warta duabanga 2017 - balitbangtek-hhbk.orgbalitbangtek-hhbk.org/2020/03/unggah/file...manfaat yaitu...
TRANSCRIPT
DuabangaDuabangaWarta Balai Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan KayuVol. 11 No. 1, Juni 2017Vol. 11 No. 1, Juni 2017
Mengenal Bambu Tabah (Gigantochloa nigrocilita) danTeknik Budidayanya
Mengenal Bambu Tabah (Gigantochloa nigrocilita) danTeknik Budidayanya
Review : Budidaya Trigona sp Di Beberapa NegaraReview : Budidaya Trigona sp Di Beberapa Negara
Jamur Endofitik: Mikroorganisme Tersembunyi Sebagai Sumber Potensial Penghasil Obat Alami
Jamur Endofitik: Mikroorganisme Tersembunyi Sebagai Sumber Potensial Penghasil Obat Alami
Majalah Duabanga merupakan media informasi ilmiah populer di bidang kehutanan terutama teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu di
Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Penelitian dan pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu yang semula bernama Balai
Penelitian Kehutanan Mataram.
REDAKSI
Penanggung Jawab: Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan KayuDewan Redaksi: Ir. I Wayan Widhiana Susila, MP (Ketua), Dr. Kresno Agus Hendarto,S.Hut., MM (Anggota), Indah Prihantini, S.Hut., M.Agr., P.hD .Redaksi Pelaksana: Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana PenelitianTata letak: Galang Riski AB
Alamat Redaksi:
Jl. Darma Bakti No 7 - PO Box 1054, Ds. Langko Kec. Lingsar, Lombok Barat-NTB Telp. 0370-6175552, Fax 0370-6175482 E-mail : [email protected]: www.litbang.mataram.menlhk.go.id
(Anggota)
Redaksi mengundang para peneliti, teknisi, praktisi dan pemerhati kehutanan untuk menulis tulisan ilmiah populer khususnya di
bidang teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu dan Kehutanan umum di seluruh Indonesia. Naskah tulisan sebanyak 500-1.000 kata
dengan spasi ganda, font 12 dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Dikirim hard copy dan soft copynya disertai foto-foto yang
berhubungan dengan isi tulisan. Naskah akan disunting oleh Dewan Redaksi tanpa mengubah maksud dan isi tulisan.
Warta Dari Redaksi,……
Sajian artikel warta edisi sekarang memaparkan tiga artikel. Pertama, adanya alternatif sumber obat alami dari berbagai jenis jamur endofitik yang
Tidak kurang dari 60 peserta mengikuti Alih Teknologi tersebut.
Pembaca yang budiman,….. Redaksi mengundang partisipasi pembaca untuk turut mengisi dan memberikan masukan untuk perbaikan warta kedepan.
selamat membaca …..
telah diteliti sejak lama dan dilaporkan mampu memproduksi senyawa-senyawa yang sangat beragam diantaranya senyawa alternariol dari Alternaria sp, paenol dari Chaetomium dan terreic acid yang diproduksi oleh jamur Pseudocercospora sp. yang diisolasi dari berbagai jenis tanaman; Kedua, Review berbagai model teknik budidaya Trigona sp yang dikembangkan oleh masyarakat di beberapa negara. Informasi ini dapat dijadikan referensi untuk berinovasi ataupun diadopsi langsung oleh masyarakat yang tertarik untuk membudidayakannya; Ketiga, pembaca diperkenalkan dengan sumberdaya alam yang multi manfaat yaitu bambu tabah yang dikembangkan sebagai sumber pangan, karena rebungnya memiliki keunggulan rasa yang hambar tidak pahit seperti rebung dari jenis lain. Dipaparkan juga teknik budidayanya agar menghasilkan rebung yang banyak, enak dengan tekstrur yang renyah.
Keberhasilan peningkatan produktivitas gaharu dan lebah madu tidak terlepas dari peran dan kerjasama institusi terkait, langkah tersebut telah diupayakan oleh Balitbangtek HHBK dengan UPT Perbenihan Tanaman Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur memperkenalkan Teknik Budidaya Lebah Trigona dan Teknik Inokulasi Gaharu sederhana kepada penyuluh kehutanan, masyarakat, dan kelompok tani se Provinsi Jawa Timur yang diselenggarakan di Kabupaten Ponorogo.
