upaya belanda menyelesaikan kasus arctic...
TRANSCRIPT
UPAYA BELANDA MENYELESAIKAN KASUS
ARCTIC SUNRISE ANTARA GREENPEACE DENGAN
RUSIA TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Aprilyana Nur Rafiani
1112113000068
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa upaya Belanda menyelesaikan kasus Arctic Sunriseantara Greenpeace dengan Rusia, dimana hubungan kedua negara tersebutsebelumnya tidak memiliki masalah, namun kemudian terganggu setelah adanyapenangkapan kapal Arctic Sunrise berserta awak kapal dan aktivis Greenpeaceoleh Rusia. Kapal Arctic Sunrise ini menggunakan bendera Belanda sehinggamengharuskan Belanda untuk membebaskan kasus ini melalui jalur hukuminternasional. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bentuk diplomasiyang digunakan dalam proses pembebasan kasus Arctic Sunrise yang dilakukanmelalui jalur hukum internasional, ITLOS. Metode penelitian yang digunakandalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang menghasilkan analisadeskriptif dan pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka. Kemudiankerangka teori yang digunakan adalah kepentingan nasional untuk menganalisakepentingan Belanda di kawasan Arktik dan diplomasi multi-track yangdigunakan untuk menganalisa bentuk diplomasi yang digunakan Belanda selamaproses penyelesaian kasus Arktik Sunrise. Penelitian ini menemukan bahwadiplomasi yang digunakan Belanda dalam penyelesaian kasus Arctic Sunrisedikategorikan sebagai diplomasi multi track yang dimana diplomasi yangdijalankan termasuk dalam Track 1, pemerintah dan Track 9, publik dan Media.Di samping itu, diplomasi Belanda di ITLOS juga berjalan dengan lancar atasdasar faktor tidak hadirnya Rusia selama proses penyelesaian hukum di ITLOSdan adanya dukungan publik dunia yang mendesak agar kasus ini dapatterselesaikan. Pada akhirnya, diplomasi Belanda menjadi berhasil dengan hasilpersidangan ITLOS yang menyatakan bahwa Rusia harus membebaskan kapal danseluruh pihak yang ditahan dan membayar denda kepada Belanda.
Kata Kunci: Belanda, Rusia, Arctic Sunrise, Greenpeace, KepentinganNasional, Diplomasi Multi-track
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang sangat hebat kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam penulis
curahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis persembahkan teruntuk ayahanda tercinta, Alm. Aries
Rafiadi yang telah tenang berada di sisi-Nya. Terima kasih ayah untuk segala
cinta, kasih sayang, pengertian, dan perhatian ayah yang tak tergantikan. Beliau
adalah sosok hebat yang berjuang demi keluarga, yang mengajarkan anak-
anaknya mandiri dan tidak lemah, beliau juga sosok panutan yang mengajarkan
apa itu artinya sabar dan ikhlas. Sungguh sedih beliau hanya dapat menemani
perjuangan penulis di bangku kuliah hanya sampai di semester 4, tetapi semangat
dan perjuangan beliau tidak akan hilang oleh waktu bahkan setiap detak jantung
ini beliau selalu hadir di sisi penulis. Terima kasih ayah, untuk segalanya.
Begitu juga dengan ibunda tercinta Neni Nureni yang telah mencurahkan
segalanya untuk penulis, lebih dari cinta dan kasih sayang. Beliau adalah sosok
yang sangat mengerti kondisi penulis semasa kuliah dan selalu mendukung
apapun aktivitas penulis. Beliau tidak hanya sosok ibu bagi penulis, tetapi juga
sahabat, kakak, serta ayah. Beliau adalah wanita pejuang yang tak kenal lelah
untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya, memberikan contoh
untuk tetap tabah dan berusaha di berbagai situasi kehidupan dan tak henti
memanjatkan doa agar anak-anaknya dapat berhasil di tanah rantauan. Sehingga
membuat penulis selalu tenang dan semangat dalam meraih cita-cita.
Kemudian untuk adik saya satu-satunya Alissya Rafiani yang saat ini juga
menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Skripsi ini dipersembahkan
untuknya, yang sudah menjadi pendengar, pemberi motivasi dan pengingat bagi
vii
penulis. Dialah sosok yang membuat penulis menjadi tegar dan terus bersemangat
untuk mengejar cita-cita.
Selama masa perkuliahan hingga penyusunan dan penyelesaian skripsi,
penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak
memberikan bantuan, bimbingan serta dorongan baik moril maupun materil yang
telah diberikan secara tulus dan ikhlas kepada penulis. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis penulis menghaturkan rasa terima kasih sebesar-besarnya
dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA, Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Bapak Dr. Badrus Sholeh, MA dan Ibu Eva Mushoffa, MHSPS
sebagai Kepala dan Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kelancaran kepada
penulis dalam hal administrasi.
2. Bapak Robi Sugara, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya di tengah kesibukan beliau selama penulisan skripsi
ini. Beliau harus membagi waktu antara pekerjaan beliau, penulis dan
mahasiswa bimbingan beliau lainnya. Beliau juga telah memberikan
masukan dan dorongan yang sangat berharga bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Andar Nubowo, selaku dosen seminar proposal skripsi yang telah
memberikan masukan dan dorongan selama penulis menyusun proposal
skripsi.
4. Seluruh dosen Hubungan Internasional, FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang sangat berjasa dalam memberikan ilmu dan arahan selama
penulis menjalankan studi di HI UIN Jakarta.
5. Keluarga besar kakek Raffe’i S dan nenek Rosyana Tarigan berserta om
dan tante (Tante Lendi, Tante Itha, Om Joddy, Om Raymond) yang sangat
berjasa bagi penulis dengan memberikan dukungan dari materil hingga
moril pada masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi kepada penulis.
viii
6. Seluruh teman-teman HI UIN Jakarta yang telah memberikan pengalaman
dan membantu penulis selama masa perkuliahan hingga penyusunan
skripsi. Terutama kepada sahabat penulis, Mutiarani Zahara, Ratna Puspita
Ningrum, Virzah Syalvira, Nur Anggraini, Ratnawati Kusuma Jaya, Arini
Mardatika (sudah seperti saudara kembar penulis) dan Farah Putri Nabilah
yang telah bersedia menjadi teman diskusi dan selalu menyemangati
penulis baik selama masa perkuliahan maupun saat proses penyusunan
skripsi.
7. Kepada teteh Dwi Lestari yang sangat sabar, pengertian dan perhatian
kepada penulis. Terima kasih atas motivasi dan dukungannya kepada
penulis selama ini.
8. Kawan-kawan di HMI Komisariat FISIP, KOHATI Komisariat FISIP, dan
KOHATI Cabang Ciputat, maaf namanya tak bisa disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan pengalaman dan mewarnai aktivitas penulis
selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi. YAKUSA!
9. Kawan-kawan di KOMPAK (Komite Mahasiswa dan Pemuda Anti-
Kekerasan) ka uci, bang awe, bani, ifmil, torang dan lainnya. Terima kasih
telah memberikan pengalaman bagi penulis selama ini serta pertemanan
lintas daerah, dari Medan hingga Papua. Salam AHIMSA!
10. Kawan-kawan di HMB (Himpunan Mahasiswa Banten) Jakarta yang
sudah menjadi keluarga pertama penulis saat menginjakkan kakinya di
Ciputat. Terima kasih atas bimbingan dan motivasinya selama ini.
11. Pembina dan kawan-kawan di Djarum Beasiswa Plus dari Djarum
Foundation. Mas Nanda, Mas Sapto, geng cabe pamulang, geng arisan
beswan djarum, dan lainnya. Terima kasih atas kesempatan besar yang
diberikan kepada penulis hingga penulis mendapat pengalaman luar biasa
dari soft skill yang diberikan dan pertemanan hebat dari Aceh hingga
Papua. Terima kasih juga Mba Rosiana Silalahi atas buku yang diberikan
dan Pak James Gwee atas motivasi teori KFF. Salam Bersatu Seikat!
12. Sahabat semasa SMA, Syifa, Melly, Eva, Sendra yang telah mendukung
dan memberikan semangat bagi penulis. Tim Panahan Kab. Lebak,
ix
Banten, yang memberikan pengalaman hebat sepanjang penulis hidup.
Serta tak lupa sahabat-sahabatku di Kalimantan Timur yang sudah
memberikan semangat dari jauh, Lulu dan keluarga Terima kasih untuk
semuannya.
13. Teruntuk Ibu Beby dan Bapak R.M. Omar Yusuf yang bersedia
menjadikan penulis sebagai guru privat bagi ketiga anaknya, Azka, Belva
dan Axel. Terima kasih atas perhatian dan pengertian luar biasa dari Ibu
selama masa perkuliahan penulis. Tak lupa juga kepada murid-murid
penulis lainnya, Nikita, Karl, Razz, Rara, Lita, dan lain-lain yang telah
memberikan semangat, warna, canda dan cerita bagi penulis.
14. Segenap staf Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO yang telah
memberikan pelajaran dan pengalaman selama penulis magang. Serta
Bapak Arief Rachman, yang telah memberikan semangat bagi penulis
untuk menyelesaikan skripsi dan mendorong penulis agar dapat
melanjutkan studi di jenjang berikutnya.
15. Last but not least, teruntuk terkasih dan tercinta abang Dzulfikar Ka’in
yang telah menemani penulis di saat suka dan duka. Terima kasih atas
cinta, kasih sayang, pengertian dan perhatiaan yang luar biasa kepada
penulis. Terima kasih untuk segala motivasi dan dorongannya, materil
maupun moril, serta tak pernah bosan mendengarkan dan membimbing
penulis untuk menjadi sosok yang lebih tegar dan kuat.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas
bantuannya selama proses penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya, penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
serta masih banyak kekurangan. Unutk itu penulis mengharapkan masukan serta
kritikan, agar nantinya skripsi dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Jakarta, 30 September 2016
Aprilyana Nur Rafiani
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME......................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI.................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................... xiii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9
E. Kerangka Pemikiran................................................................................... 16
1. Kepentingan Nasional ............................................................................ 16
2. Diplomasi ............................................................................................... 18
F. Metodologi Penelitian ................................................................................ 21
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 22
BAB II .................................................................................................................. 45
KAWASAN ARKTIK DAN AKTIVITAS GREENPEACE........................... 45
A. Kawasan Arktik Sebelum dan Sesudah Perang Dingin ............................. 45
B. Perubahan Iklim di Kawasan Arktik .......................................................... 49
C. Aktivitas Greenpeace ................................................................................. 52
BAB III................................................................................................................. 57
KASUS KAPAL ARCTIC SUNRISE DENGAN RUSIA TAHUN 2013 ........ 57
A. Penangkapan Kapal Arctic Sunrise oleh Rusia .......................................... 57
B. Aturan International Tribunal of the Law and the Sea (ITLOS) ............... 62
xi
1. Mekanisme Penyelesaian Sengketa di International Tribunal of the Lawand the Sea (ITLOS)...................................................................................... 65
2. Penyelesaian Kasus Arctic Sunrise di International Tribunal of the Lawand the Sea (ITLOS)...................................................................................... 67
BAB IV ................................................................................................................. 65
KEBERHASILAN BELANDA MENYELESAIKAN KASUS ARCTICSUNRISE TAHUN 2013 ..................................................................................... 65
A. Kondisi Belanda dan Hubungan antara Belanda dan Rusia....................... 65
B. Upaya Belanda dalam Kasus Arctic Sunrise antara Greenpeace denganRusia Tahun 2013.............................................................................................. 74
C. Implikasi Keberhasilan Belanda terhadap Hubungan Bilateral dengan Rusia80
BAB V................................................................................................................... 81
KESIMPULAN.................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... xiv
xii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar 4.1............................................................................................................66
Gambar 4.2............................................................................................................67
Gambar 4.3............................................................................................................70
Tabel 2.1................................................................................................................47
Tabel 2.2................................................................................................................50
Tabel 3.1................................................................................................................59
Tabel 3.2................................................................................................................54
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AIV : Advisory Council on International Affairs
AS : Amerika Serikat
CLCS : Commission on the Limits of the Continental Shelf
FoEI : Friends of the Earth International
ITLOS : International Tribunal for the Law of the Sea
IUCN : International Union for Conservation Nature
KHL : Konvensi Hukum Laut
NGO : Non-Govenrmental Organization
NPP : Netherlands Polar Programe
NSR : Northeast Passage
NWP : Northwest Passage
SGI : Sustainable Governance Indicators
SSBN : Strategic Ballistic Missile Firing Submarines
UN : United Nations
UNCLOS : United Nations Convention on the Law of the Sea
US : Uni Soviet
USGS : US Geological Survey
WWF : World Wild Fund
ZEE : Zona Ekonomi Ekslusif
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini mengkaji keberhasilan diplomasi Belanda dalam kasus Arctic
Sunrise antara Greenpeace dengan Rusia pada 2013. Kasus ini terjadi karena
adanya penangkapan 30 aktivis Greenpeace di kawasan Arktik oleh Rusia atas
aksi protes para aktivis terhadap perusahaan Rusia, Gazprom, dengan
menggunakan kapal Arctic Sunrise yang berbendera Belanda. Kasus ini
diselesaikan melalui proses persidangan laut internasional antara Belanda dan
Rusia.
Kawasan Arktik merupakan wilayah di Kutub Utara yang seluruh
wilayahnya tertutup oleh es. Kawasan ini terisolasi oleh samudera serta diapit oleh
daratan Eropa dan Amerika Utara (The Encyclopedia of Earth, 2010) dengan luas
wilayah sekitar 13,4 x 106 km2. Secara geografis kawasan Arktik meliputi
Samudera Artik yang termasuk negara di dalamnya adalah Kanada, Finlandia,
Greenland, Islandia, Norwegia, Rusia, Swedia dan Amerika Serikat (Geography
About). Kawasan ini terdiri atas tiga bentuk, yakni dataran tinggi yang tidak
merata, dataran yang tertutup oleh es yang tebal, endapan, dan tumpukan sisa
hasil laut. Lalu, adanya pegunungan yang menjulang dari puncak Canadian
Rockies menuju pegunungan Ural (The Encyclopedia of Earth, 2010).
2
Pada masa Perang Dingin, kawasan Arktik merupakan kawasan yang
berperan sangat penting bagi Uni Soviet dan Amerika Serikat. Bagi Uni Soviet,
Pelabuhan di Semenanjung Kola merupakan akses besar terhadap Samudera
Atlantik serta tempat meningkatkan kemampuan kapal selamnya yang menjadi
ancaman bagi Amerika Serikat (Osterud dan Honneland, 2014, hal. 158). Begitu
juga bagi Amerika Serikat, perairan Arktik dan ruang udaranya merupakan
kawasan penting bagi Amerika Serikat dan sekutunya untuk menyimpan sistem
navigasi Loran-C dan sistem radar AWACS, pesawat supersonik, area patroli
kapal permukaaan dan kapal selam, serta adanya peningkatan militer di
semenanjung Skandinavia (Osterud dan Honneland, 2014, hal. 159).
Berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan pecahnya Uni Soviet dan
berganti Rusia. Konsentrasi geostratejik di kawasan Arktik pun memudar dan
tergantikan dengan agenda-agenda terkait perubahan iklim, kerjasama penelitian,
dan kepentingan ekonomi, seperti eksploitasi sumber daya alam. Isu yang paling
dominan di kawasan Arktik setelah Perang Dingin adalah perubahan iklim dengan
adanya reduksi es pada musim panas yang membuka jalur laut baru untuk
komunikasi di utara, Kanada dan Siberia Utara. Kemudian transportasi antara
Asia dan Eropa akan menjadi lebih singkat dan murah dibandingkan dengan rute
yang digunakan saat ini melewati Panama dan Terusan Suez (Osterud dan
Honneland, 2014, hal. 159-160).
Mencairnya es di kawasan Arktik membuka peluang perdagangan bisnis dan
lalu lintas perjalanan kapal. Seperti terbukanya rute Laut Utara di sepanjang
pantai Utara Rusia yang memberikan akses bagi Rusia untuk mendapatkan
3
sumber daya alam hingga ke Siberia. Pada 21 Agustus 2009 jalur tersebut
diumumkan untuk menjadi jalur perdagangan global, dan untuk pertama kalinya
dua kapal dagang Jerman melewati rute laut utara dari Vladivistok menuju
Belanda (Ebinger dan Zambetaks, 2009, hal. 1216).
Peluang bisinis yang dapat menjadi prospek ke depan bagi negara-negara di
dunia yang paling utama adalah minyak dan gas. Berdasarkan US Geology
Survey, kawasan Arktik mengandung cadangan minyak lebih dari 90 milyar barel
yang terletak di wilayah pantai Rusia (Greenpeace International, 2013). Selain
memiliki cadangan minyak, kawasan Arktik juga memiliki cadangan gas alam
sebesar 1.699 triliun kaki kubik dan 44 milyar barel gas alam cair dengan 84%
potensi tersebut dapat ditemukan di daerah lepas pantai (Ebinger dan Zambetaks,
2009, hal. 1216). Potensi Arktik yang begitu besar akan sumber daya alamnya
menjadi ajang bagi negara di kawasan Arktik untuk mengeksploitasi sumber daya
minyak dan gas. Seperti negara Kanada, Denmark, Norwegia, Rusia dan Amerika
Serikat yang telah memberikan izin perusahan-perusahan minyak negara mereka
untuk beroperasi di Arktik (Elferink dan Jebsen, 2014, hal. 1).
Salah satu perusahaan yang beroperasi di kawasan Arktik ini adalah
Gazprom, salah satu perusahaan energi terbesar di Rusia (Greenpeace
International, 2013). Untuk dapat mengoptimalkan pengeboran minyak di
kawasan Arktik, Gazprom membangun Prirazlomnaya, yaitu sebuah platform
minyak raksasa yang dapat melakukan pengeboran minyak lepas pantai di
perairan beku sehingga dapat memproduksi minyak sebanyak 43 juta barel per
tahun dan dapat menyimpan selama seumur hidup. Ukuran dari peron
4
Prirazlomnaya sebesar 126 m2 dan 117.000 ton yang menampung pekerja
sebanyak 200 orang dan memiliki alat pembor dengan mengandung 100.000 ton
baja dan 122.000 ton beton (Greenpeace International, 2013).
Beberapa aktivis lingkungan, terutama aktivis Greenpeace mengecam
tindakan Gazprom yang melakukan pengeboran minyak yang menggunakan
Prirazlomnaya. Para aktivis tersebut menyatakan perusahaan Gazprom adalah
perusahaan pertama yang menyedot minyak dari perairan es Arktik yang
kemungkinan besar sangat sulit menjamin keamanan pengeboran tersebut
(Environment News Service, 2013). Selain itu, posisi Prirazlomnaya yang terletak
dekat dengan margasatwa dan cagar alam Nenetsky dan Vaygach juga
mengancam kehidupan beruang laut. Serta potensi tumpahan minyak di air es
sangat sulit diselesaikan (The Global Call for Climate Action, 2013).
Dampak lain yang kemungkinan terjadi adalah volume tumpahan minyak
yang sangat besar dikarenakan kondisi ketika perusahaan beroperasi di kawasan
Arktik tidak dapat menahan dan menutup tumpahan minyak. Hal ini akan
menimbulkan polusi di sekitar Laut Pechora dan area-area yang terlindungi (The
Global Call for Climate Action, 2013).
Tumpahan-tumpahan minyak di Arktik dapat juga mengakibatkan suhu
udara yang rendah karena kondisi air yang sudah tidak layak. Beberapa pengamat
lingkungan dalam The Arctic Forum memaparkan bahwa tumpahan minyak
karena aktivitas perusahaan di Arktik dapat membahayakan bagi kesehatan bagi
manusia yang tinggal di sekitar Eropa Utara. Penyakit yang dapat ditimbulkan
5
adalah penyebaran malaria, kutu beruang yang dapat menyebabkan radang otak,
serta wabah virus Siberia. Tidak hanya dampak bagi kesehatan, dampak bagi
lingkungan pun sudah pasti karena peningkatan emisi yang menutupi es akan
memudahkan es tersebut mencair (The Moscow Times, 2013).
Untuk merespon hal-hal tersebut, ada beragam organisasi internasional yang
melakukan aksi-aksi untuk dapat menghentikan kegiatan perusahaan minyak
mengeksploitasi isi bumi. Organisasi internasional yang berperan dalam kegiatan-
kegiatan tersebut, seperti World Wild Fund (WWF), Greenpeace, International
Union for Conservation Nature (IUCN), dan Friends of the Earth International
(FoEI) (Ramli, 2014, hal. 1-2).
Salah satu organisasi yang berperan dalam perlindungan kawasan arktik
adalah Greenpeace, yaitu organisasi kampanye global yang independen yang
bertindak untuk mengubah sikap dan perilaku untuk melestarikan dan
mempromosikan perdamaian yang telah berkampanye sejak tahun 1971. Mereka
melakukan aksinya dengan cara non-kekerasan dan lebih menekankan pada
penelitian, lobi dan diplomasi (Greenpeace International, 2013). Mereka juga
melaksanakan kampanye dan aksi untuk menghentikan kegiatan pengeboran
minyak lepas pantai di lautan es arktik agar dampak dari pengeboran minyak
tersebut dapat dihindari. Hal ini melihat dari berkurangnya jumlah es di kawasan
arktik yang akan berdampak pada pemanasan global berkepanjangan (Greenpeace
International, 2013).
6
Untuk menghentikan kegiatan pengeboran minyak lepas pantai di kawasan
Arktik, Greenpeace menyebarkan kampanye berupa Save the Arctic. Kampanye
ini dilakukan agar dapat menghentikan kegiatan pengeboran minyak di kawasan
Arktik yang dapat berakibat pada kondisi lingkungan di masa depan. Dalam
melaksanakan kampanye tersebut, mereka melakukan aksi dengan cara damai,
peaceful protest. Biasanya Greenpeace tidak meminta izin terlebih dahulu kepada
pihak yang terkait ketika ingin melaksanakan aksinya. Namun berbeda ketika
ingin melaksanakan kampanye di kawasan Arktik, mereka terlebih dahulu
meminta izin kepada pihak Rusia untuk melaksanakan aksinya. Hal ini
dikarenakan Rusia memiliki navigasi yang ketat di area tersebut (Ramli, 2014,
hal. 53-56).
Pada 19 September 2013, 30 aktivis Greenpeace beserta kapalnya, Arctic
Sunrise, ditangkap oleh pihak Rusia setelah melakukan serangkaian aksi pada
bulan-bulan sebelumnya. Aksi pertama pada 24 Agustus 2013 enam orang aktivis
Greenpeace menaiki anjungan Prirazlomnaya dengan kapal bot dan bertahan
disana hingga tidak dapat dijangkau oleh pekerja. Aksi ini dilakukan untuk
memprotes perusahaan gas Rusia, Gazprom (Ramli, 2014, hal. 5). Kemudian aksi
kedua pada 18 September 2013 aktivis Greenpeace yang menggunakan kapal
Arctic Sunrise mencoba untuk mengakses rig minyak Prirazlomnaya yang
beroperasi dalah ruang lingkup wilayah zona ekonomi ekslusif (ZEE) Rusia,
yakni di laut Pechora antara daratan Rusia dan Novaya Zemlya (Elferink dan
Jebsen, 2014, hal. 1).
7
Penangkapan kapal Arctic Sunrise ini mendapat respon dari Belanda,
sebagai negara bendera kapal tersebut yang kemudian langsung memberitahu
kepada Federasi Rusia bahwa Rusia melanggar kewajiban terhadap Belanda
sebagai negara bendera dari kapal Arctic Sunrise (Elferink dan Jebsen, 2014,
hal.1). Perdana Menteri Belanda juga menyatakan bahwa pihak Rusia seharusnya
menghubungi Belanda terlebih dahulu sebelum menangkap kapal Greenpeace,
Arctic Sunrise. Dari pihak Greenpeace juga menyatakan bahwa kapal Arctic
Sunrise berlayar di perairan internasional bukan di wilayah Rusia (Ramli, 2014,
hal. 5-6).
Sedangkan dari pihak Rusia menyatakan bahwa aktivis Greenpeace yang
memanjat kapal minyak Gazprom, mereka tersebut berada di dalam wilayah
teritorial Rusia, yakni Laut Prechora. Rusia juga menyatakan bawa aktivis
Greenpeace tersebut melanggar Pasal 101 Konvensi Hukum Laut (KHL) Rusia
sehingga para aktivis tersebut secara resmi ditahan pada 24 September yang
disahkan oleh Pengadilan Wilayah Leninsky. Aktivis tersebut juga didakwa atas
dasar tuduhan pembajakan oleh pengadilan Rusia berdasarkan pasal 227 (3)
Criminal Code of the Russian Federation. Tuduhan dakwaan yang dilakukan oleh
Rusia ditolak oleh Greenpeace maupun Belanda. Mereka berupaya untuk
mengajukan banding kepada Pengadilan Murnmask tetapi Rusia mengumumkan
tidak akan menerima proses arbitrase internasional yang diajukan oleh
Greenpeace maupun Belanda (Ramli, 2014, hal. 6).
Keputusan Belanda untuk membawa kasus tersebut ke International
Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) karena Rusia menolak arbitrase yang
8
dilakukan oleh Belanda di pengadilan Murnmask pada 4 Oktober 2015 (Elferink
dan Jebsen, 2014, hal. 1-2). Pengajuan yang dilakukan Belanda sesuai dengan hak
Belanda sebagai kapal bendera Arctic Sunrise yang sesuai dengan artikel 58
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) terkait kebebasan
navigasi kapal yang memiliki yurisdiksi terhadap bendera kapal tersebut (Elferink
dan Jebsen, 2014, hal. 2). Pengajuan Belanda ke ITLOS ditolak oleh Rusia dan
Rusia tidak datang dalam persidangan. Persidangan tersebut berakhir pada 22
November 2013 dengan menghasilkan bahwa Arctic Sunrise beserta aktivisnya
dibebaskan dari penahanan Rusia.
