· web viewpengaruh kecepatan putaran spindel dan media pendinginan terhadap kekasaran...
TRANSCRIPT
PENGARUH KECEPATAN PUTARAN SPINDEL DAN MEDIA PENDINGINAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN
BAJA ST-37(STUDI OBSERVASI PADA PT. CAKRA PERKASA
JAYAMULIA, BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN, INDONESIA)
Oleh:
MUHAMMAD ARIYANSAH
NIM : H1F114038
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LALMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016
i
TERIMA KASIH KEPADA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini menghadapi hambatan dan
kesulitan, namun dengan bantuan berbagai pihak, hambatan dan kesulitan
tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang dengan sepenuh hati memberi bantuan, dorongan,
ii
MAHASISWA
Muhammad Ariyansah
motivasi, bimbingan, dan pengarahan, sehingga penyusunan tugas ini dapat
terselesaikan.
Menyadari bahwa terbatasnya ilmu pengetahuan yang dimiliki
menyebabkan kurang sempurnanya penyusunan tugas ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi kesempurnaan tugas ini.
Banjarbaru, Oktober 2016
Penulis.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH..............................................................................ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................3
1.3 Batasan Masalah............................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian..........................................................................3
BAB II. DASAR TEORI...................................................................................4
2.1 Penelitian Terdahulu......................................................................4
2.2 Dasar Teori Penunjang..................................................................6
BAB III. METODE PENELITIAN...................................................................15
3.1 Objek Penelitian...........................................................................15
3.2 Alat dan Bahan Penelitian...........................................................15
a. Alat .............................................................................................15
b. Bahan.........................................................................................16
3.3 Teknik Pengumpulan Data..........................................................16
3.4 Deskripsi Tahapan Penelitian.....................................................19
3.5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian..................................................21
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mesin bubut merupakan mesin perkakas yang mengerjakan benda kerja
(biasanya berbentuk silindris) dengan cara menyayat dan bergerak secara
berputar. Proses pengerjaan dengan mesin bubut dilakukan melalui sejumlah
prinsip kerja. Prinsip kerja mesin bubut adalah benda kerja berputar dan
dipegang dengan kuat oleh pencekam, sementara itu pahat bubut bergerak
memanjang dan melintang untuk menyayat benda kerja. Sayatan pada benda
kerja yang dihasilkan dari proses ini umumnya adalah simetris. (Syamsudin,
1999)
Hasil proses pembubutan yang baik dapat ditentukan dari beberapa hal,
salah satunya adalah kekasaran permukaan. Kekasaran permukaan suatu
komponen mesin dapat di pengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya
dipengaruhi oleh media pendingin. Pendingin adalah cairan yang digunakan
dalam proses produksi yang fungsinya untuk pendinginan panas yang tinggi
akibat gesekan dua benda. Cairan pendingin mempunyai kegunaan yang khusus
dalam proses pemesinan. Selain untuk memperpanjang umur pahat, cairan
pendingin dalam beberapa kasus, mampu menurunkan gaya dan memperhalus
permukaan produk hasil pemesinan. Selain itu, cairan pendingin juga berfungsi
sebagai pembersih/pembawa beram (terutama dalam proses gerinda) dan
melumasi elemen pembimbing (ways) mesin perkakas serta melindungi benda
kerja dan komponen mesin dari korosi. Cairan pendingin bekerja pada daerah
kontak antara beram dengan pahat. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran
utama cairan pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi (Windarto,
2008 : 299).
1
Menurut jurnal penelitian internasional yang telah dilakukan M. Venkata
Ramana, G. Krishna Mohan Rao, dkk tentang Effect of Process Parameters on
Surface Roughness in Turning of Titanium Alloy under Different Conditions of
Lubrication, media pendingin berpengaruh dalam hasil kekasaran permukaan
baja titanium. Penelitian tersebut mendapatkan hasil kekasaran permukaan baja
titanium tanpa media pendingin sebesar 2,180 μm, dan menggunakan media
pendingin palm oil sebesar 2,325 μm. Jadi media pendingin berpengaruh
sebesar 6,65% terhadap kekasaran permukaan baja titanium.
