uu 1/1999, pengesahan perjanjian antara republik indonesia...

25
UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1999 (1/1999) Tanggal: 27 JANUARI 1999 (JAKARTA) _________________________________________________________________ Tentang: PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 harus dapat mendukung dan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran; b. bahwa hubungan luar negeri yang dilandasi politik bebas dan aktif ditujukan untuk kepentingan nasional yang dikembangkan dengan meningkatkan persahabatan dan kerjasama baik bilateral maupun multilateral untuk mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; c. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang transportasi, komunikasi, dan informasi, selain mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia juga dapat membawa dampak negatif yakni timbulnya tindak pidana yang tidak lagi mengenal batas yurisdiksi suatu negara, sehingga penanggulangan dan pemberantasannya diperlukan kerjasama antar negara; d. bahwa kerjasama antara Republik Indonesia dan Australia di bidang pidana telah berjalan dengan baik yang dimulai dengan adanya Perjanjian Ekstradiksi (Undang-undang Nomor 8 Tahun 1994) dan untuk lebih meningkatkan kerjasama tersebut, maka pada tanggal 27 Oktober 1995 di Jakarta telah ditandatangani Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and Australia on Mutual Assistance in Criminal Matters); e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d dipandang perlu mengesahkan Perjanjian Kerjasama Antara Republik Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and *9217 Australia on Mutual Assistance in Criminal Matters) dengan Undang-undang; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

Upload: vuonganh

Post on 13-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 1 TAHUN 1999 (1/1999)

Tanggal: 27 JANUARI 1999 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang: PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIAMENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THEREPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINALMATTERS)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945 harus dapat mendukung dan menjamin kepastian,ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dankebenaran;

b. bahwa hubungan luar negeri yang dilandasi politik bebas dan aktifditujukan untuk kepentingan nasional yang dikembangkan denganmeningkatkan persahabatan dan kerjasama baik bilateral maupunmultilateral untuk mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkankemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

c. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang transportasi, komunikasi, dan informasi, selain mempunyaidampak positif bagi kehidupan manusia juga dapat membawa dampaknegatif yakni timbulnya tindak pidana yang tidak lagi mengenal batasyurisdiksi suatu negara, sehingga penanggulangan dan pemberantasannyadiperlukan kerjasama antar negara;

d. bahwa kerjasama antara Republik Indonesia dan Australia di bidangpidana telah berjalan dengan baik yang dimulai dengan adanyaPerjanjian Ekstradiksi (Undang-undang Nomor 8 Tahun 1994) dan untuklebih meningkatkan kerjasama tersebut, maka pada tanggal 27 Oktober1995 di Jakarta telah ditandatangani Perjanjian Antara RepublikIndonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam MasalahPidana (Treaty between the Republic of Indonesia and Australia onMutual Assistance in Criminal Matters);

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, c, dan d dipandang perlu mengesahkan Perjanjian Kerjasama AntaraRepublik Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalamMasalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and *9217Australia on Mutual Assistance in Criminal Matters) denganUndang-undang;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat (1)Undang-Undang Dasar 1945;

Page 2: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARAREPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAMMASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIAON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS).

Pasal 1

Mengesahkan Perjanjian Kerjasama antara Republik Indonesia danAustralia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treatybetween the Republic of Indonesia and Australia on Mutual Assistancein Criminal Matters) yang telah ditandatangani pada tanggal 27 Oktober1995 di Jakarta yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia danbahasa Inggeris sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari Undang-undang ini.

Pasal 2

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganUndang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA

ttd AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIAMENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK *9218 DALAM MASALAH PIDANA (TREATYBETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCEIN CRIMINAL MATTERS)

I. UMUM Pembangunan Hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945 diarahkan pada terwujudnya Sistem HukumNasional yang dilakukan dengan pembentukan hukum baru, khususnyaproduk hukum yang dibutuhkan untuk mendukung tugas umum pemerintahandan pembangunan nasional. Produk hukum nasional menjamin kepastian,ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilandan kebenaran diharapkan mampu mengamankan dan mendukungpenyelenggaraan politik luar negeri yang bebas dan aktif untukmewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaianabadi, dan keadilan sosial. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia dewasa initelah menyebabkan wilayah negara yang satu dengan lainnya hampir tanpabatas. Keadaan ini di samping mempunyai dampak posisitf juga membawadampak negatif bagi kehidupan manusia. Salah satu dampak negatifnyaadalah semakin meningkatnya tindak pidana yang tidak hanya berskalanasional, tetapi juga transnasional serta global dengan modus operandisemakin canggih, sehingga dalam upaya penanggulangan dan

Page 3: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

pemberantasannya perlu ditingkatkan kerjasama antaranegara. Menyadarikenyataan ini, Pemerintah Republik Indonesia dan Australia mengadakanperjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana yang telahditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1995 di Jakarta. Perjanjiantersebut bertujuan untuk meningkatkan kerjasama yang efektif dalamrangka penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan antara kedua negarayang meliputi : a. pengambilan alat bukti/barang bukti dan untukmendapatkan pernyataan dari orang, termasuk pelaksanaan suratrogatoir; b. pemberian dokumen dan catatan lain; c. lokasi danidentifikasi dari orang; d. pelaksanaan permintaan untuk pencarian danpenyitaan; e. upaya-upaya untuk mencari, menahan, dan menyita hasilkejahatan; f. mengusahakan persetujuan dari orang-orang yang bersediamemberikan kesaksian atau membantu penyidikan di Negara Peminta, danjika orang itu berada dalam tahanan, mengatur pemindahan sementara keNegara tersebut; g. penyampaian dokumen; dan h. bantuan lain yangsesuai dengan tujuan Perjanjian ini yang tidak bertentangan denganhukum Negara Diminta. Untuk meningkatkan efektifitas kerjasama dalampenanggulangan tindak pidana, terutama yang bersifat transnasional,maka pelaksanaan prinsip-prinsip umum hukum internasional yangmenitikberatkan pada asas penghormatan kedaulatan hukum dan kedaulatannegara *9219 harus mengacu pada asas tindak pidana ganda (doublecriminality).

Beberapa bagian penting dalam Perjanjian antara Republik Indonesia danAustralia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana adalah :1. Penolakan pemberian bantuan (Pasal 4) Perjanjian Bantuan TimbalBalik dalam Masalah Pidana mengatur hak negara-negara pihak terutamaNegara Diminta untuk menolak permintaan bantuan. Hak Negara Dimintauntuk memberikan bantuan dapat bersifat mutlak dalam arti harusmenolak atau tidak mutlak dalam arti dapat menolak. Hak negara untukmenolak yang bersifat mutlak dilandaskan kepada prinsip-prinsip umumhukum internasional yang dalam suatu perjanjian internasional yangberkaitan dengan proses peradilan pidana antara lain yang berkaitandengan penuntutan atau pemidanaan tindak pidana yang berlatar belakangpolitik, tindak pidana militer, penuntutan yang telah kadaluarsa, danne bis in idem. Hak Negara Diminta untuk menolak permintaan bantuanyang bersifat tidak mutlak berlandaskan prinsip resiprositas. Prinsipini terutama sangat menentukan dalam menghadapi tindak pidana yangdisebut tindak pidana yang dilakukan di luar wilayah Negara Peminta(extraterritorial crime) dan tidak diatur menurut hukum Negara Dimintaatau terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana mati. 2.Perlindungan terhadap kerahasiaan dan pembatasan penggunaan alat-alatbukti dan barang bukti serta informasi (Pasal 8) Dalam pelaksanaanperjanjian ini, permintaan bantuan harus dijamin kerahasiaannya, baikoleh Negara Diminta maupun Negara Peminta. 3. Menghadirkan tahanan,narapidana, atau orang lain untuk memberikan kesaksian atau membantupenyidikan (Pasal 12 dan Pasal 13)

