upaya peningkatan apresiasi seni batik surakarta … · pada siswa kelas x sma negeri 1 surakarta...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA
MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO
VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER)
PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh:
JAUHARSARI WARDHANI
K 3205020
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA
MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO
VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER)
PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh:
JAUHARSARI WARDHANI
K 3205020
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Desember 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Mulyanto, M.Pd Lili Hartono, S.Sn, M.Hum
NIP 19630712 198803 1 002 NIP 19781219 200501 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi syarat mendapatkan gelas Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang tanda tangan
Ketua : Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. : ......................................
NIP 19530429 198503 1 001
Sekretaris : Drs. Edy Tri Sulistyo, M.Pd. : .......................................
NIP 19560717 198601 1 002
Anggota I : Drs. Mulyanto, M.Pd. : ........................................
NIP 19630712 198803 1 002
Anggota II : Lili Hartono, S.Sn, M.Hum. : ........................................
NIP 19781219 200501 1 002
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.
NIP 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Jauharsari Wardhani. UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK
SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA
AUDIO VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM
DOKUMENTER) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010.
Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan
apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio
visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA
Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang menggunakan media
audio visual dalam pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah
setempat. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta
tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 34 siswa. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Agustus hingga Desember 2010, dengan dua siklus dan masing-masing
siklus mencakup empat kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik
dokumentasi, teknik wawancara, dan teknik tes tertulis untuk aspek kognitif dan
aspek afektif dalam bentuk lembar observasi.
Target indikator yang telah dicapai pada penelitian ini yaitu: 1) Siswa
mampu mengidentifikasi pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat
yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I mencapai 73% dan pada siklus II
meningkat hingga 88%. 2) Siswa mampu menunjukkan sikap menghargai
terhadap karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I
mencapai 72% dan pada siklus II meningkat menjadi 85%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menggunakan media audio visual dapat meningkatkan apresiasi seni Batik
Surakarta pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Jauharsari Wardhani. THE IMPROVEMENT EFFORT OF ART
APPRECIATION OF BATIK SURAKARTA TROUGH LEARNING
WHICH USE AUDIO VISUAL MEDIA (COMBINING AUDIO SLIDE
AND DOCUMENTARY MOVIES) TO TENTH GRADE OF SMA NEGERI
1 SURAKARTA IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2001. Teacher
Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. 2010.
The aim of this action research is to improve art appreciation of Batik
Surakarta through learning which use audio visual media to tenth grade SMA
Negeri 1 Surakarta in the Academic Year of 2010/ 2011.
This research is an action research that uses audio visual media in learning
art appreciation locally. The subject of research is the students classes X-4 SMA
Negeri 1 Surakarta in Academic Year of 2010/ 2011 which consists of 34
students. This research is conducted from August until December 2010, it consists
of two cycles and each of the cycles consists of four activities. It is planning,
implementing, observing and reflecting. The collecting of data uses
documentation, interview, written test to cognitive aspects and affective aspect in
sheet observation form.
The target of indicator which is reached in this research is: 1) the students
can identification knowledge about art locally. It is Batik Surakarta. In the cycle
one is 73% and the cycle two improves until 88%. 2) The students can show their
attitude to praises art locally that is Batik Surakarta. In the cycle one reaches 72%
and cycle two improves until 85%.
The result of this research can concluded that learning the use of audio
visual aids can improve student’s art appreciations in particular at Batik Surakarta
at the students classes X-4 SMA Negeri 1 Surakarta in Academic Year of 2010/
2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari
betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.
- Thomas Alva Edison-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Ibu, Bapak, dan Adik tercinta
Sahabat-sahabat yang menyayangiku
Sakura
Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005, adik dan kakak tingkatku
Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Almamater Tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk,
kemudahan serta rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini tidak
lepas dari dukurngan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, Penulis
sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada terhormat :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidyatullah, M. Pd. Sebagai Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta.
2. Drs. Suparno, M. Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FKIP UNS Surakarta.
3. Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. sebagai ketua Program Pendidikan Seni Rupa
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta.
4. Drs. Mulyanto, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam
menyusun skripsi.
5. Lili Hartono, S.Sn, M.Hum, selaku Pembimbing II sekaligus Pembimbing
Akademik yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyusun skripsi terutama selama penulis menjadi
mahasiswa di Program Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS;
6. Orang tua penulis, yang tiada hentinya memberikan penulis dukungan baik
secara materi maupun moral.
7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang telak banyak
memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.
8. Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005
9. Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan ijin, sehingga
penulis dapat melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
10. Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru mata pelajaran seni budaya kelas X-4
SMA Negeri 1 Surakarta atas bimbingan, arahan, dan bantuannya.
11. Siswa-siswi kelas X, khususnya X-4 SMA Negeri 1 Surakarta atas bantuan
dan kerjasamanya.
12. Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband Universitas
Sebelas Maret Surakarta
13. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripisi ini dapat
tersusun.
Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pendidikan kesenirupaan, khususnya bagi penulis dan
pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya.
Surakarta, Desember 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
HALAMAN PENGAJUAN ......................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
MOTTTO ...................................................................................................
PERSEMBAHAN ......................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………..
C. Tujuan Penelitian………………………………………...….
D. Indikator Penelitian…………………………………………
E. Manfaat Penelitian………………………………………….
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka……………………………………………
1. Pembelajaran……………………………………………
2. Apresiasi Seni…………………………………………...
3. Batik Surakarta………………………………………….
a. Pengertian Batik…………………………………….
b. Sejarah Batik Surakarta……………..………………
c. Makna Pola Batik Surakarta dan
Penggunaannya.…………………………………….
4. Media……………...…………..………………………...
a Pengertian Media………………………....................
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xi
xiv
xv
xvii
1
7
8
8
9
10
10
11
14
14
15
18
24
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
b Media Pembelajaran………………………………...
c Media Audio Visual…………...................................
1) Slide Suara ……………………………………..
2) Film …………………………………………….
B. Penelitian yang Relevan…………………………………….
C. Kerangka Berpikir…………………………………….…….
D. Hipotesis Tindakan…………………………………….……
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu………………………………………….
B. Subyek Penelitian ………………….…………………….....
C. Teknik Pengumpulan Data….………………………………
D. Teknik Analisi Data…………………………………………
E. Prosedur Penelitian….………………………………………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Awal……………………………………………...
1. Letak dan Situasi Ruang SMA Negeri 1 Surakarta…….
2. Keberadaan Siswa………………………………………
3. Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4 SMA
Negeri 1 Surakarta……………………………………...
a. Pelaksanaan Pembelajaran…………………………
b. Tahap Observasi Awal……………………………..
c. Tahap Refleksi Awal………………………………
B. Deskripsi Siklus I……………………………………………
1. Perencanaan Tindakan Siklus I...……………………….
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I…………………………
3. Observasi Siklus I………………………………………
4. Refleksi Siklus I………………………………………..
C. Deskripsi Siklus II…………………………………………..
1. Perencanaan Tindakan Siklus II………………………..
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II.……………………….
3. Observasi Siklus II..…………………………………….
25
29
31
32
35
37
40
41
41
41
44
45
55
55
56
57
57
58
63
66
66
66
68
76
80
80
80
83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
4. Refleksi Siklus II.………………………………………
D. Pembahasan…………………………………………………
BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN………………………...
A. Simpulan…………………………………………………………...
B. Implikasi…………………………………………………………...
C. Saran……………………………………………………………….
Daftar Pustaka……………………………………………………………...
Lampiran…………………………………………………………………...
92
94
100
103
103
105
108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4…………………..
2. Indikator Keberhasilan Penelitian.……………………………………..
3. Perencanaan Siklus I Pertemuan1………………………………………
4. Perencanaan Siklus I Pertemuan 2……………………………………..
5. Data Ketercapaian Siklus I Pembelajaran Apresiasi Seni……………...
6. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus I…………………………………
7. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus I.………………………………...
8. Data Ketercapaian Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni……………..
9. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus II………………………………..
10. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus II………………………………...
11. Data Perbandingan Ketercapaian Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II
Pembelajaran Apresiasi Seni…………………………………………...
12. Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II...............................
5
9
49
51
75
77
78
91
92
93
94
95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan
Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4…………………………
2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 menit Pertama..
3. Batik Parang Rusak……………………………………………………
4. Batik Udan Riris………………………………………………………..
5. Batik Truntum………………………………………………………….
6. Batik Sidomulyo………………………………………………………..
7. Batik Sidomukti………………………………………………………...
8. Batik Sidoluhur………………………………………………………...
9. Kerangka Berpikir……………………………………………………...
10. Tahap Siklus Penelitian Tindakan Kelas……………………………….
11. SMA Negeri 1 Surakarta……………………………………………….
12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan
Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4…………………………
13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi
Apresiasi Seni (1) ……………………………………………………..
14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi
Apresiasi Seni (2)..……………………………………………………..
15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada Saat
Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni……………………...
16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya Pada
Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS…………………..
17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif…………………..
18. Grafik Presentase Hasil Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa Pada
Kondisi Awal…………………………………………………………...
19. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual Pengetahuan
Batik Tentang “Sejarah Batik Surakarta”………………………………
20. Siswa yang Mengerjakan Tugas Pelajaran Lain……………………….
21. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes…………………………………..
3
4
20
21
22
23
23
24
39
48
56
59
60
60
60
61
61
63
70
70
71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
22. Siswa sedang melihat tayangan media audio visual pengetahuan batik
tentang “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”……….
23. Siswa yang Tidak Memperhatikan Guru Pada Saat Guru sedang
Menjelaskan Sub Materi………………………………………………..
24. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa
Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di siklus I………………………..
25. Seluruh Siswa Memperhatikan dengan Seksama Media Audio Visual
yang Diputar……………………………………………………………
26. Guru Berkeliling Kelas Untuk Memantau Siswanya…………………..
27. Siswa Sedang Menyampaikan Pendapatnya Kepada Guru……………
28. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual yang Sedang
Diputar………………………………………………………………….
29. Siswa Memperhatikan Penjelasan Dari Guru Setelah Melihat
Tayangan Media Audio Visual………………………………………...
30. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes untuk Menguji Pemahaman
Mereka Tentang Materi………………………………………………...
31. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan Kognitif Siswa
Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus II………………………
32. Grafik Presentase Afektif dan Kognitif Perbandingan Kondisi Awal,
Siklus I, dan Siklus II…………………………………………………..
74
74
76
84
85
88
89
90
90
91
94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Silabus………………………………………………………………….
2. Lampiran Observasi Awal……………………………………………..
a. Foto Kegiatan Pembelajaran………………………………………..
b. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 3……………………………
c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 4……………………………
d. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 3……………………..
e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 4……………………..
f. Lembar Nilai LKS Siswa (fotokopian)……………………………..
g. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..
h. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)……………………………..
4. Lampiran Siklus I………………………………………………………
a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………………………….
b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………………………….
c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1……………………………
d. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 2……………………………
e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……………………..
f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……………………..
g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1…………………….
h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2…………………….
i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……………………………………..
j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……………………………………..
k. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..
l. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….
5. Lampiran Siklus II……………………………………………………...
a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………………………….
b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………………………….
c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1……………………………
d. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 2……………………………
109
113
115
116
117
118
120
121
124
126
150
152
154
155
156
157
159
160
162
163
164
165
168
170
172
173
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……………………..
f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……………………..
g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1…………………….
h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2…………………….
i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……………………………………..
j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……………………………………..
k. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..
l. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….
m. Foto Peneliti pada saat Penelitian…………………………………...
6. Perijinan………………………………………………………………..
a. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi……………………….....
b. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS………………………………...
c. Surat Permohonan Ijin Research…………………………………...
d. Surat Permohonan Ijin Research…………………………………...
e. Surat Pengantar Ijin Penelitian…………………...…………………
f. Surat Keterangan dari SMA Negeri 1 Surakarta……………………
174
175
177
178
180
181
182
184
185
187
188
189
190
191
192
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang masih kental
dengan budaya Jawanya. Bersama slogannya yang sering kita dengar yang
berbunyi “Solo the Spirit of Java”, masyarakat dan pemerintah Kota Surakarta
bertekad terus menjaga dan melestarikan budaya Jawa. Berbagai seni dan budaya
tumbuh dan berkembang di kota ini, baik seni pertunjukan (ketoprak, wayang,
tari, dan lain-lain), maupun seni rupa. Kota Surakarta lebih dikenal sebagai salah
satu kota pencipta karya seni rupa yang lebih mengarah kepada seni kriya (seni
ukir, batik, keris, dan lain-lain). Kain Batik Surakarta merupakan salah satu
peninggalan budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia. Dalam dunia
Internasional, kain batik lebih dikenal identik dengan Indonesia, dan pada
akhirnya batik menjadi salah satu identitas diri yang dimiliki bangsa Indonesia.
Seni dan budaya merupakan warisan leluhur, yang harus dijaga
kelestariannya. Pengembangan dan pelestarian budaya Indonesia merupakan tugas
besar yang diemban pemerintah Indonesia khususnya masyarakat Indonesia. Salah
satu usaha pelestarian dan pengembangan seni dan budaya ini dapat dilakukan
melalui dunia pendidikan.
Crow dan Crow (dalam Arif Rohman, 2009:6) berpendapat bahwa
“Pendidikan diartikan sebagai proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang
cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat
dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi”. Jadi pendidikan
dimaksudkan sebagai suatu cara yang dipakai untuk meneruskan nilai-nilai
kebudayaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Dalam pendidikan formal di Indonesia memiliki jenjang atau tahapan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan. Jenjang pendidikan formal
terdiri atas pendidikan dasar (SD, MI atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs,
dan yang sederajat), pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, dan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sederajat), dan pendidikan tinggi (universitas, akademi, institut, dan yang
sederajat).
Pendidikan menengah merupakan pendidikan formal yang melanjutkan
pendidikan dasar sebelumnya. Sebagaimana disebutkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 tahun 1989 pada pasal 15 ayat 1 bahwa pendidikan menengah
diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut
dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. (dalam Hasbullah, 2005:289).
Pada pendidikan dasar sampai menengah terdapat mata pelajaran seni
budaya. M. Jazuli (2008:17) menyatakan bahwa “Hakikat pendidikan seni adalah
suatu proses kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai yang
bermakna di dalam diri manusia melalui pembelajaran seni”. Melalui pelajaran
seni budaya menjadikan anak didik mampu mengembangkan kreativitasnya akan
seni dan budaya bangsa, sehingga pengembangan serta pelestarian seni dan
budaya bangsa tetap terjaga dari generasi ke generasi.
Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni
tentu sudah tidak asing lagi. Apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang
mengembangkan tingkat apresiasi siswa pada kesenian dan kebudayaan.
Peningkatan apresiasi seni dan pengenalan siswa terhadap budaya bangsa mereka
perlu dilakukan mulai sekarang, sehingga tumbuhnya rasa kebanggaan nasional
dapat dipupuk sejak dini dan pelestarian dapat dilakukan, serta pengklaiman seni
budaya kita oleh bangsa lain dapat dihindarkan seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Salah satu arah kebijakan Garis-garis Besar Haluan Negara tentang sosial
dan budaya yaitu: “Melestarikan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan
tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-sentra kesenian untuk
merangsang berkembangnya kesenian nasional yang lebih kreatif inovatif,
sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional”. (dalam UUD 1945 & GBHN,
2009:121). Melalui pendidikan tentang kesenian dan kebudayaan yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kepada siswa nantinya, maka diharapkan dapat mengembangkan seni dan budaya
sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional.
Standar kompetensi pelajaran seni budaya di kelas X semester 1 tahun
ajaran 2010/2011 yang di gunakan pada penelitian ini adalah mengapresiasi karya
seni rupa. Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai ialah menampilkan
sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa
terapan daerah setempat. Karya seni rupa terapan daerah Surakarta yang diajarkan
kepada siswa adalah karya seni batik.
Kondisi pembelajaran apresiasi seni di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta
sebenarnya sudah cukup baik, namun materi apresiasi seni yang didominasi
dengan teori membuat siswa kurang antusias dengan pembelajaran. Pada 10 menit
awal pelajaran, suasana kelas masih kondusif dan setiap siswa tampak
memperhatikan penjelasan dari guru.
Gambar 1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan
Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Akan tetapi pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tampak tidak
kondusif karena siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias
dengan pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang
disampaikan guru. Siswa-siswa yang tidak memperhatikan tersebut beberapa
diantaranya ada yang tidur, berbicara dengan teman sebangkunya, bermain rubik,
bahkan ada siswa yang membuka situs facebook pada saat guru sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
menerangkan. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran apresiasi seni kurang
diminati oleh siswa. Kurangnya antusias siswa pada pembelajaran apresiasi seni
juga dapat dilihat dari nilai materi apresiasi mereka kurang baik.
Gambar 2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 Menit Pertama.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Metode pembelajaran yang diberikan guru selama ini adalah metode
ceramah dan penugasan. Setelah guru menerangkan, memberikan ceramah materi
tentang karya seni rupa terapan daerah setempat, kemudian kegiatan siswa
dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Penerapan metode
pembelajaran ceramah yang terus dan berulang-ulang ini dirasakan siswa kurang
menarik dan membuat siswa merasa bosan di kelas. Padahal siswa sudah
menyukai cara guru yang menyampaikan materi dengan gaya humoris, hanya saja
siswa merasa metodenya kurang bervariasi. Sehingga pelajaran terkesan monoton,
materi yang disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa.
Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat pada
rendahnya apresiasi seni siswa yang ditunjukkan dengan minimnya perolehan
nilai siswa pada materi apresiasi.
Berdasarkan data dari observasi awal, nilai rata-rata siswa kelas X-4 untuk
materi apresiasi seni sebenarnya sudah mencapai standar Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Data yang didapat dari lapangan menunjukkan nilai rata-rata
siswa kelas X-4 tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran seni budaya
materi apresiasi seni adalah 76. Perolehan nilai rata-rata siswa ini tergolong masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
rendah mengingat standar KKM adalah 75, hal ini seperti yang disampaikan oleh
guru mata pelajaran Seni Budaya, Ibu Dra. Krisbiyanti bahwa “Nilai rata-rata
siswa X-4 pada materi apresiasi 76, itu tergolong masih rendah karena sangat beda
tipis dengan KKM yang sudah ditentukan. Di kelas lain rata-rata nilainya bisa
mencapai 78”. Di samping itu ternyata pemahaman siswa tentang karya seni rupa
terapan daerah khususnya tentang batik Surakarta masih sangat kurang,
dibuktikan dengan sebanyak 41 % siswa memiliki nilai yang masih rendah dan
belum mencapai standar KKM yang telah ditentukan.
Berikut daftar nilai LKS materi apresiasi siswa kelas X-4 tahun ajaran
2010/2011:
Tabel 1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4
No. NAMA SISWA L/P NILAI
1 AFINA ZAHRA CHAIRUNISSA P 73
2 AGUSTIN ARI PUJI ASTUTI P 74
3 AMIRAHANIN NAFI‟AH P 74
4 ANTARIKSA PRIANGGARA L 81
5 ARDI PRATAMA L 75
6 ARIANI BUDININGTYAS P 79
7 ARIF NUR HAKIM L 82
8 ARSYAD SILA RAHMANA L 73
9 ATIKAH FITRIA MUHARROMAH P 78
10 DHYMAS ENDRAYANA L 80
11 ESTER DWI ANTARI P 74
12 FATIMAH ZAROH P 75
13 FITRIA NURUL AZIZAH P 81
14 GALIH WAHYU SANGAJI L 76
15 GALUH PURNAMA AJI L 70
16 GANANG SURYA KARISMA L 80
17 GUSTI APRILIA L 75
18 HANIFIA ULFA FAWZIA P 79
19 HENI FITRI HASTUTI P 78
20 IDHAM WIDAGDO UTOMO L 72
21 INAYAH HAPSARI P 80
22 LEONI NOOR DAMARANI P 78
23 MARYAM ALIFIA NURHAYU P 79
24 NORA SILVIA HANIFA PUTRI P 76
25 NUGROHO WISNU WIJANARKO L 72
26 NURCHOLIS SYAIFUDIN L 70
27 PRAMESTI PRIHUTAMI P 75
28 RERIE DWI NUGRAHENIE P 74
29 RIZAL IMAM ROSYID L 74
30 ROSITA YUNANDA PURWANTO P 73
31 SHOFIYA RONA GEMINTANG P 74
32 SULISTYAWATI DYAH APRILIANI P 79
33 SURYA BUDHI PERMONO L 73
34 YANI DWI PRATIWI P 78
JUMLAH 2584
NILAI RATA-RATA 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Metode ceramah yang diberikan guru kurang diimbangi dengan cara lain
untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran apresiasi. Oleh karena itu
dibutuhkan adanya media pembelajaran yang menarik agar proses pembelajaran
berjalan lebih baik dan perhatian siswa dapat tertuju pada materi yang
disampaikan, sehingga apresiasi seni siswa meningkat dan secara otomatis juga
akan meningkatkan prestasi belajarnya.
Pemilihan media pembelajaran yang digunakan harus melalui
pertimbangan-pertimbangan kondisi pembelajaran yang terjadi di lapangan.
Media yang digunakan guru setidaknya harus dapat menarik perhatian siswa agar
siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Mengingat kondisi siswa kelas X-4
yang kurang memperhatikan materi yang disajikan guru, media visual atau media
audio saja belum cukup untuk mengatasi masalah rendahnya apresiasi seni siswa.
Untuk materi apresiasi seni terapan daerah setempat, sebelumnya guru pernah
menggunakan media visual saja, yaitu dengan menampilkan contoh-contoh
gambar desain batik hasil karya kakak kelas mereka yang terdahulu dan gambar-
gambar yang terdapat pada LKS. Hal ini kurang memberikan dampak yang positif
terhadap peningkatan apresiasi seni siswa. Oleh karena itu, perlu adanya
tambahan media pembelajaran, tidak hanya visual saja, tetapi juga audio. Media
pembelajaran yang akan digunakan tersebut merupakan gabungan dari audio dan
visual, yaitu media audio visual. Audio, berarti pendengaran, visual berarti
penglihatan. Dengan kata lain media audio visual ialah media yang
menyampaikan pesan ataupun informasi dengan melihat dan mendengar. “Melalui
media ini (media audio visual), seseorang tidak hanya dapat melihat atau
mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang
divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49).
Dengan demikian melalui media audio visual diharapkan dapat menarik
perhatian siswa terhadap materi yang disajikan guru sehingga meningkatkan
apresiasi siswa terhadap seni budaya Indonesia, khususnya seni batik Surakarta.
Ada dua macam media audio visual yang digunakan dalam upaya peningkatan
apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta, yaitu slide suara dan film dokumenter
tentang batik. “Slide suara merupakan jenis media audio visual yang menampilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang
diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. (Sri Anitah, 2008:49). Jadi slide
suara adalah sejumlah slide gambar yang ditampilkan dengan diiringi suara
sebagai narasi. Sedangkan film dokumenter adalah gambar hidup yang berupa
realita untuk menyampaikan informasi. Kedua macam media audio visual ini
digabungkan untuk menyampaikan materi apresiasi seni terapan daerah yaitu
Batik Surakarta. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Freezone
bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa akan lebih komunikatif
melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide
gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi mereka yang masih
kurang minatnya tentang seni rupa”. (dalam http://artzone-
freezone.blogspot.com).
