vernal keratoconjunctivitis

23
VERNAL KERATOCONJUNCTIVITIS Diah Widiastuti, S. Ked Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang PENDAHULUAN Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) adalah penyakit alergi bilateral, yang dikenal juga sebagai “cattarh musim semi” dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”. 1 VKC lebih sering menyerang anak laki- laki dan seseorang dengan riwayat medis ataupun riwayat keluarga yang menderita penyakit atopi lainnya seperti asma, rinitis, dan eksema. 2 Penyakit ini menyerang anak-anak dengan usia antara 3 – 16 tahun dan mungkin muncul lebih dini dan dapat berlanjut hingga dewasa. Pada banyak kasus, gejala penyakit ini dapat menghilang saat pubertas. 3 VKC terdiri dari bentuk limbal, tarsal, ataupun campuran yang digolongkan berdasarkan tempat utama inflamasi okuler. Gejala subjektif yang dikeluhkan pasien dengan VKC antara lain gatal, fotofobia, berair, sensasi adanya benda asing, dan sensasi rasa terbakar. 4 Sedangkan tanda objektif yang dapat ditemukan pada konjungtiva pasien dengan VKC yaitu hiperemia, adanya papil dan papil raksasa berbentuk batu kali pada regio 1

Upload: yulita-delfia-sari

Post on 03-Aug-2015

197 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vernal Keratoconjunctivitis

VERNAL KERATOCONJUNCTIVITIS

Diah Widiastuti, S. Ked

Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan MataFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUAN

Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) adalah penyakit alergi bilateral, yang dikenal

juga sebagai “cattarh musim semi” dan “konjungtivitis musiman” atau

“konjungtivitis musim kemarau”.1 VKC lebih sering menyerang anak laki-laki dan

seseorang dengan riwayat medis ataupun riwayat keluarga yang menderita

penyakit atopi lainnya seperti asma, rinitis, dan eksema.2 Penyakit ini menyerang

anak-anak dengan usia antara 3 – 16 tahun dan mungkin muncul lebih dini dan

dapat berlanjut hingga dewasa. Pada banyak kasus, gejala penyakit ini dapat

menghilang saat pubertas.3

VKC terdiri dari bentuk limbal, tarsal, ataupun campuran yang

digolongkan berdasarkan tempat utama inflamasi okuler. Gejala subjektif yang

dikeluhkan pasien dengan VKC antara lain gatal, fotofobia, berair, sensasi adanya

benda asing, dan sensasi rasa terbakar.4 Sedangkan tanda objektif yang dapat

ditemukan pada konjungtiva pasien dengan VKC yaitu hiperemia, adanya papil

dan papil raksasa berbentuk batu kali pada regio tarsal superior; pada kornea dapat

berkembang keratitis punctata, erosi, ulkus perisai, plak, dan neovaskularisasi.4,5

Manajemen klinis VKC membutuhkan diagnosis yang cepat, terapi yang

benar dan evaluasi untuk prognosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan

gejala penyakit, namun untuk kasus yang berat dapat dibantu dengan pemeriksaan

apusan konjungtiva yang menunjukkan adanya infiltrasi eosinofil. Pemilihan

terapi pada pasien VKC didasarkan pada keparahan penyakit, namun kebanyakan

kasus dapat ditatalaksana dengan pengobatan topikal. Pengobatan yang paling

efektif untuk penyakit ini yaitu steroid, namun harus diberikan dengan hati-hati

dan hanya untuk periode singkat, untuk menghindari perkembangan glaukoma

sekunder.2

1

Page 2: Vernal Keratoconjunctivitis

Tujuan dari telaah ilmiah ini adalah untuk memahami definisi, penyebab,

gambaran klinis dari vernal keratoconjunctivitis sehingga dapat memudahkan

dalam mendiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, memahami

pemeriksaan penunjang yang diperlukan, dan mengetahui pengobatan yang dapat

diberikan untuk mengobati penyakit ini.

