zunpei.files.wordpress.com · web viewsubsistem manajemen kesehatan subsistem upaya kesehatan...
TRANSCRIPT
Materi UAS
Dilema Iklan Sebagai Media Promosi Di Dunia Perumahsakitan
Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam
menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan
jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran dan
konsumsi. Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi.
Menurut Kotler, pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak
lain. Sedangkan rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan
merupakan institusi yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Sekarang ini mayoritas rumah sakit yang ada di Indonesia sudah bergeser ke arah profit
oriented, hal ini disebabkan karena masuknya Indonesia ke dalam persaingan pasar
bebas yang mengharuskan kita untuk merubah cara pandang terhadap rumah sakit. Saat
ini tidak memungkinkan lagi jika rumah sakit hanya dipandang sebagai institusi sosial.
Dengan berjalannya waktu rumah sakit telah menjadi institusi yang bersifat sosio-
ekonomis. Selain itu, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dimana investor baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri diberi kesempatan untuk menanamkan
modalnya dalam bidang perumahsakitan, semakin memudahkan pergeseran tersebut.
Sehingga tidak heran sekarang ini banyak dibangun rumah sakit baru yang memiliki
pelayanan seperti hotel berbintang, teknologi baru dan canggih, serta dikelola dengan
manajemen profesional yang tentunya berorientasi profit.
Semakin banyak dan meratanya rumah sakit di wilayah Indonesia yang merupakan
harapan pemerintah merupakan ancaman bagi pihak rumah sakit, karena dengan
semakin banyaknya bermunculan rumah sakit yang menawarkan bermacam
keunggulan, baik dari segi teknologi, harga maupun pelayanan, maka rumah sakit akan
menghadapi persaingan yang semakin kompetitif.
Jumlah rumah sakit yang semakin meningkat membuat setiap rumah sakit saling
bersaing untuk mendapatkan pelanggan. Oleh karena itu, pemasaran rumah sakit yang
baik akan dapat membantu rumah sakit untuk terus bertahan dalam persaingan dan
berkembang menjadi lebih baik. Keluarnya Permenkes No. 80/Menkes/Per/II/90 yang
menyatakan bahwa badan hukum termasuk perorangan diperkenankan memiliki dan
mengelola rumah sakit dengan sifat profit oriented, membuat rumah sakit sadar untuk
menerapkan manajemen pemasaran untuk bisa mempertahankan eksistensinya.
Sehingga tidak mengherankan jika keadaan ini memaksa pihak rumah sakit, baik rumah
sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah untuk menerapkan manajemen
pemasaran yang modern, dengan melaksanakan proses pemasaran yang baik, termasuk
promosi yang termasuk kedalam bauran pemasaran. Artinya, rumah sakit akan
melakukan berbagai upaya promosi dalam rangka menarik minat konsumen sebanyak-
banyaknya.
Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran,
penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi
(Kotler).
Jika dibandingkan dengan bidang lain, usaha perumahsakitan memiliki ciri khasnya
sendiri, terutama dalam tanggung jawab moral, kemanusiaan dan sosial yang
diembannya. Oleh sebab itu, meski banyak yang menjadikan rumah sakit sebagai ladang
bisnis, namun rumah sakit tidak bisa begitu saja melepaskan misi sosial dan
kemanusiaan, dan hal tersebut menyebabkan cara-cara promosi yang umum, yang dapat
diterapkan pada bidang bisnis lain tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan di bidang
perumahsakitan.
Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah iklan. Namun
bolehkan rumah sakit beriklan? Selama ini pengelola rumah sakit, baik pemerintah
maupun swasta berpedoman dan meyakini bahwa rumah sakit tidak boleh beriklan.
Banyak alasan yang dikemukakan, antara lain akan menjadi tidak etis jika rumah sakit
mengharapkan kesakitan dari pasien untuk kemudian pasien tersebut datang ke rumah
sakit yang mereka kelola.
