volume 5, nomor 1, juni 2015 - fkip. · pdf fileguidena jurnal ilmu bimbingan & konseling...
TRANSCRIPT
Volume 5, Nomor 1, Juni 2015
Diterbitkan olehUnit Publikasi Ilmiah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Metro
GUIDENAJurnal Ilmu Bimbingan & Konseling
ISSN 2088-9623Volume 5, Nomor 1, Juni 2015
Diterbitkan oleh:Unit Publikasi Ilmiah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Metro
Penanggung JawabPartono
Pemimpin RedaksiAgus Wibowo
Sekretaris RedaksiEko Susanto
Yuni Novitasari
PenyuntingKarwono
Juhri, A.MMarzuki Noor
Tri AnjarNurul AtiekaSiti Nurlaila
Mudaim
Lay OutBeni Saputra
Tata UsahaSusilo
Susi Susanti
Alamat Redaksi :FKIP Universitas Muhammadiyah Metro, Jl. Ki Hajar Dewantara No.116 Kota Metro
Telepon: 085769466618, 081369149853E-Mail:[email protected]
Guidena merupakan terbitan berkala yang memuat artikel ilmiah hasil penelitian dan kajianilmu pendidikan, psikologi, dan bimbingan dan konseling
Semua isi dan akibat yang ditimbulkan dari artikel yang dimuat pada jurnal Guidena menjaditanggung jawab sepenuhnya penulis bukan dewan redaksi
GUIDENAJurnal Ilmu Bimbingan & Konseling
ISSN 2088-9623Volume 5, Nomor 1, Juni 2015
DAFTAR ISI `
MAKNA PENYESUAIAN BAGI ISTRI YANG SUAMINYA YANGBERPOLIGAMIHetty Angraini (STKIP TUNAS BANGSA Bandar Lampung) 1 – 17
PENGARUH LAYANAN INFORMASI MENGGUNAKANMEDIA FILM TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIIISMP NEGERI 8 METROMudaim & Belardo Farzantoky (Universitas Muhammadiyah Metro)
18- 28
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PROFESIONAL GURUBIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PELAKSANAAN LAYANANBIMBINGAN KONSELING DI SMA NEGERI SE-KOTA METRONurul Atieka & Rina Kurniawati (Universitas Muhammadiyah Metro)
29 – 39
KETERAMPILAN BELAJAR SEBAGAI KOMPONENLAYANAN PENGUASAAN KONTEN DALAM BIMBINGAN KONSELINGIda Umami (Universitas Muhammadiyah Metro)
40 - 50
KESIAPAN SISWA SMA MENGIKUTI UJIAN MASUKPERGURUAN TINGGI DAN PERAN KONSELOR SEKOLAHTri Anjar (Universitas Muhammadiyah Metro)
51 – 65
PROFIL PENERAPAN KEWIBAWAAN DALAMPROSES PEMBELAJARANAli Mashari (STKIP Tunas Bangsa Bandar Lampung )
66– 77
PERSEPSI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELINGUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO TERHADAPPROFESI GURU BIMBINGAN DAN KONSELINGSerli Novitasari& Nurul Atieka (Universitas Muhammadiyah Metro)
78- 92
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 1
MAKNA PENYESUAIAN BAGI ISTRI YANG SUAMINYA
BERPOLIGAMI
Hetty AnggrainiSTKIP TUNAS BANGSA BANDAR LAMPUNG
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menemukan maknapenyesuaian bagi istri yang suaminya berpoligami. Subyek dalampenelitian ini berjumlah 3 orang Subyek dalam penelitian ini dipilihberdasarkan teknik purposivitas dengan karakteristik subyek, yaituperempuan yang merupakan istri pertama dari suami yangberpoligami, berusia antara 40-70 tahun, memiliki anak, memilikipenghasilan sendiri, dan usia perkawinan poligami minimal 3 tahun.Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi partisipandan wawancara mendalam. Untuk menilai keabsahan data digunakanmetode triangulasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatifdengan pendekatan multi case study. Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa makna penyesuaian bagi istri yang suaminya berpoligamiadalah menjalani hidup dengan tidak banyak menuntut, bersyukurdengan nikmat yang ada. Kehidupan yang dijalani saat ini adalah jalanmenuju kedekatan diri dengan sang Pencipta, dan jalan pengabdiankepada Allah Subhannahu Wa Ta’ala. Makna penyesuaian bagi istriyang suaminya berpoligami bersumber dari creative values,experiential values, dan attitudinal values.
Kata kunci: poligami, makna, penyesuaian, perkawinan.
PENDAHULUAN
Poligami, mendengar katanya
saja sudah mengundang kontroversi.
Terlebih lagi dari berbagai media
terdengar kisah-kisah memilukan
pada keluarga yang terkena dampak
langsung poligami. Dampak-dampak
yang biasanya terangkat oleh media
tentunya dampak-dampak buruk dari
berpoligami. Dampak-dampak buruk
tersebut diantaranya; berkurangnya
kepercayaan istri pada suami dan
bertambahnya rasa curiga istri
pertama terhadap suami, dan anak-
anak menderita lahir batin karena
saling berebut kasih sayang, saling
cemburu, saling curiga dan
membenci, terjadinya ketidakadilan
2 Hetty Anggraini
perhatian, cinta, dan pembagian
harta, dan kemunduran ekonomi
(Hambrah, 2006,
www.indonesia.faithfreedom.org).
Uraian kasus di atas menggambarkan
bahwa ada sisi kehidupan yang
mungkin tidak biasa bagi orang lain,
atau bahkan ada yang memujinya
luar biasa merupakan sisi kehidupan
yang penuh dinamika. Seorang istri
mengizinkan suaminya menikah lagi
bukan tanpa pertimbangan atau latar
belakang faktor yang
mempengaruhinya hingga ia dapat
memberi izin tersebut. Risiko dari
perizinan tersebut pun telah ia
pikirkan bahwa kelak suaminya
memiliki istri lain tidak hanya
dirinya. Ada cerita baru juga dalam
rumah tangganya di hari kemudian
dengan hadirnya orang baru.
Penyesuaian terhadap kehidupan
perkawinan poligami pun ia lakukan
seperti yang tergambar pada uraian
kasus di atas. Penerimaan terhadap
kehadiran orang-orang baru (istri
kedua, dan seterusnya) adalah bagian
dari proses penyesuaian yang penuh
dinamika.
Baik kalangan jurnalis maupun
akademisi telah banyak yang
mempublikasikan karya-karyanya
yang berkenaan dengan kehidupan
perkawinan poligami. Warna-warni
dari karya-karya tersebut tergambar
bahwa ada yang berpihak dan ada
pula yang tidak berpihak pada
poligami. Seperti yang terdapat pada
hasil-hasil penelitian terkait
kehidupan perkawinan poligami,
diantaranya yang dilakukan oleh
Multahada dan Widyastuti.
Multahada (2005) melalui
penelitiannya membuktikan bahwa
mayoritas remaja yang ayahnya
poligami mengalami kekerasan
psikologis. Kekerasan psikologis
tersebut menurunkan harga diri.
Penalaran moral remaja yang
ayahnya poligami pun terbilang
rendah. Widyastuti (2002) juga telah
meneliti bahwa harga diri remaja
yang orangtuanya poligami lebih
rendah dibandingkan dengan harga
diri remaja yang orangtuanya
monogami, dan tingkat depresi
remaja yang orangtuanya poligami
lebih tinggi daripada tingkat depresi
remaja yang orangtuanya monogami.
Menurut Lianawati (2008)
poligami terjadi karena seseorang
tidak lagi berkomitmen pada aspek-
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 3
aspek struktural. Aspek-aspek
struktural tersebut di antaranya
adalah ada ketergantungan finansial
dari pihak istri, memikirkan masa
depan anak-anak, nama baik pribadi
dan keluarga, birokrasi perceraian
yang sulit, status janda yang negatif
di mata masyarakat, dan sebagainya.
Hal ini diduga menyebabkan istri
menerima suami berpoligami.
(Lianawati, 2008,
www.esterlianawati.wordpress.com)
Menengok pada sejarah
diturunkannya ayat-ayat yang
berkenaan dengan poligami, bahwa
di zaman nabi banyak janda-janda
yang perlu disantuni dikarenakan
suami mereka meninggal di medan
perang, sehingga menikahi janda-
janda juga merupakan solusi atas
kehormatan masyarakat (Ad
Dimasyqi, 2000). Terjadinya
poligami pada zaman Nabi tersebut
tak terlepas karena situasi dan
kondisi yang memaksa hal tersebut
dilakukan demi melindungi
perempuan dari segala bentuk
penindasan (Ad Dimasyqi, 2000).
Ajaran agama Kristen tidak
membenarkan poligami (Matius 19:
6). Menengok pada sejarahnya,
pernah dituliskan pada kitab
perjanjian lama bahwa poligami
memang pernah ada, terbatas pada
raja-raja. Di kalangan masyarakat
yang ada hanya monogami.
Pada ajaran Hindu ada dua
penafsiran yang berbeda tentang
poligami. Pandangan pertama
membolehkan poligami, ajaran
Hindu mengizinkan perkawinan
hingga empat istri. Hal ini bercermin
pada tradisi orang Bali tempo dulu,
terutama para raja berkuasa. Menurut
Putu Wilasa (ketua PHDI kabupaten
Buleleng), poligami diistilahkan
sama dengan “kresna atau kresna
brahmacari”. Putu Anggraeni
menambahkan poligami yang terjadi
di Bali itu diantaranya beralasan
menghindari status janda. Sedangkan
pandangan kedua, ajaran Hindu tidak
membolehkan poligami. Poligami
yang diizinkan pada ajaran Hindu
pun, seperti karena tak punya
keturunan atau karena sakit.
Poligami dalam ajaran Hindu sejalan
dengan UU perkawinan maupun PP
nomor 10 tahun 1983 yang
diperbaharui dengan PP nomor 45
tahun 1999, poligami boleh atas
seizin istri pertama.
4 Hetty Anggraini
Negara Republik Indonesia
dengan kekuatan hukumnya yang
berlaku mengatur pula praktek
poligami yang terdapat pada UU No.
1 tahun 1974 dalam pasal 3, 4, 5, dan
pasal 65. Sekali pun peraturan
perundang-undangan yang secara
jelas mengatur praktek poligami agar
suami dapat mempertimbangkan hal
tersebut, para aktivis feminis, para
penulis perempuan, dan sebagian
tokoh agama menyatakan diri mereka
menolak poligami, dapat dilihat di
sekitar ada perempuan-perempuan
yang justru bersedia atau
mengizinkan suami dalam
berpoligami. Hal ini tentunya sangat
berseberangan dengan apa yang
selama ini diperjuangkan oleh para
perempuan pada umumnya. Oleh
karena itu, sesekali beberapa
perempuan tersebut mendapat protes
dari orang-orang di sekitar mereka.
Namun protes tersebut tidak mampu
menggoyahkan niat mereka, mereka
justru dapat saling mengakrabkan
diri sesama istri dari satu suami.
Ada sederet nama yang cukup
dikenal masyarakat umum, saat ini
tengah menjalani kehidupan keluarga
poligami. Dengan kata lain mereka
menerima suami mereka untuk
berpoligami. Mereka pun melakukan
penyesuaian dengan kehidupan
perkawinan poligami. Rini Purwanti,
istri pertama Puspo Wardoyo,
mengakui menangis ketika pertama
kali suami berpoligami. Pada kali
berikutnya, Rini Purwanti telah
mampu membantu suami
melamarkan istri ketiga bagi
suaminya (Dickson, 2007). Ninih,
istri pertama Aa Gym, mengakui
merasa sedih dan kaget ketika suami
mau berpoligami. Kemudian pada
kesempatan berikutnya, Ninih dapat
berbagi peran rumah tangga dengan
istri kedua Aa Gym (Dickson, 2007).
Inilah contoh dua perempuan yang
sudah sangat dikenal melalui media,
mereka menjalani hidup dengan
status sebagai istri pertama dari
suami mereka.
Perempuan ikut mengambil peran
dalam menentukan terbentuknya
perkawinan poligami, yaitu bersedia
menjadi istri pertama, kedua, dan
seterusnya. Menurut hasil penelitian
Rustanti (2004) perempuan yang
bersedia dipoligami memiliki
beberapa alasan, diantaranya
ketergantungan materi (perempuan
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 5
tidak bekerja), pengaruh daya tarik
fisik dan keterikatan.
Hasil penelitian Rustanti (2004)
menunjukkan bahwa poligami terjadi
juga tidak terlepas dari adanya faktor
penyebab hingga suami
melakukannya. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan suami
berpoligami, yaitu pertama, suami
merasa tidak diperhatikan oleh
istrinya. Pada dasarnya seorang
suami sudah terbiasa dilayani oleh
istri sehingga apabila tidak dilayani
karena beberapa alasan maka suami
merasa tidak diperhatikan. Kedua,
yaitu istri menolak hubungan intim
karena capek setelah bekerja seharian
juga membuat suami merasa ditolak
dan merasa tidak diperhatikan.
Ketiga, istri tidak dapat melahirkan
keturunan. Keempat, istri memiliki
penyakit kronis. Kelima, suami
merasa mampu secara material dan
spiritual sehingga poligami
dilakukan untuk menghindarkan diri
dari perbuatan zinah. Keenam, suami
sering bepergian, dinas ke luar kota,
bekerja berpindah-pindah, atau
tinggal di kota terpisah.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa perkawinan
poligami terjadi tidak terlepas dari
keterlibatan antara keduanya yaitu
suami dan istri, apapun alasannya.
Praktek poligami telah diatur secara
jelas dalam agama dan perundang-
undangan Negara Republik
Indonesia. Masyarakat ada yang
menyatakan diri pro dan kontra
terhadap perkawinan poligami. Para
istri yang bersedia dan menyesuaikan
dengan suaminya yang berpoligami,
memiliki konsep tentang makna
penyesuaian bagi mereka. Oleh
karena itu menarik untuk digali lebih
mendalam tentang makna
penyesuaian bagi istri yang suaminya
berpoligami, dan mengamati proses
penyesuaian mereka.
Rumusan pertanyaan penelitian
yang akan mengarahkan penelitian
ini adalah:
1. Apa makna penyesuaian bagi
istri pertama yang suaminya
berpoligami
2. Bagaimana proses
penyesuaian istri pertama
yang suaminya berpoligami?
3. Bagaimana pengalaman
emosi dalam proses
penyesuaian istri pertama
yang suaminya berpoligami?
6 Hetty Anggraini
4. Bagaimana pengalaman
beragama dalam proses
penyesuaian istri pertama
yang suaminya berpoligami?
5. Bagaimana dukungan
keluarga dalam proses
penyesuaian istri pertama
yang suaminya berpoligami?
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan meneliti lebih lanjut
tentang proses penyesuaian istri
pertama yang suaminya berpoligami.
Dengan demikian, penelitian ini juga
kelak dapat mengungkap makna
penyesuaian bagi para perempuan
yang berstatus istri pertama dari
suami mereka yang berpoligami.
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan
desain penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kasus kolektif,
dengan alasan pembahasan tentang
makna penyesuaian bagi istri
pertama yang suaminya berpoligami
adalah sesuatu yang unik, dan lebih
spesifik bukan fenomena yang terjadi
pada kebanyakan orang pada suatu
masa tertentu, untuk dieksplorasi
dalam rangka memaknai dinamika
psikologis penyesuiaan tersebut.
Sebagaimana studi kasus merupakan
sebuah pendekatan dalam penelitian
psikologi yang tidak mencoba
mengumpulkan informasi dari
jumlah partisipan yang banyak
(Hayes, 2000).
Fokus penelitian ini adalah
pada makna penyesuaian dalam
proses penyesuaian istri pertama
yang suaminya berpoligami. Oleh
karena itu, penelitian ini pun
difokuskan pada perilaku-perilaku
yang tampak dan simbol-simbol
perilaku yang mencerminkan
penyesuaian istri pertama yang
suaminya berpoligami.
Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi empat
hal, antara lain:
1) Subyek penelitian
Subyek dalam penelitian ini
adalah perempuan, istri pertama dari
suami yang mempunyai istri lebih
dari satu, memiliki anak dari
perkawinan pertama, istri pertama
memiliki penghasilan sendiri, usia
perkawinan poligami minimal 3
tahun. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian Burgess & Cottrell (dalam
Landis & Landis, 1960) bahwa
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 7
pasangan membutuhkan waktu
sekurangnya 2-4 tahun hingga
pasangan tersebut dapat
menyesuaikan dalam perkawinan
yang sedang dijalaninya.
Penelitian ini melibatkan
sekurang-kurangnya 3 orang
perempuan. Rentang usia subyek
antara 40 tahun hingga 70 tahun. Hal
ini didasarkan pada bahwa menurut
Santrock (2002), orang pada usia ini
termasuk pada tugas perkembangan
dewasa pertengahan hingga dewasa
akhir. Pengalaman emosi pada masa
ini lebih kompleks, transisi paruh
kehidupan berlangsung hiruk pikuk
dan secara psikologis menyakitkan,
karena banyak aspek kehidupan
dipertanyakan. Menurut Levinson
(dalam Santrock, 2002), keberhasilan
transisi paruh kehidupan terletak
pada seberapa efektif orang
mengurangi sifat-sifat berlawanan
dan menerima masing-masing dari
mereka sebagai bagian integral dari
keberadaanya.
2) Informan
Selain ada subyek dalam
penelitian ini, dibutuhkan pula
informan. Informan penelitian ini
tergolong menjadi dua, yaitu
informan pelaku dan informan tahu
(Koentjoro, 2007). Informan pelaku
merupakan orang-orang yang terlibat
dekat dengan subyek, terkena
dampak langsung dan tidak
langsung. Informan pelaku yang
dimaksud adalah suami, istri-istri
lainnya, anak-anak, dan saudara
kandung. Informan tahu adalah
orang-orang di sekitar subyek yang
hanya mengetahui informasi tentang
subyek. Informan tahu yang
dimaksud adalah teman subyek,
tetangga subyek, ketua RT, pamong
masyarakat setempat, dan seterusnya
yang dapat memberikan informasi
guna kelengkapan data penelitian.
3) Dokumen tertulis; data sekunder
Dokumen yang digunakan
sebagai sumber data penelitan ini
antara lain surat-surat pernyataan,
surat-surat keterangan, catatan harian
(diary), atau surat-surat pribadi, foto-
foto yang berkenaan dengan
kehidupan keluarga poligami subyek.
4) Dokumen tidak tertulis; Metafor
Dalam penelitian ini, metafor
penting untuk dipahami dalam
rangka menghindari terjadinya bias
pada hasil penelitian, sebab subyek
mungkin saja menampak bahasa
8 Hetty Anggraini
tubuh atau emosi yang berbeda
dengan apa yang diucapkannya
ketika proses wawancara
berlangsung
Data-data yang diperlukan
dalam penelitian ini akan
dikumpulkan melalui dua cara, yaitu
observasi dan wawancara.
1) Observasi
Dalam penelitian ini,
observasi dilakukan secara
partisipan, peneliti terlibat langsung
dalam kegiatan rumah atau kegiatan
sehari-hari subyek di lokasi
penelitian. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya baik yang
bersifat metafor atau deskripsi.
2) Wawancara
Dalam penelitian ini, tipe
wawancara yang digunakan adalah
The Depth Interview, di mana
rapport terus dibangun dan
kepercayaan dibentuk agar subyek
yang diwawancara terus
mengeksplor dirinya lebih mendalam
dan terdapat motivasi yang kuat
dalam diri subyek. Wawancara akan
dilakukan secara terpisah pada
subyek, informan pelaku dan
informan tahu.
Untuk menilai keabsahan
data penelitian ini, peneliti juga
menggunakan metode triangulasi.
Triangulasi yang akan diaplikasikan
pada penelitian ini, diantaranya:
triangulasi dengan sumber
(membandingkan hasil pengamatan
dengan hasil wawancara,
membandingkan apa yang dikatakan
subyek di depan umum dengan yang
dikatakannya ketika diwawancara,
membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yg dikatakan
subyek sepanjang waktu), triangulasi
dengan metode (pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil
penelitian dengan kedua teknik
pengumpulan data yaitu observasi &
wawancara) (Moleong, 2008).
Dalam menganalisi data,
peneliti melakukan coding dengan
ketiga bentuknya. Pertama, open
coding; menguraikan hasil temuan,
memberi kode pada tiap penemuan,
hingga temuan-temuan dapat disusun
dalam sebuah tema. Kedua, axial
coding; mengelompokkan tema-tema
yang sudah ada ke dalam sebuah
kategori. Ketiga, selective coding;
mengelompokkan kategori-kategori
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 9
tadi ke dalam sebuah alur pikir
sehingga memunculkan teori baru.
Selective coding ini pun terbagi dua
macam yaitu selective coding
inclusive; bila data yang dibutuhkan
masih kurang, maka terus mencari
lagi. Selective coding exclusive; data
yang sudah ada bisa saja dibuang bila
dirasa kurang mengena (Koentjoro,
2007).
Secara lebih rinci, Stevick-
Colaizzi- Keen mengajukan prosedur
analisis dan interpretasi data dengan
metode modifikasi, dengan langkah
sebagai berikut (Moustakas, 1994):
1. Mempertimbangkan masing-
masing pernyataan mengenai
pentingnya gambaran pengalaman
2. Mencatat semua pernyataan yang
sesuai dengan tema penelitian
3. Membuat daftar pernyataan yang
tidak berulang dan tidak tumpang
tindih. Pernyataan-pernyataan ini
merupakan horizon yang sama atau
unit makna yang sama dari
pengalaman
4. Menghubungkan dan
mengelompokkan unit makna yang
sama ke dalam tema-tema
5. Mensintesakan unit makna dan
tema-tema yang sama ke dalam
deskripsi tekstural dari pengalaman
dan juga memasukkan contoh
verbatim
6. Merefleksikan data ke dalam
deskripsi tekstural penulis. Dengan
menggunakan imaginative variation,
kemudian membuat deskripsi
struktural dari pengalaman
7. Membuat gambaran tekstural-
struktural dari makna dan esensi
pengalaman
8. Melakukan langkah 1 sampai 7
untuk pengalaman masing-masing
subyek
Dari gambaran tekstural-
struktural individu dari semua
pengalaman masing-masing subyek,
dibuat gabungan deskripsi makna
dan esensi dari tekstural- struktural
dari pengalaman, dan dibuat juga
penggabungan semua gambaran
tekstural- struktural individu ke
dalam gambaran yang universal dari
pengalaman yang merepresentasikan
kelompok secara keseluruhan.
HASIL
A. Makna penyesuaian
Pemaknaan ini kemudian berkait
dengan bagaimana masing-masing
subyek memaknai penyesuaian
10 Hetty Anggraini
dengan suami mereka yang
berpoligami. Oleh karena masing-
masing subyek memaknai kehidupan
perkawinan poligami yang dijalani
mereka dengan menyandarkan pada
ketentuan Tuhan, maka makna
penyesuaian bagi mereka adalah
hidup dengan mendapat keridhoan
dari Tuhan, melakukan berbagai
kegiatan keagamaan, bahkan
semakin meningkatkan keimanan,
dan sarana untuk semakin
mendekatkan diri dengan Tuhan.
B. Proses penyesuaian
Subyek membutuhkan waktu
kurang lebih 1 tahun untuk
penyesuaian. Untuk mengetahui
proses penyesuaian masing-masing
subyek hingga saat ini, dapat dilihat
bagaimana subyek mengungkapkan
alasan mampu menjalani kehidupan
perkawinan poligami. Alasan-alasan
tersebut berkenaan dengan tujuan
akhir dari perjalanan hidup, cara
pandang terhadap suatu masalah, dan
bagaimana subyek menggambarkan
dirinya memiliki kesabaran dalam
menghadapi suatu masalah.
Kondisi terakhir saat peneliti
mewawancarai masing-masing
subyek, kehidupan perkawinan
poligami mereka berjalan harmonis,
silaturahmi antara istri pertama dan
kedua terjalin baik, saling
melengkapi dan saling
memperhatikan.
C. Pengalaman emosi dalam
penyesuaian
Proses penyesuaian masing-
masing subyek tidak terlepas dari
pengalaman emosi yang dialami
masing-masing subyek. Pengalaman
emosi ini terlihat sejak awal ketika
suami masing-masing subyek
meminta izin hendak berpoligami.
Masing-masing subyek mengalami
perasaan sedih ketika suami meminta
izin, namun masing-masing subyek
berusaha mengendalikan emosi
mereka. Hal ini didasarkan pada
adanya rasa sayang pada suami, rasa
kasihan pada suami, dan rasa ingin
menghargai suami dan dihargai.
Memasuki tahap awal tahun
perkawinan poligami, masing-
masing subyek memiliki
pertimbangan dalam menyesuaikan
dengan suami yang berpoligami,
yang melibatkan juga pengalaman
emosi. Masing-masing subyek
merasa rendah diri (merasa sudah
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 11
tua), merasa malu, dan
menghindarkan diri dari keributan.
Tahap selanjutnya pada proses
penyesuaian ini, masing-masing
subyek juga mengungkapkan bahwa
mereka juga pernah
mengekspresikan emosi marah,
kesal, sedih, dan merasa
dikesampingkan oleh suami.
