wiwin ernawati rahmat agus santoso -...
TRANSCRIPT
1
PERILAKU BRAND SWITCHING DALAM PEMBELIAN PRODUK HANDPHONE
WIWIN ERNAWATI
RAHMAT AGUS SANTOSO
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Gresik
Kampus GKB Jl. Sumatra 101 GKB 61121 Gresik
e-mail: [email protected]
ABSTRACT This study aimed to identify factors that influence consumers' brand switching behavior in the purchase of mobile products in the district Undergraduate Theses. This study uses samples of 100 respondents, the type of data used in the primary. Data collection techniques using questionnaires and multiple linear regression analysis tool. The results demonstrated that the factor of price, satisfaction and quality simultaneously and partially have influence over purchasing decisions. All three of these factors, the most dominant influence on purchase decisions is the price factor.
Key words: Price, Customer Satisfaction and Quality.
PENDAHULUAN
Manusia dalam menjalani kehidupan
mempunyai kebutuhan dan keinginan untuk
dipenuhi, baik sifatnya biologis maupun
psikologis. Kotler (2000) membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan mendasar
manusia berupa makanan, air, tempat tinggal,
keamanan, penghargaan, pengakuan serta rasa
kepemilikan. Keinginan (wants) adalah hasrat
akan pemuas kebutuhan yang spesifik, dalam
hal ini, manusia memiliki tingkatan yang
berbeda terhadap produk dalam memuaskan
kebutuhan dan keinginan.
Faktor kepuasan merupakan kunci untuk
mempertahankan konsumen, agar membeli
kembali produk dengan merk yang sama
(loyal). Mowen (2002) mendefinisikan
kepuasan sebagai keseluruhan sikap yang
ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa
setelah memperoleh dan mengunakannya, untuk
itu perusahaan dituntut mengerti apa yang
sedang diinginkan oleh pasar.
Dalam perkembangan lingkungan bisnis
akhir-akhir ini telah memunculkan suatu gejala,
yaitu semakin banyak dan beragamnya produk
yang ditawarkan oleh perusahaan pada industri
yang sama. Produk yang ditawarkan dapat
berupa barang, jasa atau barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau
pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier.
Beragamnya produk yang ditawarkan oleh
perusahaan merupakan suatu strategi persaingan
bisnis.
Krisis ekonomi yang sedang terjadi saat ini
membuat persaingan suatu produk menjadi
semakin ketat baik di pasar domestik maupun di
pasar internasional, meskipun konsumen yang
membeli selalu ada tetapi daya belinya semakin
kecil. Konsumen menjadi semakin kritis untuk
melakukan pembelian atas produk yang di
butuhkan sa
lah satunya handphone.
Di sisi perkembangan bisnisnya,
handphone akhir-akhir ini telah menunjukkan
suatu gejala, yaitu semakin banyak dan
beragamnya produk handphone yang
ditawarkan oleh perusahaan dan pengembangan
produk handphone yang semakin cepat.
Pengembangan produk handphone yang
semakin cepat tersebut terletak pada bentuk,
ukuran dan fasilitasnya. Semakin lama bentuk
handphone semakin menarik, ukurannya
semakin kecil dan fasilitas kegunaannya
semakin lengkap. Saat ini banyak merek
handphone yang telah beredar di Indonesia,
misalnya: Nokia, Blackberry, Samsung, Sony
Ericson, Siemens, LG, Philip, Motorola,
Panasonic, ZTE, Smart, Taxco, Esia, Nexsian
dan tiap merek meluncurkan banyak model atau
seri yang bervariasi. Strategi pengembangan
produk tersebut merupakan tujuan pemasar
untuk menciptakan perilaku variety seeking
pada diri konsumen.
Untuk memenangkan persaingan,
perusahaan harus mampu memberikan yang
terbaik bagi pelanggannya yaitu dengan
memberikan kualitas yang lebih baik, produk
2
yang lebih murah, dan pelayanan yang lebih
baik. Jika pelanggan kurang puas maka
kemungkinan pelanggan akan beralih ke merek
lain, hal tersebut menyebabkan turunnya angka
penjualan yang diikuti berkurangnya pangsa
pasar (market share) sehingga akan
menurunkan laba yang dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan itu sendiri.
Banyak perusahaan yang telah
membuktikan bahwa oleh kuatnya strategi
pengembangan produk yang dilakukan
merupakan tujuan pemasar untuk menciptakan
perilaku mencari keragaman (variety seeking)
pada konsumen merek lain. Variety Seeking
adalah perilaku dari konsumen yang berusaha
untuk mencari keberagaman merek di luar
kebiasaannya karena tingkat keterlibatan
beberapa produk rendah.
Perilaku variety seeking menurut Kahn,
Kalnawi, dan Morrison (1999,46) disebut juga
sebagai kecenderungan individu-individu untuk
mencari keberagaman dalam memilih jasa
untuk mencari keberagaman dalam memilih
jasa atau barang pada suatu waktu yang timbul
karena beberapa alasan yang berbeda. Perilaku
semacam ini sering terjadi pada beberapa
produk dimana tingkat keterlibatan produk itu
rendah (low involvement). Tingkat keterlibatan
produk dikatakan rendah, apabila dalam proses
pembuatan keputusan konsumen tidak
melibatkan banyak faktor dan informasi yang
harus ikut dipertimbangkan. Perilaku variety
seeking ini cenderung akan terjadi pada
pembelian sebuah produk yang menimbulkan
risiko minimal yang akan ditanggung konsumen
dan pada waktu konsumen kurang memiliki
komitmen terhadap merek tertentu (Assael,
1999) perilaku variety seeking ini akan
menimbulkan perilaku brand switching
konsumen.
Perilaku brand switching yang timbul
akibat adanya perilaku variety seeking perlu
mendapat perhatian pemasar. Perilaku ini tidak
hanya cenderung terjadi pada produk yang
memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah
(low involvement), akan tetapi terjadi juga pada
produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high
involuement). Tingkat keterlibatan produk
dikatakan tinggi, apabila konsumen melibatkan
banyak faktor pertimbangan dan informasi yang
harus diperoleh sebelum mengambil keputusan
untuk membeli.Adapun faktor yang termasuk
dalam pertimbangan tersebut adalah risiko,
yaitu risiko performance, fisik, keuangan dan
waktu. Biasanya tingkat keterlibatan yang
tinggi (high involvement) terjadi pada
pembelian produk-produk otomotif dan
elektronik (sambandam, dalam Wulan dan
Alimuddin, 2004).
Telepon genggam (handphone) atau
telepon selular saat ini sudah menjadi bagian
dari gaya hidup masyarakat dimana
kepemilikannya tidak hanya didasarkan pada
fungsi utama handphone sebagai alat
komunikasi, tetapi Fitur tambahan serta desain
produk juga menjadi dasar pertimbangan dalam
memutuskan memilih jenis atau merek produk.
Masyarakat beranggapan bahwa handphone
yang dimiliknya menggambarkan status sosial
pemiliknya. Memiliki handphone yang baru dan
mahal menunjukkan status ekonomi yang
mapan dan trend. Ada konsumen yang
menganggap bahwa handphone adalah
merupakan alat komunikasi, maka bentuk, fitur
serta teknologi yang melengkapinya tidaklah
begitu penting, masyarakat yang menggunakan
handphone tipe lama sepanjang fungsinya
sebagai alat komunikasi tetap berfungsi.
Handphone merupakan simbol kehidupan
sehari-hari dan hampir semua orang memiliki
serta menggunakannya. Handphone bukan
hanya milik orang dewasa, akan tetapi juga
dimiliki oleh anak-anak muda dari siswa
sekolah dasar, sekolah menengah sampai
perguruan tinggi dan orang tua. Handphone
telah merambah melintasi perbedaan strata
sosial dan status ekonomi, seiring dengan
semakin murahnya harga handphone serta
tersedianya produk-produk second hand
(barang bekas pakai) hampir tersedia di semua
counter penjualan, juga adanya upaya dari
beberapa provider handphone untuk melayani
segmen pasar tertentu dengan harga yang dapat
terjangkau.
Mengingat banyaknya pilihan merek dan
tipe handphone yang ditawarkan dipasaran,
serta seiring dengan perubahan selera
konsumen maka tidak jarang dalam kurun
waktu singkat seorang pengguna berganti
merek atau tipe handphone dari suatu merek ke
merek lainnya. Hal semacam itu menunjukkan
bahwa produk handphone sangat rentan dengan
perilaku variety seeking.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
pelanggan untuk loyal atau berpindah merek.
Pertama adalah harga, karena harga merupakan
3
nilai produk yang harus dibayarkan oleh
konsumen. Sebagai contoh, harga yang
ditawarkan suatu merek yang terlalu mahal
sementara karakteristik yang ditawarkan sama
dengan merek saingannya, hal semacam itu
juga dapat menyebabkan perpindahan merek.
Faktor yang kedua adalah ketidakpuasan,
Ketidakpuasan atas produk dan merek sebagai
hasil dari dua variabel kognitif antara lain
harapan para pembelian dan ketidakcocokan.
Terakhir adalah Kualitas produk, dimana
kualitas mencerminkan kemampuan produk
untuk menjalankan sesuai dengan fungsinya.
apabila terdapat produk atau merek tertentu
yang kualitasnya buruk atau kurang baik, maka
konsumen akan enggan untuk menggunakannya
dan memungkinkan untuk beralih pada produk
atau merek yang lain.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
ada maka dapat dirumuskan permasalahan,
yaitu apakah harga, kepuasan, dan kualitas
berpengaruh secara parsial dan simultan
terhadap perilaku Brand Switching pembelian
Handphone? Tujuan Penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh harga, kepuasan, dan
kualitas secara parsial dan simultan terhadap
perilaku Brand Switching pembelian
Handphone.
Menurut (Tjiptono, 1999) harga juga dapat
menentukan keputusan pembelian apabila harga
yang ditetapkan harus sesuai dengan apa yang
didapatkan oleh konsumen, dengan kata lain
apa yang dibayar sesuai dengan apa yang
didapat. Randall,Ulrich dan Rebsetain
(2000;22) mengatakan “When evaluating a
product, consumers brand”. Berdasarkan
pendapat tersebut, ketika berbagai alternatif
telah diperoleh konsumen melakukan evaluasi
alternatif. Evaluasi alternatif tersebut, dalam
keberadaanya ditentukan oleh keterlibatan
konsumen dengan produk yang akan dibelinya.
Setelah konsumen mempunyai evaluasi
alternatif maka konsumen membuat keputusan
untuk membeli, dan penilaian keputusan
menyebabkan konsumen membentuk pilihan
merek diantara beberapa merek yang tersedia.
Proses keputusan pembelian konsumen akan
terjadi jika konsumen melihat kualitas produk
yang diberikan memenuhi keinginan atau
harapan konsumen, dan untuk mengetahui
apakah kualitas produk tersebut bagus, dilihat
dari fiture, reabilty, perfomence, maka
konsumen akan membuat keputusan untuk
membeli. Berdasarkan hal ini, maka hipotesinya
adalah ada pengaruh harga, kepuasan, kualitas
secara parsial dan simultan terhadap perilaku
Brand Switching pembelian Handphone.
METODE
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam
menyusun penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan merumuskan hipotesis yang
selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis,
pengukuran data dan membuat prediksi serta
mendapatkan makna dan implikasi dari suatu
masalah yang ingin dipecahkan. Metode yang
digunakan adalah metode assosiatif kausal. Jadi
disini ada variabel independent (variabel yang
mempengaruhi) dan dependent (dipengaruhi).
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kebomas
Gresik.
Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah Masyarakat Kecamatan
Kebomas Gresik yang pernah melakukan Brand
switching. Dalam penentuan sampel yang
dipergunakan adalah non probability sampling
yaitu metode penarikan sampel tanpa
mengetahui peluang dari tiap responden yang
akan disurvei. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling dan accidental
sampling. Purposive sampling dilakukan
dengan mengambil orang-orang yang terpilih
menururt ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh
sampel itu, serta dipilih secara cermat hingga
relevan dengan desain penelitian (Nasution,
2006;1998) Accidental sampling adalah teknik
penentu sampel berdasarkan kebetulan, yaitu
siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang cocok sebagai sumber
data (Sugiyono, 2006;77). Menurut Roscoe
dalam Sugiono (2002:27) ukuran sampel yang
layak digunakan antara 30 sampai 100
responden, Menurut Aaker dalam Prayoga
(2006;45) yang menyatakan “that the sample be
large enough so that when it divided into group
will have minimum sample size of 100 or
more”. Jadi jumlah sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah 100 orang responden.
Variabel adalah karakter atau sifat dari
objek kajian yang relevan dengan permasalahan
penelitian (Solimun, 2002;3). Independent
adalah suatu variabel yang menjadi pusat
perhatian peneliti yang variabilitas /
keragamanya merupakan suatu kondisi yang
ingin diselediki. Variabel independen yang
4
digunakan dalam penelitian ini; harga,
kepuasan, dan kualitas. Dependent adalah suatu
variabel yang menjadi pusat perhatian peneliti
yang variabilitas / keragamanya ditentukan atau
dipengaruhi variabel lainnya. Penelitian ini
yang menjadi variabel terikat adalah keputusan
pembelian adalah proses tahap demi tahap yang
dilakukan konsumen ketika membeli barang
dan jasa.
Harga adalah sejumlah uang yang harus
dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan
suatu produk handphone. Indikator pertama,
potongan harga merupakan pengurangan harga
jual bagi pembeli yang telah membeli dalam
jumlah besar. Kedua, harga handphone
merupakan harga produk yang diperjualbelikan
oleh perusahaan. Kepuasan adalah perasaan
senang atau kecewa yang berasal dari
perbandingan antara kesannya atau hasil kinerja
suatu produk dan harapan-harapannya.
Indikator pertama, keamanan pelayanan,
terjadinya tingkat keamanan lingkungan.
Kedua, kinerja, persepsi pelanggan terhadap
apa yang konsumen terima setelah
mengkonsumsi produk yang dibeli. Ketiga,
harapan, perkiraan atau keyakinan pelanggan
tentang apa yang akan diterimanya apabila
membeli atau mengkonsumsi suatu produk.
Kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan,
dan pengendalian keragaman dalam mencapai
mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Indikator pertama, fitur
(keistimewaan tambahan) merupakan panggilan
dan tanda sebagai karakteristik utama
panggilan. Kedua, estetika merupakan
bagaimana produk dilihat, dirasakan, dan
didengar. Ketiga, daya tahan, merupakan umur
produk. Keputusan pembelian adalah proses
tahap demi tahap yang dilakukan konsumen
ketika membeli barang dan jasa. Indikator
pertama, pembelian handphone dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Kedua, pilihan tepat. Ketiga, pembelian
handphone dapat merasakan kepuasan.
Jenis data yang digunakan adalah data
primer, yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari responden dengan cara pengisian
kuisioner yang disesuaikan dengan karakteristik
sampel yang ada. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah metode kuisioner, yaitu
dengan cara mengajukan angket kepada
responden yang berisikan daftar pertanyaan
metode ini digunakan untuk mendapatkan data
mengenai Brand Switching konsumen dalam
pembelian Handphone.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Responden menyatakan setuju bahwa potongan
harga mempengaruhi untuk melakukan
keputusan pembelian, dan sangat setuju bahwa
harga handphone mempengaruhi untuk
keputusan pembelian. Jadi berdasarkan variabel
harga, responden menyatakan setuju bahwa
sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh
konsumen untuk mendapat Handphone
berpengaruh dalam keputusan pembelian.
Responden menyatakan setuju bahwa
keamanan pelayanan membuat untuk
melakukan keputusan pembelian, dan
responden menyatakan setuju bahwa kinerja
membuat untuk melakukan keputusan
pembelian, serta sangat setuju bahwa harapan
produk membuat untuk melakukan keputusan
pembelian. Jadi berdasarkan variabel kepuasan,
responden menyatakan setuju bahwa perasaan
yang berasal dari perbandingan antara kesannya
atau hasil kinerja.
Responden menyatakan sangat setuju fitur
pada produk handphone untuk melakukan
keputusan pembelian, dan setuju bahwa nilai
estetika dapat mempengaruhi keputusan
pembelian, serta sangat setuju bahwa daya
tahan mempengaruhi keputusan pembelian. Jadi
berdasarkan variabel kualitas, responden
menyatakan setuju bahwa tingkat mutu yang
diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam
mencapai mutu berpengaruh dalam keputusan
pembelian handphone suatu produk dan
harapan-harapanya berpengaruh dalam
keputusan pembelian.
Responden menyatakan setuju bahwa
pembelian handphone dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen, dan setuju
bahwa pembelian handphone merupakan suatu
pilihan yang tepat, serta setuju bahwa
pembelian handphone dapat merasakan
kepuasan. Jadi berdasarkan variabel keputusan
pembelian, responden menyatakan setuju
bahwa proses tahap demi tahap yang dilakukan
konsumen untuk membeli barang dan jasa.
Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan instrumen. Dalam pengujian ini
digunakan analisis korelasi product moment.
Untuk pengukuran validitas dilakukan dengan
mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan
5
dengan total skor variabel, uji signifikansi atau
validitas dilakukan dengan membandingkan
nilai rhitung dengan rtabel dengan rumus korelasi
product moment (Santoso, 2005;280). Uji
signifikansi dilakukan dengan membandingkan
nilai rhasil > rtabel, maka butir pertanyaan tersebut
dikatakan valid (Ghozali, 2002;42). Tabel r
untuk df = N - 2 = 98 tingkat signifikansi 5%
didapat angka 0,195.
Berdasarkan hasil uji validitas instrumen
variabel harga menunjukkan rhasil > rtabel, maka
seluruh butir pertanyaan dari variabel harga
terbukti valid.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Variabel Harga Pertanyaan rhasil Sig
n
Keterang
an
X1.1 0,911 0,00
0
Valid
X1.2 0,884 0,00
0
Valid
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan Pertanyaan rhasil Sig
n
Keterang
an
X2.1 0,850 0,00
0
Valid
X2.2 0,732 0,00
0
Valid
X2.3 0,737 0,00
0
Valid
Berdasarkan hasil uji validitas instrumen
variabel kepuasan menunjukkan rhasil > rtabel,
maka seluruh butir pertanyaan dari variabel
kepuasan terbukti valid.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pertanyaan rhasil Sig
n
Keteranga
n
X3.1 0,78
3
0,00
0
Valid
X3.2 0,71
6
0,00
0
Valid
X3.3 0,85
9
0,00
0
Valid
Berdasarkan hasil uji validitas instrumen
variabel kualitas menunjukkan rhasil > rtabel,
maka seluruh butir pertanyaan dari variabel
kualitas terbukti valid.
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Variabel
Keputusan Pembelian Pertanyaan rhasil Sig
n
Keteranga
n
Y.1 0,73
7
0,00
0
Valid
Y.2 0,85
5
0,00
0
Valid
Y.3 0,83
2
0,00
0
Valid
Berdasarkan hasil uji validitas instrumen
variabel keputusan pembelian menunjukkan
rhasil > rtabel, maka seluruh butir pertanyaan dari
variabel keputusan pembelian terbukti valid.
Reliabilitas adalah ukuran yang
menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam
mengukur gejala yang sama di lain kesempatan
(Santoso dan Ashari, 2005:251). Dalam
penelitian ini teknik yang digunakan untuk
mengukur konsistensi internal adalah koefisien
alfa atau crobanch’s alpha. Fungsi dari
crobanch’s alpha untuk mengukur tingkat
reabilitas konsistensi internal diantara butir-
butir pertanyaan dalam suatu instrument untuk
mengukur construct tertentu (Indrianto dan
Supomo, 1999:181). Suatu variabel dikatakan
reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu. Dalam uji reliabilitas ini
suatu butir atau variabel dikatakan valid jika
ralpha > rtabel (Santoso, 2001;280).
Tabel r untuk df = N – 2 = 98 tingkat
signifikansi 5% didapat angka 0,195. Rumus
(Santoso, 2005;280):
Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Item Alp
ha
Keterang
an
Harga 0,75
6
Reliabel
Kepuasan 0,66
4
Reliabel
Kualitas 0,69
3
Reliabel
6
Keputusan
Pembelian
0,73
6
Reliabel
Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel
bebas dan variabel terikat mempunyai nilai ralpha
positif dan lebih besar dari rtabel, maka item-item
pernyataan seluruhnya dianggap reliabel atau
handal.
Persamaan regresi yang diperoleh dari
analisis data harus menghasilkan estimator
linear tidak terbatas atau bersifat BLUE (Best
Linear Unbias Estimator) sehingga dalam
pengambilan keputusan penentuan hipotesis
dalam uji t dan uji F tidak terjadi bias. Untuk
menghasilkan keputusan yang BLUE maka
harus dipenuhi beberapa asumsi. Pertama,
Autokorelasi. Autokorelasi artinya terdapat
pengaruh dari variabel dalam model melalui
tenggang waktu. Hal ini berarti bahwa nilai
variabel saat ini akan berpengaruh terhadap
nilai variabel lain pada masa yang akan datang.
Jika dalam suatu model regresi terdapat
autokorelasi maka akan menyebabkan varians
sampel tidak dapat menggambarkan varians
populasinya dan model regresi yang dihasilkan
tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai
variabel independen tertentu. Untuk
mendiagnosis ada atau tidaknya autokorelasi
dalam suatu model regresi dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengujian terhadap
nilai Uji Durbin-Watson (Uji DW). tabel DW
untuk K = 3 tingkat signifikansi 5% didapat
angka dl = 1,61 dan du = 1,74. Pengambilan
keputusan ada tidaknya autokorelasi sebagai
berikut:
1. Bila nilai DW terletak antara batas atas
(du) dan (4-du), maka koefisien
autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak
ada autokorelasi.
2. Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas
bawah (dl), maka koefisien autokorelasi
lebih besar dari pada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar dari pada (4-dl),
maka koefisien autokorelasi lebih kecil
dari pada nol, berarti ada autokorelasi
negatif.
4. Bila nilai DW terletak diantara batas atas
(du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak
antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya
tidak dapat disimpulkan.
Dari tabel Durbin Watson diketahui jumlah
variabel bebas K = 3 sedangkan jumlah
pengamatan 100 maka diperoleh dl=1,61 dan
du=1,74. Nilai Hasil Durbin Watson 1,792,
maka tidak ada autokorelasi.
Gambar 1. Kuva Durbin Watson
Kedua,Multikolinearitas artinya variabel
independen yang satu dengan independen yang
lain dalam model regresi saling berhubungan
secara sempurna atau mendekati sempurna.
Apabila pada model regresi terdapat
multikolinearitas maka akan menyebabkan
kesalahan estimasi akan cenderung meningkat
dengan bertambahnya variabel independen,
tingkat signifikasi yang digunakan untuk
menolak hipotesis nol akan semakin besar dan
probabilitas menerima hipotesis yang salah juga
semakin besar, hal ini akan mengakibatkan
model regresi yang diperoleh tidak valid untuk
menaksir nilai variabel independen. Model
regresi yang baik seharusnya tidak mengandung
korelasi diantara variabel independen. Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai tolerance value dan value
inflation (VIF).
Apabila nilai tolerance value < 0,10 dan
VIF > 10, maka terjadi multikolinearitas. Jika
nilai tolerance value > 0,10 dan VIF < 10 maka
tidak terjadi multikolinearitas.
Tabel 6. Koefisien tolerance value dan VIF
Masing-masing Variabel Variabe
l Bebas
Tolera
nce Value
VI
F
Keterangan
Harga 0,460 2,
172
Nonmultikolinier
itas
Kepuas
an
0,553 1,
810
Nonmultikolinier
itas
Kualitas 0,543 1,
840
Nonmultikolinier
itas
Dari hasil pengelolahan data diperoleh
nilai tolerance value dan VIF dari variabel
bebas adalah lebih besar 0,10 dan lebih kecil
dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa model
7
regresi tidak memiliki masalah
multikolinieritas.
Ketiga, Heteroskedastisitas. Penyimpangan
asumsi model klasik yang lain adalah adanya
heteroskedastisitas. Artinya, varians variabel
dalam model tidak sama (konstan). Hal ini bisa
diidentifikasi dengan cara melakukan Uji
Glesjer, yaitu dengan meregresikan nilai absolut
residual terhadap seluruh variabel bebas
mempunyai nilai thitung yang tidak signifikan
maka dapat dikatakan bahwa model dalam
penelitian lolos dari adanya heteroskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 7. Hasil Uji Glesjer Variabel Bebas thitun
g
Taraf
Signifikan
Harga 0,17
8
0,859
Kepuasan -
0,538
0,592
Kualitas 0,55
9
0,578
Diperoleh thitung semua variabel bebas
terhadap nilai absolut residual tidak signifikan
maka berarti tidak terjadi heterokedastisitas.
Tabel 8. Uji Regresi Linier Berganda Model Unstd coff Std
Coe
f
T Si
g
B Std.
Error
Bet
a
(Cons
tant)
-
0,438
0,40
8
-
1,072
0,
286
Harga 0,35
2
0,10
0
0,35
0
3,52
4
0,
001
Kepua
san
0,30
8
0,11
3
0,24
7
2,72
6
0,
008
Kualit
as
0,35
5
0,12
0
0,27
0
2,95
0
0,
004
Berdasarkan Tabel 8., maka persamaan
regresi: Y = -0,438 + 0,352X1 + 0,308X2 +
0,355X3
Nilai R square sebesar 0,564, artinya variasi
dalam variabel-variabel bebas mampu
menjelaskan keputusan pembelian (Y) sebesar
56,4%. Nilai Adjusted R square menunjukkan
nilai 0,551 atau 55,1%, ini artinya bahwa
variabel-variabel bebas dalam penelitian ini
harga (X1), kepuasan (X2) dan kualitas (X3),
mampu menjelaskan sebesar 55,1% variasi
perubahan keputusan pembelian (Y), sedangkan
sisanya sebesar 44,9% dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak terdapat dalam model. Korelasi
antara variabel-variabel bebas dengan variabel
terikat sebesar 75,1% (R = 0,751), ini
menunjukkan korelasi tersebut berada pada
tahap kuat.
Untuk menguji suatu hipotesis, maka
dilakukan uji statistik. Pertama, Uji t. Uji ini
digunakan untuk menguji pengaruh variabel
bebas (independen) terhadap variabel terikat
(dependen) secara parsial.
Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : β1 = 0
Maka tidak ada pengaruh yang antara variabel
X (bebas) dan variabel Y (terikat) secara parsial
Ha : β1 ≠ 0
Maka ada pengaruh signifikan antara variabel X
(bebas) dan variabel Y (terikat) secara parsial
)(biSe
bihitungt
Tingkat signifikansi /2 = 0,05/2 = 0,025 dengan
df = n - k = 97.
Jika thitung ≥ ttabel (1,9847), maka Ho ditolak dan
Ha diterima, yang artinya ada pengaruh antara
variabel X (bebas) dan variabel Y (terikat).
Jika thitung < ttabel (1,9847), maka Ho
diterima dan Ha ditolak, yang artinya tidak ada
pengaruh antara variabel X (bebas) dan variabel
Y (terikat).
Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung
harga (3,524) > ttabel (1,9847) maka H0 ditolak
pada tingkat signifikansi 5% sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa variabel harga (X1)
berpengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian (Y) handphone. Berdasarkan
perhitungan diperoleh thitung kepuasan (2,726) > ttabel
(1,9847) maka H0 ditolak pada tingkat
signifikansi 5% sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa variabel kepuasan (X2)
berpengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian (Y) handphone. Berdasarkan
perhitungan diperoleh thitung kualitas (2,950) > ttabel
(1,9847) maka H0 ditolak pada tingkat
signifikansi 5% sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa variabel kualitas (X3)
berpengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian (Y) handphone.
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh
variabel-variabel bebas (independen) terhadap
variabel terikat (dependen) secara bersama-
sama.
Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : β1 = 0
8
Maka tidak hanya ada pengaruh yang
signifikan antara variabel X (bebas) dan
variabel Y (terikat) secara bersama-sama
Ha : β1 ≠ 0
Maka ada pengaruh yang signifikan antara
variabel X (bebas) dan variabel Y (terikat)
secara bersama-sama.
Rumus (Sugiyono, 2008;192):
)1/()1(
)/(2
knR
kRhitungF
Keterangan:
R = Koefisien regresi
k = Jumlah variabel independen
n = jumlah anggota sampel
Tingkat signifikansi (5%) = 0,05 dengan df
= n – k - 1 = 96.
Jika Fhitung ≥ Ftabel (2,7), maka Ho ditolak
dan Ha diterima, yang artinya ada pengaruh
antara variabel X (bebas) dengan variabel Y
(terikat). Jika Fhitung < Ftabel (2,7), maka Ho
diterima dan Ha ditolak, yang artinya tidak ada
pengaruh antara variabel X (bebas) dengan
variabel Y (terikat).
Berdasarkan perhitungan Fhitung 41,468
dengan taraf signifikansi 0,000, maka H0
ditolak dan H1 diterima, hal ini karena Fhitung
41,468 > Ftabel 2,7 dan nilai signifikansi F yang
lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Harga (X1),
kepuasan (X2) dan kualitas (X3) secara
simultan berpengaruh terhadap keputusan
pembelian (Y) handphone.
Pembuktian hipotesis regresi secara parsial
(uji t) ditunjukkan untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel bebas yang terdiri dari
harga, kepuasan, dan kualitas secara parsial
terhadap variabel terikat yaitu keputusan
pembelian handphone. Harga mempunyai
pengaruh secara parsial terhadap keputusan
pembelian handphone di Kecamatan kebomas
Gresik. Hasil dari pengaruh harga terhadap
keputusan pembelian handphone terjadi apabila
harga yang ditetapkan harus sesuai dengan apa
yang didapatkan oleh konsumen, dengan kata
lain apa yang dibayar sesuai dengan apa yang
didapat (Tjiptono 1999).
Kepuasan mempunyai pengaruh secara
parsial terhadap keputusan pembelian
handphone di kecamatan Kebomas Gresik.
Kepuasan merupakan perasaan senang atau
kecewa yang berasal dari perbandingan antara
kesannya atau hasil kerja suatu produk dan
harapan-harapannya. Menurut Randall, Ulrich
dan Rebsetain (2000;22), Mengatakan“When
evaluating a product, consumers brand”.
Berdasarkan pendapat tersebut, ketika berbagai
alternatif telah diperoleh konsumen melakukan
evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif tersebut,
dalam keberadaanya ditentukan oleh
keterlibatan konsumen dengan produk yang
akan dibelinya. Setelah konsumen mempunyai
evaluasi alternatif maka konsumen membuat
keputusan untuk membeli, dan penilaian
keputusan menyebabkan konsumen membentuk
pilihan merek diantara beberapa merek yang
tersedia.
Kualitas mempunyai pengaruh secara
parsial terhadap keputusan pembelian
handphone di kecamatan Kebomas Gresik.
Tjiptono (1999;45) mengatakan proses
keputusan pembelian konsumen akan terjadi
jika konsumen melihat kualitas produk yang
diberikan memenuhi keinginan atau harapan
konsumen, dan untuk mengetahui apakah
kualitas produk tersebut bagus, dilihat dari
fiture, reabilty, perfomence, maka konsumen
akan membuat keputusan untuk membeli.
Hasil uji hipotesis melalui uji F
menyatakan bahwa variabel harga, kepuasan,
dan kualitas secara simultan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keputusan pembelian
handphone di kecamatan Kebomas Gresik.
Menurut Husein Umar, (2002:37) mengatakan
harga, kualitas, kepuasan merupakan hal yang
paling berpengaruh karena harga akan menjadi
salah satu pilihan konsumen untuk mengunakan
produk tersebut produk dengan harga yang
lebih murah, fasilitas yang mudah didapatkan
dan murah akan lebih diminati masyarakat,
sedangkan kualitas produk akan memberikan
kepuasan dan kenyamanan bagi konsumen.
SIMPULAN
Untuk meningkatkan volume penjualan pada
perusahaan Handphone maka hendaknya
perusahaan lebih memperhatikan faktor harga,
kepuasan, kualitas. Hal ini mengingat ketiga
variabel tersebut merupakan yang paling
mendasar dalam menentukan keputusan
pembelian.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, 1999, Manajemen Pemasaran dan Jasa,
Penerbit ALFABETA, Bandung.
Assael, 2000, Consumer Behaviour, Seventh
Edition, Cincinati: Sourth Westarn
Collage Publising.
9
Charles, 2000, Strategi Pemasaran, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Dharmmesta, 2000, Strategi Pemasaran,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Ganes, 2000, Strategi Pemasaran, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Ghozali, Imam, 2002, Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program SPSS,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro..
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, 2002,
Metodologi Penelitian Bisnis: Akuntansi
dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta.
Kotler, Philip, 2000, Manajemen Pemasaran
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Khan,Kalnawi, dan Morrison, 1999,
Manajemen Pemasaran dan Jasa, Penerbit
ALFABETA, Bandung.
Khotijah, 2004, Manajemen Pemasaran
Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia.
Mowen, 2002, Perilaku Konsumen, jilid 1 dan 2
Edisi 5, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Randall, 2000, Perilaku Konsumen, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Santoso, Singgih, 2005, Mengatasi Berbagai
Masalah Dengan SPSS, Cetakan Ke
Tiga, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sugiyono, 2008, Metodologi Penelitian Bisnis,
Alfabeta, Bandung.
10
PERAN PRAKTEK CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI MODERATING VARIABEL DARI PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
SUWANDI
ZULIA
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Gresik
Kampus GKB Jl. Sumatra 101 GKB 61121 Gresik
e-mail: [email protected]
ABSTRACT This study aims to examine the role of corporate governance practices as a moderating variable of the effect of earnings management on firm value. Research carried out by testing the effect of earnings management as an independent variable, the value of the company as the dependent variable, and corporate governance (institutional ownership, the audit committee, independent commissioner) as a moderating variable. The sample used in this study amounted to 30 companies listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) during the years 2006-2009 so we get 120 samples. This sample was selected using a purposive sampling method. Firm value is measured using (Market / book-M / B) and as many as two hypotheses tested in this study using multiple regression analysis models and descriptive statistics. The results show that corporate governance mechanisms are exemplified by institutional ownership, independent audit committee and the commissioner had no effect on earnings management. Institutional ownership, independent commissioner has no effect on firm value. Meanwhile, the audit committee significant positive effect on firm value.
Key words: institutional ownership, the audit committee, independent commissioners, Earnings
management and corporate value.
PENDAHULUAN
Masalah corporate governance dapat ditelusuri
dari pengembangan egency theory yang
menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang
terlibat dalam perusahaan (manager, pemilik
perusahaan dan kreditor) akan berprilaku,
karena mereka pada dasarnya mempunyai
kepentingan yang berbeda. Masalah corporate
governance terjadi karena pemisahan
kepentingan antara kepemilikan dan
pengendalian perusahaan (Tumirin, 2007).
Menurut Organisation for Economic Co-
Operation and Development (OECD) corporate
governance merupakan interaksi antara pemilik
dan manager dalam pengawasan dan
pengarahan perusahaan. Good governance
secara tradisional menunjukkan apakah sistem
dan prosedur menjamin secara baik bahwa
manager bertanggungjawab terhadap aset yang
mereka percayakan. Prinsip-prinsip dari good
corporate adalah: pemenuhan hak pemegang
saham, perlakuan yang adil terhadap pemegang
saham, peran stakeholders, penjelasan dan
transparansi, dan pertanggungjawaban lembaga.
(OECD, 1992) dalam (Tumirin, 2007).
Salah satu cara yang dilakukan manajemen
dalam proses penyusunan laporan keuangan
yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang
ditampilkan adalah earnings management yang
diharapkan dapat meningkatkan nilai
perusahaan pada saat tertentu. Tujuan earning
management adalah meningkatkan
kesejahteraan pihak tertentu walaupun dalam
jangka panjang tidak terdapat perbedaan laba
kumulatif perusahaan dengan laba yang dapat
diidentifikasikan sebagai suatu keuntungan
(Fischer, dkk.,1995).
Earnings management dapat menimbulkan
masalah-masalah keagenan (agency cost) yang
dipicu dari adanya pemisahan peran atau
perbedaan kepentingan antara pemegang saham
(principal) dengan pengelola atau manajemen
perusahaan (agent). Manajemen selaku
pengelola perusahaan memiliki informasi
tentang perusahaan lebih banyak dan lebih
dahulu daripada pemegang saham sehingga
terjadi asimetri informasi yang memungkinkan
manajemen melakukan praktek akuntansi
dengan orientasi pada laba untuk mencapai
suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang
11
mengakibatkan adanya oportunistik manajemen
yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan
semu, sehingga akan menyebabkan nilai
perusahaan berkurang dimasa yang akan datang
(Herawati, 2008).
Teori agensi memberikan pandangan
bahwa masalah earnings management dapat
diminimumkan dengan pengawasan sendiri
melalui good corporate governance.
Mekanisme corporate governance yang dipakai
dalam penelitian ini mengenai corporate
governance yang bertujuan untuk mengurangi
konflik keagenan, yaitu komite audit, komisaris
independen, kepemilikan institusional
(Herawati, 2008).
Praktek earnings management oleh
manajemen dapat diminimumkan melalui
mekanisme monitoring untuk menyelaraskan
(alignment) perbedaan kepentingan pemilik dan
manajemen antara lain dengan: (1)
memperbesar kepemilikan saham perusahaan
oleh manajemen (manajerial ownership)
(Jensen Meckling, 1976); (2) Kepemilikan
saham oleh institusional karena mereka
dianggap sebagai sophisticated investor dengan
jumlah kepemilikan yang cukup signifikan
dapat memonitor manajemen yang berdampak
mengurangi motivasi manajer untuk melakukan
earnings manajement. (Pratama dan Mas‟ud,
2003); (3) Peran monitoring yang dilakukan
dewan komisaris independen (Barnhart &
Rosenstein, 1998); (4) Kualitas audit yang
dilihat dari peran auditor yang memiliki
kompetensi yang memadai dan bersikap
independen sehingga menjadi pihak yang dapat
memberikan kepastian terhadap integritas
angka-angka akuntansi yang dilaporkan
manajemen (Mayangsari, 2003).
Hubungan praktek corporate governance
memiliki hubungan yang signifikan terhadap
earnings management. Seperti, penelitian yang
dilakukan Herawati 2008, Sialagan dan
machfoedz, 2006 sedangkan menurut Boediono,
2005 tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara praktek corporate governance terhadap
nilai perusahaan.
Konflik keagenan yang mengakibatkan
adanya sifat opportunistic manajemen akan
mengakibatkan rendahnya kualitas laba.
Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat
kesalahan pembuatan keputusan kepada para
pemakainya seperti para investor dan kreditor,
sehingga nilai perusahaan akan berkurang. Dari
uraian latar belakang maka peneliti ingin
mengambil judul “ Peran Praktek Corporate
Governance sebagai Moderating Variabel dari
Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai
Perusahaan”.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis
pertama yang akan diuji dalam penelitian ini
adalah:
H1:Earnings Management berpengaruh
terhadap Nilai Perusahaan.
H2:Praktek Corporate Governance
memperkuat pengaruh Earning
Manajement terhadap Nilai perusahaan.
METODE
Earnings management merupakan salah satu
intervensi dengan maksud tertentu terhadap
proses pelaporan keuangan eksternal dengan
sengaja untuk memperoleh beberapa
keuntungan pribadi (Schipper, 1989).
Penggunaan discretionary accrual sebagai
proksi manajemen laba dihitung dengan
menggunakan Modified jones Model (Dechow,
1995).
TAit = NIit – CFO it
TAit : Total akrual perusahaan i pada tahun t
NIit : Laba bersih ( Net income ) Perusahaan
i pada tahun t
CFOit : Kas dari operasi (cash flow from
operation) perusahaan i pada tahun t
Total akrual sebuah perusahaan adalah
penjumlahan dari discretionary accruals & non
discretionary accruals.
TAit = NDAit + DAit
NDAit : Non discretionary accruals
perusahaan i pada tahun t
DAit : Discretionary accruals perusahaan i
pada tahun t
Selanjutnya digunakan modifikasi model
Jones untuk memisahkan discretionary accrual.
model ini merumuskan tingkat non
discretionary accruals sebagai suatu fungsi
perbedaan antara perubahan pendapatan,
perubahan piutang dan tingkat laba dari tanah,
bangunan serta peralatan (plat, property,an
equipment) dengan menggunakan modifikasi
model Jones, nilai total accruals diestimasi
dengan persamaan regresi yaitu:
TAit / Ait-1 = α (1/ Ait-1) + β1 (∆REVit - ∆RECit
/Ait-1 + β2 (PPEit / Ait) + e
Lalu dengan menggunakan koefisien
tersebut (a, β1, β2) Nilai non discretionary
accrual dihitung dengan rumus:
12
NDAit = α (1/Ait-1) + β1 (∆REVit-∆RECit) / Ait-1
+ β2 (PPEit / Ait-1)
NDAit : Non discretionary accruals
perusahaan i pada tahun t
Ait : total aktiva perusahaan i pada
period eke t-1
∆REVit : perubahan pendapatan
perusahaan i pada periode ke t
∆RECit : perubahan piutang bersih
perusahaan i pada periode ke t
PPEit : aktiva tetap perusahaan i pada
periode ke t.
a1, β1
1,β2
1 : Fitted coefisient yang
diperoleh dari hasil regresi.
Modifikasi Model Jonnes
Selanjunya, Nilai discretionary accruals
didapatkan dengan mengurangkan total accrual
dengan nilai non discretionary accrual nya.
DAit = TAit / Ait - NDAit
Indikasi bahwa perusahaan tidak dapat
melakukan manajemen laba adalah jika total
accrualnya dengan nilai non discretionary
accrual atau jika DAit = 0. DAit yang bernilai
positif merupakan indikasi bahwa perusahaan
melakukan manajemen laba dengan pola
increasing income.
Corporate governance merupakan
seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antar pemegang saham, pengurus,
kreditur, karyawan serta pemegang kepentingan
intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka atau sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan. Yang termasuk dalam praktek
corporate governance adalah kepemilikan
institusional, komite audit dan komisaris
independen (Herawati, 2008).
Adanya kepemilikan institusional dapat
memantau secara professional perkembangan
investasinya maka tingkat pengendalian
terhadap manajemen sangat tinggi sehingga
potensi kecurangan dapat ditekan. Kepemilikan
institusional di ukur menggunakan indikator
persentase jumlah saham yang dimiliki institusi
dari seluruh modal saham yang beredar
(Herawati, 2008).
Komite audit independent adalah suatu
komite yang berperan untuk memberikan
evaluasi yang independent terhadap pelaporan
keuangan perusahaan, yang anggotanya
sebagian besar terdiri dari pihak luar
perusahaan (Purwanto, 2001). Peran komite
audit adalah membantu dewan komisaris untuk
memonitor pelaporan keuangan oleh
manajemen untuk meningkatkan kredibilitas
laporan keuangan (Bradbury, et al, 2004) dalam
(Sulistyaningsih, 2009). Keberadaan komite
audit di ukur dengan persentase jumlah komite
audit yang mempunyai latar belakang keuangan
dari seluruh komite audit dalam perusahaan.
Komisaris independent adalah dewan yang
berasal dari luar perusahaan dan tidak
mempunyai hubungan bisnis dengan
perusahaan atau afiliasinya. Dalam suatu
perseroan diharapkan mempunyai sekurang
kurangnya satu orang komisaris independent.
Peran komisaris independent tidak kalah
penting dari komite audit independent, sehingga
jika proporsi komisaris independent didalam
perusahaan minimal 30% diharapkan akan
meningkatkan nilai perusahaan. Proporsi dewan
komisaris independent di ukur dengan
menggunakan indikator presentase anggota
komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari
seluruh ukuran anggota dewan komisaris
perusahaan.
Nilai perusahaan merupakan
perbandingkan nilai pasar dengan nilai buku
dari saham perusahaan. Nilai perusahaan akan
dihitung menggunakan rasio nilai pasar atau
nilai buku (market/book-M/B)
BV
MVV
(Brigham dan Houston, 2006;112).
V = Nilai Perusahaan
MV = Nilai Pasar (market value)
Diperoleh dari Harga pasar per
lembar saham
BV = Nilai buku (book value)
Diperoleh dengan membagi ekuitas
total pemegang saham dengan
jumlah saham yang diterbitkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui adanya pengaruh antara
variabel bebas yaitu earnings Management,
kepemilikan institusional, komite audit,
Komisaris independen terhadap variabel terikat
yaitu Nilai perusahaan digunakan analisis
regresi sederhana dan regresi berganda.
13
Tabel 1 : Koefisien Regresi pertama Variabel Koefisien Standart
Error
thitung Sig
Constant 1,314 0,134 9,795 0,000
Earning Management (X1) -0,538 1,590 -0,338 0,736
Variabel Terikat : Nilai Perusahaan
Fhitung 2,517
Ftabel 2,45
R 0,031
R Square 0,001
Dengan demikian maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut :
Y = ß0 + ß1X1 + e
Y= 1,314 – 0,538 X1 + e
Tabel 2 : Koefisien Regresi kedua
Variabel Koefisien Standart
Error thitung Signifikansi
Constant -0,742 0.943 -0,787 0,433
Earning Management (X1) -0,273 1,556 -0,176 0,861
Kepemilikan Institusional (X2) 0.010 0.010 1,011 0,314
Komite Audit (X3) 0.012 0.005 2,387 0.019
Komisaris Independen (X4) 0.017 0.016 1,032 0.304
Variabel Terikat : Nilai Perusahaan
Fhitung 2,517
Ftabel 2,45
R 0,080
R Square 0,284
Dengan demikian maka persamaan regresi persamaan II adalah sebagai berikut :
Y = ß0 + ß1X1 + β2X2 + ß3X3 + ß4X4 + e
Y = – 0,742 – 0,273 X1 + 0,010 X2 + 0,012 X3 + 0,017 X4 + e
Tabel 3 : Koefisien Regresi ketiga
Variabel Koefisien Std eror thitung Sig
Constant -0,692 0.951 -0,728 0,468
Earning Management (X1) 14,108 17,337 0,814 0,418
Kepemilikan Institusional (X2) 0.009 0,010 0,912 0,364
Komite Audit (X3) 0,012 0,005 2,381 0.019
Komisaris Independen (X4) 0,017 0,017 1,037 0.302
Interaksi EM dengan Kep-ins -0,166 0,205 -0,809 0,420
Interaksi EM dengan Kom_audit 0,053 0,057 0,919 0,360
Interaksi EM dengan Kom-Ind -0,162 0,235 -0,691 -0,491
Variabel Terikat : Nilai Perusahaan
Fhitung 2,517
Ftabel 2,45
14
R 0,093
R Square 0,305
Dengan demikian maka persamaan regresi persamaan III adalah sebagai berikut :
Y = ß0 + ß1X1 + β2X1.X2 + ß3X1.X3 + ß4X1X4 + e
Y = – 0,692 + 14,108 X1 – 0,166 X1. X2 + 0,053 X1. X3 – 0,162 X1. X4 + e
Hasil regresi pengujian hipotesis pertama
menunjukkan bahwa variabel earnings
management (X1) terhadap nilai perusahaan (Y)
nilai signifikansinya 0,736 menunjukkan
bahwa, variabel earnings management tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan. Sehingga hipotesis earnings
management berpengaruh terhadap nilai
perusahaan ditolak. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ujiantho, Pramuka (2007) dan Gideon
(2005) lemahnya pengaruh tersebut dapat
dikatakan bahwa arus pengembalian atas asset
merupakan salah satu pengukuran kinerja
perusahaan dalam kategori langkah-langkah
arus kas yang dapat meniadakan pengaruh
penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda
terhadap suatu transaksi. menunjukkan hasil
yang dananya telah diterima tunai oleh
perusahaan serta dibebani dengan beban yang
bersifat tunai yang benar-benar sudah
dikeluarkan oleh perusahaan (Pradhono, 2004).
