ustek rencana umum llaj
DESCRIPTION
Usulan TeknisTRANSCRIPT
BAB I
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ) mempunyai peran strategis dalam mendukung
pembangunan dan integrasi nasional. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, lalu
lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perannya dalam rangka mendukung
pembangunan nasional. Agar tercapainya penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang
selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien maka perlu ditetapkan Rencana Umum Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU nomor 22 tahun 2009 tentang
LLAJ Pasal 9 huruf a.
Tersedianya prasarana dan sarana LLAJ yang baik dan optimal menjadi barometer dari
pesatnya pertumbuhan jumlah perjalanan dari dan ke suatu kota. Oleh sebab itu, penyediaan
dan penyelenggaraannya memerlukan landasan perencanaan yang terarah, melibatkan ahli-ahli
perencanaan dari berbagai disiplin ilmu serta memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi,
budaya, lingkungan hidup dan aspek tata ruang. Itu semua diperlukan untuk menciptakan
prasarana dan sarana LLAJ yang dapat memberikan manfaat pelayanan untuk membantu
kelancaran pergerakan orang dan barang yang efektif dengan efisiensi ruang, waktu dan dana.
Angkutan jalan raya sebagai sub sistem transportasi mempunyai peranan penting dalam
memberi pelayanan jasa angkutan penumpang. Pergerakan/mobilitas manusia terjadi karena
adanya kegiatan sehari-hari yang saling membutuhkan satu dengan lainnya. Pergerakan yang
terjadi sesuai pola perkotaan atau penyebaran pemukiman menimbulkan arus lalu lintas
penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Untuk menunjang kelancaran pergerakan manusia, pemerintah berkewajiban
memberikan pelayanan dan pengaturan yang memadai baik prasarana maupun sarana sesuai
amanat Undang – Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Oleh
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 1
PENDAHULUAN
sebab itu, perlu penyusunan dan penetapan Rencana Umum LLAJ yang nantinya akan dapat
menampung kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pelayanan di bidang LLAJ ke arah yang
lebih baik. Selain itu dengan adanya Rencana Umum LLAJ diharapkan dapat menunjang
peningkatan perekonomian Indonesia karena dengan adanya pengaturan dan perencanaan
yang terarah target pembangunan ekonomi secara kualitatif maupun kuantitatif dapat tercapai,
karena infrastruktur merupakan penentu utama keberlangsungan kegiatan pembangunan. Hal
ini juga yang menyebabkan bahwa dalam penyusunan Rencana Umum LLAJ harus
memperhatikan dokumen-dokumen lain yang relevan, di antaranya RPJPN (Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional), RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi), dan
RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).
I.2 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan Pekerjaan
I.2.1 Maksud Pekerjaan
Maksud dari kegiatan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II adalah
terkumpulnya data teknis baik data sekunder atau data primer sebagai bahan masukan dalam
proses review dan perumusan Rencana Umum LLAJ Nasional.
I.2.2 Tujuan Pekerjaan
Tujuan dari pelaksanaan pekerjaan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ
Tahap II adalah tersusunnya konsep Rencana Umum LLAJ Nasional sesuai dengan Renstra
2015-2019.
I.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelaksanaan pekerjaan kegiatan Perumusan dan Penetapan Rencana
Umum LLAJ Tahap II ini adalah sebagai berikut:
1. Mereview konsep rencana umum LLAJ yang telah ada
2. Melakukan sinkronisasi dengan rencana strategis bidang perhubungan darat dan
LLAJ serta rencana strategis 2015-2019.
3. Melakukan inventarisasi, identifikasi dan analisis terhadap penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat
dibidang sarana dan prasarana LLAJ.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 2
4. Membuat perencanaan pembangunan berjangka dibidang sarana dan prasarana
LLAJ sekaligus menjadi konsep regulasi mengenai rencana umum LLAJ dilengkapi
dengan naskah akademisnya.
Rencana umum LLAJ sekurang-kurangnya memuat :
Visi dan misi
Strategi dan arah kebijakan
Program pembangunan dan pengembangan
I.4 Indikator Keluaran
Indikator keluaran kegiatan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II
adalah, sebagai berikut :
1. Indikator Keluaran Kualitatif
Hasil Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II ini akan dimanfaatkan
oleh stakeholder setempat untuk melakukan Perumusan tujuan umum dan sasaran khusus
hingga target-target yang kuantitatif, Proyeksi keadaan di masa akan datang dan
penyusunan rencana terpilih sehingga munculnya jaminan pelayanan yang lebih baik dan
menunjang tertatanya sistem transportasi yang efektif dan efisien.
2. Indikator Keluaran Kuantitatif
Hasil akhir dari kegiatan ini adalah Buku Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ
Tahap II.
I.5 Landasan Hukum
Landasan hukum penyusunan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap
II ini adalah, sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan;
4. Peraturan Pemerintah nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas;
5. Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan;
6. Peraturan Pemerintah nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 3
7. Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom Jo. Peraturan Pemerintah nomor 38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kab./Kota.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 4
BAB II
BAB II PENGALAMAN PERUSAHAAN
(TOLONG DISI YA ………..)
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 5
PENGALAMAN PERUSAHAAN
BAB III
BAB III RESPON TERHADAP KERANGKA
ACUAN KERJA
III.1 Tanggapan Terhadap Latar Belakang
Berdasarkan Pemahaman Terhadap Latar Belakang dari Kerangka Acuan Kerja (KAK)
yang telah disusun oleh Pihak Pemberi Kerja, maka konsultan akan menambahkan beberapa
justifikasi awal kaitannya dengan alasan pelaksanaan pekerjaan penyusunan “Perumusan dan
Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II”.
1. Pihak konsultan berpendapat bahwa pekerjaan ini diperlukan juga dalam upaya
memberikan pelayanan kepada publik kaitannya dengan penyelenggaraan di bidan
sarana dan prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan, seperti yang tertuang dalam Pasal 9
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan
amanat dari Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan.
2. Dari aspek kewilayahan, penataan lalu lintas angkutan barang sangat penting dilakukan,
mengingat angkutan barang sebagai sistem distribusi komoditas industri maupun
pertanian dan perdagangan antar wilayah. Angkutan barang memberikan daya dukung
pengembangan sektoral wilayah sebagai sektor basis, serta memberikan kontribusi
dalam meningkatkan daya saing sektor riil di suatu wilayah.
3. Lebih dari itu penanganan permasalahan lalu lintas angkutan barang akan memberikan
pengaruh besar terhadap sistem transportasi secara makro, yaitu dimana split moda
antara angkutan barang dan penumpang akan memberikan kontribusi terhadap
lancarnya aktivitas lalu lintas kedua moda tersebut. Lebih dari itu sektor publik akan
berjalan secara lebih efisien, serta pemanfaatan konsumsi energi dalam kaitannya
dengan proses distribusi maupun konsumsi akan menjadi lebih dapat ditekan dan
dihemat. Biaya operasional dan perawatan jalan akan dapat ditekan seiring dengan
diberikannya lajur dan jalur khusus bagi angkutan barang untuk beroperasi.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 6
RESPON TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA
III.2 Tanggapan Terhadap Maksud dan Tujuan
Berdasarkan hasil pemahaman terhadap maksud dan tujuan yang sudah diuraikan dari
hasil kajian Kerangka Acuan Kerja (KAK) Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ
Tahap II, maka konsultan merasa perlu memberikan tanggapan.
Dalam hal ini tanggapan yang tentunya perlu diberikan adalah pada tujuan pelaksanaan
pekerjaan. Tujuan pelaksanaan pekerjaan ini lebih cenderung memberikan tersusunnya konsep
Rencana Umum LLAJ Nasional sesuai dengan Renstra 2015-2019 dan sebagai salah satu
acuan penyusunan Rencana Induk Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
III.3 Tanggapan Terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan
Berdasarkan pemahaman terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, maka Ruang lingkup substansi pelaksanaan pekerjaan tersebut menurut
pihak konsultan sesuai dengan konsep renstra 2015 – 2019, RPJPN, RPJMN, MP3EI, RTRW
dan sejenis.
Upaya pengaturan tersebut juga harus diikuti dengan kebijakan, serta kajian terhadap
preferensi dan isu-isu yang berkembang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan , sehingga
dapat diketahui permasalahan krusial terkait dengan lalu lintas dan Angkutan Jalan, serta upaya
merumuskan strategi penangannya.
III.4 Tanggapan Terhadap Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Didalam pemahaman terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) Perumusan dan
Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II yang telah diuraikan sebelumnya, maka terdapat
beberapa pendekatan yang perlu ditambahkan kemudian, yaitu:
1. Pendekatan kegiatan survei primer, yaitu dalam kaitannya dengan penilaian kinerja ruas
jalan perlu dilakukan pendekatan secara makro yang lebih efektif dengan pengukuran
menggunakan survei wawancara ke beberapa responden;
2. Pendekatan kegiatan survei data sekunder dilakukan secara institusional, yaitu dengan
mengumpulkan data-data kebijakan penataan ruang, program-program transportasi darat
di daerah, serta studi terkait lainnya.
III.5 Tanggapan Terhadap Pelaporan
Berdasarkan pemahaman terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) Perumusan dan
Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II, maka konsultan memandang perlu untuk
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 7
memberikan masukan terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah disusun sebelumnya,
yaitu :
1. Pengetikan dengan kertas ukuran A4 untuk Laporan dan A3 untuk peta (apabila
dibutuhkan untuk ditampilkan dalam ukuran tersebut);
2. Jenis huruf yang digunakan adalah Times New Roman dan berspasi 1,5;
3. Laporan dilengkapi dengan tabel, gambar, ilustrasi dan peta. Apabila diperlukan, laporan
dapat dilengkapi dengan lampiran;
4. Kulit buku / sampul berwarna dicetak warna.
III.6 Tanggapan Terhadap Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung
Berdasarkan uraian didalam Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II, maka pihak konsultan merasa perlu
untuk memberikan masukan terkait dengan spesifikasi tenaga ahli pelaksanaan pekerjaan.
Didalam Kerangka Acuan Kerja telah disebutkan bahwa untuk spesifikasi :
1. Ketua Tim / Ahli Perencanan Transportasi;
2. Ahli Teknologi/ pengujian kendaraan bermotor;
3. Ahli Angkutan Jalan;
4. Ahli Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
5. Ahli Ekonomi Transportasi
Untuk point (1) Merupakan ahli dibidang transportasi dengan latar belakang pendidikan
S2 Transportasi dengan pengalaman kerja 10-15 tahun, untuk point (3) dan (4) dengan latar
belakang pendidikan S-1/D-4 Sipil/Transportasi dengan pengalaman selama 8-10 Tahun ,point
(2) dengan latar belaknag pendidikan S-1 T. Otomotif/T. Mesin dengan pengalaman selama 8-
10 Tahun dan point (5) dengan latar belakang pendidikan S-1 Ekonomi/Sipil/Transportasi
dengan pengalaman selama 8-10 Tahun.
Kemudian untuk tenaga pendukung pelaksanaan pekerjaan, pihak konsultan telah
menguraikan didalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) Perumusan dan Penetapan Rencana
Umum LLAJ Tahap II, bahwa tenaga pendukung memerlukan tanggapan sebagai masukan.
Adapun tenaga pendukung pelaksanaan pekerjaan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
pekerjaan ini adalah, sebagai berikut :
1. Sekretaris;
2. Operator Komputer;
3. Office Boy.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 8
Masing-masing komponen staf dan tenaga pendukung tersebut perlu diuraikan pula
spsesifikasi pendidikan dan pengalamannya, sesuai dengan bidang dalam pelaksanaan
pekerjaan ini.
III.7 Tanggapan Terhadap Sistem Diskusi
Berdasarkan kerangka acuan kerja tidak disebutkan mengenai sistem diskusi sebagai
salah satu bentuk supervisi pelaksanaan pekerjaan secara lebih detail. Supervisi pelaksanaan
pekerjaan merupakan sistem penyampaian hasil penyusunan laporan berupa diskusi maupun
presentasi dari pihak konsultan kepada pihak pemberi kerja dalam hal ini adalah Kementerian
Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ). Adapun supervisi pelaksanaan pekerjaan tersebut, meliputi :
1. Diskusi dan Pembahasan Laporan Pendahuluan;
2. Diskusi dan Pembahasan Laporan Antara;
3. Diskusi dan Pembahasan Konsep Laporan Akhir.
Selain pola diskusi yang secara formal dilakukan melalui pelaporan-pelaporan tersebut,
tentunya diskusi melalui sistem laporan bulanan kepada pihak pemberi kerja perlu dilakukan
untuk mengetahui hasil kemajuan pekerjaan, selain itu juga diperlukan diskusi secara informal
untuk beberapa kajian laporan maupun konsep Perumusan dan Penetapan Rencana Umum
LLAJ Tahap II.
Pendefinisian waktu pelaksanaan diskusi disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan
pekerjaan yang telah ditentukan didalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau berdasarkan
kesepakatan/kontrak antara pihak konsultan dan pemberi kerja dalam hal ini adalah
Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ).
III.8 Apresiasi dan Inovasi
III.8.1 RPJP Kemenhub 2005-2025
1. Tatanan Makro Strategis Perhubungan (TMSP)
Secara substansial, Tatanan Makro Strategis Perhubungan merupakan perangkat
hukum di bidang Transportasi dan Tata Ruang, serta penjabaran transportasi secara
sistemik, strategik, konsepsional, makro, dan filosofis yang dirumuskan menjadi Sistem
Transportasi Nasional (SISTRANAS). Pada skala nasional, SISTRANAS diwujudkan dalam
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 9
Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) yang disusun mengacu kepada Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau/Kepulauan
(RTRW Pulau/Kepulauan). Pada skala wilayah provinsi, SISTRANAS diwujudkan dalam
Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) yang disusun mengacu kepada Rencana Tata
Ruang Pulau/Kepulauan (RTRW Pulau/Kepulauan) dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP). Pada skala lokal (Kabupaten/Kota), SISTRANAS diwujudkan dalam
Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) yang disusun berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
2. Rencana Umum dan Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan
Rencana Umum Pengembangan Perhubungan (RUPP) merupakan cetak biru
pengembangan transportasi dan fasilitas penunjangnya dalam kurun waktu tertentu,
sedangkan Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan (RTPP) adalah rencana
pemanfaatan ruang yang bersifat teknis. Dalam penyusunan RUPP dan RTPP, Pedoman
dan Standar Teknis Pembangunan Perhubungan (PSTPP) merupakan acuan utama.
3. Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan (SP3)
Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan (SP3) terdiri dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RENSTRA) dan Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RENJA). Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Perhubungan (RPJP DEPHUB) dijabarkan
menjadi Rencana Strategis Kementerian Perhubungan (RENSTRA DEPHUB), Rencana
Strategis Kementerian Perhubungan dijabarkan menjadi Rencana Kerja Kementerian
Perhubungan (RENJA DEPHUB).
Pembangunan transportasi darat telah diarahkan pada pengembangan keterpaduan
transportasi jalan, kereta api, sungai danau dan penyeberangan, di seluruh wilayah tanah air
melalui pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan manajemen dan pelayanan, aspek
keselamatan yang meliputi aspek rekayasa lalu lintas, penegakan hukum, pendidikan dan
pelatihan serta publikasi termasuk pembinaan disiplin pemakai jalan, penanggulangan muatan
lebih dan kejelasan informasi lalu-lintas angkutan jalan.
Sasaran peningkatan dan pemerataan pelayanan jasa transportasi darat ke seluruh pelosok
tanah air meliputi:
1. Terwujudnya peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang
berkaitan dengan angkutan jalan dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan;
2. Terwujudnya penurunan jumlah pelanggaran lalu lintas angkutan jalan dan muatan lebih;
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 10
3. Terwujudnya peningkatan kelaikan moda transportasi jalan; moda transportasi sungai,
danau dan penyeberangan;
4. Terwujudnya penurunan pelayanan keperintisan angkutan jalan dan angkutan
penyeberangan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas;
5. Terwujudnya penurunan kecelakaan lalu lintas baik angkutan jalan maupun angkutan
sungai danau dan penyeberangan dengan pengembangan manajemen keselamatan dan
penegakan hukum yang lebih baik serta pengembangan pola kemitraan;
6. Terwujudnya keselamatan, keamanan dan kenya-manan angkutan umum yang ramah
lingkungan, baik pada moda transportasi jalan maupun moda transportasi sungai, danau
dan penyeberangan;
7. Terwujudnya angkutan massal yang cepat, aman dan nyaman di kawasan perkotaan
metropolitan, besar dan sedang;
8. Terwujudnya kecukupan prasarana dan sarana keselamatan baik pada angkutan jalan,
maupun angkutan sungai, danau dan penyeberangan;
9. Terwujudnya SDM transportasi Darat yang berkompetensi, bermoral dan memiliki dedikasi
tinggi;
10. Terwujudnya transportasi perkotaan berwawasan lingkungan dan berbasis wilayah;
11. Terwujudnya keterpaduan sistem transportasi dengan rencana tata ruang dan
pengembangan transportasi umum perkotaan berbasis masyarakat dan wilayah;
12. Terwujudnya teknologi transportasi ramah lingkungan dan penggunaan energi alternatif.
III.8.2 MP3EI 2011-2035
Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-
Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 –
2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah
“Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Melalui langkah
MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia
sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara
USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 –
4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen
pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025.
Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen
pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi
seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 11
Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:
a. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari
pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui
penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-
kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.
b. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi
pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian
nasional.
c. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran
untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy.
Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia didukung oleh potensi
demografi, kekayaan sumber daya alam serta posisi geografis Indonesia. Sebagai dokumen
kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih
spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap
peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-
perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi.
Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan
pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 –
2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional,
namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk
melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan
memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan
komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar dan prasyarat keberhasilan
pembangunan, salah satunya adalah Penciptaan Konektivitas Antar Wilayah di Indonesia.
Pemerintah menjadi motor penciptaan konektivitas antar wilayah yang diwujudkan dalam
bentuk:
a. Merealisasikan sistem yang terintegrasi antara logistik nasional, sistem transportasi
nasional, pengembangan wilayah, dan sistem komunikasi dan informasi;
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 12
b. Identifikasi simpul-simpul transportasi (transportation hubs) dan distribution centers untuk
memfasilitasi kebutuhan logistik bagi komoditi utama dan penunjang;
c. Penguatan konektivitas intra dan antar koridor dan konektivitas internasional (global
connectivity);
d. Peningkatan jaringan komunikasi dan teknologi informasi untuk memfasilitasi seluruh
aktifitas ekonomi, aktivitas pemerintahan, dan sektor pendidikan nasional.
III.8.3 Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien diyakini mampu mengintegrasikan
daratan dan lautan menjadi satu kesatuan yang utuh dan berdaulat, sehingga diharapkan dapat
menjadi penggerak bagi terwujudnya Indonesia sebagai negara maritim. Sistem logistik juga
memiliki peran strategis dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor
ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sekaligus
menjadi benteng bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national economic authority
and security). Untuk itu peran strategis Sistem Logistik Nasional tidak hanya dalam memajukan
ekonomi nasional, namun sekaligus sebagai salah satu wahana pemersatu bangsa dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Cetak Biru (blue print) ini bukan merupakan rencana induk (master plan) tetapi lebih
menekankan pada arah dan pola pengembangan Sistem Logistik Nasional pada tingkat
kebijakan (makro) yang nantinya dijabarkan kedalam Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana
Kerja Kementerian/Lembaga setiap tahunnya. Oleh karena itu, Sistem Logistik Nasional
diharapkan dapat berperan dalam mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, menunjang implementasi MP3EI, serta mewujudkan
visi ekonomi Indonesia tahun 2025 (RPJPN) yaitu “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang
mandiri, maju, adil, dan makmur” sehingga akan tercapai sasaran PDB perkapita sebesar
14.250-15.500 (empat belas ribu dua ratus lima puluh hingga lima belas ribu lima ratus) dolar
Amerika pada tahun 2025.
Dengan demikian peran pokok Cetak Biru Sistem Logistik Nasional adalah memberikan
arahan dan pedoman bagi pemerintah dan dunia usaha untuk membangun Sistem Logistik
Nasional yang efektif dan efisien. Bagi pemerintah, Cetak Biru Sistem Logistik Nasional
diharapkan dapat membantu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam menyusun
rencana pembangunan di bidang logistik, serta meningkatkan transparansi dan koordinasi lintas
kementerian dan lembaga di tingkat pusat maupun daerah. Bagi dunia usaha, Cetak Biru
Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat membantu pelaku usaha untuk meningkatkan daya
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 13
saingnya melalui penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dengan biaya yang kompetitif,
meningkatkan peluang investasi bagi usaha menengah, kecil dan mikro, serta membuka
peluang bagi pelaku dan penyedia jasa logistik nasional untuk menggalang kerjasama dalam
skala global. Adapun tujuan dari Cetak Biru ini adalah:
1. Sebagai panduan dan pedoman dalam pengembangan Sistem Logistik Nasional bagi para
pihak terkait (pemangku kepentingan), baik pemerintah maupun swasta, dalam:
a. menentukan arah kebijakan logistik nasional dalam rangka peningkatan kemampuan
dan daya saing usaha agar berhasil dalam persaingan global;
b. mengembangkan kegiatan yang lebih rinci, baik pada pemerintah pusat, pemerintah
daerah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya;
c. mengkoordinasikan, mensinkronkan dan mengintegrasikan para pihak terkait dalam
melaksanakan kebijakan logistik nasional;
d. mengkoordinasikan dan memberdayakan secara optimal sumber daya yang
dibutuhkan, dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi nasional, pertahanan
keamanan negara, dan kesejahteraan rakyat.