PEMBAHASAN

Anatomi, Histologi, dan Fungsi Imun Konjungtiva dan Film Air Mata

Mata terdiri dari 4 lapisan yang berpengaruh terhadap reaksi imunologis yaitu (1)

bagian anterior yang terdiri dari lapisan cairan air mata dan konjungtiva yang

menjadi pertahanan utama mata dari aeroalergen lingkungan, bahan kimia, dan

agen infeksius; (2) sklera kolagen yang utamanya berhubungan dengan penyakit

rematik (jaringan ikat); (3) uvea dengan banyak pembuluh darah, tempat produksi

humor akueus, yang banyak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang berkaitan

dengan kompleks imun sirkulasi dan reaksi hipersensitivitas yang berkaitan

dengan sel; dan (4) retina yang secara fungsional merupakan perpanjangan dari

sistem saraf pusat.

Konjungtiva

Konjungtiva merupakan jaringan eksternal mata yang mempunyai sistem imun

yang paling aktif dan mengalami hiperplasia limfoid sebagai respon terhadap

stimulan. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang memanjang dari

limbus ker margin dari kelopak mata. Secara anatomi, konjungtiva terbagi

menjadi tiga bagian: konjungtiva bulbi, yang menutupi bagian anterior dari sklera;

konjungtiva palpebra yang berjalan sepanjang permukaan dalam kelopak mata;

dan ruang yang dibatasi konjungtiva bulbi dan palpebra, yang merupakan forniks

kantung konjungtiva. Secara histologi, konjungtiva dibagi menjadi 2 lapisan:

lapisan epitelium dan subtansia propia. Lapisan epitelium dibentuk dari 2-5 sel

kolumner bertingkat dan lamina propria dibentuk dari jaringan ikat longgar.

Substansia propria mempunyai lapisan kelenjar superfisial dan ada lapisan

berserat yang longgar dan dalam yang memungkinkan sejumlah besar cairan

2

Page 3: Vernal Keratoconjunctivitis

berakumulasi seperti dalam angiodema periorbital. Drainase dari bagian lateral

mata mengalir ke nodus periaucular sedangkan drainase dari bagian nasal

konjungtiva mengalir ke nodus submental.

Epitelium mata biasanya tidak mengandung produk sel inflamasi seperti

sel mas, eosinofil, atau basofil. Sel-sel ini biasanyan ditemukan di lapisan tepat di

bawah permukaan epitelium di substansia propia. Sel mast pada konsentrasi lebih

dari 6000/mm3 terdapat di jaringan ini, sedangkan sel-sel inflamasi lainnya

bermigrasi ke jaringan dalam menanggapi berbagai stimulus. Sejumlah sel

mononuklear pada konjungtiva yang normal terdapat di epitel termasuk sel

Langerhans’.

Film air mata

Permukaan konjungtiva dibasahi dengan lapisan tipis film air mata yang terdiri

dari lapisan lipid pada bagian luar, lapisan akueus pada bagian tengah, dan

lapisan mukoprotein pada bagian dalam. Sel goblet yang memproduksi musin

didistribusikan sepanjang permukaan konjungtiva. Musin penting dalam

mengurangi tegangan permukaan film air mata. Campuran ini menurunkan tingkat

penguapan dari bagian akueus. Bagian akueus dari film air mata mengandung

berbagai zat terlarut termasuk elitrolit, karbohidrat, urea, asam amino, lipid,

ensim, prealbumin spesifik-airmata, dan protein imun aktif termasuk IgA, IgG,

IgM, IgE triptiase, histamin, lisozim, laktoferin, plasmin, dan seruloplasmin. Pada

konjungtivitis alergi, konsentrasi histamin dalam air mata dapat menjapai jumlah

lebih dari 100 ng/mL, dibandingkan jumlah normal yaitu 5-15 ng/mL. Histamin

dapat menyebabkan perubahan yang sama dalam mata seperti halnya di bagian

lain dari tubuh manusia, yang meliputi dilatasi kapiler, peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, dan kontraksi otot polos di pupil. Sedikitnya 10µL dari

50-ng/mL konsentrasi histamin fosfat dapat menyebabkan kemerahan konjungtiva

dan meninggkatkan 50% permeabilitas pembuluh darah dari subjek yang diteliti.