Selalu ada hal menarik untuk didiskusikan, antara kepentingan pangan manusia atau kepentingan lingkungan, mana yang harus diprioritaskan. Hal tersebut dibahas pada acara Focus Grouf Discussion “Kajian evaluasi lahan di areal KPH Mendukung Kedaulatan Pangan” yang kami sajikan pada pokus berita Kebijakan kehutanan dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
dari redaksi
Daftar isi
ARTIKEL
DISEMINASI
BERITA
FLASH
4
7
10
14
15
16
Jamur Endofitik: Mikroorganisme Tersembunyi Sebagai Sumber Potensial Penghasil Obat Alami
Review: Budidaya Trigona sp Di Beberapa Negara
Mengenal Bambu Tabah (Gigantochloa nigrocilita) danTeknik Budidayanya
Kebijakan Kehutanan Dalam Mewujudkan kedaulatan Pangan
Peneliti Litbang HHBK Perkenalkan Teknik Produksi Gaharu dan Budidaya Lebah TrigonaPada Masyarakat di Jawa Timur
Buah Pranajiwa (Euchresta horsfieldii)Tanaman Berkasiat Obat
Jamur Endofitik Penghasil Senyawa Aktif
Beragam jenis jamur endofitik telah diteliti dan dilaporkan mampu memproduksi senyawa-senyawa
yang sangat beragam, seperti:
a. alternariol dari Alternaria sp. (Zhang et al, 2016; Lou et al, 2016)
b. paenol dari Chaetomium sp. yang diisolasi dari tanaman Paeonia suffruticosa (Li et al, 2015)
c. terreic acid yang diproduksi oleh jamur Pseudocercospora sp. ESL02 dari tanaman E. sylvestris
(Prihantini dan Tachibana, 2017)
d. terreic acid diproduksi oleh jamur Aspergillus terreus (Dewi et al, 2012)
Artikel
Jamur endofitik merupakan mikroorganisme tersembunyi hidup di dalam jaringan tanaman (Jasim et
al, 2013; Zhang et al, 2012) yang telah dipertimbangkan sebagai sumber potensial senyawa bioaktif yang
baru dan alami. Jamur endofitik hidup di dalam jaringan tanaman tanpa mengganggu inangnya dan tumbuh
dengan secara kontinu melibatkan interaksi metabolisme dengan inangnya. Interaksi metabolisme
tersebut mampu meningkatkan sintesis dari metabolit sekunder. Penemuan paclitaxel (Taxol) dari jamur
endofitik Taxomyces andreanae yang diisolasi dari Taxus brevifolia, yaitu tanaman yang berperan penting
sebagai obat anti kanker, telah meningkatkan perhatian terhadap jamur endofitik sebagai sumber potensial
baru bagi obat-obatan (Schulz et al, 2002). Schulz et al (2002), telah mengisolasi sekitar 6500 jamur
endofitik dari tanaman perdu, pohon, alga dan telah mengevaluasi kemampuan bioaktifitasnya serta
komponen kimianya. Selain itu, (Prihantini dan Tachibana, 2017) telah mengisolasi tujuh jamur endofitik dari
tanaman Elaeocarpus sylvestris, yaitu Pestalotiopsis sp. EST01, Pestalotiopsis sp. EST 02, Diaporthales sp. EST03,
Meyerozema sp. EST 04, Diaporthales sp. EST 05, Pestalotiopsis sp. ESL01, dan Pseudocercospora sp. ESL02.
Oleh: Amalia Indah Prihantini
JAMUR ENDOFITIK: MIKROORGANISME TERSEMBUNYI SEBAGAI SUMBER POTENSIAL PENGHASIL OBAT ALAMI
4
Terreic acid (Gambar 1) merupakan senyawa yang telah
dilaporkan memiliki aktifitas antioksidan, antidiabetes, dan mampu
menghambat aktifitas katalis Bruton's tyrosine kinase (Prihantini dan
Tachibana, 2017; Dewi et al, 2012; Kawakami et al, 1999). Terkait
dengan kemampuan antioksidan, terreic acid mampu menangkap
radikal bebas dengan memberikan hidrogen yang dimilikinya pada
gugus hidroksil. Selain itu, adanya ikatan rangkap karbon yang
terkonfigurasi dengan susunan keto dalam struktur kimianya
dipertimbangkan mempengaruhi delokalisasi elektron yang
mendukung aktifitas antioksidan (Prihantini dan Tachibana, 2017).
Selain itu, terreic acid merupakan epoxy quinon dimana epoxy quinon
telah diketahui dapat menghambat reaksi dalam rantai radikal
bebas (Flora, 2009).
Gambar 1. Terreic acid, senyawa aktif
antioksidan dari jamur endofitik
Pseudocercospora sp. ESL 02 dan A. terreus
(Prihantini et al, 2017; Dewi et al, 2012)
Sebagian besar senyawa-senyawa yang terisolasi dari jamur endofitik merupakan senyawa aktif yang berpotensi
sebagai obat. Tabel 1 menunjukkan jamur-jamur endofitik yang mampu menghasilkan senyawa aktif berpotensi
sebagai obat.
5
Tabel 1. Jamur endofitik yang menghasilkan senyawa aktif potensial obat
Isolasi jamur endofitik dan senyawa aktifnya
Untuk mendapatkan senyawa aktif dari jamur endofitik dalam tanaman, maka perlu dilakukan dua
prosedur isolasi yang didasarkan pada kemampuan bioaktifitas, yaitu isolasi jamur endofitik dari dalam
jaringan tanaman dan isolasi senyawa aktif dari jamur yang telah terisolasi. Isolasi jamur endofitik
dilakukan pada bagian tanaman yang sehat dan segar. Bagian permukaan tanaman tersebut disterilkan
sebelum dipotong kecil-kecil dalam laminar air flow, kemudian diletakkan pada media tumbuh jamur.
Setelah proses inkubasi selama seminggu, jamur yang tumbuh dalam cawan petri masih berupa kumpulan
dari beberapa jenis jamur. Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan hingga diperoleh jamur-jamur
tunggal yang tidak terkontaminasi oleh jamur lainnya. Jamur-jamur yang telah terisolasi tersebut kemudian
diidentifikasi dan disiapkan untuk evaluasi kemampuan bioaktifitasnya. Jamur endofitik dengan
kemampuan bioaktifitas yang paling tinggi digunakan untuk diisolasi senyawa aktifnya.
Isolasi senyawa aktif dilakukan dengan menumbuhkan jamur endofitik pada media cair dengan
fermentasi statis ataupun shaking (Gambar 2). Jamur yang tumbuh pada media cair tersebut kemudian
disaring untuk memisahkan filtrat dan mycelia. Filtrat dan mycelia tersebut kemudian diuji kemampuan
bioaktifitasnya. Bagian yang memiliki kemampuan bioaktifitas paling tinggi digunakan untuk proses isolasi
senyawa aktif. Prosedur isolasi senyawa aktif dari jamur endofitik dilakukan sama seperti isolasi senyawa
aktif dari tanaman, yaitu menggunakan ekstraksi dan pemisahan dengan kolom kromatografi atau
preparative TLC (Thin Layer Chromatography) atau preparative HPLC (High Performance Liquid
Chromatography). Senyawa aktif yang terisolasi kemudian diidentifikasi dan diuji untuk berbagai
kemampuan bioaktifitasnya.