2. Sebagai alat untuk mengkomunikasikan Visi, Misi, Tujuan, Arah Kebijakan, dan Strategi,
serta Rencana Aksi pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Untuk melakukan aktivitas logistik diperlukan infrastuktur logistik yang terdiri atas simpul
logistik (logistics node) dan mata rantai logistik (logistics link) yang berfungsi menggerakkan
barang dari titik asal (point of origin) ke titik tujuan (point of destination). Simpul logistik dapat
berupa pelaku logistik, maupun konsumen, sedangkan link logistik meliputi jaringan distribusi,
jaringan transportasi, jaringan informasi, dan jaringan keuangan, dimana komponennya
sebagaimana disajikan pada beberapa penjelasan sebagai berikut :
1. Infrastruktur dan jaringan distribusi merupakan mata rantai keterkaitan antara penyedia
(produsen, eksportir, dan importir), penyalur (pedagang besar, distributor, grosir, agen,
pengecer), dan konsumen melalui prasarana dan sarana distribusi (Pusat Distribusi,
Terminal Agri, Pasar Induk, Pasar Tradisional, Kios, Warung, Hypermarket, Supermarket,
dan Mini Market). Fungsi Infrastruktur dan jaringan distribusi adalah memperlancar
transaksi perpindahan kepemilikan diantara konsumen, pelaku logistik dan penyedia jasa
logistik.
2. Infrastruktur dan jaringan transportasi merupakan mata rantai keterkaitan antara simpul
transportasi (transportation node) dan konektivitas antar simpul (transportation link) yang
berupa prasarana dan sarana transportasi. Simpul transportasi dapat berupa pelabuhan
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 14
laut, pelabuhan udara, stasiun, terminal, depot, dan pergudangan, sementara
“transportation link” adalah jalan darat, jalan tol, jalur kereta api, jalur sungai, jalur
pelayaran, jalur penerbangan, dan pipa. Simpul-simpul transportasi perlu diintegrasikan
dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana intermoda transportasi yang terhubung
secara efisien dan efektif.
3. Infrastruktur dan jaringan informasi terdiri atas jaringan fisik informasi (jaringan
telekomunikasi), sarana transportasi data (messaging hub), aplikasi (keamanan, saluran
pengiriman, maupun aplikasi khusus), dan data (dokumen). Dilihat dari keterhubungannya
infrastruktur dan jaringan informasi terdiri atas Jaringan Informasi Nasional yang terhubung
melalui National Gateway dan Jaringan Informasi Global melalui “International Gateways”
yang merupakan satu kesatuan dalam satu tatanan sistem e-Logistik Nasional yang
berfungsi untuk memperlancar transaksi informasi diantara pemangku kepentingan logistik
secara aman, terjamin dan handal.
4. Infrastruktur dan jaringan keuangan terdiri atas pelaku jasa keuangan (Bank, Asuransi, dan
LKBB), dan sarana jasa keuangan (ATM, i/net/sms banking, T/T, loket tunai, langsung
tunai). Jenis jasa keuangan logistik meliputi jasa kepabeanan, perpajakan, perbankan, dan
asuransi fungsi infrastruktur dan jaringan keuangan untuk memperlancar transaksi
keuangan diantara pemangku kepentingan logistik.
III.8.4 Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan 2011-2035
Keselamatan merupakan salah satu prinsip dasar penyelenggaraan transportasi. Di Indonesia,
prinsip ini seringkali tidak sejalan dengan apa yang terjadi di lapangan. Hal ini dapat
diindikasikan dengan semakin meningkatnya jumlah dan fatalitas korban kecelakaan.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Republik Indonesia, pada tahun 2010
jumlah kematian akibat kecelakaan telah mencapai 31.234 jiwa2, yang artinya dalam setiap 1
jam terdapat sekitar 3 – 4 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas jalan.
World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan bahwa kematian akibat kecelakaan di
jalan diperlakukan sebagai salah satu penyakit tidak menular dengan jumlah kematian tertinggi.
Pada tahun 2030, kecelakaan lalu lintas di jalan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian
nomor 5 (lima) di dunia setelah penyakit jantung, stroke, paru-paru, dan infeksi saluran
pernapasan. Menindaklanjuti hal tersebut, pada Maret tahun 2010 Majelis Umum PBB
mendeklarasikan Decade of Action (DoA) for Road Safety 2011 – 2020 yang bertujuan untuk
mengendalikan dan mengurangi tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas jalan secara
global dengan meningkatkan kegiatan yang dijalankan pada skala nasional, regional dan global.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 15
Visi Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan adalah : “Keselamatan Jalan Terbaik
di Asia Tenggara melalui Penguatan Koordinasi”. Sedangkan Misi yang ditetapkan adalah :
1. Mengarusutamakan keselamatan jalan menjadi prioritas nasional;
Setiap pihak menyadari besarnya kerugian ekonomi nasional akibat kecelakaan, untuk itu
berkomitmen menjadikan isu keselamatan jalan menjadi pokok bahasan dalam penetapan
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.
2. Membudayakan penyelenggaraan lalu lintas jalan yang mengutamakan keselamatan;
Semua pihak terlibat aktif dalam mengupayakan pengutamaan keselamatan di seluruh
mata rantai penyelenggaraan lalu lintas jalan dan pengguna jalan;
3. Mensinergikan segala potensi guna memaksimalkan kinerja keselamatan jalan;
Pemberdayaan peran Pemerintah, Dunia Usaha, dan Masyarakat untuk menggali sumber
daya dalam rangka peningkatan keselamatan nasional. Usaha mensinergikan dimulai dari
perencanaan sampai pelaksanaan yang selalu mengacu kepada kebersamaan yang
terkoordinasi secara harmonis dan selaras.
Untuk memastikan bahwa seluruh aspek dalam penyelenggaraan keselamatan jalan
tertangani secara baik, pada level nasional dilakukan pengelompokan aspek keselamatan jalan
dalam 5 (lima) pilar yang merupakan penyederhanaan dari 14 sektor yang mempengaruhi
penanganan keselamatan jalan, yaitu:
a. Pilar-1: Manajemen Keselamatan Jalan, bertanggung jawab untuk mendorong
terselenggaranya koordinasi antarpemangku kepentingan dan terciptanya kemitraan
sektoral guna menjamin efektivitas dan keberlanjutan pengembangan dan perencanaan
strategi keselamatan jalan pada level nasional, termasuk di dalamnya penetapan target
pencapaian dari keselamatan jalan dan melaksanakan evaluasi untuk memastikan
penyelenggaraan keselamatan jalan telah dilaksanakan secara efektif dan efisien.
b. Pilar-2: Jalan yang Berkeselamatan, bertanggung jawab untuk menyediakan infrastruktur
jalan yang berkeselamatan dengan melakukan perbaikan pada tahap perencanaan, desain,
konstruksi dan operasional jalan, sehingga infrastruktur jalan yang disediakan mampu
mereduksi dan mengakomodir kesalahan dari pengguna jalan.
c. Pilar-3: Kendaraan yang Berkeselamatan, bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
setiap kendaraan yang digunakan di jalan telah mempunyai standar keselamatan yang
tinggi, sehingga mampu meminimalisir kejadian kecelakaan yang diakibatkan oleh sistem
kendaraan yang tidak berjalan dengan semestinya. Selain itu, kendaraan juga harus
mampu melindungi pengguna dan orang yang terlibat kecelakaan untuk tidak bertambah
parah, jika menjadi korban kecelakaan.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 16
d. Pilar-4: Perilaku Pengguna Jalan yang Berkeselamatan, bertanggung jawab untuk
meningkatkan perilaku pengguna jalan dengan mengembangkan programprogram yang
komprehensif termasuk didalamnya peningkatan penegakan hukum dan pendidikan.
e. Pilar-5: Penanganan Korban Pasca Kecelakaan, bertanggung jawab untuk meningkatkan
penanganan tanggap darurat pasca kecelakaan dengan meningkatkan kemampuan
pemangku kepentingan terkait, baik dari sisi sistem ketanggapdaruratan maupun
penanganan korban termasuk di dalamnya melakukan rehabilitasi jangka panjang untuk
korban kecelakaan.
III.8.5 Kedudukan Pekerjaan Rencana Umum
Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 31 Tahun 2006 menjelaskan tentang pedoman
dan proses perencanaan di lingkungan Kementerian Perhubungan. Berdasarkan peraturan
tersebut, maka dalam subbab ini akan coba dijelaskan kedudukan pekerjaan Rencana Umum
LLAJ ini dalam lingkup proses perencanaan di Kementerian Perhubungan. Perencanaan di
lingkungan Kementerian Perhubungan merupakan proses yang menyeluruh dan terpadu, tidak
terpisahkan satu sama lain dari komponen dan unsur-unsurnya dalam satu kesatuan sistem
yang berkesinambungan dan hasilnya dapat diukur secara rasional, kontekstual dan kuantitatif.
Dalam melaksanakan perencanaan transportasi, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1) Keseimbangan antara penawaran dan permintaan;
2) Orientasi jangka panjang;
3) Relevansi antara kebutuhan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek;
4) Rasional;
5) Kontekstual;
6) Komprehensif;
7) Integral;
8) Optimal;
9) Berkesinambungan;
10) Ketersediaan Sumberdaya;
11) Transparansi;
12) Akuntabilitas;
13) Partisipatif.
Secara substansial, perencanaan transportasi mengacu kepada produk-produk
perencanaan makro sebagai landasan perencanaan yang normatif. Perencanaan transportasi
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 17
merupakan penjabaran dari nilai-nilai luhur Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Visi dan Misi
Presiden Terpilih, dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Proses perencanaan di
lingkungan Kementerian Perhubungan dikelompokkan atas tiga bagian utama yang saling
terkait satu sama lain.
1. Bagian pertama dalam proses perencanaan ini adalah telaah makro strategis dalam
rangka menghasilkan Tatanan Makro Strategis Perhubungan (TMSP). Secara substansial,
Tatanan Makro Strategis Perhubungan merupakan perangkat hukum di bidang
Transportasi dan Tata Ruang, serta penjabaran transportasi secara sistemik, strategik,
konsepsional, makro, dan filosofis yang dirumuskan menjadi Sistem Transportasi Nasional
(SISTRANAS). Pada skala nasional, SISTRANAS diwujudkan dalam Tataran Transportasi
Nasional (TATRANAS), skala wilayah provinsi SISTRANAS diwujudkan dalam Tataran
Transportasi Wilayah (TATRAWIL) dan pada skala lokal (Kabupaten/Kota), SISTRANAS
diwujudkan dalam Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK)
2. Bagian kedua dari proses perencanaan di lingkungan Kementerian Perhubungan diawali
dengan penyusunan Rencana Umum Pengembangan Perhubungan (RUPP) dan
dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan (RTPP).
Dalam penyusunan RUPP dan RTPP, Pedoman dan Standar Teknis Pembangunan
Perhubungan (PSTPP) merupakan acuan utama.
3. Bagian ketiga dari proses perencanaan perhubungan adalah penyusunan Sistem
Perencanaan Pembangunan Perhubungan (SP3) yang terdiri dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RENSTRA) dan Rencana
Pembangunan Jangka Pendek (RENJA).
Secara rinci, proses perencanaan di lingkungan Kementerian Perhubungan disampaikan pada
Gambar berikut.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 18
Gambar 4.1 Kerangka Pikir Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan (SP3)
Beberapa pengertian yang dapat dijelaskan berdasarkan gambar di atas adalah sebagai berikut
:
Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan (SP3) adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur perencana
di lingkungan Kementerian Perhubungan.
Rencana Umum Pengembangan (RUP) Perhubungan adalah Cetak Biru Pengembangan
Transportasi dan Fasilitas Penunjangnya dalam kurun waktu tertentu.
Rencana Teknis Pengembangan (RTP) Perhubungan adalah rencana pemanfaatan
ruang yang bersifat teknis/sangat teknis. Rencana teknis pengembangan perhubungan
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 19
disusun dengan kedalaman jangkauan perencanaan yang terukur/sangat terukur,
berdimensi spasial berupa lokasi, dua/tiga dimensi dan berorientasi fisik;
Dokumen-dokumen yang terkait dengan Perencanaan Perhubungan dapat dibedakan menjadi:
1) Tatanan Makro Strategis Perhubungan terdiri dari perangkat perundang-undangan dibidang
transportasi dan tata ruang, serta dokumen Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS)
yang merupakan penjabaran transportasi secara sistemik, strategik, konsepsional, makro,
dan filosofis;
2) Rencana Umum Pengembangan Perhubungan;
3) Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan;
4) Pedoman dan Standardisasi Teknis Pengembangan Perhubungan sebagai instrumen untuk
menyusun Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan;
5) Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan meliputi dokumen rencana jangka
panjang, dokumen rencana strategis dan dokumen rencana kerja sebagai acuan dalam
implementasi penyelenggaraan transportasi yang komprehensif, integral dan rasional.
Rencana Umum Pengembangan Perhubungan diwujudkan dalam bentuk cetak biru
pengembangan transportasi dan penunjangnya dengan mengacu kepada Tatanan Makro
Strategis Perhubungan. Rencana Umum Pengembangan Transportasi Jalan, terdiri dari
dokumen:
1) Cetak Biru Pengembangan Jaringan Transportasi Jalan Primer;
2) Cetak Biru Pengembangan Angkutan Jalan;
3) Cetak Biru Manajemen dan Rekayasa Lalu-Lintas Jalan;
4) Cetak Biru Pengembangan Keselamatan Transportasi Darat;
5) Cetak Biru Pengendalian Operasional LLAJ
6) Cetak Biru Pengembangan Teknologi Sarana Angkutan Jalan.
Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan (RTPP) merupakan rencana
pemanfaatan ruang yang bersifat teknis/sangat teknis. Salah satu dokumen dalam RTPP
adalah Rencana Induk (masterplan). Rencana Induk (Masterplan) merupakan acuan umum
bagi arah dan pola pembangunan di lokasi yang sudah ditetapkan. Rencana Induk (Masterplan)
bersifat:
1) Teknis;
2) Berdimensi spasial, menunjuk lokasi dan berorientasi fisik;
3) Berskala (terukur).
Dokumen rencana induk sekurang-kurangnya berisi:
1) Pola dan arah pembangunan di lokasi dimaksud;
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 20
2) Besaran fisik/zonasi dan kebutuhan ruang;
3) Tahapan implementasi;
4) Peta masterplan.
Dokumen Rencana Induk (Masterplan) mempunyai jangkauan penggunaan jangka
panjang (10-20 tahun) dengan ketentuan harus ditinjau ulang kembali untuk validasi.
Penyusunan dan tinjau ulang dokumen Rencana Induk (Masterplan) diselesaikan paling lambat
1 tahun sebelum penyusunan rencana dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
Perhubungan dengan lama penyusunan maksimal 1 tahun. Penyusunan dan tinjau ulang
dokumen/tinjau ulang Rencana Induk (Masterplan) antara lain harus memperhatikan RTRWN,
RTRWP dan hasil Studi Kelayakan.
III.8.6 Konsep Terminal
A) Terminal Penumpang
Terminal adalah tempat pemberhentian bus yang juga untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang. Selain itu terminal juga merupakan suatu tempat pertemuan antara
kendaraan umum antar kota dengan kendaraan umum pedesaan. Kendaraan umum yang
dijelaskan disini adalah bus, mikrolet ataupun juga yang lainnya. Terminal ini juga dapat
dikatakan sebagai tempat perhubungan antara satu kota dengan kota yang lain ataupun juga
antara kota dengan daerah pedesaan. Perhubungan ini dapat diinterpretasikan melalui
kendaraan umum baik itu antarkota ataupun juga antardesa.
1) Terminal Tipe A
Terminal ini merupakan suatu terminal yang melayani kendaraan antar kota ataupun
juga antar Provinsi dan bahkan pula antar negara. Selain itu di terminal tipe A ini kita dapat
menemukan beberapa kendaraan disini seperti bus antar kota, antar Provinsi, bus kota, dan
bahkan pula mikrolet yang melayani trayek pedesaan. Selain yang disebutkan di atas, terminal
tipe A juga memiliki beberapa fasilitas penunjang kenyamanan penumpang untuk menunggu
kendaraan umum ataupun juga kendaraan umum yang untuk menunggu penumpang. Fasilitas
itu antara lain loket yang menyediakan berbagai tiket kendaraan umum ke segala jurusan,
tempat keberangkatan ataupun juga kedatangan kendaraan, ruang tunggu bagi calon
penumpang dan juga sarana dan prasarana yang lain seperti toilet, dan juga kantor terminal
yang didalamnya terdapat beberapa ruangan yang memiliki berbagai fungsi berbeda seperti
untuk mengawasi kendaraan dan untuk mengatur keberangkatan kendaraan.
2) Terminal Tipe B
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 21
Terminal ini lebih kecil daripada terminal Tipe A dan juga sarana dan prasarananya tidak
sebegitu lengkap seperti terminal tipe A. Terminal tipe B ini hanya untuk melayani kendaraan
antar kota dalam Provinsi dan kendaraan antar pedesaan. Perbedaan yang mencolok lain
adalah tidak adanya loket yang melayani karcis.
3) Terminal Tipe C
Terminal ini merupakan terminal terkecil yang hanya melayani kendaraan antar desa saja dan
fasilitasnya hanya beberapa saja. Agar terminal tipe ini tidak sepi biasanya disebelah terminal
terdapat pasar yang juga untuk mempertemukan pedagang dan pembeli. Selain itu di terminal
tipe ini juga banyak kendaran-kendaraan seperti becak, ojek ataupun juga yang lainnya untuk
menunjang keberlangsungan terminal tipe C ini.
Fasilitas terminal dapat dikelompokkan atas fasilitas utama dan fasilitas pendukung, semakin
besar suatu terminal semakin banyak fasilitas yang bisa disediakan.
1) Fasilitas utama
Fasilitas utama dalam terminal penumpang berdasarkan PP no.79 tahun 2013 yaitu:
jalur pemberangkatan kendaraan umum;
jalur kedatangan kendaraan umum;
tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di
dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum;
bangunan kantor terminal;
tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar;
menara pengawas;
loket penjualan karcis;
rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk
jurusan, tarif dan jadwal perjalanan;
pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.
2) Fasilitas penunjang
Fasilitas utama dalam terminal penumpang berdasarkan PP no.79 tahun 2013 yaitu:
kamar kecil/toilet;
musholla;
kios/kantin;
ruang pengobatan;
ruang informasi dan pengaduan;
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 22
wartel;
tempat penitipan barang;
taman.
B) Terminal Angkutan Barang
Angkutan barang dalam sistem transportasi kota-kota besar di Indonesia selalu dianak tirikan
dan bahkan cenderung dibatasi ruang geraknya. Sebagai contoh, kota Jakarta menerapkan
kebijaksanaan pembatasan route dan waktu pergerakan armada angkutan barang dalam kota.
Armada angkutan barang tidak diperkenankan melintasi jalan-jalan tertentu pada siang hari dan
hanya diperkenankan masuk pada malam hari, untuk mencegah terjadinya kemacetan lalulintas
di dalam kota. Para perencana lalu lintas hanya mementingkan kelancaran arus lalulintas
kendaraan angkutan penumpang di dalam kota ketimbang kelancaran arus angkutan barang.
Padahal angkutan barang merupakan tulang punggung perekonomian kota. Ironisnya
kebijaksanaan tersebut tidak cukup ampuh untuk mengatasi masalah kemacetan lalulintas di
pusat kota, akibat adanya kegiatan bongkar muat barang yang dilakukan di atas ruas jalan pada
siang hari.. Sebagaimana diketahui gudang-gudang di pusat kota Jakarta merupakan gudang-
gudang tua yang tidak memiliki halaman yang cukup untuk melakukan kegiatan bongkar muat,
sehingga menggunakan ruas jalan untuk kegiatannya dan memberi andil dalam kemacetan
lalulintas. Armada angkutan barang meskipun tidak diizinkan masuk pada siang hari,
kebanyakan menunggu di pinggiran kota sampai waktu yang diizinkan tiba yaitu pada malam
hari. Pada saat masuk ke pusat kota umumnya gudang-gudang yang ada sudah tutup sehingga
kegiatan bongkar muat terpaksa dilakukan keesokan harinya pada siang hari.
Secara tidak langsung kebijaksanaan tersebut mengakibatkan pengiriman barang
tertunda beberapa saat dan pada akhirnya akan menyebabkan biaya tranportasi menjadi tinggi
karena banyak waktu terbuang percuma.Sebetulnya angkutan barang merupakan salah satu
mata rantai atau sub sistem dari sistim logistik, dalam hal ini mencakup 2 sistim logistik, yaitu
sistim logistik teritorial dan sistim logistik industrial. Oleh karena itu penataan angkutan barang
seharusnya tidak dilakukan semata-mata dengan pendekatan lalulintas tetapi juga harus
dengan pendekatan logistik. Sistim logistik teritorial adalah penyelenggaraan distribusi barang
dalam satu kota, dari satu kota dengan kota lainnya, dari satu daerah dengan daerah lainnya
dan bahkan dari satu negara dengan negara lainnya. Sedangkan sistim logistik industrial adalah
penyelenggaraan distribusi barang dalam proses produksi maupun pemasaran dari suatu
kegiatan industri. Di negara-negara maju salah satu sarana yang dibangun untuk mendukung
terselenggaranya kedua sistim logistik tersebut adalah apa yang dikenal dengan platforme di
Perancis, distribution center di Belanda dan cargo terminal di Inggris, trucks terminal di U.S.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 23
1) Definisi
Terminal Angkutan Barang (TAB) dapat didefinisikan sebagai berikut ;
Sebuah tempat yang memiliki kekhususan, terjadinya perpindahan barang di mana
ditawarkan jasa transportasi.