Kenyataannya rumah sakit tidak memiliki larangan untuk memasang iklan. PERSI tidak
melarang rumah sakit melakukan promosi berupa iklan asalkan iklan tersebut bersifat
informatif, tidak komparatif, berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan, dan
berdasarkan kode etik rumah sakit Indonesia. Karena pada dasarnya kegiatan promosi
dilaksanakan untuk menjaga komunikasi antara pihak rumah sakit dengan masyarakat
luas.
Namun, ketika rumah sakit memutuskan untuk beriklan, rumah sakit harus benar-benar
siap. Jika tidak, mereka akan berhadapan dengan undang-undang perlindungan
konsumen. Seperti yang dialami oleh RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci yang pernah
memiliki pengalaman tidak menyenangkan saat mereka berusaha melakukan promosi di
media massa. Saat pembukaan, RS Siloam berupaya untuk menarik minat pelanggan
dengan memasang iklan pemberitahuan dan informasi sebanyak setengah halaman di
salah satu media cetak, pada iklan tersebut dicantumkan mengenai fasilitas kesehatan
dan tenaga medis yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Tetapi ternyata iklan tersebut
mendapat sambutan yang tidak menyenangkan dari anggota DPR karena dinilai tidak
etis. Dengan adanya kejadian ini, rumah sakit lainnya pun menjadi berpikir dua kali
untuk mengiklankan rumah sakit mereka karena takut akan menjadi masalah dengan
anggota dewan.
Kejadian ini akan menjadi sangat ironis ketika rumah sakit di Indonesia masih ragu dan
takut berpromosi, rumah sakit di negara lain justru gencar menjadikan Indonesia
sebagai lahan promosi. Mereka bukan hanya memasang iklian, tetapi juga melakukan
berbagai kegiatan kehumasan (public relations) untuk menarik minat masyarakat
Indonesia agar mau menjadi konsumen mereka. Contohnya saja rumah sakit negara S
dan M, iklan mengenai rumah sakit di kedua negara tersebut banyak diterbitkan di
Indonesia, mereka tidak lagi memandang etis atau tidaknya sebuah iklan mengenai
rumah sakit dimuat, bahkan ada yang menawarkan paket kesehatan sambil tur dengan
biaya yang murah. Sedangkan rumah sakit kita sendiri, dengan niat yang baik untuk
menginformasikan saja pada masyarakat bahwa ada rumah sakit baru yang dibangun
melalui iklan ditegur dengan keras. Sehingga tidak heran, semakin banyak masyarakat
Indonesia yang pergi berobat ke luar negeri karena mereka beranggapan rumah sakit di
sana lebih baik daripada di negeri sendiri.
Akibat iklan yang dianggap tidak etis ini, ada pihak rumah sakit tertentu yang
mengajukan protes pada pihak PERSI, dan segera ditanggapi oleh pihak PERSI dengan
menemui penanggungjawab media cetak tersebut, dan pihak yang bersangkutan berjanji
tidak akan mnerbitkan iklan tersebut lagi.
Tapi tetap saja, ada pihak-pihak rumah sakit yang merasa dianaktirikan oleh
pemerintahnya sendiri. Jadi, akan sangat bijak jika pemerintah mulai memikirkan
dengan jelas aturan yang akan menjadi panduan bagi pihak rumah sakit mengenai apa
saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan rumah sakit dalam beriklan.
Selain itu pemerintah juga harus memberikan dukungan dalam bentuk penurunan pajak
dan informasi kesehatan lainnya. Hal ini akan sangat berguna jika dilakukan, karena
rumah sakit Indonesia akan memiliki dukungan dari pemerintahnya sendiri dalam
rangka bersaing dengan rumah sakit luar negeri yang sangat gencar dalam melakukan
upaya promosi di negeri ini
Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit
untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standart profesi dan standart pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efisien dan
efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma,
etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan
pemerintah dan masyarakat konsumen.3)
Faktor - faktor yang menentukan mutu pelayanan rumah sakit yaitu: 21)
1. Kehandalan yang mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan
kemampuan untuk dipercaya.
2. Daya tangkap, yaitu sikap tanggap para karyawan melayani saat dibutuhkan
pasien.
3. Kemampuan, yaitu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
agar dapat memberikan jasa tertentu.
