validasi metode penetapan kadar tiamfenikol dalam …
TRANSCRIPT
VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR TIAMFENIKOL
DALAM SEDIAAN SUSPENSI KERING (DRY SYRUP)
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
SKRIPSI
Oleh:
ELSE DIAN PRAMITA
NIM : 1604127
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
PERINTIS PADANG
2020
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Else Dian Pramita
NIM : 1604127
Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan
Suspensi Kering (Dry Syrup) secara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya tulis merupakan hasil karya saya sendiri, terhindar dari unsur
plagiarisme, dan data beserta seluruh isi skripsi tersebut adalah benar adanya
2. Saya menyerahkan hak cipta dari skripsi tersebut Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
Perintis Padang untuk dapat dimanfaatkan dalam kepentingan akademis
Padang,12 Maret 2020
Else Dian Pramita
Lembar Pengesahan Skripsi
Dengan ini dinyatakan bahwa :
Nama : Else Dian Pramita
NIM : 1604127
Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan
Suspensi Kering (Dry Syrup) secara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi
Telah diuji dan disetujui skripsinya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) melalui ujian sarjana yang diadakan pada tanggal 06 Februari
2020 berdasarkan ketentuan yang berlaku
Ketua Sidang
Farida Rahim, S.Si, M.Farm, Apt
Pembimbing I Anggota Penguji I
Drs. B.A Martinus, M.Si Prof. Dr. Elfi Sahlan Ben, Apt
Pembimbing II Anggota Penguji II
Hj. Diana Agustin, S.Si, M.M, Apt Diza Sartika, M.Farm, Apt
Mengetahui :
Ketua Program Studi S1 Farmasi
Dr. Eka Fitrianda, Apt
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sesungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya
kamu berharap
(Qs. Alam Nasyrah: 7,9)
Syukur alhamdulillah ku ucapkan kepada Allah S.W.T Salah satu cita-cita telah ku selesaikan dengan izinmu ya Allah walau terkadang aku tersandung dan terjatuh.....
Papa….. Mama…..
Terimakasih atas segala yang telah engkau berikan, semua yang telah aku lalui ini berkat do’a dan air mata disetiap sujudmu...
Semua ini kupersembahkan untukmu Papa... Mama... tercinta…..
Untuk Suami dan putri tercinta (Risqi dan Shazia)
Buat Adik-adik tersayang ( Yayan dan Bo )
Terima kasih atas segala kasih sayang serta dukungan yang kalian berikan ... kalian
menjadikanku kuat disetiap langkah ….
By Else Dian Pramita
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa ilmu, kesehatan, dan kemudahan, sehingga
penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Validasi Metode
Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering (Dry Syrup) secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan strata satu pada Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
(STIFI) Perintis Padang.
Terimakasih yang tidak terhingga, penulis tujukan kepada kedua orang tua ayahanda
ibunda terkasih Hairuddin dan Armiyetti, untuk Suami dan putri tercinta, Risqi Nofrianto
dan Shazia Hurul Aini, serta adik-adik tersayang Muhammad Sepriansyah, S.E dan
Muhammad Trihendio, S.Pd yang telah memberikan do’a, semangat, kasih sayang,
motivasi dan material demi keberhasilan penulis.
Selain itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak H. Zulkarni, S.Si, MM, Apt selaku Ketua Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
Yayasan Perintis Padang.
2. Bapak. Drs. B.A Martinus, M.Si sebagai pembimbing I dan Ibu Hj. Diana Agustin,
S.Si, M.M, Apt sebagai pembimbing II, yang telah memberikan petunjuk, motivasi,
nasehat dan arahan, serta dengan sabar membimbing penulis selama penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik dan mencurahkan ilmu selama ini kepada
penulis, dan Analis Labor STIFI yang telah memberikan kemudahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Zulkifli, Apt selaku Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Padang (2016) yang telah memberikan izin dan dukungan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan sarjana (S1) Farmasi.
5. Bapak dan Ibu Struktural BBPOM di Padang serta Penyelia dan rekan-rekan
laboratorium terapeutik yang telah berpartisipasi, membantu dan memberi dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2016 dan sahabat seperjuangan yang tidak bisa
disebutkan namanya satu persatu atas segala motivasi serta dukungannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah meridhoi dan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
amal baik ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dan
kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
pembaca khususnya di bidang kefarmasian.
Padang, Januari 2020
Hormat Saya
Penulis
ABSTRAK
Tiamfenikol adalah golongan antibiotika broad spectrum yang spektrum kerja dan
sifatnya mirip dengan kloramfenikol. Tiamfenikol digunakan untuk mengatasi seperti
infeksi pada demam tifoid dan Salmonella serta pada infeksi saluran kemih dan saluran
empedu oleh kuman yang resisten untuk antibotika lain. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan metode yang valid dalam penetapkan kadar tiamfenikol sediaan suspensi kering
(dry syrup) secara KCKT, metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan fase gerak air :
acetonitril (4;1), selanjutnya dilakukan validasi metode. Parameter validasi dalam penelitian
meliputii selektivitas, akurasi, presisi, linieritas, batas deteksi dan batas kuantitasi. Kondisi KCKT
meliputi seperangkat alat KCKT Shimadzu LC20AD, kolom waters X-terra Rp18 (4,6 x 250 mm,
ukuran partikel 5µL), detektor UV dan PDA dengan laju alir 1,0 mL/menit. Penelitian ini dinilai
selektif, hal ini dinyatakan dengan waktu retensi yang sama antara sampel dengan baku pembanding
dan bentuk spektrum yang sama. Metode analisis KCKT pada penetapan kadar tiamfenikol
memenuhi nilai keberterimaan terhadap linearitas yang memiliki nilai koefisien korelasi yaitu
0,999, dengan nilai Batas Deteksi 0,013 mg/mL sedangkan nilai Batas Kuantitasi yaitu 0,0042
mg/mL. Pada parameter presisi didapat simpang baku relatif sebesar 1,49%, dan akurasi dengan
rata-rata persen perolehan kembali (recovery) 101,502%. Pada penetapan kadar didapat hasil 101,31
% dari kadar etiket yaitu 125 mg/5mL.
Kata kunci : Validasi metode, Tiamfenikol suspensi, Suspensi Kering
ABSTRACT
Tiamfenikol is a broad spectrum antibiotic group whose spectrum of action and properties
are similar to chloramphenicol. Tiamfenikol is used to treat such infections as typhoid fever and
Salmonella as well as in urinary tract infections and bile ducts by germs that are resistant to other
antibotics. This study aims to obtain a valid method in determining the levels of tiamfenikol
preparations of dry suspension (dry syrup) by HPLC, the analytical method used is to use a mobile
phase: acetonitrile (4; 1), then the method validation is performed. Validation parameters in the
study include selectivity, accuracy, precision, linearity, detection limits and quantitation limits. The
HPLC conditions include a set of Shimadzu LC20AD HPLC tools, an X-terra watershed column of
Rp18 (4.6 x 250 mm, 5µL particle size), a UV detector and a PDA with a flow rate of 1.0 mL / min.
This research is considered selective, this is stated by the same retention time between the sample
with the same benchmark and spectrum shape. The HPLC analysis method for determining the
tiamfenikol content fulfills the acceptability value of linearity which has a correlation coefficient
value of 0.999, with a Detection Limit value of 0.013 mg / mL while the Quantity Limit value is
0.0042 mg / mL. In the precision parameters obtained relative standard deviations of 1.49%, and
accuracy with an average percent recovery (101.502%). In determining the level obtained 101.31%
of the etiquette level is 125 mg / 5mL
Key word : Method Valiadation, Tiamfenikol suspension, Dry Suspension
DAFTAR ISI
JUDUL ...............................................................................................................
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Sejarah Antibiotika ................................................................................. 4
2.2 Penggolongan Antibiotika ...................................................................... 4
2.3 Monografi Tiamfenikol .......................................................................... 6
2.4 Monografi Tiamfenikol Kapsul dalam Farmakope China 2010 .............. 7
2.5 Suspensi .................................................................................................. 9
2.6 Validasi Metode ...................................................................................... 10
2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .......................................................... 17
2.7.1 Jenis-Jenis Kromatografi Kinerja Tinggi ...................................... 18
2.7.2 Instrumentasi Kromatografi Kinerja Tinggi .................................. 20
III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 25
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 25
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 25
3.2.1 Alat ................................................................................................ 25
3.2.2 Bahan ............................................................................................. 25
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................. 26
3.3.1 Pengambilan Sampel ..................................................................... 26
3.3.2 Pembuatan Pelarut dan Fase Gerak ................................................ 26
3.3.3 Pembuatan Larutan Baku Pembanding dan Larutan Sampel ......... 26
3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem ................................................................... 29
3.3.5 Uji Spesifisitas ............................................................................... 30
3.3.6 Penetapan Kurva Kalibrasi ............................................................ 30
3.3.7 Uji Linearitas ................................................................................. 31
3.3.8 Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ................. 31
3.3.9 Uji Penetapan Kadar Sampel .......................................................... 31
3.3.10 Uji Akurasi .................................................................................. 32
3.3.11 Uji Presisi .................................................................................... 32
3.4 Analisi Data ............................................................................................. 32
3.4.1 Perhitungan Bobot Jenis Sampel .................................................... 32
3.4.2 Uji Spesifisitas ................................................................................ 33
3.4.3 Uji Linearitas .................................................................................. 33
3.4.5 Uji Presisi ....................................................................................... 33
3.4.5 Uji Akurasi .................................................................................... 34
3.4.6 Uji Batas Deteksi dan Kuantitasi .................................................... 34
3.4.7 Perhitungan Penetapan Kadar ......................................................... 35
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 36
4.1 Hasil ........................................................................................................ 36
4.1.1 Hasil Uji Bobot Jenis ..................................................................... 36
4.1.2 Hasil Uji Kesesuaian Sistem ......................................................... 36
4.1.3 Hasil Uji Spesifisitas ..................................................................... 37
4.1.4 Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas ............................................. 38
4.1.5 Hasil Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Quantitasi (LOQ) ......... 38
4.1.6 Hasil Uji Penetapan Kadar ............................................................. 38
4.1.7 Hasil Uji Presisi .............................................................................. 39
4.1.8 Hasil Uji Akurasi ............................................................................ 39
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 39
V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 44
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 44
5.2 Saran ....................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja Validasi Metode Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering secara
KCKT ..................................................................................................... 47
2. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering secara
KCKT ...................................................................................................... 48
3. Perhitungan Bobot Jenis .......................................................................... 49
4. Hasil Uji Keseuaian Sistem ..................................................................... 50
5. Hasil Uji Spesifisitas ............................................................................... 51
6. Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas ...................................................... 54
7. Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ......................................... 57
