viii. kebijakan pengelolaan -...

32
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN Pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan ekowisata ditujukan untuk menciptakan hubungan timbal balik dan saling mengisi antara pelestarian lingkungan, peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat lokal serta kelayakan ekonomi dan usaha. Oleh karena itu, dalam implementasinya konsep ekowisata dituntut untuk: (1) menjamin tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan dan mempaduserasikan semua kepentingan secara berimbang, (2) memastikan masyarakat secara aktif, kehidupan sosialnya terangkat serta nilai-nilai budaya tetap terjaga, (3) memastikan pemanfaatan tersebut memberikan sumbangan secara nyata pada peningkatan ekonomi lokal, regional dan nasional, serta (4) memastikan penyelenggara usaha memiliki kelayakan finansial. Hasil pengamatan peneliti, pengembangan wisata bahari di Kepulauan Seribu, baik di P. Untung Jawa maupun di P. Pramuka telah melibatkan masyarakat lokal. Demikian pula hasil analisis ekonomi, pengelolaan wisata alam ini telah memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Kesempatan untuk meningkatkan manfaat dari kegiatan ekowisata ini juga masih dapat ditingkatkan melalui penetapan tarif masuk yang lebih tinggi. Dalam pemanfaatan sumberdaya alam tidak dapat dipungkiri adanya dampak lingkungan berupa kerusakan lingkungan yang semakin tampak, baik yang disebabkan oleh kegiatan wisata maupun aktivitas penduduk. Agar tujuan dari konsep ekowisata sebagaimana disebutkan di atas dapat tercapai, maka diperlukan kebijakan pengelolaan ekowisata berbasis kawasan. Kebijakan yang dibuat harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan sehingga terjamin adanya sinergi dan koordinasi diantara berbagai pemangku kepentingan tersebut. Koordinasi dan sinergi dengan setiap

Upload: trinhnga

Post on 20-May-2018

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN

Pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan ekowisata ditujukan untuk

menciptakan hubungan timbal balik dan saling mengisi antara pelestarian

lingkungan, peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat lokal serta

kelayakan ekonomi dan usaha. Oleh karena itu, dalam implementasinya konsep

ekowisata dituntut untuk: (1) menjamin tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan

dan mempaduserasikan semua kepentingan secara berimbang, (2) memastikan

masyarakat secara aktif, kehidupan sosialnya terangkat serta nilai-nilai budaya

tetap terjaga, (3) memastikan pemanfaatan tersebut memberikan sumbangan

secara nyata pada peningkatan ekonomi lokal, regional dan nasional, serta (4)

memastikan penyelenggara usaha memiliki kelayakan finansial.

Hasil pengamatan peneliti, pengembangan wisata bahari di Kepulauan

Seribu, baik di P. Untung Jawa maupun di P. Pramuka telah melibatkan

masyarakat lokal. Demikian pula hasil analisis ekonomi, pengelolaan wisata alam

ini telah memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Kesempatan untuk

meningkatkan manfaat dari kegiatan ekowisata ini juga masih dapat ditingkatkan

melalui penetapan tarif masuk yang lebih tinggi. Dalam pemanfaatan sumberdaya

alam tidak dapat dipungkiri adanya dampak lingkungan berupa kerusakan

lingkungan yang semakin tampak, baik yang disebabkan oleh kegiatan wisata

maupun aktivitas penduduk. Agar tujuan dari konsep ekowisata sebagaimana

disebutkan di atas dapat tercapai, maka diperlukan kebijakan pengelolaan

ekowisata berbasis kawasan. Kebijakan yang dibuat harus melibatkan berbagai

pemangku kepentingan sehingga terjamin adanya sinergi dan koordinasi diantara

berbagai pemangku kepentingan tersebut. Koordinasi dan sinergi dengan setiap

Page 2: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

stakeholder diyakini dapat berperan nyata dalam mensukseskan pengelolaan

ekowisata di suatu kawasan.

8.1 Peran Strategis Pemangku Kepentingan

Kebijakan pengelolaan diperlukan karena terkait dengan interaksi negatif

antara kegiatan wisata dengan kondisi fisik lingkungan. Hal ini telah menjadi

perhatian dari stakeholder wisata, seperti pemerintah, LSM, masyarakat setempat

dan sektor swasta, dimana masing-masing pihak memiliki kepentingan dalam

pembangunan wisata dan turut mempengaruhi interaksi kegiatan ini dengan

kondisi fisik lingkungan. Berikut ini dijabarkan beberapa peran strategis para

stakeholder wisata di Kepulauan Seribu.

8.1.1 Sektor Publik

Perhatian utama pemerintah pada kegiatan wisata dikarenakan kegiatan ini

mampu menghasilkan manfaat ekonomi dan kesadaran bahwa manfaat konomi

tersebut juga berkurang jika sumberdaya alam yang menghasilkan jasa lingkungan

tersebut mengalami kerusakan. Walaupun demikian, prioritas pemerintah terhadap

perlindungan lingkungan selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa

pelestarian lingkungan masih belum menjadi prioritas pembangunan, bahkan

terkesan sebagai suatu kemewahan. Hal ini sejalan dengan hirarki O’Riordans’s

(1981) mengenai prioritas pembangunan, sebagaimana terlihat pada Gambar 13.

Tidak dapat dipungkiri peran sektor publik (pemerintah) sangat mendasar

dalam pengembangan ekowisata. Pemerintah memiliki otoritas untuk menyusun

kebijakan dan pengendalian tentang pemanfaatan kawasan dan sumberdaya alam

yang terdapat di dalamnya. Selain itu pemerintah yang tergabung dalam sektor

Page 3: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

publik memiliki mekanisme kerjasama dan struktur vertikal dan horizontal yang

relatif kuat. Berkaitan dengan penyediaan modal, pemerintah memiliki alokasi

dana (meskipun seringkali terbatas) yang dapat diperuntukkan bagi pengadaan

infrastruktur pariwisata.

Sumber: O’Riordan (1981).

Gambar 14. Hirarki Tujuan Nasional

Pembangunan pariwisata di Indonesia merupakan urusan pemerintah yang

bersifat concurrent (urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah) dan

optional. Hal ini dikarenakan semua daerah memiliki potensi pariwisata namun

tidak semua bernilai unggul. Bagi daerah yang memiliki potensi wisata dan dapat

menjadikannya sektor unggulan dalam pembangunannya maka dapat menetapkan

sektor tersebut menjadi urusannya (optional). Hal tersebut diwujudkan melalui

upaya Pemda membentuk suatu unit kerja dalam mengurusnya. Sejauh ini,

dukungan pemerintah pusat terhadap pariwisata alam ditunjukkan dengan

sejumlah produk hukum yang mendukung keberadaan pariwisata alam dan

ekowisata, sebagaimana disajikan pada Tabel 19, dimana concern pemerintah

terhadap wisata alam dimulai ketika menerbitkan UU No.9 Tahun 1990 tentang

kepariwisatawaan.

