upaya penerjemahan estetis puisi-puisi...
TRANSCRIPT
UPAYA PENERJEMAHAN ESTETIS PUISI-PUISI ‘UMAR ABÛ RÎSYAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh
Hasin Abdullah
NIM: 1113024000044
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M / 1439 H
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : HASIN ABDULLAH
NlM .. :1113024000044
Program Studi : Tarjamah (Bahasa Arab)
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiriyang merupakan
hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi
maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan
harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya
dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi
tanggung jawab saya.
SIN ABD U LLAH
UPAYA PENERJEMAHAN ESTETIS PUNI.PUISI 'UMAR ABO RISYAH
Skripsi
Di aj ukan untuk M emenuhi P ersya t atan Memp eroleh
Gelar Sarj aLnaHumaniora (S.Hum)
Oleh
Hasin Abdullah
NIM: 11nA24000044
Pembimbing,
PROGRANT STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
TJNIVERSITAS ISLAN{ NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Karlina Hehnanitd. M.A
NIP: I 970012t 199803 20Az
2Br8 lVI I 1439H
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi berjudul "Upaya Penerjemah Estetis Puisi-Puisi 'IJmar Ab0 Risyah" diajukan kepada
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus
dalam Ujian Munaqosah, pada tanggal 15 Januari 20i8 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu,
penulis berhak rrr"rnp"rol"h gelar Sarjanu Sf (S.U,r*) pada jurusan Tarjamah.
Jakarta 18 Januari 2011
Panitia Ujian Munaqosah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan)
Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum0.NIP . 19791229 200501 1 004
Penguji I
Dr. Tb. Ade Asnawi. MA.NIP. 19600117 198903 1 0A2
Penguji II
Drs. Ahmad Syatibi" M.Ag.NrP. 19550703 198603 1 002
Tanggal
lj*6 l* b/B
fi*D(-2p/B
tg F o(-_ 2cl$
Tanda Tanga
i
ABSTRAK
Hasin Abdullah, NIM (111302400004), Upaya Perjemahan Estetis Puisi-Puisi
‘Umar Abû Rîsyah, Skripsi Jurusan Tarjamah, Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk menerjemahkan kumpulan puisi-puisi ‘Umar
Abû Rîsyah dalam buku ‘Umar Abû Rîsyah Syâ‘ir al-Hubbi wa al-Watan yang
ditulis oleh ‘Abd al-‘Azîz an-Nu‘mânî, dengan fokus penelitian pada unsur estetis
dari bahasa Arab sebagai bahasa sumber ke dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa
sasaran. Metode penelitian ini adalah kualitatif, yaitu menggunakan cara
menghimpun, mengumpulkan, dan menganalisis data secara non statistik
melainkan dengan cara deskriptif atau naratif. Hasil penelitian ini menemukan
unsur estetika yang mengedepankan unsur diksi dan rima antara teks bahasa sumber
dan teks bahasa sasaran. Pada aspek diksi, kosa kata diambil berdasarkan
keindahan. Sedangkan pada aspek rima, terjemahan estetis disesuaikan dan
disepadankan melalui larik-larik puisi. Hasil penelitian ini juga menjelaskan
pertanggungjawaban akademik terhadap tanda fonetik, terjemahan kata perkata,
terjemahan estetis, sampai analisis terjemahan estetis puisi-puisi ‘Umar Abû
Rîsyah.
Kata kunci: perjemahan estetis, puisi, ‘Umar Abû Rîsyah.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur dipanjatkan hanya kepada Allah Swt karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Salawat dan salam tidak lupa peneliti haturkan kepada Nabi Besar Muhammad
Saw yang telah memberikan petunjuk dan risalah kenabiannya serta menjadi suri
tauladan bagi umatnya.
Adapun tujuan penelitian skripsi yang berjudul “Upaya Penerjemahan
Estetis Puisi-Puisi ‘Umar Abû Rîsyah”, diajukan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Humaniora. Pada penulisan skripsi ini, tentunya peneliti tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak yang tidak berhenti memberikan dorongan baik
moril maupun materil. Dengan segala kerendahan hati, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:
1. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku Ketua Program Studi
Tarjamah yang telah memberikan pengarahan dan nasihat kepada
peneliti.
3. Rizqi Handayani, MA selaku Sekretaris Program Studi Tarjamah yang
telah memberikan arahan dan nasihat kepada peneliti.
4. Karlina Helmanita, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan waktu, arahan, bimbingan, nasihat, dan ilmu yang sangat
berarti bagi peneliti.
iii
5. Dosen penguji Dr. Tb. Ade Asnawi, MA dan Drs. Ahmad Syatibi,
M,Ag yang telah memberikan saran dan masukan untuk skripsi peneliti,
agar menjadi lebih baik lagi.
6. Seluruh dosen Program Studi Tarjamah yang telah memberikan banyak
ilmu kepada peneliti selama berada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ayah dan Ibu (Bungkel dan alm Zulaikha) yang tak pernah lelah
menengadahkan kedua tangannya guna mendoakan keselamatan putra-
putrinya, memberikan pengorbanan, dukungan moril maupun materil,
nasihat, dan kasih sayangnya. Saudara-saudari peneliti yang selalu
memberikan motivasi, masukan, dan dukungan.
8. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan
skripsi.
Peneliti berharap semoga kebaikan, keikhlasan, dan ketulusan semua pihak
yang telah membantu peneliti dibalas oleh Allah SWT. Terakhir peneliti
berharap semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini bisa memberikan
manfaat bagi peneliti khususnya, bagi pembaca umumnya dalam dunia
pendidikan.
Jakarta, 18 Januari 2018
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ABSTRAK ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................... vi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
E. Penelitian Terdahulu .............................................................. 5
F. Metodologi Penelitian ........................................................... 8
G. Sistematika Penulisan ............................................................ 12
BAB II KERANGKA TEORI ................................................................ 13
A. Teori Penerjemahan Estetis .................................................... 13
1. Definisi Penerjemahan Estetis .......................................... 13
2. Teknik Penerjemahan Estetis ............................................ 16
3. Strategi Penerjemahan Estetis .......................................... 18
4. Metode Penerjemahan Estetis .......................................... 20
B. Sastra dan Puisi ...................................................................... 23
1. Pengertian Sastra .............................................................. 23
2. Puisi .................................................................................. 25
v
3. Ciri Bahasa dalam Puisi ................................................... 32
BAB III ‘UMAR ABÛ RÎSHAH ......................................................................... 35
A. Riwayat Singkat ‘Umar Abû Rîsyah ....................................... 35
B. Karir ‘Umar Abû Rîsyah ........................................................ 36
C. Karya Puisi ‘Umar Abû Rîsyah .............................................. 37
D. Karakteristik Puisi ‘Umar Abû Rîsyah ................................... 39
BAB IV TEMUAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN AKADEMIK
TERJEMAHAN PUISI-PUISI ‘UMAR ABÛ RÎSHAH ................... 40
A. Temuan .................................................................................... 40
B. Pertanggungjawaban ............................................................... 42
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 75
A. Kesimpulan ............................................................................... 75
B. Rekomendasi ............................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77
LAMPIRAN ......................................................................................................... 80
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah mengalihaksarakan suatu tulisan ke dalam aksara lain.
Misalnya, dari aksara Arab ke aksara Latin.
Berikut ini adalah Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1997
tentang Transliterasi Arab-Latin yang peneliti gunakan dalam penulisan skripsi ini.
A. Konsonan
ARAB NAMA Latin KETERANGAN
- - Alif ا
Ba’ B Be ب
Ta’ T Te ت
Ṡa’ Ṡ Es dengan titk di atas ث
Jim J Je ج
Ḥa’ Ḥ Ha dengan titik di bawah ح
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż Zet dengan titik di atas ذ
Ra’ R Er ر
vii
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
Ṣad Ṣ Es dengan titik di bawah ص
Ḍaḍ Ḍ De dengan titik di bawah ض
Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah ط
Ẓa Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
Ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع
Gain G Ge غ
Fa F Fa ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wau W We و
viii
Ha’ H Ha ه
Hamzah ` Apostrof ء
Ya’ Y ye ي
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥah A A
Kasrah I I
Ḍammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
ىي
Fatḥah dan
ya’ sakin
Ai A dan I
ىو
Fatḥah dan
wau sakin
Au A dan U
ix
3. Vokal Panjang
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥah dan alif Ȃ a dengan topi di atas ــ ا
Kasrah dan ya’ Ȋ i dengan topi di atas ــ ي
Ḍammah dan wau Ȗ u dengan topi di atas ـــ و
C. Ta’ Marbûṭah
1. Transliterasi untuk ta’ marbûṭah hidup
Ta’ marbûṭah yang hidup atau yang mendapat harakat Fatḥah, Kasrah,
dan Ḍammah, transliterasinya adalah “T/t”.
2. Transliterasi untuk ta’ marbûṭah mati
Ta’ marbûṭah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya
adalah“h”
3. Transliterasi untuk ta’ marbûṭah
Jika diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang “al-” dan
bacaannya terpisah maka ta’ marbûṭah ditransliterasikan dengan “h”.
D. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydîd)
Transliterasi Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan tanda tasydîd ( ), dalam transliterasi dilambangkan
dengan huruf yang sama (konsonan ganda).
x
E. Kata sandang alif-lam “ لا ”
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurug alif-
lam ma‘rifah “ال”. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas
kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti
oleh huruf qamariyah.
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyi yaitu “ال” diganti huruf yang sama dengan huruf yang
mengikuti kata sandang tersebut.
2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan
bunyinya. Huruf sandang ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya
dan dihubungkan dengan tanda sambung (-). Aturan ini berlaku untuk kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah maupun kata sandang yang
diikuti oleh huruf qamariyah.
F. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (’) hanya berlaku
bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak di
awal kata, hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
xi
G. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam
transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan
sebagainya seperti keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang pada
nama diri tidak menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal kalimat.
H. Lafẓ al-Jalâlah (هللا)
Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf
lainnya, atau berkedudukan sebagai muḍâf ilaih (frasa nomina), ditransliterasi
tanpa huruf hamzah. Adapun ta’ marbûṭah di akhir kata yang bertemu dengan
lafẓ al-jalâlah,ditransliterasikan dengan huruf “t”.
xii
DAFTAR SINGKATAN
Berikut adalah daftar singkatan dalam penelitian ini, yaitu:
BSu : Bahasa Sumber
BSa : Bahasa Sasaran
TSu : Teks Sumber
TSa : Teks Sasaran
EYD : Ejaan Yang Disempurnakan
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
Daring : Dalam Jaringan
Luring : Luar Jaringan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penerjemahan estetis dalam penelitian ini merupakan penerjemahan yang
tidak hanya mengalihkan pesan (isi) dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa
sasaran (BSa), melainkan juga mengalihkan bentuk dan isi puisi secara
sepadan, dengan mempertimbangkan nilai-nilai keindahan.1 Namun, bentuk
penerjemahan seperti ini belum banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu,
khususnya penerjemahan Arab-Indonesia.
Selain itu, ‘Umar Abû Rîsyah, seorang sastrawan era tiga puluhan dan
disebut sebagai sastrawan New Clasisc, memiliki banyak karya puisi, namun
jarang sekali orang Indonesia yang mengenalnya. Hal itu dibuktikan dengan
sulitnya mendapatkan informasi mengenai tokoh ini. Ketika dilakukan
pencarian di google, sulit menemukan pembahasan terkait ‘Umar Abû Rîsyah
yang berbahasa Indonesia, kalau pun ada hanya sedikit sekali informasinya.
Informasi mengenai ‘Umar Abû Rîsyah sebenarnya sudah banyak, namun data
yang didapat mayoritas berbahasa asing, seperti bahasa Arab dan bahasa
Inggris. Hal itu, menjadi pertanyaan besar, mengapa tidak dalam bentuk bahasa
Indonesia? Salah satu faktornya, bisa jadi belum ada orang yang
menerjemahkan karyanya ke dalam bahasa Indonesia, serta membahas
1 Frans Sayogi, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakrta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 201.
2
biografinya sebagai tokoh sastrawan. Ini cukup menjadi alasan bahwa
sosoknya kurang dikenal di dunia kesusastraan Indonesia.
Berdasarkan hal itulah, peneliti tertarik mengangkat ‘Umar Abû Rîsyah
dalam penelitian ini. Melalui penerjemahan puisi-puisinya, peneliti berharap
mengenal lebih jauh siapa ‘Umar Abû Rîsyah. Dengan hasil terjemahan estetis,
peneliti ingin menunjukkan sebagian karyanya, dengan harapan sosoknya
menjadi lebih dikenal oleh penikmat sastra di Indonesia.
Menurut peneliti, puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah mengandung beberapa
hal, antara lain; kritik sosial, pesan moral, hingga hal yang berkaitan dengan
romantisme. Oleh karena itu, dalam buku yang ditulis Abd al-Azîz an-Nu‘mânî
ia dikenal sebagai Sâ‘ir al-Hub wa al-Wathan (penyair romantisme dan
nasinoalisme).
Sehubungan dengan terjemahan estetis, karya sastra sarat akan unsur
estetika, memiliki bahasa khas serta cenderung menimbulkan multitafsir. Oleh
karena itu, seorang penerjemah teks sastra harus memahami teori
penerjemahan dan teori kesusastraan, sebab paham terhadap topik yang hendak
diterjemahkan merupakan keniscayaan, khususnya teks puisi.2 Berbeda halnya
dengan penerjemahan teks non sastra, sudah cukup setidaknya memahami teori
penejemahan, sekurang-kurangnya cukup memahami isi teks yang ingin
diterjemahkan dan dipadankan dengan tepat. Teks puisi tidaklah demikian,
selain terjemahannya benar dan dipadankan dengan tepat, ada aspek estetika
2 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk-Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer,
(Tangerang Selatan: Alkitabah, 2014), h. 37.
3
yang harus diperhatikan, misalnya pemilihan diksi bahkan rima tidak boleh
diabaikan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik menerjemahkan teks puisi.
Dalam hal ini puisi karya ‘Umar Abû Rîsyah yang menjadi objeknya,
diterjemahkan berdasarkan pada terjemahan estetisnya.
Selanjutnya, seorang penerjemah puisi, ketika menerjemahkan dengan
unsur estetika sebagai patokan, harus bisa menimbulkan efek keindahan,
sehingga hasil terjemahannya mampu memberikan sensasi tersendiri, terlebih
lagi bagi para pembaca dan pendengar. Sedangkan untuk tolok ukur keindahan
itu sendiri, hasil terjemahannya sebisa mungkin membuat pembaca atau
pendengar ikut terbawa suasana yang diciptakan oleh bahasa yang disampaikan
si penerjemah. Hal itu bisa dilihat misalnya, apabila si penerjemah
menerjemahkan teks sastra yang mengandung unsur kesedihan, kemarahan,
dan kebahagiaan semua itu mampu membawa pembaca dan pendengar ikut
larut di dalamnya serta ikut merasakan seperti apa yang disampaikan.
Kesulitan penerjemah dalam penerjemahan puisi, bukan sekedar mencari
kata-kata lain yang bermakna serupa, melainkan juga mencari cara yang tepat
untuk menyampaikan suatu ungkapan ke dalam bahasa sasaran dengan tetap
mempertahankan unsur sastranya. Sebab bahasa yang berbeda tentunya
menggunakan bentuk linguistik yang berbeda, tetapi perbedaan ini hanyalah
salah satu aspek dari perbedaan antara dua sistem bahasa.3
3 Ismail Lubis, Humaniora: Jurnal Ihwal Penerjemahan Bahasa Arab ke Dalam Bahasa
Indonesia Vol. 16, No. 1, Februari 2004. h. 96.
4
Penyampaian sastra, menurut sebagian ahli merupakan rangkaian kata-
kata yang indah dan dapat dibedakan dari bahasa yang digunakan sehari-hari,
maupun dalam karangan jenis lain seperti berita, skripsi, dan laporan
penelitian.4 Penyampaian itulah yang menjadi tantangan tersendiri dalam
praktik terjemahannya, sebab hal-hal yang berkenaan dengan puisi harus juga
diperhatikan.
Oleh sebab itu, sebagai dwibahasawan penerjemah harus memahami aspek
linguistik dua bahasa sekaligus.5 Tuntutan yang demikian, diperlukan untuk
menghindari ketidakberterimaan terjemahan yang dihasilkan, karena bisa jadi
bahasa hasil terjemahan terdengar aneh atau asing bagi para pembaca dan
pendengar.
Selanjutnya penyusunan dalam penulisan penelitian ini, akan ditulis dalam
bentuk karya ilmiah skripsi yang peneliti beri judul dengan “Terjemahan
Estetis Puisi-Puisi ‘Umar Abû Rîsyah”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Batasan masalah penelitian ini adalah puisi ‘Umar Abû Rîsyah dalam
karya Abd al-‘Azîz an-Nu‘mânî dalam buku ‘Umar Abû Rîsyah Syâ‘ir al-
Hubbi wa al-Watan.
Sedangkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses terjemahan estetis yang diaplikasikan dalam puisi-
puisi ‘Umar Abû Rîsyah?
4 Wildana Wargadinata, dkk, Sastra Arab dan Lintas Budaya,(Malang: UIN Malang Press,2008),
h. 5. 5 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer, h. 17.
5
2. Bagaimana unsur estetika dalam terjemahan puisi ‘Umar Abû Rîsyah?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui proses terjemahan estetis yang diaplikasikan dalam
puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
2. Untuk mengetahui unsur estetika dalam terjemahan puisi ‘Umar Abû
Rîsyah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, terdiri dari manfaat teoretis dan praktis. Secara
teoretis memberikan pengetahuan terhadap teori mengenai penerjemahan pada
terjemahan estetis dalam puisi. Secara praktis dapat mengaplikasikan proses
unsur-unsur terjemahan puisi begi peneliti, penerjemah, pelajar, mahasiswa,
dan pendidik bahasa Arab pada umumnya.
E. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terhadap skripsi dan karya ilmiah yang pernah
peneliti amati, bahwa penelitian yang sama dengan penelitian ini belum pernah
ada. Tapi ada beberapa mahasiwa/i yang menjadikan makna estetis, sastra, dan
puisi sebagai penelitian dasar dalam penelitiannya, di antaranya:
Pertama, skripsi Rahmat Darmawan Fakultas Adab dan Humaniora di
tahun 2011 dengan judul: “Analisis diksi dan konstruksi kalimat dalam
terjemahan syair kitab Ta’lim al-Muta’allim”. Penelitiannya membahas
tentang pemilihan diksi serta konstruksi kalimat yang dilakukan seorang
6
penerjemah dalam menerjemahkan syair yang terdapat dalam kitab Ta’lîm al-
Muta’allim. Persamaannya dengan penelitian peneliti, kembali lagi hanya
terletak pada objeknya yang sama-sama berupa teks syair atau puisi. Adapun
perbedaannya, jelas terlihat pada fokus penelitiannya, Rahmat Darmawan
meneliti lebih pada pemilihan diksi yang dilakukan oleh orang lain. Sedangkan
peneliti, meskipun tidak jauh berbeda dengan pemilihan diksi, namun peneliti
lebih menekankan pada nilai estetisnya dan diaplikasikan pada terjemahan
peneliti pribadi.
Kedua, skripsi Andi Awaluddin Fakultas Ilmu Tarbiyah di tahun 2011
dengan judul: “Metafora Pada Tiga Puisi Pilihan Goenawan Mohamad
(Sebuah Penelitian Stilistika)”. Dalam penelitiannya ia menjadikan puisi
sebegai objek penelitian dengan fokus pada metafora dalam puisi dari sudut
stilistika. Ia menjelaskan cukup spesifik mengenai metafora dalam puisi yang
ia teliti. Persamaan penelitian dengan penelitian yang peneliti lakukan, kembali
lagi pada objek penelitiannya yakni puisi. Hanya saja fokus penelitiannya
berbeda, dia membahas di bagian metafora sedangkan peneliti di bagian
estetika. Selain itu dia menganalisis karya orang lain dalam bahasa yang sama,
sedangkan peneliti menganalis puisi berbahasa Arab yang dianalisis ketika
dalam kegiatan penerjemahan yang dilakukan oleh peneliti pribadi.
Ketiga, Sugeng Harianto dalam Jurnal Linguistik Terapan Politeknik
Negeri Malang 2012, penelitiannya berjudul, “Pengkhianatan Demi
Kesetiaan: Upaya Masuk Akal Untuk Mencapai Terjemahan Puisi Ideal”. Ia
menganalisis berbagai hasil terjemahan puisi. Salah satunya puisi Chairil
7
Anwar yang merupakan hasil terjemahan dari bahasa Inggris. Pembahasannya
tentang pengkhianatan dan kesetiaan penerjemahan dalam upaya memperoleh
keterbacaan hasil terjemahan. Persamaan dengan penelitiannya dengan peneliti
hanya pada objek penelitiannya yakni puisi atau karya sastra. Sedangkan
perbedaannya adalah jelas terletak pada fokus penelitiannya, Harianto
menganalisis terjemahan orang lain, sedangkan peneliti meneliti terjemahan
peneliti sendiri.
Keempat, skripsi Rizky Rahmat Hakim Fakultas Adab dan Humaniora di
tahun 2016 dengan judul: “Puisi-Puisi Râbi’ah al-‘Adawiyyah: Studi
Penerjemahan Sastra (Puisi) Sebagai Pengkhianatan Teks”. Penelitiannya
membahas masalah pengkhianatan dalam penerjemahan, dengan penelitian
pengkhianatan bentuk dan isi. Persamaan penelitiannya dengan yang peneliti
lakukan hanya terletak pada objek penelitian. Adapun perbedaannya, dalam
penelitiannya dia meneliti karya orang lain, meneliti dari unsur keberterimaan,
keterbacaan, dan pengkhianatan teks dalam penerjemahannya. Sedangkan
peneliti menerjemahkannya sendiri dan menjadikan estetika sebagai patokan
dalam praktik penerjemahan.
Kelima, Yudha Andana Prawira dalam jurnal bahasa dengan judul:
“Memahami Estetika Sastra: Sebuah Analisis Estetika dalam Pembelajaran
Bahasa”. Penelitiannya Yudha membahas tentang estetika dan sastra, dibahas
secara spesifik mengenai sastra dan estetika, akan tetapi dalam penelitiannya
dia hanya menjelaskan secara teoritik tanpa memberikan contoh secara praktik.
Persamaan penelitiannya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
8
terletak pada estetika dan sastra sebagai fokus penelitian. Sedang perbedaannya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Yudha hanya bersifat teoritis.
F. Metodologi Penelitian
Pada metodologi penelitian ini, peneliti akan menyampaikan lima hal.
Berikut penjelasannya:
1. Metode Penelitian
Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif.
Yaitu, cara menghimpun, mengumpulkan, dan menganalisis data secara
non statistik, yakni mendeskripsikan data penelitian (descripive reseacrh).
Karenanya, penelitian kualitatif ini lebih menitikberatkan pada penjabaran
data secara verbal.6
Dengan kata lain, metode kualitatif ini menfokuskan pada penunjukan
makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya
masing-masing dan sering kali menggambarkannya dalam bentuk kata-
kata daripada dalam bentuk angka-angka.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah sumber primer dan sekunder.
Sumber data primer penelitian ini adalah puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah
dari buku Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah yang diterbitkan oleh Dâr al-‘Audah,
Beirut. Sedangkan sumber data sekunder didapat dari buku yang ditulis
oleh Abd al-Azîz an-Nu‘mânî dengan judul“‘Umar Abû Rîsyah Sya‘ir al-
6 Polce Aryanto Bessie, Metode Penelitian Linguistik Terjemahan, (Jakarta: Indeks, 2017), h.
64.
9
Hub wa al-Watan”, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitian mengenai penerjemahan seperti buku Penerjemahan Arab-
Indonesia (Teori dan Praktik) karya Syihabuddin, buku mengenai puisi
seperti Teori dan Apreasi Puisi karya Herman J. Walujo, kamus-kamus
pendukung yang diperlukan seperti kamus al-Munawwir, informasi-
informasi yang diakses dalam jaringan (daring), dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, dalam teknik pengumpulan data peneliti
melakukan langkah-langkah seperti berikut:
a. Langkah 1: menentukan objek penelitian. Dalam penelitian ini,
objeknya adalah puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
b. Langkah 2: peneliti membaca keseluruhan puisi secara heuristik
untuk memahami tema puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
c. Langkah 3: memilih puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah dalam buku
‘Umar Abû Rîsyah Syâ‘ir al-Hubbi wa al-Watan, sebab yang
terdapat dalam data primer tidak seutuhnya memuat puisi-puisi
‘Umar Abû Rîsyah, melainkan terdapat pula puisi-puisi karya
sastrawan lain.
d. Langkah 4: melakukan pengklasifikasian puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
e. Langkah 5: menerjemahkan puisi secara heuristik.
f. Langkah 6: menentukan teori pendukung yang sesuai dengan
penelitian.
g. Langkah 7: mengaplikasikan teori penerjemahan dalam
10
menerjemahakan puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
z Bagan di atas merupakan tujuh langkah yang dilalui oleh peneliti dalam
melakukan penelitian ini, hingga mencapai hasil penelitian.
4. Metode Analisis Data
Metode penelitian ini, memaparkan proses analisis data, agar
penelitian ini berjalan secara sistematis dan bertahap. Adapun tahapan
penelitian yang akan digunakan, dijelaskan sebagaimana berikut:
a. Langkah 1: membunyikan tanda fonetik pada puisi-puisi ‘Umar
Abû Rîsyah.
b. Langkah 2: menerjemahkan kata perkata.
c. Langkah 3: menentukan unsur morfologi dari rangkaian kalimat
dalam puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
d. Langkah 4: menentukan unsur sintaksis pada puisi-puisi ‘Umar
Abû Rîsyah guna untuk menentukan SPOK-nya.
(Langkah 1) Menentukan
Objek Penelitian
(Langkah 2) Membaca secara
heuristik
(Langkah 3) Memilih puisi
(Langkah 4) Melakukan
pengklasifikasian
(Langkah 5) Menerjemahkan secara heuristik
(Langkah 6) Menentukan
teori
(Langkah 7) Mengaplikasika
n teori
11
e. Langkah 5: melakukan penerjemahan estetis diksi.
f. Langkah 6: melakukan penerjemahan estetis rima.
g. Langkah 7: menganalisis data.
h. Langkah 8: melakukan intertekstual.
i. Langkah 9: membuat kesimpulan.
Itulah langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam menganalisis data
pada penelitian ini.
5. Teknik Penulisan
Dalam penulisan ini, peneliti menggunakan kajian pustaka. Secara
teknis, penulisan ini didasarkan pada buku Pedoman Penulisan Skripsi,
Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh
CeQDA (Central for Quality Development and Assurance) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2007. Selain itu, peneliti juga mengumpulkan data
dari beberapa sumber tentang karya sastra, puisi, dan literatur-literatur
(Langkah 1) Tanda Fonetik
(Langkah 2) Menerjemahkan
Kata Perkata
(Langkah 3) Menenukan Unsur
Morfologis
(Langkah 4) Menentukan
Unsur Sintaksis
(Langkah 5) Penerjemahan Estetis Diksi
(Langkah 6) Penerjemahan Estetis Rima
(Langkah 7) Analisis Data
(Langkah 8) Intertekstual
(Langkah 9) Kesimpulan
12
yang berkaitan dengan penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, adapun
penjabarannya adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini dipaparkan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian
terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Teori, dalam bab ini dibahas tentang beberapa teori, antara lain:
teori penerjemahan estetis meliputi pengertian penerjemahan estetis, teknik
penerjemahan estetis, teknik penerjemahan estetis, strategi penerjemahan
etestis, metode penerjemahan estetis. Selanjutnya, akan membahas teori sastra,
puisi, dan ciri bahasa dalam puisi.
Bab III Korpus, bab ini membahas mengenai riwayat singkat ‘Umar Abû
Rîsyah dan karya puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
Bab IV Pembahasan, pada bab ini peneliti menyampaikan temuan dalam
terjemahan puisi ‘Umar Abû Rîsyah dan pertanggungjawaban akademik
terjemahan puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah.
Bab V Penutup berisi kesimpulan dan rekomendasi.
13
BAB II
KERANGKA TEORI
Pada dasarnya teori bukanlah penyedia solusi bagi semua persoalan yang
timbul dalam setiap kegiatan penelitian, melainkan teori hanyalah pedoman
umum bagi seorang peneliti dalam membuat keputusan-keputusan pada saat
dia melakukan penelitian. Peneliti dalam bab ini akan menjelaskan beberapa
teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Teori-teori yang akan dibahas
pada bab ini merupakan teori yang berkaitan dengan terjemahan, sastra, puisi
dan ciri bahasa dalam puisi.
A. Teori Penerjemahan Estetis
Pada pembahasan teori penerjemahan ini, peneliti hanya menyampaikan
teori yang digunakan oleh peneliti dan teori yang berkaitan dengan penelitian
ini. Hal ini bertujuan agar penelitian ini lebih fokus dan sistematis. Adapun
teori-teori tersebut sebagai berikut:
1. Definisi Penerjemahan Estetis
Menurut Rudolf Nababan, penerjemahan estetis (esthetic translation)
adalah penerjemahan yang selain penyampaian informasi yang akurat tapi
juga memperhatikan masalah kesan, emosi, dan perasaan dengan
mempertimbangkan keindahan bahasa sasaran.7
Menurut Frans Sayogi, penerjemahan puisi merupakan penerjemahan
estetis puitis yang bertujuan mengalihkan pesan serta bentuk estetis puitis
7 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
h. 35-36.
14
yang ada di dalam BSu disesuaikan dengan padanan dalam BSa.
Menurutnya, penerjemahan jenis ini mengalihkan pesan dan bentuk sama-
sama penting. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa menerjemahkan
puisi menuntut dua hal: yakni pengalihan isi dan pengalihan bentuk yang
keduanya harus sama-sama baik.8
Sugeng Harianto dalam artikelnya yang berjudul “Penerjemahan
Sastra”, mengatakan bahwa penerjemahan (sastra) adalah proses menulis
ulang makna atau pesan yang terkandung di dalam suatu naskah ke dalam
naskah yang ditulis di dalam bahasa lain dengan menghadirkan kembali
(mempertahankan) keindahannya.9
Sedangkan Benny Hoed menyampaikan pendapat yang sedikit
berbeda dari pendapat yang sudah diutarakan di atas. Menurutnya,
penerjemahan estetis adalah penerjemahan yang tidak hanya proses
pengalihan pesan, melainkan juga “penciptaan” yang biasa terjadi pada
penerjemahan sastra atau tulisan liris. Contoh;
“Present I flee you, absent you are near”
Diterjemahkan menjadi:
“Présente je vous fuis, absente je vous trouve”
Penerjemahan kalimat you are near (engkau berada di dekatku)
menjadi je vous trouve (aku menemukanmu) merupakan suatu upaya
“penciptaan” baru. Je vous trouve dianggap lebih baik dalam mengalihkan
8 Frans Sayogi, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 201. 9Sugeng Harianto, Penerjemahan Sastra, dalam
https://www.slideshare.net/sugengha/penerjemahan-sastra, diakses pada hari kamis 30-03-2017.
15
pesan dan bentuknya daripada êtes près de moi (engkau berada di
dekatku).10 Hoed dalam hal ini juga menyampaikan mengenai “baik-
buruk,” terjemahan yang dihasilkan, bukan berbicara mengenai “betul-
salah”.
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Syarif Hidayatullah.
Dalam bukunya, ia mengatakan bahwa pentingnya mempertimbangkan
pemilihan diksi ketika dihadapkan pada teks sastra. Pemilihan kata harus
benar-benar memperhatikan mutu kesastraan, seperti konotasi dan irama,
dengan tetap mempertimbangkan mutu kesastraan naskah asli, contoh
kasus ketika penerjemah dihadapkan dengan teks seperti;
شكوت إل وكيع سوء حفظى
ل ت رك المعاصىفأرشدن إ
وأخبن بن العلم ن ور
ون ور هللا ل ي هدى لعاص
Penerjemah bila memperhatikan keindahan dan mutu kesastraannya
sekurang-kurang dapat menghasilkan terjemahan seperti berikut:
Waki’,
Aku ingin mengadu
10 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta: PT Dunia Pustakan Jaya,
2006), h. 17.
16
Mengapa buruk sekali hapalanku
Jauhi maksiat
Ilmu itu cahaya
Cahaya Allah tidak mau menerangi yang bernoda11
Hasilnya akan sangat berbeda jika diterjemahkan apa adanya, tentu
akan sangat nampak hilangnya aspek kesastraannya, contoh;
“aku mengadu pada Waki’ tentang buruknya hafalanku. Lantas dia
menyarankanku untuk meninggalkan maksiat. Kemudian dia
memberitahuku bahwa ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak
diberikan kepada orang yang maksiat”.
Pada dua macam terjemahan di atas sudah bisa dinilai terjemahan
yang lebih baik.
Demikianlah pendapat beberapa ahli mengenai penerjemahan estetis,
di mana penerjemahan ini bisa dipastikan memiliki kaitan erat dengan
penerjemahan teks sastra. Praktinya sama halnya dengan penerjemahan
pada umumnya hanya saja ada bebepa hal yang harus diperhatikan dalam
penerjemahan estetis, antara lain; aspek gaya bahasa, aspek kesusastraan,
dan aspek estetika.
2. Teknik Penerjemahan Estetis
Teknik penerjemahan estetis sama halnya dengan terjemahan pada
umumnya, yang pastinya seorang penerjemah dituntut untuk memecahkan
11 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer, h. 72-
73.
