umn

85
Referat Upper Motor Neuron REFERAT ILMU PENYAKIT SARAF UPPER MOTOR NEURON DISEASES (UMN) Pembimbing: Dr. Hardhi Pranata, Sp.S Disusun oleh: Muhammad Shazni Afandi Bin Rusli 11-2012-270 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA Page 1

Upload: shazni-afandi-rusli

Post on 22-Nov-2015

77 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Referat Upper Motor Neuron

REFERAT ILMU PENYAKIT SARAFUPPER MOTOR NEURON DISEASES (UMN)

Pembimbing: Dr. Hardhi Pranata, Sp.SDisusun oleh:Muhammad Shazni Afandi Bin Rusli11-2012-270

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANAPERIODE 14 APRIL 2014 17 MEI 2014Referat Upper Motor Neuron

RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA, DEPOKPage 56

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul Upper Motor Neuron (UMN) . Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas penulis selama mengikuti Kepanitraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhakti Yudha periode 14/04/2014 17/05/2014.Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hardhi Pranata, SpS, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. Juga kepada pihak-pihak lain yang turut membantu dalam menyelesaikan referat ini. Penulis sangat menyadari bahwa pengumpulan data-data dan penyusunan referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun terhadap referat ini, penulis akan menerima dengan tangan terbuka. Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Depok, April 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.1DAFTAR ISI2BAB I. PENDAHULUAN..3I.1. Latar Belakang...3BAB II. PEMBAHASAN..4II. 1.Definisi.4II. 2. Anatomi dan Fisiologi4II. 3. Macam-macam Penyakit.6II. 3. 1. Trauma Capitis6II. 3. 2. Koma.26II. 3. 3. Epilepsi.40BAB III. PENUTUP.54III. 1. Kesimpulan.54DAFTAR PUSTTAKA..56

BAB IPENDAHULUAN

I.1. Latar BelakangSusunan Neuro Muskularyaitu neuron yang mempersarafi otot, secara anatomi susunan tersebut terdiri atas upper motor neuron, lower motor neuron, alat penghubung antar unsur saraf dan otot skeletal. Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan-lintasan neuronal adalah potensial aksi, yang sejak dulu di juluki impuls dan tidak lain berarti pesan. Dan impuls yang disampaikan kepada otot sehingga menghasilkan gerak otot yang dinamakan impuls motorik1.

BAB IIPEMBAHASANII. 1. DefinisiUpper motor neuron (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat.II. 2. Anatomi dan FisiologiBerdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan LMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang.

Gambar 1. Perbedaan UMN dan LMN

Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.1Fungsi medula spinalis1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum4. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

Lengkung refleks Reseptor: penerima rangsang Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks) Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap ((hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan / penerusan impuls) Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak) Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.

Gambar 2. Lengkung refleksII. 3. Macam-macam penyakitII.3.1. Trauma Capitis2,31. Definisi Cedera KepalaCedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.2 Anatomia.Kulit KepalaKulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu;skinatau kulit,connective tissueatau jaringan penyambung,aponeurosisataugalea aponeurotika,loose connective tissueatau jaringan penunjang longgar danpericranium.b.Tulang Tengkorak

Gambar 3. Tulang tengkorakTulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

c. MeningenSelaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

Gambar 4. Lapisan meningen1. DuramaterDuramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebutBridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).2. Selaput ArakhnoidSelaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebutspatium subduraldan dari piamater olehspatium subarakhnoidyang terisi olehliquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.3. PiamaterPiamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyrus dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.II.3.1.3 Mekanisme dan PatofisiologiCedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (countre coup). Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal. Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.2.4. Gambaran Klinis Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui sistem GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement).1.Kemampuan membuka kelopak mata (E)

Gambar5. Tes membuka mata (eye) Secara spontan 4 Atas perintah 3 Rangsangan nyeri 2 Tidak bereaksi 12.Kemampuan komunikasi (V)

Gambar 4. Kemampuan komunikasi (verbal) Orientasi baik 5 Jawaban kacau 4 Kata-kata tidak berarti 3 Mengerang 2 Tidak bersuara 13.Kemampuan motorik (M)