Prioritas 1: keamanan nasional, kesehatan masyarakat,

pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja

Prioritas 2: redistribusi kesejahteraan, pembangunan

wilayah, redistribusi pendapatan dan pemerataan

kesempatan sosial

Prioritas 3: perhatian lingkungan, pembangunan sistem

kontrol dan pengawasan, keselarasan ekologi

Page 4: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Tabel 19. Produk Hukum Terkait Ekowisata di Indonesia

Produk Hukum Perihal

UU No.9/1990 Kepariwisataan

UU No.5/1990 Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

PP No. 18 /1994 Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman

Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman wisata Alam

SK Menhut No.

446/Kpts-II/1996

Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin

Pengusahaan Pariwisata Alam

SK Menhut No.

447/Kpts-II/1996 Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam

SK Menhut No.

448/Kpts-II/1996

Pengalihan Kepemilikan Sarana dan Prasarana

Kepariwisataan Kepada Negara

SK Menhut No.

167/Kpts-II/1996

Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di

Kawasan Pelestarian Alam

Surat Edaran

Mendagri

No.660.1/836/V/

Bangda/2000

Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah

PP No.6/2007 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan

Hakikat pengembangan pariwisata di daerah tidak dapat lepas dari tiga

aspek, yaitu sosial budaya, ekonomi dan ekologi. Seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 15. Destinasi wisata diharapkan tidak merusak kondisi sosial budaya

masyarakat, menciptkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat serta tidak

merusak lingkungan.

Gambar 15. Keterkaitan Aspek Pengembangan Pariwisata Daerah

Destinasi yang

mencerminkan

keseimbangan

ekologi sosial

budaya dan ekonomi

ekonomi

ekologi

sosial

budaya

Page 5: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan salah satu wilayah

yang menjadikan sektor wisata khususnya wisata bahari sebagai sektor unggulan.

Hal ini tercermin dalam misi kabupaten yaitu mewujudkan wilayah Kepulauan

Seribu sebagai kawasan wisata bahari yang lestari dan menegakkan hukum yang

terkait dengan pelestarian lingkungan kebaharian dan segala aspek kehidupan.

Pemda sejauh ini telah melakukan beberapa langkah strategis terkait

pengembangan wisata bahari di wilayah ini. Upaya yang telah dilakukan antara

lain adalah:

1. Menetapkan kawasan pariwisata taman laut di Kecamatan Kepulauan Seribu

Utara sebagai "The International Marine Tourism Destination Area” sebagai

kawasan pariwisata eksklusif dan kawasan pariwisata teluk (Kecamatan

Kepulauan Seribu Selatan) sebagai kawasan pariwisata massal.

2. Peningkatan sarana dan prasarana dan perbaikan kualitas lingkungan. Hal ini

ditunjukkan dengan pembangunan jaringan listrik bawah laut yang hingga saat

ini sudah sampai pada tahap II (Tahap I berlokasi di Kecamatan Kepulauan

Seribu Utara dan Tahap II berlokasi Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan),

perbaikan Dermaga Muara Angke sebagai pintu gerbang masuk ke kawasan

Kepulauan Seribu dan peningkatan landasan lapangan terbang (air strip) di

P.Panjang dengan fasilitas penunjangnya.

3. Merevisi Tata Ruang Kabupaten. Saat ini 47 pulau diperuntukan sebagai

kawasan rekreasi dan pariwisata dimana pemanfaatannya harus berbadan

hukum dan harus memperoleh SIPPT, dimana 60 persen areal pemanfaatan

untuk komersial dan 40 persen untuk penyediaan fasilitas umum.

Page 6: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

4. Sejumlah program pada tahun 2008, diantaranya rehabilitasi ekosistem laut

(mangrove, terumbu karang, padang lamun), pembangunan restoran apung di

P. Pramuka dan di P. Untung Jawa, menjadikan P. Lancang sebagai destinasi

baru setelah P. Untung Jawa.

5. Menetapkan areal perlindungan laut berbasis masyarakat, melalui SK Bupati

No.307 Tahun 2004, dimana pengelolaan areal perlindungan laut dilakukan

secara kolaboratif antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder lainnya.

Namun sejauh ini manfaat ekonomi dari keberadaan pulau-pulau wisata

belum dirasakan secara luas oleh masyarakat lokal. Artinya masih banyak hal

yang belum dilakukan oleh Pemda untuk meningkatkan manfaat ekonomi dari

keberadaan wisata bahari tersebut. Banyak hal strategis yang dapat dilakukan

dalam pengembangan wisata, diantaranya adalah:

1. Melakukan konsultasi kebijakan pengembangan daerah tujuan wisata. Sudin

Pariwisata dan Bappekab dapat menyusun arahan pengembangan (masterplan)

pariwisata melalui kerjasama dengan dinas yang lebih tinggi atau industri

wisata dalam melakukan pemasaran produk ekowisata.

2. Melakukan terobosan penting untuk memperbaiki kerangka dasar

pengembangan pariwisata secara umum, seperti perbaikan iklim investasi,

peningkatan keamanan wisatawan, peningkatan kebersihan.

3. Melakukan pengawasan dan arahan dalam perkembangan kegiatan wisata agar

tidak mengingkari prinsip keberlanjutan (sustainability). Dalam hal ini

pemerintah dapat bekerja sama untuk menciptakan tata kelola Taman

Nasional, termasuk dalam hal penyediaan infrastruktur wisata.

Page 7: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

4. Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengadaan dan pemeliharaan

infrastruktur kawasan ekowisata, terutama yang terkait dengan urusan logistik,

seperti fasilitas listrik, komunikasi, air bersih dan kebersihan.

5. Memiliki otoritas yang kuat untuk memfasilitasi kerjasama antar kelompok

masyarakat yang melakukan berbagai kegiatan di sekitar kawasan wisata,

misalnya dengan membentuk serikat pedagang kerajinan dan pengelola

kawasan wisata.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya sektor publik seringkali berhadapan

dengan keterbatasan pemahaman tentang prinsip ekowisata dan pembangunan

berkelanjutan. Kerjasama inter sektoral dan lintas sektoral masih seringkali

sebatas wacana dan sulit dalam praktiknya. Arogansi sektoral dan daerah yang

semakin kuat di kalangan pemerintah, terutama setelah otonomi daerah seringkali

menghambat kelancaran pengembangan ekowisata (Kusworo dan Damanik,

2003). Terkait dengan upaya perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan,

sektor publik terkesan kurang fleksibel untuk mengubah peraturan agar dapat

lebih konsisten dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

8.1.2 Sektor Swasta

Sektor swasta mempunyai modal yang sangat berharga baik dalam bentuk

uang maupun dalam bentuk pengetahuan, terutama di bidang manajemen usaha

dan pemasaran. Sektor swasta mempunyai pengalaman dan kemampuan yang

relatif baik untuk melatih tenaga kerja lokal tentang cara kerja di sektor

pariwisata, cara mengelola usaha kecil ataupun menjalin kemitraan (joint venture).

