wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

154
TESIS WACANA KONFLIK LINGKUNGAN DALAM TEKS FILM ANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI IDA AYU WIDIASTUTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: vanthuy

Post on 31-Dec-2016

248 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

TESIS

WACANA KONFLIK LINGKUNGANDALAM TEKS FILM ANIMASI MONONOKE HIME

KARYA HAYAO MIYAZAKI

IDA AYU WIDIASTUTI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2014

Page 2: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

TESIS

WACANA KONFLIK LINGKUNGANDALAM TEKS FILM ANIMASI MONONOKE HIME

KARYA HAYAO MIYAZAKI

IDA AYU WIDIASTUTINIM 1190161030

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2014

Page 3: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

WACANA KONFLIK LINGKUNGANDALAM TEKS FILM ANIMASI MONONOKE HIME

KARYA HAYAO MIYAZAKI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magisterpada Program Magister, Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IDA AYU WIDIASTUTINIM 1190161030

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2014

Page 4: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUITanggal 9 Desember 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U. Dr. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum.NIP 19440923 197602 1 001 NIP 19621214 199010 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Magister Linguistik DirekturProgram Pascasarjana Program PascasarjanaUniversitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K).NIP 19620310 198503 1 005 NIP 19590215 198510 2 001

Page 5: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji padaTanggal 9 Desember 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas UdayanaNo. 4407/UN.14.4/HK/2014 Tanggal 26 November 2014

Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.

Anggota :1. Dr. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum.2. Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S.3. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.4. Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum.

Page 6: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ida Ayu Widiastuti

NIM : 1190161030

Program Studi : Linguistik, Konsentrasi Wacana Sastra

Judul Tesis : “Wacana Konflik Lingkungan dalam Teks Film AnimasiMononoke Hime Karya Hayao Miyazaki”

dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah ini bebas plagiat.

Apabila pada kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia

menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas Republik Indonesia Nomor

17, Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 9 Desember 2014Yang membuat pernyataan,

Ida Ayu Widiastuti

Page 7: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena hanya atas Asung Wara Nugraha-Nya, tesis

ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan

terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,

Sp. P.D.KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, Sp. S(K)., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, dan

Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Budaya

Universitas Udayana, terima kasih atas fasilitas, motivasi, dan waktunya. Terima

kasih pula penulis ucapkan kepada Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., selaku

Ketua Program Studi Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas

Udayana.

Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U., selaku pembimbing I, terima kasih

atas bimbingan dan kesabarannya pada saat membimbing penulis. Dr. Ida Bagus

Rai Putra, M.Hum., selaku pembimbing II, terima kasih atas waktu yang diluangkan

selama membimbing dan saran-saran yang diberikan untuk kemajuan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. I Nyoman Suarka,

M.Hum., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dari masa

perkuliahan hingga penelitian tesis.

Kepada para penguji yang selalu membaca dengan cermat dan mengkritisi

penelitian ini dari proposal hingga penulisan tesis, penulis mengucapkan terima

kasih. Sumbangan pemikiran dari mereka sangat berarti dan memberikan pedoman

bagi kesempurnaan penelitian ini. Para dosen di Program Studi Magister Linguistik,

khususnya di Konsentrasi Wacana Sastra yang selalu memberikan ilmu tanpa

pamrih. Kepada pegawai administrasi dan perpustakaan Program Studi Magister

Linguistik, yang selalu membantu penulis dengan penuh kebaikan dan keramahan.

Kepada para dosen Program Studi Sastra Jepang Universitas Udayana,

khususnya Bu Mita dan Bu Silvi. Terimakasih atas motivasi dan bantuannya dalam

memeroleh sumber data dan informasi yang sangat bermanfaat dalam penyusunan

tesis ini.

Page 8: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Kepada ayah (Ida Bagus Wisnawa) dan ibu (Ida Ayu Astiti) yang selalu

memberikan dukungan, baik moral maupun materi. Kepada ayah mertua (Ida Bagus

Dirga) dan ibu mertua (Ida Ayu Puspawati) yang selalu memberikan dorongan

secara moral. Terima kasih banyak atas kasih yang diberikan dengan terwujudnya

tesis ini setidaknya merupakan bagian kecil yang bisa membuat bangga keluarga.

Kepada Ida Bagus Adinugraha suami tercinta yang dengan sepenuh hati

mendukung penulis menjalani perkuliahan dan membantu menyelesaikan tugas

akhir ini. Seluruh keluarga besar penulis yang memberikan semangat untuk

menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih pula kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2011

Konsentrasi Wacana Sastra (Dian, Ari, Widi, Putri, Alit, Suana, Ngurah, Bligus, Bli

Widana, Bli Artayasa, dan Bli Supertama) yang selalu memberikan masukan-

masukan dan dukungan selama ini. Chinatsu yang telah menyediakan waktu di

tengah kesibukannya dan membantu dalam memeroleh sumber data dan informasi

yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

Semoga Tuhan memberikan rahmat dan karunia kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhir kata, penulis berharap tesis ini

dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi para pembaca.

Denpasar, 9 Desember 2014

Penulis

Page 9: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

ABSTRAK

WACANA KONFLIK LINGKUNGANDALAM TEKS FILM ANIMASI MONONOKE HIME

KARYA HAYAO MIYAZAKI

Penelitian ini mengkaji wacana konflik lingkungan dalam teks film animasiMononoke Hime karya Hayao Miyazaki. Alasan pemilihan film animasi ini karenamasalah konflik lingkungan disajikan Hayao Miyazaki dengan memasukkan unsuragama Shinto yang dikemas dalam film animasi modern. Analisis teks film animasiMononoke Hime bertujuan untuk menguraikan bentuk, fungsi, dan makna wacanakonflik lingkungan yang berkaitan dengan sumber daya alam.

Dialog antar tokoh dalam film animasi yang telah dipilih dalam penelitian ini,ditranskripsi dengan teknik catat lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.Data dianalisis dengan metode deskriptif analitik lalu disajikan dengan metodeinformal. Penelitian ini menggunakan teori semiotika dan teori konflik.

Hasil analisis menunjukkan bahwa Mononoke Hime terjadi pada zamanMuromachi. Pada saat alam dikuasai oleh manusia dengan teknologi, maka rasahormat terhadap penguasa alam yang disebut Kami semakin hilang. Pada saat ituterjadi konflik antara kelompok Kami dan kelompok manusia. Kelompok Kamimemiliki gagasan bahwa sumber daya alam harus dilindungi agar dapat dinikmatiseluruh makhluk hidup dalam jangka waktu panjang. Namun, populasi manusiaterus bertambah sehingga kebutuhan terus meningkat. Oleh karena itu, kelompokmanusia memiliki gagasan bahwa sumber daya alam harus dieksploitasi untukkesejahteraan hidup. Apabila sumber daya alam terus menerus dieksploitasi makapersediaannya akan habis dan berdampak pada kerusakan lingkungan. Konflik inidisebabkan oleh faktor lingkungan sehingga konflik lingkungan menjadi wacanautama dalam penelitian ini.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa konflik lingkungan berfungsi positif yaituuntuk memperkuat solidaritas dalam kelompok internal. Selain itu konflik jugaberfungsi sebagai pengendalian sosial agar tercipta integrasi sosial. Konfliklingkungan memiliki makna penghormatan atas alam sehingga terwujudharmonisasi alam. Namun konflik ini juga mengakibatkan kerusakan lingkunganyang dapat menimbulkan bencana bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Olehkarena itu, harmonisasi yang disertai penghormatan atas alam harus segeradiwujudkan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

Kata kunci: teks film animasi Mononoke Hime, konflik lingkungan, harmonisasialam

Page 10: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

ABSTRACT

ENVIRONMENTAL CONFLICT DISCOURSEIN ANIMATION FILM TEXT OF MONONOKE HIME

BY HAYAO MIYAZAKI

This study analysis environmental conflict discourse in the text of animationfilm of Mononoke Hime by Hayao Miyazaki. The reason of this film is chosenbecause of the environmental conflict issues has been presented by Hayao Miyazakiwith combination of elements of Shinto religion are packed in modern animationmovie. The analysis of animation movie subtitles of Mononoke Hime is aim toelaborate the form, function and meaning of environmental conflict discourse whichrelated to the natural resources.

The dialogue among the figures in the animation movie that has been chosenin this research, it is transcribed by technical note then translate into BahasaIndonesia. The data are analyzed by analytic descriptive method, and then it isserved by informal method. This research use semiotic theory and conflict theory.

The analysis result show that Mononoke Hime occur in the Muromachiperiod. When the nature was controlled by the humans with technology, then therespectfulness to the natural ruler called Kami are getting lost. The conflict wasoccurred at that time between the group of Kami and the group of humans. Thegroup of Kami have an idea that the natural resources must be protected in order toenjoy by all living things in the long term. However, humans populations are rapidlyincrease so they need to go up. Therefore, groups of humans have the idea thatnatural resources should be exploited to welfare. If the natural resources areconstantly exploited, it will affect to the out of supply and the environmentaldamages. The conflicts are caused by environmental factors whereas theenvironmental conflicts become the main discourse in this study.

This research conclude that environmental conflicts are positively useful tostrengthen the solidarity in the internal group. In addition, the conflicts also servesas a social control in order to create social integration. Environmental conflicts havemeaning of respect to the nature to realize a natural harmony. Nevertheless, theseconflicts also cause environmental damage that can lead to disaster for the entirelife of human being. Therefore, harmonization with respect to the nature must berealized in order to create a better future.

Key words: animation film text of Mononoke Hime, environmental conflict, naturalharmonization

Page 11: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM iPRASYARAT GELAR iiPERSETUJUAN PEMBIMBING iiiSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ivPENETAPAN PANITIA PENGUJI vUCAPAN TERIMA KASIH viABSTRAK viiiABSTRACT ixDAFTAR ISI xDAFTAR BAGAN xiiiDAFTAR GAMBAR xivGLOSARIUM xv

BAB I PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah 81.3 Tujuan Penelitian 91.3.1 Tujuan Umum 91.3.2 Tujuan Khusus 91.4 Manfaat Penelitian 101.4.1 Manfaat Teoretis 101.4.2 Manfaat Praktis 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DANMODEL PENELITIAN 12

2.1 Kajian Pustaka 122.2 Konsep 172.2.1 Konflik Lingkungan 172.2.2 Teks Film Animasi 182.2.2 Mononoke Hime 202.3 Landasan Teori 202.3.1 Teori Konflik 212.3.2 Teori Semiotika 222.4 Model Penelitian 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 273.1 Rancangan Penelitian 273.2 Jangkauan Penelitian 283.3 Jenis dan Sumber Data 283.4 Instrumen Penelitian 283.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 293.6 Metode dan Teknik Analisis Data 293.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data 29

Page 12: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB IV GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMANMUROMACHI DAN KONFLIK DALAM TEKS FILM ANIMASIMONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI 31

4.1 Sinopsis 314.2 Hubungan Manusia dan Alam dalam Agama Shinto 344.3 Keadaan Sosial pada Zaman Muromachi 364.4 Pemetaan Konflik 394.4.1 Kelompok Tatara Ba 394.4.2 Kelompok Kami 424.4.3 Kelompok Jiko Bou 484.4.4 Kelompok Samurai 504.4.5 Ashitaka 504.4.6 Bagan Pemetaan Konflik 524.5 Dinamika Konflik 534.5.1 Prakonflik 544.5.2 Konfrontasi 544.5.3 Krisis 554.5.4 Pascakonflik 56

BAB V BENTUK WACANA KONFLIK LINGKUNGAN DALAM TEKS FILMANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI 58

5.1 Bahasa 585.1.1 Sonkeigo 595.1.2 Kenjoogo 605.1.3 Keitai 625.1.4 Jootai 635.2 Gaya Bahasa 655.2.1 Repetisi 655.2.2 Idiom 685.3 Bentuk Wacana Konflik Lingkungan dalam Mononoke Hime 695.3.1 Bentuk Wacana Perlindungan Alam 705.3.2 Bentuk Wacana Eksploitasi Alam 74

BAB VI FUNGSI WACANA KONFLIK LINGKUNGAN DALAM TEKS FILMANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI 82

6.1 Solidaritas Internal Masyarakat Jepang dalam MengatasiKonflik Lingkungan 82

6.2 Pengendalian Sosial Masyarakat Jepang dalam MenjagaHarmonisasi Alam 91

6.3 Integrasi Sosial Masyarakat Jepang dalam MewujudkanHarmonisasi Alam 98

BAB VII MAKNA WACANA KONFLIK LINGKUNGAN DALAM TEKS FILMANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI 102

7.1 Penghormatan Atas Alam 1027.2 Kerusakan Lingkungan 1107.3 Harmonisasi Alam 115

Page 13: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

7.4 Pencerahan 121

BAB VIII PENUTUP 1228.1 Simpulan 1228.2 Saran 126

DAFTAR PUSTAKA 127

LAMPIRANBiografi Hayao Miyazaki

Page 14: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

DAFTAR BAGAN

1. Bagan I Model Penelitian 252. Bagan II Bagan Pemetaan Konflik 523. Bagan III Hubungan Alam, Kami, manusia dalam agama Shinto 103

Page 15: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 4.1 Eboshi memegang ishibiya 392. Gambar 4.2 Shishigami dan Daidarabocchi 423. Gambar 4.3 Inugami 444. Gambar 4.4 Inoshishigami yang dipimpin Okkotonushi 455. Gambar 4.5 Shoujou 466. Gambar 4.6 Kodama 477. Gambar 4.7 Jiko Bou dan Karakasaren 488. Gambar 4.8 Jibashiri 499. Gambar 4.9 Pasukan samurai 5010. Gambar 4.10 Ashitaka 5111. Gambar 6.1 Ashitaka memerhatikan para wanita yang menginjak fuigo 8612. Gambar 7.1 Tatara Ba 11113. Gambar 7.2 Kodama mati akibat lendir hitam 11414. Gambar 7.3 San dan Ashitaka mengembalikan kepala Shishigami 116

Page 16: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

GLOSARIUM

AAnime : Diadaptasi dari kata animation dalam bahasa Inggris dan

digunakan di seluruh dunia untuk merujuk kepada kartun animasiyang diproduksi oleh seniman Jepang.

FFuigo : Alat untuk menghasilkan angin yang membantu prosespembakaran

pasir besi. Fuigo tersebut menggunakan papan kayu yang diinjaknaik dan turun untuk menghasilkan angin.

GGekokujo : Keadaan masyarakat di mana bawahan memberontak kepada

atasan.

HHarae : Upacara dalam agama Shinto untuk menghilangkan segala

macam kekotoran, kesalahan, dan kesengsaraan denganmemanjatkan doa kepada para dewa.

Hokucho : Istana utara yang didirikan oleh Ashikaga Takauji untukmendirikan kekaisaran baru di Kyoto.

IInoshishigami : Pasukan dewa yang berbentuk babi hutan berukuran besar dan

berwarna coklat tua. Kelompok ini dipimpin oleh Okkotonushi.Inugami : Dewa yang berbentuk serigala. kelompok Inugami yang terdiri

atas San, Moro, dan anaknya.Ishibiya : Senjata api yang diperkenalkan ke Jepang pada tahun 1543 oleh

bangsa Portugis saat melakukan perdagangan.Ishibiyashuu : Pasukan yang bersenjatakan senjata api yang diberikan Jiko Bou

kepada Eboshi untuk membantunya membangun pabrikpengolahan besi.

Ittaikan : Semangat kerja sama dan kebersamaan dalam kelompok yanglahir dan orang-orang yang masuk ke suatu kelompok tanpamembawa keterampilan atau keahlian yang menjadipengalamannya.

JJibashiri : Pasukan pemburu.Jinja : Bangunan-bangunan dianggap suci dalam agama Shinto yang

dikhususkan untuk keperluan memuja roh atau objek-objek ttertentu .

Jootai : Bahasa ‘bentuk biasa’ yang setiap bagian akhir kalimatnyamemakai verba bentuk kamus dengan berbagai bentukperubahannya dalam bentuk biasa yang tidak hormat.

Page 17: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

KKami : Sebutan untuk dewa dalam bahasa Jepang. Kami berarti segala

bentuk kewujudan yang memiliki beberapa keistimewaan dansifat-sifat yang menimbulkan rasa takut dan segan.

Karakasaren : Pasukan suruhan kaisar yang dipimpin oleh Jiko Bou. Merekamengenakan pakaian berwarna merah dan putih serta membawapayung yang disebut karakasa.

Keitai : Keitai merupakan ‘bentuk hormat’ yang setiap bagian akhirkalimatnya selalu memakai verba bantu desu atau masu sebagaiungkapan menyatakan perasaan hormat.

Kenjoogo : Cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat terhadap lawanbicara dengan cara merendahkan diri sendiri termasuk benda-benda, keadaan, aktivitas, atau hal-hal lain yang berhubungandengannya.

Kodama : Roh pohon.Kyoudotai : Kepercayaan dan keyakinan yang ada pada diri seseorang

terhadap suatu tindakan yang bersifat kolektif. Setiap orang yangterlibat di dalam kelompoknya sudah dihadapkan dengan batasan-batasan yang menyangkut kebersamaan.

MMatsuri : Festival yang diadakan oleh orang Jepang untuk menghormati

dewa-dewa setempat.Mononoke Hime : Putri dari makhluk antara roh dan monster.

NNanbokuchou : Zaman istana di utara (hokucho) dan selatan (Nanchō).Nanchou : Istana selatan yang didirikan kaisar bernama Godaigo.

SShimenawa : Tali dari jerami yang digunakan sebagai penanda suatu yang suci.Shishigami : Dewa penguasa hutan yang berwujud rusa dengan banyak tanduk

dan memiliki wajah seperti manusia. Shishigami memilikikekuatan memberi kehidupan dan kematian kepada seluruhmakhluk hidup.

Shōgun : Jenderal atau panglima tertinggi.Shoujou : KeraShuudanshikou : Orientasi kelompok yang menjadi kerangka berpikir orang

Jepang terhadap kerja kelompok didasari kesadaran yang tinggiterhadap kepentingan kelompok dalam suatu kehidupan sosialmasyarakat yang diikat oleh kehidupan bekerja sama di dalamsatu kehidupan kelompok atau masyarakat.

Sonkeigo : Digunakan untuk menyatakan rasa hormat terhadap orang yangdibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan, aktivitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikkanderajat orang yang dibicarakan.

Page 18: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

TTatara : Teknik pengolahan pasir besi menjadi besi. Tatara Ba adalah

tempat pengolahannya.Tatarigami : Dewa kutukan.

ZZaman Muromachi : Zaman pada saat terjadi banyak kekacauan sosial di Jepang

sekitar tahun 1333-1568.Zaman Sengoku : Akhir zaman Muromachi saat terjadi perang dan pemberontakan

antara pasukan panglima tertinggi bernama Ashikaga Takaujidan kaisar.

Page 19: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konflik lingkungan yang dihadapi saat ini sebenarnya bersumber pada cara

pandang manusia yang berbeda tentang sumber daya alam. Ada manusia yang

menganut paham ekosentrisme 1 , teosentrisme 2 , tetapi sebagian besar manusia

menganut paham antroposentrisme3 yang justru keliru. Kekeliruan tersebut telah

menimbulkan berbagai bencana akibat kerusakan lingkungan yang akan

mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Sumber kesalahan cara pandang yang

demikian ternyata terletak pada masalah moral manusia untuk mematuhi etika

lingkungan. Menurut Sutaryono (2008:42) penanaman nilai moral tidak dapat

dilakukan secara mendadak, tetapi harus mengikuti perjalanan hidup manusia, yaitu

mulai dari anak-anak, dewasa, hingga tua atau pendidikan sepanjang usia.

Penanaman fondasi pendidikan lingkungan sejak dini menjadi solusi utama

yang harus dilakukan agar generasi muda memiliki bekal pemahaman tentang

lingkungan hidup yang kokoh. Masa anak-anak merupakan perjalanan yang kritis,

sebagai generasi bangsa pada masa mendatang. Jika pengetahuan dan cara yang

ditanamkan pada masa kanak-kanak itu benar, dapat diharapkan ketika berubah ke

1 Ekosentrisme adalah paham yang berpusat pada makhluk hidup secara keseluruhan dalam kaitanmemberikan penghormatan terhadap semua spesies (Susilo, 2012:111).

2 Teosentrisme adalah paham tentang lingkungan yang memerhatikan lingkungan secarakeseluruhan, yaitu antara hubungan manusia dan lingkungan. Namun, paham ini dibatasi olehagama dalam mengatur hubungan manusia dan lingkungannya (Susilo, 2012:35).

3 Antroposentrisme menempatkan manusia sebagai pusat dari alam semesta, sementara alamseisinya hanyalah alat bagi pemuasan kepentingan sehingga mereka dapat melakukan apa sajaterhadap alam demi pemenuhan segala kebutuhannya (Sonny Keraf, 2010:47).

Page 20: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

masa remaja dan dewasa, bekal pengetahuan, pembentukan perilaku, serta sikap

dalam dirinya terhadap sesuatu akan positif.

Film animasi merupakan salah satu sarana untuk mendidik anak-anak belajar

melestarikan lingkungan. Gambar-gambar tokoh yang menarik dan lucu serta alur

cerita yang sederhana membuat anak-anak memiliki keinginan untuk belajar

melalui film animasi. Banyak film animasi yang telah mengangkat tema tentang

lingkungan, baik film animasi barat maupun film animasi Jepang. Namun, film

animasi Jepang memiliki keistimewaan tersendiri. Berbeda dengan film animasi

barat, film animasi Jepang digunakan oleh animator-animator Jepang untuk

mengeksplorasi berbagai macam gaya, ide cerita, serta tema, dari yang ditujukan

untuk anak-anak, remaja, hingga dewasa. Selain itu, menurut Napier (2001:4--12)

film animasi Jepang merupakan bentuk kesenian kontemporer dengan narasi yang

khas dan estetika visual yang memuat budaya tradisional Jepang. Film ini juga

berguna sebagai cerminan dari masyarakat Jepang kontemporer dengan berbagai

materi yang memberikan wawasan mengenai isu, impian, dan kehancuran.

Salah satu animator terkenal Jepang, Hayao Miyazaki telah menciptakan

beragam film animasi, antara lain Kaze no Tani no Naushika, Tenkū no Shiro

Rapyuta, Tonari no Totoro, Majo no Takkyūbin, Porco Rosso, Sen to Chihiro no

Kamikakushi dan Mononoke Hime. Film yang tersukses adalah Sen to Chihiro no

Kamikakushi yang berhasil mendapatkan gelar Film Animasi Terbaik dalam

Academy Awards pada tahun 2002. Pada tahun 2005, Hayao Miyazaki dianugerahi

gelar Penghargaan Kehormatan Seumur Hidup pada Festival Film Venesia

(Diakses dari http://tipsindonesia.com/hayao-miyazaki-dan-studio-ghibli/ tanggal

20 Juni 2014).

Page 21: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Film animasi karya Hayao Miyazaki memiliki ciri khas dibandingkan dengan

film animasi Jepang lainnya. Hayao sangat mendukung feminisme, karena dalam

film animasinya perempuan diberikan hak untuk dapat bertahan dan membuat

perubahan dalam masalah yang dihadapi. Ciri khas kedua dalam film Hayao adalah

kekhasan pada tokoh antagonisnya. Inilah yang membuat filmnya digemari, karena

tokoh-tokoh yang seharusnya bersifat jahat, tetapi ternyata memiliki sisi hati yang

baik. Hayao sengaja mengaburkan hal ini dengan tujuan menciptakan resolusi

nonkekerasan. Tema-tema film Hayao juga sangat kental dengan suasana

penghormatan terhadap alam. Hayao mengajak penonton untuk melihat alam bukan

sebagai objek eksploitasi, melainkan sahabat untuk dijaga, seperti dalam film Kaze

no Tani no Nausicaa, Tonari no Totoro, dan Mononoke Hime.

Kaze no Tani no Nausicaa dan Tonari no Totoro berlatar waktu pada zaman

modern. Sebaliknya Mononoke Hime berlatar waktu pada zaman kuno, yaitu pada

zaman Muromachi4. Film ini mengangkat tema tentang agama Shinto, khususnya

penghormatan atas alam. Dalam Kaze no Tani no Nausicaa dan Tonari no Totoro

tidak ada interaksi langsung antara manusia dan alam. Berbeda dengan tokoh

binatang dalam Mononoke Hime yang diberikan kemampuan berbicara dengan

manusia sehingga manusia dan alam dapat saling berinteraksi. Oleh karena itu,

Mononoke Hime lebih menarik digunakan sebagai objek penelitian.

Mononoke Hime terdiri atas dua kata, yaitu Mononoke dan Hime. Apabila

diartikan dalam bahasa Indonesia, Mononoke berarti makhluk antara roh dan

monster. Kata hime berarti putri. Jadi, Mononoke Hime dapat berarti putri dari

4 Pada zaman Muromachi terjadi banyak kekacauan sosial. Kekacauan ini berlangsung dari tahun1333 ketika pasukan yang dipimpin oleh Ashikaga Takauji menghancurkan Keshogunan Kamakurasampai tahun 1568 ketika Oda Nobunaga merebut ibu kota Kyoto (Youko, 1996:73).

Page 22: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

makhluk antara roh dan monster. Dalam film ini San disebut sebagai Mononoke

Hime karena merupakan seorang manusia yang dibesarkan oleh Kami5 berbentuk

serigala bernama Moro. Film animasi ini diproduksi oleh studio milik Hayao

bernama Studio Ghibli pada 12 Juli 1997 dan berdurasi 133 menit dalam bentuk

DVD. Penelitian ini menganalisis film animasi Mononoke Hime dalam bentuk teks

yang telah ditranskripsi dan diterjemahan ke dalam bahasa Indonesia.

Film animasi ini menceritakan kisah seorang pemuda bernama Ashitaka yang

terkena kutukan mematikan oleh Tatarigami 6 . Ia memulai perjalanan untuk

memecahkan misteri kutukannya di negeri yang bernama Tatara Ba, tempat

pengolahan pasir besi menjadi besi. Namun, tempat yang dikunjungi tersebut

terseret dalam pertempuran sengit antara manusia dan Kami.

Pemilihan film animasi tersebut disebabkan oleh sejumlah keistimewaan.

Pertama, binatang-binatang dalam Mononoke Hime diberikan kemampuan untuk

melawan manusia yang telah merusak alam sehingga penonton dapat melihat alam

dari sisi yang berbeda. Binatang-binatang tersebut merupakan roh penjaga hutan

digambarkan dalam bentuk hewan besar memiliki kekuatan dan dapat

berkomunikasi dengan manusia yang disebut sebagai Kami. Personifikasi hewan

tersebut dibuat oleh Hayao Miyazaki untuk menyatakan bahwa manusia harus

memiliki rasa hormat yang lebih terhadap alam.

5 Kami adalah sebutan untuk dewa dalam bahasa Jepang. Kami berarti segala bentuk kewujudanyang memiliki beberapa keistimewaan dan sifat-sifat yang menimbulkan rasa takut dan segan.(Djam’annuri, 1981:18)6 Tatarigami dapat berarti dewa kutukan. Orang-orang Tatara Ba yang dipimpin oleh Eboshimenembakkan bola logam menggunakan senapan untuk mengusir dewa dari hutannya. Hal inimenimbulkan kebencian dan marah dalam diri dewa hutan sehingga dewa tersebut terkena kutukandan berubah menjadi Tatarigami.

Page 23: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Kedua, Mononoke Hime mengangkat tema tentang agama Shinto, yaitu

pengormatan atas alam yang seiring dengan perkembangan zaman semakin hilang.

Hayao Miyazaki mengangkat kembali tema ini dalam film animasinya untuk

melestarikan kearifan lokal budaya Jepang. Penghormatan atas alam merupakan

kepercayaan masyarakat primitif yang berpandangan bahwa dunia dan alam

sekitarnya bukanlah objek, melainkan sebagai subjek seperti dirinya sendiri. Alam

dan lingkungan memiliki kehendak atas manusia dan kehidupan manusia

dikendalikan olehnya. Begitu kuatnya dominasi lingkungan mendorong manusia

mengembangkan ritus-ritus yang berisi rantai hubungan gerak alam dengan

kekuatan mitos supranatural (Ghazali, 2011:25--37). Dalam konteks ini,

penghormatan manusia pada alam dan lingkungan bisa dikatakan cukup besar.

Filosofi yang dianut masyarakat mengatakan bahwa alam perlu dihormati,

dipelihara, dan diajak bersahabat.

Konsep kepercayaan tersebut sama seperti kepercayaan masyarakat Jepang

terhadap Kami dalam agama Shinto. Objek pemujaan agama Shinto adalah segala

sesuatu yang dianggap sakral yang dijumpai manusia dalam alam sekitarnya yang

dapat disebut dengan Kami (Djam’annuri, 1981:18). Kami dapat berwujud gejala

alam, binatang, dan benda yang dianggap memiliki sifat-sifat istimewa. Kekuatan

Kami diyakini dapat memengaruhi kehidupan manusia, mendatangkan keuntungan

atau sebaliknya menimbulkan kesengsaraan. Pada angin, api, hutan, gunung, dan

gejala-gejala alam lainnya dirasa ada suatu kekuatan spiritual yang menumbuhkan

perasaan segan dan takut sehingga memaksa seseorang untuk memujanya, baik

karena mengharapkan rahmatnya maupun karena takut dan menghindarkan diri dari

hukumannya (Djam’annuri, 1981:121). Perasaan segan dan takut terhadap Kami

Page 24: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

berpengaruh pada karakter masyarakat Jepang untuk tetap menjaga kelestarian alam.

Agama Shinto memiliki andil besar dalam mengatur hubungan antara manusia dan

lingkungan di Jepang. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran paham teosentrisme

yang mengatur hubungan antara manusia dan alam dalam batasan agama.

Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi

memudahkan manusia untuk mengelola sumber daya alam. Bahkan, dengan

angkuhnya manusia meyakini bahwa teknologi mampu menyelesaikan dampak-

dampak negatif yang dihasilkan lingkungan ke depan. Perasaan segan dan takut

akan alam semakin lama semakin pudar. Pemikiran manusia tentang alam beralih

ke dalam paham antroposentrisme yang menjadikan manusia sebagai penguasa

alam. Demi menuruti industrialisasi, sumber daya alam dieksploitasi secara luas.

Semakin berhasil manusia mengeksploitasi sumber daya alam, semakin sukses

manusia mengendalikan hidupnya dan semakin banyak pula material income yang

didapatkan.

Sebenarnya jika sumber daya alam dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan

masing-masing secara individu, alam akan memiliki kemampuan meregenerasi

dengan sendirinya. Hanya yang terjadi, penggunaan sumber daya alam tidak

memerhatikan daya dukung lingkungan, akibatnya lingkungan rusak di mana-mana

dan besar kemungkinan tidak terselamatkan. Akibat kerusakan lingkungan yang

banyak terjadi, manusia mulai berpikir untuk menyelamatkan lingkungan dan

beralih ke dalam paham ekosentrisme.

Paham ekosentrisme tidak melihat dunia sebagai sebuah objek yang terisolasi,

tetapi sebagai pertalian fenomena yang secara mendasar saling berhubungan dan

saling tergantung. Ekosentrisme berpusat pada makhluk hidup secara keseluruhan

Page 25: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

dalam kaitan memberikan penghormatan terhadap semua spesies (Susilo,

2012:108,111). Namun, belum seluruh manusia menganut paham ekosentrisme,

masih ada yang menganut paham antroposentrisme, inilah yang menimbulkan

pertentangan. Hal tersebut terjadi akibat perbedaan paham setiap manusia dalam

pengelolaan lingkungan sehingga pertentangan tersebut dapat disebut sebagai

konflik lingkungan.

Ketiga, wacana konflik lingkungan ini tercermin dalam film animasi

Mononoke Hime. Paham teosentrisme dalam film ditunjukkan dengan adanya

berbagai macam Kami. Paham antroposentrisme tercermin dalam diri Eboshi

Gozen yang lebih mementingkan kelangsungan hidup manusia daripada alam.

Paham ekosentrisme tercermin dalam diri Ashitaka sebagai penengah konflik antara

dua paham tersebut. Ashitaka tidak memihak salah satunya, tetapi ia menginginkan

manusia dan alam dapat hidup berdampingan dan saling melengkapi.