Dan alasan kedua dapat ditunjukkan pada tabel
deskriptif rata-rata perusahaan manufaktur dari
hasil data discretionary accrual sekitar
0,005401%, karena persentase tidak terlalu
besar sehingga menyebabkan earnings
management tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
Hasil pengujian hipotesis kedua yang
merupakan pengujian dengan menggunakan
variabel moderating yaitu kepemilikan
institusional, komite audit dan komisaris
independen apakah memperkuat pengaruh
earnings management terhadap nilai
perusahaan.
Variabel kepemilikan institusional nilai
signifikansinya 0,420 Dengan demikian
hipotesis yang menyatakan variabel
kepemilikan institusional sebagai variabel
moderating antara earnings management
berpengaruh terhadap nilai perusahaan ditolak.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian
yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976),
dan Pranata dan Mas‟ud (2003) yang
menemukan adanya pengaruh negatif tidak
signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
pandangan atau konsep yang mengatakan
bahwa institusional adalah pemilik yang lebih
memfokuskan pada current earnings (Porter,
1992 dalam Pranata dan Mas‟ud 2003).
Akibatnya manajer terpaksa untuk melakukan
tindakan yang dapat meningkatkan laba jangka
pendek, misalnya dengan melakukan
manipulasi laba. Pandangan yang sama juga
dikemukakan oleh Cornett et al., (2006) yang
menyatakan bahwa kepemilikan institusional
akan membuat manajer merasa terikat untuk
memenuhi target laba dari para investor,
sehingga mereka akan tetap cenderung terlibat
dalam tindakan manipulasi laba, Ujiantho
(2007).
Untuk mengetahui dan memberikan hasil
yang konklusif Pengujian harus dilanjutkan
untuk menunjukkan apakah kepemilikan
institusional memiliki peran moderasi melalui
pengujian partial derivative., dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut ini:
1. Menentukan persamaan regresi berdasarkan
tabel tersebut sebagai persamaan regresi
interaksi earnings management dengan
kepemilikan institusional
Y = – 0,692 + 14,108 X1 + 0,009 + 0,012 +
0,017– 0,166 X1. X2 + 0,053 X1. X3 –
0,162 X1. X4 + e
2. Membuat derivasi persamaan 3 terhadap
earnings management sehingga terbentuk
persamaan sebagai berikut:
inskepXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0009,0
d
d
3. Menentukan interaksi antara earnings
management dengan kepemilikan
institusional sebagai moderating variabel
(pada kisaran teoritis maksimal) dengan
cara:
a. men-subtitusikan skor 50 (nilai
maksimal teoritis ketidakpastian tugas)
pada persamaan 4. Hasilnya adalah
sebagai berikut ini:
inskemXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0009.0
d
d
15
266,865,2
b. Dengan mengacu pada persamaan 5,
ditentukan titik infleksi dengan cara
sebagai berikut:
Apabila Kep_ins = 0 maka
65,2dEM
dNP 2.65 (nilai infleksi
vertikal)
Apabila 0dEM
dNP maka
Kep_institusional = 0.321 26,8
65,2 -
0,321(nilai infleksi horizontal)
c. Membuat grafik dengan sumbu
horizontal Kep-ins dan sumbu vertikal
dNP/dEM dan memasukkan nilai
infleksi sebagai dasar untuk melihat
sifat interaksi apakah bersifat
monotonik atau non-monotonik.
Gambar 1:Interaksi antara Earnings Management dengan Kepemilikan Institusional
d. Gambar 1 interaksi bersifat non-
monotonik. Artinya variabel
moderating (skor = 50), apabila skor
kepemilikan institusional berada di
bawah 0,371 atau cenderung
eksternal, jika diinteraksikan dengan
kenaikan earning management, akan
mengurangi nilai perusahaan.
Demikian pula sebaliknya, apabila
skor kepemilikan institusional
berada di atas 0,371 maka
interaksinya dengan earnings
management akan mempertinggi
nilai perusahaan. Bisa disimpulkan
bahwa jika variabel moderating
tinggi, kepemilikan institusional
bisa memperkuat atau
memperlemah pengaruh earnings
management terhadap nilai
perusahaan. 4. Menentukan interaksi antara earnings
management dan kepemilikan institusional
sebagai moderating variable (pada kisaran
teoritis minimal) dengan cara:
a. men-subtitusikan skor 10 (nilai
minimal teoritis moderating variabel)
pada persamaan dibawah ini Hasilnya
adalah sebagai berikut ini:
inskemXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0009.0
d
d
786.2539.0 Dengan mengacu pada persamaan
dibawah ini, ditentukan titik infleksi
dengan cara sebagai berikut:
Apabila Kep_ins = 0 maka
539.0dNP
dEM 2,01 (nilai infleksi
vertikal)
Apabila 0dNP
dEM maka nilai Ke_ ins =
0.193 786.2
539.0 0.193 (nilai infleksi
horizontal)
b. Membuat grafik dengan sumbu
horizontal Kep_ins dan sumbu
vertikaldNP
dEM dan memasukkan nilai
infleksi sebagai dasar untuk melihat
sifat interaksi apakah bersifat
monotonik atau non-monotonik.
0,371
2,65 dEM
dNP
Kep_Ins
inskepX
inskepXXX
_*10,865.22166,0009.0
_*)50(*4162,0)50(*3053,02166,0009.0
inskepX
inskepXXX
_*62.153.02166,0009.0
_*)10(*4162,0)10(*3053,02166,0009.0
16
Gambar 2:Interaksi antara Earnings Management dengan Kepemilikan Institusional
c. Berdasarkan gambar diatas bisa
disimpulkan bahwa interaksi bersifat
monotonik. Artinya pada variable
moderating (skor = 10), berapapun skor
kepemilikan institusional, interaksinya
dengan earnings management akan
memperkuat Nilai perusahaan. Pada
sumbu horizontal, titik infleksi (0.193)
Bisa disimpulkan bahwa variabel
moderating hanya bisa memperlemah
pengaruh earnings management
terhadap nilai perusahaan, dan tidak
bisa memperkuat pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan.
Dengan kata lain, tidak ada efek
moderasi pada kepemilikan
institusional, atau hipotesis tidak
didukung secara empiris.
5. Pengujian pada nomor 3 dan 4
mengindikasikan peran moderating variabel
hanya terjadi pada saat kondisi kepemilikan
institusional tinggi. Pada kondisi
kepemilikan institusional rendah, antara
internal dan eksternal tidak memiliki
perbedaan antara earnings mangement yang
sebagai dampak peningkatan nilai
perusahaan. Bisa disimpulkan bahwa
hipotesis tidak didukung.
Variabel komite audit berhubungan dengan
discretionary accrual, namun hubungan
tersebut tidak signifikan yaitu 0,360 (diatas
0,05). Sebaliknya, komite audit berhubungan
dengan nilai perusahaan berpengaruh secara
signifikan yaitu 0,019 (dibawah 0,05). Dengan
demikian hipotesis yang menyatakan variabel
komite audit sebagai moderating variabel antara
earnings management berpengaruh terhadap
nilai perusahaan ditolak. Dengan alasan
“pengaruh earnings management terhadap nilai
perusahaan diperlemah dengan adanya komite
audit. Hal ini berarti komite audit yang diukur
dari persentase jumlah anggota komite audit
yang berasal yang mempunyai latar belakang
keuangan belum dapat mengurangi manajemen
laba yang dilakukan oleh pihak manajemen
dalam suatu perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan
penelitian Klein (2000) memberikan bukti
secara empiris bahwa perusahaan yang
membentuk komite audit independen
melaporkan laba dengan kandungan akrual
diskresional yang lebih kecil dibandingkan
dengan perusahaan yang tidak membentuk
komite audit independen. Begitu juga Carcello
et al. (2006) menyelidiki hubungan antara
keahlian komite audit di bidang keuangan dan
manajemen laba. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa keahlian komite audit
independen di bidang keuangan terbukti efektif
mengurangi manajemen laba.
Namun penelitian ini konsisten dengan
penelitian Wedari (2004) serta Siregar dan
Utama (2005) yang menemukan bahwa
keberadaan komite audit independen tidak
terbukti efektif mengurangi manajemen laba.
Hal ini diduga disebabkan karena pengangkatan
komite audit oleh perusahaan hanya dilakukan
untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak
dimaksudkan untuk menegakkan good corporte
governance di perusahaan. Dan alasan kedua
kemungkinan karena hasil data komite audit
berbentuk periodik yang selama tahun 2006-
2009 datanya sama sehingga untuk mengetahui
pengaruh komite audit terhadap discretionary
accrual hasil yang dicapai belum maksimal.
Untuk mengetahui dan memberikan hasil
yang konklusif Pengujian harus dilanjutkan
untuk menunjukkan apakah komite audit
0,371
2,65 dEM
dNP
Kep_Ins
17
memiliki peran moderasi melalui pengujian
partial derivative., dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut ini:
Menentukan persamaan regresi
berdasarkan tabel 4.15 sebagai persamaan
regresi interaksi earnings management
dengan komite audit Y = – 0,692 + 14,108 X1 + 0,009 + 0,012
+ 0,017– 0,166 X1. X2 + 0,053 X1. X3 –
0,162 X1. X4 + e (persamaan 3)
1. Membuat derivasi persamaan 3 terhadap
earnings management sehingga terbentuk
persamaan sebagai berikut:
auditkomXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0012,0
d
d
........... (persamaan 4)
2. Menentukan interaksi antara earnings
management dengan komite audit sebagai
moderating variabel (pada kisaran teoritis
maksimal) dengan cara:
a. men-subtitusikan skor 50 (nilai
maksimal teoritis ketidakpastian tugas)
pada persamaan 4. Hasilnya adalah
sebagai berikut ini:
auditkomXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0012,0
d
d
auditkomX
auditkomX
XX
_*10,865.22166,0012,0
_*)50(*4162,0
)50(*3053,02166,0012,0
266.8662.2
b. Dengan mengacu pada persamaan 5,
ditentukan titik infleksi dengan cara
sebagai berikut:
Apabila komite audit = 0 maka
662.2dEM
dNP 2.662 (nilai infleksi
vertikal)
Apabila 0dEM
dNP maka nilai komite
audit = 0,322 266,8
662.2 - 0,322 (nilai
infleksi horizontal)
c. Membuat grafik dengan sumbu
horizontal Kom-audit dan sumbu
vertikal dNP/dEM dan memasukkan
nilai infleksi sebagai dasar untuk
melihat sifat interaksi apakah bersifat
monotonik atau non-monotonik.
Gambar 3:Interaksi antara earnings management dengan Komite audit
d. Berdasarkan gambar diatas bisa
disimpulkan bahwa interaksi bersifat
non-monotonik. Artinya pada
moderating variable (skor = 50),
apabila skor komite audit berada di
bawah 0,322 atau cenderung eksternal,
jika diinteraksikan dengan kenaikan
earning management, akan mengurangi
nilai perusahaan. Demikian pula
sebaliknya, apabila skor moderating
variabel berada di atas 0,322 maka
interaksinya dengan earnings
management akan mempertinggi nilai
perusahaan. Bisa disimpulkan bahwa
pada kondisi komite audit tinggi,
variabel moderating bisa memperkuat
atau memperlemah pengaruh earnings
management terhadap nilai
perusahaan.Dengan kata lain, tidak ada
efek moderasi pada komite audit.
3. Menentukan interaksi antara earnings
management dan komite audit sebagai
0,322
2.662 dEM
dNP
Kom_Audit
18
moderating variable (pada kisaran
teoritis minimal) dengan cara:
a. men-subtitusikan skor 10 (nilai
minimal teoritis moderating
variabel) pada persamaan dibawah
ini. Hasilnya adalah sebagai berikut
ini:
auditkomXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0012.0
d
d
auditkomX
auditkomXXX
_*62.153.02166,0012.0
_*)10(*4162,0)10(*3053,02166,0012.0
786.1542.0 …………………
……… (persamaan 6)
b. Dengan mengacu pada persamaan
dibawah ini, ditentukan titik
infleksi dengan cara sebagai
berikut:
Apabila Kom_audit = 0 maka
542.0dNP
dEM 0.542 (nilai infleksi
vertikal)
Apabila 0dNP
dEM maka nilai kom_audit
= 0.303 786.1
542.0 0.303 (nilai infleksi
horizontal)
c. Membuat grafik dengan sumbu
horizontal Kom_audit dan
sumbu vertikaldNP
dEM dan
memasukkan nilai infleksi
sebagai dasar untuk melihat
sifat interaksi apakah bersifat
monotonik atau non-
monotonik.
Gambar 4;Interaksi antara Earnings Management dengan Kepemilikan Institusional
d. Berdasarkan gambar 4, bisa
disimpulkan bahwa interaksi bersifat
monotonik. Artinya pada variable
moderating (skor = 10), berapapun skor
komite audit, interaksinya dengan
earnings management akan
memperkuat Nilai perusahaan. Pada
sumbu horizontal, titik infleksi (0.303)
Bisa disimpulkan bahwa variabel
moderating hanya bisa memperlemah
pengaruh earnings management
terhadap nilai perusahaan, dan tidak
bisa memperkuat pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan.
Dengan kata lain, tidak ada efek
moderasi pada komite audit, atau
hipotesis tidak didukung secara
empiris.
4. Pengujian pada nomor 3 dan 4
mengindikasikan peran moderating variabel
hanya terjadi pada saat kondisi komite audit
tinggi. Pada kondisi komite audit rendah,
antara internal dan eksternal tidak memiliki
perbedaan antara earnings mangement yang
sebagai dampak peningkatan nilai
perusahaan. Bisa disimpulkan bahwa
hipotesis tidak didukung.
Variabel komisaris independen diketahui
nilai signifikansinya adalah -0,491. Dengan
demikian hipotesis yang menyatakan variabel
komisaris independen sebagai variabel
moderating antara earnings managemet
berpengaruh terhadap nilai perusahaan ditolak.
Dengan alasan “pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan
diperlemah dengan adanya komisaris
independen. perusahaan sampel telah
memenuhi peraturan Bapepam yang
mewajibkan prosentase keberadaan dewan
komisaris independen adalah 30% dalam dewan
komisaris.Hasil penelitian menyatakan bahwa
komisaris independen ternyata belum mampu
0,303
0.542 dEM
dNP
Kom_audi
t
19
mengurangi tindakan earnings management
terhadap nilai perusahaan. Semakin besar
proposi komisaris independen dalam suatu
perusahaan maka dapat dikatakan semakin
tinggi tindakan earnings management terhadap
nilai perusahaan. Hal ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Ujiyanto dan Pramuka
(2007), pertiwi (2010) yang menyatakan bahwa
komisaris independen berpengaruh positif
terhadap earnings management. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa penempatan komisaris
independen dalam perusahaan terkadang hanya
merupakan untuk pemenuhan ketentuan formal,
sementara pemegang saham mayoritas masih
memegang peranan penting sehingga kinerja
dari komisaris independen tersebut tidak
meningkat atau bahkan cenderung menurun.
Namun penelitian ini bertentangan dengan
penelitian Herawaty (2008) yang menyatakan
bahwa komisaris indepanden dapat memonitor
kinerja manajemen dalam rangka
menyelaraskan perbedaan kepentingan antara
pemilik dengan manajemen. Hal ini berlawanan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Herawaty (2008) yang menyatakan bahwa
corporate governance akan memiliki pengaruh
terhadap nilai perusahaan secara parsial namun
tidak berpengaruh secara keseluruhan.
Untuk mengetahui dan memberikan hasil
yang konklusif Pengujian harus dilanjutkan
untuk menunjukkan apakah komisaris
independen memiliki peran moderasi melalui
pengujian partial derivative., dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut ini
1. Menentukan persamaan regresi
berdasarkan tabel 4.15 sebagai persamaan
regresi interaksi earnings management
dengan komisaris independen.
Y = – 0,692 + 14,108 X1 + 0,009 + 0,012
+ 0,017– 0,166 X1. X2 + 0,053 X1. X3 –
0,162 X1. X4 + e (persamaan 3)
2. Membuat derivasi persamaan 3 terhadap
earnings management sehingga terbentuk
persamaan sebagai berikut:
indpnkomXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0017,0
d
d
3. Menentukan interaksi antara earnings
management dengan komisaris independen
sebagai moderating variabel (pada kisaran
teoritis maksimal) dengan cara:
a. men-subtitusikan skor 50 (nilai
maksimal teoritis ketidakpastian tugas)
pada persamaan 5 . Hasilnya adalah
sebagai berikut ini:
inpdkomXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0017,0
d
d
indpdnkomX
indpdnkomXXX
_*10,865.22166,0017,0
_*)50(*4162,0)50(*3053,02166,0017,0
266.8667.2
b. Dengan mengacu pada persamaan 5,
ditentukan titik infleksi dengan cara
sebagai berikut:
Apabila kom_indpndn = 0 maka
667.2dEM
dNP 2.667 (nilai infleksi
vertikal)
Apabila 0dEM
dNP maka nilai komisaris
independen = 322.0266,8
667.2 0,322
(nilai infleksi horizontal)
c. Membuat grafik dengan sumbu
horizontal Kom_independen dan sumbu
vertikal dNP/dEM dan memasukkan
nilai infleksi sebagai dasar untuk
melihat sifat interaksi apakah bersifat
monotonik atau non-monotonik.
d.
Gambar 5:Interaksi antara Earnings Management dengan Komisaris Independen
0,3322
2.667 dEM
dNP
Kom_Independ
en
20
e. Berdasarkan gambar bisa disimpulkan
bahwa interaksi bersifat non-
monotonik. Artinya pada moderating
variable (skor = 50), apabila skor
komisaris independen berada di bawah
0,322 atau cenderung eksternal, jika
diinteraksikan dengan kenaikan earning
management, akan mengurangi nilai
perusahaan. Demikian pula sebaliknya,
apabila skor moderating variabel
berada di atas 0,322 maka interaksinya
dengan earnings management akan
mempertinggi nilai perusahaan. Bisa
disimpulkan bahwa pada kondisi
komisaris independen tinggi, variabel
moderating bisa memperkuat atau
memperlemah pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan.
Dengan kata lain, tidak ada efek
moderasi pada komisaris independen.
4. Menentukan interaksi antara earnings
management dan komisaris independen
sebagai moderating variable (pada kisaran
teoritis minimal) dengan cara:
a. men-subtitusikan skor 10 (nilai
minimal teoritis moderating variabel)
pada persamaan dibawah ini. Hasilnya
adalah sebagai berikut ini:
auditkomXXXEM
NP_*4162,03053,02166,0012.0
d
d
auditkomX
auditkomXXX
_*62.153.02166,0012.0
_*)10(*4162,0)10(*3053,02166,0012.0
786.1547.0
b. Dengan mengacu pada persamaan
dibawah ini, ditentukan titik infleksi
dengan cara sebagai berikut:
Apabila Kom_audit = 0 maka
547.0dNP
dEM 0.547 (nilai infleksi
vertikal)
Apabila 0dNP
dEM maka nilai kom_audit
= 0.306 786.1
547.0 0.306 (nilai infleksi
horizontal)
c. Membuat grafik dengan sumbu
horizontal Kom_audit dan sumbu
vertikaldNP
dEM dan memasukkan nilai
infleksi sebagai dasar untuk melihat
sifat interaksi apakah bersifat
monotonik atau non-monotonik.
Gambar 5:Interaksi antara Earnings Management dengan Kepemilikan Institusional
d. Berdasarkan gambar diatas bisa
disimpulkan bahwa interaksi bersifat
monotonik. Artinya pada variable
moderating (skor = 10), berapapun skor
komisaris independen, interaksinya dengan
earnings management akan memperkuat
Nilai perusahaan. Pada sumbu horizontal,
titik infleksi (0.306) Bisa disimpulkan
bahwa variabel moderating hanya bisa
memperlemah pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan,
dan tidak bisa memperkuat pengaruh
earnings management terhadap nilai
perusahaan. Dengan kata lain, tidak ada
efek moderasi pada komisaris independen,
atau hipotesis tidak didukung secara
empiris.
0,306
0.547 dEM
dNP
Kom_indpn
21
5. Pengujian pada nomor 3 dan 4
mengindikasikan peran moderating
variabel hanya terjadi pada saat kondisi
komisaris independen tinggi. Pada kondisi
komisaris independen rendah, antara
internal dan eksternal tidak memiliki
perbedaan antara earnings mangement
yang sebagai dampak peningkatan nilai
perusahaan. Bisa disimpulkan bahwa
hipotesis tidak didukung.
Angka adjusted R square sebesar 0,305 yang
berarti bahwa, earnings management,
kepemilikan institusional, komite audit
serta komisaris independen mampu
menjelaskan nilai perusahaan sebesar 30%
Dan sisanya 70% dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak dibahas pada penelitian ini.
SIMPULAN
Penelitian ini menguji tentang peran praktek
corporate governance sebagai moderating
variabel dari pengaruh earnings
management terhadap nilai perusahaan,
dalam penelitian ini variabel earnings
management tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan corporate governance yang
diproksikan kepemilikan institusional,
komite audit dan komisaris independen
memperlemah hubungan antara earnings
management terhadap nilai perusahaan
dengan alasan :
Variabel Kepemilikan institusional sebagai
variabel moderating dari earnings
management terhadap nilai perusahaan
memiliki pengaruh negatif tidak signifikan.
Hal ini menunjukan bahwa kepemilikan
institusional dalam penelitian ini
sebenarnya dapat memperlemah earnings
management terhadap nilai perusahaan.
Semakin besar kepemilikan institusional
dalam perusahaan semakin tinggi pula
tingkat earnings managemet terhadap nilai
perusahaan dikarenakan kepemilikan
institusional akan membuat manajer
merasa terikat untuk memenuhi target laba
dari para investor, sehingga mereka akan
tetap cenderung terlibat dalam tindakan
manipulasi laba Ujiantho, Pramuka (2007).
Variabel Komite audit sebagai variabel
moderating dari earnings management
terhadap nilai perusahaan memiliki
pengaruh positif tidak signifikan. Hal ini
menunjukan bahwa komite audit dalam
penelitian ini sebenarnya dapat
memperlemah earnings management
terhadap nilai perusahaan (Siallagan dan
Machfoedz (2006). Hal ini diduga
disebabkan karena pengangkatan komite
audit oleh perusahaan hanya dilakukan
untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak
dimaksudkan untuk menegakkan good
corporte governance di perusahaan. Dan
alasan kedua kemungkinan karena hasil
data komite audit berbentuk periodik yang
selama tahun 2006-2009 datanya sama
sehingga untuk mengetahui pengaruh
komite audit terhadap discretionary
accrual hasil yang dicapai belum
maksimal.
Variabel komisaris independen sebagai variabel
moderating dari earnings management
terhadap nilai perusahaan memiliki
pengaruh negatif tidak signifikan. Hal ini
menunjukan bahwa komisaris independen
dalam penelitian ini sebenarnya dapat
memperlemah earnings management
terhadap nilai perusahaan. Maka semakin
besar jumlah komisaris independen dalam
perusahaan maka semakin tinggi pula
tingkat earnings management terhadap
nilai perusahaan. dengan perubahan nilai
perusahaan sebesar 0,468 menunjukkan
korelasi yang kuat, nilai R2 sebesar 0,305
yang berarti bahwa earnings management,
kepemilikan institusional, komite audit
serta komisaris independen mampu
menjelaskan nilai perusahaan sebesar 30%
Dan sisanya 70% dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak dibahas pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Irfan (2002) Pelaporan Keuangan Dan
Asimetri Informasi Dalam Hubungan
Agen, Lintasan Ekonomi Volume 52 No 2
Juni Hal 737 – 783
Alijoyo, F. Antonius,(2003) Keberadaan Dan
Peran Komite Audit Dalam Rangka
Implementasi Good Gavernanace, Seminar
BUMN/BUMP, Surabaya
Boediono, Gideon (2005) Kualitas Laba: Studi
Pengaruh Mekanisme Governance Dan
Dampak Manajemen Laba Dengan
Menggunakan Analisis Jalur. Symposium
Nasional Akuntansi. Sna VIII Solo
22
Herawati, Vinola (2008) Peranan Corporate
Governance Sebagai Variabel dari
Pengaruh Earnings Management Terhadap
Nilai Perusahaan, Simposium Nasional
Akuntansi XI. Pontianak 23 - 24 Juli
2008
Husnan, Suad, 2000, Manajement Keuangan
Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang), Buku 2 Edisi Keempat, BPFE,
Yogyakarta
IDX 2009 Buku Panduan Idx Statistic Bursa
Efek Indonesia Compiled By Research
Division
IDX 2006 Fact Book, Buku Panduan
Menghitung Book Value (Online)
(http:/www.idx.co.id)
Klapper, Leora. F and I Love (2002) Corporate
Governance, Investor Protection And
Performance In Emerging Market. Word
Bank Work Paper Http://ssrn.com
Mardjang, I Ketut, 2000, Corporate
Governance dan Partisipasi, Jurnal
Revormasi Ekonomi, Volume 2 No 2
Oktober – Desember: Hal 28 -37
Mayangsari, Sekar (2003) Analisis Pengaruh
Independensi, Kualitas Audit, Serta
Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Integritas Laporan Keuangan,
Simposium Nasional Akuntansi VI, PP.
1255-1267
Pratana, P. Midiastuti dan Mas‟ud Machfoed,
(2003), Analisis Hubungan Mekanisme
Corporate Governance dan Indikasi
Manajemen Laba, Symposium Nasional
Akuntansi VI. IAI, 2003
Putra, Hanif Yana Setya, 2007, Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Kualitas Laba, Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Gresik
Radita, Ken (2006) Analisis pengaruh
mekanisme Good Corporate Governance
(GCG) terhadap aktivitas manajemen laba
perusahaan: studi terhadap perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI skripsi,
Universitas Muhammadiyah Gresik
Rahmawati, Andri dan Hanung Triatmoko
2007. Modul Ekonometrika terapan,
Simposium Nasioanal Akuntansi X,
Makasar
Siallagan, Homonangan dan Machfoedz,
Mas‟ud (2006). Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas dan nilai
perusahaan. Symposium nasional
akuntansi IX Padang 23-26 Agustus 2006
Sulistiyaningsih, Eva, (2009) Pengaruh
Mekanisme Good Corporate Governance
terhadap Manajemen Laba Pada
Perusahaaan Industri Dasar Kimia yang Go
Public di BEI, Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Gresik
Tumirin (2007) Good Corporate Governance
dan Nilai Perusahaan. Jurnal Beta Volume
6, No. 1, September 2007:16-33
23
KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGAN PENGGUNA JASA EMKL PT. NISA TIRTA SARI (PT. NTS) DI SURABAYA. SYAHRIAL
TRI ARIPRABOWO
Dosen Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Gresik
Kampus GKB, Jl. Sumatra 101 GKB Gresik 61121 Jawa Timur Indonesia
Email:[email protected]
ABSTRACT Customer satisfaction is a fundamental business concepts and simple, but its implementation is very complex, this is one factor that led to only a few companies in Indonesia which has a long commitment in implementing customer satisfaction programs. Customer satisfaction is only created from the detailed things, things that are routine and began long before the product or service produced, why? Because customer satisfaction has to start from the heart is a love of customer awareness. Researchers aim of this study are as follows; to determine the effect of service quality dimensions, the dimensions of emotional factors and dimensions of the partial costs against the level of customer satisfaction, to find out the dimensions of service quality, dimensions and the dimensions of emotional factors simultaneously charge to the customer satisfaction level, to find out which factors are the dominant influence on the level of customer satisfaction PT. Nisa Tirta Sari. The results showed that the quality of service does not affect the partial towards customer satisfaction, emotional factors partially influence on customer satisfaction, cost factors partially influence on customer satisfaction and service quality factors, emotional and costs simultaneously affect consumer satisfaction PT. Nisa Tirta Sari.
Key words: Customer satisfaction, service quality and emotional.
PENDAHULUAN
Konsep pemasaran pada dasarnya
mengupayakan untuk bagaimana agar
konsumen dapat merasa puas terhadap
keinginan dan kebutuhannya. Seluruh kegiatan
dalam perusahaan yang menganut konsep
pemasaran harus diarahkan untuk memenuhi
tujuan tersebut. Meskipun orientasi pemasaran
ini dibatasi oleh tujuan laba dan pertumbuhan,
tetapi konsep tersebut perlu dilaksanakan. Hal
ini dikarenakan dapat meningkatkan penjualan
dengan membuat produk barang atau jasa yang
mudah penggunaannya, mudah pembeliannya
dan mudah pemeliharaannya. Menurut Swastha,
dkk. (1990:7) : “Konsep pemasaran adalah
suatu falsafah bisnis yang menyatakan bahwa
pemuasan kebutuhan konsumen merupakan
syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan
hidup perusahaan”.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka bila
dikorelasikan dengan lingkungan yang
kompetitif ini, serta keberadaan upaya
perusahaan untuk memberikan pemuasan
kebutuhan bagi konsumen yang menjadi target
marketnya mengharuskan para produsen
tersebut melakukan berbagai strategi dan
efektivitas pemasaran yang tepat, terlebih lagi
bagi perusahaan yang melaksanakan strategi
pemasaran massal (Mass Marketing), bauran
pemasaran (Marketing Mix) dan strategi
positioning bila tanpa melalui tahapan
segmentasi menjadi sulit dipertahankan.
Schiffman dkk.(2000:33) mengemukakan
bahwa pemasaran massal hanya bisa dilakukan
apabila konsumennya mempunyai kesamaan
keinginan, kebutuhan, hasrat, latar belakang,
pendidikan dan pengalaman. Dari kondisi yang
demikian maka perusahaan jasa harus
mendesain dan menerapkan strategi pemasaran
dengan tepat, dan tidak tepat apabila
perusahaan jasa melakukan pemasaran masal,
sehingga upaya memahami keinginan dan
mengetahui kebutuhan konsumen secara masal
yang bertujuan untuk memenuhi kepuasan
konsumennya, maka perusahaan jasa akan
ditinggal oleh konsumennya, menurut Mowen
dkk. (2001: 89), kepuasan konsumen adalah
keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen
24
atas barang dan jasa setelah mereka
memperoleh dan menggunakannya.
Tingkat kepuasan konsumen akan
mempengaruhi derajat loyalitas produk atau
jasa seseorang. Semakin puas seorang
konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang
dimiliki suatu perusahaan, maka akan semakin
loyal terhadap merek tersebut. Keutamaan
memiliki konsumen yang loyal dianggap
sebagai salah satu cara bagi konsumen untuk
mengekspresikan kepuasannya terhadap
performa suatu produk atau jasa (Bloomer &
Kasper,1995:38).
Kepuasan pelanggan adalah konsep bisnis
yang fundamental dan sederhana, akan tetapi
implementasinya sangat komplek, inilah salah
satu faktor yang menyebabkan hanya sedikit
perusahaan di Indonesia yang mempunyai
komitmen panjang dalam
mengimplementasikan program-program
kepuasan pelanggan.
Tidak ada strategi ajaib dalam kepuasan
pelanggan, kepuasan pelanggan hanya terwujud
berkat komitmen, persistensi, determinasi dari
top manajemen dan seluruh jajaran staf
perusahaan. Kepuasan pelanggan hanya tercipta
mulai dari hal-hal yang detil, hal-hal yang rutin
dan dimulai jauh sebelum produk atau jasa
diproduksi, mengapa? Karena kepuasan
pelanggan harus dimulai dari hati yaitu
kesadaran kecintaan terhadap pelanggan.
Irawan (2004;37) menyebutkan bahwa
driver dari kepuasan pelanggan adalah kualitas
produk, harga (biaya), service quality (kualitas
layanan), emotional factor dan kemudahan
dalam mendapatkan produk atau jasa yang
diinginkan.
Kualitas layanan berkaitan dengan
kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi
atau melebihi harapan pelanggan (Payne,
2000;275). Kualitas layanan sangat tergantung
pada tiga hal yaitu sistem, teknologi dan
manusia, faktor manusia memegang peranan
yang penting dalam proses penciptaan kepuasan
pelanggan karena menyangkut pembentukan
sikap dan perilaku. Kualitas pelayanan memiliki
beberapa dimensi yaitu: (1). Keandalan
(Reliability) yaitu kemampuan untuk
memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan
terpercaya dan akurat, konsisten dan kesesuaian
pelayanan; (2). Daya tanggap (Responsiveness),
yaitu kemauan karyawan dan pengusaha untuk
membantu pelanggan dan memberikan jasa
dengan cepat serta mendengar dan mengatasi
keluhan/komplain yang diajukan konsumen; (3)
Kepastian (Assurance), yaitu berupa
kemampuan karyawan untuk menimbulkan
keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang
telah dikemukakan kepada konsumen; (4)
Empati (Emphaty), yaitu kesediaan karyawan
dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan
perhatian secara pribadi kepada pelanggan; dan
(5) Berwujud (Tangible), yaitu berupa
penampilan fisik, peralatan, dan berbagai materi
komunikasi.
Kepuasan pelanggan memiliki unsur
emosional , asumsi ini menyatakan bahwa
dalam mendapatkan produk maupun jasa
konsumen melalui beberapa pendekatan
diantaranya adalah menyadari kebutuhannya,
mencari informasi, mempertimbangkan
alternatif dan akhirnya memutuskan untuk
membeli berdasarkan pertimbangan rasional
namun emosional. Karena itu kepuasan
pelanggan merupakan respon emosional setelah
melalui serangkaian evaluasi yang terkait
dengan pertimbangan benefit dalam proses
pembelian. Faktor Emosional ini memiliki
beberapa dimensi diantaranya estetika, self
expressive value, dan brand personality.
Berkaitan dengan perusahaan jasa dalam
penciptaan kepuasan pelanggan self expressive
value, dan brand personality menjadi sangat
penting. (Irawan, 2004;84).
Harga atau biaya adalah nilai yang
ditentukan dalam ukuran tertentu. Holbrook
(1994) memberikan ukuran nilai yang tidak
terbatas pada perspektif moneter atau eknomis,
nilai merupakan preferensi relativistik
berkenaan dengan pengalaman subjek
(konsumen) dalam berinteraksi dengan objek
tertentu (produk atau jasa). Harga merupakan
utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap
kualitas dan kinerja yang diharapkan atas
sebuah produk atau jasa. Oleh karena itu harga
merupakan faktor pembentuk kepuasan
pelanggan yang penting, untuk pelanggan yang
sensitif harga atau biaya yang murah adalah
merupakan pembentuk kepuasan. Disisi lain
biaya atau harga relatif tidak penting bagi
mereka yang tidak sensitif terhadap harga.
Harga sendiri memiliki beberapa pengukuran
tergantung terhadap apa yang diukur, misalnya
dalam konteks jasa adalah konsistensi
penawaran harga, pemberian harga yang lebih
25
baik dan kesesuaian dengan jasa dengan biaya
yang dikeluarkan serta harga diskon.
Kepuasan pelanggan tentu diinginkan oleh
semua perusahaan tidak terkecuali pula
konsumen yang membutuhkan layanan jasa
ekspedisi kapal laut yang berupa forwarding,
serta trading baik untuk tujuan domestik
maupun internasional yang menginginkan
keberadaan produk barang yang akan dikirim
melalui laut tersebut, bisa sampai ke tempat
tujuan dengan baik dan aman sesuai dengan
harapan konsumen pengguna jasa ekspedisi
tersebut.
Seperti diketahui bahwa keberadaan
ekonomi suatu negara dapat dilihat dari
aktivitas ekspor impor yang berada di
pelabuhan-pelabuhan baik pelabuhan udara
maupun laut. Khusus di pelabuhan laut maka
keberadaan perusahaan EMKL mutlak
dibutuhkan untuk mendukung kinerja ekonomi
nasional yang berbasiskan pada perdagangan
domestik/internasional khususnya yang melalui
laut.
Keberadaan perusahaan EMKL tersebut
pada saat ini di Indonesia, khususnya di
Surabaya kuantitasnya sungguh sangat banyak,
mulai dari yang berskala kecil, menengah
sampai perusahaan raksasa yang merupakan
branch dari negara lain, eksistensinya semakin
pesat berkembang di tanah air. Menyikapi
keberadaan perusahaan EMKL tersebut maka
secara strategis keunggulan yang dimiliki oleh
masing-masing perusahaan haruslah cukup
signifikan, sehingga eksistensinya sebagai
perusahaan jasa pelayanan ekspedisi,
forwarding, trading maupun jasa pergudangan
tetap konsisten dan dapat berkembang.
Permasalahan yang berkaitan dengan
ketatnya tingkat persaingan antara perusahaan
EMKL, juga dialami oleh PT. Nisa Tirta Sari
(PT. NTS) di Surabaya, sebagai perusahaan
yang profit oriented, maka keberadaan
konsumen menjadi salah satu pilar keberhasilan
perusahaan tersebut dalam menjalankan
aktivitasnya bisnisnya.
Sedangkan segmentasi dan target pasar
yang dituju oleh PT. Nisa Tirta Sari (PT. NTS)
pada dasarnya adalah organisasi bisnis yang
bergerak dalam bidang produksi ataupun
perusahaan trading. Karena itu konsep dan
strategi pemasaran yang diterapkan oleh
perusahaan berdasarkan target konsumennya
adalah termasuk kategori B2B (Bussines to
Bussines), Sesuai dengan konsep B2B, maka
keberadaan PT. Nisa Tirta Sari (PT. NTS)
dalam menjalankan aktivitas bisnisnya harus
selalu jeli dan memahami karakter
konsumennya yang memang merupakan sebuah
organisasi badan usaha juga, sehingga suatu
organisasi yang menjalankan aktivitas
pemasaran secara B2B secara sistematis harus
mempunyai competitive advantage yang mana
hal tersebut berupa keunggulan yang
seharusnya dapat dan memiliki karakteristik
unsur penambah nilai (value added), kriteria
value added bagi sebuah korporat yang
memiliki strategi pemasaran B2B secara umum
perusahaan tersebut harus mampu dan bisa
memberikan sebuah bentuk kualitas produk dan
layanan yang terintegrasi secara sistematis guna
memenuhi dan memberikan sebuah solusi yang
tepat baik itu berupa produk atau layanan bagi
perusahaan yang menjadi konsumennya.
Berkaitan dengan penetapan strategi
pemasaran yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan bagi sebuah perusahaan jasa, maka
implementasi dari penetapan target market dan
segmentasi pasar yang efektif adalah melalui
B2B. hal ini berarti bahwa dalam konsep B2B
yang terjadi adalah terbentuknya sebuah
komunikasi yang efektif dan layanan yang
sesuai dengan kesepakatan pada saat kedua
perusahaan tersebut sepakat melakukan sebuah
transaksi bisnis. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa proses B2B merupakan salah satu link
dalam aktivitas ekonomi yang dapat menambah
rantai nilai melalui jaringan organisasi
penjualan (pedagang) yang satu dengan
pedagang yang lain, dimana transaksi akhir
adalah pada konsumen. Artinya ada transaksi
awal yaitu antara produsen dan distributor,
kemudian ada transaksi perantara (intermediate)
yaitu antara distributor dengan pengecer dan
ada transaksi akhir yaitu transaksi yang terjadi
pada pengecer dan konsumen.
Pentingnya keberadaan value added
sebuah perusahaan yang menggunakan pola
pemasaran B2B dapat diibaratkan sebagai key
factor, hal ini diperkuat dengan pendapat
Supranto (1997) bahwa konsumen memang
harus dipuaskan, sebab kalau mereka tidak puas
akan meninggalkan perusahaan dan menjadi
konsumen pesaing, ini akan menyebabkan
penurunan penjualan dan pada gilirannya akan
menurunkan laba dan bahkan kerugian.
26
Kepuasan konsumen hanya dapat terbentuk
apabila konsumen merasa puas atas pelayanan
yang diterima mereka. Kepuasan konsumen
inilah yang menjadi dasar menuju terwujudnya
konsumen yang loyal atau setia, termasuk di
dalamnya konsumen dari kalangan korporat.
Sebagai perusahaan yang berkembang,
maka kondisi kepuasan konsumen (perusahaan
konsumen) dari PT. Nisa Tirta Sari (PT. NTS)
di Surabaya diibaratkan sebagai salah satu pilar
utama dalam menyokong keberadaan dan
perkembangan perusahaan, oleh karena itulah
dengan memahami dan mengetahui kondisi
kepuasan konsumennya serta dapat
meningkatkan kualitas dari kepuasan
konsumennya menjadikan perusahaan ini selalu
berbenah dan inovasi dalam menjalankan
aktivitasnya, salah satu hal yang mempengaruhi
kondisi kepuasan konsumen bagi sebuah
perusahaan, maka sebelumnya harus diketahui
secara proporsional kondisi kepuasan konsumen
yang dimiliki oleh perusahaan.
Kepuasan konsumen dalam penelitian ini di
indikasikan oleh beberapa variabel yaitu:
1. Tanggapan konsumen tentang kualitas
layanan setelah menerima layanan dari PT.
Nisa Tirta Sari (PT. NTS) di Surabaya.
2. Faktor emosional, yaitu kepuasannya
bukan karena kualitas produk, tetapi harga
diri atau nilai sosial yang menjadikan
konsumen puas terhadap layanan ekspedisi
di PT. Nisa Tirta Sari.
3. Biaya untuk mendapatkan jasa layanan
ekspedisi, yaitu konsumen yang tidak
perlu mengeluarkan biaya tambahan, atau
tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan produk atau jasa, cenderung
puas terhadap produk atau jasa yang
diberikan
Berdasarkan kondisi empiris dari variabel
yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka
hal tersebut dapat diimplementasikan dengan
keberadaan starategi dan taktik pemasaran
perusahaan yang diterapkan selama ini memang
layak dikaji, salah satu fenomena yang menarik
dan terjadi di lapangan adalah strategi dan
taktik pemasaran yang memberikan sejumlah
discount harga atau yang lebih dikenal sebagai
commision fee atau sejumlah uang yang
diberikan oleh perusahaan jasa EMKL kepada
konsumennya (pengambil keputusan) atas
kesediaan dan pilihan dari perusahaan
konsumen dalam mengunakan jasa pelayanan
ekspedisi, forwarding, trading dari pihak PT.
NTS di Surabaya.
Keberadaan discount/comission fee ini
secara riil sudah berjalan dan wajar terjadi di
kalangan para pemasar, hal ini dikarenakan
dengan pemberian discount / commision fee
berupa switching cost ini menarik minat peneliti
untuk melakukan penelitian secara mendalam,
karena hal tersebut juga masuk ke dalam
kategori taktik pemasaran, khususnya yang
berkaitan dengan upaya membangun dan
menciptakan kepuasan konsumen PT.NTS.
Sesuai dengan upaya yang dilakukan PT.
Nisa Tirta Sari berkaitan dengan kepuasan
konsumennya tersebut, maka peneliti tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh dimensi
kualitas layanan, dimensi faktor emosi dan
dimensi biaya secara parsial terhadap
tingkat kepuasan pelanggan PT. Nisa Tirta
Sari.
2. Untuk mengetahui dimensi kualitas
layanan, dimensi faktor emosi dan dimensi
biaya secara simultan terhadap tingkat
kepuasan pelanggan PT. Nisa Tirta Sari.
3. Untuk mengetahui faktor manakah yang
berpengaruh dominan terhadap tingkat
kepuasan pelanggan PT. Nisa Tirta Sari.
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah penelitian survey dari suatu populasi
dengan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Hasil jawaban responden
dalam kuesioner tersebut yang nantinya akan
diolah. Dalam penelitian ini ingin ditarik
kesimpulan mengenai hubungan kausalitas
(hubungan sebab akibat) antara variabel bebas
dan variabel terikat.
populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit
analisa yang ciri-cirinya (karakteristik) akan
diduga. Populasi dibedakan menjadi dua macam
yaitu populasi sampling dan populasi sasaran.
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah
konsumen pengguna jasa EMKL pada PT. Nisa
Tirta Sari (PT. NTS) yaitu delapan perusahaan
pengguna jasa
Teknik pengambilan sample dalam
peneitian ini menggunakan sensus dimana
semua jumlah populasi yang ada di jadikan
sample, namun dalam pengambilan sample
dilakukan dengan purposive sampling, teknik
sampel ini dipilih peneliti berdasarkan penilaian
27
atau pandangan dari peneliti berdasarkan tujuan
dan maksud penelitian. Peneliti memilih
elemen-elemen yang dimasukkan dalam sampel
karena percaya elemen-elemen tersebut adalah
wakil dari populasi. (Widayat dan Amirullah,
2002 ; 54). Menurut Danin (1997;98).sample
yang sengaja dipilih adalah subyek yang tidak
hanya sebagai pelaku langsung (pelanggan),
akan tetapi mengerti seluk beluk permasalahan
penelitian yang menjadi fokus kerja peneliti.
Maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini
adalah perusahaan yang diwakili oleh
pengambil keputusan atau yang terlibat
langsung dengan penyedia jasa yaitu 8 orang
(posisi) pengambil keputusan yaitu direktur,
manager pemasaran, manajer keuangan,
supervisor pemasaran, supervisor shipping,
supervisor produksi, staf pemasaran dan staf
keuangan dimana posisi tersebut diambil yang
terkait dengan proses interaksi antara penyedia
jasa dan pengguna jasa sehingga total sample
yang digunakan adalah 64 posisi (orang).