Level histamin air mata ditemukan di kontrol nonatopik tidak berbeda dari yang

ditemukan pada pasien alergi selama periode bebas gejala. Provokasi alergen

3

Page 4: Vernal Keratoconjunctivitis

konjungtiva dari subjek atopik menghasilkan pelepasan berbagai mediator sel

mast ke air mata seperti histamin, triptiase, prostaglandin D2 dan leukotrin C4/D4.

Definisi

Vernal keratokonjungtivitis (VKC) merupakan suatu peradangan alergi pada

permukaan mata yang melibatkan konjungtiva tarsal dan/atau konjungtiva bulbi

yang terjadi kronik, bilateral, dapat terjadi asimetris, dan diperburuk oleh musim.6

Demografi

Insidensi keratokonjungtivitis vernalis relatif kecil, yaitu sekitar 0,l%--0,5% dari

pasien dengan masalah mata yang berobat, dan hanya 2% dari semua pasien yang

diperiksa di klinik mata Mediterania.7 VKC biasanya terjadi sebelum umur 10

tahun. Salah satu jurnal melaporkan onset terjadi penyakit ini paling dini pada

usia 5 bulan. Penyakit ini umumnya sembuh setelah pubertas, biasanya sekitar 4 -

10 tahun seleah onset. VKC lebih sering menyerang laki-laki, dengan rasio laki-

laki dan perempuan bervariasi antara 4 : 1 sampai 2 : 1. Laki-laki mendominasi

dalam penyakit VKC pada usia di bawah 20 tahun, setelah usia itu rasio laki-laki

dan perempuan hampir sama. Pewarnaan dengan hasil positif untuk reseptor

estrogen dan progesteron di konjungtiva dari pasien VKC, predileksi laki-laki, dan

sembuh setelah pubertas menunjukkan bahwa faktor hormonal berpengaruh dalam

perkembangan penyakit VKC ini.6

Etiologi, Patogenesis, dan Patofisiologi

VKC merupakan penyakit alergi pada mata, namun etiologi dan patogenesis pasti

penyakit ini masih belum jelas.6 Imunopatogenesis penyakit ini berhubungan

dengan reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV yang menyebabkan perubahan

struktur pada konjungtiva.7,8 Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan

vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat

proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak

terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit

pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang

4

Page 5: Vernal Keratoconjunctivitis

berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva

tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva

tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada

konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus

yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.7

Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi

dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan

pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan

dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi ini mungkin berkaitan

dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian

hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat

kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.7

Sekresi mukus yang kental dan melekat pada penderita

keratokonjungtivitis vernalis, menurut Neumann dan Krantz, mengandung banyak

mukopolisakarida serta asam hyaluronat. Dalam hal ini memungkinkan timbulnya

tarikan sel epitel kornea dan gesekan dari papil tarsal pada kornea akan

mengakibatkan kerusakan kornea yang meluas ke tepi. Kerusakan kornea diduga

juga berkaitan dengan infiltrasi sel radang yang berasal dari konjungtiva. Infiltrat

radang konjungtiva pada VKC ini terdiri dari eosinofil, limfosit, sel plasma, dan

monosit. Kerusakan kornea dapat menjadi difus, pembentukan ulkus, dan

perubahan degeneratif lainnya seperti pseudogerontoxon. Pembentukan ulkus

epitelial non-infeksi yang berbentuk oval atau perisai dapat terjadi yang mendasari

timbulnya kekeruhan stroma kornea di sentral maupun superior. Lebih jauh,

kurvatura kornea juga akan memperlihatkan perubahan disertai astigmatisme

miopik dan pada tahap lanjut dapat terjadi keratokonus serta keratoglobus.7,8

Mekanisme Imunologik

Reaksi Atopik atau Anafilaktik (Tipe I)

Pada reaksi tipe I, antigen bergabung dengan antibodi IgE berikatan dengan

reseptor pada sel mast, mengasilkan pelepasan histamin dan mediator lainnya

seperti sintesis prostaglandin dan leukotrin. Patogenesis reaksi alergi berawal

5

Page 6: Vernal Keratoconjunctivitis

dengan sel antigen-presentung yang berinteraksi dengan sel CD4+ T helper-2

(Th2) yang mengeluarkan interleukin-4 (IL-4) dan sitokin Th2 lainnya.

