welcome to repository politeknik kesehatan denpasar -...

10

Upload: others

Post on 05-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan
Page 2: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan
Page 3: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan
Page 4: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan

1

JUMLAH SEL LEYDIG LEBIH RENDAH PADA ANAK TIKUS WISTAR

YANG INDUKNYA DIBERIKAN EKSTRAK TEMPE

SELAMA MASA PERIKONSEPSI

Ni Nyoman Budiani*), I Nyoman Mangku Karmaya**), I B Putra Manuaba***), Bagus

Komang Satriyasa**)

Abstract

Leydig cells synthesize androgen hormones required for masculinization of the

developing reproductive organs. The formation of these cells can be disrupted by

exposure to endocrine disrupting chemical (EDC) since the prenatal period. The purpose

of research, to prove the effect of administration of extract tempe to the rat Leydig cells

formation. The Randomized Post-test Only Control Group Design, performed on white

female Wistar rats aged 12-13 weeks, weigh 190 to 200 grams, can to eat and drink

normally. Large samples of 30 rats were divided into three groups, namely K, P1, P2.

Research conducted at the Laboratory of the Faculty of Veterinary Medicine Udayana

University in January to July 2016. Dam rats treated during perikonsepsi. Analysis of the

data using a computer, with α of 0.05. The average on the group K; P1; P2; respectively

8,075; 6,475; and 6,275. There is a mean difference Leydig cell count between groups (p

0.000). Conclusion: extract tempe containing Genistein could inhibit the formation of

Leydig cells.

Keywords: Extract Tempe, Periconception period, Leydig cells

Hormon Androgen sangat

dibutuhkan oleh tubuh. Tanpa hormon

tersebut, beberapa fungsi tubuh akan

mengalami gangguan, terutama fungsi

seksualitas dan reproduksi. Hormon

Androgen dibutuhkan oleh laki-laki

sejak di dalam kandungan (masa

prenatal) untuk pembentukan sel gamet

(gametogenesis) dan maskulinisasi.

Gangguan yang terjadi pada kedua

proses tersebut akan memengaruhi fertilitas pasangan.

Sel germinal primordial pada

manusia tiba di gonad untuk

pembentukan gonad indifferent yang

identik pada laki-laki maupun

perempuan ketika masa gestasi 4-6

minggu yang dipengaruhi oleh beberapa

gen yang terlibat, seperti Steroidogenic

factor 1 (SF1). Selanjutnya terjadi

diferensiasi seks yang melibatkan

banyak gen, seperti SRY, Sox 8, Sox 9.

Diferensiasi sel somatik pertama adalah

sel-sel Sertoli, dilanjutkan oleh sel-sel

Leydig (Fritz dan Speroff, 2011). Sel

Sertoli pada kehidupan janin berfungsi

untuk memberikan nutrisi kepada sel-sel germinal, diferensiasi sel germinal.

Fungsi sel ini dipengaruhi oleh hormon

Androgen yang dihasilkan oleh sel

Leydig janin (Huff, 2011).

* Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar ** Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *** Fakultas MIPA Universitas Udayana

Page 5: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan

68

Diferensiasi sel Leydig janin

diinduksi oleh hormon human Chorionic

Gonadotropin (hCG). Sel Leydig

berfungsi untuk menyintesis hormon

androgen yang dibutuhkan untuk

maskulinisasi, termasuk diferensiasi sel

germinal primordial dan perkembangan

organ seks laki-laki (Erb, 2006;

Weinbauer, 2010). Pada tikus, sel Leydig

fetus mulai muncul dan berkembang saat

usia kehamilan sekitar 14,5 hari. Sel ini

mulai menyekresi testosteron pada hari

ke-15. Perkembangan testis beserta

fungsinya selama masa janin dan

neonatus dapat dihambat oleh hormon

Estrogen. Reseptor estrogen β konsisten

berada dalam korda seminiferus

mengendalikan gametogenesis,

sedangkan REα hadir dalam sel-sel

Leydig janin yang mengatur

steroidogenesis (Delbe, dkk, 2006).

Estrogen mengatur ekspresi gen StAR

protein dan CYP11A1 yang dibutuhkan

untuk menyintesis hormon seks (Craig,

dkk., 2011).

