universitas indonesia - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20296654-s-shelly aprilia.pdf ·...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAWAT
DALAM PENERAPAN IPSG (INTERNASIONAL PATIENT
SAFETY GOAL) PADA AKREDITASI JCI (JOINT
COMMISSION INTERNATIONAL) DI INSTALASI RAWAT
INAP RS SWASTA X TAHUN 2011
SKRIPSI
SHELLY APRILIA
0806337030
PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKATDEPARTEMEN BIOSTATISTIK DAN KEPENDUDUKAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS INDONESIA
2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAWAT
DALAM PENERAPAN IPSG (INTERNASIONAL PATIENT
SAFETY GOAL) PADA AKREDITASI JCI (JOINT
COMMISSION INTERNATIONAL) DI INSTALASI RAWAT
INAP RS SWASTA X TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
SHELLY APRILIA
0806337030
PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKATDEPARTEMEN BIOSTATISTIK DAN KEPENDUDUKAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS INDONESIA
2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Shelly Aprilia
Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 23 April 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Raya Gunung Putri No.54 RT 05/09, Gunung
Putri Utara, Kab. Bogor 16961
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan : 1. SD Mardi Yuana Cibinong (1996-2002)
2. SMP Regina Pacis Bogor (2002-2005)
3. SMAN 3 Bogor (2005-2008)
4. FKM UI (2008- Sekarang)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan
IPSG (International Patient Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint
Commission International) di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program Sarjana
(S1) Jurusan Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,
bantuan, masukan, serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Artha Prabawa,S.Kom, S.KM, M.Si, selaku dosen pembimbing
akademik atas segala masukan, kritik dan saran serta kesabaran yang telah
diberikan dari awal hingga akhir disusunnya skripsi ini.
2. Bu Nurseha, selaku manajer keperawatan yang telah membantu penulis
dalam perizinan dan pelaksanaan dalam penyusunan skripsi ini, khususnya
dalam pengambilan data primer.
3. Dr. Angela G. Lilipaly, selaku manajer unit QMR yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya untuk datang dan bersedia menjadi penguji
luar dalam sidang skripsi saya.
4. Dr. Besral, SKM, M.Sc, selaku dosen dari Departemen Biostatistik yang
bersedia menjadi penguji dalam sidang skripsi saya.
5. Bu Irma Tri Desi, selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan selama melaksanakan kegiatan pembuatan
skripsi ini.
6. Mbak Ajeng, Mbak Shinta, Mbak Ervina, dan Mbak Louis yang telah
membantu kelancaran pembuatan skripsi ini serta memberikan banyak
informasi kepada penulis serta dukungan.
7. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI pada umumnya dan Dosen
Departemen Biostatistika dan Ilmu Kependudukan pada khususnya yang
telah membagi ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
8. Orang tua, kakak, dan adik tercinta yang selalu memberikan doa, dorongan,
dan bantuan kepada penulis.
9. Zico Gerinka Putra yang selalu memberikan semangat, dukungan dan
perhatian kepada penulis dan menerima keluh kesah selama proses
penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.
10. Kawan – kawan tercinta (Pituy, Yulia, Rani, Hani) sebagai teman belajar,
bermain, dan bercanda tawa, yang telah memberikan semangat, dukungan,
dan motivasi selama masa perkuliahan dan proses penyusunan skripsi ini.
11. Rekan – rekan Biostatistika 2008 (Dita, Alice, Rahma, Kiki, dan Indah),
MIK (Pituy, Yulia, Hani, Rani, Asti, Almas, Kades, Mbak Yul, dan Umi),
dan Infokes (Zizi, Loli, Gita, Indah, Cici, Fiza, dan Indah Tri) yang telah
berjuang bersama-sama selama kegiatan perkuliahan berlangsung.
12. Kawan-kawan BEM IM FKM UI, atas segala ilmu dan pembelajaran yang
bermanfaat bagi penulis sampai kapanpun.
13. Seluruh responden dalam penelitian ini yang berperan sebagai sumber
analisis dalam penyusunan skripsi ini.
14. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan serta pihak-pihak yang berkepentingan. Penulis
juga menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai bahan
perbaikan di masa yang akan datang.
Depok, Desember 2011
Shelly Aprilia
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Shelly ApriliaProgram Studi : Sarjana Kesehatan MasyarakatJudul skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan
IPSG (International Patient Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint Commission International) di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
xviii + 122 halaman + 31 tabel + 6 grafik + 3 lampiran
Sertifikasi dari JCI sebagai badan akreditasi internasional merupakan achievement yang didambakan oleh setiap rumah sakit. Fokus dari akreditasi JCI adalah patient safety yang tertuang dalam chapter utama yaitu IPSG (International Patient Safety Goals). Chapter tersebut dikembangkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah medik yang berpotensi menimbulkan outcome yang tidak diharapkan. Sebagian besar standar IPSG diterapkan oleh perawat, khususnya perawat di instalasi rawat inap yang dituntut untuk selalu berinteraksi dengan pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis variabel individu, organisasi, dan psikologis perawat terhadap penerapan IPSG.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh perawat di instalasi rawat inap. Analisis statistik yang digunakan analisis bivariat dengan uji chi square serta regresi logistik sederhana, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda model prediksi. Berdasarkan hasil analisis statistik, variabel individu yang memiliki hubungan signifikan dengan perilaku penerapan IPSG adalah usia, status pernikahan, lama kerja di unit, lama kerja sejak lulus pendidikan, jenjang jabatan, frekuensi pelatihan patient safety, dan sosialisasi terkait mutu rumah sakit. Variabel organisasi yang memiliki hubungan dengan penerapan IPSG adalah pengaruh organisasi sedangkan pada variabel psikologis, variabel yang memiliki hubungan dengan penerapan IPSG adalah pengetahuan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan perilaku penerapan IPSG adalah variabel pengetahuan setelah dikontrol oleh variabel umur, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi.
Kata kunci : Patient safety, Akreditasi JCI, IPSG
Kepustakaan: 40 (1983 – 2011)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
x Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Shelly ApriliaStudy Program : Sarjana Kesehatan MasyarakatTitle : The Factors Affecting Nurses in the Implementation of
IPSG (International Patient Safety Goals) on JCI (Joint Commission International) Accreditation in the Inpatient Installation of X Private Hospital Year 2011
xviii + 122 pages + 31 tables + 6 graphs + 3 enclosures
Certification of JCI as an international accreditation corporation is an achievement which are coveted by every hospital. The focus of JCI accreditation is patient safety which contained in the main chapter that is IPSG (International Patient Safety Goals). That chapter were developed to identify medical problems that could potentially lead to an unexpected outcome. Most of the IPSG standards applied by the nurses, especially nurses in inpatient installation whom are required to always interact with patients. The purpose of this study was to analyze the variables of individual, organizational, and psychological of nurses to the implementation of IPSG.
This study is a cross sectional study. The study population was all nurses in inpatient installation. Statistical analysis used bivariate analysis with chi square test and simple logistic regression, and multivariate analysis with multiple logistic regression test prediction model. Based on the results of statistical analysis, the individual variables that have a significant relationship with the behavior of the implementation of IPSG is the age, marital status, length of employment in the unit, length of employment since graduation, hierarchy, the frequency of patient safety training, and socialization-related quality of hospital. Organization variable which related to the implementation of IPSG is the influence of organization, while the psychological variable, variable that have a relationship with the implementation of IPSG is knowledge. The results of multivariate analysis showed that variables significantly associated with the behavior of the implementation of IPSG is knowledge after controlled by the age, marital status, training, and organizational influence.
Key words : Patient safety, JCI Accreditation, IPSG
Bibliography : 40 (1983 – 2011)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................. iiSURAT PERNYATAAN......................................................................................iiiHALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ivRIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................................................vKATA PENGANTAR .........................................................................................viHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................viiiABSTRAK ............................................................................................................ixDAFTAR ISI.........................................................................................................xiDAFTAR TABEL.................................................................................................xivDAFTAR GRAFIK...............................................................................................xviDAFTAR GAMBAR ............................................................................................xviiDAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 41.3 Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 41.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................. 51.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 61.5.1 Bagi Peneliti ..................................................................................... 61.5.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat .............................................. 61.5.3 Bagi Institusi Penelitian ................................................................... 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Perilaku ...........................................................................................................8
2.1.1 Definisi Perilaku...............................................................................82.1.2 Jenis Perilaku ...................................................................................82.1.3 Proses Pembentukan Perilaku ..........................................................92.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ...................................10
2.2 Asuhan Keperawatan ......................................................................................132.2.1 Definisi Asuhan Keperawatan..........................................................132.2.2 Hak Perawat .....................................................................................142.2.3 Tugas Perawat ..................................................................................142.2.4 Kegiatan Perawat .............................................................................152.2.5 Pendidikan Perawat..........................................................................162.2.6 Kebutuhan Perawat ..........................................................................16
2.3 Akreditasi JCI .................................................................................................172.3.1 Pengertian Akreditasi .......................................................................172.3.2 Manfaat Akreditasi ..........................................................................172.3.3 Tujuan Akreditasi.............................................................................18
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
2.3.4 Pengertian Akreditasi JCI ................................................................192.3.5 Manfaat JCI......................................................................................202.3.6 Standar JCI .......................................................................................20
2.4 IPSG ................................................................................................................262.5 Rumah Sakit ....................................................................................................35
2.5.1 Definisi Rumah Sakit .......................................................................352.5.2 Tugas Rumah Sakit ..........................................................................372.5.3 Manfaat Rumah Sakit.......................................................................372.5.4 Klasifikasi Rumah Sakit...................................................................38
2.6 Instalasi Rawat Inap ........................................................................................39
BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT3.1 Gambaran Umum.......................................................................................... 413.2 Sejarah Organisasi ........................................................................................ 413.3 Visi, Misi, dan Falsafah Organisasi .............................................................. 433.4 Kebijakan ...................................................................................................... 433.5 Struktur Organisasi ....................................................................................... 443.6 Fasilitas ......................................................................................................... 44
BAB IV KERANGKA KONSEP TEORI, KERANGKA KONSEP PENELITIAN, HIPOTESA, DAN DEFINISI OPERASIONAL4.1 Kerangka Teori.............................................................................................. 464.2 Kerangka Konsep.......................................................................................... 474.3 Definisi Operasional...................................................................................... 494.4 Hipotesis........................................................................................................ 51
BAB V METODE PENELITIAN5.1 Rancangan Penelitian ................................................................................... 535.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 535.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................... 535.4 Pengumpulan Data ........................................................................................ 57
5.4.1 Sumber Data .................................................................................. 575.4.2 Cara Pengumpulan Data ................................................................ 575.4.3 Uji Coba Instrumen ....................................................................... 57
5.5 Pengolahan Data............................................................................................ 595.6 Analisis Data ................................................................................................. 59
5.6.1 Analisis Univariat........................................................................... 605.6.2 Analisis Bivariat............................................................................. 605.6.3 Analisis Multivariat........................................................................ 60
BAB VI HASIL PENELITIAN6.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data .................................................................. 626.2 Analisis Univariat.......................................................................................... 63
6.2.1 Variabel Individu ........................................................................... 646.2.2 Variabel Organisasi........................................................................ 726.2.3 Variabel Psikologis ........................................................................ 766.2.4 Perilaku Penerapan IPSG ............................................................... 81
6.3 Analisis Bivariat............................................................................................ 85
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
6.3.1 Hubungan antara variabel individu dengan perilaku ..................... 866.3.2 Hubungan antara variabel psikologis dengan perilaku .................. 936.3.3 Hubungan antara variabel organisasi dengan perilaku................... 94
6.4 Analisis Multivariat....................................................................................... 95
BAB VII PEMBAHASAN7.1 Keterbatasan Hasil Penelitian ...................................................................... 987.2 Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................................ 99
7.2.1 Gambaran Perilaku Penerapan IPSG ............................................. 997.2.2 Variabel yang Berhubungan dengan Perilaku Penerapan IPSG .... 1027.2.3 Variabel yang Tidak Berhubungan dengan Perilaku Penerapan
IPSG ............................................................................................... 111
BAB VIII PENUTUP8.1 Kesimpulan ................................................................................................... 1168.2 Saran.............................................................................................................. 118
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 119LAMPIRAN....................................................................................................... 123
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Standar IPSG........................................................................... 26
Tabel 4.1 Definisi Operasional.......................................................................... 49
Tabel 5.1 Proporsi Sampel ................................................................................ 56
Tabel 6.1 Distribusi Responden Menurut Variabel Individu ............................ 64
Tabel 6.2 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Supervisi .................. 72
Tabel 6.3 Proporsi Tingkat Supervisi pada Perawat ......................................... 73
Tabel 6.4 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengaruh Organisasi 74
Tabel 6.5 Proporsi Tingkat Pengaruh Organisasi pada Perawat ....................... 75
Tabel 6.6 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan............. 76
Tabel 6.7 Proporsi Tingkat Pengetahuan Perawat ............................................ 78
Tabel 6.8 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Motivasi................... 79
Tabel 6.9 Proporsi Tingkat Motivasi Perawat................................................... 80
Tabel 6.10 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Perilaku.................... 81
Tabel 6.11 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Perawat................ 85
Tabel 6.12 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Tiap Ward ........... 86
Tabel 6.13 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Kelompok Usia ... 86
Tabel 6.14 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Status Pernikahan 87
Tabel 6.15 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Pendidikan........... 88
Tabel 6.16 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Lama Kerja Perawat di Unit Saat Ini .................................................................... 88
Tabel 6.17 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Lama Kerja Perawat Sejak Lulus.......................................................................... 89
Tabel 6.18 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Jam Kerja ............ 90
Tabel 6.19 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Jenjang Jabatan ... 90
Tabel 6.20 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Kecukupan Gaji .. 91
Tabel 6.21 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Frekuensi Pelatihan Patient Safety..................................................................... 91
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Tabel 6.22 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Sosialisasi Terkait Mutu RS ............................................................................................ 92
Tabel 6.23 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Tingkat Pengetahuan ...................................................................................... 93
Tabel 6.24 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Tingkat Motivasi Perawat.............................................................................................. 93
Tabel 6.25 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Tingkat Supervisi pada Perawat ..................................................................................... 94
Tabel 6.26 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Pengaruh Organisasi pada Perawat ................................................................... 94
Tabel 6.27 Seleksi Bivariat ................................................................................. 95
Tabel 6.28 Model Terakhir Prediksi Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen........................................................................................... 96
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
DAFTAR GRAFIK
Gambar 6.1 Proporsi Jumlah Perawat di Masing-Masing Ward .................... 65
Gambar 6.2 Proporsi Kelompok Usia Perawat ............................................... 66
Gambar 6.3 Proporsi Status Pernikahan Perawat............................................ 67
Gambar 6.4 Proporsi Tingkat Pendidikan Perawat......................................... 67
Gambar 6.5 Proporsi Lama Kerja Perawat di Unit Saat Ini............................ 68
Gambar 6.6 Proporsi Lama Kerja Perawat Sejak Lulus Pendidikan .............. 68
Gambar 6.7 Proporsi Jam Kerja Perawat dalam Seminggu ............................ 69
Gambar 6.8 Proporsi Jenjang Jabatan Perawat ............................................... 70
Gambar 6.9 Proporsi Kecukupan Gaji Perawat .............................................. 70
Gambar 6.10 Proporsi Pelatihan Patient Safety pada Perawat.......................... 71
Gambar 6.11 Proporsi Sosialisasi Terkait Mutu RS pada Perawat................... 72
Gambar 6.12 Proporsi Tingkat Supervisi pada Perawat ................................... 74
Gambar 6.13 Proporsi Tingkat Pengaruh Organisasi pada Perawat ................. 76
Gambar 6.14 Proporsi Tingkat Pengetahuan Perawat ...................................... 78
Gambar 6.15 Proporsi Tingkat Motivasi Perawat............................................. 81
Gambar 6.16 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Perawat.......... 85
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ruang Lingkup Rumah Sakit ................................................... 26
Gambar 3.1 Logo Mayne Health.................................................................. 42
Gambar 3.2 Logo Affinity Health................................................................ 42
Gambar 3.3 Logo RS Swasta X ................................................................... 42
Gambar 4.1 Kerangka Teori Perilaku dan Kinerja ...................................... 47
Gambar 4.2 Kerangka Konsep Perilaku Penerapan IPSG ........................... 48
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi RS Swasta X
Lampiran 2 Lembar Kuesioner Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 3 Lembar Kuesioner Akhir
Lampiran 4 Output Hasil Uji Alat Ukur
Lampiran 5 Output Hasil Analisis Multivariat
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan memiliki
fungsi penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga
dituntut untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Dalam hal ini
semua pihak di dalam rumah sakit saling terkait satu sama lain, mulai dari
manajer, para dokter, dan profesional lainnya serta staf pada umumnya.
Pemerintah, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan, serta masyarakat
luas perlu turut mengambil peran, karena peningkatan mutu pelayanan di rumah
sakit akan meningkatkan derajat kesehatan bangs. Pemerintah telah menetapkan
UU tentang Perlindungan Konsumen dan hasil amandemen ke dua UUD 1945
pasal 28H ayat I sehingga menimbulkan kesadaran masyarakat sebagai penerima
jasa pelayanan kesehatan untuk mendapatkan hak terhadap jaminan mutu
pelayanan kesehatan. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu pelayanan
kesehatan dapat ditingkatkan dengan adanya status terakreditasi karena standar-
standar yang ditetapkan dalam akreditasi dibuat untuk memenuhi hak-hak pasien.
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan
Menteri Kesehatan No. 659 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas
Dunia, dan SK Menteri Kesehatan No. 1195 Tahun 2010 tentang Lembaga
Akreditasi Rumah Sakit Bertaraf Internasional menunjukkan bahwa pemerintah
tengah melakukan penyempurnaan akreditasi rumah sakit menuju akreditasi
internasional yaitu JCI (Joint Commission International). JCI adalah suatu
organisasi yang independent, nonprofit, dan bukan lembaga pemerintahan yang
berpusat di Amerika Serikat dan merupakan divisi dari Joint Commission
Resources (JCR) cabang dari The Joint Commission. Perbaikan demi perbaikan
dalam mutu pelayanan kesehatan harus dilakukan untuk mendapatkan akreditasi
tersebut, dimulai dari input dalam sistem (yaitu SDM, sarana prasarana, dan
sebagainya), proses berupa komunikasi yang mendukung pencapaian akreditasi,
hingga akhirnya mendapatkan status terakreditasi internasional. Fokus dari
akreditasi JCI adalah keselamatan pasien (patient safety) yang tertuang dalam
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
2
Universitas Indonesia
chapter JCI yang utama yaitu IPSG (International Patient Safety Goals). Chapter
tersebut dikembangkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah medik yang
berpotensi menimbulkan outcome yang tidak diharapkan.
Patient safety merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh profesi yang ada di
pelayanan kesehatan dan terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Patient
safety rumah sakit adalah suatu sistem yang mencegah terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) akibat tindakan yang dilakukan atau bahkan tidak dilakukan
oleh tenaga medis maupun non medis. Sistem tersebut meliputi : assessmen
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
(Depkes,2008).
Di rumah sakit terdapat berbagai macam obat, prosedur dan tes, serta alat
kesehatan dengan teknologi cangggih yang jumlahnya tidak sedikit. Pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga profesi dan non profesi semakin kompleks
seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
memungkinkan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (Adverse Event)
bila kompleksitas tersebut tidak dikelola dengan baik.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit
(sebesar 40–60 %) memiliki jobdesc yang dituntut untuk selalu menerapkan IPSG
sehingga memiliki peran kunci dalam menentukan keberhasilan akreditasi JCI.
Sikap perawat dalam mendukung penerapan IPSG sangat diutamakan untuk
menjamin keselamatan pasien. Asuhan keperawatan memiliki peran yang sangat
penting dalam mencegah KTD yang terjadi pada pasien dan lingkungan
keperawatan. Jasa perawat dibutuhkan selama 24 jam oleh pasien sehingga
memiliki waktu kontak paling banyak dibanding tenaga kesehatan lain untuk
berhubungan dengan pasien.
WHO menyatakan bahwa peluang terjadinya kecelakaan di rumah sakit
adalah 1 : 300, sedangkan kecelakaan di penerbangan adalah 1 : 3 juta. Data
tersebut menunjukkan bahwa angka kemungkinan terjadinya kecelakaan di rumah
sakit jauh lebih besar dibanding kemungkinan kecelakaan pesawat terbang
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
3
Universitas Indonesia
sehingga membuktikan patient-safety menjadi masalah besar di rumah sakit
seluruh dunia dan memerlukan perhatian utama. Sebuah penelitian
mengestimasikan bahwa lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita
infeksi yang diperoleh dari rumah sakit. Risiko tertular penyakit infeksi di negara
berkembang adalah 2 sampai 20 kali lebih tinggi dibandingkan di negara maju
(WHO, 2005).
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat meneliti bahwa
dari 33,6 juta pasien rawat inap terdapat 44.000 sampai 98.000 orang meninggal
akibat medical error dan adverse event tindakan medis setiap tahunnya. Publikasi
WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di
berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2 – 16,6 % (Depkes,2008). Di Amerika Serikat, medication
error terjadi pada sekitar 1,5 juta orang yang menyebabkan kematian pada
beberapa ribu orang tiap tahunnya dan mengeluarkan biaya sekitar $ 3,5 juta. Dari
hasil survei internasional lima negara yang dilakukan oleh Communio Lectures,
Ramsay Health Care Clinical Governance Unit tahun 2002, pada pasien dewasa
yang sakit dan dirawat menunjukkan 19% percaya bahwa suatu kesalahan telah
dibuat, 11% percaya terjadi kesalahan obat atau dosis, dan 13% percaya bahwa
masalah kesehatan yang serius diderita disebabkan oleh kesalahan dalam
pelayanan atau perawatan (Gusti, 2010).
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near
Miss) masih langka (Depkes,2008). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh
Ramsay Health Care Clinical Governance Unit tahun 2005 di bidang keperawatan
di suatu rumah sakit swasta di Indonesia, dari total sampel 236 tenaga
keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%) melakukan kesalahan
pemberian obat (Gusti, 2010). Data-data di atas menunjukkan bahwa banyaknya
masalah patient safety yang seharusnya dapat dicegah dengan penerapan chapter
IPSG dalam akreditasi JCI.
RS Swasta X merupakan satu dari empat rumah sakit di Indonesia yang
telah mendapatkan akreditasi JCI. Selama masa persiapan akreditasi JCI, kualitas
RS Swasta X cenderung meningkat secara signifikan terlihat dari hasil skoring
pencapaian standar JCI yang dilakukan dan dibuktikan dengan diraihnya skor
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
4
Universitas Indonesia
100% pada chapter IPSG. Namun pasca akreditasi JCI, pencapaian standar sedikit
demi sedikit menurun terlihat dari hasil audit mutu internal yang dilakukan,
review yang dilakukan dengan menggunakan tracer methodology, serta hasil
pelaporan proses monitoring dan sasaran mutu. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap supervisor Unit QMR (Quality Management
Representative) di rumah sakit tersebut, salah satu standar dalam JCI yang banyak
mengalami penurunan dalam pencapaian adalah IPSG (International Patient
Safety Goal). Tidak dilakukannya identifikasi saat proses pengambilan darah dan
tindakan medis lainnya merupakan salah satu bukti adanya penurunan dalam
penerapan IPSG oleh tenaga kesehatan di RS Swasta X.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ariyani (2009), ada
hubungan antara pengetahuan perawat dengan sikap mendukung penerapan
program patient safety. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian lain yang
dilakukan oleh Dewi (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak
mempengaruhi penerapan patient safety. Berdasarkan kontroversi tersebut,
peneliti ingin membuktikan keterkaitan pengetahuan dan faktor-faktor lain yang
mungkin berpengaruh terhadap IPSG. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian secara langsung di RS Swasta X dengan topik Faktor –
Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan IPSG (International
Patient Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint Commission International) di
Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan
yang akan diteliti adalah faktor-faktor apa saja yang mendukung penerapan IPSG
oleh perawat di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011. Di rumah sakit
tersebut belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya untuk menganalisis faktor
apa saja yang berpengaruh sehingga penelitian dianggap perlu untuk dilakukan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
5
Universitas Indonesia
1. Bagaimana penerapan IPSG oleh perawat di instalasi rawat inap RS
Swasta X tahun 2011?
2. Bagaimana distribusi variabel individu, variabel organisasi, dan psikologis
perawat pada unit instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011?
3. Bagaimana hubungan variabel individu dengan penerapan IPSG di
instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011?
4. Bagaimana hubungan variabel organisasi dengan penerapan IPSG di
instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011?
5. Bagaimana hubungan variabel psikologis dengan penerapan IPSG di
instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor yang
mempengaruhi perawat dalam penerapan IPSG (International Patient Safety
Goal) pada akreditasi JCI (Joint Commission International) di Instalasi Rawat
Inap RS Swasta X tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui penerapan IPSG oleh perawat di instalasi rawat inap
RS Swasta X tahun 2011.
2. Untuk mengetahui distribusi variabel individu, variabel organisasi, dan
psikologis perawat pada unit instalasi rawat inap RS Swasta X tahun
2011.
3. Untuk mengetahui hubungan variabel individu perawat dengan
penerapan IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
4. Untuk mengetahui hubungan variabel organisasi perawat dengan
penerapan IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
5. Untuk mengetahui hubungan variabel psikologis perawat dengan
penerapan IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
6
Universitas Indonesia
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.5.1 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
1. Terbinanya hubungan kerjasama yang baik dalam bidang kesehatan
antara Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan
RS Swasta X.
2. Memperkaya sumber informasi kepustakaan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
1.5.2 Bagi RS Swasta X
1. Sebagai bahan masukan bagi upaya pengembangan sumber daya
manusia (perawat) dalam meningkatkan penerapan IPSG.
2. Meningkatkan upaya pencegahan KTD dan KNC yang merupakan
cerminan upaya pelaksanaan patient safety di rumah sakit.
1.5.3 Bagi peneliti
1. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di
FKM UI dengan peminatan Biostatistik dan Kependudukan.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi perawat dalam penerapan IPSG dalam akreditasi
JCI.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut:
a. Lingkup waktu
Penelitian dilakukan dalam waktu 1 bulan pada bulan November 2011.
b. Lingkup tempat
Penelitian ini dilaksanakan di instalasi rawat inap RS Swasta X dan
berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, yaitu : pelayanan pediatrik
pada Ward Pinguin; pelayanan maternal pada Ward Merpati (Ward,
Labor, Nursery); pelayanan umum pada Ward Merak, Kutilang,
Cendrawasih, dan Camar; serta pelayanan Critical Care.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
7
Universitas Indonesia
c. Lingkup materi
Materi dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan penerapan
IPSG oleh perawat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
d. Lingkup responden
Responden penelitian adalah perawat di instalasi rawat inap. Penelitian
ini dilakukan dengan pengambilan data primer yaitu dengan cara
pengisian angket serta dengan data sekunder yaitu menelaah dokumen
profil rumah sakit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
8
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons
dapat bersifat pasif, yaitu berpikir, berpendapat, bersikap, maupun bersifat aktif
yaitu melalui suatu tindakan.
Menurut Lewit seperti dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perilaku
merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh
keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku
seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di
dalam diri seseorang (Maulana, 2009).
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung (Sunaryo, 2004).
2.1.2 Jenis Perilaku
Pembagian perilaku dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, yaitu :
a. Perilaku tertutup (convert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus sifatnya masih tertutup (convert).
Respons ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut (misalnya, mengetahui bahaya rokok tetapi ia masih merokok,
mahasiswa mengetahui pentingnya belajar untuk keberhasilan kuliahnya).
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus bersifat terbuka dalam bentuk
tindakan nyata, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain
(misalnya, membaca buku pelajaran, rajin belajar, berhenti merokok, dan
lain-lain) (Notoatmodjo, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
9
Universitas Indonesia
2.1.3 Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold
Maslow dalam Sunaryo (2004), manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama,
yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan, dan seks. Apabila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis.
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya : rasa aman terhindar dari kejahatan,
konflik, penyakit, dan lain-lain.
c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya : mendambakan kasih sayang
orang lain, ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
d. Kebutuhan harga diri, misalnya : ingin dihargai dan menghargai orang
lain, adanya perhatian dari orang lain
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya : ingin disanjung orang lain, ingin
sukses atau berhasil mencapai cita-cita, ingin menonjol dan lebih dari
orang lain (baik dalam karir, usaha, kekayaan, dan lain-lain).
Penelitian Rogers (1974) dalam Effendy (2009) mengungkapkan bahwa sebelum
seseorang mengadopsi perilaku yang baru, di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni sebagai berikut :
a. Timbul kesadaran (awareness), yakni orang tersebut menyadari
(mengetahui) stimulus terlebih dahulu.
b. Ketertarikan (interest), yakni orang tersebut mulai tertarik kepada
stimulus.
c. Mempertimbangkan baik tidaknya stimulus (evaluation), yakni sikap
orang tersebut sudah lebih baik lagi.
d. Mulai mencoba (trial), yakni orang tersebut memutuskan untuk mulai
mencoba perilaku baru.
e. Mengadaptasi (adoption), yakni orang tersebut telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
10
Universitas Indonesia
2.1.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
1. Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki karakteristik tertentu yang mempengaruhi kinerja
individu tersebut. Karakteristik yang dimiliki seseorang berbeda antar individu,
dan kadang-kadang perbedaan tersebut sangat bervariasi. Karakteristik tersebut
melekat dalam diri seorang individu sehingga menjadi ciri khas tertentu.
Karakteristik individu dalam organisasi meliputi karakteristik biografis,
kemampuan, kepribadian, proses belajar, persepsi, sikap, dan kepuasan kerja.
Aspek karakteristik individu yang dibahas dalam penelitian ini meliputi : usia,
jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, masa kerja, masa kerja di unit, jam
kerja di rumah sakit, jenjang jabatan, frekuensi edukasi patient safety.
Robbins (2006) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mudah
didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi
yang tersedia dalam berkas personalia seorang pegawai mengemukakan
karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya
tanggungan dan masa kerja dalam organisasi.
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang yang berada pada kawasan
kognitif yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan-belajar.
Pengetahuan (knowledge) adalah hierarki pertama dalam taksonomi tujuan
pendidikan kawasan kognitif dengan hierarki selanjutnya adalah comprehension,
application, synthesis, dan evaluation (Bloom dalam Padmowihardjo,1994).