Keempat, masalah-masalah tentang lingkungan disajikan Hayao Miyazaki

dengan latar waktu pada zaman kuno. Melalui film animasi ini, Hayao

mengingatkan kembali kepada penonon terhadap kepercayaan para leluhur tentang

kekuatan alam yang melebihi kuasa manusia sehingga membangkitkan rasa hormat

penonton terhadap alam. Ia berhasil menghubungkan tradisi budaya Jepang dengan

isu kontemporer dan menyajikannya dalam industri film modern. Setelah menonton

film ini Hayao berharap agar manusia dapat menghargai alam dan menghentikan

eksploitasi alam secara berlebihan kemudian kembali hidup ke alam.

Kelima, Mononoke Hime telah meraih berbagai penghargaan nasional dan

internasional, seperti film terbaik pada penghargaan Japan Academy Award ke-21,

film Jepang terbaik, animasi terbaik dan film Jepang pilihan pemirsa dalam

Page 26: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

kompetisi film Mainichi ke-52, film Jepang terbaik dan film Jepang pilihan

pembaca dalam sepuluh festival film terbaik Asahi, penghargaan film terbaik dari

agen urusan budaya, sutradara terbaik dalam film festival Takasaki, dan lain-lain.

Film tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dirilis di banyak

negara, seperti Inggris, Cina, Jerman, Prancis, Korea, Spanyol, Portugis, Polandia,

Italia, dan lain-lain (Diakses dari http://www.nausicaa.net/wiki/

Princess_Mononoke tanggal 6 Februari 2013).

Wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi Mononoke Hime

menjadi satu satuan naratif cerita. Penulis menemukan kisah yang digerakkan oleh

konflik seorang protagonis yang kemudian selesai dengan happy ending. Artinya,

seorang reseptor (penonton yang dalam hal ini adalah penulis) tidak begitu saja

menemukan bentuk konflik, fungsi konflik, dan makna konflik dalam cerita. Hal

inilah kemudian melahirkan interpretasi, penafsiran penulis dengan melakukan

perbandingan-perbandingan terhadap keadaan sosial masyarakat Jepang pada

zaman Muromachi melalui media pembelajaran film animasi Mononoke Hime.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan judul penelitian ini dan pemaparan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini dapat diperinci dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut.

1. Bagaimanakah bentuk wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi

Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki?

2. Apakah fungsi wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi

Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki?

Page 27: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

3. Apakah makna wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi

Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki?

1.3 Tujuan

Pada dasarnya, setiap penelitian yang bersifat ilmiah tentu mempunyai tujuan

yang dapat memberikan arah dan sasaran yang tepat terhadap langkah – langkah

yang ditempuh. Adapun tujuan penelitian ini menyangkut dua hal, yakni tujuan

umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggali dan mengembangkan

kesusastraan Jepang yang berupa film animasi sehingga lebih dikenal oleh

masyarakat dan dapat berkembang baik pada masa depan. Selain itu, penelitian ini

juga bertujuan untuk memotivasi masyarakat meningkatkan apresiasinya terhadap

film animasi, sehingga film animasi tidak dipandang hanya sebagai sarana hiburan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Selain memiliki tujuan umum, penelitian ini juga memiliki tujuan yang bersifat

khusus, sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk wacana konflik lingkungan dalam teks film

animasi Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki

2. Mendeskripsikan fungsi wacana konflik lingkungan dalam teks film

animasi Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki

Page 28: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

3. Mendeskripsikan makna wacana konflik lingkungan dalam teks film

animasi Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan sumbangan

keilmuan dan praktis. Manfaat pertama adalah manfaat yang bersifat teoretis dan

manfaat kedua bersifat praktis yang dijabarkan sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis sebuah penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat.

Adapun manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini, antara lain,

seperti di bawah ini.

1. Dapat memberikan sumbangan bagi studi sastra Jepang sehingga semakin

menarik bagi para peneliti sastra Jepang lainnya.

2. Dapat dijadikan sumber informasi mengenai model analisis wacana

kesusastraan Jepang modern, khususnya film animasi yang dilakukan secara

ilmiah.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara

lain, sebagai berikut.

1. Dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan wawasan masyarakat

terhadap konflik lingkungan melalui film animasi Jepang.

Page 29: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

2. Dapat memberikan kontribusi bagi program pemerintah Indonesia,

khususnya Bali dalam mendidik masyarakat untuk menjaga harmonisasi

antara manusia, alam, dan Tuhan melalui film animasi.

3. Dapat menjadi cerminan bagi industri film Indonesia untuk meningkatkan

kualitas film animasi dengan mengangkat isu kontemporer namun tetap

mempertahankan budaya tradisional.

Page 30: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada bab ini diuraikan penelitian sebelumnya terhadap objek penelitian dan

kajian lain yang relevan dengan penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk

menunjukkan orisinalitas penelitian dan mengapresiasi peneliti yang sudah ada

sebelumnya. Selain itu, juga diuraikan dengan ringkas konsep, teori, dan model

penelitian. Ada beberapa peneliti atau tulisan yang membahas film animasi

Mononoke Hime, yaitu Ayuningsih (2013), Prabowo (2013), Roslyn McDonald

(2004), Napier (2001), dan Seiji Kano (1997). Penelitian mereka umumnya

membahas aspek kritik sastra, feminisme, dan gambaran umum mengenai film

animasi Mononoke Hime.

Penelitian mereka mampu memperkenalkan aspek menarik film animasi

Mononoke Hime, tetapi masih ada aspek lain yang juga bisa dianalisis lebih jauh.

Penelitian ini membahas masalah yang tidak dibahas dalam penelitian yang

disebutkan di atas, yakni konflik lingkungan terkait dengan kerusakan lingkungan

yang terjadi akibat perbedaan paham dalam mengelola sumber daya alam dalam

film animasi Mononoke Hime.

Penelitian Ayuningsih dalam bentuk skripsi yang berjudul “Cara Pandang

Antroposentris pada Tokoh Eboshi dan Ekosentris pada Tokoh Ashitaka dalam

Anime Mononoke Hime Karya Sutradara Miyazaki Hayao” (2013) meneliti

bagaimana tindakan manusia terhadap alam yang dipengaruhi cara pandang

Page 31: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

antroposentris dan ekosentris. Penelitian ini menggunakan kajian kritik sastra

lingkungan yang berlandaskan teori etika lingkungan antroposentrisme dan

ekosentrisme. Dari penelitian ini ditemukan kesalahan cara pandang tokoh Eboshi

yang bersumber dari antroposentrisme, yaitu ia mengeksploitasi hutan tanpa

bertanggung jawab sehingga menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup

penghuni hutan. Adapun paham ekosentrisme terdapat dalam diri Ashitaka yang

menjaga relasi hidupnya dengan lingkungan di sekitarnya dengan menghormati dan

melindungi alam tempat ia berada.

Penelitian Ayuningsih memiliki relevansi dengan penelitian penulis karena

membahas lingkungan dalam Mononoke Hime. Namun, penelitian Ayuningsih

hanya menganalisis tindakan manusia terhadap alam yang dipengaruhi oleh paham

antroposentrisme dan ekosentrisme. Penelitian ini tidak menganalisis paham

teosentrisme yang justru menjadi dasar dalam cerita Mononoke Hime. Padahal, film

ini mengangkat tema tentang kepercayaan masyarakat Jepang, yaitu penghormatan

atas alam yang dapat dilihat dari berbagai macam Kami yang ditampilkan. Oleh

karena itu, penelitian penulis tidak hanya menganalisis konflik antara manusia,

tetapi juga disharmoni yang terjadi antara manusia, Kami, dan alam dalam

Mononoke Hime.

Prabowo dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Feminisme Radikal dalam

Film Animasi Mononoke Hime” (2013) mencari hubungan antara tokoh Eboshi

beserta para pekerja wanita dan gerakan feminisme, khususnya feminisme radikal.

Penulis menggunakan metode kepustakaan dan metode analisis deskriptif di dalam

penulisan skripsi ini. Pada penelitian ini ditemukan adanya gerakan feminisme

radikal yang dilakukan oleh tokoh Eboshi dan para pekerja wanitanya yang

Page 32: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

disebabkan oleh tekanan dari keadaan sosial, yaitu pria dianggap lebih dominan

dibandingkan dengan wanita. Penelitian Prabowo memiliki relevansi dengan

penelitian penulis karena menggunakan Mononoke Hime sebagai objek penelitian.

Penelitian ini dapat membantu mendeskripsikan karakter tokoh-tokoh wanita dalam

Mononoke Hime. Namun, penelitian tersebut hanya menganalisis feminisme dalam

Mononoke Hime, sedangkan dalam penelitian ini lebih difokuskan pada konflik

lingkungan antara Kami, manusia, dan alam.

Penelitian mengenai Mononoke Hime juga pernah dilakukan oleh Napier

dalam bukunya yang berjudul Anime from Akira to Princess Mononoke (2001:4--

12). Buku ini membahas dan mengkritisi muatan dari beberapa film animasi Jepang.

Salah satu diantaranya ialah Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki. Mononoke

Hime digolongkan sebagai film animasi apocalyptic, yaitu hasil penggambaran

kegelisahan masyarakat Jepang terhadap masa depan dengan penggambaran

environmental apocalypse di dalamnya. Film animasi ini memberikan sebuah

gambaran lain dari budaya Jepang dengan menghancurkan dua citra stereotype,

yaitu kaum wanita yang subordinat dan kehidupan harmonis orang Jepang dengan

alam. Selain itu, Mononoke Hime juga berbeda dengan jidaigeki, yaitu film tentang

masa-masa sejarah pada periode tertentu yang biasanya menampilkan kaum

samurai sebagai pusat perhatiannya. Di dalam Mononoke Hime kelompok yang

ditonjolkan justru kaum wanita, orang-orang yang tersingkir, dan suku non-Yamato,

yaitu bukan etnis Jepang. Walaupun menggunakan tema historis yang dibubuhi

fantasi sebagai ceritanya, Napier (2001:181) berpendapat bahwa Hayao Miyazaki

tidak membuatnya sebagai suatu sarana pelarian dari realitas untuk penonton, tetapi

justru sebagai sarana pendidikan. Dalam pandangan Hayao Miyazaki, abad ke-14

Page 33: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

merupakan saat transisi, yaitu pandangan nilai manusia berubah dari dewa-dewa

menjadi uang.

Meskipun dalam penelitiannya Napier menggolongkan Mononoke Hime

sebagai bentuk dari environmental apocalypse, secara keseluruhan cenderung lebih

membahas nilai-nilai dalam film animasi tersebut yang justru berbeda dengan

pandangan stereotipe Jepang. Napier memaparkan wanita yang kuat dan

disharmoni antara manusia dan alam. Jadi, fokus penelitian Napier adalah pada

tema feminisme dan lingkungan. Berbeda dengan penelitian Napier, penelitian

penulis berfokus hanya pada tema lingkungan khususnya penyebab terjadinya

disharmoni antara manusia dan alam serta akibat dan solusi dari masalah tersebut.

Seiji Kano dalam penelitian yang berjudul Mononoke Hime Kisochishiki

menjelaskan hal-hal yang menginspirasi Hayao Miyazaki untuk membuat film

animasi Mononoke Hime (Diakses dari http:// www.yk.rim.or.jp. tanggal 5 Februari

2013). Ia mengungkapkan bahwa Hayao Miyazaki terinspirasi oleh kepercayaan

masyarakat Jepang pada zaman kuno, yaitu penghormatan atas alam. Pada saat itu

Jepang masih menjaga harmonisasi dengan alam dan berpikir sangat primitif.

Mereka percaya dengan adanya roh-roh dan dewa-dewa yang hidup di alam.

Namun, sejak zaman Muromachi pemikiran masyarakat Jepang mulai berubah

menjadi lebih mementingkan materi daripada alam. Penelitian ini memiliki

relevansi dengan penelitian penulis karena mengulas hal-hal yang mendasari film

animasi Mononoke Hime secara jelas sehingga penelitian ini dapat menjadi acuan

dan pembanding dalam penelitian. Namun, Seiji Kano tidak membahas konflik

lingkungan secara lebih mendalam.

Page 34: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Roslyn McDonald menulis esai yang berjudul Studio Ghibli Feature Films

and Japanese Artistic Tradition (dari Diakses dari http://www.nausicaa.net/

miyazaki/essay/files/RoslynMcDonald_Ghibli.pdf.tanggal 6 Februari 2013). Esai

ini mengulas tradisi seni dan budaya Jepang yang diungkapkan melalui cerita, tema,

karakter, dan citra dalam empat film animasi produksi Studio Ghibli, yaitu Hotaru

no Haka yang disutradarai oleh Isao Takahata dan Tonari no Totoro, Mononoke

Hime, dan Sen to Chihiro no Kamikakushi yang disutradarai oleh Hayao Miyazaki.

Penelitian Roslyn memiliki relevansi dengan penelitian penulis karena membahas

salah satu film animasi yang sama, yaitu Mononoke Hime. Namun, penelitian

tersebut hanya menjelaskan akibat pertempuran antara manusia dan alam tanpa

menjelaskan penyebab dan fungsi pertempuran tersebut. Selain itu, penelitian ini

melihat perdamaian manusia dan alam dari segi Mononoke Hime saja tanpa

mengaitkan dengan harmonisasi antara manusia dan alam dalam kehidupan nyata.

Penelitian–penelitian di atas menjadi kajian pustaka sebagai acuan dan

pembanding dalam penelitian ini. Walaupun terdapat penelitian yang membahas

tentang Mononoke Hime, penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian

sebelumnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa perbedaan

penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut adalah konflik lingkungan yang

menjadi dasar dilakukannya penelitian ini yang mencakup paham teosentrisme,

antoposentrisme, dan ekosentrisme. Penelitian ini menganalisis bentuk wacana

yang menjadi penyebab konflik lingkungan, fungsi konflik lingkungan bagi tiap

kelompok yang bertikai, serta makna konflik lingkungan terhadap kehidupan

manusia dan alam.

Page 35: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

2.2 Konsep

Untuk melakukan kajian yang lebih jelas terhadap konflik lingkungan dalam

film animasi Mononoke Hime perlu dijabarkan beberapa konsep. Adapun konsep-

konsep yang dijelaskan pada penelitian ini adalah konflik lingkungan, teks film

animasi, dan Mononoke Hime.

2.2.1 Konflik Lingkungan

Konflik berarti ketegangan atau pertentangan (Moeliono, 2005:455). Konflik

lingkungan bisa diartikan sebagai suatu bentuk perbedaan ide atau pertentangan ide,

pendapat, paham, dan kepentingan tentang lingkungan di antara dua pihak atau

lebih. Pertentangan antarkelompok tersebut ada yang berkadar tinggi dalam bentuk

kekerasan dan ada pula berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan.

Pertentangan tersebut berkembang menjadi konflik yang ditandai interaksi timbal

balik di antara pihak-pihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan juga

dilakukan atas dasar kesadaran pada tiap-tiap kelompok bahwa mereka saling

berbeda pemikiran dan berlawanan tentang pengelolaan lingkungan.

Dalam Mononoke Hime terjadi pertentangan antara beberapa kelompok yang

disebabkan oleh faktor lingkungan. Konflik tersebut berawal dari perebutan

kekuasan atas hutan Shishigami antara kelompok Tatara Ba dan kelompok Kami.

Kelompok Tatara Ba mengeksploitasi hutan dengan leluasa untuk mencari pasir

besi, tetapi kelompok Kami melindungi hutan yang merupakan tempat tinggalnya.

Baik pihak manusia maupun pihak Kami, memperebutkan hutan Shishigami untuk

mempertahankan kelangsungan hidup. Berdasarkan penjelasan di atas konflik

lingkungan menjadi wacana utama dalam Mononoke Hime.

Page 36: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

2.2.2 Teks Film Animasi

Animasi berarti membuat gambar lebih kelihatan hidup, sehingga bisa

mempengaruhi emosi penonton, turut menjadi sedih, ikut menangis, jatuh cinta,

kesal, gembira, bahkan tertawa. Animasi juga dikenal dengan istilah motion picture

yang mempunyai pengertian gambar bergerak. Disebut gambar bergerak karena

dalam proses pembuatannya di gunakan gambar yang berurutan dan dimanipulasi

sedemikian rupa sehingga tampak seolah-olah gambar tersebut dapat bergerak

(Diakses dari http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-film-

animasi.html tanggal 7 Oktober 2014).

Film animasi berasal dari dua unsur, yaitu film yang berakar pada dunia

fotografi dan animasi yang berakar pada dunia gambar. Film animasi merupakan

teknik pembuatan film dengan efek animasi untuk menciptakan ilusi gerakan dan

serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Penciptaan tradisional dari

animasi gambar-bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan penyusunan

storyboard7. Sketsa tambahan dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi

latar belakang, dekorasi serta tampilan, dan karakter tokohnya. Pada masa kini,

hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan komputer (Danesi,

2010:134).

Di Jepang film animasi disebut dengan anime. Kata anime merupakan

adaptasi dari kata animation dalam bahasa Inggris dan digunakan di seluruh dunia

untuk merujuk kepada kartun animasi yang diproduksi oleh seniman Jepang (Garcia,

7 Storyboard adalah sketsa gambar yang disusun berurutan sesuai dengan naskah. Storyboard dapatmenggiring khayalan seseorang mengikuti gambar-gambar yang tersaji, sehingga menghasilkanpersepsi yang sama pada ide cerita kita (Sukoco, 2014:1)

Page 37: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

2010:155). Film animasi produksi Jepang berbeda dengan film animasi produksi

negara barat. Film animasi barat sebagian besar ditujukan untuk penonton anak-

anak sebagai sarana hiburan dan menyuguhkan cerita yang ringan agar mudah

dipahami. Berbeda dengan film animasi barat, film animasi Jepang digunakan oleh

animator-animator Jepang untuk mengeksplorasi berbagai macam gaya, ide cerita,

serta tema, dari yang ditujukan untuk anak-anak, remaja, hingga dewasa.

Menurut Napier (2001:4--12) film animasi Jepang memiliki pendalaman

mengenai isi-isu kontemporer yang tak jarang kompleks dan kritis tidak berbeda

dengan tulisan sastra. Film animasi Jepang selain menghibur penontonnya juga

menstimulasi penonton untuk mengkritisi isu-isu kontemporer yang tidak dapat

diberikan oleh bentuk kesenian tradisional. Film ini merupakan bentuk kesenian

kontemporer dengan narasi yang khas dan estetika visual yang memuat budaya

tradisional Jepang dan merupakan bagian dari seni dan media. Selain itu, juga

berguna sebagai cerminan dari masyarakat Jepang kontemporer dengan berbagai

materi yang memberikan wawasan, baik mengenai isu, impian, maupun mimpi

buruk.

Teks film animasi merupakan hasil penerjemahan percakapan dan uraian ke

dalam bahasa lain dan diproyeksikan pada bagian bawah film animasi. Percakapan

dan uraian dalam bahasa Jepang di film animasi Mononoke Hime dicatat dengan

jelas dan terperinci kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang

digunakan sebagai objek penelitian. Kutipan teks film animasi disajikan dalam

bahasa Jepang dan huruf Jepang dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Page 38: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

2.2.3 Mononoke Hime

Mononoke berasal dari kata mono dan ke. Kamata Toji mengartikan kata

mono sebagai roh. Ke berarti suatu karakter yang misterius serta tidak berbentuk.

Mononoke berarti roh yang misterius serta tidak berbentuk (Takashi, 2006:1).

Definisi lainnya menyebutkan Mononoke adalah makhluk antara roh dan monster.

Mononoke disebut sebagai monster karena ukurannya yang besar.

Sebenarnya tidak ada padanan kata yang tepat untuk mengartikan kata

Mononoke, baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Indonesia. Oleh

karena itu, judul film ini dalam bahasa Inggris adalah Princess Mononoke. Kata

Mononoke tetap digunakan karena orang Jepang tidak menemukan kata yang tepat

untuk menerjemahkannya (Diakses dari http://www.nausicaa.net/miyazaki/mh/

faq.html tanggal 9 Juli 2014). Kata hime berarti putri sehingga Mononoke Hime

dapat berarti putri roh atau monster. Dalam film ini San disebut sebagai Mononoke

Hime karena merupakan seorang manusia yang dianggap sebagai anak oleh

Inugami bernama Moro.

2.3 Landasan Teori

Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, kata teori mengandung arti

seperangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi dan teruji

kebenarannya. Sebuah teori dengan tingkat keumuman yang tinggi dapat

dimanfaatkan untuk memahami sejumlah disiplin yang berbeda (Ratna, 2009:1).

Dalam kaitan dengan kegiatan penelitian, teori merupakan sebuah alat bedah yang

dapat dipakai untuk memahami dan mendeskripsikan suatu topik penelitian.

Page 39: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Berkaitan dengan pemahaman teori seperti itu, maka penelitian ini menggunakan

teori konflik dan teori semiotika.

2.3.1 Teori Konflik

Teori konflik adalah salah satu perspektif di dalam sosiologi yang

memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri atas bagian atau komponen

yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Artinya, komponen yang satu

berusaha menaklukkan kepentingan yang lain untuk memenuhi kepentingannya

atau memeroleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Perbedaan kepentingan dan

pandangan tersebut memicu terjadinya konflik sosial yang berujung saling

mengalahkan, melenyapkan, memusnahkan di antara elemen tersebut (Setiadi,

2011:347).

Teori konflik yang dikemukakan Lewis Coser sering kali disebut teori

fungsionalisme konflik, karena menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau

masyarakat. Dalam perspektif teori konflik, individu dalam tatanan sosial bukan

saja sebagai penerima dan penerus nilai, melainkan juga penggagas dan penentu

nilai yang bertanggung jawab. Konflik bukan sesuatu yang disfungsional, destruktif,

atau patologis, sebagaimana dipersiapkan oleh pendukung teori struktural

fungsional. Konflik malah merupakan sesuatu yang positif dan fungsional bagi

terpeliharanya struktur sosial (Setiadi, 2011:372).

Coser mengatakan bahwa konflik merupakan mekanisme tempat kelompok

dan batas-batasnya terbentuk dan diperhatikan. Konflik dapat menyatukan anggota

kelompok melalui pengukuhan identitas kelompok. Untuk membedakan konflik

yang menjadi sumber kohesi atau perpecahan kelompok menurut Coser, tergantung

Page 40: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

kepada asal mula ketegangan, isu tentang konflik, cara menangani, dan yang

terpenting struktur tempat konflik itu berkembang. Pada intinya, Coser menekankan

bahwa konflik dan konsensus, integritas dan perpecahan, merupakan proses

fundamental dan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat dipahami (Polloma,

1994:80--129).

Konflik dalam perspektif penelitian ini dipandang sebagai pencerminan dari

kesadaran dan semangat pembaruan masyarakat Jepang. Konflik merupakan

refleksi dari proses dialogis antara tuntutan kepentingan individual material dan

tuntutan kepentingan sosiokultural etik. Dalam hal ini konflik adalah suatu proses

instrumental dalam pembentukan, pemeliharaan, dan perubahan struktur sosial.

Konflik yang terjadi dalam Mononoke Hime disebabkan oleh perbedaan

kepentingan tiap-tiap kelompok yang berujung pada peperangan. Namun, konflik

tersebut menciptakan harmonisasi antara manusia dan alam. Berdasarkan

penjelasan tersebut, teks film animasi Mononoke Hime dikaji menggunakan teori

konflik. Teori ini digunakan untuk mengkaji bentuk dan fungsi wacana konflik

lingkungan.

2.3.2 Teori Semiotika

Menurut Peirce, kata semiotika merupakan sinonim kata logika. Logika harus

mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran menurut hipotesis Pierce yang

mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Semuanya merujuk sebagai tanda karena

kehadirannya direspons manusia sebagai sarana komunikasi yang di dalamnya

mempunyai arti. Segala sesuatu yang dipersepsi oleh manusia mempunyai arti

hakikatnya adalah tanda dan manusia dalam kehidupannya tidak akan lepas dari

Page 41: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

tanda, karena dalam komunikasi sehari – hari manusia selalu membutuhkan tanda.

Charles Sanders Peirce menyatakan bahwa manusia hanya dapat berpikir dengan

sarana tanda, artinya manusia dalam komunikasi sehari – hari selalu menggunakan

tanda. Secara definitif, tanda adalah segala apa yang menyatakan sesuatu yang lain

daripada dirinya. Tanda itu dihasilkan melalui proses signifikasi yang merupakan

proses yang memadukan penanda dan petanda (dalam Barthes, 2007:37--38).

Menurut Charles Sander Peirce, konsep tanda itu bersifat ‘triadik’ karena

terbangun atas representamen, interpretan, dan objek. Representamen adalah

sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain, dalam beberapa hal atau

kapasitas. Interpretan merupakan sesuatu yang lain itu. Objek merupakan sesuatu

yang diacunya. Peirce menjelaskan bahwa tanda – tanda berkaitan dengan objek–

objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat

dengan tanda–tanda karena ikatan konvensional dengan tanda–tanda tersebut.

Berdasarkan objeknya tanda terdiri atas tiga hal, yaitu sebagai berikut.

1. Ikon (icon) adalah suatu tanda yang menggunakan kesamaan dengan apa

yang dimaksudkannya, misalkan kesamaan peta dengan wilayah geografis

yang digambarkannya, kesamaan lukisan kuda dengan binatang yang

digambarkannya.

2. Indeks (index) adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan kasual dengan

apa yang diwakilinya, misalnya asap merupakan tanda adanya api, mendung

merupakan tanda akan datangnya hujan.

3. Simbol (symbol) adalah hubungan antara suatu penanda dan item yang

ditandainya yang sudah menjadi konvensi masyarakat. Misalnya lampu

merah berarti berhenti (Al-Ma’ruf, 2009:91).

Page 42: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Teks film animasi Mononoke Hime dianalisis dengan konsep trikotomi

semiotika oleh Peirce yang terbangun atas ikon, indeks, dan simbol. Tanda-tanda

yang berkaitan dengan konflik lingkungan dianalisis sehingga pada akhirnya

mendapatkan makna wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi

Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki.

Page 43: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

2.4 Model Penelitian

(Bagan I. Model Penelitian)

Keterangan :

: Hubungan langsung

: Teori, metode, dan teknik penelitian

: Objek penelitian

: Wacana

: Hasil penelitian

Penjelasan :

Masalah konflik lingkungan menginspirasi Hayao Miyazaki untuk

menghasilkan sejumlah film animasi. Namun, diantaranya karyanya, Mononoke

Hime merupakan film animasi terbaik yang bertema lingkungan sehingga

digunakan sebagai objek dalam penelitian. Langkah awal dilakukan proses

pembacaan teks hasil transkripsi dari film animasi tersebut yang sudah

Metode danTeknik

Penelitian

Teori KonflikTeori Semiotika

Teks Film AnimasiMononoke Hime karya

Hayao Miyazaki

Wacana KonflikLingkungan

Bentuk MaknaFungsi

Page 44: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

diterjemahkan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian dilakukan

klasifikasi data yang terdapat konflik lingkungan. Data dianalisis dengan

menggunakan teori semiotika dan teori konflik. Metode yang diterapkan dalam

proses analisis adalah metode studi pustaka, deskriptif analitik, dan informal.

Teknik yang digunakan adalah teknik transkripsi, teknik penerjemahan, teknik baca,

dan teknik tulis. Pada akhirnya tujuan penelitian dapat dicapai, yaitu untuk

mengetahui bentuk, fungsi, dan makna wacana konflik lingkungan dalam teks film

animasi Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki.

Page 45: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan paradigma ideografis dengan

penekanan penelitian pada ilmu–ilmu kemanusiaan (humaniora). Karena penelitian

ini mengemukakan banyak masalah sosial, maka pendekatan yang dilakukan adalah

pendekatan sosiologis. Penelitian ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas

akhir Program Studi Linguistik Konsentrasi Wacana Sastra Universitas Udayana.

Dengan pertimbangan bahwa teori–teori strukturalisme sudah berkembang menjadi

teori – teori yang baru, maka teori yang digunakan adalah teori postrukturalisme

dalam hubungan ini teori semiotika dan teori konflik. Konsep–konsep dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu leksikal dan operasional dalam penelitian yang lebih

banyak digunakan adalah konsep operasional. Untuk menganalisis keseluruhan

masalah dalam penelitian, maka metode dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Pengumpulan

data menggunakan metode studi pustaka. Analisis data menggunakan metode

deskriptif analitik. Penyajian hasil analisis data dengan cara informal. Untuk

menopang metode di atas, maka teknik yang digunakan adalah teknik transkripsi,

teknik penerjemahan, teknik baca, dan teknik catat. Perangkat keras yang

digunakan untuk membantu keseluruhan cara di atas adalah sistem kartu data.

Page 46: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

3.2 Jangkauan Penelitian

Penelitian ini dibatasi hanya menganalisis wacana konflik lingkungan dalam

teks film animasi Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki. Wacana Konflik

lingkungan dalam teks Mononoke Hime dianalisis dalam bentuk, fungsi, dan makna

dengan menggunakan teori semiotika dan teori konflik.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data penelitian adalah kualitatif, berupa narasi, ungkapan, dan tanda

yang terdapat dalam film animasi yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini

menggunakan sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah teks

hasil transkripsi dan terjemahan dari film animasi Mononoke Hime karya Hayao

Miyazaki. Film tersebut dalam bentuk DVD berdurasi 133 menit dan menggunakan

bahasa Jepang.

Sumber data sekunder adalah buku dan artikel mengenai konflik lingkungan.

Selain itu, juga digunakan buku dan artikel yang dapat memberikan informasi yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat bantu yang digunakan untuk mendapatkan data.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu data. Kartu data

berguna untuk mempermudah analisis tiap-tiap data.

Page 47: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penyediaan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan. Sementara itu, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah teknik transkripsi, teknik penerjemahan, teknik baca, dan

teknik catat. Film animasi Mononoke Hime yang telah dipilih sebagai objek

penelitian ditonton secara berulang-ulang sampai menemukan data-data lisan

tentang konflik lingkungan yang tepat. Data-data lisan tersebut ditranskripsi dengan

teknik catat menjadi bentuk data tulis. Setelah data-data menjadi bentuk transkrip

yang bisa dibaca, peneliti melakukan penerjemahan dari bahasa Jepang ke dalam

bahasa Indonesia. Teks hasil terjemahan tersebut dianalis untuk menemukan bentuk,

fungsi, dan makna wacana konflik lingkungan dalam Mononoke Hime.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif

analitik. Ratna (2009:53) menjelaskan bahwa, metode deskriptif analitik dilakukan

dengan cara mendeskripsikan fakta – fakta yang kemudian disusul dengan analisis.

Analisis secara deskriptif tidak hanya sekadar menguraikan, tetapi juga diharapkan

dapat memberikan pemahaman yang jelas sesuai dengan fokus penelitian.

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Penelitian ini tidak menggunakan data statistik yang berupa angka – angka,

bagan, gambar, ataupun rumus, tetapi menggunakan data – data yang berupa kata-

kata, kalimat-kalimat, dan wacana. Oleh karena itu, penyajian hasil analisis data

dilakukan dengan metode informal, yang menggunakan kata-kata dan narasi.

Page 48: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Pada penelitian ini seluruh data disajikan dalam bahasa Jepang yang ditulis

dengan huruf hiragana, katakana, dan kanji disertai terjemahan dalam bahasa

Indonesia. Hasil analisis disajikan seutuhnya dalam bahasa Indonesia.

Analisis dituangkan dalam tujuh bab. Bab I terdiri atas latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II terdiri atas

kajian pustaka, konsep, landasan teori, serta model penelitian. Bab III yaitu metode

penelitian terdiri atas rancangan penelitian, jangkauan penelitian, jenis dan sumber

data, instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan

teknik analisis data, serta metode dan teknik penyajian analisis data. Bab IV

membahas gambaran umum masyarakat Jepang pada zaman Muromachi dan

konflik dalam teks film animasi Mononoke Hime. Bab V membahas bentuk wacana

konflik lingkungan dalam teks film animasi Mononoke Hime karya Hayao

Miyazaki. Bab VI menjelaskan fungsi wacana konflik lingkungan dalam teks film

animasi Mononoke Hime karya Hayao Miyazaki. Bab VII mengungkapkan makna

wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi Mononoke Hime karya Hayao

Miyazaki. Bab VIII adalah bagian akhir yang berisi simpulan atas proses analisis

yang telah dilakukan serta saran – saran yang berkaitan dengan hasil analisis.