B. Pertanyaan Penelitian
Skripsi ini berupaya untuk menjawab pertanyaan bagaimana upaya Belanda
dalam menyelesaikan kasus Arctic Sunrise antara Greenpeace dengan Rusia tahun
2013?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Skripsi ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui tentang diplomasi yang digunakan Belanda dalam
membebaskan aktivis Greenpeace dalam penangkapan kapal Arctic Sunrise
dengan Rusia tahun 2013 di International Tribunal for the Law of the Sea
(ITLOS).
2. Mengetahui teori dan konsep dalam studi Hubungan Internasional yang
relevan dan tepat dalam menganalisa skripsi ini.
9
3. Menyampaikan kepada pembaca tentang berbagai proses yang terjadi dari
kasus Arctic Sunrise yang dihadapi oleh Belanda, Greenpeace dan Rusia di
tahun 2013.
Skripsi ini bermanfaat untuk:
1. Dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan studi Hubungan
Internasional di perguruan tinggi.
2. Memudahkan pembaca dalam memperluas pengetahuan terutama bagi
mereka yang memiliki minat dalam studi diplomasi dan kajian dan studi
kawasan terutama kawasan Eropa.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan
penelitian selanjutnya yang terkait dengan diplomasi Belanda dalam
menyelesaikan perselisihan antara Greenpeace dan Rusia.
D. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti, baik
dalam jurnal, buku, skripsi dan penelitian ilmiah lainnya. Penelitian pertama
dilakukan oleh Alex G. Oude Elferink dari Netherlands Institute for Law of the
Sea yang berjudul The Arctic Sunrise Incident: A Multifaced Law of the Sea Case
with a Human Rights Dimension pada Januari 2014. Pemaparan dari Alex G.
Oude Elfrink ini berisi tentang banyaknya hukum internasional yang digunakan
dalam kasus Arctic Sunrise sehingga memunculkan perspektif. Baik dari
perspektif hukum internasional atau perspektif dari hukum hak asasi manusia.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alex, penolakan Rusiaa atas pengajuan
10
Belanda ke ITLOS karena Rusia merasa otoritas yang berperan dalam kasus ini
adalah otoritas Rusia, dengan menggunakan hukum domestik dari Rusia.
Persamaan dalam penelitian dari Alex dengan penelitian yang akan
dilakukan, sama dalam menjelaskan kasus Arctic Sunrise dengan posisi Rusia dan
posisi Belanda. Selain itu, skripsi ini akan membahas ketidakpahaman hukum
internasional yang digunakan sehingga menyebabkan Rusia menolak untuk
melakukan arbitrase di ITLOS.
Adapun perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan adalah proses
diplomasi Belanda di ITLOS yang akan dibahas dalam penelitian. Karena
penelitian Alex hanya memberikan gambaran bahwa Belanda mempunyai otoritas
untuk mengakui aktivis dan kapal Arctic Sunrise tersebut, tetapi kurang
memaparkan proses dan dinamika negosiasi di ITLOS yang dimana otoritas
Belanda tersebut dipertanyakan oleh Rusia.
Penelitian kedua, yakni penelitian yang dilakukan oleh Maria Chiara Noto
di tahun 2016 dalam jurnal Maritime Safety and Security Law Journal, Februari
2016 dengan judul The Artcic Sunrise Arbitration and Acts Protest at Sea. Dalam
jurnal ini Maria lebih menjelaskan bahwa kasus Arctic Sunrise yang dituduhkan
oleh Rusia sebagai tindak kekerasan, pembajakan bahkan aksi terorisme tidak
terbukti. Maria juga menjelaskan bahwa aksi yang dilakukan oleh Greenpeace
merupakan aksi damai dan mendeskripsikan secara jelas perbedaan dari aksi
protes terhadap aktivitas laut dengan kegiatan-kegiatan pembajakan dan terorisme.
Menurut Maria, aktivitas Greenpeace juga memiliki hak sama seperti dengan
aktivitas Gazprom di perairan Arktik. Aktivitas Gazprom tersebut dilindungi oleh
11
Rusia berdasarkan ZEE nya, tetapi jika dilihat dari pasal 56 UNCLOS, yang
berhak melakukan eksplorasi secara ekonomi tidak hanya Rusia saja dan juga
harus ada pemberian perlindungan bagi aktivis organisasi non-pemerintah.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama membahas kasus Arctic Sunrise, hukum internasional dalam kasus ini
dan upaya yang dilakukan oleh hukum internasional untuk menyatakan bahwa
kasus Arctic Sunrise merupakan kasus internasional bukan kasus domestik.
Adapun perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan adalah akan
menggunakan konsep dari kepentingan dan peran negara pemilik kapal. Selain itu
penelitian tersebut hanya berfokus terhadap penjelasan pembajakan dan terorisme
yang dituduhkan oleh Rusia, tanpa membahas dinamika persidangan antara
Belanda dan Rusia yang akan dibahas dalam penelitian yang akan dilakukan.
Penelitian ketiga, yakni penelitian yang dilakukan oleh Advisory Council on
International Affairs (AIV) dalam jurnal yang berjudul The Future of The Arctic
Region, Cooperation or Confrontation, No. 90, September 2014. Penelitian ini
membahas bagaimana masa depan dari kawasan Arktik dalam bidang keamanan
dan ekonomi. Banyak negara, terutama negara yang tergabung dalam Arctic
Council yang berupaya untuk melaksanakan kepentingannya di kawasan Arktik.
Potensi besar yang ada di kawasan inilah yang menjadi minat bagi negara-negara
yang tidak hanya tergabung dalam Arctic Council, tetapi juga negara-negara di
luar kawasan Arktik, seperti Tiongkok. Hal ini karena kawasan Arktik
menyimpan cadangan ekonomi yang besar. Mencairnya es di Arktik membuka
peluang aktivitas ekonomi di kawasan Arktik. Aktivitas ekonomi ini berupa
12
pengeboran minyak, gas, dan logam, serta jalur perjalanan kapal dagang.
Penelitian ini menjelaskan keuntungan bagi Belanda akibat dinamika kawasan
Arktik serta konflik yang kemungkinan akan terjadi.
Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah sama-sama melihat bagaimana keuntungan Belanda dalam dinamika
kawasan Arktik. Hal ini untuk melihat sejauh mana kepentingan Belanda dalam
kawasan Arktik, baik untuk menjaga keamanan lingkungan ataupun kepentingan
ekonomi Belanda.
Perbedaan jurnal ini dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu skripsi ini
akan berfokus pada kepentingan nasional Belanda, keuntungan Belanda di
kawasan Arktik dan dinamika konflik yang akan berdampak bagi Belanda. Selain
itu, skripsi ini akan membahas bentuk diplomasi yang digunakan oleh Belanda
dalam konflik antara Greenpeace dengan Rusia yang terjadi di kawasan Arktik.
Penelitian keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Rafika Nurul
Hamdani Ramli pada 2014 yang menulis skripsi di Universitas Hasanudin
Makasar dengan judul “Tinjuan Hukum Internasional terhadap Penahanan Aktivis
Greenpeace oleh Pemerintah Rusia”. Rafika menggunakan konsep dari hukum
internasional dalam menganalisa tentang tinjauan hukum internasional terhadap
penahanan aktivis Greenpeace oleh pemerintah Rusia. Menurut Rafika,
Greenpeace bertindak dalam kapasitas hukum yang memiliki prinsip non-violent
direct action selama lebih 40 tahun dan tidak pernah menggunakan kekerasan
dalam setiap aksinya. Tuduhan pelanggaran hukum internasional maupun tuduhan
13
piracy dan hooliganism yang dituduhkan oleh pemerintah Rusia tidak terbukti
sama sekali sehingga aktivis Greenpeace dapat dibebaskan pada 26 Desember
2015.
Persamaan penelitian yang dilakukan Rafika dengan penelitian ini sama-
sama melihat hukum internasional berpihak dalam kasus Arctic Sunrise dan
melihat posisi Greenpeace sebagai NGO dalam kasus ini dan tuduhan yang
dilakukan oleh pemerintah Rusia sesuai atau tidak dengan hukum internasional.
Penelitian yang akan dilakukan berbeda dalam hal konsep dan subjek
penelitian dengan penelitian Rafika. Dia hanya menjelaskan Greenpeace secara
hukum internasional dan poisis organisasi internasional tersebut sesuai dengan
hukum internasional. Maka dari itu, skiripsi ini lebih membahas posisi dan peran
Belanda sesuai dengan hukum internasional dalam kasus ini serta bentuk dari
diplomasi sebagai salah satu upaya Belanda dalam menyelesaikan kasus kapal
Arctic Sunrise.
Penelitian selanjutnya, yaitu penelitian dari Ashton Zylstra dalam laporan
Matters of Russian and International Law pada 9 Oktober 2013 yang berjudul
Piracy or Hooliganism: Detention of Arctic Sunrise. Laporan ini berisi tentang
kasus penangkapan aktivis Greenpeace oleh Rusia dengan dituduhkan sebagai
kejahatan pembajakan pada September 2013. Laporan ini lebih memaparkan
secara hukum internasional terkait ketidakjelasan tuduhan pembajakan oleh Rusia
yang hanya mengandalkan hukum domestik negaranya. Untuk menjelaskan
maksud pembajakan dalam kasus Greenpeace ini, Zylstra menggunakan term
14
vessel dan private ends yang dimana sumber-sumbernya tidak hanya dari
domestik, tetapi juga hukum internasional. Term vessel dan private ends
digunakan untuk menganalisa oil platform Gazprom yang dipermasalahkan oleh
Greenpeace. Hukum-hukum yang digunakan secara internasional dalam kasus
Arctic Sunrise dapat dibuktikan dalam persidangan nantinya.
Persamaan laporan ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-
sama menganalisa tuduhan yang dilakukan oleh Rusia sesuai dengan hukum
internasional. Selain itu juga persamaan dari penelitian ini sumber-sumber dari
hukum internasional yang akan memperkuat analisa dalam pennelitian yang akan
dilakukan.
Adapun perbedaan dari penelitian ini yakni Zylstra sama sekali tidak
menjelaskan kasus Arctic Sunrise dalam kacamata hubungan internasional yang
dalam hal ini akan dibahas dalam penelitian yang akan dilakukan dengan konsep
kepentingan nasional dan diplomasi.
Kemudian penelitian yang terakhir digunakan aadalah penelitian dari Roben
Van Genderen dan Fan Rood yang berujudul Water Diplomacy: a Niche for the
Netherlands? Dalam Netherlands Institute of International Relations pada
November 2011. Laporan ini tidak berisi terkait kasus Arctic Sunrise, namun
dalam laporan ini terdapat bentuk diplomasi Belanda dalam ruang lingkup
diplomasi air. Diplomasi air ini terjadi karena adanya konflik dari air dan
kepentingan-kepentingan negara lain akan akses air. Diplomasi air juga
dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik didalamnya dengan cara negosiasi,
15
mediasi, konsiliasi, arbitrase dan adjudikasi. Dalam hal ini, Belanda
mengupayakan diplomasinya terkait air yang disebut juga dengan niche
diplomacy. Niche diplomacy adalah aktivitas kebijakan luar negeri yang
khususnya bagi negara dengan kekuatan menengah, seperti Belanda, untuk
mendapatkan pengaruh, khusunya untuk mendapatkan kekuatan dalam hal
ekonomi. Upaya Belanda dalam diplomasi air adalah bergabung dengan WWF
untuk proses meratifikasi UN Watercourses Convention, berperan besar di Uni
Eropa untuk kampanye block ratification, menjadi chairman dalam
penandatangan drat negosiasi ratifikasi, dan melakukan lobi-lobi lainnya.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama menggunakan konsep diplomasi untuk dapat menyelesaikan suatu
masalah. Dalam penelitian ini, ada suatu masalah berupa konflik air yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan niche diplomacy oleh Belanda. Konsep
diplomasi tersebut juga didukung dengan menggunakan konsep multi-track
diplomasi.
Namun, perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan adalah berfokus
pada diplomasi Belanda dalam kasus Arctic Sunrise dengan Rusia yang
diselesaikan melalui jalur hukum internasional. Diplomasi Belanda yang
dilakukan lebih kepada konsep diplomasi multi-track yang dilihat dalam faktor-
faktor yang mendukung diplomasi Belanda dalam persidangan laut internasional.
16
E. Kerangka Pemikiran
Untuk menganalisa diplomasi Belanda dalam menyelesaikan perselisihan
antara Greenpeace dan Rusia tahun 2013, penelitian ini akan memakai konsep
kepentingan nasional dan diplomasi sebagai alat analsia untuk menjawab
penelitian ini.
1. Kepentingan Nasional
Menurut James N. Rossenau dikutip dalam buku karangan Scott Burchill,
The National Interest in International Relations Theory, kepentingan nasional
adalah sebuah konsep yang dapat digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan
dan menilai dari kebijakan luar negeri suatu negara (Scott Burchill, 2005, hal. 32-
33). Rossenau juga menekankan kepada para scholars sebelumnya untuk
membawa konsen diplomatik sebagai objektivitas dengan membawa konsep
kepentingan nasional ini. Hal ini karena kepentingan sebuah bangsa sebenarnya
adalah realitas objektif yang dapat menggunakan konsep kepentingan nasional
sebagai dasarnya (Scott Burchill, 2005, hal. 32-33).
Selain itu, menurut Charles Beard, konsep kepentingan nasional yang ia
paparkan menggunakan pertimbangan-pertimbangan dari hal ekonomi. Beard
melihat adanya evolusi dari dynastic interest menjadi state interest, (Simon
Williams, 2012, hal. 18) yang berlaku pada abad ke-16 dan abad ke-17, yang
mulai menghilang dan tergantikan dengan istilah yang lebih akurat yang
mencerminkan bentuk kontemporer diplomasi politik. Bread menjelaskan
kepentingan nasional sebagai ide dan berkembangnya negara bangsa sebagai
17
bentuk moderen dari asosiasi politik (Scott Burchill, 2005, p. 1). Menurut Beard
kepentingan nasional adalah sistem negara nasional dan peningkatan pengaruh
kontrol politik populer dan ekspansi besar hubungan ekonomi dengan garis
formula baru, yaitu kepentingan nasional (Simon Williams, 2012, hal. 18-19).
Peneliti lain yang menjelaskan kepentingan nasional adalah Joseph Frankel.
Menurut Frankel, kepentingan nasional adalah deskripsi komprehensif terkait nilai
dari kebijakan luar negeri. Kepentingan nasional juga bisa menjadi konsep yang
sangat kurang jelas atau bahkan konsep yang sulit, tetapi ini memungkinkan para
peneliti untuk melihat disekeliling dari kepentingan nasional untuk dapat
memahami kebijakan luar negeri dan international behavior secara umum (Simon
Williams, 2012, hal. 27).
Sejalan dengan Frankel, salah satu pengikut dari Frankel, Donald
Nuechterlein memperkuat argumentasi dari Frankel dengan memaparkan konsep
kepentingan nasional sebagai konsep yang mampu digunakan untuk
menyeimbangkan perilaku self-regarding dan other regarding, konsep yang dapat
digunakan untuk analisa kebijakan dan perkembangan kebijakan, konsep yang
juga terdiri dari objektif dan subejektif. Konsep yang terkait dengan aktor-aktor
negara berdaulat, dan konsep yang terkait dengan upaya rasional dalam mencapai
kebijakan luar negeri (Simon Williams, 2012, hal. 32-33).
Nuechterlein juga mengidentifikasi adanya empat dasar motivasi yang
digunakan oleh negara untuk mencapai kepantingan nasionalnya, yaitu:
18
a. Kepentingan pertahanan: untuk melindungi negara bangsa dan
masyarakatnya dari ancaman kekerasan fisik dari negara atau kelompok
lain.
b. Kepentingan ekonomi: untuk meningkatkan ekonomi negara dalam
hubungannya dengan negara lain.
c. Kepentingan tatanan dunia: untuk memelihara sistem politik dan
ekonomi internasional yang dimana negara bangsa dapat merasa aman,
dan masyarakatnya dapat berinteraksi secara damai diluar
perbatasannya.
d. Kepentingan ideologi: untuk melindungi dan kelanjutan dari seperangkat
nilai yang dapat dibagi oleh masyarakat dari suatu bangsa dan saling
percaya untuk menjadi universal yang baik (Simon Williams, 2012, hal.
32-33).
Konsep kepentingan nasional yang dipaparkan oleh beberapa scholar
tersebut akan digunakan dalam upaya untuk menganalisia permasalahan dalam
penelitian ini. Konsep kepentingan nasional digunakan untuk menjelaskan
kepentingan Belanda dan Rusia di kawasan Arktik dan juga kepentingannya
dalam kasus Arctic Sunrise.
2. Diplomasi
Sukawarsini Djelantik memaparkan diplomasi adalah sebagai mewakili
tekanan politik, ekonomi, dan militer kepada negara-negara yang terlibat dalam
aktivitas diplomasi, yang diformulasikan dalam pertukaran permintaan dan
19
konsesi antara para pelaku negosiasi (Sukawarsini Djelantik, 2008, hal. 3-4).
Selan itu, Kishan S. Rana mendefinisikan bahwa diplomasi juga merupakan
sistem dari sebuah komunikasi antar negara dan resolusi isu di ranah hubungan
antar negara, dan sesuai dengan peningkatan hubungan dunia saat ini, diplomasi
merupakan sebuah proses dialog dan akomodasi antar negara (Kishan S. Rana,
2011, hal. 16).
Sejalan dengan pernyataan oleh Kishan S. Rana, Louise Diamond dan John
McDonald mendefinisikan diplomasi sebagai proses politik yang damai antar
negara untuk melihat struktur, bentuk dan aturan sistem dari hubungan
internasional untuk mencapai sebuah kepentingan nasional (Diamond dan
McDonald, 1996, hal. 26). Teori dan konsep diplomasi saat ini terjadi
perkembangan sesuai dengan kondisi di ranah internasional. Profesor Mowat
membagi periode perkembangan diplomasi dengan tiga periode, yakni tahun 476-
1475 sebagai periode kegelapan ketika diplomasi belum terorganisir, tahun 1473-
1914 yang disebut sebagai periode diplomasi sistem negara Eropa, dan tahun 1918
yang dikenal sebagai periode diplomasi yang demokratis (Sukawarsini Djelantik,
2008, hal. 58).
Kishran S. Rana juga memaparkan bahwa diplomasi saat ini bersifat global,
dimana aktor selain negara berperan yang didukung dengan teknologi dan
informasi untuk menjalankan misi diplomatik suatu negara agar memenuhi
kepentingan nasionalnya. Diplomasi menurut Rana saat ini disebut dengan
globalized diplomacy, hal ini karena adanya perubahan fokus hubungan
20
internasional yang dulunya lebih erat kaitannya dengan politik menjadi isu-isu
ekonomi dan isu kontemporer lainnya (Kishan S. Rana, 2011, hal. 13).
Perkembangan konsep diplomasi karena perubahan arah politik
internasional membuat para scholar mengembangkan berbagai bentuk diplomasi
yang sesuai dengan kondisi dan aktor saat ini. Seperti Louise Diamond dan John
McDonald yang memberikan konsep diplomasi dengan sistem diplomasi multi-
track. Sistem diplomasi multi-track merupakan sistem dari pembaharuan konsep
diplomasi yang digunakan untuk mencapai perdamaian dunia dengan dibagi
beberapa aktor diplomasi yang berperan sesuai dengan fungsi dan kepentingan
nasional yang dibawa oleh aktor tersebut (Diamond dan McDonald, 1996, hal.
11).
Louise Diamond dan John McDonald membagi diplomasi multi-track
dengan sembilan track yang sesuai dengan fungsi dan tujuan aktor tersebut
(Diamond dan McDonald, 1996, hal. 11). Diplomasi multi-track memiliki konsep
dan kerangka yang memudahkan untuk memahami sistem dari sebuah
peacemaking. Sembilan track yang dipaparkan oleh Diamond dan McDonal, yaitu
track satu government, track dua nongovernment/profesional, track tiga bussiness,
track empat private citizen, track lima research, training and education, track
enam activism, track tujuh religion, track delapan funding, dan track sembilang
media (Diamond dan McDonald, 1996, hal. 4-5).
Konsep diplomasi yang dipaparkan oleh beberapa scholar digunakan untuk
menganalisia permasalahan dalam penelitian ini. Konsep diplomasi digunakan
21
untuk menjelaskan faktor-faktor keberhasilan Belanda dalam menyelesaikan
perselisihan antara Greenpeace dan Rusia tahun 2013. Konsep diplomasi juga
akan menganalisa praktik diplomasi yang digunakan oleh Belanda dalam
penyelesaian kasus kapal tersebut dengan Rusia.
F. Metodologi Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode kualitatif untuk memahami masalah sosial
dan hukum berdasarkan pada gambaran deskriptif kata-kata yang lengkap dan
selanjutnya dilaporkan secara terperinci dengan disusun dalam sebuah latar ilmiah
(Ulber Silalahi, 2009, hal. 77). Menurut John W. Creswell, penelitian kualitatif
adalah suatu pendekatan untuk memahami makna dari suatu individu atau
kelompok berdasarkan pada masalah sosial yang ada. Proses penelitiannya
melibatkan pertanyaan-pertanyaan prosedural, pengumpulan dan analisis data,
serta menginterpretasikan makna dari data (John w. Creswell, 2014, hal. 4).
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ada beberapa inti
dan prinsip-prinsip ilmiahnya, yaitu membentuk kenyataan sosial dan makna
budaya yang berfokus pada proses dan peristiwa interaktif, faktor utama berupa
keontetikan, teori dan data bercampur, dibuat tergantung pada situasi dengan
analisis tematik dan peneliti terlibat dalam proses penelitian (W. Lawrence
Neuman, 2013, hal. 19). Penelitian kualitatif juga menekankan pengumpulan data
sebagai sumber datanya. Sumber data penelitian kualitatif berupa observasi,
wawancara, dokumen pribadi dan resmi, foto, rekaman dan percakapan informal
(Emzir, 2010, hal. 37).
22
Skripsi ini juga menggunakan teknik pengumpulan data sekunder yang
berasal dari bacaan buku-buku, jurnal ilmiah dan dokumen yang berasal dari situs
internet terkait. Penulis melakukan studi pustaka untuk mendapatkan dokumen
penunjang penelitian dengan mengunjungi perpustakaan, yaitu Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Data yang telah penulis dapat selanjutnya akan dilakukan
proses verifikasi dengan tujuan untuk memperoleh keakuratan data dan kemudian
akan diklarifikasikan sesuai dengan fakta.
Selanjutnya penulis akan menganalisa hasil data untuk diterapkan dalam
penelitian agar dapat menjawab dari rumusan masalah penelitian dengan
menggunakan konsep kepentingan nasional dalam menganalisa kepentingan
Belanda di kasus Arctic Sunrise dan kepentingan Rusia di kawasan Arktik. Serta
menggunakan konsep diplomasi untuk menganalisa keberhasilan diplomasi
Belansa dalam kasus Arctic Sunrise antara Greenpeace dengan Rusia tahun 2013.
G. Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Pertanyaan PenelitianC. Tujuan dan Manfaat PenelitianD. Tinjauan PustakaE. Kerangka Teori
1. Kepentingan Nasional2. Diplomasi
F. Metodologi PenelitianG. Sistematika Penulisan
BAB 2 KAWASAN ARKTIK DAN AKTIVITAS GREENPEACEA. Kawasan Arktik Sebelum dan Sesudah Perang DinginB. Perubahan Iklim di Kawasan Arktik
23
C. Aktivitas Greenpeace
BAB 3 KASUS KAPAL ARCTIC SUNRISE GREENPEACE DENGANRUSIA TAHUN 2013
A. Isu Climate Change di Kawasan Arktik1. Latar Belakang Greenpeace di Kawasan Arktik2. Penangkapan Kapal Arctic Sunrise Oleh Rusia
B. Aturan di International Tribunal of the Law and the Sea (ITLOS)1. Mekanisme Penyelesaian Sengketa di International Tribunal of the
Law and the Sea (ITLOS)2. Penyelesaian Kasus Arctic Sunrise di International Tribunal of the
Law and the Sea (ITLOS)
BAB 4 KEBERHASILAN DIPLOMASI BELANDA DALAM KASUSARCTIC SUNRISE TAHUN 2013
A. Kondisi Belanda dan Hubungan Bilateral antara Belanda dan RusiaB. Upaya Belanda dalam Kasus Arctic Sunrise antara Greenpeace dengan
Rusia Tahun 2013C. Implikasi Keberhasilan Belanda terhadap Hubungan Bilateral dengan
Rusia
BAB 5 PENUTUP
45
BAB II
KAWASAN ARKTIK DAN AKTIVITAS GREENPEACE
Bab ini menjelaskan mengenai kondisi geopolitik dan geoekonomi kawasan
Arktik sebelum dan setelah Perang Dingin, kemudian adanya isu baru setelah
perang dingin yang terjadi, yaitu perubahan iklim sehingga munculnya organisasi
lingkungan internasional yang berupanya untuk menghentikan aktivitas negara
yang menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu organisasi
lingkungan internasional adalah Greenpeace yang melakukan aksinya di Arktik
dengan menggunakan kapal Arctic Sunrise.
A. Kawasan Arktik Sebelum dan Sesudah Perang Dingin
Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang menimbulkan lima perkembangan
dalam sistem internasional, yaitu persaingan dua kekuatan besar Amerika Serikat
(AS) dan Uni Soviet (US), perubahan teknologi perang, konflik ideologi
transnasional, perbaikan dan pemulihan sistem kapitalis dunia, dan gerakan liberal
nasional. Tensi hubungan AS dan US saat itu disebut dengan Perang Dingin, yang
berupa perlombaan pembuatan senjata, polarisasi politik domestik dan
internasional, pemisahan dunia menjadi blok militer dan politik (Painter, 2005,
hal. 12).
