saharifaith.files.wordpress.com · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang masalah. mahasiswa...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.
Mahasiswa merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam
keterlibatannya dengan perguruan tinggi dididik dan diharapkan menjadi calon-
calon intelektual. Dari pendapat tersebut, bisa dijelaskan bahwa mahasiswa adalah
status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan
tinggi yang nantinya diharapkan menjadi calon-calon intelektual. Sebagai kaum
intelektual, mahasiswa memiliki tanggung jawab yang besar demi kemajuan suatu
bangsa. Demi terpenuhinya salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi di Indonesia,
maka ilmu yang didapatkan di bangku kuliah masih belum cukup untuk
merealisasikannya. Aplikasi dari ilmu yang diperoleh dengan fakta di lapangan
tentu ada perbedaan. Oleh karena itu Jurusan Matematika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret (UNS) mewajibkan
mahasiswanya untuk mengambil mata kuliah Kegiatan Magang Mahasiswa
(KMM). KMM dilaksanakan pada suatu instansi yang sesuai dengan disiplin ilmu
sebagai jembatan bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di
bangku kuliah ke dalam dunia kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan instansi pemerintah yang
mempunyai wewenang dalam menyediakan informasi statistik secara lengkap,
akurat, dan mutakhir yang diperlukan untuk meningkatkan koordinasi yang
mantap dan terpadu mulai dari awal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
agar dicapai hasil yang optimal. Informasi yang diberikan antara lain mengenai
data kependudukan, pertanian, produksi daerah, dan sebagainya. Untuk
memudahkan dalam menyediakan informasi maka dibentuk Badan Pusat Statistik
yang berkedudukan pada tiap provinsi dan kabupaten / kota. Penulis memilih
untuk melaksanakan kegiatan magang di Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.
Salah satu fenomena yang menarik tentang Kota Surakarta yaitu
perkembangan Kota surakarta yang merambah menjadi kota bisnis modern. Salah
satu hal yang penting untuk dianalisis yaitu menjamurnya hotel-hotel di Kota
Surakarta. Surakarta atau yang lebih akrab dengan Solo merupakan kota budaya
1
yang kini mulai diminati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Bahkan,
kini orang datang ke Solo tidak hanya untuk wisata atau belanja, tapi juga
beberapa urusan bisnis. Berkembangnya Solo menjadi kota bisnis ikut
menggerakkan usaha perhotelan di kota batik ini. Kota dengan penduduk sekitar
500000 jiwa tercatat memiliki 36 hotel dari yang kelas melati 1 hingga bintang 5.
Banyaknya hotel di kota Solo disebabkan bertambahnya jumlah wisatawan
maupun penduduk lokal untuk menginap di Kota Solo. Pada tahun 2012, tingkat
hunian hotel di kota Solo meningkat seiring dengan banyaknya event budaya yang
digelar dengan skala nasional bahkan internasional. Namun, okupansi rata-rata
sejumlah hotel mengalami pertumbuhan negatif pada lima bulan pertama tahun
ini. Hal ini ditegaskan Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI) Solo, Purwanto Yudhonagoro (www.suaramerdeka.com). Ada dua sebab
yang ditengarai menjadi pemicu turunnya tingkat hunian di sejumlah hotel di
Solo. Salah satunya adalah penerapan kebijakan pengetatan anggaran oleh
pemerintah. Sejumlah kementerian diimbau untuk menggelar berbagai kegiatan di
internal kantor, tanpa harus memanfaatkan fasilitas yang disediakan hotel. Di sisi
lain, hotel baru terus bermunculan tanpa ada pembatasan. Karena itu, Purwanto
menilai sekarang ini permintaan dan penawaran sedang kacau lantaran tidak
imbang. Padahal, untuk minimal mencapai break event point alias titik impas,
idealnya kamar hotel setidaknya harus terisi 65 persen. Karena itu, hotel harus
bisa melakukan efisiensi jika tetap ingin memperoleh laba dengan kondisi
okupansi yang rendah. Hal ini, bisa dilakukan dengan melakukan konservasi
energy karena energi merupakan biaya variabel yang bisa disesuaikan dengan
penggunaan, jadi bisa ditekan. Ketidakpastian tingkat hunian hotel di Kota Solo
tentunya akan mempengaruhi para investor untuk memilih kebijakan dalam
industri perhotelan di kota Solo. Oleh karena itu, diperlukan angka prediksi untuk
tingkat hunian hotel di kota Solo.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai pusat sumber data di Indonesia
berperan penting dalam hal penggalian informasi mengenai tingkat hunian hotel di
Kota Solo. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta setiap bulannya merilis
data mengenai tingkat hunian kota Surakarta. Beberapa data yang dirilis Badan
Pusat Statistik (BPS) kota Surakarta diantaranya, banyaknya hotel dan jumlah
2
kamar menurut klasifikasi di Kota Surakarta, banyaknya tamu yang menginap di
hotel di Kota Surakarta, tingkat penghunian kamar (tpk) hotel menurut kelas hotel
di Kota Surakarta, tingkat penghunian tempat tidur (tptt) hotel menurut kelas hotel
di Kota Surakarta, tingkat penghunian ganda kamar (tpgk) hotel menurut kelas
hotel di Kota Surakarta, rata-rata lamanya tamu hotel menginap berdasarkan kelas
hotel di Kota Surakarta.
Namun, data saja tidaklah cukup sebagai informasi untuk pemilihan
kebijakan bagi para investor perhotelan. Maka, pada laporan magang ini saya akan
melakukan peramalan tingkat penghunian tempat tidur berdasarkan kelas hotel di
Kota Surakarta. Data yang digunakan yaitu dari tahun 2006-2012 bersumber pada
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta. Metode yang digunakan yaitu
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalahnya yaitu bagaimana
model ARIMA untuk tingkat penghunian tempat tidur hotel Bintang 3 di Kota
Surakarta?
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dari pelaksanaan Kegiatan Magang
Mahasiswa (KMM) adalah
1. memenuhi mata kuliah wajib dari Jurusan Matematika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2. menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama perkuliahan di Jurusan
Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret Surakarta,
3. menambah wawasan serta pengalaman mahasiswa dalam bidang statistik
secara luas.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dari pelaksanaan Kegiatan Magang
Mahasiswa (KMM) adalah
1. menentukan model ARIMA untuk data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel
Bintang 3 Kota Surakarta,
3
2. meramalkan Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3 Kota Surakarta
untuk lima bulan ke depan.
1.4. Manfaat Kegiatan Magang Mahasiswa
Laporan Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) ini diharapkan bisa mem-
berikan manfaat kepada instansi (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen) dan
bagi penulis.
1.4.1 Manfaat bagi Instansi
Pengolahan data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3 di Kota
Surakarta dapat dijadikan informasi bagi Badan Pusat Statistik (BPS) untuk
menambah informasi pada buku terbitan Badan Pusat Statistik Surakarta. Dengan
demikian, masyarakat secara khusus yaitu calon investor perhotelan dapat
mengetahui kebijakan dalam hal membangun atau mengembangkan bisnis
perhotelan di Kota Surakarta.
1.3.2 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) ini diharapkan memberikan manfaat
bagi penulis,
1. penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah wajib dari Jurusan
Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret Surakarta,
2. penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh pada waktu
perkuliahan dalam dunia kerja,
3. penulis mendapatkan wawasan serta pengalaman tentang dunia kerja yang
sebenarnya di Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.
4
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1 Profil Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta
2.1.1 Sejarah Berdirinya Badan Pusat Statistik
Sejarah Badan Pusat Statistik telah dimulai sejak masa Pemerintahan Hindia
Belanda dan melalui beberapa tahap.
a. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Kantor Statistik pertama didirikan pada bulan Februari 1920 oleh
Direktur Pertanian, Perindustrian, dan Perdagangan (Directeur Van
Landbouw Nijverheid en Handel) di bawah Departemen Pertanian,
Perindustrian, dan Perdagangan yang terletak di Bogor. Tugas dari kantor
statistik adalah mengolah dan mempublikasikan data statistik.
Pusat kegiatan kantor statistik ini kemudian pindah ke Jakarta pada
tanggal 24 September 1924 dan nama lembaga diganti menjadi Central
Kantoor voor de Statistiek (CKS) atau Kantor Pusat Statistik, tepatnya di
Weltevreden, Batavia-Centrum (daerah tersebut sekarang menjadi wilayah
di Jakarta Pusat). Kegiatannya diutamakan untuk mendukung kebijakan
pemerintah Hindia-Belanda. Sensus penduduk yang pertama kali dikerjakan
oleh lembaga ini pada tahun 1930, yang dilakukan di seluruh wilayah
Indonesia. Beberapa tahun kemudian, CKS berada di bawah Departemen
Urusan Ekonomi (Departemen van Economische Zaken).
b. Masa Pemerintahan Jepang
Pada tahun 1942-1945 CKS beralih di bawah kekuasaan pemerintah
militer Jepang. Kegiatan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan
perang/militer dan berada di bawah Gubernur Militer (Gunseikanbu). Pada
masa ini CKS diganti namanya menjadi Shomubu Chosasitsu Gunseikanbu.
c. Masa Pemerintahan Republik Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, Shomubu Chosasitu Gunseikanbu dinasionalisasikan dengan
nama Kantor Penyidik Perangkaan Umum Republik Indonesia (KAPPURI)
dan dipimpin oleh Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.