Page 49: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB IV

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN

MUROMACHI DAN KONFLIK DALAM TEKS

FILM ANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI

Dalam bab ini diuraikan gambaran umum masyarakat Jepang pada zaman

Muromachi dan konflik dalam teks film animasi Mononoke Hime yang mencakup

sinopsis Mononoke Hime, hubungan manusia dan alam dalam agama Shinto,

keadaan sosial pada zaman Muromachi, pemetaan konflik, dan dinamika konflik.

Uraian yang dipaparkan dideskripsikan berdasarkan kutipan-kutipan pada teks film

animasi Mononoke Hime untuk menganalisis latar belakang yang memicu

timbulnya konflik lingkungan.

4.1 Sinopsis

Kisah ini terjadi pada zaman Muromachi 1333-1568 di Desa Emishi, sebuah

desa yang tersembunyi di timur laut Jepang. Suatu hari Desa Emishi terancam saat

kedatangan Tatarigami berwujud babi hutan besar yang ditutupi oleh ular hitam

dan membakar semua jalan yang dilewatinya. Ashitaka, calon pemimpin Desa

Emishi, mencoba untuk menghentikan monster itu. Lengan Ashitaka tertular ular

hitam dari Tatarigami. Namun, Ashitaka dapat mengarahkan tembakannya

menembus dahi Tatarigami hingga mati. Hii sama, seorang nenek dukun di desa

memberi tahu Ashitaka bahwa bekas luka itu terkutuk dari Tatarigami dan dapat

membunuh Ashitaka. Kemudian Ashitaka pergi meninggalkan desa untuk mencari

cara menyembuhkan kutukannya.

Page 50: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Ashitaka tiba di Tatara Ba, yaitu tempat pemukiman pekerja pengolah besi

yang menyerupai benteng dan dikelilingi oleh danau. Eboshi mengundang Ashitaka

untuk tinggal di sana sebagai tamu. Para pekerja Tatara Ba dengan bangga

menceritakan pada Ashitaka bagaimana Eboshi tanpa rasa takut membunuh

Inoshishigami bernama Nago no Kami. Ashitaka menyadari bahwa Nago no Kami

pasti adalah Tatarigami yang telah dibunuh. Ashitaka memberi tahu Eboshi tentang

Tatarigami dan kutukan yang diterima dari Tatarigami. Ashitaka sangat marah

pada Eboshi, tapi ia mengurungkan niatnya membunuh Eboshi.

Tiba-tiba datang San menyerang Tatara Ba lalu ia bertarung dengan Eboshi.

Ashitaka menengahi pertarungan antara Eboshi dan San. Lalu Ashitaka membawa

San pergi meninggalkan Tatara Ba. Tiba-tiba seorang wanita menembak Ashitaka

dengan Ishibiya8. Peluru menembus dada Ashitaka. Ia masih tetap berjalan sambil

membawa San dan Yakkul, rusa tunggangannya mengikutinya. Sesampainya di

kaki gunung Ashitaka jatuh terkulai karena terlalu banyak mengeluarkan darah.

San meletakkan Ashitaka dalam keadaan tak sadar di atas Yakkul dan

membawa mereka ke kolam yang ada di tengah hutan. Dalam tidur lelapnya

Ashitaka mengambang di air. Ia melihat Shishigami mendekatinya. Saat Ashitaka

terbangun, Shishigami menghilang. San muncul dan mengatakan bahwa Shishigami

membiarkan Ashitaka untuk hidup sehingga San akan menolongnya.

Sekelompok Inoshishigami muncul. Mereka mengatakan bahwa mereka

jauh-jauh datang dari utara untuk membunuh manusia dan melindungi hutan.

Pemimpin mereka bernama Okkotonushi mengatakan bahwa jika semua

8 Ishibiya merupakan senjata api yang diperkenalkan ke Jepang pada tahun 1543 oleh bangsaPortugis saat melakukan perdagangan. Dalam Mononoke Hime, ishibiya diproduksi oleh parapekerja Eboshi (Beasley, 2003:173).

Page 51: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Inoshishigami harus mati, ia harus membuat manusia-manusia itu menderita. San

bersama-sama dengan dua Inugami bergabung dengan Inoshishigami untuk

memulai serangan terhadap manusia dengan kekuatan penuh.

Di Tatara Ba Eboshi dan para pekerjanya tengah berjuang melawan para

samurai yang dipimpin tuan Asano. Mereka menuntut untuk mendapatkan pasir

besi tetapi Eboshi menolaknya. Eboshi berhasil mengusir samurai dengan ishibiya

kemudian Jiko Bou datang mengunjunginya. Ia menuntut Eboshi untuk memenuhi

janjinya berburu Shishigami. Eboshi terpaksa menyanggupinya karena hutang

budinya pada Jiko Bou. Lalu terjadilah perang antara kelompok manusia dan

kelompok Kami. Ashitaka hadir untuk meredakan pertempuran tersebut.

Ashitaka menemukan Eboshi dan Jiko Bou di hutan. Ia menyuruh Eboshi

untuk kembali ke Tatara Ba, tapi ia menolaknya. Lalu Shishigami muncul di sisi

lain dari kolam. Perlahan-lahan berjalan di atas air menuju Ashitaka. Kemudian

Eboshi yang bersembunyi di balik pohon, menembak Shishigami beberapa kali.

Pada tembakan ketiga peluru mengenai kepala Shishigami yang dalam wujud

setengah berubah menjadi Daidarabocchi. Kepala Shishigami jatuh ke tanah.

Tubuh Shishigami yang tanpa kepala berubah menjadi lendir hitam dan meledak.

Segala sesuatu yang disentuhnya mati. Eboshi meraih kepala Shishigami dan

melemparkannya ke Jiko Bou yang menempatkannya dalam sebuah wadah lalu ia

lari dengan anak buahnya. Daidarabocchi mencari kepalanya dengan berjalan dari

hutan sampai ke Tatara Ba dan menghancurkan apapun yang dilewatinya.

Ashitaka dan San menemukan Jiko Bou dan anak buahnya membawa wadah

dengan kepala di dalamnya. Sementara Ashitaka dan San berperang melawan Jiko

Bou dan anak buahnya, lendir hitam dari Daidarabocchi mengelilingi mereka. Jiko

Page 52: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Bou akhirnya menyerah dan membuka wadah. Ashitaka dan San memegang kepala

Shishigami di atas dan mengembalikannya pada Daidarabocchi. Setelah kepalanya

kembali, Daidarabocchi perlahan berdiri. Kemudian cahaya pagi menghantamnya.

Tubuh Daidarabocchi perlahan-lahan jatuh ke danau. Ia menghilang bersama

tiupan angin. Setelah angin, tanaman mulai tumbuh di seluruh hutan.

San merasa sedih karena Shishigami telah mati. Namun, Ashitaka

meyakinkan San bahwa Shishigami tidak mati dan ia akan hidup dengan sendirinya.

San menyukai Ashitaka tetapi, ia tetap tidak bisa memaafkan manusia. San

memutuskan tetap tinggal di hutan dan Ashitaka tinggal di Tatara Ba. Ashitaka

akan mengunjungi San di hutan. Eboshi menyadari kesalahannya dan berjanji

kepada para pekerjanya untuk mulai membangun Tatara Ba menjadi tempat yang

lebih baik tanpa merusak alam.

4.2 Hubungan Manusia dan Alam dalam Agama Shinto

Beberapa peneliti telah menemukan bahwa spiritualitas dan perhatian

terhadap kelestarian alam dalam Mononoke Hime berasal dari agama Shinto, sebuah

adat agama Jepang yang masih dilakukan hingga saat ini. Miyazaki menggunakan

agama Shinto untuk berkomunikasi dengan penontonnya menyampaikan

pentingnya melestarikan alam, dampak perbuatan manusia terhadap alam, dan

keseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Penelitian ini menemukan

bahwa Shinto dapat digunakan untuk menafsirkan Mononoke Hime dan melihat

warisan budaya Jepang di dalam film animasi tersebut.

Agama Shinto pada mulanya adalah agama alam yang merupakan perpaduan

antara paham animisme dan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Dengan cara

Page 53: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

yang sangat sederhana bangsa Jepang purba memersonifikasikan semua gejala alam

yang ditemukan. Bellah menyebutkan bahwa alam adalah kekuatan pemelihara

yang penuh kebajikan yang harus dihargai oleh manusia dan merupakan

perwujudan dari sumber kejadian. Alam tidaklah terpisah dari para dewa atau

manusia tetapi menyatu dengan keduanya (1992:82).

Semua benda di alam, baik yang hidup maupun yang mati, dianggap memiliki

roh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk

berbicara. Semua roh atau spirit itu dianggap memiliki daya-daya kekuasaan yang

berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Daya-daya kekuasaan tersebut dipuja dan

disebut dengan Kami (Djam’annuri, 1981:56).

Seorang sarjana dan pembaru agama Shinto abad modern yang bernama

Motoori Nironaga menyebutkan bahwa istilah Kami pada mulanya diterapkan

terhadap berbagai macam Dewa Langit dan Dewa Bumi yang disebutkan dalam

catatan-catatan kuno dan terhadap spirit-spirit mereka yang berdiam di tempat-

tempat suci di mana mereka dipuja (dalam Djam’annuri, 1981:57) . Bukan hanya

manusia, melainkan binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, laut dan gunung-

gunung, serta semua benda yang lain apa pun bentuknya yang patut ditakuti dan

dipuja sebab kekuasaan yang luar biasa dan tinggi yang dimiliki, disebut Kami.

Wujud-wujud yang jahat dan mengerikan juga disebut Kami apabila mereka itu

merupakan objek-objek yang pada umumnya ditakuti.

Sewaktu tempat-tempat pemujaan permanen belum ada, maka objek-objek

alam, seperti gunung, sungai, pohon, dan sebagainya dipuja secara langsung. Akan

tetapi, lambat laun mulai didirikan bangunan-bangunan tertentu untuk keperluan

memuja dewa-dewa. Sebagian di antaranya hanya berupa tempat-tempat berteduh

Page 54: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

yang dibangun sangat sederhana dan sebagian yang lain sudah merupakan

bangunan permanen yang dikhususkan untuk keperluan memuja roh atau objek-

objek tertentu. Bangunan-bangunan tersebut dianggap suci dan dalam bahasa

Jepang disebut dengan jinja. Pada umumnya jinja-jinja tersebut terletak di daerah

yang dikelilingi oleh hutan dan merupakan kelanjutan tempat-tempat pemujaan

alam pada zaman kuno (Djam’annuri, 1981:79). Namun, tradisi agama Shinto ini

mulai pudar seiring dengan perkembangan zaman. Saat teknologi mempermudah

manusia untuk menguasai alam maka rasa takut terhadap alam semakin hilang.

Keadaan tersebut mulai terjadi di Jepang sejak zaman Muromachi.

4.3 Keadaan Sosial pada Zaman Muromachi

Film animasi ini berlatar belakang zaman Muromachi pada tahun 1333-1568

yaitu zaman yang membingungkan karena terdapat dua penguasa sehingga sering

terjadi perang untuk memperebutkan kekuasaan. Saat ini sistem dari abad

pertengahan hancur dan masyarakat mulai bergerak menuju ke era modern.

Permasalahan diawali pada tahun 1333 saat kaisar Godaigo mulai menjalankan

pemerintahan baru yang berpusat pada kaisar di Kyoto. Namun, pimpinan militer,

yaitu Ashikaga Takauji merasa tidak puas dengan pemerintahan ini sehingga ia

memberontak dan menyerbu Kyoto. Kaisar kalah lalu melarikan diri ke Yoshino (di

Nara) dan mendirikan istana di sana (Yamakawa, 1990:68--69).

Ashikaga Takauji mendirikan kekaisaran baru yang disebut Hokucho (istana

utara) di Kyoto. Di lain pihak, kaisar Godaigo mendirikan istana Nanchō (istana

selatan) di Yoshino. Pada rentang waktu tersebut dikenal juga dengan zaman

Nanbokuchō (zaman istana di utara dan selatan). Saat terjadi situasi di mana kedua

Page 55: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

istana saling bertentangan. Pada zaman ini banyak muncul gekokujo, yaitu keadaan

masyarakat di mana bawahan memberontak kepada atasan seperti yang dilakukan

Ashikaga Takauji kepada kaisar. Keadaan ini berlangsung selama kurang lebih

seratus tahun dan disebut zaman Sengoku (Yamakawa, 1990:70--74)

Orang yang menjadi penguasa baru pada zaman ini disebut sengoku daimyou9.

Sengoku daimyou tinggal di wilayah mereka, mencurahkan energi untuk

meningkatkan militer mereka sendiri, politik, dan kekuatan ekonomi. Kegiatan

mereka meliputi membangun kota-kota benteng, melakukan survei tanah,

menghancurkan pemberontakan petani dan membawa desa di bawah pengawasan

yang ketat (Youko, 1996:79)

Meskipun pemerintahan dalam negeri sedang kacau, tapi perdagangan baik

di dalam maupun luar negeri mengalami kemajuan yang pesat. Pada akhir zaman

ini bangsa barat pertama kali menginjakkan kakinya di Jepang. Ini merupakan titik

awal masuknya budaya barat yang berkembang menjadi kemajuan teknologi.

Tahun 1543 Portugis pertama kali datang ke Pulau Tanegashima untuk berdagang

dengan Jepang Dalam perdagangan ini bangsa portugis memperkenalkan senjata

api yang membawa kemajuan teknologi militer dalam periode Sengoku. Saat itu

perang terjadi di mana-mana sehingga orang Jepang dengan cukup cepat

mengadopsi beberapa teknologi militer bangsa Portugis, seperti meriam dan senjata

api. Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), akan dapat

menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang

9 Daimyou berarti orang yang memiliki pengaruh besar di suatu wilayah. Di dalam masyarakatsamurai di Jepang, istilah daimyou digunakan untuk samurai yang memiliki hak atas tanah yangluas (tuan tanah) dan memiliki banyak samurai sebagai pengikut (diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/ Daimyo tanggal 6 Juni 2014).

Page 56: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh (Beasley,

2003:159).

Namun bahan dasar pembuatan meriam dan senjata api yaitu pasir besi di

Jepang merupakan benda yang sangat langka. Hal ini disebabkan adanya fakta

bahwa Jepang miskin atas sumber daya alam, terutama besi. Oleh karena itu orang

Jepang terkenal hemat dengan konsumsi sumber daya mereka. Apa yang sedikit

mereka miliki, mereka gunakan dengan keahlian yang tinggi. Oleh karena itu

dikembangkan metode tatara untuk memanfaatkan pengolahan pasir besi dengan

baik (diakses dari https://www.hitachi-metals.co.jp/e/tatara/index.htm.). Kemajuan

metode tatara semakin berkembang menjadi lebih modern sehingga menghasilkan

lebih banyak alat baru, seperti pedang dan baja yang juga sangat dibutuhkan dalam

masa perang.

Perang berakhir saat kekuatan keluarga Ashikaga yang ada di ibukota sudah

semakin lemah dan tidak mampu menjaga kestabilan negara. Salah seorang

daimyou terkuat yaitu Oda Nobunaga dengan bantuan Toyotomi Hideyoshi dan

Tokugawa Ieyasu berhasil mempersatukan Jepang. Tahun 1568 Nobunaga

merampas Kyōto dan mengangkat Ashikaga Yoshiaki sebagai Shōgun10 boneka

(Shōgun yang kekuasaannya ada di tangan majikannya). Jadi kekuasaannya ada di

tangan Nobunaga (Yamakawa, 1990:76).

10 Shōgun adalah istilah jenderal atau panglima tertinggi pasukan dalam Bahasa Jepang. PejabatShogun diangkat dengan perintah kaisar dan dalam prakteknya berperan sebagai kepalapemerintahan. Kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan kaisar Jepang (Diakses darihttp://id.wikipedia.org/wiki/Shogun tanggal 12 Agustus 2014)

Page 57: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

4.4 Pemetaan Konflik

Pemetaan konflik memberikan deskripsi pendahuluan mengenai berbagai

sikap, perilaku, dan situasi yang berkembang dalam dinamika konflik (Susan,

2010:95). Situasi yang terjadi dalam Mononoke Hime adalah konflik antara empat

kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kelompok-kelompok

tersebut terdiri atas kelompok Tatara Ba, kelompok Kami, kelompok samurai, dan

kelompok Jiko Bou. Ashitaka menjadi penengah dalam konflik.

4.4.1 Kelompok Tatara Ba

Kelompok Tatara Ba terdiri atas Eboshi Gozen, Ishibiyashuu dan orang-

orang yang dikucilkan masyarakat seperti mantan wanita pelacur, penderita

penyakit lepra, dan orang-orang yang putus asa ditampung di Tatara Ba. Eboshi

Gozen merupakan pimpinan kelompok Tatara Ba yang disegani oleh para

pekerjanya. Di bawah ini adalah gambar Eboshi yang sedang memegang ishibiya.

Eboshi mengenakan topi berwarna merah, jaket berwarna biru dan baju berwarna

merah.

(Gambar 4.1 Eboshi memegang ishibiya)

Page 58: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Warna merah menandakan bahwa Eboshi adalah wanita yang kuat,

pemberani, dan berjuang keras untuk mencapai tujuannya yaitu membangun Tatara

Ba. Warna biru menandakan bahwa Eboshi juga memiliki karakter tenang, percaya

diri, stabil, dan bersikap dingin. Selain itu biru juga menandakan bahwa Eboshi

melindungi dan memberikan perhatian, dan bersahabat kepada para pekerjanya

sehingga ia sangat dihormati dan dicintai. Eboshi memegang ishibiya menandakan

feminisme dalam Mononoke Hime. Wanita dapat menggunakan senjata yang

biasanya hanya digunakan para pria sehingga dalam film ini kedudukan wanita dan

pria digambarkan sejajar.

Warna merah dan biru yang kontras menandakan Eboshi memiliki karakter

dualisme, yaitu tokoh antagonis yang memiliki sisi baik hati. Karakter Eboshi

diciptakan oleh Miyazaki sesuai dengan pernyataannya bahwa dia sudah bosan

melihat karakter antagonis yang berwajah seram dan jahat. Dia bukanlah karakter

yang jahat, tetapi memiliki ambisi yang besar demi kemajuan desa yang

dibentuknya, yaitu Tatara Ba. Bahkan ia tidak takut untuk membunuh Kami

sekalipun.

Kebaikan hati Eboshi dapat diketahui dari sikapnya terhadap para pekerja

Tatara Ba. Tatara Ba ialah utopia11 yang diciptakan oleh Eboshi untuk menampung

orang-orang yang dikucilkan masyarakat, mantan pekerja seks, dan penderita lepra

yang diasingkan oleh masyarakat. Eboshi menolong mereka dan memberinya

pekerjaan di Tatara Ba. Berikut ini adalah penjelasan laki-laki di Tatara Ba tentang

11 Utopia menunjuk ke sebuah masyarakat hipotetis sempurna. Kata sifat utopis digunakan untukmerujuk ke sebuah proposal yang baik, tetapi (secara fisik, sosial, ekonomi, atau politik) tidakmungkin terjadi atau paling tidak merupakan sesuatu yang sulit dilaksanakan (diakses darihttp://id.wikipedia.org/wiki/Utopia tanggal 10 Juli 2014).

Page 59: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

kebaikan hati Eboshi. Eboshi mempekerjakan para wanita yang ditemukan di

tempat pelacuran untuk membantu proses pembakaran besi di Tatara Ba.

「エボシさまときたら、売られたむすめたちを、みんな、ひきと

っちまうからな。やさしい方なんだよ。」Terjemahan :“Nona Eboshi mengontrak setiap gadis yang ditemukan dari tempatpelacuran. Dia sangat baik.”

Hal lainnya adalah Eboshi juga menolong orang-orang yang terkena penyakit

lepra. Saat mereka dikucilkan oleh masyarakat, Eboshi justru menolong dan

mempekerjakan mereka. Tanpa takut tertular ia mengobati orang-orang tersebut

dan merawatnya dengan baik. Ia menyediakan tempat khusus di taman sebagai

tempat tinggal mereka. Eboshi memberikan mereka pekerjaan sebagai pembuat

ishibiya. Mereka merasa sangat dihargai dan hidupnya menjadi lebih berarti.

Berikut ini penjelasan salah seorang penderita penyakit lepra tentang Eboshi. Ia

melarang Ashitaka membunuh Eboshi karena Eboshi telah menyelamatkan mereka.

「その人は、わしらを、人として、あつかってくださった、たっ

たひとりの人だ。わしらの病を、おそれず、くさった肉をあらい、

布をまいてくれた。とうか、どうか、その人を・・・。」Terjemahan :“Dia satu-satunya yang menganggap kami sebagai manusia. Tanpaketakutan pada penyakit kami, dia yang mencuci daging busuk kami,mebaluti kami perban. Aku mohon padamu jangan bunuh nona Eboshi.”

Eboshi dibantu oleh pasukan Ishibiyashuu untuk mewujudkan ambisinya

memajukan industri besi Tatara Ba. Pasukan ishibiyashuu adalah pasukan yang

bersenjatakan ishibiya yang diberikan Jiko Bou kepada Eboshi untuk membantunya

membangun Tatara Ba. Pasukan ishibiyashuu bertugas menembak para Kami yang

menghalangi pekerja Tatara Ba menebang pohon-pohon. Selain itu pasukan ini

bertugas menjaga keamanan Tatara Ba dari serangan musuh yaitu kelompok

Inugami dan kelompok samurai.

Page 60: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

4.4.2 Kelompok Kami

Kelompok Kami terdiri atas Inugami, Inoshishigami, Shoujou, Kodama, dan

Shishigami. Diantara para Kami, Shishigami yang memiliki kekuatan tertinggi

karena dapat memberikan kehidupan dan kematian. Ia menguasai hutan tempat

tinggal Kami sehingga hutan tersebut dinamakan hutan Shishigami. Gambar di

bawah ini adalah gambar Shishigami dan wujud perubahannya pada malam hari,

yaitu Daidarabocchi.

(Gambar 4.2 Shishigami dan Daidarabocchi)

Pada gambar di atas Shishigami berwujud rusa dengan banyak tanduk dan

memiliki wajah seperti manusia. Hayao Miyazaki menggunakan wujud rusa

sebagai Kami karena rusa dianggap penjelmaan Kami dalam agama Shinto. Tanduk

berwarna hijau dan berbentuk seperti cabang pohon, wajah seperti manusia, dan

tubuh berbentuk rusa menandakan bahwa Shishigami memiliki kuasa atas seluruh

unsur alam baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun manusia. Shishigami dapat

memberikan kehidupan dan kematian kepada seluruh makhluk hidup.

Page 61: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Pada malam hari Shishigami berubah wujud menjadi Daidarabocchi yang

tampak seperti gambar di atas. Daidarabocchi yang disebut juga si pejalan malam

adalah raksasa, berwarna biru, dan berwujud rusa. Daidarabocchi merupakan salah

satu jenis youkai 12 yang ada dalam mitologi Jepang yang disebut sebagai

pemelihara bumi. Ia juga dapat memindahkan gunung dan membuat danau. Dalam

film animasi ini Shishigami bertransformasi menjadi Daidarabocchi karena wujud

raksasa Daidarabocchi memudahkannya berjalan – jalan pada malam hari untuk

menjaga dan mengawasi alam. Warna biru Daidarabocchi menandakan

perlindungan dan harmonisasi alam.

「シシ神は、命をあたえもし、うばいもする。そんなことも、わす

れてしまったのか。いのししども。」Terjemahan:“Dewa rusa memberikan kehidupan dan mengambilnya kembali. Apa kalianpara inoshishigami lupa akan hal itu?”

Selain Eboshi, Shishigami juga memiliki karakter dualisme karena ia

merupakan tokoh protagonis yang memiliki sisi yang buruk. Kutipan di atas

menunjukkan bahwa Shishigami memiliki kekuatan atas kehidupan dan kematian.

Kekuatan tersebut dapat terlihat pada jejak kakinya yang dapat menumbuhkan dan

mematikan tanaman yang diinjaknya. Menurut Ross hal tersebut berkaitan dengan

agama Shinto karena dalam Shinto semua Kami memiliki “sisi kasar” (ara-mi-

tama) dan “sisi lembut” (nigi-mi-tama) (1983:27). Sisi kasar Shishigami adalah

mengambil kehidupan dan sisi lembutnya adalah memberikan kehidupan. Di satu

sisi ia menyembuhkan luka di dada Ashitaka akibat tertembak peluru, di sisi lain

dia mencabut nyawa Moro dan Okkotonushi yang merupakan sesama Kami.

12 Youkai adalah makhluk gaib yang biasanya memiliki kekuatan supranatural. Selain itu youkaijuga pernah dianggap sebagai Kami, tetapi turun derajatnya (Miyata, 1990:10)

Page 62: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Selain Shishigami dan Daidarabocchi, Inugami dan Inoshishigami juga

merupakan Kami yang memiliki kekuatan serta dapat berkomunikasi dengan

manusia. Inugami merupakan Kami yang berbentuk serigala. Inugami dimunculkan

dalam film animasi ini karena merupakan salah satu makhluk yang dianggap

memiliki kekuatan mistis oleh masyarakat Jepang. Inugami merupakan hewan

peliharaan gaib yang loyal dengan satu orang pemilik atau keluarga, sama seperti

seekor anjing normal lainnya. Hanya saja, ketika Ia tidak diperlakukan dengan baik,

mereka akan menyerang balik majikannya (Diakses dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Inugami tanggal 18 Oktober 2014). Berikut ini adalah

gambar Inugami dalam Mononoke Hime.

(Gambar 4.3 Inugami)

Gambar di atas adalah kelompok Inugami yang terdiri atas San, Moro, dan

anaknya. Kelompok ini dipimpin oleh Moro, serigala yang berukuran paling besar.

San merupakan seorang manusia yang dibesarkan oleh Moro karena saat bayi

ditinggalkan di hutan oleh orang tuanya. Moro sangat menyayanginya seperti

anaknya sendiri. San merupakan wanita yang kuat dan pemberani. Mereka bertugas

Page 63: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

untuk melindungi hutan dan Shishigami. Namun, hutan dan Shishigami

diperlakukan semena-mena oleh manusia sehingga Inugami bekerja sama dengan

Inoshishigami untuk menyerang manusia.

Inoshishigami adalah Kami yang berbentuk babi hutan berukuran besar dan

berwarna coklat tua. Inoshishigami datang jauh-jauh dari utara untuk membalas

kematian temannya bernama Nago karena ulah manusia yang telah merusak hutan.

Di bawah ini adalah gambar Okkotonushi, pimpinan kelompok Inoshishigami yang

berukuran paling besar, berwarna abu-abu, berumur 500 tahun dan buta.

(Gambar 4.4 Inoshishigami yang dipimpin Okkotonushi)

Dalam film ini wujud babi hutan dianggap sebagai Kami sesuai dengan mitos

di negara timur yang menyebutkan babi adalah hewan yang dianggap suci pada

zaman prasejarah. Salah satunya dalam mitologi Hindu, awatara Waraha

merupakan dewa wisnu yang menjelma menjadi babi hutan untuk menyelamatkan

bumi. Waraha dengan dua taring yang panjang mencuat menopang bumi yang

dijatuhkan oleh raksasa bernama Hiranyaksa (Diakses dari

Page 64: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

http://id.wikipedia.org/wiki/Waraha tanggal 18 Oktober 2014). Sesuai dengan

mitologi tersebut, Inoshishigami dalam Mononoke Hime memiliki karakter

pemberani dan pantang menyerah berperang melawan manusia demi

menyelamatkan hutan Shishigami.

Hutan Shishigami juga dihuni oleh hewan yang disebut Shoujou yang berarti

orangutan. Shoujou merupakan kera dalam legenda Jepang yang memiliki ekor

panjang, wajah seperti manusia, dan berjalan seperti manusia. Namun, dalam film

animasi ini Shoujou digambarkan dalam wujud perpaduan antara orangutan dan

gorila yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan manusia seperti

gambar di bawah ini.

(Gambar 4.5 Shoujou)

Pada gambar di atas para Shoujou terlihat sangat marah karena manusia

membabat pohon-pohon di hutan sehingga mereka tidak memiliki tempat tinggal

dan sumber makanan. Berbeda dengan Inugami dan Inoshishigami yang

mempertahankan hutan dengan cara menyerang manusia, para Shoujou

mempertahankan hutan dengan cara menanam pohon. Mereka berulang kali

Page 65: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

menanam pohon di hutan yang telah dibabat, tetapi Eboshi dan pekerjanya selalu

mengusirnya.

Selain Shoujou, hutan Shishigami juga dihuni oleh makhluk yang disebut

kodama. Kodama terdiri dari dua kata yaitu ko berarti pohon dan dama berarti roh.

Jadi kodama adalah roh pohon. Pada zaman kuno, kodama disebut Kami yang

tinggal di pohon-pohon, tapi saat ini kodama disebut youkai. Tidak ada yang tahu

persis seperti apa wujud kodama. Mereka tidak dapat dibedakan dari bentuk pohon

biasa. Dalam Mononoke Hime, kodama digambarkan dalam wujud makhluk yang

lucu, berwarna putih, bertubuh mungil dengan kepala bulat, bisa menghilang, dan

berjumlah banyak seperti gambar di bawah ini.

(Gambar 4.6 Kodama)

Kodama digambarkan seperti gambar di atas oleh Hayao Miyazaki agar

penontonnya yang sebagian besar anak-anak tidak takut terhadap roh pohon. Wujud

imajinasi Hayao Miyazaki ini membuat kodama menjadi terkenal di Jepang. Dalam

film ini kodama tidak dapat berkomunikasi dengan manusia tapi dapat mengerti

Page 66: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

ucapan manusia. Ia juga memiliki sifat baik hati karena mengantarkan Ashitaka

keluar dari hutan Shishigami. Selain itu, ia memiliki kemampuan memanggil

Shishigami atau Daidarabocchi dengan cara menggerakkan kepalanya.

4.4.3 Kelompok Jiko Bou

Kelompok Jiko Bou terdiri atas karakasaren, jibashiri dan Jiko Bou sebagai

pimpinan. Mereka adalah agen suruhan kaisar yang bertugas memburu kepala

Shishigami untuk diberikan pada kaisar agar tetap abadi. Gambar di bawah ini

adalah gambar Jiko Bou dan pasukan karakasaren. Mereka mengenakan pakaian

berwarna merah dan putih serta membawa payung yang disebut karakasa.

(Gambar 4.7 Jiko Bou dan Karakasaren)

Warna pakaian merah dan putih pada pasukan tersebut sama dengan warna

bendera negara Jepang yang disebut Hinomaru. Hal ini menandakan bahwa Jiko

Bou dan pasukan karakasaren merupakan utusan pemimpin Jepang yaitu kaisar.

Warna merah pada pakaian mereka menandakan kekuatan dan ambisi. Jiko Bou

sangat berambisi untuk mendapatkan kepala Shishigami meskipun ia harus

menempuh bahaya sekalipun. Pasukan karakasaren menjadi kekuatan kelompok

ini untuk melancarkan tujuannya. Warna putih pada pakaian mereka menandakan

Page 67: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

kebersihan. Dalam hal ini ‘bersih’ yang dimaksud adalah tindakan memburu kepala

Shishigami merupakan tugas mulia berdasarkan titah kerajaan karena dilakukan

untuk keabadian kaisar. Payung yang digunakan kelompok ini sebenarnya adalah

senjata utama mereka. Dibuat dalam bentuk payung besar untuk mengelabui orang-

orang.

Jiko Bou menyewa pasukan pemburu untuk membantunya memburu

Shishigami. Gambar di bawah ini adalah pasukan pemburu yang disebut dengan

jibashiri. Jibashiri mengenakan pakaian berwarna coklat dan penutup kepala dari

kulit binatang.

