v. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id 5... · berkekuatan hukum dalam mencegah terjadinya...
TRANSCRIPT
79
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kebijakan AMDAL
Kebijakan AMDAL selama ini diatur dalam peraturan pemerintah yakni:
PP No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993, PP No. 27 tahun 1999 tentang
AMDAL, serta dalam peraturan menteri yakni: Permen LH No. 08 tahun 2006
tentang pedoman penyusunan AMDAL dan Permen LH No. 11 tahun 2006
tentang jenis kegiatan yang wajib AMDAL. Kebijakan AMDAL diatur pula dalam
bentuk keputusan menteri ESDM No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis
pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi. Selanjutnya dalam
bentuk keputusan kepala Bapedal No. 299 tahun 1996 tentang kajian aspek sosial
ekonomi dalam penyusunan AMDAL, keputusan kepala Bapedal No. 08 tahun
2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses
AMDAL.
Kebijakan-kebijakan tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif yang
berkekuatan hukum dalam mencegah terjadinya kerusakan fungsi lingkungan
hidup. Kebijakan-kebijakan tersebut baik dalam bentuk peraturan pemerintah,
keputusan menteri serta keputusan kepala Bapedal, diharapkan manpu menjamin
keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga fungsi-fungsi lingkungan
dengan baik melalui upaya pencegahan dampak terhadap lingkungan serta
penegakan hukum. Dengan demikian sasaran pengelolaan lingkungan dapat
terwujud yakni terpenuhinya devisa negara, lingkungan hidup lestari dan
kesejahteraan masyarakat meningkat.
5.1.1 Peraturan Pemerintah tentang AMDAL
Kebijakan pengelolaan lingkungan pada suatu usaha dan atau kegiatan
baik oleh perseorangan maupun badan hukum diatur dalam peraturan pemerintah.
Untuk kebijakan AMDAL, telah dilakukan penerapan kebijakan pengelolaan
lingkungan dengan menerbitkan peraturan pemerintah No. 29 tahun 1986,
kemudian direvisi menjadi PP No. 51 tahun 1993 dan terakhir PP No. 27 tahun
1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan.
80
Tabel 6 Review kebijakan AMDAL dengan substansi penentuan dampak penting
PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 Dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan
Dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan
Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan
Kategori dampak dalam PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993
tidak disebutkan adanya dampak besar tetapi hanya mengkategorikan dampak
penting. Hal ini berbeda dengan kategori dampak dalam PP No. 27 tahun 1999
disebutkan bahwa dampak dari rencana suatu usaha dan atau kegiatan
dikategorikan menjadi dua yakni dampak besar dan penting. Namun
sesungguhnya kategori dampak besar tersebut merupakan satu kesatuan dalam
kategori dampak besar dan penting dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
Dalam PP No. 27 tahun 1999 dampak besar dan penting adalah perubahan
lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan
atau kegiatan. Selanjutnya bahwa kriteria dampak besar dan penting suatu usaha
dan atau kegiatan terhadap lingkungan hidup yakni: a) jumlah manusia yang
terkena dampak, b) luas wilayah penyebaran dampak, c) intensitas dan lamanya
dampak berlangsung, d) banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena
dampak, e) sifat kumulatif dampak dan f) berbalik (reversible) atau tidak
berbaliknya (irreversible) dampak.
Pembagian ketagori penentuan dampak berdasarkan dampak besar dan
dampak penting menjadi salah satu kelemahan PP No. 27 tahun 1999 dalam
kaitannya dengan penentuan dampak penting dari suatu kegiatan usaha migas.
Besaran dampak yang dikategorikan dapat menimbulkan dampak dari sisi besaran
dampak adalah untuk kegiatan eksploitasi minyak di darat > 5000 BOPD (barrel
oil per day), untuk eksploitasi gas > 30 MMSCFD (million million stock crude
feet per day). Sebagaimana yang ditetapkan dalam Kepmen No. 11 tahun 2006
tentang kegiatan yang wajib AMDAL bahwa penentuan besaran minimal tersebut
menjadi dasar penentapan suatu kegiatan usaha migas wajib AMDAL atau tidak.
Sehingga peluang terjadinya dampak terhadap lingkungan, sangat memungkinkan
81
dengan tidak diwajibkan studi AMDAL bagi suatu kegiatan usaha yang tingkat
produksinya di bawah ketentuan yang telah ditetapkan. Seharusnya, penentuan
dampak penting dan wajib tidaknya suatu kegiatan usaha untuk melakukan studi
AMDAL tidaklah didasarkan pada besaran produksinya, tetapi semua kegiatan
usaha migas yang memungkinkan menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan, diwajibkan melakukan studi AMDAL. Hal ini sangat mendasar,
mengingat kegiatan usaha migas merupakan kegiatan yang memiliki resiko tinggi
terhadap lingkungan, baik dari sisi ekologi, ekonomi maupun sosial.
Usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi: a) pengubahan bentuk
lahan dan bentang alam, b) eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui
maupun yang tak terbaharui, c) proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta
kemorosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya, d) proses dan kegiatan
yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta
lingkungan sosial budaya, e) proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya dan atau perlindungan
cagar budaya, f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik,
g) pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati, h) penerapan
teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup, i) kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan atau
mempengaruhi pertahanan negara (pasal 3 ayat 2 PP No. 27 tahun 1999 tentang
AMDAL) hal ini bertentangan dengan Kepmen LH No. 11 tahun 2006 tentang
kegiatan wajib AMDAL yang mana kategori kegiatan yang wajib menyusun
AMDAL berdasarkan volume produksi.
Tabel 7 Review kebijakan AMDAL dengan substansi kerangka acuan PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999
- Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan ditetapkan oleh komisi dan disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 12 hari sejak diterimanya pengajuan tersebut
- Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan ditetapkan oleh komisi dan disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 12 hari sejak diterimanya pengajuan
- Keputusan atas penilaian kerangka acuan diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 hari sejak tanggal diterimanya pengajuan
82
Aturan tentang penyusunan kerangka acuan disebutkan dalam PP No. 29
tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 bahwa apabila pemrakarsa berpendapat
bahwa rencana kegiatannya akan menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab
langsung menyusun kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan
tanpa membuat penyajian informasi lingkungam terlebih dahulu, dimana kerangka
acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan ditetapkan oleh komisi dan
disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari sejak
diterimanya pengajuan kerangka acuan tersebut. Sementara dalam PP No. 27
tahun 1999 disebutkan bahwa suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan
menimbulkan dampak diwajibkan menyusun kerangka acuan, namun apabila
rencana usaha dan atau kegiatan tersebut diperkirakan tidak menimbulkan dampak
besar dan penting, maka diharuskan menyusun UKL dan UPL. Keputusan atas
penilaian kerangka acuan juga diatur dalam PP No. 27 tahun 1999 sebagaiman
termaktub dalam pasal 16 ayat 2, keputusan atas penilaian kerangka acuan
sebagaimana dimaksud pada jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh
lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan.
Hal ini menjelaskan bahwa kerangka acuan disetujui oleh instansi yang
bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima)
hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan tersebut. Perubahan
waktu atas keputusan penilaian kerangka acuan dari 12 (dua belas) hari menjadi
75 (tujuh puluh lima) hari kerja menjadi sangat penting mengingat kebutuhan
waktu yang lama dapat menghambat jalannya investasi, begitu pula waktu yang
sangat singkat, akan memberikan penilaian yang tidak maksimal, sehingga dengan
demikian waktu persetujuan kerangka acuan didasarkan pada kebutuhan waktu.
83
Tabel 8. Review kebijakan AMDAL dengan substansi ANDAL
PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan
- Keputusan atas andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan
- Apabila keputusan atas andal berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut
- Keputusan atas andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan
- Apabila keputusan atas andal berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut
- Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan
- Keputusan atas ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen ANDAL, RKL, RPL
- Apabila instansi yang bertangungjawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu tersebut maka rencana usaha dan atau kegiatan yang dimaksud dianggap layak lingkungan
Keputusan atas ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan analisis
dampak lingkungan tersebut. Apabila keputusan atas ANDAL berupa penolakan
berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan ANDAL diberikan
oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan
tersebut. Dalam PP No. 27 tahun 1999 dibutuhkan waktu sebanyak 75 hari kerja
sebagaimana termaktub dalam pasal 20 ayat 1, instansi yang bertanggung jawab
menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 75 (tujuh puluh lima) jari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
84
dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
Namun demikian, waktu yang dibutuhkan tersebut (75 hari) tidak berdasar,
sehingga perlu direvisi mengingat lamanya proses persetujuan AMDAL tersebut
dapat menghambat iklim investasi dalam kegiatan usaha migas. Dari sisi efisiensi,
hal ini akan sangat berdampak terhadap rencana implementasi kegiatan yang akan
dilakukan. Penekan sesungguhnya bukanlah pada lamanya waktu prosedur
persetujuan AMDAL, namun lebih ditekankan pada tingkat kebutuhan usaha
dengan prinsip-prinsip kelestarian ekologi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam
proses persetujuan dapat diterapkan prosedur yang mudah, cepat dan
bertanggungjawab dengan demikian semangat investasi dapat tetap terjaga dalam
upaya pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan.
Tabel 9 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RKL
PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Keputusan persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rencana pengelolaan lingkungan tersebut
- Keputusan persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya rencana pengelolaan lingkungan tersebut
- Keputusan persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya rencana pengelolaan lingkungan tersebut
Prosedur persetujuan dokumen RKL dan RPL dalam PP No. 27 tahun
1999 dilakukan bersamaan dengan pengajuan dokumen ANDAL dengan waktu
yang dibutuhkan 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak diajukannya
dokumen tersebut. Sementara dalam PP No. 51 tahun 1993, prosedur persetujuan
dokumen RKL dan RPL dilakukan terpisah dengan pengajuan dokumen ANDAL.
Waktu yang dibutuhkan dalam proses persetujuan dokumen RKL dan RPL yakni
45 (empat puluh lima) hari kerja.
85
Tabel 10 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RPL
PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Keputusan
persetujuan atas rencana pemantauan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rencana pemantauan lingkungan tersebut
- Keputusan persetujuan atas rencana pemantauan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya rencana pemantauan lingkungan tersebut
- Keputusan persetujuan atas rencana pemantauan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya rencana pemantauan tersebut
Seperti pada Tabel 10 tampak perubahan waktu keputusan persetujuan
RPL yang semakin lama yakni dari 30 hari kerja (PP No. 29 tahun 1986), 40 hari
kerja (PP No. 51 tahun 1993) dan menjadi 75 hari kerja (PP No. 27 tahun 1999).
Perubahan waktu persetujuan RPL tersebut tidak memiliki dasar penetapan waktu
yang jelas. Seharusnya waktu penyusunan tidak ditetapkan sama untuk semua
kegiatan, harus mempertimbangkan lokasi kegiatan yang sulit dijangkau, perlu
pengkajian yang mendalam berdasarkan ekosistem masing-masing kegiatan,
pertimbangan efisiensi waktu, yang dapat menghambat kegiatan karena kegiatan
usaha migas sangat dinamis, akhirnya dapat berakibat timbulnya pelanggaran-
pelanggaran, sebelum AMDAL disetujui kegiatan telah dimulai karena mengejar
produksi dan juga dapat menghambat investasi (investasi tidak kondusif).
Faktor lain yang juga penting dalam review kebijakan peraturan
pemerintah dalam kaitannya penerapan AMDAL yang efektif dan efisien adalah
tentang kedudukan komisi penilai atau komisi pusat AMDAL. Perubahan besar
yang terdapat dalam PP No. 27 tahun 1999 adalah disatukannya komisi penilai
pusat dan berkedudukan di kementerian negara lingkungan hidup. Apabila
penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh
menolak permohonan ijin yang diajukan oleh pemrakarsa. Kedudukan komisi ini
menjadi sangat penting, khususnya dalam kaitannya dalam mencegah kerusakan
lingkungan pada kegiatan usaha migas. Kedudukan komisi penilai AMDAL pusat
saat ini berkedudukan di kementerian negara lingkungan hidup yang merupakan
86
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan. Kondisi ini kemudian
menjadi sangat penting untuk direview mengingat kegiatan usaha migas yang
bersifat sangat teknis dengan aspek profesionalitas yang tinggi. Kegiatan usaha
migas menggunakan teknologi tinggi dalam operasinya, sehingga dampak
lingkungan yang ditimbulkan, sangat memungkinkan dari kesalahan teknis
operasional. Berdasarkan hal itu, maka dibutuhkan komisi penilai antara lain, ahli
dalam bidang perminyakan dan geologi, ahli proses untuk kilang, ahli kimia,
sehingga dapat memprediksi dan mengetahui kemungkinan-kemungkinan dampak
besar dan penting yang ditimbulkan dalam kegiatan.
Tabel 11 Review kebijakan AMDAL dengan substansi komisi penilai
PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Komisi AMDAL pusat
dibentuk oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen sektoral dan berkedudukan di departemen atau LPND, dengan status keanggotaan tetap dan anggota tidak tetap
- Komisi AMDAL daerah dibentuk oleh Gubernur dan berkedudukan di Bapedalda propinsi dengan status keanggotaan tetap dan tidak tetap
- Komisi AMDAL pusat dibentuk oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen sektoral dan berkedudukan di departemen atau LPND, dengan status keanggotaan tetap dan anggota tidak tetap
- Komisi AMDAL daerah dibentuk oleh Gubernur dan berkedudukan di Bapedalda propinsi dengan status keanggotaan tetap dan tidak tetap
- Komisi penilai AMDAL pusat dibentuk oleh menteri dan berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan
- Komisi penilai AMDAL daerah dibentuk oleh Gubernur dan berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan di tingkat I (Bapedalda propinsi)
Komisi pusat AMDAL dalam PP No. 27 tahun 1999 disebut komisi penilai
pusat yang dibentuk oleh kementerian negara lingkungan hidup dan berkedudukan
di Bapedal pusat dengan keanggotaan lebih representatif yang bertugas menilai
hasil AMDAL. Keberadaan komisi pusat AMDAL di bawah kewenangan
kementerian lingkungan hidup tersebut dianggap kurang tepat, mengingat
AMDAL pada kegiatan usaha migas sangat terkait dengan potensi dampak yang
muncul dari penerapan teknologi-teknologi yang digunakan. Untuk itu, keahlian
minyak dan gas dalam penilaian dokumen AMDAL menjadi sangat penting,
87
terkait dengan metode eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan dan tata
niaga. Metode-metode yang dikembangkan sangat spesifik dan membutuhkan
ahli-ahli di bidangnya. Dengan demikian, usulan pengembalian komisi pusat
AMDAL pada departemen teknis/sektor menjadi sangat penting.
Tabel 12 Review kebijakan AMDAL dengan substansi pembiayaan
PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Biaya untuk membuat
KA-ANDAL,ANDAL, RKL, RPL dibebankan kepada pemrakarsa atau penanggung jawab kegiatan
- Untuk biaya tertentu dibebankan kepada menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup dan atau menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan dan atau gubernur kepala daerah tingkat I
- Biaya penyusunan kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan dibebankan kepada pemrakarsa atau penanggung jawab kegiatan
- Biaya penyusunan dan penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup dibebankan kepada pemrakarsa
- Biaya pembinaan teknis dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi yang bertanggung jawab
Faktor pembiayaan juga menjadi penting untuk diperhatikan, mengingat
kualitas dokumen yang dihasilkan akan sangat dipengaruhi oleh besaran biaya
studi yang dialokasikan. Pembiayaan yang proporsional dan jelas akan
memberikan hasil yang baik. Biaya akan sangat penting bagi terlaksananya
kegiatan sebagaimana tujuan yang akan dicapai. Pembiayaan studi yang sesuai
dengan kegiatan akan menjamin pelaksanaan kegiatan yang baik. Untuk faktor
pembiayaan menjadi hal yang positif apabila dimanfaatkan sesuai dengan
proporsinya. Demikian pula sebaliknya, pembiayaan studi yang minim dan tidak
proporsional akan menyulitkan dalam pelaksanaan studi yang sesuai dengan
tujuan. Pembiayaan tentu terkait dengan keahlian dari penyusun dan biaya dapat
menunjukkan/mencerminkan kedalaman studi dan analisis yang digunakan oleh
penyusun. Namun, hal ini sulit diukur karena sangat bervariasi.
88
5.1.2 Peraturan Menteri, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri ESDM
Peraturan menteri dan keputusan menteri negara lingkungan hidup yang
terkait dalam pelaksanaan AMDAL di Indonesia antara lain Permen LH No. 08
tahun 2006 tentang pedoman penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan
dan Kepmen LH No. 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Peratuan menteri negara lingkungan hidup No. 08 tahun 2006 tentang
pedoman penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan merupakan
penjabaran kebijakan AMDAL yakni PP No. 27 tahun 1999 pasal 14 ayat (2) dan
pasal 17 ayat (2). Dalam Permen LH No. 08 tahun 2006 tersebut terdapat
beberapa hal yang perlu direview antara lain; pelingkupan, metode studi,
penyusun, serta biaya dan waktu studi.
Pelingkupan merupakan proses awal untuk menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotesis) yang terkait
dengan rencana usaha dan atau kegiatan. Pelingkupan meliputi dampak penting
hipotetik, lingkup wilayah studi ANDAL didasarkan pada beberapa pertimbangan:
batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administratif, batas waktu
kajian, kedalaman studi ANDAL mencakup metode yang digunakan, jumlah
sampel yang diukur, dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumberdaya
yang tersedia (dana dan waktu). Proses pelingkupan dampak penting terdiri atas;
identifikasi dampak potensial dan evaluasi dampak potensial. Hal ini sangat rancu
karena bila dampak potensial hanya sebagai dampak tunggal yang memperkirakan
potensi dampak, sedangkan isu pokok merupakan dampak yang terintegrasi dari
dampak yang komprehensif dan interaksi dampak kumulatif dari keseluruhan
dampak, jadi bukan hanya dampak tunggal, sangat penting didalam AMDAL
adalah isu pokok (main issue). Hal ini merupakan kelemahan dari Kepdal No. 08
tahun 2006 untuk menentukan dampak, pada skoping (pelingkupan) di KA-
ANDAL terdiri atas: skoping sosial, skoping ekologis, skoping perencanaan dan
kebijaksanaan (Beanlands dan Dunker, 1983).
Metode studi terdiri atas: metode pengumpulan data, metode analisa data,
metode prakiraan dampak dan metode evaluasi dampak. Metode disebutkan
89
merupakan metode yang baku dan sesuai dengan komponen lingkungan yang
dianggap akan terkena dampak (fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya).
Dengan kejelasan metode yang digunakan akan memudahkan pemrakarsa dan
penyusun AMDAL dalam menyusun dokumen AMDAL yang berkualitas dan
sesuai dengan kondisi di lapangan. Peraturan ini semestinya menjadi pedoman
dan panduan bagi pemrakarsa dan penyusun AMDAL dalam menyusun dokumen
AMDAL yang efisien dan efektif.
Penyusun terdiri atas kualifikasi ketua dan anggota tim. Ketua tim
penyusun studi disebutkan harus bersertifikat AMDAL penyusun dan sesuai
ketentuan yang berlaku, sedang anggota tim harus memiliki keahlian yang sesuai
dengan lingkup studi yang dilakukan.
Biaya studi diprosentasekan berdasarkan jenis-jenis biaya yang dibutuhkan
dalam rangka penyusunan studi AMDAL termasuk biaya untuk pelaksanaan
konsultasi masyarakat. Sedang waktu studi merupakan jangka waktu pelaksanaan
studi ANDAL sejak tahap persiapan hingga penyerahan laporan ke instansi yang
bertanggung jawab.
Keputusan menteri negara lingkungan hidup No. 11 tahun 2006 tentang
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup merupakan penjabaran dari PP No. 27 tahun
1999 pasal 3 ayat (2) dan ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia
untuk menanggulangi dampak penting negatif yang akan timbul. Namun dalam
penetapan jenis kegiatan khususnya pada sumberdaya minyak dan gas bumi
dengan menggunakan indikator jumlah produksi. Hal ini sangat tidak realiable
mengingat potensi dampak yang dapat terjadi tidak hanya pada skala usaha
dengan produksi yang tinggi, tapi juga pada setiap kegiatan usaha yang dilakukan
akan berpotensi menghasilkan dampak penting. Dampak tidak hanya dilihat dari
sisi kuantitas atau besaran dampak tetapi juga dari sisi berbahayanya dampak
tersebut terhadap lingkungan hidup dan manusia. Penentuan dampak terhadap
lingkungan didasarkan pada perubahan indikator-indikator kualitas lingkungan.
Untuk mengetahui suatu perubahan aspek lingkungan dari suatu kegiatan tidak
berarti cukup menggunakan satu indikator (Suratmo, 2002).
90
Review kebijakan AMDAL migas dilakukan terhadap keputusan menteri
energi dan sumberdaya mineral No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis
pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi. Ada dua poin penting
yang perlu diperhatikan yakni isu pokok dan metode prakiraan dampak. Isu pokok
harus telah tercantum di dalam kerangka acuan. Sedang metode prakiraan dampak
besar dan penting disebut menggunakan metode formal (matematik, statistik) dan
non formal (analog dan professional judgement), serta metode evaluasi dampak.
Penentuan dampak besar dan penting menjadi sangat krusial, mengingat
potensial dampak yang dapat terjadi pada suatu kegiatan usaha. Untuk itu, selain
kriteria dan identifikasi bentuk-bentuk kegiatan yang dapat menimbulkan dampak
besar dan penting, hal lain yang juga sangat menentukan adalah pengambil
keputusan penentuan dampak besar dan penting dari suatu rencana kegiatan.
Selama ini, sebagaimana diacu dalam PP No. 27 tahun 1999 pasal 5 ayat (2)
bahwa pedoman mengenai penentuan dampak besar dan penting ditetapkan oleh
kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pedoman penentuan dampak besar dan penting pada kegiatan usaha migas
ditetapkan oleh menteri ESDM. Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk menetapkan
suatu dampak diperlukan tiga tahapan yakni: a) tahapan pertama yakni melakukan
identifikasi dampak yang terjadi pada komponen lingkungan, b) tahap kedua
yakni pengukuran atau perhitungan dampak yang akan terjadi pada komponen
lingkungan, dan c) tahapan ketiga yakni penggabungan beberapa komponen
lingkungan yang sangat berkaitan, kemudian dianalisis dan digunakan untuk
menetapkan refleksi dari dampak komponen-komponen sebagai indikator menjadi
gambaran perubahan lingkungan atau dampak lingkungan, d) menetapkan
parameter atau indikator dari komponen lingkungan yang akan diukur
(Sumarwoto, 2005).
Mengingat pentingnya penentuan dampak besar dan penting, sehingga
indikator penentuan dampak pada kegiatan usaha migas didasarkan pada aspek
teknologi, aspek produksi, aspek sosial budaya serta aspek ekonomi sumberdaya
alam dan lingkungan. Selain itu, penentuan dampak tersebut sebaiknya dilakukan
oleh lembaga independen yang terdiri atas unsur-unsur lembaga/instansi teknis,
kementerian lingkungan hidup, pemerhati lingkungan/LSM, praktisi lingkungan,
91
pakar/perguruan tinggi dan masyarakat dimana lokasi rencana kegiatan akan
dilakukan.
5.1.3 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Peraturan dalam bentuk keputusan kepala badan pengendalian dampak
lingkungan merupakan penjabaran dari peraturan keputusan menteri lingkungan
hidup. Ada beberapa keputusan kepala Bapedal yang mendukung pelaksanan
AMDAL agar terlaksana dengan baik dan sesuai peraturan pemerintah yang telah
ditetapkan.
Keputusan kepala Bapedal yang direview antara lain keputusan kepala
badan pengendalian dampak lingkungan No. 229 tahun 1996 tentang pedoman
teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan analisis mengenai dampak
lingkungan dan kepala badan pengendalian dampak lingkungan No. 08 tahun
2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses
analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
a. Penggunaan kata aspek sosial dalam peraturan ini diusulkan menjadi kata
aspek sosial ekonomi.
b. Pada lampiran I bagian C ruang lingkup pada poin 1 dinyatakan bahwa
komponen sosial yang ditelaah meliputi: demografi, ekonomi dan budaya.
Komponen yang direview yakni: ekonomi, demografi dan budaya yang
merupakanbukan bagian dari komponan sosial namun merupakan komponen
yang berdiri sendiri.
c. Pada lampiran III bagian A poin 1.5 untuk indikator ekonomi yang nilai
moneternya tidak bisa dianalisis dengan akurat, diperlukan value judgement
dari penyusun AMDAL. Caranya antara lain dengan menggunakan analogi
terhadap fenomena-fenomena dampak penting yang timbul menurut dokumen
AMDAL sejenis. Pernyataan mengenai diperlukan value judgement dari
penyusun AMDAL akan terlaksana dengan baik jika penyusun AMDAL
merupakan ahli ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan karena dengan
hanya menggunakan metode analogi tidak akan cukup untuk memberikan
nilai ekonomi yang akurat pada suatu sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
92
d. Pada lampiran III bagian A poin 2.b metode informal antara lain: 1) penilaian
pakar (professional judgement), 2) komparatif antar budaya (cross cultural),
3) teknik analogi dan 4) metode delphi. Penjabaran metode informal menjadi
4 teknik salah satunya penilaian akan bersifat objektif dan tingkat terjadinya
bias terhadap penilaian akan lebih tinggi.
e. Keputusan Kepala Bapedal No. 229 tahun 1996 sebaiknya dijadikan pedoman
wajib dalam menilai komponen sosial ekonomi dalam menyusun dokumen
KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL pada kegiatan usaha migas karena
berdasarkan hasil review kualitas dokumen AMDAL migas tidak satupun
penyusun yang melaksanakan metode analisis data ekonomi dengan
pendekatan pemberian nilai moneter (lampiran III bagian A poin 1.5)
dinyatakan bahwa data ekonomi sedapat mungkin diberi nilai moneter
(valuation) karena sebagian besar indikator-indikator ekonomi dapat
dikuantifikasi.
Pendekatan memberikan nilai moneter pada sumberdaya alam sering
diistilahkan dengan pendekatan valuasi ekonomi atau lebih dikenal total economic
valuation. Metode ini merupakan salah satu metode ekonomi sumberdaya yang
dapat memberikan nilai moneter pada sumberdaya baik tidak bernilai pasar
maupun yang bernilai pasar. Selain itu, dengan menggunakan metode TEV akan
diperoleh informasi nilai estimasi moneter suatu lingkungan/lahan yang akan
dialih fungsikan misal dari hutan menjadi daerah kegiatan usaha migas serta
dengan mengetahui nilai moneter suatu lingkungan akan dapat dijadikan salah
satu acuan dalam menentukan nilai ganti rugi terhadap lahan yang terpakai oleh
kegiatan migas.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun
2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses
analisis mengenai dampak lingkungan hidup, serta mekanisme keterlibatan
masyarakat dan keterbukaan informasi dalam PP No. 27 tahun 1999 disebutkan
secara jelas jangka waktu pelaksanaannya yakni 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diumumkannya rencana usaha dan atau kegiatan tersebut, serta merupakan bagian
tersendiri. Dalam penjelasannya tentang keterbukaan informasi dan peran
masyarakat yakni setiap usaha dan atau kegiatan wajib mengumumkan terlebih
93
dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai
dampak lingkungan hidup. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang
bertanggungjawab dan pemrakarsa dan tatacara pengumuman serta tatacara
penyampaian saran, pendapat dan tanggapan ditetapkan oleh kepala instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dasar penentuan 30 hari kerja tidak
jelas, masyarakat hanya memberi tanggapan, selanjutnya tidak terlibat lagi sampai
pasca operasi.