8. Hasil Uji Penetapan Kadar ...................................................................... 58
9. Hasil Uji Presisi ....................................................................................... 61
10. Hasil Uji Akurasi ..................................................................................... 63
11. Sertifikat Baku Pembanding Tiamfenikol BPFI ...................................... 66
12. Sampel Tiamfenikol Suspensi.. ............................................................... 69
13. Alat Instrumen yang digunakan ............................................................... 70
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Parameter yang Dibutuhkan untuk Validasi Prosedur Analisi .............. 12
2. Rentang Perolehan Kembali (recovery) yang Diharapkan ...................... 13
3. Simpangan Baku relatif (SBR) Repeatability yang Diijinkan pada Setiap
Konsentrasi Analit Sampel ...................................................................... 14
4. Simpangan Baku relatif (SBR) Reproducibility yang Diijinkan pada Setiap
Konsentrasi Analit Sampel ...................................................................... 15
5. Hasil Uji Validasi Metode dan Penetapan Kadar Tiamfenikol ............... 43
6. Hasil Uji Kesesuan Sistem ...................................................................... 50
7. Penimbangan Baku Tiamfenikol ............................................................. 54
8. Hasil Pengenceran Baku Tiamfenikol ..................................................... 55
9. Hasil Persamaan Regresi dan Linearitas Baku Tiamfenikol ................... 55
10. Hasil Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ............................................... 57
11. Hasil Uji Penetapan Kadar Tiamfenikol .................................................. 58
12. Hasil Uji Presisi Tiamfenikol ................................................................. 62
13. Data Akurasi Tiamfenikol ....................................................................... 63
14. Hasil Uji Akurasi Tiamfenikol ................................................................ 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Tiamfenikol .............................................................................. 6
2. Komponen KCKT ................................................................................... 20
3. Skema Kerja Validasi Metode Penetapan Kadar Tiamfenikol dalamSediaan
Suspensi Kering (Dry Syrup) secara KCKT ............................................ 47
4. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalamSediaan Suspensi Kering (Dry
Syrup) secara KCKT ................................................................................ 48
5. Hasil Uji Kesesuaian Sistem ................................................................... 50
6. Kromatogram PDA Baku Tiamfenikol ................................................... 51
7. Kromatogram PDA Sampel Tiamfenikol Suspensi (Dry Syrup) ............ 51
8. Kromatogram PDA Sampel spiked baku Tiamfenikol ............................ 52
9. Spektrum PDA Baku Tiamfenikol .......................................................... 53
10. Spektrum PDA Sampel Tiamfenikol Suspensi (Dry Syrup) ................... 53
11. Kromatogram PDA Sampel spiked baku Tiamfenikol ............................ 53
12. Kromatogram Kurva Kalibrasi Tiamfenikol ........................................... 54
13. Kurva Regresi dan Linearitas Tiamfenikol ............................................. 56
14. Kromatogram Sampel Penetapan Kadar Tiamfenikol ............................. 58
15. Kromatogram Presisi Tiamfenikol .......................................................... 61
16. Kromatogram Akurasi Tiamfenikol ........................................................ 63
17. Sertifikat Baku Pembanding Tiamfenikol BPFI ...................................... 66
18. Gambar Sampel Tiamfenikol Suspensi ................................................... 69
19. Alat KCKT Shimadzu LC 20AD ............................................................ 70
20. Kolom X-Terra Rp18 5µm ukuran 4,6 x 250 mm by Waters ................. 70
21. Timbangan Analitik Digital Radwag XA 82/220/2x ............................... 70
22. Timbangan Micro Balance RADWAG MYA2 ....................................... 71
23. Sonikator Branson ................................................................................... 71
24. Pompa Vakum Sartorius .......................................................................... 71
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
Pengembangan sediaan obat terus dilakukan untuk mendapatkan sediaan yang lebih
berkhasiat dengan efek samping yang lebih sedikit. Suatu obat harus memiliki jaminan
quality (mutu), eficacy (khasiat) dan safety (keamanan) yang baik. Penjaminan mutu
terhadap suatu sediaan obat yang telah diedarkan salah satunya dapat dengan melakukan uji
evaluasi terhadap suatu produk obat tersebut.
Dalam Farmakope Indonesia V (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
ada beberapa evaluasi mutu sediaan obat yaitu evaluasi mutu fisik, evaluasi kimia dan
evaluasi biologi. Pemeriksaan kadar zat aktif dalam sediaan obat merupakan salah satu
evaluasi kimia dan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas
dari suatu obat tersebut.
Dalam penentuan kadar zat aktif suatu sediaan obat diperlukan suatu metode yang
telah divalidasi. Suatu metode analisis baru dapat dipakai atau digunakan bila telah
dilakukan validasi dan kondisinya disesuaikan dengan laboratorium dan peralatan yang
tersedia, meskipun metode yang akan dipakai tersebut telah dipublikasikan pada jurnal,
buku teks atau buku resmi seperti Farmakope (Uno, 2015). Selain itu, suatu Standar
Internasional untuk laboratorium pengujian dan kalibrasi mensyaratkan bahwa suatu
metode harus divalidasi, salah satunya jika metode tersebut merupakan metode baku yang
digunakan di luar ruang lingkup serta metode baku yang dimodifikasi untuk
mengkonfirmasi bahwa metode tersebut sesuai untuk penggunaan yang dimaksud (Komite
Akreditasi Nasional, 2008).
Tiamfenikol adalah golongan antibiotika broad spectrum yang spektrum kerja dan
sifatnya mirip dengan kloramfenikol. Tiamfenikol digunakan pada kondisi seperti infeksi
demam tifoid dan Salmonella serta pada infeksi saluran kemih dan saluran empedu oleh
kuman yang resisten untuk antibotika lain (Tjay dan Rahardja, 2002). Sediaan yang beredar
dengan komposisi tiamfenikol saat ini adalah dalam bentuk kapsul dan suspensi kering (dry
syrup). Metode standar dalam penentuan kadar tiamfenikol dalam sedian jadi belum
terdapat di dalam Farmakope Indonesia namun ada di dalam Farmakope Cina tahun 2010
dengan menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini
digunakan untuk sediaan kapsul dan belum tersedia untuk penetapan kadar dalam sedian
suspensi kering (dry syrup). Wardani (2016) pernah melakukan uji stabilitas kimia dalam
penentuan kadar sirup rekonstitusi yang mengandung tiamfenikol tetapi dengan metode
Spektrofotometri Ultraviolet (UV) sementara Tarinc dan Aysegul (2011) melakukan
validasi metode penetapan kadar tiamfenikol kapsul secara Spektrofotometri Ultraviolet
(UV).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan validasi penetapan kadar
tiamfenikol dalam suspensi kering (dry syrup) yang dikembangkan dari metode penetapan
kadar tiamfenikol kapsul secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang
disesuaikan dengan parameter validasi yang akan dilakukan yaitu spesifikasi, presisi,
akurasi, linearitas serta pengukuran batas deteksi dan batas kuantisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
- Apakah metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada penetapan kadar
tiamfenikol dalam sedian suspensi kering (dry syrup) memenuhi syarat uji validasi
metode dengan parameter spesifikasi, presisi, akurasi, linearitas serta pengukuran batas
deteksi dan batas kuantisasi ?
- Apakah tiamfenikol dalam sedian dry sirup dapat ditentukan kadarnya secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ?
1.3 Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui validasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada
penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan suspensi kering (dry sirup) memenuhi
syarat uji validasi dengan parameter spesifikasi, presisi, akurasi, linearitas serta
pengukuran batas deteksi dan batas kuantisasi.
- Untuk menentukan kadar tiamfenikol dalam sedian dry syrup menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini sebagai data otentik hasil pengukuran telah dilakukannya penelitian
mengenai validasi metode analisis penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan suspensi
kering (dry syrup) sehingga dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif
dan dapat digunakan sebagai analisis rutin.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Antibiotika
Antibiotika dalam bahasa latin berasal dari kata anti = lawan dan bios = hidup,
sehingga antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri, turunan zat tersebut
yang dibuat secara semisintetis, begitu pula senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri.
Kegiatan antibiotis untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr. Alexander
Fleming dari Inggris tahun 1928 yaitu antibiotik penisillin. Tetapi penemuan ini baru
dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II di tahun 1941, ketika obat-
obatan antibiotika sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat
pertempuran. Kemudian para peneliti di seluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan
khasiat antibiotis. Namun, berhubung sifat toksisnya bagi manusia, hanya sebagian kecil
saja yang dapat digunakan sebagai obat. Yang terpenting diantaranya adalah streptomisin
(1944), kloramfenikol (1947), tetrasiklin (1948), eritromisin (1952), rifampisin (1960),
bleomisin (1965), dan doksorubisin (1969), minosiklin (1972), dan tobramisin (1974) (Tjay
dan Rahardja, 2002).
2.2 Penggolongan Antibiotika
Menkes RI (2011) membagi klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya
yaitu :
1. Antibiotik yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri
Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai
struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem,
dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat
bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram–positif dan negatif.
Antibiotik betalaktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat
langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan
stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri. Contoh golongan ini adalah : penisillin,
sefalosporin, monobaktam (beta-laktam monosiklik), karbapenem, Inhibitor beta-
laktamase.
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama
adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Nisseria, H. influenzae, dan
Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep
mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan
hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin dan atau
polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik.
Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri
Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh S.
aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan
mikrobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena,
dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas,
demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengaran dan
nefrotoksisitas pada dosis tinggi.
2. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin,
kloramfenikol termasuk tiamfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
3. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme
Folat
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah Sulfametoksazol dan
Trimetropim.
4. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah golongan kuinolon dan
nitrofuran.
2.3 Monografi Tiamfenikol
(Sumber : Chinesse Pharmacopeia, 2010)
Gambar 1 Struktur Tiamfenikol
Penamaan tiamfenikol menurut IUPAC (International Union of Pure and Applied
Chemistry) 2,2-Dikloro-N-(αR.βR)-β-hidroksi-α- hidroksimetil-4-
metilsulfonil(fenetil)asetamida. Tiamfenikol mempunyai rumus molekul C₁₂H₁₅Cl₂NO₅S
dan mempunyai molekul 356,2 g/mol, mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih
dari 100,5% C₁₂H₁₅Cl₂NO₅S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tiamfenikol
merupakan serbuk hablur halus atau halus, putih sampai putih kekuningan, tidak berbau.
Larutan dalam etanol mutlak memutar bidang polarisasi ke kanan, larutan dalam dimetil
formamida memutar bidang polarisasi ke kiri. Tiamfenikol mempunyai kelarutan sukar
larut dalam air, dalam etil asetat dan dalam eter, agak sukar larut dalam etanol mutlak dan
dalam aseton, larut dalam metanol, mudah larut dalam asetonitril dan dalam
dimetilformamida, sangat mudah larut dalam dimetilasetamida (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Beberapa sediaan tiamfenikol yaang beredar di Indonesia (Badan POM RI, 2019) :
- Kapsul 250 mg : Biothicol, Corsafen, Palmicol, Rindofen, Thiamycin, Thislacol,
Urfamycin.
- Kapsul 500 mg : Biothicol, Canicol, Cetathiacol, Conucol, Corsafen, Fosicol, Kalthicol,
Lacophen, Niacol, Nufathiam, Opiphen, Promixin, Rindofen, Solathim, Thiamet,
Thiamfilex, Thiamika, Thiamycin, Thislacol, Troviakol, Urfamycin, Zicafen.