46
Selama Perang Dingin, kawasan Arktik adalah tempat yang paling strategis
untuk mengkontrol segala aktivitas di perairan dan di udara dari kedua belah
pihak. Seperti tempat perkembangan militer dan nuklir antara AS dan US. Hal ini
karena jarak kedua negara yang tidak begitu jauh, hanya kurang lebih 92 km dari
Selat Bering dan sama-sama memiliki akses yang besar terhadap wilayah Arktik.
(Georgescu, 2010, hal. 58).
Bagi AS, AS melihat bahwa kawasan Arktik merupakan tempat yang ideal
untuk patroli kapal selam dan angkatan laut Amerika (The Institute for Foreign
Policy Analysis, 2012). Fokus AS di Arktik adalah untuk menjadikan wilayah
Arktik sebagai pertahanan yang kuat. AS membangun pangkalan militer di
Norwegia, membentuk strategi pengkontrolan udara (Huitfeldt, Ries, & Oyna,
1992), mengembangkan sistem navigasi Loran-C dan sistem radar AWACS dan
pengadaan pesawat supersonik, satelit, kapal permukaan dan kapal selam
diperbanyak untuk melakukan patroli area (Osterud & Honneland, 2014).
Selain peran Arktik bagi AS, kawasan ini juga tidak kalah pentingnya bagi
US. Bagi Soviet, Arktik merupakan tempat untuk memperkuatkan strategi US,
yaitu strategic nuclear force, strategic air defense force dan naval general
purpose force (Huitfeldt, Ries, & Oyna, 1992, hal. 80). Soviet juga memiliki akses
ke Samudera Atlantik dan juga dapat menyembunyikan kapal selam selama
berada di bawah es (Osterud & Honneland, 2014, hal. 158)
Selama periode dari 1948 hingga 1960an, Soviet juga mengembangkan
pertahanan udaranya yang disebut dengan The Troops of the National Air Defence
47
yang dibagi dalam lima komponen, yakni Figthter Aviation of Air Defence tahun
1948, Zenith Rocket Troops tahun 1954, Radion Technical Troops tahun 1955,
Antirocket Defence tahun 1958 dan Antispace Defence tahun 1960an. Hingga
tahun 1990an pertahanan udara oleh US ini masih menjadi elemen utama di
rencana strategis Soviet dan fokus utama Arktik dan Nordik (Huitfeldt, Ries, &
Oyna, 1992, hal. 139).
Tabel 2.1. Faktor Kekuatan Stratejik di Arktik
NATO AS Pakta
Warsawa
US
Aircraft Carriers 9 8 - 2
Cruisers 11 5 - 20
Destroyer/Frigates 200 200 8 150
Submarines 100 75 7 200
Strategic Bombers 45 500 - 700
Other Figther Planes 3.500 4.500 2.300 6.500
Long Range Missiles - 1.054 - 1.500
Medium Range Missiles 350 272 - 1.000
Sumber: A Strategic Perspective on the Arctic (Huitfeldt, 1974)
Berakhirnya Perang Dingin, maka aktivitas di Arktik tidak lagi didominasi
oleh aktivitas dari AS dan US. Kegiatan yang dilakukan oleh AS dan US selama
Perang Dingin menimbulkan ancaman baru ketika Perang Dingin tersebut
berakhir. Ancaman baru yang muncul pasca Perang Dingin di Arktik adalah
48
ancaman lingkungan dari limbah radioaktif, nuklir dan kegiatan militer. Selain itu
juga adanya perubahan iklim yang terjadi sehingga terbukanya rute transportasi
maritim baru, bertumbuhnya kepentingan negara terkait dengan sumber daya
mineral di bawah laut, dan kompetisi terkait klaim wilayah antar negara di Arktik
(The Institute for Foreign Policy Analysis, 2012).
Ada tiga jalur baru yang terbuka pada 2008 yang kemudian menjadi
perdebatan akan status kepemilikan jalur ini. Jalur tersebut adalah Northern Sea
Route di Utara Rusia dan Northwest Passage yang berada di atas Amerika Utara
(The Institute for Foreign Policy Analysis, 2012), tepatnya melewati Greenland
sebelah barat dan Utara Kanada, dan jalur membentang kutub utara (Advisory
Council on International Affairs, 2009, hal. 15).
Terbukanya jalur-jalur baru ini juga membuka peluang akan peningkatan
ekonomi. Jalur perjalanan kapal yang baru terjadi karena berpindahnya es yang
diakibatkan pencairan es tersebut. Mencairnya es di Kutub Utara yang lebih
tepatnya di perairan Arktik semakin membuka peluang akan terbukanya sumber
daya mineral yang belum di eksploitasi oleh negara manapun. Berdasarkan The
US Geological Survey (USGS) di kawasan ini terdapat sebesar 90 milyar barel
minyak, 1.699 triliun kaki kubik gas alam dan 44 milyar barel gas alam cair yang
belum ditemukan di 33 provinsi di kawasan Arktik (The US Geological Survey,
2008).
Laporan dari USGS yang berhasil memberikan gambaran mengenai sumber
daya mineral berupa minyak dan gas alam yang ada di Arktik, memberikan
49
peluang bagi negara untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam (Bishop,
Bremmer, Parno, & Utskot, 2011). Beberapa perusahaan yang melakukan
eksplorasi di Arktik adalah ARICO, Standard Oil Company of New Jersey,
Chevron, CoconoPhillips, Statoil, Lundin Petroleum, Royal Dutch Shell, Iona
Energy, Gazprom, dan lainnya (Holter, 2016) (Dlouhy, 2016). Kehadiran
perusahaan minyak milik AS, Rusia, Kanada, Norwegia dalam eksplorasi minyak
di Arktik menimbulkan dampak bagi lingkungan khusunya dan juga bagi tensi
hubungan antar negara.
B. Perubahan Iklim di Kawasan Arktik
Arktik adalah kawasan yang memiliki iklim dengan karakteristik jumlah
yang rendah atau tidak adanya sinar matahari pada musim dingin dan hari yang
sangat panjang selama musim panas. Iklim di Arktik memiliki sistem yang
kompleks dan memiliki pengaruh terhadap sistem iklim dunia (McBean, 2007,
hal. 23). Dalam beberapa periode ini, maraknya isu-isu terkait perubahan iklim
yang mengubah kondisi lingkungan, sosiologi hingga berdampak pada ekonomi
(Anisimov & Fitzharris, 2001). Perubahan iklim yang terjadi ini diakibatkan dari
adanya pengaruh manusia dengan aktvitas yang dilakukan oleh manusia yang
menghasilkan peningkatan emisi karbon dioksida dan efek gas rumah kaca
(Hassol, 2004).
Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
perubahan dalam iklim membuat kondisi di Arktik menjadi lebih menipis pada
laut es, pencairan permafrost, erosi pantai, perubahan lapisan es, perubahan
50
distribusi dan kelimpahan spesies di area Kutub Utara (McBean, 2007) (Hassol,
2004). Di Arktik sendiri, permukaan es adalah bagian penting yang berhubungan
dengan kondisi iklim. Permukaan es berfungsi sebagai pantulan radiasi matahari,
kelembaban dan perubahan panas dan embun pada perumkaan samudera serta
arus lautan. Hampir 30 tahun terakhir ini es laut di Arktik menjadi lebih tipis dan
luasnya sudah tereduksi kurang lebih 8% (Eskeland & Flottorp, 2006).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susan Joy Hassol dalam Arctic
Climate Impact Assisment dari University of Cambridge, ada beberapa dampak
yang terjadi baik dalam sistem alam maupun dampak masyarakat dikarenakan
perubahan iklim di Arktik. Berikut ini tabel dampak yang terjadi karena
perubahan iklim di Arktik,
Tabel 2.2 Dampak Perubahan Iklim di Arktik
Dampak Perubahan Iklim di Arktik
Dampak pada Sistem Alam
1. Perubahan tanah yang subur
menjadi kering,
2. Perubahan tumbuh-tumbuhan,
3. Perpindahan spesies ke utara,
4. Spesies laut dalam bahaya
5. Spesies darat dalam bahaya
6. Dampak dari peningkatan UV
7. Matinya tumbuh-tumbuhan
8. Perputaran karbon yang tidak
menentu
Dampak pada masyarakat 1. Hilangnya kebiasaan berburu,
51
2. Merosotnya keamanan makanan,
3. Masalah dalam kesehatan manusia,
4. Berkembangnya jalur kapal laut,
5. Meningkatnya akses terhadap
sumber daya alam,
6. Meningkatnya penangkapan ikan di
laut,
7. Terganggunya transportasi darat,
8. Merosotnya penangkapan ikan di air
bersih
9. Peningkatan dalam agrikultur dan
kehutanan
Sumber: Impacts of A Warming Arctic (Hassol, 2004)
Perubahan iklim yang berdampak pada keseimbangan ekosistem di Arktik
akan berpengaruh juga dengan keseimbangan ekosistem dunia. Meskipun
demikian, perubahan iklim di Akrtik selain berdampak secara negatif juga
memiliki dampat positifnya. Dampak positif perubahan iklim di Arktik
memberikan dampak ekonomi, seperti dengan peningkatan akses laut untuk
memperoleh sumber daya alam dan memperluar jalur perkapalan (Hassol, 2004).
Perubahan iklim di Arktik membuat beberapa kegiatan ekonomi menjadi
lebih untung dan ada juga kurang menguntungnya. Kegiatan ekonomi yang
menguntungkan yaitu banyaknya pertumbuhan iklan secara cepat karena beberapa
ikan bermigrasi ke arah utara sehingga biaya panen ikan yang murah pada suhu
yang tinggi. Namun, yang kurang menguntungkannya yaitu saat pendistribusian
ikan yang terganggu oleh kondisi darat di Arktik (Eskeland & Flottorp, 2006).
52
Ada beberapa sektor ekonomi yang berubaha dalam perubahan iklim di
Arktik, sektor tersebut adalah perikanan, pertanian, hidroelektrik, pertambangan
minyak, pariwisata, dan transportasi laut. Dari beberapa sektor tersebut yang
paling menguntungkan secara ekonomi adalah sektor perikanan, hidroelekrtik,
pertambangan minyak dan transportasi maritim (Eskeland & Flottorp, 2006).
Namun, aktivitas ekonomi yang memberikan keuntungan tersebut juga
memberikan beberapa resiko. Seperti adanya pengeboran minyak lepas pantai
yang dilakukan oleh beberapa perusahaan minya mengakibatkan rusaknya habitat
laut dan dampak negatif dari kesehatan serta kehidupan penduduk asli Arktik
(Hassol, 2004).
C. Aktivitas Greenpeace
Untuk menanggapi perubahan iklim di Arktik, ada beberapa organisasi
internasional non-pemerintah yang bergerak dalam penyelamatan lingkungan.
Organisasi tersebut adalah International Union for Conservative Nature (IUCN),
Friends of the Earth International (FoEI), Greenpeace, World Wild Fund for
Nature (WWF) dan lainnya (Ramli, 2014). Mereka bergerak untuk menghentikan
aktivitas yang banyak dilakukan oleh perusahaan untuk mengambil sumber daya
alam tanpa memperdulikan dampak lingkungan bagi manusia.
Greenpeace adalah organisasi kampanye global yang bergerak untuk
merubah cara berpikir dan sikap terkait lingkungan, untuk melindungi dan
konservasi lingkungan serta mempromosikan perdamaian. Kegiatan Greenpeace
Greenpeace yang dilakukan adalah revolusi energi terkait perubahan iklim,
53
perlindungan terhadap laut dari bahaya limbah dan perusakan saat penangkapan
ikan, perlindungan terhadap hutan, bekerja untuk pelucutan senjata dan
perdamaian dalam konflik, membuat bahan kimia alternatif yang aman dalam
produk dan manufaktur, kampanye untuk pertanian berkelanjutan
(www.greenpeace.org)
Greenpeace berdiri sejak tahun 1971 oleh Bill Darnell dan teman-temannya
ketika melakukan pelayaran dari Vancouver, Kanada menuju Pulau Amchitka,
Alaska untuk menjadi saksi mata uji coba nuklir bawah tanah milik AS. Sebelum
sampai di Amchitka, mereka sudah dicegat duluan oleh beberapa pasukan
pengamanan dari AS dan AS tetap berhasil meledakkan bom disana. Aktivitas
dari Bill Darnell dan teman-temannya kemudian mendapat perhatian publik
sehingga pulau tersebut dideklarasikan sebagai suaka marga satwa (Ramli, 2014).
Nama Greenpeace diciptakan oleh Bill Darnel ketika ia meneriakkan “let’s
make that a green peace!” saat melakukan pelayaran ke Amchitka. Bersama
temannya, Bob Hunter, Jim Bohlen, Paul Cote dan Irving Stone. Bob Hunter
berperan dalam membuat konsep Media Mind Bomb untuk mendapat perhatian
publik. Serta Jim Bohlen, Paul Cote dan Irving Stone berperan dalam menggagas
Don’t Make a Wave Committe yang mengatur aksi Greenpeace ke Pulau
Amchitka untuk menghentikan uji coba senjara nuklir AS (Ramli, 2014).
Sejak saat itu, Greenpeace kemudian melanjutkan misinya untuk
menyelamatkan lingkungan dan menyadarkan perusahan agar menggunakan
energi bersih, sehingga limbah yang dikeluarkan tidak merusak bumi. Dalam
54
misinya greenpeace sangat mengedepankan keterbukaan dan menggunakan
penelitian, lobi, dan diplomasi untuk mengejar tujuannya. Dalam aksinya juga
Greenpeace tidak menggunakan kekerasan dan lebih kepada aksi protes yang
damai (www.greenpeace.org)
Greenpeace melakukan kampanye dalam beberapa wilayah di belahan dunia
sejak tahun 1970an hingga saat ini. Dalam melaksanakan kampanyenya,
Greenpeace menggunakan kapal sebagai alat pelayarannya. Kapal-kapal yang
masih digunakan Greenpeace saat ini seperti Rainbow Warrior dan Arctic Sunrise.
Salah satu wilayah yang menjadi perhatian Greenpeace adalah kawasan Arktik.
Greenpeace mulai berlayar ke Arktik pada tahun 2010 dengan tujuan untuk
menghentikan perusahaan Cairn Energy yang melakukan pengeboran minyak
tanpa henti selama bulan Juli dan November (Erwood, 2011).
Selain Cairn Energy, perusahaan lain yang melakukan pengeboran di Arktik
adalah Royal Dutch Shell, Exxon Mobil, Chevron, TOTAL, Gazprom, dan lain-lain
(McKinnon, 2015). Selain melakukan kampanye dengan cara berlayar ke peron
minyak-minyak di Arktik, Greenpeace juga melakukan kampanye yang lebih luas
lagi dengan membentuk petisi di internet yang dinamakan Save the Arctic (Hogue
& Castagner, 2013)
Kampanye Save the Arctic yang dilakukan oleh Greenpeace ini dengan
tujuan untuk membuat tempat perlindungan khusus di area Kutub Utara, melarang
penangkapan ikan dan pengeboran minyak lepas pantai dan mengundang
masyarakat untuk menandatangani petisi hingga mencapai target yang ditentukan.
55
Kemudian petisi ini yang akan digunakan untuk mendesak perusahaan agar
menghentikan aksinya (Hogue & Castagner, 2013). Dalam kampanyenya,
Greenpeace berhadapan dengan perusahaan yang melakukan aktivitas pengeboran
minyak dan gas seperti Cairn Energy di Greenland Timur, Royal Dutch Shell di
Laut Beaufort dan Laut Chukchi, Rosneft di Laut Barents dan Laut Kara, serta
Gazprom terkait anjungan minyak tetap Prirazlomnaya di Laut Barents (Zylstra,
2013, hal. 10).
Kantor pusat Greenpeace sendiri berada di Belanda dengan bernama
Greenpeace Internasional. Saat ini, Greenpeace memiliki kantor perwakilan di 55
negara yang tersebar di Eropa, Amerika, Asia, Afrika, dan Pasifik
(www.greenpeace.org). Greenpeace mendapat kedudukan di Belanda sebagai
Non-Goverenmental Organization karena Belanda merupakan negara yang
pertama kalinya merespon resolusi PBB untuk meningkatkan peran dari bantuan
pembangunan luar negeri (Sanbeta, 2003).
Bantuan pembangunan yang diterapkan inilah berupa non-governmental
organization untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan
luar negari sebagai penggerak sosial, third way, third sector, dan civil society
(Sanbeta, 2003). Kemudian untuk merefleksikan mandat dari PBB, Belanda
membentuk National Commissie Voorlichting en Bewustwording Ontwikkelings-
samenwerkin/National Commission for Development Education pada tahun 1970
untuk meningkatkan peran dari bentuan pembangunan luar negeri (Sanbeta,
2003).
56
Maka dari itu, Greenpeace yang merupakan non-governmental organization
yang bergerak dalam penyelamatan lingkungan guna meningkatan pembangunan
dunia yang bersih. Greenpeace sendiri mendirikan kantor pusatnya di Belanda
pada tahun 1978 (Erwood, 2011) sehingga Greenpeace mendapat pengawasan dan
pengaturan di bawah hukum Belanda (Internasional, Greenpeace, 2013).
Pada bab ini dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim di Arktik bermula
dari aktivitas AS dan US selama Perang Dingin. Kemudian setelah Perang Dingin
muncul ancaman baru yang memberikan dampak positif dan negatif dari
perubahan iklim di Arktik. Perubahan iklim tersebut memberikan peluang bagi
negara untuk melakukan eksplorasi sumber daya alam di Arktik. Kegiatan
eksplorasi sumber daya alam tersebut yang membuat Greenpeace sebagai non-
governmental organization yang bergerak di bidang penyelematan lingkungan
melakukan aksinya untuk memperotes negara-negara yang mengeksploitasi
minyak secara berlebihan. Kegiatan Greenpeace ini mendapat otoritas dari
Belanda karena kedudukan Greenpeace Internasioal yang berada di Belanda.
57
BAB III
KASUS KAPAL ARCTIC SUNRISE DENGAN RUSIA TAHUN
2013
Bab ini membahas mengenai kasus penangkapan kapal Arctic Sunrise oleh
Rusia yang dilakukan beberapa aktivis Greenpeace. Kegiatan aksi Greenpeace
terhadap Rusia bermula karena adanya perubahan iklim di kawasan Arktik
sehingga membuka jalur baru bagi perkapalan dan membuka akses terhadap
minyak dan gas di Arktik. Salah satu perusahaan yang memanfaatkan peluang
tersebut adalah Gazprom, dengan melakukan pengeboran minyak lepas pantai
yang menggunakan prirazlomnaya. Hal tersebut mendapat perhatian bagi
Greenpeace dan mereka melakukan aksi kepada Gazprom untuk tidak
menggunakan prirazlomnaya dalam melakukan pengeboran. Namun, sayangnya
aksi tersebut mendapat intervensi dari Rusia sehingga kapal serta para aktivis
ditahan oleh Rusia. Dalam upaya membebaskan kapal tersebut, Belanda sebagai
negara bendera kapal melakukan penyelesain tindakan sementara secara hukum
internasional melalui The International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS).
A. Penangkapan Kapal Arctic Sunrise oleh Rusia
Dalam misi kampanye Save the Arctic yang dilakukan oleh Greenpeace
terhadap perusahaan Rusia, Gazprom, Greenpeace melakukan aksi protesnya yang
pertama, yaitu pada bulan Agustus 2012. Protes pertama dilakukan aktivis
Greenpeace berhasil dengan menaiki peron minyak dan berdiam diri selama 15
58
jam. Aksi protes berakhir dengan damai dan para aktivis kembali ke kapal mereka
tanpa adanya ikut campur dari pihak keamanan Rusia. Pasca kejadian itu,
Gazprom mengumumkan bahwa perusahaannya mengalami keterlambatan
produksi. Kemudian Greenpeace merilis media bahwa aksi protesnya tidak sama
sekali menggangu produksi Gazprom, mereka hanya ingin menyadarkan
perusahaan Gazprom untuk meningkatkan keselamatan lingkungan dari
perusahaan mereka (Zylstra, 2013).
Setahun kemudian Greenpeace melakukan aksi protes kedua terhadap
Gazprom karena adanya alat untuk mengambil minyak yang lebih canggih dan
besar serta mampu memproduksi minyak dengan cepat, alat ini bernama
Prirazlomnaya. Prirazlomnaya letaknya di Laut Pechora di bagian tenggara Laut
Barent dan berada dalam ZEE Rusia. Prirazlomnaya mulai memproduksi minyak
hingga berakhirnya tahun 2013 dan merupakan rig minyak terbesar pertama yang
memproduksi di lepas pantai Arktik (Elferink & Jebsen, 2014).
Oleh karena itu, Greenpeace mencoba untuk melakukan protes terhadap
Rusia sejak Agustus 2013. Sebanyak enam aktivis Grennpeace menaiki anjungan
Prirazlomnaya dan bertahan disana (Ramli, 2014). Aksi yang dilakukan oleh
Greenpeace menggunakan kapal Arctic Sunrise dengan bendera Belanda pada
kapal tersebut. Berbeda dengan aksi Greenpeace sebelumnya pada 2012, aksi
kedua ini mendapat intervensi dari pihak Rusia (Drenan, 2014) (Zylstra, 2013).
Maka dari itu, pihak Rusia meminta kepada Belanda untuk menghentikan
kegiatan dari kapal Arctic Sunrise. Tetapi permintaan Rusia ini tidak ditanggaapi
59
oleh Belanda dan aksi yang dilakukan oleh Greenpeace tetap berjalan (Elferink &
Jebsen, 2014).
Setelah melakukan aksi pada 24 Agustus 2013, para aktivis Greenpeace
kemudian mempersiapkan untuk melaksanakan aksi selanjutya pada September
2013. Ketika kapal tersebut berada di laut Kara, pihak berwenang Rusia kembali
menghubungi Belanda dan memberitahu jika kegiatan yang dilakukan oleh kapal
Arctic Sunrise tidak dihentikan, maka pihak Rusia akan mengirim pasukan untuk
menghentikan kapal dan meninggalkan daerah tersebut (Elferink & Jebsen, 2014).
Lalu pada 16 September 2013 pihak keamanan pantai Rusia menggunakan
kapal Ladoga melakukan kontak dengan kapal Arctic Sunrise via radio bahwa
kapal Arctic Sunrise melanggar ketentuan LOSC terkait perlindungan keselamatan
pelayaran di sekitar Prirazlomnaya. Esoknya, para aktivis tersebut tetap menuju
ke daerah Prirazlomnaya dan kembali diperingatkan bahwa kapal Arctic Sunrise
tidak diizinkan untuk memasuki area Prirazlomnaya karena radius tiga mil laut di
sekeliling peron minyak adalah area yang tidak aman (Elferink & Jebsen, 2014).
Pada 18 September 2013, aktivis Greenpeace meluncurkan lima buah kapal
kecil untuk menuju peron Prirazlomnaya. Dua dari kapal tersebut berhasil
mencapai peron Prirazlomnaya (Zylstra, 2013) kemudian dua aktivis memanjat
dasar peron untuk menuju puncak Prirazlomnaya (Drenan, 2014). Tujuan mereka
memanjat adalah untuk menggantung spanduk disana tetapi sebelum
menggantungkan spanduk, beberapa personil peron minyak memanfaatkan selang
kebakaran untuk mengusir para aktivis (Zylstra, 2013). Dua aktivis yang
60
melakukan pemanjatan tersebut ditangkap oleh pihak keamanan pantai Rusia
(Elferink & Jebsen, 2014).
Kemudian pada 19 September 2013 kapal Arctic Sunrise dibawa oleh agen
dari Rusia dan memegang kontrol kapal tersebut sekitar pukul 18.35 waktu Rusia
(Internasional, Greenpeace, 2013). Perjalanan kapal Arctic Sunrise juga dikawal
oleh pasukan bersenjata khusus melalui helikopter hingga tiba di pelabuhan
Murmansk pada 20 September 2013 (Zylstra, 2013). Kapal Arctic Sunrise
kemudian disita oleh Pengadilan Distrik Leninsky (Drenan, 2014).
Para aktivis Greenpeace ditahan secara formal pada 24 September 2013
selama dua bulan dalam pra-pengadilan oleh Pengadilan Distrik Leninsky
(Internasional, Greenpeace, 2013) (Drenan, 2014). Lalu pada 2 dan 3 Oktober
2013 seluruh awak kapal kapal Arctic Sunrise diberikan hukuman pembajakan
berdasarkan pasal 227 (3) Undang-Undang Kriminal Federasi Rusia
(Internasional, Greenpeace, 2013). Pada 12 November 2013 dakwaan atas
pembajakan diubah menjadi dakwaan hooliganism dan para tahanan dipindahkan
ke Pusat Penahanan Kresty di St. Petersburg (Drenan, 2014). Adapun ke-30
aktivis yang ditahan tersebut adalah:
Tabel 3.1 Daftar Aktivis Greenpeace dalam Kapal Arctic Sunrise
Nama Usia Kewarganegaraan
Peter Henry Willcox 60 Amerika Serikat
Paul Douglas Ruycki 48 Kanada
61
Miguel Herman Perz Orsi 40 Argentina
Anne Mie Roer Jensen 26 Denmark
Mannes Ubels 42 Belanda
Iain Christopher Rogers 37 Inggris
David John Haussman 49 Selandia Baru
Jonathan David Beauchamp 51 Selandia Baru
Colin Keith Russell 59 Australia
Rusian Yakushev 33 Ukraina
Alexandre Paul 36 Kanada
Francesco Pisanu 38 Perancis
Cristian D’Alessandro 32 Italia
Ana Paula Aminhana Maciel 31 Brazil
Ekaterina Zaspa 37 Rusia
Gizem Akhan 24 Turki
Camila Speziale 21 Argentina/Italia
Sini Saarela 31 Finlandia
Tomasz Dziemianczuk 36 Polandia
Marco Paolo Weber 38 Swiss
Philip Edward Ball 42 Inggris
62
Anthony Parrett 32 Inggris
Faiza Oulahsen 26 Belanda/Moroko
Dmitri Litvinov 51 Swedia/Amerika Serikat
Alexandra Hazel Harris 27 Inggris
Frank Hewetson 45 Inggris
Denis Sinyakov 36 Rusia
Kieron Bryan 29 Inggris
Roman Dolgov 44 Rusia
Andery Allakhverdov 50 Rusia
Sumber: The Arctic Sunrise (Internasional, Greenpeace, 2013)
Menanggapi kasus ini, Belanda sebagai negara bendera dari kapal Arctic
Sunrise berupaya melakukan kontak dengan Rusia untuk membebaskan ke-30
aktivis Arctic Sunrise. Namun, upaya kontak antar dua negara tidak berhasil dan
Rusia menolak untuk membebaskan para aktivis tersebut (Elferink & Jebsen,
2014). Maka dari itu, Belanda mengajukan permohonan kepada ITLOS untuk
menyelesaikan kasus Arctic Sunrise ini secara hukum internasional.