Pada penelitian ini menggunakan media tersebut untuk menjelaskan
mengenai Batik Surakarta, mulai dari sejarah munculnya Batik Surakarta, jenis-
jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, serta
makna dan penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi terhadap
batik diharapkan membangkitkan antusias siswa untuk belajar. Media audio visual
ini juga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi dan
informasi yang disampaikan. Dengan demikian, pemakaian media audio visual
pengetahuan batik diharapkan dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik
Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
“Bagaimanakah cara meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui
pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film
dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran
2010/2011?”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk:
”Meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan
media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas
X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011”.
D. Indikator Keberhasilan Penelitian
Indikator kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan penelitian yang
dilakukan. Dalam penelitian tindakan kelas ini yang ditingkatkan adalah tingkat
apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta, yaitu meningkat minimal
80% dari 34 siswa kelas X-4. Capaian target pada setiap indikator harus
didasarkan pada tingkat kemampuan siswa sebelum adanya perbaikan. Target
indikator tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi. Adapun indikator
keberhasilan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Minimal 80% siswa mampu mengidentifikasi dengan baik pengetahuan
tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta. Aspek
penilaiannya adalah siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan
tentang Batik Surakarta setelah melihat tayangan media audio visual. Target
minimal 80% ditentukan berdasarkan hasil observasi awal, yaitu siswa yang
mampu menjelaskan dengan baik tentang karya seni terapan daerah hanya
47% dari 34 siswa atau sebanyak 16 siswa saja (dengan nilai > 75). Sedangkan
12% atau sebanyak 4 orang siswa menjelaskan cukup baik (dengan nilai 75),
dan 41% lainnya atau sebanyak 15 siswa belum mampu menjelaskan dengan
baik tentang karya seni terapan daerah (dengan nilai yang masih dibawah
standar KKM pada materi apresiasi seni, yaitu < 75).
2. Minimal 80% siswa menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni
terapan daerah (yaitu Batik Surakarta) dengan baik. Aspek penilaian siswa
yang menunjukkan sikap menghargai adalah ditunjukkan dengan perhatian
dan keaktifan siswa dalam mengungkapkan tanggapannya mengenai seni
terapan daerah setempat. Berdasarkan observasi awal selama 4 kali pertemuan,
siswa yang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni Batik
Surakarta rata-rata hanya 56% dari 34 siswa atau sebanyak 19 siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Sedangkan 44% lainnya atau sebanyak 15 siswa kurang mampu menunjukkan
sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik
Surakarta).
Tabel 2. Indikator Keberhasilan Penelitian
NO INDIKATOR ASPEK PENILAIAN TARGET KETERANGAN
1. Siswa mampu
mengidentifikasi
dengan baik
pengetahuan
tentang karya seni
terapan daerah
setempat yaitu
Batik Surakarta
Siswa mampu
menjelaskan dengan
baik pengetahuan
tentang Batik
Surakarta setelah
melihat tayangan
media audio visual.
80% Ditunjukkan
dengan siswa
yang
memperoleh
nilai ≥75pada tes
kognitif
2 Siswa mampu
menunjukkan
dengan baik sikap
menghargai
terhadap karya
seni rupa terapan
daerah yaitu Batik
Surakarta.
Perhatian dan
keaktifan siswa
dalam
mengungkapkan
pendapatnya
80% Dinilai
berdasarkan
lembar observasi
afektif siswa
E. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat umum yang diperoleh dari proses pembelajaran apresiasi seni
dengan media audio visual adalah :
1. Pembelajaran apresiasi seni lebih menarik
2. Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi
3. Siswa lebih mudah dalam memahami materi
Secara khusus manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah dengan
adanya media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) dalam
pembelajaran maka siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan,
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik yaitu meningkatnya
apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari kata “instruction” (Wina
Sanjaya, 2006: 78). Istilah yang sering dipakai dalam dunia pendidikan di
Amerika Serikat ini menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Seiring
dengan perkembangan teknologi, siswa semakin mudah dalam mempelajari
sesuatu melalui berbagai media. Hal ini menuntut adanya perubahan dari peran
guru sebagai sumber belajar, menjadi pengelola dan fasilitator dalam proses
pembelajaran. Lebih lanjut Wina mengatakan “Guru tidak lagi memposisikan diri
sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus
berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri”.
Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung interaksi antara guru
dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Guru memberi materi sedangkan murid yang menerima, dengan kata lain
dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara murid belajar dan guru
mengajar. Menurut Syaiful Sagala (2006:61), mengatakan bahwa “Pembelajaran
ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Berhasil tidaknya
pendidikan siswa tergantung dari keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru
dan siswanya. Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah
membelajarkan siswa (siswa melakukan proses belajar). William H. Burton
(dalam Syaiful Sagala, 2006:61) mengatakan bahwa mengajar adalah upaya
memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar.
Pembelajaran dapat terjadi di mana saja, selama terjadi interaksi yang
bersifat edukatif. Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Syaiful Sagala,
2006: 61), menyatakan bahwa “Proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
...”. Dalam hal ini pembelajaran dimaksudkan berupa bantuan yang diberikan
secara sengaja untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau
pengetahuan baru. Bantuan dapat berupa pemberian informasi, pengerahan,
pemberian fasilitas belajar agar proses belajar berjalan lancar.
2. Apresiasi Seni
Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni
tentu sudah tidak asing lagi. Dalam kamus Bahasa Indonesia Lengkap (Soeharso
& Ana Retnoningsih, 2009:47) istilah apresiasi berarti “penghargaan”. Dengan
demikian apresiasi seni dapat diartikan sebagai penghargaan terhadap karya seni.
Apresiasi merupakan kegiatan menghargai dan mengerti sebuah karya.
Nooryan Bahari (2008:148) menyatakan bahwa “Istilah apresiasi berasal dari kata
Latin appretiatus yang merupakan bentuk past participle, yang artinya to value at
price atau penilaian pada harga. Dalam bahasa Inggris disebut appreciation yang
artinya penghargaan dan pengertian”. Sehingga, apresiasi tidak hanya menghargai
sebuah karya seni, akan tetapi juga mengerti makna yang disampaikan
senimannya melalui karya seni tersebut. Mengapresiasi adalah sebuah proses
untuk memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya seni. Nooryan juga
mengatakan “Apresiasi adalah proses pengenalan nilai-nilai seni, untuk
menghargai dan menafsirkan makna (arti) yang terkandung didalamnya”.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan apresiasi seni
pada akhirnya harus dapat membawa siswa kepada pengenalan dan penghayatan
dari nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya seni.
Penghargaan dan penilaian dalam apresiasi tergantung tingkat pemahaman
masing-masing individu, misalnya untuk dapat menikmati performance art
(pertunjukan seni) seseorang perlu memiliki pengetahuan tentang performance
art, sehingga simbol-simbol yang diungkapkan melalui performance art dapat
dinikmati dan dimaknai dengan baik. Bagi seseorang yang tidak memiliki
pengetahuan tentang performance art kurang mampu menikmati keindahan yang
terkandung dalam performance art.
Kegiatan apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang mengembangkan
tingkat penghargaan siswa terhadap sebuah karya seni. Kegiatan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
menumbuhkembangkan potensi siswa serta kreativitas siswa. Melalui apresiasi
seni diharapkan dapat membangun sikap atau perilaku siswa untuk lebih
menghargai setiap karya seni yang ditampilkan. Kegiatan berapresiasi seni sangat
bermanfaat untuk memperoleh pengalaman baru, memperkaya jiwa, menanamkan
rasa cinta bangsa, serta meningkatkan ketahanan seni dan budaya.
Apabila keragaman seni budaya dikenalkan dan dibelajarkan kepada siswa
di sekolah, maka mereka akan mampu menghargai dan memahami
keragaman serta perbedaan bentuk dan jenis seni budaya yang berasal dari
berbagai latar belakang budaya yang ada di wilayah Nusantara. Dengan
mengenal, memahami, mengerti hasil seni budaya bangsa sendiri merupakan
wahana utama untuk menanamkan cinta bangsa dan cinta sesamanya, yang
pada gilirannya juga dapat meningkatkan ketahanan budaya bangsa.
(M.Jazuli, 2008: 84).
Apresiasi seni rupa berarti mengenal, memahami, dan memberikan
penghargaan dan tanggapan terhadap karya seni rupa. Untuk melakukan kegiatan
apresiasi seni, seseorang terlebih dulu harus memiliki pengertian, pemahaman,
dan pemaknaan secara baik terhadap sebuah karya seni. “Materi apresiasi seni
pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi
seni rupa” (Taufik, 2003:7). Seseorang juga perlu mempelajari sejarah dan teori
seni bersangkutan untuk meningkatkan pemahaman seninya. Lebih lanjut Taufik
juga menjelaskan bahwa ”Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi
apresiasi juga meliputi pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan
sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada
seni rupa tersebut”.
Kegiatan apresiasi seni tidak hanya dapat dilakukan dengan metode
ceramah teori saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan variasi cara lain misalnya
dengan langsung datang ke lapangan tempat karya seni tersebut dibuat, atau
melihat tayangan pengetahuan tentang sebuah karya seni melalui media komputer,
televisi, video, dan lain-lain. Yayah Khisbiyah (2001: xii) mengatakan bahwa
“Apresiasi bisa juga diajarkan melalui pengalaman langsung. Misalnya, siswa
menonton pertunjukan atau pameran, mendengarkan rekaman, menonton video,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dan berpraktik serta berimprovisasi sendiri dengan instrumen dan unsur-unsur
kesenian lainnya”.
Kegiatan apresiasi seni dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu
memahami dan menghargai sebuah karya seni. Yayah Khisbiyah (2001:105)
mengatakan bahwa “Apresiasi seni dapat didefinisikan sebagai dicapainya
kemampuan untuk memahami kesenian dengan penuh pengertian”. Sehingga jika
siswa telah mampu mengenali dan memahami sebuah kesenian dengan baik, maka
baru dapat dikatakan siswa tersebut telah berapresiasi dengan baik. Dalam
apresiasi seni, hendaknya siswa diberikan pemahaman dan pengenalan mengenai
kesenian tradisi Nusantara. Sehingga siswa mampu mengenali dan memahami jati
diri bangsanya sendiri.
Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat, SMA Negeri 1
Surakarta memilih materi batik yang diapresiasi lebih lanjut. Hal ini merupakan
langkah yang tepat untuk siswa memahami lebih dalam karya seni yang ada di
sekitar mereka. Dalam kata pengantarnya Yayah juga mengatakan bahwa “Jenis
kesenian yang dipilih (dalam apresiasi seni) seyogyanya adalah kesenian tradisi
Nusantara, karena sebagai anak bangsa, peserta didik sudah selayaknya
mengetahui khazanah kesenian tradisi bangsanya sendiri”. Lebih lanjut lagi,
Yayah mengatakan “Dengan demikian, apresiasi terhadap kesenian tradisional
Nusantara ini diharapkan membantu peserta didik mengenal jati dirinya sekaligus
memahami pluralitas bangsanya”.
Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat yang disampaikan
adalah pengetahuan dasar mengenai batik Surakarta. Di antaranya adalah sejarah
munculnya batik Surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya,
proses pembuatan batik, dan makna pola batik Surakarta dan penggunaannya pada
jaman dahulu dan saat ini. Dengan mengenalkan siswa lebih dalam mengenai
pemahaman dan pengetahuan tentang batik Surakarta, maka diharapkan siswa
mampu meningkatkan apresiasinya terhadap batik Surakarta.
Berdasarkan silabus kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran
2010/2011, dalam pelajaran Seni Budaya materi apresiasi seni lebih dominan
teori. Materi apresiasi yang lebih didominasi penyampaian teori membuat siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kurang antusias dengan materi pembelajaran tersebut. Penyampaian materi yang
kurang tepat oleh guru juga menjadi faktor lain penyebab siswa kurang antusias
dengan materi apresiasi seni. Akibat dari kurangnya antusias siswa terhadap
materi pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat adalah
rata-rata hasil belajar siswa X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011
pada materi apresiasi seni rupa hanya sampai pada standar penilaian cukup yaitu
76, secara otomatis berpengaruh pada tingkat apresiasi siswa terhadap batik
Surakarta itu sendiri.
Kegiatan apresiasi yang ditingkatkan dalam penelitian ini adalah
pemahaman siswa terhadap materi dan sikap menghargai siswa terhadap karya
seni rupa terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Kegiatan tersebut dinilai
peningkatannya melalui hasil pengamatan selama penelitian berlangsung di kelas
dan nilai tes berdasarkan indikator yang sudah ditentukan. Pada hasil akhirnya,
apresiasi siswa dikatakan baik jika siswa memenuhi indikator-indikator yang telah
ditentukan.
3. Batik Surakarta
Batik memang saat ini tengah menjadi sebuah perbincangan menarik
dalam kancah dunia internasional. Bukan hanya karena kerumitan proses
pembuatan, akan tetapi juga keunikan dan keindahan corak dan motif yang sangat
indah dan penuh dengan makna. Asmito (dalam Edi Kurniadi, 1996:3)
berpendapat “Bahwa batik merupakan satu unsur kebudayaan Indonesia asli.
Batik di Indonesia dikagumi oleh bangsa lain bukan hanya karena prosesnya yang
rumit yang membutuhkan ketekunan dan waktu yang lama, tetapi corak atau
motifnya sangat halus”.
a. Pengertian Batik
Batik merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki Indonesia.
Melalui batik dapat dipelajari banyak hal mengenai ilmu hidup karena biasanya
setiap motif batik selalu mengandung makna tertentu. Batik Indonesia juga
merupakan karya seni yang dikagumi dunia internasional dan patut untuk
dibanggakan. Batik merupakan seni menggambar di atas kain dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
menggunakan canthing dan malam (lilin batik) untuk dijadikan pakaian keluarga
raja-raja di Indonesia zaman dahulu.
Istilah batik berasal dari „amba‟(jawa), yang artinya menulis dan „nitik‟.
Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak -menggunakan canthing
atau cap- dan pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna
corak bernama „malam‟ (lilin) yang diaplikasikan di atas kain. Sehingga menahan
masuknya bahan pewarna. (Aep S Hamidi (2010: 7).
Santosa Doellah (2002:10) berpendapat bahwa “Batik adalah sehelai
wastra -yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga
digunakan dalam matra tradisional- beragam hias pola batik tertentu yang
pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam „lilin batik‟
sebagai bahan perintang warna”. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam
hias atau corak tertentu yang dibuat dengan canting dan atau cap dengan
menggunakan malam sebagai bahan perintang warna.
b. Sejarah Batik Surakarta
Kerajaan Mataram pada abad 16 menjadi awal berkembangnya batik di
tanah Jawa khususnya di Solo dan Yogyakarta. Nicolas Van Gna (dalam Edi
Kurniadi, 1996:3) mengatakan bahwa ”Batik pada jaman Mataram bertambah
halus kualitasnya setelah adanya pengiriman mori dari Belanda”. Wilayah
Kerajaan Mataram kemudian terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta
dan Kasultanan Yogyakarta.
Pecahnya kerajaan Mataram menjadi Keraton Surakarta dan Keraton
Yogyakarta menjadikan adanya pembagian benda-benda peninggalan kerajaan
Mataram. Seperti gamelan, keris, tombak, dan benda-benda peninggalan lainnya.
Namun untuk peninggalan berupa tatanan busana, berdasarkan perintah dari
Pakubuwono II kepada Pakubuwono III, maka seluruh busana yang dimiliki
Keraton Surakarta diberikan kepada Hamengkubuwono I raja dari Keraton
Yogyakarta.
Semenjak terbaginya wilayah Mataram tersebut segala isen-isen keprabon
berupa pusaka, gamelan, titihan kereta, tandu/ joli/ kremun, juga dibagi
menjadi dua, juga busana corak Mataram dikehendaki oleh KP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Mangkubumi dibawa ke Yogyakarta. Mengenai masalah busana itu
sebelumnya telah diwasiatkan oleh Pakoe Boewono II kepada Pakoe
Boewono III, sebelum diangkat menjadi raja “Mbesok menawa pamanmu
Mangkubumi hangersakake ageman, paringna”. Artinya „apabila kelak
pamanmu Mangkubumi menghendaki busana, berikan saja‟. (Kalinggo,
2002:8)
Sejak saat itu, seluruh peninggalan kerajaan Mataram yang berupa busana
dibawa ke Yogyakarta seperti yang dapat dilihat sampai sekarang. Karena seluruh
busana diberikan pada Hamengkubuwono I, maka terjadilah kekosongan tatanan
busana khususnya motif batik di keraton Surakarta. Oleh karena itu, mulai
pemerintahan Pakubuwono III di keraton Surakarta akhirnya dibuatlah tatanan
busana gaya Surakarta berikut pola-pola batiknya. Seperti yang diungkapkan
Kalinggo (2002:9) “Selanjutnya Sampeyan Ingkang Sinuhun Kangjeng
Susuhunan Pakoe Boewono III membuat busana sendiri dengan gagrak Surakarta
(gaya Surakarta). Termasuk dalam kain bathik untuk nyampingan coraknya
mengalami perubahan-perubahan menyesuaikan dengan busana baru”. Kemudian
Kalinggo juga menyatakan, “Sejak disesuaikan dengan model busana yang baru
itu, bathik Surakarta mulai berkembang corak-corak atau motifnya. Aneka ragam
corak baru bathik di Surakarta itu yang kemudian disebut sebagai bathik gagrak
Surakarta”. Di sinilah kemudian batik berkembang di Surakarta.
Pada awalnya, pembuatan batik keraton dikerjakan di dalam keraton dan
dibuat khusus untuk keluarga raja. Penciptaan pola dan pembatikannya dikerjakan
oleh para putri istana, sedangkan pekerjaan lanjutan dilaksanakan oleh para abdi
dalem. Menurut Santosa Doellah (2002: 54) mengatakan bahwa “Pada zaman
dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh
putri-putri di lingkungan keraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai
kerohanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa
dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridha Tuhan Yang Maha Esa”.
Karena itulah, motif atau ragam hias batik senantiasa terkesan memiliki keindahan
dan mengandung nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptaan,
penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Peningkatan kebutuhan batik di lingkungan keluarga dan kerabat keraton
membuat batik tak dapat lagi hanya dikerjakan oleh para putri istana dan abdi
dalemnya. Keadaan ini menyebabkan munculnya kegiatan pembatikan di luar
tembok istana. Batik kemudian tidak hanya dikerjakan di dalam tembok keraton,
akan tetapi juga dikerjakan para abdi dalem di rumah mereka sendiri untuk
memenuhi pesanan dari keraton.
Batik telah ada sejak lama di Indonesia dan setelah pertengahan abad ke-17
(setelah masa Kartasura), maka batik yang dulunya hanya dipakai oleh para
bangsawan saja, kemudian fungsinya telah meluas dan keluar pagar keraton.
Sejak itulah batik dapat dipakai oleh rakyat biasa walaupun masih terbatas
pada jenis motif-motif tertentu, serta dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri. (Edi Kurniadi, 1996:5).
Semakin lama rakyat menjadi tertarik dengan batik karena proses
pembuatannya yang menarik, di samping itu corak dan motif yang digambar pada
kain dengan lilin menjadi daya tarik tersendiri. Batik pun berkembang dari yang
hanya digunakan oleh keluarga keraton, menjadi pakaian yang disenangi rakyat
biasa di luar keluarga keraton.
Awalnya batik dikerjakan terbatas dalam keraton saja. Hasilnya pun hanya
untuk dipakai raja, keluarga, dan para abdi dalemnya. Karena banyak
pengikut raja yang tinggal di luar keraton, proses mengerjakan kerajinan ini
dibawa dan dikerjakan di rumah masing-masing. Lama-kelamaan,
masyarakat di luar keraton banyak yang menjadi pengrajin batik. Dan
selanjutnya, meluas menjadi pekerjaan rumahan kaum perempuan untuk
mengisi waktu senggang. Terjadilah perubahan. Batik yang awalnya hanya
dijadikan pakaian keluarga keraton, menjadi pakaian rakyat yang digemari,
baik perempuan maupun pria. (Aep S Hamidi, 2010:9).
Perkembangan penggunaan batik yang semakin pesat pada saat itu
menyebabkan penurunan makna atau nilai yang terkandung pada motif batik yang
digunakan. Kalinggo Honggopuro (2002:9) mengatakan bahwa “Tatanan dalam
penggunaan bathik menjadi kabur. Kain bathik yang diperuntukkan bagi
bangsawan dan untuk kawula tidak jelas, sehingga sulit untuk membedakan status
para pemakainya”. Pemakaian batik yang semakin lama semakin meluas
menyebabkan tatanan dalam penggunaan kain batik menjadi kabur. Oleh karena
itu kemudian Pakubuwono III membuat suatu aturan tatanan pemakaian kain batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
di Surakarta agar penggunaannya lebih teratur serta penghayatan terhadap makna
yang dikandung setiap motifnya tidak pudar.
Menurut Santosa Doellah (2002: 55) “Perluasan pemakaian batik
menyebabkan pihak keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta membuat
ketentuan mengenai pemakaian pola batik. Ketentuan tersebut diantaranya
mengatur sejumlah pola yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga
istana. Pola yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga istana ini disebut sebagai
“pola larangan”.
Pakubuwono III mengatakan “Ana dene kang arupa jejarit kang kalebu
laranganingsun, bathik sawat lan bathik parang, bathik cemukiran kang
calacap modang, bangun tulak, lenga teleng lan tumpal, apa dene bathik
cemukiran kang calacap lung-lungan, kanng sun wenangake anganggoa
pepatihingsun lan sentananingsun dene kawulaningsun padha wedia.” Yang
artinya, “Ada beberapa jenis kain bathik yang menjadi larangan saya yaitu
bathik lar, bathik parang, bathik cemukiran yang berujung seperti paruh
podang, bangun tulak lenga teleng serta berwujud tumpal dan juga bathik
cemukiran yang berbentuk ujung lung (daun tumbuhan yang menjalar di
tanah), yang saya ijinkan memakai adalah patih dan para kerabat saya.
Sedangkan para kawula tidak diperkenankan”. (Kalinggo Honggopuro,
2002:9).
Pola larangan tersebut di antaranya: pola parang, terutama parang rusak
barong, pola cemukiran, udan liris, semen, dan beberapa pola lainnya. Pola
larangan ini berlaku di kalangan keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta.
Santosa Doellah (2002:55) mengatakan “Seiring dengan perubahan zaman, pihak
keraton pun memperlonggar kebijakan mengenai pola larangan. Peraturan pola
larangan hanya berlaku di dalam keraton, terutama bila ada upacara-upacara”.