- Kaplet 1000 mg : Corsafen, Thiamet, Thiamycin
- Sirup Kering 125 mg5mL : Biothicol, Canicol, Conucol, Corsafen, Fosicol, Kalthicol,
Lacophen, Nufathiam, Opiphen, Palmicol, Solathim, Thiamfilex, Thiamycin, Urfamycin.
2.4 Monografi Tiamfenikol Kapsul dalam Farmakope China 2010
Tiamfenikol kapsul mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0
% dari yang tertera pada etiket. Identifikasi : (1) larutkan sejumlah zat dalam methanol
sehingga menghasilkan larutan yang mengandung 10 mg/mL, saring, lakukan identifikasi
yang tertera pada tiamfenikol, (2) waktu retensi puncak dalam kromatogram yang diperoleh
dengan larutan uji dalam penetapan kadar identik dengan puncak utama dalam kromatogran
yang diperoleh dengan larutan baku atau standard, (3) larutkan sejumlah zat setara dengan
50 mg tiamfenikol dalam 2 mL kalium hidroksida dalam etanol. Untuk menghindari
penguapan etanol, panaskan dalam bak air selama 15 menit, larutan yang dihasilkan
menghasilkan karakteristik reaksi klorida, lakukan identifikasi seperti uji klorida.
Persiapan larutan uji dengan melarutkan jumlah yang tertimbang secara akurat dari
isi campuran kapsul setara dengan 1 mg tiamfenikol dalam 1 mL fase gerak dan lakukan
penyaringan. Lakukan pengujian seperti pada tiamfenikol. Area puncak pengotor dalam
kromatogram yang diperoleh dengan tes larutan tidak lebih besar dari luas puncak utama
dalam kromatogram yang diperoleh dengan larutan standar (1,0%). Jumlah area semua
puncak pengotor dalam sistem kromatogram yang diperoleh dengan larutan uji tidak lebih
besar dari 3 kali luas puncak utama dalam kromatogram larutan standar (3,0%)
Persyaratan susut pengeringan tidak lebih dari 2% dari berat yang ditimbang dalam
suhu yang konstan pada 105⁰C. Uji disolusi dengan menggunakan sejumlah 600 mL atau
900 mL media air, memakai metode keranjang dengan kecepatan 100 rpm. Tarik 10 mL
larutan setelah 45 menit dan saring sebagai larutan uji. Larutkan tiamfenikol CRS dalam air
untuk menghasilkan 0,28 mg/mL. Ukur absorbansi dari larutan yang dihasilkan pada 266
nm. Hitung disolusi dari C₁₂H₁₅Cl₂NO₅ terhadap kapsul. Tidak kurang dari 75% dari jumlah
tertera pada etiket.
Penetapan kadar dengan menimbang secara akurat dan melarutkan sejumlah zat
sampel setara 0,1 g tiamfenikol dalam 100 mL fase gerak di labu tentukur. Encerkan hingga
tanda batas dan saring. Pipet secara akurat 5,0 mL filtrat masukkan ke dalam labu ukur 50
mL, encerkan dengan fase gerak hingga tanda. Preparasi larutan standar tiamfenikol dengan
cara menimbang dengan akurat sekitar 0,1 g ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan
fase gerak hingga tanda. Dipipet secara akurat 5,0 mL larutan ke dalam labu ukur 50 mL,
encerkan dengan fase gerak hingga tanda. Kondisi KCKT yaitu dengan menggunakan
kolom gel silika terikat octadecylsilane dengan fase gerak campuran air : acetonitril (4:1).
Panjang gelombang deteksi adalah 225 nm. Masing-masing larutan uji dan larutan standar
diinjeksikan sebanyak 10µL ke dalam sistem KCKT.
2.5 Suspensi
Suspensi juga dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat
yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata dalam
pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspensi
resmi diperdagangan tersedia dalam bentuk siap pakai, telah disebarkan dalam cairan
pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel,
1989).
Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan dan yang
dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum
digunakan. Sesuai sifatnya, partikel yang terdapat dalam suspensi dapat mengendap pada
dasar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997).
Dalam pembuatan suspensi digunakan senyawa atau zat aktif yang kelarutannya
dalam fase cair rendah. Jika suatu senyawa atau zat aktif memiliki beberapa bentuk garam,
maka untuk suspensi digunakan garam yang kelarutannya paling rendah di dalam fase cair.
Oleh karena itu, bahan obat yang tidak larut atau sukar larut diracik menjadi sediaan obat
suspensi untuk memudahkan penggunaan secara per oral terutama jika diberikan kepada
pediatri maka dapat dilakukan perbaikan rasa dan pemberian aroma serta warna sebagai
keuntungan lainnya (Voight, 1984).
Menurut Ansel (1989), sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi dan
sifat-sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi adalah :
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap secara lambat dan
harus rata bila dikocok.
2. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga partikel dari suspensoid tetap
agak konstan untuk waktu lama pada penyiapan.
3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
2.6 Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita. 2014). Validasi suatu metode
menurut United State Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode
analisis adalah akurat, spesifik, reproducible, dan tahan pada kisaran analit yang akan
dianalisis. Secara singkat, validasi merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang
akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Menurut International Conference
on Harmonization (ICH), suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi
bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis
(Rohman, 2014).
Oleh karena itu, suatu metode harus divalidasi ketika (Rohman, 2014) :
1. Metode harus dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu
2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena
munculnya suatu masalah yang mengarah pada perevisian metode baku.
3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring
dengan berjalannya waktu.
4. Metode baku digunakan di laboratorium berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda,
atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
5. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara dua metode, misalnya antara metode baru
dan metode baku
Dalam Farmakope Indonesia V (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
dan USP 42 (The United States Pharmacopeial Convention, 2019), menyatakan bahwa
setiap prosedur analisis yang berbeda memerlukan skema validasi yang berbeda, ada
beberapa kategori pengujian secara umum mensyaratkan data validasi, kategori-kategori
tersebut adalah :
Kategori I: Prosedur analisis untuk penetapan kadar komponen utama dalam bahan baku
obat atau bahan aktif (termasuk pengawet) dalam sediaan obat jadi
Kategori II: Prosedur analisis untuk penetapan cemaran dalam baku obat atau senyawa hasil
degradasi dalam sediaan obat jadi. Prosedur ini terdiri dari penetapan
kuantitatif dan uji batas.
Kategori III:Prosedur analisis unutuk penetapan karakteristik kinerja sediaan (misalnya
disolusi, pelepasan obat)
Kategori IV:Prosedur analisis untuk identifikasi
Tabel 1. Parameter yang dibutuhkan untuk validasi prosedur analisis
Karakteristik
Kinerja Analitik
Kategori
I
Kategori II Kategori
III
Kategori
IV
Kuantitatif
Uji
Batas
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
Batas Deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak
Batas Kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Rentang Ya Ya * * Tidak
Catatan: * Mungkin dipersyaratkan tergantung pada sifat khusus dari uji
2.6.1 Akurasi
Akurasi merupakan kedekatan nilai terukur (measured value) dengan nilai
sebenarnya yang diterima (accepted true value), baik nilai konversi, nilai sebenarnya,
maupun nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali
pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Ada tiga
pendekatan yang umum digunakan ketika melakukan uji akurasi yaitu : (1)
menggunakan SRM (Standard Reference Material), (2) melakukan spiking terhadap
plasebo, dan (3) menggunakan metode penambahan standar (Standard Addition
Method) (Rohman, 2014).
Dalam mendokumentasikan akurasi, ICH (International Conference on
Harmanization) merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar
dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi)
(Gandjar dan Rohman, 2012). Data akurasi harus dilaporkan sebagai persentase
perolehan kembali, kisaran kriteria keberterimaan yang disarankan untuk digunakan
ketika melakukan evaluasi akurasi selama validasi metoda analisis dapat dilihat pada
tabel 2 (Latimer, 2016).
Tabel 2. Rentang perolehan kembali (recovery) yang diharapkan :
Analit pada matriks sampel (%) Rata-rata recovery (%)
100 98 – 102
> 10
> 1 97 – 103
> 0,1 95 – 105
0,01 (100 ppm) 90 – 107
0,001 (10 ppm)
80 – 110 0,0001 (1 ppm)
0,00001 (100 ppb)
0,000001 (10 ppb) 60 – 115
0,0000001 (1 ppb) 40 – 120
2.6.2 Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatabilty)
yaitu keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada
kondisi yang sama dan dalam interval waktu yang pendek dan sebagai ketertiruan
(reproducibility) yaitu keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda,
seperti menggunakan analis, peralatan dan laboratorium yang berbeda (Harmita, 2014).
Presisi merupakan keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai
simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation, RSD). Nilai RSD juga sering
disebut koefisien variasi (KV) dari sejumlah pengukuran sampel (Rohman, 2004).
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau
koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2014). Akan tetapi kriteria ini sangat
fleksibel, bergantung pada kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi
laboratorium. Simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation, RSD) yang diijinkan
pada setiap konsentrasi analit dalam sampel dapat dilihat pada tabel 3 (Latimer, 2016).
Tabel 3. Simpangan baku relatif (repeatability) yang diijinkan pada setiap konsentrasi
analit dalam sampel :
Analit pada matriks sampel (%) Simpangan Baku Relatif, RSDᵣ (%)
100 1,3
> 10 1,9
> 1 2,7
> 0,1 3,7
0,01 (100 ppm) 5,3
0,001 (10 ppm) 7,3
0,0001 (1 ppm) 11
0,00001 (100 ppb) 15
0,000001 (10 ppb) 21
0,0000001 (1 ppb) 30
Tabel 4. Simpangan baku relatif (reproducibility) yang diijinkan pada setiap konsentrasi
analit dalam sampel :
Analit pada matriks sampel (%) Simpangan Baku Relatif, RSDʀ (%)
100 2
> 10 3
> 1 4
> 0,1 6
0,01 (100 ppm) 8
0,001 (10 ppm) 11
0,0001 (1 ppm) 16
0,00001 (100 ppb) 22
0,000001 (10 ppb) 32
0,0000001 (1 ppb) 45
2.6.3 Spesivisitas
Spesivisitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang
dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks
sampel seperti pengotor (impurities), produk degradasi, dan komponen matriks.
Penentuan spesivisitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan. Yang pertama adalah
dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara
sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju dengan senyawa di
sebelah kiri dan kanan kromatogram ≥ 2). Cara kedua untuk memperoleh spesivisitas
adalah dengan menggunakan detektor selektif (Rohman, 2014).
2.6.4 Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Batas deteksi yang
paling umum digunakan dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan
kadar analit yang memberikan respon sebesar blanko (yb) ditambah tiga simpangan baku
blanko (3Sb) (Rohman, 2014).
2.6.5 Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi
operasional metode yang digunakan. Kadang- kadang rasio signal to noise 10:1
digunakan untuk menentukan LOQ. Perhitungan LOQ dengan signal to noise 10:1
merupakan aturan umum. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa LOQ merupakan
suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi,
jika konsentrasi LoQ menurun, maka presisi juga menurun (Rohman, 2014).
2.6.6 Linearitas dan Rentang
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji
secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.
Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang
menghubungkan respons (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan
melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang
diperoleh kemudian diproses dengan kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan
nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefesien korelasinya (Rohman, 2014).
