upaya meningkatkan kesadaran sekolah formal pada...

96
i UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: ENDANG ASMIATUN NIM. 111 13 160 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH

    FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN

    KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    ENDANG ASMIATUN

    NIM. 111 13 160

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2017

  • ii

  • iii

    UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH

    FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN

    KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    ENDANG ASMIATUN

    NIM. 111 13 160

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2017

  • iv

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Lamp. : 4 eksemplar

    Hal : Naskah Skripsi

    Saudari Endang Asmiatun

    Kepada

    Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga

    Di Tempat

    Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini

    kami kirimkan naskah skripsi saudari :

    Nama : Endang Asmiatun

    NIM : 111 13 160

    Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    Jurusan : Pendidikan Agama Islam

    Judul :UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH

    FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN

    KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI

    Dengan ini kami mohon kepada Bapak Dekan FTIK IAIN Salatiga agar

    skripsi saudari tersebut di atas segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi

    perhatian.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

    Salatiga, 9 Agustus 2017

    Pembimbing

    Imam Mas Arum, M.Pd

    NIP. 19790507 2011 1 008

  • v

    KEMENTERIAN AGAMA RI

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    Jl. Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716

    Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: [email protected]

    SKRIPSI

    UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH FORMAL PADA

    REMAJA DI DESA MANTINGAN KECAMATAN JAKEN KABUPATEN

    PATI

    DISUSUN OLEH

    Endang Asmiatun

    NIM: 111 13 160

    Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan

    Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama

    Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2017 dan telah diterima

    sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.

    Pd.).

    Susunan Panitia Penguji

    Ketua Penguji : Mufiq, S.Ag, M.Phil ________________________

    Sekretaris Penguji : Imam Mas Arum, M.Pd ________________________

    Penguji I : Siti Rukhayati, M.Ag ________________________

    Penguji II : Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd ________________________

    Salatiga, 29 Agustus 2017

    Dekan

    FTIK IAIN Salatiga

    Suwardi, M. Pd.

    NIP. 19670121 199903 1 002

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Endang Asmiatun

    NIM : 111 13 160

    Fakultas : Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan

    Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

    Judul :UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH

    FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN

    KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI

    Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil

    karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau

    temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

    kode etik ilmiah.

    Salatiga, 9 Agustus 2017

    Yang menyatakan,

    Endang Asmiatun

    NIM: 111 13 160

  • vii

    MOTTO

    Percayalah. Allah itu maha tau, sebelum kau meminta pun

    akan Dia berikan. Ini hanya soal kita bisa bersabar dan

    beryukur ataukah tidak

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah Swt. Saya persembahkan skripsi

    ini kepada:

    1. Kedua orangtua saya tercinta, Bapak Yasmu dan Ibu Sunarmi yang selalu

    memberikan semangat dan tidak berhenti berdoa untuk saya agar menjadi

    orang yang bermanfaat. Selain itu, bapak yang selalu mengantarkan saya untuk

    melakukan penelitian.

    2. Kepada segenap staff pemerintahan di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati yang telah bersedia membantu dan memberi informasi serta

    dukungannya.

    3. Kepada semua narasumber yang telah bersedia memberikan informasinya.

    4. Kepada mas yang telah membantu dan memberi motivasi serta kepada adik

    yang telah bersedia membantu dalam dokumentasi penelitian.

    5. Teman-teman PPL Tahun 2016 di SMK Negeri 3 Salatiga serta teman-teman

    KKN 2017 di Dusun Kadirojo, Desa Papringan, Kec. Kaliwungu, Kab.

    Semarang yang telah banyak membantu dan bersedia bertukar pikiran serta

    motivasinya.

    6. Teman-teman serta ibu kos di Zaina Bordir yang selalu memberi motivasi dan

    bantuan, serta bersedia bertukar pikiran.

    7. Sahabat-sahabat seperjuangan saya mahasiswa PAI Angkatan 2013 yang tidak

    bisa saya sebut satu persatu, semoga kita mencapai kesuksesan bersama. Amin.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr.wb

    Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha

    Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan

    hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

    dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi

    Muhammad Saw., yang telah membawa kita dari zamaman jahiliyan hingga

    zaman terang benderang.. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar

    Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah

    dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yag telah

    membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materiil, sehingga skripsi

    ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan

    penghargaan dan terima kasih kepada:

    1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga

    2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

    3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

    sekaligus juga sebagai dosen pembimbing akademik.

    4. Imam Mas Arum, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi.

    5. Kepada seluruh dosen tarbiyah khususnya pada Jurusan Pendidikan Agama

    Islam di FTIK IAIN Salatiga.

  • x

    Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan

    menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan

    skripsi ini, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini

    dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri.

    Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan dari pembaca

    yang budiman guna kesempurnaannya. Mudah-mudahan skripsi yang sederhana

    ini mampu memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

    Salatiga, 9 Agustus 2017

    Endang Asmiatun

    NIM. 11113160

  • xi

    ABSTRAK

    Asmiatun, Endang. 2017. Upaya Meningkatkan Kesadaran Sekolah Formal pada

    Remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati. Skripsi.

    Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

    Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2017. Pembimbing: Imam Mas

    Arum, M. Pd.

    Kata Kunci: Upaya dan Sekolah formal

    Penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran sekolah

    formal bagi remaja di Desa Mantingan. Rumusan masalah yang ingin dicari

    jawabannya adalah (1) Apa alasan yang membuat remaja di Desa Mantingan

    Kecamatan Jaken Kabupaten Pati tidak minat untuk sekolah formal? (2)

    Bagaimana usaha orang tua untuk meningkatkan minat sekolah formal pada

    remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati? (3) apa saja upaya

    yang dilakukan pihak pemerintah (perangkat desa) untuk meningkatkan minat

    remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati?

    Penelitian ini adalah jenis penelitian yang terjun langsung kelapangan (field

    research), karena sumber data diperoleh langsung dari sumbernya. Sehingga,

    metode wawancara dipilih untuk menggumpulkan data dalam skripsi ini.

    Sedangkan analisis data yang penulis gunakan adalah analisis deduktif dan

    analisis kualitatif.

    Adapun hasil penelitian ini antara lain: (1) Alasan yang melatar belakangi

    kurangnya minat pendidikan formal di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten pati, diantaranya: a. Faktor dari dalam diri anak itu sendiri yaitu, rasa

    malas, tidak suka dengan teman-temannya, tidak suka belajar, hingga tidak suka

    dengan sekolahannya. b. Faktor dari lingkungan sekitar yaitu, pengaruh teman

    sebaya yang kebanyakan suka nongkrong, bekerja, dan menikah. c. Faktor

    ekonomi, karena kurang mampunya orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke

    jenjang berikutnya, sehingga anak lebih memilih untuk menuruti saran dari orang

    tua. (2) Upaya yang dilakukan orang tua untuk meningkatkan minat sekolah

    formal bagi remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten pati adalah:

    Hampir tidak ada usaha yang berarti dari pihak orang tua. Hanya sedikit orang tua

    yang sadar akan pendidikan yang lebih mengarahkan anaknya untuk sekolah.

    Akan tetapi dengan keadaan ekonomi yang cenderung masih di bawah rata-rata

    lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya dan mengarahkan anaknya

    untuk bekerja atau menikah. (3) Upaya yang dilakukan pemerintah di Desa

    Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten pati adalah: Mengadakan program kejar

    paket B dan C bagi warga yang minat untuk mengikuti.

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN BERLOGO .............................................................................. .. i

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... . ii

    HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................. . v

    HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

    ABSTRAK ..................................................................................................... . x

    DAFTAR ISI .................................................................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ............................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6

    C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6

    D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 7

    E. Penegasan Istilah .......................................................................... 7

    F. Metode Penelitian ........................................................................ 9

    G. Sistematika Penulisan ................................................................ 12

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Pendidikan ................................................................................. 15

    B. Kesadaran Sekolah Formal ........................................................ 16

  • xiii

    C. Remaja ....................................................................................... 21

    D. Penelitian yang Relevan ............................................................. 23

    BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten

    Pati ............................................................................................ 26

    B. Alasan Anak Remaja tidak Minat untuk Sekolah Formal ......... 34

    C. Usaha Orang Tua untuk Meningkatkan Minat Sekolah Formal

    pada Remaja di Desa Mantingan Kecamatanjaken Kabupaten

    Pati .................................................................................................39

    D. Upaya yang Dilakukan Pihak Pemerintah (Perangkat Desa)

    untuk Meningkatkan Minat Remaja di Desa Mantingan

    Kecamatan Jaken Kabupaten Pati ..................................................44

    BAB IV PEMBAHASAN

    A. Analisis Terhadap Alasan tidak Minat untuk Sekolah Formal .... 49

    B. Faktor penyebab kurangnya minat sekolah formal ...................... 58

    C. Upaya Yang Dilakukan Orang Tua Untuk Meningkatkan

    Minat Sekolah Formal Bagi Remaja ............................................ 59

    D. Upaya Yang Dilakukan Pemerintah ............................................ 64

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................................ 68

    B. Saran .......................................................................................... 69

    DAFTAR PUSTAKA

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

    FOTO WAWANCARA

    NOTA PEMBIMBING SKRIPSI

    LEMBAR KONSULTASI

    LEMBAR PERMOHONAN IZIN

    SURAT KETERANGAN

    SKK

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Ilmu merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena dengan

    ilmu itulah yang dapat membedakan manusia dengan makhluk Allah yang

    lainnya. Dengan ilmu pula Allah memberikan keunggulan kepada Nabi Adam

    as. Atas para malaikat. Dan Allah menyuruh mereka sujud kepada Adam.

    Keutamaan ilmu hanya karena ia menjadi wasilah (pengantar) menuju

    ketakwaan yang menyebabkan seseorang berhak mendapat kemuliaan di sisi

    Allah swt. dan kebahagiaan yang abadi (Asrori, 1996: 8). Sebagaimana firman

    Allah dalam QS. At-Taubah: 122

    Artinya:

    “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan

    perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi

    untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi

    peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat

    menjaga dirinya”. (add ins, arabic translate)

  • 2

    Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan

    me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan

    diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan

    kecerdasan pikiran. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat

    diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga

    orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

    sesuai dengan kebutuhan (Syah, 1995: 13).

