web viewkegiatan pembelajaran di sekolah bertujuan untuk melakukan perubahan dari keadaan lama...
TRANSCRIPT
1
A. Judul Penelitian
Peningkatan Kemampuan Menyimak Pokok-pokok Berita Menggunakan
Metode Numbered Heads Together dengan Media Audio Visual pada Siswa Kelas
VIII Semester Genap SMP Negeri 6 Satu Atap Subah Tahun Pelajaran 2015/2016.
B. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran di sekolah bertujuan untuk melakukan perubahan
dari keadaan lama kepada keadaan baru yang lebih baik. Dalam kegiatan tersebut
seorang pendidik haruslah mampu melakukan proses pengajaran dengan
profesional. Seorang guru yang profesional tentu harus mampu memperhatikan
kelebihan dan kekurangan siswanya. Untuk mengatasi kekurangan tersebut guru
yang profesional mesti mahir dalam melaksanakan proses pembelajaran yang di
dalamnya terdapat kemahiran dalam mentrasfer ilmu pengetahuan dan memilih
model pembelajaran yang tepat agar proses belajar mengajar menjadi efektif.
Pada kenyataannya, hingga sekarang masih banyak guru melakukan
kegiatan belajar mengajar tanpa melibatkan keaktifan siswa. Pembelajaran
konvensional yang monoton selalu dijadikan model pembelajaran oleh banyak
guru. Cara mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa secara satu arah tentulah
tidak terlalu efektif untuk beberapa materi pembelajaran. Dengan demikian, sudah
semestinya para guru harus inovatif dalam melakukan pendekatan kegiatan
pembelajaran agar tercipta siswa yang aktif dan kreatif.
Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu keterampilan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak
merupakan basis untuk menguasai keterampilan yang lain. Menyimak dalam
pembelajaran tentulah bukan sekadar mendengarkan kata-kata atau kalimat-
kalimat yang diucapkan oleh penutur, menyimak adalah memahami dan mampu
menginterpretasikan suatu simbol lisan yang diucapkan oleh orang lain. Tarigan
(1990: 28) mengemukakan bahwa menyimak merupakan suatu proses kegiatan
mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta
1
2
memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran
atau bahasa lisan.
Kegiatan menyimak merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh
siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Hampir seluruh guru yang
mengajar, tak terkecuali bahasa Indonesia, selalu memberikan penjelasan materi
pelajaran kepada siswa melalui proses lisan. Untuk memahami penjelasan guru,
siswa harus menyimak dengan baik. Jika tidak, siswa menemui kegagalan dalam
proses pembelajaran.
Begitu pentingnya keterampilan menyimak dalam kegiatan pembelajaran,
siswa diharapkan untuk lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan
senang ketika pembelajaran menyimak berita dimulai. Dari kegiatan menyimak
berita tersebut guru sebagai fasilitator seharusnya bisa meningkatkan kemampuan
menyimak berita siswa dengan model pembelajaran yang efektif dan menarik bagi
siswa. Greene dan Petty (via Tarigan, 1979:4) mengemukakan bahwa
keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan menyimak yang efektif banyak
persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam
keterampilan-keterampilan berbahasa yang lain.
Pembelajaran menyimak berita telah dilakukan oleh guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Satu Atap Subah, namun
gambaran yang ada menunjukkan bahwa secara umum hasil tes terhadap siswa
kelas VIII SMP Negeri 6 Satu Atap Subah masih belum memuaskan. Hal ini
didapat dari hasil tes yang diberikan pada tanggal 14 Januari 2016. Hasil ini juga
tergambar saat peneliti melakukan tes ulang dalam bentuk yang sama, para siswa
banyak tidak bisa menjawabnya dengan baik. Hal ini disebabkan karena siswa
kurang berlatih dalam menyimak berita, sehingga nilai ketuntasan belajar hanya
mencapai 58,33%. Jadi dari jumlah 12 siswa, hanya 7 siswa yang tuntas belajar
dan 5 siswa belum mencapai nilai KKM yang diharapkan yaitu 70. Siswa masih
kurang konsentrasi dalam menyimak sehingga mereka sulit memahami dan
mengambil intisari berita yang disimak.
3
Kondisi tersebut disebabkan pada kenyataan yang ada di lapangan. Guru
mata pelajaran melakukan proses pembelajaran dengan model konvensional
sehingga siswa kurang mampu mengungkapkan kembali isi bahan simakan.
Proses pembelajaran menyimak berita ini pun dilakukan dengan guru
membacakan bahan simakan tanpa mengikutsertakan siswa. Akibatnya, proses
pembelajaran menyimak berita membuat siswa kurang antusias. Selain
keterampilan mengajar guru yang dipandang belum variatif, ketika proses
berlangsung siswa asyik bermain sendiri, kurang antusias, cepat merasa bosan,
dan kegiatan diskusi atau kerja kelompok berlangsung hanya sedikit siswa yang
memperhatikan dan bertanggungjawab mengerjakan tugas kelompok, sehingga
ada anggota kelompok aktif dan tidak aktif. Berdasarkan kedua hal tersebut,
akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah.
Atas dasar kenyataan lapangan tersebut maka perlu diterapkan sebuah
model pembelajaran baru yang belum pernah diterapkan saat proses pembelajaran
dilakukan di SMP Negeri 6 Satu Atap Subah. Model pembelajaran tersebut adalah
Numbered Heads Together dengan media audio visual yang dapat membantu
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimak berita. Penggunaan model
pembelajaran Numbered Heads Together dengan media audio visual dapat
meningkatkan proses belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pembelajaran NHT (Numbered Head Together) dengan memberikan
kesempatan pada siswa untuk memberikan ide dan pertimbangan jawaban yang
paling tepat, selain itu kelebihan pembelajaran NHT mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerja sama siswa, siswa akan lebih kreatif dan aktif,
siswa terlatih menyampaikan pendapat atau hasil pemikirannya di depan kelas,
siswa belajar menghargai perbedaan pendapat dengan orang lain, dan hubungan
antar siswa akan semakin erat. Menurut Hamdani (2011: 89) NHT adalah model
belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok,
kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. NHT atau penomoran
berfikir bersama dalam Trianto (2007: 62) adalah merupakan jenis pembelajaran
4
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Media audio visual adalah media pembelajaran yang dilihat dan didengar.
Siswa dapat memahami materi pembelajaran dengan indera pendengar dan indera
penglihatan sekaligus. Oleh karena itu, dengan media ini guru dapat
menyuguhkan pengalaman-pengalaman yang kongkrit kepada siswa yang sangat
sulit jika materi tersebut diceritakan. Guru tidak perlu ceramah, tetapi siswa sudah
bisa memahami banyak hal dengan media audio visual. Munadi (dalam Sufanti,
2010: 88) menyebutkan jenis media audio visual adalah film bersuara, televisi dan
video.
Penerapan model NHT dengan media audio visual untuk menjawab masalah
kesulitan siswa ketika menyimak berita dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian
ini juga diharapkan mampu memberikan inovasi dalam pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia, khususnya menyimak efektif, menyenangkan, dan bermanfaat
khususnya pada siswa SMP Negeri 6 Satu Atap Subah kelas VIII sebagai objek
penelitian.
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh
peneliti adalah penelitian tentang kemampuan menyimak berita yang dilakukan
oleh Arif Tri Purwaningsih (2013) dengan judul Peningkatan Kemampuan
Menyimak Teks Berita Melalui Penggunaan Media Audio Siswa Kelas Viii H Smp
Negeri 1 Sedati-Sidoarjo Tahun Pelajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil analisis
data yang telah dipaparkan, penerapan pembelajaran mendengarkan berita dalam
kegiatan belajar-mengajar yang telah dilakukan selama dua siklus telah terbukti
berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan siswa kelas VIII H. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan nilai hasil belajar. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke
atas pada siklus pertama 17 siswa (65. 38 %), dan pada siklus kedua 21 siswa
mendapatkan nilai ≥ 75 dengan menunjukkan persentase (80.76 %).
Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Yuni Isnawati (2013) dengan judul
Peningkatan Kemampuan Menyimak Berita Melalui Model Pembelajaran
Cooperative Script Pada Si Swa Kelas Vii Smp N 4 Purworejo Tahun
5
Pembelajaran 2012 / 2013. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini
adalah diketahui dari nilai rata-rata kelas pada siklus I mencapai sebesar 72,97
yang termasuk kategori cukup, sebanyak 17 siswa atau 53,12% siswa mencapai
ketuntasan hasil belajar. Sementara itu, masih ada 15 siswa atau sebesar 48,87%
yang belum mencapai ketuntasan hasil belajar. Pada siklus II diadakan revisi,
terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas mencapai 79,22, sebanyak 23 siswa atau
71,87% siswa mencapai ketuntasan hasil belajar. Hanya ada 9 siswa atau 28,12%
yang belum mencapai ketuntasan hasil belajar. Peningkatan dari hasil kemampuan
menyimak berita pada prasiklus ke siklus I sebesar 27,35% dan peningkatan dari
siklus I ke siklus II sebesar 6,25%. Dengan demikian, upaya peningkatan
kemampuan menyimak berita dengan model pembelajaran cooperative script
dapat tercapai.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti
melakukan penelitian tindakan kelas mengenai upaya meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VIII dalam pembelajaran menyimak berita melalui model
pembelajaran Numbered Head Together dengan media audio visual di SMP
Negeri 6 Satu Atap Subah. Dipilihnya siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Satu Atap
Subah sebagai lokasi penelitian karena peneliti sebagai guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah tersebut. Di samping itu, kemampuan siswa kelas VII
menyimak berita masih perlu ditingkatkan lagi. Dalam hal ini judul penelitian
yang akan diteliti adalah “Peningkatan Kemampuan Menyimak Berita
Menggunakan Model Numbered Head Together dengan media audio visual pada
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Satu Atap Subah Tahun Pelajaran 2015/2016”.
C. Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peningkatan hasil
keterampilan menyimak pokok-pokok berita melalui model Numbered Heads
Together dengan media audio visual pada siswa kelas VIII semester genap SMP
Negeri 6 Satu Atap Subah tahun pelajaran 2015/2016.
6
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan hasil
menyimak pokok-pokok berita melalui model pembelajaran Numbered Head
Together dengan media audio visual pada siswa kelas VIII semester genap SMP
Negeri 6 Satu Atap Subah tahun Pelajaran 2015/2016.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Guru, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang metode
pengajaran membaca yang dapat meningkatkan kemampuan menyimak
berita siswa SMP. Selanjutnya penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
solusi bagi guru dalam pemecahan masalah rendahnya kemampuan
menyimak berita.
2. Bagi Siswa, hasil penelitian akan dapat meningkatkan kemampuannya
dalam menyimak berita dengan lebih baik. Antusias siswa dalam
pembelajaran menyimak berita akan bertambah.
3. Bagi Pihak Sekolah, kontribusi hasil penelitian ini adalah bukti konkrit
untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Dengan demikian,
kualitas sekolah juga akan lebih baik.
F. Penjelasan Istilah
1. Peningkatan
Peningkatan berasal dari kata tingkat artinya menaikkan (derajat, taraf)
mempertinggi, memperhebat. Mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, yang
mengandung arti usaha untuk menuju yang lebih baik. (Purwadarminto,
2003:983)
2. Kemampuan Menyimak
Tarigan (1990: 28) mengemukakan bahwa menyimak adalah suatu proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian,
pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,
7
menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh si
pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
3. Berita
Purwadarminta (1998) mengatakan bahwa berita adalah laporan tentang
satu kejadian yang terbaru.
4. Numbered Heads Together
Menurut Hamdani (2011: 89) NHT adalah model belajar dengan cara setiap
siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak guru
memanggil nomor dari siswa.
5. Media Audio Visual
Media audio visual menurut Sufanti (2010: 88) adalah media pembelajaran
yang pemanfaatan untuk dilihat dan untuk sekaligus didengar. Siswa dapat
memahami materi pembelajaran dengan indera pendengar dan indera penglihatan
sekaligus.
Berdasarkan penjelasan istilah di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kemampuan menyimak berita menggunakan model Numbered Heads Together
dengan media audio visual pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Satu Atap Subah
tahun pelajaran 2015/2016 adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan
memahami informasi berita yang disampaikan oleh komunikan melalui bahasa
lisan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together dengan media
audio visual pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Satu Atap Subah.
G. Kajian Teori
1. Hakikat Pembelajaran
a. Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan proses secara sadar dan terus-menerus. Menurut
Hamalik (2010: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior
through experiencing).
8
Menurut Gagne dan Berlier dalam Anni (2006:2), belajar adalah proses di mana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Menutut David Ausable dalam Sugandi (2004:38), belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Hal senada juga diungkapkan oleh Slameto (2010: 2) belajar ialah proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Kata pembelajaran berasal dari kata ajar, artinya petunjuk yang diberikan
kepada orang agar diketahui atau diikuti. Sedangkan pembelajaran berarti proses,
cara, perbuatan menjadikan orang belajar. Ada beberapa ahli yang mendefinisikan
tentang pengertian pembelajaran.
Menurut Winataputra (2008: 118) pembelajaran merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan
kualitas belajar pada diri peserta didik. Menurut Gagne (dalam Rifa’i dan Anni,
2009: 192) pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik
yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar.
Pembelajaran menurut Rombepajung (dalam Thobroni, 2011: 18) adalah
pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui
pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Pembelajaran membutuhkan sebuah
proses yang disadari yang cenderung bersifat permanen dan mengubah perilaku.
Berdasarkan pengertian belajar dan pembelajaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses pemerolehan perubahan perilaku yang
yang dilakukan individu secara berulang-ulang untuk mencapai tujuan sebagai
hasil dari pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan individu lain dan
lingkungannya. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta
9
didik dengan pendidik pada suatu lingkungan belajar, memanfaatkan berbagai
sumber untuk mempelajari suatu materi. Dalam pembelajaran guru memiliki
peran yang penting, sehingga harus memiliki keterampilan mengajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
b. Keterampilan Guru
Guru merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan yang berperan aktif
sebagai tenaga profesional. Sesuai pendapat Sardiman (2012:125) guru memiliki
peran unik dan kompleks dalam proses belajar mengajar, tidak hanya sebagai
pengajar tetapi juga pendidik dan pembimbing siswa. Oleh karena itu, seorang
guru harus menguasai keterampilan dasar mengajar. Menurut Anitah (dalam
Afhdila, 2013: 19) keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh seorang
guru antara lain sebagai berikut:
1) Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran.
Membuka pelajaran adalah kegiatan guru menciptakan siap mental dan
menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada pembelajaran. Menurut Marno
(2009: 83) komponen keterampilan membuka pelajaran dengan kegiatan
membangkitkan perhatian atau minat siswa, menimbulkan motivasi, memberikan
acuan, serta struktur dan menunjukkan kaitan. Sedangkan menutup pelajaran
adalah kegiatan mengakhiri inti pelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
memberi gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa,
mengetahui tingkat pencapaian siswa dan keberhasilan guru dalam pembelajaran.
Komponennya: a) meninjau kembali (review); dan b) melakukan evaluasi.
(Djamarah, 2010:140).
2) Keterampilan Bertanya
Bertanya merupakan kegiatan yang selalu digunakan guru dalam setiap
pembelajaran. Guru dapat membuat pertanyaan untuk seluruh kelas, kelompok
atau individu. Dengan bertanya dapat membantu siswa menerima informasi dan
mengembangkan keterampilan kognitif. Menurut Hasibuan (2010: 62-63)
10
keterampilan bertanya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu:
keterampilan bertanya dasar dan bertanya lanjut.
3) Keterampilan Menjelaskan
Menjelaskan berarti memberikan informasi atau materi belajar secara lisan,
sistematis dan terencana sehingga memudahkan siswa memahami bahan
pelajaran. Komponennya: a) merencanakan penjelasan; b) menyajikan penjelasan
meliputi kejelasan, penggunaan contoh, cara mengorganisasi, penekanan, dan
balikan (Hasibuan dan Moedjiono, 2009:70).
4) Keterampilan Mengadakan Variasi
Dalam proses pembelajaran, guru harus mengadakan variasi mengajar
siswa. Keterampilan menggunakan variasi dalam kegiatan pembelajaran menurut
Hasibuan (2010: 66-67) dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni: a)
Variasi dalam gaya mengajar guru, b) Variasi menggunakan media dan bahan-
bahan pengajaran, c) Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa.
5) Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah kegiatan guru menciptakan, memelihara kondisi
belajar yang optimal dan mengembalikannya jika terjadi gangguan dalam proses
pembelajaran. Artinya kegiatan menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar
yang efektif dan efisien. Komponennya terdiri dari: a) keterampilan bersifat
preventif meliputi sikap tanggap, membagi perhatian, memusatkan perhatian
kelompok; b) keterampilan bersifat represif meliputi modifikasi tingkah laku,
penggunaan pendekatan pemecahan masalah kelompok, penemuan serta
pemecahan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
6) Keterampilan Memberikan Penguatan
Memberi penguatan adalah memberikan penghargaan dan persetujuan
terhadap tingkah laku siswa. Penguatan diberikan dengan tujuan meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar, mengontrol dan memotivasi perilaku negatif,
menumbuhkan rasa percaya diri, serta memelihara iklim kelas yang kondusif.
Komponen keterampilan ini meliputi: a) penguatan verbal; b) gestural; c)
11
kegiatan; d) pendekatan; simbol/benda; dan e) sentuhan (Hasibuan dan
Moedjiono, 2009:58).
7) Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu strategi yang memungkinkan
siswa berinteraksi secara kooperatif saling membagi informasi, membuat
keputusan, memecahkan masalah, melibatkan proses berfikir serta saling
menghargai. Menurut Anitah (2009: 8.21) ada 6 komponen keterampilan yang
perlu dikuasai guru dalam membimbing diskusi kelompok kecil antara lain:
a) Memusatkan perhatian
b) Memperjelas masalah dan uraian pendapat
c) Menganalisis pandangan
d) Meningkatkan uraian
e) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi
f) Menutup diskusi
8) Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
Mengajar kelompok kecil dan perorangan dimaksudkan untuk agar anak
lebih mendapatkan perhatian serta meningkatkan hubungan guru dan siswa.
Hubungan interpersonal, sosial, dan mengorganisasi adalah hal penting untuk
menyukseskan mengajar kelompok kecil dan perorangan. Komponennya: a)
mengadakan pendekatan secara pribadi; b) membimbing, membantu belajar siswa;
c) mengorganisasikan kegiatan pembelajaran; d) merencanakan, melakukan
kegiatan pembelajaran.
c. Aktivitas Siswa
Menurut Rousseau (dalam Sardiman, 2012:96), pengetahuan itu harus
diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri,
dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani
maupun teknis. Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri,
tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.
12
Aktivitas belajar merupakan proses interaksi kegiatan jasmani dan rohani,
dibantu oleh faktor-faktor lain untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
Dalam kegiatan belajar diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas, proses belajar
tidak dapat berlangsung dengan baik. Sebab pada dasarnya belajar adalah berbuat
untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika
tidak ada aktivitas (Sardiman, 2012:95). Menurut Diedrich (dalam Sardiman,
2012: 101) menggolongkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:
1) Visual activities, misalnya; membaca, memerhatikan gambar
demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2) Oral activities, seperti; menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
interupsi.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato.
4) Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.
6) Motor activites, misalnya; melakukan percobaan, membuat konstruksi,
model mereparasi, bemain, berkebun, beternak.
