uji in-vitro sensitivitas antibiotik terhadap bakteri

12
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016 11 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI SALMONELLA TYPHI DI KOTA PALU Reska Perdana*, Tri Setyawati** * Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako **Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako ABSTRACT Background: Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi. Salmonella typhi infection resulted in high mortality in patients, especially in some developing countries such as Indonesia. purpose: Researching and analyzing the sensitivity of antibiotics against the bacterium Salmonella typhi in Palu City. Method: This study is pure experimental research using research design post test only control group design. Sixteenth with chloramphenicol and sixteenth with Amoxicillin antibiotic. The testing of antibiotic sensitivity test is done by using the diffusion method of Kirby-bauer. Interpretation of results is based on inhibition zone formed and adapted to the standard criteria of the National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS). The number of samples in this study were a total of 32 samples of antibiotics. The study was conducted at the Laboratory of Health Province Central Sulawesi. Result: Antibiotic sensitivity test results against Salmonella typhi bacteria using the Kirby-Bauer diffusion method showed that the antibiotic chloramphenicol sensitive, (100%) with a mean inhibition of 23.06 mm; and the antibiotic amoxicillin sensitive, (100%) with a mean inhibition of 21.13 mm. The study showed a significant difference between the inhibition formed of chloramphenicol and amoxycillin. Conclusion: Chloramphenicol and amoxycillin sensitive to the Salmonella typhi bacteria. Keywords: Salmonella typhi, chloramphenicol, amoxicillin, antibiotic sensitivity

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

11 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

SALMONELLA TYPHI DI KOTA PALU

Reska Perdana*, Tri Setyawati**

* Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Tadulako

**Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako

ABSTRACT

Background: Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi.

Salmonella typhi infection resulted in high mortality in patients, especially in some

developing countries such as Indonesia.

purpose: Researching and analyzing the sensitivity of antibiotics against the bacterium

Salmonella typhi in Palu City.

Method: This study is pure experimental research using research design post test only

control group design. Sixteenth with chloramphenicol and sixteenth with Amoxicillin

antibiotic. The testing of antibiotic sensitivity test is done by using the diffusion method

of Kirby-bauer. Interpretation of results is based on inhibition zone formed and

adapted to the standard criteria of the National Committee for Clinical Laboratory

Standards (NCCLS). The number of samples in this study were a total of 32 samples of

antibiotics. The study was conducted at the Laboratory of Health Province Central

Sulawesi.

Result: Antibiotic sensitivity test results against Salmonella typhi bacteria using the

Kirby-Bauer diffusion method showed that the antibiotic chloramphenicol sensitive,

(100%) with a mean inhibition of 23.06 mm; and the antibiotic amoxicillin sensitive,

(100%) with a mean inhibition of 21.13 mm. The study showed a significant difference

between the inhibition formed of chloramphenicol and amoxycillin.

Conclusion: Chloramphenicol and amoxycillin sensitive to the Salmonella typhi

bacteria.

Keywords: Salmonella typhi, chloramphenicol, amoxicillin, antibiotic sensitivity

Page 2: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

12 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

ABSTRAK

Latar belakang: Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh

bakteri Salmonella typhi.

Tujuan penelitian: Meneliti dan menganalisis sensitivitas antibiotik terhadap bakteri

Salmonella typhi di Kota Palu.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni

dengan menggunakan rancangan penelitian post test only control group design. Jumlah

sampel 32, 16 diberi kloramfenikol, dan 16 diberi antibiotik amoksisilin. Pengujian uji

sensitivitas antibiotik dilakukan dengan menggunakan metode difusi Kirby-bauer.

Interpretasi hasil didasarkan pada zona hambat yang terbentuk dan disesuaikan dengan

kriteria standar dari National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 sampel antibiotik. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah.

Hasil penelitian: Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap bakteri Salmonella typhi

menggunakan metode difusi Kirby-Bauer menunjukkan bahwa antibiotik kloramfenikol

sensitif, (100%) dengan rerata daya hambat sebesar 23,06 mm; dan antibiotik

amoksisilin sensitif, (100%) dengan rerata daya hambat 21,13 mm. Penelitian tersebut

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara daya hambat yang terbentuk dari

kloramfenikol dan amoksisilin.

