voices from the real economy - ilo.org filevoices from the real economy bagaimana apindo melihat...
TRANSCRIPT
VOICES FROM THE REAL ECONOMYBAGAIMANA APINDO MELIHAT REGULASI DUNIA USAHA DAN IMPLEMENTASINYADI INDONESIA
BY: HARIJANTO (KETUA DPN APINDO BIDANG KETENAGAKERJAAN)
JAKARTA, FEBRUARY 24TH 2015
REGULASI TERKAIT APA SAJA?
BATASAN PEMBAHASAN
•KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN
•BPJS KESEHATAN
•BPJS KETENAGAKERJAAN
•PERIJINAN USAHA
KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN
•Kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia belum ideal karena:
(1) Merugikan Pemberi Kerja
(2) Merugikan Pekerja
(3) Merugikan Pencari Kerja
(4) Permasalahan Implementasi, dan
(5) Persoalan Lainnya
(1) MERUGIKAN PEMBERI KERJA
• Upah Minimum di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi dibandingkan negara-negara manufaktur berkembang lainnya (Grafik1)
• Upah Minimum Indonesia tidak hanya mahal, tetapi juga meningkat lebih tinggi dibanding produktivitas tenaga kerjanya (Grafik 2)
• Kedua hal diatas akan menyebabkan unit labor cost meningkat yang bisa berdampak hilangnya daya saing Indonesia sebagai negara production base untuk manufaktur
Grafik 1. Minimum Wage (USD/Month),Indonesia Vs Other Developing Manufacturing Countries,
in 2013
Grafik 2. The Dynamics of Minimum Wage, Productivity, and Unit Labor Cost in Indonesia, 2000-2013
(2) MERUGIKAN PEKERJA
• Nilai pesangon di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan (Grafik 3)
• Hal tersebut bisa mendorong perusahaan untuk lebih memilih mempekerjakan temporary worker
• Dengan lebih banyaknya temporary worker, itu bisa mengurangikeinginan perusahaan untuk meberikan pelatihan formal (Grafik 4)
79.2 75.363.6
50.8 50.1 48.4 43.5 43.4 42.7 42.236.3
31.115.9 4.7
Grafik 3. Severance pay for redundancy dismissal(average for workers with 1, 5 and 10 years of tenure),
in salary weeks: Indonesia vs. NeighborsGrafik 4. Percent of Firms Offering Formal Training (%)
(3) MERUGIKAN PENCARI KERJA
• Hasil studi APINDO menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum berhubungan dengan penurunan penciptaan lapangan kerja(Grafik 5)
• Lebih lanjut, studi tersebut juga didukung oleh trend data yang menunjukkan bahwa untuk periode 2007-2013, Indonesia mengalami “Jobless Growth”: setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi menghasilkan penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih sedikit dibanding periode sebelumnya. (Grafik 6)
y = -0.0608x + 0.0256R² = 0.1331
-1.00%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00%
emp
loy
men
t gr
ow
th
Minimum Wage Growth
704,489
435,672
501,202 536,645
225,113
182,002
(1,730)
(100,000)
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 5. The Association between Minimum Wage andEmployment in Indonesia, 2000-2013
Grafik 6. Employment Creation per 1% economic Growth, 2007-2013
(4) PERMASALAHAN IMPLEMENTASI
• Dalam implementasinya, kalkulasi upah minimum Indonesia rumit dan sulit di-replikasi, misalnya terkait penghitungan: inflasi, pertumbuhan, dan produktivitas
• Mekanisme penetapan upah minimum bersifat tidak pasti seringkali dipolitisasi (penolakan hasil survei, penolakanSP/SB diluar Dewan Pengupahan, kepentingan poitik KepalaDaerah, Dll.)
• Penentuan UMP ke depan: sebaiknya dilakukan survei yang kredibel dimana hasilnya digunakan sebagai patokanpenentuan kenaikan UMP 5 tahun ke depan denganpenambahan faktor Inflasi, yang penentuannya secaraternokratis & tersentralisasi dilakukan oleh lembagaindependen yang kredibel.