17
persoalan penerjemahan pada tataran kata dan kalimat. Ada beberapa
teknik yang perlu diketahui oleh penerjemah dalam penerjemahan estetis
puisi, yaitu: transposisi, modulasi, catatan kaki, penerjemahan resmi/baku,
tidak diberikan padanan, dan padanan budaya.12 Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
a. Transposisi
Mengubah struktur kalimat agar dapat memperoleh terjemahan
yang betul. Contoh: “Trade secrest and confidential” →rahasia
dagang.13
b. Modulasi
Memberikan padanan yang secara semantik berbeda artinya atau
cakupan maknanya, tetapi dalam konteks yang bersangkutan
memberikan pesan maksud yang sama. Contoh: “the laws of Germany
govern this Agreement” → Perjanjian ini diatur oleh hukum Jerman.14
c. Catatan Kaki
Memberikan keterangan dalam bentuk catatan kaki guna
memperjelas makna kata terjemahan, hal ini jika dikhawatirkan sulit
dipahami oleh pembaca.15
12 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 12. 13 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 12. 14 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 12-13. 15 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 13.
18
d. Penerjemahan Resmi/Baku
Langsung menggunakan sejumlah istilah, nama, dan ungkapan
yang sudah resmi atau baku dalam Bsa.16
e. Tidak diberikan padanan
Tetap menggunakan bahasa aslinya jika belum terdapat
terjemahan pada Bsa.17
f. Padanan Budaya
Menerjemahkan dengan memberikan padanan berupa unsur
kebudayaan yang ada dalam Bsa.18
3. Strategi Penerjemahan Estetis
Ada beberapa strategi penerjemahan yang bisa digunakan oleh
seorang penerjemah, yang mana hal itu juga berlaku bagi penerjemahan
estetis. Strategi ini diperlukan saat menghadapi konstruksi dan pemaknaan
kata Teks Sumber (Tsu) dan Teks Sasaran (Tsa).19 Adapun strategi-strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mengedepankan dan mengakhirkan (Taqdîm dan Ta’khîr):
Strategi ini mengharuskan penerjemah untuk mengedepankan
kata dalam Bsu yang diakhirkan dalam BSa, serta mengakhirkan kata
dalam Bsu yang dikedepankan BSa. Contoh:
را صباحا ال جامعة إل أحد ذهب مبك 65 4 3 2 1
kampus ke pergi Ahmad sekali pagi-Pagi
16 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 13. 17 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 13. 18 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 14. 19 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer, h. 54.
19
56 2 1 3 4
Urutan kata 123456 pada BSu, menjadi urutan 562134 pada BSa,
di mana terjemahannya juga bisa menjadi “Ahmad pergi ke kampus
pagi-pagi sekali”, dengan susunan kata yang hampir sama. Dengan
demikian, sudah kita bisa kita pastikan adanya penggunaan Taqdîm
dan Ta’khîr dalam penerjemahan ini. Hal ini juga menunjukan bahwa
konsruksi kedua bahasa terbsebut berbeda.
b. Menambahkan (Ziâdah)
Pada strategi ini penerjemah harus menambah kata dalam BSa
yang tidak disebut pada BSu. Di mana penambahan yang terjadi dalam
BSa merupakan konsekuensi struktur gramatikal dalam BSu yang
mengaharuskan demikian. Misalnya pada BSu tidak diharuskan
adanya pemarkah predikat untuk predikat berupa nomina, karena
sudah terwakili oleh struktur gramatikal yang menyimpah hal itu. Hal
ini berbanding terbalik dengan BSa yang mengharuskan adanya
pemarkah predikat bagi predikat yang berupa nomina. Contoh:
ف هم القرآن أمر مهم
hal penting merupakanQur’an -Memahami al
c. Membuang (Hażf)
Penerjemahn harus membuang kata dalam BSa yang disebut
dalam BSu. Kata-kata yang dibuang itu karena tidak diperlukan dan
demi kepentingan pengalihan BSu ke BSa, sebab jika tetap
20
dipertahankan kemungkina isi pesannya tidak benar secara bahasa
Indonesia. Contoh:
م ذهب أحد لصيد الس مك ف ي وم من الي
Sebelum mengalami pembuangan terjemahannya berupa “Pada
suatu hari dari beberapa hari Ahmad pergi untuk memancing.”
Setelah mengalami proses pembuangan maka hasil terjemahannya
menjadi; “Suatu hari Ahmad pergi memancing”.
d. Mengganti (Tabdîl)
Pada strategi ini, penggantian struktur kata pada BSu oleh
penerjemah harus dilakukan dengan memerhatikan makna dalam BSa.
Misalnya terdapat beberapa kata dalam BSu namun cukup dengan satu
atau dua kata dalam BSa. Hal ini berkaitan dengan kelaziman
penggunaan konsep dari struktur itu dalam BSa. Contoh:
ع مان ول ي باع ز ي و
Terjemahan yang dihasilkan bisa berupa “diberikan secara
Cuma-Cuma” diganti menjadi “Gratis” dan “Tidak
diperjualbelikan” diganti menjadi “tidak untuk dijual”,
penerjemahannya sepenuhnya dikaitkan dengan konteks yang
melingkupinya.
21
4. Metode Penerjemahan Estetis
Istilah metode berasal dari kata method dalam bahasa Inggris. Dalam
Macquarie Dictionary (1982), a method is a away of doing something,
especially in accordance whit definite plan (metode adalah suatu cara
melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu).
Dengan definisi ini dipahami bahwa metode adalah cara melakukan
sesuatu, dan metode juga berkenaan dengan rencana tertentu. 20
Ada delapan metode penerjemahan yang disampaikan oleh Newmark
dan umum dipakai dalam kegiatan penerjemahan yang dikelompokkan
menjadi dua. Namun hanya ada lima metode yang bisa diterapkan dalam
penerjemahan estetis. Satu di antaranya merupakan metode yang
memberikan penekanan BSu, sedangkan empat lainnya merupakan
metode yang memberikan penekanan pada BSa.
Adapun metode yang memberikan penekanan pada BSu adalah
penerjemahan semantis. Penerjemahan semantis merupakan penerjemahan
yang harus pula mempertimbangkan unsur estetika BSu dengan
mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain
itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya dapat diterjemahkan
dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional.21
Sedangkan metode yang lebih menekankan pada BSa adalah
sebagaimana penjelasa berikut ini:
20 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 48-49. 21 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), (Bandung: Humaniora,
2005), h. 72.
22
a. Penerjemahan Adaptasi
Adapatasi merupakan metode yang paling bebas dan paling dekat
denga BSa. Metode ini biasa sering digunakan dalam penerjemaha
drama atau puisi, yaitu mempertahankan tema, karakter, dan alur.22
Serupa dengan pendapat di atas adalah pendapat Al-Farisi dalam
bukunya dia menjelaskan bahwa penerjemahan adaptasi merupakan
penerjemahan teks yang paling bebas. Penerjemah berusaha
menyelaraskan budaya BSu pada BSa. Budaya BSu dikonversi ke
dalam BSa, kemudian teks tersebut ditulis ulang dalam BSa. Dengan
demikian, hasil terjemahannya dipandang sebagai penulisan kembali
pesan BSu ke dalam Bsa menggunakan gaya bahasa yang paling wajar
dam mudah dipahami.23
b. Penerjemahan Bebas
Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan
mengorbankan bentuk BSu. Pada intinya dalam metode penerjemahan
ini penerjemah hanya memperhatikan pesan yang dimaksud di dalam
teks BSu kemudian dituangkan ke dalam teks BSa dengan gaya
bahasanya. Biasanya, metode ini berbentuk parafrase yang dapat lebih
panjang atau pendek dari aslinya. Penggunaannya biasanya sering kita
temui di media masa.24
22 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), h. 72. 23 M. Zaka Al-Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: PT. Remaja
Rosydakarya, 2011). h. 56 24 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), 72.
23
c. Penerjemahan Idiomatik
Penggunaan metode ini oleh penerjemah bertujuan untuk
mereproduksi pesan yang terkandung dalam BSu, tapi sering
menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak
didapati pada versi aslinya biasanya berupa kolokasi dan idiom.25
d. Penerjemahan Komunikatif
Metode penerjemahan komunikatif ini berupaya mereproduksi
makna kontekstual yang demikian rupa, sehingga aspek kebahasaan
maupun aspek isi langsung dapat dimengerti. Oleh kaerena itu, versi
BSanya langsung berterima. Selain itu, metode ini memperhatikan
prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan
penerjemahan. Dengan metode ini BSu dapat diterjemahka menjadi
beberapa versi pada BSa, sesuai dengan prinsipnya.26
B. Sastra dan Puisi
Sejauh ini belum ada pendapat yang mendefinisikan sastra secara pasti,
pendapat-pendapat para ahli pun belum bisa dikatakan pendapat yang pas
untuk mendefinisikan sastra. Berbagai pendekatan sudah dilakukan, hasilnya
tetap tidak bisa memberi batasan dan kriteria. Batasan-batasan yang
dikemukakan oleh sebagian ahli ternyata belum sepenuhnya diterima.27
adalah pendekatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mendefinisikan sastra
itu sendiri.
25 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), 72. 26 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), 72-73. 27 A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984).
h.21
24
1. Pengertian Sastra
Secara etimologi, sastra dalam bahasa Arab disebut أدب (adab), yang
memiliki arti: kesponan, pendidikan, aturan, dan sastra. 28 Sedangkan
dalam bahasa Indonesia kata sastra berasal dari bahasa Sanskerta. Akar
katanya sâs- yang berarti petunjuk, mengarahkan, mengajar. Akhiran –tra
biasanya menunjukkan alat, sarana. Dengan demikian, sastra dapat
dipahami sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau
pengajaran. Adapun kata susastra merupakan kata ciptaan Jawa dan
Melayu mengandung arti pustaka, buku atau naskah.29
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata sastra diartikan
sebagai; 1. Bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab
(bukan bahasa sehari-hari); 2. Kesusastraan; 3. Kitab suci Hindu; kitab
ilmu pengetahuan; 4. Kl pustaka; primbon (berisi ramalan, hitungan, dsb;
(5) kl tulisan; huruf.30
Sedangkan secara terminologi satra atau adab, menurut Abd Al-Aziz
Bin Muhammad Al-Faishal yang dikutip oleh Ahmad Muzakki dalam
bukunya menyatakan:
28 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h. 13. 29 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 2. 30 Dependiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
edisi keempat, h. 1272.
25
وي ن فس ويذهب ال الدب كل شعر أو ن ثر ي ؤث ر ف ال لة ل دعو إل الفضي
يل وي بع د عن الرذي لة بسلوب ج
Adab adalah setiap puisi atau prosa yang diungkapkan dengan gaya
bahasa yang indah, dapat memengaruhi jiwa, dan mendidik budi pekerti
untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhalak tercela.31
Pendapat lainnya, menurut Muhammad Mandur adalah:
ن ف ال ر ث ن ال و ر ع ش ال و ه ب د ال ن إ
Adab adalah puisi dan prosa lirik.32
Berdasarkan pendapat dua ahli di atas bisa disimpulkan bahwa sastra
adalah setiap karya berupa syair (puisi) dan prosa yang diungkapkan
dengan bahasa yang indah, serta dapat memengaruhi jiwa. Itulah definisi-
definisi yang berhasil peneliti himpun untuk menggambarkan seperti apa
bentuk dari sastra. Sedangkan untuk karya sastra saat ini bisa berupa puisi,
pantun, sajak, lagu, novel, cerpen, dan lain sebagainya.
2. Puisi
Penelitian ini hanya memusatkan kajian pada puisi dari sekian banyak
karya sastra yang ada. Hal itu dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti
terhadap puisi, yang mana puisi memiliki susunan kata yang unik, sarat
31 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2006), h. 32. 32 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, h. 33.
26
akan makna yang dikandung, dan menggunakan bahasa yang indah.
Penjelasan mengenai puisi adalah sebagai berikut:
a. Pengertian Puisi
Secara etimologi, puisi dalam bahasa Arab disebut dengan asy-
Syi‘ru ر الش ع , dalam kamus al-Munawwir disebutkan;
(: الكلم المقفى: الشعر: )ج أشعار
Ucapan yang ber-qâfiyah.33
Puisi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) adalah: E
karangan kesusastraan yang berbentuk sajak (syair, pantun, dsb).34
Adapun dalam KBBI disebutkan, puisi adalah (1) ragam sastra
yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan
larik dan bait; (2) gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan
ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan
pengalaman hidup dan membangkitkan tanggapan khusus lewat
penataan bunyi, irama, dan makna khusus; (3) sajak.35
Sedangkan secara terminologi, terdapat pendapat beberapa ahli
mengenai puisi. Berikut adalah penjabarannya:
Pakar ‘arud mengatakan pengertian puisi adalah:
33 Ahmad Warson Munawwir, Almunawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Prosgressif, 2002), cet-25. h. 724. 34 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustakan,
2014), cet-12, h. 915. 35 Dependiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1112.
27
الكلم الموزون المقفى قصدا
Kata-kata yang berirama dan berqafiyah yang diciptakan dengan
sengaja.36
Pendapat lainnya adalah menurut sastrawan Arab, yaitu:
غالب عر هو الكلم الفصيح الموزون المقفى المعب عن صور اليال االش
البديع.
Puisi adalah kata-kata fasih yang berirama dan berqafiah yang
mengekspresikan bentuk-bentuk imajinasi yang indah.37
Pendapat lainnya, mengenai pengertian syi‘ir, Khatibul Umam
berpendapat bahwa syi‘ir ialah kalimat berbahasa Arab yang disusun
dengan wazan Arab.38
Selanjutnya menurut Ali Badri, syi‘ir adalah kalam yang dibuat
secara sengaja dengan menggunakan pola tertentu berdasarkan pada
wazan Arab.39
Ahmad Asy-Syâyib mengakatan, syi‘ir adalah ucapan atau tulisan
yang memiliki wazan atau bahar (mengikuti prosodi atau ritme gaya
lama) dan qâfiyah (rima akhir atau kesesuaiaan akhir baris/satr) serta
36 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, h. 42. 37 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, h. 42. 38 Khatibul Umam, al-Muyasir fî ‘ilmi al-‘Arîḍ, (Jakarta: PT. Hikmah Syahid Indah, 1992), h.8. 39 Cahya Buana, Pengaruh Sastra Arab Terhadap Sastra Indonesia Lama Dalam Syair-Syair
Hamzah Fansuri (Kajian Sastra Banding), (Yogyakarta: mocopatbook, 2008), h. 53.
28
unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus lebih dominan dibanding
prosa.
Definisi syi‘ir yang lain, dikemukakan juga oleh Muhammad al-
Kuttânâ dengan mengutip pendapat Al-‘Aqqâd, yaitu ekspresi bahasa
yang indah lahir dari gejolak jiwa yang benar.40 Disebutkan pula
bahwa puisi merupakan karya sastra yang bersifat imajinatif dan
dengan bahasa yang bersifat konotatif, hal itu disebabkan banyaknya
pemakaian makna kias dan makna lambing.
Vincil C. Coulter mengatakan, puisi itu berasal dari kata poet
bahasa Yunani yang memiliki arti ‘membuat’ atau ‘menciptakan’. Di
Inggris kata poet disebut maker. Dalam bahasa Yunani poet berarti
“orang yang menciptakan melalui imajinasinya”, orang yang hampir
menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka kepada dewa-
dewa.41
Selanjutnya menurut Abdul Rozak Zaidah, dkk, dalam Kamus
Istilah Sastra-nya, mengatakan bahwa puisi itu; 1. Ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh rima dan tatapuitika yang lain; 2. Gubahan
dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat
sehingga mempertajam kesadaran akan pengalaman dan
40 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012), h. 10-11. 41 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, h. 10.
29
membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan
makna khusus; 3. Sajak.42
Itulah ulasan mengenai definisi puisi atau syi‘ir yang disebutkan
dalam bahasa Arab, arti menurut kamus, dan pendapat beberapa ahli.
Sedangkan berikut adalah pengertian puisi di dalam kebudayaan
Indonesia.
Berdasarkan berbagai definisi puisi di atas, baik definisi puisi secara
umum maupun definisi secara spesifikasi untuk syi‘ir (puisi Arab),
diketahui bahwa kebanyakan dari definisi yang telah dipaparkan,
membahas unsur-unsur pembangun puisi dari segi bentuk dan isi, sehingga
puisi itu menjadi sebuah karya sastra. Namun, perlu diketahui juga bahwa
puisi Indonesia dan syi‘ir (puisi Arab) mempunyai berbagai jenisnya.
Syi‘ir dari unsur bentuk terbagi menjadi beberapa bagian jenis atau
macamnya di antaranya: puisi tradisional, puisi lepas (mursal),
muasysyahât dan puisi bebas (hûr).43
a. Puisi Tradisional
Puisi tradisional dalam literatur Arab sering disebut dengan puisi
klasik (qadîm), atau sering juga disebut puisi lâzim/multazim
(biasa/konvesional, atau terikat aturan lama). Puisi ini adalah puisi
Arab yang terikat prosodi/matra gaya lama atau arîḍ (wazan/bahar)
42 Abdul Rozak Zaidan, Anita K Puspita dan Haniah, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994), h. 159. 43 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 12.