Pola ini pada akhirnya tidak hanya dipakai oleh raja dan keluarganya saja, akan
tetapi juga dapat dipakai oleh masyarakat umum. Namun penggunaan pola
larangan ini masih berlaku pada di lingkungan keraton baik Surakarta maupun
Yogyakarta terutama pada saat upacara-upacara adat Jawa tertentu.
c. Makna Pola Batik Surakarta dan Penggunaanya
Pola-pola batik Surakarta yang sering dikenal di antaranya truntum,
sidoluhur, sidomukti, dan lain-lain. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pola
batik Surakarta yang masih sering dijumpai dan digunakan masyarakat Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pada acara-acara tertentu terutama pada upacara-upacara adat Jawa. Pola-pola
Batik Surakarta tersebut antara lain:
1. Pola Parang
Kata parang merupakan perubahan dari kata “pereng” atau
pinggiran sebuah tebing yang berbentuk “lereng”. Pola parang termasuk
salah satu pola larangan, yaitu pola batik yang tidak boleh dikenakan
oleh rakyat jelata. Pola parang hanya boleh dikenakan raja dan
keturunannya, serta para pejabat keraton dan bangsawan. Pola parang
tidak diperbolehkan bagi rakyat biasa karena yang membuat pola ini
adalah Panembahan Senopati, yaitu pendiri kerajaan Mataram yang
nantinya memiliki keturunan Raja-raja Mataram.
Asti Suryo Astuti mengatakan, “Awal mula terciptanya motif parang
adalah pada waktu itu Panembahan Senopati melakukan meditasi
dan berjalan dari pantai Kusumo menuju desa Dlepih. Ditengah-
tengah perjalanan itu atau pada saat meditasi itu menghadap ke laut,
beliau melihat tebing atau pereng-pereng yang terkena air dan
hempasan ombak sehingga perengnya rusak. Maka ada pola parang
rusak. Sehingga pada saat beliau pulang lalu minta dibuatkan pola
parang rusak. Oleh karena itu pola parang rusak dan turunannya
(yaitu parang barong, parang kusumo, parang klithik, dan beberapa
jenis parang lainnya) tidak boleh dipakai jika bukan keturunan dari
Panembahan Senopati”.
Pola parang yang diciptakan oleh Panembahan Senopati tersebut
diilhami oleh tebing atau pereng yang rusak karena hempasan ombak.
Maka pola yang diciptakan Panembahan Senopati tersebut dinamakan
Parang Rusak. Pola parang rusak melambangkan kekuatan, kekuasaan,
kewibawaan, kebesaran, dan gerak cepat, sehingga pemakainya
diharapkan dapat sigap dan sekatan. Konon, menurut kepercayaan bahwa
membuat batik parang tidak boleh melakukan kesalahan dalam
pembatikannya, atau harus sekali jadi. Karena jika melakukan kesalahan
dalam pembatikannya, maka dapat menghilangkan kekuatan gaibnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Gambar 3. Batik Parang Rusak
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
2. Pola Lereng
- Udan Riris
Pencipta pola udan Riris adalah Pakubuwono III. Latar
belakang lahirnya pola ini adalah dari keprihatinan Pakubuwono III
karena Perjanjian Giyanti yang membagi dua Kerajaan Mataram, yaitu
Suarakarta dan Yogyakarta. Ketika itu Pakubuwono melakukan
semedi dengan berendam di Sungai Premulung di desa Laweyan. Pada
saat beliau melakukan semedi tersebut, tiba-tiba turun gerimis yang
tertiup angin. Suasana tersebut mengilhami beliau untuk menciptakan
pola batik. Sepulang dari semedi baliau langsung minta dibuatkan
motif batik dengan pola yang berbentuk garis-garis miring atau
diagonal seperti air hujan tertiup angin yang dilihatnya selama ia
bersemedi. Motif ini kemudian dinamakan dengan udan riris. Pola ini
juga termasuk pola larangan. Makna simbolis dari udan riris adalah
melambangkan kesuburan atau mengarah pada kemakmuran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Gambar 4. Batik Udan Riris
(Dokumentasi: Heriyanto, 2008)
3. Truntum
Dalam bahasa jawa, truntum berarti menuntun. Pola truntum ini
awal mulanya diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk yaitu salah satu
permaisuri Pakubuwono ke IV yang bersedih hatinya karena merasa
diabaikan oleh raja karena belum juga dikaruniai keturunan. Kanjeng Ratu
Beruk dikembalikan ke keputren, yaitu tempat putri atau selir-selir raja
tinggal. Karena bersedih, Ratu Beruk berdoa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berpuasa beberapa hari. Konon, beliau tiba-tiba mendapatkan
bisikan untuk membatik. Di tengah kesendirian itulah ia melihat di langit
di tengah malam banyak bintang gemerlap menemani dirinya dalam
kesepian. Insipirasi itulah yang ditangkap dan dituangkan dalam pola
batik. Pada suatu hari dalam perjalanan membuat batik tersebut, kebetulan
Pakubuwono IV datang dan melihat Ratu Beruk membatik, ketika raja
bertanya apa nama batik yang dibuat, Ratu Beruk belum memiliki nama
untuk batik yang dia buat tersebut. Sampai akhirnya kain batik itu jadi,
Pakubuwono IV mengajak Ratu Beruk untuk kembali ke Istana menemani
beliau. Pada saat itu juga Ratu Beruk menamakan batik yang ia ciptakan
dengan nama ”Truntum” yang artinya bersatu kembali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Truntum juga berarti menuntun. Truntum memberikan gambaran
kehidupan manusia tidak akan lepas dari ”pepeteng” atau kegelapan
(selalu memiliki masalah). Visualisasi truntum seperti bentuk bintang yang
bersinar. Walaupun hanya sinar bintang semoga mendapatkan penerangan
(dalam artiannya keluar dari masalah). Kain ini dipakai oleh orang tua
pengantin dalam upacara pernikahan. Diharapkan si pemakai / orang tua
mempelai mampu memberikan petunjuk dan contoh kepada putra putrinya
untuk memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh lika-liku.
Gambar 5. Batik Truntum
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
4. Pola-pola Ceplok
a. Pola Sidamulyo
Makna dari pola Sidomulyo adalah harapan akan kehidupan
kelak dapat tercukupi kebutuhan materi dan tercapai kamulyan atau
kebahagiaan batin yang tenang dan tenteram dari Tuhan Yang Maha
Esa. Sebenarnya Sidamulyo memiliki bentuk yang sama dengan
Sidamukti dan Sidaluhur, akan tetapi Sidamulyo memiliki latar atau
dasar putih. Pola ini juga digunakan dalam upacara-upacara adat Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 6. Batik Sidomulyo
(Dokumentasi: Heriyanto, 2008)
b. Pola Sidamukti
Mukti artinya mulyo dan luhur, batik ini merupakan harapan
agar dapat tercapai kedudukan yang lebih tinggi (luhur) dan diberi
rejeki yang lebih (mulyo). Batik ini banyak dipakai untuk segala
upacara tradisi. Di antara pada upacara-upacara pernikahan, tujuh
bulanan ibu hamil, khitanan, dan lain-lain. Batik ini merupakan
perkembangan dari Sidamulya, oleh Pakubuwono IV digantikan isen-
isen dengan ukel.
Gambar 7. Batik Sidomukti
(Dokumentasi: Wikipedia)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
c. Pola Sidaluhur
Pemakaian batik Sidaluhur melambangkan suatu pengharapan
dalam hidupnya bisa mencapai kedudukan yang tinggi dan menjadi
panutan bagi masyarakat. Pola batik ini juga biasa digunakan pada
upacara-upacara adat jawa, seperti misalnya pernikahan adat Jawa.
Gambar 8. Batik Sidoluhur
(Dokumentasi: Kalinggo Honggopuro, 2002)
“Sebenarnya bathik Sidamukti, Sidaluhur, dan Sidamulya mempunyai
motif yang sama. yang mebedakan adalah warna dasar dari bathik itu. Sidamulya
mempunyai dasar pelataran putih, Sidaluhur mempunyai dasar pelataran hitam,
dan Sidamukti dasar pelataran ukel”. (Kalinggo Honggopuro, 2002: 147).
4. Media
a. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
„tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. (Azhar Arsyad, 2005:3). Gerlach dan Ely
mengemukakan bahwa “Media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. (dalam Azhar
Arsyad).
Sementara itu menurut ahli lain, “Kata media berasal dari bahasa Latin,
yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat”. (Sri Anitah,
2008:1). Lebih lanjut Sri Anitah juga mengatakan bahwa media juga dapat
diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu sumber pesan
dengan penerima pesan atau informasi.
Dengan demkian dapat dikatakan bahwa media merupakan segala bentuk
hal yang berperan sebagai perantara atau pengantar pesan/ informasi. Misalnya
guru, buku teks, gambar, dan lain-lain.
Association for Educational Communication and Technologi /AECT
(dalam Sri Anitah , 2008: 1) mendefinisikan “Media sebagai segala bentuk yang
digunakan untuk menyalurkan informasi”. Sementara dalam ruang lingkup
pendidikan, media menurut Gagne (dalam Arif Sadiman, Rahardjo, Anung
Haryono, & Rahardjito, 1986: 6), “Media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Media juga dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan
pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa.
Briggs (dalam Arif Sadiman et al, 1986: 6) juga mengemukakan bahwa
“Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya”.
Sedangkan Asosiasi Pendidikan Nasional /National Education Association
memiliki pengertian sendiri tentang media. NEA mengatakan bahwa “Media
adalah bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya”.
(dalam Arif Sadiman et al, 1986: 7).
Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media
adalah alat perantara berbentuk apa saja yang dapat didengar, dilihat, dan diraba
yang berperan sebagai pengantar pesan atau informasi yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan perhatian seseorang.
b. Media Pembelajaran
Menurut Briggs (dalam Sri Anitah, 2008: 1) berpendapat bahwa “Media
pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau
menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk di dalamnya buku, video tape, slide
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
suara, suara guru, tape recorder, modul, atau salah satu komponen dari suatu
sistem penyampaian”.
Selanjutnya Sri Anitah juga mengemukakan bahwa “Media pembelajaran
adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi
yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.
Sementara Heinich, dan kawan-kawan mengemukakan bahwa “Istilah medium
sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima”. (dalam
Azhar Arsyad, 2005:4).
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan media pembelajaran adalah segala
macam benda, alat, bahkan manusia yang mengantarkan pesan antara pemberi
pesan kepada penerima pesan atau informasi untuk suatu tujuan pembelajaran. Sri
Anitah, (2008:2) berpendapat “Dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu
tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran”.
Penggunaan media dalam proses pembelajaran cukup penting. Hal ini
dapat membantu para siswa dalam mengembangkan imajinasi dan daya pikir serta
kreativitasnya. Informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh
siswa. Kemudian siswa mulai bergerak dengan cara memahami apa yang
disampaikan guru, sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran dapat
berjalan dengan baik.
Sudjana dan Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2005:24) mengemukakan
manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:
1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar
2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan
pembelajaran
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam
pelajaran.
4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa fungsi media dalam proses
belajar mengajar sangat penting dan beragam. Media berfungsi sebagai penyalur
pesan, meningkatkan hasil belajar, menambah efektivitas komunikasi, dan
interaksi dalam proses belajar mengajar. Fungsi lain dari pemanfaatan media
pembelajaran adalah menumbuhkan minat dan motivasi belajar serta
memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
Ardiani Mustikasari (dalam http://edu-articles.com), mengklasifikasikan
media menjadi media visual, media audio, dan media audio visual.
1) Media Visual
a) Media yang tidak diproyeksikan
(1) Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus
dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke
obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan
pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari
keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup,
ekosistem, dan organ tanaman.
(2) Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang
merupakan representasi atau pengganti dari benda yang
sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu
sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak,
pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf
pada hewan.
(3) Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan
melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah
menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan
mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan
jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media
grafis adalah:
(a) Gambar / foto: paling umum digunakan
(b) Sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan
bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik
perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas
pesan.
(c) Diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis
dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu
secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi
kehidupan dari sel samapai organisme.
(d) Bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga
lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu
memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam
bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar,
diagram, kartun, atau lambang verbal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(e) Grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol
verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data
kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.
b) Media proyeksi
(1) Transparansi OHP (Overhead projector) merupakan alat bantu
mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti
biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus
membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi
perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat
keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media
transparansi, yaitu:
(a) Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu
(b) Membuat sendiri secara manual
(2) Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran
35 mm dan diberi bingkai 2 x 2 inci. Dalam satu paket berisi
beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film
bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual
yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya
produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk
menyajikan dibutuhkan proyektor slide.
2) Media Audio
a) Radio
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk
mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa
kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah
kehidupan dan sebagainya.
b) Kaset audio
Yang dibahas di sini khusus kaset audio yang sering digunakan di
sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena
biaya pengadaan dan perawatan murah.
3) Media Audio Visual
a) Media video
Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak
dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam
bentuk Video Compact Disc (VCD).
b) Media komputer.
Dari jenis-jenis media pembelajaran yang diungkapkan Ardiani
Mustikasari tersebut, yang dirasa paling sesuai digunakan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah media audio visual. Media audio visual dirasa lebih
menarik karena siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan materi dari guru,
tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, mengidentifikasi, dan media audio
visual ini dapat menarik perhatian siswa, sehingga diharapkan mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
memecahkan masalah yang dihadapi di kelas X-10 SMA Negeri 1 Surakarta tahun
ajaran 2010/2011.
c. Media Audio Visual
Media pembelajaran audio visual adalah bahan ajar berupa gabungan dari
indra penglihatan dan pendengaran. Media audio visual dapat diputar melalui
komputer dan menampilkan informasi-informasi berupa teks, gambar-gambar,
suara, maupun film. “Melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau
mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang
divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49).
Penyebutan audio visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi
sasaran dari media tersebut. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan
penglihatan dari khalayak sasaran (penonton). Produk audio visual dapat menjadi
media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media
dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu
peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio visual
melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar
dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, slide suara adalah contoh
media audio visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi.
Menurut Arsyad (2005:30) “Pengajaran melalui audio visual adalah
produksi dan menggunakan materi yang penyerapannya melalui pendengaran dan
pandangan serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau
simbol-simbol yang serupa”. Jadi pembelajaran dengan menggunakan media
audio visual adalah pembelajaran yang mengandalkan pendengaran dan
penglihatan untuk memahami materi yang disampaikan. Media audio visual juga
dikenal sebagai media yang menyenangkan bagi siswa dalam proses
pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
… Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi
siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media
Audio Visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar kompetensi
Teknik Digital, karena tayangan Media Audio Visual mampu
mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, memudahkan
pemahaman, serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang
salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alternatif dalam kegiatan
belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa
tergantung guru. … . Penggunaan Media Audio Visual dapat mewujudkan
pembelajaran individu, karena dapat dilakukan oleh individu untuk dirinya
sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal, siswa bekerja
dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip kompetensi teknik digital,
dan merupakan strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian
pengajaran berdasarkan perbedaan individual siswa. (Ahmad Maksum,
2008). //karya-ilmiah.um.ac.id/
Ada banyak macam media audio visual, diantaranya televisi, video, film,
slide suara, dan lain-lain. Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
gabungan dari media audio visual slide suara dan film. Hal ini didukung dengan
teori yang menyatakan bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa
akan lebih komunikatif melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak
hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi
mereka yang masih kurang minatnya tentang seni rupa”. (Freezone, dalam
http://artzone-freezone.blogspot.com).
Slide suara dan film merupakan media audio visual yang mudah dikuasai
dan digunakan, karena dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk dapat
menguasai media yang digunakannya dalam pembelajaran. “Para guru dituntut
agar mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak
tertutup kemungkinan bahwa ala-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan
tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah
dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan
dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan”. (Azhar Arsyad, 2005
: 2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggabungkan dua macam audio
visual, yaitu slide suara dan film.
1) Slide Suara
Menurut Sri Anitah, (2008: 49) “Slide suara merupakan jenis
media visual yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu
cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan
iringan suara”. Jadi slide suara adalah slide gambar-gambar yang diiringi
suara sebagai narasi. Slide yang akan digunakan di sini adalah slide
gambar hasil pemotretan dengan kamera biasa.
Sri Anitah juga mengemukakan terbentuknya program slide suara
yang baik sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antar unsur-
unsur yang ada di dalamnya, antara lain:
a) Graphic Artist (ahli seni grafis), yang akan membuat sekaligus
menyelesaikan bidang karya grafis dalam bentuk tulisan, gambar,
caption, judul, dan lain-lain.
b) Photografer, yang akan membantu memindahkan cerita dan ide
penulis ke dalam karya potretnya.
c) Narator (pembaca narasi/ kata-kata yang menyertai gambar), yang
akan mendramatisasi pesan naskah dengan ilustrasi musik, efek suara,
dan lain-lain.
Sri Anitah berpendapat menurut sasarannya, jenis-jenis slide suara
dapat digolongkan menjadi:
a) Program slide untuk promosi, slide ini biasanya digunakan untuk
memperomosikan sesuatu, misalnya slide pariwisata pulau Bali, candi
Borobudur, danau Toba, dan lain-lain.
b) Program slide berupa anjuran, slide yang biasa digunakan untuk
memberi petunjuk atau ajakan/ penyuluhan kepada masyarakat.
Misalnya slide program KB (Keluarga Berencana), program
transmigrasi, dan lain-lain.
c) Program slide untuk penerangan, pesan yang dibawakan oleh slide
penerangan ini dikaitkan dengan bahaya yang timbul akibat orang-
orang yang melanggarnya. Misalnya: bahaya narkoba, akibat tidak
mentaati aturan lalu lintas, akibat penebangan hutan, dan lain-lain.
d) Program slide ilmu pengetahuan khusus, biasanya digunakan dalam
pembelajaran di sekolah-sekolah atau tingkat perguruan tinggi.
Misalnya: slide suara tentang seni rupa untuk SMA kelas X.
e) Program slide pengetahuan populer, yaitu slide yang ditonton oleh
orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir mengenai jenis-jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
yang popular. Misalnya: pendaratan manusia ke bulan, listrik tenaga
surya, dan lain-lain.
f) Program slide yang bersifat dokumenter, yaitu slide yang
menampilkan gambar-gambar berupa dokumenter peristiwa-peristiwa
maupun gejala alam yang terjadi. Misalnya documenter tentang candi
Prambanan, masa kerajaan Majapahit, penelitian ruangan di Piramida
Mesir.
Jenis slide suara yang sesuai dan akan digunakan dalam penelitian
ini adalah slide suara pengetahuan khusus, yang nantinya akan
menampilkan slide suara pengetahuan khusus mengenai batik. Slide suara
dalam penelitian ini akan dikombinasikan dengan film untuk menjelaskan
mengenai sejarah batik Surakarta, jenis-jenis batik tradisional dilihat dari
proses pebuatannya, proses pembuatan batik tradisional, dan penggunaan
batik dalam kehidupan sehari-hari. Media slide suara ini nantinya akan
ditayangkan di kelas, diselingi dengan penjelasan sesekali dari guru.
2) Film
Edwi Arief Sosiawan (dalam http://www.edwias.com)
mengemukakan bahwa “Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu
media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka
cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film menjadi
media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang
tertangkap lensa”. Perkembangan teknologi media ini telah mengubah
pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan menjadi istilah yang
mengacu pada bentuk karya seni audio visual. Singkatnya film kini
diartikan sebagai suatu cabang seni yang menggunakan audio (suara) dan
visual (gambar) sebagai medianya.
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara
kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata
kinematik atau gerak. (dikutip dari http://.wikipedia.org).
Membuat film bukanlah suatu hal yang sulit. Jika kita ingin
membuat film, maka kita harus lebih dulu tahu pengertian film dan jenis
apa yang akan kita buat. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis film
menurut Edwi Arief Sosiawan (dalam http://www.edwias.com):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
a) Film Dokumenter (Documentary Films)
Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan
dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film
dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi,
pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.
Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin.
b) Film Cerita Pendek (Short Films)
Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di
banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat,
dan juga Indonesia, film cerita pendek dijadikan sebagai batu loncatan
bagi seseorang/ sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film
cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa
jurusan film atau orang/ kelompok yang menyukai dunia film dan
ingin berlatih membuat film dengan baik.
c) Film Cerita Panjang (Feature-Length Films)
Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-
100 menit. Film ini pada umumnya diputar di bioskop dan bersifat
menghibur.
d) Profil Perusahaan (Corporate Profile)
Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu
berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Film ini sendiri
berfungsi sebagai alat bantu presentasi atau promosi.
e) Iklan Televisi (TV Commercial)
Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi,
baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan
layanan masyarakat atau public service announcement/PSA).
f) Program Televisi (TV Programme)
Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi.
Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita
dan noncerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni fiksi
dan nonfiksi.
g) Video Klip (Music Video)
Video klip adalah sarana bagi produser music untuk
memasarkan produknya lewat medium televisi. Dipopulerkan pertama
kali lewat saluran televisi (Music Television) MTV tahun 1981. Di
Indonesia, video klip ini sendiri kemudian berkembang sebagai bisnis
yang mengiurkan seiring dengan pertumbuhan televisi swasta.
Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri.
Beberapa rumah produksi mantap memilih video klip menjadi bisnis
utama (core busines) mereka. Di Indonesia tak kurang dari 60 video
klip diproduksi tiap tahun.
Dalam konteks pendidikan, film yang bersifat dokumenter lebih
sering digunakan karena keefektifannya. Beberapa penelitian pernah
dilakukan para ahli yang menunjukkan adanya kelebihan penggunaan film
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Salah satu penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh Rulon yang
mengemukakan bahwa:
Menggunakan sebuah film yang didisain khusus untuk
membandingkan antara penggunaan buku teks ditambah film dengan
buku teks saja dalam mengajarkan sains. Hasilnya menunjukkan
bahwa untuk belajar butiran-butiran yang bersifat faktual, kelompok
siswa yang menggunakan buku teks dan film 14,8% lebih baik pada
tes permulaan dan 33,4% lebih baik pada tes berikutnya. Sedang
untuk aplikasi atau penerapan informasi yang didapatkan dari film
dan buku teks tersebut, kelompok siswa yang menggunakan film
tambah uku teks 24,1% lebih baik pada tes permulaan dan 41% lebih
baik pada tes berikutnya. (dalam Gene Wilkinson, 1984:16).
Peneliti lain yang berhasil mengungkapkan ke-efektifan film yaitu
Stein yang mengemukakan bahwa para siswa yang belajar mengetik
dengan menggunakan film-sambung (film-loop) lebih cepat secara
signifikan mempelajarinya dibanding mereka yang tidak”. (dalam Gene
Wilkinson, 1984:16).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa film merupakan salah satu media audio visual yang
efektif untuk menyampaikan materi yang berupa konseptual dalam
pembelajaran. Menurut Carpenter dan Greenhill (dalam Gene Wilkinson,
1984:16) dalam mengkaji hasil-hasil penelitian tentang film untuk
Angkatan Laut menyimpulkan sebagai berikut:
a) Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian
maupun dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk
mengajar ketrampilan penampilan (performance) tertentu dan untuk
menyampaikan beberapa jenis data faktual
b) Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika siswa telah
diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa
mereka akan di tes tentang isi film tersebut
c) Siswa akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk tiap
film yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar
d) Mencatat sambil menonton hendaknya dicegah, karena hal itu akan
mengganggu perhatian siswa terhadap film itu sendiri
e) Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
f) Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan
bermanfaat untuk keperluan praktek atau latihan
g) Siswa dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi
keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut
h) Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi kembali
i) Sesudah sebuah film pertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya dijelaskan
dan didiskusikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan siswa
Kegiatan lanjutan setelah menonton hendaklah digalakkan untuk
memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai penggunaan media audio visual dalam pembelajaran
adalah penelitian yang dilakukan oleh Anis Kurniawati S (2007) yang berjudul
Penerapan Metode Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan Media
Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Negeri 19
Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007.