Dalam hal adanya persetujuan dari tahanan, narapidana, atau oranglain, maka tahanan, narapidana, atau orang lain tersebut, apabiladiminta oleh Negara Peminta, dapat dipindahkan sementara ataudihadirkan ke Negara Peminta untuk membantu penyidikan dan memberikankesaksian serta harus dikembalikan pada saat selesai pelaksanaannya.4. Jaminan perlindungan keselamatan (Pasal 14) Saksi atau ahli yangtelah menyatakan persetujuan untuk memberikan kesaksian harus mendapatjaminan perlindungan keselamatan yang berupa jaminan untuk tidakditahan, dituntut, atau dipidana di Negara Peminta, atas tindak pidanayang terjadi sebelum saksi atau ahli itu meninggalkan Negara Diminta,apabila saksi atau ahli tersebut diminta dihadirkan di Negara Peminta,kecuali saksi atau ahli tersebut melakukan tindak pidana pada waktu

Page 4: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

memberikan kesaksian berupa sumpah palsu, pernyataan palsu, ataupenghinaan peradilan *9220 (contempt of court). 5. Berlaku danberkahirnya perjanjian (Pasal 22) a. Perjanjian mulai berlaku 30 (tigapuluh) hari sesudah masing-masing pihak memberitahukan secara tertuliskepada pihak lainnya bahwa persyaratan masing-masing pihak untukberlakunya perjanjian terpenuhi. b. Perjanjian berlaku juga bagipermintaan bantuan terhadap perbuatan atau omisi yang relevan yangterjadi, baik sebelum maupun sesudah berlakunya perjanjian. c.Masing-masing pihak dapat mengakhiri perjanjian setiap saat melaluipemberitahuan tertulis dan perjanjian berakhir pada hari ke 180(seratus delapan puluh) setelah tanggal pemberitahuan disampaikan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas

Pasal 2 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

---------------------------

CATATAN

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUANTIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OFINDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS)

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUANTIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

Republik Indonesia dan Australia

BERHASRAT untuk saling mengadakan kerjasama seluas-luasnya dalammenanggulangi kejahatan.

TELAH MENYETUJUI hal-hal sebagai berikut:

Pasal 1

RUANG LINGKUP PENERAPAN PERJANJIAN

1. Kedua Pihak saling memberikan bantuan dalam penyidikan atau prosesacara yang menyangkut masalah pidana *9221 berdasarkan Perjanjian ini.

2. Masalah pidana ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kejahatanyang tercantum dalam daftar seperti terlampir pada Perjanjian ini.

3. Bantuan dapat juga diberikan atas kebijaksanaan dari Negara Dimintauntuk perbuatan lain atau suatu omisi yang merupakan suatu kejahatanjika kejahatan itu, menurut hukum Kedua Belah Pihak, adalah kejahatanyang untuk penyidikannya dapat diberikan bantuan.

4. Bantuan semacam itu terdiri atas:

(a) pengambilan alat bukti/barang bukti dan untuk mendapatkanpernyataan dari orang, termasuk pelaksanaan surat rogatoir;

(b) pemberian dokumen dan catatan lain;

Page 5: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

(c) lokasi dan identifikasi dari orang;

(d) pelaksanaan permintaan untuk pencarian dan penyitaan;

(e) upaya-upaya untuk mencari, menahan dan menyita hasil kejahatan;

(f) mengusahakan persetujuan dari orang-orang yang bersedia memberikankesaksian atau membantu penyidikan di Negara Peminta, dan jika orangitu berada dalam tahanan, mengatur pemindahan sementara ke Negaratersebut;

(g) penyampaian dokumen; dan

(h) bantuan lain yang sesuai dengan tujuan Perjanjian ini yang tidakbertentangan dengan hukum Negara Diminta.

5. Bantuan tidak meliputi:

(a) ekstradisi seseorang;

(b) pelaksanaan di Negara Diminta mengenai putusan pidana yangdijatuhkan di Negara Peminta, kecuali dalam batas yang diperbolehkanoleh hukum Negara Diminta dan oleh Perjanjian ini; dan

(c) pemindahan orang dalam penjara untuk menjalani pidana.

Pasal 2

BANTUAN LAIN

Perjanjian ini tidak menghapuskan kewajiban yang ada diantara KeduaPihak, baik itu berdasarkan persetujuan atau pengaturan lain maupuncara lain, serta tidak menghalangi Kedua Pihak untuk saling memberikanbantuan baik itu berdasarkan persetujuan atau pengaturan lain maupuncara *9222 lain. Pasal 3

KANTOR PUSAT

1. Kedua Pihak menunjuk Kantor Pusat untuk mengirim dan menerimapermintaan dalam rangka Perjanjian ini. Kantor Pusat untuk Australiaadalah Departemen Kejaksaan Agung di Canberra dan Kantor Pusat untukRepublik Indonesia adalah Departemen Kehakiman di Jakarta. Kedua Pihaksaling memberitahukan jika ada perubahan Kantor Pusat masing-masing.

2. Permintaan bantuan diajukan melalui Kantor Pusat yang akan mengaturpelaksanaan permintaan itu dengan segera.

Pasal 4

PENOLAKAN BANTUAN

1. Bantuan harus di tolak jika:

(a) permintaan itu berkaitan dengan penuntutan atau pemidanaanterhadap seseorang atas kejahatan yang dianggap oleh Negara Dimintasebagai:

(i) kejahatan yang bersifat politik kecuali pembunuhan atau percobaanpembunuhan terhadap Kepala Negara/Kepala Pemerintahan atau anggotakeluarganya, atau

Page 6: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

(ii) Kejahatan berdasarkan hukum militer dari Negara Diminta yangbukan merupakan kejahatan yang termasuk dalam hukum pidana umum diNegara Diminta.

(b) permintaan itu berkaitan dengan penuntutan terhadap seseorang ataskejahatan yang pelakunya telah dibebaskan atau diberi grasi atau telahselesai menjalani pidana yang dijatuhkan;

(c) permintaan itu berkaitan dengan penuntutan atau pemidanaanterhadap seseorang atas suatu kejahatan yang jika dilakukan di NegaraDiminta tidak dapat dituntut lagi karena alsan kadaluarsa, matinyatersangka, ne bis in idem, atau tidak dapat dituntut lagi karenaalasan lain apapun;

(d) terdapat alasan kuat untuk menduga bahwa permintaan bantuan itudilakukan dalam rangka semata-mata untuk menuntut atau memidanaseseorang karena alasan suku, jenis kelamin, agama, kewarganegaraanatau pandangan politik atau bahwa posisi orang yang bersangkutanmungkin dirugikan karena hal-hal tersebut; atau

(e) Negara Diminta berpendapat bahwa permintaan itu, jika dikabulkan,akan merugikan kedaulatan, keamanan, kepentingan nasional ataukepentingan utama lainnya.