(Gambar 4.8 Jibashiri)

Warna coklat biasanya menandakan bumi, tanah, atau batang pohon. Jibashiri

menggunakan warna ini agar terlihat sama dengan warna tanah atau batang pohon

sehingga terlihat menyatu dengan alam. Warna coklat juga menandakan pemikiran

yang materialis. Jibashiri bersedia berburu Kami demi mendapatkan bayaran Jiko

Bou, meskipun hal itu merupakan tindakan kejahatan. Beberapa anggota pasukan

memakai pakaian dari kulit beruang sebagai penutup kepala. Mereka mengenakan

Page 68: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

topi dari kulit binatang sebagai bentuk penyamaran mereka agar tidak terlihat dan

tercium oleh binatang yang diburu.

4.4.4 Kelompok Samurai

Kelompok samurai ikut masuk ke dalam konflik sehingga perseteruan

menjadi semakin rumit. Kelompok ini dipimpin oleh Tuan Asano yang sangat ingin

menguasai Tatara Ba untuk mendapatkan pasir besi. Pada gambar di bawah ini

adegan saat kelompok samurai menyerang Tatara Ba. Terlihat pasukan samurai

berjumlah sangat banyak dengan menggunakan berbagai macam senjata seperti

pedang, panah, dan tombak.

(Gambar 4.9 pasukan samurai)

4.4.5 Ashitaka

Konflik yang terjadi dalam Mononoke Hime ditengahi oleh seorang pemuda

dari Desa Emishi bernama Ashitaka. Ashitaka tidak memihak salah satu kelompok

Page 69: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

dan mengutamakan perdamaian di antara kelompok yang bertikai. Di bawah ini

adalah gambar Ashitaka dengan mengenakan pakaian berwarna biru.

(Gambar 4.10 Ashitaka)

Warna biru yang dikenakan Ashitaka menandakan karakter tenang, bijak, dan

percaya diri. Selain itu, Ashitaka memiliki idealisme menciptakan perdamaian

untuk menyelesaikan masalah. Berbeda dengan pemikiran setiap kelompok yang

memilih jalan konflik untuk menyelesaikan permasalahan. Ashitaka bersahabat

baik dengan kelompok Kami dan kelompok Tatara Ba dan berusaha menciptakan

harmonisasi antara manusia dan alam.

4.3.6 Bagan Pemetaan Konflik

Berdasarkan pemaparan di atas, tiap-tiap kelompok dimasukkan dalam

gambar pemetaan untuk mengetahui hubungan mereka dalam konflik. Pemetaan

merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menggambarkan konflik secara

grafis, menghubungkan pihak-pihak dengan masalah dan dengan pihak lainnya

Page 70: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

(Susan, 2010:95). Berikut ini adalah bagan pemetaan konflik dalam Mononoke

Hime.

(Bagan II. Pemetaan Konflik)

: Kerja sama

: Netral

: Hubungan konflik

: Konflik tak langsung

Menurut Fisher, pemetaan konflik meliputi pemetaan pihak berkonflik dan

berbagai aspirasi dari pihak-pihak yang ada. Ketika masyarakat yang memiliki

berbagai sudut pandang berbeda memetakan situasi mereka secara bersama, mereka

saling mempelajari pengalaman dan pandangan masing-masing (dalam Susan,

2010:95).

Kelompok Tatara Ba: Eboshi Gozen Mantan wanita pelacur Orang-orang yang

dikucilkan Para penderita lepra Ishibiyashuu

Kelompok Jiko Bou : Jiko Bou Karakasaren Jibashiri

KelompokSamurai

Kelompok Kami : Shishigami Inugami Inoshishigami Shoujou Kodama

Ashitaka

Page 71: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Kelompok samurai yang dipimpin oleh Tuan Asano menyerang Tatara Ba

karena ingin menguasai pasir besi. Namun, orang-orang Tatara Ba

mempertahankan tempat tinggal mereka dan bertarung dengan menggunakan

ishibiya sehingga mempersulit para samurai yang hanya bersenjatakan pedang.

Kelompok Tatara Ba juga berkonflik dengan kelompok Kami. Eboshi sebagai

pimpinan Tatara Ba ingin menguasai hutan agar dapat dengan leluasa mengeruk

pasir besi untuk menafkahi pekerja-pekerjanya. Namun, kelompok Kami ingin

melindungi dan menjaga hutan sebagai tempat hidup mereka.

Kaisar mengirim pasukannya yang dipimpin oleh Jiko Bou untuk memburu

kepala Shishgami dan Eboshi bersedia bekerjasama dengan mereka karena utang

budinya pada Jiko Bou. Ashitaka menjadi penengah di antara kelompok yang

bertikai. Ia tidak memihak kelompok Kami ataupun kelompok Tatara Ba. Ia

menginginkan perdamaian antara kelompok tersebut. Demi melindungi kelompok

Tatara Ba dan kelompok Kami, Ashitaka melawan kelompok Jiko Bou dan

kelompok samurai yang dianggap dapat mengancam perdamaian.

4.5 Dinamika Konflik

Langkah selanjutnya setelah pemetaan konflik adalah menganalisis dinamika

konflik. Kunci memahami dinamika konflik pertama adalah dengan melihat sumber

konflik, yaitu segala sesuatu yang menjadi inti masalah, seperti sumber daya alam,

perbedaan tafsir agama, atau etnis (Susan, 2010:101). Konflik yang terjadi dalam

Mononoke Hime bersumber pada sumber daya alam, yaitu hutan Shishigami dan

pasir besi yang dikelola di Tatara Ba. Sesuai dengan pendapat Fisher tahapan

Page 72: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

dinamika konflik dalam Mononoke Hime meliputi prakonflik, konfrontasi, krisis,

dan pascakonflik (dalam Susan, 2010:102--103).

4.5.1 Prakonflik

Prakonflik adalah periode pada saat terdapat suatu ketidaksesuain sasaran di

antara dua pihak atau lebih sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari

pandangan umum meskipun satu pihak atau lebih mengetahui potensi terjadinya

konfrontasi. Terdapat ketegangan hubungan di antara beberapa pihak dan keinginan

untuk menghindari kontak satu sama lain pada tahap ini (Susan, 2010:102).

Prakonflik terjadi pada saat Ashitaka terkena kutukan Tatarigami sehingga ia

harus pergi dari desa dan melakukan perjalanan ke Tatara Ba. Di Tatara Ba ia

mencari jawaban untuk menyembuhkan kutukan Tatarigami. Ia menemukan

jawabannya pada Eboshi yang ternyata telah menembak Inoshishigami bernama

Nago sehingga berubah menjadi Tatarigami. Ashitaka sangat marah akan tindakan

kejam Eboshi yang merusak hutan dan membunuh dewa penghuni hutan.

Seharusnya Tatarigami menyerang Eboshi yang telah menembaknya, tetapi ia

justru menyerang Ashitaka sehingga terkena kutukan. Penyerangan Tatarigami ke

Desa Emishi merupakan ketidaksesuaian sasaran. Sempat terjadi debat antara

Ashitaka dan Eboshi, tetapi Ashitaka mengurungkan niatnya menyerang Eboshi

untuk menghindari kontak karena ia telah menolong banyak orang di Tatara Ba.

4.5.2 Konfrontasi

Selanjutnya tahap konfrontasi memperlihatkan satu tahap pada saat konflik

mulai terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, para pendukungnya

Page 73: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

mulai melakukan aksi demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya. Ladang

pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainnya terjadi di antara kedua pihak

(Susan, 2010:102).

Konfrontasi terjadi pada saat San menyerang Tatara Ba untuk membalaskan

dendam penghuni hutan yang telah dibunuh oleh Eboshi. Ashitaka mencoba

membujuknya untuk kembali ke hutan, tetapi ia tak menghiraukannya. Ia

menyerang Ashitaka hingga pisaunya merobek lehernya. Selanjutnya ia terlibat

pertarungan sengit satu lawan satu dengan Eboshi. Akan tetapi, ia seorang diri,

orang-orang Tatara Ba mengelilinginya seperti hewan yang akan dijebak. Dengan

mendesak masuk dalam keramaian, Ashitaka menengahi pertarungan Eboshi dan

San, lalu memukul Eboshi dan San sampai pingsan. Pertarungan ini hanya

kekerasan pada tingkat rendah sebagai bentuk perilaku konfrontatif San terhadap

Eboshi.

4.5.3 Krisis

Setelah konfrontasi terjadi tahap krisis yang merupakan puncak konflik.

Tahap ketika konflik pecah menjadi bentuk aksi-aksi kekerasan yang dilakukan

secara intens dan massal. Konflik skala besar ini merupakan periode perang ketika

orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Akibat menunjukkan pada situasi yang

disebabkan oleh pecahnya konflik pada tahap krisis (Susan, 2010:102--103).

Masa krisis terjadi pada saat perang antara kelompok manusia dan kelompok

Kami. Kelompok manusia telah memasang jebakan untuk memancing kelompok

Kami keluar dari hutan. Saat kelompok Kami menyerang kelompok manusia, ranjau

yang telah dipasang kelompok manusia meledak sehingga membunuh banyak

Page 74: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

korban, baik dari pihak Kami maupun manusia. Selain itu, perang juga terjadi di

Tatara Ba antara orang-orang Tatara Ba dengan kelompok samurai yang

menghancurkan pabrik pengolahan besi tersebut.

4.5.4 Pascakonflik

Tahapan yang terakhir pascakonflik merupakan situasi yang diselesaikan

dengan mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang, dan

hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua belah pihak. Pascakonflik bisa

juga disebut sebagai tahapan deeskalasi konflik kekerasan yang dapat terjadi karena

beberapa faktor. Pertama, kedua belah pihak yang berkonflik menemukan

pemecahan masalah dari konflik. Kedua, salah satu pihak mengalami kekalahan

luar biasa, tanpa mendapatkan apa pun yang diperebutkan, dan tidak memiliki

kemampuan melanjutkan konflik. Ketiga, semua pihak yang berkonflik mengalami

kehancuran dan tidak mampu melanjutkan konflik. Keempat, pihak berkonflik

menghentikan sementara waktu konflik untuk menyusun strategi selanjutnya

(Susan, 2010:103--104).

Pascakonflik terjadi pada saat Eboshi menembak kepala Shishigami lalu

keluar lendir hitam dari tubuhnya yang menghancurkan hutan Shishigami dan

Tatara Ba. Semua orang dan Kami berlari untuk menyelamatkan diri agar tidak

terkena lendir. Peristiwa tersebut mengakhiri pertempuran yang terjadi dan

hubungan antara kelompok yang berkonflik mengarah ke lebih normal. Sesuai

dengan penjelasan di atas tahapan deeskalasi konflik kekerasan berakhir karena

faktor ketiga, yaitu semua pihak yang berkonflik mengalami kehancuran dan tidak

Page 75: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

mampu melanjutkan konflik. Kehancuran juga menyadarkan banyak pihak dampak

tentang konflik dan memilih untuk berdamai.

Page 76: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB V

BENTUK WACANA KONFLIK LINGKUNGAN DALAM TEKS FILM

ANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI

Dalam bab ini diuraikan bentuk-bentuk wacana konflik lingkungan yang

mencakup bentuk wacana perlindungan alam dan bentuk wacana eksploitasi alam

yang diawali dengan menganalisis bahasa dan gaya bahasa. Uraian yang dipaparkan

dalam bab ini mengacu pada perubahan sosial yang disebabkan masuknya budaya

barat yang membawa pengaruh bagi perkembangan teknologi sehingga mengubah

cara berpikir masyarakat Jepang menjadi lebih mementingkan materi dibandingkan

kelestarian alam. Perbedaan paham dalam pengelolaan sumber daya alam

menimbulkan konflik lingkungan antara manusia dan alam.

5.1 Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer,

digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

mengidentifikasikan diri (Keraf, 2010:30). Bahasa juga merupakan salah satu

manifestasi kebudayaan yang memiliki peran sangat penting dalam kehidupan

manusia. Melalui bahasa kita dapat mengenali kebudayaan suatu bangsa. Salah satu

contoh adalah bangsa Jepang yang selalu memperhitungkan status atau keberadaan

mitra bicara dalam menjalin hubungan sosial dan komunikasinya. Hal ini

menjadikan bahasa Jepang mengenal tingkatan bahasa dalam komunikasi sehari-

hari. Tingkatan bahasa tersebut terdiri atas bentuk hormat dan bentuk biasa.

Page 77: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Ragam bahasa hormat dalam bahasa Jepang disebut dengan keigo. Secara

singkat Terada Takanao menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa

hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga (dalam Sudjianto, 2007:189). Pada

dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama

(pembicara atau penulis) untuk menghormati orang kedua (pendengar atau

pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Jadi, yang dipertimbangkan pada

waktu menggunakan keigo adalah konteks tuturan termasuk orang pertama, orang

kedua, dan orang ketiga. Nomura Masaaki dan Koike Seiji dalam Nihongo Jiten

membagi keigo menjadi sonkeigo, kenjoogo, dan teineigo (dalam Sudjianto,

2007:190). Dalam Mononoke Hime terdapat hanya dua jenis keigo, yaitu sonkeigo

dan kenjoogo.

5.1.1 Sonkeigo

Oishi Shotaro menjelaskan bahwa sonkeigo digunakan untuk menyatakan

rasa hormat terhadap orang yang dibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan,

aktivitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikkan

derajat orang yang dibicarakan (dalam Sudjianto, 2007:190). Dalam Mononoke

Hime, sonkeigo muncul pada saat seorang tokoh memanggil orang yang

dihormatinya. Berikut ini adalah nama panggilan dalam bentuk hormat.

「アシタカさま」

「Ashitaka sama」“Tuan Ashitaka”

「兄さま」

「Ani sama」“Kakak (laki-laki)”

Page 78: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

「エボシさま」

「Eboshi sama」“Nona Eboshi”

「ヒイさま」

「Hii sama」“Nyonya Hii”

Pada data di atas sonkeigo terdapat pada kata sama yang mengikuti di akhir

nama tokoh. Pemakaian kata sama dipakai untuk menghormati lawan bicara dengan

cara menaikkan derajatnya. Berbeda dengan bahasa Indonesia, dalam bahasa

Jepang tidak ada perbedaan gender saat memanggil orang yang dihormati. Kata

sama dapat merujuk baik pada arti tuan, nyonya, nona, maupun kakak tergantung

konteks kalimat.

5.1.2 Kenjoogo

Hirai Masao menyebut kenjoogo sebagai cara bertutur kata yang menyatakan

rasa hormat terhadap lawan bicara dengan cara merendahkan diri sendiri termasuk

benda-benda, keadaan, aktivitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya

(dalam Sudjianto, 2007:192).

「いずこよりいまし、あらぶる神とは存せぬも、かしこみ、かしこ

み申す。この地に塚をきずき、あなたの御霊を、おまつりします。

うらみをわすれ、しずまりたまえ。」

「Izuko yori imashi, araburu kami to wa zonzenu mo, kashikomi, kashikomimousu. Kono chi ni tsuka o kizuki, anata no mitama o, omatsuri shimasu.Urami o wasure, shizumaritamae.」Terjemahan :“Walaupun saya tidak tahu darimana asalmu, ya dewa yang mengamuk,saya dengan hormat bicara dengan engkau. Di tanah ini kita akan membangunkuburan dan mengadakan matsuri untuk menghormati arwah engkau.Lupakanlah kebencianmu dan tenanglah!”

Page 79: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Pada kutipan di atas kenjoogo terdapat pada kata mousu dan omatsuri shimasu. Kata

mousu berasal dari kata iu yang berarti ‘mengatakan.’ Mousu dipakai untuk

merendahkan aktivitas Hii sama sebagai orang yang berbicara untuk menyatakan

rasa hormat terhadap lawan bicara, yaitu Tatarigami. Kata omatsuri shimasu

berasal dari kata matsuri yang berarti ‘upacara’ disisipkan pola ‘o … shimasu’

sehingga artinya menjadi ‘mengadakan upacara’. Selain itu, penyisipan pola ‘o …

shimasu’ pada kata omatsuri shimasu dipakai untuk merendahkan aktivitas Hii

sama sebagai orang yang berbicara dari perwakilan warga Emishi untuk

menyatakan rasa hormat kepada Tatarigami sebagai orang yang dibicarakan.

「アシタカさま、おねがいします。お気をつけて。」

「Ashitaka sama, onegaishimasu. Oki o tsukete.」Terjemahan :“Tuan Ashitaka, tolong bawa kembali nona Eboshi. Berhati-hatilah!”

Pada kutipan di atas kenjoogo terdapat pada kata onegaishimasu dan oki o

tsukete. Kata onegaishimasu berasal dari kata negau yang berarti memohon kepada

seseorang agar apa yang diidamkannya bisa menjadi kenyataan. Kata negau

disisipkan pola ‘o … shimasu’ sehingga artinya menjadi onegaishimasu.

Onegaishimasu merupakan ungkapan yang banyak dipakai dalam menyatakan

harapan yang bermakna ‘tolonglah’ atau ‘bantulah’. Ungkapan ini digunakan secara

luas dalam berbagai situasi kepada orang yang lebih tinggi, sederajat, ataupun yang

lebih rendah kedudukannya (Edizal, 2010:95).

Penyisipan pola ‘o … shimasu’ pada kata onegaishimasu dipakai untuk

merendahkan aktivitas Toki, salah seorang wanita pekerja di Tatara Ba sebagai

pembicara untuk menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara, yaitu Ashitaka.

Kata oki o tsukete berasal dari kata ki o tsukete disisipkan awalan ‘o’ artinya adalah

Page 80: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

‘berhati-hatilah’. Penyisipan awalan ‘o’ pada kata oki otsukete dipakai untuk

merendahkan aktivitas Toki sebagai orang yang berbicara untuk menyatakan rasa

hormat kepada Ashitaka sebagai orang yang dibicarakan.

「しし神よ、首をおかえしする。しずまりたまえ!」

「Shishigami yo, kubi o okaeshi suru. Shizumaritamae!」Terjemahan:“Dewa rusa! Kami mengembalikan kepalamu! Tenanglah dalam

kedamaian!”

Pada kutipan di atas kenjoogo terdapat pada kata okaeshi suru. Kata okaeshi

suru berasal dari kata kaeshi disisipkan pola ‘o … suru’ artinya adalah

‘mengembalikan’. Penyisipan pola ‘o … suru’ pada kata okaeshi suru dipakai untuk

merendahkan aktivitas Ashitaka sebagai orang yang berbicara untuk menyatakan

rasa hormat terhadap lawan bicara, yaitu Shishigami.

5.1.3 Keitai

Dalam pendidikan bahasa Jepang keitai yang merupakan ‘bentuk hormat’

sering disebut juga desu-masutai, yaitu ‘bentuk desu-masu’ karena setiap bagian

akhir kalimatnya selalu memakai verba bantu desu atau masu sebagai ungkapan

yang menyatakan perasaan hormat (Sudjianto, 2007:197).

1) 「だんな、だいじょうぶですか?顔色がまっさおです。」

「Danna, daijoubu desu ka? Kao iro ga massao desu.」“Tuan, apa kau baik-baik saja? Mukamu sangat pucat.”

2) 「あんな連中を、信用しちゃだめです。」

「Anna renchū o, shinyou shicha dame desu.」“Jangan percaya orang-orang itu!”

Kutipan di atas adalah bentuk keitai dalam Mononoke Hime. Kata desu pada

kutipan pertama dan kedua berasal dari kelas kata jodooshi (verba bantu) yang tidak

Page 81: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

memiliki arti, tetapi berfungsi untuk menyatakan keputusan dalam bentuk halus.

Kutipan pertama merupakan ucapan Kouroku, laki-laki pekerja di Tatara Ba

kepada Ashitaka. Kouroku menggunakan bentuk desu untuk menyatakan rasa

hormat kepada Ashitaka. Kutipan kedua merupakan ucapan salah seorang pekerja

wanita di Tatara Ba kepada Eboshi. Bentuk desu dalam kutipan ini juga untuk

menyatakan rasa hormat wanita tersebut kepada Eboshi.

「いつも、いつもカヤは、兄さまをおもっています。」

「Itsumo, itsumo Kaya wa, ani sama o omotteimasu.」“Selalu, selalu Kaya akan memikirkan kakak.”

Kata omotteimasu pada kutipan di atas merupakan bentuk halus dari kata

omotteiru yang berarti ‘memikirkankan’. Bentuk masu pada kata omotteimasu

berasal dari kelompok jodooshi yang dipakai untuk menghaluskan bahasa. Kutipan

tersebut merupakan ucapan Kaya pada Ashitaka saat sebelum meninggalkan desa

Emishi. Bentuk masu digunakan Kaya untuk menyatakan rasa hormatnya pada

Ashitaka yang telah dianggapnya seperti kakak.

5.1.4 Jootai

Kebalikan istilah keitai adalah jootai, yaitu ‘bentuk biasa’ yang sering

disebut datai ‘bentuk da’, de arutai ‘bentuk de aru’ atau kedua-duanya disatukan

menjadi da-dearutai ‘bentuk da-de aru’ karena setiap bagian akhir kalimatnya

selalu memakai verba bantu da/de aru atau memakai verba bentuk kamus dengan

berbagai bentuk perubahannya dalam bentuk biasa yang tidak hormat (Sudjianto,

2007:198). Dalam Mononoke Hime paling banyak ditemukan bentuk jootai yang

menunjukkan keakraban hubungan antartokoh, baik sebagai teman maupun

bawahan. Berikut ini beberapa contoh jootai dalam Mononoke Hime.

Page 82: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

アシタカ:「なにかくる!じいじ、なんだろう?」

じいじ:「わからぬ。人でわない。」

アシタカ:「村では、ヒイさまが、みなをよびもどしている。」

Ashitaka :「Nanika kuru! Jīji,nan darou?」Jiiji :「Wakaranu. Hito dewa nai.」Ashitaka :「Mura dewa, hii sama ga, mina o yobimodoshite iru.」Terjemahan :Ashitaka :“Ada sesuatu yang datang! Jiiji apa itu?”Jiiji :“Tidak tahu. Itu bukan manusia”Ashitaka :“Hii sama menyuruh semua orang kembali ke desa.”

Jootai pada kutipan di atas terdapat pada kata kuru dan yobimodoshite iru

yang merupakan verba bentuk kamus. Kuru merupakan bentuk kamus dari kata

kimasu yang berarti ‘datang’ dan yobimodoshite iru merupakan bentuk kamus dari

kata yobimodoshite imasu yang berarti ‘menyuruh’. Selain itu, ada kata dewa nai

yang merupakan bentuk biasa dari kata dewa arimasen yang berarti ‘bukan’.

Ashitaka berbicara kepada jiiji dengan menggunakan bentuk jootai yang

menunjukkan hubungan akrab antara mereka berdua yang sama-sama tinggal di

Desa Emishi.

「だが、ただ死をまつか、みずからおもむこかは、きめられる。

みなさい。あのいのししのからだに、くいこんでいたものだよ。ほ

ねをくだき、はらわたをひきさきむごい苦しみを、あたえたのだ。」

「Daga, tada shi o matsu ka, mizu kara omomuko ka wa, kimerareru.Minasai. Ano inoshishi no karada ni, kui konde ita mono da yo. Hone o kudaki,harawata o hikisaki mugoi kurushimi o, ataeta no da.」Terjemahan :“ Takdirmu sudah ditentukan. Kau tidak bisa meskipun kaumengusahakannya. Lihat! Ini ada di dalam tubuh monster itu! Dia kesakitan.Benda ini menghancurkan tulangnya dan mengoyak isi perutnya.”

Jootai pada kutipan di atas terdapat pada kata kimerareru dan da. Kimerareru

merupakan bentuk kamus dari kata kimeraremasu yang berari ‘ditentukan’. Kata da

merupakan bentuk biasa dari kata desu yang menyatakan keputusan. Kutipan di atas

merupakan perkataan Hii sama kepada Ashitaka. Hii sama adalah seorang nenek

Page 83: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

yang berprofesi sebagai dukun di Desa Emishi. Hii sama menggunakan bentuk

jootai kepada Ashitaka yang menunjukkan hubungan atasan dan bawahan. Dapat

diketahui bahwa Hii sama merupakan orang yang dihormati di Desa Emishi

sehingga dapat menggunakan bahasa bentuk jootai kepada warga Emishi. Namun,

bawahan tidak dapat menggunakan bentuk jootai kepada atasan karena akan

terkesan tidak hormat.

5.2 Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan gagasan dan perasaan dengan

bahasa khas sesuai dengan kreativitas, kepribadian, dan karakter pengarang untuk

mencapai efek tertentu, yakni efek estetik dan efek penciptaan makna. Jangkauan

gaya bahasa sangat luas meliputi semua hierarki kebahasaan. Pilihan kata secara

individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara

keseluruhan (Keraf, 2010:112). Dalam Mononoke Hime ditemukan gaya bahasa

Jepang yang sangat khas, yaitu majas repetisi dan idiom.

5.2.1 Repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang

dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai

(Keraf, 2010:127). Kata atau kelompok kata yang diulang dalam repetisi bisa

terdapat dalam satu kalimat atau lebih dan berada pada posisi awal, tengah, atau di

tempat yang lain (Nurgiyantoro, 2010:301). Ada beberapa kata yang direpetisi

dalam Mononoke Hime.

「いずこよりいまし、あらぶる神とは存せぬも、かしこみ、かしこ

Page 84: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

み申す.」「Izuko yori imashi, araburu kami to wa zonzenu mo, kashikomi,

kashikomi mousu.」Terjemahan :“Walaupun saya tidak tahu darimana asalmu, ya dewa yang mengamuk,

saya dengan hormat berbicara dengan engkau.”

Kutipan di atas merupakan ucapan Hii sama kepada Tatarigami. Repetisi

terdapat pada kata kashikomi yang berarti ‘dengan hormat’. Pengulangan kata

kashikomi menunjukkan penegasan. Hii sama menegaskan bahwa ia berbicara

kepada tatarigami dengan sangat hormat.

「おまもりするよう、息をふきこめました。いつも、いつもカヤは,兄さまをおもっています。きっと、きっと・・・。」

「O mamori suru yō, iki o fukikomemashita. Itsumo, itsumo Kaya wa,anisama o omotte imasu. Kitto, kitto.」Terjemahan :“Simpan ini untuk menjagamu. Aku akan selalu memikirkanmu, pasti.”

Saat Ashitaka akan meninggalkan Desa Emishi, Kaya menghampirinya. Kaya

memberikan sebuah kalung belati dari permata sebagai jimat untuk menjaganya

selama perjalanan ke negeri barat. Kutipan di atas adalah ucapan perpisahan Kaya

pada Ashitaka. Repetisi terdapat pada kata itsumo yang berarti ‘selalu’. Repetisi

tersebut bermakna penegasan bahwa Kaya pasti akan selalu memikirkan Ashitaka.

Antara Kaya dan Ashitaka tidah ada hubungan darah tetapi Kaya sudah

menganggap Ashitaka seperti kakaknya sendiri sehingga ia memanggil Ashitaka

dengan sebutan anisama yang berarti kakak laki-laki. Kaya sangat khawatir pada

Ashitaka karena ia terkena kutukan mematikan. Repetisi juga terdapat pada kata

kitto yang berarti ‘pasti’. Kaya mengucapkan kata tersebut untuk meyakinkan

Ashitaka bahwa ia pasti akan menunggu Ashitaka kembali lagi ke Desa Emishi

setelah menghilangkan kutukannya.

Page 85: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

「これより、西へ西へとすすむと、山のおくの、また山おくに、人

をよせつけぬ、深い森がある。シシ神の森だ。」

「Kore yori, nishi e nishi e to susumu to, yama no oku no, mata yama oku ni,

hito o yosetsukenu, fukai mori ga aru. Shishigami no morida.」

Terjemahan :

“Jauh ke barat di dalam gunung adalah hutan dewa rusa. Belum ada yang

menapakkan kakinya di sana.”

Kutipan di atas merupakan penjelasan Jiko Bou pada Ashitaka tentang daerah

di barat. Repetisi terdapat pada kata nishi e yang berarti ‘ke barat’. Pengulangan

kata nishi e menjelaskan bahwa tempat yang terletak sangat jauh di barat dan daerah

tersebut ada di dalam gunung. Negeri barat yang dimaksud Jiko Bou adalah hutan

Shishigami yang merupakan hutan tempat tinggal para Kami. Para Kami tersebut

dipimpin oleh Shishigami, yaitu dewa rusa sehingga hutan tersebut disebut hutan

Shishigami. Keberadaan Kami di hutan tersebut membuat manusia merasa takut

untuk melewatinya.

「木、うえた。木、うえ、木、うえた。みな、人間ぬく。森、も

どらない。人問、ころしたい。」

「Ki, ueta. Ki, ueta, ki, ueta. Mina ningen nuku. Mori, modoranai. Ningen,koroshitai.」Terjemahan :“Kami menanam pohon, manusia menghancurkannya. Hutan tidak akankembali lagi. Kami membunuh manusia.”

Kutipan di atas merupakan ungkapan kekecewaan para Shoujou terhadap

manusia. Repetisi terdapat pada kata ki ueta yang berarti ‘tanam pohon’.

Pengulangan kata tersebut menjelaskan suatu pekerjaan yang dilakukan berulang-

ulang oleh para Shoujou, yaitu menanam pohon. Pohon-pohon di hutan tempat

tinggal para mereka dibabat habis hingga menjadi hutan yang gundul dan gersang.

Mereka berusaha menyelamatkan hutan dengan menanam pohon lagi dan lagi,

Page 86: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

tetapi manusia menghancurkannya kembali sehingga tanah hutan menjadi rusak dan

tidak dapat subur seperti sebelumnya. Hal tersebut membuat para Shoujou ingin

membunuh manusia.

5.2.2 Idiom

Idiom merupakan konstruksi kata yang maknanya tidak sama dengan

gabungan makna anggota-anggotanya. Sekelompok kata yang berupa idiom

mempunyai makna khas dan tidak sama dengan makna kata per katanya. Jadi, idiom

mempunyai kekhasan bentuk dan makna di dalam kebahasaan yang tidak dapat

diterjemahkan secara harfiah (Al-Ma’ruf, 2009:72). Berikut ini adalah beberapa

idiom yang terdapat dalam Mononoke Hime.

「はい。タタリ神に矢を射るとき、心をきめました。」

「Hai. Tatarigami ni ya o iru toki, kokoro o kimemashita.」Terjemahan :“Ya, aku sudah siap sejak melepaskan panahku pada Tatarigami.”

Bentuk kamus dari idiom kokoro o kimemashita adalah kokoro o kimeru.

Kokoro berarti ‘hati’ dan kimeru berarti ‘memutuskan’. Dalam kutipan di atas idiom

tersebut berarti ‘sudah siap’. Apabila dihubungkan dengan arti sebenarnya, ‘hati

yang memutuskan’ menunjukkan kesiapan seseorang. Dalam film ini menunjukkan

kesiapan Ashitaka pergi dari desa untuk menyembuhkan kutukan Tatarigami di

tangannya.

「おいで、なかなおりしょう。おまえの主人をはこぶから、カをか

しておくれ。」

「Oide, nakanaori shou. Omae no shujin o hakobukara, chikara o kashiteokure.」Terjemahan :“Kemari. Mari berteman. Bantu aku membawa tuanmu ya.”

Page 87: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Bentuk kamus chikara o kashite okure adalah chikara o kashite okuru.

Chikara berarti ‘kekuatan’ dan kashite okuru berarti ‘pinjamkan’. Idiom tersebut

menunjukkan makna meminta bantuan. Dalam film ini diceritakan San meminta

bantuan Yakkul untuk memanggul Ashitaka yang sedang pingsan.

「のろいが、わが身を食いつくすまで、苦しみ、 生きろと ・・・。」

「Noroi ga, waga mi o kui tsukusu made, kurushimi, ikiro to.」Terjemahan :“ Dia menyembuhkan lukaku, tetapi bekasnya masih ada. Aku harusmenderita sampai kutukan ini membunuhku.”

Mi berarti ‘nyawa’, kui berarti ‘makan’. Mi o kui berarti ‘makan nyawa’.

Memakan nyawa menunjukkan arti ‘membunuh’. Dalam film ini diceritakan

Shishigami menyembuhkan luka Ashitaka, tetapi tidak menghilangkan kutukannya.

Ia harus merasakan penderitaan sampai kutukan itu membunuhnya.