    Menurut Hadrai Nawawi dalam buku Pendidikan Keluarga dalam

    perspektif Islam, yang bertanggung jawab atas maju mundurnya pendidikan,

    tergantung pada keluarga, sekolah, dan masyarakat (Ahid, 2010: 59). Ketiga

    lingkungan pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak

    dapat dipisahkan, ketiganya harus saling bekerjasama untuk mendukung

    terlaksananya pendidikan dengan baik. Hal ini karena keluarga merupakan

    lembaga pendidikan pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Bimbingan,

    perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dengan anak-

    anaknya, merupakan basis yang ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan

    psikis serta nilai-nilai sosial dan reigius pada diri anak didik (Ahid, 2010: 61).

    Selain keluarga sekolah juga termasuk lembaga pendidikan. Sekolah

    merupakan lembaga pendidikan, tempat peserta didik melaksanakan interaksi

    proses belajar mengajar secara formal batasan ini memberikan suatu

    fenomena, bahwa sekolah merupakan suatu lembaga pelaksanaan internalisasi

  • 3

    nilai-nilai dari suatu kebudayaan, kepada peserta didik secara terarah dan

    memiliki tujuan (Ahid, 2010: 66).

    Usia remaja merupakan usia sekolah dan masa transisi perkembangan

    antara masa anak dan masa dewasa, di mulai dari pubertas, yang ditandai

    dengan perubahan pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik

    maupun psikis (Sukmadinata, 2004: 155).

    Kegiatan belajar tersebut sangat diperlukan mengingat semakin

    banyaknya dan semakin tingginya tuntutan kehidupan masyarakat. Semakin

    tinggi taraf perkembangan masyarakat, semakin tinggi dan banyak tuntutan

    yang harus dipenuhi, semakin panjang masa belajar yang harus di tempuh

    sebelum anak bisa bekerja dan hidup dengan wajar di masyarakat

    (Sukmadinata, 2004: 177).

    Di sekolah formal terdapat pembinaan akhlak yang nantinya dapat

    dijadikan bekal dalam kehidupan yang sebenarnya di masyarakat. Mengingat

    semakin maraknya kemerosotan akhlak yang terjadi pada remaja. Apalagi

    dengan dunia modern penuh dengan teknologi-teknologi baru yang semakin

    mudah diakses oleh para remaja. Bila tanpa bekal pembinaan akhlak yang

    kuat akan memudahkan mereka terjerumus dalam pergaulan bebas yang akan

    merusak moral anak bangsa.

  • 4

    Namun kesadaran akan pentingnya pendidikan formal bagi remaja di

    Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati kurang begitu besar,

    cenderung kurang menyadari tentang pentingnya pendidikan. Kebanyakan

    para remaja di sana setelah menyelesaikan pendidikan dasar atau menengah

    pertama di lanjutkan mondok di pondok pesantren dan tidak dibarengi dengan

    pendidikan formal, bekerja atau bahkan menikah.

    Pendidikan kurang dianggap penting bagi masyarakat sekitar, hal ini

    karena mereka beranggapan bahwa seberapapun tingginya pendidikan

    seseorang nanti berujung hanya menjadi petani, menggarap sawah dan

    mengurusi keluarga masing-masing. Tanpa pendidikan yang tinggi dan biaya

    yang begitu besar tetap bisa melakukan semua pekerjaan itu. Bagi warga

    awam yang latar belakang pendidikannya rendah lebih suka bila anak-anak

    mereka bekerja dan mendapatkan uang banyak dari pada sekolah di sekolah

    formal dan mengeluarkan banyak biaya.

    Hal ini menyebabkan para remaja lebih memilih untuk bekerja di

    perantauan yang penting bisa mendapatkan uang tanpa memandang betapa

    pentingnya pendidikan. Tanpa pendidikan akhlak yang kuat mengakibatkan

    begitu banyak kenakalan remaja akibat pergaulan yang tidak terkendali

    dengan dunia luar. Apalagi ditambah dengan banyaknya remaja dengan usia

    yang belum matang dan cenderung ikut-ikutan bekerja di daerah ibu kota

    dengan pergaulan bebasnya dan berimbas pada perilaku remaja ketika kembali

  • 5

    kedaerah asal. Yang tadinya masih dengan tingkah laku polos sesuai dengan

    usianya, setelah kembali dari perantauan berubah menjadi anak yang tidak

    berakhlak.

    Dengan melihat fenomena ini seharusnya dari pemerintah khususnya

    perangkat desa berusaha menyadarkan para orang tua agar tidak mendoktrin

    anak-anak mereka untuk putus sekolah dan memeilih bekerja karena bisa

    menyebabkan hal-hal buruk bagi mereka terutama akhlak mereka. Begitupun

    dengan orang tua agar tidak selalu menyuruh anak-anak mereka untuk

    mencari uang guna membantu keuangan keluarga. Karena dalam usia remaja

    anak-anak masih membutuhkan bimbingan dari orang tua untuk memilih

    kearah mana mereka akan menentukan hidupnya. Dari latar belakang di atas

    penulis tertarik untuk meneliti penelitian dengan judul UPAYA

    MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH FORMAL PADA REMAJA

    DI DESA MANTINGAN KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI

  • 6

    B. Rumusan Masalah

    Dari berbagai uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

    1. Apa alasan yang membuat remaja di Desa Mantingan, Kecamatan Jaken,

    Kabupaten Pati tidak minat untuk sekolah formal?

    2. Bagaimana usaha orang tua untuk meningkatkan minat sekolah formal

    pada remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati?

    3. Apa saja upaya yang di lakukan pihak pemerintah (perangkat desa) untuk

    meningkatkan minat remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengungkap alasan para remaja di Desa Mantingan Kecamatan

    Jaken Kabupaten Pati tidak melanjutkan sekolah lanjutan.

    2. Untuk mengetahui usaha apa saja yang dilakukan orang tua dalam

    meningkatkan minat sekolah formal Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati.

    3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan pihak pemerintah

    (perangkat desa) untuk meningkatkan minat remaja di Desa Mantingan

    Kecamatan Jaken Kabupaten Pati

  • 7

    D. Kegunaan Penelitian

    Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai

    berikut:

    1. Secara Teoritis

    Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas pendidikan

    di pedesaan dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam

    Negeri Salatiga (IAIN Salatiga).

    2. Secara Praktis

    a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk pemerintah guna meningkatkan

    kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan.

    b. Sebagai upaya memotivasi anak yang tidak sekolah kembali

    mempunyai kesadaran untuk sekolah.

    E. Penegasan Istilah

    Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu memberikan

    penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada, istilah-istilah tersebut

    adalah sebagai berikut:

    1. Upaya

    Upaya menurut bahasa artinya usaha (Umayah, 2014: )

  • 8

    2. Kesadaran

    Kesadaran adalah keadaan tau, mengerti dan merasa (Poerwadaminta,

    1985: 846)

    3. Pendidikan formal

    Dalam Undang-Undang Pendidikan Indonesia Nomor 20 Tahun 2000

    tenang Pendidikan Nasional pendidikan formal adalah jalur pendidikan

    yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,

    pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Selain itu juga pendidikan

    formal diartikan sebagai proses belajar yang terjadi secara hierarkis,

    terstruktur, berjenjang, termasuk stdudi akademik secara umum, beragam

    program lembaga pendidikan dengan waktu penuh atau full time,

    pelatihan teknis dan profesional (Marzuki, 2010: 132).

    4. Remaja

    Remaja merupakan usia sekolah dan masa transisi perkembangan antara

    masa anak dan masa dewasa, di mulai dari pubertas, yang ditandai dengan

    perubahan pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik maupun

    psikis (Sukmadinata, 2004: 155).

  • 9

    F. Metode Penelitian

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis

    sosiologis, pendekatan ini melihat implementasi riel di masyarakat. Jenis

    penelitian yang digunakan adalah penelitian field research yaitu suatu

    penelitian yang terjun langsung kelapangan guna mengadakan penelitian

    pada objek yang dibahas (Susanti, 2013: 9).

    2. Kehadiran Peneliti

    Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Disini

    peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan, karena peneliti dapat

    berkomunikasi secara leluasa terhadap informan. Dalam hal ini peneliti

    diketahui statusnya oleh informan.

    3. Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian ini adalah di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati. Yang mana di desa ini banyak remaja yang memilih tidak

    melanjutkan sekolah kejenjang berikutnya dan lebih memilih bekerja,

    menikah, atau bahkan menganggur .

  • 10

    5. Sumber Data

    a. Data Primer

    Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik

    melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk

    dokumen tidak resmi yang kemudian di olah oleh peneliti.

    b. Data Sekunder Data yang di dapat dari catatan, buku, majalah, artikel,

    buku-buku sebagai teori, dan lain sebagainya. (Sujarweni, 2004: 73)

    6. Prosedur Pengumpulan Data

    a. Observasi

    Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang

    diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau

    kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu

    mengerti perilaku mnausia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan

    pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap

    pengukuran tersebut (Sujarweni, 2014: 32). Peneliti menggunakan

    observasi langsung ke Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten

    Pati. Disini peneliti mengamati perilaku remaja yang tidak bersekolah.

    b. Wawancara

    Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk

    mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab,

    bisa sambil bertatap muka ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui

    media telekomunikasi antara pewawancara dengan orang yang

  • 11

    diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (Sujarweni,

    2014: 31).

    c. Dokumentasi

    Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan

    data dari berbagai pihak yang terkait. Metode ini digunakan sebagai

    salah satu pelengkap dalam memeperoleh data.

    7. Analisis Data

    Setelah seluruh data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk

    analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode:

    a. Deduktif

    Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum menuju

    suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Susanti, 2013: 11). Artinya

    ketentuan-ketentuan yang ada dalam nas dan teori dijadikan sebagai

    pedoman untuk menganalisis tentang pentingnya pendidikan bagi

    remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.

    b. Kualitatif

    Merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi

    objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci.