Bahkan selain menjadi investor dalam penyediaan akomodasi, terbuka peluang

Page 8: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

bagi pihak swasta untuk ikut mendanai penyediaan infrastruktur pendukung

wisata atau memperbaiki fasilitas wisata, seperti jalan setapak, toilet umum dan

lainnya. Walaupun demikian sektor swasta umumnya mempunyai pemahaman

yang terbatas pada prinsip ekowisata dan pembangunan berkelanjutan. Orientasi

keuntungan jangka pendek seringkali menjadi pertimbangan utama. Selain itu

pengalaman yang terbatas dalam kerjasama dengan masyarakat lokal yang

pengetahuan tentang bisnisnya sangat minim dan dengan pemerintahan yang cara

kerjanya terlalu birokratis atau dengan lembaga donor internasional yang

menuntut efisien tinggi, sering menjadi penghalang bagi sektor ini.

8.1.3 Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga ini dapat berperan paling tidak dalam tiga hal, yaitu: (1)

memberikan pengetahuan praktis tentang pengelolaan kawasan ekowisata dan

konservasi, (2) melakukan kontak langsung dan kerjasama dengan kelompok

sasaran, dan (3) membuka akses ke pihak-pihak yang berkepentingan. Kerjasama

yang dapat dilakukan oleh dan dengan pihak LSM, diantaranya adalah:

1. Sharing informasi mengenai pengetahuan dan pengalaman mengenai kondisi

ekologi dan sosial budaya masyarakat setempat yang dapat digunakan untuk

mengembangkan produk wisata.

2. Sebagai titik tolak kemitraan antara masyarakat lokal dengan pihak investor.

3. Melakukan kerja sama dengan donor internasional dalam pengembangan

wisata.

4. Bersama masyarakat lokal menginisiasi pembentukan unit usaha yang

mengkhususkan pada perjalanan minat khusus.

Page 9: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Hingga saat ini di Kepulauan Seribu sudah terdapat peran LSM terkait

dengan pengembangan ekowisata bahari. Sudah banyak program yang telah

dilakukan oleh LSM diantaranya adalah membangun suatu kerangka ekowisata

berbasis masyarakat lokal, melakukan capacity building di masyarakat lokal

terkait pengetahuan akan ekologi terumbu karang, memberikan pelatihan kepada

masyarakat lokal terkait keahlian menyelam, melakukan pendampingan dalam

tranplantasi karang, menjembatani antara masyarakat lokal dengan pemerintahan

daerah dan lain sebagainya.

8.1.4 Masyarakat Lokal

Kebijakan yang dipilih dalam pengelolaan kawasan wisata seharusnya

mampu menghasilkan model partisipasi masyarakat yang sejelas mungkin.

Partisipasi masyarakat sejak awal penyusunan rencana, pelaksanaan proyek,

pengelolaan dan pembagian hasilnya merupakan hal yang mutlak dan harus

ditegaskan sejak awal. Guna menumbuhkan partisipasi masyarakat maka perlu

diciptakan suasana kondusif yaitu suasana yang menggerakkan masyarakat untuk

menaruh perhatian dan kepedulian pada kegiatan pariwisata dan kesediaan untuk

bekerjasama secara aktif dan berlanjut. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk

memfasilitasi peran masyarakat, adalah:

1. Memberikan pemahaman tentang urgensi peran masyarakat dalam

pengelolaan pariwisata. Hal ini memerlukan waktu, biaya dan tenaga

berpengalaman untuk mendampingi mereka. Harus diupayakan agar mereka

tidak hanya menjadi penerima program semata.

Page 10: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

2. Mendorong partisipasi masyarakat dengan mengajak pemimpin lokal, asosiasi

lokal, gagasan dan harapan masyarakat lokal menjadi sentral dalam

penyusunan pariwisata.

3. Membentuk kelompok pemangku kepentingan lokal yang akan terlibat intensif

dalam pariwisata. Hal ini dapat melibatkan individu ataupun institusi. Jika

pada masyarakat terdapat tokoh kunci maka dapat diajak sebagai pelaku usaha

wisata atau terlibat dalam perencanaan pariwisata.

4. Memadukan manfaat yang diperoleh dengan kegiatan konservasi secara

langsung dan pastikan bahwa manfaat yang dirasakan dinikmati oleh

masyarakat setempat.

5. Mendorong organisasi-organisasi lokal dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, melalui aktivitas ekonomi, misal koperasi, asosiasi pengrajin dan

lainnya.

6. Memberikan pemahaman bahwa setiap kawasan memiliki situasi yang khusus

sehingga kesepakatan bersama selalu tidak mudah dicapai, jika kesepakatan

tercapai, maka akan ada kepentingan beberapa kelompok masyarakat yang

tidak terakomodir.

Peran masyarakat dalam pengelolaan pariwisata di P. Untung Jawa dan P.

Pramuka sangat terlihat. Masyarakat berperan sebagai penyedia jasa wisata,

sebagian pemilik modal lokal bertindak sebagai pemilik unit usaha, sebagian

lainnya yang tidak memiliki akses terhadap modal berperan sebagai tenaga kerja

lokal. Perbedaan peran masyarakat di kedua pulau, terlihat dalam pengelolaan

objek wisata. Objek wisata P. Untung Jawa dikelola oleh masyarakat setempat

dengan bantuan Sudin Pariwisata dan keberadaan organisasi pengelola ini telah

Page 11: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

berlangsung selama lebih kurang lima tahun. Sedangkan di P. Pramuka walaupun

jumlah pengunjung semakin meningkat, hingga saat ini belum terbentuk suatu

organisasi pengelola kawasan wisata, selain itu peran pemerintah dalam

mendukung kegiatan wisata di pulau ini kurang terlihat. Hingga saat ini ekowisata

di P. Pramuka dilakukan masyarakat lokal dengan didampingi oleh sebuah LSM.

8.2 Preferensi Stakeholder terhadap Pengelolaan Wisata Bahari

Berdasarkan penjelasan sebelumnya telah diketahui peran dari masing-

masing stakeholder dalam pengelolaan pariwisata. Jika dianalisis lebih lanjut,

setiap stakeholder memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebutuhan utama

suatu kawasan wisata. Hal ini terkait dengan keadaan spesifik lokasi objek wisata

dan kepentingan masing-masing stakeholder.

Suatu bentuk wisata diskenariokan terdiri dari atribut upaya konservasi

alam, pelibatan masyarakat lokal, kelengkapan sarana dan prasarana serta

ketersediaan transportasi. Setiap atribut memiliki level (tingkat kepentingan) yang

berbeda, mulai dari tinggi, sedang dan rendah. Hasil conjoint analysis

menunjukkan, di kedua pulau setiap stakeholder memiliki preferensi yang

berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17.

Wisatawan di P. Untung Jawa menginginkan upaya konservasi adalah hal

yang utama sedangkan pemilik unit usaha, tenaga kerja lokal dan masyarakat

mengharapkan penyediaan sarana dan prasarana wisata yang lebih lengkap.