Gambar 5. Kemampuan motorik Kemampuan menurut perintah 6 Reaksi setempat 5 Menghindar 4 Fleksi abnormal 3 Ekstensi 2 Tidak bereaksi 15. Pembagian Cedera Kepala3,41.Simple Head Injury Diagnosasimple head injurydapat ditegakkan berdasarkan: Ada riwayat trauma kapitis Tidak pingsan Gejala sakit kepala dan pusing Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup istirahat.2.Commotio CerebriCommotio cerebri(gegar otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.3.Contusio CerebriPadacontusio cerebri(memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.Timbulnya lesi contusio di daerah coup , contrecoup, dan intermediatemenimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN.Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan organic brain syndrome.Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.4.Laceratio CerebriDikatakanlaceratio cerebrijika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.5.Fractur Basis CraniiFractur basis craniibisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala: Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding Epistaksis RhinorrhoeFraktur pada fossa media menimbulkan gejala: Hematom retroaurikuler, Ottorhoe Perdarahan dari telingaDiagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi : Gangguan pendengaran Parese N.VII perifer Meningitis purulenta akibat robeknya duramaterFraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari. a b cGambar6. Tanda-tanda fraktur basis kraniia. Raccon`s eyes (brill haematoma)b. Otorrheac. Rhinorrhea6. Derajat Cedera Kepala1.Cedera Kepala Ringan (CKR).Termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri. Pada cedera kepala ringan ditemukan:a. Skor GCS 14-15b. Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menitc. Pasien mengeluh pusing, sakit kepalad. Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis.2.Cedera Kepala Sedang (CKS).Dapat ditemukan:a. Skor GCS 9-12b. Ada pingsan lebih dari 10 menitc. Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogadd. Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.3.Cedera Kepala Berat (CKB).Dapat ditemukan:a. Skor GCS 25 cc Midline Shift > 5 cm Cedera penetrasiIndikasi rawat bagi pasien cedera kepala yaitu :a. Penurunan kesadaranb. Nyeri kepala (dari sedang hingga berat)c. Riwayat tidak sadarkan diri selam > 15 menitd. Fraktur tulang tengkorake. Rhinorea otorheaf. Cedera penetrasig. Intoksikasi alcohol atau obat-obatanh. Trauma multiplei. Hasil CT Scan abnormalj. Amnesiak. Tidak ada keluarga

11.PencegahanUpaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :a. Pencegahan PrimerPencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman,dan memakai helm.b. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalahairwaymenjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian karena masalahairwaydisebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalahairwayyang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancamairway.2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.3. Menghentikan perdarahan (Circulations).Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalutdengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfuse darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.c. Pencegahan TertierPencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.1. Rehabilitasi Fisikd. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan atas dan bawah tubuh.e. Perlengkapansplintdan kaliperf. Transplantasi tendon2. Rehabilitasi PsikologisPertama-tama dimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya. Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.3. Rehabilitasi Sosiala. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).3,4II. 3.2. KomaKoma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan unarousable unresponsiveness, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan.6,9Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling sering ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk memahami dan mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam penanganan koma.5,7,9Patofisiologi