Linieritas biasanya ditunjukkan secara langsung dengan mengencerkan larutan
baku induk. Dianjurkan untuk melakukan pengenceran secara serial terhadap larutan
baku induk pada uji linieritas. Linieritas paling baik dievaluasi dengan pengamatan
visual terhadap suatu plot yang menyatakan hubungan antara fungsi konsentrasi analit
dengan sinyal yang diukur (absorbansi, luas puncak, tinggi puncak, luas di bawah kurva,
dan sebagainya). Pada uji linieritas, paling tidak 5 konsentrasi yang berbeda digunakan
pada pengujian (Rohman, 2014).
Sedangkan rentang adalah interval antara batas tertinggi dan batas terendah dari
kadar analit yang telah dibuktikan, dapat ditentukan dengan presisi, akurasi dan linearitas
yang sesuai menggunakan prosedur analisis yang ditetapkan (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau high performance liquid
chromatography (HPLC) merupakan suatu cara pemisahan komponen zat dalam sampel
berdasarkan perbedaan polaritas, ukuran partikel, ionik atau khiral, kolom sebagai fase
diam dan fase gerak berupa cairan (Harmita, 2014).
Keuntungan penggunaan KCKT (Harmita, 2014), antara lain :
Waktu analisis cepat.
Daya pisah baik.
Peka, kepekaan KCKT tergantung dari jenis detektor dan eluen yang digunakan.
Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi.
Kolom dapat dipakai kembali.
Dapat digunakan untuk menganalisis molekul besar dan kecil.
Cuplikan mudah diperoleh kembali.
Berbeda dengan kebanyakan detektor dalam kromatografi gas, detektor KCKT tidak
merusak komponen zat yang dianalisis sehingga zat yang telah dielusi dapat
dikumpulkan dengan mudah setelah melewati detektor.
Dapat digunakan untuk menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah. Hal ini
bergantung pada detektor yang digunakan.
2.7.1 Jenis-jenis kromatografi cair kinerja tinggi
Berdasarkan mekanisme pemisahannya kromatografi cair kinerja tinggi dapat
terbagi menjadi (Susanti dan Dachriyanus, 2002) :
1. Kromatografi Partisi
Kromatografi partisi merupakan prinsip kromatografi yang paling luas
pemanfaatannya dalam KCKT dibanding empat tipe lainnya. Pada awalnya
kromatografi partisi digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa nonionik dan
senyawa polar dengan bobot molekul sedang (BM<3000). Sekarang, dengan semakin
berkembangnya metode derivatisasi dan pasangan ion maka prinsip kromatografi partisi
juga telah digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa ionik (Susanti dan
Dachriyanus, 2002).
Kromatografi partisi dapat dibedakan berdasarkan kepolaran relatif fase diam
dan fase gerak. Pada masa awal, penggunaan kromatografi cair menggunakan fase diam
yang sangat polar seperti air atau trietilenglikol yang terikat pada partikel silica atau
alumina , fase gerak adalah pelarut yang relatif kurang polar seperti heksan atau iso
propil eter. Tipe kromatografi ini dikenal sebagai kromatografi fase normal. Pada
kromatografi fase terbalik, fase diam adalah senyawa nonpolar (biasanya suatu
hidrokarbon) dan fase gerak pelarut yang relatif lebih polar seperti air, metanol, atau
asetonitril (Susanti dan Dachriyanus, 2002).
2. Kromatografi Adsorpsi
Jenis KCKT ini kurang luas penggunaannya. Secara umum, kromatografi
adsorbsi sangat cocok digunakan untuk pemisahan sampel yang larut dalam pelarut non
polar dan sukar larut dalam pelarut air. Suatu kelebihan utama dari kromatografi
adsorbsi yang tidak diberikan oleh metode lainnya adalah kemampuannya membedakan
antara campuran isomer struktur dan analit dengan gugus fungsi berbeda. Serangkaian
senyawa yang homolog tidak dapat dipisahkan dengan kromatografi adsorbsi ini karena
pada bagian solute yang non polar tidak dapat berinteraksi dengan permukaan adsorben
yang polar (Susanti dan Dachriyanus, 2002)..
3. Kromatografi Pertukaran Ion
Kromatografi pertukaran ion adalah suatu metode pemurnian menggunakan fase
diam yang dapat menukar anion atau kation dengan satu fase gerak. Fase diam tersebut
merupakan suatu matriks yang kuat, yang permukaannnya mempunyai muatan, dapat
berupa muatan positif maupun negatif. Mekanisme pemisahan berdasarkan pada daya
tarik elektrostatik (Susanti dan Dachriyanus, 2002).
4. Kromatografi Ekslusi
Kromatografi eksklusi adalah suatu kromatografi kolom yang proses
pemisahannya didasarkan atas ukuran partikel. Kromatografi eksklusi dapat digunakan
untuk memisahkan suatu senyawa dari senyawa lain yang mempunyai berat molekul
lebih rendah atau tinggi, atau untuk memisahkan molekul-molekul yang mempunyai
berat molekul sama tetapi diameter berbeda (Susanti dan Dachriyanus, 2002).
2.7.2 Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Instrumen KCKT terdiri dari atas enam bagian, yakni wadah fase gerak
(reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (Injector), kolom (coloumn), detektor
PDA (Photo Diode Array Detector), dan perekam (recorder). Instrumentasi KCKT
terlihat pada gambar 2.
(Sumber : Harmita, 2014)
Gambar 2. Komponen KCKT
Berikut adalah penjelasan mengenai komponen-komponen KCKT :
1. Wadah fase gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Fase gerak atau
eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur secara keseluruhan
berperan dalam daya elusi dan resolusi. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan
degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan
berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan
mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak maka sangat
dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang
sangat tinggi (HPLC grade). Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas
keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen sampel. Elusi dapat
dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan
cara gradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi gradien
digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel
mempunyai kisaran polaritas yang luas.
2. Sistem penghantar fase gerak (Pompa)
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang inert terhadap
fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
teflon, dan batu nilam. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantar fase gerak
adalah untuk menjamin proses penghantar fase gerak berlangsung secara tepat,
reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Harmita, 2014).
Pompa yang digunakan pada KCKT haruslah kokoh untuk menghasilkan
tekanan tinggi hingga 350 bar atau bahkan 500 bar. Laju alir dapat bervariasi dari 0,1
hingga 5 atau 10 mL/menit. Kebanyakan pompa saat ini telah memiliki saluran
pembilas dimana air dapat bersirkulasi. Larutan ini berfungsi untuk membilas piston
agar bersih dari garam dapar (Rohman, 2009).
3. Alat untuk memasukkan sampel (Injektor)
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik
yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk
sampel (sample loop) internal atau eksternal. Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat
digunakan yaitu, (1) Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja
atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. (2) Septum, Septum yang
digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor
ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir, tetapi septum ini tidak tahan
dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang
terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. (3) Loop Valve:
Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μL
dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai,
volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual) Pada posisi LOAD, sampel
diisi ke dalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan
masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).
4. Kolom
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis
tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat
dibagi menjadi dua kelompok, pertama kolom analitik : Diameter dalam 2-6 mm.
Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan
pellicular, panjang yang digunakan adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros
mikropartikulat, 10-30 cm. Kedua kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6
mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm. Kolom umumnya dibuat dari
stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga
digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan
kromatografi eksklusi (Putra, 2004). Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase
diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa
dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih
pendek lagi sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil
(nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak
dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya
kandungan air yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2012).
5. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam
kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif). Detektor
yang baik memiliki sensitivitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisaran
respon linier yang luas, dan memberi respon untuk semua tipe senyawa (Putra, 2004).
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu detektor universal
(yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat
selektif), dan detektor spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan
selektif. Suatu detektor harus mempunyai karakteristik respon cepat dan reprodusibel,
sensitivitas tinggi, stabil, sel volume kecil, sinyal yang dihasilkan berbanding lurus
dengan konsentrasi solut, tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase
gerak. Beberapa detektor yang sering digunakan yaitu absorbsi UV-VIS, flouresensi,
indeks bias, elektrokimia.
Salah satu detektor yang merupakan pengembangan dari detektor UV-vis adalah
detektor PDA (Photo Diode Array Detector). Detektor PDA menampilkan spektra UV
dari puncak elusi dan memiliki kelebihan untuk menampilkan serapan pada elusi KCKT
seperti pada detektor UV-vis. Kelebihan detektor PDA adalah mengidentifikasi puncak
saat pengembangan metode berlangsung dan mengevaluasi puncak murni selama
validasi metode dilakukan. Selain itu detektor PDA memiliki sensitivitas tinggi,
kecepatan scanning yang tinggi dan radiasi yang dapat diukur adalah radiasi
polikromatis (Gandjar dan Rohman, 2012).
6. Komputer atau integrator atau perekam
Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder dihubungkan
dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh
detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat
dievaluasi oleh seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2012). Integrator berfungsi untuk
menghitung luas puncak, ada 2 macam integrator yaitu integrator piringan yang bekerja
secara mekanik dan integrator digital atau elektronik, integrator ini dapat memberikan
ketelitian yang tinggi dan waktu integrasi yang singkat (Harmita, 2014)
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2019,
dilakukan di Laboratorium Kimia (Terapeutik) Balai Besar POM di Padang.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : Seperangkat alat
KCKT Shimadzu LC 20 AD plus Detector PDA SPD-M20A, Kolom X-Terra RP18
5µm ukuran 4,6 x 250 mm by Waters (18600496), Stirrer hotplate Cimerec 2,
Timbangan analitik digital Radwag XA 82/220/2X, Timbangan Micro Balance
RADWAG MYA2, Sonikator Branson, Pompa Vakum Sartorius, Sartorius membrane
filter PVDF, Sartorius minisart syringe filters PVDF, alat gelas pyrex dengan grade A
yang biasa digunakan dalam laboratorium kimia farmasi.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : sampel sediaan jadi
Tiamfenikol dry syrup dengan kandungan Tiamfenikol 125mg/5mL kemasan botol 60
mL. Tiamfenikol BPFI (Baku Pembanding Farmakope Indonesia) No. Kontrol 210325
(Kb:100,24%, SP:0,16%), Water for Injection Ikapharmindo Putramas, Asetonitril
gradient grade for liquid chromatography by Merck, Methanol gradient grade for
liquid chromatography by Merck, aquabides.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah sedian jadi Tiamfenikol dry syrup dengan
kandungan Tiamfenikol 125mg/5mL kemasan botol 60 mL yang dibeli di Apotik di Jl.
Thamrin, Padang Selatan, Kota Padang. Sampel Tiamfenikol dry syrup diambil 10 botol
yang memiliki nomor batch yang sama.