Menurut Jann Hidayat Tjakraatmadja dan Donald Crestofel Lantu dalam
bukunya Knowledge Management disebutkan bahwa pengetahuan diperoleh dari
sekumpulan informasi yang saling terhubung secara sistematik sehingga memiliki
makna. Informasi diperoleh dari data yang sudah diolah (disortir, dianalisis, dan
ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik
atau tabel), sehingga memiliki arti. Selanjutnya data ini akan dimiliki seseorang
dan akan tersimpan dalam neuron-neuron (menjadi memori) di otaknya.
Kemudian ketika manusia tersebut dihadapkan pada suatu masalah maka
informasi-informasi yang tersimpan dalam neuron-neuronnya dan yang terkait
dengan permasalahan tersebut, akan saling terhubungkan dan tersusun secara
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
11
Universitas Indonesia
sistematik sehingga ia memiliki model untuk memahami atau memiliki
pengetahuan yang terkait dengan permasalahan yang dihadapinya. Kemampuan
memiliki pengetahuan atas obyek masalah yang dihadapi sangat ditentukan oleh
pengalaman, latihan atau proses belajar (proses berfikir) (Jann Hidajat
Tjakraatmadja dalam Ariyani, 2009).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
sebagai berikut :
a. Mengetahui (know), artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (comprehension) artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
c. Menggunakan (application) artinya kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata.
d. Menguraikan (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Menyimpulkan (synthesis), maksudnya suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f. Mengevaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau obyek (Effendy, 2009).
3. Motivasi
Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang
memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarah atau
menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi merupakan bagian integral dari
hubungan dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi (Sinungan,2003).
Motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku
seseorang secara optimal, hal ini di sebabkan karena motivasi merupakan kondisi
internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
12
Universitas Indonesia
kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku
kerja guna mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapatkan kepuasan atas
perbuatannya (Gibson, 1996).
Untuk meningkatkan motivasi berperilaku dapat dilakukan dengan 4 cara
sebagai berikut :
a. Memberi hadiah dalam bentuk penghargaan, pujian, piagam, hadiah,
promosi pendidikan, dan jabatan
b. Kompetisi atau persaingan yang sehat
c. Memperjelas tujuan atau menciptakan tujuan antara (Pace Making)
d. Memberi informasi keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan untuk
mendorong agar lebih berhasil.
4. Supervisi
Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan untuk kemudian apabila
ditemukan masalah segera diberikan petunjuk dan bimbingan atau bantuan yang
bersifat langsung guna mengatasinya (Gibson, 1996).
Prinsip supervisi keperawatan yaitu supervisi dilakukan sesuai dengan struktur
organisasi:
a. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, ketrampilan
hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen
dan ketrampilan.
b. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas dan terorganisir dan dinyatakan
melalui petunjuk, peraturan atau kebijakan, uraian tugas, standar.
c. Supervisi adalah proses kerjasama yang demokratis antara supervisor
dengan perawat pelaksana (staf perawat).
d. Supervisi menggunakan proses manajemen termasuk menerapkan misi,
falsafah, tujuan, rencana spesifik untuk mencapai tujuan.
e. Supervisi menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi yang
efektif, merangsang kreatifitas dan motivasi.
f. Supervisi mempunyai tujuan utama atau akhir yang memberikan
keamanan, hasil guna, dan daya guna pelayanan keperawatan yang
memberikan kepuasaan kepada pasien, perawat, dan manajer.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
13
Universitas Indonesia
5. Pengaruh Organisasi
Kata organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi
berarti sebuah lembaga atau kelompok fungsional ; sebagai contoh, kita mengacu
pada sebuah perusahaan, rumah sakit, instansi pemerintah, dan lain-lain.
Pengertian ke dua merujuk pada proses pengorganisasian sehingga tujuan
perusahaan dapat dicapai secara efisien (Robbins et. al,2007). Sedangkan menurut
Swastha (1996), organisasi adalah “kelompok orang yang bekerja bersama-sama
ke arah suatu tujuan yang umum. Sebuah organisasi itu terdiri atas orang-orang
yang melakukan tugas-tugas yang berbeda yang dikoordinir untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut”.
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Definisi Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau kegiatan praktik
keperawatan yang diberikan oleh perawat pada pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada
standart keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan
(Hamid, 2001).
Perawatan adalah pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat terhadap
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mempunyai masalah
kesehatan. Pelayanan yang diberikan adalah upaya untuk mencapai derajat
kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam
menjalankan kegiatan di bidang promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
dengan menggunakan proses keperawatan sebagai metode ilmiah keperawatan.
Menurut International Council of Nurses, keperawatan adalah fungsi yang
unik membantu individu yang sakit atau sehat, dengan penampilan kegiatan yang
berhubungan dengan kesehatan atau penyembuhan (meninggal dengan damai),
hingga individu dapat merawat kesehatannya sendiri apabila memiliki kekuatan,
kemauan, dan pengetahuan.
American Nurses Asociation mengatakan bahwa praktek keperawatan adalah
pelayanan langsung, berorientasi pada tujuan, dapat diadaptasi oleh kebutuhan
individu, keluarga, masyarakat dalam keadaan sehat dan sakit. (Effendy, 1998)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
14
Universitas Indonesia
Orang yang melakukan pelayanan ”perawatan-nursing” biasanya disebut
”perawat-nurse”.
2.2.2 Hak Perawat
Perawat memiliki hak yang sama dengan yang umumnya diberikan masyarakat
pada semua orang. Menurut Wolff et al (1984) hak-hak tersebut adalah :
a. Hak menemukan martabat dalam ekspresi diri dan kemajuan diri melalui
pemanfaatan kemampuan khusus dan latar belakang pendidikan.
b. Hak pengakuan andil perawat melalui penyediaan lingkungan berpraktek,
dan imbalan ekonomi profesi yang wajar.
c. Hak memperoleh lingkungan kerja yang menekan serendah mungkin stres
fisik serta emosi dan resiko kesehatan.
d. Hak mengontrol praktek profesi dalam batas-batas hukum.
e. Hak menetapkan standar mutu perawatan.
f. Hak turut serta dalam penyusunan kebijaksanaan yang mempengaruhi
bidang perawatan.
g. Hak aksi sosial dan politik atas nama perawatan dan pembinaan kesehatan.
2.2.3 Tugas Perawat
Griffith (1987) dalam buku The Well Managed Community Hospital menyatakan
bahwa pelayanan keperawatan memiliki tugas, yaitu :
a. Melakukan kegiatan promosi kesehatan, termasuk untuk kesehatan
emosional dan sosial.
b. Melakukan upaya pencegahan penyakit dan kecacatan.
c. Menciptakan keadaan lingkungan, fisik, kognitif, dan emosional
sedemikian rupa yang dapat membantu penyembuhan penyakit.
d. Berupaya meminimalisasi akibat buruk dari penyakit.
e. Mengupayakan kegiatan rehabilitasi.
James Willan (1990) dalam buku Hospital Management menyebutkan bahwa
Nursing Deparment di rumah sakit mempunyai beberapa tugas yaitu :
a. Memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, baik untuk
kesembuhan ataupun pemulihan status fisik dan mentalnya.
b. Memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan dan keamanan pasien,
seperti penataan tempat tidur, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
15
Universitas Indonesia
c. Melakukan tugas-tugas administratif.
d. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan berkelanjutan.
e. Melakukan berbagai penelitian/riset untuk senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan.
f. Berpartisipasi aktif dalam program pendidikan bagi para calon perawat.
2.2.4 Kegiatan Perawat
John Grifith (1987) menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit
dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen keperawatan. Kegiatan
keperawatan klinik antara lain terdiri dari :
a. Pelayanan keperawatan personal, yang antara lain berupa pelayanan
keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu,
pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat, dan
lain-lain.
b. Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik, mengingat
perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga
merupakan petugas yang seyogianya paling tahu tentang keadaan pasien.
c. Berbagai hal tentang keadaan pasien ini perlu dikomunikasikan dengan
dokter atau petugas lain.
d. Menjalin hubungan dengan keluarga pasien.
e. Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan.
f. Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit.
Dalam hal manajemen keperawatan di rumah sakit, tugas yang harus dilakukan
adalah:
a. Penanganan administratif, antara lain dapat berupa pengurusan masuknya
pasien ke rumah sakit, pengawasan pengisian dokumen catatan medik
dengan baik, membuat penjadwalan proses pemeriksaan/pengobatan
pasien, dan lain-lain.
b. Membuat penggolongan pasien sesuai berat ringannya penyakit, dan
kemudian mengatur kerja perawatan secara optimal pada setiap pasien
sesuai kebutuhannya masing-masing.
c. Memonitor mutu pelayanan pada pasien, baik pelayanan keperawatan
secara khusus maupun pelayanan lain secara umumnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
16
Universitas Indonesia
d. Manajemen ketenagaan dan logistik keperawatan, kegiatan ini meliputi
staffing, assignment, dan budgeting.
2.2.5 Pendidikan Perawat
Aditama (2000) dalam bukunya Manajemen Administrasi Rumah Sakit
menyatakan bahwa di masa depan ada beberapa jenis dan jenjang tenaga
keperawatan profesional yang diperlukan, antara lain sebagai berikut :
a. Tenaga keperawatan profesional sebagai pelaksana pelayanan/asuhan
keperawatan, dan pelaksana pendidikan keperawatan, baik yang bersifat
umum maupun dengan kekhususan, atau memiliki kemampuan khusus
dalam keperawatan. Tenaga keperawatan ini dihasilkan melalui Program
Pendidikan D-III Keperawatan, Program pendidikan D-IV Keperawatan
dan Program Pendidikan Sarjana Keperawatan.
b. Tenaga keperawatan profesional sebagai pengelola keperawatan, baik
pengelola pelayanan keperawatan profesional maupun pengelola
pendidikan keperawatan, khususnya pendidikan tinggi keperawatan.
Tenaga keperawatan ini dihasilkan melalui Program Pendidikan Sarjana
Keperawatan dan Program Magister Keperawatan. Tenaga perawatan yang
dihasilkan melalui Program Magister Keperawatan juga ditujukan untuk
pengadaan staf akademik pada Program Pendidikan Sarjana Keperawatan.
c. Tenaga peneliti dan pengembang bidang keperawatan, mencakup
pelayanan/asuhan keperawatan profesional, pendidikan tinggi
keperawatan, riset keperawatan, dihasilkan melalui Program Magister
Keperawatan dan ProgramDoktor Keperawatan.
d. Tenaga pembantu pelaksana pelayanan/asuhan keperawatan yang
merupakan tenaga non profesional (pekarya kesehatan/keperawatan)
dihasilkan melalui pendidikan pada jenjang pendidikan menengah sebagai
pendidikan kejuruan (vokasional).
2.2.6 Kebutuhan Perawat
Proses penghitungan kebutuhan perawat/rumus untuk rawat inap (Aditama, 2000):
a. Jam perawatan yang dibutuhkan/tahun = jumlah pasien rata-rata per hari X
rata-rata jam perawatan/24 jam X jumlah hari perawatan.
b. Jumlah jam kerja/tahun = hari kerja efektif X jam kerja/hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
17
Universitas Indonesia
c. Jumlah perawat yang dibutuhkan = jam perawatan yang dibutuhkan/tahun
(point 1) : jumlah jam kerja/tahun (point 2).
d. Tambahan tenaga untuk pengganti cuti hamil = jumlah jam karena cuti
hamil : jumlah jam kerja efektif.
e. Tambahan tenaga unutk pengganti cuti dan lain-lain = (minggu efektif :
jumlah minggu/tahun) X jumlah perawat.
f. Jumlah total perawat yang dibutuhkan = point 3 + point 4 + point 5.
g. Rasio tempat tidur/perawat = (jumlah tempat tidur : jumlah perawat) X
shift.
2.3 Akreditasi JCI
2.3.1 Pengertian Akreditasi
Akreditasi adalah suatu pengakuan atau legalisasi, penerimaan, dan
kepercayaan yang diberikan oleh badan akreditasi kepada suatu rumah sakit
dalam hal pemenuhan standar pelayanan, sehingga rumah sakit tersebut dapat
dinilai kemampuannya dalam mengupayakan peningkatan mutu pelayanan
(Mulyadi, 1997).
Akreditasi adalah suatu proses di mana sebuah entitas, yang terpisah, dan
berbeda dari organisasi perawatan kesehatan, biasanya nonpemerintah, menilai
organisasi perawatan kesehatan untuk menentukan jika memenuhi serangkaian
persyaratan (standar) yang dirancang untuk meningkatkan keselamatan dan
kualitas pelayanan. Akreditasi biasanya sukarela. Standar akreditasi biasanya
dianggap sebagai yang optimal dan dapat dicapai. Akreditasi telah mendapat
perhatian di seluruh dunia sebagai evaluasi mutu yang efektif dan alat
manajemen.
2.3.2 Manfaat Akreditasi
Akreditasi rumah sakit bermanfaat untuk berbagai institusi dan
masyarakat antara lain :
a. Bagi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya :
1) Alat memasarkan (marketing) rumah sakit pada masyarakat
2) RS yang lulus dalam akreditasi dapat meningkatkan status, citra, dan
kepercayaan masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
18
Universitas Indonesia
3) Membangkitkan rasa bangga, senang, dan aman bagi para pegawai
kerja di rumah sakit yang telah lulus dalam akreditasi rumah sakit
4) RS yang telah diakreditasi dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan
sehingga kekurangannya dapat diperbaiki dan kelebihannya
dipertahankan
b. Bagi pemerintah :
1) Akreditasi yang dilaksanakan di rumah sakit dapat memberi gambaran
keadaan rumah sakit di Indonesia mengenai mutu pelayanannya
2) Dengan akreditasi rumah sakit, usaha pembinaan menjadi lebih terarah
dan berkesinambungan dan dapat meningkatkan upaya pelaksanaan
konsep mutu pelayanan rumah sakit
c. Bagi pasien/masyarakat :
1) Pasien/masyarakat mendapatkan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi
2) Hak-hak pasien akan diperhatikan dan dipenuhi oleh rumah sakit/sarana
kesehatan lainnya
3) Sebagai acuan dalam memilih rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya
d. Bagi perusahaan asuransi :
1) Acuan untuk memilih rumah sakit yang telah memenuhi standar
2) Rasa aman oleh karena para peserta asuransi mendapatkan pelayanan
sesuai dengan standar
2.3.3 Tujuan Akreditasi
Pada dasarnya tujuan utama akreditasi rumah sakit adalah agar kualitas
diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem pelayanan di rumah sakit.
Tujuan khusus akreditasi rumah sakit, di antaranya :
a. Meningkatkan pelayanan pasien
Standar akreditasi kerangka yang membantu RS secara
berkesinambungan meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan.
b. Meningkatkan kepercayaan masyarakat
Status akreditasi memberikan kenyataan yang kuat kepada masyarakat
tentang upaya-upaya RS memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik.
c. Perbaikan manajemen pelayanan kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
19
Universitas Indonesia
Memberikan kerangka komprehensif dan membimbing RS menuju
kinerja yang efektif.
d. Meningkatkan rekrutmen staf
Membuat karyawan yang bermutu dan lebih suka bekerja di RS yang
diakui mutunya.
e. Meningkatkan pembayaran pelayanan
Akreditasi digunakan untuk kelancaran pembayaran asuransi atau
pembayar lain.
f. Kepercayaan dari pihak berkepentingan
Menyederhanakan dan memfokuskan tugas-tugas pemantauan yang
ditetapkan oleh pemerintah
2.3.4 Pengertian JCI
JCI (Joint Commission International) merupakan badan akreditasi
internasional, yang merupakan bagian dari Joint Commission on Accreditation
of Healthcare Organization (JCAHO-USA). JCI adalah suatu organisasi yang
independent, nonprofit, dan bukan lembaga pemerintahan.
Semua akreditasi JCI dan program sertifikasi dibentuk berdasarkan :
a. Standar konsensus internasional, dikembangkan dan dipelihara oleh
kekuatan internasional, dan disetujui oleh badan internasional,
merupakan dasar program akreditasi
b. Dasar filosofi dari standar tersebut berdasarkan prinsip manajemen
kualitas dan peningkatan kualitas secara berkelanjutan
c. Proses akreditasi didesain untuk menyesuaikan faktor hukum, agama,
dan atau budaya dalam sebuah negara. Walaupun standar mengatur
keseragaman, ekspektasi tinggi dari keamanan dan kualitas pelayanan
pasien, pertimbangan spesifik negara berhubungan dengan ekpektasi
tersebut yang merupakan bagian dari proses akreditasi
d. Tim survei dan agenda akan bervariasi sesuai ukuran organisasi dan
tipe pelayanan yang disediakan.
e. Akreditasi JCI dibentuk menjadi valid, reliable, dan objektif.
Berdasarkan analisis temuan survei, keputusan akhir akreditasi dibuat
oleh sebuah komite akreditasi internasional.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
20
Universitas Indonesia
Elemen-elemen pengukuran standar merupakan syarat-syarat dari standar dan
pernyataan tersebut akan di-review dan ditetapkan suatu skor selama proses
survei akreditasi.
2.3.5 Manfaat JCI
JCI merupakan standar internasional karena memiliki manfaat :
a. Memperlihatkan komitmen nyata suatu organisasi untuk meningkatkan
kualitas pelayanan pasien, untuk memastikan lingkungan aman, dan
secara berkesinambungan mengurangi resiko terhadap pasien dan staf
b. Bertujuan optimum dalam pencapaian ekspektasi
c. Fokus pada pasien
d. Desain untuk menginterpretasikan atau mensurvei di dalam kultur dan
perundang-undangan yang berlaku
e. Memacu perbaikan berkesinambungan
2.3.6 Standar JCI
Setiap standar JCI terdiri dari 3 komponen :
a. Standar yang merepresentasikan prinsip-prinsip
b. Penjelasan dari alasan standar
c. Unsur-unsur yang terukur adalah persyaratan rinci dari standar dan
tujuan yang tercetak
Standar JCI Rumah Sakit, terdiri dari :
A. Patients Centered Standards
1. International Patient Safety Goals (IPSG)
Goals:
a. Identify patient correctly
b. Improve effective communication
c. Improve the safety of high alert
d. Ensure correct site, correct procedure, correct patient surgery
e. Reduce the risk of health care association infection
f. Reduce the risk of patient harm resulting from fall
Maksudnya :
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
21
Universitas Indonesia
a. Identifikasi pasien saat : pemberian obat, proses pengambilan darah,
dan tindakan medis lainnya. Nomor kamar pasien tidak boleh
digunakan sebagai identifikasi pasien.
b. Adanya konfirmasi dengan membaca kembali.
c. Tingkatkan keamanan untuk pemberian obat yang berisiko tinggi.
Obat yang berisiko tinggi antara lain : insulin, opiat dan narkotika,
injeksi kalium chloride (KCl), antikoagulan intravena (heparin),
natrium chloride (NaCl) /potassium chloride > 0,9%.
d. Menjamin tempat, pasien dan prosedur operasi yang benar
e. Dilakukannya kampanye hand hygiene
f. Reduksi risiko pasien cedera dari jatuh
2. Access to Care and Continuity of Care (ACC)
a. Admission to the organization
b. Continuity Care
c. Discharge, referral, and follow-up
d. Transfer of patient
e. Transportation
Maksudnya :
a. Perawatan harus mulus dari ketika pasien masuk sampai pulang
b. Perawatan harus mulus baik bagi penyedia layanan dan pasien
c. Kebutuhan kesehatan pasien harus sesuai dengan layanan yang
tersedia
d. Layanan yang diberikan harus dikoordinasikan
e. Discharge harus direncanakan dan ditindaklanjuti
3. Patients and Family Rights (PFR)
a. Identify, protect, and promote patients rights
b. Informed consent
c. Research
d. Organ donation
Maksudnya : Pasien adalah unik dan harus diperlakukan sebagai individu.
Hak harus dihormati.
4. Assessment of Patients (AOP)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
22
Universitas Indonesia
a. Collecting analyzing patient data and information
b. Laboratory service
c. Radiology and diagnostic imaging service
Maksudnya : hasil proses assessment pasien yang efektif dalam
pengambilan keputusan tentang pengobatan pasien langsung/segera dan
penatalaksanaan berkelanjutan. Assessment pasien terdiri dari :
mengumpulkan informasi pasien, menganalisa informasi ini,
mengembangkan rencana perawatan.
5. Care of Patients (COP)
a. Care delivery for all patient
b. Care of high risk patient and provision of high risk service
c. Food and nutrition therapy
d. Pain management and end of life care
Maksudnya : pelayanan pasien adalah tujuan utama pelayanan organnisasi
kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang terbaik, organisasi harus :
merencanakan dan memberikan pelayanan, memonitor pasien untuk
memahami hasil pelayanan, modifikasi pelayanan bila diperlukan,
melengkapi pelayanan, rencana tindak lanjut (follow up).
6. Anesthesia and Surgical Care (ASC)
a. Organization and Management
b. Sedation care
c. Anesthesia care
d. Surgical care
Maksudnya : anestesi, sedasi (obat penenang), dan intervensi bedah yang
umum dan kompleks. Hal di atas membutuhkan : assessment / penilaian
lengkap dan komprehensif, perencanaan perawatan terpadu, pemantauan
lanjutan pasien, kriteria penentuan transfer untuk melanjutkan perawatan,
rehabilitasi, diakhiri transfer dan pulang.
7. Medication Management and Use (MMU)
a. Organization and Management
b. Selection and Procurement
c. Storage
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
23
Universitas Indonesia
d. Ordering and Transcribing
e. Preparing and Dispensing
f. Administration
g. Monitoring
Manajemen obat meliputi sistem dan proses yang digunakan RS untuk
memberikan farmakoterapi kepada pasien. Hal ini biasanya meliputi :
koordinasi upaya staf, proses desain yang efektif, pengadaan dan
penyimpanan, transkripsi, dispensing, monitoring.
8. Patient and Family Education (PFE)
a. Education to support patient decision
b. Education tailored to each patient (video could be use but make
sure the patient understood)
c. Collaborative delivery of education
d. Education to support care at home
Edukasi membantu pasien dan keluarga mereka mengambil keputusan
pelayanan. Proses yang terbaik : menggunakan pendekatan multidisipliner,
sesuai preferensi belajar individu, nilai, dan kemampuan bahasa,
memberikan edukasi pada waktu yang tepat.
Health Care Organization and Managements Standards
1. Quality Improvement and Patient Safety (QPS)
a. Leadership and planning
b. Design of new and modified processes
c. Data collection for quality monitoring
d. Analysis of data
e. Process improvement
Integral untuk peningkatan kualitas secara keseluruhan adalah penurunan
terus menerus risiko untuk pasien dan staf. Risiko dapat ditemukan dalam
proses klinis dan lingkungan fisik. Pendekatan ini meliputi : memimpin
dan merencanakan peningkatan kualitas dan proses keselamatan pasien,
merancang proses klinis dan manajerial yang efektif, monitoring seberapa
baik proses berlangsung, analisa data, implementasi dan mempertahankan
peningkatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
24
Universitas Indonesia
2. Prevention and Control of Infection (PCI)
a. Program leadership and coordination
b. Focus of the program
c. Isolation procedure
d. Barrier techniques and hand hygiene
e. Integration of program with quality
f. Education of staff about the program
Program pencegahan dan pengendalian infeksi berupaya untuk
mengurangi resiko tertular dan transmisi infeksi. Program yang efektif
memiliki : identifikasi pemimpin, staf yang terlatih, metode untuk
mengidentifikasi dan proaktif mengatasi resiko infeksi, kebijakan dan
prosedur yang tepat, edukasi staf, koordinasi seluruh organisasi.
3. Governance, Leadership, and Direction (GLD)
a. Governance of the organization
b. Leadership of the organization
c. Direction of Departments and Services
d. Organization Ethics
Pelayanan yang excellent memerlukan kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan harus : mengidentifikasi misi organisasi dan memastikan
sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan itu,
mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan, memahami bagaimana
anggota staf bekerja sama, bersama dengan tanggung jawab masing-
masing, mengatasi hambatan dan perselisihan antara departemen.
4. Facility Management and Safety (FMS)
a. Leadership and planning
b. Safety and security
c. Hazardous materials
d. Emergency management
e. Fire safety
f. Medical equipment
g. Utility Systems
h. Staff education
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
25
Universitas Indonesia
Dalam rangka untuk memberikan fasilitas yang aman dan fungsional bagi
semua, fasilitas fisik, peralatan medis, dan tenaga manusia harus efektif.
Manajemen harus berupaya untuk : mengurangi dan mengendalikan risiko
dan bahaya, mencegah kecelakaan dan cedera, menjaga kondisi aman.
5. Staff Qualification and Education (SQE)
a. Planning
b. Orientation and education
c. Medical staff
d. Nursing staff
e. Other professional staff
Kepemimpinan berkolaborasi untuk mengidentifikasi jumlah dan jenis staf
yang dibutuhkan untuk memenuhi misi organisasi. Merekrut,
mengevaluasi, dan menunjuk staf yang terbaik melalui proses yang
terkoordinasi dan seragam. Dokumentasi merupakan bagian penting dari
proses ini : aplikasi keterampilan/skill, pengetahuan, pendidikan,
pengalaman kerja sebelumnya, credential review (untuk staf klinis)
6. Management of Communication and Information (MCI)
a. Communication with community
b. Communication with patients and families
c. Communication between providers within and outside the
organization
d. Leadership and planning
e. Patient clinical record
f. Aggregate data and information
Kegagalan dalam komunikasi adalah salah satu akar penyebab paling
umum dari insiden keselamatan pasien. Seiring waktu organisasi harus
meningkatkan kemampuan mereka untuk : mengidentifikasi kebutuhan
informasi, desain sistem informasi manajemen, lakukan analisis data dan
mengubahnya menjadi informasi yang dapat dilaporkan, mengintegrasikan
dan menggunakan informasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
26
Universitas Indonesia
2.4 IPSG (International Patient Safety Goals)
IPSG disusun dengan cara yang sama seperti standar JCI lainnya. Keselamatan
pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit,
Depkes R.I. 2008).
Tujuan :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
IPSG terdiri dari 3 komponen :
1. Standar, merupakan prinsip
2. Deskripsi, merupakan penjelasan standar
3. ME (Measurable element), merupakan kebutuhan rinci dari standar dan
nilai skor berdasarkan ME.
Semua ME (Measurable element) dirata-ratakan untuk mendapatkan skor standar,
semua standar dirata-ratakan untuk mendapatkan skor chapter, dan semua chapter
dirata-ratakan untuk mendapatkan skor total.
Tabel 2.1 Standar IPSG
Goals, Requirements, Intents, and Measurable Elements
Goal
1
Identify Patient
Correctly
1. Patient are identified
using two patient
identifiers, not
including the use of the
Identifikasi pasien adalah proses
pencatatan data pasien yang benar
sehingga dapat menetapkan dan
mempersamakan data tersebut
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
27
Universitas Indonesia
patient's room number
or location
dengan individu yang
bersangkutan. Identifikasi
dilakukan mulai pendaftaran
hingga keluar rumah sakit.
Identifikasi dilakukan dengan min.
2 cara identifikasi, yaitu nama
lengkap dan tanggal lahir pasien
atau nomor rekam medis. Nomor
kamar dan nama ruangan tidak
boleh dipakai. Untuk pasien yang
tidak sadar melalui gelang tangan.
2. Patient are
identified before
administering
medications, blood, or
blood products
Pasien diidentifikasi sebelum
diberi obat, darah, maupun produk
dari darah.
Pemberian obat : mengetahui jenis
obat, khasiat, efek samping, kontra
indikasi, dosis umum, dan cara
pemberian obat. Siapkan obat
sesuai instruksi yang ada dalam
DO (Daftar Obat). Lakukan
prinsip 5 Benar dan 1
Dokumentasi (benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar cara,
benar waktu, benar dokumentasi).
Perawat saksi memberi paraf pada
kolom abu-abu dan yang memberi
obat pada kolom putih bila obat
sudah diberi.
3. Patient are identified
before taking blood and
other specimens for
clinical testing.
Pasien diidentifikasi sebelum
diambil darah dan spesimen lain
untuk uji klinis.
Pemberian transfusi darah :
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
28
Universitas Indonesia
lakukan double check dengan
perawat lain : instruksi dokter,
nama, tanggal lahir, dan golongan
darah pasien, jenis, jumlah darah
dan nomor harus sesuai dengan
form permintaan, form cross
match, dan yang tertulis di
kantong darah dan cek tanggal dan
jam kadaluarsa. Sebelum transfusi
cek tanda vital: tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu, dan skor
nyeri serta keadaan umum pasien.
Setelah transfusi cek tanda vital :
reaksi alergi serta keluhan pasien
setiap 15 menit untuk jam pertama
selanjutnya setiap jam sampai
dengan transfusi selesai dan
dokumentasikan dalam lembar
grafik observasi.
Sampel lab : beri label pasien pada
formulir pemeriksaan
laboratorium.
4. Patients are
identified before
providing treatments
and procedures.
Pasien diidentifikasi sebelum
diberi perawatan dan prosedur.
Misalnya operasi : Serah terima
dari ruangan dilakukan oleh penata
anestesi/perawat bedah dengan
perawat ruangan, cek dokumen
pasien pada status pasien dan
checklist pre dan post operasi.
5. Policies and
procedures support
Adanya SOP sebagai kebijakan
dan / atau prosedur yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
29
Universitas Indonesia
consistent practice in
all situation and
locations.
mendukung praktik yang konsisten
di semua situasi dan lokasi.
Goal
2
Improve
Effective
Communication
1. The complete verbal
and telephone order or
test result is written
down by the receive of
the order or test result.
Instruksi verbal, instruksi via
telepon, atau hasil tes penunjang
klinis ditulis oleh penerima
instruksi. Obat : ditulis di kolom
"instruksi obat via telepon" di
halaman terakhir dari DO. Tes
penunjang klinis yang penting
meliputi : tes laboratorium yang
CITO/segera, pemeriksaan
radiologi, elektrokardiogram
(EKG), pemeriksaan lain yang
memerlukan respon yang cepat.
Penunjang medis (laboratorium,
radiologi) : ditulis secara lengkap
di catatan perkembangan integrasi.
2. The complete verbal
and telephone order or
test result is read back
by the receiver of the
order or test result.
Instruksi verbal, instruksi via
telepon, atau hasil tes penunjang
klinis dibacakan kembali oleh
penerima instruksi. Read back
ditulis dengan lengkap dan jelas.
Tulis "read back +" di catatan
perkembangan terintegrasi dengan
tinta warna merah.
3. The order or test
result is confirmed by
the individual who gave
the order or test result.
Verifikasi oleh pemberi instruksi
dalam waktu 1x24 jam sejak
instruksi diberikan dengan cara
tanda tangan instruksi yang telah
ditulis sebelumnya.
