craniumfkunej.comcraniumfkunej.com/./assets/document/tutorial/tutorial... · web viewjudul skenario...
TRANSCRIPT
fRESUME TUTORIAL SKENARIO 2
DIARE
DOSEN PENGAMPU:
Dr.rer.biol.hum.dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si
OLEH :
GRUP TUTORIAL H
Felicia Ivana Putri (182010101006)
Dava Rizky Pratama (182010101011)
Lailia Fatkul Jannah (182010101012)
Muhammad Salsabil Aura Syifa (182010101014)
Syaqinez Nafisah Greisauda (182010101019)
Fajri Ramadhan (182010101044)
Tsabita Ershiazky Fahma (182010101054)
Dave Sugiharto (182010101070)
Radadiva Viranita (182010101081)
Linda Ayu Kusuma Wardani (182010101091)
Linda Setafeani (182010101101)
Nur Muhammad Hadiyatullah (182010101117)
Radinta Maharani Putri (182010101128)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Skenario 2
Judul Skenario : Diare
Seorang anak perempuan, 3 th, dibawa oleh orang tuanya ke Puskesmas dengan keluhan
BAB cair lebih dari 10 kali sejak 8 jam yang lalu. Dari anamnesis didapatkan BAB cair, tidak
berbau menusuk, tidak ditemukan lendir dan darah. Pasien juga dikeluhkan muntah lebih dari
5 kali. Pasien dikeluhkan mengalami gejala sejak bermain dan jajan di area perkebunan karet
tempat orang tuanya bekerja.Orang tua juga mengeluhkan bahwa putrinya dirasa lebih kecil
dari teman sebayanya. Pasien dikeluhkan tetap tidak mengalami peningkatan berat badan
meskipun makan banyak, akan tetapi perut pasien dikeluhkan semakin membuncit.
Pemeriksaan fisik saat ini didapatkan pasien tampak lemas, turgor kulit menurun, nadi 124
x/m, RR 22 x/m, dan menangis tetapi tidak keluar air mata. BB pasien 9 kg. Dokter segera
menangani dengan melakukan terapi rehidrasi.
Learning Objective
1. Anatomi
•Jejunum
• ileum
• Kolon
• anus dan rektum
2. Histologi
•Jejunum
• ileum
• anus dan rektum
3. Fisiologi
•Jejunum
• ileum
• Kolon
• keseimbangan asam & basa
• defekasi
4. Patofisiologi diare
patofisiologi konstipasi
5. Flora normal saluran cerna (lower)
6. Protozoologi
7. Gizi anak, gangguan absorbsi dan toleransi makanan
8. Stunting
1.ANATOMI
● Jejunum
Jejunum merupakan bagian kedua dari usus halus, dimulai dari flexura
duodenojejunalis dimana traktus gastrointestinalis kembali menjadi
intraperitoneal. Sebagian besar jejunum berada di kuadran kiri atas abdomen dan
lebih besar diameternya serta memiliki dinding yang lebih tebal dibandingkan
ileum. Lapisan bagian dalam mukosa jejunum ditandai dengan adanya banyak
lipatan menonjol yang mengelilingi lumennya (plika sirkularis). Karakteristik
unik jejunum adalah adanya arcade arteriae yang kurang jelas dan vasa recta
yang lebih panjang dibandingkan dengan yang ada di ileum.
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas
intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
(mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika
superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum.
Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung
pembuluh darah.
● Colon
The colon is also called the large intestine. The ileum (last part of the small
intestine) connects to the cecum (first part of the colon) in the lower right abdomen.
The rest of the colon is divided into four parts:
• The ascending colon travels up the right side of the abdomen.
• The transverse colon runs across the abdomen.
• The descending colon travels down the left abdomen.
• The sigmoid colon is a short curving of the colon, just before the rectum.
The colon removes water, salt, and some nutrients forming stool. Muscles
line the colon's walls, squeezing its contents along. Billions of bacteria coat the colon
and its contents, living in a healthy balance with the body.
● Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m. Ileum
merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan
sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan
katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam
kolon agar tidak masuk lagi ke dalam ileum.
Vascularisasi
· Berasal dari cabang-cabang arteri mesenterica superior dan ileum pada bagian
bawah diperdarahi oleh arteri Ileocolica
· Vena sesuai dengan cabang-cabang arteri mesenterica dan mengalirkan
darahnya ke dalam vena mesenterica superior
· Pembuluh limfe berjalan melalui banyak nodi mesenterica dan akhirnya sampai
di nodi mesenterica superior (di sekitar arteri mesenterica superior)
Innervasi
Dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) plexus mesentericus
superior terdapat muara-muara yang berbentuk jonjot yang halus dan disebut vili
intestinalis yang berfungsi untuk memperluas permukaan absorpsi untuk menyerap sari
makanan.