Kesimpulan : Kloramfenikol dan amoksisilin sensitif terhadap bakteri Salmonella

typhi.

Kata kunci: Salmonella typhi, kloramfenikol, amoksisilin, sensitivitas antibiotik.

Page 3: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

13 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

PENDAHULUAN

Demam tifoid banyak ditemukan

di Indonesia, baik di perkotaan maupun

pedesaan, masyarakat mampu ataupun

kurang mampu. Penyakit tersebut

berkaitan erat dengan kualitas yang

berasal dari kebersihan pribadi dan

sanitasi lingkungan seperti; kebersihan

makanan dan minuman yang rendah,

kebersihan tempat-tempat umum (rumah

makan, restoran) yang kurang, serta

perilaku masyarakat yang tidak

mendukung untuk hidup sehat.[14]

Demam tifoid merupakan infeksi

sistemik yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella enterica serotype Typhi

(Salmonella typhi). Penyakit tersebut

tetap menjadi masalah kesehatan

masyarakat di negara-negara

berkembang. Tahun 2000, perkiraan

bahwa lebih dari 2,16 juta infeksi terjadi

diseluruh dunia, menghasilkan 216,000

kematian, dengan lebih dari 90% angka

kesakitan dan kematian terjadi di Asia.

Demikian juga dari telaah kasus demam

tifoid di rumah sakit besar di Indonesia,

menunjukkan angka kesakitan

cenderung meningkat setiap tahun

dengan rata-rata 500 per 100.000

penduduk. Angka kematian diperkirakan

sekitar 0,6-5% sebagai akibat dari

keterlambatan mendapat pengobatan

serta tingginya biaya pengobatan.[14],[6]

Terapi utama yang dipakai dalam

penanganan demam tifoid adalah

antibiotik Kloramfenikol. Antibiotik lain

seperti Kotrimoksazol, Siprofloksasin,

Ofloksasin, Amoksisilin, dan

Sefalosporin generasi ketiga menjadi

alternatif obat tifoid apabila

Kloramfenikol sebagai lini pertama

sudah tidak lagi efektif.[11]

Resistensi antibiotik maupun

multi-resistensi dari spesies Salmonella

telah meningkat dengan pesat, terutama

di negara-negara berkembang seiring

dengan peningkatan penggunaan

antibiotik secara sembarangan dan tidak

terkontrol. Berbagai serovar dari spesies

Salmonella resisten terhadap antibiotik

konvensional seperti Ampisilin,

Kloramfenikol, Trimethoprim-

Sulfamethoxazole, dan antibiotik yang

lebih baru lainnya (Kuinolon dan

Sefalosporin berspektrum luas)

dilaporkan meningkat frekuensinya

dalam beberapa area di seleruh dunia.[9]

Pola resistensi yang terjadi sangat

tergantung dari pola atau sifat bakteri

dan penggunaan antibiotik dan

Page 4: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

14 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

penatalaksanaan penyakit serta

kecepatan resistensi bakteri terhadap

antibiotik. Tiap-tiap daerah mempunyai

pola sensitivitas Salmonella yang

berbeda, sehingga perlu dilakukan uji

sensitivitas secara berkala karena pola

sensitivitas bakteri dapat bervariasi pada

waktu dan tempat yang berbeda.[8]

Meneliti pola sensitivitas

antibiotik terhadap suatu bakteri patogen

merupakan hal yang sangat penting

untuk menyesuaikan pengobatan terbaru

dan melihat manfaat dari pengobatan

sebelumnya.[9]

METODE

Penelitian ini merupakan jenis

penelitian eksperimental murni dengan

menggunakan rancangan penelitian post

test only control group design.

Penelitian dilakukan di Laboratorium

Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah

pada 2015. Pengambilan sampel bakteri,

antibotik beserta prosedur penelitian

dilakukan langsung di Laboratorium

Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah.