4. Policies and Adanya SOP sebagai kebijakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
30
Universitas Indonesia
procedures support
consistent practice in
verifying the accuracy
of verbal and telephone
communications.
dan / atau prosedur yang
mendukung praktek yang
konsisten dalam memverifikasi
akurasi komunikasi verbal dan
telepon.
Goal
3
Improve the
Safety of High-
Alert
Medications
1. Policies and /or
procedures are
developed to address
identification,
location, labeling, and
storage of high-alert
medications.
Adanya SOP sebagai kebijakan
dan / atau prosedur yang
dikembangkan untuk identifikasi
alamat, lokasi, pelabelan, dan
penyimpanan obat resiko tinggi
2. The policies and /or
procedures are
implemented.
SOP tersebut diimplementasikan.
3. Concentrated
electrolytes are not
present in patient care
units unless clinically
necessary and actions
are taken to prevent
inadvertent
administration in those
areas where permitted
by policy
Lakukan verifikasi terhadap
konsentrasi obat, kecepatan
pemberian dan jalur IV yang
digunakan.
Pemberian obat yang berisiko
tinggi sebaiknya dengan
infusion/syringe pump dan
kecepatan pemberian harus selalu
dimonitor.
Penyimpanan obat yang berisiko
tinggi harus terpisah dan diberi
label berwarna merah.
4. Concentrated
electrolytes that are
store in patient care
unit are clearly labeled
and stored in a maner
Obat yang berisiko tinggi antara
lain : insulin, opiat dan narkotika,
injeksi kalium chloride (KCl),
antikoagulan intravena (heparin),
natrium chloride (NaCl) 3%,
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
31
Universitas Indonesia
that restricts access. potassium chloride, potasium
fosfat, sodium korida > 0,9%,
MgSO4 40% dan Dextrose 40%.
Konsentrat elektrolit yang
disimpan di unit perawatan pasien
dengan jelas diberi label dan
disimpan dalam lemari dengan
akses khusus.
Goal
4
The
organization
develops an
approach to
Ensure Correct-
Site, Correct-
Procedure,
Correct-Patient
Surgery
1. The organization
uses an instantly
recognizable mark for
surgical site
identification and
involves the patient in
the marking process.
Gunakan tanda lingkaran (o) untuk
memberi tanda pada lokasi operasi
dan libatkan pasien dalam
memberi tanda.
2. The organization
uses a checklist or
other process to verify
preoperatively the
correct site, correct
procedure, and correct
patient and that all
documents and
equipment needed are
on hand, correct and
functional.
Lakukan “surgical safety
checklist” dengan benar pada
semua pasien yang akan dilakukan
prosedur operasi.
Lakukan checklist terhadap
kelengkapan dokumen medis
(termasuk informed consent),
pemeriksaan radiologi dan alat-alat
operasi yang akan digunakan.
Benar sisi, benar pasien, dan benar
prosedur juga harus dipastikan
pada prosedur endoskopi, aspirasi
perkutan, biopsy, katerisasi
jantung dan vaskuler serta
tindakan invasive lainnya
3. The full surgical
team conducts and
Lakukan “Time Out” sebelum
incisi pembedahan. “Time out” ini
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
32
Universitas Indonesia
documents a time-out
procedure just before
starting a surgical
procedure
harus berupa pengecekan aktif
(secara lisan), dilakukan di sisi di
mana tindakan itu akan dilakukan
dan melibatkan semua anggota tim
dari operasi/ prosedur, termasuk
pula dari pasien, bila
memungkinkan
4. Policies and
procedures are
developed that will
support uniform
processes to ensure the
correct site, correct
procedure, and correct
patient, including
medical and dental
procedures done in
settings other that the
operating theatre.
Adanya SOP sebagai kebijakan
prosedur pembedahan dan / atau
prosedur yang dikembangkan yang
akan mendukung proses seragam
untuk memastikan sisi yang benar,
prosedur yang benar, dan pasien
yang benar.
Goal
5
Reduce the Risk
of Health Care-
Associated
Infections
1. The organization has
adopted or adapted
currently published and
generally accepted
hand hygiene
guidelines.
Seluruh pihak di rumah sakit telah
mengadopsi atau menyesuaikan
dengan pedoman kebersihan
tangan yang telah dipublikasikan
dan diterima secara umum.
Tangan merupakan media
penyebaran bakteri patogen yang
paling sering.
Cuci tangan adalah faktor
terpenting untuk mencegah
penyebaran bakteri patogen dan
resistensi terhadap antibiotika.
2. The organization Seluruh pihak di rumah sakit telah
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
33
Universitas Indonesia
implements an effective
hand hygiene program.
menerapkan program kebersihan
tangan yang efektif.
Cuci tangan pada saat : sebelum
menyentuh pasien, sebelum
melakukan tindakan aseptik,
sebelum terkontaminasi dengan
cairan tubuh pasien dan setelah
melakukan tindakan-tindakan
invasive, setelah menyentuh
pasien, setelah menyentuh daerah
sekitar pasien.
3. Policies and /or
procedures are
developed that support
continued reduction of
health care-associated
infections.
Adanya SOP sebagai kebijakan
dan / atau prosedur yang
dikembangkan dalam mendukung
pengurangan perawatan kesehatan
terkait infeksi
Goal
6
Reduce the Risk
of Patient Harm
Resulting from
Falls
1. The organization
implements a process
for the initial
assessment of patients
for fall risk and
reassessment of patient
when indicated by a
change in condition,
medications, among
other.
Kaji pasien resiko jatuh dengan
form pengkajian pasien resiko
jatuh pada setiap pasien masuk
rawat.
Lakukan pengkajian ulang risiko
jatuh setiap 3 hari atau sewaktu-
waktu bila ada perubahan antara
lain : mendapatkan medikasi baru
yang dapat berisiko pasien jatuh,
pasca tindakan atau prosedur yang
mengurangi mobilitas pasien,
mengalami perubahan perilaku,
tingkat kesadaran atau kondisi
klinis, setelah pasien jatuh, pindah
dari unit satu ke unit lainnya
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
34
Universitas Indonesia
2. Measures are
implemented to reduce
fall risk for those
assessed to be at risk.
Untuk pasien dengan resiko jatuh
dengan level 2 dipasang gelang
warna hijau. Letakkan papan
resiko jatuh pada meja pasien atau
pada papan di atas kepala pasien.
Jelaskan pada keluarga. Pasang
pagar pengaman tempat tidur.
Gunakan pengikat tangan atau
baju apollo sesuai kondisi.
Dekatkan bel ke pasien dan
jelaskan penggunaannya kepada
pasien dan keluarga. Lakukan
observasi tiap 2-3 jam sekali. Saat
observasi pastikan posisi pasien
aman dan nyaman misal : posisi
tidur tidak merosot, bagian tubuh
tidak keluar pagar tempat tidur,
dan lain - lain. Pastikan
lingkungan pasien aman (rem
tempat tidur terkunci, pagar tempat
tidur terpasang, lantai tidak basah,
penerangan cukup) sebelum
meninggalkan pasien.
Dokumentasikan pada catatan
perkembangan terintegrasi tentang
kondisi dan tindakan yang
dilakukan pada setiap ronde dan
laporkan ke penanggungjawab
shift. Beritahukan keluarga bahwa
pasien harus ada yang menunggu.
Beritahukan keluarga untuk
menginformasikan kepada
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
35
Universitas Indonesia
perawat apabila ada pergantian
keluarga yang menunggu agar
dapat dijelaskan kembali
pengamanan yang dilakukan agar
pasien tidak jatuh. Beritahu
penunggu bila meninggalkan
pasien harus memberitahu
perawat.
3. Measures are
monitored for results,
both succesful fall
injury reduction and
any unintended related
consequences.
Kaji ulang setelah 3 hari. Pastikan
semua tindakan pencegahan sudah
dilakukan, gunakan checklist
intervensi keperawatan pasien
yang beresiko jatuh.
4. Policies and/or
procedures support
continued reduction of
risk of patient harm
resulting from falls in
the organization.
Adanya SOP sebagai kebijakan
dan / atau prosedur yang
mendukung pengurangan resiko
pasien jatuh yang membahayakan.
Sumber : disari dari SOP Keperawatan RS Swasta X
2.5 Rumah Sakit
2.5.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menkes RI Nomor 340/Menkes/PER/III/2010, rumah
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit (hospital) adalah suatu organisasi yang meliputi tenaga
medis profesional yang terorganisir serta adanya sarana kedokteran yang
permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
36
Universitas Indonesia
pasien. Rumah sakit juga diartikan sebagai tempat di mana orang sakit mencari
dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat di mana pendidikan klinik untuk
mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kedokteran lainnya
(Anwar, 1996).
Istilah hospital konon berakar dari bahasa Latin hostel yang biasa
digunakan di abad pertengahan sebagai tempat bagi para pengungsi yang sakit,
menderita, dan miskin. Pendapat lain oleh Willan (1990) mengatakan bahwa kata
hospital berasal dari bahasa Latin hospitium , yang artinya suatu tempat/ruangan
unutk menerima tamu. Sementara itu, Yu (1997) menyatakan bahwa istilah
hospital berasal dari bahasa Perancis kuno dan medieval English yang dalam
kamus Inggris Oxford didefiniskan sebagai :
a. Tempat untuk istirahat dan hiburan
b. Institusi sosial untuk mereka yang membutuhkan akomodasi, lemah, dan
sakit
c. Institusi sosial untuk pendidikan dan kaum muda
d. Institusi untuk merawat mereka yang sakit dan cedera
American Hospital Association di tahun 1978 menyatakan bahwa rumah
sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan
kepada pasien-diagnostik dan terapeutik- untuk berbagai penyakit dan masalah
kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus
dibangun, dilengkapi, dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan
keselamatan pasiennya dan harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak
berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien (Aditama,
2000). Kini rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
37
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Ruang Lingkup Rumah Sakit
Sumber : Aditama (2000)
2.5.2 Tugas Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan
upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.
2.5.3 Fungsi Rumah Sakit
Milton Roemer dan Friedman dalam buku Doctors in Hospital (1971) menyatakan
bahwa rumah sakit setidaknya memiliki lima fungsi, yaitu :
a. Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan
terapeutiknya. Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah maupun non bedah,
harus tersedia. Pelayanan rawat inap ini juga meliputi pelayanan
Rumah Sakit
Selalu siap berubah
GlobalLokal
Kompleks & efektif
Sumber daya yang unggul
Paradigma sehat
Bagian sistem pelayanan kesehatan
Kepuasan pasien/ masyarakat
Promotif
Preventif
Kuratif
Rehabilitatif
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
38
Universitas Indonesia
keperawatan, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi, dan berbagai
pelayanan lainnya.
b. Harus memiliki pelayanan rawat jalan.
c. Melakukan pendidikan dan pelatihan.
d. Melakukan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan, karena
keberadaan pasien di rumah sakit merupakan modal dasar untuk penelitian
ini.
e. Mempunyai tanggung jawab untuk program pencegahan penyakit dan
penyuluhan kesehatan bagi populasi di sekitarnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, fungsi
rumah sakit adalah :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.5.4 Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menkes RI Nomor 340/Menkes/PER/III/2010, rumah sakit
diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan :
a. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi :
1) Rumah Sakit Umum Kelas A, harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan
Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
39
Universitas Indonesia
2) Rumah Sakit Umum Kelas B, harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan
Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C, harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik
Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D, harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik
Spesialis Dasar.
b. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. Jenis Rumah
Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung,
Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke,
Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga
Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus
diklasifikasikanmenjadi :
1) Rumah Sakit Khusus Kelas A;
2) Rumah Sakit Khusus Kelas B;
3) Rumah Sakit Khusus Kelas C.
2.6 Instalasi Rawat Inap
Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan
dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam (Depkes, 2006).
Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama
sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh
pihak rumah sakit kepada pasiennya.
Menurut Keputusan Menkes RI Nomor 560/Menkes/SK/IV/2003, yang
dimaksud dengan pelayanan rawat inap, yaitu : “Pelayanan pasien untuk
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
40
Universitas Indonesia
observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik, dan atau upaya pelayanan
kesehatan lainnya dengan menginap di rumah sakit.”
Pada rumah sakit, instalasi rawat inap merupakan bagian penting dari pelayanan
kesehatan kepada pasien Rumah Sakit yang kegiatannya meliputi (Depkes, 2006) :
1. Perawatan kepada pasien rawat inap
2. Melakukan penyuluhan kepada pasien dalam melakukan pencegahan dan
pengobatan terhadap penyakit yang diderita
3. Pendidikan dan pelatihan kepada para tenaga medis dan paramedic dalam
meningkatkan mutu pelayanan
Tipe ruang rawat inap, terdiri dari :
a) Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP).
b) Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1)
c) Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2)
d) Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3)
Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan (Ruang Isolasi), seperti :
a) Pasien yang menderita penyakit menular.
b) Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, ganggrein, diabetes, dan sebagainya).
c) Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).
Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah
dan jenis pasien yang akan dirawat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
41
Universitas Indonesia
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
3.1 Gambaran Umum
RS Swasta X terletak di tengah kawasan terpadu Bintaro Jaya yang
dibangun di atas areal seluas 14.000 m² dengan konsep desain yang unik dan
memulai kegiatan operasionalnya pada tanggal 12 Oktober 1998 dengan
menggunakan nama internasional dan terhitung mulai tanggal 12 Agustus 2010
rumah sakit tersebut berubah nama. Perubahan nama rumah sakit ini dilakukan
untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku tentang Rumah
Sakit Indonesia Kelas Dunia.
Alamat : Jl. M.H Thamrin Blok B3 No. 1 Sektor 7 Kawasan Niaga Bintaro
Jaya, Tangerang 15224
Telp : (62-21) 7455 500 / 600, Fax : (62-21) 7455 800
RS Swasta X merupakan bagian dari Ramsay Health Care Group,
Australia. Group rumah sakit swasta terbesar di Australia yang memiliki lebih dari
100 rumah sakit serta fasilitas day surgery di Australia, Inggris, Perancis, dan
Indonesia.
3.2 Sejarah RS Swasta X
Sejak awal berdiri, RS Swasta X dikenal dengan nama internasional.
Rumah sakit ini sudah mengalami beberapa kali perubahan kepemilikan. Pada
Desember 2001 rumah sakit ini dikelola oleh PT. Mitra Jaya Medikatama yang
merupakan gabungan antara PT. Ensevall (Kalbe Group) dengan perusahaan
Australia yang bernama Mayne Nickless Limited.
Tahun 2002, rumah sakit sepenuhnya hanya dimiliki oleh Mayne Health
Nickless Limited, yang selanjutnya bernama Mayne Health International. Maka
dengan itu terciptalah logo pertama rumah sakit sebagai berikut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
42
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Logo Mayne Health
Sumber : www.barrettconsulting.com
Pada tahun 2004, Mayne Health menjual divisi Healthnya kepada
konsorium lain, bernama Affinity Health, yang selanjutnya di Indonesia bernama
Affinity Health Indonesia. Dengan demikian logo rumah sakit berubah menjadi
seperti berikut.
Gambar 3.2 Logo Affinity Health
Sumber : www.esvc000216.wic050u.server-web.com/invest/affinity.htm
Pada 26 Desember 2005, rumah sakit tersebut dinyatakan terakreditasi dan
ditetapkan sebagai rumah sakit tipe B oleh KARS (Komisi Akreditasi Rumah
Sakit). Pada awal tahun 2006 , kepemilikian rumah sakit ini beralih dari Affinity
Health Indonesia ke tangan Ramsay Health Care. Perubahan kepemilikan tersebut
mengakibatkan perubahan logo yang masih berlaku sampai saat ini.
Gambar 3.3 Logo RS Swasta X
Sumber : situs RS Swasta X
Di tahun 2007, rumah sakit tersebut memperoleh ISO 9001 : 2000 yang
merupakan sertifikasi untuk Sistem Manajemen Mutu. Tahun 2009, rumah sakit
tersebut memperoleh akreditasi 16 bidang pelayanan dan pencapaian terbaru RS.
Pada 12 Agustus 2010, untuk memenuhi peraturan perundangan mengenai rumah
sakit Indonesia kelas dunia, nama rumah sakit tersebut diubah. Awal tahun 2011,
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
43
Universitas Indonesia
RS Swasta X meraih Akreditasi Internasional dari JCI (Joint Commission
International).
3.3 Visi, Misi, dan Falsafah RS Swasta X
Visi Ramsay Health Care Australia yang ditetapkan adalah : Ramsay Health Care
is committed to being a leading provider of health care services by delivering
high quality outcomes for patients and ensuring long term profitability.
Visi, Misi, dan Falsafah yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut :
Falsafah : People caring for people
Visi : RS Swasta X bertekad untuk menjadi penyedia jasa
layanan kesehatan yang terkemuka dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas serta memastikan
profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
Misi : RS Swasta X senantiasa mengupayakan keberhasilan
klinik, keselamatan pasien dan kepuasan pelanggan serta
perbaikan yang berkesinambungan dari waktu ke waktu,
sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan
pelanggan.
3.4 Kebijakan RS Swasta X
Kebijakan mutu di RS Swasta X adalah :
Kami memberikan pelayanan yang handal, cepat, tepat, ramah, proaktif,
dan konsisten kepada pasien dan keluarganya sesuai dengan sistem
manajemen mutu RS Swasta X.
a. Handal : melayani dengan sumber daya manusia terlatih dan terampil
dengan fasilitas yang dapat diandalkan.
b. Cepat : memberikan pelayanan dengan sesegera mungkin.
c. Tepat : memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan kebutuhan.
d. Ramah : memberikan pelayanan dengan senyum dan salam dengan
bersahabat.
e. Proaktif : memberikan pelayanan dengan tanggap dan penuh inisiatif
dengan kepedulian yang tinggi.
f. Konsisten : melayani sesuai dengan standar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
44
Universitas Indonesia
3.5 Struktur Organisasi
(terlampir)
3.6 Fasilitas RS Swasta X
Fasilitas yang dimiliki RS Swasta X adalah :
1. Pelayanan Rawat Jalan
Terdapat 30 kamar konsultasi. Pelayanan rawat jalan terdiri dari : klinik
anak (paru, syaraf, jantung, pencernaan), klinik kandungan dan kebidanan
(feto maternal, fertility endokrin reproduksi, onkologi), klinik penyakit
dalam (gastroentero hepatologi, rhematologi, hemato onkologi, metabolic,
dan endokrin), klinik bedah (bedah umum, bedah tulang, bedah tulang
belakang, bedah anak, bedah saluran kemih, bedah saluran cerna, bedah
plastik, bedah syaraf, bedah vaskuler), klinik jantung dan pembuluh darah,
klinik syaraf, klinik paru-paru, klinik mata, klinik THT, klinik gizi, klinik
psikiatri, klinik andrologi, klinik kulit dan kelamin, klinik nyeri, klinik
akupuntur, klinik imunisasi dewasa, klinik edukasi dan kaki diabetes,
klinik psikologi, klinik umum, klinik gigi.
2. Pelayanan Rawat Inap
Terdapat 200 tempat tidur dengan fasilitas perawatan : SVIP, VIP, Utama,
Kelas I (2 beds), Kelas II (3 beds), Kelas III (5 beds), Kamar operasi,
Isolasi, one day care, ICU, HDU, NICU, Perinatology.
3. Pelayanan Penunjang Diagnostik dan Terapi
Terdiri dari : Laboratorium (patologi klinik, patologi anatomi, bank darah),
radiologi (MRI 1,5 tesla, MSCT-Scan, USG 4 dimensi, general x ray,
panoramic, mammografi, fluoroskopi, dll), farmasi, rehabilitasi medik,
EKG, treadmil, angiografi, ESWL, EEG, EMG, CTG, spirometri,
audiometri, uroflowmetri, endoskopi (bronchoscopy, gastroscopy,
colonoscopy), laparoskopi, artroskopi, hemodialisa
4. Pelayanan Ortopedi
5. Layanan Unggulan Ramsay Spine Center
6. Unit Gawat Darurat
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
45
Universitas Indonesia
7. Kamar Bersalin
8. Unit Rekam Medik
9. Medical check up : MCU standard, executive, platinum, diamond, pra
nikah, calon pegawai
10. Ruang Jenazah
11. Ambulans
12. Kafetaria
13. Sport Clinic
14. Latihan Senam Hamil
15. Infection Control
16. Toko
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
46
Universitas Indonesia
BAB IV
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
4.1 Kerangka Teori
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal, dilakukan
kajian terhadap teori kinerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi,
dan variabel psikologis. Ke tiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi
perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh teradap kinerja personal.
Gibson menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap
sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja adalah individu,
perilaku, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan
keterampilan, latar belakang, dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel
demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu,
Variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi.
Variabel banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya. Variabel psikologis seperti sikap, kepribadian, dan belajar
merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan
tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan
bergabung dengan organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan
ketrampilan yang berbeda satu dengan lainnya.
Berikut gambaran teori perilaku dan kinerja menurut Gibson :
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
47
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Kerangka Teori Perilaku dan Kinerja
Sumber : Gibson (1996)
4.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori menurut Gibson di atas, dibentuklah kerangka konsep
sebagai berikut :
Variabel individu :
Kemampuan dan keterampilan :o mentalo fisik
Latar belakang :o keluargao tingkat sosialo pengalaman
Demografis :o umuro etniso jenis kelamin
Variabel perilaku(apa yang dikerjakan)
Prestasi(hasil yang diharapkan)
Variabel Organisasi :
Sumber daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain pekerjaan
Supervisi
Control
Psikologis :
Persepsi
Sikap
Kepribadian
Belajar (pengetahuan)
Motivasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
48
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Kerangka Konsep Perilaku Penerapan IPSG
Kerangka konsep di atas dibuat berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh peneliti
dengan memperhatikan berbagai aspek.
Supervisi
Pengaruh organisasi
Pengetahuan perawat
Motivasi perawat
Perilaku perawat dalam penerapan
IPSG
Karakteristik perawat :
Ward
Usia
Status pernikahan
Pendidikan
Masa kerja di unit
Masa kerja sejak lulus
Jam kerja di RS
Jenjang jabatan
Gaji
Frekuensi pelatihanpatient safety
Sosialisasi mutu RS
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
49
Universitas Indonesia
4.3 Definisi operasional
Tabel 4.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
Ukur
Hasil Ukur
VARIABEL DEPENDENT
1 Perilaku
perawat
dalam
penerapan
IPSG
Kegiatan sebagai
tanggapan/respon
perawat terhadap
ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam standar
IPSG.
Kuesioner Ordinal Rendah
(< batas
standar JCI),
Tinggi
( > batas
standar JCI)
Batas standar
JCI = 85%
VARIABEL INDEPENDENT
1 Karakteristik perawat
1a Ward Unit instalasi rawat inap
di mana perawat bekerja
berdasarkan jenis
pelayanan yang diberikan
Kuesioner Nominal Umum,
Maternal,
Critical
Care,
Pediatrik
1b Usia Lama waktu hidup
perawat dihitung dalam
tahun penuh sejak lahir
sampai dengan ulang
tahun terakhir.
Kuesioner Ordinal < 30 tahun,
> 30 tahun
1c Status
pernikahan
Ikatan yang diakui oleh
negara dan agama di
antara 2 orang yang
berbeda jenis.
Kuesioner Nominal Belum
menikah,
Menikah,
Duda/janda
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
50
Universitas Indonesia
1d Pendidikan Jenjang pendidikan
formal dalam
keperawatan berdasarkan
ijazah terakhir responden.
Kuesioner Ordinal Diploma III,
S1,
Profesi
1e Lama kerja
di unit
keperawatan
saat ini
Lama bekerja dimulai
sejak perawat bekerja di
unit tempat ia bekerja
saat penelitian
dilaksanakan.
Kuesioner Ordinal < 2 tahun,
> 2 tahun
1f Lama kerja
sejak
pertama kali
lulus
pendidikan
Lama bekerja dimulai
sejak perawat bekerja
pertama kali baik di unit
sebelum ia bekerja
maupun di unit tempat ia
bekerja saat penelitian
dilaksanakan.
Kuesioner Ordinal < 5 tahun,
> 5 tahun
1g Jam kerja di
RS (dalam
seminggu)
Akumulasi jumlah lama
kerja perawat dalam
seminggu di unit tempat
ia bekerja.
Kuesioner Ordinal < 40 jam,
> 40 jam
1h Jenjang
jabatan
Posisi jabatan perawat
saat penelitian dilakukan.
Kuesioner Ordinal Junior/Madya,
Senior
1i Gaji Kecukupan yang
dirasakan perawat dalam
menerima imbalan
finansial hasil kinerjanya.
Kuesioner Ordinal Cukup,
Kurang
1j Frekuensi pelatihan patient safety
Jumlah pelatihan terkait
patient safety (dalam 5
tahun terakhir) yang telah
didapatkan perawat.
Kuesioner Ordinal < 2 kali,
> 2 kali
1k Sosialisasi
mutu RS
Keikutsertaan perawat
terhadap sosialisasi
Kuesioner Ordinal Tidak,
Ya
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
51
Universitas Indonesia
4.4 Hipotesis
Hipotesa penelitian adalah penjelasan sementara yang diajukan tentang
hubungan antara dua atau lebih fenomena terukur atau variabel untuk pembuktian
terkait mutu rumah sakit
seperti sosialisasi survei
akreditasi JCI, KARS,
audit internal, audit
eksternal, dan lain-lain
(dalam 5 tahun terakhir).
2 Pengetahuan
perawat
Kemampuan intelektual
dan tingkat pemahaman
kinerja klinis perawat
berdasarkan penerapan
IPSG.
Kuesioner Ordinal Rendah (<
mean)
Tinggi (>
mean)
3 Motivasi
perawat
Kemauan atau keinginan
di dalam diri seseorang
perawat yang
mendorongnya untuk
bertindak berdasarkan
penerapan IPSG yang
meliputi tanggung jawab,
prestasi kerja, dan kerja
sama.
Kuesioner Ordinal Rendah (<
mean)
Tinggi (>
mean)
4 Supervisi Pengawasan yang
dilakukan terhadap
kinerja perawat dalam
menerapkan IPSG.
Kuesioner Ordinal Rendah (<
mean)
Tinggi (>
mean)
5 Pengaruh
organisasi
Pengaruh tempat perawat
bekerja, dilihat dari segi
manajemen, uraian tugas,
dan antar unit.
Kuesioner Ordinal Rendah (<
mean)
Tinggi (>
mean)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
52
Universitas Indonesia
secara empirik, yaitu: ada hubungan antara variabel independent dengan variabel
dependen yang tercantum pada kerangka konsep yaitu :
1. Ada hubungan antara faktor karakteristik perawat dengan penerapan IPSG
di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
2. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan
IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
3. Ada hubungan antara tingkat motivasi perawat dengan penerapan IPSG di
instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
4. Ada hubungan antara tingkat supervisi pada perawat dengan penerapan
IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
5. Ada hubungan antara pengaruh organisasi pada perawat dengan penerapan
IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
53
Universitas Indonesia
BAB V
METODE PENELITIAN
5.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei
Cross Sectional melalui cara pengisian kuesioner, diukur dan diamati pada saat
yang sama. Alasan menggunakan desain ini didasari bahwa penelitian ini
bermaksud mendapatkan gambaran penerapan IPSG dalam akreditasi JCI serta
faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam penerapannya.
5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di instalasi rawat inap RS Swasta X dan
berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, yaitu : pelayanan pediatrik pada
Ward Pinguin; pelayanan maternal pada Ward Merpati (Ward, Labor, Nursery);
pelayanan umum pada Ward Merak, Kutilang, Cendrawasih, dan Camar; serta
pelayanan Critical Care. Waktu penelitian pada Bulan November tahun 2011.
5.3 Populasi dan Sampel Penelitian
5.3.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dalam suatu batas tertentu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di instalasi
rawat inap RS Swasta X (tidak termasuk supervisor masing-masing ward)
yang berjumlah 208 orang yang terdiri dari :
1. Camar berjumlah 34 orang
2. Cendrawasih berjumlah 39 orang
3. Critical Care berjumlah 20 orang
4. Kutilang berjumlah 32 orang
5. Merak berjumlah 21 orang
6. Merpati – Ward berjumlah 20 orang
7. Merpati – Labor berjumlah 8 orang
8. Merpati – Nursery berjumlah 14 orang
9. Pinguin berjumlah 20 orang
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
54
Universitas Indonesia
5.3.2 Sampel
Pengambilan sampel penelitian untuk perawat yang bertugas di ruang
rawat inap RS Swasta X ditentukan melalui Proportional Stratified Random
Sampling. Yaitu teknik pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak
dan berstrata secara proporsional dan berdasarkan ruangan di mana perawat
berada. Selain itu berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi :
Kriteria inklusi adalah kriteria yang dijadikan karakteristik umum subjek
penelitian pada populasi target atau populasi aktual, sehingga subjek dapat
diikutkan dalam penelitian, yaitu :
1) Bersedia menjadi responden
2) Minimal pendidikan D3 Keperawatan
3) Bertugas di ruang rawat inap
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria yang memungkinkan sebagian subjek
yang memenuhi kriteria inklusi yang tidak dijadikan responden dalam
penelitian oleh karena berbagai sebab, yaitu :
1) Supervisor perawat
2) Perawat yang sedang cuti
3) Perawat yang sedang melakukan tugas belajar
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan tujuan penelitian
(Besral,2011), yaitu :
1. Estimasi parameter populasi
Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus estimasi proporsi pada
populasi terbatas dengan teknik sampel acak sederhana dan presisi mutlak,
yaitu :
P)-P(1z+1)-(Nd
P)N-P(1z=n2
/2-12
2/2-1
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
55
Universitas Indonesia
Z1- /2 = Tingkat kepercayaan sebesar 95% = 1,96
P = Proporsi keadaan yang akan dicari = 50% (0,5)
d = sampling error sebesar 10%
Berdasarkan rumus di atas, dari jumlah populasi sejumlah 208 perawat
dilakukan perhitungan besar sampelnya sebagai berikut:
)-(1+1)-(
)-(1=n
22
2
5,05,096,12081,0
2085,05,096,1
n = 65,91 dibulatkan menjadi 66
2. Uji Hipotesis
Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda
proporsi, yaitu :
Keterangan:
n = jumlah sampel untuk masing-masing kelompok
P = (P1+P2)/2
Berdasarkan penelitian sebelumnya :
Proporsi penerapan patient safety tinggi pada pengetahuan rendah, P1 = 0%
Proporsi penerapan patient safety tinggi pada pengetahuan tinggi, P2 = 25%
Berdasarkan rumus di atas, dilakukan perhitungan besar sampel sebagai
berikut :
n = 27/kelompok
Untuk populasi terbatas maka besar sampel dapat dihitung ulang dengan rumus
berikut:
n’ = jumlah sampel setelah koreksi
n = jumlah sampel sebelum koreksi
2
21
2
221112/1
)(
)1()1()1(2
PP
PPPPzPPzn
nN
nN
Nn
nn
*
1'
2
2
)25,00(
)25,01(25,0)01(084,0)125,01(125,0*296,1
n
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
56
Universitas Indonesia
N = besar populasi
Sehingga dilakukan perhitungan ulang besar sampel sebagai berikut :
n’ = 24/kelompok
Berarti sampel yang dibutuhkan adalah perawat dengan penerapan patient safety
tinggi pada pengetahuan rendah 24 orang, dan pengetahuan tinggi 24 orang. Total
48 orang perawat.