5.3 Bentuk Wacana Konflik Lingkungan Dalam Mononoke Hime

Konflik dalam Mononoke Hime disebabkan oleh dua kelompok yang

memiliki pandangan berbeda terhadap pengelolaan lingkungan, yaitu kelompok

Kami dan kelompok manusia yang terdiri dari kelompok Tatara Ba, kelompok Jiko

Bou, dan kelompok samurai. Kelompok Kami melihat kegunaan alam dari

kacamata pemerhati lingkungan sedangkan kelompok manusia melihat kegunaan

alam dari nilai ekonomi. Kelompok Kami memaknai pemanfaatan sumber daya

alam sesuai dengan tingkat kecukupan akan sumber daya sampai pada kurun waktu

yang tak terhingga. Kelompok manusia berpandangan bahwa sumber daya alam

diperlukan sebanyak-banyaknya untuk mengakomodasi keperluan manusia.

Kelompok-kelompok tersebut memiliki pandangan dalam pengelolaan sumber

Page 88: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

daya alam yang dapat berdampak baik dan buruk bagi masyarakat dan lingkungan

sekitarnya.

5.3.1 Bentuk Wacana Perlindungan Alam

Dalam Mononoke Hime kelompok Kami yang terdiri dari Inugami,

Inoshishigami, Kodama dan Shoujou dan dipimpin oleh Shishigami berjuang

melindungi hutan Shishigami dari tangan manusia yang telah merusaknya. Dalam

kelompok ini ada seorang manusia yang dibesarkan oleh Inugami bernama San. San

merupakan sosok wanita yang kuat dan pemberani dan ia berjuang mati-matian

untuk melindungi alam. Meskipun seorang manusia, tapi San lebih mementingkan

kehidupan alam dibandingkan manusia. Ia melawan kejahatan manusia terhadap

alam.

San dan kelompok Kami diintepretasikan sebagai masyarakat lokal yang

tinggal di sekitar daerah eksploitasi sumber daya alam dan memiliki kepedulian

terhadap lingkungan. Masyarakat ini biasanya memiliki kepercayaan terhadap

kekuatan alam yang melebihi kekuatan manusia. Seperti Shishigami yang memiliki

kekuatan alam yang dapat memberikan kehidupan dan kematian sesuai ucapan

Ashitaka dalam kutipan berikut.

「シシ神は、死にはしないよ。命そのものだから。生と死と、ふ

たつとも、もっているもの。わたしに、生きろといってくれた。」Terjemahan :“Shishigami tidak bisa mati. Dia hidup dengan sendirinya. Hidup dan mati

adalah sesuatu yang dia berikan dan dia ambil. Dia memberi tahu kitauntuk tetap hidup.”

Shishigami merupakan representasi dari sumber daya alam yang

menyediakan segala kebutuhan manusia sehingga dapat mempertahankan

Page 89: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu masyarakat ini melakukan penghormatan

atas alam sehingga pantang bagi mereka untuk menebang tunas-tunas muda dan

mencemari lingkungan. Pola seperti ini diwariskan turun temurun, jika terdapat

anggota yang melanggar akan dikenakan sanksi. Berdasarkan mitos ini lingkungan

dapat dilestarikan oleh kelompok masyarakat lokal. Hal tersebut sejalan dengan

pemikiran dalam paham teosentrisme.

Teosentrisme mengacu pada pandangan bahwa sistem keyakinan dan nilai

terkait dengan Ketuhanan secara moralitas lebih tinggi dibandingkan dengan sistem

lainnya. Singkatnya, teosentrisme lebih menekankan keberpusatan pada Tuhan

dibandingkan pada manusia. Manusia menganut paham ini sebelum teknologi

ditemukan sehingga manusia merasa takut akan alam (Susilo, 2012:35,39). Dalam

paham ini manusia menganggap kehidupannya dikendalikan dan didominasi

kekuatan supranatural yang menguasai alam.

Masyarakat ini juga membangun mitos-mitos tertentu yang semata-mata

ditujukan sebagai tanggapan terhadap alam. Misalnya, manusia memiliki persepsi

yang beragam tentang bencana alam, gunung meletus, banjir, maupun peristiwa-

peristiwa lainnya. Alam dapat mendatangkan bencana bagi seluruh makhluk hidup

jika manusia terus mengekploitasi alam tanpa berusaha melestarikannya. Bencana

alam akan menghancurkan segalanya termasuk manusia itu sendiri.

Mitos-mitos tersebut bertujuan untuk mengendalikan perilaku eksploitasi

manusia terhadap alam karena sumber daya alam merupakan komponen utama

dalam menyokong kehidupan di bumi. Hampir seluruh peradaban manusia

membutuhkan sumber daya alam yang sifatnya terbatas. Sejarah membuktikan

semakin majunya peradaban manusia, maka kebutuhan akan sumber daya alam

Page 90: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

akan semakin besar. Namun, perkembangan sumber daya alam khususnya bahan

pangan berbanding terbalik dengan jumlah populasi manusia. Pertumbuhan

manusia akan mengikuti deret hitung sedangkan perkembangan bahan pangan akan

mengikuti deret ukur. Kenyataan ini ternyata juga sebanding dengan kebutuhan

manusia lainnya. Alam yang dieksploitasi secara terus menerus akan

mengakibatkan kekurangan sumber daya alam sehingga manusia tidak dapat

mencukupi kebutuhannya dalam jangka waktu panjang. Hal tersebut juga

mengakibatkan alam tidak memiliki waktu untuk meregenerasi sehingga semakin

lama akan terjadi kerusakan alam.

Berdasarkan hal tersebut masyarakat lokal yang peduli terhadap lingkungan

memiliki gagasan untuk melindungi sumber daya alam. Dalam mewujudkan

gagasan ini masyarakat melakukan berbagai upaya seperti reforestation 13 dan

perlawanan kepada masyarakat yang merusak lingkungan. Dalam Mononoke Hime

upaya reforestation dilakukan oleh para Shoujou. Berikut ini kutipan ucapan

Shoujou yang telah berupaya menyelamatkan hutan Shishigami dengan menanam

pohon.

「木、うえた。木、うえ、木、うえた。みな、人間ぬく。森、も

どらない。人問、ころしたい。」Terjemahan :“Kami menanam pohon, menanam pohon, menanam pohon. Manusiamenghancurkannya. Hutan tidak akan kembali lagi. Kami membunuhmanusia.”

Para Shoujou berusaha menanam pohon terus menerus di hutan Shishigami, tetapi

manusia selalu menghancurkannya. Pohon-pohon tidak akan tumbuh lagi dan hutan

13 Reforestation adalah penghutanan kembali (Hidayat, 2011:10).

Page 91: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

pun akan menjadi rusak. Shoujou merasakan kebencian terhadap manusia sehingga

ingin membunuhnya.

Upaya Shoujou tersebut sama seperti yang dilakukan masyarakat yang

berusaha menyelamatkan lingkungan dengan melakukan reforestation.

Reforestation merupakan konsep pengelolaan hutan yang lestari. Hasil alam yang

telah dipanen akan ditanam kembali sehingga sumber daya alam tetap terjaga

kelestariannya. Jika sumber daya alam selalu dilestarikan oleh manusia setelah

digunakannya, maka karunia alam dapat dinikmati seluruh makhluk hidup dalam

jangka waktu yang panjang.

Usaha yang dilakukan Shoujou tersebut sia-sia sehingga Inugami dan

Inoshishigami bekerjasama melakukan perlawanan terhadap manusia. Berikut ini

kutipan ucapan Okkotonushi, pimpinan Inoshishigami yang bermaksud melakukan

perlawanan terhadap manusia.

「モロ、わしの一族をみろ。みんな、小さく、ばか になりつあ

る。このままでは、わしらは、ただの肉として、人間に、符ら

れるようになるだろう。」Terjemahan :“Lihat suku kami, Moro. Kami tumbuh menjadi kecil, dan kami tumbuh

menjadi bodoh. Untuk mengakhiri ini adalah dengan cara mengakhiripermainan manusia yang suka berburu daging.”

Akibat ulah manusia yang telah merusak alam kekuatan Kami dan penghuni hutan

menjadi lemah, mereka merasa kecil dan bodoh. Okkotonushi ingin segera

mengakhiri penderitaannya dengan cara menyerang manusia.

Perlawanan kelompok Kami dapat diintepretasikan sebagai gerakan

penyelamat lingkungan. Warga sekitar lokasi kerusakan lingkungan melakukan

penyelamatan lingkungan dengan menggunakan sikap dan tindakan mereka. Upaya

ini dilakukan sebab upaya reforestation ini tidak dapat berjalan dengan baik

Page 92: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

sehingga para penyelamat lingkungan melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak

yang telah merusak alam. Dampak-dampak yang dirasakan sangat merugikan

masyarakat dan lingkungan memaksa mereka bergerak dengan beragam cara.

Gerakan perlawanan ini berupa aksi-aksi demonstrasi di lapangan, lobi-lobi dengan

para pejabat negara, maupun penyebaran informasi dan opini ke berbagai kalangan.

Dalam pelaksanaannya gagasan masyarakat lokal tentang lingkungan tidak

selalu berdampak baik bagi perkembangan kehidupan manusia selanjutnya.

Manusia hanya akan bergantung dengan ketersediaan sumber daya alam dan

cenderung menyerah terhadap bencana alam. Apalagi seiring dengan

perkembangan zaman populasi manusia bertambah dengan cepat sehingga

kebutuhan manusia akan sumber daya alam tidak tercukupi. Oleh karena itu

diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengeksploitasi sumber daya

alam agar kebutuhan seluruh manusia dapat terpenuhi. Selain itu, manusia akan

mendapatkan keuntungan materi jika sumber daya alam dieksploitasi secara

maksimal.

5.3.2 Bentuk Wacana Eksploitasi Alam

Pada zaman Muromachi teknologi mulai dikenal oleh beberapa masyarakat

Jepang sehingga kepercayaan mereka akan kekuatan alam pun mulai berubah. Ilmu

pengetahuan dan teknologi membuat manusia dapat menguasai, mengendalikan,

bahkan dapat menaklukkan alam. Berdasarkan pemikiran tersebut lahirlah paham

antoposentrisme. Antroposentrisme merupakan paham yang memandang manusia

sebagai pusat dari sistem alam semesta (Susilo, 2012:105). Hori menjelaskan

bahwa pemikiran mengenai alam yang modern untuk hidup berdampingan dengan

Page 93: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

alam pada akhirnya juga merujuk pada pemikiran mengenai utopia, yaitu alam

bekerja demi manusia (Hori, 2008:1). Dalam pemikiran antroposentrisme manusia

melihat alam sebagai suatu objek untuk memenuhi kebutuhan karena manusia tidak

dapat hidup tanpa alam. Pernyataan tersebut menjadi pembelaan oleh kaum

pendukung antroposentrisme (Sonny Keraf, 2010:34).

Paham antroposentrisme tercermin dalam diri Eboshi Gozen yang memiliki

gagasan mengeksploitasi alam demi kebutuhan manusia. Eboshi merupakan

representasi dari orang Jepang yang modern, yaitu demi modernisasi mereka harus

mengorbankan hutan dan Kami. Kami yang tinggal di hutan dipercaya sebagai

penjaga hutan maka dengan membunuh Shishigami yang menjadi penguasa hutan

tersebut Eboshi berharap dapat menguasai hutan. Hal tersebut dipaparkan dalam

kutipan berikut.

アシタカ:「あなたは、シシ神の森まで、うばうつもりか。」

エボシ:「古い神が、いなくなれば、ここは、ゆたかな国になる。

もののけ姫も、人間にもどろう。」Terjemahan :Ashitaka :“Bahkan kau juga menginginkan hutan Shishigami?”Eboshi :“Tanpa para dewa kuno, mereka hanyalah hewan buas. Dengan

hilangnya hutan dan Inugami itu tanah ini akan menjadikaya, dan Mononoke akan menjadi manusia.”

Dari pernyataan Eboshi tersebut dapat diketahui keinginannya untuk menguasai

alam. Dengan mengalahkan para Kami, maka yang memegang kendali atas hutan

adalah para manusia.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Eboshi memiliki

gagasan bahwa alam digunakan sebagai objek eksploitasi manusia. Hal tersebut

dilakukannya karena keadaan pada zaman Muromachi, saat manusia berjuang mati-

matian untuk bertahan hidup. Saat terjadi banyak peperangan sehingga masyarakat

Page 94: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

mengalami kesulitan ekonomi yang mengakibatkan wabah kepalaran dan

kemiskinan. Manusia harus memanfaatkan sumber daya alam secara maksimal

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Eboshi datang untuk merevolusi dan merevitalisasi industri besi dengan

mempekerjakan orang-orang yang dikucilkan masyarakat seperti mantan pelacur,

penderita kusta, pengemis, dan lain-lain untuk memperkuat Tatara Ba. Ia dicintai

oleh para pekerjanya karena telah memberikan mereka pekerjaan untuk mencari

nafkah dan memperlakukan mereka dengan baik. Eboshi digambarkan memiliki

jiwa revolusioner dalam kemajuan sosial dan teknologi. Kemajuan teknologi

digunakannya untuk mencari keuntungan materi dengan cara mengeksploitasi alam

agar dapat menafkahi pekerjanya. Inovasinya telah membawa kemakmuran dan

stabilitas rakyat Tatara Ba yang dapat hidup tanpa ancaman kelaparan dan

penindasan tuan tanah meskipun mereka harus bekerja keras mengolah besi.

Eboshi dapat diintepretasikan sebagai pelaku bisnis yang melihat sumber

daya alam dari segi ekonomi. Eboshi memiliki gagasan bahwa nilai ekonomi yang

terkandung dalam sumber daya alam yang dapat memberikan kesejahteraan,

melalui kegiatan pengelolaan dan pemanfaatannya. Mendapatkan manfaat ekonomi

dari pengelolaan sumber daya alam, maka terdapat relevansi bahwa pemanfaat atau

pengelolaan sumber daya alam dapat berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Namun, demi menuruti perkembangan industrialisasi, sumber daya alam

yang pasif tadi dieksploitasi secara luas. Semakin berhasil perusahaan

mengeksploitasi sumber daya alam, maka semakin sukses mereka dapat

mengendalikan hidupnya dan semakin banyak pula material income yang

Page 95: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

didapatkan. Dalam hal ini pelaku bisnis bersikap individualism yakni sikap dan

keyakinan dengan menekankan dorongan personal tanpa memikirkan kepentingan

dan kerugian di pihak masyarakat lokal (Susilo, 2012: 65—68). Bentuk-bentuk

keserakahan semacam ini akan lebih mengorientasikan manusia hanya pada

kepentingan dan keberhasilan dirinya, tanpa berpikir panjang akibat yang akan

diterima kelompok masyarakat lokal. Menyangkut persoalan distribusi sumber daya

alam, persoalan yang sering terjadi adalah ketidakmerataan.

Usaha Eboshi membangun Tatara Ba didukung oleh Jiko Bou yang

merupakan agen suruhan kaisar. Kelompok Jiko Bou diperintahkan kaisar untuk

menjalankan tugas berburu kepala Shishigami yang dianugerahi keabadian untuk

diberikan kepada kaisar. Shishigami merupakan Kami yang menguasai alam karena

kekuatannya memberi kehidupan dan kematian. Jiko Bou dibantu oleh pasukan

karakasaren dan jibashiri. Jiko Bou melakukan berbagai cara agar tujuan kaisar

dapat tercapai. Ia memberikan pasukan ishibiyashuu kepada Eboshi untuk

membantunya membangun Tatara Ba. Kemudian Jiko Bou memaksa Eboshi untuk

mau bekerjasama dengannya memburu kepala Shishigami. Eboshi yang merasa

berhutang budi bersedia melaksanakannya. Selain itu, Jiko Bou juga menggunakan

kekerasan dan senjata untuk membunuh para penghuni hutan.

Pelaku bisnis seperti perusahaan dan investor dapat berkembang dengan

baik apabila didukung oleh pemerintah. Kaisar dalam film ini dapat diintepretasikan

sebagai pemerintah pusat suatu negara. Keinginan kaisar mendapatkan kepala

Shishigami untuk keabadiannya merupakan gambaran seorang penguasa yang

memperkuat kedudukannya dengan cara menguasai sumber daya alam. Dalam hal

ini fungsi negara dalam konsep hak menguasai negara atas sumber daya alam lebih

Page 96: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

sebagai pihak yang mempunyai otoritas untuk melakukan penatagunaan sumber

daya alam. Penatagunaan sumber daya alam merupakan kebijakan pengelolaan

yang mengatur aspek-aspek penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan sumber

daya alam yang berwujud konsolidasi pemanfaatan sumber daya alam sebagai satu

kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil (Hidayat, 2011:20).

Negara dimaknai sebagai pemilik mutlak atas bumi, air dan kekayaan alam

yang ada di dalamnya tapi negara lebih pada posisi politis sebagai “badan penguasa”

dalam suatu wilayah. Pemerintah pusat memeiliki gagasan menguasai segala

sumber daya alam yang digunakan untuk tujuan sebesar-sebesarnya kemakmuran

dan kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah pusat sebagai organisasi kekuasaan

tertinggi di dalam suatu wilayah, diberikan mandat oleh rakyatnya guna mengatur

dan memimpin kehidupan rakyatnya dalam suatu wilayah. Mereka bertugas untuk

dapat menciptakan rasa aman dan kesejahteraan bagi rakyatnya oleh karena itu

semua tanggung jawab pengurusan dan pengelolaan yang ada dalam suatu wilayah

diserahkan kepada pemerintah pusat termasuk mengatur, dan mengkoordinir

penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada pada wilayahnya. Selain

itu, negara juga mempunyai kewajiban melakukan pemeliharaan dan pelestarian

sumber daya alam (Hidayat, 2011:21--22).

Demi melancarkan gagasannya menguasai sumber daya alam, pemerintah

mengerahkan pasukan militer. Pasukan Jiko Bou diintepretasikan sebagai pasukan

militer. Kekuasaan yang menggunakan saluran militer menggunakan cara-cara

kekerasan dan paksaan agar pihak yang dikuasai yaitu masyarakat lokal memiliki

tingkat kepatuhan yang tinggi kepada pihak yang berkuasa. Sarana paksaan fisik

yang sering kali digunakan untuk menguasai pihak lain adalah senjata. Melalui

Page 97: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

senjata, pasukan militer dapat menguasai pihak lain, sebagaimana sistem

pemerintahan kolonialisme. Tujuan dari kekuasaan yang menggunakan saluran

militer ini yaitu menimbulkan rasa takut masyarakat lokal agar menurut terhadap

apa yang diperintahkan oleh kekuatan militer tersebut. Mereka memandang

kekuasaan sebagai perjuangan, pertentangan, dominasi, dan konflik pada umumnya.

Kekuasaan yang demikian ini menimbulkan sifat kekuasaan yang otoriter.

Adapun kekuasaan atas sumber daya alam dipandang negatif jika

penggunaan sumber-sumber kekuasaan ini untuk mencegah masyarakat lokal

mencapai tujuan yang sebenarnya baik tetapi dipandang tidak perlu sehingga

merugikan pihak tersebut. Hal ini disebabkan kekuasaan pribadi tujuannya lebih

pada pencapaian tujuan individu atau kelompok kecil penguasa saja.

Penerapan konsep hak menguasai negara, atas sumber-sumber daya alam

yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat pada praktiknya lebih

banyak digunakan untuk melegitimasi negara dalam hal memberikan kesempatan

sebesar-besarnya bagi pemilik modal besar untuk membuka usaha-usaha

pengelolaan sumber daya alam dengan dalih untuk melaksanakan pembangunan

perekonomian. Akibatnya dari tujuan tersebut maka keluarlah berbagai kebijakan

pemerintah, yang tidak jarang akibat dari kebijakan tersebut mengeliminasi

keberadaan masyarakat termasuk masyarakat lokal dari tanah tempat

penghidupannya selama ini.

Kelompok samurai diceritakan ingin mendapatkan keuntungan dari Tatara

Ba. Kelompok samurai dipimpin seorang daimyou bernama Tuan Asano yang

memiliki pengaruh besar di sekitar wilayah Tatara Ba. Ia memiliki banyak samurai

sebagai pengikut yang membantunya dalam memperkuat kekuasaan. Tatara Ba

Page 98: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

ingin dikuasai Tuan Asano karena pabrik pengolahan besi ini memiliki nilai

ekonomi yang sangat tinggi. Selain itu, Tatara Ba dapat mengolah besi menjadi

senjata yang sangat diperlukan untuk memperkuat dan memperluas kekuasaannya.

Tuan asano dan kelompok samurainya dapat diintepretasikan sebagai

pemerintah daerah yang turut mencari keuntungan dari pelaku bisnis seperti

perusahaan dan investor. Sumber daya alam merupakan aset esensial bagi daerah

terutama yang memiliki sumber daya alam berlimpah sehingga pada akhirnya

mampu meningkatkan pendapatan daerah dan taraf kehidupan masyarakatnya. Per-

izinan diberikan kepada perusahaan atau investor guna membuka lahan untuk

proses produksi berbagai bentuk sumber daya alam agar kesejahteraan masyarakat

dapat meningkat. Selanjutnya dapat memajukan daerah tersebut secara bertahap

dan berkelanjutan.

Dalam era otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah memiliki kewenangan

mengizinkan kekuatan-kekuatan bisnis dalam sumber daya alam. Kewenangan dari

pemerintah daerah digunakan para pelaku bisnis untuk mengekploitasi alam secara

besar-besaran sehingga dapat meraih material income sebanyak-banyaknya.

Pemerintah daerah pun turut memperoleh keuntungan dari pelaku bisnis tersebut.

Sumber daya alam diekploitasi untuk kepentingan komersil dalam bidang

perekonomian, perindustrian, pariwisata, dan lain-lain. Semakin banyak sumber

daya alam yang dijadikan proyek komersil semakin banyak pendapatan daerah yang

diperoleh.

Page 99: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Dalam hal ini manusia memiliki sifat materialism14 dalam mengkonsumsi

sumber daya alam. Konsumsi bukan lagi sekadar sebagai sarana untuk bertahan

hidup atau menjaga kelangsungan hidup, tetapi ia telah berubah menjadi hidup itu

sendiri. Konsumsi merupakan gaya hidup baru yang diyakini sebagai salah satu

simbol dari modernitas. Akibatnya, ia menjadi semacam candu yang tak bisa

dikendalikan. Sebagai konsekuensi menuruti kebutuhan nafsu manusia ini, baik

pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pelaku bisnis berlomba-lomba

mencari sumber-sumber material untuk memanjakan nafsu mereka.

Industri muncul demi memenuhi kebutuhan hidup manusia dan

mendatangkan keuntungan materiil bagi siapa pun yang berhasil menggerakkan dan

memanfaatkannya. Tetapi, sesuatu yang tidak bisa dihindari jika industri juga

menghasilkan dampak yang merugikan alam, lingkungan, dan tentunya habitat

manusia. Seperti yang dilakukan Shishigami yang telah menghancurkan segalanya

akibat ulah manusia yang mengeksploitasi alam.

Sebenarnya jika sumber daya alam dimanfaatkan hanya mengikuti

kebutuhan masing-masing secara individu, ia akan memiliki kemampuan

meregenerasi dengan sendirinya. Hanya yang terjadi penggunaan sumber daya alam

tidak memerhatikan daya dukung lingkungan dan minimnya usaha untuk

melestarikannya. Akibatnya lingkungan rusak di mana-mana dan besar

kemungkinan tidak terselamatkan.

14 Materialism adalah kemodernan yang diukur dengan tindakan-tindakan konsumsi(Susilo, 2012:66)

Page 100: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB VI

FUNGSI WACANA KONFLIK LINGKUNGAN DALAM TEKS FILM

ANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI

Dalam bab ini diuraikan fungsi wacana konflik lingkungan dalam teks film

animasi Mononoke Hime yang mencakup solidaritas internal masyarakat Jepang

dalam mengatasi konflik lingkungan, pengendalian sosial masyarakat Jepang dalam

menjaga harmonisasi alam, dan integrasi masyarakat Jepang dalam mewujudkan

harmonisasi alam. Fungsi wacana konflik lingkungan dianalisis sesuai dengan teori

fungsi konflik. Uraian ini perlu dilakukan untuk menganalisis fungsi konflik dalam

Mononoke Hime yang tidak selalu berdampak negatif, tetapi justru berdampak

positif bagi kehidupan masyarakat Jepang.

6.1 Solidaritas Internal Masyarakat Jepang dalam MengatasiKonflik Lingkungan

Coser mengungkapkan bahwa konflik dengan kelompok lainnya dapat

menghasilkan solidaritas di dalam kelompok tersebut sehingga menjadi kekuatan

yang mempersatukan. Konflik juga dapat berfungsi untuk memperlancar

komunikasi dalam kelompok (dalam Setiadi, 2011:372). Sebelum terjadi konflik

anggota-anggota kelompok akan berkumpul dan merencanakan apa yang akan

dilakukan. Lewat tukar-menukar pikiran bisa mendapat gambaran yang lebih jelas

akan apa yang harus dibuat entah untuk mengalahkan lawan atau untuk

menciptakan kedamaian. Selanjutnya komunikasi akan menjadi proses refleksi

Page 101: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

internal kelompok-kelompok mengenai kelompok di luar mereka sehingga

meningkatkan partisipasi setiap anggota terhadap pengorganisasian kelompok.

Konflik dalam Mononoke Hime terjadi karena perubahan sosial dan

perbedaan kepentingan masing-masing kelompok. Inti masalah terletak pada

sumber daya alam, yaitu hutan Shishigami dan pasir besi yang bukan menjadi

masalah yang mendasar dalam kelompok internal. Konflik yang demikian itu saling

menetralisasi dan sesungguhnya berfungsi mempersatukan sistem sosial. Masalah-

masalah tersebut tidak menyangkut nilai-nilai inti dalam kelompok internal, maka

konflik yang demikian tidak membahayakan struktur sosial dalam kelompok.

Bahkan, justru dapat meningkatkan solidaritas internal, yaitu berbagai kelompok

bisa memiliki pandangan yang berbeda mengenai berbagai masalah yang berbeda

pula.

Karakter masyarakat Jepang yang berorientasi terhadap kelompok menjadi

dasar rasa solidaritas kelompok-kelompok dalam Mononoke Hime. Orientasi

kelompok adalah kerangka berpikir orang Jepang terhadap kerja kelompok yang

didasari kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok dalam suatu

kehidupan sosial masyarakat yang diikat oleh kehidupan bekerja sama di dalam satu

kehidupan kelompok atau masyarakat. Orientasi kelompok ini disebut dengan

shuudanshikou (Kawamoto, 1973:17). Orang Jepang ketika berinteraksi dengan

sesamanya di dalam kegiatan kelompok menunjukkan sikap keberadaannya dalam

kelompok. Mereka berusaha keras menjalankan tugas dan kewajiban dalam

melakukan kegiatan agar mereka memperoleh hasil yang menguntungkan bagi

kelompoknya.

Page 102: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Ada dua hal yang mendasari pemikiran orang Jepang dalam kerangka

orientasi kelompok dan keberhasilan dalam kehidupan kelompok, yaitu semangat

kebersatuan (ittaikan) dan kebersamaan (kyoudoutai) (Madubrangti, 2008:24).

Semangat kebersatuan (ittaikan) adalah semangat kerja sama dan kebersamaan

dalam kelompok yang lahir dan orang-orang yang masuk ke suatu kelompok tanpa

membawa keterampilan atau keahlian yang menjadi pengalamannya (Iwamoto,

1997). Kebersamaan (kyoudoutai) adalah kepercayaan dan keyakinan yang ada

pada diri seseorang terhadap suatu tindakan yang bersifat kolektif. Setiap orang

yang terlibat di dalam kelompoknya sudah dihadapkan dengan batasan-batasan

yang menyangkut kebersamaan (Durkheim, 1990:4). Shuudanshikou, ittaikan, dan

kyoudoutai mempererat hubungan internal dalam kelompok Tatara Ba dan

kelompok Kami saat terjadi konflik.

Solidaritas kelompok Tatara Ba dapat terwujud berkat peran pemimpin

mereka, yaitu Eboshi. Kekuasaaan digunakan Eboshi untuk mengendalikan dan

mengatur struktur sosial dalam kelompok internal sehingga rasa solidaritas dapat

terwujud. Eboshi merevitalisasi Tatara Ba dengan mempekerjakan orang-orang

yang terbuang dari masyarakat seperti penderita kusta, pelacur, dan orang-orang

yang putus asa. Para pekerja ini memperkuat proses pengolahan besi di Tatara Ba.

Eboshi dicintai oleh para pekerjanya karena diberikan kesempatan bekerja untuk

mencari nafkah dan memperlakukan mereka seperti layaknya manusia bukan

seperti orang buangan. Mereka diperlakukan dengan sangat baik, sopan, dan

diberikan perhatian oleh Eboshi sehingga ia dipercaya sebagai pemimpin.

Pemimpin yang baik hati dan peduli menciptakan suasana kerja yang

menyenangkan sehingga para pekerja dapat saling bekerjasama dan beorientasi

Page 103: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

pada kepentingan kelompok. Eboshi telah menumbuhkan rasa ittaikan dan

kyoudoutai pada pekerja Tatara Ba agar terwujud shuudanshikou. Hal ini dapat

dilihat dari kinerja seluruh pekerja dalam pengolahan pasir besi. Ittaikan pada

kelompok Tatara Ba terlihat di dalam kegiatan mengolah pasir besi. Para pekerja

di Tatara Ba terdiri atas orang-orang yang tidak memiliki keahlian mengolah besi.

Namun, dalam sistem kerjasama kelompok Tatara Ba merupakan satu kesatuan unit

keluarga. Kesatuan unit keluarga sebagai tempat kerja ini terbentuk dari para

pekerja yang sebelumnya tidak memiliki suatu keterampilan dan mereka bekerja

sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam organisasi yang

mengikatnya. Tugas dan kewajiban ini dilakukan para pekerja sebagai pengetahuan

yang dimiliki dan berkembang sebagai pengalaman yang dapat menyejahterakan

kelompok Tatara Ba.

Eboshi mengajari para wanita untuk bekerja mengolah pasir besi menjadi besi

dengan menggunakan metode tatara. Tatara merupakan metode Jepang kuno untuk

pengolahan pasir besi. Proses pembakaran pasir besi dengan metode tersebut

memerlukan suhu panas yang sangat tinggi sehingga membutuhkan alat yang

bernama fuigo untuk menghasilkan angin yang membantu proses pembakaran pasir

besi. Fuigo tersebut menggunakan papan kayu yang diinjak naik dan turun untuk

menghasilkan angin. Para pekerja tatara harus terus menginjak papan itu agar angin

tetap keluar tanpa henti (diakses dari https://www.hitachi-

metals.co.jp/e/tatara/index.htm.) Berikut ini adalah gambar proses pembakaran besi

di Tatara Ba yang dilakukan oleh para wanita dengan menginjak fuigo.

Page 104: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

(Gambar 6.1 Ashitaka memerhatikan para wanita yang sedang menginjak fuigo)

Para pekerja wanita bergotong royong menginjak fuigo untuk menghasilkan

angin dalam proses pembakaran besi. Mereka bekerja sangat keras karena fuigo

tersebut alat yang cukup berat dan tidak boleh berhenti diinjak selama proses

pembakaran. Para wanita itu bergantian dengan teman-temannya apabila mereka

kelelahan. Ada lima orang di kanan dan lima orang di kiri yang silih berganti

menginjak fuigo naik turun.

Sistem kerja gotong royong menciptakan interaksi saling mengisi yang

dilakukan setiap pekerja dalam mengolah pasir besi dengan menginjak fuigo.

Mereka berkomunikasi dan bertukar pikiran sehingga terjalin keakraban

antarindividu. Keakraban tersebut memperkuat ittaikan dan kyoudoutai pekerja

wanita dalam kelompok Tatara Ba. Hal ini menunjukkan harmoni para pekerja

wanita sehingga terwujud solidaritas dalam kelompok Tatara ba.

Eboshi menanamkan persatuan kepada para pekerja sejak dini sehingga saat

terjadi konflik solidaritas dalam kelompok internal menjadi lebih meningkat. Hal

tersebut dapat terlihat dari sikap kebersamaan (kyoudoutai) dan kepedulian para

Page 105: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

pekerja kepada pemimpin mereka. Saat menyerang Eboshi, Ashitaka disela oleh

salah seorang penderita lepra di Tatara Ba. Di bawah ini adalah kutipan ucapan

penderita lepra tersebut.