4. Mudah untuk dihubungi dan ditemui.
5. Sikap sopan santun, respek dan keramahan para pegawai.
6. Komunikasi, yaitu memberikan informasi kepada pelanggan dalam
bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan
keluhan pelanggan.
7. Dapat dipercaya dan jujur.
8. Jaminan keamanan
9. Usaha untuk mengerti dan memahami kebutuhan pelanggan.
10.Bukti langsung yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan
yang digunakan, representasi fisik dan jasa.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1996
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar
dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di
rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada
pasien dengan mutu sebaik baiknya, menggunakan tata cara dan teknik
berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat
dipertanggungjawabkan kepada pasien dan rumah sakit.3)
Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis
manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi dan
manajemen terpadu, manajemen kontinuitas, dan koordinasi kesehatan dan
penyakit harus mencakup beberapa hal , yaitu:
a. Ketepatan diagnosis
b. Ketepatan dan kecukupan therapi
c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap
d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga.
JENIS TENAGA KESEHATAN
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. tenaga medis;
b. tenaga keperawatan;
c. tenaga kefarmasian;
d. tenaga kesehatan masyarakat;
e. tenaga gizi;
f. tenaga keterapian fisik;
g. tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi transfusi dan perekam medis.
PERSYARATAN
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
STANDAR PROFESI
Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk :
a. menghormati hak pasien;
b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekam medis.
MASALAH-MASALAH YANG TIMBUL DALAM MANAJEMEN PELAYANAN
MEDIK
Masalah-masalah yang timbul antara lain :
1. Tenaga, khususnya tenaga medis spesialis masih kurang dan tidak merata
(di Pulau Jawa lebih banyak dibanding daerah lain).
2. Belum semua Rumah Sakit menerapkan/mengacu kepada struktur
organisasi 983/1992 karena keterbatasan kualifikasi tenaga yang ada.
3. Fasilitas yang belum sesuai dengan standar.
4. Kecenderungan untuk memiliki alat canggih tanpa memperhitungkan
efisiensi dan efektivitas.
5. Sikap dan perilaku tenaga medis yang kurang mendukung sistem
pelayanan medis maupun Rumah Sakit sebagai suatu sistem.
6. Sikap dan perilaku pimpinan Rumah Sakit yang kurang tegas dalam
pelaksanaan pelayanan medis.
JENIS-JENIS KARYAWAN BERMASALAH
1. The Nit-Picker, yaitu mereka yang selalu mengemukakan kesalahan orang
lain
2. The Mute, yaitu mereka yang amat keras kepala
3. The know it all, yaitu mereka yang merasa tahu segalanya
4. The cross-examiner, yaitu mereka yang amat terlalu banyak bertanya
5. The complainer, yaitu mereka yang terlalu banyak mengeluh
6. The noncooperator, yaitu mereka yang memang tidak mau bekerja atau
tidak mau bekerja dengan baik.
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
1. Adanya program kerjasama antar Rumah Sakit namun tanpa melanggar
Keputusan Menkes 415a/1984 baik bagi "provider" maupun Rumah Sakit
sendiri.
2. Perencanaan peralatan secara bertahap perlu ditingkatkan dengan
memperhitungkan skala prioritas dan projek unggulan, tidak perlu
seluruhnya membeli tetapi dengan sistem kerja sama ataupun sewa.
3. Komunikasi, koordinasi, integrasi dengan unit lain di Rumah Sakit
ditingkatkan. Unit lain sebagai "MITRA". Sehingga pelayanan medik dan
Rumah Sakit sebagai suatu sistem dapat berlangsung dengan optimal.
4. Menempatkan tenaga medis sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya.
5. Pimpinan Rumah Sakit harus mempunyai sikap yang tegas dalam
mengayomi, mengawasi dan mengendalikan pelayanan medis RS.
Beberapa filosofi-filosofi yang mungkin bisa memberikan motivasi kepada
semua tenaga kesehatan baik yang bekerja di rumah sakit maupun instansi
pelayanan kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan yang prima
kepada masyarakat sebagai pengguna jasa yaitu sebagai berikut :
1. ” Pelanggan (pasien) adalah tamu kita yang terpenting di tempat kerja, dia
tidak tergantung kepada kita, tapi kitalah yang tergantung kepada
mereka ”
2. ” Kita tidak memberikan pertolongan dengan melayaninya, Dialah yang
memberikan pertolongan dengan memberi kesempatan bekerja pada kita
yaitu dengan melayani kepentingannya.”