Kesimpulan : Berdasarkan perbandingan dua jenis tujuan di atas, maka
perhitungan besar sampel untuk estimasi yang akan digunakan karena besar
sampel yang dihasilkan lebih besar, dan untuk menghindari terjadinya drop out
maka jumlah sampel ditambah 10% sehingga jumlah sampel menjadi 73 orang.
Berikut pengambilan sampel dari setiap ward di instalasi rawat inap:
Tabel 5.1 Proporsi Sampel
No WardJumlah
populasiPerhitungan Hasil Sampel
1 Camar 34 34/208 x 73 11,93 12
2 Cendrawasih 39 39/208 x 73 13,68 14
3 Critical Care 20 20/208 x 73 7,01 7
4 Kutilang 32 32/208 x 73 11,23 11
5 Merak 21 21/208 x 73 7,37 7
6 Merpati – ward 20 20/208 x 73 7,01 7
7 Merpati – labor 8 8/208 x 73 2,80 3
8 Merpati – nursery 14 14/208 x 73 4,91 5
9 Pinguin 20 20/208 x 73 7,01 7
Total 208 73
208
271
27'
n
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
57
Universitas Indonesia
5.4 Pengumpulan Data
5.4.1 Sumber Data
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan
dicatat oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil
kuesioner pada 73 perawat pelaksana di instalasi rawat inap RS Swasta X
dengan tujuan untuk mendapatkan data kuantitatif tentang karakteristik,
pengetahuan, motivasi, supervisi, pengaruh organisasi, dan perilaku perawat
pelaksana terhadap penerapan IPSG.
Data sekunder adalah data yang secara tidak langsung diperoleh dari
sumbernya, tetapi melalui pihak kedua. Dalam hal ini peneliti mempergunakan
data yang diambil dari bagian QMR (Quality Management Representative),
bagian HRD, dan data lain yang berhubungan dengan penerapan IPSG.
5.4.2 Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data melalui kuesioner yang dibagikan kepada
responden dan telaah dokumen data sekunder.
5.4.3 Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen merupakan hal yang perlu dilakukan sebelum
melakukan pengumpulan data. Uji coba dilakukan kepada perawat di RS
Swasta X yang berjumlah 20 orang yang bukan merupakan bagian dari sampel
penelitian ini dan tidak diuji secara statistik.
Uji coba kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui apakah isi pertanyaan
kuesioner tersebut telah sesuai dan dapat dimengerti oleh responden serta
mengetahui di mana tingkat kesulitan dari kuesioner tersebut.
1. Uji validitas
Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas suatu
intrumen dikatakan tinggi apabila besaran hasil ukur mencerminkan secara
tepat fakta atau keadaan yang ingin diukur. Untuk mengetahui sejauh mana
validitas kuesioner dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan
nilai r hitung. Berikut merupakan langkah-langkah dalam menentukan
validitas (Hastono, 2006):
a) Menentukan nilai r tabel
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
58
Universitas Indonesia
Nilai r tabel dilihat dengan tabel r dengan menggunakan df = n- 2.
b) Menentukan nilai r hasil perhitungan
Nilai r hasil dapat dilihat pada kolom “Corrected item-Total Correlation”
c) Keputusan
Masing-masing pertanyaan/variabel dibandingkan nilai r hasil dengan nilai
r tabel, ketentuan: bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid.
2. Uji reliabilitas
Setelah semua pertanyaan valid semua, analisis dilanjutkan dengan uji
reliabilitas. Reliabilitas suatu pengukuran dengan memakai suatu instrument
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat
ukur yang sama. Indeks reliabilitas dinyatakan dalam bentuk koefisien
korelasi atau koefisien reliabilitas, yang dapat diartikan sebagai korelasi antara
dua set skor yang diperoleh dalam pengukuran pada subyek yang sama.
Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah menggunakan uji statistik Alpha
Cronbach, dengan rumus sebagai berikut (Ariyani, 2009) :
Keterangan :
r = koefisien reliabilitas
k = banyaknya faktor
sj2 = skor korelasi masing faktor
sx2 = skor total
Suatu variabel dikatakan reliabel jika mempunyai nilai Alpha Cronbach >
0,60.
Jika jawaban pertanyaan dalam kuesioner bersifat dikotomi (benar/salah),
maka menggunakan metode Kuder Richardson dengan rumus :
Keterangan :
n = jumlah butir soal/pernyatan yang ada
2
2
11 1 t
t
s
pqs
n
nr
21
1 xs
sj
k
kr
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
59
Universitas Indonesia
st2 = varians skor total
p = proporsi jawaban yang benar
q = proporsi jawaban yang salah
Berdasarkan hasil uji reliabilitas, dapat diketahui bahwa nilai Alpha Cronbach
pada semua variabel pertanyaan lebih besar dari 0,6 sehingga kuesioner
tersebut sudah reliabel dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
5.5 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan tujuan untuk menarik kesimpulan dengan langkah-langkah:
1. Mengkode data (coding) merupakan kegiatan klasifikasi data dan memberi
kode pada masing-masing data yang dikembangkan saat
mengembangkan kuesioner.
2. Menyunting data (editing) merupakan penyeleksian data yang salah atau
meragukan. Dilakukan dilapangan agar kesalahan dapat ditelusuri kembali
pada responden yang bersangkutan sebelum proses pemasukan data.
3. Membuat Struktur data adalah suatu cara untuk menetapkan nama, Skala,
jumlah digit dari data yang ada.
4. Entry data adalah memasukkan data kedalam program pengolahana data
secara komputerisasi dengan program SPSS for window.
5. Data cleaning adalah suatu cara untuk menjaga kualitas data dengan cara
pembersihan data dari kesalahan (human error) yang mungkin terjadi,
yakni dilakukan dengan metode pencarian missing data, variasi data dan
konsistensi data dengan analisa frekuensi sederhana dari masing-masing
variabel.
5.6. Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer. Untuk
data dengan metode kuantitatif menggunakan analisis univariat, bivariat, dan
multivariat:
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
60
Universitas Indonesia
a. Analisis univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel dengan
gambaran distribusi frekuensi. Variabel data katagorik disajikan dalam bentuk
proporsi masing-masing kategori. Analisa univariat ini untuk mengetahui
gambaran karakteristik perawat, pengetahuan perawat, motivasi perawat,
supervisi, pengaruh organisasi, dan perilaku perawat dalam penerapan IPSG.
b. Analisis bivariat
Metode bivariat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik yang
digunakan adalah chi square untuk variabel independen berbentuk data katagorik
dan dependennya katagorik. Sedangkan untuk variabel yang memiliki lebih dari 2
kategori, uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik sederhana, yaitu salah
satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisis hubungan
satu variabel independen dengan sebuah variabel dependen katagorik yang
bersifat dikotom/binary.
Analisis bivariat dengan menggunakan analisis tabulasi silang (crosstab)
yaitu menyajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom yang
datanya berskala nominal atau kategori. Dengan uji chi-square menguji adakah
asosiasi antar masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
penelitian, sehingga diketahui variabel independen mana yang secara bermakna
berhubungan dan layak untuk diuji secara bersama-sama (multivariat). Apabila
hasil chi-square nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan atau asosiasi
antara variabel bebas dan terikat. Selanjutnya variabel bebas yang mempunyai
hubungan bermakna dengan variabel terikat dimasukkan dalam analisis
multivariat (Hastono, 2006).
c. Analisis Multivariat
Analisa multivariat bertujuan untuk melihat atau mempelajari hubungan
antar beberapa variabel independent secara bersama-sama dengan variabel
dependent, yang mana untuk memperoleh jawaban faktor-faktor yang dominan.
Dari analisa diharapkan diperoleh informasi variabel penentu yang paling
berpengaruh atau paling berhubungan dengan variabel dependen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
61
Universitas Indonesia
Uji statistik yang digunakan yaitu regresi logistik berganda karena variabel
dependennya berbentuk variabel katagorik. Model yang digunakan dalam analisis
multivariat ini adalah model prediksi. Pemodelan dengan tujuan untuk
memperoleh model yang tediri dari beberapa variabel independen yang dianggap
terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen. Pada pemodelan ini
semua variabel dianggap penting sehingga dapat dilakukan estimasi beberapa
koefisien regresi logistik sekaligus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
62
Universitas Indonesia
BAB VI
HASIL PENELITIAN
6.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data
Berdasarkan proses pengambilan data yang dilakukan selama 1 minggu
pada awal bulan November 2011, total perawat yang dapat diambil sebagai
responden adalah sejumlah 73 orang perawat. Pertama - tama peneliti meminta
izin untuk melakukan penelitian kepada Manajer Keperawatan RS Swasta X.
Setelah mendapat izin dan manajer keperawatan telah melakukan sosialisasi
penelitian kepada supervisor masing – masing ward keperawatan, peneliti
melakukan uji coba kuesioner pada 20 orang perawat di RS Swasta X. Peneliti
mendatangi perawat yang akan menjadi responden untuk uji coba kuesioner dan
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta menyerahkan kuesioner untuk
diisi. Setelah seluruh kuesioner uji coba telah lengkap diisi, peneliti melakukan uji
validitas dan reliabilitas. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas telah yang
dilakukan, diperoleh bahwa pada kuesioner pengetahuan diperoleh 17 pertanyaan
yang valid dan reliabel serta 3 pertanyaan yang tidak valid dan reliabel, yaitu
nomor b1, b4, dan b5. Tiga pertanyaan tersebut dikeluarkan dalam analisis
selanjutnya.
Kuesioner tentang motivasi responden terhadap kinerja, khususnya
penerapan IPSG yang telah diuji validitas dan reliabilitas menghasilkan bahwa
dari 14 pertanyaan terdapat 2 pertanyaan yang tidak valid dan reliabel. Dua
pertanyaan yang tidak valid dan reliabel tersebut adalah pertanyaan nomor 1 dan
14. Dua pertanyaan tersebut dikeluarkan dalam analisis selanjutnya.
Kuesioner tentang supervisi terhadap kinerja perawat, khususnya
penerapan IPSG yang telah diuji validitas dan reliabilitas menghasilkan bahwa
dari 14 pertanyaan semuanya valid dan reliabel sehingga tidak ada pertanyaan
yang dikeluarkan.
Pada variabel pertanyaan pengaruh organisasi, berdasarkan hasil uji
validitas dan reliabilitas dari 8 pertanyaan terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid
dan reliabel, yaitu pertanyaan nomor 5 sehingga dikeluarkan dalam analisis
selanjutnya. Sama halnya dengan variabel supervisi, pada pertanyaan tentang
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
63
Universitas Indonesia
perilaku penerapan IPSG dari 35 pertanyaan semuanya valid dan reliabel sehingga
tidak ada pertanyaan yang dibuang. Hal ini karena penyusunan pertanyaan
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam standar IPSG sehingga
pertanyaan terjamin tingkat validitas dan reliabilitasnya.
Setelah diketahui komponen kuesioner yang valid dan reliabel, maka
proses selanjutnya adalan peneliti melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner yang sudah valid dan reliabel.
Peneliti mendatangi masing - masing ward keperawatan yang sudah
ditentukan dan menemui supervisor masing - masing ward untuk menyebarkan
kuesioner, kemudian atas saran dari manajer keperawatan kuesioner dititipkan
kepada masing - masing supervisor atau perawat lain yang ditunjuk sebagai
penanggung jawab. Sebelum kuesioner dititipkan, peneliti menjelaskan maksud,
tujuan, dan cara mengisi kuesioner. Kuesioner dibagikan sesuai dengan jumlah
proporsi yang telah ditentukan berdasarkan perhitungan. Kuesioner setelah diisi
dikumpulkan kepada supervisor/perawat lain yang ditunjuk sebagai penanggung
jawab pengumpulan kemudian diserahkan kepada peneliti. Pengambilan kuesioner
yang telah terisi dilakukan pada beberapa hari berikutnya, karena masing –
masing perawat memiliki jadwal dan kesibukan yang berbeda – beda. Peneliti
memeriksa kelengkapan terhadap jawaban kuesioner di hadapan masing – masing
supervisor/perawat penanggung jawab.
Setelah seluruh kuesioner terkumpul maka dilakukan pengolahan data.
Hasilnya akan dijabarkan pada uraian berikut. Uraian berupa hasil yang dituliskan
di bawah ini memuat hasil yang terkait dengan tujuan penelitian.
6.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi atau
proporsi dari seluruh variabel independen dan variabel dependen yang diteliti.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel individu yang terdiri
dari karakteristik responden, variabel organisasi yang terdiri dari supervisi dan
pengaruh organisasi, serta variabel psikologis yang terdiri dari pengetahuan dan
motivasi. Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
64
Universitas Indonesia
penerapan IPSG yang meliputi tinggi rendahnya penerapan IPSG pada perawat di
instalasi rawat inap RS Swasta X.
6.2.1 Deskripsi Responden Menurut Variabel Individu
Variabel individu merupakan karakteristik yang melekat pada diri perawat yang
berjumlah 73 orang tersebut, secara terperinci variabel individu dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 6.1Distribusi Responden Menurut Variabel Individu
NoVariabel yang
ditelitiKategori Frekuensi
Persentase(%)
1 WardUmum 44 60,3
Pediatrik/Maternal 22 30,1Critical care 7 9,6
2 Usia< 30 tahun 39 53,4 > 30 tahun 30 46,6
3 Jenis kelamin Perempuan 73 100 Laki-laki 0 0
4 Status Pernikahan Menikah 43 58,9 Belum menikah 30 41,1
5 PendidikanD3 45 61,6 S1 19 26,0
Profesi 9 12,3
6 Lama kerja di unit saat ini
< 2 tahun 23 31.5
> 2 tahun 50 68.5
7 Lama kerja sejak lulus< 5 tahun 25 34.2 > 5 tahun 48 65.8
8Jam kerja dalam
seminggu20 – 39 jam 19 26,0 40 – 59 jam 54 74,0
9Jenjang
Junior/Madya 30 41,1 Senior 43 58,9
10Kecukupan gaji
Kurang 32 43,8 Cukup 41 56,2
11Pelatihan patient
safety<= 2 kali 13 17.8 > 2 kali 60 82.2
12Sosialisasi terkait
mutu RSTidak 13 17.8
Ya 60 82.2 Sumber : data primer diolah, 2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
65
Universitas Indonesia
Berikut penjelasan masing-masing variabel :
6.2.1.1 Ward
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan masing-
masing ward tempat mereka bekerja.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Hasil analisis didapatkan proporsi jumlah perawat berdasarkan masing-masing
ward. Dalam 73 perawat terdapat 44 orang perawat bekerja di ward dengan
pelayanan umum (60,3%), 22 perawat di pelayanan pediatric/maternal (30,1%),
dan 7 perawat di Critical care (9,6%). Berdasarkan proporsi tersebut, paling
banyak perawat berasal dari Ward dengan pelayanan umum dan paling sedikit dari
Ward Critical Care.
6.2.1.2 Usia
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan kelompok
umur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
66
Universitas Indonesia
Sumber : Data primer diolah, 2011
Dari total 73 orang perawat proporsi kelompok usia perawat cenderung merata.
Kelompok usia perawat lebih kecil atau sama dengan 30 tahun berjumlah 39
orang (53,4%). Hal tersebut menyatakan bahwa kelompok tersebut sedikit lebih
banyak dari kelompok usia lebih dari 30 tahun yang berjumlah 30 orang (46,6%).
6.2.1.3 Jenis kelamin
Hasil analisis didapatkan proporsi perawat berdasarkan jenis kelamin. Sebanyak
100% perawat di instalasi rawat inap yang menjadi responden berjenis kelamin
perempuan. Sedangkan di ward lain yang bukan merupakan populasi penelitian,
terdapat perawat dengan jenis kelamin laki-laki.
6.2.1.4 Status pernikahan
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan status
pernikahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
67
Universitas Indonesia
Sumber : Data primer diolah, 2011
Dari total 73 orang perawat proporsi status pernikahan cukup berbeda. Mayoritas
perawat memiliki status menikah dengan jumlah 43 orang (58,9%) dan 30 orang
perawat belum menikah (41,1%).
6.2.1.5 Pendidikan
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan tingkat
pendidikan.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Tingkat pendidikan ditentukan berdasarkan banyaknya tahun yang telah ditempuh
responden dalam menyelesaikan pendidikan terakhir yang diluluskannya. Tingkat
pendidikan perawat dari yang terbesar adalah tamat D3 sebanyak 45 orang
(61,6%), 19 perawat berpendidikan tamat S1 (26,0%), dan 9 orang perawat
berpendidikan tamat profesi (12,3%).
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
68
Universitas Indonesia
6.2.1.6 Lama kerja di unit keperawatan saat ini
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan lama kerja di
unit keperawatan saat ini.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Dari total 73 orang perawat proporsi kelompok lama kerja perawat di unit
keperawatan saat ini cukup berbeda. Kelompok lama kerja lebih kecil atau sama
dengan 2 tahun berjumlah 23 orang (31.5%). Mayoritas perawat berada pada
kelompok lama kerja lebih dari 2 tahun yang berjumlah 50 orang (68.5%).
6.2.1.7 Lama kerja sejak pertama kali lulus
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan lama kerja
sejak pertama kali lulus pendidikan.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Dari total 73 orang perawat proporsi kelompok lama kerja perawat sejak lulus
pendidikan cukup berbeda. Kelompok lama kerja lebih kecil atau sama dengan 5
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
69
Universitas Indonesia
tahun berjumlah 25 orang (34.2%). Mayoritas perawat berada pada kelompok
lama kerja lebih dari 5 tahun yang berjumlah 48 orang (65.8%).
6.2.1.8 Jam Kerja
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan jam kerja
perawat dalam seminggu.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Hasil analisis didapatkan proporsi jam kerja perawat dalam seminggu. Dalam 73
perawat terdapat 19 orang perawat memiliki jam kerja 20 – 39 jam (26%), dan 54
orang perawat memiliki jam kerja 40 – 59 jam (74%). Hal tersebut menunjukkan
bahwa sebagian besar perawat memiliki jam kerja lebih dari 40 jam.
6.2.1.9 Jenjang Jabatan
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan jenjang
jabatan perawat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
70
Universitas Indonesia
Sumber : Data primer diolah, 2011
Hasil analisis didapatkan proporsi jenjang jabatan perawat. Dalam 73 perawat
terdapat 30 orang perawat memiliki jenjang jabatan junior/madya (41,1%), dan 43
orang perawat memiliki jenjang jabatan senior (58,9%). Hal tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas perawat yang menjadi responden memiliki jenjang
jabatan senior.
6.2.1.10 Gaji
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan kecukupan
gaji perawat.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
71
Universitas Indonesia
Hasil analisis didapatkan proporsi kecukupan gaji perawat. Dari total 73 perawat,
terdapat 32 orang perawat mendapatkan gaji kurang (43,8%) dan 41 orang
mendapatkan gaji cukup (56,2%). Hal itu menunjukkan bahwa terdapat proporsi
yang cukup berbeda dalam kecukupan gaji perawat.
6.2.1.11 Pelatihan Patient Safety
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan frekuensi
pelatihan patient safety pada perawat.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Hasil analisis didapatkan proporsi pelatihan patient safety yang diikuti perawat.
Dari total 73 orang perawat sebagai responden, terdapat 13 orang yang mendapat
pelatihan patient safety kurang dari atau sama dengan 2 kali (17,8%), dan 60
perawat mengikuti pelatihan lebih dari 2 kali(82.2%). Hal itu menunjukkan bahwa
terdapat proporsi yang cukup berbeda dalam frekuensi pelatihan patient safety
yang diikuti oleh perawat.
6.2.1.12 Sosialisasi terkait mutu RS
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan sosialisasi
terkait mutu RS yang diikuti perawat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
72
Universitas Indonesia
Sumber : Data primer diolah, 2011
Hasil analisis didapatkan proporsi keikutsertaan perawat terhadap sosialisasi mutu
RS. Dari total 73 orang perawat sebagai responden, terdapat 13 orang yang tidak
mengikuti sosialisasi mutu RS (17,8%), dan 60 perawat mengikuti sosialisasi
mutu RS (82.2%). Hal itu menunjukkan bahwa terdapat proporsi yang cukup
berbeda dalam keikutsertaan perawat terhadap sosialisasi mutu RS.
6.2.2 Deskripsi Responden Menurut Variabel Organisasi
6.2.2.1 Supervisi
Gambaran supervisi pada perawat instalasi rawat inap RS Swasta X dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.2
Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Supervisi
No PernyataanJawaban (%)
TD KD SD SSD1 Supervisor mendengar dan mempertimbangkan
sungguh-sungguh masukan dari staf untuk meningkatkan keselamatan pasien.
0 16,4 74,0 9,6
2 Supervisor mau mendengarkan keluhan dan kesulitan stafnya.
0 20,5 72,6 6,8
3 Supervisor keperawatan benar-benar mengawasi satu per satu perawat yang bekerja, khususnya dalam penerapan IPSG.
6,8 38,4 54,8 0
4 Bila terjadi kesalahan dalam penerapan IPSG 0 11,0 73,6 16,4
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
73
Universitas Indonesia
akan ditindaklanjuti dan diberikan bimbingan, teguran serta diberikan umpan balik oleh supervisor.
5 Kegiatan monitoring yang dilakukan unit QMR (Quality Management Representative) RS pada unit keperawatan dilaksanakan secara rutin sesuai jadwal yang direncanakan.
1,4 21,9 61,6 15,1
6 Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi disosialisasikan ke semua ruang rawat inap.
0 23,2 50,7 26,0
7 Penghargaan diberikan oleh supervisor kepada perawat yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik, khususnya dalam penerapan IPSG.
37,0 28,8 26,0 8,2
8 Adanya pertemuan rutin oleh tim supervisor keperawatan yang membahas kasus-kasus keperawatan, khususnya dalam penerapan IPSG.
9,6 13,7 58,9 17,8
9 Setiap pemecahan masalah berdasarkan kasus yang terjadi selalu dilaksanakan sehingga kasus tidak terulang kembali.
1,4 20,5 57,5 20,5
Tabel 6.2 di atas menunjukkan pengukuran persentase variabel supervisi
pada perawat yang berjumlah 9 pertanyaan, jawaban sangat sering dilakukan pada
nomor 6 tertinggi (26%) menjawab tentang hasil kegiatan monitoring dan evaluasi
disosialisasikan ke semua ruang rawat inap. Sedangkan jumlah jawaban supervisi
terendah (0%) pada jawaban sangat sering dilakukan adalah pada nomor 3 tentang
supervisor keperawatan benar-benar mengawasi satu per satu perawat yang
bekerja, khususnya dalam penerapan IPSG.
Nilai supervisi pada perawat berkisar antara 15 – 34. Tingkat supervisi
pada perawat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tinggi dan rendah.
Distribusi tingkat supervisi pada perawat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.3
Proporsi Tingkat Supervisi pada Perawatdi Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Supervisi Jumlah PersentaseRendah (≤ mean) 39 53,4Tinggi (> mean) 34 46,6
TOTAL 73 100,0
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
74
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 6.3 terlihat bahwa terdapat proporsi yang cenderung
merata dalam tingkat supervisi pada perawat. Sebagian besar perawat
mendapatkan supervisi yang rendah sebanyak 39 orang (53,4%), dibandingkan
perawat yang mendapat supervisi tinggi sebanyak 34 orang (46,6%).
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan
tingkat supervisi pada perawat.
Sumber : Data primer diolah, 2011
6.2.2.2 Pengaruh Organisasi
Gambaran pengaruh organisasi pada perawat di instalasi rawat inap RS
Swasta X dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.4
Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengaruh Organisasi
No PernyataanJawaban (%)
STS TS R S SS1 Manajemen RS baru peduli terhadap
keselamatan pasien jika terjadi KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
12,3 28,8 8,2 31,5 19,2
2 Struktur organisasi menyebabkan birokrasi yang berbelit.
8,2 45,2 13,7 27,4 5,5
3 Saya seringkali merasa tidak nyaman bila harus bekerja sama dengan staf unit lain di RS ini.
12,3 60,3 19,2 8,2 0
4 Masalah sering terjadi saat pemindahan 1,4 61,6 21,9 13,7 1,4
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
75
Universitas Indonesia
pasien dari unit satu ke unit lain.5 Kebijakan RS mendukung saya
melaksanakan pekerjaan secara optimal.1,4 1,4 17,8 65,8 13,7
6 Ada batasan wewenang dan uraian tugas yang jelas sesuai dengan struktur organisasi.
0 4,1 17,8 68,5 9,6
7 Unit-unit di RS bekerja sama dengan baik untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien.
0 1,4 9,6 68,5 20,5
Berdasarkan tabel 6.4 dapat dilihat bahwa dari 7 pertanyaan tentang
pengaruh organisasi, sebagian besar responden menjawab sangat setuju pada
pernyataan nomor 7 (20,5%) mengenai unit-unit di RS bekerja sama dengan baik
untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien. Sedangkan jawaban
pengaruh organisasi bersifat negatif yang memiliki proporsi terendah adalah
pertanyaan nomor 3 mengenai perawat yang seringkali merasa tidak nyaman bila
harus bekerja sama dengan staf unit lain di RS tersebut. Hal itu menandakan
bahwa sebagian besar perawat merasa nyaman bekerja sama dengan staf unit lain.
Skor pengaruh organisasi pada perawat berkisar antara 19 - 32. Tingkat
pengaruh organisasi pada perawat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tinggi
dan rendah. Distribusi tingkat pengaruh organisasi pada perawat dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 6.5
Proporsi Tingkat Pengaruh Organisasi pada Perawatdi Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Berdasarkan tabel 6.5 terlihat bahwa terdapat proporsi yang cukup berbeda
dalam tingkat pengaruh organisasi pada perawat. Sebagian besar perawat
mendapatkan pengaruh organisasi yang tinggi sebanyak 42 orang (57,5%),
dibandingkan perawat yang mendapat pengaruh organisasi rendah sebanyak 31
orang (42,5%).
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan
tingkat pengaruh organisasi pada perawat.
Pengaruh Organisasi Jumlah PersentaseRendah (≤ mean) 31 42,5Tinggi (> mean) 42 57,5
TOTAL 73 100,0
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
76
Universitas Indonesia
Sumber : Data primer diolah, 2011
6.2.3 Deskripsi Responden Menurut Variabel Psikologis
6.2.3.1 Pengetahuan
Gambaran pengetahuan pada perawat instalasi rawat inap RS Swasta X
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.6
Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan
No PernyataanJawaban
Salah Benar1 Waktu identifikasi pasien dilakukan. 46,6 53,42 Yang perlu dilakukan saat menerima instruksi
hasil tes penunjang klinis90,4 9,6
3 Prinsip pemberian obat kepada pasien 35,6 64,44 Yang tidak perlu di-check saat sebelum
pemberian tranfusi darah68,5 31,5
5 Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Yang termasuk dalam sistem tersebut.
72,6 27,4
6 Waktu pelaksanaan cuci tangan. 5,5 94,57 Waktu pengkajian resiko pasien jatuh dengan
form.8,2 91,8
8 Waktu pengkajian ulang risiko jatuh 0 100
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
77
Universitas Indonesia
dilakukan bila tidak ada perubahan pada perawatan pasien.
9 Yang tidak dilakukan terhadap pasien dengan risiko jatuh level 2.
91,8 8,2
10 Nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis dan nomor ruangan dapat dipakai untuk identifikasi pasien.
97,3 2,7
11 Menginformasikan kondisi pasien serta program yang telah dan akan dilakukan dari satu shift ke shift berikutnya tidak perlu dilakukan.
1,4 98,6
12 Mengulang kembali instruksi tersebut sudah cukup menjamin bahwa instruksi sudah benar-benar jelas dimengerti.
65,8 34,2
13 Antikoagulan intravena (heparin) merupakan salah satu obat beresiko tinggi yang disimpan terpisah dan diberi label berwarna merah.
6,8 93,2
14 Konsentrat elektrolit yang disimpan di unit perawatan pasien dengan jelas diberi label dan diletakkan di dekat pasien agar mudah dijangkau.
26,0 74,0
15 Pemberian obat yang berisiko tinggi seharusnya dilakukan dengan infusion / syringe pump.
1,4 98,6
16 Penggunaan sarung tangan menyebabkan tidak adanya keharusan perawat untuk mencuci tangan terlebih dahulu.
1,4 98,6
17 Pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien yang pindah dari unit satu ke unit lainnya wajib dilakukan.
0 100
Berdasarkan tabel 6.6 dapat dilihat bahwa dari 17 pertanyaan tentang
pengetahuan, seluruh responden menjawab benar pada pernyataan nomor 8
tentang waktu pengkajian ulang risiko jatuh dilakukan bila tidak ada perubahan
pada perawatan pasien dan nomor 17 tentang pengkajian ulang risiko jatuh pada
pasien yang pindah dari unit satu ke unit lainnya wajib dilakukan. Pada
pertanyaan nomor 10 mengenai nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis
dan nomor ruangan dapat dipakai untuk identifikasi pasien, hampir seluruh
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
78
Universitas Indonesia
perawat menjawab salah. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak perawat yang
kurang memahami tentang identifikasi pasien.
Nilai pengetahuan pada perawat berkisar antara 8 - 15. Tingkat
pengetahuan pada perawat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tinggi dan
rendah. Distribusi tingkat pengetahuan pada perawat dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6.7
Proporsi Tingkat Pengetahuan pada Perawatdi Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Berdasarkan tabel 6.7 terlihat bahwa terdapat proporsi yang cenderung
merata dalam tingkat pengetahuan perawat. Sebagian besar perawat memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi sebanyak 40 orang (54,8%), dibandingkan
perawat yang memiliki tingkat pengetahuan rendah sebanyak 33 orang (45,2%).
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan
tingkat pengetahuan pada perawat.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Pengetahuan Jumlah PersentaseRendah (≤ mean) 33 45,2Tinggi (> mean) 40 54,8
TOTAL 73 100,0
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
79
Universitas Indonesia
6.2.3.2 Motivasi
Gambaran motivasi pada perawat di instalasi rawat inap RS Swasta X
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.8
Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Motivasi
No PernyataanJawaban (%)
STS TS R S SS
1Saya akan mendukung penerapan IPSG agar masyarakat lebih percaya dengan Rumah Sakit tempat saya bekerja.