「お若い方、どうか、その人 を、 ころさない でおくれ。その人は 、

わしらを、人として、あつかってくださった、たったひとりの人だ。

わしらの病を、 おそれず、くさった肉をあらい、 布をまいてくれた。

とうか、どうか、その人を・・・。」Terjemahan :“Anak muda aku mohon padamu jangan bunuh nona Eboshi. Dia satu-satunya yang menganggap kami sebagai manusia. Tanpa ketakutan padapenyakit kami, dia yang mencuci daging busuk kami, mebaluti kami perban.”

Seorang penderita lepra memberikan pembelaan untuk menghentikan serangan

Ashitaka pada Eboshi. Orang itu meyakinkan Ashitaka bahwa Eboshi sebenarnya

adalah wanita yang sangat baik hati. Di saat penderita lepra dikucilkan oleh

masyarakat, Eboshi dengan berjiwa besar menerima dan merawat mereka. Bahkan

luka mereka dibersihkan dan dibalut olehnya tanpa rasa takut akan tertular. Eboshi

adalah satu-satunya orang yang memperlakukan mereka seperti layaknya manusia.

Selain itu, Eboshi juga memberikannya pekerjaan sebagai pembuat ishibiya

sehingga mereka tidak putus asa oleh penyakitnya dan memiliki semangat hidup.

Mereka merasa sangat berutang budi pada Eboshi yang telah merawat dan

menyayanginya.

Penjelasan di atas menunjukkan kekompakan Eboshi dan para pekerjanya.

Saat Eboshi mendapat serangan dari Ashitaka para pekerja segera membelanya.

Serangan Ashitaka yang secara potensial dapat menimbulkan konflik justru dapat

meningkatkan kekompakan dalam kelompok internal. Selain itu, konflik antara

Eboshi dan Ashitaka juga membantu memperkuat batas antara kelompok Tatara Ba

dengan pihak lain yang dianggap mengancam persatuan.

Page 106: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Eboshi tidak hanya memberikan perhatian terhadap para penderita lepra, tapi

juga pada para pekerja wanita. Ia dekat dan bersahabat dengan para pekerjanya. Hal

ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

トキ:「エボシさま、わたしたちも、おともさせてください。せっ

かく、石灰天を、おぼえたんだから。あんな連中を、信用

しちゃだめです。」

エボシ:「だからこそ、 みんなに、 ここをまもってもらいたいのさ。

こわいのは、もののけより、人間のほうだからね。シシ神

ごろしがすんだら、いろいろ、わかるだろうよ。 師匠連が、

シシ神の首だけで、ここから手をひくもんか。待だけじゃ

ない、石灰失衆が、敵になるかもしれないんだ。しっかり

やりな、みんな。」Terjemahan :Toki :“Biarkan kami pergi bersamamu! Jangan percaya orang-orang itu!

Kami tidak bisa menolongmu dari sini jika terjadi apa-apa! Kamitelah belajar bagaimana caranya menembak.”

Eboshi :“Itulah alasannya mengapa aku ingin kalian berada di sini. Akulebih takut pada manusia daripada dewa hutan. Dengan kematiandewa rusa, segalanya akan menjadi jelas. Apakah kepala dewa rusayang diinginkan oleh kaisar? Kita mungkin saja bertarung melawanpara penembak. Kita tidak bisa memercayai mereka. Tetaplahberada di tempat kalian berdiri.”

Kutipan di atas adalah percakapan antara Toki dan Eboshi ketika Eboshi

memutuskan untuk bekerja sama dengan kelompok Jiko Bou untuk melawan

kelompok Kami. Pekerja laki-laki ikut dalam pertempuran melawan Kami,

sedangkan pekerja wanita dan para penderita lepra tetap mempertahankan Tatara

Ba dari serangan kelompok samurai. Toki, salah seorang pekerja wanita

mengkhawatirkan Eboshi dan ingin ikut dengannya melawan kelompok Kami agar

dapat menolongnya jika terjadi musibah. Eboshi meyakinkan para pekerja wanita

untuk menjaga Tatara Ba karena ia telah mengajari mereka cara menembak. Eboshi

juga khawatir jika Ishibiyashuu berbalik melawan Tatara Ba. Ia memberikan

tanggung jawab kepada para wanita untuk menjaga Tatara Ba dari serangan musuh.

Page 107: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui hubungan antara Eboshi dan

para pekerjanya sebelum dan sesudah konflik. Sebagai pimpinan, Eboshi menjalin

komunikasi yang akrab dengan para pekerjanya sehingga mereka dapat saling

percaya. Kepercayaan ini yang mendasari sikap kyoudoutai dan ittaikan sehingga

anggota kelompok Tatara Ba terfokus pada shuudanshikou, bukan kepentingan

individu. Hal tersebut yang menciptakan solidaritas internal dalam kelompok

Tatara Ba saat terjadi konflik dengan kelompok Kami.

Solidaritas internal juga ditunjukkan oleh kelompok Inoshishigami dan

Inugami. Sekelompok Inoshishigami yang berasal dari utara pergi menuju hutan

Shishigami. Inoshishigami yang dipimpin oleh Okkotonushi tersebut mendengar

kabar bahwa para Inoshishigami yang dipimpin oleh Nago telah mati di hutan

Shishigami akibat ishibiya yang ditembakkan oleh manusia. Mereka datang dengan

seluruh kelompoknya untuk membalaskan dendam Nago dan untuk menyelamatkan

hutan Shishigami. Ketegangan sempat terjadi ketika Inoshishigami bertemu dengan

Inugami, tetapi dapat dihindarkan karena ketegangan itu dapat diproyeksikan ke

suatu sumber yang ada di luar masalah dalam kelompok. Hasilnya adalah bahwa

para anggota kelompok Kami mempersalahkan manusia karena kesulitan

internalnya daripada membiarkan kesulitan ini menghasilkan perpecahan atau

konflik dalam kelompok itu.

Kemudian mereka bergabung dengan Inugami dalam satu kelompok yang

membela para Kami dan penghuni hutan. Konflik dengan kelompok Tatara Ba

memperkuat kekompakan internal dan meningkatkan moral kelompok Kami.

Persepsi terhadap ancaman dari manusia membantu kelompok Kami meningkatkan

Page 108: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

atau mempertahankan solidaritas internal. Di bawah ini adalah kutipan percakapan

antara Moro dan Okkotonushi tentang pemikirannya melawan manusia.

おっことぬし:「モロ、わしの一族をみろ。みんな、小さく、ば

かになりつある。このままでは、わしらは、ただ

の肉として、人間に、符られるようになるだろ

う。」

モロ:「気にいらぬ。いちどに、けりをつけようなどと、人間ど

もの、おもうつぼだ。」Terjemahan :Okkotonushi :“Lihat suku kami, Moro. Kami tumbuh menjadi kecil, dan

kami tumbuh menjadi bodoh. Untuk mengakhiri ini adalahdengan cara mengakhiri permainan manusia yang sukaberburu daging.”

Moro :“Untuk mempertaruhkan semuanya di pertempuran terakhir adalahbermain ke dalam permainan mereka.”

Akibat ulah manusia, Okkotonushi dan pasukan Inoshishigami merasa menderita.

Okkotonushi memutuskan untuk menyerang manusia agar perilaku kejam mereka

terhadap alam mendapat ganjarannya. Moro memiliki pemikiran yang sama untuk

menyerang manusia, lalu mereka sepakat untuk bekerja sama melawan manusia.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa konflik dengan

kelompok lainnya dapat menghasilkan solidaritas di dalam kelompok tersebut

sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan. Solidaritas dalam kelompok

internal dapat terwujud karena kelancaran komunikasi antar anggota dalam

kelompok. Mereka saling berinteraksi mencari jalan keluar untuk menghadapi dan

menyelesaikan konflik dengan cara mengalahkan lawan atau untuk menciptakan

kedamaian. Selanjutnya komunikasi akan menjadi proses refleksi internal

kelompok-kelompok mengenai kelompok di luar mereka sehingga tercipta ittaikan

dan kyoudoutai. Dua hal tersebut mendasari pemikiran masyarakat Jepang agar

berorientasi terhadap kelompok sehingga terwujud solidaritas internal.

Page 109: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Film animasi Mononoke Hime sebagai sarana edukasi yang mengajarkan

kepada penonton rasa ittaikan dan kyoudoutai dalam masyarakat Jepang. Ittaikan

dan kyoudoutai menurut Fukutake harus diajarkan sejak anak lahir, karena sejalan

dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwanya ia sudah dihadapkan dengan

kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung di dalam kehidupan keluarga (1997: 39--41).

Kehidupan keluarga tidak terlepas dari tradisi yang menunjukkan rasa ittaikan dan

kyoudoutai yang menghasilkan solidaritas. Sikap solider terlihat dari kehidupan

anak tanpa disadari sehingga film animasi merupakan sarana edukasi yang baik

untuk menanamkan rasa solidaritas kepada anak sejak dini.

6.2 Pengendalian Sosial Masyarakat Jepang dalam MenjagaHarmonisasi Alam

Di dalam kehidupan sosial selalu terdapat alat kontrol atau alat kendali untuk

mengendalikan berbagai tingkah laku anggota kelompok sosial agar tingkah laku

para anggota tersebut tetap dalam batas-batas tingkah konformis. Artinya perilaku

manusia selalu dibatasi dalam batasan antara mana yang boleh dilakukan dan

perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan. Batasan ini tentu dalam bentuk

perintah dan larangan yang dinamakan pengendalian sosial. Menurut Joseph

S.Roucek pengendalian sosial adalah proses baik direncanakan maupun tidak

direncanakan, yang bersifat mendidik, mengajak, bahkan memaksa warga-warga

masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku (dalam

Setiadi, 2011:252).

Di dalam kenyataan tertentu pasti ada sebagian anggota masyarakat yang

menaati peraturan dan ada sebagian yang melakukan pelanggaran. Untuk mencegah

Page 110: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

atau mengurangi agar warga masyarakat tidak melakukan pelanggaran aturan, maka

di dalam kelompok masyarakat terdapat seperangkat nilai dan norma. Norma dan

nilai sosial bukan hanya sebagai petunjuk arah bagi tata kelakuan para anggota

kelompok sosial saja tetapi ia juga memiliki kekuatan kendali yang mengikat

masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan sosial

Dalam masyarakat Jepang ada berbagai aturan dan norma yang mengatur

kehidupan sosial. Aturan dan norma tersebut dipengaruhi oleh agama Shinto yang

mendasari nilai-nilai sosial Jepang sejak zaman dahulu kala. Salah satunya adalah

penghormatan atas alam. Menurut agama Shinto, alam adalah kekuatan pemelihara

yang penuh kebajikan yang harus dihargai oleh manusia dan merupakan

perwujudan dari sumber kejadian. Manusia dapat masuk ke inti realitas dan

menyatu dengannya melalui pemahaman atas bentuk-bentuk alam. Alam tidaklah

terpisah dari para dewa atau manusia, tetapi menyatu dengan keduanya (Bellah,

1992:82).

Norma sosial dalam agama Shinto mengatur masyarakat Jepang untuk

menghormati alam karena manusia dapat hidup melalui sumber daya alam. Selain

itu, segala sesuatu di alam diyakini memiliki kekuatan dan dapat menciptakan

bencana yang disebut dengan Kami. Alam, Kami, dan manusia tidaklah terpisah,

tetapi menyatu sehingga terwujud harmonisasi. Agama Shinto memiliki andil besar

bagi tercapainya harmonisasi alam, sebab melalui pendidikan keagamaan,

masyarakat Jepang dibimbing untuk menjadi manusia yang bertindak atas dasar

norma-norma agama yaitu untuk menghormati alam. Jika semua anggota

masyarakat bersedia menaati norma ini, maka hampir dapat dipastikan bahwa

Page 111: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

lingkungan menjadi lestari dan kehidupan masyarakat akan makmur dan sejahtera

karena sumber daya alam yang memadai.

Dalam Mononoke Hime alam dibuat hidup dalam wujud binatang-binatang

berukuran besar, dapat berkomunikasi dengan manusia dan memiliki kekuatan

supranatural yang disebut dengan Kami. Alam diciptakan sedemikian rupa oleh

pengarang agar dapat melawan manusia yang telah merusak alam, yaitu kelompok

Tatara Ba. Kelompok Tatara Ba membabat hutan untuk kepentingan pabrik

pengolahan besi. Kelompok samurai menyerang Tatara Ba untuk menguasai besi.

Selain itu, kelompok Jiko Bou memburu kepala Shishigami. Kelompok Kami dan

para penghuni hutan melawan manusia untuk melindungi hutan sehingga terjadilah

konflik.

Sikap kelompok Tatara Ba, samurai, Jiko Bou, dan Kami tidak sesuai

dengan norma sosial dalam agama Shinto. Kelompok Tatara Ba, samurai, dan Jiko

Bou telah merusak alam demi kepentingan dan keuntungan pribadi sehingga tidak

sesuai dengan norma sosial, yaitu penghormatan atas alam. Manusia yang

seharusnya dapat melestarikan alam, justru merusaknya. Kemudian kemarahan

kelompok Kami kepada manusia telah menimbulkan disharmonisasi. Hal tersebut

juga tidak sesuai dengan norma agama Shinto, yakni terciptanya harmonisasi antara

Kami, manusia, dan alam. Ashitaka menjadi penengah dalam konflik dan berusaha

mengendalikan keadaan sosial yang sedang kacau.

Ashitaka berusaha meredakan permusuhan dengan melakukan komunikasi

baik kepada pihak Tatara Ba maupun pihak Kami. Namun konflik antara kedua

kelompok tersebut tidak dapat dihindari sehingga ia hanya mengikuti jalannya

konflik dan menjaga agar konflik tak menghancurkan seluruh struktur kelompok.

Page 112: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Di tengah perang antara kelompok Kami dan kelompok Tatara Ba ia mencoba

mencari jalan keluar yang meredakan permusuhan. Ia menolong kelompok Tatara

Ba dan kelompok Kami dan meyakinkan mereka untuk berdamai. Berdasarkan

pengalamannya tersebut Ashitaka melakukan mekanisme pengendalian sosial

dengan beberapa cara yaitu pengendalian secara persuasif, koersif, dan pervasi.

Pertama-tama Ashitaka melakukan pengendalian secara persuasif.

Pengendalian sosial yang dilakukan Ashitaka yaitu dengan cara tidak menggunakan

kekerasan, tindakan pengendalian dilakukan dengan cara pendekatan kepada setiap

individu. Mereka diajak, disarankan, diimbau, atau dibimbing melalui alasan yang

rasional sehingga imbauan, saran dan ajakan Ashitaka dapat diterima secara akal.

Dengan demikian pihak yang dikendalikan tidak melakukan penyimpangan sosial

atas dasar kesadaran dirinya, bukan karena tekanan. Pada saat meleraikan

perkelahian antara Eboshi dan San, Ashitaka menunjukkan tangan yang terkena

kutukan pada mereka sebagai bukti dampak dari kebencian. Ashitaka menghentikan

perkelahian tersebut karena tidak ingin lagi ada kebencian dalam diri manusia,

berikut ini kutipannya.

「そなたのなかには、夜又がいる。このむすめのなかにもだ。みん

な、みろ!これが、身のうちにすくう、にくし みと、うらみの

すがただ。肉をくさらせ、死をよびよせるのろいだ。これいじょ

う、にくしみに、身をゆだねるな!」Terjemahan :“Terdapat iblis di dalam dirimu dan di dalamnya. Lihat ini! Ini adalahbentuk dari kebencian yang ada padaku! Ini membuat busuk dagingku danbersiap menjemput nyawaku! Jangan membuat kebencian itu tumbuh!”

Ashitaka berusaha menciptakan persatuan di antara kelompok dengan cara terus

berkomunikasi membujuk mereka untuk menghentikan konflik dan berdamai.

Page 113: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Pengendalian secara persuasif tidak berhasil karena konflik masih saja terjadi

sehingga Ashitaka terpaksa melakukan pengendalian secara koersif. Tindakan

pengendalian yang dilakukan Ashitaka dengan menggunakan kekerasan atau

paksaan. Saat meleraikan perkelahian antara San dan Eboshi, Ashitaka terpaksa

memukul mereka untuk menghentikannya. Selain itu, Ashitaka melakukan

perlawanan dengan kelompok samurai yang menambah permasalahan dalam

konflik. Ashitaka juga bertarung dengan Jiko Bou yang mengambil kepala

Shishigami agar kerusakan lingkungan dapat dihentikan.

Kemudian Ashitaka melakukan pengendalian sosial dengan cara pervasi atau

pengisian. Ashitaka berusaha melakukan penanaman atau pengenalan norma secara

berulang-ulang dengan harapan hal yang berulang-ulang itu akan masuk ke

kesadaran seseorang sehingga orang akan mengubah sikapnya sesuai dengan yang

diinginkan. Tidak hanya sekali, tetapi berulang-ulang Ashitaka berusaha membujuk

Eboshi. Ambisi Eboshi membuat dirinya menjadi manusia yang serakah. Ia tidak

hanya menginginkan pasir besi, tetapi juga hutan Shishigami, bahkan ia menembak

kepala Shishigami agar semua keinginannya tercapai. Berikut ini adalah kutipan

percakapan Ashitaka yang membujuk Eboshi agar hutan dan pabrik hidup bersama.

Namun, Eboshi menolaknya, ia lebih memilih mengikuti ambisinya.

エボシ:「シシ神ごろしをやめて、侍ごろしを、やれと いう のか。」

アシタカ:「ちがう。森とタタラ場、ともに生きる道は、なしの

か!?エボシさま、もどりましょう。」Terjemahan :Eboshi :“Jadi maksudmu tidak usah membunuh Shishigami, dan

membunuh para samurai saja, begitu?”Ashitaka :“Bukan! Bisakah hutan dan pabrik besi hidup bersama? Eboshi

ayo kembali!”

Page 114: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Ketika Inoshishigami dan Moro bersiap-siap untuk menyerang manusia,

Ashitaka berusaha membujuk Moro mewujudkan persatuan. Ia membujuk Moro

agar hutan dan manusia hidup bersama dalam kedamaian. Di bawah ini adalah

percakapan saat Ashitaka membujuk Moro, tetapi ditolaknya.

「モロ、森と人が、あらそわずにすむ道は、ないのか。ほんとう

に、もう、とめられないのか?」

Terjemahan :

“Tak bisakah hutan dan manusia hidup bersama dalam kedamaian? Tidak

bisakah ini dihentikan?”

Inoshishigami sudah berjalan menuju ke tempat manusia dan Moro sudah sepakat

dengan Okkotonushi untuk membantu mereka. Selain itu, Moro ingin membalas

dendam pada Eboshi yang menjadi penyebab kerusakan hutan.

San pernah mengira Ashitaka ada di pihak Eboshi lalu perdebatan terjadi di

antara mereka. San menjadi lebih membenci manusia. Keinginan Ashitaka untuk

menciptakan perdamaian, dipandang sebagai pengkhianatan oleh San. San

menusuk dada Ashitaka. Akan tetapi, Ashitaka tetap berusaha meyakinkannya jika

mereka bersama-sama saling membantu, maka hutan akan terselamatkan dan San

menyanggupinya. Berikut ini adalah kutipan perdebatan antara Ashitaka dan San.

アシタカ:「モロが、かたきをうった。もう、罰はうけている。

首をさがしている。ここも、あぶない。サン、カを、か

してくれ。」

サン:「いやた!おまえも、人間のみかただ。その女をつれて、さ

っさといっちまえ!人間なんか、大きらいだ!」

アシタカ:「わたしは、人間だ。そなたも、人間だ。」

サン:「だまれ!わたしは山犬だ!」

アシタカ:「サン・・・。」

サン:「よろな!すまない。なんとか、とめようとしたんだが . . .。」「もう、おわりだ。なにもかも。森は死んだ・・・。」

アシタカ:「まだおわらない。 わたしたちが、生きているのだから。

力をかしておくれ。」

Page 115: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Terjemahan :Ashitaka : “Moro sudah melakukan balas dendam padanya.

Dia sedang mencari kepalanya. Kita tidak bisa berada di sini.San! Bantu aku!”

San : “Tidak! Kau ada di pihak mereka! Ambil wanita itu dan pergilah!Menjauhlah aku benci manusia!”

Ashitaka : “Aku manusia dan kau juga.”San : “Diam! Aku adalah Inugami!”Ashitaka : “San..”San : “Menjauhlah! Ini sudah berakhir. Semuanya. Hutan telah mati.”Ashitaka : “Belum. Kita masih hidup. Bantu aku.”

Perang antara kelompok manusia dan kelompok Kami mengakibatkan

kehancuran alam. Kehancuran tersebut merupakan hukuman kepada manusia dari

setiap bentuk perbuatan yang merusak alam. Konflik membuat manusia dan alam

memiliki batasan-batasan dan memperkuat kesadaran akan tindakan manusia yang

justru merugikan dirinya sendiri. Keegoisan dan keserakahan manusia akan alam

dapat terkendali setelah konflik mereda. Ashitaka mengendalikan keadaan dengan

mendidik dan berulang-ulang mengajak manusia dan alam untuk hidup harmonis,

bahkan dengan melakukan kekerasan agar persatuan dapat terwujud.

Manusia menyadari bahwa alam tidak hanya dapat dieksploitasi, tetapi juga

dijaga dan dilestarikan agar terwujud harmonisasi. Harmonisasi alam akan terwujud

jika anggota masyarakat mematuhi norma dan nilai sosial. Manusia akan hidup

dalam keadaan lingkungan sosial yang aman, tertib, damai, dan tenteram sehingga

tiap-tiap anggota masyarakat tidak menemukan berbagai macam gangguan sosial

dalam memenuhi kebutuhan sosialnya.

Page 116: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

6.3 Integrasi Sosial Masyarakat Jepang dalam MewujudkanHarmonisasi Alam

Menurut Ralf Dahrendorf konflik berfungsi sebagai pengintegrasian

masyarakat. Integrasi sosial adalah suatu proses penyatuan antara dua unsur atau

lebih yang mengakibatkan terciptanya suatu keinginan yang berjalan dengan baik

dan benar. Selain itu, integrasi sosial dapat diartikan sebagai suatu proses

mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat sebagai sebuah sistem. Dalam

hal ini, konflik sebagai penyelesaian ketegangan antara unsur-unsur yang

bertentangan mempunyai fungsi penstabil dan menjadi komponen pemersatu

hubungan (dalam Setiadi, 2011:380).

Konflik yang terjadi dalam Mononoke Hime disebabkan oleh perubahan

sosial pada zaman Muromachi. Perubahan sosial ini diwarnai oleh gejala, yaitu

tatanan perilaku lama tidak digunakan lagi sebagai pedoman, sedangkan tatanan

perilaku yang baru masih simpang siur sehingga banyak orang kehilangan arah dan

pedoman perilaku. Keadaan ini memicu banyak orang bertingkah seenaknya yang

berakibat pada benturan antarkepentingan, baik secara individual maupun

kelompok sehingga memunculkan kelompok manusia dan kelompok Kami yang

saling bertentangan. Kelompok Kami melindungi dan memelihara alam untuk

ketersediaan sumber daya alam dalam jangka waktu yang panjang. Kelompok

manusia mengeksploitasi alam untuk kepentingan materi dan kesejahteraan

masyarakat.

Ashitaka menjadi penengah dalam konflik untuk meredakan permusuhan. Ia

mengendalikan keadaan dengan mendidik dan berulang-ulang mengajak manusia

dan alam untuk hidup harmonis. Namun, manusia dan Kami tetap bertentangan.

Page 117: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Hingga pada akhirnya terjadi perang yang menghancurkan segalanya. Kami dan

manusia sadar akan kesalahannya dan berusaha menyatukan perbedaan. Agar setiap

perbedaan dapat hidup berdampingan, maka perlu untuk menyelaraskan berbagai

perbedaan tersebut agar dapat dicapai kesatuan hidup yang lebih baik.

Integrasi sosial tercipta saat manusia dan Kami menghadapi kehancuran alam.

Berada dalam keadaan terdesak membuat mereka memiliki tujuan yang sama untuk

menyelamatkan diri dari kehancuran. Bahaya yang mengancam memaksa manusia

dan Kami untuk bekerjasama saling membantu. Eboshi yang sedang terluka telah

diselamatkan oleh Inugami, anak Moro. Meskipun sebelumnya ia sangat membenci

Inugami, setelah diselamatkan olehnya ia merasa berutang budi. Ternyata Eboshi

justru diselamatkan oleh musuhnya sendiri sehingga membuat Eboshi berubah

pikiran tentang Inugami. Eboshi juga berjanji kepada para pekerjanya untuk mulai

membangun Tatara Ba yang telah hancur. Mereka akan membangun Tatara Ba

menjadi desa yang lebih baik dengan tidak merusak alam dan tetap melakukan

penghormatan atas alam. Berikut ini kutipan janji Eboshi kepada para pekerjanya.

「ざまはない。わたしか、山犬の背ではこばれ、生きのこってしま

った・・・。」

「札をいおう。だれか、アシタカを、むかえにいっておくれ。みん

な、はじめから、やりなおしだ。ここを、いい村にしよう。」Terjemahan :“Bisakah kau mempercayai ini? Aku diselamatkan oleh serigala! Tolong

bawa Ashitaka padaku. Aku ingin berterima kasih padanya. Kita akanmemulainya dari awal lagi. Kita akan membangun desa yang baik.

Kutipan perkataan Eboshi di atas merupakan bentuk integrasi antara manusia

dan Kami. Meskipun tidak ditampilkan dalam film, tapi dapat dipastikan bahwa

Eboshi tidak akan menyerang para Kami dan penghuni hutan lagi karena hutang

budinya. Ashitaka telah berhasil menyadarkan Eboshi hingga ia berubah pikiran

Page 118: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

akan membangun Tatara Ba menjadi desa yang baik. Baik dalam hal ini dapat

diartikan mendirikan pengolahan pasir besi tanpa membabat hutan dan menjalin

kerjasama dengan kelompok Kami. Eboshi telah menyaksikan kekuatan alam yang

dapat menghancurkan segalanya akibat perbuatannya. Ini dapat menjadi semangat

integrasi antara manusia dan Kami.

Integrasi antara Kami dan manusia juga ditunjukkan oleh Ashitaka dan San

saat menyerahkan kepala Shishigami. San sebagai simbol alam dan Ashitaka

sebagai simbol manusia bekerjasama untuk menyelamatkan segalanya yang telah

hancur. San menyukai Ashitaka, tapi ia tidak dapat memaafkan perbuatan manusia

terhadap alam. Ashitaka dapat mengerti perasaan San dan memutuskan untuk

tinggal di Tatara Ba dan menjalani hidup masing-masing. Namun Ashitaka berjanji

akan mengunjungi San di hutan. Kutipan di bawah ini percakapan antara Ashitaka

dan San.

サン:「アシタカは、すきだ。でも、人間を、ゆるすことは、でき

ない。」

アシタカ:「それでもいい。サンは森で、わたしはタタラ場で、く

らそう。ともに、生きよう。あいにいくよ。ヤックル

にのって。」Terjemahan :San :“Aku suka padamu, tetapi aku tidak bisa memaafkan apa yang sudah

Dilakukan manusia.”Ashitaka :“Itu benar. Kau tinggallah di hutan dan aku akan tinggal di pabrik

besi. Bersama kita akan hidup. Yakul dan aku akanmengunjungimu.”

Manusia diwujudkan sebagai Eboshi dan alam diwujudkan sebagai San.

Ashitaka ada untuk memudahkan mereka bersama-sama sehingga manusia dan

alam dapat hidup secara individual, tetapi harmonis. Individual yang dimaksudkan

adalah manusia dan alam hidup di habitat mereka masing-masing. Namun, saling

Page 119: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

membutuhkan satu sama lain. Begitulah cara alam dan manusia dapat hidup dengan

harmonis.

Page 120: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB VII

MAKNA WACANA KONFLIK LINGKUNGAN DALAM TEKS FILM

ANIMASI MONONOKE HIME KARYA HAYAO MIYAZAKI

Dalam bab ini diuraikan makna wacana konflik lingkungan dalam film animasi

Mononoke Hime yang mencakup penghormatan atas alam, kerusakan lingkungan,

harmonisasi alam dan pencerahan. Pemaknaan terhadap konflik lingkungan

mendeskripsikan kepercayaan agama Shinto tentang penghormatan atas alam yang

memengaruhi hubungan harmonisasi antara manusia dan alam di Jepang.

Kepercayaan tersebut memberikan batasan pada manusia untuk tidak merusak alam

demi kepentingan materi karena manusia sebagai makhluk hidup tertinggi

seharusnya yang bertanggung jawab untuk melestarikan alam.

7.1 Penghormatan Atas Alam

Pada zaman dahulu kala, saat teknologi belum ditemukan, manusia

menganggap kehidupannya dikendalikan dan didominasi kekuatan supranatural

yang menguasai alam sehingga manusia merasa belum sepenuhnya memiliki

otonomi atas alam dan lingkungan. Begitu kuatnya dominasi alam mendorong

manusia mengembangkan ritus-ritus yang berisi rantai hubungan gerak alam

dengan kekuatan mitos supranatural (Susilo, 2012: 35). Dalam konteks ini,

penghormatan manusia pada alam dan lingkungan bisa dikatakan cukup besar.

Keyakinan ini disebabkan oleh kegamangan manusia dalam memahami dan

menjelaskan fenomena alam.

Page 121: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Dalam watak dominasi lingkungan, tidak heran jika dalam masyarakat

terlembaga tradisi-tradisi atau ritualisme. Selain untuk menghibur ketidakpastian,

ia juga merupakan cara manusia untuk menghormati alam. Alam terletak pada

setiap diri kita, oleh karena itu, alam merupakan bagian hidup manusia. Filosofi

yang dianut masyarakat mengatakan bahwa alam perlu dihormati, dipelihara, dan

diajak bersahabat.

Agama Shinto merupakan salah satu agama yang sejalan dengan filosofi

tersebut karena penghormatannya atas alam. Menurut agama Shinto, alam adalah

kekuatan pemelihara yang penuh kebajikan yang harus dihargai oleh manusia dan

merupakan perwujudan dari sumber kejadian. Manusia dapat masuk ke inti realitas

dan menyatu dengannya melalui pemahaman atas bentuk-bentuk alam. Alam

tidaklah terpisah dari para dewa atau manusia, tetapi menyatu dengan keduanya

(Bellah, 1992:82). Agama ini memiliki keyakinan tentang dewa yang menguasai

gejala-gejala alam dan lingkungan-lingkungan tertentu. Maka tidak heran dalam

beberapa mitos, tersebutlah dewa angin, dewa laut, dewa pohon, dan lain-lain.

(Bagan III. hubungan alam, Kami dan manusia dalam agama Shinto)

Gambar di atas adalah bagan penghormatan atas alam dalam agama Shinto.

Pada gambar di atas dapat terlihat posisi antara alam, Kami, dan manusia. Dalam

Page 122: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

agama Shinto alam dianggap suci. Alam berada di atas Kami dan manusia karena

manusia dan Kami adalah milik alam. Arah panah tersebut menunjukkan bahwa

antara alam dan manusia tidak ada hubungan didominasi atau mendominasi dan

mereka tidaklah sama. Antara manusia dan alam terdapat hubungan saling

mempengaruhi dan saling menguntungkan satu sama lain (Bak, 2014:1).

Berdasarkan kepercayaan tersebut film animasi Mononoke Hime diciptakan

sehingga banyak ditemukan unsur-unsur Shinto dalam film animasi ini. Dalam

pembukaan film ini ditunjukkan keadaan alam Jepang yang masih begitu liar, yaitu

pegunungan yang diselimuti hutan lebat dengan pohon-pohon besar. Selain itu, juga

terdapat kata pengantar seperti berikut.

むかし、この国は、深い森におおわれ、そこには、太古からの神が

みがすんでいた。Terjemahan :Pada zaman dahulu negeri ini diselimuti oleh hutan belantara. Di sanatinggallah roh para dewa kuno.