No. Tanaman Jamur endofitik Senyawa Manfaat Kolom
1. Broussonetia
papyrifera
Alternaria sp. alternariol antimikroba Zhang et al, 2016;
Lou et al, 2016
2. Garcinia nobilis Penicillium sp. penialidins A-C antibakteria Jouda et al, 2014
3. Paeonia
suffruticosa
Chaetomium sp. paenol antioksidan;
antidiabet
Li et al, 2015
4. Piper nigrum Colletotrichum
gloeosporioides
piperine antibakteri,
antijamur,
antioksidan
Chitra et al, 2014
5. Huperzia serrata Trichoderma sp. huperzine A mengobati
tahap awal
penyakit
alzheimer
Dong et al, 2014
7. Elaeocarpus
sylvestris
Pseudocercospora sp.
ESL02
terreic acid antioksidan,
antibiotik
Prihantini and
Tachibana, 2017;
Olesen et al, 2014
8. Ginkgo biloba Penicillium sp.YY-20 adenosine antioksidan Yuan et al, 2014
(a) (b)
Daftar Pustaka
Chitra S., Jasim B., Sachidanandan P., Jyothis M., Radhakrishnan E.K.2014. Piperine Production by Endophytic Fungus Colletrotichum gloeosporioides Isolated from Piper nigrum. Phytomedicine. Volume 21, 534–540.
Dewi R.T., Tachibana S., Itoh K., Ilyas M. 2012. Isolation of Antioxidant Compounds from Aspergillus terreus LS01. Journal of Microbial and Biochemical Technology, Volume 4, 010–014.
Dong L.H., Fan S.W., Ling Q.Z. 2014. Identification of Huperzine A-Producing Endophytic Fungi Isolated from Huperzia serrata. World Journal of Microbiology and Biotechnology, Volume 30, 1011–1017.
Flora S.J.S. 2009. Structural, Chemical and Biological Aspects of Antioxidants for Strategies Against Metal and Metalloid Exposure. Oxidative Medicine and Cellular Longevity, Volume 2, 191-206.
Jasim B., Jimtha J.C., Jyothis M., Radhakrishnan E.K. 2013. Plant Growth Promoting Potential of Endophytic Bacteria Isolated from Piper nigrum. Plant Growth Regulation, Volume 71, 1–11.
Jouda J.B., Kusari S., Lamsh?ft M., Talontsi F.M, Meli C.D, Wandji J., et al. 2014. Penialidins A-C with Strong Antibacterial Activities from Penicillium sp., An Endophytic Fungus Harboring Leaves of Garcinia nobilis. Fitoterapia, Volume 98, 209–214.
Kawakami Y., Hartman S.E., Kinoshita E., Suzuki H., Yao L., Inagaki N., et al. 1999. Terreic Acid, A Quinone Epoxide Inhibitor of Bruton's Tyrokinase. Proceedings of The National Academy of Sciences of The United States America. Volume 96, 2227-2232.
Li P., Yang G., Qiu Y., Lin L., Dong F. 2015. Paeonol Produced by Chaetomium sp., An Endophytic Fungus Isolated from Paeonia suffruticosa. Phytochemistry Letters, Volume 13, 334–342.
Lou J., Yu R., Wang X., Mao Z., Fu L., Liu Y., et al. 2016. Alternariol 9-Methyl Ether from The Endophytic Fungus Alternaria sp. Samif01 and Its Bioactivities. Brazilian Journal of Microbiology, Volume 47, 96–101.
Olesen S.H, Ingles D.J., Yang Y., Schonburnn E. 2014. Differential Antibacterial Properties of The MurA Inhibitors Terreic Acid and Fosfomycin. Journal of Basic Microbiology, Volume 54, 322–326.
Prihantini A.I. and Tachibana S. 2017. Antioxidant Compounds Produced by Pseudocercospora sp. ESL 02, An Endophytic
Fungus Isolated from Elaeocarpus sylvestris. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, Volume 7, No 2, 930-935.
Schulz B., Boyle C., Draeger S., Rommert A.K., Krohn K.. 2002. Endophytic Fungi: A Source of Novel Biologically Active
Secondary Metabolites. Mycology Research, Volume 106, No 9, 996-1004.
Yuan Y., Tian J.M., Xiao J., Shao Q., Gao J.M. 2014. Bioactive Metabolites Isolated from Penicillium sp. YY-20, The Endophytic
Fungus from Ginkgo biloba. Natural Product Research, Volume 28: 278–281.
Zhang N., Zhang C., Xiao X., Zhang Q., Huang B. 2016. New Cytotoxic Compounds of Endophytic Fungus Alternaria sp.
Isolated from Broussonetia papyrifera (L.) Vent. Fitoterapia, Volume 110, 173–180.
Zhang Q., Wei X., Wang J. 2012. Phillyrin Produced by Colletotrichum gloeosporioides, An Endophytic Fungus Isolated from
Forsythia suspensa. Fitoterapia, Volume 83, 1500–1505.