1,4 0 9,6 38,4 50,7
2Saya menerapkan IPSG karena sebelumnya banyak kasus patient safety yang menyebabkan adanya komplain dari pasien.
0 26,0 9,6 50,7 13,7
3Saya mendukung penerapan IPSG karena mempengaruhi kesejahteraan saya.
6,8 16,4 15,1 49,3 12,3
4
Kondisi dan keadaan pasien tertentu menyebabkan saya tidak melakukan identifikasi pasien yang seharusnya dilakukan.
41,4 41,4 4,1 12,3 1,4
5
Kegiatan read back dalam menerima instruksi wajib dilakukan hanya pada instruksi yang sifatnya penting dan mendesak.
42,5 43,8 2,7 9,6 1,4
6Saya mendukung penerapan IPSG karena perawat yang lain juga mendukung IPSG.
13,7 34,2 12,3 37,0 2,7
7
Saya tidak perlu benar-benar memperhatikan ketentuan IPSG karena saya sudah mempunyai banyak pengalaman dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan, sehingga tindakan saya pasti aman.
39,7 52,1 1,4 6,8 0
8Saya tidak terdorong menerapkan IPSGkarena tidak mempengaruhi perubahan pada jenjang karir saya sebagai perawat saat ini.
27,4 61,6 4,1 5,5 1,4
9Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung penerapan IPSG membuat saya semakin giat dalam melaksanakannya.
0 4,1 12,3 68,5 15,1
10Adanya pengawasan dari atasan menyebabkan saya semakin giat dalam menerapkan IPSG.
5,5 30,1 17,8 41,1 5,5
11 Penerapan IPSG saat pemberian asuhan 0 2,7 1,4 65,8 30,1
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
80
Universitas Indonesia
keperawatan menghindarkan saya dari tuntutan terhadap resiko kerugian yang menimpa pasien.
12Dengan atau tanpa dukungan, saya tetap menerapkan IPSG dalam pekerjaan sehari-hari saya.
0 4,1 4,1 61,6 30,1
Berdasarkan tabel 6.8 dapat dilihat bahwa dari 12 pertanyaan tentang
motivasi perawat, sebagian besar responden menjawab sangat setuju pada
pernyataan nomor 1 tentang dukungan penerapan IPSG agar masyarakat lebih
percaya dengan Rumah Sakit tempatnya bekerja. Sedangkan jawaban motivasi
bersifat negatif yang memiliki proporsi terendah adalah pertanyaan nomor 7
mengenai perawat yang tidak perlu benar-benar memperhatikan ketentuan IPSG
karena sudah mempunyai banyak pengalaman dalam pemberian pelayanan asuhan
keperawatan, sehingga tindakannya pasti aman. Hal itu menandakan bahwa
perawat yang sudah berpengalaman tetap berusaha menerapkan IPSG secara
maksimal.
Skor motivasi pada perawat berkisar antara 25 - 55. Tingkat motivasi pada
perawat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tinggi dan rendah. Distribusi
tingkat motivasi pada perawat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.9
Proporsi Tingkat Motivasi pada Perawatdi Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Berdasarkan tabel 6.9 terlihat bahwa terdapat proporsi yang cenderung
merata dalam tingkat motivasi perawat. Perbedaan motivasi perawat antara yang
tinggi dan rendah sangat berbeda tipis. Sebagian besar perawat memiliki tingkat
motivasi yang tinggi sebanyak 37 orang (50,7%), dibandingkan perawat yang
memiliki tingkat motivasi rendah sebanyak 36 orang (49,3%).
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan
tingkat motivasi pada perawat.
Motivasi Jumlah PersentaseRendah (≤ mean) 36 49,3 %Tinggi (> mean) 37 50,7 %
TOTAL 73 100,0
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
81
Universitas Indonesia
Sumber : Data primer diolah, 2011
6.2.4 Deskripsi Responden Menurut Perilaku Penerapan IPSG
Gambaran perilaku penerapan IPSG pada perawat di instalasi rawat inap
RS Swasta X dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.10
Distribusi Jawaban Responden pada Perilaku Penerapan IPSG
Goal No Pernyataan
Jawaban (%) Nilai =(Rata-rata
skor/nilai max)*100
TD KD SD SSD
1
1Saya menggunakan minimal 2 cara identifikasi pada setiap pasien.
1,4 8,2 58,9 31,5
37,25/44 =84,65
2
Identifikasi pasien saya lakukan saat sebelum melakukan pemberian obat, darah, maupun produk dari darah lainnya.
0 1,4 50,7 47,9
3
Sebelum pemberian obat, saya sudah mengetahui jenis obat, khasiat, efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara pemberian obat.
0 2,7 61,6 35,6
4
Saya menjelaskan kepada pasien mengenai jenis obat, khasiat, efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara pemberian obat.
0 8,2 64,4 27,4
5Identifikasi pasien saya lakukan saat sebelum melakukan pengambilan darah
0 0 60,3 39,7
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
82
Universitas Indonesia
dan spesimen lain untuk uji klinis.
6Saat pemberian transfusi darah, saya melakukan double check dengan perawat lain.
0 0 43,8 56,2
7Sebelum dan sesudah transfusi darah, saya melakukan cek tanda vital pada pasien.
0 0 52,1 47,9
8
Setiap kondisi pasien baik sebelum maupun sesudah tindakan, saya dokumentasikan pada lembar grafik observasi dan catatan perkembangan terintegrasi.
0 0 49,3 50,7
9Saya memperkenalkan perawat pengganti kepada pasien pada saat operan tugas.
0 6,8 41,1 52,1
10Saya memberikan penjelasan tentang asuhan keperawatan kepada keluarga pasien.
0 9,6 65,8 24,7
11Saya tidak mempercayakan keluarga pasien untuk mengawasi kelancaran tetesan infus.
2,7 9,6 21,9 65,8
2
12Saya menulis instruksi yang saya terima secara verbal maupun telepon.
0 0 61,6 38,4
16,97/20 =84,86
13Saya membacakan kembali instruksi yang telah diterima dan ditulis tersebut.
0 0 52,1 47,9
14
Jika instruksi sudah saya bacakan kembali, saya memberi tanda “read back +” pada catatan perkembangan terintegrasi.
0 1,4 42,5 56,2
15Hasil read back tersebut ditandatangani oleh pemberi instruksi dalam waktu 1 x 24 jam setelah instruksi diberikan.
013,7
52,1 34,2
16
Jika menerima instruksi mengenai obat, saya menulisnya di kolom khusus untuk “instruksi obat via telepon” di halaman terakhir dari Daftar Obat.
0 4,1 56,2 39,7
317
Saya melakukan prosedur pemberian obat kepada pasien sesuai dengan SOP yang telah ditentukan rumah sakit.
0 1,4 43,8 54,817,05/20 =
85,2718
Saya melakukan verifikasi terhadap konsentrasi obat yang diberikan kepada
0 4,1 57,5 38,4
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
83
Universitas Indonesia
pasien.
19Kecepatan pemberian obat dengan resiko tinggi saya monitor dengan ketat.
0 0 49,3 50,7
20Penyimpanan obat yang berisiko tinggi dilakukan terpisah dan diberi label berwarna merah.
0 0 42,5 57,5
21
Konsentrat elektrolit yang disimpan di unit perawatan pasien dengan jelas diberi label dan disimpan dalam lemari terkunci.
6,8 9,6 50,7 32,9
5
22
Saya melaksanakan pedoman kebersihan tangan yang telah dipublikasikan dan diterima secara umum.
0 1,4 56,2 42,5
17,86/20 =89,32
23Sebelum dan sesudah menyentuh pasien, saya mencuci tangan.
0 1,4 41,1 57,5
24Sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik saya mencuci tangan. 0 0 38,4 61,6
25Sebelum dan sesudah terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien saya mencuci tangan.
0 0 34,2 65,8
26Setelah menyentuh daerah sekitar pasien saya mencuci tangan.
0 1,4 35,6 63
6
27Setiap pasien yang baru masuk rawat inap saya kaji dengan form pengkajian pasien resiko jatuh.
0 4,1 38,4 57,5
30,75/36 =85,43
28Pengkajian ulang saya lakukan setiap 3 hari sekali jika tidak ada perubahan pada pasien.
0 1,4 46,6 52,1
29Pengkajian ulang saya lakukan jika pasien mendapatkan medikasi baru yang dapat berisiko pasien jatuh.
0 4,1 50,7 45,2
30
Pengkajian ulang saya lakukan jika pasien pasca mendapat tindakan atau prosedur yang mengurangi mobilitas pasien.
0 4,1 60,3 35,6
31Pengkajian ulang saya lakukan jika tingkat kesadaran atau kondisi klinis pasien berubah.
0 1,4 61,6 37,0
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
84
Universitas Indonesia
32Pengkajian ulang saya lakukan jika ada pasien yang baru dipindahkan ke unit satu ke unit lainnya.
0 2,7 58,9 38,4
33
Tindakan terhadap pasien resiko jatuh dilakukan berdasarkan tingkat/level resiko jatuh hasil dari pengkajian pasien resiko jatuh tersebut.
0 1,4 56,2 42,5
34Saya melakukan observasi tiap 2-3 jam sekali pada pasien dengan resiko jatuh tinggi.
0 9,6 52,1 38,4
35
Sebelum meninggalkan pasien, saya memastikan lingkungan pasien aman (rem tempat tidur terkunci, pagar tempat tidur terpasang, lantai tidak basah, penerangan cukup).
0 0 42,5 57,5
Berdasarkan tabel 6.10 dapat dilihat bahwa dari pertanyaan tentang
perilaku penerapan IPSG, sebagian besar responden memiliki nilai penerapan
paling tinggi pada goal ke 5 tentang “Reduce the Risk of Health Care-Associated
Infections”, khususnya dalam hal kebersihan tangan dengan nilai 89,32 (range
nilai : 0 – 100). Sedangkan goal pada IPSG yang memiliki nilai paling rendah
dalam penerapan adalah goal 1 yaitu “Identify Patient Correctly” dengan nilai
84,65. Goal ke 4 tidak diterapkan oleh perawat di instalasi rawat inap sebab goal
yang berisi tentang “The organization develops an approach to Ensure Correct-
Site, Correct-Procedure, Correct-Patient Surgery” hanya dilakukan oleh perawat
di instalasi bedah / OT (Operating Theatre).
Nilai perilaku penerapan IPSG pada perawat berkisar antara 98 - 140.
Tingkat penerapan IPSG pada perawat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu
tinggi dan rendah. Distribusi tingkat perilaku penerapan IPSG pada perawat dapat
dilihat pada tabel berikut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
85
Universitas Indonesia
Tabel 6.11
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Perawatdi Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Berdasarkan tabel 6.11 terlihat bahwa terdapat proporsi yang cenderung
merata dalam tingkat penerapan IPSG pada perawat. Sebagian besar perawat
memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG yang tinggi sebanyak 40 orang
(54,8%), dibandingkan perawat yang memiliki tingkat penerapan rendah sebanyak
33 orang (45,2%).
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan
tingkat perilaku penerapan IPSG pada perawat.
Sumber : Data primer diolah, 2011
6.3 Analisis Bivariat
Variabel dependen dan independen dalam penelitian ini berbentuk data katagorik
sehingga analisis bivariat yang digunakan adalah analisis chi square dan regresi
logistik sederhana.
Perilaku penerapan IPSG
Jumlah Persentase
Rendah (≤ mean) 33 45,2 %Tinggi (> mean) 40 54,8 %
TOTAL 73 100,0
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
86
Universitas Indonesia
6.3.1 Hubungan Antara Variabel Individu dengan Perilaku Penerapan IPSG
6.3.1.1 Ward dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.12
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tiap Ward
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Ward
Perilaku penerapan IPSG
TotalP
valueOR
95% CI for OR
rendah tinggiLower Upper
n % n %
Umum 19 43.2 25 56.8 44 - 1 - -
Pediatrik/Maternal 12 54.5 10 45.5 22 0.38 0.63 0.23 1.77
Critical care 2 28.6 5 71.4 7 0.47 1.90 0.33 10.88
Total 33 40 73
Hasil analisis didapatkan proporsi tingkat perilaku penerapan IPSG pada
tiap ward berdasarkan pelayanan yang diberikan. Ward yang memiliki proporsi
pada penerapan IPSG yang cukup berbeda adalah Ward Critical Care. Pada
tingkat kepercayaan 95%, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat
perilaku penerapan IPSG dengan ward tempat perawat bekerja.
6.3.1.2 Usia dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.13
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Kelompok Usia Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
UsiaPerilaku penerapan IPSG
Total OR(95%CI)
p valueRendah TinggiN % N % N %
< 30 tahun 23 59.0 16 41.0 39 1003,5
(1,3 – 9,1)0.022> 30 tahun 10 29.4 24 70.6 34 100
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan kelompok usia perawat dengan tingkat penerapan
IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 23 (59%) perawat yang berusia di
bawah atau sama dengan 30 tahun memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
87
Universitas Indonesia
antara perawat dengan usia lebih dari 30 tahun, terdapat 10 (29,4%) perawat yang
memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, ada
perbedaan proporsi tingkat penerapan IPSG pada kelompok usia perawat. Hasil
analisis diperoleh nilai OR= 3,5, artinya perawat yang berusia lebih dari 30 tahun
memiliki peluang 3,5 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi
dibanding perawat yang berusia di bawah atau sama dengan 30 tahun.
6.3.1.3 Status pernikahan dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.14
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Status Pernikahan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Status menikahPerilaku penerapan IPSG
Total OR(95%CI)
p valueRendah TinggiN % N % N %
Belum menikah 20 66,7 10 33,3 30 1004,6
(1,7 – 12,5)0.005Menikah 13 30,2 30 69,8 43 100
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan status pernikahan dengan tingkat penerapan IPSG
diperoleh bahwa terdapat sebanyak 20 (66,7%) perawat yang belum menikah yang
memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara perawat yang sudah menikah,
terdapat 13 (30,2%) perawat yang memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Pada
tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat penerapan IPSG pada
status pernikahan perawat. Hasil analisis diperoleh nilai OR= 4,6, artinya perawat
yang sudah menikah memiliki peluang 4,6 kali untuk memiliki tingkat perilaku
penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang belum menikah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
88
Universitas Indonesia
6.3.1.4 Pendidikan dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.15
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tingkat Pendidikan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Pendidikan
Perilaku penerapan IPSG
TotalP
valueOR
95% CI for OR
rendah tinggiLower Upper
n % n %
D3 22 48,9 23 51,1 46 - 1 - -
S1 7 36,8 12 63,2 19 0.378 1.64 0.55 4.92
Profesi 4 44,4 5 55,6 9 0.808 1.19 0.28 5.04
Total 73
Hasil analisis didapatkan proporsi tingkat perilaku penerapan IPSG pada
tingkat pendidikan perawat. Proporsi penerapan IPSG memiliki perbedaan cukup
besar pada pendidikan S1, sedangkan pada pendidikan D3 dan profesi proporsi
penerapan IPSG cenderung merata. Pada tingkat kepercayaan 95%, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat perilaku penerapan IPSG pada perawat
dengan pendidikan.
6.3.1.5 Lama kerja di unit saat ini dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.16
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Lama Kerja Perawat di Unit Saat
Ini di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Lama kerja di unit saat ini
Perilaku penerapan IPSGTotal OR
(95%CI)p valueRendah Tinggi
N % N % N %< 2 tahun 15 65.2 8 34.8 23 100
3,3(1,2 – 9,4)
0.038> 2 tahun 18 36.0 32 64.0 50 100Jumlah 73
Hasil analisis hubungan lama kerja di unit saat ini dengan tingkat
penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 15 (65,2%) perawat yang
lama kerja di unit keperawatan saat ini kurang atau sama dengan 2 tahun yang
memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara perawat yang lama kerjanya
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
89
Universitas Indonesia
lebih dari 2 tahun, terdapat 18 (36,0%) perawat yang memiliki tingkat penerapan
IPSG rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat
penerapan IPSG dengan lama kerja perawat di unit saat ini. Hasil analisis
diperoleh nilai OR= 3,3, artinya perawat yang lama kerja di unitnya lebih dari 2
tahun memiliki peluang 3,3 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
tinggi dibanding perawat yang lama kerja di unit kurang atau sama dengan 2
tahun.
6.3.1.6 Lama kerja sejak lulus dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.17
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Lama Kerja Perawat Sejak Lulus
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Lama kerja sejak lulus
Perilaku penerapan IPSGTotal OR
(95%CI)p valueRendah Tinggi
N % N % N %< 5 tahun 16 64.0 9 36.0 25 100
3,2(1,2 – 8,8)
0.037> 5 tahun 17 35.4 31 64.6 48 100Jumlah 73
Hasil analisis hubungan kelompok lama kerja perawat sejak lulus dengan
tingkat penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 16 (64%) perawat
yang lama kerja sejak lulus kurang atau sama dengan 5 tahun yang memiliki
tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara perawat yang lama kerjanya lebih dari
5 tahun, terdapat 17 (35,4%) perawat yang memiliki tingkat penerapan IPSG
rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat
penerapan IPSG dengan lama kerja perawat sejak lulus. Hasil analisis diperoleh
nilai OR= 3,2, artinya perawat yang memiliki lama kerja sejak lulus lebih dari 5
tahun memiliki peluang 3,2 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
tinggi dibanding perawat yang memiliki lama kerja kurang atau sama dengan 5
tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
90
Universitas Indonesia
6.3.1.7 Jam kerja di RS dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.18
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Jam Kerja Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Jam kerja (dalam
seminggu)
Perilaku penerapan IPSGTotal OR
(95%CI)p valueRendah Tinggi
N % N % N %< 40 jam 7 36.8 12 63.2 19 100
0.63(0.21 – 1.84)
0.559> 40 jam 26 48.1 28 51.9 54 100Jumlah 73
Hasil analisis hubungan jam kerja perawat dalam seminggu dengan tingkat
penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 7 (36,8%) perawat yang jam
kerjanya kurang dari 40 jam dalam seminggu yang memiliki tingkat penerapan
IPSG rendah. Di antara perawat yang jam kerjanya lebih dari atau sama dengan
40 jam, terdapat 26 (48,1%) perawat yang memiliki tingkat penerapan IPSG
rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, tidak ada perbedaan proporsi tingkat
penerapan IPSG dengan jam kerja perawat dalam seminggu.
6.3.1.8 Jenjang jabatan dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.19
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Jenjang Jabatan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Jenjang JabatanPerilaku penerapan IPSG
Total OR(95%CI)
p valueRendah TinggiN % N % N %
Junior/Madya 19 63,3 11 36,7 30 1003,6
(1,3 – 9,5)0.018Senior 14 32,6 29 67,4 43 100
Jumlah 73
Hasil analisis didapatkan proporsi tingkat perilaku penerapan IPSG pada
jenjang jabatan perawat. Proporsi penerapan IPSG memiliki perbedaan cukup
besar. Pada tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat penerapan
IPSG dengan jenjang jabatan perawat. Hasil analisis diperoleh nilai OR= 3,6,
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
91
Universitas Indonesia
artinya perawat dengan jenjang jabatan senior memiliki peluang 3,6 kali untuk
memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat junior/madya.
6.3.1.9 Gaji dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.20
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Kecukupan Gaji Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Kecukupan gaji
Perilaku penerapan IPSGTotal OR
(95%CI)p valueRendah Tinggi
N % N % N %Kurang 16 50.0 16 50.0 32 100
1.41(0.56 – 3.58)
0.624Cukup 17 41.5 24 58.5 41 100Jumlah 73
Hasil analisis hubungan kecukupan gaji perawat dengan tingkat penerapan
IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 16 (50%) perawat yang mendapat gaji
kurang memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara perawat yang
mendapat gaji cukup, terdapat 17 (41,5%) perawat yang memiliki tingkat
penerapan IPSG rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, tidak ada perbedaan
proporsi tingkat penerapan IPSG pada kecukupan gaji perawat.
6.3.1.10 Frekuensi pelatihan patient safety dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.21
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Frekuensi Pelatihan Patient
Safety di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Frekuensi pelatihan
Perilaku penerapan IPSGTotal OR
(95%CI)p valueRendah Tinggi
N % N % N %< 2 pelatihan 10 76,9 3 23,1 13 100
5,4(1,3 –21,5)
0.026> 2 pelatihan 23 38,3 37 61,7 43 100Jumlah 73
Hasil analisis hubungan status pernikahan dengan tingkat penerapan IPSG
diperoleh bahwa terdapat sebanyak 10 (76,9%) perawat yang mendapat pelatihan
kurang dari 3 kali yang memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Pada tingkat
kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat penerapan IPSG pada
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
92
Universitas Indonesia
frekuensi pelatihan. Hasil analisis diperoleh nilai OR= 5,4, artinya perawat yang
sudah mendapat pelatihan lebih dari atau sama dengan 3 kali memiliki peluang 5,4
kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat
yang sudah mendapat pelatihan kurang dari 3 kali.
6.3.1.11 Sosialisasi mutu RS dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.22
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Sosialisasi Terkait Mutu RS
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Ikut Serta dalam
Sosialisasi
Perilaku penerapan IPSGTotal OR
(95%CI)p valueRendah Tinggi
N % N % N %Tidak 10 76.9 3 23.1 13 100
5.4(1.3 – 21.5)
0.026Ya 23 38.3 37 61.7 60 100Jumlah 73
Sosialisasi terkait mutu RS yang dimaksud di sini adalah sosialisasi
terhadap pelaksanaan kegiatan akreditasi dan audit mutu internal maupun
eksternal rumah sakit. Hasil analisis hubungan sosialisasi terkait mutu RS dengan
tingkat penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 10 (76.9%) perawat
yang tidak ikut serta dalam sosialisasi terkait mutu RS memiliki tingkat penerapan
IPSG rendah. Di antara perawat yang ikut serta dalam sosialisasi, terdapat 23
(38.3%) perawat yang memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Pada tingkat
kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat penerapan IPSG pada
keikutsertaan perawat dalam sosialisasi terkait mutu RS. Hasil analisis diperoleh
nilai OR= 5,4, artinya perawat yang mengikuti sosialisasi terkait mutu RS
memiliki peluang 5,4 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi
dibanding perawat yang tidak mengikuti sosialisasi tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
93
Universitas Indonesia
6.3.2 Hubungan Antara Variabel Psikologis dengan Perilaku Penerapan IPSG
6.3.2.1 Pengetahuan
Tabel 6.23
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tingkat Pengetahuan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
PengetahuanPerilaku penerapan IPSG
Total OR(95%CI)
p valueRendah TinggiN % N % N %
Rendah 20 60.6 13 39.4 33 1003.2
(1.2 – 8.3)0.030Tinggi 13 32.5 27 67.5 40 100
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tingkat
penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 20 (60,6%) perawat yang
berpengetahuan rendah memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara
perawat yang berpengetahuan tinggi, terdapat 13 (32,5%) perawat yang memiliki
tingkat penerapan IPSG rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan
proporsi tingkat penerapan IPSG pada tingkat pengetahuan perawat.
6.3.2.2 Motivasi
Tabel 6.24
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tingkat Motivasi Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
MotivasiPerilaku penerapan IPSG
Total OR(95%CI)
p valueRendah TinggiN % N % N %
Rendah 17 47.2 19 52.8 36 1001.2
(0.5 – 3)0.915Tinggi 16 43.2 21 56.8 37 100
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan tingkat motivasi perawat dengan tingkat
penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 17 (47,2%) perawat yang
bermotivasi rendah memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara perawat
yang bermotivasi tinggi, terdapat 16 (43,2%) perawat yang memiliki tingkat
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
94
Universitas Indonesia
penerapan IPSG rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, tidak ada perbedaan
proporsi tingkat penerapan IPSG pada tingkat motivasi perawat.
6.3.3 Hubungan Antara Variabel Organisasi dengan Perilaku Penerapan IPSG
6.3.3.1 Supervisi
Tabel 6.25
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Berdasarkan Tingkat Supervisi Pada
Perawat di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
SupervisiPerilaku penerapan IPSG
Total OR(95%CI)
p valueRendah TinggiN % N % N %
Rendah 18 46.2 21 53.8 39 1001.1
(0.4 – 2.7)1.000Tinggi 15 44.1 19 55.9 34 100
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan tingkat supervisi pada perawat dengan tingkat
penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 18 (46,2%) perawat yang
mendapat supervisi rendah memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara
perawat yang mendapat supervisi tinggi, terdapat 15 (44,1%) perawat yang
memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, tidak
ada perbedaan proporsi tingkat penerapan IPSG pada tingkat supervisi perawat.
6.3.3.2 Pengaruh Organisasi
Tabel 6.26
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Berdasarkan Pengaruh Organisasi
Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Pengaruh organisasi
Perilaku penerapan IPSGTotal OR
(95%CI)p valueRendah Tinggi
N % N % N %Rendah 19 61.3 12 38.7 31 100
3.2(1.2 – 8.3)
0.033Tinggi 14 33.3 28 66.7 42 100Jumlah 73
Hasil analisis hubungan tingkat pengaruh organisasi pada perawat dengan
tingkat penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 19 (61,3%) perawat
yang mendapat pengaruh organisasi rendah memiliki tingkat penerapan IPSG
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
95
Universitas Indonesia
rendah. Di antara perawat yang mendapat pengaruh organisasi tinggi, terdapat 14
(33,3%) perawat yang memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Pada tingkat
kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat penerapan IPSG pada tingkat
pengaruh organisasi pada perawat.
6.4 Analisis Multivariat
Seleksi bivariat pada masing-masing variabel independen dengan variabel
dependen dilakukan sebelum melakukan analisis multivariat. Variabel independen
yang memiliki nilai p > 0,25 dapat masuk ke dalam pemodelan multivariat.
Berdasarkan analisis bivariat yang telah dilakukan dengan Omnibus Tests of
Model Coefficients, didapatkan nilai p pada masing-masing variabel yang
dijabarkan pada tabel 6.27 berikut ini.
Tabel 6.27 Seleksi Bivariat
Variabel Independen P value Model Multivariat
1. Ward 0.436 Tidak masuk model
2. Usia 0.011 Masuk model
3. Status pernikahan 0.002 Masuk model
4. Pendidikan 0.673 Tidak masuk model
5. Lama kerja di unit 0.019 Masuk model
6. Lama kerja sejak lulus 0.019 Masuk model
7. Jam kerja 0.392 Tidak masuk model
8. Jenjang jabatan 0.018 Masuk model
9. Kecukupan gaji 0.467 Tidak masuk model
10. Pelatihan 0,010 Masuk model
11. Sosialisasi 0.010 Masuk model
12. Pengetahuan 0.016 Masuk model
13. Motivasi 0.733 Tidak masuk model
14. Supervisi 0.862 Tidak masuk model
15. Pengaruh organisasi 0.017 Masuk model
Variabel yang memiliki p value > 0,25 tidak dimasukkan ke dalam
pemodelan multivariat. Dalam pemodelan multivariat, variabel yang memiliki
nilai p > 0,05 akan dilakukan pengeluaran dari model multivariat secara satu per
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
96
Universitas Indonesia
satu dengan mendahulukan variabel yang memiliki nilai p paling besar. Apabila
pengeluaran variabel tersebut menyebabkan perubahan OR yang besar (> 10%)
maka variabel tersebut tidak jadi dikeluarkan dan dimasukkan kembali ke dalam
model karena dianggap sebagai variabel confounding. Perubahan nilai OR dilihat
dari nilai koefisien B. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga seluruh
variabel yang memiliki nilai p > 0,05 dicoba dikeluarkan dari model.
Setelah dilakukan uji confounding, selanjutnya adalah uji interaksi dengan
memperkirakan variabel independen mana saja yang mungkin akan berinteraksi
satu sama lain. Jika variabel interaksi tersebut memiliki nilai p < 0,05 maka
interaksi terhadap ke dua variabel tersebut dimasukkan ke dalam model.
Pemodelan multivariat menghasilkan bahwa variabel pengetahuan perawat
berhubungan dengan perilaku penerapan IPSG dengan variabel yang menjadi
faktor confounding yaitu umur, status pernikahan, lama kerja di unit, pelatihan
patient safety, dan pengaruh organisasi. Berdasarkan hasil uji interaksi, tidak ada
variabel independen yang memiliki hubungan interaksi satu sama lain.
Tabel 6.28
Model Terakhir Prediksi Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
Variabel B Sig OROR 95% CI
Lower Upper
Pengetahuan 2.011 0.006 7.469 1.793 31.114
Umur 0.995 0.225 2.705 0.542 13.499
Status pernikahan 1.206 0.091 3.341 0.825 13.529
Pelatihan 0.967 0.226 2.629 0.550 12.554
Pengaruh organisasi 0.949 0.113 2.584 0.799 8.353
Constant -4.590
Logit (Penerapan IPSG tinggi) = -4.590 + 0.995*umur + 1.206*nikah +
0.967*pelatihan + 2.011*pengetahuan + 0.949*pengaruh organisasi
Penelitian ini bersifat cross sectional sehingga model regresi logistik tidak
dapat digunakan, interpretasi yang dapat dilakukan hanya menjelaskan nilai OR
(Exp B) pada masing-masing variabel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
97
Universitas Indonesia
Dari analisis multivariat ternyata variabel yang berhubungan bermakna
dengan perilaku penerapan IPSG adalah variabel pengetahuan dengan nilai OR
terbesar dibanding variabel lainnya sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
pengetahuan memiliki pengaruh paling besar terhadap penerapan IPSG dibanding
variabel lainnya. Sedangkan variabel umur, status pernikahan, pelatihan, dan
pengaruh organisasi adalah variabel konfounding.
Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel pengetahuan
adalah 7,469, artinya perawat yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi
berpeluang 7,469 kali memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding
perawat yang memiliki tingkat pengetahuan rendah setelah dikontrol oleh variabel
umur, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi. Hal ini berarti
variabel pengetahuan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap penerapan
IPSG.
Hasil analisis didapatkan OR dari variabel umur adalah 2.705 artinya
perawat yang berumur lebih dari 30 tahun berpeluang 2.705 kali memiliki tingkat
perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang berumur kurang dari atau
sama dengan 30 tahun setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, status
pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi.
OR dari variabel status pernikahan adalah 3.341 artinya perawat yang
sudah menikah berpeluang 3.341 kali memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
tinggi dibanding perawat yang belum menikah setelah dikontrol oleh variabel
pengetahuan, umur, pelatihan, dan pengaruh organisasi.
OR dari variabel pelatihan adalah 2.629 artinya perawat yang ikut serta
dalam pelatihan patient safety berpeluang 2.629 kali memiliki tingkat perilaku
penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang tidak ikut serta dalam pelatihan
setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, umur, status pernikahan, dan
pengaruh organisasi.