3. ” Keluhan pasien adalah suatu pemberian hadiah yang harus diterima
dengan tulus (Complaint is a give) ”.
4. ” Lakukanlah apa yang dapat anda lakukan dengan apa yang anda miliki
ditempat anda berada ”.
PEMBANGUNAN KESEHATAN INDONESIA SEHAT 2010
Indonesia Sehat adalah suatu kondisi yang merupakan gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yakni masyarakat, bangsa, dan Negara yang ditandai
oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004-2009), bahwa untuk
mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 maka
Departemen Kesehatan menetapkan visi Pembangunan Kesehatan adalah
INDONESIA SEHAT 2010. Dan untuk mencapai visi tersebut Promosi Kesehatan
sebagai bagian integral dari upaya pembangunan kesehatan menetapkan Visi,
misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan dan program promosi kesehatan.
1. VISI : Visi Promosi Kesehatan Nasional untuk kurun waktu 2004-2009,
adalah :
“PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT 2010”
( “PHBS 2010” )
Dalam Indonesia Sehat 2010, terdapat harapan-harapan sebagai berikut :
(1) Lingkungan yang diharapkan : lingkungan bebas polusi, tersedianya air
bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman
yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
(2) Perilaku yang diharapkan : proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi
diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat.
(3) Kemampuan masyarakat yang diharapkan : mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang
bersifat ekonomi maupun nonekonomi.
(4) Pelayanan kesehatan yang bermutu : pelayanan kesehatan yang
memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai
dengan standard dan etika pelayanan profesi..
2. MISI
Dalam rangka mewujudkan Visi PHBS 2010 dalam Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan 2004, ditetapkan misi promosi kesehatan
sebagai berikut:
a. Memberdayakan Masyarakat
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata
ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan saja, tetapi sangat
dipengaruhi juga pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan baik
individu, keluarga dan kelompok-kelompok dalam masyarakat
dengan pendekatan melalui individu, keluarga meupun melalui
pengorganisasian dan penggerakan masyarakat.
b. Membina Suasana.
Dalam upaya perubahan perilaku masyarakat dalam bidang
kesehatan hal yang sangat penting harus dilakukan adalah membina
suasana yang kondusif bagi terciptanya perubahan perilaku
masyarakat kearah yang diharapkan dalam membantu
mempercepat pembangunan kesehatan yaitu perubahan perilaku
masyarakat kearah hidup yang bersih dan sehat serta tidak lupa
menjaga kesehatan lingkungan yang sehat.
c. Mengadvokasi para penentu kebijakan.
a) Mendorong diberlakukannya kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang berwawasan kesehatan.
b) mengintegrasikan promosi kesehatan, khususnya pemberdayaan
masyarakat dalam program kesehatan.
c) meningkatkan kemitraan secara sinergis antara pemerintah pusat
dan daerah, serta antara pemerintah dengan masyarakat serta dunia
usaha.
d) meningkatkan investasi dalam bidang promosi kesehatan pada
khususnya dan bidang kesehatan pada umumnya.
Dasar-dasar pembangunan kesehatan sebagaimana tercantum dalam
Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, yaitu:
(1) Perikemanusiaan: Setiap upaya kesehatan harus berlandaskan
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan
dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Pemberdayaan dan Kemandirian: Setiap orang dan juga masyarakat
bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggungjawab
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan,
keluarga, masyarakat beserta lingkungannya;
(3) Adil dan Merata: Dalam pembangunan kesehatan, setiap orang mempunyai
hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan status sosial ekonominya;
(4) Pengutamaan dan Manfaat: Penyelenggaraan upaya kesehatan yang
bermutu dan mengikuti perkembangan IPTEK, harus lebih mengutamakan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, dan pencegahan penyakit.
Upaya kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab.