6
Gambar 2. Pertumbuhan jamur pada media cair: (a) metode shaking, (b) metode statis
Lebah tanpa sengat awalnya terdiri dari 200 spesies yang telah diketahui berasal dari tiga wilayah tropis (Inoue et al., 1984). Seiring berjalannya penelitian taksonomi, Gupta et al. (2014) menyatakan bahwa ada 500 spesies lebah tanpa sengat yang diklasifikasikan ke dalam 5 genus yaitu Melipona, Trigona, Meliponula, Dectylurina, dan Lestrimelitta. Trigona merupakan genus yang paling besar, di dalamnya terdapat 11 sub genus dan 150 spesies. Genus Trigona tersebar dari Meksiko hingga Argentina, India, Sri Lanka hingga Taiwan, Pulau Solomon, Australia dan Indonesia. Wilayah-wilayah tersebut juga merupakan tempat adanya budidaya Trigona.
Trigona sp. merupakan lebah madu yang memiliki ukuran tubuh relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan lebah madu lainnya (Apis). Ukuran tubuh Trigona berkisar 3,2 – 4,7 mm (Wahyuni dan Riendriasari, 2012), serta rentang sayap 8 mm. Lebah pekerja memiliki kepala besar dan rahang panjang. Sedang lebah ratu berukuran 3-4 kali ukuran lebah pekerja, perut besar mirip laron, berwarna kecoklatan dan mempunyai sayap pendek (Winarto dan Rusmalia, 2015).
Budidaya Trigona sp. memberikan manfaat antara lain: 1) manfaat ekologis : proses penyerbukan oleh lebah dalam keterkaitan pakan, 2) manfaat ekonomi : produk – produk yang dihasilkan trigona berupa madu, propolis, bee pollen dll, 3) manfaat sosial : sebagai sumber penghasilan, membuka peluang usaha bagi masyarakat, obyek penelitian dan sebagai potensi daerah (Forda, 2015).
Di India, budidaya tradisional Trigona dilakukan oleh suku Kani khususnya di daerah Tamil Nadu (Kumar et al., 2012). Suku Kani menggunakan bambu untuk sarang lebah buatan (Gambar 1). Bambu tersebut dibelah dua kemudian dipasangkan lagi dengan cara diikat dengan tali sehingga terdapat celah di antara kedua potongan bambu untuk pintu masuk Trigona. Produksi koloni mencapai 600-700 gram/tahun menggunakan cara tersebut. Madu yang dihasilkan juga dihargai cukup tinggi. Cara tradisional ini dilakukan juga oleh suku Jawa di Indonesia.
7
REVIEW : BUDIDAYA Trigona sp. DI BEBERAPA NEGARA
Oleh : Resti Wahyuni
Gambar 1. Budidaya tradisional Trigona dilakukan oleh suku Kani di India. 1= sarang
lebah pada celah dinding, 2= sarang bambu diletakkan di rumah penduduk, 3= pintu masuk lebah pada sarang bambu, 4= ratu lebah, lebah pekerja dan drone, 5=Kanikar membagi bambu menjadi 2, 6= tiga ruang dalam
sarang lebah, 7= susunan multilayer dalam sarang bambu. Sumber : Kumar et al., 2012
Budidaya Trigona di Australia telah banyak dilakukan oleh masyarakatnya. Pada tahun 2000 terdapat
lebih dari 250 pembudidaya dan 1400 koloni lebah tanpa sengat (Heard dan Dollin, 2000). Berbeda
dengan budidaya Trigona di India,
pembudidaya Trigona di Australia
menggunakan kotak persegi panjang
dengan volume 8 liter yang terbagi dua
sama besar secara horisontal (Gambar
2). Desain ini memungkinkan terjadinya
pembagian koloni pada saat bagian
yang lain sudah penuh. Desain sarang
dengan model kotak persegi panjang ini
diadopsi oleh pembudidaya Trigona di
NTB.Gambar 2. Desain sarang budidaya Trigona di Australia.
Sumber : Heard dan Dollin, 2000
8
Di Indonesia, budidaya Trigona juga telah dilakukan. Desain sarang yang digunakan bermacam-macam,
ada bambu dan kotak berbentuk persegi panjang. Sarang bambu digunakan oleh masyarakat Negeri Hilla,
Maluku Tengah (Gambar 3) (Manuhuwa et al., 2013). Diameter bambu besar mampu menghindarkan lebah
Trigona dari kepanasan dibandingkan diameter bambu sedang dan kecil (Manuhuwa et al., 2013). Kondisi
yang terlalu panas mengakibatkan aktivitas lebah Trigona akan menurun. Lebah Trigona sp. dalam sarang
bambu dapat memproduksi madu dengan kisaran 5,1 – 27,9 gram selama 111 hari (Manuhuwa et al., 2013)
(Gambar 4).
Sumber : http://perhutani.co.id/wp-content/uploads/2011/09/jppweb22.jpg
Gambar 3. Sarang bambu pada budidaya Trigona di Maluku. a= sarang bambu untuk media budidaya lebah Trigona spp. b= sarang lebah pada beberapa jenis bambu, c= aktivitas
lebah pada lubang masuk bambu petung.Sumber : Manuhuwa et al., 2013
a b c
Gambar 4. Produksi madu pada budidaya Trigona di Maluku. a= produksi madu lebah Trigona sp. pada jenis bambu duri, b= produksi madu lebah Trigona sp. pada jenis bambu petung, c=
produksi madu lebah Trigona sp. pada jenis bambu sero.Sumber : Manuhuwa et al., 2013
a b c
Referensi
Forda. 2015. Teknik budidaya lebah madu Trigona sp. . Diakses 5 Juni 2017.
Gupta, R., Reybroeck, W., Van Veen, J. W., & Gupta, A. (2014). Beekeeping for poverty alleviation and livelihood security: Vol. 1: Technological aspects of beekeeping, 63-103. doi:10.1007/978-94-017-9199-1.