Mesenterium merupakan lipatan 2 peritoneum yang lebar, menyerupai kipas
yang menggantung jejunum dan ileum dari dinding posterior abdomen dan
memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah
dan limfe yang menyuplai usus. Aliran darah kolateral melalui arcade mesenterium
dipinggir usus halus cukup banyak dan membentuk struktur seperti atap.
● Anus dan rektum
- Anus
Anus berfungsi sebagai organ pencernaan terakhir yang merupakan tempat
dikeluarkannya feses keluar tubuh. Feses (Kotoran) yang tidak diperlukan dibuang melalui
proses defekasi (Buang Air Besar).
Struktur Anus
Kulit di sekitar anus merupakan kulit berkeratin, yang dilapisi oleh epitel skuamos
stratified dan memiliki komponen kulit rambut halus, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan
nervus somatik (sensitif terhadap nyeri), tanpa komponen kulit tersebut maka kulitnya terlihat
seperti dilapisa sel epitel kuboid. Saluran anal mempunyai panjang sekitar 2 – 4,5 cm,
dikelilingi oleh otot berbentuk seperti cincin yang disebut sfingter anal internal dan sfingter
anal eksternal. Saluran ini juga dilapisi oleh membran mukosa, bagian atas saluran ini
memiliki sel yang menghasilkan sekret untuk mempermudah feses keluar dari tubuh.
Sekum, juga dieja caecum, kantong atau struktur seperti tabung di dalam rongga perut
bagian bawah yang menerima bahan makanan yang tercerna dari usus kecil dan dianggap
sebagai wilayah pertama dari usus besar. Sekum dipisahkan dari ileum (bagian akhir dari
usus kecil) oleh katup ileosekal (juga disebut katup Bauhin), yang membatasi laju bagian
makanan ke sekum dan dapat membantu mencegah bahan dari kembali ke usus kecil.
- Rektum
Rektum adalah bagian lurus terakhir dari usus besar manusia dan beberapa mamalia
lain, dan usus pada lainnya. Rektum manusia dewasa sekitar 12 sentimeter (4,7 in)
panjangnya,dan dimulai di persimpangan rectosigmoid, ujung kolon sigmoid, pada tingkat
vertebra sakral ketiga atau tanjung sakral tergantung pada definisi yang digunakan.
Kalibernya mirip dengan usus sigmoid pada permulaannya, tetapi dilatasi dekat
penghentiannya, membentuk ampula dubur. Ini berakhir pada tingkat cincin anorektal
(tingkat sling puborectalis) atau garis dentate, lagi tergantung pada definisi yang digunakan.
Pada manusia, rektum diikuti oleh saluran anus yang panjangnya sekitar 4 sentimeter (1,6 in),
sebelum saluran pencernaan berakhir di ambang anus.
Vaskularisasi Rectum dan Anal
Rektum :
- arteri rectalis superior
- arteri rectalis media
Anal :
- arteri rectalis inferior
2. Histologi
● Jejunum
Lapisan saluran pencernaan secara umum dari luar ke dalam: Tunika
mukosa, submukosa, muskularis dan serosa/adventisia.
1. Tunika mukosa
Terdiri dari epitel pembatas, lamina propia (jaringan ikat longgar, pembuluh
darah dan pembuluh limfe, kelenjar pencernaan, jaringan limfoid) dan Tunika
muskularis mukosa (lapisan otot polos pemisah tunika mukosa dan submukosa).
2. Tunika submukos
Terdiri dari Jaringan ikat longgar, pembuluh darah dan pembuluh limfe,
jaringan limfoid, kelenjar pencernaan, pleksus submukosa meissner
3. Tunika muskularis
Tersusun atas terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal
(bagian luar). Diantara lapisan tersebut terdapat pembuluh darah dan limfe, pleksus
mienterikus auerbach.
4. Tunika serosa
Tersusun atas jaringan ikat longgar yang dipenuhi pembuluh darah dan sel-sel
adipose. Epitel squamosa simpleks.
a) Plika Sirkularis
1) terdapat jaringan submukosa pada bagian tengah ( 3, 15), arteri dan vena.
2) ditutupi oleh tonjolan mirip jari ( vilus ) (12)
3) terdapat kelenjar lieberkuhn dengan sel paneth (14) di lamina propia.
b) Vilus ( 10)
1) dilapisi epital selapis dengan sel goblet dengan striated border.
2) terdapat lakteal sentral ( 4) dan kapiler.
c) Muskularis Eksterna
1) terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam ( 7) dan longitudinal pada
bagian lebih luar (8)
2) terdapat sel ganglion parasimpatis ( pleksus mesentrikus) (16)
d) Ruang antar vilus
1) terdapat kelenjar liberkuhn yang terpotong secara longitudinal ataupun
transversal.