2. Bantuan dapat ditolak jika:

*9223 (a) permintaan itu berkaitan dengan penuntutan atau pemidanaanterhadap seseorang atas kejahatan dalam hal perbuatan atau omisi yangdisangkakan sebagai kejahatan itu, jika terjadi dalam yurisdiksiNegara Diminta, tidak merupakan kejahatan;

(b) permintaan itu berkaitan dengan penuntutan atau pemidanaanterhadap seseorang atas kejahatan yang dilakukannya di luar wilayahNegara Peminta, sedangkan hukum Negara Diminta tidak mengaturpemidanaan terhadap kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya didalam situasi yang sama;

(c) pemberian bantuan itu akan merugikan penyidikan atau proses acaradi Negara Diminta, membahayakan keselamatan seseorang atau menimbulkanbeban berat terhadap kekayaan Negara itu; atau

(d) permintaan itu berkaitan dengan penuntutan atau pemidanaanterhadap seseorang atas kejahatan yang terhadapnya pidana mati dapatdijatuhkan atau dilaksanakan.

3. Sebelum menolak untuk mengabulkan permintaan bantuan, NegaraDiminta harus mempertimbangkan apakah bantuan dapat diberikanberdasarkan syarat-syarat yang dianggap perlu. Jika Negara Pemintamenerima bantuan dengan syarat-syarat itu, maka Negara Peminta wajibmenaati syarat-syarat tersebut.

Pasal 5

ISI PERMINTAAN

1. Permintaan bantuan harus memuat:

(a) maksud permintaan dan uraian mengenai bantuan yang diminta;

Page 7: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

(b) nama instansi yang berwenang melakukan penyidikan atau prosesacara yang berkaitan dengan permintaan itu;

(c) uraian mengenai sifat dari masalah pidana termasuk isi dariundang-undang dan peraturan perundang-undangan yang relevan;

(d) kecuali dalam hal permintaan penyampaian dokumen, uraian mengenaiperbuatan atau emisi atau keadaan yang disangkakan sebagai kejahatan;

(e) putusan pengadilan, jika ada, yang diminta untuk dilaksanakan dansuatu pernyataan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukumtetap;

(f) rincian mengenai prosedur khusus atau syarat-syarat yang dikendakioleh Negara Peminta untuk dipenuhi, termasik pernyataan apakah buktiatau pernyataan-pernyataan yang diperlukan dibuat dibawah sumpah ataujanji;

*9224 (g) persyaratan, jika ada, mengenai kerahasiaan dan alasan untukitu; dan

(h) spesifikasi mengenai batas waktu yang diinginkan untukmelaksanakan permintaan.

2. Permintaan bantuan, sejauh itu perlu dan dimungkinkan, harus memuatjuga:

(a) identitas, kewarganegaraa dan lokasi dari orang atau orang yangmenjadi subyek atau orang yang mungkin memiliki informasi berkaitandengan penyidikan atau proses acara;

(b) uraian dari informasi, pernyataan atau bukti yang diminta;

(c) uraian dari dokumen, catatan atau barang bukti yang harus diajukandemikian juga uraian mengenai orang yang tepat untuk dimintamemberikan keterangan tersebut; dan

(d) informasi mengenai tunjangan dan biaya yang menjadi hak dari orangyang akan hadir di Negara Peminta.

3. Permintaan, dokumen penunjang dan komunikasi lainnya yang dibuatberdasarkan Perjanjian ini harus dalam bahasa Negara Peminta dandisertai dengan terjemahan dalam bahasa Negara Diminta.

4. Jika Negara Diminta menganggap bahwa informasi yang terdapat dalampermintaan tersebut berdasarkan Perjanjian ini tidak cukup untukmemenuhi permintaan bantuan, Negara Diminta dapat meminta informasitambahan.

Pasal 6

PELAKSANAAN PERMINTAAN BANTUAN

1. Permintaan bantuan harus dilaksanakan menurut hukum Negara Diminta,dan sejauh hal itu tidak bertentangan dengan hukum negara tersebut,dilaksanakan dengan cara yang dikehendaki oleh Negara Peminta.

2. Negara Diminta dapat menangguhkan penyerahan barang yang dimintajika barang itu diperlukan untuk proses acara pidana atau perdata diNegara tersebut. Atas permintaan, maka Negara Diminta harus memberikan

Page 8: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

salinan resmi dokumen.

3. Negara Diminta harus memberitahukan dengan segera kepada NegaraPeminta mengenai keadaan-keadaan, yang pada saat hal itu diketahuioleh Negara Diminta, dapat menimbulkan kelambatan yang cukup berartidalam menjawab permintaan tersebut.

4. Negara Diminta harus memberitahukan dengan segera kepada NegaraPeminta mengenai keputusannya untuk tidak *9225 memenuhi seluruh atausebagian dari permintaan bantuan, dan alasan dari keputusan tersebut.

Pasal 7

PENGEMBALIAN BARANG KE NEGARA DIMINTA

Apabila diminta oleh Negara Diminta, Negara Peminta harusmengembalikan barang yang diberikan berdasarkan Perjanjian ini, jikabarang itu tidak dibutuhkan lagi untuk penyidikan atau proses acarayang relevan.

Pasal 8

MELINDUNGI KERAHASIAAN DAN MEMBATASI PENGGUNAAN ALAT BUKTI DAN BARANGBUKTI SERTA INFORMASI

1. Negara Diminta, jika diminta, harus merahasiakan adanya permintaanbantuan, isi permintaan serta dokumen penunjangnya, dan adanyapemberian bantuan tersebut. Jika permintaan tidak dapat dilaksanakantanpa melanggar kerahasiaan. Negara Diminta akan memeberitahukankepada Negara Peminta yang akan memutuskan apakah permintaan itu harustetap diajukan meskipun melanggar kerahasiaan.

2. Negara Peminta, jika diminta, harus merahasiakan informasi dan alatbukti serta barang bukti yang diberikan oleh Negara Diminta, kecualijika alat bukti dan barang bukti serta informasi tersebut diperlukanuntuk penyidikan dan proses acara sebagaimana diuraikan dalampermintaan.

3. Negara Peminta tidak akan menggunakan informasi atau alat bukti danbarang bukti yang didapatnya, atau segala sesuatu yang berasal dariitu, untuk tujuan-tujuan lain dari pada yang dinyatakan di dalampermintaan, tanpa persetujuan sebelumnya dari Negara Diminta.

Pasal 9

PENYAMPAIAN DOKUMEN

1. Negara Diminta harus menyampaikan dokumen yang dikirimkan kepadanyaoleh Negara Peminta, untuk tujuan penyampaian dokumen ini oleh NegaraPeminta.

2. Permintaan penyampaian dokumen yang memuat panggilan kehadiranseseorang harus diajukan kepada Negara Diminta sekurang-kurangnyaempat puluh lima hari sebelum tanggal kehadirannya diperlukan. Dalamkeadaan mendesak, Negara Diminta dapat mengesampingkan syarat ini.

3. Negara Diminta dapat menyampaikan dokumen melalui pos atau, jikaNegara Peminta memintanya, dengan cara lain yang ditentukan oleh hukumNegara Peminta sepanjang tidak bertentangan dengan hukum NegaraDiminta.

Page 9: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

4. Negara Diminta harus menyampaikan ke Negara Peminta buktipenyampaian dokumen. Jika penyampaian dokumen *9226 tidak dapatdilakukan. Negara Peminta akan diberitahu mengenai hal itu disertaialasannya.