RANGSANGAN 2,6,7,8,9Kesadaran dibagi dua yaitu kualitas dan derajat kesadaran. Jumlah (kuantitas) input/rangsangan menentukan derajat kesadaran, sedangkan kualitas kesadaran ditentukan oleh cara pengolahan input yang menghasilkan output SSP. Pada topik koma kita lebih menitikberatkan kepada derajat dari kesadaran.2Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan dibagi dua, spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merujuk kepada perjalanan impuls aferen yang khas dimana menghasilkan suatu kesadaran yang khas pula. Lintasan yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks primer (penghantarannya berlangsung dari titik ke titik), yang berarti bahwa suatu titik pada kulit yang dirangsang mengirimkan impuls yang akan diterima oleh sekelompok neuron dititik tertentu daerah reseptif somatosensorik primer. Setibanya impuls aferen di tingkat korteks terwujudlah suatu kesadaran akan suatu modalitas perasaan yang spesifik, yaitu perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau suatu penglihatan, penghiduan atau suatu pendengaran tertentu. Input yang bersifat non-spesifik adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui lintasan aferen non-spesifik (lintasan ini lebih dikenal sebagai diffuse ascending reticular system) yang terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus (inti intralaminar).Inti intralaminar yang menerima impuls non-spesifik tersebut akan menggalakkan dan memancarkan impuls yang diterimanya menuju/merangsang/menggiatkan seluruh korteks secara difuse dan bilateral sehingga timbul kesadaran/kewaspadaan. Karena itu, neuron-neuron inti intralaminar disebut neuron penggalak kewaspadaan, sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut neuron pengemban kewaspadaan2,6,7,8Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik) atau oleh sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik) 2Dari penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa berdasarkan susunan anatomi, koma dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik 2,5,71. Koma kortikal bihemisferik2,5Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur, metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua, untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh blood brain barrier.Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit. (7)Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50% dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi.Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik.Yang dapat membangkitkan koma metabolik antara lain: Hipoventilasi Anoksia iskemik. Anoksia anemik. Hipoksia atau iskemia difus akut. Gangguan metabolisme karbohidrat. Gangguan keseimbangan asam basa. Uremia. Koma hepatik Defisiensi vitamin B.2. Koma diensefalik.Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.Lesi supratentorial.Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak hemisferium kea rah foramen magnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluaruntuk suatu proses desak didalam ruang tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon) mengalami distorsi dan penekanan.Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan substansia retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah kelumpuhan saraf otak yang disertai gangguan penurunan derajat kesadaran. Kelumpuhan saraf otak okulomotorius dan trokhlearis merupakan ciri bagi proses desak ruang supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior serebri.Yang dapat menyababkan lesi supratentorial antara lain; tumor serebri, abses dan hematoma intrakranial.Lesi infratentorial.Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior). Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak system retikularis. Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak system retikularis batang otak.Proses yang timbul berupa (i).penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formasio retikularis). (ii) herniasi serebellum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebelli yang kemudian menekan formation retikularis di mesensefalon. (iii) herniasi tonsiloserebellum ke bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan medulla oblongata. Secara klinis, ketiga proses tadi sukar dibedakan. Biasanya berbauran dan tidak ada tahapan yang khas. Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum, neoplasma, abses, atau edema otak.EtiologiPenyebab koma secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan keledai menjadi kalimat SEMENITE. Selain itu ada juga beberapa buku yang menggunakan jembatan keledai yang berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat membedakan manakah yang termasuk ke dalam koma bihemisferik ataupun koma diensefalik 5,6 S ; Sirkulasi gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark) E ; Ensefalitis akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll M ; Metabolik akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb). E ; Elektrolit gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium). N ; Neoplasma tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi, muntah). I ; Intoksikasi keracunan. T ; Trauma kecelakaan. E ; Epilepsi.10Diagnosa dan Gambaran klinisUntuk mendiagnosis koma atau penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi masalah adalah apa yang menjadi penyebab koma tadi dan bagaimana situasi koma yang sedang dihadapinya ( tenang, herniasi otak, atau justru agonia). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus dimulai dengan anamnesia, dilanjutkan dengan pemeriksaan intern, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan tambahan sesuai dengan kebutuhan.1. Anamnesa.Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya. Hal yang harus diperhatikan antara lain: Penyakit penderita sebelum koma. Keluhan penderita sebelum tidak sdar Obat yang digunakan. Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan tidak sadar. Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan?. Gejala apa saja yang nampak oleh orang-orang disekitarnya?. Apakah ada trauma sebelumnya Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses.2. Pemeriksaan intern/fisik.a. Tanda-tanda vital.b. Bau nafas penderita (amoniak, aseton, alcohol, dll)c. Kulit ; turgor (dehidrasi), warna (sianosis - intoksikasi CO, obat-obatan), bekas injeksi (morfin), luka-luka karena trauma.d. Selaput mukosa mulut (adanya darah atau bekas minum racun).e. Kepala; *Opistotonus (meningitis), *Miring kanan/kiri (tumor fossa posterior). *Apakah keluar darah atau cairan dari telinga/hidung?. *Hematom disekitar mata (Brill hematoma) atau pada mastoid (Battles sign). *Apakah ada fraktur impresi?.f. Leher; Apakah ada fraktur? Jika tidak, periksa kaku kuduk.g. Thorax; paru & jantung.h. Abdomen; Hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik), retensi urin (+/-).i. Ekstrimitas; sianosis ujung jari, edema pada tungkai.3. Pemeriksaan neurologis.a. Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).b. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.*) Observasi umum. Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi bibir. Bila (+), prognosis cukup baik. Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk). Disebabkan oleh gangguan metabolik. Lengan dan tungkai. i. Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity gangguan di hemisfer, batang otak masih baik. ii. Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) kerusakan di batang otak.*) Pola pernafasan. Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi keadaan apnea, kemudia timbul pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah mencapai suatu puncak, akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak bagian atas. Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat dan dalam disebabkan gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons). Letak prosesnya lebih kaudal dari pernafasan cheyne-stokes, prognosisnya juga lebih jelek. Pernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikuti oleh poenghentian ekspirasi selama beberapa saat. Gangguan di pons. Prognosis lebih jelek daripada hiperventilasi neurogen sentral karena prosesnya lebih kaudal. Pernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat, dan tidak teratur Terganggunya formation retikularis di bagiandorsomedial dan medulla oblongata. Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda menjelang ajal.*). Kelainan pupil.Untuk menentukan letak kelainan di batang otak, yang harus diperhatikan adalah (1)besarnya, (2)bentuknya, (3)refleks pupil.Jangan menggunakan midriatikum karena akan menghilangkan refleks pupil.Kelainan gerakan dan/atau kedudukan bola mata dapat menunjukkan topical dari lesi : Lesi di hemisfer Deviation Conjugee (mata melihat kearah hemisfer yang terganggu), pupil & refleks cahaya normal. Lesi di thalamus Kedua bola mata melihat kearah hidung. Kadang hemianestesia (badan, tungkai, wajah). Dystonic posture (lengan dalam posisi aneh) Lesi di pons Kedua bola mata di tengah, tidak ada gerakan walau dengan perubahan posisi (dolls eye maneuver abnormal), pupil pinpoint, refleks cahaya (+), kadang ada ocular bobbing. Lesi di serebelum Bola mata ditengah, pupil besar, bentuk normal, refleks cahaya (+) normal. Sering karena perdarahan yang meningkatkan TIK, sehingga mengganggu N.VI. Gangguan N.Okulomotorius Pupil anisokor, refleks cahaya negative (pada pupil yang lebar), sering disertai ptosis. Gangguan pada N.III sering merupakan tanda pertama akan terjadinya herniasi tentorial. Adanya perdarahan atau edema di daerah supratentorial akan mendorong lobus temporalis ke bawah. Desakannya akan menekan N.III, yang bila proses berlanjut akan menekan batang otak, dan menyebabkan kematian.*) Refleks sefalik Refleks pupil ; Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi). Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan kesadaran menurun. Oleh karena itu pada penderita koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konsensual. Bila refleks cahaya terganggu gangguan di mesensefalon. Dolls eye phenomenon gangguan di pons (refleks okulo-sefalik negative). Refleks okulo-vestibular menggunakan tes kalori. Jika ( -) berarti terdapat gangguan di pons. Refleks kornea merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di pons. Refleks muntah sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada kerusakan di medula oblongata.*). Reaksi terhadap rangsangan nyeri.Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum. Rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks sbb: Abduksi fungsi hemisfer masih baik (high level function). Menghindar (Flexi dan aduksi) hanya ada low level function. Flexi ada gangguan di hemisfer. Extensi kedua lengan dan tungkai gangguan di batang otak.Secara garis besarnya, pemeriksaan untuk menentukan letak lesi dapat dilihat pada kolom dibawah ini, dimana masing-masing lesi memiliki gejala tertentu / gejala yang khas secara klinis 2,5,6,7,10