2) terdapat 4 jenis sel :
a. sel Paneth (4,10)
b. Sel goblet (2)
c. Sel mitotik (7) untuk mengganti sel yang hilang dari kelenjar.
d. Sel Enterodokrin (9)
● ileum
Ileum memuliki karakteristik yaitu agregasi dari nodul limfatik yang
disebut plaque peyeri. Setiap plaque peyeri adalah agregasi dari beberapa
nodul limfatik yang berada pada inding ileum berlawanan dengan penempelan
mesenterium. Sebagian besar dari nodul limfatik menampilkan sentrum
germinativum. Nodul limfatik umumnya bersatu dan batas antara keduanya
menjadi sukar dibedakan. Nodul limfatik berasal dari jaringan limfatik pada
lamina propia. Plaque peyeri mengandung banyak limfosit B, beberapa
limfosit T, makrofag dan sel plasma. Tidak terdapat vili pada area lumen usus
halus dimana nodul mencapai permukaan mukosa
● Anus dan Rektum
- Anus
– Epitel :
● mulai garis rekto-anal sampai dengan ano-perineal epitelnya berlapis pipih tak
bertanduk
● sphincter ani externus: kulit tipis berambut dengan kelj lemak & keringat apokrin
(kelenjar sirkum-analis).
– Muskulus sirkularis: tdd otot polos tebal à sphincter ani internus
– Sphincter ani externus, dibentuk otot bergaris dari pelvis
- Rektum
Tunika Mukosa
Terdiri epitel kolumner simpleks, mempunyai sel goblet dan mikrovili,
tapi tidak mempunyai plika sirkularis maupun vili intestinalis. Pada lamina
propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn, sel lemak, dan nodulus
limpatikus. Dibawah lamina terdapat muskularis mukosa.
Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah (arteriol
dan venula), sel lemak dan saraf pleksus meissner.
Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian
luar). Otot sirkular berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian
besar (taenia koli). Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus (Auerbach).
Adventitia
Merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi rectum, sisanya
ditutupi serosa. Pada adventisia juga terdapat pembuluh darah yaitu arteriol
dan venula.
3. Fisiologi
● Jejunum
Ada 2 gerakan dalam usus halus kontraksi pencampuran dan kontraksi propulsif
a. Kontraksi Pencampuran (segmentasi)
➢ Ada bagian usus halus yang terenggang oleh kimus, menimbulkan
kontraksi lokal dengan jarak interval tertentu sepanjang usus.
➢ Hal ini menimbulkan segmentasi.
➢ Gerakan ini membagi usus menjadi bersegmen-segmen seperti sosis
karena ada gerakan kontraksi-relaksasi-kontraksi-relaksasi.
➢ Gerakan ini membantu dalam proses penyerapan.
➢ Frekuensi ditentukan oleh gelombang lambat yang ada di usus halus.
➢ Gerakan ini akan efektif apabila dibantu oleh rangsangan dari plexus
mienterikus.
b. Kontraksi Propulsif
➢ Kontraksi propulsif terkait motilitas usus dan gerak peristaltik usus
halus.
➢ Gerakan ini mendorok kimus/makan menuju anus.
➢ Kecepatan gerakannya sekitar 0,5 – 2 cm/detik.
➢ Membutuhkan waktu 1-3 jam untuk sampai ke katup ileosekal.
➢ Pengaturan peristaltik usus halus diatur leh sinyal eferen dan hormon
➢ Mekanismenya : Kimus masuk → menuju duodenum → terjadi
perenggangan duodenum dan reflek gastroenterik yang dimulai
dengan distensi lambung → kimus turun di sepanjang usus.
➢ Faktor hormon yang meningkatkan motilitas adalah Gastrin, CCK,
Insulin, Motilin, serotonin.
➢ Yang menghambat motilitas adalah sekretin, dan glukagon.
● Ileum
Ada 2 gerakan dalam usus halus kontraksi pencampuran dan kontraksi polpusif
a. Kontraksi pencampuran (segmentasi)
- Ada bagian usus halus yang terenggang oleh kimus, menimbulkan
kontraksi lokal dengan jarak interval tertentu sepanjang usus.