Populasi dalam penelitian ini adalah

bakteri Salmonella typhi yang berasal

dari pasien suspek demam tifoid di Kota

Palu. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan isolat murni

bakteri Salmonella typhi yang berasal

dari pasien dan telah dibiakkan di

Laboratorium Kesehatan Propinsi

Sulawesi Tengah. Perlakuan yang

diberikan yaitu:

Perlakuan 1 : Menempatkan cakram

antibiotik kloramfenikol

pada media pertumbuhan

bakteri Salmonella typhi.

Perlakuan 2 : Menempatkan cakram

antibiotik amoksisilin

pada media pertumbuhan

bakteri Salmonella typhi.

Replikasi sampel bakteri

dilakukan sebanyak 16 kali, sehingga

didapatkan besaran total sampel

antibiotik sebanyak 32 Sampel yang

terdiri dari 16 antibiotik kloramfenikol

dan 16 antibiotik amoksisilin.

HASIL

Pada penelitian ini dilakukan

prosedur uji sensitivitas antibiotik yang

dengan memakai metode difusi agar (tes

Kirby-Bauer). Prosedur pengujian ini

dimulai dengan menempatkan bakteri

Salmonella typhi pada media Mueller-

Hinton agar (MHA), selanjutnya cakram

Page 5: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

15 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

antibiotik Kloramfenikol dan

Amoksisilin ditanam di setiap

permukaan agar dengan memperhatikan

jarak yang sesuai (tidak terlalu dekat

atau terlalu jauh) lalu dilakukan replikasi

sampel bakteri sebanyak 16 kali.

Berdasarkan jumlah replikasi didapatkan

total 32 sampel antibiotik yang

digunakan (16 Kloramfenikol dan 16

Amoksisilin). Selanjutnya media agar

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24

jam. Setelah 24 jam, kemudian

dilakukan pengamatan langsung dan

pengukuran memakai jangka sorong

pada zona jernih yang terbentuk pada

media agar dan merupakan hasil dari

daya hambat yang diteliti. Hasil

pengukuran didapatkan bahwa setiap

replikasi memiliki hasil sensitif.

Hasil tersebut telah disesuaikan

dengan kriteria standar dari National

Committee for Clinical Laboratory

Standards (NCCLS) dan dengan tingkat

sensitivitas sebesar 100% dari kedua

antibiotik. Diameter rerata yang

terbentuk dari antibiotik Kloramfenikol

sebesar 23,06 mm dan Amoksisilin

sebesar 21,13 mm. Besaran diameter

daya hambat yang terbentuk dan

hasilnya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.1 Hasil pengukuran diameter

zona hambat, interpretasi

dan rerata dari uji

sensitivitas antibiotik

metode difusi Kirby-Bauer.

Perbedaan zona hambat yang

terbentuk dari tiap replikasi dapat juga

dilihat melalui grafik dibawah ini.

Grafik 4.1 Grafik perbedaan masing-

masing zona hambat yang

terbentuk dari berbagai

replikasi.

Setelah pengukuran daya hambat

telah selesai dilakukan, kemudian

dilanjutkan dengan melakukan analisis

Page 6: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

16 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

data. Analisis data diawali dengan

melakukan uji normalitas memakai uji

Shapiro-Wilk dengan nilai kemaknaan

sebesar (p>0,05). Apabila hasil tidak

sesuai dengan standar tersebut, maka

disimpulkan bahwa data tidak memiliki

distribusi yang normal.[15]

Hasil pada uji normalitas

menggunakan uji Shapiro-Wilk,

didapatkan signifikansi (p<0,05) maka

dapat disimpulkan bahwa data tidak

terdistribusi normal. Karena hasil

pengujian data tidak terdistribusi dengan

normal, maka dilakukan uji alternatif

memakai uji non-parametrik yaitu uji

Mann-Whitney.