OR dari variabel pengaruh organisasi adalah 2.584 artinya perawat yang
mendapat pengaruh organisasi tinggi berpeluang 2.584 kali memiliki tingkat
perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang mendapat pengaruh
organisasi rendah setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, umur, status
pernikahan, dan pelatihan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
98
Universitas Indonesia
BAB VII
PEMBAHASAN
7.1 Keterbatasan Penelitian
7.1.1 Kualitas Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui kuesioner
yang diisi secara subyektif oleh perawat sebagai responden sehingga kejujuran
dan keterbukaan responden sangat menentukan kebenaran data yang diperoleh.
Selain itu, kejelasan dan ketelitian perawat dalam mengisi setiap butir
pertanyaan juga merupakan faktor penentu kebenaran data. Untuk mengatasi
hal tersebut, sebelum kuesioner langsung dibagikan kepada responden, terlebih
dahulu dilakukan sosialisasi kuesioner terhadap supervisor masing-masing
ward keperawatan. Kuesioner diisi terlebih dahulu oleh supervisor atau perawat
lain yang kemudian akan menjadi penanggung jawab dalam pengisian dan
pengumpulan kuesioner di ward masing-masing. Selama masa pengisian
kuesioner, responden didampingi oleh supervisor atau perawat penanggung
jawab atau bahkan peneliti sendiri. Hal tersebut untuk menghindari kesalahan
dalam pengisian kuesioner oleh responden.
7.1.2 Generalisasi Hasil Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah rumah sakit yang memiliki karakteristik
berbeda dengan rumah sakit lainnya, khususnya ketercapaian akreditasi JCI
sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan pada rumah sakit lain
yang belum meraih akreditasi JCI.
7.1.3 Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional. Variabel independen dan dependen dalam penelitian cross sectional
diukur secara bersamaan sehingga jenis penelitian ini memiliki kelemahan
yaitu tidak dapat menggambarkan hubungan sebab akibat, tetapi hanya dapat
menggambarkan hubungan antar variabel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
99
Universitas Indonesia
7.1.4 Referensi
Penelitian yang mengkaji tentang penerapan standar JCI masih sangat
langka sehingga sangat sulit mendapatkan referensi pembanding. Untuk itu
peneliti mengerucutkan penelitian pada penerapan standar IPSG mengenai
patient safety di mana referensi terkait topik tersebut tidak terlalu sulit untuk
ditemukan meskipun jumlahnya pun masih tergolong sedikit. Oleh karena itu
dalam penelitian ini peneliti masih cukup kesulitan dalam melakukan
perbandingan secara empirik.
7.2 Pembahasan Hasil Penelitian
7.2.1 Gambaran Perilaku Penerapan IPSG
Berdasarkan hasil penelitian gambaran perilaku penerapan IPSG, perawat
yang memiliki tingkat perilaku penerapan yang tinggi sebesar 54,8% dan rendah
sebesar 45,2%. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat proporsi yang cenderung
merata dalam tingkat penerapan IPSG pada perawat. Padahal diharapkan bahwa
proporsi tersebut memiliki perbedaan yang sangat signifikan di mana proporsi
penerapan yang tinggi jauh lebih besar dibanding penerapan yang rendah dan
bahkan mencapai 100%. Faktanya, proporsi yang ada cenderung merata sehingga
dapat disimpulkan bahwa penerapan IPSG oleh perawat memiliki tingkat yang
cukup seimbang antara tinggi dan rendah.
Namun jika dibandingkan dengan penelitian lain di beberapa rumah sakit
yang belum meraih sertifikat akreditasi JCI, tingkat penerapan patient safety yang
tinggi masih sangat minim dibandingkan yang rendah. Hal tersebut terlihat dalam
penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2010) di salah satu rumah sakit swasta yang
menyatakan bahwa 75% perawat di rumah sakit tersebut memiliki sikap
penerapan patient safety yang rendah. Selain itu juga seperti yang dinyatakan
dalam penelitian Nurhasanah (2010) dengan hasil sebanyak 66,7% perawat yang
memiliki perilaku penerapan patient safety yang rendah. Jika dibandingkan
dengan penggunaan instrumen penelitian lain, penelitian ini menggunakan
instrumen pengukuran skor perilaku berdasarkan ketentuan standar JCI yang
sangat bermutu. Jadi, jika intrumen penelitian ini digunakan pada penelitian lain
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
100
Universitas Indonesia
yang tidak berdasarkan JCI maka rumah sakit lain tersebut akan mendapat hasil
jauh lebih rendah lagi.
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya. Karakteristik rumah sakit yang telah meraih
sertifikasi JCI tentu sangat berpengaruh terhadap perilaku sumber daya
manusianya, baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan. Pada akhirnya,
perilaku tersebut akan mempengaruhi outcome berupa pelayanan kesehatan yang
lebih bermutu. Akreditasi JCI yang telah diraih akan mendukung perilaku perawat
dalam menerapkan IPSG.
Berdasarkan pembagian masing-masing goal dari standar IPSG, perawat
memiliki perilaku penerapan paling tinggi pada goal ke-5 tentang “Reduce the
Risk of Health Care-Associated Infections”, khususnya dalam hal kebersihan
tangan dengan nilai 89,32 (range 0 – 100). Mencuci tangan merupakan aktifitas
yang paling mudah untuk dilaksanakan karena fasilitasnya sudah tersedia dan
mudah dijangkau di unit keperawatan sehingga memungkinkan seluruh perawat
untuk giat dalam hal mencuci tangan. Cara transmisi dari infeksi yang paling
sering adalah melalui tangan. Di RS Swasta X telah dilakukan upaya untuk
mengurangi risiko infeksi nosokomial. Para perawat melakukan prosedur cuci
tangan maupun memelihara kebersihan tangan dengan prosedur handsrub
menggunakan cairan Glykol (hanya butuh waktu 20 – 30 detik untuk
melakukannya). Faktor yang mungkin dapat mengakibatkan perawat tidak
mencuci tangan di antaranya adalah waktu yang terlalu padat dan rasa malas.
Penerapan IPSG tertinggi ke-2 adalah goal 6 “Reduce the Risk of Patient
Harm Resulting from Falls” yang berisi tentang pengkajian pasien resiko jatuh
dengan nilai 85,43 (range 0 – 100). Jatuh merupakan salah satu penyebab cedera
pasien di rumah sakit. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan adalah
pada pertanyaan “saya melakukan observasi tiap 2-3 jam sekali pada pasien
dengan resiko jatuh tinggi”. Hasil penelitian didapatkan bahwa 9,6% perawat
menjawab kadang dilakukan. Hal ini menandakan bahwa beberapa perawat
kadang tidak melakukan observasi setiap 2-3 jam sehingga membahayakan pasien
yang memiliki resiko jatuh tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
101
Universitas Indonesia
Selanjutnya, goal dengan penerapan tertinggi ke-3 adalah goal 3 “Improve
the Safety of High-Alert Medications” dengan nilai 85,27 (range 0 – 100). Goal
tersebut berisi tentang prosedur pemberian obat yang aman. Perawat memiliki
tugas dan tanggung jawab yang paling besar saat pemberian obat sebab memiliki
resiko yang sangat tinggi. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses
pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu
diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum. Jika obat yang
diberikan kepada pasien salah maka akan mengakibatkan efek yang sangat fatal,
misalnya over dosis, efek samping, komplikasi, dan bahkan kematian. Kesadaran
perawat akan hal tersebut menuntutnya untuk selalu berhati-hati dalam pemberian
dan penyimpanan obat. Penerapan goal yang cukup tinggi mengenai pemberian
obat tersebut membuktikan bahwa proses pemberian obat yang dilakukan oleh
perawat di RS Swasta X sudah memperhatikan prinsip 5 Benar dan 1
Dokumentasi (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu,
benar dokumentasi).
Goal ke-2 pada IPSG yaitu “Improve Effective Communication” memiliki
penerapan tertinggi ke-4 setelah goal 5, 6, dan 3 atau dengan kata lain memiliki
tingkat penerapan terendah ke-2 dengan nilai 84,86 (range 0 – 100). Pada
pertanyaan “hasil read back tersebut ditandatangani oleh pemberi instruksi dalam
waktu 1 x 24 jam setelah instruksi diberikan” memiliki proporsi terbesar untuk
jarang dilakukan yaitu 13,7%. Dalam hal ini banyak faktor yang mempengaruhi,
di antaranya adalah faktor dari pemberi instruksi yang sulit ditemui. Faktor
tersebut cukup sulit untuk diintervensi karena berasal dari faktor luar perawat.
Sebagian besar perawat sudah melakukan upaya komunikasi yang efektif terhadap
instruksi yang diterima secara lisan maupun melalui telepon.
Sedangkan goal pada IPSG yang memiliki proporsi paling rendah dalam
penerapannya oleh perawat adalah goal pertama yaitu “Identify Patient Correctly”
dengan nilai 84,65 (range 0 – 100). Identifikasi pasien adalah proses pencatatan
data pasien yang benar sehingga dapat menetapkan dan menyamakan data tersebut
dengan individu yang bersangkutan. Perawat di instalasi rawat inap sebagian besar
sudah memahami pentingnya identifikasi, di antaranya dilakukan dengan minimal
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
102
Universitas Indonesia
2 cara identifikasi, yaitu nama lengkap dan tanggal lahir pasien atau nomor rekam
medis. Perawat selalu melakukan identifikasi pasien terlebih dahulu untuk
memperoleh keyakinan bahwa pasien yang dihadapi adalah benar-benar pasien
yang akan memperoleh pelayanan sesuai dengan berkas rekam medis (status)
yang tersedia. Pada pertanyaan “saya tidak mempercayakan keluarga pasien untuk
mengawasi kelancaran tetesan infus” mengalami proporsi paling besar untuk tidak
dilakukan, yaitu sebesar 2,7%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perawat yang
masih mengandalkan laporan dari keluarga pasien untuk mengawasi kondisi
pasien, khususnya kelancaran tetesan infus. Situasi ini dapat membahayakan
pasien sebab terkadang ada keluarga pasien sebagai orang awam yang tidak
mengerti mengenai dunia keperawatan sehingga dibutuhkan monitoring terus
menerus oleh perawat untuk melakukan identifikasi pasien.
Goal ke 4 tidak diterapkan oleh perawat di instalasi rawat inap sebab goal
yang berisi tentang “The organization develops an approach to Ensure Correct-
Site, Correct-Procedure, Correct-Patient Surgery” hanya dilakukan oleh perawat
di instalasi bedah / OT (Operating Theatre).
7.2.2 Variabel yang Berhubungan dengan Perilaku Penerapan IPSG
7.2.2.1 Variabel Individu
a. Usia
Proporsi usia responden dalam penelitian ini cukup merata. Sebagian besar
perawat berusia < 30 tahun dengan jumlah 53,4% dan sisanya lebih dari 30 tahun.
Responden dengan rentang usia 21 – 43 tahun merupakan responden yang
digolongkan ke dalam usia produktif sehingga masih memiliki kemampuan untuk
bekerja secara optimal. Secara fisiologis, pertumbuhan dan perkembangan
seseorang dapat digambarkan dengan pertambahan umur. Dengan peningkatan
umur diharapkan terjadi pertumbuhan kemampuan motorik sesuai dengan tumbuh
kembangnya,yang identik dengan idealisme tinggi, semangat tinggi dan tenaga
yang prima.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
103
Universitas Indonesia
Usia yang semakin tinggi diharapkan memiliki perilaku penerapan IPSG
yang semakin tinggi pula karena telah memiliki pengetahuan yang luas,
pengalaman yang banyak, dan pemahaman yang tinggi akan pentingnya menjaga
mutu pelayanan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa usia mempengaruhi
perilaku penerapan IPSG. Artinya semakin besar usia perawat maka semakin
tinggi penerapan IPSG-nya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dewi (2010) tetapi tidak sejalan dengan penelitian Nurhasanah (2010) dan Utami
(2011). Hasil analisis didapatkan OR dari variabel umur adalah 2,7 artinya
perawat yang berumur lebih dari 30 tahun berpeluang 2,7 kali memiliki tingkat
perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang berumur kurang dari atau
sama dengan 30 tahun setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, status
pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi.
b. Status Pernikahan
Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki status sudah
menikah sebanyak 58,9%. Status pernikahan memiliki hubungan yang kuat
dengan usia responden. Semakin besar usia responden, semakin besar pula
peluangnya untuk memiliki status menikah. Dengan demikian diharapkan bahwa
perawat yang sudah menikah memiliki perilaku penerapan IPSG lebih tinggi
dibanding perawat yang belum menikah. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
status pernikahan mempengaruhi perilaku penerapan IPSG. Artinya bahwa
harapan yang telah disebutkan sebelumnya telah terbukti. Hasil analisis diperoleh
nilai OR dari variabel status pernikahan adalah 3,3 artinya perawat yang sudah
menikah berpeluang 3,3 kali memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi
dibanding perawat yang belum menikah setelah dikontrol oleh variabel
pengetahuan, umur, pelatihan, dan pengaruh organisasi. Status pernikahan
menimbulkan adanya rasa tanggung jawab yang besar terhadap kehidupan.
Tanggung jawab tersebut menuntut perawat untuk mengusahakan pekerjaan yang
terbaik bagi diri dan keluarganya sehingga akan melakukan tugas dan fungsinya
semaksimal mungkin, termasuk penerapan IPSG dalam pekerjaan sehari-harinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
104
Universitas Indonesia
c. Lama kerja di unit keperawatan saat ini
Perawat dengan masa kerja lebih lama cenderung memiliki pengalaman
kerja lebih banyak dibanding perawat yang baru bekerja, Lama kerja di unit
keperawatan saat ini menentukan banyaknya pengalaman perawat mengenai
patient safety yang telah atau hampir dialami. Pengalaman bekerja banyak
memberikan keahlian dan ketrampilan kerja. Hal tersebut menyebabkan perawat
dengan masa kerja lebih lama akan lebih memahami pentingnya penerapan IPSG
agar terhindar dari kejadian-kejadian tidak diharapkan yang dapat membahayakan
pasien.
Dalam penelitian ini diharapkan ada kecenderungan semakin lama perawat
yang bekerja di unit keperawatan saat ini, maka akan semakin tinggi penerapan
IPSG-nya. Sebagian besar perawat instalasi rawat inap memiliki lama kerja di unit
lebih dari 2 tahun sebanyak 68,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden sudah lama menjalankan profesinya sebagai perawat Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama kerja
perawat di unit saat ini dengan perilaku penerapan IPSG. Hasil analisis diperoleh
nilai OR= 3,3, artinya perawat yang lama kerja di unitnya lebih dari 2 tahun
memiliki peluang 3,3 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG lebih
tinggi dibanding perawat yang lama kerja di unit kurang atau sama dengan 2
tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2010).
Namun hasil akhir dalam pemodelan multivariat didapatkan bahwa lama
kerja sejak di unit keperawatan saat ini dengan perilaku penerapan IPSG tidak
memiliki hubungan yang signifikan jika dilakukan interaksi secara bersama-sama
dengan variabel pengetahuan, usia, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh
organisasi.
d. Lama kerja sejak lulus pendidikan
Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki lama kerja sejak
lulus pendidikan lebih dari 5 tahun sebanyak 65,8%. Lama bekerja ini dimulai
sejak perawat bekerja pertama kali baik di unit sebelum ia bekerja maupun di unit
tempat ia bekerja saat penelitian dilaksanakan. Sama halnya dengan lama kerja di
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
105
Universitas Indonesia
unit keperawatan saat ini, lama kerja sejak lulus pendidikan menentukan
banyaknya pengalaman perawat mengenai patient safety yang telah atau hampir
dialami. Dalam penelitian ini diharapkan ada kecenderungan semakin lama
perawat yang bekerja sejak lulus pendidikan, maka akan semakin tinggi penerapan
IPSG-nya. Hal tersebut juga dapat didukung oleh pengalaman perawat dalam
membandingkan kondisi tempat bekerjanya yang lama dengan tempat bekerja saat
ini. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
lama kerja perawat sejak lulus pendidikan dengan perilaku penerapan IPSG. Hasil
analisis diperoleh nilai OR= 3,2, artinya perawat yang lama kerja sejak lulus lebih
dari 5 tahun memiliki peluang 3,2 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan
IPSG lebih tinggi dibanding perawat yang lama kerja sejak lulus kurang atau sama
dengan 5 tahun.
Namun hasil akhir dalam pemodelan multivariat didapatkan bahwa lama
kerja sejak lulus pendidikan dengan perilaku penerapan IPSG tidak memiliki
hubungan yang signifikan jika dilakukan interaksi secara bersama-sama dengan
variabel pengetahuan, usia, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi.
e. Jenjang jabatan
Jenjang jabatan perawat memiliki hubungan yang relevan dengan lama
bekerja di unit keperawatan saat ini. Jadi, semakin tinggi jenjang jabatan perawat
maka semakin besar lama kerja perawat di unit saat ini sehingga menentukan
banyaknya pengalaman perawat mengenai patient safety yang telah atau hampir
dialami. Seorang perawat memiliki jenjang jabatan junior jika pendidikan terakhir
S1 Keperawatan dengan lama kerja 0 – 3 tahun atau D3 Keperawatan dengan
lama kerja 0 – 4 tahun, jenjang madya jika pendidikan terakhir S1 Keperawatan
dengan lama kerja 3 – 5 tahun atau D3 Keperawatan dengan lama kerja 4 – 7
tahun, dan jenjang jabatan senior jika pendidikan terakhir S1 Keperawatan dengan
lama kerja lebih dari 5 tahun atau D3 Keperawatan dengan lama kerja lebih dari 7
tahun. Dalam penelitian ini diharapkan ada kecenderungan semakin tinggi jenjang
jabatan perawat, maka akan semakin tinggi penerapan IPSG-nya. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa perawat dengan jenjang jabatan senior memiliki
perilaku penerapan IPSG lebih tinggi dibanding perawat junior/madya. Hasil
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
106
Universitas Indonesia
analisis diperoleh nilai OR= 3,6, artinya perawat dengan jenjang jabatan senior
memiliki peluang 3,6 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi
dibanding perawat junior/madya. Namun hasil akhir dalam pemodelan multivariat
didapatkan bahwa jenjang jabatan perawat dengan perilaku penerapan IPSG tidak
memiliki hubungan yang signifikan jika dilakukan interaksi secara bersama-sama
dengan variabel pengetahuan, usia, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh
organisasi.
f. Frekuensi pelatihan patient safety
Pelatihan merupakan hal yang mutlak menjadi keharusan dan kebutuhan
bagi seorang perawat, termasuk pelatihan patient safety. Lama kerja perawat
memiliki hubungan yang relevan dengan frekuensi pelatihan patient safety yang
pernah diikuti. Semakin lama masa kerja perawat maka semakin besar frekuensi
pelatihan yang pernah diikutinya. Tujuan dari pelatihan patient safety adalah
untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan perawat terhadap segala aspek
yang berhubungan dengan patient safety agar dapat memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelatihan merupakan bagian
dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti
pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan
segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikkan. Hal ini dilaksanakan
untuk memberi keterampilan dan pengetahuan baru maupun untuk pelatihan
penyegaran. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara frekuensi pelatihan patient safety oleh perawat dengan perilaku penerapan
IPSG. Sebagian besar perawat sudah mendapat pelatihan patient safety lebih dari
2 kali sebesar 82,2%. Hasil analisis diperoleh nilai OR dari variabel pelatihan
adalah 2,6 artinya perawat yang ikut serta dalam pelatihan patient safety
berpeluang 2,6 kali memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding
perawat yang tidak ikut serta dalam pelatihan setelah dikontrol oleh variabel
pengetahuan, umur, status pernikahan, dan pengaruh organisasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat disimpulkan
bahwa betapa pentingnya pelatihan patient safety bagi perawat agar mencegah
terjadinya kejadian near miss maupun adverse event dan hubungan ini memiliki
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
107
Universitas Indonesia
pengaruh yang sangat kuat. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian lain yang
diungkapkan oleh Utami (2011), Dewi (2010), dan Nurhasanah (2010). Dengan
diadakannya pelatihan patient safety secara rutin diharapkan adanya peningkatan
mutu pelayanan rumah sakit secara terus menerus dan berkesinambungan.
Pada RS Swasta X tersebut, kegiatan upgrading pelatihan mengenai
patient safety tidak dilakukan berdasarkan pencapaian penerapan IPSG saat ini
sehingga materi yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan perawat.
Hal tersebut menyebabkan terdapat goal tertentu pada IPSG yang memiliki
penerapan rendah menjadi semakin rendah karena tidak mendapat perhatian
khusus untuk dilakukan pelatihan. Selain itu, dalam kegiatan pelatihan tidak
dilakukan pretest dan post test sehingga perkembangan hasil pelatihan yang telah
diberikan kepada perawat tentang patient safety tidak dapat dimonitor.
g. Sosialisasi mutu RS
Sebagian besar perawat sudah pernah mendapat sosialisasi terkait mutu
RS. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan berupa pertemuan yang diadakan di ruang
tertutup untuk melakukan pemberitahuan (sosialisasi) terhadap kegiatan audit
mutu internal, eksternal, maupun akreditasi yang dijalankan oleh unit QMR
(Quality Management Representative). Sosialisasi tersebut memaparkan tujuan
dari penyelenggaraan kegiatan, konfirmasi waktu pelaksanaan, unit-unit terkait,
dan pada akhirnya akan mengingatkan seluruh lapisan bahwa rumah sakit tersebut
benar-benar memperhatikan mutu pelayanan yang diberikan sehingga dituntut
untuk memiliki kinerja yang semakin baik.
Audit mutu internal adalah kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh
rumah sakit secara sistematis dan independen untuk menentukan jika aktivitas
mutu rumah sakit dan hasilnya sesuai dengan pengaturan yang telah direncanakan
dan apakah pengaturan tersebut diimplementasikan secara efektif dan cocok untuk
mencapai tujuan. Sedangkan audit mutu eksternal dilakukan berdasarkan standar
ISO (International Standard Organization) dengan versi 9001 : 2008 yang diaudit
oleh Lembaga Sertifikasi PSB TÜV SÜD. ISO melakukan penilaian kinerja
rumah sakit dengan menggunakan standar untuk sistem mutu dibandingkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
108
Universitas Indonesia
dengan penilaian terhadap fungsi dan tujuan rumah sakit (SOP Unit QMR RS
Swasta X). Selain itu, kegiatan mutu RS juga dilakukan melalui sertifikasi
akreditasi. Survey akreditasi pada RS Swasta X dilakukan oleh 2 badan akreditasi,
yaitu akreditasi nasional oleh KARS (Komisi Akreditasi RS dan Sarana
Kesehatan Lainnya) dan akreditasi internasional oleh JCI (Joint Commission
International). KARS merupakan standar akreditasi khusus untuk rumah sakit
yang berada di bawah naungan Departemen Kesehatan RI, khususnya Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik. Rumah sakit dituntut untuk memenuhi standar
akreditasi yang telah ditetapkan oleh KARS. Sedangkan JCI merupakan badan
akreditasi internasional, yang merupakan bagian dari Joint Commission
Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO-USA). JCI adalah suatu
organisasi yang independent, nonprofit, dan bukan lembaga pemerintahan.
Pada RS Swasta X tersebut, kegiatan sosialisasi yang sering dilakukan
secara formal oleh Unit QMR di ruang tertutup terhadap seluruh lapisan sudah
tidak dilakukan kembali. Begitupula dengan sosialisasi secara internal bidang dan
penggunaan media sosialisasi yang sudah tidak diaktifkan kembali. Hal tersebut
memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi penyebab rendahnya
penerapan IPSG oleh perawat.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
frekuensi sosialisasi mutu RS yang pernah diikuti oleh perawat dengan perilaku
penerapan IPSG. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 5,4, artinya perawat yang
sudah mengikuti sosialisasi terkait mutu RS memiliki peluang 5,4 kali untuk
memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG lebih tinggi dibanding perawat yang
belum mengikutinya. Namun hasil akhir dalam pemodelan multivariat didapatkan
bahwa sosialisasi mutu RS dengan perilaku penerapan IPSG tidak memiliki
hubungan yang signifikan jika dilakukan interaksi secara bersama-sama dengan
variabel pengetahuan, usia, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi.
7.2.2.2 Variabel Psikologis
Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang yang berada pada kawasan
kognitif yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan-belajar (Bloom
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
109
Universitas Indonesia
dalam Padmowihardjo,1994). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku ia harus
tahu terlebih dahulu tahu apa arti dan manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau
bagi organisasi. Pelatihan merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk
meningkatkan pengetahuan. Tingkat pengetahuan pada perawat dikelompokkan
menjadi 2 kategori yaitu tinggi dan rendah. Sebagian besar perawat memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi. Salah satu cara meningkatkan pengetahuan yang
berguna untuk memperbaiki kinerja perawat dalam mencapai hasil kerja yang
ditetapkan demi keselamatan dan kepuasan pasien dengan melakukan pelatihan
secara rutin. Hasil uji statistik dengan analisis chi square menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan perawat memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku
penerapan IPSG. Artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat maka
semakin tinggi pula penerapan IPSG-nya. Hasil analisis didapatkan OR dari
variabel pengetahuan adalah 7,5, artinya perawat yang memiliki tingkat
pengetahuan tinggi berpeluang 7,5 kali memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
tinggi dibanding perawat yang memiliki tingkat pengetahuan rendah setelah
dikontrol oleh variabel umur, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh
organisasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Ariyani (2009).
Berdasarkan hasil penelitian, ada jawaban beberapa perawat yang perlu
mendapatkan perhatian tentang pengetahuan yaitu ” nama pasien, tanggal lahir,
nomor rekam medis dan nomor ruangan dapat dipakai untuk identifikasi pasien”.
Sebagian responden menjawab salah pada pertanyaan tersebut sehingga
membuktikan masih rendahnya pengetahuan perawat terhadap identifikasi pasien
dan terbukti dalam hasil gambaran perilaku penerapan IPSG oleh perawat di mana
goal 1 mengenai identifikasi pasien menduduki urutan terendah dalam
penerapannya.
Hasil dalam pemodelan multivariat menyatakan bahwa pengetahuan
merupakan faktor yang paling dominan terhadap penerapan perilaku IPSG setelah
dikontrol oleh variabel umur, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh
organisasi sebagai faktor confounder.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
110
Universitas Indonesia
7.2.2.3 Variabel Organisasi
Organisasi merupakan kelompok orang yang bekerja bersama-sama ke
arah suatu tujuan yang umum. Sebuah organisasi itu terdiri atas orang-orang yang
melakukan tugas-tugas yang berbeda yang dikoordinir untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut (Swastha,1996). Pengaruh organisasi dalam penelitian ini
merupakan tempat perawat bekerja yang dilihat dari segi manajemen, uraian
tugas, dan antar unit.
Sebagian besar responden menjawab sangat setuju pada pertanyaan
mengenai unit-unit di RS bekerja sama dengan baik untuk memberikan pelayanan
yang terbaik bagi pasien. Sedangkan jawaban pengaruh organisasi bersifat negatif
yang memiliki proporsi terendah adalah pertanyaan mengenai perawat yang
seringkali merasa tidak nyaman bila harus bekerja sama dengan staf unit lain di
RS tersebut. Hal itu menandakan bahwa sebagian besar perawat merasa nyaman
bekerja sama dengan staf unit lain dan kerja sama antar lapisan merupakan
pengaruh yang besar terhadap kinerja perawat khususnya dalam penerapan IPSG.
Sebagian besar perawat mendapatkan pengaruh organisasi yang tinggi sebanyak
57,5%, artinya kondisi organisasi yang ada di RS Swasta X sudah cukup baik
sehingga mendukung kinerja perawat.
Hasil uji statistik dengan analisis chi square menunjukkan bahwa tingkat
pengaruh organisasi pada perawat memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku penerapan IPSG. Hasil analisis diperoleh nilai OR dari variabel pengaruh
organisasi adalah 2,6 artinya perawat yang mendapat pengaruh organisasi tinggi
berpeluang 2,6 kali memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding
perawat yang mendapat pengaruh organisasi rendah setelah dikontrol oleh
variabel pengetahuan, umur, status pernikahan, dan pelatihan. Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Utami (2011) yang menyatakan bahwa
pengaruh pimpinan dan organisasi tidak mempengaruhi perawat dalam penerapan
patient safety.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
111
Universitas Indonesia
7.2.3 Variabel yang Tidak Berhubungan dengan Perilaku Penerapan IPSG
7.2.3.1 Variabel Individu
a. Ward
Penelitian dilakukan pada masing-masing ward di instalasi rawat inap
dengan memperhatikan persamaan proporsi dalam jumlah populasi perawat tiap
ward sehingga dapat dikatakan bahwa keterwakilan sampel dalam setiap ward
sama. Analisis dalam variabel ward dilakukan berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, yaitu : pelayanan pediatrik pada Ward Pinguin; pelayanan maternal
pada Ward Merpati (Ward, Labor, Nursery); pelayanan umum pada Ward Merak,
Kutilang, Cendrawasih, dan Camar; serta pelayanan Critical Care.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat perilaku penerapan IPSG dengan ward tempat perawat bekerja.
Artinya di ward manapun perawat bekerja, perilaku penerapan IPSG pada perawat
tidak akan terpengaruh terhadap tinggi rendahnya penerapan. Ini disebabkan
karena setiap perawat di masing-masing ward dituntut untuk selalu menerapkan
IPSG tanpa membeda-bedakan pasien sebagai penerima layanan kesehatan
sehingga membuktikan bahwa manajemen keperawatan yang dilaksanakan di RS
Swasta X sudah baik. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Nurhasanah (2010)
yang menyatakan bahwa unit tempat perawat bekerja mempengaruhi perilaku
patient safety. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terdapat perbedaan
karakteristik antara instalasi rawat inap di RS Swasta X dengan RS yang dijadikan
obyek penelitian oleh Nurhasanah.
b. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan akan lebih rasional dan kreatif serta
terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan dan dapat
menyesuaikan diri terhadap pembaharuan. Tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar
(Purwanto, 2005). Seluruh perawat di RS Swasta X telah menempuh pendidikan
minimal DIII Keperawatan karena merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi
saat recruitment staf. Ciri-ciri perawat profesional adalah lulusan pendidikan
tinggi keperawatan minimal D III Keperawatan karena mampu melaksanakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
112
Universitas Indonesia
asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan, menaati kode etik,
mampu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, serta mampu memanfaatkan
sarana kesehatan yang tersedia secara berdaya guna dan berhasil guna, mampu
berperan sebagai agen pembaharu dan mengembangkan ilmu serta teknologi
keperawatan. (K. Jernigan et al, 1983).
