vania kirana f. navalina / 125120300111013 · pdf filefroebel menyusun metode pendidikan...
TRANSCRIPT
Kids Project: Mainan, Dari Anak Untuk Anak
Vania Kirana F. Navalina / 125120300111013
Pendahuluan
Anak usia dini adalah anak dengan masa emas dimana anak sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling potensial dan peka untuk
mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Apabila anak diberikan stimulasi positif
secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangannya
dengan baik. Itulah mengapa anak seharusnya dibiarkan mengenal fenomena lewat aktivitas
bermain karena bermain dapat merangsang anak untuk berpikir konstruktif serta menuangkan
kreativitasnya. Anak usia dini ibarat kaset kosong yang mampu merekam apa saja yang mereka
terima.
Adalah Froebel, tokoh pendidikan Jerman yang pertama kali memprakarsai taman kanak-
kanak (kindergartens). Menurutnya, anak-anak adalah benih kemanusiaan yang membutuhkan
perhatian dan perawatan, sepertinya halnya kuncup bunga yang ada di taman. Anak dipandang
sebagai tanaman indah yang diberi kesempatan bertumbuh dalam suasana kasih. Oleh karena itu,
metode pembelajaran Froebel lebih kepada belajar dan bermain, sehingga tidak mengutamakan
materi baca-tulis-hitung (calistung).
Froebel menyusun metode pendidikan sesuai dengan konteks perkembangan individu.
Dalam tahapan permulaan dia menganjurkan agar seharusnya menggunakan metode yang
memungkinkan ekspresi spontan dalam diri individu. Dengan demikian dalam dunia anak-anak
metode harus disesuaikan dengan sifat atau dunia anak. Dalam hubungan dengan konteks anak-
anak, perlu diperhatikan perkembangan yang mengarahkan anak pada suatu kesadaran diri dalam
suasana bebas, dimana seorang individu dibiarkan untuk menunjukkan, mengekspresikan yang
ada dalam dirinya dengan bebas. Menurut Froebel permainan merupakan metode yang paling
cocok dan penting bagi penerapan ekspresi ini.
Dalam pendidikan ini Froebel kemudian menyusun dan mengembangkan kurikulum
pendidikan yang terecana dan sistematis. Bagi dia yang menjadi dasar bagi kurikulum tersebut
adalah gift dan occupation: pemberian yang menyediakan permainan-permainan dan usaha, kerja
yang bisa dibuat dengan permainan yang ada.
Gifts adalah obyek yang dapat dipegang dan dipergunakan anak sesuai dengan instruksi
dari guru dan dengan demikian anak dapat belajar tentang bentuk, ukuran warna serta konsep
yang diperoleh melalui menghitung, mengukur, membedakan dan membandingkan. Gifts
pertama adalah enam buah bola dari gulungan benang, masing-masing berbeda warnanya, dan
enam helai benang yang panjang yang warnanya sama dengan warna bola yang ada. Terdapat 10
Gifts, yaitu 10 kotak kayu yang berisi perangkat permainan yang berarti juga ada 10 tahapan
karena semakin ke atas levelnya, semakin kompleks dan detail pula arti dibaliknya. Terlihat pola
yang semakin mengerucut dari setiap tahapan giftnya. Mengerucut artinya semakin kecil yang
bisa dipegang dan makin rumit dalam perangkaiannya.
Fröbelgaben atau Froebel Gift inilah sarana bagi anak-anak untuk belajar dengan
bermain, untuk membantu mengembangkan kemampuan dan keterampilan motorik mereka.
Froebel Gift kemudian banyak diadaptasi oleh dunia pendidikan di banyak negara dan
merupakan salah satu bagian materi penting di lembaga pendidikan anak pra sekolah.