B. Aturan International Tribunal of the Law and the Sea (ITLOS)
Laut merupakan wilayah yang sangat luas di bumi dengan 70% bagian dari
bumi adalah lautan dan sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup di
63
bumi serta berperan dalam sistem kehidupan. Laut juga mempengaruhi sistem
ekonomi dan perdagangan, konflik dan keamanan dan budaya yang berdampak
pada sistem kehidupan manusia baik dari ekologi, ekonomi, politik dan sosial
(Chakraborty, 2006, p. 2). Setiap negara di dunia memiliki berbagai kepentingan
berupa politik, stratejik, ekonomi, dan sosial di laut. Karena laut memiliki jutaan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sehingga beberapa negara memiliki
aktivitas untuk mengakses laut, seperti dengan pengambilan ikan, pelayaran kapal,
penyulingan hidrokarbon dan mineral, misi angkatan laut, dan penilitian ilmiah
(Diouf, 2014, p. 1).
Oleh karena itu, perlu adanya payung hukum untuk mengatur aktivitas di
lautan. Maka dari itu, dibentuklah the United Nations Convention on the Law of
the Sea pada Desember 1982 yang memberikan kerangka hukum yang
komprehensif yang mengatur semua ruang laut, penggunaan dan eksploitasi
sumber daya alam. Selain itu, menyediakan prosedur untuk negara dalam
menyelesaikan perselisihan di laut (Diouf, 2014). UNCLOS membentuk
mekanisme penyelesaian sengketa laut berdasarkan pasal 287 yang dimana negara
dapat memilih satu atau lebih mekanisme penyelesaian sengketa. Adapun
mekanisme penyelesaian sengketa yang dibentuk oleh UNCLOS adalah The
International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS), The International Court of
Justice (ICJ), An Arbitral Tribunal Constituted in Accordance with Annex VII, dan
A Special Arbital Tribunal Constituted in Accordance with Annex VIII (Ravin,
2005).
64
ITLOS adalah pengadilan internasional dibentuk untuk menyelesaikan
sengketa atas konvensi UNCLOS yang berlaku setelah UNCLOS berdiri tahun
1994. ITLOS didirikan pada 1 Oktober 1996 di Hamburg, Jerman dan dalam
ITLOS sudah mengadopsi tiga dokumen, yakni Aturan Pengadilan (the Rules of
Tribunal), Pedoman tentang Penyusunan dan Penyajian Kasus Seblum Pengadilan
(the Guidelines Concerning the Preapration and Presentation of Cases before the
Tribunal) dan Resolusi pada Yudisial Praktek Internal Kasus Sebelum Pengadilan
(the Resolution on the Internal Judicial Practice of Cases Before the Tribunal)
(Ravin, 2005).
ITLOS memiliki yurisdiksi yang unik dibandingkan dengan pengadilan
internasional lainnya karena tidak harus dengan perjanjian khusus atau kompori.
Pada umumnya ITLOS memiliki yurisdiksi atas perselisihan yang berhubungan
dengan hukum laut, termasuk sengketa batas maritime, pencurian ikan, polusi laut
atau penelitian ilmiah kelautan (Drenan, 2014, p. 118). Selama ITLOS berdiri,
ITLOS sudah menyelesaikan 25 kasus yang terdiri dari tindakan rilis cepat,
tindakan sementara dan kasus lainnya (www.itlos.org).
ITLOS terdiri dari 21 anggota yang dipilih oleh Negara anggota dari
Konvensi. Berdasarkan pasal 2 dari aturan ITLOS, setiap hakim mahkamah
diseleksi dengan ketat dan harus memiliki integritas yang tinggi dalam hukum
laut. Dari ke-21 anggota ITLOS akan dibagi menjadi beberapa hakim, yakni lima
hakim dari Afrika, lima hakim dari Asia, empat hakim dari Amerika Latin dan
Karibia empat hakim dari Eropa Barat dan tiga hakim dari Eropa Timur (Ravin,
2005).
65
Dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di laut, ITLOS memiliki
beberapa kamar pengadilan, yaitu Kamar untuk Sengketa Dasar Laut (Seabed
Disputes Chamber) dan Kamar Spesial (Special Chamber) yang terdiri untuk
Ruang Prosedur Ringkasan (the chamber of Summary Procedure), Ruang untuk
Kategori Perselisihan Tertentu (Standing Chambers to deal with Particular
Category of Disputes) dan Ruang ad hoc (Chamber for dealing with particular
dispute at the request of the parties or ad hoc chambers) (Ravin, 2005).
1. Mekanisme Penyelesaian Sengketa di International Tribunal of the Law
and the Sea (ITLOS)
Untuk menyelesaikan masalah atas laut di ITLOS, ada beberapa prosedur
yang dapat dilakukan oleh negara untuk mengajukan permohanan kepada ITLOS.
ITLOS membuat aturan pengadilan sejak tahun 1997 yang berdasarkan pada
Lampiran VI dari Konvensi dimana pengadilan dapat memproses kasus yang
dibawa oleh pihak yang bersangkutan melalui tahapan prosedural. Tahap pertama
mulai proses lembaga (institution of proceeding) dengan melakukan permohonan
tertulis atau pemberitahuan dari perjanjian konvensi. Untuk kasus yang dibawa
oleh satu negara dapat menggunakan aplikasi dan kasus yang dibawa dalam
perjanjian antar dua negara menggunakan pemberitahuan. Setelah berkas
permohonan diterima oleh ITLOS, panitia akan mengirimkan edaran resmi kepada
negara pihak dan PBB. Setelah itu, negara pihak dapat memberikan nama agen
kepada ITLOS (Ravin, 2005).
Tahap kedua dengan proses tertulis (written of proceeding), setiap kasus
harus dibawa ke pengadilan dan akan diberikan batas waktu yang digunakan
66
untuk pembelaan. Berkas pemohon terdiri dari pernyataan fakta-fakta yang
relevan, pernyataan hukum, dan penjuan. Untuk pihak kontra pengakuan atau
penolakan fakta yang dinyatakan dalam pemohon, fakta-fakta tambahan,
observasi mengenai pernyataan hukum pemohon, pernyataan hukum dalam
jawaban tersebut dan pengajuan. Selanjutnya akan masuk ke putaran kedua proses
tertulis yang terdiri dari pertukaran jawaban masing-masing pihak (Ravin, 2005).
Ketiga, setelah proses tertulis kemudian masuk dalam proses musyawarah
awal (initial deliberation after written proceeding) yang merupakan tugas dari
pengadilan untuk mempertimbangkan kasus dalam periode antara proses tertulis
dan proses lisan. Dalam peraturan pasal 68, setelah penutupan proses tertulis dan
sebelum pembukaan proses lisan majelis hakim harus bertemu secara pribadi
untuk bertukar pandangan mengenai permohonan tertulis tersebut (Ravin, 2005).
Setelah proses lembaga, tertulis dan musyawarah selanjutnya merupakan
proses lisan (oral proceeding) yang merupakan tahap persidangan kasus di
pengadilan. Dalam persidangan ini yang memimpin persidangan adalah Wakil
Presiden ITLOS atau hakim senior dengan Presiden ITLOS sebagai penanggung
jawab dan pemegang kontrol. Saat persidangan pihak yang bersengketa harus
hadir selama siding tetapi jika salah satu pihak tidak datang, maka pihak lainnya
dapat meminta pengadilan untuk melanjutkan proses persidangan dan membuat
keputusan (Ravin, 2005).
Tahap selanjutnya adalah judegment yang dilakukan setelah penutupan
persidangan lisan hakim akan mempelajari argumen yang disampaikan saat
67
pengadilan dan bermusyawarah untuk memberi putusan pada kasus tersebut.
Dalam proses ini hakim akan membentuk komite yang terdiri dari lima hakim
yang disebut dengan Drafting Committee dengan membuat dua draft oleh hakim
yang akan dikaji saat pengadilan setelah proses dari pembuatan draft. Setalah
pengkajian draft, maka Presiden dan hakim akan memberikan suara terkait
keputusan dalam kasus yang disengketakan (Ravin, 2005).
2. Penyelesaian Kasus Arctic Sunrise di International Tribunal of the Lawand the Sea (ITLOS)
Untuk menyelesaikan kasus Arctic Sunrise, Belanda mengajukan
permohonan kepada the International Tribunal of the Law and the Sea (ITLOS).
Pengajuan permohonan yang diajukan oleh Belanda adalah permohonan Tindakan
Sementara (Provisional Measure) di bawah pasal 290 paragraf 5 dalam UNCLOS
dalam sengketa yang terkait pelayaran dan penahanan kapal Arctic Sunrise dan
awak kapalnya oleh pihak berwenang Rusia (ITLOS, 2013).
Penyelesaian kasus di ITLOS dengan mengajukan tindakan sementara atau
provisional measure dikarenakan ada situasi masalah yang sangat penting dan
harus diselesaikan. Pengadilan mengizinkan untuk penyelesaian secara tindakan
sementara karena terkait sengket Arctic Sunrise yang berdampak pada kerusakan
lingkungan laut (Press Release No. 201 ITLOS, 2013).
Dalam kasus Arctic Sunrise, tindakan sementara yang diajukan oleh
Belanda kepada ITLOS karena:
68
1. Segera mungkin untuk mengaktifkan kembali kapal Arctic Sunrise dan
meninggalkan tempat penahanan di bawah yurisdiksi Federasi Rusia
utnuk melaksanakan kebebasan navigasi;
2. Segera melepaskan awak kapal Arctic Sunrise dan memungkinkan
mereka untuk meninggalkan wilayah dari mairitm di bawah yurisdiksi
Federasi Rusia;
3. Menunda semua proses peradilan dan administratif terhadap
penahanan Arctic Sunrise, baik para awak kapal, pemiliki kapal,
operator dan para anggota;
4. Memastikan bahwa tidak ada tindakan lain yang diambil yang
mungkin akan memperburuk atau memperpanjang sengketa antar
kedua belah pihak (Press Release No. 201 ITLOS, 2013).
Sebelum melakukan pengajuan ke ITLOS, Belanda mengupayakan
penyelesaian yang berdasarkan Lampiran VII Konvensi dengan melakukan
Institution of Arbital Proceeding pada 4 Oktober 2013. Dalam kasus Arctic
Sunrise proses arbitrasi institusi dengan Rusia di ajukan atas dasar lampiran VII
dari UNCLOS. Menurut Belanda, penangkapan dan penahanan kapal Arctic
Sunrise beserta krunya adalah bentuk kejahatan dalam ketetapan Konvensi
(ITLOS, 2013). Kemudian Belanda mengajukan kembali permohonan
penyelesaian kasus Arctic Sunrise melalui mekanis di ITLOS dengan mengajukan
penyelesaian secara provisional measure tersebut pada 18 Oktober yang diterima
oleh ITLOS pada 21 Oktober 2013 (ITLOS, 2013).
69
Respon Rusia terhadap pengajuan Belanda adalah menolak proses arbitrasi
yang di ajukan dalam Lampiran VII Konvensi melalui surat dari Kedutaan
Federasi Rusia di Jerman pada tanggal 23 Oktober 2013. Dalam surat tersebut
Rusia menyatakan bahwa tidak menerima prosedur yang terkait dalam Bab 2 dari
bagian XV Konvensi, yang melibatkan keputusan yang mengikat sehubungan
dengan sengketa, hal ini berkaitan dengan kedaulatan dan yurisdiksi Rusia. Rusia
juga menolak proses aribtrasi yang berdasarkan lampiran VII Konvensi yang
dilakukan oleh Belanda dan menolak untuk berpartisipasi dalam proses
pengadilan (ITLOS, 2013). Rusia sendiri kemudian menekankan untuk
melanjutkan dan mencari solusi yang dapat diterima dalam situasi ini (ITLOS,
2013).
Belanda kemudian menyerahkan kepada ITLOS untuk melanjutkan proses
dan membuat keputusan terkait dengan permohonan tindakan sementara ini. Hal
ini sesuai dengan pasal 28 Statuta Pengadilan yang menyatakan bahwa:
When one of the parties does not appear before the Tribunal or failsto defend its case, the other party may request the tribunal to continue theproceeding and make its decision. Absence of a party or failure of a party todefend its case shall not constitute a bar to proceeding. Before making itsdecision, the tribunal must satisfy itself not only that it has jurisdiction overthe dispute, but also that the claim is well founded in fact and law. (ITLOSP. R., 2013)
Ketika salah satu pihak tidak muncul sebelum pengadilan atau gagaluntuk mempertahankan kasusnya, pihak lain dapat meminta pengadilanuntuk melanjutkan persidangan dan membuat keputusan. Ketidakhadiransatu pihak atau kegagalan pihak untuk mempertahankan kasusnya tidakboleh menghalangi proses persidangan. Sebelum membuat keputusan,pengadilan harus memiliki yurisdiksi atas sengketa dan juga klaim yangberdasarkan fakta dan hukum.
70
Kemudian setelah persidangan tetap dilanjutkan oleh ITLOS, Rusia
memberikan tuduhan baru bagi aktivis dalam Arctic Sunrise dengan tuduhan
hooliganism berdasarkan Pasal 213 (2) Undang-undang Kriminal Federasi Rusia
(Zylstra, 2013). Atas dasar itu kemudian Belanda kemudian memohon kepada
pengadilan untuk melanjutkan proses dan membuat keputusan dalam permohonan
tindakan sementara ini. Permohonan Belanda dikabulkan oleh pengadilan dan
memasuki proses hearing pada 6 November 2013 (ITLOS, 2013).
Selama menunggu proses hearing pihak ITLOS mempersiapkan beberapa
dokumen yang terkait kasus dan mempersiapkan hal-hal lain untuk menambahkan
fakta-fakta dalam kasus ini. Ketua Greenpeace International, Daniel Simon, juga
dihadirkan sebagai saksi untuk persidangan nanti (ITLOS, 2013). Proses yang
dilakukan sebelum proses hearing selain pemeriksaan dokumen lanjutan juga
dilakukan beberapa pertemuan antara agen dari negara dan presiden ITLOS guna
melakukan konsultasi terkait saksi dan persiapan persidangan.
Dalam menyelesaikan kasus ini, Belanda menunjuk Liesbeth Lijnzaad,
Penasihat Hukum Kementerian Luar Negeri Belanda sebagai agen dari Belanda
dalam proses yang dilakukan oleh ITLOS. Liesbeth Lijnzaad dibantu oleh Rene
Lefeber, Wakil Hukum Kementrian Luar Negeri Belanda sebagai asisten agen
Belanda serta Thomas Henquet, Penasihat Kementerian Luar Negeri Belanda
sebagai penasihat dan pengacara (ITLOS, 2013).
Pada bab ini dapat disimpulkan bahwa aksi protes Greenpeace terhadap
Gazprom, perusahaan Rusia, mendapat respon dari pemerintah Rusia dengan
71
menangkap dan menahan kapal berserta 30 aktivis Greenpeace. Penangkapan ini
juga mendapat respon dari Belanda sebagai negara yang memberikan kewenangan
Greenpeace dan sebagai pemiliki bendera dari kapal Arctic Sunrise yang
digunakan oleh Greenpeace. Respon Belanda adalah dengan melakukan upaya
penyelesaian, baik secara bilateral maupun secara multilateral yang dibantu oleh
pihak ketiga, yaitu ITLOS.
65
BAB IV
KEBERHASILAN BELANDA MENYELESAIKAN KASUS
ARCTIC SUNRISE TAHUN 2013
Bab ini membahas mengenai keberhasilan diplomasi Belanda dalam kasus
Arctic Sunrise pada tahun 2013 dengan membahas Belanda secara geografis,
ekonomi dan politik terlebih dahulu. Lalu kemudian dengan dinamika hubungan
Belanda dengan negara-negara di Eropa dan Uni Eropa serta membahas
kepentingan Belanda di Akrtik. Setelah itu, bab ini membahasi diplomasi Belanda
dalam kasus Arctic Sunrise tahun 2013 dengan faktor pendukung dan
penghambat, serta bagaimana dampak dari keberhasilan Belanda dalam kasus ini
terhadap hubungan dengan Rusia.
A. Kondisi Belanda dan Hubungan antara Belanda dan Rusia
Belanda adalah salah satu dari empat Kerajaan Belanda, dengan tiga lainnya
berada di Kepulauan Karibia yakni Aruba, Curacao dan Sint Maarten
(Kolodziejski, 2015). Belanda merupakan negara di bagian Eropa Barat yang
dibatasi dengan North Sea yang diantara Jerman dan Belgia (www.cia.gov).
Negara Belanda dikenal juga dengan nama Holland yang berasal dari Houtland
atau Wooded Land (www.britannica.com). Negara ini memiliki luas wilayah
41.543 km2 dengan kondisi wilayah dataran rendah sebagian besar berupa
hamparan danau, sungai dan kanal yang kemudian dijadikan tanah reklamasi
66
sekitar 6.500 km2 (www.britannica.com) (www.cia.gov). Sumber daya alam yang
terdapat di Belanda adalah gas alam, minyak bumi, gambut, kapur, garam, pasir
dan kerikil serta kondisi tanah yang subur. Masalah lingkungan yang kerap terjadi
di negara ini tidak jauh dengan masalah banjir dan polusi air. Hal ini dikarenakan
kondisi wilayah Belanda yang terdiri dari tanah reklamasi (www.cia.gov).
Gambar 4.1 Peta Negara Belanda
Sumber: Netherlands, Encyclopaedia Britannica (www.britannica.com)
Belanda merupakan negara dengan sistem pemerintahan konstitusi monarki
dan demokrasi parlementer yang dimana pemerintahannya terdiri atas Raja,
Perdana Menteri dan kementerian. Saat ini Belanda memiliki kepala negara Raja
67
Willem-Alexander sejak tahun 2013 dan bersama dengan perdana menteri, Mark
Rutte untuk mengatur pemerintahan Belanda, termasuk memberikan formasi baru
dalam pemerintahan (Kolodziejski, 2015, pp. 7-8).
Belanda terbagi dalam 12 provinsi dengan masing-masing provinsi memiliki
pemerintah sendiri yang disebut dengan Provincial Councils yang dipilih melalui
pemilihan umum selama 4 tahun sekali. Dalam satu tahun, para Dewan Provinsi
mengadakan pertemuan sebanyak 10 kali dengan dipimpin oleh Komisioner Raja
untuk membahas kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan sesuai dengan area
masing-masing (Kolodziejski, 2015, p. 12).
Gambar 4.2. Pembagian Admisitrasi Belanda
Sumber: Association of Regional Water Authorities (Unie Van Waterchappen)
(Kolodziejski, 2015).
Dewan Provinsi berperan dalam posisi antara pemerintah pusat dengan
pemerintah lokal. Dalam pemerintahan provinsi terbagi menjadi dua, yaitu dewan
kota dan otoritas air daerah. Hal yang paling spesifik dalam adminitrasi Belanda
68
adalah manajemen air yang dimana Belanda membuat khusus konsitusi dan
kewenangan terkait manajemen air, Water Board Act, pada tahun 2009. Hal ini
karena kondisi Belanda hampir 20% berada di bawah laut dan hampir 50%
wilayah Belanda terendam banjir. Maka dari itu Belanda membagi ke dalam 25
dewan air sejak abad ke-13 untuk dapat bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
semua infrastruktur terkait dengan keamanan air, palang air, bendungan, pompa,
tanggul dank anal serta bertanggung jawab terhadap kualitas air dan pengolahan
limbah air perkotaan (Kolodziejski, 2015, p. 15).
Secara ekonomi, Belanda merupakan negara keenam terbesar di Uni Eropa
yang berperan penting sebagai pusat transportasi Eropa dan industri yang berfokus
dalam pengolahan makanan, bahan kimia, penyulingan minyak bumi dan mesin
listrik. Sektor keuangan Belanda pernah mengalami penurunan pada tahun 2012
karena dampak dari krisis keuangan global pada tahun 2008 (www.cia.gov).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heritage, perekonomian Belanda
menempati urutan ke-16 di dunia dari empat indikator yang dilihat, yakni
kestabilan keuangan, sistem hukum, bebas korupsi dan adanya perlindungan bagi
hak kekayaan intelektual (Heritage, 2016).
Keterpurukan ekonomi Belanda pada tahun 2012 membuat Mark Rutte
mengeluarkan kebijakan fiskal untuk mengembalikan kondisi keuangan Belanda.
Tidak lama dengan kebijakan itu, Belanda akhirnya sukses meningkatkan
ekonominya hingga menduduki peringkat ke-7 di kawasan Eropa dengan nilai
kebebasan ekonomi sebesar 74,6. Hal ini karena Mark Rutte memfokuskan dalam
manajemen keuangan publik, penegakkan hukum, pasar bebas dan regulator yang
69
efesiensi. Saat ini, Belanda berhasil sebagai salah satu pusat perdagangan
internasioal dengan sektor pentingnya di bidang pariwisata, manufaktur, teknologi
dan pertanian (Heritage, 2016).
Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Sustainable Governance Indicators
(SGI), sektor ekonomi dalam negeri Belanda pada tahun 2013 mengalami
penurunan yang terdapat dalam konsumsi barang-barang rumah tangga dan
investasi bisnis. Inflasi yang stabil tetapi dengan pertumbuhan perdangan ekspor
yang lamabat serta peningkatan penangguran dari 6,4% pada tahun 2012 menjadi
8,3% pada tahun 2013. Meskipun ekonomi dalam negeri Belanda mengalami
penurunan, tetapi tidak dengan situasi ekonomi internasional Belanda yang baik-
baik saja. SGI menyebutkan bahwa Belanda masuk dalam rangking ke10 diantara
negara-negara OECD dan rangking ke-5 dalam negara zona euro pada tahun 2013
(Hoppe, Woldendorp, & Bandelow, 2015).
Adanya perdagangan global dan investasi asing memberikan keuntungan
bagi perekonomian Belanda. Selain mengembangkan ekonomi, sosial dan poilitik
dalam negerinya, Belanda juga melakukan hubungan dengan beberapa negara,
baik di kawasan Eropa sendiri maupun di luar Eropa. Sejak akhir Perang Dingin,
pemerintah Belanda lebih menerapkan kerjasama dan membangun mitra dengan
negara-negara di Eropa. Belanda sendiri berupaya untuk merefleksikan kerjasama
mereka dengan menerapkan: to invest in depth rather than in width. Maksudnya
adalah Eropa merupakan arena yang penting bagi Belanda untuk dapat mengambil
beberapa inisiatif dan agenda. Agenda ini terkait dengan pendukungan integrasi
Eropa, kontrol demokrasi, menegakkan kriteria penerimaan dan membuat
70
kebijakan eksternal yang lebih koheren (Knapen, Arts, Kleistra, Klem, & Rem,
2011, p. 59)
Dalam kegiatan ekonomi internasionalnya, Belanda adalah negara
pengekspor terbesar kedua di Uni Eropa (Kolodziejski, 2015). Belanda memiliki
hubungan yang baik dengan 15 negara dalam kerjasama perdagangan, investasi
dan pemberian bantuan (Schaik, Maas, Dinnissen, & Vos, 2015, p. 14).
Gambar 4.3 Peta Penyebaran Perdagangan, Investasi dan Penyebaran
Bantuan Belanda
Sumber: Beyond Scares and Tales: Climate-proofing Dutch Foerign Policy
(Schaik, Maas, Dinnissen, & Vos, 2015, p. 15)
Saat ini, banyak isu-isu baru yang muncul sehingga membuat Belanda
menyesuaikan dengan kondisi dunia untuk mengeluarkan kebijakan luar
71
negerinya. Salah satunya adalah munculnya isu lingkungan, seperti perubahan
iklim dan pembangunan berkelanjutan sehingga membuat beberapa negara di
Eropa, salah satunya Belanda menerapkan kebijakan lingkungan yang didukung
dengan lebih dari setengah populasi Eropa (Hoppe, Woldendorp, & Bandelow,
2015, pp. 20-21).
Perubahan iklim yang saat ini sebagai menjadi masalah dunia adalah
peningkatan frekuensi dari cuaca ekstrim, seperti gelombang panas, badai dan
cyclones. Konsekuensi dari adanya perubahan iklim yang tidak menentu ini
adalah terjadinya bencana alam yang berdampak sangat besar pada kehidupan
manusia. Perubahan iklim juga dapat berdampak pada pencemaran udara, air,
kualitas pangan, dan menempatkan manusia pada resiko yang besar (Schaik,
Maas, Dinnissen, & Vos, 2015).