- Hal ini menimbulkan segmentasi
- Gerakan ini membagi usus menjadi bersegmen-segmen seperti sosis karena
ada gerakan kontraksi-relaksasi-kontraksi-relaksasi
- Gerakan ini membantu dalam proses penyerapan
- Frekuensi ditentukan oleh gelombang lambat yang ada di usus halus
- Gerakan ini akan efektif apabila dibantu oleh rangsangan dari plexus
mienterikus
b. Kontraksi polpusif
- Kontraksi polpusis terkalit motilitas usus dan gerak peristaltik usus halus
- Gerakan ini mendorok kimus/makan menuju anus
- Kecepatan gerakannya sekitar 0,5 – 2 cm/detik
- Membutuhkan waktu 1-3 jam untuk sampai ke katup ileosekal
- Pengaturan peristaltik usus halus diatur leh sinyal eferen dan hormon
- Mekanisme nya
Kimus masuk menuju duodenum terjadi perenggangan duodenum dan
reflek gastroenterik yang dimulai dengan distensi lambuh kimus turun
disepanjang usus
- Faktor hormon yang meningkatkan motilitasadalah Gastrin, CCK, Insulin,
Motilin, serotonin
- Yang menghambat motilitas adalag sekretin, dan glukagon
● Kolon
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk
feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan (Guyton, 2008),
kolon mengubah 1000-2000mL kimus isotonik yang masuk setiap hari dari ileum menjadi
tinja semipadat dengan volume sekitar 200-250mL (Ganong, 2008).
Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon,
sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian distal pada
prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk
ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya
basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini
mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori
nutrisi tambahan untuk tubuh.
● Keseimbangan Asam dan Basa Tubuh
Tubuh mempunyai 3 sistem dalam tubuh yang berguna dalam menjaga tingkat ke
asaman tubuh,antara lain :
1.Sistem dapar kimiawi
2.Sistem pernafasan
3.Pengaturan kerja ginjal
● Defekasi
Ketika pergerakan massa di kolon mendorong tija kedalam rektum, peregangan yang
terjadi di rektum merangsang reseptor regang di dinding rektum, memicu refleks defekasi.
Refleks ini menyebabkan sfingter anus internus (yang merupakan otot polos) melema dan
rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter anus ekternus
(yangmerupakan otot lurik) juga melemas, terjadi defekasi. Karena merupakan otot rangka,
sfingter anus eksternus berada dibawah kontrol volunter. Peregangan awal dinding rektum
disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan
defekasi, pengencangan sfingter anus eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi
meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda, dinding rektum yang semula
terenggang secara perlahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga
pergerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja kedalam rektum dan kembali
meregangkan rektum serta memicu refleks defekasi. Selama periode aktivitas, kedua sfingter
tetap berkontraksi untuk menjamin kontinensia tinja.
Jika tetap terjadi, defekasi biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang
melibatkan kotraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara
bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen yang membantu
mendorong tinja.
4. Patofisologi Diare
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di
kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.
Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel
leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya
minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama
pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila
ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air
dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai
pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive
intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit
usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel
atau diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak
ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan
terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit
dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.
PATOFISIOLOGI KONSTIPASI
· Definisi
Konstipasi adalah ketidakmampuan seseorang melakukan evakuasi tinja (feses) secara
sempurna yang tercermin dari 3 aspek, yaitu: berkurangnya frekuensi defekasi dari biasanya,
tinja atau feses yang keras, dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skilaba).
· Etiologi
Konstipasi dapat disebabkan karena gangguan fungsional yang terkait dengan
kurangnya asupan serat, kurangnya minum, kurangnya aktivitas fisik, perubahan aktivitas
rutin dan masalah psikososial. Selain itu konstipasi juga dapat menjadi efek samping dari
tindakan pengobatan, abnormalitas metabolik dan endokrin seperti hipotiroid, uremia,
hiperkalsemia, dan penyakit vaskular pada usus.
· Patofisiologi
Konstipasi sering disebabkan karena kebiasaan menahan feses yang berulang.
Kebiasaan menahan feses yang berulang akan meregangkan rektum dan kolon sigmoid yang
menampung tinja. Berikutnya feses akan terus mengalami reabsorpsi air dan elektrolit
kemudian membentuk skilaba. Pada akhirnya feses akan menjadi keras dan besar sehingga
sulit dikeluarkan serta menimbulkan rasa sakit.
Lain halnya ketika konstipasi yang disebabkan karena rendahnya konsumsi serat.
Serat dapat menahan air agar tetap pada feses sehingga feses akan menjadi lunak. Jika yang
terjadi adalah sebaliknya maka feses akan mengeras dan meningkatkan tekanan dalam kolon
untuk proses defekasi.
· Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan metode palpasi, akan teraba masa feses
pada abdomen. Untuk pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pemeriksaan
anorektal. Dimana akan dilakukan pemeriksaan untuk mengecek ditemukannya pirolus,
peradangan perianal, fissure atau tonus dari saluran anus.