*). Fungsi traktus piramidalis.Merupakan saluran saraf terpanjang, sehingga apabila terjadi kerusakan struktur susunan saraf pusat amat sering terganggu.Bila traktus piramidalis tidak terganggu, kemungkinan besar kelainan disebabkan oleh gangguan metabolisme. Adanya gangguan pada traktus piramidalis dapat diketahui dengan adanya: Paralisis (kelumpuhan) Refleks tendinei (otot) bila traktus piramidalis terganggu, akan terdapat penurunan refleks sisi kontralateral. (penurunan refleks tendon hanya sementara, pada akhirnya refleksnya meningkat). Refleks patologik (+) positif. Tonus pada fase akut terjadi penurunan tonus kontralateral. Bila lesi piramidalis sudah lama, tonus akan meningkat (pada umumnya kita hanya menemukan peningkatan tonus).*). Pemeriksaan laboratorium.Darah rutin, fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), fungsi hati (LFT, SGOT, SGPT), elektrolit, glukosa darah.Liquor serebrospinalis harus diperiksa bila diduga ada infeksi intarakranial (meningitis, meningoensefalitis). Kontraindikasi LP dalah peningkatan tekanan intracranial.Pada pemeriksaan liquor serebrospinalis harus diperhatikan: Warna ; normalnya jernih. Bila ada perdarahan, dihitung jumlah eritrosit. < 50/mm kemungkinan suatu emboli. 1000/mm kemungkinan perdarahan intraserebral. 10.000/mm kemungkinan infark haemorhage. 25.000/mm kemungkinan perdarahan subarakhnoid.16 Jumblah sel ; Normal < 5/m. Bila meningkat meningitis/meningoesefalitis. Peningkatan mononuclear menunjukkan adanya meningitis serosa, yang dapat disebabkan oleh TB, virus, atau jamur. Peningkatan sel polimorfonuklear meningitis purulenta. Protein ; Kadar protein liquor normalnya 0,15-0,45 g/l. Meningkat pada keradangan / perdarahan. Glukosa ; kadar glukosa liquor normalnya 2/3 kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang menurun ada infeksi (TBC, bacterial). Bakteriologi ; Pemeriksaan pengecatan gram dan kultur bila dicurigai adanya infeksi intracranial. Pemeriksaan khusus ; Keganasan sitologi TB pengecatan ziehl-nelson Neurosifilis VDRL / TPHA.*). Pemeriksaan dengan alat. CT scan merupakan pemeriksaan yang paling sering atau umum digunakan Oftalmoskop : Pada setiap penderita koma, fundus okuli harus diperiksa untuk melihat adanya (1).papiledema. (2).tanda-tanda arteriosclerosis pembuluh darah di retina. (3).Tuberkel di koroidea. Elektroensefalografi (EEG) ; untuk melihat kelainan difus atau fokal. Harus dibandingkan antara hemisfer kiri dan kanan. Serial EEG diperlukan untuk evaluasi penderita koma. Eko-ensefalografi ; menggunakan gelombang ultrasound. Midline echo pada orang normal menandakan posisi ventrikel III. Yang perlu diperhatikan adalah dorongan dari midline echo untuk menentukan lateralisasi. Doppler ( B scan) ; alat untuk mengukur kecepatan aliran darah di arteria karotis dan pembuluh darah kolateral (temporalis,orbita). Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui adanya stenosis pada arteri. Arteriografi ; pemeriksaan invasive dengan memasukkan kontras ke dalam pembuluh darah. Hanya dilakukan pada pasien dengan dugaan kelainan pembuluh darah MRI (magnetic resonance imaging).Gambaran klinik.Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang seakan akan tidur pulas atau bersikap gelisah, banyak gerak, dan/atau berteriak. Manifestasi klinik penurunan kesadaran bervariasi, bergantung pada penyakit yang mendasarinya atau komplikasi yang muncul setelah terjadinya penurunan kesadaran.Gejala klinik yang dapat menyertai koma antara lain; demam, gelisah, kejang, muntah, retensi lendir atau sputum di tenggorokkan, retensi atau inkontinensia urin, hipertensi, hipotensi, takikardi, bradikardi, takipnea, dispnea, edema fokal atau anasarka, ikterus, sianosis, pucat, perdarahan subkutis, dan sebagainya.Pada lesi intrakranial dapat terjadi hemiplegia, defisit nervi kranialis, kaku kuduk, deviasi mata, perubahan diameter pupil, edema papil.Pada trauma kapitis dapat terjadi braile hematoma, hematoma belakang telinga (battle sign), perdarahan telinga dan hidung, dan likorea.Koma kortikal bihemisferik disebut juga koma metabolik, dimana pada koma jenis ini terdapat penyakit primer yang mendasari (penyakit non-saraf) timbulnya koma. Gejala klinisnya: organic brain syndrome dan gangguan neurologist yang bilateral. Koma diensefalik timbul akibat gangguan fungsi atau lesi struktur formation retikularis (batang otak) akibat proses desak ruang. Gejala klinisnya : semua manifestasi gangguan neurologik menunjukkan ciri lateralisasi seperti hemiparese, anisokor, dll2,5,6,10Diagnosis banding koma61. Afasia global akut pada keadaan ini penderita tidak mengerti dan tidak dapat berbicara, tetapi refleks-refleks sefalik lainnya masih baik.2. Lock in syndrome pada sindroma ini didapatkan paralysis keempat ekstrimitas, penderita tidak dapat berbicara, tetapi penderita masih dapat melakukan kedipan dan gerakan bola mata. Gerakan ini dapat dipakai untuk berkomunikasi. Sindroma ini dijumpai pada lesi di mesensefalon.Penatalaksanaan dan PrognosisPenatalaksanaan penderita koma secara umum harus dikelola menurut prinsip 5 B yaitu 2,5,6,101. Breathing Jalan napas harus bebas dari obstruksi. Posisi penderita miring agar lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila muntah tidak terjadi aspirasi. Bila pernapasan berhenti segera lakukan resusitasi.2. Blood Diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf pusat. Komposisi kimiawi darah dipertahankan semaksimal mungkin, karena perubahan-perubahan tersebut akan mengganggu perfusi dan metabolisme