Salah satu kawasan yang berperan penting bagi iklim dunia adalah kawasan
Arktik dengan perubahan iklim yang terjadi disana menyebabkan es mencair
sehingga tidak hanya berdampak pada masalah ekologi tetapi juga menjadikan
kawasan ini mudah untuk diakses. Perubahan iklim yang terjadi di Arktik
membuat negara di sekitar kawasan Arktik mulai mengubah strategi baik di
keamanan maupun dalam ekonomi untuk dapat meningkatkan kepentingan
negaranya disana (Schaik, Maas, Dinnissen, & Vos, 2015, p. 43).
Peluang aktivitas ekonomi di Arktik karena es yang mencair diantaranya
adalah terbukanya rute perkapalan baru dan estimasi ketersediaan minyak bumi
dan gas yang belum ditemukan sebelumnya (Schaik, Maas, Dinnissen, & Vos,
72
2015, p. 43). Jalur perkapalan baru yang ditemukan di Arktik ada tiga, yaitu the
northwest passage (NWP) dari timur Greenland menuju utara Kanada, the
northeast passage (NRS) sepanjang jalur pantai utara Rusia, dan jalur kapal
pertengahan Kutub Utara (AIV, 2014, p. 15). Jalur kapal ini tentunya akan
memotong jalur kapal sebelumnya, sehingga aktivitas ekonomi dapat lebih cepat
dan lebih hemat.
Bagi Belanda, terbukanya jalur perkapalan baru akan lebih menguntungkan,
hal ini karena Rotterdam yang merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di dunia
akan menjadi sentral bagi persinggahan kapal. Jalur kapal dari Rotterdam ke Asia
atau sebaliknya akan lebih cepat dibandingkan jalur sebelumnya yang melalui
Terusan Suez (AIV, 2014, p. 15). Selain itu, hubungan Belanda dengan negara-
negara kawasan Arktik, terutama Rusia dan Norwegia akan semakin erat. Hal ini
karena Belanda memiliki pasar yang baik dan berperan penting dalam, reklamasi,
teknologi matirim, penyulingan minyak dan gas, laying pipelines, shipbuilding
dan perikanan (AIV, 2014, p. 17).
Maka dari itu, kawasan Arktik menjadi penting bagi Belanda berdasarkan
policy framework pemerintah Belanda, yaitu sebagai strategic significance,
kepentingan ekonomi, hubungan bilateral Belanda dengan negara di kawasan
Arktik, kontribusi Belanda untuk dapat melakukan penelitian terkait dampak
perubahan iklim dan berkomitmen dalam menegakkan hukum internasional (AIV,
2014, p. 57). Selain menguntungkan bagi perekonomian Belanda dan negara
lainnya, perubahan iklim juga menjadi masalah yang cukup serius. Dalam hal ini
Belanda membangun penelitian terhadap kawasan Arktik, yaitu the Netherlands
73
Polar Program (NPP) yang berfokus dalam glasiologi, perubahan iklim dan
peningkatan level laut, serta samudera kutub. Belanda juga berupaya untuk
mengeluarkan program yang inovasi untuk dapat memperkuat hukum
internasional dalam melindungi lingkungan, kontribusi dalam manajemen global
public goods dan memperkuat ekonomi Belanda di kawasan (Schaik, Maas,
Dinnissen, & Vos, 2015, p. 45)
Belanda juga membangun hubungan dengan Rusia, sebagai salah satu
negara yang berada di kawasan Arktik. Belanda dan Rusia sudah lama menjalin
hubungan baik antar kedua negara di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.
Rusia merupakan mitra perdagangan terbesar ketiga di luar negara Uni Eropa
setelah AS dan Cina bagi Belanda. Pada tahun 2012 impor Belanda dari Russia
sebesar 20,3 juta euro dengan 90% adalah impor minyak bumi (AIV, 2014) dan
ekspor ke Rusia sebesar 7,1 juta euro (The Moscow Times, 2013).
Bagi Rusia, pelabuhan Rotterdam di Belanda adalah pelabuhan yang sangat
penting karena dapat mendatangkan minyak mentah dari Rusia sebanyak 30% dan
45% minyak yang sudah diproduksi. Selain itu, Belanda dan Rusia juga menjalin
mitra stratejik dalam proyek Delta Group yang berfokus dalam ketersediaan
energi di semanjung Yamal (AIV, 2014).
Hubungan yang dilakukan Belanda dan Rusia dikarenakan Belanda
memiliki kepentingan ekonomi terhadap Rusia. Hal ini juga berdasarkan pendapat
Rossenau bahwa kepentingan nasional adalah menggambarkan dan menjelaskan
dari kebijakan luar negeri (Scott Burchill, 2005, hal. 32-33). Jika dilihat dari
74
pemaparan di atas, maka kepentingan nasional Belanda terhadap Rusia juga
termasuk dalam kepentingan ekonomi menurut Nuechterlein yang dimana
kepentingan ekonomi ini untuk meningkatkan hubungan ekonomi negara dalam
hubungannya dengan negara lain (Simon Williams, 2012, hal. 32-33), dalam hal
ini Belanda dengan Rusia.
B. Upaya Belanda dalam Kasus Arctic Sunrise antara Greenpeace dengan
Rusia Tahun 2013
Pada tahun 2013, hubungan antara Rusia dengan Belanda menegang
dikarenakan kasus Arctic Sunrise. Upaya yang ditempuh Belanda untuk
menyelesaikan kasus Arktik Sunrise berakhir di persidangan ITLOS. Belanda
mengajukan Rusia ke ITLOS terkait dengan penahanan 30 aktivis Greenpeace
serta kapal Arctic Sunrise oleh Rusia. Sebelum mengajukan ke ITLOS, Belanda
terlebih dahulu melakukann kontak diplomasi bilateral dengan Rusia yang
berakhir tidak ada kesepakatan dan Rusia tetap tidak akan membebaskan kapal
Arktik Sunrise beserta para aktivis Greenpeace (Elferink, 2014). Namun,
pengajuan Belanda ke ITLOS ditolak oleh Rusia dan juga menolak untuk
menghadiri sidang ITLOS di Hamburg, Jerman (ITLOS, 2013).
Dalam menyelesaikan suatu permasalahan antar negara, negara dapat
menyelesaikannya secara damai atau perang (Nabil, 2014). Pada kasus Arctic
Sunrise, pihak Belanda telah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan
cara yang damai, yaitu diplomasi. Diplomasi sendiri menurut Sukawarsini
Djelantik adalah sebagai mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer kepada
75
negara yang terlibat dalam aktivitas diplomasi yang diformasikan dalam
pertukaran dan konsesi antara para pelaku negosiasi (Djelantik, 2008).
Menurut Bandoro, ada dua elemen dasar yang menyebabkan negara-negara
melakukan diplomasi yaitu adanya kepentingan bersama dan adanya isu yang
dipersengketakan (Nabil, 2014). Sejalan dengan pendapat Bandoro, Belanda
menjalankan diplomasinya ke Rusia dikarenakan memiliki kasus yang
disengketakan kedua belah pihak, yakni kasus Arctic Sunrise. Dalam hal ini,
upaya yang dilakukan Belanda dikatakan berhasil karena beberapa faktor, yakni:
1. Diplomasi Multi-track
Diplomasi multi-track merupakan konsep yang dapat dijalankan untuk
melihat proses terbentuknya perdamaian internasional yang dimana setiap bagian
dari aktor internasional, baik aktivitas, individu, institusi dan komunitas
memainkan perannya untu mencapai tujuan tersebut (Diamond & McDonald,
1996, p. 1). Diplomasi multi-track merupakan perluasan dari diplomasi Track 1
dan Track 2 yang dimana para pelaku diplomasi tidak hanya dari aktor negara dan
non-negara dalam menyelesaikan sebuah konflik (Diamond & McDonald, 1996)
(McDonald, 2003).
Louise Diamond dan John W. McDonald menemukan bahwa ada sembilan
track yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan damai. Sembilan
track tersebut adalah, pemerintah, para professional di bidangnya, pelaku bisnis,
individu dari masyarakat, penelitian, pelatihan dan pendidikan, aktivis, pemuka
agama, yayasan serta opini publik atau media (Diamond & McDonald, 1996, pp.
4-5)
76
Dalam diplomasi multi-track dimana penyelesaian masalah yang
menggunakan sembilan track tersebut dapat dijalankan dengan menggunakan
salah satu track atau keseluruhan track. Karena diplomasi multi-track tidak hanya
terlihat sebagai track-track yang melakukan diplomasi, tetapi juga dapat dilihat
sebagai satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain dalam menyelesaikan
sebuah konflik (Diamond & McDonald, 1996, p. 5).
Pada kasus Arctic Sunrise, diplomasi multi-track yang digunakan adalah
track 1, yaitu pemerintah dan track 9, yaitu opini publik. Adapun track 1
merupakan diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Belanda dalam proses
penyelesaian kasus Arctic Sunrise di ITLOS. Track 9 yang berupa opini publik
dilakukan oleh pihak Greenpeace dalam menyebarkan dukungan terhadap
masyarakat dunia untuk mendesak pihak Rusia agar segera membebaskan kapal
Arctic Sunrise dan para tahanan. Diplomasi track 9 juga merupakan salah satu
faktor keberhasilan Belanda dalam menyelesaikan kasus Arctic Sunrise.
Diplomasi track 1 yang dilakukan oleh Belanda adalah adanya perwakilan
dari pemerintah Belanda dalam persidangan ITLOS yang menjalankan fungsinya
sebagai agen di persidangan. Adapun perwakilan Belanda dalam ITLOS adalah
Liesbeth Lijnzaad, Penasihat Hukum Kementerian Luar Negeri Belanda sebagai
agen, Rene Lefeber, Wakil Penasihat Hukum Kementerian Luar Negeri Belanda
sebagai asisten agen, dan Thomas Henquet, Penasihat Kementerian Luar Negeri
Belanda sebagai penasihat dan pengacara dalam persidangan (ITLOS, 2013).
Ketiga perwakilan dari Belanda merupakan ahli dalam bidang hukum
internasional. Hal ini diperkuat oleh Lisebeth Lijnzaad yang sudah tiga kali
77
menjabat sebagai agen dalam persidangan internasional serta pernah menjabat
sebagai hakim ad-hoc PBB dan juga peneliti di Universitas Maastrict Belanda
(www.maastrichtuniversity.nl). Lijnzaad dibantu oleh asisten agen, yaitu Rene
Lefeber yang merupakan professor di bidang hukum lingkungan internasional dan
Thomas Hanquet.
2. Proses Peenyelesaian di ITLOS
Dalam surat yang dikirim oleh Rusia kapada ITLOS pada tanggal 22
Oktober 2013, Rusia menyatakan bahwa tidak menerima prosedur yang
berdasarkan Bab 2 bagian XV dalam konvensi terkait dengan proses yang
diajukan Belanda ke ITLOS. Dalam nota verbal yang disampaikan oleh Rusia,
Rusia juga tidak menerima prosedur arbitrasi di bawah lampiran VI konvensi yang
dilakukan Belanda dan Rusia tidak akan berpastisipasi dalam proses penyelesaian
di ITLOS (ITLOS, 2013).
Respon Belanda atas sikap tersebut adalah Belanda menyerahkan
sepenuhnya proses selanjutnya kepada ITLOS. Dalam surat yang diajukan oleh
Belanda, Belanda menyatakan;
In accordance with arcticle 28 of the Statute of the Tribunal, theKingdom of the Netherlands respectfully request the Tribunal to continuethe proceedings and make its decision on the Request for ProvisionalMeasures, even if, regrettably, these proceedings would be in default ofappearance by the Russian Federation (ITLOS, The "Arctic Sunrise Case"Kingdom of the Netherlands v. Russian Federation, 2013).
Berdasarkan pasal 28 statuta Pengadilan, Kerajaan Belanda denganhormat memohon kepada pengadilan untuk melanjutkan proses danmembuat keputusan dalam permohonan tindakan sementara, yang meskipunsangat disayangkan bahwa proses ini tanpa adanya kehadiran dari pihakRusia (terjemahan penulis).
78
Ketidakhadiran Rusia di persidangan ITLOS, memberikan keuntungan bagi
Belanda, karena Belanda dapat mendesak ITLOS untuk menyatakan bahwa
pengadilan memiliki yurisdiksi di atas proses tindakan sementara yang disertai
fakta dan hukum. Selain itu juga berdasarkan International Court of Justice dalam
kasus Nicaragua vs Amerika Serikat, bahwa;
A state which decide not to appear must accept the consequences of itsdecision, the first of which is that the case will continue without itsparticipation; the state which has chosen not to appear remains a party tothe case, and is bound by the eventual judgement in accordance with article59 of the Statute (ITLOS, The "Arctic Sunrise Case" Kingdom of theNetherlands v. Russian Federation, 2013).
Sebuah negara yang memutuskan untuk tidak hadir dalam persidanganharus menerima konsekuensi dari keputusan, kasus yang dibawa juga akanterus dilakukan tanpat partisipasi dari negara tersebut, negara tersebut jugamasih dalam terikat hingga putusan akhir yang sesuai dengan pasal 59Statuta Pengadilan (Terjemahan Penulis).
Sejalan dengan hal tersebut, ITLOS sendiri menyampaikan bahwa Belanda tidak
perlu kecewa dengan keputusan yang dilakukan Rusia terkait ketidakhadiran
Rusia dalam proses ini. ITLOS juga akan mempertimbangkan untuk melanjutkan
pengadilan dengan mengidentifikasi dan menilai hak masing-masing pihak sesuai
dengan bukti yang tersedia (ITLOS, 2013).
3. Dukungan Publik
Dalam hal ini, tentunya tidak hanya menggunakan aktor negara sebagai
aktor utama dalam melakukan diplomasi, tetapi juga menggunakan aktor lainnya
agar terwujudnya diplomasi yang sejalan dengan kepentingan nasional suatu
negara. Menurut Kishran S. Rana, diplomasi yang dilakukan oleh aktor selain
79
negara dapat diperkuat dengan adanya teknologi dan informasi sehingga
diplomasi saat ini bersifat global (Rana, 2011).
Diplomasi yang diperkuat dengan teknologi dan informasi berupa adanya
peran komunikasi media yang berbentuk tulisan maupun visual. Hal ini untuk
membantu jalannya perdamaian dalam proses diplomasi. Dalam diplomasi track
9, dimana diplomasi ini dijalankan atas adanya peran media yang memberikan
informasi kepada masyarakat dan menyediakan forum debat publik terkait
masalah yang terjadi di masyarakat (Diamond & McDonald, 1996, p. 120). Media
dalam diplomasi multi-track akan menyebarkan opini publik atas suatu masalah
untuk mendapat respon dari pemerintah agar menanggapi bahkan merubah suatu
keputusan dari pemerintah (Diamond & McDonald, 1996, p. 120).
Dalam Kasus Arctic Sunrise, selain diselesaikan dengan diplomasi multi-
track dalam track 1, juga berhasil diselesaikan berkat adanya dukungan media dan
opini publik yang dalam hal ini termasuk track 9 diplomasi multi-track. Setelah
aktivis Greenpeace didakwa sebagai kejahatan pembajakan dan hooliganism,
seluruh aktivis tersebut dijatuhkan hukuman kurungan penjara selama 15 tahun
oleh pengadilan Rusia. Keputusan tersebut kemudian mendapat respon dan
kecaman masyarakat dunia.
Maka dari itu, untuk membantu terselesaikan masalah ini Greenpeace
mengajak warga dunia untuk menyerukan aksi Free Arctic 30. Terlebih karena
aktivis yang ditangkap oleh Rusia tidak hanya warga negara Belanda tetapi juga
dari negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Denmark,
80
Inggris, Selandia Baru, Australia, Ukraina, Perancis, Italia, Brazil, Turki,
Finlandia, Polandia, Swiss, Swedia, bahkan Rusia (www.greenpeace.org).
Dalam hal ini Greenpeace menyebarluaskan aksi solidaritas terhadap kasus
Arctic Sunrise ke kantor negara perwakilan Greenpeace di seluruh dunia. Aksi
yang dilakukan Greenpeace ini disebut Free Arctic 30! dengan menggunakan
headline “Tell Russia: Release Greenpeace Activists” dan “Arctic Sunrise
Illegally Boarded” selain itu juga menyebarkan di media sosial dengan
#FreeTheArctic30 (Wachtler, 2013). Greenpeace memanfaatkan opini publik
masyarakat dunia untuk dapat mendesak Russia membebaskan kapal Arctic
Sunrise beserta aktivis sekaligus membantu Belanda dalam mengupayakan
penyelesaian kasus ini melalui jalur persidangan internasional.
C. Implikasi Keberhasilan Belanda terhadap Hubungan Bilateral dengan
Rusia
Persidangan ITLOS mengenai kasus Arctic Sunrise antara Belanda dengan
Rusia berkahir pada tanggal 22 November 2013. Hasil dari persidangan tersebut
adalah (ITLOS, 2013):
a. Federasi Rusia diharuskan untuk segera membebaskan kapal Arctic
Sunrise and seluruh awak yang ditahan setelah memberikan jaminan
keuangan kepada Belanda dalam jumlah 3.600.000 euro yang akan
diposting oleh Rusia dalam bentuk bank garansi.
b. Setelah Rusia memberikan uang jaminan, pihak Rusia harus memastikan
bahwa kapal Arktik Sunrise dan semua pihak yang ditahan
81
diperbolehkan untuk meninggalkan wilayah dan maritim di bawah
yurisdiksi Rusia.
Dampak dari kasus Arctic Sunrise terhadap hubungan bilateral Belanda dan
Rusia adalah adanya ketegangan hubungan diplomatik antara Belanda dan Rusia.
Ketagangan ini terjadi karena penangkapan diplomat Rusia oleh Belanda, Dmitry
Borodin, orang nomor dua di Kedutaan Rusia di Belanda. Penangkapan ini
dilakukan oleh polisi Belanda di apartemen Borodin atas laporan dari tetangga
mereka bahwa Dorodin melakukan tindakan kekerasan kepada anak-anaknya.
Berdasarkan laporan dari polisi, Borodin ditemukan mabuk dan hampir tidak
dapat berdiri ketika polisi tiba di apartemennya (www.theguardian.com).
Sepuluh hari kemudian, diplomat senior Belanda, Onno Eldenrenbosch juga
mengalami penyerangan di Rusia oleh dua orang yang tak dikenal. Dua orang ini
memaksa masuk tanpa izin dan melakukan tindak kekerasan berupa pemukulan
dan mengikat dengan lakban. Atas kekerasan tersebut, Eldenrenbosch menderita
luka ringan (www.theguardian.com).
Peristiwa tersebut kemudian berdampak pada hubungan ekonomi Belanda
dan Rusia terutama dalam impor Belanda ke Rusia, yaitu bunga, keju dan produk
pertanian yang mengalami penurunan. Rusia melakukan pelarangan impor produk
susu dan bunga tulip dari Belanda dan Rusia. Hal ini membuat hubungan kedua
negara ini menjadi surut padahal Belanda dan Rusia akan menyelenggarkan
peringatan 400 tahun hubungan diplomasi Belanda dan Rusia pada bulan
November (www.theguardian.com).
81
BAB V
KESIMPULAN
Ada tiga faktor yang melatarbelakangi upaya belanda dalam kasus Arctic
Sunrise antara greenpeace dengan rusia tahun 2013. Faktor pertama adalah
diplomasi multi-track yang digunakan oleh Belanda dalam proses persidangan di
ITLOS menggunakan track 1, yaitu government dan track 2 non-
government/professional. Hal ini dibuktikan dengan perwakilan Belanda dalam
persidangan ITLOS yang diwakili oleh Liesbeth Linjad dan Rene yang sebagai
penasihat hukum dari Kementerian Luar Negeri Belanda.
Kedua perwakilan dari Kementerian Luar Negeri tersebut dikategorikan
sebagai track 1 government yang dimana proses diplomasi yang dijalankan oleh
Belanda di persidangan ITLOS diwakili oleh pemerintah. Selain itu, Liesbeth dan
Rene dibantu oleh Thomas Henquet yang merupakan pengacara handal di
bidangnya untuk membantu penyelesaian kasus Arctic Sunrise. Thomas Henquet
ini dikategorikan sebagai track 2 non-government/professional yang dimana
diplomasi yang dijalankan selain dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga dilakukan
oleh seseorang professional yang ahli di bidangnya.
Selain faktor diplomasi multi-track, keberhasilan diplomasi Belanda juga
dilatar belakangi oleh ketidakhadiran Rusia sepanjang persidangan ITLOS.
ketidakhadiran Rusia ini karena Rusia menolak untuk menyelesaikan masalah ini
ke tingkat internasional. Tidak adanya Rusia dalam penyelesaian kasus di ITLOS
82
tidak membuat kasus ini terhenti. Kasus Arctic Sunrise tetap dilanjutkan sesuai
dengan aturan Presiden ITLOS dan desakan Belanda untuk melakukan
persidangan dengan proses tindakan sementara (provisional measure). Tidak
hadirnya Rusia di persidangan ITLOS memberikan keuntungan sendiri bagi
Belanda dalam memperkuat argumen Belanda selama proses hearing. Selain itu,
Rusia juga harus mematuhi segala proses dan keputusan akhir dari persidangan
ini. Hal ini karena konsekuensi tidak hadirnya negara dalam proses penyelesaian
kasus di ITLOS.
Lalu faktor ketiga yang membuat diplomasi Belanda berjalan dengan lancar
adalah adanya dukungan dari luar, yaitu dukungan masyarakat yang tersebar di
seluruh dunia untuk membantu menyelesaikan kasus Arctic Sunrise. Opini publik
ini berupa aksi besar-besaran yang diprakarsai oleh Greenpeace Internasional
yang mengajak seluruh jaringan Greenpeace untuk beraksi terkait penahanan 30
aktivis Greenpeace. Aksi ini bernama Free Arctic 30 dan melakukan aksi berupa
protes di depan kantor Kedutaan Rusia di beberapa negara dan aksi di sosial
media untuk menarik simpati masyarakat sehingga Rusia dapat cepat
mengabulkan permohonan Belanda di Rusia.
Adanya opini publik memberikan kelancaran kepada Belanda, yang tidak
hanya berupaya untuk menyelesaikan kasus melalui jalur hukum, tetapi juga
dengan jalur lain. Dukungan media dan masyarakat dunia ini memberikan desakan
baik kepada pemerintah Belanda kepada ITLOS, maupun kepada pemerintah
Rusia agar dapat membebaskan kapal Arctic Sunrise berserta seluruh kru yang
ditangkap oleh Rusia.
83
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan
Belanda dalam penyelesaian kasus Arctic Sunrise dilatar belakangi oleh tiga
faktor, yaitu diplomasi track 1 dan 2, tidak hadirnya Rusia selama proses
penyelesaian di ITLOS, dan adanya bantuan dari gerakan masyarakat dunia untuk
mendesak Rusia melepas para tahanan serta kapal Arctic Sunrise.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Burchill, Scott. 2005 The National Interest in International Relations Theory.
New York: Palgrave Macmillan.
Creswell, John W. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative, Mixed
Methods Approaches. California: SAGA Publication.
Diamond, Louise dan John McDonald. 1996. Diplomasi multi-track, A Systems
Approach to Peace. USA: Kumarian Press.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Erwood, Steve. 2011. The Greenpeace Chronicles, 40 Years of Protecting the
Planet. Amsterdam: Greenpeace.
Morgan, Patrick M. 2000. “Eisenhower and the Cold War: An Opportunity
Missed?” h. 44 di Re-viewing the Cold War. London: Praeger.
Neuman, W. Lawrance. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Indeks.
Painter, David S. dan Melvyn P. Leffer. 2005. Origins of the Cold War: An
International History. New York: Routledge.
Prof. Dr. Emzir, M.Pd. 2010 Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta:
Grafindo, 2010.
Rana, Kishan S. 2011. 21st Century Diplomacy, A Practitioner’s Guide. New
York: Continuum.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
xv
Smith, Joseph. 1998. The Cold War, Secon Edition 1945 – 1991. Oxford:
Blackwell.
The Institute for Foreign Policy Analysis. 2012. New Strategic Dynamics in the
Arctic Region; Implication for National Security and International
Collaboration. Cambridge: The Institute for Foreign Policy Analysis.
Williams, Simon. 2012. The Role of the National Interest in the National Security
Debate. United Kingdom: Royal Collage of Defense Studies.
SKRIPSI, TESIS DAN DISERTASI:
Chakraborty, Anshuman. 2006. Dispute Settlement Under the United Nations
Convention on the Law of the Sea and Its Role in Oceans Governance.
Wellington: Victoria University of Wellington.
Diouf, Ousmane. 2014. The International for the Law of the Sea (ITLOS):
Innovations and Prospect in the International Maritime Dispute Settlement
System After more than Fifteen Years of Effective Practice. Swedia: World
Maritime University.
Goergescu, Iona. 2010. Arctic-Geopolitics-Time For a New Regime. Nice: Institut
European Des Hautes Etudes Internationales.
Nabil, Muhammad. 2014. Diplomasi Multilateral Six Party Talks dalam Proses
Denuklirisasi Korea Utara Periode 2003-2009. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Nopens, Patrick. 2010. The Impact of Global Warming on the Geopolitics of the
Arctic: A Historical Opportunity for Russia? Brussels: The Royal Institute
for International Relations.
Ramli, Rafika Nurul Hamdani. 2014. Tinjauan Hukum Internasional terhadap
Penahanan Aktivis Greenpeace oleh Pemerintah Rusia. Makasar:
Universitas Hasanudin Makasar.
xvi
JURNAL:
Advisory Council on International Affairs. 2014. The Future of the Arctic;
Cooperation or Confrontation?. 90:7-59
Drenan, Mathew T. 2014. “Gone Overboard: Why the Arctic Sunrise Case Signlas
an Over=Expansion of the Ship-As-A-Unit Concept in the Diplomatic
Protections Context.” California Western International Law Journal.
45:109-167
Ebinger, Charles K. dan Evie Zambetaks. 2009. “The Geopolitics of Arctic Melt.”