· Penatalaksanaan
1. Evakuasi feses apabila terjadi skilaba. Hal ini dilakukan sebelum pemberian terapi
rumatan. Evakuasi dilakukan dengan pemberian obat oral maupun rektal.
2. Terapi rumatan dilakukan untuk mencegah kambuhnya konstipasi. Adapun terapi
yang dilakukan diantaranya intervensi diet, modifikasi perilaku, edukasi dan konsultasi,
serta pemberian obat-obatan.
5. Flora Normal Low Gastrointestinal Tract
Flora normal adalah suatu populasi mikroorganisme yang tumbuh di tubuh individu
yang sehat. Beberapa spesies tumbuh dengan subur dalam jumlah besar. Keberadaa flora
normal tidak boleh dibasmi secara menyeluruh, karena berfungsi sebagai sistem pertahanan.
Flora normal dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
● Flora Normal Tetap
Flora normal tetap adalah mikroba yang selalu ada
● Flora Normal Sementara
Flora normal sementara adalah mikroba yang hidup di dalam atau di tubuh seseorang
dalm jangka waktu tertentu (jam, hari, minggu, bulan) setelah itu akan berpindah
tempat lalu mati.
Pada keadaan normal di ileum mengandung flora normal yang beragam dengan
jumlah sedikit lebih banyak sekitar (106 - 108/ g). Flora normal di usus besar lebih banyak
sekitar (109 - 1011/ g) yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh dan sebagai besar merupakan
bakter anaerob. Pada usus bagian superior, lactobacillus dan enterococcus mendominasi dan
pada usus halus bagian bawah yang mendominasi adalah flora tinja. Pada kolon sigmoid dan
rektum, terdapat 1011 / g dari isi kolon.
Mikroba di usus d dominasi oleh 4 filum utama yaitu Bacteroidetes, Firmicutes,
Proteobacteria, dan Actinobacteria. Pada usus besar di dominasi dihuni Firmicutes dan
Bacteroidetes. Usus manusia merupakan lokasi utama kuman patogen seperti Campylobacter
jejuni, Salmonella enterica, Vibrio collera dan Escherichia coli.
Pada awal kehidupan bayi akan memperoleh flora normal melalui jalan lahirnya
(vagina ibunya) pada 20 menit awal kehidupan. Spesies mikrobiota yang ditemukan ialah
Lactobacillus sp. dan Prevotella sp. Setelah bertambah usia bayi akan memperoleh berbagai
flora normal melalui ASI, demam atau pajanan penyakit, pengenalan terhadap makanan
pendamping ASI sekitar enam bulan, serta penggunaan antibiotik.
6. PROTOZOOLOGI
Ilmu yang mengkaji tentang hewan bersel satu yang hidup sebagai parasit pada
manusia disebut protozoologi. Protozoa adalah jasad renik hewani yang terdiri dari satu sel,
hidup sendiri-sendiri dari satu sel hidup sendiri-sendiri atau berkelompok membentuk koloni.
Protozoa banyak terdapat di alam antara lain di dalam air laut, air tawar, tanah, dan di dalam
tubuh organisme lain.
A. Pengertian
Protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk
koloni/kelompok. Tiap Protozoa merupakan kesatuan yang lengkap, baik dalam susunan
maupun fungsinya.sanggup melakukan semua fungsi kehidupan yang pada jasad lebih besar
dilakukan oleh sel-sel khusus.
Arti penting protozoa :
1. Sebagai mata rantai penting dalam rantai makanan untuk komunitas dalam lingkungan
akuatik
Contoh : zooplankton (hewan) hidup dari fitoplankton (tumbuhan) yang fotosintetik.
2. Sebagai protozoa saprofitik dan protozoa pemakan bakteri
B. Morfologi
Ukuran dan bentuk protozoa sangat beragam, Beberapa berbentuk lonjong atau
membola, ada yang memanjang, ada pula yang polimorfik (menpunyai berbagai bentuk
morfologi pada tingkat-tingkat yang berbeda dalam daur hidupnya). Beberapa protozoa
berdiameter sekecil 1 urn; yang lain 600 urn atau lebih {Amoeba proteus).
Struktur dari sel protozoa terdiri dari dua bagian:
1. Sitoplasma
Sitoplasma terdiri dari : Ektoplasma,Endoplasma. Sel protozoa yang khas terbungkus
oleh membran sitoplasma. Banyak yang dilengkapi dengan lapisan luar sitoplasma, yaitu
ektoplasma, yang dapat dibedakan dari sitoplasma bagian dalam, atau endoplasma.
Kebanyakan struktur selular terdapat dalam endoplasma.