    Penulis menggunakan metode kualitatif karena penulis ingin

    mendeskripsikan keadaan riel yang terjadi di lapangan.

    8. Pengecekan Keabsahan Data

  • 12

    Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi,

    yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai

    teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Saebani, 2008:

    189).

    9. Tahap-Tahap Penelitian

    Disini peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap masalah-

    masalah yang ada di sekitar masyarakat, dari berbagai masalah yang

    timbul kemudian penulis menarik kesimpulan menjadi sebuah judul

    penelitian. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang diperoleh di

    lapangan kemudian dianalisis dan digabungkan dengan data-data yang

    lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding (Susanti,

    2013: 9) dan kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika

    pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang

    dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembaasan ini. Adapun

    perinciannya adalah sebagai berikut:

    BAB I : Pendahuluan yang berisi uaraian tentang Latar Belakang

    Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan

    Penelitian dan Sistematika Penulisan

  • 13

    BAB II : Kajian pustaka yang berisi uraian tentang Tinjauan Umum

    pentingnya penddikan, pendidikan menurt Islam, pendidikan

    menurut undang-undang, pengertian sekolah formal dan

    remaja. Disamping itu juga, mengurai penelitianyang relevan,

    yang telah dilakukan sebelumnya

    BAB III : Paparan Data dan Temuan Peneliti berisi tentang deskripsi

    wilayah pada masyarakat Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati, Alasan yang membuat para remaja di Desa

    Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati tidak minat

    sekolah formal, usaha pihak pemerintah dalam meningkatkan

    minat sekolah formal di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati dan usaha orang tua dalam meningkatkan

    minat sekolah formal di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati.

    BAB IV : Pembahasan berisi tentang analsis tentang hal-hal mengenai

    alasan remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati tidak minat sekolah formal dan usaha apa saja

    yang dilakukan pihak pemerintah dan orang tua dalam

    meningkatkan minat sekolah formal bagi remaja di Desa

    Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.

    BAB V : Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil

    penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka

  • 14

    meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan

    bagi remaja khususnya bagi remaja di Desa Mantingan

    Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.

  • 15

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Pendidikan

    Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang

    mengandung makna seorag anak yang pergi dan pulang sekolah diantar

    seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput

    dinamakan paedagogos (Suwarno, 2006: 19).

    Pendidikan Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini

    mendapat awalan me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan

    memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai

    akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan

    dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu

    sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

    laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah Muhibbin, 1995: 13).

    Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003,

    dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

    secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

  • 16

    spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

    mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan

    negara.

    Dari berbagai penelitian yang berkaitan dengan sekolah formal yang

    dilakukan oleh beberapa peneliti di atas, sudah banyak tulisan terkait dengan

    sekolah formal. Penulis hanya ingin fokus mengupas sekolah formal di Desa

    Mantingan yang peminatnya cenderung tidak banyak.

    B. Kesadaran Sekolah Formal

    Secara harfiah, kesadaran memiliki arti yang sama dengan mawas diri

    (awareness). Kesadaran juga diartikan sebagai sebuah kondisi dimana seorang

    individu memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal maupun eksternal

    (Afifah, 2014: 13).

    Menurut Poedjawjatna dalam bukunya Amos Neolaka, kesadaran

    adalah pengetahuan, sadar, atau tahu. Mengetahui atau sadar tentang keadaan

    tergugahnya jiwa terhadap sesuatu. Poedjawjatna menekankan tentang adanya

    faktor kesenjangan dalam memilihtindakan baikdan buruk. Faktor

    kesenjangan menyebabkan seseorang yang sadar menjadi tidak sadar, tahu

    menjadi tidak tahu, terbangun namun seperti tertidur, tidak tergugahhatinya

    terhadap sesuatu, baik dan buruk sepertinya sama, masa bodoh tidak waras,

  • 17

    tidak mneyadari tingkah lakunya atau tidak sadar atas tindakannya (Afifah,

    2014: 14).

    Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kesadaran adalah

    keadaan seseorang mengetahui baik buruknya suatu yang akan berdampak

    pada dirinya. Jadi, kesadaran disini berkaitan tentang baik buruknya bagi

    seseorang bila tidak berpendidikan atau sekolah.

    Sekolah merupakan sebuah organisasi, yakni unit sosial yang sengaja

    dibentuk oleh beberapa orang yang satu sama lain berkoordinasi dalam

    melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan bersama. Sekolah

    merupakan sebuah unit sosial, karena di dalamnya terdiri dari beberapa orang

    yang menyatu bukan faktor kebetulan tetapi dengan sebuah kesengajaan,

    yakni mereka sengaja untuk menyatu walaupun melakukan tugas yang

    berbeda satu sama lain dalam rangka mencapai sebuah tujuan bersama, yakni

    mendidik anak-anak dan mengantarkan mereka menuju fase kedewasaan, agar

    mereka mandiri baik secara psikologis, biologis maupun sosial (Rosyada,

    2007: 213-214).

    Pendidikan formal dilaksanakan dalam semesta pendidikan nasional.

    Menurut TAP MPR No. II/MPR/1988, Pendidikan nasional berdasarkan

    Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu

    manusia yang beriman dan bertqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi

    pekerti luhur, berkepribadia, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggug

  • 18

    jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani

    (sudarsono, 1995: 129).

    Dalam pengertian lain dijelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga

    pendidikan, tempat peserta didik melaksanakan interaksi proses belajar

    mengajar secara formal (Ahid, 2010: 65). Pada saat ini sekolah sebagai salah

    satu lembaga pendidikan formal yang sudah banyak keberadaanya dari mulai

    perkotaan sampai di pedesaan.

    Eksistensi sekolah merupakan sarana yang paling vital dalam proses

    pemunculan kepribadian manusia sutuhnya (Ahid, 2010: 67). Dalam hal ini

    sekolah sebagai sarana pendidikan, baik secara formal, nonformal, maupun

    informal. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memegang

    peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa

    seorang anak. Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah

    pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk membentuk pribadi

    seorang anak. Sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah

    lingkungan keluarga bagi anak remaja (sudarsono, 1995: 129).

    Pendidikan formal diartikan sebagai proses belajar yang terjadi secara

    hierarkis, terstruktur, berjenjang, termasuk stdudi akademik secara umum,

    beragam program lembaga pendidikan dengan waktu penuh atau full time,

    pelatihan teknis dan profesional (Marzuki, 2010: 132).

    Sedangkan pendidikan nonformal dapat diartikan sebagai proses

    belajar secara terorganissikan di luar sistem persekolahan atau pendidikan

  • 19

    formal, baik dilaksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari

    suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran

    didik tertentu dan belajarnya tertentu pula (Marzuki, 2010: 132).

    Dan pendidikan informal adalah proses belajar sepanjang hayat yang

    terjadi pada setiap individu dalam memperoleh nilai-nilai, sikap,

    keterampilan, dan pengetahuan melalui pengalaman sehari-hari atau pengaruh

    pendidikan dan sumber-sumber lainnya di sekitar lingkungannya. Hampir

    semua bagian prosesnya relatif tidak terorganisasikan dan tidak sistematik.

    Meskipun demikian, tidak berarti hal ini menjadi tidak penting dalam proses

    pembentukan kepribadian (Marzuki, 2010: 132).

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

    Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan pula mengenai pendidikan formal.

    Pendidikan formal yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang

    terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

    Sedangkan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan

    formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Serta

    pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

    Serta di pasal 6 ayat 1 setiap warga negara yang berusia tujuh sampai

    dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan di ayat 2

    dijelaskan lagi setiap warga negara bertanggung jawab terhadap

    keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

  • 20

    Pendidikan di Indonesia kini telah memasuki era perubahan yang

    ketiga, setelah sebelumnya pendidikan itu milik masyarakat yang menyatu

    dalam lembaga-lembaga keagamaan, surau, masjid, dan pesantren-pesantren

    sebagai pengembangan fungsi dari masjid menjadi lembaga pendidikan.

    Kemudian pendidikan menjadi program pemerintah, dan dikelola secara

    sentralistik baik perencanaan, pendanaan maupun berbagai kebijakan

    kurikulum dan pembinaan sumber daya manusia serta berbagai sumber daya

    pendidikan lainnya (Rosyada, 2007: 214).

    Kini dengan diundangkannya UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003,

    rakyat memperoleh kembali hak partisipatifnya dalam mengembangkan

    kualiatas pendidikan, sebagaimana dikemukakan pada pasa 4 ayat 1 yang

    berbunyi “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan

    serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

    keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Gagasan dasar tersebut

    diperjelas dengan ayat ke-6 pasal yang sama, yang berbunyi “Pendidikan

    diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat

    melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalan mutu layanan

    pendidikan (Rosyada, 2007: 215).

    C. Remaja

    Remaja merupakan usia sekolah dan masa transisi perkembangan

    antara masa anak dan masa dewasa, di mulai dari pubertas, yang ditandai

  • 21

    dengan perubahan pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik

    maupun psikis (Sukmadinata, 2004: 155). Remaja adalah tahap umur yang

    datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik

    cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan dalam itu,

    membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta

    kepribadian remaja (Daradjat, 1995: 8)

    Masa remaja awal sering disebut masa puber atau pubertas. Pubertas

    dari bahasa Latin yang artinya menjadi dewasa. Dapat diartikan pula bahwa

    pubertas dari kata pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut

    kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menampakkan

    perkembangan seksual (Rumini Sundari, 2004: 63).

    Menurut Hall, masa remaja merupakan masa “sturm and drang” topan

    dan badai, masa penuh emosi dann adakalanya emosinya meledak-ledak, yang

    muncul karena adanya pertentangan nilai-nilai. Emosi yang menggebu-gebu

    ini ada kalanya menyulitkan, baik bagi remaja maupun orang tua atau orang

    dewasa di sekitarnya. Namun emosi yang menggebu-gebu ini juga bermanfaat

    bagi remaja dalam upayanya menemukan identitas diri. Reaksi orang-orang

    disekitarnya akan menjadi pengalaman belajar bagi si remaja untuk

    menentukan tindakan apa yang kelak akan dilakukannya (Herlina, 2013).