30
dan qâfiyah, yang secara susunan barisnya umum dalam bentuk
qasîdah (dua baris sejajar).44
b. Puisi Lepas
Puisi lepas atau yang dikenal dengan sebutan asy-Syi’r al-Mursal
merupakan puisi yang tidak terikat oleh qâfiah, yakni qâfiah yang satu
dalam satu baris atau larik satuk dengan larik berikutnya tidak sama.
Puisi jenis ini digagas oleh Abû al-‘Atâhiyah.45
c. Syi‘ir Hûr (Puisi Bebas)
Asy-syi’r al-Hûr (puisi bebas) adalah puisi yang tidak terikat
prosodi/matra gaya lama atau arîd dan qâfiyah, yang secara bentuk
terkadang mendekati gaya prosa sastra dan susunan barisnya tidak
dalam bentuk qasîdah , tetapi tersusun ke bawah. Asy-syi’r al-Hûr
model ini persis sama dengan puisi modern Indonesia.
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa puisi bebas ini tidak
terikat oleh arûd dan qâfiyah melainkan mendekati prosa, maka dalam
sastra Arab, asy-Syi’r al-Hûr sering disebut juga dengan sebutan al-
Qasîdah an-Naṡariyyah (sajak keprosa-prosaan), asy-Syi‘r al-Mansîr
(puisi yang diprosakan) dan an-Naṡar asy-Syi‘ri (prosa liris).46
Secara umum puisi bebas ini terbagi menjadi tiga: pertama, Puisi
yang menggunakan satu bahar tertentu dalam satu baris (saṭr)-nya
sementara dalam baris (saṭr) berikutnya menggunakan bahar lain.
44 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 13. 45 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 23. 46 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 16.
31
Maksud dari bagian pertama ini adalah asy-Syi’r al-Hûr tidaklah
bebas secara keseluruhan dari ‘arîd. Puisi bebas dalam pengertian ini
adalah puisi Arab yang tidak lagi terikat qâfiyah dan tidak terikat
hanya oleh satu bahar dalam satu puisi yang dibuat.47
Kedua, Puisi yang menggunakan satu taf‘ilah (kaki sajak),
berdasarkan jenis bahar tertentu yang memiliki hanya satu taf’ilah,
yaitu bahar kâmil, rimâl, hazaj, rajaz, mutaqârib, khafîf, dan wâfir.48
Ketiga, Puisi yang terbebas dari ikatan qâfiyah, satu bahar dan
taf’ilah dalam setiap baitnya adalah Syi‘ir Mursal dan Muwasysyahât.
Asy-Syi‘ir al-Mursal (puisi lepas) muncul dibawakan oleh Abî al-
Athâhiyah ini pada awal periode Abbasiyah. Dalam Asy-Syi‘ir al-
Mursal, antara qâfiyah yang satu dalam satu baris atau saṭr dengan
yang lainnya dalam baris berikutnya berbeda.49
d. Puisi Muwasysyahât
Puisi Muwasysyahât (puisi yang disulam) ialah puisi yang
menggabungkan model qaṣîdah (baris pertama dan kedua disimpan
sejajar) dan kadang pula modelnya mirip rubâ’iyyah (puisi empat
baris yang antar barisnya tidak sejajar), tetapi dengan tiga baris
tersusun ke bawah pada bagian selanjutnya. Jenis puisi ini dibuat
biasanya untuk dinyanyikan, juga antara bait bagian awal dengan
47 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 16. 48 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 17. 49 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 17.
32
bagian berikutnya berbeda bahar (wazan), dikembangkan dari bahar
rajaz.50
Setelah membahas menegenai puisi, peneliti akan menyampaikan
penyebab yang mengakibatkan lahirnya jenis puisi bebas Arab. Paling
tidak ada dua hal yang melatarbelakangi kemunculannya: pertama,
romantis dan realis puisi Arab modern cenderung mendorong agar puisi
yang dicipta lebih berbobot, karena berangkat dari lirik individual dan
sosial, dan juga mengandung gagasan filosofis dan simbolik. Kedua,
kecendrungan para penyair modern Arab untuk memegang teguh prinsip
kebebasan dalam berkarya bagi para pujangga atau penyair.51
3. Ciri Bahasa dalam Puisi
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bahasa yang terdapat dalam puisi
merupakan bahasa yang khas dan berbeda dari bahasa karya sastra pada
umumnya, bahkan sangat jauh dibandingkan dengan bahasa keseharian.
Pendapat ini sudah diakui oleh semua penikmat sastra maupun masyarakat
pada umumnya.
Pengunaan bahasa di dalam puisi menggunakan ilmu retorika bahasa,
tentunya seorang sastrawan harus menguasainya. Sebab dengan menguasai
retorika bahsa yang baik, ia akan menghasilkan bahasa yang baik dan rapi. Oleh
karenanya, mereka disebut orang-orang yang telaten dalam menerapkan ilmu
retorika untuk menghasilkan bahasa yang baik dalam karyanya, guna untuk
50 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 23-24. 51 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 19.
33
menghasilkan karya yang memiliki nilai sastra tinggi serta nilai estetika yang
baik.
Selain penggunaan ilmu retorik, bahasa puisi juga tidak terlepas dari
stilistika (gaya bahasa). Stilistika adalah ilmu tentang penggunaan bahasa atau
gaya bahasa yang dipakai dalam karya sastra, seperti puisi atau prosa.52 Melalui
stilistika kekhasan bahasa pada puisi atau karya sastra yang lainnya dapat
terlihat. Berbicara tentang stilistika yang sering digunakan dalam puisi
diantaranya metafora dan simile. Keduanya sering dipakai oleh para penyair:
a. Metafora
Sebuah ungkapan yang mempunyai makna kiasan dan memberikan
efek kuat tertentu. Misalnya ungkapan “kau bunga di musim semi” untuk
mengambarkan kecantikan orang yang dikagumi. Jadi, metafora bukan
menjelaskan kata secara harfiah, melainkan konsep dari arti kata itu sendiri
sehingga, menjadi lebih mudah dimengerti.
b. Simile
Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain namun masih
memiliki kesamaan-kesamaan tertentu. Misalkan, ungkapan “Senyumnya
semanis gula” ungkapan tersebut mempunyai makna “senyumnya manis
seperti gula” artinya ungkapan atau kata “senyum” mempunyai kesamaan
dengan “gula” yaitu sama-sama manis.53
52 Dependiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1340. 53 Melani Budianta, Ida Sundari Husen, dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 40-41.
34
Selain metafora dan simile, gaya bahasa personifikasi juga sering kita
jumpai dalam karya puisi. Personifikasi adalah gaya bahasa yang
menggunakan benda mati seolah-olah bernyawa dan melakukan sesuatu atau
menjadi manusiawi seperti, “daun yang melambai-lambai,” daun adalah benda
mati yang seakan-akan dapat melambai seperti manusia.
35
BAB III
‘UMAR ABÛ RÎSYAH
Pada bab ini peneliti akan menyampaikan mengenai riwayat singkat ‘Umar
Abû Rîsyah, puisi, dan karyanya.
C. Riwayat Singkat ‘Umar Abû Rîsyah
‘Umar Abû Rîsyah nama lengkapnya adalah ‘Umar Bin Syafi’ Bin Syaikh
Mustafa Abû Rîsyah. Dia adalah salah seorang penyair era tiga puluhan dan
dijuluki sebagai sastrawan New Classic. ‘Umar lahir pada 10 April 1910 di
Manbid, daerah Aleppo Suriah. Informasi lainnya mengatakan bahwa dia
dilahirkan di Aka Palestina, dilahirkan di kalangan keluarga yang cukup kaya.54
Saat usianya masih belia ‘Umar pindah bersama ayahnya ke Aleppo, dan
menempuh pendidikan formal sekolah dasar di sana sampai kuliah, sebelum
kuliah di Beirut dan Inggris.
Bakat puitisnya mulai menonjol setelah dia mendapat gelar sarjananya.
Setelah mengarang puisi, karena kepiawaiannya dia mampu menarik perhatian
para pendengar dengan puisi-puisinya. Selain itu, dia juga memulai untuk
mengadakan seni drama puisi yang diproduksi oleh “Râyât Dzî Qâr” yang
merupakan tempat terkenal dalam sejarah peradaban Arab, yang mengangkat
standarisasi Arab di puncak yang tinggi.
Kemudian dia pergi ke Manchester dalam rangka melanjutkan studinya
yang fokus memperlajari kimia di tahun 1931 M. Namun, kecenderungannya
54 Nabîl Salâmah, ‘Umar Abû Rîsyah http://www.discover-syria.com/news/2180, diakses pada
selasa 17-10-2017.
36
terhadap dunia sastra dan puisi tidak pernah surut. Hal inilah, yang membuatnya
terdorong untuk mempelajari sastra Inggris. Dengan demikian dia merasakan
nuansa baru yang diperkaya oleh budaya asing dan budaya Arab, sehingga
meningkatkan daya imajinasinya dan memperkuat bidang kreativitas puisinya.55
D. Karir ‘Umar Abû Rîsyah
a. Jabatan ‘Umar Abû Rîsyah
Sekembalinya ke Suriah pada tahun 1032 M, ‘Umar memiliki rangkaian
jabatan sebagai berikut:
1. Menjadi direktur perpustakaan nasional di Aleppo pada tahun 1940
M sampai 1949 M.
2. Menjadi perwakilan Suriah di Brazil pada tahun 1949 M.
3. Menjadi Duta Besar Suriah di Brazil pada tahun 1950 M (menteri
resmi).
4. Menjadi Duta Besar Suriah di Argentina pada tahun 1952 M.
5. Menjadi Duta Besar Suriah di India pada tahun 1954 M.
6. Menjadi Duta Besar Suriah di Amerika Serikat pada tahun 1961 M.
7. Menjadi Duta Besar Suriah di India pada tahun 1964 M.
Setelah itu ‘Umar pensiun pada tahun 1971, dan kembali ke Libanon
untuk menetap di Beirut, numun karena terjadi hal yang tidak diinginkan
membuat tinggal sebentar di Damaskus, kemudian pindah ke Arab Saudi.56
55 Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, (Kairo: Dar al-
Misriyah, 2004), cet-2. h. 21-22. 56 Nabîl Salâmah, ‘Umar Abû Rîsyah, http://www.discover-syria.com/news/2180, diakses pada
selasa 16-01-2018.
37
b. Jabatan Kehormatan dan Penghargaan ‘Umar Abû Risyâh
Selain jabatan yang telah disebutkan sebelumnya ‘Umar juga pendapat
kehormatan untuk menjabat suatu jabatan.
1. Menjadi anggota Dewan Bahasa Arab di Damaskus pada tahun
1948 M.
2. Menjadi anggota Akdemi Seni Brazil.
3. Dianugrahi penghargaan besar dari Argentina.
4. Menjadi anggota Dewan Budaya Dunia India, menjabat sebagai
ketua kesenian.
5. Mendapat penghargaan kebudayaa dari Autria.
6. Dianugrahi gelar Doktor Kebudayaan Dunia di bidang sastra di
Tucson, Arizona oleh Universitas Dunia yang bekerja sama dengan
berbagai universitas sastra di dunia pada tahun 1981 M.
7. Diberi medali penghargaan Libanon kelas pertama oleh presiden
Libanon Ilyas al-Harawi.
E. Karya Puisi ‘Umar Abû Rîsyah
Menurut peneliti setelah membaca dan menerjemahkan, puisi-puisi ’Umar
Abû Rîsyah banyak menceritakan pengalaman hidupnya. Ada beberapa hal yang
terkandung dalam puisinya, diantaranya; kritik sosial, pesan moral, romansa, dan
bahkan tentang percintaan. Dia juga menggambarkan dalam puisinya bagaimana
keadaan masyarakat di sekitarnya, rakyat di negaranya, bahkan seperti apa
negaranya itu baginya. Hal itu, bisa kita baca dalam puisinya yang berjudul Yâ
Sya‘bu, Ummatî, Zârû Bilâdî, dan sebagainya. Dari sinilah mungkin dia dikenal
38
dengan sebutan Syâ’ir al-Hubbi wa al-Watan (penyair romantisme dan
nasionalisme).
Sejak kuliah di Inggris karya ‘Umar Abû Rîsyah mulai berkenalan dengan
aliran-aliran sastra barat, terutama dengan aliran romantik inggris.57 Penyair
favoritnya adalah Charles Baudelaire dan Edgar Allan Poe. Banyak yang
mengatakan bahwa karena kecenderungannya terhadap sastra Barat, puisi-
puisinya banyak dipengaruhi oleh penyair Barat seperti Shelley, Keats, Byron,
dan Baudelaire.
Masalah karya, kendati dia sibuk bekerja sebagai pustakawan di Alleppo
dan berkarir di bidang politik dan diplomasi, akan tetapi dia tidak lupa untuk
menyalurkan bakatnya di bidang puisi, banyak karya-karya yang telah dia
torehkan. Karya puisinya antara lain:
1. Koleksi Puisi yang berjudul Syi‘ir, Aleppo pada tahun 1936 M,
2. Koleksi puisi yang berjudul Min ‘Umar Abû Rîsyah, Beirut pada tahun
1947 M,
3. Koleksi puisi yang berjudul Mukhtarat, Beirut pada tahun 1959 M,
4. Kumpulan puisi yang berjudul Gannaitu fî ma‘tamî, Damaskus pada
tahun 1971 M,
5. Koleksi puisi yang berjudul ‘Umar Abû Rîsyah, (Jilid pertama), Dar al-
‘Audah yang terbit pada tahun 1971 M,
6. Kumpulan puisi yang berjudul Amruka Ya Rab, Jeddah, Saudi pada
tahun 1980 M,
57 Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû RîsyahSya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 22.
39
7. Kumpulan puisi yang berjudul Min Wahyi al-Mar’ati, Damaskus pada
tahun 1984 M,
8. dan koleksi puisi berbahasa Inggris berjudul at-Tathawaf Roving along,
Dar al-Kasysyaf pada tahun 1959.58
Itulah karya-karya ‘Umar Abu Risyah di bidang sastra, tidak begitu banyak
jika dibandingkan dengan sastrawan lain, hal ini tidak menutup kemungkinan
disebkan karena ‘Umar Abû Rîsyah tidak hanya fokus pada dunia sastra, tapi
juga bekerja di pemerintahan, mungkin pekerjaannyalah yang menjadi kendala
bagi produktivitas karya-karyanya di bidang puisi.
F. Karakteristik Puisi ‘Umar Abû Rîsyah
Karakteristik puisi ‘Umar Abû Rîsyah disebut sebagai al-Klâsikiah al-
Jadîdah (New Classic), hal itu berdasarkan karena sastranya ada di sastra
modern, tapi bentuknya berupa sastra klasik. Oleh karena itu, ‘Umar Abû Rîsyah
disebut sebagai salah seorang pelopor sastra klasik modern Suriah. A. Jalal
Faruq menyebutkan bahwa puisi ‘Umar Abû Rîsyah bentuknya klasik namun isi
dari puisinya adalah modern.59
58 Nabîl Salâmah, ‘Umar Abû Rîsyah, http://www.discover-syria.com/news/2180, diakses pada
selasa 17-10-2017. 59 Nabîl Salâmah, ‘Umar Abû Rîsyah, http://www.discover-syria.com/news/2180, diakses pada
selasa 16-01-2018.
40
BAB IV
TEMUAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN AKADEMIK PUISI-PUISI
‘UMAR ABÛ RÎSYAH.
A. Temuan
Pada bab ini peneliti hanya menyampaikan penggalan puisi sebagai
gambaran dalam penelitian yang telah peneliti lakukan. Di mana penggalan
puisi tersebut, apabila diterjemahkan seperti penerjemahan pada umumnya
akan menghasilkan terjemahan puisi yang nilai estetisnya dianggap kurang.
Oleh karena itu, untuk mencapai nilai estetis yang dianggap cukup dalam
penerjemahan puisi, peneliti melaukan penerjemahan dengan mengacu pada
penerjemahan estetis dan strategi penerjemahan yang diperlukan.
Penerjemahan yang peneliti lakukan sesuai dengan metode yang peneliti
gunakan, yakni metode penerjemahan estetis. Seperti pada penggalan puisi
berikut:
60شرود
ع ت منه أغان حلم م #صوت ي نادين وف مسمعى
أصغى وهذا الليل يصغى معى #من أين؟ ل أدرى ولكنن
60 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, (Beirut: Dâr al-‘Audah, 1998), h. 364. Abd al-
Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, (Kairo: Dar al-Misriyah,
2004), cet-2. h. 35-36.