Sebuah tempat dari beberapa kegiatan modifikasi arus produksi ke dalam kondisi fisik,
ekonomi dan komersial yang berbeda sesuai asal pergerakannya.
Suatu cara bersama dari para pengusaha untuk mengatur transportasi barang dalam
mengoptimalkan sistim logistik.
Fasilitas transit yang ditujukan untuk :
— Memecahkan masalah transportasi yang ditimbulkan oleh adanya arus pergerakan
barang.
— Memungkinkan diperolehnya nilai-nilai (sosial ekonomi) dari adanya kegiatan
perpindahan barang yang terlaksana dengan terdapatnya berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan transportasi.
2) Tipologi
Di negeri Perancis TAB ini dikelompokkan ke dalam 3 kategori :
TAB Pemilah
TAB Distribusi
TAB Kolektor
TAB Pemilah dan Distribusi lebih banyak berperan dalam sistim logistik teritorial,
sedangkan TAB Kolektor lebih banyak berperan dalam sistim logistik industrial.Perbedaan dari
ketiga TAB tersebut adalah sebagai berikut :TAB Pemilah adalah suatu tempat di mana
angkutan barang armada besar langsung dipilah-pilah ke dalam angkutan barang armada
kecil.TAB ini terutama dibangun untuk melayani barang-barang lekas rusak yang harus segera
didistribusikan ( seperti buah-buahan, sayur mayur dan lain sebagainya ). Oleh karena itu
dalamTAB semacam ini tidak disediakan fasilitas pergudangan dan yang terdapat hanya
fasilitas cargo handling.
Barangkali sebagai contoh yang dapat digolongkan ke dalam TAB jenis ini di Jakarta
adalah Pasar Induk Kramat Jati. Sedangkan pada TAB Distribusi dan Kolektor disediakan
fasilitas pergudangan karena adanya penundaan pengiriman barang. Penundaan pengiriman
barang terjadi karena barang-barang harus di kelompokkan kembali untuk tujuan-tujuan yang
sama dan dengan sendirinya diperlukan juga pengepakan kembali.Perbedaan antara TAB
Distribusi dan Kolektor adalah :Yang pertama, TAB Distribusi umumnya menerima kiriman
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 24
barang jarak jauh dalam volume besar dan mengirimkannya kembali untuk tujuan jarak dekat
dalam volume kecil, sedangkan TAB Kolektor sebaliknya yaitu umumnya menerima kiriman
barang jarak dekat dalam volume kecil dan mengirimkannya kembali untuk tujuan jarak jauh
dalam volume besar.Yang kedua, TAB Distribusi ( juga TAB Pemilah ) lebih ditujukan untuk
melayani kepentingan konsumen, sedangkan TAB Kolektor lebih ditujukan untuk melayani
kepentingan produsen.
Oleh karena itu TAB Kolektor lebih banyak dikembangkan pada kota-kota industri atau
pada daerah pertanian.Dari segi moda angkutan yang dilayani ketiga macam TAB tersebut
dapat dibedakan lagi sebagai TAB unimoda (hanya melayani satu macam moda angkutan) dan
TAB plurimoda (melayani lebih dari satu macam moda angkutan). Ketiga macam TAB tersebut
dapat saja dikembangkan pada satu lokasi yang sama atau berdiri sendiri-sendiri pada lokasi
yang berbeda.
3) Ruang lingkup
Ruang lingkup kegiatan TAB Distribusi dan TAB Kolektor meliputi :
Pertama, kegiatan logistik yang menyangkut aspek kinetik pergerakan, meliputi operasi
loading dan unloading. membongkar muatan, menyeleksi dan membentuk kumpulan
muatan untuk didistribusikan kembali dan mempersiapkan pengiriman
Kedua, kegiatan yang menyangkut penundaan pengiriman barang, meliputi pencadangan,
penyimpanan untuk jangka pendek menengah dan panjang, melakukan perubahan
bentuk seperti perakitan ringan dan lain sebagainya, mengemas dan menempatkan pada
palet atau pengelolaan palet
Ketiga, kegiatan administrasi pengelolaan barang , meliputi pengelolaan stock,
pengelolaan pesanan dan pengadaan kembali
Keempat, kegiatan prakomersialisasi produksi, meliputi penerimaan barang dan
pengawasan kualitas dan kuantitas, penyusunan faktur, pemberian etiket, pemasangan
harga dan pelayanan purna jual
Kelima, kegiatan menyangkut perdagangan international.
4) Pengelola
Pengelola TAB adalah para distributor, para produsen, ,para pengusaha angkutan,
pengusaha logistik atau pemerintah / semi pemerintah. Pada umumnya TAB ini dikelola secara
bersama oleh berbagai pihak tersebut di atas, tetapi dimungkinkan juga untuk dikelola sendiri-
sendiri.
5) Peranan TAB dalam sistem pemasaran dan distribusi.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 25
Di negara-negara maju pada awalnya pengembangan TAB dipelopori oleh pemerintahan
kota untuk mengatasi masalah lalulintas yang disebabkan oleh arus pergerakan barang di
kawasan pusat kota. Namun dalam perkembangan selanjutnya TAB dapat memberikan
manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan kota. Sekarang ini para distributor maupun
produsen banyak berperan dalam pembangunan TAB ini. Sebagai contoh di Perancis sendiri
perkembangan TAB selama 1 dekade saja ( data tahun 1970 sd 1980 ) dari hanya 10 lokasi
menjadi 200 lokasi. Motivasi para distributor dan produsen dalam membangun TAB adalah
sebagai berikut :
Motivasi distributor ;
Meningkatkan produktifitas transportasi dari tempat asal barang ke tujuan akhir
Mengusahakan biaya angkutan yang rendah
Mengendalikan biaya distribusi
Mengorganisasikan saluran distribusi
Motivasi produsen :
Menurunkan biaya angkutan
Memudahkan angkutan secara masal untuk klien-klien yang tersebar
Manfaat untuk distributor :
Memecahkan masalah akses, kemacetan lalulintas dan waktu tunggu
Memecahkan sirkulasi angkutan barang dalam kota
Menurunkan frekwensi pengiriman barang kepada pengecer sehingga mengurangi
operasi penerimaan pengecer
Pengadaan cepat terhadap permintaan
Mengurangi kebutuhan ruang penyimpanan dalam toko para pengecer
Mencegah terjadinya spekulasi
Kontrol kualitatif terhadap produksi
Manfaat untuk produsen ;
Mengurangi frekwensi pengiriman barang
Mengurangi stock hasil produksi dalam gudang
Menurunkan biaya penyimpanan
Meningkatkan pelayanan terhadap klien
Manfaat untuk pengusaha angkutan : Terjaminnya perolehan muatan
Dapat disimpulkan bahwa peranan TAB selain dapat menjamin kelancaran distribusi
barang dalam kota juga akan berperan sebagai pusat logidtik kota, pusat pemasaran, pusat
transaksi komersial dan pada akhirnya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi kota melalui
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 26
kegiatan perdagangan. Secara khusus TAB juga dapat berperan sebagai penyangga logistik
dalam proses produksi kegiatan industri untuk menekan biaya produksi. Sekarang ini di negara-
negara maju sudah banyak yang menerapkan konsep “ just in time “ dalam proses
produksinya.Konsep ini pertama kali dikembangkan di Jepang dan mereka menamakannya
sistim Kanban.. Prinsip yang digunakan untuk menekan biaya produksi adalah dengan
menerapkan strategi “ zero stock “ Penimbunan stock untuk waktu yang lama baik untuk bahan
baku produksi maupun hasil produksi berarti menahan perputaran uang atau uang mati.
Meniadakan stock berarti juga menghapuskan fungsi pergudangan, sehingga tidak diperlukan
biaya investasi untuk membangun gudang.
Dengan demikian biaya produksi dapat ditekan.Tidak diperlukannya stock barang dan
fasilitas pergudangan karena dalam proses produksi, pengiriman bahan baku dilakukan hanya
beberapa saat menjelang kegiatan produksi dimulai dan hasil produksi dikirimkan beberapa
saat setelah kegiatan produksi selesai. Sedangkan pasokan barang-barang produksi serta
penampungan hasil produksi diambil alih oleh TAB Kolektor. Tentu saja penerapan konsep ini
hanya dapat dilakukan dengan perencanaan logistik yang matang.Konsep just in time juga
diterapkan dalam pengelolaan pelabuhan tersibuk di dunia yakni Pelabuhan Roterdam. Kapal-
kapal angkutan barang beberapa hari sebelum merapat sudah harus mengirim manifest barang
yang diangkut dan perusahaan ekspedisi yang menanganinya kepada administrator pelabuhan
melalui faksimili.Pada saat kapal merapat di dermaga, muatan dapat langsung dipindahkan ke
truk trailer perusahaan ekspedisi yang sudah menunggu sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan. Pelabuhan Roterdam tidak lagi menyediakan fasilitas pergudangan selain hanya
untuk kepentingan darurat. Jadi TAB dapat mengambil alih fungsi pelabuhan sebagai pusat
distribusi barang. Bahkan kegiatan ke pabeanan di pelabuhan ditiadakan dan dilimpahkan
kepada TAB terkait. Pada tahapan perkembangan yang lebih maju TAB juga dapat berperan
sebagai pusat perakitan ringan dari beberapa produk seperti produk mainan anak-anak,
produksi olahraga, produk kedokteran, komputer, dsb yang dikirim ke TAB dalam keadaan
terurai untuk menekan biaya transportasi.
C) Kebijakan Terkait Terminal
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 Tahun 1995 Tentang Terminal
Transportasi Jalan bahwa Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk
keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda
transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, Terminal
Barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang
serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Keputusan Menteri ini juga
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 27
menjelaskan bahwa terminal penumpang itu terdiri dari 3 tipe yaitu terminal tipe A, terminal tipe
B, dan terminal tipe C.
Sedangkan berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur
kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta
perpindahan moda angkutan dan merupakan bagian dari Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Untuk penyelenggaraan terminal wajib memberikan pelayanan jasa terminal sesuai
dengan standar pelayanan yang ditetapkan dan dikenakan retribusi yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta ketentuan lebih lanjut dan teknisnya
diatur dalam peraturan pemerintah.
III.8.7 Konsep Jembatan Timbang
Jembatan timbang adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan barang/truk
yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan (portabel) yang
digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya digunakan untuk
pengawasan jalan ataupun untuk mengukur besarnya muatan pada industri, pelabuhan ataupun
pertanian. Dasar Hukum adalah KM 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan
Kendaraan Bermotor di Jalan.
A) Fungsi dan Jenis Jembatan Timbang
Fungsi jembatan timbangan dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Sebagai alat pemantauan
Hal ini dilakukan untuk melihat gelagat atau tren lalu-lintas angkutan barang dan kelebihan
muatan. Tentu saja dengan perkembangan yang pesat jenis kendaraan, maka jembatan
timbang yang lama tidak mampu lagi memantau lalu lintas angkutan barang dewasa ini,
karena jembatan timbang lama memiliki kapasitas rendah dan timbangan yang pendek.
2) Sebagai alat pengawasan
Lalu-lintas angkutan barang perlu diawasi tonasenya dan jenis barangnya, agar Pemerintah
dapat mengawasi permintaan dan penawaran dari barang tersebut.
3) Sebagai alat penindakan
Tiap jalur atau ruas jalan mempunyai kelas jalan, yang berarti kemampuan daya dukung
jalan berdasarkan Keputusan Menteri. Untuk menjaga kerusakan jalan perlu dilakukan
penindakan berdasarkan berat tonase yang diijinkan, berikut toleransinya, di mana
kendaraan bermotor tidak boleh melebihi muatan, pada jaringan jalan masing-masing pulau
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 28
berikut ini. Dengan ketentuan ini, maka kendaraan yang melebihi muatan akan ditindak
sesuai dengan ketetntuan yang berlaku. Berkaitan dengan kebijaksanaan Pemerintah
dalam menanggulangi muatan lebih melalui penetapan kelas jalan sesuai PP nomor 79
tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Sedangkan jenis jembatan timbangan dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Jembatan Timbang Konvensional
Jembatan timbang konvensional terdiri dari suatu platform untuk menimbang seluruh
kendaraan beserta muatannya, sehingga dibutuhkan platform sepanjang 10 meter sehingga
keseluruhan as roda truk rigid dapat berada dalam platform, sedang untuk gandengan dan
tempelan biasanya ditimbang terlebih dahulu truk penarik kemudian baru dilakukan
penimbangan terhadap kereta gandengan atau kereta tempelannya.
Gambar 4.16 Jembatan Timbang Konvensional(Sumber: https://sites.google.com)
2) Jembatan Timbang Sumbu
Adalah timbangan yang menimbang muatan sumbu, dimana masing-masing sumbu
ditimbang satu persatu kemudian untuk mengetahui berat keseluruhan truk dilakukan
perjumlahan.
3) Jembatan Timbang Portabel
Merupakan timbangan yang bisa dipindah-pindahkan, dapat berupa timbangan untuk
masing-masing roda atau untuk seluruh kendaraan sekaligus.
Gambar 4.2 Jembatan Timbang Portabel(Sumber: http://imageshack.us)
4) Jembatan Timbang Modern
Sehubungan dewasa ini konfigurasi kendaraan dan arus lalu-lintas yang tinggi, maka
diperlukan jembatan timbang modern. Jembatan timbang modern ini harus secara otomatis
menimbang kendaraan yang lewat, yaitu dengan timbangan elektronik digital yang
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 29
terkomputerisasi, artinya secara otomatis kendaraan akan ditimbang secara keseluruhan
dan batas-batas toleransi pelanggaran yang diijinkan. Misalnya, secara bertahap
pelanggaran akan dikurangi dimulai toleransi kelebihan muatan 70%, kemudian 50%,
selanjutnya 30%, dst. Hal ini dimungkinkan dengan program komputer secara bertahap
diubah. Di Indonesia, sebenarnya akan dimulai pada Jembatan Timbang Losari (Cikampek).
B) Fasilitas Jembatan Timbang
Fasilitas jembatan timbang umumnya terdiri atas:
Komplek jembatan timbang dan diberi pagar keliling
Jalur keluar-masuk kendaraan yang akan ditimbang
Platform jembatan timbang
Bangunan operasional jembatan timbang, yang terdiri atas: ruang operator timbangan,
ruang administrasi, ruang kepala, WC/Kamar Mandi, Ruang istirahat petugas, ruang
rapat, dapur, gudang genset atau peralatan.
Untuk jembatan timbang yang jauh dari kota, maka diperlengkapi dengan mess petugas.
Selain itu juga ada fasilitas oleh raga (badminton/pingpong), tempat ibadat (mushola, kapel).
Selanjutnya untuk memenuhi penegakkan hukum, maka di dalam komplek jembatan timbang
tersebut tersedia gudang atau pelataran penumpukan untuk menyimpan barang kelebihan
muatan yang ditindak.
C) Proses Penimbangan Kendaraan Secara Konvensional
Dalam memproses penimbangan kendaraan, maka dilakukan sebagai berikut:
a. Kendaraan masuk komplek jembatan timbang melalui jalur masuk.
b. Kendaran berhenti di atas platform untuk ditimbang.
c. Petugas timbang mengaktifkan timbangan untuk dilihat berat kendaraan.
d. Untuk jembatan timbang modern, petugas kemudian memasukkan data JBB/JBKB
kendaraan, dan komputer menghitung secara otomatis.
e. Jika hasilnya terjadi kelebihan muatan, maka sopir/kenek kemudian membayar denda
sesuai dengan kelebihan muatan.
f. Namun jika kelebihan muatan terlalu besar sesuai peraturan, maka kendaraan kemudian
memasuki jalur gudang/palataran penyimpanan muatan lebih, dan kendaraan memasuki
jalur timbangan untuk ditimbang sekali lagi, jika masih kelebihan muatan maka kendaraan
akan masuk ke palataran penumpukan barang,
g. Jika sudah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku maka kendaraan dapat
keluar melalui jalur keluar.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 30
D) Proses Jembatan Timbang Modern
Pada jembatan timbang modern terdapat dua deteksi penimbangan yaitu:
a. Penimbangan awal, kendaraan masuk pada alat deteksi awal, di mana secara otomatis
kendaraan yang kelebihan muatan yang berlebihan sekali terdeksi yang tidak masuk dalam
toleransi, dan harus masuk jalur pembongkaran untuk membongkar kelebihan muatan,
kemudian masuk lagi ke deteksi awal.
b. Penimbangan Kendaraan, kendaraan yang sudah OK masuk jalur penimbang dan berhenti
di palform untuk ditimbang. Kalau masih kedapatan kelebihan muatan yang masuk dalam
tolrensi, maka sopir/kenek bayar denda dan retribusi, atau yang OK terus keluar setelah
membayar retribusi.
E) Batasan Muatan dan Toleransi Muatan Lebih
Penindakan toleransi muatan lebih perlu diambil sebagai kebijaksanaan penindakan
muatan lebih, hal ini disebabkan karena tidak mungkin Pemerintah dengan seketika menindak
kendaraan yang bermuatan lebih sesuai batas muatan kelas jalan. Secara berangsur-angsur
muatan akan disesuaikan dengan batas sesuai kelas jalan. Misalnya untuk tahap pertama
diberikan toleransi 70%, artinya sebuah kendaraan masih diberikan dispensasi muatan 170%
dengan batas kelas jalan. Secara berangsur toleransi muatan akan dikurangi menjadi 50%,
kemudian 30%, dst.
Misalnya sebuah truk dengan konfigurasi 1 - 2.2 atau Truk Tronton dan 1 - 2.2 - 2.2.2
atau trailer pada Jalan Kelas II masing-masing diberi JBI 22 ton dan 43 ton (lihat Tabel di
bawah ini) [3], berarti dengan toleransi 70% untuk Kelas II muatan menjadi 170% x 22 ton sama
dengan 37,4 ton, dan 170% x 43 ton sama dengan 73,1 ton, Ini berarti pada toleransi 70%
utnuk Truk Tronton 1 - 2.2 dengan muatan 50 ton dan Trailer 1 - 2.2 - 2.2.2 dengan muatan 90
ton, masing-masing kelebihan muatan 12,6 ton dan 16,9 ton harus dibongkar di lapangan
penumpukan barang atau gudang. Seperti diketahui toleransi 70% adalah untuk keadaan
sekarang, sedangkan rencananya Pemerintah akan mengurangi secara bertahap dan akhirnya
diizinkan hanya 10% saja toleransi kelebihan muatan.
F) Petugas Operasional Jembatan Timbang
Dalam sehari-hari operasional jembatan timbang diperlukan petugas operasional kerja shift
selama 24 jam selama 7 hari kerja seminggu (3 shift masing-masing 8 jam):
Kepala tugas operasional
Petugas pengatur lalu-lintas pada jalur masuk dan keluar
Petugas pengatur pada paltform untuk mengatur berhenti atau jalan
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 31
Petugas timbang
Petugas administrasi denda
Pesuruh khusus
G) Karyawan Jembatan Timbang
Selain petugas operasional harian, maka jembatan timbang juga mempunyai karyawan
yang bekerja di hari kerja saja:
Kepala Jembatan Timbang
Karyawan Administrasi
Pesuruh, dan karyawan kebersihan dan pemelihara jembatan timbang dengan
peralatanya
H) Kebijakan Terkait Jembatan Timbang
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 5 Tahun 1995 Tentang
Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan, alat penimbangan adalah
seperangkat alat untuk menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau
alat yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan
beserta muatannya dan Satuan Kerja Unit Pelaksana Penimbangan adalah unit kerja di bawah
Kantor Wilayah Kementerian Perhubungan yang melaksanakan tugas pengawasan terhadap
berat kendaraan beserta muatannya dengan menggunakan alat penimbangan yang dipasang
secara tetap pada setiap lokasi tertentu. Fasilitas penunjang dari Jembatan Timbang terdiri dari:
— gedung operasional;
— lapangan parkir kendaraan;
— fasilitas jalan keluar masuk kendaraan;
— gudang penyimpanan barang;
— lapangan penumpukan barang;
— bangunan gedung untuk generator set;
— pagar;
— perambuan untuk maksud pengoperasian.
Sedangkan dalam RPJP Kementerian Perhubungan Tahun 2005-2025 disebutkan
bahwa jembatan timbang merupakan sarana dan prasaran penunjang dari transportasi darat,
Jembatan timbang juga dijadikan sebagai alat pengawasan dan penegasan hukum. Berikut ini
adalah tata cara pengawasan dan pengendalian muatan lebih berdasarkan “Surat Edaran No.