Atopi berhubungan dengan mutasi yang diturunkan dalam reseptor Il-4

yang berhubungan dengan prosuksi IgE dari sel B dan peningkatan jumlah sel T

helper. Tanda lainnya yang berhubungan dengan atopi adalah penurunan level dari

penekan putatif (atau regulasi) sel T, yang memegang peranan dalam memodulasi

turunnya respon imun terhadap antigen umum pada lingkungan. Strategi

pengobatan termasuk penghambat sel mast, antihistamin, vasokonstriktor,

penghambat siklooksigenase dan kortikosteroid pada penyakit yang berat.8

Gambar 1. Reaksi hipersensitivitas tipe I

Pasien dengan VKC mempunyai 49% riwayat keluarga yang menderita

penyakit atopik, dan mempunyai riwayat medis dengan kondisi atopik lainnya

seperti asma (26,7%), rinitis (20%) dan eksema (9,7%). Pada penelitian terbaru,

terdapat mekanisme patogenesis non-IgE-dependent yang lebih kompleks. Hal ini

didukung dengan seringnya hasil negatif pada tes kulit dan RAST pada pasien

VKC, juga adanya beberapa pasien yang tidak mempunyai riwayat atopi pada

pribadi maupun pada riwayat keluarga. Pada suatu penelitian tantangan seperti

penelitian imunohistokimia dan mediator didapatkan mekanisme Th2-driven dan

sebuah definisi, sama seperti asma, bahwa VKC adalah sebuah penyakit inflamasi

alergi dari konjungtiva dengan sel mast, eosinofil, dan limfosit. Pengertian ini

didukung dengan penemuah bahwa klon T-sel yang berasal dari jaringan VKC

6

Page 7: Vernal Keratoconjunctivitis

sebagian besar terdapat tipe Th2 dan bahwa di daerah CD4 dari biopsi VKC

terdapat peningkatan in situ dalam sinyal hibridisasi untuk IL-5 yang berkaitan

dengan peningkatan level IL-5, bukan IL-2, dalam air mata, yang menunjukkan

aktivitas Th2 lebih banyak daripada Th1. Ini memungkinkan bahwa patogenesis

VKC ditandai dengan adanya perubahan limfosit Th2, sedangkan respon IgE yang

berlebihan terhadap alergen umum tidak konsisten dan mungkin merupakan

kejadian sekunder. Limfosit Th2 bertanggung jawab baik untuk hiperproduksi dari

IgE (IL-4) dan untuk diferensiasi dan aktivasi sel mas (IL-3) dan eosinofil (IL-5).

Sel mas dan basofil menyebabkan reaksi langsung (melalui pelepasan histamin)

dan infiltrasi sel-sel radang (limfosit dan eosinofil). Infiltrasi sel-sel ini (ditambah

dengan overekspresi dari molekul adhesi) menghasilkan pelepasan mediator sel

beracun lainnya (seperti proten kationik eosinofil, EDN/EPX) dengan kerusakan

epitel kornea. Beberapa sel inflamasi dan sel epitel ini dapat menyebabkan

proliferasi fibroblas dan produksi kolagen yang mengarahkan ke manifestasi

klinis konjungtiva.