Menjelaskan kondisi psikologis
masing-masing subyek dalam
penyesuaian, selain mengamati
pengalaman emosi dan hal-hal yang
dipikirkan oleh subyek, dapat
diamati pula sikap dan perilaku
subyek dalam penyesuaian. Subyek 1
bersikap & berperilaku terbuka, suka
menolong, dan tegas terutama dalam
menegakkan kebenaran. Subyek 2
bersikap mengalah, berperilaku
mengayomi, mengerti, dan memberi
perhatian pada suami. Subyek 3
Bersikap diam, berperilaku tidak
banyak bicara, berusaha ikhlas, dan
berusaha menyenangkan hati orang.
D. Pengalaman beragama dalam
penyesuaian
Sebagaimana makna hidup dapat
bersumber dari experiential values,
yaitu keyakinan dan penghayatan
akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan,
keindahan, keimanan, dan
keagamaan, serta cinta kasih
(Bastaman, 2007), maka dalam
mengamati makna penyesuaian istri
yang suaminya berpoligami, diamati
pula pengalaman beragama masing-
masing subyek dalam
penyesuaiannya. Ketiga subyek telah
memiliki bekal beragama dari kecil,
dari kedua orangtua mereka. Dengan
demikian rutinitas beragama telah
dijalani sejak dahulu, hingga saat ini
mengalami peningkatan.
Berkaitan dengan pengalaman
beragama dalam penyesuaian, ada
prinsip-prinsip/nilai-nilai yang
dipegang oleh masing-masing
subyek. Subyek 1 memegang prinsip
bahwa taat pada suami, mau dimadu,
sabar, ikhlas kelak jaminannya
mendapatkan surga di akhirat,
sebagaimana yang sering terdengar
melalui pengajian agama. Subyek 2
memegang prinsip menjadi hamba
terbaik, menjadi tauladan, sabar,
ikhlas, selalu bersyukur dalam
menjalani hidup dalam kondisi
apapun. Subyek 3 memegang prinsip
kesabaran dan keikhlasan dalam
menerima kondisi, serta tawakal
12 Hetty Anggraini
pada Allah dalam menjalani
kehidupan perkawinan poligami ini.
E. Dukungan keluarga dalam
penyesuaian
Dukungan keluarga dalam
penyesuaian menjadi faktor penting
dalam proses penyesuaian (Cobb
dalam dalam Rice, 1999), begitu pula
pada penyesuaian istri yang
suaminya berpoligami. Dukungan
keluarga yang dimaksud di sini
adalah suami meminta izin pada istri,
suami membagi waktu dan perhatian,
komunikasi istri dan suami terus
berlangsung, anak-anak ikut
mendukung dengan memberi
perhatian pada ibu mereka, serta
keluarga dekat subyek memberi
perhatian pula pada subyek kaitannya
dengan kehidupan perkawinan
poligami.
PEMBAHASAN
Penyesuaian bukan hanya
proses intelektual, namun merupakan
aktivitas yang bersifat menyesuaikan,
melibatkan pengalaman emosi,
seperti emosi stress marah, takut,
cemas, merasa bersalah dan merasa
malu (Lazarus, 1961). Penyesuaian,
kuncinya terletak pada perjuangan
memaknai sesuatu, yang tidak ada
pilihan bebas dan pilihan tanggung
jawab (Frankl, dalam Calhoun,
1990). Istri (subyek) yang mampu
memaknai bagaimana penyesuaian
yang dijalani dengan suami yang
berpoligami, dengan demikian istri
telah memegang kunci penyesuaian.
Subyek yang mengakui bahwa dalam
penyesuaiannya dengan suami yang
berpoligami terdapat pengalaman
emosi yang berdinamika, kadang
senang, tenang, bahagia, kadang
kesal, sedih, merasa rendah diri,
merasa malu, mengalami emosi yang
turun-naik, tidak stabil, dengan
demikian sesuai dengan pengetian
penyesuaian menurut Lazarus.
Menurut Degenova & Philip
(2005) penyesuaian perkawinan
merupakan proses memodifikasi,
menyesuaikan, dan mengubah
perilaku yang individualis menjadi
perilaku berpasangan dan
berinteraksi secara maksimal, sebuah
proses dinamis, proses yang berjalan
terus menerus berlangsung salam
keseluruhan perkawinan.
Penyesuaian perkawinan poligami
pada subyek, subyek menunjukkan
mampu memodifikasi dan mengubah
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 13
perilaku yang semula berstatus istri
tunggal (suami hanya milik dirinya
sendiri), menjadi berstatus istri
pertama (suami juga milik istri
lainnya), dengan bersikap dan
berperilaku perhatian, sayang, dan
menghargai suami dan istri kedua.
Dinamika pengalaman emosi
subyek dalam penyesuaian dengan
suami yang berpoligami, terjadi
turun-naik yang kadang terjadi tiba-
tiba ataupun sebelumnya menggejala,
atau biasa disebut didahului stressor
seperti yang diungkapkan Sarafino
(1997). Life transition pada subyek
melibatkan pengalaman emosi,
dengan adanya status baru pada
kehidupan perkawinannya,
terbaginya kasih sayang dan
perhatian suami subyek, dan
penambahan anggota keluarga baru.
Oleh karenanya, sesekali subyek
merasa sedih, merasa rendah diri,
merasa malu, merasa cemas, marah
ataupun kesal dalam masa
penyesuaian. Terlebih lagi pada
tahun pertama kehidupan perkawinan
poligami subyek, dinamika
pengalaman emosinya begitu terlihat,
kadang mampu mengungkapkan
bahwa dirinya menerima takdir,
sabar dan ikhlas, di lain waktu
kadang menunjukan perilaku kesal
dan marah. Pengalaman emosi ini
dapat pula terus terjadi, atau dapat
pula subyek telah sedikit demi
sedikit belajar mengendalikan emosi.
Subyek memaknai penyesuaian
mereka dengan suami yang
berpoligami, atau dalam kehidupan
perkawinan poligami, adalah
menjalaninya dengan tidak banyak
menuntut, bersyukur dengan nikmat
yang ada. Kehidupan yang dijalani
subyek saat ini adalah jalan menuju
kedekatan diri dengan sang Pencipta,
dan jalan pengabdian kepada Allah
Subhannahu Wa Ta’ala.
Makna penyesuaian subyek
bersumber pula dari ketiga sumber
makna hidup menurut Frankl (dalam
Bastaman, 2007), yaitu creative
values, experiential values, dan
attitudinal values. Subyek mampu
berkarya, bekerja, serta
melaksanakan tugas dan kewajiban
dengan penuh tanggung jawab,
cerminan creative values. Subyek
bersikap sabar dan ikhlas dalam
menjalani kehidupan perkawinan
poligami, cerminan attitudinal
values. Subyek meyakini bahwa
14 Hetty Anggraini
kehidupan yang dijalaninya saat ini
adalah anugerah, takdir dari Allah,
mengimaninya dengan meningkatkan
rutinitas beragama, serta memelihara
cinta kepada anak-anak dan
suaminya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Makna penyesuaian bagi istri
yang suaminya berpoligami dapat
ditemukan dalam penyesuaian itu
sendiri. Makna penyesuaian bagi istri
yang dimaksud di sini adalah
menjalaninya dengan tidak banyak
menuntut, bersyukur dengan nikmat
yang ada. Kehidupan yang dijalani
saat ini adalah jalan menuju
kedekatan diri dengan sang Pencipta,
dan jalan pengabdian kepada Allah
Subhannahu Wa Ta’ala.
Makna penyesuaian bagi istri
yang suaminya berpoligami
bersumber dari creative values,
experiential values, dan attitudinal
values. Untuk dapat
mengimprovisasi makna penyesuaian
tersebut dibutuhkan niat, potensi diri,
tujuan, usaha, metode, sarana,
lingkungan, asas-asas sukses dan
ibadah (doa).
Proses penyesuaian istri yang
suaminya berpoligami berkaitan
dengan waktu yang dibutuhkan untuk
memasuki life transition, kesiapan
atau kemampuan yang dimiliki
dalam menjalani kehidupan,
ungkapan perasaan yang dialami saat
ini, dan hal-hal yang berkenaan
dengan proses pengalaman mencapai
keadaan saat ini (kondisi terakhir
dilakukannya penelitian). Istri
membutuhkan waktu kurang lebih
satu tahun hingga dapat menerima
suami berpoligami. Proses
penyesuaian istri membutuhkan
kemampuan bersabar, berpikiran
positif, serta pandai bersyukur. Saat
terakhir penelitian ini, istri pertama
mengungkapkan perasaan tenang,
senang, dan bahagia dengan
kehidupan yang dijalaninya saat ini,
setelah melalui berbagai pengalaman
bersama istri kedua, anak-anak dan
suami.
Pengalaman emosi istri
pertama dalam penyesuaian dengan
suami yang berpoligami terjadi
dengan penuh dinamika, sesekali
menunjukan ekspresi emosi marah,
kesal, cemas, merasa bersalah,
namun sesekali pula menunjukan
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 15
ekspresi emosi senang, tenang,
bahagia. Hal ini terlihat dari
ungkapan istri pertama ketika
diwawancara, dan metaphor yang
menyertai ungkapan tersebut, seperti
mata berkaca-kaca, menahan nafas,
mengelus dada, tidak berani menatap
lawan bicara, tertawa, senyum, dan
terharu.
Pengalaman beragama istri
pertama dalam penyesuaian dengan
suaminya yang berpoligami, terjadi
peningkatan, rutinitas beragama terus
berjalan, bahkan mampu memimpin
kegiatan keagamaan, dan amalan
sunnah semakin sering dilakukan.
Istri pertama yang suaminya
berpoligami mendapat dukungan
sosial dari anggota keluarganya,
seperti anak-anak, suami, dan istri
kedua, serta mendapat dukungan
moril pula dari keluarga dekat,
seperti saudara kandung, saudara
ipar, mertua, dan saudara jauh, serta
tetangga sekitar.
Saran
Penelitian tentang kehidupan
perkawinan poligami ini lebih
banyak bersifat mengungkap masa
lalu subyek, daripada apa yang
terjadi saat ini. Pengungkapan masa
lalu terkait dengan memori subyek,
kemampuan mengingat apa yang
dahulu terjadi. Tidak jarang subyek
akan mengalami lupa, sulit
mengingat kejadian-kejadian
terdahulu. Oleh karenanya,
dibutuhkan keterampilan yang lebih
dalam diri peneliti untuk membantu
subyek mengingat kembali kejadian-
kejadian terdahulu, dengan lebih
variatif menggunakan bahasa-bahasa
yang dapat menstimulus subyek, atau
teknik tertentu yang dapat membantu
subyek dalam memanggil kembali
ingatannya terhadap suatu kejadian
di masa lalu.
Penelitian yang terkait dengan
kehidupan keluarga, terlebih lagi bila
berkaitan pengalaman emosi atau
sesuatu kejadian yang dahulu pernah
menyakitkan, sangat rentan terjadi
bias dari informasi-informasi yang
diberikan subyek kepada peneliti,
atau dapat pula sulit mengungkapnya
dikarenakan subyek tidak ingin
mengingat atau membuka kembali
luka lama tersebut. Menghadapi hal
ini, peneliti harus memiliki
keberanian (bravery), menjauhkan
diri dari rasa segan, sebab
16 Hetty Anggraini
pengungkapan kejadian yang bersifat
demikian membutuhkan banyak
kedekatan dengan lebih banyak
membangun rapport dengan subyek
hingga subyek dengan sendirinya
dapat mengungkap pengalaman
emosi yang dialaminya dahulu.
Bagi peneliti selanjutnya yang
tertarik untuk meneliti penyesuaian
dalam perkawinan poligami
disarankan mengambil subyek
penelitian lebih spesifik dalam hal
usia perkawinan poligami lebih lama,
misal 5 tahun ke atas atau juga
subyek dengan poligami yang saat di
usia perkawinan tertentu, misal pada
masa middle adulthood.
Peneliti selanjutnya juga
diharapkan untuk menggunakan
metode penelitian lain untuk
mendapatkan penemuan baru terkait
dengan kehidupan perkawinan
poligami yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ad Dimasyqi, Al Imam Abul FidaIbnu Katsir. 2000. TafsirIbnu Katsir Juz 18. (Alihbahasa: Bahrun AbuBakar). Penerbit Sinar BaruAlgensindo. Bandung
Bastaman, Hana Djumhana. 2007.Logoterapi: psikologiuntuk menemukan maknahidup dan meraih hidupbermakna. PenerbitRajawali press. Jakarta
Calhoun, James F. 1990. Psychologyof Adjustment & HumanRelationships. Edisi ketiga.Penerbit McGraw HillPublishing Company. NewYork
Degenova, Mary K & Rice, F. Philip.2005. IntimateRelationship, Marriages &Families. Edisi 6. PenerbitMcGraw Hill. Boston
Dickson, Anne Louis. 2007.Pandangan ibu-ibu‘Aisyiyah di malangterhadap poligami.Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politik. UniversitasMuhammadiyah. Malang
Hambrah. 2006. Dampak burukpoligami beserta contohkasus.www.indonesia.faithfreedom.org. diupdate tanggal 21oktober 2008
Hayes, Nicky. 2000. Doingpsychological research.Penerbit Open UniversityPress. Buckingham
Koentjoro. 2007. Bahan kuliahmetodologi penelitiankualitatif. FakultasPsikologi UGM.Yogyakarta
Makna Penyesuaian Bagi Istri Yang Suami Berpoligami 17
Landis, Judson T. & Landis, Mary,G. 1960. PersonalAdjustment, Marriage &Family Living. PenerbitPrentice Hall, Inc. NewYork
Lazarus, Richard S. 1961. Patternsof Adjustment. PenerbitMcGraw-Hill Kogakusha,LTD. Tokyo
Lianawati, Ester. 2008. Reduksiseksualitas dan poligamidalam UU perkawinan.www.esterlianawati.wordpress.com. Diupdate tanggal21 oktober 2008
Moleong, Lexi J. 2008. MetodologiPenelitian Kualitatif.Penerbit RemajaRosdakarya. Bandung
Moustakas, C. 1994.Phenomenologicalresearch methods. PenerbitSage publication, Inc.California
Multahada, Erna. 2005. Kekerasanpsikologis, harga diri danpenalaran moral remaja darikeluarga dengan ayahpoligami. Tesis. FakultasPsikologi UGM.Yogyakarta
Rice, Philip L. 1999. Stress andHealth. Edisi 3. PenerbitBrooks/Cole PublishingCompany. USA
Rustanti, Herlina. 2004. Tinjauanpsikologis pernikahanpoligami dari sudutpandang suami. Laporanpraktek kerja lapanganbidang psikologi sosial.Program Profesi Psikologi.Fakultas Psikologi UGM.Yogyakarta
Santrock, John W. 2002. Life SpanDevelopment:perkembangan masahidup. (Alih bahasa: JudaDamanik & AchmadChusairi). Edisi kelima.Penerbit Erlangga. Jakarta
Sarafino, Edward P. 1997. HealthPsychology:BiopsychosocialInteraction. Edisi 3.Penerbit John Willey &Sons, Inc. New York
Tim Redaksi. 2007. Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 1 Tahun1974 Tentang Perkawinan& Kompilasi HukumIslam. Penerbit CitraUmbara. Bandung
Widyastuti. 2002. Peran statusperkawinan poligami danmonogami orang tuaterhadap harga diri, koping,dan depresi. Tesis. FakultasPsikologi UGM.Yogyakarta
Layanan Informasi dengan Media Film 18
PENGARUH LAYANAN INFORMASI MENGGUNAKANMEDIA FILM TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 8 METRO
MUDAIM &BELARDO FARJANTOKYProgram Studi Bimbingan dan Konseling UM Metro
Abstrak : Rasa pesimis dan sikap yang menganggap diri sendiiri lemahdan tidak memiliki kemampuan ketika menghadapi suatu persoalam akanmenjadikan individu mengalami hambatan dalam tugas perkembangan.Masalah rasa percaya diri yang melandasi penelitian yaitu: a)Siswakurang percaya akan kemampuan yang dimilikinya, b) Siswa merasapesimis ketika menghadapi suatu persoalan, c) Siswa perpandangansubyektif, d) Siswa masih ada yang tidak mengerjakan tugas secaramandiri, dan e) Siswa berfikiran negatif dengan keadaan yangdimilikinya. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapatpengaruh layanan informasi menggunakan media film terhadapkepercayaan diri siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Metro. Tujuanpenelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya pengaruh layananinformasi menggunakan media film terhadap percaya diri siswa kelasVIII SMP Negeri 8 Metro. Subjek penelitianya adalah siswa kelas VIIIE
yang berjumlah 30 siswa. Data dikumpulkan dengan angket kepercayaandiri, dan dianalisis data yang digunakan yaitu uji t. Hasil penelitian ini,ditunjukkan oleh selisih perubahan skor percaya diri dari hasil pre testdan post test sebesar 17,1. Pengujian hipotesis didapatkan hasilperhitungan thitung6,036> ttabel = 1,699. Kesimpulannya adalah Layananinformasi yang dilaksanakan menggunakan media film dapatberpengaruh positif terhadap kepercayaan diri khususnya siswa kelasVIII. Saran yang diberikan yaitu penggunaan media film hendaknyadilakukan secara intensif dan lebih kreatif oleh guru BK dalampemberianlayanan informasi..
Kata Kunci: Kepercayaan Diri, Layanan Informasi MenggunakanMedia Film
19 Mudaim &Belardo Farjantoky
PENDAHULUAN
Keberhasilan siswa dalam
belajar dan kehidupannya tidak hanya
ditentukan oleh kecerdasan otaknya
saja. Kematangan emosi,
keterampilan, sosial, kepercayaan
diri, dan kesantunan berperilaku
merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam keberhasilan
siswa. Dengan demikian pembinaan
terhadap seseorang tentunya tidak
hanya di tekankan pada
pengembangan kemampuan berfikir
saja, tetapi kecerdasan emosi,
percayaan diri, keterampilan social
dan kesantunan perilaku harus
mendapatkan porsi yang tepat.Salah
satu masalah atau hambatan yang
sering di hadapi siswa dalam belajar
adalah kurangnya kepercayaan diri.
Rasa percaya diri merupakan suatu
kekuatan atau dorongan yang ada
dalam diri individu untuk melakukan
suatu hal yang berpengaruh bagi
kemajuan dan dalam memperbaiki
diri. Percaya diri adalah suatu aspek
kepribadian yang ada dalam
kehidupan manusia dan sangat
berpengaruh penting dalam kehidupan
yang mereka lakukan. Santrock
(2003: 336) “percaya diri adalah
dimensi evaluatif yang menyeluruh
dari diri atau gambaran diri”. Menurut
Lauster http://www.masbow.com,
Diakses 23 Mei 2013) orang yang
memiliki percaya diri yang positif
adalah:
a. Keyakinan akan kemampuandiri yaitu sikap positifseseorang tentang dirinyabahwa mengerti sungguh-sungguh akan apa yangdilakukannya.kemampuanyang dimiliki seseoranguntuk mengembangkan diridimana individu yangbersangkutan tidak terlalucerdas dalam tindakan, tidaktergantung dengan orang laindan mengenal kemampuandirinya sendiri. Kepercayaannyata mengharuskan kitamenghadapi kemungkinankegagalan terus-menerus danmenghadapinya.Namun, jikakita konsisten kalah padakedua prestasi dan validasi,bahkan identitas kitadipertanyakan
b. Optimis yaitu sikap positifseseorang yang selaluberpandangan baik dalammenghadapi segala haltentang diri, harapan dankemampuan.satumengharapkan hasil terbaikdari situasi tertentu. Hal inibiasanya disebut dalampsikologi sebagai optimismedisposisiona.Sikapoptimisme berarti sikapyakin adanya kehidupanyang lebih baik dankeyakinan itu kita jadikan
Layanan Informasi dengan Media Film 20
sebagai bekal untuk meraihhasil yang lebih baik.seseorang mempunyaikeinginan dan tujuan yangsangat besar dan jugamempunyai persiapan danpengetahuan yangdiperlukan, ditambah denganrasa optimis dan percaya diri.Maka segala tujuan pastiakan cepat tercapai atauterwujud bahwasanyapercaya diri dan optimismeitu saling terkait satu samalain. Sebab, percaya diritanpa ada optimisme tidakakan pernah ada artinya,karena sikap optimismerupakan daya yang besaruntuk mendorong apa yangkita pikirkan dan lakukan.Dan percaya diri itu sangatmembutuhkan sikap optimis.
c. Obyektif yaitu keadaan yangsebenarnya tanpadipengaruhi pendapat ataupandangan pribadi. sesuatuyang memiliki obyektifdimana nilai sesuatudiwakilkan oleh hal nyatalainnyaorang yang percayadiri memandangpermasalahan atau segalasesuatu sesuai dengankebenaran semestinya, bukanmenurut kebenaran pribadiatau menurut dirinya sendiri.
d. Bertanggung jawab yaitukesediaan seseorang untukmenanggung segala sesuatuyang telah menjadikonsekuensinya.keadaanwajib menanggung segalasesuatunya (kalau terjadiapa-apa boleh dituntut,dipersalahkan, diperkarakan
.kewajiban untuk melakukansesuatu atau berprilakumenurut cara tertentu.Seseorang bertanggungjawabterhadap tindakannya.Individu menanggung akibatdari perbuatannya danmengukurnya pada berbagainorma. Diantaranya adalahnurani sendiri, standar nilaisetiap pribadi. Norma-normanilai ini dapat dibentukdengan berbagai macamcara.
e. Rasional dan realistis yaituanalisa terhadap suatumasalah, suatu hal, sesuatukejadian denganmengunakan pemikiran yangditerima oleh akal dan sesuaidengan kenyataan. RasionalSelain itu juga disesuaikandengan kapabilitas dankemungkinan-kemungkinandalam mewujudkan diri yangpercaya diri. realistissesuaikenyataan dan wajarsehingga memudahkan untukdicapai. Jangan membuatprogram dan tujuan yangterlalu sulit dan "melangit"sehingga tidak mungkin kitacapai. sesuai dengan nalar,masuk akal danimplementatif.
Rasa kepercayaan diri hendaknya
selalu tertanam pada individu
walaupun sedang dihadapkan dengan
berbagai macam masalah. Percaya
diri sangat menunjang keberhasilan
belajar dan kehidupannya, dengan
21 Mudaim &Belardo Farjantoky
demikian para siswa harus bisa
membangun rasa percaya diri.
Kenyataan yang terjadi pada saat
ini, setelah dilakukan wawancara
kepada guru Bimbingan dan
Konseling di SMP Negeri 8 Metro di
dalam proses pembelajaran tidak
selalu sesuai seperti yang diharapkan.
Masih terdapat siswa yang kurang
memiliki percayaan diri. Kurang
percaya diri siswa dapat terlihat
ketika belajar di kelas. Selain itu juga
dari hasil pra survey yang peneliti
lakukan di kelas VIII, ditemukan
berbagai masalah kurangnya percaya
diri siswa antara lain:
1. Siswa kurang percaya akan
kemampuan yang dimilikinya
2. Siswa merasa pesimis ketika
menghadapi suatu persoalan
3. Siswa perpandangan subyektif
4. Siswa masih ada yang tidak
mengerjakan tugas secara
mandiri
5. Siswa berfikiran negatif dengan
keadaan yang dimilikinya
Perilaku yang ditunjukkan oleh
peserta didik di atas mengindikaskan
bahwa ada permasalahan yang
dialami oleh peserta didik terkait
aspek kepercayaan diri.
Kondisi tersebut jika tidak
mendapat perhatian yang serius akan
mengakibatkan peserta didik berjebak
dalam suatu permasalsahan yang
lebih komplek, sehingga berakibat
buruk terhadap hasil belajar dan juga
kesuksesan dimasa depan. Salah satu
faktor yang diduga menjadi penyebab
kurang percaya diri adalah
penggunaan strategi dan kurangnya
informasi bagi siswa tentang manfaat
percaya diri. Rasa percaya diri yang
rendah perlu diberikan layanaan
tentang percaya diri dengan harapan,
setelah diberikan layanan informasi
bisa meningkatkan rasa percaya diri
siswa.
Zainal (2012: 80) menjelaskan
bahwa, “layanan informasi, yaitu
layanan bimbingan dan konseling
yang memungkinkan peserta didik
menerima dan memahami berbagai
informasi yang dapat dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan
keputusan untuk kepentingan peserta
didik”. Melalui layanan informasi
siswa juga akan menambah wawasan
dan pengetahuan yang guna
Layanan Informasi dengan Media Film 22
memenuhi kekurangan yang siswa
miliki. Seperti halnya yang dijelaskan
oleh Prayitno (2004: 2) bahwa:
Layanan informasi merupakansuatu usaha untuk memenuhikekurangan individu akaninformasi yang mereka perlukan.Dalam layanan ini, kepadapeserta layanan disampaikanberbagai informasi; dan diolahdan digunanakan individu untukkepentingan hidup danperkembangannya. Layananinformasi diselenggarakan olehkonselor dan diikuti olehseseorang atau lebih peserta.
Sedangkan Menurut Tohirin
(2009: 147) “Layanan informasi
bermakna usaha-usaha membekali
siswa dengan pengetahuan serta
mepahaman tentang lingkungan
hidupnya dan tentang proses
perkembangan anak muda”.
Diperlukannya informasi bagi siswa
semakin penting mengingat sebagai
acuan bersikap dan bertingkah laku
sehari-hari, sebagai pertimbangan
bagi arahan pengembangan diri, dan
sebagai dasar penganbilan keputusan.
Dengan demikian, pemberian
layanan informasi dengan materi yang
sangat dibituhkan oleh peserta didik
akan sangat membantu peserta didik
memiliki rujukan dan referensi yang
jelas untuk meningkatkan rasa
percaya diri, baik dalam bersosialisasi
dan juga dalam proses belajar.