7) Mental activities, misalnya; menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8) Emotional activities, misalnya; menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Berdasarkan aktivitas siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menyimak pokok-pokok berita melalui model NHT dengan media audio visual
yaitu meliputi visual activities, oral activities, listening activities, writing
activities, mental activities, dan emotional activities karena pada pembelajaran
tersebut siswa tidak melaksanakan drawing activities dan motor activities. Melalui
13
aktivitas siswa, pembelajaran akan berpusat pada siswa sehingga hasil belajar
keterampilan menyimak pokok-pokok berita melalui model NHT dengan media
audio visual akan tercapai.
Aktivitas belajar dapat digolongkan menurut tingkatannya sesuai dengan
nilai kriteria. Menurut Suharsimi Arikunto kriteria aktivitas belajar dapat
digolongkan seperti di bawah ini:
N0 Kriteria (%) Tingkatannya
1 2 3
1 Lebih dari 75 Baik
2 56 – 57 Cukup Baik
3 40 – 55 Kurang Baik
4 Kurang dari
40
Tidak Baik
Sumber Suharsimi Arikunto (2006 : 210)
Berdasarkan tabel di atas kriteria aktivitas belajar siswa dapat digolongkan
menurut tingkatannya sesuai dengan nilai kriteria yaitu :
Baik : apabila aktivitas belajar siswa mencapai lebih dari 75%
Cukup baik : apabila aktivitas belajar siswa mencapai antara 56 – 75%
Kurang baik : apabila aktivitas belajar siswa mencapai antara 40 – 55%
Tidak baik : apabila aktivitas belajar siswa mencapai kurang dari 40%.
2. Hakikat Menyimak
a. Pengertian
Setiap keterampilan itu erat berhubungan dengan proses-proses berfikir
yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin
terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya.
Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan
banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan
berfikir (Dawson dalam Tarigan, 1986: 2).
14
Menurut Musfiroh dan Rahayu (dalam Yunita, 2013: 10), menyimak
merupakan salah satu keterampilan berbahasa dari empat keterampilan yang harus
dikuasai siswa. Menyimak memiliki makna mendengarkan atau memperhatikan
baik-baik apa yang diucapkan orang lain. Menyimak adalah kegiatan yang sengaja
dilakukan, memiliki target tingkat pemahaman yang dibutuhkan serta
memperhatikan aspek-aspek nonkebahasaan, seperti tekanan, nada, intonasi,
ritme, dan jangka suara. Dengan demikian, menyimak merupakan kegiatan
mendengarkan bunyi bahasa secara sungguh-sungguh, seksama, sebagai upaya
memahami ujaran sebagaimana yang dimaksudkan pembicara dengan melibatkan
seluruh aspek mental kejiwaan seperti mengidentifikasi, menginterpretasi, dan
mereaksinya.
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang
lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk
memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna
komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau
bahasa lisan (Tarigan 1994:28). Dengan kata lain, maka menyimak membutuhkan
pemahaman dan perhatian secara lebih untuk mendapatkan suatu informasi.
Akhadi-at (dalam Harviyanto, 2013:23) berpendapat bahwa menyimak adalah
suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa,
mengidentifikasi, menginterpretasikan, dan mereaksi atas makna yang terkandung
di dalamnya. Dalam keterampilan menyimak, kemampuan menangkap dan
memahami makna pesan baik tersurat maupun yang tersirat yang terkandung
dalam bunyi, unsur kemampuan mengingat pesan, juga merupakan persyaratan
yang harus dipenuhi oleh keterampilan menyimak. Oleh karena itu, menyimak
dapat dibatasi sebagai proses mendengarkan, menyimak, serta
menginterpretasikan lambang-lambang lisan.
Menyimak termasuk aspek kemampuan berbahasa yang bersifat reseptif.
Kegiatan menyimak sama seperti membaca tetapi ada sedikit perbedaannya, yaitu
terletak pada penyampaiannya. Pada saat menyimak, siswa menerima bunyi-bunyi
langsung dari pembicara kemudian terjadi reaksi pemahaman, sedangkan pada
15
pembelajaran membaca siswa menerima informasi dari sumber tertulis baru
kemudian pemahaman.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak
merupakan proses mendengarkan lambang-lambang bunyi untuk mendapatkan
informasi yang dilakukan dengan sengaja dengan penuh perhatian disertai
pemahaman, apresiasi, dan interpretasi dalam menangkap isi dan merespon makna
yang terkandung di dalamnya. Menyimak memiliki makna mendengarkan atau
memperhatikan secara teliti. Faktor kesengajaan dari kegiatan menyimak cukup
besar, lebih besar dari mendengarkan karena dalam kegiatan menyimak ada usaha
memahami sesuatu yang disimaknya, sedangkan dalam kegiatan mendengarkan
tingkatan pemahaman belum dilakukan.
b. Tujuan
Pada dasarnya menyimak merupakan suatu peristiwa menerima gagasan,
pesan, atau informasi dari orang lain yang berhubungan dengan fisik dan kejiwaan
seseorang. Bukti dari seseorang bisa memahami pesan tersebut, apabila ia mampu
bereaksi dan memberi tanggapan. Semua kegiatan pasti mempunyai tujuan, begitu
pula dengan kegiatan menyimak. Dalam kegiatan menyimak seorang penyimak
tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai dari hasil menyimak yang
dilakukan.
Menyimak secara singkat merupakan proses mendengarkan untuk
mendapatkan suatu informasi yang diperlukan. Oleh karena itu, menyimak
mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Tarigan (1994:56) menyatakan bahwa
tujuan menyimak, yaitu (1) menyimak untuk belajar dan memperoleh
pengetahuan dari bahan ujaran sang pembicara, (2) menyimak untuk menikmati
keindahan audial, yaitu menyimak dengan menekankan pada penikmatan terhadap
sesuatu dari materi yang diujarkan, diperdagangkan atau dipagelarkan (dalam
bidang seni), (3) menyimak untuk mengevaluasi. Menyimak dengan maksud
menilai apa yang disimak (baik-buruk, indah-jelek, dan lain-lain), (4) menyimak
untuk mengapresiasi materi simakan. Menyimak dengan maksud menikmati serta
16
menghargai apa yang disimak, misalnya pembacaan puisi, musik, dan lain-lain,
(5) menyimak untuk mengkomunikasikan ide-idenya sendiri. Orang menyimak
dengan maksud agar dapat mengkomunikasikan ide, gagasan, maupun
perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat, (6) menyimak dengan
maksud dan tujuan dapat membedakan bunyi-bunyi dengan tepat, (7) menyimak
untuk memecahkan masalah secara kreatif dan analisis. Menyimak dengan
maksud memperoleh banyak masukan dari san pembicara, dan (8) menyimak sang
pembicara untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau pendapat yang
selama ini diragukan atau menyimak secara persuasif.
Sutari (dalam Harviyanto, 2013:25) merinci lebih jauh tujuan menyimak,
yaitu (1) mendapatkan fakta; (2) menganalisis fakta dan ide. Setelah mendapatkan
fakta atau data, penyimak kemudian melakukan analisis terhadap fakta atau ide
tersebut dengan mempertimbangkan hasil simakan dengan pengetahuan dan
pengalamannya; (3) mengevaluasi fakta atau ide. Dalam mengevaluasi fakta, fakta
yang diterima penyimak cukup dinilai akurat dan relevan dengan pengetahuan dan
pengalaman penyimak berarti fakta itu dapat diterima. Sebaliknya apabila fakta
yang diterima kurang bermutu, tidak akurat dan kurang relevan dengan
pengetahuan dan pengalaman penyimak, maka penyimak akan menolak fakta
tersebut; (4) mendapatkan inspirasi. Melalui kegiatan menyimak dapat
memperoleh berbagai macam cara untuk membantu dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi; (5) mendapat hiburan. Untuk memperoleh hiburan
antara lain dapat melakukan dengan menyimak. Misal mendengarkan nyanyian
lewat radio, melihat televisi, dan melihat pertunjukan secara langsung; (6)
memperbaiki kemampuan berbicara. Berdasarkan paparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan menyimak berita dalam penelitian ini, yaitu (1)
memperoleh fakta atau ide, (2) menganalisis fakta atau ide, dan (3) mengevaluasi
fakta atau ide.
Dari beberapa tujuan menyimak yang telah diuraikan di atas, tujuan
menyimak dalam penelitian ini adalah mengumpulkan fakta atau informasi yang
berupa pokok-pokok berita. Selain itu, menyimak dalam penelitian ini bertujuan
17
untuk mendapatkan pengetahuan dan mengevaluasi hal-hal yang pernah
disimaknya.
c. Jenis-jenis Menyimak
Menurut Tarigan (1980), terdapat beberapa jenis menyimak berdasarkan
keanekaragaman tujuan menyimak, yakni sebagai berikut.
1) Menyimak Ekstensif
Menyimak ekstensif adalah sejenis kegiatan menyimak yang berhubungan
dengan atau mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap sesuatu
bahasa, tidak perlu di bawah bimbingan langsung seorang guru. Pada umumnya,
sumber yang paling baik untuk menyimak ekstensif adalah rekaman yang dibuat
guru. Rekaman tersebut dapat dibuat dari berbagai sumber, misalnya dari siaran
radio atau televisi.
2) Menyimak Intensif
Kegiatan menyimak dalam menyimak intensif adalah penyimak memahami
secara terinci, teliti, dan mendalam bahan yang disimaknya. Menyimak intensif
lebih banyak memerlukan bimbingan guru, termasuk dalam bagian pengajaran
bahasa. Pada dasarnya menyimak intensif diarahkan pada suatu kegiatan yang
jauh lebih diawasi, dan dikontrol terhadap satu hal tertentu.