Tidak hanya histamin yang merupakan mediator utama dalam reaksi alergi

dengan mekanisme umur hipersensitivitas tipe I (seperti alergi tahunan atau

konjungtivitis musiman) yang terlibat dalam VKC, tetapi pada tahan awal reaksi

alergi (antihistamin efektif pada kondisi ini) terdapat mediator lain yaitu mediator

eosinodilik dan zat yang berasal dari metabolisme asam arakidonat (prostaglandin

dan leukotrin). Leukotrin diproduksi selama alergi dan penyakit pernapasan

dengan inflamasi oleh sel mast, makrofag, dan neutrofil. Leukotrin merupakan

mediator poten dari reaksi hipersensitivitas dan inflamasi. Aktivitasnya termasuk

kontraksi otot halus, dilatasi pembuluh kecil, peningkatan permeabilitas pembuluh

darah, mempromosi sekresi glikoprotein dari kelenjar epitel, dan meningkatkan

aliran darah hidung dan resistensi jalan napas. Telah diteliti bahwa leukotrin juga

terdapat pada konjungtiva dan ditemukan pada cairan air mata pasien yang

menderita konjungtivitis alergi termasuk VKC. Memang konsentrasi leukotrin

pada air mata meningkat pada pasien alergi seiring dengan terpapar terhadap

alergen. Maka dari itu, pemberian LTB4, seperti LTC4 dan LTD4, dapat

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, edema, hiperemis, dan infiltrasi

7

Page 8: Vernal Keratoconjunctivitis

leukosit dan eosinofilik dari konjungtiva. Aktivitas biologis dari leukotrin pada

konjungtiva mungkin berpengaruh terhadap adanya gejala yang ditemukan pada

VKC seperti sekresi mukus, hiperemis konjungtiva, dan kemosis.2

Keterlibatan Saraf dan Endokrin

Adanya hubungan antara sistem saraf pusat dan mata mudah dibuat jika

mempertimbangkan asal anaomi umum dan embriologi. Hal ini jura erat

kaitannya dengan sistem imun dan ditujukkan oleh interaksi saraf dan sel mast.

Walaupun neurotransmiter dan neurotropin yang mungkin berhubungan dengan

inflamasi konjungtiva belum jelas saat ini, namun substansi P, sebuah

neuropeptida yang dikenal dengan aktivitas sel imunnya, sudah ditemukan dalam

air mata, dan level serum dari substansi P yang tinggi juga sudah ditemukan pada

pasien VKC.

Reseptor nerve growth factor sudah ditemukan pada epitel dan substansi

propria dari konjungtiva dan level serum yang tinggi dari nerve growth factor ini

sudah dideteksi pada penyakit yang aktif dan berhubungan langsung dengan

jumlah sel mast pada jaringan konjungtiva. Hal ini menunjukkan bahwa

keterlibatan saraf mungkin berhubungan dengan patogenesis penyakit alergi.

Peran hormon seks telah menjadi dalil pada patogenesis penyakit ini.

Asumsi ini berasal dari pengamatan prevalensi laki-laki vs perempuan dan

resolusi spontan penyakit ini pada masa pubertas. Hormon seks mungkin

memegang peranan yang relevan dalam patofisiologi penyakit alergi melalui

interaksi timbal balik antara sistem imun dan endokrin. Estrogen dan progesteron

telah terbukti sebagai pemain aktif dalam sistem imun mata dengan telah

berkembang peranannya dalam penyakit imun mata lainnya yaitu sindroma mata

kering. Pada penelitian imunohistokimia sebelumnya dari pasien VKC,

didapatkan hasil bahwa terdapat overekspresi reseptor estrogen dan progesteron

pada konjungtiva oleh eosinofil dan sel radang lainnya. Hormon ini dapat

berikatan dengan reseptor konjungtiva dan memberikan efek proinflamasi melalui

rekruitmen eosinofil ke jaringan konjungtiva.2

8

Page 9: Vernal Keratoconjunctivitis

Manifestasi Klinis

Gejala yang ada pada pasien VKC yaitu gatal, blefarospasme, fotofobia,

pandangan kabur, dan kotoran mata berlendir yang berlebihan (ropy discharge).