Layanan informasi merupakan
layanan yang bertujuan memberikan
pemahaman tentang suatu hal kepada
peserta didik. Tujuan utama dari
layanan informasi adalah
diperolehnya pemahaman baru dari
peserta didik akan berbagai hal, sepri
akademik, pribadi, sosial, dan karir.
Tohirin (2009: 149)
mengungkapkan bahwa dalam
layanan informasi memiliki beberapa
teknik, yaitu;
a. Ceramah, Tanya jawab, dandiskusi. Teknik ini palingumum digunakan dalampenyampaian informasidalam berbagi kegiatanbimbingan dan konseling.
b. Melalui media.Menyampaian informasidapat melaluai mediatertentu sepetri alat peraga,media tulis, media gambar,poster, dan media elektronikseperti redio, tape, recorder,film, televisi, internet, danlain-lain.
c. Acara khusus. Layananinformasi melalui cara inidilakuakan berkenaandengan acara khusus disekolah atau madrasah;misalnya “Hari Tanpa AsapRokok”, “Hari Kebersihan
23 Mudaim &Belardo Farjantoky
Lingkungan Hidup”, dan lainsebagainnya.
d. Narasumber. Layananinformasi juga dapatdiberikan kepada pesertalayanan denganmenggunakan nara sumber(manusia sumber)
Pada dasarnya berbagai
metode dalam pelaksanaan layanan
informasi dapat dilakukan inovasi
dengan memanfaatkan media.
Tujuannya agar motivasi siswa
mengikuti layanan informasi lebih
tinggi, dan daya pemahaman terhadap
materi layanan menjadi lebih baik.
Penyampaian lanyanan informasi
untuk memudahkan siswa memahami
meteri perlu ditempuh strategi
layanan yang baik dan yang menarik
sehingga siswa aktif mengikuti
kegiatan layanan. Film bisa
digunakan sebagi media dalam
layanan informasi yang dapat
memudahkan siswa untuk menerima
isi dari layanan yang disampaikan
guru pembimbing. Materi yang
diberikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan siswa yaitu: membangun
keyakinan diri, sifat optimis, mampu
menilai secara obyektif, tanggung
jawab, dan mampu berfikir rasional
maupun realistis.
Menurut Susilana dan Riana
(2009: 20) mengemukakan”film
disebut juga gambar hidup (motion
pictures), yaitu serangkaian gambar
diam (Istill pictures) yang meluncur
secara cepat dan diproyeksikan
sehingga menimbilkan kesan hidup
dan bergerak”. Film merupakan
media yang menyampaikan pesan
audio-visual dan gerak. Oleh karena
itu film memberikan kesan yang
impresif bagi pemirsanya. Lain halnya
Yuliawan (2006) bahwa “film adalah
benda yang tipis seperti kertas terbuat
dari seluloid untuk merekam gambar
negative melalui kaca kamera”.
Berdasarkan permasalahan yang
ditemukan, maka peneliti tertarik
untuk melakukan eksperimen berupa
pemberian layanan informasi
menggunakan media flm untuk
meningkatkan kepercayaan diri
peserta didik. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Adakah
pengaruh positif layanan informasi
menggunakan media film terhadap
percaya diri siswa kelas VIII SMP
Negeri 8 Metro?”. Tujuan yang
Layanan Informasi dengan Media Film 24
diharapkan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada
atatidaknya pengaruh layanan
informasi menggunakan media film
terhadap kepercayaan diri siswa
kelas VIII SMP Negeri 8 Metro.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang
digunakan adalah eksperimen.
Rancangan penelitian menggunakan
one group pretest-posttest design.
Penelitian ini dilakukan di SMP
Negeri 8 kota Metro. Rancangan
penelitian seperti dibawah ini:
Gambar 1. One Group Pre test-Post test Design
Populasi dalam penelitian ini
adalah kelas VIII yang
keseluruhannya terdiri dari 155 siswa.
Sedangkan untuk sampel yaitu
Sampel adalah siswa kelas VIIIE yang
berjumlah 30 siswa. Sampel diambil
menggunakan teknik sampling
purposive sampling atau mengambil
sampel berdasarkan pertimbangan
tertentu. Berikut jumlah populasi
penelitian:
Tabel 1. Sebaran Anggota Populasi
No. Kelas Jumlah Siswa1 VIIIA 322 VIIIB 293 VIIIC 324 VIIID 325 VIIIE 30
JumlahSiswa
155
Sumber data: Dokumentasi TU SMP Negeri 8Metro2013
Kegiatan pengumpulan data
menggunakan angket kepercayaan
diri. Sebelum dilakukan uji coba,
angket ditimbang oleh ahli. Angket
yang ditimbang oleh 3 ahli yakni:
Penimbangan (judgement) dilakukan
oleh tiga pakar/dosen ahli yaitu: Eko
Susanto, M. Pd, Kons, Satrio Budi W.
M. A, Agus Wibowo, M. Pd, dari
Progam Studi Bimbingan dan
Konseling, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas
Muhammadiyah Metro. Setelah itu,
barulah diklasifikasikan ke dalam dua
kategori memadai dan tidak memadai
dan untuk menganalisis data yang
telah terkumpul, peneliti
menggunakan uji t:
= ∑( )
Pretest PosttestTreatment
25 Mudaim &Belardo Farjantoky
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data menunjukkan
bahawa terdapat pengaruh yang
signifikan layanan informasi
menggunakan media film terhadap
percaya diri siswa. Dengan
menggunakan taraf signifikasi (α)
sebesar 0,05, diketahui bahwa
perhitungan thitung = 6,036 > ttabel =
1,699), dengan demikian hipotesis
yang menyatakan tidak ada pengaruh
layanan informasi menggunakan
media film terhadap kepercayaan diri
siswa ditolak. Sehingga dinyatakan
bahwa layanan informasi
menggunakan media film
berpengaruh terhadap kepercayaan
diri siswa .
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa informasi yang diberikan pada
layanan informasi menggunakan
media film mampu memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
untuk merubah perilaku dan rasa
minder menjadi memiliki rasa
percaya diri. Meningkatnya
kepercayaan diri peserta didik, sesuai
dengan tujuan yang diharapkan dari
pelaksanaan layanan informasi, yaitu
diperolehnya pemahaman baru dari
peserta didik. Hal tersebut seperti
pendapat yang diungkapkan Tohirin
(2009: 148) bahwa:
Layanan informasi bertujuanuntuk pengembangankemandirian. Pemahaman danpenguasaan individu terhadapinformasi yang diperlukan akanmemungkinkan individu: (a)Mampu memahami danmenerima diri dan lingkungansecara objektif, positif dandinamais, (b) Mengambilkeputusan, (c) Mengarahkandiri untuk kegiata-kegiatan yangberguna sesuai dengankeputusan yang diambil, dan (d)Mengaktualisasikan secataterintegrasi.
Sejalan dengan Arsyad (2011:
49) “Pelaksanaan layanan
menggunakan media film dapat
melengkapi pengalaman-pengalaman
dasar dari siswa ketika mereka
membaca, berdiskusi, selain itu juga
disamping mendorong dan
meningkatkan motivasi, film
menanamkan sikap dan segi efektif
lainnya pada diri siswa”. Ini berarti
ada hubungan yang nyata penggunaan
layanan informasi menggunakan
media film terhadap percaya diri
siswa yang rendah.
Pelaksanaan layanan informasi
dengan menggunakan media film
memiliki pengaruh positif terhadap
Layanan Informasi dengan Media Film 26
percaya diri siswa sehingga sehingga
timbulah sikap yang lebih baik.
Melalui sebuah tayangan film siswa
dapat tersentuh secara fisik maupun
psikis. Dimana siswa lebih tertarik
dengan sajian materi layanan dengan
menggunakan media film. Dengan
ketertarikan adanya media yang
digunakan pada pelaksanaan layanan
maka dapat memberikan motivasi
siswauntuk lebih percaya diri dengan
harapan siswa lebih menampilkan
kemampuan dan optimis dalam diri
siswa. Sejalan dengan Sadirman
(2009: 68) bahwa melalui media film
dapat menyajikan praktik maupun
teori dari yang bersifat umum sampai
kekhusus, memikat perhatian siswa,
selain itu juga dapat merangsang atau
memotivasi kegiatan siswa.
Adanya hasil positif layanan
informasi menggunakan media film
terhadap kepercayaan diri peserta
didik, adalah diakibatkan siswa bukan
hanya mendengarkan guru
menyampaikan materi, namun secara
khusus juga mereka melihat.
Keuntungan penggunaan media film
seperti yang diungkapkan oleh
Arsyad (2011: 49) bahwa film
memiliki kelebihan yaitu, sebagai
berikut:
a. Film dapat melengkapipengalaman-pengalaman dasardari siswa ketika merekamembaca, berdiskusi, dan lain-lain. Film merupakan penggantialam sekitar dan bahkan dapatmenunjukan objek secaranormal tidak dapat di lihatseperti cara kerja jantung ketikaberdenyut.
b. Film dapat menggambarkansuatu proses secara tepat yangdapat disaksikan secaraberulang-ulang jika dipandangperlu.
c. Disamping mendorong danmeningkatkan motivasi, filmmenanamkan sikap dan segiefektif lainnya.
d. Film yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundangpemikiran dan pembahasandalam kelompok siswa. Fimdapat menyajikan peristiwayang berbahaya bila dilihatsecara langsung seperti lahargunung berapi atau prilakubinatang buas.
e. Film dapat ditunjukan kepadakelompok besar atau kecil,kelompok yang heterogenmaupun yang perorangan.
f. Dengan kemampuan dan teknikpengambilan gambar framedemi frame, film yang dalamkecepatan normal memakanwaktu satu minggu dapatditampilkan dalam satu atau duamenit.
Dengan demikian, penggunaan
media film merangsang adanya
27 Mudaim &Belardo Farjantoky
motivasi peserta didik untuk
memperhatikan materi yang guru
sampaikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
hasil temuan pada saat penelitian
berlangsung yang dilakukan pada
siswa SMP Negeri 8 Metro, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
layanan informasi yang laksanakan
menggunakan media film dapat
berpengaruh positif terhadap
kepercayaan diri khususnya siswa
kelas VIII. Hal ini dapat ditunjukkan
pada temuan hasil uji hipotesis yaitu
melalui pemberian layanan informasi
menggunakan media film maka
berpengaruh positif terhadap
kepercayaan diri siswa. Setelah
diadakannya layanan informasi siswa
yang kurang percaya diri menjadi
lebih percaya diri. Keadaan tersebut
terlihat pada saat siswa berdiskusi
dan berusaha untuk menampilkan
diri pada saat penyampaian hasil
diskusi kelompok dimana siswa lebih
aktif, mandiri dan berani untuk
mempertanggung jawabkan hasil
Diskusi kelompoknya.
b. Saran
Berdasarkan hasil dan
pembahasan yang dilakukan, maka
dirumuskan beberapa saran yang
dapat dilakukan, yaitu: 1) bagi
siswa: siswa yang memiliki percaya
diri rendah, alangkah baiknya
berusaha terus meningkatkan
kepercayaan diri dengan mengikuti
layanan informasi atau layanan
bimbingan dan konseling lainnya
sehingga tercapailah kepercayaan diri
yang memberikan dampak positif
bagi dirinya sendiri, 2) Kepada Para
Peneliti: kepada para peneliti,
hendaknya dapat melakukan
penelitian mengenai masalah percaya
diri dengan kondisi subyek yang
berbeda, namun menggunakan
layanan, pendekatan, dan teknik yang
sama tetapi dengan masalah yang
berbedapula dalam melaksanakan
penelitian berikutnya. 3) Kepada guru
bimbingan konseling kepada guru
bimbingan konseling agar lebih
mengefektifkan lagi layanan
informasi dengan memanfaatkan
media film untuk lebih meningkatkan
percaya diri siswa. Penyampaian
materi layanan dengan menggunakan
media yang menarik akan
Layanan Informasi dengan Media Film 28
mempermudah siswa dalam
memahami dan menerima suatu
informasi yang disampaikan, 4) bagi
kepala sekolah; untuk kelancaran dan
keefektifan pada pelaksanaan layanan
informasi terhadap kepercayaan diri
maka pihak sekolah untuk bisa lebih
melengkapi sarana dan prasarana.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar.2011. Mediapembelajaran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Lauster. 2013. percaya-diri-dalam-psikologi(http://www.masbow.com.Diakses 23 Mei 2013 Pukul04:15)
Prayitno. 2004.Seri LayananKonseling L.1-L.9. Padang:Universitas Negeri Padang
Sadirman, Arief S. 2009. MediaPendidikan: pengertian,pengembangan, danpemanfaatannya. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Santrok, John W. 2003. AdolescencePerkembangan Remaja EdisiKeenam. Jakarta: Erlangga
Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi.2009. Hakikat MediaPembelajaran, Pengembangan,Pemanfaatan, dan Penilaian.Bandung: CV. Wacana Prima.
Tohirin. 2009. Bimbingan danKonseling Di Sekolah danMadrasah (berbasis Integrasi).Jakarta: Rajawali Pers
Yuliawan. 2006. PemanfaatanTeknologi dalam Pembelajaran.Jakarta: Bina Cipta Press
Kompetensi Profesional Guru BK 29
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PROFESIONAL GURUBIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PELAKSANAAN
LAYANAN BIMBINGAN KONSELINGDI SMA NEGERI SE-KOTA METRO
Nurul Atieka & Rina KurniawatiProgram Studi Bimbingan dan Konseling UM Metro
Abstrak: Banyak permasalahan terkait dalam pelaksanaan layananbimbingan dan konseling. Variabel yang diduga terkait dengan masalahpelayanan konseling adalah kompetensi profesional guru BK. Masalahpenelitian dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antarakompetensi profesonal guru bimbingan dan konseling denganpelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri se-KotaMetro? Penelitian ini bertujuan: 1)Untuk mengetahui bagaimanakompetensi profesional guru bimbingan dan konseling di SMA Negerise-Kota Metro, 2)untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan layananbimbingan dan konseling di SMA Negeri se-Kota Metro, 3)untukmengetahui hubungan antara kompetensi profesional guru bimbingan dankonseling dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMANegeri se-Kota Metro. Pendekatan penelitian korelasional. Populasidalam penelitian ini adalah seluruh guru bimbingan dan konseling yangada di SMA Negeri se-Kota Metro dan berjumlah 17 guru bimbingan dankonseling. dengan sempel total . Instrumen yang digunakan adalahangket. Teknik analisis data megunakan rumus Product Moment. Denganhasil yang diperoleh 0,57 dengan taraf signifikan 5% = 0,514.Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) kompetensi profesional gurubimbingan dan konseling berada dalam katagori tinggi, 2)pelaksanaanlayanan bimbingan dan konseling berada dalam katagori tinggi, 3) adahubungan antara kompetensi profesional guru bimbingan dan konselingdengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Kata Kunci: Kompetensi Profesional, Bimbingan dan Konseling.
PENDAHULUAN
Bimbingan dan konseling
merupakan bagian integral dari
pendidikan nasional. Pendidikan
nasional bertujuan untuk membentuk
individu yang memiliki kepribadian
yang utuh, yang berakhlak mulia,
kreatif dan mandiri. Untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional dalam
membentuk kepribadian individu
tersebut bimbingan dan konseling
sangat dibutuhkan dalam tecapainya
tujuan pendidikan tersebut.
30 Nurul Atieka & Rina Kurniawati
Bimbingan dan Konseling
memegang peranan yang sangat penting
dalam menunjang keberhasilan tugas
perkembangan. Menurut Prayitno dan
Erman Amti ( 2013 : 99)
Bimbingan adalah prosespemberian bantuan yangdilakukan oleh orang yang ahlikepada seseorang atau beberapaorang anak, baik anak-anak,remaja, maupun dewasa, agarorang-orang yang dibimbingdapat mengembangkankemampuan dirinya sendiri danmandiri dengan memanfaatkankekuatan anak dan sarana yangada dan dapat dikembangkanberdasarkan norma-norma yangberlaku.
Menurut Tolbert (dalam Prayitno
dan Erman Amti, 2004:101)
Konseling adalah prosespemberian bantuan yangdilakukan melalui kontaklangsung/wawancara konselingantara dua orang oleh konselorkepada konseli yang mengalamipermasalahan agar konseli dapatmemecahkan permasalahan yangdihadapi sehingga dapatmengembangkan potensi yangdimiliki secara optimal.
Dengan demikian bimbingan dan
konseling merupakan suatu proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh
konselor melalui wawancara konseling
kepada konseli agar dapat
mengembangkan kemampuan untuk
memecahkan permasalahan yang
dialami dan mengembangkan segala
potensi secara optimal berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Tugas guru bimbingan dan
konseling sangatlah dibutuhkan dalam
tercapainya pelaksanaan bimbingan dan
konseling yang baik. Tetapi, pada
kenyataanya pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling masih belum
dapat berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Berdasarkan hasil pra-survey yang
dilakukan oleh penulis di salah satu
SMA Negeri di Kota Metro melalui
wawancara dengan guru bimbingan dan
konseling terkait dengan pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling
menunjukkan pelaksanaan konseling
individu yang belum terlaksana secara
optimal. Seharusnya konseling individu
terjadi atas dasar sukarela selama ini
layanan konseling individu dapat
terlaksana apabila guru bimbingan dan
konseling sudah mengetahui
permasalahan tersebut sebelumnya
kemudian guru bimbingan dan
konseling memanggil siswa yang
sedang bermasalah, bukan dari
kesukarelaan siswa tersebut datang
kepada guru bimbingan dan konseling
dalam upaya untuk memecahkan
masalahnya. Dengan kata lain, siswa
Kompetensi Profesional Guru BK 31
cenderung enggan untuk berhubungan
dengan guru bimbingan dan konseling.
Permasalahan tentang masih belum
optimalnya pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling dapat dilihat
oleh beberapa variabel, seperti: 1)
Waktu Pelaksanaan layanan, 2) Sarana
dan prasarana yang kurang mendukung,
3) Administrasi kurang memadahi, dan
4) Kompetensi guru bk. Dari beberapa
variabel yang mempengaruhi diduga
kompetensi memiliki pengaruh terhadap
pelaksanaan layanan bk. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Jurnal Dina
Haya Sufya (2011) “Layanan
bimbingan dan konseling merupakan
layanan profesional konsekwensinya
harus dilakukan secara profesional oleh
personil yang memiliki kewenangan dan
kemampuan profesional untuk
memberikan layanan bimbingan dan
konseling”. Kompetensi profesional
merupakan pilar yang sangat besar
kontribusinya dalam menunjang
keberhasilan pelayanan konseling.
Kompetensi profesional dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 Tahun 2008 mencakup
seorang guru Bimbingan dan Konseling
yang menguasai konsep dan praksis
asesmen untuk memahami kondisi
kebutuhan, dan masalah konseli;
menguasai kerangka teoritik dan praksis
bimbingan dan konseling; merancang
program bimbingan dan konseling;
mengimplementasikan program
bimbingan dan konseling ang
komprehensif; menilai proses dan hasil
kegiatan bimbingan dan konseling;
memiliki kesadaran dan komitment
terhadap etika professional; menguasai
konsep dan praksis penelitian dalam
bimbingan dan konseling. Penguasaan
yang untuh dari kompetensi profesional
guru BK mencerminkan profesionalitas
dari profesi yang disandang oleh guru
BK itu sendiri. Sehingga adanya
permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling
disekolah diduga salahs atu varabel
yang mempengaruhinya adalah
kompetensi profesional guru BK.
Berangkat dari masalah yang
ditemukan serta dukungan teori tentang
kompetensi profesional dan pelaksanaan
layanan BK, maka masalah penelitian
dirumuskan sebagai berikut: 1)
Bagaimana kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling di SMA
Negeri se-Kota Metro?, 2) Bagaimana
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di SMA Negeri Se-Kota
Metro?, dan 3) Apakah ada hubungan
antara kompetensi profesional guru
32 Nurul Atieka & Rina Kurniawati
bimbingan dan konseling dengan
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di SMA Negeri se-Kota
Metro?
Hipotesis penelitian adalah:
1. Ha : Kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling di SMA
Negeri se-Kota Metro baik
2. Ha : Pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling di SMA
NegerI se-Kota Metro kurang baik
3. Ha : Ada hubungan antara
kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling dengan
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di SMA Negeri se-Kota
Metro.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut : 1) Untuk mengetahui
bagaimana kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling di SMA
Negeri se-Kota Metro, 2) Untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di
SMA Negeri Se-Kota Metro, dan 3)
Untuk mengetahui hubungan antara
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling dengan pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di
SMA Negeri se-Kota Metro.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif yaitu merupakan
penelitian yang menekankan analisisnya
pada data-data yang diolah dengan
metode statistika . Dengan pendekatan
kuantitatif-korelatif, penelitian ini akan
diperoleh signifikansi hubungan antar
variabel yang diteliti. Populasi
penelitian ini adalah seluruh guru
bimbingan dan konseling SMA Negeri
di Kota Metro. Secara rinci populasi
penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Populasi PenelitianNo Nama Sekolah Jumlah
Guru BK
1 SMA N 1 Metro 52 SMA N 2 Metro 33 SMA N 3 Metro 34 SMA N 4 Metro 35 SMA N 5 Metro 26 SMA N 6 Metro 1
Jumlah 17
Teknik pengambilan sampel adalah
dengan teknik jenuh, sehingga seluruh
populasi penelitian dijadikan sampel
penelitian. Instrumen yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah skala
likert. Teknik analisis data
menggunakan kolerasi product moment,
(Sugiyono, 2012: 225), yaitu sebagai
barikut:
= ∑(∑ ) (∑ )
Kompetensi Profesional Guru BK 33
Keterangan:rxy = Angka indeks korelasi“r”Product momentn = Number of cases
Selanjutnya harga rxy kemudian
dikonsultasikan dengan harga rtabel
untuk mengetahui taraf signifikan
sebagai berikut:
rhitung ≥ rtabel 5% maka sangatsignifikan, Ha diterima.
rhitung ≤ rtabel 5% maka Ha ditolak.
HASIL
A. Deskripsi Data KompetensiProfesional Guru Bimbingan danKonseling
Data mengenai kompetensi
profesional diperoleh dari penyebaran
instrumen terhadap 17 sampel penelitian
yang sudah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Hasil penyebaran
instrumen kemudian ditabulasikan
seagai berikut:
Tabel 2. Rekapitulasi PerhitunganKompetensi Profesional
No
KodeSampel
Skor No KodeSampel
Skor
1 S-01 130 10 S-10 1152 S-02 109 11 S-11 1163 S-03 112 12 S-12 1134 S-04 113 13 S-13 1175 S-05 112 14 S-14 1066 S-06 114 15 S-15 1067 S-07 130 16 S-16 1068 S-08 111 17 S-17 1149 S-09 109
Jumlah 1933N 17
Skor Tertinggi 130Skor Terendah 106
Berdasarkan analisis yang
dilakukan pada data kompetensi
profesional guru bimbingan dan
konseling yang diperoleh dengan
sebanyak (N) = 17, diketahui bahwa
variabel kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling memiliki
Mean = 114,02 Standar Deviasi = 63,02
, Median= 113, Modus = 112,17, Nilai
Maksimum = 130 dan Nilai Minimum =
106, Perhitungan dapat dilihat pada
lampiran 18 halaman 190. Untuk
identitas kecenderungan tinggi
rendahnya skor variabel pada
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling ditetapkan berdasarkan
pada kriteria ideal, yaitu : menggunakan
nilai Mean Ideal = 90, Nilai Maksimum
Ideal = 150 dan Nilai Minimum Ideal =
30, SD Ideal = 20 yang diketahui dari
perkalian jumlah soal pada skala
kompetensi profesional dengan skala
pemberian skor tertinggi dan terendah
pada kompetensi profesional
Berdasarkan data yang diperoleh
akan dilakukan pengkategorisasian skor
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling berdasarkan distribusi
normal. Peneliti menggolongkan subjek
ke dalam 3 kategorisasi. Norma
kategorisasi berdasarkan mean ideal
disajikan dalam tabel berikut:
34 Nurul Atieka & Rina Kurniawati
Tabel 3. Pengkategorian KompetensiProfesional
Interval Nilai KategoriX < (Mi – 1,0Sdi) Rendah
(Mi – 1,0Sdi) ≤ X <(Mi + 1,0Sdi)
Sedang
(Mi + 1,0Sdi) ≤ X Tinggi
Berdasarkan kategorisasi di atas,
maka gambaran kompetensi guru BK
SMA N di Kota Metro adalah dilihat
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Deskripsi KompetensiProfesional Guru BK SMA NSe-Metro
Kategori Interval F %
Rendah X < 70 0 0%
Sedang70 ≤ X
< 1105 29,42%
Tinggi 110 ≤ X 12 70,58%
B. Deskripsi Data PelaksanaanLayanan Bimbingan danKonseling
Data mengenai pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling diperoleh dari
penyebaran instrumen terhadap 17
sampel penelitian yang sudah diuji
validitas dan reliabilitasnya. Hasil
penyebaran instrumen kemudian
ditabulasikan. Berikut hasil rekapitulasi
skala pelaksanaan layanan BK yang
telah diberikan kepada guru Bimbingan
dan konseling.