Mereka berharap dengan semakin lengkapnya sarana dan prasarana maka

wisatawan pun akan semakin banyak yang datang sehingga dampak ekonomi

yang mereka rasakan akan semakin meningkat.

Page 12: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Wisatawan dan tenaga kerja lokal di P. Pramuka menunjukkan harapan

yang berbeda. Wisatawan menginginkan pemenuhan sarana dan prasarana,

sedangkan pemilik unit usaha dan masyarakat menginginkan upaya konservasi

yang paling utama, karena mereka yakin kedatangan wisatawan ke lokasi tersebut

disebabkan oleh kondisi alam yang masih baik. Sehingga bila alam semakin rusak

maka wisatawan yang datang akan semakin sedikit sehingga akan merugikan.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Perse

nta

se K

ep

en

tin

ga

n

Wisatawan Pemilik Unit

Usaha

TK Lokal Masyarakat

Stakeholder

Konservasi

Pelibatan Masyarakat

Sarana Prasarana

Transportasi

Gambar 16. Preferensi Stakeholder Pariwisata pada Atribut Wisata di Pulau

Untung Jawa

0

5

10

15

20

25

30

35

Perse

nta

se K

ep

en

tin

ga

n

Wisatawan Pemilik Unit

Usaha

TK Lokal Masyarakat

Stakeholder

Konservasi

Pelibatan Masyarakat

Sarana Prasarana

Transportasi

Gambar 17. Preferensi Stakeholder Pariwisata pada Atribut Wisata di Pulau

Pramuka

Page 13: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Sedangkan aparat pemerintah (yang diwakili oleh beberapa wakil dari

instansi Pemda) dan lembaga non pemerintah juga memiliki preferensi yang

berbeda. Bagi pemerintah yang terpenting bagi suatu kawasan wisata adalah

pemenuhan sarana dan prasarana sedangkan bagi LSM yang terpenting adalah

transportasi. Pihak LSM menganggap transportasi paling penting, karena atribut

ini dianggap faktor yang paling utama guna mendatangkan wisatawan. Tabel 20

berikut ini menunjukkan ringkasan preferensi utama dari masing-masing

stakeholder.

Tabel 20. Ringkasan Preferensi Stakeholder terhadap Atribut Wisata Alam

di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008

Stakeholder Lokasi

P. Untung Jawa P. Pramuka

Wisatawan Konservasi Sarana Prasarana

Pemilik Unit Usaha Sarana Prasarana Konservasi

Tenaga Kerja Lokal Sarana Prasarana Sarana Prasarana

Masyarakat Sarana Prasarana Konservasi

Pemerintah Sarana Prasarana

LSM Transportasi

8.3 Pengelolaan Wisata yang Diharapkan

Pemilik dan tenaga kerja lokal memandang dan mengharapkan

pengelolaan pariwisata dilakukan oleh masyarakat lokal. Kedua pihak

beranggapan pengelolaan oleh masyarakat akan memberikan peluang lebih besar

bagi mereka untuk mencari nafkah dan menikmati dampak positif dari kegiatan

pariwisata tersebut. Prospek wisata yang ada saat ini menurut mereka bagus dan

kondisi lingkungan semakin baik dengan adanya kegiatan wisata (ditandai dengan

semakin lengkapnya sarana dan prasarana). Selain itu, mereka juga berpandangan

tiket diperlukan sebagai salah satu dana untuk membangun sarana dan pengontrol

wisatawan yang masuk ke pulau, besarnya tiket yang memadai adalah Rp 3 000

Page 14: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

per orang. Menurut para tenaga kerja lokal, selama ini peran pemerintah telah

dirasakan walaupun pemerintah jauh lebih berperan dalam pembangunan di P.

Untung Jawa. Peran yang paling terasa adalah pembangunan sarana infrastruktur.

Demikian halnya dengan persepsi wisatawan akan bentuk suatu objek

wisata pada umumnya sama di kedua lokasi. Wisatawan lebih menyukai bentuk

wisata yang dikelola oleh masyarakat lokal, dengan alasan biayanya jauh lebih

murah dan masyarakat mendapat manfaat dari keberadaan kegiatan wisata.

Penilaian wisatawan terhadap kondisi lingkungan setelah adanya kegiatan wisata,

berbeda di dua lokasi. Wisatawan di P. Untung Jawa menyatakan bahwa kondisi

lingkungan semakin baik, hal tersebut ditunjukkan dengan semakin lengkapnya

sarana dan prasarana, taman bermain dan lokasi rumah makan yang tertata lebih

rapih. Sementara wisatawan di P. Pramuka memberikan penilaian semakin buruk

terhadap lingkungan, hal tersebut didasari pada kondisi terumbu karang yang

semakin banyak yang rusak dan banyaknya sampah di pinggir pantai.

Keberadaan tiket masuk sebesar Rp 3 000 per orang di P. Untung Jawa,

tidak dirasakan memberatkan oleh wisatawan. Menurut wisatawan tiket tersebut

dirasa cukup sesuai dan diperlukan untuk melengkapi sarana wisata. Akan tetapi

di P. Pramuka yang hingga saat ini belum diterapkan tiket masuk, umumnya (49

persen responden) wisatawan keberatan jika harus membayar tiket masuk. Hal ini

didasarkan pada belum lengkapnya sarana wisata di lokasi tersebut. Sebagian lain

yang menyatakan bersedia membayar, bahkan menyatakan nilai tiket yang layak

adalah Rp 5 000 per orang.

Terkait dengan skenario dana konservasi lingkungan yang telah dijelaskan

sebelumnya, wisatawan yang bersedia membayar jumlahnya jauh lebih tinggi di

Page 15: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

P. Untung Jawa dibandingkan di P. Pramuka, namun dengan nilai yang lebih

kecil. Wisatawan di P. Untung Jawa bersedia membayar biaya ini maksimal Rp 3

000 per orang karena menurut mereka biaya yang dibebankan sudah cukup besar

terlebih di Tanjung Pasir mereka juga diminta biaya Rp 2 500 per orang di luar

biaya parkir (Rp 2 000 per motor atau Rp 5 000 per mobil). Sedangkan wisatawan

di P. Pramuka bersedia membayar hingga Rp 5 000 per orang.

Sebaliknya di P. Pramuka yang belum diterapkan tiket masuk, kesediaan

membayar dana konservasi di P. Pramuka jauh lebih tinggi dibandingkan

kesediaan biaya membayar tiket. Hal ini dikarenakan menurut mereka biaya

konservasi lebih bermanfaat dibandingkan tiket masuk, disamping alasan lain

seperti kekhawatiran mereka terhadap kejelasan pengelolaan tiket masuk. Hasil

penelitian menunjukkan tingkat pendapatan dan pendidikan wisatawan di P.

Pramuka turut mempengaruhi kesediaan membayar dana konservasi tersebut.