Menurut penelitian yang telah dilakukan Tri Adi Prasetya tentang Pengaruh
Gerak Pemakanan dan Media Pendingin Terhadap Kekasaran Permukaan
Logam Hasil Pembubutan Pada Material Baja Hq 760, media pendingin
berpengaruh besar terhadap kekasaran permukaan baja Hq 760. Pada penelitian
tersebut mendapatkan hasil kekasaran permukaan tanpa media pendingin
sebesar 7,880 μm, dan menggunakan media pendingin Oli SAE 40 sebesar
6,004 μm. Jadi media pendingin berpengaruh sebesar 23,8% terhadap
kekasaran permukaan baja.
PT. Cakra Perkasa Jayamulia adalah salah satu industri manufaktur yang
ada di banjarmasin. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang
masih menggunakan bubut konvensional pada proses produksinya. Pada tahun
2013, sekitar 5% dari 1630 pelanggan mengeluh tentang kekasaran permukaan
yang tidak sesuai dengan permintaan.
Dari latar belakang masalah tersebut perlu diadakan penelitian yang
berhubungan dengan tingkat kekasaran hasil proses pembubutan, dengan
mengambil judul “Pengaruh Kecepatan Putaran Spindel dan Media Pendingin
Terhadap Kekasaran Permukaan Baja ST37 (Studi Observasi Pada PT.
Cakra Perkasa Jayamulia, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia)”.
2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh kecepatan putaran spindel dan media pendinginan
terhadap kekasaran permukaan baja ST37?
1.3 Batasan Masalah
a. Mesin yang digunakan adalah mesin bubut konvensional
b. Media pendingin menggunakan oli SAE 40 dan tanpa media
pendinginan
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi kecepatan
putaran spindel dan media pendinginan terhadap kekasaran baja ST37
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat bagi beberapa pihak yang terkait
didalamnya, yaitu sebagai berikut:
a. Bagi Peneliti: Penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti bagaimana
pengaruh kecepatan putaran spindel dan media pendingin terhadap
kekasaran permukaan baja ST37
b. Bagi Program Studi Teknik Mesin: Hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi tambahan bagi civitas akademik Program Studi Teknik Mesin
Universitas Lambung Mangkurat.
c. Bagi Perusahaan: Penelitian tentang pengaruh kecepatan putaran spindel
dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan baja ST37 ini dapat
dijadikan bahan pedoman dalam menentukan kekasaran yang di inginkan
dalam proses bubut.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang akan dilakukan ini merujukdf1 pada penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya.
Muhammad Adik Aditia dan Arya Mahendra Sakti meneliti tentang
Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel, Dan Kedalaman Pemakanan
Terhadap Tingkat Kerataan Permukaan dan Bentuk Geram Baja St. 60.
Penelitian tersebut menjelaskan bahwa Jenis pahat yang keras akan membuat
permukaan benda kerja yang lunak menjadi lebih halus dan kerataan benda
kerja menjadi lebih tinggi. Jenis pahat yang terbaik adalah bohler menghasilkan
kerataan permukaan terbaik dengan nilai kerataan terendah 0,10 μm. Kecepatan
spindel terbaik atau tertinggi adalah 460 rpm, menghasilkan nilai kerataan
tertinggi yaitu 0,44 μm. Kedalaman pemakanan terbaik adalah 0,2 mm,
menghasilkan nilai kerataan permukaan terendah yaitu 0,10 μm dan tertinggi
yaitu 0,20 μm. Jenis geram terbaik pada penggunaan pahat bohler, karena pahat
yang baik memiliki tingkat kekerasan yang rendah untuk menghasilkan tingkat
gesekan yang rendah pada permukaan benda kerja.
Bima Aditya S dan Arya Mahendra S meneliti tentang Pengaruh
Kedalaman dan Cairan Pendingin Terhadap Kekasaran dan Kekerasan
Permukaan Pada Proses Bubut Konvensional. Penelitian tersebut menjelaskan
bahwa jenis cairan pendingin dan kedalaman pemakanan berpengaruh terhadap
kekasaran dan kekerasan permukaan benda kerja hasil pembubutan. Nilai
kekasaran permukaan benda kerja paling tinggi yaitu 16,09 μm, dan nilai
kekerasan permukaan benda kerja paling tinggi yaitu 61 kg/mm2, diperoleh
dengan menggunakan jenis cairan pendingin (Cutting APX) dan kedalaman
4
pemakanan 0,2 mm. Sedangkan nilai kekasaran permukaan benda kerja paling
rendah yaitu 15,94 μm, dan nilai kekerasan permukaan benda kerja paling
rendah yaitu 59,4 kg/mm2, diperoleh dengan menggunakan jenis cairan
pendingin (Drumus) dan kedalaman pemakanan 0,2 mm.