Definisi operasional dari variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian agar tidak
terjadi kesalahan dalam penafsiran, maka
diperlukan pendefinisian secara operasional
pada masing-masing variabel penelitian.
Berdasarkan permasalahan yang telah
dirumuskan serta hipotesis yang diajukan, maka
variabel-variabel yang akan dianalisis adalah
sebagai berikut :
1. Variabel tergantung atau Dependent
Variable (Y) yaitu : kepuasan user
pengguna jasa PT. NISA TIRTA SARI
Surabaya, merupakan sikap positif seorang
konsumen terhadap suatu produk atau jasa,
konsumen memiliki keinginan kuat untuk
membeli ulang produk atau jasa yang sama
pada saat sekarang maupun masa datang,
yang dilihat dari indikator-indikator :
a. Melakukan pembelian secara teratur
b. Membeli di luar lini produk
c. Menolak produk dari perusahaan lain
d. Kebal terhadap daya tarik pesaing
e. Menarik pelanggan baru untuk
perusahaan
f. Kekurangan / kelemahan akan
diberitahukan kepada perusahaan.
2. Variabel bebas atau Independent Variabel
(X) yaitu :
a. Kualitas layanan (X1) merupakan
tanggapan responden (user jasa) tentang
kualitas layanan yang didefinsikan
sebagai hal yang berkaitan dengan
kemampuan sebuah organisasi untuk
memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan, setelah melakukan
pembelian di PT. Nisa Tirta Sari
Surabaya.
Indikator variabel kualitas layanan
adalah:
1) Penampilan fasilitas fisik,
peralatan, dan materi komunikasi
perusahaan.
2) Kemampuan perusahaan untuk
memberikan layanan yang
dijanjikan secara akurat dan andal.
3) Kesediaan perusahaan untuk
membantu pelanggan menyediakan
layanan yang cepat.
4) Pengetahuan dan sopan santun
karyawan perusahaan dalam
menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan.
5) Perhatian individual yang
diberikan perusahaan kepada para
pelanggannya
b. Dimensi emosional (X2), yaitu
kepuasan yang tinggi menciptakan
suatu hubungan emosional yang sangat
kuat (emotional affinity) dengan suatu
merk serta kepuasan bukan hanya
karena kualitas produk, tetapi harga diri
atau nilai sosial yang menjadikan user
jasa puas terhadap brand PT. Nisa Tirta
Sari Surabaya. Indikator variabel
faktor emosional adalah:
1) Keinginan untuk selalu
menggunakan jasa yang diberikan
2) Adanya kesenangan yang
dirasakan
3) Adanya kebanggaan dalam
menggunakan jasa yang diberikan.
c. Dimensi biaya (X3) merupakan biaya
untuk mendapatkan jasa layanan
EMKL, yaitu user jasa yang tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan, atau
tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan produk atau jasa,
cenderung puas terhadap produk atau
jasa, unsur biaya dalam memperoleh
berpengaruh terhadap seberapa besar
pelanggan mengeluarkan biaya untuk
memperoleh pelayanan yang diberikan
sangat signifikan dalam menentukan
nilai bagi pelanggan dan memainkan
28
peran penting dalam pembentukan citra
bagi jasa tersebut dalam hal ini layanan
PT. Nisa Tirta Sari Surabaya.
Indikator variabel ini adalah:
1) Kesesuaian jasa pengiriman
dengan biaya
2) Terdapat discount/ commision fee
pada tarif layanan
3) Penawaran jasa yang lebih baik
tanpa menaikkan harga
4) konsistensi harga yang lebih baik
untuk jasa yang diberikan
Teknik pengukuran data dengan
menggunaan skala Likert. Responden diminta
untuk memberi respons terhadap setiap
pernyataan dengan memilih salah satu dari lima
preferensi persetujuannya.
Data penelitian ini diambil dari dua
sumber, antara lain ; Data yang diperoleh
langsung dari responden yang meliputi data
tentang kualitas layanan, faktor emosional dan
biaya untuk mendapatkan produk atau jasa user
jasa melalui penyebaran kuisioner yang akan
menghasilkan jawaban responden dan data
sekunder yang diperoleh melalui data-data dari
PT. Nisa Tirta Sari Surabaya, jumlah user jasa
serta data-data selama setahun dari pihak lain
yang berkepentingan dalam penelitian ini.
Sebelum dilakukan analisis data dengan
regresi linear, terlebih dahulu dilakukan
pengukuran reliabilitas dan validitas instrumen
data atau jawaban dari responden atas
kuesioner.
Uji reliabilitas sebenarnya alat untuk
mengukur suatu kuesioner yang merupakan
indikator dari variabel konstruk. Suatu variabel
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban
seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten
atau stabil dari waktu kewaktu. Sedangkan
pengukuran reliabilitas yang digunakan oleh
peneliti adalah dengan one shot atau
pengukuran sekali saja: disini pengukurannya
hanya sekali saja dan kemudian hasilnya
dibandingkan dengan pertanyaan lain atau
mengukur korelasi antara jawaban pertanyaan.
Dengan bantuan program SPSS diukur dengan
uji statisitik Cronbach Alpha (). Suatu
konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha lebih besar
dari 0.60. (Nunnaly dalam Ghozali,2002;42)
Uji validitas digunakan untuk mengukur
sah atau valid atau tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan
pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut. Untuk pengukuran validitas dilakukan
dengan mengkorelasikan antara skor butir
pertanyaan dengan total skor variabel, uji
signifikansi atau validitas dilakukan dengan
membandingkan nilai r hitung dengan r tabel.
Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai
positif maka butir pertanyaan atau indikator
tersebut dinyatakan valid. . (Ghozali,2002;42)
Setelah data terkumpul semuanya, maka
langkah selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut. Dalam penelitian ini teknik analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis
deskriptif kualitatif dengan persentase. Namun
sebelum data dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif, data hasil survey yang
didapatkan diuji validasi dan reliabilitasnya.
Data yang telah dikumpulkan diolah baik secara
manual maupun dengan menggunakan bantuan
komputer. Program yang digunakan untuk
membantu pengolahan data ini adalah program
SPSS version 13.0 for windows. Adapun
tahapan yang dilakukan dalam analisis data ini
adalah sebagai berikut Uji asumsi Klasik,
Analisis Koefisien Korelasi, Analisis Regresi
Berganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pengujian validitas dan reliabilitas,
menggunakan alat bantu komputer dengan
program SPSS. Untuk mengetahui setiap
pertanyaan (kuesiner) yang telah digunakan
pada responden tersebut sesuai harapan, serta
untuk mengetahui jawaban yang diberikan oleh
responden dapat dipercaya atau diandalkan.
Langkah untuk menguji validitas adalah
mengkorelasikan antara skor yang diperoleh
dari penjumlahan semua skor pertanyaan.
Korelasi tersebut kemudian dibandingkan
dengan r tabel koefisien kerelasi person, jika
nilai korelasi lebih besar dari nilai r tabel
koefisien korelasi person maka pertanyaan yang
diajukan pada responden tersebut signifikan,
sehingga dapat dikatakan bahwa kuesioner
tersebut valid. Hasil perhitungan untuk masing-
masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
29
Tabel 1:Hasil Uji Validitas Variabel Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan
KUALITAS
LAYANAN
X1_1 0,849 0,195 Valid
X1_2 0,626 0,195 Valid
X1_3 0,798 0,195 Valid
X1_4 0,799 0,195 Valid
X1_5 0,659 0,195 Valid
X1_6 0,762 0,195 Valid
X1_7 0,846 0,195 Valid
X1_8 0,759 0,195 Valid
X1_9 0,770 0,195 Valid
X1_10 0,892 0,195 Valid
EMOSIONAL
X2_1 0,919 0,195 Valid
X2_2 0,929 0,195 Valid
X2_3 0,950 0,195 Valid
BIAYA
X3_1 0,872 0,195 Valid
X3_2 0,708 0,195 Valid
X3_3 0,906 0,195 Valid
X3_4 0,941 0,195 Valid
KEPUASAN
KONSUMEN
Y1 0,851 0,195 Valid
Y2 0,840 0,195 Valid
Y3 0,903 0,195 Valid
Y4 0,855 0,195 Valid
Hasil pengukuran reliabeltas disajikan dalam tabel dibawah ini
Tabel 2: Hasil Uji Reliabilitas Variable Jumlah item r-Alpha Standart Alpha Keterangan
Kualitas Layanan 10 0,8217 0,600 reliabel
Emosional 3 0,9196 0,600 reliabel
Biaya 4 0,8773 0,600 reliabel
Kepuasan Konsumen 4 0,8838 0,600 reliabel
Pada tabel 2, menunjukkan bahwa semua
variabel mempunyai koefisien alpha lebih dari
0,6 maka dapat dikatakan bahwa semua
variabel dalam penelitian ini adalah reliable.
Artinya bahwa variable yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konsisten.
Analisis regresi linier berganda yang diolah
dengan SPSS, maka secara keseluruhan hasil
perhitungan yang tercantum dalam lampiran
dapat diformulasikan sebagai berikut:
Tabel 3:Hasil Regresi Linier Berganda Coefficients
Unstandardize
d Coefficients
Standardized
Coefficients
T
Sig.
Collinearity
Statistics
Model B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 3,050 1,975 1,545 ,134
KUALITAS 7,324E-02 ,065 ,156 1,134 ,267 ,575 1,739
EMOTION ,411 ,133 ,441 3,088 ,005 ,537 1,861
BIAYA ,318 ,104 ,396 3,055 ,005 ,652 1,534
Fungsi Regresi Linier Berganda;
Y = 3,059 + 0,073 X1 + 0,411 X2 + 0,318 X3
a. Koefisien konstanta (a) 3,059
menunjukkan variabel kepuasan
konsumen (Y) dengan asumsi variabel
bebasnya (X1dan X2) tetap atau
konstan.
30
b. Koefisien regresi linear kualitas
layanan (ß1) sebesar 0,073
menunjukkan bahwa jika variabel bebas
kualitas layanan (X1) berubah dengan
satu satuan, maka variabel terikat
kepuasan konsumen (Y) akan naik
sebesar 0,073 dengan asumsi X2 dan X3
tetap atau konstan.
c. Koefisien regresi linear emosional (ß2)
sebesar 0,411 menunjukkan bahwa jika
variabel bebas emosional (X2) berubah
satu satuan, maka variabel terikat
kepuasan konsumen (Y) akan naik
sebesar 0,411 dengan asumsi X1 dan X3
tetap atau konstan.
d. Koefisien determinasi R2 (adjust R
squared) = 68.3% dapat dikatakan
bahwa perubahan variabel terikat (Y)
bisa dijelaskan 68.3% secara bersama-
sama oleh variabel X1,X2 dan X3.
Sedangkan sebagian sisanya 21.7%
disebabkan oleh faktor lain.
e. R squared = 71.6% artinya variasi
dalam variabel bebas X1, X2 dan X3
mampu menjelaskan variabel terikat
sebesar 71.6%. Artinya hubungan antar
variabel bebas X1 dan X2 mempunyai
hubungan yang kuat sebagian sisanya
28.4% disebabkan oleh faktor lain.
Hasil uji asumsi Asumsi Klasik disajikan
sebagai berikut:
1. Uji Multikolinearitas
Variabel bebas penelitian ini tidak terjadi
multikolieritas, karena nilai VIF yang
dimiliki lebih kecil dari nilai VIF 10,
sedangkan salah satu sarat terjadinya
multikolinieritas adalah bila VIF suatu
variable bebas lebih besar dari angka 10,
dari hasil pengolahan SPSS didapatkan nilai
VIF untuk variabel X1 sebesar tolerance
value 0.575 dan VIF sebesar 1,739, dan X2
sebesar tolerance value 0.537 dan VIF
sebesar 1,861, dan X3 sebesar tolerance
value 0.652 dan VIF sebesar 1,534,
sehingga bisa disimpulkan tidak terjadi
multikolinieritas karena kedua variabel
tolerance value > 0,10 dan VIF < 10.
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk
mengetahui apakah ada kesalahan
pengganggu pada periode tertentu
berkorelasi dengan kesalahan penggangu
pada periode lainnya. Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi dapat dilihat jika DW hitung
lebih besar dari batas atas (du). Adapun ada
atau tidaknya autokorelasi dapat diketahui
bahwa nilai DW 1,693 sedangkan batas atas
(du) sebesar 1,72, adapun batas atas (4-du)
yang telah ditetapkan sebesar 2,28 .oleh
karena itu nilai DW (1,693) lebih besar
daripada batas atasdu (1,270) dan lebih
kecil dari batas atas 4-du (2,28) maka dapat
disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
3. Uji Heterokedastisitas
Variabel penelitian ini tidak terjadi
heterokedaktisitas, karena dari hasil uji
heterokedaktisitas menunjukkan bahwa
hasil taraf signifikan korelasi rank
spearman lebih besar dari taraf uji yaitu
0,05 sebagaimana terlihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4: Hasil Taraf Signifikan Korelasi
Rank Spearman Variabel
bebas
sign Kesimpulan
X1 0,05 Non
heterokedastisitas
X2 0,05 Non
heterokedastisitas
X3 0,05 Non
heterokedastisitas
Untuk membuktikan hipotesis penelitian
diterima atau ditolak akan dilakukan uji t dan
uji F.
1. Uji t
Uji t merupakan suatu uji hipotesis untuk
mengetahui pengaruh dari masing-masing
variabel bebas secara parsial atau individual
terhadap variabel terikat.
Ketentuan :
a. H0 : b1 = b2 = b3 = 0, artinya X1, X2 dan
X3 (kualitas layanan, emosional dan
biaya) secara parsial tidak ada pengaruh
yang nyata terhadap Y (kepuasan
konsumen).
b. H1 : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠0, artinya X1, X2 dan
X3 (kualitas layanan, emosional dan
biaya) secara parsial ada pengaruh yang
nyata terhadap Y (kepuasan
konsumen).
c. Tingkat signifikasi α = 0.05, maka α/2
= 0.025
31
d. Df = n-k-1 = 30-2-1 = 27
e. Apabila t hitung < t tabel atau –t hitung > -t
tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Apabila t hitung > t tabel atau –t hitung < -t
tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
f. Hipotesis penelitian :
a). Diduga kualitas layanan
berpengaruh secara parsial terhadap
kepuasan konsumen PT NTS.
Dari tabel di dapatkan t hitung = 1.34
dan dengan tingkat signifikasni
sebesar 0,267 atau 26,7%.
Karena tingkat signikansi dari X1
lebih besar dari 0,05 atau 5 %,
maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Dengan kata lain berarti secara
parsial tidak terdapat pengaruh
yang nyata antara kualitas layanan
terhadap kepuasan konsumen pada
PT. Nisa Tirta Sari.
b). Diduga bahwa emosional
berpengaruh secara parsial terhadap
kepuasan konsumen
Dari tabel di dapatkan t hitung = 3.49
dan tingkat signifikansi sebesar
0,005 atau 0,5 %.
Karena tingkat signifikansi untuk
variabel X2 lebih kecil dari 0,05
atau 5 % , yaitu sebesar 0,05%
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Dengan kata lain berarti secara
parsial ada pengaruh yang nyata
antara emosional terhadap
kepuasan konsumen pada PT. Nisa
Tirta Sari
c). Diduga bahwa biaya berpengaruh
secara parsial terhadap kepuasan
konsumen
Dari tabel di dapatkan t hitung =
3.055 dan tingkat signifikansi
sebesar 0,005 atau 0,5 %.
Karena tingkat signifikansi untuk
variabel X3 lebih kecil dari 0,05
atau 5 % , yaitu sebesar 0,05%
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Dengan kata lain berarti secara
parsial ada pengaruh yang nyata
antara biaya terhadap kepuasan
konsumen pada PT. Nisa Tirta Sari
2. Uji F
Uji F merupakan suatu uji hipotesis untuk
mengetahui pengaruh dari keseluruhan
variabel bebas secara simultan atau
bersama-sama terhadap variabel terikat.
Ketentuan :
a. Ho : b1 = b2 = b3 = 0, artinya X1 , X2
dan X3 (kualitas layanan, emosional
dan biaya) secara simultan tidak ada
pengaruh yang nyata terhadap Y
(kepuasan konsumen).
Ho : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya X1, X2
dan X3 (kualitas layanan, emosional
dan biaya) secara simultan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap Y
(kepuasan konsumen).
b. Taraf signifikasi α = 0.05
c. Dari data diperoleh F hitung = 21.821
d. Apabila F hitung < F tabel maka H0
diterima dan H1 ditolak
Apabila F hitung > F tabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
Karena tingkat signifikansi untuk F
hitung lebih kecil dari 0,05 atau 5% yakni
0%, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal
ini berarti ada pengaruh yang nyata antara
kuialitas layanan, emosional dan biaya
secara simultan terhadap kepuasan
konsumen. Dengan demikian hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa koalitas
layanan, emosional dan biaya mempunyai
pengaruh secara simultan terhadap kepuasan
konsumen PT NTS terbukti kebenarannya.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data, uji hipotesis dan
interprestasi hasil yang telah di kemukakan
dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor Kualitas layanan tidak berpengaruh
secara parsial terhadap kepuasan konsumen
PT Nisa Tirta Sari.
2. Faktor Emosional berpengaruh secara
parsial terhadap kepuasan konsumen PT.
Nisa Tirta Sari.
3. Faktor biaya berpengaruh secara parsial
terhadap kepuasan konsumen PT. Nisa
Tirta Sari.
4. Faktor Kualitas Layanan, Emosional dan
biaya secara simultan berpengaruh terhadap
kepuasan konsumen PT. Nisa Tirta Sari.
Implikasi managerial seharusnya PT. Nisa
Tirta Sari dalam pengambilan kebijakan terkait
dengan konsumennya harus lebih
memperhatikan faktor emosional dan biaya,
32
karena berdasarkan hasil analisis penelitian
menunjukkan bahwa kedua faktor inilah yang
mempunyai pengaruh terhadap kepuasan
konsumen. Sementara intu PT. Nisa Tirta Sari
harus mengevaluasi kualitas pelayanan yang
selama ini diberikan karena ternyata faktor ini
menurut konsumen tidak mempengaruhi
kepuasan mereka.
Kepuasan yang tinggi dapat menciptakan
suatu hubungan emosional yang sangat kuat
(emotional affinity) dengan suatu merk serta
kepuasan bukan hanya karena kualitas produk,
tetapi harga diri atau nilai sosial yang
menjadikan user jasa puas terhadap brand PT.
Nisa Tirta Sari Surabaya. Indikator
variabel faktor emosional adalah keinginan
untuk selalu menggunakan jasa yang diberikan,
adanya kesenangan yang dirasakan, adanya
kebanggaan dalam menggunakan jasa yang
diberikan.
Dari dimensi biaya untuk mendapatkan
jasa layanan EMKL, user jasa tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan, atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan produk
atau jasa. Unsur biaya sangat signifikan dalam
menentukan nilai bagi pelanggan dan
memainkan peran penting dalam pembentukan
citra bagi jasa tersebut dalam hal ini layanan
PT. Nisa Tirta Sari Surabaya. Indikator variabel
ini adalah kesesuaian jasa pengiriman dengan
biaya, terdapat discount/ commision fee pada
tarif layanan, penawaran jasa yang lebih baik
tanpa menaikkan harga, konsistensi harga yang
lebih baik untuk jasa yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Al Barry, Dahlan, 2001, Kamus Ilmiah Populer,
Arkola, Surabaya
Alma, Buchori, 2002, Manajemen Pemasaran
dan Pemasaran Jasa, Alfabeta, Bandung.
Arnould, Eric, Linda Price, George Zinkhan,
2002, The Consumer, Mc Graw Hill,
Internal Edition.
Barners, James G.,2003, Screet of Customer
Relatioship Management, Rahasia
Manajemen Hubungan Pelanggan, Andi,
Yogyakarta.
Chandra, Gregorius, 2002, Strategi dan
Program Pemasaran, PT. Andi,
Yoyakarta.
Cravens, David, W..1996, Pemasaran Strategis,
Edisi Keempat , Jilid 1, Erlangga
Jakarta.
Danin, Sudarwan, 1997, Metode Penelitian
untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Cetakan
Pertama, Bumi Aksara Jakarta.
Ghozali, Imam., 2005, Aplikasi Analisa
Multivariate Dengan Program SPSS,
Edisi I, Badan Penerbit –UNDIP
Semarang.
Griffin,Jill,1995, Handbook of Customer
Satisfaction Measurement,
Cambride;Great Britain at the University.
Indriantoro, Nur dan Supomo, 2002,
Metodologi Penelitian Akuntansi dan
Manajemen, BPFE Yogyakarta.
Irawan, Handy, 2004, 10 Prinsip Kepuasan
Pelanggan, Cetakan Keenam, PT. Elex
Komputindo, Jakarta
J. Supranto, 1997, Pengukuran Tingkat
Kepuasan Pelanggan, Jakarta, Rineka
Cipta.
Kotler, Philip., 1993, Manajemen Pemasaran;
Analisis, Perencanaan, Implementasi,
Dan Pengendalian, Edisi Ketiga,
Erlangga Jakarta.
………, 2002, Manajemen Pemasaran, Edisi
Millenium, Prehallindo, Jakarta.
Lupiyoadi, Rambat, 2001, Manajemen
Pemasaran Jasa; Teori dan Aplikasi,
Edisi Pertama, PT. Salemba Empat,
Jakarta.
Mursyid, 2003, Manajemen Pemasaran,
Cetakan Ketiga, Bumi Aksara, Bandung.
Mustofa Zainal, 1999, Microstat Untuk
Mengolah Data Statistik, Edisi III, Andi,
Yogyakarta.
Mowen, John C. dan Michael Miror, 2001,
Perilaku Konsumen, Jilid 1, Edisi
Kelima, Erlangga Jakarta.
Payne, Adrian 2000, Pemasaran Jasa, Edisi
terjemahan, Andi, Yogyakarta
Shiffman., Kanuk 2000, Marketing Scale, Andi
Ofset Press, Yogyakarta, Edisi
Terjemahan
Schnaar, S.P. 1998, Marketing Strategy
:Customers and Competitions, edisi
2New York, Free Press.
Simamora, Bilson, 2001, Panduan Riset
Perilaku Konsumen, cetakan kedua, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susanto, dkk, 2003, Dasar-Dasar Pemasaran ,
Edisi Pertama, Mitra Bestari,
Yogyakarta.
Sumarwan, U, 2003, Perilaku Konsumen, Edisi
kedua, Andi, Yogyakarta.
33
Satnton, William J., 1994, Fundamental of
Marketing, edisi kedelapan, singapore,
Mcgraw Hill
Swastha, Basu Dh dan Handoko, Hani T, 1990,
Manajemen Pemasaran ; Analisa
Perilaku Konsemen, edisi pertama,
BPFE, Yogyakarta
Tjiptono, Fandy, 1997, Strategi Pemasaran,
Edisi Kedua, Andi, Yogyakarta.
………., 2001, Manajemen Jasa, Andi,
Yogyakarta.
………., dan Anastasia Diana, 2001, Total
Quality Management, Edisi Revisi, Andi,
Yogyakarta.
Widayat dan Amirullah, 2002, Riset Bisnis,
Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Widodo. Lili, Adi, Manajemen Bisnis berbasis
Hasil Penelitian, Alfabeta, Bandung.
www. diknas.gov.id
www. Promarketing.co.id
34
KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KARYAWANPT. ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO)
HELMI BUYUNG AULIA SAFRIZAL
Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo Madura
Kampus UTM, Jl. Raya Telang Po. Box 2 Kamal Bangkalan 69162
ABSTRACT Quality of work life is the degree to which members of the work organization are able to satisfy their most important personal needs through organizational experiences. Quality of work life implementation have three benefit. The first, the most direct benefit is usually increased job satisfaction and organizational commitment among the work force. A second benefit is increased productivity and third-namely, increased organizational effectiveness. The purpose of this reseach are: 1) to analize whether quality of work life factor that include compensation, job design, participation and job security partially have significant direct influence to employee organization commitment; 2) to analize whether organization commitment have significant direct influence to employee performance; 3) to find out quality of work life factor that include compensation, job design, participation and job security partially have significant indirect influence to employee performance. The result of this research are: 1) quality of work life factor that include compensation, job design, participation and job security partially have significant direct influence to organization commitment; 2) organization commitment have significant direct influence to employee performance; 3) quality of work life factor that include compensation, job design, participation and job security partially have significant indirect influence to employee performance.
Key words: quality of work life, job design, job security, employee performance
PENDAHULUAN
Memasuki era globalisasi dan pasar bebas saat
ini, persaingan terjadi di segala bidang
kegiatan bisnis. Dalam menghadapi kompetisi
pasar global maka dunia bisnis dan industri
harus berbenah diri agar tetap eksis. Perusahaan
merupakan salah satu bagian dalam mata rantai
bisnis yang penting. Perusahaan tidak lagi
bersaing secara nasional tetapi sudah harus
mampu bersaing secara internasional sesuai
dengan tuntutan global saat ini. Untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya,
perusahaan harus dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
baik di dalam maupun di luar perusahaan serta
melakukan inovasi untuk mengembangkan
perusahaan. Perusahaan perlu mengupayakan
agar setiap sumber daya yang dimiliki dapat
digunakan secara efektif dan efisien sehingga
pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan
skala ekonomis dan meningkatkan kemampuan
kompetitif perusahaan.
Salah satu sumber daya yang terpenting di
dalam perusahaan adalah sumber daya manusia
atau tenaga kerja. Sumber daya manusia
merupakan elemen terpenting dalam
mengoperasikan seluruh sumber daya lain yang
terdapat di dalam perusahaan. Perusahaan perlu
mengembangkan cara-cara baru untuk
mengelola sumber daya manusia untuk dapat
dimanfaatkan dalam usaha meningkatkan
kemajuan perusahaan. Salah satu cara yang
dapat diterapkan adalah dengan meningkatkan
kualitas kehidupan kerja para karyawannya.
Kualitas kehidupan kerja merupakan suatu
tingkat dimana anggota dari suatu organisasi
mampu memuaskan kebutuhan pribadi yang
penting melalui pengalamannya dalam
melakukan pekerjaan pada organisasi tersebut.
Kualitas kehidupan kerja ditentukan dari
persepsi karyawan terhadap keadaan, mental
dan fisik pada saat bekerja. Peningkatan
kualitas kehidupan kerja akan membawa
pengaruh yang positif terhadap organisasi.
Pengaruh positif secara langsung yang
diperoleh adalah pertama, meningkatkan
kepuasan kerja dan komitmen terhadap
organisasi/perusahaan diantara karyawan.
Kedua, meningkatkan produktivitas. Ketiga,
berkaitan dengan dua keuntungan sebelumnya,
adalah meningkatkan efektivitas organisasi.
Komitmen karyawan pada organisasi
mempengaruhi karyawan tersebut untuk
35
berusaha lebih baik dalam bekerja baik secara
langsung maupun tidak langsung akan
meningkatkan kinerja karyawan tersebut.
Dengan adanya komitmen yang tinggi dari
karyawan pada organisasi maka karyawan akan
mengerahkan segala kemampuan mereka untuk
melaksanakan segala tugas yang dibebankan
kepada mereka termasuk menuruti segala
peraturan yang ada. Karyawan memiliki
kemampuan untuk mengkomitmenkan atau
tidak mengkomitmenkan dirinya pada suatu
organisasi. Setiap karyawan dituntut untuk
selalu berkomitmen terhadap organisasi.
Komitmen karyawan pada organisasi
mencerminkan kepercayaan karyawan pada
misi dan tujuan organisasi.
Kualitas kehidupan kerja adalah suatu
keadaan lingkungan kerja yang baik atau tidak
baik bagi pekerja. Kegunaan yang mendasar
adalah mengembangkan suatu lingkungan kerja
yang baik yang sesuai dengan kesejahteraan
ekonomi organisasi (Davis dan Newstrom,
1993: 345). Mondy dan Noe (1993: 347)
berpendapat, Kualitas kehidupan kerja adalah
tingkat dimana anggota dari suatu organisasi
kerja mampu memuaskan kebutuhan pribadi
yang penting melalui pengalaman organisasi
mereka. Menurut Riggio (2000: 240) yang
mengutip pernyataan Efraty dan Sirgy
menyatakan bahwa bukti mengindikasikan
bahwa peningkatan kualitas kehidupan kerja
akan membawa pengaruh yang positif terhadap
organisasi seperti meningkatkan produktivitas
dan kualitas dan menurunkan tingkat absensi
dan perputaran karyawan.
Wether dan Davis (1993: 412) kualitas
kehidupan kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu supervisi, kondisi kerja, gaji,
tunjangan dan desain pekerjaan. Riggio (2000:
240) menyatakan, bahwa kualitas kehidupan
kerja ditentukan oleh kompensasi yang diterima
karyawan, kesempatan untuk berpartisipasi
dalam organisasi, keamanan kerja, desain
pekerjaan dan kualitas interaksi antar anggota
organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas kehidupan kerja pada penelitian ini
akan dibatasi menjadi empat faktor yang
meliputi kompensasi, desain pekerjaan,
partisipasi dan keamanan kerja.
Kompensasi adalah apa yang karyawan
terima sebagai balasan dari kontribusinya
terhadap organisasi (Werther dan Davis,1993:
212). Sedangkan menurut Nitisemito (2000:
90-95) bahwa kompensasi adalah balas jasa
yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan, yang dapat dinilai dengan uang dan
cenderung diberikan secara tetap. Kompensasi
merupakan hal penting bagi karyawan karena
akan mempengaruhi sikap dan perilaku kerja
karyawan dalam suatu perusahaan sehingga
setiap perusahaan perlu menetapkan
kompensasi yang paling tepat agar dapat
mendukung tercapainya tujuan perusahaan.
Terdapat beberapa pertimbangan yang
diperlukan dalam menetapkan kompensasi yang
tepat menurut pendapat Nitisemito (2000: 90-
95) yaitu kompensasi harus dapat memenuhi
kebutuhan minimal, kompensasi harus dapat
mengikat, kompensasi harus dapat
menimbulkan semangat dan kegairahan kerja,
kompensasi harus adil, kompensasi tidak boleh
bersifat statis, komposisi dari kompensasi yang
diberikan harus diperhatikan.
Desain pekerjaan adalah fungsi penetapan
kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau
kelompok karyawan secara organisasional.
Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-
penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-
kebutuhan organisasi, teknologi dan
keperilakuan. Dari sudut pandangan
manajemen personalia, desain pekerjaan sangat
mempengaruhi kualitas kehidupan kerja,
dimana hal ini tercermin pada kepuasan
individu para pemegang jabatan (Handoko,
1999: 31). Para karyawan menghabiskan
banyak waktunya pada sebuah pekerjaan dan
merupakan hal yang penting untuk mendesain
pekerjaan dengan baik sehingga karyawan
tersebut menyenangi pekerjaan mereka.
Handoko (1999: 33) menyatakan terdapat
beberapa elemen keperilakuan yang perlu
dipertimbangkan dalam desain pekerjaan yaitu
otonomi pekerjaan, variasi pekerjaan, identitas
tugas dan umpan balik pekerjaan.
Partisipasi adalah keterlibatan mental dan
emosional orang-orang dalam situasi kelompok
yang mendorong mereka untuk memberikan
kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagi
tanggung jawab dalam pencapaian tujuan
(Newstrom dan Davis, 1993: 247). Menurut
pengertian ini partisipasi mengandung tiga
gagasan penting yaitu keterlibatan mental dan
emosional, motivasi untuk memberikan
kontribusi dan penerimaan tanggung jawab.
Keterlibatan mental dan emosional yang lebih
dari sekedar aktivitas fisik, keseluruhan pribadi
36
seseorang terlibat, bukan hanya keterampilan
saja. Keterlibatan ini bersifat psikologis
daripada fisik. Seseorang yang berpartisipasi
akan lebih terlibat egonya daripada hanya
terlibat tugas. Partisipasi ini dapat dilakukan
dengan melibatkan karyawan dan ide-idenya
dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan. Motivasi karyawan untuk
memberikan kontribusinya dapat dilihat dengan
cara karyawan diberi kesempatan untuk
menyalurkan inisiatif dan kreatifitasnya dalam
mencapai tujuan perusahaan. Partisipasi
mendorong karyawan untuk menerima
tanggung jawab dalam aktivitas kelompok. Hal
ini merupakan suatu proses sosial dimana
karyawan terlibat egonya dalam perusahaan
dan menginginkan keberhasilan atas usahanya.
Pada saat karyawan mau menerima tanggung
jawab atas aktivitas kelompok, mereka melihat
adanya peluang untuk melakukan hal-hal yang
mereka inginkan, yaitu merasa tanggung jawab
untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Keamanan kerja adalah bebas dari
ancaman fisik maupun psikologis, meliputi
keamanan pada saat karyawan bekerja dan rasa
aman di masa depan. Bila keamanan kerja
terjamin maka dapat mengurangi kegelisahan,
meningkatkan semangat dan kegairahan kerja
para karyawan. Keamanan pada saat karyawan
bekerja biasanya berkaitan dengan program
keamanan dan kesehatan karyawan yang
pelaksanaannya diatur oleh pemerintah dan
perusahaan wajib mematuhinya. Adanya
program ini dimaksudkan untuk mengurangi
terjadinya kecelakaan dan penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan. Handoko (1999:
191-192) menyatakan bahwa program-program
keamanan dan kesehatan karyawan dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk yaitu
membuat kondisi kerja aman seperti dengan
membeli atau mempergunakan mesin-mesin
yang dilengkapi alat-alat pengaman, melakukan
kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan
seperti dengan memasang poster-poster untuk
selalu mengingatkan tentang keamanan dan
penciptaan lingkungan kerja yang sehat untuk
menjaga kesehatan para karyawan dari
gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran,
kelelahan dan lain-lain.
Komitmen pada organisasi meliputi tiga
sikap: (1) perasaan identifikasi pada tujuan
organisasi, (2) perasaaan keterlibatan dalam
tugas organisasi dan (3) perasaan loyalitas atau
kesetiaan terhadap perusahaan (Gibson,
Ivancevich dan Donnelly, 1985: 199). Dengan
demikian orang yang berkomitmen pada
organisasi tidak berkeinginan untuk berhenti
bekerja dan menerima pekerjaan di organisasi
lain. Steers dan Porter (1991: 290) memberikan
definisi komitmen pada organisasi sebagai
kekuatan relatif identifikasi dan keterlibatan
individu pada suatu organisasi tertentu yang
diindikasikan dengan adanya keyakinan kuat
pada tujuan dan nilai-nilai organisasi, kesediaan
untuk melakukan usaha-usaha tertentu bagi
kepentingan organisasi serta keinginan kuat
untuk terus menjadi anggota organisasi.
Definisi ini mengandung ide loyalitas
organisasi atau perusahaan tetapi komitmen
organisasi lebih luas dari sekedar loyalitas yang
sifatnya pasif karena menuntut karyawan untuk
memberi kontribusi aktif bagi organisasi. Lebih
lanjut, Steers dan Porter (1991: 290)
mengatakan bahwa komitmen pada organisasi
merupakan proses yang berkesinambungan
dimana pelaku-pelaku organisasi
memperlihatkan kepedulian mereka pada
organisasi serta kelangsungan keberhasilan dan
kebaikan organisasi.
Newstrom dan Davis (1993: 198)
mengemukakan bahwa komitmen organisasi
merupakan tingkat dimana karyawan mengenal
organisasi dan berkeinginan untuk terus
berpartisipasi secara aktif dalam organisasi
tersebut. Lebih lanjut Newstrom dan Davis
(1993: 198) mengemukakan komitmen
organisasi merupakan ukuran kemauan
karyawan untuk tinggal atau bertahan dalam
perusahaan di masa depan. Komitmen
organisasi juga mencerminkan kepercayaan
karyawan pada misi dan tujuan perusahaan,
kemauan untuk melakukan usaha-usaha tertentu
dalam mencapai misi dan tujuan itu serta
berniat untuk terus bekerja pada organisasi
tersebut. Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa komitmen organisasi
merupakan kekuatan relatif dari identifikasi dan
keterlibatan individu dengan organisasi.
Komitmen mengandung definisi loyalitas tetapi
komitmen lebih dari sekedar loyalitas karena
melibatkan hubungan aktif individu dengan
organisasi dimana individu memberikan
sesuatu dari dirinya untuk membantu organisasi
mencapai sukses. Komitmen organisasi
merupakan suatu proses yang berkelanjutan
dimana seluruh pelaku yang berkaitan dengan
37
organisasi mengekspresikan perhatiannya pada
kepentingan organisasi.
Greenberg dan Baron (1993: 175)
mengatakan bahwa komitmen afektif hampir
sama dengan pendekatan orientasi kesamaan
tujuan individual organisasional yang
menunjukkan kuatnya keinginan seseorang
untuk terus bekerja bagi organisasi karena ia
sejalan dan memang berkeinginan untuk
melakukannya. Komitmen kontinuan,
dipengaruhi dan atau dikembangkan pada saat
individu melakukan investasi yang mana
investasi tersebut akan hilang atau berkurang
nilainya apabila individu beralih dari
organisasinya. Komitmen ini berhubungan
dengan pendekatan side-bets atau pendekatan
orientasi sisi pertaruhan yang menunjukkan
kuatnya tendensi kebutuhan sesorang untuk
terus bekerja bagi organisasi (Greenberg dan
Baron, 1993: 175). Komitmen normatif,
dipengaruhi dan atau berkembang sebagai hasil
dari internalisasi tekanan normatif untuk
melakukan serangkaian tindakan tertentu dan
penerimaan keuntungan yang menimbulkan
perasaan akan kewajiban yang harus dibalas.
Karyawan dengan komitmen afektif yang
kuat bertahan dalam organisasi karena mereka
“menginginkan” (want to); karyawan dengan
komitmen kontinuan yang kuat bertahan dalam
organisasi karena mereka “membutuhkan”
(need to); sedangkan karyawan dengan
komitmen normatif yang kuat bertahan dalam
organisasi karena mereka merasa “seharusnya”
(ought to) berbuat hal tersebut. Menurut
Greenberg dan Baron (1993: 649) terdapat tiga
keuntungan yang dapat diperoleh dari
penerapan kualitas kehidupan kerja yaitu
meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen
terhadap organisasi diantara karyawan,
meningkatkan produktivitas dan meningkatkan
efektivitas organisasi. Studi-studi telah
menemukan bahwa tingkat komitmen
organisasi yang tinggi cenderung dihubungkan
dengan tingkat absensi dan turnover yang
rendah. Sehingga semakin berkomitmen
seseorang karyawan semakin berkurang
keinginannya untuk mencari pekerjaan baru
dibandingkan dengan mereka yang kurang
berkomitmen (Roberts dan Hunt, 1991: 148).
Miner (1992: 125) menyatakan bahwa
komitmen yang tinggi mempunyai hubungan
yang positif dengan rendahnya absensi atau
ketidakhadiran dan produktifitas yang tinggi.
Karyawan yang benar-benar berkomitmen pada
organisasi biasanya mempunyai catatan
kehadiran yang baik, memiliki kesetiaan dan
ketaatan pada kebijaksanaan perusahaan dan
mempunyai tingkat turnover yang rendah
(Newstrom dan Davis, 1993: 198)
Simamora (1999:416) mengatakan bahwa
kinerja merupakan proses dengannya organisasi
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu.
Penilaian kinerja dilakukan melalui konstribusi
karyawan terhadap organisasi selama periode
waktu tertentu. Whitmore (1997:104)
mendefinisikan kinerja sebagai pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang.
Bernardin dan Russel (ruky, 2001:14-16)
mendefinisikan kinerja sebagai berikut:
“kinerja didefinisikan sebagai catatan kemajuan
dalam mencapai hasil-hasil pada fungsi kerja
secara khusus atau aktivitas selama kurun
waktu tertentu”. Maksud dari Bernardin dan
Russel menekankan pengertian prestasi sebagai
“hasil” atau “apa yang keluar” (outcomes) dari
sebuah pekerjaan dan konstribusi mereka pada
organisasi.
Untuk mengetahui tinggi-rendahnya
kinerja seseorang, maka perlu dilakukan
penilaian kinerja. Handoko (1996:135)
mendefinisikan penilaian kinerja sebagai proses
melalui mana organisasi mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja karyawan. Sedangkan
Suprihanto (1988:7) mengatakan penilaian
kinerja sebagai suatu sistem yang digunakan
untuk menilai dan mengetahui apakah seorang
karyawan telah melaksanakan pekerjaannya
masing-masing secara keseluruhan. Penilaian
itu mencakup aspek yang tidak hanya dilihat
dari segi fisiknya tetapi meliputi berbagai aspek
seperti kemampuan kerja, disiplin, hubungan
kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal
khusus sesuai dengan bidang dan level
pekerjaannya.
Gomes (2000:142), melengkapi kedua
pendapat diatas dengan mengatakan ukuran
performasi yang bersifat kuantitatif seperti
satuan-satuan produksi dan volume penjualan
menghasilkan pengukuran yang konsisten
secara relatif. Kriteria-kriteria yang sifatnya
subyektif, seperti sikap, kreativitas dan kerja
sama menghasilkan pengukuran yang kurang
konsisten, tergantung pada siapa yang
mengevaluasi dan bagaimana pengukuran itu
dilakukan. Selanjutnya Gomes (2000:142)
mengemukakan beberapa kriteria performansi
38
kerja yang didasarkan atas deskripsi perilaku
yang spesifik:
1. Quantity of work, yaitu jumlah hasil kerja
yang didapat dalam suatu periode waktu
yang ditentukan.
2. Quality of work, yaitu kualitas kerja yang
dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian
dan kesiapannya.
3. Job Knowledge, yaitu luasnya pengetahuan
mengenai pekerjaan dan ketrampilannya.
4. Creativeness, yaitu keaslian gagasan-
gagasan yang dimunculkan dan tindakan-
tindakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan yang timbul.
5. Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja
sama dengan orang lain (sesama anggota
organisasi).
6. Dependability, yaitu kesadaran dan dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja;
7. Initiative, yaitu semangat untuk
melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggung jawabnya;
8. Personal qualities, yaitu menyangkut
kepribadian, kepemimpinan, keramah-
tamahan dan integritas pribadi.
Miner (1992: 125) menyatakan bahwa
komitmen yang tinggi mempunyai hubungan
yang positif dengan rendahnya absensi atau
ketidakhadiran dan produktifitas yang tinggi.
Karyawan yang benar-benar berkomitmen pada
organisasi biasanya mempunyai catatan
kehadiran yang baik, memiliki kesetiaan dan
ketaatan pada kebijaksanaan perusahaan dan
mempunyai tingkat turnover yang rendah
(Newstrom dan Davis, 1993: 198). Penelitian
McNeese-Smith (1996) menunjukkan bahwa
komitmen organisasi berhubungan signifikan
positif terhadap kinerja karyawan produksi
yang ditunjukkan dengan nilai Pearson (r)
sebesar 0,31 (signifikan pada level 0,001).
Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bahwa faktor-faktor kualitas kehidupan
kerja yaitu kompensasi, desain pekerjaan,
partisipasi dan keamanan kerja secara
parsial mempunyai pengaruh langsung yang
bermakna terhadap komitmen organisasi
karyawan laut PT. ASDP Indonesia Ferry
(Persero) Cabang Surabaya.
2. Bahwa komitmen organisasi mempunyai
pengaruh langsung yang bermakna terhadap
kinerja karyawan laut PT. ASDP Indonesia
Ferry (Persero) Cabang Surabaya
3. Faktor-faktor kualitas kehidupan kerja yang
meliputi kompensasi, desain pekerjaan,
partisipasi dan keamanan kerja secara
parsial mempunyai pengaruh tidak langsung
yang bermakna terhadap kinerja karyawan
laut PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero)
Cabang Surabaya.
METODE
Variabel penelitian yang akan diukur dalam
penelitian ini berjumlah 5 (lima) variabel.
Variabel-variabel tersebut adalah :
1. Variabel Y2, yaitu kinerja karyawan
2. Variabel Y1, yaitu komitmen organisasi
3. Variabel X, yaitu faktor-faktor kualitas
kehidupan kerja yang meliputi :
a. Kompensasi (X1)
b. Desain Pekerjaan (X2)
c. Partisipasi (X3)
d. Keamanan Kerja (X4)
Populasi dalam penelitian ini merupakan
karyawan laut PT. ASDP Indonesia Ferry
(Persero) Cabang Surabaya yang berjumlah 38
orang. Karena jumlah populasi tidak begitu
besar maka dalam penelitian ini sampel adalah
keseluruhan populasi.
Data yang diperoleh akan dianalisis
dengan menggunakan teknik analisis jalur Path
Analysis untuk memenuhi tujuan penelitian. Uji
ini dimaksudkan untuk menerangkan akibat
langsung dan tidak langsung seperangkat
variabel, sebagai variabel penyebab terhadap
variabel akibat (Ferdinand, 2002:40).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, model hubungan
variabel bebas dengan variabel antara dan
variabel terikat dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan berikut:
ZY1 = P1X1 + P2X2 + P3X3 + P4X4 + ε1
ZY2 = P5Y1 + ε2
Pendugaan parameter atau perhitungan
koefisien jalur dengan metode OLS, bilamana
dilakukan dengan software SPSS maka:
39
dihitung melalui analisis regresi, yaitu
dilakukan pada masing-masing persamaan
secara parsial (Solimun, 2002).
Untuk bentuk persamaan pertama
diperoleh hasil analisis regresi sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Regresi : Pengaruh
X1 – X4 Terhadap Y1
Var
Standardized
coefficients
beta
t Sig.
X1
X2
X3
X4
0,318
0,294
0,328
0,285
2,880
2,532
2,659
2,414
0,007
0,016
0,012
0,021
R = 0,798
R2 = 0,636
F hitung = 14,439
Sig F = 0,000
Untuk bentuk persamaan kedua
diperoleh hasil analisis regresi sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil analisis regresi : Pengaruh Y1
terhadap Y2
Var
Standardized
coefficients
beta
t Sig.
Y1 0,597 4,47 0,000
R = 0,597
R2 = 0,357
F hitung = 19,978
Sig F = 0,000
Dari hasil analisis regresi dalam Tabel 1
dan Tabel 2, maka bentuk persamaan dapat
dinyatakan sebagai berikut :
ZY1 = 0,318X1 + 0,294X2 + 0,328X3 +
0,285X4 + ε1
ZY2 = 0,597Y1 + ε2
Berdasarkan hasil analisis regresi yang
telah dilakukan, maka dikemukakan pengujian
hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1
Dari hasil analisis regresi yang disajikan
pada Tabel 1 diperoleh F hitung sebesar 14,439
dengan tingkat signifikansi 0,000, yang berarti
p (0,000) < 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel
X1 sampai X4 secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y1.