Berdasarkan uraian dari hasil review kebijakan diperoleh sembilan
komponen mendasar yang merupakan perbedaan mendasar dan kelemahan dari
peraturan pemerintah No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993 dan PP No. 27
tahun 1999 tentang AMDAL, peraturan menteri negara LH No. 08 tahun 2006
tentang pedoman penyusunan AMDAL, dan Permen LH No. 11 tahun 2006
tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL,
keputusan menteri ESDM No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis
pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi, keputusan kepala
badan pengendalian dampak lingkungan No. 229 tahun 1996 tentang pedoman
teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan AMDAL dan keputusan kepala
badan pengendalian dampak lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan
masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL.
Tabel 13 Kelemahan-kelemahan kebijakan AMDAL migas
Substansi Kelemahan-kelemahan 1.Penentuan dampak
penting - Penentuan dampak tidak hanya didasarkan pada
dampak penting tetapi juga pada dampak besar, penyusunan AMDAL berdasarkan volume produksi bukan dampak penting dari suatu kegiatan migas.
- PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 dikategorikan dampak penting, sedangkan PP No. 27 tahun 1999 dikategorikan dampak besar dan penting
2. Efisiensi penyusunan AMDAL
- PP No. 27 tahun 1999 waktu penyusunan relatif lama yakni 75 hari KA dan 75 hari ANDAL, RKL dan RPL, pada PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 waktu penyusunan lebih singkat.
- Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penyusunan AMDAL, mulai dari pengajuan hingga persetujuan AMDAL relatif 1-3 tahun.
- Biaya penyusunan AMDAL dibebankan kepada pemrakarsa tapi biaya lain dibebankan pada kementerian lingkungan hidup, departemen teknis/sektoral atau gubernur
94
Lanjutan Tabel 13 3. Komisi AMDAL
pusat - Komisi AMDAL dalam PP No. 27 tahun 1999
berada dibawah kewenangan kementerian lingkungan hidup
- Komisi AMDAL dalam PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 berada pada masing-masing sektor
4. Metode pelingkupan
- Metode pelingkupan yang digunakan umumnya bergantung pada keahlian masing-masing penyusun, sehingga sulit melakukan penilaian metodologi yang tepat, kerena tidak adanya penetapan metode-metode standar/baku
5. Metode studi - Dalam Permen LH No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL, metode perkiraan dan evaluasi dampak hanya disebutkan metode formal dan professional judgement, tidak terdapat metode yang baku yang dapat diacu bersama
6. Aspek sosial ekonomi
- Dalam keputusan kepala Bapedal No. 229 tahun 1996, komponen sosial ekonomi masih sekitar penyerapan tenaga kerja dan bantuan-bantuan sosial seperti pembangunan jalan, gedung sekolah dan sarana umum lainnya, dan belum banyak mengedepankan aspek ekonomi lingkungan, sehingga ketika terjadi emergency yang berdampak terhadap lingkungan maka sangat sulit melakukan penilaian
7. Keterlibatan masyarakat
- Dalam keputusan kepala Bapedal No. 08 tahun 2000, keterlibatan masyarakat selama ini hanya bersifat formalitas yang porsinya adalah pada waktu pengumuman masyarakat, dengan demikian tidak ada check and balances dari masyarakat secara langsung terhadap dampak yang dapat terjadi
8. Analisis valuasi ekonomi lingkungan
- Analisis valuasi ekonomi lingkungan/total economic valution sesungguhnya telah dicantumkan dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 229 tahun 1996 tentang pedoman teknis kajian aspek sosial ekonomi, namun belum ada peraturan yang mewajibkan penggunaan metode TEV dalam penyusunan AMDAL, sehingga hingga saat ini belum ada bukti penerapannya
9. Emergency/ Keadaan Darurat
- Masalah emergency/keadaan darurat tidak ada keterkaitan dengan AMDAL dan tidak disebutkan dalam Kepmen ESDM No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan
95
5.2 Kualitas Dokumen AMDAL Migas
Pelaksanaan AMDAL pada kegiatan usaha migas diterapkan mulai tahun
1986 dengan menghasilkan beberapa dokumen AMDAL. Untuk mengetahui
sejauhmana kualitas dokumen AMDAL pada kegiatan usaha migas maka perlu
dilakukan review dokumen. Hasil review terhadap kualitas dokumen AMDAL
pada tujuh dokumen AMDAL yang dimiliki oleh perusahaan menunjukkan bahwa
umumnya pemrakarsa dan tim penyusun AMDAL dapat memenuhi kriteria
indikator sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Analisis kualitas dokumen AMDAL migas dilakukan pada tujuh
perusahaan migas yaitu perusahaan PT.CPI Lapangan Duri, Pertamina UP III
Plaju, PT.Lapindo Brantas, KKKS Suryaraya Teladan Pendopo, BP Tangguh,
Expan Blok Toili dan KKKS Hess Pangkah.
1. PT.Chevron Pacific Indonesia Duri
Dokumen KA-ANDAL disahkan pada tahun 1990 sementara dokumen
ANDAL disetujui pada tahun 1991, RKL dan RPL-nya disetujui pada tahun 1993,
hal ini karena sesuai PP 29/1989 yang diajukan dan disetujui secara bertahap atau
terpisah oleh masing-masing dokumen setelah ANDAL disetujui dan kegiatan
berlangsung baru dimulai penyusunan dokumen RKL dan RPL dan disahkan oleh
komisi AMDAL.
Dokumen AMDAL ini disusun oleh tim penyusun dari PPLH UNRI dan
PT Bumi Prasidi. Hasil dari review dokumen ternyata tim penyusun tidak lengkap
yang mana ahli geologi dan ahli perminyakan tidak tersedia. Tim penyusun
AMDAL terbagi dalam dua tim yakni; a) tim inti yang terdiri atas penanggung
jawab, staf konsultan senior dan tim pemantau rona awal dan penilai lingkungan,
b) tim studi tata guna tanah, sosial ekonomi dan budaya, yang terdiri atas;
penanggung jawab, koordinator sosial ekonomi, koordinator sosial budaya, dan
koordinator tata guna tanah. Anggota tim terdiri: ahli ekonomi, ahli pertanian, ahli
pendidikan, ahli kepustakaan, ahli perikanan, ahli sosiologi.
Review dokumen KA-ANDAL PT. CPI Lapangan Duri bahwa deskripsi
rencana kegiatan dan rona lingkungan awal dijelaskan secara rinci dan lengkap
dan metode prakiraan dampak dalam dokumen ANDAL ini terdiri atas; a)
96
pemantauan meteorologi, b) pemantauan kualitas udara sekitar dan c) analisa
dampak kualitas udara. Demikian pula dengan uraian batas wilayah studi
dijelaskan dengan rinci dan dilengkapi dengan peta-peta. Namun, rumusan
pelingkupan tidak dijelaskan dalam dokumen ANDAL. Metode prakiraan dampak
sama dengan yang ada dalam dokumen KA-ANDAL, hanya lebih lengkap dan
detail. Sedangkan metode evaluasi dampak penting tidak disebutkan dalam
dokumen ANDAL ini dan tidak dilakukan evaluasi dampak penting yang di dalam
dokumen AMDAL.
Review dokumen RKL dan RPL yang disahkan pada tahun 1992,
menunjukkan bahwa dampak yang harus dikelola dan dipantau antara lain:
penurunan kualitas udara, penurunan air permukaan, penurunan kualitas air tanah,
perubahan vegetasi dan penurunan populasi fauna, terbukanya kesempatan kerja
dan jasa setempat. Dan langkah-langkah pengelolaan yang diterapkan antara lain :
membakar limbah gas di flare, memproses air limbah sebelum dibuang
kelingkungan, membuat kanal untuk pendingin air buangan (air terproduksi),
melakukan penghijauan pada areal-areal yang terbuka, melestarikan tanaman
hutan didaerah kantong antara lokasi sumur dan kawasan lain, penimbunan sludge
dan sisa lumpur pemboran tidak disebutkan teknologi dalam pengelolaan limbah
tersebut, memanfaatkan tenaga kerja dan jasa setempat. Sedangkan pemantauan
lingkungan yang dilakukan antara lain: pemantuan kualitas air limbah,
pemantauan kualitas udara, pemantauan kualitas air tanah, pemantauan flora dan
fauna.
2. Pertamina UP III Plaju
Dokumen KA-ANDAL Pertamina UP III Plaju Sungai Gerong, disahkan
pada tahun 1990 sementara dokumen ANDAL disetujui pada tahun 1991, RKL
dan RPL disetujui pada tahun 1993, hal ini karena sesuai PP 29/1989 yang
diajukan dan disetujui secara bertahap atau terpisah oleh masing-masing dokumen
setelah ANDAL disetujui dan kegiatan berlangsung baru dimulai penyusunan
dokumen RKL dan RPL dan disahkan oleh komisi AMDAL.
Kegiatan studi evaluasi lingkungan kilang Musi Pertamina UP III Plaju,
Sungai Gerong disusun oleh tim penyusun PT.Unisystem Utama (Ltd) dengan
kualifikasi terdiri atas ketua tim, ahli teknik proses kilang/perminyakan, ahli
97
iklim,udara dan bising, ahli hidrologi, ahli geologi, ahli biologi darat, ahli biologi
perairan, ahli kesehatan lingkungan, ahli sosio ekonomi dan ahli sosial budaya.
Berdasarkan hasil review kualitas dokumen KA-ANDAL bahwa deskripsi
rona lingkungan awal lengkap dan jelas. Deksripsi kegiatan terdiri atas tiga
kegiatan yaitu kegiatan utama, kegiatan utilitas dan kegiatan unit off site.
Parameter lingkungan yang perlu ditelaah yaitu:
a. Komponen fisik-kimia yang meliputi: suhu udara rata-rata dan increment
persatuan tinggi dari permukaan bumi), curah hujan, kecepatan angin rata-rata,
arah angin rata-rata, stabilitas angin, wind rose, fisiografi, stratiografi, adanya
keunikan, keistimewaan dan kerawanan bentuk lahan dan batuan secara
ekologi, parameter udara lingkungan, parameter emisi dari cerobong, kualitas
air tanah saat musim hujan dan musim kemarau, kualitas air sungai.
b. Komponen biologi meliputi: fauna darat dan air, flora darat dan air, flora dan
fauna yang dilindungi.
c. Komponen sosial ekonomi dan budaya meliputi: taraf hidup masyarakat,
lapangan kerja, pendidikan, mental ideologi dan agama, warisan alam dan
budaya, kesehatan masyarakat dan citra pertamina.
Metode analisis dan evaluasi dampak hanya menggunakan metode
identifikasi/prediksi dampak dengan menggunakan metode bagan alir dan matrik
dan evaluasi dampak penting yang sudah ada dan yang mungkin timbul dengan
mengacu pada keputusan menteri LH No. 49 tahun 1987.
Hasil review kualitas dokumen ANDAL menunjukkan bahwa batas
wilayah studi lengkap dan disertai dengan peta pengambilan sampel dengan skala
yang memadai. Komponen lingkungan yang ditelaah pada dokumen KA-ANDAL
dan ANDAL isinya sama namun dalam dokumen ANDAL lebih detail
dijelaskannya. Metode studi hanya dibuat dalam bentuk matriks. Metode studi
yang digunakan lebih banyak yang bersifat kuantitatif.
Hasil review kualitas dokumen RKL yang disahkan pada tahun 1993
bahwa pendekatan pengelolaan lingkungan yang diuraikan terdiri atas tiga
pendekatan yakni; pendekatan teknologi, ekonomi dan institusi. Uraian
pendekatan teknologi cukup jelas dan operasional dengan ditunjang oleh data-data
hasil monitoring, sedangkan untuk pendekatan ekonomi pembahasannya terbatas
98
pada dampak yang akan timbul terhadap prosedur dan alokasi anggaran
perusahaan tidak membahas masalah dampak ekonomi terhadap masyarakat dan
untuk pendekatan institusi tidak jelasnya sistem koordinasi yang dibentuk dan
dengan siapa perusahaan melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan
lingkungan.
Dampak penting yang dikelola mencakup tiga dampak yaitu air limbah
kilang, emisi gas dan limbah padat dengan jenis dampak meliputi: kenaikan kadar
minyak di Sungai Komering dan Sungai Musi, akumulasi endapan minyak setebal
20 cm di dasar Sungai Komering sekitar outfall, akumulasi Pb dan Hg dalam
ruang, kerusakan ekosisten perairan sungai Komering dan sungai Musi yang
menjadi tidak produktif untuk mencari ikan sehingga sebagian besar kebutuhan
ikan di Palembang harus diproduksi di tambak dan didatangkan dari Riau,
menurunnya kualitas udara ambien sebagai akibat adanya emisi gas, indikasi
dominannya penyakit pada saluran pernapasan yang diduga salah satunya karena
pengaruh kualitas udara di Plaju dan Mariana.
Rencana pengelolaan lingkungan terdiri atas: perusahaan membangun
kanal khusus untuk mengalirkan discharge air pendingin sehingga outlet
pembuangan air pendingin terpisah dengan outlet pembuangan air, memperbaiki
sistem netralisasi di TA/PTA, memasang CPI di kilang plaju dan Sungai Gerong
pada lokasi tertentu dengan skala yang telah ditetapkan, pemilihan CCR yang
berkadar rendah, mengganti oil recovery dan membakar sludge di Incinerator,
mengganti strainer Incinerator TA/PTA, membuat dumping area kedap air.
Review kualitas dokumen RPL menunjukkan bahwa dampak penting yang
dipantau sama dan konsisten dengan dampak penting yang dikelola, yakni ada 3
buah dampak penting. Metode analisis yang digunakan dalam pemantauan
lingkungan adalah pemuaian, potensi metrik, gravimetrik, spektofotometrik dan
titrimetrik. Metode rencana pemantauan berdasarkan dampak penting tidak
dijelaskan secara jelas dan operasional.
3. PT. Lapindo Brantas Sidoarjo
Kegiatan pengembangan lapangan gas bumi wunut Blok Brantas,
Kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur disusun oleh tim penyusun PT.Corelab
Indonesia yang terdiri atas ketua tim, sub tim iklim dan kualitas udara, sub tim
99
hidrologi dan kualitas air, sub tim geologi, sub tim biologi terestrial, sub tim
tanah, ruang dan lahan, sub tim sosial ekonomi dan budaya. Dari hasil review
menunjukkan tidak tersedianya ahli perminyakan dalam tim penyusun AMDAL.
Berdasarkan hasil review kualitas dokumen KA-ANDAL diperoleh bahwa
komponen rencana kegiatan yang diduga akan menimbulkan dampak sehingga
perlu ditelaah berdasarkan tahapan kegiatan terdiri atas: tahap prakonstruksi
sebanyak dua kegiatan/parameter, tahap konstruksi dan pemboran sebanyak empat
kegiatan/parameter, tahap operasi produksi sebanyak 3 kegiatan/parameter, tahap
pasca operasi sebanyak 3 kegiatan/parameter.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam dokumen AMDAL
yakni pengumpulan data primer dan data sekunder namun tidak dijelaskan secara
rinci. Metode analisis data diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, namun lebih banyak yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif.
Metode prakiraan dampak penting hanya menggunakan metoda formal yaitu
pendekatan matematis dan penggunaan baku mutu lingkungan seharusnya batas
baku mutu lingkungan bukan merupakan metode prakiraan dampak tapi sebagai
baku mutu lingkungan (BML) dan metoda informal berupa penilaian para ahli
(profesionel judgement).
Metode evaluasi dampak lingkungan dilakukan secara lintas disiplin yang
mencakup komponen lingkungan fisik, kimia, geologi, biologi, dan sosial
ekonomi serta budaya. Masing-masing dampak diberi bobot nilai pentingnya
dengan angka dan penilaiannya didasarkan pada penilaian para ahli penyusun
AMDAL dengan memperhatikan baku mutu lingkungan yang berlaku di lokasi
dimaksud. Dalam dokumen ini terdapat sub bab yang menjelaskan tentang metoda
penetapan arahan penanganan lingkungan.
Uraian rona lingkungan awal cukup jelas dan lengkap. Ada tiga komponen
lingkungan yang diuraikan yaitu; komponen lingkungan geofisik-kimia,
komponen lingkungan biologi dan komponen lingkungan sosial dan kesehatan
masyarakat.
Hasil review kualitas dokumen ANDAL menunjukkan bahwa komponen
rencana kegiatan yang diduga akan menimbulkan dampak sama dengan yang
diuraikan dalam dokumen KA-ANDAL. Uraian batas wilayah studi dijelaskan
100
dengan lengkap dan rinci serta dilengkapi dengan peta-peta lokasi kegiatan.
Dalam dokumen ANDAL ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah
pengumpulan data primer dan data sekunder dan tidak dijelaskan secara rinci.
Metode analisis data diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, namun lebih banyak yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif.
Metode prakiraan dampak penting menggunakan metoda formal
(pendekatan matematis dan penggunaan baku mutu lingkungan) dan metoda
informal berupa penilaian para ahli (professional judgement). Metode evaluasi
dampak lingkungan dilakukan secara lintas disiplin yang mencakup komponen
lingkungan fisik, kimia, geologi, biologi, dan sosial ekonomi serta budaya.
Masing-masing dampak diberi bobot nilai pentingnya dengan angka dan
penilaiannya didasarkan pada penilaian para ahli penyusun AMDAL dengan
memperhatikan baku mutu lingkungan yang berlaku di lokasi dimaksud. Dalam
dokumen ini terdapat sub bab yang menjelaskan tentang metoda penetapan arahan
penanganan lingkungan. Uraian rona lingkungan awal cukup jelas dan lengkap.
Ada tiga komponen lingkungan yang diuraikan yaitu komponen lingkungan
geofisik-kimia, komponen lingkungan biologi dan komponen lingkungan sosial
dan kesehatan masyarakat
Dokumen ANDAL telah dilengkapi dengan matriks prakiraan dampak
penting yang cukup jelas demikian juga matriks dan bagan alir evaluasi dampak
penting ada dan jelas. Jumlah dan jenis dampak penting yang dievaluasi konsisten
dengan hasil prakiraan dampak penting. Arahan pengelolaan lingkungan dalam
dokumen ANDAL disajikan dan konsisten dengan hasil prakiraan dan evaluasi
dampak penting.
Hasil review dokumen RKL menunjukkan bahwa komponen lingkungan
yang akan dikelola; kualitas udara, kualitas air sungai, sosial ekonomi dan budaya,
uraian pendekatan pengelolaan dampak lingkungan cukup jelas, terdiri atas
pendekatan teknologi, sosial-ekonomi-budaya dan kelembagaan.
a. Pendekatan Teknologi
Penanganan dampak melalui pendekatan teknologi yang akan dilakukan;
teknologi pengendalian pencemaran kualitas udara akibat adanya pembakaran
limbah gas. CPF mempunyai sebuah flare stack yang bertujuan untuk membakar
101
gas dari degassing boot dan membakar gas yang harus dikeluarkan dari generator,
kompresor, reboiler, dan glycol. Teknologi pengendalian pencemaran kualitas
perairan akibat kegiatan proses pemisahan gas. Proses pemisahan gas dan cairan
(air dan kondesat) terjadi didalam separator. Pemisahan dilakukan dengan prinsip
perbedaan berat jenis antara gas dan cairan.
b. Pendekatan Sosial dan Ekonomi
Penanganan dampak lingkungan dari sudut pendekatan sosial ekonomi;
memprioritaskan penyerapan tenaga kerja penduduk setempat, sepanjang
kualifikasinya terpenuhi dan dibutuhkan, pelaksanaan ganti rugi pembebasan
lahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat atau agama setempat untuk
mencegah kemungkinan timbulnya keresahan sosial, memelihara dan
memperbaiki lahan sepanjang jalur pemasangan pipa (dengan lebar 3 meter) dan
memberi ganti rugi kepada petani yang tanamannya rusak karena proses
pemasangan pipa, penyuluhan kepada penduduk tentang adanya manfaat kegiatan
di daerahnya sehingga mereka dapat mempunyai kesempatan untuk mencari
peluang ekonomi maupun pekerjaan yang tadinya belum terpikirkan.
c. Pendekatan Kelembagaan
Penanganan dampak yang akan dilakukan melalui pendekatan
kelembagaan; melakukan koordinasi dengan Ditjen Migas (c.q. Direktorat Teknik
Pertambangan Migas) dalam rangka pembinaan dan pengawssan terhadap
kemungkinan timbulnya kasus pencemaran dan keselamatan kerja, melakukan
koordinasi dengan Pemda Dati II Sidoarjo Jawa Timur dalam rangka penyelesaian
masalah keamanan dan konflik sosial yang mungkin timbul, melakukan
koordinasi dengan Ditjen Migas, BPPKA Pertamina, bagian lingkungan Pemda
Dati II Sidoarjo Jawa Timur, serta Bapedal dan instansi terkait lainnya dalam
penanganan masalah pencemaran lingkungan.
Prioritas yang akan dilakukan dalam RKL ini diarahkan pada upaya
penanganan kemungkinan timbulnya dampak-dampak; penurunan kualitas
perairan sungai di sekitas lokasi pembuangan limbah cair hasil proses produksi,
bila kasus terburuk terjadi, penurunan kualitas udara di sekitar lokasi CPF dan
pemukiman terdekat akibat pembakaran gas, peningkatan pendapatan penduduk di
102
sekitar kegiatan akibat kemungkinan adanya kesempatan kerja dan kesempatan
memanfaatkan keberadaan proyek. Dokumen RKL dilengkapi dengan institusi
dan pelaksana pengelolaan lingkungan, peta lokasi pembuangan air terproduksi
dilengkapi dengan legenda dan skala 1:50000 dan matriks ringkasan rencana
pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan penjelasan narasinya.
Berdasarkan hasil review dokumen RPL menunjukkan bahwa dalam
dokumen RPL ada satu komponen dari tiga komponen yang dipantau berbeda
dengan komponen yang dikelola, komponen yang dikelola yaitu kualitas udara,
kualitas air dan sosial ekonomi budaya sedangkan komponen yang dipantau yaitu
kualitas udara, kualitas air terproduksi, sosial ekonomi dan budaya. Dokumen
RPL dilengkapi dengan peta lokasi rencana pemantauan dampak yang disajikan
per jenis dampak yang dipantau (air, udara dan sosial, ekonomi dan budaya) dan
matriks RPL yang sesuai dan konsisten dengan narasi dan RKL.
4. Pertamina-Suryaraya Teladan Pendopo
Dokumen ANDAL disetujui tanggal 6 Januari 2000 melalui surat No.
0022/31/SJN.T/2000. Kegiatan pengembangan lapangan minyak dan gas bumi
Benakat Barat, Pendopo disusun oleh PPLH UGM terdiri atas ketua tim, ahli fisik
kimia udara, ahli kimia limbah/perminyakan, ahli pertambangan, ahli
geomorfologi, ahli biotik, ahli sosial ekonomi budaya, ahli kesehatan masyarakat.
Berdasakan hasil review kualitas dokumen AMDAL dalam tim penyusun tidak
terdapat ahli perminyakan dan ahli geologi. Penyusun dokumen ANDAL yang
memiliki sertifikat AMDAL A dan B sejumlah 4 orang (44%), sedangkan Ketua
Tim hanya mempunyai sertifikat AMDAL B.
Dalam dokumen ANDAL, deskripsi kegiatan dan batas wilayah studi
cukup jelas dan lengkap serta disertai dengan peta-peta yang berskala memadai.
Adapun jenis rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan; tahap pra kontruksi meliptui pengadaan lahan, tahap kontruksi
meliputi pengerahan dan pelepasan tenaga kerja, mobilisasi peralatan dan
material, pembukaan dan pematangan lahan, pembangunan prasarana dan sarana,
pembangunan fasilitas produksi dan penunjangnya, pemboran sumur
pengembangan, uji hidrostatik, dan tahap operasi meliputi pengerahan dan
pelepasan tenaga kerja, proses produksi, kerja ulang sumur, injeksi sumur,
103
pembersihan tangki, serta tahap pasca operasi meliputi pengerahan dan pelepasan
tenaga kerja, penanganan lokasi, penanganan bahan kimia bekas, program
penghijauan dan demobilisasi alat.
Komponen lingkungan hidup yang diprakirakan akan terkena dampak
terdiri atas 12 (parameter) yakni; iklim dan kualitas udara, kebisingan, persepsi
masyarakat, kuantitas dan kualitas air permukaan, kesuburan tanah, pola
hubungan dan nilai tanah, flora dan fauna darat, erosi dan kualitas tanah,
pendapatan penduduk, kualitas dan kuantitas air formasi, struktur geologi dan
kualitas air tanah dangkal.
Jenis rencana kegiatan yang terdapat di KA-ANDAL dan dokumen
ANDAL sama dengan pembagian berdasarkan empat tahap kegiatan yaitu; tahap
pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi. Untuk komponen
lingkungan yang diprakirakan terkena dampak dalam dokumen ANDAL sama
dengan yang ada dokumen KA-ANDAL sebanyak 12 parameter. Namun dalam
komponen lingkungan hidup yang diprakirakan terkena dampak terdapat
inkonsistensi antara narasi dengan tabel, antara lain; kegiatan pembukaan dan
pembersihan lahan, dalam narasi disebutkan terdapat penurunan kuantitas dan
kualitas air permukaan sedangkan dalam tabel disebutkan terdapat run off,
pembangunan fasilitas produksi. Dalam narasi disebutkan terdapat kerusakan
struktur tanah, sedangkan dalam tabel disebutkan penurunan kualitas udara dan
peningkatan kebisingan, kerja ulang sumur, dalam narasi disebutkan terdapat
penurunan kualitas air formasi, sedangkan dalam tabel disebutkan ada
peningkatan kebisingan, penanganan lokasi, dalam narasi tidak disebutkan bahwa
terdapat perubahan pola hubungan nilai tanah, sedangkan dalam narasi disebutkan
terdapat perubahan pola hubungan nilai tanah.
Dampak penting yang dikaji pada dokumen ANDAL, yakni; tahap pra
kontruksi. Dalam kegiatan pengadaan lahan, dampak penting yang dikaji adalah
terganggunya pola hubungan dan nilai tanah (-P).
a. Tahap konstruksi. Beberapa kegiatan dalam tahap konstruksi yang
menimbulkan dampak penting yang perlu dikaji pada dokumen ANDAL
antara lain: 1) Dalam kegiatan pengerahan dan pelepasan tenaga kerja,
dampak penting yang dikaji adalah terganggunya persepsi masyarakat (-P), 2)
104
Dalam kegiatan mobilisasi peraltaan dan material, dampak penting yang
dikaji adalah terganggunya persepsi masyarakat (-P) dan perubahan sanitasi
lingkungan dan pola penyakit (-P) dan 3) Dalam kegiatan pembukaan dan
pematangan lahan, dampak penting yang dikaji adalah; peningkatan kuantitas
air permukaan (run off) (-P), penurunan kualitas air permukaan (-P),
peningkatan erosi (-P), perubahan bentuk lahan, relief dan sudut kemiringan
lereng (-P), turunnya tingkat kesuburan tanah (-P), kerusakan struktur tanah (-
P), perubahan tata ruang, lahan, dan tanah (-P), penurunan keanekaragaman
fauna darat (-P), penurunan tingkat penutupan lahan oleh flora darat (-P),
dalam kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, dampak penting yang
dikaji adalah kerusakan struktur tanah (-P), dalam kegiatan pemboran sumur
pengembangan, dampak penting yang dikaji adalah penurunan kuantitas air
permukaan (-P) dan persepsi negatif masyarakat (-P).
b. Tahap operasi; beberapa kegiatan dalam tahap operasi yang menimbulkan
dampak penting yang perlu dikaji pada dokumen ANDAL antara lain; dalam
kegiatan pegerahan dan pelepasan tenaga kerja, dampak penting yang dikaji
adalah persepsi negatif masyarakat (-P), dalam kegiatan proses produksi,
dampak penting yang dikaji adalah penurunan kualitas udara (-P), penurunan
kualitas air permukaan (-P), dan penurunan kesuburan tanah (-P), dalam
kegiatan pembersihan tangki, dampak penting yang dikaji adalah tingkat
kesuburan tanah (-P), penurunan kualitas air tanah dangkal (-P), dan persepsi
negatif masyarakat (-P).
c. Tahap pasca operasi; beberapa kegiatan dalam tahap pasca operasi yang
menimbulkan dampak penting yang perlu dikaji pada dokumen ANDAL
antara lain; dalam kegiatan penanganan lokasi, dampak penting yang dikaji
adalah peningkatan kualitas air permukaan (+P), dalam kegiatan program
penghijauan, dampak penting yang dikaji adalah; peningkatan kualitas udara
(+P), penurunan kuantitas air permukaan (+P), peningkatan kualitas air
permukaan (+P), berkurangnya erosi (+P), meningkatnya kesuburan tanah
(+P), perbaikan struktur tanah (+P), perbaikan tata ruang, lahan dan tanah
(+P), peningkatan keanekaragaman fauna darat (+P), peningkatan penutupan
105
lahan flora darat (+P), peningkatan keanekaragaman flora darat (+P),
peningkatan kemelimpahan flora darat (+P).