Pun begitu, tidak harus terpaku oleh Froebel Gift atau mainan-mainan yang sudah
tersedia, anak bisa mencoba membuat mainannya sendiri. Anak akan mendapat manfaat banyak
jika mampu membuat mainan dari tangannya sendiri. Dimulai dari proses pengerjaaan, anak
sudah belajar mengikuti arahan dan instruksi. Sesudah itu, anak juga sadar bahwa ada alur dalam
sebuah pengerjaan. Ini sangat penting bagi kesadaran psikologisnya bahwa semua hal
membutuhkan proses. Otak anak pun dirangsang untuk berkreasi ketika membuat mainan
sendiri. Dengan sendirinya, imajinasinya berkembang pesat. Ketika sudah jadi, mainan buatan
sendiri memberi kebanggaan tersendiri bagi anak. Mereka merasa puas karena dapat membuat
sesuatu. Pada saat itu, orang tua dianjurkan untuk memberi pujian agar anak lebih percaya diri.
Karena dibuat sendiri, besar kemungkinan anak tidak mudah bosan terhadap mainan tersebut
Kajian Teoritis
Ahli psikologi dan pendidik berpendapat, bahwa bermain merupakan pekerjaan anak-anak
dan cermin pertumbuhan anak (Gordon & Browne, 1985). Oleh karena itu dalam pendidikan
anak usia dini metode bermain sifatnya adalah wajib adanya. Informasi apapun yang akan
diberikan kepada anak, hendaknya dikemas dalam kegiatan bermain yang menyenangkan dan
mengasyikkan.
Beberapa karakteristik bermain (Sofia Hartati, 2005: 30-34), antara lain: a) bermain dilakukan
dengan sukarela, b) bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan, mengasyikkan, dan
menggairahkan, c) bermain dilakukan tanpa “iming-iming” apapun, d) bermain lebih mengutamakan
aktivitas/kegiatan daripada tujuan. Tujuan bermain adalah aktivitas itu sendiri, e) bermain menuntut
partisipasi aktif baik fisik maupun psikis, f) kegiatan bermain yang bebas. Anak bebas membuat
aturan sendiri dan mengoperasikan fantasinya, g) bermain sifatnya spontan, sesuai dengan yang
diinginkan saat itu, h) makna dan kesenangan bermain ditentukan oleh anak itu sendiri yang sedang
bermain.
Sedangkan lima tingkat perkembangan bermain menurut Parten (Slamet Suyanto, 2003: 138-
139) yaitu: Tingkat pertama, bermain sendiri. Anak bermain sendiri karena sifat egosentris yang
dimilikinya. Anak asyik dengan permainannya sendiri dan tidak memperdulikan dengan apa yang
dimainkan oleh teman yang berada di sekitarnya. Tingkat kedua, bermain dengan melihat cara
temannya bermain yaitu anak yang tadinya bermain sendiri mulai melihat apa dan bagaimana
temannya bermain. Anak kadang berhenti bermain dan mengamati bagaimana temannya bermain lalu
ia menirunya. Tingkat ketiga, bermain secara paralel dengan temannya yaitu anak bermain secara
berdampingan/berdekatan, mereka menggunakan permainan yang sama tetapi tiap anak bermain
sendiri-sendiri. Kadang mereka saling melihat, saling memberi komentar ataupun bercakap-cakap.
Tingkat keempat, bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini anak mulai bermain secara bersama-
sama dan beramai-ramai. Tingkat kelima, bermain dengan aturan yaitu anak bermain bersama
temannnya dalam bentuk kelompok. Mereka menentukan jenis permainan, menentukan aturan,
pembagian peran dan siapa yang akan main lebih dahulu.
Menurut Elizabeth Hurlock dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Anak Jilid I,
Erlangga, Jakarta 1978, ada dua jenis macam permainan, yaitu :
Permainan aktif
Bermain aktif dapat diartikan sebagai kegiatan yang banyak melibatkan aktivitas tubuh,
pemain dalam permainan ini membutuhkan energi yang besar. Contoh : bermain bebas
dan spontan (eksplorasi) yaitu anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya,
tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut; bermain drama; bermain musik;
mengumpulkan atau mengkoleksi sesuatu; permainan olah raga; permainan dengan
balok; permainan lukis tempel dan menggambar.
Permainan pasif/hiburan
Dalam bermain pasif/hiburan, kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Pemain
menghabiskan sedikit energi. Contoh: menonton adegan lucu, membaca buku,
mendengarkan cerita, menonton televisi dan mengingat nama-nama benda adalah
bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi tingkat kesenangannya hampir
seimbang dengan anak yang menghabiskan sejumlah besar tenaganya di tempat olah raga
atau tempat bermain.