8.4 Identifikasi Strengthness, Weakness, Opportunities and Threats

Identifikasi Strengthness, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT)

digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan

ancaman pengembangan potensi objek wisata. Hasil analisis ini dapat dijadikan

sebagai salah satu dasar dalam merumuskan rekomendasi dan alternatif strategi

dalam pengembangan obyek wisata wisata bagi Pemda Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu, sebagai stakeholder yang merencanakan pengembangan sektor

pariwisata di kawasan ini. Oleh sebab itu, sebagai stakeholder, Pemda perlu

mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh kawasan. Identifikasi

SWOT yang dilakukan berikut ini bersifat spesifik pulau.

Page 16: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

8.4.1 Identifikasi SWOT Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Untung

Jawa

Kekuatan

1. Memiliki keragaman atraksi dan objek wisata berupa wisata alam (cagar alam

P. Rambut) dan sejarah (kepindahan masyarakat ke P. Untung Jawa).

2. Pemda melalui Sudin Pariwisata telah menjadikan pulau ini sebagai desa

wisata bahari.

3. Terdapat peran nyata dari pemerintah daerah, diantaranya: (1) Sudin

pariwisata menata kawasan objek wisata dan telah rutin memberikan pelatihan

kepada para pelaku usaha wisata, Sudin Koperasi dan UKM menyediaan

kredit bagi pemilik unit usaha wisata, Sudin Kebersihan rutin membersihkan

areal wisata dan Sudin Pekerjaan Umum membangun berbagai fasilitas untuk

masyarakat lokal dan wisatawan.

4. Sudah terdapat mekanisme pendanaan objek wisata, melalui penetapan tarif

masuk bagi wisatawan dan mekanisme penggunaannya sehingga jumlah turis

dan penerimaan wisata dapat lebih terkontrol.

5. Secara geografis, letaknya strategis karena dekat dengan daratan Tangerang

sehingga relatif mudah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

6. Telah tersedia sarana penunjang kegiatan pariwisata seperti transportasi laut,

homestay, rumah makan, panggung hiburan, telekomunikasi, jalan lingkar

pulau dan kebersihan yang cukup baik.

7. Memiliki keterikatan sejarah dengan Perang RI – Belanda, namun saat ini

situs-situs sejarah tersebut belum dikelola dengan baik.

8. Jumlah kunjungan tinggi terutama pada libur tertentu seperti hari raya lebaran.

Page 17: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

9. Sudah mengembangkan unit usaha makanan khas daerah (kripik sukun dan

manisan ciremai).

Kelemahan

1. Beberapa objek wisata penting dan potensial belum dikelola dengan baik,

misalnya beberapa objek wisata nampak kotor dan tidak terawat.

2. Budaya lokal belum dikemas menjadi objek wisata yang atraktif.

3. Minimnya upaya promosi, pemasaran dan membangun aliansi dengan pihak

swasta (travel agent).

4. Keadaan alam atau cuaca yang tidak menentu sangat bepengaruh terhadap

kelancaran transportasi air. Ini merupakan ancaman bagi perkembangan

pariwisata di P. Untung Jawa pada musim-musim tertentu.

5. Hutan mangrove dan beberapa pantai di bagian belakang pulau belum dikelola

dengan maksimal sebagai tujuan wisata.

6. Ketergantungan dalam kebutuhan bahan baku pangan dari daratan Jakarta dan

Tangerang.

Peluang

1. Skenario Rencana Strategis Kabupaten Tahun 2008-2013, yaitu menjadikan

Kepulauan Seribu sebagai destinasi wisata bahari yang berskala nasional dan

internasional

2. Pulau Untung Jawa merupakan pulau wisata baik bagi masyarakat dari

Tangerang dan sekitarnya maupun pulau-pulau di wilayah Kepulauan Seribu

di bagian Selatan, sehingga sangat berpeluang dikembangkan menjadi tujuan

Page 18: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

wisata karena sebagai tujuan wisata yang murah dan memiliki peluang pasar

yang baik.

3. Letaknya dekat dengan beberapa resort (P.Bidadari), sehingga dimungkinkan

untuk menjalin kerjasama untuk menarik wisatawan resort berkunjung sejenak

ke Desa Wisata Bahari.

4. Adanya situs sejarah perang RI-Belanda dan situs sejarah kepindahan warga

ke P. Untung Jawa yang menarik khususnya bagi wisatawan manca negara

untuk melihatnya.

Ancaman

1. Kondisi jalan yang rusak dan antrian penyebrangan di Tanjung Pasir dapat

mengurangi minat wisatawan untuk berekreasi.

2. Berkembangnya objek wisata di lokasi sekitar Tangerang jika tidak dibarengi

dengan pengembangan wisata di P. Untung Jawa akan menjadi ancaman

tersendiri.

8.4.2 Identifikasi SWOT Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka

Kekuatan

1. Memiliki potensi objek wisata alam bawah laut (terumbu karang) yang indah

sehingga menjadi daya tarik utama bagi wisatawan baik lokal maupun

mancanegara, selain terumbu karang di lokasi ini pun terdapat

pengembakbiakan penyu sisik dan wisata pendidikan menanam mangrove.

2. Sebagai salah satu tujuan wisata bawah laut yang letaknya relatif dekat dengan

ibukota.

Page 19: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

3. Sebagai pusat administrasi kabupaten sehingga sarana dan prasarana

memadai, seperti dramaga, sekolah dan fasilitas olah raga.

4. Sudah ada upaya promosi, upaya pemasaran dan membangun aliansi dengan

pihak swasta (travel agent).

5. Tersedia pilihan sarana transportasi menuju daratan Jakarta baik dengan kapal

nelayan maupun kapal pesiar yang rutin setiap hari (saat cuaca baik).

6. Telah tersedia sarana penunjang kegiatan pariwisata seperti transportasi laut,

homestay, tempat penyewaan alat, pemandu (guide), rumah sakit dan

telekomunikasi, yang cukup baik.

7. Sudah ada pendampingan dari salah satu LSM yang memberikan pelatihan

dan advokasi kepada masyarakat dan tenaga kerja lokal.

8. Sudah dirintis program festival P.Panggang, baik budaya maupun bahari.

9. Merupakan salah satu lokasi lomba menyelam yang dekat dengan Jakarta,

baik tingkat provinsi maupun nasional.

10. Sudah mengembangkan unit usaha makanan khas daerah (kripik sukun dan

manisan ciremai).

11. Tersedia beberapa unit usaha penyewaan alat (diving dan snorkling) yang

lengkap dengan jasa pemandu (guide) milik investor lokal dan luar.

12. Keberadaan Balai TNLKS yang memiliki wilayah kerja di wilayah Utara turut

mendukung kegiatan pariwisata serta memudahkan dalam koordinasi dan

pertukaran informasi.

13. Terdapat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang lokasinya strategis dan

memiliki fasilitas chamber untuk para penyelam.