Dari Mononoke Hime kalimat pengantar di atas dapat dimengerti bahwa dahulu

hutan di Jepang sangat luas dan dipercaya sebagai tempat tinggal para Kami.

Kemunculan Kami menandakan bahwa cerita dalam Mononoke Hime terinspirasi

dari kepercayaan dalam agama Shinto.

Pengormatan atas alam dalam agama Shinto terlihat pada sikap warga Desa

Emishi. Warga Emishi diceritakan memiliki kedekatan dengan alam dibandingkan

dengan masyarakat Jepang lainnya yang mulai berpikir untuk menguasai alam.

Hubungan suku Emishi dengan alam dapat diketahui dari kutipan berikut.

「山がおかし、鳥達がいないの、ケモノ達も」Terjemahan :“Burung-burung tiada, gunungnya aneh, juga para binatang”

Page 123: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Dari kutipan tersebut dapat dilihat kedekatan antara suku Emishi yang hidup di

gunung dan memerhatikan tanda-tanda seperti adanya burung dan hewan-hewan

sebagai pertanda bencana.

Selain itu, penghormatan atas alam dapat terlihat ketika Tatarigami

menyerang Desa Emishi. Inoshishigami yang bernama Nago berubah menjadi

Tatarigami karena rasa benci dan dendamnya kepada manusia. Tatarigami tersebut

mengamuk dan berjalan masuk ke desa Emishi. Ashitaka berusaha menghalanginya.

Walaupun sosok Tatarigami menakutkan, Ashitaka tetap memandangnya sebagai

Kami dan menghormatinya dengan berusaha membujuknya untuk kembali ke hutan

dan tidak mengganggu desa suku Emishi. Adegan dan percakapan saat Ashitaka

dikejar oleh Tatarigami dapat dilihat di bawah ini.

「しずまれ。しずまれたまえ!さぞかし名のある、山の主とみうけ

たが、なぜ、そのようにあらぶるのか!?とまれ! なぜ、わが村

をおそう!? やめろ、しずまれ!やめろおー!」Terjemahan :“Tenangkan amarahmu, aku mohon! Oh, dewa hutan yang tidak memilikinama, mengapa kau mengamuk seperti itu? Berhenti! Jangan hancurkan desakami! Berhenti! Tenangkan amarahmu! Berhenti!”

Ashitaka memandang Tatarigami sebagai seorang dewa, bukan sebagai monster

sehingga dia menghormatinya. Oleh karena itu, ketika melihat Tatarigami

menyerang desa, Ashitaka tidak menyerangnya, tetapi menenangkan dengan

hormat. Ashitaka tidak berhasil menenangkan Tatarigami yang sedang mengamuk

sehingga ia terpaksa menembaknya dengan panah sampai mati.

Tatarigami yang dikalahkan oleh Ashitaka terbaring sekarat. Lalu Hii sama

seorang dukun dari Desa Emishi membungkukkan badan memberikan hormat

sambil berkata, seperti di bawah ini.

Page 124: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

「いずこよりいまし、あらぶる神とは存せぬも、かしこみ、かしこ

み申す。この地に塚をきずき、あなたの御霊を、おまつりします。

うらみをわすれ、しずまりたまえ。たたりがみ けがらわしい人間ど

もめ。わが苦しみと、にくしみを、しるがいい。」Terjemahan:“Dewa tak dikenal yang sedang marah aku berlutut padamu di tempat kaujatuh kami akan membuat gundukan dan melakukan matsuri. Jangan berikankami kebencian dan jadikanlah kedamaian.”

Kemarahan dan kebencian Kami dapat dihindari dan ditolak dengan melakukan

ritual keagamaan. Salah satu diantaranya adalah ritual Harae. Harae atau harai

merupakan upacara dalam agama Shinto untuk menghilangkan segala macam

kekotoran, kesalahan, dan kesengsaraan dengan memanjatkan doa kepada para

dewa (Djam’annuri, 1981:65). Harae dilakukan pada jasad Tatarigami untuk

mengembalikannya kepada kondisi atau keadaan agar dia dapat mendekati para

dewa dengan melakukan penyucian badan ataupun pikiran. Setelah itu Hii sama

membacakan doa untuk menyucikan arwah Tatarigami agar mati dalam kedamaian,

bukan dengan kebencian.

Jiiji sama tidak hanya mendoakan Tatarigami, tetapi juga membuat gundukan

untuk menguburkannya. Ia juga berjanji untuk mengadakan matsuri di tempat

gundukan tersebut. Matsuri adalah kegiatan yang dipercayai oleh masyarakat

Jepang sebagai ritual terhadap pemujaan kepada leluhur dan dewa-dewa alam

semesta (Madubrangti, 2008: 22). Ritual matsuri dilakukan di tempat itu untuk

menghormati Tatarigami dan mendoakannya agar terhindar dari kebencian

Tatarigami.

Selain Tatarigami, dalam Mononoke Hime juga muncul yaitu Kodama.

Kodama adalah Kami yang tinggal di pohon. Beberapa orang percaya bahwa

Kodama tidak terkait dengan satu pohon tapi bisa bergerak gesit melewati pohon

Page 125: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

dan bepergian bebas dari pohon ke pohon. Beberapa orang lain percaya bahwa

Kodama berakar seperti pohon itu sendiri dan tampak tidak berbeda dari pohon-

pohon lainnya. Miyazaki dengan imajinasinya menggambarkan kodama menjadi

bentuk yang lucu berbadan mungil, berwarna putih dan berkepala bulat.

Kodama muncul pada saat Ashitaka menyelamatkan dua pekerja Tatara Ba

yang jatuh dari bukit akibat serangan Inugami. Salah satu pria yang diselamatkan

oleh Ashitaka bernama Kouroku merasa ketakutan ketika melihat Kodama.

Ashitaka menenangkan Kouroku bahwa Kodama tidak berbahaya dan menjelaskan

bahwa adanya Kodama menunjukkan hutan tersebut sehat. Kouroku yang ketakutan

mengatakan bahwa Kodama akan memanggil Shishigami. Ashitaka melihat kijang

tunggangannya tidak merasa takut, berbeda dengan saat diserang Tatarigami,

menyadari bahwa tidak adanya bahaya. Ashitaka menunjukkan rasa hormatnya

dengan meminta izin untuk melewati hutan tersebut. Berikut ini percakapan antara

Ashitaka dan Kouroku saat bertemu Kodama.

アシタカ:「コダマ?ここにも、コダマがいるのか?すきにさせて

おけば、わるさはしない。森が、ゆたかなしょうこ

だ。」

こうろく:「こいつらは、シシ神をよぶんだ。」

アシタカ:「シシ神? 大きな山犬か?」

こうろく:「ちがう、もっとおっかねえ、ばけものの親玉だ。うひ

ゃあ、またでた!」

アシタカ:「ヤックルが、へいきでいる。きけんなものは、近くに

はいない。すまぬが、そなたたちの森を、とおらせても

らぞ。」Terjemahan :Ashitaka :“Kodama? Mereka di sini juga? Kau terluka. Tenanglah. Mereka

tidak akan menyakitimu. Mereka hanya sebuah tanda yangmenandakan bahwa pohon tersebut sehat.”

Kouroku :“Mereka akan memanggil Shishigami.”Ashitaka :“Shishigami? Serigala yang besar?”Kouroku :“Bukan, monster yang besar. Dia pergi!”

Page 126: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Ashitaka :“Yakul tidak takut. Mereka tidak berbahaya. Kami mohontunjukkan jalan menuju keluar hutan kalian.”

Rasa takut Kouroku terhadap Kodama menunjukkan tahapan pertama cara

pandang manusia terhadap alam. Kepercayaan terhadap sesuatu yang mistis yang

menghuni hutan menimbulkan rasa takut. Rasa takut Kouroku juga berkaitan

dengan aktivitas mereka (penduduk Tatara ba) yang membabat hutan untuk

memeroleh pasir besi. Perlakuan Ashitaka terhadap para kodama berbeda karena

kedekatannya dengan hutan sehingga terjadi sifat menghormati.

Masyarakat Jepang memiliki kepercayaan bahwa siapapun yang menebang

pohon yang terdapat Kodama akan terkena kutukan. Kutukan Kodama adalah

sesuatu yang harus ditakuti. Kodama dikatakan memiliki kekuatan supranatural

yang dapat menjadi berkat dan kutukan. Kodama yang disembah dan dihormati

akan melindungi rumah dan desa-desa. Kodama yang dianiaya atau tidak dihormati

dapat memberikan kutukan. Masyarakat di desa Mitsune, Hachijou-jima, Jepang

merayakan festival setiap tahun untuk mengucap syukur dan hormat kepada

Kodama memohon pengampunan dan berkat ketika mereka menebang pohon untuk

industri kayu (Diakses dari http://hyakumonogatari.com/2012/08/05/kodama-the-

tree-spirit/ tanggal 11 Oktober 2014).

Penghormatan atas alam dalam Mononoke Hime juga ditunjukkan dengan

adanya berbagai macam Kami yang berwujud binatang, berukuran besar, dan

memiliki kekuatan supranatural. Dapat dikatakan bahwa Miyazaki memilih

menggunakan wujud binatang sebagai Kami untuk menunjukkan kedekatan antara

Kami dan alam atau hutan. Selain itu, binatang-binatang sering dianggap sebagai

Kami karena beberapa alasan. Binatang-binatang tersebut dirasa sebagai wujud-

Page 127: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

wujud yang menakutkan, seperti harimau, serigala, ular, dan sebagainya. Binatang-

binatang tersebut dianggap sebagai pelayan-pelayan dewa, seperti rusa, kera,

burung merpati, kura-kura, dan sebagainya. Binatang-binatang tersebut dianggap

sebagai inkarnasi atau penjelmaan dewa, semisal burung kasa, ular naga, rusa, dan

sebagainya (Djam’annuri,1981:121). Dalam Mononoke Hime, Kami berwujud

binatang rusa, kera, babi hutan, dan serigala. Kami yang berwujud binatang ini

memiliki kemampuan untuk berbicara seperti manusia dan memiliki kekuatan luar

biasa sehingga ditakuti oleh manusia.

Personifikasi hewan yang diciptakan Hayao Miyazaki untuk memotivasi

penghormatan manusia terhadap alam. Alam sebaiknya diperlakukan seperti

layaknya manusia dan bukan seperti benda sekali pakai. Mempergunakan sumber

daya alam tanpa rasa hormat berarti menganggap rendah kekuatan alam. Jika ingin

sumber daya alam melimpah, maka manusia harus berusaha menghormatinya.

Pesan pengarang ini diperjelas dalam adegan komunikasi Kami dan penghuni hutan

pada Ashitaka, sedangkan mereka tidak berkomunikasi dengan Eboshi dan para

pekerja Tatara Ba.

Maksud pengarang dalam adegan tersebut adalah alam hanya akan

menghormati orang-orang yang memperlakukan mereka dengan hormat. Eboshi

dan para pekerjanya memperlakukan hutan seperti benda sekali pakai, menebang

hutan tanpa melestarikannya sehingga alam memberikan mereka bencana. Ashitaka

memperlakukan hutan dengan hormat, jadi meskipun penghuni hutan membenci

manusia, mereka masih memperlakukan Ashitaka dengan hormat yang sama seperti

yang ditunjukkannya.

Page 128: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Masalah lingkungan hendaknya diselesaikan dengan memberi penghormatan

atas alam. Alam tidak dapat selalu dapat memenuhi kebutuhan manusia, sedangkan

manusia telah menggunakan sumber daya alam melebihi kapasitas kebutuhannya.

Ada sesuatu yang hilang dalam sikap manusia terhadap alam, yaitu rasa hormat.

Wajar jika hal tersebut berdampak pada munculnya berbagai masalah lingkungan

yang menimbulkan bencana alam. Ada kalanya kekuatan alam melebihi kekuatan

manusia yang dapat menghancurkan manusia itu sendiri. Hal tersebut dapat

dihindarkan, jika manusia dapat memperlakukan alam dengan lebih hormat.

Mitos dan kepercayaan seperti dalam agama Shinto memberikan arah dan

pedoman kepada manusia agar bertindak lebih bijaksana. Menyadarkan manusia

tentang adanya kekuatan-kekuatan gaib, di luar mereka. Kemudian, manusia

dibantu untuk menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yang menguasai alam

dan kehidupan semuanya. Melalui film animasi ini, Hayao Miyazaki mengharapkan

agar manusia menyadari kekuatan alam yang melebihi kekuatan manusia. Manusia

dapat berhenti mengeksploitasi alam dan mulai untuk melestarikan alam. Selain itu,

manusia dapat mengucap rasa syukur dan terima kasih terhadap apa yang telah

diberikan oleh alam.

7.2 Kerusakan Lingkungan

Terjadinya konflik yang disebabkan oleh faktor lingkungan dapat

memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan pihak yang terlibat di dalamnya.

Salah satunya adalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang

implikasinya akan merambat kepada perubahan sosial tidak akan pernah lepas dari

ulah manusia itu sendiri, terutama bagaimana ia mengelola alam lingkungannya.

Page 129: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Seiring dengan perkembangan industri upaya manusia untuk melestarikan alam

semakin berkurang karena materi menjadi lebih penting daripada alam dan

lingkungan. Semakin lama perkembangan industri justru membawa dampak yang

buruk bagi kehidupan sosial, terutama dengan semakin tingginya volume

pencemaran lingkungan.

Kerusakan lingkungan yang terjadi dalam Mononoke Hime disebabkan

konflik antara kelompok Tatara Ba yang mengekploitasi alam dan kelompok Kami

yang melindungi alam. Konflik terjadi pada zaman Muromachi sejak masuknya

bangsa barat ke Jepang yang membawa pengaruh bagi perkembangan teknologi.

Saat orang-orang mencoba menaklukan alam dan memperkosa lahan untuk

mendapatkan harta yang melimpah. Konflik dipicu oleh kelompok Tatara Ba yang

membangun industrialisasi dengan mengorbankan hutan dan penghuninya.

Industrialisasi merupakan salah satu langkah untuk mencapai kemajuan dan sarana

untuk mengejar ketertinggalan kehidupan kelompok Tatara Ba. Eboshi bersama

para pekerjanya membangun Tatara Ba untuk mengolah pasir besi.

(Gambar 7.1 Tatara Ba)

Page 130: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Pada gambar Tatara Ba di atas terlihat asap putih yang timbul dari proses

pengolahan besi yang menyebabkan pencemaran udara di lingkungan sekitarnya.

Hutan-hutan yang ada di sekitarnya terlihat gundul dan gersang terasa begitu

kontras dengan danau serta bukit lainnya yang masih hijau. Dalam pelaksanaannya,

industrialisasi di Tatara Ba ternyata harus mengorbankan hutan untuk menggali

lebih banyak pasir besi agar dapat mengolah besi. Asap yang dikeluarkan dari

proses pembakaran besi menyebabkan polusi udara yang berpengaruh pada hutan

Shishigami. Pengolahan besi dengan metode Tatara melahirkan permasalahan baru,

yaitu pencemaran lingkungan yang menyebabkan berbagai persoalan, terutama

ancaman kelangsungan hidup penghuni hutan dan manusia itu sendiri. Dengan

persoalan ini, maka industrialisasi yang direncanakan sebagai kemajuan hidup

manusia, justru akan membawa dampak buruk bagi kehidupan seluruh makhluk

hidup.

Dalam film ini Kami dan penghuni hutan menjadi korban industrialisasi yang

dilakukan oleh manusia. Mereka kehilangan tempat tinggalnya dan kekuatan hutan

menjadi lemah. Kami dalam bentuk hewan, tapi memiliki kecerdasan seperti

manusia, dihormati, dan ditakuti karena kekuatannya melakukan perlawanan

terhadap manusia sehingga terjadilah konflik. Senjata ishibiya yang digunakan oleh

manusia mengakibatkan banyak korban dari pihak Kami. Shishigami, Moro, dan

pasukan babi hutan mati terkena tembakan ishibiya. Kebencian Okkotonushi dan

Nago mengubahnya menjadi Tatarigami lalu mati. Demi mewujudkan ambisi

industrialisasinya manusia mengorbankan Kami dan penghuni hutan. Hal tersebut

menjadi gambaran bahwa perang yang disebabkan oleh manusia tidak hanya

menghancurkan lingkungan, tetapi juga satwa liar baik di masa lalu maupun masa

Page 131: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

kini. Kenaikan tarif reproduksi manusia dan kemajuan teknologi menyebabkan

manusia menghancurkan habitat satwa liar dalam rangka memperluas kota dan desa.

Nago yang telah berubah menjadi Tatarigami melukai lengan Ashitaka,

warga Desa Emishi dan memberikannya kutukan mematikan. Kutukan itu dapat

meningkatkan kekuatan Ashitaka untuk melawan manusia yang menyebabkan

Nago menjadi Tatarigami. Luka tersebut merupakan simbol ancaman industri ke

desa. Industrialisasi memberikan pengaruh yang sangat kuat ke seluruh tempat, kota,

desa, bahkan sampai hutan. Pada akhirnya kutukan tersebut akan melahap tubuh

dan jiwa Ashitaka. Itu merupakan simbol industrialisasi yang menyebar ke seluruh

tempat hingga manusia mengeksploitasi seluruh sumber daya alam. Hal tersebut

menimbulkan kerusakan alam yang menghancurkan kehidupan seluruh makhluk

hidup.

Dalam film ini semua penduduk Tatara Ba mendapatkan manfaat dari

kerusakan lingkungan. Para penderita kusta dan mantan pelacur mendapatkan

pekerjaan, Eboshi mendapatkan besi, dan seluruh Tatara Ba menjadi kaya. Namun,

kerusakan lingkungan telah merugikan Kami, San, dan penghuni hutan lainnya

yang kehilangan tempat tinggalnya. Tatara Ba memperoleh manfaat dari kerusakan

lingkungan karena hutan dan penghuninya yang membayar semua kerusakannya.

Jika penghuni hutan diwujudkan sebagai masyarakat lokal yang tinggal di daerah

eksploitasi sumber daya alam, maka dapat dikatakan bahwa kerusakan lingkungan

dapat mendukung masyarakat pelaku bisnis yang telah menghancurkannya, tetapi

biaya kerusakan akan diproyeksikan ke masyarakat lokal. Kerusakan lingkungan

dapat bermanfaat bagi orang-orang yang telah menghancurkannya, tapi harus

membuat orang lain menderita, itu sungguh tidak layak.

Page 132: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

(Gambar 7.2 Warna pohon berubah dan para kodama mati akibat lendir hitam)

Pada gambar di atas terlihat warna pohon yang berubah serta para Kodama

yang mati karena lendir hitam Shishigami. Eboshi dan Jiko Bou yang membunuh

Shishigami menunjukkan hilangnya rasa hormat manusia terhadap Kami dan hutan.

Kehilangan rasa hormat manusia terhadap alam menjadi penyebab hancurnya alam

itu sendiri.

Pada saat itu Shishigami menghancurkan segalanya dan membawa kematian

kepada Kami, manusia, dan alam. Manusia yang tersisa berjalan ketakutan

sementara hutan di sekitar mereka layu dan mati. Namun, setelah Ashitaka dan San

mengembalikan kepala Shishigami ke tubuhnya, ia menghilang dan seketika alam

yang telah rusak mulai tumbuh, penyakit penderita kusta tiba-tiba sembuh, dan luka

kutukan Ashitaka pun menghilang. Kekacauan yang dibuat oleh Shishigami

berfungsi untuk mengendalikan keserakahan manusia terhadap alam. Ia

menghancurkan segalanya dan memberikan kematian agar manusia menyadari

Page 133: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

kesalahannya. Lalu memberikan kehidupan kembali agar manusia menyadari

kekuatan alam dan Kami sehingga manusia dapat mengontrol tindakannya dalam

memanfaatkan sumber daya alam.

Di sini Miyazaki membentuk sebuah wacana bahwa jika manusia

menghancurkan alam maka dirinya sendiri juga akan hancur karena manusia tidak

dapat hidup tanpa alam. Unsur fantasi yang ada di dalam Mononoke Hime

digunakan untuk mempertanyakan pemahaman kita mengenai kenyataan yang

terjadi. Kehancuran alam bukan hanya fantasi belaka, sejak dahulu manusia

mengeksploitasi alam untuk kepentingannya sendiri, baik setelah mengetahui

risikonya maupun belum. Miyazaki berusaha mendidik penontonnya, terutama

generasi muda agar dapat melihat bahwa kerusakan hutan terjadi akibat tanggung

jawab manusia.

7.3 Harmonisasi Alam

Kerusakan lingkungan yang terjadi dalam Mononoke Hime melahirkan

pejuang-pejuang yang berusaha menyelamatkan lingkungan yang telah rusak. Jika

kepentingan antroposentrisme membenarkan perilaku eksploitatif manusia, paham-

paham tandingan menjadikan proyek penyelamatan lingkungan sebagai asas-asas

dan tujuan-tujuan gerakan. Paham tersebut adalah paham ekosentrisme, yaitu

paham yang berpusat pada makhluk hidup secara keseluruhan dalam kaitan

memberikan penghormatan terhadap semua spesies (Susilo, 2012:111).

Paham ekosentrisme tercermin dalam diri Ashitaka. Ashitaka tidak memihak,

baik kelompok Eboshi maupun kelompok Kami. Ia tidak setuju jika manusia

mengekploitasi alam dengan cara menghancurkan alam dan penghuninya. Ia juga

Page 134: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

tidak setuju jika alam melawan manusia. Ashitaka ingin manusia dan alam dapat

hidup berdampingan dan saling melengkapi. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran

ekosentrisme, yaitu manusia bisa berkembang menjadi penuh dan utuh justru dalam

relasi dengan semua kenyataan kehidupan dan alam.

Manusia harus menyadari, bahwa ia akan berhasil menjadi manusia yang

sempurna hanya dalam kesatuan asasi dengan alam atau melalui interaksi positif

manusia dengannya secara keseluruhan dan dengan bagian lain dari alam. Miyazaki

mengajarkan bahwa manusia tidak boleh menyerah dan bertanggung jawab atas

kerusakan alam. Hal ini digambarkan melalui perjuangan San dan Ashitaka untuk

merebut kembali kepala Shishigami dari Jiko Bou. Berikut ini adalah gambar San

dan Ashitaka yang mengembalikan kepala Shishigami.

(Gambar 7.3 San dan Ashitaka mengembalikan kepala Shishigami)

Page 135: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

San dan Ashitaka mengembalikan kepala Shishigami sehingga dia kembali ke

dalam wujud dewa malam, yaitu Daidarabocchi. Walaupun demikian setelah

berdiri tegap, Daidarabocchi jatuh dan lenyap menjadi angin. Akan tetapi usaha

Ashitaka tidak sia-sia, luka-luka bekas kutukan di sekujur tubuhnya dan San telah

hilang. Begitu pula dengan bukit-bukit yang gundul mulai ditumbuhi rerumputan

dan kembali menjadi hijau. Para penderita lepra yang selamat dari bencana itu

secara ajaib sembuh.

Bagi San walaupun hutan kembali tumbuh, hutan itu tidak akan sama seperti

dahulu. Shishigami telah mati dan hutan yang ada sekarang menjadi hutan yang

tenang tidak seperti sebelumnya yang terlihat begitu liar dipenuhi pohon-pohon

besar. San tidak dapat memaafkan perbuatan manusia kepada hutan sehingga dia

menolak untuk tinggal bersama Ashitaka. Ashitaka juga berkata bahwa dia akan

membantu membangun kembali Tatara Ba dan akan terus mengunjungi San

sesering mungkin. Inilah yang dimaksud dengan hidup berdampingan, baik dengan

San maupun dengan alam. Berikut ini kutipan percakapan antara San dan Ashitaka.

サン:「よみがえっても、ここは、もう、シシ神の森じゃない。シ

シ神さまは、死んでしまった。」

アシタカ:「シシ神は、死にはしないよ。命そのものだから。生

と死と、ふたつとも、もっているもの。わたしに、生

きろといってくれた。」

サン:「アシタカは、すきだ。でも、人間を、ゆるすことは、でき

ない。」

アシタカ:「それでもいい。サンは森で、わたしはタタラ場で、く

らそう。ともに、生きよう。あいにいくよ。ヤックル

にのって。」Terjemahan :San :“Bahkan kalau mereka tumbuh kembali, mereka tidak akan menjadi

hutan Shishigami lagi. Dewa rusa telah mati.”Ashitaka :“Shishigami tidak bisa mati. Dia hidup dengan sendirinya.

Hidup dan mati adalah sesuatu yang dia berikan dan dia ambil.

Page 136: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Dia memberi tahu kita untuk tetap hidup.”San : “Aku suka padamu, tetapi aku tidak bisa memaafkan apa yang sudah

dilakukan manusia. “Ashitaka : “Itu benar. Kau tinggallah di hutan dan aku akan tinggal di pabrik

besi. Bersama kita akan hidup. Yakkul dan aku akanmengunjungimu.”

Pada kutipan di atas Ashitaka tidak dapat membujuk San untuk hidup di

antara manusia. San tidak mampu memaafkan manusia saat ia masih berduka

karena kematian Shishigami. Namun, Ashitaka percaya bahwa jiwa Shishigami

masih hidup sebab setelah ia menghilang tanaman mulai tumbuh dan kutukan di

lengan Ashitaka menghilang. Meskipun pandangan mereka yang berlawanan

terhadap kemanusiaan, mereka berjanji untuk mempertahankan persahabatan

mereka dan mengunjungi satu sama lain. Demikian juga manusia dan alam yang

tidak selalu sepakat, tapi tidak ada yang menghalangi kehidupan yang lebih baik

diantara mereka. Ini menjadi awal kesempatan bagi manusia dan alam untuk

mereformasi hubungan mereka. Bahkan Eboshi menyadari hal ini dan mengatakan

bahwa akan mulai membangan Tatara Ba menjadi tempat yang lebih baik tanpa

merusak alam. Eboshi yang sebelumnya berhati dingin telah memurnikan

pandangannya terhadap alam.

Miyazaki (dalam McCarthy, 1999:51) mengungkapkan bahwa tidak ada akhir

yang bahagia di dalam kisah perseteruan antara dewa dan manusia atau antara alam

dan budaya. Manusia tidak bisa terlepas dengan alam dan adanya keinginan untuk

kembali ke alam. Manusia memandang alam sebagai sesuatu yang diinginkan

kembali karena menimbulkan rasa nyaman dan tenang. Pada akhirnya rasa

kekaguman manusia terhadap alam juga merupakan sarana pemuasan dari

Page 137: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

hasratnya itu sendiri tidak berbeda dengan tujuan sebelumnya yang memanfaatkan

alam sebagai sumber daya.

Walaupun Shishigami telah mati dan hutan yang liar menjadi tenang, pada

bagian akhir ditunjukkan bahwa kodama kembali hidup di hutan tersebut. Oleh

karena itu, Miyazaki menunjukkan nilai sakral dan mistis hutan tidak berubah.

Pandangan barat dan Jepang yang sama-sama mengidamkan keindahan alam dan

proses di baliknya mungkin mirip, tetapi memiliki perbedaan. Pandangan barat

menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan alam hanya terbatas antara

manusia dengan hutan dan binatang. Akan tetapi, manusia Jepang memandang

hutan bukan sebagai tempat tinggal dirinya sendiri, melainkan tempat tinggal dewa.

Wacana yang mengendalikan perbuatan manusia tentu berubah-ubah, tetapi jika

orang Jepang melihat pohon yang dililitkan oleh shimenawa 15 mereka akan

mengerti bahwa pohon tersebut bukan pohon biasa, melainkan pohon yang di

dalamnya terdapat kodama. Nilai-nilai seperti ini yang memisahkan pemikiran

mengenai hubungan manusia dan alam di Jepang (Napier, 2001:30).

Selama orang Jepang percaya bahwa terdapat nilai religius pada alam, mereka

akan tetap menghormati hutan, baik hutan itu telah mendapat campur tangan

manusia maupun tidak. Menurut Umehara, pandangan orang Jepang mengenai

hutan itu sendiri yang menyelamatkan 67% jumlah hutan yang ada di Jepang. Hori

mengkritik keterangan tersebut karena tidak ada pemisahan mengenai mana hutan

yang masih belum dijamah manusia dengan hutan yang sudah tidak natural. Hal ini

15 Shimenawa adalah tali dari jerami yang digunakan sebagai penanda suatu yang suci. Shimenawadipasang pengurus kuil di sekeliling kuil Shinto, sekeliling goshintai (objekpemujaan), batu besar, pohon besar, air terjun, atau sebagai penanda bagian dalam kuil Shinto yangdianggap suci (diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Shimenawa).

Page 138: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

sama dengan membandingkan hutan pada awal film Mononoke Hime dan hasil

akhir yang ada. Walaupun berbeda, tetapi selama pandangan menghormati hutan

tidak berubah maka keharmonisan antara manusia dan hutan akan tetap ada (Hori,

2008:1)

McCarthy (1999:201) menyatakan bahwa jika manusia dapat memberikan

ruang kebebasan bagi alam dan tetap mencintainya juga menghormatinya tidak

untuk mengendalikannya sesuka hati, maka mungkin manusia dan alam dapat hidup

dengan harmonis. Keharmonisan inilah yang ditunjukkan melalui Ashitaka dan San.

Mereka tetap berdiri di posisinya masing-masing, yaitu manusia dan alam, tetapi

mereka saling mencintai dan menghormati. Ashitaka berkata bahwa dia akan tetap

mengunjungi San sesering mungkin, menunjukkan hubungan yang ideal antara

manusia dan alam.

Manusia tidak akan bisa berpisah dengan alam secara mutlak. Mereka yang

tinggal di kota akan melepas rindu sesekali dengan menikmati alam sama dengan

Ashitaka yang mengunjungi San. Akan tetapi, tetap harus ada pemisahan teritorial

antara manusia dan alam yang disertai rasa hormat. Miyazaki menunjukkan utopia

yang berbeda, yaitu tidak untuk tinggal di dalam alam tetapi untuk tetap tinggal di

dalam kota dan hidup berdampingan dengan hutan dan menghormatinya. Manusia

dan alam dapat mengatasi perbedaan mereka dan menghormati satu sama lain,

meskipun mereka tidak sering berinteraksi. Mereka dapat menghargai perbedaan

mereka tetapi tetap saling menghargai.

Page 139: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

7.4 Pencerahan

Mononoke Hime adalah film yang mengajarkan kita untuk lebih

menghormati alam. Personifikasi hewan merupakan motivasi bahwa kita harus

memperlakukan alam seperti layaknya manusia. Manusia juga harus menghormati

perbedaan-perbedaan antara manusia dan alam. Film ini menawarkan sudut

pandang kita pada cara manusia memperlakukan alam dan pada tahapan klimaks,

manusia telah melangkah terlalu jauh merusak alam dengan cara membunuh spirit

hutan, yaitu Shishigami.

Alam memang dapat merevitalisasi seperti yang disaksikan di akhir film ini,

tetapi alam tidak dapat menahan begitu banyak kehancuran. Hampir terlambat

menyelamatkan kerusakan alam ketika Ashitaka dan San membuat upaya terakhir

mereka dengan mempersatukan kepala Shishigami dan tubuhnya. Ini menunjukkan

bahwa manusia harus menebus kesalahan mereka terhadap alam. Lebih baik jika

kita melakukannya segera karena jika menunggu terlalu lama, maka akan ada saat

kita akan terlambat untuk mengubah apa pun.

Melalui Mononoke Hime, Hayao Miyazaki ingin mendidik masyarakat

untuk masa depan yang lebih baik dengan mewujudkan harmonisasi antara manusia

dan alam. Film ini dibuat tidak hanya untuk masyarakat Jepang, tetapi juga untuk

masyarakat di seluruh dunia. Mengingat bagaimana manusia mencemari bumi

hampir sepanjang waktu, pelajaran dalam film ini bermanfaat bagi seluruh manusia

di dunia untuk merawat bumi menjadi tempat yang lebih baik daripada sebelumnya

dan segera melakukannya sebelum terlambat.

Page 140: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasarkan analisa di atas maka simpulan penelitian dapat dikemukakan

bahwa Mononoke Hime adalah film yang didominasi konflik antara kelompok

manusia dan kelompok Kami disebabkan oleh faktor lingkungan. Wacana tentang

konflik lingkungan disajikan dengan memasukkan unsur agama Shinto, khususnya

tentang hubungan antara manusia dan alam.