SE.01/AJ.307/DRJD/2004”:
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 32
a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian muatan lebih dilakukan oleh aparat daerah
Provinsi di bawah tanggung jawab dan koordinasi Kepala Dinas Perhubungan/ LLAJ
Provinsi dengan berpedoman pada Peraturan Daerah/ Surat Keputusan/ Instruksi
Gubernur.
b. Pengawasan dan pengendalian muatan lebih melalui jembatan timbang dilakukan dengan
optimasi penyelenggaraan jembatan timbang yang ada dan pengawasan dengan alat
penimbangan portabel secara intensif terhadap kawasan – kawasan pembangkit muatan
lebih.
c. Dalam pengawasan dan pengendalian muatan lebih selain optimalisasi jembatan timbang
yang dioperasikan, juga dilakukan dengan pengendalian terhadap modifikasi rancang
bangun dengan pengawasan standar teknis mengenai jenis kendaraan bermotor, ukuran
dimensi bak muatan serta tata cara pemuatannya, pengawasan terhadap kelas jalan dan
sosialisasi program/ kebijakan penanganan muatan lebih.
d. Dalam kaitannya dengan pelanggaran muatan lebih, angkutan barang dengan muatan
sampai dengan batas faktor keselamatan 25 % dari JBI dapat dilakukan pengaturan melalui
Peraturan Daerah dengan klasifikasi pelanggaran sebagai berikut :
Pelanggaran tingkat I : > 5 % - 15 % dari JBI
Pelanggaran tingkat II : > 15 % - 25 % dari JBI
Pelanggaran tingkat III : > 25 % dari JBI
e. Untuk pelanggaran tingkat III dikenakan sanksi pidana disertai dengan perintah
pengembalian kendaraan ke tempat asal (tidak boleh melanjutkan perjalanan) yang harus
dilaksanakan pada jembatan timbang pertama dari tempat asal pemberangkatan angkutan
barang agar perjalanan kembali tidak terlalu jauh.
f. Dalam hal apabila kendaraan yang melakukan pelanggaran tidak mau/ tidak mampu
kembali ke tempat asal, maka Operator/ pengemudi (crew) harus menurunkan muatannya
dengan segala resiko yang harus ditanggungnya, dilakukan dengan persyaratan dan tata
cara/ prosedur sebagai berikut :
Persyaratan dalam penurunan muatan, minimal :
Tersedia lahan gudang terbuka (minimal 400 m²) atau gudang penyimpanan
barang yang berada pada lokasi jembatan timbang atau tidak terlalu jauh dari
lokasi jembatan timbang.
Tersedia peralatan penanganan (handling) penurunan barang (seperti : fork lift,
trolly, gerobag pengangkut, peralatan pengepakan barang).
Tata cara/ prosedur penurunan barang :
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 33
Barang – barang yang diturunkan harus tetap terjaga keutuhannya dan
diperhatikan cara penanganan dalam penurunan barang.
Barang yang berbahaya, cepat busuk, mudah rusak, mudah terbakar (flamable),
mudah meledak (explosive) sedapat mungkin tidak dilakukan penurunan, namun
apabila dengan terpaksa dilakukan penurunan harus dilakukan penanganan
sedemikian rupa sesuai dengan jenis atau sifat barangnya.
Barang berbahaya, termasuk yang bersifat eksplosif dan mudah terbakar
(flamable) tidak akan dibongkar muat atau disimpan. Pembongkaran muatan
harus langsung ke kendaraan lain yang tepat dengan pengawasan ahli.
Hewan ternak, hendaknya tidak ditahan untuk waktu yang lama kecuali ada
cukup makanan dan minuman untuk memastikan bahwa mereka dirawat
dengan baik, hal ini tetap berlaku tidak peduli apakah hewan ternak tersebut
dibongkar muat atau tetap berada dalam kendaraan saat menunggu
kendaraan lain untuk dirawat.
Barang yang tidak tahan lama seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
hendaknya dibongkar muat dengan pengemudi terlebih dahulu diberi
peringatan bahwa agar segera dilakukan pemuatan ke kendaraan lain karena
barang – barang tersebut dapat membusuk, yang dapat menyebabkan
kerugian pada sebagian pengiriman.
Dalam pelaksanaan penurunan barang muatan lebih dapat dilakukan
pembebanan biaya kepada Operator seperti antara lain :
Biaya retribusi penyimpanan di gudang yang ditetapkan berdasarkan Perda.
Biaya handling/penanganan barang.
Dalam penurunan barang dilaksanakan dengan Berita Acara yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak yaitu operator/pengemudi (crew) dan Petugas jembatan
timbang dengan ketentuan sebagai berikut :
Terhadap kehilangan dan kerusakan barang menjadi tanggung jawab pemilik
barang/operator.
Terhadap barang yang telah melewati batas waktu pengambilan tidak diambil,
maka barang menjadi barang sitaan dan menjadi barang milik Pemerintah.
Dalam pelaksanaan penurunan barang dilakukan bersama- sama dengan instansi
terkait dalam hal ini POLRI/ POM demi keamanan.
Dalam hal tindakan kendaraan dilarang melanjutkan perjalanan (kendaraan yang
dikembalikan ke tempat asal) kendaraan tersebut harus disertai dengan Berita
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 34
Acara Penindakan, serta dilakukan penyitaan surat kendaraan (seperti Buku Uji).
Dalam kondisi khusus karena sifat barangnya yang bersifat strategis dan sifat
muatannya yang tidak dapat dibagi – bagi serta karena tid ak ada sistem yang
dioperasikan untuk melayani barang – barang yang tidak dapat dibagi maka dalam
hal tersebut perlu ditoleransi untuk kepentingan Nasional, maka kendaraan
tersebut dapat diberikan dispensasi untuk melakukan perjalanan kembali.
Dalam pengawasan dan pengamanan jalan dilakukan penimbangan secara terpadu
antar Provinsi sehingga efektifitas pengawasan dan pengamanan jalan dapat terkendali, untuk
itu sanksi terhadap pelanggaran muatan lebih yang telah diberikan oleh salah satu lokasi
jembatan timbang, operator tidak dikenakan sanksi di jembatan timbang yang lain selama satu
kali perjalanan atau selama 24 jam terhitung sejak dikenakannya sanksi.
III.8.8 Konsep Pengujian Kendaraan Bermotor
Pengujian kendaraan bermotor disebut juga uji kir adalah serangkaian kegiatan menguji
dan/atau memeriksa bagian-bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan
dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.
Pelaksanaan Pengujian kendaraan bermotor di Unit PKB dan pemeriksaan dilakukan oleh
Penguji yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah, bagi kendaraan yang
memenuhi kelaikan akan disahkan oleh pejabat yang ditunjuk akan diberi tanda uji. Pada
pengujian berkala, hal-hal berikut ini diperiksa:
Sistem pengereman dan daya pengereman
Lampu-lampu dan daya pancar lampu utama
Emisi gas buang
Dimensi dan bobot kendaraan
Sistem kemudi beserta kaki-kakinya
Speedometer
Gambar 4.3 Alur Sistem Pengawasan Kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 35
A) Pengujian Kendaraan Bermotor
Transportasi merupakan sarana yang sangat strategis dalam memperlancar roda
perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek
kehidupan masyarakat. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya
kebutuhan akkiran jasa bagi mobilitas orang maupun barang keseluruh wilayah. Selain itu
transportasi berperan sebagai pendukung, pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah
dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan dan hasilnya.
Penyediaan sarana dan prasarana transportasi merupakan infrastruktur dasar (Basic
Infrastructure) bagi pelaksanaan kegiatan masyarakat disegala bidang, baik yang menyangkut
kegiatan ekonomi maupun sosial. Untuk mewujudkan suatu tatanan transportasi yang efektif
dan efisien maka sistem transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem yang
pengembangannya dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamiskan unsur- unsurnya
yang terdiri atas jaringan prasarana, jaringan pelayanan, kendaraan dan manusia serta
peraturan dan prosedur yang sedemikian rupa sehingga terwujud situasi lalu lintas yang tertib,
nyaman, lancar dan selamat.
Pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan atau
memeriksa bagian-bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kereta
khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan. Maksud dan
tujuan pengujian kendaraan bermotor yaitu memberikan jaminan keselamatan secara teknis
terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan, melestarikan lingkungan dari kemungkinan
pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan, memberikan
pelayanan umum kepada masyarakat, menjaga keselamatan, kelestarian lingkungan dan
memberikan pelayanan umum, menjaga prasarana jalan dan jembatan agar tidak cepat rusak
serta memberikan jaminan kendaraan laik jalan. Dasar-dasar hukum Kendaraan Bermotor
adalah sebagai berikut :
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9 tahun 2002 tentang Uji Tipe Kendaraan;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 tahun 1993 tentang Uji Berkala Kendaraan;
Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2010 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
kendaraan yang wajib uji adalah sebagai berikut :
Mobil penumpang umum;
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 36
Mobil Bus;
Mobil barang;
Kereta tempelan;
Kereta gandengan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 tahun 1993 tentang Uji Berkala
Kendaraan syarat-syarat administrasi pendaftaran pengujian kendaraan bermotor adalah
sebagai berikut :
STNK (surat tanda nomor kendaraan ) yang masih berlaku;
Buku Uji Berkala Kendaraan Bermotor;
Surat Rekomendasi Numpang Uji (kendaraan luar daerah);
Sertifikasi regristrasi uji tipe (kendaraan baru);
Ijin trayek (angkutan umum);
Surat keterangan tera (kendaraan tangki).
Fasilitas pengujian kendaraan bermotor berdasarkan KM No. 71 Tahun 1993 adalah:
Bangunan beban kerja;
Bangunan gedung untuk generator genset, kompresor, dan gudang;
Jalan keluar-masuk;
Lapangan parkir;
Bangunan gedung administrasi;
Pagar;
Fasilitas penunjang untuk umum;
Fasilitas listrik;
Lampu penerangan;
Pompa air dan menara air;
Sedangkan untuk peralatan pengujian kendaraan bermotor adalah:
Alat uji suspensi roda (pit wheel suspension tester) dan pemeriksaan kondisi teknis bagian
bawah kendaraan;
Alat uji rem;
Alat uji lampu utama;
Alat uji speedometer;
Alat uji emisi gas buang, meliputi alat uji karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan
ketebalan asap gas buang;
Alat pengukur berat;
Alat uji kincup roda depan (side slip tester);
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 37
Alat pengukur suara (sound level tester);
Alat pengukur dimensi;
Alat pengukur tekanan udara;
Alat uji kaca;
Kompresor udara;
Generator set;
Peralatan bantu;
B) Kebijakan Terkait Pengujian Kendaraan Bermotor
1) Program Penataan Baku Mutu Emisi Kendaraan Bermotor
Pertambahan penduduk di suatu kota secara tidak langsung akan meningkatkan
mobilitas dan penggunaan transportasi. Berdasarkan hal tersebut, secara otomatis pencemaran
udara dari gas hasil kendaraan bermotor akan terus meningkat, maka perlu dilakukan penataan
baku mutu emisi kendaraan bermotor, yaitu dengan program langit biru. Tujuan dari program
langit biru tersebut yaitu mengendalikan pencemaran emisi sumber bergerak melalui
implementasi kebijakan secara terkoordinasi dan terpadu. Program tersebut dilakukan dengan
peningkatan kebijakan pengendalian pencemaran udara di daerah, kemudian peningkatan
peran serta masyarakat, dan tercapainya penurunan emisi.
Adapun mekanisme penataan baku mutu emisi yaitu berdasarkan pasal 20 Undang –
Undang No 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap
kegiatan dapat mengeluarkan emisi setelah mendapat izin pemerintah. Setiap kendaraan
bermotor wajib menaati baku mutu emisi, kemudian setiap kendaraan bermotor harus melalui
pemeriksaan di unit pelaksanaan pengujian yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang No
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Setelah itu perlu dilakukan monitoring
yang dilaksanakan sesuai dengan inovasi daerah yang ada (kawasan bebas emisi, jalan bebas
emisi, kemitraan, dll) dan pembayaran pajak kendaraan bermotor, yang tergantung pada
kesiapanndaerah (tertuang dalam peraturan perundangan daerah), dan apabila hal yang telah
ditetapkan oleh daerah tersebut tidak dilaksanakan oleh para pemilik kendaraan bermotor,
maka akan diberikan sanksi yang nantinya kendaraan bermotor tersebut akan diperiksa
kembali.
2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2006 Tentang Ambang
Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
Peraturan Menteri ini ditetapkan sebagai pengganti dari Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor. Peraturan Menteri ini diharapkan dapat menjawab perkembangan keadaan di
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 38
lapangan dalam upaya mengendalikan pencemaran udara dari kendaraan bermotor yang saat
ini terus meningkat terutama yang dirasakan di kota-kota besar di Indonesia. Dalam Peraturan
Menteri ini yang dimaksud dengan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa
gas buang kendaraan bermotor lama. Sedangkan Kendaraan bermotor Lama adalah kendaraan
yang sudah diproduksi, dirakit, atau diimpor dan sudah beroperasi di wilayah Republik
Indonesia. Untuk Uji Emisi kendaraan lama adalah uji emisi gas buang yang wajib dilakukan
untuk kendaraan lama secara berkala.
Metode uji emisi yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini adalah dengan
melakukan prosedur pengujian kandungan CO dan HC yang diukur dalam kondisi tanpa beban
(idle) sedangkan kandungan asap diukur pada kondisi percepatan bebas (free accelaration).
Untuk prosedurnya lebih lanjut mengacu pada:
— Cara uji kadar CO/HC untuk kendaraan bermotor kategori M, N dan O (roda empat
atau lebih) berpenggerak cetus api pada kondisi idle menggunakan SNI 19-7118.1-
2005.
— Cara uji kadar opasitas asap untuk kendaraan bermotor kategori M, N dan O (roda
empat atau lebih) berpenggerak penyalaan kompresi pada kondisi akselerasi bebas
menggunakan SNI 19-7118.2-2005.
— Cara uji kadar CO/HC untuk kendaraan bermotor kategori L (sepeda motor) pada
kondisi idle menggunakan SNI 19-7118.3-2005.
3) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2009 Tentang Ambang Batas Emisi
Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
Peraturan Menteri ini ditetapkan sebagai revisi dari Keputusan Menteri Negara
lingkungan Hidup tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan
Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi (Current Production) Nomor 141 Tahun 2003
dan dalam upaya mengendalikan pencemaran udara dari kendaraan bermotor yang saat ini
terus meningkat terutama dirasakan di kota-kota besar di Indonesia dan perkembangan
teknologi kendaraan bermotor saat ini.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan Ambang batas emisi gas buang
kendaraan bermotor tipe baru adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh
dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor tipe baru. Sedangkan
Kendaraan bermotor tipe baru adalah kendaraan bermotor yang menggunakan mesin dan/atau
transmisi tipe baru yang siap diproduksi dan akan dipasarkan, atau kendaraan bermotor yang
sudah beroperasi di jalan tetapi akan diproduksi dengan perubahan desain mesin dan/atau
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 39
sistem transmisinya, atau kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan utuh (completely
built-up) tetapi belum beroperasi di jalan wilayah Republik Indonesia. Kendaraan bermotor tipe
baru juga dibagi menjadi beberapa kategori yaitu kategori M, N, dan O yaitu kendaraan
bermotor tipe baru yang beroda 4 (empat) atau lebih dengan penggerak motor bakar cetus api
dan penggerak motor bakar penyalaan kompresi sesuai dengan SNI 09-1825-2002, serta
kategori L yaitu kendaraan bermotor tipe baru beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan penggerak
motor bakar cetus api dan penggerak motor bakar penyalaan kompresi (2 langkah atau 4
langkah) sesuai dengan SNI 09-1825-2002. Uji emisi yang dilakukan wajib menggunakan
bahan bakar dengan spesifikasi reference fuel menurut Economic Comission for Europe (ECE).
4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah
Peraturan Menteri ini ditetapkan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah yang terkait serta dalam upaya memperbaiki kualitas udara ambien yang
semakin menurun akibat peningkatan sumber pencemar udara oleh kegiatan manusia sehingga
perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara. Dalam Peraturan Menteri ini yang
dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui
baku mutu udara yang telah ditetapkan, sedangkan pengendalian pencemaran udara adalah
upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
Sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar
ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Peraturan Menteri ini juga menetapkan Baku mutu udara ambien (selajutnya disingkat
BMUA) merupakan ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau
seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara
ambien. BMUA nasional ditetapkan sebagai batas maksimum kualitas udara ambien nasional
yang diperbolehkan untuk di semua kawasan di seluruh Indonesia. Arah dan tujuan dari
penetapan baku mutu udara ambien nasional adalah untuk mencegah pencemaran udara
dalam rangka pengendalian pencemaran udara nasional. Penetapan angka BMUA bertujuan
untuk melindungi kesehatan manusia termasuk kesehatan terhadap populasi yang sensitif
seperti penderita asthma, anak balita dan kelompok orang lanjut usia. Dengan fokus utama
pada kesehatan manusia, maka nilai ambang batas perlu ditetapkan berdasarkan informasi dari
studi hubungan dosis-response, yang menghubungkan penyakit dengan level
pajanan/konsentrasi pencemar pada periode waktu yang sama. Walaupun kesehatan manusia
merupakan fokus utama dari penetapan BMUA, pencemaran udara juga dapat menimbulkan
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 40
dampak merugikan terhadap lingkungan dan ekosistem yang selanjutnya akan berpengaruh
terhadap kesejahteraan manusia.
Gambar 4.4 Alur kebijakan Pengujian Kendaraan Bermotor
III.8.9 Konsep Kendaraan Ramah Lingkungan
Baru-baru ini Pemerintah memastikan implementasi program mobil hijau (low cost and
green car) akan bergulir pada tahun depan. Oleh karena itu telah banyak keluar berbagai
konsep atau metode kendaraan ramah lingkungan untuk mengurangi ketergantungan sektor
transportasi terhadap bahan bakar minyak antara lain low cost and green car, mobil hybrid,
diesel canggih, dan bahan bakar nabati (biofuel). Sebagai awalnya pemerintah sudah
menggulirkan program konversi BBM ke BBG yang dilakukan pada seluruh kendaraan
angkutan. Alat konversi pun telah disiapkan namun sayangnya sarana penunjang dan konsep
dari pemerintah masih belum jelas sehingga hingga saat ini implementasinya masih tidak
optimal. Beberapa konsep dan kebijakan terkait yang dapat dijadikan tinjauan dalam studi ini
akan dijelaskan di bagian selanjutnya.
A) Konsep Kendaraan Ramah Lingkungan Berdasarkan Teknologi
1) Teknologi Mobil Hybrid
Mobil hybrid adalah mobil yang memiliki sistem penggerak ganda, atau disebut “hybrid”
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 41
Gambar 4.5 Contoh Konsep Mobil Hybrid
(Sumber: http://mechanicalhttp.blogspot.com)
(dalam istilah pertanian hybrid berarti perkawinan silang). Dalam mobil ini, ada
“perkawinan” antara penggerak yang konvensional yakni dengan bahan bakar bensin dan
penggerak dengan energi listrik. Berikut ini bagannya :
Gambar 4.6 Skema Sistem Kerja Mobil Hybrid (Listrik)
(Sumber: http://mechanicalhttp.blogspot.com)
Mobil Hybrid menggabungkan kedua sumber tenaga, yang dapat dilakukan dengan dua
buah cara yang berbeda yaitu: (1) Hybrid paralel dan (2) Hybrid seri. Hybrid paralel memiliki
tangki BBM yang menyuplai bensin ke mesin. Hybrid tipe ini juga memiliki baterai yang
menyuplai tenaga listrik ke mesin elektrik. Baik mesin bensin maupun mesin elektrik dapat
menggerakkan transmisi pada saat bersamaan, dan selanjutnya transmisi akan menggerakkan
roda. Pada tipe ini tangki bensin dan mesin gas terhubung ke transmisi secara independen
yang mengakibatkan baik mesin elektrik dan mesin gas dapat menghasilkan tenaga pendorong.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 42
Gambar 4.7 Skema Konsep Mobil Hybrid yang Diaplikasikan pada Mobil BMW(Sumber: http://miaji.wordpress.com)
Cara kerja mesin listrik dengan prinsip regenerative (isi ulang/recharging saat kendaraan
sedang beroperasi) pada mesin hybrid, berbeda dengan mobil tenaga listrik penuh. Mobil
tersebut tidak bisa mengisi ulang listriknya. Bila listriknya habis, Batterai/aki harus di-
charge secara khusus dengan waktu 8 hingga 12 jam (untuk teknologi onboard charger).
Khusus mesin hybrid, mesin listriknya bisa mengisi ulang ke aki dengan memanfaatkan energi
kinetik saat mengerem (regenerative braking). Bahkan sebagian energi mesin dari mesin
bensin/solar/biofuel saat berjalan listriknya bisa disalurkan untuk mengisi batterai/aki. Dengan
sistem operasi seperti ini maka akan terjadi penghematan BBM.
Gambar 4.8 Skema Cara Kerja Mobil Hybrid (Listrik)(Sumber: http://mobilhybrid.blogspot.com)
Berbeda dengan hybrid paralel, pada hybrid seri mesin bensin bekerja sebagai
generator yang berfungsi sebagai pembangkit baterai atau tenaga motor elektrik yang
menggerakkan transmisi. Mesin bensin tidak pernah langsung menjadi tenaga penggerak
kendaraan. Sistem kerja pada hybrid series dimulai dari tangki bensin menyuplai bensin ke
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 43
mesin gas yang selanjutnya menyuplai tenaga ke generator, lalu tenaga yang dihasilkan
generator didistribusikan ke baterai dan mesin elektrik. Energi pada baterai sendiri selain dari
generator, juga dihasilkan saat terjadi pengereman. Tenaga dari mesin elektrik kemudian
menggerakkan transmisi dan selanjutnya menggerakkan roda. Teknologi mobil hybrid tidak
hanya bisa dipadukan dengan listrik namun bisa dengan bahan bakar alternatif lainnya seperti
hidrogen, biodiesel, tekanan udara, tenaga matahari.