3.3.2 Pembuatan pelarut dan fase gerak
a. Pembuatan Fase Gerak
Pembuatan fase gerak dengan cara mencampurkan air dengan acetronitril dengan
perbandingan 4 : 1
b. Pembuatan pelarut
Pembuatan pelarut dengan cara mencampurkan air dengan acetronitril dengan
perbandingan 4 : 1
3.3.3 Pembuatan larutan baku pembanding dan larutan sampel
a. Pembuatan larutan baku induk
Baku yang digunakan yaitu baku tiamfenikol BPFI yang diperoleh dari PPOMN
Badan POM Jakarta. Ditimbang seksama sejumlah lebih kurang 125 mg baku
pembanding tiamfenikol BPFI dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian
dilarutkan dengan pelarut hingga tanda. Diperoleh larutan baku 1,25 mg/mL.
b. Pembuatan larutan baku seri 0,05 ; 0,075 ; 0,100 ; 0,125 dan 0,150 mg/mL
Larutan baku 0,050 mg/mL dibuat dengan memipet 2,0 mL larutan baku induk,
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan
dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.
Larutan baku 0,075 mg/mL dibuat dengan memipet 3,0 mL larutan baku induk,
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan
dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.
Larutan baku 0,100 mg/mL dibuat dengan memipet 4,0 mL larutan baku induk,
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan
dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.
Larutan baku 0,125 mg/mL dibuat dengan memipet 5,0 mL larutan baku induk,
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan
dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.
Larutan baku 0,150 mg/mL dibuat dengan memipet 6,0 mL larutan baku induk,
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan pelarut hingga tanda dan
dihomogenkan. Larutan disaring menggunakan penyaring membran 0,45 µm.
c. Preparasi sampel tiamfenikol suspensi (larutan sampel induk)
Disiapkan sepuluh (10) botol sampel tiamfenikol suspensi kemudian masing-
masingnya dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas pada botol kemudian
dikocok homogen, semua sampel dicampurkan ke dalam beaker glass 500 mL,
kemudian distirer atau diaduk selama 30 menit. Diperoleh larutan sampel dengan
konsentrasi 125mg/5 mL. Kemudian dilakukan penetapan bobot jenis sampel.
d. Pembuatan larutan sampel
Ditimbang larutan sampel induk setara 5 mL sebanyak lebih kurang 5,419 gram
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian dilarutkan dengan pelarut 50 mL
dan disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga
tanda. Kemudian dipipet larutan sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL dilarutkan dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda sehingga didapat
larutan sampel dengan konsentrasi 0,1 mg/mL. Larutan disaring menggunakan
penyaring membran dengan porositas 0,45 µm. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 10
kali.
e. Pembuatan larutan spiked sampel seri
Pembuatan larutan spiked sampel dibuat dari seri konsentrasi 80% ; 100 % dan 120
% dengan mencampurkan larutan sampel induk dan larutan baku induk dengan
perbandingan 7:3.
Larutan spiked sampel 80 % dibuat dengan menimbang larutan sampel induk
sebanyak lebih kurang 0,304 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL, lalu
dipipet larutan baku induk sebanyak 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL
yang berisikan larutan sampel induk, kemudian dilarutkan dengan pelarut 10 mL dan
disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga tanda.
Larutan dipipet sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan
dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan disaring menggunakan
penyaring membran dengan porositas 0,45 µm.
Larutan spiked sampel 100 % dibuat dengan menimbang larutan sampel induk
sebanyak lebih kurang 0,759 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL, lalu
dipipet larutan baku induk sebanyak 6,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL
yang berisikan larutan sampel induk, kemudian dilarutkan dengan pelarut 10 mL dan
disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga tanda.
Larutan dipipet sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan
dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan disaring menggunakan
penyaring membran dengan porositas 0,45 µm.
Larutan spiked sampel 120 % dibuat dengan menimbang larutan sampel induk
sebanyak lebih kurang 0,910 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL, lalu
dipipet larutan baku induk sebanyak 7,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL
yang berisikan larutan sampel induk kemudian dilarutkan dengan pelarut 10 mL dan
disonikasi selama 15 menit hingga larut lalu diencerkan dengan pelarut hingga tanda.
Larutan dipipet sebanyak 4,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan
dan dihomogenkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan disaring menggunakan
penyaring membran dengan porositas 0,45 µm.
3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem
Pada uji kesesuaian sistem digunakan larutan baku seri 0,100 mg/mL. Cara
penetapan : larutan baku seri 0,100 mg/mL diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam
KCKT dengan kondisi analisis yang telah ditentukan. Penyuntikan dilakukan 6 kali,
kemudian diukur luas puncak atau area baku yang diperoleh, dihitung nilai simpangan
baku dan simpangan baku relatifnya.
Kriteria keberterimaan:
Dari 6 kali penyuntikan larutan baku menghasilkan kromatogram dengan nilai
simpangan baku relatif (SBR) waktu retensi, luas puncak dan plat teorinya ≤ 2,0 % (The
United States Pharmacopeial Convention, 2019).
3.3.5 Uji Spesivisitas
Digunakan larutan sampel dan larutan baku seri dengan konsentrasi 0,100 mg/mL.
Cara penetapan :
Larutan sampel dan larutan baku seri dengan konsentrasi 0,100 mg/mL. Masing-masing
diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT.
Kriteria keberterimaan
a. Puncak kromatogram larutan sampel memberikan waktu retensi yang sama dengan
larutan baku pembanding tiamfenikol
b. Puncak kromatogram larutan sampel memberikan spektrum sama dengan puncak
kromatogram baku jika dianalisis dengan detektor PDA (Photo Diode Array
detector) pada alat Shimadzu LC 20 AD dan memiliki nilai purity index mendekati 1.
3.3.6 Penetapan kurva kalibrasi
Larutan baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan 0,150 mg/mL diinjeksikan
sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT. Dilakukan perhitungan persamaan regresi dan
koefisien korelasinya (r).
Kriteria keberterimaan :
Diperoleh persamaan regresi Y = bx + a, dan koefisien korelasi (r) = ≥ 0,999 (Rohman,
2009).
3.3.7 Uji Linearitas
Pada uji linearitas digunakan larutan baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan
0,150 mg/mL diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT, kemudian dihitung
persamaan regresi dan koefisien korelasinya.
Kriteria keberterimaan :
Untuk pengujian dengan kisaran 50% - 150% memiliki kriteria keberterimaan koefisien
korelasi (r) ≥ 0,999 (Rohman, 2014)
3.3.8 Uji batas deteksi dan batas kuantitasi
Pada uji linearitas digunakan larutan baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan
0,150 mg/mL diinjeksikan sebanyak 10 µL ke dalam sistem KCKT, kemudian dihitung
persamaan regresi dan koefisien korelasinya. Lalu dihitung nilai batas deteksi dan batas
kuantitasinya.
3.3.9 Uji penetapan kadar sampel
Digunakan larutan sampel dengan konsentrasi 0,100 mg/mL (perlakuan secara
triplo).
Cara penetapan :
Larutan sampel diinjeksikan ke dalam KCKT sebanyak 10 µL, kemudian dihitung
kadarnya menggunakan persamaan regresi dari baku seri 0,050; 0,075; 0,100; 0,125 dan
0,150 mg/mL.
3.3.10 Uji Akurasi
Digunakan larutan spiked sampel konsentrasi 80%, 100 % dan 120 % (masing-
masing triplo).
Cara penetapan :
Larutan spiked sampel diinjeksikan secara berurutan ke dalam KCKT sebanyak 10 µL
kemudian dihitung persen perolehan kembali masing-masing tiamfenikol.
Kriteria keberterimaan :
Rentang persen perolehan kembali (recovery) untuk analit pada matriks sampel > 1 %
yaitu sebesar 97 % - 103 % (Latimer, 2016).
3.3.11 Uji Presisi
Digunakan larutan sampel yang dibuat sebanyak 10 x pengulangan.
Cara penetapan :
Larutan sampel 100 % diinjekesikan ke dalam KCKT sebanyak 10 µL, kemudian
dihitung nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif area atau luas puncak sampel
tiamfenikol.
Kriteria keberterimaan :
Simpangan baku relatif (SBR) yang dihasilkan untuk analit pada matriks sampel > 1 %
memberikan simpangan baku relatif sebesar ≤ 2,7 % (Latimer, 2016)
3.4 Analisis Data
3.4.1 Perhitungan Bobot Jenis Sampel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2014).
Hasil perhitungan bobot jenis suatu zat diperoleh dengan cara membagi bobot zat
dengan bobot air dalam piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam monografi keduanya
ditetapkan pada suhu ± 25⁰ C :
Bj zat = (bobot piknometer + zat) – bobot piknometer kosong x ρ air
(bobot piknometer + air) – bobot piknometer kosong
3.4.2 Uji Spesivisitas
Tidak ada puncak yang boleh muncul di matriks pada waktu retensi analit.
3.4.3 Uji Linearitas
Sebagai parameter adanya hubungan linear antara konsentrasi analit dan respon
detektor instrument, digunakan korelasi (r) pada analisis regresi linear (Rohman, 2009).
Perhitungan regresi menggunakan rumus :
a =
b =
r =
Keterangan :
x : konsentrasi
y : luas puncak
a : intersep, menunjukkan kesalahan system
b : slope, menunjukkan hubungan antara perubahan absis dan ordinat
r : koefisien korelasi
3.4.4 Uji Presisi
Uji presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif dalam persen.
Untuk menilai ketelitian metode, digunakan simpangan baku dan simpangan
baku relatif yang dinyatakan dalam persen (Latimer, 2016) :
SB =
SBR =
Keterangan :
SB : Simpangan baku
SBR : Koefisien variasi
xi : Kadar tiap pengukuran
: Kadar rata-rata
n : Jumlah pengukuran
3.4.5 Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan pada tiga rentang konsentrasi yaitu rentang konsentrasi
rendah sedang dan tinggi, dinyatakan dalam persen (%) perolehan kembali (R)
(Latimer, 2016) :
% Perolehan Kembali = T – S
B
Keterangan :
T : Kadar total yang diperoleh
S : Bobot sampel
B : Bobot baku pembanding
3.4.6 Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas kuantitasi adalah batas kadar terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita. 2014)
BD =
BK =
Keterangan :
y : Luas puncak hasil percobaan
y’ : Luas puncak yang dimasukkan dalam persamaan regresi
n : Jumlah data
BD : Batas Deteksi
BK : Batas Kuantitasi
sy/x : Simpangan baku residual
b : Slope kurva
3.4.7 Perhitungan Kadar
Data yang diperoleh dari luas area kromatogram sampel tiamfenikol suspensi lalu
dihitung kadarnya menggunakan persamaan regresi dari kurva kalibrasi larutan baku
seri.
Kurva kalibrasi :
y = bx + a, maka x (mg/mL) =
Kadar tiamfenikol (mg) =
Kadar dalam 5 mL (a) = 5mL x BJ x Kadar Tiamfenikol (mg)
Bobot Uji
Kadar (%) = Kadar (a) x 100%
125 mg
Keterangan :
Csp : kadar tiamfenikol yang diperoleh dari perhitungan menggunakan persamaan
garis y = a +bx (mg/mL)
F : Faktor pengenceran
w : Bobot penimbangan (mg)
BJ : Bobot Jenis (g/mL
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Uji Bobot Jenis
Bobot jenis sampel Tiamfenikol suspensi yang telah dilarutkan dengan aquadest
ditetapkan dengan menggunakan piknometer yang ditimbang pada timbangan analitik
dengan suhu ruangan ± 26,6 ⁰C. Hasil uji bobot jenis sampel tiamfenikol suspensi
adalah 1,0839 g/mL. (Lampiran 3).