Tabel 4.2 Tabel perbedaan daya hambat

n

Median p

(minimum-

maksimum)

Daya hambat

antibiotik

Kloramfenikol 16

23,06 (22,0-

24,0) ,000

Daya hambat

antibiotik

Amoksisilin 16

21,00 (20,0-

22,0)

Keterangan :

n : Merupakan jumlah total

subjek dari setiap

kelompok perlakuan.

Median : Nilai tengah dari daya

hambat yang terbentuk.

(minimum-maksimum) : Nilai minimal hingga

maksimal dari tiap daya

hambat yang terbentuk.

p : Nilai signifikan uji Mann-

Whitney.

Berdasarkan pada tabel 4.2 diatas,

didapatkan signifikansi hasil dari uji

alternatif memakai uji Mann-Whitney

adalah (p=0,000) dimana nilai dari

(p<0,05) sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat perbedaan

yang bermakna antara daya hambat dari

antibiotik Kloramfenikol dan antibiotik

Amoksisilin serta menunjukkan bahwa

hipotesis diterima.

DISKUSI

Uji sensitivitas antibiotik yang

digunakan merupakan uji sensitivitas

dengan metode difusi agar (Kirby-

Bauer) memakai media Mueller-Hinton

agar (MHA). Metode difusi agar (disc

diffusion) atau (tes Kirby-Bauer)

merupakan cara pengujian kepekaan

antibiotik dengan meletekkan agen

antimikroba pada media yang telah

ditanami oleh mikroorganisme. Agen

antimikroba tersebut akan berdifusi pada

media yang ditumbuhi oleh bakteri.[17]

Zona jernih pada lapisan agar yang

terbentuk diakibatkan oleh karena

senyawa antimikroba berdifusi ke dalam

lapisan agar dan menghambat

pertumbuhan mikroorganisme (bakteri)

dan disebut sebagai zona hambat,

Page 7: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

17 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

sedangkan lapisan agar yang ditumbuhi

mikroorganisme akan tampak keruh.

Senyawa antimikroba bekerja dengan

cara berinteraksi dengan dinding sel

bakteri sehingga mengakibatkan

gangguan permeabilitas pada dinding sel

bakteri dan memudahkan seyawa

antimikroba untuk bisa berdifusi ke

dalam sel bakteri. Difusi yang terjadi

akan mengakibatkan gangguan pada

serangkaian proses pertumbuhan dari

bakteri sehingga menghambat

pertumbuhannya (bakteriostatik)

ataupun memberikan efek lain yaitu

dengan membunuh bakteri

(bakteriosidal). Selain itu, senyawa

antimikroba juga dapat menembus

membran sel dan berinteraksi dengan

material genetik dari bakteri sehingga

bakteri dapat mengalami mutasi.[16]

Hasil yang didapatkan dari

pengukuran zona hambat menunjukkan

bahwa antibiotik Kloramfenikol

memiliki rerata zona hambat sebesar

23,06 mm dan Amoksisilin sebesar

21,13 mm. Hasil tersebut disesuaikan

dengan kritetia standar dari National

Committee for Clinical Laboratory

Standards (NCCLS) untuk kriteria

sensitif, intermediet, ataupun resisten

dari masing-masing obat dan dari hasil

pengukuran didapatkan bahwa setiap

antibiotik Kloramfenikol masuk dalam

kriteria sensitif, dan setiap antibiotik

Amoksisilin masuk dalam kriteria

sensitif dengan persentase sensitivitas

dari kedua antibiotik uji tersebut sebesar

100%.

Dasar penggolongan antibiotik yang

sensitif, intermediet maupun resisten

didasarkan pada antibiotik yang melalui

pengujian laboratorium dan disesuaikan

dengan kriteria standar baku dari

masing-masing jenis antibiotik. Standar

dari tiap antibiotik berbeda terhadap

suatu bakteri tertentu yang diujikan.

Hasil pengujian tersebut kemudian

ditandai dengan huruf “S” dan “I”

(intermediet) sedangkan antibiotik

resisten ditandai dengan huruf “R”.