Hasil analisis regresi pada Tabel 1 juga
menunjukkan bahwa secara parsial variabel
kompensasi (X1), desain pekerjaan (X2),
partisipasi (X3) dan keamanan kerja (X4)
berpengaruh secara signifikan terhadap
komitmen organisasi karyawan (Y1), karena
nilai signifikansi t lebih kecil dari 5% (alpha =
0,05). Dengan kata lain p < 0,05, maka H0
ditolak dan H1 diterima.
Besarnya pengaruh masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat akan
dijelaskan sebagai berikut :
a. Variabel kompensasi (X1)
Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai
= 0,318 dan Sig t = 0,007. Hal ini berarti
X1 berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap Y1, maka bila X1 naik satu
poin, variabel Y1 akan naik sebesar 0,318.
b. Variabel desain pekerjaan (X2)
Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai
= 0,294 dan Sig t = 0,016. Hal ini berarti
X2 berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap Y1, maka bila X2 naik satu
poin, variabel Y1 akan naik sebesar 0,294.
c. Variabel partisipasi (X3)
Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai
= 0,328 dan Sig t = 0,012. Hal ini berarti
X3 berpengaruh secara signifikan dan
Gambar 2: Bentuk Diagram Jalur
Kompensasi (X1)
Desain Pekerjaan (X2)
Partisipasi (X3)
Keamanan Kerja (X4)
Komitmen Organisasi
(Y1)
Kinerja Karyawan(Y2)
e1 e2
40
positif terhadap Y1, maka bila X3 naik satu
poin, variabel Y1 akan naik sebesar 0,328.
d. Variabel kemanan kerja (X4)
Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai
= 0,285 dan Sig t = 0,021. Hal ini berarti
X4 berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap Y1, maka bila X4 naik satu
poin, variabel Y1 akan naik sebesar 0,285.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa
faktor-faktor kualitas kehidupan kerja yaitu
kompensasi, desain pekerjaan, partisipasi dan
keamanan kerja secara parsial mempunyai
pengaruh langsung yang bermakna terhadap
komitmen organisasi karyawan laut PT. ASDP
Indonesia Ferry (Persero) Cabang Surabaya
dapat diterima.
Hipotesis 2
Dari hasil analisis regresi yang
disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
nilai signifikansi t sebesar 0,000, yang berarti p
(0,000) < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1
diterima. Dari Tabel 2 juga memperlihatkan
nilai = 0,597. Hal ini berarti Y1 berpengaruh
langsung secara signifikan dan positif terhadap
Y2, maka bila Y1 naik satu poin, variabel Y2
akan naik sebesar 0,597.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis yang menyatakan komitmen
organisasi mempunyai pengaruh langsung yang
bermakna terhadap kinerja karyawan laut PT.
ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang
Surabaya dapat diterima.
Hipotesis 3
Perhitungan pengaruh tidak langsung
variabel faktor kualitas kehidupan kerja (X)
yang bermakna terhadap variabel kinerja (Y2)
adalah sebagai berikut :
a. Pengaruh tidak langsung X1 terhadap Y2
melalui Y1 :
(P1)(P8) = (0,318)(0,597) = 0,190. Hal ini
berarti terdapat pengaruh tidak langsung X1
terhadap Y2 melalui Y1 sebesar 0,190.
b. Pengaruh tidak langsung X2 terhadap Y2
melalui Y1:
(P2)(P8) = (0,294)(0,597) = 0,110. Hal ini
berarti terdapat pengaruh tidak langsung X2
terhadap Y2 melalui Y1 sebesar 0,110.
c. Pengaruh tidak langsung X3 terhadap Y2
melalui Y1 :
(P5)(P8) = (0,328)(0,597) = 0,196. Hal ini
berarti terdapat pengaruh tidak langsung X3
terhadap Y2 melalui Y1 sebesar 0,196.
d. Pengaruh tidak langsung X4 terhadap Y2
melalui Y1 :
(P6)(P8) = (0,285)(0,597) = 0,170. Hal ini
berarti terdapat pengaruh tidak langsung X4
terhadap Y2 melalui Y1 sebesar 0,170.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa
faktor-faktor kualitas kehidupan kerja yang
meliputi kompensasi, desain pekerjaan,
partisipasi dan keamanan kerja mempunyai
pengaruh tidak langsung yang bermakna
terhadap kinerja karyawan laut PT. ASDP
Indonesia Ferry (Persero) Cabang Surabaya
dapat diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai
koefisien korelasi berganda (R) dari persamaan
regresi linier berganda antara variabel faktor
kualitas kehidupan kerja (X) dengan komitmen
organisasi (Y1) adalah sebesar 0,798 artinya
terdapat hubungan yang kuat antara variabel
faktor kualitas kehidupan kerja (X) dengan
variabel komitmen organisasi (Y). Nilai
koefisien determinasi (R2) dari persamaan
regresi linier berganda di atas adalah sebesar
0,636 berarti bahwa 63,6 % dari perubahan
variabel komitmen organisasi (Y1) dipengaruhi
oleh variabel X1 (kompensasi), X2 (desain
pekerjaan), X3 (partisipasi) dan X4 (keamanan
kerja), sedangkan 36,4 % dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain di luar empat variabel yang
diamati. Koefisien determinasi (R2) sebesar
0,636 dapat dikatakan tinggi seperti yang
dinyatakan oleh Ritvield dan Lasmono
(1994:28) bahwa “pada kasus penelitian sosial,
R antara 0,4 – 0,6 dapat dikatakan tinggi”.
Dari hasil perhitungan juga diketahui
bahwa koefisien korelasi berganda (R) dari
persamaan regresi berganda antara variabel
komitmen organisasi (Y1) dengan variabel
kinerja karyawan (Y2) adalah sebesar 0,597.
Nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan
regresi linier berganda di atas adalah sebesar
0,357 berarti bahwa 35,7 % dari perubahan
variabel kinerja karyawan (Y2) dipengaruhi
oleh variabel komitmen organisasi (Y1),
sedangkan 64,3% dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain di luar komitmen organisasi.
41
Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor
kualitas kehidupan kerja yaitu kompensasi,
desain pekerjaan, partisipasi dan keamanan
kerja secara parsial mempunyai pengaruh
langsung yang bermakna terhadap komitmen
organisasi karyawan laut PT. ASDP Indonesia
Ferry (Persero) Cabang Surabaya. Hal ini sesuai
dengan dengan pernyataan Greenberg dan
Baron (1993: 649) yang menyebutkan bahwa
terdapat keuntungan langsung yang dapat
diperoleh dari penerapan kualitas kehidupan
kerja yaitu meningkatkan kepuasan kerja dan
komitmen terhadap organisasi diantara
karyawan. Hal ini sesuai juga dengan penelitian
Normala (2010) yang menyatakan terdapat
hubungan positif antara peningkatan faktor
kualitas kehidupan kerja dengan komitmen
organisasi.
Hasil analisis yang menunjukkan bahwa
komitmen organisasi mempunyai pengaruh
langsung yang bermakna terhadap kinerja
karyawan laut PT. ASDP Indonesia Ferry
(Persero) Cabang Surabaya. Hal ini sesuai
dengan penelitian McNeese-Smith (1996) yang
menyatakan bahwa komitmen organisasional
berhubungan positif dengan kinerja karyawan.
Hasil analisis yang menunjukkan bahwa
faktor-faktor kualitas kehidupan kerja yang
meliputi kompensasi, desain pekerjaan,
partisipasi dan keamanan kerja mempunyai
pengaruh tidak langsung yang bermakna
terhadap kinerja karyawan laut PT. ASDP
Indonesia Ferry (Persero) Cabang Surabaya.
Hal ini sesuai dengan penelitian Elmuti dan
Kathawala (1997) menunjukkan adanya
hubungan positif antara praktek kualitas
kehidupan kerja dengan kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor kualitas kehidupan kerja
yaitu kompensasi, desain pekerjaan,
partisipasi dan keamanan kerja secara
parsial mempunyai pengaruh langsung
yang bermakna terhadap komitmen
organisasi karyawan laut PT. ASDP
Indonesia Ferry (Persero) Cabang
Surabaya.
2. Komitmen organisasi mempunyai
pengaruh langsung yang bermakna
terhadap kinerja karyawan laut PT. ASDP
Indonesia Ferry (Persero) Cabang
Surabaya.
3. Faktor-faktor kualitas kehidupan kerja
yang meliputi kompensasi, desain
pekerjaan, partisipasi dan keamanan kerja
mempunyai pengaruh tidak langsung yang
bermakna terhadap kinerja karyawan laut
PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero)
Cabang Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA
Cascio, Wayne F. 1995. Managing Human
Resource, Productivity, Quality of Work
Life, Profits. Fourth Edition. New York:
McGraw-Hill, Inc.
Elmuti, Dean., Yunus Kathawala. 1997. An
Investigation into Effects of ISO 9000 on
Participants‟ Attitudes and Job
Performance. Production and Inventory
Management Journal, Second Quarter
Fields, Mitchel W., and James W. Thacker.
1992. Influence of Quality of Work Life
on Company and Union Commitment.
Academy of Management Journal, Vol.
35, No. 2 p.439-450
Gibson, James L., John M. Ivancevich, and
James H. Donnely Jr.. 1985.
Organization: Behaviour, Structure,
Process. Texas: Business Publications,
Inc.
Gomes, Faustino Cardoso. 2000. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Andi Offset
Greenberg, Gerald and Robert A. Baron. 1993.
Behaviour in Organizations. Fourth
Edition. Massachusetts: Simon and
Schuster, Inc.
Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE.
May, B. E., Lau, R. S. M., & Johnson, S.K.
(1999). A longitudinal study of quality of
work life and business performance.
South Dakota Business Review, 58 (2), 3-
7
McNesse-Smith, Donna. 1996. Increasing
Employee Poductivity, Job Satisfaction,
and Organizational Commitment.,
Hospital and Health Services
Administration, 41:2
Mejia, Luis R. Gomez, Davis B. Balkin, and
Robert L. Cardy. 2001. Managing
Human Resources. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
42
Meyer, John P. Natalie J. Allen dan Carl A.
Smith. 1993. Commitment to
Organization and Occupation; Extention
and Test a Three-Component
Conceptualization. Journal applied
Psychology, Vol 78, No.4, PP.538-551.
Miner, John B. 1992. Industrial Organization
Psychology, International Edition. New
York: McGraw Hill, Inc.
Mondy, R. Wayne and Robert M. Noe III.
1993. Human Resouce Management.
Fifth Edition. Massachusetts: Simon and
Schuster, Inc.
Nawawi, Hajari H. 1997. Manajemen Sumber
Daya Manusia untuk Bisnis yang
Kompetitif, Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
Newstrom, John W. and Keith Davis. 1993.
Organizational Behaviour : Human
Behavior at Work. Ninth Edition. New
York: McGraw Hill, Inc.
Nitisemito, Alex S. 2000. Manajemen
Personalia (Manajemen Sumber Daya
Manusia). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Normala, Daud. 2010. Investigating the
Relationship between Quality of Work
Life and Organizational Commitment
amongst Employees in Malaysian Firms.
International Journal of Business and
Management, Vol. 5, No. 10 p.75 – 82
Riggio, Ronald E. 2000. Introduction to
Industrial/Organizational Psychology,
Third Edition. New Jersey: Prentice Hall,
Inc.
Robert, Karlene H. and David M. Hunt. 1991.
Organizational and Behaviour. Boston:
PWS-Kent Publishing Company
Ruky, Achmad S. 2001. Sistem Manajemen
Kinerja, Panduan Praktis Untuk
Merancang dan Meraih Kinerja Prima.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Simamora, Henry. 1999. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi Kedua.
Yogyakarta: STIE YKPN
Solimun. 2002. Metode Kuantitatif Untuk
Manajemen. Malang : Universitas
Brawijaya
Steers, Richard M. and Lyman W. Porter (ed)
1991. Motivation and Work Behaviour.
Fifth Edition. New York: Mc Graw Hill,
Inc.
Suprihanto, J. 1988. Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan dan Pengembangan
Karyawan. Yogyakarta: BPFE
Werther, William B. and Keith Davis. 1993.
Human Resource and Personnel
Management. Fourth Edition. Singapore:
McGraw-Hill Book Co.
Whitmore, John. 1997. Coaching for
Perfomance. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
43
SIKAP KONSUMEN DAN KEPUTUSAN PEMILIHAN PLAY SCHOOL BUMBLE
BEE DI PERUM DELTA SARI INDAH, WARU SIDOARJO
BAMBANG SUKARSONO
Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma
Kampus Surabaya, Jalan Dukuh Kupang XXV/54 Surabaya 60225
Jawa Timur - Indonesia
ABSTRACT Based on the first partial hypothesis on regression model, it is stated that customer’s expectation variables at modern market get positive influence towards. The Giant Supermarket customer’s satisfaction with the value t-hit (15,920) > either than t-table (1,960) or significance level in a partial test (0,000) under the alpha level (0,05). The first hypothesis can be proven truly by the writer. Based on the second partial hypothesis on regression model, it is stated that partial marketing mix at Modern Market get a positive influence towards either the Giant Supermarket customer’s satisfaction, with the value t-hit (8,992) > than t-table (1,960) or significance level in a partial test (0,001) under the alpha level (0,05). The second hypothesis can be proven truly by the writer. Based on the result of R square analysis in the model, customer’s satisfaction variation change its influence , is explained directly by either customers satisfaction variation or partial marketing mix is 88,7%, this indicates that research sample on model explains the whole population, the rest is 11,3% is explained by another variable the model. The final research implication concludes the Surabaya Giant Supermarket customer’s satisfaction, its influence can be explained truly by any customers and marketing mix characteristic at Modern market in general.
Key word: customer’s expectation, customer’s satisfaction, marketing mix
PENDAHULUAN
Keberadaan lingkup manajemen jasa sangat
mendominasi kehidupan masyarakat suatu
negara. Manajemen jasa merupakan bagian dari
aktivitas perusahaan guna memenuhi harapan
para pelanggannya, terkait sektor formal
maupun informal. Manajemen jasa sektor
formal di negara Indonesia sangat beragam
sekali bentuknya. Keragaman sektor formal
tersebut bertujuan untuk memberikan alternatif
terbaik bagi masyarakat ataupun pelanggan
guna memanfaatkan penawaran terhadap
ketersediaan suatu jasa. Keberadaan manajemen
jasa Play School Bumble Bee di lingkup
perumahan Delta Sari Indah, Waru Sidoarjo
mampu meramaikan kompetisi penawaran jasa
pendidikan Play School yang berbasis modern
learning (konsep pendidikan dan pengajaran
secara modern) guna meningkatkan daya
kreativitas maupun pola imajinasi berpikir anak
secara rasional sesuai dengan kemampuan
motoriknya. Banyak institusi jasa pendidikan
Play School yang didirikan tetapi tidak
mementingkan kualitas ataupun mutu ajar
konsep pembelajaran modern learning secara
baik dan benar menurut standar nasional
maupun internasional. Hal ini sangat dilematis
sekali dan tidak selaras terhadap tuntutan
globalisasi zaman.
Kehadiran lembaga jasa pendidikan Play
School yang berbasis modern learning (konsep
pendidikan dan pengajaran secara modern)
sangat jarang keberadaannya di lingkup
Perumahan Delta Sari Indah, Waru Sidoarjo
karena memerlukan ketersediaan sarana
maupun prasarana fasilitas pembelajaran secara
khusus atau spesifik. Kehadiran Play School
Bumble Bee tersebut merupakan solusi bagi
perkembangan sektor pendidikan formal secara
global bagi kemajuan tingkat pendidikan Play
School untuk saat ini.
Penyedia jasa pendidikan Play School
harus mampu mengevaluasi perubahan sikap
masyarakat sebagai konsumen dalam
mengambil keputusan konsumen untuk
menggunakan jasa pendidikan yang
ditawarkannya, agar mereka dapat menetapkan
rencana awalnya disertai implementasi atas
rencana tersebut melalui proses evaluasi
terhadap hasil akhirnya. Bila hasil akhir
tersebut tidak mencapai sasaran yang
diharapkan maka segera dilakukan berbagai
tindakan antisipasi guna merespon keinginan
44
konsumen tersebut terhadap penggunaan jasa
pendidikan Play School secara
berkesinambungan.
Menurut Shiffman dan Kanuk, (2000)
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap konsumen, yakni direct and
past experience, personal influence (pengaruh
pribadi), dan mass media (media massa).
Berikut ini penjelasan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap konsumen tersebut:
1. Direct and past experience (pengalaman
langsung dan masa lalu)
Pembentuk utama sikap konsumen terhadap
suatu keputusan pemilihan Play School
adalah pengalaman langsung dan masa lalu,
ketika konsumen menggunakan jasa Play
School tersebut, yakni dengan cara
mencoba penggunaan dan mengevaluasi
manfaat suatu Play School.
2. Personal influence (pengaruh pribadi)
Sikap konsumen dapat terbentuk karena
dipengaruhi oleh orang-orang (pribadi)
yang ada di lingkungan keluarga dan
pergaulannya. Pihak-pihak ini meliputi
orang tua, sahabat, rekan sekerja, dan
kelompok referensi (panutan).
3. Mass media (Media masa)
Pembentukan sikap konsumen terpengaruh
oleh informasi-informasi atau berita yang
disajikan oleh media massa, baik cetak
(koran, majalah), maupun elektronik (radio
dan televisi). Pada masyarakat yang
semakin maju dimana setiap anggota
masyarakat memiliki kemudahan dalam
memperoleh akses informasi, pengaruh
media massa ini semakin menonjol dalam
membentuk sikap konsumen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap lebih luas, meliputi
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, institusi
atau lembaga pendidikan dan lembaga agama,
serta faktor emosi dalam diri individu.
Perbedaan Sikap Konsumen
Pasar terdiri dari beberapa pembeli, dan
setiap kelompok pembeli memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, yaitu memiliki perbedaan
dalam hal kebutuhan, keinginan, lokasi, sikap
pembelian, dan praktek pembeliannya. Karena
pembeli memiliki kebutuhan dan keinginan
yang berbeda, maka setiap pembeli atau
kelompok pembeli adalah potensial untuk
dijadikan pasar yang terpisah (Kotler,
1993:190). Sebagaimana kutipan ulang (Kotler
dan Amstrong, 1993:190) dasar utama dalam
melakukan segmentasi pasar adalah unsur-unsur
demografis, meskipun akhirnya suatu
perusahaan secara khusus menggunakan dasar
psikografis atau perilaku (behavioristic).
Beberapa variabel dasar segmen demografis
adalah pembagian pasar atas dasar perbedaan
pekerjaan dan pendidikan konsumen.
Pendidikan konsumen biasanya memiliki kaitan
yang erat dan berpengaruh terhadap jenis
pekerjaannya, sehingga variabel pendidikan dan
pekerjaan ini sangat mungkin dijadikan segmen
pasar yang terpisah.
Berdasarkan kajian teoritis ini secara
logika dapat disimpulkan bahwa dalam setiap
kelompok segmen demografis, konsumen
memiliki sikap yang berbeda-beda dalam
menanggapi suatu produk ataupun jasa.
Menurut Kotler (2000:45) Pembelian
merupakan suatu proses yang terjadi antara
produsen dan konsumen. Perlu dilakukan
penelitian oleh perusahaan untuk mengetahui
siapa yang membeli dan siapa yang
mempengaruhi pembelian tersebut. Sedangkan
pengertian keputusan konsumen dalam
penelitian ini, merupakan aktualisasi keputusan
yang diambil oleh konsumen guna
mengkonsumsi suatu produk maupun jasa
ataukah tidak (Kotler, 2000:46). Hal ini terkait
dengan keputusan konsumen guna memilih
Play School Bumble Bee di Perum Delta Sari
Indah, Waru Sidoarjo sebagai wahana
pembentuk pola kreativitas anak ataukah tidak.
Timbulnya tindakan untuk mengkonsumsi
suatu produk ataupun jasa, secara tidak
langsung dapat mempengaruhi diri konsumen
tersebut guna melakukan keputusan pembelian
terhadap sesuatu hal yang ia inginkan secara
nyata.
Pengaruh Sikap Kognitif, Afektif dan
Konatif Terhadap Keputusan Konsumen Guna
Memilih Suatu Produk Ataupun Jasa,
Keputusan konsumen guna memilih suatu
produk ataupun jasa yang mereka inginkan
seringkali dipengaruhi oleh beberapa faktor
baik internal maupun eksternal. Dasar utama
keputusan seorang konsumen dalam melakukan
proses pembelian terhadap suatu barang
ataupun jasa sangat ditentukan sekali oleh sikap
konsumen itu sendiri dalam mempersepsikan
keberadaan barang ataupun jasa tersebut.
45
Keputusan seorang konsumen di dalam
memilih barang-barang ataupun jasa yang
diinginkannya seringkali dilakukan melalui
suatu pertimbangan rasionalitas yang terbentuk
melalui sikap konsumen itu sendiri. Loudon dan
Bitta, (1998) mengemukakan 3 (tiga) komponen
sikap dalam skema triadik antara lain yaitu:
kognitif, afektif serta konatif, dimana ketiga
komponen sikap tersebut secara psikologis
keperilakuan cenderung sekali mempengaruhi
keputusan seorang konsumen dalam memilih
suatu produk ataupun jasa yang diinginkannya
melalui beberapa tahapan baik internal maupun
eksternal. Dengan pengertian sederhana bahwa
sikap kognitif, afektif serta konatif berpengaruh
positip terhadap aktualisasi keputusan seorang
konsumen di dalam melakukan pembelian suatu
barang ataupun jasa yang mereka inginkan
melalui pendekatan aspek psikologis
keperilakuan/behavioral of psychologic
(Shiffman dan Kanuk, 2000). Melalui
pendekatan aspek psikologis keperilakuan
tersebut, seorang konsumen dapat
melaksanakan suatu keputusan pembelian
secara terarah dan benar sesuai dengan apa
yang ia harapkan tanpa melakukan kesalahan
dalam bentuk apapun.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah Sikap Konsumen yang terdiri dari:
Kognitif, Afektif dan Konatif berpengaruh
parsial terhadap Keputusan Pemilihan Play
School Bumble Bee di Perum Delta Sari
Indah, Sidoarjo?
2. Apakah Sikap Kognitif Konsumen
berpengaruh dominan terhadap Keputusan
Pemilihan Play School Bumble Bee di
Perum Delta Sari Indah, Sidoarjo?
METODE
Populasi dalam penelitian ini, meliputi
keseluruhan konsumen yang hendak
mendaftarkan anaknya di Play School Bumble
Bee.
Dasar penentuan jumlah sampel menurut
Soeratno dan Arsyad, (1998:156) dimana dalam
menentukan jumlah sampel tidak ada aturan
tegas yang disyaratkan untuk seluruh penelitian
dari populasi yang tersedia. Mutu suatu
penelitian tidak terutama sekali ditentukan oleh
besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya
dasar-dasar teorinya, rancangan penelitian serta
mutu pelaksanaan dan pengelolannya. Jumlah
sampel sangat bergantung pada faktor-faktor
lain seperti: biaya fasilitas, waktu yang tersedia,
populasi yang ada atau yang bersedia menjadi
sampel. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini, menggunakan metode Purposive
Sampling dimana pengambilan sampel
dilakukan secara langsung sesuai dengan
keinginan si peneliti terkait tempat, waktu
maupun kategori sampel yang hendak dipilih
(Kuncoro, 2003:113). Sampel dalam penelitian
ini terdiri dari 70 orang tua murid (Masyarakat
Perum Delta Sari Indah, Waru Sidoarjo) yang
hendak mendaftarkan anaknya sebagai murid
Play School Bumble Bee sejak bulan Mei 2008
hingga Mei 2009 dengan karakteristik, yaitu:
Berusia minimal 25 tahun, Berpendidikan
minimal SLTA, serta Memiliki pendapatan per
bulan minimal Rp.2.500.000,-.
Penarikan sampel dilakukan di Play School
Bumble Bee, sejak tanggal 24, 25 hingga 26
Mei 2010 (selama 3 hari berturut-turut).
Jenis data yang digunakan adalah data
kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka.
Dalam penelitian ini adalah data hasil jawaban
responden yang telah ditabulasikan ke dalam
angka.
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer, yaitu data
yang diperoleh secara langsung melalui
penyebaran kuesioner terkait karakteritik
sampel penelitian.
Data guna kebutuhan penelitian ini
dikumpulkan langsung dari lapangan dengan
cara:
1. Pengamatan
Yaitu dengan cara pengamatan secara
langsung terhadap obyek yang diteliti.
2. Wawancara
Yaitu pengumpulan data melalui proses
tanya jawab terhadap konsumen pengguna
jasa Play School Bumble Bee sebagai obyek
penelitian.
3. Kuesioner.
Yaitu pengumpulan data dengan cara
menyebarkan kuesioner penelitian terhadap
responden yang dituju.
Analisis binary regresi logistik (binary
logistic regression) yaitu sebuah analisis yang
digunakan untuk menunjukkan linieritas
hubungan antara variabel terikat (y) terhadap
variabel bebas (x1, x2, x3) dimana variabel
46
terikatnya merupakan variabel kategorik
(Ghozali, 2001:120).
Model regresi binary logistik adalah sebagai
berikut:
Ln Odds = + 1.X1 + 2.X2 + 3.X3 + e
Keterangan:
Ln Odds = Log Natural dari Odds
Keputusan Pemilihan Play School
= Konstanta
1, 2, 3 = Koefisien Regresi Parameter
Statistik
X1 = Sikap Kognitif
X2 = Sikap Afektif
X3 = Sikap Konatif
e = Kesalahan Pendugaan (Estimasi) di
Luar Model
Persaman tersebut disebut odds atau
perbandingan antara probabilitas terjadinya
keputusan konsumen guna memilih Play School
Bumble Bee dengan probabilitas tidak
terjadinya keputusan konsumen guna memilih
Play School Bumble Bee. Makin besar odds
maka makin besar terjadinya keputusan
konsumen guna memilih Play School Bumble
Bee di Perum Delta Sari Indah, Waru Sidoarjo
sebagai wahana pembentuk pola kreativitas
anak.
Guna melihat apakah terjadi pengaruh
parsial antar variabel bebas terhadap variabel
terikat dapat dilakukan melalui uji wald (wald
test) dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
H0:β1, β2, β3 = 0 (tidak terdapat pengaruh
parsial antara variabel X1, X2, X3
terhadap variabel ln odds Y)
Hi:β1, β2, β3 ≠ 0 (terdapat pengaruh parsial
antara variabel X1, X2, X3 terhadap
variabel ln odds Y)
β1, β2, β3
Wi = [--------------------] ; i = 0,1, 2,.......p
(Nachrowi, 2002:261)
Se.( β1, β1, β3)
Statistik berdistribusi Chi Kuadrat dengan
derajad bebas 1 atau simbolis ditulis Wi˜χi².
Keterangan:
β1, β2, β3 = Koef.Regresi
Se = Standar Error
Kaidah Pengujian:
1. Ho ditolak jika Wi > χi²α,1 ; dan Hi
diterima, yang berarti terdapat pengaruh
parsial antara variabel bebas terhadap
terikat.
2. Ho diterima jika Wi > χi²α,1 ; dan Hi
ditolak, yang berarti terdapat pengaruh
parsial antara variabel bebas terhadap
terikat.
Hosmer and Lemeshow‟s) Fit-Test Model;
Digunakan untuk menganalisis presisionalitas
(ketepatan) model regresi di dalam
mengestimasikan Linieritas Log Natural dari
Odds Keputusan Konsumen Guna Memilih
Play School Bumble Bee melalui Sikap Kognitif
(X1), Sikap Afektif (X2), maupun Sikap Konatif
(X3).
Penilaian Model-Fit sebagai berikut:
1. Formulasi hipotesis:
Ho : Model yang dihipotesiskan fit dengan
data
Hi : Model yang dihipotesiskan tidak fit
dengan data
2. Menggunakan level of confidence sebesar
95% dan tingkat level of significance (ά )
sebesar 5%, dengan derajat bebas; n – q
n : Jumlah responden
q : Jumlah parameter dalam model
3. Kaidah Pengujian:
Jika nilai Hosmer and Lemeshow‟s,
Goodness of Fit Test ≤ dari α sebesar 0,05
maka Ho ditolak (Berarti model tidak cukup
baik dalam mengestimasi nilai
observasinya).
Jika nilai Hosmer and Lemeshow‟s,
Goodness of Fit Test ≥ dari α sebesar 0,05
maka Ho diterima (Berarti model cukup baik
dalam mengestimasi nilai observasinya).
Guna mengetahui besaran kontribusi
pengaruh parsial dari masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikatnya, digunakan
nilai eksponensial dari β. Sedangkan untuk
menjelaskan Variasi Perubahan Nilai Log
Natural Dari Odds Keputusan Konsumen Guna
Memilih Play School Bumble Bee melalui Sikap
Kognitif (X1), Sikap Afektif (X2), maupun Sikap
Konatif (X3) dalam model penelitian, dapat
dideteksi melalui proporsi koefisien determinasi
Nagelkerke maupun Cox & Snell.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner
penelitian sejumlah 70 lembar kuesioner yang
ditujukan terhadap responden yang hendak
mendaftarkan anaknya di Play School Bumble
Bee pada bulan Mei 2009 maupun yang sudah
terdaftar sebagai murid Play School Bumble
Bee (tahun ajaran 2008 hingga 2009) untuk
47
selanjutnya di uji dengan uji instrument,
Validitas Sikap Konsumen dapat dijelaskan
pada tabel berikut ini:
Parameter Sikap Konsumen memiliki
konsistensi internal yang cukup sahih, dimana
nilai r-hit item-item Parameter Penelitian > dari
nilai r-tabelnya (0,1486) Santoso, (2002:270).
Parameter Keputusan Konsumen tidak
dapat diikutsertakan dalam uji validitas,
karena terkategori dalam skala binary.
Reliabilitas Sikap Konsumen dapat
dijelaskan pada tabel berikut ini :
Parameter Sikap Konsumen memiliki tingkat
reliabilitas yang cukup konsisten (andal),
dimana koefisien Cronbach Alphanya > dari
Alpha Standartnya (0,6) Umar, (2002:194).
Parameter Keputusan Konsumen tidak
dapat diikutsertakan dalam uji reliabilitas,
karena terkategori dalam skala binary.
Uji Model Penjabaran analisis model penelitian dapat
dipaparkan pada tabel berikut ini :
Model Analisis Regresi Binary Logistic
Berdasarkan pada tabel 4.8 diatas maka
dapat dijabarkan model persamaan regresi
binary logistic sebagai berikut:
Ln [odds(S│X1, X2)] = a + b1.X1 + b2.X2 + b3.X3
+ e
Ln [odds(S│X1, X2)] = 1,095 + 0,381. X1 +
0,285. X2 + 0,241.X3 + e
1. Nilai konstanta intersep sebesar 1,095
persen satuan menunjukkan bahwa ketika
log natural dari odds Keputusan Konsumen
setara dengan nol, maka proporsionalitas
nilai Sikap Kognitif adalah sebesar 38,1
persen satuan.
2. Koefisen Exponential Beta Sikap Kognitif
(X1) sebesar 38,1 persen satuan,
menunjukkan terdapat pengaruh yang
positip (searah) antara Sikap Kognitif
terhadap log natural dari odds Keputusan
Konsumen pada Play School Bumble Bee
Artinya: Jika Sikap Kognitif mengalami
peningkatan sebesar satu persen satuan,
maka secara tidak langsung akan
mempengaruhi peningkatan log natural dari
odds Keputusan Konsumen pada Play
School Bumble Bee sebesar 38,1 persen
satuan begitu pula sebaliknya, dengan
asumsi Sikap Afektif (X2), Sikap Konatif
(X3) dalam keadaan konstan sebesar 1,095
persen satuan.
3. Nilai konstanta intersep sebesar 1,095
persen satuan menunjukkan bahwa ketika
log natural dari odds Keputusan Konsumen
Item-Item
Kuesioner
Nilai r-
hit
Nilai r-
tabel
Ket
KOGNITI
F
X1.1 0,358 0,153 VALID
X1.2 0,298 0,153 VALID
AFEKTIF
X2.1 0,284 0,153 VALID
X2.2 0,314 0,153 VALID
KONATIF
X3.1 0,355 0,153 VALID
X3.2 0,295 0,153 VALID Item-Item
Kuesioner
Cronbach
Alpha
Cronbac
h Alpha
Standard
Ket
Kognitif 0,753 0,6 RELIABL
E
Afektif 0,743 0,6 RELIABL
E
Konatif 0,784 0,6 RELIABL
E
Variabel Bebas Koefisien Beta Standart
Error
Wald
Test
Signifikansi
Sikap Kognitif 0,617 ,197 154,541 0,007
Sikap Afektif 0,534 ,247 147,007 0,010
Sikap Konatif 0,490 ,201 150,035 0,009
Cox & Snell R Square = 0,726
Nagelkerke R Square = 0,702
Chi-Square Signification (Hosmer & Lemeshow Test) = 0,285
48
setara dengan nol, maka proporsionalitas
nilai Sikap Afektif adalah sebesar 28,5
persen satuan.
4. Koefisen Exponential Beta Sikap Afektif
(X2) sebesar 28,5 persen satuan,
5. menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang positip (searah) antara Sikap Afektif
terhadap log natural dari odds Keputusan
Konsumen pada Play School Bumble Bee.
Artinya: Jika Sikap Afektif mengalami
peningkatan sebesar satu persen satuan,
maka secara tidak langsung akan
mempengaruhi peningkatan log natural dari
odds Keputusan Konsumen pada Play
School Bumble Bee sebesar 28,5 persen
satuan begitu pula sebaliknya, dengan
asumsi Sikap Kognitif (X1), Sikap Konatif
(X3) dalam keadaan konstan sebesar 1,095
persen satuan.
5. Nilai konstanta intersep sebesar 1,095
persen satuan menunjukkan bahwa ketika
log natural dari odds Keputusan Keputusan
Konsumen setara dengan nol, maka
proporsionalitas nilai Sikap Konatif adalah
sebesar 24,1 persen satuan.
6. Koefisen Exponential Beta Sikap Konatif
(X3) sebesar 24,1 persen satuan,
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang bersifat positip (searah) antara Sikap
Konatif terhadap log natural dari odds
Keputusan Konsumen pada Play School
Bumble Bee. Artinya: Jika Sikap Konatif
mengalami peningkatan sebesar satu persen
satuan, maka secara tidak langsung akan
mempengaruhi peningkatan log natural dari
odds Keputusan Konsumen pada Play
School Bumble Bee sebesar 24,1 persen
satuan begitu pula sebaliknya, dengan
asumsi Sikap Kognitif (X1), Sikap Afektif
(X2) dalam keadaan konstan sebesar 1,095
persen satuan.
Uji Hipotesis (Wald-Test)
1. Berdasar hasil uji parsial hipotesis ke satu
(1) menunjukkan nilai Wald-hit Sikap
Kognitif (X1) adalah sebesar 154,541 > dari
90,531 (nilai χi²α,1), Sikap Afektif (X2)
adalah sebesar 147,007 > dari 90,531 (nilai
χi²α,1) dan Sikap Konatif (X3) adalah
sebesar 150,035 > dari 90,531 (nilai χi²α,1).
Dimana signifikansi hasil uji Wald masing-
masing parameter Sikap Konsumen tersebut
berada dibawah alpha sebesar (5%), yaitu
(X1) sebesar 0,007, (X2) sebesar 0,010 dan
(X3) sebesar 0,009. Maka keputusan dalam
pengujian hipotesis ke satu adalah menolak
Ho dan menerima Hi, hal ini
mengindikasikan terdapat signifikansi
pengaruh parsial antara ketiga Sikap
Konsumen yaitu: Kognitif (X1), Afektif
(X2) dan Konatif (X3) terhadap Keputusan
Konsumen pada Play School Bumble Bee
(Y). Sehingga hipotesis ke 1 yang telah
dikemukakan sebelumnya oleh penulis,
dapat dibuktikan kebenarannya secara
nyata.
2. Berdasar hasil uji parsial pada hipotesis ke
satu (1), tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Sikap Kognitif (X1)
merupakan parameter Sikap Konsumen
yang memiliki dominansi pengaruh
terhadap log natural dari odds Keputusan
Konsumen pada Play School Bumble Bee
dengan nilai kontribusi eksponensial beta
terdominan diantara parameter Sikap
Konsumen lainnya dengan bukti Eks.β (X1)
sebesar 38,1%, Eks.β (X2) sebesar 28,5%
sedangkan Eks.β (X3) yaitu sebesar 24,1%.
Sehingga hipotesis ke dua (2), yang telah
dikemukakan sebelumnya oleh penulis
dapat dibuktikan kebenarannya secara
nyata.
Hosmer& Lemeshow Fit-Test Model
Proporsionalitas signifikansi fit test model
Hosmer & Lemeshow adalah sebesar 28,5%,
berada di atas tingkat α (alpha) sebesar 5%
maka keputusan dalam pengujian keakurasian
model regresi binary logistic tersebut yaitu:
menerima Ho dan menolak Hi, hal ini
mengindikasikan bahwa model cukup
representatip dalam mengestimasikan nilai
observasinya dengan pengertian lain bahwa
model sangat cocok terhadap data observasinya.
Hal ini dapat dibuktikan melalui paparan
analisis kurva probabilitas hasil estimasi
observasi, berada pada ambang optimalisasi
sumbu absis frekuensi estimasi berskala 16 kali
hasil pengamatan (observasi).
Menjelaskan terdapat keakurasian antara skala
frekuensi hasil pengamatan (observasi) terhadap
probabilitas Keputusan Konsumen guna
memilih Play School Bumble Bee di Perum
Delta Sari, Waru Sidoarjo sebagai wahana
pembentuk pola kreativitas anak, dengan sumbu
ordinat probabilitas keputusan sebesar 85%
menuju ke arah score binary (1).
49
Analisis Koefisien Determinasi Cox & Snell
Menjelaskan bahwa perubahan variasi nilai Log
natural dari odds Keputusan Konsumen guna
memilih Play School Bumble Bee di Perum
Delta Sari, Waru Sidoarjo, dapat dijelaskan
pengaruhnya secara nyata oleh Sikap Kognitif
(X1), Sikap Afektif (X2) maupun Sikap Konatif
(X3) sebesar 72,6% satuan dan 70,2% satuan
sedangkan sisanya sebesar 27,4% satuan dan
29,8% satuan dijelaskan pengaruhnya oleh
parameter penelitian lainnya di luar model.
Artinya bahwa model regresi binary logistic
cukup representatip menjelaskan keberadaan
sampel penelitian atas keseluruhan populasi
konsumen pengguna jasa Play School Bumble
Bee di Perum Delta Sari, Waru Sidoarjo terkait
keputusan akhir konsumen guna
menyekolahkan anaknya di Play School favorit
tersebut.
1. Berdasar hasil uji parsial hipotesis ke satu
(1) menunjukkan nilai Wald-hit Sikap
Kognitif (X1) adalah sebesar 154,541 > dari
90,531 (nilai χi²α,1), Sikap Afektif (X2)
adalah sebesar 147,007 > dari 90,531 (nilai
χi²α,1) dan Sikap Konatif (X3) adalah
sebesar 150,035 > dari 90,531 (nilai χi²α,1).
Dimana signifikansi hasil uji Wald masing-
masing parameter Sikap Konsumen tersebut
berada dibawah alpha sebesar (5%), yaitu
(X1) sebesar 0,007, (X2) sebesar 0,010 dan
(X3) sebesar 0,009. Maka keputusan dalam
pengujian hipotesis ke satu adalah menolak
Ho dan menerima Hi, hal ini
mengindikasikan terdapat signifikansi
pengaruh parsial antara ketiga Sikap
Konsumen yaitu: Kognitif (X1), Afektif
(X2) dan Konatif (X3) terhadap Keputusan
Konsumen pada Play School Bumble Bee
(Y). Sehingga hipotesis ke 1 yang telah
dikemukakan sebelumnya oleh penulis,
dapat dibuktikan kebenarannya secara
nyata.
2. Berdasar hasil uji parsial pada hipotesis ke
satu (1), tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Sikap Kognitif (X1)
merupakan parameter Sikap Konsumen
yang memiliki dominansi pengaruh
terhadap log natural dari odds Keputusan
Konsumen pada Play School Bumble Bee
dengan nilai kontribusi eksponensial beta
terdominan diantara parameter Sikap
Konsumen lainnya dengan bukti Eks.β (X1)
sebesar 38,1%, Eks.β (X2) sebesar 28,5%
sedangkan Eks.β (X3) yaitu sebesar 24,1%.
Sehingga hipotesis ke dua (2), yang telah
dikemukakan sebelumnya oleh penulis
dapat dibuktikan kebenarannya secara
nyata.
3. Proporsionalitas signifikansi fit test model
Hosmer & Lemeshow adalah sebesar
28,5%, berada di atas tingkat α (alpha)
sebesar 5% maka keputusan dalam
pengujian keakurasian model regresi binary
logistic tersebut yaitu: menerima Ho dan
menolak Hi, hal ini mengindikasikan bahwa
model cukup representatip dalam
mengestimasikan nilai observasinya dengan
pengertian lain bahwa model sangat cocok
terhadap data observasinya. Hal ini dapat
dibuktikan melalui paparan analisis kurva
probabilitas hasil estimasi observasi, berada
pada ambang optimalisasi sumbu absis
frekuensi estimasi berskala 16 kali hasil
pengamatan (observasi). Menjelaskan
terdapat keakurasian antara skala frekuensi
hasil pengamatan (observasi) terhadap
probabilitas Keputusan Konsumen guna
memilih Play School Bumble Bee di Perum
Delta Sari, Waru Sidoarjo sebagai wahana
pembentuk pola kreativitas anak, dengan
sumbu ordinat probabilitas keputusan
sebesar 90% menuju ke arah score binary
(1).
4. Implikasi akhir penelitian, menjelaskan
bahwa Keputusan Konsumen guna memilih
Play School Bumble Bee di Perum Delta
Sari, Waru Sidoarjo sebagai wahana
pembentuk pola kreativitas anak benar-
benar dipengaruhi oleh dominansi Sikap
Kognitif konsumen berdasarkan wacana
pengetahuan maupun persepsi diri pribadi
konsumen itu sendiri dalam mengevaluasi
aktualisasi kualitas pendidikan Play School
Bumble Bee ditinjau dari sarana maupun
prasarana yang ada, melalui pengalaman
langsung ataupun informasi yang diperoleh
dari orang tua murid yang telah
menyekolahkan anaknya di Play School
favorit tersebut saat ini.
SIMPULAN
Berdasarkan pokok bahasan atas permasalahan
yang ada dalam penelitian, dapat dikemukakan
simpulan akhir penelitian yaitu:
1. Hipotesis ke 1 yang telah dikemukakan
sebelumnya oleh penulis, dapat dibuktikan
50
kebenarannya secara nyata, dimana Wald-
hit Sikap Kognitif (X1) adalah sebesar
154,541 > dari 90,531 (nilai χi²α,1), Sikap
Afektif (X2) adalah sebesar 147,007 > dari
90,531 (nilai χi²α,1) dan Sikap Konatif (X3)
adalah sebesar 150,035 > dari 90,531 (nilai
χi²α,1). Signifikansi hasil uji Wald masing-
masing parameter Sikap Konsumen berada
dibawah alpha sebesar (5%), yaitu (X1)
sebesar 0,007, (X2) sebesar 0,010 dan (X3)
sebesar 0,009.
2. Hipotesis ke dua (2), yang telah
dikemukakan sebelumnya oleh penulis
dapat dibuktikan kebenarannya secara
nyata, dimana Sikap Kognitif (X1)
merupakan parameter Sikap Konsumen
yang memiliki dominansi pengaruh
terhadap log natural dari odds Keputusan
Konsumen pada Play School Bumble Bee
dengan bukti Eks.β (X1) sebesar 38,1%,
Eks.β (X2) sebesar 28,5% sedangkan Eks.β
(X3) yaitu sebesar 24,1%.
3. Implikasi akhir penelitian, menjelaskan
bahwa Keputusan Konsumen guna memilih
Play School Bumble Bee di Perum Delta
Sari, Waru Sidoarjo sebagai wahana
pembentuk pola kreativitas anak benar-
benar dipengaruhi oleh dominansi Sikap
Kognitif konsumen berdasarkan wacana
pengetahuan maupun persepsi diri pribadi
konsumen itu sendiri dalam mengevaluasi
aktualisasi kualitas pendidikan Play School
Bumble Bee ditinjau dari sarana maupun
prasarana yang ada, melalui pengalaman
langsung ataupun informasi yang diperoleh
dari orang tua murid yang telah
menyekolahkan anaknya di Play School
favorit tersebut saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
R. Anandya. W. Suprihadi. 2005, Metodologi
Riset Terapan, Edisi Ke 1, Prehalindo
Offset, Jakarta.
Asael. R.1992, Consumer Behavior, Thomson
Learning Press, Singapore, Edisi
Terjemahan, Penyunting Hutabarat,
Multimedia Indonesia
Anandya S, Suprihadi G, 2005, Metode
Penelitian Dasar, Edisi Ke 1, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Anggita S. 2007, Skripsi, Studi Komparatif
Antara Sikap Konsumen Sepatu Industri
Modern dan Home Industri di Daerah
Cibaduyut, Jawa Barat, Fakultas
Ekonomi, Universitas Kristen Petra,
Surabaya.
B. Swastha, H. Handoko. 1982, Dasar-Dasar
Pemasaran, Edisi Ke 5, BPFE,
Yoyakarta,
Ghozali I. 2006. Aplikasi Analisa Multivariate
Dengan Program SPSS, Cetakan Ke 4,
Badan Penerbit, Undip, Semarang.
Hawkins., Best., Coney, Consumer Behavior,
Journal Vol 10
J. Sumarwan. 2002. Perilaku Konsumen, Edisi
Revisi, Bina Rupa Aksara Press,
Semarang.
Kotler, Amstrong. 1997, Strategi Pemasaran,
Edisi Ke 7, Ghalia Indonesia, Jakarta
M. Loudon. D. Bita. 1998, Consumer Behavior,
Journal Vol 12
M. Umar. 2002. Metode Riset Bisnis dan
Aplikasi, Edisi Revisi, Prenada Media
Kencana, Jakarta
Prasetijo. J., Ihalauew. J. 2002, Perilaku
Konsumen, Edisi Terbaru, Andi Ofset,
Yogyakarta,.