Tabel 4. . Rekapitulasi Skor
Pelaksanaan Layanan BK
N
o
Kode
Sampel
Skor N
o
Kode
Sampel
Skor
1 S-01 60 10 S-10 542 S-02 54 11 S-11 573 S-03 54 12 S-12 554 S-04 55 13 S-13 645 S-05 51 14 S-14 556 S-06 53 15 S-15 547 S-07 58 16 S-16 558 S-08 55 17 S-17 559 S-09 45
Jumlah 930N 17
Skor Tertinggi 64Skor Terendah 45
Berdasarkan analisis yang
dilakukan pada data pelaksanaan
layanan yang diperoleh dengan
sebanyak (N) = 17, diketahui skor
pelaksanaan konseling memiliki Mean =
54,99 , Standar Deviasi = 3,43 ,
Median= 51,95 , Modus = 54,72 Nilai
Maksimum = 64 dan Nilai Minimum =
45
Untuk identitas kecenderungan
tinggi rendahnya skor variabel pada
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling ditetapkan berdasarkan pada
kriteria ideal, yaitu : menggunakan nilai
Mean Ideal = 43,5 , Nilai Maksimum
Ideal = 75 dan Nilai Minimum Ideal =
Kompetensi Profesional Guru BK 35
15, SD Ideal = 10 yang diketahui dari
perkalian jumlah soal pada plaksanaan
layanan bimbingan dan konseling
dengan skala pemberian skor tertinggi
dan terendah pada palaksanaan layanan
bimbingan dan konseling
Berdasarkan data yang diperoleh
akan dilakukan pengkategorisasian
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling berdasarkan distribusi
normal. Peneliti menggolongkan subjek
kedalam 3 kategorisasi. Norma
kategorisasi berdasarkan mean ideal
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 5. deskripsi Skor PalayananBK
Interval Nilai KategorisasiX < 33,5 Rendah
33,5 ≤ X < 53,5 Sedang53,5 ≤ X Tinggi
Berdasarkan nilai pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di
atas dapat diketahui tidak ada seorang
pun berada dalam kategori rendah, 3
orang berada dalam kategori sedang
(17,65%) dan 14 orang berada dalam
kategori tinggi (82,35,%). Kategori
proporsi variabel ini dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 6 Proporsi Pelaksanaan Layanan
Kategori Interval F %
Rendah X <33,5
0 0%
Sedang33,5 ≤
X <53,5
3 17,65%
Tinggi 53,5 ≤X
14 82,35,%
C. Pengujian Hipotesis
Analisis ini dimaksudkan untuk
mengolah data yang telah terkumpul,
baik dalam variabel kometensi
profesional maupun variabel
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling yang bertujuan unuk
membuktikan diterima atau ditolaknya
hipotesis yang diajukan penulis dengan
menggunakan analisis statistik korelasi
product moment.
Interpretasi terhadap angka indeks
koefisien korelasi dengan cara
dikonsultasikan dengan tabel nilai “r”
Product moment,
Dengan mengetahui tabel kerja
koefisien korelasi antara variabel X dan
Y maka selanjutnya mencari nilai
koefisien korelasi dengan rumus sebagai
berikut:= ∑(∑ ) (∑ )
36 Nurul Atieka & Rina Kurniawati
= ,( , )( , ) = ,√ , =,, = 0,5698108 = 0,57
(dibulatkan)
Dari hasil perhitungan di atas,
didapatkan nilai indeks korelasi sebesar0,57 . Jika dikonsultasika pada tabel
interpretasi data diatas, angka “r”
sebesar (0,57) yang berada antara
rentang nilai 0,40 - 0,70 termasuk dalam
kategori yang tergolong sedang.
Untuk mengetahui taraf
signifikansi rxy melalui tabel nilai “r”
Product moment, dengan menghitung
derajad bebas (db) atau degree of
freedom (df) terlebih dahulu yaitu:
Df = N – nr
Dalam penelitian ini dapat diketahui
bahwa:
N = 17, nr = 2
Df = 50-2 = 15
Setelah diketahui nilai df maka
selanjutnya dikonsultasikan dengan
tabel nilai “r” Product moment pada
taraf signifikan 5%. Dengan df = n-2 =
15 pada taraf signifikansi 5%, diperoleh
rtabel sebesar 0,514. Maka rhitung > rtabel
atau 0,57 > 0,514, maka Ho ditolak dan
Ha diterima. Jadi ada hubungan antara
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling dengan pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di
SMA Negeri se-Kota Metro.
Setelah uji hipotesis dilakukan,
untuk mengetahui seberapa besar
hubungan antara vaiabel X dan variabel
Y, maka dihitung suatu koefisien
penentu (coefficient of determination)
dengan rumus sebagai berikut:
KD = r2 x 100%
rxy = 0,57
KD = 0,572 x 100
= 0,3249 x 100
= 32,49 %
Kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling (X)
memberikan konstribusi terhadap
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di SMA Negeri se-Kota
Metro sebesar 32,49% dan 67,51%
lainnya berasal dari variabel lain.
Kompetensi Profesional Guru BK 37
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan
analisis penelitian korelasi antara
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling dengan pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling yang
telah dilakukan untuk kompetensi
profesional guru bimbingan dan
konseling dapat disimpulkan
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling dapat dinilai sangat baik
hal tersebut dapat dilihat dari tidak ada
seorang pun guru Bimbingan dan
konseling di SMA Negeri se-Kota
Metro berada dalam kategori sangat
rendah, 5 orang berada dalam kategori
sedang (29,42%), 12 orang berada
dalam kategori tinggi (70,58%). Begitu
juga dengan pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling dapat
dilaksanakan secara baik oleh guru
bimbingan dan konseling di SMA
Negeri se-Kota Metro, hal tersebut
dapat dilihat dari tidak adanya seorang
pun berada dalam kategori rendah, 3
orang berada dalam kategori sedang
(17,65%) dan 14 orang berada dalam
kategori tinggi (82,35,%).
Berdasarkan hasil perhitungan
analisis penelitian korelasi antara
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling dengan pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling yang
telah dilakukan dengan menggunakan
rumus Korelasi Product Moment
diperoleh rhitung sebesar 0,57 dan rtabel
dengan n-2 = 15 pada taraf signifikan
5% yaitu sebesar 0514. Karena rhitung >
rtabel atau 0,57 > 0,514. Maka nilai
koefisien yang positif menunjukkan
bahwa hubungan antara kompetensi
profesional guru bimbingan dan
konseling dengan pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling searah. Hal ini
berarti hipotesis yang diajukan yaitu ada
hubungan antara kompetensi
profesional guru bimbingan dan
konseling dengan pelaksanaan layanan
bimbingaan dan konseling di SMA
Negeri se-Kota Metro, diterima.
Artinya, jika pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling itu tinggi
maka kompetensi profesional guru
bimbingan dan konseling juga harus
tinggi, jadi apabila kompetensi
pofesional guru bimbingan dan
konseling itu baik maka pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling juga
baik.
Selain itu pula analisis dari hasil
perhitungan Kompetensi profesional
guru bimbingan dan konseling (X)
memberikan konstribusi terhadap
38 Nurul Atieka & Rina Kurniawati
pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di SMA Negeri se-Kota
Metro sebesar 32,49% dan 67,51%
lainnya berasal dari variabel lain.
Hal ini didukung dari penelitian
yang hampir mirip dilakukan oleh Willi
Purwanti, dkk (2013) dengan judul
penelitian yaitu “Hubungan persepsi
siswa terhadap Pelaksanaan Asas
Kerahasian Oleh Guru BK dengan
Minat Siswa untuk Mengikuti
Konseling Perorangan”. Penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat korelasi
yang signifikan antara persepsi siswa
terhadap pelaksanaan asas kerahasiaan
oleh guru BK dengan minat siswa untuk
mengikuti konseling perorangan dengan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,749
dengan sig = 0,000 (sig<0,01).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai hubungan antara
kompetensi profesional guru bimbingan
dan konseling dengan pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di
SMA Negeri se-Kota Metro dapat
disimpulkan bahwa kompetensi
profesional dan pelaksanaan layanan
yang dilakukan sudah cukup baik hal ini
dilihat dari:
1. Kompetensi professional guru
bimbingan dan konseling berada
dalam katagori tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa kompetensi
yang dimiliki oleh guru bimbingan
dan konseling di SMA Negeri se-
Kota Metro baik. Ha diterima.
2. Pelaksanaan layanan bimbingan
dan konseling berada dalam
katagori tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling
di SMA Negeri se-Kota Metro baik.
Ha ditolak.
3. Antara kompetensi guru bimbingan
dan konseling dengan pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling
menunjukkan nilai koefisien yang
positif sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara
kompetensi professional guru
bimbingan dan konseling dengan
pelaksanaan layanan bimbingan
dan konseling.
Saran.
Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan yang telah dikemukakan di
atas maka dapat diajukan beberapa
saran yang dapat bermanfaat,
diantaranya sebagai berikut:
Kompetensi Profesional Guru BK 39
1. Bagi guru bimbingan dan konseling,
agar lebih meningkatkan
kemampuan profesionalnya.
2. Bagi pihak sekolah dapat
mendukung pelaksanaan program
bimbingan dan konseling yang
dijalankan oleh guru BK, serta
saling bekerjasama berupaya untuk
meningkatkan kualitas layanan
bimbingan dan konseling.
3. Bagi peneliti selanjutnya agar bisa
mengembangkan penelitian
mengenai Kompetensi profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Bersama Menteri PendidikanNasional dan Kepala BadanKepegawaian Negara Nomor03/V/PB/2010 Nomor 14Tahun 2010 TentangPetunjuk Pelaksanaan JabatanFungsional Guru dan AngkaKreditnya,(http://www.google.com/PerbersamaMendiknasdankepalaBKNno.03VPB2010tentangpetunjukpelaksanaanjabatanfungsionalgurudanangkakreditnya.pdf)
Peraturan Mentri Pendidikan NasionalRepublik Indonesia Nomor27 Tahun 2008 TentangStandar KulisifikasiAkademik dan KompetensiKonselor,(http://www.google.com/Permendiknas-no.27-tahun-2008.pdf)
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan danKonseling. Jakarta : RinekaCipta.
Prayitno. 2004. Seri layanan L.1-L.9.Padang: Universitas NegeriPadang
Willis, sofyan s. 2007. Konselingindividual teori dan praktik.Bandung : CV Alfabeta
Keterampilan Belajar 40
KETERAMPILAN BELAJAR SEBAGAI KOMPONENLAYANAN PENGUASAAN KONTEN DALAM BIMBINGAN KONSELING
Ida UmamiUniversitas Muhammadiyah Metro
Abstract
This paper aimed to get the profile of efforts of guidance teachers inimproving students’ learning skills. It is hoped that this papaer is usefulfor guidance teachers, subject teachers and student as well inimproving their learning skills. The learning skill quality of the studentswas low while their learning problems were on medium level. Guidancegiven gy guidance teachers to students to master learning skills was notyet optimal. There was cooperation among teachers and guidanceteachers but it was still limited to physics teachers and it had skillscame from both guidance teachers and students themselves
Kata Kunci: Upaya guru pembimbing, keterampilan belajar
PENDAHULUAN
Keterampilan belajar harus
dimiliki oleh seorang siswa apabila
diharapkan dapat mencapai
kesuksesan.Seringkali siswa
mengalami kegagalan dalam belajar
terutama dalam penguasaan materi
pelajaran disebabkan karena
kurangmya keterampilan yang
dimiliki dalam belajar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Prayitno (1997),
bahwa siswa dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam belajar sehingga
ia dapat menguasai materi pelajaran
dengan berbagai tuntutannya serta
berupaya mengembangkan diri
dalam segenap bidang dan dimensi
kehidupannya.1
Penguasaan terhadap materi
pelajaran tidak didapatkan begitu
saja, tetapi harus ada berbagai usaha,
serangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh siswa. Di samping itu
siswa tersebut harus memiliki
seperangkat keterampilan belajar
untuk memudahkannya memperoleh
keberhasilan belajar.
Keberhasilan belajar mencakup
keberhasilan dalam mengembangkan
dan merealisasikan seluruh potensi
yang dimiliki siswa dalam realitas
kehidupan. Lebih jauh sukses
1 Prayitno, dkk. (1997.a). Seri pemandu pelaksanaanbimbingan dan konseling di sekolah. Jakarta:Ikrar Mandiri. Hal. 20
41 Ida Umami
seorang pelajar dapat ditandai
dengan kematangan kepribadian
sehingga mampu berinteraksi dengan
lingkungan secara baik. Minimal
keberhasilan siswa dalam bentuk
tercapainya mutu belajar yang tinggi
dan tidak mengalami permasalahan
dalam belajar.
Dalam realitas di lapangan,
keterampilan belajar belum
diperhatikan, belum dikuasai, dan
belum dilakukan siswa dengan baik.
Hal ini mengindikasikan bahwa
keterampilan belajar bagaimana pun
penting dan perlunya dalam belajar
tetapi masih terbatas pada tataran
teori, belum menjadi prioritas dari
pendidik untuk diberikan kepada
siswa. Apabila kegiatan belajar tidak
didasarkan pada keterampilan akan
membawa sederet persoalan dalam
belajar, baik ketika di sekolah, di
rumah maupun ketika berinteraksi
dengan lingkungan sekitar mereka.
Ujung dari semua itu dapat
diramalkan bahwa siswa akan
mengalami kegagalan dalam
memperoleh keberhasilan belajar
bahkan dalam hidup itu sendiri.
Dari berbagai uraian latar
belakang di atas dapat dikemukakan
rumusan masalah yaitu bagaimana
upaya guru pembimbing dalam
meningkatkan keterampilan belajar
siswa yang dilakukan melalui
layanan bimbingan konseling serta
kendala-kendalanya disekolah serta
cara mengatasi masalah tersebut.
Penelitian ini secara umum
bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana beberapa hal sebagai
berikut: 1) tingkat keterampilan
belajar siswa, 2) upaya guru
pembimbing dalam meningkatkan
keterampilan belajar siswa yang
dilakukan melalui layanan
bimbingan konseling dan 3) kendala-
kendalanya disekolah serta cara
mengatasi masalah tersebut
Penelitian ini diharapkan
memiliki beberapa manfaat dan
kegunaan yaitu: 1) sebagai bahan
pedoman bagi kepala sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu dan
kegiatan serta keterampilan belajar
siswa dengan mengoptimalkan
kinerja guru pembimging, 2) guru
pembimbing dalam meningkatkan
pelayanan bimbigan konseling
kepada siswa khususnya
keterampilan belajar, dan 3) sebagai
bahan kajian dan pertimbangan bagi
siswa dalam meningkatkan
keikutsertaannya dalam layanan
Keterampilan Belajar 42
bimbingan konseling untuk
meningkatkan keterampilan
belajarnya.
Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode
korelasi dengan menggunakan
pendekatan deskriptif kuantitatif.
Populasi penelitian adalah seluruh
siswa SMA Negeri di kota Metro
dengan pengambilan sampel yang
dilakukan secara random atau acak.
Instrumen dalam penelitian ini
adalah instrumen yang sudah baku
yaitu Alat Ungkap Masalah (AUM)
Umum yang sudah baku dan
instrumen kuesioner yang
dikembangkan sendiri oleh peneliti
berdasarkan kepada indikator atau
kisi-kisi yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Data Penelitian
dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif korelasional
dengan menggunakan SPSS Versi
11.00 dan kemudian hasilnya
dideskripsikan.
KAJIAN TEORI
Keterampilan belajar juga harus
dimiliki oleh siswa dalam rangka
proses pencapaian tujuan belajar
berupa perubahan tingkah laku. Hal
ini sesuai dengan pendapat bahwa,
belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku, peristiwa
belajar bukanlah menghafal atau
hanya sekadar mengingat, melainkan
suatu kegiatan yang ditandai dengan
adanya perubahan dalam diri
seseorang.2 Belajar juga dapat
diartikan sebagai proses perubahan
tingkah laku akibat adanya interaksi
individu dengan lingkungannya.
Ahmadi (1986) mendifinisikan
belajar sebagai rangsangan kegiatan
jiwa dan raga, psikofisik menuju ke
perkembangan pribadi individu
seutuhnya yang menyangkut unsur
cipta, rasa dan karsa, ranah afektif,
kognitif dan psikomotorik.3
Belajar dapat didefinisikan
sebagai proses di mana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman,
sebagaimana dikemukakan James O.
Wittaker (dalam Suryabrata. 1990),
“Learning may be defined as the
process by which behavior originates
or is altered throught training or
experience”. Dengan demikian,
perubahan-perubahan tingkah laku
2 Nana Sudjana. (1984). Proses belajarmengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hal.10
3 Abu Ahmadi. (1986) Metode khususpendidikan. Bandung: Amrico. Hal. 123
Sumadi Suryabrata. (1990). Psikologi pendidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada
43 Ida Umami
akibat pertumbuhan fisik atau
kematangan, kelelahan, penyakit,
atau pengaruh obat-obatan adalah
tidak termasuk sebagai belajar.
Cronbach juga menyatakan:
“Learning is shown by change in
behavior as a result of experience.”
(Cronbach, 1954).4 Dengan
demikian, belajar yang efektif adalah
melalui pengalaman. Dalam proses
belajar, seseorang berinteraksi
langsung dengan objek belajar
dengan menggunakan semua alat
indranya. Sedangkan Howard L.
Kingsley (dalam Satmoko. 1999)
menyatakan sebagai berikut:
“Learning is the process by which
behavior (in the broader sense) is
originated or changed through
practice or training”.5 Definisi
tersebut dapat diartikan, bahwa
belajar adalah proses di mana
tingkah laku (dalam artian luas)
ditimbulkan atau diubah melalui
praktek atau pelatihan.
Keterampilan belajar perlu
dikuasai siswa karena belajar
merupakan kegiatan yang
mempunyai tujuan. Tujuan belajar
4 Cronbach. Lee J. (1954). Educationalpsychology. New Harcourt, Grace. Hal.47
5 Satmoko. (1999). Psikologi tentang penyesuaianpenyesuaian dan hubungan kemanusiaan. Semarang:IKIP. Hal 32
menurut Wahono (1998) adalah
untuk memperoleh pengetahuan,
kecakapan, pengalaman, dan sikap
yang diperlukan untuk kesuksesan
hidup.6
Keterampilan belajar dapat
diartikan sebagai seperangkat sistem,
metode, dan teknik yang baik dalam
usaha menguasai materi pengetahuan
yang disampaikan guru secara
tangkas, efektif dan efisien (Gie,
1995).7 Kegiatan belajar seharusnya
dilaksanakan dengan menerapkan
berbagai keterampilan yang meliputi
keterampilan dasar membaca,
menulis, menghitung, keterampilan
mengikuti pelajaran di dalam kelas,
membuat catatan, bertanya, dan
menjawab (baik lisan, maupun
tulisan), mengerjakan tugas,
membuat laporan, menyusun
makalah, menyiapkan dan mengikuti
ujian, serta menindaklanjuti hasil
mengerjakan tugas, ulangan, atau
ujian (Prayitno, 1988).8
Bentuk-bentuk keterampilan
belajar dalam penelitian ini yang
diharapkan dapat dikuasai siswa atau
6 Wahono Ahmadi. (1998). Psikologi Belajar.Jakarta: Rineka Cipta. Hal.5
7 Gie.T.L. (1995). Cara belajar yang efisien:sebuah buku pegangan untuk mahasiswa Indonesia (jilid II) Yogyakarta: Liberty. Hal.13
8 Prayitno. (1988). Orientasi bimbingan dankonseling. Jakarta: Depdikbud.hal.8
Keterampilan Belajar 44
peserta didik, antara lain: (1)
keterampilan dasar/pokok, Lanner
dalam Abdurrahman (1999)
menyebutkan bahwa keterampilan
membaca merupakan dasar untuk
menguasai berbagai bidang studi.9
Ellis (1978) menyatakan bahwa:
from 75 percent of assigned school
work requires go to read. Artinya
dari 75 persen kegiatan sekolah
adalah membaca. (2) Keterampilan
Akademik.10
Kewajiban utama dari seorang
siswa atau mahasiswa yang sedang
studi adalah belajar karena
berhubungan dengan kegiatan belajar
mengajar. Masalah yang sering
muncul terkait dengan keterampilan
mengikuti pelajaran menurut
Prayitno dkk (1997.a:3) bahwa
secara khusus masalah yang sering
muncul adalah kesulitan dalam
mempersiapkan kondisi fisik, tidak
mempersiapkan bahan dan peralatan
belajar, tidak hadir dalam kuliah atau
sering absen, memilih tempat duduk
yang tidak strategis, sukar bertanya,
tidak mengemukakan pendapat, dan
9 Abdurahman dan Mulyono. (1999). Pendidikanbagi anak berkesulitan belajar. Jakarta: Gramedia.Hal.2000
10 Ellis. C.H. (1978) Fundamental of humanlearning, memory, and cognition. New York: BrownCompany Publisher. Hal. 105
catatan tidak lengkap (3)
Keterampilan Pendukung sebagai
berikut: (a) Keterampilan dalam
Meningkatkan Konsentrasi.
Beberapa kebiasaan yang baik yang
mesti dikembangkan berdasarkan
teori dan kajian tentang keterampilan
dalam meningkatkan konsentrasi.
Kebiasaan tersebut adalah:
Understand the objective of what is
being studied, Focus attention on the
study materials, Arrange
contigencies of the reinforcement,
Organize the materials, Practice
retrieval (b) Keterampilan dalam
Menghafal Pelajaran (c)
Keterampilan dalam Mengelola
Waktu Belajar
Keterampilan belajar yang
harus dimiliki oleh siswa dapat
diusahakan melalui peran guru
pembimbing. Hal ini dikarenakan
guru pembimbing adalah guru yang
mempunyai tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh
dalam kegiatan BK terhadap
sejumlah peserta didik, termasuk
dalam memberikan layanan BK
kepada semua peserta didik di
sekolah tempat dia bertugas dalam
rangka mengantarkan peserta didik
45 Ida Umami
tersebut mencapai pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal.
Mortensen dan Schmuller
(1964) berpendapat bahwa terdapat
lima tugas konselor sekolah, yaitu: 1)
Provinding the students an
oppurtunity to talk through his
problems, 2) Counseling with
potential droupouts, 3) Counseling
with student concerning academic
failure, 4) Counseling with students
in evaluating personal assets and
limitations and,5) Counseling with
students concerning learning
difficulties.11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlunya kehadiran guru
pembimbing di sekolah terutama
untuk mendampingi siswa agar lebih
mampu dan lebih manusiawi,
sehingga ia menjadi warga sekolah
yang lebih setia, dan anggota
masyarakat yang berguna.
Selanjutnya, tugas guru pembimbing
adalah: 1) memasyarakatkan
pelayanan BK, 2) merencanakan
program BK, 3) melaksanakan
segenap program satuan layanan BK,
11 Montensen D.G. dan Schemuller. A.M.(1964). Guidance in today’s school. New York: McMilan Hill. Hal 204
4) melaksanakan segenap program
kegiatan pendukung BK, 5) menilai
proses dan hasil pelaksanaan satuan
layanan dan kegiatan pendukung BK,
6) menganalisis hasil penilaian
layanan dan kegiatan pendukung BK,
7) melaksanakan kegiatan tindak
lanjut berdasarkan hasil penilaian
layanan dan kegiatan pendukung BK.
Terkait dengan tanggung
jawab guru pembimbing tersebut
Erickson dalam Mortensen dan
Schmuller (1964) mengemukakan
bahwa kegiatan BK di sekolah
meliputi: Individual inventory, the
counseling, the information service,
the placement service, and the
followed service. Berdasarkan
pernyataan ini dapat diketahui bahwa
pelayanan BK mencakup:
pengumpulan data individual,
konseling, layanan informasi,
layanan penempatan, dan layanan
tindak lanjut.
Dalam pelaksanaan layanan
pembelajaran khususnya berkenaan
dengan keterampilan belajar siswa di
sekolah, guru pembimbing dan guru
mata pelajaran dapat menjalin
kerjasama dalam mengadakan
kegiatan yang langsung bersentuhan
dengan kebutuhan siswa.
Keterampilan Belajar 46
Kegiatan layanan pembelajaran
terutama berkenaan dengan
ketrampilan belajar kepada siswa
seringkali belum dapat berjalan
sebagaimana yang direncanakan
dengan berbagai alasan dan kendala
baik yang datang dari pihak guru
pembimbing maupun siswa itu
sendiri. Hambatan dari pihak guru
pembimbing antara lain adalah
keterbatasan waktu, kemampuan dan
kemauan dan lain sebagainya,
sedangkan kendala yang timbul dari
siswa adalah kurangnya minat dan
motivasi dalam mengikuti layanan
pembelajaran khususnya yang
berkenaan dengan keterampilan
belajar serta keengganan siswa
mengungkapkan permasalahan yang
berkenaan dengan keterampilan
belajar kepada guru pembimbing.
Kendala lain yang mungkin
timbul dalam peningkatan
keterampilan belajar siswa adalah
adanya persepsi guru lain terutama
dalam hal ini guru mata pelajaran
dan pihak lain yang terkait tentang
pentingnya keterampilan dan
pengentasan masalah-masalah
belajar dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.
Permasalah dalam penelitian
ini adalah: 1) bagaimana mutu,
masalah dan bentuk keterampilan
yang dimiliki oleh siswa, 2) apa
keterampilan belajar yang
dikembangkan guru pembimbing,
dan 3) bagaimana kerjasama da
kendala yang ditemui dalam
peningkatan keterampilan belajar
siswa.