Pasal 10

PENGAMBILAN ALAT DAN BARANG BUKTI

1. Dalam hal permintaan diajukan untuk keperluan proses acara yangberkaitan dengan masalah pidana di Negara Peminta, Negara Diminta,atas permintaan, harus mengambil keterangan saksi untuk dikirim keNegara Peminta.

2. Untuk keperluan Perjanjian ini pemberian atau pengambilan alatbukti dan barang bukti harus meliputi pengadaan dokumen, catatan ataubarang-barang lainnya.

3. Untuk keperluan permintaan menurut Pasal ini Negara Permintaanharus merinci hal-hal pokok mengenai siapa yang harus diperiksatermasuk pertanyaan yang perlu diajukan.

4. Pihak-Pihak yang ada hubungannya dengan proses acara di NegaraPeminta, penasehat hukum dan wakil Negara Peminta, dengan mengikutiketentuan hukum Negara Diminta, dapat hadir dan menanyai orang yangdiperiksa.

5. Seseorang yang diminta untuk memberikan kesaksian di Negara Dimintamenurut Pasal ini dapat menolak memberikan kesaksian dalam hal:

(a) hukum Negara Diminta membolehkan saksi itu menolak memberikankesaksian dalam keadaan yang sama dalam proses acara yang berasal dariNegara Diminta; maupun

(b) hukum Negara Peminta membolehkan saksi itu menolak memberikankesaksian dalam proses acara yang sama di Negara Peminta.

6. Jika seseorang menyatakan bahwa terdapat hak untuk menolakmemberikan kesaksian menurut hukum Negara Peminta, maka Kantor PusatNegara tersebut, atas permintaan, harus memberikan surat keterangan keKantor Pusat Negara Diminta mengenai adanya hak itu. Jika tidak adabukti sebaliknya, surat keterangan itu merupakan bukti yang cukupmengenai adanya hak tersebut.

Pasal 11

MEMPEROLEH PERNYATAAN DARI ORANG

1. Negara Diminta, atas permintaan, harus berusaha memperolehpernyataan dari orang untuk keperluan penyidikan atau proses acarayang berkaitan dengan masalah pidana di Negara Peminta.

2. Untuk keperluan permintaan menurut Pasal ini Negara Peminta harusmerinci hal-hal pokok mengenai pernyataan yang diperlukan dari orangtermasuk pertanyaan yang akan diajukan kepada orang tersebut.

*9227 Pasal 12 MENGHADIRKAN TAHANAN/NARAPIDANA UNTUK MEMBERIKANKESAKSIAN ATAU MEMBANTU PENYIDIKAN

Page 10: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

1. Seseorang tahanan/narapidana dan Negara Diminta, jika diminta olehNegara Peminta, dapat dipindahkan sementara ke Negara Peminta untukmembantu penyidikan atau untuk memberikan kesaksian.

2. Negara Diminta tidak boleh memindahkan tahanan/narapidana ke NegaraPeminta kecuali orang itu menyetujui pemindahan tersebut.

3. Selama orang yang dipindahkan itu perlu tetap berada dalamtahanan/penjara menurut hukum Negara Diminta. Negara Peminta harusmenempatkan orang itu dalam tahanan/penjara dan harus mengembalikanorang itu ke Negara Diminta pada saat selesainya uusan yang berkaitandengan pemindahan yang diminta berdasarkan ayat (1) Pasal ini ataupada waktu yang lebih awal apabila kehadiran orang itu tidakdiperlukan lagi.

4. Negara Peminta dapat meminta perpanjangan waktu sebagaimanaditentukan dalam ayat (3) Pasal ini apabila Negara Peminta masihmemerlukan kehadiran orang tersebut, jika orang itu menyetujuinya.

5. Apabila Negara Diminta menyatakan kepada Negara Peminta bahwa orangyang dipindahkan itu tidak perlu lagi ditahan dalam tahanan ataspenjara, orang itu harus dibebaskan dan diperlakukan sebagai orangyang dimaksud dalam Pasal 13.

Pasal 13

MENGHADIRKAN ORANG LAIN UNTUK MEMBERIKAN KESAKSIAN ATAU UNTUK MEMBANTUPENYIDIKAN

1. Negara Peminta dapat meminta bantuan Negara Diminta memperolehpersetujuan seseorang untuk:

(a) hadir sebagai saksi dalam proses acara yang berkaitan denganmasalah pidana di Negara Peminta kecuali orang itu adalah orang yangdidakwa; atau

(b) membantu penyidikan yang berkaitan dengan masalah pidana di NegaraPeminta.

2. Jika Negara Diminta dapat menerima bahwa pengaturan yang memuaskanakan dilakukan oleh Negara Peminta untuk menjamin keamanan orang itu,Negara Diminta harus meminta persetujuan dari orang tersebut untukhadir sebagai saksi dalam proses acara atau untuk membantu penyidikan.

Pasal 14

TINDAKAN JAMINAN KESELAMATAN

1. Dengan memperhatikan ayat (2), apabila seseorang berada di NegaraPeminta berdasarkan permintaan yang *9228 diajukan menurut Pasal 12atau 13:

(a) orang tersebut tidak akan ditahan, dituntut atau dihukum di NegaraPeminta, untuk pelanggaran apapun, atau tidak menjadi pihak dalamperkara perdata apapun, menjadi tergugat yang tidak dapat dikenakanpadanya jika ia tidak berada di Negara Peminta, berkenaan denganperbuatan atau omisi apapun yang dilakukannya sebelum orang itumeninggalkan Negara Diminta;

(b) orang itu tidak boleh, tanpa persetujuannya, diminta untuk

Page 11: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

memberikan kesaksian dalam suatu proses acara atau membantu suatupenyidikan selain daripada proses acara atau penyidikan yang berkaitandengan permintaan itu; dan

(c) apabila orang yang diminta adalah warganegara dari Negara ketiga,maka Negara Peminta akan memberitahukan Kantor Perwakilan Negaratersebut mengenai masalah itu melalui saluran diplomatik.

2. Ayat (1) pasal ini tidak berlaku lagi jika orang itu, setelah bebasuntuk pergi, tidak meninggalkan Negara Peminta dalam jangka waktu tigapuluh hari setelah orang itu secara resmi diberitahu bahwakehadirannya tidak diperlukan lagi atau setelah meninggalkan negaraitu, ternyata kembali lagi.

3. Seseorang yang tampil di Negara Peminta berdasarkan permintaan yangdiajukan menurut Pasal 12 atau 13 harus tunduk pada hukum yang berlakudi Negara Peminta mengenai penghinaan terhadap peradilan, sumpah palsudan membuat pernyataan palsu.

4. Seseorang yang tidak memberikan persetujuan atas permintaan yangdimaksud dalam Pasal 12 atau 13 tidak akan, karena alasan itu diancamdengan suatu pidana atau dikenakan upaya paksa apapun, meskipun adapernyataannya yang bertentangan didalam permintaan bantuan itu ataudalam dokumen apapun yang menyertainya.

Pasal 15

PENYEDIAAN DOKUMEN UNTUK UMUM DAN DOKUMEN RESMI

(1) Jika diminta, Negara Diminta harus memberikan salinan dari dokumendan catatan yang dapat diperoleh secara bebas oleh umum.