Strategi Pembangunan Kesehatan
1. Pembangunan Nasional berwawasan kesehatan
Semua kebijakan pembangunan diberbagai sector harus memiliki
wawasan kesehatan artinya harus memberikan kontribusi positif
terhadap kesehatan baik dari segi lingkungan maupun perilaku.
2. Profesionalisme
Dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi serta
melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
4. Desentralisasi
Adanya pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada
pemerintah daerah untuk mengatur system pemerintahan dan
rumah tangga sendiri karena daerahlah yang lebih tahu masalah dan
potensi spesifik di daerahnya masing-masing.
Jika mengacu kepada definisi Public Health menurut winslow,
pengembangan program kesehatan masyarakat di suatu wilayah terdiri
dari tiga komponen pokok yaitu kegiatan yang berhubungan dengan upaya
pencegahan penyakit (preventing disease) dan memperpanjang hidup
(prolonging life) melalui usaha-usaha kesehatan lingkungan, imunisasi,
pendidikan kesehatan, dan pengenalan penyakit secara dini (surveilan,
penimbangan balita, dan sebagainya). Kedua upaya tersebut harus
dilakukan dengan meningkatkan peran serta masyarakat (community
participation) melalui kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir.
Pelaksanaan program :
1. Askeskin (2007)
2. Jamkesmas (2008)
3. Jamsostek
Pada saat program Askeskin segala bentuk identitas Gakin seperti kartu PKPS-
BBM, kartu JPS, kartu sehat, Kartu Identitas Keluarga Miskin (KIKM) dan Surat
Keterangan Tidak Mampu (SKTM) masih dapat digunakan untuk mendapat
pelayanan kesehatan di RS milik Pemerintah dengan biaya dari pemerintah
pusat. Tetapi dalam pelaksanaan Jamkesmas, hanya Gakin yang masuk dalam
daftar Jamkesmas yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di
Rumah Sakit milik Pemerintah.
KEBIJAKAN OPERASIONAL
1. JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat) adalah program pemerintah
dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan akses dan
mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak
mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara
efektif dan efisien.
2. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban
memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin mengacu pada
prinsip-prinsip:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata
peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin.
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik
yang ’cost effective’ dan rasional.
c. Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
d. Transparan dan akuntabel .
TUJUAN DAN SASARAN JAMKESMAS
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan Khusus:
a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel
2. Sasaran
Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia
sejumlah 76,4 juta jiwa.
Jaminan Sosial Nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang
bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan social agar
setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya
kesejahteraan social bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional meliputi :
(a) Prinsip kegotongroyongan,
(b) Prinsip kepesertaan yang bersifat wajib,
(c) Prinsip dana yang terkumpul merupakan dana amanat,
(d) Prinsip nirlaba,
(e) Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan aktivitas.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah suatu tatanan yang menghimpun
berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945.
Subsistem SKN adalah :
1. Subsistem Upaya Kesehatan
2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan
3. Subsistem Sumber daya Manusia Kesehatan
4. Subsistem Obat dan Perbekalan Kesehatan
5. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
6. Subsistem Manajemen Kesehatan
Subsistem upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan subsistem ini adalah terselenggaranya upaya kesehatan yang tercapai
(accessible), terjangkau (affordable) dan bermutu (quality) untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN KESEHATAN
4 Strategi Pembangunan Kesehatan :
1. Pembangunan berwawasan kesehatan
2. Profesionalisme
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
4. Desentralisasi
UU RI Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan
kewenangan untuk daerah otonom (daerah kabupaten dan Kota) untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Di satu sisi, pihak eksekutif sebagai pelaksana kebijakan akan memiliki tugas dan
wewenang yang semakin besar. Di sisi lain, pihak legislatif (DPRD) dituntut untuk
mengoptimalkan pengawasan pelaksanaan kebijakan oleh eksekutif. Beberapa
kekhawatiran yang berkembang di masyarakat sebagai akibat dari kebijakan
otonomi daerah,antara lain adalah munculnya raja-raja kecil di daerah,
pemindahan korupsi dari pusat ke daerah, dan DPRD akan bertindak sebagai
wasit ‘tegas’ yang sewaktu-waktu dapat menjatuhkan Bupati/Walikota.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999, pemerintah telah
mengeluarkan PP Nomor 25 tahun 2000. PP No. 25 tahun 2000, Bab II, pasal 2
mengatur tugas dan wewenang desentralisasi bidang kesehatan pada daerah
provinsi sebagai daerah otonom.