Senyawa yang memiliki sifat

estrogenik merupakan Endocrine

Disrupting Chemical (EDC). Paparan

EDC pada masa perikonsepsi dapat

memengaruhi perkembangan dan fungsi

testis pada masa berikutnya. Masa

perikonsepsi terdiri-dari masa sebelum

konsepsi, konsepsi hingga

pascakonsepsi. Paparan pada masa

praimplantasi dapat mengubah tiga

mekanisme epigenetik utama, yang

mengarahkan perubahan ekspresi gen

(Uzumcu, dkk, 2012).

Isoflavon merupakan salah satu

senyawa EDC. Isoflavon mampu

berikatan dengan reseptor estrogen,

sehingga mampu beraksi pada sel target

estrogen. Senyawa ini terdiri-dari

daidzein, genistein, dan glycitein.

Isoflavon berikatan dengan reseptor REβ

lebih kuat dari pada REα. Ketika kadar

estrogen rendah, isoflavon dapat bersifat

agonis. Sebaliknya, bila kadar estrogen

tinggi, isoflavon bersifat antagonis

/antiestrogenik sehingga dapat menjadi

pengganggu endokrin (Patisaul &

Jefferson, 2010; Kim & Park, 2012;

Retana-Marquest, dkk, 2012).

Isoflavon banyak ditemukan pada

kacang-kacangan dan produk olahannya,

seperti tempe. Tempe dipertimbangkan

sebagai pangan fungsional karena

kandungan gizi dan substansi aktif

dengan komposisi zat gizi yang lebih

baik daripada kedelai. Berdasarkan hal

tersebut, perlu dilakukan penelitian

tentang efek ekstrak tempe yang

mengandung isoflavon terhadap

perkembangan testis. Penelitian ini

bertujuan untuk membuktikan pengaruh

ekstrak tempe terhadap pembentukan sel

Leydig pada anak tikus Wistar.

METODE

Penelitian pendahuluan ini

merupakan penelitian eksperimental,

menggunakan rancangan The

Randomized Post-test Only Control

Group Design. Penelitian dilaksanakan

di Laboratorium Farmakologi,

Laboratorium Kedokteran Hewan, pada

minggu I Januari hingga minggu IV Juli

2016. Populasi penelitian ini adalah tikus

Wistar betina putih usia 12-13 minggu,

berat badan 190 sampai 200 gram, sudah

pernah beranak satu kali, mau makan dan

minum dengan normal. Besar sampel 15

ekor tikus yang dibagi dalam tiga

kelompok. Tempe berbahan kedelai

lokal varietas Wilis, difermentasi selama

48 jam, dibuat ekstrak menggunakan

etanol, kemudian dilakukan Freezy dryer

hingga menghasilkan ekstrak kental.

Setiap 100 g tempe basah mengandung

4,14 mg Genistein.

Tikus diberikan pakan standar Pellet 594

sebanyak 15 g / ekor / hari dan diberikan

air minum dari PDAM secara adlibitum.

Jumlah Sel Leydig Lebih… Ni Nyoman Budiani*), I Nyoman Mangku Karmaya**), I B Putra Manuaba***), Bagus Komang Satriyasa**)

Page 6: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan

69

Tikus ditempatkan pada kandang

individu dengan ukuran 40 cm x 15 cm x

10 cm. Sediaan patologi anatomi organ

testis menggunakan pewarnaan

Hematoxylin eosin (HE) dan diamati

dengan mikroskop.

Perlakuan diberikan sejak dua

minggu sebelum dikawinkan, selama

bunting, melahirkan, hingga selesai

menyusui/penyapihan (anak berusia 21

hari). Kelompok kontrol (K) diberi

aquadest 0,2 mL / hari, Perlakuan 1 (P1)

diberi ekstrak tempe 0,5g/Kg BB/ hari;

Perlakuan 2 (P2) diberikan ekstrak

tempe 5 g/kg BB/hari. Setelah

penyapihan, dua ekor anak jantan per

induk dipilih secara random untuk

dikorbankan. Induk dan anak lainnya

dibiarkan hidup, dilakukan washing out

selama 2 minggu, kemudian

dikembalikan ke populasi awal.