Menurut Dr. Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Psikologi Anak, ada 3 bentuk
permainan, yaitu:
Permainan gerakan. Anak-anak bermain bersama teman-temannya, melakukan kerja
sama dengan beraneka ragam gerak dan olah tubuh.
Permainan memberi bentuk. Kegiatan memberi bentuk pada fase permulaan berupa
kegiatan destruktif seperti meremas-remas, merusak, mencabik-cabik, mempreteli dan
lain-lain. Makin lama anak dapat memberikan bentuk yang lebih konstruktif pada
macam-macam materi yang disediakan.
Permainan ilusi. Pada permainan jenis ini unsur fantasi memegang peranan penting,
misalnya sebuah sapu difantasikan sebagai kuda tunggangan, bermain dokter-dokteran
dan lain-lain. Melalui permainan ini anak menggunakan fantasi mereka untuk
mewujudkan kreasinya.
Melalui kegiatan bermain inilah seluruh potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak dapat
dikembangkan, seperti kecerdasan linguistic, logic-matematik, visual-spasial, interpersonal,
intrapersonal, musical, kinestetik, natural dan spiritual. Bermain bagi anak sangat mempengaruhi
perkembangannya, setidaknya ada 11 pengaruh bermain bagi perkembangan anak, yaitu :
Perkembangan fisik,
Dorongan berkomunikasi,
Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam,
Penyaluran bagi keinginan dan kebutuhan,
Sumber belajar,
Rangsangan bagi kreativitas,
Perkembvangan wawasan diri,
Belajar bermasyarakat,
Standar moral,
Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin dan
Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan (Harlock, 1991).
Sedangkan menurut Mayke Sugianto. T dalam Badru Zaman, dkk (2007: 63) alat permainan
edukatif (APE) adalah permainan yang sengaja dirancang secara khusus untuk kepentingan
pendidikan. Adams (1975) berpendapat bahwa permainan edukatif adalah semua bentuk
permainan yang dirancang untuk memberikan pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar
kepada para pemainnya, termasuk permainan tradisional dan modern yang diberi muatan
pendidikan dan pengajaran. Atas dasar pengertian itu, permainan yang dirancang untuk memberi
informasi atau menanamkan sikap tertentu, misalnya untuk memupuk semangat kebersamaan
dan kegotongroyongan, termasuk dalam kategori permainan edukatif karena permainan itu
memberikan pengalaman belajar kognitif dan afektif (Adams, 1975).
Pada saat ini terdapat berbagai jenis APE untuk anak yang telah dikembangkan yakni:
1. Boneka Tangan untuk kemampuan berbahasa Peabody yang dikembangkan oleh
Elizabeth Peabody.
2. Puzzle geometri ciptaan Dr. Maria Montessori.
3. Balok Cruissenaire ciptaan George Cruissenaire.
4. Balok Blocdoss ciptaan Froebel.
5. Boneka Jari
6. Legpuzzle atau teka-teki.
7. Kotak Alfabet.
8. Kartu Lambang Bilangan.
9. Kartu Pasangan.
10. Puzzle Jam.
11. Loto warna dan bentuk.
Menurut Badru Zaman (2007: 6.18) terdapat dua kategori APE yaitu:
1. Kategori APE diluar ruangan yakni APE yang dimainkan anak untuk bermain bebas
sehingga memerlukan tempat yang luas dan lapang. Contohnya seperti tangga pelangi,
jungkitan, ayunan, papan luncur dan lain-lain.
2. Kategori APE di dalam ruangan adalah APE jenis manipulatif yakni APE yang dapat
dimainkan anak dengan diletakkan di atas meja, dapat dibongkar pasang, dijinjing dan
lain-lain. Contohnya seperti puzzle, balok bangunan, kotak pos, boneka dan lain-lain.