4.1.2 Hasil Uji Kesesuaian Sistem (UKS)
Hasil uji kesesuaian sistem (UKS) dari analisis tiamfenikol pada alat KCKT
Shimadzu LC 20 AD plus Detector PDA SPD-M20A dengan kondisi :
Fase gerak : Air (aquabidest) : Acetonitril (4:1)
Kolom : X-Terra RP18 5µm ukuran 4,6 x 250 mm by Waters
Laju alir : 1,0 mL/ menit
Volume penyuntikan : 10 µL
Detektor : UV pada panjang gelombang 225 nm dan konfirmasi
Dengan Photo Diode Array (PDA) detector SPD-M20A.
Hasil uji kesesuaian sistem Tiamfenikol pada alat Shimadzu memberikan nilai
SBR waktu retensi = 0,190 % dan SBR luas area = 0,107 % dan rata-rata faktor ikutan
(tailling factor) = 1,289. Hasil uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Lampiran 4,
Gambar 5 dan Tabel 6.
4.1.3 Hasil Uji Spesivisitas
Uji spesivisitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram baku
tiamfenikol BPFI dengan sampel Tiamfenikol suspensi menggunakan kondisi KCKT
yang telah ditetapkan. Hasil kromatogram baku dan sampel harus menunjukkan waktu
retensi yang sama dan pada daerah sekitar waktu retensi tiamfenikol tidak boleh ada
gangguan yang dapat dilihat pada Lampiran 5, Gambar 6 bagian atas merupakan
kromatogram baku tiamfenikol dan gambar 7 bagian atas merupakan kromatogram
sampel. Selain itu dilakukan uji konfirmasi menggunakan detektor photo diode array
(PDA). Pada detektor PDA dilihat spektrum yang dihasilkan kemudian dibandingkan
antara spektrum larutan baku dan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 5,
Gambar 6 pada gambar yang berwarna merupakan gambar spektrum 3D (tiga
dimensi) dari baku tiamfenikol demikian pada gambar 7 merupakan spektrum 3D
(tiga dimensi) dari sampel tiamfenikol. Sedangkan perbandingan sepektrum antara
spektrum baku, sampel dan sampel spiked baku dapat dilihat pada Lampiran 5,
Gambar 9, 10 dan 11. Selain itu dilihat juga nilai purity indeks dari masing-masing
sampel. Nilai purity indeks yang baik adalah mendekati 1 (satu).
Interpretasi hasil dari uji spesivisitas yaitu tidak adanya kromatogram yang
memiliki waktu retensi yang sama dengan waktu retensi baku tunggal dan waktu
retensi dari baku pembanding tiamfenikol BPFI menunjukkan waktu retensi yang
sama dengan sampel tiamfenikol suspensi.
4.1.4 Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas
Kurva kalibrasi dan linearitas baku pembanding telah dibuat dengan cara
mengukur 1 seri larutan baku pembanding dengan lima konsentrasi berbeda,
kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi baku pembanding (mg/mL)
sebagai sumbu x dengan luas area baku pembanding sebagai sumbu y. Dari hasil
kurva kalibrasi didapat persamaan regresi Y = 22148984,535x + 15448,200 dengan
koefisien korelasi sebesar 0,9999. Tabel kurva kalibrasi baku pembanding
menggunakan alat alat Shimadzu LC-20 AD dapat dilihat pada Lampiran 6, Tabel 8
dan 9, serta pada gambar 12 untuk gambar kromatogram dan gambar 13 untuk kurva
regresi linear.
4.1.5 Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Nilai batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui
garis regresi linier dari kurva kalibrasi baku tiamfenikol, nilai pengukuran akan sama
dengan nilai b pada persamaan regresi tiamfenikol Y = 22148984,535x + 15448,200,
sedangkan simpangan baku blangko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x).
Pada penelitian ini diperoleh nilai LOD 0,0013 mg/mL dan nilai LOQ 0,0042 mg/mL.
(Lampiran 7. Tabel 10)
4.1.6 Hasil Uji Penetapan Kadar
Hasil penetapan kadar sampel Tiamfenikol suspensi diperoleh rata-rata kadar
tiamfenikol pada sampel yaitu 126,64 mg/5 mL atau 101,31 % (Lampiran 8, Gambar
14, Tabel 11)
4.1.7 Hasil Uji Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan
dengan simpangan baku relatif (SBR) atau relative standard deviation (RSD). Hasil uji
presisi repeatability didapatkan hasil simpangan baku relatif yaitu sebesar 1,49 %.
Hasil uji presisi repeatability dapat dilihat pada Lampiran 9, Gambar 15, Tabel 12 .
4.1.8 Hasil Uji Akurasi
Hasil uji akurasi yang telah dilakukan pada tiga rentang konsentrasi yaitu 80%,
100% dan 120% menghasilkan nilai perolehan kembali (recovery) 101,499 % pada
konsentrasi 80%, 101,497 % pada konsentrasi 100% dan 101,51% pada konsentrasi
120% dihasilkan rata-rata 101,502% dengan bias 1,32 %. (Lampiran 10, Gambar 16,
Tabel 13 dan Tabel 14)
4.2 Pembahasan
Tiamfenikol merupakan antibiotik derivat p-metilsulfonil dengan spektrum kerja
luas, tiamfenikol adalah turunan kloramfenikol yang juga aktif terhadap spesies Salmonella
dan dapat diberikan secara oral. Obat dapat diberikan dalam dosis lebih kecil, interval lebih
lama dengan angka kekambuhan dan pengidap kuman lebih kecil sehingga sering
digunakan sebagai alternatif pada penyakit demam tifoid (Rismarini, 2001)
Parameter validasi yang dilakukan terhadap metode penetapan kadar tiamfenikol
suspensi adalah spesivisitas, presisi, akurasi, linearitas batas deteksi dan batas kuantitasi.
Pemilihan sampel yang digunakan dalam memvalidasi metode penetapan kadar tiamfenikol
suspensi adalah sediaan jadi tiamfenikol suspensi yang dijual di Apotik di kota Padang.
Sampel yang digunakan sebanyak 10 botol dengan batch yang sama.
Sampel tiamfenikol suspensi sebelumnya dilarutkan terlebih dahulu masing-
masingnya dengan aquadest hingga tanda batas pada botol sampel sesuai dengan petunjuk
pada kemasan sediaan (±52 mL), kemudian dicampurkan ke dalam beaker glass dan diaduk
hingga homogen ±30 menit. Sebelum dilakukan preparasi sampel dilakukan uji bobot jenis
dengan menggunakan piknometer yang telah dibersihkan dan dalam keadaan kering dan
ditimbang pada suhu ruangan ±25 ⁰C. Hasil uji bobot jenis diperoleh dari hasil
penimbangan sampel dengan menggunakan piknometer dibagi dengan penimbangan air
dengan menggunakan piknometer yang sama dikali bobot jenis air. Bobot jenis tiamfenikol
suspensi yang diperoleh adalah 1,0839 g/mL. Perhitungan bobot jenis dilakukan untuk
mengkonversi larutan ke dalam gram sehingga sampel tiamfenikol yang diuji dapat
ditimbang ke dalam satuan gram.
Uji kesesuaian sistem dilakukan sebelum melakukan analisis metode, uji kesesuaian
sistem dilakukan untuk memastikan bahwa sistem dan prosedur yang digunakan dapat
memberikan data yang diterima (Gandjar dan Rohman, 2012). Pada penelitian ini
didapatkan hasil uji kesesuaian sistem terhadap parameter plat teori (N) dengan rata-rata
5761, faktor ikutan (tailling factor) dengan rata-rata 1,323, luas area memberikan
simpangan baku relatif (SBR) 0,107 % dan waktu retensi memberikan simpangan baku
relatif (SBR) 0,19 %. Harmita (2014) menyebutkan bahwa resolusi akan semakin baik dan
keadaan kromatografi yang ideal makin terpenuhi jika N > 2500. Faktor ikutan (tailling
factor) T, diisyaratkan untuk mengetahui puncak yang dihasilkan simetris atau asimetris,
semakin besar nilai T maka puncak yang dihasilkan semakin asimetris, nilai T
dipersyaratkan tidak lebih dari 2,0. Untuk nilai simpangan baku relatif (SBR) United State
Pharmacopeia (USP) menetapkan SBR ≤ 1% untuk 5 kali pengulangan injeksi baku dengan
jumlah komponen mayor.
Hasil uji spesivisitas menunjukkan bahwa metode yang dipakai memenuhi
persyaratan yaitu mampu mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan
adanya komponen-komponen lain, sampel menujukkan waktu retensi dan spektrum yang
sama dengan larutan baku. Nilai puryty index dari larutan baku yang terukur pada alat
KCKT Shimadzu LC 20AD yaitu 1,000.
Pada pembuatan kurva kalibrasi larutan baku tiamfenikol didapatkan persamaan
regresi Y = 22148984,535x + 15448,200 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9999.
Persamaan regresi menyatakan korelasi antara konsentrasi dan luas area yang didapatkan
sehingga dapat dipakai untuk mendapatkan nilai “x” yaitu kadar atau konsentrasi sampel.
Sedangkan nilai koefisien korelasi yang semakin mendekai 1 menunjukkan korelasi yang
positif sempurna. Nilai yang didapat dari kurva kalibrasi dapat juga dipakai sebagai data
linearitas dengan melihat data persamaan regresi dan koefisien korelasi.
Pada pengukuran sebanyak 5 baku tiamfenikol dengan rentang konsentrasi 0,05
mg/mL sampai dengan 0,150 mg/mL memberikan hasil persamaan regresi Y =
22148984,535x + 15448,200 dengan koefisien korelasi sebesar 0,9999. Dari hasil
pengolahan data diperoleh nilai batas deteksi sebesar 0,0013 mg/mL, angka ini
menunjukkan konsentrasi terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi. Sedangkan
nilai batas kuantitasi adalah sebesar 0,0042 mg/mL, menyatakan konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada
kondisi operasional metode yang digunakan.
Pada uji penetapan kadar tiamfenikol suspensi, sampel ditimbang setara 5 mL,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dilarutkan dengan pelarut hingga tanda.
Dipipet 4,0 mL ke dalam labu ukur 50 mL kemudian dilarutkan dengan pelarut hingga
tanda. Disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Kemudian diinjekkan 10 µL ke dalam
sistem KCKT. Kemudian dihitung kadar menggunakan persamaan regresi yang didapat dari
kurva kalibrasi, didapatkan hasil rata-rata kadar 101,31 %. Dalam Farmakope Indonesia V
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014), penetapan kadar senyawa obat (atau
sediaan farmasi akhir) dipersyaratkan secara umum yaitu 80% - 120% dari konsentrasi uji.
Pada uji presisi (repeatability) dengan konsentrasi analit dalam matriks lebih dari
1% namun kurang dari 10% memiliki syarat simpangan baku relatif (SBR) sebesar di
bawah atau sama dengan 2,7 % (AOAC, 1998). Hasil uji presisi pada penelitian ini
mendapatkan nilai simpangan baku relatif (SBR) sebesar 1,4 % untuk repeatability dengan
10 kali pengulangan. Semakin kecil nilai simpangan baku relatif (SBR) menunjukkan
ketelitian yang menggambarkan tingkat kedekatan antara hasil uji independent yang
diperoleh di bawah kondisi yang sama.