5
Tahun 1946 kantor KAPPURI dipindahkan ke Yogyakarta dipimpin
oleh Semaun, sebagai konsekuensi dari perjanjian Linggarjati. Sementara
itu, pemerintah Hindia Belanda (NICA) di Jakarta mengaktifkan kembali
CKS.
Setelah pemerintah Belanda mengakui kemerdekaan Republik
Indonesia dan berdasarkan Surat Edaran Kementrian Kemakmuran tanggal
12 Juni 1950 Nomor 219/ S.C, KAPPURI dan CKS diintegrasikan menjadi
Kantor Pusat Statistik (KPS) yang berada di bawah tanggung jawab Menteri
Kemakmuran.
Berdasarkan atas surat Menteri Perekonomian tanggal 1 Maret 1952
Nomor P/44, lembaga KPS berada di bawah tanggung jawab Menteri
Perekonomian. Selanjutnya dengan Keputusan Menteri Perekonomian
Nomor 18.099/M KPS pada tanggal 14 Desember 1953, kegiatan KPS
dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian riset yang disebut Afdeling A dan
bagian penyelenggaraan dan tata usaha yang disebut Afdeling B.
Berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 131 Tahun 1957,
Kementerian Perekonomian dipecah menjadi Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Perindustrian. dan atas dasar Keputusan Presiden RI Nomor
172 Tahun 1957 terhitung mulai tanggal 1 Juni 1957, KPS diubah menjadi
Biro Pusat Statistik, dan urusan statistik yang semula menjadi tanggung
jawab dan wewenang Menteri Perekonomian, dialihkan menjadi wewenang
biro Pusat Statistk dan berada di bawah Perdana Menteri.
Memenuhi anjuran Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar
setiap Negara yang menjadi anggota PBB agar menyelenggarakan sensus
penduduk secara serentak, maka tanggal 24 September 1960 telah
diundangkan UU Nomor 6 Tahun 1960 tentang Sensus sebagai pengganti
Volkstelling Ordonnantie 1930.
Dalam rangka memperhatikan kebutuhan data bagi perencanaan
Pembangunan Semesta Berencana dan mengingat Statistiek Ordonnantie
1934, dirasakan tidak sesuai lagi dengan cepatnya kemajuan yang dicapai
negara kita, maka tanggal 26 September 1960 telah diundangkan UU Nomor
7 Tahun 1960 tentang Statistik.
6
Berdasarkan keputusan Presidium Kabinet RI Nomor Aa/C/9 tahun
1965 maka setiap Daerah Tingkat I dan II dibentuk kantor cabang Biro
Pusat Statistik dengan nama Kantor Sensus dan Statistik Daerah (KKS)
yang mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan statistik di daerah. Di
setiap daerah administrasi kecamatan dapat diangkat seorang atau lebih
pegawai yang merupakan pegawai KKS di tingkat II dan ditempatkan di
bawah pengawasan Kepala Kecamatan.
d. Masa Orde Baru sampai Sekarang
Seiring dengan perkembangan jaman khususnya pada masa
pemerintahan orde baru untuk memenuhi kebutuhan dalam perencanaan dan
evaluasi pembangunan mutlak dibutuhkan statistik. Untuk mendapatkan
statistik yang handal, lengkap, tepat, akurat, dan terpercaya, salah satu
unsurnya adalah pembenahan organisasi Biro Pusat Statistik.
Dalam masa Orde Baru ini, Biro Pusat Statistik telah mengalami 3 kali
perubahan struktur organisasi:
a) Peraturan Pemerintahan Nomor 16 Tahun 1968
b) Peraturan Pemerintahan Nomor 6 Tahun 1960
c) Peraturan Pemerintahan Nomor 2 Tahun 1992 tentang Organisasi
Biro Statistik dan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1992 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Data Kerja BPS.
Pada tahun 1997 Biro Pusat Statistik menjadi Badan Pusat Statistik
(BPS), seperti yang dikenal sekarang ini. Seiring dengan usianya yang
begitu panjang BPS ikut berperan aktif dalam dinamika perjuangan bangsa
Indonesia. Data yang dihasilkan BPS merekam fenomena perkembangan
sosial dan ekonomi dari tahun ke tahun. Data tersebut tidak hanya
dimanfaatkan oleh pemerintahan sebagai bahan perencanaan dan penetapan
kebijakan tetapi juga oleh kalangan swasta dan masyarakat.
Berdasarkan sejarah dari kegiatan statistik dan latar belakang adanya
BPS Indonesia, dapat dilihat bahwa BPS mempunyai tingkatan dari
terendah sampai tertinggi, yaitu tingkat kecamatan sampai dengan tingkat
pusat di Jakarta. Tingkat tersebut adalah:
a) BPS Kabupaten/ Kota
7
b) BPS Propinsi
c) BPS Pusat
BPS Kabupaten/Kota sebagai instansi vertikal di tingkat
Kabupaten/Kota merupakan mitra kerja dari pemerintah daerah. BPS
Kabupaten/Kota secara taktis operasional harus berkoordinasi dengan
Bupati/Wali Kota terutama operasional kegiatan lapangan, sedangkan secara
teknis dan administrasi tetap berada di bawah binaan BPS Pusat.
2.1.2 Visi dan Misi Badan Pusat Statistik
Visi BPS RI, BPS Provinsi Jawa Tengah termasuk BPS Kota Surakarta
tahun 2010 – 2014 adalah “Pelopor data statistik terpercaya untuk semua”. Kata
“pelopor” mempunyai makna bahwa BPS sebagai pencetus ide penyedia statistik
terpercaya, sekaligus sebagai pelaku dalam penyediaan statistik terpercaya. Kata
“data statistik terpercaya” yaitu statistik menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Kata “untuk semua” dimaksudkan bahwa semua pihak mempunyai
hak yang sama untuk mengakses data BPS.
Visi BPS RI, BPS Provinsi Jawa Tengah termasuk BPS Kota Surakarta
tahun 2010 – 2014 adalah
a. Memperkuat landasan konstitusional dan operasional lembaga statistik untuk
penyelenggaraan statistik yang efektif dan efisien;
b. Menciptakan insan statistik yang kompeten dan professional, didukung
pemanfaatan teknologi informasi mutakhir untuk kemajuan perstatistikan
Indonesia;
c. Meningkatkan standar klasifikasi, konsep dan definisi, pengukuran, dan kode
etik statistik yang bersifat universal dalam setiap penyelenggaraan statistik;
d. Meningkatkan kualitas pelayanan informasi statistik bagi semua pihak;
e. Meningkatkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kegiatan statistik yang
diselenggarakan pemerintah dan swasta, dalam kerangka Sistem Statistik
Nasional (SSN) yang efektif dan efisien.
2.1.3 Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Pegawai Badan Pusat
Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten / Kota dipimpin seorang Kepala BPS
dibantu oleh sub bagian Tata Usaha dan lima seksi, yaitu Seksi Statistik Sosial,
8
Kepala
Sub Bagian TU
Seksi Statistik Distribusi
SeksiIPDS
SeksiNerwilis
Seksi Statistik Produksi
Seksi Statistik Sosial
Tenaga Fungsional
Seksi Statistik Produksi, Seksi Statistik Distribusi, Seksi Neraca Wilayah dan
Analisis Statistik, serta Seksi Statistik Integrasi Pengolahan dan Desimenasi
Statistik. Dimana setiap seksi dipimpin oleh seorang kepala Seksi (Kasi) yang
dibantu beberapa staf. Masing-masing seksi memiliki spesifikasi dalam
kinerjanya. Gambar 1 adalah bagan struktur organisasi BPS Kota Surakarta.
Gambar 2.1. Bagan Struktur Organisasi BPS Kota Surakarta
2.1.4 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Pusat Statistik
BPS merupakan lembaga Pemerintahan Non Departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 103 Tahun 2001, BPS mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah
di bidang kegiatan statistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPS mempunyai fungsi, yaitu:
1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dibidang kegiatan statistik;
2) penyelenggaraan statistik dasar;
3) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPS;
4) pelancaran dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintahan di bidang
kegiatan statistik;
9
5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 dalam
menyelenggarakan fungsinya BPS mempunyai kewenangan:
1) penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;
2) perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara
makro;
3) penetapan sistem informasi di bidangnya;
4) penetapan dan penyelenggaraan statistik nasional;
5) kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:
a. perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang kegiatan statistik;
b. penyusunan pedoman penyelenggaraan survei statistik sektoral.