International Affairs 85:6-1216.
Hough, Peter. 2012. “Worth the Energy? The Geopolitics of Arctic Oil and Gas.”
CEJIS 1:65-80
Huitelfedt, Tonne. 1974. “A Strategic Perspective on the Arctic.” Cooperation and
Conflict. Vol 9: 131-151. SAGE Journals.
Huitlefdt, Tonne, Tomas Ries, dan Gunvald Oyna. 1992. Strategic Interest in the
Arctic. Oslo: Forvarsstudier.
Jarashow, Mark, Michael B. Runnels dan Tait Svenson. 2006. “UNCLOS and the
Arctic: The Path of Least Resisstance.” Fordham International Law
Journal. 1587-1652.
Koivurova, Timo, Juha Kapyla, dan Harri Mikkola. 2015. Continental Shelf
Claims in the Arctic; Will Legal Procedure Survive the Growing
Uncertanty? Finlandia: The Finnish Institute of the International Affairs.
Knapen, B., Arts, G., Kleistra, Y., Klem, M., & Rem, M. 2011. Attached to the
Wolrd, On the Anchoring and Strategy of Dutch Foreign Policy.
Amsterdam: Amsterdam University Press.
Kolodziejski, M. 2015. Economic, Social and Territorial Situation of the
Netherlands. Brussel: European Parliament.
xvii
Notter, James dan Lousie Diamond. Oktober 1996. “Building Peace and
Transforming Conflict: Diplomasi multi-track in Practice.” The Institute for
Diplomasi multi-track Paper Number 7.
Osterud, Oyvind dan Geir Honneland. 2014. “Geopolitics and International
Governance in the Arctic.” Arctic Review on Law and Politics 5(2):156-176.
Schaik, L. v., Maas, E., Dinnissen, R., & Vos, J. 2015. Beyond Scares and Tales:
Climate-proofing Dutch Foerign Policy. Netherlands: Netherlands Institute
of International Relations Clingendael.
Tomja, Alida. 2014. “Polarity and International System Consequences.”
Interdisplinary Journal of Research and Development. Albania: Alexander
Moisiu University.
Welch, David A. 2013. East Asia-Arctic Relations: Boundary, Security and
International Politics. Canada: Center for International Governance
Innovation.
Wehrenfenning, Daniel, 2008. “Diplomasi multi-track and Human Security.”
Human Security Journal Voleme 7:81.
Zylstra, Ashton. 2013. “Piracy or Hooliganism: Detention of the Arctic Sunrise.”
Matters of Russian and International Law. 9-29.
JURNAL ONLINE:
“About Greenpeace.” Greenpeace International. Diunduh 11 November 2015
(http://www.Greenpeace.org/international/en/about/).
Bishop, Andrew, Chad Bremmer, Patrick Parno dan Geir Utskot. 2011. “Potrelum
Potential of the Arctic: Challenges and Solutions.” Oilfeld Review. Diunduh
pada 19 Juni 2016
(https://www.slb.com/~/media/Files/resources/oilfield_review/ors10/win10/
petroleum.pdf)
xviii
Briney, Amanda. “A Geography and Overview of Earth’S Arctic Region.”
Geography About. Diunduh pada 23 Maret 2016.
(http://geography.about.com/od/globalproblemsandissues/a/arcticregion.htm
).
Elferink, Alex Oude dan K.. G Jebsen. 2014. “The Arctic Sunrise Incident and the
International Law of Sea.” Diunduh 16 September 2015
(https://uit.no/Content/361427/The%20Arctic%20Sunrise%20Incident%20a
nd%20ITLOS_final.pdf).
The US Geological Survey. 2008. “Circum-Arctic Resource Apprasial: Estimate
of Undiscoverd Oil and Gas North of the Arctic Circle.” Diunduh pada 19
Juni 2016. (https://pubs.usgs.gov/fs/2008/3049/fs2008-3049.pdf)
LAPORAN:
Anisimov, Oleg dan Blair Fitzharris. 2001. “Polar Regions (Arctic and Antartic).”
Climate Change 2001: Impacts, Adaption, and Vulnerability. Diunduh pada
25 Juli 2016.
(https://www.ipcc.ch/ipccreports/tar/wg2/pdf/wg2TARchap16.pdf)
Eskeland, Gunnar S. dan Flottorp, Line Sunniva. 2006. “Climate Change in the
Arctic: A Discussion of the Impact on Economic Activity.” The Economy of
the North. Oslo: Statisitc Norway. Diunduh pada 3 Juli 2016
(http://www.ssb.no/a/english/publikasjoner/pdf/sa84_en/kap6.pdf)
Greenpeace International. 2013. The Arctic Sunrise, Amicus Curiae Submission.
Netherlands: Greenpeace International.
Hassol, Susan Joy. 2004. Impacts of A Warming Arctic. Arctic Climate Impact
Assessment. Cambridge: Cambridge University Press. Diunduh pada 3 Juli
2016. (http://www.amap.no/documents/download/1058)
xix
Houge, Simon dan Marc-Olivier Castagner. 2013. Save the Arctic,
Anthropotechnic Greenpeace and their Exercise in Defense of Mother
Nature. Canada: University of Ottawa
Hoppe, Robert, Jaap Woldendorp, dan Nils C. Bandelow. 2015. 2015 Netherlans
Report. Gutersloh: Sustainable Governance Indicators 2015. Diunduh pada
16 September 2016 (http://www.sgi-
network.org/docs/2015/country/SGI2015_Netherlands.pdf)
ITLOS. The Arctic Sunrise Case. Report Cases, ITLOS, 2013.
ITLOS. 2013. The Arctic Sunrise Case, Public Hearing on 6 November 2013.
Press Release, Hamburg: ITLOS.
ITLOS. 2013. “Press Release No. 201” Request for Provisional Measures
Submitted Today to the Tribunal in the Arctic Sunrise Case. Hamburg:
ITLOS
McBean, Gordon. 2007. "Arctic Climate: Past and Present." The Arctic Climate
Impact Assessment Scientific Report. Cambridge: Cambridge University
Press. Diunduh pada 3 Juli 2016.
(http://www.acia.uaf.edu/PDFs/ACIA_Science_Chapters_Final/ACIA_Ch0
2_Final.pdf)
McKinnon, Hannah. 2015. Untouchable: The Climate Case Againts Arctic
Drilling. Washington: Oil Exchange International.
Sanbeta, Abey Hailu. 2003. Non-Governmental Organizations and Develompent
with Reference to the Benelux Countries. Leuven: Université catholique de
Louvain.
ARTIKEL ONLINE:
Balmforth, Tom. 2013. “Attack on diplomat in Moscow Deepens Dutch-Russian
Rift.” The Guardian. Diunduh pada 30 September 2016
xx
(https://www.theguardian.com/world/2013/oct/16/moscow-assault-dutch-
diplomat)
Broad, William J. 18 Maret 2008. “Queenfish: A Cold War Tale.” The New York
Times. Diunduh pada 2 Juni 2016
(http://www.nytimes.com/2008/03/18/science/18arctic.html?_r=1)
Central Intelegence Agency. The World Factbook. Diunduh pada 15 September
2016. (https://www.cia.gov/library/publications/the-world-
factbook/geos/nl.html)
Dloughy, Jennifer A. 10 Mei 2016. “Big Oil Abandon $2.5 Billion in U.S. Arctic
Drilling Rights.” Bloomberg. Diunduh pada 22 Juni 2016
(http://www.bloomberg.com/news/articles/2016-05-10/big-oil-abandons-2-
5-billion-in-u-s-arctic-drilling-rights)
Efferink, Leonhardt van. 5 Januari 2015. “Arctic Geopolitics-Russia’s Territorial
Claims, UNCLOS, the Lomonosov Ridge.” Exploring Geopolitics. Diunduh
pada 19 Juni 2016
(http://www.exploringgeopolitics.org/publication_efferink_van_leonhardt_a
rctic_geopolitics_russian_territorial_claims_unclos_lomonosov_ridge_exclu
sive_economic_zones_baselines_flag_planting_north_pole_navy/)
Greenpeace International. 2013. “Northern Exposure – Gazprom and Oil
Ezploration in the Russian Arctic.” Media Briefing September 2013.
Diunduh 17 September 2015
(http://www.Greenpeace.org/international/Global/international/briefings/cli
mate/Gazprom-Media-Brefing-Sep-2013-final.pdf).
Hartog, Eva. 2015. “MH17, Arctic Sunrise and Illict Edam-How it all Went
Wrong for one Dutch Diplomat.” The Guardian. Diunduh pada 30
September 2016. (https://www.theguardian.com/world/2015/nov/02/mh17-
russia-dutch-ambassador-arctic-sunrise)
xxi
Heritage. 2016 Index of Economic Freedom. Diunduh pada 20 September 2016.
(http://www.heritage.org/index/pdf/2016/countries/netherlands.pdf)
Heslinga, Marcus Willem, Han Meijer, Herbert H. Rowen, dan Michael J. Winlte.
“Netherlands”. Ensiclopedia Britannica. Diunduh pada 16 September 2016
(https://www.britannica.com/place/Netherlands)
Holter, Mikael. 18 Mei 2016. “Norway Opens Arctic Oil Exploration in Russian
Border Area.” Bloomberg. Diunduh pada 22 Juni 2016.
(http://www.bloomberg.com/news/articles/2016-05-18/norway-awards-new-
oil-licenses-along-arctic-border-with-russia)
Kravtsova, Yekaterina. 2013. “Gazprom’s Bric-a-Brac Rig Called a Risk to the
Arctic.” The Moscow Times. Diunduh pada 23 Maret 2016.
(http://www.themoscowtimes.com/news/article/gazproms-bric-a-brac-rig-
called-a-risk-to-the-arctic/488385.html).
Maastricht Univeristy. About E Lijnzaad. Diunduh pada 28 Oktober 2016.
(https://www.maastrichtuniversity.nl/liesbeth.lijnzaad)
“Russia Grants Amnesty to Greenpeacers, Gazprom Arctic Oil Flows.” 2013.
Environment News Service. Diunduh pada 23 Maret 2016. (http://ens-
newswire.com/2013/12/20/russia-grants-amnesty-to-greenpeacers-gazprom-
arctic-oil-flows/).
Saari, Emily. 2013. “Behind the Arctic 30: Why Protest Gazprom’s Arctic Oil
Drilling?” The Global Call for Climate Action. Diunduh pada 23 Maret
2016. (http://tcktcktck.org/2013/10/behind-the-arctic-why-protest-gazprom-
arctic-drilling/).
Sauven, John. 24 Agustus 2012. “Saving the Artic is Environmentalism’s Biggest
Challenge Yet.” The Guardian. Diunduh pada 1 Agustus 2016.
(https://www.theguardian.com/environment/blog/2012/aug/24/saving-arctic-
environmentalism-challenge)
xxii
Sonntag, Marc dan Felix Luth. 21 Desember 2011. “Who Owns the Arctic? A
Stocktaking Territorial Disputes.” The Global Journal. Diunduh pada 19
Juni 2016. (http://theglobaljournal.net/article/view/439/)
Taylor, Adam. 2013. “The Tense Backstory to Russia’s Proposed Ban on Dutch
Tulips.” Business Insider. Diunduh pada 30 September 2016.
(http://www.businessinsider.com/russias-proposed-ban-on-dutch-tulips-
2013-10?IR=T&r=US&IR=T)
“The Arctic.” Greenpeace International. Diunduh pada 18 September 2015
(http://www.Greenpeace.org/international/en/campaigns/climate-
change/arctic-impacts/#tab=4&gvs=false&page=11).
“The Arctic.” The Encyclopedia of Earth. Diunduh pada 23 Maret 2016
(http://www.eoearth.org/view/article/156501/).
The Moscow Times. 2013. “Nederland Ruslan 2013”. The Moscow Times.
Diunduh pada 24 September 2016.
(http://old.themoscowtimes.com/upload/RuNed_eng_20132.pdf)
United Nations Convention on the Law of the Sea. Diunduh pada 19 Juni 2016.
(http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.
pdf)
Wachtler, Mark. 25 September 2013. “Greenpeace tells Russia – Free the Arctic
30”. Whiteout Press. Diundur pada 8 Novermber 2016.
(http://www.whiteoutpress.com/articles/q32013/greenpeace-tells-russia-
free-the-arctic-30/)
[Translation by the Registry from the French translation] No 11945
The Ministry of Foreign Affairs of the Russian Federation presents its compliments to the Embassy of the Kingdom of the Netherlands and, referring to the Note from the Ministry of Foreign Affairs of the Kingdom of the Netherlands No. MinBuza-2013.279583 of 4 October 2013, attached to which is a document entitled “Statement of the Claim and the Grounds on Which It Is Based”, and to Note No. MinBuza-2013.292796 of 21 October 2013, regarding the request for the prescription of provisional measures submitted to the International Tribunal for the Law of the Sea in relation to the case concerning the vessel “Arctic Sunrise”, has the honour to inform it of the following.
The actions of the Russian authorities in respect of the vessel “Arctic Sunrise” and its crew have been and continue to be carried out as the exercise of the jurisdiction, including criminal jurisdiction, of the Russian Federation in order to enforce laws and regulations of the Russian Federation as a coastal State in accordance with the relevant provisions of the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea.
Upon ratification of the Convention on 26 February 1997 the Russian Federation made a declaration according to which, inter alia, “it does not accept the procedures, provided for in section 2 of Part XV of the Convention, entailing binding decisions with respect to disputes … concerning law-enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction”.
Accordingly, the Russian Side does not accept the arbitration procedure under Annex VII to the Convention initiated by the Netherlands in regard to the case concerning the vessel “Arctic Sunrise” and does not intend to participate in the proceedings of the International Tribunal for the Law of the Sea in respect of the request of the Kingdom of the Netherlands for the prescription of provisional measures under article 290, paragraph 5, of the Convention.
While so acting, the Russian Federation stresses its readiness to continue to seek a mutually acceptable solution to this situation.
The Ministry avails itself of this opportunity to renew to the Embassy the assurances of its high consideration.
(stamp) Moscow, 22 October 2013
Embassy of the Kingdom
of the Netherlands in Moscow
INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA
YEAR 2013
22 November 2013
THE “ARCTIC SUNRISE” CASE
(KINGDOM OF THE NETHERLANDS v. RUSSIAN FEDERATION)
Request for the prescription of provisional measures
ORDER Present: President YANAI; Vice-President HOFFMANN; Judges MAROTTA
RANGEL, NELSON, CHANDRASEKHARA RAO, AKL, WOLFRUM, NDIAYE, JESUS, COT, PAWLAK, TÜRK, KATEKA, GAO, BOUGUETAIA, GOLITSYN, PAIK, KELLY, ATTARD, KULYK; Judge ad hoc ANDERSON; Registrar GAUTIER.
THE TRIBUNAL,
composed as above,
after deliberation,
Having regard to article 290 of the United Nations Convention on the Law of
the Sea (hereinafter “the Convention”) and articles 21, 25 and 27 of the Statute of
the Tribunal (hereinafter “the Statute”),
List of Cases: No. 22
2
Having regard to articles 89 and 90 of the Rules of the Tribunal (hereinafter
“the Rules”),
Having regard to the fact that the Kingdom of the Netherlands (hereinafter
“the Netherlands”) and the Russian Federation are States Parties to the Convention,
Having regard to the fact that the Netherlands and the Russian Federation
have not accepted the same procedure for the settlement of disputes in accordance
with article 287 of the Convention and are therefore deemed to have accepted
arbitration in accordance with Annex VII to the Convention,
Having regard to the Notification and the “Statement of the claim and the
grounds on which it is based” (hereinafter “the Statement of Claim”) submitted by the
Netherlands to the Russian Federation on 4 October 2013 instituting arbitral
proceedings under Annex VII to the Convention, in a dispute concerning the
boarding and detention of the vessel Arctic Sunrise in the exclusive economic zone
of the Russian Federation and the detention of the persons on board the vessel by
the authorities of the Russian Federation,
Having regard to the Request for provisional measures contained in the
Statement of Claim submitted by the Netherlands to the Russian Federation pending
the constitution of an arbitral tribunal under Annex VII to the Convention,
Makes the following Order:
1. Whereas, on 21 October 2013, the Netherlands filed with the Tribunal a
Request for the prescription of provisional measures (hereinafter “the Request”)
under article 290, paragraph 5, of the Convention in a dispute concerning the
boarding and detention of the vessel Arctic Sunrise in the exclusive economic zone
of the Russian Federation and the detention of the persons on board the vessel by
the authorities of the Russian Federation;
2. Whereas, in a letter dated 18 October 2013 addressed to the Registrar and
received in the Registry on 21 October 2013, the Minister of Foreign Affairs of the
3
Netherlands notified the Tribunal of the appointment of Ms Liesbeth Lijnzaad, Legal
Adviser of the Ministry of Foreign Affairs, as Agent for the Netherlands, and Mr René
Lefeber, Deputy Legal Adviser of the Ministry of Foreign Affairs, as Co-Agent for the
Netherlands;
3. Whereas, on 21 October 2013, a certified copy of the Request was
transmitted by the Registrar to the Ambassador of the Russian Federation to the
Federal Republic of Germany, together with a letter addressed to the Minister of
Foreign Affairs of the Russian Federation;
4. Whereas the Tribunal does not include upon the bench a judge of the
nationality of the Netherlands and, pursuant to article 17, paragraph 3, of the Statute,
the Netherlands, in the Request, has chosen Mr David Anderson to sit as judge ad
hoc in this case;
5. Whereas, since no objection to the choice of Mr Anderson as judge ad hoc
was raised by the Russian Federation, and none appeared to the Tribunal itself,
Mr Anderson was admitted to participate in the proceedings as judge ad hoc after
having made the solemn declaration required under article 9 of the Rules at a public
sitting of the Tribunal held on 4 November 2013;
6. Whereas, pursuant to the Agreement on Cooperation and Relationship
between the United Nations and the International Tribunal for the Law of the Sea of
18 December 1997, the Secretary-General of the United Nations was notified of the
Request by a letter from the Registrar dated 22 October 2013;
7. Whereas States Parties to the Convention were notified of the Request, in
accordance with article 24, paragraph 3, of the Statute, by a note verbale from the
Registrar dated 22 October 2013;
8. Whereas, by letter dated 22 October 2013, the Registrar informed the Parties
that the President intended to seek their views on questions of procedure, in
accordance with articles 45 and 73 of the Rules;
4
9. Whereas, in a note verbale dated 22 October 2013, received in the Registry
on 23 October 2013, the Embassy of the Russian Federation in the Federal Republic
of Germany stated: Upon the ratification of the Convention on the 26th February 1997 the Russian Federation made a statement, according to which, inter alia, “it does not accept procedures provided for in Section 2 of Part XV of the Convention, entailing binding decisions with respect to disputes […] concerning law-enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction”. Acting on this basis, the Russian Side has accordingly notified the Kingdom of the Netherlands by note verbale (attached) that it does not accept the arbitration procedure under Annex VII to the Convention initiated by the Netherlands in regard to the case concerning the vessel “Arctic Sunrise” and that [it] does not intend to participate in the proceedings of the International Tribunal for the Law of the Sea in respect of the request of the Kingdom of the Netherlands for the prescription of provisional measures under Article 290, Paragraph 5, of the Convention. Meanwhile the Russian Federation has stressed its readiness to continue to seek a mutually acceptable solution to this situation;
10. Whereas, by letter dated 23 October 2013, the Registrar, while transmitting a
copy of this note verbale to the Agent of the Netherlands, drew her attention to
article 28 of the Statute and informed her that any comments that the Netherlands
might wish to make on the matter should be received by 24 October 2013;
11. Whereas, in a letter dated 24 October 2013, the Agent of the Netherlands
stated that, in accordance with Article 28 of the Statute of the Tribunal, the Kingdom of the Netherlands respectfully requests the Tribunal to continue the proceedings and make its decision on the Request for Provisional Measures, even if, regrettably, these proceedings would be in default of appearance by the Russian Federation;
12. Whereas, pursuant to article 90, paragraph 2, of the Rules, the President, by
Order dated 25 October 2013, fixed 6 November 2013 as the date for the opening of
the hearing, notice of which was communicated to the Parties on 25 October 2013;
13. Whereas, in the letter dated 25 October 2013 transmitting a copy of that Order
to the Russian Federation, the Registrar informed the Ambassador of the Russian
5
Federation to the Federal Republic of Germany that, in accordance with article 90,
paragraph 3, of the Rules, the Tribunal was ready to take into account any
observations that may be presented to it by a party before the closure of the hearing;
14. Whereas, on 28 October 2013, the Registrar sent a letter to the Agent of the
Netherlands requesting further documentation and the Netherlands submitted the
requested documents on 29 October 2013, and whereas on the same day the
Registrar sent a copy of those documents to the Russian Federation;
15. Whereas, by letter dated 30 October 2013, Stichting Greenpeace Council
(hereinafter “Greenpeace International”) requested the Tribunal for permission to file
submissions as amicus curiae, and whereas a copy of the submissions was attached
to that letter;
16. Whereas, by letter dated 31 October 2013, the Registrar invited the Parties to
provide comments on the request submitted by Greenpeace International;
17. Whereas, by letter dated 1 November 2013, the Co-Agent of the Netherlands
informed the Tribunal that “[t]he Kingdom of the Netherlands has informally informed
Greenpeace International that it did not have any objection to such petition”;
18. Whereas, on 5 November 2013, the Tribunal decided that the request by
Greenpeace International should not be accepted and that its submissions would not
be included in the case file;
19. Whereas, by communication dated 6 November 2013, the Embassy of the
Russian Federation in the Federal Republic of Germany informed the Tribunal that
“[t]aking into account the non-governmental character of Greenpeace International
the Russian Side sees no reason for granting to this organisation the possibility to
furnish information to the Tribunal in the case concerning the vessel ‘Arctic Sunrise’”
and underlined “that this transmission of the Russian position to the tribunal can in
no way be interpreted as a form of participation of the Russian Side in the above
mentioned case”;
6
20. Whereas, on 8 November 2013, notice of the decision of the Tribunal of
5 November 2013 was communicated by the Registrar to the Parties and to
Greenpeace International;
21. Whereas, on 31 October 2013, the Co-Agent of the Netherlands submitted
information on a witness to be called by it before the Tribunal pursuant to article 72
of the Rules;
22. Whereas, in accordance with article 68 of the Rules, the Tribunal held initial
deliberations on 4 and 5 November 2013 concerning the written pleadings and the
conduct of the case;
23. Whereas, on 5 November 2013, pursuant to paragraph 14 of the Guidelines
concerning the Preparation and Presentation of Cases before the Tribunal, materials
were submitted to the Tribunal by the Netherlands;
24. Whereas, on 5 November 2013, in accordance with article 45 of the Rules,
the President held consultations with the Agent of the Netherlands with regard to
questions of procedure;
25. Whereas, on 5 November 2013, the Tribunal decided to put questions to the
Parties pursuant to article 76, paragraph 1, of the Rules, which were transmitted to
them on the same date;
26. Whereas, pursuant to article 67, paragraph 2, of the Rules, copies of the
Request and documents annexed thereto were made accessible to the public on
6 November 2013;
27. Whereas oral statements were presented at a public sitting held on
6 November 2013 by the following:
On behalf of the Netherlands: Ms Liesbeth Lijnzaad, Legal Adviser, Ministry of Foreign Affairs,
as Agent,
7
Mr René Lefeber, Deputy Legal Adviser, Ministry
of Foreign Affairs, as Co-Agent, Mr Thomas Henquet, Legal Counsel, Ministry of
Foreign Affairs, as Counsel and Advocate;
28. Whereas, during the hearing, Mr Daniel Simons, Legal Counsel, Greenpeace
International, was called as a witness by the Netherlands and examined by
Mr Henquet, and whereas in the course of his testimony, Mr Simons responded to
questions put to him by Judge Golitsyn, in accordance with article 76, paragraph 3,
of the Rules;
29. Whereas, during the hearing, Judges Wolfrum, Cot, Golitsyn, Akl and
Bouguetaia put questions to the Agent of the Netherlands and Judge ad hoc
Anderson put a question to the Counsel of the Netherlands, in accordance with
article 76, paragraph 3, of the Rules;
30. Whereas the Russian Federation was not represented at the public sitting
held on 6 November 2013;
31. Whereas, on 7 November 2013, the Netherlands submitted a written response
to the questions put by the Tribunal on 5 November 2013 and by Judges during the
hearing;
32. Whereas no response was received from the Russian Federation on the
questions put to it;
* * *
33. Whereas, in the Notification and the Statement of Claim dated 4 October 2013,
the Netherlands requests the arbitral tribunal to be constituted under Annex VII
(hereinafter “the Annex VII arbitral tribunal”) to adjudge and declare that:
8
(1) The Russian Federation: a. In boarding, investigating, inspecting, arresting and detaining the
‘Arctic Sunrise’ without the prior consent of the Kingdom of the Netherlands, as described in this Statement, breached its obligations to the Kingdom of the Netherlands, in its own right and in the exercise of its right to protect a vessel flying its flag, in regard to the freedom of navigation as provided by Articles 58, paragraph 1, and 87, paragraph 1(a), of UNCLOS, and under customary international law;
b. In boarding, investigating, inspecting, arresting and detaining the
‘Arctic Sunrise’ without the prior consent of the Kingdom of the Netherlands, as described in this Statement, breached its obligations to the Kingdom of the Netherlands, in regard to the exercise of jurisdiction by a flag state as provided by Article 58 and Part VII of UNCLOS, and under customary international law;
c. In boarding the ‘Arctic Sunrise’ without the prior consent of the
Kingdom of the Netherlands to arrest and detain the crew members and initiating judicial proceedings against them, as described in this Statement, breached its obligations to the Kingdom of the Netherlands, in its own right, in the exercise of its right to diplomatic protection of its nationals, and its right to seek redress on behalf of crew members of a vessel flying the flag of the Kingdom of the Netherlands, irrespective of their nationality, in regard to the right to liberty and security of a vessel’s crew members and their right to leave the territory and maritime zones of a coastal state as provided by Articles 9 and 12, paragraph 2, of the 1966 International Covenant on Civil and Political Rights, and customary international law;
(2) The aforementioned violations constitute internationally wrongful acts entailing the international responsibility of the Russian Federation; (3) Said internationally wrongful acts involve legal consequences requiring the Russian Federation to: a. Cease, forthwith, the internationally wrongful acts continuing in
time;
b. Provide the Kingdom of the Netherlands with appropriate assurances and guarantees of non-repetition of all the internationally wrongful acts referred to in subparagraph (2) above;
c. Provide the Kingdom of the Netherlands full reparation for the
injury caused by all the internationally wrongful acts referred to in subparagraph (2) above;
34. Whereas, in paragraph 47 of the Request filed on 21 October 2013, the
Netherlands requests the Tribunal to prescribe the following provisional measures:
9
For the reasons set out above, the Kingdom of the Netherlands requests that the Tribunal prescribe as provisional measures that the Russian Federation: (i) Immediately enable the ‘Arctic Sunrise’ to be resupplied, to leave
its place of detention and the maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation and to exercise the freedom of navigation;
(ii) Immediately release the crew members of the ‘Arctic Sunrise’, and allow them to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation;
(iii) Suspend all judicial and administrative proceedings, and refrain from initiating any further proceedings, in connection with the incidents leading to the boarding and detention of the ‘Arctic Sunrise’, and refrain from taking or enforcing any judicial or administrative measures against the ‘Arctic Sunrise’, its crew members, its owners and its operators; and
(iv) Ensure that no other action is taken which might aggravate or extend the dispute;
35. Whereas, at the public sitting held on 6 November 2013, the Agent of the
Netherlands made the following final submissions:
The Kingdom of the Netherlands requests the International Tribunal for the Law of the Sea with respect to the dispute concerning the ‘Arctic Sunrise’, to declare: a) that the Tribunal has jurisdiction over the request for provisional
measures; b) the arbitral tribunal to which the dispute is being submitted has
prima facie jurisdiction; c) the claim is supported by fact and law; to order, by means of provisional measures, the Russian Federation: d) to immediately enable the ‘Arctic Sunrise’ to be resupplied, to
leave its place of detention and the maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation and to exercise the freedom of navigation;
e) to immediately release the crew members of the ‘Arctic Sunrise’, and allow them to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation;
f) to suspend all judicial and administrative proceedings, and refrain from initiating any further proceedings, in connection with the incidents leading to the dispute concerning the ‘Arctic Sunrise’, and refrain from taking or enforcing any judicial or administrative measures against the ‘Arctic Sunrise’, its crew members, its owners and its operators; and
g) to ensure that no other action is taken which might aggravate or extend the dispute;
10
* * *
36. Considering that, in accordance with article 287 of the Convention, the
Netherlands, on 4 October 2013, instituted proceedings under Annex VII to the
Convention against the Russian Federation in a dispute concerning the vessel Arctic
Sunrise;
37. Considering that the Netherlands sent the notification instituting proceedings
under Annex VII to the Convention to the Russian Federation on 4 October 2013,
together with a Request for provisional measures;
38. Considering that, on 21 October 2013, after the expiry of the time-limit of two
weeks provided for in article 290, paragraph 5, of the Convention, and pending the
constitution of the Annex VII arbitral tribunal, the Netherlands submitted to the
Tribunal a Request for the prescription of provisional measures;
39. Considering that article 298, paragraph 1, of the Convention in its relevant