3) Menyimak Sosial
Menyimak sosial biasanya berlangsung dalam situasi sosial tempat
orangorang mengobrol atau bercengkrama. Menyimak sosial membahas mengenai
hal-hal yang menarik perhatian semua orang dan saling mendengarkan satu sama
lain untuk membuat responsi-responsi yang pantas, mengikuti detaildetail yang
menarik, dan memperlihatkan perhatian yang wajar terhadap apa yang
dikemukakan, dikatakan oleh seorang rekan.
4) Menyimak Sekunder
18
Menyimak sekunder adalah sejenis kegiatan menyimak secara kebetulan dan
secara ekstensif, misalnya menyimak musik yang mengiringi ritme-ritme atau tari-
tari rakyat di sekolah, dan pada acara-acara radio yang terdengar secara sayup-
sayup sementara kita menulis surat pada teman di rumah serta menikmati musik
sementara ikut berpartisipasi dalam kegiatan sekolah lainnya.
5) Menyimak Estetik
Menyimak estetik ataupun yang disebut juga menyimak apresiatif adalah
fase terakhir dari kegiatan menyimak secara kebetulan dan termasuk ke dalam
menyimak ekstensif. Contoh kegiatan menyimak estetik yakni menyimak musik,
puisi, membaca bersama, atau drama yang terdengar pada radio atau rekaman-
rekaman.
6) Menyimak Kritis
Menyimak kritis adalah sejenis kegiatan menyimak yang di dalamnya sudah
terlihat kekurangannya (atau tiadanya) keaslian, ataupun kehadiran prasangka
serta ketidaktelitian-ketidaktelitian yang akan diamati.
7) Menyimak Konsentratif
Menyimak konsentratif sering juga disebut a study – type listening atau
menyimak yang merupakan sejenis telaah. Kegiatan menyimak konsentratif
misalnya seperti menyimak untuk mengikuti petunjuk-petunjuk umum, merasakan
hubungan-hubungan seperti kelas, tempat, kualitas, waktu, urutan, serta sebab dan
akibat.
8) Menyimak Kreatif
Menyimak kreatif mengakibatkan dalam pembentukan atau rekonstruksi
seorang anak secara imaginatif, kesenangan-kesenangan akan bunyi, visi atau
penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan oleh
apa-apa yang didengarnya.
9) Menyimak Penyelidikan
19
Menyimak penyelidikan adalah sejenis menyimak intensif dengan maksud
dan tujuan yang agak lebih sempit. Dalam kegiatan menyimak seperti ini
penyimak menyiagakan perhatiannya untuk menemukan hal-hal baru yang
menarik perhatian, informasi tambahan mengenai suatu topik, atau suatu
pergunjingan atau buah mulut yang menarik.
10) Menyimak Interogatif
Menyimak interogatif adalah sejenis menyimak intensif yang menuntut
lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan, karena
penyimak harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
11) Menyimak Pasif
Menyimak pasif adalah penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar yang
biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat belajar dengan teliti, belajar
dengan tergesa-gesa, menghafal luar kepala, berlatih, serta menguasai suatu
bahasa.
12) Menyimak Selektif
Menyimak selektif merupakan kegiatan menyimak yang melengkapi
kegiatan menyimak pasif. Kita harus berupaya untuk memanfaatkan kedua teknik
tersebut dan dengan demikian berarti mengimbangi isolasi kultural kita dari
masyarakat bahasa asing.
Dalam penelitian ini menyimak berita termasuk ke dalam jenis menyimak
intensif karena dalam menyimak berita siswa berusaha memahami secara terinci,
teliti, dan mendalam teks berita yang disimaknya. Selain itu, menyimak intensif
lebih banyak memerlukan bimbingan guru, termasuk dalam bagian pengajaran
bahasa.
d. Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Menyimak
Ada bebrapa faktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak, dikemukakan
oleh Hunt (dikutip Tarigan 1994:97) menyebutkan ada lima faktor yang
20
mempengaruhi menyimak, yaitu (1) sikap, (2) motivasi, (3) pribadi, (4) situasi
kehhidupan, dan (5) peranan dalam masyarakat. Sementara itu, Webb (dalam
Tarigan, 1994:97) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi menyimak,
meliputi (1) pengalaman, (2) pembawaan, (3) sikap atau pendirian, (4) motivasi,
daya penggerak, dan (5) perbedaan jenis kelamin. Ditambahkan lagi oleh Logan
(dalam Tarigan, 1986:86), beliau mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi proses menyimak, yaitu (1) faktor lingkungan yang terdiri dari
lingkungan fisik dan lingkungan sosial, (2) faktor fisik, (3) faktor psikologis, dan
(4) faktor pengalaman. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, Tarigan
(1994:99-107) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
menyimak antara lain:
1) Faktor fisik
Kondisi fisik seorang penyimak merupakan faktor penting yang turut
menemukan keefektifan serta kualitas keaktifan dalam menyimak.
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis yang positif dapat memberi pengaruh yang baik bagi
kegiatan menyimak. Faktor yang menguntungkan bagi kegiatan menyimak,
misalnya pengalaman-pengalaman masa lalu yang sangat menyenangkan yang
telah menemukan minat dan pilihan, kepandaian yang beraneka ragam dan lain-
lain.
3) Faktor pengalaman
Latar belakang pengalaman merupakan suatu faktor penting dalam kegiatan
menyimak. Kurang atau tidak adanya minat menyimak merupakan akibat dari
pengalaman yang kurang atau tidak sama sekali pengalaman dalam bidang yang
disimak.
4) Faktor sikap
Memahami sikap penyimak merupakan salah satu modal penting bagi
pembicara untuk menarik minat atau perhatian para penyimak. Pada dasarnya
manusia hidup mempunyai dua sikap utama mengenai segala hal, yaitu sikap
menerima dan sikap menolak. Orang akan bersikap menerima pada hal-hal yang
21
menarik dan menguntungkan baginya, tetapi bersikap menolak pada hal-hal yang
tidak menarik dan tidak menguntukngkan baginya. Kedua hal ini memberi
dampak positif dan dampak negatif bagi penyimak.
5) Faktor motivasi
Motivasi merupakan salah satu butir penentun keberhasilan seseorang.
Kalau motivasi kuat untuk mengerjakan sesuatu maka dapat diharapkan orang itu
akan berhasil mencapai tujuan. Begitu pula halnya dengan menyimak.
6) Faktor jenis kelamin
Dari beberapa penelitian, beberapa pakar menarik kesimpulan bahwa pria
dan wanita pada umumnya mempunyai perhatian yang berbeda, dan cara mereka
memusatkan perhatian pada sesuatu pun berbeda pula. Dalam kegiatan menyimak,
sifat, dan gaya menyimak pria dan wanita sanagat berbeda.
7) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan menyimak
khususnya terhadap keberhasilan belajar para siswa pada umumnya, baik yang
menyangkut lingkungan fisik (ruang kelas) maupun lingkungan sosial (suasana
sosial kelas).
Menurut Saddono dan Slamet (dalam Anggereini, 2014: 13-14) terdapat
enam faktor yang harus diperhatikan untuk dapat menyimak secara efektif:
1) Kondisi; fisik dan mental penyimak dalam keadaan baik dan stabil.
Penyimakan tidak akan efektif bila kondisi fisik dan mental penyimak
terganggu.
2) Konsentrasi; penyimak berusaha memusatkan perhatiannya terhadap bahan
simakan dengan menyingkirkan berbagai hal yang dapat mengganggu
konsentrasinya.
3) Bertujuan; penyimak hendaknya mempunyai tujuan yang jelas dalam kegiatan
menyimaknya. Penyimak yang tidak mempunyai tujuan yang jelas tidak akan
melaksanakan penyimakan yang efektif.
22
4) Berminat; minat merupakan dasar aktivitas seseorang. Oleh karena itu,
penyimak hendaknya mempunyai minat yang kuat terhadap bahan yang
disimaknya.
5) Berkemampuan linguistik; kemampuan linguistik dan nonlinguistik sangatlah
bermanfaat sebagai sarana memahami, menginterpretasi, dan menilai bahan
simakan.
6) Berpengetahuan dan berpengalaman yang luas; penyimak yang mempunyai
kemampuan mendalam dan pengalaman yang luas akan dapat dengan luwes
menerima, mencerna, memahami, dan mereaksi bahan simakan.
e. Tahap-tahap dalam Menyimak
Menyimak adalah suatu kegiatan yang merupakan suatu proses. Sudah
barang tentu dalam proses ini terdapat tahap-tahap. Menurut Tarigan (1994:58-59)
tahap-tahap menyimak yaitu (1) tahap mendengar, dalam tahap ini baru
mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran
atau pembicaraannya; (2) tahap memahami, setelah mendengar maka ada
keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang
disampaikan oleh sang pembicara; (3) tahap menginterpretasi, penyimak yang
baik, yang cermat dan teliti, belum puas kalau hanya mendengar dan memahami
isi ujaran sang pembicara, dia ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi,
butir-butir pendapat yang terdapat dan tersirat dalam ujaran tersebut; (4) tahap
mengevaluasi, setelah memahami serta menafsir atau menginterpretasikan isi
pembicaraan, sang penyimak pun mulailah menilai atau mengevaluasi pendapat
serta gagasan anag pembicara, dimana keunggulan dan kelemahan, kebaikan dan
kekurangan sang pembicara; dan (5) tahap menanggapi, merupakan tahap terakhir
dalam kegiatan menyimak, sang penyimak menyambut, mencamkan, menyerap
serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam
ujaran atau pembicaraannya
Sedangkan menurut Anderson (dalam Tarigan 1994:30-31) mengungkapkan
tahap-tahap menyimak, yaitu (1) mendengar bunyi kata-kata tetapi tidak
memberikan reaksi kepada ide-ide yang diekspresikan; (2) menyimak sebentar-
23
sebentar; memperhatikan sebentar-sebentar; (3) setengah menyimak; mengikuti
diskusi atau pembicaraan hanya dengan maksud sautu kesempatan untuk
mengekspresikan ide sendiri; (4) menyimak secara pasif dengan sedikit responsi
yang kelihatan; (5) menyimak secara sempit; dalam hal ini makna atau penekanan
yang penting pudar dan lenyap karena sang penyimak menyeleksi butir-butir yang
biasa, yang berkenan, ataupun yang sesuai padanya, yang dapat disetujuinya; (6)
menyimak serta membentuk asosiasi-asosiasi dengan butir-butir yang
berhubungan dengan penglaman pribadi seseorang; (7) menyimak suatu laporan
untuk menangkap ide-ide pokok dan unsur-unsur penunjang, atau mengikuti
petunjuk-petunjuk; (8) menyimak secara kritis; penyimak memerhatikan nilai-
nilai kata emosional dari pembicara; (9) menyimak secara apresiatif dan kreatif
dengan responsi mental dan emosional sejati yang matang.