Secara umum tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui
bagaimana upaya guru pembimbing
dalam meningkatkan keterampilan
belajar siswa. Sedangkan secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan data tentang: 1)
kualitas, permasalahan dan
keterampilan belajar yang dimiliki
siswa, 2) keterampilan yang
dikembangkan oleh guru
pembimbing, 3) kerjasama guru
pembimbing dengan personil
sekolah, 4) kendala dan solusi yang
dihadapi guru pembimbing.
Hasil penelitian ini diharapkan
berguna bagi: 1) kepala sekolah,
untuk dapaat memberikan arahan dan
kebijakan berkenaan dengan
pelaksanaan BK terutama berkenaan
dengan keterampilan belajar, 2) guru
pembimbing, untuk lebih dapat
47 Ida Umami
mengembangkan keterampilan
belajar kepada siswa secara lebih
memadai dan menjalin kerjasama
dengan guru mata pelajaran dan
pihak sekolah lainnya dengan lebih
baik, 3) siswa, untuk dapat lebih
menggunakan layanan BK secara
lebih baik terutama dalam
peningkatan keterampilan belajarnya.
Berdasarkan hasil paparan di
atas, dapat dikemukakan bahwa skor
mutu belajar siswa masih dibawah
rata-rata sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa mutu
keterampilan belajar siswa masih
kurang dan perlu dilakukan
peningkatan. Demikian pula halnya
dengan masalah siswa dalam bidang
keterampilan belajar. Dari hasil
penelitian di atas diketahui bahwa
masih banyak siswa yang mengalami
masalah berkenaan dengan
keterampilan belajar yang
membutuhkan bantuan dalam
penyelesaiannya terutama dari guru
pembimbing.
Berkenaan dengan bentuk-
bentuk keterampilan belajar siswa
dapat dinyatakan bahwa bentuk
belajar tersebut mencakup tiga aspek,
yaitu keterampilan belajar di dalam
kelas, di luar kelas, dan keterampilan
pendukung. Keterampilan belajar di
dalam kelas yang paling banyak
dalam bentuk mendengarkan uraian
guru. Hal ini bisa terjadi karena
beberapa hal, di antaranya siswa
kurang tertarik dengan cara mengajar
guru, tidak suka dengan pelajaran
guru itu, tidak suka dengan pribadi
gurunya, siswa mengalami suatu
masalah, dan hal-hal lain yang
lainnya. Keterampilan belajar di luar
kelas yang paling banyak dimiliki
siswa dalam bentuk meningkatkan
konsentrasi belajar. Hal ini berarti
bahwa lebih dari separoh siswa
merasa tidak memiliki konsentrasi
belajar. Sedangkan keterampilan
penunjang yang paling banyak
dimiliki siswa dalam bentuk
keterampilan bergaul.
Sedangkan keterampilan belajar
telah diberikan guru pembimbing
kepada siswa, yang disusun dalam
perencanaan pelayanan BK memiliki
beberapa cakupan, antara lain: 1)
menciptakan lingkungan belajar yang
baik, 2) keterampilan pokok, yaitu
keterampilan dalam membaca buku,
3) keterampilan akademik, seperti
keterampilan mengikuti pelajaran,
keterampilan mencatat, keterampilan
menggunakan pustaka, dan
Keterampilan Belajar 48
keterampilan menempuh ujian. 4)
keterampilan pendukung, seperti
keterampilan berkonsentrasi,
keterampilan mengulang pelajaran,
dan keterampilan membagi waktu
setiap hari.
Berdasarkan temuan di atas
dapat diketahui bahwa kerjasama
guru pembimbing menurut siswa
pada umumnya lebih banyak
melibatkan guru mata pelajaran
dalam bentuk penyusunan program
BK. Sedangkan hasil yang diperoleh
dari kerjasama tersebut lebih banyak
dalam bentuk meningkatnya prestasi
belajar siswa.
Kendala yang ditemukan oleh
guru pembimbing dalam
melaksanakan dan meningkatkan
keterampilan belajar siswa adalah
keterbatasan guru pembimbing
dalam memberikan layanan kepada
siswa. Di samping itu guru
pembimbing juga mengalami
kesulitan, antara lain 1) siswa belum
merasakan manfaat dari kegiatan
tersebut. 2) guru pembimbing dalam
melaksanakan tugasnya lebih banyak
menunggu dari pada mencari siswa
yang bermasalah pada keterampilan
belajar. Terkait dengan peningkatan
keterampilan belajar maka upaya-
upaya peningkatan efektifitas
pelaksanaan bimbingan keterampilan
belajar terhadap siswa adalah: 1)
meningkatkan sarana dan prasarana,
2) Peningkatan profesionalisme guru
pembimbing.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa bentuk
keterampilan belajar yang dimiliki
siswa dapat dilihat dari skor mutu
kegiatan belajar yang kebanyakan
berada pada kolompok rendah dan
masalah berada pada kelompok
sedang. Keterampilan belajar siswa
lebih banyak dalam bentuk
mendengarkan uraian guru,
meningkatkan konsentrasi dan
keterampilan bergaul, jenis
keterampilan belajar yang diberikan
dan dilatihkan oleh guru
pembimbing terhadap siswa telah
mencakup ketrampilan pokok,
keterampilan akademik dan
ketrampilan penunjang, namun
volumenya masih terbatas dan belum
maksimal.
Kerjasama guru pembimbing
dengan guru mata pelajaran dan
pihak lain telah dilaksanakan
terutama dengan guru mata pelajaran
49 Ida Umami
dalam bentuk pengajaran perbaikan
dan remedial dengan memberikan
ketrampilan belajar tertentu untuk
menguasai rumus-rumus dan juga
dalam bentuk keterlibatan dalam
penyusunan program BK, namun
kerjasama tersebut masih terbatas
dan belum terprogram dengan baik.
Di samping itu, kendala yang
dihadapi guru pembimbing dalam
meningkatkan keterampilan belajar
siswa dapat dikelompokkan menjadi
dua macam yakni masalah yang
datang dari guru pembimbing seperti
adanya keterbatasan waktu,
kemampuan dan kemauan yang
dimiliki guru pembimbing,
sedangkan masalah yang datang dari
siswa adalah kurangnya minat dan
kurang aktif serta enggan
membicarakan masalahnya dengan
guru pembimbing. Untuk mengatasi
masalah tersebut guru pembimbing
telah membuat berbagai kebijakan,
kerjasama dengan pihak lain yang
terkait serta senantiasa mengasah
kemampuannya dalam memberikan
pelayanan BK kepada siswa.
Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka disarankan agar kepala
sekolah, diharapkan untuk lebih
memperhatikan pelaksanaan BK di
sekolah yang dipimpinnya terutama
dalam penyediaan dan pengadaan
sarana-prasarana umumnya dan
khususnya usaha dalam peningkatan
keterampilan belajar siswa. Selain
itu, guru pembimbing diharapkan
untuk lebih memberikan
keterampilan belajar kepada siswa
secara lebih memadai sehingga skor
mutu belajar siswa meningkat dan
masalah keterampilan belajar siswa
menurun atau bahkan bila mungkin
siswa tidak bermasalah dan sedapat
mungkin bekerja sama, baik dengan
guru mata pelajaran maupun pihak
lain terkait di sekolah dalam rangka
meningkatkan keterampilan belajar
siswa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman dan Mulyono. (1999).Pendidikan bagi anakberkesulitan belajar. Jakarta:Gramedia
Abu Ahmadi. (1986) Metode khususpendidikan. Bandung: Amrico
Cronbach. Lee J. (1954).Educational psychology. NewHarcourt, Grace
Ellis. C.H. (1978) Fundamental ofhuman learning, memory, andcognition. New York: BrownCompany Publisher
Keterampilan Belajar 50
Gie.T.L. (1995). Cara belajar yangefisien: sebuah buku peganganuntuk mahasiswa Indonesia (jilid II) Yogyakarta: Liberty
Montensen D.G. dan Schemuller.A.M. (1964). Guidance intoday’s school. New York: McMilan Hill.
Nana Sudjana. (1984). Prosesbelajar mengajar. Jakarta:Bumi Aksara
Prayitno. (1988). Orientasibimbingan dan konseling.Jakarta: Depdikbud.
Prayitno, dkk. (1997.a). Seripemandu pelaksanaanbimbingan dan konseling disekolah. Jakarta: Ikrar Mandiri.
________. (1997.b). Pedoman AUMPTSDL. Jakarta: DepdikbudDirjen Dikti
________. (1997.c). Seri latihanketerampilan belajar. Jakarta:Tim Pengembang 3SCPDProyek PGSM DiktiDepdikbud.
Satmoko. (1999). Psikologi tentangpenyesuaian penyesuaian danhubungan kemanusiaan.Semarang: IKIP
Sumadi Suryabrata. (1990).Psikologi pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo Persada
Wahono Ahmadi. (1998). PsikologiBelajar. Jakarta: Rineka Cipta
W.S Winkel. (1985) Bimbingan dankonseling di sekolahmenengah. Jakarta: Gramedia
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 51
KESIAPAN SISWA SMA MENGIKUTI UJIAN MASUKPERGURUAN TINGGI DAN PERAN KONSELOR SEKOLAH
Tri AnjarProgram Studi Bimbingan dan Konseling UM Metro
Abstrak: Proses menyiapkan untuk mengikuti tes SNMPTN merupakan halyang sering membuat calon mahasiswa mengalami berbagai masalah.Menyiapkan diri untuk mengikuti seleksi diperlukan baik secara fisik, materi,dan juga psikologis. Penelitian ini diawali dari adanya masalah yang terjadidalam penyiapan seleksi masuk perguruan tinggi negeri oleh calon mahasiswayang berasal dari sekolah swasta.. Masalah tersebut seperti tingginyapelanggaran tata tertib sekolah/kurang disiplin, belajar kurang termotivasiuntuk belajar. Kondisi ini sangat mempengaruhi kesiapan siswa untukmencapai kesuksesan lulus SNMPTN. Penelitian ini bertujuan untukmendeskripsikan kesiapan siswa SMA mengikuti ujian masuk perguruantinggi dan peran guru BK/Konselor sekolah. Populasi penelitian adalah siswaSMA Muhammadiyah 1 Metro sejumah 212 siswa. Jenis penelitian yangdigunakan adalah deskriptif kuantitatif, dan angket digunakan sebagaiinstrumen pengumpul data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata sebesar 80.53 dengan persentase rata-rata sebesar 26,84 %, berada padaketegori tidak siap. Peran guru BK dalam menyiapkan siswa pada sekolahswasta yaitu membantu siswa terkait dengan sekolah lanjutan denganmembuat program bimbingan konseling baik secara individual ataupun secaraklasikal. Meningkatkan kerjasama dengan sesama guru dan orang tua walimurid untuk pembinaan dan pengembangan potensi anak.
Kata Kunci: Persiapan SNMPTN, Peran guru BK
PENDAHULUAN
Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
jalur tertulis merupakan ajang paling
kompetitif dan penuh tantangan bagi
para siswa lulusan SMA sederajatdi
seluruh Indonesia.
Berdasarkan Permendiknas No. 34
tahun 2010 tentang Pola Penerimaan
Mahasiswa Baru Program Sarjana pada
Perguruan Tinggi yang diselenggarakan
oleh pemerintah, melalui pola seleksi
secara nasional dilakukan seluruh
perguruan tinggi secara besama untuk
diikuti calon mahasiswa seluruh
indonesia. Dengan demikian SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri) merupakan ajang paling
kompetitif bagi siswa lulusan SMA di
seluruh indonesia. Berdasarkan
pengalaman Praktik lapangan
Bimbingan Konseling tahun 2010 di
52 Tri Anjar
salah satu sekolah swasta dan obeservasi
dibeberapa sekolah di kota Metro, salah
satunya adalah SMA Muhammadiyah 1
Kota Metro. Fenomena di lapangan
menunjukkan bahwa di antara sekolah-
sekolah SMA swasta, lebih banyak
permasalahan yang dialalmi siswa bila
dibandingakan sekolah negeri.
Permasalahan yang dialami siswa bukan
saja pada pembelajaran, namun juga
menyangkut kehidupan secara pribadi,
seperti tingginya pelanggaran tata tertib
sekolah/kurang disiplin, belajar kurang
termotivasi. Sulit berkonsentrasi ketika
mengikuti pelajaran di kelas karena
kelelahan membantu orangtua, sering
mengantuk ketika belajar sedang
berlangsung, sehingga kurang
memperhatikan pelajaran yang di
sampaikan guru. Kemudian ada juga
siswa yang mengobrol dengan kawan
duduknya/main hand phone saat
pembelajaran berlangsung, sehingga
materi pelajaran kurang dikuasai.
Selain itu beberapa siswa secara
bergantian sering izin keluar kelas
ketika pembelajaran berlangsung hanya
untuk merokok di kamar
kecil/menyelinap dibelakang kelas, ada
juga yang pergi ke kantin sekolah. Hal-
hal seperti itu juga sangat besar
pengaruhnya terhadap proses dan hasil
belajar siswa, mengakibatkan
ketidaksiapan siswa sambil dalam
belajar untuk menghadapi ujian masuk
perguruan tinggi. Di samping itu
ketidaksiapan siswa memasuki
perguruan tinggi dipengaruhi masalah
ekonomi keluarga. Banyak di antara
siswa sambil sekolah turut membantu
bekerja orangtua mencari nafkah
keluarga, sehingga banyakwaktu belajar
tersita yang disebabkan kurangnya
kemampuan siswa dalam mengatur
waktu belajar. Bagi siswa yang
orangtuanya tidak mampu secara
ekonomi, maka berpengaruh terhadap
sarana dan prasarana belajar siswa yang
minim/seadanya. Pada akhirnya
mempengaruhi penguasaan materi dan
keterampilan belajar, maka banyak
siswa tidak cukup memiliki keberanian
dan/kepercayaan dari berkompetisi pada
ujian masuk perguruan tinggi negeri
jalur tertulis dan khawatir tidak diterima
di perguruan tinggi tersebut.
Hal itu tentu tidak bisa dibiarkan
belangsung terus menerus, namun harus
ada upaya dari berbagai pihak terkait
dan terpadu untuk dapat mengatasi
permasalahan tersebut, agar siswa dapat
meningkatkan disiplin dan kualitas
pemebelajarannya sehingga dapat
meningkatkan kesiapan untuk mengikuti
ujian masukperguruan tinggi.
Kesiapan adalah salah satu faktor
penentu keberhasilan mengikuti ujian
masuk dan diterima diperguruan tinggi.
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 53
Oemar Hamalik (2003:41)
mengemukakan “kesiapan adalah
keadaan kapasitas yang ada pada diri
siswa dalam hubungan dengan tujuan
pengajaran tertentu”. Dari pendapat
tersebut mengandung arti bahwa
kesiapan itu tergantung pada diri pribadi
siswa yakni mencakup fisik, psikologis,
dan hal lain yang mendukung dan terkait
pembelajaran untuk dapat
dikembangkan dan diupayakan dengan
berbagai cara agar dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.Adapun faktor-
faktor kesiapan menurut Slameto
(2010:113) yaitu, kondisi kesiapan
mencakup tiga hal, yaitu: (1)
kondisi fisik, mental dan emosional, (2)
kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan,
(3) keterampilan, pengetahuan dan
pengertian yang lain yang telah
dipelajari.
Senada dengan pendapat
sebelumnya yang diungkapkan oleh
Darsono (2000:27) bahwa faktor
kesiapan meliputi; (a) kondisi fisik yang
tidak kondusif, seperti : sakit, pasti akan
memepengaruhi kesiapan siswa dalam
menghadapi ujian, (b) kondisi psikologis
yang kurang baiuk, seperti gelisah,
tertekan, dan sebagainya. Hal ini tidak
menguntungkan dan menghambat
kesiapan siswa untuk menghadapi ujian.
Kemudian Syaiful Bahri Djamarah
(2002:35) menyatakan bahwa faktor-
faktor kesiapan meliputi (a) kesiapan
fisik yakni selalu berusaha menjaga
kesehatan tubuh agar selalu sehat, bugar
dan fit (terhindar dari gangguan sakit,
lesu, mengantuk, dan sebagainya), (b)
kesiapan psikis yakni berusaha menjaga
suasana hati dan/atau emosi agar merasa
senang, tenang dan tidak stress,
sehingga ada hasrat untuk belajar, dapat
berkonsetrasi, dan ada motivasi
intrinsic, (c) kesiapan materiil yakni
adanya bahan yang bisa dipelajarai atau
dikerjakan berupa buku bacaan, catatan,
soal-soal dll, sebagai latihan dan
menambah wawasan, sehingga dapat
membantu kesiapan siswa untuk
mengikuti ujian yang dimaksud.
Menilik beberapa pendapat di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kesiapan adalah keseluruhan kondisi
fisik dan psikologis siswa untuk
membentuk sikap dangancara tertentu
sehingga individu mempunyai keinginan
bertindak untuk melakukan suatu upaya
dalam mempersiapkan dirinya sampai
kondisi diri siap.
Brunner(1963:33-54)
mengatakan“readiness for learning”
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
yaitu; a) Intelecktualdevelopment
(perkembangan intelektual), b) The act
of learning (tindakan dalam belajar), c)
54 Tri Anjar
Spiral curriculum introduce earlier
(tindakan memperkenalkan kurikulum
spriral lebih awal).
Slameto (2003:35) mengemukakan ada
dua faktor yang mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam belajar yaitu
faktor intern yang terdiri dari faktor
jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh),
faktor psikologis (inteligensi, perhatian,
minat, bakat motif, kematangan dan
kesiapan, serta keterampilan belajar),
faktor kelelahan ( jasmani dan rohani).
Sedangkan faktor ektern seperti,
lingkungan keluarga , sekolah dan
masyarakat.
Syaiful Bahri Djamarah (2008:5),
bahwa kesiapan sumber belajar yakni
adanya bahan yang bisa dipelajari atau
dekerjakan berupa buku bacaan, catatan,
soal-soal dll, sehingga dapat membantu
kesiapan siswa untuk mengikuti ujian
yang dimaksud.
Dengan demikian diharapkan
siswa memiliki keterampilan belajar
khususnya dalam mengerjakan soal-soal
ujian sejenis dengan soal SNMPTN,
sehingga siswa lebih memiliki kesiapan
untuk mengikuti ujian SNMPTN tertulis
dan berhasil diterima di PTN. Kemudian
tidak kalah pentingnya adalah
pengulangan pelajaran dan penguasaan
meteri pelajaran.
Secara umum penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan
kesiapan siswa SMA mengikuti ujian
masuk perguruan tinggi dan peran guru
BK/Konselor sekolah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan metode
deskriptif. Menurut Lehmann (dalamA.
Muri Yusuf, 2005:83) penelitian
deskriptif yaitu “penelitian yang
mendeskripsikan secara sistematis,
aktual dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat populasi tertentu, atau
mencoba menggambarkan fenomena
secara detail”. Penelitian ini akan
mendeskripsikan tentang kesiapan siswa
SMA mengikuti ujian masuk perguruan
tinggi dan peran guru BK/Konselor
sekolah yang akan terungkap dari hasil
pengolahan instrumen yang diberikan.
Adapun subyek dalam penelitian ini
adalah seluruh guru BK/Konselor
sekolah pada SMA Muhammadiyah 1
Kota Metro,berjumlah 3 orang dan
siswa kelas XII berjumlah 212 orang
yang terdaftar pada tahun ajaran
2011/2012, dengan menggunakan
pourposive sampling.
Penelitian ini mendeskripsikan
tingkat kesiapan siswa mengikuti ujian
masuk perguruan tinggi (PT) dan peran
guru BK/Konselor sekolah. Adapun
teknik pengumpulan data untuk
mengukur tingkat kesiapan siswa
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 55
menggunakan angket tertutup model
skala Likert. Data yang telah terkumpul
dianalisis dengan menggunakan rumus
persentase :
P = 100Keterangan :P = Tingkat persentase jawabanf = Frekuensi jawabann = Jumlah sampel (A. MuriYusuf, 2005)
Sedangkan untuk mendeskripsikan
peran guru BK/Konselor sekolah dalam
memebantu siswa memepersiapkan diri
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi
dengan wawancara. Data hasil
wawancara dianalisis dengan cara
naratif, maksudnya jawaban yang
diperoleh dari pertanyaan yang diajukan
akan dideskripsikan dan selanjutnya
ditarik kesimpulan.
Uji validasi instrumen dilakukan
dengan rumus korelasi Pearson Product
Moment dan uji reabilitas instrumen
dengan teknik Alpha Cronbach
menggunakan program SPSS versi 18.0
diperoleh nilai Alpha Cronbach variabel
kesiapan siswa adalah 0,713 dengan
tingkat kepercayaan 95%.
Selanjutnya untuk melihat tingkat
capaian responden pada variabel
kesiapan siswa digunakan Mean
hypothetic atau kreterium Strurgess
(dalam Soegyarto Mangkuatmodjo,
1997:37).
Tabel 1. Kategori Skala Kesiapan
Rentangan KeteranganST = > St-I Sangat SiapT = St-2.I s.d. St-I SiapSD = St-3.1 s.d.St-2.I Cukup SiapRD = St-4.I s.d. St- 3.I Kurang SiapSR = <St – 4.I Tidak Siap
HASIL
Hasil analisis dapat dilihat padatabel berikut :
Tabel II. Deskripsi Kesiapan Siswamengikuti Ujian Masuk PT.
NoSub
Variabel
Skor
Jum Rata-rata
%Rata-rata
Kategori
1 Kesiapandiripribadi
4455 80.75 26.92 Tidaksiap
2 Kesiapandalambelajar
3604 75.69 25.23 Tidaksiap
3 KesiapaninformasiPT
848 85.14 28.38 Sangatsiap
Keseluruhan(42)
8907 80.53 26.84 TidakSiap
Tabel III Kesiapan Fisik dan Psikologis SiswaNo
Indikator
Skor
Jum Rata-rata
%Rata-rata
Kategori
1 MenjagaKesehatan 4776 159.2 12.52
Tidak siap
2 PengaturanWaktuistirahat &rekreasi
2267 151.13 23.76
Tisak siap
3 Pengaturanwaktuistirahat&rekreasi
2487 165.8 26.07
Kurangsiap
4 MotivasiBelajar 1558 155.8 36.75
CukupSiap
5 MotivasiBelajar 2883 144.2 17.00
Tidak siap
6 Aspekmentalapiritual 2363 159.5 25.07
Kurangsiap
56 Tri Anjar
Keseluruhan(21)
16363 155.8 3.50 Tidak siap
Tabel IV. Kesiapan belajar Siswa
No
Indikator
Skor
Jum Rata-rata
%Rata-rata
Kategori
1 KetermpilanBelajar 4776 159.2 12.52
Tidaksiap
2 Penguasaanmeteripelajaran
1983 132.2 20.79Tidak
siap
3 Pengulanganmeteripelajaran
1702 165.8 26.07Kurang
siap
4 Pengaturanwaktubelajar
3372 155.8 36.75Cukup
Siap
5 Kelengkapan catatan 966 144.2 17 Tidak
siap6 Pemehaman
teknismengerjakan soalujian
2407 160.5 25.23
Kurangsiap
Keseluruhan(17)
12579 148.16 25.26 Kurangsiap
Hasil analisis menunjukkan bahwa
capaian tingkat kesiapan belajar siswa
untuk mengikuti ujian masuk perguruan
tinggi berada pada katergori kurang
siap.
Tabel V. Kesiapan informasi PTNo
Indikator
Skor
Jum Rata-rata
%Rata-rata
Kategori
1 KelengakapaninformasiPT 1688 168.8 39.81
Sangatsiap
2 Ketegasanarahjurusanyangdiinginkan
1588 158.8 37.5
Sangatsiap
Keseluruhan(4)
16363 155.8 35.0 Sangatsiap
Hasil analisis menunjukkan bahwacapaian tingkat kesiapan siswa tentang
informasi untuk mengikuti ujian masukPT berada pada kategori sangat siap.
PEMBAHASANKesiapan siswsa ditinjau dari diri
pribadi, dalam balajar dan segiinformasi untuk mengikuti ujian masukPT melalui jalur SNMPTN tertulis.Berikut dijelaskan pembahasan untukmasing–masing sub variabel yang dikajidalam penelitian ini.
1. Kesiapan Siswa mengikuti ujianMasuk PT
Berdasarkan hasil analisis data,
secara umum skor rata-rata sebesar
80.53 dengan persentase rata-rata
sebesar 26,84 %, berada pada ketegori
tidak siap. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa berdasarkan hasil
temuan penelitian, sebagai besar siswa
belum memiliki kesiapan yang
memadai. Hal itu disebabkan oleh
karena siswa dalam pengaturan waktu
istirahat dan rekreasi masih rendah,
motivasi belajar masih sangat rendah
dan kelengkapan catatan siswa sangat
rendah. Hal itu tentunya tidak bisa
diabaikan bagitu saja, namun semestinya
menjadi perhatian khusus bagi kepala
sekolah, guru mata pelajaran, guru
BK/Konselor sekolah dan orang tua
murid.
Untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar perlu
diupayakan pengajaran perbaikan,
kegiatan belajar, pengembangan sikap
dan kegiatan belajr yang efektif
(Prayitno & Erman Amti, 2004)
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 57
Berkaitan dengan peningkatan
motivasi belajar siswa, dapat dilakukan
dengan menempuh prosedur menurut
Abu Ahmadi & Widodo Supriono yang
dikutip oleh Riska Ahmad (2011)
sebagai berikut :
(1) Meningkatkan dorongan kepadasiswa untuk belajar
(2) Emnjelaskan secara kongkritkepada siswa apa yang dapatdilakukannya setelah akhirprogram pengejaran
(3) Meciptakan suasana belajar yangmenantang, merangsang danmenyenangkan
(4) Memberikan penguatan danganjaran terhadap prestasi yangdicapai
(5) Menciptakan hubungan yanghangat dan dinamis antara gurudengan siswa dan antara siswadengan siswa.