Indra Lesmono dan Yunus meneliti tentang Pengaruh Jenis Pahat,
Kecepatan Spindel, dan Kedalaman Pemakanan Terhadap Tingkat Kekasaran
dan Kekerasan Permukaan Baja St. 42 Pada Proses Bubut Konvensional.
Penelitian tersebut menjelaskan kekasaran permukaan baja terbaik atau
terendah adalah 3,28 μm yang diperoleh dari jenis pahat (Bohler), kecepatan
spindel tertinggi (750 rpm), dan kedalaman pemakanan terendah (0,4 mm).
Sedangkan kekerasan permukaan baja terbaik atau tertinggi adalah 51,5
Kg/mm2 yang diperoleh dari jenis pahat (Jck), kecepatan spindel terendah (300
rpm), dan kedalaman pemakanan paling tinggi (0,8 mm).
Deny Fidiawan dan Yunus meneliti tentang Pengaruh Kedalaman Potong,
Kecepatan Putar Spindel, Sudut Potong Pahat Terhadap Kekasaran Permukaan
Hasil Bubut Konvensional Bahan Komposit. Penelitian tersebut menjelaskan
bahwa ada pengaruh kedalaman potong, kecepatan putar spindel, dan sudut
potong pahat terhadap kekasaran permukaan hasil bubut konvensional bahan
komposit. Nilai kekasaran permukaan rata-rata aritmatik (Ra) terbaik atau terkecil
adalah (5.59 μm) dihasilkan dari parameter kedalaman potong 0.1 mm,
kecepatan spindel 800 Rpm dan sudut potong 78˚.
Ninuk Jonoadji dan Joni Dewanto meneliti tentang Pengaruh Parameter
Potong dan Geometri Pahat Terhadap KekasaranPermukaan Pada Proses
Bubut. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan desain eksperimen
dan analisis regresi, gerak pemakanan memberikan pengaruh paling besar dan
kecepatan potong memberikan pengaruh paling kecil terhadap kekasaran
permukaan.
5
2.2 Dasar Teori Penunjang
a. Mesin Bubut Konvensional
Mesin bubut (turning machine) adalah suatu jenis mesin perkakas
yang dalam proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan
menggunakan mata potong pahat (tools) sebagai alat untuk menyayat
benda kerja tersebut. Mesin bubut merupakan salah satu mesin proses
produksi yang dipakai untuk membentuk benda kerja yang berbentuk
silindris. Pada prosesnya benda kerja terlebih dahulu dipasang pada
chuck (pencekam) yang terpasang pada spindel mesin, kemudian
spindel dan benda kerja diputar dengan kecepatan sesuai perhitungan.
Alat potong (pahat) yang dipakai untuk membentuk benda kerja akan
disayatkan pada benda kerja yang berputar. Pada perkembangannya
ada jenis mesin bubut yang berputar alat potongnya, sedangkan benda
kerjanya diam. Dalam kecepatan putar sesuai perhitungan, alat potong
akan mudah memotong benda kerja sehingga benda kerja mudah
dibentuk sesuai yang diinginkan. Mesin bubut manual dikatakan
konvensional untuk membedakan dengan mesin-mesin yang dikontrol
dengan komputer (Computer Numerically Controlled) atau pun kontrol
numerik (Numerical Control). (Wirawan Sumbodo, 2008 : 227)
Gambar 2.1 Mesin Bubut(sumber: teknik produksi mesin industri jilid 2 kelas 11)
6
b. Bagian Utama Mesin Bubut Konvensional
1) Motor Utama
Motor utama adalah motor penggerak cekam (chuck) untuk
memutar benda kerja. Motor ini adalah motor jenis arus searah
(DC) dengan kecepatan putar yang variabel.