Pada uji akurasi yang telah dilakukan pada rentang tiga konsentrasi yaitu
konsentrasi 80%, 100% dan 120% dinilai dalam bentuk perolehan kembali (recovery) dan
didapat hasil rata-rata pada konsentrasi 80% yaitu 101,49%, pada konsentrasi 100% yaitu
101,49% dan pada konsentrasi 120% yaitu 101,51%. Rata-rata hasil perolehan kembali
(recovery) yaitu 101,51% memenuhi syarat kisaran perolehan kembali yang
direkomendasikan oleh AOAC dengan rentang persen perolehan kembali (recovery) untuk
analit pada matriks sampel > 1 % yaitu sebesar 97 % - 103 % (Latimer, 2016). Hasil
perolehan kembali (recovery) pada akurasi sebuah metode yang mendekati 100% adalah
ukuran sejauh mana kedekatan hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya.
Tabel 5. Hasil Uji Validasi Metode dan Penetapan Kadar Tiamfenikol
No. Parameter Validasi Kriteria Penerimaan
(Harmita, 2014) Hasil
1 Spesivisitas - Waktu retensi baku
sama dengan waktu
retensi sampel
- Waktu retensi baku
Tiamfenikol sama
dengan waktu retensi
sampel Tiamfenikol
suspensi
- Puncak kromatogram
larutan sampel
memberikan spektrum
sama dengan puncak
kromatogram baku jika
dianalisis dengan
detektor photodiode
array detector dan
memiliki nilai purity
index mendekati 1.
- Spektrum tiamfenikol
baku sama dengan
spektrum tiamfenikol
suspensi
2 Linieritas atau
rentang
Koefisien korelasi
( r ) = ≥ 0,999
Koefisien korelasi =
0,9998
3 Batas Deteksi dan
Batas Kuantitasi -
Batas deteksi
= 3 (Sy/x) - = 0,013 mg/mL
B
-
Batas Kuantitasi
= 10 (Sy/x) - = 0,0042 mg/mL
B
4 Penetapan Kadar - 80 % - 120 % - 101,308 %
5 Presisi - Simpangan Baku Relatif
(SBR) ≤ 2,7 %
- SBR = 1,495%
6 Akurasi - Rata-rata recovery :
97,0% - 103,0%
- Rata-rata recovery =
101,502%
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
:
1. Metode penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan suspensi (dry syrup) secara
KCKT menggunakan fase diam Rp₁₈ (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5µm), fase
gerak air : acetonitril (4:1), laju alir 1,0 mL/menit, detektor UV dan PDA pada
panjang gelombang maksimum 225nm memenuhi persyaratan validasi metode yang
meliputi uji spesivisitas, uji presisi, uji akurasi, uji linieritas, uji batas deteksi dan
batas kuantitasi untuk pengujian penetapan kadar tiamfenikol dalam sediaan
suspensi (dry syrup).
2. Pada penetapan kadar Tiamfenikol suspensi diperoleh kadar sebesar 101,31 %
terhadap yang tertera pada etiket .
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan parameter uji validasi
lainnya dan melakukan pengembangan metode lainnya dalam melakukan uji penetapan
kadar tiamfenikol.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta : UI Press
AOAC. 1998. Peer-Verified Methods Program. Manual on Policies and Procedures. USA;
Arlington
BPOM RI. 2019. Tiamfenikol. Pusat Informasi Obat Nasional. http://www.pom.go.id.
Diakses tanggal 14 April 2019
Chinesse Pharmacopoeia Commission. 2010. Pharmacopeia of The People’s Republic of
China. China Medical Science Press.
Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5, Cetak
ulang. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Farmakope Indonesia, Edisi 4. Jakarta :
Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta :
Departemen Kesehatan.
Gandjar I.G & Rohman, A. 2012. Kimia Farmasi Analisi, Cetakan X. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Gilman, & Goodman, A. 2012. Dasar Farmakologi Terapi, Volume 3. Jakarta : EGC
Harmita. 2014. Analisis Fisikokimia : Kromatografi, Volume 2. Jakarta: EGC
Komite Akreditasi Nasional. 2008. SNI ISO/IEC 17025 (Versi Bahasa Indonesia)
Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Kalibrasi dan Pengujian. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional
Lachman, L. Deluca, P, & Akers, M.J. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi 3.
Jakarta : UI Press
Latimer, G.W. 2016. Official Methods of Analysis of AOAC International. 20th
Edition.
United State of America : AOAC International.
Menkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
Jakarta.
Putra, E.D.L. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. Artikel.
USU Digital Library
Rismarini, Zarkasih Anwar dan Abbas Mardjani. 2001. Perbandingan Efektifitas Klinis
antara Kloramfenikol dan Tiamfenikol dalam Pengobatan Demam Tifoid pada
Anak. Sari Pediatri, 3 (2) : 83 – 87.
Rohman, A. 2009. Kromatografi Analisis Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Rohman, A. 2014. Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Susanti, M dan Dachriyanus. 2002. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Padang : Lembaga
Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas
Tarinc, D, & Golcu, A. 2011. Development and Validation of Spectrophotometric Methods
for Determination of Thiamphenicol in Capsule Forms. KSU, Journal of
Engineering Sciences, 14(1) : 35 – 38.
Team Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makassar. MMN
Publishing.
The United States Pharmacopeial Convention. 2009. The United States Pharmacopeia,
Edisi 32. United States, Baltimore : United Book Press
The United States Pharmacopeial Convention. 2019. The United States Pharmacopeia,
United States, Baltimore : United Book Press
Uno, N.R. Sudewi, R. & Lolo, W.A. 2015. Validasi Metode Analisis untuk Penetapan
Kadar Tablet Asam Mefenamat secara Spektrofotometri Utraviolet. Pharmacon
Jurnal iIlmiah Farmasi. 4 (4) : 2302 – 2493.
Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi 5. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Voight. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto S.
Yogyakarta : UGM Press.
Wardani, P.M. 2016. Uji Stabilitas Fisik dan Kimia Sediaan Sirup Rekonstitusi yang
Mengandung Tiamfenikol. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Farmasi Muhammadiyah
Purwokerto
Watson, D.G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi
Kimia Farmasi. Edisi 2. Diterjemahkan oleh Winny R. Syarif. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Lampiran 1. Skema Kerja Validasi Metode Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi
Kering (Dry Syrup) secara KCKT
Gambar 3. Skema Kerja Validasi Metode Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering
(Dry Syrup) secara KCKT
Validasi
Metode
-Baku pembanding, sampel dan pelarut diinjeksikan
ke dalam Sistem KCKT
- Dilihat spektrum dengan detektor PDA
10 µL larutan sampel 0,1 mg/mL
diinjeksikan ke dalam sistem KCKT
(10x pengulangan)
Uji Spesivisitas
Uji Presisi
Uji Akurasi
Uji Batas Deteksi
dan Batas Kuantitasi
10 µL larutan spiked sampel
konsentrasi 80%, 100% dan
100% diinjeksikan ke dalam
sistem KCKT (masing-masing
3x pengulangan)
Uji Linearitas 10 µL larutan seri larutan baku 0,05 mg/mL,
0,075 mg/mL, 0,10 mg/mL, 0,125 mg/mL
dan 0,15 mg/mL dinjeksikan masing-masing
ke dalam sistem KCKT
Dihitung secara statistik melalui garis regresi linier
dari kurva kalibrasi
Lampiran 2. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi
Kering (Dry Syrup) secara KCKT
Gambar 4. Skema Kerja Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam Sediaan Suspensi Kering
(Dry Syrup) secara KCKT
10 botol sampel
tiamfenikol suspensi
Preparasi Sampel
Penetapan Bobot Jenis
Preparasi Larutan Sampel
Baku Tiamfenikol BPFI
Larutan Baku Induk
Kurva Kalibrasi Larutan
Baku
KCKT
Perhitungan Kadar
Tiap botol dilarutkan dengan
aquadest hingga tanda batas,
dicampurkan ke dalam beakerr
glass, distirer ± 30 menit
Menggunakan piknometer
-Ditimbang setara 5 mL ke
dalam labu ukur 100 mL,
dilarutkan dengan pelarut hingga
tanda
-Dipipet 4,0 mL ke dalam labu
ukur 50 mL, dilarutkan dengan
pelarut hingga tanda
Ditimbang seksama ±125 mg ke
dalam labu ukur 100 mL,
dilarutkan dengan pelarut hingga
tanda.
Dibuat seri larutan 0,05 mg/mL,
0,075 mg/mL, 0,10 mg/mL ,
0,125 mg/mL dan 0,15 mg/mL
Diinjeksikan 10µL
Diinjeksikan 10µL
Lampiran 3. Perhitungan Bobot Jenis
Hasil Perhitungan Bobot Jenis Sampel Tiamfenikol Suspensi :
Bj zat = (bobot piknometer + zat) – bobot piknometer kosong x ρ air
(bobot piknometer + air) – bobot piknometer kosong
Bobot piknometer kosong = 16,7672 gram
Bobot Piknometer + Air = 26,4052 gram
Bobot Piknometer + Zat = 27,2135 gram
Bj zat = 27,2135 g – 16,7672 g x 1 g/mL = 1,0839 g/ mL
26,4052 g – 16,7672 g
Lampiran 4. Uji Kesesuian Sistem KCKT Shimadzu LC 20AD
Gambar 5. Kromatogram Hasil Uji Kesesuaian Sistem
Tiamfenikol
Tabel 6. Hasil Uji Kesesuaian Sistem
Lampiran 5. Spektrum 3D PDA Baku Tiamfenikol dan Sampel
Gambar 6. Gambar Kromatogram PDA Baku Tiamfenikol
Gambar 7. Gambar Kromatogram PDA Sampel Tiamfenikol
Lampiran 5 (Lanjutan)
Gambar 8. Gambar Kromatogram PDA Sampel Tiamfenikol
Lampiran 5 (Lanjutan)
Gambar 9. Gambar Spektrum Baku Tiamfenikol
Gambar 10. Gambar Spektrum Sampel Tiamfenikol
Gambar 11. Gambar Spektrum Spiked Tiamfenikol
Lampiran 6. Hasil Kurva Kalibrasi dan Linearitas Baku Tiamfenikol
Gambar 12 . Kromatogram Kurva Kalibrasi Tiamfenikol
Tabel 7. Penimbangan Baku Tiamfenikol BPFI
Baku
Tertimbang Kadar Baku Susut Pengeringan Bobot Baku
125,010 mg 100,240% 0,160% 125,109 mg
Perhitungan :
Bobot Baku (Bb) = Baku Tertimbang x Kadar Baku x Susut Pengeringan
= 125,01 mg x 100,24% x (1-0,16%) = 125,109 mg
22
.
xixin
yixiyixin
Lampiran 6 (Lanjutan)
Tabel 8. Hasil Pengenceran Baku Tiamfenikol
No Konsentrasi Baku
(mg/mL) Area
Waktu
Retensi
(menit)
Faktor
ikutan Plat teori
1 0,050 1122126 6,641 1,198 7069,490
2 0,075 1674453 6,641 1,199 7054,560
3 0,100 2245430 6,641 1,197 7079,190
4 0,125 2778053 6,646 1,193 7132,080
5 0,150 3341375 6,680 1,191 7145,090
Rata-rata 6,649 1,195 7096,082
Simpangan Baku 0,017 0,003 40,044
Simpangan Baku Relatif
(%) 0,256 0,287 0,564
Contoh perhitungan konsentrasi baku 0,05 mg/ml :
Konsenrasi baku (1) = 0,05mg/mL x 50 mL
125,11 mg/100mL
= 1,998 mL ≈ 2,0 mL
2,0 mL larutan baku induk dipindahkan kedalam labu ukur 50 mL (didapat
konsentrasi 0,050 mg/mL
Tabel 9. Hasil Persamaan Regresi dan Linearitas Baku Tiamfenikol
No.