Paradigma Lama Program dan Kebijakan yang
top-down Mentalitas nrimo Meninabobokan potensi lokal Pembangunan Kesehatan
berbasis Pemerintah Sistem purna bayar pelayanan
kesehatan
Pembangunan Kesehatan
Sektoral
Paradigma Baru Program dan Kebijakan yang
Bottom-up Mentalitas proaktif Pemberdayaan sumberdaya lokal Pembangunan Kesehatan Berbasis
Masyarakat Sistem prabayar pelayanan
kesehatan Pembangunan Kesehatan Multi
Sektor
Dalam bidang kesehatan, implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan,
antara lain, adalah sebagai berikut:
1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan
atas aspirasi masyarakat.
2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan,
3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum
tergarap,
4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini
hanya mengacu pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk
pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.
PROGRAM KESEHATAN UNGGULAN
Menyadari keterbatasan sumber daya yang tersedia serta disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan yang ditemukan dalam masyarakat dan
kecendrungannya pada masa mendatang, maka untuk meningkatkan percepatan
perbaikan derajat kesehatan masyarakat yang dinilai penting untuk mendukung
keberhasilan program pembangunan nasional, ditetapkan 10 program kesehatan,
sebagai berikut:
a. Program Kebijakan Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan dan Hukum Kesehatan
b. Program Perbaikan Gizi
c. Program Pencegahan Penyakit Menular
d. Program Peningkatan Perilaku Hidup Sehat dan Kesehatan Mental
e. Program Lingkungan Pemukiman, Air dan Udara Sehat
f. Program Kesehatan Keluarga, Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana
g. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
h. Program Anti Tembakau, Alkohol dan Madat
i. Program Pengawasan Obat, Bahan Berbahaya, Makanan, dan
j. Program Pencegahan Kecelakaan Keselamatan Lalu Lintas
Kebijakan program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat :
► Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE)
► Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan generasi muda
►Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
Kebijakan program lingkungan sehat :
► Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
► Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan
► Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan
► Pengembangan wilayah sehat
Kebijakan program pelayanan kesehatan :
► Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya
► Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas
dan jaringannya
► Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik
esensial
► Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan
Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit :
► Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
► Peningkatan imunisasi
► Penemuan dan tatalaksana penderita
► Peningkatan surveilans epidemologi
► Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit
Kebijakan program perbaikan gizi masyarakat :
► Peningkatan pendidikan gizi
► Penangulangan KEP, anemia gizi besi, GAKI, kurang vitamin A,
kekuarangan zat gizi mikro lainnya
► Penanggulangan gizi lebih
► Peningkatan surveilans gizi
► Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
Kebijakan program sumber daya kesehatan :
► Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
► Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan
terutama untuk penduduk miskin
► Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit
Kebijakan program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan :
► Pengkajian dan penyusunan kebijakan
► Pengembangan sistem perencanaan dan pengangaran, pelaksanaan dan
pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan,
serta hukum kesehatan
► Pengembangan sistem informasi kesehatan
► Pengembangan sistem kesehatan daerah
► Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan
Kebijakan program penelitian dan pengembagan kesehatan :
► Penelitian dan pengembangan
► Pengembangan tenaga, sarana dan prasarana penelitian
► Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan
kesehatan
IMPLEMENTASI CLINICAL GOVERNANCE DALAM PELAYANAN KESEHATAN PRIMER YANG BERMUTU
“John Hawley,seorang pensiunan Angkatan Laut Amerika Serikat, pada akhir
bulan Januari 1998 menjalani operasi di Lawnwood Regional Medical Center, Fort
Pierce, Florida. Separuh dari parunya diambil dan jaringan tersebut dikirimkan
ke Laboratorium Patologi untuk konfirmasi diagnosis. Satu tahun pasca operasi,
keluarga Hawley sangat terkejut ketika mengetahui bahwa hasil pemeriksaan PA
menunjukkan tidak ditemukannya kelainan pada paru Hawley. Selama kurun
waktu tersebut, tidak seorangpun dari rumahsakit Lawnwood yang memberitahu
bahwa hasil pemeriksaan PA terhadap Hawley menyimpulkan bahwa ybs. telah
salah didiagnosis sebagai Ca pulmo.”