Sensitif menunjukkan bahwa antibiotik

tersebut memiliki daya hambat yang

lebih besar dari kriteria yang

seharusnya, intermediet berada pada

rentang minimum terendah hingga

mencapai sensitif, dan resisten

menunjukkan daya hambat yang

terbentuk berada jauh dibawah kriteria

yang telah ditentukan.[7]

Page 8: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

18 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

Data yang terkumpul kemudian

dianalisis menggunakan analisis data

alternatif non-parametrik menggunakan

uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney

merupakan uji jenjang untuk dua

populasi atau sampel yang berbeda.

(Sunyoto, 2014)[3]. Uji Mann-Whitney

digunakan apabila uji T-independent

tidak dapat dilakukan. Agar uji T-

independent dapat dilakukan, maka

sebaran data haruslah normal, sehingga

data pada penelitian ini tidak memenuhi

syarat untuk dilakukan pengujian

tersebut. Hasil dari uji Mann-Whitney

didapatkan signifikansi sebesar

(p=0,000) dan memenuhi nilai (p<0,05)

sehingga diartikan bahwa terdapat

perbedaan daya hambat yang bermakna

secara statistik dari kedua antibiotik

Kloramfenikol dan Amoksisilin serta

menunjukkan jika hipotesis telah

diterima.

Sensitivitas antibiotik Kloramfenikol

dan Amoksisilin yang didapatkan pada

penelititan tersebut memiliki respon

yang baik dengan persentase sensitivitas

sebesar 100%. Penelitian tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan pada

penelitian sebelumnya di Indonesia.

Katarnida (2013) dalam penelitiannya

yang dilakukan di Jakarta menjelaskan

bahwa pada uji sensitivitas antibiotik,

hasil kultur dari bakteri Salmonella typhi

menunjukkan respon yang baik terhadap

beberapa antibiotik. Respon tersebut

menunjukkan bahwa ditemukan hasil

sensitif 100% terhadap antibiotik

Amoksisilin, Sefotaksim, Seftriakson,

Kloramfenikol, Gentamisin, Imipenem,

Kanamisin, Asam Nalidiksat, dan

Sulfametoksazol.[10]

Beberapa laporan data

memperlihatkan 80% isolat dari strain

Salmonella typhi yang diambil di

Vietnam menunjukkan hasil resisten

terhadap Kloramfenikol, sedangkan

sampel Salmonella typhi yang berasal

dari India dan Indonesia menunjukkan

tidak ada resistensi.[13]

Penelitian lain yang dilakukan oleh

Juwita (2013) menunjukkan tingkat

sensitivitas antibiotik secara in-vitro

terhadap Salmonella typhi yang

dilakukan di kota Banjarmasin

memberikan hasil bahwa tingkat

sensitivitas antibiotik Kloramfenikol

dengan persentase sebesar 65%, dan

tingkat sensitivitas antibiotik

Amoksisilin sebesar 15% atau telah

masuk dalam kategori resisten.

Page 9: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

19 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

Penelitian yang dilakukan di Bandung

oleh Mulyana (2009) menunjukkan

bahwa antibiotik Kloramfenikol

memiliki sensitivitas sebesar 99,05%

dan antibiotik Amoksisilin sebesar

99,36%.

Perbedaan tingkat sensitivitas

antibiotik Amoksisilin pada tiap daerah

sangatlah berbeda. Hal tersebut bisa

disebabkan oleh beberapa hal, seperti

kerasionalan dalam penggunaannya dan

kepatuhan penderita dalam meminum

obat. Hal lain yang dapat mempengaruhi

ialah dikarenakan Amoksisilin

merupakan obat pasaran yang sudah

banyak dikenal oleh masyarakat untuk

dikonsumsi pada berbagai macam

penyakit dan juga karena harganya yang

murah dan terjangkau bagi

masyarakat.[8]