Eutanasia dilakukan sebelum

pembedahan dengan cara dislokasi leher.

Salah satu testis diambil, kemudian

dimasukkan ke dalam larutan buffer

formalin. Sisa jaringan dan organ beserta

sampah pembedahan lainnya

dikumpulkan, kemudian dimasukkan ke

dalam lubang tanah dan dibakar. Sisa

pembakaran selanjutnya di kubur.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Karakteristik sampel penelitian

Rata-rata berat badan hewan coba

(tikus Wistar betina) di setiap kelompok

sebelum diberikan dan setelah

perlakuan.

Tabel 1 Rata-Rata Berat Badan Induk Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Kelompok Rerata BB sebelum

diberi perlakuan (g)

Rerata BB setelah

diberi perlakuan (g)

P1 (Ekstrak tempe 0,5 g/kg BB/hari) 195 200

P2 (Ekstrak tempe 5 g /kg BB/hari) 195 206

K (Aquadest 0,2 ml/hari) 195 197

Tabel 1 menunjukkan BB sesudah

perlakuan lebih tinggi daripada sebelum

perlakuan. Penambahan BB terbanyak

terjadi pada kelompok perlakuan 2 (P2).

Tabel 2 Rata-rata Jumlah Anak dan Berat Badan Lahir dan

Berat Badan Saat Berusia 21 hari

Kelompok Rerata jumlah

anak yang

dilahirkan

Rerata berat

badan lahir

anak

Rerata berat

badan anak

saat disapih

P1 (Ekstrak tempe 0,5 g/kg BB/hari) 8,67 4,00 23,867

P2 (Ekstrak tempe 5 g/kg BB/hari) 7,33 4,60 25,371

K (Aquadest 0,2 ml/hari) 6,75 4,00 20,310

Tabel 2 menunjukkan jumlah rata-rata

jumlah anak paling sedikit / rendah pada

kelompok K. Rerata jumlah anak paling

banyak terdapat pada kelompok P1, dan

rerata berat badan anak pada akhir

perlakuan paling tinggi adalah kelompok

P2.

Jumlah Sel Leydig Lebih… Ni Nyoman Budiani*), I Nyoman Mangku Karmaya**), I B Putra Manuaba***), Bagus Komang Satriyasa**)

Page 7: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan

68

Pengamatan sel Leydig dilakukan

pada 10 lapangan pandang. Rata-rata

jumlah sel Leydig dari pengamatan

tersebut, berkisar antara 5,8 hingga 8,8.

Secara rinci, disajikan pada tabel berikut

ini.

Tabel 3 Jumlah Sel Leydig berdasarkan kelompok perlakuan

Jumlah Sel Leydig Kelompok Kontrol

(%)

Kelompok P1

(%)

Kelompok P2

(%)

5,8 – 6,3 0 30 90

6,4 – 7,0 0 70 10

7,1 – 7,6 30 0 0

7,7 – 8,2 30 0 0

8.3 – 8,8 40 0 0

Jumlah 100 100 100

Tabel 3 memberikan informasi, bahwa

rata-rata jumlah sel Leydig anak tikus

dari kelompok kontrol lebih dari 7,0

sedangkan pada kelompok perlakuan

kurang dari 7,0. Bahkan, pada kelompok

perlakuan 2 (P2), sebagian besar testis

memiliki jumlah sel Leydig kurang dari

6,4.

Tabel 4 Rata-Rata Sel Leydig Anak Tikus Wistar Antar Kelompok

Kelompok Sel Leydig Perbedaan antar

kelompok

P1 (Ekstrak tempe 500 mg/kg BB/hari) 6,475 F= 27,864

p =0.000 P2 (Ekstrak tempe 5.000 mg/kg BB/hari) 6,275

K (Aquadest 0,2 ml/hari) 8,075

Tabel 4 menunjukkan, bahwa rerata

jumlah Sel Leydig paling rendah

terdapat yang terdapat kelompok

perlakuan 2 (P2), sedangkan paling

banyak terdapat pada kelompok kontrol

(K). Rata-rata Sel Leydig pada ketiga

kelompok tampak berbeda secara

bermakna (p 0,000).

Efek estrogenik dapat menghambat

perkembangan testis karena sel-sel pada

testis sangat sensitif terhadap paparan

EDC pada awal pembentukannya.