2. Jika diminta, Negara Diminta boleh memberikan salinan dari dokumendan catatan yang merupakan bagian dari daftar umum atau daftar lainyang tidak dapat diperoleh secara bebas oleh umum.

3. Jika diminta, Negara Diminta dapat memberikan salinan dari dokumenatau catatan resmi sesuai dengan cara yang sama, dan dengansyarat-syarat yang sama seperti kalau dokumen atau catatan tersebutdapat diberikan kepada petugas penegak hukum atau pejabat peradilannya*9229 sendiri.

Pasal 16

PENGUATAN DAN PENGESAHAN

1. Dokumen atau barang-barang yang menunjang permintaan bantuan yangmelibatkan penggunaan upaya paksa atau penyitaan hasil kejahatan harusdisahkan sesuai dengan ayat (2). Dokumen atau barang yang diberikansebagai jawaban atas permintaan harus disahkan dengan cara yang sama,jika diminta.

2. Dokumen dan barang adalah sah untuk keperluan Perjanjian ini jika:

(a) ditanda tangani atau dikuatkan oleh hakim, atau pejabat lain diatau dari Negara yang mengirimkan dokumen; dan

(b) dibubuhi dengan cap resmi dari Negara pengirim dokumen, atau dariMenteri, atau dari Departemen atau dari pejabat Pemerintah, dariNegara itu.

Page 12: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

Pasal 17

PENCARIAN DAN PENYITAAN

1. Negara Diminta, sepanjang hukumnya mengizinkan, harus melaksanakanpermohonan untuk mencari dan menyita serta menyerahkan barang keNegara Peminta asalkan informasi yang diberikan, termasuk informasitambahan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (4) Pasal 5, jika ada,membenarkan tindakan itu menurut hukum Negara Diminta.

2. Negara Diminta harus memberikan informasi sebagaimana diminta olehNegara Peminta, mengenai hasil pencarian, tempat penyitaan, keadaanpada saat penyitaan, dan penyimpanan selanjutnya barang sitaantersebut.

3. Negara Peminta harus memperhatikan setiap syarat yang ditetapkanoleh Negara Diminta dalam kaitannya dengan barang sitaan yangdiserahkan kepada Negara Peminta.

Pasal 18

HASIL KEJAHATAN

1. Negara Diminta, atas permintaan, harus berusaha untuk memastikanapakah hasil kejahatan berada di dalam yurisdiksinya dan harusmemberitahukan kepada Negara Peminta mengenai hasil penyidikannya.Dalam mengajukan permintaan, harus memberitahukan kepada NegaraDiminta mengenai alasan dari keyakinannya bahwa hasil kejahatan itumungkin berada dalam yurisdiksinya.

2. Dalam hal, menurut ayat (1), hasil kejahatan yang dicurigai itudikemukan, Negara Diminta harus mengambil tindakan yang diperbolehkanoleh hukumnya untuk mencegah jual beli, pengalihan atau pemusnahanhasil kejahatan tersebut, sambil menunggu penetapan akhir mengenaihasil kejahatan tersebut oleh Pengadilan dari Negara Peminta.

*9230 3. Negara Diminta sejauh diperbolehkan menurut hukumnya, harusmelaksanakan penetapan atau putusan akhir yang dikeluarkan olehPengadilan Negara Peminta untuk menyita atau merampas hasil kejahatan.

4. Dalam melaksanakan Pasal ini, hak dari pihak ketiga yang beritikatbaik harus dihormati menurut hukum Negara Diminta. Dalam hal adatuntutan dari pihak ketiga, Negara Diminta harus menahan barangtersebut dampai ada penetapan akhir dari pengadilan yang berwenang.

5. Negara Diminta harus mengembalikan barang yang dimaksud dalam ayat(3) Pasal ini, atau nilai dari barang itu kepada Negara Peminta.

6. Dalam Pasal ini "hasil kejahatan" berarti setiap barang yangdicurigai, atau dinyatakan oleh pengadilan, sebagai barang yangberasal dari atau diperoleh, langsung atau tidak langsung, sebagaihasil dari dilakukannya suatu kejahatan atau harga lawan dari barangdan keuntungan lain yang berasal dari dilakukannya suatu kejahatan.

Pasal 19

PENGATURAN TAMBAHAN

Kantor Pusat masing-masing Pihak dapat membuat pengaturan tambahan

Page 13: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

yang sesuai dengantujuan Perjanjian ini dan dengan hukum kedua belahPihak dalam Perjanjian.

Pasal 20

PERWAKILAN DAN BIAYA

1. Kecuali jika diatur lain dalam Perjanjian iini, Negara Dimintaharus menyiapkan hal-hal yang diperlukan agar Negara Peminta diwakilisecara hukum dalam setiap proses acara yang timbul karena adanyapermintaan bantuan dan dengan demikina Negara Diminta akan mewakilikepentingan Negara Peminta.

2. Negara Diminta harus menanggung biaya untuk memenuhi permintaanbantuan kecuali biaya yang harus ditanggung oleh Negara Peminta yaitu:

(a) biaya yang berhubungan dengan pengangkutan orang ke atau dariwilayah Negara Diminta, dan setiap upah, tunjangan atau biaya yangwajib dibayar kepada orang itu selama berada di Negara Pemintaberdasarkan permintaan menurut Pasal 9, 12 atau 13;

(b) biaya yang berhubungan dengan pengangkutan petugas tahanan/penjaraatau petugas pengawal; dan

(c) jika diminta oleh Negara Diminta, biaya khusus untuk memenuhipermintaan bantuan itu.

Pasal 21

*9231 KONSULTASI

Kedua Pihak harus mengadakan konsultasi dengan segera atas permintaanPihak lainnya, mengenai penafsiran, penerapan atau pelaksanaanketentuan Perjanjian ini baik secara umum meupun dalam kaitannyadengan kasus tertentu melalui Kantor Pusat.

Pasal 22

MULAI BERLAKU DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN

1. Perjanjian ini mulai berlaku tiga puluh hari sesudah tanggalmasing-masing Pihak saling memberitahu kepada Pihak lainnya secaratertulis bahwa persyaratan masing-masing Pihak untuk berlakunyaPerjanjian ini telah terpenuhi.

2. Perjanjian ini berlaku juga bagi permintaan bantuan terhadapperbuatan atau omisi yang relevan yang terjadi baik sebelum maupunsesudah berlakunya Perjanjian ini.

3. Masing-masing pihak dapat mengakhiri Perjanjian ini setiap saatmelalui pemberitahuan tertulis dan Perjanjian berakhir berlakunya padahari ke seratus delapan puluh setelah hari pemberitahuan disampaikan.

Sebagai bukti, yang bertanda tangan dibawah ini yang diberi kuasa olehPemerintah masing-masing telah menanda tangani Perjanjian ini. Dibuatdi Jakarta tanggal dua puluh tujuh Oktober seribu sembilan ratussembilan puluh lima dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, keduanaskah mempunyai kekuatan sah yang sama.

UNTUK REPUBLIK INDONESIA, UNTUK AUSTRALIA

Page 14: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

ttd. ttd.