Yang mencakup tujuan penggunaan APE dalam proses belajar anak, diantaranya:
1. Memperjelas materi yang diberikan pada anak.
2. Memberikan motivasi dan merangsang anak untuk melakukan eksplorasi dan
bereksperimen dalam peletakan dasar kea rah pertumbuhan dan mengembangkan bahasa,
kecerdasan, fisik, social dan emosional anak.
Pembahasan
Media sosial adalah wadah untuk mengungkapkan pendapat atau opini, maupun hanya
sekedar berbagi (sharing). Tidak terkecuali instagram. Instagram adalah salah satu aplikasi
berbagi foto yang memungkinkan penggunanya untuk mengambil dan berbagi foto ke berbagai
jejaring sosial, termasuk milik instagram sendiri. Hal ini kemudian mendorong banyak ibu-ibu
muda untuk mendokumentasikan kegiatan anak-anaknya yang masih berusia dini. Mereka
senang berbagi tentang bagaimana perkembangan anaknya setiap hari, quality time antara orang
tua, khususnya ibu, dan anak; dan tidak luput juga, mainan-mainan sederhana yang bisa dibuat
sendiri oleh si anak dengan pendampingan orang tua di rumah.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat beberapa jenis alat permainan
untuk anak yang telah dikembangkan seperti Boneka Tangan oleh Elizabeth Peabody yang terdiri
atas dua boneka tangan yang berfungsi sebagai tokoh mediator. Boneka ini dapat dilengkapi pula
dengan papan magnet, gambar-gambar, atau kantong pintar sebagai pelengkap. Fungsinya adalah
untuk memberikan program pengetahuan dasar yang mengacu pada aspek pengembangan
bahasa. Salah seorang ibu dengan akun instagram @iburakarayi berbagi ceritanya tentang hand
puppet yang dibuatnya bersama si anak dari bekas botol air mineral. Sang ibu memotong-motong
dan melubangi botol, sisanya si anak yang menyobek-nyobek kertas, menempel satu persatu,
hingga proses mengecat.
Ada juga boneka jari yang terbuat dari kain yang tidak mudah robek dan lembut sifatnya,
biasanya terbuat dari wol, flanel atau kain perca. Untuk membuat boneka jari ini biasanya kain
dibentuk sesuai dengan figur cerita. Banyak bentuk dan jenisnya, sesuai dengan tema yang ingin
dimainkan, seperti seri binatang, keluarga, kartun, dan lain sebagainya. Raka, anak dari pemilik
akun instagram @iburakarayi juga sempat membuat finger puppet sederhana yang terbuat dari
kertas.
Froebel di salah satu giftnya, memiliki permainan khusus yang disebut dengan balok
Blocdoss. Blocdoss berupa balok bangunan, yaitu suatu kotak besar berukuran 20 x 20 cm yang
terdiri dari balok-balok kecil berbagai ukuran yang merupakan kelipatannya. Balok Blocdoss
dikenal dengan istilah kotak kubus. Kotak kubus ini pun banyak digunakan sebagai salah satu
jenis Alat Permainan Edukatif untuk melatih motorik dan daya nalar anak. Kiranya
@stellasutjiadi dalam akun instagramnya, mengadaptasi Blocdoss dengan menggabungkan balok
dan playdough (lilin mainan) untuk anaknya, Daffa. Hasilnya berbagai gedung beraneka bentuk
dan rumah-rumahan karya sang anak.
Kotak alfabet dan kartu lambang bilangan tidak ketinggalan menjadi contoh dari alat
permainan edukatif yang ada di Indonesia. Kotak alfabet misalnya, kotak ini berisi huruf-huruf
alfabet yang dibuat di atas potongan karton dupleks berukuran 5x5 cm. Kotak ini berfungsi untuk
anak yang sedang belajar membaca. Sedangkan kartu lambang bilangan berisikan tulisan angka
dari 1-50 atau 1-100. Biasanya dibuat dari bahan dupleks berukuran 5x5 cm yang bertujuan agar
anak mengenal lambang bilangan dan belajar menghitung. Dengan sedikit modifikasi,
@stellasutjiadi berhasil membuat alat permainan edukatif tersebut untuk Daffa di rumah.