41
Terjemahan puisi ini jika diterjemahkan tanpa mempertimbangkan nilai
estetisnya akan menghasilkan terjemahan seperti ini:
Pengembara
Suara memanggilku, dan dalam pendengaranku
ada nyanyian mimpi yang melenakan.
Dari mana? Aku tidak tahu, tapi..
aku mendengarnya, dan malam ini pun mendengarnya bersamaku.
Terjemahan di atas dalam sepemahaman peneliti sudah benar, baik ditinjau
dari unsur leksikal maupun gramatikalnya. Namun, hasilnya akan berbeda jika
penerjemahannya memperhatikan nilai estetis. Tanpa mengurangi atau
menambahkan isi dari pesan yang terdapat pada Bsu, terjemahan puisi tersebut
sekurang-kurangnya akan berbunyi sebagai berikut:
Kudengar ada suara memanggilku,
Di balik suara itu ada senandung mengalun merdu.
Dari mana datangnya? Aku pun tak tau.
tapi kudengar dengan jelas, malam pun kurasa begitu.
Penerjemahan puisi ini dilakukan berdasarkan pada prinsip penerjemahan
estetis, yakni penerjemahan yang bukan saja mengacu pada benar tidaknya
hasil terjemahan, melainkan sudah mengarah pada sejauh mana keindahan
penyusunan kata dalam terjemahan.61
61 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 16-17.
42
B. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban terjemahan puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah
difokuskan pada diksi dan rima yang memiliki muatan sebagai berikut;
memberi tanda fonetik, terjemahan kata perkata, penerjemahan estetis, dan
analisis proses unsur estetis. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban Diksi
a. Puisi Pertama
1) Tanda Fonetik
62اع د خ
سكت .. وطرف على طرفها
يض .. وف وق يدي ها يديغض
الرأس ف رقة ت فاسند
المجهد على ق لب الثائر
ولما همت بت قبيلها
شف الرضاب الشهى الندي ور
62 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 380. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 69-70.
43
لريح سعت نداء الضمي ا
م: ي وغد ل ت عتد ي تمت
حن يت على وقعه هامت
وسرت على غي ما مقصد
Kode:
M : Al-Munawwir
(M) : Maskulin
(F) : Feminim
2) Terjemahan Kata Perkata
M = 326
Penipu, yang suka menipu
اع د خ
سكت و طرف على طرفها
M = 847
Mata-nya (F)
Atas M = 847
Mata-aku
Dan M = 643
Diam,
mati-aku
غضيض و ف وق يدي ها يدى
44
M = 1587
Tangan, lengan-aku
M = 1587
Tangan,
lengan-
nya (F)
M = 1078
Di atas
Dan M = 1009
Yang rendah,
memejamkan.
اسند الرأس ف رقة
M = 523
Belas kasih / kerampingan,
kelangsingan tubuh.
Di, dalam,
di dalam.
M = 459
Kepala, akal,
puncak bagian
atas.
M = 666
Bersandar,
menaki, naik,
menganggap
على ق لب الثائر المجهد
M = 217
Yang dibebani di luar
batas kemampuan.
M = 160
Pelaku reolusi,
pergolakan,
pemberontakan
M = 1145
Hati, isi, lubuk
hati, jantung,
inti.
Atas, di atas..
ولما همت ب ت قبيلها
M = 1087
Mencium.
Dengan
M = 1519 M = 1289
Dan, ketika
45
Menggelisahkan,
menyusahkan,
menguruskan.
و رشف الرضاب الشهى الندى
M = 1404
Dermawan, yang
basah/lembab.
M = 749
Yang
berkeinginan,
membangkitkan
M = 503
Air liur,
ludah
M = 500
Menghisap,
menghirup,
meminum
Dan
سعت نداء الضمي الريح
M = 180
Yang luka
M = 828
Perasaan, angan-
angan, suara hati,
batin
M = 1405
Panggilan,
seruan.
M = 659
Mendengar,
mengabulkan,
mendengarkan
ي تمتم ي وغد ل ت عتد
M = 892
Melanggar,
menganiaya, melalimi.
M = 1245
Tidak,
jangan.
M = 1570
Melayani,
yang
Hai, wahai M = 138
Berbicara
tidak jela.
46
lemah
akalnya.
حن يت على وقعه هامت
M = 1525
Kepala,
kelompok – aku.
M = 1575
Kejatuahan, kejadian,
kedudukan- nya (M)
Atas, di atas. M = 305
Membengkokkan,
mengeluhkan.-
aku
و رت س على غي ما مقصد
M = 424
Maksud,
tujuan.
Sesuatu, hal Selain
Atas, di
atas.
M = 684
Pergi,
berangkat
- aku
Dan
3) Terjemahan Estetis
Dia Penipu
Aku terdiam.. mataku di atas matanya
yang terpejam. Kugenggam erat tangannya yang lembut.
Kusandarkan kepalaku pada tubuh rampinya.
Ada gejolak tak terbendung dalam hatiku.
Saat ingin kucium,
47
Melumat bibir merahnya.
Kudengar ada seruan hati yang terluka,
Bergumam; hai hina janganlah kau lewati batas.
Kuurungkan niatku semula,
Kulanjut pada sesuatu yang bukan inginku.
4) Analisis
Pada terjemahan klausa سكت وطرف على طرفها غضيض di
puisi baris pertama, jika diterjemahkan secara harfiah akan
menjadi “aku diam, mataku ada di atas matanya yang
menunduk”. Secara leksikal terjemahan tersebut sudah benar,
Namun, dalam terjemahan puitis estetis jelas terjemahan tersebut
kurang memperhatikan mutu kesastraannya, meskipun secara isi
sudah benar. Untuk menghadirkan unsur estetis pada terjemahan
tersebut perlu kiranya peneliti menggunakan konotasi yang
berbeda tanpa mengabaikan isi dari TSu, maka terjemahan
tersebut akan berbunyi: “aku terdiam, mataku di atas matanya
yang terpejam”.
Penerjemahan yang dilakukan oleh peneliti di bagian awal
pada klausa verbal سكت diterjemahkan menjadi “Aku terdiam”.
48
Secara leksikal kata سكت memiliki arti diam atau mati.63
Peneliti menggunakan makna pertama yakni diam, sebab dalam
konteksnya penulis menggunakan kata سكت untuk
menggambarkan kekaguman.
Kemudian pada selanjutnya peneliti menggunakan konotasi
yang sama dalam menerjemahkan وطرف على طرفها terjemahan
secara harfiah akan berbunyi “dan pandanganku ada di atas
pandangannya”, oleh peneliti diterjemahkan menjadi “kutatap
matanya”. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari ketaksaan
pada bahasa sasaran bila diterjemahkan secara harfiah.
Selanjutnya terjemahan kata غضيض secara leksikal arti
pertamanya adalah rendah, namun kata rendah jelas tidak sesuai
jika disandangkan dengan kata mata, oleh karenanya peneliti
menerjemahkannya dengan terpejam.
Secara keseluruhan terjemahan di atas bisa dibilang
terjemahan yang memadai dalam isi dan bentuk. Penerjemahan
yang peneliti lakukan merupakan penerjemahan estetis puitis
yang beroreintasi pada keterbacaan bahasa sasaran.
63Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), cet. Ke-14. h. 643.
49
b. Puisi Kedua
1) Tanda Fonetik
64بعش ي
تشك الشقاء ي شعب ل
ك ول تطل فيه ن واح
لول تكن بيديك مروحا
ك لضمدن جراح
2) Terjemahan Kata Perkata
Rakyatku
ي شعب
ي شعب ل تشك الشقاء
M = 733
Celaka, Malang,
sial, sengsara,
kesukaran,
kesengsaraan,
Diambil dari شكى–
M = 737 يشكو.
Mengadu,
membentangkan,
memaparkan.
Tidak,
jangan.
M = 723
Suku yang
besar, rakyat,
kaum, bangsa,
bukit.
Hai,
wahai.
64 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 96. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 57.
50
kemalangan,
kesialan.
و ل تطل فيه ن واحك
M = 1473
Menangisi,
meratapi,
ratap, tangis.
Di dalam-nya
(M)
M = 873
Memperpanjang,
memanjangkan – kamu
Tidak,
jangan.
Dan
لو ل تكن بيديك مروحا
M = 180
Luka
Di kedua
tangan-mu
M = 1241
Ada, terdapat –
kamu
Tidak seandainya
ن ضمد جراحك ل
M = 180
Luka- kamu
M = 827
Membalut dengan perban-
kami.
Mesti.
3) Terjemahan Estetis
Rakyatku
Rakyatku, jangan ratapi kesengsaraan.
51
Sudahilah meratap dalam tangisan.
Andaikan tak ada luka di tanganmu,
Pasti kami balut lukamu.
4) Analisis
Frasa nominal ي شعب secara harfiah diartikan “hai rakyat”
atau “wahai rakyat”, tapi teks seperti ini tidak lumrah dalam
bahasa Indonesia, biasanya kita dengar berupa “rakyatku”, kalau
pun memakai kata “hai” di awal pasti setelah kata rakyat dikuti
nama tempat, seperti “hai rakyat Indonesia”. Oleh karena itu,
guna untuk menghasilkan terjemahan yang lebih umum yakni
tidak berpatokan pada tempat, terjemahannya oleh peneliti
diterjemahkan menjadi “rakyaku”. Selain itu, terjemahan ini
untuk menunjukkan hubungan emosional dan intraksi antara
penulis puisi dan objek dari puisi tersebut. Walaupun pada Tsu
tidak terdapat partikel yang menunjukkan kata milik di mana
biasanya untuk menunjukkan kata milik dalam bahasa Arab
setiap kata benda atau yang dibendakan diberi yâ’ mutakallim )ي(
yang dalam kasus ini jika diterjemahkan ulang akan berupa ب ع ش .
Terlepas dari itu, frasa “rakyatku” lebih memiliki ikatan
emosional antara penguasa dan rakyatnya, di mana dalam
52
konteksnya, puisi ini dikarang oleh Umar Abu Risyah untuk
menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat setempat.
Kemudian puisi pada larik keempat ك لضمدن جراح oleh
peneliti diterjemahkan “janji kami membalut lukamu”. Kata janji
peneliti timbulkan dari partikel ل yang dikenal dengan Lâm
Taukîd` yang berfungsi untuk menegaskan atau menguatkan,
untuk menghadirkan penegasan itu peneliti timbulkan kata pasti.
Secara keseluruhan terjemahan ini menurut peneliti sudah
cukup memadai antara isi dan bentuk pesan, diksi yang digunakan
tidak berlebihan. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
c. Puisi Ketiga
1) Tanda Fonetik
الن كب ة 65ب عد
أمت.. هل لك بي المم
منب للسيف أو للقلم؟!
65 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 7. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 46-47.
53
أت لقاك وطرف مطرق
خجل من أمسك ال منصرم
ثااب ويكاد الدمع ي همى ع
بب قاي كبيء الل م
صة دامية أمت ! .. كم غ
ف فمى خن قت نوى علك
ف إبئى راعف أى جرح
فاته السى ف لم ي لتئم
2) Terjemahan Kata Perkata
Setelah Tragedi Itu الن كب ة ب عد
أمت هل لك بي المم
54
Bentuk jamak dari
أمة
antara Bagimu Apakah M = 40
Umat, rakyat, bangsa.
منب للسيف أو للقلم
M = 1153
Pena, tulisan.
Atau M = 685
(untuk) Pedang,
sabit
M = 1378
Mimbar (tempat
berkhotbah)
أ ت لقاك وطرف مطرق
M = 848-849
Diam, menundukan
kedua mata,
merendahkan.
M = 847
(Dan) mata, tepi, ujung,
batas, berpaling,
mengejap- ku
Diambil dari
= M .لقي يلقى
1282 bertemu
dengan.
Apakah
خجل من أمسك ال منصرم
M = 776
Putus, habis, berakhir,
berlalu.
M = 1336
Kemarin sore –
kamu.
Dari M = 324
Merasa malu,
menjadi bingung,
malu.
55
ثاب اع ويكاد الدمع ي همى
M = 886
Mencampur,
mengaduk, bermain-
main, sia-sia.
M = 1520
Hilang, jauh,
mengalir,
mencucurkan air
mataku.
M = 421
Air
mata.
M = 1238
(dan) merelakan,
bersedia, mencegah,
hampir
لل م ا بب قاي كبيء
M = 36
Merasa sakit, pedih,
menyakitkan, sakit.
M = 1184
Kebesaran, keagungan,
kesombongan.
M = 101
(dengan) sisa,
kekal
أمت كم غصة دامية
M = 424
Yang berdarah.
M = 1008
Sesuatu yang menyumbat
atau melintang pada
kerongkonga.
Berapa Bangsaku
خن قت نوى علك ف فمى
M = 1073 M = 968 M = 1393 M = 373
56
(di) mulut-ku.
Tinggi, mengalahkan,
mengatasi, menaiki,
mendaki
Rahasia,
bisikan
Mencekik sampai
mati, menangis
tersedu-sedu.
ئىف إب راعف أي جرح
M = 509
Keluar darah dari
hidung, mimisan.
M = 4
(di) menolak, enggan,
tidak mau–aku.
M = 180
Luka.
M = 50
Sesuatu
apa,
mana
فاته السى ف لم ي لتئم
M = 1246
Menjadi baik, menjadi
rapat, berpaut.
Maka tidak M = 26
Yang dihibur.
M = 1076
Berlalu, lewat,
hilang – darinya
(M)
3) Terjemahan Estetis
Setelah Tragedi Itu66
Bangsaku.. di antara bangsa-bangsa lain apa yang kau punya,
Pedang atau pena?!
Haruskah mereka mendatangi kalian, sedang mataku tertutup rapat,
66 Tragedi penyerangan Israel terhadap Palestina.
57
malu pada harimu yang lalu.
Air mata hampir mengalir sia-sia,
dengan sisa-sisa kehormatan dalam luka.
Bangsaku!.. berapa banyak darah yang menyumbat tenggorokan.
Menutupi kemulyaan kalian di mulutku.
Dalam engganku luka masih mengucur darah.
Balutannya lepas, dan luka pun masih menganga.
4) Analisis
Kata أمة dalam arti leksikal memiliki banyak arti, di
antaranya; saat, waktu, tinggi badan, muka, wajah, ketangkasan,
kesigapan, taat, setia, jalan besar, orang lelaki yang memiliki
banyak kebaikan, orang yang menetapi kebenaran, tanah air,
umat, rakyat, bangsa, makhluk, dan sebagainya.67 Dari sekian
banyak arti tersebut, peneliti memilih arti bangsa sebagai
padanan. Dalam penerjemahannya ada empat arti yang mendekati
terhadap maksud si penulis, yaitu; tanah air, umat, rakyat, dan
bangsa. Pertimbangan leksikal dan realitalah yang menuntun
peneliti memilih arti bangsa. Menurut KBBI kata bangsa
memiliki arti: kelompok masyarakat yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarangnya.68 Faktanya bangsa
67 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 39-40. 68 David Moeljadi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, aplikasi luring resmi
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, versi 0.20. Beta.
58
Arab merupakan bangsa yang mencakup negara-negara di Timur
Tengah, dalam artian bangsa Arab itu tidak hanya mengarah pada
satu negara saja. Berbeda dengan arti tanah air yang didefinisikan
sebagai negeri tanah kelahiran,69 dan memiliki arti lebih sempit
dari kata bangsa. Sedangkan kata umat, definisinya adalah para
penganut suatu agama.70 Jelas diksi ini tidak pas, karena
konteksnya bukan mengenai keagamaan. Selanjutnya kata rakyat
didefinisikan sebagai penduduk suatu negara, orang kebanyakan,
kelompok pasukan, dan anak buah atau bawahan. Diksi ini
menurut peneliti juga kurang pas, mengingat negara Arab tidak
hanya satu, sedangkan yang dimaksud penulis bisa jadi mencakup
masyarakat Arab secara keseluruhan. Dari semua itu, menurut
peneliti diksi bangsa yang paling tepat, karena dalam konteksnya
puisi tersebut menyampaikan perihal keadaan bangsa Arab pada
saat itu.
Pada terjemahan puisi ini, ada dua kata pada puisi larik
pertama yang peneliti pahama sebagai majaz. Dua kata tersebut
adalah kata سيف yang berarti pedang dan sabit,71 dan kata قلم
yang berarti pena dan tulisan.72 Dalam penerjemahannya peneliti
tetap terjemahkan dengan penerjemahan majaznya. Pedang dalam
69 https://www.kamusbesar.com/tanah-air diakses pada 11.25, tanggal 19 oktober 2017. 70 David Moeljadi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, versi 0.20. Beta. 71 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 685. 72 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 1153.