Berdasarkan tahap-tahap menyimak di atas, maka tahap menyimak yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah tahap mendengar dan memahami. Hal ini
dikarenakan tahap mendengar dan tahap memahami sesuai dengan perencanaan
dan tindakan dalam penelitian ini.
f. Penilaian Kemampuan Menyimak
Kurikulum KTSP dimaksudkan untuk menyempurnakan kurikulum
sebelumnya dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pada kurikulum
ini diterapkan sistem penilaian berbasis kelas. Sumber data penilaian berbasis
kelas ini dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti portofolio, hasil karya,
penugasan, dan tes tertulis, sedangkan evaluasinya sendiri dilakukan pada proses
dan hasil pembelajaran. Penilaian proses pada kemampuan menyimak dilakukan
oleh guru ketika pembelajaran menyimak sedang berlangsung dan guru harus
merancang model instrumen penilaian, sedangkan dalam penilaian hasil diperoleh
dari hasil simakan siswa berupa jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Penilaian hasil dapat diperoleh melalui tes. Tes pada
kemampuan menyimak dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
menangkap dan memahami informasi yang terkandung dalam wacana yang
diterima melalui saluran pendengaran. Terdapat empat tingkatan dalam tes
24
kemampuan menyimak yaitu tingkat ingatan, tingkat pemahaman, tingkat
penerapan, dan tingkat analisis (Nurgiyantoro, 1987: 219-223).
1) Tingkat Ingatan
Tes kemapuan menyimak tingkat ingatan hanya sekadar menuntun siswa
untuk mengingat fakta atau menyatukan kembali fakta-fakta yang terdapat dalam
wacana yang telah diperdengarkan. Fakta dalam wacana dapat berupa tanggal,
tahun, peristiwa, dan sebagainya. Bentuk tes yang digunakan dapat berupa tes
bentuk objektif, isian singkat, atapun pilihan ganda.
3. Tingkat Pemahaman
Pada tingkat pemahaman menuntut siswa untuk dapat memahami wacana
yang dipergunakan. Pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman terhadap isi
wacana, hubungan antar kejadian, hubungan antar ide, hubungan sebab akibat,
dan sebagainya. Pemahaman pada tingkat ini belum kompleks benar, belum
menuntut kerja kognitif tingkat tinggi. Bentuk tes yang digunakan esai atau
objektif.
4. Tingkat Penerapan
Siswa diharapkan dapat menerapkan konsep atau masalah tertentu pada
situasi yang baru misalnya, diperdengakan beberapa buah wacana dengan gambar
yang sesuai. Tingkat kesulitannya bergantung sederhana atau kompleksnya
wacana dan gambar.
5. Tingkat Analisis
Tes kemampuan menyimak pada tingkat analisis menuntut siswa untuk
kerja analisis, untuk memilih alternatif jawaban yang tepat. Analisis yang
dilakukan berupa analisis detail-detail informasi, mempertimbangkan bentuk, dan
aspek kebahasaan tertentu, menemukan hubungan kelogisan, sebab akibat, dan
lain-lain.
Jawaban tehadap pertanyaan dapat dinilai berdasarkan tepat atau tidaknya
jawaban ini dengan melakukan penskoran berdasarkan jumlah soal dan bobot soal,
sedangkan hasil simakan siswa yang berupa respon dinilai berdasarkan tepat atau
25
tidaknya respon itu dengan apa yang akan diungkapkan dalam bahan yang
didengarkan.
Dalam penelitian ini tingkatan tes yang akan digunakan ialah tes tingkat
pemahaman. Siswa dituntut untuk memahami isi wacana yang diperdengarkan.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran menyimak berita pada kelas VIII
semester genap, yaitu siswa dapat memahami isi berita yang didengar untuk
kemudian mengemukakan kembali isi informasi tersebut secara runtut dan jelas.
2. Hakikat Berita
a. Pengertian
Berita merupakan kabar atau informasi yang disampaikan kepada orang
lain. Penyampaian berita dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis baik
langsung atau melalui berbagai media. Untuk pembelajaran menyimak, bahan
simakan berita dapat diambil secara langsung dari penutur atau pembicara,
diskusi, seminar, dan dapat pula diambil dari media radio, televisi, dan
sebagainya.
Djuraid (dalam Harviyanto, 2013:44) menjelaskan bahwa berita adalah
sebuah laporan atau pemberitahuan mengenai terjadinya sebuah peristiwa atau
keadaan yang bersifat umum dan baru saja terjadi. Menurut Maessenner (dalam
Harviyanto, 2013:44), berita adalah sebuah informasi yang baru tentang suatu
peristiwa yang penting dan menarik perhatian serta minat pendengar. Berbeda
dengan Charnley (dalam Harviyanto, 2013:44) yang menjelaskan berita adalah
laporan tentang fakta atau opini yang menarik perhatian dan penting yang
dibutuhkan sekelompok masyarakat. Sementara itu, menurut Morris (dalam
Harviyanto, 2013:45) berita adalah suatu yang baru dan penting yang dapat
memberika dampak dalam kehidupan manusia. Sedangkan menurut Hepwood
(dalam Harviyanto, 2013:45), berita adalah laporan pertama dari kejadian yang
penting sehingga dapat menarik kepentingan umum. Charnely dan Neal (dalam
Harviyanto, 2013:45) mendefinisikan berita adalah laporan tercepat tentang suatu
peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting.
26
Berbeda dengan Newson dan Wollert yang mendefinisikan berita adala apa saja
yang ingin dan perlu diketahui orang (masyarakat).
Beberapa pengertian berita di atas dapat disimpulkan bahwa berita
merupakan laporan yang berisi suatu peristiwa atau kejadian penting yang
menarik perhatian orang banyak dan berita itu berisi tentang fakta atau sesuatu
yang baru yang dapat dipublikasikan melalui media cetak atau media elektronik.
Suatu wacana dapat dikatakan sebagai berita apabila terdapat unsur pokok-
pokok berita, yaitu apa (what), siapa (who), dimana (where), kapan (when),
mengapa (why), dan bagaimana (how). Unsur-unsur pokok harus melekat dalam
setiap penulisan berita, tujuannya agar penyajian suatu informasi menjadi lengkap
dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para pembaca atau pendengar.
Menyimak berita dengan tujuan tersebut termasuk jenis menyimak
komprehensif. Penyimak hendaknya mengetahui apa pesan yang sebenarnya
hendak disimak. Cara menemukan pokok-pokok berita, diantaranya:
a. Mengidentifikasi berita-berita utama dari berita-berita yang dibacakan.
Untuk mengidentifikasi berita utama dari seluruh berita yang dibacakan,
penyimak harus tahu atau tanggap pada posisi mana si pembaca berita meletakkan
penekanan atau berita utama. Umumnya, berita utama diletakkan setelah
pendahuluan alinea, dinyatakan secara singkat, di ulas kembali di sepanjang
berita, kemudian dinyatakan kembali dalam kesimpulan.
b. Menggunakan kata tanya 5W + IH untuk melacak kelengkapan isi berita.
Kata tanya 5W + IH dapat membantu melacak kelengkapan isi berita. Selain
itu, kata itu dapat membatasi/memfokuskan perhatian penyimak agar tidak terlalu
meluas atau menyempit. Dengan cara tersebut. Pokok-pokok berita dapat
ditemukan dengan efektif oleh penyimak berita. Kemampuan lain yang perlu
dimiliki oleh penyimak berita (komprehensif adalah menyimpulkan isi berita yang
didengar/disimak. Kesimpulan adalah data yang tidak disampaikan dalam berita,
tetapi hanya diimplikasikan saja. Kesimpulan adalah asil penaksiran murni dari
penyimak terhadap berita yang di dengar. Karena itu, penyimak berita yang baik
Lead
Body
Body
Headline
Headline
Lead
Body
27
harus dapat menyimak gagasan utama maupun rinciannya secara ekplisit maupun
implisit.
b. Struktur Berita
Sebuah berita pasti memiliki bagian yang disusun secara teratur yang
kemudian membentuk suatu berita yang utuh. Di dalam ilmu jurnalistik teknik
piramida terbalik adalah sistem penulisan di mana isi berita disusun berdasarkan
nilai terpenting yang diprioritaskan atau ditulis terlebih dahulu (Sudarman, 2008:
89). Tujuan dari teknik penulisan piramida terbalik adalah untuk memudahkan
khalayak pembaca bergegas, dengan cepat dapat mengetahui tentang apa yang
terjadi dalam berita (Sudarman, 2008: 89). Pembaca atau pendengar atau pemirsa
ingin segera langsung pada pokok permasalahan yang paling inti, bukan informasi
pelengkapnya (Muda, 2008: 59).