Macam-macam alat permainan tidak sampai di situ. Ada Hammer, yang berfungsi untuk
melatih koordinasi mata dan tangan, serta konsentrasi saat berusaha mengenai palu ke setiap
tuasnya.
Dilihat dari gambar di atas, selain manfaat-manfaat yang sudah disebutkan, manfaat lainnya
menurut @stellasutjiadi yaitu anak dapat mempelajari warna saat anak berusaha mencocokkan
tiap warna badut dengan petunjuk bintang di setiap lubang. Untuk anak yang sudah hapal dengan
warna, bermain bisa dikembangkan dengan mengajak anak untuk mendengarkan instruksi warna
mana yang dipukul oleh orang yang mendampinginya bermain.
Bermain intinya adalah bersenang-senang dan berkreasi dengan mengoptimalkan
perkembangan anak, disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangannya. Untuk
pengembangan aspek fisik yang dapat merangsang motorik halus, anak bisa banyak
menggunakan gunting, pensil, lilin mainan, balok, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk
pengembangan aspek kognitif yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, dan warna. Alat
permainan yang bisa digunakan contohnya adalah buku gambar, pensil warna, spidol, boneka,
dan lain sebagainya. Seperti yang terlihat pada akun instagram @ummuumar18, ia membiarkan
anaknya berkreasi menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah didapat:
Selain dari hal-hal tersebut di atas, kita sebagai orang Indonesia juga mengenal permainan
tradisional yang tak kalah edukatif. Karena sederhana, mainan-mainan ini bisa dibuat sendiri dan
harganya relatif murah bahkan tidak perlu mengeluarkan rupiah sepeserpun dalam
pengaplikasiannya. Beberapa diantaranya adalah:
1. Engklek, adalah permainan yang mengharuskan anak-anak untuk melompati kotak-
kotak dengan tulisan angka di atasnya. Untuk bermain engklek, seseorang diharuskan
melemparkan batu kecil, karet penghapus atau penanda lainnya pada nomor tertentu. Ia
kemudian harus melompati kotak yang tidak terisi karet penghapus hanya dengan satu
kaki. Engklek melatih anak untuk berhitung dan mengenal angka. Permainan tradisional
ini juga melatih keseimbangan tubuh, yang berperan penting dalam perkembangan
kemampuan sensori integrasi pada anak.
2. Kapal-kapalan yang terbuat dari kulit jeruk Bali. Kreasi semacam ini mengajarkan pada
anak-anak untuk mendaur ulang barang bekas atau sampah menjadi sesuatu yang
berguna. Berkreasi dengan kulit jeruk Bali juga melatih kreativitas anak untuk
bereksplorasi dengan imajinasi yang ia miliki.
3. Gobak sodor atau galah asin adalah permainan daerah yang melibatkan dua kelompok
beranggotakan sekitar tiga sampai lima orang anak. Permainan khas Indonesia ini cukup
menguras tenaga karena mengharuskan tiap kelompok untuk mempertahankan
barisannya selagi anggota kelompok lainnya berusaha untuk menerobos melewati garis
“pertahanan” lawan. Selain menyehatkan bagi anak-anak karena mengharuskan anak
untuk bergerak dan berlari, gobak sodor juga mengajarkan anak-anak tentang
pentingnya kerja sama dalam tim. Dengan bermain dalam kelompok, para pemain
berlatih untuk saling bertanggung jawab dan bekerja sama dengan anggota
sekelompoknya untuk mencapai tujuan yang sama: mempertahankan “benteng”.
4. Bekel, permainan tradisional favorit yang biasanya dimainkan anak-anak perempuan.
Bekel adalah permainan yang menggunakan sebuah bola karet (disebut juga bola bekel)
dan biji-bijian. Dalam permainan ini, para pemain ditantang untuk mengambil biji bekel
satu per satu selagi bola dilempar dan dipantulkan. Cara bermain bekel yang
mengharuskan anak untuk berkonsentrasi pada gerakan bola sekaligus pada posisi biji
bekel amat baik untuk melatih sistem koordinasi motorik. Tangan kanan, tangan kiri dan
mata harus bergerak beriringan dalam permainan ini.