Heard, T. A., & Dollin, A. E. (2000). Stingless bee keeping in Australia: Snapshot of an infant industry. Apiacta, 2,1-6. doi:10.1080/0005772X.2000.11099481.
Inoue, T., Sakagami, S. F., Salmah, S., & Yamane, S. (1984). The process of colony multiplication in the Sumatran stingless bee Trigona ( Tetragonula laeviceps). Biotropica, 16(2), 100–111.
Manuhuwa, E., Loiwatu, M., Lamberkabel, J. S. A., & Rumaf, I. (2013). Produksi madu , propolis dan roti lebah tanpa sengat (Trigona spp.) dalam sarang bambu. Prosiding Seminar Nasional XVI MAPEKI, 251–259. Balikpapan 6 November 2013.
Kumar, S. M., Ranjit Singh, A. J. A., & Alagumuthu, G. (2012). Traditional beekeeping of stingless bee (Trigona sp) by Kani tribes of Western Ghats, Tamil Nadu, India. Indian Journal of Traditional Knowledge, 11(2), 342–345.
Wahyuni, N., Riendriasari, S. D., & Kurniawan, E. (2012). Teknik produksi propolis, lebah madu Trigona spp di NTB. Mataram: Balai
Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu.
W i n a r t o , V. , & R u s m a l i a . 2 0 1 5 . B u d i d ay a l e b a h m a d u Tr i g o n a s p . e - w a r t a b p 2 s d m . . Diakses 5
juni 2017.
http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/2072
http://bp2sdm.menlhk.go.id/emagazine/index.php/umum/66-budidaya-lebah-madu-trigona-sp.html
9
Oleh : Abdul Jafar Maring
PENDAHULUAN
Bambu merupakan tumbuhan bernilai ekonomi tinggi, dan pemakaiannya sangat luas, baik untuk
keperluan sehari-hari maupun untuk diperdagangkan. Bambu termasuk dalam anak suku Bambusoideae
dalam suku Poaceae atau Gramineae atau suku rumput-rumputan. Bambu mudah sekali dibedakan
dengan tumbuhan lainnya karena tumbuhnya merumpun, batangnya bulat, berlubang dan beruas-ruas,
percabangan kompleks, setiap daun bertangkai. Bambu digolongkan hasil hutan non kayu, ditanam hanya 1
(satu) kali, kemudian dilakukan tebang pilih dan pemeliharaan terus menerus. Apabila dipelihara dengan
baik bambu dapat bertahan hidup sampai ± 100 tahun dan tahan terhadap hama penyakit.
Bambu sangat akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia, dan dikenal sebagai tanaman yang
multiguna, mulai dari pemenuhan bahan perumahan, sandang dan juga pangan, serta dapat menjaga
keseimbangan lingkungan dan keanekaragaman hayati. Bambu merupakan sumberdaya alam yang luas
kegunaannya, pertumbuhannya cepat (3-4 th), perakarannya kuat dengan tipe serabut dan tunggang
mampu menyerap air hujan 90 %, sedangkan tanaman lainnya hanya 35-40 %. Kelebihan air yang diserap
setelah digunakan untuk kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian sisanya tersimpan sebagai air tanah.
Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan salah satu jenis bambu yaitu bambu tabah, dan teknik
budidayanya, secara garis besar sistematika tulisan ini dimulai dari kegunaan, ciri atau tanda khas yang
membedakan bambu tabah dengan bambu lainnya dan teknik budidayanya, (meliputi : peniapan lan,
penanaman dilapangan, pemeliharaan dan pemanenan.
Kegunaan
Secara umum bambu tabah memiliki kegunaan yang sama dengan jenis bambu lainnya seperti
dijelaskan di atas. Lebih khusus bambu ini memiliki potensial sebagai sumber pangan, karena rebungnya
memiliki keunggulan rasa yang hambar tidak pahit seperti rebung dari jenis lain, karena itu masyarakat Bali
menyebutnya bambu tabah. Berdasarkan kajian Kencana (2004), dari 100 g bahan segar rebung bambu
tabah mempunyai komposisi : air (92,2 %), protein (2,29 %), lemak (0,23 %), pati (1,68), serat (3,07 %) .
Keunggulan lain dari rebung bambu tabah dibanding rebung lainnya adalah kandungan HCNnya jauh lebih
rendah.Kencana (1991) menginformasikan rebung betung mengandung HCN 256 ppm sementara rebung
tabah kandungan HCN nya 7,97 ppm per 100 gr bahan segar. Meskipun semua bambu menghasilkan
rebung, tetapi tidak semuanya menghasilkan rebung yang enak untuk dimakan. Semua rebung mengandung
HCN (asam sianida) yang merupakan senyawa beracun dengan tingkat yang beragam. Rebung bambu yang
memiliki kandungan HCN tinggi, selain rasanya pahit, berbahaya untuk dikonsumsi. Rebung bambu yang
mengnadung HCN di bawah ambang batas berbahaya, dapat dimakan sebagai sayuran atau campuran
makanan lainnya.
10
MENGENAL BAMBU TABAH (Gigantochloa nigrociliata )
& TEKNIK BUDIDAYANYA
Teknik Budidaya
Pemilihan lahan
a. Lahan yang akan ditanami bambu tabah mulai lahan yang subur sampai lahan yang kritis, dari yang datar
sampai dengan kemiringan seperti dipinggir sungai, dan lahan- lahan yang tidak termanfaatkan dengan
optimal.
b. Pastikan lahan-lahan yang akan ditanami bambu tabah ada kepemilikan yang jelas, mengingat bambu tabah
sekali tanam dan apabila dibudidayakan dengan baik akan dapat bertahan sampai umur ± 100 tahun dan
selama itu dapat memberikan kontribusi menambah perekonomian masyarakat serta menjaga
keseimbangan alam.