otak.3. Brain Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin 3 dd 100 mg atau karbamezepin 3 dd 200 mg per os atau nasogastric. Bila perlu difenilhidantoin diberikan intravena secara perlahan.4. Bladder Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi. Kateter harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun infeksi.5. Bowel Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin. Pada penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang memperburuk edema otak, hal ini harus cepat dikoreksi. Bila terdapat kesukaran menelan dipasang sonde hidung. Perhatikan defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan diuraikan berdasarkan urutan SEMENITE ;61. Sirkulasia. Perdarahan subaranoidal Asam traneksamat 4 dd 1 gr iv perlahan-lahan selama 2 minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu untuk mencegah kemungkinan rebleeding. Nimodipin (ca blocker) untuk mencegah vasospasme. Setelah 3 minggu sebaiknya dilakukan arteriografi untuk mencari penyebab perdarahan, dan bila mungkin diperbaiki dengan jalan operasi.b. Perdarahan intraserebral Pengobatan sama seperti diatas. Pembedahan hanya dilakukan bila perdarahan terjadi di lokasi tertentu, misalnya serebelum.c. Infark otak keadaan ini dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun emboli. Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok : Pengobatan terhadap edema otak, mis. Dengan mannitol Pengobatan untuk memperbaiki metabolisme otak, mis. Dengan citicholine / codergocrine mesylate / piracetam Pemberian obat antiagregasi trombosit dan antikoagulan.Penatalaksanaan secara lebih detil mengenai gangguan sirkulasi dapat dibaca pada tulisan-tulisan lain mengenai CVA.2. Ensefalomeningitis.Meningitis purulenta antibioticMeningitis tuberkulosa dipakai kombinasi INH, rifampisin, kanamisin, dan pirazinamide.3. Metabolisme.Koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit primernya. Penatalaksanaannya terletak di bagian penyakit dalam.4. Elektrolit dan endokrin.Bagian penyakit dalam. Kalium selain menyebabkan gangguan saraf juga dapat menyebabkan gangguan jantung.5. Neoplasm.Dilakukan oleh ahli bedah saraf.6. Intoksikasi penderita koma karena intoksikasi diberikan activator metabolic dan diuresis paksa untuk mengeluarkan penyabab intoksikasi. Bila memungkinkan berikan antidotnya.7. Epilepsi11 Secara umum, pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 x bangkitan dalam setahun. Tegakkan diagnosis, jelaskan kepada keluarga penderita seputar tujuan pengobatan dan efek samping. Sesuaikan jenis obat dengan jenis serangan epilepsy yang di jumpai, sebaiknya monoterapi. Mulailah dengan dosis rendah yang dinaikkan bertahap sampai tercapai dosis efektif. Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara bertahap dan naikkan obat kedua bertahap. Jika serangan tetap tidak terkontrol meskipun sudah mendapat monoterapi / terapi optimal, sebaiknya rujuk ke spesialis saraf. Pada status epileptikus : Bayi dan anak ; dosis 15-20 mg / kgBB i.v pemberian secara perlahan-lahan kurang dari 1-3 mg / kgBB / menit. Dewasa : dosis 10-15 mg / kgBB perlahan-lahan < 50 mg / menit disusul dengan dosis rumatan 3-4 x 100 mg / hari, oral / i.vPrognosis.Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala seperti di bawah ini lebih dari 3 hari:1. Adanya gangguan fungsi batang otak, seperti dolls eye phenomenon negative, refleks kornea negative, refleks muntah negative. 2. Pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya.3. GCS yang rendah (E1-M1-V1).II.3.3. EpilepsiA. DefinisiEpilepsi berasal dari kata Yunaniepilambanienyang berarti serangan dan menunjukan bahwa sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga dia jatuh.Epilepsi didefinisikansebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.Bangkitan epilepsi(epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut(unprovoked).Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan, jenis bangkitan, faktor pencetus dan kronisitas.KLASIFIKASI EPILEPSI12MenurutInternational League Against Epilepsy (ILAE)1981, epilepsi diklasifikasikan menjadi 2 yakni berdasarkan bangkitan epilepsi dan berdasarkan sindrom epilepsi.Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi :1. Bangkitan ParsialBangkitan parsial diklasifikasikan menjadi3yakni,a.Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik)1. Dengan gejala motorik2. Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus3. Dengan gejala autonom4. Dengan gejala psikisb.Parsial Kompleks (kesadaran menurun)1. Berasal sebagai parsial sederhana dan berekambang menjadi penurunan kesadaran2. Dengan penurunan kesadaran sejak awaitanc. Parsial yang menjadi umum sekunder1. Parsial sederhana yang menajdi umum tonik-konik2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum tonik-konik2. Bangkitan UmumA. Absence / lena / petit malBangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh.B. KlonikKejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.C. TonikBerupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.D. Tonik-klonik /Grand malSecara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.E. MioklonikBangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.F. AtonikBangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara Tiba-tiba.3. Tak TergolongkanKlasifikasi untukepilepsi dan sindrom epilepsi yakni,1. Berkaitan dengan lokasi kelainanny(localized related)a. Idiopatik (primer)b. Simtomatik (sekunder)c. Kriptogenik2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai denganpeningkatan usiaa. Idiopatik (primer)b. Kriptogenik atau simtomatik sesuai dengan peningkatan usia (sindrom west, syndrome lennox-gasraut, epilepsi lena mioklonik dan epilepsi mioklonik-astatik)c. Simtomatik3. Epilepsi dan sindrom yangtak dapat ditentukanfokal dan umuma. Bangkitan umum dan fokalb. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum4. Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu.a. kejang demamb. status epileptikus yang hanya timbul sekali (isolated)c. bangkitan yang hanya terjadi karena alkohol, obat-obatan, eklamsi atau hiperglikemik non ketotik.d. Epilepsi refrektorikETIOLOGI EPILEPSISekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.Penyebab spesifik dari epilepsi antara lain;1. Kelainan yang terjadi selama kehamilan/perkembangan janin contohnya ibu mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin, minum-minuman alkhohol atau mendapatkan terapi penyinaran.2. Kelainan yang terjadi saat kelahiran (bayi baru lahir) : Brain malvormation Gangguan oksigenasi sebelum lahir (Hipoksia-Asfiksia) Gangguan elektrolit Gangguan metabolisme janin Infeksi3. Saat usia bayi anak-anak demam (kejang demam) tumor otak (jarang) infeksi4. Saat usia anak dewasa Kelainan kongenital sepeti sindrom down, neurofibromatosis, dll. Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%. Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor otak (jarang) Trauma kepala5. Saat usia tua/lanjut Stroke Penyakit Alzeimer TraumaPATOFISOLOGI EPILEPSISerangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat bervariasi.Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 katagori yaitu :1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama SED dan NPF.3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi pada penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang rendah, PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel (intraseluler), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.1. Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter GABA dan Glisin) kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat dan Aspartat) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA (gamma aminobutyric acid) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal (GABA) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal epilepsy. Walaupun demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.PEMERIKSAAN PENUNJANGUntuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.1. AnamnesisAnamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi: Pola / bentuk serangan Lama serangan Gejala sebelum, selama dan paska serangan Frekwensi serangan Faktor pencetus Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang Usia saat serangan terjadinya pertama Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.343. Pemeriksaan penunjanga. Elektro ensefalografi (EEG)Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal gelombang delta.3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).b. Rekaman video EEGRekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.c. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiriPENATALAKSANAAN11Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni,1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.2. Terapi dimulai dengan monoterapi3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme kerjanya1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkan eksitabilitas glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.4. Valporat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan kalium.5. Levetiracetam : Tidak diketahui6. Gabapetin : Modulasi kalsium channel tipe N7. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent8. Okskarbazepin : Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi aktivitas chanel.9. Topiramat : Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABAA.10. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasi glutamate.Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,1. Syarat umum yang meliputi : Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan. Gambaran EEG normal Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6bulan. Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya. Epilepsi simtomatik Gambaran EEG abnormal Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan. Penggunaan OAE lebih dari 1 Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi Mendapat terapi 10 tahun atau lebih. Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.Penatalaksanaan untuk status epileptikus1. Stadium I (0-10 menit) memperbaiki fungsi kardio dan respirasi memperbaiki jalan nafas, oksigenasi dan resusitasi bilama diperlukan.2. Stadium II (1-60 menit) pemeriksaan status neurologik pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu pemeriksaan EEG pasang infus ambil 50-100cc darah untuk pemeriksaan laborat pemberian OAE cito : diazepam 0.2mg/kg dengan kecepatan pemberian 5 mg/ menit IV dapat diulang lagi bila kejang masih berlangsung setelah 5 menit pemberian. Beri 50cc glukosa Pemberian tiamin 250mg intravena pada pasien alkoholisme Menangani asidosis dengan bikarbonat.3. Stadium III 90-60/90 menit) menentukan etiologi bila kejang terus berkangsung setekah pemberian lorazepam/diazepam, beri phenitoin IV 15-20mg/kg dengan kecepatan kuranglebih 50mg/menit sambil monitoring tekanan darah. Atau dapat pula diberikan Phenobarbital 10mg/kg dengan kecepatan kurang lebih 10mg/menit (monitoring pernafasan saat pemberian) Terapi vasopresor (dopamin) bila diperlukan. Mongoreksi komplikasi4. Stadium IV (30-90 menit) Bila tetap kejang, pindah ke ICU Beri propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu).