Berita yang baik selain memenuhi persyaratan rumus 5W+1H, harus pula
memenuhi persyaratan bentuk. Dalam jurnalistik, ada yang dikenal dengan bentuk
Piramida Terbalik. Struktur berita langsung pada umumnya mengacu pada
struktur piramida terbalik. Suhandang (2004:115-116), berpendapat bahwa teknik
penulisan berita dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu piramida dan piramida
terbalik. Penulisan dengan piramida ditulis dengan urutan: headline (judul berita),
lead (teras berita), dan body (isi berita). Penulisan dengan konstruksi piramida
terbalik ditulis dengan urutan : lead (teras berita), yang berisi topik utama, body
(isi berita), dan yang terakhir body lagi yang berisi tentang berita yang kurang
penting.
28
Sementara itu, Masduki (dalam Harviyanto, 2013:50) menyatakan bahwa
struktur penulisan berita dengan struktur piramida terbalik dianggap paling cocok
dan khas untuk penulisan berita. Piramida terbalik adalah suatu bentuk penulisan
yang memprioritaskan pemuatan informasi yang penting di depan, kemudian yang
agak penting, dan yang terakhir berita yang kurang penting. Menurut Masduki,
penyajian urutan berita adalah (1) lead in (peristiwa 1), fakta berita yang paling
penting (apa, di mana, kapan, dan siapa); (2) peristiwa 2, kronologi yang tidak
begitu penting dari peristiwa 1 (bagaimana dan mengapa), dan (3) lead out
(peristiwa 3), gabungan ulang fakta terpenting dan kronologi menyebutkan
konteks peristiwa lain dengan data, waktu, tokoh, atau peristiwa sebelumnya.
Berdasarkan paparan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan struktur
berita piramida terbalik dapat digambarkan sebagai berikut.
c. Jenis-jenis Berita
Berita memiliki keberagaman dalam cara menyajikan. Ada pun jenis-jenis
berita menurut para ahli sebagai berikut. Djuroto (dalam Harviyanto, 2013: 46)
menjelaskan bahwa jenis berita dapat dilihat dari penyajiannya, yaitu sebagai
berikut.
1) Berita Selebaran
Berita selebaran dalam bahasa asing disebut news bulletin. Berita bulletin
adalah berita yang disiarkan secara kilat atau cepat. Biasanya berita yang bersifat
hangat dan singkat, penyajiannya sangat terikat dengan waktu. Jenis berita ini
penyajiannya terikat oleh waktu. Berita itu makin cepat disiarkan akan menjadi
baik. Yang termasuk dalam kategori bulletin yaitu (1) berita keras, merupakan
berita yang biasanya tidak menyenangkan. Misalnya tentang kekerasan,
kesengsaraan, dan lain-lain; (2) berita lunak, merupakan berita yang
menyenangkan. Misalnya pemberian gelar, keberhasilan seseorang, dan lain-lain;
(3) berita singkat, merupakan berita yang memiliki nilai tinggi. Karena itu
penyajiannya secara langsung hanya pada inti berita saja; (4) berita pendek,
merupakan, berita yang amat penting dan menarik untuk diberitakan justru pada
29
saat berita itu masih jadi pembicaraan masyarakat luas; (5) berita sisipan, berita
yang memiliki nilai tinggi serta dinantikan oleh masyarakat luas.
2) Berita Majalah
Berita majalah adalah jenis berita yang penerbitannya secara berkala dan
teratur. Misalnya majalah mingguan, dua mingguan atau bulanan. Yang termasuk
dalam kelompok berita majalah, yaitu (1) feature, merupakan suatu uraian berita
dalam ruang lingkup satu pokok yang merupakan pendalaman tema tersebut, yang
dilihat dari berbagai segi latar belakang perkembangan berita tersebut; (2) human
interes, merupakan uraian berita tentang sesuatu yang dapat menyentuh rasa
kemanusiaan; (3) berita ringan, merupakan uraian berita tentang sesuatu yang
dapat menyentuh rasa kemanusiaan; (4) berita nyata, merupakan uraian berita
yang secara sistematis memiliki kepekaan dalam ruang lingkup yang sejenis dan
tidak perlu terikat pada keadaan baru dan lamanya berita; (5) analisis berita,
merupakan berita yang disusun atas dasar data dan fakta serta keseimbangan
analisis tanpa ditambahi pendapat pribadi baik secara langsung ataupun secara
tidak langsung.
3) Berita Penerangan
Berita penerangan adalah berita yang mengandung penjelasan lebih lanjut
dari suatu berita yang telah disiarkan, atau penjelasan yang bertitik tolak dari
berita yang sudah disajikan tetapi sangat terkait dengan waktu.
Sementara itu, Masduki (dalam Harviyanto, 2013:49) berpendapat bahwa
jenis berita ada tiga, antara lain (1) hard news, yaitu berita aktual yang baru saja
terjadi; (2) soft news, yaitu berita lanjutan yang lebih bersifat laporan peristiwa
tanpa terikat waktu, lebih menekankan pada aspek human interest, perilaku, dan
tempat-tempat yang bisa mempengaruhi banyak orang; dan (3) indept news, yaitu
berita mendalam (lebih sekadar paparan fakta permukaan) biasanya dikemas
dalam format feature, tetapi bisa pula dalam berita bersisipan, dengan syarat
penekanan isinya terletak pada proses pendalaman kasus atau tinjauan aspek lain
dalam suatu peristiwa.
30
d. Langkah-langkah Menemukan Pokok Berita
Sebelum mulai menyimak berita, sebaiknya siswa mengetahui langkah-
langkah yang harus dilakukan. Saricoban (dalam Harviyanto, 2013:52) dalam
jurnal The Internet TESL Journal dengan judul “The Teaching of Listening”
menyebutkan hasil penelitiannya bahwa ada beberapa langkah yang harus
dilakukan sebelum kegiatan menyimak yaitu (1) guru hendaknya melakukan
apersepsi dengan bertanya mengenai kesulitan yang dihadapi siswa dalam
kegiatan menyimak; (2) guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
langkah-langkah menyimak, dan memberikan instruksi yang harus dilakukan
siswa sebelum melakukan kegiatan menyimak; (3) guru memberikan daftar
pertanyaan kepada siswa untuk mempermudah menemukan informasi yang
dibutuhkan; (4) bahan simakan yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan
bahasa sehari-hari yang mudah dipahami; dan (5) untuk melatih pemahaman
siswa hendaknya menggunakan bahan simakan yang kontekstual.
Sejalan dengan pendapat Saricoban, Nurhadi (dalam Nurviyanto, 2013:52)
berpendapat bahwa langkah-langkah menyimak berita untuk menemukan pokok-
pokok berita sebagai berikut.
1) Mempersiapkan diri dengan pikiran terbuka dan menyingkirkan segala hal yang mengganggu dalam menyimak sertamenyiapkan alat tulis yang dibutuhkan.
2) Menyimak berita dengan benar, yaitu konsentrasi dan menyimak berita dengan penuh perhatian.
3) Mengidentifikasi pokok-pokok berita dari berita yang didengar.4) Menemukan pokok-pokok beritadari berita yang didengar. 5) Membuat peta konsep dari pokok-pokok berita yang ditemukan
agar dapat mempermudah dalam memahami pokok-pokok beritanya.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, maka untuk mengefektifkan
kegiatan pembelajaran menyimak, peneliti merumuskan langkah-langkah
pembelajaran menyimak untuk menemukan pokok-pokok berita pada siswa kelas
VIII SMP Negeri 6 Satu Atap Subah, yaitu (1) sebelum melakukan kegiatan
menyimak guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan
memberikan instruksi yang harus dilakukan siswa; (2) siswa diminta untuk
31
menyimak berita dengan benar, yaitu konsentrasi dan menyimak berita dengan
penuh perhatian; (3) siswa mengidentifikasi berita yang terdapat pada teras berita;
(4) siswa menemukan pokok-pokok berita yang disimak berdasarkan isi berita;
dan (5) siswa membuat peta konsep agar dapat mempermudah dalam memahami
pokok-pokok beritanya. Maksud dari menemukan pokok-pokok berita dalam
penelitian ini adalah menemukan unsur 5W+1H (what, who, when, where, why,
and how) dari sebuah berita yang diperdengarkan. Setelah pokok-pokok berita
ditemukan kemudian dilanjutkan dengan menyimpulkan isi berita.
3. Hakikat Model Numbered Heads Together
a. Pengertian
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered head together
(NHT) Pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) untuk melibatkan
lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran
dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Menurut Trianto (dalam Nugroho, 2009:21) Pembelajaran Numbered Heads
Together (NHT) merupakan salah satu pembelajaran yang termasuk dalam
pembelajarann kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa
siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika
mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam
kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama.
Beberapa ahli mengemukakan pengertian model NHT. Menurut Hamdani
(2011: 89) NHT adalah model belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan
dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Iru dan Arihi (dalam Mu’arifin, 2013: 38) mengemukakan pembelajaran
kooperatif NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur-struktur khusus dirancang untuk mempengaruhi pola-
32
pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan tingkat
akademik.
Penomoran berfikir bersama atau NHT menurut Trianto (dalam Nugroho,
2009:39) adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional. Hamdani (2009: 90) mengemukakan kelebihan dan kelemahan
menggunakan model NHT. Kelebihanya antara lain; (1) setiap siswa menjadi siap
semua (2) siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh (3) siswa
yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kekuranganya antara
lain; (1) kemungkinan nomor yang sudah dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru
(2) tidak semua anggota kelompoki dipanggil oleh guru.
Menurut Suherman (dalam Nugroho, 2009:21), NHT adalah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.
Numbered Heads Together (NHT) merupakan suatu tipe model
pembelajaran kooperatif yang merupakan struktur sederhana dan terdiri atas
beberapa tahapan yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar
yang berfungsi untuk mengatur interaksi diantara siswa. Number Head Together
merupakan suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai
sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Dalam mempresentasikan
hasil diskusi semua siswa diberi nomor sehingga siswa harus terus mengikuti
diskusi untuk menyelesaikan soal dan benar-benar menguasai jawaban. Karena
33
setiap siswa mempunyai kemungkinan nomornya akan dipanggil oleh guru untuk
mempresentasikan hasil diskusi.