Dalam penelitian ini menyebutkan bahwa antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain terjadi kerjasama, interaksi, dan komunikasi yang baik dalam
rangka memahami materi yang disajikan dalam format audio visual. Anis juga
mengatakan materi yang disajikan dalam bentuk audio visual dapat merangsang
imajinasi siswa dalam berpikir seolah-olah berada langsung dalam situasi yang
digambarkan dalam tayangan audio visual. Materi pelajaran yang disajikan dalam
media audio visual dapat menumbuhkan minat dan perhatian siswa untuk melihat
dan mendengarkan dengan seksama tayangan audio visual yang secara otomatis
akan membangkitkan motivasi siswa dalam memahami materi. Lebih lanjut, Anis
mengatakan bahwa penggunaan media audio visual pada metode pembelajaran
TGT memiliki nilai yang cukup tinggi, antara lain:
1. Penggunaan media audio visual dapat merangsang dan minat dan perhatian
siswa.
2. Penggunaan media audio visual dapat membantu siswa memahami dan
mengingat kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya.
3. Penggunaan media audio visual dapat meningkatkan efektivitas penyampaian
informasi dalam pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Dalam penelitian ini penerapan metode pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT) dengan media audio visual dapat meningkatkan minat siswa
terhadap pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami
materi pelajaran, karena siswa tidak hanya mempelajari materi secara teori namun
juga memberikan gambaran nyata di lapangan yang akan memudahkan siswa
dalam memahami materi. Hal ini terbukti dari hasil kognitif siswa rata-rata 76,3
pada kelompok eksperimen yang menggunakan TGT dan media audio visual, dan
rata-rata 71 pada kelompok control yang menggunakan metode konvensional.
Penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan media audio visual
dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Mardliyah (2009)
yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual (VCD) dan Media
Audio Terhadap Pencapaian Preastasi Belajar Bahasa Arab Ditinjau dari Motivasi
Berprestasi Siswa (Studi Eksperimen Pada Kelas VIII di MTs. Negeri
Karanganyar dan kelas VIII di MTs. Negeri Gondangrejo Tahun Pelajaran
2008/2009.
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan bantuan media audio visual,
pembelajaran menjadi semakin menarik, dan pemahaman siswa terhadap materi
meningkat, sehingga meningkatkan motivasi siswa dalam berprestasi. Kesimpulan
dari penelitian tersebut adalah Media Audio Visual (VCD) menghasilkan prestasi
belajar bahasa Arab yang lebih baik dibandingkan dengan media Audio.
Pada penelitian ini, memiliki permasalahan pokok yaitu kurangnya
apresiasi siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat. Hal ini
dikarenakan pembelajaran yang kurang variasi sehingga siswa kurang antusias
dalam menerima materi. Kurangnya antusiasme siswa terhadap pembelajaran ini
mengakibatkan siswa melakukan aktivitas lain pada saat guru sedang menjelaskan
materi pelajaran, yang akhirnya berdampak pada kurang maksimalnya
penyampaian dan penerimaan materi pelajaran. Sehingga pemahaman siswa
terhadap materi kurang, dan apresiasi terhadap karya seni rupa terapan daerah
setempat menjadi rendah. Penelitian ini mengalami permasalahan yang hampir
sama dengan kedua penelitian di atas, yaitu rendahnya antusiasme siswa terhadap
pembelajaran yang berakibat pada kurangnya pemahaman siswa terhadap materi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Dari hasil kedua penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa dengan
pembelajaran menggunakan media audio visual, dapat meningkatkan antusiasme
siswa terhadap pembelajaran, selain itu pemahaman siswa terhadap materi juga
meningkat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan permasalahan penelitian ini yaitu
apresiasi seni. Dalam kegiatan apresiasi seni membutuhkan pemahaman dan
pengenalan lebih mengenai sebuah karya seni, sebelum akhirnya siswa dapat
mengapresiasi karya seni tersebut dengan baik. Dengan demikian, peningkatan
pemahaman siswa diasumsikan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran
menggunakan media audio visual. Peningkatan pemahaman siswa mengenai
materi akan diikuti oleh peningkatan apresiasi seni siswa, sehingga pembelajaran
menggunakan media audio visual dapat digunakan untuk meningkatkan apresiasi
seni siswa.
Peneliti menerapkan media audio visual ini untuk memberikan gambaran
nyata dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah khususnya Batik
Surakarta, sehingga melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran
dapat membantu siswa memahami materi apresiasi seni. Dengan menggunakan
media audio visual sebagai salah satu solusi permasalahan dalam penelitian ini,
diharapkan apresiasi seni siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
C. Kerangka berpikir
Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan informasi/
keterampilan. Keberhasilan dalam belajar berhubungan dengan cara pengajaran
dan seberapa besar ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.
Pembelajaran apresiasi seni di sekolah merupakan pembelajaran yang
melatih siswa dalam memahami dan menghargai dalam menanggapi karya seni
rupa ciptaan siswa sendiri maupun karya seni rupa ciptaan orang lain. Apresiasi
seni yang diberikan adalah karya seni terapan daerah setempat (dalam hal ini
adalah Batik Surakarta). Dengan demikian diharapkan siswa dapat mengenali jati
diri bangsanya sejak dini, dan sebagai generasi penerus bangsa ia dapat ikut serta
melestarikan seni dan kebudayaan bangsa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Nilai rata-rata siswa kelas X-4 pada materi apresiasi seni adalah 76. Nilai
ini sebenarnya sudah mencapai Standar KKM, yaitu 75. Hanya saja perolehan ini
dirasa masih rendah karena nilai tersebut berbeda tipis dengan batas minimal
ketuntasan belajar. Hal ini dikarenakan apresiasi siswa terhadap karya seni terapan
daerah yaitu Batik Surakarta memang masih rendah, yang ditunjukkan dengan
minimnya pengetahuan mereka tentang seni Batik Surakarta.
Sebelumnya cara mengajar guru dalam pembelajaran apresiasi terhadap
seni rupa terapan daerah setempat (dalam hal ini batik Surakarta) menurut siswa
cukup menarik karena pemberian materi oleh guru disampaikan dengan gaya
humoris. Hanya saja, karena kurang variasi dalam mengajar, pelajaran seni
budaya dalam materi apresiasi seni terkesan membosankan. Guru hanya
menggunakan metode ceramah dan mengerjakan LKS pada proses
pembelajarannya, sehingga siswa sering merasa bosan dan berakibat apresiasi
siswa terhadap batik juga rendah. Di sisi lain pihak guru sendiri mengalami
kesulitan dalam mengajarkan materi apresiasi terhadap batik kepada siswa.
Kesulitan yang dihadapi guru disebabkan karena kurangnya ide guru dalam
menciptakan strategi maupun media baru yang inovatif untuk proses
pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti dan guru bekerjasama untuk mencari
solusi yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran apresiasi
terhadap Batik Surakarta di sekolah agar siswa lebih antusias sehingga apresiasi
siswa dapat ditingkatkan.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan media dalam
proses pembelajaran. Media yang dipilih yaitu media audio visual. Media ini
dipilih karena guru belum pernah menggunakan media audio visual untuk
pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dan guru untuk melakukan
pembelajaran dengan suasana dan cara yang berbeda. Selain itu, dengan
menerapkan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi seni, siswa akan
mendapatkan pengalaman baru dalam belajar, khususnya belajar mengapresiasi
karya seni. Dalam penelitian ini media audio visual yang digunakan adalah media
slide suara dan film yang digabungkan untuk menayangkan pengetahuan dasar
tentang batik Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Adapun gambar alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Gambar 9. Kerangka Berpikir
Pelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 1 Surakarta
Materi Apresiasi Seni Terapan Daerah Setempat (Batik Surakarta)
(Batik Surakarta)
Apresiasi seni siswa teerhadap karya seni terapan daerah setempat masih rendah.
Hal ini dibuktikan dengan nilai pada materi apresiasi seni sebanyak 14 siswa belum memenuhi standar KKM
yaitu 75, sedangkan kemampuan siswa menunjukkan sikap menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat
masih rendah, yaitu sebanyak 15 siswa)
Proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat yaitu Batik
Surakarta berlangsung menarik dan meningkatkan antusias siswa dalam
mengikuti pelajaran
Hasil Apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta meningkat
Indikator:
1. Minimal 80% siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan
tentang karya seni terapan daerah setempat (khususnya Batik Surakarta).
2. Minimal 80% siswa mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap
karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta) dengan baik
Alternatif Solusi Tindakan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta
dilakukan dengan menggunakan Media Audio Visual yang isinya tentang: sejarah munculnya Batik Surakarta, jenis-jenis
batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, nama dan makna gambar pola batik, serta penggunaanya.
Kondisi Awal Masalah di lapangan :
Siswa:
- Siswa bosan dengan metode pembelajaran yang
digunakan guru meskipun guru menyampaikan
materinya dengan gaya humoris, namun bagi
siswa metode yang digunakan guru kurang
bervariasi, yaitu penyampaian materi dengan
ceramah, kemudian dilanjutkan dengan
mengerjakan LKS, sehingga siswa kurang
antusias dalam mengikuti pelajaran. Hal ini
ditunjukkan dengan sebanyak 15 siswa atau 44%
dari 34 siswa yang tidak memperhatikan guru
pada saat guru menyampaikan materi. Dibuktikan
dengan siswa-siswa yang melakukan aktifitas lain
selain memperhatikan guru. Diantaranya ada yang
bercanda dengan dengan teman sebangkunya,
bermain rubik, membuka situs facebook,
melamun, dll.
Dampak:
- Proses pembelajaran apresiasi seni terapan
daerah setempat kurang menarik dan terkesan
monoton, yaitu penyampaian materi dengan
ceramah, kemudian dilanjutkan dengan
mengerjakan LKS. Sehingga materi yang
disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap
dengan baik oleh siswa. Hal ini dibuktikan
dengan sebanyak 41% siswa belum memahami
dengan baik tentang karya seni terapan daerah
setempat. Dibuktikan dengan sebanyak 14 siswa
memiliki nilai yang masih di bawah standar
KKM yaitu 75.
- Terlalu seringnya guru bercanda, mengakibatkan
siswa tidak dapat fokus lagi terhadap materi yang
disampaikan.
Guru: - Guru kesulitan
membangkitkan
apresiasi siswa
- Guru kesulitan
menemukan
alternatif
pembelajaran.
- Terlalu sering
bercanda,
sehingga siswa
tidak dapat fokus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data”. (Sugiyono, 2010:64).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Pembelajaran menggunakan media
audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) dapat meningkatkan
apresiasi seni Batik Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun
ajaran 2010/2011”. Teori relevan yang mendukung hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
… Media audio visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi
siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media
audio visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar, karena tayangan
media audio visual mampu mempengaruhi indra pandang dan dengar para
siswa, memudahkan pemahaman, serta mampu menghindari konsep
pemahaman siswa yang salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar
alternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk
belajar dimana saja tanpa tergantung guru. … . Penggunaan media audio
visual dapat mewujudkan pembelajaran individu, karena dapat dilakukan
oleh individu untuk dirinya sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar
maksimal, siswa bekerja dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip
kompetensi teknik digital, dan merupakan strategi pengajaran yang
menekankan penyesuaian pengajaran berdasarkan perbedaan individual
siswa. (Ahmad Maksum, dalam http:// karya-ilmiah.um.ac.id).
Media audio visual yang digunakan pada penelitian ini adalah slide suara
dan film dokumenter. Slide suara merupakan sejumlah slide gambar yang
ditampilkan dengan iringan suara. Sedangkan film dokumenter yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah rekaman gambar bergerak mengenai sejarah Batik
Surakarta, jenis-jenis batik, proses pembuatan batik, dan makna serta penggunaan
pola batik dalam kehidupan sehari-hari. Slide suara dan film dokumenter ini
digabungkan dalam satu tayangan yang berisi mengenai materi pelajaran yaitu
Batik Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, yang beralamat di
Jalan Monginsidi No. 40 Surakarta. Sekolah ini di bawah pimpinan Drs. MH.
Thoyibun, SH.,MM., yang bertindak sebagai kepala sekolah yang membawahi
kurang lebih 103 tenaga pengajar dan staf administrasi.
Penelitian ini dimulai tanggal 21 Agustus 2010 dan dilakukan selama 1
bulan atau selama 4 kali tatap muka, pada jam pelajaran Seni Rupa, yaitu pada
hari Sabtu jam ke 4 selama 90 menit.
B. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Surakarta kelas X-4
semester I tahun ajaran 2010/2011, yang berjumlah 34 siswa, terdiri dari 20 siswa
perempuan dan 14 siswa laki-laki.
Adapun alasan peneliti memilih sekolah ini sebagai lokasi penelitian
adalah: (1) Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah terbaik di Surakarta,
dan juga memiliki prestasi yang baik, demikian juga dengan kualitas guru dan
siswa yang baik; (2) Siswa di sekolah tersebut belum pernah dipergunakan
sebagai subjek penelitian sejenis, sehingga terhindar dari kemungkinan penelitian
ulang; (3) Sekolah tersebut merupakan sekolah yang mendukung untuk
diadakannya penelitian.
Peneliti memilih kelas X-4 sebagai subjek penelitian karena menurut ibu
Dra. DM. Krisbiyanti selaku guru mata pelajaran seni budaya dari keseluruhan
kelas X, kelas X-4 yang nilai rata-rata pada materi apresiasinya paling rendah
diantara kelas X lainnya, yaitu hanya mencapai 76.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Observasi, S. Margono (2005:158) berpendapat bahwa “Observasi diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian”. Jadi observasi merupakan pengamatan dan
pendataan yang dilakukan pada obyek penelitian secara sistematik / berurutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Observasi, digunakan untuk mengamati kondisi awal sebelum dan pada saat
diadakannya perbaikan pembelajaran apresiasi siswa terhadap batik Surakarta
yang dilakukan oleh guru dan siswa di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta
dengan menggunakan media audio visual. Yang diamati selama observasi
berlangsung adalah kondisi nyata di lapangan, antara lain:
a) Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi
sebelum perbaikan pembelajaran dengan media audio visual
b) Sikap siswa selama proses pembelajaran apresiasi berlangsung, baik
sebelum maupun pada saat perbaikan pembelajaran dengan media audio
visual
c) Proses pembelajaran apresiasi seni yang berlangsung sebelum dan pada
saat perbaikan pembelajaran dengan media audio visual
“Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan mengambil tempat duduk
paling belakang. Dalam posisi itu, peneliti dapat secara lebih leluasa
melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar-mengajar siswa dan guru di
kelas” (Sarwiji Suwandi, 2008:65).
2. Wawancara, S. Margono (2005:165) berpendapat bahwa “Interviu
(wawancara) adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula”.
Wawancara dilakukan terhadap guru pelajaran seni budaya kelas X-4 dan
beberapa siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta, di antaranya 1 siswa yang
memiliki nilai tertinggi, 1 siswa yang memiliki nilai sedang, dan 1 siswa yang
memiliki nilai rendah. Wawancara dibedakan menjadi dua tahap. Tahap
pertama yaitu wawancara observasi awal. Wawancara ini dilakukan untuk
menggali informasi tentang proses pembelajaran pada kondisi awal.
a) Wawancara yang dilakukan terhadap guru berkenaan dengan:
1) Kondisi pembelajaran apresiasi seni rupan terapan daerah selama ini
2) Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam memberikan materi
apresiasi seni sebelum diadakannya perbaikan pembelajaran dengan
media audio visual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3) Hambatan dan kesulitan yang dirasakan guru dalam proses
pembelajaran apresiasi selama ini.
4) Sikap siswa kelas X-4 selama proses pembelajaran apresiasi seni
selama ini.
b) Wawancara yang dilakukan terhadap siswa adalah meliputi:
1) Pendapat mereka tentang proses pembelajaran apresiasi seni terapan
daerah selama ini yang mereka rasakan.
2) Hambatan dan kesulitan yang mereka rasakan pada saat pembelajaran
apresiasi seni disampaikan.
Tahap kedua yaitu wawancara pada saat setelah perbaikan tindakan
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menggali informasi secara langsung dari
narasumber tentang berjalannya proses pembelajaran dengan menggunakan
media audio visual. Wawancara dengan guru dan siswa ini dilakukan untuk
mengetahui perkembangan pembelajaran apresiasi dengan media audio visual.
Hasil wawancara sebelum perbaikan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan tindakan dan solusi yang dilakukan dalam memecahkan masalah,
sedangkan hasil wawancara setelah diadakan perbaikan digunakan sebagai
dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya dan perbaikan media audio
visual pada saat tahap analisis dan refleksi.
3. Tes, menurut S. Margono, (2005: 170) tes ialah “seperangkat rangsangan
(stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan
jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka”. Tes
digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan
tindakan. Dalam penelitian ini tes yang diberikan adalah tes tulis esai. Tes
tulis diberikan kepada siswa setelah penyampaian materi dan dilakukan pada
setiap pertemuan. Pemberian tes ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa
jauh hasil yang diperoleh siswa (peningkatan pemehaman terhadap Batik
Surakarta) setelah pemberian tindakan perbaikan dalam kelas. Soal tes berisi
tentang materi yang sudah disampaikan melalui media audio visual berupa
pengetahuan tentang Batik Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
4. Dokumentasi. Menurut S. Margono (2005:181) cara mengumpulkan data
melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku
tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian disebut teknik dokumenter.
Dokumentasi yaitu mencari data dari dokumen atau arsip yang ada. Data
tersebut diperoleh dari:
a) Sekolah: berupa silabus pelajaran Seni Budaya
b) Guru: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku panduan atau
materi pelajaran, hasil tugas dan daftar nilai siswa yang dimiliki guru baik
sebelum dan setelah diadakan penelitian. Nilai siswa tersebut akan
dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan tindakan perbaikan
pembelajaran menggunakan media audio visual.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif). Menurut Sarwiji
(2008:70) teknik statistik deskriptif komparatif digunakan untuk data
kuantitatif, yakni dengan membandingkan hasil antar siklus. Peneliti
membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil pada akhir setiap
siklus. Analisis data ini dilakukan dengan membandingkan hasil afektif dan
kognitif siswa pada kondisi sebelum tindakan, setelah siklus I, dan setelah
siklus II.
2. Teknik analisis kritis. Sarwiji juga mengungkapkan teknik analisis kritis
mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja
siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Hasil analisis tersebut
dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya
sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersamaan dan/ atau
setelah pengumpulan data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
E. Prosedur Penelitian
Tujuan pokok yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta melalui pembelajaran
dengan menggunakan media audio visual pengetahuan batik pada siswa kelas X-4
SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Dengan demikian prosedur
yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
direncanakan berlangsung selama dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari
empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. “PTK
dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan merefleksi”. (Zainal Aqib, 2008:30). Akan
tetapi sebelum melakukan ke-empat tahap tersebut, ada satu tahap yang sangat
penting untuk dilakukan yaitu tahap pengenalan masalah. “PTK dalam
pelaksanaannya diawali dengan diagnosis masalah, kesadaran permasalahan yang
Anda rasakan mengganggu dan menghalangi pencapaian tujuan pendidikan
sehingga ditengarai berdampak kurang baik terhadap proses dan/ atau hasil belajar
siswa, dan/ atau implementasi program sekolah”. (Sarwiji Suwandi, 2008:35).
Dengan demikian sebelum dilakukannya 4 tahap pokok dalam PTK, lebih dahulu
dilakukan 1 tahap awal yaitu pengenalan masalah atau identifikasi masalah yang
dirasakan mengganggu proses dan/ atau hasil belajar dalam sebuah kelas yang
akan dijadikan sebagai subyek PTK.
Menurut Tagart, (dalam Zainal Aqib, 2008:30), prosedur pelaksanaan PTK
mencakup penetapan fokus masalah penelitian, perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Berikut ini adalah penjelasan dari
tahap-tahap tersebut:
1. Tahap Penetapan Fokus Masalah Penelitian
Tahap ini dilakukan dengan merasakan adanya masalah, menganalisis
masalah, kemudian merumuskan masalah agar dapat menetapkan masalah
yang dihadapi oleh subyek PTK.
Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengadakan observasi lapangan,
yaitu mengetahui keadaan nyata di lapangan secara langsung. Observasi awal
dilakukan dengan mengamati kondisi awal kelas pada jam pelajaran seni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
budaya, melakukan wawancara secara terpisah dengan guru dan murid serta
mendiskusikan hambatan atau kesulitan apa saja yang dihadapi selama proses
pembelajaran di kelas dan bagaimana solusinya. Observasi dilakukan pada
guru mata pelajaran seni budaya dan siswa kelas X-4 di SMA Negeri 1
Surakarta tahun ajaran 2009/2010.
2. Tahap Perencanaan Tindakan
Rencana tindakan disusun dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari
empat tahap, yaitu tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi, serta tahap analisis dan refleksi. Berdasarkan pengenalan masalah
yang dilakukan melalui observasi awal, maka diajukan suatu solusi untuk
mengatasi permasalahan dalam pembelajaran seni budaya di kelas X-4 SMA
Negeri 1 Surakarta yaitu dengan penggunaan media audio visual sebagai
upaya meningkatkan apresiasi siswa terhadap batik Surakarta.
Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan skenario pembelajaran,
mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas,
menyediakan media pembelajaran yang akan digunakan, mempersiapkan
instrumen untuk menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan yang
telah dilakukan.
3. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap ini peneliti mulai melaksanakan tindakan, yakni
meningkatkan apresiasi siswa terhadap batik Surakarta melalui media audio
visual pada siswa kelas X-4 di SMA Negeri 1 Surakarta. Dalam tahap ini
peneliti melakukan tindakan dalam 2 siklus yang masing-masing terdiri dari 2
pertemuan. Setiap siklus akan dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran
melalui media audio visual yaitu penggabungan slide suara dan film
dokumenter pengetahuan batik yang dibuat dengan menggunakan movie
maker. Untuk menayangkan media audio visual, maka pada penelitian ini
juga menggunakan Liquid Cristal Display (LCD) proyektor dan komputer.
Media audio visual pembelajaran dibuat semenarik mungkin untuk menarik
antusiasme siswa terhadap pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran yang
telah direncanakan, yang dilakukan bersamaan dengan observasi selama
tindakan berlangsung.
4. Tahap Pengamatan/ Observasi
Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dan siswa
yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas. Tahap ini
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat
sebelumnya, sehingga memudahkan peneliti dalam mengamati perkembangan
kelas. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui segala kelemahan dan
kekurangan yang mungkin muncul dan dijadikan landasan dalam melakukan
refleksi.