Page 20: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Kelemahan

1. Pemda melalui sudin pariwisata belum memiliki program yang jelas untuk

mengembangkan pulau ini menjadi destinasi wisata bahari. Pulau ini hanya

diperuntukkan sebagai ibukota kabupaten.

2. Belum ada aturan zonasi yang jelas antara kawasan wisata dan kawasan non

wisata, hal ini penting untuk menjaga kualitas lingkungan dan kenyamanan

wisatawan.

3. Kondisi sarana penerangan yang tidak stabil dimana listrik harus bergilir

membuat wisatawan tidak nyaman.

4. Budaya lokal seperti marawis dan pencak silat belum dikemas menjadi objek

wisata yang atraktif.

5. Keadaan alam atau cuaca yang tidak menentu. Hal ini sangat bepengaruh

terhadap kelancaran transportasi air dan menjadi ancaman bagi perkembangan

pariwisata di P. Untung Jawa pada musim-musim tertentu.

6. Keberadaan hutan mangrove belum dikembangkan secara maksimal sebagai

tujuan wisata.

7. Belum memiliki mekanisme pengelolaan wisata yang baik di antara

masyarakat, yang diakibatkan oleh tingginya rasa kecurigaan di antara

masyarakat. Sehingga belum tersedia suatu mekanisme pembayaran tiket yang

dirasakan penting sebagai salah satu upaya untuk pendanaan objek wisata

serta pengkontrolan jumlah pengunjung.

8. Sampah baik kiriman dari Jakarta maupun sekitar pulau belum mendapat

upaya lebih lanjut.

9. Ketergantungan dalam kebutuhan bahan baku pangan dari daratan Jakarta.

Page 21: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Peluang

1. Skenario Rencana Strategis Kabupaten Tahun 2008-2013, yaitu menjadikan

kepulauan Seribu sebagai destinasi wisata bahari yang berskala nasional dan

internasional.

2. Tren jumlah kunjungan yang semakin meningkat. Wisatawan awalnya

merupakan wisatawan resort namun saat ini mulai jenuh dengan atraksi di

resort dan merasa harga per kunjungan di resort sudah terlalu tinggi.

3. Sebagai salah satu tujuan klub-klub penyelam untuk melakukan latihan

sebelum mereka melakukan penyelaman di luar Jakarta.

4. Rencana pembuatan jalan lingkar pulau sebagai salah satu upaya untuk

menarik wisatawan.

5. Sudah ada investor dari luar pulau (Jakarta) yang menanamkan modalnya di

pulau, berupa pembangunan homestay skala besar dan rencana beberapa

investor untuk membuka usaha outbond (masih dalam penjajagan).

Ancaman

1. Aksi pencurian karang atau memancing dengan strum yang dilakukan para

wisatawan yang tidak bertanggung jawab dapat membahayakan ekosistem

terumbu karang.

2. Keberadaan pengumpul ikan hias di P.Panggang harus mendapat pengawasan

khusus jika tidak maka keberadaannya dapat mengancam keberadaan

ekosistem terumbu karang.

3. Rencana penghapusan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) berdampak pada

peningkatan harga tiket kapal Sepa dari Marina Ancol ke P. Pramuka menjadi

Page 22: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

dua kali lipat (dari Rp 100 000 menjadi Rp 190 000 untuk satu kali perjalanan)

hal ini akan berdampak pada pengurangan minat wisatawan untuk berekreasi.

8.5 Analisis Stakeholder

Guna merumuskan suatu kebijakan terkait dengan pengelolaan wisata

bahari di kawasan Kepulauan Seribu, maka diperlukan suatu kerjasama dari

berbagai pihak untuk merumuskannya. Berbagai stakeholder dianggap berperan

penting dalam merumuskan suatu kebijakan. Adapun stakeholder tersebut adalah

Pemda, pelaku kegiatan wisata, masyarakat lokal serta LSM. Tentunya masing-

masing pihak memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang berbeda dalam

merumuskan suatu kebijakan.

Analisis stakeholder perlu dilakukan suatu untuk menentukan pihak-pihak

yang berkompeten dalam merumuskan kebijakan tersebut. Schmeer (2007)

menyatakan analisis ini merupakan proses sistematis untuk mengumpulkan dan

menganalisis informasi secara kualitatif untuk menentukan kepentingan siapa

yang harus diperhitungkan ketika mengembangkan atau menerapkan suatu

kebijakan. Stakeholder dapat diartikan sebagai individu, kelompok atau lembaga

yang kepentingannya dipengaruhi oleh kebijakan atau pihak yang tindakannya

secara kuat mempengaruhi kebijakan.

Setiap stakeholder memiliki pengaruh dan kepentingan dalam kebijakan

pengelolaan wisata. Stakeholder yang memiliki kepentingan tinggi merupakan

stakeholder primer dimana kepentingannya dipengaruhi secara langsung oleh

kebijakan. Sedangkan stakeholder sekunder, kepentingannya dipengaruhi secara

tidak langsung. Adapun daftar sejumlah stakeholder di masing-masing lokasi

Page 23: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

wisata serta pengaruh dan kekuatannya dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23.

Kepentingan stakeholder dalam kebijakan pengelolaan wisata dipengaruhi oleh

faktor sosial, ekonomi dan budaya. Pengaruh stakeholder yang berbeda-beda

dalam kebijakan ini dipengaruhi oleh politik, birokrasi dan struktural. Hasil dari

kajian pada Tabel 21 dan 22 digunakan sebagai dasar dalam penyusunan matriks

kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam kebijakan pengelolaan wisata di

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu seperti yang ditunjukkan pada Gambar

18 dan 19.

Hasil analisis stakeholder menetapkan beberapa stakeholder primer yang

akan diikutsertakan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan wisata bahari di

wilayah Kepulauan Seribu. Pihak yang terlibat di kedua pulau tidak seluruhnya

sama. Stakeholder primer di P. Untung Jawa adalah Bappekab, Sudin Pariwisata

dan Sudin UKM dan Koperasi.