    Remaja yang bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah atau

    putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka. Sehingga mereka

    memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, karena

  • 22

    teman-temannya juga tidak melanjutkan sekolah. mereka memilih untuk

    mencari uang dengan alasan membantu orang tua (Yunita, 2011). Walaupun

    sebenarnya orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan mempunyai

    keinginan menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi dengan

    harapan akan mempunyai masa depan yang lebih baik.

    Remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak

    yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung

    jawab (Basri, 2004: 4). Remaja memerlukan pengertian yang mendalam

    tentang kebutuhan, bakat, kapasitas diri, sikap perkembangan dan tuntutan

    masa remaja yang sedang dilaluinya, dan ia juga ingin mengetahui bagamana

    cara bergaul dengan lawan jenis (Daradjat, 1995: 36).

    Kurangnya kesadaran remaja akan pendidikan bisa disebabkan

    kurangnya minat belajar, hal ini bisa disebabkan oleh kurang menariknya cara

    belajar yang mereka harus hadapi setiap hari di sekolah dan remaja belum

    menyadari pentingnya belajar untuk masa depan mereka, sehingga mereka

    kurang termotivasi untuk berlomba-lomba mencapai prestasi (Hutanjalay:

    2013).

    D. Penelitian yang Relevan

    Pendidikan diperoleh melalui sekolah, seko lah banyak yang berdiri di

    Indonesia, baik itu sekolah formal, nonformal, maupun informal. Penelitian

  • 23

    yang membahas tentang sekolah formal telah banyak dilakukan oleh para

    peneliti.

    1. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Moh. Arif

    Miftkhudin dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal Orang

    Tua Terhadap Prestasi Belajar Anak Di SMP N 1 Kecamatan

    Warungasem Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2010/2011 yang

    meneliti tentang tingkat pendidikan formal orang tua siswa SMP N 1

    Warungasem tergolong lebih tinggi dibanding tingkat pendidikan formal

    orang tua di SMP Negeri lainnya yang terdapat di kecamatan

    Warungasem.

    Hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara tingkat

    pendidikan formal orang tua dengan prestasi belajar anak di SMP N 1

    Warungasem yang ditunjukkam oleh hasil korelasi product moment

    dimana r hitung > r tabel baik pada taraf signifikan 5% maupun 1% yakni

    0,329 0,424, sehingga Ha diterima. Ini berarati tingkat pendidikan

    formal yang tua ikut menentukan prestasi belajar anak. Jika tingkat

    pendiidkan orang tuanya tinggi maka prestasi belajar anak juga baik.

    Namun tidak menutup kemungkinan bahwa siswa yang tingkat pendidikan

    orang tuanya rendah pun akan berprestasi pula tergantung dari motivasi

    siswa itu sendiri dan peran serta orang tua dalam mendidik dan

    membimbing belajar anaknya.

  • 24

    2. Penelitian lain juga dilakukan Oleh Friska Nurul Indah Sari dengan judul

    Pendidikan Formal Anak Pada Masyarakat Nelayan. Studi Kasus:

    Kelurahan Bungus Selatan, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Padang.

    Yang meneliti tentang kondisi masyarakat nelayan di kelurahan Bungus

    Selatan memiliki kecenderungan tingginya angka putus sekolah. Masalah

    ketersediaan biaya untuk melanjutkan sekolah berkaitan erat dengan

    kondisi sosial dan ekonomi orang tua. Dengan hasil penelitian

    menunjukkan bahwa pendidikan anak pada masyarakat nelayan Bungus

    Selatan dapat dikatakan belum baik. Hal tersebut dapat dilihat dari

    kecenderungan tingginya angka putus sekolah pada keluarga nelayan.

    Terjadinya fenomena anak putus sekolah pada masyarakat nelayan

    Bungus Selatan merupakan bukti pemahaman akan pentingnya pendidikan

    belum sepenuhnya dipahami dan dijalankan oleh masyarakat, yang

    ditandai oleh berbagai gejala yang melatar belakangi anak-anak nelayan

    mengalami putus sekolah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

    tersebut dapat terjadi yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan, dan faktor

    ekonomi.

    3. Persamaan dan Perbedaan

    Sekripsi dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal Orang Tua

    Terhadap Prestasi Belajar Anak Di SMP N 1 Kecamatan Warungasem

    Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2010/2011 mempunyai perbedaan

    dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti, walaupun sama-sama

  • 25

    membahas tentang pendidikan formal anan tetapi, sekripsi ini cenderung

    membahas tentang pengaruh tingkat pendidikan formal orang tua terhadap

    prestasi belajar anak. Sedangkan peneliti lebih dalam mengkaji tentang

    upaya meningkatkan pendidikan forrmal dikarenakan minat sekolah

    formal lebih rendah, yang lebih dominan dikarenakan ekonomi keluarga

    yang rendah dan kurangnya minat anak didik untuk bersekolah.

    Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mempunyai persamaan dengan

    sekripsi yang berjudul Pendidikan Formal Anak Pada Masyarakat

    Nelayan. Studi Kasus: Kelurahan Bungus Selatan, Kecamatan Bungus

    Teluk Kabung, Padang. Yaitu sama-sama meneliti tentang tingkat

    pendidikan formal yang rendah pada anak, dikarenakan tingkat ekonomi

    yang rendah sehingga menyebabkan kurangnya minat untuk sekolah

    formal. Selain itu lingkungan sekitar juga mempunyai pengaruh besar

    terhadap minat sekolah.

  • 26

    BAB III

    PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati

    Desa Mantingan merupakan Desa yang mayoritas penduduknya

    bermata pencaharian sebagai petani. Ada sebanyak 801 orang berprofesi

    sebagai petani, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang

    sebanyak 52 orang, PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 14 orang dan buruh

    sebanyak 71 orang. Karena keadaan masyarakat yang mayoritasnya bermata

    pencaharian sebagai petani dari jumlah penduduk 2738, rumah tangga

    miskinnya ada 757 orang (375 KK).

    Mengenai agama mereka sudah jauh lebih maju karena banyak anak

    muda yang mondok di pondok pesantren dan membawa perubahan yang

    cukup signifikan, dan seluruh masyarakat beragama Islam. Banyak acara-

    acara keagamaan yang sering di lakukan, seperti kegiatan yasinan keliling

    yang dilakukan setiap satu minggu sekali, pengajian muslimatan satu bulan

    sekali, pengajian dalam rangka peringatan hari-hari besar Islam, mengaji

    bersama di masjid setiap satu bulan sekali dan masih banyak kegiatan

    keagamaan lain yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mantingan.

  • 27

    Dalam hal keagamaan seluruh masyarakat kompak melakukan

    berbagai kegiatan keagamaan yang bermanfaat, mulai dari kegiatan ibu-ibu

    kegiatan bapak-bapak dan para pemuda. Walau kegiatannya berbeda-beda,

    tetapi mereka kompak di dalam anggota kelompok masing-masing tanpa

    mencampuri urusan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

    Mengenai rasa sosial masyarakat di Desa Mantingan sama seperti

    halnya masyarakat pada desa umumnya, rasa kebersamaan di desa ini masih

    terjaga dengan baik. Permasalahan yang muncul dalam masyarakat yang

    menyangkut kepentingan umum diselesaikan dengan jalan musyawarah,

    sedangkan masalah pribadi atau yang muncul dalam rumah tangga

    diselesaikan secara pribadi oleh yang bersangkutan dan tidak ada campur

    tangan pihak lain.

    Pada saat peristiwa-peristiwa tertentu misalnya hajatan, kematian atau

    peristiwa lain yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum,

    masyarakat di Desa Mantingan ini senantiasa bergotong royong. Kegiatan lain

    seperti kerja bakti dan ronda malam (siskamling) masih terus berjalan di desa

    ini.

    Sejarah singkat berdirinya Desa Mantingan menurut keterangan dari

    orang-orang terdahulu yang pada saat ini masih hidup, bahwa desa ini pada

    zaman dahulu adalah hutan belantara yang oleh para Danyang (leluhur) hutan

    ini di buka. Dengan cara ditebangi pohon-pohonnya untuk dibuka sebuah

    pemukiman. Menurut para sesepuh Desa Mantingan ada beberapa Danyang

  • 28

    yang membuka desa ini dan terbagi dalam beberapa wilayah bagian, danyang-

    danyang itu diantaranya yaitu Nyi Simpen yang membuka desa bagian utara,

    Carangsaka yang membuka desa bagian tengah, Mbah Pancur dan Nyi gading

    itu bagian barat dan selatan.

    Orang-orang zaman dulu bahkan hingga sekarang sering menyebut

    Desa Mantingan yang bagian timur dengan nama Gambiran karena berasal

    dari kata ampiran (tempat istirahat untuk minta minum kepada warga). Yaitu

    ampiran bagi para anak buah Nyi Simpen untuk sekedar beristirahat atau

    minta minum kepada warga yang tinggalnya di daerah sebelah utara. Tapi

    seiring dengan berjalannya waktu karena orang-orang yang masih susah

    berkata benar, untuk memudahkan dalam mengucap dari kata ampiran

    berubah menjadi Gambiran. Dan hingga saat ini Desa Mantingan yang

    sebelah timur sering disebut Gambiran.

    Untuk menghormati para Danyang itu, setiap tahunnya diadakan

    Sedekah Bumi yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian timur dan

    bagian barat. Bagian timur untuk menghormati Nyi Simpen dan Carangsaka,

    yang lebih mudah dalam perayaan penghormatannya, karena diadakan hiburan

    dengan jenis apapun itu tidak akan terjadi apa-apa, meskipun tidak diadakan

    hiburan juga tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap warganya. Dan

    biasanya hiburan itu berupa Ketoprak (seni wayang orang dengan kisah-kisah

    tradisional), tapi berbeda untuk yang bagian sebelah barat yang merupakan

    bagiannya Mbah Pancur dan Nyi Gading ini hiburannya haruslah Tayub

  • 29

    (sinden tapi dalam menyanyikan lagu itu berdiri dan ada yang Mbeso yaitu

    laki-laki yang joget di depan dan di belakangnya Joged). Itupun dengan

    jumlah Joged (sinden yang menyanyi dengan berdiri) haruslah lebih dari dua,

    bila kurang dari dua atau tidak ada sama sekali, akan ada hal-hal aneh yang

    terjadi. Seperti orang-orangnya tiba-tiba akan berjatuhan seperti dipukuli oleh

    seseorang dan menurut warga disini yang melakukan itu adalah anak buah

    Mbah Pancur dan Nyi Gading yang tidak terima dengan suguhan hiburan dari

    warga.