2) Eretan
Eretan (carriage) terdiri atas eretan memanjang (longitudinal
carriage) yang bergerak sepanjang alas mesin, eretan melintang
(cross carriage) yang bergerak melintang alas mesin dan eretan
atas (top carriage), yang bergerak sesuai dengan posisi penyetelan
di atas eretan melintang. Kegunaan eretan ini adalah untuk
memberikan pemakanan yang besarnya dapat diatur menurut
kehendak operator yang dapat terukur dengan ketelitian tertentu
yang terdapat pada roda pemutarnya. Perlu diketahui bahwa semua
eretan dapat dijalankan secara otomatis ataupun manual. (Wirawan
Sumbodo, 2008 : 239)
Gambar 2.2. Eretan(sumber: teknik produksi mesin industri jilid 2 kelas 11)
3) Kepala Lepas (Tail Stock)
Kepala lepas digunakan untuk dudukan senter putar sebagai
pendukung benda kerja pada saat pembubutan, dudukan bor
7
tangkai tirus dan cekam bor sebagai menjepit bor. Kepala lepas
dapat bergeser sepanjang alas mesin, porosnya berlubang tirus,
sehingga memudahkan tangkai bor untuk dijepit. Tinggi kepala
lepas sama dengan tinggi senter tetap. Kepala lepas ini terdiri dari
terdapat dua bagian yaitu alas dan badan, yang diikat dengan dua
baut pengikat (A) yang terpasang pada kedua sisi alas kepala lepas
sekaligus berfungsi untuk pengatur pergeseran badan kepala lepas
untuk keperluan agar dudukan senter putar sepusat dengan senter
tetap atau sumbu mesin, atau tidak sepusat yaitu pada waktu
membubut tirus di antara dua senter. Selain roda pemutar (B),
kepala lepas juga terdapat dua lagi lengan pengikat yang satu (C)
dihubungkan dengan alas yang dipasang mur, dimana fungsinya
untuk mengikat kepala lepas terhadap alas mesin agar tidak terjadi
pergerakan kepala lepas dari kedudukannya. Lengan pengikat yang
satunya (D) dipasang pada sisi tabung luncur/rumah senter putar,
bila dikencangkan berfungsi agar tidak terjadi pergerakan
longitudinal sewaktu membubut. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 240)
4) Penjepit Pahat (Tool Post)
Penjepit pahat digunakan untuk menjepit atau memegang
pahat, yang bentuknya ada beberapa macam di antaranya seperti
ditunjukkan pada gambar 2.3. Jenis ini sangat praktis dan dapat
menjepit 4 (empat) buah pahat sekaligus, sehingga dalam suatu
pengerjaan bila memerlukan 4 (empat) macam pahat dapat
dipasang dan disetel sekaligus. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 243)
8
Gambar 2.3. Tool Post(sumber: teknik produksi mesin industri jilid 2 kelas 11)
5) Kran pendingin
Kran pendingin digunakan untuk menyalurkan pendingin (collant)
kepada benda kerja yang sedang dibubut dengan tujuan
untukmendinginkan pahat pada waktu penyayatan, sehingga dapat
menjaga pahat tetap tajam dan panjang umurnya. Hasil
bubutannyapun halus. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 244)
Gambar 2.4. Kran Pendingin(sumber: teknik produksi mesin industri jilid 2 kelas 11)
6) Cekam (Chuck)
Cekam adalah sebuah alat yang digunakan untuk menjepit benda
kerja. Jenisnya ada yang berahang tiga sepusat (self centering
chuck) yang dapat dilihat pada gambar 2.6, dan ada juga yang
berahang tiga dan empat tidak sepusat (independenc chuck).
9
Cekam rahang tiga sepusat, digunakan untuk benda-benda silindris,
dimana gerakan rahang bersama-sama pada saat dikencangkan
atau dibuka. Cekam dengan rahang tiga dan empat tidak sepusat,
setiap rahang dapat bergerak sendiri tanpa diikuti oleh rahang yang
lain, maka jenis ini biasanya untuk mencekam benda-benda yang
tidak silindris atau digunakan pada saat pembubutan eksentrik.
(Wirawan Sumbodo, 2008: 247)
Gambar 2.5. Cekam(sumber: teknik produksi mesin industri jilid 2 kelas 11)
c. Gerak Pemakanan Mesin Bubut Konvensional
Gerak pemakanan adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda
kerja berputar satu kali, sehingga satuannya adalah mm/putaran. Gerak
pemakanan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda
kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan
permukaan yang diinginkan. Gerak pemakanan biasanya ditentukan
dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak pemakanan
tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan
kehalusan permukaan yang dikehendaki. (Widarto, 2008 :146)
Semakin besar gerak pemakanan pahat maka lebih tebal beram
yang terbentuk. Penampang beram adalah penampang yang dihasilkan
10
setelah satu putaran benda kerja, pada setiap pemutaran terkelupas
sebuah cincin. Semakin besar penampang beram maka semakin kasar
permukaan benda kerja. Luas penampang beram adalah hasil perkalian
antara gerak pemakanan (f) dan kedalaman potong (a).