59
budaya Arab seringkali dijadikan simbol dari keberanian dan
kekuatan, sedangkan pena dijadikan simbol dari kreatifitas baik
di negara Arab maupun negara yang lain tidak terkecuali
Indonesia. Pada konteksnya puisi tersebut berbicara terkait
penindasan oleh negara lain -seperti Israel yang memiliki
kekuatan militer yang kuat juga kecanggihan teknologi- terhadap
bangsa Arab seperti di Suriah dan Palestina. Oleh karena itu,
peneliti tetap terjemahkan menjadi “pedang dan pena”. Setelah
menimbang dan mengkaji ulang, juga melakukan interktekstual
peneliti merasa diksi dari kedua arti tersebut tidaklah berlebihan
dan cukup memawakili pesan yang tedapat pada Tsu. Secara
keseluruhan penerjemahan puisi ini sudah cukup memadai dari isi
dan bentuknya. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
2. Pertanggungjawaban Rima
a. Puisi Pertama
1) Tanda Fonetik
73ب لبل
حلم تلى عنه ف رغده * هل ي قدر الن وح على رد ه؟
73 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 144. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 37-38.
60
ل و ي علم الصياد ما صيده * ل م يعل الب لبل ف صيده
2) Terjemahan Kata Perkata
Burung Bulbul 74ب لبل
حلم تلى عنه ف رغده
M = 512
Lapang, bahagia, makmur.
Darinya
(M)
M = 366
Menyendiri di tempat sunyi.
M =
292
Mimpi
هل ي قدر الن وح على رد ه
M = 485
(untuk) mengembalikan,
melingkar, menyalahkan,
menutup.
M = 1473
Ratap, tangis.
M = 1095
Mampu, dapat,
kuasa
Apakah
ل و ي علم الصياد صيده
M = 806
Perburuan-nya
(M)
M = 806 M = 965 Seandainya
74 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 103.
61
Bentuk jamak dari
berarti صائد
pemburu.
(dia M) memahami
benar-benar, mengetahui,
merasakan.
ل م يعل الب لبل صيده
M = 806
Perburuan-nya
(M)
Burung Bulbul M = 196
Menjadikan, menciptakan,
membuat.
tidak
3) Terjemahan Estetis
Burung Bulbul
Mimpi terbebas adalah bahagianya,
Bisakah ratap si Bulbul kembalikan itu.
Andai pemburu tahu perihal buruannya,
Tidak akan si Bulbul mereka tuju.
4) Analisis
Secara leksikal kata حلم berarti mimpi,75 dan kata تخلى
memiliki arti; menyendiri di tempat sunyi,76 sedangkan رغد
memiliki arti; lapang, bahagia, makmur.77 Jika diartikan secara
harfiah akan berbunyi “mimpi bebas dari pemburu adalah
75 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 292. 76 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 366. 77 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 512.
62
kebahagiaan si bulbul”, hanya saja pada teks sumber tidak
menyebutkan kata yang mengarah pada pemburu maka peneliti
mengikuti teks sumbernya yakni pada puisi larik pertama tidak
menyebutkan kata pemburu, dan terjemahannya menjadi
sebagaimana yang terdapat pada terjemahan estetisnya. Puisi ini
menceritakan tragedi burung bulbul yang ditangkap pemburu,
yang berharap bisa lepas dan kembali pada kawanannya.
Kesetiaan terjemahan baik isi maupun bentuk bisa kita lihat
dalam terjemahan penggalan puisi tersebut. Isi puisi dilihat dari
segi terjemahan sudah cukup memadai dengan pengambilan diksi
yang sudah sesuai. Sedangkan dari segi bentuk sudah disesuaikan
dengan bentuk teks sumber yang memiliki rima. Secara umum
ritme dalam puisi asli mendapat penggantian pada
terjemahannya. Skema rima terjemahan puisi ialah a-b-a-b
(berupa rima sempurna), yakni dengan rima yang disebut rima
berangkai atau rima berselang. Penerjemahan yang peneliti
lakukan merupakan penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi
pada keterbacaan bahasa sasaran.
63
b. Puisi Kedua
1) Tanda Fonetik
78أ شه ىم نأ ني دوم
أردت أنت انطلقى # إل الباء المعلى
إل ملعب دن يا # ما زارها الوهم ق بل
أهل ول أكن لك كفوا # ول لب ك
ل وغبت .. ل تتكى ل # من القليل الق
ل أدر كيف تصدى # ل النعيم وول
2) Terjemahan Kata Perkata
Lebih Baik Tidak Pergi أ شه ىم نأ ني دوم
أ شه ى م ن أ ني دوم
M = 434
(untuk) Tetap, terus
berlangsung.
Dari
.
M = 749
Memberi sesuatu yang dia
inginkan
78 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 255. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 59.
64
أردت أنت انطلقى
M = 861
Pergi, berangkat, meledak,
meletus, berseri-seri,
senang.
M = 42
Kamu, engkau
(F)
M = 547
Menghendaki, mengingini-
kamu (F)
إل الباء المعلى
M = 968
Yang diangkat, yang diturunkan.
M = 321
Kemah, tenda, sekam
M = 37
Ke,
kepada
إل ملعب دن يا
M = 462
Dunia, bumi.
M = 1271
Tempat bermai,
M = 37
Ke, kepada
ما زارها الوهم ق بل
M = 1088
Sebelum
M = 1585 – 1586
Angan-angan, khayal,
kecemasan,
kebimbangan.
M = 592
Mengunjungi, miring,
condong-nya (F)
M = 1304
Tidak
65
ول أكن لك كفوا
M = 1221
Yang sama.
Bagimu M = 1241
(dan tidak) ada, terdapat- aku
ول لب ك أهل
M = 46
Famili, keluarga, kerabat. pantas
M = 229
(untuk) mencintai, menyukai-
kamu (F)
Dan
tidak
وغبت ل تتكى ل
Diriku M = 133
(jangan kau F) meninggalkan,
mengabaikan, membiarkan.
M = 1024
Terbenam, menyusup,
tersembunyi, pergi.
من القليل القل
M = 1152
Paling sedikit, lebih sedikit.
M = 1152
Yang sedikit
Dari
ل أدر كيف تصدى
66
M = 771
Menentang, melawan,
merintangi.
Bagaimana. M = 401
(tidak aku) memberitahukan
ل النعيم وول
M = 1582
Yang mencintai, yang
menolong
M = 1438
Kesenangan, kenikmatan hidup,
kebahagiaan.
Bagiku
3) Terjemahan Estetis
Lebih Baik Tidak Pergi
Kau ingin meninggalkanku
Keindahan itulah yang kau tuju
Menuju hal yang semu
Yang tak masuk akal sebelum itu
Aku tak serupa bagimu
Tak juga pantas atas cintamu
Kau pun hilang.. Janganlah kau tinggalkanku
Perlahan-lahan mengabaikanku
Aku tidak tahu bagaimana kesenangan itu
datang dan pergi dariku
67
4) Analisis
Kata أشهى + من yang terdapat pada judul merupakan bentuk
komparatif (tafdhil) berpola أفعل +من yang biasa diterjemahkan
dengan lebih+dari. Kata أشهى berasal dari kata شهي yang memiliki
arti yang berkeinginan.79 Kata أشهى+من bila diartikan akan
menjadi lebih diinginkan dari. Sedangkan verba يدوم merupakan
bentuk derivatif dari دوما–دام yang berarti tetap, terus
berlangsung, berkekalan.80 Terjemahan harfiah dari klausa أشهى
adalah “lebih diinginkan harus tetap”, namun kata-kata من أن يد وم
yang seperti ini tidak berterima dalam bahasa Indonesia, dalam
sepemahaman peneliti kata-kata tersebut memiliki arti lebih
menginginkan pergi daripada harus tetap, meskipun tidak ada
kata yang menunjukan arti pergi, namun dari pesan yang tersirat
memilih tidak tetap otomatis melih untuk pergi. Oleh karena itu,
peneliti memadankannya dengan kata-kata lebih baik tidak pergi.
Ada pembiasan makna pada puisi bari kedua, yakni pada kata
,berarti الباء jika diartikan secara leksikal kata ,الباء املعلى
kemah, tenda, sekam,81 sedangkan kata على berarti yang امل
diangkat, yang diturunkan. Maka frasa ejektival tersebut bisa saja
79 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 749. 80 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 434. 81 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 321.
68
diterjemahkan dengan “kemah yang diangkat,” istilah ini bisa
jadi tidak pernah kita dengar dalam bahasa Indonesia. Setelah
peneliti melakukan kajian terhadap beberapa sumber, maksud
dari frasa tersebut adalah untuk menunjukan sesuatu yang di luar
nalar.82 Oleh karena itu, dengan beberapa pertimbangan dan
melalui beberapa informasi pula, setelah peneliti melakukan
intertekstual terjemahkan frasa tersebut peneliti terjemahkan
menjadi keindahan. Selain itu, juga diperkuat dengan kalimat
yang terdapat pada puisi larik kedua di baris pertama dan kedua,
yang mana terjemahannya bisa dilihat pada terjemahan
estetisnya.
Selanjutnya ada pembiasan makna pada frasa ejektival القليل
secara harfiah arti dari frasa tersebut adalah yang sedikit القل
yang lebih sedikit, namun peneliti ganti dengan kata perlahan-
lahan sebagai keterangan dari kata meninggalkan sebelumnya.
Kemudian peneliti melakukan penambahan kata setelah frasa
ejektival sebelumnya, dengan tidak mengubah isi yang terdapat
dalam Tsu, penambahan tersebut dimaksudkan untuk
menajamkan pesan yang ingin disampaikan penulis saja. Secara
keseluruhan antara isi dan bentuk penelti rasa sudah cukup
82 Abd al-Azîn an-Nu’mânî, ‘Umar Abu Risyah Sya’ir al-Hub wa al-Wathan. h. 60.
69
memadai, di mana isinya disampaikan dengan bentuk puisi dan
sama-sama memiliki rima.
Skema rima terjemahan puisi ialah a-a-a-a-a-a-a-a (berupa
rima sempurna), di mana polanya disebut dengan pola sama
bunyi. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
c. Puisi Ketiga
1) Tanda Fonetik
م 83أ يا
يال تجب من خيه ش # للحب .. هذا العمر ي دن يا
فجرت ل ن عماءه وحيا# لوله ما كنت المال ول
فطويت سفر عهوده طيا# ئت به!!كيف الياة إذا رز
والموت أشهى ب عده لقيا# داالكون أوهى ب عده سن
2) Terjemahan Kata Perkata
Hari-hariku م أ يا
83 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 266. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 60.
70
للحب هذا العمر ي دن يا
Wahai dunia
M = 971
Kehidupan, hidup,
usia
Ini
Untuk cinta
ل تجب من خيه شيا
M = 754
Panggangan,
panas
M = 378
(dari) kebaikan,
faidah, harta
benda, kekayaa-
nya (M)
M = 237
Kamu (F) menutupi,
melarang masuk,
menghalangi, merintangi
Tidak,
jangan
إل الباء المعلى
M = 968
Yang diangkat, yang diturunkan.
M = 321
Kemah, tenda, sekam
M = 37
Ke,
kepada
لوله ما كنت المال ول
Dan tidak. M = 210 M = 1241 M = 1298
71
Kebagusan,
kecantikan,
keelokan.
(tidak) ada, terdapat-
kamu (F)
Jika tidak, andaikan
tidak karena
فجرت ل ن عماءه وحيا
M = 1545
Memberikan isyarat,
petunjuk, wahyu.
M = 1439
Kebajikan
Padaku M = 1035
Kau (F) memancarkan,
mengalirkan ke luar.
ئت رز به كيف الياة إذا
Dengannya
(M)
M = 492
Mengurangi, dermawan,
memperoleh kebaikan,
menimpa.
Jika M = 316
Kehidupan,
hidup.
Bagaimana
فطويت سفر عهوده طيا
M = 874
Isi sesuatu,
dalamnya sesuatu,
lipatan
M = 981
Mengetahui,
menjaga,
memenuhi,
menjumpai.
M = 636
Buku, kitab
suci /
perjalanan
M = 874
Melipat, mematikan,
merahasiakan,
mendekatkan
72
داسن الكون أوهى ب عده
M = 666
Penopang, sesuatu yang
dibuat sandaran,
Setelahnya
(M)
M = 1586
Melemahkan
M = 1241
Ada, wujud,
keadaan, alam,
dunia, sebab.
والموت أشهى ب عده لقيا
M = 1282
Pertemuan, bertemu
dengan
Setelahnya
(M)
M = 749
Memberi sesuatu
yang diinginkan
M = 1366
(dan) Kematian,
mati
3) Terjemahan Estetis
Hari-Hari
Hai dunia!! Untuk cinta hidup ini kupersembahkan..
Jangan halangi panas dari cinta sarat kebaikan.
Kalau pun kau tidaklah rupawan,
tidak pula kau pancarkan padaku isyarat kebajikan.
Bagaimana jadinya hidup itu, jika cinta tak kubiarkan!!
Kau tutup kemudian, buku pengetahuan dalam lipatan.
Berlanjut semesta goyahkan sandaran
Lalu kematian memberi pertemuan.
73
4) Analisis
Pada puisi larik pertama, perbedaan budaya antara bahasa
sumber dan bahasa Indonesia terlihat jelas, di mana kata yang
menunjukan panggilan bisa diletakkan di akhir kalimat,
sedangkan dalam bahasa Indonesia biasa ada di depan. Seruan
atau panggilan dalam bahasa Arab lumrahnya memakai partikel يا
(ya), dan penempatannya dalam bahasa Arab bisa di awal atau di
akhir kalimat. Contoh kasus ini seperti kata يا دنيا yang berada di
akhir kalimat dan berarti hai dunia. Sedangkan contoh yang ada
di awal kalimat seperti pada kasus yang terdapat dalam surat al-
Baqarah berikut:
ـ ادم وقلنا نت وزوجك سكن ٱيولك منها رغدا لنة ٱأ
جرة ٱيث شئتما ول تقربا هذه ح لمي ٱفتكونا من لش ٥٣ لظ
Seruan atau panggilan terdapat di awal, yakni pada kata يا آدم
(hai Adam) Oleh sebab dalam bahasa Indonesia umumnya
panggilan itu ada di awal kalimat, maka terjemahannya oleh
peneliti letakkan di depan.
Secara keseluruhan terjemahan yang peneliti lakukan sudah
setia antara isi dan bentuk puisi, yakni selain diterjemahkan
dalam penerjemahannya peneliti kemas dalam bentuk puisi pula,
serta juga memiliki rima.
74
Skema rima terjemahan puisi ialah a-a-a-a-a-a-a-a (berupa
rima sempurna), di mana polanya disebut dengan pola sama
bunyi. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bagian ini peneliti akan menyampaikan dua terkait penelitian yang
telah dilakukan. Dua hal tersebut ialah:
1. Proses terjemahan estetis yang diaplikasikan dalam penerjemahan
puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah secara umum cukup sulit. Namun,
karena penerjemahan estetis secara aplikatif membutuhkan proses
yang agak panjang, melalui penelaahan lingual yang komprehensif
baik dari unsur fonetik, morfologis, sintaksis, dan semantis.
Karenanya proses terjemahan estetis baru bisa diselesaikan setelah
melewati proses lingual tersebut.
2. Unsur estetika dalam terjemahan puisi ‘Umar Abû Rîsyah, mencakup
dua hal, yaitu:
a. Diksi
Diksi yang diambil dalam terjemahan setiap katanya harus
disesuaikan dengan konteksnya, diklasifikasikan untuk mewakilkan
pesan yang tersirat pada BSu.
b. Rima
Terjemahan estetis puisi ‘Umar Abû Rîsyah tetap
mempertahankan bentuk rima yang terdapat pada BSu, di mana
terjemahannya tetap harus mempertahankan isi dari BSu. Hal itu
adalah perkara yang sulit dilakukan. Mengingat mengalihkan unsur-
76
unsur puisi dan sekaligus mempertahankan makna hampir mustahil
bisa dilakukan.
B. Rekomendasi
Puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah yang peneliti terjemahkan hanyalah
sebagian, yakni hanya kumpulan puisi-puisi yang ditulis Abd al-Azîz an-
Nu‘mânî dalam bukunya. Puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah tidak hanya sebatas
yang ditulis oleh Abd al-Azîz an-Nu‘mânî, melainkan masih banyak lagi dalam
literature lain. Oleh karena itu, diharapkan dari rekan-rekan mahasiswa
tarjamah khususnya dan para pembaca pada umumnya, turut serta melengkapi
terjemahan dari puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah. Penerjemahan estetis puitis
terbukti bisa dilakukan melalui pemadanan yang cukup memadai, dengan
demikian alangkah baiknya jika ada yang melengkapi terjemahan-terjemahan
tersebut.
77
Daftar Pustaka
Buku
Al Farisi, M. Zaka. 2011. Pedoman Penerjemahan ARAB-INDONESIA Bandung:
PT Remaja Rosdakarya September.
An-Nu’mânî, Abd al-‘Azîz. 1997. ‘Umar Abû Rîsyah Syâ‘ir al-Hubbi Wa al-
Watan. Libanon: Darul Masriyah.
Asrori, Imam. 2004. Sintaksis Bahasa Arab Frasa-Klausa-Kalimat. Malang:
MISYKAT.
