical Approach, 3rd

ed. Mc Graw. Hill, Inc., Singapura.

Susanti, R., I. Astuti, dan A. A. D. Astuti. 2015. Uji efektivitas anthelmintik

ekstrak rimpang bangle (Zirrgiber purpureum Roxb.) terhadap cacing

asearfdiu gum secara in vitro. Jurnal Ilmiah Manuntung.

Tangendjaja B., E. Wina, T. Ibrahim, dan B. Palmer. 1992. Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) dan pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak dan the Australia

Centre for International Agricultural Research.

Tiwow, D., W. Bodhi, dan N. S. Kojong. 2013. Uji efek anthelmintik ekstrak

etanol biji pinang (Areca catechu) terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan

Ascaridia galli secara in vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (2).

Ulya, N., A. T. Endharti, dan R. Setyohadi. 2014. Uji daya anthelmintik ekstrak

etanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) sebagai anthelmintik

terhadap Ascaris suum secara in vitro. Majalah Kesehatan FKUB. 1 (3).

Whittier, W. D., A. M. Zajac, and S. M. Umberger. 2003. Control of Internal

Parasites in Sheep. Virginia Cooperative Extension. Blacksburg.

Page 50: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

34

Widyobroto B. P., S. P. S. Budhi, dan A. Agus. 2007. Pengaruh aras undegraded

protein dan energi terhadap kinetik fermentasi rumen dan sintesis protein

mikroba pada sapi. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32: 194-200.

Yasa, I. W. S. 2011. Identifikasi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Sapi

Bali yang di Pelihara di Petang, Kecamatan Petang, Badung. Skripsi. Fakultas

Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Denpasar.

Page 51: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

35

Lampiran 1. Pengolahan Data Meggunakan Program SPSS Versi 16.0 pada Jam

Ke 1

Dependent Variable:waktu_jam_1

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1071.875a 5 214.375 11.225 .000

Intercept 459.375 1 459.375 24.055 .000

perlakuan 1071.875 5 214.375 11.225 .000

Error 343.750 18 19.097

Total 1875.000 24

Corrected Total 1415.625 23

Uji Lanjut Duncan

Perlakuan N Subset

1 2

R0

R2

R3

R4

R5

R1

Sig.

4

4

4

4

4

4

.0000

.0000

.0000

2.5000

5.0000

161

18.7500

1.000

Page 52: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

36

Lampiran 2. Pengolahan Data Meggunakan Program SPSS Versi 16.0 pada Jam

Ke 2

Dependent Variable:waktu_jam_2

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2217.708a 5 443.542 38.709 .000

Intercept 3151.042 1 3151.042 275.000 .000

perlakuan 2217.708 5 443.542 38.709 .000

Error 206.250 18 11.458

Total 5575.000 24

Corrected Total 2423.958 23

Uji Lanjut Duncan

Perlakuan N Subset

1 2 3 4

R0 4 .0000

R2 4 1.2500 1.2500

R3 4 6.2500

R4 4 15.0000

R5 4 21.2500

R1 4 25.0000

Sig. .608 .051 1.000 .135

Page 53: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

37

Lampiran 3. Pengolahan Data Meggunakan Program SPSS Versi 16.0 pada Jam

Ke 3

Dependent Variable:Waktu_jam_3

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2120.833a 5 424.167 122.160 .000

Intercept 6666.667 1 6666.667 1.920E3 .000

Perlakuan 2120.833 5 424.167 122.160 .000

Error 62.500 18 3.472

Total 8850.000 24

Corrected Total 2183.333 23

Uji Lanjut Dunchan

Perlakuan N Subset

1 2 3 4

R0 4 .0000

R2 4 8.7500

R3 4 17.5000

R4 4 23.7500

R1 4 25.0000

R5 4 25.0000

Sig. 1.000 1.000 1.000 .382

Page 54: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

38

Lampiran 4. Pengolahan Data Meggunakan Program SPSS Versi 16.0 pada Jam

Ke 4

Dependent Variable:Waktu_jam_4

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2083.333a 5 416.667 . .

Intercept 10416.667 1 10416.667 . .

perlakuan 2083.333 5 416.667 . .

Error .000 18 .000

Total 12500.000 24

Corrected Total 2083.333 23

Page 55: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

39

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Uji Efektivitas Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) terhadap Mortalitas Cacing Haemonchus contortus

secara In Vitro

Calliandra calothyrsus

Cacing Haemonchus contortus

Perendaman (Maserasi)

Page 56: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

40

Pengambilan Cacing Haemonchus contortus di RPH

Pemilihan Cacing Haemonchus contortus

Bentuk Cacing yang mati pada Perlakuan yang ditambahkan

Albendazole 10 mg/ml

Page 57: UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KALIANDRA (Calliandra

41

RIWAYAT HIDUP

Nurpaidah. Lahir di Sempang, 3 September 1995, anak

keempat dari empat bersaudara dari pasangan H. Bora dan

Hj. Maryam. Jenjang pendidikan formal yang pernah

ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri 126 Patampanua

lulus pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan ke jenjang

SMPN 2 Pinrang, lulus pada tahun 2011. Kemudian melanjutkan ke SMAN 1

Pinrang, dan lulus pada tahun 2014. Setelah menyelesaikan Tingkat SMA, pada

tahun 2014 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada Fakultas

Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis menyelesaikan Strata 1

(S1) dan mendapatkan gelar S.Pt pada Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin pada Mei 2018.