2. Nukleus
Nukleus atau inti adalah bagian terpenting yang diperlukan untuk mempertahankan
hidup dan untuk reproduksi serta untuk mengatur metabolisme. Nukleus terdiri dari membran
inti (selaput inti) yang meliputi serabut inti (retikulum) halus yang berisi cairan dan kariosom.
Dalam nukleus yang berbentuk vesikel, butir-butir kromatin berkumpul membentuk butiran
tunggal. Struktur inti, terutama susunan kromatin dan kariosom berperan dalam membedakan
spesies dari protozoa.
Pelikel adalah lapisan yang meliputi membran sitoplasma sel. Pada beberapa spesies
ameba pelikel ini merupakan lapisan yang tipis dan tidak kompak. Banyak protozoa
membentuk struktur kerangka yang memberikan kekakuan kepada sel-selnya. Lapisan
penutup yang longgar ini yang ada di sebelah luar pelikel dinamakan cangkang atau
cangkerang (shell), terdiri dari bahan organik yang diperkuat dengan zat-zat anorganik seperti
kalsium karbonat atau silika. Adanya pelikel, dan bukannya dinding sel, sebagai penutup
merupakan salah satu ciri pembeda yang utama dalam kelompok protete ini.
Banyak protozoa dapat membentuk sista, yang untuk sementara merupakan seludang.
Dengan cara ini, bentuk-bentuk vegetatif, atau trofozoit, melindungi dirinya terhadap bahaya
dari alam sekitarnya, misalnya kekeringan dan kehabisan makanan atau keasaman perut di
dalam inangnya.
C. Reproduksi
Protozoa mempunyai dua cara berkembang biak yaitu:
1. Cara aseksual
a. Pembelahan binier / belah pasang (binary fission)
Apa bila keadaan lingkungan baik, maka protozoa akan mengadakan
pembelahan diri yang dimulai dari kariosom, kemudian nukleus dan seterusnya
sitoplasma. Biasanya dari satu parasit menjadi dua dan seterusnya. Cara ini hanya
terjadi pada bentuk Trofozoit (Vegetatif). Cara reproduksi satu sel menjadi dua sel ini
disebut juga sebagai endodiogenik, yaitu satu inti akan membelah menjadi dua lalu di
ikuti oleh sitoplasma.
b. Skizogomi
Pada perkembangbiakan ini endopoligenik yaitu inti membelah menjadi
banyak, lalu diikuti oleh sitoplasma. Dalam hal ini satu sel akan berkembangbiak
menjadi beberapa sel baru. Pembelahan ini teratur dan sitoplasma juga
mengikutimpembelahan ini secara teratur.
2. Cara seksual
Pada pembiakan seksual, dibentuk sel kelamin yaitu makrogametosit dan mikrogamet
yang setelah belah reduksi menjadi makrogamet dan mikrogamet. Setelah terbentuk zigot
(zygosis= menjadi satu), lalu membentuk ookinet lalu menjadi ookista yang didalamnya
terbentuk sporozoit, proses ini disebut sporogoni.
3. Pembiakan aseksual dan seksual bergantian. Cara ini dapat terjadi pada sporozoa
D. Fisiologi
Stadium trofozoit (trophos=makan) disebut juga bentuk vegetatif atau proliferatif,
dapat bergerak aktif, berkembang biak secara belah pasang akan tetapi pada umumnya tidak
resisten terhadap perubahan lingkungan sehingga untuk masuk kepada hospes perlu berubah
menjadi bentuk kista yang lebih resisten. Perubahan bentuk dari trofozoit menjadi kista
disebut enkistasi. Stadium juga ditemukan di daerah kutub daratan tinggi dan bahkan di
perairan hangat (30 sampai 56°C) sumber air panas. Akan tetapi, kebanyakan protozoa
mempunyai temperatur optimum untuk tumbuh antara 16 sampai 25°C. dengan
maksimumnya 36 sampai 40°C.
Bagi protozoa yang mempunyai pigmen fotdsintetik (oleh beberapa dianggap algae),
cahaya itu perlu sekali. Tetapi protozoa itu nonfotosintetik. Beberapa protozoa memperoleh
nutrien organik terlarut melalui membran sitoplasma, sebagaimana bakteri. Protozoa yang
lain adalah holozoik; artinya mereka menelan makanan sebagai partikel- partikel padat
melalui rongga mulut. Makanan yang ditelan itu biasanya ialah bakteri, ganggang, atau
protozoa lain.
Pada protozoa yang tergolong parasit, maka dapat hidup dari sel-sel inangnya dan zat
alirjaringannya. Parasit itu bahkan dapat memasuki sel-sel inangnya, hidup dari sitoplasma
dan nukleusnya. Akibatnya inang dapat mengalami keadaan patologis.