Bessie, Polce Aryanto. 2017. Metode Penelitian Linguistik Terjemahan. Jakarta:
Indeks.
Burdah, Ibnu. 2004. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan menerjemah teks
arab. Yogyakarta: Tiara kencana.
Damono, Supardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Tangerang Selatan: Editum.
Dependiknas. KBBI. 2008. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet ke-4.
Hanafi, Nurachman. 1986. Teori dan Seni Menerjemahkan, Ende Flores-NTT:Nusa
Indah.
Hidayatullah, Moch Syarif. 2014. Seluk-Beluk Penerjemahan Arab Indonesia
Kontemporer. Tangerang Selatan: Alkitabah.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan.Jakarta: PT Dunia
Pustakan Jaya.
Kamil, Syukron. 2009. Teori Kritik Sastra Arab Klasik Moderen. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
78
Lubis, Ismail. 2004. Humaniora: Jurnal Ihwal Penerjemahan Bahasa Arab ke
Dalam Bahasa Indonesia Vol. 16, No. 1, Februari.
Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT Grasindo.
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya (edisi revisi). Jakarta: Rajawali Pers.
Mufid, Nur dkk. 2007. BUKU PINTAR MENERJEMAHKAN ARAB-INDONESIA
(Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif). Surabaya: Pustaka Progresif.
Mukhtar, 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi
GP Press Group.
Muzakki, Akhmad. 2006. Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nababan, M. Rudolf. 2008. Teori menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nasution, S. Dkk. 2013. Buku Penuntun Membuat Tesis Skripsi Disertasi. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, B. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Parera, Jos Daniel. 1988. Sintaksis. Jakarta: PT Gramedia.43w
Purba, Antilan. 2012. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Cet.
Ke-2.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan
Fakta.yogyakrta: Pustaka Pelajar.
79
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, metode, dan tehnik Penelitian Sastra.
yogyakrta: Pustaka Pelajar.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Rîsyah, ‘Umar Abû. 1998. Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah. Beirut: Dâr al-‘Audah.
Sayogie, Frans. 2008.Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia.
Tangerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selden, Raman. 1991. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Cet. Ke-2.
Syihabuddin. 2005. Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik). Bandung:
Humaniora.
Wargadinata, Wildana dkk. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya, Malang: UIN
Malang Press.
Walujo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Zaidan, Abdul Rozak dkk. 1994. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.
Web
Harianto, Sugeng. Penerjemahan Sastra, dalam
https://www.slideshare.net/sugengha/penerjemahan-sastra, diakses pada
hari kamis 30-03-2017.
Nabîl Salâmah, ‘Umar Abû Rîsyah http://www.discover-syria.com/news/2180,
diakses pada selasa 17-10-2017.
80
LAMPIRAN-LAMPIRAN
81
LAMPIRAN 1: Puisi Romantisme
84تسر ف إ
ىق ت ر ي ل ن ظ ال ي غ ك ي ل إ
ق ر ف م ى ال ل ع م ي غ ال ب اص ع ي
اه ق و ش ف ض ر ى ال ل م ت ن ل
ي ش ال ف ت م ال د ي ع ب ال ل إ
ان س ال ي و غ م ا ن ه ل از غ
ي ض ا ال ه ر ذ خ ن ا م ه ز ه و
ه ر ص خ : ي ف ت ه ت ت ض ف ت ان ف
ق و : ط ه ى ب د ج و ي .. و ب ر ق
ة د ت ، م د ي ا ال ه ن م ت ن ك ف
84 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, (Beirut: Dâr al-‘Audah, 1998), h. 131. Abd
al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, (Kairo: Dar al-Misriyah,
2004), cet-2. h. 26.
82
ىق ش ي ة د ت م ل ز ت ل م و
Gunung Everest
Wahai yang menyatukan awan di titik perpisahan, tidak ada ketidakpastian
bagimu
Kaulah tempat bumi bersandang rindu,
Semakin jauh rindu pun semakin tak terkendali
Ia pun dirayu oleh bintang yang menipu dengan cahaya
Sedang ia dibelenggu tempat sempit
Suara teriak pun menggema
Kekasihku mendekatlah… oh cintaku peluklah..
Kau adalah tangannya yang terbentang,
Senantiasa terbentang, wahai kesengsaraan.
85ط ل ل
قفى.. قدمى! إن هذا ال مكان
يغيب به ال مرء عن حس ه
رمال وأن قاض صرح هوت
85 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, (Beirut: Dâr al-‘Audah, 1998), h. 125. Abd
al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, (Kairo: Dar al-Misriyah,
2004), cet-2. h. 27.
83
ه أعاليه ت بحث عن أس
أق ل ب طرف به ذاهل
وأسأل ي ومى عن أمسه
ياة أكانت تسيل عليه ال ح
وت غفو ال جفون على أنسه
وتشدو البلبل ف سعده
وترى ال مقادي ر ف نسه
Puing-Puing Reruntuhan
Kakiku… berhentilah! Di tempat ini
seseorang telah kehilangan perasaannya.
Pasir dan reruntuhan bagunan memanggil-manggil,
ketinggiannya mencari-cari di mana dasarnya
aku begitu pusing dibuatnya.
aku bertanya kepada hari ini perihal hari kemarin,
Apakah hidup baginya akan terus berlanjut,
sejenak mata terpejam bersahaja.
84
Bersama senandung ria burung Bulbul,86
yang seakan lupa akan petaka yang setiap saat mengintainya.
ط ل ل
الصخر عن نحيته أأست نط
وأست نهض ال مي ت من رمسه
حوافر خيل الزمان ال مشت
تكاد تد ث عن ب ؤسه
وتلك العناكب مذعورة
تريد الت فلت من حبسه
ف الدمار لقد ت عبت منه ك
وبتت تاف أذى لمسه
86 Jenis burung seperti cucak rowo.
85
هنا ي ن فض الوهم أشباحه
تحر الموت ف يسه وي ن
Puing-Puing Reruntuhan
Apakah aku harus berbicara kepada batu batu nisan yang berdiri kokoh,
Atau aku harus membangkitkan mayat dari debu kuburnya.
Jejak waktu berlalu begitu cepat membuatku menggigil.
Hampir ia ceritakan kesengsaraannya.
Laba-laba pun terlihat begitu panik,
Harap lolos dari sang pemburu,
Lelah sudah ia lari dari cengkraman,
Takut akan siksaan yang menipa.
Bayang-bayang halusinasi, ciptakan sosok-sosok mengerikan,
Dan perlahan mati dalam keputusasaan.
87شرود
منه أغان حلم متع صوت ي نادين وف مسمعى *
من أين؟ ل أدرى ولكنن * أصغى وهذا الليل يصغى معى
87 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, (Beirut: Dâr al-‘Audah, 1998), h. 364. Abd al-
Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, (Kairo: Dar al-Misriyah,
2004), cet-2. h. 35-36.
86
إن راحل فاهدئى * وزو دين بلرضا، واهجعى أختاه ..
أوسع ق وافل الجيال قد لوحت * ت ومىء ل من أف
أن الذى ذوب أوتره * وصب ها ب رءا على الموجع
ت هى* أو مضجعى -إن شئت -متكئىل من حناي سدرة ال من
نك جناحى حلم مفجع * م ل ي ضلل الروح لن أكتسى
* مآتا ت عول ف مدعى كم أمنيات عفت أعراسها
معى* قاطعته، فان هل ف أد ف فمى وكم نشيد مسكر
حسب إذا ألقيت طرف على* أمسى صمدت القلب بلضلع
هات ! لن يسمع الوتر الطي ع هذا الدجى * ب عدى حني هي
ولن ي نام ال حب ف مهده * على صلة الشاعر ال مبدع
ة ف ت رجع وق ضلوع الضحى * غنت، وولت، ث ل م قب
Pengembara
Kudengar ada suara memanggilku,
87
Di balik suara itu ada senandung yang mengalun merdu.
Dari mana datangnya? Aku pun tak tahu, tapi
kudengar dengan jelas, malam pun kurasa begitu.
Saudari-saudriku. Aku ini pengembara, maka tenanglah.
Pintaku hanyalah rela, dan lelaplah dalam sahaja.
Kafilah suatu bangsa telah menyadarkanku. betapa luasnya cakrawala itu.
Aku orang yang merusak untaian dawai.
Mengikatnya dan membiarkannya kesakitan.
Kumiliki lekuk Sidratul Muntaha.
Dengan leluasa aku bisa bersandar atau tidur sesuka hati.
Tidak, wahai jiwa yang tersesat.
tak kan pernah kupakai dua sayap darimu.
Wujud dari mimpi yang mengerikan
Banyak harapan yang tidak kusuka perayaannya.
Berkumpul meratap di dingding-dinding kamarku.
Banyak nyanyian memabukkan tak mampu kuucap, lantas mengalir deras
bersama air mata.
Bagiku jika kuingat hari kemarin.
Dasyat sekali hati ini tergoncang
Tidak mungkin! tidak akan ada yang tahu kekelaman ini setelahku.
Kerinduan untuk taat beribadah.
Cinta tak kan terlelap dalam peraduannya.
Bagi puja sang penyair pada Pencipta.
88
Burung-burung bernyanyi di atas sinar sang dhuha,
lantas pergi tampa kenbali lagi.
88ب لبل
ن وح على رد ه؟حلم تلى عنه ف رغده * هل ي قدر ال
ل و ي علم الصياد ما صيده * ل م يعل الب لبل ف صيده
***
ا ي نثر من كبده ته ي نثر أل حانه * كأن ألفي
ظل له * بق كما كان على عهده وإلفه ال مشف
اللفتات، مست وحش * طاو جناحيه على وجده مدله
ه ي نقر ف ق يده قاره غصة * فمد كم أطب قت من
ه أسقمه العيش على وفره * لما رآه ليس من كد
الروض ومن ورده؟وأين مضل ال جن حوله * من زن ب
88 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 144. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 37-38.
89
***
، ول م يده م ي غنه الن وح طوى ال من ن وحا ولكنما * ل
ف عاف دن ياه ول م ي تحذ * عشا، ول م يمل سوى زهده
ن كيده كأنه من طول ما مضه * من عبث الدهر وم
أب عليه الكب أن ي ورث * الف راخ ذل القيد من ب عده
Burung Bulbul
Mimpi terbebas adalah bahagianya,
Bisakah ratap si Bulbul kembalikan itu.
Andai pemburu tahu perihal buruannya,
Tidak akan si Bulbul mereka tuju.
***
Kudapati dia sedang bersenandung ria,
Seakan-akan menyampaikan yang terdalam suara hatinya,
Temannya yang simpati senantiasa menemani,
Abadi sebagaimana tersirat dalam janji.
Angannya mengisyaratkan kesepian,
Melipat kedua sayapnya dalam kesedihan.
Banyak yang menyumbat tenggorokannya, Sebab itu terkatup paruhnya.
Lantas ia hempaskan demi terbebas dari belenggunya.
90
Hidup menggerus kesempurnaannya,
dari yang ia lihat bukan dari kerja kerasnya.
Di mana buah terbaik di musimnya,
yang dikelilingi rekahan bunga-bunga?
***
Hasrat tutupi tangisnya,
Tapi tak mampu menghapus juga tak mempengaruhinya
Dunia berputar, tapi ia tak kunjung dapat pencariannya, yang tersisa hanyalah
keenggananannya.
Bagai terlahir ia dari penderitaan panjang, permainan hidup dan tipu dayanya.
Usia lanjut terlihat enggan wariskan benih, yang bebaskan belenggu setelahnya.
ة 89ص ل
ها واختيال؟ كيف نشى ف ربها ال خضر تي
ها عن العز احتيال وجراح الذل نفي
رمال –و جها وم –إن شئت –دها ق فراء ر
رجال –إذا أعطت –على الدب –نن نواها
89 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 12. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 49-50.
91
Doa
Bagaimana kita berjalan di bukit hijaunya yang penuh pepohonan lebat dan
menyesatkan?
Luka kecil, kita tutupi dari kelemahan dengan sempurna.
Jika ingin dia kembalikan lenggang tanah itu, ia gelombangkan menjadi debu.
Kita akan jadikan ia gersang, jika hanya diberi laki-laki.
90أ شه ىم نأ ني دوم
أردت أنت انطلقى # إل الباء المعلى
إل ملعب دن يا # ما زارها الوهم ق بل
أهل ل أكن لك كفوا # ول لب ك و
وغبت .. ل تتكى ل # من القليل القل
ل أدر كيف تصدى # ل النعيم وول
Lebih Baik Tidak Pergi
Kau ingin meninggalkanku
Keindahan itulah yang kau tuju
90 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 255. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 59.
92
Menuju hal yang semu
Yang tak masuk akal sebelum itu
Aku tak serupa bagimu
Tak juga pantas atas cintamu
Kau pun hilang.. Janganlah kau tinggalkanku
Perlahan-lahan mengabaikanku
Aku tidak tahu bagaimana kesenangan itu
datang dan pergi dariku
م 91أ يا
ل تجب من خيه شيا# ذا العمر ي دن ياللحب .. ه
فجرت ل ن عماءه وحيا# لوله ما كنت المال ول
فطويت سفر عهوده طيا# ئت به!!كيف الياة إذا رز
لموت أشهى ب عده لقياوا# داالكون أوهى ب عده سن
Hari-Hari
Hai dunia!! Untuk cinta hidup ini kupersembahkan..
Jangan halangi panas dari cinta sarat kebaikan.
Kalau pun kau tidaklah rupawan,
91 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 266. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 60.
93
tidak pula kau pancarkan padaku isyarat kebajikan.
Bagaimana jadinya hidup itu, jika cinta tak kubiarkan!!
Kau tutup kemudian, buku pengetahuan dalam lipatan.
Berlanjut semesta goyahkan sandaran
Lalu kematian memberi pertemuan.
الف جر 92ل ي أت
مساء الي .. كاد الليل يسحب سته عنا
وق، إن أغفى أو استأن وما زلنا نز الش
فل أكبادن ت روى، ول أقداحنا ت فن
ال ما خفنا ولكن .. طالما خفنا من العذ
Fajar Akan Datang
Selamat malam.. sebentar lagi malam akan menyingkap tabirnya dari kita.
Sedang kita masih tetap mengayuh rindu, Jika terlelap ataupun terlambat,
Hati kita tak dapat menceritakannya, Gelas kita pun takkan bisa pecah
Tapi.. pipih dari pencela kita takuti, sebenarnya apa yang kita takuti.
92 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 291. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 66.
94
ه ب ي م رأ نل 93
كل أهوائك كانت بدعة
ن غوايت عنيدات التحدىم
أخذت من كبيئى ما اشت هت
ى ووجدى وت لهت بتباري
هب النسيان ذكرى فانطوى ف غي
وان ت هى ف ذلة الغفران حقدى
Tak Akan Kusia-siakan
Cintamu semua telah baru
Dengan dosa kedurhakaan yang menantang
Ia ambil apa yang diinginkan dari kesombongannku.
Dengan kesengsaraan dan kemaraku ia pun menghibur diri.
Ingatanku berkumpul dalam kelamnya lalai,
Dendamku pun berakhir dalam hinanya ampunan.
93 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 231. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 67.
95
ه ب ي م رأ نل
كل أت راب فماوجفان
حفظوا ود ى، ول أوفوا بعهدى
ما ت ب قى غي هذا القي د ل
ف بقاي الليل من هم وسهد
Tak Akan Kusia-siakan
Mangkukku setiap sebayaku,
Mereka tidak menjaga kesenanganku,
Tidak pula tepati perjanjianku,
Tiada bersisa, selain ikatan yang ada padaku,
Dari cemas dan tak mampu terlelap di penghujung malam.
ه ب ي م رأ نل
به ى إنه عمرى .. ف لن أرم
السي ف الوحشة وحدى ل أطل
96
Tak Akan Kusia-siakan
Dia hidupku.. aku pun takkan melepaskannya.
Tak kubiarkan pergi dalam murung sendirian
94ان ك بالراج م
ل تصفحى عن ول ت غفرى
إن أحب المرأة الاقده
، ق ول: انطل ق ول: اب تعد عن
هالفاسد ما شئت ف أهوائك
عن رح من زهوى ت غاضيك ي
الشارده أمسى، وعن أحلمك
Abu Vulkanik
Jangan kau berpaling jangan pula kau tutupi dariku.
Senggu aku mencintai wanita pendendam.
94 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 260. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 67.
97
Katakan: menjauh dariku. Katakan: pergilah
Terserah kau dengan cintamu yang usang.
Melukai orang sombong, yang membiarkanmu dari hariku yang lalu.
dari mimpi-mimpimu yang tak semestinya.
ان ك بالراج م
ب يك ب قاي هوى لو بي جن
لكنت ف هذا اللقا زاهده
Abu Vulkanik
Jika masih ada cinta pada dirimu,
Sebenarnya kaulah yang tidak suka dalam pertemuan ini.