    Menurut keterangan orang-orang terdahulu Mbah Pancur dan Nyi

    Gading itu adalah sepasang suami istri yang pernikahannya di arak dengan

    kuda keliling desa. Dan di Desa Mantingan bagian timur yang dulunya dibuka

    oleh Nyi Simpen masih ada kejadian-kejadian aneh dan sampai saat ini terjadi

    yaitu bila ada Jaran Dawuk (kuda berwarna putih) yang lewat tempat di nama

    Nyi Simpen berada, pasti akan gila dan memilih untuk kembali, tidak mau

    meneruskan perjalanannya lagi.

    Menurut para warga yang mengaku pernah melihat Nyi Gading, Nyi

    Gading itu berperawakan badannya kecil, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu

    pendek, membawa tongkat yang pada ujung tongkatnya itu berbentuk

    melingkar.

    Karena terbagi dalam empat Danyang disatukan dengan nama

    Mantingan. Kata ini berasal dari kisah orang-orang terdahulu yang kesusahan

  • 30

    dalam mencari makanan atau dalam bahasa Jawa Montang Mantig Luru

    Pangan dan disingkat menjadi Mantingan.

    1. Keadaan Wilayah

    Keadaan batas wilayah Desa Mantingan adalah:

    a. Sebelah Utara : Desa Sidorejo

    b. Sebelah Selatan : Desa Treteg

    c. Sebelah Barat : Desa Arumanis

    d. Sebelah Timur : Desa Sidoluhur

    2. Keadaan Administratif

    Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati memiliki penduduk

    yang berjumlah 2738 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah

    980 KK.

    Tabel 3.1. Julmlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

    No Jenis Kelamin Jumlah

    1 Laki-laki 1323

    2 Perempuan 1415

    Jumlah 2738

    Untuk memperlancar kegiatan administrasi pemerintahan di Desa

    Mantingan terdapat perangkat dari mulai Kepala Desa hingga Ketua RT

    (Rukun Tetangga). Di Desa Mntingan terdapat 15 RT (Rukun Tetangga).

  • 31

    Struktur organisasi Desa Mantingan Keccamatan Jaken Kabupaten

    Pati

    3. Keadaan Sosial Keagamaan

    Dalam kehidupan sehari-hari penduduk Desa Mantingan tidak

    menggambarkan adanya konflik yang berarti di masyarakat. Mereka hidup

    rukun saling berdampingan dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari sikap

    gotong royong masyarakat ketika ada kegiata di desa, misalnya kerja

    bakti, hajatan dan kematian.

    Masyarakat Desa Mantingan 100% beragama Islam. Walaupun semua

    masyarakat di Desa Mantingan ini beragama Islam, akan tetapi mereka

    tetap menjalankan tradisi adat yang berlaku di masyarakat. Disamping

  • 32

    menjalankan tradisi adat yang ada, kegiatan keagamaan juga tetap berjalan

    dengan lancar.

    4. Tingkat pendidikan

    Tingkat pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia

    karena dengan pendidikan manusia bisa menjadi berkualitas. Akan tetapi

    tidak semua orang bisa memperoleh pendidikan yang tinggi, karena untuk

    memperoleh pendidikan dibutuhkan biaya yang banyak. Sedangkan

    keadaan ekonomi masyarakat Desa Mantingan yang berbeda-beda dan

    cenderung pada taraf kemiskinan berakibat timbulnya perbedaan tingkat

    pendidikan masyarakat. Hanya sebagian masyarakat mampulah yang bisa

    memperoleh pendidikan tinggi. Bahkan untuk pendidikan setingkat SMP

    (Sekolah Menengah Pertama) saja terkadang ada yang masih keberatan.

    Padahal dari pemerintah sendiri banyak program sekolah geratis untuk

    sekolah tingkat lanjutan pertama. Akan tetapi dari pihak orang tua yang

    lebih keberatan untuk menyekolahkan anaknya dan takut akan kebutuhan

    sehari-hari anak sekolah, seperti halnya uang saku, kebutuhan buku,

    seragam, sepatu, transportasi, dan alat tulis lainnya.

    Karena keadaan yang seperti itu banyak anak yang putus sekolah pada

    tingakat lanjutan pertama dan memilih untuk bekerja membantu orang tua

    dan bahkan yang lebih memprihatinkan, anak-anak itu keluar dari sekolah

    dan menikah. Hal ini tidak lain karena kehidupan ekonomi masyarakat

    yang kurang memadai dan cenderung pada taraf kemiskinan dan banyak

  • 33

    yang lebih memilih untuk tetap di desa walaupun keadaan ekonomi yang

    kurang, dari pada merantau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih

    layak. Karena prinsip orang desa yang masih di pegang teguh yaitu

    “makan tidak makan asalkan kumpul dengan keluarga.”

    Untuk hal pendidikan, apalagi pendidikan formal lebih dikesampingkan

    dan memilih untuk bagaimana cara mencari uang yang banyak tanpa

    mencari ilmu lewat pendidikan di sekolah-sekolah formal ataupun

    nonformal sekalipun. Pola pemikiran warga terutama orang tua yang

    masih cenderung tradisional dan susah untuk di ajak maju yang membuat

    banyak anak yang khususnya pada usia remaja menjadi korban.

    Karena banyak anak usia remaja yang seharusnya masih dalam

    pengawasan dalam hal akhlaknya tetapi justru lebih banyak mengenyam

    pendidikan di luar rumah yang lebih banyak mengarah pada kenakalan

    remaja di tempat bekerja sebagai kuli bangunan yang sangat tidak bagus

    untuk kehidupan mereka di masa yang akan datang dan tanpa pengawasan

    dari orang tua, karena mereka banyak yang dewasa sebelum usianya

    akibat dari pergaulan sehari-hari dengan para kuli tanpa sebelumnya

    dibekali dengan pendidikan yang matang terlebih dahulu.

  • 34

    Tabel 3.3

    NO Tamatan Jumlah

    1 SD 655

    2 SMP 265

    3 SMA 102

    4 Putus Sekolah 801

    5 Tidak sekolah 915

    Jumlah 2738

    B. Alasan Anak Remaja Tidak Minat Untuk Sekolah Formal

    Remaja merupakan anggota masyarakat yang harus dibina dengan baik

    agar nantinnya tumbuh dan berkembang dengan kualitas yang baik. Namun

    karena keadaan ekonomi masyarakat yang tergolong miskin, membuat para

    remaja yang masih usia sekolah dan rata-rata usia Sekolah Menengah Atas

    (SMA), bahkan masih di usia Sekolan Menengah Pertama (SMP) memilih

    untuk tidak melanjutkan sekolah.

  • 35

    Banyak sekali alasan yang menjadikan remaja usia sekolah tidak

    bersekolah di sekolah formal, diantaranya yaitu memilih untuk menikah,

    memilih untuk bekerja karena keadaan keluarga yang kurang mampu,

    memilih untuk mondok di pondok pesantren saja tanpa dibarengi dengan

    sekolah formal. Rata-rata mereka putus sekolah pada usia 15 tahun atau tamat

    dari Sekolah Menengah Pertama (SMP).

    Dalam masa-masa remaja ini perlu adanya benteng yang sangat kuat

    untuk menjaga mereka terhindar dari hal-hal yang menyebabkan kenakalan

    remaja. Karena kemerosotan akhlak lebih nyata terlihat pada masa-masa

    remaja. Hal ini bisa dilihat di berbagai media masa ataupun lingkungan sekitar

    yang banyak terjadi kenakalan remaja, misalnya saja tawuran, kekerasan, dan

    kenakalan-kenakalan yang lain yang lebih berbahaya hingga mengamcam

    jiwa.

    Dalam subbab ini peneliti hanya akan mendeskrisipsikan beberapa

    anak yang putus sekolah, tidak melanjutkan maupun hanya memilih untuk

    melanjutkan pendidikan di jalur nonformal saja. Data ini diperoleh dari hasil

    wawancara dan pengamatan peneliti pada bulan Desember 2016.

    1. Emi Purwati

    Emi Purwati adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, pasangan Bapak

    Suharno dan Ibu Parsih. Yang sekarang berusia 16 tahun. Dia putus

    sekolah pada saat kelas 2 MTs (Madrasah Tsanawiyah) hanya karena hal-

    hal yang sepele.

  • 36

    Berikut adalah pemaparan Emi Purwati mengenai alasannya tidak

    meneruskan sekolah:

    “Faktor yang menyebabkan saya putus sekolah di usia dini hanya karena

    rasa tidak suka dengan sekolahannya. Pada mulanya saya mendaftar di

    SMP (Sekolah Menengah Pertama) tapi ada salah satu dari orang tua

    teman saya yang tanpa sepengetahuan saya memindahkan saya di MTs

    (Madrasah Tsanawiyah) selain alasan tersebut, alasan pribadi juga

    berperan banyak, diantaranya yaitu keinginan untuk mempunyai banyak

    waktu bermain, teman-teman di sekolah yang nakal, tidak suka dengan

    pelajaran di sekolah, malas untuk berfikir dan lain sebagainya.”

    Dengan keadaan yang seperti itu Emi Purwati lebih memilih untuk tidak

    melanjutkan sekolah dan berdiam diri di rumah dengan melakukan

    rutinitas di rumah sehari-hari.