part provides: 1. When signing, ratifying or acceding to this Convention or at any time thereafter, a State may, without prejudice to the obligations arising under section 1, declare in writing that it does not accept any one or more of the procedures provided for in section 2 with respect to one or more of the following categories of disputes: … (b) disputes concerning military activities, including military activities by government vessels and aircraft engaged in non-commercial service, and disputes concerning law enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction excluded from the jurisdiction of a court or tribunal under article 297, paragraph 2 or 3;
40. Considering that the Russian Federation, upon signing the Convention, on
10 December 1982 made the following declaration under article 298 of the
Convention:
The Union of Soviet Socialist Republics declares that, in accordance with article 298 of the Convention, it does not accept the compulsory procedures entailing binding decisions for the consideration of disputes relating to sea boundary delimitations, disputes concerning military activities, or disputes in respect of which the Security Council of the
11
United Nations is exercising the functions assigned to it by the Charter of the United Nations;
41. Considering that the Russian Federation, in its instrument of ratification of
12 March 1997, made the following declaration under article 298 of the Convention:
The Russian Federation declares that, in accordance with article 298 of the United Nations Convention on the Law of the Sea, it does not accept the procedures, provided for in section 2 of Part XV of the Convention, entailing binding decisions with respect to disputes concerning the interpretation or application of articles 15, 74 and 83 of the Convention, relating to sea boundary delimitations, or those involving historic bays or titles; disputes concerning military activities, including military activities by government vessels and aircraft, and disputes concerning law-enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction; and disputes in respect of which the Security Council of the United Nations is exercising the functions assigned to it by the Charter of the United Nations. The Russian Federation, bearing in mind articles 309 and 310 of the Convention, declares that it objects to any declarations and statements made in the past or which may be made in future when signing, ratifying or acceding to the Convention, or made for any other reason in connection with the Convention, that are not in keeping with the provisions of article 310 of the Convention. The Russian Federation believes that such declarations and statements, however phrased or named, cannot exclude or modify the legal effect of the provisions of the Convention in their application to the party to the Convention that made such declarations or statements, and for this reason they shall not be taken into account by the Russian Federation in its relations with that party to the Convention;
42. Considering that, relying upon its declaration of 12 March 1997, the Russian
Federation, in the note verbale dated 22 October 2013, states: Upon the ratification of the Convention on the 26th February 1997 the Russian Federation made a statement, according to which, inter alia, “it does not accept procedures provided for in Section 2 of Part XV of the Convention, entailing binding decisions with respect to disputes […] concerning law-enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction”. Acting on this basis, the Russian Side has accordingly notified the Kingdom of the Netherlands by note verbale (attached) that it does not accept the arbitration procedure under Annex VII to the Convention initiated by the Netherlands in regard to the case concerning the vessel “Arctic Sunrise”;
12
43. Considering that the Netherlands contends that: The jurisdiction of the arbitral tribunal is not affected by the declaration of the Russian Federation upon ratification that “in accordance with article 298 of the United Nations Convention on the Law of the Sea, it does not accept the procedures, provided for in section 2 of Part XV of the Convention, entailing binding decisions with respect to […] disputes concerning law-enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction”. Under Article 298, paragraph 1(b), of the Convention, the optional exception in connection with disputes concerning law enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction to the applicability of Section 2 of Part XV of the Convention only applies with respect to “disputes […] excluded from the jurisdiction of a court or tribunal under article 297, paragraph 2 or 3”. Such disputes concern marine scientific research and fisheries, respectively, neither of which is at issue in the present case;
44. Considering that the Netherlands further contends that: Insofar as the Russian Federation intended the aforementioned declaration to apply to disputes other than those concerning marine scientific research and fisheries, this would be in contravention of Article 309 of the Convention, which provides: “No reservations or exceptions may be made to this Convention unless expressly permitted by other articles of this Convention”. Furthermore, the Kingdom of the Netherlands upon ratification declared that it “objects to any declaration or statement excluding or modifying the legal effect of the provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea”;
45. Considering that, in the view of the Tribunal, the declaration made by the
Russian Federation with respect to law enforcement activities under article 298,
paragraph 1(b), of the Convention prima facie applies only to disputes excluded from
the jurisdiction of a court or tribunal under article 297, paragraph 2 or 3, of the
Convention;
46. Considering that, in the note verbale dated 22 October 2013, the Russian
Federation informed the Tribunal that it did not intend to participate in the proceedings of the International Tribunal for the Law of the Sea in respect of the request of the Kingdom of the Netherlands for the prescription of provisional measures under Article 290, Paragraph 5, of the Convention;
13
47. Considering that the Netherlands states that it “regrets the refusal of the
Russian Federation to participate in the proceedings before the Tribunal” and that
“[t]his has an impact on the sound administration of justice”;
48. Considering that the absence of a party or failure of a party to defend its case
does not constitute a bar to the proceedings and does not preclude the Tribunal from
prescribing provisional measures, provided that the parties have been given an
opportunity of presenting their observations on the subject (see Fisheries Jurisdiction
(United Kingdom v. Iceland), Interim Protection, Order of 17 August 1972, I.C.J.
Reports 1972, p. 12, at p. 15, para. 11; Fisheries Jurisdiction (Federal Republic of
Germany v. Iceland), Interim Protection, Order of 17 August 1972, I.C.J. Reports
1972, p. 30, at pp. 32-33, para. 11; Nuclear Tests (Australia v. France), Interim
Protection, Order of 22 June 1973, I.C.J. Reports 1973, p. 99, at p. 101, para. 11;
Nuclear Tests (New Zealand v. France), Interim Protection, Order of 22 June 1973,
I.C.J. Reports 1973, p. 135, at p. 137, para. 12; Aegean Sea Continental Shelf Case
(Greece v. Turkey), Interim Protection, Order of 11 September 1976, I.C.J. Reports
1976, p. 3, at p. 6, para. 13; United States Diplomatic and Consular Staff in Tehran
(United States of America v. Iran), Provisional Measures, Order of 15 December
1979, I.C.J. Reports 1979, p. 7, at pp. 11-12, para. 9, and at p. 13, para. 13);
49. Considering that all communications pertaining to the case were transmitted
by the Tribunal to the Russian Federation and that the Russian Federation was
informed that, pursuant to article 90, paragraph 3, of the Rules, the Tribunal was
ready to take into account any observations that might be presented to it by a party
before the closure of the hearing;
50. Considering that the Russian Federation was thus given ample opportunity to
present its observations, but declined to do so;
51. Considering that the non-appearing State is nevertheless a party to the
proceedings (see Nuclear Tests (Australia v. France), Interim Protection, Order of
22 June 1973, I.C.J. Reports 1973, p. 99, at pp. 103-104, para. 24), with the ensuing
rights and obligations;
14
52. Considering that, as stated by the International Court of Justice,
[a] State which decides not to appear must accept the consequences of its decision, the first of which is that the case will continue without its participation; the State which has chosen not to appear remains a party to the case, and is bound by the eventual judgment in accordance with Article 59 of the Statute (Military and Paramilitary Activities in and against Nicaragua (Nicaragua v. United States of America), Merits, Judgment, I.C.J. Reports 1986, p. 14, at p. 24, para. 28);
53. Considering that the prescription of provisional measures must also take into
account the procedural rights of both parties and ensure full implementation of the
principle of equality of the parties in a situation where the absence of a party may
hinder the regular conduct of the proceedings and affect the good administration of
justice;
54. Considering that the Russian Federation could have facilitated the task of the
Tribunal by furnishing it with fuller information on questions of fact and of law;
55. Considering the difficulty for the Tribunal, in the circumstances of this case, to
evaluate the nature and scope of the respective rights of the Parties to be preserved
by provisional measures;
56. Considering that the Netherlands should not be put at a disadvantage
because of the non-appearance of the Russian Federation in the proceedings;
57. Considering that the Tribunal must therefore identify and assess the
respective rights of the Parties involved on the best available evidence;
58. Considering that, before prescribing provisional measures under article 290,
paragraph 5, of the Convention, the Tribunal must satisfy itself that prima facie the
Annex VII arbitral tribunal would have jurisdiction;
59. Considering that the Netherlands maintains that, on 19 September 2013, in
the exclusive economic zone of the Russian Federation, the vessel Arctic Sunrise,
flying the flag of the Netherlands, was boarded by Russian authorities who detained
15
the vessel and the 30 persons on board and that the vessel was subsequently towed
to the port of Murmansk;
60. Considering that in the Statement of Claim the Netherlands argues that: The Russian Federation … [i]n boarding, investigating, inspecting, arresting and detaining the ‘Arctic Sunrise’ without the prior consent of the Kingdom of the Netherlands, as described in this Statement, breached its obligations to the Kingdom of the Netherlands, in its own right and in the exercise of its right to protect a vessel flying its flag, in regard to the freedom of navigation as provided by Articles 58, paragraph 1, and 87, paragraph 1(a), of UNCLOS, and under customary international law;
61. Considering that the Netherlands contends that: The sovereign rights of a coastal State in maritime areas beyond its territorial sea are resource-oriented and limited in scope. The exercise of jurisdiction to protect these sovereign rights is functional. The law of the sea restricts the right of a coastal State to exercise jurisdiction in these areas. A coastal State cannot unilaterally extend such a right;
62. Considering that the Netherlands further contends that: [J]urisdiction over the establishment and use of installations and structures is limited to the rules contained in article 56, paragraph 1, and is subject to the obligations contained in article 56, paragraph 2, article 58 and article 60 of the Convention;
63. Considering that the Netherlands argues that: [T]he Convention prohibits the boarding of foreign vessels on the high seas: article 110. This prohibition applies to the boarding of foreign vessels in the exclusive economic zone: article 58, paragraph 2. The right of visit and search is an exception to the freedom of navigation and flag State jurisdiction, and thus needs a specific justification in every instance. Indeed, in the case concerning the S.S. Lotus, the Permanent Court of International Justice held that,
“It is certainly true that – apart from certain special cases which are defined by international law – vessels on the high seas are subject to no authority except that of the State whose flag they fly.”
Any exceptions to the general prohibitive rule to exercise enforcement jurisdiction over foreign vessels are explicit and cannot be implied. The interpretation and application of any such exceptions must be narrowly construed;
16
64. Considering that, in a note verbale dated 1 October 2013 from the Embassy
of the Russian Federation in the Netherlands addressed to the Ministry of Foreign
Affairs of the Netherlands, the Russian Federation states that: On 19 September … within the exclusive economic zone of the Russian Federation, on the basis of Articles 56, 60 and 80 of the United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982, and in accordance with Article 36 (1(1)) of the Federal Law “On the Exclusive Economic Zone of the Russian Federation” a visit … to the vessel “Arctic Sunrise” was carried out. … In view of the authority that a coastal State possesses in accordance with the aforementioned rules of international law, in the situation in question requesting consent of the flag State to the visit by the inspection team on board the vessel was not required;
65. Considering that the Embassy of the Russian Federation in the Federal
Republic of Germany, in its note verbale of 22 October 2013 addressed to the
Tribunal, further stated that: The actions of the Russian authorities in respect of the vessel “Arctic Sunrise” and its crew have been and continue to be carried out as the exercise of its jurisdiction, including criminal jurisdiction, in order to enforce laws and regulations of the Russian Federation as a coastal state in accordance with the relevant provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea;
66. Considering that the Netherlands has invoked as the basis of jurisdiction of
the Annex VII arbitral tribunal article 288, paragraph 1, of the Convention, which
reads as follows:
A court or tribunal referred to in article 287 shall have jurisdiction over any dispute concerning the interpretation or application of this Convention which is submitted to it in accordance with this Part;
67. Considering that the Netherlands maintains that the dispute with the Russian
Federation concerns the interpretation and application of certain provisions of the
Convention, including, in particular, Part V and Part VII, notably article 56,
paragraph 2, article 58, article 87, paragraph 1(a), and article 110, paragraph 1;
68. Considering that, in the light of the positions of the Netherlands and the
Russian Federation, a difference of opinions exists as to the applicability of the
17
provisions of the Convention in regard to the rights and obligations of a flag State
and a coastal State, notably, its articles 56, 58, 60, 87 and 110, and thus the Tribunal
is of the view that a dispute appears to exist between these two States concerning
the interpretation or application of the Convention;
69. Considering that, at this stage of the proceedings, the Tribunal is not called
upon to establish definitively the existence of the rights claimed by the Netherlands;
70. Considering that, in the view of the Tribunal, the provisions of the Convention
invoked by the Netherlands appear to afford a basis on which the jurisdiction of the
arbitral tribunal might be founded;
71. Considering that, for the above reasons, the Tribunal finds that the Annex VII
arbitral tribunal would prima facie have jurisdiction over the dispute;
72. Considering that article 283, paragraph 1, of the Convention reads as follows: When a dispute arises between States Parties concerning the interpretation or application of this Convention, the parties to the dispute shall proceed expeditiously to an exchange of views regarding its settlement by negotiation or other peaceful means;
73. Considering that the Netherlands and the Russian Federation have
exchanged views regarding the settlement of their dispute as reflected in the
exchange of diplomatic notes and other official correspondence between them since
18 September 2013, including the note verbale dated 3 October 2013 from the
Ministry of Foreign Affairs of the Netherlands to the Embassy of the Russian
Federation in the Netherlands;
74. Considering that, according to the Netherlands, the dispute was discussed on
a number of occasions between the respective Ministers of Foreign Affairs;
75. Considering that the Netherlands, in the Request, maintains that “[t]he
possibilities to settle the dispute by negotiation or otherwise have been exhausted”;
18
76. Considering that the Tribunal has held that “a State Party is not obliged to
continue with an exchange of views when it concludes that the possibilities of
reaching agreement have been exhausted” (MOX Plant (Ireland v. United Kingdom),
Provisional Measures, Order of 3 December 2001, ITLOS Reports 2001, p. 95, at
p. 107, para. 60; see also “ARA Libertad” (Argentina v. Ghana), Provisional
Measures, Order of 15 December 2012, ITLOS Reports 2012, p. 332, at p. 345,
para. 71);
77. Considering that, in the circumstances of the present case, the Tribunal is of
the view that the requirements of article 283 are satisfied;
78. Considering that, according to article 290, paragraph 5, of the Convention,
provisional measures may be prescribed pending the constitution of the Annex VII
arbitral tribunal if the Tribunal considers that the urgency of the situation so requires;
79. Considering that article 290, paragraph 5, of the Convention provides that:
Pending the constitution of an arbitral tribunal to which a dispute is being submitted under this section, any court or tribunal agreed upon by the parties or, failing such agreement within two weeks from the date of the request for provisional measures, the International Tribunal for the Law of the Sea or, with respect to activities in the Area, the Seabed Disputes Chamber, may prescribe, modify or revoke provisional measures in accordance with this article if it considers that prima facie the tribunal which is to be constituted would have jurisdiction and that the urgency of the situation so requires. Once constituted, the tribunal to which the dispute has been submitted may modify, revoke or affirm those provisional measures, acting in conformity with paragraphs 1 to 4;
80. Considering that the Tribunal holds that article 290, paragraph 5, of the
Convention has to be read in conjunction with article 290, paragraph 1, of the
Convention;
81. Considering that article 290, paragraph 1, of the Convention provides that:
If a dispute has been duly submitted to a court or tribunal which considers that prima facie it has jurisdiction under this Part or Part XI, section 5, the court or tribunal may prescribe any provisional measures which it considers appropriate under the circumstances to preserve the respective rights of the parties to the dispute or to prevent serious harm to the marine environment, pending the final decision;
19
82. Considering that, in accordance with article 290, paragraph 1, of the
Convention, the Tribunal may prescribe provisional measures to preserve the
respective rights of the parties to the dispute or to prevent serious harm to the
marine environment;
83. Considering that, in accordance with article 290, paragraph 5, of the
Convention, the Annex VII arbitral tribunal, once constituted, may modify, revoke or
affirm any provisional measures prescribed by the Tribunal;
84. Considering that there is nothing in article 290, paragraph 5, of the
Convention to suggest that the measures prescribed by the Tribunal must be
confined to the period prior to the constitution of the Annex VII arbitral tribunal (see
Case concerning Land Reclamation by Singapore in and around the Straits of Johor
(Malaysia v. Singapore), Provisional Measures, Order of 8 October 2003, ITLOS
Reports 2003, p. 10, at p. 22, para. 67);
85. Considering that the said period is not necessarily determinative for the assessment of the urgency of the situation or the period during which the prescribed measures are applicable and that the urgency of the situation must be assessed taking into account the period during which the Annex VII arbitral tribunal is not yet in a position to “modify, revoke or affirm those provisional measures” (Case concerning Land Reclamation by Singapore in and around the Straits of Johor (Malaysia v. Singapore), Provisional Measures, Order of 8 October 2003, ITLOS Reports 2003, p. 10, at p. 22, para. 68);
86. Considering that the Netherlands, in its final submissions, requests the
Tribunal to order the immediate release of the vessel Arctic Sunrise and the
members of its crew and maintains that the requested provisional measures are
appropriate to preserve the rights of the Netherlands;
87. Considering that the Netherlands states:
As a result of the continued detention of the ‘Arctic Sunrise’ in Kola Bay, Murmansk Oblast, its general condition is deteriorating. As the vessel is an aging icebreaker, it requires intensive maintenance in order to
20
maintain its operability. The deterioration results from the impossibility to carry out the scheduled maintenance of its systems, which compromises the vessel’s safety and seaworthiness. This may, amongst others, create a risk for the environment, including the release of bunker oil. This reality is compounded by the prevailing harsh weather and ice conditions in the fragile Arctic region. As a consequence of the actions taken by the Russian Federation in connection with the boarding and detention of the ‘Arctic Sunrise’, the crew would continue to be deprived of their right to liberty and security as well as their right to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation. The settlement of such disputes between two states should not infringe upon the enjoyment of individual rights and freedoms of the crew of the vessels concerned. [T]he continuing detention of the vessel and its crew has irreversible consequences. As for the continuing detention of the crew, every day spent in detention is irreversible. To prolong the detention pending the constitution of the arbitral tribunal and the resolution of the dispute would further prejudice the rights of the Kingdom of the Netherlands;
88. Considering that the “Official Report on seizure of property”, issued by
Russian authorities on 15 October 2013, states that: From the time of the ship being moored at the berth until the conclusion of the custody agreement concerning the Dutch-flagged ship Arctic Sunrise, IMO number 7382902, the Coast Guard of the Federal Security Service of Russia for Murmansk Oblast will be responsible for compliance with security measures. P.V. Sarsakova, as representative of the Murmansk office of the Federal State Unitary Enterprise ‘Rosmorport’ and S.V. Fedorov, as representative of the Coast Guard Division of the Federal Security Service of the Russian Federation for Murmansk Oblast have been notified, in accordance with article 115, paragraph 6 CCP RF [Code of Criminal Procedure of the Russian Federation], of their liability for any loss, disposal of, concealment or illegal transfer of property that has been seized or confiscated;
89. Considering that, under the circumstances of the present case, pursuant to
article 290, paragraph 5, of the Convention, the urgency of the situation requires the
prescription by the Tribunal of provisional measures;
90. Considering that the order for the seizure of the vessel Arctic Sunrise, dated
7 October 2013, of the Leninsky district court, Murmansk, states
21
that the seizure of the aforementioned property is necessary for the enforcement of the part of the judgment concerning the civil claim, other economic sanctions or a possible forfeiture order in respect of the property in accordance with article 104.1 CCRF [Criminal Code of the Russian Federation];
91. Considering that the Ministry of Foreign Affairs of the Netherlands requested,
in its note verbale of 26 September 2013, addressed to the Embassy of the Russian
Federation in the Netherlands, that “the Russian Federation immediately release the
vessel and its crew” and inquired “whether such release would be facilitated by the
posting of a bond or other financial security and, if so, what the Russian Federation
would consider to be a reasonable amount for such bond or other financial security”;
92. Considering that the Netherlands states that the Russian Federation did not
respond to this inquiry;
93. Considering that the Tribunal is of the view that, under article 290 of the
Convention, it may prescribe a bond or other financial security as a provisional
measure for the release of the vessel and the persons detained;
94. Considering that, in accordance with article 89, paragraph 5, of the Rules, the
Tribunal may prescribe measures different in whole or in part from those requested;
95. Considering that, pursuant to article 290, paragraph 5, of the Convention, the
Tribunal considers it appropriate to order that the vessel Arctic Sunrise and all
persons who have been detained in connection with the present dispute be released
upon the posting of a bond or other financial security by the Netherlands, and that
the vessel and the persons be allowed to leave the territory and maritime areas
under the jurisdiction of the Russian Federation;
96. Considering that the Tribunal determines, taking into account the respective
rights claimed by the Parties and the particular circumstances of the present case,
that the bond or other financial security should be in the amount of 3,600,000 euros,
to be posted by the Netherlands with the competent authority of the Russian
Federation, and that the bond or other financial security should be in the form of a
22
bank guarantee, issued by a bank in the Russian Federation or a bank having
corresponding arrangements with a Russian bank;
97. Considering that the issuer of the bank guarantee undertakes and guarantees
to pay the Russian Federation such sum up to 3,600,000 euros as may be
determined by a decision of the Annex VII arbitral tribunal or by agreement of the
Parties, as the case may be, and that payment under the guarantee will be made
promptly after receipt by the issuer of a written demand by the competent authority of
the Russian Federation accompanied by a certified copy of the decision or
agreement;
98. Considering that the Netherlands and the Russian Federation shall each
ensure that no action is taken which might aggravate or extend the dispute submitted
to the Annex VII arbitral tribunal, or might prejudice the carrying out of any decision
on the merits which the Annex VII arbitral tribunal may render;
99. Considering that any action or abstention by either Party in order to avoid
aggravation or extension of the dispute should not in any way be construed as a
waiver of any of its claims or an admission of the claims of the other Party to the
dispute (see M/V “Louisa” (Saint Vincent and the Grenadines v. Kingdom of Spain),
Provisional Measures, Order of 23 December 2010, ITLOS Reports 2008-2010,
p. 58, at p. 70, para. 79);
100. Considering that the present Order in no way prejudges the question of the
jurisdiction of the Annex VII arbitral tribunal to deal with the merits of the case, or any
questions relating to the merits themselves, and leaves unaffected the rights of the
Netherlands and the Russian Federation to submit arguments in respect of those
questions (see “ARA Libertad” (Argentina v. Ghana), Provisional Measures, Order of
15 December 2012, ITLOS Reports 2012, p. 332, at p. 350, para. 106);
101. Considering the binding force of the measures prescribed and the
requirement under article 290, paragraph 6, of the Convention, that compliance with
such measures be prompt (see Southern Bluefin Tuna (New Zealand v. Japan;
23
Australia v. Japan), Provisional Measures, Order of 27 August 1999, ITLOS Reports
1999, p. 280, at p. 297, para. 87);
102. Considering that pursuant to article 95, paragraph 1, of the Rules, each Party
is required to submit to the Tribunal a report and information on compliance with any
provisional measures prescribed;
103. Considering that it may be necessary for the Tribunal to request further
information from the Parties on the implementation of the provisional measures and
that it is appropriate that the President be authorized to request such information in
accordance with article 95, paragraph 2, of the Rules;
104. Considering that in the view of the Tribunal, it is consistent with the purpose of
proceedings under article 290, paragraph 5, of the Convention, that parties also
submit reports to the Annex VII arbitral tribunal, unless the arbitral tribunal decides
otherwise;
105. For these reasons,
THE TRIBUNAL,
(1) By 19 votes to 2,
Prescribes, pending a decision by the Annex VII arbitral tribunal, the following
provisional measures under article 290, paragraph 5, of the Convention:
(a) The Russian Federation shall immediately release the vessel Arctic Sunrise
and all persons who have been detained, upon the posting of a bond or other
financial security by the Netherlands which shall be in the amount of
3,600,000 euros, to be posted with the Russian Federation in the form of a
bank guarantee;
(b) Upon the posting of the bond or other financial security referred to above, the
Russian Federation shall ensure that the vessel Arctic Sunrise and all persons
24
who have been detained are allowed to leave the territory and maritime areas
under the jurisdiction of the Russian Federation;
FOR: President YANAI; Vice-President HOFFMANN; Judges MAROTTA
RANGEL, NELSON, CHANDRASEKHARA RAO, AKL, WOLFRUM, NDIAYE, JESUS, COT, PAWLAK, TÜRK, KATEKA, GAO, BOUGUETAIA, PAIK, KELLY, ATTARD; Judge ad hoc ANDERSON;
AGAINST: Judges GOLITSYN, KULYK.