P. Aswar. 2004, Perilaku Konsumen, Edisi Ke
8, Andi Offset, Yogyakarta,
Shiffman, Leon G, and Leslie Lazar Kanuk,
1997, Consumer Behavior, Fifth Edition,
Prenwce Hall Inc, Englewood Cliff, New
Jersey.
Soeratno. G. D. Arsyad. 1998. Metodologi
Penelitian Dasar. Edisi Ke 5, BPFE,
Yogyakarta.
Suhartono. 2002, Bisnis Riset, Edisi Revisi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Santoso. S. 2002, Tutorial Pengolahan Data
SPSS Release 11, Intermedia, Bandung.,
Edisi Khusus
Y. Sumarsono. 2002. Metodologi Peneltian,
Edisi Ke 8, Salemba, Jakarta
51
GAYA HIDUP DAN KELOMPOK ACUAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN HANDPHONE BLACKBERRY YESSY ARTANTI, WAHYU ADI PRADANA
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya Kampus UNESA, Ketintang Surabaya Jawa Timur Indonesia
E-mail:[email protected]
ABSTRACT Currently common phenomenon in various walks of life using the BlackBerry, ranging from children to adults. Ranging from housewives to work in the office. Shifting benefits to support the BlackBerry which was originally a person's performance to showcase the lifestyle and improve their social status. BlackBerry displays an interesting, diverse selection of product types, the application provided there is enough complete, and use the BlackBerry reflects a way of life (lifestyle) of the metropolis and up to date. With the growing number of BlackBerry users, will certainly attract the desires of others to participate using. Interest in someone with an idol who also uses a BlackBerry, or want to be considered equivalent to a person using the BlackBerry will be able to stimulate a person to make a purchase. In the current study focused on students because students are young people and intellectuals who are so thirsty for information technology. This study aims to discuss and analyze the influence of Lifestyle and Reference Group Buying Decision Against Mobile BlackBerry (Study On Students In South Surabaya).This study is conclusive research. The population in this study is that students studying in South Surabaya and use the BlackBerry as well as directly involved in purchasing decisions. Samples taken as many as 220 people with accidental sampling technique. Measuring instrument used was a questionnaire, and data were analyzed by multiple linear regression. The results showed that the value of the adjusted coefficient of determination (Adjusted R2) of 0.654 means that the influence of lifestyle and the reference group against the decision of a purchase of 65.4%, while the remaining balance of 34.6% influenced by other variables outside the research. In this study by looking at the results of t test, the partial effect of variables (sig <0.05) and the dominant effect is a variable reference group with a value of r
2
0,380 followed by a variable life style with a value of r2 0371.
Key words : Purchasing Decision, Lifestyle and Reference Group
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi komunikasi informasi
hingga akhir tahun 2010 lebih banyak diwarnai
dengan persaingan alat telekomunikasi dari
handphone hingga smartphone untuk
memudahkan kehidupan ini, baik untuk bekerja
maupun untuk memberikan hiburan. Sebuah
ponsel tidak lagi hanya menjadi alat
percakapan, tetapi juga mengakses e-mail,
memotret, membuat video, mengakses jejaring
sosial, dan bahkan untuk menonton televisi.
Di Indonesia sudah semakin banyak
pengguna handphone. Tidak memandang kelas,
pekerjaan, gaji, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian diatas jelas terlihat
bahwa tingkat penggunaan handphone
sangat dipengaruhi oleh faktor demografis
konsumen yang tidak terlepas dari perilaku
konsumennya dalam keputusan pembelian
handphone.
Keputusan pembelian handphone pada
konsumen dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yang besifat individual (internal)
maupun yang berasal dari lingkungan
(eksternal). Beberapa faktor yang berasal dari
lingkungan seperti budaya, kelas sosial,
kelompok acuan, dan keluarga dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan
seseorang. Adapun beberapa hal yang bersifat
individual yang dapat mempengaruhi yaitu
sumber daya konsumen, motivasi dan
keterlibatan, pengetahuan, sikap dan
kepribadian dan gaya hidup serta demografi
(Engel dkk, 1995).
Dalam kaitannya dengan pemilihan
handphone, seseorang lebih memilih jenis
handphone yang sedang trend saat ini untuk
mengikuti lifestyle (gaya hidup). Dimana gaya
hidup mencerminkan pola konsumsi yang
menggambarkan pilihan seseorang bagaimana
52
ia menggunakan waktu dan uang ( lifestyle
refers to a pattern of consumption reflection a
person’s choices of how hw or she spend time
and money, Solomon, 2007).
Gaya hidup pada prinsipnya bagaimana
seseorang menghabiskan waktu dan uangnya.
Ada orang yang senang mencari hiburan
bersama kawan-kawannya, berbelanja,
melakukan aktivitas yang dinamis. Gaya hidup
dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan
akhirnya menentukan pilhan-pilihan konsumsi
seseorang (hommarketing.blogspot.com, 2009).
Dengan demikian konsumen dalam
memilih suatu produk akan memilih
berdasarkan pada apa yang paling dibutuhkan
dan apa yang paling sesuai dengan dengan
dirinya yang salah satunya adalah gaya hidup
(lifestyle). Selain dari faktor internal, seseorang
juga dipengaruhi faktor eksternal, yaitu
kelompok acuan. Dari sudut pandang
pemasaran, kelompok acuan merupakan
kelompok yang dianggap sebagai kerangka
acuan bagi para individu dalam pengambilan
keputusan pembelian atau konsumsi mereka.
Kelompok acuan awalnya hanya dibatasi
secara sempit mencakup kelompok-kelompok
dengan siapa individu berinteraksi secara
langsung (keluarga dan teman akrab). Namun
berangsur-angsur telah diperluas mencakup
pengaruh orang atau kelompok secara langsung
dan tidak langsung. Kelompok acuan tidak
langsung terdiri dari orang-orang atau
kelompok yang masing-masing tidak
mempunyai kontak langsung, seperti para
bintang bintang film, pahlawan olah raga,
pemimpin politik, tokoh TV, ataupun orang
yang berpakaian baik dan kelihatan menarik di
sudut jalan (Schiffman, Kanuk, 2000).
Seiring dengan pesatnya perkembangan
ekonomi di negara ini, banyak muncul industri-
industri serta perusahaan - perusahaan baru,
salah satunya di bidang teknologi komunikasi
(Arifin, 2000). Salah satu perkembangan
teknologi telekomunikasi adalah perkembangan
telepon pintar atau smartphone. Termasuk yang
telah menjadi fenomena saat ini adalah
Blackberry. Berbagai kalangan memiliki gadget
ini dengan alasan yang berbeda, tidak peduli itu
sesuai dengan kebutuhan atau tidak, hingga
hanya untuk menaikkan status sosialnya.
Sebagai pendatang baru, BlackBerry
berusaha untuk menguasai pasarnya. Jumlah
pengguna BlackBerry di Indonesia sendiri
sudah mempunyai pelanggan sekitar 300-400
ribu orang pada awal Agustus 2009 dan
Indonesia diproyeksikan akan menjadi
pengguna smartphone BlackBerry terbanyak di
seluruh dunia dalam waktu dekat (detiknet.com,
Agustus 2009).
Menurut data-data yang diperoleh,
BlackBerry mengungguli iPhone di pasar global
secara keseluruhan, bahkan di pasar smartphone
Amerika Serikat, dimana Apple Inc. didirikan,
RIM dengan BlackBerrynya memimpin pangsa
pasar dengan share sebesar 56% (Fortuner
Magazine, Agustus 2009).
Meskipun pasar smartphone dunia secara
keseluruhan masih dikuasai Nokia, namun
pertumbuhan Research In Motion (RIM) dan
Apple juga tidak dapat dipandang sebelah mata.
Beberapa hari lalu, Gartner merilis data
penjulan perangkat bergerak dan smartphone
pada tahun 2010 untuk lingkup seluruh dunia.
Menurut data tersebut Nokia masih menguasai
penjualan handphone di dunia dan juga Nokia
Symbian masih menguasai pasar platform
smartphone. Nokia masih tetap menjadi market
leader walaupun market share mereka
menurun. Dan di lain sisi RIM dengan
BlackBerrynya mulai ada peningkatan
penjualan dari 34.346.600 unit meningkat
menjadi 47.451.600 dan akan terus mengalami
peningkatan.
Sementara itu tingkat persaingan pasar
smartphone di Indonesia begitu ketat. Menurut
data yang dirilis oleh comScore pada bulan
Desember 2009, BlackBerry mendominasi
pasar smartphone Indonesia dengan menguasai
40% pangsa pasar, diikuti oleh iPhone sebesar
25%.
BlackBerry adalah perangkat selular yang
memiliki kemampuan layanan push e-mail,
telepon, sms, menjelajah internet, dan berbagai
kemampuan nirkabel lainnya. Penggunaan
gadget canggih ini begitu fenomenal
belakangan ini, sampai menjadi suatu
kebutuhan untuk fashion. BlackBerry pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1997 oleh
perusahaan Kanada, Research In Motion (RIM).
Kemampuannya menyampaikan informasi
melalui jaringan data nirkabel dari layanan
perusahaan telepon genggam hingga
mengejutkan dunia.
Fenomena yang kita tangkap sekarang ini
adalah bahwa segmen pasar dari handphone
pabrikan RIM, dalam hal ini BlackBerry telah
53
berubah arah dari seorang pebisnis yang
membantu untuk meningkatkan produktivitas
berubah menjadi hampir semua kalangan yang
sebagian besar bukan pebisnis adalah untuk
lifestyle dan untuk meningkatkan harga diri atau
derajat seseorang. Padahal iPhone, salah satu
smartphone pesaiang dari BlackBerry yang
seharusnya untuk lifestyle, tidak terlalu kuat
untuk menarik minat masyarakat.
Produk smartphone merek BlackBerry ini
menampilkan tampilan yang menarik, pilihan
jenis produk yang beragam, aplikasi yang
disediakan tersedia cukup lengkap, dan
menggunakan BlackBerry mencerminkan suatu
gaya hidup (lifestyle) yang metropolis dan up to
date.
Hal ini bisa menjadi keuntungan buat
handphone BlackBerry, dimana pangsa pasar
penjualannya semakin meluas dan semakin
terbuka di negara Indonesia. Bahkan situs berita
internasional CNN, menjuluki handphone
BlackBerry sebagai “King of Indonesia”.
(Okezone.com. 2010)
Menurut Kemal Arsjad, Dirut Better-B
(2010), Dengan meningkatnya pengguna
handphone BlackBerry di Indonesia, akan
mendorong perubahan paradigma berfikir
masyarakat dalam berkomunikasi yang
biasanya meminta nomer handphone, namun
kini bergeser menjadi minta nomer PIN. Selain
itu juga akan meningkatkan penggunaan
aplikasi yang ada di dalamnya, terutama BBM.
Keputusan masyarakat membeli
handphone BlackBerry sangat beragam, mulai
ingin menampilkan gaya hidupnya serta ingin
dianggap sebagai atau setara dengan pebisnis.
Selain itu juga ada yang beralasan hanya ingin
bisa membuka situs jejaring sosial dengan
mudah karena telah tersedia aplikasi langsung
yang terhubung dengan internet dan lain-lain.
Dari hal ini saja sudah tampak terjadi
pergeseran fungsi yang seharusnya BlackBerry
untuk working bergeser menjadi lifestyle dan
meningkatkan harga diri seseorang.
Dalam penelitian kali ini, peneliti memilih
mahasiswa di Surabaya Selatan sebagai obyek
penelitian. Karena saat ini banyak di antara
kalangan mahasiswa maupun pelajar yang
membutuhkan BlackBerry, sebab harga
BlackBerry saat ini relatif terjangkau untuk
ukuran mahasiswa maupun pelajar. Selain itu,
mahasiswa merupakan kaum muda dan kaum
intelektual yang begitu haus akan teknologi
informasi dan juga BlackBerry digunakan
sebagai gaya hidup.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah
diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah
yaitu: Apakah terdapat pengaruh gaya hidup
dan kelompok acuan secara simultan dan parsial
terhadap keputusan pembelian handphone
Blackberry (Studi pada Mahasiswa di Surabaya
Selatan).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membahas dan menganalisis gaya hidup dan
kelompok acuan secara simultan dan parsial
berpengaruh terhadap keputusan pembelian
handphone Blackberry (Studi pada Mahasiswa
di Surabaya Selatan).
Batasan-batasan terkait variabel penelitian
yang di teliti. Antara lain :
1. Mahasiswa yang menempuh pendidikan di
Surabaya Selatan.
2. Penggunahandphone BlackBerry dan
terlibat langsung dalam keputusan
pembelian.
3. Pengukuran gaya hidup dengan
menggunakan AIO dari Sumarwan (2002),
dimana indikator Activity (aktivitas)
menggunakan dimensi bekerja, hobi, dan
hiburan. Interest (ketertarikan)
menggunakan dimensi mode atau fashion,
komunitas, dan media. Opinion (pendapat)
menggunakan dimensi topik diri sendiri,
isu sosial dan budaya.
METODE
Jenis penelitian adalah kausal dan data yang
diperoleh dianalisis secara kuantitatif.
Adapun rancangan penelitian yang dibuat
adalah untuk mengetahui apakah gaya hidup
dan kelompok acuan terhadap keputusan
pembelian handphone BlackBerry oleh
mahasiswa di Surabaya Selatan dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 1: Alur Penelitian
Gaya
Hidup
Kelompok
Acuan
Keputusan
Pembelian
54
Lokasi penelitian yang dimaksud adalah di
Surabaya Selatan dimana pada Surabaya
Selatan sendiri terdapat lebih banyak perguruan
tinggi jika dibandingkan dengan kawasan
Surabaya yang lain.
Adapun karakteristik yang dipilih atau
ditetapkan oleh peneliti di dalam penelitian ini
adalah mahasiswa yang menggunkan
handphone BlackBerry. Target populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa yang telah
membeli handphone BlackBerry di kawasan
Surabaya Selatan dengan jumlah populasi
infinite.
Jumlah sampel minimal dalam penelitian
ini sebesar 200 responden. Untuk
mengantisipasi apabila terdapat data yang
rusak, maka ditambahkan 10% dari jumlah
sampel minimal yang diambil. Oleh karena itu,
penelitian ini mempergunakan sampel sebesar
220 orang.
Penarikan sampel dilakukan dengan
accidental sampling, yaitu teknik penentuan
sampel yang diambil dari siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti di Surabaya
Selatan dapat memenuhi karakteristik sampel
responden dalam penelitian, sehingga bisa
dipandang cocok dengan sumber data. Pada
penelitian ini, peneliti menyebarkan angket
sebanyak 220 pada mahasiswa di 12 perguruan
tinggi karena jumlah mahasiswa yang
menggunakan handphone BlackBerry masih
belum diketahui. Dimana pada delapan
perguruan tinggi disebarkan 18 angket,
sedangkan empat perguruan tinggi lainnya
disebarkan 19 angket penelitian.
Jenis dan sumber data yang terdapat dalam
penelitian ini terdiri atas:
1. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Sumber data primer
berupa jawaban responden yang diukur
dengan menggunakan instrumen penelitian
(angket) tujuannya adalah untuk
mengetahui jawaban responden atas
pertanyaan yang diberikan mengenai
pengaruh gaya hidup dan kelompok acuan
terhadap keputusan pembelian handphone
merk BlackBerry.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini berupa buku literatur,
jurnal, dan artikel yang terkait dengan teori
perilaku konsumen, gaya hidup, kelompok
acuan, dan keputusan pembelian
handphone merk BlackBerry.
Adapun teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini dengan cara
penyebaran kuesioner untuk mendapatkan data
primer.
Karena dalam penelitian ini terdapat dua sub
variabel bebas, maka persamaan regresi yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2
Dimana,
Y : Keputusan Pembelian
a : Konstanta
b1, b2... :Koefisien regresi (intercept)
X1 :Variabel yang mewakili gaya hidup
X2 :Variabel yang mewakili kelompok
acuan
Uji Hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah;
1. Uji F
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikatnya secara simultan
dapat juga membandingkan antara nilai
probabilitas signifikansinya dengan 0,05.
Jika nilai probabilitas signifikansinya lebih
kecil dari 0,05, maka variabel bebas dapat
mempengaruhi signifikan variabel
terikatnya secara simultan (Ghozali,
2007:87). Mengingat nilai Ftabel untuk
responden sebesar 110 tidak terdapat dalam
tabel distribusi F, maka cara yang
digunakan untuk melihat pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikatnya adalah
membandingkan nilai probabilitas
signifikansinya dengan 0,05.
2. Uji t
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikatnya secara parsial
dapat juga membandingkan antara nilai
probabilitas signifikansinya dengan 0,05.
Jika nilai probabilitas signifikansinya lebih
kecil dari 0,05, maka variabel bebas dapat
mempengaruhi secara signifikan variabel
terikatnya secara parsial dan dapat
diketahui variabel mana yang lebih
dominan dengan melihat nilai thitung yang
lebih besar dibandingkan nilai thitung variabel
bebas lainnya (Ghozali, 2007:87). Adapun
cara yang digunakan adalah
membandingkan antara nilai probabilitas
signifikansinya dengan 0,05 karena cara
tersebut telah memenuhi syarat
perbandingan antara nilai thitung dan ttabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh gaya hidup dan kelompok acuan
terhadap keputusan pembelian handphone
BlackBerry secara simultan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya
hidup dan kelompok acuan secara simultan
mempengaruhi keputusan pembelian
handphone Blackberry sebesar 65,4% dan
sisanya sebesar 34,6% dipengaruhi oleh
variabel lain di luar variabel yang digunakan
dalam penelitian ini misalnya faktor budaya
seperti kultur, sub kultur, dan kelas sosial ;
faktor sosial seperti keluarga dan peran dan
status ; faktor pribadi seperti umur dan tahap,
siklus hidup, pekerjaan, kondisi ekonomi,
kepribadian dan konsep diri ; faktor psikologis
seperti motivasi, persepsi, pengetahuan,
keyakinan dan sikap. Hasil penelitian itu juga
menunjukkan bahwa variabel bebas yaitu gaya
hidup dan kelompok acuan memiliki pengaruh
yang signifikan secara simultan terhadap
keputusan pembelian handphone blackBerry.
Hasil penelitian ini mampu disesuaikan
dengan penelitian Yuliana (2009) dimana gaya
berpengaruh terhadap keputusan pembelian dan
juga Mexico Widodo (2009) dalam faktor sosial
budaya, yang berpengaruh paling besar dalam
keputusan pembelian adalah kelompok acuan.
Menurut Engel (1995), keputusan pembelian
pada konsumen dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu bersifat individual
(internal) maupun yang berasal dari lingkungan
(eksternal). Salah satu faktor yang berasal dari
lingkungan yaitu kelompok acuan, dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan
seseorang. Adapun salah satu hal yang bersifat
individual yang dapat mempengaruhi yaitu gaya
hidup.
Dalam kaitannya dengan pemilihan
handphone, seseorang lebih memilih jenis
handphone yang sedang trend saat ini untuk
mengikuti lifestyle (gaya hidup). Dengan
demikian konsumen dalam memilih suatu
produk akan memilih berdasarkan pada apa
yang paling dibutuhkan dan apa yang paling
sesuai dengan dengan dirinya. Dimana seperti
dikutip dari hommarketing.blogspot.com (2009)
gaya hidup pada prinsipnya bagaimana
seseorang menghabiskan waktu dan uangnya.
Ada orang yang senang mencari hiburan
bersama kawan-kawannya, berbelanja,
melakukan aktivitas yang dinamis. Gaya hidup
dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan
akhirnya menentukan pilhan-pilihan konsumsi
seseorang.
Selain dari faktor internal, seseorang juga
dipengaruhi faktor eksternal, yaitu kelompok
acuan. Dari sudut pandang pemasaran,
kelompok acuan merupakan kelompok yang
dianggap sebagai kerangka acuan bagi para
individu dalam pengambilan keputusan
pembelian atau konsumsi mereka.
Schiffman Kanuk (2000) kelompok acuan
bisa terdiri dari orang-orang atau kelompok
yang masing-masing tidak mempunyai kontak
langsung, seperti para bintang bintang film,
pahlawan olah raga, pemimpin politik, tokoh
TV, ataupun orang yang berpakaian baik dan
kelihatan menarik di sudut jalan.
Agar mempengaruhi keputusan pembelian,
kelompok acuan harus memberitahu dan
mengusahakan agar individu menyadari adanya
suatu produk atau merek khusus, memberikan
kesempatan pada individu untuk
membandingkan pemikirannya sendiri dengan
sikap dan perilaku kelompok, mempengaruhi
individu untuk mengambil sikap dan perilaku
yang sesuai dengan norma-norma kelompok,
membenarkan keputusan untuk memakai
produk-produk yang sama dengan kelompok.
Pengaruh gaya hidup dan kelompok acuan
terhadap keputusan pembelian handphone
BlackBerry secara parsial.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa gaya hidup dan kelompok acuan secara
parsial juga mempengaruhi keputusan
pembelian handphone BlackBerry, studi pada
mahasiswa di Surabaya Selatan. Dimana
diketahui bahwa kelompok acuan adalah
variabel yang dominan dalam mempengaruhi
keputusan pembelian handphone BlackBerry
.
a. Gaya hidup berpengaruh terhadap
keputusan pembelian
Hasil penelitian diketahui bahwa gaya
hidup merupakan variabel yang
mempengaruhi keputusan pembelian
handphone Blackberry oleh mahasiswa di
Surabaya Selatan. Gaya hidup merupakan
bagaimana seseorang menggunakan waktu
dan uangnya.
Menurut Sutisna (2002:145), gaya hidup
secara luas didefinisikan sebagai cara hidup
yang diidentifikasikan oleh bagaimana
orang menghabiskan waktu mereka
(aktivitas), apa yang mereka anggap
penting dalam lingkungannya
(ketertarikan), dan apa yang mereka
pikirkan tentang diri mereka sendiri dan
juga dunia di sekitarnya (pendapat).
Jika dilihat dari keadaan sebenarnya,
keputusan mahasiswa dalam membeli
BlackBerry juga berasal dari dalam dirinya.
Pada tabel 4.8, responden setuju dengan
pernyataan menggunakan BlackBerry
menunjang aktivitas perkuliahannya. Dalam
melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan hobinya, serta untuk mengisi waktu
luangnya, mereka tidak pernah lepas dari
penggunaan BlackBerrynya.
Ketertarikan mahasiswa dalam membeli
BlackBerry agar bisa masuk dalam suatu
komunitas pengguna BlackBerry juga
dijawab setuju oleh rata-rata responden
pada tabel 4.9. Jawaban setuju juga muncul
pada pernyataan bahwa menggunakan
BlackBerry saat ini berarti telah mengikuti
trend anak muda, atau juga alasan
menggunakan BlackBerry karena memang
memiliki fitur-fitur yang menunjang
kebutuhannya.
Sedangkan menurut indikator pendapat
pada tabel 4.10, rata-rata responden
menjawab setuju jika setelah menggunakan
BlackBerry, mereka mau
menginformasikan kepada orang lain tanpa
disuruh sekalipun. Selain itu mereka yang
telah menggunakan BlackBerry lebih
cenderung mengakses informasi-informasi
melalui browsing di BlackBerry daripada
membaca media cetak, serta lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk
bersosialisasi dengan orang lain melalui
aplikasi jejaring sosial yang ada.
Hasil penelitian ini mampu disesuaikan
dengan penelitian terdahulu oleh Yuliana
(2009) bahwa gaya hidup berpengaruh
terhadap keputusan pembelian seseorang
dalam membeli batik di Danar Hadi.
Berdasarkan indikator angket responden
tentang gaya hidup, menyatakan bahwa
aktivitas yang dilakukan dengan
BlackBerry untuk mengisi waktu luang
sebagai hiburan, ketertarikan seseorang
dalam menggunakan BlackBerry karena
telah menjadi trend di kalangan anak muda,
mempengaruhi seseorang dalam
memutuskan untuk membeli handphone
BlackBerry cukup kuat.
b. Kelompok acuan berpengaruh terhadap
keputusan pembelian handphone
Blackberry.
Hasil penelitian diketahui bahwa kelompok
acuan merupakan variabel yang
mempengaruhi keputusan pembelian
handphone Blackberry oleh mahasiswa di
Surabaya Selatan. Kelompok acuan
merupakan orang atau kelompok orang
yang mempengaruhi secara bermakna suatu
perilaku individu (Hyman, 1942).
Kelompok acuan memberikan standar
(norma atau nilai) yang dapat menjadi
perspektif penentu mengenai bagaimana
seseorang berfikir atau berperilaku.
Menurut Sumarwan (2003) bahwa
komunikasi pemasaran melalui iklan di
berbagai media sering menggunakan orang-
orang yang dianggap sebagai kelompok
acuan. Para kelompok acuan tersebut
adalah selebriti, pakar atau ahli, orang-
orang biasa para eksekutif perusahaan atau
pegawai biasa, dan karakter dagang (trade
spokes-character).
Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu
Harmanto (2009), bahwa dalam analisis
faktor eksternal, variabel kelompok
referensi / acuan berpengaruh secara
dominan terhadap keputusan pembelian
mobil honda jazz di Yogyakarta.
Pada penelitian ini, bisa dilihat pada tabel
4.11 hingga 4.15, dimana disetiap item
pertanyaan pada variabel kelompk acuan
bernilai setuju. Pada indikator pengetahuan
kelompok acuan, kedua item pernyataan
tentang orang lain / kelompok acuan
memberikan informasi mengenai
spesifikasi dan juga type Blackberry secara
lengkap.
Pernyataan suatu kepercayaan (kredibilitas)
terhadap orang / kelompok yang
memberikan informasi mengenai
BlackBerry dan juga tertarik menggunakan
BlackBerry karena mendengar informasi
dari pengguna BlackBerry dalam pada tabel
4.12 dan 4.13 dinilai setuju oleh responden.
Selain itu, seringnya mendengar informasi
dari pengguna BlackBerry juga mampu
membuat seseorang tertarik untuk mencoba
lalu membeli. Ketertarikan terhadap
pengguna BlackBerry atau pemberi
informasi tentang BlackBerry juga mampu
mempengaruhi untuk membeli. Hal ini bisa
dilihat pada tabel 4.14 dan 4.15 dengan
jawaban setuju pada setiap item pertanyaan.
SIMPULAN Berdasarkan pembahasan dari hasil analisis data
dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat pengaruh secara simultan sebesar
65,4% antara gaya hidup dan kelompok
acuan terhadap keputusan pembelian
handphone Blackberry dan sisanya 34,6%
dipengaruhi oleh variabel lain.
2. Gaya hidup dan kelompok acuan secara
parsial juga mempengaruhi keputusan
pembelian handphone BlackBerry. Dimana
diketahui bahwa kelompok acuan adalah
variabel yang dominan dalam
mempengaruhi keputusan pembelian
handphone BlackBerry.
DAFTAR PUSTAKA
Gonzales A. Ana dan Bello, Laurentino. 2000.
The Construct “Lifestyle” in Market
Segmentation the Behaviour of Tourism
Consumers: European Journal of
Marketing, (online), Vol 36, No. 1
(www.emerald.com)
Harmanto, Dwi. 2006. Pengaruh Eksternal
Dalam Pengambilan Keputusan
Pembelian Honda Jazz Di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
http://smartphoneindonesia.blogspot.com
(diakses Juni 2011)
Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Pasar
Indonesia: Segmentasi, Targeting, dan
Positioning. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Kotler, Philip. dkk. 1999. Manajemen
Pemasaran perspektif Asia. Edisi
Pertama. Terjemahan oleh Fandy
Tjiptono. 1999. Jakarta: PT. Index.
Kotler, Philip. Armstrong, Gary. 2003. Dasar-
dasar Pemasaran. Jilid 1. Edisi
Kesembilan. Jakarta. PT. Indeks
Gramedia
Kotler, P. Keller, Kevin. 2003. Manajemen
Pemasaran Edisi 12. Cetakan III. Alih
Bahasa oleh Benyamin Molan.
Kotler, Philip. Keller, Kevin. 2006. Marketing
Management: 12th Edition. New Yersey:
Pearson Education Inc.
Malhotra, Naresh K. 2009. Riset Pemasaran
Pendekatan Terapan. Edisi Keempat.
Jilid 1. Terjemahan oleh Soleh Rusya
Maryam. 2005. Jakarta: PT. Indeks
Kelompok Gramedia.
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2002.
Perilaku Konsumen. Edisi Revisi.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Mowen, John. C dan Minor, Michael. 2001.
Perilaku Konsumen. Edisi Kelima. Jilid
1. Terjemahan oleh Lina Salim. 2002.
Jakarta: PT Penerbit Erlangga.
Nugroho, Bhuono A,2005. Memilih Metode
Statistik Penelitian dengan SPSS.
Penerbit ANDI Yogyakarta.
Purwito, Edi. 2007. Pengaruh faktor budaya,
kelas sosial, dan kelompok referensi
terhadap keputusan pembelian kartu
prabayar simpati.
Santosa, Purbayu dan Ashari. 2005. Analisis
Statistik Dengan Microsoft Excel dan
SPSS. Andi Offset. Yogyakarta.
Schiffman, Leon G dan Kanuk, Leslie Lazar.
2000. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh.
Terjemahan oleh Zoelkifli Kasip. 2008.
Jakarta: PT Indeks.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For
Business. Edisi Empat. Jilid 1 dan 2.
Jakarta: Salemba Empat.
Soeratno. Arsyad, L. 2003. Metodologi
Penelitian. Edisi Revisi. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN
Solomon, Michael R. 2007. Consumer
Behavior 7th Edition: Buying, Having
and Being. New Jersey: Pearson Prentice
Hall.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: CV. Alfabeta
Sumarwan, Ujang. 2002. Perilaku Konsumen.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen
Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Supranto, J dan Limakrisna, Nandan. 2007.
Perilaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran untuk Memenangkan
Persaingan Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan
Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Widodo, Mexico. 2009. Analisis Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Mahasiswa Universitas Gunadarma
Dalam Membeli Laptop.
(http://www.gunadarma.ac.id/library/arti
cles/graduate/economy/2009/Artikel_102
05797.pdf)
Yuliana, Ratna. 2006. Pengaruh gaya hidup
terhadap keputusan pembelian pakaian
batik tulis danar hadi(studi konsumen
wanita pada outlet danar hadi
Diponegoro Surabaya).
(www.scribd.com)
www.detiknet.com diakses agustus 2009
www.gartner.com diakses februari 2011
www.hommarketing.blogspot.com 2009
www.okezone.com diakses Januari 2011
www.rim.com
www.surabaya.go.id
www.theglobal-review.com
www.vivanews.com diakses oktober 2010
www.wikipedia/daftar perguruan tinggi di
Surabaya
KEBIJAKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) STUDI KASUS PADA PT. TELKOM DIVRE V SURABAYA ROCHMAWATI
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
Kampus UNESA, Ketintang Surabaya Jawa Timur Indonesia
ABSTRACT The information is an essential requirement for investors to making a decision. Given complete information, timely and accurate so allow an investor to rational decision making and obtain results in line with expectations. Information requested for the company revealed today is information about the Corporate Social Responsibility (CSR). In Indonesia generally, when the companies, both state-owned enterprises and private (national and foreign) would run the CSR through a holistic approach, will undoubtedly greatly contribute to the welfare of society that exist around the company. After all people are subject and object in the CSR program undertaken by the company. The purpose of this study was to gain a scientific understanding of the CSR policy at PT. Telkom Divre V Surabaya. The results showed CSR policies are implemented by PT Telkom Divre V Surabaya is in conformity with the vision and mission of the company's CSR and in accordance with Law No. 40 of 2007 and Decree No. 236 of 2003 the company has spent on CSR focus for the Partnership and Environment Development Program (PKBL).
Key word: Corporate Social Responsibility, Partnership and Environment Development Program,
vision
PENDAHULUAN
Informasi merupakan kebutuhan penting bagi
para investor untuk pengambilan suatu
keputusan. Dengan adanya informasi yang
lengkap, tepat dan akurat sangat
memungkinkan seorang investor untuk
pengambilan keputusan secara rasional dan
memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan.
Informasi yang diminta untuk diungkap
perusahaan saat ini adalah informasi tentang
Corporate Social Responsibility (CSR). CSR
pada perusahaan dapat digambarkan sebagai
ketersediaan informasi keuangan dan non
keuangan yang berkaitan dengan interaksi
organisasi dengan lingkungan fisik dan
lingkungan sosialnya, yang dapat dibuat dalam
laporan tahunan perusahaan atau laporan social
terpisah ( Guthrie, 1985).
Tumbuhnya kesadaran publik akan peran
perusahaan di tengah masyarakat melahirkan
kritik karena menciptakan masalah sosial,
polusi, sumber daya, limbah, mutu produk,
tingkat safety produk, serta hak dan status
tenaga kerja ( Gray et. Al., 1987). Adanya
tekanan dari berbagai pihak memaksa
perusahaan untuk menerima tanggungjawab
atas dampak aktivitas bisnis terhadap
masyarakat. Perusahaan dihimbau untuk
bertanggungjawab terhadap pihak-pihak yang
lebih luas dari pada kelompok pemegang saham
dan kreditur saja. Tanggungjawab sosial
perusahaan untuk memaksimalkan laba tidak
secara universal lagi diterima ( Gray et. Al.,
1995a).
Beberapa institusi akuntansi mulai
mempertimbangkan akuntansi sosial
perusahaan pada pertengahan 70an
(Ramannathan, 1976 dalam Gray et. Al., 1995a)
yang bertujuan untuk mengakomodasi
kebutuhan perusahaan dalam melaporkan
tanggungjawab sosialnya kepada masyarakat.
Kemajuan yang diperoleh sangat lambat dan
sporadis, walaupun fenomena pengungkapan
tanggungjawab sosial ini telah muncul lebih
dari dua decade, penelitian tentang praktek
pengungkapan tanggungjawab sosial sepertinya
terpusat di Amerika Serikat, United Kingdom,
dan Australia (Hackston dan Milne, 1996).
Sedikit sekali penelitian yang dilakukan di
Negara lain seperti, Jerman, Kanada, Jepang,
Selandia Baru, Malaysia, Indonesia dan
Singapura. Penelitian tentang praktek
pengungkapan tanggungjawab sosial yang ada
di Indonesia antara lain dilakukan oleh Utomo
(2000), Hasibuan (2001), Sembiring (2003),
60
Eddy (2003), Sayekti (2007) dan Ardana
(2008).
CSR merupakan proses pengkomunikasian
dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan
ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus
yang berkepentingan dan terhadap masyarakat
secara keseluruhan (Hackston dan Milne,
1996). Hal tersebut memperluas tanggungjawab
organisasi (khususnya perusahaan), di luar
peran tradisionalnya untuk menyediakan
laporan keuangan kepada pemilik modal,
khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut
dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan
mempunyai tanggungjawab yang lebih luas di
bandingkan hanya untuk mencari laba untuk
pemegang saham Gray et al. (1987).
Masih relatif baru konsep CSR tersebut
diperbincangkan oleh berbagai kalangan,
membuat pemahaman terhadap konsep CSR
tersebut juga masih berbeda-beda, dan
dipraktikkan secara berbeda-beda pula.
Seringkali dalam praktik, CSR ini disamakan
dangan derma (charity), sehingga ketika ada
perusahaan yang membagi-bagikan hadiah
kepada masyarakat di sekitar perusahaan sudah
dianggap melaksanakan tanggung jawab
sosialnya pada masyarakat. Sesungguhnya,
konsep CSR tidaklah sama dengan karikatif
(charity) atau philanthropy (kedermawanan)
yang lebih spontan pemberiannya dan kurang
memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat
dalam arti pemberdayaan mereka baik secara
ekonomi, sosial, dan budaya. Peraturan CSR
dapat dilihat dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, yang di dalamnya memuat
kewajiban perusahaan khususnya perusahaan
yang mengeksplorasi sumber daya alam untuk
melakukan CSR.
Di Indonesia umumnya, bila perusahaan-
perusahaan, baik perusahaan-perusahaan milik
negara maupun swasta (nasional dan asing)
mau menjalankan CSR melalui pendekatan
yang holistic, niscaya akan sangat berkontribusi
terhadap kesejahteraan masyarakat yang ada
disekitar perusahaan. Bagaimanapun juga
masyarakat adalah subjek dan objek dalam
program CSR yang dilakukan oleh perusahaan.
Masyarakat adalah pihak yang paling
merasakan dampak dari kegiatan produksi suatu
perusahaan, baik itu dampak positif ataupun
negatif. Berbagai macam dampak negatif dapat
diminimalisir dengan menerapkan CSR,
misalnya dengan melakukan pemberdayaan
masyarakat, bantuan pendidikan, bakti
lingkungan, dan sebagainya. Apabila CSR tidak
dilakukan dengan baik, maka dapat
menyebabkan berbagai macam permasalahan.
Kasus konflik sosial yang pernah terjadi pada
perusahaan di Indonesia misalnya, konflik
sosial diduga diakibatkan suatu perusahaan
kurang peduli dengan masyarakatnya dan tidak
mengimplementasikan CSR dengan baik.
Beberapa konflik sosial yang pernah
terjadi antara perusahaan dengan masyarakat
sekitarnya adalah pada PT Lapindo Brantas di
Sidoarjo karena kelalaiannya menyemburkan
lumpur panas yang mengakibatkan 10.000
rumah warga tenggelam dan lebih dari 20.000
orang harus mengungsi.
PT Telkom adalah perusahaan jasa
telekomunikasi terbesar dan terluas jaringannya
yang ada di Indonesia dan merupakan salah satu
perusahaan milik Negara (BUMN) yang harus
menjalankan beberapa program CSR sesuai
dengan Keputusan Direksi Perusahaan
Perseroan (Persero) no
30/PR000/COP.B0030000/2007, UU no 40
tahun 2007 dan Kepmen no 236 tahun 2003.
Adapun program CSR yang dilakukan oleh PT
Telkom adalah program kemitraan dan program
bina lingkungan atau PKBL. Untuk program
kemitraan dibagi menjadi 8 sektor yang
meliputi industry, perdagangan, pertanian,
peternakan, perkebunan, perikanan, jasa dan
lainnya. Untuk program bina lingkungan dibagi
menjadi 6 pilar yang meliputi pendidikan,
kesehatan , lingkungan, layanan umum,
bencana dan IBO. Dari uraian diatas maka
peneliti ingin mengulas tentang kebijakan CSR
yang dilakukan oleh PT Telkom divrre V
Surabaya.
Dari latar belakang diatas maka tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh
pemahaman yang ilmiah mengenai
kebijakan CSR pada PT. Telkom Divre V
Surabaya.
METODE Pendekatan dalam desain penelitian ini secara
kualitatif dengan menggunakan metode case
study mengenai penetapan kebijakan CSR pada
PT. Telkom Divre V Surabaya sehingga
diharapkan dari hasil penelitian ini mampu
memberikan gambaran secara menyeluruh yang
61
berkaitan dengan motivasi dan pertimbangan
penyusunan kebijakan tersebut.
Alasan penelitian ini menggunakan studi
kasus sebagaimana yang diungkapkan oleh
Yin (2002:1) :
1. Rumusan masalah dalam penelitian ini
menggunakan pokok pertanyaan ”
bagaimana” yaitu bagaimana kebijakan CSR
pada PT Telkom?
2. Peneliti memiliki sedikit peluang untuk
mengendalikan peristiwa yang akan diteliti,
dan hanya mnegamati serta meneliti
peristiwa tersebut untuk diambil suatu
kesimpulan.
3. Fokus penelitian hanya pada kebijakan CSR
pada PT Telkom yang merupakan fenomena
masa kini yang ada dalam kehidupan nyata.
Batasan penelitian atau ruang lingkup
penelitian adalah suatu batasan penelitian yang
digunakan mengingat kompleksnya realita yang
dihadapi. Adapun batasan yang ditetapkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di PT. Telkom Divre V
Surabaya.
2. Penelitian ini membahas tentang kebijakan
CSR pada PT Telkom Divre V Surabaya.
Unit Analisis Sebagaimana dipaparkan
dalam latar belakang masalah maupun rumusan
masalah, termasuk di dalamnya pertanyaan
penelitian maka dapat dikemukakan bahwa unit
analisis dalam penelitian ini adalah kebijakan
dilihat dari visi dan misi pada PT Telkom.
Untuk menetapkan keabsahan data,
diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan
teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah
kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang
digunakan (Maleong, 2007:324), yaitu derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan
(tranferability), kebergantungan
(dependability), dan kepastian (confirm ability).
Derajat kepercayaan (credibility).Agar
tingkat kepercayaan penemuan dalam penelitian
ini terpenuhi, maka akan dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti
tinggal di lapangan penelitian sampai
kejenuhan pengumpulan data tercapai
(Maleong: 2007,327). Dalam penelitian ini,
perpanjangan keikutsertaan dilakukan
dengan cara turun ke lapangan dan
mengetahui proses kebijakan CSR. Dengan
demikian, peneliti dengan perpanjangan
keikutsertaannya akan banyak mempelajari
kebudayaan, dapat menguji ketidakbenaran
informasi akibat distorsi baik yang berasal
dari diri sendiri maupun dari responden,
serta membangun kepercayaan subyek
penelitian.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain (Maleong:2007,330). Sesuatu
yang lain tersebut digunakan untuk
pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data yang dikumpulkan.
Triangulasi dalam penelitian ini adalah hasil
wawancara dan dokumen yang berkaitan
dengan penelitian CSR yang meliputi : visi,
misi dan kebijakan program CSR.
3. Pengecekan Anggota
Pengecekan anggota berarti peneliti
mengumpulkan para peserta yang menjadi
sumber data dan mengecek kebenaran data
dan interpretasinya (Maleong, 2007,336).
Dalam hal ini pengecekan anggota dilakukan
dengan cara mengumpulkan sejumlah
pimpinan untuk dimintai pendapatnya
tentang data yang telah dikumpulkan.
Keteralihan (Transferrability), Kriteria ini
ditujukan untuk mempelajari kasus di
perusahaan yang bergerak dibidang jasa yang
sejenis agar diperoleh kesamaan simpulan
mengenai suatu gejala atau konsep. Dalam
keteralihan ini diharapkan dapat diperoleh hasil
penelitian yang dapat diterapkan dalam situasi
lain.
Kebergantungan (Dependability) dan
Kepastian (Confirm ability), Kriteria
kebergantungan merupakan substitusi istilah
reliabilitas dalam penelitian nonkualitatif.
Kriteria kepastian berasal dari konsep
objektivitas menurut nonkualitatif (Maleong,
2007, 325). Untuk memenuhi kriteria tersebut
dilakukan dengan cara dokumentasi terlebih
dahulu pada saat pengumpulan data dan
selanjutnya dibuat lembar koding sesuai dengan
kategori yang telah ditentukan. Setelah itu,
dipilih seseorang (hakim) yang akan melakukan
uji terhadap kategori tersebut dengan cara
seperti yang telah dilakukan peneliti. Dari
kedua uji tersebut akan diketahui hal-hal yang
disetujui bersama oleh peneliti dan hakim.
Jenis dan Sumber Data, Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi data
kualitatif melalui wawancara dengan dengan
62
pihak internal sebanyak 3 orang manejer, untuk
data kuantitatif berupa laporan keuangan PT
Telkom Divre V Surabaya tahun 2010dan berita
acara penyerahan bantuan. Sedangkan menurut
sumber datanya, data yang digunakan meliputi :
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan secara langsung dari
objek yang diteliti, yang didapatkan melalui
serangkaian observasi langsung dan
wawancara dengan menejemen dan
karyawan perusahaan. Sumber data ini
diperoleh melalui penelitian lapangan (field
research). Data yang diperoleh berupa hasil
wawancara dengan Ibu Rini selaku manajer
departemen CDC, bapak Agus selaku senior
manajer untuk program kemitraan dan bapak
Sarman selaku senior manajer untuk
program bina lingkungan.
2. Data Sekunder
Data yang dibutuhkan dalam penelitian yang
diperoleh melalui sumber-sumber lain yang
mendukung penelitian ini. Sumber data yang
diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research).Data sekunder dalam
penelitian ini adalah laporan CSR PT.
Telkom untuk tahun 2010 yang meliputi
laporan untuk program bina lingkungan dan
program kemitraan, berita acara penyerahan
dana CSR, berita acara pengajuan pinjaman,
jumlah dana yang digunakan untuk program
kemitraan dan jumlah mitra binaan yang ada
di PT. Telkom Divre V Surabaya.
Prosedur pengumpulan data dalam
penelitian ini melalui kuisioner, wawancara dan
studi dokumen.
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pihak
manajemen untuk mendapatkan
informasi yang lebih rinci sebagai
tindak lanjut dari kuisioner. Nara
sumber dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua yaitu :
a) Pihak Internal, yaitu para pihak
yang ada dalam organisasi yang
berhubungan secara langsung
dengan penetapan kebijakan CSR
maupun yang berkaitan dengan
aktivitas utama orgnisasi adapun
pihak-pihak internal tersebut antara
lain :
1) Ibu Rini selaku manajer CDC
PT. Telkom Divre V Surabaya
Jawa Timur.
2) Bapak Agus selaku senior
manajer CDC PT. Telkom
Divre V Surabaya Jawa
Timur untuk program
Kemitraan.
3) Bapak Sarman selaku senior
manajer CDC PT. Telkom
Divre V Surabaya Jawa
Timur untuk program Bina
Lingkungan.
2. Pihak Eksternal, yaitu pihak di luar
perusahaan yang menerima bantuan
dana CSR dari PT. Telkom Divre V
Surabaya.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumen dilakukan dengan
meminta dokumen terkait dengan
masalah yang diteliti dan mengkajinya
secara cermat. Dokumen yang dikaji
antara lain struktur organisasi yang ada
di PT Telkom Divre V Surabaya,
laporan CSR PT. Telkom untuk tahun
2010 yang meliputi laporan untuk
program bina lingkungan dan program
kemitraan, berita acara penyerahan
dana CSR, berita acara pengajuan
pinjaman, jumlah dana yang digunakan
untuk program kemitraan dan jumlah
mitra binaan yang ada di PT. Telkom
Divre V Surabaya.
Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan
data dalam kategori, menjabarkan dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting yang akan
dipelajari, serta membuat kesimpulan yang
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang
lain (Sugiono: 2007,89). Dalam penelitian ini
analisis data difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.