Sedangkan tugas dan wewenang tiap bagian di BPS adalah sebagai
berikut.
1. Kepala
Memimpin BPS Kabupaten/ Kota sesuai dengan tugas dan fungsi serta
membina aparatur BPS agar berdaya guna dan berhasil guna.
2. Sub Bagian Tata Usaha
Melakukan rencana dan program urusan kepegawaian dan hukum,
keuangan, perlengkapan serta urusan intern instansi. Secara rinci tugas dari
sub bagian tata usaha sebagai berikut:
a. menyusun program kerja tahunan sub bagian tata usaha;
b. melakukan penyiapan bahan dan penyusunan rancangan usaha program
dan anggaran tahunan BPS kabupaten baik rutin maupun proyek dan
menyampaikan ke BPS propinsi;
c. mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan
ketatausahaan;
d. melakukan penyiapan, penyusunan rencana dan program, serta pengadaan,
penyaluran, penyimpanan, inventaris, penghapusan dan pemeliharaan
peralatan dan perlengkapan;
10
e. melakukan kegiatan tata usaha kepegawaian, pengadaan dan mutasi
pegawai, pembinaan pegawai, hukum dan perundang-undangan, organisasi
dan tata laksana, kesejahteraan pegawai, administrasi jabatan fungsional
serta penggajian;
f. melakukan kegiatan tata usaha keuangan, perbendaharaan, verifikasi dan
pembukuan, serta pengendalian pelaksanaan anggaran;
g. melakukan kegiatan surat menyurat, kearsipan, rumah tangga,
pemeliharaan gedung, keamanan dan ketertiban lingkungan, perjalanan
dinas, serta penggandaan/percetakan;
h. melakukan kegiatan penyelenggaraan berbagai pelaksanaan teknis dan
pelatihan administrasi;
i. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pengawasan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
j. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan penyiapan bahan
untuk penyusunan laporan tahunan akuntabilitas kinerja dan laporan
tahunan pelaksanaan program kerja lainya, bekerja sama dengan satuan
organisasi terkait;
k. melaksanakan kegiatan pelayanan administrasi lainya kepada semua
satuan organisasi di lingkungan BPS kabupaten;
l. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksakan pembinaan,
pengamatan lanjut dan pengawasan pelaksanaan kegiatan ketatausahaan di
BPS kabupaten;
m. melakukan penerangan kegiatan statistik dan kehumasan;
n. melakukan kegiatan pendistribusian publikasi yang dihasilkan BPS
kabupaten kepada instansi terkait;
o. melakukan penghimpunan tata cara dan hasil kegiatan yang dilakukan di
lingkungan sub bagian tata usaha;
p. menyusun laporan kegiatan sub bagian tata usaha secara berkala dan
sewaktu waktu;
q. mengatur dan melaksakan tugas lain yang diberikan oleh atasan langsung.
3. Seksi Statistik Sosial
11
Tugas dan wewenang seksi statistik sosial adalah melakukan
pengumpulan, pengolahan, analisis, evaluasi dan pelaporan statistik sosial.
Secara rinci tugas seksi statistik sosial sebagai berikut:
a. menyusun program tahunan seksi statistik sosial;
b. melakukan penyiapan dokumen dan bahan yang diberikan untuk kegiatan
pengumpulan statistik sosial yang mencakup kegiatan statistik
kependudukan, kesejahteraan rakyat, ketahanan sosial, serta kegiatan
statistik sosial lainya yang ditentukan;
c. mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan
statistik sosial;
d. membantu kepala BPS kabupaten dalam menyiapkan program pelatihan
petugas lapangan kegiatan statistik sosial;
e. melakukan pembagian dokumen dan peralatan yang diperlukan untuk
pelaksanaan lapangan kegiatan statistik sosial.
f. melakukan pembinaan, pengamatan lanjut, dan pengawasan lapangan
terhadap pelaksanaan kegiatan statistik sosial;
g. melakukan penerimaan dan pemeriksaan dokumen hasil pengumpulan data
statistik sosial;
h. melakukan pengolahan data statistik sosial sesuai dengan sistem dan
program yang ditetapkan, bekerja sama dengan organisasi terkait;
i. melakukan penyiapan dokumen dan atau hasil pengolahan statistik sosial
yang akan dikirim ke BPS dan atau BPS propinsi;
j. melakukan evaluasi hasil pengolahan statistik sosial sebagai bahan
masukan untuk penyempurnaan selanjutnya;
k. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan petugas
lapangan dalam rangka pengumpulan data statistik sosial di kabupaten dan
di kecamatan;
l. membantu kepala BPS kabupaten dalam koordinasi dan kerjasama
pelaksanaan kegiatan statistik sosial baik dengan pemerintah daerah
maupun instansi lain;
12
m. melakukan penyiapan naskah publikasi statistik sosial dan menyampaikan
kesatuan organisasi terkait untuk pelaksanaan pencetakan dan
penyebarannya;
n. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan
penyusunan publikasi statistik sosial dalam bentuk buku publikasi;
o. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksakan dan mengembangkan
statistik sosial;
p. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pengendalian
pelaksanaan kegiatan statistik sosial;
q. membantu kepala BPS kabupaten dalam koordinasi lapangan dengan pihak
kecamatan, koordinator kecamatan dan instansi terkait dalam pelaksanaan
kegiatan statistik sosial;
r. melakukan penyiapan bahan laporan akuntabilitas seksi statistik sosial;
s. melakukan perhimpunan tata cara dan hasil kegiatan yang dilakukan di
lingkungan statistik sosial;
t. menyusun laporan kegiatan statistik sosial secara berkala dan sewaktu-
waktu;
u. melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan langsung.
4. Seksi Statistik Produksi
Tugas dan wewenang seksi statistik produksi adalah melakukan
pengumpulan, pengolahan, analisis, evaluasi dan pelaporan statistik produksi.
Secara rinci tugas seksi statistik produksi sebagai berikut:
a. menyusun program kerja tahunan seksi statistik produsi;
b. melakukan penyiapan dokumen dan bahan yang diberikan untuk kegiatan
pengumpulan statistik produksi yang mencakup kegiatan statistik
pertanian, industri, pertambangan, energi serta kegiatan statistik produksi
lainya yang ditentukan;
c. mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan
statistik produksi;
d. membantu kepala BPS kabupaten dalam menyikapi program pelatihan
petugas lapangan kegiatan statistik produksi;
13
e. melakukan pembagian dokumen dan peralatan yang diperlukan untuk
pelaksanaan lapangan kegiatan statistik produksi;
f. melakukan pembinaan, pengamatan lanjut, dan pengawasan lapangan
terhadap pelaksanaan kegiatan statistik produksi;
g. melakukan penerimaan dan pemeriksaan dokumen hasil pengumpulan data
statistik produksi;
h. melakukan pengolahan data statistik produksi sesuai dengan sistem dan
program yang ditetapkan, bekerjasama dengan organisasi terkait;
i. melakukan penyiapan dokumen dan atau hasil pengolahan statistik
produksi yang akan dikirim ke BPS dan atau BPS propinsi sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan;
j. melakukan evaluasi hasil pengolahan statistik produksi sebagai bahan
masukan untuk penyempurnaan selanjutnya;
k. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan petugas
lapangan dalam rangka pengumpulan data statistik produksi di kabupaten
dan di kecamatan;
l. membantu kepala BPS kabupaten dalam koordinasi dan kerjasama
pelaksanaan kegiatan statistik produksi baik dengan pemerintah daerah
maupun instansi lain;
m. melakukan penyiapan naskah publikasi statistik produksi dan
menyampaikan kesatuan organisasi terkait untuk pelaksanaan pencetakan
dan penyebaranya;
n. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan
penyusunan publikasi statistik produksi dalam bentuk buku publikasi;
o. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksakan dan mengembangkan
statistik produksi;
p. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pengendalian
pelaksanaan kegiatan statistik produksi;
q. membantu kepala BPS kabupaten dalam koordinasi lapangan dengan pihak
kecamatan, koordinator kecamatan dan instansi terkait dalam pelaksanaan
kegiatan statistik produksi;
r. melakukan penyiapan bahan laporan akuntabilitas seksi statistik produksi;
14
s. melakukan perhimpunan tata cara dan hasil kegiatan yang dilakukan di
lingkungan statistik produksi;
t. menyusun laporan kegiatan statistik produksi secara berkala dan sewaktu-
waktu;
u. melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan langsung.
5. Seksi Statistik Distribusi
Tugas dan wewenang seksi statistik distribusi adalah melakukan
pengumpulan, pengolahan, analisis, evaluasi dan pelaporan statistik distribusi.