98% pasien menderita VKC bilateral. Sedangkan untuk mendapatkan tanda yang

spesifik, pasien harus diperksa menggunakan slit lamp atau lup. Penggunaan

fluoresen dapat membantu untuk mengidentifikasi adanya ancaman penurunan

ketajaman penglihatan karena keterlibatan kornea. Secara klinis, VKC terdiri dari

3 bentuk yaitu palpebra, limbal, dan campuran.3,6,8,9

Inflamasi pada VKC palpebra terletak pada konjungtiva palpebra dimana

berkembang hipertropi papil yang menyabar, biasanya lebih banyak pada bagian

atas dibandingkan dengan bagian bawah. Konjungtiva bulbi hiperemis, dan

mungkin terjadi kemosis. Pada banyak kasus yang lebih berat, dapat ditemukan

papil raksasa berukuran 7-8 mm menyerupai batu kali (cobble stone) pada tarsus

superior.6,8

Gambar 1. Papil raksasa pada keratokonjungtivitis vernal palpebra8

VKC limbal mungkin berkembang sendiri atai berhubungan dengan VKC

palpebra. Penyakit ini sering terjadi pada pasien keturunan Afrika dan Asia dan

juga lebih sering pada iklim panas. Pada limbus terjadi penebalan, tampak seperti

agar-agar dengan gundukan opalesen yang menyebar. Titik Horner-Trantas, titik

putih yang menggambarkan makroagregat dari degenerasi eosinofil dan sel epitel

dapat dijumpai pada pasien VKC limbal dengan limbus yang hipertrofi. Sebuah

9

Page 10: Vernal Keratoconjunctivitis

pannus yang seperti agar-agar dapat mengivasi kornea, yang diikuti dengan

neovaskularisasi kornea. Perubahan konjungtiva yang dapat terjadi yaitu fibrosis

subkonjungtiva, keratinisasi, dan simblefaron.3,8

Gambar 2. Keratokonjungtivitis vernal limbal8

Tipe yang ketiga yaitu tipe campuran dari VKC palpebra dan limbal. Tipe

campuran dapat juga merukanan perkembangan progresif dari VKC limbal. Dari

hasil penelitian yang dilakukan Kosrirukvongs di Thailand dari 48 kasus VKC

yang diamati, 58,3% merupakan bentuk limbal, 33,8% dalam bentuk palpebra,

dan hanya 8,3% dalam bentuk campuran.9

Terdapat penilaian (grading) papil pada konjungtiva tarsal superior atau

pada korneoskleral limbus, yaitu:

Grade 0 : tanpa reaksi papil

Grade 1 + : beberapa papil berukuran 0,2 mm, menyebar ke konjungtiva tarsal

dan sekitar limbus

Grade 2 + : papil berukuran 0,3-1 mm di konjungtiva tarsal atau di limbus

Grade 3 + : papil berukuran 1-3 mm meliputi semua konjungtiva tarsal atau 360I

mengelilingi limbus

Grade 4+ : papil berukuran lebih dari 3 mm meliputi konjungtiva tarsal atau

terdapat penampakan seperti agar-agar di limbus menutupi pinggir

kornea6

Beberapa tipe lain dari perubahan kornea mungkin juga berkembang di

VKC. Banyak ditemukan erosi epitel pungtata yang meninggalkan membrana

Bowman’s yang utuh di superior dan sentral kornea, sedangkan pannus biasanya

10

Page 11: Vernal Keratoconjunctivitis

ada di kornea superior, tetapi kadang-kadang terjadi perkembangan vaskularisasi

kornea seluas 360I. Ulkus epitel non infeksius dengan bentuk oval atau seperti

perisai (ulkus perisai) dengan dasar opifikasi stromal mungkin berkembang pada

kornea superior atau sentral. Ulkus ini terjadi pada 3-11% pasien. 6,8

Diagnosis Banding

Rinokonjungtivitis alergi (tahunan maupun musiman)

Keratokonjungtivitis atopik

Reaksi hipersensitivitas obat

Konjungtivitis papil raksasa

Uveitis akut

Glaukoma sudut tertutup

Rinokonjungtivitis dan keratokonjungtivitis alergi lebih sering terjadi pada

dewasa dibanding anak-anak.