Aktivitas analisis data dalam penelitian ini
mengikuti model Miles dan Huberman yang
dikutip Sugiono (2007: 91-99), yang terdiri dari
reduksi data (data reduction), penyajian data
(data display), dan penarikan kesimpulan
(conclusion drawing).
Reduksi Data, Mereduksi berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
63
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya sehingga memberikan
gambaran yang lebih jelas. Dalam penelitian
ini, semua data penelitian yang diperoleh
dikumpulkan, diolah dan disusun dengan rapi.
Dokumen yang diperoleh dikumpulkan dan
diseleksi mana yang relevan dengan penelitian
ini. Hasil
wawancara yang telah dilaksanakan
diklasifikasikan dan disusun secara sistematik
sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.
Penulis selanjutnya melakukan abstraksi data
kasar tersebut menjadi uraian singkat atau
ringkasan. Data yang direduksi akan
dibandingkan dengan teori yang ada, dengan
demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan
akan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya
apabila diperlukan.
Penyajian Data (Data Display), Langkah
selanjutnya adalah penyajian data pada tahap
ini, data disajikan dalam bentuk uraian yang
bersifat naratif tentang kebijakan CSR,
implementasi CSR, evaluasi program CSR dan
memberikan rekomendasi kepada perusahaan
tentang program CSR yang telah dilakukannya
selama ini. Dengan penyajian data, akan
mempermudah peneliti dalam memahami apa
yang terjadi selanjutnya, melakukan analisis
secara mendalam berdasarkan yang telah
dipahami.
Penarikan Kesimpulan (Conclusion
Drawing), Langkah berikutnya adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi mengenai
temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada (Sugiono, 2008:99). Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif merupakan temuan baru
yang sebelumnya belum pernah ada, temuan
berupa deskripsi atau gambaran suatu objek
yang sebelumnya masih remang-remang
menjadi jelas setelah diteliti. Dalam penelitian
ini dari hasil penelitian lapangan dan studi
literatur yang dilakukan, akan ditarik suatu
kesimpulan sesuai kondisi yang terjadi sehingga
diperoleh jawaban atas permasalahan penelitian
sekaligus memberikan saran yang dapat
menjadi alternatif solusi permasalahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Visi dan Misi CSR PT Telkom, Dalam
menjalankan program corporate social
responsibility (CSR) yang ada pada PT Telkom
Indonesia, maka PT Telkom menentukan visi
dan misinya sebagai berikut :
Visi CSR PT Telkom adalah Sebagai pelopor
Implementasi Corporate Social Responsibility
di Asia. Sedangkan misi CSR sebagai berikut :
1. Mencerdaskan masyarakat melalui
pendidikan teknologi infocom.
2. Meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
3. Menjaga kesinambungan lingkungan.
Visi dan Misi tersebut diatas sudah
sesuai dengan kebijakan CSR yang ada di PT
Telkom yaitu memberikan bantuan dalam
bidang pendidikan, memberikan bantuan
dalam bidang pelestarian alam, memberikan
bantuan dalam bidang sarana umum,
memberikan bantuan dalam bidang kesehatan
masyarakat, memberikan bantuan dalam
bidang sarana ibadah dan meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat melalui
program bantuan dana kemitraan.
Kebijakan CSR yang ditetapkan oleh PT
Telkom merupakan suatu petunjuk yang
diharapkan dapat mempermudah penerapan
CSR di PT Telkom Divre V Surabaya.
Pernyataan nara sumber tentang kebijakan CSR
adalah :
“… Untuk kebijakan CSR sudah
dituangkan dalam milestone yang dimulai
tahun 2002 sampai dengan 2015 adapun
milestonenya dapat dilihat pada buku
balancing of life.” (P. Agus, manajer PK).
Kebijakan CSR tertuang dalam Milestone
Program CSR dari tahun 2002 sampai dengan
2015. Adapun Milestone program CSR PT
Telkom sebagai berikut :
Tahun 2002 Charity & Patnership yang
meliputi program :
1. Beasiswa.
2. IG2S.
3. Program magang.
4. Donor darah.
5. Sunatan masal.
6. Bantuan modal kerja.
7. Pembinaan mitra.
8. Telum berseri.
9. Perbaikan sarana umum.
10. Renovasi sarana ibadah.
11. Pembinaan drumband dan pramuka.
12. Bantuan bencana alam.
64
13. Recovery daerah bencana.
Tahun 2003 5 care meliputi :
1. Care usaha kecil.
2. Care lingkungan pendidikan.
3. Care kesejahteraan masyarakat.
4. Care masyarakat pra sejahterah.
5. Care IBO.
Tahun 2004 kebijakan CSR meliputi :
1. Telkom business.
2. Telkom care.
Tahun 2005 Kebijakan CSR meliputi :
1. Terima kasih guru.
2. Klinik Telkom peduli.
3. Peduli anak dan balita.
4. Peduli anak jalanan.
5. Telkom berbuah.
6. Taman kota internet goes 2 community.
7. Kampanye employee care.
8. Advertorial & release tematis (CSR).
Tahun 2006 – 2015 kebijakan CSR meliputi :
1. Alur pikir 7 pilar CSR
a. Telkom Peduli Pelayanan umum.
b. Telkom Peduli Kesehatan.
c. Telkom Peduli lingkungan.
d. Telkom Peduli Bencana.
e. Telkom Peduli Kemitraan.
f. Telkom Peduli Iman Budaya dan
Olahraga.
g. Telkom Peduli Pendidikan.
2. Employee care program
a. Database.
b. Talk show mitra binaan.
Kebijakan yang dilakukan PT Telkom saat
ini sudah mengacu pada Keputusan Direksi
Perusahaan Perseroan (Persero) no
30/PR000/COP.B0030000/2007, UU no 40
tahun 2007 dan Kepmen no 236 tahun 2003
yaitu perusahaan telah mengeluarkan dana CSR
yang di fokuskan untuk Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL). Program PKBL
pada PT Telkom lebih di spesifikasikan
menjadi 7 pilar utama yaitu :
a. Telkom Peduli Pelayanan umum.
b. Telkom Peduli Kesehatan.
c. Telkom Peduli lingkungan.
d. Telkom Peduli Bencana.
e. Telkom Peduli Kemitraan.
f. Telkom Peduli Iman Budaya dan
Olahraga.
g. Telkom Peduli Pendidikan
Untuk Program Bina lingkungan lebih di
fokuskan untuk bantuan pendidikan hal ini
sesuai dengan pernyataan:
“… prosentase bina lingkungan di PT
Telkom lebih di fokuskan untuk bantuan
pendidikan yaitu terlihat dari besarnya
alokasi prosentaprotase dana dalam
program bina lingkungan, untuk bantuan
pendidikan sebesar 40% jauh lebih besar
daripada program-program lainnya…”
(P.Sarman, senior manajer Bina
Lingkungan)
“…sector pendidikan lebih diutamakan
karena dengan memfokuskan pada sector
pendidikan maka dapat mengentaskan
kemiskinan yang ada di Negara kita..”
(B.Rini, General manajer PKBL)
Dari pernyataan diatas maka kebijakan
untuk program bina lingkungan PT Telkom
lebih memprioritaskan pada sector pendidikan
karena dengan pendidikan bangsa kita akan
semakin maju dan pengangguran yang ada di
negara kita dapat kita kurangi, sedangkan
untuk program kemitraan lebih di fokuskan
pada usaha kecil menengah (UKM) yang ada
di wilayah Jawa Timur.
SIMPULAN
Kebijakan CSR yang dilaksanakan oleh PT
Telkom Divre V Surabaya sudah sesuai dengan
visi dan misi CSR perusahaan serta sesuai
dengan UU no 40 tahun 2007 dan Kepmen no
236 tahun 2003 yaitu perusahaan telah
mengeluarkan dana CSR yang di fokuskan
untuk Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL).
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan pada PT Telkom Divre 5 Surabaya,
berikut ini beberapa saran yang perlu untuk
dikemukakan dengan harapan dapat
dikembangkan untuk program CSR PT Telkom
selanjutnya :
1. Program yang dilaksanakan haruslah
bersifat sustainability, sehingga akan
bermanfaat untuk masyarakat.
2. Program Kemitraan menyertakan
masyarakat yang baru merintis usaha,
sehingga dengan demikian dapat
menumbuhkan jiwa kewirausahaan bagi
masyarakat. Cara yang tepat untuk program
kemitraan adalah melakukan pembinaan,
65
pelatihan, pemasaran dan pemeran
sedangkan pelatihan yang diperlukan untuk
saat ini adalah kewirausahaan dan
pembukuan.
3. Kebutuhan masyarakat Surabaya saat ini
adalah lapangan olahraga, alangkah
baiknya jika program CSR untuk tahun
berikutnya adalah pembangunan lapangan
olahraga untuk masyarakat Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA
Achda Tamam. Perkembangan CSR dan
Implementasinya di Indonesia.
Community Development Institute, pada
Seminar Nasional: A Promise of Gold
Rating: Sustainable CSR, di Hotel
Hilton, Jakarta , 23 Agustus 2006.
Andi M. 2009 Implementasi CSR terhadap
Kesejahteraan Msyarakat. JESP. Vol 1
No1.
Ardana, I komang. 2008. “Bisnis dan
Tanggungjawab Sosial”. Buletin Studi
Ekonomi. Volume13. Nomor 1.
Ati H. 2008. Pengungkapan CSR pada Official
Website Perusahaaan Studi Pada PT.
Unilever Indonesia. Fakultas Ekonomi.
Universitas Gunadarma. ISSN: 1411-
6286.
Chairil N.S. 2007. Analisis Sosiologis terhadap
implementasi CSR pada Msyarakat
Indonesia. Jurnal Sosioteknologi. Edisi
12.
Gray, R. Kouhy. R and Lavers, S. 1995b.
Methodological Themes: Constructing A
Research Database of Social And
Environmental Reporting By Uk
Companies. Accounting, Auditing &
Accountability Journal. Vol. 8. No.2
pp.78-101.
Gray, R. Owen, D. and Maunders, K. 1987.
Corporate Social Reporting: Accounting
and Accountability. Prentice-Hall.
London.
Hasibuan, Rizal. 2001. “Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Pengungkapan
Sosial”. Tesis. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Henny dan Murtanto. 2001. “Analisis
Pengungkapan Sosial pada Laporan
Tahunan”. Media Riset Akuntansi,
Auditing dan Akuntansi. Vol 1 no 2 hal
21-48.
Herlina Y.R. 2008. Relevansi Program CSR
Bagi Wacana Publik. National Confernce
UKWMS.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta.
I Komang A. 2008. Bisnis dan Tanggungjawab
Sosial. Buletin Studi Ekonomi. Vol 13
No 1.
Kotler. Philip. Dan Nancy Lee. 2005.
Corporate Sosial Responsibility: Doing
the Most Good for your Cause. John
Wiley & Sons Inc.
Maleong, Lexy j. 2007. Metodologi Penelitian
Kualitatif Edisi Revisi. Cetakan
keduapuluh empat. Penerbit Remaja
Rosdakarya Bandung.
Nugroho, Yanuar. 2007. Dilema
Tanggungjawab Korporasi. Kumpulan
Tulisan. www.unisosdem.org.
Priyanto M. 2008. Implementasi Corporate
Sosial Responsibility untuk mndukung
Pembangunan Berkelanjutan. Spirit
Publik. ISSN. 1907-0489. Vol 4 No 2.
Reza, M.M. 2009. Peranan Corporate Sosial
Responsibility (CSR) PT. Rekayasa
Industri Dalam Upaya Pengembangan
Masyarakat. IPB.
Sayekti, Yosefa. 2007. “Pengaruh CSR
disclosure terhadap Earning Response
Coefficient”. Makalah Disampaikan
dalam Simposium Nasional Akuntansi X.
Makasar, 26 – 28 Juli.
Suslisyanti, Eni, Dewi. 2005. Keterkaitan
Antara Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan dengan Kinerja dan Nilai
Perusahaan. UGM Pasca Sarjana
Siegel, Gary dan Helene Ramanauskas-
Marconi, 1989. Behavioral Accounting.
South-Western Publishing Co.
Sembiring, Edi Rismanda. 2005. “Karakteristik
Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial: Studi Empiris pada
Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek
Jakarta”. Makalah Disampaikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Solo, 15 – 16 September.
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian
Kualitatif. Cetakan Ketiga. Penerbit
Alfabeta, Bandung.
Scott, William R., 2003. Financial Accounting
Theory Third Edition. Prentice Hall
Toronto.
66
Solihin, Ismail. 2008. Corporate Sosial
Responsibility from charity to
sustainable. Salemba Empat. Jakarta.
Sucada, et al., 2002. loc. Cit. Mengutip World
Business Council for Social
Development dalam Corporate Social
Responsibility, Jurnal WBSD
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Uzzi, B. 1997. Social structure and competition
in interfirm networks: The paradox of
embeddeness. Administrative Science
Quartetly, 42: 35-67.
Utomo, .2000. “Praktek Pengungkapan Sosial
Pada Laporan Tahunan Perusahaan di
Indonesia”. SNA 3, Hal. 99-122.
World Bank. 1999. Proverty Reduction and The
Word Bank. Progress and Challengers in
the 1990s. World Bank. Washington
D.C.
www.telkom Indonesia.com
Yin, Robert K., 2002. Studi Kasus: Desain dan
Model. Jakarta. Rajawali Pers.
DAMPAK PAPARAN PRODUK PLACEMENT DALAM FILM TERHADAP PERUBAHAN SIKAP ATAS MEREK NUR LAILY
DIAN INDAHSARI
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Gresik
Kampus GKB, Jl. Sumatra 101 GKB Gresik 61121 Jawa Timur Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRACT This research is used to determine if exposure to product placement Mie ABC and Nu greentea taste in films “Ayat-Ayat Cinta”effect on audience attitudes change over the brand to a more positive direction. Respondents were surveyed movie “Ayat-Ayat Cinta” in the form of DVD and VCD. The purpose of this study was to determine the effects of exposure to product placement in movies Ayat-Ayat Cinta to changes in audience attitudes on brand Nu greentea and Noodles Spicy Tastes ABC. Dependent variable in this study is the change in the attitude of the audience, while the experimental variable is exposure to product placement in movies Ayat-Ayat Cinta. Calculation results indicate that changes in audience attitudes toward the more positive the brand after exposure to product placement in movies Ayat-Ayat Cinta, it can be known from the change in the attitude of most of the respondents is the ABC Taste Spicy Noodle products amounting to Nu 0.700 is greentea is equal to 0.567.
Key words: exposure, product placement, brand
PENDAHULUAN
Perkembangan sebuah produk tidak dapat
dilakukakn tanpa bantuan marketing
management dalam melakukan promosi untuk
produk tersebut. Promosi dapat dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai media yang
tersedia antara lain yang telah dan sedang
populer saat ini adalah media elektronik antara
lain televisi, radio. Berbagai cara yang
dilakukan pemasar untuk mempromosikan
produk melalui televisi yang mulai berkembang
saat ini dan banyak diminati oleh pemasar saat
ini adalah penempatan produk dalam acara-
acara televisi termasuk dalam film televisi dan
film layar lebar atau acara hiburan yang lain.
Ketika menonton sebuah film, sinetron,
ataupun talkshow ada produk yang secara
sengaja atau tidak disengaja mencuri perhatian
penonton dan secara tidak langsung membuat
penonton mengenali atau mengingat kembali
tentang produk itu. Dari logonya, ciri khas
warnanya, ataupun langsung dari bentuk
produknya secara utuh. Sebagai contoh, ambil
saja film D'bijis, yang pada beberapa scene
secara gamblang memperlihatkan beberapa
produk seperti Class mild sebagai latar pada
beberapa scene dan pada talkshow Bukan
Empat Mata yang selalu jadi incaran para
pemasar.
Joseph Jaffe melalui buku terbarunya,
"Life After The 30-second spot" menyatakan
bahwa industri advertaising mulai mengalami
kejatuhan karena hanya berfikir sempit pada
pemanfaatan iklan di televisi serta majalah saja
untuk membangun sebuah brand. Mengatakan
advertaising agency mulai mengembalikan
posisinya sebagai penggagas ide kreatif dan
memikirkan alternatif media lain yang bisa
membangun brand dengan dampak yang sama,
komentar ini diperkuat lagi melalui laporan
kerjasama antara Forrester Research dan ANA
(Assosiation of Nation Advertisers) yang
menyatakan bahwa 78% pengiklan merasakan
kalau iklan televisi sudah tidak efektif sejak 2
tahun terakhir (merdeka, 2008), riset tersebut
juga menyatakan kalau kini pemasar mulai
mengeksplorasi perkembangan teknologi
terbaru untuk menghabiskan budget iklan
televisinya. Salah satu iklan yang menjadi
alternatif tersebut adalah produk placement
dalam sebuah acara atau program hiburan.
Produk placement biasanya muncul dalam
sebuah film, video musik, buku cerita sampai
video games.
Belch (2004:450-452) mengemukakan
bentuk dari produk placement ini adalah seperti
iklan tapi tanpa medium. Kadang audiens tidak
68
menyadari adanya promosi produk sedang
berjalan. Penonton melihat nama merek sebagai
bagian dari cerita. Akan tetapi dampak
pembelian oleh publik sangat nyata.
Sekarang ini produk placement mulai
banyak digunakan oleh para pemasar dalam
beriklan. Hal ini dikarenakan banyak manfaat
yang diperoleh dari produk placement di film,
antara lain; besarnya jumlah audiens yang
menonton, media lain yang mendukung,
sumber asosiasi , image produk dalam film,
biaya yang relatif lebih murah tapi jumlah
penonton yang tinggi, penerimaan oleh audiens
dan evaluasi yang positif dan sedikitnya
peraturan mengenai produk placement dalam
film, seperti menampakan orang merokok,
minum minuman keras.
Bagi produsen, film merupakan media
promosi yang cukup menjanjikan. Selain
audiensnya besar, efek brand awarness yang
ditimbulkannya sangat efektif apalagi film
tersebut juga diedarkan dalam bentuk
VCD/DVD. Artinya dengan sekali beriklan
produsen dapat beriklan dalam durasi yang
lama selama VCD/DVD itu masih beredar. Hal
inilah yang tidak diperoleh jika beriklan di
televisi, radio, media cetak atau media luar
ruangan (inviewmagazine, 2007).
Era kebangkitan film nasional di awal
tahun 2000-an ternyata menjadi awal maraknya
kembali produk plecement di dunia perfilman di
Indonesia. Para produsen kembali melirik dunia
film. Akan tetapi di Amerika, seiring dengan
berkembangnya film yang sangat pesat, produk
placement sudah sangat populer. Hal ini
dikarenakan produk placement telah mampu
meningkatkan penjualan produk yang
diiklankan, baik itu produk baru maupun
produk yang sudah popular (Kinney dan
Sapolsky, 2000).
Tidak dapat disangkal lagi bahwa
penggunaan produk placement dalam dunia
hiburan kini semakin populer dan sudah
menjadi trend. Dalam survey yang dilakukan
oleh ANA (Assosiation of Nation Advertisers)
di Amerika tahun 2005, sebanyak 63% pemasar
senior mangatakan sudah menggunakan
beberapa praktik brand entertaiment yaitu
produk yang dijalin dengan kontent sebuah
program hiburan (merdeka, 2007).
Keputusan tentang periklanan sangat
penting dalam bauran pemasaran karena iklan
merupakan cara yang paling efisien dalam
menyampaikan pesan massal kepada konsumen.
Disamping itu iklan juga bisa menciptakan
brand image dan kesan simbolis terhadap
perusahaan atau merek. Iklan juga bisa menarik
konsumen dan menciptaan penjualan. (Belch,
2004:452).
Para pemasar dalam menentukan media
harus mengevaluasi evektifitas media yang
dipilih untuk beriklan. Hal ini dimaksudkan
agar pemilihan media bisa mengefektifkan
biaya dan sesuai dengan tujuan iklan yang
diinginkan. Salah satu eveluasi yang dilakukan
pemasar adalah dengan mengeveluasi dampak
komunikasi dari iklan dan media yang harus
dipilih. Salah satu efek komunikasi yang
ditimbulkan adalah pembentukan sikap oleh
audien sasaran.
Sikap adalah kecenderungan berperilaku
yang bisa dipelajari dan bersifat konsisten
dalam menyingkapi objek tertentu.
Pembentukan sikap sangat dipengaruhi oleh
pengalaman individu, pengaruh keluarga, teman
dan juga pemasaran langsung serta media
massa. Menurut tricomponent atribut model,
sikap terdiri dari tiga komponen utama yaitu
kognitif, konatif dan afektif. Sikap akan
mempermudah proses pengambilan keputusan
konsumen. Apabila konsumen dihadapkan pada
beberapa alternatif, tidak perlu memproses dan
menganalisis informasi baru dan langsung
memilih alternatif yang cocok, sesuai dengan
pengalaman yang sebelumya (Kanuk dan
Schiffman, 2004:253-269).
Perubahan sikap adalah suatu hasil dari
pembelajaran, dipengaruhi oleh pengalaman
individu dan sumber informasi lain.
Pengukuran tantang sikap audiens bagi pemasar
merupakan hal yang sangat penting, salah
satunya untuk mengevaluasi iklan. Penting
untuk dipahami bahwa proses bagaimana iklan
terbentuk adalah sama dengan proses bagaiman
sikap berubah.
Produk placement dalam film tidak
menyajikan atribut-atribut produk dan bahwa
produk placement dalam film merupakan
sumber asosiasi, image film terhadap suatu
produk. (Belch, 2004:452-453). Asosiasi ini
menghasilkan image produk yang lebih positif.
Banyak praktisi dalam produk placement
meyakini bahwa asosiasi terhadap sumber
merupakan sebuah kunci kesuksesan dalam
sebuah produk placement dalam film. Saat ini
pengukuran audiens dalam produk placement
69
masih sangat terbatas, walupun ada kebanyakan
masih dari sudut pandang pembuat film.
Seringkali para pemasar dalam membuat
keputusannya hanya menggunakan kredibilitas
para pembuat film dan artis yang dipakai dalam
filmnya. Hal inilah yang melatar belakangi
penelitian terhadap produk placement di dalam
sebuah film. Penelitian yang dilakukan adalah
penelitian dampak paparan produk placement di
dalam film terhadap perubahan sikap audiens
terhadap merek, khususnya film produksi
Indonesia.
Dari berbagai teori perubahan sikap atas
merek karena pengaruh iklan yang disebutkan
sebelumnya, diambil sebuah hipotesis bahwa
produk placement di dalam film layar lebar
mampu merubah sikap konsumen atas merek ke
arah yang lebih positif. Hipotesis tersebut akan
diuji pada produk placement mie ABC Selera
Pedas dan Nu Green tea dalam film Ayat-ayat
Cinta.
Peneliti mengambil sampel pada penonton
di Gresik, akan tetapi di Gresik tidak ada
gedung bioskop maka penonton atau audiens
yang diambil adalah audiens yang menonton
film Ayat-ayat Cinta yang diedarkan dalam
bentuk DVD atau VCD, sesuai dengan metode
penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu,
metode penelitian pre-experiment dengan
desain penelitian satu kelompok prauji-pascauji
(one group-posttest).
Ayat-ayat Cinta, adalah salah satu objek
yang mempresentasikan produk placement
dalam film produksi Indonesia. Ayat-ayat Cinta
adalah film yang disutradarai oleh Hanung
Bramantio. Film ini di produksi pada tahun
2007, dibintai oleh Fedi Nuril, Rianti
Cartwright, Carrisa Putri dan Zaskia Adya
Mecca, menceritakan tentang cinta dari
pandangan kehidupan umat muslim. Dalam
film ini terdapat penempatan produk mie ABC
Selera Pedas dan Nu Greentea, yang mana
kedua produk tersebut sudah tak asing lagi
dibenak masyarakat Indonesia, produk itu
adalah dari PT. ABC President Indonesia.
Dalam penelitian eksperiment ini desain
yang digunakan adalah desain penelitian pre-
experiment yaitu desain penelitian satu
kelompok prauji-pascauji (one group-posttest).
Pre-Experiment Design penelitian ini disebut
sederhana, karena obyek penelitian baik
kelompok tunggal atau kelompok jamak tidak
memiliki tidak memiliki kelompok kontrol,
sehingga sering disebut sebagai „Single Group
Experiment‟. Biasanya penelitian ini dilakukan
untuk tujuan exploratory (penyelidikan untuk
penemuan). Desain ini tidak menghasilkan
kesimpulan yang definitif tentang penyebab
dan efek dari hal yang diamati, karena
kelompok yang diamati tidak mewakili sampel
yang sebenarnya dan juga tidak ada pilihan
acak atau randomisasi dari yang diharapkan,
sehingga metode ini disebut Pre – Experiment
Design.(Parasuraman, 1991:312-313).
Berdasarkan penjelasan yang telah
disajikan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak paparan product placement
mie ABC Selera Pedas dan Nu Greentea dalam
film Ayat-ayat Cinta terhadap perubahan sikap
penonton di Gresik atas merek ke arah yang
lebih positif.
METODE
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
pendekatan eksperimen. Experiment adalah
suatu pendektan riset dimana suatu variabel
dimanipulasi dan dampaknya terhadap variabel
lain diamati (Daniel dan gates, 2001:221).
Penelitian eksperimen dibagi menjadi tiga
desain penelitian, yaitu pre-experiment, true-
experiment, quasi experiment.
Dalam penelitian eksperiment ini desain
yang digunakan adalah desain penelitian pre-
experiment yaitu desain penelitian satu
kelompok prauji-pascauji (one group-posttest).
Pre-Experiment Design penelitian ini disebut
sederhana, karena obyek penelitian baik
kelompok tunggal atau kelompok jamak tidak
memiliki tidak memiliki kelompok kontrol,
sehingga sering disebut sebagai „Single Group
Experiment‟. Biasanya penelitian ini dilakukan
untuk tujuan exploratory (penyelidikan untuk
penemuan). Desain ini tidak menghasilkan
kesimpulan yang definitive tentang penyebab
dan efek dari hal yang diamati, karena
kelompok yang diamati tidak mewakili sampel
yang sebenarnya dan juga tidak ada pilihan
acak atau randomisasi dari yang diharapkan,
sehingga metode ini disebut Pre – Experiment
Design (Parasuraman, 1991:312-313).
Populasi penelitian ini adalah masyarakat
Gresik yang menjadi audien film yang
diedarkan dalam bentuk VCD dan DVD.
Sampel yang ambil dalam penelitian ini
berjumlah 30 responden. Menurut Roscoe
dalam Sugiyono (2001:27) ukuran sampel yang
70
layak digunakan dalam penelitian adalah 30
sampai dengan 200 responden. Sampel
penelitian dalam penelitian ini adalah
responden yang menjadi penonton film ayat-
ayat cinta. Kriteria sampel dalam penelitian ini
antara lain:
1. Penonton dengan rentang usia
diatas 15 tahun, berdomisili di Gresik.
2. Penonton pernah
mangkonsumsi produk yang bersangkutan
sehingga diharapkan mempunyai sikap
awal terhadap produk.
3. Penonton belum menyaksikan
film yang menjedi objek penelitian atau
belum menyaksikan paparan produk
placement dalam film yang menjadi objek
penelitian.
Operasionalisasi variable dalam penelitian
experiment peneliti mengubah atau
memanipulasi sesuatu, yang disebut sebagai
variabel penjelas (explanotory variabel),
variabel independent atau variabel
eksperimental digunakan untuk mengamati efek
perubahan pada hal-hal lain yang disebut
sebagai variabel dependent. Variabel
eksperimental adalah paparan produk
placement dalam film, sedangkan yang menjadi
variabel dependent adalah sikap atas merek
(Attitude toward the brand).
Variabel experiment yang mendefinisikan
variabel dengan keterangan-keterangan
percobaan yang dilakukan terhadap variabel
tersebut (Nazir, 2003:126). Dalam peneliltian
ini yang menjadi variabel independent adalah
dampak paparan produk placement dalam film.
Dimana responden akan memperoleh paparan
produk placement Mie ABC Selera Pedas dan
Nu Greentea dalam film Ayat-ayat Cinta yang
ditonton dalam sebuah ruangan yang menjadi
setting experiment. Product placement dalam
film layar berbentuk penempatan nama merek
dan kemasan atau tanda produk di dalam
adegan dalam film.
Sikap atas merek diartikan sebagai
evaluasi keseluruhan terhadap sikap atas merek
(overall brand evaluation). Pengukuran
terhadap sikap atas merek bisa dilakukan
dengan mengukur tingkat kesukaan seseorang
atas merek. Nilai sikap terhadap merek
diperoleh dengan mengukur tingkat kesukaan
(likebility) seseorang terhadap merek Mie ABC
Selera Pedas dan Nu Greentea.
Dalam penelitian ini variabel dependent
diukur bardasarkan skala likert. Skala likert
adalah teknik self report bagi pengukuran sikap
dimana subjek diminta untuk mengidentifikasi
tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan
terhdap masing-masing pernyataan. Skor sikap
seorang objek adalah nilai total yang diperoleh
setelah menjumlahkan masing-masing
pertanyaan. Tingkat persetujuan responden
akan diberi nilai 1, 2, 3, 4 dan 5 yang mewakili
5 kategori respon, responden dinilai memiliki
perasaan yang positif terhadap merek jika
responden setuju pada pernyataan positif
tersebut. Dalam penelitian ini skor sikap
seorang subjek adalah tingkat kesukaannnya
(likeability) terhadap merek Nu Greentea dan
Mie ABC Selera Pedas.
Penelitian ini menggunakan data
kuantitatif dan berbentuk data interval. Data
yang diambil berasal dari data primer. Data
primer adalah data yang diperoleh dari
eksperimen yang dilakukan dengan
memberikan kuesioner.
Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah sebagai berikut: Kuesioner yang terbagi
menjadi dua kuesioner, kuesioner pertama
diberikan sebelum treatment (paparan product
placement dalam film) untuk mengetahui
karakteristik responden dan sikap awal
responden terhadap merek, Treatment (paparan
product placement dalam film), Kuesioner
kedua diberikan setelah treatment dan sekaligus
peneliti memberikan produk yang menjadi
product placement dalam film.
Uji validitas digunakan untuk mengetahui
bagaimana alat ukur yang digunakan mampu
untuk mengukur sesuatu yang akan diukur yaitu
sikap penonton atas merek. Uji validitas
dilakukan terhadap item pertanyaan dari
kuesioner dengan jalan melihat nilai keofisien
korelasi pada masing-masing pertanyaan (r
hitung) dibandingkan dengan angka kritis r
tabel (penelitian ini menggunakan pengujian
satu sisi) nilai kritis r tabel n = 30 adalah 0,355.
Untuk mengukur reliabilitas dapat
dilakukan dengan perolehan dua nilai dari
orang yang sama pada tes yang sarna, yakni
dengan cara rnengulanginya atau dengan
memberikan dua bentuk tes yang berbeda tetapi
setara. Jika setiap individu dapat mencapai skor
yang kuranglebih sama pada kedua pengukuran
tersebut, maka berari bahwa tes tersebut
reliabel. Meski suatu tes dapat dikatakan
71
reliabel, beberapa perbedaan dapat muncul di
antara kedua karena adanya perbedaan peluang
dan kesalahan pengukuran. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengukuran statistik mengenai
tingkat hubungan di antara seperangkat
pasangan skor. Tingkat hubungan tersebut
ditetapkan dengan koefisien korelasi (Atkinson
dkk., 1993).
Pengukuran dapat dikatakan reliable
apabila memiliki nilai keofisien alfa lebih besar
dari 0,6 (Malhotra, 1999:282). Penelitian yang
dilakukan peneliti adalah penelitian eksperimen
laboratorium atau disebut juga penelitian kelas.
Tes di kelas atau laboratorium tidak selalu
membutuhkan koefisien reliabilitas tinggi.
Ketika para responden lebih menguasai materi
yang diujikan, variabilitas tes akan menurun,
sehingga reliabilitas tes juga akan menurun.
Jika pengetahuan dan informasi yang diperoleh
dari tes, maka akan dapat menyediakan
informasi yang lebih lengkap. Suatu koefisien
reliabilitas sebesar 0.50 atau 0.60 mungkin
cukup untuk tes di kelas atau eksperimen
laboratorium (Rm.Arrum, 2009).
Penelitian ini menggunakan uji t one
sample untuk menganalisis data yang diperoleh.
Uji t dilakukan untuk mengetahui signifikan
pengaruh variabel independent secara individu
atau parsial terhadap variabel dependent. Uji t
one sample dilakukan untuk membandingkan
data yang diperoleh dengan suatu standart (µ)
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada observasi pertama diukur rata-rata
attitude to ward the brand A, juga intention to
buy brand A. selanjutnya hasil observasi
pertama dijadikan standart (µ) untuk uji t pada
observasi kedua.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Responden yang menjadi objek penelitian
adalah sebanyak 30 orang. Kriteria responden
adalah mereka yan menjadi penonton film
Ayat-ayat Cinta di Gresik, karena di Gresik
tidak terdapat gedung bioskop dan film tersebut
sudah cukup lama beredar maka yang menjadi
responden adalah penonton film Ayat-ayat
Cinta yang dalam bentuk DVD dan VCD.
Responden belum pernah menonton film yang
menjadi objek penelitian atau pernah menonton
tetapi tidak mengeahui adanya paparan product
placement dalam film tesebut.
Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin, diketahui Jumlah reponden
wanita lebih banyak dari pada responden pria,
perbandingan prosentase 70 : 30. Hal tersebut
membuktikan peminat dari film ini adalah
sebagian besar perempuan.
Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia (umur) diketahui Jumlah responden
terbesar ditinjau dari usia saat dilakuakan
penelitian yaitu responden berusia antara 16-25
tahun dengan frekuensi 23 orang atau 76,6%.
Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan Terakhir, diketahui bahwa Jumlah
responden terbesar ditinjau dari pendidikan
terakhir yaitu responden dengan pendidikan
terakhir SMU/SMK sebesar 11 orang atau
36,7%.
Hasil Uji validitas diketahui item
pertanyaan dari kuesioner dengan jalan melihat
nilai keofisien korelasi pada masing-masing
pertanyaan (r hitung) dibandingkan dengan
angka kritis r tabel n = 30 adalah 0,355. Hasil
uji validitas pada kedua produk pada saat pre-
test dan post-test diketahui bahwa nilai r hirung
lebih besar dari r tabel sehingga item yang
digunakan valid.
Pengukuran dapat dikatakan reliable
apabila memiliki nilai keofisien alfa lebih besar
dari 0,6 (Malhotra, 1999:282). Penelitian yang
dilakukan peneliti adalah penelitian eksperimen
laboratorium atau disebut juga penelitian kelas.
Tes di kelas atau laboratorium tidak selalu
membutuhkan koefisien reliabilitas tinggi.
Suatu koefisien reliabilitas sebesar 0.50 atau
0.60 mungkin cukup untuk tes di kelas atau
eksperimen laboratorium (Rm.Arrum, 2009).
Dari data responden yang menguji
reliabilitas produk Nu Greentea, menunjukkan
bahwa nilai reliabilitas alat ukur sikap atas
merek adalah sebesar 0,6809 dan untuk Mie
ABC Selera Pedas adalah sebesar 0,5754
Penelitian dengan menggunakan desain
pre-experiment yaitu satu kelompok pra uji dan
pasca uji (one group pretest-posttest).
Observasi pra-uji dilakukan pada kelompok
subjek tunggal (O1) yang menerima perlakuan.
Selanjutnya diberikan treatment. Akhirnya
observasi pra-uji dilakukan (O2). Efek
perlakuan dalam penelitian ini adalah
perubahan sikap atas merek.
Untuk melakukan pengujian signifikan
efek perlakuan dari perubahan sikap penonton
atas merek digunakan teknik statistik uji t.
Langkah pertama adalah dengan melekukan
perumusan hipotesis:
72
H1.0 : µ1 ≤ Y1, berarti Y1 lebih kecil
atau sama dengan nilai rata-rata sikap
atas merek pada pre-test, yang berarti
tidak terjadi perubahan sikap atas merek.
H1.1 : µ1 >Y1, berarti, Y1 lebih besar
dari nilai rata-rata sikap atas merek pada
pre-test, yang berarti terjadi perubahan
sikap ke arah yang lebih positif.
Langkah selanjutnya adalah menentukan
nilai kritis uji t, dengan melihat nilai tabel t
sesuai signifikansi sebesar 5% (penelitian ini
menggunakan pengujian satu sisi dan df = n-1 =
29 (dalam tabel nilai kritis uji t adalah sebesar
1,699).
Setelah menentukan nilai kritis uji t,
dilakukan perbandingan untuk nilai uji t hitung
pada masing-masing variabel sikap atas merek
dengan nilai kritisnya. Pada tabel 4.5 diketahui
bahwa nilai t hitung sikap atas merek Nu
Greentea adalah sebesar 3,676, sedangkan
untuk merek Mie ABC Selera Pedas adalah
sebesar 4,273. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa, H1.0 untuk kedua merek
ditolak dan H1.1 untuk kedua merek diterima,
artinya nilai sikap rata-rata post-testlebih tinggi
dari pre-test atau dapat disimpulkan bahwa
terjadi perubahan sikap responden kearah
positif untuk kedua produk (Nu Greentea dan
Mie ABC Selera Pedas) setelah paparan
product Placement dalam film Ayat-ayat Cinta.
Tabel 1:Efek perlakuan dari paparan product
placement dalam film Ayat-ayat Cinta
dengan Indikator Sikap
Test Nu Greentea
Rata-rata
Mie ABC
Selera Pedas
Rata-rata
O2 4,100 4,233
O1 3,533 3,533
O2-O1 0,567 0,700
t value 3,676 4,273
Kedua merek Nu Greentea dan Mie ABC
Selera Pedas dalam tabel diatas mempunyai
sikap rata-rata atas merek yang cukup baik
karena berada di atas 2,5 yang mempunyai nilai
tengah dari skala pengukuran yang digunakan.
Dari tabel 4.5 juga ditunjukkan bahwa terjadi
perubahan sikap responden yang positif atas
kedua merek tarsebut. Nilai perubahan sikap
responden yang paling besar adalah pada
produk Mie ABC Selera Pedas yaitu sebesar
0,700 sedang untuk Nu Greentea adalah sebesar
0,567.
Dari jawaban atas pertanyaan subjektif
pada responden tentang merek setelah paparan
product placement dalam film Ayat-ayat Cinta
diketahui bahwa rata-rata responden menyukai
kedua merek tersebut dan beberapa dari mereka
juga mendeskripsikan tentang alasan dari
kesukaan atas kedua merek tersebut.
Berdasarkan hasil analisis uji t diketahui
bahwa nilai t hitung untuk sikap atas merek (Nu
Greentea dan Mie ABC Selera Pedas) tersebut
adalah 3, 679 untuk merek Nu Greentea dan
untuk Mie ABC Selera Pedas adalah sebesar
4,273. Nilai t untuk kedua merek lebih besar
dari nilai kritis yaitu 1, 679. hal tersebut berarti
nilai sikap rata-rata post-test adalah lebih tinggi
dari nilai saar pre-test atau dapat disimpulkan
bahwa terjadi perubahan sikap kearah positif
untuk kedua merek tersebut setelah paparan
product placement dalam film Ayat-ayat Cinta
yang cukup signifikan dengan α sebesar 5%.
Hasil tersebut membuktikan hipotesis awal
yang menyebutkan bahwa paparan product
placement dalam film Ayat-ayat Cinta
berdampak kearah yang lebih positif.
Hasil ini sesuai dengan teori perubahan
sikap yang telah ada sebelumnya. Triandis
dalam Setiadi (2003:214) mengemukakan
bahwa perubahan sikap terjadi ketika
seseorang menerima informasi baru dari
orang lain atau media. Dalam penelitian ini
yang media pengembangan dan pembelajaran
adalah product placement dala film Ayat-ayat
Cinta.
Walaupun hasil penelitian ini dapat
dikatakan lemah karena tidak memiliki
kelompok kontrol (hanya menggunakan desain
one sample pretest-posttest). Akan tetapi karena
penelitian ini memang ditujukan untuk
menyarankan hipotesis yang baru, sehingga
hasil dari penelitian ini dinilai cukup untuk
menguji hipotesis-hipotesis baru bahwa paparan
product placement dalam film DVD dan VCD
mampu merubah sikap penonton atas merek ke
arah yang lebih positif atau dengan kata lain
seseorang akan lebih menyukai sebuah
mereksetelah melihat adanya paparan product
placement dalam film.
Lebel pre-eksperiment menunjukkan bahwa
penelitian ini lebih bersifat eksplorasi dari pada
menghasilkan kesimpulan kausalitas. Sehingga
diperlukan penelitian lanjutan dengan desain
73
penelitian yang lebih baik dan mengukurnya
dengan faktor-faktor perubahan sikap yang
lebih beragam selain tingkat kesukaan
(likeability) untuk menguji dampak papara
product placement dalam film terhadap
perubahan sikap penonton kearah yang lebih
pisitif. Selain itu pemilihan film yang masih
populer juga dapat menyebabkan perubahan
sikap yang mungkin lebih tinggi karena minat
penonton pada film masih tinggi.
SIMPULAN
Hasil penelitian membuktikan Terjadi
perubahan sikap penonton atas merek Nu
Greentea dan Mie ABC Selera Pedas setelah
paparan produk placement dalam film Ayat-
ayat Cinta, hal tersebut dapat dilihat dari hasil
analisis uji t diketahui bahwa nilai t hitung
untuk sikap atas merek (Nu Greentea dan Mie
ABC Selera Pedas) tersebut adalah 3, 679 untuk
merek Nu Greentea dan untuk Mie ABC Selera
Pedas adalah sebesar 4,273. Nilai t kedua merek
lebih besar dari nilai kritis yaitu 1, 679 dan nilai
perubahan sikap responden pada produk Mie
ABC Selera Pedas yaitu sebesar 0,700 sedang
untuk Nu Greentea adalah sebesar 0,567.
Penelitian ini hanya berlebel pre-
eksperiment, sehingga diperlukan penelitian
lanjutan yang lebih general. Penelitian ini
memberikan sebuah hipotesis baru bahwa
seseorang akan lebih menyukai sebuah merek
setelah memperoleh paparan produk placement
dalam film DVD dan VCD.
Kelemahan dari penelitian ini adalah
jumlah sampel yang relatif kecil dan tidak
mempresentasikan keseluruhan penonton film
DVD dan VCD di Gresik. Hal tersebut dapat
dilihat dari karakteristik dempgrafis dari
responden yang menjadi sampel penelitian ini.
Sehingga diperlukan sampel yang lebih besar
yang dapat mewakili keseluruhan penonton film
VCD dan DVD di Gresik.
DAFTAR PUSTAKA
Belch, George E. and Michael A. Belch, 2001.
Advertising and Promotion. Fitfh edition.
New York: Mc Graw Hill Irwin.
Kotler, Philip, 2003, Marketing Management:
Analisis Planning, Implementation and
Control. Edisi Kesembilan. Terjemahan.
Jakarta.
Mowen, John C. and Michael Minor, 2002.
Perilaku Konsumen. Edisi Kelima.
Terjemahan: Penerbit. Airlangga.
Setiadi, Nugroho J., 2003. Perilaku Konsumen:
Konsep Strategi dan Implikasi untuk
Penelitian Pemasaran. Jakarta: Pranata
Media.
Schiffman, Leon G. and Leslie Lazar Kanuk,
2004. Consemer Behavior. International
Edition. New York: Prentice Hall Inc.
Sutisna, 2001. Perilaku Konsumen dan
Komunikasi Pemasaran, Jakarta: PT
Remaja Rosdakarya.
Asseal, Henry, 1998. Consumer Behavior and
Marketing Action. Fifth edition.
Cincinnati: South Wertern Collage
Publishing.
Blackwell, Roger D., Paul W Miniard and
James F Engel, 2001. Consumer
Behavior. Nith Edition. Hardcout Collage
Publishes.
Daniel, Carl Mc, and Roger Gates, 2001. Riset
Pemasaran Komtemporer. Terjemahan.
Jakarta.
Malhotra, Naresh K., 1999. Marketing
Research, An Applied Orientation. Third
Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Nazir, M., 2003. Metodologi Penelitian.
Jakarta: Penerbit Ghalia
www.inviewmagazine.com, 2007. Numpang
Promosi di Layar Lebar
74
ANALISIS PERUBAHAN PADA ORGANISASI PENDIDIKAN TINGGI DENGAN TEORI 7’S MC.KINSEY
AWANG SETIAWAN WICAKSONO
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik
Kampus GKB, Jl. Sumatra 101 GKB Gresik 61121 Jawa Timur Indonesia
Email:
ABSTRACT
University as an organization with the core business of education services, as long as the
student makes a major consumer. But with the direction of change in the orientation of the
organization began to notice changes in the external environment around them, the
organization felt the need to make changes in order to survive and compete in providing
quality education to the community. Shift in the role of universities has led to changes in
business processes, behaviors, and the orientation of the organization's strategic direction.
Therefore it can be said if the organization has begun steps that lead to organizational
changes, but in the process changes that take place are often less well-planned and
structured systematically. Under these conditions, it can be formulated the following
research problem formulation, how the process of organizational change in higher
education organizations. To answer these problems then made an attempt to define a
systematic process that changes according to the needs of the university by using a
theoretical model of change Mc.Kinsey 7 S Framework. The data was collected using the
method of observation, interviews and supporting data are relevant. Based on the data
obtained it can be obtained by the definition of each element S of 7'S Mc.Kinsey as
follows: Shared Value / Superordinat Goals; Basing on the principles of Islam and
Kemuhammadiyahan (rohmatan lil alamin) is always working to provide the best benefits
for the community. Strategy: Start utilize its resources to develop cooperation with the
industry to have the opportunity menjalain joint development of learning methods of
students. Structure: Compact and fit the needs of university functions. System: Do the
organization's business systems development process is structured and standardized user
friendly. Staff; Compiled planning, placement, and employee development in order to
always have the opportunity to grow and get a new challenge. Style: Develop procedures
that are easy to use service by service users. Skills: Conduct a needs analysis skills. As for
the process evaluation conducted by informal methods of group process, interviews, focus
group discussions, observations, and anecdotes. Key Words: Organizational Change, 7’S Mc.Kinsey’s Framework, and realistic education.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan merujuk pada terjadinya suatu
proses yang berbeda dengan sebelumnya.
Perubahan dapat juga bermakna melakukan
sesuatu dengan cara baru, baik karena adanya
sistem baru, mekanisme prosedur baru, aplikasi
teknologi baru, restrukturisasi organisasi,
ataupun karena adanya peristiwa besar yang
cukup signifikan mengganggu organisasi secara
keseluruhan.