5. Refleksi
Refleksi dilakukan bersama guru pada setiap akhir siklus. Pada tahap
ini, dilakukan penganalisisan data mengenai proses, masalah, dan hambatan
yang ditemui selama penelitian berlangsung. Kemudian didiskusikan bersama
guru untuk diambil kesimpulan dari hasil pelaksanaan penelitian. dari
penarikan kesimpulan ini diketahui apakah tindakan yang sudah dilakukan
sudah mencapai indikator yang diinginkan atau belum, sehingga dapat
ditentukan tindakan selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Secara rinci urutan masing-masing tahap dalam siklus dapat digambarkan
dalam skema sebagai berikut:
Gambar 10. Tahap Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Adaptasi dari Pedoman Penulisan Skripsi FKIP UNS (2009:18)
Penetapan Fokus
Masalah
Perencanaan
SIKLUS I Pelaksanaan
Observasi/
Pengamatan
Refleksi
Pelaksanaan SIKLUS II
Observasi/
Pengamatan
Refleksi
Indikator sudah
tercapai?
Sudah: PTK bisa diakhiri
Belum: PTK perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya
Perencanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Untuk lebih jelasnya mengenai rencana tindakan yang dilakukan pada
setiap siklus adalah sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan Siklus I
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan media audio visual yang
digunakan dalam proses pembelajaran seni budaya kelas X-4 SMA Negeri 1
Surakarta. Media audio visual yang ditampilkan berupa gabungan slide suara
dan film dengan tampilan semenarik mungkin untuk menarik perhatian siswa.
Tayangan media audio visual pada pertemuan I siklus I berisi tentang sejarah
Batik Surakarta. Selain itu dipersiapkan juga fasilitas dan sarana pendukung
yang diperlukan di kelas yaitu komputer, LCD proyektor, dan lain-lain . Pada
tahap ini juga dibuat skenario pembelajaran, yaitu apa saja yang dilakukan
guru dengan media yang sudah tersedia selama proses pembelajaran
berlangsung. Skenario pembelajaran tersebut antara lain:
Tabel 3. Perencanaan Siklus I Pertemuan 1
Siklus I (Pertemuan ke 1)
No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
1. a. Guru mempersiapkan
RPP, silabus, soal tugas,
dan media audio visual
pengetahuan batik
a. Menyiapkan diri
menerima pelajaran
±5 menit
b. Guru membuka pelajaran
dengan salam pembuka
dan apersepsi materi
yang akan diajarkan
yaitu Sejarah Batik
Surakarta. Apersepsi ini
bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana
pengetahuan siswa
tentang batik. Apersepsi
dilakukan dengan
memberi tes awal berupa
pertanyaan tentang
materi yang akan
diajarkan.
b. Siswa memperhatikan
apersepsi yang
disampaikan guru
±5 menit
c. Guru menampilkan
tayangan media audio
c. Sementara itu siswa
memperhatikan
±10 menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
visual pengetahuan batik
yang berisi tentang
Sejarah Batik Surakarta
tayangan media audio
visual pengetahuan
batik tentang Sejarah
Batik Surakarta
tersebut dengan
seksama
d. Guru berdiskusi bersama
siswa mengulas kembali
dan menjelaskan tentang
sejarah munculnya batik
Surakarta.
Selesai menjelaskan,
guru mempersilahkan
siswanya untuk bertanya
jika ada yang ingin
ditanyakan atau
menyampaikan
tanggapannya seputar
materi yang telah
ditayangakan yaitu
mengenai Sejarah Batik
Surakarta
d. Siswa mendengarkan
penjelasan guru.
Kemudian siswa
bertanya kepada guru
jika ada materi yang
kurang dimengerti atau
menyampaikan
tanggapannya setelah
melihat tayangan
media audio visual
pengetahuan batik
±15 menit
e. Guru memberikan tes
tertulis esai untuk
mengukur pemahaman
siswa tentang Sejarah
Batik Surakarta
e. Siswa mengerjakan tes
yang diberikan guru
untuk mengukur
pemahaman siswa
±30 menit
f. Guru memerintahkan
siswa untuk
mengumpulkan lembar
jawaban
f. Siswa mengumpulkan
lembar jawaban
±2 menit
g. Guru mengajak siswa
untuk berdiskusi kembali
mengenai jawaban dari
soal tes yang telah
diberikan.
g. Siswa diharapkan aktif
baik dalam bertanya,
menjawab, maupun
berpendapat.
±15 menit
h. Guru menyimpulkan
materi pelajaran bersama
siswa
h. Menyimpulkan materi
pelajaran bersama
guru.
± 5 menit
i. Menutup proses
pembelajaran
- ±3 menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel 4. Perencanaan Siklus I Pertemuan 2
Siklus I (Pertemuan ke 2)
No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
1.
a. Guru mempersiapkan
RPP, silabus, soal tes,
dan media audio visual
pengetahuan batik
a. Menyiapkan diri
menerima pelajaran
±5 menit
b. Guru membuka
pelajaran dengan
salam pembuka dan
sedikit mengulas
tentang materi
sebelumnya.
Kemudian apersepsi
materi yang akan
diajarkan yaitu Jenis-
jenis Batik
Berdasarkan Proses
Pembuatannya.
Apersepsi dilakukan
dengan memberi tes
awal berupa
pertanyaan tentang
materi yang akan
diajarkan
b. Siswa memperhatikan
apersepsi yang
disampaikan guru.
Menjawab pertanyaan
dari guru tentang ulasan
materi sebelumnya
±5 menit
c. Guru menampilkan
tayangan media audio
visual pengetahuan
batik yang berisi
tentang Jenis-jenis
Batik Berdasarkan
Proses Pembuatannya
c. Sementara itu siswa
memperhatikan tayangan
tersebut dengan seksama.
±10 menit
d. Guru mengajak siswa
untuk berdiskusi dan
mengidentifikasi
kembali tentang jenis-
jenis batik berdasarkan
proses pembuatannya.
Kemudian guru
mempersilahkan
siswanya untuk
bertanya jika ada yang
ingin ditanyakan
seputar materi yang
telah ditayangakan
d. Siswa berdiskusi bersama
guru mengidentifikasi
kembali tentang jenis-
jenis batik berdasarkan
proses pembuatannya.
Kemudian siswa bertanya
kepada guru jika ada
materi yang kurang
dimengerti dalam
pemutaran media audio
visual pengetahuan batik
atau memberikan
tanggapan mengenai
±15 menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
yaitu mengenai Jenis-
jenis Batik
Berdasarkan Proses
Pembuatannya atau
memberikan
tanggapannya
mengenai materi yang
baru saja diputarkan
materi yang disampaikan.
e. Guru memberikan soal
tes tertulis kepada
siswa tentang Jenis-
jenis Batik
Berdasarkan Proses
Pembuatannya
e. Siswa mengerjakan soal
tes tertulis dari guru yaitu
tentang Jenis-jenis Batik
Berdasarkan Proses
Pembuatannya
±30 menit
f. Guru memerintahkan
siswa untuk
mengumpulkan lembar
jawaban
f. Siswa mengumpulkan
lembar jawaban
±2 menit
g. Guru mengajak siswa
untuk berdiskusi
kembali mengenai
jawaban dari soal tes
yang telah diberikan.
g. Siswa diharapkan aktif
baik dalam bertanya,
menjawab, maupun
berpendapat.
±20 menit
h. Guru menyimpulkan
materi pelajaran
bersama siswa
h. Menyimpulkan materi
pelajaran bersama guru.
±5 menit
i. Menutup proses
pembelajaran seni
budaya
i. - ±3 menit
Di samping itu peneliti juga menyiapkan instrumen yang digunakan
dalam penelitian yang meliputi: lembar observasi, pedoman wawancara
dengan guru dan siswa, dan soal tes tentang materi yang disajikan. Wawancara
dilakukan dengan guru dan siswa setelah siklus I selesai dilakukan untuk
mengetahui kekurangan, kelebihan, serta hambatan yang dihadapi selama
pelaksanaan siklus I untuk diperbaiki di siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
b. Tahap Pelaksanaan Siklus I
Pelaksanaan tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan
skenario pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan dilakukan dalam satu
siklus sebanyak dua kali pertemuan, dan setiap pertemuan masing-masing 2 x
45 menit.
c. Tahap Observasi Siklus I
Tahap ini dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses
pembelajaran apresiasi Batik Surakarta dengan menggunakan media audio
visual. Tahap ini dilakukan dengan cara mengamati proses pembelajaran dan
mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Lembar
observasi digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi selama
pembelajaran berlangsung pada siklus I. Hasil observasi selama proses
pembelajaran digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai
selama siklus I berlangsung.
d. Tahap Refleksi Siklus I
Setelah proses pembelajaran pada siklus I berakhir, maka diadakan
analisis terhadap semua data yang diperoleh di lapangan selama siklus I
berlangsung. Refleksi pada siklus I dilakukan dengan menganalisis masalah-
masalah yang muncul selama proses pembelajaran dengan menggunakan
media audio visual. Berdasarkan masalah-masalah yang muncul pada siklus I,
maka dapat ditentukan apakah tindakan yang dilaksanakan sebagai pemecahan
masalah sudah mencapai tujuan atau belum. Melalui refleksi inilah ditentukan
untuk melakukan siklus lanjutan jika indikator belum tercapai dengan
sempurna.
2. Siklus II
a. Tahap Perencanaan Siklus II
Perencanaan pada siklus II meliputi rencana perbaikan tindakan
berdasarkan refleksi pada siklus I. Tahap perencanaan pada siklus II ini
peneliti memperbaiki media audio visual yang digunakan dalam proses
pembelajaran apresiasi Batik Surakarta. Media audio visual yang
ditampilkan masih terdiri dari gabungan slide suara dan film, hanya saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
tampilannya lebih diperbaiki berdasarkan hasil refleksi siklus I dan hasil
wawancara terhadap guru dan siswa tentang media audio visual. Selain
itu juga dilakukan perbaikan skenario pembelajaran agar siswa lebih
antusias mengikuti pelajaran seni budaya dengan materi apresiasi Batik
Surakarta.
Perencanaan lainnya masih sama dengan siklus I yaitu
menyiapkan instrumen yang digunakan dalam penelitian yang meliputi:
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar observasi afektif,
pedoman wawancara, dan soal tes tentang materi yang disajikan.
b. Tahap Pelaksanaan Siklus II
Pelaksanaan pada siklus II dilakukan sesuai dengan skenario
pembelajaran dan perencanaan sebelumnya. Siklus II dilaksanakan dalam
dua kali pertemuan masing-masing selama 2 x 45 menit.
c. Tahap Observasi Siklus II
Tahap ini dilakukan dengan cara mengamati proses pembelajaran
dan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Lembar observasi digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi
selama pembelajaran berlangsung pada siklus II. Hasil observasi selama
proses pembelajaran digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
yang dicapai selama siklus II berlangsung.
d. Tahap Refleksi Siklus II
Refleksi pada siklus II dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan
kelemahan tindakan pada proses pembelajaran. Hasil refleksi dan data
yang diperoleh menjadi bahan evaluasi terhadap keberhasilan dan
ketercapaian tujuan tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Awal
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan
observasi awal untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di lapangan. Observasi
dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, yaitu tempat dilaksanakannya penelitian
tindakan kelas ini. Hasil dari kegiatan observasi adalah sebagai berikut.
1. Letak dan Situasi Ruang SMA Negeri 1 Surakarta
SMA Negeri 1 Surakarta terletak di Jalan Monginsidi, Banjarsari, Nomor
40, Surakarta. Sekolah negeri favorit di Surakarta yang dikepalai oleh Drs. MH.
Thoyibun, SH.,MM. ini memiliki bangunan 2 tingkat dengan sejumlah ruang di
dalamnya, yaitu sebanyak 38 ruang kelas, 5 ruang diantaranya untuk kelas
Sekolah Berbasis Internasional (SBI), dan 4 ruang lainnya untuk kelas akselerasi.
Ruang lainnya yang dimiliki adalah 1 ruang komite, 1 ruang kepala sekolah, 1
ruang wakil kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang tata usaha, 1 ruang Bimbingan
Penyuluhan (BP), 1 ruang perpustakaan, 1 ruang akselerasi, 1 ruang untuk
Teacher Resource and Reference Centre (TRRC), 1 ruang Unit Kesehatan
Sekolah (UKS), 1 ruang laboratorium matematika, 2 ruang laboratorium bahasa, 2
laboratorium komputer, 3 ruang laboratorium biologi, 1 ruang laboratorium kimia,
1 ruang laboratorium fisika, 1 ruang laboratorium IPS, 1 ruang kesenian, 1 ruang
aula, 1 ruang multimedia, 1 ruang OSIS, 1 ruang agama katolik, 1 ruang untuk
penjaga sekolah, 1 pos satpam, 3 lahan parkir, beberapa kamar mandi dan WC
untuk siswa, 3 kantin sekolah, 1 koperasi siswa, 2 gudang, 1 masjid, 1 taman, 1
lapangan olahraga, dan hotspot di berbagai area di lingkungan sekolah untuk
menunjang sarana prasarana siswa mencari bahan ajar dan juga berkolaborasi
secara internasional. Berikut gambar gedung SMA negeri 1 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Gambar 11. SMA Negeri 1 Surakarta Terletak di Jalan Monginsidi, Nomor 40
Banjarsari, Surakarta.
(Dokumentasi: SMA Negeri 1 Surakarta, 2010)
2. Keberadaan Siswa
Jumlah siswa SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011
sebanyak 1177 siswa yang terdiri dari kelas X, XI, dan kelas XII. Sebanyak 470
merupakan siswa laki-laki, dan 707 siswa perempuan. Siswa-siswi SMA negeri 1
Surakarta pada dasarnya merupakan siswa-siswi yang teladan, cerdas, dan
merupakan generasi terpilih yang kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari prestasi-
prestasi yang telah di raih oleh siswa-siswi SMA Negeri 1 Surakarta sejak sekolah
ini berdiri.
Subyek dalam penelitian ini adalah kelas X-4 yang berjumlah 34 siswa,
14 siswa laki-laki, dan 20 siswa perempuan. Setiap ruang kelas yang digunakan
siswa rata-rata memiliki fasilitas yang sama di dalamnya. Fasilitas tersebut
diantaranya 1 buah komputer LCD, 1 buah LCD proyektor, 1 buah layar
proyektor, 2 buah AC, jam dinding, radio kelas, 17 buah meja untuk siswa dan 1
meja untuk guru, sebanyak 34 kursi untuk siswa dan 1 kursi untuk guru, serta
whiteboard yang terpasang di bagian depan kelas. Sehingga suasana kelas tampak
sangat nyaman untuk siswa dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
3. Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4
SMA Negeri 1 Surakarta
a. Pelaksanaan Pembelajaran
Mata pelajaran seni budaya di SMA Negeri 1 Surakarta kelas X-4
pada tahun pelajaran baru 2010/2011 dilaksanakan satu kali dalam satu
minggu yaitu setiap hari sabtu pada jam pelajaran ke 4 atau pada jam 09.30
WIB dengan alokasi waktu 2 x 45 menit.
Kondisi awal proses pembelajaran mata pelajaran seni budaya materi
apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat sebenarnya sudah
berlangsung cukup baik. Materi apresiasi disampaikan dengan metode
ceramah dan penugasan. Setelah guru menjelaskan materi pelajaran pada
siswa, kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa atau
LKS.
Dalam penyampaian materi pelajaran, beberapa kali guru
mengatakan kalimat-kalimat lucu yang membuat siswa tertawa untuk
membuat suasana kelas menjadi cair, sehingga diharapkan siswa dapat lebih
santai dalam menerima materi pelajaran. Akan tetapi dari hasil observasi awal
yang dilakukan, meskipun metode ceramah ini disampaikan dengan beberapa
kali selingan kalimat-kalimat yang lucu dari guru, justru membuat siswa
menjadi tidak fokus terhadap materi yang disampaikan guru. Sementara itu
dari hasil wawancara, siswa mengatakan bahwa siswa merasa senang pada
saat guru mengeluarkan kata-kata yang lucu yang membuat siswa tertawa.
Akan tetapi pada saat guru kembali pada materi dan menjelaskan dengan
serius, siswa merasa bosan mendengarkan ceramah teori-teori yang
disampaikan oleh guru.
Siswa berpendapat seharusnya pelajaran seni budaya adalah
pelajaran yang menyenangkan, seperti misalnya menggambar, bernyanyi,
main music, melukis, mengukir, dan prkatek-praktek yang lainnya serta tidak
dipenuhi oleh teori-teori.
Siswa merasa pembelajaran materi apresiasi kurang bervariasi,
sehingga tak jarang siswa yang melakukan aktifitas lain karena merasa bosan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dalam mengikuti pelajaran. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada
beberapa siswa di kelas X-4, siswa menginginkan pembelajaran yang lebih
bervariasi, misalnya jalan-jalan ke lapangan secara langsung, atau sekedar
melihat video pengetahuan seperti yang dilakukan guru-guru mata pelajaran
lainnya. Sedangkan menurut guru, sebelum siswa terjun ke lapangan, siswa
harus terlebih dahulu mengetahui dan mengenal materi pelajaran.
Dari beberapa kali tatap muka pelajaran seni budaya yang peneliti
amati pada kelas X-4, terlihat proses pembelajaran yang hampir sama, baik
kegiatan yang dilakukan guru maupun siswanya. Guru membuka pelajaran
dengan mengucapkan salam. Dalam setiap proses pembelajaran guru tidak
pernah memanggil nama siswa satu persatu (absensi), tetapi langsung
menanyakan pada ketua kelas siapa yang tidak masuk pada hari tersebut.
Setelah itu guru langsung menjelaskan pada siswa mengenai materi pelajaran
yaitu mengenai karya seni rupa terapan daerah setempat. Setelah
menjelaskan, guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan LKS lalu
dikumpulkan pada akhir pelajaran. Guru kemudian menutup pelajaran.
b. Tahap Observasi Awal
Suasana di kelas X-4 yang berjumlah 34 siswa pada 10 menit awal
pelajaran, sangat tenang dan kondusif dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Setiap siswa tampak memperhatikan penjelasan dari guru.
Beberapa diantaranya ada yang mencatat materi yang disampaikan oleh guru.
Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru seringkali melontarkan beberapa
kalimat lucu yang membuat siswa tertawa. Berikut ini gambar suasana
pembelajaran siswa kelas X-4 pada 10 menit awal pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Gambar 12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah, Guru
Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tidak kondusif karena
siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias dengan
pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang
disampaikan guru. Kalimat-kalimat lucu yang sering dilontarkan guru justru
menjadi bumerang dalam proses pembelajaran, yang menyebabkan siswa
terlalu santai dan tidak terfokus pada materi yang disampaikan. Beberapa
siswa terlihat membicarakan lelucon yang baru saja disampaikan guru, dan
tidak kembali fokus pada materi yang sedang dipelajari.
Sesekali terlihat guru menampilkan gambar untuk mendukung
penyampaian materi pelajaran. Akan tetapi beberapa siswa terlihat tetap tidak
memperhatikan. Hal ini dikarenakan gambar yang ditampilkan guru kurang
menarik. Gambar-gambar yang diperlihatkan guru adalah gambar-gambar
print cetak ukuran A4 ataupun fotokopi dari buku, dan berupa gambar-
gambar hasil karya kakak kelas mereka sebelumnya.
Kelas menjadi semakin tidak kondusif pada saat guru
memerintahkan siswa untuk mulai mengerjakan LKS. Banyak siswa yang
melakukan aktifitas lain, misalnya ada yang tidur, berbicara dengan teman
sebangkunya, atau mengerjakan tugas pelajaran lain. Berikut ini beberapa
gambar suasana kelas X-4 yang sudah tidak lagi kondusif pada saat
pembelajaran materi apresiasi seni berlangsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi
Apresiasi Seni.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Gambar 14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi
Apresiasi Seni.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Gambar 15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada
Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Gambar 16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya
Pada Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Gambar 17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Pada saat siswa mengerjakan LKS, guru jarang sekali berjalan
mengelilingi kelas untuk sesekali mengontrol siswa yang sedang mengerjakan
LKS. Dari empat kali pertemuan, guru hanya 3 kali berkeliling kelas dan
lebih banyak duduk di depan kelas sambil menunggu siswa-siswinya selesai
mengerjakan LKS. Hal ini mengakibatkan kurangnya pemantauan dari guru,
sehingga seringkali guru tidak mengetahui beberapa siswanya yang tidur,
bahkan mengerjakan tugas pelajaran lain, atau sekedar bercanda dengan
teman sebangkunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Setelah mengerjakan LKS, siswa diminta untuk mengumpulkan LKS
tersebut dan dinilai. Guru juga pernah memberikan tugas rumah bagi
siswanya untuk membuat makalah mengenai batik tradisional.
Materi apresiasi seni rupa terapan daerah memang didominasi
dengan teori yang membuat siswa kurang antusias, karena menurut siswa
pelajaran seni budaya seharusnya menjadi pelajaran yang menyenangkan dan
menghibur, bukan pelajaran yang dipenuhi dengan pemberian teori-teori.
Padahal, materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan tentang
konsep atau makna, latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di mana karya
seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada karya seni rupa
tersebut. Sehingga teori-teori tentu sangat dibutuhkan siswa dalam melakukan
apresiasi seni.
Pemberian materi melalui metode ceramah dan penugasan yang
berulang-ulang, proses pembelajaran menjadi monoton, sehingga materi yang
disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa.
Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat
pada rendahnya kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya seni rupa
terapan daerah yang berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa pada
materi ini.
Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi yang terjadi
secara langsung dengan maksud mengetahui tingkat kemampuan awal siswa
dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat, yaitu Batik
Surakarta yang meliputi aspek afektif dan kognitif. Aspek kognitif diukur
berdasarkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan.
Pemahaman siswa tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai siswa pada tugas
yang diberikan guru atau dalam bentuk LKS. Sedangkan aspek afektif
diantaranya ialah kehadiran siswa, memperhatikan materi yang disampaikan,
keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat,
mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas.
Hasil observasi dan data-data yang diperoleh dari guru maupun
lapangan menunjukkan bahwa masih banyak diantara siswa kelas X-4 yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
belum tuntas hasil belajarnya baik dari aspek afektif maupun kognitif. Secara
umum dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya siswa yang belum
mencapai ketuntasan dalam belajarnya menunjukkan rendahnya kemampuan
siswa dalam mengaparesiasi karya seni rupa daerah setempat. Berdasarkan
data yang diperoleh dari observasi awal di kelas X-4, sebanyak 15 siswa atau
44 % dari 34 siswa kurang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap
karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta) dengan baik.
Sedangkan pada pemahaman materi sebanyak 14 siswa atau 41% dari 34
siswa belum memenuhi standar KKM yang menunjukkan siswa kurang
memahami materi apresiasi seni dengan baik. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik dibawah ini.