    2. Sunardi

    Sunardi ini adalah anak dari pasangan Salipan dan Sunarti. Dia anak

    terakhir dari dua bersaudara. Sunardi ini memilih untuk menempuh

    pendidikan di jalur non formal yaitu mondok di pondok pesantren tanpa di

    barengi dengan bersekolah di sekolah formal. Sunardi ini setelah tamat

    dari SD (Sekolah Dasar) langsung melanjutkan pendidikannya di pondok

    pesantren.

    Berikut adalah pemaparan Sunardi:

    “Hal ini saya lakukan dengan alasan ingin seperti tetangga saya yang

    mondok disana juga, karena tetangga saya itu mondok di pondok

    pesantren dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu kurang lebih tujuh

    tahun. Dengan alasan itulah saya bertekad untuk ikut mondok dengan

    tetangga saya itu dan ingin seperti dia. Walaupun banyak sekolah lanjutan

    tingkat pertama yang menawarkan berbagai iming-iming yang

    menggiurkan. Mulai dari seragam, sepatu, tas dan buku geratis, uang

    gedung geratis dan lain sebagainya. Akan tetapi semua itu tidak

  • 37

    menyurutkan keinginan saya untuk tetap mondok di pondok pesantren.

    Karena saya sudah memiliki tekad yang kuat sejak awal”

    Dengan alasan yang begitu kuat tapi terkadanng surut dengan sendirinya

    karena kegelisanhan hati, berikut tambahan dari Sunardi:

    “Walau dengan berat hati dan terkadang diselimuti rasa takut dan gelisah,

    bagaimana bila disana saya tidak kerasan, bagaimana bila keadaan disana

    tidak semenyenangkan dirumah, bagaimana saya harus hidup bila jauh

    dari orang tua, dan bermacam-macam kegelisahan itu, tapi semua itu

    segera hilang setelah teringat tekad yang kuat dalam diri saya”

    Akhirnya Sunardi memenuhi tekadnya untuk mondok tanpa keraguan

    apapun.

    3. Muhammad Arif

    Muhammad Arif ini adalah anak dari pasangan Bapak Suraji dan Ibu

    Suginah. Dia anak pertama dari dua bersaudara. Muhammad Arif ini

    memilih untuk bekerja di perantauan setelah menamatkan pendidikannya

    sampai di jenjang SMP (Sekolah Menengah Pertama). Dia tidak

    melanjutkan pendidikannya kejenjang berikutnya dengan alasan ekonomi

    keluarga yang rendah.

    Berikut pemaparan Muhammad Arif:

    “Setinggi apapun sekolah seorang anak dari keluarga kurang mampu pasti

    akan berujung ikut membantu mencari nafkah untuk harapan masa depan

    keluarga yang lebih baik. Dari pada menambah kesusahan keluarga untuk

    biaya sekolah, lebih baik fokus untuk bekerja tanpa sekolah pun tidak

    mengapa. Karena keluarga adalah harapan satu-satunya untuk kehidupan

    mendatang”

  • 38

    Walaupun masih banyak sekolah di desa sekitar yang biaya pendidikannya

    rendah tapi dia tidak mau bersekolah dan memilih untuk bekerja guna

    membantu mencari nafkah untuk keluarga.

    4. Sunik

    Sunik ini adalah anak dari pasangan Bapak Sugio dan Ibu Sumijah. Dia

    anak pertama dari dua bersaudara. Sunik ini memilih untuk menikah

    setelah menamatkan pendidikannya sampai di jenjang SMP (Sekolah

    Menengah Pertama).

    Hal ini karena kebiasaan orang desa yang suka menikahkan anaknya

    walau masih usia sekolah. Dan Sunik ini menurut saja dengan keinginan

    orang tuanya itu karena sudah ada calonnya. Hal itu di dukung dengan

    persesepsi bahwa perempuan walau sekolah setinggi apapun pasti pada

    akhirnya hanya di dapur saja. Selain itu dengan keadaan ekonomi yang

    pas-pasan takut tidak kuat untuk membiayai sekolah pada tingkat

    selanjutnya.

    Berikut pemaparan dari Sunik:

    “Dengan niat untuk berbakti kepada orang tua saya menurut saja disuruh

    orang tuanya untuk menikah, karena walau saya menolak pun tidak ada

    gunanya. Karena walau saya menolak, orang tuanya tidak akan

    menyekolahkan lagi karena tidak ada biaya dan terlebih lagi masih ada

    tanggungan adiknya yang masih kecil. Lebih baik saya menurut saja dan

    bisa meringankan beban orang tua karena sudah tidak menanggung biaya

    hidup saya lagi”

    Pada akhirnya setelah lulus dari Sekolah menengah pertama (SMP) selang

    beberapa bulan dinikahkan dengan pemuda dari desa setempat.

  • 39

    C. Usaha Orang Tua untuk Meningkatkan Minat Sekolah Formal pada

    Remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati

    Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.

    Keluarga juga tempat ternyaman untuk mecurahkan segala keluh kesah, kasih

    sayang dan tempat untuk berlindung. Orang tua adalah orang yang menjadi

    panutan anaknya dan orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi

    anaknya (Tafsir, 2002: 8). Begitupun dengan pendidikan, orang tua yang

    menjadi anggota keluarga inilah yang menjadi motivator dan pendorong

    semangat bagi anak-anak untuk bersekolah. Karena pada lapisan remajalah

    kemerosotan akhlak itu lebih nyata terlihat. Kemerosotah akhlak di kalangan

    para remaja itu dikenal sebagai kenakalan remaja (Tafsir, 2002: 1).

    Maka dari itu orang tua berperan sangat penting untuk nasib

    pendidikan anaknya, akan sampai manakah anaknya bersekolah. Hanya

    sampai di pendidikan dasar, berhenti ditengah ataukah lanjut hingga

    pendidikan di perguruan tinggi. Disini penulis mengungkap beberapa

    pendapat orang tua tentang pendidikan anaknya.

    1. Emi Purwati

    Sebagai orang tua bapak Suharno, telah melakukan berbagai macam cara

    agar Emi Purwati mau bersekolah lagi, mulai dari dibelikan motor, diberi

    uang saku yang lebih, di belikan HP, dituruti semua keinginannya. Tapi

  • 40

    tetap saja rasa malas itu menguasainya, hingga dia memilih untuk tidak

    melanjutkan sekolahnya lagi.

    Tidak kehabisan akal bapak Suharno, mencari cara agar anaknya harus

    berilmu dan mempunyai pengalaman walau tidak sekolah di sekolah

    formal seperti teman-temannya yang lain.

    Berikut pemaparan bapak Suharno:

    “Saya pondokkanlah dia di salah satu pondok pesantren, dimana banyak

    kenalan dari saya berada disana, karena dekat dengan rumah neneknya,

    tetapi dia memilih untuk kabur dengan alasan tidak betah, kemudian saya

    pondokkan lagi di pondok pesantren yang lain kembali memilih untuk

    boyong (pulang) dengan alasan banyak teman yang nakal, kemudian saya

    ikutkan dengan kakaknya, dengan alasan ada yang lebih mengawasi biar

    tidak nakal, tapi hal itu tetap sia-sia. Karena dia memilih untuk kabur lagi,

    dan dengan alasan yang masih sama yaitu karena merasa tidak betah.”

    Walau seperti itu bapak Suharno tetap tidak patah semangat agar anaknya

    tidak hanya berdiam diri di rumah tanpa pengalaman apapun. Bapak

    Suharno kembali menuturkan:

    “Memang anak saya yang susah untuk maju dan sudah di kuasai rasa

    malas, secara terpaksa dan rasa tidak tega Emi saya carikan pekerjaan”.

    Agar Emi Purwati ini tidak berdiam diri dirumah, nganggur begitu saja

    akan tetapi, sama seperti alasan yang sebelumnya, dia tidak kerasan dan

    memilih untuk pulang kerumah, walau baru mendapat satu hari bekerja,

    dan keesokan harinya dia sudah tidak mau berangkat kerja lagi dengan

    alasan dia masih kecil. Dan akhirnya Emi Purwati dibiarkan dirumah

    tanpa melakukan pekerjaan apapun yang berarti.

    Walau berbagai macam usaha dilakukan orang tuanya agar Emi Purwati

    mau sekolah lagi, akan tetapi dari diri Emi Purwati sendiri yang sudah

  • 41

    malas itu membuat segala usaha orang tuanya sia-sia. Di rumahpun dia

    mengeluhkan keadaanya yang tidak punya teman, karena teman-teman

    sebayanya banyak yang sekolah.

    Karena bingung mau usaha apa lagi, akhirnya Emi Purwati dibiarkan

    melakukan hal sesuka hatinya dengan pengawasan sewajarnya tanpa

    pengekangan yang terlalu berlebihan.

    2. Sunardi

    Dari pihak kedua orang tua dari Sunardi ini mendukung-mendukung saja

    apa yang menjadi keputusan dari Sunardi. Karena bapak Salipan dan ibu

    Sunarti juga takut bila anaknya terjerumus kedalam pergaulan bebas

    seperti teman-temannya yang sudah terlanjur terjerumus dan sulit untuk di

    perbaiki lagi akhlaknya.

    Berikut pemaparan ibu Sunarti:

    “Anak saya lebih baik saya pondokkan saja dari pada sekolah di sekolah

    umum yang pada akhirnya perkembangan akhlaknya sulit untuk

    dikendalikan seperti teman-teman sebayanya itu.”

    Ibu Sunarti kembali menuturkan:

    “Apalagi ada tetangga saya yang menjadi alumni pondok tersebut, yang

    menurut saya akhlaknya menjadi lebih baik dan membanggakan orang tua,

    maka dari itu mungkin saja anak saya bia seperti itu walau tanpa sekolah

    formal tapi akhlaknya lebih terjaga, karena bukan hanya pendidikan yang

    penting tapi akhlak tidak kalah pentingnya juga. Tidak apa-apa bila anak

    saya tidak menguasai kehidupan dunia yang penting kehidupan akhiratnya

    selamat, selain ilmu agama disana juga diajarkan ilmu umum walau tidak

    selengkap yang sekolah-sekolah umum, dan ilmu kemasyarakatan yang

    lebih banyak di latih. Dan itu semua yang nantinya bermanfaat bagi

    kehidupanmu selanjutnya.”