Menurut Trianto (dalam Nugroho, 2009:21), tujuan dibentuknya
pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua
siswa untuk dapat terlibat aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Agar
pembelajaran berjalan dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Para ahli menyatakan
bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-
tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang
sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Number Heads Together
Dalam pembelajaran NHT guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh
kelas dengan menggunakan empat langkah. Kempat langkah tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga
sampai lima orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1
sampai 5 sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda,
sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
2) Mengajukan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan sebuah
pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi
pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan
usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan
tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
3) Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa menyatukan
pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dan menjelaskan jawaban kepada
34
anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-
masing pertanyaan.
4) Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa
dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok
yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya
disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk
menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban
tersebut. (Trianto dalam Nugroho, 2009:22).
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT
terhadap siswa yang hasil belajar rendah, antara lain adalah sebagai berikut.
1) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2) Memperbaiki kehadiran
3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5) Konflik antara pribadi berkurang
6) Pemahaman yang lebih mendalam
7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8) Hasil belajar lebih tinggi
Metode Kooperatif Numbered Head Together mempunyai beberapa
kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Setiap siswa menjadi siap semua
2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai
Kelemahan metode pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together
adalah sebagai berikut.
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
35
4. Hakikat Media Audio Visual
a. Pengertian Media
Media pembelajaran sangatlah berpengaruh dalam kegiatan pembelajaran.
Media pembelajaran menurut Munadi (dalam Mu’arifin, 2013: 6) adalah segala
sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara
terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana
penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.
Menurut Kustiono (dalam Mu’arifin, 2013: 6) media pembelajaran adalah
setiap alat, baik hardware maupun softwaresebagai media komunikasi untuk
memberikan kejelasan informasi. Media pembelajaran memperlancar komunikasi
guru dan anak didik dalam pembelajaran serta seringkali media mampu
merangsang pikiran, perhatian, dan keinginan belajar siswa yang mendorong
siswa untuk ingin lebih tahu banyak tentang sesuatu hal.
Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa
(Hamdan dalam Mu’arifin, 2013: 40). Manfaat media pembelajaran sebagai alat
bantu pembelajaran menurut Kemp dan Dayton (dalam Hamdani, 2011:73) adalah
sebagai berikut.
1) Penyampaian materi dapat diseragamkan2) Proses pembelajaran menjadi lebih menarik3) Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif4) Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi5) Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan6) Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja7) Sikap positif siswa terhadap bahan pelajaran maupun terhadap
proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan8) Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif
b. Pengertian Media Audio Visual
36
Media dalam pengajaran mempunyai banyak jenis. Dalam pembelajaran
media harus sesuai dengan tujuan pembelajaran dan keadaan siswa. Ada dua
macam media yang digunakan untuk kegiatan menyimak, yaitu media audio dan
media audio visual. Akan tetapi media audio visual lebih efektif digunakan karena
kegiatan yang dilakukan adalah mendengar sekaligus melihat kejadian konkret.
Pengertian media audio visual untuk pengajaran, dimaksudkan sebagai bahan
yang mengandung pesan dalam bentuk auditif dan visualisasi, yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga terjadi
proses belajar mengajar.
Media audio visual menurut Sufanti (dalam Mu’arifin, 2013: 41) adalah
media pembelajaran yang pemanfaatan untuk dilihat dan untuk sekaligus
didengar. Siswa dapat memahami materi pembelajaran dengan indera pendengar
dan indera penglihatan sekaligus. Oleh karena itu, dengan media ini guru dapat
menyuguhkan pengalaman-pengalaman yang kongkrit kepada siswa yang sangat
sulit jika materi tersebut diceritakan. Guru tidak perlu ceramah, tetapi siswa sudah
bisa memahami banyak hal dengan media ini. Jenis media audio visual adalah
film bersuara, televisi dan video.
Media audio visual sesuai dengan namanya menurut Hamdani (2011: 249)
merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang-dengar.
Audio visual akan menjadikan penyajian bahan ajar kepada siswa, semakin
lengkap dan optimal. Media audio visual pada dasarnya merupakan media yang
memiliki dua aspek, yakni aspek audio dan aspek visual yang dikemas secara
terpadu. Kelebihan dari media audio visual menurut Kustiono (dalam Mu’arifin,
2013: 42) adalah sebagai berikut:
1) Sangat efektif untuk mengembangkan daya imajinatif siswa2) Mampu menyampaikan pesan-pesan historis sebuah dongengan
atau cerita secara visual3) Efektif untuk demonstrasi pembacaan karya sastra,4) Menyemangatkan belajar siswa melalui alunan musik-musik
instrumental5) Meningkatkan kesemangatan senam atau menari yang tengah
dilatihkan
37
6) Mengembangkan indera visual sekaligus indera auditif siswa7) Mampu memvisualisasikan objek-objek yang berukuran besar dan
bahkan yang berukuran sangat kecil8) Mampu memvisualisasikan objek-objek yang berlokasi jauh dan
bahkan objek-objek yang terjadi di masa lampau (objek-objek dokumenter)
9) Mampu memvisualisasikan suatu proses aktivitas tertentu
5. Model Numbered Heads Together dengan Media Audio Visual dalam
Pembelajaran Menyimak Berita
Model Numbered Heads Together merupakan suatu model yang diterapkan
dalam pembelajaran. Dengan penggunaan model NHT dengan media audio visual
maka dalam kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih menarik dan
menyenangkan. Langkah-langkah model Numbered Heads Together dengan
media audio visual pada pembelajaran menyimak berita adalah sebagai berikut.
(1) Guru melaksanakan apersepsi pembelajaran
(2) Guru melaksanakan tanya jawab tentang materi pembelajaran
(3) Guru menjelaskan materi
(4) Siswa dikondisikan menjadi beberapa kelompok beranggotakan
beberapa siswa untuk berdiskusi tentang lembar kerja siswa yang akan
diberikan oleh guru.
(5) Siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor kepala
(6) Guru menayangkan berita secara audio visual
(7) Guru memberikan lembar kerja siswa untuk didiskusikan secara
berkelompok.
(8) Siswa mendiskusikan jawaban dan memastikan bahwa setiap anggota
kelompok dapat mengerjakanya
(9) Guru memanggil salah satu nomor kepala dan siswa yang nomornya
dipanggil melaporkan hasil karja sama mereka.
(10)Siswa lain memberi tanggapan, kemudian guru mrnunjuk nomor lain
(11)Guru memberikan penguatan kepada siswa.
(12)Guru memberi kesempatan bertanya tentang hasil diskusi kelompok
(13)Siswa dan guru menyimpulkan hasil diskusi kelompok
38
(14)Siswa dan guru menyimpulkan materi hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
(15)Siswa mengerjakan tes evaluasi melalui soal tertulis
16) Guru menutup kegiatan pembelajaran
Alasan menggunakan model Numbered Heads Together dengan media
audio visual dalam pembelajaran menyimak berita adalah supaya siswa lebih aktif
dalam pembelajaran karena model Numbered Heads Together menuntut kesiapan
ketika siswa dipanggil sesuai nomor. Sedangkan melalui media audio visual siswa
dapat mendengar dan melihat secara langsung cerita yang ditayangkan oleh guru.
H. Hipotesis Tindakan
Berlandaskan kajian teori yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini
adalah keterampilan menyimak berita pada siswa kelas VII SMP Negeri 6 Satu
Atap Subah akan meningkat bila menggunakan model pembelajaran Numbered
Head Together.
I. Metode Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 6 Satu
Atap Subah. Sekolah tersebut berlokasi di Desa Mensade, Kabupaten Sambas.
Sekolah ini dipilih karena rendahnya keterampilan siswa dalam menyimak berita.
Sebagian besar siswa juga kurang memiliki keberanian dan masih kesulitan dalam
mengembangkan gagasan yang didapat ketika menyimak berita. Selain itu,
peneliti sendiri merupakan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah
tersebut.
Adapun yang menjadi subjek PTK ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri
6 Satu Atap Subah yang berjumlah 12 siswa. Jumlah itu terdiri dari 5 perempuan
dan 7 laki-laki. PTK ini dilakukan oleh peneliti bersama seorang kolabolator.
Adapun kolabolator PTK ini adalah kepala sekolah, alasan dijadikannya kepala
sekolah sebagai kolaborator karena tidak ada kolaborator lain yang sama-sama
mengajar Bahasa Indonesia.
39
2. Prosedur Penelitian
a. Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan sebelum tindakan diberikan kepada siswa.
melakukan pengamatan kelas dalam pembelajaran menyimak berita, mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Adapun rencana yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut.
1) Peneliti mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran
bahasa Indonesia khususnya keterampilan menyimak berita.
2) Peneliti merencanakan pelaksanaan diskusi kelompok menggunakan metode
Numbered Head Together dengan media audio visual.
3) Menentukan langkah-langkah pelaksanaan keterampilan pembelajaran
menyimak melalui metode Numbered Head Together dengan media audio
visual.
4) Menyiapkan bahan-bahan pelajaran dan instrumen berupa tes, lembar
observasi, lembar penilaian keterampilan menyimak berita, media
pembelajaran, dan dokumentasi kegiatan.
b. Implementasi Tindakan
Tindakan yang dilakukan merupakan realisasi dari rencana yang sudah
dirancang sebelumnya. Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
(1) Guru melaksanakan apersepsi pembelajaran
(2) Guru melaksanakan tanya jawab tentang materi pembelajaran
(3) Guru menjelaskan materi
(4) Siswa dikondisikan menjadi 2 kelompok beranggotakan 6 siswa untuk
berdiskusi tentang lembar kerja siswa yang akan diberikan oleh guru.
(5) Siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor kepala
(6) Guru menayangkan berita secara audio visual
(7) Guru memberikan lembar kerja siswa untuk didiskusikan secara
berkelompok.