Dari catatan yang diperoleh dari berbagai
organisasi, diperoleh informasi jika selama ini
catatan rekam jejak organisasi dalam
menghadapi perubahan tidaklah terlalu baik,
mayoritas dari upaya perubahan yang dilakukan
organisasi gagal dalam meningkatkan
produktivitas organisasi dan hanya
menyebabkan pembengkakan biaya, waktu,
sumber daya manusia, mengecewakan
pelanggan, hingga menurunkan keyakinan
75
terhadap pimpinan organisasi, belum lagi
mengakibatkan penurunan moral karyawan,
kesimpangsiuran budaya dalam organisasi.
(Anderson, 2001: 1-2).
Gambar 1. Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan
(Sumber: Anderson, 2001: 17)
Perubahan internal dalam organisasi
melibatkan pemimpin organisasi dalam
melakukan restrukturisasi dan merampingkan
proses bisnis yang ada dengan tujuan untuk
dapat menguasai kompetisi secara legal dan
tetap memegang etika. (Weiss,2003: 2).
Dalam Anderson (2001), dijelaskan jika
perubahan disebabkan oleh beberapa hal yang
saling berkaitan dan saling mempengaruhi
secara berantai, dimana lingkungan eksternal
organisasi memberikan pengaruh yang cukup
besar dalam suatu peroses perubahan yang lebih
luas dari organisasi. Proses perubahan dimulai
dari adanya perubahan tuntutan lingkungan dan
pasar yang membuat organisasi menyusun
strategi bisnis yang lebih spesifik dalam desain
organisasi yang secara langsung akan
mempengaruhi perubahan tuntutan akan
spesifikasi baru dalam sumber daya manusia,
perubahan budaya organisasi yang akan
mempengaruhi pembentukan perilaku kerja dan
cara berpikir terhadap pekerjaan yang baru pada
karyawan. (gambar 1).
Jika organisasi hendak merubah budaya
dalam organisasi maupun norma kolektif yang
mendasari perilaku anggota organisasi maka
baik pemimpin dan anggota organisasi harus
merubah perilaku mereka. Dalam perubahan
perilaku ini terdapat dua jenis perubahan, jika
perubahan perilaku yang diharapkan tidak
terlalu signifikan maka cukup dilakukan
pelatihan atau dengan metode modifikasi
perilaku yang sederhana, tidak diperlukan
perubahan hingga level refleksi personal
individu. Namun jika perubahan perilaku yang
diharapkan cukup signifikan seperti halnya
tuntutan pada perubahan transformasional maka
diperlukan tidak hanya pelatihan tetapi dengan
merubah mind sets (pola dasar pemikiran) dari
pimpinan dan anggota organisasi. Jika anggota
organisasi tidak merubah cara pandang mereka
akan realita atau keyakinan pembentuk perilaku
mereka maka mereka tidak akan dapat
mempertahankan perubahan yang telah
diupayakan terjadi. (Anderson, 2001: 26).
Sering kali perubahan dalam organisasi
terjadi begitu saja seperti perubahan yang
terjadi sekedar untuk bertahan dan
menyesuaikan dengan tren kebutuhan pasar
seperti perubahan mode busana yang tidak
dapat dianalisis dan diprediksikan progresnya,
banyak pula organisasi memperlakukan
perubahan sebagai suatu peristiwa kebetulan
belaka. Namun ketika suatu organisasi
menyadari perlunya adanya suatu perubahan,
maka perubahan itu tidak lagi hanya dipandang
sebagai peristiwa kebetulan belaka namun
menjadi suatu peristiwa yang disengaja terjadi,
direncanakan, dan memiliki orientasi tujuan
tertentu sesuai dengan arah pengembangan
76
organisasi. Sehingga perubahan yang dimaksud
dalam tulisan ini adalah suatu proses perubahan
yang terencana.
Menurut Robbins (1996), tujuan dari
perubahan yang terencana pada hakikatnya ada
dua. Pertama, perubahan itu mengupayakan
perbaikan kemampuan organisasi untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan. Kedua, perubahan itu
mengupayakan perubahan perilaku karyawan.
(Robbins, 1996: 324)
Kesuksesan maupun kegagalan suatu
organisasi pada hakikatnya disebabkan oleh
hal-hal yang dilakukan oleh para karyawannya,
oleh karena itulah dalam perubahan para agen
perubahan juga memperhatikan pola perubahan
perilaku individu-individu dan kelompok dalam
organisasi.
Menurut Robbins (1996), ditinjau dari
luasannya perubahan itu sendiri juga dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu perubahan
urutan pertama, yaitu suatu perubahan yang
bersifat linier dan berkesinambungan. Dalam
perubahan jenis ini tidak terdapat pergeseran
yang mendasar dalam pengandaian dan
mempersepsikan kenyataan tentang dunia yang
dianut para anggota organisasi dan bagaimana
organisasi itu menjalankan fungsinya.
Sedangkan jenis perubahan yang kedua yaitu
suatu perubahan yang bersifat multi
dimensional, multi tingkatan, tidak
berkesinambungan dan radikal mencakup
restrukturisasi ulang atas pengandaian dan
mempersepsikan kenyataan tentang organisasi
dan lingkungan dimana organisasi itu berada.
(Robbins, 1996: 325).
Perubahan yang disadari (concious
transformation) berarti menghadirkan
kesadaran dari seluruh anggota dari organisasi.
Setiap pemimpin yang mengutamakan
perubahan pola pikir dirinya dan karyawannya
sebagai topik utama perubahan organisasinya
akan sukses untuk menerapkan perubahan
sedangkan yang tidak memperhatikan
kebutuhan akan hal ini pasti akan gagal. Namun
pada kenyataannya, mayoritas pemimpin
organisasi dan konsultan perubahan masih
kurang memperhatikan perubahan pola pikir ini
sebagai topik utama dalam proses perubahan
yang mereka lakukan. (Anderson, 2004:27).
Perubahan secara umum dapat
dikategorikan kedalam tiga jenis, yaitu
developmental change, transitional change, dan
transformational change. Perbedaan dari ketiga
jenis perubahan tersebut secara singkat
digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Matrik Tiga Jenis Perubahan
(Sumber: Anderson, 2001: 33)
76
Perubahan bersifat signifikan dan
berkesinambungan. Kudray dan Kleiner (dalam
Davidson, 2002) mendefinisikan perubahan
sebagai suatu proses penyejajaran yang
berkelanjutan sebuah organisasi dengan
pasarnya dan melakukannya dengan lebih
tanggap dan efektif dari para pesaingnya. Agar
suatu organisasi dapat disejajarkan, tuas-tuas
kunci dalam manajemen (strategi, operasi,
budaya dan pengharaan) harus diselaraskan
secara berkesinambungan.
Proses pengembangan budaya organisasi
secara adaptasi harus dimulai dari langkah
pimpinan organisasi dalam menciptakan dan
mengimplementasikan visi bisnis dan strategi
yang sesuai dengan konteks core bisnis
organisasi. Seorang pemimpin agar bisa
mencapai kesuksesan visi yang disusun,
menurut Kevin Jenkins (dalam
Kreitner&Kinicki, 2005:93), harus memastikan
jika para karyawan menerima filosofi dan
seperangkat nilai yang menekankan layanan
pada unsur pokok organisasi dan peningkatan
fungsi kepemimpinan. Sebuah infrastruktur
harus diciptakan untuk mempertahankan
kemampuan adaptasi organisasi.
Perubahan juga rentan terjadi dalam
organisasi bisnis layanan pendidikan, sebagai
organisasi dengan core bisnis di bidang layanan
pendidikan dan tentunya mahasiswa menjadi
konsumen utama, namun dengan adanya arah
perubahan orientasi organisasi yang mulai
memperhatikan perubahan lingkungan eksternal
disekitarnya, maka organisasi seharusnya perlu
untuk melakukan perubahan-perubahan dengan
tujuan agar dapat tetap bertahan dan bersaing
dalam memberikan layanan pendidikan pada
masyarakat serta dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas layanan pada
mahasiswa.
Dengan adanya berbagai perubahan
yang terjadi dapat dikatakan jika Universitas
Muhammadiyah Gresik telah melakukan
perubahan proses bisnis, perilaku, dan orientasi
terhadap arah strategi organisasi. Oleh karena
itu maka dapat di katakan jika dalam organisasi
telah mulai dilakukan langkah yang mengarah
pada terjadinya perubahan organisasi.
Proses perubahan yang terjadi sangat
fundamental dan tidak hanya diharapkan terjadi
pada tataran penciptaan cara pandang baru bagi
organisasi namun hingga perumusan budaya
organisasi yang baru yang dapat tercermin
dalam perilaku karyawan.
Proses perubahan yang terjadi
diarahkan pada suatu upaya penyempurnaan
layanan pada konsumen melalui berbagai
langkah diantaranya dengan melakukan
perubahan struktur, analisis jabatan, roling
karyawan, perumusan perilaku pelayanan prima
bagi konsumen. Namun proses perubahan yang
dilakukan masih tanpa didahului tahapan proses
analisa secara mendalam dari rumusan visi dan
strategi organisasi, maka dapat disimpulkan jika
organisasi perlu melakukan evaluasi dan
merumuskan ulang budaya organisasi agar
sesuai dengan tuntutan lingkungan dan
kebutuhan internal organisasi dalam
menghadapi persingan bisnis serta dapat
diterima seluruh anggota organisasi dan
diaplikasikan dalam perilaku anggota
organisasi.
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti ingin
menggali dan melakukan analisa proses
perubahan organisasi terjadi dengan
menggunakan paradigma teori utama dari teori
7‟S Mc.Kinsey dengan melakukan analisa pada
tiap aspek yang ada.
LANDASAN TEORI
Pengertian Perubahan
Menurut Porras & Robertson (1992),
perubahan (Change) adalah satu rangkaian teori
yang didasarkan pada keilmuan sosial perilaku,
nilai, strategi dan teknik yang ditujukan pada
perubahan yang terencana dari suatu seting
organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan
pengembangan individu dan kinerja organisasi
melalui peningkatan kualitas anggota organisasi
dalam perilaku kerjanya. (Weick & Quinn,
1999:363).
Menurut Weiss (2003), perubahan
organisasi merupakan suatu proses yang
mengarahkan organisasi dari kondisi saat ini
menuju kondisi yang diinginkan dimasa
mendatang dengan tujuan meningkatkan
efektivitas organisasi. Perubahan organisasi
yang terencana (Planned Organizational
change) bertujuan untuk meningkatkan
kapabilitas organisasi dalam meningkatkan
77
value organisasi terhadap para stakeholder dan
stockholder organisasi. (Weiss, 2003 : 2).
Berdasarkan pada definisi diatas, maka
dalam penelitian ini digunakan definisi
perubahan adalah maka suatu proses yang
berkesinambungan yang didasarkan pada
keilmuan sosial perilaku, nilai, strategi dan
teknik dengan tujuan melakukan suatu
perubahan yang terencana menuju kondisi yang
baru lebih efektif sehingga dapat meningkatkan
value organisasi.
Alasan – Alasan Yang Melatarbelakangi
Terjadinya Perubahan Organisasi
Menurut Kane (2008) pada setiap generasi
akan memiliki tantangan bisnis dan
ekonominya masing-masing. Kebutuhan untuk
berubah dari masing-masing generasi pasti akan
berbeda. Untuk dasawarsa terakhir ini terdapat
beberapa penyebab terjadinya perubahan yaitu:
1. Perubahan kebutuhan akan
keterampilan dasar yang selalu berubah
secara berkesinambungan
2. Adanya mekanisme untuk memperoleh
tanggapan positif dari stakeholder yang
berharap organisasi untuk
mengkomunikasikan nilai dan etika
organisasi pada seluruh lapisan dalam
organisasi tersebut, termasuk
didalamnya kebijakan dan peraturan
pemerintah.
3. Tuntuan pada pimpinan organisasi
untuk selalu mempelajari
perkembangan perubahan disekitarnya
sehingga dapat menyadari,
merencanakan, dan memberikan reaksi
yang tepat terhadap perubahan yang
terjadi.
4. Tuntutan pimpinan organisasi untuk
bersiap terhadap setiap ketidakpastian
yang mungkin terjadi seperti fluktuasi
dalam pasar modal, tekanan politis,
perubahan demografis, dan perubahan
inflasi.
Setiap perubahan ini terjadi secara cepat
dan menyebabkan efek yang cukup berat.
Selain itu menurut Beer (2006), dengan
perubahan lingkungan yang ada, maka mau
tidak mau suatu organisasi harus menghadapi
perubahan itu.
Meski dalam prosesnya perubahan itu tidak
hanya disebabkan faktor yang tidak terencana
namun juga ada suatu proses perubahan yang
sengaja direncanakan oleh organisasi yang
bersangkutan. Oleh karena itu, ditinjau dari
faktor yang melatarbelakangi proses perubahan,
perubahan terbagi menjadi dua jenis yaitu
perubahan yang terencana dan perubahan yang
tidak terencana.
Perubahan terencana merupakan suatu
proses perubahan yang merupakan hasil dari
keputusan strategis organisasi untuk merubah
metode organisasi dalam menjalankan
bisnisnya. Sedangkan perubahan yang tidak
terencana merupakan perubahan yang terjadi
karena :
1. Perubahan peta demografis karyawan
2. Munculnya penurunan kinerja dibawah
standar organisasi
3. Perubahan peraturan pemerintah
4. Kompetisi ekonomi/peningkatan
persaingan bisnis
Jenis – Jenis Perubahan Dalam Organisasi
Setiap organisasi akan selalu menghadapi
tantangan adanya perubahan teknologi, pesaing
baru, perubahan pangsa pasar, dan tuntutan dari
konsumen akan kinerja organisasi yang lebih
baik serta program yang beragam yang
dirancang untuk mengatasi hambatan yang ada
dalam peningkatan kinerja organisasi. Untuk
menghadapi segala tantangan diatas, pada
umumnya organisasi akan mengelompokkan
setiap jenis perubahan yang terjadi kedalam
beberapa jenis perubahan sebagai berikut:
1. Perubahan struktur organisasi; Dalam
proses perubahan ini biasanya
organisasi menganggap dirinya sebagai
mesin sehingga organisasi menganggap
setiap bagian dalam dirinya sebagai
suku cadang dari mesin yang setiap saat
dapat diganti, dirubah, dan ditata ulang
sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Dalam proses perubahan ini, pimpinan
organisasi tidak bekerja sendiri namun
membutuhkan bantuan dan tambahan
pemikiran dari pihak luar organisasi
untuk mendeteksi kinerja unit dalam
organisasi dan menata ulang masing-
masing unit sesuai kebutuhan
organisasi.
2. Pengetatan anggaran; Organisasi
menghapus setiap kegiatan yang dinilai
tidak perlu dilakukan atau menekan
pembiayaan seminimal mungkin dalam
proses bisnisnya.
78
3. Perubahan proses bisnis; Proses ini
menekankan pada evaluasi proses
bisnis yang dilakukan dalam organisasi
dan bertujuan untuk menjadikan proses
bisnis berjalan dengan lebih cepat,
efektif, dan reliabel sehingga
diharapkan akan dapat menekan biaya
produksi.
4. Perubahan budaya organisasi; Program
ini berfokus pada sisi manusia dalam
organisasi tersebut. Seperti pendekatan
umum yang dilakukan organisasi
terhadap manajemen dan karyawannya
dalam menjalankan proses bisnisnya.
Perubahan dari manajemen instruksi
dan kontrol menjadi manajemen
partisipatif. Perubahan ini bertujuan
untuk menjadikan individu dalam
organisasi tersebut lebih merasa terlibat
dalam organisasi dan memiliki
organisasi.
Jika suatu organisasi mencoba untuk
menerapkan suatu perubahan, akan sangat
membantu jika pada awal proses perubahan,
organisasi tersebut memutuskan terlebih dahulu
perubahan yang seperti apa yang akan
dilakukan. Karena hal ini akan memudahkan
pemimpin organisasi dalam memprediksikan
kesuksesan proses perubahan yang dilakukan
terhadap keseluruhan organisasi. Serta
membantu organisasi untuk membayangkan
kesulitan yang akan muncul dalam proses
perubahan tersebut
Perubahan Yang Efektif
Menurut Bellingham (2001), terdapat tujuh
karakteristik perubahan yang efektif, yaitu:
1. Terdapat tujuan umum yang dimiliki
bersama oleh seluruh anggota
organisasi.
2. Mendorong setiap anggota organisasi
untuk berpikir dan bertindak secara
kreatif.
3. Adanya tekanan yang sehat antara
tuntutan akan stabilitas dan
fleksibilitas.
4. Anggota organisasi senantiasa belajar
dari kesalahan, terdapat semangat yang
lebih besar dalam memperbaiki
kesalahan daripada mencari obyek
kesalahan.
5. Aliran komunikasi langsung dan
terbuka pada setiap lini .
6. Keterbukaan informasi.
7. Adanya dukungan pimpinan organisasi
terhadap fleksibilitas organisasi.
(Bellingham, 2001: 112).
Proses perubahan dalam organisasi akan
gagal jika organisasi yang akan melakukan
proses perubahan tersebut salah dalam
menerapkan perubahan organisasi yang efektif.
Tahap Pembangunan Komitmen Dalam
Proses Perubahan
Setiap perubahan akan mengakibatkan
ketidaknyamanan dan ketidakamanan dan setiap
perubahan akan berhasil dilakukan ketika
mendapatkan dukungan dari anggota organisasi
dengan mencurahkan waktu dan energi yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang dituju.
Dukungan ini dapat dicapai dengan secara
jelas mengkomunikasikan visi yang fleksibel
dan terbuka terhadap ide-ide dan metode-
metode baru, karena dengan cara ini dapat
membantu anggota organisasi untuk
menyesuaikan diri terhadap ketidakpastian dan
tekanan yang muncul dikarenakan perubahan
yang terjadi.
Proses pembangunan komitmen anggota
organisasi dalam menghadapi perubahan dapat
dilalui melalui tiga tahap yaitu:
1. Persiapan; sosialisasi rencana
perubahan pada anggota organisasi
melalui edaran resmi, dalam proses
pertemuan, ataupun secara tidak
resmi didengar oleh anggota
organisasi melalui kontak personal
dengan individu lainnya.
2. Penerimaan; Proses pengembangan
pemahaman anggota organisasi akan
imbas dan hasil positif dari
perubahan yang akan terjadi, proses
ini bertujuan untuk meunculkan
persepsi positif akan proses
perubahan dari anggota organisasi
sehingga memunculkan semangat
untuk mengimplementasikan
perubahan.
3. Terciptanya komitmen; Terbagi
menjadi dua tahap yaitu instalasi dan
internalisasi. Instalasi merupakan
proses awal dalam munculnya
komitmen terhadap perubahan,
dimana pada tahap ini terjadi diskusi
antara pimpinan organisasi dengan
anggota organisasi untuk
79
mendiskusikan tentang permasalahan
yang dihadapi dan memunculkan
kepedulian anggota organisasi.
Sedangkan internalisasi merupakan
tahap dimana anggota organisasi
tidak lagi menganggap perubahan
sebagai bagian terpisah dari
organisasi namun sudah menjadi hal
yang normal dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari proses
organisasi.
Pengertian Universitas
Menurut Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi (Dikti), Pendidikan tinggi pada
hakekatnya merupakan upaya sadar untuk
meningkatkan kadar ilmu pengetahuan dan
pengamalan bagi mahasiswa dan lembaga
dimana upaya itu bergulir menuju sasaran-
sasaran pada tujuan yang ditetapkan. Perguruan
tinggi sebagai lembaga yang berperan
menumbuh-dewasakan kadar intelektual,
emosional dan spirirtual para mahasiswa,
bergumul dengan nilai-nilai kehidupan
kemasyarakatan, mengejar dan
mendiseminasikan pengetahuan sebagai
pengabdian bagi kemajuan masyarakat.
Universitas tidak dapat bertahan dengan
menjalankan sistem bisnis seperti biasa, namun
universitas harus mampu merubah konsep
bisnis mereka dengan terlebih dahulu
mereformasi dan restrukturisasi sistem internal
mereka. Kemampuan sistem pendidikan
universitas dalam beradaptasi dan secara sukses
menghadapi tantangan baru yang ada menjadi
kunci sukses keberhasilan organisasi tersebut.
(Varghese, 2009: 53).
Tujuan Universitas
Menurut data Bank Dunia (2002),
Universitas juga berperan dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan cara yang
berbeda, yaitu dengan menghasilkan lulusan
yang berkemampuan sehingga dengan mudah
dapat diserap oleh dunia kerja, selain itu karena
tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang
tinggi akan mendapatkan gaji yang lebih baik,
sehingga mengarah pada peningkatan
pendapatan penduduk suatu wilayah.
Dari dokumen UNESCO tentang fungsi
universitas dapat diketahui jika universitas
merupakan salah satu kunci utama dalam
menghadapi dunia modern, universitas seperti
halnya organisasi yang lain harus senantiasa
melakukan pengembangan, pelatihan, dan
penyesuaian strategi dan kebijakan dengan
tuntutan kebutuhan lingkungan di masa
mendatang, universitas harus mengembangkan
harapan dan visi baru yang lebih relevan
dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan
masyarakat sekitar yang akan menjadi
pengguna jasanya. (Tunnerman, 1993: 23).
Perubahan Paradigma Pada Organisasi
Universitas
Universitas sebagai penyedia layanan jasa
pendidikan tidak lagi hanya berfokus untuk
dapat memberikan layanan yang terbaik namun
juga harus dapat bertahan menghadapi
tantangan pasar yang semakin ketat. Oleh
karena itu kini universitas banyak yang telah
turut mengadopsi sistem manajemen
perusahaan dagang dan mendorong diri
menjadi organisasi enterpreneur sehingga hal
ini menjadikan universitas tidak hanya berfokus
dalam peningkatan kualitas produksinya dalam
hal ini lulusannya namun juga berfokus untuk
mencari sumber pendanaan diluar sumber dana
dari proses belajar mengajar itusendiri.
Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan
dalam aktivitas, struktur, dan praktek
manajemen universitas. (Varghese, 2009: 25).
Dan perubahan terkini dari sistem pendidikan di
universitas dimana kini universitas lebih
menaruh perhatian pada isu-isu efisiensi dalam
operasional, evaluasi kinerja, dan pengukuran
akuntabilitas. (Varghese, 2009: 29).
Model Perubahan Mc.Kinsey 7’s Change
Framework
Model 7‟s adalah suatu metode yang
dikembangkan oleh Mc.Kinsey &Co pada awal
tahun 1970 dengan tujuan membantu para
manajer organisasi dalam melakukan analisis
dan merencanakan tindakan manajerial untuk
melihat organisasi secara keseluruhan dalam
menghadapi suatu proses perubahan sehingga
masalah organisasi dapat didiagnosa dan dapat
dikembangkan strategi yang tepat untuk
selanjutnya diimplementasikan.
Diagram 7‟s menggambarkan banyaknya
unsur-unsur yang saling berhubungan yang
mendefinisikan kemampuan organisasi untuk
berubah. Teori ini membantu mengubah
pemikiran pimpinan organisasi tentang
80
bagaimana organisasi dapat diperbaiki. Dalam
teori ini tidak hanya sekedar persoalan
merencanakan strategi baru dan mengikutinya
tetapi juga tantangan membentuk sistem baru
dan membiarkannya membuat perbaikan.
Ketujuh aspek S dalam Mc.Kinsey 7‟s
Model dapat dikelompokkan kedalam dua
elemen yaitu hard elements dan soft elements
seperti tampak dalam tabel berikut ini:
Hard Elements Soft Elements
Strategy
Structure
Systems
Shared Values
Skills
Style
Staff
Tabel 2. Hard dan Soft Elements dalam konsep
7’s Mc.Kinsey
Dari pengelompokan diatas, dapat
dijelaskan jika hard elements lebih mudah
didefinisi dan diidentifikasikan sehingga
manajemen dapat mempengaruhi kelompok ini
secara langsung. Sedangkan sebaliknya soft
elements lebih susah untuk digambarkan, lebih
abstrak dan lebih dipengaruhi oleh budaya
organisasi.
Berikut penjelasan singkat menurut
Peters&Waterman (2009) mengenai ketujuh S
dalam model perubahan Mc Kinsey‟s 7s
Framework:
1. Shared Values / Superordinat Goals; Konsep ini berisi keyakinan, pola
pikir, dan asumsi yang dipegang yang
membentuk bagaimana organisasi
bertindak/ budaya organisasi yang
berkembang dalam organisasi. Shared
values adalah apa yang mendorong
kepercayaan. Nilai-nilai ini adalah
pusat model 7 S yang saling
berhubungan. Nilai-nilai ini harus
secara eksplisit dinyatakan sebagai
tujuan organisasi dan nilai-nilai
individu.
2. Strategy; Merupakan rencana yang
diformulasi organisasi untuk mencapai
tujuan yang diidentifikasi.
3. Structure; struktur menggambarkan
hierarki wewenang dan akuntabilitas
dalam organisasi, cara unit-unit
organisasi berhubungan satu sama lain.
4. System; Mendefinisikan arus kegiatan
yang ada di dalam operasional bisnis
sehari-hari, termasuk proses intinya
dan sistem pendukungnya. Sistem
mengacu pada prosedur, proses dan
rutinitas yang digunakan untuk
mengelola organisasi dan
menggambarkan bagaimana
pentingnya pekerjaan untuk dilakukan.
5. Staff; Mengacu pada jumlah dan jenis
pegawai dalam organisasi dan
membentuk nilai-nilai dasar.
81
Gambar 2. Diagram Model Perubahan Mc.Kinsey’s 7s Framework
(Sumber: Anderson, 2001: 169)
6. Style; Merupakan gaya bagaimana
manajer kunci bertindak, berperilaku
dalam mencapai tujuan organisasi,
bagaimana manajer secara kolektif
menggunakan waktu dan perhatiannya.
7. Skills; Mengacu pada kapabilitas
khusus dominan dan kompetensi
pegawai organisasi secara keseluruhan.
Model ini menunjukkan bahwa sistem
kekebalan organisasi dan banyaknya variabel-
variabel yang saling berhubungan yang terlibat
membuat perubahan menjadi kompleks, dan
bahwa upaya perubahan yang efektif harus
menangani isu-isu ini secara simultan.
Agar model ini efektif diterapkan dalam
proses perubahan, maka organisasi harus
memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi, atau
kesesuaian internal diantara semua tujuh S.
Masing-masing S harus konsisten dengan dan
memperkuat S lainnya. Semua S saling
berhubungan, sehingga perubahan di satu S
akan memiliki dampak pada semua S lainnya.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
diskriptif kualitatif. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan beberapa
metode pengumpulan data, yaitu: Observasi
yang difokuskan pada perubahan perilaku dan
hal lain yang terlihat secara kasat mata oleh
peneliti. Observasi dilakukan secara umum
pada keseluruhan jabatan dan level dalam
organisasi dan wawancara yang dilakukan pada
pimpinan organisasi sebagai pencetus
perubahan dan pihak–pihak lain yang terlibat
secara langsung dalam proses perubahan yang
terjadi. Serta digunakan data administratif
pendukung lainnya yang dapat bermanfaat
dalam proses analisa data.
Lokasi penelitian dilakukan di Universitas
Muhammadiyah Gresik Jawa Timur dengan
fokus penelitian pada dinamika proses
perubahan yang terjadi di dalam Universitas
Muhammadiyah Gresik dan analisis langkah
model perubahan yang dilakukan oleh pimpinan
organisasi.
Subjek penelitian ini adalah setiap
karyawan yang terlibat dalam proses perubahan
dan dilakukan proses penyaringan dan
pemilihan subyek dengan metode snowball
untuk menggali dan melengkapi data yang
diperoleh.
Metode triangulasi digunakan untuk proses
data agar diperoleh hasil analisa yang reliabel
dan tidak berpihak. Selain itu metode
triangulasi digunakan untuk mempertegas
bahwa dalam konteks analisa data pada tahapan
82
yang dilakukan dimulai dari pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan-
kesimpulan dari data yang terdiri kemudian
penarikan kesimpulan dan verifikasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dapat
diketahui jika pada kenyataannya dalam
dasawarsa terakhir universitas sebagai penyedia
jasa layanan pendidikan mengalami berbagai
tantangan baik dari dalam maupun luar
universitas, diantaranya terdapat beberapa
tantangan yang berasal dari lingkungan
eksternal universitas yang melatarbelakangi
terjadinya perubahan organisasi di Universitas
seperti yang terlihat pada paparan singkat
berikut: (Lihat Gambar2)
1. Kesulitan Mendapat Mahasiswa
Sebagai organisasi dengan core bisnis
di bidang layanan pendidikan dan
tentunya universitas menjadikan
mahasiswa sebagai konsumen utama,
namun letak demografis universitas
juga turut menentukan perkembangan
organisasidiantaranya apabila
universitas terletak di daerah industri
dengan tingkat biaya hidup masyarakat
yang tinggi, hal ini akan mengarahkan
mayoritas masyarakat untuk lebih
memilih bekerja sebagai buruh industri
setelah menyelesaikan sekolah
menengah daripada melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan
tinggi. Selain itu citra sosial yang
melekat pada kota setempat turut
menjadi pertimbangan dalam memilih
lokasi belajar. Selain itu belum
dikenalnya eksistensi dan kurang
dikenalnya brand image universitas
secara luas menjadi salah satu sebab
sulitnya universitas dalam melakukan
promosi.
Peningkatan
Kualitas Layanan
Tingginya PeluangKesulitan
Mendapat Mahasiswa
Ketatnya
Persaingan
Tidak Memiliki
Brand Image
Tingginya
Biaya Hidup
Meningkatnya
Jumlah Pesaing
Peningkatan
Fasilitas Pesaing
Kurang Dikenal
Tingginya Persaingan
Biaya Pendidikan
Adanya
Sertifikasi Guru
Banyak Tersebar
Lembaga Pendidikan
Menengah Atas
Status Sebagai
UniversitasTerbesar
di Gresik
Banyak Tersebar
Perusahaan
Kebutuhan
Peningkatan Karir
Image Gresik
bukan
Kota Pendidikan
Tidak Adanya
Universitas Negeri
Tingkat Ekonomi
Masyarakat Relatif Rendah
Meningkatkan
Pendanaan
Mahasiswa
Sebagai Sumber
Dana UtamaUpaya meningkatkan
Kepercayaan MasyarakatMeningkatkan
Kerjasama
Merintis Sumber
Dana Sampingan
Gambar 3. Diagram Tulang Ikan Kondisi Eksternal dan Internal Yang Mendukung Perubahan Organisasi Dalam
Organisasi Pendidikan Tinggi
2. Ketatnya Persaingan
Munculnya beberapa perguruan tinggi
swasta baru dan mudahnya diperoleh ijin
pendirian lembaga pendidikan tinggi pada
kurun waktu beberapa tahun terakhir
menjadikan persaingan dalam mendapatkan
mahasiswa yang terbatas semakin ketat dan
kondisi ini menuntut lembaga pendidikan
tinggi untuk lebih bekerja keras dan
memacu diri dalam menampilkan brand
image dan memperkuat serta memperluas
eksistensinya pada calon konsumennya
83
yaitu para lulusan sekolah menengah atas
dan sekolah kejuruan serta para karyawan
perusahaan dan institusi pemerintah yang
mengharapkan untuk dapat melakukan
peningkatan karirnya
3. Meningkatnya Kebutuhan Sumber
Pendanaan
Sebagai organisasi terlebih yang bersifat
kepemilikan modal pribadi/swasta yang
sangat tergantung pada sumber dana secara
swadaya, tentunya universitas swasta akan
membutuhkan dukungan sumber
pendanaan yang cukup besar guna
pemenuhan kebutuhan operasional layanan
pendidikan. Namun agar tetap dapat
menjalankan fungsinya dalam dakwah
mencerdaskan masyarakat dengan tetap
mempertahankan eksistensinya maka
organisasi harus menopang kebutuhan dana
tersebut dengan tidak hanya dari
mahasiswa sebagai sumber terbesar namun
juga harus menggunakan sumber dana
sampingan yaitu diantaranya dari program
hibah pemerintah dan dari beberapa
donatur/dewan penyantun meski jumlah
yang diperoleh tidaklah terlampau besar.
Untuk mengantisipasi keadaan ini pimpinan
organisasi semaksimal mungkin berupaya
untuk menekan anggaran dan melakukan
efisiensi anggaran dan mencari sumber
dana cadangan dengan merintis bisnis baru
di luar core bisnis pendidikan.
4. Masih Tingginya Peluang
Dari data kemahasiswaan di Universitas
Muhammadiyah Gresik, diketahui jika
lebih dari enam puluh persen mahasiswa
yang tercatat adalah mahasiswa yang
memiliki status sebagai karyawan pada
berbagai perusahaan yang tersebar di Kota
Gresik dan sekitarnya, dimana mayoritas
mereka bertujuan melanjutkan pendidikan
untuk meningkatkan karir dalam
pekerjaannya dengan bekal ijazah yang
diterimanya kelak. Dari data yang didapat
melalui wawancara dengan petugas pusat
layanan, biasanya mahasiswa dengan
karakteristik seperti ini dikarenakan
keterbatasan waktunya, mereka cenderung
pasif terhadap informasi dan menghendaki
kemudahan dalam setiap pelayanan yang
diberikan dan mereka memposisikan diri
sebagai konsumen yang harus dilayani
dengan cepat dan tepat sebagaimana
pelayanan cepat yang diperoleh oleh
konsumen dari perusahaan bidang jasa
lainnya.
Dari data dapat dirumuskan jika sebab
yang paling memungkinkan menyebabkan
terjadinya proses perubahan yang tidak
mengarah pada pencapaian visi universitas
adalah karena belum dirumuskannya secara
operasional konsep dasar nilai The Best
Learning University dan konsep dasar nilai
The Realistic Education yang terdapat
dalam visi organisasi sebagai panduan
dalam melakukan perubahan organisasi dan
proses perubahan yang kemudian menjadi
fokus dari organisasi adalah perubahan
dalam dalam memberikan layanan
pendidikan pada masyarakat dalam rangka
untuk mencitrakan brand image institusi.
Hal ini dilakukan untuk mancapai
peningkatan kualitas layanan pada
mahasiswa dengan berfokus pada
perubahan standar kualitas layanan oleh
staf pelayanan dan penggunaan teknologi
informasi dalam proses administrasi dan
belajar mengajar guna mempermudah,
mempercepat dan meningkatkan
keyamanan proses administrasi mahasiswa
serta menerapkan sistem struktur baru yang
didasarkan pada fungsi jabatan guna
meningkatkan efisiensi anggaran
Berdasarkan data yang diperoleh
peneliti dan dengan menggunakan
paradigma analisa dari teori McKinsey‟s
7‟S Framework maka diperoleh hasil
definisi untuk masing-masing aspek S
sebagai berikut:
1. Shared Value / Superordinat Goals;
Universitas harus mampu menyesiaikan diri
dengan lingkungan dan fleksibel dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitar namun tetap memegang teguh
keyakinan akan nilai-nilai dasar yang
menjadi landasan organisasi. Dalam hal ini
Universitas Muhammadiyah Gresik dengan
mendasarkan diri pada prinsip Islam dan
Kemuhammadiyahan sebagai rahmat bagi
seluruh alam (rohmatan lil alamin)
hendaknya sesuai dengan prinsip dasarnya
selalu berupaya memberikan manfaat yang
terbaik bagi masyarakat sekitarnya.
2. Strategy; pengembangan strategi,
universitas hendaknya memperhitungkan
84
tujuan yang ingin dicapai dengan sumber
daya yang dimiliki sehingga tercipta
strategi yang sistematis dan realistis dalam
pengembangan universitas. Universitas
hendaknya mulai memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki untuk mengembangkan
kerjasama dengan masyarakat industri
disekitarnya sehingga akan diperoleh
sumber dana sampingan sekaligus
kesempatan untuk menerapkan konsep
Realistic Education pada pembelajaran
mahasiswa dengan program magang dan
pelatihan lapangan.
3. Structure; Struktur organisasi universitas
hendaknya dibuat ringkas dan sesuai
kebutuhan fungsi yang dibutuhkan oleh
universitas. Dengan pola struktur organisasi
yang ringkas dan sesuai fungsi kebutuhan
organisasi akan dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi bagi organisasi.
4. System; Universitas hendaknya
mengembangkan sistem organisasi dan
sistem proses bisnis organisasi yang
terstruktur dan terstandar menyesuaikan
dengan kemampuan dan pemahaman
pengguna layanannya (user friendly).
Setiap pengembangan sistem hendaknya
tidak hanya diupayakan untuk penyelesaian
permasalahan yang ada namun juga
hendaknya juga memiliki fungsi preventif
untuk mengantisipasi terjadinya
pengulangan kesalahan atau potensi
munculnya permasalahan baru di masa
mendatang.
5. Staff; Universitas perlu untuk menyusun
perencanaan, penempatan, dan
pengembangan para karyawannya dengan
tujuan agar karyawan senantiasa mendapat
kesempatan untuk berkembang dan selalu
merasa tertantang untuk menghadapi hal-
hal baru dalam rutinitas pekerjaannya.
6. Style; Universitas hendaknya mampu
mengembangkan suatu prosedur layanan
yang mudah digunakan oleh pengguna
layanan yang sekaligus mampu
menstimulasi pengguna layanan untuk
senantiasa melakukan perbaikan dan
pembelajaran yang berkelanjutan dalam
prosesnya.
7. Skills; Universitas hendaknya mulai
melakukan analisis kebutuhan skill.
Selanjutnya dilakukan proses perencanaan
sumber daya manusia dilakukan untuk
menyesesuaikan antara skill dan
kompetensi yang dimiliki oleh karyawan
universitas dengan kebutuhan universitas.
Upaya ini dilakukan untuk memudahkan
universitas dalam memperhitungkan dan
merencanakan strategi pengembangan
kedepan yang paling tepat dan efisien
sesuai dengan sumber daya manusia
universitas.
SIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan jika proses perubahan adalah
suatu proses yang kompleks,
multidimensional yang senantiasa dinamis
yang dapat secara lebih sempurna
direncanakan dengan model proses
perubahan yang terstruktur.untuk
melakukan proses perubahan yang
terstruktur, dibutuhkan model perubahan
yang dapat menyediakan desain gambaran
proses perubahan yang mungkin akan
dihadapi dan petunjuk yang dapat
digunakan sebagai patokan untuk
menghadapi segala kesulitan dan hambatan
yang muncul.
Dalam proses perubahan dibutuhkan
aspek komitmen yang kuat dari pimpinan
organisasi untuk menginisiasi perubahan
dan dilanjutkan dengan perumusan definisi
operasional yang jelas dari konsep visi
organisasi agar proses perubahan yang
dilakukan dapat sejalan dengan visi
organisasi.
Dalam menghadapi proses perubahan
tidak terdapat model yang terbaik, ketika
suatu organisasi melakukan perubahan
perlu dilakukan proses pemilihan model
perubahan yang paling sesuai dengan
budaya, norma yang berlaku dalam
organisasi dan dalam penerapannya akan
sangat dibutuhkan adanya improvisasi dari
agen perubahan. (Orlikowski&Hofman,
1997, dalam Rothwell, 2005).
Dalam penerapannya proses perubahan
harus dikomunikasikan pada anggota
organisasi sebelum proses perubahan mulai
dilaksanakan untuk meminimalisasi
resistensi anggota organisasi akan
perubahan.
Dalam pelaksanaan proses perubahan
dibutuhkan penciptaan lingkungan yang
85
aman secara psikologi bagi anggota
organisasi sehingga anggota organisasi
tidak merasa terancam dengan hadirnya
perubahan.
Mengikutsertakan seluruh anggota
organisasi dalam proses perubahan agar
anggota organisasi merasa menjadi bagian
dari proses perubahan yang terjadi dan
bukan sekedar menjadi obyek dari proses
perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Dean, & Anderson, Linda
Ackerman. (2001). Beyond Change
Management. San Francisco: Jossey
Bass/Pfeiffer.
Beer, Michael. (2006). Understanding and
Managing Organization Behavior.
California: Delta Publishing Co.
Bellingham, Richard. (2001). The Manager’s
Pocket Guide to Corporate Culture
Change. Massachussets: HRD Press Inc.
Daft, Richard L. (2004). Organization Theory and
Design Eight Edition. Ohio: South Western
Thomson Learning.
Davidson, Jeff. (2005). The Complete Ideal’s
Guides: Change Management. Jakarta:
Prenada.
Kane, William S., (2008). The Thruth About
Thriving In Change. New Jersey: Pearson
Education Inc., FT Press.
Kotelnikov, Vadim. (2009). 7-s Model: A
Managerial Tool For Analyzing and
Improving Organization. Diunduh pada
tanggal 25 Agustus 2010 dari
http://www.1000ventures.com/business_gui
de/mgmt_inex_7s.html.
Kreitner, Robert, Angelo Kinicki. (2005).
Perilaku Organisasi Edisi Kelima. Jakarta:
Salemba Empat.
Leadership and Management In Organizations.
(2007). Burlington: Elsevier Linacre
House.
Managing Change and Transition. (2003).
Harvard Bussines Essentials Series,
Massachusetts: Harvard Bussiness School
Publishing.
Holman, Peggy, Tom Devane, Steven Cady.
(2007). The Change Handbook, California:
Berrett-Koehler Publishers Inc.
Mc. Kinsey 7S Framework: Ensuring that all parts
of your organization work in harmony.
(2010). Diunduh pada tanggal 5 Juli 2010
dari http://www.mindtools.com/
pages/article/newSTR_91.htm.
Peters, Thomas, J., Robert H. Waterman, Jullien
R.Phillips. (2009). Formula “Tujuh-S” –
sebuah Panduan Komprehensif untuk
Menganalisis Budaya dan Perilaku
Perusahaan/Organisasi. Diunduh
pada tanggal 5 Juli 2010 dari http://materibelajar.wordpress.com/2008/12
/14/model-7-s-mckinsey/.
Robbins, Stephen P. (1996). Perilaku Organisasi:
Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jakarta:
Penhallindo.
Rothwell, William, J., Rolland Sullivan. (2005).
Practicing Organization Development: A
Guide for Consultants Second Edition. San
Francisco: Pfeiffer.
Schein, Edgar, H. (2004). Organizational Culture
and Leadership Third Edition. California:
John Wiley & Sons Inc.
Senat Universitas Muhammadiyah Gresik. (2000).
Renstra Universitas Muhammadiyah
Gresik 2000-2010. Gresik: Universitas
Muhammadiyah Gresik.
Tunnermann, Carlos. (1996)., A New Vision Of
Higher Education. Higher Education Policy
Vol. 9 No.1. hal.11-27.
Varghese, N.V. (2009). Higher Education
Reforms Institutional Restructuring In Asia.
Paris: International Institute For
Educational Planning.
Weick, Karl E., Robert E. Quinn. (1999).
Organizational Change and Development.
Michigan: Annual Reviews.
Weiss, Joseph, W. (2003). Managing Change In
The Workplace. Phoenix: Leyh Publishing.
Westerheijden, Don F., Bjorn Stensaker, Maria
Joao Rosa. (2007). Quality Assurance In
Higher Education: Trends In Regulation,
Translation and Transformation.
Dordrecht: Springer.
Yuwono, Ino, Fendy Suhariadi, Seger Handoyo,
Fajrianthi, Budi Setiawan Muhamad,
Berlian Gressy Septarini. (2005). Psikologi
Industri & Organisasi. Bogor: Grafika
Mardi Yuana.
86
EFEKTIFITAS PERENCANAAN JUMLAH KARYAWAN
ROZIANA AINUL HIDAYATI
AL KUSANI
MISBAHUL MUNIR
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Gresik E-mail: [email protected]
E-mail: [email protected]
E-mail: [email protected]
ABSTRACT This study examined the planning of effective employees in the PD. BPR Bank Gresik, descriptive quantitative research methods using secondary data is the number of employees and the number of customers from 1998 to 2009. The purpose of this study is to evaluate the effective number of employees in 2009, knowing predictions of effective number of employees in 2010, and planning staff to determine strategies / Human Resources (HR) in an effort to meet the needs of employees who are effective in 2010. Human resource planning analysis tools used are Regression Method. Formula used to answer the first problem and second, and determine strategies needs of employees of the regression method. The calculations show that in 2009 the number of employees is less effective because the calculated 16 employees but in fact has 14 employees and in 2010 predicted the effective number of employees by 20 employees and need the addition of six
87
employees. Based on these analysis results, the strategy used is to conduct recruitment through an external supply as many as six people to fill existing vacancies on the organizational structure and the addition of supporting its business activities primarily in Operations Section and Marketing Section, and nurturing relationships with educational institutions as a means of internships to help complete tasks and will save financing issued by the PD. BPR Bank of Gresik.
Key word :effective, predictions, employees
PENDAHULUAN
Setelah masa reformasi dua belas tahun yang
lalu, perencanaan dan pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) perlu dilakukan secara
profesional. Hal ini berdasarkan pemberlakuan
AFTA sejak tahun 2003 yang menuntut bangsa
Indonesia untuk siap menghadapi pasar bebas
(pasar global). Konsep Global Trade Point
Network (GTPN) merupakan implementasi dari
trade efficiency programme yang dirancang
bertujuan untuk mengefektifkan dan
mengefisiensikan perdagangan internasional.
Perencanaan SDM didefinisikan sebagai
proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan
berarti mempertemukan kabutuhan tersebut
agar pelaksanaanya beriintegrasi dengan
rencana organisasi (Mangkunegara, 2008;06).
Perencanaan SDM dalam pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan strategi tertentu agar tujuan
utama perencanaan yaitu memfasilitasi
keefektifan organisasi dapat dicapai
Melalui perencanaan kebutuhan tenaga
kerja yang efektif, maka perusahaan dapat
mempekerjakan karyawannya dengan baik,
karena karyawan akan bekerja sesuai dengan
kemampuannya. Tujuan perencanaan tenaga
kerja sendiri adalah untuk menyusun strategi
dan program pendayagunaan sumber daya
manusia ditingkat perusahaan untuk dipadukan
dengan strategi dan program perusahaan
dibidang lain guna mencapai tujuan perusahaan
serta sebagai pengadaan dan mempertahankan
SDM yang dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif dan efisien.
PD. BPR Bank Gresik merupakan satu-
satunya bank milik pemerintah Kabupaten
Gresik, perusahaan ini mempunyai produk yang
sama dengan lembaga perbankan lainnya yakni
produk penghimpun dana berupa tabungan dan
deposito, dan produk peryalur dana berupa
kredit yang memprioritaskan pada masyarakat
menengah kebawah dan pengusaha kecil
menengah.