  • 42

    Dengan alasan yang seperti itu akhirnya Sunardi membulatkan tekadnya

    untuk pergi mondok saja dari pada memilih untuk menempuh pendidikan

    di bangku sekolah umum seperti teman-teman sebayanya yang masih

    ingin bersenang-senang tanpa ada aturan yang mengikatnya seperti halnya

    peraturan di pondok pesantren.

    3. Muhammad Arif

    Sama halnya dengan orang tua Sunardi, orang tua dari Muhammad Arif

    ini juga menyetujui saja keinginan anaknya yang memilih bekerja dari

    pada melanjutkan sekolah kejenjang berikutnya. Dengan alasan keadaan

    ekonomi mereka yang juga pas-pasan. Dan masih menanggung adiknya

    yang masih kecil, yang membutuhkan banyak biaya guna masuk

    sekolahnya kelak.

    Bukan hanya mendukung keputusan anaknya itu, kedua orang tua

    Muhammad Arif justru menyuruh Muhammad Arif untuk segera bekerja

    untuk membantu ekonomi keluarga, dengan pekerjaan bapaknya hanya

    disawah dan bekerja serabutan seadanya. Begitupun dengan ibunya yang

    hanya ibu rumah tangga biasa dan membantu bekerja di sawah,

    berpenghasilanpun bila musim banyak tenaga yang dibutuhkan dan bila

    ada tetangga yang membutuhkan bantuannya. Misalnya saja pada musim

    tanam padi dan panen.

  • 43

    Berikut penuturan kedua orang tua Muhammad Arif:

    “Lebih baik dia bekerja saja dari pada melanjutkan sekolah ketingkat

    selanjutnya, dari pada sekolah dan harus mengeluarkan biaya lagi tanpa

    ada pemasukan uang. Di tambah dengan keadaan keluarga yang pas-pasan

    dan masih menanggung satu adik yang masih kecil, yang membutuhkan

    biaya untuk sekolahnya kelak. Dengan begitu mungkin akan ada

    kehidupan yang lebih layak di masa depan.”

    Dengan penghasilan yang pas-passan seperti itu yang mendorong kedua

    orang tua dari Muhammad Arif untuk menyuruh anaknya memilih bekerja

    dari pada meneruskan sekolah kejenjang berikutnya. Dengan anaknya

    yang segera bekerja dan mendapatkan penghasilan, diharapkan dapat

    membantu ekonomi keluarga dari keterpurukan.

    4. Sunik

    Kedua orang tua Sunik ini lebih mendukung Sunik untuk segera menikah.

    Walau sebenarnya Sunik ingin mengenyam pendidikan terlebih dahulu

    setelah menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama, walau hanya

    mondok di pondok pesantren bukan di sekolah umum yang elit. Walau dia

    masih ingin seperti teman-temannya yang masih bisa menikmati masa

    muda dengan pendidikan.

    Akan tetapi kedua orang tuanya yang masih berpandangan khas orang

    desa, segera mencarikan anaknya itu calon suami, takut nantinya akan

    kehabisan laki-laki yang mau menikahi anaknya. Di tambah lagi dengan

    pemikiran bahwa setinggi apapun perempuan sekolah, pada akhirnya akan

    berada di dapur, mengurus suami dan juga anak-anaknya kelak.

    Berikut penuturan orang tua Sunik:

  • 44

    “Tidak usah berlama-lama menunggu dia menamatkan sekolah hingga

    kejenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) kalau pada akhirnya dia

    menikah juga. Lebih baik segera dinikahkan saja agar segera mandiri dan

    tidak bergantung pada orang tua secara terus-menerus.”

    Dengan alasan orang tua yang begitu kuat dan terkesan memaksa walau

    dengan paksaan yang halus, diterima juga keputusan orang tuanya itu

    dengan tulus dan atas dasar anak yang berbakti kepada kedua orang tua.

    Akhirnya Sunik memilih untuk menikah menuruti keinginan orang tuanya.

    D. Upaya yang Dilakukan Pihak Pemerintah (Perangkat Desa) untuk

    Meningkatkan Minat Remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken

    Kabupaten Pati

    Selain dari pihak keluarga, pihak pemerintah pun dapat berperan

    sebagai motivator bagi para remaja yang tidak bersekolah untuk melanjutkan

    sekolah lagi. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi

    berbagai program perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah-

    sekolah yang ada di daerahnya itu (Rosyada, 2007: 249).

    Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pemerintah Desa

    Mantingan untuk mensejahterakan rakyatnya. Selain dalam hal ekonomi,

    sarana prasarana desa, termasuk dalam hal pendidikan. Dalam hal upaya

    peningkatan minat remaja yang sudah terlanjur putus sekolah atau berhenti

    sekolah untuk bisa bersekolah yang setara dengan sekolah formal bisa

    mengikuti program kejar paket C, yang mana progran kejar paket C ini setara

    dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena mayoritas para remaja di

  • 45

    Desa Mantingan putus sekolah itu pada jenjang sekolah lanjutan tingkat

    pertama dan tidak melanjutkan pada sekolah lanjutan tingkat atas.

    Program kejar paket C merupakan salah satu program kesetaraan yang

    dilakukan pemerintah di tengah krisisnya pendidikan di indonesia. Pendidikan

    kesetaraan adalah pendidikan nonformal dengan standar kompetensi lulusan

    yang sama dengan sekolah formal, tetapi konten, konteks, metodologi dan

    pendekatan untuk mencapai standar kompetensi tersebut lebih memberikan

    konsep-konsep terapan, tematik, induktif yang terkait dengan permasalahan

    lingkungan dan melatih kehidupan berorientasi kerja atau berusaha mandiri

    (Nasdianto, 2008).

    Pendidikan kesetaraan meliputi program Paket A detara dengan SD,

    Paket B detara dengan SMP, dan Paket C detara dengan SMA. Program ini

    ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari masyarakat yang kurang

    beruntung, tidak sekolah, putus sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif

    yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup. Program ini juga

    melayani warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus dalam

    memenuhi kebutuhan belajarnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan

    taraf hidup ilmu pengetahuan dan teknologi (Nasdianto, 2008).

    Dengan adanya program kejar Paket ini diharapkan dapat

    berkontribusi lebih banyak terutama dalam mendukung suksesnya program

    wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (Wajar Diknas 9 tahun) yang

    dicanangkan pemerintah sejak tahun 1994, yakni melalui penyelenggaraan

  • 46

    program kejar Paket A dan Paket B, serta perluasan akses pendidikan

    menengah melalui penyelenggaraan progran Paket C (Fathurohman, 2012).

    Pemaparan dari bapak Sugeng selaku stafur administrasi dan umum:

    “Memang pendidikan di Desa Mantingan ini bisa dipandang memprihatinkan,

    karena akhlak-akhlak remaja disini semakin berkembangnya zaman semakin

    memburuk saja. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang begitu tinggi

    dan adanya arus globalisasi yang susah untuk di bendung pengaruhnya.

    Banyak remaja memilih tidak meneruskan sekolahnya dan memilih

    nongkrong-nongkrong dengan teman-teman sebayanya, banyak bergadang

    bermain bilyard dengan teman-temannya, dan keesokan harinya bangun

    kesiangan. Karena bangunnya yang kesiangan itu sekolahnya jadi terlambat.

    Kejadian seperti itu berulang terus, hingga pada akhirnya membuat mereka

    malas untuk sekolah dan memutuskan untuk keluar dari sekolah tanpa

    sepengetahuan orang tua dan yang lebih parahnya dari pihak orang tua

    membiarkan saja dan bersikap tidak peduli, itu yang membuat para remaja

    menjadi terbiasa bahkan mentradisi untuk bolos sekolah yang berujung

    dengan keluar dari sekolah.”

    Selain itu pihak pemerintah juga sudah membuat program kejar Paket

    B secara gratis, namun hanya orang-orang tertentu yang mendapat

    kesempatan. Itupun hanya satu kali dan tidak ada lagi di tahun-tahun

    berikutnya.

    Dan yang mengikuti program kejar paket itu rata-rata dari kalangan

    orang tua, bahkan dari kalangan pemuda hampir sama sekali tidak ada yang

    mengikuti walau itu geratis. Karena dengan alasan malu berkumpul dengan

    para ibu-ibu.

    Walaupun program paket B di laksanakan secara geratis, akan tetapi

    program Paket C kurang banyak peminatnya dikarenakan bila mengikuti

    program Paket C harus dikenakan biaya dan tempatnya di beda desa walaupun

  • 47

    masih satu kecamatan. Para warga lebih mementingkan bekerja di sawah dari

    pada harus mengikuti program paket C yang nantinya akan menyita waktu

    bekerjanya.

    Terlebih bila ikut program Paket C ada kelebihannya yaitu:

    1. Terdapat nilai-nilai yang setara antara SMA dan Paket C dan tidak ada

    perbedaan yang signifikan adantara keduanya,

    2. Disisi lain pendidikan di kejar Paket C lebih unggul dibanding sekolah

    SMA terutama dalam hal kelola waktu belajarnya. Bila di SMA

    menggunakan pola full day learning di paket C justru menggunakan pola

    long life learning,

    3. Usia tidak menjadi kendala belajar di paket C begitu pula waktu belajar

    desesuaikan dengan keinginan (http://pkbmedukasi.worspress.com).

    Walaupun ada banyak kelebihan dari mengikuti program kejar Paket C

    ini, namun banyak warga yang tidak mau mengikutinya karena dianggap tidak

    diperlukan lagi dalam kehidupan mereka yang mayoritas sudah berkeluarga

    dan yang masih muda lebih memilih untuk bekerja atau sekedar nongkrong-

    nongkrong dengan teman-temannya.

    Apalagi dengan kehidupan yang serba modern ini tanpa sekolahpun

    bisa menggunakan alat-alat modern dan bekerja mendapat uang banyak dan

    mensejahterakan keluarga.