OETOJO OESMAN MICHAEL LAVARCH

LAMPIRAN

DAFTAR KEJAHATAN YANG DIMAKSUD DALAM PASAL 1 AYAT (2)

1. pembunuhan berencana, pembunuhan;

2. kejahatan yang menyebabkan kematian orang;

3. kejahatan yang melanggar undang-undang mengenai penggugurankandungan;

4. membantu atau membujuk atau menasehati atau memberikan saranakepada orang lain untuk melakukan perbuatan bunuh diri;

5. dengan maksud jahat atau berencana melukai atau mengakibatkan lukaberat, penyerangan yang menyebabkan luka;

*9232 6. penyerahangan terhadap Hakim/Magistrat, Pejabat polisi ataupejabat umum;

7. penyerangan di kapal atau di pesawat udara dengan maksud membunuhatau menyebabkan luka berat;

8. perkosaan atau penyerangan seks;

9. perbuatan cabul dengan kekerasan;

10. memberi sarana, atau memperjual belikan wanita atau orang mudadengan maksud amoral, hidup dari hasil pelacuran, setiap kejahatanlain yang melanggar undang-undang mengenai pelacuran;

11. bigami;

12. penculikan, melarikan wanita atau anak dengan paksa, memenjarakansecara tidak sah, perdagangan budak;

13. mencuri, menelantarkan, menawarkan atau menahan anak secaramelawan hukum;

14. kejahatan yang melanggar undang-undang mengenai suap;

15. memberikan sumpah palsu, membujuk orang untuk memberikan sumpahpalsu, menghalangi atau menggagalkan jalannya peradilan;

16. perbuatan menimbulkan kebakaran;

17. kejahatan yang berhubungan dengan pemalsuan uang dan surat-suratberharga;

18. kejahatan yang melanggar undang-undang mengenai pemalsuan atauundang-undang mengenai penggunaan apa yang dipalsukan;

19. kejahatan yang melanggar undang-undang mengenai pajak, bea cukai,pengawasan devisa, atau pendapatan negara lainnya;

Page 15: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

20. pencurian, penggelapan: penukaran secara curang, pembukuan palsudan curang, mendapatkan barang uang surat berharga atau kredit melaluiupaya palsu atau cara penipuan lainnya; penadahan barang curian,setiap kejahatan yang berhubungan dengan penipuan;

21. pencurian dengan pemberatan, memasuki rumah orang lain tanpa izin:setiap kejahatan yang sejenis;

22. perampokan;

23. pemerasan atau pemaksaan dengan ancaman atau dengan penyalahgunaanwewenang;

24. Kejahatan yang melanggar undang-undang mengenai kebangkrutan dankepailitan;

*9233 25. kejahatan yang melanggar undang-undang mengenai perusahaan;

26. kejahatan yang melanggar undang-undang keimigrasian;

27 Kejahatan yang melanggar undang-undang lingkungan hidup;

28. pengrusakan barang dengan maksud jahat dan berencana;

29. perbuatan yang dilakukan dengan maksud membahayakan keselamatanorang-orang yang bepergian dengan kereta api, kendaraan darat, kapallaut atau pesawat udara atau membahayakan atau merusak kereta api,kendaraan darat, kapal laut atau pesawat udara;

30. pembajakan;

31. perbuatan yang melawan hukum terhadap kekuasaan nakhoda kapal lautatau kapten pilot pesawat udara;

32. merampas secara melawan hukum, atau secara melawan hukum menguasaipengendalian atas kapal laut atau pesawat udara, dengan paksaan atauancaman kekerasan atau dengan setiap bentuk intimidasi lainnya;

33. perbuatan melawan hukum dari salah satu perbuatan yang diaturdalam ayat 1 Pasal 1 Konvensi mengenai Pemberantasan Tindakan-TindakanMelawan Hukum Yang mengancam Keamanan Penerbangan Sipil;

34. kejahatan yang melanggar undang-undang mengenai obat-obatanberbahaya atau narkotika;

35. membantu, membujuk, menasehati atau memberikan saran, menjadipembantu laku sebelum atau sesudah sesuatu perbuatan dilakukan, ataumencoba atau berkomplot melakukan suatu kejahatan yang disebut diatas.

TREATY BETWEEN

THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA

ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS

THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA,

DESIRING to extend to each other the widest measure of cooperation tocombat crime,

Page 16: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

HAVE AGREED as follows:

Article 1 Scope of application

1. The Contracting Parties shall, in accordance with this Treaty,grant to each other assistance in investigations or proceedings inrespect of criminal matters.

*9234 2. Criminal matter include matters connected with offences whichare listed in the Annex to this Treaty.

3. Assistance may also be granted at the discretion of the RequestedState for any other act or omission constituting an offence if theoffence, according to the laws of both Contracting States, is one forwhich mutual assistance can be granted.

4. Such assistance shall consist of:

(a) taking of evidence and obtaining of statements of personsincluding the execution of letters rogatory;

(b) provision of documents and other records;

(c) location and identification of persons;

(d) execution of requests for search and seizure;

(e) measures to locate, restrain and forfeit the proceeds of crime;

(f) seeking the consent of persons to be available to give evidence orto assist in investigations in the Requesting State, and where suchpersons are in custody arranging for their temporary transfer to thatState;

(g) service of documents; and

(h) other assistance consistent with the objects of this Treaty whichis not inconsistent with the law of the Requested State.

5. Assistance shall not include:

(a) tha extradition of any person;

(b) the execution in the Requested State of criminal judgementsimposed in the Requesting State except to the extent permitted by thelaw of the Requested State and this Treaty; and

(c) the transfer of persons in custody to serve sentences.

Article 2 Other assistance

This Treaty shall not derogate from obligations subsisting between theContracting Parties whether pursuant to other Treaties or arrangementsor otherwise nor prevent the Contracting Parties providing assistanceto each other pursuant to other Treaties or arrangements or otherwise.

Article 3 Central Office

*9235 1. The Contracting Parties shall each appoint a Central Officeto transmit and receive requests for the purpose of this Treaty. The

Page 17: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

Central Office of Australia shall be the Attorney-General’s Departmen,Canberra and the Central Office of the Republic of Indonesia shall bethe Ministry of Justice of the Republic of Indonesia, Jakarta. EitherState shall notify the other of any change of its Central Office.

2. Requests for assistance shall be made through the Central Officeswhich shall arange for the prompt carrying out of such requests.

Article 4 Refusal of assistance

1. Assistance shall be refused if:

(a) the request relates to the prosecution or punishment of a personfor an offence that is regarded by the Requested State as:

(i) an offence of a political character except the murder, orattempted murder, of the Head of State or members of his or herfamily; or

(ii) an offence under military law of the Requested State which is notalso an offence under the ordinary criminal law of the RequestedState;

(b) the request relates to the prosecution of a person for an offencein respect of which the offender has been finally acquitted orpardoned or has served the sentence imposed;

(c) the request relates to the prosecution or punishment of a personfor an offence which, had it been committed in the Requested State,could no longer be prosecuted by reason of lapse of time, the death ofthe alleged offender, double jeopardy or could no longer be prosecutedfor any other reason;

(d) there are substantial grounds for believing that the request forassistance has been made merely for the purpose of prosecuting orpunishing that person on account of that person’s race, sex, religion,nationality or political opinions or that person’s position may beessential interests.

(e) the Requested State is of the opinion that the request, ifgranted, would prejudice its sovereignty, security, national interestor other essential interests.