(6) Menghindari tekanan yang tidakmenentu, seperti suasanamenakutkan, menjengkelkan danmengecewakan
(7) Melengkapi sumber danperalatan belajar
Dari pendapat tersebuat dapat
dimaknai bahwa masalah kesulitan
belajar dapat diatasi dengan perbaikan
dan penigkatan pembelajaran oleh si
pembelajar,guru mata pelajaran dan
bersama guru BK/Konselor sekolah.
Dalam hal ini guru BK/ Konselor
sekolah dapat membantu siswa melalui
layanan misalnya, layanan penguasaan
konten, seperti ( cara membuat catatan
yang baik, pemberian tips cara belajar
yang efektif, dll) bisa juga dengan
layanan informasi dan bimbingan
kelompok topik tugas, seperti (sikap
belajar yang baik, meningkatkan
motivasi belajar, keuntungan belajar
kelompok), bisa juga dengan konseling
perorangan dan konseling kelompok.
Dengan demikian diharapkan seluruh
siswa memiliki tingkat kesiapan yang
memadai sehingga siap untuk
berkompetisi dalam ujian masuk
perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN
tertulis.
2. Kesiapan fisik dan psikologis siswaBerdasarkan hasil analisis data yang
dilakukan menunjukan bahwa capaian
tinbgkat kesiapan fisik dan psikologis
siswa untuk mengikuti ujian masuk PT
berada kategori tidak siap.
Hal ini ditunjukkan dengan capaian
persentasi siswa yang rata–rata berada
pada kategori kurang siap dan tidak siap.
Berdasarkan pada temuan penelitian,
maka guru BK/konselor sekolah dapat
memberikan berbagai bimbingan dan
layanan dalam membantu meningkatkan
kesehatan siswa seperti: layanan
informasi yang terkait dengan menjaga
kesehatan (pola hidup sehat, tips
menjaga kebugaran tubuh). Dalam hal
ini guru BK/ Konselor sekolah juga
perlu berkerjasama dengan orang tua
siswa, agar memperhatikan asupan
58 Tri Anjar
gizinya atau nutrisi sehingga tubuh
siswa terjaga kesehatanya.
Menurut (WHO,1986) mengatakan
bahwa pengertian kesehatanadalah”
sumber daya bagi kehidupan sehari-
hari, bukan tujuan hidup.Kesehatan
adalah konsep positif menekankan
sumberdaya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik.
(http://id.Artikelkesehatan.com,
diakses:16,2012).
Dari definisi tersebut tersirat bahwa
apabila kesehatan individual terjaga
secara baik, maka individual tersebut
dengan kemampuan fisiknya dapat
berdaya guna baik pribadi maupun
sosial dalam kehidupan. Kesiapan fisik
merupakan salah satu kondisi yang
sangat menentukan hasil dari setiap
aktifitas, baik dalam pembelajaran,
bekerja dan lain-lain, terutama dalam
segi kesehatan.
Faktor–faktor fisiologis yang
berhubungan dengan belajar adalah
keadaan jasmani atau nutrisi yang
dikonsumsi siswa. Kebutuhan gizi harus
diperhatikan oleh orang tua untuk
menunjang keberhasilan belajar siswa.
Selain itu kesehatan merupakan faktor
penting dalam belajar, bila kondisi siswa
kurang sehat apalagi mengidap penyakit
kronis akan mempengaruhi kehadiranya
dan ini akan mempengaruhi
penguasaanya terhadap materi pelajaran.
Maka kesehatan fisik perlu dijaga dan
diperhatikan.
Terkait dengan hal tersebut Prayitno
(2002:17) mengungkapkan bahwa untuk
menjaga kesehatan dan kesegaran fisik,
ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu : 1) biasakan tidur
secara cukup sebelum mengikuti proses
belajar mengajar esok harinya, 2)
usahakan makan makanan yang bergizi
setiap harinya,3) biasakan melakukan
oleh raga yang teratur,4) hindari
merokok, minuman beralkohol, dan
sejenisnya.
Ada 7 kebiasan hidup sehat yang perlu
dilakukan untuk memelihara kesehatan
dan kekuatan fisik, yakni sarapan pagi,
makan secara teratur, makan
secukupnya untuk menjaga berat badan
yang normal, tidak meroko, tidak
minum yang mengandung alkohol, olah
raga secara teratur, dan tidur secara
teratur (Mulyani, 2007:5).
Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa
jika tubuh sehat maka kita senantiasa
siap untuk melakukan aktifitas apapun
tanpa ada gangguan yang disebabkan
oleh kondisi fisik. Hal itu dapat
terwujud apabila siswa mempersiapkan
tubuh/fisik secara baik dengan menjaga
kesehatan, sehingga semua organ
tubuhnya dapat berfungsi secara optimal
dalam mengerjakan soal ujian.
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 59
Selain kondisi fisik yang sehat, maka
kondisi psikologis sama pentingnya
untuk persiapan dalam mengikuti ujian
masuk PT. Dari hasil temuan ini
menunjukkan bahwa masih ada
sejumlah siswa belum memiliki
kesiapan psikologis yang memadai
khususnya dari segi emosi maupun
motivasi belajarnya untuk mengikuti
ujian masuk perguruan tinggi. Motivasi
merupakan salah satu unsur penting
untuk meraih suatu tujuan.
Motivasi adalah suatu perubahan
seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi
untuk mencapai tujuan. Seperti Syaiful
Bahri (2006:152) mengatakan motivasi
merupakan gejala psikologis dalam
bentuk dorongan yang timbul pada diri
seseorang sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu. Oleh sebab itu motivasi
mempunyai peranan yang amat penting
dalam segala aktivitas, termasuk belajar.
Jika tidak ada motivasi belajar, berarti
tidak ada kegiatan belajar karena tidak
ada aktifitas tanpa motivasi.
Pada indikator motivasi belajar
dan emosi, guru BK/Konselor sekolah
dapat melakukan bimbingan pribadi dan
bimbingan belajar kepada siswa serta
bimbingan kelompok, konseling
kelompok dan konseling individual.
Selain guru bidang studi juga
diharapkan mampu memberikan
dorongan kepada siswa untuk
memberikan otoritasnya dalam
membangun gagasan, tanggung jawab
belajar yang kondusif tanpa adanya
tekanan dan mendorong motivasi siswa
untuk belajar, sehingga siswa semakin
terbantu dan lebih memiliki kesiapan
secara psikologis.
Oleh sebab itu kesiapan psikis
siswa/calon mahasiswa untuk mengikuti
ujian masuk PTN juga perlu
dipersiapkan dengan baik, yakni dengan
menjaga agar kondisi psikis sehat yang
ditandai dengan kemandirian siswa
dalam menangani masalah keseharian
dengan mencerminkan sikap yang
positif.
3. Kesiapan Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis data yang
dilakukan menunjukkan bahwa
persentase pencapaian tingkat kesiapan
belajar siswa kurang siap. Hal itu
disebabkan masih rendahnya
keterampilan belajar siswa, penguasaan
materi pelajaran sangat rendah, selain
itu kelengkapan catatan siswa masih
kurang lengkap serta pemahaman teknis
mengerjakan soal ujian masih rendah.
Hal ini perlu mendapat perhatian dari
guru mata pelajaran dan guru
BK/Konselor sekolah.
60 Tri Anjar
Agar siswa berada dalam kondisi
siap dalam belajar untuk menghadapi
ujian, menurut Sumadi Suryabrata
(2007) dalam Riska Ahmad (2011:60)
ada beberapa hal yang perludilakukan
agar siswa siap menghadapi ujian, yakni
: (1) penjadwalan waktu belajar, (2)
mempelajari kembali, (3) menyiapkan
perlengkapan ujian. Artinya
perlengkapan sekecil apapun merupakan
hal yang mendukung kesuksesan dalam
menempuh ujian.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kondisi siap atau
tidaknya seseorang untuk menghadapi
ujian, salah satunya ditentukan oleh
penguasaan materi pelajaran/ujian.
Selain itu penguasaan materi
pelajaran dan ketermpilan belajar sisiwa,
perlu ditingkatkan agar siswa lebih
banyak menguasai materi pelajaran dan
juga mempunyai banyak keterampilan
dalam belajar. Menurut Budiarjo
(2007:6) melalui keterampilan belajar,
seseorang memiliki kemampuan
menetapkan langkah-langkah yang akan
ia lalui sewaktu memasuki aktivitas
belajar, misalnya, sewaktu akan
menghafal sebuah definisi, seseorang
tahu langkah pertama yang harus
dilakukan sebelum menghafal dan
seterusnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan
dalam belajar adalah bagaimana siswa
tersebut dapat mengoptimalkan
belajarnya dengan mengupayakan
berbagai cara, sebagai bentuk persiapan
untuk memasuki perguruan tinggi, baik
dari segi pengaturan waktu belajar,
keterampilan belajar, kelengkapan
catatan dan bahan belajar yang
diperlukan. Dengan demikian
diharapkan siswa lebih siap
berkompetisi mengikuti ujian masuk PT
jalur tertulis.
4. Kesiapan Informasi tentang
Perguruan Tinggi
Dari hasil analisisi data yang
dilakukan menunjukkan bahwa
persentase pencapaian tingkajt kesiapan
siswa berkenaan dengan informasi
perguruan tinggi secara keseluruhan
berada pada kategori sangat siap.
Artinya sebagian besar siswa telah
memiliki kesiapan yang memadai
berkenan dengan informasi perguruan
tinggi. Dervin (1992) merumuskan
model “Sense Making” sebagai empat
elemen dasar, yaitu: ”sebuah situasi
dalam rentang ruang dan waktu yang
menjadi konteks bagi kemunculan
masalah-masalah informasi, sebuah
kesenjangan kognitif (cognitive gap)
yang merupakan indikasi adanya
perbedaan antara situasi konteksual
dengan situasi yang diinginkan oleh
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 61
seseorang, suatu hasil (outcome), dan
sebuah jembatan kognisi yang
mengurangi kesenjangan antara situasi
dan hasil”.
Dalam modelnya, Dervin
menggambarkan seorang pencari
informasi sebagai orang yang bergerak
melalui sebuah situasi yang telah
membuatnya merasakan ada kekurangan
atau kesenjangan dalam struktur
kognisinya. Terkait dengan pendapat
tersebut, dari hasil penelitian ditemukan
pada indikator ketegasan arah jurusan
yaitu 2,99% dan 2,91% siswa belum
bisa/masih bingung dalam menentukan
jurusan apa yang akan dipilih jika
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi
nanti, karena kurangnya informasi. Oleh
sebab itu guru BK/Konselor sekolah
perlu memberikan layanan informasi
yang lebih lengkap, seperti ; informasi
tentang sekolah lanjutan, macam-macam
perguruan tinggi dan jurusan,
persyaratan pendaftaran dan
penerimaan, informasi karir, jenis
perkerjaan).
Dalam hal itu juga diharapkan
kerjasama pihak sekolah dengan
perguruan tinggi, agar informasi lebih
mudah diakses dan lebih lengkap
didapat siswa. Khulthau (1991)
menyoroti aspek afektif dalam proses
pencarian informasi. Dalam modelnya,
Kulthau menggambarkan kegiatan
pencarian informasi sebagai sebuah
proses konstruksi (pengembangan,
pembangunan) yang dilalui seseorang
dari tahap ketidak-pastian (uncertainty)
menuju pemahaman (understanding).
Ada 6 tingkatan atau langkah yang
terkandung dalam proses konstruksi ini,
yaitu : awalan (initiation), pemilihan
(selection), penjelajahan (exploration),
penyusunan (formulation), pengumpulan
(collection),dan penyajian(presentation).
Dari pendapat tersebut
menyiratkan bahwajika seseorang
mencari informasi hendaklah melalui
langkah-langkah dan proses yang benar,
sehingga orang itu memperoleh
informasi yang akurat dan lengkap,
maka diharapkan siswa bisa memahami
dan mencari informasi seperti model
diatas, kemudian dapat menyajikan
dalam bentuk kesiapan yang optimal.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa capaian tingkat
kesiapan siswa tentang informasi berada
pada kategori sangat siap untuk
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi
melalui jalur SNMPTN tertulis.
5. Peran guru BK/Konselor sekolah
dalam membantu siswa untuk
persiapan mengikuti ujian masuk
PT
62 Tri Anjar
Berdasarkan hasil temuan
penelitian membuktikan bahwa peran
guru BK/Konselor sekolah belum
optimal. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya perlakuan yang sama oleh guru
BK dalam penanganan masalah siswa,
yang sebenarnya tidak dibenarkan oleh
profesi. Seperti yang diungkapkan oleh
Prayitno (2004:128) tidak ada suatu
carapun yang ampuh untuk semua klien
dan semua masalah. Bahkan masalah
yang samapun pemecahannya perlu
dibedakan. Masalah yang kelihatannya
“sama” setelah dikaji secara mendalam
mungkin ternyata hakekatnya berbeda,
sehingga diperlukan cara yang berbeda
menanganinya. Lebih lanjut Prayitno
mengatakan, pada dasarnya, pemakaian
suatu cara tergantung pada pribadi
siswa, jenis dan sifat masalah, tujuan
yang ingin dicapai, kemampuan guru
BK dan sarana yang tersedia. Dengan
demikian, tidaklah mungkin
memberikan pelayanan yang sama
tehadap siswa yang memiliki perbedaan
satu sama lain.
Selain itu guru BK masih
menganjar mata pelajaran tertentu pada
beberapa kelas, sehingga waktu yang
seharusnya digunakan untuk
memberikan layanan konseling, tersita
untuk mengajar. Kemudian guru BK
juga terkesan dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya lebih memilih
jalan mudah dan praktis, terlihat dari
pengambilan keputusan yang begitu
mudah untukmengembalikan siswa
kepada orang tua wali, tanpa terlebih
dahulu mendalami permasalahan yang
sebenarnya terjadi pada siswa itu. Hal
ini tentunya tidak bisa dibenarkan dan
dibiarkan karena dapat merugikan siswa
untuk memperoleh haknya dan dapat
menciderai profesi konseling.
Oleh karenanya sekolah sebagai
salah satu lembaga pendidikan
membutuhkan pelayanan Bimbingan
dan Konseling oleh guru BK/Konselor
sekolah yang memenuhi kualifikasi
sesuai dengan Permendiknas No. 27
tahun 2008 tentang standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor,
pasal 1 ayat 1, menyebutkan bahwa
untuk dapat diangkat sebagai konselor,
seseorang wajib memenuhi standar
kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor yang berlaku secara nasional
serta menguasai triologi profesi
konselor.
Bimbingan dan konseling adalah
salah satu unsur yang amat penting dari
sistem pendidikan disekolah. Oleh
karenanya keberadaan guru
BK/Konselor sekolah seharusnya bisa
menjadi motor penggerak untuk
kemajuan pendidikan di sekolah.
Dengan demikian maka guru BK harus
bisa melaksanankan tugas pokok dan
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 63
fungsinya sebagai konselor sekolah,
sehingga dapat berperan aktif dalam
membantu mengoptimalkan potensi
siswa melalui berbagai layanan
konseling.
Tugas dan peran guru BK/
Konselor sekolah menurut Syamsu
Yusuf (2006:284) yaitu; 1) memahami
konsep-konsep bimbingan dan
konseling, serta ilmu bantu lainnya, 2)
memahami karakteristik pribadi siswa,
khususnya tugas-tugas perkembangan
siswa faktor-faktor yang mem
pengaruhi, 3) merumuskanperencanaan
programlayananBK,
4)mensosialisasikanprogram
layananBK, 5) melaksanakan program
layanan BK, yaitu dasar bimbingan
layanan responsive, layanan
perencanaan individual dan layanan
dukungan sistem, 6) mengevaluasi
program hasil (perubahan sikap dan
perilaku siswa, baik dalam aspek
pribadi, sosial, belajar dan karir), 7)
menindaklanjuti (follow up) hasil
evaluasi, 8) menjadi guru dan konselor
bagi guru dan orang tua siswa, 9)
bekerjasama dengan pihak-pihak lain
yang terkait, 10) mengadministrasikan
program layanan bimbingan, 11)
menampilkan pribadi secara matang,
baik menyangkut aspek emosional,
sosial, maupun moral spiritual, 12)
memiliki kemampuan dan kemauan
untuk senantiasa mengembangkan
model layanan bimbingan seiring
dengan kebutuhan dan masalah siswa,
13) mempertanggungjawabkan tugas
kegiatan kepada kepala sekolah.
Berdasarkan pendapat di atas
seorang guru BK/Konselor sekolah
harus menguasai dan memahami dasar
konsep BK, karakteristik siswa dan
berbagai layanan, maka guru
BK/Konselor sekolah dapat
mengoptimalkan pemberian layanan
yang disesuaikan kebutuhan siswa.
Dengan demikian diharapkan siswa
dapat berkembang potensinya, sehingga
siswa memiliki gambaran tentang arah
masa depannya, tahu apa yang harus
dilakukan dan dapat menentukan arah
masa depannya sendiri sesuai
pilihannya, termasuk pilihan untuk
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi
melalui jalur SNMPTN tertulis.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil
penelitian yang telah di lakukan dapat di
kemukakan sebagai berikut :
1. Capaian tingkat kesiapan siswa dari
segi (diri pribadi, dalam belajar dan
informasi) untuk mengikuti ujian
masuk perguruan tinggi berada pada
kategori tidak siap.
64 Tri Anjar
2. Capaian tingkat kesiapan dari segi
pribadi (fisik dan psikikologis
siswa) untuk mengikuti ujian masuk
perguruan melalui jalur SNMPTN
tertulis, berada pada kategori tidak
siap.
3. Capaian tingkat kesiapan siswa
dalam belajar untuk mengikuti ujian
masuk perguruan tinggi melalui
jalur SNMPTN tertulis, berada pada
kategori kurang siap.
4. Capaian tingkat kesiapan siswa
tentang informasi PT untuk
mengikuti ujian masuk perguruan
tinggi melalui jalur SNMPTN
tertulis, berada pada kategori tidak
siap.
5. Peran guru BK//Konselor sekolah
dalam membantu siswa untuk
mengikuti ujian masuk perguruan
tinggi melalui jalur SNMPTN
tertulis, belum optimal.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian,
pembahasan, kesimpulan dan implikasi
yang telah dikemukakan di atas, ada
beberapa saran yang diajukan peneliti,
yaitu :
1. Kepada guru BK/Konselor sekolah
untuk membantu siswa terkait dengan
sekolah lanjutan dengan membuat
program bimbingan konseling baik
secara individual ataupun secara
klasikal. Meningkatkan kerjasama
dengan sesama guru dan orang tua
wali murid untuk pembinaan dan
pengembangan potensi anak.
2. Kepada guru mata pelajaran agar bisa
lebih inovatif dan kreatif lagi untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran
di sekolah, sehingga siswa lebih
mudah memahami dan menguasai
materi pelajaran.
3. Kepada orang tua wali murid agar
punya waktu lebih untuk dapat
memperhatikan anak dalam aktifitas
belajarnya di rumah, mengingatkan
jika ada tugas dari sekolah untuk
segera mengerjakannya, sehingga
siswa tidak lalai dan jika
memungkinkan ekonomi orang tua
untuk bisa melengkapi sarana dan
prasarana agar belajar lebih baik dan
hasil lebih optimal.
4. Peneliti selanjutnya,
direkomendasikan untuk memperluas
dan mengem bangkan variabel yang
diteliti sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
A. Muri Yusuf.. 2005. EvaluasiPendidikan; Dasar-dasar dan Teknik.Padang: UNP Press.
Darsono, dkk, 2000. Belajar danPembelajaran. Semarang : IKIPSemarang Press.
Kesiapan Mengikuti SNMPTN 65
(http://id.ArtikelKesehatan.com//Postby'Admin on July 16, 2012).
Jerome S. Brunner. 1963. The Processof Education. Vintage Books. NewYork.
Kuhlthau. 1991. Ragam Teori Informas.PusatDokumentasi dan InformasiIlmiah, (Online).(hppt://episentrum.com/LIPI/informasi, diakses 12 Januari 2015).
Oemar Hamalik. 2009. PsikologiBelajar. Membantu Guru dalamPerencanaan, Pengajaran,Penilaian Perilaku dan MemberiKemudahan kepada Siswa dalamBelajar. Bandung : Sinar BaruAgensindo.
Prayitno,1997.SeriPemanduPelaksanaan Bimbingan dan Konseling diSMU (SPPBK). Jakarta :Depdiknas.
--------, 2002. Seri Keterampilan Belajar(Program Semi Que IV). Padang :Depdiknas.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta : Renika Cipta.
Riska Ahmad. 2011. “Model PenyiapanSiswa Menghadapi UjianAhkir”.(Studi pada Siswa KelasIII di SMA Padang).(Disertasi).Tidak dipublikasikan.
Slameto. 2003. Belajar dan faktor-fatoryang mempengaruhinya. Jakarta :Renika Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah. 2002, RahasiaSukses Belajar. Jakarta : Cerdas
Syamsu Yusuf. 2006. PsikologiPerkembangan Anak dan Remaja.Bandung : PT. Remaja RosdaKarya.
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003,tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Website Resmi SNMPTN 2011,http://www,snmptn.ac.id.onMay 30, 2011
Winkel dan Sri H. 2004. Bimbingan danKonseling di InstitusiPendidikan. Yogyakarta: MediaAbadi.
Penerapan Kewibawaan dalam proses Pembelajaran 66
PROFIL PENERAPAN KEWIBAWAAN DALAMPROSES PEMBELAJARAN
Ali Mashari
STKIP Tunas Bangsa Bandar Lampung
Abstract: This research generally aims to get brief descriptionof application high touch in learning process. This research isconducted by descriptive quantitative method. The populationis all teachers and students at senior high school. Samples aretaken by using stratified cluster random sampling technique.The percentage, correlation and t test. The results of thisresearch reveal that application high touch in learning processless and teachers’ opinion about high touch implementation asimplication of teachers’ understanding toward learning processdiffer significantly with students’ opinion. In general, teachers’opinion score is higher compared with student’s opinion score
Kata Kunci: Kewibawaan dan Proses Pembelajaran
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran, pada
dasarnya tidak dapat dilepaskan dari
pemahaman pendidik tentang peserta
didiknya. Hal ini dikarenakan
pandangan pendidik terhadap
peserta didik tersebut akan
mendasari pola pikir dan perlakuan
yang diberikan kepada peserta
didiknya. Pembelajaran merupakan
suatu proses yang kompleks, sebab
dalam setiap pembelajaran peserta
didik tidak sekedar menyerap
informasi dari pendidik, tetapi
melibatkan potensinya dalam
melaksanakan berbagai kegiatan
maupun tindakan yang harus
dilakukan, terutama bila diinginkan
hasil belajar yang baik, yaitu hasil
belajar yang bermakna,
komprehensif, dan berguna dalam
kehidupan peserta didik.
Proses pembelajaran harus
mampu mengembangkan segenap
segenap potensi peserta didik.
Pengembangan itu mencakup
keseluruhan hakekat dan dimensi
kemanusiaan serta pancadaya yang
dimiliki peserta didik melalui
teraplikasikannya kewibawaan (high-
touch) dalam setiap proses
pembelajaran yang
diselenggarakannya. Sebaliknya,
pendidik yang kurang memahami
67 Ali Mashari
peserta didik akan menyebabkan
terjadi praktik-praktik pembelajaran
yang kurang memberikan
kemungkinan terhadap
pengembangan potensi peserta didik.
Akibatnya potensi peserta didik akan
terabaikan, tersia-siakan dan bahkan
mungkin terdholimi. Sebab,
kewibawaan pendidik yang meliputi
unsur pengakuan, kasih sayang dan
kelembutan, pengarahan, penguatan
dan tindakan tegas yang mendidik
serta keteladanan tidak teraplikasikan
dalam proses pembelajaran.
Di sekolah, disinyalir masih
banyak pendidik yang belum
memahami dan mengetahui hakekat
peserta didik secara baik dan benar.
Akibatnya dalam proses
pembelajaran, belum sepenuhnya
terlihat adanya internalisasi nilai-
nilai yang terkandung dalam materi
pelajaran dalam usaha
pengembangan potensi yang dimiliki
peserta didik yang mencakup
berbagai dimensi kemanusiaan dan
pancadaya mereka. Kenyataan ini
dapat terlihat pada adanya perlakuan-
perlakuan yang kurang mendidik dari
pendidik terhadap peserta didik,
antara lain, membentak di depan
umum, melabeli dengan gelar yang
buruk, seperti Si Bodoh, Si Tolol dan
sebagainya. Hasil penelitian yang
dilakukan Robinson (1986:191)
menyimpulkan bahwa pemberian
label kepada peserta didik di sekolah
memiliki pengaruh yang kuat
terhadap keberhasilan atau kegagalan
peserta didik.1 Label yang buruk
akan menyebabkan peserta didik
identik dengan label yang diberikan.
Sedangkan label yang baik akan
meningkatkan harapan yang besar
bagi peserta didik untuk meraih
keberhasilan.