Hasil review pada dokumen RKL untuk kegiatan pengembangan lapangan
migas Benakat Barat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan yang
dibagi dalam 4 tahap yaitu tahap persiapan (pra-konstruksi), tahap pembangunan
(konstruksi), tahap operasi dan tahap pasca operasi. Pada tahap pra konstruksi
terdapat satu dampak lingkungan yang ditimbulkan, tahap konstruksi terdapat 15
dampak, tahap operasi terdapat delapan dampak dan tahap pasca operasi terdapat
13 dampak.
Komponen lingkungan yang akan dikelola terdiri atas: 1) komponen geo-
fisik-kimia yang dipantau adalah kualitas dan kuantitas air permukaan, run off,
erosi, bentuk lahan, relief, kemiringan lereng, struktur tanah, kesuburan tanah, tata
ruang-lahan-tanah, dan kualitas udara, 2) komponen biotis yang dipantau adalah
keanekaragaman flora dan fauna darat, penutupan lahan oleh flora darat,
keanekaragaman ikan, dan kelimpahan flora darat, 3) komponen sosial, ekonomi,
budaya-kesehata masyarakat yang dipantau adalah pola hubungan dan nilai tanah,
persepsi masyarakat, sanitasi lingkungan dan pola penyakit.
Uraian pendekatan pengelolaan dampak lingkungan cukup jelas terdiri atas
pendekatan teknologi, pendekatan ekonomi, sosial dan budaya dan pendekatan
institusi. Beberapa upaya pengelolaan dampak berdasarkan tahap kegiatan,antara
lain; pendekatan persuasif dan memberikan penggantian yang layak, negosiasi
langsung dengan pemilik tanah, pemberian penyuluhan, melibatkan pihak bank
pada saat pembayaran (apabila dimungkinkan), memberikan informasi yang jrlas
tentang tenaga kerja yang dibutuhkan, pendekatan masyarakat dan penyuluhan,
penyuluhan kesehatan masyarakat, penanaman tanaman pioner merambat yang
cepat tumbuh, memulihkan kembali tanah yang sudah rusak strukturnya,
meminimalkan perubahan tata ruang, lahan dan tanah setelah kegiatan proyek
selesai, mempertahankan keanekaragaman jenis fauna yang ada, menurangi
perluasan tanah terbuka, memulihkan kembali tanah yang sudah rusak
strukturnya, mencegah penurunan kuantitas air permukaan, mengelola penurunan
kuantitas air permukaan, pembakaran gas sisa di flare stake, menyediakan
tambahan pompa menjadi 3 sampai dengan 4 pompa dengan kapasitas injeksi
106
13000 barel/hari, menyediakan skimming pit, pemeliharaan atau pemantauan
pompa injeksi, bantuan ekonomi masyarakat, pengangkutan sisa-sisa pembersihan
tangki bleber ke unit pengelolaan limbah B3, tempat penimbunan sementara harus
pudal lapisan kedap air dan jauh dari badan air, mengembangkan kegiatan
penghijauan.
Hasil review untuk dokumen RPL bahwa dampak penting yang dipantau
sama dengan dampak penting yang dikelola yaitu pada tahap pra konstruksi ada
satu dampak lingkungan yang ditimbulkan, tahap konstruksi terdapat 15 dampak,
tahap operasi terdapat 8 dampak dan tahap pasca operasi terdapat 13 dampak.
Selain itu, komponen lingkungan yang dikelola sama dengan komponen
lingkungan yang dipantau. Komponen lingkungan yang akan dipantau terdiri atas:
1) komponen geo-fisik-kimia yang dipantau adalah kualitas dan kuantitas air
permukaan, run off, erosi, bentuk lahan, relief, kemiringan lereng, struktur tanah,
kesuburan tanah, tata ruang-lahan-tanah, dan kualitas udara, 2) komponen biotis
yang dipantau adalah keanekaragaman flora dan fauna darat, penutupan lahan oleh
flora darat, keanekaragaman ikan, dan kelimpahan flora darat dan 3) komponen
sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat yang dipantau adalah pola
hubungan dan nilai tanah, persepsi masyarakat, sanitasi lingkungan dan pola
penyakit.
Metode rencana pemantauan dampak lingkungan pada semua komponen
masih bersifat umum dan tidak operasional seperti metode rencana pemantauan
untuk komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat
menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung dan untuk komponen
geo-fisik-kimia dan biologis menggunakan metode pengamatan di lapangan dan
analisis laboratorium. Dokumen RPL dilengkapi dengan peta lokasi dan matriks
rencana pemantauan dampak lingkungan.
5. Expan Toili Sulawesi
Kegiatan pengembangan minyak Tiaka dan fasilitas penunjangnya, blok
Toili, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah di susun
oleh PPLH-IPB dengan tim penyusun terdiri atas: ketua tim dan anggota tim,
fisik-kimia (9 orang), sub biologi (4 orang), sub tim sosial ekonomi budaya (8
107
orang), penyelam (2 orang), tenaga pendukung (6 orang) dan narasumber (1
orang).
Berdasarkan hasil review dokumen KA-ANDAL yang disetujui pada tahun
2002 menunjukkan bahwa komponen lingkungan yang diprakirakan terkena
dampak yakni: a) fisik kimia 10 parameter, b) biologi 3 parameter, dan c) sosial,
ekonomi, bududaya dan kesehatan lingkungan masyarakat 8 parameter. Deskripsi
rencana kegiatan terdiri atas 4 tahap yakni: tahap pra konstruksi, konstruksi,
operasi dan pasca operasi. Tahap pra konstruksi meliputi perizinan, survei
kelayakan teknis dan rekruitmen dan seleksi tenaga kerja, tahap konstruksi
meliputi mobiliasi tenaga kerja, pembangunan porta camp dan workshop,
pembangunan temporary jetty (di darat dan Gosong Tiaka), pengadaan dan
pengangkutan material reklamasi, reklamasi tapak kegiatan, pembangunan
pelabuhan khusus jetty, pembangunan porta camp, pemboran sumur produksi
dengan sistem cluster dan pembangunan fasilitas produksi dan fasilitas
pendukung, tahap operasi meliputi mobilisasi tenaga kerja, produksi dan
pengoperasian jetty dan tahap pasca operasi meliputi penutupan sumur produksi,
demobiliasi peralatan dan penanganan lokasi setelah penutupan.
Deskripsi rona lingkungan awal cukup jelas dan lengkap dengan isu pokok
yang diperoleh adalah; 1) penurunan produktivitas dan keanekaragaman hayati, 2)
pertumbuhan ekonomi daerah, dan 3) perubahan lingkungan fisik. Uraian batas
wilayah studi cukup jelas dan didukung oleh peta-peta. Dalam uraian metode studi
parameter yang diukur pada komponen fisik kimia, biologi, sosial ekonomi
budaya dan kesehatan lingkungan masyarakat cukup jelas. Demikian pula untuk
metode pengumpulan data dan analisis data cukup jelas. Sedangkan, dalam
metode prakiraan dampak penting juga dijelaskan secara jelas metode yang
digunakan yang terdiri atas; model matematik, baku mutu lingkungan, analog dan
penilaian para ahli.
Berdasarkan hasil review dokumen ANDAL yang disahkan pada tahun
2002 menunjukkan bahwa jenis rencanan kegiatan yang diprakirakan akan
menimbulkan dampak lingkungan sama dengan yang dibuat di KA-ANDAL
demikian pula pada komponen lingkungan yang diprakirakan terkena dampak
108
terdiri atas 21 buah parameter yaitu fisik kimia sebanyak 10 parameter, biologi
sebanyak tiga parameter dan sosekbud dan keslingmas sebanyak 8 parameter.
Rumusan isu pokok terdiri atas tiga isu yang berarti sama dengan yang
dirumuskan di KA-ANDAL dan dampak penting hipotetik yang dikaji pada
dokumen ANDAL ada 12 buah yang terdiri atas: kualitas air laut, kualitas udara,
fisiografi pulau, jenis dan kelimpahan biota perairan, satwa liar, hasil tangkapan
laut, kesempatan kerja dan berusaha, perekonomian lokal, resiko kecelakaan laut,
pengusahaan dan pemanfaatan pulau, kesehatan masyarakat, persepsi masyarakat
terhadap proyek.
Dokumen ANDAL telah dilengkapi dengan matriks prakiraan dampak
penting yang cukup jelas demikian juga matriks dan bagan alir evaluasi dampak
penting ada dan jelas. Jumlah dan jenis dampak penting yang dievaluasi konsisten
dengan hasil prakiraan dampak penting. Arahan pengelolaan lingkungan dalam
dokumen ANDAL disajikan dan konsisten dengan hasil prakiraan dan evaluasi
dampak penting.
Review dokumen RKL, uraian pendekatan pengelolaan lingkungan cukup
jelas yang terdiri atas pendekatan teknologi, pendekatan sosial ekonomi budaya
dan pendekatan institusi. Dampak yang akan dikelola terdiri atas tiga komponen
yaitu: komponen fisik-kimia terdiri atas kualitas air laut (pemboran sumur
produksi), kualitas udara dan kebisingan, komponen biologi terdiri atas biota laut,
komponen sosial ekonomi budaya terdiri atas kesempatan kerja dan berusaha,
resiko kecelakaan laut dan persepsi masyarakat.
Upaya pengelolaan dampak berdasarkan komponen yakni komponen fisik-
kimia meliputi; mencegah kebocoran pada saluran lumpur bor, menampung
limbah lumpur dan serbuk pemboran pada suatu struktur penampung yang
dirancang khusus, memperkecil jumlah lumpur bor yang digunakan dalam seluruh
kegiatan pemboran, mencegah kebocoran pada saluran minyak dalam drill steam
test (DST), menampung minyak mentah hasil DST pada wadah dengan
struktur,bahan, ukuran, jumlah dan penempatan yang layak dan aman, seluruh
sistem pemompaan dilakukan dengan sistem tertutup, pada titik-tritik rawan
sepanjang saluran pemompaan akan disediakan bak penampung untuk
meminimkan kemungkinan pencemaran lingkungan di sekitarnya, minyak mentah
109
yang ditampung sementara dalam tangki terapung akan dipindahkan setiap sekitar
15 hari sekali ke dalam tanker pengangkut, sarana pemindahan akan dibuat
dengan bahan dan rancangan terbaik untuk mencegah terjadinya kebocoran dan
atau tumpahan minyak ke lingkungan sekitarnya, menaati standard operation
procedure (SOP) tentang K3 dalam proses transportasi, pada pembakaran gas di
flare, diusahakan dalam keadaan normal dan hanya pilotnya yang menyala,
pemasangan flare trap, memasang tanda peringatan tentang konsentrasi gas yang
tinggi di sekitar sumur Tiaka, mobiliasi alat dan bahan dilakukan pada siang hari,
memasang rambu pembatas kecepatan kendaraan (maksimal 40 km/jam),
mewajibkan setiap pengemudi mematuhi peraturan lalu lintas.
Komponen biologi meliputi; membuat karang buatan dan transplantasi
karang. Komponen sosial ekonomi budaya meliputi; meningkatkan kualitas SDM
secara periodik melalui pendidikan dan pelatihan, mengadakan pelatihan bagi
masyarakat berupa kegiatan diversifikasi usaha selain usaha nelayan, membuat
dan menempatkan rambu-rambu lalulintas pelayaran, dan peta jalur keselamatan,
mobilisasi alat dan bahan dilakukan pada siang hari, identifikasi dan evaluasi
potensi resiko kecelakaan laut, mengadakan sarana dan prasarana untuk
penanganan kecelakaan laut, membuat organisasi keselamatan kerja, sosialisasi
prosedur dan instruksi kesiagaan dan tanggap darurat, pelatihan keselamatan
kerja, sosialisasi dan konsultasi publik, melakukan seleksi penerimaan secara
transparan dengan kriteria penerimaan yang jelas, memberikan prioritas
penerimaan kerja kepada tenaga kerja lokal, menerapkan standar upah sesuai
dengan upah minimum kabupaten, memberikan jaminan asuransi tenaga kerja,
meliputi asuransi jaminan hari tua, kecelakaan kerja, kematian dan kesehatan,
melakukan prosedur kegiatan mobilisasi alat dan bahan dengan benar,
menginformasikan jadwal kegiatan mobilisasi alat dan bahan kepada masyarakat.
Dokumen RPL, dampak penting yang dipantau sama dengan dampak
penting yang dikelolah. Komponen lingkungan yang dipantau meliputi:
Komponen fisik-kimia terdiri atas kualitas air laut (pemboran sumur produksi),
kualitas udara dan kebisingan. Komponen biologi terdiri atas biota laut.
Komponen sosial ekonomi budaya terdiri atas kesempatan kerja dan berusaha,
resiko kecelakaan laut dan persepsi masyarakat.
110
Metode rencana pemantauan berdasarkan komponen yang dipantau, yaitu:
komponen fisik-kimia menggunakan metode pengambilan contoh: air, lumpur,
sludge, pengukuran, analisis laboratorium, pengukuran lapang dan sound level
meter. Komponen biologi menggunakan pengamatan lapang terhadap
pertumbuhan karang (tingkat kepadatan/penutupan karang pada karang buatan).
Komponen sosial ekonomi budaya menggunakan metode survei, wawancara, data
sekunder perusahaan tentang rekruitmen tenaga kerja dan pengamatan lapang
(observasi).
6. BP Tangguh Sorong
Tim penyusun KA-ANDAL dan ANDAL, RKL, RPL adalah PT. Intersys
Kelola Maju, Continental Shelf Associates Inc, Research Institute of
Cenderawasih University, PT.Geotek Minergi. Bidang keahlian tim penyusun
AMDAL masih belum lengkap karena tidak ada anggota tim yang memiliki
keahlian perminyakan. Dokumen KA-ANDAL disahkan pada tahun 2001
sedangkan dokumen ANDAL, RKL dan RPL disahkan pada tahun 2002.
Diperlukan waktu satu tahun dari kerangka acuan ke penyusunan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL.
Isu pokok dalam dokumen KA-ANDAL yang muncul dari identifikasi;
dampak sosial ekonomi, pemukiman kembali penduduk Desa Tanah Merah,
hilangnya hak ulayat masyarakat lokal atas tanah dan daerah perairan dekat
pantai, gangguan terhadap lahan, hilangnya kayu, dan hilangnya habitat satwa liar
karena pembukaan lahan, dampak terhadap daerah hutan mangrove dari perpipaan
dan fasilitas dermaga khusus, dampak terhadap kualitas air akibat pembuangan air
terproduksi (produced water), air limbah domestik, dan air buangan lainnya, dan
dari sedimen selama konstruksi dan saat pengerukan di dekat pantai dan juga
lepas pantai, dampak terhadap perikanan lepas pantai dan dekat pantai serta jalur
penangkapan ikan (right of way), limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri
dan kegiatan masyarakat, dampak kualitas udara selama konstruksi dan operasi
dari sumber bergerak dan tidak bergerak, dan dari debu halus lepasan (fugitive
dust), dampak kebisingan dan penyinaran (lampu), dampak dari keterbatasan
akses untuk daerah penangkapan ikan dekat pantai, daerah pertanian dan
perburuan tradisional, dan penggunaan lahan yang lain.
111
Deskripsi rencana kegiatan meliputi kegiatan pada tahap prakonstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi, pada bagian ini cukup jelas diuraikan secara
rinci. Namun penentuan batas wilayah studi keliru, karena batas administrasi
dianggap sebagai batas wilayah studi yang seharusnya batas wilayah studi
merupakan keseluruhan dari batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas
administrasi.
Metode pengumpulan data cukup jelas, namun untuk metode analisis data
untuk komponen sosial kurang jelas lebih banyak menggunakan metode
kuantitatif. Dalam metode pengambilan sampel, komponen lingkungan fisik
kimiawi dan biologi diukur dengan mengacu pada buku panduan penyusunan
AMDAL Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan tahun 1996. Untuk komponen fisika:
batimetri, debit sungai, arah dan kecepatan angin, pasang surut, gelombang, arus,
suhu, sedimentasi/erosi, tekstur sedimen, komponen kimiawi: salinitas,, kimia
sedimen, DO, pH, BOD5, phenol, minyak dan lemak, nutrien, logam berat, muatan
parameter tersuspensi, komponen biologi: plankton, benthos, nekton. Dalam
uraian metode studi parameter yang diukur pada komponen fisik-kimia dan
biologi, sosial, demografi, ekonomi dan kesehatan masyarakat cukup jelas.
Review terhadap kualitas dokumen ANDAL meliputi: rencana kegiatan
yang menimbulkan dampak penting yaitu; 1) tahap pra konstruksi, perijinan-
perijinan, 2) tahap konstruksi; pengeboran dan pemasangan anjungan lepas pantai,
pemasangan transmisi gas (jalur pipa lepas pantai), pembangunan kilang LNG dan
fasilitas penunjang, pembangunan pelabuhan khusus (dermaga/jeti), pembangunan
bandar udara khusus, 3) tahap operasi; eksploitasi/produksi gas, pemboran sumur-
sumur produksi, transmisi gas, pengoperasian kilang LNG, pengeoperasian
pelabuhan khusus, dan pengapalan, pengoperasian bandar udara khusus, 4) tahap
pasca operasi; penutupan lapangan apabila kegiatan telah berakhir antara lain
penutupan sumur-sumur produksi gas, pembongkaran anjungan lepas pantai,
penutupan kilang LNG dan pembongkaran fasilitas utama dan fasilitas penunjang,
5) metode prakiraan dampak besar dan penting serta evaluasi dampak penting
tidak disebutkan secara spesifik untuk masing-masing komponen lingkungan
(biologi, geologi, fisika, kimia dan sosial ekonomi dan budaya).
112
Dalam prakiraan dampak penting pada aspek biologi, geologi, fisika,
kimia seperti; kualitas udara dan kebisingan, ekologi daratan, ekologi lepas pantai
dan pantai dinyatakan tidak penting, ternyata di dalam evaluasi dampak penting
dikategorikan dampak penting kecuali kebisingan pada tahap operasi adalah; 1)
tahap pra konstruksi terdiri atas pembukaan lahan, perataan dan pemadatan tanah
dan mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja, 2) tahap konstruksi terdiri atas; a)
pengeboran sumur produksi (pembuangan lumpur bor dan serbuk bor), b) potensi
tumpahan bahan bakar kondensat, c) pengerukan, d) solid fill cause ways, e)
mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja, e) penerimaan tenaga kerja dan peluang
ekonomi, f) penempatan pipa transmisi gas di lepas pantai, g) penerimaan tenaga
kerja, h) kontrol klan terhadap sumberdaya alam, i) konstruksi dermaga, j)
konstruksi kilang LPG, k) mobilisasi dan demobilisasi peralatan/material. 3)
tahap operasi terdiri atas; a) potensi tumpahan bahan bakar kondensat, b)
pembuangan air ballast, c) potensi tumpahan minyak/bahan bakar, d) operasi
penerbangan berjadwal, e) pemukiman liar dan peladangan berpindah, f) kawasan
tertutup untuk keselamatan, g) pemasaran LNG, h) operasi kapal tunda, i)
penerimaan tenaga kerja. 4) tahap pasca operasi meliputi penanganan lokasi dan
instalasi dan penanganan prasarana.
Hal ini terlihat tidak konsisten antara prakiraan dampak dan evaluasi
dampak. Metode yang dipakai dalam prakiraan dampak tidak jelas disebutkan.
Seharusnya di dalam memprakirakan dampak penting harus ada matrik
identifikasi dampak penting untuk melihat dampak primer, sekunder, tersier dan
seterusnya. Dalam menentukan dampak penting negatif penting ataupun positif
penting. Dampak-dampak penting tersebut kemudian dilakukan evaluasi dampak
penting tersebut antara lain; apakah dampak penting tersebut bisa dikelola dengan
teknologi yang tersedia atau sebaliknya. Apakah dampak penting tersebut akan
berlangsung terus menerus sampai pasca operasi atau akan terus berlanjut ternyata
di dalam dokumen ini antara prakiraan dampak dan evaluasi dampak adalah sama.
Pada evaluasi dampak hanya mengulang yang sudah diuraikan dalam bab
prakiraan dampak. Di dalam evaluasi dampak ada dicantumkan matrik identifikasi
dampak, matrik prakiraan dampak yang seharusnya matrik-matrik tersebut
113
dilakukan pada prakiraan dampak. Di dalam dokumen ini tidak ada arahan
RKL/RPL.
Rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan pada dokumen ANDAL terdiri atas 12 kegiatan. Baik jumlah maupun
jenisnya, rencana kegiatan pada dokumen ANDAL tersebut sama dengan apa
yang dijelaskan pada dokumen KA-ANDAL. Sebanyak 904 dampak potensial
teridentifikasi dalam 6 matrik untuk masing-masing dari ke-6 kegiatan utama
proyek. Sebanyak 25 dampak potensial ditambahkan pada matrik berkenaan
dengan adanya sedikit revisi pada deskripsi proyek. Sub komponen fisik, kimia
dan biologi terdiri atas: kualitas udara dan kebisingan, ekologi daratan (tidak
termasuk kualitas udara dan kebisingan), ekologi lepas pantai dan dekat pantai
(tidak termasuk kualitas udara dan kebisingan).
Metode studi lebih lengkap atau ada perubahan (antara lain pada
komponen biologi, sosek-budaya. Dalam metode prakiraan dampak penting yang
dibahas hanya parameter: emisi udara, kebisingan, pembuangan lumpur dan
serbuk bor, lintasan tumpahan potensial diesel dan kondesat, pembuangan air
terproduksi (di lepas pantai), pembuangan material keruk, pembuangan air dari uji
hidrostatik perpipaan, pembuangan air limbah dari kilang LNG, erosi tanah.
Sedangkan, metode prakiraan dampak tidak disebutkan secara kuantitatif.
Deskripsi rencana kegiatan: lebih banyak, kuantitatif dan ilustratif
(didukung oleh gambar dan peta-peta). Demikian juga rona lingkungan hidup
disajikan dan dideskripsikan lebih lengkap dan didukung oleh hasil analisis data
primer (laboratorium).
Berdasarkan hasil review kualitas dokumen RKL menunjukkan bahwa
RKL/RPL tidak bersifat operasional, harusnya didalam RKL/RPL ada pendekatan
institusional, teknologi dan sosial. Untuk pengelolaan ekologi (biogeofisikkimia)
tidak disebutkan peralatan yang dipakai, dimensi, ukuran dan kapasitasnya serta
waktu kapan penglolaan dilaksanakan. Teknologi pengelolaan lingkungan masih
bersifat naratif seperti teknologi pengelolaan, periode pengelolaan.
Pengelolaan lingkungan masih bersifat alternatif-alternatif. Upaya
pengelolaan sosial terdiri atas mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan
nilai lahan di lokasi dan di desa-desa sekitarnya, mengganggu kegiatan perikanan,
114
mengurangi pendapatan keluarga dari perikanan, meningkatkan potensi terjadinya
konflik karena adanya daerah-daerah tempat terjadinya kegiatan penangkapan
ikan secara berlebihan, mempengaruhi sikap dan persepsi masyarakat terhadap
proyek, mengganggu ketertiban masyarakat di desa-desa sekitarnya, dan merubah
gaya hidup penduduk di Desa Tanah Merah. Semua upaya yang dilakukan seperti
ini namun tidak disebutkan cara pelaksanaannya/teknisnya, waktu/tahapan, lokasi
dan siapa yang melaksanakan. Pada tahap operasi, dampak sosial tidak ada
dampak penting terhadap lingkungan karena disebutkan pada saat penjualan LNG
akan menimbulkan dampak positif ekonomi lokal dan regional.
Hasil review kualitas dokumen RPL menunjukkan bahwa upaya
pemantauan tidak jelas pemantauan yang dipantau, teknik pemantauan, frekwensi
pemantauan, alat pemantauan, waktu pemantauan, cara pemantauan, parameter
yang dipantau. Beberapa pemantauan masih bersifat alternatif, salah satu contoh
untuk pemantauan dampak sosial memantau penurunan peredaran uang di pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi.
7. Hess Pangkah Gresik
Tim penyusun AMDAL pada kegiatan pengembangan lapangan minyak
dan gas Ujung Pangkah, Blok Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur terdapat
perbedaan penyusun KA-ANDAL yang disusun oleh LP UNAIR dan LP ITS 10
Nopember dan PPLH-LPM IPB yang menyusun ANDAL, RKL dan RPL. Bidang
keahlian tim penyusun AMDAL masih belum lengkap karena tidak ada anggota
tim yang memiliki keahlian ekonomi atau ekonomi sumberdaya atau ekonomi
lingkungan, padahal dalam metode studi dicantumkan akan menggunakan metode
valuasi ekonomi dalam studi ANDAL. Sebagian besar (58%) anggota tim
penyusun sudah memiliki sertifikat AMDAL. Sertifikat AMDAL A dimiliki oleh
3 orang anggota tim, AMDAL A dan B oleh 7 orang dan AMDAL A, B, dan C
oleh 1 orang. Anggota tim yang tidak memiliki sertifikat AMDAL ada 8 orang
(42%). Salah seorang anggota tim penyusun tidak dilengkapi dengan CV (daftar
riwayat hidup).
Dokumen KA-ANDAL disahkan pada tahun 2003 sementara Dokumen
ANDAL, RKL dan RPL-nya disahkan pada tahun 2006. Diperlukan waktu 3
tahun untuk menyusun Dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Penyebab hal tersebut
115
tidak ada penjelasannya di dalam dokumen, tetapi diduga karena adanya
perubahan tim penyusun dokumen dari LP UNAIR dan LP ITS 10 Nopember
(sebagai penyusun KA-ANDAL) menjadi PPLH-LPM IPB (penyusun ANDAL,
RKL, RPL).
Deskripsi rencana kegiatan meliputi kegiatan pada tahap prakonstruksi,
konstruksi, operasi dan pascaoperasi. Kelemahan yang ditemukan dalam bagian
ini adalah (1) deskripsi kegiatan sosialisasi rencana proyek pada bagian ruang
lingkup sangat minim (naratif kualitatif), sedangkan aspek yang sama dijelaskan
cukup panjang pada bagian pendahuluan dengan dibuatnya satu subbagian
kegiatan konsultasi masyarakat, dan (2) deskripsi kegiatan mobilisasi peralatan
pada tahap konstruksi kurang jelas (tidak ada kuantifikasi peralatan yang akan
digunakan). Kelebihan deskripsi kegiatan antara lain tim penyusun menyajikan
alternatif rencana kegiatan dalam hal jalur pipa.
Rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan tidak mudah disarikan pada bagian narasi. Jika dilihat pada matriks
identifikasi dampak potensial terdapat 11 kegiatan pada tahap prakonstruksi, 3
kegiatan utama pada tahap konstruksi, 8 kegiatan pada tahap operasi dan 2
kegiatan pada tahap pascaoperasi yang diprakirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan. Tiga rencana kegiatan utama pada tahap konstruksi meliputi sekitar
14 sub-kegiatan. Pada matriks tersebut ditemukan minimal ada 4 (empat) rencana
kegiatan yang tidak diketahui dampaknya terhadap lingkungan hidup, yakni; 1)
pengurusan perijinan penentuan lokasi WHP, 2) pengurusan perijinan penentuan
lokasi pipa bawah laut, 3) pengurusan perijinan penentuan lokasi pipa di darat,
dan 4) pengurusan perijinan penentuan lokasi fasilitas pengolahan gas. Semua
rencana kegiatan tersebut ada pada tahap pra-konstruksi. Apabila rencana kegiatan
tersebut diprakirakan tidak mempunyai dampak lingkungan maka tidak perlu
dicantumkan pada matriks identifikasi tersebut.