2. Assistance may be refused if:

(a) the request relates to the prosecution or punishment of a personfor an offence where the *9236 acts or omissions alleged to constitutethet offence would not, if they had taken place within thejurisdiction of the Requested State, have constituted an offence;

(b) the request relates to the prosecution or punishment of person foran offence which is committed outside the territory of the RequestingState the law of the Requested State does not provide for thepunishment of an offence committed outside its territory in similarcircumstances;

(c) provision of the assistance sought could prejudice aninvestigation or proceeding in the Requested State, prejudice thesafety of any person or impose an excessive burden on the resources ofthat State; or

Page 18: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

(d) the request relates to the prosecution or punishment of a personfor an offence in respect of which the death penalty may be imposed orcarried out.

3. Before refusing to grant a request for assistance the RequestedState shall consider whether assistance may be granted subject to suchconditions as it deems necessary. If the Requesting State acceptsassistance subject to conditions it shall comply with thoseconditions. Article 5 Contents of requests

1. Requests for assistance shall include:

(a) the purpose of the request and a description of the assistancesought;

(b) the name of the competent authority conducting the investigationor proceeding to which the request relates;

(c) a description of the nature of the criminal matter including astatement of the relevant laws;

(d) except in cases of requests for service of documents, adescription of the acts or omissions or matters alleged to constitutethe offence;

(e) the court order, if any, sought to be enforced and a statement tothe effect that it is a final order;

(f) details of any particular procedure or requirement that theRequesting State wishes to be followed, including a statement as towhether swom or affirmed evidence or statements are required;

(g) the requirements, if any, of confidentiality and the reasonstherefor; and

(h) specification of any time limit within which *9237 compliance withthe request is desired.

2. Requests for assistance, to the extent necessary and insofar aspossible, shall; also include:

(a) the identity, nationality and location of the person or personswho are the subject of or who may have information relevant to theinvestigation or proceeding;

(b) a description of the information, statement or evidence sought;

(c) a description of the documents; records or articles of evidence tobe produced as well as a description of the appropriate person to beasked to produce them; and

(d) information as to the allowances and expenses to which a personapprearing in the Requesting State will be entitled.

3. Requests, supporting documents and other communications madepursuant to this Treaty shall be in the language of the RequestingState and accompanied by a translation into the language of theRequested State.

Page 19: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

4. If the Requested State considers that the information contained inthe request is not sufficient in accordance with this Treaty to enablethe request to be dealt with, it may request additional information.

Article 6 Execution of requests

1. Requests for assistance shall be carried out in accordance with thelaw of the Requested State and, insofar as it’is not incompatible withthat law, in the manner requested by the Requesting State.

2. The Requested State may postpone the delivery of material requestedif such material is required for proceedings in respect of criminal orcivil matters in that State. The Requested State shall, upon request,provide certified copies of documents.

3. The Requested State shall promptly inform the Requesting State ofcircumstances, when they become known to the Requested State, whichare likely to cause a significant delay in responding to the request.

4. The Requested State shall promptly inform the Requesting State of adecision of the Requested State not to comply in whole or in part witha request for assistance and the reason for that decision.

Article 6 -9 TEKS ASLI TIDAK JELAS

Article 10 Taking of evidence

*9238 1. Where a request is made for the purpose of a proceeding inrelation to a criminal matter in the Requesting State the RequestedState shall, upon request, take the evidence of witnesses fortransmission to the Requesting State.

2. For the purposes of this Treaty, the giving or taking of evidenceshall include the production of documents, records or other materials.

3. For the Purposes of requests under this Article the RequestingState shall specify the subject matter about which persons are to beexamined, including any questions to be put.

4. The parties to the relevant proceeding in the Requesting State,their legal representatives and representatives of the RequestingState may, subject to the law of the Requested State, appear andquestion the person being examined.

5. A person who is required to give evidence in the Requested Stateunder this Article may decline to give evidence where either:

(a) the law of the Requested State permits that witness to decline togive evidence in similar circumstances in proceedings originating inthe Requested State; or

(b) where the law of the Requesting State permits that witness todecline to give evidence in such proceedings in the Requesting State.

6. If any person claims that there is a right to decline to giveevidence under the law of the Requesting State, the Central Office ofthat State shal, upon request, provide a certificate to the CentralOffice of the Requested State as to the existence of that right. Inthe absence of evidence to the contrary, the certificate shall providesufficient evidence as to the existence of that right.

Page 20: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

Article 11 Obtaining of statements of persons

1. The Regeusted State shall, upon request, endeavour to obtainstatements of persons for the purpose of an investigation orproceeding in relation to a criminal matter in the Requesting State.

2. For the purpose of requests under this Article the Requesting Stateshall specify the subject matter about which it seeks statements frompersons including any questions which it seeks to be put to theperson.

Article 12

Availability of persons in custody to give evidence or to assistinvestigations

*9239 1. A person in custody in the Requested State may, at therequest of the Requesting State, be temporarily transferred to theRequesting State to assist investigations or to give evidence.

2. The Requested State shall not transfer a person in custody to theRequesting State unless the person consents to that transfer.

3. While the person transferred is required to be held in custodyunder the law of the Requested State, the Requesting State shall holdthat person in custody and shall return that person in custoody to theRequested State at the conclusion of the matter in relation to whichtransfer was sought under paragraph 1 of this Article or at suchearlier time as the person’s presence is no longer required.

4. The Requesting State may request the extension of the period statedin paragraph 3 of this Article if it still needs the presence of theperson, if the person so consents.

5. Where the Requested State advises the Requesting State that thetransferred person is no longer required to be held in custody, thatperson shall be set at liberty and be treated as a person referred toin Article 13.

Article 13

Availability of other persons to give evidence or assistinvestigations

1. The Requesting State may request the assistance of the RequestedState in obtaining a person’s consent to:

(a) appear as a witness in proceedings in relation to a criminalmatter in the Requesting State unless that person is the personcharged; or

(b) assist investigations in relation to a criminal matter in theRequesting State.

2. The Requested State shall, if satisfied that satisfactoryarrangements for that person’s security will be made by the RequestingState, request the person to consent to appear as a witness inproceedings or to assist in the investigations.

Page 21: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

Article 14 Safe conduct

1. Subject to paragraph 2, where a person is in the Requesting Statepursuant to a request made under Articles 12 or 13:

(a) that person shall not be detained, prosecuted or punished in theRequesting State, for any offence, nor be subject to any civil suit,being a civil suit to which the person could not be subjected if theperson were not in the Requesting State, in respect of any act oromission which preceded the person’s departure from the RequestedState;

*9240 (b) that person shall not, without that person’s consent, berequired to give evidence in any proceeding or to assist in anyinvestigation other than the proceeding or investigation to which therequest relates; and

(c) where that person is a citizen of a third State, the RequestingState shall inform the Representative Office of that State about thematter through the diplomatic channel.

2. Paragraph 1 of this Article shall cease to apply where that person,being free to leave, has not left the Requesting State within a periodof thirty days after that person has been officially notified thatperson’s presence is no longer required or, having left, has returned.

3. A person appearing in the Requesting State pursuant to a requestmade under Articles 12 or 13 shall be subject to the law of that Staterelating to contempt of a court or tribunal, perjury and the making offalse declarations.

4. A person who does not consent to a request pursuant to Articles 12or 13 shall not, by reason thereof, be liable to any penalty or besubjected to any coercive measure, notwithstanding any contrarystatement in the request or in any document accompanying the request.