APA YANG DIMAKSUD DENGAN CLINICAL GOVERNANCE?
Melalui suatu publikasi yang berjudul The New NHS (National Health Service):
Modern, Dependable, yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Inggris pada
tahun 1998 diperkenalkanlah istilah clinical governance untuk pertama kalinya.
Dalam dokumen buku putih A First Class Service yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan Inggris, Clinical Governance didefinisikan sebagai:
"A framework through which NHS organizations are accountable for continuously
improving the quality of their services, and safeguarding high standards of care
by creating an environment in which excellence in clinical care can flourish"
Frank Dobson mendefinisikan clinical governance sebagai "the best care for all
patients everywhere" atau pelayanan yang terbaik untuk semua penderita, di
manapun berada. Dalam definisi NHS di atas, ada 4 pilar utama dari clinical
governance, yaitu :
(1) accountability;
(2) continuous quality improvement (CQI);
(3) high standard of care; dan
(4) menciptakan lingkungan yang dapat mendorong terlaksananya pelayanan
klinik yang sempurna (excelence clinical care).
1. Accountability. Di sini mengandung arti bahwa setiap upaya medik yang
dilakukan, apapun bentuknya, mulai dari diagnosis hingga terapi dan rehabilitasi,
harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah berdasarkan bukti-bukti
ilmiah yang mutakhir dan valid (current best evidence).
2. Continuous quality improvement (CQI), yaitu bahwa pelayanan kesehatan
harus senantiasa ditingkatkan mutunya secara berkesinambungan. Setiap
komponen yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan haruslah mampu
untuk senantiasa mengupdate ilmu, pengetahuan, dan ketrampilannya untuk
menjamin bahwa mutu pelayanan kesehatan yang diberikan telah sesuai dengan
yang diharapkan oleh konsumen.
3. High standard of care. Pesan ini mengindikasikan bahwa setiap upaya medik
haruslah dilaksanakan menurut standar pelayanan yang tertinggi. Oleh sebab itu
setiap unit pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai standard, mulai dari
standard operating procedure (SOP) hingga Evidence-based clinical practice
guideline. Hal ini untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan adalah yang
terbaik untuk pasien.
4. Menciptakan lingkungan yang dapat mendorong terlaksananya pelayanan
klinik yang sempurna (excelence clinical care). Dalam konteks ini maka NHS
mengisyaratkan agar setiap unit pelayanan kesehatan yang ada mampu
memfasilitasi setiap upaya pelayanan medik yang paling efficacious, aman dan
berorientasi pada keselamatan pasien.
KOMPONEN-KOMPONEN CLINICAL GOVERNANCE
Secara umum komponen-komponen clinical governance mencakup beberapa hal
berikut :
1. Clinical Leadership. Untuk terciptanya sistem pelayanan kesehatan yang baik
antara lain diperlukan sifat-sifat kepemimpinan klinik dari segenap petugas
rumahsakit yang ada. Pemimpin klinik yang efektif harus mampu untuk
senantiasa meningkatkan perannya dalam melayani pasien, meningkatkan
mutu outcome klinik, dan mencegah atau meminimalkan risiko atas tindakan
medik yang dilakukan melalui hubungan interpersonal dan komunikasi yang
baik. Sikap kepemimpinan klinik haruslah diwujudkan dalam bentuk
tanggungjawab medik yang tinggi, berani mengakui setiap kekeliruan
prosedur yang dilakukan dan segera melakukan tindakan korektif yang
diperlukan (corrective action).
2. Clinical audit. Berbeda dengan audit medik yang selama ini dikenal klinisi
sebagai salah satu cara untuk mencari kesalahan, mengadili dan memvonis,
clinical audit dikembangkan justru untuk meningkatkan profesionalisme.