Pupuk Dasar
Sebelum bibit bambu tabah ditanam isilah lubang tanam yang sudah sebelumnya dipersiapkan pupuk
organik, yaitu campuran pupuk kandang dan kompos dengan perbandingan 1:1 sebanyak setengah lubang.
Pemilihan Bibit
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk pemilihan bibit bambu tabah yang akan ditanam:
a. Ukuran bibit bambu tabah setinggi 60-80 cm
b. Ukuran polibag untuk bibit bambu tabah dengan diameter 15 x 30 cm
c. Bibit berasal dari stek batang maupun cabang, dan juga dari bibit pemisahan anakan
11
Morfologi dan Tempat Tumbuh
Perawakan bambu tabah mempunyai batang simpodial atau berumpun. Panjang buluh dapat
mencapai sekitar 10 m dan ujungnya melengkung, dengan garis tengahnya sekitar 3 – 6 cm. Tebal buluhnya
mencapai 6 mm, dengan warna buluh hijau sampai hijau tua, ruas batang mencapai 30 – 50 cm dengan
pelepah buluh panjangnya 11 – 18 cm yang tetap melekat pada buluhnya, pelepah buluh bagian luar
ditumbuhi oleh miang (bulu-bulu halus) yang melekat berwarna coklat hitam dan pelepah mudah luruh.
Jenis bambu ini umumnya tumbuh liar, banyak terdapat di daerah tepi sungai dan lereng gunung di
Pupuan Tabanan Bali. Bambu tabah dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai di tempat-tempat
pada ketinggian ± 1000 m dpl dan daerah tropis yang lemba , tumbuh baik pada tipe tanah latosol dengan
curah hujan hingga 3,000 mm (Widjaja, 2001).
12
Penanaman di lapangan
Jarak Tanam
Jarak tanam yang ideal diaplikasikan adalah 4 x 5 m sehingga dalam 1 (satu) hektar terdapat 500 rumpun
bambu tabah. Usahakan agar rumpun tidak saling bertautan. Bambu yang akan dipanen rebungnya selalu
dipangkas sehingga batang yang tinggal adalah batang yang produktif menghasilkan rebung.
Membuat Lubang Tanam
?Sebelum menanam perhatikan topografi lokasi (kondisi lahan datar atau miring)
?Lahan dibersihkan dari semak, tumbuhan yang mengganggu, alang-alang, dan lainnya agar bersih dan
mudah untuk pembuatan lubang.
?Lahan yang sudah dibersihkan, dicangkul untuk digemburkan, rumput- rumput yang masih tersisa
dicabut dan dibersihkan
?Buatlah lubang tanam berdasarkan garis kontur (garis ketinggian) lokasi, sehingga tanaman bambu
dapat mencegah terjadinya erosi tanah
?Untuk daerah yang mempunyai kemiringan lebih dari 45 drajat penanaman dilakukan lebih rapat
sehingga erosi tanah dapat dikurangi
?Ukuran lubang tanam 40 cm x 40 cm sedalam 40 cm.
?Lubang tanam dibuat ± 3 minggu sebelum penanaman agar aerasi lubang penanaman cukup.
?Penanaman sebaiknya pada musim hujan, agar tidak diperlukan penyiraman selama bulan pertama
hingga bulan ketiga, karena setelah penanaman bibit bambu tabah membutuhkan air cukup banyak
selama ± 3 bulan sampai akar tumbuh kuat.
?Dianjurkan tidak menanam bibit bambu pada saat musim kemarau, karena hasilnya tidak maksimal dan
kemungkinan besar bibit akan mati.
?Setelah siap menanam, bawa bibit bambu tabah ke lokasi dekat lubang penanaman. Buka polibag
dengan hati-hati agar akar bibit tidak rusak atau banyak akar yang putus
?Masukkan bibit dalam lubang dan timbun dengan campuran tanah, kompos dan pupuk kandang 3:1:1
?Penimbunan tanah setinggi ± 50 cm dari atas permukaan tanah.
?Tambahkan mulsa dari daun-daun jatuhan dari tanaman untuk menutup gundukan tanah penutup bibit
yang baru ditanam dengan tujuan untuk mengurangi penguapan air dari dalam tanah.
Pemeliharaan
Rumpun bambu tabah dapat dipertahankan tingkat produktivitasnya dengan melakukan pemeliharaan
meliputi pengairan, pemupukan, penjarangan batang dalam rumpun, mulsa dan penyiangan.
Pengairan
Bambu menyukai tanah yang sedikit lembab, tetapi tidak terlalu basah, pengairan untuk tanaman bambu
hanya diperlukan saat musim kemarau untuk membuat tanah menjadi lembab. Pengairan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu menyirami tanah pada pangkal tanaman dan sekitar rumpun atau mengalirkan air
ke dalam lahan. Frekuensi pengairan dilakukan menurut kebutuhan. Jika lahan sudah kelihatan kering,
maka penyiraman harus segera dilakukan.
Pemupukan
Pemumupukan dapat memacu pertumbuhan dan produksi rebung. Untuk menghasilkan rebung yang
manis disarankan menggunakan pupuk organik. Pupuk diberikan menjelang musim hujan yaitu 2-3 minggu
sebelum musim hujan tiba, agar pupuk dapat terserap maksimal. Sehingga dapat merangsang rebung
tumbuh saat air telah tiba. Jumlah pupuk yang diberikan berkisar 1.5 -2.5 kg. Sebelum pemupukan, tanah
sekitar rumpun digemburkan, dengan cara membuat goretan di sekitar rumpun ± 1 m jarak goratan
dengan pusat tengah rumpun atau di bawah canopy batas daun bambu paling luar. Lebar dan dalam
goretan ± 20 cm. Selanjutnya benamkan pupuk secara melingkar mengelilingi rumpun. Kemudian siram
agar pupuk menyatu dengan tanah dan mudah diserap oleh akar.