Mobil hybrid masih termasuk teknologi baru, sehingga diperlukan usaha ekstra agar
diminati oleh masyarakat. Untuk itu berbagai pihak terkait baik kalangan industri, pemerintah
maupun pengusaha harus bersama-sama memikirkannya. Pertama, industri harus mampu
membuat mobil hybrid ini menjadi produksi massa, menggunakan material-material umum
tetapi berfungsi sama, melakukan kegiatan cost down, dan pembukaan ladang produksi di
negara-negara berkembang sehingga beaya produksi bisa ditekan.
Usaha pihak industri di atas akan memberi dampak kepada pihak pengusaha sehingga
bisa menjualnya ke pasar dengan harga terjangkau masyarakat. Sementara dari pihak
pemerintah, perlu adanya regulasi yang membatasi penggunaan mobil berbahan bakar minyak
dan juga memberikan insentif kepada para pamakai mobil hybrid seperti pengurangan pajak
kendaraan, perpanjangan surat ijin kendaraan sesuai umur LCA mobil hybrid, dan beberapa
langkah lain yang mendorong memasyarakatnya mobil hybrid.
Sekarang ini, target pemasaran mobil hybrid selain Jepang adalah negara-negara Eropa
dan Amerika Utara dan Canada. Selanjutnya tidak menutup kemungkinan target pasar Asia
akan lebih besar. Dari penelitian pasar, sampai tahun 2010 diperkirakan pasar Amerika akan
sanggup menjual sampai 500 ribu unit per tahun. Sementara prosentase pasar mobil hybrid di
tahun 2008 diperkiraan 21% di daratan Eropa, 42% di Amerika dan Canada, sisanya 37% di
wilayah Asia Pasifik.
Bagi Indonesia, keberadaan mobil hybrid ini memerlukan tantangan dan harapan.
Tantangannya adalah bagaimana bisa mentransfer teknologi hybrid ini menjadi teknologi
nasional yang kemampuannya disesuaikan dengan kondisi medan dan iklim di Indonesia. (Ini
disebabkan karena beberapa komponen mobil hybrid tidak tahan dengan suhu yang tinggi.)
Sebagai harapannya, dalam jangka menengah panjang akan membantu pemerintah dalam
gerakan hemat BBM dan gerakan ramah lingkungan.
2) Teknologi Mobil Listrik
Mobil listrik adalah mobil yang menggunakan listrik sebagai sumber tenaganya. Menurut
Internatonal Standard (ISO 8713:2002) Mobil Listik dikenal dalam istilah Electric road vehicles
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 44
yang di Amerika dikembangkan menjadi dua (2) jenis, diantaranya; Zero Emission Vehicles
(ZEV) dan Low Emission Vehicles (LEV). Mobil listrik yang di kategorikan menjadi Zero
Emission Vehicles adalah Mobil Batterai (Battery Operate) dan Mobil Fuel cell. Sedangkan yang
dikategorikan menjadi LEV adalah mobil yang sistem penggeraknya memadukan antara
convensional engine dengan motor listrik (mobil Hybride).
Energi Listrik yang bersumber dari listrik PLN atau Generator melalui alat pengisisan
(Carger) yang berfungsi untuk mengubah arus bolak balik (AC) menjadi arus searah (DC)
sesuai dengan kebutuahn pengisian dari baterai melaluidua buah kabel yaitu positif dan negatif
untuk mengisi baterai. Baterai terdiri dari 3 unit, 12 Volt, 200 Ah dipasang secara seri dimana
terminal positf baterai 1 dihubungkan ke terminal negatif dari baterai 2 dan terminal positif dari
baterai 2 dihubungkan ke terminal negatif baterai 3 sedangkan terminal negatif dari baterai 1
dan terminal positif baterai 3 didapatkan keluaran 36 Volt,200 Ah. Setelah baterai penuh, listrik
yang tersimpan pada baterai dapat digunakan untuk memutar motor penggerak melalui
solenoid yang memiliki 2 terminal yang berfungsi menyambung dan memutus dimana terminal
positif pada baterai dipasang pada salah satu terminal pada solenoide dihubungkan ke kendali
kecepatan, dimana solenoide ini dikendalikan oleh dua buah saklar pembatas yang di pasang
pada sistem gas dan rem yang hanya dapat berfungsi setelah kunci kontak dinyalakan.
B) Teknologi Transportasi Ramah Lingkungan (Green Transportation)
Di Asia pada awal abad 21 sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik,
seperti diketahui pertumbuhan tersebut sangat tergantung dari pelayanan transportasi dan
meningkatnya jumlah sarana transportasi serta aktifitasnya yang kian meningkat dan pada
akhirnya secara garis besar hal tersebut diatas membawa pengaruh pencemaran udara dari
hasil pembakaran BBM fosil. Semua negara negara di Asia mengalami pencemaran yang
sangat serius dari kegiatan transportasi, kemudian membawa dampak terhadap lingkungan dan
sosial ekonomi. Dampak lain dari pencemaran udara yang dihubungkan dengan kesehatan
masyarakat serta dampak lingkungan seperti halnya kebisingan suara, kemacetan lalulintas
yang merugikan secara ekonomi karena waktu terhambat, ketidak efisienan dari penggunaan
bahan bakar karena putaran mesin pada kecepatan rendah, penggunaan yang besar terhadap
BBM yang tak terbaharukan yakni BBM fosil dan hilangnya habitat asli pada daerah tertentu.
Transportasi Ramah Lingkungan dapat diterapkan seperti penentuan kebijaksanaan
untuk jumlah transportasi yang ada di suatu daerah dengan melihat daya dukung lingkungan
untuk menerima polusi dari kendaraan bermotor. Selanjutnya menjalin kerjasama antara
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 45
Kementrian Lingkungan Hidup, Kementerian Perhubungan, Menteri Kesehatan dan semua
Kementerian yang ada hubungannya dengan kegiatan transportasi. Kerja sama juga dapat
diterapkan pada stakeholder lokal dan nasional serta berbagai kegiatan dan program dari
organisasi internasional (Onogawa, 2007:1). Berbagai moda transportasi ramah lingkungan
mulai berkembang pada zaman modern sekarang, seperti:
a. Sepeda
Moda transportasi ramah lingkungan berupa sepeda sekarang dikembangkan kelompok-
kelompok masyarakat yang mengusung ide penggunaan sepeda sebagai alternatif alat
transportasi yang ramah lingkungan seperti gerakan Bike-to-Work (B2W). Sepeda dapat
digunakan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam dan daya jelajah sekitar 1-5 kilometer.
Gambar 4.9 Sepeda Manual (Sumber: http//google.com/sepeda)
b. Sepeda Listrik
Alternatif lain dari sepeda manual adalah sepeda yang digerakkan dengan tenaga listrik
baterai yang dapat diisi ulang. Di samping lebih hemat biaya, sepeda ini juga tidak
menimbulkan kebisingan dalam penggunaannya dibandingkan sepeda motor. Kecepatan
berkendaraan maksimum jenis sepeda ini adalah sekitar 40-60 km/jam dengan daya jelajah
hingga 60 km.
Gambar 4.10 Sepeda Listrik(Sumber: http//google.co.id/transportasi ramah lingkungan)
c. Kendaraan Berbahan Bakar Alternatif
Beberapa teknologi bahan bakar alternatif seperti biodiesel, ethanol, hydrogen atau
kendaraan dengan teknologi yang dapat menggunakan 2 jenis bahan bakar secara
bergantian (flexible fuel vehicle).
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 46
Gambar 4.11 Taksi Berbahan Bakar Alternatif(Sumber: http//google.co.id/transportasi ramah lingkungan)
C) Kebijakan Terkait Tentang Kendaraan Ramah Lingkungan
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kementerian Perhubungan
Tahun 2005-2025 bahwa dalam pembangunan transportasi darat mewujudkan angkutan umum
yang ramah lingkungan merupakan sasaran dari RPJP Kementerian Perhubungan Tahun 2005-
2025. Dalam RPJP ini juga direncanakan pengembangan teknologi ramah lingkungan dan
bahan bakar alternatif. Dalam transportasi perkotaan juga direncanakan penerapan kendaraan
ramah lingkungan. Bukan hanya itu saja namun dalam RPJP ini penyediaan pelayanan
angkutan massal yang ramah lingkungan merupakan arah pembangunan nasional.
Dalam Rencana Strategis Kementrian Perhubungan Tahun 2010-2014 strategi kebijakan
dalam transportasi perkotaan telah memunculkan juga penerapan kendaraan ramah
lingkungan. Sebeneranya kendaraan ramah lingkungan ini sudah menjadi arahan atau target
pencapaian nasional hal ini terbukti bahwa dalam beberapa kebijakan Kementrian Perhubungan
arahan pengembangan sarana dan prasarana serta penggunaan kendaraan ramah lingkungan
selalu dimunculkan namun untuk penerapannya hingga sekarang masih belum optimal dan
terkesan setengah-setengah, oleh karena itu pemerintah harus mampu memunculkan konsep
atau sanksi yang tegas bahwa penggunaan kendaraan ramah lingkungan adalah wajib
terutama untuk angkutan umum.
III.8.10 Konsep Kendaraan Murah
A) Mobil Nasional GEA (Gulirkan Energi Alternatif)
GEA adalah merek mobil Indonesia yang dibuat oleh PT Inka (Industri Kereta Api). GEA
merupakan singkatan dari Gulirkan Energi Alternatif. Sumber tenaga GEA adalah Mesin
Rusnas berkapasitas 640 cc. Mesin ini, dibuat oleh BPPT, GEA mampu dipacu sampai dengan
90 km/jam.
1) Sejarah
Program Riset Nasional yang ditujukan untuk membuat Mobil nasional dimulai pda
tahun 2002, dalam program ini pembuatan mesin diserahkan kepada BPPT (yang
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 47
sebelumnya sudah mempunyai proyek pembuatan mesin kecil utk pedesan) dan
pembuatan bodi mobil diserahkan kepada PT. INKA (yang sebelumnya sudah mencoba
membuat kancil) . Mobil hasil riset ini dinamakan GEA yang merupakan singkatan dari
Gulirkan Energi Alternatif. Kepala Humas PT INKA Fathoer Rosyid menyebutkan bahwa
mobil GEA ini sudah berhasil diuji coba sejauh 10.000 km. PT INKA memperkirakan harga
jual GEA berkisar Rp 40 juta.
Maksud penamaan GEA tersebut adalah semangat untuk menggunakan energi
alternatif terkait dengan ancaman krisis energi. GEA juga akan disediakan opsi untuk bisa
menggunakan bahan bakar gas. PT INKA berharap bisa meluncurkan GEA pada tahun
2009.
Gambar 4.12 Mobil GEA Bertipe City Car(Sumber: http://mobnasgea.blogspot.com)
2) Desain
Karena mobil dengan diameter ban berukuran 13 inci ini merupakan mobil mini,
dashboard-nya didesain minimalis. Panel kecepatan diletakkan di bagian tengah. Dalam
panel ada jarum penunjuk kecepatan , indikator bahan bakar, temperatur, oli, dan lampu.
Untuk membuka dan menutup kaca pintu depan dilakukan secara manual , kaca pintu
bagian belakang dioperasikan dengan mesin dari pintu kemudi. GEA hanya punya tiga
pintu, satu berada di sisi kemudi dan dua lainnya di samping kiri, untuk menaruh barang di
bagasi, harus dilakukan dari dalam mobil. Sementara lampu depan dibikin besar (dengan
lubang angin untuk mesin di antara 2 lampu depan besar tersebut) , lampu belakang dibuat
bergaya minimalis. Semuanya ramping dengan tiga susunan lampu berbeda. Masing-
masing berwarna kuning, putih, dan merah.
3) Uji coba
GEA sukses Dalam uji ketahanan mobil selama 100 jam nonstop. Kondisi jalan saat
pengujian itu dibuat semirip mungkin dengan keadaan sehari-hari. Saat mobil melaju di
jalan bebas hambatan, putaran mesin tinggi dikombinasikan dengan beban rendah.
Sebaliknya, pada jalan menanjak dan putaran mesin rendah, beban yang ditanggung di-
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 48
tinggikan. Sepanjang uji ketahanan itu, tenaga mesin tetap stabil. Ini artinya dari segi
material dan geometri tidak ada masalah pada mesinnya. Selama 100 jam itu, mesin
bertahan dengan daya torsi yang stabil dengan rata-rata daya 10,5 kW dan torsi 30 Nm.
Saat digeber, prototipe GEA itu bisa berlari dengan kecepatan maksimum 90 kilometer per
jam. Setelah lolos uji ketahanan, mesin GEA masuk trial production. Tes ini dilakukan di PT.
Nefa di Tegal, Jawa Tengah, yang berpengalaman membuat mesin diesel. Targetnya
adalah menghasilkan mesin skala produksi dengan kualitas yang tidak jauh berbeda
dengan prototipenya. Hasil uji produksi mesin juga sudah berhasil. Tahun 2008 telah
dihasilkan lima mesin. Salah satunya dikirim ke Inka.
4) Harga
Menurut perhitungan harga tahun 2009, jika satu mesin prototipe menghabiskan
biaya sekitar Rp 50 juta, saat produksi percobaan (trial production) ongkosnya bisa ditekan
hingga Rp 15 juta. Dengan konsep chip and fixture diperkirakan harganya bisa ditekan lagi
menjadi Rp 8 juta per mesin. Diharapkan harga mobilnya Rp 20 juta dan harga mesinnya
Rp 8 juta. Pasar pertama yang disasar adalah para pemilik angkutan umum, tapi tak
tertutup juga jika diperuntukkan sebagai kendaraan pribadi.
5) Progress dan launching
Untuk pertama telah diluncurkan mobil GEA yang diperuntukan sebagai kendaraan
patroli kepolisian, untuk selanjutnya pada bulan Desember 2010 atau awal tahun 2011 akan
di "launching" mobil GEA secara resmi ke publik. Untuk pertama akan dilayani untuk
pembelian yang dilakukan oleh koperasi ataupun suatu organisasi dan badan hukum ntuk
mempermudah pemberian after sales service dikarenakan untuk pembuatan atau
mendirikan dealer memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit, dengan cara begitu
diharapkan pemeliharaan mobil GEA akan lebih mudah dan lebih terjamin.
B) Teknologi Mesin Mobil Nasional GEA
Sebagai bentuk keseriusan akan memproduksi mobil nasional GEA maka pemerintah
pun menggunakan mesin desain lokal untuk mobil GEA ini, mesin ini disebut dengan mesin
Rusnas (Riset Unggulan Strategis Nasional). Mesin Rusnas adalah mesin buatan BPPT yang
dibiayai oleh pemerintah, kata RUSNAS sendiri adalah kependekan dari Riset Unggulan
Strategis Nasional dan saat ini dikenal sebagai mesin dari mobil GEA. Mesin ini berbahan bakar
bensin , bersilinder 2 buah dan berkapasitas 640 cc. Pembuatan mesin ini memakan waktu
kurang-lebih tujuh tahun (2002-2009) . Pada 2009 mesin ini sudah mendapat sertifikasi laik
jalan dari Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang. Menurut -
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 49
Nyoman Jujur (Ketua Riset Unggulan Strategis Nasional), total biaya riset untuk pembuatan
mesin ini US$ 300-400 ribu (Rp 3-4 miliar). Sebagai catatan di negara maju , untuk
menciptakan satu prototipe mesin, dana risetnya mencapai US$ 10 juta.
1) Sejarah
Awalnya, mesin Rusnas diciptakan untuk digunakan di pedesaan, terutama untuk
mesin-mesin pertanian. Mesin yang dibuat menggunakan konsep chip and fixture dengan
mesin konvensional ini juga diperuntukkan bagi microcar, perahu, dan mobil berbahan
bakar gas. Kelanutannya mesin ini dicangkokkan ke city car GEA.
Disiapkan sejak 2002, hanya dalam setahun mesin Rusnas sudah bisa menyala.
Tantangan terbesar dalam pembuatan mesin ini ada pada proses pengecoran logam untuk
mesin. Proses itu membutuhkan presisi tinggi agar silinder head dan blok mesin sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Ini susah dipenuhi karena bahan baku blok mesin
itu logam aluminium yang mudah menyerap gas, mudah keropos, dan tingkat
penyusutannya tinggi. Ini tak boleh terjadi karena Di dalam side head ada water jacket, ada
air yang mengalir, dan di atasnya ada oli. Kalau ada yang keropos, keduanya bisa
bercampur.
Mesin ini terbuat dari aluminium , Aluminium dipilih karena ringan dan power
spesifiknya lebih tinggi. Setelah berkali-kali gagal, akhirnya para peneliti menemukan
metode pengecoran aluminium yang pas. Kuncinya ternyata ada pada casting layout.
”Logam kan mengalir, terus cair, lalu memadat. Di saat memadat itu, kami mengatur agar
kondisi pemadatan tidak menghasilkan keropos,” kata Nyoman Jujur.
2) Produksi
Produksi prototype dilakukan di Tangerang dengan partner PT. Adhi Metal
Gussindo. Setelah lolos uji ketahanan, mesin GEA masuk produksi percobaan . Tes ini
dilakukan di PT. Nefa Global Industries dan PT. Lamda Alloy Takaru [1] di Tegal, Jawa
Tengah, sebagai informasi PT Nefa sudah berpengalaman membuat mesin diesel.
Targetnya adalah menghasilkan mesin skala produksi dengan kualitas yang tidak jauh
berbeda dengan prototipenya. Tahun 2008 telah dihasilkan lima mesin. Salah satunya
dikirim ke Inka dan digunakan dalam prototype mobil GEA.[2] Direncanakan mesin ini akan
dijual dengan harga Rp 8.000.000.-/unit.
3) Kebijakan Terkait Kendaraan Murah
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 76 Tahun 2012 tentang
pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan
atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal disebutkan bahwa bahwa
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 50
untuk mendukung pengembangan industri perakitan kendaraan bermotor, perlu diberikan
fasilitas pembebasan bea masuk dalam rangka penanaman modal, bahwa untuk
memberikan kepastian hukum bagi perusahaan yang telah memperoleh fasilitas
pembebasan bea masuk dalam rangka pembangunan dan/atau pengembangan tetapi
belum merealisasikan seluruh importasi barang dan bahan dalam jangka waktu 4 (empat)
tahun dikarenakan adanya ketentuan tata niaga impor berupa kuota impor, perlu diberikan
tambahan jangka waktu pengimporan barang dan bahan bagi perusahaan tersebut, bahwa
untuk meningkatkan pengawasan terhadap barang yang telah mendapatkan fasilitas
pembebasan bea masuk dalam rangka penanaman modal guna menghindari
penyalahgunaan terhadap pemberian fasilitas tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap pengaturan mengenai pemindahtanganan atas mesin dan/atau barang dan bahan,
kewajiban penyampaian laporan realisasi impor, dan mekanisme pengawasan terhadap
barang tersebut.
Oleh karena itu Peraturan Menteri ini ditetapkan dan menggantikan Peraturan
Menteri yang lama, hal ini dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk nyata dari pemberian
intensif terhadap kalangan industri dan penanaman modal untuk mendukung konsep
kendaraan murah yaitu mobil GEA yang sudah disiapkan oleh pemerintah dalam beberapa
tahun belakangan ini.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 51
BAB IV
BAB IV GAMBARAN WILAYAHPada bab gambaran umum prasarana dan sarana LLAJ ini akan dibahas mengenai
jumlah prasarana dan sarana yang ada di Indonesia dan termuat dalam kegiatan perumusan
dan penetapan Rencana Umum LLAJ.
IV.1 Prasarana LLAJ
IV.1.1 Terminal
Terminal di Indonesia terbagi menjadi 3 tipe, yaitu terminal tipe A yang melayani
angkutan antar provinsi, terminal tipe B yang melayani antar kota, dan terakhir tipe C yaitu
terminal yang melayani angkutan umum di dalam kota. Berdasarkan data yang didapat dari
buku Perhubungan Darat Dalam Angka Tahun 2013, dapat dilihat jumlah terminal tipe A
berjumlah 123 unit, terminal tipe B berjumlah 293, dan terminal tipe C berjumlah 295 unit. Total
keseluruhan terminal yang ada di Indonesia berjumlah 711 unit.