Kadang kala interaksi dapat secara timbale balik memberi keuntungan kepada kedua
organisme yang berasosiasi itu. Asosiasi (hubungan) seperti demikian dinamakan
mutualisms, Misalnya flagelata tertentu yang hidup dalam usus rayap dan mencernakan
selulose dalam kayu menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan rayap tersebut. Jika flagelata
dihilangkan, maka rayapnya mati; kalau flagelatanya dibuang dari usus rayap, mereka juga
mati. Jadi flagelata itu dilengkapi dengan lingkungan terlindung dan persediaan makanan.
E. Patologi dan gejala klinis
Protozoa patogen dapat merugikan hospes dengan cara berkembangbiak,
penyerangan, pengrusakan sel dan dengan pengaruh toksin dan enzimnya. Gejala umum
sistemik seperti demam, serta gejala seperti splenomegali dan limfadenopati sering dijumpai.
Stadium pertama infeksi mungkin akut dan mematikan, atau berkembang menjadi stadium
laten yang menahun, yang kadang-kadang diselingi dengan kambuhnya gejala. Sebaliknya,
infeksi dari semula mungkin berjalan subklinis dengan atau fanpa serangan gejala yang
terjadi sewaktu-waktu.
F. Klasifikasi
Protozoa yang berperan sebagai parasit pada manusia dalam dunia kedokteran dibagi
dalam 4 kelas, yaitu:
1. Rhizopoda (rhiz = akar; podium = kaki)
Dari kelas rhizopoda ini dapat dibagi menjadi 4 genus berdasarkan morfologi dari
intinya, namun hanya dua genus yang penting yaitu:
a. Entamoeba Histolytica
Parasit ini menyebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah tropis dan
subtropis dari pada di daerah beriklim sedang.
Hospes
Hospes dari parasit ini adalah manusia dan kera. Di cina, anjing dan tikus - tikus liar
merupakan sumber infeksi bagi manusia. Penyakit yang disebabkannya disebut amebiasis.
Patologi dan gejala klinik
Dapat menyebabkan tinja disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah. Bentuk
klinis yang dikenal adalah :
● Amebiasis intestinal terdiri atas amebiasis kolon akut (disentri ameba) dan amebiasis
kolon menahun
● Amebiasis ekstra-intestinal disebabkan amebiasis kolon yang tidak diobati dan
menjalar keluar.
Epidemiologi
Terdapat diseluruh dunia, terutama daerah tropikyang sanitasi dan sosio- ekonominya
buruk. Emebiasis ditularkan oleh pengandung kista (melalui air, makanan, sayuran, lalat)
yang biasanya sehat tetapi berperan pentung dalam penyebaran penyakit karena tinjanya
merupakan sumber infeksi. Jadi tidak ditullarkan oleh penderita amebiasis akut. Penyebaran
parasit tergantung beberapa faktor diantaranya adanya sumber infeksi (penderita ataupun
hospes reservoir); keadaan lingkungan (iklim, curah hujan, suhu, kelembapan, sinar matahari,
sanitasi dan sebgainya), tersedianya vektor (bagi parasit yang membutuhkan vektor, keadaan
penduduk (padat/jarang, kebiasaan, pendidikan, sosial ekonomi, dan sebagainya).
b. Entamoeba coli
Hospes : manusia. Amoeba ini ditemukan kosmopolit.
Di Indonesia frekuensinya antara 8 – 18 %. Ameba ini hidup sebagai komensal di
rongga usus besar. Dalam daur hidupnya terdapat bentuk vegetatif dan bentuk kista. Infeksi
terjadi dengan menelan kista matang.
Patologi dan gejala klinik E.coli tidak patogen.
7. Gizi anak, gangguan absorbsi dan toleransi makanan
● Malnutrisi
Gizi buruk atau malnutrisi adalah penyakit/kondisi klinis yg disebabkan oleh defisiensi protein dan energi, juga disertai defisiensi nutrisi lain
Penyebab:1. Penyebab primer yaitu intake yang berkurang.2. Penyebab sekunder adalah kebutuhan/output yang berlebihan.
Diagnosis Gizi Buruk :
1. Klinis.
2. Antropometrik.
3. Laboratorik.
4. Analisa diet.
● Malabsorpsi
Malabsorbsi adalah gangguan penyerapan zat penting pada makanan
ke dalam darah.
Mekanisme malabsorbsi
a. Luminal adalah pencernaan karbohidrat, protein dan lemak yang tidak
bisa dihidrolisis oleh enzim pankreas dan empedu.
b. Mucosal adalah pengambilan sakarida dan peptida tidak bisa diserap
oleh epitel.
c. Removal adalah gangguan penyerapan di vaskuler maupun sistem
limfatik.