ان ك بالراج م
ماجر البكان ل تكتحل
بلث لج، لول نره الامده
Abu Vulkanik
Abu vulkanik tidak akan sirna sebab salju,
Jika tidak apinya yang redup.
98
95فيط ال
فك وارتى نا ثر طي على شفت ي
هما فأب عد وهج الشوق والعطر عن
زف رتى وتسألن ماب، فأخن
ما ها موجعا مت بس وأرنو إلي
ها حامل منك وحشت وأرجع عن
وف مقلت ظماوف خافقى جوع،
Impian
Impianmu berkobar di bibir kami,
Lantas semakin jauh. Rindu dan semerbak harum memancar dari keduanya.
Kau bertanya apa yang ada padaku, Sesaklah nafasku.
Kutatap dia dengan senyum tertahan.
Aku pun kembali dengan wajah sendu,
Hatiku hampa, batin pun merana.
95 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 250. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 68.
99
فيط ال
وأغرق ف كأسى عهودك كلها
ا فما أعرف الشياء إل ت وه
فكل جال صاح ب منه هاتف
إليك ت ناهى أو إل سحرك ان تمى
Impian
Semua janjimu kutenggelamkan dalam gelasku.
Aku tidak tahu apa-apa kecuali bersikap baik,
Setiap keindahan yang membelahku, ada suara yang entah siapa.
Mencegah langkahku padamu, atau berhubungan pada tipu dayamu.
فيط ال
، ب عد ف درب غربت ول خطوات
وث با، وأخضب ها دماسأقطعها
نه وألقاك بلب الذى ت عرفي
100
ولن تسأل عنه، ولن أتكلما
Impian
Aku melangkah, tibalah aku di tempat pengasingan.
Akanku potong-potong untuk dijadikan tempat duduk, kuwarnai dengan darah.
Kulemparkan padamu dengan cinta, yang kau tahu apa itu.
Kau tidak akan menanyakannya, Dan aku pun tak akan menjawab.
96اع د خ
سكت .. وطرف على طرفها
يض .. وف وق يدي ها يديغض
الرأس ف رقة فاسندت
مجهد ال على ق لب الثائر
ولما همت بت قبيلها
شف الرضاب الشهى الندي ور
96 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 380. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 69-70.
101
سعت نداء الضمي الريح
م: ي وغد ل ت عتد ي تمت
حن يت على وقعه هامت
وسرت على غي ما مقصد
Dia Penipu
Aku terdiam.. mataku di atas matanya
yang terpejam. Kugenggam erat tangannya yang lembut.
Kusandarkan kepalaku pada tubuh rampinya.
Ada gejolak tak terbendung dalam hatiku.
Saat ingin kucium,
Melumat bibir merahnya.
Kudengar ada seruan hati yang terluka,
Bergumam; hai hina janganlah kau lewati batas.
Kuurungkan niatku semula,
Kulanjut pada sesuatu yang bukan inginku.
102
97ع ن اد
هذى الرب كم ضاق ف فضاؤها
باتا .. أت عث ر مال على جن
ها ودون زحامه شب الصى في
آخر ي تكسر درب يغيب، و
وملعب، ومر أذيل با
ها النسر ب عدت، فما ت رقى إلي
Menyimpang
Tempat yang indah ini, tampak sempit pada air yang mengalir di atasnya.
Tak nampak aku di sisinya.. Dengan gagap kusampaikan,
melempar batu kecil ke dalamnya tak akan membuatnya sempit.
Pintu besarpun terbenam, dan yang lain pun pecah.
Tempat bermainku, jalan terakhirku jauh olehnya.
Binatang Ansur pun enggan mendakinya.
97 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 184. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 72.
103
ع ن اد
وتطوف ب دن يا مضلة الن
ا ول أتي ل أن ت قى من ه
والي وم ل وهج ، ول أرج با
ا من مزنة ت تحدر فكأن
Menyimpang
Buah segar berputar bersamaku, memutari dunia.
Buah itu, tidak kukeluarkan tidak pulah aku pilih,
Hari ini nyala apinya tidak terang, wewangian juga tak ada.
Tak ubahnya ia awan hitam yang turun ke bumi.
ع ن اد
مه وأرى الشتاء تطاولت أي
ر وازداد عسفا ق لبه المتحج
كم زارن، وكشفت عن صدرى له
104
فأقام ل ي زهو ول ي تكب
Menyimpang
Kulihat musim dingin jadi lebih lama, tak seperti biasa.
Kelaliman bertambah, hatinya pun turut serta.
Berapa yang mengunjungiku, kubuka bagian depan untuknya.
Lantas kunaikkan, ia tak berkilau juga tak sombong.
ع ن اد
وأت يت مرآتى، وعطرى ف يدى
ها أبصر ف بصرت ما ل كنت في
عا فخفضت طرف .. ذاهل مت وج
ها .. عاتبا، أست نكر ون فرت من
خانت عهود مودتى، ف ت غيت
ا ت ت غي ما كنت أحسب أن
Menyimpang
Kudatangi istriku, semerbak bau harum sudah kugenggam.
Kulihat sesuatu yang tak pernah kulihat di sana,
105
Kupejamkan mata, pusing aku dibuatnya,
Kuberanjak pergi, tinggalkannya,
Dengan hati menggerutu, meminta penjelasan,
janji kasihku terkhianati, cemburu.
Tak kusangka dia berubah secepat itu.
106
Lampiran 2: Puisi Nasionalisme
الن كب ة 98ب عد
أمت.. هل لك بي المم
منب للسيف أو للقلم؟!
أت لقاك وطرف مطرق
خجل من أمسك ال منصرم
ثااب ويكاد الدمع ي همى ع
الل م بب قاي كبيء
أمت ! .. كم غصة دامية
ف فمى خن قت نوى علك
ف إبئى راعف أى جرح
98 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 7. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 46-47.
107
فاته السى ف لم ي لتئم
Setelah Tragedi Itu
Bangsaku.. di antara bangsa-bangsa lain apa yang kau punya,
Pedang atau pena?!
Haruskah mereka mendatangi kalian, sedang mataku tertutup rapat,
malu pada harimu yang lalu.
Air mata hampir mengalir sia-sia,
dengan sisa-sisa kehormatan dalam luka.
Bangsaku!.. berapa banyak darah yang menyumbat tenggorokan.
Menutupi kemulyaan kalian di mulutku.
Dalam engganku luka masih mengucur darah.
Balutannya lepas, dan luka pun masih menganga.
99م يض الاة م ح
ه ن أذاب على هواه شباب وط
وحباه بلمأث ور عن أشعاره
يل الطرف ف ال مجد يجل أن ي
99 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 14. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 49.
108
ال جب ناء من أسواره ما هدم
فكأنه من ن يله لفراته
حل تاذبه يدا جزاره
Pelingdung Ketidakadilan
Tanah air, ia perbaiki hasrat pemudanya,
Merayap turun dari rambunya.
Keluhuran pun malu sekedar untuk kedipka mata,
Tentang ketakutan yang mampu robohkan dinding kokoh.
Seolah ia mencapai muara sungai.
Awan hitam yang ditarik oleh pembaitainya.
م يض الاةم ح
عات بته .. ونسيت طيب ناره
وأبيت أن تصغى إل أعذاره
سلفة حلمه تلك البقية من
قع غليل أن واره نضبت، ول ت ن
109
أوما لمحت على كآبة صمته
ما شقت القدار من أستاره؟
Pelindung keitidakadilan
Kau mencelanya.. lupa betapa bagus bahannya.
Kau diam siap dengar alasannya.
Bekas itu dari mimpi manisnya.
Meresap ke dalam, tapi tak kuasa mengpus dendam membara.
Atau kau tak melihatnya sekejab, dengan sedih hingga kau terdiam.
Mampukah kekuatan menyingkap tabirnya?
م يض الاة م ح
هل ف رواب القدس كهف عبادة
تن و جوانبه على أحباره
خشب الصليب على الرمال مضب
بدماء من نعموا بطيب جواره
Pelindung keitidakadilan
Di bukit-bukit Bait al-Maqdis adakah ruang ibadah,
membengkoknya sisi-sisinya bagi si alim.
110
Di atas pasir, kayu salib diwarnai merah pekat,
Oleh darah orang yang hidup senang, dengan kebaikan tetangganya.
م يض الاة م ح
كم حرة .. ل تدر عي الشمس ما
ف خذرها، أغضت بطرف كاره
وب ناتا وجلى، تضج أمامها
والرجس يدف عها إل أوكاره
Pelindung keitidakadilan
Banyak wanita-wanita terhormat..
Tidak tahu bentuk matahari.
Tidak dalam ruang khususnya, diam dengan mata penuh kebencian.
Putri-putrinya menggigil ketakutan, mengadu di hadapannya.
Kesalahan yang membawanya pada kurungan.
م يض الاةم ح
بن استجارت هذه الزمر الت
111
مد الزمان لا يد استهتاره
العري ي نشرها على أن يابه
والوع يطوي ها على أظفاره
Pelindung keitidakadilan
Pada siapa rombongan ini minta perlindungan,
Sedang padanya waktu tetap membentangkan hasrat.
Telanjang menunjukan mereka pada taringnya.
Sedang lapar ia sembunyikan di balik kuku-kukunya.
م يض الاةم ح
مهل حاة الضيم إن لليلنا
فجرا سيطوى الضيم ف أستاره
ا ما نم جفن القد عنك وإن
هي هدأة الر ئ بال ق بل نفاره
Pelindung keitidakadilan
Pelan-pelan pelindung kelaliman bekerja,
112
Jika pada malam kami ada sang fajar,
Ia akan melipat kelaliman itu dalam tabirnya.
Tak kan pernah redup dendam itu padamu,
Bagai langkah harimau sebelum buruannya pergi.
100يد ح ت الةم سب
ي بسم .. من علمه
كيف يطيب الل
Senyum Menantang
Tersenyumlah.. orang yang mengajarkannya
bagaimana mengobati luka.
يد ح ت الةم سب
سلحه على الث رى
عثر مطم مب
100 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 23. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 53.
113
وصدره مزق
ه أعداؤه وحول
ت لعنه وتشتم
Senyum Menantang
Hancur berserakan senjatanya di atas tanah,
Sedang dadanya sudah terkoyak-koyak.
Sekelilingnya musuh-musuh dengan pedang terhunus,
Mencaci juga menyiksanya.
يد ح ت الةم سب
أزرى بذل حقيها
ومات وهو ي بسم
Senyum Menantang
Terjatuh dengan sangat memalukan,
Dan mati sambil tersenyum.
114
101يائ د ف
أمضى .. ويذهلن طلب
، وعن دن يا شباب عن
أمضى .. ويسألن الربيع
ول أجيب مت إيب؟!
Tebusanku
Aku bekerja.. apa yang kucari bingung aku dibuatnya,
bahkan sampai masa mudaku.
Aku bekerja.. musim semi bertanya padaku,
Jangankan menjawab, ia kembali pun aku tak tahu?!
يائ د ف
عاد ب ين وبي الموت مي
اب أحث له رك
101 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 28. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 54.
115
بن فاس النعيم عب
السمح والمجد اللباب
Tebusanku
Ketentuan antar aku dan kematian.
Kutawarkan padanya tungganganku.
Melekat pada angin sepoi dari surga yang lapang, juga keluhuran hati.
يائ د ف
هذى الرب وع رب وع آبئي
وأجدادى الغضاب
ي –فداك العمر –عط ر
عاد من جرحى ت راب مي
Tebusanku
Rumah ini kediaman kakeh moyangku,
yang murka atas perihal yang terjadi.
Harumkan -usiamu- wahai
Waktu, siapa yang menyakiti tanahku.
116
يائ د ف
ف لسوف ت ركز فيه أعلمي
سها حراب وتر
Tebusanku
Benderaku akan ditancapkan di sana.
Dijaga oleh tongkat kecilku.
102يد ل اب وارز
زروا بلدي نفرين
من اليال إل العيان
متشو قي لرؤية السناء
قاء الزمان عن
ن ت ها با أن صغت فت
102 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 81. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 55.
117
أوحى إل ى با افتتان
Kunjungi Negeriku
Kunjungi negeriku,
Muncul dari angan menyata.
Rindu akan pandang tak jemu.
Bencana masa.
Kudengarkan kesesatannya,
Dengan yang ditunjukkan padaku, bersamnya kegilaanku.
يد ل اب وارز
ت ها حت غدت غن ي
ف مسمع الدن يا أغان
Kunjungi Negeriku
Kusenandungkan sampai pagi.
Nyanyianku didengar dunia.
يد ل اب وارز
أطلقت ها من خذرها
فوان ملى السنا والعن
118
Kunjungi Negeriku
Kulepaskan ia dari kurungannya,
Dari permukaan tumbuhan dan bagian yang keras.
يد ل اب وارز
ي ت ها حاة وجعلت فت
المجد، ف رسان الرهان
Kunjungi Negeriku
Kujadikan pemuda-pemudanya,
dalam penjagaanku yang berharga.
Pasukan Kavaleri sebagai jaminan.
يد ل اب وارز
زاروا بلدي فاخت بأت
مكان خشيت أن يدروا
Kunjungi Negeriku
Kunjungilah negeriku,
Aku pun akan bersembunyi.
Aku takut mereka tahu tempat yang kudiami.
119
103بعش ي
تشك الشقاء ي شعب ل
ك ول تطل فيه ن واح
لول تكن بيديك مروحا
ك لضمدن جراح
Rakyatku
Rakyatku, jangan ratapi kesengsaraan.
Sudahilah meratap dalam tangisan.
Andaikan tak ada luka di tanganmu,
Pasti kami balut lukamu.
بعش ي
أنت ان ت قيت رجال أمرك
وارت قبت بم صلحك
103 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 96. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 57.
120
Rakyatku
Kau keluarkan pasukanmu.
Pada mereka kau menanti kebaikanmu.
ش عب ي
لفى عليك .. أهكذا
تطوى على ذل جناحك!!
لول تبح لواك علياء
الياة ل ما است باحك
Rakyatku
kau menyedihkan bagiku..
Begitukah kau lipat rendah sayapmu!!
Jika tak kau beri kemulyaan pada hasratmu,
maka hidup pun tak kan membiarkanmu.
104د ال خ
ما أرى؟ هذه ذوائب مزوم
104 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 537. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar
Abû Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 58.
121
وهذى خيامهم والمغان
Kekal
Apa yang kulihat? Ini adalah orang loteng,
yang lubang hidungnya digelangi.
Tidak hanya di atas tandu,
Di rumahnya pun mereka mengigau.
د حأ
))أحد (( لح حي لح عليه
عال ضمن هيكل إنسان
ف كتاب مبي زرع ال
وحاه بكل عضب يان
Uhud
((Uhud)) kadang-kadang muncul kepermukaan,
Lantas tampaklah dunia, menjamin manusia dalam pertumbuhan.
Menabur benih baik dalam kitab suci,
Menjaganya dengan setiap pedang tajam Yamani.
122
د ال خ
ي مسجى ف ق بة اللد ي خالد
هل من ت لفت لب يان؟
الب غىل رعان الص با إذا عصف
وألفى فمى ضريح لسان!!
Kekal
Hai yang membentangkan kain pada bangunan kekekalan. Oh yang Abadi,
apakah ada yang tidak suka dengan penjelasanku?
Tidak ada pingsan bagi si perindu, jika bertiup kencang pada wanita penghibur.
Dan kuburan lidahku ada pada mulutku.
105الغ ر ب ة
ي غربت .. ل تطلقى أسرى
ل ف العمر ما ي غرى ل ي ب
105 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 79. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 71.
123
م كنت الشذى طالعتن أي
يلم ف أكمامه الضر
ول ت زال طيفى المرتى
موحش ق فر ف كل درب
Pengasingan
Hei tempat asingku.. ikatanku pun tidak dilepas.
Sisa umurku pun sudah habis.
Kuteliti satu-satu, di mana hari-hari aku berlaku buruk.
Bermimpi dalam bunga-bunganya yang segar.
Selalu saja ada impian yang terlempar,
Di setiap pintu yang tak hanya sunyi tapi juga terpencil.
الغ ر ب ة
كم سلوة نجي ت ها فان ث نت
ت رمقن بلنظر الشزر
با كفنت ف الفجر جراح الص ن
124
ورحت ل ألوى على أمر
Pengasingan
Banyak sekali kesenangan, miliki jalan yang beliku.
Memandangku sejenak, dengan mata nanar tanda marah,
Luka kecil itu kututupi saat fajar,
Demi perintah, kuberangkat segera tanpa menunda-nunda.
الغ ر ب ة
ت ه ي غرب ىت !! ما أق رب المن
ب عد جفاف الكأس من خرى
سيى بتاب وتى إل قبه
وان تصب ب وما على القب
Pengasingan
Hei tempat asingku!! Apa yang paling dekat dengan akhir.
Setelah arak tak lagi menghuni gelas.
Berangkatlah menuju kuburnya, bawalah serta peti matiku.
Burung hantu berdiri tegak, gagah di atas kuburnya.