Urutan proporsi tingkat pendidikan perawat di instalasi rawat inap RS
Swasta X dari yang paling banyak hingga sedikit adalah tamat D3 sebesar 61,6%,
tamat S1 sebesar 26%, dan berpendidikan tamat profesi sebesar 12,3%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan perawat maka semakin
kecil proporsinya. Diharapakan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
perawat maka penerapan IPSG-nya akan semakin tinggi pula karena perawat
tersebut lebih mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan pendekatan
proses keperawatan serta lebih menaati kode etik. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat perilaku penerapan
IPSG dengan pendidikan perawat. Berarti perawat dengan tingkat pendidikan
apapun, perilaku penerapan IPSG-nya tidak akan terpengaruh terhadap tinggi
rendahnya penerapan. Hasil penelitian ini sejalan dengan banyak penelitian
lainnya di antaranya adalah Utami (2011), Dewi (2010), dan Nurhasanah (2010).
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tingkat pendidikan memang tidak
mempengaruhi perilaku penerapan patient safety. Meskipun usia dan lama kerja
mempengaruhi perilaku penerapan, namun seseorang yang memiliki usia dan
lama kerja yang tinggi belum tentu menempuh pendidikan yang tinggi pula.
c. Jam kerja di RS dalam seminggu
Frekuensi jam kerja pada perawat di rumah sakit menyatakan tingkat
kesibukan perawat jika dibandingkan dengan kehidupan sehari-harinya.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Decent Work Indonesia
diungkapkan, jumlah jam kerja pekerja Indonesia rata-rata adalah 8 jam sehari dan
5 hari dalam seminggu. Artinya pekerja di Indonesia memiliki rata-rata minimum
jam kerja 40 jam per minggu. Sama halnya dengan perawat, rata-rata jam kerja
perawat dalam seminggu adalah 40 jam. Sebagian besar perawat di RS Swasta X
memiliki jam kerja lebih dari 40 jam yaitu sebesar 74%. Hasil uji statistik
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
113
Universitas Indonesia
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat perilaku
penerapan IPSG dengan jam kerja perawat. Berarti perawat dengan jam kerja
berapa lama pun, perilaku penerapan IPSG-nya tidak akan terpengaruh terhadap
tinggi rendahnya penerapan.
d. Gaji
Gaji merupakan imbalan finansial yang diterima karyawan (perawat)
terhadap hasil jerih payahnya selama bekerja yang diberikan secara teratur,
biasanya bulanan. Dengan imbalan yang setara dengan kinerja, semangat dan
motivasi setiap pekerja akan lebih tinggi lagi. Variabel gaji dalam penelitian ini
dikategorikan menjadi 3 yaitu kurang, cukup, dan berlebih. Sebagian besar
perawat merasa berkecukupan dalam menerima gaji, yaitu sebesar 56% dan
sisanya merasa kurang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat perilaku penerapan IPSG dengan tingkat
kecukupan gaji perawat. Berarti perawat dengan tingkat kecukupan gaji apapun,
perilaku penerapan IPSG-nya tidak akan terpengaruh terhadap tinggi rendahnya
penerapan. Hal ini dimungkinkan karena dalam melaksanakan fungsi perawat
dalam menjalankan asuhan keperawatan, khususnya patient safety perawat lebih
menekannkan pada pelayanan yang bermutu dan tanggung jawab yang besar,
tidak semata karena imbalan. Secara rutin perawat telah menerima gaji bulanan
yang sesuai dengan standar perawat pada umumnya sehingga proporsi perawat
yang merasa cukup dalam menerima gaji sudah cukup besar. Hasil penelitian ini
sejalan dengan Utami (2011) dan Nurhasanah (2010) yang sama-sama
menyatakan bahwa imbalan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku patient safety.
7.2.3.2 Variabel Psikologis
Variabel psikologis pada perawat yang tidak mempengaruhi perilaku
penerapan IPSG adalah motivasi. Motivasi merupakan bagian integral dari
hubungan dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi (Sinungan,2003). Motivasi kerja
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja seseorang. Seorang perawat
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
114
Universitas Indonesia
dengan motivasi yang tinggi akan bekerja secara maksimal dengan memanfaatkan
kemampuan dan ketrampilannya. Diharapkan perawat yang memiliki motivasi
tinggi juga memiliki penerapan IPSG yang tinggi pula. Pada RS Swasta X
tersebut, tidak diberlakukan sistem reward and punishment terhadap prestasi yang
diraih oleh perawat dalam penerapan IPSG. Perawat dengan penerapan IPSG
rendah dan tinggi diperlakukan sama.
Proporsi tingkat motivasi perawat di RS Swasta X cenderung merata
antara tinggi dan rendah dengan proporsi tinggi lebih tinggi sebesar 1,4%. Hasil
uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
tingkat perilaku penerapan IPSG dengan tingkat motivasi perawat. Berarti perawat
dengan tingkat motivasi apapun, perilaku penerapan IPSG-nya tidak akan
terpengaruh terhadap tinggi rendahnya penerapan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Ariyani (2009).
Sebagian besar responden menjawab sangat setuju pada pernyataan
tentang dukungan penerapan IPSG agar masyarakat lebih percaya dengan rumah
sakit tempatnya bekerja. Sedangkan jawaban motivasi bersifat negatif yang
memiliki proporsi terendah adalah pertanyaan mengenai perawat yang tidak perlu
benar-benar memperhatikan ketentuan IPSG karena sudah mempunyai banyak
pengalaman dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan, sehingga
tindakannya pasti aman. Hal itu menandakan bahwa perawat yang sudah
berpengalaman tetap berusaha menerapkan IPSG secara maksimal.
7.2.3.3 Variabel Organisasi
Variabel organisasi pada perawat yang tidak mempengaruhi perilaku
penerapan IPSG adalah supervisi. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara
langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk
dan bimbingan atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Gibson,
1996).
Proporsi tingkat supervisi perawat di RS Swasta X cenderung merata
antara tinggi dan rendah dengan proporsi supervisi rendah lebih besar yaitu
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
115
Universitas Indonesia
53,4%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara tingkat perilaku penerapan IPSG dengan tingkat supervisi pada
perawat. Berarti perawat dengan tingkat supervisi apapun, perilaku penerapan
IPSG-nya tidak akan terpengaruh terhadap tinggi rendahnya penerapan.
Perlu diperhatikan pada pertanyaan mengenai “supervisor keperawatan
benar-benar mengawasi satu per satu perawat yang bekerja, khususnya dalam
penerapan IPSG”. Terdapat beberapa responden yang menyatakan tidak setuju
sehingga membuktikan beberapa perawat merasa bahwa supervisor kurang
melaksanakan supervisinya secara lebih mendalam lagi. Pada pertanyaan
mengenai sosialisasi hasil monitoring, sebagian besar responden menjawab sering
dilakukan. Supervisor menginformasikan kepada staf hasil monitoring yang telah
dilakukan. Bila terjadi penyimpangan, supervisor akan mendiskusikan masalah
tersebut bersama dengan pihak terkait dan hasilnya dilaporkan kepada pimpinan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan tindak lanjut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
116
Universitas Indonesia
BAB VIII
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Proporsi perawat yang menjadi responden dalam penelitian ini terbanyak
berasal dari ward yang memberikan pelayanan umum. Mayoritas perawat
berpendidikan lulusan D3 dengan masa kerja di unit keperawatan saat ini di atas 2
tahun, masa kerja sejak lulus di atas 5 tahun, serta memiliki jenjang jabatan
senior. Jam kerja perawat sebagian besar lebih dari 40 jam dalam seminggu
dengan gaji cukup. Pelatihan patient safety yang telah diikuti dalam 5 tahun
terakhir sebagian besar lebih dari 2 kali dan telah mengikuti sosialisasi terkait
mutu RS.
Dari total 73 orang perawat sebagai responden, terdapat : 33 orang perawat
memiliki pengetahuan rendah (45,2%) dan 40 perawat memiliki pengetahuan
tinggi (54,8%); 36 orang perawat memiliki motivasi rendah (49,3%), dan 37
perawat memiliki motivasi tinggi (50,7%); 39 orang perawat mendapat supervisi
rendah (53,4%), dan 34 perawat mendapat supervisi tinggi (46,6 %); 31 orang
perawat mendapat pengaruh organisasi rendah (42,5%), dan 42 perawat mendapat
pengaruh organisasi tinggi (57,5 %).
Hasil penelitian didapatkan gambaran perilaku penerapan IPSG pada
perawat di instalasi rawat inap RS Swasta X, perawat yang memiliki tingkat
perilaku penerapan yang tinggi sebesar 54,8% dan rendah sebesar 45,2%.
Berdasarkan pembagian masing-masing goal dari standar IPSG, perawat memiliki
perilaku penerapan paling tinggi pada goal ke-5 tentang “Reduce the Risk of
Health Care-Associated Infections”, khususnya dalam hal kebersihan tangan.
Sedangkan goal pada IPSG yang memiliki proporsi paling rendah dalam
penerapan oleh perawat adalah goal 1 yaitu “Identify Patient Correctly”.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, variabel individu yang
memiliki hubungan signifikan dengan perilaku penerapan IPSG adalah usia, status
pernikahan, lama kerja di unit, lama kerja sejak lulus pendidikan, jenjang jabatan,
frekuensi pelatihan patient safety, dan sosialisasi terkait mutu rumah sakit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
117
Universitas Indonesia
Sedangkan variabel individu yang tidak memiliki hubungan signifikan dengan
penerapan IPSG adalah ward, pendidikan, jam kerja dalam seminggu, dan gaji.
Hasil analisis didapatkan OR dari variabel umur adalah 2,7 artinya perawat
yang berumur lebih dari 30 tahun berpeluang 2,7 kali memiliki tingkat perilaku
penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang berumur kurang dari atau sama
dengan 30 tahun setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, status pernikahan,
pelatihan, dan pengaruh organisasi. Pada variabel status pernikahan, didapatkan
hasil OR sebesar 3,3 artinya perawat yang sudah menikah berpeluang 3,3 kali
memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang belum
menikah setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, umur, pelatihan, dan
pengaruh organisasi. Pada variabel lama kerja di unit saat ini, hasil analisis
diperoleh nilai OR= 3,3, artinya perawat yang lama kerja di unitnya lebih dari 2
tahun memiliki peluang 3,3 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
lebih tinggi dibanding perawat yang lama kerja di unit kurang atau sama dengan 2
tahun. Hasil analisis diperoleh nilai OR= 3,2 pada variabel lama kerja sejak lulus,
artinya perawat yang lama kerja sejak lulus lebih dari 5 tahun memiliki peluang
3,2 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG lebih tinggi dibanding
perawat yang lama kerja sejak lulus kurang atau sama dengan 5 tahun.
Pada variabel jenjang jabatan, nilai OR = 3,6, artinya perawat dengan
jenjang jabatan senior memiliki peluang 3,6 kali untuk memiliki tingkat perilaku
penerapan IPSG tinggi dibanding perawat junior/madya. Hasil analisis diperoleh
nilai OR dari variabel pelatihan adalah 2,6 artinya perawat yang ikut serta dalam
pelatihan patient safety berpeluang 2,6 kali memiliki tingkat perilaku penerapan
IPSG tinggi dibanding perawat yang tidak ikut serta dalam pelatihan setelah
dikontrol oleh variabel pengetahuan, umur, status pernikahan, dan pengaruh
organisasi. Pada variabel sosialisai mutu RS, nilai OR = 5,4, artinya perawat yang
sudah mengikuti sosialisasi terkait mutu RS memiliki peluang 5,4 kali untuk
memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG lebih tinggi dibanding perawat yang
belum mengikutinya.
Variabel organisasi yang memiliki hubungan dengan penerapan IPSG
adalah pengaruh organisasi pada perawat dengan nilai OR yaitu 2,6 artinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
118
Universitas Indonesia
perawat yang mendapat pengaruh organisasi tinggi berpeluang 2,6 kali memiliki
tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang mendapat
pengaruh organisasi rendah setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, umur,
status pernikahan, dan pelatihan. Sedangkan variabel organisasi yang tidak
berhubungan adalah supervisi.
Pada variabel psikologis, variabel yang memiliki hubungan dengan
penerapan IPSG adalah pengetahuan dengan nilai OR yaitu 7,5 artinya perawat
yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi berpeluang 7,5 kali memiliki tingkat
perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang memiliki tingkat
pengetahuan rendah setelah dikontrol oleh variabel umur, status pernikahan,
pelatihan, dan pengaruh organisasi. Sedangkan variabel yang tidak berhubungan
dengan penerapan IPSG adalah motivasi.
Berdasarkan hasil analisis multivariat, variabel yang berhubungan
bermakna dengan perilaku penerapan IPSG adalah variabel pengetahuan.
Sedangkan variabel umur, status pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi
merupakan variabel konfounding.
8.2 Saran
Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Melakukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan kinerja perawat
dengan mengadakan upgrading pelatihan secara rutin dan berkesinambungan,
khususnya pada IPSG goal ke-1. Setiap kali ada pelatihan tentang patient
safety harus dilakukan pretest dan post test agar dapat dimonitor seberapa
jauh perkembangan pengetahuan individu tentang patient safety.
2. Memberikan perhatian khusus pada perawat yang berusia muda (< 30 tahun),
khususnya yang belum menikah, misalnya dengan diberikan pengawasan dan
bimbingan langsung oleh supervisor.
3. Membuat kebijakan organisasi dengan memberlakukan sistem punish and
reward kepada perawat sesuai dengan kinerjanya, misalnya perawat yang
memiliki penerapan IPSG yang tinggi serta konsisten dalam penerapannya
diberikan reward berupa pemberian bonus, peluang promosi jabatan, dan
kesempatan belajar ke jenjang lebih tinggi lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
119
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Aditama, Tjandra Yoga. 2000. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta :
Universitas Indonesia (UI Press). ISBN: 979-456-203-3
Anwar, Asrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Bina
Rupa Aksara.
Ariyani. 2009. Analisis Pengetahuan dan Motivasi Perawat yang Mempengaruhi
Sikap Mendukung Penerapan Program Patient Safety di Instalasi
Perawatan Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2008. Tesis.
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/16529/1/Ariyani.pdf, diakses tanggal 23
Agustus 2011 pukul 12.30
Besral, 2011. Perhitungan Besar Sampel. Departemen Biostatistika Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Departeman Kesehatan RI KKP RS. 2006. Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
Departeman Kesehatan RI KKP RS. 2008. Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) Edisi 2.
Departemen Kesehatan RI Pusat Sarana, Prasarana, dan Peralatan Kesehatan.
2006. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi
Rawat Inap (Umum).
Departemen QMR. Newsletter Update JCI@RSIB Edisi 1 (Maret – April 2010).
Departemen QMR. Newsletter Update JCI@RSIB Edisi 3 (Oktober-November
2010).
Dewi, Gusti Kumala. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Sikap Patient
Safety Perawat Instalasi Rawat Inap di RS Bhayangkara Tingkat I
Raden Said Sukanto Tahun 2010. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
120
Universitas Indonesia
Effendy, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas (Teori
dan Praktik dalam Keperawatan). Jakarta : Salemba Medika. ISBN :
978-979-3027-94-4
Effendy, Nasrul Drs,. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Edisi 2. Jakarta : EGC. ISBN : 979-448-408-3
Gibson, JK, et al. 1996. Perilaku-Struktur-Proses, Jilid I Edisi Kedelapan. Adiami
N (Alih Bahasa). Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Hafizzurachman. 2008. Manajemen Mutu RS. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Hamid, A.Y.S., 2001. Peran Profesi Keperawatan Dalam Meningkatkan Tangung
Jawab Perawat Untuk Memberikan Asuhan Keperawatan Profesional
Sehubungan Dengan Undang-Undang Konsumen. 005/BS/PPNI
Hastono, Sutanto Priyo. 2006. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
K, Jernigan D. P, Young A. 1983. Standars Job Descriptions and Performance
Evaluation for Nursing Practice Connecticut : Pretice Hall.
John R Griffith. 1987. The Well-Managed Community Hospital. Michigan: Health
Administration Press.
Joint Commission International. 2010. Joint Commission International
Accreditation Standards for Hospitals. 4th Edition. USA. ISBN : 978-1-
59940-434-9
Joint Commission International. 2007. Meeting the International Patient Safety
Goals. ISBN: 978-1-59940-158-4
Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan). Yogyakarta : Gadjahmada University Press.
Lilipaly, Angela G., Dr. 2011. JCI Compliance Standard. Shared from JCI
Getting Starter & Practicum by QMR RSPB.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
121
Universitas Indonesia
Maulana. Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
ISBN : 978-979-448-959-8
Mulyadi, B. 1997. Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medis. Departemen Kesehatan. Makalah Bebas.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nurhasanah. 2010. Analisis Hubungan Karakteristik Individu, Organisasi, dan
Budaya dengan Perilaku Patient Safety pada Perawat di RS Tria Dipa
Jakarta Tahun 2010. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Padmowihardjo, S. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Modul 1 – 6. Jakarta :
Universitas Terbuka
Purwanto H. 2005. Pengantar Perilaku Manusia. EGC. Jakarta.
Robbins, Stephen P. and Mary Coulter. 2007. Manajemen. Edisi ke-8. Jakarta. PT
Indeks.
Sinungan, Muchdarsyah Drs,. 2003. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Edisi 2.
Jakarta : Bumi Aksara. ISBN 979-526-099-5
SOP Unit QMR RS Swasta X, diakses tanggal 4 Juli 2011, pukul 10.00.
SOP Unit Keperawatan RS Swasta X, diakses tanggal 7 Juli 2011, pukul 14.00.
Sunaryo, Drs. M.Kes. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. ISBN : 979-448-662-0
Swastha, Basu. 1996. Azas-Azas Manajemen Modern. Yogyakarta : Liberty.
Utami, Mundi Silo. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Patient Safety pada Perawat Unit rawat Inap RS Tugu Ibu Depok Tahun
2011. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Willan JA. 1990. Hospital Management. London : MacMillan Education Ltd.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
122
Universitas Indonesia
Wolff, Lu Verne et al. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta: PT
Gunung Agung
World Health Organization. 2005. World Alliance for Patient Safety, Global
Patient Safety Challenge 2005-2006: Clean Care is Safer Care. Geneva:
World Health Organization.
Peraturan :
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992
Peraturan Menkes RI Nomor 340/Menkes/PER/III/2010
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Ket : * Staff Corporate
Komite KPRS
Manajer SDM
Manajer Keuangan dan Administrasi
Komite Medik
Manajer Pelayanan dan Penunjang Medis
Komite Etik Komite Mutu Komite Perinaristi Komite K3
Manajer Keperawatan
Manajer Pemasaran
Manajer Pelayan-an Umum
Komite PPI
Komite Keperawatan
Koordinator IT
Manajer Mutu(QMR)
KoordinatorPengelolaanMaterial
President Direktur*President Director AHI
Group Finance*Manager AHI
Group Tax*Manager AHI
Group HR*Manager AHI
DirekturGroup IT*Manager AHI
Konsultan Klinik*Clinical Consultant AHI
Group Purchasing*Manager AHI
Lampiran 1. Struktur Organisasi RS Swasta X
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
KUESIONER PENELITIAN
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan IPSG (International
Patient Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint Commission International) di
Instalasi Rawat Inap RS Swasta Tahun 2011
Kode : ________________________________
Ward : ________________________________
Tanggal diisi : __________________ Pukul :________
IDENTITAS INFORMAN
Nama
Usia TahunJenis Kelamin � Perempuan � Laki-Laki
Status Pernikahan �Menikah � Belum Menikah � Janda/Duda
Pendidikan Terakhir � Diploma III � Master (S2)
� S1 Ilmu Keperawatan � Lain-lain, sebutkan ________
� Ners (S1 profesi)
Masa Kerja Sejak Pertama KaliLulus
� < 1 tahun � 11-15 tahun
� 1 - 5 tahun � 16-20 tahun
� 6 - 10 tahun � > 20 tahun
Masa Kerja di Unit Keperawatan RS Premier Bintaro (Ward)
� < 1 tahun � 11-15 tahun
� 1 - 5 tahun � 16-20 tahun
� 6 - 10 tahun � > 20 tahun
Jam kerja di RS (dalam seminggu)
� < 20 jam � 60 - 79 jam
� 20 – 39 jam � 80 – 99 jam
� 40 – 59 jam � > 100 jam
Jenjang jabatan � Junior � Madya � Senior
Jumlah pelatihan patient safety yang saat ini telah diikuti :1. Wajib RS
______ Sebutkan __________________________________
Lampiran 2. Kuesioner Uji
Validitas dan Reliabilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
_________________________________________________
2. Di luar kewajiban RS______ Sebutkan __________________________________
_________________________________________________
PENGETAHUAN INFORMAN
A. Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( ) pada jawaban yang menurut
Anda benar.
Tidak menutup kemungkinan satu pertanyaan memiliki jawaban lebih dari satu.
No Pertanyaan
1 Identifikasi pasien dilakukan saat ....................
� Pemberian
perawatan
� Hendak ke toilet � Pemberian obat � Pasien hendak tidur
2 Yang perlu dilakukan saat menerima instruksi hasil tes penunjang klinis adalah kecuali
.....................
� Read back � Tulis instruksi
dengan lengkap
� Tulis "read back +"
pada integrated note
dengan tinta biru.
� Verifikasi oleh
pemberi instruksi dalam
waktu 2 x 24 jam.
3 Pemberian obat kepada pasien dilakukan dengan prinsip ...............
� 7 Benar 1
Dokumentasi
� 6 Benar 1
Dokumentasi
� 5 Benar 1
Dokumentasi
� 4 Benar 1
Dokumentasi
4 Yang tidak perlu di-check saat sebelum pemberian tranfusi darah adalah ................
� Skor nyeri � Suhu udara � Instruksi dokter � Pernafasan pasien
5 Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi, kecuali .................
� Asesmen resiko � Kemampuan
belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya
� Pelaporan dan
analisis insiden
� Implementasi solusi
untuk meminimalkan
timbulnya resiko
6 Cuci tangan perlu dilakukan saat, kecuali................
� sebelum menyentuh
pasien
� setelah melakukan
tindakan - tindakan
invasive
� setelah menyentuh
daerah sekitar pasien
� setelah menyentuh
keluarga pasien
7 Pengkajian resiko pasien jatuh dengan form dilakukan saat ...........
� Pasien mengalami � Angka Kejadian Tak � Pasien masuk � Ada instruksi dari
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
cedera akibat jatuh Diharapkan (KTD)
meningkat
rawat inap dokter
8 Bila tidak ada perubahan pada perawatan pasien, pengkajian ulang risiko jatuh dilakukan setiap
........... hari sekali.
� 2 � 3 � 4 � 5
9 Yang tidak dilakukan terhadap pasien dengan risiko jatuh level 2 adalah .......
� Letakkan papan
resiko jatuh pada
meja pasien
� Pasang gelang
berwarna merah
� Pasang pagar
pengaman tempat
tidur
� Observasi oleh
perawat setiap 5 jam
sekali.
B. Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( ) pada jawaban yang benar atau
salah.
No Pertanyaan Benar Salah
1 IPSG mewajibkan penggunaan gelang tangan untuk identifikasi.
2 Nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis dan nomor ruangan dapat
dipakai untuk identifikasi pasien.
3 Menginformasikan kondisi pasien serta program yang telah dan akan
dilakukan dari satu shift ke shift berikutnya tidak perlu dilakukan.
4 Perawat harus menjelaskan tujuan, manfaat dan kemungkinan resiko kepada
pasien sebelum melakukan tindakan.
5 Instruksi baik secara verbal maupun telepon wajib dibacakan kembali oleh
penerima instruksi.
6 Mengulang kembali instruksi tersebut sudah cukup menjamin bahwa
instruksi sudah benar-benar jelas dimengerti.
7 Antikoagulan intravena (heparin) merupakan salah satu obat beresiko tinggi
yang disimpan terpisah dan diberi label berwarna merah.
8 Konsentrat elektrolit yang disimpan di unit perawatan pasien dengan jelas
diberi label dan diletakkan di dekat pasien agar mudah dijangkau.
9 Pemberian obat yang berisiko tinggi seharusnya dilakukan dengan infusion /
syringe pump.
10 Penggunaan sarung tangan menyebabkan tidak adanya keharusan perawat
untuk mencuci tangan terlebih dahulu.
11 Pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien yang pindah dari unit satu ke unit
lainnya wajib dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
MOTIVASI INFORMAN
Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada
kolom yang tersedia.
Pilihan jawaban Nilai 1 = Sangat tidak setuju
Nilai 2 = Tidak setuju
Nilai 3 = Ragu-ragu
Nilai 4 = Setuju
Nilai 5 = Sangat Setuju
No VARIABEL
NILAI
1 2 3 4 5
1 Keberhasilan patient safety di rumah sakit turut dirasakan sebagai
keberhasilan saya juga.
2 Saya akan mendukung penerapan IPSG agar masyarakat lebih percaya
dengan Rumah Sakit tempat saya bekerja.
3 Saya menerapkan IPSG karena sebelumnya banyak kasus patient safety
yang menyebabkan adanya komplain dari pasien.
4 Saya mendukung penerapan IPSG karena mempengaruhi kesejahteraan
saya.
5 Kondisi dan keadaan pasien tertentu menyebabkan saya tidak melakukan
identifikasi pasien yang seharusnya dilakukan.
6 Menurut saya kegiatan read back dalam menerima instruksi benar-benar
wajib dilakukan pada instruksi yang sifatnya penting dan mendesak.
7 Saya mendukung penerapan IPSG karena perawat yang lain juga
mendukung IPSG.
8 Saya tidak perlu benar-benar memperhatikan ketentuan IPSG karena saya
sudah mempunyai banyak pengalaman dalam pemberian
pelayanan asuhan keperawatan, sehingga tindakan saya dipastikan
aman.
9 Saya tidak terdorong menerapkan IPSG karena tidak mempengaruhi
perubahan pada jenjang karier saya sebagai perawat saat ini.
10 Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung penerapan IPSG
membuat saya semakin giat dalam melaksanakannya.
11 Adanya pengawasan dari atasan menyebabkan saya semakin giat dalam
menerapkan IPSG.
12 Penerapan IPSG saat pemberian asuhan keperawatan menghindarkan saya
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
dari tuntutan terhadap resiko kerugian yang menimpa pasien.
13 Dengan atau tanpa dukungan, saya tetap menerapkan IPSG dalam
pekerjaan sehari-hari saya.
14 Meskipun dalam keadaan lelah dan kurang bersemangat, saya selalu
menerapkan IPSG dalam pekerjaan sehari-hari saya.
SUPERVISI
Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada
kolom yang tersedia.
Keterangan : TD = Tidak dilakukan
KD = Kadang dilakukan
SD = Sering dilakukan
SSD = Sangat sering dilakukan
No Pertanyaan TD KD SD SSD
1 Supervisor keperawatan melakukan kegiatan supervisi dalam penerapan
IPSG setiap hari.
2 Supervisor mau mendengarkan keluhan dan kesulitan stafnya.
3 Supervisor keperawatan benar-benar mengawasi satu per satu perawat
yang bekerja, khususnya dalam penerapan IPSG.
4 Bila terjadi kesalahan dalam penerapan IPSG akan ditindaklanjuti dan
diberikan bimbingan, teguran serta diberikan umpan balik.
5 Kegiatan monitoring yang dilakukan unit QMR (Quality Management
Representative) RS pada unit keperawatan dilaksanakan secara rutin
sesuai jadwal yang direncanakan.
6 Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi disosialisasikan ke semua ruang
rawat inap.
7 Penghargaan diberikan oleh supervisor kepada perawat yang mampu
menjalankan tugasnya dengan baik, khususnya dalam penerapan IPSG.
8 Adanya pertemuan rutin oleh tim supervisor keperawatan yang
membahas kasus-kasus keperawatan, khususnya dalam penerapan IPSG.
9 Setiap pemecahan masalah berdasarkan kasus yang terjadi selalu
dilaksanakan sehingga kasus tidak terulang kembali.
PENGARUH ORGANISASI
Petunjuk pengisian :Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
kolom yang tersedia. Pilihan jawaban Nilai 1 = Sangat tidak setuju Nilai 2 = Tidak setuju Nilai 3 = Ragu-ragu Nilai 4 = Setuju Nilai 5 = Sangat Setuju
No VARIABEL
NILAI
1 2 3 4 5
1 Manajemen RS baru peduli terhadap keselamatan pasien jika terjadiKTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
2 Struktur organisasi menyebabkan birokrasi yang berbelit.3 Saya seringkali merasa tidak nyaman bila harus bekerja sama
dengan staf unit lain di RS ini.4 Masalah sering terjadi saat pemindahan pasien dari unit satu ke unit
lain.5 Masalah sering terjadi saat pergantian shift dari satu perawat ke
perawat lain.6 Kebijakan RS mendukung saya melaksanakan pekerjaan secara
optimal.7 Ada batasan wewenang dan uraian tugas yang jelas sesuai dengan
struktur organisasi.8 Unit-unit di RS bekerja sama dengan baik untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pasien.
PERILAKU PENERAPAN IPSG
Petunjuk pengisian :Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan keadaan diri anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada kolom yang tersedia. Keterangan : TD = Tidak dilakukan
KD = Kadang dilakukanSD = Sering dilakukanSSD = Sangat sering dilakukan
No Pertanyaan TD KD SD SSD
1 Saya selalu menggunakan minimal 2 cara identifikasi pada setiap pasien.
2 Identifikasi pasien selalu saya lakukan saat sebelum melakukan
pemberian obat, darah, maupun produk dari darah lainnya.
3 Sebelum pemberian obat, saya selalu sudah mengetahui jenis obat,
khasiat, efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara
pemberian obat.
4 Saya selalu menjelaskan kepada pasien mengenai jenis obat, khasiat,
efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara pemberian
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
obat.
5 Identifikasi pasien selalu saya lakukan saat sebelum melakukan
pengambilan darah dan spesimen lain untuk uji klinis.
6 Saat pemberian transfusi darah, saya selalu melakukan double
check dengan perawat lain.
7 Sebelum dan sesudah transfusi darah, saya selalu melakukan cek tanda
vital pada pasien.
8 Setiap kondisi pasien baik sebelum maupun sesudah tindakan, saya
selalu dokumentasikan pada lembar grafik observasi dan catatan
perkembangan terintegrasi.
9 Saya selalu memperkenalkan perawat pengganti kepada pasien pada saat
operan tugas.
10 Saya selalu memberikan penjelasan tentang asuhan keperawatan kepada
keluarga pasien.
11 Saya selalu mempercayakan keluarga pasien untuk mengawasi
kelancaran tetesan infus.