Secara rinci tugas seksi statistik distribusi sebagai berikut:
a. menyusun program kerja tahunan seksi statistik distribusi;
b. melakukan penyiapan dokumen dan bahan yang diberikan untuk kegiatan
pengumpulan statistik distribusi yang mencakup kegiatan statistik harga
konsumen dan perdagangan besar, keuangan dan harga produsen, niaga
dan jasa, serta kegiatan statistik distribusi lainya yang ditentukan;
c. mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan
statistik distribusi;
d. membantu kepala BPS kabupaten dalam menyikapi program pelatihan
petugas lapangan kegiatan statistik distribusi;
e. melakukan pembagian dokumen dan peralatan yang diperlukan untuk
pelaksanaan lapangan kegiatan statistik distribusi;
f. melakukan pembinaan, pengamatan lanjut, dan pengawasan lapangan
terhadap pelaksanaan kegiatan statistik distribusi;
g. melakukan penerimaan dan pemeriksaan dokumen hasil pengumpulan data
statistik distribusi;
h. melakukan pengolahan data statistik distribusi sesuai dengan sistem dan
program yang ditetapkan, bekerjasama dengan organisasi terkait;
i. melakukan penyiapan dokumen dan atau hasil pengolahan statistik
distribusi yang akan dikirim ke BPS dan atau BPS propinsi sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan;
j. melakukan evaluasi hasil pengolahan statistik distribusi sebagai bahan
masukan untuk penyempurnaan selanjutnya;
15
k. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan petugas
lapangan dalam rangka pengumpulan data statistik distribusi di kabupaten
dan di kecamatan;
l. membantu kepala BPS kabupaten dalam koordinasi dan kerjasama
pelaksana kegiatan statistik distribusi baik dengan pemerintah daerah
maupun instansi lain;
m. melakukan penyiapan naskah publikasi statistik distribusi dan
menyampaikan ke satuan organisasi terkait untuk pelaksanaan pencetakan
dan penyebarannya;
n. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan
penyusunan publikasi statistik distribusi dalam bentuk buku publikasi;
o. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksakan dan mengembangkan
statistik distribusi;
p. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pengendalian
pelaksanaan kegiatan statistik distribusi;
q. membantu kepala BPS kabupaten dalam koordinasi lapangan dengan pihak
kecamatan, koordinator kecamatan dan instansi terkait dalam pelaksanaan
kegiatan statistik distribusi;
r. melakukan penyiapan bahan laporan akuntabilitas seksi statistik distribusi;
s. melakukan perhimpunan tata cara dan hasil kegiatan yang dilakukan di
lingkungan statistik distribusi;
t. menyusun laporan kegiatan statistik distribusi secara berkala dan sewaktu-
waktu;
u. melakukan tugas lain yang diberikan atasan langsung.
6. Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Tugas dan wewenang seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik adalah
melakukan pengumpulan, kompilasi data, pengolahan, analisis, evaluasi dan
pelaporan Neraca Wilayah dan Analisis Statistik. Secara rinci tugas seksi
Neraca Wilayah dan Analisis Statistik sebagai berikut:
a. menyusun program kerja tahunan seksi Neraca Wilayah dan Analisis
Statistik;
16
b. melakukan penyiapan dokumen dan bahan yang di berikan untuk kegiatan
pengumpulan Statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statistik yang
mencakup kegiatan penyusunan neraca produksi, neraca konsumsi, dan
neraca lainya, analisis dan perkembangan statistik serta penyusunan neraca
wilayah dan analisis statistik lainya yang ditentukan;
c. mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan
statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statistik;
d. membantu kepala BPS kabupaten dalam menyikapi program pelatihan
petugas lapangan kegiatan statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statistik;
e. melakukan pembagian dokumen dan peralatan yang diperlukan untuk
pelaksanaan lapangan kegiatan statistik Neraca Wilayah dan Analisis
Statistik;
f. melakukan pembinaan, pengamatan lanjut, dan pengawasan lapangan
terhadap pelaksanaan kegiatan statistik Neraca Wilayah dan Analisis
Statistik;
g. melakukan penerimaan dan pemeriksaan dokumen hasil pengumpulan data
statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statistik;
h. melakukan evaluasi pengolahan data statistik Neraca Wilayah dan
Analisis Statistik sesuai dengan sistem dan program yang ditetapkan,
bekerjasama dengan organisasi terkait;
i. melakukan penyiapan dokumen dan atau hasil pengolahan statistik neraca
wilayah yang akan dikirim ke BPS dan atau BPS propinsi sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan;
j. melakukan penyusunan neraca wilayah dan analisis statistik lintas sektor;
k. melakukan evaluasi hasil pengolahan neraca wilayah dan analisis statistik
sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan selanjutnya;
l. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan petugas
pencacah, pengawas, pemeriksa, serta pengumpulan data neraca wilayah di
kabupaten dan di kecamatan;
m. membantu kepala BPS kabupaten dalam koordinasi dan kerjasama
pelaksana kegiatan neraca wilayah dan analisis statistik baik dengan
pemerintah daerah maupun instansi lain;
17
n. melakukan penyiapan naskah publikasi dengan bentuk baku yang
ditetapkan serta menyampaikan ke satuan organisasi terkait untuk
pelaksanaan pencetakan dan penyebarannya;
o. melakukan kegiatan penyiapan dan penghimpunan bahan serta penyusunan
naskah publikasi statistik berkala sesuai bentuk baku yang ditetapkan serta
menyampaikan ke satuan organisasi terkait untuk pelaksanaan pencetakan
dan penyebarannya;
p. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pembinaan
penyusunan publikasi neraca wilayah dalam bentuk buku publikasi;
q. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksakan dan mengembangkan
neraca wilayah dan analisis statistik;
r. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan pengendalian
pelaksanaan neraca wilayah dan analisis statistik;
s. melakukan penyiapan bahan laporan akuntabilitas seksi neraca wilayah
dan analisis statistik;
t. melakukan perhimpunan tata cara dan hasil kegiatan yang dilakukan di
lingkungan seksi neraca wilayah dan analisis statistik;
u. menyusun laporan kegiatan seksi neraca wilayah dan analisis statistik
secara berkala dan sewaktu-waktu;
v. melakukan tugas lain yang diberikan atasan langsung.
7. Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik
Tugas dan wewenang seksi integrasi pengolahan dan diseminasi statistik
adalah melaksanakan pengintegrasian pengolahan data, pengelolaan jaringan
dan rujukan statistik serta diseminasi dan layanan statistik. Secara rinci tugas
seksi integrasi pengolahan dan diseminasi statistik adalah:
a. menyusun program kerja tahunan seksi integrasi pengolahan dan
diseminasi statistik;
b. melakukan penyusunan, pemeliharaan, penyelesaian permasalahan dan
penerapan sistem jaringan komunikasi data sesuai dengan aturan yang
ditetapkan serta membantu penerapan teknologi informasi;
c. mengikuti program pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan
integrasi pengolahan dan diseminasi statistik;
18
d. melakukan koordinasi pengolahan dan pemeliharaan perangkat keras dan
perangkat lunak serta menyusun sistem pengelolaan data, melakukan
pengolahan data bekerja sama dengan satuan organisasi terkait;
e. melakukan pembuatan, implementasi serta operasi sistem dan program
aplikasi pengolahan dan diseminasi data statistik termasuk sarana
pendukungnya;
f. melakukan penyusunan, pemeliharaan serta pengembangan sistem basis
data statistik dan sistem basis data manajemen sesuai aturan yang
ditetapkan;
g. melakukan kajian dan evaluasi kebutuhan pengolahan data termasuk bahan
komputer, bekerjasama dengan organisasi terkait;
h. membantu kepala BPS kabupaten dalam melaksanakan kegiatan rujukan
statistik dasar, statistik sektoral dan statistik khusus;
i. melakukan penerimaan, pengelolaan serta pengolahan semua dokumen
yang berkaitan dengan rujukan statistik dan penyempurnaan format yang
berkaitan dengan rujukan statistik;
j. melakukan penyusunan serta evaluasi data untuk rujukan statistik;
k. melakukan kompilasi rancangan teknis survei statistik sektoral instansi
pemerintah lain serta membahas dengan satuan organisasi terkait sesuai
dengan asas pembakuan dan manfaat;
l. membantu kepala BPS kabupaten dalam mengatur dan menyiapkan konsep
rekomendasi sebagai bahan pelaksana survei statistik sektoral bagi instansi
pemerintah lain, bekerja sama dengan satuan organisasi terkait;
m. melakukan kompilasi naskah dari satuan organisasi di lingkungan BPS
kabupaten dalam bentuk softcopy untuk dijadikan naskah publikasi siap
cetak;
n. membantu kepala BPS kabupaten dalam mengatur dan melaksanakan
pemantauan serta evaluasi publikasi yang telah ditertibkan;
o. melakukan penyusunan prosedur penyiapan bahan serta melaksanakan
kegiatan pelayanan informasi statistik dan konsultasi statistik, serta
sosialisasi dan penyebarluasan dan pemasyarakatan pengguna produk
informasi;
19
p. melakukan pengelolaan bahan pustaka dan dokumen statistik sesuai
pedoman yang ditentukan;
q. melakukan penyusunan penyiapan bahan, pemeliharaan data dan peta
untuk pemetaan serta kerangka contoh induk termasuk datanya untuk
keperluan sistem informasi geografis, rancangan survei dan sensus bekerja
sama dengan organisasi terkait;
r. melakukan penyiapan bahan laporan akuntabilitas seksi integrasi
pengolahan dan diseminasi statistik;
s. melakukan pemantauan perubahan wilayah administrasi yang dilakukan
oleh pemerintah daerah setempat dan menyampaikanya kesatuan
organisasi terkait;
t. melakukan penghimpunan tatacara dan hasil kegiatan yang dilakukan di
lingkungan seksi integrasi pengolahan dan diseminasi statistik;
u. menyusun laporan kegiatan seksi integrasi pengolahan dan diseminasi
statistik secara berkala dan sewaktu-waktu;
v. melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan langsung.