Deskripsi rona lingkungan awal lengkap dan jelas serta cukup banyak yang
disajikan secara kuantitatif. Deskripsi rona lingkungan hidup yang diprakirakan
akan terkena dampak rencana kegiatan dijelaskan cukup baik dan meliputi
Komponen fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya, sanitasi lingkungan dan
kesehatan lingkungan masyarakat, Transportasi darat dan laut dan komponen
116
lingkungan lain (utilitas lain, suplai air bersih dan suplai gas). Secara keseluruhan
dari matriks identifikasi dampak potensial ada 35 buah komponen lingkungan
hidup (parameter) yang diprakirakan akan terkena dampak rencana kegiatan.
Namun demikian dampak potensial yang tertera pada bagan alir pelingkupan ada
34 buah mencakup komponen fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya,
kesehatan lingkungan masyarakat, transportasi dan lingkungan lainnya. Ada
ketidakkonsistenan antara matriks dan bagan alir terkait dengan parameter tata
guna Lahan yang ada pada matriks tetapi tidak ditemukan pada bagan alir.
Dampak penting hipotetik sebagai hasil evaluasi dampak potensial ada 31
buah. Ada tiga buah dampak potensial yang dievaluasi tidak menjadi dampak
penting hipotetik, yakni; 1) arus dan gelombang, 2) transport sedimen dan 3) flora
darat. Isu pokok yang dirumuskan dalam dokumen KA-ANDAL masih dibatasi
oleh komponen lingkungan, misalnya pada komponen fisik-kimia ada tujuh buah
isu pokok, komponen sosial ekonomi dan budaya ada dua isu pokok dan
seterusnya sehingga isu pokok ada 15 buah. Hal itu tidak lazim.
Uraian batas wilayah studi cukup jelas dan didukung oleh peta-peta yang
berskala (namun terlalu kasar atau skala peta kecil, sekitar 1:400.000) dan
berwarna. Pada uraian metode studi parameter yang diukur pada komponen fisik-
kimia dan biologi cukup jelas, tetapi pada komponen sosek-budaya kurang jelas,
misalnya tidak dijelaskan apa yang akan diukur untuk menjelaskan parameter
kamtibmas. Pada dokumen AMDAL sektor lain kamtibmas (keamanan dan
ketertiban masyarakat) merupakan komponen lingkungan hidup yang terpisah,
bukan merupakan parameter.
Metode pengumpulan dan analisis data cukup jelas, tetapi kuesioner untuk
aspek sosek-budaya tidak dilampirkan. Metode prakiraan dampak pentingnya
cukup jelas, bahkan disajikan juga penggunaan metode valuasi ekonomi untuk
menganalisis besar dan pentingnya dampak, sedangkan metode evaluasi dampak
pentingnya kurang jelas, dinyatakan menggunakan pertimbangan pakar.
Dalam dokumen ANDAL, rencana kegiatan yang diprakirakan akan
menimbulkan dampak lingkungan pada dokumen ANDAL terdiri atas 11
kegiatan, baik jumlah maupun jenisnya. Rencana kegiatan pada dokumen
ANDAL tersebut sangat berbeda dengan apa yang dijelaskan pada dokumen KA-
117
ANDAL. Jenis rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan tersebut adalah perijinan, sosialisasi, mobilisasi/demobilisasi,
pemboran, pemasangan anjungan dan pipa, produksi minyak dan gas, penjualan
minyak dan gas, pemeliharaan fasilitas, pembongkaran fasilitas dan penutupan
sumur.
Komponen lingkungan hidup yang diprakirakan akan terkena dampak
terdiri atas 16 buah (parameter), jumlah dan jenis komponen lingkungan hidup
yang diprakirakan akan terkena dampak tersebut berbeda dengan (lebih sedikit
daripada) isi dokumen KA-ANDAL. Rumusan isu pokok pada dokumen ANDAL
terdiri atas 7 isu rumusan isu pokok tersebut lebih sederhana daripada isi dokumen
KA-ANDAL yang memuat 15 buah isu pokok dengan demikian isu pokok KA-
ANDAL dan ANDAL sangat berbeda.
Metode studi lebih lengkap atau ada perubahan (antara lain pada
komponen biologi, sosek-budaya). Namun demikian dalam hal metode prakiraan
dampak penting tidak mencantumkan lagi metode valuasi ekonomi, padahal dari
segi bidang keahlian tim studi memungkinkan untuk menggunakan metode
tersebut.
Deskripsi rencana kegiatan: lebih banyak, kuantitatif dan ilustratif
(didukung oleh gambar dan peta-peta). Demikian juga rona lingkungan hidup
disajikan dan dideskripsikan lebih lengkap dan didukung oleh hasil analisis data
primer (laboratorium). Dampak penting hipotetik yang dikaji pada dokumen
ANDAL ada 12 buah. Jumlah dampak penting hipotetik di atas berbeda dengan
apa yang diuraikan dalam dokumen KA-ANDAL (31 buah). Hasil prakiraan
dampak penting tersebut adalah 10 dampak penting yang terdiri atas 2 buah
dampak penting positif dan 9 buah dampak penting negatif.
Hal yang cukup menarik untuk dikritisi adalah semua rencana kegiatan
pada tahap prakonstruksi dan pascaoperasi dinilai (diprakirakan) tidak akan
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan (agak tidak logis!). Hal
tersebut antara lain dapat disebabkan karena rencana kegiatan perijinan dan
sosialisasi proyek (pada tahap prakonstruksi) hanya dianalisis dampaknya
terhadap keresahan dan persepsi masyarakat (nelayan dan petambak), sedangkan
dampaknya (khususnya proses perijinan) terhadap PAD tidak dianalisis.
118
Kemudian prakiraan dampak penting pada tahap pascaoperasi, yakni rencana
kegiatan pembongkatan fasilitas, penutupan sumur hanya dianalisis terhadap
aktivitas nelayan dan petambak, pendapatan masyarakat, persepsi dan keresahan
masyarakat (nelayan dan petambak), dan lalu-lintas laut, sedangkan terhadap
karyawan dan (hilangnya) kesempatan kerja dan berusaha tidak dilakukan.
Dokumen ANDAL telah dilengkapi dengan matriks prakiraan dampak
penting yang cukup jelas. Demikian juga matriks dan bagan alir evaluasi dampak
penting ada dan jelas. Jumlah dan jenis dampak penting yang dievaluasi konsisten
dengan hasil prakiraan dampak penting. Justifikasi kelayakan lingkungannya
bersifat kualitatif-naratif. Rumusan kalimat utama yang digunakan yakni: segala
dampak negatif yang akan timbul pada dasarnya dapat diatasi dengan biaya yang
lebih rendah daripada manfaat yang akan diperoleh. Padahal tidak ada kajian
berapa besar biaya pengelolaan dampak-dampak tersebut dan berapa besar
manfaat rencana kegiatannya.
Arahan pengelolaan lingkungan dalam dokumen ANDAL disajikan dan
konsisten dengan hasil prakiraan dan evaluasi dampak penting. Arahan tersebut,
masing-masing untuk rencana kegiatan pada tahap konstruksi dan operasi yang
menjadi sumber dampak penting terhadap lingkungan.
Dokumen RKL dilengkapi dengan surat pernyataan pihak pemrakarsa
dengan materai yang cukup sehingga memenuhi aspek legal. Uraian pendekatan
pengelolaan dampak lingkungan cukup jelas, terdiri atas pendekatan teknologi,
sosial-ekonomi-budaya dan institusi. Dampak penting yang dikelola mencakup 10
dampak penting dan sesuai dengan hasil prakiraan dampak penting. Dokumen
RKL dilengkapi pula dengan peta lokasi pengelolaan dampak disajikan per jenis
dampak yang dikelola (udara dan kesehatan masyarakat, kualitas air laut, biota
laut, sosek-budaya) dilengkapi dengan legenda dan skala (sekitar 1:400.000 atau
cukup kecil/kasar) dan matriks RKL yang sesuai dengan penjelasan narasinya.
103
Tabel 14 Analisis kualitas dokumen AMDAL migas
Indikator PT.CPI Duri (PP 29/1986)
Pertamina UP III Plaju
(PP 29/1986)
PT.Lapindo Brantas Sidoarjo
(PP 51/1993)
Pertamina-Suryaraya Teladan Pendopo
(PP 51/1993)
Exspan Toili Sulawesi (PP 27/1999)
BP Tangguh Sorong
(PP 27/1999)
Hess Pangkah Gresik
(PP 27/1999)
Kelengkapan Dokumen Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap
Penyusun AMDAL
Tim penyusun tidak lengkap, ahli geologi dan ahli perminyakan tidak tersedia PPLH UNRI dan PT Bumi Prasidi Tidak ada CV penyusun
Bidang keahlian tim penyusun tidak sesuai dengan dampak penting yang akan dianalisis (tidak lengkap) yaitu ahli perminyakan tidak tersedia PT.Unisystem Utama (Ltd) Pengalaman Ketua tim 14 tahun
Tim penyusun tidak lengkap, ahli perminyakan tidak tersedia PT. CORELAB INDONESIA Pengalaman Ketua Tim 3 tahun
Tim penyusun tidak lengkap, ahli geologi tidak tersedia Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UGM Pengalaman Ketua Tim 3 tahun
Tersedia semua ahli sesuai dengan kebutuhan penyusunan dokumen PPLH IPB Pengalaman ketua tim 11 tahun
Tim penyusun tidak lengkap, ahli perminyakan tidak tersedia PT.INTERSYS Kelola Maju Pengalaman Ketua Tim 13 tahun
Tersedia semua ahli sesuai dengan kebutuhan penyusunan dokumen PPLH IPB Pengalaman ketua tim 10 tahun
Substansi Dokumen 1. KA-ANDAL a. Pendahuluan b. Ruang Lingkup Studi c. Metode Studi d. Pelaksana Studi
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
104
Indikator PT.CPI Duri (PP 29/1986)
Pertamina UP III Plaju
(PP 29/1986)
PT.Lapindo Brantas Sidoarjo
(PP 51/1993)
Pertamina-Suryaraya Teladan Pendopo
(PP 51/1993)
Exspan Toili Sulawesi (PP 27/1999)
BP Tangguh Sorong
(PP 27/1999)
Hess Pangkah Gresik
(PP 27/1999)
2. ANDAL meliputi: a. uraian kegiatan b. rona lingkungan awal c. Metode Studi d. prakiraan dampak
penting e. evaluasi dampak
penting f. diagram alir dampak
penting g. matrik identifikasi
dampak h. matrik prakiraan
dampak i. arahan RKL dan RPL j. daftar pustaka k. lampiran
Lengkap
Lengkap Tidak ada arahan RKL dan RPL yang ada hanya tindak lanjut
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap, Tidak ada arahan RKL dan RPL
Lengkap
RKL mencakup: a. Ringkasan evaluasi
dampak penting b. Pendekatan
pengelolaan lingkungan: teknologi, institusi/kelembagaan, social ekonomi
c. Rencana pengelolaan lingkungan,
d. matrik pengelolaan
Tidak ada ringkasan (tidak dipersyaratkan dalam Kepmen PE No.0185/1988 dan 1158/1989
Tidak ada ringkasan (tidak dipersyaratkan dalam Kepmen PE No.0185/1988 dan 1158/1989 Tidak ada pendekatan sosial
Lengkap
Lengkap
Tidak ada ringkasan
Tidak ada pendekatan sosial ekonomi RKL tidak bersifat operasional, teknologi masih bersifat alternatif
Tidak ada ringkasan
Lanjutan Tabel 14
105
Indikator PT.CPI Duri (PP 29/1986)
Pertamina UP III Plaju
(PP 29/1986)
PT.Lapindo Brantas Sidoarjo
(PP 51/1993)
Pertamina-Suryaraya Teladan Pendopo
(PP 51/1993)
Exspan Toili Sulawesi (PP 27/1999)
BP Tangguh Sorong
(PP 27/1999)
Hess Pangkah Gresik
(PP 27/1999)
lingkungan dan peta lokasi
e. institusi dan pelaksana pengelolaan lingkungan
Program RKL tidak membahas masalah sosial budaya dan sosial ekonomi
RPL mencakup: a. Identitas proyek dan
ringkasan ANDAL, b. rencana pemantauan, c. pelaksanaan
pemantauan lingkungan,
d. matrik pemantuan e. peta pemantuan
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Tidak ada bab identitas proyek dan ringkasan ANDAL
Lengkap
Waktu Penyusunan a. KA-ANDAL/KA-SEL b. ANDAL/SEL c. RKL/RPL
1 tahun 1 tahun
1 tahun 1 tahun 3 tahun
1 tahun 1 tahun
1 tahun 1 tahun
1 tahun 1,5 tahun
1 tahun 1 tahun
1 tahun 3 tahun
Lanjutan Tabel 14
106
Berdasarkan hasil penilaian diperoleh bahwa secara umum kualitas
dokumen AMDAL kurang. Hal ini tampak pada empat indikator yang digunakan
dalam penilaian yakni; kelengkapan dokumen, tim dan lembaga penyusun,
substansi dokumen dan waktu penyusunan. Meskipun keempat indikator tersebut
terpenuhi, namun ada beberapa hal esensial yang belum dipenuhi dari ketentuan
yang telah ditetapkan, seperti tidak tercantumnya biodata penyusun, tidak adanya
ahli perminyakan dan geologi dalam tim penyusun, minimnya pengalaman tim
penyusun, rendahnya kualifikasi tim penyusun khususnya anggota tim, serta
adanya dokumen yang tidak memberikan arahan dan minimnya kajian sosial
ekonomi serta waktu penyusunan yang relatif lama yakni berkisar antara satu
hingga tiga tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas dokumen
AMDAL dipengaruhi oleh masih terdapatnya beberapa kelemahan-kelemahan
mendasar dalam kebijakan AMDAL migas.
5.3 Kinerja Lingkungan Implementasi AMDAL Kegiatan Migas
Kegiatan usaha migas antara lain pemboran sumur, pengembangan
lapangan, pembangunan fasilitas produksi/transmisi dan pengoperasiannya,
perawatan sumur dan eksploitasi migas serta pengolahan minyak dan gas yang
merupakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Evaluasi kinerja lingkungan untuk kegiatan usaha migas dilakukan dengan
mengevaluasi volume tumpuhan minyak yang terjadi, kualitas limbah cair,
kualitas udara dan kebisingan serta perkembangan produk domestik regional bruto
(PDRB), perkembangan pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah operasi
kegiatan usaha migas.
Mengingat hal di atas, maka perlu dilakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan seperti yang dirumuskan dalam dokumen rencana pengelolaan
lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL). Pemantauan
dilakukan terhadap tumpuhan minyak, kualitas limbah cair meliputi: kandungan
minyak dan lemak, konsentrasi H2S, konsentrasi COD, dan kandungan amoniak
bebas dalam air. Parameter kualitas udara dan kebisingan meliputi: kandungan
SO2, kandungan H2S, kandungan NOx, dan tingkat kebisingan yang ditimbulkan
dari aktivitas migas tersebut.
107
5.3.1 Tumpahan Minyak
Pelaksanaan kegiatan usaha migas, pada hakekatnya merupakan kegiatan
yang memiliki standar operasional prosedur (SOP), dimana setiap rangkaian
kegiatan memiliki prosedur yang baku, mulai tahap persiapan hingga pasca
operasi, begitu juga kondisi emergency. Pelaksanaan kegiatan migas terdiri dari
empat tahapan baik di darat maupun di laut yakni: 1) tahap pra konstruksi, 2)
tahap konstruksi, 3) tahap operasi dan 4) tahap pasca operasi. Pada beberapa
tahapan kegiatan, berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti
dari limbah hasil proses produksi yang dihasilkan maupun dari kejadian
emergency. Bahan-bahan yang menjadi limbah dari sisa hasil produksi dan
emergency tersebut dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan hidup
dan sumberdaya alam.
Pada tahap operasi potensi tumpahan minyak dapat terjadi melalui
kebocoran pipa dan semburan liar sewaktu pengeboran sumur produksi.
Sedangkan pada tahap pasca operasi, tumpuhan minyak dapat terjadi sewaktu
pengapalan dan pengangkutan. Tumpahan minyak tersebut dapat berdampak
secara langsung terhadap ekosistem dan lingkungan hidup serta manusia yang ada
disekitarnya. Besaran dampak akibat tumpahan minyak sangat ditentukan oleh
volume dan frekuensi tumpahan yang terjadi.
Tabel 15 Frekuensi dan jumlah tumpuhan minyak pada KKKS
2003 2004 2005 2006 2007 KKKS frek barel frek barel frek barel frek barel frek barel
BP Indonesia - - - - 1 47.0 1 3.5 - -
Caltex Pacific Indonesia
6 274.0 6 470.0 5 189.0 - - - -
Conoco Phillips 9 364.0 - - 2 52.5 - - 2 200.0
Exxon Mobil Oil Indonesia
- - - - 1 55.0 - - - -
Unocal Indonesia 20 554.1 - - - - 1 13.5 - -
Total EP Indonesia - - - - - - - - - -
CNOOC SES - - 2 195.0 1 183.3 1 6.6 1 31.7
Petro China - - - - - - - - 2 177.0
Medco EP Indonesia - - 1 250.0 5 130.0 - - 3 118.0
Kondur Petroleum - - 1 20.0 1 15.0 - - 1 6.9
Pearl Oil (Tungkal) Ltd - - - - 1 89.4 - - - -
PT Pertamina EP - - - - 2 25.0 2 111.0 5 452.0
Total 35 1192.1 10 935.0 19 786.2 19 786.2 19 786.2
Sumber: Ditjen Migas, 2007
108
Pada tahun 2003, tumpahan minyak terjadi sebanyak 35 kali dengan
volume 1.192,1 barrel. Tumpahan tertinggi terjadi pada KKKS Unocal Indonesia
yakni sebanyak 20 kali dengan volume sekitar 554,1 barrel. Sementara pada tahun
2004, tumpahan minyak terjadi sebanyak 10 kali dengan volume 935,0 barrel.
Tumpahan tertinggi terjadi pada KKKS Caltex Pacific Indonesia yakni sebanyak 6
kali dengan volume sekitar 470,0 barrel. Tumpahan minyak pada tahun 2005,
terjadi sebanyak 19 kali dengan volume 786,2 barrel, dengan tumpahan tertinggi
terjadi pada KKKS Caltex Pacific Indonesia yakni sebanyak 5 kali dengan volume
189,0 barrel.
Tabel 16 Tumpahan minyak (barel) periode 2000-2007 Tahun Hilir Hulu 2000 4.007,6 17.570,0 2001 - 11.522,0 2002 - 6.467,0 2003 - 1.192,1 2004 5.000,0 9.801,6 2005 - 770,9 2006 - 1.188,6 2007 452,0 144,9
Sumber: Ditjen Migas, 2007
Potensi tumpahan minyak juga dapat terjadi pada operasi hilir atau
pemasaran/niaga, baik dari transportasi melalui pipa maupun kapal.
Sesungguhnya tumpuhan minyak yang terjadi, umumnya merupakan kejadian
emergency, yang terjadi karena kebocoran atau pecahnya tanker. Tumpahan
minyak dapat menimbulkan dampak pencemaran bahkan kerusakan lingkungan
hidup bila tidak ditanggulangi dengan segera, karena lapisan minyak yang
menutupi permukaan air dapat menyebabkan kurangnya cahaya yang masuk
kedalam perairan, sehingga fotosintensis tidak terjadi dan berdampak terhadap
matinya berbagai biota perairan, termasuk matinya terumbu karang. Jika
tumpuhan minyak menutupi akar mangrove serta tumbuhan hijau di daratan.
Tumpahan minyak tersebut menutupi akar nafas dari mangrove, sehingga
mangrove mengalami kekurangan oksigen dan akhirnya mengalami kematian
(Dahuri et al., 1996).
109
Tumpahan minyak merupakan keadaan darurat (emergency) yang selama
ini tidak dikaji di dalam AMDAL, padahal hal tersebut dapat menimbulkan
pencemaran dan bahkan kerusakan lingkungan. Pencemaran lingkungan hidup
menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Definisi tersebut sangat sulit dijabarkan,
sehingga perlu dirumuskan definisi pencemaran lingkungan hidup yang lebih
operasional. Hasil penelitian diperoleh bahwa pencemaran lingkungan hidup
adalah turunnya kualitas lingkungan hidup dan atau ekosistem yang disebabkan
oleh aktivitas manusia, sehingga tidak berfungsi lagi sesuai peruntukkannya pada
waktu dan wilayah tertentu. Sedangkan perusakan lingkungan hidup menurut UU
No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik
dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Pada hakekatnya, kerusakan
lingkungan hidup adalah terjadinya perubahan ekosistem (fisik, kimia, hayati
termasuk sosial ekonomi dan budaya) yang disebabkan oleh aktivitas manusia
Gambar 6 Volume tumpahan minyak pada kegiatan hulu dan hilir migas
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
Barel
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007Tahun
HULUHILIR
110
secara langsung maupun tidak langsung sehingga menyebabkan terhambatnya
pembangunan yang berkelanjutan pada waktu tertentu.
Masih seringnya terjadi tumpuhan minyak (emergency) yang
menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sehingga
membutuhkan penanganan keadaan darurat yang terencana. Menurut Suratmo
(2002), bahwa walaupun dampak emergency belum pasti terjadi (uncertain
negative impact), tapi harus dikaji di dalam AMDAL.
Selain dari tumpahan minyak dapat juga terjadi pencemaran dan kerusakan
lingkungan akibat semburan liar (blow out) dari sumur pemboran baik umur
eksploitasi maupun sumur produksi, semburan liar yang biasanya diikuti dengan
kebakaran yang dapat mengakibatkan kerugian waktu, biaya dan rusaknya
lingkungan. Semburan liar merupakan peristiwa mengalirnya fluida (minyak, gas
dan air) dari formasi kedalam sumur, lalu menyembur ke permukaan tanpa dapat
dikendalikan (Purnomo dan Tobing, 2007).
5.3.2 Kualitas Limbah Cair
Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan
dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk
murni, tapi bukan berarti semua air terpolusi. Sebagai contoh, meskipun di daerah
pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari
polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO2, O2 dan N2
serta bahan-bahan tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang
terbawa dari atmosfer (PPLH UNSRI, 2003).
Salah satu hasil sampingan dari kegiatan industri migas adalah limbah cair
dengan kadar minyak yang tinggi, limbah cair ini dapat mencemari terhadap
perairan di sekitarnya, dapat menurunkan kualitas lingkungan dan menimbulkan
dampak negatif terhadap kualitas air apabila dibuang secara langsung tanpa diolah
terlebih dahulu. Untuk mengurangi kadar minyak yang tinggi tersebut maka
diperlukan suatu sistem pengolahan (Effendi, 2003).
Kualitas air digunakan baku mutu kualitas air limbah untuk kegiatan usaha
migas yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan menteri negara lingkungan
hidup No. 42 tahun 1996 tentang baku mutu limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
111
minyak dan gas serta panas bumi. Parameter kualitas limbah cair yang dianalisis
yakni minyak dan lemak, COD, sulfida dan amoniak.
a. Minyak dan Lemak
Keberadaan minyak dan lemak dalam limbah cair atau dalam badan air
akan membentuk lapisan yang tipis disebut film minyak pada permukaan air
(massa jenis minyak/lemak lebih kecil dari massa jenis air). Lapisan tipis ini akan
menghambat kelarutan udara terutama oksigen ke dalam badan air padahal
kelarutan oksigen dalam air dibutuhkan oleh biota perairan. Selain itu keberadaan
lapisan minyak dalam badan air akan menghambat masuknya cahaya matahari ke
dalam air, sehingga proses fotosintesis dalam badan air akan terhambat. Proses
fotosintesis sangat berguna untuk meningkatkan kandungan oksigen yang terlarut
dalam badan air. Kadar maksimum minyak dan lemak dalam limbah cair adalah
35 mg/l.
Kandungan minyak dan lemak dalam perairan dapat berasal dari berbagai
sumber, antara lain: pembersihan dan pencucian kapal tangker (water blase),
pengeboran minyak di dekat perairan, kebocoran kapal pengangkut minyak serta
sumber-sumber lainnya seperti buangan pabrik. Hal tersebut, disebabkan karena
minyak tidak larut dalam air, sehingga apabila terjadi tumpahan minyak di
perairan maka, minyak akan mengapung dan dalam beberapa hari akan
mengalami penguapan dan mengalami emulsifikasi yang akhirnya air dan minyak
dapat bercampur.
Gambar 7 Kandungan minyak lemak di enam lokasi kegiatan usaha migas
- 5 10 15 20 25 30 35 40
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
mg/L
CPI Duri Pertamina PlajuSuryaraya Teladan Lapindo BrantasExpan Toili BP Tangguh Baku Mutu Lingkungan
112
Hasil pemantauan yang dilakukan pada enam perusahaan migas, pada
masing-masing lokasi masih memiliki kandungan minyak dan lemak di bawah
baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Kondisi tersebut dimungkinkan karena
pada umumnya perusahaan migas dalam melakukan operasi telah menerapkan dan
menggunakan teknologi tinggi, dengan kemungkinan kebocoran minyak yang
sangat kecil. Disisi lain, apabila terjadi kebocoran minyak, kesiapan penanganan
keadaan darurat (emergency response plan) dan treatment merupakan prosedur
utama, sehingga kemungkinan untuk menjumpai luberan minyak ataupun
kandungan minyak lemak di atas ambang batas sangat jarang. Kadar minyak dan
petroleum yang diperkenankan terdapat pada air minum berkisar antara 0,01-0,1
mg/l. Kadar yang melebihi 0,3 mg/l bersifat toksik terhadap beberapa jenis ikan
air tawar (Effendi, 2003).
b. Hidrogen Sulfida
Senyawa hidrogen sulfida (H2S) merupakan senyawa yang terbentuk dari
penguraian anaerobik terhadap senyawa yang mengandung belerang. Senyawa ini
akan menimbulkan bau dan warna terhadap badan air dimana H2S ini bersifat
racun terhadap biota perairan. Baku mutu lingkungan berdasarkan Kepmen LH
No. 42 tahun 1996 untuk bahan pencemar adalah 1,0 mg/l.
Gambar 8 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
mg/L
Pertamina Plaju CPI Duri Suryaraya Teladan
Lapindo Brantas BP Tangguh Expan Toili
Buku Mutu Lingkungan
113
Hasil pemantauan yang dilakukan pada enam perusahaan migas,
ditemukan bahwa pada tahun 1993 di lokasi Pertamina UP III Plaju kandungan
H2S melebihi baku mutu lingkungan yang ditetapkan namun di tahun berikutnya
hingga tahun 2007 kadungan H2S di bawah baku mutu lingkungan yang
ditetapkan (0,5 mg/l). Sedangkan pada perusahaan PT.CPI Lapangan Duri,
kandungan H2S melebihi baku mutu lingkungan (1,0 mg/l) terjadi pada tahun
1994-1995 dan selanjutnya terjadi penurunan hingga tahun 2006. Gambar 8
menunjukkan bahwa perusahaan sangat peduli pada lingkungan. Hal tersebut
tergambarkan pada nilai H2S yang dari tahun ke tahun berada di bawah baku mutu
lingkungan untuk H2S (0,5 mg/l).
c. Kebutuhan Oksigen Kimiawi
Kebutuhan oksigen kimiawi/chemical oxygen demand (COD)
menunjukkan kandungan bahan organik dan anorganik yang dapat didegradasi
dan dinyatakan dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
degradasinya. Makin tinggi nilai COD pada badan air (air permukaan) dan air
limbah maka kualitas air tersebut makin buruk. COD menggambarkan jumlah
total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi,
baik yang dapat didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar
didegradasi secara non biologi (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O
(Effendi, 2003).