(8) Siswa mendiskusikan jawaban dan memastikan bahwa setiap anggota
kelompok dapat mengerjakanya
40
(9) Guru memanggil salah satu nomor kepala dan siswa yang nomornya
dipanggil melaporkan hasil karja sama mereka.
(10)Siswa lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain
(11)Guru memberikan penguatan kepada siswa.
(12)Guru memberi kesempatan bertanya tentang hasil diskusi kelompok
(13)Siswa dan guru menyimpulkan hasil diskusi kelompok
(14)Siswa dan guru menyimpulkan materi hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
(15)Siswa mengerjakan tes evaluasi melalui soal tertulis
(16)Guru menutup kegiatan pembelajaran
c. Observasi
Pada saat pelaksanaan tindakan peneliti melakukan observasi terhadap
ketepatan siswa pada saat melaporkan hasil simakan. Kegiatan observasi ini
digunakan untuk menilai keberhasilan proses pembelajaran. Pada waktu
melakukan observasi peneliti bekerja sama dengan salah seorang guru yang
mengajar di kelas lain. Aspek yang diobservasi ialah aktivitas siswa dan
keterampilan pembelajaran guru.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah akhir tindakan. Pada tahap refleksi peneliti
melakukan perenungan terhadap pelaksanaan tindakan, baik dari sisi proses
maupun hasil. Namun, yang paling diutamakan adalah penilaian proses. Tahap ini
dimaksudkan untuk mengetahui beberapa kendala dan hambatan yang terjadi pada
saat pelaksanaan tindakan. Apabila di dalam proses tindakan terdapat kendala atau
hambatan, peneliti melakukan perbaikan tindakan. Perbaikan tindakan dilakukan
untuk penyempurnaan perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Observasi
Observasi merupakan pengamatan terhadap suatu objek yang difokuskan
pada perilaku tertentu (Daryanto, 2011:80). Observasi dilaksanakan oleh peneliti
41
dengan mengamati proses pembelajaran di kelas saat guru tengah memberikan
materi pelajaran dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Observasi hanya
dilakukan sebatas mengamati, mengidentifikasi, dan mencatat apa kekurangan dan
kelebihan dalam proses pembelajaran.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan upaya untuk memberikan gambaran bagaimana
sebuah penelitian tindakan kelas dilakukan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan
mengumpulkan data dan mengambil gambar kegiatan para siswa dan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran saat penelitian dilaksanakan. Pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengklasifikasikan bahan-bahan yang berhubungan
dengan hasil yang sedang diteliti, baik dari sumber dokumen maupun dari buku-
buku. Teknik ini untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang
berupa dokumen sekolah, catatan-catatan, daftar hadir siswa, hasil karya siswa,
dan sebagainya.
c. Tes
Tes merupakan alat yang digunakan peneliti untuk mengetahui hasil dari
penelitian yang telah dilakukan. Tes dilakukan dengan cara tes tertulis. Tes
berbentuk esai berjumlah 3 soal. Materi yang diujikan mengenai kemampuan
siswa menyimak berita yang bersumber televisi. Cuplikan berita diperdengarkan
oleh guru melalui rekaman video berita. Setelah siswa menyimak isi berita, siswa
diberi soal untuk menanyakan isi berita yang disimak.
4. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data, peneliti nantinya akan membandingkan isi catatan yang
dilakukan dengan kolaborator, kemudian data diolah dan disajikan secara
deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data-data diolah dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Kualitatif
Teknik análisis data kualitatif dalam penelitian ini menggunakan teknik
deskriptif kualitatif. Data kualitatif dalam penelitian berupa kategori data hasil
42
observasi keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran menyimak
pokok-pokok berita melalui model NHT dengan media audio visual. Data yang
dikumpulkan berupa hasil observasi. Data hasil observasi keterampilan guru dan
aktivitas siswa dianalisis dengan langkah-langkah yang dijelaskan oleh Poerwanti
dkk (2008: 69) sebagai berikut:
1) Menentukan skor terendah
2) Menentukan skor tertinggi
3) Mencari median
4) Membagi rentang skor menjadi 4 kategori (sangat baik, baik, cukup, dan
kurang)
R = skor terendah
T = skor tertinggi
n = banyaknya skor/data
maka untuk mencari n = (T – R )+ 1
Untuk membagi rentang skor menjadi empat kategori dilakukan dengan
menentukan kuartil ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4. Nilai kuartil dapat ditentukan
setelah mengurutkan data dari nilai terendah sampai tertinggi. Q1 merupakan
kuartil bawah, yaitu 25% jumlah data pertama. Q2 median atau nilai tengah. Q3
quartil atas yaitu 75% jumlah data berikutnya dan Q4 merupakan skor tertinggi.
Untuk rumus yang digunakan sebagai berikut (Sukestiyarno dan Wardono,
2009:23)
Letak Qi = i(n+1)4
Keterangan: Qi = Kuartil ke – i
n = Banyak data
Kuartil ini membagi data menjadi empat bagian sama besar, sehingga dapat
dijadikan batas-batas untuk menentukan kriteria ketuntasan data kualitatif.
Menurut Herryanto dan Hamid (2008: 53), rumus untuk menentukan kuartil
adalah:
43
Q2 = median
Letak Q2 = ( n+1 ) untuk data ganjil atau genap
Q1 = kuartil pertama
Letak Q1 = ( n +2 ) untuk data genap atau Q1 = ( n +1 ) untuk data ganjil.
Q3 = kuartil ketiga
Letak Q3 = (3 +2 ) untuk data genap atau Q3 = ( n +1 ) untuk data ganjil.
Q4= kuartil keempat = T (skor tertinggi)
Nilai yang diperoleh dari lembar observasi kemudian dikonversikan dengan
tabel ketuntasan data kualitatif untuk mengetahui rentang nilai dan kategorinya.
Perhitungan tersebut kemudian dibuat tabel klasifikasi tingkatan nilai pada
keterampilan guru dan aktivitas siswa.
Tabel Klasifikasi Ketuntasan Keterampilan Guru dan Aktivitas Siswa
Kriteria Ketuntasan Skala Penilaian
Q3 ≤ skor ≤ T
Q2 ≤ skor < Q3
Q1 ≤ skor < Q2
R ≤ skor < Q1
Sangat Baik (A)
Baik (B)
Cukup (C)
Kurang (D)
b. Kuantitatif
Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif, dianalisis menggunakan teknik
analisis deskriptif dengan menentukan nilai berdasarkan skor teoritis yang
diperoleh siswa, presentase ketuntasan belajar, dan rerata kelas. Adapun
penyajiannya dipaparkan dalam bentuk presentase dan angka yaitu:
1) Data hasil tes siswa
Skor = BN x 100 (rumus bila menggunakan skala 100)
Keterangan:
44
B = Banyak butir soal yang dijawab benarN = Banyaknya butir soal
Poerwanti, 2008: 63)2) Data nilai rata-rata kelas
X = ∑ fxN
(Arikunto, 2003:256)
Keterangan:
X = Nilai Rata-rata
∑ fx = Jumlah Nilai
N = Jumlah Siswa3) Data ketuntasan klasikal
P = ∑ Jumlah siswa yang tuntas
∑ Siswa x 100%
(Aqib, 2010:41)
Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika proporsi
jawaban benar siswa ≥ 65%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya
(ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85% siswa yang telah
tuntas belajarnya (Depdikbud dalam Trianto, 2010: 241).
Tetapi, menurut Trianto (2010: 241) berdasarkan ketentuan KTSP
penentuan ketuntasan belajar ditentukan sendiri oleh masing-masing sekolah yang
dikenal dengan istilah kriteria ketuntasan minimal, dengan berpedoman pada tiga
pertimbangan, yaitu: kemampan setiap peserta didik berbeda-beda; fasilitas
(sarana) setiap sekolah berbeda; dan daya dukung setiap sekolah berbeda. Maka
dalam penelitian ini, sesuai dengan KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, maka ketuntasan individual adalah
70 dan ketuntasan secara klasikal adalah ≥ 85%. Kriteria ketuntasan minimal
individu dikelompokkan dalam dua kategori tuntas dan tidak tuntas, dengan
kriteria sebagai berikut:
Tabel Kriteria Ketuntasan Belajar
Kriteria Ketuntasan Kualifikasi≥70 Tuntas
45
<70 Tidak TuntasKKM SMPN 6 Subah
5. Kriteria Keberhasilan
Keberhasilan penelitian tindakan ditandai dengan adanya perubahan menuju
arah perbaikan. Indikator keberhasilan terdiri atas keberhasilan proses dan
keberhasilan produk.
a. Indikator keberhasilan proses dapat dilihat dari beberapa hal.
1) Meningkatnya keterampilan guru dalam pembelajaran menyimak berita
menggunakan model Numbered Heads Together dengan media audio visual
dengan kriteria minimal baik
2) Meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran menyimak berita
menggunakan model Numbered Heads Together dengan media audio visual
dengan kriteria minimal baik.
b. Indikator keberhasilan produk
Keberhasilan secara produk dapat dilihat berdasarkan peningkatan jumlah
skor rata-rata yang diperoleh pada setiap siklus. Tindakan ini dikatakan berhasil
apabila 85% siswa (ketuntasan klasikal) mendapatkan skor lebih dari atau sama
dengan 70 dari skor maksimal 100.
6. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari-Maret 2016 yang meliputi
keseluruhan kegiatan penelitian dari perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan,
hal ini disesuaikan dengan kalender pendidikan tahun ajaran 2015/2016.
Kegiatana penelitian ini direncanakan dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel: Jadwal Pelaksanaan Kegiatan dalam Penelitian
Jenis Kegiatan 2015 2016
November Desember Januari Februari Maret April
1. Persiapan Penelitian
a. Penyusunan judul
b.Penyusunan
46
proposal
2. Perencanaan tindakan
3. Implementasi
tindakan
a. Siklus I
b.Siklus II
4. Penyusunan laporan