35
30
25 Belum Tuntas
20 Sudah Tuntas
15
10
5 44% 56% 41% 59%
0
A B
Gambar 18. Grafik Persentase Hasil Aspek Afektif dan Kognitif Siswa pada
Kondisi Awal
c. Tahap Refleksi Awal
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti beberapa kali,
pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat terlihat kurang
efektif dan efisien. Selama ± 2 x 45 menit guru memberikan ceramah dan
penugasan LKS. Waktu tersebut seharusnya dapat membuat siswa memahami
apa yang sudah disampaikan oleh guru. Akan tetapi yang terjadi justru
sebaliknya, sebagian besar siswa kurang memahami materi yang disampaikan
oleh guru dengan metode ceramah dan penugasan LKS. Padahal guru sudah
berusaha untuk menarik perhatian siswa agar tidak bosan yaitu dengan
Keterangan:
A: Afektif
B: Kognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
melontarkan lelucon-lelucon di sela-sela penjelasan materi. Sehingga yang
terjadi adalah guru dan siswa sudah membuang waktu dan tenaganya untuk
hasil yang tidak maksimal.
Dari observasi yang dilakukan peneliti maka diperoleh data bahwa
siswa terlihat kurang antusias dalam menerima materi berupa teori dalam
pelajaran seni budaya. Hal ini dapat dilihat dari keafektifan siswa, yaitu
kehadiran siswa, perhatian siswa pada materi yang disampaikan, keaktifan
siswa dalam bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, serta ketepatan
waktu dalam mengumpulkan tugas. Fakta lain yang peneliti temukan di
lapangan yaitu masih banyaknya siswa yang kurang memahami materi yang
disampaikan oleh guru melalui metode ceramah, hal ini dibuktikan dengan
masih adanya siswa yang memiliki nilai kognitif di bawah KKM.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, maka diketahui bahwa
siswa cenderung merasa bosan pada saat guru menyampaikan materi yang
berupa teori. Siswa mengeluhkan bahwa guru kurang memberikan variasi
dalam mengajar. Sementara itu dari hasil wawancara dengan guru, guru
menyadari bahwa ia kurang dapat memberikan alternatif metode pengajaran
lain yang mampu membangkitkan antusiasme siswa. Hal ini dikarenakan
kurangnya kemampuan guru dalam mengoptimalkan fasilitas yang ada di
dalam kelas. Disamping itu, pihak sekolah yang tidak menyediakan ruang
khusus seni rupa atau galeri di sekolah sehingga kegiatan siswa untuk
berapresiasi seni kurang maksimal. Sekolah memberikan fasilitas untuk
seluruh mata pelajaran berupa komputer LCD, proyektor LCD, dan layar
proyektor, yang masing-masing terdapat di dalam setiap kelas.
Dari hasil observasi tersebut, maka peneliti dan guru melakukan
refleksi untuk mencari solusi yang dapat mengatasi permasalahan di kelas,
yaitu melakukan upaya untuk meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap
seni rupa terapan daerah. Tindakan perbaikan yang pertama di lakukan ialah
dengan meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas pada saat pelajaran
berlangsung. Upaya peningkatan ini dilakukan dengan menarik antusiasme
dan perhatian siswa agar dapat menangkap materi yang diajarkan, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
selanjutnya siswa diharapkan mampu memahaminya dengan baik. Dari hasil
kegiatan refleksi dengan guru, maka diperoleh solusi untuk permasalahan
kelas X-4, yaitu menyampaikan materi dengan menggunakan media audio
visual pengetahuan tentang batik. Solusi ini diperoleh mengingat sebelumnya
guru belum pernah mencoba untuk menggunakan media audio visual sebagai
variasi dalam mengajarnya. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan
siswa, ternyata siswa lebih menyukai penyampaian materi yang diselingi
dengan pemberian gambar-gambar bersuara, atau film dokumenter agar tidak
bosan dengan materi apresiasi seni yang memang dipenuhi dengan teori-teori.
Fasilitas dari sekolah yang tersedia selama ini juga kurang dimanfaatkan
dalam pembelajaran, sehingga peneliti dan guru dalam hal ini berupaya untuk
meningkatkan apresiasi seni siswa dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah
ada.
Proses tindakan perbaikan ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus,
masing-masing siklus 2 pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1)
Tahap Perencanaan, merupakan persiapan peneliti sebelum terjun ke
lapangan, pada tahap ini peneliti membuat rencana penelitian,
mempersiapkan rencana pembelajaran, mempersiapkan media yang akan
digunakan dalam penelitian, dan lain-lain; 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan,
ialah penerapan dari perncanaan dan scenario pembelajaran yang sudah
disiapkan; 3) Tahap Observasi, dilakukan untuk mengatahui keadaan
lapangan dengan mengamati secara langsung; 4) Tahap Refleksi, dilakukan
dengan mengevaluasi proses pembelajaran siswa, hasil tes, media yang
digunakan, serta hasil wawancara. Refleksi ini dilakukan untuk menggali
masalah-masalah yang terjadi selama proses pembelajaran, kemudian
dilakukan perbaikan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
B. Deskripsi Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Kegiatan perencanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari
Minggu 8 Agustus 2010 di rumah Ibu Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru
mata pelajaran Seni Budaya kelas X-4. Peneliti bersama guru mendiskusikan
rencana tindakan yang dilaksanakan dalam proses penelitian ini. Kemudian
dari hasil diskusi tersebut disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus
I akan dilaksanakan dalam waktu dua kali pertemuan, dan dimulai pada hari
Sabtu, 21 Agustus 2010.
Tahap perencanaan tindakan pada siklus I ini meliputi:
1) Menentukan materi pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah
setempat, yaitu Batik Surakarta.
2) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan
dilaksanakan pada proses belajar mengajar (PBM). Sub materi yang akan
disampaikan pada siklus I ini adalah ”Sejarah Batik Surakarta” dan
”Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”.
3) Menyiapkan media pembelajaran, yaitu media audio visual berupa
gabungan dari slide suara dan film dokumenter.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali
pertemuan, yakni pada hari Sabtu, tanggal 21 Agustus 2010 dan Sabtu tanggal
28 Agustus 2010. Setiap pertemuan dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x
45 menit. Peneliti menyiapkan media audio visual yang akan ditayangkan ± 5
menit sebelum pelajaran dimulai. Materi yang diajarkan merupakan
pengembangan dari silabus kelas X semester 1.
1) Pertemuan 1
Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 21 Agustus
2010. Pembelajaran pada pertemuan 1 dilaksanakan sesuai dengan rencana
pembelajaran yang sudah disusun pada saat perencanaan tindakan. Sub
materi pelajaran yang akan diberikan pada pertemuan 1 ini adalah “Sejarah
Munculnya Batik Surakarta”. Sebelum melaksanakan proses pembelajaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
guru dan siswa mempersiapkan diri terlebih dahulu. Guru dibantu oleh
peneliti dan salah satu siswa untuk mempersiapkan proyektor LCD agar
berjalan dengan lancar. Persiapan ini memakan waktu ± 5 menit.
Pembukaan pelajaran dimulai dengan guru memberikan
apersepsi mengenai Batik Surakarta. Tampak suasana kelas cukup tenang
dan memperhatikan apersepsi yang disampaikan guru. Dalam apersepsi
tersebut guru memberi pertanyaan kepada siswa mengenai sejarah Batik
Surakarta. Guru bertanya adakah diantara siswa yang sudah mengetahui
bagaimana sejarah munculnya Batik Surakarta. Banyak siswa yang
menjawab belum, dan beberapa siswa lainnya hanya diam saja. Kemudian
guru sedikit menjelaskan secara umum mengenai sejarah Batik Surakarta
kepada siswa. Kegiatan apersepsi ini dilakukan ± 5 menit.
Seusai memberikan apersepsi kepada siswa, guru
memberitahukan kepada siswa bahwa akan memutarkan media audio
visual tentang sejarah Batik Surakarta, kemudian meminta siswa untuk
memperhatikan dan menyimak media audio visual yang ditampilkan.
Pemutaran media audio visual ini berlangsung ± 10 menit.
Setelah siswa menyimak media audio visual, guru kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi isi materi yang
sudah diputar kemudian guru mengulas dan menjelaskan kembali tentang
sejarah munculnya Batik Surakarta. Setelah menjelaskan, guru
mempersilahkan siswa untuk bertanya apabila ada hal yang kurang
dimengerti dan menyampaikan tanggapannya mengenai materi yang sudah
disampaikan. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit.
Pada pertemuan 1 ini tidak ada siswa yang bertanya maupun
memberikan tanggapannya secara lisan, sehingga guru langsung
menjalankan skenario berikutnya yaitu memberikan soal tes kepada siswa
tentang materi yang telah disampaikan melalui media audio visual, yaitu
sejarah Batik Surakarta. Siswa mengerjakan soal tes esai untuk mengukur
pemahamannya dengan alokasi waktu selama ± 30 menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Setelah waktu pengerjaan soal habis, guru meminta siswa untuk
segera mengumpulkan lembar jawabannya dan diberi waktu ± 2 menit.
Kemudian, setelah semua siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru
mengajak siswa untuk membahas secara lisan satu-persatu soal yang sudah
dikerjakan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan
pendapatnya, kemudian mendiskusikan bersama siswa mengenai jawaban
dari soal yang dibahas. Hal ini dilakukan hingga semua soal terjawab.
Alokasi waktu selama ± 15 menit.
Seusai pembahasan jawaban, guru menyimpulkan sub materi
pelajaran pada pertemuan 1 dengan alokasi ± 5 menit, kemudian
dilanjutkan menutup proses pembelajaran dengan salam.
2) Pertemuan 2
Pertemuan ke 2 dilaksanakan pada minggu berikutnya yaitu pada
hari Sabtu, tanggal 28 Agustus 2010. Pada pertemuan ini tindakan yang
dilakukan sama dengan pertemuan 1. Hanya saja sub materi yang
diajarkan berbeda, yaitu tentang “Jenis-Jenis Batik Berdasarkan Proses
Pembuatannya”. Skenario yang dilakukan pada pertemuan 2 ini antara lain
persiapan, melihat media audio visual, guru menjelaskan kembali
mengenai materi, kemudian siswa mengerjakan tes, dan kegiatan terakhir
adalah mendiskusikan jawaban siswa.
3. Observasi Siklus I
Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan
perbaikan di kelas. Agar kegiatan ini berjalan dengan baik, peneliti
menggunakan instrumen berupa tabel data yang harus diisi sesuai fakta yang
terjadi di lapangan untuk membantu peneliti dalam mengamati hal-hal yang
terjadi.
1) Pertemuan 1
Selama tindakan perbaikan, peneliti mengamati jalannya proses
pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat di kelas X-4 SMA
Negeri 1 Surakarta. Sedangkan guru bertindak menjalankan proses
pembelajaran sesuai dengan skenario yang sudah direncanakan bersama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
peneliti. Peneliti mengambil posisi paling belakang di kelas untuk
mengamati proses pembelajaran agar tidak mengganggu pelaksanaan
proses pembelajaran menggunakan media audio visual.
Pada pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi seni terapan
daerah setempat, yaitu Batik Surakarta, seluruh siswa kelas X-4 hadir,
yaitu sebanyak 34 siswa. Kemudian guru mengawali pelajaran dengan
memberikan apersepsi terlebih dahulu mengenai sub materi pelajaran
pada hari tersebut sesuai dengan RPP yang telah disepakati sebelumnya.
Sementara itu seluruh siswa terlihat memperhatikan penjelasan guru. Hal
ini berlangsung selama ± 5 menit.
Pada saat memberikan apersepsi, guru juga memberikan
pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari kepada siswa
agar siswa dapat lebih aktif baik dalam berpendapat maupun bertanya.
Beberapa kali guru terlihat melontarkan pertanyaan kepada siswa sebagai
tes kemampuan awal siswa. Pada kegiatan apersepsi pertemuan pertama
ini, terlihat beberapa siswa saja yang menanggapi pertanyaan-pertanyaan
guru yaitu sebanyak 15 siswa, sedangkan siswa lainnya hanya diam dan
mendengarkan.
Setelah melakukan apersepsi, guru kemudian melanjutkan
memberi penjelasan materi tentang “Sejarah Batik Surakarta” dengan
menayangkan media audio visual melalui LCD proyektor. Pada saat
media audio visual diputar, suasana kelas tampak tenang karena seluruh
siswa memperhatikan tayangan audio visual tersebut. Tayangan ini
memiliki durasi ± 10 menit. Pada menit ke 8 tampak 4 siswa mulai tidak
memperhatikan media audio visual yang ditayangkan. Dari keempat
siswa tersebut, tiga siswa diantaranya bercanda, dan satu siswa terlihat
mengerjakan tugas pelajaran lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Gambar 19. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual
Pengetahuan Batik Tentang “Sejarah Batik Surakarta”
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Setelah menayangkan media audio visual, guru memberi
penjelasan lebih lanjut mengenai isi materi kemudian mempersilahkan
siswa untuk mengutarakan pendapatnya. Pada saat guru memberi
penjelasan mengenai sub materi pelajaran, sebagian besar siswa terlihat
menyimak. Hanya saja masih ada beberapa siswa yang melakukan
aktifitas lain. Sebanyak 6 siswa tidak memperhatikan penjelasan guru.
Dari keenam siswa tersebut, 4 orang terlihat berbicara sendiri dan
bercanda, sedangkan 2 siswa lainnya mengerjakan tugas pelajaran
matematika.
Gambar 20. Siswa yang Mengerjakan Tugas Pelajaran Lain
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pada saat siswa melakukan aktifitas lain seperti misalnya tidur,
mengerjakan tugas pelajaran lain, atau berbicara sendiri dengan teman
sebangkunya, guru tidak mengetahui hal tersebut, sehingga guru tidak
memberi teguran pada siswa yang tidak memperhatikan tersebut.
Penjelasan guru ini dilakukan selama ±15 menit. Setelah guru
memberikan penjelasan, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan materi yang bagi siswa belum jelas. Namun karena tidak
ada yang bertanya, maka guru langsung memberikan tugas kepada siswa
berupa soal tes mengenai materi apresiasi seni yaitu tentang “Sejarah
Batik Surakarta”.
Siswa kemudian mengerjakan soal tes yang diberikan guru
dengan alokasi waktu 30 menit untuk mengerjakan. Pada saat
mengerjakan soal tes, siswa terlihat serius dalam mengerjakannya.
Setelah 30 menit, guru memerintahkan siswa untuk segera
mengumpulkan lembar jawabannya. Siswa diberi waktu 2 menit untuk
segera mengumpulkan lembar jawabannya. Jika lebih dari 2 menit, maka
siswa dianggap tidak mengumpulkan tepat waktu. Pada saat
pengumpulan lembar jawaban pada pertemuan pertama ini, sebanyak 27
siswa yang mengumpulkan lembar jawaban tepat pada waktunya,
sedangkan 7 siswa lainnya tidak tepat waktu dalam mengumpulkan
lembar jawaban.
Gambar 21. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Setelah semua lembar jawaban siswa terkumpul, kemudian
guru mengajak siswa untuk mengulas kembali dan menjawab soal
dengan lisan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin menjawab
soal secara lisan atau menanggapi jawaban temannya. Kegiatan ini
berlangsung selama ± 15 menit. Sebanyak 20 siswa ikut berpartsipasi
mengutarakan jawabannya. Setelah pembahasan soal-soal tes, guru
mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu,
kemudian guru dan siswa mempersiapkan diri untuk menutup pelajaran.
Untuk memudahkan penilaian dalam pengamatan, peneliti
menggunakan instrumen yang sudah dibuat sebelumnya. Berdasarkan
pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran tersebut,
diketahui bahwa guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
RPP yang telah dibuat dan disepakati bersama peneliti, yaitu guru
memberikan apersepsi pada awal pelajaran, kemudian menayangkan
media audio visual sebagai upaya menarik perhatian siswa agar lebih
memperhatikan materi yang disampaikan.
Penilaian tingkat apresiasi seni siswa khususnya apresiasi
terhadap Batik Surakarta dilakukan meliputi penilaian afektif dan
kognitif siswa. Pada penilaian afektif, terdapat 6 variabel yaitu kehadiran/
presensi siswa, memperhatikan materi yang disampaikan, keaktifan siswa
di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat, mengerjakan
tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Hasil
pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran siklus I.
Hasil data dari lapangan pada siklus I pertemuan 1 tersebut
dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pada aspek afektif siswa
mengalami peningkatan sebanyak 17% yaitu menjadi 73% atau sebanyak
25 siswa dari 34 siswa. Sedangkan aspek afektif 9 siswa lainnya belum
tuntas. Sementara itu pada penilaian kognitif, siswa harus mencapai nilai
≥75 untuk soal tes yang dikerjakan. Hasil data dari lapangan dapat dilihat
di lampiran siklus I. Dari data tersebut terlihat bahwa dari segi kognitif
siswa, kemampuan siswa dalam memahami materi mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai kognitif
siswa yang ditandai dengan sebanyak 24 siswa atau 71% dari 34 siswa
memiliki nilai yang sudah memenuhi standar KKM. Sementara 10 siswa
lainnya atau 29% masih belum mencapai standar KKM yang sudah
ditentukan.
2) Pertemuan 2
Pertemuan kedua dilaksanakan dengan skenario pembelajaran
yang masih sama dengan pertemuan pertama. Hal ini dilakukan untuk
semakin memperkuat apakah hasil yang dicapai siswa benar-benar
dipengaruhi oleh media yang ditayangkan. Jenis media yang ditampilkan
masih tetap sama yaitu media audio visual pengetahuan batik, namun sub
materi yang dipelajari berbeda. Pada pertemuan kedua ini, materi yang
disampaikan adalah “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses
Pembuatannya”.
Pada pertemuan ke dua ini guru mengawali pelajaran dengan
apersepsi, yaitu sedikit mengulang kembali materi yang dipelajari
sebelumnya dan menyampaikan mengenai materi yang akan dipelajari,
yaitu “Jenis-jenis Batik berdasarkan Proses Pembuatannya”. Kegiatan ini
berlangsung selama ± 5 menit. Siswa yang hadir pada pertemuan kedua
kali ini adalah sebanyak 34 siswa.
Proses pembelajaran berlangsung dengan lancar. Setelah
apersepsi disampaikan, guru memutarkan tayangan media audio visual
mengenai “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”.
Sementara itu seluruh siswa menyimak dengan seksama. Kegiatan
melihat media audio visual ini berlangsung selama ± 10 menit, namun
pada menit ke 9 terdapat 5 siswa yang tidak memperhatikan media lagi.
Mereka terlihat berbicara sendiri dan bercanda dengan teman
sebangkunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Gambar 22. Siswa sedang melihat tayangan media audio visual tentang
“Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Setelah melihat tayangan tersebut, guru menjelaskan kembali
materi yang sudah dilihat siswa pada layar proyektor. Pada saat guru
menjelaskan, tampak 4 orang siswa yang tidak memperhatikan
penjelasan guru. Keempat siswa tersebut bercanda dan berbicara sendiri,
sementara itu guru tidak mengetahuinya, hal ini dikarenakan posisi
duduk siswa yang terletak di bagian ujung paling belakang.
Gambar 23. Siswa yang Tidak Memperhatikan Guru pada saat Guru
sedang Menjelaskan Sub Materi “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses
Pembuatannya”.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Setelah menayangkan media audio visual, guru menjelaskan
kembali mengenai materi yang sudah ditayangkan yaitu tentang “Jenis-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”, guru memberikan tugas
kepada siswa yaitu mengerjakan soal-soal tes tentang materi yang baru
saja dipelajari. Siswa kemudian mengerjakan soal-soal tes dengan alokasi
waktu 30 menit. Setelah 30 menit terlewati, siswa diperintahkan untuk
segera mengumpulkan lembar jawabannya. Pada pertemuan kedua ini,
sebanyak 7 siswa yang tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugasnya.
Setelah seluruh lembar jawaban siswa terkumpul, guru
mengajak siswa untuk mengulas kembali mengenai jawaban siswa
dengan mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan
pendapatnya secara lisan. Ada 18 siswa yang berani menjawab secara
lisan soal-soal tes tersebut. Setelah siswa dan guru berdiskusi mengenai
jawaban-jawaban siswa, guru menyimpulkan materi pelajaran bersama
siswa dengan alokasi waktu ± 5 menit. Kemudian guru dan siswa bersiap
untuk mengakhiri pelajaran.
Data hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada
lampiran. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dari aspek afektif
siswa pada pertemuan kedua ini siswa yang aspek afektinya tuntas adalah
71% atau sebanyak 24 siswa dari 34 siswa. Sedangkan aspek afektif 10
siswa lainnya belum tuntas. Kemudian dari penilaian kognitif, siswa yang
mencapai nilai ≥75 untuk soal tes yang dikerjakan sebanyak 25 siswa
atau 74% dari 34 siswa. Data dapat dilihat pada lampiran.
Dengan demikian, capaian siswa yang sudah tuntas pada aspek
afektif dan kognitif selama proses tindakan perbaikan siklus I dapat
disimpulkan dalam tabel presentase sebagai berikut.
Tabel 5. Data Ketercapaian Siklus I Pembelajaran Apresiasi Seni
No. Pertemuan ke Aspek Afektif Aspek Kognitif
1 Pertemuan ke 1 73% 71%
2 Pertemuan ke 2 71% 74%
RATA-RATA 72% 73%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Berikut ini adalah grafik afektif dan kognitif siswa dari hasil
rata-rata pertemuan pertama dan kedua pada siklus 1.
35
30
25 Belum Tuntas
20 Sudah Tuntas
15
10
5 28% 72% 27% 73%
0
A B
Gambar 24. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan
Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus I.
Capaian ini belum dapat dikatakan berhasil karena target
indikator pada penelitian ini adalah minimal 80% siswa mampu
menunjukkan sikap menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat
dengan baik, dan minimal 80% siswa mampu mengidentifikasi dengan
baik pengetahuan tentang karya seni rupa terapan daerah setempat. Untuk
itu agar indikator penelitian ini tercapai, akan dilanjutkan pada siklus II.
4. Refleksi Siklus I
Setelah dilakukan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan observasi
pada pertemuan 1 dan 2, maka peneliti segera melakukan refleksi bersama
guru. Refleksi dilakukan dengan cara menganalisis nilai hasil tugas siswa
dan proses pembelajaran siswa, hasil observasi, serta hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti kepada siswa dan guru. Berikut ini merupakan tabel
evaluasi kelemahan dan kelebihan media audio visual siklus I, dengan sub
materi: Sejarah Batik Surakarta dan Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses
Pembuatannya.
Keterangan:
A: Afektif
B: Kognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
ASPEK VISUAL:
Tabel 6. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus I
No Unsur Evaluasi Keterangan
Kelebihan Kelemahan
1 Kesesuaian
gambar
dengan isi
materi dan
narasi
Gambar yang
muncul sesuai
dengan isi materi
dan narasi, sehingga
memudahkan siswa
memahami materi.
Gambar yang
digunakan berupa
foto, sehingga
gambar dapat
menampilkan
warna, tekstur,
garis, maupun
bentuk seperti
aslinya.
- Pada siklus II
gambar harus
tetap sesuai
dengan isi
materi ajar.
Tetap
menggunakan
gambar foto
agar dapat
menampilkan
seperti aslinya,
sehingga media
tetap menarik
perhatian siswa.
2 Teksline Sesuai dengan isi
materi, narasi, dan
gambar yang muncul
Masih terlalu banyak
tulisan yang
menerangkan
gambar, sehingga
membuat siswa tidak
fokus
Keterangan-
keterangan
tulisan hanya
singkat saja,
sehingga siswa
dapat lebih fokus
pada narasi dan
gambar-gambar
yang muncul.