0
50
100
150
200
250
300
350
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
mg/L
Pertamina Plaju CPI Duri Suryaraya Teladan Lapindo Brantas BP Tangguh Expan ToiliBaku Mutu Lingkungan
Gambar 9 Kandungan COD di enam lokasi kegiatan usaha migas
114
Hasil pemantauan diperoleh bahwa pada enam lokasi kegiatan usaha migas
ternyata tidak terdapat kandungan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) yang
melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan (300 mg/l). Hal tersebut
dimungkinkan karena dalam kegiatan usaha migas telah diterapkan penggunaan
teknologi yang ramah lingkungan, serta telah dilakukan pengelolaan limbah.
Kesemua hal tersebut menjadi perhatian serius dari perusahaan yang beroperasi,
sehingga kemungkinan kandungan COD yang melebihi baku mutu lingkungan
tidak dan jarang terjadi.
d. Amoniak Bebas
Amoniak dalam air permukaan (badan air) dapat berasal dari hasil degradasi
baik secara aerobik maupun anaerobik, bahan yang mengandung unsur nitrogen
misalnya protein. Adanya amoniak dalam air permukaan dapat menimbulkan bau.
Batas maksimum amoniak yang diperbolehkan berdasarkan Kepmen LH No. 42
tahun 1996 adalah 10 mg/l.
Gambar 10 Kandungan amoniak di enam lokasi kegiatan usaha migas
Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan amoniak di
Pertamina-Suryaraya Teladan pada awal operasi melebihi baku mutu amoniak
yang telah ditetapkan (10 mg/l) dan mengalami penurunan mulai dari tahun 2001
hingga tahun 2006. Hal ini terjadi karena meningkatnya penggunaan teknologi
0
2
4
6
8
10
12
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
mg/L
Pertamina Plaju CPI DuriSuryaraya Teladan Lapindo BrantasBP Tangguh Expan ToiliiBaku Mutu Lingkungan
115
yang digunakan untuk mengurangi kandungan amoniak. Sedangkan pada PT.CPI
Lapangan Duri dan Pertamina UP III Plaju, kandungan amoniaknya dari tahun
1993-2006 tidak melampaui baku mutu amoniak yang telah ditetapkan (10 mg/l).
Demikian pula kandungan amoniak di BP Tangguh, PT.Lapindo dan Expan Blok
Toili yang dipantau dari tahun 2001-2006 tidak melampaui batas baku mutu yang
telah ditetapkan (10 mg/l).
5.3.3 Kualitas Udara dan Kebisingan
Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya
zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia,
sehingga mutu udaara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang meyebabkan
udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan yang dimaksud
dengan emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari
suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya kedalam udara ambien yang
mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar (PPLH
UNSRI, 2003).
Udara adalah media pencampur untuk limbah gas. Limbah gas atau asap
yang diproduksi dari sisa pembakaran dan kendaraan bermotor, gas buangan
keluar menempati ruang atmosfir yang selanjutnya bercampur dengan asap hasil
pembakaran dan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti
O2, N2, NO2, CO2, H2 dan lain-lain. Penambahan gas kedalam udara melampaui
kandungan alami akibat kegiatan manusia khususnya dalam pembukaan lahan,
pertambangan dan kegiatan migas dapat menimbulkan polusi yang akan
menurunkan kualitas udara.
Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu
partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus yang masih mungkin terlibat
dengan mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume, namun yang
dikaji dalam penelitian ini hanya partikel debu. Sedangkan pencemaran berbentuk
gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) atau akibat
langsung antara lain SO2, Nox, CO, CO2, hidrogen dan lain-lain.
116
a. Kandungan SO2
Sifat dari gas SO2 adalah gas yang tidak berwarna, namun memiliki bau
sangat tajam. Bahan-bahan yang mengandung belerang teroksidasi membentuk
sulfur dioksida. Sulfur dioksida dapat berubah menjadi asam belerang (asam
sulfat) di atmosfir dan di dalam jaringan tubuh manusia. Sulfur dioksida stabil
dalam beberapa hari, di udara teroksidasi menjadi SO3 yang akhirnya membentuk
aerosol asam higroskopik H2SO4 lalu akan terjadi hujan asam. Gas SO2 dapat
merusak tanaman, menyebabkan korosi pada permukaan logam dan merusak
bahan nilon dan lain-lain (PPLH-UNSRI, 2003).
Kandungan SO2 di udara diduga berasal dari bocoran gas alam pada SKG,
bocoran dari separator minyak pada stasiun pengumpul, sisa pembakaran pada
flare dan genset. Data hasil pemantauan untuk enam lokasi kegiatan usaha migas
menunjukkan bahwa nilai kandungan SO2 di lingkungan relatif sangat kecil, jauh
di bawah baku mutu (0,365 ppm) berdasarkan peraturan pemerintah No. 41 tahun
1999 tentang pengendalian pencemaran udara (baku mutu ambien nasional).
Gambar 11 Kandungan SO2 di enam lokasi kegiatan usaha migas
b. Kandungan H2S
Senyawa H2S dalam bentuk gas bersifat racun dan berbau busuk, H2S di
udara pada musim hujan akan larut dalam air yang merubah sifak fisik air
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900
1000
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Pertamina Plaju CPI Duri Suryaraya Teladan Lapindo BrantasBP Tangguh ExpanToili Baku Mutu Lingkungan
117
menjadi hitam, dan dengan senyawa besi membentuk Fe2S. Kandungan H2S
dapat berasal dari sisa pembakaran pada flare atau pada genset dan sisa tumpahan
minyak mentah yang tercecer maupun pada oil catcher yang menguap akibat dari
penguapan oleh panas matahari.
Nilai kandungan dalam udara di lingkungan dari hasil pelaporan relatif
sangat kecil dan masih di bawah baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
Indikator ini diperkuat dengan tidak adanya keluhan dari pekerja dan masyarakat
desa sekitar mengenai gangguan pernafasan. Demikian juga tingkat korosif di
lokasi yang dipantau umumnya kurang terlihat.
Gambar 12 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas
c. Kandungan NOx
Kandungan NOx terbentuk pada temperatur tinggi dan pada kondisi kaya
oksigen. Sumber pembentuk NOx dari kegiatan penambangan minyak dapat
berasal dari flare pada gas buangan di daerah pengeboran maupun pada stasiun
pengumpul dan dapat berasal dari aktivitas kendaraan operasional dari dan
menuju lokasi.
Dengan demikian, temperatur tinggi pada pembakaran gas sisa di flare,
kendaraan operasional, dari knalpot genset dapat mendorong terbentuknya
nitrogen monoksida. Jika pada saat pembentukan pada temperatur tinggi dan pada
0.0000
0.0050
0.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0.0300
0.0350
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Pertamina Plaju CPI Duri Suryaraya Teladan Lapindo BrantasBP Tangguh Expan Toili Baku Mutu Lingkungan
118
kondisi oksigen berlebihan. Kehadiran NOx adalah sama seperti kandungan SO2.
Hasil pelaporan pemantauan di enam lokasi kegiatan usaha migas menunjukkan
bahwa tingkat kandungan NOx dalam udara di lingkungan relatif rendah masih di
bawah nilai baku mutu lingkungan. Oleh karena itu wajar, bila pengaruh terhadap
lingkungan pada saat ini belum terjadi seperti belum adanya gangguan
pertumbuhan vegetasi ataupun kesehatan pekerja.
Gambar 13 Kandungan NOx di enam lokasi kegiatan usaha migas
Hasil pemantuan kinerja lingkungan tampak bahwa kandungan NOx pada
enam lokasi pengamatan untuk enam lokasi kegiatan usaha minyak dan gas
diperoleh bahwa kandungan NOx terukur tidak melebihi baku mutu lingkungan
yang dipersyaratkan. Kandungan NOx dari masing-masing lokasi pengamatan
menunjukkan kecenderungan yang menurun dari tahun ke tahun. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan pada kegiatan usaha migas telah
menjadi perhatian utama. Penggunaan teknologi pengelolaan limbah dan buangan
serta dampak yang dapat muncul telah menjadi salah satu prioritas utama dalam
kegiatan usaha migas.
d. Kebisingan
Pengukuran kualitas udara dan kebisingan dilakukan pada lokasi lapangan
minyak dan gas yang sudah beroperasi. Analisis terhadap data kualitas lingkungan
0.0000
50.0000
100.0000
150.0000
200.0000
250.0000
300.0000
350.0000
400.0000
450.0000
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Pertamina Plaju CPI Duri Suryaraya Teladan Lapindo BrantasBP Tangguh Expan Toili Baku Mutu Lingkungan
119
yang diperoleh dari lapangan akan selalu didasarkan pada baku mutu lingkungan
(BML) yang telah ditetapkan. Penilaian untuk kebisingan digunakan baku mutu
bagi kawasan industri berdasarkan keputusan menteri LH No. 48 tahun 1996.
Hasil analisis kebisingan pada pemantauan periode 1993-2006 disajikan pada
Gambar 14.
Sumber bising pada lokasi pemantauan berasal dari kompresor gas pada
booster dan SKG, selain dari genset dan pompa. Pemantauan dilakukan hanya
untuk kawasan industri (pusat) dengan baku mutu bising (>70 dBA) berdasarkan
keputusan menteri LH No. 48 tahun 1996 untuk kawasan industri.
Berdasarkan Gambar 14 menunjukan bahwa tingkat kebisingan pada enam
lokasi kegiatan migas tidak ada yang melampaui baku mutu bising sebagaimana
yang telah ditetapkan pada Kepmen LH No. 48 tahun 1996. Hasil ini diperkuat
dengan tidak adanya keluhan dari pekerja dan masyarakat sekitar daerah industri.
Tingkat kebisingan merupakan hal yang perlu dicermati karena dapat diukur
secara langsung (didengar) oleh pekerja dan masyarakat di sekitarnya. Untuk
mereduksi kebisingan dapat dilakukan penanaman pohon-pohon seperti bambu
atau pohon-pohon tegakan tinggi di sekitar sumber kebisingan (pompa, genset
atau kompresor).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Pertamina Plaju CPI Duri Suryaraya Teladan Lapindo BrantasBP Tangguh Expan Toili Baku Mutu Lingkungan
Gambar 14 Kebisingan di enam lokasi kegiatan usaha migas
120
5.3.4 Aspek Sosial Ekonomi
Aspek sosial ekonomi di dalam penyusunan dokumen AMDAL didasarkan
pada keputusan menteri No. 229 tahun 1996 tentang pedoman kajian aspek sosial
ekonomi. Di dalam keputusan menteri tersebut, salah satu parameter untuk
mengukur aspek sosial adalah pendapatan domestik regional bruto (PDRB).
Perkembangan PDRB merupakan salah satu kriteria penilaian keberhasilan
pembangunan daerah. Keadaan ekonomi makro regional suatu daerah dapat
dilihat dari perkembangan PDRB, baik dari besaran nilainya maupun perkapita.
Distribusi PDRB suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya sumbangan yang
diberikan oleh tiap-tiap sektor yang terbagi dalam beberapa sub sektor.
Indikator lain yang digunakan untuk mengukur aspek sosial ekonomi pada
enam kegiatan usaha migas adalah aspek pendidikan dan kesehatan. Kedua aspek
tersebut merupakan aspek sosial masyarakat yang umumnya banyak digunakan
sebagai indikator pertumbuhan ekonomi dari sisi sosial masyarakat. Aspek
pendidikan dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan jumlah gedung
sekolah maupun taraf pendidikan (lamanya sekolah), sedang aspek kesehatan
diidentifikasi berdasarkan perkembangan jumlah gedung kesehatan dan tingkat
kesehatan masyarakat.
Berdasarkan daerah operasi kegiatan migas yang dikaji pada enam lokasi
kegiatan usaha migas yakni PT.CPI Duri Kabupaten Bengkalis, Pertamina UP III
Plaju Kota Palembang dan Kabupaten Musi Banyuasin, Pertamina-Suryaraya
Teladan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Banyuasin, PT.Lapindo
Kabupaten Sidoarjo, Expan Toili Sulawesi Kabupaten Morowali dan BP Tangguh
Kabupaten Sorong.
121
Gambar 15 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan
Kabupaten Bengkalis (BPS Kabupaten Bengkalis, 1986-2005)
Berdasarkan Gambar 15 menunjukkan bahwa kontribusi sektor migas
sangat mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Bengkalis. Kondisi ini
terjadi seiring berkembangnya sektor migas salah satunya sejak beroperasinya
PT.CPI Lapangan Duri di Kabupaten Bengkalis. Namun, peningkatan sektor
migas terhadap PDRB Kabupaten Bengkalis tidak mempengaruhi perkembangan
jumlah gedung sekolah sebagai salah satu parameter dari sektor pendidikan
demikian halnya pada perkembangan jumlah fasilitas kesehatan. Hal ini
menggambarkan bahwa kontribusi sektor migas tidak dinikmati secara merata,
khususnya yang berkaitan dengan dimensi sosial masyarakat. Saat ini, sumbangsih
sektor migas lebih menjadi sumber APBD yang selanjutnya menjadi bagian dari
belanja dan penggunaan anggaran daerah dalam pembangunan. Rendahnya
korelasi antara sumbangan migas terhadap pertumbuhan pendidikan dan
kesehatan, lebih disebabkan oleh fokus dan penekanan pembangunan daerah
bersangkutan. Pembangunan infrastruktur seperti jalan dan sarana penerangan
(listrik) lebih menjadi fokus pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis.
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
1986
19
87
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gedung sekolah (unit)Fasilitas kesehatan (unit)PDRB tanpa Migas (Rp. X 10000)PDRB dengan Migas (Rp. X 10000)
122
Gambar 16 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kota Palembang (BPS Kota Palembang, 1986-2005)
Berdasarkan Gambar 16 menunjukkan bahwa dengan berkembangnya
sektor migas di Kota Palembang, perekonomian daerah (PDRB) meningkat secara
signifikan. Kondisi ini terjadi sejak beroperasinya Pertamina UP III Plaju pada
tahun 1993. Namun, peningkatan ini tidak diiringi oleh peningkatan jumlah
gedung sekolah dan jumlah fasilitas kesehatan di Kota Palembang. Hal ini berarti
peningkatan kontribusi sektor migas tidak mempengaruhi sektor pendidikan dan
sektor kesehatan di Kota Palembang.
Kontribusi sektor migas terhadap PDRB Kota Palembang, menunjukkan
perkembangan yang signifikan. Kontribusi migas tampak pada tahun 2002,
mengalami peningkatan terus menerus hingga tahun 2005. Namun kondisi
tersebut belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kondisi sosial
masyarakat seperti pertumbuhan taraf pendidikan yang ditandai dengan masih
minimnya gedung sekolah serta perkembangan jumlah tahunan yang rendah.
Demikian pula untuk sektor kesehatan dimana perkembangan jumlah gedung
kesehatan belum menunjukkan hubungan yang signifikan dengan sumbangan
sektor migas di Kota Palembang.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gedung sekolah (unit)
Fasilitas kesehatan (unit)
PDRB tanpa Migas(Rp. x10000)
PDRB dengan Migas(Rp. x10000)
123
Gambar 17 Perkembangan PDRB, gedung dan fasilitas kesehatan Kabupaten Sidoarjo (BPS Kabupaten Sidoarjo, 1986-2005)
Berdasarkan Gambar 17 menunjukkan bahwa kontribusi sektor migas
tidak terlalu signifikan mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sidoarjo.
Kontribusi sektor migas baru dinikmati mulai pada tahun 2001 karena pada tahun
tersebut sektor migas mulai berkembang, salah satunya dengan beroperasinya
PT.Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo. Namun, kontribusi sektor migas tidak
mempengaruhi perkembangan jumlah gedung sekolah dan fasilitas kesehatan di
Kabupaten Sidoarjo.
Kontribusi sektor migas terhadap PDRB dan pertumbuhan ekonomi yang
diukur dari sisi kesejahteraan sosial di Kabupaten Sidoarjo tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan. Kondisi tersebut, sangat dipengaruhi oleh kondisi
daerah secara umum yang didominasi oleh sektor industri. Hal ini, tampak pada
perkembangan PDRB tanpa migas sama dengan perkembangan PDRB dengan
migas. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi secara mikro di Kabupaten
Sidoarjo dalam kaitannya dengan sumbangan PDRB sektor migas masih sangat
rendah. Namun demikian, perkembangan ekonomi secara makro tetap
memberikan sumbangan yang besar. Kesempatan kerja dan peluang berusaha di
sektor migas tetap menjadi bagian dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Sidoarjo.
0
50
100
150
200
250
300
350
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gedung sekolah (unit)
Fasilitas kesehatan (unit)
PDRB tanpa Migas(Rp. x100000)
PDRB dengan Migas(Rp. x100000)
124
Perkembangan aspek sosial ekonomi di Kabupaten Muara Enim diukur
dari perkembangan PDRB dengan migas, PDRB tanpa migas dan jumlah gedung
sekolah. Berdasarkan Gambar 18 menunjukkan bahwa sejak tahun 1995
perkembangan sektor migas memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perekonomian daerah, hal ini terlihat dari perkembangan PDRB dengan migas dan
PDRB tanpa migas. Namun, kontribusi sektor migas terhadap PDRB ternyata
tidak mempengaruhi perkembangan jumlah gedung sekolah dan fasilitas
kesehatan di Kabupaten Muara Enim.
Masih minimnya sumbangsih sektor migas terhadap pertumbuhan
ekonomi mikro dan kesejahteraan sosial masyarakat, lebih disebabkan oleh
konsep pemerataan pembangunan daerah yang masih sangat bergantung pada
pertumbuhan dan perkembangan jumlah APBD. Prioritas pembangunan lebih
dikedepankan pada infrastruktur jalan dan aksesibilitas informasi serta
pembiayaan pembangunan dan belanja daerah.
Gambar 18 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Muara Enim (BPS Kabupaten Muara Enim, 1986-2005)
Kondisi di Kabupaten Muara Enim tidak jauh berbeda dengan yang terjadi
di Kabupaten Musi Banyuasin. Kontribusi sektor migas sangat mempengaruhi
perekonomian daerah, terlihat dari perbedaan nilai PDRB tanpa migas dan PDRB
dengan migas yang tinggi mulai tahun 1995. Namun, disisi lain perkembangan
0
200
400
600
800
1000
1200
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gedung sekolah (unit)
Fasilitas kesehatan (unit)
PDRB tanpa Migas(Rp. x10000)
PDRB dengan Migas(Rp. x10000)
125
jumlah gedung sekolah dan jumlah fasilitas kesehatan sangat jauh berbeda dengan
perkembangan PDRB dengan migas. Jumlah gedung sekolah dan fasilitas
kesehatan berdasarkan Gambar 19 tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan
atau dianggap tidak ada peningkatan dari tahun ke tahun.
Gambar 19 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin (BPS Kabupaten Musi Banyuasin, 1986-2005)
Sumbangan sektor migas terhadap PDRB menunjukkan nilai yang
signifikan terutama pada dua tahun terakhir. Kondisi ini menunjukkan bahwa
sektor migas di Kabupaten Musi Banyuasin menjadi tulang punggung
pembangunan daerah. Namun demikian sumbangan sektor yang besar tersebut,
belum memberikan sumbangan yang nyata terhadap aspek kesejahteraan sosial
masyarakat seperti taraf pendidikan dan tingkat kesehatan. Kedua aspek tersebut
diukur dari sisi perkembangan jumlah fasilitas gedung sekolah dan gedung
kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh kedua aspek tersebut belum
mengalami perkembangan yang berarti. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
pemerataan pembangunan dan prioritas pembiayaan pembangunan. Kedua faktor
tersebut menjadi jawaban terhadap belum signifikannya sumbangan migas
terhadap aspek kesejahteraan sosial.
Perkembangan PDRB dengan migas dan PDRB tanpa migas Kabupaten
Morowali, menunjukkan perbedaan yang sangat kecil. Kontribusi sektor migas
0 200 400
600 800
1000 1200
1400 1600 1800
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gedung sekolah (unit)
Fasilitas kesehatan (unit)
PDRB tanpa Migas(Rp. x10000)
PDRB dengan Migas(Rp. x10000)
1992
126
mulai terlihat pada tahun 2001, yakni pada tahun tersebut sektor migas mulai
berkembang dengan beroperasinya PT.Expan Toili di Kabupaten Morowali.
Gambar 20 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Morowali (BPS Kabupaten Morowali, 1986-2005)
Perkembangan PDRB tanpa migas tidak berbeda dengan perkembangan
PDRB dengan migas. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh besarnya peranan
sektor-sektor lain seperti perkebunan dan pertanian, perikanan dan kelautan serta
kehutanan. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pembangunan sumbangan sektor migas belum memberikan dampak yang nyata
khususnya terhadap aspek sosial masyarakat yakni: taraf pendidikan dan tingkat
kesehatan masyarakat.
Kontribusi sektor migas di Kabupaten Sorong salah satunya dapat diukur
dari perkembangan PDRB. Pada Gambar 21 terlihat bahwa dari tahun 1993 sektor
migas mulai berkembang dengan nilai kontribusi terhadap perekonomian daerah
yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Namun, perkembangan sektor migas
tidak menujukkan pengaruh yang positif terhadap perkembangan jumlah gedung
sekolah dan fasilitas kesehatan di Kabupaten Sorong. Jumlah gedung sekolah dan
fasilitas kesehatan dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kenaikan. Hal ini
berarti kontribusi sektor migas yang begitu besar tidak merata pada seluruh sektor
di Kabupaten Sorong.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gedung sekolah (unit)Fasilitas kesehatan (unit)
PDRB tanpa Migas(Rp.x1000)PDRB dengan Migas(Rp.x1000)
127
Gambar 21 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Sorong (BPS Kabupaten Sorong, 1986-2005)
Perkembangan aspek sosial ekonomi yang diukur dari nilai PDRB, gedung
sekolah dan fasilitas kesehatan pada tujuh kabupaten/kota di enam lokasi kegiatan
usaha migas menunjukkan bahwa kontribusi sektor migas yang begitu besar tidak
dinikmati secara merata pada seluruh sektor di daerah.
Peningkatan PDRB secara umum dengan keberadaan perusahaan migas,
menunjukkan nilai yang signifikan. Kabupaten/kota dengan PDRB yang tinggi,
diharapkan mampu memberikan perkembangan terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah, pemerataan sosial dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan PDRB secara umum pada kabupaten/kota dimana perusahaan
beroperasi, ternyata tidak diikuti dengan perkembangan kondisi sosial yang
signifikan. Aspek pendidikan dan kesehatan merupakan indikator yang dapat
digunakan untuk melihat bagaimana kondisi sosial masyarakat.
Berdasarkan evaluasi aspek sosial ekonomi pada tujuh kabupaten/kota di
enam lokasi kegiatan usaha migas, diperoleh bahwa meskipun aspek ekonomi
makro yakni PDRB daerah mengalami peningkatan yang signifikan dengan
kehadiran perusahaan-perusahaan minyak tersebut, namun disisi lain aspek sosial
dengan menggunakan indikator pendidikan yakni perkembangan jumlah gedung
dan jumlah fasilitas kesehatan tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.
0
50
100
150
200
250
300
350
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gedung sekolah (unit)
Fasilitas kesehatan (unit)
PDRB tanpa Migas(Rp. X 10000)
PDRB dengan Migas(Rp. X 10000)
128
Kondisi ini menjadi permasalahan klasik yang umum dijumpai di daerah-daerah
lokasi kegiatan usaha migas dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena tidak
diwajibkannya pembangunan dimensi sosial oleh perusahaan-perusahaan yang
beroperasi, namun hal tersebut hanya bersifat voluntary, sehingga dimensi sosial
masyarakat seperti pengembangan pendidikan masyarakat lokal sangat bergantung
pada keberpihakan perusahaan yang beroperasi. Dengan demikian, secara umum
pembangunan dimensi sosial tidak menjadi tanggung jawab perusahaan, namun
hanya menjadi bagian dari program kepedulian sosial semata. Tanggung jawab
kemudian dilimpahkan pada pemerintah daerah yang memperoleh share lifting
dari kegiatan usaha migas.
5.3.5 Nilai Ekonomi Lingkungan
Nilai ekonomi lingkungan merupakan nilai moneter dari sumberdaya alam
dan lingkungan. Estimasi nilai moneter telah banyak dilakukan dalam kerangka
pengembangan perhitungan biaya kerugian akibat dampak yang ditimbulkan dari
suatu kegiatan usaha pembangunan. Kegiatan usaha migas yang merupakan
kegiatan ektraksi sumberdaya alam memungkinkan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan. Estimasi nilai ekonomi sejak awal perencanaan kegiatan,
semestinya dilakukan sebagai bagian dari penggambaran rona awal lingkungan
serta sebagai dasar atau acuan kompensasi kerusakan lingkungan.
Perhitungan nilai ekonomi lingkungan dalam penelitian ini, dilakukan
pada dua lokasi kegiatan usaha migas yakni pada perusahaan yang baru akan
beroperasi dan perusahaan yang telah lama beroperasi, dengan maksud kedua
lokasi kegiatan tersebut dapat menggambarkan nilai ekonomi lingkungan sebelum
kegiatan usaha migas dan setelah kegiatan usaha migas beroperasi.
1. Kabupaten Gresik
Kabupaten Gresik memiliki kawasan kepulauan yakni Pulau Bawean dan
beberapa pulau kecil di sekitarnya. Luas daratan wilayah Kabupaten Gresik
seluruhnya 1.192,25km2 terdiri dari 996,14 km2 luas daratan ditambah sekitar
196,11 km2 luas Pulau Bawean. Sedangkan luas wilayah perairan adalah 5.773,80
km2 yang sangat potensial dari sub sektor perikanan laut.
129
Jumlah penduduk Kabupaten Gresik yaitu 1.164.024 jiwa terdiri atas: laki-
laki 586.484 jiwa dan perempuan 577.540 jiwa yang tergabung dalam 286.986
keluarga. Jumlah pencari kerja di Kabupaten Gresik sebanyak 19.023 orang terdiri
atas: laki-laki 10.023 orang dan perempuan 9.211 orang. Tingkat pendidikan di
Kabupaten untuk tingkat SD/MI yaitu 187.041 orang (25,94%), tingkat SMP/MTs
sebanyak 638.933 orang (54,89%), tingkat SMA/MA 129.516 orang (11,13%),
dan untuk tingkat akademi/sarjana 11.175 (0.96%). Berdasarkan struktur
pendidikan, jumlah pencari kerja terdiri atas: tamat SD 3 orang (0,02%), tamat
SLTP 267 orang (1,39%), tamat SMA 6.918 rang (35.97%), tamat sekolah
kejuruan 5.188 orang (26,97%), tamat akademi 2.637 (13,71%) dan sarjana 4.221
(21,95%). Jumlah yang tenaga kerja yang telah ditempatkan sebanyak 1.822 orang
terdiri atas: laki-laki 1016 orang (55,76%) dan perempuan 806 orang (44,24%).
Perusahaan minyak di Gresik saat beroperasi kegiatan usaha Hess dengan
produksi maksimum minyak 20.000 barrel per hari dan produksi gas 100
MMSCFD. Ladang produksi diperkirakan selama 20 tahun.
Hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik baik
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan manfaat kepada
masyarakat disekitarnya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu konsep
pengelolaan yang diawali dengan mengetahui seberapa besar total nilai ekonomi
dari hutan mangrove yang menjamin keberlanjutan sumberdaya.
Total nilai ekonomi hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah
dihitung dari manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan
manfaat keberadaan. Hasil perhitungan valuasi ekonomi diperoleh nilai ekonomi
total ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah sebesar Rp.