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Tugas dan wewenang kelompok jabatan fungsional adalah melakukan
kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku.
2.1.5 Survei dan Kegiatan yang Dilakukan Badan Pusat Statistik
BPS melakukan beberapa kegiatan survei, antara lain :
1. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
2. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
3. Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Padi
4. Survei Perusahaan Perternakan, Perikanan, Tempat Pelelangan Ikan (TPI),
dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
5. Survei Statistik Keuangan Daerah dan Keuangan BUMN/BUMD
6. Survei Industri Besar dan Sedang Bulanan
7. Survei Industri Besar dan Sedang Tahunan
8. Survei Perusahaan Perkebunan Karet Rumah dan Kehutanan
9. Survei Perusahaan Holtikultura dan Penyusunan Indikator Pertanian
20
10. Survei Pertambangan, Energi, dan Konstruksi
11. Survei Harga Produsen dan Konsumen Pedesaan
12. Survei Harga Konsumen dan Volume Penjualan Eceran Beras
13. Survei Harga Perdagangan Besar
14. Survei Transportasi
15. Survei Khusus Sektor Perdagangan dan Jasa (SKSPJ)
16. Survei Lembaga Keuangan dan Monitoring Kurs Valuta Asing
17. Survei Usaha Perdagangan Berskala Menengah dan Besar
18. Survei Upah
19. Survei Pertanian Tanaman Pangan/Ubianan
20. Survei Biaya Hidup (SBH)
21. Pendapatan Potensi Desa
22. Uji Coba Organisasi Lapangan Sensus Penduduk dan Perumahan
23. Pemetaan Wilayah
2.2 Paparan Kegiatan Magang Mahasiswa
Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) ini penulis laksanakan di Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Surakarta dengan alamat Jl. P. Lumban Tobing 6 Pasar Legi.
Pelaksanaan KMM di BPS Kota Surakarta dimulai dari tanggal 8 Juli 2013
sampai dengan 13 Februari 2013, dengan jadwal jam kegiatan magang mengikuti
jam kerja karyawan. Kegiatan yang penulis lakukan selama kegiatan magang
mahasiswa berlangsung antara lain, entry data SUSENAS (Survei Ekonomi dan
Sosial Nasional) beberapa kecamatan di Kota Surakarta, mengecek berkas-berkas
untuk Survei Angkatan Kerja Nasional 2013, membuat isian Pasar Kliwon Dalam
Angka 2012 Kota Surakarta, merekap Updating Survei Angkatan Kerja Nasional
Kecamatan Sumber, Pelatihan Survei Angkatan Kerja Nasional 2013, dan
Pencacahan Survei Angkatan Kerja Nasional 2013 Kecamatan Sumber.
21
2.3 Jadwal Kegiatan
Selama magang di Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta, jadwal kegitan
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Jadwal kegiatan
NO HARI/TANGGAL KEGIATAN
1. Senin,8 Juli 2013 Perkenalan, Entry data SUSENAS 2013 Kecamatan Sumber
2. Selasa, 9 Juli 2013 Entry data SUSENAS 2013 Kecamatan Sumber
3. Rabu, 10 Juli 2013 Entry data SUSENAS 2013 Kecamatan Gajahan
4. Kamis,11 Juli 2013 Membuat isian Agama Pasar Kliwon Dalam Angka
5. Jumat,12 Juli 2013 Membuat Isian Agama Pasar Kliwon Dalam Angka
6. Senin,15 Juli 2013 Entry data SUSENAS 2013 Kelurahan Danukusuman
7. Selasa,16 Juli 2013 Entry data SUSENAS 2013 Kelurahan Panularan
8. Rabu,17 Juli 2013 Entry data IBSDPembuatan Blanko Kuisioner
9. Kamis,18 Juli 2013 a. Penyortiran Surat dan Berkas BPS 2010, 2011 dan 2012
b. Survei harga pasar di Ps. Legi10. Jumat,19 Juli 2013 Penanggalan Surat Tugas Survei Harga
Pasar11. Senin, 22 Juli 2013 Pelatihan SAKERNAS12. Selasa, 23 Juli 2013 Entry data SUSENAS13. Rabu, 24 Juli 2013 a. Entry data SUSENAS
b. Membantu penyiapan berkas SAKERNAS 2013
14. Kamis,25 Juli 2013 Perhitungan proporsi DDA 2012 Pasar Kliwon
15. Jumat, 26 Juli 2013 Entry data SUSENAS Kecamatan Sumber
16. Senin, 29 Juli 2013 Updating Data SAKERNAS Kecamatan Sumber
17. Selasa,30 Juli 2013 Updating Data SAKERNAS Kecamatan Sumber
18. Rabu,31 Juli 2013 Updating data SAKERNAS Kecamatan Sumber
19. Kamis,1 Agustus 2013
Updating data SAKERNAS Kecamatan Sumber
20. Jumat, 2 Agustus 2013
Updating data SAKERNAS Kecamatan Sumber
21. Senin, 12 Agustus 2013
Pencacahan SAKERNAS Kecamatan Sumber
22
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Pengertian ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)
Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) atau biasa
disebut juga sebagai metode Box-Jenkins merupakan metode yang secara intensif
dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), yang merupakan
perkembangan baru dalam metode peramalan ekonomi. ARIMA merupakan suatu
metode yang menghasilkan ramalan-ramalan berdasarkan sintesis dari pola data
secara historis (Arsyad, 1995). ARIMA ini sama sekali mengabaikan variabel
independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau
dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang
akurat.
ARIMA telah digunakan secara luas seperti dalam peramalan ekonomi,
analisis anggaran (budgetary), mengontrol proses dan kualitas (quality control &
process controlling), dan analisis sensus. Berikut penggunaan ARIMA di berbagai
sektor,
1. untuk meramal tingkat pengangguran,
2. menganalisis pengaruh promosi terhadap penjualan barang-barang konsumsi,
3. menganalisis persaingan antara jalur kereta api dengan jalur pesawat terbang,
4. mengestimasi perubahan struktur harga suatu industri.
Menurut Arsyad (1995) metode Box-Jenkins untuk data runtun waktu (time
series) yang stasioner adalah ARIMA. ARIMA ini merupakan uji linear yang
istimewa. Dalam peramalan, model ini sama sekali mengabaikan variabel
independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau
dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang
akurat.
Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan pada pola yang stasioner atau
telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena series stasioner tidak
punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur
sisanya, yaitu eror. Kelompok model time series linear yang termasuk dalam
23
metode ini antara lain: autoregressive, moving average, autoregressive-moving
average, dan autoregressive integrated moving average.
3.2. Model Autregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model time series yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa data time
series tersebut stasioner, artinya rata-rata varian (σ 2) suatu data time series
konstan. Tapi seperti kita ketahui bahwa banyak data time series dalam ilmu
ekonomi adalah tidak stasioner, melainkan integrated. Jika data time series
integrated dengan ordo 1 disebut I (1) artinya differencing pertama. Jika pola
melalui proses differencing sebanyak d kali dapat dijadikan stasioner, maka pola
itu dikatakan nonstasioner homogen tingkat d. Seringkali proses random stasioner
tak dapat dengan baik dijelaskan oleh model moving average saja atau
autoregressive saja, karena proses itu mengandung keduanya. Karena itu,
gabungan kedua model, yang dinamakan Autregressive Integrated Moving
Average (ARIMA) dapat lebih efektif menjelaskan proses itu. Pada model
gabungan ini series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya serta nilai
sekarang dan kesalahan lampaunya.
Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000) :
Y t=b0+b1Y t−1+…+bnY t−n−a1 e t−1−…−an et−n+et ......... (3)
dengan
Y t : nilai pola yang stasioner
Y t−1 , Y t−2 : nilai pola lampau yang bersangkutan
e t : residu
e t−1 , et−2 : variabel bebas yang merupakan lag dari residu
b0 : konstanta
b1 , bn , a1 , a1 : koefisien model
Proses ARIMA dilambangkan dengan ARIMA (p,d,q),
dengan
24
q : orde/ derajat Autoregressive (AR)
d : tingkat proses differencing
p : orde/ derajat Moving Average (MA)
Adalah mungkin suatu series nonstasioner homogen tidak tersusun atas
kedua proses itu, yaitu proses autoregressive maupun moving average. Jika
hanya mengandung proses Autoregressive, maka series itu dikatakan mengikuti
proses Integrated Autoregressive dan dilambangkan ARIMA (p,d,0). sementara
yang hanya mengandung proses Moving Average, seriesnya dikatakan mengikuti
proses Integrated Moving Average dan dituliskan ARIMA (0,d,q).
3.3. Tahapan Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Dengan metode ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan berikut ini:
Bagaimana suatu data time series diselesaikan yaitu apakah dengan proses AR
murni/ ARIMA (p,0,0) atau MA murni/ ARIMA (0,0,q) atau proses ARMA/
ARIMA (p,0,q) atau proses ARIMA (p,d,q).
Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah :
1. spesifikasi atau identifikasi model,
2. pendugaan parameter model,
3. uji kecocokan model, dan
4. peramalan.
25
Gambar 3.1. Langkah Metode ARIMA
3.4. Model Umum dan uji Stasioner.
Data runtun waktu yang stasioner adalah data runtun waktu yang nilai rata-
ratanya tidak berubah. Apabila data yang menjadi input dari model ARIMA tidak
stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner.
Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing),
yaitu mengurang nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode
sebelumnya. Metode Box-Jenkins hanya dapat menjelaskan, atau mewakili series
yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing
(Mulyono, 2000). Karena series stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka
yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu eror. Untuk
keperluan pengujian stasioneritas, dapat dilakukan dengan beberapa metode
seperti,
1. Plot fungsi autokorelasi (ACF)
2. Uji akar-akar unit
3. Derajat integrasi
Suatu series dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random
adalah jika koefisien autokorelasi untuk semua lag secara statistik tidak berbeda
26
dari nol. Ssecara statistik, satu koefisien dikatakan tidak berbeda dari nol jika ia
berada dalam interval 0± Zα /2(1/√ n)
dengan
Zα /2: nilai variabel normal standar dengan tingkat keyakinan 1−α
n : banyaknya observasi
3.5. Identifikasi Model
Setelah data runtun waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah
menetapkan model ARIMA ( p , d ,q ) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya
menetapkan berapa p, d , dan q. Jika tanpa proses differencing d diberi nilai 0,
jika menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya.
Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati plot fungsi
autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial.
3.5.1 Pendugaan Parameter Model
Misalkan model tentatif telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah
menduga parameternya. Pendugaan parameter model ARIMA menjadi sulit
karena adanya unsur moving average yang menyebabkan ketidaklinearan
parameter. Jadi disini tak lagi digunakan Ordinary Least Squares (OLS), sebagai
gantinya digunakan metode penduga nonlinear. Seperti halnya dalam model
regresi, kriteria pendugaan adalah eror kuadrat minimum. Perhatikan bahwa
model autoregressive murni dapat diduga dengan OLS. Proses pendugaan diawali
dengan menetapkan nilai awal parameter (koefisien model) dilanjutkan dengan
proses iterasi menuju parameter yang menghasilkan eror kuadrat minimum.
Pemilihan nilai awal parameter berpengaruh terhadap banyaknya iterasi. Jika
pilihan awal (dekat dengan parameter yang sebenarnya), konvergensi akan
tercapai lebih cepat. Sebaliknya dugaan yang kurang tepat memungkinkan proses
iterasi tidak konvergen.
3.5.2. Uji Kecocokan Model
Setelah penduga parameter diperoleh, agar model siap dimanfaatkan untuk
peramalan, perlu dilewati tahap uji kecocokan model, yaitu memeriksa atau
menguji apakah model telah dispesifikasi secara benar atau apakah telah dipilih p,
d, dan q yang benar. Menurut Mulyono (2000) jika model dispesifikasi dengan
benar, kesalahannya harus random atau merupakan suatu proses antar-error tidak
27
berhubungan, sehingga fungsi autokorelasi dari kesalahan tidak berbeda dengan
nol secara statistik. Jika tidak demikian, spesifikasi model yang lain perlu diduga
dan diperiksa. Kedua, dengan menggunakan statistik Box-Pierce (Ljung-Box) Q
untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari
nol. Rumusan statistik Box-Pierce adalah (Mulyono, 2000) :
Q=n(n−2)∑ rk2
n−k
dengan
rk : koefisien autokorelasi kesalahan dengan lag k
n : banyaknya observasi
Statistik Q mendekati distribusi chi kuadrat dengan derajat bebas k-p-q. jika
statistik Q lebih kecil dari nilai kritis chi kuadrat seperti yang tertera pada tabel,
maka semua koefisien autokorelasi dianggap tidak berbeda dari nol atau model
telah dispesifikasi dengan benar. Dalam praktik, biasanya digunakan k yang besar,
misalnya 24. Ketiga, dengan menggunakan uji t untuk menguji apakah koefisien
model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model
yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol.
Jika tidak demikian, variabel yang didekati koefisien itu seharusnya dilepas dan
spesifikasi model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi
model yang lolos dalam uji kecocokan model, yang terbaik dari model itu adalah
model dengan koefisien lebih sedikit (prinsip parsimony).
3.5.3. Peramalan
Langkah terakhir adalah menggunakan model yang terbaik untuk
peramalan. Jika model terbaik telah ditetapkan, model itu siap digunakan untuk
peramalan. Berdasarkan cirinya, model time series ARIMA lebih cocok untuk
peramalan dengan jangkauan sangat pendek, sementara model struktural lebih
cocok untuk peramalan dengan jangkauan panjang. Akhirnya perlu diingatkan
bahwa peramalan merupakan suatu proses yang berkelanjutan, maksudnya jika
data terbaru muncul, model perlu diduga dan diperiksa kembali (Mulyono, 2000).
3.5.4. Pengukuran Kesalahan Peramalan
28
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menunjukkan kesalahan yang
disebabkan oleh suatu teknik peramalan tertentu. Hampir semua ukuran tersebut
menggunakan beberapa fungsi dari perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai
peramalannya. Perbedaan nilai sebenarnya dengan nilai peramalan ini biasanya
disebut sebagai residu. Kesalahan rata-rata kuadrat dirimuskan sebagai berikut,
RKS = ∑t=1
n (Y t−Y t)2
n
Dengan
Y t : nilai pola yang stasioner
Y t : nilai ramalan
n : banyaknya observasi (data)
29
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL
4.1. Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan untuk penulisan ini adalah data bulanan Tingkat
Penghunian Tempat Tidur (TPTT) Hotel Bintang di Kota Surakarta. Sumber
data berasal dari Surakarta Dalam Angka Tahun 2006-2012.
4.2. Analisis Data
Jika data time series stasioner maka dapat dibuat berbagai model
peramalan yaitu autoreggressive (AR), moving average (MA) dan
autoreggressive integrated moving average (ARIMA). Untuk mengetahui apakah
data time series ini mengikuti proses AR (jika ya, berapa nilai p) atau mengikuti
proses MA (jika ya, berapa nilai q) atau mengikuti proses ARIMA dengan
mengetahui nilai p,d, dan q, maka terlebih dahulu dilakukan serangkaian uji-uji
seperti uji kestasioneran data, proses pembedaan, dan pengujian correlogram
untuk menentukan koefisien autoregresi. Dari gambar correlogram autokorelasi
(ACF) dan autokorelasi parsial (PACF) dapat ditentukan nilai p ,d dan q. Jika
hasil correlogram ACF signifikan pada lag 1 dan PACF mengalami penurunan
secara eksponensial (bergelombang) setelah lag 2 maka yang terjadi adalah proses
AR(1), AR (2) atau ARIMA(1,1,0) dan ARIMA(2,1,0), dan jika hasil correlogram
PACF signifikan pada lag 1 dan ACF mengalami penurunan secara eksponensial
(bergelombang) setelah lag 1 maka yang terjadi adalah proses MA(1) atau
ARIMA(0,1,1). Namun jika hasil correlogram ACF dan PACF sama-sama
bergelombang maka yang terjadi adalah proses ARIMA (1,1,1) atau
ARIMA(2,1,1).
Jika data time series bisa diproses dengan semua model yang disebutkan
diatas (AR, MA dan ARIMA), maka model terbaik ditentukan berdasarkan pada
model yang memberikan nilai minimum pada RKS. Data tingkat penghunian
tempat tidur hotel Bintang 3 di Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel 4.1.