Molekul estrogenik dapat mengubah

formasi awal perkembangan korda testis

serta mengganggu diferensiasi sel

Leydig (Uzumcu, dkk, 2012). Kondisi

tersebut ditemukan pada penelitian

ini, di mana rerata sel Leydig pada testis

anak tikus dari induk kelompok

perlakuan lebih rendah daripada

kelompok kontrol. Semakin banyak

ekstrak tempe yang diberikan kepada

induknya, semakin sedikit sel Leydig

yang dimiliki anaknya. Gangguan

perkembangan sel Leydig janin

mengakibatkan feminisasi genitalia

eksterna karena kekurangan androgen.

Selain itu, sel Leydig janin juga

Jumlah Sel Leydig Lebih… Ni Nyoman Budiani*), I Nyoman Mangku Karmaya**), I B Putra Manuaba***), Bagus Komang Satriyasa**)

70

Page 8: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan

69

memproduksi insulin-like factor 3

(INSL3), yang berperan penting dalam

mengatur fase awal desensus testis

(Svechnikov, dkk., 2010).

Kelompok K (400x)

Tampak sel Leydig

bergerombol sangat banyak

(panah putih).

Kelompok P1 (400x)

Tampak sel Leydig

bergerombol banyak (panah

putih)

Kelompok P2 (400x)

Tampak sel Leydig

bergerombol, namun jarang

(panah putih)

Sel Leydig janin berfungsi untuk

menyintesis hormon Androgen. Fungsi

steroidogenesis tersebut dipengaruhi

oleh isoflavon karena kemampuannya

untuk berikatan dengan Reseptor

Estrogen α (REα) yang terdapat di dalam

sel-sel Leydig janin (Bucar, 2013).

Mekanisme aktivitas estrogenic dalam

testis janin tergantung pada afinitas

senyawa terhadap reseptor estrogen.

Genistein memiliki afinitas kuat

terhadap REα, sehingga memiliki efek

yang kuat terhadap steroidogenesis

(Adachi, dkk., 2004). Isoflavon dapat

mengatur konsentrasi estrogen endogen

dengan mengikat atau menonaktifkan

beberapa enzim yang dibutuhkan untuk

steroidogenesis, seperti P450 aromatase,

5α-reduktase, 17β-hydroxysteroid

dehidrogenase (17β-OHDH) (Assinder,

dkk., 2007). Isoflavon dapat mengikat

atau menginduksi sintesis sex hormone

binding globulin (SHBG), menurunkan

regulasi ekspresi P450c17 (17α-

hidroksilase) / C17-20 lyase (CYP17A1)

(Retana-Marquez, dkk., 2012). Dengan

sejumlah mekanisme hambatan tersebut,

maka hormon Androgen yang dihasilkan

oleh Sel Leydig anak tikus pada

penelitian ini, kemungkinan juga sedikit.

Hormon Androgen yang disintesis oleh

Sel Leydig sangat dibutuhkan untuk

perkembangan dan fungsi Sel Leydig itu

sendiri. Kekurangan hormon Androgen,

dapat menghambat diferensiasi Sel

Leydig, sehingga jumlahnya semakin

sedikit. Demikian seterusnya, semakin

sedikit jumlah sel Leydig, semakin

sedikit sintesis Androgen, dan semakin

sedikit pula jumlah sel Leydig yang

mengalami diferensiasi (terbentuk).

Simpulan

Rata-rata jumlah sel Leydig anak tikus

dari induk kelompok perlakuan lebih

rendah dari pada kelompok kontrol.

Pemberian ekstrak etanol tempe yang

mengandung Genistein kepada induk

tikus pada masa perikonsepsi

menghambat pembentukan Sel Leydig

anaknya.

Saran

Penelitian ini perlu ditindaklanjuti

dengan menambah besar sampel.