IV.1.2 Jembatan Timbang
Jembatan timbang adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan barang/truk
yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan (portabel) yang
digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya digunakan untuk mengetahui
berat kendaraan beserta muatannya digunakan untuk pengawasan jalan ataupun untuk
mengukur besarnya muatan pada industri, pelabuhan ataupun pertanian. Oleh karena itu
jembatan timbang memiliki fungsi yang sangat penting bagi keselamatan dan kenyamanan
pengguna jalan lainnya. Dengan adanya jembatan timbangan muatan kendaraan dapat
dikontrol dengan baik, sehingga kondisi infrastruktur jalan dapat terjaga. Sebaran jumlah unit
jembatan timbang di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah sebagai berikut:
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 52
GAMBARAN WILAYAH
Tabel 4.1 Jumlah Unit Jembatan Penimbangan Kendaraan di Indonesia
No Uraian Satuan 2006 2007 2008 2009 20101. Nangroe Aceh
DarussalamUnit 1 1 1 1 1
2. Sumatera Utara Unit 13 13 13 13 133. Sumatera Barat Unit 9 9 9 9 94. R i a u Unit 4 4 4 4 35. Jambi Unit 4 4 4 4 46. Bengkulu Unit 3 3 3 3 37. Sumatera Selatan Unit 6 6 6 6 68. Lampung Unit 5 5 5 5 59. Kalimantan Timur Unit 1 1 1 1 110. Kalimantan Selatan Unit 2 2 2 2 211. Kalimantan Tengah Unit 2 2 2 2 212. Kalimantan Barat Unit 2 2 2 2 213. DKI Jakarta Unit - - - - -14. Jawa Barat Unit 8 8 8 8 715. Jawa Tengah Unit 17 17 17 17 1716. DI Yogyakarta Unit 2 2 2 2 217. Jawa Timur Unit 17 17 19 19 1918. Bali Unit 3 3 3 3 319. Sulawesi Utara Unit 4 4 4 4 420. Sulawesi Selatan Unit 12 12 12 12 1221. Sulawesi Tengah Unit 2 2 2 2 222. Sulawesi Tenggara Unit 1 1 1 1 123. Nusa Tenggara Barat Unit 3 3 3 3 324. Nusa Tenggara Timur Unit 3 3 4 4 425. Maluku Unit 1 1 1 1 126. Papua Unit 1 1 1 1 027. Maluku Utara Unit - - - - -28. Gorontalo Unit 2 2 2 2 229. Babel Unit - - - - -30. Banten Unit 1 1 1 1 131. Kepulauan Riau Unit - - - - -32. Irian Jaya Barat Unit - - - - -33. Sulawesi Barat Unit 1 1 1 1 1Jumlah/Total Unit 130 130 130 133 133
Sumber: Statistik Perhubungan Tahun 2010
IV.1.3 Pengujian Kendaraan Bermotor
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan yang diakibatkan oleh
kendaraan yang tidak laik jalan dan mencegah semakin meningkatnya polusi, maka diperlukan
uji kendaraan secara berkala. Pengujian tersebut dinamakan pengujian kendaraan bermotor
yang meliputi uji kondisi kendaraan sampai dengan uji tingkat emisi yang dihasilkan oleh
kendaraan. Unit uji kendaraan bermotor tersebar di kota dan kabupaten seluruh Indonesia,
untuk lebih jelas mengenai jumlah unit uji kendaraan bermotor dapat dilihat pada tabel di bawah
sebagai berikut:
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 53
Tabel 4.2 Jumlah Unit Pengujian Kendaraan Bermotor di Indonesia
No Uraian Satuan 2006 2007 2008 2009 20101. Nangroe Aceh
DarussalamUnit 22 22 22 21 23
2. Sumatera Utara Unit 26 26 25 26 263. Sumatera Barat Unit 19 24 24 24 244. R i a u Unit 11 11 11 11 115. Jambi Unit 10 10 10 10 106. Bengkulu Unit 9 10 10 10 107. Sumatera Selatan Unit 15 16 16 16 1618. Lampung Unit 10 11 11 11 119. Kalimantan Timur Unit 13 13 13 13 1310. Kalimantan Selatan Unit 15 15 15 15 1511. Kalimantan Tengah Unit 15 15 15 15 1512. Kalimantan Barat Unit 13 14 14 14 1413. DKI Jakarta Unit 15 15 15 15 1514. Jawa Barat Unit 25 25 25 25 2515. Jawa Tengah Unit 38 38 48 42 4816. DI Yogyakarta Unit 7 7 7 7 717. Jawa Timur Unit 45 45 45 45 4518. Bali Unit 9 9 9 9 919. Sulawesi Utara Unit 10 10 10 10 1020. Sulawesi Selatan Unit 24 25 25 25 2521. Sulawesi Tengah Unit 11 11 11 11 1122. Sulawesi Tenggara Unit 11 11 11 11 1123. Nusa Tenggara Barat Unit 10 10 10 10 1024. Nusa Tenggara Timur Unit 16 16 16 16 1725. Maluku Unit 9 9 9 9 926. Papua Unit 23 23 23 23 2327. Maluku Utara Unit 9 9 9 9 928. Gorontalo Unit 5 5 5 5 529. Babel Unit 7 7 7 7 730. Banten Unit 6 6 6 6 1631. Kepulauan Riau Unit 5 6 6 6 632. Irian Jaya Barat Unit 9 9 9 9 933. Sulawesi Barat Unit 5 6 6 6 6Jumlah/Total Unit 477 477 489 498 492
Sumber: Statistik Perhubungan Tahun 2010
IV.2 Sarana LLAJ
Sarana yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah jumlah kendaraan bermotor yang ada
di Indonesia. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia semakin tahun semakin meningkat
seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan penggunaan
kendaraan bermotor dapat dilihat pada tabel di bawah sebagai berikut:
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 54
Tabel 4.3 Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia
TahunMobil
PenumpangBis Truk Sepeda Motor Jumlah
1987 1,170,103 303.378 953.694 5,554,305 7,981,480
1988 1,073,106 385.731 892.651 5,419,531 7,771,019
1989 1,182,253 434.903 952.391 5,722,291 8,291,838
1990 1,313,210 468.55 1,024,296 6,082,966 8,889,022
1991 1,494,607 504.72 1,087,940 6,494,871 9,582,138
1992 1,590,750 539.943 1,126,262 6,941,000 10,197,955
1993 1,700,454 568.49 1,160,539 7,355,114 10,784,597
1994 1,890,340 651.608 1,251,986 8,134,903 11,928,837
1995 2,107,299 688.525 1,336,177 9,076,831 13,208,832
1996 2,409,088 595.419 1,434,783 10,090,805 14,530,095
1997 2,639,523 611.402 1,548,397 11,735,797 16,535,119
1998 2,769,375 626.68 1,586,721 12,628,991 17,611,767
1999*) 2,897,803 644.667 1,628,531 13,053,148 18,224,149
2000 3,038,913 666.28 1,707,134 13,563,017 18,975,344
2001 3,189,319 680.55 1,777,293 15,275,073 20,922,235
2002 3,403,433 714.222 1,865,398 17,002,130 22,985,183
2003 3,792,510 798.079 2,047,022 19,976,376 26,613,987
2004 4,231,901 933.251 2,315,781 23,061,021 30,541,954
2005 5,076,230 1,110,255 2,875,116 28,531,831 37,623,432
2006 6,035,291 1,350,047 3,398,956 32,528,758 43,313,052
2007 6,877,229 1,736,087 4,234,236 41,955,128 54,802,680
2008 7,489,852 2,059,187 4,452,343 47,683,681 61,685,063
2009 7,910,407 2,160,973 4,452,343 52,767,093 67,336,644
2010 8,891,041 2,250,109 4,687,789 61,078,188 76,907,127
2011 9,548,866 2,254,406 4,958,738 68,839,341 85,601,351 Sumber: Kantor Kepolisian Republik Indonesia
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 55
BAB V
BAB V PENDEKATAN DAN METODOLOGI
Kegiatan “Perumusan dan Penetapan Rencana Umum Lalu Lintas dan angkutan
Jalan (LLAJ)”adalah kegiatan penyusunan dan perumusan agenda pengembangan sistem
LLAJ, yang pada hakekatnya merupakan bagian proses perencanaan transportasi. Dikatakan
sebagai suatu proses perencanaan transportasi, karena output yang ingin dihasilkan adalah
suatu agenda kegiatan maupun tahapan kegiatan di masa depan (time horizon, periode
perencanaan) pada bidang LLAJ untuk mengantisipasi dan memfasilitasi potensi pergerakan
orang dan barang, berupa program pengembangan. Dalam konteks ini, maka kaidah-kaidah
perencanaan akan diterapkan secara cermat dan ketat. Untuk itu, maka bebarapa hal dasar
perlu didefinisikan terlebih dahulu, yaitu a) “time horizon” yang akan diacu, serta b) visi dan
misi yang ingin dicapai.
Terkait dengan Rencana Umum LLAJ yang akan disusun ini, maka periode waktu
perencanaannya dibagi menjadi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.
Program dirumuskan berdasarkan periode waktu ini, yaitu:
Jangka panjang (20 tahun), dari tahun 2014 – 2033;
Jangka menengah, 2 talita (tahap lima tahun), 2014 – 2018 dan 2019 – 2023; dan
Jangka pendek (lima tahun pertama), yaitu 2014, 2015, 2016, 2017, dan 2018.
V.1 Pendekatan
V.1.1 Pendekatan Teoritis
Pola pikir perencanaan ini pada dasarnya merupakan landasan berpikir perencana
sebagai upaya untuk memahami konteks persoalan secara utuh dan menyeluruh guna
memberikan landasan berpikir sebagai masukan pada rancang bangun pendekatan
perencanaan. Pada dasarnya, Rencana Umum LLAJ tidak dapat dipisahkan dari konteks
rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kota maupun wilayah. Bahkan MP3EI dan
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 56
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
RPJPN sekalipun pelaksanaannya akan berwujud pada struktur dan pola ruang. Oleh sebab
itu, tujuh hal pokok pemikiran dalam konteks perencanaan ruang dapat digunakan sebagai
landasan pola pikir, yakni:
a. Pemahaman terhadap karakter sosial ekonomi kemasyarakatan dan aspirasinya.
Pengembangan suatu kota atau wilayah akan sangat berkaitan dengan bagaimana
rencana tata ruang dapat mendukung perikehidupan sosial masyarakat yang beragam.
b. Pemahaman terhadap karaker fisik ruang dan sumber daya lingkungan pendukung.
Setiap sistem fisik kehidupan mempunyai karakter-karakter khusus yang unik yang dapat
menjadi pendukung maupun kendala perkembangannya, sehingga upaya untuk
mengembangkan fungsi-fungsi kegiatan harus memandang keberlanjutan daya dukungnya
dalam kurun masa datang serta bagaimana memanfaatkannya secara optimal.
c. Pemahaman terhadap keterkaitan timbal balik antara kinerja aktifitas kota dan wilayah
dengan wujud dan perwujudan ruang fisiknya.
Dalam hal ini kinerja aktifitas yang buruk akan mewujudkan kualitas ruang fisik kehidupan
yang buruk, atau sebaliknya ruang fisik yang tidak tertata dengan baik akan mewujudkan
kinerja aktifitas yang buruk pula. Kondisi ini bersifat kumulatif dan saling memberikan
pengaruh negatif dan akan semakin menurunkan kualitas kehidupan lingkungan fisik,
sosial, ekonomi di masa yang akan datang.
d. Pemahaman mengenai bagaimana mewujudkan ruang fisik yang kondusif untuk
menunjang kehidupan kota dan wilayah.
Upaya mewujudkan ruang bukan hanya sekedar membuat rencana tata ruang namun
terkait upaya perealisasian serta pengarahannya, dan penciptaan faktor intensif
(menstimulasi) dan disinsentif (mencegah), agar elemen, fungsi dan infrastruktur, sistem
pelayanan sosial ekonomi perkotaan dapat ada dan tumbuh sesuai dengan harapan.
e. Pemahaman terhadap pelaku dan aktor-aktor pembangunan kota dan wilayah dalam
mendukung wujud ruang yang diharapkan.
Setiap rencana pembangunan termasuk rencana tata ruang akan melibatkan setiap
pelakunya sebagai subjek dan harus menjamin adanya mekanisme partisipasi masyarakat,
swasta dan pemerintah dalam mendukung program-program pembangunan. Upaya untuk
mendeseminasikan serta mensosialisasikan rencana perlu dilakukan untuk menghindari
rencana tata ruang menjadi produk yang tidak dapat/tidak mungkin direalisasikan karena
masyarakat tidak tahu, menganggap tidak perlu atau kepentingannya tidak terakomodasi
atau dianggap merugikan kepentingannya.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 57
f. Pemahaman terhadap aspek kelembagaan, aspek hukum dan manajemen pembangunan
untuk mendukung realisasi wujud ruang yang diharapkan.
Upaya unuk menata ruang kota dan wilayah akan tidak terlepas dari persoalan
kelembagaan dan manajemen pembangunan yang terkait dengan upaya
mengkonsolidasikan serta mengintegrasikan berbagai perencanaan yang telah dibuat.
Dalam hal lain, upaya mengelola sumber daya dana, tenaga dan waktu juga menjadi faktor
mendukung penataan ruang kota dan wilayah.
g. Pemahaman terhadap aspek eksternal regional/konselasi geografis kewilayahan sebagai
faktor pengaruh terhadap eksistensi kota.
Perkembangan lingkungan eksternal dapat mempengaruhi eksistensi baik bersifat positif
maupun negatif. Pertumbuhan kota sekitar yang pesat dengan fungsi berbeda, serta
pengaruh perkembangan transportasi regional harus dijadikan landasan makro untuk
mengembangkan fungsi mikro/lokal kota secara saling mendukung.
V.1.2 Pendekatan Perencanaan Transportasi
Identifikasi masalah bisa dilakukan dengan membandingkan performance indicator hasil
prediksi pada kondisi “do minimum case” dengan tujuan yang ingin dicapai, baik pada kondisi
saat ini mapun kondisi di masa yang akan datang dalam rentang periode perencanaan.
Kesenjangan (gap) yang terjadi antara apa yang ingin dicapai dengan apa yang diperoleh hasil
prediksi merupakan dasar dalam mengidentifikasikan masalah. Dikatakan masalahnya
signifikan jika kesenjangan (gap atau defisiensi) yang terjadi makin besar. Dalam hal ini
dilakukan pula analisis permasalahan, yaitu untuk memahami kenapa kesenjangan ini terjadi.
Dengan telah teridentifikasinya masalah tersebut dan juga memahami akar
permasalahannya, maka tahapan selanjutnya adalah berusaha mengidentifikasi instrumen apa
saja yang mungkin digunakan untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul ataupun
untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai. Sejalan dengan itu, diidentifikasikan pula
kendala ataupun hambatan (barrier) apa saja yang akan dihadapi, baik saat ini maupun dimasa
depan. Dalam hal ini instrumen-instrumen yang dapat diidentifikasikan sangat tergantung pada
sistem kewilayahan ataupun sistem transportasi yang dikaji. Instrumen perencanaan
transportasi yang sering ditemui untuk sistem transportasi wilayah biasanya dapat berupa
instrumen regulasi, instrumen investasi infrastruktur (penambahan kapasitas prasarana)
ataupun sarana (penambahan kapasitas ataupun performance sarana) ataupun instrumen yang
bersifat kebijakan operasi. Kendala ataupun hambatan (barrier), di lain pihak, biasanya
diidentifikasi berdasarkan keterbatasan-keterbatasn yang ada, misalnya masalah kapasitas dan
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 58
Objectives/Indicators
Assess ProblemsScenarios
Possible InstrumentsBarriers
kompetensi SDM, keterbatasan aspek finansial ataupun hambatan sosial budaya masyarakat.
Setiap jenis masalah yang teridentifikasi dan alternatif instrument untuk menyelesaikannya,
masing-masing memiliki sejumlah hambatan (barriers) dalam implementasinya, baik yang
sifatnya teknis, ekonomi/finansial, kelembagaan, maupun hambatan yang terkait dengan
perilaku.
Selanjutnya dengan memperhatikan kendala ataupun hambatan yang mungkin dihadapi,
maka dapat diidentifikasikan instrumen mana saja yang mungkin digunakan (possible
instruments). Dan, berdasarkan instrumen-intrumen inilah dapat dirumuskan beberapa alternatif
kebijakan ataupun alternatif strategi yang paling mungkin untuk mencapai tujuan. Selanjutnya
beberapa alternatif kebijakan ataupun alternatif strategi ini dikaji lebih lanjut untuk memilih
strategi atau kebijakan transportasi yang mana yang paling baik, yaitu yang paling mampu
untuk menghasilkan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, maka dilakukan prediksi dampak
(predict impacts) dari masing-masing alternatif kebijakan ataupun alternatif strategi. Dalam hal
ini dampak yang diprediksi biasanya dalam bentuk sekumpulan performance indicator, baik
performance indicator yang sama dengan ukuran kinerja tujuan ataupun performance indicator
lainnya. Selanjutnya dengan didasarkan hasil prediksi performance indicator inilah maka
dilakukan evaluasi, yaitu dengan membandingkan hasil prediksi performance indicator dari
masing-masing alternatif kebijakan atau alternatif strategi. Alternatif strategi yang dipilih adalah
yang akan menghasilkan performance indicator yang terbaik.
Untuk mendapatkan gambaran kinerja dari strategi dan kebijakan/instrumen
perencanaan yang diusulkan perlu diaplikasi model transportasi untuk memprediksi dampak
yang dihasilkan (predict impacts) dari setiap alternatif terhadap kinerja jaringan transportasi
(misal: kecepatan), ekonomi (misal: biaya transportasi), lingkungan (misal: tingkat emisi), dan
lain sebagainya.
Informasi mengenai dampak alternatif strategi dan instrument kebijakan tersebut dapat
digunakan untuk melakukan optimasi (optimisation) dengan merubah kombinasi atau tahapan,
serta dijadikan sebagai dasar dalam melakukan evaluasi kinerja secara komprehensif
(appraisal) dari setiap alternatif untuk memenuhi sejumlah indikator sebagai representasi dari
tujuan yang ditetapkan. Dalam proses evaluasi ini maka dapat diperbandingkan kinerja dari
sejumlah alternatif solusi (compare solutions) sedemikian sehingga dapat diperoleh preferensi
prioritas dan tahapan implementasi dari strategi, kebijakan/instrumen, dan program yang
diusulkan.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 59
Gambar 5.1 Logical Structure dari Proses Perencanaan Transportasi
Tahapan logis selanjutnya adalah melaksanakan (implement) hasil perencanaan
tersebut, mengevaluasi kinerjanya (evaluate performance) dan memonitor perkembangannya
secara berkala, untuk memastikan bahwa rencana yang disusun berjalan sesuai desain dan
menghasilkan kinerja dan manfaat sesuai yang diharapkan.
V.1.3 Pendekatan Kebijakan
Untuk mendapatkan keluaran pekerjaan terutama pemutakhiran profil produk
perencanaan pembangunan transportasi maka diperlukan pendekatan perumusan sinkronisasi
kebijakan. Sinkronisasi kebijakan tidak terlepas dari produk-produk rencana transportasi yang
sudah ditetapkan pada tingat diatasnya. Berdasarkan tinjauan kebijakan yang telah dilakukan
maka dapat diperoleh rumusan aspek-aspek yang akan dimasukan dalam Rencana Umum
LLAJ.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 60
Oleh karena itu, dalam proses penyusunannya pendekatan kebijakan perlu dilakukan
untuk menghindari pertentangan kebijakan dan mampu melengkapi aturan yang belum diatur
dalam kebijakan terkait tersebut.
V.1.4 Pendekatan Incremental-Strategis dan Strategis-Proaktif
Pemahaman mengenai Pendekatan Incremental-Strategis dan Strategis–Proaktif adalah:
A. Pendekatan Incremental-Strategis
Suatu produk Rencana Umum yang ‘baik’ harus operasional, oleh karenanya maksud dan
tujuan perencanaan yang ditetapkan harus realistis, demikian pula dengan langkah-langkah
kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan perencanaan yang realistis adalah:
1. Mengenali secara nyata masalah-masalah LLAJ
2. Mengenali secara nyata potensi yang dimiliki LLAJ.
3. Mengenali secara nyata kendala yang dihadapi angkutan jalan dalam proses
transportasi nasional.
4. Memahami tujuan pembangunan LLAJ secara jelas dan nyata.
5. Mengenali aktor-aktor yang berperan dalam LLAJ.
6. Mengenali ‘aturan main’ yang berlaku dalam proses pembangunan LLAJ.
Pendekatan yang digunakan dalam Perumusan Rencana Umum LLAJadalah Pendekatan
Inkrimental yang lebih bersifat strategis. Adapun karakteristik pendekatan ini antara lain:
1. Berorientasi pada persoalan-persoalan nyata.
2. Bersifat jangka pendek dan menengah
3. Terkonsentrasi pada beberapa hal, tetapi bersifat strategis
4. Mempertimbangkan eksternalitas
5. Langkah-langkah penyelesaian tidak bersifat final
B. Pendekatan Strategis-Proaktif
Pendekatan strategis-proaktif merupakan bentuk kebalikan dari pendekatan inkrimental-
strategis. Adapun yang dimaksud rencana strategis-proaktif adalah:
1. Rencana yang kurang menekankan pada penentuan maksud dan tujuan pembangunan,
tetapi cenderung menekankan pada proses pengenalan dan penyelesaian masalah.
2. Rencana yang melihat lingkup permasalahan secara internal maupun eksternal.
3. Rencana yang menyadari bahwa perkiraan-perkiraan kondisi di masa yang akan datang
terdapat kemungkinan-kemungkinan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru,
faktor-faktor ketidakpastian, serta ‘kejutan-kejutan’ lain yang terjadi diluar perkiraan.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 61
4. Rencana yang lebih bersifat jangka menengah dan panjang.
5. Rencana yang berorientasi pada pelaksanaan (action).
V.2 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam melakukan kegiatan studi ini hasil yang
diharapkan dapat diperoleh adalah konsep pengembangan dan pembangunan LLAJ yang
mampu memfasilitasi pergerakan di masa depan, sebagai akibat dari berbagai kebijakan
ekonomi, kebijakan tata ruang maupun kebijakan sektor lainnya, termasuk implementasi
MP3EI.
Dengan mengacu pada keluaran akhir ini, maka pendekatan yang dilakukan pada
kegiatan ini adalah pendekatan kesisteman, dimana tinjauan dilakukan pada seluruh komponen
yang ada dalam sistem. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem dalam konteks Indonesia
secara keseluruhan.
Dengan dasar ini maka dalam pelaksanaannya, studi ini akan dilakukan dalam lima
tahapan kegiatan, yaitu :
a) Kajian Pustaka;
b) Pengumpulan data;
c) Kajian dan Analisis Data;
d) Pengembangan Konsep;
e) Rencana Pengembangan.