30
Tabel 4.1. Data tingkat penghunian tempat tidur hotel Bintang 3 di Kota
Surakarta (dalam persen)
BulanTahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Januari 31,06 35,09 58,06 50,89 53,94 56,97 54,08
Februari 33,87 32,92 38,13 47,72 56,78 57,4 53,94
Maret 34,8 42,24 47,5 51,13 53,83 60,71 59,46
April 28,27 41,53 45,7 49,58 54,99 55,99 58,62
Mei 46,37 35,45 49,57 50,49 58,47 64,71 59,56
Juni 46,27 44,81 38,23 58,67 60,81 64,27 63,09
Juli 38,17 50,12 37,26 60,85 64,86 66,01 58,04
Agustus 35,45 42,67 48,91 58,09 55,08 52,34 57,04
Septembe
r
38,84 43,64 36,54 49,9 72,73 62,92 61,31
Oktober 29,47 42,36 47,76 58,04 61,02 63,11 61,71
November 31,35 45,75 58,71 56,9 58,99 64,82 64,37
Desember 20,97 36,93 53,34 58,57 60,74 68,44 68
Gambar 4.1. Plot Data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3 Kota
Surakarta
31
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat data pergerakan tingkat hunian hotel Bintang
3. Hal ini menunjukkan data tidak stasioner sehingga perlu dilakukan proses
pembedaan (differencing) agar data menjadi stasioner.
4.3. Kestasioneran Data
Kestasioneran data diperiksa dengan analisis autokorelasi dan autokorelasi
parsial (Aritonang, 2002). Sebagaimana telah dikemukakan bahwa data yang
dianalisis dalam ARIMA adalah data yang bersifat stasioner, yaitu data yang nilai
rata-rata dan variansinya relatif konstan dalam suatu periode. Jadi sebelum
dilanjutkan ketahap selanjutnya, data harus lebih dulu diperiksa kestasionerannya.
Pengeksplorasian pola data time series dilakukan dengan menggunakan time
lag (selisih waktu) selama 1 bulan dalam analisis autokorelasi terhadap data
tersebut. Sedangkan hasil perhitungan fungsi autokorelasi dengan menggunakan
program komputer Minitab 16.0 dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3.
Gambar 4.2. Plot ACF Data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3
Kota Surakarta
32
Gambar 4.3. Plot PACF Data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang
3 Kota Surakarta
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa koefisien autokorelasi berbeda secara
signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan memberntuk garis lurus
sedangkan semua koefisien autokorelasi parsial mendekati nol setelah lag kedua.
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa data bersifat tidak stasioner, padahal
metode ARIMA memerlukan data yang bersifat stasioner. Data yang tidak
stasioner tersebut harus ditransformasi terlebih dahulu agar diperoleh hasil yang
lebih baik dan stasioner dengan metode pembedaan yaitu selisih nilai awal (Yt )
dengan data nilai sebelumnya (Yt−1).
Plot ACF dan PACF hasil proses pembedaan (differencing) dapat dilihat
pada Gambar 4.4 dan 4.5.
33
Gambar 4.4. Plot ACF Data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3
Kota Surakarta Setelah Differencing
Gambar 4.5. Plot PACF Data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang
3 Kota Surakarta Setelah Differencing
Dari Gambar 4.4 dan 4.5 dapat dilihat ada satu koefisien yang signifikan
yaitu pada lag 1. Sedangkan pada plot PACF terlihat lag 1 dan lag 2 signifikan.
4.4. Estimasi Model
Penentuan nilai d (differencing) telah dilakukan pada bagian sebelumnya,
yaitu nilai d sebesar 1. Hal ini disebabkan bahwa data awal yang sebelumnya
34
tidak stasioner dapat ditransformasi menjadi stasioner dengan menggunakan
proses pembedaan sebesar 1. Sedangkan nilai p dan q ditentukan dari pola fungsi
autokorelasi dan autokorelasi parsial (Mulyono, 2000). Dari Gambar 4.4 dan
Gambar 4.5 dapat dilihat koefisien autokorelasi menurun secara bertahap atau
bergelombang dan koefisien autokorelasi parsial juga menurun secara bertahap
atau bergelombang (sampai lag p masih berbeda dari nol) maka hal tersebut
menunjukkan bahwa proses tersebut adalah proses ARIMA (p,d,q).
Data mengalami proses differencing 1 kali maka nilai d=1, dan pada plot
ACF lag yang keluar 2 jadi q=1 atau q=2. Sedangkan pada plot PACF ada 1 lag
yang keluar sehingga p=1. Berikut beberapa model yang mmungkin,
a. IMA(1,1)
b. ARI(1,1)
c. ARI(2,1)
d. ARIMA(1,1,1)
e. ARIMA(1,1,2)
4.5. Pemilihan Model
a. Model IMA(1,1)
Hasil estimasi model IMA(1,1) dengan bentuan software Minitab 16.
Dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Estimasi dengan Model IMA(1,1)Final Estimates of Parameters
Type Coef SE Coef T P
MA 1 0,8519 0,0580 14,69 0,000
Constant 0,3629 0,1005 3,61 0,001
Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 84, after differencing 83
Residus: SS = 2825,20 (backforecasts excluded)
MS = 34,88 DF = 81
Berdasarkan output Tabel 4.3, selanjutnya dilakukan uji masing-masing
parameter untuk mengetahui apakah parameter mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap model.
Uji signifikansi konstanta
i. H 0: Konstanta tidak signifikan dalam model
H 1: Konstanta signifikan dalam model
35
ii. Dipilih α=0.05
iii. Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab pvalue=0.001
v. Kesimpulan
Karena pvalue=0.001<α maka H0 tidak ditolak artinya konstanta
signifikan dalam model.
Uji signifikansi koefisien MA(1)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii. Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitabpvalue=0.000
v. Kesimpulan
Karena p value=0.000<α maka H 0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Model IMA (1,1) adalah
Zt=0,3629+Z t−1−0,8519 at−1+a t
b. Model ARI(1,1)
Hasil estimasi model ARI(1,1) dengan bentuan software Minitab 16. Dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Estimasi dengan Model ARI(1,1)Final Estimates of Parameters
Type Coef SE Coef T P
AR 1 -0,5096 0,0957 -5,32 0,000
Constant 0,6375 0,7051 0,90 0,369
Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 84, after differencing 83
Residus: SS = 3342,13 (backforecasts excluded)
MS = 41,26 DF = 81
Selanjutnya dilakukan uji masing-masing parameter untuk mengetahui
apakah parameter mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model.
36
Uji signifikansi konstanta
i. H 0: Konstanta tidak signifikan dalam model
H 1: Konstanta signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika pvalue<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.369
v. Kesimpulan
Karena p value=0.369>α maka H 0 tidak ditolak artinya konstanta tidak
signifikan dalam model
Uji signifikansi koefisien AR(1)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika pvalue<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.000
v. Kesimpulan
Karena p value=0.000<α maka H 0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Model ARI (1,1) adalah Zt=0,6375+Z t−1−0,5096(Zt−1−Z t−2)+at
c. Model ARI(2,1)
Hasil estimasi model ARI(2,1) dengan bentuan software Minitab 16. Dapat
dilihat pada Tabel 4.5,
Tabel 4.5. Hasil Estimasi dengan Model ARI(2,1)Final Estimates of Parameters
Type Coef SE Coef T P
AR 1 -0,6322 0,1089 -5,81 0,000
AR 2 -0,2396 0,1089 -2,20 0,031
Constant 0,7661 0,6889 1,11 0,269
Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 84, after differencing 83
37
Residus: SS = 3150,96 (backforecasts excluded)
MS = 39,39 DF = 80
Selanjutnya dilakukan uji masing-masing parameter untuk mengetahui
apakah parameter mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model:
Uji signifikansi konstanta
i. H 0: Konstanta tidak signifikan dalam model
H 1: Konstanta signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika pvalue<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.269
v. Kesimpulan
Karena p value=0.269>α maka H 0 tidak ditolak artinya konstanta tidak
signifikan dalam model
Uji signifikansi koefisien AR(1)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.000
v. Kesimpulan
Karena pvalue=0.000<α maka H 0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Uji signifikansi koefisien AR(2)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab pvalu e=0.031
v. Kesimpulan
38
Karena pvalue=0.031<α maka H 0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Model ARI(2,1) adalah
Zt=0,7661+Z t−1−0,6322(Z t−1−Z t−2)+−0,2396(Z t−2−Z t−3)+at
d. ARIMA(1,1,1)
Hasil estimasi model ARIMA(1,1,1) dengan bentuan software Minitab 16.
Dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil Estimasi dengan Model ARIMA(1,1,1)Final Estimates of Parameters
Type Coef SE Coef T P
AR 1 0,1127 0,1307 0,86 0,391
MA 1 0,8899 0,0615 14,47 0,000
Constant 0,32700 0,07666 4,27 0,000
Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 84, after differencing 83
Residus: SS = 2802,03 (backforecasts excluded)
MS = 35,03 DF = 80
Selanjutnya dilakukan uji masing-masing parameter untuk mengetahui
apakah parameter mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model
Uji signifikansi konstanta
i. H 0: Konstanta tidak signifikan dalam model
H 1: Konstanta signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p−value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p−value=0.000
v. Kesimpulan
Karena p−value=0.000<α maka H 0 ditolak artinya konstanta signifikan
dalam model
Uji signifikansi koefisien MA(1)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
39
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.000
v. Kesimpulan
Karena pv alue=0.000<α maka H0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Uji signifikansi koefisien AR(1)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab pvalue=0.391
v. Kesimpulan
Karena pvalue=0.391>α maka H0 tidak ditolak artinya koefisien tidak
signifikan dalam model
Model ARIMA (1,1,1) adalah
Zt=0,32700+Z t−1+0,1127 (Z t−1−Z t−2)−0,8899 at−1+at
e. ARIMA(2,1,1)
Hasil estimasi model ARIMA(2,1,1) dengan bentuan software Minitab 16.
Dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil Estimasi dengan Model ARIMA(2,1,1)Final Estimates of Parameters
Type Coef SE Coef T P
AR 1 -1,3391 0,1013 -13,22 0,000
AR 2 -0,3408 0,1013 -3,36 0,001
MA 1 -0,9944 0,0005 -1910,07 0,000
Constant 1,325 1,417 0,93 0,353
40
Differencing: 1 regular difference
Number of observations: Original series 84, after differencing 83
Residus: SS = 3331,43 (backforecasts excluded)
MS = 42,17 DF = 79
Selanjutnya dilakukan uji masing-masing parameter untuk mengetahui
apakah parameter mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model
Uji signifikansi konstanta
i. H 0: Konstanta tidak signifikan dalam model
H 1: Konstanta signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.000
v. Kesimpulan
Karena p value=0.353<α maka H 0 tidak ditolak artinya konstanta tidak
signifikan dalam model
Uji signifikansi koefisien MA(1)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.000
v. Kesimpulan
Karena pvalue=0.000<α maka H 0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Uji signifikansi koefisien AR(1)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika p value<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab p value=0.000
41
v. Kesimpulan
Karena pvalue=0.000<α maka H 0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Uji signifikansi koefisien AR(2)
i. H 0: Koefisien tidak signifikan dalam model
H 1: Koefisien signifikan dalam model
ii. Dipilih α=0.05
iii.Daerah kritis, H 0 ditolak jika pvalue<α=0.05
iv. Statistik uji
Berdasarkan output minitab pvalue=0.001
v. Kesimpulan
Karena pvalue=0.001<α maka H 0 ditolak artinya koefisien signifikan
dalam model
Model ARIMA (2,1,1)
Zt=1,325+Z t−1−1,3391(Z t−1−Z t−2)−0,3408(Z t−2−Z t−3)−0,9944 at−1+a t
Berdasarkan output software maka model yang akan dipilih yaitu IMA(1,1),
ARI (1,1), ARI(2,1) dan ARIMA(2,1,1). Sedangkan untuk model ARIMA (1,1,1)
tidak dipilih karena parameter tidak signifikan dengan ditandai nilai
p val ue>0.05.
Selanjutnya untuk mengetahui model mana yang paling cocok untuk
meramalkan, maka digunakan kriteria kesalahan, yaitu dengan membandingkan
nilai-nilai RKS.
Tabel 4.8. Perbandingan Nilai RKS Model TerpilihModel RKS
IMA(1,1) 34,88
ARI(1,1) 41,26
ARI(2,1) 39,39
ARIMA(2,1,1) 42,17
42
Berdasarkan Tabel 4.8 model IMA(1,1) yang paling baik digunakan untuk
meramalkan Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3 di Kota Surakarta
karena memiliki nilai RKS terkecil.
4.4 Uji Diagnostik Residu
a. Uji normalitas residu
Gambar 4.6. Plot Normalitas Residu Model IMA(1,1)
Uji Normalitas Residu menggunakan Uji Anderson-Darling. Pada Gambar
4.6 terlihat titik-titik residu berada di dalam interval konfidensi, maka residu
berdistribusi normal. Untuk meyakinkan, akan diuji menggunakan Uji Anderson-
Darling.
Uji normalitas menggunakan Anderson Darling. Langkah-langkah uji
sebagai berikut,
i. H 0 : Residu berdistribusi normal
ii. H 1: Residu tidak berdistribusi normal
iii.α=0.05
iv. Daerah penolakan : H0 ditolak jika p value < alpha=0.05
v. Statistik uji
pvalue=0.282
vi. Kesimpulan
43
Karena p value>0.282 maka H 0 tidak ditolak artinya residu berdistribusi
normal.
b. Uji Independensi Residu
Uji independensi nilai residu dilakukan dengan uji Ljung-Box.
Tabel 4.9. Nilai Ljung-Box Model IMA(1,1)Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic
Lag 12 24 36 48
Chi-Square 7,3 14,3 26,6 36,4
DF 10 22 34 46
P-Value 0,697 0,892 0,812 0,843
Langkah-langkah uji independensi sebagai berikut:
i. H 0 : Residu saling independen
ii. H1: Residu tidak saling independen
iii. α=0.05
iv. Daerah penolakan : H0 ditolak jika p value < alpha=0.05
v. Statistik uji
Lag 12 24 36 48
pvalue 0,697 0,892 0,812 0,843
vi. KesimpulanKarena p value > 0.05 maka H0 tidak ditolak artinya residu saling
independen.
44
Gambar 4.7. Plot ACF Residu Model IMA(1,1)
Dari plot fungsi autokorelasi (ACF) di atas terlihat bahwa semua lag
berada dalam interval konfidensi yang berarti residu antar lag independen dan
tidak terdapat autokorelasi.
Residu dari model IMA(1,1) telah memenuhi asumsi normalitas dan
independensi. Oleh karena itu model IMA(1,1) baik digunakan untuk meramalkan
data Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3 Kota Surakarta.
Persamaannya
Zt=0,3629+Z t−1−0,8519 at−1+a t
Gambar 4.9. Plot Peramalan Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang
3 Kota Surakarta
Tabel 4.10. Peramalan Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3
Kota SurakartaForecasts from period 84
95% Limits
Period Forecast Lower Upper Actual
85 64,2252 52,6474 75,8030
86 64,5881 52,8840 76,2921
87 64,9510 53,1220 76,7800
88 65,3139 53,3613 77,2665
89 65,6768 53,6019 77,7517
45
Gambar 4.9 dan Tabel 4.10 menunjukan peramalan lima bulan mendatang
Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel Bintang 3 Kota Surakarta menggunakan
model IMA(1,1).
Dengan adanya peramalan yang tepat untuk Tingkat Hunian Tempat Tidur
Hotel Bintang 3 Kota Surakarta diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pihak-
pihak yang membutuhkan dalam mengambil kebijakan strategis yang tepat dan
menguntungkan.
46
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Model yang paling baik untuk meramalkan data Tingkat Hunian Tempat Tidur
Hotel Bintang 3 Kota Surakarta adalah IMA(1,1) dengan rata-rata kuadrat eror
(RKS) 34,35%.
2. Nilai peramalan untuk bulan Januari-Mei 2013 yaitu 64,2252; 64,5881;
64,9510; 65,3139 dan 65,6768.
5.2. Saran
Dikarenakan nilai peramalan untuk Tingkat Hunian Tempat Tidur Hotel
Bintang 3 Kota Surakarta menunjukkan nilai positif, maka bagi para Investor
perhotelan tidak perlu khawatir untuk mengembangkan bisnis Hotel Bintang 3 di
Kota Surakarta. Sedangkan, bagi peneliti selanjutnya bisa menganalisis data hotel
Bintang 1, Bintang 2 dan Bintang 4 untuk menambah informasi bagi masyarakat.
47
DAFTAR PUSTAKA
[1] Badan Pusat Statistik. Surakarta Dalam Angka 2007. 2008. Surakarta
[2] Badan Pusat Statistik. Surakarta Dalam Angka 2008. 2009. Surakarta
[3] Badan Pusat Statistik. Surakarta Dalam Angka 2009. 2010. Surakarta
[4] Badan Pusat Statistik. Surakarta Dalam Angka 2010. 2011. Surakarta
[5] Badan Pusat Statistik. Surakarta Dalam Angka 2011. 2012. Surakarta
[6] Badan Pusat Statistik. Surakarta Dalam Angka 2012. 2013. Surakarta
[7] Hanke, John E and Dean W Wichern. 2005. Business Forcasting . Pearson Prentice Hall.
[8] Makridakis, S dan S,C. Wheelwright. 1995. Metode dan Aplikasi Peramalan . Alih bahasa oleh Ir. Untung Sus Andriyanto dan Ir. Abdul Basith, M.Sc. Erlangga:Jakarta.
[9] http:\\suaramerdeka.com. “Jumlah hunian hotel Kota Solo”. Akses tanggal 8 September 2013
[10] Aritonang, L. 2002. Peramalan Bisnis, Ghalia Indonesia, Jakarta
[11] Mulyono, 2000, “Peramalan Harga Saham dan Nilai Tukar : Teknik Box-Jenkins”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. XLVIII No.2
48