Rinokonjungtivitis alergi musiman mempunyai karakteristik onset akut

dari injeksi konjungtiva dan edema konjungtiva dengan atau tanpa edema

palpebra setelah terpapar alergen. Rinokonjungtivitis alergi tahunan adalah bentuk

persisten dari konjungtivitis alergi yang dapat terjadi sepanjang tahun dan dipicu

oleh paparan alergen seperti bulu binatang, sebu tungau atau spora jamur.

Keratokonjungtivitis alergik mempunyai karakteristik inflamasi kelopak mata

(dengan atau tanpa komplikasi blefaritis stafilokokus) bersama dengan kemerahan

bola mata, kotoran mata, dan fotofobia, dan terkadang disertai perkembangan

katarak dan kerotokonus. Reaksi hipersensitivitas obat dapat dibedakan dari VKC

berdasarkan riwayat pasien. Konjungtivitis papil raksasa merupakan

konjungtivitis kronik berat yang dipicu oleh pajanan benda asing seperti jahitan

atau lensa kontak. Uveitis akut dan glaukoma sudut tertutup dapat menjadi

diagnosis banding VKC pada pasien dengan mata merah, tetapi kondisi ini

biasanya unilateral dan berhubungan dengan perubahan ketajaman penglihatan

dan tidak gatal.10

Pemeriksaan Penunjang

11

Page 12: Vernal Keratoconjunctivitis

Tes kulit terhadap adanya IgE total dan spesifik dapat dilakukan, namun hal ini

mungkin tidak terlalu berguna karena lebih dari 50% pasien dengan VKC

menunjukkan hasil yang negatif. Tes yang lebih spesifik yaitu scraping atau

kerokan konjungtiva yang dapat memperlihatkan adanya infiltrasi eosinofil pada

epitel konjungtiva.2

Penatalaksanaan

Terapi dilakukan berdasarkan derajat keparahan gejala yang dialami pasien dan

kelainan pada mata. Kasus yang ringan ditatalaksana dengan antihistamin topikal.

Selain itu dapat dilakukan klimatoterapi dengan penggunaan pendingin ruangan

atau relokasi ke lingkungan yang dingin. Pasien dengan penyakit ringan sampai

sedang dapat berespon baik terhadap pemberian penyetabil sel mas topikal seperti

sodium chromoglycate atau agen terbaru seperti alomid dan nedokromil. Pada

pasien dengan eksaserbasi musim, obat tetes ini harus diberikan 4 kali sehari

mulai minimal 2 minggu sebelum onset biasanya muncul. Pasien dengan penyakit

sepanjang tahun dapat memakai tetes mata penyetabil sel mast dalam jangka

waktu lama.3,8

Kasus-kasus berat mungkin membutuhkan penggunaan kortikosteroid

topikal atau agen imunomodulator topikal seperti siklosporin. Keduanya

menunjukkan keefektivitasan dalam menurukan gejala dan inflamasi, namun

pemberian kortikosteroid harus berhati-hati, karena dapat menyebabkan berbagai

efek samping jika pemakaian terlalu lama. Kortikosteroid topikal hanya diberikan

saat eksaserbasi yaitu selama 5-7 hari dengan frekuensi setiap 2 jam dan

kemudian diturunkan dosisnya secara bertahap.

Jika pasien kooperatif, dapat ditawarkan terapi alternatif selain terapi

topikal untuk menghindari pengobatan diri sendiri secara terus menerus yaitu

injeksi kortikosteroid supratarsal. Spatium subkonjungtiva supratarsal terletak

pada superior sampai tepi atas dari tarsus superior dan sangan mudah didapatkan

dengan eversi kelopak mata atas. Spatium ini bebas dari adhesi subepitel yang

mengikat konjungtiva palpebra superior ke dasar tarsal. Setelah eversi palpebra

superior dan konjungtiva supratarsal sudah dianastesi, dapat dilakukan

12

Page 13: Vernal Keratoconjunctivitis

penyuntikan steroid masa kerja pendek seperti deksametason fosfat (4 mg/ml)

atau steroid masa kerja panjang seperti triamsinolon asetonid (40 mg/ml)

sebanyak 0,5-1,0 ml. Setelah penyuntikan, wajib dilakukan pemantauan tekanan

intra okuler, karena steroid dapat menyebabkan lonjakan tekanan intra okuler.