(2) By 19 votes to 2,
Decides that the Netherlands and the Russian Federation shall each submit the
initial report referred to in paragraph 102 not later than 2 December 2013 to the
Tribunal, and authorizes the President to request further reports and information as
he may consider appropriate after that report.
FOR: President YANAI; Vice-President HOFFMANN; Judges MAROTTA
RANGEL, NELSON, CHANDRASEKHARA RAO, AKL, WOLFRUM, NDIAYE, JESUS, COT, PAWLAK, TÜRK, KATEKA, GAO, BOUGUETAIA, PAIK, KELLY, ATTARD; Judge ad hoc ANDERSON;
AGAINST: Judges GOLITSYN, KULYK.
Done in English and in French, both texts being equally authoritative, in the
Free and Hanseatic City of Hamburg, this twenty-second day of November, two
thousand and thirteen, in three copies, one of which will be placed in the archives of
the Tribunal and the others transmitted to the Government of the Kingdom of the
Netherlands and the Government of the Russian Federation, respectively.
(signed)
Shunji YANAI
President
25
(signed)
Philippe GAUTIER
Registrar
Judge ad hoc Anderson appends a declaration to the Order of the Tribunal.
Judges Wolfrum and Kelly append a joint separate opinion to the Order of the
Tribunal.
Judge Jesus appends a separate opinion to the Order of the Tribunal.
Judge Paik appends a separate opinion to the Order of the Tribunal.
Judge Golitsyn appends a dissenting opinion to the Order of the Tribunal.
Judge Kulyk appends a dissenting opinion to the Order of the Tribunal.
ITLOS/Press 201
21 October 2013
INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA
TRIBUNAL INTERNATIONAL DU DROIT DE LA MER
Press Release
REQUEST FOR PROVISIONAL MEASURES SUBMITTED TODAY TO THE
TRIBUNAL IN THE ARCTIC SUNRISE CASE (KINGDOM OF THE NETHERLANDS v. RUSSIAN FEDERATION)
A request for the prescription of provisional measures pending the constitution of
an arbitral tribunal was submitted today to the International Tribunal for the Law of the Sea by the Kingdom of the Netherlands in a dispute with the Russian Federation. The dispute concerns the arrest and detention of the vessel Arctic Sunrise and its crew by authorities of the Russian Federation. The Arctic Sunrise, which flies the flag of the Netherlands, is an icebreaker operated by Greenpeace International.
According to the Netherlands, the Arctic Sunrise was boarded by coastguard
officials on 19 September 2013, brought to the port of Murmansk Oblast and detained. The Netherlands states that 30 members of crew, nationals of Argentina, Australia, Brazil, Canada, Denmark, Finland, France, Italy, Morocco, the Netherlands, New Zealand, Poland, the Russian Federation, Sweden, Switzerland, Turkey, Ukraine, the United Kingdom and the United States, were arrested and detained in Murmansk Oblast and that judicial proceedings have been initiated against them. The Arctic Sunrise was being used by Greenpeace International to stage a protest directed against the offshore ice-resistant fixed platform ‘Prirazlomnaya’ in the Barents Sea.
4 October 2013: Institution of arbitral proceedings
Further to the arrest of the vessel, on 4 October 2013 the Netherlands instituted arbitral proceedings against the Russian Federation under Annex VII of the United Nations Convention on the Law of the Sea (“the Convention”). The Netherlands claim that the arrest and detention of the Arctic Sunrise and its crew took place in violation of the provisions of the Convention.
The Convention provides for compulsory third-party settlement of disputes concerning the interpretation or application of the Convention. To this purpose, States Parties to the Convention may choose one or more of the mechanisms for the settlement of their disputes made available to them under article 287 of the Convention (International Tribunal for the Law of the Sea, International Court of Justice or arbitration). In cases where parties to a dispute have not made such a declaration or have selected different mechanisms, the Convention provides that arbitration under Annex VII is the mandatory settlement procedure for the parties to the dispute.
ITLOS/Press 201
21 October 2013 2
21 October 2013: Request for provisional measures submitted to the Tribunal pending the constitution of an arbitral tribunal
Pending the constitution of an arbitral tribunal, the circumstances of a particular
dispute may require the adoption of interim measures. In such a situation, any party to the dispute may request the International Tribunal for the Law of the Sea to prescribe provisional measures according to article 290, paragraph 5, of the Convention.
The Tribunal may prescribe provisional measures if it considers that, prima facie,
the arbitral tribunal to be constituted would have jurisdiction and that the urgency of the situation so requires. The Tribunal may prescribe any measure which it considers appropriate under the circumstances to preserve the respective rights of the parties to the dispute or to prevent serious harm to the marine environment. In the Request submitted to the Tribunal today, “the Kingdom of the Netherlands requests that the Tribunal prescribe as provisional measures that the Russian Federation:
(i) Immediately enable the ‘Arctic Sunrise’ to be resupplied, to leave its place of detention and the maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation and to exercise the freedom of navigation;
(ii) Immediately release the crew members of the ‘Arctic Sunrise’, and allow them to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation;
(iii) Suspend all judicial and administrative proceedings, and refrain from initiating any further proceedings, in connection with the incidents leading to the boarding and detention of the ‘Arctic Sunrise’, and refrain from taking or enforcing any judicial or administrative measures against the ‘Arctic Sunrise’, its crew members, its owners and its operators; and
(iv) Ensure that no other action is taken which might aggravate or extend the dispute.”
Dates for oral proceedings to be set shortly
Article 90, paragraph 2, of the Rules of the Tribunal provides that the Tribunal, or the President if the Tribunal is not sitting, shall fix the earliest possible date for the hearing. This will be announced in a further press release in the coming days.
Note: The press releases of the Tribunal do not constitute official documents and are issued for information purposes only.
The press releases of the Tribunal, documents and other information are available on the Tribunal’s websites (http://www.itlos.org and http://www.tidm.org) and from the Registry of the Tribunal. Please
contact Ms Julia Ritter at: Am Internationalen Seegerichtshof 1, 22609 Hamburg, Germany, Tel.: +49 (40) 35607-227; Fax: +49 (40) 35607-245; E-mail: [email protected]
ITLOS/Press 202
25 October 2013
INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA
TRIBUNAL INTERNATIONAL DU DROIT DE LA MER
Press Release
THE “ARCTIC SUNRISE” CASE
(KINGDOM OF THE NETHERLANDS v. RUSSIAN FEDERATION)
PUBLIC HEARING ON 6 NOVEMBER 2013
By Order dated 25 October 2013, the President of the Tribunal fixed the date for the opening of the public hearing in the “Arctic Sunrise” Case on 6 November 2013 at 10 a.m. A copy of the Order of the President is available on the website of the Tribunal.
Judge Shunji Yanai, President of the Tribunal, will preside over the hearing.
The hearing is expected to be held on one day. A schedule will be announced on the website of the Tribunal at www.itlos.org. Background of the case
A request for the prescription of provisional measures pending the constitution of an arbitral tribunal was submitted to the Tribunal on 21 October 2013 (see ITLOS/Press 201) by the Kingdom of the Netherlands in a dispute with the Russian Federation concerning the arrest and detention of the vessel Arctic Sunrise and its crew by authorities of the Russian Federation. The Arctic Sunrise, which flies the flag of the Netherlands, is an icebreaker operated by Greenpeace International.
In the Request, “the Kingdom of the Netherlands requests that the Tribunal
prescribe as provisional measures that the Russian Federation: (i) Immediately enable the ‘Arctic Sunrise’ to be resupplied, to leave its
place of detention and the maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation and to exercise the freedom of navigation;
(ii) Immediately release the crew members of the ‘Arctic Sunrise’, and allow them to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation;
(iii) Suspend all judicial and administrative proceedings, and refrain from initiating any further proceedings, in connection with the incidents leading to the boarding and detention of the ‘Arctic Sunrise’, and refrain from taking or enforcing any judicial or administrative measures against the ‘Arctic Sunrise’, its crew members, its owners and its operators; and
ITLOS/Press 202
25 October 2013 2
(iv) Ensure that no other action is taken which might aggravate or extend the dispute.”
In a note verbale dated 22 October 2013, received by the Registry of the
Tribunal on 23 October 2013, the Embassy of the Russian Federation in Berlin informed the Tribunal that “[u]pon ratification of the Convention on the 26th February 1997 the Russian Federation made a statement, according to which, inter alia, it does not accept procedures provided for in Section 2 of Part XV of the Convention, entailing binding decisions with respect to disputes ... concerning law-enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction.” By the same note, the Tribunal was informed that the Russian Federation had notified the Kingdom of the Netherlands “that it does not accept the arbitration procedure under Annex VII to the Convention initiated by the Netherlands in regard to the case concerning the vessel “Arctic Sunrise” and that it does not intend to participate in the proceedings of the International Tribunal for the Law of the Sea in respect of the request of the Kingdom of the Netherlands for the prescription of provisional measures under Article 290, Paragraph 5, of the Convention.”
On 24 October 2013, the Registry of the Tribunal received a communication
from the Kingdom of the Netherlands requesting “the Tribunal to continue the proceedings and make its decision on the Request for Provisional Measures”, in accordance with article 28 of the Statute of the Tribunal. Article 28 reads as follows:
When one of the parties does not appear before the Tribunal or fails to defend its case, the other party may request the Tribunal to continue the proceedings and make its decision. Absence of a party or failure of a party to defend its case shall not constitute a bar to the proceedings. Before making its decision, the Tribunal must satisfy itself not only that it has jurisdiction over the dispute, but also that the claim is well founded in fact and law.
Attending the hearing
The hearing will be held in the main courtroom of the Tribunal and is open to the public. Members of the diplomatic and consular corps wishing to attend the hearing are requested to contact the Tribunal’s Protocol Office. Members of the press are requested to register in advance with the Press Office by Monday, 4 November 2013 using the accreditation form. Owing to the limited number of seats available in the courtroom, members of the general public are requested to register with the Press Office by email by Monday, 4 November 2013.
Unobtrusive audio and video recording of the public sitting is permitted. Filming is subject to special authorization from the Press Office. Facilities are available for radio crews to connect recording equipment directly to the Tribunal’s audio system. Photographs (without flash) may be taken for a few minutes at the opening and at the end of the hearings.
ITLOS/Press 202
25 October 2013 3
Webcast
The hearing will be broadcast live on the website. A recorded webcast of the hearing will be made available under Webcast Archives after the close of each sitting. The verbatim records of the hearing will be published shortly thereafter on the website of the Tribunal.
Note: The press releases of the Tribunal do not constitute official documents and are issued for information purposes only.
The press releases of the Tribunal, documents and other information are available on the Tribunal’s websites (http://www.itlos.org and http://www.tidm.org) and from the Registry of the Tribunal. Please
contact Ms Julia Ritter at: Am Internationalen Seegerichtshof 1, 22609 Hamburg, Germany, Tel.: +49 (40) 35607-227; Fax: +49 (40) 35607-245; E-mail: [email protected]
ITLOS/Press 203 30 October 2013
INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA TRIBUNAL INTERNATIONAL DU DROIT DE LA MER
Press Release
THE “ARCTIC SUNRISE” CASE (KINGDOM OF THE NETHERLANDS v. RUSSIAN FEDERATION)
SOLEMN DECLARATION BY JUDGE AD HOC
PUBLIC SITTING TO BE HELD ON MONDAY, 4 NOVEMBER
The Tribunal will hold a short public sitting in The “Arctic Sunrise” Case (Kingdom of the Netherlands v. Russian Federation) on Monday, 4 November 2013 at 3.00 p.m.
During the sitting, Mr David Anderson, Judge ad hoc chosen by the Kingdom
of the Netherlands will make the solemn declaration required under article 9 of the Rules of the Tribunal.
Attending the sitting
The sitting will be held in the main courtroom of the Tribunal and is open to the public. Members of the diplomatic and consular corps wishing to attend the hearing are requested to contact the Tribunal’s Protocol Office. Members of the general public are welcome to attend and are requested to register in advance with the Press Office. Members of the press are requested to register in advance with the Press Office using the accreditation form that is available on the website of the Tribunal. Webcast
The sitting will be broadcast live on the website. A recorded webcast of the
sitting will be available under Webcast Archives.
Note: The press releases of the Tribunal do not constitute official documents and are issued for information purposes only.
The press releases of the Tribunal, documents and other information are available on the Tribunal’s websites (http://www.itlos.org and http://www.tidm.org) and from the Registry of the Tribunal. Please
contact Ms Julia Ritter at: Am Internationalen Seegerichtshof 1, 22609 Hamburg, Germany, Tel.: +49 (40) 35607-227; Fax: +49 (40) 35607-245; E-mail: [email protected]
ITLOS/Press 204
19 November 2013
INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA
TRIBUNAL INTERNATIONAL DU DROIT DE LA MER
Press Release
THE “ARCTIC SUNRISE” CASE (KINGDOM OF THE NETHERLANDS v. RUSSIAN FEDERATION)
TRIBUNAL TO DELIVER ITS ORDER
ON FRIDAY, 22 NOVEMBER 2013 AT 3 P.M.
The International Tribunal for the Law of the Sea will deliver its Order in The “Arctic Sunrise” Case (Kingdom of the Netherlands v. Russian Federation) on Friday, 22 November 2013. Judge Shunji Yanai, President of the Tribunal, will read the Order at a public sitting which will be held at 3 p.m.
The public hearing in The “Arctic Sunrise” Case, at which the Kingdom of the
Netherlands presented its case to the Tribunal was held on Wednesday, 6 November 2013. The Tribunal was informed by note verbale from the Embassy of the Russian Federation in Berlin, dated 22 October 2013, that the Russian Federation had notified the Kingdom of the Netherlands “that it does not intend to participate in the proceedings of the International Tribunal for the Law of the Sea in respect of the request of the Kingdom of the Netherlands for the prescription of provisional measures under Article 290, Paragraph 5, of the Convention.”
In its final submissions, the Kingdom of the Netherlands requested the
Tribunal to declare that:
a) the Tribunal has jurisdiction over the request for provisional measures;
b) the arbitral tribunal to which the dispute is being submitted has prima
facie jurisdiction; c) the claim is supported by fact and law;
and to order, by means of provisional measures, the Russian Federation: d) to immediately enable the Arctic Sunrise to be resupplied, to leave its
place of detention and the maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation and to exercise the freedom of navigation;
e) to immediately release the crew members of the Arctic Sunrise, and
allow them to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation;
ITLOS/Press 204
19 November 2013 2
f) to suspend all judicial and administrative proceedings, and refrain
from initiating any further proceedings, in connection with the incidents leading to the dispute concerning the Arctic Sunrise, and refrain from taking or enforcing any judicial or administrative measures against the Arctic Sunrise, its crew members, its owners and its operators; and
g) to ensure that no other action is taken which might aggravate or
extend the dispute.
Attending the reading of the Order The Order will be read in the main courtroom of the Tribunal and the sitting is
open to the public. Members of the diplomatic and consular corps wishing to attend the reading are requested to contact the Tribunal’s Protocol Office. Members of the general public are welcome to attend and are requested to register with the Press Office. Members of the press are requested to register with the Press Office using the accreditation form that is available on the website of the Tribunal.
The reading of the Order will be broadcast live on the website. The text of the
Order will be made available on the website of the Tribunal shortly after its delivery and a recorded webcast of the reading will be made available under Webcast Archives after the close of the sitting.
Note: The press releases of the Tribunal do not constitute official documents and are issued for information purposes only.
The press releases of the Tribunal, documents and other information are available on the Tribunal’s websites (http://www.itlos.org and http://www.tidm.org) and from the Registry of the Tribunal. Please
contact Ms Julia Ritter at: Am Internationalen Seegerichtshof 1, 22609 Hamburg, Germany, Tel.: +49 (40) 35607-227; Fax: +49 (40) 35607-245; E-mail: [email protected]
ITLOS/Press 205
22 November 2013
INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA
TRIBUNAL INTERNATIONAL DU DROIT DE LA MER
Press Release
THE “ARCTIC SUNRISE” CASE (KINGDOM OF THE NETHERLANDS v. RUSSIAN FEDERATION)
TRIBUNAL ORDERS THE RELEASE OF THE ARCTIC SUNRISE AND THE
DETAINED PERSONS UPON THE POSTING OF A BOND
The International Tribunal for the Law of the Sea delivered its Order today in The “Arctic Sunrise” Case (Kingdom of the Netherlands v. Russian Federation). It ordered that the vessel Arctic Sunrise and all persons detained in connection with the dispute be released and allowed to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation upon the posting of a bond in the amount of 3.6 million euros. THE DISPUTE
A request for the prescription of provisional measures under article 290, paragraph 5, of the United Nations Convention on the Law of the Sea was submitted to the Tribunal on 21 October 2013 by the Kingdom of the Netherlands in a dispute with the Russian Federation concerning the arrest and detention of the vessel Arctic Sunrise and its crew by authorities of the Russian Federation. The Arctic Sunrise, which flies the flag of the Netherlands, is an icebreaker operated by Greenpeace International. The public hearing in the case was held on Wednesday, 6 November 2013. The Russian Federation informed the Tribunal by note verbale from the Embassy of the Russian Federation in Berlin dated 22 October 2013 that it did not intend to participate in the proceedings before the Tribunal. THE ORDER OF 22 NOVEMBER 2013 Jurisdiction
In its Order, the Tribunal considers the declaration made by the Russian Federation upon ratifying the Convention, by which it “does not accept procedures provided for in Section 2 of Part XV of the Convention, entailing binding decisions with respect to disputes […] concerning law-enforcement activities in regard to the exercise of sovereign rights or jurisdiction”. In the note verbale of 22 October 2013, the Russian Federation informed the Tribunal that, on the basis of the said declaration, it had notified the Netherlands that “it does not accept the arbitration procedure under Annex VII to the Convention initiated by the Netherlands”. In the view of the Tribunal, the declaration made by the Russian Federation with respect to law enforcement activities under article 298, paragraph 1(b), of the Convention prima
ITLOS/Press 205
22 November 2013 2
facie applies only to disputes excluded from the jurisdiction of a court or tribunal under article 297, paragraphs 2 and 3, of the Convention, i.e. those relating to marine scientific research and fisheries.
Concerning the non-appearance of the Russian Federation, the Tribunal considers that the absence of a party or failure of a party to defend its case does not constitute a bar to the proceedings and does not preclude the Tribunal from prescribing provisional measures, provided that the parties have been given an opportunity of presenting their observations on the subject. The Tribunal notes that the Russian Federation was given ample opportunity to present its observations but declined to do so. The Tribunal considers that the Netherlands should not be put at a disadvantage because of the non-appearance of the Russian Federation in the proceedings and that the Tribunal must therefore identify and assess the respective rights of the Parties involved on the best available evidence. The Tribunal considers the arguments of the Netherlands that the dispute concerns the interpretation and application of certain provisions of the Convention, notably article 56, paragraph 2 (Rights, jurisdiction and duties of the coastal State in the exclusive economic zone), article 58 (Rights and duties of other States in the exclusive economic zone), article 60 (Artificial islands, installations and structures in the exclusive economic zone), article 87, paragraph 1(a) (Freedom of the high seas) and article 110, paragraph 1 (Right of visit). The Tribunal also considers the note verbale of the Russian Federation of 22 October 2013, in which it states that “[t]he actions of the Russian authorities in respect of the vessel ‘Arctic Sunrise’ and its crew have been and continue to be carried out as the exercise of its jurisdiction, including criminal jurisdiction, in order to enforce laws and regulations of the Russian Federation as a coastal state in accordance with the relevant provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea”. The Tribunal considers that a difference of opinions exists as to the applicability of the provisions of the Convention in regard to the rights and obligations of a flag State and a coastal State, and that the provisions invoked by the Netherlands appear to afford a basis on which the jurisdiction of the arbitral tribunal might be founded. The Tribunal therefore finds that the Annex VII arbitral tribunal would prima facie have jurisdiction over the dispute. Prescription of provisional measures
The Tribunal considers that “under the circumstances of the present case, pursuant to article 290, paragraph 5, of the Convention, the urgency of the situation requires the prescription by the Tribunal of provisional measures”, and considers it “appropriate to order that the vessel Arctic Sunrise and all persons detained in connection with the present dispute be released upon the posting of a bond or other financial security by the Netherlands, and that the vessel and the persons be allowed to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation”.
The Tribunal determines that the bond or other financial security should be in the amount of 3,600,000 euros, to be posted by the Netherlands with the competent authority of the Russian Federation, and that the bond or other financial security
ITLOS/Press 205
22 November 2013 3
should be in the form of a bank guarantee, issued by a bank in the Russian Federation or a bank having corresponding arrangements with a Russian bank. The Tribunal recalls that, under article 290, paragraph 6, of the Convention, the Parties must comply promptly with the provisional measures prescribed by the Tribunal. In accordance with article 95 of the Rules of the Tribunal, the Tribunal further decides that each Party shall submit by 2 December 2013 a report and information on compliance with any provisional measure prescribed. In its Order of 22 November 2013, the Tribunal:
“(1) By 19 votes to 2,
Prescribes, pending a decision by the Annex VII arbitral tribunal, the following provisional measures under article 290, paragraph 5, of the Convention:
(a) The Russian Federation shall immediately release the vessel Arctic Sunrise and all persons who have been detained, upon the posting of a bond or other financial security by the Netherlands which shall be in the amount of 3,600,000 euros, to be posted with the Russian Federation in the form of a bank guarantee;
(b) Upon the posting of the bond or other financial security referred to above, the Russian Federation shall ensure that the vessel Arctic Sunrise and all persons who have been detained are allowed to leave the territory and maritime areas under the jurisdiction of the Russian Federation;
FOR: President YANAI; Vice-President HOFFMANN; Judges MAROTTA RANGEL,
NELSON, CHANDRASEKHARA RAO, AKL, WOLFRUM, NDIAYE, JESUS, COT, PAWLAK, TÜRK, KATEKA, GAO, BOUGUETAIA, PAIK, KELLY, ATTARD; Judge ad hoc ANDERSON;
AGAINST: Judges GOLITSYN, KULYK.
(2) By 19 votes to 2,
Decides that the Netherlands and the Russian Federation shall each submit the initial report referred to in paragraph 102 not later than 2 December 2013 to the Tribunal, and authorizes the President to request further reports and information as he may consider appropriate after that report.
FOR: President YANAI; Vice-President HOFFMANN; Judges MAROTTA RANGEL,
NELSON, CHANDRASEKHARA RAO, AKL, WOLFRUM, NDIAYE, JESUS, COT, PAWLAK, TÜRK, KATEKA, GAO, BOUGUETAIA, PAIK, KELLY, ATTARD; Judge ad hoc ANDERSON;
AGAINST: Judges GOLITSYN, KULYK.”
Judge ad hoc Anderson appends a declaration to the Order, Judges Wolfrum
and Kelly append a joint separate opinion to the Order, Judge Jesus and Judge Paik append separate opinions to the Order, and Judge Golitsyn and Judge Kulyk append dissenting opinions to the Order.
ITLOS/Press 205
22 November 2013 4
The text of the Order and a recorded webcast of the public sitting are available on the website of the Tribunal.
Note: The press releases of the Tribunal do not constitute official documents and are issued for information purposes only.
The press releases of the Tribunal, documents and other information are available on the Tribunal’s websites (http://www.itlos.org and http://www.tidm.org) and from the Registry of the Tribunal. Please
contact Ms Julia Ritter at: Am Internationalen Seegerichtshof 1, 22609 Hamburg, Germany, Tel.: +49 (40) 35607-227; Fax: +49 (40) 35607-245; E-mail: [email protected]