3 Video
transition
Perpindahan dari satu
gambar ke gambar
lainnya disesuaikan
dengan isi materi dan
narasi
- Pada siklus II,
perpindahan dari
satu gambar ke
gambar lainnya
disesuaikan
dengan isi materi
dan narasi
4 Timeline
per gambar
- Timeline setiap
gambar yang muncul
rata-rata ± 8 detik/
gambar. Hal ini
masih terlalu cepat
bagi siswa untuk
memahami gambar
tersebut, sehingga
siswa menjadi
bingung.
Timeline setiap
gambar lebih
diperpanjang
waktunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
ASPEK AUDIO
Tabel 7. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus I
No Unsur Evaluasi Keterangan
Kelebihan Kelemahan
1 Isi pesan
yang
disampaikan
Sesuai dengan
materi yang akan
dipelajari siswa
- Pada siklus II isi
narasi tetap
disesuaikan
dengan materi
ajar.
2 Bahasa
Narasi
Komunikatif, dan
mudah dipahami
oleh siswa
Narator terlalu cepat
dalam penyampaian
pesannya
Narasi lebih
diperlambat
pengucapan
kalimatnya,
sehingga siswa
dapat mengikuti.
3 Volume
narator
- Volume narator
masih terlalu lemah
Volume narator
ditambah
4 Musik/
Backsound
Menggunakan
backsound lagu-lagu
jawa, sesuai dengan
tema materi
pelajaran
- Menggunakan
backsound lagu-
lagu jawa, sesuai
dengan tema
materi pelajaran
Sementara itu berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan
pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat dengan
menggunakan media audio visual, dapat disimpulkan masih adanya beberapa
kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran ini. beberapa kelemahan
tersebut diantaranya sebagai berikut.
1. Posisi guru yang lebih banyak di depan kelas pada saat mengajar,
membuat siswa yang duduk di bagian belakang kurang termonitor.
Termasuk juga pada saat penayangan media audio visual, terlihat ada
beberapa siswa yang tidak memperhatikan secara utuh. Untuk mengatasi
hal ini, maka pada siklus ke II, sebaiknya guru tidak hanya memonitori
siswa yang dibagian depan saja, tetapi juga siswa yang duduk di
belakang dan mengajak mereka agar ikut aktif dalam pembelajaran.
2. Keaktifan guru dalam mengajak siswanya untuk ikut aktif dalam
pembelajaran juga perlu ditingkatkan. Pada siklus I ini, tidak ada satupun
siswa yang bertanya, sehingga interaksi antara siswa dan guru hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
sebatas pada pendapat yang disampaikan oleh siswa saja. Untuk itu pada
siklus kedua nantinya, guru kesempatan lebih banyak kepada siswa agar
lebih aktif baik dalam bertanya maupun berpendapat sehingga dapat
diketahui apakah siswa benar-benar sudah memahami materi atau malah
tidak memahami samasekali.
3. Media audio visual yang digunakan merupakan gabungan dari slide suara
dan film dokumenter. Pada gambar slide yang bersuara, kekurangannya
adalah terlalu banyak gambar-gambar yang muncul dan durasi
penayangannya yang terlalu cepat, sehingga siswa terlalu terfokus pada
gambar-gambar yang muncul. Sementara itu, narasi yang terdengar juga
terlalu cepat dalam menjelaskan materi yang ingin disampaikan. Hal ini
membuat banyak siswa yang merasa bingung dan kurang dapat
menangkap materi sepenuhnya. Dengan demikian, untuk siklus ke dua
maka media audio visual dibuat lebih menarik, yaitu dengan
memperpanjang durasi munculnya gambar serta menampilkan gambar-
gambar yang mewakili narasi, sehingga tidak terlalu banyak dibutuhkan
gambar yang muncul. Kemudian penjelasan narasi lebih diperlambat cara
penyampaiannya.
4. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan diskusi bersama guru,
maka diputuskan untuk memutar tayangan media audio visual diulang
sebanyak dua kali. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat lebih
memahami dan mengerti isi materi yang disampaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
C. Deskripsi Siklus II
1. Perencanaan Tindakan Siklus II
Kegiatan perencanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari
Jumat, 3 September 2010 di rumah Ibu Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru
mata pelajaran Seni Budaya kelas X-4. Dari hasil refleksi siklu I, peneliti dan
guru kemudian mendiskusikan rencana tindakan untuk siklus ke II. Kemudian
dari hasil diskusi tersebut disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus
II akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, dan dimulai pada hari Sabtu,
25 September 2010.
Tahap perencanaan tindakan pada siklus II ini meliputi menyiapkan
Sub materi yang akan disampaikan, yaitu ”Proses Pembuatan Batik” dan
”Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaannya”, menyiapkan skenario
untuk guru agar dapat lebih berinterkasi dengan siswa secara keseluruhan,
serta memperbaiki kualitas tampilan media audio visual agar lebih menarik
berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan.
Skenario yang direncanakan pada siklus kedua diantaranya guru
sebaiknya lebih sering mengelilingi kelas agar siswa dapat terpantau secara
menyeluruh, sehingga siswa yang duduk di bagian belakang dapat mengikuti
pelajaran dengan baik dan ikut aktif selama pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan wawancara dengan siswa dan hasil refleksi siklus I, media audio
visual ditayangkan dua kali agar siswa benar-benar memahami materi.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Siklus ke II ini dilaksanakan dengan skenario pembelajaran yang
tidak jauh berbeda dengan Siklus I, peneliti dan guru hanya melakukan
perbaikan pada tindakan guru dalam berinteraksi dengan siswa di kelas dan
memperbaiki tayangan media audio visual agar lebih menarik perhatian
siswa, sehingga diharapkan siswa dapat menerima materi pelajaran yang
disampaikan dengan baik. Siklus II ini dilakukan sebanyak dua kali
pertemuan yaitu pada hari Sabtu 25 September 2010 dan 2 Oktober 2010.
Setiap pertemuan dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
menyiapkan media audio visual yang akan ditayangkan ± 5 menit sebelum
pelajaran dimulai.
a) Pertemuan 1
Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 25 September
2010. Pembelajaran pada pertemuan 1 dilaksanakan sesuai dengan
skenario pembelajaran yang sudah disusun pada saat perencanaan
tindakan. Sub materi pelajaran yang akan diberikan pada pertemuan 1 ini
adalah “Proses Pembuatan Batik”. Pembukaan pelajaran dimulai dengan
guru memberikan apersepsi mengenai proses pembuatan batik. Suasana
kelas terlihat cukup tenang dan siswa memperhatikan apersepsi yang
disampaikan guru. Dalam apersepsi tersebut guru melontarkan
pertanyaan kepada siswa yaitu adakah diantara siswa yang sudah
mengetahui bagaimana kain batik dibuat. Beberapa siswa ada yang
menjawab sudah tahu, ada juga yang menjawab belum. Kemudian guru
menunjuk 2 siswa secara acak yang sudah mengetahui bagaimana cara
pembuatan batik untuk menjelaskan secara singkat kepada teman-
temannya bagaimana batik dibuat. Kegiatan apersepsi ini dilakukan ± 5
menit.
Kemudian setelah kedua siswa tersebut selesai mengungkapkan
secara lisan pengetahuannya tentang proses pembuatan batik, guru
mengajak seluruh siswa kelas X-4 untuk memperhatikan tayangan media
audio visual yang ditampilkan di depan kelas melalui layar proyektor
LCD. Dalam tindakan siklus II ini, dilakukan dua kali pemutaran media
audio visual. Hal ini berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan peneliti
dan guru, serta wawancara dengan siswa yang meminta tayangan media
audio visual pengetahuan tentang batik untuk diputar lebih dari satu kali.
Kegiatan ini memakan waktu ± 20 menit.
Setelah siswa menyimak media audio visual yang sudah
ditayangkan, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menanggapi isi materi yang sudah diputar melalui layar proyektor
LCD. Kemudian guru mengulas dan menjelaskan kembali tentang Proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Pembuatan Batik. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit. Setelah
menjelaskan, guru mempersilahkan siswa untuk bertanya apabila ada hal
yang kurang dimengerti.
Pada pertemuan 1 siklus ke II ini, ada 1 siswa yang bertanya
setelah melihat tayangan audio visual tersebut. Setelah guru menjawab
pertanyaan dari siswa guru langsung menjalankan skenario berikutnya
yaitu memberikan soal tes kepada siswa tentang materi yang telah
disampaikan melalui media audio visual, yaitu “Proses Pembuatan
Batik”. Siswa mengerjakan soal tes esai untuk mengukur pemahamannya
dengan alokasi waktu selama ± 25 menit.
Setelah waktu pengerjaan soal habis, guru meminta siswa untuk
segera mengumpulkan lembar jawabannya dan diberi waktu ± 2 menit.
Setelah semua siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru mengajak
siswa untuk membahas secara lisan satu-persatu soal yang sudah
dikerjakan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan
pendapatnya, kemudian mendiskusikan bersama siswa mengenai jawaban
dari soal yang dibahas. Hal ini dilakukan hingga semua soal terjawab.
Alokasi waktu selama ± 15 menit.
Seusai pembahasan jawaban, guru menyimpulkan sub materi
pelajaran pada pertemuan 1 siklus II ini ± 5 menit, kemudian dilanjutkan
menutup proses pembelajaran dengan salam.
b) Pertemuan 2
Pertemuan ke 2 siklus II ini dilaksanakan pada minggu
berikutnya yaitu pada hari Sabtu, tanggal 2 Oktober 2010. Pada
pertemuan ini tindakan yang dilakukan sama dengan pertemuan 1 siklus
II. Hanya saja sub materi yang diajarkan berbeda, yaitu tentang “Makna
Gambar Pola Batik dan Penggunaannya”. Skenario pembelajaran yang
dilakukan adalah perpsiapan guru dan siswa, apersepsi dari guru, melihat
tayangan media audio visual sebanyak 2 kali, kemudian siswa
mengerjakan soal tes kognitif, dan kegiatan pebelajaran diakhiri dengan
pembahasan dan diskusi mengenai jawaban siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
3. Observasi Siklus II
Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan
perbaikan di kelas berlangsung. Agar kegiatan ini berjalan dengan baik,
peneliti menggunakan instrumen berupa tabel data yang harus diisi sesuai
fakta yang terjadi di lapangan untuk membantu peneliti dalam mengamati
kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan observasi ini peneliti juga dibantu
oleh saudari Dwita Santiati dalam mendata maupun mencatat peristiwa-
peristiwa yang terjadi di lapangan.
Agar tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran menggunakan
media audio visual, peneliti mengambil posisi paling belakang di kelas untuk
mengamati jalannya proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah
setempat di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta.
1) Pertemuan 1
Pada pertemuan 1 siklus II ini, ada satu siswa yang tidak hadir
dikarenakan sakit. Sehingga jumlah keseluruhan siswa X-4 yang hadir
pada pertemuan 1 siklus II ini adalah 33 siswa. Kemudian guru
mengawali pelajaran dengan salam dan memberikan apersepsi terlebih
dahulu mengenai sub materi pelajaran pada hari tersebut sesuai dengan
RPP yang telah disepakati sebelumnya. Apersepsi diberikan dengan
melontarkan pertanyaan kepada siswa. Guru bertanya adakah diantara
siswa yang sudah mengetahui bagaimana kain batik dibuat. Dari
pertanyaan tersebut, beberapa siswa menjawab sudah mengetahui, akan
tetapi sebagian siswa lainnya menjawab belum mengetahui.
Guru kemudian menunjuk dua siswa secara acak yang sudah
mengetahui proses pembuatan batik untuk menjelaskan secara singkat
kepada teman-temannya bagaimana kain batik dibuat. Akan tetapi
jawaban yang disampaikan kedua siswa tersebut kurang lengkap
walaupun secara garis besar sudah benar.
Setelah melakukan apersepsi, guru kemudian melanjutkan
memberi penjelasan materi tentang “Proses Pembuatan Batik” dengan
menayangkan media audio visual melalui layar proyektor LCD. Pada saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
media audio visual diputar, suasana kelas tampak tenang karena seluruh
siswa memperhatikan tayangan audio visual tersebut. Dalam hal ini
terjadi peningkatan perhatian siswa pada media audo visual yang
ditayangkan. Tayangan ini memiliki durasi ± 10 menit. Posisi guru
berada di belakang kelas untuk memantau siswa sekaligus ikut menyimak
tayangan media audio visual. Pemutaran media audio visual ini dilakukan
sebanyak dua kali, sehingga memakan waktu ± 20 menit.
Media audio visual yang ditampilkan ini masih serupa dengan
audio visual yang dipakai pada siklus I, hanya saja tampilannya
diperbaiki dengan memperpanjang durasi munculnya gambar pada slide
suara, dan perbaikan pada kualitas gambar serta lebih melambatkan suara
narasi.
Suasana kelas pada saat media audio visual ditayangkan tampak
sangat tenang, dan seluruh siswa memperhatikan. Siswa tampak lebih
antusias memperhatikan media yang sedang ditampilkan, dibandingkan
dengan pertemuan pada siklus I. Kualitas gambar yang ditampilkan juga
sudah diperbaiki, begitu juga dengan narasinya. Dalam kegiatan melihat
tayangan media audio visual ini dapat dikatakan seluruh siswa
memperhatikan.
Gambar 25. Seluruh Siswa Memperhatikan dengan Seksama Media
Audio Visual yang Diputar.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Setelah menayangkan media audio visual, guru memberi
penjelasan lagi mengenai isi materi kemudian mempersilahkan siswa
untuk mengutarakan pendapatnya. Sambil menjelaskan sub materi
pelajaran, guru sesekali berjalan mengelilingi kelas agar perhatian antara
guru dan siswa merata sekaligus dapat memantau siswa secara
keseluruhan.
Gambar 26. Guru Berkeliling Kelas Untuk Memantau Siswanya
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Pada saat guru memberi penjelasan mengenai sub materi
pelajaran, sebagian besar siswa terlihat menyimak dan beberapa siswa
ada yang mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Pada pertemuan 1
siklus ke II ini masih saja ada siswa yang melakukan aktifitas lain.
Sebanyak 4 siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Keempat siswa
tersebut terlihat berbicara sendiri dan bercanda, namun guru yang
mengetahui hal ini segera memberi peringatan pada keempat siswa
tersebut.
Guru memberikan penjelasan selama ±15 menit. Pada setiap
penjelasan yang guru sampaikan, guru selalu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya apabila ada materi yang belum jelas. Pada
sesi ini, ternyata ada satu siswa yang bertanya mengenai “Proses
Pembuatan Batik”. Pertanyaan yang disampaikan siswa tersebut intinya
adalah “Dalam membuat batik apakah kain yang digunakan harus selalu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
kain mori?”. Kemudian guru melempar pertanyaan siswa tersebut kepada
seluruh siswa di kelas, jika ada siswa yang ingin berpendapat mengenai
pertanyaan dari temannya. Ada 5 siswa yang menjawab pertanyaan dari
temannya tersebut kemudian mengungkapkan alasannya.
Setelah siswa mengungkapkan pendapatnya, kemudian guru
menjelaskan bahwa membuat batik dengan bahan kain mori adalah bukan
sebuah keharusan. Melainkan hanya secara umum, kain batik dibuat
dengan menggunakan bahan kain mori. Setelah menjelaskan jawaban
dari pertanyaan siswa, guru kembali mempersilahkan bagi siswa lainnya
yang ingin bertanya, tetapi ternyata tidak ada. Guru melanjutkan kegiatan
belajar dengan memberi soal tes kepada siswa.
Siswa mengerjakan soal tes yang diberikan guru dengan alokasi
waktu ± 25 menit. Pada saat mengerjakan soal tes, siswa terlihat serius
dalam mengerjakannya. Setelah ± 25 menit, guru memerintahkan siswa
untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Siswa diberi waktu 2
menit untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Jika lebih dari 2
menit, maka siswa dianggap tidak mengumpulkan tepat waktu. Pada saat
pengumpulan lembar jawaban pada pertemuan pertama ini, sebanyak 30
siswa yang mengumpulkan lembar jawaban tepat pada waktunya,
sedangkan 3 siswa lainnya tidak tepat waktu dalam mengumpulkan
lembar jawaban dan 1 siswa tidak mengerjakan soal tes karena tidak
hadir.
Setelah semua lembar jawaban siswa terkumpul, kemudian
guru mengajak siswa untuk mengulas kembali dan menjawab soal
dengan lisan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin menjawab
soal secara lisan dan menanggapi jawaban temannya. Kegiatan ini
berlangsung selama ± 15 menit. Sebanyak 19 siswa ikut berpartsipasi
mengutarakan jawabannya. Setelah pembahasan soal-soal tes, guru
mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu,
kemudian guru dan siswa mempersiapkan diri untuk menutup pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Penilaian tingkat apresiasi seni siswa meliputi penilaian afektif
dan kognitif. Data hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat
pada lampiran. Dari data di lapangan tersebut dapat diketahui bahwa
aspek afektif siswa pada pertemuan 1 siklus ke II ini siswa yang aspek
afektifnya tuntas adalah 82% atau sebanyak 28 siswa dari 34 siswa.
Kemudian dari penilaian kognitif, sebanyak 29 siswa yang
mencapai nilai ≥75 untuk soal tes yang dikerjakan. Data hasil
pengamatan aspek kognitif siswa dapat dilihat pada lampiran. Dari data
tersebut terlihat bahwa dari segi kognitif siswa, kemampuan siswa dalam
memahami materi mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya nilai kognitif siswa yang ditandai dengan sebanyak 29
siswa atau 85% dari 34 siswa memiliki nilai ≥75. Sementara 5 siswa
lainnya atau 15% masih belum mencapai standar KKM yang sudah
ditentukan.
2) Pertemuan II
Pertemuan kedua dilaksanakan dengan skenario pembelajaran
yang masih sama dengan pertemuan pertama siklus II. Jenis media yang
ditampilkan masih tetap sama, hanya saja berbeda judul sub materi. Pada
pertemua kedua ini, sub materi yang disampaikan adalah “Makna
Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”. Siswa yang hadir pada
pertemuan kedua kali ini adalah sebanyak 34 siswa.
Sama seperti pertemuan pertama, guru mengawali pelajaran
dengan salam kemudian menyampaikan apersepsi mengenai materi yang
akan dipelajari, yaitu “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”.
Kegiatan ini berlangsung selama ± 5 menit. Guru menyampaikan
apersepsi dengan bertanya kepada siswa apakah siswa mengetahui bahwa
setiap gambar pola batik memiliki makna dan aturan penggunaan
tertentu. Sebagian besar siswa menjawab secara bersamaan bahwa
mereka belum mengetahui makna simbolis pola batik dan
penggunaannya. Beberapa siswa lainnya hanya diam saja, dan hanya satu
siswa saja yang mengaku sudah mengetahui hal tersebut. Kemudian guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
meminta siswa tersebut untuk menjelaskan apa yang diketahuinya
mengenai makna simbolis pola batik dan penggunaanya. Siswa tersebut
kemudian menjawab pola parang, menurutnya pola parang hanya boleh
digunakan oleh raja.
Gambar 27. Siswa Sedang Menyampaikan Pendapatnya Kepada Guru
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Setelah melakukan apersepsi, guru meminta siswa untuk melihat
tayangan media audio visual dengan seksama. Tayangan audio visual ini
berisi sub materi “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”. Di
dalam media ini terdapat beberapa nama-nama pola Batik Surakarta
beserta makna yang dikandung di dalamnya dan aturan-aturan
penggunaannya.
Kegiatan melihat tayangan media audio visual ini berlangsung
selama ± 2 x 10 menit. Pada menit ke 8 dari pemutaran media audio
visual yang ke dua, tampak 2 siswa mulai tidak memperhatikan media
audio visual yang ditayangkan. Kedua siswa tersebut tampak sedang
bercanda. Akan tetapi karena guru mengetahui hal tersebut, maka guru
segera menegur kedua siswa tersebut agar tidak mengganggu siswa
lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar 28. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual yang
Sedang Diputar.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Seusai penayangan media audio visual, guru segera memberi
penjelasan mengenai sub materi lebih lanjut, kemudian meminta siswa
untuk menyampaikan pendapatnya mengenai seni rupa terapan daerah
setempat. Pada saat guru memberi penjelasan mengenai sub materi
pelajaran, sebagian besar siswa terlihat memperhatikan, dan sebanyak 4
siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Keempat siswa tersebut
berbicara sendiri dengan teman sebangkunya.
Setiap kali menjelaskan materi, guru selalu menyisipkan
kesempatan kepada para siswa jika ada yang ingin bertanya, terlihat
beberapa kali guru juga melontarkan pertanyaan kepada siswanya untuk
menarik tanggapan dan pendapat dari siswa. Dalam pertemuan ke 2
siklus II ini tidak ada siswa yang bertanya. Siswa lebih banyak
berpendapat atau menanggapi pertanyaan yang dilontarkan guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Gambar 29. Siswa Memperhatikan Penjelasan Dari Guru Setelah Melihat
Tayangan Media Audio Visual.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Kemudian siswa kembali mengerjakan soal tes tulis yang
diberikan guru dengan batas waktu ± 25 menit. Pada saat mengerjakan
soal tes, siswa tampak serius dalam mengerjakan. Setelah waktu yang
diberikan habis, guru segera memerintahkan siswa untuk mengumpulkan
lembar jawabannya. Ada 2 siswa yang terlambat dalam mengumpulkan
lebar jawabannya.
Gambar 30. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes untuk Menguji
Pemahaman Mereka Tentang Materi.
(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)
Setelah seluruh siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru
mengajak siswa untuk membahas jawaban dari soal-soal yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
dikerjakan siswa. Guru memberi kesempatan kepada siswa yang ingin
menyampaikan jawabannya secara lisan. Sebanyak 21 siswa ikut
berpartisipasi dalam menyampaikan jawabannya secara lisan.
Setelah pembahasan soal-soal tes, guru mengajak siswa untuk
menyimpulkan materi pelajaran, kemudian menutup pelajaran dengan
salam. Hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran.
Dari data di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pertemuan
ke 2 siklus II ini sebanyak 88% atau 30 siswa yang tuntas pada penilaian
afektif. Sedangkan dari aspek penilaian kognitif siswa dapat dilihat pada
lampiran. Dengan demikian, capaian siswa yang sudah tuntas pada aspek
afektif dan kognitif selama proses tindakan perbaikan siklus II dapat
disimpulkan dalam tabel presentase sebagai berikut.
Tabel 8. Data Ketercapaian Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni
No. Pertemuan ke Aspek Afektif Aspek Kognitif
1 Pertemuan ke 1 82% 85%
2 Pertemuan ke 2 88% 91%
RATA-RATA 85% 88%
Berikut ini adalah grafik afektif dan kognitif siswa dari hasil
rata-rata pertemuan pertama dan kedua pada siklus II.
35
30
25 Belum Tuntas
20 Sudah Tuntas
15
10
5 85% 88%
0
A B
Gambar 31. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan
Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus II.