Gambar 3. Teknik penyuntikan supratarsal

Siklosporin topikal dapat digunakan dua kali sehari untuk pengobatan

VKC yang sulit diatasi. Siklosporin efektif dalam pengontrolan inflamasi mata,

menghambat proliferasi Th2 dan produksi IL-2. Selain itu, siklosporin dapat

menghambat keluarnya histamin dari sel mast dan basofil melalui reduksi

produksi IL-5, dan ini dapat menurunkan rekruitmen dan efek dari eosinofil pada

konjungtiva. Efek samping pengobatan ini yaitu keratopati epitel pungtata dan

iritasi permukaan mata. Penyerapan sistemik setelah pemberian secara bertahap

dapat terjadi namun sedikit dan kejadiannya juga sangat jarang, maka dari itu,

pengobatan ini dapat diberika untuk kasus VKC yang sangat parah.2,8

Selain terapi tersebut, dapat juga dilakukan debridement pada plak mukus

awal yang dapat mempercepat penyembuhan dari defek epitel yang menetap.

Lensa kontak perban sangat membantu dalam pengobatan defek ini. Terapi

suportif seperti air mata buatan, kompres dingin, dan kacamata hitam dapat

membantu.3

Berdasarkan karakteristik klinis, respon terhadap pengobatan, dan

komplikasi, ulkus perisai dapat diklasifikasi menjadi tiga stadium. Stadium yang

13

Page 14: Vernal Keratoconjunctivitis

pertama dengan dasar yang bersih mempunyai prognosis yang baik dan

reepitelisasi dengan sikatrik yang riangan setelah pengobatan. Pada stadium dua

didapatkan ulkus dengan debris peradangan pada dasar, yang menunjukkan respon

yang buruk terhadap pengobatan. Karena terlambatnya reepitalisasi dari ulkus

perisai, maka hal ini memungkinkan berkembangnya keratitis infektif. Ulkus

perisai stadium dua tidak beresponsif terhadap terapi kombinasi dengan

kortikosteroid topikal, oloptadin, dan tetes mata, dapat diatasi dengan pemberuan

siklosporin topikal. Pada stadium tiga, didapatkan ulkus perisai dengan plak

elevasi, dibutuhkan intervensi bedah untuk mengobatinya. Pada pemeriksaan

histopatologi, pada plak ditemukan granular dan material eosinofilik lamelar yang

dalam sampai ke membrana Bowman. Immunologikimia menunjukkan materi

laelar adalah eosinofil yang berasal dari major basic protein (MBP), yang bersifat

sitotoksik dan dapat menghambat penyembuhan ulkus.11

Komplikasi

Katarak dan glaukoma diinduksi steroid

Sikatrik kornea

Keratitis mikrobial

Hiperplasia jaringan limbus

Ambliopia karena opasitas kornea, astigmatisme iregular dan keratokonus

Sindroma mata kering karena penggunaan kontikosteroid topikal tak

terkontrol2,3,6,8

Prognosis

Baik, pasien dengan VKC umumnya dapat sembuh sendiri setelah pubertas.

Namun dapat terjadi perubahan permanen pada permukaan mata dan kerusakan

permanen pada penglihatan. Dari suatu penelitian kohort didapatkan 52% pasien

mempunyai gejala yang menetap setelah dipantau selama 5 tahun dan 6% pasien

menunjukkan reduksi permanen dari ketajaman penglihatan dikarenakan

kerusakan kornea.2

14

Page 15: Vernal Keratoconjunctivitis

Terdapat faktor penyebab prognosis buruk pada pasien VKC yaitu ukuran

dari papil raksasa yang berkaitan langsung dengan adanya atau perburukan dari

gejala dan bentuk VKC limbal mempunyai prognosis jangka panjang yang lebih

buruk daripada bentuk VKC palpebra.

15