1.235.996.678,00 per hektar per tahun dengan rinciannya disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007 No Jenis Manfaat Manfaat Ekonomi (Rp/ha/tahun)
1 Manfaat Langsung 541.677.344,00
2 Manfaat Tidak Langsung 692.096.552,00
3 Manfaat Pilihan 138.000,00
4 Manfaat Keberadaan 2.084.783,00
Nilai Ekonomi Total 1.235.996.678,00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2007
130
Berdasarkan hasil identifikasi, manfaat langsung hutan mangrove
mencakup manfaat usaha tambak, manfaat hasil kayu bakar dan manfaat
penangkapan hasil perikanan seperti kepiting, udang dan ikan. Sedangkan manfaat
tidak langsung dari hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah diperoleh
dengan pendekatan manfaat fisik dan manfaat biologi. Manfaat fisik adalah
sebagai penahan abrasi pantai yang diestimasi melalui replacement cost dengan
pembuatan beton pantai untuk pemecah gelombang (break waters). Hasil yang
diperoleh berdasarkan biaya pengganti dari nilai pemecah gelombang, yang diacu
dari estimasi yang dilakukan Aprilwati (2001) yaitu bahwa biaya pembangunan
fasilitas pemecah gelombang (break waters) ukuran 1 m x 11 m x 2,5 m (panjang
x lebar x tinggi) dengan daya tahan 10 tahun sebesar Rp. 4.153.880,00. Panjang
pantai hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah adalah 140 km, maka biaya
pembuatan pemecah gelombang dengan daya tahan 10 tahun seluruhnya adalah
Rp. 58,15 milyar.
Selain manfaat tidak langsung berupa fisik, hutan mangrove juga
memberikan manfaat biologi. Manfaat biologi berupa hutan mangrove sebagai
spawning ground yang diperoleh dengan pendekatan menghitung manfaat hutan
mangrove sebagai penyedia pakan alami bagi udang. Luas hutan mangrove pada
saat ini adalah 84,10 ha. Hal ini berarti bahwa udang yang dapat diproduksi
sebesar 16,32 ton per tahun. Produksi udang dikalikan dengan harga udang yang
ada dipasaran saat ini yaitu sebesar Rp. 125.000 per kg, diperoleh nilai manfaat
hutan mangrove sebagai spawning ground sebesar Rp. 606.421.000 per hektar
per tahun.
Untuk mengetahui manfaat pilihan ekosistem hutan mangrove di
Kecamatan Ujung Pangkah diperoleh dengan pendekatan manfaat sebagai
keanekaragaman hayati (biodiversity) dari ekosistem mangrove, dengan
menggunakan metode benefit transfer. Menurut Krupnick (1993) dalam Fauzi
(2004) bahwa benefit transfer bisa dilakukan jika sumberdaya alam tersebut
memiliki ekosistem yang sama, baik dari segi tempat maupun karakteristik pasar
(market characteristic). Mengacu pada nilai keanekaragaman hayati hutan
mangrove di Teluk Bintuni Irian Jaya adalah sebesar US$ 15 per ha per tahun oleh
131
Ruitenbeek (1991). Nilai manfaat pilihan diasumsikan sama dengan nilai
biodiversity di Teluk Bintuni Irian Jaya.
Nilai manfaat pilihan didapatkan dengan mengalikan nilai biodiversity
dengan nilai kurs rupiah terhadap dollar pada saat penelitian yaitu sebesar Rp.
9.200. Berdasarkan perhitungan maka diperoleh hasil bahwa nilai manfaat pilihan
hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah adalah sebesar Rp. 138.000 per
hektar per tahun. Luas hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah adalah
seluas 84,10 ha, sehingga nilai manfaat pilihan (option value) secara keseluruhan
adalah Rp. 11.605.800 per tahun. Nilai tersebut dijadikan sebagai dasar untuk
melindungi sumberdaya alam dari kemungkinan pemanfaatannya untuk masa
datang.
Menghitung nilai manfaat keberadaan dari hutan mangrove didekati
dengan menggunakan teknik contingent valuation method (CVM). Metode ini
diterapkan kepada responden yang dipilih secara sengaja (purposive) sebanyak
115 responden. Nilai manfaat keberadaan hutan mangrove yang diperoleh sebesar
Rp. 2.084.783,00 per ha per tahun. Alasan dari responden menilai sumberdaya
seperti nilai di atas karena responden baik yang berhubungan langsung dengan
hutan mangrove maupun yang tidak berhubungan langsung akan bersedia untuk
mengeluarkan sejumlah uang untuk melindungi ekosistem hutan mangrove di
Kecamatan Ujung Pangkah. Umumnya responden mempunyai kesadaran bahwa
melindungi lingkungan dan sumberdaya alam merupakan tanggung jawab setiap
manusia agar tetap dapat mendukung kehidupannya secara berkelanjutan.
Berdasarkan Tabel 17 diperoleh manfaat tidak langsung memberikan nilai
manfaat hutan mangrove tertinggi dan memiliki persentasi paling besar
dibandingkan dengan manfaat lainnya. Manfaat tidak langsung dengan presentase
55,48% dengan nilai sebesar Rp. 692.096.552,00 per hektar per tahun. Nilai
tersebut lebih besar dari manfaat lainnya karena manfaat fisik berupa penahan
abrasi dan manfaat biologi sebagai penyedia pakan alami ternyata memiliki nilai
paling tinggi. Persentase nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove di Kecamatan
Ujung Pangkah dapat dilihat pada Gambar 22.
132
Manfaat Tidak
Langsung 55.48%
Manfaat Langsung 43.42%
Manfaat Pilihan 0.93%
Manfaat Keberadaan
0.17%
Gambar 22 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007
Nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Ujung
Pangkah sebesar Rp. 1.235.996.678,00 per hektar per tahun. Nilai ini masih terlalu
rendah bila melihat fungsi-fungsi ekosistem itu sendiri. Namun dengan nilai
tersebut, menggambarkan bahwa ternyata sumberdaya alam dan lingkungan hidup
dalam pemanfaatan minimal sekalipun memberikan nilai yang cukup tinggi.
Keberadaan nilai menjadi sangat penting sehubungan dengan keberlanjutan
pembangunan. Ketersedian sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan hidup
menjadi entry point pembangunan berkelanjutan. Selain itu nilai tersebut
memberikan alternatif dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan.
2. Kabupaten Bengkalis
Wilayah Kabupaten Bengkalis merupakan daratan rendah, rata-rata
ketinggian 2,0 – 6,1 meter diatas permukaan laut, sebagian besar merupakan tanah
organosol, yakni jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik. Terdapat
sungai, danau serta pulau besar dan kecil yang berjumlah 26 buah.
Jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis yaitu 711.233 jiwa, terdiri atas:
378.003 jiwa (53,15%) laki-laki dan 333.230 jiwa (46,85%) perempuan.
Berdasarkan tingkat pendidikan terdiri atas: tidak tamat sekolah sebanyak 143.811
jiwa (20,22%), tamat SD sebanyak 227.381 (31,97%), tamat SLTP sebanyak
138.619 (19,49%), tamat SLTA sebanyak 129.587 (18,22%), 42.603 (5,99%),
tamat sekolah kejuruan sebanyak 4.054 (0,57%), tamat diploma sebanyak 9.317
133
(1,31%), dan sarjana sebanyak 15.932 (2,24%). Untuk jumlah pencari kerja
sebanyak 3.064 orang terdiri atas: laki-laki 1.707 orang dan perempuan 1.359
orang. Sedang struktur penduduk pencari kerja berdasarkan pendidikan terdiri
atas: tamat SD 9 orang, tamat SLTP 49 orang, tamat SMA 1.970 orang, tamat
akademi 529 orang dan sarjana sebanyak 409 orang. Untuk lowongan pekerjaan
yang ada terdiri atas: sektor pertanian 7 orang, pertambangan 56 orang, industri
pengolahan 11 orang dan perbankan 36 orang.
Kabupaten Bengkalis merupakan potensi penghasil minyak terbesar kedua
di Indonesia setelah Kutai. Saat ini ladang-ladang minyak bumi terdapat di
Kecamatan Mandau, Bukit Batu dan Merbau pengelolaannya dilakukan oleh
perusahaan minyak PT. Caltex Pasific Indonesia dengan wilayah operasi di
Kecamatan Mandau dan Bukit Batu serta perusahaan minyak Kondur Petroleum
S.A yang wilayah konsesi/operasinya meliputi Kecamatan Merbau, Tebing
Tinggi, Rangsang, Bengkalis dan perairan Bengkalis sekitar Selat Malaka.
Produksi minyak mentah oleh PT CPI yaitu 295.000 barrel per hari, lebih dari
separuh produksi minyak Propinsi Riau yaitu 455.000 barrel per hari.
Selain memiliki potensi minyak bumi yang melimpah Kabupaten
Bengkalis juga memiliki potensi sumberdaya alam terbarukan antara lain: sektor
perikanan, pertanian dan holtikultura, serta sektor kehutanan. Untuk sektor
kehutanan Kabupaten Bengkalis memiliki hutan produksi seluas 322.931,46 ha,
atau sekitar 48,25% dari total hutan produksi propinsi Riau. Hutan produksi
tersebut dikelola oleh 13 perusahaan dengan total produksi per tahun mencapai
1.127.209 meter kubik.
Hasil perhitungan valuasi ekonomi Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis berupa hutan sekunder sebesar Rp. 1.244.786.305,00 per ha per tahun.
Nilai ekonomi total merupakan penjumlahan dari manfaat langsung, manfaat tidak
langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan.
Tabel 18 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder Mandau, 2007 No Jenis Manfaat Manfaat Ekonomi (Rp/Ha/Th) 1 Manfaat Langsung 1.160.141.198,00 2 Manfaat Tidak Langsung 80.400.000,00 3 Manfaat Pilihan 302.250,00 4 Manfaat Keberadaan 3.942.857,00
Nilai Ekonomi Total 1.244.786.305,00 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2007
134
Berdasarkan hasil identifikasi manfaat langsung yang diperoleh
masyarakat dari hutan sekunder adalah hasil getah karet, kelapa sawit dan arang.
Untuk manfaat tidak langsung dari ekosistem hutan sekunder yang berhasil
diidentifikasi adalah besarnya peranan ekosistem hutan sekunder sebagai
pencegah erosi, penjaga siklus makanan serta habitat flora dan fauna langka.
Untuk menghitung besarnya biaya pencegah erosi didekati berdasarkan
penggantian dari biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi lahan apabila tidak ada
ekosistem hutan sekunder. Penafsiran penjaga silkus makanan terukur dari 20 ton
per ha per tahun serasah setara dengan harga kompos @ Rp3.700/kg. Sedangkan
untuk habitat flora dan fauna didekati dengan biaya penghijauan (reboisasi).
Manfaat pilihan hutan sekunder dalam penelitian ini diperhitungkan
berdasarkan manfaat keanekaragaman hayati yang dapat diperoleh dari
keberadaan hutan. Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan sekunder sebesar
US$32,5 per hektar per tahun, apabila keberadaan hutan tersebut secara ekologis
penting dan tetap terpelihara relatif alami (Ministry of State for Population and
Environment USA, 1993). Berdasarkan hasil analisis dengan 42 responden
diperoleh nilai manfaat keberadaan hutan mangrove sebesar Rp. 3.942.857,00 per
hektar per tahun. Persentase nilai ekonomi ekosistem hutan sekunder di
Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, disajikan pada Gambar 23.
Manfaat Keberadaan,
0.32%
Manfaat Tidak Langsung,
5.39%
Manfaat Pilihan 0.02%
Manfaat Langsung,
94.26%
Gambar 23 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder Mandau, 2007
135
Nilai ekonomi total hutan sekunder di Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis yaitu Rp. 1.244.786.305,00 per hektar per tahun. Nilai ini sangat rendah
bila dibandingkan nilai produksi dari kegiatan usaha migas yang dilakukan,
namun dengan nilai sumberdaya tersebut telah memberikan gambaran yang jelas
bahwa pemanfaatan yang sangat minimal sekalipun sumberdaya alam dan
lingkungan hidup telah memberikan nilai yang cukup signifikan. Estimasi nilai
ekonomi lingkungan tersebut dapat memberikan pilihan-pilihan dalam
pemanfaatan sumberdaya alam.
Nilai ekonomi total tersebut memberikan gambaran betapa nilai dari suatu
sumberdaya dengan tingkat pemanfaatan yang paling sederhana sekalipun dapat
memberikan manfaat yang besar terhadap ekosistem dan manusia. Hasil ini
memberikanan gambaran bahwa suatu sumberdaya memiliki potensi pemanfaatan
dengan berbagai alternatif.
Berdasarkan nilai ekonomi lingkungan yang diperoleh dari hasil analisis
TEV, mengindikasikan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan memerlukan
penghargaan yang lebih tinggi dan dapat menjadi dasar informasi secara
kuantitatif untuk menentukan berbagai pilihan pengelolaan sumberdaya alam serta
menjadi informasi dalam penentuan alternatif kebijakan. Penilaian dampak
pembangunan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan merupakan suatu
langkah menuju pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Namun,
pemahaman akan pentingnya pelaksanaan valuasi ekonomi masih sangat kurang
khususnya di kalangan pemerintah dan perusahaan. Hal ini terlihat dalam hasil
analisis PCA dan AHP, dimana strategi pengkajian nilai ekonomi lingkungan
sebagai pengembangan metode analisis dampak lingkungan dianggap kurang
penting bagi kalangan pemerintah dan pelaksana kegiatan (perusahaan migas).
Metode valuasi ekonomi lingkungan merupakan salah satu metode
pengumpulan data dan analisis data sebagaimana diatur dalam Kepdal No. 299
tahun 1996. Berdasarkan hasil review dokumen pada 7 lokasi kegiatan usaha
migas tidak satupun penyusun dokumen AMDAL yang menghitung valuasi
ekonomi. Hal ini terjadi karena penerapan Kepdal No. 299 tahun 1996 bukan
merupakan peraturan yang wajib dilaksanakan dalam menyusun dokumen
AMDAL.
136
Pada dasarnya valuasi ekonomi lingkungan penting dilakukan agar
lingkungan dipertimbangkan sebagai aset ekonomi sehingga AMDAL yang juga
merupakan bagian dari kelayakan suatu proyek dapat melihat untung rugi dari
konteks lingkungan secara moneter. AMDAL yang merupakan kajian dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, digunakan sebagai pertimbangan
pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL aspek fisik-
kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai
pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Selain itu, nilai ekonomi lingkungan yang diperoleh dari hasil estimasi
sumberdaya alam dan lingkungan dapat dijadikan sebagai standar perhitungan
kompensasi maupun asuransi lingkungan (environment insurence). Dengan
demikian, suatu rencana kegiatan dapat berjalan dengan baik, sekalipun terjadi
hal-hal emergency maupun pencemaran terhadap lingkungan hidup (Fauzi, 2004).
Adapun pertimbangan-pertimbangan tentang pentingnya pelaksanaan
valuasi ekonomi dalam penyusunan AMDAL antara lain:
1) Sebagai salah satu aspek yang perlu ditambahkan dalam pengkajian proses
AMDAL.
2) Sebagai salah satu bahan pembuatan keputusan dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan di sekitar kegiatan migas seperti mangrove,
perikanan, DAS, hutan, dan ekosistem lainnya.
3) Memberikan input informasi dalam mengukur jasa lingkungan.
4) Menggambarkan nilai suatu dampak lingkungan dari rencana usaha dan/atau
kegiatan secara lebih jelas dengan menyajikan kerugian lingkungannya.
5) Sebagai dasar perhitungan nilai ganti rugi lahan atas dampak lingkungan yang
akan ditimbulkan.
6) Memberikan nilai moneter terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan
akan timbul. Hasil perhitungan tersebut akan menjadi dasar bagi penentuan
nilai penting suatu dampak pada tahap evaluasi dampak penting.
Valuasi ekonomi dimasukkan dalam penyusunan KA-ANDAL sebagai
bagian dari isu pokok, kemudian dikaji di dalam ANDAL yang dilakukan sebagai
salah satu analisis dampak besar dan penting terhadap sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
137
Valuasi ekonomi dipersyaratkan sebagai salah satu metode dalam
penyusunan AMDAL migas, yang nantinya hasil valuasi ekonomi dapat dijadikan
sebagai acuan di dalam penentuan ganti rugi atau kompensasi terhadap
pembebasan lahan masyarakat, tuntutan dari terjadinya pencemaran dan sebagai
dasar penentuan dana jaminan lingkungan sewaktu pasca operasi (penutupan
lapangan).
5.4 Kebutuhan Stakeholders
Hasil analisis kebutuhan stakeholders dalam pengembangan AMDAL
migas di masa datang diperoleh 12 komponen. Kedua belas komponen tersebut
merupakan hasil identifikasi dari stakeholders yang terdiri atas: Direktorat
Jenderal Migas DESDM, BP Migas, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah
Daerah Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bengkalis, PT.CPI dan Hess Pangkah,
perguruan tinggi (IPB dan UI) serta masyarakat/LSM (INRR).
Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh bahwa kebutuhan stakeholders
dalam pengembangan AMDAL migas di masa datang pada umumnya sama
dengan AMDAL migas saat ini membutuhkan pengembangan yang lebih
komprehensif, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan metodologi.
Penekanan stakeholders adalah bagaimana melakukan AMDAL migas yang
efektif dan efisien di masa datang. Pengembangan tersebut terkait pada beberapa
aspek yakni: aspek pembiayaan dan metodologi, aspek prosedur persetujuan
AMDAL, aspek kualitas penyusun, lembaga penyusun dan komisi penilai, serta
keterlibatan masyarakat.
1. RKL/RPL secara dinamis dapat diperbaharui seiring dengan perubahan teknologi yang digunakan
2. Pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat merupakan bagian dari anggota komisi AMDAL
3. Simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL migas 4. Peningkatan SDM komisi AMDAL pusat 5. Mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas 6. Penetapan proporsi/persentase pembiayaan studi yang jelas/baku 7. Estimasi pembiayaan pengelolaan lingkungan selama umur kegiatan
dengan mempertimbangkan teknologi alternatif, sesuai dengan perkembangan teknologi
8. AMDAL sebagai dokumen yang berkekuatan hukum 9. Pengembangan metodologi AMDAL migas 10. Perlu akreditasi lembaga penyusun AMDAL migas
138
11. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan 12. Perlunya mengintegrasikan kajian keadaan darurat dengan dokumen
AMDAL
RKL/RPL seharusnya secara dinamis dapat diperbaharui seiring dengan
perubahan teknologi yang digunakan. Hal tersebut mengingat apabila terjadi
perubahan teknologi yang digunakan, maka akan menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan lingkungan di sekitar kegiatan dengan hasil monitoring
yang dilakukan selama operasi. Dengan demikian perubahan-perubahan
lingkungan yang terjadi mengharuskan pemrakarsa untuk merevisi dokumen
RKL/RPL. Perubahan teknologi yang digunakan dalam suatu kegiatan usaha
menjadi sangat penting mengingat perkembangan teknologi yang kian maju
memungkinkan bagi setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha migas
mengadopsi teknologi-teknologi baru dalam rangka efisiensi dan efektivitas
operasionalisasi. Adopsi teknologi tersebut sangat memungkinkan terjadi
mengingat kegiatan usaha migas merupakan kegiatan yang bersifat high tech
dalam setiap fase kegiatannya. Dengan demikian dinamika RKL/RPL menjadi
kunci perkembangan AMDAL yang dinamis, efektif dan efisien.
Pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat merupakan bagian
dari anggota komisi AMDAL. Komponen tersebut menjadi kebutuhan lainnya
dari stakeholders mengingat peran pemerintah daerah dan masyarakat diera
otonomi menjadi sangat krusial. Pelibatan pemerintah daerah dan lembaga
swadaya masyarakat dalam komisi AMDAL daerah menjadi alternatif objektivitas
penilaian suatu studi AMDAL.
Simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL juga menjadi
kebutuhan stakeholders dalam pengembangan AMDAL migas di masa datang.
Penyederhanaan antara pembahasan dan persetujuan diharapkan dapat mereduksi
perbedaan antara hasil pembahasan dengan rekomendasi persetujuan sehingga
efektivitas dan efisiensi AMDAL dapat terwujud.
Peningkatan SDM komisi AMDAL pusat perlu dilakukan mengingat
kualitas dokumen AMDAL selain ditentukan oleh kualitas penyusun, juga sangat
dipengaruhi oleh kualitas komisi AMDAL. Hal ini menjadi penting mengingat
kajian tentang lingkungan hidup dalam dua dekade terakhir menjadi sangat serius
139
dan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dunia. Pemanasan global
akibat dampak yang muncul dari aktivitas pembangunan telah mengancam
kelansungan hidup manusia. Akibat tersebut menimbulkan polusi dan kerusakan
lingkungan sehingga dokumen AMDAL sebagai upaya untuk menjaga kelestarian
lingkungan dalam keberlanjutan menjadi sangat penting. Komisi penilai AMDAL
pusat adalah salah satu komponen penting yang berperan dalam kegiatan
penyusunan AMDAL migas. Sumberdaya manusia yang berkualitas khususnya
untuk kegiatan migas akan sangat menentukan hasil studi AMDAL migas selain
kualitas tim penyusun itu sendiri. Sinergitas antara tim penyusun dengan komisi
penilai dengan sumberdaya yang berkualitas diharapkan menghasilkan dokumen
AMDAL yang berkualitas pula.
Mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas juga menjadi
perhatian stakeholders. Keterlibatan masyarakat lokal selama ini hanya sebatas
pada tahap pengumuman masyarakat. Tahap ini merupakan satu-satunya tahap
keterlibatan masyarakat dengan pemberian tanggapan dan masukan akan rencana
kegiatan. Kondisi demikian menyebabkan keterwakilan masyarakat sering tidak
diperhatikan sehingga peran serta masyarakat menjadi sangat minim. Disisi lain
masyarakat merupakan komponen penting dalam pelaksanaan kegiatan.
Pertimbangan umum pelibatan masyarakat adalah masyarakat merupakan
komponen yang akan merasakan langsung dampak yang ditimbulkan dari suatu
kegiatan usaha. Selain itu masyarakat juga merupakan komponen yang paling
mengetahui kondisi wilayah dimana kegiatan tersebut dilakukan.
Penetapan pengumuman masyarakat selama 30 hari di dalam Kepdal
No.08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat kurang tepat. Dasar penentuan
waktu 30 hari tidak jelas, keterlibatan masyarakat didalam kegiatan usaha migas
bukan hanya sekedar memberikan pengumuman/pemberitahuan bahwa suatu
kegiatan akan dimulai tapi yang lebih penting memberikan pembekalan
pengetahuan tentang kegiatan migas secara rinci dari awal perencanaan sampai
pasca operasi antara lain dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan usaha
migas secara nasional, regional dan lokal. Sehingga dengan demikian mekanisme
keterlibatan masyarakat lokal perlu diatur secara jelas dan berkekuatan hukum
140
agar dalam pelaksanaannya mendapat perhatian yang serius dari penyusun
AMDAL.
Penetapan proporsi atau persentase pembiayaan studi AMDAL untuk
masing-masing komponen lingkungan khususnya pada komponen pembiayaan
studi lapangan dan pembiayaan laboratorium. Kedua komponen tersebut perlu
mendapat persentase yang cukup tinggi, mengingat keberhasilan studi dan kualitas
dokumen AMDAL terletak pada pelaksanaan studi lapangan serta pengujian
sampel yang tepat. Hal ini dapat mengukur sejauh mana kedalam dari studi
AMDAL tersebut. Persentase pembiayaan perlu diperhitungkan secara cermat,
mengingat kegiatan studi AMDAL senantiasa memerlukan pembiayaan yang
cukup besar.
Estimasi pembiayaan pengelolaan lingkungan selama umur kegiatan
dengan mempertimbangkan teknologi alternatif sesuai dengan perkembangan
teknologi juga menjadi perhatian stakeholders dalam pengembangan AMDAL di
masa datang. Estimasi pembiayaan pengelolaan lingkungan yang mencakup
perkembangan teknologi yang disesuaikan dengan perubahan-perubahan kegiatan
dan teknologi perlu mendapat perhatian yang serius mengingat sering terjadi
permasalahan lingkungan akibat minimnya pembiayaan yang dialokasikan.
Langkah preventif dan antisipatif seringkali diabaikan, khususnya yang berkaitan
dengan aspek lingkungan hidup, sehingga tidak mengherankan bila akhir-akhir ini
banyak terjadi kerusakan lingkungan akibat dampak yang dihasilkan dari suatu
kegiatan yang kurang memperhatikan aspek pembiayaan lingkungan selama
kegiatan itu berlangsung. Umumnya, pembiayaan lingkungan dialokasikan ketika
telah terjadi kerusakan lingkungan sehingga sering menjadi terlambat.
Kebutuhan selanjutnya adalah dokumen AMDAL migas sebaiknya dapat
dijadikan sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum. Hal ini sangat
penting mengingat cakupan yang komprehensif dari dokumen AMDAL dalam
upaya pencegahan kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Selain itu
dokumen AMDAL juga menjadi dasar pemberian ijin pelaksanaan suatu kegiatan
dan atau usaha dari aspek lingkungan. Kerusakan lingkungan seperti degradasi
lahan, punahnya flora dan fauna, serta rusaknya ekosistem dapat menimbulkan
kerugian yang cukup besar terhadap lingkungan itu sendiri serta bagi masyarakat
141
di sekitar dampak tersebut. Class action dengan kasus lingkungan hidup akhir-
akhir ini marak terjadi. Namun dokumen AMDAL migas yang ada belum dapat
dijadikan sebagai dasar hukum yang kuat dalam pengajuan gugatan terhadap
kerusakan lingkungan yang terjadi.
Perlunya memperhatikan lembaga tim penyusun AMDAL migas yang
independen dan terakreditasi. Akreditasi lembaga merupakan bukti kualifikasi
sebuah lembaga. Dengan demikian, harapan akan peningkatan kualitas dokumen
AMDAL migas di masa datang dapat terwujud dengan persyaratan penyusunan
AMDAL migas harus dilakukan oleh lembaga yang independen dan telah
terakreditasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga lembaga-lembaga yang tidak
memenuhi kualifikasi serta lembaga-lembaga sempalan yang tidak memiliki
integritas dan tanggung jawab yang baik dalam pelaksanaan studi AMDAL migas.
Pengkajian nilai ekonomi lingkungan sebagai pengembangan metodologi
AMDAL migas di masa datang perlu dilakukan mengingat isu lingkungan hidup
saat ini yang banyak berkaitan dengan etimasi nilai moneter lingkungan. Ekonomi
sumberdaya merupakan suatu cabang ilmu yang memadukan antara ekonomi dan
lingkungan. Ekonomi sumberdaya kemudian sering digunakan sebagai justifikasi
penilaian lingkungan dari sisi moneter. Konversi nilai sumberdaya alam dan
lingkungan kedalam nilai moneter menjadi salah satu kajian yang banyak
mendapat perhatian para ilmuan dan praktisi serta aktivis lingkungan dan
ekonomi. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan dalam suatu kegiatan AMDAL
saat ini belum pernah dilaksanakan sehingga kedepan harapan stakeholders akan
penghitungan estimasi nilai ekonomi lingkungan dapat menjadi bagian dari studi
AMDAL yang dilakukan pada kegiatan usaha migas.
Mengingat besarnya tumpuhan minyak yang terjadi setiap tahunnya, maka
dampak dari kondisi darurat yang ditimbulkan (emergency) harus dikaji didalam
ANDAL untuk penanggulangannya. Didalam pengkajian ANDAL terdapat
pengkajian dampak penting kondisi normal dan kondisi darurat, didalam RKL
terdapat pengelolaan kondisi normal dan kondisi darurat, sementara dalam RPL
terdapat lembaga pengawasan kondisi normal dan kondisi darurat (emergency).