Jumlah Sel Leydig Lebih… Ni Nyoman Budiani*), I Nyoman Mangku Karmaya**), I B Putra Manuaba***), Bagus Komang Satriyasa**)

71

Page 9: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan

68

DAFTAR PUSTAKA

Adachi, T., Ono, Y., Koh K.B.,

Takashima, K., Tainaka, H.,

Matsuno, Y., Nakagawa, S.,

Todaka, E., Sakurai, K., Fukata,

H., Iguchi, T., Komiyama, M.,

Mori, C. 2004. Long-term

Alteration of Gene Expression

Without Morphological Change

in Testis After Neonatal

Exposure to Genistein in Mice:

Toxicogenomic Analysis Using

cDNA Microarray. Food and

Chemical Toxicology, 42 (3):

445–452.

Assinder, S., Davis, R., Fenwick, M.,

Glover, A. 2007. Adult-only

Exposure of Male Rats to a Diet

of High Phytoestrogen Content

Increases Apoptosis of Meiotic

and Post-Meiotic Germ Cells.

Reproduction, 133 (1): 11–19.

Bucar, F. 2013. Phytoestrogens in

Plants: With Special Reference to

Isoflavones. In: Preedy, V.R.

editors. Isoflavones Chemistry,

Analysis, Function and Effects.

UK: RSC Publishing, p 14-26.

Craig, Z.R., Wang, W., Flaws, J. 2011.

Endocrine-disrupting Chemicals

in Ovarian Function: Effects on

Steroidogenesis, Metabolism,

and Nuclear Receptor Signaling.

Reproduction, 142: 633-646.

Delbe, G., Levacher, C., Habert, R.

2006. Estrogen Effects on Fetal

and Neonatal Testicular

Development. Reproduction,

132: 527-538.

Erb, C. 2006. Embryology and

Teratology. In: Suckow,

Weisbroth, Franklin. Editors. The

Laboratory Rat. Second Edition.

London: Elsevier Academic

Press, p 818-842.

Fritz, M.A., Speroff, L. 2011. Clinical

Gynecologic Endocrinology and

Infertility. Eighth Edition.

Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins. p. 199-242.

Huff, D.S. 2011. Testis. In: Ernst, L.M.,

Ruchelli, E.D., Huff, D.S.

Editors. Color Atlas of Fetal and

Neonatal Histology. USA:

Springer, p. 121-141.

Kim, S.H., Park, M.J. 2012. Effects of

Phytoestrogen on Sexual

Development. Korean J. Pediatr,

55 (8): 265-271.

Patisaul, H.B., Jefferson, W. 2010. The

pros and cons of phytoestrogens.

Front Neuroendocrinology, 31

(4): 400-419.

Retana-Marquez, S., Hernandez, H.,

Flores, J.A., Munoz-Gutierrez,

M., Duarte, G., Vielma, J., Fitz-

Rodriguez, G., Fernandez, I.G.,

Keller, M., Delgadillo, J.A. 2012.

Effect of Phytoestrogens on

Mammalian Reproductive

Physiology. Tropical and

Subtropical Agroecosystems; 15

(Suppl. 1): 129 – S145.

Svechnikov, K. Izzo, G., Landreh, L.,

Weisser, J., and Söder, O. 2010.

Endocrine Disruptors and Leydig

Cell Function. Journal of

Biomedicine and Biotechnology,

2010: 1-10.

Uzumcu, M., Zama, A.M., Oruc, 2012,

Epigenetic Mechanisms in the

Actions of Endocrine-disrupting

Chemicals: Gonadal Effects and

Role in Female Reproduction,

Reprod Dom Anim: 47 (Suppl. 4),

338–347.

Weinbauer, G.F., Luetjens, C.M.,

Simoni, M., Nieschlag, E., 2010.

Jumlah Sel Leydig Lebih… Ni Nyoman Budiani*), I Nyoman Mangku Karmaya**), I B Putra Manuaba***), Bagus Komang Satriyasa**)

72

Page 10: Welcome to Repository Politeknik Kesehatan Denpasar - …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1527/1/BWD VI (1) Peb... · 2019. 1. 6. · kandungan gizi dan substansi aktif dengan

69

Physiology of Testicular

Function, In: Nieschlag, E., dkk.,

editors. Andrology Male

Reproductive Health and

Dysfunction. 3rd Edition. New

York: Springer. p.11-54.

Jumlah Sel Leydig Lebih… Ni Nyoman Budiani*), I Nyoman Mangku Karmaya**), I B Putra Manuaba***), Bagus Komang Satriyasa**)

73