Penjarangan batang
Menjarangkan perlu mempertimbangkan jumlah dan umur batang. untuk memperoleh rebung yang baik,
penjarangan batang disisakan sekitar 25-30 batang disetiap rumpunnya dengan komposisi: 5 batang muda
berumur sekitar 1 tahun, 10 batang agak tua berumur 2 tahun dan 10 batang berumur lebih dari 2 tahun.
Diharapkan dengan komposisi batang seperti itu, rumpun bambu tidak mudah rebah diterpa angin.
Cabang-cabang primer dan cabang-cabang lain yang mengganggu pertumbuhan batang utama harus
dipangkas secara teratur agar pertumbuhan rebung sebagai produk utama dari usaha budidaya tersebut
lebih optimal.
Pembubunan (Mulsa) Pembubunan dilakukan dengan cara menimbun bagian pangkal rumpun bambu dengan tanah atau jatuhan daun bambu hingga terbentuk guludan-guludan yang lebih tinggi dari tanah disekitarnya. Tujuannya agar terjadi etiolasi sehingga rebung dapat mengelembung besar dan tidak berongga. Pembubunan yang terlambat dapat menyebabkan rebung berwarna hijau, keras dan berongga. Pembubunan bambu tabah sebaiknya dilakukan sebelum pucuk rebung muncul ke permukaan tanah atau setidak-tidaknya ketika pucuk mulai muncul ke permukaan tanah. Untuk mengetahui tempat bakal munculnya rebung dapat dilakukan dengan cara meraba atau menginjak tanah di sekitar rumpun bambu dengan kaki telanjang. Apabila terasa ada tonjolan di bawah permukaan tanah, maka rebung akan tumbuh di tempat itu dan segera dilakukan pembubunan di tempat itu juga. Bahan yang paling baik untuk membumbun pada rumpun bambu tabah adalah campuran antara pupuk kandang dan sekam bakar dengan perbandingan 1 bagian pupuk kandang dan 2 bagian sekam bakar atau dengan jatuhan daun bambu. Dengan dilakukan pembubunan, maka rebung bambu yang dihasilkan akan gemuk, renyah, dan warnanya putih.
PenyianganRumput dan semak-semak di sekitar tanaman bambu harus dibersihkan secara berkala. Penyiangan dilakukan dua kali dalam sebulan. Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput menggunakan sabit, cangkul atau tangan, Rumput dan semak-semak yang telah dicabut sebaiknya dibenam di sekitar rumpun bambu agar menjadi kompos yang bermanfaat bagi tanaman bambu tersebut.
Pemanenan
Rebung bambu tabah dapat dipanen setelah rumpunnya berumur 3 tahun. Pada kondisi pertumbuhan
yang baik dalam satu rumpun biasanya rebung yang tumbuh melebihi 10 rebung setiap musim. Panen
dilakukan 2 x dalam seminggu pada saat musim hujan. Rebung dipanen ketika tingginya mencapai 15 cm
dari permukaan tanah.
13
diseminasi
Gaharu dan lebah madu merupakan komoditas HHBK yang cukup diminati oleh masyarakat, mengingat berbagai manfaat yang dihasilkannya baik sebagai bahan kosmetik, obat-obatan, pangan maupun wewangian seperti minyak gaharu. Sehingga bayak masyarakat yang tertarik untuk mengembangkannya.
Dibalik berbagai potensi yang dimiliki oleh kedua komoditas tersebut tentu masih terdapat permasalahan yang dihadapi dalam pengembangannya. Untuk meminimalisir berbagai permasalah yang ada Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu bekerjasama dengan UPT Perbenihan Tanaman Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur melakukan “Alih Teknologi Teknik Produksi Gaharu dan Budidaya Lebah Trigona” pada masyarakat di Jawa Timur. Kegiatan ini dilaksanakan selama satu hari yaitu tanggal 4 Mei 2017 bertempat di Pendopo Kantor Desa Sriti Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo.
Ir. Harry Budi Santoso, MP kepala Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu menjelaskan bahwa Kegiatan ini didasari atas permintaan dari stakeholder yaitu UPT Perbenihan Tanaman Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, dimana masyarakat yang menjadi daerah pelayanannya memiliki tanaman gaharu yang belum menghasilkan gubal gaharu. Tanaman Gaharu tersebar di wilayah Ponorogo, Lumajang, Tulung Agung dan wilayah lainnya di Jawa Timur.
Potensi sumberdaya alam tersebut akan memiliki nilai tambah yang tinggi bagi masyarakat dan pemerintah daerah jika diberikan sentuhan teknologi dalam pengelolaan dan pemanfaatannya. Tandasnya.
Alih Teknologi ini sangat diminati oleh peserta terihat dari keseriusan peserta dalam mengikuti kegiatan dan berbagai pertanyaan berbobot yang diajukan serta kehadiran peserta yang melebihi target yaitu 50 orang, sedangkan peserta yang hadir sampai 60 orang. Selain dibekali ilmu praktis budidaya setiap peserta mendapatkan 300 ml isolat untuk di inokulasikan pada tanaman gaharu yang mereka miliki.