Senantiasa dilakukan sebagai bagian dari langkah antisipatif terhadap tumpahan
maupun kebocoran minyak yang dapat terjadi kapan saja. Meskipun,
142
sesungguhnya segala kemungkinan telah diprediksi dan diperkirakan dengan
sebaik-baiknya, namun kejadian emergency juga selalu terjadi. Untuk itu
emergency response plan, menjadi sangat penting sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan khususnya
pada kegiatan usaha migas. Hasil perhitungan nilai ekonomi lingkungan dan
sumberdaya alam, dapat dijadikan basis perhitungan risk analysis. Seperti nilai
ekonomi lingkungan yang diestimasi pada lokasi lapangan Duri PT.CPI sebesar
1,24 milyar per hektar per tahun dan lokasi lapangan Pangkah Hess Limited
Indonesia sebesar 1,23 milyar per hektar per tahun. Nilai-nilai ekonomi tersebut,
selanjutnya menjadi dasar perhitungan asuransi lingkungan dan sosial maupun
perhitungan biaya kompensasi (ganti kerugian) yang dapat terjadi kapan saja.
5.5 Komponen Utama Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas
Pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan
lingkungan selanjutnya dianalisis dengan menentukan komponen utama
pengembangan kebijakan yakni meliputi: komponen kebijakan, komponen
kualitas dokumen, komponen kinerja lingkungan dan komponen kebutuhan
stakeholders.
Komponen kebijakan terdiri atas: penentuan dampak penting (DAM),
efisiensi penyusunan (EFI), kedudukan komisi AMDAL (KOM), metode
pelingkupan (PEL), metode studi (MET), aspek sosial ekonomi (ASP),
keterlibatan masyarakat (KTL), analisis total economic valuation (TEV) dan
pengkajian keadaan darurat/emergency (KAD). Komponen kualitas dokumen
meliputi: kelengkapan dokumen (KEL), penyusun AMDAL (PEA), substansi
dokumen (SUB) dan prosedur penyusunan AMDAL (PRO). Komponen kinerja
lingkungan meliputi: teknologi pengelolaan limbah minyak (TLM), teknologi
pengelolaan limbah gas (TLG), kontribusi migas terhadap PDRB (KTR), taraf
pendidikan dan tingkat kesehatan (PDK), serta tumpuhan minyak (TPM).
Komponen kebutuhan stakeholders terdiri atas: RKL/RPL secara dinamis
dapat diperbaharui seiring dengan perubahan teknologi yang digunakan (RPL),
pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat merupakan bagian dari
anggota komisi AMDAL (PEM), simplifikasi pembahasan dan persetujuan
dokumen AMDAL (SIM), peningkatan SDM komisi AMDAL pusat (SDM),
143
mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas (KET), penetapan
proporsi/persentase pembiayaan studi yang jelas/baku (PER), estimasi
pembiayaan pengelolaan lingkungan selama umur kegiatan dengan
mempertimbangkan teknologi alternatif, sesuai dengan perkembangan teknologi
(EST), AMDAL sebagai dokumen yang berkekuatan hokum (HUK),
pengembangan metodologi AMDAL (PMA), akreditasi lembaga penyusun
AMDAL (AKR), dan nilai ekonomi lingkungan (NEL) serta melakukan
pengkajian dan pengintegrasian keadaan darurat/emergency (INT). Selanjutnya
dilakukan analisis penentuan komponen utama pengembangan kebijakan AMDAL
migas di masa mendatang dengan melihat komponen-komponen kebijakan
AMDAL yang ada.
Hasil review kebijakan diperoleh sembilan komponen yang merupakan
kelemahan-kelemahan mendasar dalam peraturan kebijakan AMDAL, selanjutnya
hasil analisis kualitas dokumen AMDAL diperoleh empat komponen mendasar
dalam kaitannya dengan kualitas sebuah dokumen AMDAL, hasil evaluasi kinerja
lingkungan diperoleh lima komponen serta hasil analisis kebutuha stakeholders di
masa mendatang terhadap kebijakan AMDAL diperoleh dua belas komponen.
Dengan demikian, diperoleh tiga puluh total komponen mendasar yang
mendukung pengembangan kebijakan AMDAL migas di masa mendatang.
Review Kebijakan AMDAL
Analisis Kualitas
Dokumen
Analisis Kinerja
Lingkungan
13 Komponen
Analisis Kebutuhan
Stakeholders
9 Komponen
30 Komponen
3 Faktor
4 Komponen
5 Komponen
12 Komponen
Gambar 24 Diagram alir penentuan komponen utama
144
Berdasarkan hasil analisis komponen utama (principle component
analysis), diperoleh 13 komponen yang berpengaruh yakni: efisiensi penyusunan
(EFI), kelengkapan dokumen (KEL), substansi dokumen (SUB), keterlibatan
masyarakat (KTL) dan penyusun AMDAL (PEA), pengembangan metodologi
AMDAL (PMA), nilai ekonomi lingkungan (NEL), teknologi pengelolaan limbah
minyak (TLM), keadaan darurat (KAD) dan simplifikasi penyusunan AMDAL
(SIM), peningkatan sumberdaya manusia (SDM), kontribusi migas terhadap
PDRB (KTR) dan AMDAL berkekuatan hukum (HUK). Ketigabelas komponen
tersebut termasuk dalam tiga faktor utama (komponen utama).
Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2)
Active
DAM
PEM
KOM EFI
PMA
PER
ASP
NEL
KET
KEL
SDM
AKR
TEV
PEL
TLM
MET PDK
TPM
RPL
INT SUB KTR
HUK
KTL
KAD
PRO PEA
EST
SIM
TLG
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0
Factor 1 : 25.27%
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Fact
or 2
: 21
.58%
Gambar 25 Hasil analisis penentuan komponen utama
Komponen biaya dalam penyusunan AMDAL merupakan komponen
langsung dalam implementasi kebijakan AMDAL. Komponen tersebut merupakan
faktor yang penting dalam penyusunan AMDAL. Biaya yang rendah akan
berdampak terhadap hasil penyusunan AMDAL begitu pula pada penggunaan
biaya yang tinggi akan membebani pemrakarsa sehingga efisiensi penyusunan
menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Dengan demikian diharapkan biaya
penyusunan AMDAL memperhitungkan aspek proporsional dalam analisis
145
dampak lingkungan. Penetapan proporsi atau persentase pembiayaan studi
AMDAL untuk masing-masing komponen lingkungan khususnya pada komponen
pembiayaan studi lapangan dan pembiayaan laboratorium. Kedua komponen
tersebut perlu mendapat persentase yang cukup tinggi, mengingat keberhasilan
studi dan kualitas dokumen AMDAL terletak pada pelaksanaan studi lapangan
serta pengujian sampel yang tepat. Hal ini dapat mengukur sejauh mana kedalam
dari studi AMDAL tersebut. Persentase pembiayaan perlu diperhitungkan secara
cermat, mengingat kegiatan studi AMDAL senantiasa memerlukan pembiayaan
yang cukup besar.
Kelengkapan dokumen AMDAL meliputi: dokumen kerangka acuan,
dokumen ANDAL, dokumen RKL dan RPL. Selain itu perlu pula diperhatikan
ketersediaan, ringkasan ekskutif. Ketidaklengkapan dokumen merupakan pertanda
terhadap lemahnya dokumen hukum akan kewajiban pelaksanaan AMDAL.
Kelengkapan dokumen merupakan indikator utama kualitas dokumen AMDAL
yang disusun. Kelengkapan menjadi sangat penting, mengingat keterkaitan
keempat dokumen utama (KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL) sangat
berhubungan. KA-ANDAL merupakan acuan penyusunan ANDAL, RKL dan
RPL. Sehingga apabila terjadi ketidaklengkapan dokumen akan sangat berpenaruh
terhadap kinerja pengelolaan lingkungan yang dilakukan. Dengan demikian,
kekuatan hukum dan persyaratan administratif secara hukum positif tidak
terpenuhi, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan klaim.
Pengkajian nilai ekonomi lingkungan dalam suatu kegiatan AMDAL saat
ini belum pernah dilaksanakan sehingga kedepan harapan stakeholders akan
estimasi nilai ekonomi lingkungan dapat menjadi bagian dari studi AMDAL yang
dilakukan. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan perlu dilakukan dalam
penyusunan AMDAL migas sehingga diharapkan dampak suatu kegiatan tidak
hanya dilihat dari sisi biofisik-kimia semata, tetapi juga dari nilai estimasi
ekonomi lingkungan. Kegiatan ini diharapkan menjadi estimasi moneter dari
sumberdaya alam dan lingkungan yang ada dalam wilayah kegiatan tersebut
dengan demikian kerusakan lingkungan yang umumnya terjadi baik kualitas
maupun kuantitas dapat diestimasi dengan baik. Nilai estimasi ekonomi
lingkungan ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menentukan
146
nilai kompensasi (ganti rugi) terhadap pengelolaan sumberdaya lingkungan
tersebut.
Simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL juga menjadi
kebutuhan stakeholders dalam pengembangan AMDAL migas di masa datang.
Penyederhanaan antara pembahasan dan persetujuan diharapkan dapat mereduksi
perbedaan antara hasil pembahasan dengan rekomendasi persetujuan sehingga
efektivitas dan efisiensi AMDAL dapat terwujud. Simplifikasi pembahasan dan
persetujuan dokumen AMDAL migas perlu dilakukan mengingat pemisahan
kedua prosedur tersebut akan menyebabkan terjadinya inefisiensi dan inefektivitas
dalam pelaksanaannya. Dengan demikian pembahasan yang awalnya terpisah
dengan prosedur persetujuan membutuhkan waktu dan sumberdaya yang banyak.
Simplifikasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dualisme penilaian
dokumen AMDAL migas.
Akreditasi lembaga penyusun AMDAL merupakan komponen kebutuhan
yang penting di masa datang. Lembaga penyusun sangat menentukan kualitas
dokumen AMDAL. Dengan demikian, kualitas lembaga menjadi perhatian yang
serius, untuk itu indikator kinerja dan profesionalitas lembaga penyusun dapat
dilihat dari akreditasi lembaga yang dimiliki. Lembaga yang terakreditasi sangat
mungkin diragukan kualitas dan profesionalitasnya.
Waktu persetujuan kerangka acuan merupakan salah satu komponen
efektivitas AMDAL. Saat ini waktu persetujuan untuk dokumen AMDAL
didasarkan pada PP No.27 tahun 1999 adalah 75 hari. Waktu tersebut terbilang
cukup lama sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Terlebih lagi
penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL tidak dapat dilaksanakan sebelum
dokumen KA-ANDAL disetujui. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap
efektivitas penyusunan AMDAL. disisi lain waktu pengambilan keputusan
masyarakat juga terbilang tidak proporsional. Saat ini, waktu pengumuman dan
pengambilan keputusan masyarakat ditentukan 30 hari kerja, sejak
diumumkannya. Masyarakat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan dan
masukan kepada pemrakarsa, pemerintah dan penyusun AMDAL untuk kemudian
segera memperbaiki sesuai dengan tanggapan yang masuk. Waktu yang terbilang
singkat tersebut, akan sangat berpengaruh terhadap tanggapan dan masukan yang
147
terbatas. Dengan demikian dokumen AMDAL menjadi tidak berkualitas
disebabkan karena minimnya tanggapan yang masuk dari masyarakat. Akhirnya
AMDAL yang dihasilkan dalam implementasinya tidak menjadi efektif.
Dokumen AMDAL migas harus berkekuatan hukum sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar penuntutan hukum bagi para pelanggar hukum. Dokumen
AMDAL secara umum selama ini hanya menjadi dokumen pelengkap dalam ijin
pelaksanaan suatu kegiatan. Kondisi ini kemudian menjadikan dokumen AMDAL
hanya formalitas dan hanya merupakan suatu studi lingkungan biasa termasuk
pula AMDAL migas. Kebutuhan selanjutnya adalah dokumen AMDAL migas
sebaiknya dapat dijadikan sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum. Hal
ini sangat penting mengingat cakupan yang komprehensif dari dokumen AMDAL
dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Selain
itu dokumen AMDAL juga menjadi dasar pemberian ijin pelaksanaan suatu
kegiatan dan atau usaha dari aspek lingkungan. Kerusakan lingkungan seperti
degradasi lahan, punahnya flora dan fauna, serta rusaknya ekosistem dapat
menimbulkan kerugian yang cukup besar terhadap lingkungan itu sendiri serta
bagi masyarakat di sekitar dampak tersebut. Class action dengan kasus
lingkungan hidup akhir-akhir ini marak terjadi. Namun dokumen AMDAL migas
yang ada belum dapat dijadikan sebagai dasar hukum yang kuat dalam pengajuan
gugatan terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi.
Kualitas penyusun AMDAL sangat berpengaruh terhadap hasil studi
AMDAL yang dilakukan. Tim penyusun yang berkualitas diyakini menghasilkan
dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Dengan demikian AMDAL akan
menjadi efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Perlunya memperhatikan
lembaga tim penyusun AMDAL migas yang independen dan terakreditasi.
Akreditasi lembaga merupakan bukti kualifikasi sebuah lembaga. Dengan
demikian, harapan akan peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas di masa
datang dapat terwujud dengan persyaratan penyusunan AMDAL migas harus
dilakukan oleh lembaga yang independen dan telah terakreditasi. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga lembaga-lembaga yang tidak memenuhi kualifikasi
serta lembaga-lembaga sempalan yang tidak memiliki integritas dan tanggung
jawab yang baik dalam pelaksanaan studi AMDAL migas. Kebutuhan
148
stakeholders tersebut selanjutnya dianalisis untuk menentukan komponen utama
yang berpengaruh, sebagaimana disajikan pada Gambar 25. Kualitas komisi
penilai AMDAL juga menjadi salah satu komponen efektivitas AMDAL pada
kegiatan usaha migas. Kualitas komisi penilai akan menentukan hasil akhir dari
penyusunan dokumen AMDAL. Komisi penilai yang berkualitas, diharapkan
mampu menghasilkan hasil review dokumen yang baik. Kualitas komisi penilai
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kualitas dokumen AMDAL.
Mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas juga menjadi
perhatian stakeholders. Keterlibatan masyarakat lokal selama ini hanya sebatas
pada tahap pengumuman masyarakat. Tahap ini merupakan satu-satunya tahap
keterlibatan masyarakat dengan pemberian tanggapan dan masukan akan rencana
kegiatan. Kondisi demikian menyebabkan keterwakilan masyarakat sering tidak
diperhatikan sehingga peran serta masyarakat menjadi sangat minim. Disisi lain
masyarakat merupakan komponen penting dalam pelaksanaan kegiatan.
Pertimbangan umum pelibatan masyarakat adalah masyarakat merupakan
komponen yang akan merasakan langsung dampak yang ditimbulkan dari suatu
kegiatan usaha. Selain itu masyarakat juga merupakan komponen yang paling
mengetahui kondisi wilayah dimana kegiatan tersebut dilakukan.
Pengembangan metodologi untuk menentukan isu pokok harus terus
dilakukan dan isu pokok tersebut harus telah tercantum pada KA-ANDAL, tidak
hanya dampak potensial yang teridentifikasi. Sehingga dokumen KA-ANDAL
menjadi lebih baik dan komprehensif. Dokumen ini selanjutnya menjadi dasar
penyusunan dokumen ANDAL. Pengembangan metodologi akan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kualitas dokumen AMDAL yang disusun. Metode
praktis dan memiliki validitas yang tinggi akan memberikan hasil yang maksimal.
Dengan demikian, dampak dari kegiatan migas selama ini terhadap lingkungan
dan sumberdaya alam dapat diminimalisir dan mengarah pada zero discharge.
5.6 Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas
Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dilakukan dengan
pendekatan expert judgement. Penyusunan strategi didasarkan pada hasil
penentuan komponen utama pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Hasil focus group discussion
149
diperoleh tiga strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas, yakni:
peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas, penyempurnaan prosedur
penyusunan AMDAL migas, serta penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL
migas.
Peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas meliputi: perbaikan
metode-metode di dalam penyusunan AMDAL untuk aspek ekologi dan sosial
ekonomi. Metode penentuan isu pokok untuk kerangka acuan, metode prakiraan
dan evaluasi dampak ANDAL, teknologi RKL dan institusi/kelembagaan dalam
RPL. Selain itu juga dilakukan peningkatan kualitas penyusun AMDAL migas
yang mencakup independensi, kompotensi dan komposisi serta perlunya
mengintegrasikan dalam ANDAL dengan kajian keadaan darurat/emergency dan
dicantumkan dalam kebijakan AMDAL migas yakni dalam peraturan perundang-
undangan teknis AMDAL. Penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL
meliputi: waktu penyusunan persetujuan dokumen, waktu pengumuman
masyarakat serta penunjukan pelaksanaan studi AMDAL oleh lembaga
independen. Penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas meliputi:
penguatan sumberdaya manusia, khususnya komisi AMDAL pusat (KLH) dan tim
teknis AMDAL migas, penerapan sanksi administrasi dan pidana sesuai UU No.
23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, perbaikan mekanisme
keterlibatan masyarakat dan kelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Selanjutnya berdasarkan hasil
rumusan tersebut, disusun strategi implementasi kebijakan AMDAL migas.
5.6.1 Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas
Strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas didasarkan pada
proses pelaksanaan AMDAL itu sendiri yakni: a) proses pelingkupan, b)
penyusunan dokumen KA-ANDAL, c) dokumen ANDAL, d) dokumen RKL dan
e) dokumen RPL. Untuk meningkatkan kualitas dokumen AMDAL, kelima
komponen tersebut menjadi sangat penting diperhatikan. Perlunya ditetapkan
metode-metode yang baku dalam pelingkupan, seperti metode dalam penentuan
isu pokok untuk KA-ANDAL dan bukan penentuan prioritas dampak penting
hipotetik sebagaimana yang diatur di dalam Permen LH No. 08 tahun 2006,
seharusnya dalam KA-ANDAL dari suatu kegiatan yang direncanakan telah
150
muncul isu pokok yang akan dikaji di dalam ANDAL. Metode prakiraan dampak
penting dan evaluasi dampak penting dalam dokumen ANDAL, harus telah
dicantumkan metode untuk aspek ekologi, fisik, kimia seperti kualitas air, kualitas
udara, tanah, biota perairan, flora dan fauna, sosial, ekonomi dan budaya dengan
menerapkan metode valuasi ekonomi untuk penilaian sumberdaya alam dan
lingkungan yang terkena kegiatan usaha migas. Teknologi pengelolaan
lingkungan untuk aspek limbah cair, gas, limbah padat dan limbah B3 di dalam
RKL harus telah dicantumkan teknologi alternatif sesuai dengan perkembangan
teknologi, sehingga apabila terdapat perubahan teknologi di dalam
pelaksanaannya tanpa harus merevisi dokumen RKL dan RPL. Dokumen RKL
harus bersifat dinamis dengan pengelolaan dampak negatif dan pengembangan
dampak positif. Institusi/kelembagaan di dalam dokumen RPL harus dicantumkan
secara jelas. Metode-metode ini dicantumkan dalam rumusan kebijakan baru
sebagai hasil dari konfirmasi dan modifikasi dari kebijakan terdahulu (PP No. 27
tahun 1999, Permen LH No. 08 tahun 2006, Permen LH No. 11 tahun 2006,
Kepmen ESDM No. 1457 tahun 2000, Kepdal No. 08 tahun 2000, dan Kepdal No.
229 tahun 1996).
Gambar 26 Diagram strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas
Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas
Substansi Dokumen
Pelingkupan
KA-ANDAL
ANDAL
RKL
RPL
metode, isu pokok
metode perkiraan &
evaluasi
teknologi alternatif
teknologi, kelembagaan
metodologi
Kualitas Tim Penyusun
Independensi Kompetensi
Kualifikasi
Pengalaman
Integritas
Komposisi
Data Base
Keahlian Struktur
Terdaftar di Migas
1. Ekologi- Fisika kimia - Biologi
lingkungan - pencemaran
2. Keteknikan - geologi
- perminyakan 3. Sosial budaya 4. Ekonomi
1. Tim Ahli - tenaga ahli - asisten ahli - operator
2. Tim Pengolahan dan Analisis Data
Keadaan Darurat/ Emergency
151
Peningkatan kualitas penyusun AMDAL dapat ditempuh melalui langkah-
langkah strategis yakni: melakukan standarisasi kompetensi tim penyusun dengan
memperhatikan kualifikasi, integritas dan tanggungjawab serta memiliki reputasi
yang baik. Menjaga independensi tim penyusun melalui penunjukan oleh
pemerintah atau lembaga yang independen.
Kualitas penyusun AMDAL sangat berpengaruh terhadap hasil studi
AMDAL yang dilakukan. Tim penyusun yang berkualitas diyakini menghasilkan
dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Dengan demikian AMDAL akan
menjadi efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Perlunya memperhatikan
lembaga tim penyusun AMDAL migas yang independen dan terakreditasi.
Akreditasi lembaga merupakan bukti kualifikasi sebuah lembaga. Dengan
demikian, harapan akan peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas di masa
datang dapat terwujud dengan persyaratan penyusunan AMDAL migas harus
dilakukan oleh lembaga yang independen dan telah terakreditasi. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga lembaga-lembaga yang tidak memenuhi kualifikasi
serta lembaga-lembaga sempalan yang tidak memiliki integritas dan tanggung
jawab yang kurang baik dalam pelaksanaan studi AMDAL migas, melakukan
studi ANDAL.
Kualifikasi tim penyusun minimal bersertifikat AMDAL-A bagi anggota
tim dan bersertifikat minimal AMDAL-B untuk ketua tim serta telah memiliki
pengalaman dibidangnya. Pentingnya kualitas tim penyusun AMDAL sangat
berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi studi ANDAL. Kegiatan akan menjadi
lebih efisien dan efektif bila dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah memiliki
pengalaman dalam penyusunan dokumen AMDAL, sehingga inovasi-inovasi
dalam studi dapat diimplementasikan dengan baik. Tim penyusun yang telah
berpengalaman serta berkualifikasi baik dalam penyusunan dokumen akan
memberikan hasil yang lebih baik. Tim penyusun AMDAL migas selanjutnya
disusun berdasarkan kualifikasi yang dimiliki dan disusun dalam data base
(sistem informasi).
Studi AMDAL merupakan studi komprehensif dan kajian multidisiplin
ilmu sehingga sangat membutuhkan tim penyusun yang berpengalaman dibidang
kajian AMDAL. Penguasaan metodologi yang baik dengan pengembangan-
152
pengembangan yang inovatif memungkinkan terjadi pada tim yang memiliki
pengalaman lebih banyak. Kondisi ini menjadi sangat penting mengingat
perkembangan keilmuan dan metodologi studi yang begitu pesat. Komposisi tim
penyusun AMDAL migas, selain ahli-ahli lingkungan biologi, fisika, kimia dan
sosial ekonomi budaya juga perlu ahli perminyakan dan geologi.
Disisi lain setiap tenaga ahli hanya diperbolehkan tergabung pada tiga
lembaga konsultan dengan persyaratan tenaga ahli tidak boleh duduk sebagai tim
teknis dan atau komisi AMDAL. Tim penyusun harus terdiri atas: tim ahli, tim
pengambil sampel di lapangan dan tim pengolahan data. Contoh: kualifikasi
lembaga konsultan dan tim ahli yang telah berpengalaman lebih dari lima tahun
diberi warna biru, telah berpengalaman 3-5 tahun diberi warna kuning dan kurang
dari tiga tahun diberi warna hijau. Sementara lembaga atau atau tenaga ahli yang
dianggap bermasalah berdasarkan kinerja selama melakukan pekerjaan AMDAL
migas diberi warna merah.
Kualitas dokumen AMDAL haruslah ditunjang oleh substansi dokumen
yang terdiri atas dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-
ANDAL), dokumen analisis dampak lingkungan (ANDAL), dokumen rencana
pengelolaan lingkungan hidup (RKL) dan dokumen rencana pemantauan
lingkungan hidup (RPL). Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk
menentukan lingkup studi dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang harus
diperhatikan dalam penyusunan AMDAL. Dokumen KA-ANDAL dinilai oleh
komisi penilai AMDAL dan bila telah disetujui maka kegiatan penyusunan
dokumen ANDAL, RPL dan RKL dilaksanakan. Ketiga dokumen tersebut
merupakan bahan penilaian bagi komisi AMDAL untuk kemudian menjadi dasar
penentuan rencana kegiatan usaha layak secara lingkungan atau tidak dan apakah
perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak. Selain itu dokumen AMDAL
juga menjadi bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah, memberi masukan
dalam penyusunan desain teknis rencana kegiatan usaha, serta memberi informasi
bagi masyarakat atas dampak yang dapat ditimbulkan.
Pengkajian keadaan darurat/emergency juga menjadi bagian dari upaya
peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas. Pengkajian keadaan darurat
merupakan upaya antisipasi dari kegiatan diluar kondisi normal, seperti kejadian
153
tumpahan minyak. Pengkajian keadaan darurat harus diintegrasikan dalam
dokumen AMDAL.
5.6.2 Penyempurnaan Prosedur Penyusunan AMDAL Migas
Prosedur persetujuan dokumen AMDAL migas yang telah berjalan selama
ini terdiri atas: proses penapisan, proses pengumuman dan konsultasi masyarakat,
penyusunan dan penilaian KA-ANDAL, serta penyusunan penilaian ANDAL,
RKL dan RPL. Proses penapisan merupakan proses seleksi wajib AMDAL yakni
untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau
tidak. Proses ini sangat penting, mengingat pentingnya suatu kegiatan untuk
menyusun AMDAL, sehingga dampak terhadap lingkungan (eksternalitas) dapat
diminimalisasi.
Penentuan suatu kegiatan wajib AMDAL atau UKL/UPL didasarkan pada
Permen LH No. 11 tahun 2006 tentang jenis kegiatan yang wajib menyusun
AMDAL. Kegiatan usaha migas yang wajib menyusun AMDAL yakni didasarkan
pada volume produksi. Kegiatan eksploitasi di onshore untuk minyak lebih dari
5000 BOPD dan untuk gas lebih dari 30 MMSCFD, serta kegiatan eksploitasi di
offshore untuk minyak lebih dari 15000 BOPD dan untuk gas lebih dari 90
MMSCFD, diwajibkan menyusun AMDAL. Selanjutnya untuk kegiatan
pemasangan pipa wajib AMDAL lebih dari 100 km dengan diameter pipa lebih
dari 20 inchi. Penentuan suatu kegiatan wajib AMDAL atau tidak pada kegiatan
usaha migas menjadi penting, mengingat potensi dampak pada setiap rencana
kegiatan akan senantiasa muncul.
Prosedur penyusunan AMDAL migas selama ini yakni pengajuan
dilakukan oleh pemrakarsa kepada kementerian lingkungan hidup. Penentuan
kegiatan tersebut wajib AMDAL atau UKL/UPL didasarkan pada Permen LH No.
11 tahun 2006. Kegiatan yang wajib AMDAL, selanjutnya menyusun KA-
ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL dilakukan oleh konsultan penyusun yang
ditunjuk langsung oleh pemrakarsa. Pengajuan dokumen KA-ANDAL dievaluasi
dan disetujui selama 75 hari oleh komisi AMDAL pusat (KLH) dibantu tim teknis
(Ditjen Migas), selanjutnya dikembalikan dan apabila telah disetujui maka
pemrakarsa dapat melakukan kegiatan penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan
RPL. Namun apabila belum disetujui maka pemrakarsa dan atau penyusun
154
AMDAL diharuskan untuk melengkapinya. 2) pengajuan Dokumen ANDAL,
RKL dan RPL kepada komisi AMDAL untuk dilakukan penilaian selama 75 hari
dan apabila ketiga dokumen telah memenuhi syarat dan diterbitkannya SK
persetujuan maka dapat diajukan untuk mendapat ijin usaha. Namun apabila
ketiga dokumen tersebut belum memenuhi persyaratan AMDAL maka diharuskan
untuk melengkapinya. Lebih detil, prosedur penyusunan AMDAL migas selama
ini disajikan pada Gambar 27 berikut.