Perbedaan persentase hasil uji

sensitivitas antibiotik yang didapatkan

dari masing-masing antibiotik uji

(Kloramfenikol dan Amoksisilin) yang

dilakukan oleh peneliti maupun dari

penelitian-penelitian sebelumnya di tiap

daerah menunjukkan bahwa adanya

keberagaman tingkat sensitivitas suatu

antibiotik terhadap bakteri Salmonella

typhi. Keberagaman tingkat sensitivitas

dapat diakibatkan oleh karena

banyaknya faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat sensitivitas suatu

antibiotik terhadap bakteri Salmonella

typhi. Faktor-faktor tersebut dapat

berupa penggunaan antibiotik dalam

jangka waktu yang lama, penggunaan

yang tidak tepat, kepatuhan pasien

dalam meminum obat, dan masih

banyak lagi baik dari tingkat sel bakteri

maupun dari tingkat ekonomi pasien.[8]

Antibiotik Kloramfenikol sebagai

obat pilihan atau “drug of choice”

memberikan respon yang baik pada

penelitian ini. Sehingga penggunaan

antibiotik Kloramfenikol sebagai “drug

of choice” dapat terus dilanjutkan

dengan tetap memperhatikan efek

samping dari penggunaan obat tersebut.

Hasil tersebut telah sesuai dengan teori

yang ada dan dikemukakan oleh

beberapa penelitian sebelumnya, antara

lain oleh Bajracharya et al (2006) dan

Choudhary et al (2013), yang

menjelaskan bahwa sejak Kloramfenikol

diperkenalkan pada tahun 1948,

Kloramfenikol menjadi obat pilihan

yang digunakan dalam terapi demam

tifoid diseluruh belahan dunia. Terapi

dengan Kloramfenikol, menurunkan

Page 10: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

20 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

angka kematian akibat demam tifoid

dengan sangat signifikan dan penurunan

durasi demam yang selama 14-28 hari

memendek menjadi 3-5 hari.

Pemendekan demam tersebut sangat

membantu dalam keberhasilan terapi

khususnya bagi kenyamanan pasien.[5],[1]

Hasil uji sensitivitas dari antibiotik

Amoksisilin yang dilakukan pada

penelitian ini memberikan respon yang

baik terhadap bakteri Salmonella typhi,

sehingga penggunaan Amoksisilin

dalam pengobatan penyakit dengan

penyebab bakteri Salmonella typhi dapat

terus dilanjutkan apabila antibiotik

Kloramfenikol sebagai “drug of choice”

tidak dapat digunakan. Hasil penelitian

tersebut sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Kaur (2011) dan

Markose & Parthiban (2012), dimana

mereka menjelaskan bahwa antibiotik

Amoksisilin, memiliki tingkat keasaman

yang stabil dalam tubuh, obat tersebut

merupakan semi-sintetis dari kelas

antibiotik yang disebut Penisilin

(antibiotik beta-laktam) dan telah

terbukti efektif terhadap berbagai jenis

infeksi yang disebabkan oleh bermacam-

macam bakteri gram negatif maupun

bakteri gram positif pada manusia dan

hewan. Amoksisilin dipakai untuk

mengobati berbagai jenis infeksi yang

disebabkan oleh bakteri pada beberapa

lokasi infeksi, seperti infeksi telinga,

infeksi saluran kemih, pneumonia,

gonorrhea, dan E-coli maupun infeksi

salmonella.[4],[2]

Obat-obat lini pertama yang

digunakan dalam pengobatan demam

tifoid adalah Kloramfenikol,

Tiamfenikol, atau Ampisilin/

Amoksisilin. Kloramfenikol masih

merupakan pilihan utama untuk

pengobatan demam tifoid karena efektif

dalam mempercepat penyembuhan,

murah, mudah didapat, dan dapat

diberikan secara oral. Umumnya

perbaikan klinis sudah tampak dalam

waktu 72 jam.[12]

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdaskan dari hasil penelitian di

atas, dapat disimpulkan bahwa antibiotik

Kloramfenikol dan Amoksisilin

memiliki sensitivitas yang tinggi

terhadap bakteri Salmonella typhi

dengan persentase masing-masing

sebesar 100% dan rerata daya hambat

yang terbentuk sebesar 23,06 mm dan

21,13 mm, serta terdapat perbedaan daya

Page 11: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

21 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

hambat yang nyata secara statistik dari

kedua antibiotik terhadap bakteri

Salmonella typhi. Peneliti sangat

berharap kekurangan pada penelitian

tersebut dapat dperbaiki pada penelitian-

penelitian selanjutnya.