  • 48

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    A. Analisis Terhadap Alasan Tidak Minat Untuk Sekolah Formal

    Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya mengenai

    berbagai alasan yang membuat para remaja memilih untuk tidak melanjutkan

    pada jenjang pendidikan yang selanjutnya. Yang seharusnya usia 12 sampai

    17 tahun adalah masa-masa memperoleh pendidikan, bukannya masa yang

    sibukkan dengan pekerjaan, mengurus rumah tangga, ataupun bermalas-

    malasan di rumah tanpa memperoleh pengalaman apapun yang nantinya dapat

    bermanfaat pada kehidupan mendatang.

    Adapun berbagai keadaan yang membuat anak menjadi malas atau

    tidak mampu untuk sekolah diantaranya:

    1. Anak semangat sekolah, orang tua mendukung, tapi gurunya yang tidak

    berkompeten.

    Guru adalah seorang arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak

    anak didik, guru bertugas mempersiapkan manusia susila cakap yang

    dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara

    (Asdiqoh, 2012: 18). Diantara macam-macam kompetensi seorang guru

    adalah sebagai berikut:

  • 49

    a. Kompetensi personal yang telah mencakup kompetensi kepribadian

    dan kompetensi sosial yang merupakan modal dasar bagi guru dalam

    menjalankan tugas dan keguruannya secara profesional (Asdiqoh,

    2012: 27).

    b. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran

    secara luas dan mendalam mencakup penguasaan materi kurikulum

    mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuannya secara filosofis

    (Asdiqoh, 2012: 29).

    c. Komptensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran

    peserta didik (Asdiqoh, 2012: 32).

    d. Kompetensi kepribadian yaitu tentang bagaimanakah guru dapat

    menarik anak didik serta dapat memunculkan rasa optimis ataukah

    sebaliknya kepribadian yang acuh dan tidak bisa memancarkan rasa

    optimis dalam belajar (Asdiqoh, 2012: 34).

    e. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari

    masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

    peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali

    peserta didik dan masyarakat sekitar (Asdiqoh, 2012: 35).

    f. Kompetensi spiritual, ranah kompetensi spiritual dari guru akan

    berorientasi pada pembentukan karakter siswa yang ideal. Guru tidak

    sekedar ditakuti atau sebagai sosok yang didikuti, tapi guru juga

    sebagai sosok yang mempunyai wibawa dan kharisma, yang bisa

  • 50

    secara langsung menjadi inspirasi pada anak didik (Asdiqoh, 2012:

    37).

    Disaat kompetensi-kompetensi diatas tidak dimiliki oleh seorang guru

    maka akan membuat semangat anak untuk sekolah menjadi menurun.

    Walaupun orang tua mendukung anaknya bersekolah, mulai dari biaya,

    motivasi, segala kebutuhan sekolah telah terpenuhi. Akan tetapi guru

    yang tidak berkompeten begitu besar mempengaruhi anak. Apabila guru

    tidak serius dalam mengajar di sekolah, guru malas-malasan sedangkan

    anak sudah mempunyai semangat yang begitu tinggi akan dengan

    sendirinya semangat itu menurun. Karena kemauan anak yang begitu

    tinggi kemudian dia kecewa dengan kinerja gurunya disekolah.

    Bahkan bagi siswa yang tergolong pada usia remaja dan masih sangat

    membutuhkan bimbingan dari seorang guru di sekolah, guru seakan lupa

    akan tugasnya mendidik muridnya, bukan hanya mengajar dan

    menyampaikan materi saja. Tetapi guru juga membentuk karakter siswa.

    Disaat bimbingan itu tidak ia dapatkan dari orang tuanya di rumah,

    terkadang guru lalai akan hal itu dan membiarkan pola pikir siswa

    berkembang dengan sendirinya tanpa bimbingan dan pengawasan yang

    baik.

    Saat di sekolah siswa lepas dari pengawasan orang tua dan orang tua

    mempercayakan pengawasan terhadap anaknya kepada guru disekolah,

    namun masih banyak guru yang hanya menggugurkan kewajiban

  • 51

    bekerjanya yaitu sebagai pengajar di sekolah, tanpa dibarengi dengan

    adanya tanggung jawab mendidik anak agar menjadi manusia yang

    tangguh dalam menghadapi kehidupan di era modern yang banyak

    mempengaruhi pola pikir siswa.

    Dalam persektif Islam, setiap umat Islam wajib menyampaikan ajaran

    agama Islam kepada siapa saja. Hal ini mengandung arti bahwa Islam

    adalah agama dakwah yang wajib disampaikan oleh pemeluknya kepada

    semua manusia, dengan cara mengajak, menyampaikan, memerintah dan

    lain sebagainya (Yasin, 2008: 86). Sebagaimana dijelaskan dalam firman

    Allah dalam QS. Ali Imran: 104 sebagai berikut;

    Artinya:

    104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

    kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang

    munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (Yasin, 2008: 86).

    Untuk itu guru yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran

    disekolah atau di dalam kelas (Asdiqoh, 2012: 38) seharusnya mengetahui

    dan melakukan hal-hal sebagai berikut:

    a. Guru harus “committed” dengan siswa dan pembelajaran mereka.

  • 52

    b. Guru memahami “the subject” yang mereka ajarkan dan bagaimana

    mengajarkan materi itu kepada siswa.

    c. Guru tanggap dalam memimpin dan memonitor kegiatan pembelajaran

    siswa.

    d. Guru berpikir sistematik tentang “their practice and learn” dari

    pengalaman.

    e. Guru adalah anggota masyarakat belajar (Asdiqoh, 2012: 40).

    Dengan beberapa hal diatas dan semua kompetensi guru terpenuhi

    diharapkan anak didik akan lebih semangat dalam belajar. Guru dan anak

    didik adalah “Dwi Tunggal”. Oleh karena itu dalam benak guru hanya ada

    satu kiat bagaimana mendidik anak agar menjadi manusia dewasa susila

    yang cakap (Asdiqoh, 2012: 47). Karena guru adalah mitra anak didik

    dalam kebaikan. Guru yang baik akan menghasilkan anak didik yang baik

    pula. (Asdiqoh, 2012: 48). Bila dukungan dari orang tua sudah mengalir,

    anak pun sudah semangat untuk sekolah dan kinerja guru untuk mendidik

    sudah baik akan mengahasilkan keluaran anak didik yang baik.

    Bila seorang pendidik benar-benar melakukan tugas dan tanggung

    jawabnya akan memiliki kedudukan tersendiri dibanding orang biasa

    yang tidak bertugas sebagai pendidik, yakni ia sebagai pewaris para Nabi

    dan Rasul, dan atau ia berkedudukan setingkat di bawah Nabi dan Rasul

    (Yasin, 2008: 92). Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam QS.

    al-Mujadalah ayat 11:

  • 53

    ...

    Artinya:

    “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diatara kamu,

    dan orang-orang (beriman) yang memiliki ilmu dengan beberapa derajat

    (Yasin, 2008: 92).”

    2. Guru mendukung, orang tua mendukung, tetapi anak tidak semangat

    sekolah.

    Segala sesuatu tergantung dari niatnya. Di dalam menuntut ilmu sebaiknya

    seorang pelajar berniat mencari ridha Allah swt. mengharap kebahagiaan

    akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan dari segenap

    orang-orang bodoh, menghidupkan agama dan melestarikan Islam (Asrori,

    1996: 15). Dalam hadis dijelaskan:

    ال الد و َ ي ل ع ى للا ل ص للا ل ى س ر ي ع و و ة ا ع ر ى ر ب ص ى ٍل ي ت ص و ي ع ن ه ل ن : ك ا ي ً س

    ي ي و ة و ة ر خ ال ال و ع ا ي ه ت ي الٌ ي س ح ب ر ص ر ى ر ب ص ى اٍل ي ت ص و ي ع ال ال ك ن ه و ا ع

    ة ر ت ي الٌ ء ى س ا ب ي ً الد ال و ع ا ي ه ر ي ص ي ن ث خ

    Artinya:

    Nabi SAW. bersabda: “Banyak sekali amal-amal perbuatan dunia menjadi

    amal perbuatan akhirat disebabkan niat yang baik. Dan juga bnyak sekali

    amal perbuatan akhirat menjadi amal perbuatan dunia disebabkan niat yang

    buruk.” (Asrori, 1996: 14)

  • 54

    Apabila anak sudah tidak mempunyai niat untuk sekolah, seberapapun

    tinggi dukungan dari orang tua maupun dari guru, akan percuma saja,

    karena dari diri anak itu sendiri sudah tidak mempunyai niatan untuk

    sekolah, atau dengan kata lain dia hanya bermalas-malasan saja.

    Dalam menuntut ilmu hendaknya bersabar dan bertahan kepada seorang

    guru dan kitab tertentu, sehingga ia tidak meninggalkannya sebelum

    sempurna. Dan tidak beralih dari sesuatu bidang ilmu tertentu ke bidang

    yang lain sebelun benar-benar memahaminya dengan yakin (Asrori, 1996:

    27).

    Seharusnya sebagai seorang siswa itu haruslah bersungguh-sungguh dalam

    belajar. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat Al-Ankabut ayat

    69 berikut ini:

    Artinya:

    Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-

    benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan

    Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik

    (Asrori, 1996: 47).

    Karena masa muda ini adalah masa keemasan mereka. Dimana rasa

    penasaran tentang segala sesuatu itu muncul dan ingin mengetahui jawaban

    akan rasa penasarannya itu. Maka pada kesempatan inilah harus

  • 55

    dipergunakan sebaik mungkin dengan hal-hal yang baik. Bukan malah ikut

    terjerumus kedalam hal-hal buruk yang banyak terjadi dilingkungan

    masyarakat sekitar.

    Sebagai seorang siswa, anak juga harus menyadari pentingnya

    berpendidikan bukannya asik bermain dengan teman sebaya. Betapa

    pentingnya menuntut ilmu dalam dalil yang lain dijelaskan bahwa

    kewajiban menuntut ilmu itu dilakukan dalam keadaan apapun walau

    dalam keadaan perang (Yasin, 2008: 246). Sebagaimana firman Allah

    dalam QS. At-Taubah: 122

    Artinya:

    “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan

    perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak

    pergi untuk memperdalam pengetahuan