Konsentrasi
Tiamfenikol Luas Area
(mg/mL)
xi Yi xi.yi xi² yi²
1 0,050 1122126 56155,462 0,003 1259166759876
2 0,075 1674453 125694,015 0,006 2803792849209
3 0,100 2245430 224739,750 0,010 5041955884900
4 0,125 2778053 347560,899 0,016 7717578470809
5 0,150 3341375 501645,419 0,023 11164786890625
Ʃ 0,500 11161437 1255795,544 0,056 27987280855419
Ʃ² 0,250 124577675904969
Perhitungan :
b =
n
xibyi
1122126.00
1674453.00
2245430.00
2778053.00
3341375.00
0.00
500000.00
1000000.00
1500000.00
2000000.00
2500000.00
3000000.00
3500000.00
4000000.00
0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000
Kurva Regresi dan LinearitasTiamfenikol BPFI
Linear ()
Konsentrasi (mg/mL)
Lua
s A
rea
Lampiran 6 (Lanjutan)
= 5 (1255795,54) – (0,5004 x 11161437) = 22148984,5
5 (0,0563) - 0,2504
a =
= 11161437 – (22148984,5 x 0,5004) = 15448,2
5
r =
= 5 x (1255795,54) – (0,5004 x 11161437) =
√[(5 x 0,0563) – 0,2504] x [ (5 x 2798728055419)-124577675904969]
= 0,99995
Persamaan regresi = Y = 22148984,535x + 15448,2
Gambar 13. Gambar Kurva Kalibrasi dan LinearitasTiamfenikol
Lampiran 7. Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Tabel 10. Tabel Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Konsentrasi Luas Area
Luas area
berdasarkan
persamaan
regresi
[Y-Y1] [Y-Y1]² (mg/mL) Y Y1
0,050 1122126 1123867,800 -1741,800 3033867,240
0,075 1674453 1678077,600 -3624,600 13137725,160
0,100 2245430 2232287,400 13142,600 172727934,760
0,125 2778053 2786497,200 -8444,200 71304513,640
0,150 3341375 3340707,000 668,000 446224,000
Jumlah 260650264,800
S (y/x) = Ʃ(Y−Y1)² = 9321,127
N-2
Batas Deteksi = 3 (Sy/x) = 3 (9321x1277) = 0,0012 mg/mL
b 22148984.53
Batas Kuantitasi = 10 (Sy/x) = 10 . ( 9321.1277) = 0.0042 mg/mL
b 22148984.53
√
Lampiran 8. Hasil Uji Penetapan Kadar
Tabel 11. Hasil Uji Penetapan Kadar Tiamfenikol
No. Bobot Uji
Area Br
(mg)
Kadar
perhitungan
(mg)
Kadar dalam 5 mL
(mg) (%) (mg)
1 5421,000 2233206 125,035 125,161 100,101 125,127
2 5355,000 2242520 123,512 125,687 101,761 127,201
2 5887,200 2471117 135,787 138,588 102,063 127,578
Rata-rata 101,308 126,635
Simpangan Baku 1,173 1,467
Simpangan Baku Relatif (%) 1,158 1,158
Gambar 14. Gambar Kromatogram Penetapan Kadar Tiamfenikol
Lampiran 8. (Lanjutan)
Perhitungan :
Diketahui : Persamaan regresi = Y = bx + a
Y =22148984,535x + 15448,2
Kadar sampel 1:
Konsentrasi (mg) / X = Y - a x Pengenceran
b
= 2233206 – 15448,2 x 1250 mL = 125,161 mg
22148984,535
Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ x X (mg)
Bobot Uji
= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 125,161 mg
5421,0 mg
= 125,127 mg
Kadar (%) = Kadar (mg) x 100%
125 mg
= 125,127mg x 100% = 100,101 %
125 mg
Kadar sampel 2:
Konsentrasi (mg/mL) /X = Y - a x Pengenceran
b
= 2242520 – 15448,2 x 1250 mL = 125,687 mg
22148984,535
Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ x X (mg)
Bobot Uji
= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 125,687 mg
5355,0 mg
= 127,201 mg
Kadar (%) = Kadar (mg) x 100%
125 mg
= 125,687mg x 100% = 101,761 %
125 mg
Lampiran 8. (Lanjutan)
Kadar sampel 3:
Konsentrasi (mg) / X = Y - a x Pengenceran
b
= 2471117 – 15448,2 x 1250 mL = 138,588 mg
22148984,535
Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ x X (mg)
Bobot Uji
= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 138,588 mg
5887,2 mg
= 127,578 mg
Kadar (%) = Kadar (mg) x 100%
125 mg
= 127,578 mg x 100% = 102,063%
125 mg
Rata-rata Kadar = 100,101 %+ 101,761 % + 102,063 % = 101,308 %
3
Lampiran 9. Hasil Uji Presisi Tiamfenikol
Gambar 15. Gambar Kromatogram Presisi Tiamfenikol
Lampiran 9. (Lanjutan)
Tabel 12. Hasil Uji Presisi Tiamfenikol
No. Bobot Uji
Area Br Kadar didapat Kadar dalam 5 mL
(mg) (mg) (mg) (%) (mg)
1 5317,4 2223412 122,649 124,609 101,598 126,997
2 5421,0 2233206 125,039 125,161 100,098 125,123
3 5355,0 2242520 123,516 125,687 101,758 127,197
4 5484,0 2342593 126,492 131,335 103,829 129,786
5 5887,2 2471117 135,792 138,588 102,059 127,574
6 5250,8 2252507 121,113 126,251 104,242 130,303
7 5008,3 2086471 115,519 116,880 101,178 126,473
8 5145,9 2130168 118,693 119,346 100,550 125,688
9 5359,3 2304753 123,615 129,199 104,517 130,646
10 5420,6 2274732 125,029 127,505 101,980 127,475
Rata-rata 102,181 127,726
Simpangan Baku 1,527 1,909
Simpangan Baku Relatif (%) 1,495 1,495
Contoh Perhitungan data I :
Diketahui : Persamaan regresi = Y = bx + a
Y =22148984,535x + 15448,2
Kadar sampel 1:
Konsentrasi (mg) / X = Y - a x Pengenceran
b
= 2223412 – 15448,2 x 1250 mL = 124,609 mg
22148984
Kadar dalam 5 mL sediaan = 5mL x BJ(mg/mL) x X (mg)
Bobot Uji (mg)
= 5 mL x 1083,9 mg/mL x 124,609 mg
5421,0 mg
= 126,997 mg
Kadar (%) = Kadar (mg) x 100 %
125 mg
= 126,997 mg x 100% = 101,598 %
125 mg
Lampiran 10. Hasil Uji Akurasi
Tabel 13. Tabel Data Akurasi Tiamfenikol
No Akurasi
Bobot Uji Volume
Pengenceran
sampel
V. pemipetan
Baku
Pengenceran
Baku
(Vb) (Fb)
mg mL mL mL
1
80%
A 330,9 250 5 100
2 B 345,2 250 5 100
3 C 356,2 250 5 100
4
100%
A 827,2 250 6 100
5 B 807,9 250 6 100
6 C 785,2 250 6 100
7
120%
A 902,8 250 7 100
8 B 927,2 250 7 100
9 C 930,2 250 7 100
Gambar 16. Gambar Kromatogram Akurasi Tiamfenikol
Lampiran 10. (Lanjutan)
Tabel 14. Hasil Uji Akurasi Tiamfenikol
No Akurasi
Kadar Kadar Kadar Recovey Presisi
Total Sampel Baku
(T) (S) (B)
Rata-
rata Syarat
SBR Syarat
mg mg mg (%) (%) (%) (%)
1
80%
A 14,053 7,799 6,255 99,979
101,499 97 - 103 1,457 2,7 2 B 14,574 8,136 6,255 102,927
3 C 14,761 8,395 6,255 101,772
4
100%
A 27,200 19,496 7,507 102,629
101,497 97 - 103 1,045 2,7 5 B 26,600 19,041 7,507 100,692
6 C 26,051 18,506 7,507 100,516
7
120%
A 30,028 21,278 8,758 99,912
101,510 97 - 103 1,472 2,7 8 B 30,850 21,853 8,758 102,733
9 C 30,912 21,924 8,758 102,632
Rata-rata 101,502 1,325
Contoh Perhitungan Data 1 :
Perhitungan :
Diketahui : Persamaan regresi = Y = bx + a
Y =22148984,535x + 15448,2
Kadar sampel 1:
Kadar total (T) = Y - a x Pengenceran
b
= 1260490 – 15448,2 x 1250 = 14,053 mg
22148984
Kadar Sampel (S) = Bobot Uji x Rata-rata kadar presisi sampel
Bj x 5 mL
= 330,9 mg x127,726 mg = 7,799 mg
1083,9 mg/mL x 5 mL
Kadar Baku (B) = Bobot Baku x Vol. pemipetan Baku (Vp)
Pengenceran Baku (Fb)
= 125,11 mg x5 mL = 6,255 mg
100 mL
Lampiran 10. (Lanjutan)
Recovery (%) = T - S x 100%
B
= 14,053 mg – 7,90 mg x 100% = 99,979%
6,26 mg
Lampiran 11. Sertifikat Baku Pembanding Tiamfenikol BPFI
Gambar 17. Gambar Sertifikat Baku Tiamfenikol BPFI
Lampiran 11. (Lanjutan)
Gambar 17. Gambar Sertifikat Baku Tiamfenikol BPFI
Lampiran 11. (Lanjutan)
Gambar 17. Gambar Sertifikat Baku Tiamfenikol BPFI
Lampiran 12. Gambar Sampel Tiamfenikol Suspensi
Gambar 18. Gambar Sampel Tiamfenikol Suspensi
Lampiran 13. Alat dan Instrumen yang digunakan
Gambar 19. Gambar KCKT Shimadzu LC-20AD
Gambar 21. Gambar Timbangan analitik digital Radwag XA 82/220/2X
Gambar 20. Gambar Kolom X-Terra RP18 5µm ukuran 4,6 x 250 mm by
Waters (18600496)
Lampiran 13. (Lanjutan)
Gambar 22. Gambar Timbangan Micro Balance RADWAG MYA2
Gambar 23. Gambar Sonikator Branson
Gambar 24. Gambar Pompa Vakum Sartorius