Konsep-konsep no blame culture dan pengembangan upaya untuk senantiasa
meminimalkan gap antara kenyataan praktek dengan standar-standar yang
ada menjadi salah satu entry point untuk menciptakan profesionalisme para
klinisi. Clinical audit bukanlah sekedar dilaksanakan, tetapi yang paling
penting adalah telah dilakukan tindakan koreksi sesuai dengan yang
diperlukan.
3. Good quality of clinical data. Salah satu alasan mengapa pengukuran outcome
atas suatu tindakan medik sering sulit dilakukan adalah karena terbatasnya
data yang tersedia. Bahkan untuk outcome klinik sederhana seperti decubitus,
flebitis, dan infeksi luka operasi (surgical site infection/SSI) sering sangat sulit
menemukan informasinya secara tertulis. Di dalam istilah clinical data
terdapat semboyan “what you do is what you write” dan “what you write is
what you do”. Oleh sebab itu apabila suatu saat terjadi medical error yang
berakhir dengan tuntutan pengadilan dan dokter tersudut pada posisi yang
lemah, itu semua semata-mata karena tidak adanya data klinik yang tersedia
untuk meyakinkan bahwa yang telah dilakukan adalah sesuai dengan standar
yang ada. Ketidaklengkapan data klinik tentu akan sangat menyulitkan dalam
mengukur outcome klinik atas berbagai tindakan di rumahsakit.
4. Clinical Risk management. Disadari ataupun tidak, setiap tindakan medik pasti
berpotensi menimbulkan risiko apabila tidak dilakukan secara tepat. Risiko
yang diakibatkan oleh kelalaian, ketidaktahuan atau ketidaksengajaan sering
tidak dapat dihindari, misalnya infeksi saluran kencing pasca pemasangan
kateter di bangsal. Dalam konteks ini beberapa studi menemukan bahwa
risiko terjadinya infeksi nosokomial berupa infeksi saluran kencing adalah 6,8
kali lebih besar apabila pemasangan kateter dilakukan di bangsal. Oleh sebab
itu direkomendasikan untuk memasang kateter di ruang tindakan. Dengan
clinical governance maka setiap petugas yang terlibat dalam pelayanan klinik
harus memahami prosedur-prosedur yang dapat mencegah terjadinya risiko
akibat penatalaksanaan medik.
5. Managing complaint. Dalam era pelayanan kesehatan modern yang berfokus
pada kepentingan pasien (patient focused), maka setiap tindakan medik harus
selalu mempertimbangkan value yang ada pada diri pasien. Meskipun dalam
kenyataannya harapan pasien (patient expectation) terhadap suatu jenis
pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh status sosioekonomi, tingkat
pendidikan, dan pemahaman terhadap sakit dan sehat dari pasien, tetapi
setiap pasien mempunyai hak untuk menyampaikan keluhan yang berkaitan
dengan setiap pelayanan dan tindakan medik yang diberikan.Beberapa
penelitian menemukan bahwa seorang pasien yang puas terhadap pelayanan
kesehatan akan menceritakan kepuasannya tersebut kepada 4-5 orang, tetapi
jika tidak puas maka kekecewaannya akan diceritakan kepada 12-25 orang.
Oleh sebab itu setiap keluhan pasien harus dianggap mewakili belum
sempurnanya pelayanan kesehatan yang diberikan. Dengan mengacu pada
keluhan pasien ini maka setiap tindakan korektif akan dapat dibuat dan
meminimalkan risiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien-
pasien yang berikutnya.
6. Hospital accreditation. Rumah sakit dengan berbagai jenis pelayanannya
dianggap accountable apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
kerangka akreditasi rumahsakit. Pengakuan ini akan diterima luas oleh
masyarakat apabila konsumen mengetahui bahwa rumahsakit telah
terakreditasi. Tuntutan global juga semakin menunjukkan bahwa akreditasi
mutlak harus dilakukan oleh setiap rumahsakit untuk menjamin bahwa
kepentingan konsumen akan selalu terlindungi (patient safety) karena upaya-
upaya medic yang diperoleh didasarkan pada pendekatan yang terbaik (best-
practices) pada saat itu.