A = f . a ……. (mm2). (George Love, 1986 : 182)
Gerak pemakanan ini juga digunakan untuk menghitung
kecepatan gerak pemakanan. Kecepatan gerak pemakanan ini dihitung
dengan tujuan mengetahui waktu yang dibutuhkan pahat untuk
bergeser menyayat benda kerja tiap putaran per menit, dengan
diketahuinya kecepatan gerak pemakanan ini waktu produksi bisa
direncanakan.
Gerak pemakanan ini biasanya disediakan dalam daftar
spesifikasi yang dicantumkan pada mesin bubut bersangkutan. Untuk
memperoleh gerak pemakanan yang kita inginkan kita bisa mengatur
tuas pengatur gerak pemakanan yang ada pada mesin bubut.
d. Media Pendingin
Pendingin adalah cairan yang digunakan dalam proses produksi
yang fungsinya untuk pendinginan panas yang tinggi akibat gesekan
dua benda (Bambang Priambodo, 1992 : 87).
Cairan pendingin mempunyai kegunaan yang khusus dalam
proses pemesinan. Selain untuk memperpanjang umur pahat, cairan
pendingin dalam beberapa kasus, mampu menurunkan gaya dan
memperhalus permukaan produk hasil pemesinan. Selain itu, cairan
pendingin juga berfungsi sebagai pembersih/pembawa beram
(terutama dalam proses gerinda) dan melumasi elemen pembimbing
(ways) mesin perkakas serta melindungi benda kerja dan komponen
11
mesin dari korosi. Cairan pendingin bekerja pada daerah kontak antara
beram dengan pahat. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran
utama cairan pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi
(Widarto, 2008 : 299).
Cairan pendingin yang biasa dipakai dalam proses pemesinan
dapat dikategorikan dalam empat jenis utama yaitu :
1) Straight oils (minyak murni)
Minyak murni (straight oils) adalah minyak yang tidak dapat
diemulsikan dan digunakan pada proses pemesinan dalam bentuk
sudah diencerkan. Minyak ini terdiri dari bahan minyak mineral
dasar atau minyak bumi, dan kadang mengandung pelumas yang
lain seperti lemak, minyak tumbuhan, dan ester. Selain itu bisa juga
ditambahkan aditif tekanan tinggi seperti chlorine, sulphur, dan
phosporus. Minyak murni ini berasal salah satu atau kombinasi dari
minyak bumi (naphthenic, paraffinic), minyak binatang, minyak ikan
atau minyak nabati. Viskositasnya dapat bermacam-macam dari
yang encer sampai yang kental tergantung dari pemakaian.
Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak hewani atau
nabati menaikkan daya pembasahan (wetting action) sehingga
memperbaiki daya lumas. Penambahan unsur lain seperti chlorine,
sulphur, atau phosporu (EP additives) menaikkan daya lumas pada
temperatur dan tekanan tinggi. Minyak murni menghasilkan
pelumasan terbaik, akan tetapi sifat pendinginannya paling jelek di
antara cairan pendingin yang lain.
2) Soluble oils
Soluble oil akan membentuk emulsi ketika dicampur dengan air.
Konsentrat mengandung minyak mineral dasar dan pengemulsi
12
untukmenstabilkan emulsi. Minyak ini digunakan dalam bentuk
sudah diencerkan (biasanya konsentrasinya = 3 sampai 10%) dan
unjuk kerja pelumasan dan penghantaran panasnya bagus. Minyak
ini digunakan luas oleh industri pemesinan dan harganya lebih
murah di antara cairan pendingin yang lain.
3) Synthetic fluids (cairan sintetis)
Minyak sintetik (synthetic fluids) tidak mengandung minyak bumi
atau minyak mineral dan sebagai gantinya dibuat dari campuran
organik dan anorganik alkaline bersama-sama dengan bahan
penambah (additive) untuk penangkal korosi. Minyak ini biasanya
digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya dengan rasio
3 sampai 10%). Minyak sintetik menghasilkan unjuk kerja
pendinginan terbaik di antara semua cairan pendingin. Cairan ini
merupakan larutan murni (true solutions) atau larutan permukaan
aktif (surface active). Pada larutan murni, unsur yang
dilarutkanterbesar di antara molekul air dan tegangan permukaan
(surface tension) hampir tidak berubah. Larutan murni ini tidak
bersifat melumasi dan biasanya dipakai untuk sifat penyerapan
panas yang tinggi dan melindungi terhadap korosi. Sementara itu
dengan penambahan unsur lain yang mampu membentuk
kumpulan molekul akan mengurangi tegangan permukaan menjadi
jenis cairan permukaan aktif sehingga mudah membasahi dan daya
lumasnya baik.