Kelima tahapan kegiatan ini meskipun merupakan tahapan dengan aspek bahasan yang
berbeda satu dengan lainnya, tetapi dalam pelaksanaannya merupakan aspek yang terkait
secara intens. Akibatnya, dalam melakukan pendekatan pekerjaan, kesemua aspek itu ditinjau
secara menyeluruh, dan pelaksanaannya dilakukan secara mendalam.
Tahapan-tahapan di atas dapat dilihat secara lebih rinci dalam diagram alir yang
diperlihatkan dalam Gambar 6.2. Pada diagram tersebut terlihat jelas bahwa keterkaitan antara
setiap aspek kajian sangatlah erat. Untuk masing-masing aspek kajian rinciannya dilakukan
dalam bentuk alir kegiatan dan alir data. Satu kegiatan dihubungkan dengan kegiatan lainnya
dalam bentuk transformasi data ataupun alir data. Karena keterkaitan antara aspek kajian
sangatlah erat, maka pemilahan yang transparan antara satu aspek kajian dengan aspek kajian
lainnya secara diagramatis sangatlah sukar dilakukan. Meskipun demikian pemilahan aspek
kajian dapat dilihat secara mudah.
Strategi pencapaian keluaran:
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 62
1. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan Perumusan Rencana Umum LLAJ memakai metode
kontraktual dengan metode Pengadaan Barang/Jasa Seleksi umum, memilih penyedia
barang/jasa yang memberikan proposal terbaik, tenaga ahli yang sesuai dan
berpengalaman serta penawaran harga yang rendah.
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Tahapan dari kegiatan ini sebagai berikut :
a. Pengumpulan data;
b. Pengolahan dan Analisis Data;
c. Penyusunan Rencana Umum LLAJ.
V.2.1 Kajian Pustaka
Sasaran tahapan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran teoretis dan praktis
yang lebih jelas mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan LLAJ. Selain itu,
sasaran dari desk studi ini juga untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai
segala sesuatu yang telah dilakukan berkaitan dengan hal di atas. Dengan diperolehnya
gambaran yang jelas berkaitan dengan masalah di atas maka diharapkan rumusan
pengembangan LLAJ yang dihasilkan merupakan kelanjutan yang berkesinambungan dan tidak
bertentangan dengan kebijakan yang sudah ada.
Deskripsi lebih lanjut dari masing-masing aktifitas diuraikan dalam tabel berikut, yang
menggambarkan uraian singkat dan output yang diharapkan dapat diperoleh.
Tabel 5.1 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Kajian Pustaka
Nama Aktivitas Uraian Output
Review Studi Terdahulu Review dilakukan terhadap semua studi yang pernah dilakukan. Studi-studi yang ditinjau adalah studi-studi yang terkait dengan pengembangan LLAJ dan transportasi secara umum.
• Pendekatan studi• Metode Perencanaan• Hasil perencanaan• Data LLAJ• Permasalahan LLAJ
Review Aspek legal bidang LLAJ
Telaahan kritis terhadap apa dan bagaimana pengelolaan LLAJ dilakukan dengan mereview aspek legal formalnya. Aspek legal yang ada dapat berupa perda ataupun keputusan gubernur yang pernah dikeluarkan berkaitan dengan pengelolaan dan pembangunan LLAJ secara cermat. Hal yang sama juga dilakukan dengan mengkaji produk hukum yang dihasilkan oleh UU, PP, Perpres, KM, SK Dirjen.
• Kemungkinan tumpang tindah ataupun ketidak sinkronan antara produk hukum
• Efektifitas pelaksanaan UU, PP, Perpres, KM, SK Dirjen, Pergub, Perbub, Per Walikota, serta peraturan yang lain.
Review kebijakan pengembangan LLAJ
Telaahan dan review dilakukan terhadap kebijakan-kebijakan terdahulu yang pernah dikeluarkan oleh
• Evaluasi Program pembangunan LLAJ
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 63
pemerintah berkaitan dengan pengembangan sistem LLAJ. Dalam hal ini telaahan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana program-program tersebut telah dilaksanakan, dan jika belum terlaksana apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi.
• Evaluasi terhadap program pengelolaan LLAJ
Reviewmetode analisis dan perencanaan
Telaahan kritis dan review komprehensif dilakukan terhadap metode analisis maupun metode perencanaan yang diperlukan dalam proses perencanaan LLAJ.
• Metode perencanaan
Review RTRWN, MP3EI, RPJPN, RPJMN,
Kajian dilakukan terhadap pola kebijakan tentang pemanfaatan ruang wilayah yang telah ditetapkanyaitu RTRWN. Kajian juga dilakukan terhadap program-program yang telah dicanangkan dalam MP3EI, yaitu penetapan koridor ekonomi. Selain itu juga dikaji RPJPN dan RPJMN.
• Rencana tata-ruang• Rencana struktur ruang• Realisasi pemanfaatan
ruang• Pola pengembangan
koridor ekonomi • Rencana pembangunan
jangka panjang dan menengah, khususnya di bidang LLAJ.
Sumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
V.2.2 Pengumpulan Data
Sasaran yang diharapkan dari tahapan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan
gambaran aktual dari sistem ataupun daerah yang sedang dikaji. Untuk itu pengumpulan data
akan dilakukan melalui instansi yang terkait maupun observasi atau pengamatan langsung di
lapangan. Selain itu, sasaran dari tahapan kegiatan ini juga untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas mengenai kondisi obyektif berkaitan dengan kondisi LLAJ.
Tabel 5.2 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Pengumpulan Data
Nama Aktivitas Uraian Output
Pengumpulan Data LLAJ Inventarisasi dilakukan terhadap data LLAJ Data LLAJ (Jumlah sebaran prasarana dan sarana LLAJ)
Inventarisasi Rencana Pengembangan LLAJ
Pengumpulan data mengenai pengembangan LLAJ Data pengembangan LLAJ
Inventarisasi Kondisi Kewilayahan dan Perencanaan Wilayah
Inventarisasi pola pemanfaatan ruang wilayah dilakukan dengan melakukan pendataan dan inventarisasi data.
Karakteristik kewilyahan dan rencana ruang
Sumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
V.2.3 Kajian dan Analisis Data
Segera setelah seluruh pengumpulan data dilakukan maka proses kompilasi data
dilakukan, dengan maksud agar analisis dapat dilakukan segera. Kompilasi dilakukan dengan
cara melakukan validasi maupun cross-check, agar data yang digunakan dalam analisis benar-
benar representatif. Selanjutnya kajian dan analisis dilakukan berdasarkan data yang
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 64
dikompilasi sebelumnya. Tujuan dari pelaksanaan tahapan kajian dan analisis ini adalah untuk
mendapatkan parameter-parameter dasar yang dibutuhkan bagi perumusan konsep
perencanaan. Di samping itu, dari tahapan kegiatan ini juga diharapkan dapat diidentifikasikan
kondisi objektif dari sistem LLAJ yang ada. Karena dengan didasarkan pada kondisi objektif
yang ada inilah maka perumusan konsep pengembangan sistem LLAJ dapat dilakukan secara
optimal. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah seperti tabel berikut.
Tabel 5.3 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Kajian dan Analisis Data
Nama Aktivitas Uraian Output
Analisis Kondisi Sistem LLAJ
Kinerja sistem LLAJ eksisting dianalisis menggunakan metode-metode ataupun teori standard yang biasa digunakan dalam analisis.
Kinerja makro sistem LLAJ
Analisis Kebutuhan dan Pengembangan LLAJ
Analisis kebutuhan LLAJ di masa mendatang dengan menggunakan proyeksi-proyeksi dan pendekatan perencanaan.
Kapasitas dan kebutuhan LLAJ
Analisis Pengembangan Wilayah
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kondisi wilayah berdasarkan data yang dikumpulkan.
Kesesuaian kebutuhan LLAJ terkait peerencanaan wilayah
Sumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
V.2.4 Pengembangan Konsep
Pada tahapan ini dikembangkan konsep-konsep yang akan digunakan bagi
pengembangan LLAJ di masa datang. Dalam hal ini konsep pengembangan sistem LLAJ
didasarkan identifikasi permasalahan yang timbul. Dengan demikian, konsep pengembangan
sistem LLAJ pada dasarnya adalah usaha antisipatif untuk menghindari kemungkinan
permasalahan yang akan timbul. Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
pada tahapan ini adalah seperti tabel berikut.
Tabel 5.4 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Pengembangan Konsep
Nama Aktivitas Uraian Output
Perumusan strategi pengembangan LLAJ
Tahapan ini dimulai dari perumusan visi dan misi pengembangan LLAJ, identifikasi kondisi internal dan eksternal, dan perumusan strategi.
• Visi dan misi pengembangan LLAJ
• Kondisi internal• Kondisi eksternal• Tujuan jangka panjang• Strategi pengembangan
LLAJSumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 65
V.2.5 Perumusan Rencana Umum LLAJ
Hasil yang ingin diperoleh dari tahapan ini adalah rencana strategis penyelenggaraan
LLAJ, berupa sarana LLAJ, yang meliputi sarana angkutan orang dan barang, baik di wilayah
perkotaan, perdesaan, komersil, maupun perintis. Selain itu juga rencana strategis untuk
prasarana LLAJ meliputi perlengkapan jalan, terminal, jembatan timbang, uji kelaikan
kendaraan, parkir, fasilitas pendukung, serta fasilitas untuk orang cacat. Rencana strategis ini
selanjutnya dirumuskan ke dalam program-program pengembangan LLAJ jangka panjang,
menengah, dan pendek. Secara umum kegiatan yang akan dilakukan adalah seperti terlihat
pada tabel berikut.
Tabel 5.5 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Perumusan Rencana Umum LLAJ
Nama Aktivitas Uraian Output
Perumusan program pengembangan LLAJ
Program ini merupakan perumusan lebih lanjut dari perumusan strategi yang sudah diperoleh sebelumnya.
Strategi Rencana pengembangan LLAJ terpilih serta program jangka panjang, menengah, dan pendek
Penyusunan Rencana Umum LLAJ
Rencana Umum LLAJ utuh memuat visi, misi, strategi dan program pengembangan.
Rencana Umum LLAJ
Sumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
V.3 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan
V.3.1 Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan data dan masukan yang dibutuhkan, sebagaimana disampaikan
pada bagian sebelumnya, maka dalam studi ini digunakan sejumlah metode survei sebagai
berikut:
1. Survey instansional: dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder (kondisi dan
operasional sistem LLAJ, data fisik lingkungan, dan lain-lain) dan produk perencanaan
pembangunan yang ada di tingkat nasional maupundaerah;
2. Survei wawancara: dilakukan kepada stakeholders terkait untuk mendapatkan perspektif
dan aspirasi mengenai kebutuhan, kriteria, prioritas, dan tahapan penyelenggaraan LLAJ;
3. Survei lapangan: jika diperlukan akan dilakukan survey pengamatan, on-board,
wawancara, pencatatan, dan lain sebagainya di lapangan untuk mengkonfirmasi data dan
mendapatkan gambaran kondisi aktual dan permasalahan LLAJ.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 66
V.3.2 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan alat analisis statistik, baik statistik
deskriptif maupun analisis time series untuk proyeksi.
V.3.3 Metode Analisis untuk Perumusan Strategi
A. Analisis SWOT
Pada dasarnya, permusan strategi diawali dengan pemetaan masalahan yang ada. Hasil
analisis data, teori dan dokumen perencanaan yang ada dapat menggambarkan sejumlah
permasalahan pokok dalam sistem LLAJ. Pemetaan masalah dimaksudkan untuk
menyampaikan daftar potensi dan kendala/hambatan penyelenggaraan LLAJ secara lebih
formal/terstruktur sehingga dapat diidentifikasi akar permasalahan secara tepat dan dapat
ditetapkan solusi yang pantas. Pemetaan masalah sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi
eksisting serta kapasitas yang dimiliki semua stakeholders untuk penyempurnaan sistem
penyelenggaraan LLAJ, sehingga arahan pengembangannya lebih fokus dengan
memperhatikan kondisi obyektif yang ada.
Sejumlah metodologi untuk evaluasi sistem pada dasarnya sudah banyak
dikembangkan, IISD (International Institute for Sustainable Development) menyampaikan
minimal ada 5 metode, yakni: (1) SWOT analysis [Strengths, Weaknesses, Opportunities,
Threats], (2) Results Based Management, (3) Logical Framework Analysis, (4) Outcome
mapping, dan (5) Appreciative inquiry. Dilihat dari karakteristiknya, maka metode evaluasi yang
paling cocok untuk memetakan masalah, serta potensi dan kendala dari penyusunan rencana
strategis penyelenggaraan LLAJ adalah metode SWOT yang elemen dasarnya adalah
memetakan kondisi eksisting dan potensial yang ada ke dalam 4 kuadran, yakni: 2 kuadran dari
faktor internal berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dan 2 kuadran dari
faktor eksternal berupa peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Pada Tabel 6.6.
disampaikan konsep umum analisis SWOT ini.
Tabel 5.6 Pemetaan Masalah dengan Analisis SWOT
Dampak Faktor Positif NegatifInternal Kekuatan
(Strengths)Kelemahan (Weaknesses)
Eksternal Peluang (Opportunities)
Ancaman (Threats)
Konteks penggunaan analisis SWOT ini biasa dilakukan oleh suatu organisasi yang
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 67
Menjalankan Audit Eksternal
Mengem-bangkan Pernyataan Visi dan Misi
Menjalankan Audit Internal
Menetapkan Tujuan-Tujuan Jangka PanjangMenciptakan, mengevaluasi, dan memilih strategiMengimple-mentasikan StrategiMengukur dan Mengevaluasi Kinerja
PerumusanStrategi (Rencana Umum LLAJ)
PenerapanStrategi
PenilaianStrategi
bertanggungjawab dalam perencanaan strategis untuk meng-assess kondisi/kegiatan eksisting
dan menyusun arahan bagi strategi, kebijakan, program, dan kegiatan di masa datang. Dalam
konteks manajemen strategis, Rencana Umum LLAJ yang akan dirumuskan berada pada tahap
perumusan strategi. Gambar 3.4 memperlihatkan model manajemen strategis yang dimodifikasi
untuk perumusan Rencana Umum LLAJ.
Analisis SWOT adalah analisis untuk melihat strength (kekuatan), weakness
(kelemahan), opportunity (peluang), threat (ancaman) suatu organisasi. Jadi yang disajikan
dalam analisis SWOT adalah Strategic Advantage Profile (SAP) maupun Environmental Threat
and Opportunity Profile (ETOP). SAP menggambarkan posisi strategis dalam suatu kerangka
komparasi kompetitif, sedangkan ETOP menggambarkan dukungan maupun ancaman
eksternal yang dapat muncul.
Strength dan Weakness adalah faktor atau elemen yang sepenuhnya dalam kendali
manajemen (internal dan dapat dikontrol). Strength adalah faktor-faktor yang selama ini berhasil
dikendalikan sehingga berdampak positif, sedangkan weakness adalah faktor-faktor yang ada
di luar kendali pengelola tetapi tidak berhasil dikendalikan sehingga berdampak negatif.
Sumber: Modifikasi dari Fred R. David, “How Companies Define Their Mission,” dalam Fred R. David, “Manajemen Strategis, Konsep”, Buku 1, Ed. 12.
Gambar 5.2 Perumusan Rencana Umum LLAJ dalam Model Manajemen Strategis
Komprehensif
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 68
Audit Internal dan Eksternal LLAJSarana : angkutan orang dan barang
Prasarana : perlengkapan jalan, terminal, jembatan timbang, uji kelaikan kendaraan, perkir, fasilitas pendukung, serta fasilitas untuk orang cacat
Audit Internal Sarana dan Prasarana LLAJ: Kekuatan dan Kelemahan Sumberdaya fisik
Sumberdaya manusiaSumberdaya organisasional
Audit Eksternal Sarana dan Prasarana LLAJ: Peluang dan Ancaman Operator kendaraan
PelangganTeknologi
Kebijakan Pemerintah terkait institusi lain
Permusan Strategi dan Program Pengem LLAJ Jangka Panjang, menengah, dan Pendek
Opportunity dan Threat adalah faktor atau elemen yang sepenuhnya di luar kendali
pengelola pelayaran-rakyat (eksternal dan tidak dapat dikontrol). Opportunity adalah
menyajikan suatu peluang sukses bila suatu organisasi mempunyai kekuatan untuk
melaksanakannya, sedangkan threat adalah segala sesuatu yang memiliki potensi mengancam
kelangsungan penyelenggaraan organisasi tersebut. Untuk penerapannya dalam
penyelenggaraan LLAJ dapat dilihat pada Gambar 6.5.
Untuk bisa mengevaluasi kekuatan atau kelemahan internal maupun ketanggapan
terhadap peluang dan ancaman, perlu disusun matriks evaluasi faktor internal dan eksternal.
Penyusunan matriks evaluasi untuk faktor internal maupun faktor eksternal masing-masing
dapat dilakukan dalam 5 (lima) langkah. Langkah-langkah untuk mengembangkan Matriks
Faktor Internal adalah (David, 2009):
Gambar 5.3 Skema Analisis SWOT untuk Perumusan Rencana Umum LLAJ
1. Membuat daftar faktor-faktor internal utama, yaitu kekuatan dan kelemahan organisasi
penyelenggara LLAJ.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 69
2. Memberisetiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0
(sangat penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor tertentu menandakan signifikansi
relatif faktor tersebut bagi keberhasilan fungsi organisasi, dalam halk ini adalah
penyelenggara LLAJ. Terlepas dari apakah faktor utama itu adalah kekuatan atau
kelemahan faktor internal, faktor-faktor yang dianggap memiliki pengaruh paling besar
terhadap kinerja organisasional harus diberi bobot tertinggi. Jumlah seluruh bobot harus
sama dengan 1,0.
3. Memberi peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengidentifikasi apakah faktor
tersebut sangat lemah (peringkat = 1), lemah (peringkat = 2), kuat (peringkat = 3), atau
sangat kuat (peringkat = 4). Yang harus diperhatikan adalah bahwa kekuatan harus
mendapat peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. Oleh
karenanya, peringkat berbasis organisasi penyelenggara, sedangkan bobot di langkah 2
berbaris sistem LLAJ keseluruhan.
4. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot bagi
masing-masing variabel.
5. Menjumlahkan skor bobot masing-masing variabel untuk memperoleh skor bobot total
organisasi penanggungjawab LLAJ.
Tabel 5.7 Format Matriks Evaluasi Faktor Internal
Faktor-faktor Internal Utama Bobot Peringkat Skor Bobot
Kekuatan1.2.3.
Kelemahan1.2.3.
TotalSumber: Modifikasi dari David, 2009)
Terlepas dari beberapa banyak faktor yang dimasukkan kedalam Matriks Evaluasi
Faktor Internal, skor bobot total berkisar antara 1,0 sebagai titik rendah dan 4,0 sebagai titik
tertinggi, dengan skor rata-rata 2,5. Skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan organisasi yang
lemah secara internal, sedangkan skor yang secara signifikan di atas 2,5 mengidentifikasikan
posisi internal yang kuat. Matriks Evaluasi Faktor Internal harus memasukkan antara 10 sampai
20 faktor. Jumlah faktor tidak mempengaruhi kisaran skor bobot total karena bobot selalu
berjumlah 1,0.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 70
Langkah-langkah untuk mengembangkan Matriks Evaluasi Eksternal adalah sebagai berikut:
1. Membuat daftar faktor-faktor eksternal utama dari hasil audit eksternal. Memasukkan 10
sampai 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman, yang memengaruhi perusahaan dan
industrinya.
2. Memberi bobot pada setiap faktor yangberkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0
(sangat penting). Bobot tersebut mengindikasikan signifikansi relatif dari suatu faktor
terhadap keberhasilan perusahaan. Peluang seringkali mendapat bobot yang lebih tinggi
daripada ancaman, tetapi ancaman bisa diberi bobot tinggi terutama jika mereka sangat
parah atau mengancam. Bobot yang sesuai dapat ditentukan dengan cara
membandingkan pesaing yang berhasil dengan yang tidak berhasil atau melalui diskusi
untuk mencapai konsensus kelompok. Jumlah total seluruh bobot yang diberikan pada
faktor ituharus sama dengan 1,0.
3. Memberi peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor eksternal terutama untuk menunjukkan
seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespons faktor tersebut, di mana
4 = responnya sangatbagus, 3 = responnya di atas rata-rata, 2 = responnya rata-rata, 1
= responnya dibawah rata-rata. Peringkat didasarkan pada keefektifan strategi
perusahaan. Oleh karenanya, peringkat tersebut berbeda antarperusahaan, sementara
bobot di langkah nomor 2 berbasis industri. Penting untuk diperhatikan bahwa baik
ancaman maupun peluang dapat menerima peringkat 1, 2, 3, dan 4.
4. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot.
5. Menjumlahkan skor rata-rata untuk setiap variabel guna menentukan skor bobot total
untuk organisasi.
Tabel 5.8 Format Matriks Evaluasi Faktor Eksternal
Faktor-faktor Eksernal Utama Bobot Peringkat Skor Bobot
Peluang1.2.3.
Ancaman1.2.3.
TotalSumber: Modifikasi dari David, 2009)
Terlepas dari jumlah peluang dan ancaman utama yang dimasukkan dalam Matriks
Evaluasi Faktor Eksternal, skor bobot total tertinggi yang mungkin dicapai untuk sebuah
organisasi adalah 4,0 dan skor bobot terendah adalah 1,0. Rata-rata skor bobot total adalah
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 71
2,5. Skor bobot total terbesar 4,0 mengindikasikan bahwa semua organisasi merespons secara
baik peluang dan ancaman yang ada di industrinya. Dengankata lain, strategi perusahaan
secara efektif mampu menarik keuntungan dari peluang yang ada dan meminimalkan pengaruh
negatif potensial dari ancaman eksternal. Skor total sebesar 1,0 menandakan bahwa strategi
organisasi tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman yang
muncul.