Tindakan-tindakan pendidik
yang kurang memahami hakekat
peserta didik tersebut pada akhirnya,
mengakibatkan peserta didik merasa
kurang dihargai. Hal itu,
menimbulkan kondisi yang kurang
kondusif dalam belajar dan kurang
memberikan kemungkinan terhadap
terkembangkannya seluruh potensi
yang dimiliki oleh peserta didik,
akan tetapi, malahan akan cenderung
mematikannya.
Berdasarkan fenomena
sebagaimana dipaparkan di atas,
1 Robinson, Philip. 1986. Beberapa PrespektifSosiologi Pendidikan, (penerjemah: HasanBasri. Jakarta: Rajawali
Penerapan Kewibawaan dalam proses Pembelajaran 68
dirasakan mendesak adanya usaha
yang mengarah kepada perbaikan
penerapan kewibawaan dalam
proses pembelajaran dalam upaya
pencapaian tujuan pendidikan akan
dapat diwujudkan seirama dengan
segenap potensi yang dimiliki
peserta didik yang dikenal baik oleh
pendidik.
Berdasarkan paparan latar
belakang masalah di atas, maka
masalah penelitian adalah
bagaimana profil penerapan
kewibawaan dalam proses
pembelajaran. Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran berkenaan
dengan penerapam kewibawaan
dalam proses pembelajaran melalui
penerapan high touch menurut
pendidik dan peserta didik serta
perbedaannya antar variabel, yaitu
variabel kelas, sekolah dan jenis
kelamin, sumbangan pemahaman
pendidik tentang peserta didik
terhadap aplikasi penerapan high
touch dalam proses pembelajaran
dan profil aplikasi pemahaman
pendidik tentang peserta didik dalam
proses pembelajaran melalui
penerapan high touch.
Hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi kepala sekolah
dalam meningkatkan kualitas
pendidik dalam proses pembelajaran,
terutama berkenaan dengan
pemahaman pendidik/pendidik
tentang hakekat peserta didik,
sehingga proses pembelajaran
tersebut menumbuhkan suasana yang
memungkinkan peserta didik untuk
dapat mengembangkan segenap
dimensi kemanusiaan dan pancadaya
sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaannya.
Hasil penelitian juga
diharapkan bermanfaat bagi pendidik
dalam meningkatkan wawasan,
pengetahuan, keterampilan, dan
sikap berkenaan dengan
pemahamannya tentang hakekat
peserta didik dan aplikasinya dalam
proses pembelajaran melalui
penerapan high touch, sehingga
setiap proses pembelajaran tersebut
diwarnai dengan penghargaan yang
tinggi terhadap peserta didik sesuai
dengan hakekat kemanusiaannya.
KAJIAN TEORI
Proses pembelajaran, pada
dasarnya, tidak dapat dilepaskan dari
69 Ali Mashari
pemahaman guru tentang peserta
didiknya. Hal ini dikarenakan
pandangan guru terhadap peserta
didik tersebut akan mendasari pola
pikir dan perlakuan yang diberikan
kepada siswa. Konsep pembelajaran
menurut Covey (1997) adalah suatu
proses di mana lingkungan secara
disengaja dikelola untuk
memungkinkannya turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam
kaitannya dengan pencapaian tujuan
pembelajaran2. Proses pembelajaran
dalam upaya pencapaian tujuan
tersebut, sangat dipengaruhi
tipe/gaya guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran (Ballantine,
1983:189).3 Guru memiliki posisi
dan peran yang strategis dalam
meningkatan kualitas proses
pembelajaran di kelas. Peran tersebut
antara lain dapat dilakukan melalui
pengoptimalan segenap kompetensi
pribadi dalam melakukan perubahan
untuk penyelenggaraan proses
pembelajaran yang lebih baik (Fulan,
2 Corey, Gerald. .1986. Teori dan Praktik Konselingdan Psikoterapi. Bandung: Eresco.
3 Ballantine, Jeanne H. 1983. The Sociology ofEducation, A Systematic Analysis. New Jersey:Prentice-Hall.
G Michael (1993:118).4 Kepribadian
guru yang baik, tercermin dari
gayanya melaksanakan proses
pembelajaran yang efektif. Guru
yang efektif antara lain ditandai
dengan lima pokok karakter perilaku
yaitu kejelasan dalam memberikan
materi pelajaran, menguasai teknik
penyampaian materi, berorientasi
kepada perkembangan siswa,
menekankan kepada proses
pembelajaran (keaktifan siswa), dan
berorientasi pada kesuksesan siswa.
Pemahaman guru tentang
peserta didik yang benar akan
tercermin dalam pengembangan
segenap potensi siswa peserta didik.
Pengembangan itu mencakup
keseluruhan dimensi kemanusiaan
siswa melalui teraplikasikannya
kewibawaan di (Pokja
Pengembangan Peta Keilmuan
Pendidikan, 2005).5 Sebaliknya, guru
yang kurang memahami peserta
didik akan menyebabkan terjadi
praktek-praktek pembelajaran yang
kurang memberikan kemungkinan
4 Fulan, G Michael. 1993. The New Meaning ofEducational Change. NewYork: Teacher CollegePress.
5 Pokja Pengembangan Peta KeilmuanPendidikan. (2005). Peta Keilmuan Pendidikan.Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti.
Penerapan Kewibawaan dalam proses Pembelajaran 70
terhadap pengembangan potensi
peserta didik. Akibatnya peserta
didik akan terabaikan, tersia-siakan
dan bahkan mungkin terdholimi.
Sebab, kewibawaan yang meliputi
unsur pengakuan, kasih sayang dan
kelembutan, pengarahan, penguatan
dan tindakan tegas yang mendidik
serta keteladanan, tidak
teraplikasikan dalam proses
pembelajaran (Prayitno., dkk. 2005).6
Pendidik dituntut tanggung
jawabnya untuk melaksanakan
proses pembelajaran secara
profesional, yaitu praktik pendidikan
yang didasarkan pada kaidah-kaidah
keilmuan pendidikan. Esensi
permasalahan peningkatan
profesionalisme pendidikan menurut
Winarno (2005) adalah masalah
akuntabilitas pendidik. Ia
melontarkan sinisme bahwa praktik
pendidikan yang dilaksanakan oleh
pendidik di sekolah tidak didasari
oleh ilmu pendidikan atau “pentip”
(pendidikan-tanpa-ilmu pendidikan).7
6 Prayitno, dkk. 2005.. Sosok Keilmuan IlmuPendidikan. Padang: Fakultas Ilmu PendidikanUNP
7 Winarno Surachmad. 2005. Pendidikan TanpaIlmu Pendidikan. Makalah Disampaikan padaSeminar Internasional Pendidikan dan Pertemuan FIP-JIP.
Pendidik secara leluasa
“mementip” peserta didik dalam
proses pembelajaran tanpa dasar
ilmu pendidikan yang kuat atau
bahkan tidak dimiliki sama sekali.
Praktik pendidikan yang demikian
ini, tentu saja tidak dapat
mengembangkan potensi yang
dimiliki peserta didik, dan mungkin
bisa merapuhkan dan bahkan
mematikannya. “Pentip” dapat
menimbulkan berbagai permasalahan
belajar dan permasalahan umum
lainnya (Hasil penelitian Ida Umami,
2004).8 Kenyataan ini diperkuat oleh
hasil penelitian Prayitno., dkk (2005)
yang mengungkapkan banyaknya
permasalahan yang dialami peserta
didik terkait dengan proses
pembelajaran yang kurang efektif
disebabkan pembelajaran yang
kurang mengindahkan kewibawaan
tetapi terfokus pada aspek
kewiyataana.
Kelas yang efektif ditunjang
iklim sekolah yang memfasilitasi
tugas pendidik menjadikan semua
ruang kelas sebagai effective
8 Ida Umami.. 2004.. Persepsi Peserta didik tentangKonsep dan Kegiatan Bimbingan dan Konseling.Padang Skolar Jurnal Pendidikan Volume 5, No. 2,Desember 2004.: PPS UNP.
71 Ali Mashari
classrooms. Mohd Ansyar (2005:1)
juga mengemukakan bahwa
diperlukan adanya perbaikan yang
mendasar pada proses pembelajaran
di dalam kelas (classroom change)
sesuai konsep pembelajaran yang
baik.9 Sehingga banyak kelas harus
berfungsi sebagai basis pembelajaran
dari pada sebagai arena pengajaran.
Kenyataan bahwa pendidik
sering menampilkan gaya yang
kurang disenangi peserta didik
seperti pemarah dan cepat emosional,
cerewet dan pilih kasih, bertentangan
dengan kebutuhan peserta didik yang
sangat menginginkan penampilan
pendidik yang tidak
pemarah/emosional, pendidik yang
baik, ramah, pintar dan penuh
perhatian. Hubungan yang terjadi
antara pendidik dengan peserta didik
dalam proses pembelajaran
hendaknya terhindar dari
gaya/penampilan pendidik yang
cenderung memposisikan peserta
didik pada kedudukan yang inferior,
pasif, lebih menunjukkan pada
permusuhan dan pelecehan terhadap
kemanusiaan dan potensi yang
9 Mohd. Ansyar. 1989. Dasar-Dasar PengembanganKurikulum. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
dimiliki peserta didik. Kondisi
negatif dalam hubungan pendidik
dengan peserta didik bersifat
kontraproduktif terhadap motivasi
untuk mendorong peserta didik
belajar dengan lebih giat dan lebih
berhasil dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sebaliknya
pembelajaran yang cenderung kurang
mengaplikasikan high touch
membuat peserta didik kurang
bergairah mengikuti pelajaran dalam
perwujudan sikap acuh tak acuh
terhadap pendidik, tidak mau
memperhatikan pelajaran yang
disampaikan pendidik, mengantuk,
melamun, atau bahkan sengaja
menciptakan suasana yang kurang
kondusif dalam proses pembelajaran
seperti sengaja mengganggu teman,
mengejek pendidik, keluar pada
waktu pendidik mengajar dan
sebagainya. Kondisi sebagaimana
digambarkan ini tentu saja tidak akan
mendukung terciptanya situasi bagi
terwujudnya lingkungan belajar yang
kondusif untuk mengoptimalkan
pembelajaran, sehingga tujuan yang
telah ditetapkan akan sulit untuk
dicapai. Hal ini semua tidak serasi
dengan penerapan ilmu pendidikan
Penerapan Kewibawaan dalam proses Pembelajaran 72
yang konter produktif terhadap
upaya untuk mengoptimalkan
pembelajaran dan meminimalkan
pengajaran.
METODE
Penelitian ini bersifat
deskriptif karena menggambarkan
kondisi pemahaman pendidik
terhadap peserta didik. Di samping
itu penelitian ini juga bersifat
korelasional karena melihat
hubungan antara pemahaman guru
terhadap peserta didik dengan
implikasi pemahaman tersebut dalam
proses pembelajaran.
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh guru dan siswa Kelas
1 dan Kelas 2 IPA dan IPS SMA
Negeri Kota Padang. Sampel diambil
dengan teknik stratified cluster
random sampling. Penarikan sampel
dalam penelitian ini dilakukan
melalui dua tahap. Tahap pertama
adalah mengidentifikasi sampel
berdasarkan strata sekolah dan
dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu
penentuan sampel berdasarkan kelas,
dengan mengikuti langkah yang
dikemukakan oleh Cochran (1977).10
Sampel penelitian ini adalah
SMA Negeri 1 Padang untuk
kategori/kelompok tinggi, SMA
Negeri 5 Padang untuk kelompok
sedang dan SMA Negeri 13 Padang
untuk kelompok rendah. Sedangkan
guru diambil 8 orang dari masing-
masing kelas yang menjadi sampel
penelitian yang keseluruhannya
berjumlah 72 0rang.
Variabel dalam penelitian ini ada dua
yaitu variabel laten pemahaman
pendidik tentang peserta didik
dengan lima observable variabels
yakni: manusia sebagai makhluk
yang sempurna, makluk yang
tertinggi derajatnya, makhluk yang
bertaqwa, makhluk menjadi khalifah
di bumi dan makhluk pemilik hak
asasi manusia (HAM) dan variabel
laten implikasi pemahaman guru
terhadap proses pembelajaran
melalui penerapan high touch dengan
enam observable variabels yakni
pengakuan, kasih sayang dan
kelembutan, penguatan, tindakan
10 Cohran, William G. 1991. Teknik PenarikanSampel (penerjemah: Rudiansyah). Jakarta:UI Press
73 Ali Mashari
tegas yang mendidik, pengarahan
dan keteladanan.
Instrumen penelitian ini
adalah angket dan dokumentasi.
Angket digunakan untuk
mengumpulkan data primer
berkenaan dengan pemahaman
pendidik tentang peserta didik dan
implikasinya terhadap proses
pembelajaran. Angket penelitian ini
disusun dalam bentuk semantik
differensial. Sedangkan dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data
skunder berkaitan dengan
pelaksanaan proses pembelajaran di
sekolah
Pengumpulan data dilakukan
langsung oleh peneliti sendiri
terhadap seluruh sampel yang telah
ditentukan dalam penelitian ini. Data
penelitian diperoleh melalui angket
yang kemudian dianalisis dengan
prosentase, korelasi dan t tes. Untuk
mengetahui tingkat pencapaian
responden pada masing-masing
variabel digunakan + 2 SD untuk
kategori baik, + 1 SD untuk kategori
cukup, mean untuk kategori sedang, -
1 SD untuk kategori kurang dan - 2
SD, untuk kategori cukup.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Data Temuan
Penelitian
Profil aplikasi kewibawaan (high
touch) berbeda antara apa yang
nyatakan oleh guru dengan apa yang
dinyatakan oleh siswa. Data hasil
temuan penelitian tentang Profil
aplikasi pemahaman pendidik
tentang peserta didik dalam proses
pembelajaran melalui penerapan high
touch tergambar pada Grafik
sebagai berikut:
Grafik 1. Profil AplikasiKewibawaan dalam ProsesPembelajaran
Berdasarkan data yang tertera
dalam Grafik tentang profil aplikasi
kewibawaan dalam proses
pembelajaran di atas dapat
dikemukakan bahwa secara umum
3.66
3.453.3
3.18
3.54
3.313.46
3.18 3.153.08 3.11
3.37
2.72.82.93
3.13.23.33.43.53.63.73.8
PengakuanKas & KelemPenguatan Tingasdik PengarahanKeteladanan
Rata-rata
Pendidik PesertaDidik
Penerapan Kewibawaan dalam proses Pembelajaran 74
pendapat guru lebih tinggi dari
pendapat siswa. Pendapat peserta
didik yang lebih tinggi dari pendapat
siswa mencakup lima aspek high
touch mencakup: pengakuan, kasih
sayang dan kelembutan, penguatan,
tindakan tegas yang mendidik serta
pengarhan. Sedangkan pada aspek
keteladanan ternyata rata-rata skor
pendapat siswa lebih tinggi.
Data temuan hasil penelitian
sebagaimana terangkum dalam
Grafik di atas juga dapat
dikemukakan bahwa apabila dilihat
dari ketercapaian skor rata-rata
(mean) yang diperoleh baik oleh
guru maupun oleh siswa terlihat
bahwa skor rata-rata pendidik lebih
tinggi dari peserta didik. Hal ini
dapat dimaknai bahwa pendidik
secara umum mengemukakan
pendapat yang lebih baik tentang
aplikasi kewibawaan dalam proses
pembelajaran dari pada apa yang
dikatakan siswa. Namun demikian,
secara statistik uji beda ini tidak
dapat dilakukan (misalnya dengan uji
t) karena dikhawatirkan terjadi bias.
Hal ini sangat dimungkinkan terjadi
karena dalam menilai diri sendiri
bisa saja pendidik bersikap kurang
objektif.
PEMBAHASAN
Berdasarkan paparan hasil
penelitian di atas secara umum dapat
dikemukakan bahwa penerapan
kewibawaan masih perlu untuk terus
ditingkatkan. Kondisi ini haruslah
menjadi perhatian dari semua pihak
terkait terutama pihak pimpinan
sekolah maupun guru yang
bersangkutan untuk dapat
mengembangkan lebih lanjut
penerapan kewibawaan dalam proses
pembelajaran. Hal ini penting
mengingat kewibawaan merupakan
instrumental dasar bagi guru dalam
melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya dalam proses
pembelajaran.
Tugas dan tanggungjawab guru
yang berat menghendaki adanya
pemahaman yang baik terhadap
tentang kewibawaan dan
penerapannya dalam proses
pembelajaran. Guru memiliki
tanggungjawab dalam
mengembangkan potensi peserta
didik agar mampu kreatif dan
dinamis. Agar potensi tersebut dapat
75 Ali Mashari
berkembang secara serasi dan
maksimal, maka peserta didik harus
ditinjau kedudukannya sebagai
makhluk yang utuh. Utuh sebagai
individu (pribadi) dan dalam
kaitannya dengan masyarakat.
Tuntutan akan pentingnya
penerapan kewibawaan guru
terhadap siswa ini juga searah
dengan tuntutan yang digariskan oleh
kode etik guru yang antara lain
menghendaki guru berupaya untuk
memperoleh informasi tentang
peserta didik sebagai bagan
melakukan bimbingan dan
pembinaan. Selain itu, guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-
baiknya yang menunjang berhasilnya
proses pembelajaran.
Kewibawaan dan
penerapannya sangat diperlukan
dalam pengembangan proses karena
itu merupakan salah satu unsur dari
kompetensi paedagogik sebagaimana
termuat dalam Stándar pendidikan
Nasional. Pemahaman guru tentang
kewibawaan dan penerapannya
secara positip diharapkan membawa
pengaruh/dampak yang besar dalam
pengembangan interaksi dalam
proses pembelajaran.
Hasil penelitian berkenaan
dengan kewibawaan dan
penerapannya dalam proses
pembelajaran ini juga menghendaki
adanya peningkatan pemahaman
guru kearah yang lebih baik. Hal ini
disebabkan karena tujuan pendidikan
itu akan mudah tercapai bila dalam
proses pembelajaran, guru
menerapkan kewibawaan yang
teraktualisasi dalam pelaksanaan
tugasnya menjankan proses
pembelajaran.
Berdasarkan temuan penelitian
di atas, juga dapat dikemukakan
bahwa secara umum guru sudah
menerapkan kewibawaan walaupun
belum atau kurang optimal. Padahal
seharusnya guru dapat menerapkan
kewibawaan dengan lebih baik
dalam proses pembelajaran, karena
kewibawaan merupakan alat
pendidikan. Kewibawaan merupakan
“alat pendidikan” yang diaplikasikan
oleh pendidik untuk menjangkau (to
touch) kedirian peserta didik dalam
hubungan pendidikan. Kewibawaan
ini mengarah kepada kondisi high-
touch, dalam arti perlakuan pendidik
menyentuh secara positif,
konstruktif, dan komprehensif aspek-
Penerapan Kewibawaan dalam proses Pembelajaran 76
aspek kedirian/kemanusiaan peserta
didik. Kewibawaan meliputi: (1)
pengakuan, (2) kasih sayang dan
kelembutan, (3) penguatan, (4)
pengarahan (5) tindakan tegas yang
mendidik, dan 6) keteladanan.
Secara umum guru diharapkan
menciptakan kondisi yang baik, yang
memungkinkan setiap peserta didik
dapat mengembangkan
kreativitasnya. Proses pembelajaran
pada hakekatnya untuk
mengembangkan aktivitas dan
creativitas peserta didik, melalui
berbagai interaksi dan pengalaman
belajar. Namur dalam
pelaksanaannya seringkali guru
kurang menyadari bahwa masih
banyak kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan justru menghambat
aktivitas dan kreativitas peserta
didik.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian
diungkapkan bahwa penerapan
kewibawaan oleh guru dalam proses
pembelajaran masih belum optimal
dan perlu untuk terus ditingkatkan ke
arah yang lebih baik. Ada
penrbedaan pendapat yang cukup
signifikan terkait dengan penerapan
kewibawaan antara guru dengan
siswa terkait dengan penerapan enam
observable variabels yakni
pengakuan, kasih sayang dan
kelembutan, penguatan, tindakan
tegas yang mendidik, pengarahan
dan keteladanan dalam proses
pembelajaran. Secara umum
pendapat guru lebih tinggi
dibandingkan dengan pendapat
siswa.
DAFTAR PUSTAKABallantine, Jeanne H. (1983). The
Sociology of Education, ASystematic Analysis. NewJersey: Prentice-Hall, Inc.
Borich. G.1992. EffectiveTeachingMethods. New York:Merrill.
Cohran, William G. (1991). TeknikPenarikan Sampel(penerjemah: Rudiansyah).Jakarta: UI Press
Covey, Stephen R. (1997). PrincipleCentered Leadership.Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Made Pidarta. (2000). LandasanKependidikan. Jakarta:RIneka Cipta.
Novak, Joseph D. (1986). A Theoryof Education. London:Cornell University Press
77 Ali Mashari
Peters, D.G Amstrong, NT Hansen,TV Savace. (1981).Education an Introductionto Teaching. New York:Mcillan Company.
Pokja Pengembangan PetaKeilmuan Pendidikan.(2005). Peta KeilmuanPendidikan. Jakarta:Depdiknas Dirjen Dikti
Prayitno. (1990). Konselor MasaDepan dalam Tantangandan Harapan. Padang:Fakultas Ilmu PendidikanIKIP Padang.
----------- .(2002). HubunganPendidikan. Jakarta:Departemen PendidikanNasional DirektoratJendral Pendidikan Dasardan Menengah DirektoratSLTP.
------------. (2005.a). Sosok KeilmuanIlmu Pendidikan. Padang:Fakultas Ilmu PendidikanUNP.
------------.(2005.b) Pendekatan”Basic Need” dalamPendidikan: Aplikasi IlmuPendidikan. Padang:Fakultas Ilmu PendidikanUNP.
Prayitno dan Erman Amti. (1999).Dasar-Dasar Bimbingandan Konseling. Jakarta:Rineka Cipta.
Prayitno., dkk. (2005). StudiPengembangan AplikasiHigh-Touch dan High-Tech dalam ProsesPembelajaran Di Sekolah.Penelitian HibahPascasarjana TahunPertama.
Robinson, Philip. (1986). BeberapaPrespektif SosiologiPendidikan, (penerjemah:Hasan Basri. Jakarta:Rajawali
Undang-undang Sistem PendidikanNasional (SISDIKNAS)No. 20 tahun 2003.
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 78
PERSEPSI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELINGUNIVERSITASMUHAMMADIYAH METRO TERHADAPPROFESI GURU BIMBINGAN
DAN KONSELING
SERLI NOVITA SARI & NURUL ATIEKA
Program Studi Bimbingan dan Konseling UM Metro
Abstrak: Profesi guru Bimbingan dan Konseling merupakan profesiyang bermartabat dan memerlukan kompetensi dan kualifikasikeilmuan. Banyak muncul persepsi negatif, bahkan dari mahasiswaprogram studi Bimbingan dan Konseling terhadap profesi bimbingandan konseling. Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagaiberikut, “Bagaimana persepsi mahasiswa program studi Bimbingan danKonseling Universitas Muhammadiyah Metro terhadap profesi guruBimbingan dan Konseling?”. Tujuan yang hendak dicapai adalah untukmengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Bimbingan dan KonselingUniversitas Muhammadiyah Metro terhadap profesi guru Bimbingandan Konseling. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptifkuantitatif. Populasi adalah mahasiswa program studi bimbingan dankonseling, sampel berjumlah 175 mahasiswa. Instrumen yangdigunakan berupa skala likert. Analisis data digunakan teknikpersentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswaBK UM Metro berada pada kategori sangat tinggi terhadap profesi guruBimbingan dan Konseling. Saran yang diajukan yaitu : Berdasarkanhasil penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran antaralain sebagai berikut: 1) bagi dosen untuk menambah jam praktikum BKbagi mahasiswa, dan memberikan mahasiswa Bimbingan dan Konselingkesempatan untuk lebih banyak berinteraksi dengan guru Bimbingandan Konseling secara langsung di sekolah-sekolah, dan 2) bagimahasiswa diharapkandapat menerapkan persepsi positifnya untukmenjalankan profesi guru Bimbingan dan Konseling dengan baik.
Kata Kunci: Persepsi, Profesi Guru Bimbingan dan Konseling
PENDAHULUAN
Guru Bimbingan dan
Konseling pada dasarnya merupakan
profesi yang sangat mulia dengan
tujuan utamanya memberikan bantuan
kepada peserta didik. Bantuan yang
dimaksud yaitu berkaitan dengan
pengembangan pribadi, sosial, belajar,
karier, kehidupan keagamaan dan
kewarganegaraan, sesuai potensi yang
peserta didik miliki secara optimal.
Guru Bimbingan dan Konseling
sebagai sebuah profesi yang mulia
memiliki tugas dan tanggung jawab
79 Serli Novita Sari & Nurul Atieka
keprofesian yang bertujuan untuk
membantu peserta didik dalam upaya
mencapai tugas perkembangan yang
optimal. Permendikbud No 81A
Tahun 2013 tentang Implementasi
kurikulum menjelaskan bahwa “Guru
Bimbingan dan Konseling atau
konselor adalah guru yang mempunyai
tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak secara penuh dalam kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling
terhadap sejumlah siswa.” Selain itu
menurut Harnoto & Sudarmaji (2012:
50) “Guru Bimbingan dan Konseling
adalah orang yang memiliki keahlian
dalam bidang pelayanan konseling,
sebagai tenaga professional.
Tugas keprofesian guru
Bimbingan dan Konseling sesuai
dengan peraturan menteri dan juga
pendapat ahli menggambarkan betapa
profesi guru Bimbingan dan
Konseling sangat dibutuhkan dan
merupakan profesi yang memerlukan
kompetensi dan kualifikasi
keprofesian yang diakui dan melekat
dalam penyandang profesi tersebut.