4) Semisynthetic fluids (cairan semi sintetis)
Cairan semi sintetik (semi-synthetic fluids) adalah kombinasi antara
minyak sintetik (A) dan soluble oil (B) dan memiliki karakteristik
kedua minyak pembentuknya. Harga dan unjuk kerja penghantaran
13
panasnya terletak antara dua buah cairan pembentuknya tersebut.
Jenis cairan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a) Kandungan minyaknya lebih sedikit (10% sampai 45% tipe B)
b) Kandungan pengemulsinya (molekul penurun tegangan
permukaan) lebih banyak dari tipe A
Partikel minyaknya lebih kecil dan lebih tersebar. Dapat berupa
jenis dengan minyak yang sangat jenuh (“super-fatted”) atau jenis
EP (Extreme Pressure). (Windarto, 2008 :300)
Pada saat proses pembubutan terjadi gesekan antara benda
kerja dengan ujung pahat yang menimbulkan panas. Gesekan dan
panas tersebut dapat menyebabkan beram menempel pada ujung
mata pahat, sehingga ujung mata pahat akan rusak. Kekasaran
permukaan benda yang dihasilkan akan tinggi dan ukuran
kekasarannya tidak tepat. Hal ini dapat dihindari dengan
penggunaan media pendingin pada saat proses pembubutan,
karena media pendingin dapat berperan sebagai pelumas dan
penyerap panas.
Keuntungan penggunaan media pendingin pada proses
pembubutan :
a) Mengurangi biaya alat potong. Media pendingin mengurangi
keausan alat potong, jika umur pahat makin panjang dan
menghemat waktu untuk mengasah/menajamkan kembali alat
potong.
b) Permukaan hasil pemotongan lebih baik. Karena sisi tajam alat
potong tidak cepat tumpul dan tidak mudah rusak, maka mampu
menghasilkan permukaan sesuai dengan yang direncanakan.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah baja St37. Baja ini merupakan bahan
yang sangat kuat dan liat dengan struktur butir yang halus. Baja ini dapat
dilakukan pengerjaan dalam keadaan panas maupun pengerjaan dingin. Arti dari
St itu sendiri merupakan singkatan dari Steel (baja), sedangkan angka 37 berarti
menunjukkan batas minimum kekuatan tarik sebesar 37 kg/mm2.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
a. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1) Gergaji potong digunakan untuk memotong spesimen yang akan
diuji.
2) Mesin bubut konvensional Krisbow KW15-486 digunakan untuk
proses pemesinan.
3) Pahat jenis HSS digunakan untuk alat pemotong selama proses
pembubutan.
4) Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi benda uji.
5) Bak pendingin digunakan untuk wadah media pendingin.
6) Kuas digunakan untuk mengoleskan media pendingin.
7) Alat uji kekasaran yang digunakan memeriksa hasil kekasaran
setelah dilakukan proses pemesinan adalah Surface Roughness
Tester, type RT 110.
15
b. Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan penelitian yang digunakan adalah baja
ST37 dengan diameter awal 38 mm dan panjang 330 mm.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran terhadap keberadaan suatu
variabel dengan instrumen penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis
untuk mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel
yang lain. Sugiyono (2005 : 91) menyebutkan “Variabel merupakan
gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati, variabel itu sebagai
atribut dari sekelompok orang atau obyek yang mempunyai variasi
antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu”.
1) Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat. Munculnya variabel ini tidak
dipengaruhi atau tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya variabel
lain. Tanpa adanya variabel bebas, maka tidak akan ada variabel
terikat. Jika variabel bebas berubah, maka akan muncul variabel
terikat yang berbeda atau yang lain. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah kecepatan putaran spindle dan media
pendingin.
2) Variabel terikat
Variabel terikat adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki
pula sejumlah aspek di dalamnya, yang berfungsi menerima atau
menyesuaikan diri dengan kondisi lain, yang disebut variabel bebas.