Etiologi
a. Riwayat operasi saluran cerna : Parsial atau total gastrektomi.
b. Small bowel resection (jejunum, ileum, ileocaecal).
c. Parsial atau total reseksi pankreas.
● Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa adalah kondisi dimana gejala timbul setelah mencerna laktosa. Gejala tersebut dapat timbul akibat laktosa yang tidak bisa dicerna secara adekuat di saluran pencernaan.
Gejala yang dialami setelah makan atau minum makanan dan minuman
yang mengandung laktosa meliputi:
- tinja berair atau diare
- kram perut
- gas dan / atau kembung
Gejala intoleransi laktosa mirip dengan yang ada pada beberapa
gangguan pencernaan lainnya seperti sindrom iritasi usus (IBS) atau penyakit
radang usus (IBD).
Jenis intoleransi dan defisiensi laktosa
- Congenital lactase deficiency adalah ketika seseorang dilahirkan
dengan mutasi genetik yang berarti mereka menghasilkan sangat
sedikit atau tidak ada laktase.
- Familial lactase deficiency , orang tersebut menghasilkan cukup
laktase, tetapi itu tidak memecah penyerapan laktosa ke dalam aliran
darah.
- Primary lactase deficiency adalah jenis intoleransi laktosa yang
paling umum. Secara genetik diwariskan, dan biasanya berkembang
sebelum usia 20 tahun. Gejala muncul ketika orang mulai
mengonsumsi lebih sedikit laktosa.
8. Stunting
STUNTING ADALAH KONDISI GAGAL TUMBUH PADA ANAK BALITA
(BAYI DI BAWAH LIMA TAHUN) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak
terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada
masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2
tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan
panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan
standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006. Sedangkan definisi
stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-
scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely
stunted).
PENYEBAB STUNTING
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.
Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat
digambarkan sebagai berikut:
I. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari
anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari
3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan.
Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh
ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak
terhadap makanan dan minuman.
II. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu
semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat
akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum
mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke
layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum
terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
III. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini
dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.Menurut
beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan
di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan
sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke
makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil
yang mengalami anemia.
IV. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB)
diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum
bersih.
KERANGKA INTERVENSI STUNTING DI INDONESIA
Pada 2010, gerakan global yang dikenal dengan Scaling-Up Nutrition (SUN)
diluncurkan dengan prinsip dasar bahwa semua penduduk berhak untuk memperoleh akses ke
makanan yang cukup dan bergizi. Pada 2012, Pemerintah Indonesia bergabung dalam
gerakan tersebut melalui perancangan dua kerangka besar Intervensi Stunting. Kerangka
Intervensi Stunting tersebut kemudian diterjemahkan menjadi berbagai macam program yang
dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait.
Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terbagi
menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.
Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesifik. Ini merupakan intervensi yang
ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada
30% penurunan stunting.
Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan.
Intervensi ini juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif
pendek. Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik
dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu
hingga melahirkan balita:
1. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil. Intervensi ini meliputi kegiatan
memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan
energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi
kekurangan iodium, menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu
hamil dari Malaria.
2. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan.
Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi menyusui
dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum serta mendorong
pemberian ASI Eksklusif.
3. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan.
Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI hingga
anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6 bulan didampingi
oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zink,
melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap
malaria, memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan
diare.
Kerangka Intervensi Stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang kedua adalah
Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting.
Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu
hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait Intervensi Gizi
Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan
secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada
penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik sebagai berikut:
● Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.
● Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.
● Melakukan fortifikasi bahan pangan.
● Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
● Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
● Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
● Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.
● Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.
● Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
● Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja.
● Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.
● Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter, Frank MD. 2014. Atlas Anatomi Manusia. Ed. 6. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
2. Robert K. Murray. 2003. Biokimia Harper. Ed.25. Jakarta ; Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Eroschenko VP. 2013. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 12.
Alih Bahasa : Tambayong Jan. Jakarta: EGC
4. Mariana Raini.2007.Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan
Pestisida. Media Litbang Kesehatan.
5. Kumar Vinay. 2013. Robbins Basic Paathology Edisi 9. Philadelpia: Elsevier
6. Bathesda, Maryland. 2010. Lactose Intolerance and Health.
https://consensus.nih.gov/2010/lactosestatement.htm. U.S. : NIH Consensus
Development Conference, U.S. Department and Health Service. Diakses pada 28 Mei
2019 (17.38).
7. Davis CP. Flora normal. Dalam : Baro, penyunting. Medical micobiology.Texas :
Galvesto. 1996. h. 1-8
8. Ganong, William F. Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008.
9. Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10. TNP2K. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting)
Ringkasan. Sekretariat Wakil Presiden RI. Jakarta.