15%
Keterangan:
A: Afektif
B: Kognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
4. Refleksi Siklus II
Setelah dilakukan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan juga
observasi pada pertemuan I dan II pada siklus ke II ini, maka peneliti kembali
melakukan refleksi bersama guru. Refleksi dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan tindakan pada setiap siklus yang sudah dilakukan dengan cara
menganalisis nilai hasil tugas siswa dan proses pembelajaran siswa, hasil
observasi, serta hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa
dan guru. Berikut ini merupakan tabel evaluasi media pada aspek visual
maupun audio.
ASPEK VISUAL:
Tabel 9. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus II
No Unsur Evaluasi
Kelebihan Kelemahan
1 Kesesuaian
gambar
dengan narasi
Gambar yang muncul
sesuai dengan narasi,
sehingga memudahkan
siswa memahami yang
disampaikan narator
Gambar yang
digunakan berupa foto,
sehingga gambar dapat
menampilkan warna,
tekstur, garis, maupun
bentuk seperti aslinya
-
2 Teksline Sesuai dengan narasi dan
gambar yang muncul, dan
tidak terlalu banyak
tulisan yang menerangkan
gambar
-
3 Video
transition
Video transition hanya
menggunakan satu macam
saja yaitu fade (fade in
dan fade out), sehingga
tidak memecah
konsentrasi siswa
-
4 Timeline per
gambar
Timeline setiap gambar
yang muncul rata-rata ±
12 detik/ gambar
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
ASPEK AUDIO:
Tabel 10. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus II
No Unsur Evaluasi
Kelebihan Kelemahan
1 Isi pesan yang
disampaikan
Sudah sesuai dengan
materi yang akan
dipelajari siswa
-
2 Bahasa Narasi Komunikatif, dan mudah
dipahami oleh siswa dan
lebih pelan dari narasi
media audio visual siklus
II
-
3 Volume
narator
Sudah cukup baik, tidak
terlalu keras dan tidak
terlalu lemah
-
4 Musik/
Backsound
Menggunakan backsound
lagu-lagu jawa, sesuai
dengan tema materi
pelajaran
-
Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dinyatakan bahwa
tindakan pada siklus II ini sudah berhasil dan mencapai target indikator yang
sudah ditentukan. Hal tersebut tampak pada uraian sebagai berikut.
1. Terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap
menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik
Surakarta) dengan baik. Sebanyak 85% siswa mampu menunjukkan sikap
menghargai karya seni dengan baik, hal ini ditunjukkan melalui penilaian
afektif siswa selama proses pembelajaran menggunakan media audio
visual berlangsung.
2. Terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi dengan
baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik
Surakarta yang ditunjukkan melalui penilaian kognitif siswa yaitu 88%
siswa sudah mencapai KKM yaitu ≤75.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
D. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan selama observasi awal,
siklus I, dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan baik pada
aspek afektif dan kognitif siswa dalam pembelajaran apresiasi seni rupa terapan
daerah setempat dengan menggunakan media audio visual.
Tabel 11. Data Perbandingan Ketercapaian Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II
Pembelajaran Apresiasi Seni.
No. Pertemuan ke Aspek Afektif Aspek Kognitif
1 Observasi Awal 56% 59%
2 Siklus I 72% 73%
3 Siklus II 85% 88%
Berikut ini adalah grafik perbandingan capaian hasil ketuntasan siswa
dari aspek afektif dan kognitif pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II.
35
30 Kondisi Awal
25 Siklus I
20 Siklus II
15
10
5 56% 72% 85% 59% 73% 88%
0
A B
Gambar 32. Grafik Presentase Afektif dan Kognitif Perbandingan Kondisi Awal,
Siklus I, dan Siklus II.
Sementara itu rincian pelaksanaan pembelajaran apresiasi karya seni rupa
daerah setempat di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta dapat dilihat pada tabel
perbandingan kondisi awal, siklus I, dan siklus II berikut ini.
Keterangan:
A: Afektif
B: Kognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tabel 12. Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II Aspek
Perbedaan Observasi Awal Siklus I Siklus II
Jumlah
Pertemuan 4 kali 2 kali 2 kali
Tanggal 24, 31, Juli 2010
7, 14 Agustus 2010
21 Agustus 2010
28 Agustus 2010
25 September 2010
2 Oktober 2010
Materi Apresiasi Seni Rupa
Terapan Daerah
Apresiasi Seni Batik
Surakarta
Apresiasi Seni Batik
Surakarta
Sub Materi Pengertian Seni
Terapan
Sifat-sifat Dasar Seni
Terapan
Fungsi dan Tujuan
Seni
Jenis-jenis Seni Rupa
Terapan Daerah
Menilai Karya Seni
Rupa Terapan Daerah
Setempat.
Sejarah Batik
Surakarta
Jenis-jenis Batik
Berdasarkan Proses
Pembuatannya
Proses Pembuatan
Batik
Makna Gambar Pola
Batik Surakarta dan
Penggunaannya
Metode/
Tindakan
Guru
Ceramah
Pemberian tugas,
yaitu mengerjakan
LKS
Melihat tayangan
media audio visual
yang diputar 1 kali.
Diskusi
Pemberian tugas
berupa soal tes tertulis
Melihat tayangan
media audio visual
yang diputar
sebanyak 2 kali.
Diskusi
Pemberian tugas
berupa soal tes
tertulis
Media yang
digunakan
guru
Media visual yang
berupa gambar print
cetak ataupun
fotokopi brukuran A4
yang tidak berwarna
Gambar pola batik
hasil karya kakak
kelas sebelumnya
Ditampilkan dengan
cara dipegang oleh
guru di depan kelas
Media Audio Visual
(gabungan dari slide
suara dan film
dokumenter)
Pengetahuan Batik
tentang ”Sejarah Batik
Surakarta” dan ”Jenis-
jenis Batik
Berdasarkan Proses
Pembuatannya”.
Durasi keseluruhan
tampilan selama ± 10
menit.
Pada slide suara,
gambar yang
digunakan adalah
berupa foto, dengan
timeline per gambar ±
8 detik.
Media diputar
sebanyak 1 kali.
Media Audio Visual
(gabungan dari slide
suara dan film
dokumenter)
Pengetahuan Batik
tentang “Proses
Pembuatan Batik”
dan “Makna Gambar
Pola Batik Surakarta
dan Penggunaannya”.
Durasi keseluruhan
tampilan selama ± 10
menit.
Pada slide suara,
gambar yang
digunakan adalah
berupa foto, dengan
timeline per gambar
± 12 detik.
Media diputar
sebanyak 2 kali
Kelebihan
Metode Guru
Guru menyampaikan
ceramah materi
dengan gaya humoris
yang disukai oleh
Metode Guru
Gaya humoris guru
dalam mengajar
membuat
pembelajaran semakin
Metode Guru
Guru meningkatkan
keaktifan siswa
dengan leih sering
melontarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
siswa-siswa.
Guru menguasai
materi
Media
Garis sudah
membentuk sesuai
dengan benda aslinya,
sehingga siswa dapat
mengetahui benda apa
yang sedang
ditampilkan guru
Beberapa gambar
memiliki
keseimbangan bentuk
yang sudah bagus,
dengan point interest
pada keseluruhan
gambar.
Pada gambar yang
berwarna, teknik
pewarnaan sudah
cukup baik, yaitu
menggunakan warna-
warna kontras,
sehingga dapat
merangsang perhatian
siswa.
menarik
Guru menguasai
materi
Media
Gambar yang muncul
sesuai dengan narasi,
sehingga
memudahkan siswa
memahami yang
disampaikan narator.
Gambar yang
digunakan berupa
foto, sehingga gambar
lebih menarik karena
dapat menampilkan
warna, tekstur, garis,
maupun bentuk seperti
aslinya.
pertanyaan kepada
siswa secara lisan
sehingga siswa lebih
aktif baik dalam
berpendapat maupun
bertanya.
Siswa dapat
termonitori secara
menyeluruh, karena
guru lebih banyak
berkeliling kelas
untuk memantau
siswa selama
pembelajaran
berlangsung
Gaya humoris guru
dalam mengajar
membuat
pembelajaran semakin
menarik
Guru menguasai
materi
Media
Ditayangkan 2 kali,
sehingga siswa lebih
memahami isi
materi yang
disampaikan melalui
media audio visual.
Kualitas gambar dan
narator ditingkatkan
berdasarkan
wawancara dengan
siswa dan guru
Kekurangan Metode Guru
Guru lebih sering
duduk di depan kelas
Seringnya guru
dalam bercanda saat
pembeajaran
berlangsung justru
membuat siswa
menjadi tidak fokus
Metode Guru
Guru kurang
memantau siswa yang
duduk di belakang
kelas
Metode Guru
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
dan terlalu santai,
sehingga tidak dapat
memahami materi
dengan baik.
Terlalu banyak
waktu yang
digunakan untuk
ceramah materi, hal
ini membuat
pembelajaran
menjadi monoton.
Media
Media yang
digunakan adalah
media visual dengan
ukuran A4, dan
diperlihatkan didepan
kelas. Gambar ini
tentu saja kurang
terlihat jelas bagi
siswa yang duduk di
belakang kelas.
Media
Timeline setiap
gambar yang muncul
rata-rata ± 8 detik/
gambar. Hal ini masih
terlalu cepat bagi
siswa untuk
memahami gambar
tersebut, sehingga
siswa menjadi
bingung.
Narator terlalu cepat
dalam penyampaian
pesannya
Teksline masih terlalu
banyak, sehingga
membuat siswa
bingung.
Media
-
Hasil : Membantu guru
dalam menjelaskan
materi melalui
gambar-gambar
tersebut.
Sebanyak 19 siswa
atau 56% dari 34
siswa mampu mampu
menunjukkan sikap
menghargai terhadap
karya seni terapan
daerah . Sementara 15
siswa lainnya atau 44
% dari 34 siswa
kurang mampu
menunjukkan sikap
menghargai terhadap
karya seni terapan
daerah dengan baik.
Pada pemahaman
materi, sebanyak 20
siswa atau 59% dari
34 siswa memiliki
nilai kognitif yang
memenuhi standar
KKM. Sedangkan 14
Mampu meningkatkan
apresiasi seni siswa
terhadap karya seni
rupa terapan daerah
khususnya Batik
Surakarta.
Terjadi peningkatan
jumlah siswa yang
mampu menunjukkan
sikap menghargai
terhadap karya seni
terapan daerah
setempat, yaitu 72%
atau sebanyak 24 dari
34 siswa
Terjadi peningkatan
jumlah siswa yang
nilainya memenuhi
standar KKM, yaitu
73% atau sebanyak 25
siswa dari 34 siswa di
kelas X-4. Hal ini juga
menunjukkan
kemampuan siswa
dalam memahami
materi apresiasi seni.
Mampu
meningkatkan
apresiasi seni siswa
terhadap karya seni
rupa terapan daerah
khususnya Batik
Surakarta.
Terjadi peningkatan
jumlah siswa yang
mampu
menunjukkan sikap
menghargai terhadap
karya seni terapan
daerah setempat,
yaitu 85% atau
sebanyak 29
siswa.dari 34 siswa
Terjadi peningkatan
jumlah siswa yang
nilainya memenuhi
standar KKM, yaitu
88% atau sebanyak
30 siswa dari 34
siswa di kelas X-4.
Hal ini juga
menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
siswa lainnya atau
41% dari 34 siswa
belum memenuhi
standar KKM yang
menunjukkan siswa
kurang memahami
materi apresiasi seni
dengan baik.
Nilai rata-rata kelas
X-4 pada materi
apresiasi seni adalah
76.
Nilai rata-rata kelas
X-4 padasiklus I
materi apresiasi seni
meningkat menjadi
77,6.
kemampuan siswa
dalam memahami
materi apresiasi seni.
Nilai rata-rata kelas
X-4 pada siklus I
materi apresiasi seni
meningkat menjadi
79,8.
Berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan, dapat ditarik simpulan
bahwa terjadi peningkatan prosentase hasil capaian indikator keberhasilan
penelitian dari observasi awal, siklus I, sampai pada siklus II. Pada penelitian ini
terjadi peningkatan pada aspek kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap
menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat dari 56% siswa yang tuntas
pada observasi awal, menjadi 72% siswa yang tuntas pada siklus I, kemudian pada
siklus ke II meningkat menjadi 85% yang sudah tuntas. Sedangkan pada aspek
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pengetahuan karya seni rupa terapan
daerah terjadi peningkatan dari 59% siswa yang tuntas pada observasi awal,
menjadi 73% pada siklus I, kemudian meningkat menjadi 88% pada siklus ke II.
Target indikator dalam penelitian ini yaitu minimal 80% apresiasi seni siswa
meningkat. Sehingga tujuan dalam penelitian ini telah tercapai yaitu meningkatkan
apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta melalui pembelajaran
menggunakan media audio visual. Hal ini didukung oleh pendapat Syafii bahwa:
Penghargaaan atau penilaian terhadap karya yang sering diistilahkan dengan
apresiasi adalah proses yang diawali dengan pengamatan dan penghayatan.
Pada aspek ini sesungguhnya merupakan aspek pemberian pengalaman yang
bersifat kultural kepada siswa. Pengalaman karya-karya masa lalu maupun
kini dapat membentuk perspektif siswa atas sebuah karya. Dalam
pembelajaran apresiatif ini dapat dilakukan dengan memberikan stimulus
berupa karya melalui penunjukkan karya nyata, pemutaran slide atau film,
pajangan karya, atau pameran. (dalam Deddy Hartanto, 2007: 19)
Dapat dikatakan pembelajaran apresiasi seni dapat dilakukan melalui
slide atau film seperti yang telah diungkapkan Syafii tersebut di atas. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Imam Muhadjir bahwa “Penggunaan media sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
dipujikan dalam kegiatan ini (apresiasi seni), baik itu media dengan menggunakan
tehnologi informasi maupun media tradisional. Efektifitas teknologi informasi
memang tak dapat disangkal lagi. Penggunaan media audio visual, tentu amat
membantu dalam proses belajar-mengajar”. (dalam http://koranpendidikan.com).
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian siklus I dan II, serta
didukung oleh pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat menguatkan dugaan
bahwa pembelajaran apresiasi seni dengan menggunakan media audio visual dapat
meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah
setempat yaitu Batik Surakarta. Hasil analisis ini juga didukung dengan
pernyataan guru mata pelajaran seni budaya SMA Negeri 1 Surakarta yang
berkolaborasi dengan peneliti, bahwa apresiasi seni siswa meningkat setelah
menggunakan media audio visual pengetahuan batik dalam pembelajaran materi
apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat. Dari hasil pembahasan di atas
dapat ditarik simpulan bahwa penggunaan media audio visual pengetahuan batik
dalam pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat dapat
meningkatkan apresiasi seni siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan selama dua siklus, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film
dokumenter) dapat meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta pada siswa kelas
X SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
Media audio visual yang digunakan dalam penelitian ini adalah media
audio visual gabungan slide suara dan film dokumenter yang berisi tentang sejarah
batik surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses
pembuatan batik tulis dan batik cap, dan makna gambar beberapa pola batik serta
penggunaannya, masing-masing berdurasi ± 10 menit. Gambaran mengenai isi
media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) yang ditampilkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Pada materi sejarah Batik Surakarta, media audio visual ini menjelaskan
mengenai munculnya Batik Surakarta pada masa pemerintahan Pakubuwono
III setelah pecahnya kerajaan Mataram. Di dalamnya terdapat gambar diam
dan film dokumenter keraton-keraton peninggalan Mataram, selain itu
terdapat rekaman gambar bergerak pendapat ahli yang menceritakan
munculnya Batik Surakarta.
2) Pada materi jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, media audio
visual ini menjelaskan mengenai batik tulis dan batik cap. Di dalam media
audio visual ini, juga terdapat film dokumenter pendapat ahli yang
menjelaskan bagaimana cara membedakan jenis kain batik tulis dan cap.
Selain itu juga dijelaskan mengenai batik printing, batik kombinasi, dan batik
lukis.
3) Pada materi proses pembuatan batik tradisional, dijelaskan melalui gambar-
gambar diam dan film dokumenter mengenai proses pembuatan batik. Di
dalamnya juga dijelaskan mengenai alat dan bahan yang akan digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
dalam proses pembuatan batik melalui gambar-gambar diam. Seperti
misalnya gambar kain mori, canthing dan cap batik, malam batik, zat
pewarna, gambar orang sedang membatik, dan lain-lain. Terdapat juga
rekaman gambar bergerak atau film dokumenter proses pembuatan batik,
mulai dari tahap awal sampai pada proses penglorotan.
4) Pada materi makna pola batik dan pengggunaanya, media audio visual ini
menjelaskan mengenai beberapa pola Batik Surakarta, makna yang tekandung
di dalamnya, dan penggunaan pola tersebut dalam kehiduan sehari-hari.
Gambar-gambar yang muncul seperti misalnya gambar kain batik parang,
truntum, udan riris, dan beberapa pola Batik Surakarta lainnya. Gambar-
gambar yang digunakan tersebut adalah gambar yang menjelaskan maksud isi
pesan atau materi yang disampaikan narator.
Secara keseluruhan, gambar-gambar dan film dokumenter yang
ditampilkan dalam media audio visual ini adalah gambar yang berkaitan dengan
batik Surakarta, seperti misalnya gambar orang sedang membatik, gambar orang
memakai batik pada jaman dahulu dan sekarang, film dokumenter proses
pembuatan batik, gambar beberapa pola batik, dan film dokumenter serta gambar
keraton-keraton pecahan Mataram, yaitu keraton Surakarta dan keraton
Yogyakarta.
Media audio visual yang diputar harus sesuai dengan isi materi pelajaran
yang ingin disampaikan sehingga dapat menarik perhatian siswa. Secara teknis,
gambar-gambar pada slide suara dan film dokumenter ditampilkan secara
bergantian dalam satu kali penayangan. Gambar-gambar muncul setidaknya ± 12
detik/ gambar, hal ini bertujuan agar tidak membuat siswa bingung dengan
pergantian setiap gambarnya. Gambar-gambar yang muncul dipilih yang sesuai
dengan isi materi sehingga dapat menjelaskan isi pesan yang disampaikan narator.
Backsound untuk mengiringi tampilan media audio visual juga sangat berperan,
volume backsound harus lebih lemah dari volume narator, sehingga suara narator
lebih jelas terdengar. Narator pada media audio visual dalam pengucapan
kalimatnya tidak terlalu cepat dalam menyampaikan isi pesan atau materi,
sehingga siswa dapat memahami materi yang disampaikan narator. Bahasa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
digunakan narator adalah bahasa Indonesia yang komunikatif dan mudah dicerna
oleh siswa, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi yang
disampaikan. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran ini ditampilkan
sekurang-kurangnya dua kali penayangan.
Dengan menggunakan media audio visual, guru lebih mudah dalam
menyampaikan materi kepada siswa, karena materi disampaikan dengan media
audio visual, akan tetapi guru harus tetap menguasai bahan ajar. Kemudian guru
dapat mengajak siswanya untuk lebih aktif dalam berpendapat dan memberikan
tanggapan mengenai seni rupa terapan daerah setempat selama pembelajaran
berlangsung. Pada saat siswa melihat tayangan media audio visual, guru tetap
memantau siswa dari bagian belakang kelas, agar siswa dapat terpantau secara
menyeluruh, sehingga guru dapat mengetahui dan menegur apabila ada siswa
yang tidak memperhatikan. Pembelajaran juga menjadi lebih menarik dan tidak
membosankan, dibuktikan dengan perhatian siswa selama proses pembelajaran
meningkat. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai penyampaian materi yang
disertai dengan gambar-gambar dan film dokumenter, sehingga materi mudah
dipahami oleh siswa dan tujuan dari pelaksanaan pembelajaran yaitu
meningkatnya apresiasi seni Batik Surakarta dapat tercapai.
Peningkatan apresiasi seni siswa terhadap Batik Surakarta ini ditandai
dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pengetahuan
tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta, ditunjukkan
melalui hasil tes kognitif siswa yang mencapai 88% siswa tuntas dan
meningkatnya kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap menghargai terhadap
karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta dengan baik ditunjukkan melalui
aspek afektif siswa yang mencapai 85% siswa tuntas.
Pada aspek afektif dapat dinilai dari kehadiran siswa, perhatian siswa pada
materi yang disampaikan, keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya
dan berpendapat, mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan
tugas. Sedangkan pada aspek kognitif merupakan penilaian pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah
siswa yang memiliki nilai di atas KKM yang sudah ditentukan yaitu ≤ 75.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
B. Implikasi
Berdasarkan hasil simpulan, implikasi yang dapat ditarik adalah sebagai
berikut:
1. Dengan menggunakan media audio visual, pembelajaran menjadi lebih
menarik dan tidak membosankan karena materi disampaikan melalui media
audio visual sebagai salah satu variasi proses pembelajaran. Guru lebih
mudah dalam menyampaikan materi pelajaran yaitu hanya memberikan
pemantapan pemahaman siswa dengan mengajak siswa berdiskusi dan
menyampaikan tanggapannya mengenai karya seni rupa terapan daerah
setempat. Perhatian siswa selama proses pembelajaran juga meningkat, selain
itu siswa lebih mudah memahami materi sehingga tujuan dari pelaksanaan
pembelajaran yaitu meningkatnya apresiasi seni Batik Surakarta dapat
tercapai.
2. Jika pembelajaran apresiasi seni rupa tidak menggunakan media audio visual
maka pembelajaran berlangsung kurang menarik dan membuat siswa kurang
antusias dengan pelajaran. Hal ini mengakibatkan rendahnya pemahaman
siswa pada materi apresiasi seni rupa, sehingga tujuan pembelajaran tidak
dapat tercapai dengan baik.
C. Saran
Berdasarkan hasil simpulan dan implikasi di atas, maka dapat disarankan
antara lain sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Dalam proses pembelajaran apresiasi seni hendaknya guru memiliki
variasi dalam menyampaikan materi pelajaran agar proses pembelajaran
menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.
b. Dalam pembelajaran menggunakan media audio visual sebaiknya
dilakukan persiapan yang matang dari guru, sehingga pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan dari tujuan pembelajaran
dapat diperoleh hasil yang optimal. Persiapan yang matang yang harus
dilakukan guru di antaranya adalah menguasai materi dengan baik,
mempersiapkan media audio visual semenarik mungkin, mempersiapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
LCD proyektor, memahami skenario pembelajaran yang sudah
dipersiapkan, dan lain-lain.
c. Pelaksanaan dan keberhasilan tujuan pembelajaran tidak dapat diserahkan
sepenuhnya pada media yang digunakan, untuk itu tetap dibutuhkan peran
guru dalam memantau dan meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa
selama pembelajaran berlangsung.
2. Bagi Siswa
Siswa dapat memberikan masukan kepada guru apabila media audio visual
yang ditampilkan guru dirasa kurang menarik atau justru membuat siswa
bingung.
3. Bagi Sekolah
Sekolah hendaknya memberikan sarana dan prasaran yang menunjang
keberlangsungan pembelajaran apresiasi seni, sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai secara optimal.
4. Bagi Peneliti
Perlu adanya penelitian lebih mendalam tentang media audio visual dalam
perannya meningkatkan apresiasi seni siswa yang dilakukan pada siswa kelas
X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.