16
Dengan kata lain ada atau tidaknya variabel terikat tergantung ada
atau tidaknya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel
terikatnya adalah tingkat kekasaran permukaan dengan satuan μm.
3) Variabel kontrol
Variabel kontrol merupakan himpunan sejumlah gejala yang
memiliki berbagai aspek atau unsur di dalamnya, yang berfungsi
untuk mengendalikan variabel terikat yang akan muncul bukan
dikarenakan variabel lain, tetapi benar benar karena variabel bebas.
17
Langkah-langkah dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan
aliran proses eksperimen sebagai berikut :
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
18
Mulai
Persiapan Bahan
Pembubutan
Uji KekasaranData Kekasaran
Analisa Data
Kesimpulan
Selesai
Kecepatan Spindel 65 rpm
M.
Pen
ding
in
Oli
SA
E 4
0
Kecepatan Spindel 180 rpm
Kecepatan Spindel 200 rpm
M.
Pen
ding
in
Uda
ra
M.
Pen
ding
in
Oli
SA
E 4
0
M.
Pen
ding
in
Uda
ra
M.
Pen
ding
in
Oli
SA
E 4
0
M.
Pen
ding
in
Uda
ra
3.4 Deskripsi Tahapan Penelitian
a. Persiapan Bahan
Tahap ini adalah tahap pertama dalam penelitian ini, pada tahap ini kita
akan mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian.
b. Pembubutan
Tahap ini adalah tahap dimulainya pembubutan, selanjutnya akan di uji
dengan memvariasi variabel-variabel yang telah kita tentukan.
c. Kecepatan Putaran Spindel 65 rpm
Sebelum kita memasuki tahap ini, kita terlebih dahulu harus
menyalakan mesin bubut, memasang benda kerja kepencekam,
mengecek kerataan permukaan benda kerja dengan dial indikator,
memasang pahat bubut, mengatur gerak makan nya. Setelah hal itu
dilakukan, pada tahap ini kita akan mengatur kecepatan spindel
sebesar 65 rpm. Kemudian kita akan melakukan proses pembubutan,
di sini kita akan menggunakan media pendingin sebagai berikut:
1) Media pendingin Oli SAE 40
Tahap ini dilakukan pada saati proses pembubutan, di sini kita akan
memberikan oli sebagai media pendingin. Media pendingin di
berikan dengan cara menguaskan oli kepada benda kerja.
2) Media Pendingin Udara
Tahap ini hampir mirip dengan tahap sebelumnya, hanya saja
media pendingin yang digunakan di sini adalah udara.
d. Kecepatan Putaran Spindel 180 rpm
Tahap ini sama dengan tahapan kecepatan putaran spindel 65 rpm,
hanya saja pada saat pengaturan kecepatan putaran spindel di atur
sebesar 185 rpm.
19
e. Kecepatan Putaran Spindel 200 rpm
Tahap ini sama dengan tahapan kecepatan putaran spindel 65 rpm,
hanya saja pada saat pengaturan kecepatan putaran spindel di atur
sebesar 200 rpm.
f. Uji Kekasaran
Tahap ini adalah tahap pengukuran kekasaran permukaan dari benda
kerja yang telah di hasilkan pada proses pembubutan kecepatan
putaran spindel 65 rpm,180 rpm, 200 rpm, baik itu menggunakan media
pendingin Oli SAE 40 maupun udara. Pengukuran kekasaran
permukaan dilakukan dengan menggunakan alat surface roughness
tester, type RT 110.
g. Data Kekasaran
Tahap ini adalah tahapan pengambilan data yang diambil pada saat
melakukan uji kekerasan terhadap benda kerja.
h. Analisa Data
Tahap ini adalah tahapan untuk menganalisa hasil pada data
kekasaran yang telah di dapat. Hal itu dilakukan dengan cara
membandingkan nilai kekasaran dari masing-masing benda yang telah
diberikan perlakuan yang berbeda.
i. Kesimpulan
Tahapan ini adalah tahap akhir dalam penelitian ini. Pada tahap ini kita
akan menarik kesimpulan yang kita dapat dari hasil analisa data yang
didapat
20
3.5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanan pada bulan Agustus-
September 2017, untuk detail jadwalnya dapat di lihat pada tabel 3.1.