Upaya penegakan
profesionalitas profesi guru
Bimbingan dan Konseling menjadi
tanggung jawab banyak pihak. Selain
guru Bimbingan dan Konseling,
mahasiswa calon guru Bimbingan dan
Konseling juga memegang peran yang
sangat besar dalam menjaga dan
menumbuhkan keprofesionalitas
profesi guru Bimbingan dan
Konseling.Salah satu hal yang dapat
dilakukan oleh mahasiswa program
studi bimbingan dan konseling adalah
memahami secara utuh tentang
hakikat guru Bimbingan dan
Konseling, TUPOKSI, peran, serta
tanggung jawab keprofesian guru
Bimbingan dan Konseling.
Namun saat ini persepsi negatif
terhadap profesi guru Bimbingan dan
Konseling sering muncul dari berbagai
pihak, tidak terkecuali juga muncul
dari calon guru Bimbingan dan
Konseling itu sendiri, yaitu mahasiswa
program studi Bimbingan dan
Konseling. Mahasiswa Bimbingan dan
Konseling seharusnya memiliki
persepsi yang positif terhadap profesi
yang akan disandang dan dijalaninya
setelah masa pendidikan berakhir.
Persepsi negatif yang muncul
bahkan dari calon mengemban profesi
guru Bimbingan dan Konseling itu
sendiri merupakan wujud pengalaman
masa lalu yang kurang mengenakan
dari mahasiswa dengan guru
Bimbingan dan Konseling selama
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 80
berada di SMP ataupun SMA.
Muncullan persepsi negatif terhadap
guru Bimbingan dan Konseling
mengindikaskan bahwa mahasiswa
pernah mengalami suatu masalah,
bahkan mengalami pengalaman yang
tidak “mengenakan” dengan guru
Bimbingan dan Konseling. Hal ini
dipertegas Toha (2003: 154), faktor-
faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang adalah sebagai berikut:
1) Faktor internal: perasaan, sikapdan kepribadian individu,prasangka, keinginan atauharapan, perhatian (fokus),proses belajar, keadaan fisik,gangguan kejiwaan, nilai dankebutuhan juga minat, danmotivasi.
2) Faktor eksternal: latar belakangkeluarga, informasi yangdiperoleh, pengetahuan dankebutuhan sekitar, intensitas,ukuran, keberlawanan,pengulangan gerak, hal-halbaru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek.
Kemudian menurut Rakhmat
(2011: 54-60) terbentuknya persepsi
pada diri individu dipengaruhi oleh
banyak hal yaitu: a) faktor fungsional,
yang berasal dari kebutuhan,
pengalaman masa lalu, sifat-sifat
individual dan hal-hal lain yang
termasuk apa yang kita sebut sebagai
faktor-faktor personal. Yang
menentukan persepsi bukan jenis atau
bentuk stimuli, tetapi karakteristik
orang yang memberikan stimuli itu.
Krech dan Crutchfield merumuskan
dalil persepsi yaitu persepsi bersifat
selektif secara fungsional. Dalil ini
berarti bahwa objek-objek yang
mendapat tekanan dalam persepsi kita
biasanya objek-objek yang memenuhi
tujuan individu yang melakukan
persepsi. b) Faktor struktural, berasal
semata-mata dari sifat stimuli fisik dan
efek-efek syaraf yang ditimbulkannya.
Pada faktor ini, Krech dan Crutchfield
(1985) menyebutkan bahwa medan
persepsual dan kognitif selalu
diorganisasikan dan diberi arti. Ini
berarti bahwa seseorang
mengorganisasikan stimuli dengan
melihat konteksnya. Walaupun stimuli
yang diterima itu tidak lengkap, orang
akan mengisinya dengan interpretasi
yang konsisten dengan rangkaian
stimuli yang dipersepsi.
Adanya persepsi negatif
kepada profesi guru Bimbingan dan
Konseling juga terjadi oleh calon
mahasiswa Program Studi Bimbingan
dan Konseling UM Metro.
Berdasarkan pra survei yang peneliti
lakukan pada mahasiswa Bimbingan
dan Konseling Universitas
81 Serli Novita Sari & Nurul Atieka
Muhammadiyah Metro semester
genap pada tanggal 14 April - 19 April
2014, melalui wawancara terhadap
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
Universitas Muhammadiyah Metro
semester 2, 4 dan 6 sebanyak 10
mahasiswa diantaranya diperoleh data
sebagai berikut:
1. Mahasiswa berpandangan
bahwa guru Bimbingan dan
Konseling tidak disukai
peserta didik.
2. Mahasiswa menganggap
bahwa profesi guru Bimbingan
dan Konseling memiliki tugas
yang berat karena menangani
semua peserta didik, baik yang
bermasalah maupun yang
tidak bermasalah.
Persepsi negatif mahasiswa
Bimbingan dan Konseling secara
umum terhadap profesi guru
Bimbingan dan Konseling
menganggap guru Bimbingan dan
Konseling sebagai polisi sekolah yang
tidak disukai peserta didik. Selain itu
guru Bimbingan dan Konseling
dianggap sebagai profesi yang sangat
berat, karena menangani semua
peserta didik. Peserta didik yang
bermasalah maupun yang tidak
bermasalah perlu perhatian dan
pemberian layanan oleh guru
Bimbingan dan Konseling.
Seharusnya profesi tersebut
sebagai sahabat peserta didik yang
membantu dalam mengatasi
masalahnya, mengembangkan potensi,
bakat dan minatnya secara optimal.
Sehingga guru Bimbingan dan
Konseling dapat disukai peserta didik.
Profesi guru Bimbingan dan
Konseling memang menangani semua
peserta didik. Namun ketika
menjalankan profesi dengan senag hati
tanpa paksaan akan terasa lebih
ringan. Keberhasilan peserta didik
dapat menimbulkan perasaan senang
dan puas dalam hati guru Bimbingan
dan Konseling yang telah
membimbing dan membantu peserta
didik.
Terdapat beberapa faktor yang
dimungkinkan mempengaruhi
munculnya persepsi negatif pada diri
mahasiswa Bimbingan dan Konseling,
yaitu diantaranya kurangnya
pengetahuan dasar mahasiswa
Bimbingan dan Konseling mengenai
profesi guru Bimbingan dan
Konseling yang sesungguhnya.
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling
hanya bertumpu pada apa yang
mereka lihat dan alami selama
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 82
berinteraksi dengan guru Bimbingan
dan Konseling di SLTP atau SLTA,
tanpa mengkaji ulang melalui buku
dan bahan bacaan lainnya. Kondisi ini
diperburuk dengan aktivitas guru
Bimbingan dan Konseling selama ini
yang mengedepankan hukuman
terhadap peserta didik yang
melakukan kesalahan tanpa melihat
kondisi yang melatarbelakangi
kesalahan peserta didik.
Demikian pula terdapat
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
saat menentukan pilihan jurusan
pendidikan Bimbingan dan Konseling
bukan atas dasar kemauan dirinya
sendiri, namun hanya sebatas
memenuhi keinginan orang tuanya.
Ada pula mahasiswa Bimbingan dan
Konseling memilih jurusan Bimbingan
dan Konseling karena terpengaruh
oleh teman. Hal ini berdampak pada
saat perkuliahan berlangsung,
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
yang mengambil jurusan bukan atas
kemauan sendiri dalam mengikuti
perkuliahan cenderung tidak serius,
tidak aktif saat diberikan materi
dikelas, malas mengerjakan tugas
yang diberikan dosen. Mahasiswa
yang mengikuti proses perkuliahan
seperti itu mengakibatkan mahasiswa
kurang menguasai teori dan praktik
disiplin keilmuan Bimbingan dan
Konseling. Padahal untuk dapat
menjalankan profesi guru Bimbingan
dan Konseling seharusnya atas dasar
panggilan nurani untuk mengabdi
kepada masyarakat dan negara serta
yang paling penting bukan atas
paksaan dari siapapun. Hal-hal yang
semacam ini kurang dapat
memunculkan kecintaan terhadap
profesi yang akan dijalaninya, justru
menjadikan beban sehingga muncullah
persepsi negatif. Jika persepsi-persepsi
seperti hasil pra survei dibiarkan akan
membuat kurang baiknya pencitraan
profesi Bimbingan dan Konseling
kedepannya.
Mahasiswa Bimbingan dan
Konseling perlu membangun wawasan
serta keterampilan dalam pelayanan
bimbingan dan konseling sehingga
ketika menjadi guru Bimbingan dan
Konseling dapat melaksanakan
tugasnya menurut aturan keilmuannya,
tidak melanggar kode etik profesinya
dan memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan. Guru Bimbingan dan
Konseling dalam melaksanakan
pelayanan bimbingan dan konseling
akan menimbulkan persepsi untuk
profesinya secara umum.
83 Serli Novita Sari & Nurul Atieka
Berangkat dari masalah yang
ditemukan, maka perlu dilakukan
penelitian dan kajian yang mendalam
tentang persepsi mahasiswa program
studi Bimbingan dan Konseling
terhadap profesi guru Bimbingan dan
Konseling. Masalah dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana persepsi mahasiswa
program studi Bimbingan dan
Konseling Universitas
Muhammadiyah Metro terhadap
profesi guru Bimbingan dan
Konseling?”. Tujuan yang hendak
dicapai adalah untuk mengetahui
bagaimana persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling Universitas
Muhammadiyah Metro terhadap
profesi guru Bimbingan dan
Konseling.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kuantitatif
deskriptif. Metode penelitian
kuantitatif deskriptif merupakan
pendekatan penelitian kuantitatif yang
paling dasar, dalam arti tidak
memberikan perlakuan, manipulasi
atau pengubahan pada variabel-
variabel bebas, tetapi menggambarkan
suatu kondisi apa adanya. Menurut
Sukmadinata (2012: 74) menyatakan
bahwa:
Penelitian deskriptif adalahsuatu bentuk penelitian yangpaling dasar, karena penelititidak melakukan manipulasiatau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadapvariabel atau merancangsesuatu yang diharapkan terjadipada variabel, tetapi semuakegiatan, keadaan, kejadian,aspek, komponen atau variabelberjalan sebagaimana adanya.
Populasi dalam penelitian ini
meliputi seluruh mahasiswa
Bimbingan dan Konseling Universitas
Muhammadiyah Metro semester
ganjil, dengan perincian sebagai
berikut:
Tabel 1. Sebaran PopulasiNo Semester Jumlah1 Semester 7 772 Semester 5 533 Semester 3 834 Semester 1 97
Jumlah 310Sumber data: BAAK Universitas
Muhammadiyah Metro
Jumlah sampel yang dibutuhkan
adalah 175 mahasiswa Bimbingan dan
Konseling dan ditentukan dengan
teknik teknik Proportionate Sratifeid
Random Sampling. Sejumlah 175
mahasiswa tersebut diambil dengan
cara menggunakan sistem undian.
Metode yang peneliti gunakan untuk
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 84
menentukan jumlah sampel adalah
menggunakan rumus Slovin dalam
Ridwan (2005: 65), sebagai berikut:
n = N / ( 1 + N e2 )
Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasie : Batas toleransi kesalahan
(error tolerance)
Sebaran sampel dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 2. Distribusi SampelPenelitian
Semester JumlahSemester 7 43Semester 5 30Semester 3 47Semester 1 55
Jumlah 175Instrumen pengumpulan data
menggunakan skala likert, dan data
penelitian dianalisis secara deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan
rumus:
P = n : N x 100 %
Keterangan :
P = Persentasen = Skor nyataN = Skor Ideal
HASIL
Hasil penelitian secara rinci akan
disajikan berikut ini:
a) Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan KonselingSemester 7 terhadap Profesi GuruBimbingan dan Konseling
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester 7
terhadap profesi guru Bimbingan dan
Konseling, maka data penelitian yang
telah dianalisis dibandingkan dengan
kategori yang telah ditentukan sebagai
berikut:Tabel 3.Tingkat Persepsi Mahasiswa
Bimbingan dan KonselingSemester 7 terhadap Profesi GuruBimbingan dan Konseling
No
Rentangan Kategori F %
1 88-100 Sangattinggi
32 74,41%
2 71-87 Tinggi 11 25,59%3 54-70 Cukup 0 0%4 37-53 Kurang 0 0%5 20-36 Sangat
kurang0 0%
Jumlah 43 100%
Pencapaian skor pada setiap
kategori akan disajikan dalam bentuk
diagram berikut:
85 Serli Novita Sari & Nurul Atieka
Diagram 1. Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan KonselingSemester 7 terhadap ProfesiGuru Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan diagram di atas
terlihat bahwa frekuensi terbesar
adalah berada pada kategori sangat
tinggi, yaitu sebesar 32 dengan
besaran persentase 74,41%. Selain itu
perolehan nilai rata-rata berada pada
kategori sangat tinggi. Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
semester 7 terhadap guru Bimbingan
dan Koseling berada pada kategori
sangat tinggi.
b) Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan KonselingSemester 5 terhadap Profesi GuruBimbingan dan Konseling
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester
5terhadap profesi guru Bimbingan dan
Konseling, maka data penelitian yang
telah dianalisis dibandingkan dengan
kategori yang telah ditentukan sebagai
berikut:Tabel 4. Tingkat Persepsi Mahasiswa
Bimbingan dan Konseling Semester 5terhadap Profesi Guru Bimbingandan Konseling
No RentanganSkor
Kategori F %
1 88-100 Sangattinggi
14 46,67%
2 71-87 Tinggi 16 53,33%3 54-70 Cukup 0 0%4 37-53 Kurang 0 0%5 20-36 Sangat
kurang0 0%
Jumlah 30 100%
Untuk Tingkat persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
semseter 5 disajikan dalam bentuk
diagram berikut:
Diagram 2. Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan KonselingSemester 5
0
5
10
15
20
25
30
35
SangatTinggi
Tinggi Cukup Kurang SangatKurang
02468
10121416
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 86
Berdasarkan diagram di atas
terlihat bahwa frekuensi terbesar
adalah berada pada kategori tinggi,
yaitu sebesar 16 dengan besaran
persentase 53,33%. Selain itu
perolehan nilai rata-rata berada pada
kategori tinggi. Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
semester 5 terhadap guru Bimbingan
dan Koseling berada pada kategori
tinggi.
c) Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan Konseling Semester3 terhadap Profesi Guru Bimbingandan Konseling
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester
3terhadap profesi guru Bimbingan dan
Konseling, maka data penelitian yang
telah dianalisis dibandingkan dengan
kategori yang telah ditentukan sebagai
berikut:Tabel 5. Tingkat Persepsi Mahasiswa
Bimbingan dan KonselingSemester 3 terhadap ProfesiGuru Bimbingan dan Konseling
No RentanganSkor
Kategori F %
1 88-100 Sangattinggi
27 57,45%
2 71-87 Tinggi 20 42,55%3 54-70 Cukup 0 0%4 37-53 Kurang 0 0%5 20-36 Sangat
kurang0 0%
Jumlah 47 100%
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester 3
terhadap guru Bimbingan dan
Konseling disajikan dalam bentuk
diagram berikut:Diagram 3. Tingkat Persepsi Mahasiswa
Bimbingan dan KonselingSemester 3
Berdasarkan diagram di atas
terlihat bahwa frekuensi terbesar
adalah berada pada kategori sangat
tinggi, yaitu sebesar 27 dengan
besaran persentase 57,45%. Selain itu
perolehan nilai rata-rata berada pada
kategori sangat tinggi. Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
semester 3 terhadap guru Bimbingan
dan Koseling berada pada kategori
sangat tinggi.
0
5
10
15
20
25
30
87 Serli Novita Sari & Nurul Atieka
d) Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan KonselingSemester 1 terhadap Profesi GuruBimbingan dan Konseling
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester
1terhadap profesi guru Bimbingan dan
Konseling, maka data penelitian yang
telah dianalisis dibandingkan dengan
kategori yang telah ditentukan sebagai
berikut:Tabel 6. Tingkat Persepsi Mahasiswa
Bimbingan dan KonselingSemester 1 terhadap ProfesiGuru Bimbingan dan Konseling
No RentanganSkor
Kategori F %
1 88-100 Sangattinggi
30 54,55%
2 71-87 Tinggi 25 45,45%3 54-70 Cukup 0 0%4 37-53 Kurang 0 0%5 20-36 Sangat
kurang0 0%
Jumlah 55 100%
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester 1
terhadap guru Bimbingan dan
Konseling, maka frekuensi pencapaian
skor pada setiap kategori akan
disajikan dalam bentuk diagram
berikut:
Diagram 4. Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan KonselingSemester 1
Berdasarkan diagram di atas
terlihat bahwa frekuensi terbesar
adalah berada pada kategori sangat
tinggi, yaitu sebesar 30 dengan
besaran persentase 54,55%. Selain itu
perolehan nilai rata-rata berada pada
kategori sangat tinggi. Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
semester 1 terhadap guru Bimbingan
dan Koseling berada pada kategori
sangat tinggi.
e) Tingkat Persepsi MahasiswaBimbingan dan KonselingUniversitas MuhammadiyahMetro tehadap Profesi GuruBimbingan dan Konseling
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling secara
keseluruhan terhadap profesi guru
Bimbingan dan Konseling, maka data
0
5
10
15
20
25
30
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 88
penelitian yang telah dianalisis
dibandingkan dengan kategori yang
telah ditentukan sebagai berikut:Tabel 7. Pengkategorian Pencapaian Skor
Persepsi Mahasiswa Bimbingan danKonseling terhadap Profesi GuruBimbingan dan Konseling
No RentanganSkor
Kategori F %
1 88-100 Sangattinggi
103 58,85%
2 71-87 Tinggi 72 41,15%3 54-70 Cukup 0 0%4 37-53 Kurang 0 0%5 20-36 Sangat
kurang0 0%
Jumlah 175 100%
Untuk menentukan kategori
pencapaian skor persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling terhadap
guru Bimbingan dan Konseling, maka
frekuensi pencapaian skor pada setiap
kategori akan disajikan dalam bentuk
diagram berikut:Diagram 5. Frekuensi Pencapaian Skor
SkalaTingkat PersepsiMahasiswa Bimbingan danKonselingUniversitasMuhammadiyah Metro
Berdasarkan diagram di atas terlihat
bahwa frekuensi terbesar adalah
berada pada kategori sangat tinggi,
yaitu sebesar 103 dengan besaran
persentase 58,85%. Selain itu
perolehan nilai rata-rata berada pada
kategori sangat tinggi. Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
Universitas Muhammadiyah Metro
terhadap profesi guru Bimbingan dan
Konseling berada pada kategori sangat
tinggi.
PEMBAHASAN
Peneliti memberikan skala
kepada mahasiswa Bimbingan dan
Konseling untuk mengetahui seberapa
tinggi tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling terhadap
profesi guru Bimbingan dan
Konseling. Mahasiswa Bimbingan dan
Konseling menilai profesi Bimbingan
dan Konseling sesuai dengan
kompetensi-kompetensi yang harus
dikuasai guru Bimbingan dan
Konseling. Berdasarkan Permendiknas
No 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor bahwa
0
20
40
60
80
100
120
89 Serli Novita Sari & Nurul Atieka
kompetensi konselor atau guru
bimbingan dan konseling meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional. tingkat
persepsi mahasiswa Bimbingan dan
Konseling dapat dilihat dari deskripsi
dan analisis data hasil penelitian.
Menurut Nurhadi (2005:6)
suatu profesi apabila memenuhi lima
syarat, yaitu (a) Didasarkan atas sosok
ilmu pengetahuan teoretik, (b)
Komitmen untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilannya
dalam praktek secara otonom (c)
Adanya kode etik profesi sebagai
instrumen untuk memonitor tingkat
ketaatan anggotaya dan sistem sanksi
yang perlu diterapkan, (d) Adanya
organisasi profesi yang
mengembangkan, menjaga, dan
melindungi profesi, dan (e) Sistem
sertifikasi bagi individu yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk
dapat menjalankan profesi tersebut.
Demikian pula persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling terhadap
profesi guru Bimbingan dan
Konseling, mahasiswa Bimbingan dan
Konseling memiliki persepsi bahwa
profesi guru Bimbingan dan
Konseling didasari pada ilmu
pengetahuan secara teoritik dengan
memiliki teori-teori yang baku, guru
Bimbingan dan Konseling juga
memiliki otonomi untuk
melaksanakan profesinya. Profesi guru
Bimbingan dan Konseling memiliki
kode etik yang harus dipatuhi oleh
seluruh anggota organisasi profesinya
dan dapat bekerjasama dengan profesi
bidang lainnya.
Sesuai dengan penjelasan di
atas persepsi mahasiswa Bimbingan
dan Konseling menggambarkan bahwa
guru Bimbingan dan Konseling adalah
sebagai profesi dan pelaksanaanya
sesuai dengan indikator-indikator
penelitian yang ada pada skala
instrumen penelitian. Secara rinci
tingkat persepsi mahasiswa dapat
dijelaskan sesuai tingkat semester
sebagai berikut. Tingkat persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
semester 7 tergolong sangat baik
dengan hasil persentase skala sebesar
91,91%. Demikian pula disetiap aspek
penilaian yang menjadi indikator
tingkat persepsinya. Diantara
tingkatan semester lainnya, semester 7
memiliki tingkat persepsi yang paling
tinggi dan positif. Tingkat persepsi
mahasiswa Bimbingan dan Konseling
semester 5 termasuk dalam kategori
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 90
baik dengan hasil persentase skala
sebesar 87,72%. Demikian pula
disetiap aspek penilaian yang menjadi
indikator tingkat persepsinya. Tingkat
persepsi mahasiswa Bimbingan dan
Konseling semester 3 tergolong sangat
baik dengan hasil persentase skala
sebesar 87,35%. Demikian pula
disetiap aspek penilaian yang menjadi
indikator tingkat persepsinya. Tingkat
persepsi mahasiswa Bimbingan dan
Konseling semester 1 tergolong baik
saja dengan hasil persentase skala
sebesar 86,58%. Demikian pula
disetiap aspek penilaian yang menjadi
indikator tingkat persepsinya.
Meskipun demikian semester 1
memiliki tingkat persepsi terendah.
Berdasarkan penjabaran di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa
guru bimbingan dan konseling
menurut persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling memiliki
empat kompetensi dasar dan
memenuhi persyaratan profesi guru
Bimbingan dan Konseling yang ada
dapat menyelenggarakan layanan
Bimbingan dan Konseling secara
profesional.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian adalah:
1. Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester
7 tergolong sangat baik dengan
hasil persentase skala sebesar
91,91%. Tingkat persepsi
mahasiswa Bimbingan dan
Konseling semester 5 termasuk
dalam kategori baik dengan hasil
persentase skala sebesar 87,72%.
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester
3 tergolong baik dengan hasil
persentase skala sebesar 87,35%.
Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling semester
1 tergolong baik saja dengan hasil
persentase skala sebesar 86,58%.
2. Tingkat persepsi mahasiswa
Bimbingan dan Konseling
Universitas Muhammadiyah Metro
secara keseluruhan terhadap
profesi Guru Bimbingan dan
Konseling tergolong sangat baik
dengan hasil persentase rata-rata
sebesar 88,39%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini,
maka peneliti memberikan beberapa
saran antara lain sebagai berikut:
91 Serli Novita Sari & Nurul Atieka
1. Bagi Program Studi
Bimbingan dan Konseling
Agar dapat memperbanyak
pelatihan-pelatihan
Bimbingan dan Konseling
pengalaman dan wawasan
mahasiswa Bimbingan dan
Konseling semakin
bertambah.
2. Bagi Para dosen Bimbingan
dan Konseling
Agar memberikan mahasiswa
Bimbingan dan Konseling
kesempatan untuk lebih
banyak berinteraksi dengan
guru Bimbingan dan
Konseling secara langsung di
sekolah-sekolah.
3. Bagi mahasiswa Bimbingan
dan Konseling
Di masa yang akan datang
mahasiswa Bimbingan dan
Konseling tidak hanya cukup
dengan mempersepsikan saja,
namun juga harus
menerapkan persepsi
positifnya untuk menjalankan
profesi guru Bimbingan dan
Konseling dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Harnoto dan Suedarmajdi. 2012.Psikologi Konseling EdisiRevisi. Jakarta: Prenada MediaGroup.
Nurhadi, M.A. 2005. SertifikasiKompetensi Pendidik,Makalah. Fakultas IlmuPendidikan Universitas NegeriPadang
Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan RepubikIndonesia No 81. A Tahun2013 tentang ImplementasiKurikulum.
Peraturan Menteri PendidikanNasional No 27 Tahun 2008tentang Standar KualifikasiAkademik dan KompetensiKonselor.
Peraturan Pemerintah Nomor 74Tahun 2008 tentang Guru,(Online)(http://belajarbkyuk.blogspot.com/2010/04/bimbingan-dan-konseling-dalam-undang.html,diakses pada tanggal 25Agustus 2014).
Rakhmat, J. 2005. PsikologiKomunikasi. Bandung: RemajaRosda Karya
Ridwan. 2005. Metode dan TeknikMenyusun Tesis. Bandung:Alfabeta
Sukmadinata, N.S. 2012. MetodePenelitian Pendidikan.Bandung: PT RemajaRosdakarya
Persepsi Terhadap Profesi Guru BK 92
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendididkan Nasional.
UU No.14 Tahun 2005 Pasal 1 Butir4. 2005. (Online) diakses padatanggal 16 Oktober 2014