DAFTARPUSTAKA

1. Choudhary, A, et al., 2013.

Antimicrobial susceptibility of

Salmonella enterica serovars in a

tertiary care hospital in southern

India. Indian J Med Res, (137):

800-802.

2. Markose & Parthiban., 2012.

Formulation And Evaluation Of

Dispersible Tablets Of Amoxicillin

Trihydrate And Dicloxacillin

Sodium. IRJP, 2012 3(6).

3. Sunyoto, D., 2014. Analisis Data

Penelitian Kesehatan Dengan SPSS.

Nuha Medika. Yogyakarta.

4. Kaur, S.P, Rao, R., Nanda, S., 2011.

Amoxicillin: A Broad Spectrum

Antibiotic. Int J Pharm Pharm Sci, 3

(3):3037.

5. Bajracharya, B.L, et al., 2006.

Clinical profile and antibiotics

response in typhoid fever.

Kathmandu University Medical

Journal, 4 (13):25-29.

6. Ochiai, R.L, et al., 2008. A study of

typhoid fever in five Asian

countries: disease burden and

implications for controls. Bulletin

of the World Health Organization

2008, (86):260–268.

7. Refdanita., Maksum, R., Nurgani,

A., Endang, P., 2004. Pola

Kepekaan Kuman Terhadap

Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif

Rumah Sakit Fatmawati Jakarta

Tahun 2001 – 2002. Makara,

Kesehatan, 8 (2): 41-48.

8. Juwita, S., Hartoyo, E., Budiarti,

L.Y., 2013. Pola Sensitivitas In

Vitro Salmonella typhi Terhadap

Antibiotik Kloramfenikol,

Amoksisilin, Dan Kotrimoksazol Di

Bagian Anak Rsud Ulin

Banjarmasin Periode Mei-

September 2012. Berkala

Kedokteran Vol. 9 No. 1 April

2013.

9. Mijovic, C, et al., 2012. Antibiotic

Susceptibility Of Salmonella Spp.: A

Comparison Of Two Surveys With A

5 Years Interval. Journal of

IMAB,18(1).

10. Katarnida, S.S., Karyanti, M.R.,

Oman, D.M., Katar, Y., 2013. Pola

Sensitivitas Bakteri dan

Penggunaan Antibiotik. Sari

Pediatri, Vol. 15, No. 2, Agustus

2013.

11. Mulyana, Y., 2009. Sensitivitas

Salmonella Sp. Penyebab Demam

Tifoid Terhadap Beberapa

Antibiotik Di Rumah Sakit

Immanuel Bandung. Fakultas

Kedokteran Universitas Padjajaran.

Bandung.

12. Rampengan, N.H., 2013. Antibiotik

Terapi Demam Tifoid Tanpa

Komplikasi pada Anak. Sari

Page 12: UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 No. 1 Januari 2016

22 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ...

Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari

2013.

13. Butler, T., 2011. Treatment of

typhoid fever in the 21st century:

promises and shortcomings. Clin

Microbiol Infect, (17): 959–963.

14. Kemenkes., 2006. Keputusan

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

364/MENKES/SK/V/2006 Tentang

Pedoman Pengendalian Demam

Tifoid. Menteri Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

15. Dahlan, M.S., 2013. Statistik Untuk

Kedokteran dan Kesehatan;

Deskriptif, Bivariat, dan

Multivariat, Dilengkapi Aplikasi

dengan menggunakan SPSS, Edisi

5. Salemba Medika. Jakarta.

16. Roihanah S., Sukoso., Andayani S.,

2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Teripang Holothuria sp. Terhadap

Bakteri Vibrio harveyi Secara In

vitro. J. Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2,

2011.

17. Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi

Farmasi. Erlangga. Jakarta.