Dalam sambutannya Bupati Ponorogo yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian Bapak Harmanto, menegaskan bahwa pengembangan gaharu cukup penting terlebih di Jawa Timur sudah terdapat perusahaan yang menampung produk gaharu. begitu juga perlebahan dinilai penting mengingat Jawa Timur memiliki potensi pasar produk perlebahan, khususnya madu, masih terbuka luas, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun permintaan luar negeri.
Keberhasilan peningkatan produktivitas gaharu dan lebah madu tidak terlepas dari peran dan kerjasama institusi kehutanan dengan para stakeholder terkait. oleh karenanya, mari kita bersama-sama mendukung keberhasilan budidaya gaharu dan lebah madu melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik
Peneliti Litbang HHBK Perkenalkan Teknik Produksi Gaharu Dan Budidaya Lebah Trigona Pada Masyarakat Di Jawa Timur
14
berita
15
Kebijakan Kehutanan Dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan
harus memahami karakteristik lingkungan dan jenis tanaman yang akan dikembangkan. Untuk itu diperlukan beberapa kajian diantaranya pola tata ruang kawasan hutan yang ideal untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kelestarian hutan, apakah (70:30 %); pendekatan orientasi hutan dan pangan di kawasan hutan; pola agroforesty yang akan dikembangkan; cost benefit analisis dan skala ekonomi yang dikembangkan; peningkatan kapasitas petani dan pengelola hutan dan laporan produksi meliputi perluasan lahan, budidaya, pascapanen dan konsumsi dalam kontek Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) berkelanjutan.
Dalam pertemuan ini disampaikan juga beberapa kasus dan perkembangan kegiatan KPH dalam kaitannya dengan kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan pangan yang disampaikan oleh berbagai narasumber diantaranya Kepala Dinas KLHK Proponsi NTB, Kepala BPPTHHBK, Kepala KPH, WWF, Kelompok tani Hutan dll.
Menurut tim peneliti P3SEKPI output yang diharapkan dari FGD ini adalah dapat meningkatkan pemahaman para pihak terkait berbagai kasus pengembangan usaha pangan di dalam kawasan hutan berbagai inisiatif baik yang dilakukan oleh pemerintah, pelaku usaha, masyarakat lokal maupun CSO. Harapannya dengan FGD ini ada pembelajaran bersama para pihak atas berbagai potensi dan tantangan yang dihadapi, sehingga dapat dikembangkan model-model usaha pangan di
Adanya ketergantungan pangan pada impor kawasan hutan secara berkelanjutan dan bijaksana.
merupakan isyarat bahwa kita Indonesia belum berdaulat Secara potensial, terdapat 6 (enama) jenis tanaman pangan
dalam memenuhi kebutuhan pangan. Oleh karena itu yang dapat dibudidayakan di kawasan hutan yaitu pohon, palem,
semua pihak harus berperan dalam mengatasi bambu, perdu, umbi-umbian dan tanaman tumpangsari. Tanaman
permasalahan ini. Sektor kehutanan ternyata sejak lama yang berupa pohon seperti pohon buah-buahan dapat
telah mendukung program kebijakan ketahanan pangan. dibudidayakan secara monokultur, campuran atau agroforestry.
Hutan dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan. Lebih Sementara itu tanaman selain pohon dapat dibudidayakan
jelasnya sebagian areal tanaman industri (HTI), hutan dengan pola agroforestry.
tanaman rakyat (HTR) hutan desa (HD), hutan Dari keenam jenis kelompok tanaman tersebut sebagian
kemasyarakatan (HKm) dan Hutan tanaman hhbk (HT-merupakan komoditas HHBK yang telah diatur dalam
HHBK) dapat dimanfaatkan untuk produksi pangan.P.35/Menhut/2007 tentang HHBK, namun demikian dalam
Realitasnya menurut DR. Bambang Supriyanto perlu prakteknya pengembangan pangan di kawasan hutan tidak
ada keterpaduan antara pengelolaan hutan dengan mutlak harus mengembangkan jenis tanaman yang terdaftar
produksi pagan itu sendiri, agar tewujud swasembada dalam komoditas HHBK sesuai peraturan tersebut. Karena
ketahanan pangan dan hutan lestari. Hal itu dapat dicapai masih banyak tanaman pangan potensial dan komersil yang
melalui kegiatan penelitian terpadu dalam rangka belum terakomodir dalam perarutan.
mewujudkan kedaulatan pangan di kawasan hutan. Bagi masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar hutan
Penjelasan itu disampaikan beliau saat memeberikan kedaulatan akan mudah diwujudkan jika mereka diberi
arahan pada acara Focus Grouf Discussion “Kajian kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan, baik
evaluasi lahan di areal KPH Mendukung Kedaulatan sebagai pengelola maupun pekerja. Masyarakat perlu diberi
Pangan” yang diselenggarakan di Ruang pertemuan kesempatan yang luas untuk membudidayakan tanaman pangan
BPTHHBK, Mataram pada 6 juni 2017 minggu lalu.dengan tanpa merubah fungsi hutan sebagai penghasil barang
Dalam paparannya Dr. Bambang selaku Kepala dan jasa. (wd)
Puslitbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim memastikan bahwa pada setiap KPH dapat dikembangkan berbagai komoditas pangan, yang paling penting adalah
Buah Pranajiwa (Euchresta horsfieldii): Seluruh bagian tanamannya mengandung senyawa fitokimia. Akar mengandung alkaloid, tannin, flavonoid, saponin, dan terpenoid; biji mengandung alkaloid; batang mengandung alkaloid, fenolik, dan steroid; buah dan kulit buah mengandung alkaloid, fenolik, dan saponin; daun mengandung alkaloid, tanin, dan steroid.
Foto: Gipi Samawandana