Waktu Penelitian Perminggu (Agustus-September)
Ke 1 Ke 2 Ke 3 Ke 4 Ke 5 Ke 6 Ke 7 Ke 8
Persiapan
Observasi
Studi Literatur
Pembuatan
ProposalTabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
21
DAFTAR PUSTAKA
Adik Aditia Muhammad dan Mahendra Sakti Arya, 2013, Pengaruh Jenis Pahat,Kecepatan Spindel, dan Kedalaman Pemakanan Terhadap Tingkat Kerataan Permukaan dan Bentuk Geram Baja St. 60 Pada Proses Bubut Konvensional, JTM, Volume 1, UNESA.
Aditya S. Bima dan Mahendra S. Arya, 2012, Pengaruh Kedalaman dan CairanPendingin Terhadap Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses Bubut Konvensional, UNESA.
Arikunto Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Eko Marsyahyo, 2003, Mesin Perkakas Pemotong Logam, Malang: Bayumedia Publissing.
Elfrendi, 2000, Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Perubahan Kekerasan dan Struktur Mikro Material, Ni–Hard IV, UNAND.
Emzir, 2009, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta, Raja Grafindo Persada
Fidiawan Deny dan Yunus, 2014, Pengaruh Kedalaman Potong, Kecepatan Putar Spindel, Sudut Potong Pahat TerhadapKekasaran Permukaan Hasil Bubut Konvensional Bahan Komposit, JTM, Volume 3, UNESA.
Jonoadji Ninuk dan Dewanto Joni,1999, Pengaruh Parameter Potong dan Geometri Pahat Terhadap KekasaranPermukaan Pada Proses Bubut, JTM, Volume 1, Universitas Kristen Petra.
Lesmono Indra dan Yunus, 2013, Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel, dan Kedalaman Pemakanan Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Baja St. 42 Pada Proses Bubut Konvensional, JTM, Volume 1, UNESA.
Love George, 1986, Teori dan Praktek Kerja Logam, Erlangga, Jakarta.
Makmur Taufikurrahman, 2006, Pengaruh Variasi Putaran, Kecepatan Putar Benda serta Kecepatan Meja terhadap Nilai Kekasaran Benda Keja pada Proses Penggerindaan Silinder, Teknika, Palembang, Politeknik Negeri Srwiwijaya.
Muin Syamsir, 1986, Dasar-dasar Perencanaan Perkakas. Jakarta, Rajawalimas.
Muklhasin, Ilham Charisul, 2012, Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel danKedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Baja St 60 pada Proses Bubut Konvensional, Surabaya, Universitas Negeri Surabaya
Takeshi .S.G. dan Sugiarto .H.N,1999, Menggambar Mesin Menurut Standar ISO, Jakarta, PT. Pradnya Paramita.
22
Pandhu Pramawata, 2013, Pengaruh Jenis Pahat, Sudut Pahat dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan pada Proses Bubut Rata Baja St 42, Surabaya, Universitas Negeri Surabaya.
Prasetya Tri Adi, 2010, Pengaruh Gerak Pemakanan dan Media PendinginTerhadap Kekasaran Permukaan Logam Hasil Pembubutan Pada Material Baja Hq 760, Universitas Sebelas Maret.
Priambodo Bambang, 1992, Elemen Mesin, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Ristanto Bambang, 2006, Pengaruh Feeding Terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Pada Proses Penyekrapan Rata Dengan Spesimen Baja Karbon,UNNES
Rochim .T, 1993, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, Laboratorium Teknik Produksi dan Metrolog Industri, ITB, Bandung.
Sholihah, Q dkk, 2005, “Analysis of Implementation of OHAS School counseling to knowledge, Learning Achievement and Risk Factors of Accident”, International Journal of Health Sciences and Research (IJHSR), Vol 5.
Sumbodo Wirawan, 2008, Teknik Produksi Mesin industri,jilid 2, PusatPerbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Syamsudin .R, 1999, Teknik Bubut, Puspa Swara, Jakarta.
Taufiq Rochim, 2011, Spesifikasi, Metrologi, & Kontrol Kualitas Geometri. ITB, Bandung.
Venkata Ramana .M, Krisna Mohan Rao G, dkk, 2011, Effect of ProcessParameters on Surface Roughness in Turning of Titanium Alloy under Different Conditions of Lubrication, JNTUH, India
Widarto, 2008, Teknik Pemesinan, Jilid 1, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Wijayanto .D.S, dan Estriyanto. Y, 2005, Teknologi Mekanik Mesin Perkakas. Surakarta: UNS Press
23