5. Congklak (dikenal pula dengan berbagai nama lain seperti dakon atau dhakonan) adalah
permainan tradisional Indonesia yang melibatkan dua pemain yang diharuskan untuk
mengumpulkan biji congklak yang tersebar di tiap-tiap cekungan papan congklak
sebanyak-banyaknya. Banyaknya biji congklak yang digunakan dalam permainan ini
mengajarkan anak untuk berhitung. Anak juga sekaligus belajar mengatur strategi
melalui peraturan permainan yang telah ditetapkan.
Kesimpulan
Anak usia dini adalah anak yang tugas perkembangannya diberikan stimulasi positif melalui
metode bermain karena dapat merangsang berpikir konstruktif dan kreatifitasnya. Apapun jenis
atau bentuknya, permainan yang sifatnya mengedukasi adalah penting untuk pertumbuhan
maupun perkembangan anak usia dini, baik dari aspek fisik yang mencakup motorik kasar dan
halus, aspek kognitif, aspek perkembangan bahasa, maupun aspek sosialnya.
Intinya, bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan,
yang dilakukan dengan sukarela tanpa “iming-iming” apapun. Bermain adalah kegiatan yang bebas.
Anak bebas membuat aturan sendiri dan mengoperasikan fantasinya. Memang banyak mainan-
mainan edukatif yang sudah tersedia, tetapi lebih baik lagi apabila anak bisa membuat mainannya
sendiri. Karena dengan berkarya, anak memulai sesuatu dari awal, dari proses, kemudian belajar
mengikuti arahan dan instruksi. Ketika sudah jadi, mainan buatan sendiri memberi kebanggaan
tersendiri bagi anak. Mereka merasa puas karena dapat membuat sesuatu. Selama tidak keluar
dari syarat-syarat yang sudah ditentukan bahwa mainan harus mengandung nilai pendidikan;
aman atau tidak berbahaya; menarik dilihat dari warna dan bentuknya; sesuai dengan minat dan
taraf perkembangan anak; sederhana, murah, dan mudah diperoleh; ukuran dan bentuknya sesuai
dengan usia anak; berfungsi mengembangkan kreatifitas dan kecerdasan anak, jangan batasi anak
untuk berkreasi.
Referensi
Afifah, N. (2015, Februari 9). Alasan Pembelajaran PAUD Menggunakan Pendekatan Bermain . Dipetik
April 17, 2015, dari Membumikan Pendidikan: http://membumikan-
pendidikan.blogspot.com/2015/02/alasan-pembelajaran-paud-menggunakan.html
Afifah, N. (2015, Maret 23). Macam-Macam dan Bentuk-Bentuk Permainan Pendidikan Anak Usia Dini .
Dipetik April 17, 2015, dari Membumikan Pendidikan: http://membumikan-
pendidikan.blogspot.com/2015/03/macam-macam-dan-bentuk-bentuk-permainan.html
Budi, A. (2015, April 6). Manfaat Membuat Mainan Sendiri Bagi Anak. Dipetik April 18, 2015, dari
Mainan Edukatif: http://mainanedukatif.net/manfaat-membuat-mainan-sendiri-bagi-anak/
Lailakhoiris. (2012). Makalah APE. Dipetik April 18, 2015, dari Laila Khoiris:
https://lailakhoiris.wordpress.com/makalah-ape/
Nisa, B. (2014, Oktober 2). 5 mainan tradisional Indonesia yang “jadul” namun edukatif. Dipetik April
19, 2015, dari Aquila Style Bahasa: http://bahasa.aquila-style.com/wisata-gaya-hidup/gaya-hidup-
kosmopolita/5-mainan-tradisional-indonesia-yang-jadul-namun-edukatif/51313/
Skb, A. (2014, Maret 1). Jenis-jenis Alat Permainan Edukatif - APE. Dipetik April 19, 2015, dari Anak
PAUD Bermain Belajar: http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/2014/03/jenis-jenis-alat-
permainan-edukatif-ape.html
Temorubun, K. I. (2011). Pandangan Pestalozzi dan Froebel Tentang Pendidikan. Dipetik April 17,
2015, dari https://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/pandangan-
pestalozzi-dan-froebel-tentang-pendidikan/