Selama ini pegawai yang dimiliki PD.BPR
Bank Gresik secara kuantitas dan kualitas
jumlah sumber daya manusia kurang memadai
dalam mengelola dan menjalankan beban
pekerjaan serta wewenang yang berada pada
masing-masing posisi/jabatan. Hal tersebut
tidak selaras dengan jumlah nasabah
perusahaan tersebut yang mengalami
peningkatan masing-masing sebanyak 3.201,
3.859, dan 4.736 nasabah. Perkembangan
perusahaan tersebut juga tidak diimbangi
dengan perencanaan sumber daya manusia yang
memadai (efektif), karena pada tiga tahun
terakhir pula perencanaan karyawan terjadi
penambahan hanya satu orang. Kepala Bagian
Umum dan Personalia PD. BPR Bank Gresik
juga menyampaikan, “Seiring dengan
perkembangan perusahaan perlu adanya
perencanaan karyawan yang efektif,
sebagaimana nampak pada struktur perusahaan
pada Bagian Operasional satu orang merangkap
dua jabatan yakni Kepala Bagian Operasional
dan Pembukuan, serta pada Bagian Umum dan
Personalia juga sama satu orang menjalankan
dua fungsi posisi yakni Kepala Bagian Umum
dan Personalia merangkap posisi sebagai Staf
Umum dan Personalia”. Permasalahan yang
dihadapi oleh PD. BPR Bank Gresik adalah
belum adanya perencanaan kebutuhan
karyawan yang efektif dibandingkan dengan
perkembangan dan beban kerja yang meningkat
dari tahun ke tahun.
Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan yang dihadapi oleh PD. BPR
Bank Gresik tersebut, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan mengevaluasi jumlah
karyawan yang efektif PD. BPR Bank Gresik
pada tahun 2009, mengetahui prediksi jumlah
karyawan yang efektif di PD. BPR Bank Gresik
pada tahun 2010 dan untuk menentukan strategi
perencanaan SDM yang dilakukan perusahaan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan karyawan
yang efektif pada tahun 2010
Penelitian sebelumnya telah banyak
ditemukan pembahasan yang berkaitan dengan
perencanaan tenaga kerja/SDM, diantaranya
88
Irfan Aziz Fakultas Ekonomi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Gresik berjudul
“Proyeksi Kebutuhan Karyawan yang Efektif di
PT. Karya Agung”. Penelitian yang telah
dilakukan melalui alat analisis proyeksi
kecenderungan dan analisis deskripsi ini
menunjukkan hasil bahwa pada tahun 2009
hasil proyeksi kecenderungan sebanyak 172
sedangakan jumlah karyawan yang dimiliki
sebanyak 126 sehingga ada kekurangan jumlah
karyawan sebanyak 46 karyawan. Kekurangan
jumlah karyawan tersebut seharusnya
perusahaan melakukan rekrutmen, dapat dari
internal perusahaan dan eksternal perusahaan,
namun itu semua dapat dipengaruhi oleh
rencana strategik dan rencana opersional
perusahaan, keadaan finansial perusahaan,
desain organisasi, faktor ekonomi, faktor
teknologi dan faktor order dari perusahaan.
Milkovich dan Nystrom (dalam
Mangkunegara, 2008;05-06) mendefinisikan
bahwa perencanaan tenaga kerja adalah proses
peramalan, pengembangan,
pengimplementasian dan pengontrolan yang
menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian
jumlah pegawai, penempatan pegawai secara
benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis
lebih bermanfaat.
Perencanaan SDM mencakup
memperhitungakan persyaratan SDM,
membandingkan tuntutan persyaratan dengan
ketersediaan SDM (permintaan SDM,
kelebihan, dan kekurangan SDM), dan
perhitungan ketersediaan SDM dalam suatu
perusahaan. Perencanaan SDM sendiri sangat
perlu untuk memperhatikan faktor lingkungan
internal dan eksternal organsasi, sebagaimana
terlihat dalam gambar 1:
Kegiatan pengembangan untuk SDM
potensial yang sudah dimiliki merupakan
strategi untuk mempertahankan agar tidak
keluar/berhenti, terutama keahliannya sangat
dibutuhkan perusahaan. Strategi itu juga
penting untuk mempersiapkan para manajer dan
tenaga professional produk lini yang berkualitas
tinggi dalam mengantisipasi tantangan bisnis
masa depan. Sumber daya manusia yang rendah
kualitasnya memang tersedia banyak di pasar
tenaga kerja eksternal, SDM yang
berkemampuan tinggi untuk mengelola unit
kerja (departemen, devisi) dan yang mampu
melaksanakan proses produksi sacara tidak
mudah diperoleh dalam kegiatan rekrutmen.
SDM yang diperoleh dengan strategi yang tepat
dalam melaksanakan perencanaan SDM itu
akan dapat dimanfaatkan dan dikembangkan
secara maksimal dalam menghadapi tantangan
perubahan dan perkembangan lingkungan bisnis
dimasa depan.
Menurut Nawawi (2005;70 – 71) ada
beberapa manfaat Perencanaan SDM
diantaranya:
1. Meningkatkan efektifitas dan efisisensi
pendayagunaan SDM;
2. Menyelaraskan aktivitas SDM berdasarkan
potensi masing-masing pekerjaan;
3. Meningkatkan kecermatan dan
penghematan pembiyaan dan tenaga dalam
melaksanakan rekrutmen dan seleksi;
4. Menciptakan dan menyempurnakan Sistem
Informasi SDM; dan
Meningkatkan koordinasi antar manajer
unit kerja/departemen
External Environment
Internal Environment
Strategic Planning
Human Resource Planning
Forecasting
Human
Resource
Requirement
Forecasting
Human
Resource
Availability
Forecasting
Human Resource
Requirement
Demand =
Supply
Surplus of Workes Shortage of Workers
Rectricted Hiring, Recruitment
89
Gambar 1: Model Perencanaan SDM dari Mondy dan Noe
Perencanaan SDM harus dilakukan jika
jelas sebab-sebab atau alasan perlunya
melakukan/menambah jumlah karyawan,
terutama jika diketahui tidak dapat diselesaikan
dengan melakukan kegiatan manajemen SDM
yang lain. Alasan dan sebab tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor Internal Sebagai Sebab Permintaan
SDM
Faktor internal adalah kondisi persiapan
dan kesiapan SDM sebuah
organisasi/perusahaan dalam melakukan
operasional bisnis pada masa sekarang dan
untuk mengantisipasi perkembangannya
dimasa depan. Dengan kata lain faktor
internal adalah alasan permintaan SDM,
yang bersumber dari kekurangan dari
dalam perusahaan yang melaksanakan
bisnisnya, yang menyebabkan diperlukan
penambahan jumlah SDM. Alasan ini
terdiri dari:
a. Faktor rencana strategik dan rencana
operasional;
b. Faktor prediksi produk dan penjualan;
c. Faktor pembiayaan (cost) SDM;
d. Faktor pembukaan bisnis baru
(pengembangan bisnis);
e. Faktor desain organisasi dan desain
pekerjaan; dan
f. Faktor keterbukaan dan keikutsertaan
manajer .
2. Faktor Eksternal Sebagai Sebab
Permintaan SDM
Faktor eksternal adalah kondisi
lingkungan bisnis yang berada diluar kendali
perusahaan yang berpengaruh pada rencana
strategik dan rencana operasional, sehingga
langsung atau tidak langsung berpengaruh pada
perencanaan SDM. Faktor eksternal tersebut
pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai
sebab atau alasan permintaan SDM di
lingkungan sebuah perusahaan. Sebab atau
alasan terdiri dari:
1) Faktor ekonomi nasional dan
internasional (Global);
2) Faktor Sosial, Politik dan Hukum;
3) Faktor Teknologi; dan
4) Faktor pasar tenaga kerja dan pesaing.
Pelaksanaan perencanaan SDM yang
profesional harus dilakukan sebagai
implementasi tiga tugas pokok perencanaan
yakni tugas eksplenatif, tugas prediksi, dan
tugas kontrol. Dengan demikian, setiap kali
perusahaan yang akan melaksanakan
perencanaan SDM. Maka seharusnya diikuti
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghimpun dan mengolah suatu data dan
informasi SDM yang sudah dimiliki oleh
sebuah perusahaan/organisasi untuk
memperjelas kondisisnya sekarang, baik
dari segi jumlah (kuantitas) maupun
kualifikasinya (kualitas).
2. Memprediksi kekurangan SDM dengan
membandingkan SDM yang dimiliki
dengan permintaan (demand) jumlah SDM
untuk dapat melaksanakan operasinal bisnis
sekarang dan dimasa yang akan datang, baik
dari segi jumlah (kuantitas) maupun segi
kualifikasi (kualitasnya).
3. Mengontrol kesesuaian SDM yang
diprediksi berupa jumlah dan kualitasnya
dengan perencanaan bisnis, agar tujuan
strategik dan visi perusahaan/organisasi
dapat dicapai secara maksimal. Sebaliknya
90
agar terhindar dari timbulnya masalah-
masalah baru, yang dapat terjadi apabila
hasil prediksi SDM secara kuantitatif dan
kualitatif tidak sesuai kebutuhan dalam
mewujudkan eksistensi perusahaan yang
diinginkan di masa yang akan datang.
Pandojo (2000;30) perencanaan tenaga
kerja dapat disusun melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Memperkirakan kebutuhan atau
permintaan sumber daya manusia;
2. Mengadakan analisis kedalam tubuh
organisasi;
3. Membandingkan kebutuhan umum;dan
4. Menyusun program-program
perencanaan.
Salah satu teknik yang dapat dipergunakan
untuk merencanakan jumlah SDM suatu
organisasi dapat digunakan Teknik Regresi
(Regression). Teknik ini dipergunakan dengan
asumsi terdapat korelasi (hubungan) antara
variabel SDM dengan banyaknya variabel
lainnya yang bersifat kuantitatif dalam
melaksanakan bisnis untuk mewujudkan tujuan
perusahaan. Diantaranya adalah variabel
produktivitas, laba, beban kerja, biaya
produksi, pembiayaan SDM.
Untuk itu teknik regresi harus didahului
dengan perhitungan korelasi untuk
mengetahuui apakah variabel yang akan
diprediksi atau prediktor (SDM) benar-benar
memiliki hubungan yang signifikan dengan
satu atau lebih variabel kriterium. Perhitungan
korelasi harus dilakukan lebih dahulu karena
Teknik Regresi untuk memprediksi hanya
dapat digunakan apabila antara variabel
prediktor dengan variabel kriterium, telah teruji
sebagai dua variabel yang saling berhubungan
secara pararel/sejajar atau berkorelasi positif
(+). Jika korelasinya ternyata negatif (-) atau
tidak berkorelasi/berhubungan (nol atau
mendekati nol), maka tidak dapat dilakukan
prediksi dalam arti tidak ada gunanya
melanjutkan dengan perhitungan regresi.
Prediksi dengan perhitungan regresi hanya
dapat dilakukan jika variabel prediktor telah
teruji memiliki hubungan dengan variabel
kriterium. Langkah selanjutnya adalah untuk
kepentingan memprediksi permintaan
(demand) SDM menggunakan rumus regresi
sederhana.
Hasil dari Teknik Regresi ini berupa
sebuah persamaan yang nantinya akan dapat
digunakan untuk mengevaluasi SDM yang
telah ada sesuai dengan variabel kriterum pada
tahun berkenaan pada setiap tahunnya. Begitu
juga dalam memprediksi SDM untuk tahun
selanjutnya dengan menetapkan variabel
kriterum yang diharapkan/diinginkan oleh
sebuah organisasi/perusahaan.
Teknik Regresi ini mempunyai catatan
yang harus diperhatikan, diantaranya
adalah:
a) Teknik ini sangat tergantung pada data
kuantitatif masa lalu;
b) Perhitungan bersifat keseluruhan organisasi
dan harus dibuat terpisah jika akan
dipergunakan menurut unit kerja atau
jenjang jabatan; dan
c) Untuk unit kerja atau individu variabel
kriterum lebih baik menggunakan
produktivitas.
Perencanaan SDM sebagai kegiatan
pengambilan keputusan tidak dapat dipisahkan
dari spektrum keputusan. Untuk itu
perencanaan SDM perlu menetapkan secara
jelas karakteristik masalahnya, dan
mengidentifikasi data SDM yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis dalam
prediksi kebutuhan SDM dan variabel-variabel
lain yang mempengaruhinya. Perencanaan
dalam memprediksi kebutuhan SDM sangat
tergantung peda tingkat keakuratan proses
penetapan sebuah keputusan sebagai
pembuatan kebijaksanaan organisasi.
Model ini menjelaskan suatu proses atau
rangkaian kegiatan termasuk membuat
keputusan dalam perencanaan SDM. Terlihat
bahwa keputusan perencanaan SDM di
lingkungan sebuah organisasi/perusahaan
hanya dapat dimulai setelah ditetapkannya
pembagian dan pembidangan kerja di dalam
rencana operasional bisnis, untuk
mengimplementasikan rencana strategiknya.
Selanjutnya adalah menghimpun informasi
tentang SDM pada setiap unit kerja untuk
mewujudkan Sistem Informasi SDM sebagai
pelengkap Sistem Informasi Manajemen,
kegiatannya dapat berbentuk penjaringan,
pengumpulan, penelitian, dan pengembangan
data/informasi SDM. Nampak pada diagram
dibawah ini:
Alternatif
Keputusa
n
Analisis Data Data Operasional
Keputusan
Perencanaa
n SDM
Pelaksanaan
Keputusan
Umpan Balik/Masukkan
91
Gambar 2 Teori Pengambilan Keputusan Perencanaan SDM
Pengambilan keputusan atau pembuat
kebijaksanaan adalah individu yang hidup di
dalam sebuah masyarakat sebagai makhluk
yang tidak sempurna, maka selalu mungkin
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari
dalam maupun dari luar dirinya. Berikut ada
tujuh faktor yang berpengaruh pada
pengambilan keputusan dan pembuatan
kebijaksanaan (Nawawi, 2005;101):
Gambar 3 Faktor-faktor Pengambilan Keputusan
METODE
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini,
jenis data yang akan digunakan berupa data
sekunder. Data yang diperoleh berasal dari PD.
BPR Bank Gresik. Data sekunder dalam
penelitian ini berupa jumlah karyawan dan
nasabah pada tahun 1998–2009.
Kondisi yang
Menekan
Nilai-Nilai Keputusan &
Kebijaksanaan
Tingkat
Kepastian
Kepribadian
Peraturan
Pertimbangan
Politik
Kualitas Informasi
92
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, sehingga teknik pengambilan data
yang digunakan adalah wawancara (Interview)
dan dokumentasi. Sementara teknik analisis
yang digunakan untuk mengestimasi jumlah
karyawan adalah teknik regresi linier
sederhana. Teknik Regresi ini merupakan salah
satu metode kuantitatif dalam memprediksi
jumlan karyawan/SDM. Teknik ini
dipergunakan dengan terlebih dahulu
menganalisis korelasi antara variabel SDM
dengan salah satu variabel yang bersifat
kantitatif dalam pelaksanaan perusahaan untk
mewujudkan tujuan oerganisasi/perusahaan.
Diantarannya adalah variabel produktivitas,
pendapatan, beban kerja, biaya produksi dan
lain-lain.
Teknik ini veriabel yang akan diprediksi
atau prediktor harus memiliki hubungan yang
signifikan dengan variabel lainnya, telah teruji
sebagai dua variabel yang saling berhubungan
atau berkorelasi positif (mempunyai korelasi
tinggi). Untuk itu teknik regresi harus
didahului dengan perhitungan korelasi untuk
mengetahui apakah variabel yang akan
diprediksi atau prediktor (Y) berupa jumlah
karyawan (SDM) yang benar-benar memiliki
hubungan yang signifikan dengan variabel
kriterium (X) yang berupa jumlah nasabah.
Perhitungan korelasi harus dilakukan lebih
dahulu karena Teknik regresi untuk
memprediksi hanya dapat digunakan apabila
antara variabel prediktor dengan variabel
kriterium, telah teruji sebagai dua variabel
yang saling berhubungan secara pararel/sejajar
atau berkorelasi positif (+). Jika korelasinya
ternyata negatif (-) atau tidak
berkorelasi/berhubungan (nol atau mendekati
nol), maka tidak dapat dilakukan prediksi
dalam arti tidak ada gunanya melanjutkan
dengan perhitungan regresi.
Prediksi kebutuhan karyawan dengan
perhitungan regresi hanya dapat dilakukan jika
variabel prediktor telah teruji memiliki
hubungan positif dengan variabel kriterium.
Menentukan korelasi menggunakan rumus
angka kasar (raw score) dari Pearson, akan
tetapi dalam penelitian ini menggunakan alat
analisis dari melalui komputer yakni Program
SPSS. Kriteria pengujian dari hasil analisis
korelasi dari Program SPSS sebagai berikut:
a) Hubungan Negatif jika = r hitung ≤ r
tabel, atau
Sig. ˃0,05
b) Hubungan Positif jika = r
hitung ˃r tabel, atau
Sig. ≤ 0,05
Selanjutnya untuk menguji model
koefisien regresi ini menggunakan dan dilihat
dari hasil t hitung dan R Square, sehingga
untuk memprediksi perencanaan jumlah
permintaan (demand) SDM harus digunakan
perhitungan regresi sederhana melalui program
SPSS.
Hasil persamaan regresi nantinya akan
digunakan untuk mengevaluasi jumlah
karyawan (SDM) yang efektif ditahun 2009
dan digunakan untuk memprediksi jumlah
karyawan yang efektif pada tahun 2010,
selanjutnya dapat ditentukan strategi-strategi
yang tepat guna pemenuhan kebutuhan jumlah
karyawan (SDM) di PD. BPR Bank Gresik
yang sesuai dengan hasil perencanaan
(proyeksi) tahun 2010 tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Efektifitas Jumlah Karyawan Tahun
2009, Memperhatikan permasalahan yang ada
pada penelitian ini dan mengacu pada rumusan
masalah yang pertama, maka akan
menggunakan alat analisis metode teknik
regresi dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 1 Hasil Perhitungan Metode Regresi
Model/Uraian Koefisien
R Square B t hitung Sig.
Konstanta (a) 5,251 6,011 0,000 0,809
Variabel (b) 0,002139 6,508 0,000
Berdasarkan Tabel 1. tersebut maka dapat
dilakukan perhitungan dan prediksi kebutuhan
karyawan dengan persamaan sebagai berikut:
Y = 5,251 + 0,002139X
Kemudian persamaan tersebut digunakan
untuk mengevaluasi efektifitas jumlah
karyawan PD. BPR Bank Gresik pada tahun
2009, PD. BPR Bank Gresik saat ini
93
mempunyai jumlah karyawan (Y) sebanyak 14
orang dan jumlah nasabah (X) sebanyak 4.736
nasabah. Berikut hasil analisisnya dengan
metode regresi:
Y = 5,251 + 0,002139X
= 5,251 + 0,002139(4.736)
= 5,251 + 10,789
= 16,04 dibulatkan 16 orang
Sedangkan tahun 2009 jumlah karyawan
yang dimiliki PD. BPR Bank Gresik sebanyak
14 orang, berarti kebutuhan jumlah karyawan
kurang efektif karena terdapat kekurangan
sebanyak dua orang yang seharusnya 16
karyawan.
Analisis Perencanaan Jumlah Karyawan
Tahun 2010, Perencanaan (proyeksi) jumlah
kebutuhan karyawan pada tahun 2010 di PD.
BPR Bank Gresik dengan metode regresi dari
hasil persamaan, maka prediksi kebutuhan
jumlah karyawan terlebih dahulu dengan
menetapkan jumlah nasabah yang akan
diharapkan, menurut Kepala Bagian Marketing
tahun 2010 menargetkan petumbuhan 50% dari
jumlah nasabah pada tahun 2009 yakni 7.104
nasabah baik sebagai debitur, kreditur dan
deposito, hal ini didasarkan pencapaian pada
tahun 2009. Berikut perhitungan prediksi
jumlah karyawan pada tahun 2010:
Y = 5,251 + 0,002139X
= 5,251 + 0,002139(7.104)
= 5,251 + 15,195
= 20,44 dibulatkan 20 orang
Berdasarkan perhitungan prediksi
kebutuhan jumlah karyawan pada PD. BPR
Bank Gresik dengan metode regresi pada tahun
2010 memerlukan 20 orang karyawan dalam
menjalankan usahanya untuk mencapai target
yang direncanakan, berarti kebutuhan jumlah
karyawan masih kurang dan memerlukan
penambahan karyawan sebanyak enam orang,
karena pada saat ini PD. BPR Bank Gresik
memiliki karyawan sebanyak 14 orang.
Strategi Perencanaan Karyawan Yang
Efektif Tahun 2010, Berdasarkan hasil
perhitungan yang telah dilakukan dengan
metode regresi dapat diketahui bahwa PD. BPR
Bank Gresik pada tahun 2010 memerlukan
penambahan jumlah karyawan sebanyak enam
orang pegawai karena masih memiliki 14
karyawan. Menurut Handoko (2001;59-60)
sebuah perusahaan mengalami kekurangan
karyawan maka dapat dilakukan penambahan
karyawan dapat melalui sumber internal dan
eksternal, suplai internal berasal dari para
karyawan yang ada sekarang, karyawan tersebut
dapat dipromosikan, dipindah atau didemosi
untuk memenuhi kebutuhan yang kosong.
Sumber suplai eksternal terdiri dari orang-orang
dalam pasar tenaga kerja, ini mencakup orang-
orang yang belum kerja dan para karyawan
organisasi-organisasi lain.
Kepala Bagian Umum dan Personalia PD.
BPR Bank Gresik juga menyampaikan, “Seiring
dengan perkembangan perusahaan perlu adanya
perencanaan karyawan yang efektif dan
penambahan karyawan agar sesuai dengan
struktur organisasi dan uraian tugasnya masing-
masing”. Pada tahun 2010 PD. BPR Bank
Gresik mempunyai rencana pengadaan
karyawan yang sudah mulai berjalan dan sesuai
dengan kesepakatan para manejemen dan
jajaran Direksi, penambahan karyawan dari
suplai ekternal yakni membuka kesempatan
kerja sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasi
yang ditentukan.
Prediksi permintaan SDM di lingkungan
sebuah perusahaan pada dasarnya disebabkan
oleh berbagai alasan atau sebab-sebab tertentu.
Prediksi yang dilakukan tanpa alasan tidak akan
menghasilkan SDM yang mampu bekerja
secara efektif dan efisien, untuk memberikan
konstribusi pada PD. BPR Bank Gresik dalam
mencapai tujuan strategik dalam mencapai visi
dan mewujudkan pelaksanaannya berupa
misinya. Perencanaan SDM harus didasarkan
pada alasan yang kuat untuk memastikan bahwa
permintaan dapat mendayagunakan secara
efektif dan efesien. Alasan atau sebab yang
paling penting adalah kekurangan SDM dalam
melaksanakan perencanaan bisnis sehingga
banyak kegiatan yang tertunda atau tidak
terselesaikan. Menurut Nawawi (2005;148 –
172) sebab-sebab atau alasan perusahaan
menambah karyawan sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a. Faktor Rencana Strategik (RENSTRA)
dan Rencana Operasional (RENOP).
Menurut Kepala Bagian Umum dan
Personalia, “Setiap posisi yang terdapat
pada struktur organisasi mempunyai
uraian tugas masing-masing, sehingga
harus benar-benar terisi oleh karyawan
agar dapat melaksanakan sesuai dengan
fungsi pokok setiap posisi”.
Memperhatikan misi yang dimiliki oleh
PD. BPR Bank Gresik, pada tahun 2010
94
perlu dilakukan penambahan karyawan
untuk posisi yang masih kosong,
sehingga upaya untuk mewujudkan
misi PD. BPR Bank Gresik bisa
berjalan secara efektif sesuai dengan
tujuan.
b. Faktor Prediksi Produk
Prediksi produk pada dasarnya
merupakan prediksi laba dengan
menggunakan jumlah dan kualitas
SDM, sehingga kemampuan untuk
memasarkan dapat ditingkatkan dimasa
depan berdampak pada peningkatan
laba (Soeprihanto dan Sumarni,
2003;261–262). Menurut Kepala
Bagian Operasional, “Pada tiga tahun
terakhir jumlah nasabah mengalami
peningkatan baik produk penghimpun
dana maupun penyalur dana, terutama
pada nasabah penghimpun dana
mengalami peningkatan yang signifikan
khususnya pada tahun 2009”. Tingkat
produktivitas berupa jumlah nasabah
pada setiap tahunnya telah mengalami
peningkatan baik sebagai kreditur
maupun debitur PD. BPR Bank Gresik,
sehingga perencanaan karyawan harus
lebih diperhatikan untuk memberikan
pelayanan yang cepat terhadap nasabah
dan dapat menjalankan sesuai dengan
RENOP.
c. Faktor Pembiayaan SDM
Prediksi permintaan dalam perencanaan
SDM sangat dipengaruhi oleh anggaran
atau pembiayaan SDM yang dapat
disediakan perusahaan dari laba
kompetitif yang berkelanjutan.
Pembiayaan pada PD. BPR Bank
Gresik yang berkaitan dengan
pengadaan karyawan secara umum
sudah terpenuhi karena setiap tahunnya
telah mempunyai anggaran biaya yang
telah disepakati, sehingga dalam
pengadaan karyawan akan disesuaikan
dengan rencana penambahan pada
tahun tersebut. Menurut Kepala Bagian
Umum dan Personalia, “Faktor
pembiayaan dalam pengadaan
karyawan tergantung dari hasil yang
disepakati dalam rapat tahunan,
pembiayaan tersebut termasuk untuk
tim yang bertugas melaksanakan proses
pengadaan sehingga pembiayaan dalam
penambahan karyawan tidak
bermasalah”. Pembiayaan yang berupa
gaji pada pegawai juga sudah
dilaksanakan dengan strategi yang baik
yakni terlihat pada struktur organisasi
yang flat, nampak pembiayaan untuk
manajer menengah/lini sudah efisien.
Anggaran pengadaan karyawan pada
tahun 2010 telah disepakati empat
karyawan, sehingga dua karyawan
dapat dilakukan melalui kerjasama
dengan lembaga pendidikan (Magang).
d. Faktor Pembukaan Bisnis Baru
Bisnis baru dalam sebuah organisasi
berarti pengembangan secara
organisasional, kondisi ini dilakukan
apabila dari hasil survey pasar
diperoleh informasi terdapat kosumen
dalam jumlah yang cukup besar.
Pengembangan usaha baru akan
berdampak pada pemenuhan kebutuhan
karyawan berupa penambahan SDM,
karena terjadi penambahan pekerjaan
dan bahkan bertambahnya jabatan baru.
Menurut Kepala Bagian Operasional
“PD. BPR Bank Gresik saat ini masih
bisa menjalankan operasionalnya
dengan melayani nasabah secara
keseluruhan dengan baik, cepat dan
tidak ada masalah masalah yang
berarti” serta Kepala Bagian Marketing
menegaskan “Meskipun para nasabah
yang tempat tinggalnya jauh mereka
tidak mengeluhkannya, berdasarkan
jumlah nasabah masih bisa terjangkau
oleh para FO/AO untuk melakukan dan
menyelesaikan nasabah yang
bermasalah”. PD. BPR Bank Gresik
pada tahun 2010 belum ada
penambahan usaha baru yang berada
didaerah tertentu, hal ini didasarkan
pada prosedur tambahan yang cukup
memerlukan waktu dan biaya serta
kemampuan untuk melayani para
nasabahnya. Perencanaan SDM dalam
kaitannya pengembangan usaha baru
pada PD. BPR Bank Gresik di tahun ini
tidak perlu dilakukan karena masih
cukup untuk melayani para nasabahnya.
e. Faktor Desain Organisasi dan Desain
Pekerjaan
Struktur organisasi yang terdiri dari
unit-unit kerja disebut devisi,
95
departemen ataupun bagian yang
tersusun secara vertikal dan horizontal,
pada tahap awal berpengaruh pada
prediksi jumlah manajer yang harus
dipekerjakan. Struktur organisasi PD.
BPR Bank Gresik menunjukkan masih
ada posisi yang kosong yakni di Bagian
Operasional dan Bagian Umum dan
Personalia. Kepala Bagian Umum dan
Personalia mengemukakan, “Nampak
pada struktur perusahaan pada Bagian
Operasional satu orang merangkap dua
jabatan yakni Kepala Bagian
Operasional dan Pembukuan, serta pada
Bagian Umum dan Personalia juga
sama satu orang menjalankan dua
fungsi posisi yakni Kepala Bagian
Umum dan Personalia merangkap
posisi sebagai Staf Personalia dan Staf
Umum diisi oleh seorang karyawan
sebagai keamanan”.
PD. BPR Bank Gresik seharusnya
mengisi kekosongan posisi/jabatan
yang ada pada struktur organisasi
sehingga pada tahun 2010 perlu
diadakan penambahan karyawan dalam
mencapai pemenuhan kebutuhan
karyawan yang efektif.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Ekonomi Nasional
Faktor ini pada dasarnya berupa kondisi
dan kecenderungan pertumbuhan
ekonomi dan moneter nasional dan
internasional yang berpengaruh pada
kegiatan bisnis setiap dan semua
perusahaan. Pengaruh yang potensial
terjadi adalah kondisi ekonomi/moneter
internasional berpengaruh pada trend
pertumbuhan ekonomi nasional dan
tidak pernah terjadi sebaliknya.
Beberapa bentuknya adalah kondisi
ekonomi dan moneter internasional
yang berpengaruh pada meningkatnya
atau menurunya pertumbuhan ekonomi
dan moneter nasional, tinggi rendahnya
atau tingkat penghasilan penduduk (in-
come perkapita), inflasi, nilai tukar
rupiah terhadap US Dollar (valuta
asing) yang berfluktuasi dengan
kecenderungan terus melemah, krisis
ekonomi dan krisis moneter,
menurunnya daya beli masyarakat yang
sangat besar pengaruhnya pada
kemampuan perusahaan dalam
memepertahankan dan
mengembangkan eksistensinya.
Dampak kondisi pertumbuhan ekonomi
internasional dan kondisi nasional pada
RENSTRA dan RENOP tersebut, bagi
sebuah perusahaan langsung
berpengaruh pada prediksi permintaan
SDM, baik jumlah kualifikasinya dalam
perencanaan SDM.
Sehubungan dengan keadaan
ekonomi yang terjadi sekarang, dimana
nilai tukar rupiah masih stabil dan
peranan pemerintah dalam upaya
peningkatan perekonomian Indonesia
yang tertuang pada program kabinet
untuk memperbaiki perekonomian
Indonesia. PD. BPR Bank Gresik akan
menjalankan usaha dengan lancar dan
baik seperti yang tertuang pada
RENSTRA dan RENOP, apabila akan
melakukan penambahan karyawan
dalam situasi ini tidak ada masalah
sehingga mengarahkan pada
kesempatan untuk meningkatkan
produktivitas dan memperluas
pemasaran produk..
b. Faktor Sosial, Politik dan Hukum
Faktor ini tercemin dalam kondisi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di wilayah domestik
tempat menjalankan operasional
bisnisnya. Kondisi ketiga aspek
kehidupan ini secara umum
berpengaruh pada keinginan atau
kebutuhan anggota masyarakat dalam
mengkonsumsi produk yang dihasilkan
baik barang maupun jasa. Faktor sosial
sebagai kondisi kehidupan bersama di
lingkungan masyarakat yang
menggambarkan merata atau tidaknya
tingkat kesejahteraan anggotanya
sebagai hasil interaksi sosial individu,
kelompok termasuk juga organisasi
bisnis, kondisi tersebut akan
berpengaruh pada prediksi permintaan
SDM karena kondisi sosial pada suatu
wilayah berpengaruh pada produksi dan
hasil penjualan setiap dan semua
perusahaan (Nawawi, 2008;161).
Faktor politik menyangkut sikap
pemerintah terhadap peraturan
perusahaan, ketenagakerjaan dan
96
kesejahteraan sosial, perusahaan akan
memberikan tunjangan kesehatan,
asuransi atau penyediaan dana pensiun
berdasarkan peraturan dari pemerintah.
Menurut Handoko (2001;56)
pemerintah mampu memberikan rasa
aman baik secara fisik maupun psikis
akan berdampak pada pelaku bisnis
yang akan memperluas dan
mengembangkan perusahaan, kondisi
ini akan diikuti meningkatnya
kebutuhan untuk menambah tenaga
kerja (SDM) yang harus diprediksi
pada perencanaan SDM yang tepat.
Faktor hukum berkaitan dengan
ketentuan kebijakan untuk memberikan
perlindungan bagi para pekerja untuk
mendapatkan hak dan kewajiban secara
proposional, posisi yang sama dan tidak
ada perbedaan disisi hukum
(Soeprihanto dan Sumarni, 2003;363).
Ketentuan hukum di Indonesia tertera
pada Hubungan Industrial Pancasila
yang realisasinya melalui pembuatan
undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden dan keputusan
menteri dalam kaitannya bidang bisnis
yang tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Ketentuan hukum akan
berpengaruh terhadap prediksi
permintaan SDM didalam perencanaan
SDM, karena pengembangan eksistensi
perusahaan tergantung pada
kemampuan perusahaan mematuhinya.
PD. BPR Bank Gresik dalam
kondisi ini stabil dari faktor sosial,
politik maupun hukum, karena sudah
menjalankan sesuai dengan ketentuan
peraturan pemerintah dan PD. BPR
Bank Gresik merupakan satu-satunya
perusahaan perbankan milik
Pemerintah Daerah (PD) sehingga akan
meningkatkan kinerjanya sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan konsumen
(nasabah) serta mempengaruhi
peningkatan pelayanan baik dari sisi
nasabah maupun kesejahteraan
karyawan.
c. Faktor Ilmu dan Teknologi.
Ilmu dan Teknologi yang pesat
kemajuannya banyak ditemukan, para
ilmuan di lingkungan lembaga
Perguruan Tinggi dan penemuan baru
yang berhubungan lansung maupun
tidak langsung pada operasional usaha
diantaranya berupa peralatan kerja yang
canggih akan berpengaruh pada
kecepatan dan kualitas proses
operasional dalam bentuk teknologi
untuk mendesain produk, meningkatkan
efesiensi kerja, produktivitas dan
kualitas produk, termasuk juga
teknologi. Suatu perusahaan
memerlukan IT (Ilmu Teknologi)
sebagai faktor utama untuk
melaksanakan operasional perusahaan
dan memberikan pelayanan yang sesuai
dengan kebutuhan maupun keinginan
konsumen yang terus menerus
menuntut perbaikan kualitas
(Soeprihanto dan Sumarni, 2003;220).
Perusahaan harus secara cepat
melakukan adaptasi perubahan,
perkembangan dan kemajuan ilmu dan
teknologi. Menurut Kepala Bagian
Operasional, “PD. BPR Bank Gresik
selalu berupaya untuk mengidentifikasi
perubahan dan kecanggihan ilmu
teknologi melalui unit kerja EDP, hal
ini akan lebih bisa bersaing dengan
perusahaan perbankan lainnya”. Usaha
untuk mengadaptasi kecanggihan
teknologi tersebut berpengaruh
langsung pada prediksi permintaan
SDM terutama dari segi kualifikasinya
dalam membuat perencanaan SDM.
PD. BPR Bank Gresik setidaknya
sudah mengadaptasi kecanggihan
teknologi seperti yang dilakukan oleh
perusahaan lainnya, terbukti dengan
membentuk unit kerja EDP (Electronic
Department Processing) yang
mempunyai fungsi pokok mengawasi
dan bertanggung jawab atas pekerjaan
yang berkaitan dengan perangkat lunak
(software) dan perangkat keras
komputer serta peralatan elektronik
lain, penggunaan alat tersebut dapat
mendukung operasionalnya dalam
meningkatkan pelayanan yang sesuai
dengan harapan nasabah dan menuntut
untuk melakukan perbaikkan secara
terus menerus dari semua aspek.
d. Faktor Ketenagakerjaan
Faktor ini adalah kondisi tenaga kerja
(SDM) yang dimiliki perusahaan
97
sekarang dan prediksinya dimasa depan
yang berpengaruh pada permintaan
tenaga kerja baru.
Kondisi tersebut dapat diketahui
dari hasil audit SDM dan Sistem
Informasi SDM (SISDM) sebagai
bagian dari Sistem Informasi
manajemen (SIM) sebuah perusahaan.
Beberapa dari faktor ini adalah:
1) Jumlah, waktu dan kualifikasi
SDM yang pensiun harus
dimasukan dalam prediksi sebagai
pekerjaan/jabatan kosong yang
harus dicari penggantinya;
2) Prediksi jumlah dan kualifikasi
SDM yang akan berhenti/keluar
dan PHK sesuai dengan
Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB) atau kontrak kerja, yang
harus diprediksi calon
penggantinya untuk mengisi
kekosongan pada waktu yang
tepat, baik yang bersumber internal
maupun eksternal; dan
3) Prediksi karyawan yang meniggal
dunia, perusahaan yang telah
memiliki jumlah SDM besar
seharunya memiliki Sistem
Informasi SDM yang akurat.
Prediksi ini dilakukan karena
kemungkinan terjadi diluar
kekuasaan manusia atau tidak
tergantung usia, mungkin saja
dialami oleh pekerja yang relatif
masih muda.
Handoko (2001;57) data masa lalu
tentang faktor ketersediaan karyawan
(pensiun, permohonan berhenti, PHK
dan kematian) dan trend
perkembangannya bisa berfungsi
sebagai pedoman perencanaan SDM
yang akurat. Prediksi jumlah dan
kualifikasi SDM yang akan
dipromosikan dan pindah internal
(rotasi), penting dilakukan karena
jabatan/pekerjaan yang ditinggalkannya
menjadi kosong dan perlu diisi baik
dari SDM internal maupun eksternal.
Pada tahun 2010 para karyawan juga
belum ada yang pensiun sehingga tidak
perlu penambahan karyawan yang
berkaitan dengan kekosongan jabatan
akibat pensiun, kegiatan operasional
PD. BPR Bank Gresik tidak mengalami
hambatan yang berarti terutama dalam
kaitannya dengan kebutuhan
ketersediaan karyawan.
Berdasarkan analisis data yang telah
diuraikan, hasil pengujian dengan metode
regresi dapat diketahui kondisi jumlah
karyawan di PD. BPR Bank Gresik pada tahun
2009 kurang efektif karena jumlah karyawan
yang dimiliki oleh PD. BPR Bank Gresik 14
orang karyawan, sementara dari perhitungan
seharusnya memiliki jumlah karyawan
sebanyak 16 orang karyawan sehingga ada
kekurangan dua karyawan.
Prediksi (perencanaan) karyawan pada
tahun 2010 hasil perhitungan teknik regresi
sebanyak 20 orang karyawan sedangkan jumlah
karyawan yang dimiliki PD. BPR Bank Gresik
sebanyak 14 karyawan sehingga ada
kekurangan jumlah karyawan sebanyak enam
orang karyawan. Kekurangan jumlah karyawan
tersebut, PD. BPR Bank Gresik dapat
melakukan penambahan karyawan melalui
rekrutmen dari eksternal perusahaan karena dari
internal belum tersedia dan masih ada
kekurangan/kekosongan posisi. Keputusan
penambahan karyawan dengan memperhatikan
sebab-sebab permintaan SDM dalam membuat
strategi pemenuhan jumlah karyawan yang
efektif, baik dari faktor internal, faktor eksternal
perusahaan dan faktor ketenagakerjaan.
Adanya kekurangan karyawan pada tahun
2010 sebanyak enam karyawan maka
perusahaan harus ada perekrutan untuk
pemenuhan kebutuhan karyawan pada PD. BPR
Bank Gresik, ada beberapa strategi yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Strategi pertama penambahan karyawan
dengan rekrutmen eksternal sesuai dengan
kekurangan yang dibutuhkan oleh PD.
BPR Bank Gresik sebanyak enam
karyawan, karena ini satu-satunya pilihan
untuk pemenuhan kebutuhan karyawan;
dan
2. Strategi kedua dengan cara melakukan
kerjasama dengan lembaga pendidikan
seperti universitas, akademik maupun
sekolah kejuruan untuk menempatkan
anak didiknya untuk magang di PD. BPR
Bank Gresik. Cara ini diharapkan tugas
atau beban kerja pada bagian yang belum
terisi oleh karyawan dapat dikerjakan oleh
peserta magang dan perusahaan tidak akan
98
mengeluarkan biaya yang terlalu besar
baik dari pembiayaan gaji maupun
pembiayaan proses pengadaan karyawan.
PENUTUP
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
melalui alat analisis metode regresi dalam
pemenuhan kebutuhan jumlah karyawan yang
efektif dan analisis deskripsi terhadap hasil
metode regresi dapat diketahui:
1. PD. BPR Bank Gresik pada tahun 2009
kebutuhan jumlah karyawan kurang efektif
karena diketahui jumlah karyawan yang
dimiliki sebanyak 14 orang karyawan,
tetapi hasil dari analisis metode regresi
sebanyak 16 orang karyawan sehingga
terjadi kekurangan dua orang karyawan.
2. Diketahui dari hasil prediksi jumlah
karyawan yang efektif di PD. BPR Bank
Gresik pada tahun 2010 sebanyak 20
karyawan, sementara yang dimiliki hanya
14 orang karyawan. Perlu dilakukan
perekrutan karyawan sebanyak enam orang
karyawan terutama untuk mengisi
posisi/jabatan yang kosong yakni Staf
Personalia, Staf Umum dan Pembukuan
serta penambahan pada posisi Teller untuk
mempercepat pelayanan dan dua orang
karyawan pada Bagian Marketing dalam
upaya mendukung pencapaian target dan
memperluas pemasaran produk.
3. Analisis metode regresi dapat digunakan
untuk mengetahui berapa seharusnya
jumlah karyawan yang harus dimiliki PD.
BPR Bank Gresik agar menjadi efektif.
4. Strategi dalam pemenuhan karyawan
dengan rekrutmen secara eksternal dan
untuk menghemat pembiayaan PD. BPR
Bank Gresik memberi kesempatan magang
bagi mahasiswa maupun siswa
kejuruan/sederajat.
Setelah mengetahui kesimpulan dalam
penelitian ini, maka selanjutnya dapat
disampaikan rekomendasi yang berguna bagi
PD. BPR Bank Gresik yang berkaitan dengan
perencanaan jumlah karyawan yang efektif
adalah sebagai berikut:
1. PD. BPR Bank Gresik diharapkan dapat
melakukan perencanaan jumlah karyawan
yang harus direkrut dengan menggunakan
teknik analisis yang telah digunakan dalam
penelitian ini yakni metode regresi, hasil
penelitian dapat digunakan sebagai acuan
untuk perencanaan pemenuhan kebutuhan
jumlah karyawan untuk tahun ini dan tahun
selanjutnya.
2. PD. BPR Bank Gresik bila akan
melakukan perekrutan karyawan maka
harus melihat beberapa faktor-
faktor/sebab-sebab yang
mempengaruhinya antara lain: faktor
internal meliputi, Faktor Rencana Strategik
(RENSTRA) dan Rencana Operasional
(RENOP), pembiayaan, prediksi produk,
pembukaan bisnis baru, desain organisasi
dan desain pekerjaan; faktor eksternal
antara lain faktor ekonomi nasional dan
internasional, sosial politik dan hukum,
ilmu dan teknologi; dan faktor
ketenagakerjaan.
3. PD. PBR Bank Gresik sebaiknya
melakukan penambahan karyawan pada
tahun 2010 sebanyak enam untuk mengisi
kekosongan yang ada pada struktur
organisasi yang telah dibuat dan
penambahan dalam mendukung kagiatan
usahanya terutama di Bagian Operasional
dan Bagian Marketing sehingga RESTRA
dan RENOP PD. BPR Bank Gresik bisa
berjalan sesuai dengan tujuan organisasi
yang tertuang dalam visi maupun misi.
Memperhatikan kondisi PD. BPR Bank
Gresik lebih efektif melakukan rekrutmen
malalui suplai eksternal.
4. Melakukan kerjasama dengan lembaga
pendidikan untuk menempatkan anak
didiknya magang di PD. BPR Bank Gresik,
diharapkan tugas atau beban kerja pada
bagian tertentu yang belum terisi karyawan
dapat dikurangi dan perusahaan tidak akan
mengeluarkan biaya yang terlalu besar
baik dari pembiayaan gaji maupun
pembiayaan proses pengadaan karyawan.
5. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
meneliti obyek/perusahaan berskala
menengah keatas dan pada Bagian atau
Divisi tertentu menggunakan metode yang
lainnya serta mengitegrasikan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Amsyah, Drs. Zulkifli, 2005, Manajemen
Sistem Informasi, cetakan kelima,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aziz, Irfan, 2009, Proyeksi Kebutuhan
Karyawan yang Efektif di PT. Karya
99
Agung, Fakultas Ekonomi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Gresik.
Handoko, T. Hani, 2001, Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia,
Edisi kedua , BPFE, Yogyakarta.
Hermawanto, 2008, Analisis Pelaksanaan
Perencanaan Sumber Daya Manusia di
PT. DAN Liris Grogol Sukoharjo Tahun
2008, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta, http://digilib.fkip.uns.ac.id/
Indriantoro, Nur dan Supomo, 2002,
Metodologi Penelitian: Akuntansi dan
Manajemen, BPFE, Yogyakarta.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008,
Perencanaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, cetakan ketiga,
Refika Aditama, Bandung.
Muhtar, Entang Adhy, Drs., 2009, Strategi
Perencanaan Sumber Daya Manusia
yang Efektif,
http://www.google.co.id/perencanaan+sd
m/html.
Nawawi, Hadari, 2005, Perencanaan SDM
untuk Organisasi Profit yang Kompetitif,
cetakan ketiga, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Soeprihanto, John dan Murti Sumarni, 2003,
Pengantar Bisnis (Dasar-Dasar Ekonomi
Perusahaan), edisi kelima, Liberty,
Yogyakarta.
Suharjo, Bambang, 2008, Analisis Regresi
Terapan dengan SPSS, cetakan pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Suliyanto, SE. M.Si, 2006, Metode Riset Bisnis,
Andi Offset, Yogyakarta.
Sumarni, Murti dan Salamah Wahyuni, 2006,
Metode Penelitian Bisnis, Andi Offset,
Yogyakarta.