BAB IIIPENUTUPIII.1. KesimpulanUpper motor neuron (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia).Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.Derajat Cedera Kepala : Cedera kepala Ringan (CKR), cedera kepala sedang (CKS), cedera kepala berat (CKB).Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Kesadaran / kewaspadaan berhubungan dengan impuls non-spesifik. Neuron-neuron inti intralaminar disebut neuron penggalak kewaspadaan, sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut neuron pengemban kewaspadaankoma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik) atau oleh sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik).Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat SEMENITE. Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurology, dan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laborat dan pemeriksaan dengan alat (CT-scan, dll). Penatalaksanaannya berdasarkan 5B dan etiologi.Epilepsi berasal dari kata Yunaniepilambanienyang berarti serangan dan menunjukan bahwa sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga dia jatuh.Epilepsi didefinisikansebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.Bangkitan epilepsi(epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut(unprovoked).Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan, jenis bangkitan, faktor pencetus dan kronisitas.

Daftar Pustaka1. Ngoerah, I.G. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Universitas Airlangga. Hal 301-305.2. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat, Jakarta, 2004.3. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.4. Robert L. Martuza, Telmo M. Aquino, Trauma dalam Manual of Neurologic Therapeutics With Essentials of Diagnosis, 3th ed, Litle Brown & Co, 2000.5. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada University Press.6. Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK.Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya.7. Priguna Sidharta, M. D., Ph. D. , Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian Rakyat.8. J.G.Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Diterjemahkan oleh dr. Andri Hartono, Gadjah Mada University press, cetakan ke empat 1993.9. Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik dan mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.10. Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management11. Dr. Manfaluthi, SpS, Dr. Nizar Yamani, SpS, Dr. Lina Soertidewi, SpS, dan kawan-kawan PERPEI (Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia) cabang jakarta, Buku Panduan / Modul Penanggulangan Epilepsi Mudah Aman & Sederhana (EMAS), tahun 2004, PERPEI.12. The Commission on Classification and Terminology of the Iternational League Against Epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic sydromes. Epilepsia 1989; 30:389-99.