Article 15 Provision of publicly available and official documents

1. If requested, the Requested State shall provide copies of documentsand records which are publicly available.

2. If requested, the Requested State may provide copies of documentsand records are part of a public register or otherwise which are notpublicly available.

3. If requested, the Requested State may provide copies of anyofficial document or record in the same manner and under the sameconditions as such document or record may be provided to its own lawenforcement and judicial authorities.

Article 16 Certification and authentication

1. Documents or materials supporting a request for assistanceinvolving the use of compulsory measures or the forfeiture of proceedsof crime shall be authenticated in accordance with paragraph 2.Documents or materials furnished in response to a request shall besimilarly authenticated, if requested.

2. Documents and materials are authenticated for the purposes of thisTreaty if:

Page 22: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

(a) they purport to be signed or certified by a judge, magistrate orother officer in or of the State sending the document; and

*9241 (b) they purport to be sealed with an official seal of the Statesending the document or of a Minister of State, or of a Department orofficer of the Government, of that State.

Article 17 Search and seizure

1. The Requested State shall, insofar as its law permits, carry outrequests for search and seizure and delivery of material to theRequesting State provided the information supplied, includingadditional information requested pursuant to paragraph 4 of Article 5,if any, would justify such actions under the law of the RequestedState.

2. The Requested State shall provide such information as may berequired by the Requesting State concerning the result of any search,the place of seizure, the circumstances of seizure, and the subsequentcustody of the material seized.

3. The Requesting State shall observe any conditions imposed by theRequested State in relation to any seized material which is deliveredto the Requesting State.

Article 18 Proceeds of crime

1. The Requested State shall, upon request, endeavour to ascertainwhether any proceeds of a crime are located within its jurisdictionand shall notify the Requesting State of the results of its inquiries.In making the request, the Requesting State shall notify the RequestedState of the basis of its belief that such proceeds may be located inits jurisdiction.

2. Where, pursuant to paragraph 1 suspected proceeds of crime arefound the Requested State shall take such measures as are permitted byits law to prevent any dealing in transfer or disposal of, thosesuspected proceeds of crime, pending a final determination in respectof those proceeds by a court of the Requesting State.

3. The Requested State shall, to the extent permitted by its law, giveeffect to a final order forfeiting or confiscating the proceeds ofcrime made by a court of the Requesting State.

4. In the application of this Article, the rights of bona fide thirdparties shall be respected under the law of the Requested State. Wherethere is a claim from a third party, the Requested State shall retainthe property until a final determination of the authoritative court.

5. The Requested State shall return the property referred to inparagraph 3 of this Article, or the value of that property, to theRequesting State.

6. In this Article "proceeds of crime" means any property suspected,or found by a court, to be property derived or *9242 realized,directly or indirecly, as a result of the commission of an offence orto represent the value of property and other benefits derived from thecommission of an offence.

Page 23: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

Article 19 Subsidiary arrangements

The Central Office of each Contracting Party may enter into subsidiaryarrangements, consistent with purpose of this Treaty and with the lawsof both Contracting Parties.

Article 20 Representation and expenses

1. Uncless otherwise provided in this Treaty the Requested State shallmake all necessary arrangements for the representation of theRequesting State in any proceedings arising out of a request forassistance and shall otherwise represent the interests of theRequesting State.

2. The Requested State shall meet the cost of fulfilling the requestfor assistance except that the Requesting State shall bear:

(a) the expenses associated with conveying any person to or from theterritory of the Requested State, and any fees, allowances or expensespayable to that person whilst in the Requesting State pursuant to arequest under Articles 9, 12 or 13;

(b) the expenses associated with conveying custodial or escortingofficers; and

(c) where required by the Requested State, exceptional expenses infulfilling the request.

Article 21 Consultation

The Contracting Parties shall consult promptly, at the request ofeither, concerning the interpretation, the application or the carryingout of this Treaty either generally or in relation to a particularcase, through the Central Offices.

Article 22 Entry into force and termination

1. This Tresty shall enter into force thirty days after the date onwhich the Contracting Parties have notified each other in writing thattheir respective requirements for the entry into force of this Treatyhave been complied with.

2. This Treaty shall apply to requests whether or not the relevantacts or omissions occurred prior to this Treaty entering into force.

3. Either Contracting Party may terminate this Treaty by notice inwriting at any time and it shall cease to be in *9243 force on the onehundred and eightieth day after the day on which notice is given.

IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, being duly authorised thereto bytheir respective Governments, have signed this Treaty.

DONE at Jakarta on the twenty seventh day of October, one thousandnine hundred and ninety five in both the English and Indonesianlanguages, both texts being equally authentic.

FOR THE REPUBLIC OF INDONESIA FOR AUSTRALIA

ttd. ttd.

Page 24: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

OETOJO OESMAN MICHAEL LAVARCH

ANNEX

List Offences Referred To in Article 1, Paragraph 2

1. wilful murder, murder;

2. manslaughter;

3. an offence against the law relating to abortion;

4. aiding or abetting or counselling or procuring the commision ofsuicide;

5. maliciously or wilfully wounding or inflicting grievous bodilyharm, assault occasioning actual bodily harm;

6. assaulting a Magistrate, a police officer or a public officer;

7. assault on board of ship or aircraft with intent to destroy life orcause grievous bodily harm;

8. rape or sexual assault;

9. indecent assault; 10. procuring, or trafficking in, women or youngpersons for immoral purposes; iving on the earnings of prostitution;any other offence against the law relating to prostitution; 11.bigamy; 12. Kidnapping; abduction; false imprisonment; dealing inslaves; 13. stealing, abandoning, exposing or unlawfully detainning achild; 14. an offence against the law relating to bribery; 15.perjury; subornation of perjury; obstructing or defeating the courseof justice; 16. arson; 17. an offence relating to counterfeiting; 18.an ofference against the law relating to forgery or against the lawrelating to uttering what is forged; 19. an offence against the lawrelating to taxation, custom duties, foreign exchange control or otherrevenue matters; 20. stealing; embezzlement; fraudulent conversion;fraudulent false accounting; obtaining property, money, valuablesecurities or credit by false pretences or other form of deception;receiving stolen property, any *9244 offence involving fraud; 21.burglary; housebreaking; any similar offences; 22. robbery; 23.blackmail or extortion by means of threats or by abuse of authority;24. an offence against the law relating to bankruptcy and insolvency;25. an offence against the law relating to companies; 26. an offenceagainst the immigration laws; 27. an offence against the environmentallaws; 28. maliciously or wilfully damaging property; 29. an act donewith the intention of endangering the safety of persons traveling on arailway, vehicle, ship or aircraft or of endangering or damaging arailway, vehicle, ship or aircraft; 30. piracy; 31. an unlawful actagainst the authority of the master of a ship or the commander of anaircraft; 32. the unlawful seizure, or unlawful exercise of control,of a ship or aircraft, by force or threat of force or by any otherform of intimidation; 33. an unlawful act of any of the kindsspecified in paragraph 1 of Article 1 of the Convention for theSuppression of Unlawful Acts against the Safety of Civil Aviation; 34.an offence against the law relating to dangerous drugs or narcoties;or 35. aiding, abetting, counselling or procuring the commission of,being an accessory before or after the fact to, or attempting orconspiring to commit, an offence described in preceding item.

Page 25: UU 1/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA ...wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11470.pdf · Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik ... atau

Kutipan: MEDIA ELEKTRONIK SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1999_________________________________________________________________