(5) PERSOALAN LAIN
• Dalam hal Ketenagakerjaan terdapat berbagaiperaturan yang yang hanya wan-prestasi tanpakontraprestasi (pembebanan biaya resmi keperusahaan tanpa jasa pelayanan dinasketenagakerjaan), plus kerepotan perusahaan untuktambahan biaya tidak resmi ikutannya
• Misalnya: pengecekan alat pemadam kebakaran, penangkal petir, forklift, ketel uap, dan lain sebagainya
BPJS KESEHATAN
• Berdasar Perpress 111/2013 mewajibkan sebagian besar perusahaan (state-owned, big, medium, small enterprise) untuk mendaftarkan karyawannya per 1 Januari 2015, untuk Micro di tahun 2019
• Namun, ada beberapa permasalahan penting yang menyebabkan hal diatas tidak bisa dilakukan: permasalahan teknis maupun fundamental
BPJS KESEHATAN (LANJ.)
(1) Permasalahan Teknis, diantaranya: lemahnyadukungan IT untuk antisipasi pendaftaran denganjumlah yang sangat besar, komitmen dukungan danadari APBN, Dll.
(2) Permasalahan Fundamental
• FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama): belumtersedia merata, daya tampung Fasilitas KesehatanRujukan (Rumah Sakit) yang terbatas, kualitaslayanan yang kurang bagus
• Coordination of Benefit (CoB) / Koordinasi Manfaat: mekanisme teknis belum disepakati BPJS dan perusahaan asuransi swasta sehingga tidak adajaminan kualitas pelayanan dan potensi dobel bayar
BPJS KETENAGAKERJAAN• Permasalahan terkait BPJS ketenagakerjaan terutama dispute
mengenai penggunaan metode defined benefit (manfaat pasti) vs defined contribution (iuran pasti)
• Kedua metode tersebut memiliki karakteristik masing-masing(Tabel 1)
• Metode defined contribution lebih memberi kepastian kepada dunia usaha karena dengan defined benefit, perusahaan bisa menanggung risiko lebih besar
Defined Benefit / Manfaat Pasti Defined Contribution / Iuran Pasti
• Pensiunan menerima manfaat bulanan setelah mendapat sebagian manfaat saat diawal ketika masuk masa pensiun
•Iuran berfluktuasi: berdasarkan hasil estimasi kebutuhan biaya untuk merealisasikan manfaat pensiun berdasarkan perhitungan aktuaris
•Sifatnya paternalistik dimana pemberi kerja menanggung semua/sebagian besar risiko, termasuk risiko investasi
• Seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekenng masing-masing peserta sebagai Manfaat Pensiun
•Manfaat pensiun diberikan penuh ketika memasuki masa pensiun
Tabel 1. Defined Benefit VS Defined Contribution
PERIJINAN USAHA
• Lingkungan Bisnis Indonesia masih penuh tantangan: Indonesia berada pada posisi 155 dari 189 dalam Ease of Doing Business IFC-WB 2015
• Pemerintahan Baru telah melakukan langkah untuk mengefisienkan prosedur bisnis di Indonesia melalui one-stop shop/service (PTSP-PelayananTerpadu Satu Pintu)
• Akan tetapi, reformasi yang lebih penting adalah reformasi kebijakan perijinan, tidak sekadarreformasi birokrasi perijinan melalui one stop shop/service
PERIJINAN USAHA...(LANJ.)
• Reformasi Kebijakan Perijinan: melakukan perubahansubstansial dengan evaluasi perijinan usaha mana saja yang benar-benar diperlukan, jika tidak diperlukanseharusnya dihapus jenis perijinan terkait
• Dalam hal Perijinan Usaha, pada dasarnya hanya perlu 3 klasifikasi kebijakan:
(1) Ijin terkait keabsahan hukum pendirian usaha
(2) Ijin teknis spesifik untuk setiap jenis industri
(3) Ijin untuk menjamin keberlanjutan usaha (misalnya ijin impor bahan baku, impor mesin, dll.)
• Diperlukan laporan berkala secara terbuka atas kinerjaperijinan usaha pasca implementasi PTSP