12 Saya selalu menulis instruksi yang saya terima secara verbal maupun
telepon.
13 Saya selalu membacakan kembali instruksi yang telah diterima dan
ditulis tersebut.
14 Jika instruksi sudah saya bacakan kembali, saya selalu memberi
tanda “read back +” pada catatan perkembangan terintegrasi.
15 Hasil read back tersebut selalu ditandatangani oleh pemberi instruksi
dalam waktu 1 x 24 jam setelah instruksi diberikan.
16 Jika menerima instruksi mengenai obat, saya selalu menulisnya di kolom
khusus untuk “instruksi obat via telepon” di halaman terakhir dari Daftar
Obat.
17 Saya selalu melakukan prosedur pemberian obat kepada pasien sesuai
dengan SOP yang telah ditentukan rumah sakit.
18 Saya selalu melakukan verifikasi terhadap konsentrasi obat yang
diberikan kepada pasien.
19 Kecepatan pemberian obat dengan resiko tinggi selalu saya monitor
dengan ketat.
20 Penyimpanan obat yang berisiko tinggi selalu dilakukan terpisah
dan diberi label berwarna merah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
21 Konsentrat elektrolit yang disimpan di unit perawatan pasien
dengan jelas selalu diberi label dan disimpan dalam lemari
terkunci.
22 Saya selalu melaksanakan pedoman kebersihan tangan yang telah
dipublikasikan dan diterima secara umum.
23 Sebelum dan sesudah menyentuh pasien, saya selalu mencuci
tangan.
24 Sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik saya selalu
mencuci tangan.
25 Sebelum dan sesudah terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien
saya selalu mencuci tangan.
26 Setelah menyentuh daerah sekitar pasien saya selalu mencuci
tangan.
27 Setiap pasien yang baru masuk rawat inap saya selalu kaji dengan form
pengkajian pasien resiko jatuh.
28 Pengkajian ulang saya lakukan setiap 3 hari sekali jika tidak ada
perubahan pada pasien.
29 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika pasien mendapatkan
medikasi baru yang dapat berisiko pasien jatuh.
30 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika pasien pasca mendapat
tindakan atau prosedur yang mengurangi mobilitas pasien.
31 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika tingkat kesadaran atau
kondisi klinis pasien berubah.
32 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika ada pasien yang baru
dipindahkan ke unit satu ke unit lainnya.
33 Tindakan terhadap pasien resiko jatuh dilakukan berdasarkan
tingkat/level resiko jatuh hasil dari pengkajian pasien resiko jatuh
tersebut.
34 Saya selalu melakukan observasi tiap 2-3 jam sekali pada pasien
dengan resiko jatuh tinggi.
35 Sebelum meninggalkan pasien, saya selalu memastikan lingkungan
pasien aman (rem tempat tidur terkunci, pagar tempat tidur
terpasang, lantai tidak basah, penerangan cukup).
TERIMAKASIH
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
KUESIONER PENELITIAN
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan IPSG (International Patient Safety
Goal) pada Akreditasi JCI (Joint Commission International) di Instalasi Rawat Inap
RS Premier Bintaro Tahun 2011
No. Kuesioner : ______________________(*diisi petugas)
Ward : __________________________________
Tanggal diisi : __________________ Shift :___________ Pukul :________
IDENTITAS INFORMAN
Usia .................. Tahun
Jenis Kelamin � Perempuan � Laki-Laki
Status Pernikahan �Menikah � Belum Menikah � Janda/Duda
Pendidikan Terakhir � Diploma III � Master (S2)
� S1 Ilmu Keperawatan � Lain-lain, sebutkan __________
� Ners (S1 profesi)
Lama Kerja :
1. Di Unit Keperawatan (Ward) saat ini .............. Tahun .............. Bulan
2. Sejak Pertama Kali Lulus Pendidikan .............. Tahun .............. Bulan
Jam kerja di RS (dalam seminggu)
� < 20 jam � 40 – 59 jam � > 80 jam
� 20 – 39 jam � 60 - 79 jam
Jenjang jabatan perawat � Junior � Madya � Senior
Gaji/imbalan/kompensasi � Kurang � Cukup � Lebih dari cukup
Pelatihan/seminar terkait
Patient Safety yang pernah
diikuti :
(dalam 5 tahun terakhir)
(jawaban boleh lebih dari 1)
� INOK .............. kali
� Hand Hygiene .............. kali
� Pemberian Obat .............. kali
� Komunikasi SBAR .............. kali
� Lainnya, sebutkan ......................................., ................ kali
Lampiran 3. Kuesioner Akhir
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Sosialisasi terkait mutu RS
yang pernah diikuti :
(dalam 5 tahun terakhir) (jawaban boleh lebih dari 1)
� Akreditasi KARS .............. kali
� ISO .............. kali
� JCI .............. kali
� Lainnya, sebutkan ......................................., ................ kali
PENGETAHUAN INFORMAN
A. Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( ) pada jawaban yang benar.
Tidak menutup kemungkinan satu pertanyaan memiliki jawaban lebih dari satu atau bahkan
tidak memiliki jawaban sama sekali.
No Pertanyaan
1 Identifikasi pasien dilakukan saat ....................
� Pemberian
perawatan
� Hendak ke toilet � Pemberian obat � Pasien hendak tidur
2 Yang perlu dilakukan saat menerima instruksi hasil tes penunjang klinis adalah kecuali ..................
� Read back � Tulis instruksi
dengan lengkap
� Tulis "read back +"
pada integrated note
dengan tinta biru.
� Verifikasi oleh
pemberi instruksi dalam
waktu 2 x 24 jam.
3 Pemberian obat kepada pasien dilakukan dengan prinsip ......
� 7 Benar 1
Dokumentasi
� 6 Benar 1
Dokumentasi
� 5 Benar 1
Dokumentasi
� 4 Benar 1
Dokumentasi
4 Yang tidak perlu di-check saat sebelum pemberian tranfusi darah adalah ................
� Skor nyeri � Suhu udara � Instruksi dokter � Pernafasan pasien
5 Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi, kecuali .................
� Asesmen resiko � Kemampuan
belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya
� Pelaporan dan
analisis insiden
� Implementasi solusi
untuk meminimalkan
timbulnya resiko
6 Cuci tangan perlu dilakukan saat, kecuali................
� sebelum menyentuh
pasien
� setelah melakukan
tindakan invasive
� setelah menyentuh
daerah sekitar pasien
� setelah menyentuh
keluarga pasien
7 Pengkajian resiko pasien jatuh dengan form dilakukan saat ...........
� Pasien mengalami
cedera akibat jatuh
� Angka Kejadian Tak
Diharapkan (KTD)
meningkat
� Pasien masuk
rawat inap
� Ada instruksi dari
dokter
8 Bila tidak ada perubahan pada perawatan pasien, pengkajian ulang risiko jatuh dilakukan setiap
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
........... hari sekali.
� 2 � 3 � 4 � 5
9 Yang tidak dilakukan terhadap pasien dengan risiko jatuh level 2 adalah .......
� Letakkan papan
resiko jatuh pada
meja pasien
� Pasang gelang
berwarna merah
� Pasang pagar
pengaman tempat
tidur
� Observasi oleh
perawat setiap 5 jam
sekali.
B. Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( ) pada kolom yang sesuai.
No Pertanyaan Benar Salah
1 Nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis dan nomor ruangan dapat
dipakai untuk identifikasi pasien.
2 Menginformasikan kondisi pasien serta program yang telah dan akan
dilakukan dari satu shift ke shift berikutnya tidak perlu dilakukan.
3 Mengulang kembali instruksi tersebut sudah cukup menjamin bahwa
instruksi sudah benar-benar jelas dimengerti.
4 Antikoagulan intravena (heparin) merupakan salah satu obat beresiko tinggi
yang disimpan terpisah dan diberi label berwarna merah.
5 Konsentrat elektrolit yang disimpan di unit perawatan pasien dengan jelas
diberi label dan diletakkan di dekat pasien agar mudah dijangkau.
6 Pemberian obat yang berisiko tinggi seharusnya dilakukan dengan infusion /
syringe pump.
7 Penggunaan sarung tangan menyebabkan tidak adanya keharusan perawat
untuk mencuci tangan terlebih dahulu.
8 Pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien yang pindah dari unit satu ke unit
lainnya wajib dilakukan.
MOTIVASI INFORMAN
Petunjuk pengisian :Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada kolom yang tersedia. Pilihan jawaban Nilai 1 = Sangat tidak setuju Nilai 2 = Tidak setuju Nilai 3 = Ragu-ragu Nilai 4 = Setuju Nilai 5 = Sangat Setuju
No VARIABEL
NILAI
1 2 3 4 5
1 Saya akan mendukung penerapan IPSG agar masyarakat lebih percaya
dengan Rumah Sakit tempat saya bekerja.
2 Saya menerapkan IPSG karena sebelumnya banyak kasus patient safety
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
yang menyebabkan adanya komplain dari pasien.
3 Saya mendukung penerapan IPSG karena mempengaruhi kesejahteraan
saya.
4 Kondisi dan keadaan pasien tertentu menyebabkan saya tidak melakukan
identifikasi pasien yang seharusnya dilakukan.
5 Kegiatan read back dalam menerima instruksi wajib dilakukan hanya
pada instruksi yang sifatnya penting dan mendesak.
6 Saya mendukung penerapan IPSG karena perawat yang lain juga
mendukung IPSG.
7 Saya tidak perlu benar-benar memperhatikan ketentuan IPSG karena saya
sudah mempunyai banyak pengalaman dalam pemberian
pelayanan asuhan keperawatan, sehingga tindakan saya pasti aman.
8 Saya tidak terdorong menerapkan IPSG karena tidak mempengaruhi
perubahan pada jenjang karir saya sebagai perawat saat ini.
9 Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung penerapan IPSG
membuat saya semakin giat dalam melaksanakannya.
10 Adanya pengawasan dari atasan menyebabkan saya semakin giat dalam
menerapkan IPSG.
11 Penerapan IPSG saat pemberian asuhan keperawatan menghindarkan saya
dari tuntutan terhadap resiko kerugian yang menimpa pasien.
12 Dengan atau tanpa dukungan, saya tetap menerapkan IPSG dalam
pekerjaan sehari-hari saya.
SUPERVISI
Petunjuk pengisian :Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada kolom yang tersedia.Keterangan : TD = Tidak dilakukan
KD = Kadang dilakukanSD = Sering dilakukanSSD = Sangat sering dilakukan
No Pertanyaan TD KD SD SSD
1 Supervisor mendengar dan mempertimbangkan sungguh-sungguh
masukan dari staf untuk meningkatkan keselamatan pasien.
2 Supervisor mau mendengarkan keluhan dan kesulitan stafnya.
3 Supervisor keperawatan benar-benar mengawasi satu per satu perawat
yang bekerja, khususnya dalam penerapan IPSG.
4 Bila terjadi kesalahan dalam penerapan IPSG akan ditindaklanjuti dan
diberikan bimbingan, teguran serta diberikan umpan balik oleh
supervisor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
5 Kegiatan monitoring yang dilakukan unit QMR (Quality Management
Representative) RS pada unit keperawatan dilaksanakan secara rutin
sesuai jadwal yang direncanakan.
6 Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi disosialisasikan ke semua ruang
rawat inap.
7 Penghargaan diberikan oleh supervisor kepada perawat yang mampu
menjalankan tugasnya dengan baik, khususnya dalam penerapan IPSG.
8 Adanya pertemuan rutin oleh tim supervisor keperawatan yang
membahas kasus-kasus keperawatan, khususnya dalam penerapan IPSG.
9 Setiap pemecahan masalah berdasarkan kasus yang terjadi selalu
dilaksanakan sehingga kasus tidak terulang kembali.
PENGARUH ORGANISASI
Petunjuk pengisian :Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada kolom yang tersedia. Pilihan jawaban Nilai 1 = Sangat tidak setuju Nilai 2 = Tidak setuju Nilai 3 = Ragu-ragu Nilai 4 = Setuju Nilai 5 = Sangat Setuju
No VARIABEL
NILAI
1 2 3 4 5
1 Manajemen RS baru peduli terhadap keselamatan pasien jika terjadiKTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
2 Struktur organisasi menyebabkan birokrasi yang berbelit.3 Saya seringkali merasa tidak nyaman bila harus bekerja sama
dengan staf unit lain di RS ini.4 Masalah sering terjadi saat pemindahan pasien dari unit satu ke unit
lain.5 Kebijakan RS mendukung saya melaksanakan pekerjaan secara
optimal.6 Ada batasan wewenang dan uraian tugas yang jelas sesuai dengan
struktur organisasi.7 Unit-unit di RS bekerja sama dengan baik untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pasien.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
PERILAKU PENERAPAN IPSG
Petunjuk pengisian :Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan keadaan diri anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada kolom yang tersedia. Keterangan : TD = Tidak dilakukan
KD = Kadang dilakukanSD = Sering dilakukanSSD = Sangat sering dilakukan
No Pertanyaan TD KD SD SSD
1 Saya selalu menggunakan minimal 2 cara identifikasi pada setiap pasien.
2 Identifikasi pasien selalu saya lakukan saat sebelum melakukan
pemberian obat, darah, maupun produk dari darah lainnya.
3 Sebelum pemberian obat, saya selalu sudah mengetahui jenis obat,
khasiat, efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara
pemberian obat.
4 Saya selalu menjelaskan kepada pasien mengenai jenis obat, khasiat,
efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara pemberian
obat.
5 Identifikasi pasien selalu saya lakukan saat sebelum melakukan
pengambilan darah dan spesimen lain untuk uji klinis.
6 Saat pemberian transfusi darah, saya selalu melakukan double
check dengan perawat lain.
7 Sebelum dan sesudah transfusi darah, saya selalu melakukan cek tanda
vital pada pasien.
8 Setiap kondisi pasien baik sebelum maupun sesudah tindakan, saya
selalu dokumentasikan pada lembar grafik observasi dan catatan
perkembangan terintegrasi.
9 Saya selalu memperkenalkan perawat pengganti kepada pasien pada saat
operan tugas.
10 Saya selalu memberikan penjelasan tentang asuhan keperawatan kepada
keluarga pasien.
11 Saya selalu mempercayakan keluarga pasien untuk mengawasi
kelancaran tetesan infus.
12 Saya selalu menulis instruksi yang saya terima secara verbal maupun
telepon.
13 Saya selalu membacakan kembali instruksi yang telah diterima dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
ditulis tersebut.
14 Jika instruksi sudah saya bacakan kembali, saya selalu memberi
tanda “read back +” pada catatan perkembangan terintegrasi.
15 Hasil read back tersebut selalu ditandatangani oleh pemberi instruksi
dalam waktu 1 x 24 jam setelah instruksi diberikan.
16 Jika menerima instruksi mengenai obat, saya selalu menulisnya di kolom
khusus untuk “instruksi obat via telepon” di halaman terakhir dari Daftar
Obat.
17 Saya selalu melakukan prosedur pemberian obat kepada pasien sesuai
dengan SOP yang telah ditentukan rumah sakit.
18 Saya selalu melakukan verifikasi terhadap konsentrasi obat yang
diberikan kepada pasien.
19 Kecepatan pemberian obat dengan resiko tinggi selalu saya monitor
dengan ketat.
20 Penyimpanan obat yang berisiko tinggi selalu dilakukan terpisah
dan diberi label berwarna merah.
21 Konsentrat elektrolit yang disimpan di unit perawatan pasien
dengan jelas selalu diberi label dan disimpan dalam lemari
terkunci.
22 Saya selalu melaksanakan pedoman kebersihan tangan yang telah
dipublikasikan dan diterima secara umum.
23 Sebelum dan sesudah menyentuh pasien, saya selalu mencuci
tangan.
24 Sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik saya selalu
mencuci tangan.
25 Sebelum dan sesudah terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien
saya selalu mencuci tangan.
26 Setelah menyentuh daerah sekitar pasien saya selalu mencuci
tangan.
27 Setiap pasien yang baru masuk rawat inap saya selalu kaji dengan form
pengkajian pasien resiko jatuh.
28 Pengkajian ulang saya lakukan setiap 3 hari sekali jika tidak ada
perubahan pada pasien.
29 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika pasien mendapatkan
medikasi baru yang dapat berisiko pasien jatuh.
30 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika pasien pasca mendapat
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
tindakan atau prosedur yang mengurangi mobilitas pasien.
31 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika tingkat kesadaran atau
kondisi klinis pasien berubah.
32 Pengkajian ulang selalu saya lakukan jika ada pasien yang baru
dipindahkan ke unit satu ke unit lainnya.
33 Tindakan terhadap pasien resiko jatuh dilakukan berdasarkan
tingkat/level resiko jatuh hasil dari pengkajian pasien resiko jatuh
tersebut.
34 Saya selalu melakukan observasi tiap 2-3 jam sekali pada pasien
dengan resiko jatuh tinggi.
35 Sebelum meninggalkan pasien, saya selalu memastikan lingkungan
pasien aman (rem tempat tidur terkunci, pagar tempat tidur
terpasang, lantai tidak basah, penerangan cukup).
TERIMAKASIH
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
1. PENGETAHUAN
Jawaban bersifat dikotomi (benar/salah), maka menggunakan metode Kuder Richardson
dengan rumus :
Keterangan :
n = jumlah butir soal/pernyatan yang adast
2 = varians skor totalp = proporsi jawaban yang benarq = proporsi jawaban yang salah
Perhitungan menggunakan program Ms. Excel.
Didapatkan nilai r = 0,70. Artinya pertanyaan reliabel ( batas nilai r ≥ 0,6)
Terdapat beberapa pertanyaan yang memiliki jawaban benar semua dan salah semua,
sehingga pertanyaan tersebut dikeluarkan.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel pengetahuan, pertanyaan yang
akan dibuang/ dikeluarkan adalah :
Pertanyaan B1 : “IPSG mewajibkan penggunaan gelang tangan untuk identifikasi.”
Pertanyaan B4 : “Perawat harus menjelaskan tujuan, manfaat dan kemungkinan resiko kepada
pasien sebelum melakukan tindakan..”
Pertanyaan B5 : “Instruksi baik secara verbal maupun telepon wajib dibacakan kembali oleh
penerima instruksi.”
2
2
11 1 t
t
s
pqs
n
nr
Lampiran 4. Hasil Uji Alat Ukur
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
No responden
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 total skor (x-x bar) (x-x bar)2
1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 15 1.25 1.56252 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 13 -0.75 0.56253 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 0.25 0.06254 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1.25 1.56255 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 0.25 0.06256 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 13 -0.75 0.56257 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 15 1.25 1.56258 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 -1.75 3.06259 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 13 -0.75 0.5625
10 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 13 -0.75 0.562511 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13 -0.75 0.562512 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 2.25 5.062513 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 14 0.25 0.062514 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 -0.75 0.562515 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14 0.25 0.062516 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 12 -1.75 3.062517 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 2.25 5.062518 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14 0.25 0.062519 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 14 0.25 0.062520 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 12 -1.75 3.0625
14 5 18 13 9 18 16 18 1 0 5 18 20 20 12 17 15 18 19 19 13.75 varian 1.3875
No. of respondent failing item6 15 2 7 11 2 4 2 19 20 15 2 0 0 8 3 5 2 1
p 0.7 0.25 0.9 0.65 0.45 0.9 0.8 0.9 0.05 0 0.25 0.9 1 1 0.6 0.85 0.75 0.9 0.95q 0.3 0.75 0.1 0.35 0.55 0.1 0.2 0.1 0.95 1 0.75 0.1 0 0 0.4 0.15 0.25 0.1 0.05pq 0.21 0.188 0.09 0.228 0.248 0.09 0.16 0.09 0.048 0 0.188 0.09 0 0 0.24 0.128 0.188 0.09 0.048S pq 2.32
0.707N/(N-1)*((S2-SPQ)/S2) =
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
2. MOTIVASI
Cronbach's Alpha(a) N of Items
-.692 14
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
Deletedkeberhasilan 5.958 -.802(a)masyarakat percaya 5.537 -.966(a)banyak kasus 6.050 -.710(a)kesejahteraan 7.292 -.270(a)kondisi pasien 7.082 -.519(a)penting dan mendesak 5.537 -.904(a)perawat lain 5.818 -.691(a)pengalaman 7.011 -.535(a)jenjang karir 7.474 -.365(a)sarana dan prasarana 7.566 -.296(a)pengawasan 6.766 -.429(a)tuntutan 5.671 -.777(a)dukungan 5.355 -.908(a)lelah 6.063 -.762(a)
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.692
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai “cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Masyarakat percaya
2. Dukungan
3. Keberhasilan
4. Tuntutan
5. Lelah
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“lelah”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's Alpha(a) N of Items
-.762 13
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
Deletedkeberhasilan 5.695 -.817(a)masyarakat percaya 5.379 -.950(a)banyak kasus 5.313 -.881(a)kesejahteraan 5.882 -.522(a)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
kondisi pasien 6.934 -.493(a)penting dan mendesak 4.747 -1.149(a)perawat lain 4.618 -1.063(a)pengalaman 6.853 -.511(a)jenjang karir 7.674 -.271(a)sarana dan prasarana 6.239 -.522(a)pengawasan 5.945 -.567(a)tuntutan 5.818 -.658(a)dukungan 5.924 -.647(a)
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.762
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan yang cukup signifikan (0.7620.817). Jadi
pertanyaan “lelah” dikeluarkan dari kuesioner.
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai “cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Penting dan mendesak
2. Perawat lain
3. Masyarakat percaya
4. Banyak kasus
5. Keberhasilan
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“keberhasilan”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's Alpha(a) N of Items
-.817 12
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
Deletedmasyarakat percaya 5.432 -.863(a)banyak kasus 4.471 -1.172(a)kesejahteraan 5.461 -.578(a)kondisi pasien 6.829 -.462(a)penting dan mendesak 4.379 -1.256(a)perawat lain 4.303 -1.137(a)pengalaman 6.484 -.545(a)jenjang karir 7.411 -.267(a)sarana dan prasarana 5.608 -.637(a)pengawasan 5.208 -.730(a)tuntutan 5.608 -.658(a)dukungan 5.713 -.646(a)
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.817
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan yang cukup signifikan (0.8170.863). Jadi
pertanyaan “keberhasilan” dikeluarkan dari kuesioner.
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai “cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Penting dan mendesak
2. Banyak kasus
3. Perawat lain
4. Masyarakat percaya
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“masyarakat percaya”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach'sAlpha(a) N of Items
-.863 11
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
Deletedbanyak kasus 4.050 -1.350(a)kesejahteraan 4.724 -.786(a)kondisi pasien 6.724 -.448(a)penting dan mendesak 4.116 -1.350(a)perawat lain 4.092 -1.193(a)pengalaman 6.326 -.545(a)jenjang karir 7.253 -.260(a)sarana dan prasarana 4.976 -.807(a)pengawasan 4.682 -.883(a)tuntutan 5.713 -.580(a)dukungan 5.924 -.540(a)
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.863
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan tidak terlalu signifikan(0.8630.883). Jadi
pertanyaan “masyarakat percaya” tidak dikeluarkan dari kuesioner.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel motivasi, pertanyaan yang akan
dibuang/ dikeluarkan adalah :
Pertanyaan 1 : “Keberhasilan patient safety di rumah sakit turut dirasakan sebagai keberhasilan saya
juga.”
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Pertanyaan 14 : “Meskipun dalam keadaan lelah dan kurang bersemangat, saya selalu menerapkan
IPSG dalam pekerjaan sehari-hari saya.”
3. SUPERVISI
Cronbach's Alpha N of Items
.818 9
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
Deletedmasukan 14.787 .787keluhan 14.029 .779mengawasi 13.842 .778kesalahan 14.261 .782monitoring 14.997 .772hasil monitoring 16.411 .824penghargaan 17.147 .858pertemuan rutin 15.103 .791pemecahan masalah 16.366 .810
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.818
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai “cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Penghargaan2. Hasil monitoring
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“penghargaan”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's Alpha N of Items
.858 8
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
Deletedmasukan 12.905 .829keluhan 12.116 .821mengawasi 12.345 .832kesalahan 12.905 .839monitoring 13.568 .823hasil monitoring 14.892 .876pertemuan rutin 13.674 .844pemecahan masalah 14.747 .859
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.858.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan tidak terlalu signifikan(0.8580.876). Jadi
pertanyaan “penghargaan” tidak dikeluarkan dari kuesioner.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel supervisi, tidak ada pertanyaan
yang akan dibuang/ dikeluarkan.
4. PENGARUH ORGANISASI
Cronbach's Alpha N of Items
.655 8
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
DeletedKTD 10.379 .679struktur organisasi 9.145 .584kerja sama dengan staf lain 9.818 .591
pemindahan pasien 9.832 .575kebijakan RS 8.737 .537unit di RS 9.200 .547batasan wewenang 12.555 .697pergantian shift 13.208 .713
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.655
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai “cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
5. Pergantian shift6. Batasan wewenang
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“pergantian shift”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's Alpha N of Items
.713 7
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
DeletedKTD 10.092 .728struktur organisasi 9.063 .643kerja sama dengan staf lain 9.937 .659
pemindahan pasien 10.471 .670kebijakan RS 9.103 .627
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
unit di RS 9.418 .624batasan wewenang 13.095 .770
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.713
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan yang cukup signifikan (0.710.77). Jadi
pertanyaan “pergantian shift” dikeluarkan dari kuesioner.
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai “cronbach’s alpha”yaitu batasan wewenang. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's Alpha N of Items
.770 6
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
DeletedKTD 9.674 .795struktur organisasi 8.976 .727kerja sama dengan staf lain 9.882 .740
pemindahan pasien 10.326 .745kebijakan RS 9.042 .711unit di RS 9.168 .695
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.770.
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan tidak terlalu signifikan(0.7700.795). Jadi
pertanyaan “batasan wewenang” tidak dikeluarkan dari kuesioner.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel pengaruh organisasi,
pertanyaan yang akan dibuang/ dikeluarkan adalah :
Pertanyaan 5 : “Masalah sering terjadi saat pergantian shift dari satu perawat ke perawat lain”
5. PERILAKU PENERAPAN IPSG
Cronbach's Alpha N of Items
.973 35
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Alpha if Item
Deletedcara identifikasi 206.411 .972identifikasi pasien 205.292 .972
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
sebelum pemberian obat 201.208 .972penjelasan pada pasien 204.934 .973pengambilan darah 206.155 .972double check 205.116 .972tanda vital 205.221 .972dokumentasi 205.221 .972perawat pengganti 206.471 .972penjelasan keluarga 197.958 .973mempercayai keluarga 208.589 .973menulis instruksi 204.892 .972membacakan kembali 204.832 .972tanda read back + 204.976 .972tandatangan 208.366 .973daftar obat 208.000 .973prosedur pemberian obat 210.526 .974verifikasi 204.892 .972monitor obat 205.674 .972penyimpanan obat 206.484 .972konsentrat elektrolit 194.568 .974kebersihan tangan 205.147 .972menyentuh pasien 208.168 .973tindakan aseptik 206.829 .972terkontaminasi 211.503 .973daerah sekitar pasien 211.958 .974masuk rawat inap 205.355 .972tidak ada perubahan 208.408 .973medikasi baru 206.274 .972pasca mendapat tindakan
207.713 .972
tingkat kesadaran berubah206.345 .972
pasien baru pindah 203.208 .973hasil pengkajian 202.411 .972observasi 203.987 .973sebelum meninggalkan pasien 207.524 .972
Berdasarkan output di atas, nilai cronbach’s alpha = 0.973
Tidak ada pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai “cronbach’s alpha” (perbedaan tidak terlalu signifikan).
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel perilaku, tidak ada pertanyaan
yang akan dibuang/ dikeluarkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Page 1
Perubahan nilai OR
Sosialisasi dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 3.22 2%nikah 4.48 4.46 1%
lamakerr1 2.01 1.96 2%lamakerr2 0.77 0.78 2%jenjang2 1.24 1.20 3%edukasi 3.28 3.44 5%
sos 1.10 - -penget_kat 7.18 7.27 1%
PO_kat 2.58 2.59 0%
Kesimpulan : sosialisasi dikeluarkan dari pemodelan
Jenjang dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 3.36 7%nikah 4.48 4.48 0%
lamakerr1 2.01 1.89 6%lamakerr2 0.77 0.70 9%jenjang2 1.24 - -edukasi 3.28 3.50 7%
penget_kat 7.18 7.32 2%PO_kat 2.58 2.59 0%
Kesimpulan : jenjang dikeluarkan dari pemodelan
Lama kerja sejak lulus dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 3.30 5%nikah 4.48 4.35 3%
lamakerr1 2.01 2.02 0%lamakerr2 0.77 - -
edukasi 3.28 3.42 4%penget_kat 7.18 7.46 4%
PO_kat 2.58 2.55 1%
Kesimpulan : lamakerja2 (sejak lulus pendidikan) dikeluarkan dari pemodelan
Lampiran 5. Hasil Analisis Multivariat
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Page 2
Lama kerja di unit keperawatan dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 2.91 8%nikah 4.48 4.34 3%
lamakerr1 2.01 - -edukasi 3.28 3.29 0%
penget_kat 7.18 7.47 -4%PO_kat 2.58 2.58 0%
Kesimpulan : lamakerja1 (di unit keperawatan saat ini) dikeluarkan dari pemodelan
Pelatihan dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 3.00 5%nikah 4.48 3.83 15%
edukasi 3.28 - -penget_kat 7.18 7.96 11%
PO_kat 2.58 2.57 0%
Kesimpulan : edukasi (pelatihan) dimasukkan kembali ke dalam pemodelan
Umur dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 - -nikah 4.48 5.07 13%
edukasi 3.28 2.91 11%penget_kat 7.18 5.25 27%
PO_kat 2.58 3.12 21%
Kesimpulan : umur dimasukkan kembali ke dalam pemodelan
Pengaruh organisasi dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 3.74 19%nikah 4.48 2.95 34%
edukasi 3.28 2.61 20%penget_kat 7.18 7.43 3%
PO_kat 2.58 - -
Kesimpulan : pengaruh organisasi dimasukkan kembali ke dalam pemodelan
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Page 3
Pernikahan dikeluarkan
Variabel OR adjusted OR crude Perubahan ORumur 3.15 5.05 60%nikah 4.48 - -
edukasi 3.28 3.19 3%penget_kat 7.18 7.00 3%
PO_kat 2.58 2.30 11%
Kesimpulan : status pernikahan dimasukkan kembali ke dalam pemodelan
UJI INTERAKSI
Variabel interaksi P Value Keputusan
Nikah*umur 0.330 Tidak ada interaksi
Pelatihan*pengetahuan 0.817 Tidak ada interaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011