Wacana itu disampaikan melalui dialog tokoh-tokohnya dengan berbagai

ragam bahasa. Dalam Mononoke Hime terdapat tiga jenis ragam bahasa hormat,

yaitu sonkeigo, kenjoogo dan keitai. Film animasi ini lebih sering menggunakan

bahasa bentuk biasa yang disebut jootai. Bahasa itu menunjukkan keakraban

hubungan antartokoh sebagai teman maupun bawahan. Gaya bahasa Jepang yang

terdapat dalam film animasi ini, antara lain majas repetisi, majas personifikasi, dan

idiom.

Bahasa dan gaya bahasa membentuk wacana perlindungan alam dan wacana

eksploitasi alam dalam Mononoke Hime. Wacana tersebut dibentuk oleh dua

kelompok yang memiliki pandangan berbeda terhadap pengelolaan sumber daya

alam sehingga menimbulkan konflik. Wacana perlindungan alam dikemukakan

oleh kelompok Kami yang memiliki gagasan melindungi dan melestarikan sumber

daya alam sehingga seluruh makhluk hidup dapat menikmati karunia alam dalam

jangka waktu yang panjang. Namun, seiring dengan perkembangan zaman populasi

manusia bertambah dengan cepat sehingga kebutuhan manusia akan sumber daya

Page 141: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

alam tidak tercukupi. Oleh karena itu sumber daya alam dieksploitasi untuk

memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat dan kesejahteraan hidupnya.

Wacana eksploitasi alam dikemukakan oleh kelompok manusia yang terdiri

dari kelompok Tatara Ba, kelompok Jiko Bou, dan kelompok samurai. Kelompok

manusia memiliki gagasan mengeksploitasi sumber daya alam secara maksimal

untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, apabila sumber daya alam terus menerus

dieksploitasi dan digunakan secara maksimal maka persediaannya yang terbatas

akan segera habis. Kegiatan eksploitasi tanpa memerhatikan kelestarian alam juga

akan berdampak pada kerusakan lingkungan.

Konflik yang terjadi antarkelompok saling menetralisir dan sesungguhnya

berfungsi mempersatukan sistem sosial. Kekuatan solidaritas internal dalam

kelompok Tatara Ba bertambah erat karena tingkat permusuhan atau konflik

dengan kelompok Kami dan kelompok samurai bertambah besar. Sebaliknya,

konflik dengan kelompok Tatara Ba memperkuat kekompakan internal dan

meningkatkan moral kelompok Kami. Solidaritas internal dalam kelompok Tatara

Ba dan kelompok Kami sesuai dengan karakter masyarakat Jepang yaitu

shuudanshikou yang didasari oleh ittaikan dan kyoudoutai.

Konflik membuat manusia dan alam memiliki batasan-batasan dan

memperkuat kesadaran akan tindakan manusia yang justru merugikan dirinya

sendiri. Keegoisan dan keserakahan manusia akan alam dapat terkendali setelah

konflik mereda. Ashitaka mengendalikan keadaan dengan mendidik dan berulang-

ulang mengajak manusia dan alam untuk hidup harmonis, bahkan dengan

melakukan kekerasan agar persatuan dapat terwujud. Manusia menyadari bahwa

alam tidak hanya dapat dieksploitasi, tetapi juga dijaga dan dilestarikan agar

Page 142: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

terwujud harmonisasi. Harmonisasi alam akan terwujud jika anggota masyarakat

mematuhi norma dan nilai sosial.

Selan itu, konflik juga berfungsi sebagai pengintegrasian masyarakat.

Integrasi sosial tercipta saat manusia dan Kami menghadapi kehancuran alam.

Berada dalam keadaan terdesak membuat mereka memiliki tujuan yang sama untuk

menyelamatkan diri dari kehancuran. Bahaya yang mengancam memaksa manusia

dan Kami untuk bekerjasama saling membantu. Manusia diwujudkan sebagai

Eboshi dan alam diwujudkan sebagai San. Ashitaka ada untuk memudahkan mereka

bersama-sama sehingga manusia dan alam dapat hidup secara individual, tetapi

harmonis. Individual yang dimaksudkan adalah manusia dan alam hidup di habitat

mereka masing-masing. Namun, saling membutuhkan satu sama lain. Begitulah

cara alam dan manusia dapat hidup dengan harmonis.

Konflik lingkungan yang terjadi dalam Mononoke hime memiliki makna

penghormatan atas alam. Penghormatan atas alam dalam agama Shinto terlihat pada

sikap hormat warga Desa Emishi terhadap Kami, kemunculan Kodama, dan adanya

berbagai macam Kami dalam wujud hewan besar. Personifikasi hewan yang

diciptakan Hayao Miyazaki bertujuan untuk memotivasi penghormatan manusia

terhadap alam. Selan itu, mitos dan kepercayaan dalam agama Shinto memberikan

arah dan pedoman kepada manusia agar bertindak lebih bijaksana. Masalah

lingkungan hendaknya diselesaikan dengan memberi penghormatan atas alam. Ada

kalanya kekuatan alam melebihi kekuatan manusia yang dapat menghancurkan

manusia itu sendiri. Hal tersebut dapat dihindarkan, jika manusia dapat

memperlakukan alam dengan lebih hormat.

Page 143: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Terjadinya konflik yang disebabkan oleh faktor lingkungan dapat

mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi dalam

Mononoke Hime disebabkan konflik antara kelompok Tatara Ba yang

mengekploitasi alam dan kelompok Kami yang melindungi alam. Eboshi dan Jiko

Bou yang membunuh Shishigami menunjukkan hilangnya rasa hormat manusia

terhadap Kami dan hutan. Kehilangan rasa hormat manusia terhadap alam menjadi

penyebab hancurnya alam itu sendiri. Di sini Miyazaki membentuk sebuah wacana

bahwa jika manusia menghancurkan alam maka dirinya sendiri juga akan hancur

karena manusia tidak dapat hidup tanpa alam.

Kerusakan lingkungan yang terjadi dalam Mononoke Hime melahirkan

pejuang-pejuang yang berusaha menyelamatkan lingkungan yang telah rusak. Hal

ini tercermin dalam diri Ashitaka yang menginginkan manusia dan alam dapat

hidup berdampingan dan saling melengkapi. Perjuangan San dan Ashitaka untuk

merebut kembali kepala Shishigami dari Jiko Bou merupakan bentuk tanggung

jawab manusia terhadap kerusakan alam. Jika manusia dapat memberikan ruang

kebebasan bagi alam dan tetap mencintainya juga menghormatinya bukan untuk

mengendalikannya sesuka hati, maka manusia dan alam dapat hidup dengan

harmonis. Keharmonisan inilah yang ditunjukkan melalui Ashitaka dan San.

Mereka tetap berdiri di posisinya masing-masing, yaitu manusia dan alam, tetapi

mereka saling mencintai dan menghormati. Harus ada pemisahan teritorial antara

manusia dan alam yang disertai rasa hormat.

Melalui Mononoke Hime, Hayao Miyazaki ingin mendidik masyarakat

untuk masa depan yang lebih baik dengan mewujudkan harmonisasi antara manusia

dan alam. Film ini dibuat tidak hanya untuk masyarakat Jepang, tetapi juga untuk

Page 144: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

masyarakat di seluruh dunia. Mengingat bagaimana manusia mencemari bumi

hampir sepanjang waktu, pelajaran dalam film ini bermanfaat bagi seluruh manusia

di dunia untuk merawat bumi menjadi tempat yang lebih baik daripada sebelumnya

dan segera melakukannya sebelum terlambat.

8.2 Saran

Penelitian ini mengkaji Mononoke Hime sebagai salah satu karya film animasi

Jepang dengan pembahasan terbatas pada wacana konflik lingkungan. Adanya

konflik antara manusia dan alam yang disebabkan oleh perbedaan paham akan

pengelolaan sumber daya alam dipaparkan dalam penelitian ini. Konflik lingkungan

ini dapat mewujudkan harmonisasi hubungan manusia dan alam. Sebagai objek

kajian, film animasi Mononoke Hime tidak menutup kemungkinan adanya

penafsiran dan pemberian makna lain pada penelitian ini dengan sudut pandang

yang berbeda, baik teori maupun metode. Pada penelitian ini telah diperkenalkan

pula masyarakat dan budaya Jepang pada zaman Muromachi. Penelitian selanjutnya

diharapkan lebih banyak lagi penelitian masyarakat dan budaya Jepang modern

yang terdapat dalam film animasi Jepang.

Page 145: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi PengkajianEstetika Bahasa. Surakarta: Cakra Books.

Ayuningsih, Trie Kartika. 2013. “Cara Pandang Antroposentris pada Tokoh Eboshidan Ekosentris pada Tokoh Ashitaka dalam Anime Mononoke Hime KaryaSutradara Miyazaki Hayao” (Skripsi). Surabaya: Universitas Brawijaya.

Bak, Mikyung. Animism Inside Japanese Animations.www.kyoto-seika.ac.jp/ cumulus/e.../s2_4.pdf diakses 15 Oktober 2014

Beasley, W.G. 2003. Pengalaman Jepang Sejarah Singkat Jepang. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Bellah, Robert N. 1992. Religi Tokugawa Akar-Akar Budaya Jepang. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Bhartes, Roland. 2007. Petualangan Semiologi. Terjemahan Stephanus AswarHerwinarko. L’aventure Semiologique. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chandra, T. 2004. Kamus Indonesia-Jepang. Jakarta: Kursus Bahasa JepangEvergreen.

Chandra, T. 2007. Mengenal Kanji. Jakarta: Kursus Bahasa Jepang Evergreen.Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta:

Jalasutra.Djam’annuri. 1981. Agama Jepang. Yogyakarta: PT.Bagus Arafah.Durkheim, Emile. 1990. Pendidikan Moral. (Drs. Lukas Ginting Pentj). Jakarta:

Erlangga.Edizal. 2010. Tutur Kata Manusia Jepang. Padang: Kayupasak.Fukutake, Tadashi. 1997. Nihon Shakai no Koozoo (Anak, Sekolah, Masyarakat).

Tokyo: Tokyo Daigaku Shuppan.Garcia, Hector. 2010. A Geek in Japan Discovering The Land of Manga, Anime,

Zen, and The Tea Ceremony. Singapore: Tuttle Publishing.Ghazali, Adeng Muchtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung: Alfabeta.Hidayat, Herman. 2011. Politik Lingkungan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia:

Jakarta.Hori, Iku. 2008. Watashitachi wa shizen to kyōsei dekiru no ka? : “Mononoke

hime” no tetsugaku-teki kōsatsu (Apakah mungkin untuk hidup dalamharmoni dengan alam kita? : pertimbangan filosofis dari "Mononoke Hime".http://ci.nii.ac.jp/naid/110007151074 diakses 13 Februari 2014.

Iwamoto, Yoshiteru. 1997. Ie to Kyoudoutai (Ie dan Kerja Sama). Tokyo: HouseiDaigaku Shuppan.

Kano, Seiji. 1997. Mononoke Hime Kisochishiki. http:// www.yk.rim.or.jp. diakses5 Februari 2013.

Kawamoto, Akira. 1973. “Ie” no Kouzou. (Struktur “Ie”). Tokyo: ShakaiShisousha.

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.

Madubrangti, Diah. 2008. Undokai: Ritual Anak Sekolah Jepang dalam KajianKebudayaan. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

Page 146: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

McCarthy, Helen. 1999. Hayao Miyazaki: Master of Japanese Animation.Berkeley: Stone Bridge Press.

McDonald, Roslyn. 2004. Studio Ghibli Feature Films and Japanese ArtisticTradition. http://www.nausicaa.net/miyazaki/essay/files/RoslynMcDonald_Ghibli.pdf. diakses 6 Februari 2013

Miyata, Noboru. 1990. Youkai no Minzokugaku; Nihon no Mienai Kuukan.Tokyo: Iwanami Shoten.

Moeliono, Anton. M. et.all. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.Jakarta: Balai Pustaka.

Napier, Susan. 2001. Anime: From Akira to Princess Mononoke. New York:Palgrave.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Polloma, Margaret M. 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Prabowo, Angelia Roberto Masami. 2013. “Analisis Feminisme Radikal dalamFilm Animasi Mononoke Hime”. (Skripsi). Jakarta: Universitas BinaNusantara

Ratna, I Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ross, Floyd Hiat. 1983. Shinto The Way of Japan. Conneticut: GreenwoodPress.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Faktadan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.Jakarta: Kencana.

Sonny Keraf, A. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit BukuKompas

Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:Kesaint Blanc.

Sukoco, Bendol. Storyboard adalah sketsa gambar yang disusun berurutan sesuaidengan naskah. http://www.academia.edu/5703629/Storyboard_adalah_sketsa_gambar_yang_disusun_berurutan_sesuai_dengan_naskah diakses 26 Juli 2014.

Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.Jakarta: Kencana.

Susilo, Rachmad K. Dwi. 2012. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.Sutaryono, 2008. Pemberdayaan Setengah Hati: Subordinasi Masyarakat Lokal

dalam Pengelolaan Hutan. Yogyakarta: STPN & Lapera Pustaka Utama.Takashi, Shiraishi. et. all. 2006. Understanding Mononoke Over the Ages. Jurnal

Japan Echo Volume 33 No.5, October 2006 http://www.japanecho.com/sum/2006/330516.html diakses 16 Oktober 2014.

Taniguchi, Goro. 2000. Kamus Standar Bahasa Jepang - Indonesia. Jakarta : DianRakyat.

Yamakawa. 1990. Ryuu Gakusei no Tame no Nihon no Rekishi. Tokyo: TokyoUniversity of Foreign Studies.

Youko, Kawamono. 1996. Japanese History 11 Expert Reflect On The Past.Kodansha : Japan.

Page 147: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Film dan Referensi

Miyazaki, Hayao. 1997. Mononoke Hime. Studio Ghibli. (dalam bentuk DVD)Daimyou. http://id.wikipedia. org/wiki/ Daimyo diakses 6 Juni 2014.Hayao Miyazaki dan Studio Ghibli. http://tipsindonesia.com/hayao-miyazaki-dan-

studio-ghibli/ diakses 20 Juni 2014.Inugami. http://id.wikipedia.org/wiki/Inugami diakses 18 Oktober 2014.Kodama. http://hyakumonogatari.com/2012/08/05/kodama-the-tree-spirit/ diakses

11 Oktober 2014.Mononoke Hime FAQ. http://www.nausicaa.net/miyazaki/mh/faq.html diakses 9

Juli 2014.Pengertian Film Animasi. http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-

film-animasi.html diakses 7 Oktober 2014.Princess Mononoke. http://www.nausicaa.net/wiki/Princess_Mononoke diakses

6 Februari 2013.Shimenawa. http://id.wikipedia.org/wiki/Shimenawa diakses 6 Juni 2014.Shogun. http://id.wikipedia.org/wiki/Shogun diakses 12 Agustus 2014.Tatara. https://www.hitachi-metals.co.jp/e/tatara/index.htm. Diakses 9 Juli 2014.Utopia. http://id.wikipedia.org/wiki/Utopia diakses 10 Juli 2014.Waraha. http://id.wikipedia.org/wiki/Waraha diakses 18 Oktober 2014.

Page 148: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

LAMPIRAN

BIOGRAFI HAYAO MIYAZAKI

Hayao Miyazaki lahir di Tokyo, Jepang pada 5 Januari 1941. Beliau adalahseorang sutradara film animasi, penulis komik, dan salah seorang pendiri studioanimasi bernama Studio Ghibli. Di antara film-film animasi Miyazaki,film Princess Mononoke dan Spirited Away yang tersukses di Jepang dalam sejarah.Beberapa tokoh yang memiliki pengaruh pada karya Miyazaki adalah Ursula K. LeGuin, Lewis Carroll, Diana Wynne Jones, dan Jean Giraud.

Saat masih kecil, Miyazaki sering menggambar pesawat terbang karenaayahnya merupakan direktur di sebuah perusahaan pembuat pesawat terbang.Ibunya yang gemar membaca dan mempunyai rasa keingintahuan yang besar kelakturut memengaruhi sifat Miyazaki pula. Pada tahun ketiga di sekolah menengah,Miyazaki menonton Hakujaden yang disebut sebagai film animasi layar lebarberwarna pertama Jepang dan mulai tertarik kepada dunia animasi.

Tahun 1963 ia lulus dari Universitas Gakushuin dengan gelar dalambidang ilmu politik dan ekonomi. Pada April 1963 ia menjadi seniman antara(menggambar adegan-adegan antara dua adegan penting atau keyframe) untuk filmanimasi Wanwan Chushingura di Toei. Tahun 1965 ia menikahi Akemi Ota, yangjuga seorang animator dan kelak memeroleh dua anak, Goro (yang kemudianmenjadi animator di Studio Ghibli) dan Keisuke.

Miyazaki diangkat menjadi animator kepala, seniman konsep, dan perancangadegan untuk film Hols: Prince of the Sun (1968) yang juga merupakan salah satukarya penting Isao Takahata. Isao terus menjadi kolaborator Miyazaki sepanjangtiga dekade selanjutnya. Setelah berperan penting dalam beberapa film animasiToei, pada tahun 1971 ia bergabung dengan A Pro, ia menjadi salah seorangsutradara enam episode pertama seri Lupin III bersama dengan Takahata.

Film Miyazaki selanjutnya, yaitu Nausicaä of the Valley of the Wind (Kazeno Tani no Naushika, 1984) merupakan sebuah film petualangan yangmemperkenalkan berbagai tema yang akan hadir kembali pada film-filmnya yangberikutnya: kekhawatiran terhadap ekologi, ketertarikan kepada pesawat terbang,dan penokohan-penokohan yang bermoral ambigu, khususnya di antara tokoh-tokoh musuh. Ini adalah film pertama yang ditulis dan disutradarai Miyazaki, hasiladaptasi dari komik yang dikarangnya juga.

Setelah kesuksesan Nausicaä of the Valley of the Wind, Miyazakimendirikan Studio Ghibli dengan Takahata dan memproduksi hampir seluruhkaryanya setelah itu melalui Studio Ghibli reputasinya terus berkembang seiringdengan film-film barunya, antara lain Laputa: Castle in the Sky (1986), MyNeighbor Totoro (1988), Kiki's Delivery Service (1989), dan Porco Rosso (1992).

Page 149: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Film berikutnya, yaitu Princess Mononoke (Mononoke Hime, 1997) menjadifilm tesukses di Jepang sebelum rekor ini diungguli film Titanic. MononokeHime juga dianugerahi gelar Film Terbaik pada Penghargaan Film Jepang.Miyazaki memutuskan untuk pensiun setelah itu. Namun, kala berlibur ia bertemudengan putri seorang temannya, yang menjadi inspirasi Miyazaki bagi filmanimasi Spirited Away (Sen to Chihiro no Kamikakushi, 2001). Film ini suksesbesar di Jepang dan mendapatkan gelar Film Terbaik di Penghargaan Film Jepang,Penghargaan Beruang Emas di Festival Film Berlin (2002), serta Film AnimasiTerbaik dalam Academy Awards (2002). Miyazaki kembali keluar dari masapensiun pada film Howl's Moving Castle setelah sutradaranya, Mamoru Hosoda,menarik diri dari film tersebut.

Pada tahun 2005 Miyazaki dianguerahi gelar Penghargaan KehormatanSeumur Hidup pada Festival Film Venesia. Film terbarunya, yaitu Ponyo on theCliff by the Sea (Gake no ue no Ponyo) dirilis pada 19 Juli 2008. Berikut ini adalahciri khas film animasi karya Hayao Miyazaki yang menjadi keunggulannya.

1. Tokoh ProtagonisMiyazaki selalu mengangkat sosok gadis kecil dalam film-filmnya. Mereka

tampil dengan karakter yang berani, mandiri, dan aktif. Akan tetapi, Hayao jugamenyertakan bocah laki-laki kecil dalam beberapa animasinya sebagai tokohutamanya. Intinya, anak-anak adalah subjek khas Hayao dalam film-filmnya. Inibisa dilihat dalam film Spirited Away, Ponyo, dan My Neighbour Totoro.

Ciri khas dan keunggulan Hayao, yaitu hadirnya tokoh gadis kecil yangenergik dan mandiri dalam film-filmnya. Ini bisa jadi adalah penyataan Hayaobahwa wanita sebagai kaum yang lemah, tetapi seiring dengan proses dalam filmini, mereka akhirnya memiliki keberanian dan kekuatan sampai berubah menjadisosok yang lebih dewasa. Hal ini tampak jelas dalam film Nausicaa, Spirited Away,My Neighboor Totoro, Kiki’s Delivery Service, Ponyo, Arriety, dan lain-lain.

Sosok gadis kecil ini pun terkadang digambarkan sebagai gadisyang polos atau lucu nan menggemaskan. Hayao memiliki kelebihan dalammenggambar gerak serta keluwesan anak-anak kecil. Karya Hayao dapat dikatakansangat mendukung feminisme karena di sini perempuan diberikan hak untuk dapatbertahan dan membuat perubahan dalam masalah yang dihadapi.

Ini menjadi semacam pernyataan Hayao terhadap kekurangan dalam budayaasia, khususnya Jepang, yaitu budaya patriarki masih mendominasi negara-negaradi Asia. Hayao sendiri pernah hidup pada sebuah zaman ketika Jepang terlibatperang dunia ke-2 dan akhirnya diluluhlantakkan oleh bom atom akibat peperanganyang didominasi oleh kaum laki-laki .

Hayao lahir tahun 1941 dan besar dengan film-film animasi yang berkembangpascapeledakan bom Hiroshima dan Nagasaki. Tema-temanya banyakmenceritakan penderitaan akibat ledakan bom atom tersebut seperti pada film

Page 150: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Grave Of The Fireflies. Dari sinilah, hati kecilnya terpanggil untuk menyuarakanperdamaian melalui filmnya dan Hayao memilih figur gadis kecil sebagai simbolpenggerak perdamaian tersebut. Ia melihat bahwa dominasi orang-orang dewasa,khususnya laki-laki sebagai pihak penguasa dan militer telah menyebabkan perangbesar dan kerugian, baik secara material maupun psikis bagi negaranya. Meskipunseorang pesimistis, Hayao tidak ingin rasa pesimis ini dibagikan kepada anak-anak.Ia merasa anak-anak berhak menciptakan cara pandang mereka sendiri terhadapdunianya.

2. Tokoh AntagonisCiri khas kedua dalam film Hayao adalah kekhasan pada tokoh antagonisnya.

Inilah yang membuat filmnya digemari karena tokoh-tokoh yang seharusnyabersifat jahat, tetapi ternyata memiliki sisi hati yang baik. Misalnya saja dalamSpirited Away, sang nenek penyihir Yubaba meskipun jahat, ternyata sangatpenyayang terhadap bayi kecilnya.

Hayao sangat pandai memainkan hal ini, bahkan terkadang sang tokoh yangantagonis bisa turut memberikan lelucon sehingga menimbulkan rasa simpatik jugaterhadap tokoh tersebut. Misalnya saja dalam film Porco Rosso dan Castle In TheSky. Pendekatan ini nantinya bisa membuat Hayao menyampaikan pesan cinta kasihuniversal, yaitu mencintai orang lain, bahkan musuh-musuh kita sekalipun.Pendekatan ini juga yang membuat kita bisa menerima alur cerita yang seperti ini,yakni tokoh antagonis bisa menjadi tokoh yang dikasihani, bahkan menghibur.

Banyak tokoh antagonis tersebut yang justru bekerja sama dengan tokohprotagonis pada akhir cerita, misalnya tokoh bajak laut udara dalam film Castle InThe Sky dan menyadari kesalahannya setelah melihat pengorbanan sang tokohprotagonis dalam film Nausicaa Valey of The Wind. Hal ini jugalah yangmembedakan karya Hayao dengan film animasi lainnya. Film animasi anak-anakumumnya harus bercerita sangat jelas siapa yang menjadi jagoan dan penjahat.Namun, Hayao mengaburkan hal ini dengan tujuan menciptakan resolusi nonkekerasan. Jadi, dari sini terlihat bahwa karya animasi Hayao bukan sekadar kartununtuk konsumsi anak-anak.

3. Tema-Tema dalam filmTema-tema film Hayao sangat kental dengan suasana penghormatan terhadap

alam dan kearifan lokal (budaya masyarakat sekitarnya dalam menjagakeseimbangan alam). Kedekatannya dengan tema ini tampak dari bagaimana caraia menggambarkan latar film dengan detail alam di mana tokoh berada. Hayaomembuat tampilannya selayaknya sebuah lukisan pemandangan. Bahkan, bentukgambar alam yang ditawarkan memberikan rasa “mistis dan magis” khas ketimuran(kebijakan masyarakat Asia dalam penghormatan terhadap alam dan roh leluhur).

Page 151: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

Hayao tidak main-main dengan tema alam ini. Itulah sebabnya film Hayaotidak bisa disamakan dengan kartun yang hanya sekadar konsumsi anak-anak. Meskipun menghibur, tema besar di baliknya sangat mendorong kita untukmelihat alam bukan sebagai objek eksploitasi, melainkan sahabat untuk dijaga,seperti dalam film Princess Mononoke dan My Neighboor Totoro. Misalnya dalamfilm animasi pada masa awal-awal beliau berkarya, Nausicaä of the Valley of theWind ( 1984 ), tampak jelas di sana, Hayao sudah menancapkan pernyataannyabahwa alam bukanlah musuh atau objek eksploitasi, melainkan sahabat sekaliguswarisan pencipta yang patut dihargai.

Selain tema alam, Hayao juga sering menyentuh tema kekeluargaan. Bahkanbeberapa filmnya yang kurang dikenal menggambarkan tema-tema kekeluargaan.Tema berikutnya yang cukup kental adalah terkait dengan petualangan di udara. Initerkait dengan masa kecil dan hobi Hayao yang sering membantu ayahnyamenggambar bentuk-bentuk rancangan pesawat, seperti dalam film Laputa : CastleIn The Sky, Porco Rsso, dan Kiki’s Delivery Service.

4. Musik dan EfekBekerja bersama pembuat musik andalannya, Joe Hisaishi, Hayao

mengeksplorasi berbagai bunyi alam dan musik-musik lokal Asia seperti dalamsalah satu adegan pengejaran di film Spirited Away, yaitu tokoh utama Chihirodikejar Roh Tanpa Wajah, terdengar bunyi alunan khas musik Bali.

Musik yang ditawarkan Hayao terkadang bersifat magis dan mistis sesuaidengan gambaran cerita dan latar alamnya, suara vokalnya pun cenderung khusyukdan syahdu untuk didengar. Bahkan, untuk setiap karakter makhluk mistisnya,misalnya para roh alam atau dewa alam, ia menghadirkan mereka dengan bunyiefek yang khas. Seolah memberikan pernyataan bahwasanya mereka ada atau hadirdi dunia kita meskipun tidak terlihat secara mata, dapat didengar suaranya dalambatin kita yang selaras dengan alam. Suatu pernyataan yang sangat kental denganbudaya leluhur Asia, yaitu menghargai dan berkomunikasi dengan alam.

5. Karakter LucuBanyak karakter binatang dan monster rekaan Hayao yang tampil dengan

lucu, bahkan memiliki karakter yang unik. Misalnya saja dalam film My NeighboorTotoro ada dua binatang kecil dan satu Totoro yang besar tampak menggemaskan.Selain itu, dalam film Ponyo ada ikan-ikan kecil berwajah manusia yang lucu.

Ini menjadi daya jual sendiri bagi animasi-animasi garapan Hayao. Mungkinini juga yang membuat animasi Hayao mendapat tempat di hati anak-anakmeskipun tema yang disodorkan sebenarnya sangatlah serius. Film-filmnya jugakaya akan warna, khususnya warna keindahan dan keragaman alam.

Page 152: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

6. PercintaanMeskipun tokoh-tokoh utama dalam film Hayao kebanyakan muncul dengan

pasangannya, misalnya gadis kecil dengan bocah pria seusianya dan lain-lain.Namun, sama seperti kehadiran tokoh antagonis yang seolah jahat, tetapi baik juga(ambigu), di sini Hayao juga membuat kedua tokoh atau pasangan tersebut seolahsaling mencintai, tetapi seolah juga tidak hanya bersahabat. Seiring dengan prosesfilm berjalan, chemistry antara kedua tokoh ini justru memperteguh emosipersahabatan dibandingkan dengan kisah percintaan mereka sehingga banyakfilmnya yang menjadi layak untuk dikonsumsi oleh anak-anak yang masih kecilsekalipun.

Awalnya penonton seolah dibawa kepada romantika kedua tokoh. Perlahanmereka menemukan bahwa yang mengikat kedua tokoh bukanlah romantika,melainkan unsur persahabatan, ketulusan, dan kepolosan sebagai bagian dalamdunia anak-anak.

7. Tokoh-Tokoh yang Sering MunculBeberapa tokoh yang menjadi ciri khas dan selalu muncul dalam film Hayao

Miyazaki adalah, sebagai berikut.a. Kucing dan babi

Khususnya kucing, hewan ini paling sering muncul dalam film-film Hayao,sebagai tokoh dengan kekuatan mistis. Sebaliknya, hewan babi muncul sebagaibentuk hukuman terhadap karakter buruk seorang tokoh atau kutukan alam.b. Nenek

Ada figur nenek yang tampak lembut dan ada juga yang tampak sebagainenek lincah dan antagonis. Jadi, mereka hadir sebagai sosok keibuan dan penuhkasih sayang kepada tokoh utama. Namun, di satu sisi lain mereka juga hadirsebagai tokoh wanita yang kuat, bahkan mengambil alih pimpinan dalam sebuahusaha atau kelompok kejahatan, seperti dalam film Spirited Away dan Castle In TheSky.c. Kaki tangan tokoh antagonis yang konyol

Mereka acap kali menjadi penghibur kita, lelaki bertubuh bongsor dan kadangbrewokan, tetapi sangat konyol dan lucu. Ini menjadikan kita melihat sosok tokohantagonis sebagai orang yang ternyata lemah, konyol, dan bisa memberikan rasasimpatik juga seperti tokoh anak-anak sang Bajak Laut Udara dalam film Castle InThe Sky dan Hantu Tanpa Wajah dalam Spirited Away.d. Dewa dan dewi alam

Meskipun sosok dewa dan dewi alam digambarkan besar dan menyeramkanada kesan anggun, bahkan indah. Akan tetapi, tetap saja kekuatan dewa-dewi danroh penjaga alam ini bisa terancam oleh keserakahan manusia. Suatu simbolis yangmenggambarkan bahwa keserakahan manusia bisa menghancurkan apa sajatermasuk keindahan dan keharmonisan yang sudah dijaga oleh sang Pencipta.

Page 153: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime

e. Kakek-kakek tua yang acap kali menjadi penolong tokoh protagonisSebagaimana peran para lansia di negara-negara Asia yang memberikan

pencerahan atau petuah atau petunjuk, kepada yang lebih muda, dalam film-filmHayao keberadaan tokoh kakek-kakek ini juga muncul sebagai orang yangmemberikan petunjuk, seperti tokoh kakek bertangan banyak dalam film SpiritedAway dan kakek penjelajah gua dalam Castle In The Sky.

Film animasi Hayao bukanlah sekadar film anak-anak. Karya-karyanya jugamemiliki konten dan pesan yang jauh lebih mendalam. Dalam gambar bergeraknya,ia memberikan pesan kepada dunia untuk menjaga kearifan lokal dan keindahanalam di sekitar kita. Jarang sekali seorang sutradara bisa menyampaikan pesan yangberat (pelestarian alam), tetapi dibalut dengan cerita yang cukup menyentak dansekaligus menghibur.

FilmografiSutradara, skenario, dan storyboard

Future Boy Conan, 1978 The Castle of Cagliostro (Lupin III), 1979 Sherlock Hound, 1982 Nausicaä of the Valley of the Wind, 1984 Laputa: Castle in the Sky, 1986 My Neighbor Totoro, 1988 Kiki's Delivery Service, 1989 Porco Rosso, 1992 On Your Mark, video klip pendek Princess Mononoke, 1997 Spirited Away, 2001 Howl's Moving Castle, 2004 Ponyo on the Cliff by the Sea, 2008

Page 154: wacana konflik lingkungan dalam teks film animasi mononoke hime