Gambar 18. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam

Pengelolaan Wisata di Pulau Untung Jawa Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu

Rendah

Tinggi

Tinggi

Tin

gkat

Pen

gar

uh

Tingkat Kepentingan

*5

*3*4

*1

*2

*6

*8*9 *10

*7

Keterangan:

1. Bappekab

2. Sudin Pariwisata

3. Sudin Perikanan dan Kelautan

4. Sudin PU

5. Sudin Kebersihan

6. Sudin UKM dan Koperasi

7. Masyarakat Pengelola

8. Investor Luar Pulau

9. Pemilik Unit Usaha Lokal

10. Masyarakat Lokal

Page 24: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Tabel 21. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008

Stakeholder Kriteria Evaluasi Keputusan

Kepentingan Sikap Kekuatan Pengaruh Total

S F P Keterlibatan Tingkat

Keterlibatan

Suku Dinas Pariwisata Mengembangkan pariwisata

Melakukan promosi dan

peningkatan atraksi wisata

Memberikan pelatihan kepada

unit usaha dan tenaga kerja

lokal

3 4 4 4 12 36 Terlibat Pengambil

keputusan

Badan Perencana Pembangunan

Kabupaten (Bappekab)

Membuat masterplan dan

rencana strategis

pengembangan wisata

Melakukan koordinasi dengan

instansi lain dalam

mengembangkan wisata

3 3 4 5 12 36 Terlibat Pengambil

keputusan

Suku Dinas Perikanan dan

Kelautan

Membina masyarakat nelayan

Rehabilitasi ekosistem laut

Koordinasi dengan sudin

pariwisata mengembangkan

wisata

2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi

pertimbangan

Suku Dinas Pekerjaan Umum Membangun sarana dan

prasarana wisata

Meningkatkan fasilitas wisata

3 4 4 3 11 33 Terlibat Pengambil

keputusan

Suku Dinas Kebersihan Mengelola kebersihan

lingkungan dan sarana

prasarana wisata

3 4 4 3 11 33 Terlibat Pengambil

keputusan

Suku Dinas UKM dan Koperasi Pendampingan UKM

Pengembangan produk

3 3 4 3 10 30 Terlibat Pemberi

pertimbangan

140

Page 25: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Tabel 21. Lanjutan

Masyarakat pengelola wisata Mengelola kegiatan wisata

Meningkatkan pendapatan

masyarakat

3 4 3 2 9 27 Tidak Terlibat Pemberi

pertimbangan

Investor luar pulau Membuka lapangan pekerjaan

Meningkatkan keuntungan

2 3 5 2 10 20 Terlibat Penerima

informasi

Pemilik Unit Usaha Lokal Meningkatkan kesejahteraan

Meningkatkan aktivitas

ekonomi

3 2 2 2 6 18 Tidak Terlibat Penerima

informasi

Masyarakat lokal Memperoleh pekerjaan

Meningkatkan kesejahteraan

2 2 2 1 5 10 Tidak Terlibat Penerima

informasi

Keterangan: S: Sumberdaya Manusia, F: Finansial, P: Politik

Tabel 22. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008

Stakeholder Kriteria Evaluasi Keputusan

Kepentingan Sikap Kekuatan Pengaruh Total

S F P Keterlibatan Tingkat

Keterlibatan

Suku Dinas Pariwisata Mengembangkan wisata

Melakukan promosi dan

peningkatan atraksi wisata

Memberikan pelatihan kepada

unit usaha dan tenaga kerja

lokal

3 4 4 4 12 36 Terlibat Pengambil

keputusan

Sudin Dinas Pekerjaan Umum Membangun sarana dan

prasarana wisata

Meningkatkan fasilitas wisata

2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi

pertimbangan

141

Page 26: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Tabel 22. Lanjutan

Badan Perencana Pembangunan

Kabupaten (Bappekab)

Membuat masterplan dan rencana

strategis pengembangan wisata

Melakukan koordinasi dengan

instansi lain dalam

mengembangkan wisata

3 3 4 5 12 36 Terlibat Pengambil

keputusan

Suku Dinas Perikanan dan

Kelautan

Membina masyarakat nelayan

Rehabilitasi ekosistem laut

Koordinasi dengan sudin

pariwisata mengembangkan

wisata

2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi

pertimbangan

Suku Dinas Kebersihan Mengelola kebersihan lingkungan

dan sarana prasarana wisata

2 3 3 3 9 18 Tidak Terlibat Penerima

Informasi

Suku Dinas UKM dan Koperasi Pendampingan UKM

Pengembangan produk unggulan

2 3 4 3 10 20 Terlibat Pemberi

pertimbangan

Taman Nasional Laut Kepulauan

Seribu (TNLKS)

Mengelola TNLKS

Menetapkan kebijakan strategis

terkait pengelolaan TNLKS

3 4 4 3 11 33 Terlibat Pengambil

keputusan

Investor luar pulau Membuka lapangan pekerjaan

Meningkatkan keuntungan

3 3 5 2 10 30 Terlibat Pemberi

pertimbangan

Pemilik Unit Usaha Lokal Meningkatkan kesejahteraan

Meningkatkan aktivitas ekonomi

3 2 3 2 7 21 Tidak Terlibat Pemberi

pertimbangan

Masyarakat lokal Memperoleh pekerjaan

Meningkatkan kesejahteraan

2 2 2 1 5 10 Tidak Terlibat Penerima

Informasi

Lembaga Non Pemerintah

(LSM)

memberikan pengetahuan dan

pendampingan khusus tentang

kawasan wisata dan konservasi,

melakukan kontak langsung dan

kerjasama dengan masyarakat

sasaran

3 4 4 2 10 30 Terlibat Pemberi

pertimbangan

Keterangan: S: Sumberdaya Manusia, F: Finansial, P: Politik

142

Page 27: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

Sedangkan stakeholder primer di P. Pramuka adalah Bappekab, Sudin

Pariwisata, Sudin UKM dan Koperasi, TNLKS serta LSM. Perbedaan mengenai

keberadaan TNLKS dan LSM di kedua pulau dikarenakan kedua pihak ini hanya

terdapat (memiliki wilayah kerja) di kawasan Kepulauan Seribu Utara dimana P.

Pramuka berada. Pihak-pihak inilah yang selanjutnya dianggap berkompeten

dalam merumuskan kebijakan pengelolaan wisata berbasis masyarakat lokal yang

ada di kawasan Kepulauan Seribu.

Gambar 19. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam

Pengelolaan Wisata di Pulau Pramuka Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu

8.6 Alternatif Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Wisata Bahari

Tahapan akhir penelitian ini adalah merumuskan alternatif rekomendasi

kebijakan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal. Seluruh analisis

yang telah dilakukan sebelumnya, yang meliputi analisis dampak ekonomi,

Rendah

Tinggi

Tinggi

Tin

gkat

Pen

gar

uh

Tingkat Kepentingan

*3

*4

*1

*2 *7

*6 *11

*5

*9 *8 *10

Keterangan:

1. Bappekab

2. Sudin Pariwisata

3. Sudin Perikanan dan Kelautan

4. Sudin PU

5. Sudin Kebersihan

6. Sudin UKM dan Koperasi

7. TNKL

8. Investor Luar Pulau

9. Pemilik Unit Usaha Lokal

10. Masyarakat Lokal

11. LSM

Page 28: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

penilaian jasa lingkungan, analisis persepsi dan prefrensi serta SWOT, dipetakan

dan dijadikan bahan diskusi lebih lanjut. Peserta diskusi mendalam ini adalah para

stakeholder yang telah ditentukan sebelumnya. Konsep dari diskusi ini adalah

bagaimana menerapkan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) pada

wisata alam berbasis masyarakat lokal, dimana kegiatan ini harus menjaga

keseimbangan antara keuntungan yang dihasilkan tanpa mengorbankan

sumberdaya alam, kebudayaan, atau ekologi. IFTO (1994) menyatakan terdapat

empat kebutuhan utama untuk pemeliharaan jangka panjang dari daerah tujuan

pariwisata, yaitu: (1) populasi harus tetap sejahtera dan mempertahankan identitas

kebudayaan mereka, (2) daerah wisata harus tetap menarik bagi turis, (3) tidak ada

yang dilakukan untuk merusak ekologi, dan (4) terdapat kerangka politik yang

efektif. Adapun beberapa alternatif rekomendasi yang dihasilkan untuk

pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal adalah sebagai berikut:

Kebijakan 1. Mempertegas Kebijakan dan Penguatan Kelembagaan

1. Mempertegas dan memperjelas kebijakan pengembangan wisata dan sektor

pendukungnya. Sejauh ini belum tersedia payung hukum dalam pengelolaan

maupun pengembangan wisata alam di kawasan ini. Kebijakan yang jelas dan

tegas diwujudkan dengan adanya Rencana Tata Ruang / masterplan

pengembangan wisata yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah.