Gambar 27 Prosedur penyusunan AMDAL migas selama ini
Penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas dilakukan dengan
pemrakarsa menyampaikan pelaksanaan kegiatan ke Ditjen Migas, selanjutnya
Ditjen Migas menyampaikan ke lembaga independen untuk penentuan jenis studi,
apakah wajib atau tidak. Apabila wajib AMDAL, maka lembaga independen
menunjuk konsultan penyusun melalui tender dan sekaligus lembaga independen
menentukan biaya studi yang didasarkan pada kedalaman studi dan komposisi tim
penyusun (kualifikasi) serta jenis data yang ditampilkan. Lembaga independen
UKL & UPL Ya Tidak
Pemrakarsa
Penilaian oleh Komisi-Tim Teknis
(Ditjen Migas)
Layak Lingkungan
KLH
Dampak Penting (Permen No.11/2006)
SK KA-ANDAL Oleh Komisi
Penilaian oleh Komisi -Tim Teknis
Persetujuan Komisi AMDAL pusat (KLH)
Konsultan Penyusun
KA-ANDAL
Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL
155
juga akan membayar biaya studi kepada konsultan penyusun, agar dalam
penyusunan dapat bersifat independen.
Pengajuan KA-ANDAL ke komisi yang selanjutnya dibahas dalam sidang
komisi bersama tim teknis dan pakar serta wakil dari instansi terkait. Setelah SK
KA-ANDAL diterbitkan, selanjutnya dilakukan penyusunan dokumen ANDAL
dan RKL/RPL yang dinilai oleh tim teknis AMDAL migas, dan dibahas dalam
sidang komisi beserta pakar dan wakil dari instansi terkait. Apabila dokumen
tersebut layak lingkungan maka diterbitkan SK bersama antara menteri ESDM
dan ketua komisi AMDAL, dan apabila tidak layak maka dokumen AMDAL
ditolak.
Simplifikasi penyusunan terkait dengan masalah waktu penyusunan
dokumen AMDAL. Waktu penyusunan sesungguhnya sangat relatif dan
bergantung pada kasus per kasus, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu
yang dibutuhkan dalam penyusunan AMDAL. Penilaian KA-ANDAL selama ini
Gambar 28 Diagram strategi penyempurnaan prosedur AMDAL migas
KA-ANDAL UKL & UPL Ya Tidak
Pemrakarsa
Penilaian oleh Komisi AMDAL –
Tim Teknis
Konsultan Penyusun
Layak Lingkungan Penolakan Persetujuan
SKB KLH dan DESDM
KA-ANDAL
Ya
Ditjen Migas
Dampak Penting
SK KA-ANDAL Oleh Komisi
Penyusunan ANDAL, RKL/RPL
Penilaian oleh Komisi -Tim Teknis
Tidak
Lembaga Independen
156
dilakukan selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen
tersebut. Begitu pula untuk penilaian dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang
diajukan secara bersama-sama untuk dinilai selama 75 (tujuh puluh lima) hari
kerja. Namun, seringkali dalam implementasi, sebagaimana hasil analisis kualitas
dokumen AMDAL migas diperoleh bahwa waktu penyusunan relatif lama yakni
1-3 tahun. Semestinya, waktu penilaian disesuaikan dengan kebutuhan usaha
untuk masing-masing kegiatan yang berbeda. Disisi lain penambahan anggota tim
komisi harus dilakukan sebagai upaya efisiensi waktu pemeriksaan dan penilaian.
5.6.3 Penguatan Hukum dan Kelembagaan AMDAL Migas
Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah
kerusakan lingkungan harus dilakukan melalui penguatan hukum dan
kelembagaan. Komponen penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL terdiri
atas: peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) pada semua tingkatan,
namun lebih ditekankan pada tingkat komisi AMDAL pusat dan tim teknis
AMDAL migas. Penerapan sanksi administrasi dan pidana sesuai UU No. 23
tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Mekanisme keterlibatan
masyarakat yang jelas dalam penyusunan AMDAL migas. Lembaga pengawas
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada kegiatan usaha migas.
Gambar 29 Diagram strategi penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas
Keterlibatan Masyarakat
Pemahaman dan Pengetahuan
Perguruan Tinggi
Tokoh Masyarakat
Pemerintah
Penguatan Hukum dan Kelembagaan
AMDAL Migas
Tahap Perencanaa
Tahap Operasi
Tahap Pasca Operasi
Penguatan SDM
Komisi AMDAL Pusat
Tim Teknis AMDAL Migas
Penerapan Sanksi
Sanksi Administrasi
Sanksi Pidana (UU N0.23/1997)
Perizinan Pengawasan Pelaksanaan RKL, RPL
Ditjen Migas
Pemda Instansi Terkait
Komponen Masyarakat
157
Penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas dalam rangka
pengembangan dilakukan dengan tiga pendekatan terintegrasi yakni: penguatan
SDM, penerpanan sanksi administrasi dan pidana sesuai UU No. 23 tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup, perbaikan mekanisme keterlibatan
masyarakat dan kelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan pada kegiatan usaha migas. Penguatan SDM ditekankan pada
penguatan kualitas SDM komisi AMDAL pusat (KLH) dan tim teknis AMDAL
migas (Ditjen Migas). Kualitas komisi penilai AMDAL juga menjadi salah satu
komponen efektivitas AMDAL pada kegiatan usaha migas. Kualitas komisi
penilai akan menentukan hasil akhir dari penyusunan dokumen AMDAL. Komisi
penilai yang berkualitas, diharapkan mampu menghasilkan hasil review dokumen
yang baik. Kualitas komisi penilai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kualitas dokumen AMDAL. Kualitas tim teknis merupakan komponen yang juga
berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan AMDAL dalam upaya mencegah
kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Kualitas tim teknis sangat
penting mengingat kegiatan studi AMDAL merupakan kegiatan multidisiplen
dengan aspek linkungan sebagai inti kajian. Kualitas tim teknis sangat terkait
dengan keahlian dibidangnya. Kegiatan usaha migas merupakan kegiatan dengan
teknologi tinggi serta bersifat teknis profesional sehingga dibutuhkan kajian
AMDAL yang mendalam dan komprehensif agar dihasilkan kualitas AMDAL
yang baik, khususnya dalam upaya pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan.
Tim teknis diharapkan mampu memberikan hasil yang lebih baik dalam
keterlibatannya dalam pengkajian dan penilaian AMDAL.
Penerapan sanksi terhadap pelanggaran AMDAL yang dilakukan sangat
penting diterapkan, mengingat aspek penguatan hukum merupakan salah satu
faktor penting pengembangan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan
lingkungan pada kegiatan usaha migas. Penerapan sanksi dapat dilakukan berupa
sanksi administrasi maupun sanksi pidana sesuai dengan UU No. 23 tahun 1997.
Penerapan sanksi diharapkan manpu menekan tingkat pelanggaran yang terjadi,
sehingga efisiensi dan efektifitas kbijakan AMDAL dapat terwujud.
Peningkatan keterlibatan masyarakat dilakukan melalui pelibatan
masyarakat pada setiap tahap kegiatan. Pembekalan pemahaman tentang AMDAL
158
yang diinisiasi oleh pemrakarsa dengan bekerjasama dengan lembaga penelitian,
perguruan tinggi dan atau organisasi non-pemerintah. Melakukan sosialisasi
kegiatan lebih awal kepada masyarakat serta memastikan keterwakilan
masyarakat dari semua komponen. Mekanisme keterlibatan masyarakat dapat
dilakukan melalui pengumuman pada media massa baik lokal maupun nasional,
diskusi interaktif secara langsung dengan masyarakat yang kemungkinan terkena
dampak serta dilibatkan sejak penyusunan dokumena AMDAL sampai tahap
pelaksanaan kegiatan mulai persiapan sampai pasca operasi. Pola pendekatan
yang digunakan disarankan bersifat partisipatif.
Pendekatan partisipatif merupakan pola distribusi kekuasaan dari
pengelola ke masyarakat. Dengan pola partisipasi masyarakat tidak hanya
dilibatkan sebagai objek tapi juga bagian dari subjek, sehingga kegiatan dan atau
usaha yang dilakukan menjadi tanggung jawab bersama. Pola ini juga akan
memberikan kesadaran yang tinggi terhadap masyarakat dengan mengharapkan
partisipasi yang lebih bermanfaat. Prinsip partisipasi adalah mendorong setiap
warga menggunakan hak menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan
keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung. Analisis partisipatif dilakukan guna memahami suara
masyarakat bawah tentang apa yang mereka hadapi serta mengakomodasikan
suara masyarakat bawah dalam perumusan kebijakan. Partisipasi masyarakat
selalu memiliki ciri-ciri bersifat proaktif dan bukan reaktif (artinya masyarakat
ikut menalar baru bertindak) ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang
terlibat, ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut, ada pembagian
kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara.
Partisipasi dimaksudkan untuk menjamin setiap kebijakan yang diambil
dapat mencerminkan aspirasi masyarakat. Saluran komunikasi sebagai salah satu
wadah atau media yang sangat urgen bagi masyarakat dalam memudahkan
penyampaian pendapatnya kerap menjadi salah satu kendala tersendiri dalam
memaksimalkan peran partisipasi masyarakat. Dengan demikian perlu penyediaan
sarana maupun jalur komunikasi yang efektif meliputi pertemuan-pertemuan
umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat baik tertulis maupun
tidak tertulis.
159
Perencanaan partisipatif juga merupakan salah satu metode yang efektif
untuk menstimulasi keterlibatan masyarakat menyiapkan agenda pembangunan
yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan secara
partisipatif dalam upaya penyelesaian masalah-masalah di masyarakat yang
dilakukan secara bersama-sama. Satu hal terpenting dalam menjamin hak warga
masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan
adalah adanya keinginan dari semua pihak, mulai dari tataran pemerintah pusat
sampai ke daerah, sehingga masyarakat itu sendiri mengedepankan nilai-nilai
luhur dan prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi dan dilestarikan (demokrasi,
partisipasi, transparansi dan akuntabilitas serta desentralisasi).
Berpegang pada nilai dan prinsip tersebut, diharapkan akan terbangun
kebersamaan yang berdampak pada terbukanya akses bagi masyarakat lokal dalam
merumuskan dan menentukan arah kebijakan bagi dirinya sendiri tanpa terus
menerus tergantung pada pihak-pihak tertentu. Ini sudah tentu harus didukung
oleh keberpihakan pemerintah dan pihak-pihak peduli lainnya terhadap
masyarakat, terutama masyarakat lokal. Tumbuhnya rasa kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah dan pemrakarsa serta sebaliknya diharapkan dapat
meningkatkan peran masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan.
Kegunaan keterlibatan masyarakat adalah sebagai sumber informasi
keadaan lingkungan, sumber informasi persepsi masyarakat terhadap kegiatan,
ikut memantau dampak yang terjadi, sebagai mitra dalam memecahkan masalah
yang timbul serta sebagai penerima sarana-sarana penunjang (Carter, 1977 dalam
Suratmo, 2002). Dengan dua sub aspek penekanan yakni komponen masyarakat
yang terlibat dan pemberian pemahaman dan pengetahuan secara dini tentang
kegiatan usaha migas dan kemungkinan dampak yang dapat terjadi beserta seluruh
resiko dan keuntungan ekonomi yang dapat diperoleh.
Kelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan pada kegiatan usaha migas perlu diatur secara jelas antara pengawasan
aspek teknis oleh Ditjen Migas antara lain instalasi dan atau peralatan yang akan
digunakan di dalam operasi migas termasuk peralatan pencegahan
penanggulangan pencemaran. Pengawasan aspek sosial ekonomi dan budaya oleh
pemerintah daerah dan pengawasan terhadap media penerima limbah oleh
160
pemerintah daerah antara lain penetapan baku mutu badan air penerima limbah
ditetapkan oleh pemerintah daerah. Koordinasi kelembagaan untuk izin lokasi
kegiatan usaha migas sebelum beroperasi wajib mendapat izin dari instansi terkait
sesuai rencana pemanfaatan kegiatan seperti kehutanan, perhubungan laut,
kelautan dan perikanan.
5.7 Prioritas Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas
Didasarkan pada hasil perumusan kebijakan dan penyusunan strategi
implementasi selanjutnya dilakukan penentuan strategi pengembangan kebijakan
AMDAL migas dengan pendekatan hierarchy process analysis. Penentuan strategi
pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada
kegiatan usaha migas, dilakukan dengan pendekatan aspek aktor dan tujuan
pengembangan AMDAL migas.
Analisis prioritas strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas
disusun dengan lima level yakni level-1 goal: strategi pengembangan kebijakan
AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan, level-2 aktor: penyusun,
pemrakarsa serta komisi AMDAL dan tim teknis, level-3 tujuan: efektif dan
efisien, level-4 sub tujuan: operasional, menjadi acuan, implementatif, biaya,
waktu dan sumberdaya manusia, level-5 alternatif: peningkatan kualitas dokumen
AMDAL migas, penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas, serta
penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas.
Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan
Peningkatan Kualitas Dokumen
AMDAL Migas (0.441)
Penyempurnaan Prosedur Penyusunan AMDAL Migas (0.263)
Penguatan Hukum dan Kelembagaan
AMDAL Migas (0.296)
Penyusun (0.297)
Pemrakarsa (0.163)
Komisi-Tim Teknis (0.540)
Efektif (0.500) Efisien (0.500)
Operasional (0.270)
Acuan (0.082)
Implementasi (0.149)
Biaya (0.143)
Waktu (0.072)
SDM (0.286)
Gambar 30 Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas
161
Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah
kerusakan lingkungan dilakukan dengan pendekatan aktor yakni: komisi dan tim
teknis (0.540), penyusunan (0.297) dan pemrakarsa (0.163). Komisi AMDAL dan
tim teknis merupakan aktor utama dalam pengembangan kebijakan AMDAL
migas. Hasil menunjukkan bahwa bobot peranan komisi AMDAL dan tim teknis
merupakan bobot tertinggi dari kedua aktor lainnya. Komisi dan tim teknis
menjadi kunci kualitas dokumen AMDAL yang dihasilkan. Komisi penilai
merupakan komponen yang sangat penting dalam implementasi kebijakan
AMDAL. Komisi penilai akan sangat berperan dalam penilaian dokumen
AMDAL yang telah disusun, diterima atau ditolaknya dokumen tersebut.
Sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL yakni
pasal 1 ayat (11) bahwa komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai
dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan pengertian di
tingkat pusat oleh komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai
daerah. Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.
Tim teknis merupakan tim yang membantu komisi penilai dalam
memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen AMDAL yang diajukan oleh
pemrakarsa. Sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang
AMDAL yakni pasal 8 ayat (4) bahwa dalam menjalankan tugasnya, komisi
penilai dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis
atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Selanjutnya pasal
12 ayat (1) bahwa tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri
atas para ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan atau kegiatan yang
bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan serta
ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai
susunan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat (1)
ditetapkan oleh menteri untuk komisi penilai pusat dan oleh gubernur untuk
komisi penilai daerah tingkat I.
162
Kualitas tim teknis merupakan komponen yang juga berpengaruh terhadap
efektivitas kebijakan AMDAL dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan pada
kegiatan usaha migas. Kualitas tim teknis sangat penting mengingat kegiatan studi
AMDAL merupakan kegiatan multidisiplen dengan aspek linkungan sebagai inti
kajian. Kualitas tim teknis sangat terkait dengan keahlian dibidangnya. Kegiatan
usaha migas merupakan kegiatan dengan teknologi tinggi serta bersifat teknis
profesional sehingga dibutuhkan kajian AMDAL yang mendalam dan
komprehensif agar dihasilkan kualitas AMDAL yang baik, khususnya dalam
upaya pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan. Tim teknis diharapkan
mampu memberikan hasil yang lebih baik dalam keterlibatannya dalam
pengkajian dan penilaian AMDAL.
Aktor berikutnya adalah penyusun. Kualitas penyusun terdiri atas
kualifikasi ketua dan anggota tim. Ketua tim penyusun studi disebutkan harus
bersertifikat AMDAL penyusun dan sesuai ketentuan yang berlaku, sedang
anggota tim harus memiliki keahlian yang sesuai dengan lingkup studi yang
dilakukan. Kualitas penyusun AMDAL sangat berpengaruh terhadap hasil studi
AMDAL yang dilakukan. Tim penyusun yang berkualitas diyakini menghasilkan
dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Dengan demikian AMDAL akan
menjadi efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Bobot penyusun lebih tinggi,
bila dibandingkan dengan bobot aktor, lebih dikarenakan peran dan tugas dari
penyusun yang sangat menentukan isi dan kualitas dokumen yang dihasilkan.
Dalam pelaksanaan dan penyusunan dokumen AMDAL, kualifikasi dan integritas
penyusun sangat menentukan. Selain itu pengalaman penyusun dalam menyusun
AMDAL juga sangat penting, mengingat kompleksitas aspek dan dimensi-dimensi
dalam suatu studi AMDAL.
Aktor pemrakarsa juga menjadi bagian dari pengembangan kebijakan
AMDAL migas yang efektif dan efisien. Pemrakarsa merupakan pihak pengguna
langsung kebijakan AMDAL. Pemrakarsa memiliki kewenangan menunjuk
langsung tim penyusun AMDAL kegiatan usaha yang dilakukan, begitu pula
dengan pembiayaan kegiatan studi AMDAL. Kewenangan dalam penentuan
pelaksana studi dan penyusun dokumen AMDAL sangat penting, mengingat
otoritas sepenuhnya yang dimiliki oleh pemrakarsa, menjadi awal kualitas
163
dokumen AMDAL yang dihasilkan. Penunjukan tim penyusun yang tepat, akan
memberikan hasil yang baik dengan kualitas dokumen AMDAL yang dihasilkan.
Disisi lain, pemrakarsa merupakan pengguna langsung dari dokumen AMDAL
yang dihasilkan. Analisis mengenai dampak penting yang teridentifikasi akan
menjadi rambu-rambu pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Selanjutnya indikator efektif dan efisien sebagai pendekatan untuk melihat
sejauh mana pengembangan kebijakan AMDAL migas di masa datang. Indikator
efektivitas dan efisiensi meliputi: operasional (0.270), menjadi acuan (0.082) dan
implementasi (0.149), biaya penyusunan (0.143), waktu penyusunan (0.072) dan
sumberdaya manusia (0.286).
Kebijakan AMDAL yang operasional, implementatif serta dapat menjadi
acuan dalam pengelolaan lingkungan pada kegiatan usaha migas, merupakan
sesuatu yang sangat penting, mengingat kebijakan AMDAL adalah dokumen
kebijakan, dokumen publik dan berkekutan hukum. Dokumen AMDAL adalah
satu-satunya dokumen pengelolaan lingkungan khususnya dalam pengendalian
dampak pada suatu kegiatan usaha. Dengan demikian, dokumen tersebut harus
bersifat operasional, dapat diimplementasikan serta dapat menjadi acuan dalam
pengelolaan lingkungan dalam kaitannya dengan pengendalian dampak
lingkungan.
Peningkatan SDM penyusunan AMDAL perlu dilakukan mengingat
kualitas dokumen AMDAL selain ditentukan oleh kualitas penyusun, juga sangat
dipengaruhi oleh kualitas komisi AMDAL. Hal ini menjadi penting mengingat
kajian tentang lingkungan hidup dalam dua dekade terakhir menjadi sangat serius
dan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dunia. Pemanasan global
akibat dampak yang muncul dari aktivitas pembangunan telah mengancam
kelansungan hidup manusia. Akibat tersebut menimbulkan polusi dan kerusakan
lingkungan sehingga dokumen AMDAL sebagai upaya untuk menjaga kelestarian
lingkungan dalam keberlanjutan menjadi sangat penting. Komisi penilai AMDAL
pusat adalah salah satu komponen penting yang berperan dalam kegiatan
penyusunan AMDAL migas. Sumberdaya manusia yang berkualitas khususnya
untuk kegiatan migas akan sangat menentukan hasil studi AMDAL migas selain
kualitas tim penyusun itu sendiri. Sinergitas antara tim penyusun dengan komisi
164
penilai dengan sumberdaya yang berkualitas diharapkan menghasilkan dokumen
AMDAL yang berkualitas pula.
Komponen efisiensi kebijakan AMDAL lainnya adalah biaya dalam
penyusunan dokumen. Komponen pembiayaan sangat berpengaruh terhadap
kualitas AMDAL yang dihasilkan. Pembiayaan yang minim akan menyulitkan
dalam kegiatan studi, sehingga komponen pembiayaan menjadi sulit dilakukan
dan menyebabkan kegiatan menjadi sekedar dilaksanakan. Disisi lain pembiayaan
yang tinggi akan memberatkan pemrakarsa dan pemborosan biaya dapat terjadi
sehingga kegiatan studi menjadi tidak efisien. Untuk itu, proporsionalisasi
pembiayaan menjadi sangat penting, mengingat efisien kebijakan AMDAL.
Komponen waktu merupakan salah satu indikator efisiensi kebijakan
AMDAL. Waktu persetujuan dokumen AMDAL 75 hari kerja yang didasarkan
pada PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL. Waktu tersebut terbilang cukup
lama sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Terlebih lagi
penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL tidak dapat dilaksanakan sebelum
dokumen KA-ANDAL disetujui. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap
efisiensi penyusunan AMDAL. Waktu pengambilan keputusan kelayakan
dokumen AMDAL menjadi penting dalam kaitannya dengan efisiensi kebijakan
AMDAL untuk mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas.
Waktu yang dibutuhkan dalam pengambilan kelayakan dokumen AMDAL secara
keseluruhan yakni 150 hari teridir dari 75 hari untuk penilaian persetujuan
dokumen KA-ANDAL dan 75 hari untuk penilaian persetujuan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL. Dengan demikian kurang lebih lima bulan waktu yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan keputusan kelayakan lingkungan. Sementara
waktu pengambilan keputusan masyarakat dimana saat ini ditentukan sekitar 30
hari sejak diumumkannya. Masyarakat diberi kesempatan untuk memberi
tanggapan dan masukan kepada pemrakarsa, pemerintah dan penyusun AMDAL
untuk kemudian segera memperbaiki sesuai dengan tanggapan yang masuk.
Waktu yang terbilang singkat tersebut, akan sangat berpengaruh terhadap
tanggapan dan masukan yang terbatas. Dengan demikian dokumen AMDAL
menjadi tidak berkualitas disebabkan karena minimnya tanggapan yang masuk
165
dari masyarakat. Akhirnya AMDAL yang dihasilkan dalam implementasinya
tidak menjadi efektif.
Hasil penentuan prioritas strategi pengembangan kebijakan AMDAL
migas dalam mencegah kerusakan lingkungan berturut-turut: peningkatan kualitas
dokumen (0.441), penguatan hukum dan kelembagaan (0.296) dan
penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL (0.263). Peningkatan kualitas
dokumen menjadi strategi utama, mengingat AMDAL sebagai dokumen
manajemen lingkungan, dokumen publik dan dokumen hukum. Kualitas dokumen
AMDAL migas merupakan salah satu strategi penting dan kaitannya dengan
pengembangan kebijakan AMDAL. Strategi tersebut harus didukung oleh
peningkatan kualitas penyusun, meliputi; kualifikasi, independensi dan komposisi.
Perbaikan substansi dokumen AMDAL dengan memperbaiki metode-metode
didalam penyusunan AMDAL seperti; kajian aspek ekologi dan sosial ekonomi.
Selain itu, juga harus dilakukan pengintegrasian dengan kajian emergency dalam
penyusunan AMDAL, dengan harapan bahwa hal-hal emergency, seperti yang
sering terjadi selama ini yakni tumpuhan minyak dapat diatasi.
Kualitas dokumen AMDAL merupakan komponen yang terdiri atas
dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL), dokumen
analisis dampak lingkungan (ANDAL), dokumen rencana pengelolaan lingkungan
hidup (RKL) dan dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL).
Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk menentukan lingkup studi
dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan
AMDAL. Dokumen KA-ANDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL dan bila
telah disetujui maka kegiatan penyusunan dokumen ANDAL, RPL dan RKL
dilaksanakan. Ketiga dokumen tersebut (ANDAL, RKL dan RPL), merupakan
bahan penilaian bagi komisi penilai AMDAL untuk kemudian menjadi dasar
penentuan rencana usaha dan atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau
tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak. Selain itu
dokumen AMDAL juga menjadi bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah,
memberi masukan untuk penyusunan disain teknis dari rencana usaha dan atau
kegiatan, serta memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan
dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
166
Strategi kedua dalam upaya pengembangan kebijakan AMDAL kaitannya
dengan mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas adalah
penguatan aspek hukum dan kelembagaan. Dokumen AMDAL yang merupakan
dokumen hukum, harus menjadi barometer keberlanjutan pembangunan dari sisi
ekologi. Hal ini sangat terkait dengan dampak yang senantiasa mengikuti aktivitas
pembangunan yang dilakukan. Dokumen AMDAL kemudian menjadi sangat
penting, sebagai dokumen yang bersifat preventif (pencegahan) akan terjadinya
kerusakan lingkungan. Penegakan hukum (law enforcement) terhadap
pelanggaran-pelanggaran lingkungan, diharapkan menjadi prioritas penguatan
hukum dan kelembagaan AMDAL migas.
Strategi ketiga adalah penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL
migas. Strategi ini juga menjadi penting, mengingat salah satu permasalahan yang
umumnya dihadapi dalam investasi pembangunan adalah aspek prosedural yang
seringkali berbelit-berbelit dan membutuhkan waktu yang lama. Kondisi ini
diperparah dengan banyaknya birokrasi yang harus dilalui dalam kaitannya
dengan penanam investasi tersebut. Demikian pula halnya dalam kegiatan
penyusunan AMDAL. Pemrakarsa dan penyusun seringkali mengalami hambatan,
terutama dalam aspek waktu dan pembiayaan yang begitu besar.
5.8 Rumusan Kebijakan AMDAL Migas
Hasil focus group discussion diperoleh rumusan pengembangan kebijakan
AMDAL migas yang efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan
adalah dengan peningkatan kualitas dokumen, penguatan hukum dan kelembagaan
serta penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas. Rumusan kebijakan
AMDAL migas tersebut didasarkan pada hasil analisis komponen utama dan
analytichal hierarchy process yang dirumuskan secara bersama-sama dengan
stakeholders AMDAL migas beserta pakar dibidang lingkungan hidup.
Rumusan pengembangan kebijakan AMDAL migas yang efektif dan
efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan diimplementasikan dalam strategi-
strategi kebijakan AMDAL migas yakni: peningkatan kualitas dokumen AMDAL
migas, penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas serta penyempurnaan
prosedur penyusunan AMDAL migas.
167
Mengingat pentingnya strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas
tersebut, maka perlu dilakukan pengintegrasian strategi secara komprehensif,
antara strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas, strategi penguatan
hukum dan kelembagaan AMDAL migas, serta strategi penyempurnaan prosedur
penyusunan dokumen AMDAL migas. Dengan demikian, AMDAL migas
diharapkan dapat menjadi efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan
lingkungan pada kegiatan usaha migas.
168
SK KA-ANDAL oleh Komisi
KA-ANDAL
UKL & UPL
Dampak Penting ya tidak
Pemrakarsa Ditjen Migas
Lembaga Independen
Komisi AMDAL Tim Teknis
Konsultan Penyusun
ANDAL, RKL, RPL
SKB KLH dan DESDM
KA-ANDAL
Komisi-Tim Teknis
tidak layak
Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas
Penguatan Hukum dan Kelembagaan
AMDAL Migas
Substansi Dokumen
metode, isu pokok
metode perkiraan evaluasi dampak
teknologi alternatif
teknologi, kelembagaan
Penerapan Sanksi
sanksi administrasi
sanksi pidana (UU N0.23/1997)
penilaian
penilaian
penyusunan
layak lingkungan
pelingkupan
independensi
kompetensi komposisi
Keadaan Darurat/ Emergency
Keterlibatan Masyarakat
pemahaman, pengetahuan
komponen masyarakat
integrasi
Gambar 31 Diagram strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas
Lembaga Pengawas Pengelolaan, Pemantauan
Ditjen Migas
Pemda
Instansi terkait
Penguatan SDM
Penyempurnaan Prosedur AMDAL Migas
Penolakan