B. Wawancara untuk Audit Internal dan Eksternal
Pihak yang diwawancara untuk Audit Internal adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan LLAJ di tingkat pusat dan di daerah, yaitu mulai dari pejabat sampai ke
pelaksana teknis. Berarti audit internal akan melibatkan stakeholders di Direktorat LLAJ, serta
bagian LLAJ di Dinas Perhubungan Provinsi, Kota, maupun kabupaten. Untuk Audit Eksternal,
selain stakeholders yang dilibatkan dalam Audit Internal, wawancara juga dilakukan kepada
operator angkutan dan pengguna angkutan.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 72
BAB VI
BAB VI RENCANA KERJAPada pekerjaan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ tahap II dibagi dalam
5 (lima) tahapan kegiatan yakni : 1. tahap persiapan pelaksanaan pekerjaan, 2. tahap kegiatan
survei, 3. tahap evaluasi dan analisis data, 4. tahap perumusan konsep rencana, 5. perbaikan
laporan akhir.
VI.1 Tahap Persiapan Pekerjaan
Tahap persiapan ini merupakan tahapan yang penting untuk mengawali proses
pekerjaan “Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II”. Pada tahap ini
dilakukan kegiatan, sebagai berikut:
1. Koordinasi tim dan mobilisasi tenaga ahli dan tenaga pendukung;
2. Studi literatur berupa kajian peraturan perundang-undangan dan kajian teori;
3. Konsultasi dalam perumusan dan penyusunan metodologi kegiatan, rencana
pelaksanaan pekerjaan, jadwal diskusi, serta mobilisasi tenaga pelaksana berdasarkan
konsultasi dengan Tim Teknis;
4. Penyusunan perangkat survei dan kebutuhan data;
5. Pengumpulan data dan peta sementara untuk kebutuhan survei;
6. Penyusunan Laporan Pendahuluan sebagai output dari tahap ini.
VI.2 Tahap Kegiatan Survei
Survei pendahuluan dilaksanakan untuk tujuan mengetahui batasan wilayah studi,
menentukan lokasi survei utama dan pengumpulan data yang bersifat inventarisasi. Survei ini
dilaksanakan setelah pembahasan laporan pendahuluan. Hal ini dikarenakan agar pemahaman
antara konsultan dan pihak pemberi pekerjaan memiliki persepsi yang sama mengenai lokasi,
jenis dan kedalaman survei. Metode yang digunakan untuk survei ini secara umum dengan
visual interpretating. Pengumpulan data meliputi:
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 73
RENCANA KERJA
Variabel Sub Variabel Data yang Diperlukan Sumber DataSumber daya fisik (sarana dan prasarana)
Sarana angkutan orang dan barang
Jenis, jumlah, dan jaringan pelayanan angkutan umum di perkotaan dan perdesaan
Jenis, jumlah, dan sistem pelayanan angkutan barang
Jenis, jumlah, dan sistem pelayanan angkutan perintis
Jumlah dan jenis yang dilayani Kualitas fisik Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten Kondisi lapangan
Perlengkapan jalan Ketersediaan marka jalan Ketersediaan rambu-rambu lalu-lintas Ketersediaan alat pemberi isyarat lalu lintas Kualitas fisik Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapangan
Terminal Penumpang (A)
Lokasi dan sebaran Kapasitas Tingkat utilitas Ketersediaan fasilitas Kualitas fisik Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapangan
Terminal Barang Lokasi dan sebaran Kapasitas Tingkat utilitas Ketersediaan fasilitas Kualitas fisik Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapangan
Jembatan Timbang Lokasi dan sebaran Jumlah Jumlah yang dilayani Kualitas fisik Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapangan
Uji Kelaikan Kendaraan
Ketersediaan peralatan Teknologi yang digunakan Jumlah yang dilayani Kualitas fisik peralatan Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapangan
Fasilitas Parkir (off street parking)
Sebaran lokasi parkir skala besar di perkotaan Kapasitas parkir Tingkat dan pola penggunaan fasilitas parkir Jumlah yang dilayani Kualitas fisik fasilitas parker Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapangan
Fasilitas Pendukung LLAJ
Ketersediaan fasilitas pejalan kaki dan kualitas fisiknya
Ketersediaan fasilitas parkir pada badan jalan dan kualitas fisiknya
Ketersediaan fasilitas halter dan kualitas fisiknya Ketersediaan fasilitas tempat peristirahatan dan
kualitas fisiknya Ketersediaan fasilitas penerangan jalan dan
kualitas fisiknya Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapangan
Fasilitas untuk Orang Cacat
Jenis yang tersedia Kualitas fisik Rencana pengembangan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Kondisi lapanganSumber daya manusia
Sarana angkutan orang dan barang
Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pelayanan perizinan angkutan umum penumpang
Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pelayanan perizinan angkutan barang
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 74
Variabel Sub Variabel Data yang Diperlukan Sumber Data Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengawasan
pengoperasian angkutan Program dan pelaksanaan pelatihan sdm Persepsi pengelola
Perlengkapan jalan Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan marka jalan
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Terminal Penumpang (A)
Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengelolaan terminal penumpang
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Terminal Barang Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengelolaan terminal barang
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Jembatan Timbang Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengoperasian dan pemeliharaan jembatan timbang
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Uji Kelaikan Kendaraan
Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengoperasian dan pemeliharaan peralatan uji kelaikan kendaraan
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Fasilitas Parkir (off street parking)
Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengawasan pengoperasian fasilitas parkir
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Fasilitas Pendukung LLAJ
Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas pendukung
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Fasilitas untuk Orang Cacat
Ketersediaan dan kualitas sdm untuk pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas untuk orang cacat
Program dan pelaksanaan pelatihan Persepsi pengelola
Dinas Perhubungan Provinsi
Dinas Perhubungan Kota/ kabupaten
Sumber daya organisasional
Sarana angkutan orang dan barang
Peraturan dan ketentuan teknis terkait sarana angkutan umum penumpang dan barang
Prosedur perizinan untuk pengoperasian angkutan orang dan barang
Tarif perizinan Tarif angkutan Basis data angkutan penumpang dan barang Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Perlengkapan jalan Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan perlengkapan jalan
Ketersediaan basis data perlengkapan jalan Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Terminal Penumpang (A)
Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan terminal penumpang
Ketersediaan basis data Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Terminal Barang Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan terminal barang
Ketersediaan basis data
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 75
Variabel Sub Variabel Data yang Diperlukan Sumber Data Persepsi pengelola kabupaten
Jembatan Timbang Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan jembatan timbang
Ketersediaan basis data Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Uji Kelaikan Kendaraan
Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan peralatan uji kelaikan kendaraan
Ketersediaan basis data Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Fasilitas Parkir (off street parking)
Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas parkir
Ketersediaan basis data Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Fasilitas Pendukung LLAJ
Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas pendukung LLAJ
Ketersediaan basis data Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Fasilitas untuk Orang Cacat
Peraturan dan ketentuan teknis terkait pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas untuk orang cacat
Ketersediaan basis data Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
UU dan PP terkait: Sarana angkutan orang dan barang Perlengkapan jalan Terminal penumpang (A) Terminal barang Jembatan timbang Uji kelaikan kendaraan Fasilitas parkir (off street parking) Fasilitas Pendukung LLAJ Fasilitas untuk Orang Cacat Persepsi masing-masing pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten Sumber lain
Rencana pengembangan kewilayahan dan pembangunan
RTRW MP3EI RPJPN RPJMN Tatranas Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten Lembaga terkait
Perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi kendaraan Perkembangan teknologi peralatan jembatan
timbang Perkembangan teknologi peralatan uji kelaikan
kendaraan Persepsi pengelola
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten Lembaga terkait
Tingkat pelayanan Tingkat pelayanan dari persepsi pengelola: Sarana angkutan orang dan barang Perlengkapan jalan Terminal penumpang (A) Terminal barang Jembatan timbang Uji kelaikan kendaraan Fasilitas parkir (off street parking) Fasilitas Pendukung LLAJ Fasilitas untuk Orang Cacat
Direktorat LLAJ Dinas Perhubungan
Provinsi Dinas Perhubungan Kota/
kabupaten
Sumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 76
VI.3 Tahap Evaluasi dan Analisis Data
Tahap pengolahan, analisis dan evaluasi data meliputi:
1. Mereview konsep rencana umum LLAJ yang telah ada;
2. Melakukan sinkronisasi dengan rencana strategis bidang perhubungan darat dan LLAJ
serta rencana strategis 2015-2019, RPJPN, RPJMN, MP3EI, dan RTRW;
3. Melakukan inventarisasi, identifikasi dan analisis terhadap penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dibidang sarana
dan prasarana LLAJ;
4. Membuat perencanaan pembangunan berjangka dibidang sarana dan prasarana LLAJ
sekaligus menjadi konsep regulasi mengenai rencana umum LLAJ dilengkapi dengan
naskah akademisnya.
Rencana umum LLAJ sekurang-kurangnya memuat :
- Visi dan misi
- Strategi dan arah kebijakan
- Program pembangunan dan pengembangan
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 77
BAB VII
BAB VII JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
DAN PENUGASAN TENAGA AHLI
Pekerjaan ini membutuhkan waktu selama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
atau 6 (enam) bulan berturut-turut yang dibagi dalam beberapa tahapan pekerjaan
sebagaimana diatur dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Adapun secara lebih jelasnya
perincian jangka waktu pelaksanaan pekerjaan “Perumusan dan Penetapan Rencana Umum
LLAJ Tahap II” dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel VII.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
No. KegiatanBulanI II III IV V VI1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I. PERSIAPAN1. Persiapan Awal2. Perbaikan Laporan
PendahuluanII. PELAKSANAAN
SURVEI DAN ANALISIS
1. Survei Lapangan2. Pengolahan dan
Analisis Data3. Perbaikan Laporan
Fakta dan AnalisaIII. REKOMENDASI
1. Draft Laporan Akhir2. Revisi / Perbaikan
Konsep Laporan Akhir
3. Penyampaian / Pengumpulan Laporan Akhir
Sumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
Kegiatan Penyusunan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II ini
akan didukung tenaga ahli-tenaga ahli yang berkompeten didalam bidang keahlian masing-
masing. Untuk menyusun studi ini dibutuhkan beberapa tenaga ahli sebagai berikut:
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 78
JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN DAN PENUGASAN TENAGA AHLI
Dalam pelaksanaannya, kegiatan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II
dengan ruang lingkup pekerjaannya membutuhkan beberapa orang Tenaga Ahli yang
terorganisir. Tenaga Ahli yang dibutuhkan adalah 24 MM yang terinci adalah sebagai berikut :
1. Penanggung Jawab/ Ahli Perencana Transportasi, minimal pendidikan S2 Transportasi
Darat dengan pengalaman selama 10-15 Tahun dengan jumlah 6 (enam) Orang Bulan
(OB);
2. Ahli Teknologi/Pengujian kendaraan bermotor, minimal pendidikan S-1 T. Otomotif/T.
Mesin dengan pengalaman selama 8-10 Tahun dengan jumlah 6 (enam) Orang Bulan
(OB);
3. Ahli Angkutan Jalan, minimal pendidikan S-1 T. Sipil/Transportasi dengan pengalaman
selama 8-10 Tahun dengan jumlah 6 (enam) Orang Bulan (OB);
4. Ahli Manajemen Rekayasa Lalu Lintas, minimal pendidikan S-1 Transportasi/DIV
Transportasi Darat dengan pengalaman selama 8-10 Tahun dengan jumlah 6 (enam)
Orang Bulan (OB);
5. Ahli Ekonomi Transportasi, minimal pendidikan S-1 Ekonomi/Sipil/Transportasi dengan
pengalaman selama 8-10 Tahun dengan jumlah 6 (enam) Orang Bulan (OB).
Tenaga ahli tersebut secara detail telah terdefinisi bidang keahlian maupun pendidikan
dan pengalaman dalam bidang pekerjaan yang sejenis, sesuai dengan yang telah
dipersyaratkan didalam Kerangka Acuan Kerja dari Kementerian Perhubungan, Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam pelaksanaannya tentunya perlu didefinisikan mengenai jadwal penugasan tenaga
ahli secara jelas dan lebih spesifik. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal memberikan batasan
waktu baik dari dimulainya pekerjaan sampai dengan akhir pelaksanaan pekerjaan Perumusan
dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II ini.
Adapun kurun waktu keterlibatan yang harus dipenuhi untuk setiap tenaga ahli maupun
staf peneliti dalam pekerjaan Penyusunan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ
Tahap II, dapat dilihat pada berikut ini.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 79
Tabel VII.2 Jadwal Penugasan Tenaga Ahli Pelaksana Pekerjaan
No. KeahlianBulan1 2 3 4 5 6
1. Ketua Tim / Ahli Perencanaan Transportasi2. Ahli Teknologi/Pengujian kendaraan bermotor3. Ahli Angkutan Jalan4. Ahli Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas5. Ahli Ekonomi Transportasi
Sumber: Interpretasi Tim Penyusun, Tahun 2015
1. Perencana transportasi sekaligus tim leader bertugas mengkordinasikan seluruh anggota
tim dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang direncanakan termasuk hasil
output yang dikeluarkan.
2. Ahli Teknologi/Pengujian kendaraan bermotor bertugas melakukan analisis dan kajian
teknis terhadap strategi, arah kebijakan dan perencanaan pembangunan bidang sarana
angkutan jalan.
3. Ahli Angkutan Jalan bertugas melakukan analisis dan kajian teknis terhadap strategi, arah
kebijakan dan perencanaan pembangunan bidang prasarana LLAJ dan angkutan jalan.
4. Ahli Manajemen Rekayasa Lalu Lintas bertugas melakukan analisis dan kajian teknis
terhadap strategi, arah kebijakan dan perencanaan pembangunan bidang manajemen dan
rekayasa lalu lintas.
5. Ahli Ekonomi Transportasi bertugas melakukan inventarisasi dan investigasi terhadap
potensi pertumbuhan ekonomi ke depan serta melakukan kajian terhadap kebijakan dari
aspek ekonomi.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 80
BAB VIII
BAB VIII PELAPORAN
VIII.1 Substansi Laporan
Laporan Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II yang disampaikan
harus sesuai jadwal pekerjaan yang telah disepakati. Secara lebih jelasnya Laporan yang harus
dibuat beserta muatan materi dalam Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II
adalah, sebagai berikut :
1. Laporan Pendahuluan (dilengkapi dengan formulir survei) pada bulan pertama.
Laporan ini berisi apresiasi terhadap lampiran Kerangka Acuan Kerja (KAK),
metodologi pendekatan pelaksanaan kegiatan, alur pikir dan tahapan pelaksanaan
kegiatan, keterlibatan tenaga ahli sebagai yang disyaratkan sesuai jadwal yang disediakan,
biaya pekerjaan yang disepakati, rencana kerja dan desain/formulir survei. Laporan
Pendahuluan dibuat sebanyak 55 eksemplar dan diserahkan 1 bulan setelah
ditandatangani kontrak, yang meliputi 50 eksemplar digunakan untuk rapat pembahasan
dan 5 eksemplar laporan yang telah diperbaiki berdasarkan masukan pada waktu
pembahasan.
2. Laporan Teknis I pada bulan ke dua.
Laporan yang berisi hasil 50% survei yang telah dilakukan. Laporan Teknis I dibuat
sebanyak 55 eksemplar dan diserahkan 2 bulan setelah ditandatangani kontrak, yang
meliputi 50 eksemplar digunakan untuk rapat pembahasan dan 5 eksemplar laporan yang
telah diperbaiki berdasarkan masukan pada waktu pembahasan.
3. Laporan Teknis II pada bulan ke tiga.
Laporan yang berisi seluruh hasil survei yang telah dilakukan. Laporan Teknis II dibuat
sebanyak 55 eksemplar dan diserahkan 2 bulan setelah ditandatangani kontrak, yang
meliputi 50 eksemplar digunakan untuk rapat pembahasan dan 5 eksemplar laporan yang
telah diperbaiki berdasarkan masukan pada waktu pembahasan.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 81
PELAPORAN
4. Laporan Antara pada bulan ke empat.
Laporan yang berisi kompilasi dan pengolahan data, kajian literatur dan/atau best practice
serta analisis sementara hasil survei. Laporan Antara dibuat 55 eksemplar dan
diserahkan paling lambat 4 bulan setelah ditandatangani kontrak, yang meliputi 50
eksemplar di gunakan untuk rapat pembahasan dan 5 eksemplar laporan yang telah di
perbaiki berdasarkan masukkan pada waktu pembahasan.
5. Konsep Laporan Akhir pada bulan ke lima.
Laporan ini berisi keseluruhan hasil analisis dan usulan konsep Rencana Umum LLAJ.
Konsep Laporan Akhir ini dibuat 55 eksemplar dan diserahkan paling lambat 5 bulan
setelah ditandatangani kontrak,yang meliputi 50 eksemplar digunakan untuk rapat
pembahasan dan 5 eksemplar laporan yang telah diperbaiki berdasarkan masukkan pada
waktu pembahasan.
6. Laporan Akhir.
Laporan akhir ini merupakan penyempurnaan draft laporan akhir. Laporan Akhir dibuat
sebanyak 55 eksemplar dan diserahkan paling lambat 6 bulan setelah tandatangan kontrak
dengan back up flashdisk yang berisi file-file seluruh proses kegiatan sampai dengan
laporan akhir, termasuk eksekutif summary dan konsep Rencana Umum LLAJ serta album
peta. Peta yang dimaksud disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy, untuk
hardcopy dicetak berwarna dalam format kertas A3, sedangkan untuk softcopy dalam
format program AutoCAD.
7. Eksekutif Summary.
Merupakan ringkasan eksekutif laporan akhir. Eksekutif summary disusun sebanyak 55
eksemplar yang diserahkan bersama Laporan Akhir.
8. Konsep Rencana Umum LLAJ.
Konsep Rencana Umum LLAJ tersebut diserahkan bersama Laporan Akhir dan Eksekutif
Summary.
VIII.2 Sistem Diskusi
Dalam setiap tahapan pekerjaan dan perumusan buku selanjutnya maupun dalam setiap
penyelesaian buku laporan, diadakan diskusi dengan melibatkan pihak-pihak terkait. Buku
laporan untuk bahan diskusi yang diserahkan harus memiliki tenggang waktu yang cukup
sebelum pelaksanaan diskusi, agar Tim Teknis mempunyai kesempatan yang cukup untuk
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 82
mempelajarinya. Laporan-laporan dalam kegiatan Penyusunan Perumusan dan Penetapan
Rencana Umum LLAJ, disajikan dalam 3 (tiga) tahap diskusi, yaitu :
a) Diskusi 1, Pembahasan Laporan Pendahuluan
Pembahasan Laporan Pendahuluan, diikuti oleh Pihak Konsultan, Tim Pengawas Teknis
bidang Transportasi, serta Unsur Proyek. Hasil dari diskusi tersebut merupakan
kesepakatan yang harus dipenuhi dan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan buku
selanjutnya.
Sasaran dari diskusi ini adalah untuk mendapatkan kesepakatan-kesepakatan mengenai
beberapa hal berkaitan dengan permasalahan, metodologi kegiatan, rencana pelaksanaan
kegiatan, jadwal diskusi, serta kegiatan inventarisasi data dan informasi, serta konsep,
skenario, strategi dan kebijakan dari Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ
Tahap II.
b) Diskusi 2, Pembahasan Laporan Antara
Pembahasan Laporan Antara, diikuti oleh Pihak Konsultan, Tim Pengawas Teknis bidang
Transportasi, serta Unsur Proyek. Hasil dari diskusi tersebut merupakan kesepakatan yang
harus dipenuhi dan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan buku selanjutnya.
Sasaran dari diskusi ini adalah untuk mendapatkan kesepakatan-kesepakatan mengenai
beberapa hal berkaitan dengan kajian hasil kegiatan survei primer dan sekunder,
pengolahan data, analisis data, rumusan potensi dan permasalahan di wilayah studi, serta
rekomendasi kebutuhan penyusunan rencana / rekomendasi Perumusan dan Penetapan
Rencana Umum LLAJ Tahap II.
c) Diskusi 3, Pembahasan Konsep Laporan Akhir
Pembahasan Konsep Laporan Akhir diikuti oleh Pihak Konsultan, Tim Pengawas Teknis
bidang Transportasi, Tim Pengarah, Unsur Proyek dan Instansi-instansi terkait. Hasil dari
diskusi ini merupakan kesepakatan mengenai hasil identifikasi, investigasi, konsep, strategi,
rencana dan indikasi program kebijakan untuk mendapatkan kesimpulan dan rekomendasi
untuk penyempurnaan Laporan Akhir Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ
Tahap II.
Sasaran dari diskusi ini berupa rekomendasi penyempurnaan hasil analisis dan
kesepakatan potensi-masalah sektoral / lintas sektor dalam lingkup wilayah studi.
Selain dari diskusi secara formal seperti tersebut di atas, juga dilakukan konsultasi
(diskusi informal) melalui laporan mingguan maupun laporan bulanan kepada Tim Teknis
dengan tujuan untuk menyelaraskan setiap hasil pekerjaan, sehingga sesuai dengan yang
diharapkan.
Usulan Teknis - Perumusan dan Penetapan Rencana Umum LLAJ Tahap II 83