Selain masterplan, Pemda juga harus memiliki Rencana Strategi (RENSTRA)

pengembangan sektor pariwisata untuk periode tertentu lengkap dengan

roadmap mencapai target pengembangan tersebut. Sebagai acuan

pengembangan objek wisata, Pemda juga harus memiliki Rencana Induk

Pengembangan Objek Wisata (RIPOW). Agar memiliki kekuatan hukum,

Page 29: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

sebaiknya dokumen kebijakan tadi diperkuat dengan Peraturan Daerah

(PERDA).

2. Memperkuat organisasi pengelola pariwisata, baik lembaga pemerintah

maupun swasta. Berkaitan dengan lembaga pemerintah, Pemda harus

memperjelas tupoksi dinas pariwisata, pengembangan SDM pariwisata,

alokasi anggran yang memadai, pengembangan fasilitas lembaga pengelola

dan lain-lain. Selain itu, Pemda harus menciptakan iklim yang kondusif agar

pihak swasta mau investasi di sektor pariwisata, melakukan pembinaan dan

kerjasama dengan pihak swasta dalam pengembangan pariwisata.

Kebijakan 2. Pengembangan Sarana Transportasi dan Fasilitas Pendukung

1. Pemda harus membuat kebijakan yang terpadu untuk menyediakan sarana

transportasi air yang layak, aman dan nyaman.

2. Mempercepat pembangunan bandara udara di P. Panjang, sebagai salah satu

upaya untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan jumlah wisatawan.

Selanjutnya dalam pengoperasiannya, pemerintah harus memberikan insentif

atau subsidi kepada pihak swasta agar mau berinvestasi di jasa layanan

penerbangan, misal melalui pemberian keringanan pajak

3. Peningkatan atau pembangunan fasilitas pendukung kegiatan pariwisata

seperti akomodasi, telekomunikasi, restoran, keuangan dan lain-lain.

Pemerintah diminta untuk memberikan insentif kepada pihak swasta agar mau

berinvestasi di sektor ini.

Kebijakan 3. Membangun Sinergi Kebijakan di Bidang Pariwisata

1. Mengembangkan kebijakan yang komprehensif dan partisipatif.

Page 30: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

2. Membangun sinergi kebijakan antara instansi terkait (contohnya antara Sudin

Pariwisata, Bappekab, Sudin Pekerjaan Umum, Sudin Perikanan dan Kelautan

dan TNLKS).

3. Membangun sinergi dan koordinasi antara sektor publik (Pemda dan TNLKS)

dan sektor swasta.

4. Membangun sinergi antara sektor publik, swasta, LSM dan masyarakat lokal.

Kebijakan 4. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

1. Bagi internal staf di Pemda, melalui: (1) peningkatan kapasitas staf di instansi

terkait dengan pengembangan wisata melalui kursus, pendidikan lanjutan,

studi banding ke berbagai daerah yang telah berhasil mengembangkan wisata

dan (2) rekruitmen staf baru dengan latar belakang pendidikan yang

mendukung pengembangan pariwisata khususnya ekowisata.

2. Bagi pelaku usaha, melalui: (1) pelatihan enterpreneurship (Small Medium

Enterpreneurship Training) untuk meningkatkan kemampuan manajemen

usaha, (2) meningkatkan keterampilan atau kreatifitas masyarakat untuk

menghasilkan produk handicraft yang artistik dan bernilai jual, dan (3)

pengembangan lembaga-lembaga keuangan mikro: koperasi, simpan pinjam

dan BPR.

3. Bagi masyarakat umum, melalui: (1) peningkatan kesadaran untuk memelihara

potensi wisata yang dimiliki, sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat

sebagai pengelola dari kegiatan wisata tersebut dan pemerintah sebagai

fasilitator dan (2) meningkatkan sikap masyarakat dalam memberikan

pelayanan pada wisatawan sehingga tercipta suatu “good service”.

Page 31: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

4. Bagi institusi pendidikan, melalui: (1) membuka lembaga pendidikan

kepariwisataan (dapat dilakukan oleh Pemda atau swasta) dan (2) menjalin

kerjasama dengan pihak asosiasi pariwisata guna menyalurkan lulusan.

Kebijakan 5. Pengembangan dan Pemeliharaan Objek Wisata

1. Membangun zonasi secara partisipatif seperti yang telah dilakukan oleh

TNLKS.

2. Membangun organisasi dan kelembagaan pengelola objek wisata di tingkat

lokal. Hal penting yang harus diwujudkan, adalah: (1) organisasi pengelola di

tingkat lokal, (2) aturan main (rule of the game) organisasi, (3) job description

dari organisasi pengelola tersebut, dan (4) monitoring jalannya organisasi

tersebut.

3. Mengembangkan sistem pendanaan lingkungan untuk menjaga kelestarian

lingkungan, misalnya: (1) mengidentifikasi sumber dana potensial (donor)

yang peduli terhadap objek wisata tersebut, (2) mengidentifikasi sumber dana

di luar donor (retribusi, tiket masuk, ecological fee yang dibebankan pada

wisatawan), (3) mengembangkan mekanisme pengelolaan dana lingkungan

yang terkumpul, dan (4) kejelasan alokasi penggunaan dana retribusi.

Kebijakan 6. Promosi dan Pemasaran Pariwisata

1. Identifikasi pangsa pasar wisata, baik pasar domestik maupun asing, untuk

wisata minat khusus, wisata budaya, sejarah dan lain-lain.

2. Melakukan promosi melalui leaflet, poster, pemasangan iklan media cetak,

internet, penayangan iklan di media elektronik.

Page 32: VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/43740/18/Bab VIII... · bersifat concurrent ... Seribu sebagai kawasan wisata bahari

3. Melakukan promosi bersama (kerjasama regional) antara Pemda Provinsi DKI

Jakarta.

4. Menjalin kerjasama dengan biro perjalanan baik di Jabotabek maupun di

beberapa kota besar selain Jabodetabek.

5. Mendirikan Tourism Information Centre (TIC) di lokasi strategis.